STRATEGI GURU PAI DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK TUNAGRAHITA PADA SMPLBN-C SMPLBN C SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
Oleh ISNAINI MASRUROH NIM 11107010
JURUSAN TARBIYAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN ) SALATIGA 2011
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki maka skripsi saudari : Nama
: ISNAINI MASRUROH
NIM
: 11107010
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Judul
: STRATEGI GURU PAI DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK TUNA GRAHITA PADA SMPLBN-C SALATIGA Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
ii
SKRIPSI STRATEGI GURU PAI DALAM MEMBENTUK KARAKTER ANAK TUNA GRAHITA PADA SMPLBN-C SALATIGA
DISUSUN OLEH ISNAINI MASRUROH NIM : 11107010 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Kependidikan Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 19 Agustus 2011 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 Kependidikan Islam.
Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd.
Sekretaris Penguji
: Abdul Ayiz N.P., MM
Penguji I
: Dr. M. Zulfa M., M.Ag
Penguji II
: Benny Ridwan, M.Hum.
Penguji III
: Dr. Zakiyuddin, M.Ag.
Salatiga,
Agustus 2011
Ketua STAIN Salatiga
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: ISNAINI MASUROH
NIM
: 11107010
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat ataupun temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga,
iv
Agustus 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO
Tetap aktif berbuat kreatif ( Isnaini Masruroh ) Sabar, istiqomah, qanaah dan tawakkal
PERSEMBAHAN Skripisi ini penulis persembahkan kepada : Kedua orang tuaku Dosen dan para pengajarku Saudara-saudaraku
v
KATA PENGANTAR Syukur terima kasih kepada Allah swt yang telah memberi kesempatan, ridha, rahmat, barokah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian dan menyajikan hasilnya dalam bentuk skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Strategi Guru PAI dalam Membentuk Karakter Anak Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga” ini disusun dalam rangka menyelesaikan studi strata 1 dan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga. Bantuan dan dukungan baik materil maupun immateril dari berbagai pihak telah memberikan kontribusi positif dalam penyusunan skripsi ini. Dan atas kontribusi tersebut penulis menyampaikan terima kasih dan doa semoga Allah swt berkenan membalas kebaikan kepada : 1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag. selaku Ketua STAIN Salatiga yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menimba ilmu di STAIN Salatiga. 2. Ibu dan Bapak penulis, yang telah memberikan dukungan dan doa restu atas penyusunan skripsi. 3. Dra. Siti Asdiqoh selaku Ketua Program Studi Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan petunjuk dan izin judul skripsi. 4. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Puket Bidang Akademik yang telah memberikan kemudahan dalam proses persetujuan dan perizinan penelitian.
vi
5. Dr. Zakiyuddin M.Ag. selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi. 6. Muhlisun, S.Pd. selaku Kepala SLB Negeri Salatiga yang telah memberi izin penelitian. 7. Eko Puji Widodo, S.Pd. selaku guru Pendidikan Agama Islam SMPLBN-C Salatiga yang telah memberikan informasi atas strategi pembentukan karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga. 8. Siswa-siswi tunagrahita SMPLBN-C Salatiga yang telah memberikan senyum manis atas kehadiran penulis dan kerja sama selama penelitian. 9. Semua pihak yang terlibat langsung dan tidak langsung atas dukungan dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini. Kesempurnaan hanyalah milik Allah dan penulis sadar bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu saran, kritik yang membangun dan koreksi dari semua pihak penulis terima dengan tangan terbuka. Penulis berharap skripsi ini memberikan tambahan wawasan bagi pendidikan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Salatiga,
Penulis
vii
Agustus 2011
ABSTRAK Masruroh, Isnaini, 2011. Strategi Guru PAI dalam Membentuk Karakter Anak Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga. Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Dr. Zakiyuddin M.Ag. Kata Kunci : Strategi Guru PAI dan Karakter Siswa Tunagrahita Penelitian dalam skripsi ini mengangkat tentang strategi yang digunakan oleh guru PAI dalam membentuk karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga serta kompetensi karakter seperti apa yang hendak dibentuk oleh guru PAI pada siswa tunagrahita. Tujuan dari dipilihnya objek, judul dan topik dalam skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakter siswa tunagrahita pada awal pendidikan di SMPLBN-C Salatiga, mengetahui strategi yang digunakan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga untuk membentuk karakter siswa tunagrahita sesuai kompetensi yang harus dicapai pada tingkat pendidikan menengah. Penelitian atas skripsi ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode observasi lapangan, wawancara dan dokumentasi dari sumber data. Hasil dari penelitian yang penulis lakukan mengarah kepada kesimpulan bahwa karakter siswa tunagrahita pada awal pendidikan merupakan kondisi yang sama dengan siswa tunagrahita pada umumnya, strategi yang digunakan untuk membentuk karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga telah sesuai dengan standar dan aturan yang berlaku, dan masalah yang muncul dalam proses pembentukan karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga berasal dari kondisi siswa baik secara fisik maupun mental, dari guru, sarana prasarana dan dari lingkungan di dalam maupun di luar sekolah.
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
iii
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN ................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................
v
KATA PENGANTAR ...................................................................................
vi
ABSTRAK ..................................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Fokus Penelitian ..........................................................................
6
C. Signifikansi Penelitian.................................................................
7
1. Arti Penting Penelitian ...........................................................
7
2. Kegunaan Penelitian ...............................................................
7
D. Penegasan Istilah .........................................................................
8
E. Metode Penelitian ........................................................................
9
F. Sistematika Penulisan.................................................................. 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Guru ............................................................................... 15
ix
B. Karakter Manusia dan Pembentukannya ..................................... 30 C. Tunagrahita.................................................................................. 40 BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Gambaran Umum SMPLBN-C Salatiga ................................... 50 1. Sejarah dan Profil SMPLBN-C Salatiga............................ 50 2. Visi, Misi dan Tujuan SMPLBN-C Salatiga ..................... 52 3. Kurikulum .......................................................................... 54 4. Guru dan Siswa .................................................................. 55 5. Sarana dan Prasarana Sekolah ........................................... 56 B. Proses Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga................................................................. 57 1. Karakter Awal Siswa Tunagrahita SMPLBN-C Salatiga .. 57 2. Masalah Guru Agama Islam dalam Proses Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga ......................................................... 59 3. Strategi Guru Agama Islam dalam Membentuk Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga ..................... 65 BAB IV PEMBAHASAN A. Kompetensi Karakter siswa Tunagrahita yang Ingin Dicapai dengan Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga ...... 77 B. Strategi Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita oleh Guru Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga .. 81 C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Strategi Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga ............................................................ 89 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................... 92 B. Saran ......................................................................................... 94
x
DAFRTAR PUSTAKA.................................................................................. 95 LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL Tabel I
Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakangannya ....................................................................... 44
Tabel II Tujuan Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa SMPLB Tunagrahita .................................................................................... 48 Tabel III Daftar Nama Siswa Tunagrahita SMPLBN-C Salatiga Tahun 2011 .................................................................................... 55 Tabel IV Barang/Perkakas Pendidikan di SMPLBN-C Salatiga .................. 56
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. DOKUMENTASI 2. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN 3. SURAT KETERANGAN RISET 4. DAFTAR RIWAYAT HIDUP 5. LEMBAR KONSULTASI SKRIPSI 6. NOTA PEMBIMBING SKRIPSI 7. KETERANGAN SKK
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menyadari dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsanya. Konstitusi dan segala macam piranti peraturan telah mengatur serta menjadi acuan pelaksanaan kegiatan dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas secara sempurna. Tidak hanya dari hal pendanaan namun juga dari segi objek dan subjek pendidikan itu sendiri permasalahan muncul. Objek dan subjek pendidikan yaitu siswa yang berasal dari berbagai latar belakang dengan ciri khas masing-masing. Perbedaan karakter, mental dan kesempurnaan fisik anak didik bisa menjadi masalah dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Pola asuh tidak bisa diterapkan sama kepada seluruh anak didik, namun harus memerhatikan hal-hal tersebut agar potensi dan kecerdasan anak dapat dikembangkan secara optimal. Anak yang lahir dan atau tumbuh dengan kesempurnaan fisik dan mental adalah anak yang secara umum lebih mudah diarahkan dan dididik. Di lain sisi, anak yang lahir dan atau tumbuh dengan kekurangan fisik dan mental membutuhkan sistem pendidikan khusus. Pendidikan tidak cukup hanya memberi pengetahuan yang paling muthahir, namun juga harus mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan dan
1
karakter kuat setiap peserta didik sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan tujuan hidupnya sesuai koridor dan aturan terutama aturan agama. Institusi-institusi pendidikan dengan segala macam pola pendidikan melalui kegiatan-kegiatan dalam rangka pembentukan kemandirian, peningkatan kualitas pengetahuan dan daya saing anak didiknya di antaranya ada yang memfokuskan sasarannya pada anak-anak dengan kebutuhan khusus. Sekolah Menengah Luar Biasa sebagai salah satu lembaga pendidikan yang melakukan kegiatan pengajaran untuk mencerdaskan anak didik yang berkebutuhan khusus. Pendidikan luar biasa adalah pendidikan dengan cara yang khusus yang disesuaikan dengan jenis dan taraf kelainan. Sekolah luar biasa ini diperuntukkan bagi anak yang mengalami kekurangan atau tuna, di antaranya adalah tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna daksa dan tuna laras. SMPLBN-C Salatiga, sebuah sekolah menengah untuk anak-anak dengan kelainan dan atau kebutuhan khusus mengambil peran dalam hal di atas. Sekolah ini beralamat di jalan Hasanuddin Gang III, Banjaran, Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kodya Salatiga. Sekolah ini diharapkan dapat memberikan pelayanan pendidikan terhadap anak-anak dengan kelainan dan atau kebutuhan khusus di Salatiga pada khususnya dan daerah lain secara lebih luas. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Negeri Salatiga bersama dengan TKLB, SDLB dan SMALB mempunyai visi “Mendidik siswa mandiri, berkemampuan optimal dan berakhlak mulia.”. Insan yang berahlak menjadi prioritas dari pendirian sekolah ini. Diharapkan dengan karakter anak didik yang berakhlaq mulia, ketaqwaan anak didik akan semakin sempurna.
2
Di
era globalisasi ini, pembentukan karakter sangatlah penting.
Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Pendidikan RI M. Nuh pada Ulang Tahun Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2011, pendidikan berbasis karakter menjadi prioritas dan program nasional. Pembentukan karakter diharapkan bisa mewujudkan
generasi
yang
bisa
dibanggakan
kepribadiannya.
Karena
Pembentukan karakter itu tidak hanya pada anak–anak normal saja, tetapi juga pada anak–anak dengan kelainan/tuna yang juga akan menghadapi kehidupan yang global dengan segala macam tantangan dan perkembangannya, maka peran sekolah-sekolah luar biasa sangat penting dan strategis. Karakter itu bisa diubah dan dibentuk sedini mungkin, sehingga strategi guru sangat menentukan dalam proses pembentukan karakter tersebut selain keluarga dan masyarakat. Anak dengan kelainan/tuna yang secara jumlah merupakan kaum minoritas juga berhak untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan pendidikan yang bisa menciptakan karakter yang lebih kuat seperti anak normal lainnya. Sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Al – Ra’d ayat 11
َّللاِ إِنه ه لَهُ ُه َعقِّبَاتٌ ِهنْ بَ ْي ِن يَ َد ْي ِه َو ِهنْ َخ ْلفِ ِه يَ ْحفَظُونَهُ ِهنْ أَ ْه ِر ه َّللاَ ال يُ َغيِّ ُر َها بِقَ ْو ٍم َحتهى يُ َغيِّ ُروو َها بِ َ ْنفُ ِ ِ ْن َوإِ َ و أَ َ و َا ه وا ٍ َّللاُ بِقَ ْو ٍم ُ و ًءوو َ َه َر ها لَهُ َو َها لَ ُ ْن ِهنْ اُونِ ِه ِهنْ َو
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
3
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Departemen Agama RI, 2007: 199).
Namun sangat ironis Bangsa Indonesia yang mengutamakan moral dan budi pekerti tetapi belum banyak penelitian yang menguraikan tentang bagaimana cara membentuk karakter setiap individu terutama pada anak–anak tuna grahita. Upaya untuk meningkatkan manusia yang lebih berkualitas dan bertaqwa serta berbudi pekerti luhur, maka dibutuhkan pembentukan karakter yang berbasis agama sebagai fondasi jiwa dan keagamaan untuk masa yang akan datang. Dengan adanya penelitian tentang pembentukan karakter yang berbasis agama yang ada di sekolah luar biasa ini, diharapkan muncul kritik dan pembenahan kurikulum atau strategi dalam pengajarannya. Selama ini pandangan masyarakat terhadap anak yang mengalami kekurangan atau cacat masih dipandang sebelah mata, padahal mereka yang menyandang cacat bukan kehendak mereka sendiri namun itu adalah pemberian Allah sang Kholiq. Dalam dunia ini pendidikan bagi anak cacat kurang diperhatikan. Jika keadaan seperti ini dibiarkan saja maka dunia pendidikan dan pandangan masyarakat terhadap mereka akan tetap stagnan dan berhenti seperti itu terus. Pelaksanaan pendidikan agama Islam bertujuan untuk mendidik agar menjadi insan yang berkarakter kuat, teguh beramal sholeh, dan berahlaq mulia serta berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, agama, bangsa dan negara. Pengembangan tenaga pendidikan sebagai unsur dominan dalam proses belajar mengajar bertujuan meningkatkan kualitas, kompetensi dan profesionalisme guru
4
pendidikan agama islam. Karena itu semua upaya peningkatan kinerja tenaga pendidikan Agama Islam dilakukan lembaga–lembaga profesional dan perguruan tinggi. Guna menciptakan hal tersebut, sebagai Guru Agama Islam diharuskan memiliki ketrampilan–ketrampilan motivasi, ketrampilan bertanya, menerangkan, mendayagunakan media pengajaran, penjajakan dan menggunakan strategi yang tepat, ketrampilan menutup pelajaran dan ketrampilan menggunakan interaksi. Pendidikan di sekolah memerlukan kerja sama antar berbagai pihak, yaitu antar orang tua, guru, administrator, konselor sekolah, lembaga–lembaga sosial kemasyarakatan dan pemerintah. Kerja sama itu meliputi banyak hal misalkan penentuan tujuan pengajaran, bahan ajaran, proses pengajaran, pengadaan sarana prasarana dan mempertanggungjawabkan hasil pengajarannya (Samana, 1992: 12). Pendidikan merupakan kewajiban orang tua, karena mereka merupakan amanat
yang
di
percayakan
Allah
swt.
untuk
dipelihara
dan
harus
dipertanggungjawabkan (Dewan Ulama Al Azhar, 1989:126). Untuk itu, seorang pendidik mengajar tidak boleh membeda-bedakan terhadap anak didiknya bahkan terhadap anak cacat sekalipun harus diperlakukan baik dan proporsional sebagaimana terhadap anak normal. Dewasa ini pendidikan mengalami perkembangan pesat, mulai pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal adalah salah satu sarana pengembangan pengetahuan termasuk bagi mereka yang berkelainan sehingga ada suatu lembaga pendidikan khusus yang mengelola dan menangani anak–anak tuna wicara dan bahkan anak–anak tuna grahita (cacat mental).
5
Sebagai anak manusia mereka juga membutuhkan pendidikan, karena pendidikan sudah menjadi salah satu kebutuhan manusia (Supardi dkk, 1982:126). Mendidik anak cacat tidak semudah mendidik anak–anak normal, terutama dalam membentuk karakter karena anak–anak cacat mental memunyai ciri–ciri yang khusus sesuai dengan kecacatannya. Pendidikan bagi anak cacat mental memerlukan pelayanan secara khusus dengan sarana dan prasarana/alat–alat khusus, guru yang khusus, bahkan kurikulum yang khusus pula. Strategi guru adalah salah satu faktor yang penting untuk menentukan keberhasilan pelaksanaan pendidikan bahkan dalam pembentukan karakter. Seorang guru bila tidak mengerti masalah–masalah dalam proses pengajaran bagi anak–anak didiknya maka guru harus berkonsultais kepada psikiater, ahli kurikulum dan sebagainya yang mampu dalam bidang tersebut. Uraian di atas menengarai bahwa pengajaran terhadap anak cacat mental merupakan tantangan tersendiri, sehingga pemilihan strategi akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter khususnya.
B. Fokus penelitian Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis mengangkat 3 pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana karakter awal anak di SMPLBN-C Salatiga ? 2. Problematika apa yang muncul dalam pembentukan karakter anak di SMPLBN-C Salatiga?
6
3. Apa strategi yang digunakan guru PAI dalam pembelajaran khususnya dalam usaha membentuk karakter siswa SMPLBN-C Salatiga ?
C. Signifikansi Penelitian 1. Arti Pentingnya Penelitian Sebagai konsekuensi dari permasalahan pokok, maka tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui karakter anak di SMPLBN-C Salatiga. 2. Untuk mengetahui strategi-strategi yang dilakukan guru PAI dalam membentuk karakter anak di SMPLBN-C Salatiga. 2. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. a. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan menjadi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di dalam usaha membentuk karakter pada anak tuna grahita guna menambah hasanah keilmuan pada jurusan S-1 STAIN Salatiga. b. Secara Praktis 1) Dapat dijadikan acuan bagi para orang tua dalam membentuk karakter anak. 2) Dapat menjadi sumbangan pemikiran alternatif bagi proses pembentukan karakter anak yang ada di SMPLBN-C Salatiga.
7
3) Dapat menjadi masukan bagi pendidik Sekolah Luar Biasa pada umumnya dalam pembentukan karakter anak di SLB. D. Penegasan Istilah Sebagai langkah untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam memahami judul yang penulis bahas, maka terlebih dahulu akan dijelaskan istilah–istilah yang ada dalam pembatasan yang nyata. Adapun pembatasan dan penjelasan tersebut adalah sebagai berikut :
1.Strategi Guru PAI Dalam Membentuk Karakter Strategi pada awalnya digunakan untuk kepentingan militer saja, tetapi kemudian berkembang ke berbagai bidang yang bebeda seperti strategi bisnis, olah raga, catur, ekonomi, pemasaran, perdagangan, manajemen strategi dan pendidikan. Sedangkan dalam kamus Psikologi, strategi adalah (Kartono, 2000: 488). 1. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah. 2. Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan-permasalahan. Menurut undang – undang No. 14/141 2005 pasal 1 butir 1 tentang guru dan dosen, yang disebut guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. ( Astandiyar, 2009: 17).
8
Dalam kamus umum bahasa indonesia, karakter adalah sifat-sifat, kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak (Poerwadarminta, 2006: 521). Sedangkan dalam kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Kartono, 2000: 64). 2. Siswa Tuna Grahita Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah- istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental detective, dan lain-lain (Somantri, 2006: 103). E. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan jenis penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dalam pelaksanaannya tidak menggunakan angka–angka atau perhitungan. Penelitian ini menggunakan metode bercerita secara nyata tentang keadaan yang diteliti. Selain itu, penulis juga mengemukakan landasan– landasan atau teori–teori secara literatur yang ada hubungannya dengan objek yang diteliti. Dalam laporan penelitian seperti ini, data yang dikumpulkan dan dianalisis adalah berbagai informasi dari respon dan hasil laporan penelitian dapat berupa kutipan–kutipan ataupun gambar.
9
2. Kehadiran Peneliti Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian, maka peneliti hadir secara langsung di lokasi penelitian sampai memperoleh data yang valid. Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti menjadi pelajar, yakni belajar dari orang yang diwawancara yang menjadi sumber data. 3. Lokasi Penelitian Lokasi yang dijadikan penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Negeri C Salatiga. Adapun Waktu penelitiannya adalah mulai tanggal 18 Mei 2011 sampai tanggal 06 Agustus 2011. 4. Sumber Data Pada penelitian ini ada beberapa sumber data yang diperoleh untuk memperkuat penelitian ini. Data yang dikumpulkan melalui penelitian ini dikelompokkan menjadi 2 yaitu : a) Sumber data manusia Sumber data ini berasal dari informan, yaitu orang–orang yang terlibat langsung dalam model pembelajaran sebagai fokus penelitian, yaitu Kepala Sekolah dan guru PAI di SMPLBN C Salatiga. b) Sumber data bukan manusia Sumber data ini bersumber dari dokumen dan bahan – bahan lain yang dapat mendukung dalam penelitian ini.
10
5. Prosedur Pengumpulan Data Dalam rangka untuk memperoleh data serta membantu mempermudah jalannya penelitian, penulis menggunakan metode pengumpulan data. Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Pedoman Pengamatan Pengamatan atau observasi adalah pencatatan secara sistematik terencana fenomena yang diselidiki (Sutrisno, 1995:227). Metode observasi ini digunakan untuk memperoleh data yang kongkret tentang karakter anak SLB, metode yang digunakan pendidik dalam membentuk karakter anak, juga digunakan untuk mengumpulkan data tentang lokasi penelitian. b. Pedoman Wawancara Metode wawancara atau interview adalah sebuah dialog yang dilakukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 2006: 64 ). Metode ini penulis gunakan untuk mencari data secara umum tentang Sekolah Luar Biasa dengan mewawancarai antara lain Kepala Sekolah dan guru PAI SMPLBN C Salatiga. Pelaksanaan wawancara dengan cara bebas terpimpin, karena akan memberi kebebasan pada pihak yang akan diteliti dalam memberikan jawaban, sehingga akan diperoleh data yang lebih mendalam dan lebih jelas. Pihak peneliti dapat mengarahkan secara langsung pada pokok persoalan yang sebenarnya.
11
c. Pedoman Dokumentasi Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 67). Dalam penelitian ini, metode dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang sekolah luar biasa secara historis, letak geografis, struktur organisasi dan daftar nama anak–anak SMPLBN C Salatiga. d. Analisis Data Berdasarkan hasil pengumpulan data, selanjutnya penulis akan melakukan analisis dan pembahasan secara deskriptif. Dengan demikian data yang diperoleh disusun sedemikian rupa sehingga dikaji dan dikupas secara runtut. Karena sebagian data yang diperoleh ini merupakan data kualitatif, maka penulis menggunakan teknik deskriptif analisis non statistical, dalam hal ini penulis menggunakan
pendekatan fenomenologi. Yaitu suatu
analisis deskriptif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman langsung (Bagus, 1996: 236). Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkapkan makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji.
12
e. Pengecekan Keabsahan Data Untuk mengecek keabsahan data yang diperoleh, penulis menggunakan cara memperpanjang kehadiran peneliti di lapangan, observasi yang diperdalam dan juga analisis kasus negatif, dan lain–lain sampai data dapat diuji kebenarannya. f. Tahap–Tahap Penelitian 1) Penelitian pendahuluan Penulis mengkaji buku–buku yang berkaitan dengan strategi guru dan juga yang berhubungan dengan
karakter, kemudian membuat
kerangka atau bahan untuk memulai penelitian. 2) Pengembangan desain Setelah penulis mengetahui banyak hal tentang strategi guru dan karakter, kemudian penulis melakukan observasi ke objek penelitian untuk melihat secara langsung peran guru agama dalam pembentukan karakter. 3) Penelitian sebenarnya Penulis melakukan penelitian secara langsung dilokasi penelitian dan melihat secara seksama, lebih detail berbagai hal yang berkaitan dengan penelitian.
13
F. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pembahasan skripsi ini dibatasi melalui penyusunan sistematika skripsi sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini berisi tentang beberapa hal yaitu : latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, methode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang pengertian dan teori tentang strategi guru, karakter dan pembentukannya serta hal-hal mengenai tunagrahita.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini membahas paparan dan temuan penelitian yaitu : sejarah SMPLBN, visi dan misi SMPLBN, motto SMPLBN, pendidikan dan pengajaran serta kegiatan anak–anak SMPLBN Salatiga.
BAB IV
PEMBAHASAN Dalam bab ini penulis membahas tentang strategi yang digunakan guru PAI dalam membentuk karakter anak tunagrahita di SMPLBN C Salatiga dan faktor–faktor pendukung
serta penghambat
pembentukan karakter anak-anak SMPLBN C Salatiga. BAB V
PENUTUP Dalam bab ini penulis menyajikan tentang kesimpulan, saran–saran dan penutup.
14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Strategi Guru Kata “strategi” berasal dari bahasa Yunani, “stratēgos”, yang berasal dari kata Stratos yang berarti militer dan Ag yang artinya memimpin (Purnomo, 1996: 8). Menurut beberapa ahli, pengertian strategi antara lain : 1. Menurut Alfred Chandler: The determination of the basic long-term goals and objectives of an enterprise, and the adoption of courses of action and the allocation of resources necessary for carrying out these goal (http://strategika.wordpress.com/ 2007/06/24/pengertian-strategi, diakses tanggal 20 Juli 2011). Penentuan dasar sasaran
jangka panjang dan tujuan perusahaan, dan
pemakaian rangkaian tindakan serta pemakaian sumber daya yang diperlukan untuk mendapatkan tujuan-tujuan. 2. Menurut James Brian Quin The pattern or plan that integrates an organization’s major goals, policies, and action squences into a cohesive whole (http://strategika.wordpress.com/2007 /06/24/pengertian-strategi, diakses tanggal 20 Juli 2011). Pola atau rencana yang menyatukan tujuan perusahaan, kebijaksanaan dan rangkaian kegiatan ke dalam satu paduan utuh. 3. Menurut Henry Mintzberg A pattern in a stream of decisions or actions. (http://strategika. wordpress.com/2007/06/24/pengertian-strategi, diakses tanggal 20 Juli 2011).
15
Sebuah pola dalam suatu urutan keputusan atau tindakan. Strategi adalah „terma‟ ketiga yang digunakan untuk mewujudkan inti tujuan dan arah dalam organisasi (Tony Bush, 2010: 48). Strategy ‘ the art of generalship-and in particular imposing on any enemy in the time, place and conditions for fighting preferred by oneself (Oxford English Dictionary in Flavel and Williams, 1996: 3).
Sedangkan pengertian strategi secara umum dan khusus sebagai berikut: 1.
Pengertian Umum Strategi adalah proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai.
2.
Pengertian khusus Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola
konsumen memerlukan kompetensi
inti
(core
competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang
16
dilakukan(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/konsep-strategi-definisiperumusan.html, diakses 17 Juli 2011) Strategi adalah (Kartono, 2000: 488) : 1. Prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai tujuantujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah. 2. Satu metode umum untuk memecahkan permasalahan-permasalahan. Agar suatu susunan strategi dapat berfungsi maksimal diperlukan tahapan atau rincian sebagai berikut : 1. Perumusan strategi Perumusan strategi adalah proses memilih tindakan utama (strategi) untuk mewujudkan misi organisasi. Proses mengambil keputusan untuk menetapkan strategi seolah-olah merupakan konsekuensi mulai dari penetapan visi-misi, sampai terealisasinya program. 2. Perencanaan Tindakan Langkah pertama untuk mengimplementasikan strategi yang telah ditetapkan adalah pembuat perencanaan strategi. Inti dari apa yang ingin dilakukan pada tahapan ini adalah bagaimana membuat rencana pencapaian (sasaran) dan rencana kegiatan (program dan anggaran) yang benar-benar sesuai dengan arahan (visi, misi, goal) dan strategi yang telah ditetapkan organisasi.
17
3. Implementasi Untuk menjamin keberhasilan strategi yang telah berhasil dirumuskan harus diwujudkan dalam tindakan implementasi yang cermat. Strategi dan unsurunsur organisasi yang lain harus sesuai, strategi harus tercermati pada rancangan struktur budaya organisasi, kepemimpinan dan sistem pengelolaan sumber daya manusia. Karena strategi diimplementasikan dalam suatu lingkungan yang terus berubah, maka implementasi yang sukses menuntut pengendalian dan evaluasi pelaksanaan. Sehingga jika diperlukan dapat dilakukan tindakan-tindakan perbaikan yang tepat (http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2173371pengertian-strategi, diakses 24 Juli 2011). Menurut Sankarto dan Iskak (2008:3), strategi dapat dikembangkan melalui 5 tahap, yaitu : 1. Analisis trend (kecenderungan) Pada tahap melakukan analisis kecenderungan, sesuatu disebut sebagai kecenderungan apabila memiliki sifat dinamis yang mengandung unsur perubahan. Perubahan tersebut relatif permanen-tidak bersifat sementara tersebut relatif bisa diukur. 2. Analisis SWOT atau TOWS
18
dan perubahan
SW merupakan analisis internal organisasi, sedangkan OT merupakan analisis eksternal. Strategi yang disusun, pertama-tama, berdasarkan analisis internal organisasi disebut strategi “inside-out”. Sedangkan yang disusun pertamatama sebagai hasil analisis eksternal disebut “outside-in”. Strategi “inside-out” biasanya melihat keterbatasan sumber daya sebagai kendala, sedangkan strategi “outside-in” melihat peluang sebagai daya tarik utama. Dalam praktek sehari-hari, keduanya digabungkan sehingga disebut analisis SWOT atau TOWS. 3. Penyusunan alternatif Berdasarkan analisis SWOT (TOWS), disusun berbagai alternatif strategi yang bisa dipilih. Dengan menghubungkan empat dimensi tersebut, akan diperoleh empat kuadran, yaitu: alternatif strategi SO (Strenghts and Opportunities), alternatif strategi ST (Strenghts and Threats), alternatif strategi WO (Weaknesses and Opportunities) dan alternatif strategi WT (Weaknesses and Threats). 4. Memilih satu alternatif yang paling jitu Tahap keempat adalah memilih strategi yang dinilai paling tepat bagi organisasi. Pemilihan strategi tentu dengan memperhitungkan misi organisasi, nilai-nilai yang diyakini oleh pemimpin puncak organisasi, harapan-harapan yang berkembang di masyarakat, dan kemungkinan berhasil-tidaknya strategi yang dipilih
tersebut
dalam
implementasinya.
19
Pertimbangan-pertimbangan
riil
pelaksanaan strategi perlu dipikirkan secara masak, karena organisasi tidak bisa diubah hanya dengan membuat pernyataan-pernyataan di atas kertas 5. Pelaksanaan strategi Strategi yang telah dirumuskan harus diterjemahkan ke dalam program kerja yang jelas pada tahap pelaksanaan strategi. Salah satu yang harus dibangun adalah arsitektur organisasi. Arsitektur organisasi berkaitan dengan jawaban terhadap tiga hal dasar, yaitu: siapa yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan tentang hal apa, siapa memberi kontribusi apa dan bagaimana mengukurnya, dan siapa memperoleh apa dan berapa banyak. Banyak faktor mempengaruhi pelaksanaan strategi, seperti faktor kepemimpinan, faktor komunikasi dalam organisasi, faktor konflik, sistem imbalan, sistem kontrol, dan faktor sumber daya manusia. Yang penting, organisasi harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap proses pembelajaran terus-menerus. Dalam
proses
pembentukan
karakter,
strategi
pembelajaran
juga
diperlukan, yaitu cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Beberapa strategi pembelajaran antara lain :
20
1.
Expository dan Discovery/Inquiry “Exposition” (ekspositorik) yang berarti guru hanya memberikan informasi yang berupa teori, generalisasi, hukum atau dalil beserta bukti bukti yang mendukung. Siswa hanya menerima saja informasi yang diberikan oleh guru. Pengajaran telah diolah oleh guru sehingga siap disampaikan kepada siswa, dan siswa diharapkan belajar dari informasi yang diterimanya itu, disebut ekspositorik. Hampir tidak ada unsur discovery (penemuan). Dalam suatu pengajaran, pada umumnya guru menggunakan dua kutub strategi serta metode mengajar yang lebih dari dua macam, bahkan menggunakan metode campuran.
2.
Discovery dan Inquiry Discovery (penemuan) sering dipertukarkan pemakaiannya dengan inquiry (penyelidikan). Discovery (penemuan) adalah proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Proses mental misalnya; mengamati,
menjelaskan,
mengelompokkan,
membuat
kesimpulan
dan
sebagainya. Sedangkan konsep, misalnya; bundar, segi tiga, demokrasi, energi dan sebagai. Prinsip misalnya “Setiap logam bila dipanaskan memuai”. Inquiry, merupakan perluasan dari discovery (discovery yang digunakan lebih mendalam) artinya, inquiry mengandung proses mental yang lebih tinggi tingkatannya. Misalnya; merumuskan problema, merancang eksperimen,
21
melaksanakan eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, dan sebagainya. 3.
Pendekatan Konsep Terlebih dahulu harus kita ingat bahwa istilah “concept” (konsep) mempunyai beberapa arti. Namun dalam hal ini kita khususkan pada pembahasan yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar. Suatu saat seseorang dapat belajar mengenal kesimpulan benda-benda dengan jalan membedakannya satu sama lain. Jalan lain yang dapat ditempuh adalah memasukkan suatu benda ke dalam suatu kelompok tertentu dan mengemukakan beberapa contoh dan kelompok itu yang dinyatakan sebagai jenis kelompok tersebut. Jalan yang kedua inilah yang memungkinkan seseorang mengenal suatu benda atau peristiwa sebagai suatu anggota kelompok tertentu, akibat dan suatu hasil belajar yang dinamakan “konsep”. Kita harus memperhatikan pengertian yang paling mendasar dari istilah “konsep”, yang ditunjukkan melalui tingkah laku individu dalam mengemukakan sifat-sifat suatu obyek seperti : bundar, merah, halus, rangkap, atau obyek-obyek yang kita kenal seperti rambut, kucing, pohon dan rumah. Semuanya itu menunjukkan pada suatu konsep yang nyata (concrete concept). Gagne mengatakan bahwa selain konsep konkret yang bisa kita pelajari melalui pengamatan, mungkin juga ditunjukkan melalui definisi/batasan, karena
22
merupakan sesuatu yang abstrak. Misalnya iklim, massa, bahasa atau konsep matematis. Bila seseorang telah mengenal suatu konsep, maka konsep yang telah diperoleh tersebut dapat digunakan untuk mengorganisasikan gejala-gejala yang ada di dalam kehidupan. Proses menghubung-hubungkan dan mengorganisasikan konsep yang satu dengan yang lain dilakukan melalui kemampuan kognitif 4.
Pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) Pendekatan ini sebenamya telah ada sejak dulu, ialah bahwa di dalam kelas mesti terdapat kegiatan belajar yang mengaktifkan siswa (melibatkan siswa secara aktif). Hanya saja kadar (tingkat) keterlibatan siswa itulah yang berbeda. Kalau dahulu guru lebih banyak menjejalkan fakta, informasi atau konsep kepada siswa, akan tetapi saat ini dikembangkan suatu keterampilan untuk memproses perolehan siswa. Kegiatan belajar-mengajar tidak lagi berpusat pada siswa (student centered). Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu, betapapun sederhananya. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya,
sehingga
mereka
memperoleh
konsep.
Dengan
mengembangkan keterampilan keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendin fakta dan kosep serta
23
mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif. Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya: a.
Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
b.
Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
c.
Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat
keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkani menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-prinsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah
24
laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar karena memang sengaja dirancang untuk itu. a. Prinsip CBSA Dan uraian di atas kita ketahui bahwa prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut: 1) Dimensi subjek didik : a)
Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongandorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkan pendapat.
b)
Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal ini terwujud bila guru bersikap demokratis.
c)
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
25
d)
Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
e)
Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
2) Dimensi Guru a)
Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
b)
Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
c)
Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
d)
Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
e)
Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
3) Dimensi Program a)
Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
b)
Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
26
c)
Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
4) Dimensi situasi belajar-mengajar a)
Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajarmengajar.
b)
Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajarmengajar.
b. Rambu-Rambu CBSA Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsipprinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
27
a. Berdasarkan pengelompokan siswa Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif. b. Berdasarkan kecepatan masing-rnasing siswa Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajarmengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul. c.
Pengelompokan berdasarkan kemampuan Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
28
d. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan. e.
Berdasarkan domain-domain tujuan Strategi belajar-mengajar berdasarkan domain/ranah tujuan. Menurut Benjamin S. Bloom CS, domain dapat dikelompokkan ada tiga yaitu : 1)
Domain kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
2)
Domain afektif, aspek sikap.
3)
Dornain psikomotor, untuk aspek gerak.
(http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.ht ml, diakses 16 Juli 2011). Berdasarkan pengertian tentang strategi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi guru adalah teknik, metode terintegrasi yang diaplikasikan guru dalam proses pengajaran dan pendidikan agar tujuan-tujuan pendidikan yang direncanakan tercapai baik tentang rencana-rencana menuju keberhasilan maupun siasat yang akan digunakan bila terjadi masalah-masalah.
29
B. Karakter Manusia dan Pembentukannya 1. Pengertian Karakter Menurut definisi, karakter atau dalam bahasa inggris disebut dengan character yang berarti watak, peran, huruf (Echols dan shadily, 1982: 107). Karakter bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tooh dalam karya sastra, reputasi dan tanda atau huruf (Hornby, 1973: 156). Secara bahasa karakter dapat pula dipahami sebagai sifat dasar, kepribadian, perilaku/tingkah laku, dan kebiasaan yang berpola. American College Dictionary
mendefinisikan
karakter
sebagai,”Sekumpulan
kualitas
yang
membedakan seorang dari yang lainnya”. American Dictionary of the English Language mendefinisikan karakter sebagai, ”Kualitas-kualitas yang teguh dan khusus yang dibangun dalam kehidupan seorang yang menentukan responnya tanpa pengaruh kondisi-kondisi yang ada” Bisa juga karakter adalah respon langsung seseorang terhadap suatu situasi secara sadar dan tidak sadar yang dipengaruhi oleh stimulan dari luar (external) tetapi muncul dari dalam diri (internal) (http://wurisan.blogspot.com, diakses 11 juli 2011). Dalam kamus umum bahasa indonesia, karakter adalah sifat-sifat, kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain, tabiat, watak (Poerwadarminta, 2006: 521). Sedangkan dalam kamus psikologi, karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya
30
kejujuran seseorang; biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Kartono, 2000: 64). Muhammad Furqon (2009: 09), mengemukakan dalam bukunya bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain. Berdasarkan pengertian tentang karakter di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa karakter adalah kepribadian yang membedakan seseorang dari yang lain, yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral. 2.
Pembentukan Karakter Dari pemahaman di atas, karakter dapat disamakan dengan kepribadian. Beberapa hal yang mempengaruhi karakter/kepribadian anak adalah (Somantri, 2006: 56) : a.
Pengalaman pada Usia Dini Banyak masalah yang dihadapi orang-orang bersumber pada masa lalunya karena pengalaman pada masa anak-anak awal dan ingatan mengenai pengalaman-pengalaman tersebut meninggalkan bekas yang mendalam pada konsep diri anak.
31
b.
Pengaruh Kultural Dalam setiap kultur, anak dihadapkan pada tekanan bahwa dia harus mengembangkan pola kepribadian yang sesuai dengan standar yang sudah ditentukan oleh kultur.
c.
Fisik Fisik anak berpengaruh terhadap kepribadiannya secara langsung berupa keterbatasannya mengenai hal-hal yang dapat dan hal-hal yang tidak dapat dilakukan anak yang bersangkutan. Secara tidak langsung fisik anak mempengaruhi karakter kepribadiannya berupa perasaan orang-orang mengenai fisik anak tersebut.
d. Kondisi Fisik Kesehatan fisik bukan hanya sekedar memungkinkan anak untuk mengikuti kegiatan yang wajar untuk anak-anak seusianya tetapi juga menentukan sikap orang-orang di sekitarnya. Beberapa kondisi fisik yang mempengaruhi karakter kepribadian anak adalah kelelahan dan keadaan gizi anak. e. Inteligensi Anak-anak pada umumnya tidak menyadari taraf kecerdasannya kecuali jika perbedaan taraf kecerdasannya sangat menyolok dibandingkan dengan temanteman seusianya. Anak-anak yang cerdas seringkali dirasakan sebagai ancaman bagi kelompoknya, misalnya akan menyebabkan standar kelompok tersebut meningkat. Anak dengan intelegensi rendah akan merasa dirinya tersisihkan dari kelompoknya. 32
f. Emosi Seorang anak dinilai berkarakter dan kepribadian baik jika ia dapat mengendalikan emosinya sesuai dengan taraf perkembangan tertentu yang dapat diterima oleh orang-orang di sekitarnya. Sejauh mana emosi anak berpengaruh terhadap perkembangan karakter kepribadiannya anak tergantung pada sejauh mana emosi tersebut mempengaruhi orang-orang di sekitarnya. g.
Nama Anak Nama mempengaruhi penilaian seseorang mengenai diri anak karena mempunyai asosiasi, hubungan dengan hal-hal tertentu, baik
yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. h.
Keberhasilan dan Kegagalan Keberhasilan yang dilihat sang anak atas dirinya mungkin dilihat sebagai prestasi, namun keberhasilan yang dilihat anak atas orang lain mungkin dilihat sebagai kegagalan anak tersebut. Kegagalan bukan hanya mempengaruhi konsep diri anak, tetapi juga berpengaruh terhadap pola tingkah laku yang juga berpengaruh terhadap penyesuaian diri dan penyesuaian sosial anak. Bila keadaan memungkinkan, demi suatu perkembangan karakter anak yang baik, anak harus dihindarkan dari pengalaman kegagalan pada usia dini. Seandainya kegagalan tersebut terjadi, maka orang tua harus menjelaskan mengapa hal tersebut terjadi agar tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap konsep diri dan karakter anak.
33
i.
Penerimaan Lingkungan Sosial Pada mulanya anak berusaha untuk memenuhi tuntutan dari orang tuanya untuk menyenangkan. Sesudah ia masuk sekolah, arti teman-teman seusianya menjadi makin penting sehingga muncul masalah bahwa karakter yang dianggap baik dan bernilai oleh teman-teman seusia dinilai berbeda oleh orang tuanya. j. Lambang Status Lambang status yang paling dalam bagi perkembangan karakter anak adalah pakaian. Melalui pakaian, anak dapat mengungkapkan status sosial ekonomi keluarga dan dengan demikian anak mempengaruhi status anak di dalam kelompoknya.
Keadaan
sosial
ekonomi
keluarga
yang relatif
baik
menimbulkan harga diri yang tinggi pada anak dan hal ini akan berpengaruh terhadap konsep karakter anak. k. Lingkungan Sekolah Sekolah merupakan lingkungan sosial kedua bagi seorang anak dalam perkembangan karakternya. Sehubungan dengan pentingnya kedudukan sekolah dalam mempengaruhi perkembangan karakter anak, kepribadian guru dan strategi mengajar merupakan hal yang penting dalam mendidik anak di samping pengetahuan dan keterampilan guru dalam mengajar. Di samping guru, lingkungan sekolah juga memberikan pengaruh penting melalui temanteman sekolah anak yang bersangkutan.
34
l. Lingkungan Keluarga Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak sehingga mempunyai pengaruh terbesar bagi pertumbuhan karakter anak. Anak akan mengidentifikasi dirinya pertama kali dari lingkungan keluarga. Anggota keluarga merupakan orang yang berarti bagi anak pada waktu dasar-dasar karakter anak terbentuk. Beberapa hal yang mempengaruhi karakter anak dari lingkungan keluarga antara lain:
3.
1)
Sikap orang tua terhadap anak
2)
Iklim emosi dalam keluarga
3)
Penerus nilai-nilai kultural
4)
Status sosial ekonomi keluarga
5)
Status keluarga dalam kelompok, sebagai minoritas atau mayoritas
6)
Jumlah anggota keluarga
7)
Kedudukan anak dalam keluarga
Karakter Islam Sesuai dengan visi SMPLBN-C Salatiga “Mendidik siswa bisa mandiri, berkemampuan optimal dan berakhlak mulia”, maka akhlak mulia menjadi tujuan dan karakter yang ingin diciptakan dan ditanamkan pada siswa dari proses pendidikan yang diprogramkan dan dilaksanakan. Akhlak pada diri seseorang
35
dapat diketahui melalui ciri-cirinya (Ilyas, 2007:12) mengemukakan bahwa ciriciri khas akhlak yaitu Rabbani, manusiawi, universal, seimbang dan realistik. a.
Akhlak Rabbani Akhlak Rabbani adalah akhlak yang bersumber dari wahyu Ilahi yang termaktub dalam Al-Qu‟ran dan Sunnah. Ciri Akhlak Rabbani juga menegaskan bahwa akhlak dalam Islam bukanlah moral yang kondisional dan situasional, tetapi akhlak yang benar-benar memiliki yang mutlak. Akhlak Rabbani mampu menghindari kekacauan nilai moralitas dalam hidup manusia. Al-Qur‟an mengajarkannya dalam surat Al-An‟am ayat 153.
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalanjalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa (Departemen Agama RI, 2007: 118).
b. Akhlak Manusiawi Akhlak manusiawi adalah akhlak yang sejalan dan memenuhi tuntunan fitrah manusia. Ajaran akhlak dalam islam diperuntukkan bagi manusia yang merindukan kebahagiaan dalam arti khakiki, bukan kebahagiaan yang semu.
36
Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat, sesuai dengan kodratnya. c. Akhlak Universal Akhlak universal adalah akhlak islam yang sesuai dengan kemanusiaan universal dan mencakup segala aspek hidup manusia, baik dimensi vertikal maupun horisontal. Dimensi vertikal mengatur hubungan antara manusia dengan Rabb-nya dan dimensi horisontal mengatur hubungan antar sesama manusia. Al Qu‟ran menyebutkan sepuluh macam keburukan yang wajib dijauhi oleh setiap orang yaitu menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh anak karena takut miskin, berbuat keji baik secara terbuka maupun secara tersembunyi, membunuh orang tanpa alasan yang sah, makan harta anak yatim, mengurangi takaran dan timbangan, membebani orang lain dengan kewajiban yang melampaui kekuatannya, persaksian tidak adil dan menghianati janji dengan Allah. Firman Allah dalam surat Al-An‟am ayat 151-152
37
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami-Nya. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati pun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat (Departemen Agama RI, 2007:117).
d. Akhlak Keseimbangan Ajaran akhlak ini menitikberatkan antara sifat baik manusia yang didambakan seperti malaikat dan akhlak buruk manusia yang digambarkan seperti hewan. Manusia memiliki dua kekuatan dalam dirinya, kekuatan baik pada hati nurani dan akalnya dan kekuatan buruk pada hawa nafsunya. Manusia memiliki unsur ruhani dan jasmani yang memerlukan pelayanan masing-masing secara seimbang. Manusia hidup di dua alam, dunia dan akhirat yang mana hidup di dunia merupakan ladang bagi kehidupan nanti di akhirat. Akhlak islam juga
38
mengajarkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan pribadi dan kebutuhan bermasyarakat. e. Akhlak Realistik Ajaran akhlak dalam Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia. Manusia yang dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding makhluk
lain
tetapi
manusia
juga
mempunyai
kelemahan,
memiliki
kecenderungan manusiawi dan berbagai macam kebutuhan material dan spiritual. Dengan kelemahan-kelemahannya manusia cenderung melakukan kesalahan dan pelanggaran yang berujung pada dosa. Namun begitu, Islam juga membuka kesempatan selebar-lebarnya untuk manusia bertaubat atas kesalahan dan dosanya, bahkan jika dalam keadaan terpaksa Islam memperbolehkan manusia untuk melakukan sesuatu yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 173. Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Departemen Agama RI,2007: 20).
39
C. Tunagrahita 1. Pengertian Mental atau kecerdasan bagi manusia merupakan hal yang sangat penting untuk melengkapi kehidupan. Mental atau kecerdasan dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lain yang ada di bumi. Dengan bekal kecerdasan yang memadai akan timbul semangat hidup lebih mudah dan harmonis. Mental atau kecerdasan membuat manusia dapat merencanakan dan memikirkan hal-hal yang bermanfaat, hal-hal yang harus dihindari baik untuk diri sendiri mapun orang lain dan lingkungan sosialnya. Pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992:p.22) dalam B3PTKSM (P.20-22) sebagai berikut : a.
Fungsi intelektualnya lamban, yaitu seseorang dengan IQ 70 ke bawah berdasarkan tes intelejensi Binet.
b.
Kekurangan dalam perilaku adaptif.
c.
Terjadi pada masa perkembangan, yaitu antara masa konsepsi hingga usia 18 tahun (http://id.wikipedia.org/wiki/, diakses 11 juli 2011). Secara historis terdapat 5 basis yang dapat dijadikan pijakan konseptual dalam
memahami tunagrahita (Herbart J. Prehm dalam Philip L. Browning, 1974), yaitu : a. Tunagrahita merupakan kondisi. b. Kondisi tersebut ditandai oleh adanya kemampuan mental jauh dibawah rata-rata.
40
c. Memiliki hambatan dalam penyesuaian diri secara sosial. d. Berkaitan dengan adanya kerusakan organik pada susunan syaraf pusat. e. Tunagrahita tidak dapat disembuhkan. Berdasarkan 5 kriteria tersebut AAMD (American Association on Mental Defeciency) merumuskan definisi tunagrahita sebagai berikut: “Mental retardation refers to significantly subaverage general intellectual funtioning exsisting concurrently with deficits in adaptive and manifested during development period.” Definisi tersebut menekankan bahwa tunagrahita merupakan kondisi yang kompleks, menunjukkan kemampuan intelektual yang rendah dan mengalami hambatan dalam perilaku adaptif. Seseorang tidak dapat dikategorikan sebagai penyandang tunagrahita apabila tidak memiliki ciri-ciri tersebut dalam diriya. Dalam pengertian lain seseorang baru dapat dikategorikan tunagrahita apabila kedua syarat tersebut dipenuhi (http://diskusicagur.blogspot.com, diakses 11 juli 2011). Jadi anak penyandang tunagrahita adalah anak-anak yang mempunyai tingkat kecerdasan di bawah normal sehingga tidak memungkinkan untuk mengikuti program pendidikan di sekolah umum. Maksudnya adalah anak-anak yang keadaan mental atau kecerdasannya di bawah normal dan mereka mengalami hambatan dalam pendidikannya.
41
2.
Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokan anak tunagrahita didasarkan pada tingkat intelejensinya, yaitu keterbelakangan ringan, sedang dan berat. Proses pengelompokan seperti ini bersifat artificial karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Pengukuran kecerdasan menggunakan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC) dalam skala IQ (Somantri, 2006:106). a. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut dengan moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut WISC memiliki IQ 69-55. Penyandang tunagrahita ringan dapat membaca, menulis dan berhitung ringan serta dapat dididik menjadi tenaga semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan dan pekerjaan rumah tangga lainnya. Penyandang tunagrahita ringan cenderung tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen, tidak dapat merencanakan masa depan, suka berbuat kesalahan dan dalam tingkah nyata akan membelanjakan uangnya dengan lugu (malahan tolol). b. Tunagrahita Sedang Disebut dengan imbesil, kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala Binet dan 54-40 menurut skala WISC. Anak terbelakang mental sedang bisa
42
mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. MA(Mental Age) yaitu kemampuan mental yang dimiliki oleh seorang anak pada usia tertentu. Mereka dapat dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya. Penyandang tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. c. Tunagrahita Berat Kelompok penyandang tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara tunagrahita berat (severe) dan sangat berat (profound). Severe memiliki IQ antara 32-20 menurut skala Binet dan antara 3925 menurut WISC. Profound memiliki IQ di bawah 19 menurut skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut WISC. Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun. Penyandang tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan dan lainlain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.
43
Tabel I : Klasifikasi Anak Tunagrahita Berdasar Derajat Keterbelakangannya IQ Level Keterbelakangan
Skala
WISC
Stanford Binet (Weschler)
3.
Ringan
68-52
69-55
Sedang
51-36
54-40
Berat
32-20
39-25
Sangat Berat
>19
<24
Kurikulum Pendidikan Agama Islam Bagi Anak SMPLB Tunagrahita Sampai dengan saat ini kurikulum pendidikan yang diterapkan pada SMPLB Tunagrahita masih mengacu pada GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) mata pelajaran Agama Islam yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2001. Kurikulum ini mengandung pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan Agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk mewujudkan persatuan nasional. Pendidikan Agama Islam di SMPLB Tunagrahita berfungsi untuk (Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 1-2).
44
a. Pengembangan, yaitu untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. b. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya. c. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangankekurangan dan kelemahan-kelemahan siswa dalam keyakinan, pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. d. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya asing yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya menuju manusia Indonesia seutuhnya. e. Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkugannya, baik lingkungan
fisik
maupun
lingkungan
sosial
dan
dapat
mengubah
lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. f. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. g. Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional. h. Sumber motivasi, yaitu untuk memberikan dorongan kepada siswa yang menyandang cacat khususnya Tunagrahita untuk menumbuhkembangkan rasa percaya diri, berpegang pada keyakinan atas kekuasaan serta sifat rahman dan rahim Allah SWT. 45
Dijelaskan juga dalam kurikulum ini bahwa tujuan pendidikan Agama Islam adalah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan siswa tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 20-23). Sedangkan ruang lingkup pendidikan Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu keimanan, ibadah, Al Qur‟an, Akhlak, Muamalah, Syariah dan Tarikh. Tujuh unsur pokok tersebut
diharapkan dapat memberikan
keseimbangan antara : a.
Hubungan manusia dengan Allah SWT
b.
Hubungan manusia dengan sesama manusia
c.
Hubungan manusia dengan dirinya sendiri
d.
Hubungan manusia dengan makhluk lain dan lingkungannya.
Serta dapat memberikan landasan iman yang benar bagi siswa : a.
Siswa gairah beribadah, mampu berdzikir dan berdoa
b.
Siswa mampu membaca dan menulis Al Qur‟an
c.
Siswa terbiasa berkepribadian muslim (akhlak mulia)
d.
Siswa Sirah Nabi Muhammad SAW
46
e.
Siswa terbiasa menerapkan aturan-aturan dasar Islam dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mencapai tujuan dan keberhasilan proses pendidikan tersebut
dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam dipakai beberapa pendekatan, yaitu (Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 24). a. Pendekatan pengalaman, yaitu memberikan pengalaman keagamaan kepada siswa dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. b. Pendekatan pembiasaan, yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya. c. Pendekatan emosional, yaitu usaha untuk menggugah perasaan dan emosi siswa dalam meyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya. d. Pendekatan rasional, yaitu usaha untuk memberikan peranan kepada rasio/akal dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agamanya. e. Pendekatan fungsional, yaitu usaha menyajikan ajaran agama Islam dengan menekankan kepada segi kemanfaatannya bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat perkembangannya. f. Pendekatan khusus, yaitu bahwa dalam pelaksanaannya memperhatikan pelatihan pengendalian emosi dan sosialisasi melalui ibadah terutama salat, akhlak dan amanah.
47
Secara bertahap, tujuan-tujuan pendidikan terhadap anak tunagrahita didefinisikan berdasarkan kelas pendidikannya sesuai tabel berikut (Departemen Pendidikan Nasional, 2001: 25-26). Tabel II Tujuan Pendidikan Agama Islam Bagi Siswa SMPLB Tunagrahita Kelas
Tujuan
I
1. Siswa mengimani Allah SWT, Malaikat dan Rasulnya. 2. Siswa memiliki pengetahuan tentang taharah, salat fardu dan salat jum‟at serta mampu mengamalkannya. 3. Siswa terbiasa berdoa sesudah salat. 4. Siswa mampu membaca Al-Qur‟an dengan tajwid dan menyalinnya. 5. Siswa memiliki sifat terpuji dan kepekaan terhadap orang yang terkena musibah. 6. Siswa mengetahui jenis makanan dan minuman yang halal dan haram, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
II
1. Siswa meyakini dan mengimani Al-Qur‟an dan hari kiamat. 2. Siswa mengetahui ketentuan puasa wajib dan puasa sunat, salat jamak dan qasar, zakat dan mampu mengamalkannya. 3. Siswa mampu membaca Al Qur‟an dengn tajwid dan menyalinnya. 4. Siswa memiliki sifat-sifat terpuji dan menghindari sifat-sifat tercela serta mengambil suri tauladan dari kehidupan Nabi Muhammad SAW sejak kelahirannya hingga hijrah ke Madinah dalam kehidupan sehari-hari.
48
III
1. Siswa meyakini dan mengimani qada dan qadar serta mengetahui tanda-tanda orang yang beriman. 2. Siswa memahami tentang salat idain, salat sunat rawatib, salat tarawih, ibadah haji, dan mampu memedomani dalam mengamalkannya. 3. Siswa mampu membaca Al Qur‟an dengan tajwid dan menyalinnya. 4. Siswa mampu mensyukuri nikmat Allah SWT. 5. Siswa memiliki sifat-sifat terpuji dan dapat menghindari sifat-sifat tercela. 6. Siswa memedomani aturan jual beli dan sewa menyewa. 7. Siswa terbiasa bersedekah dan mengambil suri tauladan dari sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW.
49
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gambaran Umum SMPLBN-C Salatiga 1. Sejarah dan Profil SMPLBN-C Salatiga a.
Sejarah Pada era tahun 70-an sampai dengan 80-an kesadaran akan pendidikan luar biasa mulai bangkit dan semarak. Masyarakat mulai sadar akan arti penting pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Pada awalnya sistem pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dikelola melalui departemen sosial di samping dengan dampingan dari departemen pendidikan. Sekolah Luar Biasa (SLB) pada saat itu lebih banyak dikelola oleh pihak swasta. Seiring berjalannya waktu pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus dirasakan mengalami pertumbuhan dan memerlukan peningkatan serta penambahan sarana prasarana terutama fasilitas gedung. Untuk mengakomodasi peningkatan kebutuhan pendidikan Luar Biasa ini, Departemen Pendidikan Nasional bedasarkan Inpres Nomor 4 Tahun 1983 meyisipkan program pembangunan gedung Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dalam program pengadaan gedung SD Inpres. Dengan program tersebut, pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional membangun gedung Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) sebanyak 100 gedung secara nasional. Jawa Tengah pada program ini mendapatkan
50
alokasi sebanyak 20 gedung SDLB yang salah satunya dibangun di Salatiga. Menurut aturan dan program yang dicanangkan sebelumnya, SLB hanya diberikan wewenang memberikan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus sampai dengan setingkat Sekolah Dasar (SD). Namun seiring dengan hasil penelitian dan kajian di lapangan menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus memerlukan proses pendidikan yang berkesinambungan. Artinya, proses pendidikan tidak hanya diberikan sampai dengan tingkat sekolah dasar namun harus dilanjutkan sampai dengan SMA. Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) Negeri Salatiga hadir untuk memenuhi kesinambungan proses pendidikan anak berkebutuhan khusus tersebut. Berawal dari Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Mangunsari Salatiga didirikan tahun 1983 berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 1983, SLB Negeri Salatiga pada awalnya melayani pendidikan untuk anak didik sebanyak 4 anak tuna grahita dengan 5 tenaga pengajar. Menyesuaikan perkembangan dan sesuai dengan situasi serta kondisi untuk lebih banyak memberikan fasilitas anak untuk memperoleh layanan pendidikan, dengan SK Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah Nomor 421.8/24686 tanggal 25 Juni 2007 Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Negeri Mangunsari beralih status menjadi SLB NEGERI SALATIGA yang menyelenggarakan pelayanan pendidikan jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Berdasarkan Surat Keputusan di atas, maka SMPLB Negeri
51
Salatiga mulai melayani pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Dari awal tahun pelajaran 2008/2009 SMPLB Negeri Salatiga melayani pendidikan untuk siswa sejumlah 29 dalam 6 kelas atau rombongan belajar (rombel).
SMPLBN-C
Salatiga
adalah
rombongan
belajar
yang
mengkhususkan pelayanan pendidikan bagi anak Tunagrahita di SLB Negeri Salatiga tingkat menengah pertama. b. Profil SMPLBN-C Salatiga NSS
: 101036203018
NSB
: 21184090008022
NIS
: 100610
Nama Sekolah
: SLB Negeri Salatiga
Status
: Negeri
Alamat
: Jl. Hasanudin Gg. III, Banjaran, Mangunsari, Salatiga
Telepon
: 0298-328036
E-mail
:
[email protected]
2. Visi, Misi dan Tujuan SMPLBN-C Salatiga a. Visi Mendidik siswa bisa mandiri, berkemampuan optimal dan berakhlak mulia. 1) Siswa Mandiri Dengan proses pendidikan dan pelatihan yang diterapkan di SMPLBN-C Salatiga, diharapkan siswa didik mampu membangun kemandirian pribadinya. Program pendidikan difokuskan untuk
52
memberi bekal mental dan keterampilan siswa untuk dapat mengurus diri sendiri meskipun dengan keterbelakangan dan kekurangan berbeda yang dimiliki setiap anak sebelum menempuh pendidikan. Siswa diajarkan untuk bisa melayani diri sendiri, melaksanakan perintahperintah sederhana dan pekerjaan sehari-hari tanpa harus selalu dalam pengawasan guru maupun orang tua. 2) Siswa Berkemampuan Optimal Tingkat pengetahuan, kecakapan, penguasaan materi dan keterampilan anak tunagrahita sangat mungkin berbeda dengan anak normal. Namun dengan pola asuh khusus yang diterapkan, kemampuan anak tunagrahita bisa dioptimalkan. Sistem pendidikan individual yang diterapkan
untuk
mampu
meningkatkan
kemampuan
tersebut.
Kemampuan optimal tidak hanya dinilai dari meningkatnya intelejensi anak namun keterampilan menerima dan mengembangkan kreasi juga dapat dijadikan ukuran. Bakat dan minat siswa juga turut dikembangkan untuk mendukung tumbuh kembang mereka. Program ekstrakulikuler yang diselenggarakan oleh SMPLBN-C Salatiga ditujukan mendukung dan mengembangkan bakat dan minat siswa tersebut seperti seni musik (band), seni tari, kepramukaan, rebana dan olah raga. 3) Siswa Berakhlak Mulia Akhlak
mulia
adalah
tujuan
pendidikan
sesungguhnya.
Sebagaimana Nabi Muhammad . yang diutus oleh Allah Swt. terutama
53
untuk memuliakan akhlak. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang mampu menerapkan nilai-nilai karakter luhur dan tidak hanya dinilai dari kemampuan akademis. Siswa diajarkan untuk bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai luhur Islam meliputi perintah dan larangan yang harus diketahui, dijalankan dan ditinggalkan. Dari pembiasaan yang diajarkan di sekolah, kebiasaan akan tercipta dalam diri siswa, di sinilah keberhasilan pendidikan serta penanaman karakter tersebut. b. Misi 1) Melaksanakan kegiatan belajar mengajar mengacu perundang-undangan yang berlaku. 2) Melaksanakan program kurikulum yang berlaku. 3) Menambah kegiatan keterampilan. 4) Mengintensifkan kegiatan agama. c. Tujuan 1) Menyiapkan siswa agar mampu memilih profesi sesuai bakat dan minatnya. 2) Menyiapkan siswa agar memiliki ketrampilan. 3. Kurikulum SMPLBN-C Salatiga mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan siswa, kondisi sekolah dan daerah. Dengan pengembangan tersebut diharapkan sekolah dapat membekali siswa berupa pengalaman, pengetahuan, dan
54
ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat dan kondisi daerah setempat. 4. Guru dan Siswa a. Guru Guru yang mengampu mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga adalah : Nama
: Eko Puji Widodo, S.Pd
NIP
: 19791013 201001 1 007
TTL
: Kab. Semarang, 13 Oktober 1979
Golongan
: III/a
TMT
: 01 April 2010
b. Siswa Rombongan belajar siswa tunagrahita yang penulis teliti di SMPLBN-C Salatiga terdiri dari 5 anak yang kesemuanya beragama Islam sebagai berikut : Tabel III : Daftar Nama Siswa Tunagrahita SMPLBN-C Salatiga Tahun 2011 TEMPAT NO
NIS
NAMA
TGL LAHIR
ALAMAT
LAHIR 1
240/C
Bayu
Salatiga
18-11-1998
Jl. Imam Bonjol Salatiga
Salatiga
29-01-1996
Banjaran
Novembri A 2
257/C
Rusmiyati
RT
04
RW
07,Mangunsari,Salatiga
55
3
263/C
Aditya
Salatiga
27-02-1997
Nugroho 4
285/C
Catur
231/C
Nanda
Arum
RT
02/RW 03, Salatiga Joko Salatiga
16-04-1996
Wicaksono 5
Kembang
Tegalrejo RT 01/RW 04, Salatiga
Adi Cilacap
23-11-1996
Saputro
Krekesan RT 09/RW03, Mangunsari, Salatiga
5. Sarana dan Prasarana Sekolah SMPLBN-C Salatiga berada dalam lingkungan pendidikan SLB Negeri Salatiga yang menempati lahan seluas 3.519 m2 dengan luas bangunan 1.182 m2, luas halaman 636 m2 dan luas kebun 1.701 m2. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh SLB Negeri Salatiga yaitu : a. Gedung dan Ruang Terdiri atas rumah dinas kepala sekolah, rumah dinas penjaga, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang tamu, ruang ibadah, ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang keterampilan, gudang, ruang UKS, kamar mandi dan ruang Binawicara. b. Barang / Perkakas Tabel IV : Barang/Perkakas Pendidikan di SMPLBN-C Salatiga No
Jenis Barang
Jumlah
Satuan
1
Meja Siswa
134 Bh
2
Kursi Siswa
134 Bh
56
3
Meja Guru
21 Bh
4
Kursi Guru
27 Bh
5
Almari
24 Bh
6
Rak Buku
7
Papan Tulis
8
Papan Statistik
8 Bh
9
Meja Kursi Tamu
1 Set
10
Alat Peraga
11
Alat Pertanian
1 Set
12
Alat Kesenian
4 Set
13
Alat Olahraga
3 Set
14
Almari Perustakaan
1 Bh
15
Alat Pertukangan
1 Set
16
Alat Tata Rias
1 Set
17
Alat Perbengkelan
1 Set
18
Alat Boga
1 Set
6 Bh 26 Bh
10 Set
B. Proses Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga 1. Karakter Awal Siswa Tunagrahita SMPLBN-C Salatiga Eko Puji Widodo, S.Pd, guru Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga mengemukakan kelainan fisik, mental dan kurangnya intelejensi siswa pada awal masa pendidikan sebagai berikut : 1. Kelainan Fisik
57
Kelainan atau ketidaksempurnaan fisik pada siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga yaitu : a.
Down Syndrome (Mongoloid), siswa tunagrahita dengan ciri jasmani memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar serta susunan gigi kurang baik.
b.
Kretin (Cebol), siswa memiliki keadaan fisik gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir, kelopak mata, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan gigi siswa juga mengalami keterlambatan.
c.
Hydrocephal, siswa memiliki ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran tidak sempurna, mata kadang-kadang juling.
d.
Microcephal, kebalikan dari hydrocephal, siswa dengan kelainan ini memiliki ukuran kepala yang kecil.
e.
Macrocephal, yaitu keadaan siswa yang memiliki ukuran kepala yang lebih besar dari ukuran normal.
2. Kelainan Mental-Intelejensi Kelainan mental dan kurangnya intelejensi siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga sebagai berikut : a. Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru khususnya yang bersifat abstrak(ghaib). b. Kesulitan dalam mengeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
58
c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak tuna grahita berat. d. Perkembangan gerak yang lamban. e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. g. Tingkah laku kurang wajar dan terus menerus. Kondisi fisik dan mental yang kurang sempurna inilah yang menjadi tugas dan tantangan guru di SMPLBN-C Salatiga terutama guru PAI dalam menanamkan dan membentuk karakter Islam dengan akhlak mulianya. Secara fisik, pendidikan agama Islam hampir tidak mungkin mengubah apa pun, namun membenahi mental dan intelejensi siswa tunagrahita serta menanamkan karakter Islam menjadi hal yang sangat mungkin dioptimalkan.
2. Masalah Guru Agama Islam dalam Proses Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga 1. Faktor Kesiswaan Sebagaimana yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, penyandang tunagrahita merupakan individu yang secara mental dan intelejensi mengalami kelainan dan bahkan mungkin kekurangan pada fisiknya. Demikian pula yang terjadi pada SMPLBN-C Salatiga, siswa didik tunagrahita mengawali proses pendidikan dengan keadaan mental dan tingkat intelejensi yang kurang, hal ini semakin sulit dengan adanya
59
perbedaan mental dan intelejensi pada tiap calon siswa yang membawa konsekuensi pola asuh tidak dapat diterapkan sama pada tiap-tiap siswa. a. Masalah yang Timbul Dari Kondisi Fisik Kelainan-kelainan fisik pada siswa membawa pengaruh kepada kemampuan intelejensi dan kemampuan siswa dalam menyerap, memahami dan mempraktekkan materi-materi pelajaran. Sebagai contoh keadaan tangan dan atau kaki siswa yang tidak sempurna menyebabkan siswa kurang optimal dalam pelajaran menulis, praktek wudlu, praktek sholat dan lainnya sehingga praktek ibadah yang dapat menciptakan kedisiplinan siswa dan sikap taabbud kepada Allah Swt. lebih sulit diajarkan. Keadaan mata/penglihatan siswa yang tidak sempurna karena kelopak mata yang sipit dan atau mata yang juling mengakibatkan
kurang
sempurnanya
kemampuan
siswa
dalam
memperhatikan guru terutama dalam hal praktek, siswa tunagrahita harus terlalu sering menggelengkan kepala untuk bisa menangkap ajaran guru dan tentu saja hal ini akan mengganggu konsentrasi siswa. Siswa dengan hydrocephal dan macrocephal juga sering mengalami gangguan saat proses belajar mengajar, keadaan dan berat kepala yang harus ditanggung oleh siswa mengharuskan siswa sering duduk sambil menyandarkan kepala di meja atau pada sandaran kursi dan sulit untuk duduk tegak. Hal ini mengakibatkan anak sering kelelahan dan hilang konsentrasi saat menerima pelajaran.
60
Keadaan siswa dengan kelainan fisik yang berbeda dan rentan ini membawa konsekuensi agar guru lebih sering memperhatikan keadaan siswa daripada berkonsentrasi menyampaikan materi dan praktek. Keadaan fisik yang kurang sempurna juga mengakibatkan kemandirian siswa tunagrahita yang kurang. Guru harus selalu siap memberikan pertolongan atau memperbaiki sikap, olah tubuh dan gerak siswa tunagrahita agar tidak terjadi kecelakaan karena jatuh, melukai diri sendiri dan sebagainya. Karena alasan tersebut maka proses belajar mengajar menjadi sulit dan lama. Masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran ini mengakibatkan proses dalam mengajarkan akidah dan ibadah serta menanamkan nilai-nilai luhur agama Islam membentuk karakter siswa jadi lebih sulit. b. Masalah yang Timbul Dari Kelainan Mental-Intelejensi Kelainan mental dan kurangnya intelejensi anak ini lebih sering dijumpai pada anak dengan fisik yang tidak sempurna meskipun dalam beberapa kasus terjadi pada anak dengan kondisi fisik sempurna. Pendidikan siswa tunagrahita menuntut pendalaman materi melalui kegiatan yang bersifat nyata. Siswa tunagrahita lebih mudah memahami dan mengikuti pelajaran yang membiasakan kegiatan fisik atau praktek. Di sisi lain agama menuntut tidak hanya sebatas ritual fisik namun juga ritual hati, yaitu iman. Dengan proses yang lebih mudah siswa tunagrahita bisa diajarkan untuk mengucapkan kalimat syahadat, namun tidak demikian halnya saat siswa tunagrahita diajarkan untuk
61
mengimani Allah dan kelima rukun iman lainnya serta tentang adanya pahala dan dosa sebagai konsekuensi atas perintah dan larangan agama karena hal tersebut bersifat abstrak/ghaib. Pada siswa dengan tingkat intelejensi normal, pemahaman atas keyakinan dan tausiah-tausiah agama menjadi lebih mudah dimengerti dan ditanamkan dalam hati. Sedangkan pada siswa tunagrahita dengan tingkat intelejensi yang kurang, sangat sulit menanamkan nilai-nilai keimanan karena para siswa tunagrahita dengan keadaannya lebih mudah menerima ajaran melalui praktek, sentuhan dan kegiatan fisik lain yang melibatkan panca indera Dalam hal pembelajaran bahasa arab sebagai bahasa utama dalam hal ubudiyyah kepada Allah swt., siswa tunagrahita juga mengalami kesulitan. Siswa tunagrahita sulit mengikuti ucapan-ucapan dalam bahasa arab, menghafal kalimat-kalimat dalam bahasa arab, membaca Al Qur’an, dan intonasi suara ketika harus dihadapkan dengan bacaan tajwid. Tingkat intelejensi yang kurang ini pada akhirnya memunculkan masalah-masalah dalam usaha guru menanamkan nilai-nilai luhur Islam, menumbuhkan keimaanan kepada Allah dan mahkhluk ghaibnya, mengajarkan tentang pahala dan dosa serta kesulitan dalam menyampaikan
risalah/cerita
tentang
Islam
serta
Rasulullah
Muhammad saw., pada zaman dulu agar bisa diambil ilmu dan akhlak
62
sebagai karakter Nabi Muhammad saw., yang harus ditiru oleh seluruh umat Islam termasuk penyandang tunagrahita. c. Masalah pada Lingkup Sosial Kondisi fisik dan mental yang kurang sempurna mengakibatkan kondisi sosial siswa tunagrahita juga berbeda dengan siswa normal pada umumnya. Siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga yang dapat dengan mudah bersosialisasi dengan guru, antar siswa tunagrahita dan lingkungan pendidikan lain terbatas pada siswa tunagrahita ringan. Sedangkan pada siswa tunagrahita berat sosialisasi dengan individu lain sangat sulit. Secara sosial siswa tunagrahita tidak dapat mengurus diri sendiri secara maksimal, kesulitan memimpin diri, mudah dipengaruhi, cenderung bermain dengan anak yang lebih muda dan sulit dalam memahami dan menerapkan aturan di sekolah. Dikarenakan keadaan tersebut, maka tidaklah mudah dalam mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa tunagrahita. Aturan, ilmu, ajaran dan kedisiplinan yang dilaksanakan di sekolah dengan pengawasan guru tidak dapat diaplikasikan secara mandiri oleh siswa tunagrahita sehingga guru harus lebih sering mengulang materi pelajaran dan praktek yang diajarkan sebelumnya. Ilmu dan pengetahuan yang telah diterima selama proses belajar di sekolah akan hilang seketika saat siswa berada di luar sekolah. Ini dikarenakan kondisi siswa yang labil dan mudah terpengaruh oleh hal baru. Hal ini sangat memperlambat proses pembentukan karakter.
63
2. Faktor Guru Guru Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga merupakan lulusan S1 Pendidikan Agama Islam yang bersifat umum dan bukan merupakan lulusan yang memang dipersiapkan untuk mengajar siswa tunagrahita. Atas kondisi inilah maka diperlukan penyesuaian-penyesuaian metode dan teknik pembelajaran. Guru dituntut bisa menciptakan karakter lulusan SMPLBN-C yang tertera pada visi SMPLBN-C Salatiga meskipun dengan kondisi siswa didik yang berkelainan mental dan kekurangan intelejensi. Guru Agama Islam harus bisa mencapai titik optimal pendidikan yang digariskan dalam kurikulum sebagaimana guru mata pelajaran lain. Kurangnya alokasi jam mata pelajaran PAI juga menjadi kendala dalam menanamkan karakter Islam pada siswa. Sesuai dengan jadwal pelajaran di SMPLBN-C Salatiga, saat ini setiap minggu PAI hanya mendapatkan alokasi waktu belajar selama 70 menit terbagi dalam 2 sesi tatap muka. 3. Faktor Sarana dan Prasarana Pelayanan pendidikan di SMPLBN-C Salatiga dituntut memberikan layanan pendidikan yang maksimal dengan sarana dan prasarana yang dimiliki. Siswa tunagrahita memerlukan sarana yang lebih unik, lebih kompleks dan individual dibandingkan dengan siswa normal. Hal ini diperlukan untuk mendukung gerak siswa tunagrahita, peraga atas materimateri praktek dan pelayanan lain.
64
Saat ini SMPLBN-C Salatiga memerlukan penambahan buku teks ajar yang lebih komprehensif yang sudah disesuaikan dengan kondisi siswa tunagrahita. Buku ajar yang dimiliki saat ini sudah cukup secara kuantitas namun secara kualitas dan ragam memerlukan penambahan. Hal ini dikarenakan buku yang sama belum tentu bisa diaplikasikan pada siswa yang berbeda.
3. Strategi Guru Agama Islam dalam Membentuk Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga. Strategi adalah metode dan teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan
tertentu.
SMPLBN-C
Salatiga
melalui
guru
Agama
Islam
menggunakan metode dan teknik pembelajaran untuk mencapai visi, mensukseskan misi dan sampai pada tujuan pendidikan. Strategi yang digunakan merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang pengembangannya disesuaikan dengan aturan yang berlaku. SMPLBN-C Salatiga menerapkan strategi pembelajaran guna memberikan solusi atas masalah-masalah yang timbul baik dari sisi siswa tunagrahita, guru, sarana dan prasarana untuk membentuk karakter siswa tunagrahita adalah sebagai berikut : a. Rombongan Belajar Siswa didik dalam satu rombongan belajar di SMPLBN-C Salatiga diatur agar tidak lebih dari 8 siswa sesuai aturan, dan saat ini rombongan
65
belajar SMPLBN-C Salatiga terdiri dari 5 siswa yang berarti masih sesuai aturan. Pembatasan jumlah siswa didik dalam rombongan belajar ini dimaksudkan agar penyampaian materi dan praktek dari guru dapat dipusatkan per individu siswa. Sesuai dengan pembahasan pada bab sebelumnya siswa tunagrahita memerlukan perhatiaan khusus dan personal dalam proses pembelajaran. Siswa tunagrahita tidak dapat digeneralisir dalam proses pembelajaran, karena karakteristik masing-masing siswa yang berbeda. b. Guru Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih siswa, serta melaksanakan tugas tambahan. Guru di SMPLBN-C Salatiga dituntut bisa melaksanakan dengan optimal kegiatan-kegiatan tersebut. Latar belakang pendidikan guru siswa tunagrahita yang tidak selalu berasal dari lulusan khusus pendidikan anak luar biasa disiasati dengan rutin mengikutsertakan guru-guru yang strategis pada pelatihan. Pelatihan yang dimaksud adalah berupa seminar, pendidikan khusus, diklat dan jenis pelatihan lain. Selain itu SMPLBN-C Salatiga juga mengikutsertakan guru pada kegiatan studi banding ke sekolah luar biasa di sekitar Salatiga dan Jawa Tengah sebagai acuan dan tolok ukur keberhasilan pendidikannya. Dengan dilaksanakannya program-program penunjang bagi guru tersebut, pengalaman, ilmu, keterampilan dan keuletan serta semangat
66
guru untuk tetap terus berkarya menciptakan lulusan siswa tunagrahita yang berkarakter mulia akan terwujud. Hal ini juga dapat meningkatkan kompetensi guru yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan di SMPLBN-C Salatiga. c. Buku Teks Pelajaran dan Sumber Belajar Lain SMPLBN-C Salatiga menggunakan beberapa metode di bawah ini berkaitan dengan buku teks dan sumber belajar, yaitu : a. Buku teks pelajaran yang digunakan sebelumnya telah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah dari buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri. b. Buku teks pelajaran dipilih dan dimodifikasi sesuai taraf kemampuan membaca siswa didik. c. Rasio buku teks pelajaran untuk siswa yang memiliki kemampuan membaca disesuaikan rasionya, yaitu 1:1 per mata pelajaran. d. Selain buku teks pelajaran, guru di SMPLBN-C Salatiga juga menggunakan buku panduan, buku pengayaan, buku referensi serta pengalaman langsung yang bisa diterapkan pada siswa didik. e. Penggunaan alat multimedia seperti televisi, OHP dan komputer juga dioptimalkan oleh SMPLBN-C Salatiga untuk lebih merangsang minat siswa dalam mengikuti proses KBM. f. Penggunaan koleksi buku di perpustakaan sekolah juga dianjurkan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga kepada siswa untuk menambah referensi dan menumbuhkan minat baca.
67
d.
Pengelolaan Kelas Strategi yang diterapkan di dalam kelas saat kegiatan belajar mengajar di SMPLBN-C Salatiga meliputi : 1) Posisi duduk siswa diatur sesuai dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran, dan aktivitas pembelajaran yang individual. 2) Pengaturan volume, intonasi suara, agar dapat didengar dan ekspresi wajah guru agar dapat diamati dengan baik oleh siswa. 3) Menggunakan tutur kata santun dan dapat dimengerti oleh siswa. 4) Menjadwalkan waktu untuk melakukan asesmen serta menyusun dan melaksanakan Program Pembelajaran Individual (PPI). 5) Penyampaian materi pelajaran disesuaikan dengan kecepatan dan kemampuan belajar sesuai daya tangkap siswa. 6) Menciptakan ketertiban, kedisiplinan, kenyamanan, keselamatan, dan kepatuhan
pada
peraturan
dalam
menyelenggarakan
proses
pembelajaran melalui Program Bina Diri. 7) Memberikan penguatan dan umpan balik terhadap respon dan hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 8) Menghargai siswa tanpa memandang latar belakang agama, suku, status sosial ekonomi, jenis, dan derajat kelainan siswa. 9) Menghargai dan memahami pendapat siswa. 10) Guru memakai pakaian yang sopan, bersih, rapi, dan praktis sesuai konteks kegiatan pembelajaran.
68
11) Guru memulai dan mengakhiri proses pembelajaran sesuai dengan
waktu yang dijadwalkan. e. Strategi Pembelajaran Agar strategi dapat dijalankan, metode sebagai acuan konseptual dan teknik sebagai tindakan pelaksanaan mutlak diperlukan. Metode dan teknik sebagai unsur strategi menjadi rutinitas yang dibiasakan. Dari proses pembiasaan tersebut, guru PAI di SMPLBN-C Salatiga menciptakan kebiasaan pada siswa sehingga dari kebiasaan tersebut akan tercipta karakter siswa. Di bawah ini strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga : 1) Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru PAI melakukan hal-hal berikut : a)
Memulai pembelajaran dengan menyapa dan memberi salam secara menyenangkan
dan
berdoa.
Salam
disampaikan
dengan
menggunakan tradisi Islam, yaitu “assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh”
yang
kemudian
dijawab
oleh
siswa
dengan
“waalaikumsalam warohmatullahi wabarokatuh”. Doa sebagaimana lazimnya yaitu bacaan basmalah. b)
Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik. Siswa didampingi guru PAI memeriksa ketersediaan dan keterpakaian alat belajar seperti buku tulis, pulpen, buku ajar dan perlengkapan praktek pada saat jam praktek. Sikap tubuh dan gerak (prompting) siswa juga disesuaikan jenis dan derajat kelainan siswa.
69
c)
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. Misalkan pada saat belajar membaca Al Qur’an, maka guru PAI mengajukan pertanyaan tentang tajwid dan contohnya, dengan demikian siswa akan lebih fokus dan membaca dengan lebih baik dan benar.
d)
Mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang mereka miliki melalui pertanyaan-pertanyaan, peragaan, demonstrasi, dan dramatisasi. Guru PAI memperagakan bagaimana sikap yang benar saat membaca Al Qur’an, sikap yang sah saat salat, tahaptahap saat menyerahkan zakat kemudian menginstruksikan kepada siswa untuk mengikuti dan mengulanginya.
e)
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari sesuai kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi siswa. Pada saat pemberian materi tentang taharah (wudlu, tayamum, mandi,dsb) guru PAI memberitahu bahwa taharah bermanfaat untuk menjaga kebersihan baik jasmani maupun rohani.
f)
Menyampaikan cakupan materi dan kegiatan berdasarkan layanan individual yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
2) Kegiatan Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar yang dilakukan secara interaktif, inspiratif,
70
menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik, dan psikologis siswa. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik siswa dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. a) Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru PAI SMPLBN-C Salatiga :
Memberi
kesempatan
seluas-luasnya
kepada
siswa
untuk
memperoleh pengalaman langsung yang bersifat multi sensorik tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam sebagai sumber belajar. Untuk mengajari siswa tentang syukur kepada Allah swt., siswa diberi kesempatan membandingkan nikmat yang diberikan kepadanya sebagai seorang manusia yang lebih sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lain seperti pohon dan binatang yang mempunyai kekurangan lebih jika dibandingkan dengan manusia meski manusia tersebut dalam keadaan
tidak
sempurna
sekalipun.
Siswa
juga
diajarkan
mengagumi agungnya ciptaan Allah swt. yaitu alam semesta dengan keindahannya agar siswa tidak timbul sifat sombong dan takabur. Menggunakan pendekatan
beragam
bermain
pendekatan
sambil
71
belajar,
pembelajaran media
terutama
pembelajaran,
komunikasi dan sumber belajar lain. Untuk lebih menarik minat siswa menghafal ayat-ayat Al Qur’an, guru PAI memberikan hadiah kepada siswa yang berhasil menghafal dengan benar. Kepada siswa dengan praktek wudlu, salat, tayamum yang paling mendekati sempurna juga diberikan apresiasi. Memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya. Sesekali guru mengajak siswa untuk melaksanakan pembelajaran di masjid berupa praktek salat berjamaah, praktek manasik haji, sehingga siswa terbiasa dengan bentuk kerja sama dengan siswa lain. Melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran. Guru PAI juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk menceritakan
pengalaman
sehari-hari,
bagaimana
siswa
melaksanakan salat, dengan siapa siswa melaksnakan jamaah, juga memberi kesempatan siswa bertanya tentang hal-hal baru yang belum dikuasai selama relevan dengan topik yang dibahas yang mungkin ditemukan saat di luar jam pelajaran kelas. Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan eksplorasi di ruang praktek keterampilan, kesenian, dan lapangan. Bagi siswa dengan kelebihan
bidang
seni,
guru
PAI
SMPLBN-C
Salatiga
mengarahkan siswa pada senit rebana, seni baca Al Qur’an dan kaligrafi. Siswa juga diikutsertakan dalam ajang lomba seni di atas.
72
b) Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru PAI SMPLBN-C Salatiga :
Menyusun analisis tugas sesuai dengan kondisi dan kemampuan baik akademik maupun non akademik siswa. Guru PAI dengan memperhatikan kondisi siswa namun tetap mengena pada materi memberikan tugas berupa PR dan praktek kegiatan ibadah disesuaikan dengan kemampuan personal siswa.
Membiasakan siswa membaca, menulis, dan menghitung yang fungsional
untuk
kebiasaan
hidup
sehari-hari.
Untuk
menumbuhkan minat baca siswa, guru PAI mengalokasikan 15 menit waktu belajar untuk membaca Al Qur’an setiap 2 minggu sekali.
Memfasilitasi siswa untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok. Guru PAI memberikan tugas kepada siswa untuk maju ke depan kelas membacakan beberapa ayat Al Qur’an secara bergiliran.
Memfasilitasi siswa melakukan pameran, lomba, pagelaran, festival, dan produk yang dihasilkan. Kepada siswa dengan kemampuan seni yang baik, guru PAI mengikutsertakan siswa pada lomba kaligrafi, seni rebana dan cerdas cermat agama Islam tingkat kota maupun provinsi.
Memfasilitasi siswa melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan, rasa percaya diri, perilaku adaptif, dan kemandirian
73
siswa. Pada beberapa kesempatan, guru PAI memberikan tugas kepada salah satu siswa untuk menjadi imam bagi teman-teman sekelas pada saat ibadah salat dzuhur. Praktek sebagai khotib bagi siswa laki-laki juga dilaksanakan sebulan sekali. c) Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru PAI SMPLBN-C Salatiga :
Memberikan umpan balik positif dan penguatan terhadap keberhasilan siswa. Siswa dengan bacaan salat yang paling sempurna misalnya, diberikan apresiasi dengan dipilih sebagai imam waktu salat. Dan bagi siswa yang bacaan salatnya kurang baik, guru memberikan perhatian dan bimbingan lebih.
Memberikan
pengalaman
yang bermakna
dalam
mencapai
kompetensi dasar dengan nara sumber dan fasilitator. Guru PAI mengundang tokoh agama di Salatiga sebagai guru tamu.
Menjawab pertanyaan siswa yang menghadapi kesulitan dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar serta sesuai kemampuan berbahasa dan komunikasi.
Membantu menyelesaikan masalah. Bagi siswa yang belum bisa melaksanakan taharah dengan benar guru PAI menganalisa kelemahan anak dan terus memberi bimbingan sampai titik optimal. Sengankan bagi siswa dengan kemampuan membaca Al Qur’an yang kurang baik, guru memberikan buku panduan yang lebih mudah dan spesifik sesuai taraf siswa.
74
Memberikan motivasi kepada siswa yang kurang atau belum berpartisipasi aktif. Bagi siswa yang cenderung pasif di kelas, guru PAI memberi rangsangan berupa hal-hal yang menyenangkan bila siswa, menceritakan kelebihan menjadi orang yang berilmu dan berakhlak, dan memberitahu kerugian menjadi orang yang tidak berilmu dan berakhlak.
Mengkaitkannya dengan kegiatan hidup dan pekerjaan sehari-hari. Setiap materi dan praktek pelajaran agama Islam yang diajarkan kepada siswa guru memberitahukan manfaat dan kegunaannya. Misal pada materi pembiasaan siswa untuk bersodaqoh, guru memberitahu bahwa sodaqoh dapat mempererat tali silaturahmi dan meringankan beban orang lain.
3) Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru PAI SMPLBN-C Salatiga : a) Melakukan penilaian terhadap kegiatan pembelajaran individual yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram. Disesuaikan dengan kurikulum dan agenda pendidikan, rapor sebagai hasil evaluasi siswa diberikan oleh guru PAI melalui sekolah kepada siswa dan orang tua siswa. b) Memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran. Rapor yang diberikan kepada siswa disertakan dengan catatan-catatan tentang siswa, perkembangan kemampuan dan penguasaan agama Islam oleh siswa secara keilmuan dan lebih lagi secara akhlak. Orang
75
tua juga diberikan motivasi agar lebih mendukung siswa lebih berkembang juga
memberi saran dan masukan kepada orang tua
siswa. c) Merencanakan
kegiatan
tindak
lanjut
berupa
pengulangan
pembelajaran, pencatatan dan penilaian anekdot serta layanan individual lainnya sesuai hasil belajar siswa. Pada setiap penyelesaian materi dan agenda belajar, guru PAI mengevaluasi kekurangan dan progres pembelajaran secara keseluruhan baik dari sisi siswa secara individual, lingkungan pendidikan, strategi, sarana dan prasarana, maupun guru PAI secara pribadi. Dari hasil evaluasi tersebut guru PAI merencanakan rincian kegiatan belajar berikutnya baik mengenai strategi yang mungkin harus dimodifikasi, sarana dan prasarana yang akan digunakan, dan materi yang disesuaikan dengan individu siswa.
Strategi tersebut di atas yang melingkupi seluruh proses kegiatan belajar mengajar, sebelum, selama dan sesudah belajar mengajar diharapkan mampu mencapai titik optimal perkembangan karakter menuju individu Islam yang berakhlak mulia bagi siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga.
76
BAB IV PEMBAHASAN
A. Kompetensi Karakter siswa Tunagrahita yang Ingin Dicapai dengan Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga Karakter seseorang merupakan kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan
dengan
individu
lain
(Muhammad
Furqon
(2009:
09).
Karakter/kepribadian tidak dinilai berdasarkan keadaan jasmani seseorang. Individu dengan ketidaksempurnaan fisik hanyalah pembeda secara jasmani. Dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat, karakter pada suatu individu dapat dibentuk. Siswa Tunagrahita yang menjadi objek dan subjek pendidikan di SMPLBN-C Salatiga merupakan individu-individu yang karakternya dapat dibentuk seperti siswa normal pada umumnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga, siswa penyandang tunagrahita merupakan individu yang masih mungkin dibentuk karakternya meskipun dengan strategi yang khusus. Eko Puji Widodo, S.Pd , guru PAI SMPLBN-C Salatiga mengemukakan sesuai dengan visi SMPLBN-C Salatiga pendidikan agama Islam di SMPLBN-C Salatiga ingin menghasilkan kompetensi karakter siswa sebagai berikut :
77
1.
Siswa Mandiri Siswa penyandang tunagrahita SMPLBN-C Salatiga diharapkan mampu membangun kemandirian pribadinya. Program pendidikan dengan strategi pembelajarannya difokuskan untuk memberi bekal mental dan keterampilan siswa untuk dapat mengurus diri sendiri meskipun dengan keterbelakangan dan kekurangan berbeda yang dimiliki setiap anak sebelum menempuh pendidikan. Siswa diajarkan untuk bisa melayani diri sendiri, melaksanakan perintah-perintah sederhana dan pekerjaan sehari-hari setelah menempuh pendidikan di SMPLBN-C Salatiga tanpa degan supervisi/pengawasan dari orang lain. Dengan pendidikan agama Islam yang dilaksanakan di SMPLBN-C Salatiga siswa diharapkan mampu menjadi individu religius yang mampu merencanakan, menganalisa dan melaksanakan ajaran agama Islam secara mandiri. Merencanakan dalam arti siswa mampu mengatur kegiatan dan aktivitas keagamaan seperti kapan siswa harus mempersiapkan diri untuk melaksanakan salat, melaksanakan ibadah puasa, menunaikan zakat dan ibadan lainnya. Siswa mampu menganalisa dalam arti siswa SMPLBN-C Salatiga secara mandiri mampu memilah mana yang baik untuk dia kerjakan dan mana yang tidak baik untuk dikerjakan. Siswa mampu menganalisa efek atau konsekuensi atas aktivitas-aktivitasnya, apakah dengan amal yang siswa kerjakan akan menghasilkan pahala atau dosa.
78
Siswa mampu melaksanakan secara mandiri dalam arti dengan bekal ilmu agama Islam yang telah diajarkan di sekolah siswa mampu melaksanakan ibadah baik yang bersifat sunnah maupun wajib secara mandiri tanpa harus selalu dalam bimbingan guru, orang tua maupun orang lain. 2.
Siswa Berkemampuan Optimal Strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga dimaksudkan untuk mengoptimalkan kecerdasan siswa. Mengisi dan mengasah kemampuan siswa dengan ilmu agama Islam, membekali siswa dengan ketaqwaan kepada Allah SWT dan menghadirkan siswa dengan karakter yang berakhlak mulia. Strategi pembelajaran juga diharapkan mampu membekali siswa dengan kompetensi pribadi yang optimal. Yaitu, dengan tingkat kelainan dan kekurangan yang ada pada siswa namun siswa tetap dapat melaksanakan dan menjalankan ajaran agama Islam dengan seoptimal mungkin.
3.
Siswa Berakhlak Mulia Siswa SMPLBN-C Salatiga diharapkan memiliki kepribadian yang unggul, kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam, kepribadian yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Dengan kemandirian dan kemampuan yang optimal, diharapkan siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga mampu membiasakan diri untuk melaksanakan amal yang baik, menghindari amal yang tidak baik dan mampu menjadi insan yang berkepribadian mulia baik dalam pandangan keluarga, lingkungan, masyarakat dan lebih lagi dalam pandangan Allah Swt. Akhlak mulia sebagai karakter mengandung pengertian
79
melakukan hal-hal yang terpuji/baik dan meninggalkan hal-hal yang tercela. Berdasarkan kompetensi siswa tunagrahita pada tingkat pendidikan tingkat menengah, beberapa akhlak terpuji yang harus ditanamkan pada diri siswa antara lain : a. Tawadlu, yaitu mempunyai sifat tunduk kepada kebenaran dan menerima dari siapapun baik datang ketika suka atau dalam keadaan marah. b. Taat, yaitu patuh dan setia melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang tercermin dalam ajaran agama Islam. c. Qanaah, yaitu rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki serta menjauhkan diri dari sifat tidak puas dan merasa kurang yang berlebihan. d. Sabar, yaitu kemampuan menahan dan mengendalikan diri. e. Kerja keras, tekun, ulet dan teliti dalam bertindak f. Zuhud, yaitu yakin bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih diharapharap dari apa yang ada di sisinya. g. Tawakal, yaitu sikap pasrah, menyerahkan dan menggantungkan segala sesuatu kepada Allah setelah berikhtiar. h. Mengerti dan melaksanakan adab/sopan santun dalam makan/minum i. Tasamuh, yaitu sikap tenggang rasa, toleransi, menghormati dan sabar terhadap orang lain yang mempunyai pandangan berbeda meski dalam hal keagamaan sekalipun. Akhlak tercela sesuai kompetensi pendidikan tingkat menengah yang harus dihindari oleh siswa antara lain :
80
a. Ananiah atau biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. b. Ghadab atau sikap pemarah. c. Hasad, yaitu mengangan-angankan hilangnya nikmat yang diperoleh orang lain, baik berupa nikmat agama ataupun dunia. d. Namimah, yaitu menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka. e. Ghibah atau mempergunjingkan orang lain tentang aib atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. f. Dendam, yaitu menyimpan sifat permusuhan di dalam batin terhadap orang lain atas sesuatu yang tidak disukai dan ingin membalas. g. Munafik, yaitu menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan isi hati. h. Takabur, yaitu sikap berbangga diri dengan beranggapan bahwa hanya dirinyalah yang paling hebat dan benar dibandingkan dengan orang lain. B. Strategi Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita oleh Guru Pendidikan Agama Islam di SMPLBN-C Salatiga Strategi adalah prosedur yang diterima dan dipakai dalam suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti pemecahan suatu masalah (Kartono, 2000: 488). Dalam melaksanakan strategi, metode sebagai acuan konseptual dan teknik sebagai pelaksanaan sangat diperlukan. SMPLBN-C Salatiga menerapkan strategi dalam usaha membentuk karakter siswa tunagrahita dengan tetap menaati
81
aturan dan memanfaatkan sarana dan parasarana sekolah, tenaga kependidikan dan guru yang profesional dan lingkungan sekolah sebagai media belajar. Untuk meciptakan siswa berakhlak mulia sebagai karakter, SMPLBN-C Salatiga salah satunya melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam menerapkan strategi yang memang dikhususkan untuk mendidik siswa berkebutuhan khusus, dalam kaitan tulisan ini adalah siswa tunagrahita. Penerapan strategi ini meliputi seluruh proses pembelajaran baik sebelum, selama dan setelah proses pembelajaran. Strategi yang diterapkan juga disesuaikan dengan aturan yaitu Peraturan Menteri Pendidikan No 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan Khusus Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa dan Tunalaras, serta mengacu kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Demikian pula halnya yang dilakukan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga. Strategi yang diterapkan oleh guru PAI di SMPLBN-C Salatiga meliputi seluruh aspek pendidikan yaitu siswa, guru, sarana dan prasarana, kelas dan strategi pembelajaran yang dilakukan. Siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga dalam satu rombongan belajar (rombel) dibatasi maksimal 8 siswa per rombel sesuai aturan dari Menteri Pendidikan di atas. Pengelompokan siswa berdasarkan jenis dan tingkat kelainan tunagrahita juga sudah sesuai dengan rambu-rambu CBSA, yaitu pengelompokan berdasarkan kecepatan masing-masing siswa dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
82
Dalam hal pembatasan jumlah siswa, ini dimaksudkan agar siswa dapat dilayani secara individu. Seperti yang sudah diketahui bahwa salah satu ciri siswa tunagrahita adalah lemahnya daya ingat dan intelektualitas yang rendah, dengan keadaan seperti ini untuk bisa menghadirkan pengertian kepada satu siswa bukan merupakan hal yang mudah, namun harus dengan perhatian yang ekstra terhadap masing-masing siswa. Guru harus dengan perhatian ekstra, sabar dan ulet dalam memberikan pelajaran. Ketidaksempurnaan jasmani pada diri siswa yang memerlukan bimbingan dari guru juga dapat teratasi dengan pembatasan jumlah siswa dalam rombel ini. Guru dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan gerak maupun perilaku siswa yang dikarenakan ketidaksempurnaan fisik per individu. Jika jumlah siswa dalam satu rombel tidak dibatasi maka perhatian kepada siswa yang diberikan oleh guru tidak akan merata dan maksimal. Dengan pendidikan dan pelayanan yang individual ini pendidikan bagi siswa tunagrahita lebih efektif, yang artinya proses pembentukan karakter bagi siswa juga lebih mudah. Daris sisi guru PAI, beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran,
melaksanakan
pembelajaran,
menilai
hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih siswa, serta melaksanakan tugas tambahan. Latar belakang guru PAI SMPLBN-C yang berasal dari pendidikan umum bukan dari pendidikan khusus tunagrahita disiasati oleh SMPLBN-C Salatiga dengan mengikutsertakan guru tersebut dalam penataran, pelatihan dan pendidikan bagi pengajaran siswa tunagrahita. Dengan demikian guru PAI di
83
SMPLBN-C Salatiga mempunyai kompetensi mengajar yang sesuai, yang relevan dalam membentuk karakter siswa tunagrahita. Pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah juga telah sesuai dengan aturan, yaitu : 1. Buku teks PAI yang digunakan sebelumnya telah dipilih melalui rapat guru dengan pertimbangan komite sekolah dari buku teks pelajaran yang ditetapkan oleh Menteri. 2. Buku teks PAI dipilih dan dimodifikasi sesuai taraf kemampuan membaca siswa didik. 3. Rasio buku teks PAI untuk siswa yang memiliki kemampuan membaca disesuaikan rasionya, yaitu 1:1 per mata pelajaran. 4. Selain buku teks PAI, guru di SMPLBN-C Salatiga juga menggunakan buku panduan, buku pengayaan, buku referensi serta pengalaman langsung yang bisa diterapkan pada siswa didik. 5. Penggunaan alat multimedia seperti televisi, OHP dan komputer juga dioptimalkan oleh SMPLBN-C Salatiga untuk lebih merangsang minat siswa dalam mengikuti proses KBM. 6. Penggunaan koleksi buku di perpustakaan sekolah juga dianjurkan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga kepada siswa untuk menambah referensi dan menumbuhkan minat baca. Pengaturan buku, sarana dan prasarana yang komprehensif tersebut mampu memberi kontribusi positif bagi pembentukan karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga, yaitu :
84
1. Buku pelajaran telah disesuaikan dengan kondisi siswa yang berarti telah memudahkan siswa untuk mempelajari. 2. Jumlah buku pelajaran juga disesuaikan, yaitu rasio 1:1, yang berarti tidak ada kekurangan buku ajar pada siswa. 3. Penggunaan alat multimedia mampu menarik minat siswa tunagrahita untuk belajar 4. Siswa memperoleh akses yang lebih luas dengan memanfaatkan koleksi buku di sekolah yang membuat referensi siswa semakin bertambah. Dalam hal strategi pembentukan karakter dalam proses pembelajaran, guru PAI SMPLBN-C Salatiga menerapkan strategi yang sistematis, terukur dan sesuai standar. Hal ini dilakukan dengan menerapkan strategi tiap tahap pembelajaran sebagai berikut : 1.
Kegiatan Pendahuluan Guru PAI melaksanakan rutinitas sebagai bagian dari strategi sebelum
memulai tiap proses pembelajaran meliputi hal sebagai berikut : a.
Memulai pembelajaran dengan menyapa dan memberi salam secara menyenangkan dan berdoa.
b.
Menyiapkan siswa secara psikis dan fisik.
c.
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
d.
Mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan pengetahuan yang mereka miliki melalui pertanyaan-pertanyaan, peragaan, demonstrasi, dan dramatisasi.
85
e.
Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai
dan
manfaatnya
dalam
kehidupan
sehari-hari
sesuai
kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi siswa. f.
Menyampaikan cakupan materi dan kegiatan berdasarkan layanan individual yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
2. Kegiatan Inti Pada saat proses pembelajaran berlangsung, kegiatan tatap muka dengan para siswa oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga diisi dengan kegiatan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Dengan kegiatan eksplorasi guru PAI SMPLBN-C Salatiga merangsang dan mengajak siswa untuk lebih membuka cakrawala pemikiran, menemukan hal-hal baru, menggunakan lingkungan sebagai bagian proses belajar dan mengasah kreatifitas siswa. Karakter mulia dalam agama Islam merupakan sifat atau moral yang dapat diterima oleh siapapun. Siswa diajak untuk berpikir mengenai apa yang harus dia kerjakan, apa yang boleh dia kerjakan dan apa yang tidak boleh dia kerjakan. Dengan kegiatan elaborasi guru PAI SMPLBN-C Salatiga memberikan dan memotivasi siswa untuk memperagakan dan mengamalkan materi yang telah dipelajari, ditemukan dan dianalisa sebelumnya. Seperti halnya dalam sikap sopan santun, siswa diberikan kesempatan untuk mempraktekkan bagaimana kaidah sopan santun yang ia pelajari di kelas kepada siswa lain, kepada guru dan kepada orang lain. Siswa juga didorong untuk mencari referensi yang lebih banyak tentang materi melalui membaca. Untuk
86
menumbuhkan mentalitas dan kedewasaan siswa, melalui kegiatan elaborasi guru PAI SMPLBN-C Salatiga mengajak siswa untuk berperan aktif dalam setiap kegiatan lomba bersifat keagamaan seperti seni tilawah, seni rebana dan lomba cerdas cermat tingkat SMPLB. Dengan kegiatan konfirmasi, guru PAI SMPLBN-C Salatiga memberikan apresiasi, koreksi dan penilaian yang objektif kepada siswa atas pencapaian yang didapat oleh siswa. Bagi siswa dengan keberhasilan menangkap dan melaksanakan materi dengan baik, memperbaiki sikap menuju karakter yang mulia, pujian kepada siswa diberikan untuk memotivasi siswa lebih giat belajar dan mengembangkan diri. Bagi siswa dengan dengan tingkat keberhasilan belajar yang kurang, kurang bisa menerapkan karakter yang diajarkan, guru PAI SMPLBN-C Salatiga memberikan koreksi dan dorongan semangat kepada siswa agar lebih baik. Motivasi kepada siswa juga diberikan dengan menghadirkan tokoh agama Islam yang terpandang yang dapat dijadikan contoh sebagai guru tamu. Guru PAI juga memberikan penjelasan dan contoh konkret kepada siswa tentang manfaat karakter mulia bagi diri sendiri, lingkungan dan masyarakat lain secara lebih luas sehingga siswa mengerti konsekuensi dan kontribusi sebagai akibat dari perilaku siswa. 3. Kegiatan Penutup Sebagai rangkaian terakhir dari strategi pembentukan karakter, guru mengevaluasi keberhasilan dan kekurangan selama proses pembelajaran
87
secara objektif. keberhasilan dan kekurangan dinilai dari beberapa aspek, yaitu : a. Pemanfaatan sarana dan prasarana, apakah sudah optimal atau belum, perlu penambahan atau tidak. b. Kontribusi pihak sekolah diluar siswa dan guru terhadap proses pembentukan karakter siswa, seperti guru bidang studi lain, kepala sekolah, BK dan lainnya. c. Tingkat pencapaian dan penguasaan materi pada diri siswa selama proses pembelajaran. d. Strategi yang digunakan oleh guru, apakah perlu dipertahankan, dimodifikasi, ditambah atau dikurangi ragamnya agar lebih efektif dan efisien. e. Aturan dan kaidah pendidikan yang dipakai, apakah masih relevan untuk diterapkan demi tercapainya karakter siswa yang unggul atau perlu ditinjau ulang untuk perubahan. f. Kompetensi siswa dengan parameter karakter/akhlak dalam KTSP, apakah telah dikuasai oleh siswa, seberapa besar tingkat penguasaan siswa dan perubahan pada diri siswa. Strategi yang diterapkan untuk membentuk karakter siswa juga menyangkut
dalam
penggunaan
instrumen-instrumen
pendidikan,
kapan
digunakan, bagaimana menggunakan dan kepada siapa siapa instrumen dipakai. Bentuk instrumen-instrumen tersebut adalah test tertulis dengan essay, test tertulis
88
dengan pilihan ganda, test unjuk kerja/praktek, test lisan, pembuatan karya tulis/portfolio/laporan, pekerjaan rumah (PR), penugasan. C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Strategi Pembentukan Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga Menurut guru PAI SMPLBN-C Salatiga, Eko Puji Widodo, S.Pd dan pengamatan yang penulis lakukan selama penelitian di SMPLBN-C Salatiga dalam pembuatan karya tulis ini beberapa faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan pembentukan karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga antara lain : 1. Faktor Pendukung a. Penerapan pendidikan yang bersifat individual memberi kontribusi positif dimana siswa mendapat kesempatan pelayanan pengajaran yang lebih dalam, lebih berkualitas dengan pendekatan personal. b. Pembatasan individualitas
jumlah
siswa
pengajaran
yang kepada
mendukung
penerapan
masing-masing
siswa.
proses Tanpa
pembatasan jumlah siswa dalam sebuah rombel, perhatian guru kepada siswa tunagrahita tidak akan maksimal. c. Kerja sama antara pihak sekolah dengan komite sekolah. Sebagai pendamping tenaga kependidikan, komite sekolah mampu memberi masukan mengenai strategi membentuk karakter yang harus dipakai, penyelesaian masalah, buku ajar yang digunakan dan masukan mengenai penyelenggaraan pendidikan secara lebih luas.
89
d. Program terencana bagi pendidikan dan pelatihan guru. Dengan program pendidikan yang terencana proses penentuan target, pelaksanaan dan evaluasi keberhasilan pendidikan lebih terorganisir. Pelatihan bagi guru menunjang pengetahuan, keterampilan dan pengalaman guru yang pada gilirannya
meningkatkan
kualitas
dan
kompetensi
guru
dalam
membentuk karakter siswa. e. Kurikulum memadai yang mengatur dan memberi arah dalam tiap tahap pendidikan. Dengan kurikulum yang memadai, pendidikan mempunyai goal yang jelas dan batasan yang nyata sehingga penentuan strategi pembelajaran lebih fokus dan jelas. f. Sikap kekeluargaan dan persahabatan diantara pelaku pendidikan yang memberi perasaan nyaman bagi siswa dan guru dalam setiap pembelajaran, dengan kondisi yang nyaman siswa menjadi lebih betah, lebih mudah menerima materi dan menerapkannya dalam perilaku. g. Kerja sama keluarga siswa dalam mendidik dan mengawasi tumbuh kembang
karakter
anak.
Keluarga
sebagai
lingkungan
yang
mempengaruhi karakter anak memberi informasi dan support mengenai perkembangan karakter anak kepada sekolah, sehingga sekolah mempunyai referensi yang lebih terpercaya tentang karakter anak. Keluarga juga berperan sebagai tempat belajar bagi anak yang menghadirkan teladan, pengajaran dan pengawasan terhadap anak layaknya yang anak dapatkan di sekolah.
90
2. Faktor Penghambat a. Buku ajar sebagai sumber ilmu dan referensi siswa yang kurang variatif meskipun secara kuantitas mencukupi. Tingkat kelainan fisik dan mental pada siswa tunagrahita beragam, hal ini menyebabkan kebutuhan buku ajar yang sesuai dengan kondisi siswa mutlak harus terpenuhi. Dengan kondisi buku yang kurang variatif ini, guru PAI menemui kesulitan dalam menerapkan pembelajaran individual kepada siswa. b. Perhatian yang berlebihan dari orang tua terhadap anak sehingga membuat siswa terlalu manja. Karena kasih sayang dan perhatian yang berlebih, kemandirian siswa menjadi kurang, siswa menjadi manja dan perkembangan kedewasaannya melemah. c. Intelejensi siswa yang labil. Sebagaimana diketahui, siswa tunagrahita memiliki intelejensi di bawah normal. Dengan kondisi tersebut siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga mudah lupa, kesulitan dalam mencerna dan memahami materi. d. Kondisi fisik siswa yang kurang sempurna. Keadaan ini membuat siswa kurang maksimal dalam mengikuti proses belajar serta guru harus meluangkan banyak waktu untuk membantu gerak siswa. e. Lingkungan di luar sekolah yang menghambat pembentukan karakter anak. Siswa tunagrahita oleh beberapa kalangan yang berpikiran sempit dianggap sebagai aib, buangan dan tidak bermanfaat serta tidak bisa berkembang. Pemikiran yang demikian apalagi sampai kepada tingkat
91
ejekan membuat siswa tunagrahita SMPLBN-C Salatiga tidak percaya diri, hilang kemantapan diri dan cenderung tertutup dari pergaulan.
92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari penelitian tentang Strategi Guru PAI Dalam Membentuk Karakter Siswa Tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga dan kajian pustaka yang tersaji dalam karya tulis ini, penulis menyimpulkan tentang karakter awal siswa tunagrahita, masalah yang dihadapi guru PAI dalam membentuk karakter siswa tunagrahita dan strategi guru dalam membentuk karakter siswa tunagrahita di SMPLBNCSalatiga sebagai berikut : 1. Sebagaimana lazimnya penyandang tunagrahita, siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga mempunyai ketidaksempurnaan fisik dan kelainan mental. Secara fisik memiliki raut muka menyerupai orang Mongol dengan mata sipit dan miring, lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi kurang baik, cebol dan memiliki ukuran kepala yang tidak normal. Secara mental lamban dalam mempelajari hal-hal baru khususnya yang
bersifat
abstrak(ghaib),
kesulitan
dalam
mengeneralisasi
dan
mempelajari hal-hal yang baru, perkembangan gerak yang lamban, kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri, tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim dan tingkah lakunya kurang wajar dan terus menerus. 2. Masalah yang dihadapai guru PAI SMPLBN-C Salatiga dalam membentuk karakter siswa tunagrahita meliputi masalah dari siswa, guru, sarana dan prasarana. Keadaan fisik yang tidak sempurna dan rentan membuat proses
92
pembentukan karakter lebih lama karena perhatian guru dituntut lebih personal kepada siswa. Tingkat intelejensi yang rendah dan berbeda pada tiap siswa membawa konsekuensi tingkat penyerapan materi pada siswa rendah dan pembelajaran secara individual sehingga proses pembentukan karakter lebih rumit. Keadaan sosial siswa yang labil membuat materi yang sudah dikuasai rentan terhapus dari memori siswa, kemandirian siswa juga terganggu karena keadaan yang labil ini. Guru PAI di SMPLBN-C Salatiga berlatar belakang pendidikan umum, sehingga memerlukan penyesuaian, pengetahuan dan keterampilan khusus dalam mendidik siswa tunagrahita menjadi berkarakter. Jumlah buku ajar yang kurang memadai secara kualitas/kurang bervariasi dibandingkan dengan dinamika kondisi siswa. 3. Strategi yang digunakan oleh guru PAI SMPLBN-C Salatiga dalam membentuk karakter siswa tunagrahita yaitu melaksanakan pendidikan yang bersifat individual untuk membentuk karakter islam yang berakhlak mulia pada siswa Tunagrahita, hal ini dilakukan dengan pembatasan pada jumlah siswa dalam satu rombongan belajar, maksimal 8 siswa. Tugas guru PAI meliputi
kegiatan
merencanakan,
melaksanakan
dan
mengevaluasi
pembelajaran agama Islam serta melaksanakan tugas tambahan menuju pembentukan karakter siswa. Penentuan sarana ajar dengan sistematis, koordinatif, variatif serta memaksimalkan penggunaan sarana penunjang lain seperti peralatan multimedia dan koleksi buku di perpustakaan. Pengelolaan kelas dan pembelajaran agama Islam disesuaikan dengan tingkat intelejensi siswa, menggunakan bahasa sopan dengan intonasi tepat, kata-kata baku dan
93
jelas, merangsang terjadinya timbal balik yang komunikatif efektif antara guru-siswa, penjelasan disesuaikan dengan daya tangkap siswa dan pembelajaran dilaksanakan dengan disiplin, tertib, nyaman serta terencana. Pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, kegiatan inti dan penutup yang merupakan rangkaian strategi yang sistematis, terstruktur, efektif dan akomodatif. B. Saran Setelah mengumpulkan data, menganalisa dan menyajikan dalam bentuk karya tulis ini, penulis menganggap perlu memberikan saran bagi strategi pembentukan karakter siswa tunagrahita di SMPLBN-C Salatiga, yaitu : 1. Penambahan personil guru yang berlatar belakang psikologi untuk menunjang pendidikan anak berkebutuhan khusus seperti anak tunagrahita. 2. Peningkatan sarana dan prasarana yang lebih edukatif, variatif dan secara kuantitas mencukupi. 3. Jam belajar bagi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam agar ditambah. 4. Meningkatkan kerja sama dan komunikasi antar guru, tenaga kependidikan, keluarga siswa dan lingkungan agar pencapaian karakter siswa selama pendidikan dapat ditingkatkan, minimal dipertahankan.
94
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ariyanto, Efendi. http://strategika.wordpress.com/2007/06/24/pengertian-strategi/ (diakses tanggal 20 juli 2011) Asfandiyar, Andi Yudha. 2009. Kenapa Guru Harus Kreatif? Bandung: Mizan. Bush, Tony & Marianne Coleman. 2006. Manajemen Strategis Kepemimpinan Pendidikan. Jogjakarta: Ircisod. Flaven, Ron & Joe Williams. 1996. Strategic Management. Riverwood: Prentice Hall. Hidayatullah, Furqon. 2009. Guru Sejati Membangun Insan Berkarakter Kuat dan Cerdas. Surakarta: Yuma Perkasa. http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/konsep-strategi-definisi-perumusan.html (diakses tanggal 17 Juli 2011) http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2173371-pengertian-strategi (diakses tanggal 24 Juli 2011). http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.html, (diakses tanggal 16 Juli 2011) http://id.wikipedia.org/wiki/ (diakses tanggal 11 juli 2011).
95
,
http://diskusicagur.blogspot.com (diakses tanggal 11 juli 2011). Ilyas, Yuhanar. 2007. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: YOI. Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Purnomo, Setiawan Hari & Zulkieflimansyah. 1996. Manajemen Strategi. Jakarta: FEUI. Agama, Departemen. 2007. Al Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro. Samana, A. 1992. Sistem Pengajaran. Yogyakarata: Kanisius. Somantri, T. Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Revika Aditama. Wurianto, B. Arif. http://wurisan.blogspot.com, (diakses tanggal 11 juli 2011).
96