STRATEGI PEMBELAJARAN GURU DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 KOTA PADANG
JURNAL
META WAHYUNI NIM : 09060175
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG 2014
STRATEGI PEMBELAJARAN GURU DALAM MEMBENTUK KEMANDIRIAN ANAK TUNAGRAHITA di SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 1 KOTA PADANG Oleh: Meta Wahyuni* Fitria Kasih** Weni Yulastri** *Mahasiswa ** Dosen Pembimbing Mahasiswa Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT A child have special requirement to frequently assumed to differ from normal , they seen as not powered and require to feel pity . Not only that, they tend to to get treatment of discriminative, education service to child with functional growth resistance stand in need of serious than teacher in social interaction. All teacher are often given on to the problem of giving of special service. Hence, this research aim to describe to study of teacher strategy in forming child independence of tunagrahita in Extraordinary School 1 Padang. Type Research which used in this research is qualitative research with research location SLB Country 1 Field town. As informan in this research, the reasearcher amount are 3 people learn SLB, including Headmaster. Documentation study of this research are technique, observation, and interview. Accuracy of data tested by using sampling snowball, of gathered to be data to be analysed which consist of data collecting, result of interview, and observation to be made conclusion. The result of this research indicate that : seen that school have conducted classification of child of tunagrahita with two way. First, they can train, educated, and take care. Secondly it can seen by weight, normal and low. That classification also strenghtened with result of inspection of IQ which have been conducted by doctor. Teacher and other school also used variety strategy such as; strategy study of cooperative, competitive and individually with aim to increase achievement, recall, grow motivation learn, improving child socialization of tunagrahita with other normal child. Some note found development of seldevelopment of every Saturday has strategic time to develop potency had by educative participant. Besides researcher also find made by handicrafts educative by participant. Its quality is equal to residing in marketing, so that, it can be concluded that the skill have economic valuable. The researcher hope,Expected of school can continued to develop variety method which give appropriate education for the child have special requirement. Keyword: Learning strategy, child of tunagrahita, independence PENDAHULUAN Peningkatan mutu pelayanan Pendidikan Sekolah Luar Biasa merupakan prioritas utama oleh pemerintah. Hal ini terlihat dengan adanya upaya memantapkan pelayanan pada setiap Sekolah Luar Biasa. Sebagaimana dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor.72, tahun 1991. Bab II, pasal 2, tentang Pendidikan Luar Biasa yaitu : Pendidikan Luar Biasa perlu bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. Menurut Amin (1995:11), Anak tunagrahita adalah mereka yang kecerdasannya jelas berada di bawah ratarata. Disamping itu mereka mengalami keterbelakangan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Mereka kurang cakap dalam memikirkan hal-hal yang abstrak, yang sulit-sulit, dan yang berbelit-belit.
Mereka kurang atau terbelakang atau tidak berhasil bukan untuk sehari dua hari atau sebulan atau dua bulan, tetapi untuk selamalamanya, dan bukan hanya dalam satu dua hal tetapi hampir segala-galanya, lebih-lebih dalam pelajaran seperti : mengarang, menyimpulkan isi bacaan, menggunakan symbol-simbol, berhitung, dan dalam semua pelajaran yang bersifat teoritis. Dan juga mereka kurang/terhambat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Salah satu aspek pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah Luar Biasa untuk anak tunagrahita yaitu perkembangan kemandirian dan penyesuaian diri peserta didik. Erikson (Desmita, 2011:185) mengatakan : Kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas ego, yaitu merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan, penulis melihat bahwa yang menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan bagi anak tunagrahita yaitu pertama, terbatasnya intelektual anak tunagrahita dalam melakukan aktifitasaktifitas terkait dengan kemandirian, anak tunagrahita tidak mau belajar dengan guru tertentu. Adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah: 1.Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita (Pengetahuan guru mengenai klasifikasi dan karakter anak tunagrahita dan pemahaman guru mengenai bentuk-bentuk kemandirian anak tunagrahita) 2.Mengidentifikasi strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita (Strategi pembelajaran kooperatif, strategi pembelajaran kompetitif, strategi pembelajaran individual) Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1.Mengidentifikasi kendala-kendala yang dihadapi guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita (Pengetahuan guru mengenai klasifikasi dan karakter anak tunagrahita dan pemahaman
guru mengenai bentuk-bentuk kemandirian anak tunagrahita) 2.Mengidentifikasi strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita (Strategi pembelajaran kooperatif, strategi pembelajaran kompetitif, strategi pembelajaran individual) METODE PENELITIAN Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, maka penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti akan menggambarkan atau mengungkapkan data tentang apa saja strategi yang dilakukan oleh guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita di SLB Negeri 1 Kota Padang. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah teknik snowball sampling yaitu sumber data utama adalah 3 orang guru yang mengajar anak tunagrahita, di samping juga keterangan dari personil sekolah yang memperkuat data tentang strategi pembelajaran guru dalam membentuk kemandirian anak tunagrahita, dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar seperti bola salju yang menggelinding lama-lama menjadi besar. Pengolahan data dilakukan setelah data terkumpul melalui wawancara, observasi dan dokumentasi yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009:222). Data dalam penelitian yang dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Miles (Sugiyono, 2011:247) menjelaskan bahwa aktivitas analisis data dalam penelitian kualitatif ada tiga tahapan, yaitu: 1. Reduksi Data (Data Reductions) Reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keleluasan dan kedalaman wawasan yang sangat tinggi dalam memilih hal-hal yang paling pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang tidak perlu dari data yang diperoleh di lapangan. Tahap ini memilih data yang relevan dengan tujuan dan fokus penelitian selanjutnya dikelompokkan. 2. Penyajian Data (Display Data) Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori atau dalam bentuk teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami. 3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (Verifikasi/Conclusion Drawing) Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid saat peneliti kembali kelapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Penarikan kesimpulan merupakan analis lanjutan dari reduksi data dan display data sehingga data dapat disimpulkan dalam bentuk deskriptif sebagai laporan penelitian dan tahap ini terakhir dari data yang sudah ada disimpulkan. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Mengidentifikasi Kendala-kendala yang Dihadapi Guru dalam Membentuk Kemandirian Anak Tunagrahita Berdasarkan hasil wawancara sebelumnya terlihat bahwa sekolah telah melakukan pengklasifikasian anak tunagrahita dengan dua pendekatan yang pertama, mampu latih, mampu didik, mampu rawat dan yang kedua berat, sedang, ringan. Klasifikasi itu juga diperkuat dengan hasil pemeriksaan IQ yang telah dilakukan oleh dokter. Menurut Somantri (2006:103) mengatakan bahwa istilah anak tunagrahita memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan interaksi sosial. Peneliti melihat telah dilakukan aspek pendekatan guru terhadap masing-masing klasifikasi anak tunagrahita. Dengan indikator yaitu membagi anak tunagrahita menurut klasifikasinya, menggunakan metode tertentu untuk melihat tingkat kecerdasan anak tunagrahita, menggunakan metode tertentu untuk melihat interaksi sosial anak tunagrahita, menggunakan metode tertentu untuk mengetahui fungsi mental lainnya, serta menggunakan metode tertentu untuk mengetahui dorongan emosi anak tunagrahita. Namun ada beberapa catatan yang ditemukan yaitu yang terlihat dibeberapa kasus seperti adanya guru yang membiarkan anak-anak yang mengamuk tanpa dilakukan pendekatan persuasif dan ini ternyata juga
merupakan langkah penanganan yang dipilih, selain itu ditemukan juga kasus dimana guru kelelahan saat mengajar sehingga cenderung membiarkan anak-anak belajar atau bermain sendiri. Peneliti juga mencoba menggali aspek kemandirian pada anak tunagrahita, dimana menurut Erickson (Desmita, 2011:185) menyatakan bahwa kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orang tua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses mencari identitas. Kemandirian biasanya ditandai dengan kemampuan menentukan nasib sendiri, kreatif dan inisiatif, mengatur tingkah laku, bertanggung jawab, mampu menahan diri, membuat keputusan sendiri, serta mampu mengatasi masalah tanpa ada pengaruh dari orang lain. Terlihat dari wawancara sebelumnya bahwa guru telah mampu mengidentifikasi tingkat kemandirian pada anak dan mempunyai pilihan penanganan seperti pendekatan persuasive dan individual. 2. Mengidentifikasi Strategi Pembelajaran yang dilakukan oleh Guru dalam Membentuk Kemandirian Anak Tunagrahita Untuk strategi pembelajaran anak tunagrahita menurut Amin (1995:188-192) ada tiga yaitu, kooperatif, kompetitif, dan individual. Tidak jauh berbeda penerapan strategi ini dengan pendidikan pada umumnya. Pada hakekatnya strategi pembelajaran tersebut harus memperhatikan karakteristik murid, tujuan belajar, dan ketersediaan sumber. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti memang terlihat guru dan pihak sekolah lainnya telah menggunakan strategi yang bervariasi, yang bertujuan untuk meningkatkan prestasi, meningkatkan daya ingat, menumbuhkan motivasi belajar, meningkatkan sosialisasi anak tunagrahita dengan anak normal dan strategi lainnya. Beberapa catatan yang ditemukan adalah pengembangan diri setiap hari sabtu, memang menjadi waktu yang strategis untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa kerajinan-kerajinan yang dibuat oleh peserta didik kualitasnya sama dengan yang berada di pasaran, sehingga bisa disimpulkan bahwa keterampilan tersebut sudah bernilai ekonomis. Terapi permainan disini dikhususkan bagi anak tunagrahita bukan permainan sembarangan, tetapi permainan yang memiliki muatan dimana setiap permainan
hendaknya memiliki nilai terapi yang berbeda. Selain itu bentuk permainan disesuaikan atau tidak terlalu sulit untuk dipahami. Pendekatan out-door learning bertujuan untuk terhindar dari kejenuhan, kebosanan, dan persepsi belajar yang hanya didalam kelas. Elemen yang perlu diperhatikan dalam pendekatan out-door learning adalah alam terbuka, berkunjung ke objek langsung, unsur bermain dan guru mempunyai komitmen. Dilihat dari hasil wawancara di atas, kedua pendekatan telah dilakukan dengan segala konsekuensi seperti sulitnya mengelola anak-anak tunagrahita yang tertarik melihat pemandangan baru. Aspek lain yang peneliti observasi yaitu sarana dan prasarana yang menunjang pelaksanaan pembelajaran. SLB 1 Padang tidak hanya memanfaatkan media tetapi juga didukung oleh lengkapnya fasilitas bangunan yang dimanfaatkan sebagai ruangan pelatihan. SLB 1 Padang memiliki fasilitas bangunan seperti ruangan informasi dan teknologi (berisikan 10 unit computer), ruang tata busana, aula (lapangan futsal), serta asrama (dalam proses perbaikan). Selain itu juga ada ruangan khusus untuk pendekatan individual yang berisikan satu tempat duduk guru, satu meja guna penyelenggaraan pendidikan individual. Dalam hal dekorasi setiap sudut lorong sekolah terdapat pepatah atau kalimatkalimat motivasi seperti “ kami memang berbeda tetapi jangan dibeda-bedakan atau menjadikan dunia menjadi lebih baik tanpa perbedaan.
pilihan penanganan seperti pendekatan persuasif dan individual, sekolah juga berkomitmen untuk meningkatkan kemandirian peserta didik melalui kegiatan rutin pengembangan diri setiap minggunya yang tidak hanya bersifat melatih tetapi juga menghasilkan kerajinan yang bernilai ekonomis. SARAN Penelitian ini tidak terlepas dari kekurangan. Adapun beberapa saran untuk penguatan hasil penelitian ini yaitu : 1. Pihak sekolah khususnya guru terus mengembangkan metode yang terfokus, bervariasi, dan interaktif agar bisa memberikan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik dalam kemampuan akademik dan potensi diri. 2. Orang tua murid bukanlah bagian yang terpisah dalam pendidikan anak tunagrahita, bimbingan di sekolah yang dilanjutkan oleh orang tua saat di rumah menjadi pendekatan yang strategis untuk meningkatkan kemandirian dan penerimaan lingkungan sekitar terhadap anak tunagrahita. 3. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu untuk meneruskan dan mengembangkan penelitian ini. Peneliti yakin masih banyak pola pelayanan yang belum teridentifikasi tidak hanya di SLB 1 tetapi juga di sekolah lainnya yang berbeda kondisinya. KEPUSTAKAAN
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Strategi yang dilakukan oleh pihak sekolah sudah cukup baik untuk anak tunagrahita. Guru juga sudah cukup baik dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita, anak sebelum masuk ke sekolah mereka terlebih dahulu melakukan tes IQ kedokter. Strategi yang dilakukan untuk anak tunagrahita diantaranya strategi pembelajaran kooperatif, kompetitif, dan individual. Tidak jauh berbeda penerapan strategi ini dengan pendidikan pada umumnya, poin yang membedakan disini adalah poin pengulangan informasi dan penggunaan media yang beragam. 2. Dalam hal kemandirian guru telah mampu mengidentifikasi tingkat kemandirian pada anak dan mempunyai
Amin, Moh. 1995. Ortopedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdikbud Dikti, P2TG Desmita. 2011. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Somantri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama Sugyono. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D). Bandung: Alfabeta. PP Nomor.72, tahun 1991. Bab II, pasal 2