STRATEGI COPING UNTUK MENGHADAPI KONFLIK PEKERJAANKELUARGA DALAM MENCAPAI KINERJA OPTIMAL: SEBUAH AGENDA PENELITIAN Sih Darmi Astuti
[email protected]
Fakultas Ekonomi Universitas Stikubank Semarang ABSTRAK Tuntutan yang meningkat terhadap manajemen untuk memahami kehidupan bekerja dan berkeluarga telah berubah. Dua hal tersebut tidak dapat dipisahkan, tentunya pada pasangan suami istri yang keduanya bekerja telah meningkatkan hubungan ketergantungan antara pekerjaan dan keluarga. Di sisi lain, menurut Teori Konservasi Sumber Daya bahwa seseorang akan berusaha untuk memperoleh dan menjaga sumber daya yang dimilikinya. Sumber daya disini meliputi sasaran, kondisi (status pernikahan, jabatan), karakter pribadi (nilai diri), dan energy (waktu, uang, pengetahuan). Ancaman terhadap kehilangan yang sesungguhnya dari ketiga sumber daya tersebut akan mengakibatkan “keadaan negatif”, misalnya mengalami stress/konflik (konflik pekerjaan-keluarga), ketidakpuasan kerja, depresi atau tekanan. Dalam bekerja, masing-masing individu memiliki tujuan/pengharapan yang hendak dicapai. Untuk itu, individu akan mengerahkan segenap usahanya dengan mengerahkan potensi yang ada guna mengatasi konflik yang muncul, dengan memilih strategi coping yang tepat, sehingga akan dapat mencapai kinerja sesuai tanggung jawabnya (in-role), sampai menemukan kepuasan kerja. Seseorang akan merasa puas terhadap hasil kerjanya bila ada penghargaan dari organisasi. Hal ini akan mendorong untuk membantu rekan kerjanya menyelesaikan pekerjaan, sebagai wujud kinerja extra-role atau organizational citizenship behavior (OCB). Kinerja extra-role merupakan perilaku sukarela dari seorang karyawan untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajibannya untuk kemajuan organisasi. Kinerja extrarole akan mudah tercipta bila ada rasa kebersamaan (kohesivitas) dari para anggota organisasi yang terlibat. Gagasan ini masih terbatas pada kajian literatur, sehingga membutuhkan pembuktian secara empiris agar mendapat bukti yang dapat menjadi referensi bagi pengambil kebijakan di organisasi. Kata Kunci: Strategi Coping, Konflik Pekerjaan-Keluarga, Kepuasan Kerja, Sistem Reward, Kohesivitas, Kinerja
COPING STRATEGY IN DEALING WITH WORK FAMILY CONFLICT TO ACHIEVE OPTIMUM PERFORMANCE: A RESEARCH AGENDA ABSTRACT Increased demands on management to understand the work and family life has changed. Two things can not be separated, of course, in which both spouses work has increased the dependency relationship between work and family. On the other hand, according to Resource Conservation Theory that someone will try to acquireand maintain its resources. Resources here include targeted, condition (maritalstatus, occupation), personal character (selfworth), and energy (time, money, knowledge). The real threat to the loss of all three of these resources will result in "negative circumstances", such as experiencing stress/conflict (workfamily conflict), job dissatisfaction, depression or stress. In their work, each individual has a goal/hope to be achieved. To that end, the individual will mobilize all its efforts to mobilize the existing potentials in order to resolve conflicts that arise, by selecting the appropriate coping strategies, so it will be able to achieve the appropriate performance responsibility (in-role), to find job satisfaction. Someone will feel satisfied with their work when there are awar ds from the organization. This will encourage colleagues to help finish the job, as a form of extra-role performance or organizational citizenship behavior (OCB). Extra-roleperformance is a voluntary behavior of an employee to want to perform a task or work outside the responsibility or obligation for the betterment of the organization. Extra-role performance would be straightforward if there is a sense of togetherness (cohesiveness) of the members of the organizations involved.This idea is still limited to the study of literature, thus requiring the empirical evidence in order to get evidence that can be areference for policy makers in the organization.
Keywords: coping strategies, work-family conflict, job satisfaction, reward system, cohesiveness, performance
I.
yang dimilikinya. Sumber daya disini
Pendahuluan
Konsep
ini
dilandasi
oleh
Teori
Konservasi Sumber Daya sebagai suatu teori yang mengintegrasikan model stres (Hobfoll, 1989) sebagai suatu kerangka alternatif
untuk
memahami
konflik
pekerjaan-keluarga. Menurut teori ini, seseorang
akan
berusaha
untuk
memperoleh dan menjaga sumber daya
meliputi
sasaran,
kondisi
(status
pernikahan, jabatan), karakter pribadi (nilai diri), dan energi (waktu, uang, pengetahuan).
Ancaman
terhadap
kehilangan yang sesungguhnya dari ketiga
sumber
mengakibatkan misalnya
daya
tersebut
akan
“keadaan
negatif”,
mengalami
stres,
ketidakpuasan
kerja,
depresi
atau
tekanan.
peran baik pada pekerjaan maupun
Teori ini merupakan sebuah langkah penting
dalam
menteorikan
pekerjaan-keluarga
karena
konflik
teori
ini
menjelaskan mengapa orang bertindak ketika berkonfrontasi dengan sebuah konflik
hilang dalam proses menyeimbangkan
dan
tidak
hanya
ketika
keluarga. Berdasarkan teori konservasi sumber daya, ketika seseorang kehabisan energi
emosionalnya,
kinerja
dan
maka
kepuasan
kerja
standar yang
diharapkan akan hilang atau tidak tercapai.
mengalami tekanan. Akan tetapi, teori
Konsep
kinerja
yang
dilakukan
ini tidak menjelaskan kapan sumber
dengan menggunakan pendekatan dan
daya tertentu dianggap cukup dan kapan
perspektif positif pada individu, dan
orang akan bertindak. Teori ini secara
suasana positif dimana individu merasa
jelas
diperlakukan
merangkum
gagasan
bahwa
secara
adil
oleh
seseorang mencoba mencapai sebuah
organisasi, akan lebih memunculkan
“keseimbangan”
rasa
atau
keadaan
saling
percaya,
dan
sebagai
“homeostatis” (Canon, 1954). Setiap
akibatnya akan menciptakan kinerja
orang bisa berbeda dalam prioritas
yang melebihi harapan/ekspektasi, ini
pekerjaan
dan
yang disebut dengan kinerja ekstra,
pengorbanan yang bisa mereka buat.
sebagai wujud munculnya kinerja yang
Teori
optimal.
atau
konservasi
menyatakan
bahwa
keluarga,
sumber hal
daya tersebut
dikarenakan adanya perbedaan sumber daya, akan tetapi sampai hal tersebut
II.
Problem Focus Coping dan Konflik Pekerjaan-Keluarga
argumen bisa berlaku. Teori ini tidak
Ketika para pegawai memiliki sedikit
membahas interaksi pasangan dan terus
dukungan sosial atau tidak sama sekali
memusatkan pada individu sebagai unit
atau bahkan menggunakan manfaat dari
analisis.
bahkan kebijakan yang ramah-keluarga,
Konflik
pekerjaan-keluarga
pada
gilirannya akan menyebabkan kelelahan emosional karena karena sumber-sumber
mereka mengandalkan diri sendiri untuk menyeimbangkan kerja dan keluarga. Orang yang cenderung menggunakan penanganan berfokus masalah ketika
menghadapi kesulitan hidup mungkin
dalam
lebih
peningkatan
mudah
menghindari
konflik
usahanya
untuk
dalam
mencapai
usahanya
untuk
pekerjaan-keluarga.
Lazarus
dan
sumberdaya. Dengan menggunakan gaya
Folkman
menggambarkan
penanganan berfokus masalah, para
penanganan berfokus masalah sebagai
pegawai menginvestasikan waktu dan
sebuah pertahanan melawan lingkungan
energi mereka dalam merencanakan dan
penyebab
umumnya
menghadapi tantangan dalam pekerjaan
mengarah pada pendefinisian masalah,
dan keluarga mereka untuk lebih mudah
mencari
memenuhi tuntutan peran.
(1984)
stres
yang
solusi
alternatif,
menitik
beratkan alternatif solusi dalam hal solusi biaya solusi dan manfaat, memilih diantaranya, dan bertindak. Penanganan
III.
Konflik
dan Kinerja in-role
berfokus masalah telah menunjukkan sebagai
cara
yang
efektif
dalam
Pekerjaan-Keluarga
Keseimbangan
kerja-keluarga
mengelola masalah pekerjaan-keluarga
merupakan topik yang menarik, yang
(Rotondo, Carlson & Kincaid, 2002).
relevan dengan paradigma karir ganda
Dengan
langkah-langkah
saat ini. Bagi pasangan yang tidak dapat
penting yang efisien dalam memenuhi
mencapai keseimbangan kerja-keluarga
tanggung jawab di rumah dan pekerjaan,
akan muncul masalah konflik pekerjaan-
para pegawai akan memiliki banyak
keluarga.
waktu terlibat dalam kedua peran dan
yang berlangsung terus-menerus akan
tidak kehabisan energi dengan secara
berdampak pada kelelahan fisik dan
efektif menghadapi tantangan dalam
mental
kedua
demikian,
penelitian
penannganan berfokus masalah secara
hubungan
teoritis membantu menghindari konflik
keluarga dengan kelelahan (Burke, 1994;
pekerjaan-keluarga.
Burke & Greenglass, 2001; Kossek &
mengambil
peran.
Dengan
Argumen lain yang dikemukakan oleh Hobfoll (1989) bahwa pegawai biasanya
termotivasi
untuk
menginvestasikan beberapa sumberdaya
Ozeki,
Konflik
bagi
pekerjaan-keluarga
pelakunya.
Sejumlah
mendokumentasikan antara
konflik
1999).
Studi
mendokumentasikan kecenderungan
pekerjaan-
bahwa
wanita
juga ada
mengalami
konflik ini relatif lebih tinggi dibanding
pria (Neal & Hammer, 2006; Etzion &
berdasarkan
Bailyn, 1994).
conflict) menunjuk pada ketidak cocokan
perilaku
(behaviour
(1999)
pola tingkah laku yang diinginkan oleh
mengidentifikasikan 3 (tiga) tipe utama
perannya dalam pekerjaan dan keluarga.
mengenai
Misalnya seseorang yang berprofesi
Greenhaus
et.al.
konflik
pekerjaan-keluarga
yaitu konflik berdasarkan waktu (time
manajer
diharuskan
untuk
based conflict), konflik berdasarkan
obyektif
dan
memihak
ketegangan (strain based conflict), dan
agresif. Di sisi lain, para anggota
konflik berdasarkan perilaku (behaviour
keluarga mungkin mengharapkan untuk
based conflict). Konflik berdasar waktu
bersikap lembut, hangat, tidak emosional
adalah konflik yang terjadi karena waktu
dan manusiawi dalam hubungan dengan
yang digunakan dalam suatu peran tidak
mereka.
dapat digunakan untuk memenuhi peran
mengubah sikap saat memasuki peran
yang lain, sehingga akan berpengaruh
yang
terhadap
yang
mereka akan mengalami konflik ini.
bersangkutan, dalam hal ini bisa dilihat
Dampak dari konflik-konflik tersebut
dari kinerjanya yaitu produktivitas yang
jelas akan berpengaruh terhadap kinerja
menurun,
mereka.
kinerja
individu
turunnya
loyalitas,
Jika
tidak
seseorang
berbeda
maka
Semakin
mandiri, serta
tidak
bisa
kemungkinan
tinggi
konflik
kemangkiran, dan lain-lain. Konflik
pekerjaan-keluarga, akam menyebabkan
berdasarkan ketegangan (strain based
rendahnya kinerja seseorang.
conflict) terjadi jika ketegangan yang
Robbins (2009) menyatakan bahwa
dihasilkan dalam satu peran berpengaruh
karyawan cenderung lebih menyukai
pada peran yang lain. Misalnya seorang
pekerjaan-pekerjaan
yang berprofesi manajer atau seseorang
mereka
yang
menggunakan
ketrampilan
tanggung jawab yang besar, maka akan
kemampuannya,
serta
berusaha mengoptimalkan kinerjanya,
beragam tugas, kebebasan dan umpan
disisi lain pada saat yang sama tekanan
balik mengenai pekerjaan yang secara
dari perannya di rumah tangga juga
mental menantang. Pekerjaan yang
menuntutnya, sehingga peran salah satu
tidak
pasti
kebosanan, tetapi pekerjaan yang sangat
mempunyai
akan
jabatan
terabaikan.
dengan
Konflik
yang
kesempatan
menantang
memberi untuk dan
menawarkan
menciptakan
menantang
juga
akan
menciptakan
IV.
Konflik
Pekerjaan-Keluarga,
frustrasi dan perasaan gagal. Pegawai
Kepuasan Kerja, dan Religios
pada umumnya akan merasa senang dan
Coping
puas
pada
kondisi
yang
beban
tantangannya sedang/moderat, sehingga akan dapat mencapai kinerja yang ditargetkan. (Katzel, Thompson, & Guzzo, 1992) Pegawai yang mengalami konflik ini cenderung
mempunyai
kemangkiran/ketidakhadiran
tingkat yang
tinggi, kepuasan kerja dan motivasi yang rendah dan tidak jarang pula yang keluar dari organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Gibson dan kawankawan (1997) yang mengatakan bahwa konflik
dalam
pekerjaan
menjadi
penyebab terjadinya konflik keluarga. Pegawai
yang
tidak
dapat
Pengaruh positif dari agama secara substansial ditemukan dapat mengatasi kesulitan/masalah. Kegiatan keagamaan terutama do’a biasanya dianggap sebagai cara
mengatasi
masalah
dan
pertumbuhan pribadi (Folkman, et al, 1986). Idler (1987) menemukan bahwa depresi akan berkurang ketika seseorang berdo’a, baik secara individu maupun berdo’a bersama. Do’a memungkinkan seseorang
dalam
menghadapi
masa
depan dengan optimis, memiliki kontrol yang lebih baik,
lebih percaya diri,
harga diri, dan merasa memiliki tujuan (Dull & Skolan, 1995).
menyelesaikan konflik ini seringkali
Penanganan dengan agama adalah
terpaksa meninggalkan organisasi atau
prediktor yang signifikan terhadap suatu
bekerja pada tingkat yang tidak efektif.
masalah, termasuk konflik pekerjaan-
Pada kasus lain, individu dan organisasi
keluarga. Konflik akan rendah bagi
bahkan tidak terurus karena konflik
mereka
antara pekerjaan dan keluarga tidak
religiositas
terselesaikan. Tentu saja hal ini akan
kepuasan kerja akan tinggi. Kebanyakan
berdampak pada tanggung jawabnya
studi tentang penangan dengan agama
sebagai
dilakukan
pegawai
dalam
target kinerjanya (in-role).
memenuhi
yang yang
pada
memiliki tinggi,
tingkat sehingga
negara-negara
yang
dominan pemeluk agama kristen, dan masih terbatas riset semacam ini yang dilakukan di negara yang dominan
beragama islam. Makna agama mungkin
coping perlu mendapatkan bukti empiris
berbeda antara kedua agama. Kristen
lebih lanjut.
membuat perbedaan antara gereja dan
V.
Kinerja
negara, sementara islam menekankan
merupakan
Rahman dua
unsur
Sistem
Penghargaan, dan Kepuasan
agama sebagai jalan hidup. Menurut
in-role,
Kerja
(1995),
islam
dasar,
yaitu
Seorang karyawan yang telah mencapai kinerja yang dicerminkan dari tercapainya
keyakinan dan praktik, dimana keduanya
tugas dan tanggung jawabnya, akan dapat
harus diintegrasikan untuk mencapai
menemukan kepuasan kerjanya. Kinerja
kesuksesan, sekaligus menanggulangi
(performance) diartikan sebagai hasil dari
suatu masalah. Agama akan dipakai
pekerjaan yang terkait dengan tujuan
untuk
ketika
organisasi, seperti kualitas, efisiensi, dan
dalam
hidup
kriteria efektivitas kerja lainnya (Gibson,
itu,
ketika
1997). Kinerja juga merupakan hasil yang
meminta
menghadapi mereka.
pertolongan
masalah
Oleh
karena
menghadapi konflik dalam kehidupan, salah satu mengatasinya dengan mencari bantuan pada Tuhannya. Tingkat strategi religios
coping
yang
tinggi
akan
menciptakan kepuasan kerja yang tinggi. Noor dan Hussein (2006) dalam studinya yang dilakukan pada obyek
telah
dicapai
oleh
seseorang,
yang
berhubungan dengan tugas dan peran yang dilakukannya.
Sementara Fiske (1994)
mengartikan kinerja sebagai perilaku atau tindakan yang
relevan dengan tujuan
organisasi. Spesifikasi tujuan ini mewakili keputusan penilaian yang dilakukan oleh ahlinya.
para perawat di rumah sakit pemerintah
Williams & Anderson (1991) serta
di Malaysia juga menemukan bahwa
MacKenzie (1999) mengartikan kinerja
religios coping memoderasi hubungan
sebagai suatu gabungan dari in-role
konflik
dengan
performance
kepuasan kerja. Walaupun peran religios
performance.
coping masih kurang mendapat perhatian
adalah ukuran kinerja yang terkait
dalam
langsung dengan pekerjaan seseorang,
konteks
pekerjaan-keluarga
penelitian konflik
khususnya
dalam
pekerjaan-keluarga.
Oleh karena itu, peran moderator religios
seperti
dan
extra-role
In-role performance
seberapa
baik
karyawan
melakukan pekerjaan sesuai deskripsi
kerja
dan
hasil
Sedangkan
yang
extra-role
dia
capai.
performance
diartikan dengan ukuran perilaku kerja
Banyak
manajer
percaya
bahwa
orang hanya bekerja untuk uang. Namun, Anda harus
yang bukan bagian deskripsi kerja,
ingat bahwa ada dua jenis dasar
tidak terkait dengan penggajian, tapi
imbalan, yaitu:
membuat fungsi organisasi menjadi
-
imbalan
ekstrinsik,
yang
lebih efektif.
meliputi
kebutuhan
dasar
Dalam studi lain dari MacKenzie, et al.
pendapatan untuk bertahan
(1998) menemukan bahwa kinerja in-
hidup
role akan dipisahkan dari kinerja extra-
tagihan), perasaan stabilitas
role,
yang
dan konsistensi (pekerjaan
mempengaruhi hal ini, yaitu bagaimana
yang aman), dan pengakuan
kepuasan kerja yang diperoleh para
(nilai
karyawan.
ketrampilan
karena
ada
faktor
Kebanyakan bisnis tidak sukarela
(untuk
membayar
saya
Dalam
adalah
kerja
Hirarki
saya).
Kebutuhan
dalam memberi layanan, sehingga harus
Maslow,
memberi kompensasi mereka dalam
kebutuhan dasar. Kita juga
beberapa
dapat menyebut ini imbalan
cara
bagi
waktu
dan
usahanyaHal ini yang sering disebut dengan
“Pembayaran”
atau
dengan
adalah
keuangan. -
imbalan
intrinsik,
kemudian
disebut
"Imbalan".
Imbalan
mengacu
pada
kepuasan
pembayaran
moneter,
non-
kompeten
semua
juga
yang
ini
paling
yang
penting
adalah
kerja,
perasaan
menyelesaikan
moneter, dan psikologis dari organisasi
tantangan, kenikmatan, dan
bagi para karyawannya. Bagaimana hal
bahkan
ini
sosial
bisa
dilakukan
bersama-sama?
mungkin yang
interaksi
timbul
dari
Ukuran yang cocok bagi solusi untuk
tempat
semua adalah: harus bervariasi dalam
kebutuhan paling atas atau
organisasi yang berbeda.
sering disebut self-efficacy
kerja.
Ini
adalah
atau kebutuhan akhir dalam hirarki.
Kita
juga
bisa
menyebutnya
imbalan
psikologis.
psikologis.
Sebagai
contoh,
jika
perusahaan memiliki nilai-nilai kerja
Sistem penghargaan memiliki tiga
sama tim, maka mungkin akan ada
tujuan utama: untuk menarik karyawan baru
beberapa bonus tim yang baik. Kontrak
bagi
psikologis sebagian akan menentukan organisasi, untuk memperoleh kinerja
apa yang dianggap karyawan "Adil",
yang
dalam hal imbalan untuk pekerjaan
baik,
dan
untuk
menjaga
komitmen terhadap
yang mereka lakukan.
organisasi.
Perilaku mengganggu seperti pencurian
Sebuah
sistem
dimaksudkan
untuk
penghargaan menarik
dan
di tempat kerja sering merupakan upaya untuk mengembalikan "Keadilan" bagi
mempertahankan karyawan yang cocok.
remunerasi.
Seorang majikan yang mengembangkan
kontrak psikologis jauh lebih mungkin
reputasi "murah" adalah tidak mungkin
terjadi sebagai sebab suatu masalah
diinginkan
dengan karyawan.
di
pasar
kerja,
karena
karyawan potensial akan berpikir bahwa hal
itu
tidak
menghargai
Pelanggaran
terhadap
Pemerintah juga memiliki pengaruh
usaha.
tidak langsung terhadap pembayaran.
Organisasi seperti itu kemungkinan
Kebijakan fiskal dan moneter akan
akan berakhir dengan orang-orang yang
mempengaruhi
tidak diinginkan. Penghargaan juga
perubahan pendapatan pekerja. Tentu
dimaksudkan untuk mempertahankan
saja, semua organisasi harus mengikuti
dan meningkatkan kinerja. Janji bonus
peraturan pemerintah ketika membayar
atau kenaikan gaji ini dimaksudkan
karyawan,
untuk
undang-undang
mendorong
karyawan
untuk
memotivasi diri untuk menuai hasilnya.
perekonomian,
dengan
dan
menggunakan
untuk
menentukan
kisaran upah yang diperbolehkan.
Beberapa perusahaan memiliki tiga
Hal
jenis yang berbeda terkait kinerja
presentasi
membayar:
tentang dasar-dasar sistem penghargaan,
individu,
tim,
dan
organisasi.
semua yang
telah
cukup
menjadi sederhana
fokus pada komponen utama dari sistem
Sistem imbalan juga berfungsi untuk menjaga
ini
dan
memperkuat
kontrak
penghargaan organisasi. Belum ada diskusi
tentang
hubungan
sistem
penghargaan
untuk
strategi
bisnis,
salah satu paling buruk. "Apakah
bagaimana membangun tingkat imbalan
perusahaan/organisasi
yang benar dalam sebuah organisasi,
menghadapi tantangan ini?
mampu
atau bagaimana untuk mempertahankan
Berdasarkan kerangka konsep di
daya saing penghargaan. Ini adalah
atas, maka dapat dijelaskan bahwa
masalah yang sangat kompleks yang
untuk dapat menciptakan kepuasan
dihadapi
kebanyakan
kerja, yaitu keadaan emosional yang
perusahaan/organisasi saat ini, sehingga
menyenangkan dimana para karyawan
akan dapat memiliki karyawan yang
memandang
handal sesuai kebutuhan organisasi
(Handoko, 2000). Namun demikian,
yang kompeten.
orang yang sudah memenuhi tanggung
oleh
Sebuah sistem upah yang baik
pekerjaan
mereka
jawab pekerjaan tidak akan otomatis
merespon kekuatan pasar: yaitu dengan
kepuasannya
mengetahui apa yang layak untuk
didukung oleh sistem penghargaan yang
seorang karyawan dari perusahaan? Dan
diberlakukan oleh organisasi, sehingga
juga dipengaruhi oleh faktor sosial dan
sistem penghargaan ini dapat dikatakan
psikologis,
sebagai Supporting Generating Factor
karyawan
termasuk tentang
"kepercayaan".
persepsi/ide
"keadilan" Sebuah
dan sistem
tercapai,
tetapi
harus
(SGF) atau sebagai moderator dalam penciptaan
kepuasan
kerja
seorang
dipandang adil adalah merupakan salah
karyawan. Sedangkan kinerja in-role
satu komponen kunci dari kontrak
dapat dikatakan sebagai Achievement
psikologis di sisi lain juga perlu
Generating Factor (AGF) atau sebagai
mematuhi
faktor penentu terciptanya kepuasan
peraturan
pemerintah,
lingkungan bisnis yang tidak pasti saat ini, dan tujuan organisasi. Dengan kata lain,
harus
fleksibel,
seperti
yang
Richard Johnston katakan, Direktur Sumber
Daya
Manusia
Rekayasa,
kerja karyawan. VI.
Kepuasan Kerja, Kohesivitas, dan Kinerja Ekstra/Extra-role Performance
bahwa: "Tidak ada sistem pembayaran
Kepuasan kerja merupakan suatu
yang baik, hanya ada serangkaian yang
reaksi emosional yang kompleks, yang
buruk.” Caranya adalah dengan memilih
merupakan
akibat
dari
dorongan
keinginan, harapan
tuntutan, yang
dan
dirasakan
harapan-
karyawan, sebagai wujud kinerja in-role,
karyawan,
dan juga terciptanya kinerja ekstra/extra-
sehingga menimbulkan rasa senang, puas ataupun tidak puas. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan
pernah
mencapai
kematangan
psikologis dan pada gilirannya akan menjadi frustrasi. Karyawan seperti ini akan
sering
melamun,
mempunyai
semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan bosan, emosi kurang stabil, sering absen, melakukan kesibukan yang tidak ada
hubungannya
dengan
pekerjaan/tanggung jawab yang harus dilakukannya. yang
Sedangkan
mendapatkan
biasanya
akan
karyawan
kepuasan
mempunyai
kerja catatan
kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan,
dan
kadang-kadang
berprestasi lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja memiliki arti penting bagi karyawan maupun perusahaan/organisasi
karena
dapat
menciptakan
positif
dalam
kondisi
role. Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa pemahaman saat ini anteseden dan konsekuensi dari kinerja harus diubah
untuk
memperhitungkan
perbedaan antara peran/tugas utama dan kinerja ekstra/extra-role performance. Fokus baru pada kinerja ekstra adalah merupakan
perkembangan
penting
karena beberapa alasan: (1) kinerja ekstra
telah
ditunjukkan
mempengaruhi
evaluasi
dapat kinerja
karyawan (MacKenzie, et al., 1993); (2) kinerja
ekstra
berpengaruh
telah
terhadap
ditemukan keefektifan
organisasi secara keseluruhan dan/atau keberhasilannya
(Podsakoff,
et
al.,
1997); (3) yang paling penting adalah bahwa kinerja ekstra memiliki hubungan yang berbeda secara fundamental dengan kinerja in-role dalam hal sikap kerja, persepsi peran, dan perputaran tenaga kerja (Organ, 1990).
lingkungan kerja yang dapat mendorong
Konsep kinerja ekstra ini sesuai
para karyawan untuk mencapai kinerja
dengan social resources theory (Lin,
yang optimal. Kinerja optimal adalah
1999) yang menyebutkan bahwa dalam
kinerja
mencerminkan
suatu relasi sosial terdapat sumber daya
tercapainya tugas dan tanggung jawab
yang dapat diakses dan digunakan oleh
yang
dapat
seseorang.
Posisi
seseorang
dalam
oleh Dolan (2005) tentang pertukaran
struktur interaksi akan memudahkan dia
sosial
memperoleh
didasarkan
sumber
daya
yang
(social-exchange),
yang
pada
norma
resiprokal,
individu
akan
membantu
diperlukan, yang memungkinkan dia
seperti:
bekerja dengan lebih baik. Hal ini
individu lain yang juga membantu
didasarkan pada asumsi bahwa, setiap
dirinya. Individu yang memiliki persepsi
orang memiliki keterbatasan, sehingga
bahwa
organisasi
dia
mereka
secara
akan
membutuhkan
dukungan,
memperlakukan
adil,
akan
lebih
informasi, bahkan sumber daya dari
mengembangkan hubungan pertukaran
rekan
sosial
kerja
untuk
menunjang
dibanding
individu
lainnya.
pekerjaanya. Jika seorang karyawan
Konsep ini hampir sama dengan apa
memiliki interaksi yang baik dengan
yang
rekan kerja akan memiliki posisi dalam
keanggotaan organisasi (Organizational
hirarki
Citizenship
yang
memungkinkan
dia
disebut
dengan
Behavior/OCB)
perilaku
yang
berhubungan dengan banyak orang,
dikemukakan oleh (Moore dan Love,
network ties yang dimilikinya dapat
2005). OCB adalah perilaku individu
memberikan akses pada informasi dan
yang
sumber daya yang diperlukan untuk
memilih atau menentukan, dan walaupun
mendukung
Dengan
tidak dihargai oleh sistem penghargaan
dalam
formal secara langsung, secara agregat
demikian,
kinerjanya. posisi
seseorang
mempunyai
kebebasan
untuk
struktur interaksi akan menyebabkan
akan
dia dapat memperoleh dukungan lebih
organisasi/perusahaan
besar,
mampu
OCB juga merupakan perilaku-perilaku
melaksanakan pekerjaan dengan baik.
individu yang tidak spesifik dan tidak
Hal ini terjadi karena dukungan yang
diharapkan,
dia
kerja
menghasilkan penyelesaian tugas yang
memampukan dia untuk menggunakan
melebihi apa yang diharapkan (Dolan,
waktu
2005).
sehingga
peroleh
kerja
dari
secara
dia
rekan
lebih
efektif,
sehingga kinerjanya semakin baik. Konsep kinerja ekstra/extra-role juga konsisten dengan apa yang dikemukakan
meningkatkan
akan
secara
tetapi
fungsi efektif.
dapat
Seorang karyawan akan bersedia melakukan kinerja ekstra bila merasa puas dari apa yang dia dapatkan dari
organisasi. Meskipun hal ini juga tidak
menyukai satu sama lain dan bahkan
otomatis akan dapat dijalankan, karena
mungkin terjadi perbedaan pendapat.
masih ada hal lain yang menjadi
Sementara Forsyth (1999) menyatakan
pendukung
bahwa
untuk
melakukan
kesediaanya
kinerja
kelompok
yaitu
merupakan kesatuan yang terjalin dalam
kebersamaan
kelompok, menikmati interaksi satu
(kohesivitas) diantara para karyawan
sama lain, dan memiliki waktu tertentu
yang terlibat.
untuk bersama dan di dalamnya terdapat
ada/tidaknya
ekstra,
kohesivitas
rasa
McShane
&
semangat kerja yang tinggi.
Glinow
(2003)
kohesivitas
sebagai
Berdasarkan beberapa pendapat di
perasaan daya tarik individu terhadap
atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kelompok dan motivasi mereka untuk
kohesivitas kelompok kerja merupakan
tetap bersama kelompok, dimana hal ini
daya tarik emosional sesama anggota
menjadi
dalam
kelompok kerja dimana adanya rasa
keberhasilan kelompok. Karyawan akan
saling menyukai, membantu, dan secara
merasa kompak ketika mereka percaya
bersama-sama saling mendukung untuk
bahwa setiap anggota dalam kelompok
tetap bertahan dalam kelompok kerja
akan membantu menyelesaikan tugas
dalam mencapai satu tujuan.
mendefinisikan
faktor
penting
mereka, saling mengisi, atau memberi dukungan
sosial
selama
Sedangkan
Greenberg
menyatakan
bahwa
kritis. (2005)
kohesivitas
kelompok kerja adalah perasaan dalam kebersamaan antar anggota kelompok.
Forsyth
(1999)
mengemukakan
bahwa kohesivitas kelompok memiliki 4 (empat) dimensi, yaitu: a. Kekuatan sosial b. Kesatuan dalam kelompok
Tingginya kohesivitas kelompok kerja berarti tiap anggota dalam kelompok saling berinteraksi satu sama lain,
c. Daya tarik d. Kerja sama kelompok
mendapatkan tujuan mereka, dan saling membantu di setiap pertemuan, dan bila
Kohesivitas
kelompok
juga
kelompok kerja tidak kompak, maka
merupakan suatu rasa "ke-kita-an/ke-
tiap anggota kelompok akan saling tidak
kami-an"
dalam
kelompok
yang
mengatasi
perbedaan
motifnya
dalam
individu
kelompok.
dan
ekstranya, tetapi harus didukung oleh
secara
kebersamaan kelompok (kohesivitas)
singkat, kohesivitas kelompok adalah
yang
"sense of belonging".
kohesivitas ini dapat dikatakan sebagai
Berdasarkan kerangka konsep di atas, maka dapat dijelaskan bahwa untuk dapat menciptakan kinerja ekstra, yaitu perilaku kerja yang bukan bagian deskripsi kerja, tidak terkait dengan penggajian,
tapi
membuat
fungsi
organisasi menjadi lebih efektif, akan didapat dari para karyawan yang puas. Namun
demikian,
karyawan
ada
di
organisasi,
sehingga
Supporting Generating Factor (SGF) atau
sebagai
moderator
dalam
menumbuhkan kinerja ekstra seorang karyawan. Sedangkan kepuasan kerja dapat dikatakan sebagai Achievement Generating Factor (AGF) atau sebagai faktor penentu terciptanya kinerja ekstra dari para karyawan.
yang
Dari berbagai kerangka pemikiran di
memiliki kepuasan kerja tidak akan
atas, maka dapat disusun model graphis
otomatis bersedia melakukan kinerja
sebagai berikut:
Gambar 2: Model Strategi Coping dalam menghadapi Konflik Pekerjaan Keluarga untuk mencapai Kinerja Optimal
Kinerja Inrole ProblemFokus Sistem Penghargaan
Konflik PekerjaanKeluarga
Kepuasan Kerja
Kinerja Extra-role
Kohesivitas
Religious Coping
Sumber: diadopsi dari berbagai referensi
VII.
Agenda Penelitian Mendatang
Kerangka pemikiran ini merupakan sebuah karya konseptual dan karena itu berisi cara pandang penelitian untuk dapat
dijadikan
mendapatkan Oleh
karena
dasar
justifikasi itu,
dibangun dalam model konseptual ini, akan memberikan kontribusi nyata pada pengembangan ilmu manajemen sumber daya manusia.
dalam
Demikian kerangka pemikiran
empiriknya.
ini disajikan, semoga dapat menjadi
hipotesis
dan
masukan untuk pengembangan model
pertanyaan
penelitian
dapatlah
penelitian
dikembangkan
lebih
lanjut
menjadi
manajemen
empirik.
Uji-uji
agenda
penelitian
empirik atas konstruk-konstruk yang
Lebih
dari
baru
dalam
sumber itu,
daya
riset-riset manusia.
diharapkan
dapat
menjadi masukan untuk kerangka kerja
manajerial dalam mengelola sumber
Procedural Justice, Trust, and
daya manusia pada umumnya, dan
Organizational Citizenship
penciptaan
Behavior. Reveu de Gestion
kinerja
pegawai
yang
optimal pada khususnya. Daftar Pustaka Bratton, J., & Gold, J. 2007. Human resource management: Theory and practice. (4th ed.).Basingstoke, Hampshire, UK: Palgrave Macmillan. Basingstoke, Hampshire, UK: Palgrave Macmillan.
des Resources Humaines, 57, 79-89. Dull, V.T & Skokan,L.A. 1995. A Cognitive
Model
of
Religion’s
Influence
on
Health. Journal of Social Issues, 51, 49-64. Etzion, D. & Bailyn, L. 1994. Patterns of Adjustment to The Career/Family Conflict
Burke, R.J. 1994. Stressful Events,
of Technically Trained
Work-Family Conflict,
Women in the USA and
Coping, Psychological
Israel. Journal of Applied
Burnout and Well-Being
Social Psychology, vol. 24,
among Police Officers.
1520-1549.
Psychological Reports, vol. 75, 787-800. Burke, R.J. & Greenglass, E.R.
Folkman, S., et al. 1986. Dynamics of A Stressful Encounter: Cognitive Appraisal, Coping,
2001. Hospital restructuring,
and Encounterm Outcomes.
Work-Family Conflict and
Journal of Personality and
Burnout among Nursing
Social Psychology, 50, 992-
Staff. Psychology and
1003.
Health, vol. 16, 583-594. Dolan, Tzafrir, Baruch. 2005.
Gerdes, E.P. 1995. Women Preparing for Traditionally
Testing the Causal
Male Professions: Psysical
Relationship between
and Psychological Symptoms
Associated with Work and
American
Home Stress. Sex Roles,
513-524.
vol.32, 787-807
Idler,
Gibson, James L. et al.1997.
E.L.
Psychologist, 44,
1987.
Religious
Involvement and The Health
Organisasi, Bina Rupa Aksara, Edisi 8
of Elderly: Some Hypotheses and An Initial Test. Social
Greenberg, J. 2005. Managing
Forces, 66, 226-238.
Behavior in Organization. Pearson Prentice-Hall. New
Kossek, E.E. & Ozeki, C. 1999.
Jersey.
Bridging The Work-Family Policy an Productivity Gap:
Greenhause, J.H. Callanan. G.A. &
A
Literature
Review.
Godshale, V.M. 1999. Career
Community
Management Third Ed
Family, vol 2, 7-32.
Philadelphia: The Dryden
and
Lazarus, R.S. & Folkman, S. 1984.
Press P; 297
Stress, Appraisal, and Coping. New
Handoko, T.H. 2000. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, edisi II, BPFE, Jogjakarta.
York: Springer. MacKenzie, S.B., Podsakoff, P.M., and Ahearne, M. 1998. Some Possible
Hertog, J.F.D. 2001. The Knowledge
Antecedents
Extra-Role
Intelligent
Performance.
Business Series
of
Technology Management, 2, 22-67
and
Consequences of In-Role and
Enterprise, Implementation of
Strategies,
Work
Salesperson Journal
of
Marketing,62; 87-98. MacKenzie, S.B., Podsakoff, P.M., and Paine, J.B. 1999. Do
Hobfoll, S.E. 1989. Conservation of
Citizenship Behaviors Matter
Resources: A New Attempt at
More for Managers Than for
Conceptualizing
Salespeople. Journal of the
Stress.
Academy
of
Behavior and The Quantity
Marketing
Science, 27 (4); 390-410.
and Quality of Work Group Performance. Journal of
McShane & Glinow. 2003.
Applied Psychology, 82 (2);
Organizational Behavior. McGraw Hill,
262-270.
USA.
Moore, Love. 2005. IT Professionals as Organizational Citizenship. Communication of the ACM,
Rahman, A. 1995. Islam: Ideology and The Way of Life. Kuala Lumpur: AS Nordeen.
48, 89-93.
Richard Johnston's Quote at the end of the article is from the Bratton and Gold
Neal, M.B. & Hammer, L.B. 2006.
text.. .
Working Couples Caring for Children and Aging Parents:
Robbin, S.P. and Timothy, A.J.
Effects on Work and Well-
2009. Organizational
Being, Lawrence Erlbaum,
Behavior. Pearson Education,
Mahwah, NJ.
Inc. New Jersey.
Noor, N.M. 2006. Locus of Control, Supportive Workplace Policies and Work-Family Conflict. Psychologia, 49, 48-60. Organ, Dennis. W. 1990. The Subtle Significance of Job Satisfaction. Clinical Laboratory Management Review, 4 (1); 94-98.
Podsakaff, et al. 1997. Organizational Citizenship
Rotondo, D.M., Carlson, D.S. & Kincaid, Kincaid,J.F. 2002. Coping with Multiple Dimensions of Work-Family Conflict. Personnel Review, vol. 32. No. 3, 275-296. Torrington, D., Hall, L., & Taylor, S. 2005. Human resource management (6th th . ed.). Harlow, Essex, UK: Prentice-
Hall. Harlow, H Esseex, UK:
M Models for Superior
Prentice-Hall, Inc.
P Performance. John Willeey & S Sons, Inc, NY Y, USA.
Schermerhorn n, McCharty y. 2004. Enhan ncing Perform mance
Anderson, S.E E. Williamss, L.J. and A
Capaccity in the Workplace: W A
1991. Job Sattisfaction annd
Reflecction of the Significance S e
O Organizationnal Commitm ment
of the Individual, Irish I
aas Predictors of
Journa al of Manag gement, 25,
O Organizationnal Citizenshhip
45-60.
aand In-Role B Behaviors. JJournal of M Management,
L. and Spenccer, M.S. Spencer, M.L 1993. Competencee at Work:
17(3):601-617.