STRATEGI BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR YANG RENDAH PADA SISWA UNDERACHIEVER
Novi Yulistian Jurusan Psikologi Pendidikan Dan Bimbingan Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
Abstrak Keberadaan anak underachiever merupakan salah satu fenomena yang sampai saat ini masih terjadi di Indonesia. Seorang anak dapat dikategorikan underachiever ketika terjadi ketidaksesuaian antara kapasitas intelektual yang mereka miliki yang ditunjukkan dengan IQ di atas 130 dengan prestasi akademik yang mereka raih di sekolah. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di Sumedang pada seorang siswa berusia 15 tahun yang memiliki IQ 145 tetapi prestasi di kelasnya tidak menunjukkan keistimewaan (underachiever), dapat diketahui bahwa anak yang anak underachiever cenderung memiliki motivasi yang rendah sehingga prestasi yang ia capai di sekolah rendah. Semakin rendah motivasi belajar seseorang maka semakin rendah pula prestasi yang
dimiliki, dan sebaliknya semakin tinggi motivasi
belajar seseorang maka seseorang akan memiliki prestasi yang tinggi pula. Keberadaan anak underachiever di sekolah tentu harus mendapatkan perhatian yang berbeda dari para guru, terutama dari guru bimbingan dan konseling (konselor sekolah). Ada beberapa upaya bantuan/strategi bimbingan dan konseling yang dapat diberikan oleh seorang konselor, baik itu upaya preventif yang ditujukan kepada siswa gifted agar tidak mengalami underachiever, dan dapat juga diberikan upaya kuratif pada anak yang underachiever agar mereka dapat meningkatkan motivasi belajar sehingga mendapatkan prestasi yang baik di sekolah. Upaya preventif yang dapat dilakukan oleh konselor yaitu dengan UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling melalui teknik role playing, karena penggunaan role playing dapat membantu siswa dalam mencapai tujuantujuan afektif. Sedangkan untuk upaya kuratif, konselor dapat memberikan lembar isian pada siswa underachiever. Lembar isian itu adalah berupa selembar kertas yang berisi tiga kolom (reality, responsibility, dan right and wrong). Keywords: Undearachiever, motivasi belajar rendah, bimbingan dan konseling.
Pendahuluan Intelegensi merupakan salah satu faktor yang bisa diprediksikan sebagai penyebab utama dalam pencapaian prestasi belajar. Dalyono (Djamarah, 2002; dalam Sulistiana, 2011) menyebutkan bahwa seorang yang memiliki IQ tinggi umumnya mudah dalam belajar dan hasilnya cenderung baik. Namun kenyataannya, banyak siswa yng memiliki tingkat intelegensi tinggi mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan memiliki prestasi di bawah potensi yang dimilikinya. Dalam konteks bimbingan dan konseling ini dikenal dengan istilah underachiever. Salah satu faktor yang menjadi penyebab siswa underachiever ini adalah kurangnya motivasi untuk belajar. Berdasarkan angka-angka statistik menunjukan bahwa sekitar 30% siswa yang tidak dapat menyelesaikan studinya di tingkat SMA memiliki tingkat kecerdasan lebih dari 130 (Sulaiman, 2007; dalam Firdiasih, 2009). Depdikbud (1997) mengatakan bahwa siswa yang dikategorikan gifted mengalami “underachiever” pada SD dan SMP sebesar 2 - 5% dan SMA sebesar 8% (Depdikbud: 1997). Berdasarkan penomena di atas, kiranya diperlukan suatu upaya preventif dan kuratif dari bimbingan dan konseling untuk meningkatkan motivasi belajar pada siswa yang memiliki IQ tinggi (gifted) agar mereka dapat mencapai prestasi yang baik sesuai dengan kapasitas intelektual yang dimilikinya,
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
Pembahasan 1. Konsep Dasar Gifted a. Pengertian Gifted Beberapa psikolog dan pendidik mendefinisikan anak yang cerdas secara primer didasari oleh tingkat intelektual yang tinggi. Skor Intelligent quotient (IQ) dari anak cerdas menurut mereka dapat diklasifikasikan antara 130-140. (Narramor, 1966:100) b. Karakteristik anak gifted Beberapa karakteristik yang lebih umum dari anak cerdas menurut Narramor, 1966 adalah sebagai berikut: 1) Mudah dalam belajar
2) Memiliki pemahaman yang luas
3) Ingat apa yang dia telah pelelajari
4) Memiliki rasa ingin tahu yang besar
5) Berpikir dalam hal abstrak
6) Memiliki kosakata banyak
7) Memiliki
8) Suka membaca
kesulitan
menyesuaikan diri 9) Berprestasi di sekolah
10) Tampak maju secara fisik untuk usianya
11) Lebih
memilih
teman
12) Memilih teman yang pandai
bermain yang lebih tua 13) Menyamaratakan
dengan
14) Menyukai sekolah
mudah 15) Mengatur materi dan ide dengan mudah 17) Sangat kreatif 19) Memahami
16) Memiliki rasa humor yang sangat baik 18) Memahami unsur waktu
konsep-konsep
20) Cakap dalam berbagai hal
ini pada usia lebih dini
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
c. Etiologi (Faktor Penyebab) Peneliti setuju bahwa faktor keturunan memainkan peran yang dominan dalam keceradasan istimewa. Orang tua cerdas adalah seperti lebih mungkin untuk memiliki anak cerdas daripada orang tua rata-rata atau dibawah rata-rata. Pengalaman hidup awal dapat mempengaruhi kinerja anak pada tes kecerdasan. (Narramor, 1966:102)
2. Konsep Dasar Underachiever a. Definisi Underachiever Menurut Raph, Goldberg, dan Passow (1966) dan Davis dan Rimm (1989) dalam Delisle dan Berger (1990) telah mendefinisikan prestasi rendah (underachiever) adalah jika ada ketidaksesuaian antara prestasi sekolah anak dengan indeks kemampuannya sebagaimana nyata dari tes intelegensi, prestasi atau kreativitas atau dari data observasi, dimana tingkat prestasi sekolah nyata lebih rendah daripada tingkat kemampuan anak. Dalam pengertian yang lebih luas, individu yang berprestasi kurang (underachiever) adalah individu yang tak bermotivasi. Mereka secara konsisten tidak menunjukkan usaha, bahkan mereka cenderung bekerja jauh di bawah potensinya. Dengan demikian, masalahnya bukanlah terletak pada kemampuan, melainkan terletak pada sikapnya. Mereka cenderung menghabiskan kesempatannya, sehingga melupakan masa depannya. Mereka biasanya menolak, melalui tindakannya, bahwa apa yang mereka lakukan sekarang memiliki dampak bagi masa depannya. (Wahab 2005) b. Karakteristik Underachiever Rimm dan Whitmore (Munandar, 2002; dalam Sulistiana, 2009) mengungkapkan karakteristik siswa underachiever adalah sebagai berikut: 1) Karakteristik primer: rasa harga diri yang rendah. Mereka tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki dan merasa tidak mampu melakukan apa yang menjadi harapan orang tua dan guru terhadap mereka. 2) Karakteristik sekunder: perilaku menghindar. Rasa harga diri yang rendah mengakibatkan perilaku menghindar yang non produktif baik di
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
sekolah maupun di rumah. Dengan perilaku menghindar mereka melindungi diri dari pengakuan bahwa mereka tidak mampu. 3) Karakteristik tersier. Karena siswa underachiever menghindari usaha dan prestasi untuk melindungi rasa harga diri mereka yang rentan, maka timbul karakteristik tersier berupa kebiasaan buruk yang diperlihatkan di sekolah. c. Kriteria Underachiever Silvia
B
Rimm
(Sulistiana:
2009)
mengemukakan
kriteria
siswa underachiever dengan membandingkan skor IQ yang dimiliki siswa dengan prestasi akademik yang diperoleh dari nilai rata-rata raportnya. Adapun
batasan
yang
digunakan
untuk
membatasi
luasnya underachiever pada siswa adalah sebagai berikut: Kategori Underachiever Kategori
IQ
Prestasi
Jauh di bawah rata-rata
Di bawah 80
0 – 15
Di bawah rata-rata
80 – 89
16 – 29
Rendah rata-rata
90 – 94
30 – 44
Rata-rata
95 – 104
45 – 55
Rata-rata tinggi
105 – 109
56 – 69
Di atas rata-rata
110 – 119
70 – 79
Unggulan
120 – 129
80 – 89
Sumber: Why Bright Kids Get Poor Grades (1995, 2000 : 218) d. Penyebab Underachiever Menurut
Firdiasih
(2009)
faktor-faktor
siswa underachiever terdiri dari: 1) Kondisi Fisik 2) Kondisi psikis. 3) Keluarga 4) Sekolah 5) Teman Sebaya 6) Masyarakat UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
penyebab
3. Kasus Konseli W (15 tahun) adalah seorang anak tunggal, orangtuanya telah bercerai sejak konseli masih berusia 3 tahun, dan sejak orang tuanya bercerai konseli tinggal bersama nenek dan kakeknya. Konseli jarang bertemu dengan ayahnya karena ayah konseli telah menikah lagi. Sedangkan dengan ibunya, konseli sudah sepuluh tahun tidak bertemu dengan ibunya. Dari hasil psikotes menunjukkan bahwa IQ konseli 145, dari hasil IQ tersebut dapat dikatakan konseli adalah siswa yang sangat cerdas (sangat superior) atau dapat dikatakan gifted. Konseli memiliki kecerdasan yang sangat tinggi, tetapi menunjukkan prestasi yang rendah di kelasnya. Konseli tidak mendapatkan ranking di kelasnya. Dari hasil rapotnya menunjukkan nilai konseli hanya sedikit lebih tinggi dari batas kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditentukan pihak sekolah yaitu 80 untuk kelas akselerasi, sedangkan idealnya dengan IQ yang dimilikinya konseli harus mampu mendapat nilai minimal 90 pada setiap mata pelajaran. Penilaian konseli terhadap dirinya sendiri baik, konseli merasa yakin kalau sebenarnya dirinya itu mampu untuk berprestasi di sekolah, tetapi konseli menyadari bahwa selama masuk SMA usaha/belajar yang dilakukannya itu masih sangat kurang dari kata optimal. Keinginan untuk berprestasi dimiliki oleh konseli, tapi konseli merasa tidak memiliki dorongan/motivasi untuk mewujudkan keinginannya tersebut. Di sekolah, konseli tidak mengikuti ekstrakulikuler, karena konseli merasa ekstrakulikuler di sekolah itu tidak menarik dan cenderung membosankan. Konseli tidak memiliki ketertarikan untuk mengikuti berbagai kegiatan di luar jam sekolah. Begitu pula saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, konseli sering terlambat mengumpulkan tugas. Ketika mengerjakan tugas pekerjaan rumah (PR) konseli terkadang tidak sampai menyelesaikan pekerjaannya tersebut.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
4. Treatment 1. Treatment kuratif a. Dari Para Ahli Dalam upaya meningkatkan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever) Surozaq (2010) berupaya untuk memberikan perlakuan yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa berprestasi kurang (underachiever), adalah melalui kegiatan layanan bimbingan kelompok dengan teknik diskusi kelompok. Melakukan proses konseling kelompok realita yang meliputi 5 tahapan sebagai berikut: 1) Keterlibatan dan penstrukturan kelompok 2) Eksplorasi data: perilaku konseli sekarang (apa yang dilakukan konseli akhir-akhir ini sehingga menimbulkan masalah) 3) Pertimbangan nilai atau evaluasi terhadap baik-buruk, untung rugi perilaku yang sekarang 4) Rencana pengembangan perilaku baru dan pelaksanaannya 5) Evaluasi pelaksanaan dan tindak lanjut, yang gagal tidak boleh dimaafkan namun juga tidak boleh diberi hukuman b. Prognosis Kuratif Prognosis strategi bimbingan dan konseling yang dapat dilakukan konselor terhadap siswa underachiever adalah dengan memberikan lembar isian sebagai berikut: 1) Konselor menyediakan selembar kertas yang berisi tiga kolom (reality, responsibility, dan righ and wrong) 2) Konselor meminta konseli untuk mengisi kolom pertama (reality) dengan hal apa saja yang telah dilakukan konseli akhir-akhir ini yang berkaitan dengan kegiatan belajar konseli. 3) Selanjutnya pada kolom responsibility, konseli diminta untuk menuliskan bagaimana tanggung jawab yang dirasakan konseli atas kegiatan belajarnya. Konseli diajak untuk belajar menuliskan perilaku yang lebih bertanggung jawab dibandingkan dengan perilaku yang mereka miliki seberlumnya.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
4) Dan pada kolom ketiga righ and wrong konselor meminta konseli untuk memberikan penilaian benar atau salah, merugikan atau tidak atas setiap perilaku yang telah dituliskan pada kolom pertama dan kolom kedua. 5) Selanjutnya konselor meminta konseli untuk menuliskan tujuan, rencana spesifik atas perilaku mereka serta meminta konseli untuk membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya. 6) Konselor meminta konseli untuk menuliskan jadwal aktivitas belajar yang akan dilakukan konseli dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkannya. 7) Konseli diminta untuk menyebutkan reward apa yang akan konseli berikan pada diri sendiri ketika tujuan tercapai. (self reward) 8) Konseli diminta untuk menentukan kapan akan memulai aktivitas dalam rangka mencapai tujuannya. 2. Prognosis Preventif a. Rasional Montgemery (Surozaq, 2010) menyatakan bahwa siswa yang mencapai prestasi kurang (underachiever) tidak termotivasi belajar disekolah sehingga meraih prestasi dibawah harapan dalam salah satu pelajaran, sebagian atau keseluruhan. Menurut Surozaq (2010) Salah satu cara yang digunakan oleh konselor didalam menyelesaikan masalah anak yang mengalami berprestasi kurang (underachiever) tersebut yaitu dengan terapis realita, selain dengan terapis realita, untuk membangun motivasi belajar siswa juga dapat diberikan melalui teknik role playing (bermain peran), teknik diskusi, maupun permainan. (Akhmad Sudrajat, 2008). Dari beberapa teknik di atas, yang akan digunakan untuk membangun motivasi belajar siswa untuk mencegah underachiever yaitu dengan menggunakan teknik role playing (bermain peran).
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
Role playing atau bermain peran adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok. (Effendy, 1998:240). Davies (dalam Zifana, 2008 dalam Irawati, 2011) mengemukakan bahwa penggunaan role playing dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan-tujuan afektif.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan pada seorang siswa yang memiliki IQ 145 di salah satu SMA Negeri di Sumedang, siswa ini tergolong siswa underachiever, hal ini dapat diketahui dari ketidaksesuian antara kapasitas intelektual yang dimiliki dengan prestasi akademik yang dicapai di sekolahnya. Faktor penyebab anak underachiever salah satunya adalah motivasi belajar yang rendah, oleh karena itu upaya dapat dilakukan untuk membantu siswa underachiever agar memiliki prestasi yang baik sesuai dengan IQ yang dimilikinya adalah dengan meningkatkan motivasi belajarnya. Adapun upaya bantuan bombingan dan konseling yaitu dengan upaya prefentif dan kuratif. Upaya prefentif ditujukan untuk mencegah agar siswa yang gifted tidak mengalami underachiever, sedangkan upaya kuratif merupakan upaya bantuan agar siswa yang underachiever dapat meningkatkkan motivasi belajarnya disekolah.
Daftar Pustaka VC Delisle dan Sandra L. Berger. 1990. Underachieving Gifted Students. Reston, VA: ERIC Clearinghouse on Disabilities and Gifted Education. Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Fatayanti dan Eko Darminto. 2010. Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Surabaya: Fakultas Ilmu Pendidikan UNESA.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
Firdiasih, Tol’ah Aeni. (2009). Underachiever. [online]. Tersedia: http://mp3underachiever.blogspot.com/. [24 Mei 2012] Irawati, Rina. 2011. Kuliahnya Asik Bu. [onlinr]. Tersedia di: http://blog.stie-
mce.ac.id/rina/2011/06/29/kuliahnya-asyik-bu/. (8 April 2012) Muhammad, Amril. 2011. Memahami Anak Cerdas/Berbakat Istimewa (CI+BI). [online].
Tersedia
di:
http://mpfipunj.com/blog/blog-dosen/122-
memahami-anak-cerdasberbakat-istimewa-cibi.html. (4 April 2012) Nulhakim, T. Rusman. 2010. Program Akselerasi Bagi Siswa Berbakat Akademik. [online]. Tersedia di: http:// malingkecerdasan.blogspot.com/ 2010_05_ 06_archive.html. (27 Mei 2012) Satria, Hariqo Wibawa dan Riqo WS. 2009. Menggagas Pendidikan Terbaik Bagi Anak Gifted. [online]. Tersedia di: https://docs.google.com/file/ d/0B0DzYHG2OCZ1VjIwQ3owZThRTi1aYml2cWpPMjN6QQ/edit.
(4
April 2012) Sulistiana,
Dewang.
(2009). Program
Bimbingan
Bagi
Siswa
Underachiever. Skripsi Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Surozaq, Eko Abdul. 2010. Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk
Meningkatkan
Motivasi
Belajar
Siswa
Berprestasi
Kurang
(Underachiever). Surabaya: SD Al Hikmah. Wahab, Rochmat. 2005. Anak Berbakat Berprestasi Kurang (The Underachieving Gifted) dan Strategi Penanganannya. Jakarta: Direktorat Pendidikan Luar Biasa Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Biografi Penulis Nama saya Novi Yulistian, saya dilahirkan di Sumedang pada tanggal 9 November 1990. Saya adalah anak sulung dari dua bersaudara dari pasangan Jujun dengan Eti Hartini. Saya mempunyai satu orang adik laki-laki bernama Lukman Fahrurrazi, saat ini adik saya duduk di bangku SMP kelas 1, di SMP N 2 Buahdua. Ayah saya adalah seorang wiraswasta (penjahit) sedang ibu saya adalah UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu
seorang ibu rumah tangga. Sejak kecil, saya lebih sering tinggal bersama nenek dan kakek. Alamat asal saya di Dusun Ciliang RT: 02 RW: 01 Desa Mekarmukti Kecamatan Buahdua Kabupaten Sumedang 45392, dan saat ini saya tinggal di Gang Cempaka No. 117 RT: 02 RW: 06 Kelurahan Isola Kecamatan Sukasari Kota Bandung 40154. Saya telah menempuh pendidikan di RA Bhakti Al-Hidayah pada tahun 1996-1997 di desa Hariang, kemudian melanjutkan pendidikan di SD N Citaleus 1 tahun 1997-2003. Setelah lulus, penulis menempuh pendidikan di SMP N 2 Buahdua pada tahun 2003-2006, lalu melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Sumedang pada tahun 2006-2009, dan saat ini saya sedang menempuh pendidikan S1 di Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Pendidikan Indonesia angkatan 2009.
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA perpustakaan.upi.edu | repository.upi.edu | digilib.upi.edu | upi.edu