Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
STERILISASI DAN PROBLEM ALIRAN MASUK MODAL DI INDONESIA Aminah, Adhitya Wardhono, Mirza R. Nirmala Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Universitas Jember Jl. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto, Jember 68121 Contact:
[email protected]
Abstract This study is aimed to analyse the influencing of private capital inflow with exchange rate and inflation. Analysis methods which is used in this research is structural vector cointegrating VAR (SCVAR) with simultaneous model. Impulse response test result, showed that the shock of exchange rate is negatively responsed by private capital inflow, this is explained through indirectly exchange rate path that the depreciation of exchange rate increase the price of import goods, that causes cost push inflation. National product that depands on import goods, caused the increase of National output production cost. Central Bank intervention to overcome the distortion in the economic instability, is done through BI rate, which soon transmitted to banking rate. Interest rate differential becomes attractive power to foreign investor and speculator that has great return orientative. Current account deficit is negatively responsed by private capital inflow, it is showed by the high of Indonesian import as the implication of two cases, the first, high investation as result of great number of private capital inflow. The Second, national product is highly consists of import goods. The phenomenon of price puzzle can be seen from the supply side that is representated through forward looking of expectation from economic agent about inflation in the future. Keywords: private capital inflow, exchange rate, inflation, simultaneous and SCVAR.
1. Pendahuluan Integrasi pasar keuangan dunia menstimulasi dinamika dan mobilisasi kapital begitu rupa sehingga perlu adaptasi perubahan kebijakan suatu negara (Arif & Tohari, 2006; Roubini, 1988; Sarwono & Warjiyo, 1998). Hal ini merupakan fenomena tersendiri bagi Indonesia sebagai negara emerging markets, di antaranya kegiatan investasi dalam negeri, mempertinggi pertumbuhan ekonomi dan efek akhir pada peningkatan kesejahteraan. Capital inflow yang mengalir deras masuk ke dalam negeri membawa efek samping sebaliknya bagi perekonomian domestik di Negara Sedang Berkembang (NSB), karena masih rentannya kondisi infrastruktur sektor keuangan terhadap gangguan intenal dan extenal shock (Djauhari, 2003; Kurniati, 1998). Bagi negara penerima dampak sampingan yang diakibatkan adalah melonjaknya konsumsi domestik sebagai konsekuensi dari peningkatan kesejahteraan, tekanan inflasi serta apresiasi tingkat bunga riil yang dapat memperlebar defisit neraca berjalan (current account). 133
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Paparan beberapa studi misalkan Lee (1997), Spiegel (1995) dan Takagi (1999) menegaskan bahwa telah terjadi aliran besar modal ke emerging market oleh faktor eksternal maupun faktor internal pada akhir tahun 1980-an, tidak terkecuali ke Indonesia. Catatan yang dapat terungkap bahwa arus modal masuk sejak tahun 1990-1994 didominasi oleh Foreign Direct Investment (FDI) dan sebagian berupa Portfolio Investment yang rentan terhadap shock dan sangat berisiko terkena efek pembalikan (reversal effect). Sedangkan dari sisi arus modal swasta masuk ke Indonesia pada periode high capital inflow berupa investasi langsung sebesar 1.093 juta dolar AS, sedangkan yang berupa penanaman modal jangka pendek senilai minus 93 juta dolar AS pada tahun 1990-1995 (Hamdani, 2003). Konsekeunsi arus modal masuk mengakibatkan berkurangnya efektifitas kebijakan moneter melalui Operasi Pasar Terbuka serta membawa tingginya biaya pelaksanaan yang harus dihadapi oleh perekonomian, sehingga timbul pertanyaan mengenai efektifitas dari pelaksanaan sterilisasi capital inflow oleh Bank Sentral (Altinkemer, 1998). Sterilisasi selain membutuhkan biaya yang tinggi dalam pelaksanaannya, juga membawa risiko akan tertekannya tingkat bunga ke atas dan justru akan menimbulkan arus dana masuk yang berkelanjutan ke dalam negeri. Studi Buscaglia (2000) menegaskan bahwa sterilisasi menghasilkan peningkatan tingkat bunga yang berdampak pada peningkatan capital inflow, serta dianggap sebagai intervensi yang kurang efektif untuk mengatasi capital inflow. Sterilisasi capital inflow menimbulkan peningkatan tingkat bunga domestik dan menarik aliran dana masuk lebih lanjut lagi serta memperluas defisit fiskal. Intervensi Bank Sentral berupa sterilisasi, menuai kontroversi tentang efektif atau tidaknya dalam mengatasi dampak capital inflow yang deras. Berdasarkan studi empiris yang dilakukan oleh Cumby dan Obstfeld (1983) ditemukan hasil yang berbeda di mana dikatakan bahwa sterilisasi efektif bagi NSB dalam membatasi pertumbuhan uang dalam arti luas (M2) maupun sempit (M1). Capital inflow jangka pendek yang masuk dengan deras ke perekonomian Indonesia rentan terkena serangan baik faktor eksternal maupun internal. Intervensi sterilisasi dilakukan oleh Bank Sentral sebagai antisipasi efek aliran modal masuk jangka pendek yang terlalu deras dan dalam waktu relatif sempit. Sterilisasi capital inflow dilakukan melalui Operasi Pasar Terbuka, pengaturan ulang dari reserve requirement, konversi deposito pemerintah dan operasi swap. Telaah atas efektifitas penerapan sterilisasi masih terus dilakukan hingga kini. Momentum serta rentang waktu pelaksanaan intervensi sterilisasi juga menentukan hasil akhir dari adanya sterilisasi capital inflow di NSB. Untuk melihat pengaruh capital inflow di Indonesia dalam jangka pendek dan panjang, maka pertanyaan empiris tulisan ini adalah: a) Seberapa besar pengaruh nilai tukar, tingkat inflasi, pertumbuhan produk domestik bruto riil lag satu triwulan, defisit transaksi berjalan dan perbedaan tingkat bunga terhadap aliran modal swasta jangka pendek ke Indonesia. b) Seberapa besar pengaruh aliran modal swasta jangka pendek, tingkat inflasi, nilai ekspor dan nilai impor terhadap nilai tukar Indonesia. c) Seberapa besar pengaruh aliran modal swasta jangka pendek nilai tukar, pertumbuhan PDB riil dan tingkat bunga SBI terhadap tingkat inflasi di Indonesia. d) Bagaimana pengaruh tingkat bunga domestik, nilai tukar riil dan tingkat bunga internasional terhadap aliran modal swasta jangka pendek ke Indonesia.
134
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
2. Metode Penelitian Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan berupa data runtut waktu secara triwulan dalam periodesasi pengamatan tahun 1998.1-2007.1. Data dalam penelitian ini diperoleh dari studi literatur Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), International Financial Statistics (IFS). Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2003). Untuk mengetahui pengaruh sterilisasi capital inflow terhadap nilai tukar dan tingkat inflasi, maka dilakukan estimasi persamaan simultan dilakukan dengan metode dua langkah atau 2SLS (Two Stage Least Sguares), sehingga diperoleh model sebagai berikut: AMSt NTt IHKt
= a10 + a11NT^t + a12 IHK^t + a13 PDBt-1 + a14DNTBt + a15PSBt + e*1t ……………………………………. (1) = b20 + b21AMS^t + b22 IHK^t + b23EKSPt + b24IMJSt + e*2t ……... .(2) = g30 + g31AMS^t + g32 NT^t + g33 PDBt + g34SBIt + e*3t ..…….. (3)
Variabel endogen: AMS = Nilai aliran modal swasta triwulanan; NTt = Nilai tukar rupiah per US $ triwulanan; IHKt = Indeks Harga Konsumen triwulanan. Variabel Eksogen: PDBt-1 = Produksi Domestik Bruto riil lag satu triwulanan; DNTB = Defisit transaksi berjalan satu triwulanan; PSBt = Perbedaan suku bunga domestik dan luar negeri triwulanan; e*1t = Error term persamaan (1); EKSPt = Nilai ekspor barang dan jasa triwulanan IMJSt = Nilai impor barang dan jasa triwulanan e*2t = Error term persamaan (2); PDBt = Produksi Domestik Bruto riil triwulanan; SBIt = Tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia triwulanan; e*3t = Error term persamaan (3).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode 2SLS (Two Stage Least Squares), metode persamaan tunggal karena adanya korelasi antara variabel gangguan dan variabel-variabel bebas. Metode ini digunakan ketika model persamaan simultan adalah terlalu teridentifikasi. Variabel-variabel bebas yang berkorelasi dengan error term diganti dengan nilai-nilai taksirannya sendiri dengan memperhitungkan seluruh variabel eksogen. Langkah kedua, seluruh parameter struktural kemudian ditaksir dengan menerapkan OLS pada persamaan-persamaan yang sudah ditransformasikan. Hasil taksiran 2SLS adalah konsisten dan tidak bias secara asimptotik yaitu terdistribusi semakin kecil pada nilai parameter struktural dengan semakin banyaknya jumlah sampel (Gujarati, 2003; Mulyono, 2000; Widarjono, 2005). Metode structural cointegrating VAR (SCVAR) bertujuan melihat keterkaitan antar variabel melalui pengembangan model makro struktural jangka panjang yang diaproksimasi menggunakan log linier dengan variabel gangguan yang menampakkan deviasi hubungan 135
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
jangka panjang dari perwujudannya. Deviasi ini disebut struktural syok jangka panjang (Garratt et.al dalam Indrawati, 2006). Aplikasi model struktural antara variabel makro diestimasi menggunakan model SCVAR dengan formulasi (Garratt et.al dalam Indrawati, 2006; Solikin, 2005): s-1
Δxt = b - α
+ ∑ Γi Δxt-j + Ɛ t j=1
dimana adalah error correction term dan x t = (AMS, NT, IHK, PDB(-1), DNTB, PSB, X, M, PDB, SBI), dalam hal ini AMS adalah aliran modal masuk, NT adalah nilai tukar riil rupiah terhadap dolar AS, IHK adalah inflasi domestik, PDB(-1) adalah pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya, DNTB adalah defisit neraca transaksi berjalan, PSB adalah perbedaan suku bunga deposit Indonesia dengan AS, X adalah ekspor barang dan jasa, M adalah impor barang dan jasa, PDB adalah pertumbuhan ekonomi dan SBI adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia.
3. Hasil Analisis Data dan Pembahasan 3.1 Uji Identifikasi Persamaan Simultan Metode identifikasi merupakan metode yang secara cepat mampu menentukan dapat tidaknya suatu persamaan simultan diestimasi. Tiga poin yang mungkin terjadi terhadap persamaan simultan yaitu tidak teridentifikasi (unidentified), teridentifikasi (identified) dan terlalu teridentifiksi (overidentified). Tabel 1 berikut ini menjelaskan hasil uji identifikasi dari persamaan simultan.. Untuk rumus (K - k) ... (m – 1). Tabel 1. Hasil Uji Identifikasi Persamaan Simultan K
k
M
m
(K-k)...(m-1)
= a10 + a11NTt + a12 INFLSt + a13 LGNP_LAG + a14DNTBt + a15PSBt + e*1t
7
3
3
1
(7-3)>(3-1)
= b20 + b21AMSt + b22 INFLSt + b23Xt + b24IMt + e*2t
7
2
3
1
(7-2)>(3-1)
INFLSt = g30 + g31AMSt + g32 NTt + g33 PDBt + g34SBIt + e*3t
7
2
3
1
(7-2)>(3-1)
Persamaan Simultan AMSt
NTt
Keterangan
Over Identified Over Identified Over Identified
Teknik Pendugaan
TSLS TSLS TSLS
Sumber : data sekunder diolah, 2012 3.2 Uji Stasioneritas Data Untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari otoregresif yang diamati mempunyai nilai satu atau tidak, dapat dilakukan dengan unit root test (uji akar-akar unit) yaitu uji ADF (Dickey Fuller and Augmented Dickey Fuller Test) (Insukindro, 1992). Semua variabel dalam pengamatan belum stationer pada tingkat level, yang ditunjukkan oleh data yang bergerak menjauhi nilai rata-ratanya, seperti yang terlihat pada gambar 1. Terlihat dari gambar bahwa terdapat beberapa variabel seperti nilai tukar, Inflasi, PDB, defisit neraca transaksi berjalan, ekspor dan impor yang membentuk sebuah trend positif. Variabel aliran modal swasta dan perbedaan suku bunga tidak membentuk sebuah trend. Perubahan struktural tampak sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997. Pada Gambar 1 dapat dilihat pergerakan masing-masing variabel sepanjang periode pengamatan, di mana masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Sterilisasi Capital Inflow di Indonesia Tahun 1990.1-2007.4 masih memiliki komponen trend. Komponen trend 136
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
dari tiap-tiap variabel yang diamati, dapat dilihat berdasarkan gambar bahwa data masih bergerak di luar nilai rata-rata yaitu menjauhi garis sejajar dengan angka nol.
Variabel AMS
Variabel Nilai Tukar
5000
16000
4000
14000
3000
12000
2000
Vaiabel Ekspor
300000 250000 200000
10000
1000 8000
150000
0 6000
-1000
100000
-2000
4000
-3000
2000
-4000
50000
0 90 92 94 96 98 00 02 04 06
0
90
92
94
96
98
AMS
00
02
04
06
90 92 94 96 98 00 02 04 06
NT
Variabel PDB Riil Periode Lalu
X
Variabel PSB
12.0
50
11.6
40
11.2
30
10.8
20
10.4
10
Variabel DNTB
4000 3000 2000 1000 0 -1000 -2000
0
10.0 90
92
94
96
98
00
LGNP_LAG
02
04
06
-3000
90
92
94
96
98
00 PSB
02
04
06
90 92 94 96 98 00 02 04 06 DNTB
137
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Variabel Impor
Variabel SBI
Variabel Inflasi
240000
40
300
200000
35
250
30
200
160000 25
150
120000 20
80000
15
40000
10
100 50
5
0 90 92 94 96 98 00 02 04 06
0
90 92 94 96 98 00 02 04 06
90 92 94 96 98 00 02 04 06
SBI
M
INFLS
Gambar 1. Perilaku Data Variabel pada Level
Hasil uji unit root pada masing-masing variabel ditunjukkan pada tabel 2,3,4 berikut. Uji akar-akar unit dilakukan dengan menggunakan uji Dickey Fuller, Phillip-Peron dan KPSS. Uji akar-akar unit KPSS (Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin) menggunakan hipotesis nol stasioneritas.
Tabel 2. Uji Akar-Akar Unit Augmented Dickey-Fuller Test Variabel
Lag
Aliran Modal Swasta (AMS) Nilai Tukar (NT) Inflasi (INFLS) PDB Periode Lalu (LGNP_LAG) Defisit Current Account (DNTB) Perbedaan Suku Bunga (PSB) Ekspor (X) Impor (M) PDB Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
3 0 0 0 2 0 0 0 0 0
τt -1.931.842 -2.599.427 -2.281.606 -1.735130 -2.172.334 -2.138.847 -2.768.150 -2.560.453 -1.783.784 -2.475.387
Tes Statistik (Level) τμ τ -1.820.284 -1.822.543 -1.531.537 -0.152863 -2.196.975 -0.793561 -1.956294 -0.382855 -1.229.075 -1.014.184 -1.765.996 -1.671.710* -0.024052 1.556.745 0.049967 1.255780 -1.319.387 1.436.905 -2.229.011 -1.028.907
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
138
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Tabel 3. Uji Akar-akar Unit Phillip-Peron Variabel Aliran Modal Swasta (AMS) Nilai Tukar (NT) Inflasi (INFLS) PDB Periode Lalu (LGNP_LAG) Defisit Current Account (DNTB) Perbedaan Suku Bunga (PSB) Ekspor (X) Impor (M) PDB Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Lag 3 0 0 0 2 0 0 0 0 0
Tes Statistik (Level) τt τμ τ -2.988351 -2.662824* -2.606006*** -2.599427 -1.531537 -0.152863 -2.281606 -2.196975 -0.793561 -6.632774*** -2.776484* -0.382855 -3.459634* -1.399285 -1.176625 -2.138847 -1.765996 -1.707361* -2.768150 -0.024052 1.556745 -2.560453 0.049967 1.313715 -1.783784 -1.319387 1.436905 -2.475387 -2.229011 -1.028907
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
Tabel 4. Uji Akar-akar Unit Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin Variabel Aliran Modal Swasta (AMS) Nilai Tukar (NT) Inflasi (INFLS) PDB Periode Lalu (LGNP_LAG) Defisit Current Account (DNTB) Perbedaan Suku Bunga (PSB) Ekspor (X) Impor (M) PDB Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Lag 3 0 0 0 2 0 0 0 0 0
Tes Statistik (Level) τt τμ 1.635100*** 9.722526*** 1.603173*** 51.77263*** 3.634156*** 5.939437*** 9.397347*** 135.8418*** 1.220425*** 31.92361*** 2.240025*** 6.601016*** 2.149394*** 220.0122*** 2.773888*** 228.2091*** 6.072127*** 162.3450*** 1.613515*** 3.857865***
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
Uji akar-akar unit dalam menentukan lag yang digunakan, melihat signifikansi dari trend dalam model dengan konstanta menggunakan metode general to spesific. Metode pemilihan lag dilakukan dengan Modified Schwarz Information Criterion (Indrawati, 2006). Berdasarkan table 2,3,4 dapat dijelaskan bahwa dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller test terlihat bahwa hanya variabel perbedaan suku bunga yang telah stasioner pada level I(0) dengan derajat kepercayaan α=10%. Menggunakan Phillip-Peron test, terlihat hanya beberapa variabel saja yang telah stasioner yaitu aliran modal swasta, PDB periode lalu, defisit neraca transaksi berjalan dan perbedaan suku bunga. Menggunakan uji Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin, terlihat bahwa semua variabel telah stasioner pada level I(0) dengan derajat kepercayaan α=1%, α=5% dan α=10%. Pengaruh trend pada pada beberapa variabel cukup signifikan berdasarkan pada hasil plot data pada Gambar 2. 139
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Variabel AMS 4000 3000
Variabel Nilai Tukar
Variabel Inflasi
8000
100
6000
50
2000 4000
1000 0
2000
-1000
0
0 -50
-2000
-100
-2000
-3000 -150
-4000
-4000 -5000
-200
-6000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 DAMS
DNT
Variabel PDB Riil
DINFLS
Variabel DNTB
60000
4000
50000
3000
40000
2000
Variabel PSB 15 10 5
1000
30000
90 92 94 96 98 00 02 04 06
90 92 94 96 98 00 02 04 06
0
0
20000 -1000 10000 0
-3000
-10000
-4000
-10 -15
-5000
-20000 90 92 94 96 98 00 02 04 06 DPDB
140
-5
-2000
90 92 94 96 98 00 02 04 06 DDNTB
90 92 94 96 98 00 02 04 06 DPSB
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Variabel Impor
Variabel SBI
Variabel Ekspor 60000 40000 20000
60000
15
40000
10
20000
5
0
0
-20000
-5
-40000
-10
0 -20000 -40000 -60000 -80000 90 92 94 96 98 00 02 04 06
-15
-60000
DX
90 92 94 96 98 00 02 04 06
90 92 94 96 98 00 02 04 06 DSBI
DM
Gambar 2. Perilaku Data Variabel pada Derajat Integrasi Bila data yang diamati pada uji akar-akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan sebagai konsekuensi dari tidak terpenuhinya asumsi stasioneritas pada derajat nol atau I (0). Uji ini untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi ke berapa data yang diamati akan stasioner (Muflihah, 2007). Gambar 2 menunjukkan bahwa seluruh data variabel dalam pengamatan telah bergerak di sekitar rata-ratanya, ini menunjukkan bahwa seluruh data variabel dalam penelitian telah stasioner pada first difference. Hasil uji derajat integrasi disajikan pada tabel 5, tabel 6, dana tabel 7 yang menunjukkan bahwa setelah dilakukan uji derajat integrasi, maka semua data telah stasioner pada first difference I(1) karena seluruh variabel ADF statistiknya lebih besar dari nilai kritisnya untuk α=5%. Tabel 5. Uji Derajat Integrasi Augmented Dickey-Fuller Test Tes Statistik (Level) Variabel Lag τt τμ Aliran Modal Swasta (AMS) 0 -18.05014*** -11.92849*** Nilai Tukar (NT) 0 -7.965457*** -8.019541*** Inflasi (INFLS) 0 -8.346191*** -8.397696*** PDB Periode Lalu(LGNP_LAG) 1 -7.832855*** -7.752126*** Defisit Current Account(DNTB) 0 -12.28150*** -12.35032*** Perbedaan Suku Bunga (PSB) 1 -4.283876*** -4.305312*** Ekspor (X) 1 -5.561073*** -5.529722*** Impor (M) 0 -7.242182*** -7.229720*** PDB 1 -5.472752*** -5.470356*** Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 0 -6.678148*** -6.711511***
τ -18.29269*** -8.019460*** -8.463156*** -1.975069* -12.38500*** -4.333434*** -1.346571 -1.302872 -1.698222*** -6.757693***
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
141
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Tabel 6. Uji Derajat Integrasi Phillip-Peron Test Variabel Aliran Modal Swasta (AMS) Nilai Tukar (NT) Inflasi (INFLS) PDB Periode Lalu(LGNP_LAG) Defisit Current Account(DNTB) Perbedaan Suku Bunga (PSB) Ekspor (X) Impor (M) PDB Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Lag 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0
τt -11.83266*** -7.965457*** -8.346191*** -22.00526*** -8.297493*** -12.28150*** -5.213950*** -8.481327*** -7.242182*** -6.678148***
Tes Statistik (Level) τμ -11.92849*** -8.019541*** -8.397696*** -22.19078*** -8.320636*** -12.35032*** -5.214589*** -8.470379*** -7.229720*** -6.711511***
τ -12.01767*** -8.019460*** -8.463156*** -41.19715*** -11.54457*** -12.38500*** -5.252321*** -19.49236*** -14.30421*** -6.757693***
Sumber : Hasil olah data Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
Tabel 7. Uji Derajat Integrasi Kwiatkowski-Phillips-Schmidt-Shin Test
Variabel Aliran Modal Swasta (AMS) Nilai Tukar (NT) Inflasi (INFLS) PDB Periode Lalu (LGNP_LAG) Defisit Current Account (DNTB) Perbedaan Suku Bunga (PSB) Ekspor (X) Impor (M) PDB Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Lag 0 0 0 1 0 1 1 0 0 0
Tes Statistik (Level) τt τμ 0.030925 0.041418 0.069327 0.900178 0.021223 0.069916 0.032942 0.030899 0.075293 0.039919
0.035746 0.046715 0.068090 1.378737 0.032850 0.137031 0.108814 0.114829 0.122621 0.062014
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: ***, **, * masing-masing menunjukkan signifikansi pada α=1%, 5% dan 10%
3.3 Penaksiran Model Jangka Pendek dan Jangka Panjang 3.3.1 Pemilihan Panjang Lag Model VAR Pemilihan panjang lag optimal merupakan hal yang penting dalam model VAR terutama untuk menghindari estimasi yang tidak konsisten sebagai akibat serial korelasi antara error term dengan variabel endogen dalam model. Semakin panjang lag yang digunakan akan mengurangi degree of freedom dan jumlah observasi, sedangkan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan spesifikasi yang salah (Gujarati, 1995). Pemilihan panjang lag dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kriteria informasi Schwarz Information Criterion. Batas lag yang maksimal yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah enam.
142
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Tabel 8. Uji Lag Optimum No
Order
Schwarz Information Criterion
1
0
139.1651
2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6
130.9954* 131.2225 132.3156 133.2419 131.2804 139.1651
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: *) menunjukkan signifikansi pada α=5%
Berdasarkan uji pemilihan panjang lag dapat dijelaskan bahwa lag optimal untuk model VAR berdasarkan Schwarz Information Criterion terletak pada order satu, maka lag optimal yang dipilih adalah lag satu. 3.3.2 Uji Kointegrasi Berdasarkan uji akar-akar unit diketahui bahwa hanya variabel perbedaan suku bunga saja yang stasioner pada level, sedangkan variabel yang lain tidak stasioner. Setelah mengetahui karakteristik masing-masing data yang akan digunakan dalam penelitian, maka untuk menguji eksistensi dari hubungan kointegrasi atau melihat hubungan jangka panjang dari model analisis maka digunakan pendekatan Johansen Reduced Rank. Prosedur uji kointegrasi Johansen dilakukan dengan menguji restriksi yang ditentukan oleh kointegrasi pada model VAR. Langkah pertama uji kointegrasi adalah dengan menentukan terlebih dahulu model VAR (Gujarati, 1995). Sebelum mengaplikasikan model VAR maka perlu ditentukan terlebih dahulu panjang lag optimal. Penentuan panjang lag juga merupakan permasalahan tersendiri dalam VAR. Lag yang terlalu panjang akan mengurangi degree of freedom, yang berimplikasi pada hilangnya informasi yang dibutuhkan dan lag yang terlalu pendek akan menghasilkan model yang salah (miss specification model). Kointegrasi Johansen berdasarkan model VAR yang dipilih, maka hasil uji kointegrasi Johansen terhadap variabel-variabel dilakukan dengan asumsi ada tidaknya komponen trend deterministik (seperti intercept dan trend) dalam model maupun terhadap rank. Pengujian ini dilakukan dari model yang paling restriktif dan membandingkan nilai trace statistic terhadap nilai kritisnya dan berhenti pada saat pertama hipotesis nol tidak ditolak.
143
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Tabel 9. Uji Rank Kointegrasi dan Komponen Determinastik LR Test
Nol
Alternatif
Model 2
Model 3
Model 4
r=0
r=1
340.3838*
326.9072*
432.0772*
r <= 1
r=2
259.4387*
245.9962*
298.1887*
r <= 2
r=3
199.0773*
186.7767*
222.5124*
Trace
r <=3
r=4
145.4829*
133.1842*
163.6121*
Statistic
r <= 4
r=5
101.1785
91.33866
121.4135*
r <=5
r=6
66.01412
58.52240
86.13852
r <= 6
r=7
41.20147
33.84813
53.33286
r <= 7
r=8
23.63111
16.57363
29.22713
r <= 8
r=9
12.64817
6.084810
16.08170
r <= 9
r = 10
5.989035
0.087626
5.970105
r=0
r=1
80.94514*
80.91099*
133.8886*
r <= 1
r=2
60.36135*
59.21947*
75.67626*
r <= 2
r=3
53.59447*
53.59249*
58.90029*
Maximum
r <=3
r=4
44.30431
41.84558
42.19860
Eigen Value
r <= 4
r=5
35.16442
32.81625
35.27499
r <=5
r=6
24.81264
24.67427
32.80566
r <= 6
r=7
17.57037
17.27450
24.10573
r <= 7
r=8
10.98293
10.48882
13.14542
r <= 8
r=9
6.659139
5.997184
10.11160
r <= 9
r = 10
5.989035
0.087626
5.970105
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: * menolak hipotesis nol pada α=5% Pemilihan jumlah keterkaitan kointegrasi dalam sistem permodelan VAR atau VECM dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria trace statistic dan maximum eigenvalue. Berdasarkan tabel 9. dengan menggunakan lag (order) empat untuk Johansen Cointegration Test, dari nilai trace statistic yang paling restriktif terlihat pada model 3 tidak menolak hipotesis nol pertama kali pada rank = 3. Perbandingan dari beberapa model tersebut, model yang terbilang cukup signifikan adalah model 3 dengan asumsi adanya intercept dalam keterkaitan jangka panjang dan adanya trend linear dalam data level. Dengan demikian dapat dikemukan bahwa model 3 memiliki jumlah keterkaitan kointegrasi dalam sistem permodelan VAR atau VECM adalah satu yang signifikan pada derajat kepercayaan α = 5% 3.3.3 Penaksiran Model Structural Cointegrating VAR (SCVAR) Model struktural jangka panjang dibentuk dengan memasukkan restriksi berdasarkan apriori teori dalam model structural cointegration VAR (SCVAR), sebelum mengestimasi model vector error correction model (VECM). Estimasi dilakukan dengan memperhitungkan permasalahan identifikasi dalam sistem permodelan. Permasalahan simultaneous bias dalam sistem struktural timbul karena spesifikasi tiap variabel endogen berperan sebagai fungsi yang terpisah dari variabel endogen lainnya. Bila variabel endogen berkorelasi dengan error term maka koefisien struktural tidak dapat diestimasi dengan ordinary least square (OLS), sehingga terjadi bias estimasi. Persamaan simultan dapat diestimasi dengan menggunakan 144
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
OLS bila persamaan dasar diformulasikan menjadi persamaan reduced form. Setelah itu harus dipecahkan permasalahan identifikasi. Model VAR terdiri atas variabel endogen dengan tidak memasukkan restriksi nol dan merupakan pendekatan yang a-theoritic. Estimasi koefisien jangka panjang dapat dilakukan dengan memasukkan restriksi terhadap identifikasi secara over identified dalam model struktural. Uji restriksi dengan over-identifying untuk menguji apakah restriksi dari reduced form secara parsimoni mengidentifikasi unrestricted reduced form. Dalam hal ini dilakukan pengujian restriksi dalam identifikasi yaitu identifikasi yang berlebih (over identifying restrictions) karena jumlah restriksi ki > r–1 dimana r adalah jumlah keterkaitan jangka panjang. Validitas restriksi tambahan ini diuji dengan menggunakan Likelihood Ratio (LR) test dengan degree of freedom v = Σi (n – r + 1 - si). Berdasarkan hasil uji kointegrasi Johansen, maka uji hipotesis restriksi keterkaitan jangka panjang dalam bentuk matrik adalah sebagai berikut:
β’ =
1
-1
-1
a13
a14
a15
0
-1
1
-1
0
0
0
b23
-1
-1
1
0
0
0
0
0
0
0
b24
0
0
0
c33
c34
Berdasarkan hasil uji estimasi jangka panjang yang terestriksi diperoleh nilai Likelihood Ratio (LR) χ2(3) = 37,73141 (lihat lampiran H). Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis nol tidak ditolak pada α = 1%, α = 5% dan α = 10%. Keberadaan restriksi tambahan pada estimasi VECM dapat dikatakan valid. 3.3.4 Penaksiran Vector Error Correction Model (VECM) Berdasarkan hasil estimasi VECM, didapatkan persamaan hasil penaksiran untuk model keseimbangan jangka panjang, sebagai berikut: AMSt
= -2254,92 + 3331,195 LGNP_LAG + 2,10 DNTBt – 317,49 PSBt ............ (5)
NTt
= -780,35 – 0,306 EKSPt + 0,311 MJSt .......................................................... (6)
(5,189***)
(10,8938***)
(-8,72193***)
(-13,1941***) (11,5966***) INFLSt = 5049,68 + 0,086 PDBt – 469,97 SBIt ........................................................... (7)
(7,2995***) (7,8587***) Dalam mencari signifikan atau tidaknya variabel independen adalah dengan membandingkan t hitung setiap variabel dengan t tabel di mana t tabel adalah 2,358 untuk α=1%, 1,980 untuk α=5%, dan 1,658 untuk α=10%. Apabila t hitung lebih besar dari t tabel, maka variabel tersebut signifikan dan sebaliknya jika t hitung lebih kecil dari t tabel, maka variabel tersebut tidak signifikan. Persamaan 5 menunjukkan persamaan aliran modal masuk signifikan dipengaruhi oleh PDB periode lalu, defisit neraca transaksi berjalan dan perbedaan suku bunga. Persamaan 6 adalah persamaan nilai tukar yang secara signifikan dipengaruhi oleh ekspor dan impor. Persamaan 7 yaitu persamaan tingkat inflasi menunjukkan persamaan signifikan dipengaruh oleh oleh variabel PDB dan SBI. 145
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Hasil penalsiran model reduced form (VECM) pada tabel 10 berdasarkan nilai goodnes sof fit masing-masing model persamaan terlihat bahwa variabel PDB riil periode lalu memiliki nilai R2 yang tertinggi, variabel perbedaan suku bunga menempati posisi kedua dan diikuti oleh variabel aliran modal masuk pada posisi ketiga yaitu sebesar 0,519, sedangkan yang mempunyai R2 nilai adalah variabel PDB riil. Tabel 10. Spesifikasi Conditional Vector Error Correction Model Error Correction
D(AMS)
D(NT)
D(INFLS)
D(LGNP_ LAG)
D(DNTB)
D(PSB)
D(X)
D(M)
D(PDB)
D(SBI)
CointEq1
-0.192208
0.057054
0.000618
3.44E-07
-0.282877
0.000122
-0.506194
-1.404404
-0.085051
-0.000558
[-2.32208]
[ 0.67744]
[ 0.30571]
[ 0.34977]
[-4.40676]
[ 0.65549]
[-0.58599]
[-1.98643]
[-0.16785]
[-2.83235]
CointEq2 CointEq3 D(AMS(1)) D(NT(-1)) D(INFLS(1)) D(LGNP_ LAG(-1)) D(DNTB(1)) D(PSB(1)) D(X(-1)) D(M(-1)) D(PDB(1)) D(SBI(-1)) C
-0.021403
-0.041052
0.000685
-3.83E-07
-0.166039
9.91E-05
0.121783
-2.340298
-0.014822
-0.000155
[-0.22793]
[-0.42967]
[ 0.29894]
[-0.34273]
[-2.28011]
[ 0.47084]
[ 0.12428]
[-2.91794]
[-0.02578]
[-0.69307]
0.218425
0.018443
-0.000853
-2.70E-06
0.198446
0.000122
1.457612
1.364490
0.254936
0.000679
[ 2.93041]
[ 0.24318]
[-0.46869]
[-3.04796]
[ 3.43308]
[ 0.72744]
[ 1.87385]
[ 2.14324]
[ 0.55871]
[ 3.83079]
-0.315868
-0.176777
-0.004151
-3.10E-06
0.155103
0.000111
0.932178
1.297023
-0.036314
0.000748
[-2.43423]
[-1.33892]
[-1.31040]
[-2.00823]
[ 1.54132]
[ 0.38117]
[ 0.68837]
[ 1.17025]
[-0.04571]
[ 2.42303]
-0.219024
-0.042611
-0.002277
6.71E-06
0.220684
0.000830
8.114350
7.202884
0.023442
-0.000299
[-1.56638]
[-0.29950]
[-0.66721]
[ 4.03508]
[ 2.03513]
[ 2.64923]
[ 5.56064]
[ 6.03096]
[ 0.02739]
[-0.89973]
-5.256329
-1.473526
0.014882
-4.29E-05
-3.898432
-0.010584
-16.78897
-39.28714
15.39085
0.005271
[-0.93086]
[-0.25647]
[ 0.10796]
[-0.63846]
[-0.89024]
[-0.83627]
[-0.28490]
[-0.81456]
[ 0.44524]
[ 0.39238]
753.6274
33.53661
5.50755
0.01598
996.6656
-0.774238
-2620.286
-275.1184
2150.638
-2.54045
[ 0.56332]
[ 0.02464]
[ 0.16864]
[ 1.00394]
[ 0.96065]
[-0.25820]
[-0.18768]
[-0.02408]
[ 0.26260]
[-0.79822]
0.61215
0.01446
-0.001095
-9.12E-07
-0.190801
-0.000253
0.355974
3.136428
-0.631686
6.48E-05
[ 3.59180]
[ 0.08339]
[-0.26316]
[-0.44962]
[-1.44362]
[-0.66255]
[ 0.20014]
[ 2.15459]
[-0.60546]
[ 0.15984]
59.29166
-91.71517
0.45109
0.000762
-66.41169
0.260779
-303.551
-305.453
-134.132
0.211851
[ 1.07415]
[-1.63299]
[ 0.33476]
[ 1.16063]
[-1.55142]
[ 2.10775]
[-0.52695]
[-0.64787]
[-0.39694]
[ 1.61329]
-0.030647
-0.006034
0.000647
-2.27E-07
-0.010384
0.000126
-0.578788
-0.846155
-0.067225
-1.10E-05
[-1.29822]
[-0.25123]
[ 1.12358]
[-0.80708]
[-0.56721]
[ 2.37849]
[-2.34936]
[-4.19652]
[-0.46518]
[-0.19655]
-0.019179
0.031076
-0.000802
1.64E-07
0.007508
-3.12E-05
0.410012
0.814829
0.001047
9.54E-05
[-0.70465]
[ 1.12211]
[-1.20661]
[ 0.50753]
[ 0.35571]
[-0.51066]
[ 1.44345]
[ 3.50494]
[ 0.00628]
[ 1.47300]
-0.013758
-0.01834
0.000123
1.74E-05
-0.008906
-2.05E-05
-0.189501
-0.101346
-0.070655
-6.05E-05
[-0.57165]
[-0.74895]
[ 0.20919]
[ 60.9122]
[-0.47716]
[-0.37978]
[-0.75449]
[-0.49301]
[-0.47956]
[-1.05657]
-28.75606
161.9973
0.321731
0.000410
8.148893
0.210076
-407.0335
-449.7228
1.220773
0.110947
[-0.53006]
[ 2.93477]
[ 0.24293]
[ 0.63562]
[ 0.19369]
[ 1.72761]
[-0.71893]
[-0.97054]
[ 0.00368]
[ 0.85965]
164.3376
68.67601
0.142293
-0.004905
48.08819
-0.415636
3875.510
2790.487
1873.615
-0.088378
[ 1.08806]
[ 0.44688]
[ 0.03859]
[-2.72957]
[ 0.41055]
[-1.22773]
[ 2.45872]
[ 2.16307]
[ 2.02638]
[-0.24596]
Sumber : data sekunder diolah, 2012 Keterangan: Tanda dalam kurung adalah nilai t-statistik
Respon penyesuaian dinamis perkembangan jangka pendek terhadap keseimbangan jangka panjang (error correcting term) pada masing-masing persamaan terlihat berdasarkan signifikansi parameter error correcting. Variabel defisit neraca transaksi berjalan dan impor merespon secara signifikan tiga kondisi keseimbangan jangka panjang. Beberapa variabel seperti aliran modal masuk dan SBI merespon secara signifikan dua kondisi keseimbangan jangka panjang, sedangkan variabel PDB riil periode lalu dan ekspor hanya merespon satu kondisi keseimbangan jangka panjang. 146
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Variabel aliran modal masuk dalam jangka pendek secara signifikan merespon variabel PDB riil periode lalu dan SBI. Nilai tukar melakukan respon jangka pendek terhadap variabel PDB riil periode lalu, defisit neraca transaksi berjalan, perbedaan suku bunga, ekspor dan impor secara signifikan. Variabel defisit neraca transaksi berjalan mersepon secara signifikan variabel aliran modal masuk dan impor dalam jangka pendek. Ekspor merespon variabel perbedaan suku bunga dan impor secara signifikan dalam jangka pendek. PDB riil dalam jangka pendek hanya merespon variabel PDB riil periode lalu. Sertifikat Bank Indonesia dalam jangka pendek merespon variabel nilai tukar dan perbedaan suku bunga secara signifikan. Berdasarkan pengujian menggunakan AR Root, model VECM cukup memenuhi kondisi stabilitas seperti yang tercermin dari hasil uji struktur lag inverse AR Root dengan nilai modulus yang tidak lebih dari satu (lampiran I). Estimasi model VECM juga dilihat dari perilaku dinamisnya yaitu melalui impulse response dan variance decomposition. Sebelum mengaplikasikan dan menganalisis model VECM maka perlu ditentukan panjang lag. Lag optimal dalam model VECM menggunakan kriteria Schwarz Criterion (SC) test statistic yaitu lag satu. a. Impulse Response Function Analisis impulse response berguna untuk melacak atau memprediksi nilai sekarang dan yang akan datang dari variabel endogen akibat adanya efek kejutan atau inovasi atas variabel yang bersangkutan. Berdasarkan lampiran I, terlihat bahwa adanya kejutan AMS pada periode dua setinggi 1130,17 dan mengalami penurunan yang cukup tajam hingga periode empat dan mengalami kenaikan kembali sehingga AMS tidak akan kembali pada posisi semula dan akan membentuk titik keseimbangan baru. Kejutan AMS direspon permanen positif oleh AMS sendiri. Kejutan NT direspon secara negatif permanen oleh AMS degan kejutan pada periode kedua setinggi -420,39. Aliran modal masuk tidak merespon INFLS hingga periode dua, kemudian AMS merespon secara negatif INFLS dengan kejutan terbesar pada periode ketiga setinggi -159.5671. Produk Domestik Bruto (PDB) riil periode lalu direspon positif oleh AMS, namun pada periode lima hingga enam AMS melakukan respon yang sangat kecil terhadap PDB riil periode lalu. Aliran modal masuk merespon secara positif DNTB setinggi 106,87 hingga periode dua, namun memasuki periode tiga DNTB direspon AMS secara negatif dengan kejutan setinggi -226,41 dan terus menurun hingga membentuk kesimbangan baru. Perbedaan suku bunga direspon secara permanen positif oleh AMS dengan kejutan tertinggi pada periode kedua setinggi 163,543, yang berbeda dengan respon AMS terhadap ekspor. Aliran modal masuk merespon ekspor secara permanen negatif dengan kejutan terbesar pada periode kedua setinggi -431,51 dan kembali mengalami kejutan pada periode keempat dan kemudian meningkat sehingga membentuk titik keseimbangan baru. Impor direspon secara negatif oleh AMS pada periode pertama hingga periode tiga, kemudian direspon secara positif hingga periode enam dan kembali direspon negatif sehingga impor membentuk titik keseimbangan baru. Produk Domestik Bruto riil direspon secara permanen positif oleh AMS, yang berbeda dengan SBI yang direspon AMS dengan permanen negatif. Aliran modal masuk direspon secara permanen negatif oleh nilai tukar, dengan kejutan tertinggi pada periode dua setinggi -696,78. Nilai tukar direspon secara permanen positif oleh NT sendiri dengan kejutan terbesar pada periode kedua setinggi 989,57. Awal periode hingga periode ketiga, INFLS direspon negatif oleh nilai tukar dan pada periode keempat mulai diberikan respon secara negatif. Produk Domestik Bruto riil periode lalu direspon secara permanen negatif oleh NT. Defisit neraca transaksi berjalan direspon secara positif oleh NT 147
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
dengan kejutan berupa penurunan pada periode tiga hingga mencapai 4,22 dan kemudian meningkat kembali sehingga membentuk titik keseimbangan baru. Perbedaan suku bunga direspon oleh NT secara permanen negatif dengan pergerakan yang terus meningkat. Ekspor direspon positif oleh NT hingga periode ketujuh, kemudian memasuki periode ke kedelapan NT tukar mulai melakukan respon secara negatif. Impor direspon secara positif oleh NT hingga periode tiga yang kemudian direspon secara negatif. Nilai tukar merespon PDB riil secara negatif hingga periode keempat. Memasuki periode keempat, NT melakukan respon negatif. Nilai tukar melakukan respon positif terhadap SBI hingga periode kedua dan melakukan respon negatif pada periode berikutnya. Periode awal, inflasi merespon AMS secara positif dan kemudian mulai merespon negatif memasuki periode kedua, namun respon yang dilakukan sangat kecil. Nilai tukar direspon oleh inflasi secara negatif hanya pada periode kedua. Inflasi direspon secara permanen positif oleh inflasi sendiri, sedangkan inflasi hampir tidak melakukan respon yang signifikan terhadap PDB riil periode lalu, demikian pula dengan respon inflasi terhadap DNTB. Inflasi hanya melakukan respon positif terhadap DNTB pada periode kedua dan keempat. Inflasi merespon secara permanen positif perbedaan suku bunga dan merespon negatif ekspor pada periode empat. Nilai tukar melakukan respon negatif terhadap impor hingga periode tiga dan kemudian merespon secara positif. Inflasi kembali hampir tidak melakukan respon apapun terhadap PDB riil, namun inflasi melakukan respon secara permanen positif terhadap SBI. b. Variance Decomposition Langkah selanjutnya yaitu melihat karakteristik model melalui variance decomposition. Berdasarkan lampiran J, menunjukkan variance decomposition dari model aliran modal masuk (AMS). Pertama, kontribusi AMS dalam menjelaskan inovasi AMS sendiri sekitar 100 persen yang dapat dicapai pada jangka pendek. Dalam jangka panjang kemampuan AMS dalam menjelaskan inovasi AMS sendiri semakin berkurang pada jangka panjang sekitar 68,01 persen. Kedua, kontribusi nilai tukar (NT) dalam menjelaskan inovasi AMS sampai 8,03 persen dan dicapai pada jangka panjang. Ketiga, kontribusi inflasi (INFLS) dalam menjelaskan inovasi AMS hanya 1,22 persen dicapai pada jangka panjang. Keempat, kontribusi PDB riil periode lalu dalam menjelaskan inovasi AMS hanya 0,37 persen dicapai pada jangka panjang. Kelima, kontribusi defisit neraca transaksi berjalan (DNTB) dalam mejelaskan inovasi AMS mencapai 2,9 persen pada jangka panjang. Keenam, kontribusi perbedaan suku bunga (PSB) dalam menjelaskan inovasi AMS mencapai 2,24 persen dicapai pada jangka panjang. Ketujuh, kontribusi ekspor (X) dalam menjelaskan inovasi AMS mencapai 8,04 persen dicapai pada jangka panjang. Kedelapan, kontribusi impor (M) dalam menjelaskan inovasi AMS pada jangka panjang mencapai 1,62 persen. Kesembilan, kontribusi PDB riil dalam menjelaskan inovasi AMS pada jangka panjang mencapai 5,55 persen. Variance decomposition dari model nilai tukar (NT). Pertama, kontribusi AMS dalam menjelaskan inovasi NT sekitar 22,23 persen yang dapat dicapai pada jangka pendek dan hampir konstan pada jangka panjang mencapai 22,74 persen. Kedua, dalam jangka pendek kemampuan NT dalam menjelaskan inovasi NT sendiri sekitar 77,77 persen dan semakin menurun pada jangka panjang mencapai 54,51 persen. Ketiga, kontribusi INFLS dalam menjelaskan inovasi NT sampai 0,83 persen dan dicapai pada jangka panjang. Keempat, kontribusi PDB riil periode lalu dalam menjelaskan inovasi NT hanya 0,38 persen dicapai pada jangka panjang. Kelima, kontribusi DNTB dalam menjelaskan inovasi NT mencapai 3,52 persen dicapai pada jangka panjang. Keenam, kontribusi PSB dalam mejelaskan inovasi NT mencapai 12,19 persen pada jangka panjang. Ketujuh, kontribusi X dalam menjelaskan 148
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
inovasi NT mencapai 1,89 persen dicapai pada jangka panjang. Kedelapan, kontribusi M dalam menjelaskan inovasi NT mencapai 1,29 persen dicapai pada jangka panjang. Kesembilan, kontribusi PDB riil dalam menjelaskan inovasi NT pada jangka panjang mencapai 1,11 persen. Kesembilan, kontribusi SBI dalam menjelaskan inovasi NT pada jangka panjang mencapai 1,53 persen. Variance decomposition dari model inflasi (INFLS). Pertama, kontribusi AMS dalam menjelaskan inovasi INFLS sekitar 0,37 persen yang dapat dicapai pada jangka pendek dan hampir konstan pada jangka panjang mencapai 0,47 persen. Kedua, dalam jangka pendek kemampuan NT dalam menjelaskan inovasi INFLS sekitar 0,01 persen dan meningkat tipis pada jangka panjang mencapai 0,62 persen. Ketiga, kontribusi INFLS dalam menjelaskan inovasi INFLS sendiri sampai 99,62 persen dan dicapai pada jangka pendek. Jangka panjang, kontribusi INFLS dalam menjelaskan inovasi INFLS sendiri mencapai 96,48 persen. Keempat, kontribusi PDB riil periode lalu dalam menjelaskan inovasi INFLS hanya 0,08 persen dicapai pada jangka panjang. Kelima, kontribusi DNTB dalam menjelaskan inovasi INFLS hanya 0.04 persen dicapai pada jangka panjang. Keenam, kontribusi PSB dalam mejelaskan inovasi INFLS mencapai 0,8 persen pada jangka panjang. Ketujuh, kontribusi X dalam menjelaskan inovasi INFLS mencapai 0,13 persen dicapai pada jangka panjang. Kedelapan, kontribusi M dalam menjelaskan inovasi INFLS hanya 0,2 persen dicapai pada jangka panjang. Kesepuluh, kontribusi PDB riil dalam menjelaskan inovasi INFLS pada jangka panjang mencapai 0,03 persen. Kesembilan, kontribusi SBI dalam menjelaskan inovasi INFLS pada jangka panjang mencapai 1,14 persen.
4. Kesimpulan Pada awal periode pengamatan, Indonesia mendapatkan aliran modal masuk (capital inflow) dalam volume besar, yang kemudian berbalik arah pada momentum krisis. Pada akhir periode, Indonesia kembali mengalami rapid capital inflow dan berhasil mencatat Neraca Pembayaran terbesar sepanjang masa. Terkait gambaran rentang waktu tersebut maka diperoleh beberapa kesimpulan bahwa aliran modal masuk (AMS) merespon negatif permanen kejutan nilai tukar (NT), yang telah sesuai dengan penelitian Hamdani (2003) dan Kurniati (2000). Depresiasi nilai tukar rupiah membawa pada peningkatan harga barangbarang impor yang menyebabkan inflasi di sisi penawaran (cost push inflation) yang disebabkan oleh tingginya kandungan barang impor pada produk-produk nasional. Cost push inflation menimbulkan respon Bank Sentral berupa peningkatan suku bunga SBI yang kemudian ditransmisikan kepada suku bunga perbankan. Respon Bank Sentral menimbulkan respon positif dari investor asing berupa peningkatan penanaman modal dalam perekonomian domestik. Kejutan defisit neraca transaksi berjalan (DNTB) direspon negatif mulai periode ketiga oleh AMS. Defisit neraca transaksi berjalan tercermin dari tingginya kegiatan impor Indonesia yang disebabkan oleh dua hal yaitu pesatnya kegiatan investasi yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai akibat volume capital inflow yang besar, serta sebagai akibat dari produk lokal yang tinggi akan kandungan barang impor. Keterbukaan ekonomi Indonesia serta perkembangan integrasi pasar keuangan domestik dengan dunia, memunculkan pandangan baru mengenai defisit neraca transaksi berjalan, yang menyatakan bahwa dalam kondisi free capital mobility, ketidakseimbangan transaksi berjalan diartikan sebagai suatu kewajaran, sebagai dampak dari aliran modal menuju negara-negara yang memiliki kesempatan investasi relatif lebih menguntungkan. 149
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Masuknya aliran modal masuk menuju negara yang memberikan imbal hasil relatif lebih menguntungkan, berhubungan erat dengan faktor perbedaan suku bunga. Interest rate differential Indonesia dengan luar negeri yang memiliki interval cukup jauh. Hal ini membuat Indonesia menjadi magnet bagi dana investor asing maupun spekulan yang berorientasi mendapatkan imbal hasil tinggi. Depresiasi nilai tukar akan meningkatkan aliran modal masuk ke Indonesia, yang sesuai dengan jalur transmisi kurs tidak langsung. Mekanismenya adalah depresiasi rupiah membuat harga barang impor terasa mahal bagi masyarakat Indonesia. Indonesia yang bergantung pada bahan baku dan bahan penolong impor dalam produksi nasional, akan merasakan tekanan akibat biaya produksi yang tinggi. Harga barang-barang nasional akan melonjak sebagai akibat peningkatan biaya produksi, yang dapat menimbulkan inflasi di sisi supply. Bank Sentral akan meningkatkan suku bunga dalam usaha meredam laju cost push inflation, namun akan direspon dengan capital inflow, sehingga akan tercapai apresiasi rupiah dalam jangka panjang. Fenomena menarik ditemukan melalui respon negatif nilai tukar terhadap ekspor Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan ekspor Indonesia tidak mampu mengapresiasi rupiah. Terlihat fenomena price puzzle dari sisi penawaran yang dapat dilihat berdasarkan respon positif yang diberikan nilai tukar terhadap inflasi. Hal ini direpresentasikan melalui ekspektasi forward looking inflasi dari para pelaku ekonomi, yang direspon oleh Bank Sentral dengan menaikkan suku bunga sehingga meningkatkan capital inflow ke Indonesia. Infiltrasi dari Bank Sentral masuk melalui instrumen Sertifikat Bank Indonesia (SBI), namun instrumen ini tidak dapat mengurangi distorsi dalam perekonomian akibat inflasi. Dampak dari SBI terhadap nilai tukar dan inflasi adalah tidak pasti. Implikasi Kebijakan a). Regulasi yang tepat sangat diperlukan sebagai kontrol terhadap arus modal (capital flow), dengan tujuan menjaga stabilitas nilai tukar melalui perangkat peraturan yang menggunakan mekanisme pasar yaitu dengan memberikan penalti bagi aliran modal yang masuk kurang dari satu tahun sehingga tambahan biaya tersebut menjadi kurang menguntungkan bagi para investor yang menanamkan dananya di bawah satu tahun sebagai kontrol terhadap arus modal (capital flow). b). Indikator-indikator fundamental ekonomi luar negeri perlu dicermati sebagai kontrol terhadap fluktuasi nilai tukar. Aliran modal yang masuk ke Indonesia bersifat sistemik, maka kontraksi moneter yang dilakukan antara lain sterilisasi operasi pasar terbuka (OPT), peningkatan Giro Wajib Minimum dan konversi deposito pemerintah yang dibarengi dengan sistem nilai tukar mengambang terkendali (managed floating) hanya akan efektif apabila diikuti oleh beberapa hal yaitu a) Bank sentral memiliki kredibilitas dan independensi tinggi dalam menggunakan suku bunga sebagai instrumen kebijakan menangkal serangan spekulasi; dan b) adanya keterbatasan kebijakan moneter dalam mengatasi dampak capital inflow akan menyebabkan tidak efektifnya upaya mengurangi ekspansi kredit sektor perbankan. Meningkatnya capital inflow akan mendorong ekspansi kredit yang pesat disektor keuangan, yang pada gilirannya akan menyebabkan timbulnya krisis.
150
Jurnal Ilmu Ekonomi, Volume 8 Nomor 1, Januari 2013
Daftar Pustaka Altinkemer, M. 1998. Capital Inflows and Central Bank’s Policy Response. The Central Bank of the Republic of Turkey.www.econpapers.repec.org. Arif, M. M. A. & Tohari, A. 2006. Peranan Kebijakan Moneter dalam Menjaga Stabilitas Perekonomian Indonesia sebagai Respon terhadap Fluktuasi Perekonomian Dunia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Oktober 2006. Badan Pusat Statistik. Berbagai Edisi. Statistik Indoenesia. Badan Pusat Statistik. Berbagai Edisi.Press Releases.. Buscaglia, M. A. 2000. Sterilization of Capital Inflows and Balance of Payment Crisis. www.econpapers.repec.org. Departemen Keuangan Republik Indonesia. Beberapa Tahun. Nota Keuangan dan APBN. Djauhari, R. R. A. 2003. Pengaruh Ketidakseimbangan Eksternal terhadap Kebijakan Moneter dan Neraca Pembayaran Indonesia: Periode Tahun 1994.1-2004.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Juni 2003. Gujarati, D. 1995. Ekonometrika Dasar. Penerjemah: Zumarno Zain. Jakarta. Erlangga. Hamdani, R. H. 2003. Pengaruh Aliran Modal Masuk Jangka Pendek terhadap Perubahan Nilai Tukar Rupiah dan Laju Inflasi di Indonesia Periode 1990.1-2000.4. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, volume 6, nomor 1, Juni 2003 Indrawati, Y. 2006. Analisis Dinamis Pola Hubungan Inflasi dan Output Indonesia Periode 1983.1-2004.4: Pendekatan Structural Cointegrating Vector Autoregression. [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Kurniati, Y. 2000. Kemungkinan Penerapan Kebijakan Arus Modal Jangka Pendek dan Dampaknya bagi Stabilitas Nilai Tukar. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Desember 2000. Lee, J.- Y. 1997. Sterilizing Capital Inflows. Economic Issues. IMF. Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisinis dan Ekonometrika. Yogyakarta: BPFE. Roubini, N. 1998. Offset and Sterilization Under Fixed Exchange Rates with an Optimizing Central Bank. Working Paper No. 2777. National Bureau of Economic Research.
151
Aminah, Aditya dan Mirza, Sterilisasi dan Problem Aliran Masuk Modal Di Indonesia
Solikin. 2005. Analisis Kebijakan Moneter dalam Makroekonometrik Struktural Jangka Panjang: Structural Cointegrating Vector Autoregression. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, volume 8, nomor 2, September 2005. Spiegel, M. M. 1995. Sterilization of Capital Inflows through the Banking Sector: Evidence from Asia. FBRSF Economic Review, number 3. Takagi, S. 1999. Sterilization and the Capital Inflow Problem in East Asia 1987-1997. Osaka University. www.econpapers.repec.org. Tjahjono, E. D. & Sulistiowati, H. 1998. Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, volume 1, nomor 3, Desember 1998. Warjiyo, P. & Agung, J. 2002. Monetary Policy Transmission in Indonesia: An Overview. Jakarta: Biro Pusat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter, Bank Indonesia. Widarjono, A. 2005. Ekonometrika: Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi Bisnis. Yogyakarta: Ekonisia, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia.
152