1
STEERING WHEEL INJURY
Oleh: Andik Sunaryanto (0402005114)
Pembimbing: Dr. I Made Maker, Sp.F
DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/INSTALASI ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FK UNUD/RS SANGLAH DENPASAR APRIL 2010
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nya paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka Kepaniteraan Klinik Madya di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik, Fakultas Kedokteran Udayana. Paper ini berjudul “Steering Wheel Injury”. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada yang terhormat : 1. dr. I Made Maker, Sp.F selaku pembimbing penulis dalam menyelesaikan paper ini . 2. dr. Ida Bagus Alit, Sp.F,DFM, selaku koordinator pendidikan di Lab/SMF Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah dan 3. dr.Dudut Rustyadi, Sp.F selaku kepala instalasi kedokteran Forensik RSUP Sanglah Denpasar. 4. Bapak/Ibu staf pengajar dan pegawai Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik FK UNUD/RS Sanglah Denpasar. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu semua saran dan kritik demi kesempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan. Semoga Paper ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam bidang ilmu kedokteran forensik dan memberi manfaat pada pembacanya. Denpasar, April 2010
Penulis
3
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................
ii
Daftar Isi ................................................................................................................
iii
BAB 1. Pendahuluan ............................................................................................
1
BAB 2. Tinjauan Pustaka .....................................................................................
2
2.1 Definisi ............................................................................................................
2
2.2 Kinetika Trauma …………………………………………………..................
2
2.3 Mekanisme Cedera ……………………………………………….. ................
5
2.4 Derajat Trauma ……………………………………………………................
8
2.5 Distribusi Cedera Kendaraan ……………………………………. .................
10
2.6 Lokasi Cedera akibat setir kemudi ………………………… ..........................
13
2.7 Legal Counsel Steering Wheel Injury …………………………….. ...............
20
2.8 Steering Wheel Injury Compensation ……………………………. ................
21
BAB 3. Kesimpulan .............................................................................................
22
Daftar Pustaka
4
BAB I PENDAHULUAN
Kemajuan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
industri memberikan
kenikmatan hidup dan kebanggaan tersendiri bagi warga negara masyarakat dan negara yang bersangkutan. Namun disisi lain kemajuan tersebut bisa juga menimbulkan dampak negatif yaitu adanya peningkatan angka kejadian kecelakaan, salah satunya kecelakaan lalu lintas yang menimpa perorangan atau sekelompok orang. Kecelakaan padá akhirnya akan menimbulkan kerugian harta benda atau sarana penunjang kehidupan yang lainnya dan juga korban jiwa-raga. Anggota masyarakat yanç mengalami kecelakaan akan menderita cedera atau trauma yang bervariasi dari derajat ringan sampai berat bahkan sampai meninggal di tempat kejadian.1 Kecelakaan akibat tabrakan mobil sering terjadi saat ini. Kecelakaan ini menyebabkan trauma pada pengemudi, trauma ini disebabkan paling banyak oleh setir kemudi, diikuti oleh sebab lain berupa panel instrument, dan pedal. Cedera ini menimbulkan efek trauma berbahaya bahkan menyebabkan kematian. Cedera yang dapat terjadi akibat trauma setir kemudi terutama cedera kepala, dada, dan abdomen. Derajat cedera ini dipengaruhi oleh banyak faktor-faktor yang turut mempengaruhi angka mortalitas pada pengemudi. Untuk lebih memahami hal ini, maka dalam paper ini akan dibahas mengenai cedera akibat setir kemudi pada pengemudi mobil. Dalam paper ini digunakan analisa deskriptif yaitu menjelaskan kronologis kejadian cedera akibat setir kemudi serta dampak besar akibat cedera tersebut. Data yang digunakan berupa data sekunder dari kumpulan jurnal-jurnal terkini.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Cedera setir kemudi (Steering Wheel Injury) adalah trauma pada dinding dada depan yang disebabkan setir mobil selama kecelakaan automobil, yang termasuk fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya aorta atau pembuluh darah besar, serta cedera pada paru. Steering Wheel injury sangat sering menyebabkan trauma tumpul dada. Hal ini secara potensial sangat mengancam kehidupan karena terancamnya system respiratori, cardiovaskuler, dan sirkulasi tubuh. Ketika tim medis berhadapan dengan kasus seperti ini, kemungkinan terbesar akibat trauma tersebut adanya flail chest dan hemothorak. Temuan potensial lain yang mungkin ditemukan yaitu adanya tension pneumothorak, trauma pembuluh darah besar dan jantung, perdarahan masif, tamponade jantung, dan cedera abdomen bersamaan. Tanda-tanda awal yang dapat ditemukan “splinting” dan nyeri, respirasi paradoxical, krepitus, hipotensi, takikardi, aritmia jantung, dan tanda-tanda syok yang jelas. 1,2
2.2 Kinetika Trauma Trauma sebagian besar disebabkan oleh hasil benturan dua obyek atau tubuh dengan yang lainnya. Kinetis adalah cabang dari ilmu mekanika mengenai pergerakan dari suatu benda atau badan. Jadi mengerti akan proses kinetis sangat membantu
dalam memahami mekanisme cedera dan trauma. Seberapa parah
cedera seseorang tergantung pada kekuatan dan dengan benda apa dia berbenturan atau sesuatu yang membenturnya. Kekuatan ini tergantung pada energi yang ada pada benda atau tubuh yang bergerak. Energi yang terdapat pada tubuh yang bergerak disebut sebagai energi kinetis. 3,4
2.2.1 Massa dan Kecepatan Besarnya energi kinetis pada tubuh yang bergerak tergantung pada dua faktor : Massa (berat) tubuh dan kecepatan tubuh. Energi kinetis dihitung dengan cara ini:
6
Massa (berat dalam pounds), waktu kecepatan (speed in feet per second/ kecepatan dalam kaki per detik) pangkat dua dibagi dua. Secara singkat rumusnya adalah: Energi Kinetis = ½ mv2 Namun kecepatan ternyata merupakan faktor yang lebih berpengaruh daripada massa. Misalkan bila terkena lemparan batu dengan kecepatan 1 kaki per detik, kemudian terkena lemparan batu dengan jarak 2 kaki perdetik. Batu yang dilempar 2 kaki perdetik tidak akan menyebabkan dua kali lebih parah daripada satu kaki perdetik, tapi empat kali lebih parah karena factor kecepatan yang dipangkatkan dua.
2.2.2 Akselerasi dan Deselerasi Hukum inersia, yang merupakan salah satu hukum pergerakan yang ditemukan oleh Sir Isaac Newton memiliki prinsip sebagai berikut: Tubuh yang diam akan tetap diam, dan tubuh yang bergerak akan tetap bergerak, kecuali ada kekuatan dari luar mempengaruhinya. Seseorang yang tertabrak mobil dan terlempar beberapa yards oleh suatu ledakan adalah contoh bagaimana tubuh yang diam mengalami pergerakan karena adanya kekuatan dari luar. Sebaliknya, orang yang jatuh di trotoar dan mobil yang menabrak pembatas jalan adalah contoh bagaimana tubuh yang bergerak dihentikan oleh suatu kekuatan dari luar. 4 Percepatan dimana tubuh bergerak menjadi semakin cepat disebut akselerasi. Percepatan dimana tubuh bergerak menjadi lebih lambat disebut deselerasi. Pada saat berat (massa) dan kecepatan adalah faktor utama dalam menentukan kekuatan dari suatu impact, akselerasi dan deselerasi yang juga memegang peranan penting. Perubahan kecepatan (akselerasi atau deselerasi) menghasilkan lebih banyak kekuatan. Sebagai contoh, dua mobil denga berat yang sama bergerak dengan kecepatan yang sama akan mempunyai energi kinetis yang sama. Jika satu mobil berhenti dengan secara bertahap dan yang lain berhenti secara mendadak karena menabrak tiang telepon, maka mobil yang memiliki proses deselerasi lebih cepat dan menabrak tiang menghasilkan kekuatan yang lebih besar. Contoh yang lain, dua orang dengan ukuran dan berat yang sama naik mobil yang berbeda dengan kecepatan yang sama akan mempunyai energi kinetis yang sama. Salah satu mulai bergerak secara bertahap dengan menekan pedal
7
gasnya, dan yang lain bergerak cepat secara tiba-tiba karena ditabrak oleh traktor trailer dari belakang. Maka yang memiliki akselerasi yang lebih cepat dan mendadak (yang tertabrak dari belakang) akan mengalami pergerakan tubuh (dibawah leher) yang kasar; sehingga akan menimbulkan suatu kekuatan yang cukup untuk menyebabkan terjadinya cedera „whiplash‟ sedangkan yang bergerak secara perlahan tidak mengalami cedera sama sekali.4,5,6
2.2.3 Impacts Pada setiap jenis kecelakaan kendaraan, sebenarnya akan terjadi tiga impact, yang masing-masing akan menghasilkan energi yang akan ditahan oleh kendaraan maupun pasien. Pertama, kendaraan akan berhenti secara mendadak dan akan penyok bentuknya. Inilah yang dinamakan benturan kendaraan (vehicle collision). Berikutnya, pergerakan tubuh pasien akan berhenti mendadak pada suatu bagian atau bagian dalam dari kendaraan seperti stir mobil, menyebabkan cedera pada dada. Ini disebut benturan tubuh („body collision‟). Akhirnya, terjadi benturan organ dimana organ dalam pasien, yang tertahan pada tempatnya oleh jaringan pengikat,
mengalami
pemberhentian
mendadak,
terkadang
menghantam
permukaan dalam tubuh (contohnya rongga dada bagian dalam atau tengkorak bagian dalam). Hal ini disebut sebagai „organ collision‟. Adakalanya, ada impact yang lebih banyak yang terjadi, seperti kasus pengendara sepeda motor yang menabrak mobil dan kemudian terlempar. Pertama, korban akan menabrak stang sepeda motor, kemudian terlempar dan mengenai bonet mobil dan akhirnya jatuh ke tanah. Bersamaan dengan terjadinya impact korban mengenai stang kemudi motor, mobil, dan tanah, maka organ dalam juga akan terbentur-bentur bagian dalam tubuh. Jadi dalam kasus ini akan ada enam potensial impact – tiga benturan tubuh dan tiga benturan organ yang masing-masing memungkinkan terjadinya potensial cedera. 4,5 Dengan membandingkan jumlah impact, maka kita akan memahami mengapa orang terlempar dari dalam atau kendaraan yang bergerak mempunyai resiko cedera yang lebih besar daripada orang yang tertahan atau masih berada di dalam mobil.
8
2.3. Mekanisme Cedera Kemampuan
menganalisa
mekanisme
cedera
akan
membantu
dalam
memperkirakan keadaan dan tingkatan dari cedera sebagai dasar prioritas untuk melakukan
pengkajian lanjutan, dan penanganan kegawat daruratan. Sumber
cedera di dalam mobil menurut studi tabrakan mobil menunjukkan sumber informasi berdasarkan dari bagian mana dari mobil tersebut yang berhubungan dengan penyebab cedera didalam mobil. Terdapat tiga sumber tersering cedera pengemudi pada tabrakan frontal yaitu setir kemudi, panel instrumen, dan sabuk pengaman. Cedera terparah yang paling umum akibat kontaknya pengemudi ketika mengalami tabrakan frontal, secara berurutan yaitu berupa bagian dada dengan setir kemudi, kaki dengan pedal, kepala dengan setir kemudi, paha atau lutut dengan panel instrument, dan dada dengan sabuk pengaman. 5,7,8 Untuk penumpang disebelah pengemudi, panel instrument, sabuk pengaman, jendela, atau kaca bagian depan yang terutama terlibat dalam cederanya. Pada penumpang seperti ini, kebanyakan cedera parah umumnya yaitu berupa tungkai atas dengan panel instrument, dada dengan sabuk pengaman, paha atau lutut dengan panel instrument, dan kaki dengan pedal. Bagian dari perakitan setir mobil, memiliki perbedaan dalam pola cedera dan titik kontak pada tabrakan frontal.8,9 Terdapat
perbedaan
pula
pola
cedera
antara
pengemudi
yang
menggunakan sabuk pengaman dan tanpa sabuk pengaman pada pengemudi yang terbentur dengan setir kemudi dan panel instrument. Distribusi dan beratnya luka yang diderita oleh pengendara kendaraan pada kecelakaan lalu lintas di jalan raya akan bergantung pada seberapa besar kekuataan yang dialami subyek dan arah dari mana mereka datangnya. Kekuatan akan secara langsung berhubungan dengan kecepatan pada waktu terjadinya impact, apakah hanya berupa tipe kecelakaan tunggal atau melibatkan benturan dengan satu atau lebih kendaraan lainnya. Luka akibat impact primer mungkin lebih sering dipengaruhi oleh pengaruh dari kecepatan kendaraan, oleh kerusakan yang terjadi, oleh desain interior dari kabin atau oleh apakah ada atau tidak perlengkapan keamanan dalam kendaraan. 8,9
9
Penggunaan ruang kabin dalam kendaraan bervariasi dari satu Negara ke Negara lain dan dari kelompok umur yang satu ke kelompok umur yang lain dalam Negara maju. Di UK, pengemudi lebih sering hanya sendirian dalam kendaraan; dalam studi kasus yang terencana yang dilakukan oleh pihak yang berwenang, pengendara mobil menderita kecelakaan yang fatal hanya sebesar 33%. Distribusi dan beratnya luka akan dipengaruhi oleh : 7,8,9
Dimana tempat duduk orang yang mengalami kecelakaan;
Arah dari impact yang terjadi;
Desain dari kabin;
Kekuatan dari impact;
Keadaan kendaraan setelah terjadinya impact;
Apakah terjadi sesuatu yang terlempar dari kendaraan;
Penggunaan sistem keamanan; dan
Keterlibatan dari beberapa faktor yang lain seperti kebakaran atau masuknya keras ke dalam kabin, seperti kayu, tongkat, dan lain-lain.
Data aktual menunjukkan kantung udara pengemudi mengurangi keseluruhan resiko kematian dari kecelakaan mobil sebanyak 11 %, tetapi cedera akibat kantung udara sendiri (baik fatal maupun tidak fatal) telah dilaporkan. Jarak terdekat pengemudi pada kantung udara adalah pokok keselamatan yang penting. Dibawah kebijakan pemerintah, pengemudi dianjurkan untuk mempertahankan jarak teraman dari setir kemudi atau mungkin dapat dikerjakan dengan mudah yaitu mendapatkan tombol manual pada kantung udara mobil mereka. Tetapi pengemudi mungkin tidak secara tepat memperkirakan jarak terdekat mereka terhadap setir kemudi. 4 Suatu studi pernah melakukan survey cross sectional terhadap 1000 pengemudi di Boston. Jarak terdekat didefinisikan sebagai jarak antara titik pusat setir kemudi dan hidung pengemudi, seperti yang dirasakan (persepsi) oleh tiaptiap pengemudi dan diukur dengan pita pengukur oleh petugas terlatih. Kemudian dibandingkan antara jarak actual (sebenarnya) dengan jarak persepsi (yang dirasakan) oleh pengemudi. 4
10
Korelasi antara jarak actual dan jarak persepsi sangat rendah (r=0,24) dengan beberapa pengemudi menaksir terlalu rendah (underestimate) dan yang lainnya overestimate terhadap jarak terdekat mereka terhadap setir kemudi. Meskipun sebanyak 234 pengemudi (umumnya perempuan) berpikir bahwa mereka duduk dalam 12 inci (30 cm) dari setir kemudi, hanya 22 pengemudi (19 perempuan dan 3 laki-laki) perhitungan jarak actual tepat 12 inci. Dari 22 pengemudi tersebut, ternyata hanya 8 pengemudi yang juga secara tepat merasakan (jarak persepsi) mereka bahwa mereka duduka dalam jarak 12 inci. Jarak 12 inci adalah jarak ideal keamanan yang diharapkan dari jarak antara setir kemudi sampai hidung pengemudi.
Gambar 2.1. Perceived and Actual Distances from the Driver's Nose to the Steering Wheel. 4
Pengemudi yang berpikir bahwa mereka duduk terlalu dekat dengan setir mobil tetapi secara actual (kenyataannya) tidak secara tepat memperhatikan prosedur keamanan dan mencopot system keaamanan kantung udara mereaka, dengan demikian akan kehilangan keuntungan keselamatan mereka sendiri. Sebaliknya, pengemudi yang secara actual (nyata) duduk terlalu dekat tetapi tidak berpikir bahwa mereka mungkin tidak cukup memperhatikan prosedur keselamatan berkendaraan. Sejak surat permohonan untuk mencopot sistem kantung udara diajukan oleh pemilik kendaraan dan resiko pengemudi tidak dapat dibenarkan, dokter dan pembuat kebijakan seharusnya menyadari masalah ini (mispersepsi) dari pengemudi dan mengambil tindakan proaktif untuk membantu mengidentifikasi seseorang yang secara benar-benar berisiko cedera dari kantung
11
udara. Pengemudi seharusnya dianjurkan untuk mengukur secara objektif jarak mengemudinya terhadap setir kemudi dalam situasi normal berkendaraan. Pengaruh pengembangan kantung udara pada tabrakan dengan kecepatan ringan, menimbulkan cedera dibandingkan dengan tabrakan dengan kecepatan tinggi. Hal ini karena gaya pada tabrakan dengan kecepatan ringan lebih kecil daripada gaya yang dimiliki oleh kantung udara. Sehingga sensitivitas sensor kantung udara sebaiknya disesuaikan dengan kecepatan pengemudi.
Gambar 2.2 Mekanisme tabrakan mobil 9
2.4 Derajat Trauma Dalam menentukan derajat trauma digunakan suatu scoring trauma. Tujuan digunakannya scoring ini adalah sebagai pegangan dalam: a. Menentukan berat ringannya trauma b. Prediksi outcome (survival) c. Menyamakan bahasa dengan sesama paramedik sehingga komunikasi lebih baik. d. Evaluasi dan standarisasi e. Penelitian Terdapat dua kelompok sistem skoring yang bisa dipergunakan untuk menentukan derajat trauma yaitu:
12
A. Penilaian anatomi 7,8 1. AIS(Abbreviated Injury Scale) The Abbreviated Injury Scale (AIS) adalah system scoring secara anatomi yang diperkenalkan tahun 1969. Injuri di rangking dari 1-6, dengan 1 berarti minor, 5 parah, dan 6 tak mungkin hidup. Skor ini menunjukkan ancaman hidup yang berhubungan dengan injuri dan tidak berarti menampakkan pengukuran komprehensif dari tingkat keparahan. 7
2. ISS (Injury Severity Score) ISS adalah system scoring secara anatomi yang menyediakan keseluruhan skor pada pasien dengan multi trauma. Tiap-tiap trauma di tandai dengan AIS dan dinilai pada 6 regio (kepala leher, mukas, dada, perut, ekstremitas, dan bagian tubuh luar). 3 regio yang paling parah, dikuadratkan dan ditambahkan untuk mendapatkan skor ISS. Contoh perhitungan ISS: 7 Skor ISS berkisar dari 0 – 75. Jika injuri yang ditandai pada AIS adalah 6 (unsurvivable injury), maka skor ISS secara otomatis dinilai 75. Skor ISS berkorelasi dengan mortalitas, morbiditas, lama tinggal di RS, dan tingkat keparahan. B. Penilaian fisiologis 7,8 1. Trauma Skor Berdasarkan Trauma Score dapat menentukan prediksi"Outcome" survival sebagai berikut: 3
Grafik 2.1 Survival Probability by Revised Trauma Score
13
2.5 Distribusi Cedera Kendaraan The National Accident Sampling System (NASS) mengkategorikan body regions and injuries, menjadi 9 kategori cedera kendaraan; kepala, wajah, dada, abdomen, pelvis, extremitas atas, paha dan lutut, tungkai bawah, dan spine. Pada table 5.5 menunjukkan semua tipe cedera dan tipe tabrakan, kebanyakan yang mengalami cedera adalah pengemudi, sebanyak 53% trauma itu disebabkan oleh setir kemudi, 49% akibat sabuk pengaman, 49% akibat panel instrument, 28% oleh panel pintu, 25% akibat pedal, dan 25% non-kontak. Derajat cedera yang parah dengan Abbreviated Injury Scale (AIS>2) pada pengemudi adalah setir kemudi (19%), panel pintu (19%), panel instrument (12%).9
Gambar 2.3. Penampang Setir Kemudi 9
Gambar 2.4 Penampang interior kendaraan 9
14
Daerah tubuh yang paling banyak mengalami cedera, pada pengemudi, adalah pada daerah dada sebanyak 67% dibanding daerah tubuh lain (Pada tabel 2.1) juga ditunjukkan bahwa pengemudi lebih banyak mengalami cedera yang lebih serius dibandingkan penumpang lainnya, dengan skor AIS > 2 (tabel 2.2).
Tabel 2.1 Regio tubuh yang paling banyak cedera pada kasus tabrakan 9
Tabel 2.2 Tingkat keparahan cedera ditinjau dari posisi duduk 9
15
Pada tabel 2.3 ditunjukkan kebanyakan benturan pengemudi dengan bagian interior kendaraan, paling banyak disebabkan oleh setir kemudi steering wheel.
Tabel 2.3 Point of Contact for All Collisions 9
Luka yang terjadi pada pengemudi dan penumpang yang duduk di kursi depan hampir mirip. Pada 80% kecelakaan mobil yang fatal, impact yang terjadi adalah frontal dan permasalahannya apakah impact itu terjadi diantara dua kendaraan atau apakah hal itu melibatkan kendaraan tunggal yang terbentur dengan beberapa halangan benda keras seperti tiang lampu, pohon atau bangunan. Ketika mobil bergerak kedepan yang berakibat sampai terbentur benda keras sehingga berhenti, penumpang yang tidak bisa bertahan akan terlempar ke atas dan kedepan sampai mereka tertahan oleh beberapa bagian dari kendaraan atau, jika mereka terlempar dari kendaraan, yang berkontak dengan tanah atau beberapa benda lain. Pengemudi yang terlempar kedepan dadanya akan menyebabkan terbentur pada setir kemudi mobil dan tiang yang mungkin menyebabkan luka yang fatal dalam rongga dada jika tidak hal itu akan menyebabkan kolaps. Kepala
16
mungkin akan terbentur dengan kaca depan atau dengan bagian atasnya dan atap. Tungkai dan khususnya lutut mungkin akan terluka akibat kontak dengan dashboard atau pembungkusnya. Gambaran luka yang nampak dari luar mungkin dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pakaian, umur, bentuk luka dan defek fisik yang lain pada korban. Pada kecelakaan yang fatal, bagaimanapun juga, kekerasan dari impact seperti factor itu yang mempunyai sedikit keterkaitan.
2.6 Lokasi Cedera akibat setir kemudi Steering Wheel injury sangat sering menyebabkan trauma tumpul dada. Hal ini secara potensial sangat mengancam kehidupan karena terancamnya system respiratori, cardiovaskuler, dan sirkulasi tubuh. Ketika tim medis berhadapan dengan kasus seperti ini, kemungkinan terbesar akibat trauma tersebut adanya flail chest dan hemothorak. Temuan potensial lain yang mungkin ditemukan yaitu adanya tension pneumothorak, trauma pembuluh darah besar dan jantung, perdarahan masif, tamponade jantung, dan cedera abdomen bersamaan. 9,10
Gambar 2.5 Lokasi cedera akibat setir kemudi 10
17
Tabel 2.5 dibawah ini, menunjukkan semua cedera pada 167 pengemudi; setir kemudi umumnya mengenai daerah wajah (34%), dan kepala (19%). Sementara cedera akibat sabuk pengaman biasanya pada dada (35%), dan abdomen (23%). Sisanya cedera lutut/paha akibat panel instrument (35%) dan pedal mobil pada cedera kaki (25%). 9
Tabel 2.5 Lokasi paling banyak kecelakaan akibat benturan dengan setir kemudi 9
18
Cedera pada kepala dan leher Cedera yang signifikan pada kepala dan leher memperlihatkan lebih dari 50% dari semua kecelakaan lalu lintas yang fatal yang terjadi di jalan raya melibatkan pengemudi kendaraan dan penumpangnya. Luka akibat pecahan kaca pada wajah dan leher, akibat hancurnya kaca depan, lebih sering terjadi pada penumpang yang duduk di kursi depan yang menyebabkan cedera pada kepala yang lebih sering seperti akibat hantaman kepala pada kaca depan. Cedera pada mata biasa terjadi pada kasus seperti itu tetapi frekuensinya terus menurun seiring dengan penggunaan sabuk pengaman. Fraktur tulang tengkorak di jelaskan dengan bagian dari impact. Pengemudi yang tidak tertahan oleh sabuk pengaman sehingga terpelanting ke atas dan ke depan mungkin akan terbentur dengan stir mobil dan hal itu mungkin tidak hanya tergantung pada kekuatan impact dengan kaca depan atau bagian interior dari kabin tetapi juga akan mencegah terlemparnya mereka dari kendaraan. Penumpang biasanya lebih sering terlempar, sering melalui kaca depan atau pintu dan sering menderita fraktur tulang tengkorak yang parah akibat impact dengan aspal jalan atau benda padat yang berada disekitarnya seperti tembok atau pohon. Fraktur yang terjadi mungkin akibat depresi tetapi paling sering berupa fraktur basal kranii, yang melibatkan middle fossa dari tengkorak; fraktur melingkar pada basis cranii mungkin sebagai akibat kendaraan yang terguling. Gambaran yang umum terjadi pada cedera otak tidak dapat diketahui dan biasanya tergantung dari tindakan antisipasi yang dilakukan yang bisa dilihat dari bagian dan arah dari fraktur tulang tengkorak tersebut. 8,9 Cedera spinalis bagian servikal sering terjadi. Cedera fatal yang sering terjadi berupa dislokasi pada atlanto occipital joint yang menyebabkan kerusakan irreversible pada batang otak. Cedera dan dislokasi pada upper cervical spine tersebut yang memperlihatkan sepertiga dari semua kecelakaan yang fatal yang terjadi di jalan raya-yang mungkin dapat diketahui dengan mudah melalui autopsy meskipun tidak memperlihatkan gambaran yang spesifik. Mungkin tidak terdapat perdarahan di sekitar dislokasi, meskipun terdapat kelemahan yang ekstrim dengan pemisahan yang nyata pada atlas dan occiput yang kebetulan terlihat. Dislokasi itu sering mengakibatkan rotasi dari tulang tengkorak atau bergeser
19
pada arah horizontal. Rigor mortis mungkin menutupi cedera itu dan, kadangkadang, ligamen sobek atau hanya teregang pada satu sisi. Pergeseran, parsial atau komplit, pada medula dari pons sering terjadi, tetapi, pada umumnya, tidak tampak cedera microskopik yang nyata. Biasanya dislokasi pada upper cervical vertebrae lebih sulit untuk dideteksi. Mungkin tidak ditemukan cedera yang terjadi pada spinal cord meskipun hal itu mungkin disebabkan oleh trauma pada tingkat dislokasi seperti itu. Salah satu tipe spesifik dari cedera spinal bagian servikal, pada saat sekarang sudah sangat jarang terjadi, terjadi ketika kendaraan bermotor yang kecil menabrak bagian belakang dari kendaraan yang sangat besar dan pengemudi sering terpenggal kepalanya. Kendaraan yang besar pada saat sekarang dipasangi sebuah palang yang dipasang melintang pada bagian bawah dari bagian ekor kendaraan dengan tujuan untuk mencegah kecelakaan seperti itu. Keparahan dan waktu terjadinya cedera soft-tissue yang fatal yang terjadi pada leher mungkin juga terjadi ketika sepeda motor atau sepeda melintas dengan kecepatan tinggi menghantam bagian belakang dari kendaraan besar yang sedang berhenti. Cedera pada arteri vertebralis, dengan cepat mengakibatkan perdarahan subarachnoid yang berat, yang jarang terjadi kurang dari 1 dalam 200 kasus yang tercatat. Perdarahan subarachnoid traumatik terjadi akibat impact pada bagian leher atas yang sering terdiagnosis.
(3)
Impact yang seperti itu mungkin terjadi
akibat terjadi impact yang berasal dari samping atau jika kendaraan terbalik. 8,9
Cedera toraks Cedera pada dada terjadi dalam keadaan pengemudi atau penumpang yang berada di kursi depan yang tidak terlindungi oleh sabuk pengaman-atau pengemudi atau penumpang yang berada di kursi depan yang terlindungi oleh sabuk pengaman yang terlibat dalam kecelakaan yang keras-mengakibatkan terjadinya impact dengan tiang stir atau stir dan biasanya segera mengakibatkan kematian. Kematian disebabkan oleh ruptur traumatik pada aorta atau, yang lebih jarang, akibat ruptur pembuluh darah besar yang lain atau akibat cedera pada jantung.
20
Cedera yang terjadi pada dinding dada akibat impact yang fatal dengan tiang stir yang mungkin minimal atau tidak sama sekali. Pada bagian bawah dari stir kendaraan dapat terlihat ganbarannya pada dinding dada sebelah kiri bawah dan meluas ke depan dari lengan kiri. Pada poros tengah dari stir kendaraan tampak pada dada. Aorta rupture pada kedua kasus itu. Gambaran luar dari cedera seperti itu akan dihubungkan tidak hanya oleh kekuatan impact tetapi juga oleh pakaian dan usia yang meninggal. Pada kasus yang terjadi pada seusia muda, mobilitas yang terjadi pada dinding dada akan mempengaruhi aorta, atau juga jantung, terjadi rupture dalam keadaan tanpa adanya fraktur pada costae atau sternum. Dalam data kematian, persentase kematian yang diakibatkan oleh rupturnya aorta hampir sama terjadi pada pengemudi dan penumpang yang berada di kursi depan meskipun insiden fraktur pada costa lebih serin terjadi pada pengemudi. Yang menarik, cedera yang diderita pengemudi dan penumpang yang berada di kursi depan biasanya sama ketika keduanya meninggal akibat impact frontal yang keras; cedera yang berat terjadi sama pada sepuluh dari sebelas kematian ganda yang berturut-turut. Pendapat mengenai desain interior dari kabin sedikit mempengaruhi pola dari luka ketika impact yang terjadi sangat keras; bagaimanapun juga, hal itu mempunyai efek yang signifikan dalam kasus yang melibatkan kekuatan yang kurang keras. Rupture aorta traumatic lebih sering terjadi pada distal dari arcus aorta tetapi hal itu mungkin juga ditemukan pada beberapa bagian dari aorta torakalis. Rupture yang terjadi mungkin berupa robekan yang melingkar, memberikan gambaran seperti telah terpotong oleh pisau yang tajam; kematian segera terjadi pada kasus seperti ini. Bagaimanapun juga, semua derajat rupture mungkin terjadi. Rupture initial mungkin kadang-kadang hanya terjadi pada lapisan adventisia, atau hal itu hanya berpengaruh pada area yang kecil pada dinding pembuluh darah. Pada kasus yang ada, perdarahan yang berat akan diikuti penyembuhan terhadap syok dengan meningkatkan tekanan darah. Perdarahan yang berat mungkin akan berlangsung lama hingga beberapa hari. Korban akan mengalami mediastinal hematom yang bertambah berat yang seharusnya dapat memberikan petunjuk pada klinisi terhadap adanya kebocoran aorta.
21
Cedera yang terjadi pada jantung tidaklah jarang terjadi dan terjadi pada 16% dari laporan kasus yang telah dibahas ulang. Ruptur traumatic pada jantung jarang terjadi yang hanya berupa lesi yang berat, yang lebih sering terjadi, hanya satu dari beberapa cedera yang terjadi yang sama-sama mengancam kehidupan. Atrium kanan merupakan ruangan yang paling sering terjadi ruptur, diikuti oleh ventrikel kanan. Dengan kebetulan, semua ruangan jantung bisa mengalami kerusakan yang sama. Cedera yang parah kadang-kadang dapat terjadi; Gambar 2.5 memperlihatkan kerusakan pada aorta, ventrikel kiri dan kedua atrium demikian juga ventrikel kiri yang tertusuk akibat fraktur costae. Memar pada dinding jantung mungkin terjadi pada traumatic coronary thrombosis. Trombosis tersebut mungkin menyebabkan kematian tiba-tiba segera setelah kecelakaan tetapi jarang. Ketika hal itu terjadi, bagaimanapun juga, memar di dalam dan disekitar keluarnya pembuluh darah tidak ada keraguan dianggap sebagai etiologinya Hubungan yang lain antara cedera dada dan dengan coronary artery disease masih menjadi perdebatan. Cedera pada pulmo terjadi lebih dari 50% dari pengemudi. Cedera pada system respirasi berhubungan dengan:
Perubahan tiba-tiba tekanan intratoraks berhubungan dengan tekanan pada toraks.
Kerusakan akibat fraktur costae.
Tekanan tinggi yang tiba-tiba pada dinding toraks mungkin menyebabkan rupture bronkus, juga bisa terjadi tanpa fraktur costae. Cedera seperti itu jarang terjadi dan hanya terjadi pada dewasa muda dengan pergeseran dinding dada yang parah. Bula traumatic terjadi pada permukaan paru-paru yang paling sering terjadi setelah terjadi kompresi tiba-tiba pada dinding dada. Bentuknya berhubungan dengan peningkatan tiba-tiba tekanan negative intra toraks yang terjadi setelah terjadinya kompresi. Bula tersebut mempunyai dinding yang tipis dan paling sering terjadi di bawah tempat terjadinya impact dan disepanjang tepi lobus. Rupture bula itu, tidak seperti rupture pada bula emfisematous yang berhubungan dengan chronic lung disease, yang jarang menyebabkan pneumotoraks yang signifikan. Bula itu hanya menutupi rongga subpleura dengan segera.
22
Contusion paru biasa terjadi dan mungkin bisa membahayakannya. Paruparu mungkin bisa terpisah dari cabang bronchial. Kerusakan dalam lobus atau lobulus bukanlah jarang terjadi pada kasus yang bahaya. Perdarahan yang berat mungkin terjadi. Laserasi paru-paru mungkin terjadi dengan atau tanpa dorongan dari sesuatu akibat patahnya costae. Laserasi yang tanpa cedera akibat desakan biasanya berhubungan dengan pleura adhesive. Pada kasus yang jarang terjadi, perdarahan yang berat mungkin keluar dari percabangan arteri pulmonalis. Perdarahan intratoraks yang berat tidak berhubungan dengan cedera pada jantung atau pembuluh darah besar biasanya berasal dari arteri intercosta. Hal itu berperan dalam menimbulkan kematian yang berhubungan dengan semua tension pneumotoraks; seiring dengan berjalannya waktu akan bertambah berat dan diagnosis menunjukkan perlunya dirawat di rumah sakit dan dievakuasi sebelum menjadi keadaan yang lebih parah. 8,9,10
Cedera abdomen Menurut frekuensinya, cedera visceral pada abdomen melibatkan liver, spleen, dan ginjal. Mesenterium dan pancreas jarang mengalami kerusakan. Bagian liver yang mengalami kerusakan berhubungan langsung dengan impact yang terjadi. Sebagian impact biasanya terjadi di frontal, bagian tengah yang paling sering mengalami cedera, liver mengalami benturan yang menyebabkan kerusakan akibat terkena tulang belakang. Kerusakan internal yang berat pada liver mungkin terjadi tanpa rupture dari kapsulnya. Ruptur pada kapsul dan perdarahan yang berat mungkin terjadi beberapa jam setelah pemeriksaan yang terjadi karena semakin meluasnya perdarahan intra hepatik akibat pecahnya kapsul. Diafragma mungkin mengalami ruptur ketika terjadi impact pada perut bagian atas yang sangat keras; organ viscera dalam abdomen mungkin kemudian mengalami herniasi ke dalam rongga pleura. 7,8,9
23
2.7 Legal Counsel Steering Wheel Injury Perkembangan automobile tidak dielakkan telah memberi pengaruh besar terhadap pengetahuan medis. Pada awal perkembangan automobil diperkenalkan, luka “crank injuries” pada lengan menjadi hal yang sering terjadi. Seiring perkembangan, “whisplash injuries” cedera pada leher menjadi sorotan. 10,11 Pada saat ini, cedera lain sering dilupakan, dampak kecelakaan mobil akibat kemudi adanya kontusio jantung. Morits menyatakan bahwa myocardium dapat mengalami cedera oleh satu dari beberapa cara oleh pengaruh trauma tumpul pada dada, yaitu: 11 1. Robekan endokardial dapat menembus kedalam tetapi tidak sampai melewati miokardium, menyebabkan rupture parsial. Ini dapat berkembang kemudian menjadi rupture komplet dan kematian mendadak. 2. Miokardium dapat mengalami kontusio dengan perdarahan interstitial, nekrosis, dan bahkan pembentukan jaringan parut. 3. Cedera secara langsung pada arteri koroner diikuti oleh pembentukan thrombus dan infark miokardium sekunder, atau oleh sebab perdarahan didalam arteromatous plaque dengan menghasilkan oklusi / sumbatan pada lumen. Moritz mengakui kategori yang ketiga relatif jarang terjadi. Simpson dalam teksnya menambahkan kategori keempat, bahwa trauma tumpul akibat adanya kekuatan tumpul, dapat menyebabkan spasme arterial, yang memberikan penjelasan rasional pada kematian tiba-tiba yang kadangkala terjadi pada benturan pada dada. Hal ini sering disebut sebagai komosio jantung, yang mengganggu fungsi jantung akibat pengaruh goncangan jantung tanpa dapat mengenali cedera massif ataupun minimal. Sehingga wajiblah secara rutin penggunaan elektrokardiografi pada semua kecelakaan automobile dimana terdapat riwayat cedera dada akibat setir kemudi. Ini penting dari aspek medikolegal untuk mendapatkan EKG pada setiap kasus cedera setir kemudi. Dari pandangan penuntut, seorang dokter memiliki kewajiban untuk memastikan semua cedera yang ada sehingga penuntut dapat memperoleh kompensasi secara wajar. Elektrocardiogram adalah tambahan dalam menentukan apakah telah terjadi cedera pada jantung dan sebagai bukti objektif yang dapat ditunjukkan didepan pengadilan. 11
24
Beberapa mungkin bertanya, apakah mungkin untuk menyatakan dari EKG, apakah perubahan terlokalisir yang diduga keras sebagai kontusio jantung bukan oleh karena insufisiensi koroner mendadak yang menyebabkan perubahan miokardial atau akibat dari stress sehingga menyebabkan vasokontriksi dari arteri koroner. Dari pandangan hukum, ini tidak mempengaruhi penyebab yang terdekat; misalnya penyakit jantung yang dapat diramalkan kedepan sebagai akibat kecelakaan, dan dengan demikian penuntut (penggugat) dapat memperoleh kompensasi ganti rugi. Ini penting dari aspek medikolegal sebagai suatu prognosis. Dari pandangan medis, jika tidak kamu berada dalam posisi untuk memperkuat dua teori yang diajukan, pembuktian terbalik dari pengacara mungkin dapat menyudutkan testimony penggugat. Dengan demikian, sangatlah penting untuk berhati-hati dan secara detail mengetahui riwayat semua kasus kecelakaan. Disini tidak cukup hanya bertanya bahwa pasien mengalami kecelakaan mobil. Temukan dimana sebenarnya pasien duduk waktu itu. Apakah dia belok ke kanan atau ke kiri, pada sisi mana mobil tertabrak, dan secara terperinci, bagaimana korban mendapatkan cedera setelah kejadian tersebut. 11 Pengacara di pengadilan sering meremehkan dokter, bukan karena mereka extra-smart, tetapi lebih sering karena dokter membuat riwayat kejadian kecelakaan pada korban secara buruk, sehingga membuat pemeriksaan menjadi tidak lengkap, dengan demikian ill-prepared disiapkan untuk mempertahankan mereka sendiri. 11
2.8 Steering Wheel Injury Compensation Setir kemudi adalah bagian dari mobil yang paling banyak menyebabkan cedera, khususnya jika tidak dilengkapi dengan kantung udara. Akibat cedera ini menyebabkan cedera serius pada pengemudi; baik kepala, dada, dan abdomen, cedera itu seperti fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya aorta. Dinegara Eropa dikenal ganti rugi akibat cedera setir kemudi, contohnya serious Back Injury £30,000, Wrist Injury £3,000, Serious Neck Injury £30,000, Serious Hand Injury £10,000, Ankle Injury £3,000, Serious Knee Injury £20,000, Serious Head Injury £50,000. 12
25
BAB III KESIMPULAN
Dari kajian diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Cedera setir kemudi (Steering Wheel Injury) adalah trauma pada dinding dada depan yang disebabkan setir mobil selama kecelakaan automobil, yang termasuk fraktur sternum dan tulang rusuk, kontusio jantung, robeknya aorta atau pembuluh darah besar, serta cedera pada paru. 2. Steering Wheel injury secara potensial sangat mengancam kehidupan. Kebanyakan sering menyebabkan trauma tumpul dada, trauma kepala, dan abdomen. 3. Derajat luka dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal kendaraan. Dimana setir kemudi merupakan penyebab benturan terbanyak dibandingkan komponen lain kendaraan ketika terjadi tabrakan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Craig D. Newgard, Roger J. Lewis, Jess F. Kraus, Steering Wheel Deformity and Serious Thoracic or Abdominal Injury Among Drivers and Passengers Involved in Motor Vehicle Crashes. the American College of Emergency Physicians. doi:10.1016/j.annemergmed.2004.09.011. 2. Lau, Ian V, Horsch, John D, Viano, david C, Andrezejak, Dennis V. Biomechanics of Liver Injury by Steering Wheel Loading. Williams & Wilkins 1987. 3. Nagato Jiro, Ischida Yasuo, Yamada Fumio, Kawasaki S, Hashimoto S, Ohashi N. A Case of Severe Steering Wheel Injury with Pancreatic Duct Injury. Journal of Japan Surgical Association. VOL.60;NO.7; 1999.page 1901-1905 4. Maria Segui-Gomez, Jonathan Levy, John D. Graham. Airbag Safety and the Distance of the Driver from the Steering Wheel. Harvard Center for Risk Analysis Boston, MA 02115-5102 . NEJM. Volume 339:132-133, Number 2. July 9, 1998. 5. Maria Segui-Gomez, Jonathan Levy, Henry Roman, Kimberly M. Thompson, Kathleen McCabe, and John D. Graham. Driver Distance From the Steering Wheel: Perception and Objective Measurement. Am J Public health. 1999;89:1109-1111 6. Daniel Kahn, MD. Myocardial Contusion Due to Steering Wheel Injury. JAMA. 1967;200(3):255-257. 7. Maria Segui-Gomez. Driver Air Bag Effectiveness by Severity of the Crash. Am J Public health. 2000;90:1575-1581 8. A Keith Mant. Pathology Of Trauma. Williams & Wilkins. 2009 9. Monash University. Passenger Cars and Occupant Injury. Federal Office of Road Safety - Contract Report 95. Monash University ABN 12 377 614 012: 15 November 2005 - Maintained by
[email protected]. 10. Wolters Kluwer. Steering Wheel Injury. AJN The American Journal of Nursing: May 1991 - Volume 91 - Issue 5 - ppg 54. 11. Arthur H Coleman. Steering Wheel Injuries to the Heart. San Francisco. California. Legal Counsel Journal of The National medical Association. May, 1959.
27
12.Axcalibur.
Steering
Wheel
Injury
Compensation.
www.axcalibursolicitors.co.uk/car-accidents.cjm. Akses: 20 Maret 2010.