STATUS NUTRISI SAPI PERAH YANG DIUKUR MELALUI PROFIL METABOLIT DARAH DI PETERNAKAN RAKYAT BANDUNG UTARA
RATIH PRATIWI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Status Nutrisi Sapi Perah yang Diukur Melalui Profil Metabolit Darah di Peternakan Rakyat Bandung Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015 Ratih Pratiwi
NIM D24110007
ABSTRAK RATIH PRATIWI. Status Nutrisi Sapi Perah yang Diukur Melalui Profil Metabolit Darah di Peternakan Rakyat Bandung Utara. Dibimbing oleh DESPAL dan IDAT GALIH PERMANA. Status nutrisi dari sapi perah berpengaruh terhadap performanya (produksi, efisiensi dan kesehatan) baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status nutrisi sapi perah dan hubungannya dengan performa ternak di peternakan rakyat KPSBU, Lembang. Sebanyak 23 ekor sapi perah Friesian Holstein digunakan dalam penelitian ini dengan metode survey selama 2 minggu. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif serta korelasi dan regresi untuk mengetahui hubungan antara kualitas pakan dan status nutrisi serta antara status nutrisi dan performa ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pakan yang digunakan oleh peternak memiliki kualitas yang rendah dan memaksa peternak untuk meningkatkan pemberian pakan. Hal ini digambarkan dengan rendahnya kandungan glukosa dan tingginya kandungan non esterified fatty acid (NEFA) dan β-hydroxy butirate acid (BHBA) darah yang menyebabkan energy negative balance (NEB). Terdapat hubungan korelasi yang signifikan (P<0.05) antara beberapa profil metabolit (kolesterol, urea dan glukosa) dengan bobot badan, produksi susu dan BCS. Kata kunci : profil metabolit, sapi perah, status nutrisi
ABSTRACT RATIH PRATIWI. Nutritional Statues of Dairy Cows Measured by Blood’s Metabolite Profile at North Bandung Traditional Dairy Farm. Supervised by DESPAL and IDAT GALIH PERMANA. Nutritional statues of dairy cows influence its performances (production, efficiency and health) both shorterm and longterm effect of nutritional statues. A research to study nutritional statues of dairy cows and their relation to the cow’s performances have been conducted in smallholder dairy farmer members of KPSBU cooperative, Lembang. As many as 23 Friesian Holstein used to this research by survey method for 2 weeks. This research used descriptive analysis and regression to study relationship between feed quality and nutritional statues as well as relation between nutritional statues and animal performances. The results showed that feed qualities used by the farmers were low and force the farmer to increase the amount of feed’s offer. It is showed by low glucose content and high non esterified fatty acid (NEFA) and β-hydroxy butirate acid (BHBA) blood contents, so its cause energy negative balance (NEB). There is significant correlation (P<0.05) between some of metabolite profile (cholesterol, urea and glucose) with milk production, BCS, and body weight. Keywords : blood’s metabolite profile, dairy cows, nutrition status
STATUS NUTRISI SAPI PERAH YANG DIUKUR MELALUI PROFIL METABOLIT DARAH DI PETERNAKAN RAKYAT BANDUNG UTARA
RATIH PRATIWI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 sampai Maret 2015 ini ialah status nutrisi sapi perah, dengan judul Status Nutrisi Sapi Perah yang Diukur Melalui Profil Metabolit Darah di Peternakan Rakyat Bandung Utara. Skripsi ini mengenai status nutrisi sapi perah yang berada di wilayah Bandung Utara. Status nutrisi ini diketahui melalui beberapa parameter, diantaranya adalah profil metabolit. Hal ini perlu diketahui untuk meningkatkan produksi dan konsumsi susu sapi perah dengan konsumsi pakan yang efisien, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan peternak. Selain itu, pemberian yang berlebihan tanpa meningkatkan kandungan nutrien dapat menyebabkan metabolic disorder. Saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi baru dalam dunia peternakan.
Bogor, Oktober 2015 Ratih Pratiwi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN MATERI DAN METODE Bahan Alat Lokasi dan Waktu Prosedur Rancangan dan Analisis Data Peubah yang Diamati HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan dan Kandungan Nutrien Performa Ternak Hubungan Konsumsi Nutrien dan Profil Metabolit Darah Ternak SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP UCAPAN TERIMA KASIH
i ii iii 1 2 2 2 2 3 5 5 5 5 7 12 15 15 19 21 21
DAFTAR TABEL 1 Rataan konsumsi pakan pada sapi perah 2 Konsumsi bahan kering dan nutrien ransum 3 Rataan status nutrisi sapi perah laktasi 4 Korelasi konsumsi nutrien pakan dengan status nutrisi ternak 5 Korelasi status nutrisi dengan performa ternak
5 6 8 12 13
DAFTAR GAMBAR 1 Hubungan periode laktasi dengan Body Condition Score (BCS) 2 Hubungan periode laktasi dengan produksi susu 3 Hubungan periode laktasi dengan Beta-Hydroxy Butirat Acid (BHBA)
10 11 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis regresi glukosa dengan PK dan Beta-N 2 Hasil analisis regresi BHBA dengan Ca dan P 3 Hasil analisis regresi albumin dengan Ca dan P 4 Hasil analisis regresi urea dengan BK, PK, LK, SK, Beta-N dan TDN 5 Hasil analisis regresi produksi susu dengan kolesterol 6 Hasil analisis regresi BCS dengan urea 7 Hasil analisis regresi bobot badan dengan glukosa
19 19 19 19 20 20 20
1
PENDAHULUAN Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, perbaikan ekonomi dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan ini disertai dengan peningkatan harga susu dalam negeri, karena produksi yang terbatas. Konsumsi susu masyarakat Indonesia baru mencapai 16.4 kg atau 15.97 liter per kapita pada tahun 2011 (Iwantoro 2012) lebih rendah dibandingkan dengan perkapita susu tahun 2010 di beberapa negara di Asia, diantaranya adalah India (42.8 liter), Thailand (31.7 liter), Malaysia (22.1 liter) dan Filipina (22.1 liter) (Tetra Pak Indonesia dalam Ghaffari 2014). Status nutrisi pada sapi perah juga mempengaruhi produksi yang dihasilkannya. Status nutrisi berkaitan langsung dengan produksi, efesiensi, dan kesehatan. Produksi susu merupakan proses alamiah bagi sapi perah setelah melahirkan. Induk ternak bahkan akan menguras cadangan tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan untuk memproduksi susu. Sapi yang mempunyai produksi susu tinggi akan membutuhkan energi hidup pokok untuk fungsi jaringan tubuh dan produksi yang melebihi dari energi yang dapat dikonsumsinya (Reist et al. 2000). Peningkatan populasi, produktivitas, dan persistensi sapi perah hingga saat ini masih terkendala oleh ketersediaan pakan berkualitas sehingga berdampak pada upaya peningkatan produksi susu dalam negeri yang masih relatif rendah. Peternak sapi perah mengatasi keadaan tersebut dengan memenuhi kebutuhan sapi-sapi tersebut melalui penggunaan hijauan dari legum makanan ternak atau hijauan limbah tanaman pertanian yang tersedia semusim, menggunakan ampas tahu dan pakan penguat lainnya. Pola pemberian yang dilakukan oleh peternak dengan menggantikan rumput dengan legum dalam proporsi yang tidak terkontrol dapat membahayakan kesehatan ternak, seperti kegemukan, metabolic disorder, masalah reproduksi, persistensi produksi, dan efesiensi ekonomi, terutama untuk induk ternak yang sedang laktasi. Asl et al. (2011) menjelaskan bahwa pada saat fase menjelang melahirkan, induk sapi akan mengalami keseimbangan neraca energi yang negatif (Negatif Energy Balance = NEB) begitu pula pada saat dipuncak laktasi, karena peningkatan yang besar dalam kebutuhan nutrien pada sapi tersebut, serta ekstensif mobilisasi dari cadangan lemak tubuh sebagai Non-esterified Fatty Acid (NEFA). NEFA darah merupakan indikator penilai status energi ternak, namun konsentrasi NEFA darah dapat dipengaruhi oleh stres. Oleh karena itu, harus diperhatikan kondisi status nutrisinya. Status nutrisi ternak dapat digambarkan dalam jangka pendek dari evaluasi feses dan profil metabolit darah serta performa produksi. Sedangkan, dalam jangka panjang digambarkan melalui kondisi tubuh (Body Condition Score = BCS). Profil metabolit digunakan pada sapi perah untuk membantu mengidentifikasi masalah nutrisi dan manajemen yang ditujukan untuk mendapatkan gambaran status nutrisi ternak sebagai dampak jangka pendek dan panjang dari sistem pemberian pakan yang dilakukan oleh peternak selama ini dan menentukan kebutuhan optimal dari sapi perah. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
2
mendapatkan gambaran status nutrisi ternak sebagai dampak jangka pendek dan jangka panjang dari sistem pemberian pakan yang dilakukan oleh peternak selama ini melalui pengukuran profil metabolit (glukosa, urea, albumin, cholesterol, Beta-Hydroxybutyrate Acid (BHBA), dan Non-esterified Fatty Acid (NEFA)) darah, performa produksi (produksi susu dan komponennya) ternak, bobot badan dan Body Condition Score (BCS).
METODE Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian yaitu darah dan serum ternak. Ternak yang diamati yaitu sapi perah peranakan Friesian Holstein (FH) sebanyak 23 ekor dengan rata-rata bobot badan 442.71 ± 33.65 kg, umur sapi 4.83 ± 2.02 tahun, serta periode laktasi 2.96 ± 1.72 kali. Sampel darah yang digunakan adalah darah sapi segar untuk analisis kadar glukosa, BHBA dan kolesterol darah ternak, sedangkan serum darah untuk analisis kadar albumin, urea dan NEFA darah ternak.
Alat Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain kuisioner untuk data ternak, syringe untuk pengambilan darah, tabung anti koagulan untuk penyimpanan sampel darah, dan sentrifuser. Selain itu, alat-alat yang digunakan untuk analisis profil metabolit darah, yaitu Glukometer, Precisian XtraTM Blood Ketone Test Strips, Chol Total Cholesterol, Albumin Liquicolor, Urea Liquicolor, dan Max Discovery NEFA Assay Kit.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di beberapa daerah peternakan rakyat sapi perah, yaitu peternakan rakyat di Desa Cilumber, Langensari, dan Pojok Atas. Pengambilan sampel dilaksanakan selama 14 hari di peternakan rakyat untuk pengambilan data lapang. Analisis Albumin dan Urea dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedoktern Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pemisahan serum darah untuk analisis NEFA dilakukan di Laboratorium Terpadu Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB, serta analisis NEFA dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka (PSB), Institut Pertanian Bogor.
3
Prosedur Survei dan Observasi Lapang Survei dilakukan di Peternakan Sapi Perah rakyat di Lembang, Bandung Utara. Pengamatan dilakukan bersamaan dengan wawancara kepada setiap peternak menggunakan daftar isian yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Pemilihan sapi yang akan diteliti berdasarkan jumlah dan range produktivitasnya. Pengamatan dilakukan sebagai konfirmasi terhadap hasil wawancara kepada peternak dan untuk memperoleh gambaran lebih jelas mengenai keterampilan teknis peternak. Sapi yang diamati merupakan sapi-sapi yang sedang laktasi dengan produksi susu yang tinggi. Teknik Pengambilan Data Penelitian ini menggunakan metode pengukuran, pengamatan langsung dan wawancara di lapang yang disertai pengisian kuisioner. Kuisioner berisi informasi mengenai identitas peternak, kepemilikan ternak, konsumsi pakan sapi laktasi, dan kesehatan ternak. Data yang diukur meliputi konsumsi pakan, bobot badan, nilai BCS, manure score, produksi susu, komposisi susu, dan data yang yang diambil dari wawancara dengan peternak, sedangkan pengambilan darah dilakukan oleh Dokter Hewan dari pihak Koperasi Peternakan Sapi Bandung Utara (KPSBU). Sebelum pengambilan sampel, bagian yang berdarah dibersihkan dan di desinfeksi. Sampel darah dikumpulkan dari vena jugularis dalam kondisi aseptik secara langsung kedalam tabung anti koagulan dan ditempatkan dalam bak es pemisahan yang dilakukan dengan sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 4000 rpm. Serum disimpan beku pada suhu -4oC hingga dilakukan analisis di laboratorium. Beberapa data dianalisis langsung di peternakan antara lain kadar Glukosa, BHBA dan Cholesterol, dengan menggunakan Glukometer, Precisian XtraTM Blood Ketone Test Strips, dan Chol Total Cholesterol untuk masingmasing parameter. Data yang dianalisis di laboratorium meliputi kadar Albumin, Urea dan NEFA darah. Konsumsi Pakan dan Nutrien Konsumsi pakan dan nutrien dihitung berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi dikalikan dengan kandungan nutrien. Jumlah pakan yang dikonsumsi dihitung dari jumlah pakan yang diberikan dikurangi dengan jumlah pakan yang tersisa. Hijauan dan konsentrat yang digunakan ditimbang berat segar yang diberikan dan yang tersisa menggunakan timbangan gantung kapasitas 50 kg. Kandungan nutrien dari masing-masing pakan yang diberikan diukur melalui analisis laboratorium dari sampel pakan yang diberikan. Pakan yang digunakan oleh masing-masing peternak diambil sampelnya sebanyak 1 kg untuk hijauan dan 200 g untuk konsentrat. Bobot Badan Pendugaan bobot badan (BB) pada sapi perah dilakukan dengan mengukur lingkar dada (LD) menggunakan pita ukur. Pendugaan bobot badan dihitung menggunakan rumus Schoorl (Sudono et al. 2003) yaitu :
4
(LD + 22)2 100 Keterangan : BB : bobot badan (kg) , LD : lingkar dada (cm) BB =
Produksi Susu Produksi susu diukur setelah pemerahan pagi dan sore hari menggunakan gelas ukur. Jumlah susu yang dihasilkan dicatat dalam satuan liter. Komposisi Susu Komposisi susu yang dianalisis meliputi kadar lemak, protein, laktosa, dan total solid (TS). Analisis dilakukan dengan mengambil sampel susu hasil pemerahan pagi dan sore sebanyak 20 ml pada masing-masing sapi. Sampel diambil segera setelah selesai pemerahan dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Analisis komposisi susu menggunakan lactoscan tipe S_L. Analisis Kandungan Nutrien Kandungan nutrien yang dianalisis meliputi komposisi proksimat (BK, Abu, PK, LK, SK, BETA-N), dan kandungan mineral (Ca dan P). Analisis Proksimat dilakukan pada sampel hijauan dan bahan konsentrat yang telah diidentifikasi dikeringkan dibawah sinar matahari selama 15 jam intensitas matahari (Asti et al. 2010) atau di dalam oven selama 24 jam. Hijauan dan bahan penguat digiling hingga melewati saringan 0.5 mm. Analisis proksimat dilakukan dengan metode AOAC (1988) untuk mengetahui kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan esktrak tanpa nitrogen. Analisis mineral kalsium dan fosfor dimulai dengan preparasi sampel terlebih dahulu menggunakan metode Reitz et al. 1987). Analisis kalsium menggunakan AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) sesuai dengan AOAC (2003). Analisis fosfor dilakukan dengan Metode Taussky dan Shorr (1953) menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Analisis Profil Metabolit Profil metabolit yang dianalisis meliputi kadar Glukosa, Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA), Kolesterol, Albumin, Urea dan Non Esterified Fatty Acid (NEFA). Analisis kadar Glukosa, BHBA dan Kolesterol dilakukan di peternakan secara langsung, dengan menggunakan alat Glukometer, Precisian XtraTM Blood Ketone Test Strips, dan Chol Total Cholesterol untuk masing-masing parameter. Darah yang telah diambil oleh Dokter Hewan dari Vena Jugularis Sapi kemudian diambil masing-masing satu tetes untuk dianalisis. Analisis kadar glukosa dan BHBA membutuhkan waktu 25 detik untuk setiap sampel, sedangkan untuk kolesterol membutuhkan waktu 45 detik. Analisis Albumin dilakukan dengan menggunakan metode Albumin Liquicolor, Photometric Clorimetric Test for Albumin BCG-method, dan analisis urea dengan menggunakan metode Urea Liquicolor, Enzomatyc Colorimetric Test for Urea. Kedua analisis tersebut menggunakan Spectrofotometer dengan panjang gelombang 578 nm. Analisis kadar Non Esterified Fatty Acid (NEFA) dilakukan dengan menggunakan Max Discovery NEFA Assay Kit. Panjang gelombong yang digunakan adalah 550 nm untuk sampel ataupun standar.
5
Rancangan dan Analisis Data Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah metode survey dengan jumlah ternak sapi perah Freisian Holstein yang diteliti sebanyak 23 ekor. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan konsumsi pakan, konsumsi nutrien, dan performa ternak (produksi susu, komposisi susu, BCS, BB, dan manure score) di peternakan rakyat KPSBU. Kemudian dilakukan analisis korelasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara nutrisi pakan dengan status nutrisi dan status nutrisi dengan performa ternak. Apabila terdapat korelasi nyata maka dilanjutkan dengan mencari persamaan regresinya. Data yang dianalisis dengan korelasi dan regresi menggunakan software statistical package for social science (SPSS) 16.0. Peubah yang Diamati Peubah yang diamati meliputi konsumsi pakan, konsumsi nutrien, produksi susu, komposisi susu, bobot badan, nilai BCS, dan profil metabolit darah yang meliputi kadar Glukosa, BHBA, Kolesterol, Albumin, Urea serta NEFA darah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan dan Kandungan Nutrien Pakan yang memiliki kandungan nutrien yang lengkap mampu mensuplai kebutuhan pakan sapi perah, baik untuk produksi susu ataupun kinerja reproduksinya. Rataan konsumi pakan pada sapi perah tersaji dalam Tabel 1. Tabel 1 Rataan Konsumsi Pakan pada Sapi Perah (n=23) Pakan dan nutrien Pemberian Konsumsi Hijauan (kg BS e-1 h-1)
42.03±9.99
Konsentrat Konsentrat KPS (Mako 3000) (kg BS e-1 h-1) Konsentrat KPS (Mako 2500) (kg BS e-1 h-1) Onggok (kg BS e-1 h-1) Ampas Tahu (kg BS e-1 h-1)
4.99±2.23 0.50±0.96 15.87±7.03 5.83±9.13
Total Konsentrat (kg BS e-1 h-1)
27.18±15.05
26.38±13.62
Hijauan (kg BK e-1 h-1) Konsentrat (kg BK e-1 h-1) Total (kg BK e-1 h-1)
8.11±2.19 8.02±2.01 16.19±2.66
7.71±2.20 7.83±1.74 15.60±2.19
50 : 50
49 : 51
Imbangan Hijauan : Konsentrat Keterangan : BK = Bahan Kering ; BS = Bahan Segar
39.69±9.07
6
Berdasarkan penelitian jumlah pakan yang diberikan yaitu 16.19 kg BK ekor hari -1, berbeda dengan yang dinyatakan oleh Despal et al. (2013) bahwa pemberian pakan sapi perah yaitu 23 kg BK ekor-1 hari-1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan yang dilakukan oleh peternak tergantung dengan pakan yang tersedia, dan belum menyesuaikan dengan kebutuhan. Pakan yang diberikan oleh peternak, tidak sepenuhnya dapat dikonsumsi oleh ternak, karena disesuaikan dengan jumlah kebutuhannya. Tinggi rendahnya konsumsi pakan pada ternak ruminansia sangat dipengaruhi oleh faktor esternal, internal dan pakan yang diberikan (Parakkasi 1999). Hasil menunjukkan bahwa konsumsi pakan ternak sebesar 15.60 kg BK ekor-1 hari-1 atau 3.52% bobot badan. Hal ini sesuai dengan yang direkomendasikan NRC (2001) bahwa konsumsi BK sapi perah adalah 3%-4% bobot badan. Data tersebut menunjukkan bahwa persentase pakan yang dikonsumsi sebesar 96.9% dari pakan yang diberikan. Dengan kata lain, hanya 3.1% pakan yang terbuang. Pemberian yang lebih sedikit diperkirakan karena informasi yang telah disampaikan kepada koperasi selaku pembina dan menindaklanjuti secara langsung kepada peternak. Jumlah pemberian pakan sapi perah berdasarkan bahan kering memiliki imbangan hijauan dan konsentrat sebesar 50:50 dengan kualitas hijauan yang diberikan baik, namun kualitas konsentratnya masih rendah. Konsumsi pakan yang diperoleh memiliki imbangan hijauan dan konsentrat yang tidak jauh berbeda dengan imbangan pemberian pakan, yiatu 49:51. Perbedaan tersebut disebabkan oleh hijauan yang masih tersisa setelah pemberian, sedangkan konsentrat umumnya dikonsumsi seluruhnya. Konsumsi konsentrat yang lebih tinggi diharapkan menyediakan energi yang lebih tinggi. Lassiter dan Hardy (1982) menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang tinggi diharapkan akan menyumbangkan energi yang tinggi untuk memenuhi kebutuhan glukosa darah sapi. Konsumsi BK dipengaruhi beberapa faktor yaitu berat badan, tingkat produksi susu, dan kualitas bahan pakan. Konsumsi BK dan nutrien ransum yang diteliti disajikan dalam Tabel 2. -1
Tabel 2 Konsumsi bahan kering dan nutrien ransum Konsumsi (kg e-1 h-1) Bahan Kering 15.60±2.19 Abu 1.91±0.36 Protein Kasar 1.79±0.30 Lemak Kasar 0.37±0.06 Serat Kasar 3.50±0.61 BETA-N 8.59±1.52 Kalsium 0.04±0.01 Posfor 0.03±0.01 Total Digestable Nutrient (TDN) 10.38±1.44 Berdasarkan NRC (2001) kebutuhan BK sapi laktasi dengan produksi susu 15.77±4.77 1 e-1 hari-1 dan bobot badan 445.04±39.12 kg adalah 12.58 kg dengan kandungan PK 13.75%, TDN 65%, Ca 0.53%, dan P 0.34%, sehingga kebutuhan
7
per ekor per hari PK 1.73 kg, TDN 8.17 kg, Ca 0.07 kg dan P 0.04 kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi BK lebih tinggi yaitu 15.60 kg dengan kandungan nutrien yang relatif lebih rendah (PK 1.79 kg, TDN 10.38 kg, Ca 0.04 kg dan P 0.03 kg). Dengan konsumsi BK yang lebih tinggi dan kandungan nutrien yang rendah menghasilkan intake harian PK dan TDN melebihi kebutuhan NRC (2001), namun konsumsi Ca dan P belum dapat terpenuhi. Rendahnya kualitas ransum yang diberikan menyebabkan peternak meningkatkan jumlah pemberian pakan, tanpa memperhatikan kebutuhan nutriennya, sehingga berdampak merugikan pada ternak maupun lingkungan, karena efesiensi pakan menjadi menurun. Kandungan nutrien PK yang relatif lebih tinggi dibandingkan kebutuhan PK disebabkan karena konsumsi BK dan PK ransum yang juga berlebih. Konsumsi PK yang meningkat memberi peluang adanya tambahan asupan nutrien yang akan digunakan untuk sintesis susu. Walaupun demikian, peningkatan produksi susu sebagai akibat dari meningkatnya kadar PK ransum tidak selamanya bersifat linier (Indriani et al. 2013). Selain itu, pemberian protein ransum diatas standar pengaruhnya kecil terhadap produksi susu dan protein air susu, karena kelebihan protein akan mengalami deaminasi. Ketidakseimbangan nutrien yang dikonsumsi diakibatkan karena pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Kandungan Ca dan P yang belum mencukupi dapat mengakibatkan menurunnya produksi dan kualitas susu yang dihasilkan (Tanuwiria et al. 2005). Kekurangan Ca secara terus menerus dapat mengakibatkan hypocalcemia atau kelumpuhan karena untuk memenuhi kebutuhannya sapi akan menggunakan Ca dari tulang.
Performa Ternak Status nutrisi dapat digambarkan dalam jangka pendek seperti manure score dan profil metabolit, dan jangka menengah melalui produksi dan kualitas susu, serta Body Score Condition (BCS) dalam jangka panjang. Peforma ternak yang diamati pada penelitian ini yaitu manure score, produksi dan kualitas susu (lemak susu, laktosa, Solid Non Fat, dan protein susu), profil metabolit darah (glukosa, Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA), Kolesterol, Albumin, Non Esterified Fatty Acid (NEFA) dan Urea darah), Body Condition Score (BCS) serta bobot badan seperti yang diperlihatkan pada Tabel 3. Manure score merupakan cara penilaian yang digunakan dilapangan untuk mengevaluasi keseimbangan ransum dan kesehatan ternak. Evaluasi feses ini menghubungkan skor antara feses dan bentuk fisik serat (Tatra et al. 2015). Tabel 3 menunjukkan manure score rataan sebesar 2.52 yang lebih rendah dari score ideal (3) yang diharapkan jika diberi pakan dalam proporsi hijauan dan konsentrat yang seimbang. Skor manur yang rendah yang diperoleh pada penelitian bukan disebabkan oleh rendahnya proporsi hijauan, namun mungkin disebabkan oleh tingginya kadar air ransum yang berasal dari hijauan dan konsentrat. Kadar air hijauan yang tinggi dapat disebabkan oleh faktor iklim dan pola pertanian hijauan (Tanuwiria et al. 2005). Sedangkan, kadar air konsentrat yang tinggi dapat disebabkan oleh penggunaan bahan basah seperti ampas tahu, onggok dan lainlain, serta penambahan air pada saat pemberian konsentrat yang sering dilakukan
8
peternak. Skor feses yang rendah dapat juga disebabkan oleh adanya infeksi yang menimbulkan diare pada ternak (Iskandar 2008). Tabel 3 Rataan status nutrisi sapi perah laktasi Rata-rata Rata-rata Normal Bobot Badan (kg) 442.71±33.65 Body Condition Score (BCS) 2.76±0.47 Bulan Laktasi (bulan) 6.13±3.84 -1 -1 Produksi susu (l e h ) 14.48±3.82 Kualitas susu (%) Lemak susu 4.99±0.62 Laktosa 4.16±0.72 Solid Non Fat 7.78±0.31 Protein 2.93±0.14 Manure score 2.52±0.51 Profil Metabolit Darah Glukosa (mg dL-1) 52.85±8.86 53.4 – 72.1 Peubah
Beta Hydroxy Butirat Acid(BHBA) (mg dL-1) Kolesterol (mg dL-1)
12.94±4.45
> 9.00
196.33±48.69
166.08
Albumin (mg dL-1)
2.96±0.28
2.1 – 3.6
Non Esterified Fatty Acid (NEFA)(mmol L-1) Urea (mg dL-1)
1.57±0.25
> 1.00
22.69±6.65
9.5 – 19.5
Sumber
Lucy et al. (2013) Julie et al. (2013) Prihatno et al. (2013) Ribeiro et al. (2008) Veenhuizen et al. (1991) Rowlands et al. (1974)
Profil metabolit digunakan dalam sapi perah untuk membantu mengidentifikasi masalah nutrisi dan manajemen. Hubungan antara reproduksi sapi dengan status nutrisi sangat erat kaitannya (Wetterman et al. 2003). Kekurangan nutrisi telah dilaporkan sebagai faktor utama yang menghambat sistem produksi sapi di daerah-daerah tropis. Kekurangan nutrisi atau masukan nutrisi yang tidak cukup dapat berpengaruh langsung terhadap efisiensi reproduksi (Salem et al. 2006), seperti rendahnya kinerja reproduksi dan produktvitas. Glukosa darah merupakan gula yang terdapat dalam darah yang terbentuk dari karbohidrat dalam pakan dan disimpan sebagai glikogen di hati dan otot rangka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa yang terkandung dalam sapi perah yaitu 52.85±8.86 mg dL-1. Nilai ini relatif lebih rendah dari kadar glukosa sapi perah laktasi yang dikemukakan oleh Lucy et al. (2013) yaitu (53.4 s/d 72.1) mg dL-1. Rendahnya kadar glukosa darah sapi laktasi, selain dapat menyebabkan tingginya konsentrasi Non Esterified Fatty Acid (NEFA) yang
9
mempunyai efek toksik terhadap folikel, oosit, embrio, dan fetus (Arthur et al. 2001), juga menandakan rendahnya energi (karbohidrat) dalam ransum (Prihatno et al. 2013). Fatty liver terjadi pada sapi perah selama periode peningkatan NEFA darah. Peningkatan tersebut berhubungan dengan perubahan hormon pada saat melahirkan dan negative energy balance. Secara khusus, meningkatnya kadar NEFA dan BHBA menunjukkan adanya indikasi mobilisasi lipid dan oksidasi asam lemak yang menghasilkan energi (Shaka et al. 2006). Kessel et al. (2008) menambahkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan sintesis susu, sapi perah perlu memobilisasi lemak cadangan tubuhnya, menyebabkan terjadinya negative energy balance (NEB), dan ekstensif mobilisasi dari cadangan lemak tubuh sebagai NEFA (Asl et al. 2011). Penekanan konsentrasi glukosa dan sering juga insulin adalah spesifik terjadi selama NEB dalam hubungannya dengan peningkatan hepatic gluconeogenesis. Adaptasi metabolisme hati ini memerlukan regulasi mRNA, karena mRNA abundance berhubungan positif dengan sirkulasi konsentrasi NEFA dan β-hydroxybutyrate (BHB). Jika liposis berlebihan terjadi selama awal laktasi, kapasitas oksidatif dari hati dapat terlampaui dan menyebabkan trigliserida dalam hati terakumulasi, dan ketosis yang menurunkan kapasitas gluconeogenic hepatic. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan BHBA dan NEFA sapi perah di Bandung Utara memiliki rataan masing-masing 12.94±4.45 mg dL-1 dan 1.57±0.25 mmol L-1. Julie et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan BHBA diatas 9 mg dL-1, sedangkan kandungan normal NEFA sapi perah yaitu 0,26 mmol L-1, namun apabila setelah melahirkan, kandungan NEFA dapat meingkat mencapai 1 mmol L-1 (Veenhuizen et al. 1991). Tingginya konsentrasi BHBA dan NEFA menyebabkan meningkatnya resiko terkena penyakit setelah melahirkan. Hal ini dapat merugikan peternak, selain karena produksi yang menurun, kualitas susu yang diperoleh juga menyebabkan harga susu relatif rendah. Berdasarkan data yang diperoleh kandungan glukosa, BHBA, dan NEFA dapat dikatakan bahwa secara umum sapi perah yang diamati pada penelitian ini mengalami negative energy balance (NEB) yang cukup serius, dan diperkirakan akan mengganggu proses produksi pada periode berikutnya. Pada saat laktasi, kolesterol diekspor ke kelenjar susu untuk produksi susu. Kolesterol adalah suatu zat lemak yang beredar di dalam darah dan diproduksi oleh hati (Murray et al. 2003). Hasil penelitian menunjukkan rataan kandungan kolesterol adalah 196.33±48.69 mg dL-1. Hasil tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kadar normal kolesterol sapi perah yaitu 166.08±37.06 mg dL-1 (Prihatno et al. 2013). Tingginya kadar kolesterol tersebut dapat disebabkan karena keadaan sapi pada masa laktasi yang diberi ransum dengan kadar lemak tinggi untuk memenuhi kebutuhan energi. Hasil penelitian menunjukkan kadar albumin darah sapi yaitu 2.96±0.28 mg dL-1. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Radositis et al. (2007) dalam Ribeiro et al. (2008) bahwa kadar albumin darah sapi berkisar antara 2.1 – 3.6 mg dL-1. Jackson (2007) menyatakan bahwa secara fisiologis tidak ada faktor yang dapat meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan konsentrasi albumin umumnya disebabkan oleh naik turunnya volume darah. Penurunan konsentrasi albumin dalam darah tidak hanya disebabkan oleh penurunan sintesisnya, namun melibatkan proses multifaktor yang meliputi sintesis, kerusakan albumin, kebocoran ke ekstravaskuler dan asupan protein (Ballmer 2001).
10
Konsentrasi urea-N darah sapi laktasi dan non-laktasi berkisar antara 9.5 – 19.5 mg dL-1 (Rowlands et al. 1974), dan 5 – 20 mg dL-1 (NRC 2000). Hasil penelitian menunjukkan rataan urea darah sapi perah laktasi yaitu 22.69±6.65 mg dL-1. Tingginya kadar urea darah diduga disebabkan oleh tingginya degradasi PK pakan yang dikonsumi oleh mikroba rumen yang akan diserap oleh tubuh dan masuk dalam darah yang selanjutnya akan terbentuk urea darah di hati (Putri 2013). Peningkatan kadar urea darah juga dapat disebabkan karena penurunan aliran darah ke ginjal seperti pada saat syok, kehilangan darah, dan dehidrasi, peningkatan katabolisme protein seperti pada perdarahan gastrointstinal disertai pencernaan hemoglobin dan penyerapannya sebagai protein dalam makanan. Kadar urea darah meningkat akibat katabolisme asam amino yang tinggi untuk diubah menjadi energi atau glukosa serta tidak adanya keseimbangan asam amino ransum (Abdelgadir et al. 1996). Konsentrasi urea darah yang terlalu tinggi menyebabkan tidak efisien dalam penggunaan energi (Roselet et al. 1993). Bobot badan dan Body Condition Score (BCS) sapi perah yang diteliti memiliki rataan 442.71±33.65 kg dan 2.76, hal ini dapat di lihat di Tabel 3. Rataan nilai BCS berubah sepanjang periode laktasi dan periode kering dan disajikan pada Gambar 1. Kondisi tubuh menggambarkan cadangan lemak tubuh ternak. Cadangan lemak tubuh akan digunakan sapi periode laktasi pada saat tidak cukup mendapat energi untuk produksi susu. Sehingga rataan untuk setiap periode relatif berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan laktasi pertama mengalami penurunan nilai BCS. Hal ini sesuai dengan NRC (2001) bahwa 60 hari setelah beranak, maka terjadi pengurangan BCS 0.50 – 1.00 atau BCS sekitar 2.50 – 3.50.
3.50
BCS
3.00
2.50
2.00 0
1
2 3 Periode Laktasi
4
Gambar 1 Hubungan periode laktasi dengan BCS
5
11
Penurunan nilai BCS ini menunjukkan adanya penggunaan cadangan lemak tubuh sebagai energi untuk produksi susu (Sukandar 2008). Rataan BCS saat masa laktasi berada di bawah 3, hal ini tidak sesuai dengan yang dinyatakan Sukandar et al. (2008) bahwa nilai BCS sepanjang masa laktasi minimum dan maksimum 3.00 dan 3.25. Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan manajemen pakan yang tepat untuk menjaga kondisi ideal BCS sapi laktasi, sehingga persestensi produksi tinggi dapat dicapai. Selain itu, keterlambatan mengawinkan juga dapat menyebabkan kondisi BCS tidak ideal. Selanjutnya pada Gambar 1 menunjukkan bahwa pada periode kering nilai BCS meningkat, namun belum sesuai dengan rekomendasi Sukandar et al. (2008) yang menambahkan bahwa BCS minimum pada saat periode kering adalah 3.50. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pakan berenergi tinggi harus ditingkatkan. 25.00
Produksi susu (l/e/hari)
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00 0
1
2 3 Periode Laktasi
4
5
Gambar 2 Hubungan periode laktasi dengan produksi susu Rataan produksi susu hasil penelitian menunjukkan 14.5 l e-1 hari-1. Rataan tersebut lebih tinggi rataan produksi susu nasional, yaitu 11.51 l e-1 h-1 (BSN 2011). Tingginya rataan hasil pengamatan dapat disebabkan oleh intake nutrien yang tinggi (melebihi kebutuhan), tetapi intake yang berlebih tersebut hanya mampu mencukupi kebutuhan jangka menengah, yaitu untuk produksi susu. Sedangkan kebutuhan jangka panjang untuk membentuk cadangan tubuh belum terpenuhi. Gambar 2 memperlihatkan bahwa terjadi penurunan setelah periode laktasi kedua. Hal ini disebabkan oleh semakin menurunnya cadangan lemak tubuh (BCS). Hasil ini didukung oleh data profil darah glukosa yang rendah dengan BHBA yang meningkat (Gambar 3) memperlihatkan perombakan cadangan tubuh untuk menyediakan prekursor sintesis komponen susu. Kualitas
12
susu yang diamati pada penelitian ini cukup baik dan memenuhi BSN (2011) dengan nomor SNI 01-3141-2011 yang mensyaratkan kadar lemak susu minimal 3%, SNF 7.8%, dan Protein susu 2,87%. 25.00
BHBA (mg/dL)
20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 0
1
2 3 Periode Laktasi
4
5
Gambar 3 Hubungan Periode Laktasi dengan Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA) Hubungan Konsumsi Nutrien dan Profil Metabolit Darah Ternak (Glukosa, BHBA, Kolesterol, Albumin, NEFA, dan Urea) Korelasi antara konsumsi nutrien dan profil metabolit darah ternak yang meliputi glukosa, BHBA, kolesterol, albumin, NEFA dan urea disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Korelasi konsumsi nutrien pakan dengan status nutrisi ternak Profil Metabolit Darah Konsumsi Nutrien Pakan Glukosa BHBA Cholesterol Albumin NEFA Urea Bahan Kering Abu Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Beta-N Kalsium Posfor TDN
0.327 0.247 0.480* 0.275 0.367 0.489* 0,081 0.235 0.371
0.024 0.192 0.328 0.293 0.305 0.256 0.609** 0.456* -0.005
0.029 -0.010 0.119 0.015 0.025 0.181 0.132 0.111 0.080
0.263 0.076 0.243 0.408 0.098 0.371 0.524* 0.539** 0.315
-0.175 -0.046 -0.152 -0.135 -0.176 -0.334 -0.144 -0.208 -0.205
0.420* 0.390 0.561** 0.429* 0.504* 0.570** -0.045 0.251 0.418*
** = nilai P (<0.01); * = nilai P (<0.05); BHBA = Beta Hydroxy Butirat Acid; NEFA = Non Esterified Fatty Acid; TDN = Total Digestable Nutrient
13
Korelasi antara profil metabolit dengan performa ternak yang meliputi produksi susu, fat, laktosa, protein susu, SNF, BCS, bobot badan, dan manure score disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Korelasi status nutrisi dengan performa ternak Profil Metabolit
Performa Ternak Produksi Susu
Fat
Laktosa
Protein Susu
SNF
BCS
Bobot Badan
Manure Score
Glukosa
0.008
-0.146
0.277
-0.152
-0.296
0.316
0.427*
-0.015
BHBA
0.239
0.219
-0.378
0.298
0.259
-0.220
-0.301
-0.208
Kolesterol
0.451*
-0.174
-0.209
-0.304
-0.365
0.162
0.128
0.219
Albumin
0.051
0.007
0.234
-0,265
-0.311
0.081
0.085
0.231
NEFA
0.089
0.234
-0.111
0.140
0.098
-0.221
-0.238
-0.232
Urea
0.251
0.058
0.102
-0.201
-0.275
0.438*
0.061
-0.116
** = nilai P (<0.01); * = nilai P (<0.05); BHBA = Beta Hydroxy Butirat Acid; NEFA = Non Esterified Fatty Acid; SNF = Solid Non Fat; BCS = Body Condition Score
Hubungan antara konsumsi nutrien pakan dengan status nutrisi dijelaskan dalam persamaan berikut: Glukosa BHBA Albumin Urea
= 24.062 + 38.113 PK + 1.698 Beta-N (R = 0.511 ; R2 = 26.1%) = 4.018 + 419.720 Ca – 188.268 P (R = 0.624 : R2 = 38.9 %) = 2.203 + 7.198 Ca + 15.030 P (R = 0.552 ; R2 = 30.4 %) = 25.065 – 14.252 BK – 38.217 PK + 47.685 + 24.601 SK + 4.504 Beta-N + 2.338 TDN (R = 0.836 ; R2 = 69.9 %)
Hubungan anatara status nutrisi dengan performance ternak seperti produksi susu, BCS, dan bobot badan dijelaskan dalam persamaan berikut : Produksi susu = 7.882 + 0.035 Cholesterol (R = 0.451 ; R2 = 20.3%) BCS = 2.148 + 0.029 Urea (R = 0.438 ; R2 = 19.2 %) Bobot Badan = 360.322 + 1.597 Glukosa (R = 0.427 ; R2 = 18.3 %) Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada keterkaitan antara PK dari konsumsi nutrien pakan dengan glukosa darah. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein pakan yang tinggi dapat menyebabkan glukosa darah rendah atau menurun. Utari et al. (2013) juga menyatakan bahwa pemberian pakan dengan kandungan protein dan energi metabolis yang tinggi akan meningkatkan kadar total protein plasma dan menurunkan kadar glukosa dalam darah. Protein
14
pakan dapat memicu peningkatan sekresi insulin pada ternak atau memicu produksi insulin yang ditandai oleh regenerasi sel-sel beta pankreas (Julie et al. 2003), penurunan glukosa darah akibat konsumsi protein kemungkinan disebabkan oleh kemampuan protein pakan untuk memperbaiki resistensi insulin dan meningkatkan sensitifitas insulin pada ternak. Seperti yang diketahui, bahwa glukosa darah merupakan komponen utama yang memberi rangsangan kepada sel beta dalam memproduksi insulin. Glukosa darah juga dipengaruhi oleh kandungan Beta-N dari pakan. Rendahnya kandungan Beta-N dari pakan akan menyebabkan kandungan glukosa juga rendah. Tillman et al. (1991) menyatakan bahwan serat kasar dan Beta-N merupakan golongan dari karbohidrat. Berhubungan dengan hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara Beta-N dan SK dengan urea darah. Selain itu, urea darah juga dipengaruhi oleh TDN. Semakin tinggi kandungan TDN maka urea darah juga meningkat. Tingginya PK pakan diimbangi dengan ketersediaan energi (TDN) merupakan imbangan yang cukup seimbang untuk dapat meningkatkan kecernaan PK pakan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kecernaan N (Paulus et al. 2008), sehingga PK yang diabsorbsi ke hati meningkat sejalan dengan pembentukan urea darah. Protein Kasar pakan yang tinggi juga memengaruhi kandungan urea darah, semakin tinggi protein yang terkandung dalam pakan, semakin tinggi pula kandungan urea darahnya. Kadar PK yang diberikan memiliki kolerasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi tingkat protein yang diberikan, maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah, protein pakan yang dihidrolisa menjadi NH3 dan diabsorbsi oleh darah menuju ke hati dan akan dirubah menjadi urea darah. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Mariyono et al. (2004) bahwa peningkatan kadar PK ransum berdampak pada peningkatan kadar urea darah. Kandungan urea dalam darah mencerminkan penggunaan protein dalam pakan. Tingginya kandungan PK dalam pakan juga dapat disebabkan karena kandungan BK yang berlebihan pada saat pemberian pakan oleh peternak. Sehingga meningkatnya kandungan BK pakan akan meningkatkan pula urea dalam darah ternak. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada hubungan korelasi anatara kalsium (P<0.01) dan posfor (P<0.05) dengan BHBA. Kandungan mineral yang meningkat menjadi prekursor air susu dalam tingginya produksi susu, namun pada hasil penelitian diperoleh bahwa kandungan mineral (Ca dan P) relatif rendah, sehingga ternak menggunakan lemak sebagai prekursor air susu. Lemak yang digunakan adalah lemak cadangan tubuh, sehingga hal ini menyebabkan tingginya kadar BHBA akibat NEB yang berlebihan. Reist et al. (2000) menyatakan bahwa pada saat ternak mengalami NEB karena sebagian besar glukosa akan digunakan untuk mensintesis air susu, tubuh akan kekurangan energi, maka cadangan lemak di tubuh akan digunakan sebagai sumber energi. Hasil analisis regresi yang diperoleh masih memiliki nilai koefisien determinasi yang relatif kecil (<50%), kecuali untuk urea yaitu 69.9%. Hasil analisis regresi juga menunjukkan bahwa kandungan kolesterol, urea dan glukosa, memengaruhi produksi susu, BCS, dan bobot badan sebanyak masing-masing 20.3%, 19.2% dan 18.3%. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak faktor lain yang memengaruhi performa ternak.
15
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kualitas pakan yang rendah dengan jumlah pemberian yang tinggi dapat menyebabkan intake BK dan nutrien makro berlebih, sedangkan intake Ca dan P relatif masih kurang. Sapi perah di Peternakan Rakyat Bandung Utara rata-rata kekurangan kandungan glukosa dan mengalami perombakan cadangan tubuh yang signifikan, hal ini digambarkan dengan tingginya kandungan non esterified fatty acid (NEFA) dan β-hydroxy butirate acid (BHBA) darah serta nilai Body Condition Score (BCS) yang rendah. Selain itu, pemberian konsentrat yang dicampur air menyebabkan manure score yang dihasilkan rendah. Kandungan energi ransum yang tinggi digambarkan dari kandungan kolesterol darah sapi yang tinggi. Saran Sapi perah di Peternakan Rakyat Bandung Utara mampu terpenuhi kebutuhan jangka menengah untuk produksi susu, namun tidak mampu mempertahankan produksi jangka panjang. Karena walaupun intake nutrien tinggi namun sapi masih berada pada Negative energy balance (NEB) yang besar. Jika dibiarkan dalam jangka panjang akan mengganggu produksi dan reproduksi. Oleh karena itu, peternak sebaiknya memperhatikan kandungan nutrien dalam pakan, sehingga kulitas pakan yang diberikan pada ternak dapat sesuai dengan kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 1988. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (USA): Association of Official Analytical Chemist. [AOAC] Associaton of Official Analitycal Chemist. 2003. Official Method ofAnalysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Virginia (USA): Association of Official Analytical Chemist. Abdelgadir LEO, Morrill JL, Higgins JJ. 1996. Effect of reasteds and corn on performance and ruminal and blood metabolites of dairy calves. J Dairy Sci. 79:465-474. Arthur GH, David EN, Pearson H. 2001. Veterinary Reproduction and Obsteterics 8th. London (UK): Balliere Tindall. Asl AN, Nazifi S, Ghasrodashti AR, Olyaee A. 2011. Prevalence of Subclinical Ketosis in Dairy Cattle in The Southwestern Iran and Detection of Cutoff Point for NEFA and Glucose Concentrations for Diagnosis of Subclinical Ketosis. Iran (IR): Preventive Veterinary Medicine In Press.
16
Asti ND, Permana IG, Suryahadi, Despal. 2010. Technical effect and drying time on the quality of ramie (Boehmeria nivea, L. GAUD) leaves hay. Proceeding Seminar Empowerment of Local Feeds to Support Feed Security" The 1st International Seminar and The 7th Biennial Meeting of Indonesian Nutrition and Feed Science Association (AINI). July 18 – 19. [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. Definisi Susu Segar (SNI 01-31412011). Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional. Ballmer PE. 2001. Causes and mechanism of hipoalbuminaemia. Clin Nut. 20:271-273. Despal, Lestari A, Destianingsih Y, Malyadi Z, Hartono H, Abdullah L. 2013. Nutrients intake and their relation to milk production and qualities under traditional and small scale Indonesian dairy farms enterprises. Proceeding 3rd AINI International Seminar. Padang 24-25 September. Ghaffari MA. 2014. Pengembangan model bisnis Momomilk (studi kasus Kafe Momomilk Bogor) [tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Indriani AP, Muktiani A, Pangestu E. 2013. Konsumsi dan produksi protein susu sapi perah laktasi yang diberi suplemen temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dan seng proteinat. Anim Agric Jurnal. 2(1): 128-135. Iskandar T. 2008. Parasit penyebab diare pada sapi perah Friesian Holstein (FH) di Kabupaten Bandung dan Sukabumi Jawa Barat. Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Manuju Perdagangan Bebas 2020. Hal. 384387. Iwantoro S. 2012. Kebijakan persusuan nasional menuju swasembada susu tahun 2010. Workshop Pengembangan Sapi Perah Indonesia, Menyongsong Swasembada Susu Tahun 2020. Yogyakarta (ID). 10-14. Jackson MI. 2007. Veterinary Clinica Pathology. Lowa (US): An. Introduction Blackwell Publishing. Julie M, Huzzey, Thomas RO. 2013. Using physiological markers to defect health and production problems in transition dairy cows. WCDC Advances in Dairy Tech. 25: 329 – 339. Kessel S, Stroehl M, Meyer HH, Hiss H, Sauerwein H, Scharz FJ, Bruckmaier RM. 2008. Individual variability in physiological adaptation to metabolic stress during early lactation in dairy cows kept under equal condition. J Anim Sci. 86 : 2903-2912. Lassiter JW, Hardy ME. 1982. Animal Nutrition. Virginia (US): Reston Publ. Comp. Inc. Lucy MC, Escalante RC, Keisler DH, Lamberson RW, Mathew DJ. 2013. Short communication: glucose infusion into early postpartum cows defines an upper physiological set point for blood glucose and causes rapid and reversible changes in blood hormones and metabolites. J Dairy Sci. 95: 5762-5768. Mariyono, Suryahadi, Toharmat T. 2004. Pengaruh pemberian ransum pemula dengan kadar protein berbeda terhadap kadar urea, glukosa dan VFA darah pedet pada kondisi penyapihan dini. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor (ID). Murray RK, Granner, Rodwell. 2003. Biokimia Harper. Penerjemah : Andry Hartono. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.
17
[NRC] National Research Council. 2000. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. Update 2000. Washington DC (US) : National Academy Pr. [NRC] National Research Council. 2001. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. Update 2001. Washington DC (US) : National Academy Pr. Parakkasi A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): UI-Press. Prihatno SA, Kusumawati A, Karja NWK, Sumiarto B. 2013. Profil darah pada sapi perah yang mengalami kawin berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. 7(1): 13-21. Paulus K, Tahuk, Baliatri E, Hartadi H. 2008. Keseimbangan nitrogen dan kandungan urea darah kambing bligon pada penggemukan dengan level protein pakan berbeda. J Indo Trop Anim Agric. 33(4): 11-21. Putri KA. 2013. Tampilan pertambahan bobot badan harian dan kadar urea darah pada kambing perah dara peranakan etawa akibat pemberian ransum dengan suplementasi urea yang berbeda [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Reist M, Koller A, Busato A, Kupfer U, Blum JW. 2000. First ovulation and ketone body status in the early postpartum period of dairy cows. Theriogenology. 54: 685-701. Reizt LL, Smith WH, Plumlee MP. 1987. A Simple Wet Oxidation Procedure for Biological Material. West Lafayee (US) : Purdue University. Ribeiro MG, Motta RG, Paes AC, Allendrof SD, Salerno T, Siqueira AK, Fernandes MC, Lara GHB. 2008. Peracute bovine mastitis caused by Klebsiella pneumoniae. J. Arq. Bras. Med. Vet. Zootec. 60(2): 485-488. Rowlands G, Little JW, Manston R, Dew SM. 1974. The effect of season on the composition of the blood of lactating and non-lactating cows as revealed from repeated metabolic profile test on 24 dairy herds. J Agr Sci 83:27-35. Salem MB, Djemali M, Kayouli C, Majdoub A. 2006. A review of enviromental and management factors affecting the productive performance of HolsteinFriesian dairy herds in Tunisia. Livest Res Rur Dev. 18(4): 123-129. Shaka M, Shamesdini M, Mohamad-Zadeh F. 2006. Serum biochemistry values in Raini Goat of Iran. J Vet Med Vol. 6(12): 33-45. Siregar SB. 1992. Sistem pemberian pakan dalam upaya meningkatkan produksi susu sapi perah. Wartazoa. 2(3-4) : 23-27. Standar Nasional Indonesia. 2011. Susu Segar-Bagian 1: Sapi. SNI 3141.1-2011. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Sudono A, Rusdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka. Sukandar A, Purwanto BP, Anggraeni A. 2008. Keragaan Body Condition Score dan produksi susu sapi perah Friesian holstein di Peternakan Rakyat KPSBU Lembang, Bandung. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Tanuwiria UH, Ayuningsih B, Mansyur. 2005. Fermentabilitas dan kecernaan ransum lengkap sapi perah berbasis jerami padi dan pucuk tebu teramoniasi (in Vitro). Jurnal Ilmu Ternak. 5 (2) : 64-69 Tatra AJ, Abdullah L, Despal. 2015. Dampak rumput alam dan rumput unggul dalam ransum serta pengaruhnya terhadap performa ternak. Buletin Makanan Ternak. 102(1): 1-8.
18
Taussky H, Shorr H. 1953. A micro colorimetric methods for the determination of in organic phosphorus. J Biol Chem. 202: 675-685. Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo S, Prawirokusumo S, Lebdoseokodjo S. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Utari AG, Iriyani N, Mugiyono S. 2013. Kadar total plasma dan glukosa darah pada itik manila yang diberi pakan dengan protein dan energi metabolis yang berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3):1037-1042. Veenhuizen JL, Drakcley JK, Richard MJ, Sanderson TP, Miller LD, Young JW. 1991. Metabolic changes in blood and liver during development and early treatment of experimental fatty liver and ketosis in cows. J Dairy Sci. 74:4238-4253. Wetterman RP, Hill GM, Boyd ME. 2003.Reproductive performance of postpartum beef cows after short-term calf separation and dietary energy and protein supplementation. Theriogenology. 4: 433-443.
19
Lampiran 1 Hasil analisis regresi glukosa dengan protein kasar dan Beta-N Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat
B
Beta
Konstanta
24.062 11.246
PK
38.113 49.150
BetaN
1.698
1.856
t
Sig. 2.140
.045
.247
.775
.447
.292
.915
.371
Keterangan : B = nilai glukosa
Lampiran 2 Hasil analisis regresi Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA) dengan Kalsium dan Posfor Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B Konstanta
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat 4.018
4.177
Ca
419.720
172.567
P
-188.268
242.246
Beta
t
Sig. .962
.348
.840
2.432
.025
-.268
-.777
.446
Keterangan : B = nilai Beta Hydroxy Butirat Acid (BHBA)
Lampiran 3 Hasil analisis regresi albumin dengan kalsium dan posfor Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat
Konstanta
2.203
.280
Ca
7.198
11.563
P
15.030
16.231
Beta
t
Sig. 7.871
.000
.229
.623
.541
.341
.926
.366
Ketarangan : B = nilai albumin
Lampiran 4 Hasil analisis regresi urea dengan bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, Beta-N dan TDN Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B Konstanta
Std. Galat 25.065
33.843
BK
-14.252
34.521
PK
-38.217
LK
47.685
SK
24.601
Koefisien yang tidak terjelaskan Beta
t
Sig. .741
.470
-4.688
-.413
.685
213.467
-.331
-.179
.860
59.020
2.120
.808
.431
47.269
2.268
.520
.610
BetaN
4.504
5.034
1.031
.895
.384
TDN
2.338
34.279
.507
.068
.946
Keterangan : B = nilai urea
20
Lampiran 5 Hasil analisis regresi produksi susu dengan kolesterol Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat
Konstanta
7.882
3.091
Cholesterol
.035
.015
Beta
t
.451
Sig. 2.550
.019
2.315
.031
Keterangan : B = produksi susu
Lampiran 6 Hasil analisis regresi Body Condition Score (BCS) dengan urea Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B Konstanta Urea
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat 2.148
.306
.029
.013
Beta
t
.438
Sig. 7.016
.000
2.231
.037
Keterangan : B = nilai Body Condition Score (BCS)
Lampiran 7 Hasil analisis regresi bobot badan dengan glukosa Koefisien Koefisien yang dapat dijelaskan Model 1
B Konstanta Glukosa
Keterangan : B = nilai bobot badan
Koefisien yang tidak terjelaskan
Std. Galat
360.322
39.487
1.597
.737
Beta
t
.427
Sig. 9.125
.000
2.165
.042
21
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Oktober 1993 di Cianjur, Jawa Barat. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Asep Sukayat dan Ibu Kartilah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Ciherang II pada tahun 1999-2005. Pendidikan menengah pertama dilanjutkan di SMPN 1 Cipanas pada tahun 2005-2008. Pendidikan menengah atas di SMAN 1 Sukaresmi pada tahun 2008-2011. Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2001 dan diterima di Program Studi Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis merupakan penerima beasiswa Karya Salemba Empat (KSE) IPB pada tahun 2013-2015. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman dan Klub Asrama Korea pada tahun 2011/2012 sebagai anggota, Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) pada tahun 2012/2013 dan sebagai bendahara umum pada tahun 2013/2014. Penulis juga aktif di beberapa kegiatan yang dilaksanakan oleh BEM Fakultas Peternakan IPB.
UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Despal, SPt, MScAgr selaku dosen pembimbing akademik dan pembimbing skripsi dan Bapak Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan motivasi yang diberikan selama menjadi mahasiswa, serta terima kasih kepada Ibu Dr Sri Suharti, SPt, Msi selaku dosen pembahas dan panitia seminar pada tanggal 10 Juli 2015. Terima kasih kepada Bapak Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc dan Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku dosen penguji sidang pada tanggal 15 September 2015. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada program Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) atas nama Dr Despal, Spt, MScAgr yang telah memberikan biaya untuk kebutuhan penelitian. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Asep dari Koperasi Peternakan Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU), Lembang, Ibu Ida berserta staf Laboratorium Fisiologi, Fakultas Kedokteran Hewan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungakapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orangtua serta kedua adik saya (Wahyu dan Chika), dan tim penelitian (Nolin dan Nindria), Nurul, Agustin, Fhirdani, serta sahabat seperjuangan INTP 48 atas segala dukungan dan kekuatan yang diberikan. Semoga Tuhan YME membalas kebaikan dan ketulusan teman-teman. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.