STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
Oleh : DIAS KURNIASARI F14103022
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : DIAS KURNIASARI F14103022
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR STABILITAS LERENG PADA MODEL TANGGUL MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : DIAS KURNIASARI F14103022 Dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 4 Juli 1985 Tanggal lulus : Bogor,
September 2007
September 2007 Menyetujui :
Dr. Ir. Erizal, M. Agr Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Banjarnegara, tanggal 4 Juli 1985, dan dibesarkan di Banjarnegara, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara yang lahir dari pasangan H Muklas dan Hj Eko Windiarti. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 4 Banjarnegara tahun 1997, pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Banjarnegara tahun 2000, dan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Banjarnegara tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian melalui jalur USMI. Selama kuliah di Departemen Teknik Pertanian penulis aktif dalam Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA). Selain itu, penulis juga aktif dalam pelaksanaan responsi mata kuliah Statika dan Dinamika sebagai asisten responsi. Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Dinas Permukiman dan Prasarana Daerah Kabupaten Banjarnegara, dengan judul laporan “Sistem Pengelolaan Air Irigasi di Daerah Irigasi Singomerto Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “ Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm” dibawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr.
Dias Kurniasari. F14103022. Stabilitas Lereng pada Model Tanggul Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Tanah, Bogor. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr. RINGKASAN Kemantapan lereng sangat penting dalam perencanaan dan konstruksi bendungan tanah. Pada setiap macam lereng, kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada, runtuh atau longsornya lereng dapat menimbulkan bencana bagi manusia. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan atau penilaian tingkat kestabilan lereng tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak. Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya-gaya yang bekerja pada lereng itu sendiri, yaitu gaya penggerak dan gaya penahan. Perbandingan antara gaya penggerak dan gaya penahan merupakan parameter dalam menentukan faktor keanamanan (Fs) suatu lereng. Jika nilai Fs >1, maka lereng dianggap mantap, jika Fs = 1 lereng dalam keadaan seimbang dan siap untuk longsor, sedangkan jika Fs < 1 lereng dianggap tidak mantap. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah terhadap stabilitas lereng pada model tanggul dengan menggunakan software Geo Slope, sehingga dapat dicari nilai faktor keamanan guna mengetahui tingkat stabilitas atau keamanan lereng. Tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Dalam analisis distribusi ukuran partikel, tanah termasuk dalam kelas lempung. Penggunaan tanah yang lolos saringan 1 mm ini, didapatkan nilai RC 84.13 % dan permeabilitas sebesar 3.24 x 10 -4 cm/detik. Pada perhitungan nilai Fs menggunakan Slope/W, parameter yang digunakan adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ø) yang didapatkan dari uji kuat geser. Uji kuat geser dilakukan pada tanah yang telah dipadatkan dengan kondisi tidak ada aliran, ada aliran, dan menggunakan drainase horizontal. Uji kuat geser dilakukan dengan metode uji geser langsung menggunakan beban normal 0.5 kgf/cm2, 1 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2. Hasil perhitungan nilai Fs menggunakan Slope/W , diperoleh nilai Fs 2.458 untuk kondisi tidak ada aliran, 1.212 untuk kondisi ada aliran, dan 1.609 untuk kondisi menggunakan drainase horizontal. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Fs pada kondisi tidak ada aliran lebih besar daripada kondisi ada alirannya. Nilai Fs pada kondisi tanggul yang tidak memakai saluran drainase lebih kecil daripada tanggul yang memakai saluran drainase. Hal ini disebabkan air rembesan yang mengalir dalam tubuh tanggul masuk ke dalam saluran drainase, kemudian air dialirkan ke outlet, sehingga tidak memotong tubuh tanggul. Dari ketiga kondisi tersebut, didapatkan nilai Fs yang kecil dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Azizah, 2005), hal ini dikarenakan pengaruh ukuran partikel, dimana dengan ukuran partikel yang kecil akan didapatkan nilai Fs yang kecil pula.
Berdasarkan hasil perhitungan Fs, dapat disimpulkan bahwa model tanggul dengan menggunakan tanah yang lolos saringan 1 mm mempunyai nilai stabilitas lereng yang mantap. Nilai Fs lebih dari 1 menunjukkan nilai kemantapan suatu lereng. Hal tersebut menunjukkan bahwa gaya-gaya penahan lebih besar daripada gaya-gaya penggerak.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ...........................................................................
i
DAFTAR ISI .........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
viii
I. PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang ...........................................................................
1
B. Tujuan ........................................................................................
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
3
A. Tanah .........................................................................................
3
B. Sifat Fisik Tanah ........................................................................
4
1. Ukuran Partikel Tanah .........................................................
4
2. Tekstur Tanah ......................................................................
5
3. Struktur Tanah .....................................................................
6
4. Kadar Air
.........................................................................
7
5. Porositas (n) .........................................................................
8
6. Angka Pori (e) .....................................................................
8
7. Permeabilitas Tanah (Daya Rembesan Tanah) ....................
9
8. Berat Jenis Tanah ................................................................
10
9. Densitas Tanah (bulk density) ..............................................
11
C. Sifat Mekanika Tanah ................................................................
11
1. Konsistensi Tanah ................................................................
11
2. Potensial Airtanah ................................................................
12
3. Pemadatan Tanah .................................................................
13
4. Kuat Geser Tanah ................................................................
14
D. Model .........................................................................................
15
E. Tanggul ........................................................................................
16
F. Sistem Drainase .........................................................................
18
G. Stabilitas Lereng .......................................................................
19
H. Program Geo Slope ....................................................................
23
III.METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
25
A. Tempat dan Waktu ....................................................................
25
B. Bahan dan Alat ..........................................................................
25
C. Metode Penelitian ......................................................................
25
1. Pengambilan Contoh Tanah .................................................
27
2. Pengukuran Kadar Air .........................................................
27
3. Pengujian Konsistensi Tanah ...............................................
28
a. Batas Cair (Liquid Limit) .................................................
28
b. Batas Plastis (Plastic Limit) ............................................
29
c. Indeks Plastis ...................................................................
29
4. Analisis Ukuran Partikel ......................................................
30
5. Berat Isi (Bulk density) ........................................................
31
6. Porositas (n) .........................................................................
32
7. Angka Pori (e) .....................................................................
32
8. Pemadatan Tanah .................................................................
32
9. Uji Tumbuk Manual pada Box ............................................
32
10. Pembuatan Model Tanggul .................................................
34
11. Drainase ..............................................................................
35
12. Pengaliran Air .....................................................................
36
a. Pengambilan Foto Rembesan .........................................
36
b. Pengukuran Debit ...........................................................
36
13. Pembongkaran Model Tanggul ..........................................
37
a. Uji Permeabilitas ............................................................
37
b. Uji Kuat Geser ................................................................
38
14. Program Geo Slope ..............................................................
39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
40
A. Sifat Fisik Tanah ........................................................................
40
B. Uji Tekstur Tanah .......................................................................
41
C. Uji Konsistensi Tanah ...............................................................
41
D. Uji Pemadatan ............................................................................
42
E. Uji Tumbuk Manual ..................................................................
44
F. Pemadatan Model Tanggul ........................................................
45
G. Pengaliran Air ............................................................................
47
H. Uji Permeabilitas .......................................................................
49
I. Uji Kuat Geser ...........................................................................
50
J. Stabilitas Lereng ........................................................................
52
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
59
A. Kesimpulan ................................................................................
59
B. Saran ...........................................................................................
59
VI. DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
60
DAFTAR TABEL Halaman 0
1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 20 C .............................
10
2. Berat jenis tanah ...............................................................................
11
3. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah .....................................
12
4. Kemiringan lereng tanggul untuk tinggi maksimum 10 m ..............
18
5. Spesifikasi pemadatan model tanggul ..............................................
34
6. Sifat-sifat fisik tanah Latosol Dramaga, Bogor dan tanah yang lolos Saringan 1 mm ..................................................................................
40
7. Hasil uji konsistensi tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm
42
8. Hasil uji pemadatan tanah yang lolos saringan 1 mm .....................
43
9. Hasil uji tumbuk manual ..................................................................
44
10. Spesifikasi uji tumbuk manual .........................................................
45
11. Jumlah tumbukan per lapisan ..........................................................
45
12. Dimensi tanggul ...............................................................................
46
13. Hubungan nilai RC dengan permeabilitas ........................................
49
14. Uji kuat geser model tanggul pada kondisi tidak ada aliran, ada aliran dan dilengkapi dengan drainase horizontal.............................
50
15. Nilai Fs pada setiap kondisi tanggul ................................................
53
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS ...........................................
5
2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA ........................................
6
3. Model tanggul dengan drainase horizontal ......................................
19
4. Skematis menghitung stabilitas lereng ............................................
20
5. Tahapan Penelitian ............................................................................
26
6. Kedalaman pengambilan contoh tanah ............................................
27
7. Uji batas cair ....................................................................................
28
8. Uji batas plastis ................................................................................
29
9. Analisis ukuran partikel ...................................................................
31
10. Uji tumbuk manual ..........................................................................
33
11. Kotak model tanggul ........................................................................
35
12. Pembuatan model tanggul ................................................................
35
13. Alat uji permeabilitas .......................................................................
38
14. Alat uji kuat geser langsung (direct shear) ......................................
39
15. Kurva distribusi ukuran partikel ......................................................
41
16. Grafik uji pemadatan (proctor)..........................................................
43
17. Penampang melintang model tanggul ...............................................
46
18. Model tanggul ...................................................................................
46
19. Perubahan debit outlet ......................................................................
47
20. Air yang terkumpul pada pipa outlet.................................................
47
21. Pergerakan aliran air ........................................................................
48
22. Rembesan air dilihat dari bagian hilir tanggul .................................
49
23. Uji permeabilitas ...............................................................................
50
24. Grafik uji kuat geser kondisi tidak ada aliran ...................................
51
25. Grafik uji kuat geser kondisi ada aliran ............................................
51
26. Grafik uji kuat geser yang dilengkapi drainase horizontal ..............
52
27. Hasil uji kuat geser ............................................................................
52
28. Hasil foto aliran tubuh tanggul pada kondisi ada aliran ...................
54
29. Hasil foto aliran tubuh tanggul menggunakan drainase horizontal ..........................................................................................
55
30. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi tidak ada aliran menggunakan program Slope/W .......................................................
56
31. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi ada aliran menggunakan program Slope/W .......................................................
57
32. Analisa stabilitas lereng model tanggul dengan drainase horizontal menggunakan program Slope/W .....................................
58
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Analisis ukuran partikel tanah ..........................................................
62
2. Uji konsistensi tanah .........................................................................
63
3. Uji permeabilitas ...............................................................................
66
4. Uji kuat geser ....................................................................................
68
5. Langkah-langkah proses perhitungan Fs (kondisi tidak ada aliran) menggunakan program Slope/W .......................................................
78
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendungan. Tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penyangga aliran air dan menahan rembesan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Pembangunan tanggul harus diperhatikan dengan baik. Syarat-syarat konstruksi bangunan harus dipenuhi agar tanggul tersebut aman terhadap kerusakan dan kerugian jiwa manusia dan harta. Pemantauan terhadap tanggul pada waktu konstruksi maupun pasca konstruksi merupakan hal yang penting sehubungan dengan keamanan tanggul itu sendiri. Syarat-syarat stabilitas tanggul yang harus dipenuhi adalah lereng di sebelah hulu dan hilir tanggul tidak mudah longsor, aman terhadap gaya geser, aman terhadap penurunan tanggul, dan aman terhadap bahaya rembesan. Dalam pembangunan tanggul juga harus diperhatikan mengenai bahan pembentuknya, yaitu tanah. Sifat-sifat tanah diantaranya tergantung pada ukuran partikelnya. Karena tanggul dibuat dengan susunan ukuran butiran yang seragam, maka keseragaman ukuran partikel tanah inilah yang mempengaruhi tanggul itu sendiri, baik dalam pola penyebaran aliran, debit rembesan, dan kestabilan lereng. Pada penelitian ini, digunakan ukuran partikel yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dikarenakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai perbedaan ukuran partikel, bahwa dengan ukuran partikel yang berbeda, didapatkan hasil yang berbeda pula. Pada penelitian ini digunakan ukuran partikel tanah maksimum 1 mm dan juga digunakan model tanggul untuk menganalisis, karena dengan penggunaan model dapat mempersingkat waktu, meminimalisasi biaya, dan mengurangi resiko. Model yang digunakan mempunyai skala 1:12. Dengan menggunakan ukuran partikel
1 mm pada model tanggul, dapat diketahui mengenai tingkat kestabilan dan kemantapan lereng dengan mengidentifikasi faktor keamanan. B. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng pada model tanggul dengan menggunakan tanah berukuran maksimum 1 mm pada kondisi tidak ada aliran air, ada aliran air, dan dilengkapi drainase horizontal dengan menggunakan program Geo Slope.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah Secara umum menurut Kalsim dan Sapei (2003), tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran relatif lemah yang disebabkan oleh adanya karbonat, zat organik atau oksidaoksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Tanah dapat diartikan sebagai medium berpori yang terdiri dari padatan (solid), cairan (liquid), dan udara (air). Fase padatan terdiri dari bahan mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Craig (1994) menyatakan bahwa tanah merupakan akumulasi partikel mineral yang tidak mempunyai atau lemah ikatan antar partikelnya, yang terbentuk karena pelapukan dari batuan. Diantara partikelpartikel tanah terdapat ruang kosong yang disebut pori-pori (void space) yang berisi air dan atau udara. Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman (Hardjowigeno, 1995). Tanah pada umumnya dapat dibedakan sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), debu (silt) atau liat (clay) tergantung pada ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut (Bowles, 1989). Tanah dalam mekanika tanah dimaksudkan untuk mencakup semua bahan dari tanah lempung sampai berangkal (batu-batu yang besar), semua endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap (Wesley, 1973). Tanah dapat terjadi karena adanya proses pelapukan batuan, yaitu perubahan-perubahan kimia dan penghancuran secara mekanis yang terjadi pada material batuan karena pengaruh atmosfer, air, dan organisme (Soetoto dan Aryono, 1980). Tanah Latosol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk pada daerah bercurah hujan antara 2000 mm sampai 4000 mm per tahun, dengan bulan kering lebih dari tiga bulan dan mempunyai tipe iklim A, B. Tanah latosol dengan bahan induk tuf vulkanik berada pada daerah yang mempunyai
topografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian berkisar antara 10 m sampai 100 m dpl dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis. Tanah latosol di Indonesia dicirikan dengan warna yang tetap stabil dengan kisaran warna merah sampai dengan coklat dan mempunyai solum tanah lebih besar dari 1.5 m, bertekstur liat seragam atau bertambah dengan naiknya kedalaman tanah. Struktur tanah latosol termasuk remah sampai balok bersudut, dengan nilai permeabilitas 4.28 x 10-6 cm/det dan tingkat pH antara 4.3-6.5 (Anwar, 1995). B. Sifat Fisik Tanah 1. Ukuran Partikel Tanah Sifat-sifat suatu macam tanah tertentu banyak tergantung kepada ukuran partikelnya. Pengukuran besarnya partikel tanah merupakan suatu percobaan yang sering dilakukan dalam bidang mekanika tanah. Besarnya partikel tanah merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama kepada macam-macam tanah tertentu (Wesley, 1973). Analisis ukuran partikel tanah adalah penentuan persentase berat butiran pada satu unit saringan, dengan ukuran diameter lubang tertentu. Distribusi ukuran partikel tanah dapat dibagi dua, yaitu tanah berbutir kasar yang dapat ditentukan dengan cara menyaring dan berbutir halus dengan cara sedimentasi (Hardiyatmo,1992). Partikel berukuran kecil mempunyai luas permukaan yang lebih besar per unit volume atau per unit beratnya dibandingkan dengan partikel yang berukuran besar, karena pengaruh luas permukaan ini, maka partikel berukuran kecil mempunyai ukuran pori yang kecil. Liat memiliki luas permukaan yang besar dan pori yang kecil, sedangkan pasir memiliki luas permukaan yang kecil dan pori yang besar. Ukuran partikel ini secara nyata berpengaruh pada sifat-sifat tanah itu sendiri, antara lain mengenai permeabilitas, kapilaritas, dan bulk density (Gardiner dan Miller, 2001). Pada penelitian sebelumnya mengenai stabilitas lereng pada model tanggul digunakan tanah yang lolos saringan 4.76 mm, sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan tanah yang lolos saringan 1 mm. Hal ini
dilakukan karena berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh perbedaan ukuran partikel yang dilakukan oleh Sakai (1998), Sakai, et al. (1999), dan Erizal, et al. (1999), bahwa dengan ukuran partikel yang berbeda, maka hasil yang diperoleh juga akan berbeda. 2. Tekstur Tanah Tekstur tanah menunjukkan derajat kehalusan dan keseragaman suatu butiran tanah (Terzaghi dan Peck, 1987). Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut partikel yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan memberikan bahan yang bertekstur sedang dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus (Bowles, 1989). Menurut Foth (1988) tekstur tanah menunjukkan kasar atau halusnya suatu tanah. Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif pasir, debu, dan liat atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari kerikil (diameter kurang dari dua milimeter). US Department of Agriculture classification 0.05
0.02
clay
0.1
0.25
0.5
1.0
2.0
very medi- coars very coars fine fine um e e sand
silt
gravel
sand clay
silt
gravel fine
2
20
coarse 200
2000 μm
Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003)
Sebaran relatif ukuran partikel tanah mineral disebut sebagai tekstur tanah. Gambar 1 menunjukkan klasifikasi ukuran partikel menurut International Soil Science Society (ISSS). Klasifikasi tanah juga dapat dilakukan dengan menggunakan segitiga tekstur seperti pada Gambar 2. Segitiga tekstur dipakai untuk tanah mineral berdasarkan klasifikasi sistem USDA.
Persen berat pasir
Gambar 2. Diagram segitiga tekstur menurut USDA (Hillel, 1998)
Tanah dengan fraksi pasir tinggi memiliki daya lolos air dan aerasi yang tinggi, sebaliknya tanah dengan fraksi liat yang tinggi memiliki kemampuan menahan air yang tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar (Hardjowigeno, 1995). 3. Struktur Tanah Struktur tanah merupakan penggabungan dari sekelompok partikel-partikel primer tanah. Struktur tanah dapat dibedakan menjadi struktur lepas (single grained), massive, dan agregat. Struktur tanah berkaitan dengan stabilitas, ukuran, dan bentuk ped dalam tanah. Struktur tanah menentukan sifat aerasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air serta sifat-sifat mekanik dari tanah tersebut (Kalsim dan Sapei, 2003).
Hardjowigeno (1995) menyatakan struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda. Ketahanan struktur tanah dibedakan menjadi tingkat perkembangan lemah (butir-butir struktur tanah mudah hancur), tingkat perkembangan sedang (butir-butir struktur tanah agak sukar hancur), dan tingkat perkembangan kuat (butir-butir struktur tanah sukar hancur). Menurut Hakim, et al. (1986) struktur tanah adalah penyusun partikel-partikel tanah primer seperti pasir, debu, liat yang membentuk agregat-agregat. Struktur tanah dapat memberikan pengaruh terhadap kadar air, porositas, dan permeabilitas suatu tanah. 4. Kadar Air Kadar air tanah merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering), atau nisbah antara berat air dengan berat tanah basah (basis basah), atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air yang umum digunakan adalah basis kering dan basis volume (Bowles, 1989). Menurut Soetoto dan Aryono (1980) kadar air biasanya dinyatakan dalam bentuk perbandingan antara berat air yang terkandung di dalam tanah terhadap berat dari bagian padat tanah dan dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut: ww w= x 100%.......................................................................................(1) wp dimana, w = kandungan air dalam persen berat bagian padat tanah ww = berat air dalam tanah wp = berat tanah kering Kadar air yang didapatkan berasal dari air gravitasi, air kapiler, dan air higroskopis.
Kadar air tanah selalu dinyatakan dalam persen dan nilainya dapat berkisar dari 0% sampai 200% atau 300%. Pada tanah dalam keadaan aslinya kadar air biasa adalah dari 15% sampai 100% (Wesley, 1973). 5. Porositas (n) Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V), yang dinyatakan sebagai suatu desimal atau suatu presentase (Hardiyatmo, 1992). n = Vv / V………………………………………………………………..(2) Secara umum ruang pori tanah dibagi atas pori makro dan pori mikro. Pori makro berisi udara dan air gravitasi yaitu air yang mudah hilang oleh gaya gravitasi, sedangkan pori mikro berisi air kapiler atau udara. Tanah pasir mempunyai pori-pori makro yang lebih banyak dibandingkan dengan tanah liat. Porositas tanah dipengaruhi oleh: -
kandungan bahan organik
-
struktur tanah
-
tekstur tanah
Porositas tanah tinggi, jika bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler atau remah mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah dengan struktur massive (pejal) (Hardjowigeno, 1995). Menurut Terzaghi dan Peck (1987) lepas atau padatnya suatu tanah tidak dapat ditunjukkan oleh porositasnya, sebab porositas sangat dipengaruhi oleh bentuk butiran serta derajat keseragaman. Nilai porositas tanah umumnya antara 0.3 – 0.6, tetapi untuk tanah gambut nilai porositas dapat lebih besar dari 0.8. Lebih penting dari porositas adalah sebaran ukuran pori. Tanah berpasir dan tanah berliat mungkin mempunyai porositas yang hampir sama, akan tetapi sifatsifatnya yang berhubungan dengan simpanan air, ketersediaan air, dan aliran air tanah sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada tanah pasir diameter pori relatif besar daripada tanah liat (Kalsim dan Sapei, 2003).
6. Angka Pori (e) Menurut Hardiyatmo (1992) angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs). Angka pori dinyatakan dalam desimal. e = Vv / Vs.................................................................................................(3) Angka pori dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisis sebagai fungsi dari kepadatan tanah. Nilai-nilai khas untuk angka pori pasir alam berkisar dari 0.5 sampai 0.8, sedang untuk tanah kohesif (lengket apabila basah) berkisar antara 0.7 sampai 1.1.
7. Permeabilitas Tanah (Daya Rembesan Tanah) Permeabilitas (daya rembesan) merupakan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air. Rembesan air dalam tanah hampir selalu berjalan secara linear, yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve) (Wesley, 1973). Daya rembesan tanah adalah suatu sifat tanah yang mampu meluluskan
air.
Bila
rongga–rongga
diantara
butir-butir
tanah
berhubungan satu dengan yang lainnya, maka tanah tersebut mampu meluluskan air. Walaupun rongga atau pori mempunyai prosentase besar yaitu porositasnya besar, tetapi bila pori tidak saling berhubungan, maka tanah adalah kedap air atau tidak dapat meluluskan air (Soetoto dan Aryono, 1980). Permeabilitas didefinisikan sebagai sifat bahan berpori yang memungkinkan aliran rembesan dari cairan yang berupa air atau minyak mengalir lewat rongga porinya. Pori-pori tanah saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya, sehingga air dapat mengalir dari titik yang mempunyai energi lebih tinggi ke titik yang mempunyai energi lebih rendah. Di dalam tanah, sifat aliran dapat laminer ataupun turbulen. Tahanan terhadap aliran bergantung pada jenis tanah, ukuran butiran, bentuk butiran, rapat massa, bentuk geometri rongga pori, serta temperatur (Hardiyatmo, 1992).
Hardiyatmo (1992) menyatakan ada empat macam cara pengujian untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium, yaitu: a.
Pengujian tinggi energi tetap (constant - head).
b.
Pengujian tinggi energi turun (falling - head).
c.
Penentuan secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi.
d.
Penentuan secara tidak langsung dari pengujian kapiler horisontal. Tabel 1. Nilai permeabilitas tanah pada temperatur 200 C Jenis Tanah
Permeabilitas (cm/detik)
Kerikil butiran kasar
10 – 103
Kerikil butiran halus, kerikil butiran kasar bercampuran butiran sedang
10-2 – 10
Pasir butiran halus, debu longgar
10-4 - 10-2
Debu padat, debu berliat
10-5 - 10-4
Liat berdebu, liat
10-8 - 10-5
Sumber : Hardiyatmo (1992) 8. Berat Jenis Tanah Berat jenis (specific gravity) (Gs) tanah didefinisikan sebagai perbandingan berat volume butiran padat (ρs) dengan berat volume air (ρw) pada temperatur 4o C. Gs = ρs / ρw ..............................................................................................(4) Berat jenis partikel tanah menunjukkan rata-rata partikel tanah yang membentuk sebuah matriks tanah. Penentuan berat jenis partikel tidak hanya penting untuk sifat-sifat tanah yang fundamental seperti nisbah void dan derajat saturasi (jenuh), tetapi juga mengetahui derajat kompaksi (pemadatan) atau kandungan bahan organik (Sapei, et al., 1990). Berat jenis dari berbagai jenis tanah berkisar antara 2.65 – 2.75. Nilai-nilai berat jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Berat jenis tanah Jenis tanah
Berat jenis (Gs)
Kerikil
2.65 – 2.68
Pasir
2.65 – 2.68
Debu tak organik
2.62 – 2.68
Debu organik
2.58 – 2.65
Liat tak organik
2.68 – 2.75
Humus
1.37
Gambut
1.25 – 1.80
Sumber : Hardiyatmo (1992). 9. Densitas Tanah (bulk density) Bulk density menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering
dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density merupakan penunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pada umumnya bulk density berkisar dari 1.1 – 1.6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai bulk density kurang dari 0.85 g/cc (Hardjowigeno, 1995). Densitas tanah basah atau wet bulk density didefinisikan sebagai total massa dibagi dengan total volume tanah. Akan tetapi massa akan bervariasi dengan jumlah air yang ada di dalam tanah, sehingga densitas tanah kering (dry bulk density) umumnya digunakan dan didefinisikan sebagai massa tanah kering oven (1050C, selama 24 jam) dibagi dengan total volume tanah. Nilai densitas tanah kering selalu lebih kecil daripada nilai densitas tanah basah. Nilai densitas tanah kering bervariasi dari 1000 sampai 1800 kg/m3. Semakin halus partikel tanah atau semakin tinggi kandungan bahan organik maka semakin rendah bulk densitynya. Akan tetapi jika kepadatan tanah sangat padat maka tanah bertekstur halus menunjukkan densitas tanah kering yang lebih besar daripada tanah bertekstur kasar (Kalsim dan Sapei, 2003).
C. Sifat Mekanika Tanah 1. Konsistensi Tanah Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah dengan benda lain. Hal ini ditunjukkan oleh daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah (Hardjowigeno, 1995). Konsistensi digambarkan oleh istilah-istilah seperti keras, kaku, rapuh, lengket, plastis dan lunak. Jika tanah semakin mendekati karakteristik lempung, maka makin besar variasi keadaan konsistensi yang mungkin dijumpai (Terzaghi dan Peck, 1987). Konsistensi tanah biasanya dinyatakan dengan batas cair dan batas plastis (disebut juga batas Atterberg). Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid anorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan air tanah. Dengan berkurangnya kandungan air, umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melekatnya (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friabel), lunak (soft), dan akhirnya jika kering menjadi coherent (Hakim, et al., 1986). Tabel 3. Nilai indeks plastisitas (PI) dan jenis tanah PI
Sifat 0
Jenis tanah
Kohesi
Nonplastis
Pasir
Nonkohesif
<7
Plastisitas rendah
Debu
Kohesif sebagian
7 – 17
Plastisitas sedang
Liat berdebu
Kohesif
Plastisitas tinggi
Liat
Kohesif
> 17
Sumber : Hakim, et al., (1986). Konsistensi digambarkan untuk tiga tingkat, yaitu kelembaban basah, lembab, dan kering. Tanah tertentu dapat menjadi lekat bila basah, teguh bila lembab, dan keras bila kering (Foth, 1988). 2. Potensial Airtanah Muka airtanah (water table) atau phreatic surface, adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfir. Daerah di atas muka airtanah disebut zone tak jenuh, meskipun sedikit
batas tersebut tanah masih dalam keadaan jenuh karena adanya proses kenaikan kapiler (capillary fringe). Air dalam zone tak jenuh disebut lengas tanah (soil moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) umumnya berkaitan dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei, 2003). Tingkat energi airtanah bervariasi sangat besar. Perbedaan tingkat energi airtanah tersebut memungkinkan air bergerak dari satu zone ke zone yang lainnya dalam tanah. Airtanah akan bergerak dari tempat dengan tingkat energi yang tinggi (misalnya muka airtanah) ke tempat dengan energi yang lebih rendah (misalnya tanah kering). Dengan mengetahui tingkat energi dari beberapa tempat di dalam profil tanah, maka dapat diprediksi pergerakan airtanah (Hakim, et al., 1986). Potensial airtanah menurun dengan meningkatnya kandungan air (makin banyak airtanah, makin berkurang energi yang diperlukan untuk memegang air dalam tanah). Liat yang memiliki nilai pF = 2.0, menggambarkan kenyataan bahwa tanah liat kehilangan air secara lebih berangsur-angsur dibandingkan pasir, yang tentunya berarti bahwa liat mengikat lebih banyak air. Daya ikat tanah (pF) terhadap air setelah pemadatan lebih kecil dibandingkan daya ikat tanah terhadap air (pF) tanah kapasitas lapang. Hal ini ditunjukkan dengan kadar air untuk pF yang sama pada kedalaman yang sama, antara pada kapasitas tanah lapang dengan tanah yang sudah mengalami pemadatan, maka akan terlihat bahwa kadar air tanah yang telah dipadatkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tanah kapasitas lapang (Herlina, 2003). 3. Pemadatan Tanah Pemadatan tanah adalah proses keluarnya udara dari pori-pori tanah dengan cara mekanis. Apabila tanah memadat maka porositas akan berkurang dan berat isi kering akan naik. Jika kadar air rendah maka tanah sukar dipadatkan karena tanah kaku. Jika kadar air terlalu tinggi maka tanah juga sukar dipadatkan karena pori-pori tanah menjadi penuh air.
Kadar air yang tepat untuk memperoleh kepadatan maksimum disebut kadar air optimum (Soetoto dan Aryono, 1980). Maksud dilakukan pemadatan tanah antara lain (Hardiyatmo, 1992) : a. Mempertinggi kuat geser tanah. b. Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas). c. Mengurangi permeabilitas. d. Mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air. Menurut Terzaghi dan Peck (1987), tingkat pemadatan tertinggi diperoleh apabila kadar air mempunyai suatu nilai tertentu yang disebut kadar kelembaban optimum (optimum moisture content) dan prosedur untuk mempertahankan agar kadar air mendekati nilai optimumnya selama pemadatan timbunan dikenal sebagai kontrol kadar kelembaban (moisture content control).
Bowles (1989) mendefinisikan 4 variabel pemadatan tanah yaitu: a. Usaha pemadatan (energi pemadatan) b. Jenis tanah (gradasi, kohesif atau tidak kohesif, ukuran partikel) c. Kadar air d. Berat isi kering 4. Kuat Geser Tanah Parameter kuat geser tanah diperlukan untuk analisis-analisis daya dukung tanah, stabilitas lereng, dan tegangan dorong untuk dinding penahan tanah. Kuat geser tanah adalah gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau tarikan (Hardiyatmo, 1992). Menurut Coloumb (1776) dalam Hardiyatmo (1992), ada dua proses mekanis yang bereaksi menentukan puncak kekuatan geser yaitu tekanan dan kohesinya. Total kekuatan geser adalah penjumlahan dari kedua komponen
tersebut
yang
dinyatakan
sebagai
persamaan
berikut
(Hardiyatmo, 1992): τ = c + σ tg ø............................................................................................(5)
dimana : τ
= kekuatan geser (kN/m2)
c
= kohesi tanah (kN/m2)
σ
= tekanan normal pada permukaan geser (kN/m2)
ø
= sudut gesek dalam tanah (0)
Beberapa cara untuk menentukan kuat geser tanah, antara lain: a. Uji geser langsung (direct shear test) b. Uji triaksial (triaksial test) c. Uji tekan bebas (unconfined compression test) d. Uji geser baling (vane shear test)
D. Model Model adalah deskripsi struktur suatu fenomena yang dinyatakan dalam bentuk-bentuk media yang dapat dikomunikasikan (Saswinadi, 2007). Model adalah penyederhanaan (abstraksi) dari sesuatu yang mewakili sejumlah objek atau aktivitas. Model bisa diartikan sebagai penggambaran sesuatu sehingga lebih jelas memahaminya (Devadean, 2007). Jenis-jenis model yaitu : 1. Model fisik adalah model yang penggambarannya dalam bentuk tiga dimensi atau bentuk nyata. Model ini biasanya berupa prototipe. 2. Model naratif adalah model yang penggambarannya secara lisan atau tulisan deskriptif. 3. Model grafik adalah model yang penggambarannya menggunakan sejumlah garis, simbol, atau bentuk. 4. Model matematik adalah model model yang digambarkan dalam persamaan matematika. Persamaan ini merupakan pendekatan terhadap suatu fenomena fisik. Kegunaan dari model ini adalah ketelitiannya dalam menjelaskan hubungan antara berbagai bagian dari suatu objek dengan persamaan matematika. Model matematika dapat menangani hubunganhubungan yang berdimensi lebih banyak daripada model grafik yang dua dimensi maupun model fisik yang tiga dimensi, hal ini disebabkan oleh sifat model matematik yang multifungsional.
Kegunaan model adalah dapat mempersingkat waktu, meminimalisasi biaya dan mengurangi resiko. Model tanggul yang dibuat pada penelitian ini merupakan jenis model fisik. Model tanggul ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik atau keadaan yang sama dengan hal yang diwakili atau di lapangan. Pembuatan model tanggul ini dibuat berdasarkan standar dimensi tanggul yang ditetapkan oleh DPU.
E. Tanggul Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai maupun laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendungan. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tubuh tanggul sebagaimana bendungan secara keseluruhannya berfungsi ganda, yaitu sebagai penyangga aliran air dan sekaligus menahan rembesan air (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahan-bahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka terbentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan, sebagai akibat terkikisnya tanah pondasi. Apabila garis rembesan memotong lereng hilir suatu tanggul, maka akan terjadi aliran-aliran filtrasi keluar menuju permukaan lereng tersebut dan
terlihat gejala keruntuhan atau longsoran kecil pada permukaan lereng hilir (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Dimensi tanggul menurut DPU (1986) meliputi : 1. Tinggi Tanggul Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran. 2. Tinggi Jagaan Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. Elevasi permukaan air penuh normal atau elevasi permukaan banjir rencana, dalam keadaan demikian yang disebut elevasi permukaan air maksimum rencana adalah elevasi yang paling tinggi yang diperkirakan akan dicapai oleh permukaan air saluran tersebut. 3. Kemiringan Lereng (Talud) Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Craig (1994) menyatakan bahwa kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung kegunaan saluran. Misalnya sebagai saluran irigasi, persediaan air minum, dan proyek pembangkit listrik. Kemiringan dinding saluran terutama tergantung pada jenis bahan yang digunakan seperti dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kemiringan lereng tanggul untuk tinggi maksimum 10 m Kemiringan lereng Material urugan
Vertikal : horisontal hulu
hilir
Urugan homogen
1:3
1 : 2.25
Urugan batu dengan inti liat atau dinding dipragma
1 : 1.50
1 : 1.25
Kerikil-kerakal dengan inti liat atau dinding dipragma
1 : 2.50
1 : 1.75
Sumber : DPU (1994) F. Sistem Drainase Sistem drainase diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam dan di permukaan tanah. Saluran drainase dapat dibuat dari bahan dengan butiran yang lebih kasar (pasir). Bila air rembesan mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan yang kasar, kemungkinan terangkutnya bahan butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam bahan kasarnya atau juga dapat terjadi piping pada bagian butiran halusnya Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, maka akan terjadi peningkatan erosi butiran, sehingga membentuk pipa-pipa dalam tanah yang akhirnya dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter di antara dua lapisan tersebut (Hardiyatmo, 1992). Bangunan air yang terkena pengaruh rembesan, misalnya tanah yang terpengaruh oleh aliran rembesan air akan mengalami longsor pada bagian lereng bawah arus (down stream slope) karena gerusan air sehingga terjadi peristiwa ”piping”. Pelongsoran dapat dicegah dengan memberi filter sebagai penyaluran sehingga rembesannya berubah masuk ke dalam filter. Filter harus ”permeable” (lulus air) dan pori-porinya halus sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir tetapi tanah material bendungan tidak boleh ikut mengalir (Soetoto dan Aryono, 1980).
urugan tanah
filter
drainase
Gambar 3. Model tanggul dengan drainase horizontal
Drainase harus didesain guna memenuhi dua kriteria dasar, yaitu: (Dunn, et al.,1992) -
Gradasi dari bahan drainase harus sedemikian sehingga butir halus dari tanah di sampingnya tidak akan migrasi melalui drainase.
-
Kapasitas debit aliran dari drainase harus cukup tinggi untuk menyalurkan semua air rembesan tanpa menimbulkan tinggi tenaga hidrostatik ekses.
G. Stabilitas Lereng Stabilitas atau kemantapan lereng merupakan suatu faktor yang penting dalam pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan pertanian, penggalian, dan lain-lain, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia, keamanan peralatan dan harta benda serta kelancaran kerja. Stabilitas lereng dipengaruhi oleh gaya penggerak dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Metode keseimbangan batas (limit equilibrium method) adalah metode perbandingan
besarnya
kekuatan
geser
yang
diperlukan
untuk
mempertahankan kemantapan lereng dengan kekuatan gesernya. Pada awalnya diasumsikan akan terjadi kelongsoran pada suatu lahan. Hitung gaya atau momen yang menyebabkan kelongsoran pada bidang gesernya, akibat berat tanah diatasnya. Ini disebut gaya penggerak (sliding force) atau momen
penggerak (turning moment). Kemudian hitung gaya atau momen yang melawan kelongsoran, akibat kekuatan geser tanah (resisting moment). Dari perbandingan kedua momen tersebut maka dapat ditentukan faktor keamanan (Fs) terhadap kelongsoran pada bidang gesernya. Metode ini dilakukan berulang-ulang sampai tercapai nilai faktor keamanan yang terkecil. Seperti pada Gambar 4, untuk melakukan perhitungan biasanya lereng dibagi dalam beberapa segmen, agar ketidakseragaman tanah dapat diperhitungkan dan gaya normal pada bidang geser dapat ditentukan (Wesley, 1973).
θ b W
α R
S l
Gaya pada segmen
τ = c’ + P’tan φ τl S = Fs c' l Fs
S P' tan φ Fs
E
W
x
W
En+1 S P u
P’
xn+1
P
xn-xn+1
ul En-En+1
P ’
Sumber : Wesley (1973) Gambar 4. Skematis menghitung stabilitas lereng
Momen penggerak segmen = Wx ................................................................(6) Momen penggerak seluruhnya kita peroleh dengan menjumlahkan momen dari setiap segmen. ∑ momen penggerak = ∑ Wx = ∑ WR sin α ................................................(7) Apabila kekuatan geser = τ, maka kekuatan geser mempertahankan S kemantapan = ........................................................................................(8) Fs τl τl Maka S = , sehingga momen melawan segmen = Fs Fs τl R R = Στ l Total momen melawan = Σ .....................................(9) Fs Fs Dengan mempersamakan momen melawan dengan momen penggerak,
R Στ l Fs Στ l sehingga Fs = ..........................................................................(10) Σ W sin α maka : R Σ W sinα =
dimana : S
= gaya pada dasar segmen (kgf/cm)
Fs
= faktor keamanan
τ
= kekuatan geser (kgf/cm2)
l
= lebar irisan (cm)
W
= berat normal (kgf/cm)
α
= sudut yang terbentuk antara titik tengah dasar irisan dengan garis vertikal dari titik pengamatan (0)
θ
= sudut perhitungan busur lingkaran (0)
ø
= sudut gesek dalam (0)
R
= jari-jari busur lingkaran (cm)
x
= jarak horisontal segmen terhadap titik acuan
Wesley (1973) menyatakan ada dua cara yang paling terkenal dewasa ini, yaitu cara biasa (cara Fellenius atau USBR) dan cara Bishop. Perbedaan antara kedua cara ini dapat diketahui dengan meneliti gaya-gaya yang bekerja pada setiap segmen, seperti pada Gambar 4. Gaya En, En+1, xn, xn+1 adalah
gaya-gaya horisontal dan vertikal segmen-segmen. Besarnya gaya ini tidak dapat diketahui. Pada cara Fellenius besarnya P (gaya normal) ditentukan dengan menguraikan gaya-gaya lain dalam arah garis bekerja P, yaitu : P = (W + xn –xn+1) cos α – (En –En+1) sin α = W cos α + (xn –xn+1) cos α –(En –En+1) sin α Nilai (xn –xn+1) cos α –(En –En+1) sin α dianggap sama dengan nol, sehingga P = W cos α Maka : Fs =
1 ∑ [c’l + (W cos α – ul) tan ø ]………………….(11) Σ W sin α
Dimana u adalah tekanan air pori yang akan dihitung jika terjadi pembasahan (air merembes). Pada cara Fellenius dianggap bahwa resultan gaya pada batas vertikal segmen bekerja dalam arah sejajar dengan dasar segmen. Pada cara Bishop besarnya P diperoleh dengan menguraikan gayagaya lain pada arah vertikal, yaitu : tan φ c' l (P – ul) Fs sin α + (P – ul) cos α = W + (xn –xn+1) - Fs sin α – ul cos α c' sinα W + (x n + x n +1 ) − 1 ( + u cos α ) Fs Sehingga (P – ul) = tan φ ' sin α cos α + Fs Pada cara Bishop, nilai (xn –xn+1) dianggap sama dengan nol, sehingga:
c' sin α + u cos α ) Fs tan φ sinα cos α + Fs
W -1( P – ul =
, maka
dengan mensubtitusikan l = b sec α Fs =
sec α ....................(12) tan φ ' tan α 1+ Fs Dengan kata lain, pada cara Bishop dianggap bahwa resultan gaya-
1 Σ [c' b + (W - ub) tan φ ' ] Σ W sin α
gaya pada batas vertikal segmen bekerja pada arah horisontal. Dengan
anggapan ini, karena faktor keamanan pada setiap segmen dijadikan sama, maka besarnya (En –En+1) menjadi tentu, sehingga P dapat diketahui. Nilai Fs pada persamaan (12) terdapat baik pada sebelah kiri, maupun pada sebelah kanan. Karena itu, untuk menghitung besarnya Fs harus dipakai cara iterasi (ulangan), yaitu diambil nilai Fs sebagai percobaan, nilai Fs yang diperoleh kemudian dimasukkan pada sebelah kanan dan dilakukan perhitungan dengan nilai Fs yang didapat dari perhitungan sebelumnya. Biasanya perhitungan ini hanya dua ulangan saja. Nilai Fs yang diperoleh dengan cara Fellenius selalu lebih kecil daripada nilai yang diperoleh dengan cara Bishop. Selisih antara keduaduanya ini banyak terpengaruh oleh besarnya tegangan air pori dan besarnya sudut θ. Makin besar tegangan air pori dan besarnya sudut tersebut, maka makin besar selisih antara faktor keamanan menurut cara Fellenius dan cara Bishop.
H. Program Geo Slope Geo-Slope adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan
modeling geo-environment yang dibuat oleh Geo-Slope Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program geoslope ini sendiri terdiri dari Slope/W, Seep/W, Sigma/W, Quake/W, Temp/W dan Ctran/W yang mana satu sama lainnya
saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap masalah yang berbeda (Http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap program tersebut adalah sebagai berikut: 1. Slope/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng. 2. Seep/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah. 3. Sigma/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan masalah deformasi 4. Quake/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, dan kemiringan lereng,
5. Temp/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal 6. Ctran/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan Seep/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar. Slope/W
adalah
produk
software
yang
menggunakan
teori
keseimbangan batas (limit equilibrium theory) untuk menghitung nilai faktor keamanan tanah dan stabilitas lereng. Perumusan Slope/W yang menyeluruh membuat program ini memungkinkan dengan mudah meneliti permasalahan stabilitas
lereng,
baik
yang
sederhana
maupun
kompleks
dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengkalkulasi faktor keamanan tersebut. Slope/W mempunyai aplikasi dalam analisa dan desain untuk geotechnical, sipil, dan proyek rancang bangun pekerjaan tambang atau
pertanian. Metode analisis stabilitas lereng yang digunakan dalam Slope/W adalah metode Bishop. Slope/W merupakan penggabungan dua persamaan faktor keamanan yaitu gaya keseimbangan dan momen irisan. Dalam menentukan faktor keamanan tanggul pada kondisi ada aliran dibutuhkan data hasil perhitungan Seep/W. Dari hasil akhir program Slope/W dapat diketahui besar nilai faktor keamanan suatu lereng (tanah) dan mengetahui kondisi stabilitas lereng yang ada, sehingga diharapkan dapat menyelesaikan masalah-masalah geotechnical yang berhubungan dengan kestabilan tanah/lereng, terutama pada bidang pertanian.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dan Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Juli 2007. B. Bahan dan Alat
1. Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : a. Contoh tanah yang berasal dari lahan percobaan Leuwikoppo, Darmaga, Bogor. b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model. 2. Alat a. Cangkul
k. Pelantak (rammer)
b. Palu tanah
l.
c. Wadah/ember
m. Stopwatch
d. Timbangan
n. Gelas plastik
e. Pisau
o. Saringan berukuran 1 mm
f. Alat uji batas cair dan batas
p. Cetakan
plastis
q. Alat uji kuat geser tanah
g. Three phase meter h. Alat uji permeabilitas
Gelas ukur
r. s.
Desikator
s. Sendok pengaduk
i.
Oven
t. Mistar
j.
Penyemprot air
u. Hydrometer
C. Metode Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengambilan contoh tanah
Pengukuran kadar air
Uji konsistensi tanah (batas cair, batas plastis, indeks plastis)
Analisis ukuran partikel
Berat isi (bulk density)
Penentuan porositas (n) dan angka pori (e) Uji pemadatan tanah
Uji tumbuk manual pada box
Pembuatan model tanggul
Pengaliran air
Pengambilan foto rembesan
Pengukuran debit
Pembongkaran model tanggul
Uji Permeabilitas
Uji kuat geser Program Geo Slope
Gambar 5. Tahapan penelitian
1. Pengambilan Contoh Tanah
Contoh tanah yang digunakan untuk bahan tanggul adalah tanah yang diambil dari Leuwikoppo, Darmaga, Bogor. Contoh tanah yang diambil dikategorikan sebagai tanah terganggu yang diambil dengan alat cangkul pada kedalaman 20-40 cm, kemudian tanah dikeringudarakan untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan. Tanah dihancurkan menjadi butir-butir halus menggunakan palu yang terbuat dari kayu, kemudian disaring dengan saringan berukuran 1 mm.
Gambar 6. Kedalaman pengambilan contoh tanah 2. Pengukuran Kadar Air
Pengukuran kadar air pada tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau dengan menggunakan metode JIS 1203 – 1978, dimana kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering). Kadar air tanah dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Kalsim dan Sapei, 2003) : w=
ma − mb *100% …………………………………………………...(13) mb − mc
dimana: w
= kadar air tanah (%)
ma
= berat tanah basah dan wadah (g)
mb
= berat tanah kering oven dan wadah (g)
mc
= berat wadah (g)
3. Pengujian Konsistensi Tanah a. Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair (LL) merupakan salah satu titik perubahan/transisi dari keadaan tanah yang digolongkan oleh sifat mekanik dan tergantung kepada kadar airnya. Alat untuk menentukan batas cair diciptakan
oleh
Atterberg
(1911)
dan
dikembangkan
oleh
Cassagrande, A (1932) menjadi metode yang berlaku sampai saat ini. Pengukuran batas cair dilakukan dengan menggunakan metode standar JIS 1205-1980 (Sapei et al., 1990). Alat untuk menentukan batas cair adalah Alat Cassagrande. Pengujian konsistensi ini menggunakan tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm. Cara pengujiannya adalah tanah disaring dengan saringan 0.42 mm dan 1 mm ± masing-masing 100 gram. Letakkan contoh tanah ke permukaan gelas, kemudian tambahkan air destilasi dan aduk sehingga membentuk pasta. Pasta tanah dimasukkan ke dalam mangkuk dengan ketebalan ± 1 cm. Selanjutnya dibuat goresan dengan grooving tool sampai mengenai bagian bawah dari mangkuk. Putar pengungkit dengan kecepatan satu putaran per detik sampai goresan pada tanah bertemu (Sapei et al., 1990). Percobaan ini dilakukan terhadap beberapa contoh tanah dengan kadar air yang berbeda, dan banyaknya pukulan dihitung untuk masing-masing kadar air, kemudian dibuat suatu grafik kadar air terhadap banyaknya pukulan. Batas cair adalah kadar air tanah dengan 25 pukulan.
Gambar 7. Uji batas cair
b. Batas Plastis (Plastic Limit)
Batas Plastis (PL) merupakan batas antara tanah dengan keadaan semi plastis dan tanah dengan keadaan plastis. Metode penentuan batas plastis dikembangkan oleh Cassagrande, A. (1932). Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metode JIS A 1206 – 1970 (1978). Batas plastis ditentukan dengan cara menggiling tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm pada plat kaca sehingga mencapai diameter ± 3 mm. Bila batang tanah hasil gilingan dengan tangan telah mencapai diameter tersebut dan tidak pecah, pekerjaan diulang dengan penambahan sedikit tanah sejenis yang kering. Jika didapatkan tanah dengan diameter kurang dari 3 mm dan pecah, pekerjaan dihentikan dan tanah gilingan tersebut ditentukan kadar airnya. Kadar air yang didapat adalah batas plastis tanah yang diselidiki.
Gambar 8. Uji batas plastis c. Indeks Plastis
Selisih antara batas cair dan batas plastis ialah daerah dimana tanah tersebut adalah dalam keadaan plastis. Ini disebut ”plasticity index” (PI) PI = LL – PL.....................................................................................(14) PI menunjukkan sifat keplastisan tanahnya. Jika tanah mempunyai kadar interval air di daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut tanah kurus. Sebaliknya jika tanah mempunyai
interval kadar air daerah batas plastis yang besar disebut tanah gemuk (Bowles, 1989). Nilai-nilai batas cair dan plastis yang diperoleh kemudian diplotkan dalam grafik plastisitas untuk mengetahui klasifikasi tanah yang diuji. Klasifikasi tanah yang digunakan adalah sistem klasifikasi tanah USCS (Unified Soil Classification System). 4. Analisis Ukuran Partikel
Analisis ukuran partikel digunakan untuk menentukan distribusi (sebaran) ukuran setiap butir partikel tanah. Distribusi ukuran partikel ditentukan oleh variasi diameter partikel dan berdasarkan prosentase berat setiap fraksi terhadap berat total. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah JIS A 1204 – 1980. Tanah yang lolos saringan 1 mm diukur kadar air, berat jenis partikel, batas cair, dan batas plastisnya, kemudian ukur konstanta hydrometernya. Dalam pengukuran konstanta hydrometer, tanah yang diperlukan sebanyak ± 70 gram. Tanah tersebut ditambahkan larutan H2O2 6% sebanyak 100 ml dengan maksud untuk menghilangkan bahan organik. Tanah dimasukkan ke dalam oven ± 1 jam, kemudian tambahkan air destilasi ± 100 ml. Diamkan ± 18 jam, kemudian masukkan ke dalam wadah pengaduk dan tambahkan 20 ml larutan sodium silikat serta air destilasi sampai 5 cm di bawah mulut wadah. Aduk contoh tanah selama 1 menit (menggunakan stirer), setelah contoh terdispersi, tanah dimasukkan ke dalam silinder (gelas ukur 1 L) dan ditambahkan air destilasi, lalu menjungkir balikkan silinder. Setelah tidak ada endapan lagi, hydrometer dibaca pada selang waktu 0.5, 1, 2, 5, 15, 30, 60, 240, dan 1440 menit. Dari pembacaan hydrometer dapat diketehui nilai diameter dan prosentase fraksi tanah dan kemudian diplotkan dalam grafik semilog. Prosentase tanah yang didapatkan diplotkan dalam segitiga tekstur tanah, sehingga didapatkan jenis tektur tanahnya.
Gambar 9. Analisis Ukuran Partikel 5. Berat Isi (Bulk Density)
Bulk density merupakan penunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Berat isi tanah tergantung pada kadar airnya. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh dimana berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut :
ρw =
Wtb ……………………………………………………………….(15) V
ρd =
Wtk 100 ρ w …………………………………………..(16) atauρ d = V (100 + w)
dimana : ρw
= Berat isi basah (g/cm3)
ρd
= Berat isi kering (g/cm3)
Wtb = Berat tanah basah (g) Wtk = Berat tanah kering (g) V
= Volume tanah (cm3)
w
= Kadar air (%)
Pada uji pemadatan, nilai berat isi kering maksimum dari beberapa selang kadar air merupakan tingkat kepadatan maksimum dari suatu pemadatan. Sedangkan kadar air pada berat isi maksimum tersebut merupakan kadar air optimum dari suatu pemadatan.
6. Porositas (n)
Porositas (n) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga (Vv) dengan volume total (V), yang dinyatakan sebagai suatu desimal atau suatu presentase (Hardiyatmo, 1992). n = Vv / V………………………………………………………………(17) 7. Angka Pori (e)
Menurut Hardiyatmo (1992) angka pori (e) didefinisikan sebagai perbandingan volume rongga (Vv) dengan volume butiran (Vs). Angka pori dinyatakan dalam desimal. e = Vv / Vs...............................................................................................(18)
8. Pemadatan Tanah
Uji pemadatan dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar. Metode ini merupakan standar JIS A 1210- 1980 1.1.1. Tanah yang digunakan adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Tanah dimasukkan ke dalam cetakan, lalu dilakukan pemadatan sebanyak 3 lapis dengan tumbukan tiap lapisan sebanyak 25 kali. Pengukuran dilakukan beberapa kali dengan kadar air yang berbeda. Dari data dibuat kurva hubungan antara berat isi kering (ρd) dengan kadar air (w), sehingga diperoleh kadar air optimum (wopt) dan berat isi kering maksimum (ρdmaks). 9. Uji Tumbuk Manual pada Box
Uji tumbuk manual merupakan salah satu metode yang digunakan sebelum melakukan pemadatan pada tanggul. Uji tumbuk manual ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Tanah dipadatkan dengan menggunakan alat tumbuk manual yang mempunyai berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum bahan tersebut.
Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : • Berat isi basah (ρt, g/cm3) ρt =
m 2 − m1 ....................................................................................(19) V
• Berat isi kering (ρd, g/cm3) ρd =
100ρ t ......................................................................................(20) 100 + ω
• RC (%) RC =
ρ d dilapangan .....................................................(21) ρ d max Uji Standar Proctor
dimana : m1 = berat cetakan uji tumbuk manual (g)
V = volume cetakan (cm3)
m2 = berat tanah dengan cetakannya (g)
ω = kadar air tanah (%)
Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan (Proctor, 1933 dalam Bowles, 1989): CE =
WxHxNxLxg .............................................................................(22) V
dimana : CE = jumlah energi pemadatan (kJ/m3)
W = berat rammer (kg)
H = tinggi jatuhan rammer (m)
L = jumlah lapisan
V
= volume cetakan (m3)
g = gravitasi (m/detik2)
N = jumlah tumbukan pada setiap lapisan
Gambar 10. Uji tumbuk manual
10. Pembuatan Model Tanggul
Berdasarkan uji tumbuk manual, maka spesifikasi pemadatan pada model tanggul dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Spesifikasi pemadatan model tanggul No
Elemen
Nilai
1
Berat rammer
2108.4 gram
2
Tinggi jatuh rammer
20 cm
3
Tinggi per lapisan
2.5 cm
4
Jumlah lapisan
8
Model tanggul dibuat berdasarkan dimensi tanggul yang direncanakan, mulai dari tinggi tanggul, tinggi jagaan (freeboard), panjang tanggul, volume tanggul, kemiringan lereng, dan sebagainya. Tanah yang dipakai dalam pembuatan model tanggul adalah tanah yang lolos saringan 1 mm yang dipadatkan dengan sebuah alat tumbuk manual dengan jumlah tumbukan, energi pemadatan, jumlah lapisan, dan tinggi jatuhan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan tiap lapisan didapatkan dengan persamaan berikut : Nmodel =
Luas lapisan model ke - n x N box ..........................................(23) Luas lapisan box
dimana : Nmodel = Jumlah tumbukan pada model tanggul Nbox
= Jumlah tumbukan pada uji tumbuk manual
Model tanggul dibuat dalam kotak model. Dimensi tanggul yang dibuat berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh DPU (1986). Ukuran model yang akan dibuat 1 : 12 dari ukuran yang umum di lapangan, sedangkan kemiringan lereng dibuat 1 : 3. Nilai tersebut diambil dengan pertimbangan untuk memudahkan dalam penentuan dan perhitungan model tanggul. Model tanggul ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik atau keadaan yang sama dengan hal yang diwakili atau di lapangan. Penggunaan model ini digunakan untuk
memudahkan dalam menganalisis stabilitas lereng, sehingga dapat dijadikan gambaran dalam pekerjaan di lapangan. Skala yang digunakan adalah geometrically similar, dimana skala horizontal dengan skala vertikal bernilai sama. Kotak model dibuat dari bahan acrylic (semacam fiber glass). Kotak model ini dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, dan outlet untuk pembuangan rembesan air.
Gambar 11. Kotak model tanggul
Gambar 12. Pembuatan model tanggul 11. Drainase
Drainase dibuat menggunakan pasir yang dilengkapi dengan filter. Drainase dibuat agar aliran air (rembesan) akan menuju saluran drainase, sehingga dapat mengurangi kehilangan bahan atau tanah. Lebar drainase yang digunakan adalah 50 cm dan panjangnya 70 cm.
Lapisan pembatas antara drainase dengan tubuh tanggul adalah caphipon drain belt yang berfungsi sebagai filter. Caphipon drain belt merupakan lajur yang terbuat dari plastik. Karakteristik dari caphipon adalah didesain dengan memanfaatkan gaya gravitasi untuk memisahkan air dengan partikel-partikel lainnya, tahan terhadap beban yang berat, daya serap yang tinggi, fleksibel mengikuti kontur tanah, mudah disimpan dan lebih ekonomis. Aplikasi caphipon antara lain untuk pencegahan terhadap tanah longsor dan erosi pantai, drainase pondasi, water proofing, drainase dalam tanah, proteksi lingkungan, irigasi untuk pertanian dan perkebunan, serta pembuangan buatan air bawah tanah. 12. Pengaliran Air
Air dialirkan pada model tanggul dengan debit tertentu setelah model tanggul dibentuk. Air diambil melalui pipa yang disalurkan dari saluran terbuka Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika dengan bantuan pompa. Pengaliran air dilakukan sampai debit outlet konstan. Setelah air dialirkan, maka dilakukan beberapa hal, yaitu: a. Pengambilan Foto Rembesan
Pengambilan foto rembesan dilakukan untuk mengetahui pola rembesan pada tubuh tanggul. Foto diambil setiap 3 menit sekali sampai rembesan berada pada ujung model tanggul. b. Pengukuran Debit
Pengukuran debit yang dilakukan adalah pengukuran pada inlet, spillway, dan outlet. Debit inlet diukur sebelum air dimasukkan ke dalam inlet, dengan debit 6 x 10-5 m3/detik. Penentuan debit inlet mengacu pada penelitian sebelumnya. Debit spillway diukur melalui pipa spillway
yang dialirkan ke bak penampungan. Debit outlet
diukur setelah air keluar dari pipa outlet dan pengukuran dilakukan setiap 5 menit sekali sampai keadaan debit normal.
13. Pembongkaran Model Tanggul
Pembongkaran model tanggul dilakukan setelah proses pengaliran selesai. Sebelum dilakukan pembongkaran, tanah pada tubuh tanggul terlebih dahulu diambil dengan menggunakan ring sampel untuk pengujian permeabilitas dan kuat geser. Tanah yang sudah dibongkar dikeringkan dan disaring kembali untuk pengujian selanjutnya. a. Uji Permeabilitas
Permeabilitas (daya rembesan) merupakan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air. Metode yang digunakan dalam pengukuran ini adalah “falling head”. Tanah yang diukur harus direndam dahulu minimal 24 jam agar tanah menjadi jenuh. Setelah tanah jenuh, letakkan di wadah kecil, tuangkan air secara hati-hati agar permukaan contoh tidak rusak dan pasangkan sumbat karet dengan pipa gelas. Isikan air ke dalam pipa gelas sampai ketinggian tertentu (h1) dan ukur waktu yang dibutuhkan permukaan air untuk turun dari h1 ke h2. Persamaan untuk metode “falling head” adalah sebagai berikut (Sapei, et al.,1990) : Kt = 2.3 (al / AT) log10 (h1/h2)…………………………………(24) dimana : Kt = koefisien permeabilitas tanah (cm/dtk) a = luas permukaan pipa gelas (cm2) l = panjang contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2) T = waktu (dtk) h1= tinggi miniskus atas (cm) h2 = tinggi miniskus bawah (cm) Permeabilitas pada suhu standar (T = 200C) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sapei, et al., 1990) : K20 = (μT/μ20) * Kt……………………………………………… (25) dimana : K20 = koefisien permeabiltas pada suhu standar (T = 200C) μT = viskositas air pada suhu T0C μ20 = viskositas air pada suhu 200C Kt = koefisien permeabilitas tanah
Gambar 13. Alat uji permeabilitas b. Uji Kuat Geser
Uji kuat geser dilakukan pada contoh tanah dengan kondisi sebelum dialiri (uji tumbuk manual) dan setelah dialiri. Uji kuat geser tanah dilakukan dengan menggunakan metode uji kuat geser langsung (direct shear). Nilai kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ø) didapatkan dari pengulangan dengan menggunakan beban atau tegangan normal kuat geser yaitu 0.5 kgf/cm2, 1.0 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2. Tegangan geser maksimum didapatkan dengan menggunakan persamaan (Soetoto dan Aryono, 1981) : τ maks = kxR ..................................................................................(26) A dimana : τ maks = tegangan geser maksimum (kgf/cm2) k
= konstanta ring
R
= nilai pada dial gauge
A
= luas ring contoh (cm2)
Setelah didapatkan nilai tegangan geser maksimum lalu dicari nilai c dengan persamaan berikut (Hardiyatmo, 1992):
τ = c + σ tan φ ................................................................(27) dimana : τ = kekuatan geser (kN/m2) c = kohesi (kN/m2) σ = tekanan normal pada permukaan geser (kN/m2) ø = sudut gesek dalam (0)
Gambar 14. Alat uji kuat geser langsung (direct shear)
14. Program Geo Slope
Dalam menganalisa tingkat kestabilan lereng digunakan software Slope/W yang merupakan bagian dari program Geo Slope. Perhitungan dilakukan pada kondisi model tanggul tidak ada aliran, ada aliran, dan dilengkapi drainase horizontal. Metode yang digunakan dalam analisa stabilitas lereng adalah metode Bishop. Contoh tanah yang diambil untuk kondisi tidak ada aliran adalah contoh tanah setelah uji tumbuk manual dengan asumsi nilai RC pada tumbuk manual sama dengan model tanggul, sedangkan contoh tanah yang diambil untuk kondisi ada aliran adalah contoh tanah dari model tanggul yang sudah dialiri air. Perhitungan kondisi ada aliran air digunakan data Seep/W yang sudah dilakukan sebelumnya. Hal ini dilakukan karena diasumsikan adanya pengaruh tekanan pori. Parameter yang dimasukkan dalam perhitungan adalah nilai kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ø) dari uji kekuatan geser tanah. Hasil yang diperoleh dari program Geo Slope ini adalah nilai faktor keamanan (Fs) pada setiap kondisi yang menunjukkan kemantapan/kestabilan lereng tanggul tersebut.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sifat Fisik Tanah
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi tanah tersebut dan sifat ini dapat menentukan suatu jenis tanah. Berdasarkan hasil penelitian Herlina (2003) dan penelitian sekarang (lolos saringan 1 mm), sifat-sifat fisik jenis tanah Latosol Dramaga, Bogor dan tanah yang lolos saringan 1 mm dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Sifat-sifat fisik tanah Latosol Dramaga, Bogor dan tanah yang lolos saringan 1 mm. Sifat Fisik
Herlina (2003) 3
Tanah lolos saringan 1 mm
Berat isi kering (g/cm )
1.30
1.26
Kadar air optimum (%)
33.5
33.02
Liat (%)
62.13
27.49
Debu (%)
12.94
40.24
Pasir (%)
24.93
32.27
Batas cair (%)
61.42
61.25
Batas plastis (%)
41.36
40.56
Indeks plastisitas (%)
20.06
20.69
Berat jenis tanah (%)
2.64
Fraksi
2.65
4.28 x 10
3.25 x 10-4
Angka pori (e)
0.61
1.93
Porositas (n)
1.55
0.66
Permeabilitas tanah (cm/det)
-6
Berdasarkan klasifikasi tanah sistem Unified Soil Clasification, tanah Latosol berdasarkan penelitian Herlina (2003) termasuk dalam kelas MH yaitu tanah dengan kandungan lanau yang tinggi, dengan batas cair 61.42 % dan indeks plastisitas 20.06 %. Berdasarkan segitiga tekstur USDA, tanah Latosol termasuk dalam kelas liat (clay), dengan komposisi liat 62.13 %, debu 12.94 %, dan pasir 24.93 %.
Berdasarkan Tabel 6, yaitu penelitian Herlina (2003) dan penelitian sekarang (2007), semakin besar nilai angka pori dan semakin kecil nilai porositas, maka permeabilitasnya akan semakin besar. Hal ini dikarenakan ukuran partikel yang digunakan lebih kecil. B. Uji Tekstur Tanah
Uji tekstur tanah dilakukan pada tanah yang lolos saringan 1 mm dengan menggunakan metode hydrometer. Hasil dari uji tekstur tanah dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Gambar 15. 100 90 Persentase (%)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,001
0,01
0,1
1
Diam eter (m m )
Gambar 15. Kurva distribusi ukuran partikel Berdasarkan segitiga tekstur USDA, tanah yang digunakan termasuk dalam kelas lempung, dengan komposisi liat (27.49 %), debu (40.24 %), dan pasir (32.27 %). Hasil analisis tekstur tanah pada penelitian Herlina (2003) berbeda dengan penelitian sekarang, hal ini dikarenakan perbedaan ukuran partikel yang dipakai dalam uji tekstur tanah. C. Uji Konsistensi Tanah
Uji konsistensi tanah ini terdiri dari uji batas cair, uji batas plastis, dan penentuan indeks plastisitas. Hubungan antara batas cair dan indeks plastisitas dapat digunakan dalam klasifikasi tanah. Pada uji konsistensi tanah dilakukan pengujian pada tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui klasifikasi dari dua sampel tersebut. Hasil dari uji konsistensi tanah menggunakan tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Tabel 7. Tabel 7. Hasil uji konsistensi tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm No
Keterangan
Lolos Saringan
Lolos Saringan
0.42 mm
1 mm
1.
Batas cair (%)
57.05
61.25
2.
Batas plastis (%)
40.00
40.56
3.
Indeks plastisitas (%)
17.05
20.69
Berdasarkan klasifikasi tanah sistem Unified Soil Clasification, tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan 1 mm termasuk dalam kelas MH yaitu tanah dengan kandungan lanau yang tinggi dan plastisitas yang tinggi. D. Uji Pemadatan
Uji pemadatan dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar. Dari uji ini didapatkan nilai kadar air optimum (wopt) dan berat isi kering maksimum (ρd). Uji pemadatan dilakukan untuk mendapatkan nilai berat isi kering maksimum di laboratorium, sehingga didapatkan nilai RC. Tanah yang digunakan dalam uji pemadatan ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Hasil uji pemadatan dapat dilihat pada Tabel 8. Dari uji pemadatan didapatkan nilai kadar air sebesar 33.02 % dan berat isi kering maksimum sebesar 1.26 g/cm3. Nilai berat isi kering maksimum tercapai jika kadar air mencapai optimum. Jika kadar air semakin tinggi, maka berat isi kering semakin turun, karena tanah mendekati jenuh. Nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum pada penelitian ini lebih kecil daripada penelitian Herlina (2003), hal ini dikarenakan pengaruh ukuran partikel tanah. Jika ukuran partikel tanah kecil dipadatkan dengan energi pemadatan yang sama, maka berat isi kering maksimum dan kadar air optimum lebih kecil dibandingkan dengan partikel yang besar.
Tabel 8. Hasil uji pemadatan tanah yang lolos saringan 1 mm Kadar Air (%) 20.60 25.25 28.60 30.98 33.02 34.63 38.25 42.39
Berat Isi Basah (g/cm3) 1.26 1.37 1.53 1.61 1.68 1.70 1.71 1.68
Berat Isi Kering (g/cm3) 1.04 1.10 1.19 1.23 1.26 1.26 1.24 1.18
Berat Isi Jenuh (g/cm3) 1.71 1.59 1.51 1.46 1.41 1.38 1.32 1.25
1,8 1,6 Berat Isi Kering (g/cm 3)
1,4
hub berat isi kering thdp kadar ZAV (Zero Air
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Kadar Air (%)
Gambar 16. Grafik uji pemadatan (proctor) Struktur tanah lempung yang dipadatkan pada dasarnya cenderung menggumpal atau menyebar, bergantung pada besarnya usaha pemadatan dan kadar air (Lambe, 1958 dalam Dunn, et al., 1992). Kadar air yang rendah pada dasarnya cenderung menggumpal. Pada penelitian ini, kadar air optimum yang dicapai lebih rendah daripada penelitian Herlina (2003), sehingga tanah cenderung menggumpal dan tidak cukup mempunyai gaya tarik-menarik yang kuat antar partikel. Hal ini menjadikan sukar untuk mengubah struktur menggumpal menjadi struktur menyebar. Tegangan kapiler yang relatif tinggi dalam lapisan air juga menghalangi pengaturan kembali partikel, sehingga pada kadar air optimum yang rendah berat unit kering juga rendah. Uji pemadatan standar ini merupakan acuan untuk pemadatan manual maupun pada pembuatan model tanggul.
E. Uji Tumbuk Manual
Berdasarkan hasil penelitian Azizah, dkk (2005), pada pemadatan tanah dengan uji tumbuk manual didapatkan nilai RC 95.41 % dengan jumlah tumbukan 100 kali. Pada penelitian ini, jumlah tumbukan ditambah menjadi 150 kali dan didapatkan nilai RC 84.52 %. Nilai RC yang didapatkan lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Kepadatan suatu tanah diukur dengan menentukan berat isi keringnya, lebih tinggi berat isi keringnya, berarti lebih tinggi derajat kepadatannya. Hasil uji tumbuk manual secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji tumbuk manual Jumlah
Tinggi
Berat box +
Tumbukan
Jatuhan (h)
tanah (m2)
(N)
(cm)
(g)
* 100
20
100 150
ρt
ρd
RC
KA
(g/cm3)
(g/cm3)
(%)
(%)
21350
1.63
1.24
95.41
-
20
15808.6
1.09
0.8
63.81
35.57
20
18620
1.41
1.06
84.52
32.4
Ket : * Penelitian Azizah, 2005 Uji tumbuk manual dilakukan untuk mengetahui ratio compaction, jumlah energi yang diberikan pada saat pemadatan model tanggul dan untuk mendapatkan nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum yang mendekati kadar air optimum dan berat isi kering maksimum pada pemadatan standar. Jumlah tumbukan yang tinggi akan meningkatkan berat isi kering, ratio compaction, dan energi pemadatan. Pada penelitian ini, dengan bertambahnya jumlah tumbukan, RC yang didapat sangat kecil (<90 %). Hal ini dikarenakan berat isi kering maksimum yang didapat kecil, sehingga dengan berat isi kering maksimum yang kecil, maka tingkat derajat kepadatannya juga kecil. Spesifikasi uji tumbuk manual disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Spesifikasi uji tumbuk manual No
Elemen
1
Berat rammer
2
Tinggi jatuh
3
Nilai 2108.4 gram 20 cm
Dimensi cetakan
Panjang
40 cm
Lebar
30 cm
Tinggi
7.5 cm
4
Tanah
Lolos saringan 1 mm
5
Jumlah tumbukan
6
Jumlah lapisan
7
Energi pemadatan (CE)
150 3 206.8 kJ/m3
F. Pemadatan Model Tanggul
Pemadatan pada model tanggul dilakukan berdasarkan uji tumbuk manual. Jumlah tumbukan yang diberikan untuk tiap lapisan disesuaikan dengan luasan lapisan yang akan dipadatkan, dimana semakin luas permukaannya maka jumlah tumbukan yang akan diberikan semakin besar, seperti yang terlihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah tumbukan per lapisan Lapisan ke-
Luas Permukaan (cm2)
Jumlah Tumbukan
1
7000
875
2
5950
744
3
5500
688
4
4750
594
5
3950
494
6
3300
413
7
2650
332
8
1550
194
Jumlah Tumbukan
4334
Dimensi tanggul sebenarnya dan model disajikan pada Tabel 12. Gambar 16 menjelaskan penampang melintang model tanggul dan Gambar 18 memperlihatkan model tanggul. Tabel 12. Dimensi tanggul Dimensi H (tinggi muka air), cm Hf (tinggi jagaan), cm Hd (tinggi tanggul), cm B (lebar atas/mercu), cm L (lebar bawah), cm C (lebar drainase), cm Hp (tinggi tekanan air), cm Talud
Ukuran di lapangan 150 60 210 150 1680 840 180 1:3
Model 12.5 5 17.5 12.5 140 70 15 1:3
B Hf 1
Hd H
15 cm
Hp
52.5 cm
3
12.5 cm
70 cm
Gambar 17. Penampang melintang model tanggul
Gambar 18. Model tanggul
G. Pengaliran Air
Pengukuran debit dilakukan pada inlet, spillway, dan outlet. Debit inlet diukur sebelum air dimasukkan ke dalam inlet, dengan debit 6 x 10-5 m3/detik. Air dari inlet akan merembes pada model tanggul dan akan mencapai outlet. Gambar 19 menyajikan perubahan debit outlet. Debit Outlet 3,50E-07
Debit (m 3 /detik)
3,00E-07 2,50E-07 2,00E-07 1,50E-07 1,00E-07 5,00E-08 0,00E+00 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 Waktu (menit)
Gambar 19. Perubahan debit outlet Pada awal pengamatan, debit mencapai nilai yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat air keluar pada bagian hilir tanggul, air berkumpul dahulu di sekitar pipa outlet, seperti terlihat pada Gambar 20, sehingga air yang keluar akan banyak.
Gambar 20. Air yang terkumpul pada pipa outlet
Pergerakan aliran air atau rembesan pada tanggul dapat dilihat pada Gambar 21. Pada bagian atas dari muka air, tanah terlihat basah, ini dikarenakan adanya kenaikan kapiler. Kenaikan kapiler dalam tanah mirip dengan kenaikan kapiler dalam suatu tabung kapiler. Pada tanah butir halus, zona kapiler mencapai suatu ketinggian yang cukup besar di atas bidang muka air (Dunn et al.,1992). Semakin kecil ruang pori, makin besar kemampuan air untuk naik melebihi muka air tanah (Craig, 1994). Masing-masing ruang pori berhubungan satu dengan yang lainnya dari segala arah dan membentuk jaringan ruang pori yang rumit. Jika jaringan ini dimasuki oleh air, maka jaringan pada bagian bawah muka air bebas menjadi jenuh sempurna, sedangkan pada bagian atasnya, air menempati ruang pori yang sempit dan udara mengisi ruang pori yang luas, sehingga tanah menjadi jenuh sebagian (Terzaghi dan Peck, 1987). Tekanan kapiler dapat timbul karena adanya tarikan lapisan tipis permukaan air sebelah atas. Kejadian ini disebabkan oleh adanya pertemuan antara dua jenis material yang berbeda sifatnya. Akibat tekanan kapiler, air tanah tertarik ke atas melebihi permukaannya (Hardiyatmo, 1992). Pada bagian atas hilir tanggul, tanah terlihat basah. Namun tanah tidak dalam keadaan jenuh, yang mengalami jenuh sempurna adalah bagian bawah hilir tanggul, seperti yang terlihat pada Gambar 22.
Gambar 21. Pergerakan aliran air
Gambar 22. Rembesan air dilihat dari bagian hilir tanggul H. Uji Permeabilitas
Nilai permeabilitas pada model tanggul dapat dilihat pada Tabel 13. Permeabilitas dengan RC 95.4 % lebih kecil daripada RC 84.52 %. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai RC, semakin kecil nilai permeabilitasnya, karena tanah lebih padat. Semakin besar nilai permeabilitas suatu bahan maka semakin kecil kemampuan menyimpan air dan semakin besar kemampuan untuk meloloskan air, begitu pula sebaliknya semakin kecil nilai permeabilitas suatu bahan maka semakin besar kemampuan menyimpan air dan semakin kecil kemampuan untuk meloloskan air. Nilai permeabilitas pada pasir (bahan drainase) sebesar 1.84 x 10-2 cm/detik. Hasil uji permeabilitas pada model tanggul dan pasir dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 13 . Hubungan nilai RC dengan permeabilitas No
RC (%)
Permeabilitas (cm/detik)
1*
95.40
2.31 x 10-6
2
84.52
3.24 x 10 -4
Ket : * Penelitian Azizah, 2005
Gambar 23 . Uji permeabilitas I. Uji Kuat Geser
Uji kuat geser dilakukan pada model tanggul dengan kondisi tidak ada aliran, ada aliran, dan dilengkapi dengan drainase horizontal. Uji kuat geser dilakukan dengan metode uji geser langsung menggunakan beban normal 0.5 kgf/cm2, 1 kgf/cm2, dan 1.5 kgf/cm2. Hasil pengujian kuat geser berdasarkan penelitian Azizah (2005) dan penelitian sekarang dapat dilihat pada Tabel 14, dan grafiknya pada Gambar 24, 25, dan 26. Perhitungan hasil kuat geser dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 14. Uji kuat geser model tanggul pada kondisi tidak ada aliiran, ada aliran, dan dilengkapi dengan drainase horizontal. Parameter
tidak ada aliran
Kohesi (kgf/cm2) * 0.89 0.19 Sudut geser (0C) * 23.17 23.89 Kadar air (%) * 33.50 32.40 Ket : * Penelitian Azizah, 2005
ada aliran * 0.35 * 18.90 * 45.03
0.05 23.22 42.99
dilengkapi drainase 0.24 10.26 40.73
Nilai kuat geser model tanggul pada kondisi tidak ada aliran lebih besar daripada model tanggul pada kondisi ada aliran. Hal ini disebabkan kadar air pada kondisi tidak ada aliran mencapai optimum, sedangkan kadar air pada kondisi ada aliran mencapai maksimum sehingga tegangan geser akan semakin menurun. Pada saat kadar air optimum, berat isi kering mencapai maksimum, sedangkan pada kadar air maksimum berat isi kering
akan turun. Semakin tinggi berat isi kering, maka semakin tinggi kuat gesernya (Dunn et al., 1992). Berdasarkan penelitian Harjanto (2003) mengenai hubungan kadar air dan parameter kuat geser (c dan ø), menunjukkan bahwa nilai kohesi (c) dan sudut gesek dalam (ø) naik dengan bertambahnya kadar air, namun pada kadar air mencapai nilai maksimum, maka nilai c dan ø akan turun. Nilai kekuatan geser (kohesi dan sudut gesek dalam) mencapai nilai maksimum sebelum berat isi kering tercapai, sedangkan pada nilai berat isi kering maksimum nilai kekuatan geser sudah turun. Ukuran partikel mempengaruhi tingkat kepadatan tanah. Semakin besar tingkat kepadatan tanah, maka semakin besar nilai kuat gesernya. Pada penelitian ini, bahwa dengan tingkat kepadatan tanah yang kecil, didapatkan nilai kuat geser yang kecil pula. 1,00
Tegangan Geser Maks (kgf/cm 2)
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0
0,5
1
1,5
2
2
Beban Norm al (kgf/cm )
Gambar 24. Grafik uji kuat geser kondisi tidak ada aliran
0,8
Tegangan Geser Maks (kgf/cm 2)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5
2
Beban Norm al (kgf/cm 2)
Gambar 25. Grafik uji kuat geser kondisi ada aliran
Teganga n G eser Maks (kgf/cm 2 )
0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0
0,5
1
1,5
2
Beban Normal (kgf/cm 2 )
Gambar 26. Grafik uji kuat geser yang dilengkapi drainase horizontal
Gambar 27. Hasil uji kuat geser J. Stabilitas Lereng
Tingkat kestabilitas lereng dapat ditentukan pada besarnya nilai faktor keamanan (Fs) lereng tersebut. Nilai Fs yang diambil adalah nilai paling rendah sehingga resiko yang terjadi akan semakin kecil pada kondisi stabilitas lereng yang paling buruk. Pada penelitian ini, perhitungan nilai Fs menggunakan software Slope/W. Parameter yang dimasukkan dalam perhitungan ini adalah nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ø). Langkahlangkah perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. Perhitungan yang dilakukan menggunakan teori keseimbangan batas dengan metode Bishop (metode irisan). Analisis stabilitas lereng dilakukan pada tiga kondisi yang berbeda, yaitu kondisi tidak ada aliran, kondisi ada
aliran, dan dilengkapi drainase horizontal. Maksud dari ketiga perhitungan tersebut adalah untuk membandingkan tingkat kestabilan lereng pada kondisi yang berbeda, sehingga dapat dilihat seberapa besar pengaruh aliran air (rembesan) terhadap kondisi kestabilan lereng. Pada kondisi tidak ada aliran, perhitungan Fs diasumsikan tidak ada air yang mengalir (tidak mendapat pengaruh tekanan air pori). Nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam (ø) diambil dari contoh tanah pada box. Pada kondisi ada aliran, perhitungan Fs dilakukan menggunakan adanya pengaruh tekanan air pori dengan input data hasil penelitian rembesan pada software Seep/W yang sudah dilakukan. Pada tanggul menggunakan sistem drainase, digunakan drainase horizontal, dimana drainasenya menggunakan pasir dan filternya menggunakan caphipon drain belt. Hasil perhitungan nilai Fs dapat dilihat pada Tabel 15 dan Gambar 30, 31, dan 32. Tabel 15. Nilai Fs pada setiap kondisi tanggul No
Kondisi Tanggul
Fs (Faktor Keamanan) Penelitian 2007
Azizah (2005)
1.
Tidak ada aliran
2.458
6.410
2.
Ada aliran
1.212
3.287
3.
Dilengkapi drainase
1.609
3.317
Ket : Penelitian 2007 dilengkapi drainase horizontal. Penelitian Azizah (2005) dilengkapi drainase kaki. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai Fs pada kondisi tidak ada aliran lebih besar daripada kondisi ada alirannya. Semakin besar pengaruh rembesan pada tanggul, maka tingkat kestabilan lereng akan semakin kecil. Penggunaan saluran drainase horizontal pada tanggul dapat meningkatkan kestabilan lereng. Hal ini disebabkan air rembesan yang mengalir dalam tubuh tanggul masuk ke dalam saluran drainase, kemudian air dialirkan ke outlet, sehingga tidak memotong tubuh tanggul. Gambar 28 dan 29 menunjukkan hasil foto aliran tubuh tanggul. Nilai Fs pada kondisi tanggul yang tidak
dilengkapi saluran drainase lebih kecil daripada tanggul yang dilengkapi saluran drainase karena air rembesan memotong tubuh tanggul. Berdasarkan penelitian Azizah (2005), nilai Fs pada penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan penelitian kali ini. Pada penelitian ini menggunakan tanah yang lolos saringan 1 mm. Perbedaan nilai ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran partikel tanah yang berpengaruh pada ratio compaction (RC) dan kuat geser, serta dengan penggunaan saluran drainase. Semakin besar nilai ratio compaction (RC), maka semakin besar nilai kuat geser tanah, sehingga tingkat kestabilan lereng tanggul juga meningkat. Perbedaan jarak titik pusat dengan bidang slip surface pada perhitungan nilai Fs juga mempengaruhi kisaran besaran nilai Fs. Pada kenyataannya, untuk kondisi ada aliran sering dijumpai pada kasus yang berhubungan dengan stabilitas lereng, terutama pada musim hujan. Hal ini menunjukkan bahwa rembesan (pengaruh air) adalah faktor dari kebanyakan keruntuhan lereng, karena dengan adanya air menyebabkan naiknya tegangan maupun turunnya kekuatan (Dunn et al., 1992). Hasil akhir menunjukkan bahwa model tanggul mempunyai stabilitas lereng yang mantap. Nilai Fs lebih dari 1 menunjukkan nilai kemantapan suatu lereng. Hal tersebut menunjukkan bahwa gaya-gaya penahan lebih besar daripada gaya-gaya penggerak.
Gambar 28. Hasil foto aliran tubuh tanggul pada kondisi ada aliran
Gambar 29. Hasil foto aliran tubuh tanggul yang dilengkapi drainase horizontal
Gambar 30. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi tidak ada aliran menggunakan program Slope/W
Gambar 31. Analisa stabilitas lereng model tanggul pada kondisi ada aliran menggunakan program Slope/W
Gambar 32. Analisa stabilitas lereng model tanggul yang dilengkapi drainase horizontal menggunakan program Slope/W
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Ukuran partikel mempengaruhi tingkat kepadatan tanah. Berdasarkan uji tumbuk manual dengan menggunakan tanah yang lolos saringan 1 mm didapatkan tingkat kepadatan tanah yang rendah. 2. Berdasarkan hasil uji kuat geser, nilai kuat geser yang didapat lebih kecil daripada penelitian Azizah (2005). Hal ini dikarenakan tingkat kepadatan tanah yang didapatkan juga rendah. 3. Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan software Slope/W dengan memasukkan nilai kuat geser (kohesi dan sudut gesek dalam) diperoleh nilai faktor keamanan (Fs) untuk kondisi tidak ada aliran sebesar 2.458, pada kondisi ada aliran sebesar 1.212, dan pada kondisi tanggul yang dilengkapi drainase horizontal sebesar 1.609. 4. Perbedaan nilai Fs pada penelitian sekarang dan penelitian Azizah (2005) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran partikel tanah yang berpengaruh pada ratio compaction (RC) dan kuat geser serta dengan penggunaan saluran drainase. Dengan menggunakan ukuran partikel yang kecil, semakin kecil nilai ratio compaction (RC) dan kuat geser, maka semakin kecil pula tingkat kestabilan lereng tanggul. B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk jenis tanah dan ukuran partikel yang berbeda, yaitu tanah dengan kandungan liat yang tinggi. 2. Perlu penggunaan sensor kadar air untuk mengecek perubahan kadar air pada tubuh tanggul.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anwar S. 1995. Mempelajari Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan Permeabilitas dalam Rangka Mengurangi Rembesan pada Suatu Saluran Irigasi. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Azizah Y. 2005 Analisis Stabilitas Lereng pada Model Tanggul yang Dilengkapi dengan Saluran Drainase Kaki. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Bowles JE. 1989. Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Erlangga. Jakarta. Craig RF. 1994. Mekanika Tanah Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP – 04. CV Galang Persada, Bandung. Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1994. Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. PT Medisa. Bandung. Devadean. 2007. Teori dan Metodologi Sistem. http:// library.gunadarma.ac.id. [18 Sep 2007].
Dunn IS, Anderson LR, Kiefer FW. 1992. Dasar-Dasar Analitis Geoteknik. IKIP Semarang Press, Semarang. Foth HD. 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press. Jogjakarta. Gardiner DT, Miller RW. 2001. Soils in Our Environment. Pearson Education. New Jersey. Hakim N et al.. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Hardiyatmo HC. 1992. Mekanika Tanah 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Harjanto T. 2003. Hubungan Antara Tingkat Pemadatan Tanah dengan Kuat Geser Tanah pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Herlina ES. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pF dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. http://www.geo-slope.com. 2002. OfficeV5. Manuals. GEO-SLOPE International, Canada. Kalsim DK, Sapei A. 2003. Fisika Lengas Tanah Bagian Teknik Tanah dan Air. Departemen Teknik Pertanian. FATETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sapei A, Dalhar MA, Fujii K, Miyauci S, Sudou S. 1990. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA. Bogor. Saswinadi. 2007. Science, Teknologi, Masyarakat, dan Pembangunan. Bab II: 112. http:// spitb.or.id/Matakuliah/SP601-STMP/BAB%20IISP. [18 Sep 2007]. Soetoto, Aryono SS. 1980. Mekanika Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan menengaha Kejuruan. Jakarta. Sosrodarsono S, Takeda K. 1976. Bendungan Tipe Urugan. Pradnya Paramita. Jakarta. Terzhagi K, Peck RB. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa. Erlangga. Jakarta. Wesley LD. 1973. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.
Lampiran 1. Analisis ukuran partikel tanah Waktu (mnt)
r
r'
Suhu
L (mm)
0
(r+Cm)
( C)
L/60 t (mm/s)
√(L/60t)
√((0.018η)/((Gs1)γ)
D (mm)
F
r'+F
P (%)
0.5
29
29.006
25
107.9085
3.596949
1.896563
0.031481596
0.059707
0.0018
29.0078
64.33412
1
27.2
27.206
25
111.3645
1.856075
1.362378
0.031481596
0.04289
0.0018
27.2078
60.34204
2
24.2
24.206
25
117.1245
0.976037
0.987946
0.031481596
0.031102
0.0018
24.2078
53.68858
5
21.1
21.106
25
123.0765
0.410255
0.640511
0.031481596
0.020164
0.0018
21.1078
46.81333
15
17.5
17.506
25
129.9885
0.144432
0.380042
0.031481596
0.011964
0.0018
17.5078
38.82917
30
15.5
15.506
25
133.8285
0.074349
0.27267
0.031481596
0.008584
0.0018
15.5078
34.39353
60
13.5
13.506
25
137.6685
0.038241
0.195554
0.031481596
0.006156
0.0018
13.5078
29.95789
240
10.6
10.606
25
143.2365
0.009947
0.099735
0.031481596
0.00314
0.0018
10.6078
23.52621
1440
7.1
7.106
25
149.9565
0.001736
0.041661
0.031481596
0.001312
0.0018
7.1078
15.76383
Kurva Distribusi Ukuran Partikel
Persentase (%)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0,001
0,01 Diam eter (m m )
0,1
1
Lampiran 2. Uji konsistensi tanah Tanah yang lolos saringan 0.42 mm Batas Cair No Wadah 131 13 16 91 38 77 109
Mc (gram)
Ma (gram)
24.08 23.72 22.77 22.65 22.63 22.33 23.37
30.60 29.36 30.88 29.75 33.54 28.69 33.03
Ketukan Mb (gram)
35 30 27 26 20 18 10
28.37 27.38 27.98 27.19 29.44 26.27 29.25
w (%)
51.98 54.10 55.66 56.39 60.21 61.42 64.29
Kurva Hubungan Antara Kadar Air dengan Jumlah Ketukan
Kadar Air (%)
80 60 40 20 0 1
10 Jum lah ketukan (sem i log)
100
Nilai batas cair adalah pada ketukan 25 yaitu 57.05 %. Batas Plastis No Wadah 81 AB 103 116 104
Mc (gram) 22.65 21.51 23.24 23.67 23.79
Ma (gram) 25.37 23.86 25.17 26.04 25.86
Mb (gram) 24.60 23.18 24.63 25.35 25.27 Rata-rata
Nilai batas plastis adalah nilai kadar airnya yaitu 40.00 %. Nilai indeks plastisitasnya adalah 17.05 %.
w (%) 39.49 40.72 38.85 41.07 39.86 40.00
Lampiran 2. Lanjutan Tanah yang lolos saringan 1 mm Batas Cair
I II III IV V VI VII VIII
No Mc Wadah (gram) 102 22.39 40 23.58 27 24.42 129 22.77 53 21.53 12 23.50 101 23.33 44 22.55 78 23.59 45 23.83 43 23.85 10 2388 105 23.23 20 23.03 123 2299 133 22.08 28 22.50 73 23.98 50 23.19 82 23.96 41 22.63 89 23.45 118 23.08 108 23.31
Mb Ma Ketukan (gram) (gram) 26.27 25.07 2901 63 27.32 28.28 27.07 27.17 25.70 24.92 60 23.84 26.27 25.37 26.04 25.10 25.44 56 24.44 25.53 24.87 25.11 2465 25.71 53 25.06 25.67 25.03 25.77 24.84 25.00 43 2428 25.42 24.53 24.71 23.73 25.26 26 24.21 27.19 25.98 26.44 25.20 26.61 23 25.61 26.21 24.83 26.57 2534 29.04 10 26.69 27.62 25.92
w (%)
44.78 45.19 45.66 50.17 46.75 48.13 53.11 52.91 51.56 56.10 53.72 55.65 57.76 57.60 57.79 59.39 61.40 60.50 61.69 60.61 62.73 65.08 65.10 65.13
Kurva Hubungan antara Kadar Air dengan Jumlah Ketukan Kadar Air (%)
70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 1
10 Jum lah Ketukan (sem i log)
Nilai batas cair adalah pada ketukan 25 yaitu 61.25 %.
100
Ratarata
45.21 48.35 52.53 55.16 57.72 60.43 61.67 65.10
Lampiran 2. Lanjutan Batas Plastis
I II
No Wadah 130 1 110 67 93
Mc (gram) 23.64 22.50 22.87 22.95 23.62
Ma (gram) 26.62 24.81 24.67 25.13 25.75
Mb (gram) 25.77 24.14 24.17 24.49 25.12 Rata-rata
Nilai batas plastis adalah nilai kadar airnya yaitu 40.56 %. Nilai indeks plastisitasnya adalah 20.69 %.
w (%) 39.91 40.85 38.46 41.56 42.00 40.56
Lampiran 3. Uji permeabilitas Uji permeabilitas tanggul ulangan I No Ring
Mc
Ma
Mb
(gram)
(gram)
(gram)
T (detik) 1
2
3
4
h1
h2
(cm)
(cm)
KT (cm/det) 1
2
KT 3
4
K20 (cm/det)
rata-rata
1
2
K20 3
4
rata-rata
B2
83.7
236.9
186.2
5816
5801
5766
5627
17.5
7.5
1.87E-05
1.88E-05
1.89E-05
1.93E-05
1.89E-05
1.53E-05
1.54E-05
1.55E-05
1.59E-05
1.55E-05
H2
77.3
224.2
173.4
197
198
202
202
17.5
7.5
5.53E-04
5.50E-04
5.39E-04
5.39E-04
5.45E-04
4.53E-04
4.51E-04
4.42E-04
4.42E-04
4.47E-04
E 11
76.1
223.6
173.1
859
862
864
862
17.5
7.5
1.27E-04
1.26E-04
1.26E-04
1.26E-04
1.04E-04
1.04E-04
1.03E-04
1.04E-04
1.04E-04
1.26E-04 Rata-rata
2.30E-04
Rata-rata
1.89E-04
Uji permeabilitas tanggul ulangan II No Ring
Mc
Ma
Mb
(gram)
(gram)
(gram)
T (detik) 1
h1
h2
2
3
4
(cm)
(cm)
KT (cm/det)
KT
K20 (cm/det)
K20
1
2
3
4
rata-rata
1
2
3
4
rata-rata
E 16
76.1
228.8
174.4
302
304
304
305
17.5
7.5
3.60E-04
3.58E-04
3.58E-04
3.57E-04
3.58E-04
3.06E-04
3.04E-04
3.04E-04
3.03E-04
3.05E-04
J 22
76.2
224.1
170.4
281
284
287
292
17.5
7.5
3.87E-04
3.83E-04
3.79E-04
3.73E-04
3.81E-04
3.29E-04
3.26E-04
3.22E-04
3.17E-04
3.24E-04
E 13
76.1
226.6
174.5
467
466
466
466
17.5
7.5
2.33E-04
2.34E-04
2.34E-04
2.34E-04
2.33E-04
1.98E-04
1.99E-04
1.99E-04
1.99E-04
1.98E-04
Rata-rata
3.24E-04
Rata-rata
2.76E-04
Lampiran 3. Lanjutan Uji permeabilitas tanggul ulangan III No Ring
Mc
Ma
Mb
(gram)
(gram)
(gram)
T (detik) 1
2
3
4
h1
h2
(cm)
(cm)
KT (cm/det) 1
2
3
KT 4
rata-rata
K20 (cm/det) 1
2
K20
3
4
rata-rata
J 22
76.2
235
173.6
275
283
288
289
17.5
7.5
3.96E-04
3.85E-04
3.78E-04
3.77E-04
3.84E-04
3.36E-04
3.27E-04
3.21E-04
3.20E-04
3.26E-04
E 16
76.1
234.2
173.6
589
409
596
599
17.5
7.5
1.85E-04
2.66E-04
1.83E-04
1.82E-04
2.04E-04
1.57E-04
2.26E-04
1.55E-04
1.54E-04
1.73E-04
E 13
76.1
235.9
174.6
306
310
313
312
17.5
7.5
3.56E-04
3.51E-04
3.48E-04
3.51E-04
3.02E-04
2.98E-04
2.96E-04
2.97E-04
2.98E-04
3.49E-04 Rata-rata
3.13E-04
Rata-rata
2.66E-04
Uji permeabilitas tanggul menggunakan drainase horizontal No Ring
Mc
Ma
Mb
(gram)
(gram)
(gram)
E 13
76.1
242.6
199.13
E 16
83.7
243.8
201.07
B5
76.1
246.6
203.94
T (detik) 1
h1
h2
2
3
4
(cm)
(cm)
11
11
12
11
17.5
6
6
6
6
17.5
4
4
4
4
17.5
KT (cm/det)
KT
1
2
3
7.5
9.90E-03
9.90E-03
9.07E-03
7.5
1.81E-02
1.81E-02
1.81E-02
7.5
2.72E-02
2.72E-02
2.72E-02
4
K20 (cm/det)
K20
rata-rata
1
2
3
9.90E-03
9.69E-03
8.41E-03
8.41E-03
7.71E-03
8.41E-03
1.81E-02
1.81E-02
1.54E-02
1.54E-02
1.54E-02
1.54E-02
1.54E-02
2.72E-02
2.72E-02
2.31E-02
2.31E-02
2.31E-02
2.31E-02
2.31E-02
Rata-rata
1.83E-02
4
Rata-rata
rata-rata 8.24E-03
1.56E-02
Lampiran 4. Uji kuat geser Uji kuat geser kondisi tidak ada aliran D (Dx0.01mm) 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 120 1.40 1.60 1.80 2.00 220 2.40 260 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60
σ = 0.5 kgf/cm2 R 0.00 8.40 10.5 13.20 19.30 23.00 25.10 28.60 32.40 34.50 35.00 38.50 41.20 42.80 44.30 44.30 45.90 45.90 45.90 45.90 45.90 44.30 43.60 43.30 42.90 42.90
τ (kgf/cm2) 0.000 0.080 0.100 0.126 0.184 0.219 0.239 0.272 0.309 0.329 0.333 0.367 0.392 0.408 0.422 0.422 0.437 0.437 0.437 0.437 0.437 0.422 0.415 0.412 0.409
σ = 1 kgf/cm2 R 0.00 10.30 15.20 17.50 20.00 24.40 27.90 31.00 35.30 37.10 39.80 42.10 46.40 49.50 53.20 55.00 56.90 58.30 60.30 61.80 63.40 64.10 64.10 64.10 63.50 63.10 62.80 62.50 62.00
τ (kgf/cm2) 0.000 0.098 0.145 0.167 0.190 0.232 0.266 0.295 0.336 0.353 0.379 0.401 0.442 0.471 0.507 0.524 0.542 0.555 0.574 0.589 0.604 0.611 0.611 0.611 0.605 0.601 0.598 0.595 0.591
σ = 1.5 kgf/cm2 R 0.00 16.20 23.10 28.90 33.10 36.90 41.00 47.20 51.60 56.10 61.50 65.80 68.00 72.30 76.10 78.30 81.80 81.80 81.80 84.70 87.20 90.30 91.40 91.40 92.30 92.40 92.40 92.40 92.40 91.90 90.80 78.50 77.20 76.10
τ (kgf/cm2) 0.000 0.154 0.220 0.275 0.315 0.351 0.391 0.450 0.491 0.534 0.586 0.627 0.648 0.689 0.725 0.746 0.779 0.779 0.779 0.807 0.831 0.860 0.871 0.871 0.879 0.880 0.880 0.880 0.880 0.875 0.865 0.748 0.735 0.725
Lampiran 4. Lanjutan σ (kgf/cm2)
τ (kgf/cm2) 0.5 0.437 1.0 0.611 1.5 0.880
Kadar air 32.40 %
1,00
Tegangan Geser Maks (kgf/cm 2)
0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0
0,5
1
1,5 2
Beban Norm al (kgf/cm )
2
Lampiran 4. Lanjutan Uji kuat geser kondisi ada aliran ulangan I
0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20
σ (kgf/cm2)
σ = 0.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 11.90 0.113 14.40 0.137 16.30 0.155 18.20 0.173 19.40 0.185 20.20 0.192 20.90 0.199 21.80 0.208 22.10 0.210 22.90 0.218 22.90 0.218 23.20 0.221 23.20 0.221 23.20 0.221 23.20 0.221
τ (kgf/cm2) 0.5 0.221 1.0 0.468 1.5 0.617
Kadar air 50.66 %
σ = 1 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 18.50 0.176 2680 0.255 32.10 0.306 36.00 0.343 38.50 0.367 41.40 0.394 43.00 0.410 44.00 0.419 45.40 0.432 47.00 0.448 48.10 0.458 48.40 0.461 49.10 0.468 49.10 0.468 49.10 0.468 49.10 0.468
σ = 1.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 25.90 0.247 35.30 0.336 41.10 0.391 45.90 0.437 49.50 0.471 52.60 0.501 54.90 0.523 56.80 0.541 58.00 0.552 59.50 0.567 60.40 0.575 61.10 0.582 61.80 0.589 62.10 0.591 63.00 0.600 63.10 0.601 63.20 0.602 63.20 0.602 63.40 0.604 63.80 0.608 64.20 0.611 64.20 0.611 64.80 0.617 64.80 0.617 64.80 0.617 64.80 0.617
0,7 T egang an G eser Maks (kgf/cm 2 )
D (Dx0.01mm)
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5 2
Beban Normal (kgf/cm )
2
Lampiran 4. Lanjutan Uji kuat geser kondisi ada aliran ulangan II D (Dx0.01mm) 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00 8.20
σ = 0.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 10.2 0.097 13.3 0.127 15.0 0.143 17.8 0.170 18.5 0.176 18.9 0.180 19.4 0.185 20.7 0.197 21.2 0.202 21.3 0.203 21.5 0.205 22.1 0.210 22.6 0.215 23.0 0.219 23.2 0.221 23.7 0.226 24.4 0.232 24.9 0.237 25.6 0.244 25.8 0.246 25.8 0.246 25.8 0.246 25.4 0.242 25.2 0.240 24.9 0.237 24.6 0.234 23.9 0.228
σ = 1 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 12.9 0.123 20.5 0.195 24.0 0.229 27.8 0.265 30.9 0.294 33.1 0.315 36.0 0.343 38.5 0.367 39.2 0.373 40.3 0.384 41.2 0.392 42.7 0.407 44.1 0.420 45.2 0.431 45.9 0.437 46.5 0.443 47.3 0.451 48.1 0.458 48.5 0.462 48.8 0.465 48.8 0.465 49.5 0.471 50.0 0.476 50.8 0.484 51.3 0.489 51.8 0.493 51.9 0.494 52.5 0.500 52.5 0.500 52.5 0.500 53.1 0.506 55.3 0.527 55.3 0.527 55.2 0.526 55.2 0.526 55.0 0.524 54.9 0.523 54.9 0.523 53.9 0.513 53.2 0.507
σ = 1.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 21.0 0.200 31.2 0.297 39.2 0.373 42.3 0.403 44.1 0.420 45.2 0.431 46.2 0.440 47.2 0.450 49.0 0.467 51.3 0.489 52.0 0.495 53.1 0.506 53.9 0.513 54.0 0.514 54.9 0.523 54.9 0.523 54.9 0.523 56.0 0.533 57.0 0.543 57.0 0.543 57.8 0.551 58.4 0.556 59.9 0.571 62.0 0.591 63.8 0.608 65.1 0.620 65.9 0.628 66.3 0.631 66.7 0.635 70.0 0.667 70.7 0.673 69.9 0.666 69.8 0.665 69.9 0.666 70.0 0.667 70.2 0.669 70.2 0.669 70.9 0.675 69.9 0.666 68.1 0.649 68.0 0.648
Lampiran 4. Lanjutan σ (kgf/cm2) τ (kgf/cm2) 0.5 0.246 1.0 0.527 1.5 0.675 Kadar air 42.98 % 0,8
Tegangan Geser Maks (kgf/cm 2)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,5
1
1,5 2
Beban Norm al (kgf/cm )
2
Lampiran 4. Lanjutan Uji kuat geser kondisi ada aliran ulangan III D (Dx0.01mm) 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80
σ = 0.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 11.7 0.111 16.5 0.157 18.9 0.180 20.0 0.190 20.7 0.197 20.9 0.199 21.1 0.201 21.1 0.201 21.1 0.201 21.5 0.205 21.9 0.209 22.2 0.211 22.8 0.217 23.0 0.219 23.0 0.219 23.0 0.219 23.0 0.219 23.0 0.219 23.0 0.219 23.1 0.220 23.5 0.224 23.5 0.224 23.5 0.224 23.7 0.226 23.9 0.228 24.1 0.230 24.1 0.230 24.1 0.230 24.1 0.230 24.1 0.230 24.0 0.229 25.7 0.245 24.9 0.237 23.8 0.227 23.0 0.219 22.5 0.214 22.1 0.210
σ = 1 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 22.2 0.211 28.5 0.271 33.0 0.314 36.3 0.346 37.1 0.353 40.9 0.390 42.8 0.408 44.0 0.419 44.5 0.424 44.9 0.428 45.2 0.431 45.5 0.433 45.5 0.433 45.5 0.433 45.5 0.433 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 46.2 0.440 48.2 0.459 49.1 0.468 49.3 0.470 49.0 0.467 48.9 0.466 48.5 0.462 47.9 0.456 47.2 0.450 45.9 0.437
σ = 1.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.0 0.000 32.7 0.311 43.5 0.414 50.1 0.477 54.9 0.523 57.2 0.545 59.2 0.564 59.9 0.571 59.9 0.571 60.0 0.571 60.8 0.579 62.0 0.591 63.2 0.602 64.0 0.610 65.0 0.619 65.2 0.621 65.5 0.624 66.2 0.631 67.3 0.641 67.9 0.647 68.5 0.652 68.5 0.652 68.5 0.652 68.9 0.656 68.9 0.656 68.9 0.656 68.6 0.653 68.2 0.650 67.7 0.645 67.0 0.638 66.4 0.632
Lampiran 4. Lanjutan σ (kgf/cm2) τ (kgf/cm2) 0.5 0.245 1.0 0.470 1.5 0.656 Kadar air 44.62 %
Tegangan Geser Maks (kgf cm 2)
0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
0,5
1 Beban Norm al (kgf/cm 2)
1,5
2
Lampiran 4. Lanjutan Uji kuat geser menggunakan drainase horizontal D (Dx0.01mm) 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 2.20 2.40 2.60 2.80 3.00 3.20 3.40 3.60 3.80 4.00 4.20 4.40 4.60 4.80 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 6.20 6.40 6.60 6.80 7.00 7.20 7.40 7.60 7.80 8.00
σ = 0.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 11.50 0.110 16.00 0.152 19.30 0.184 21.80 0.208 23.70 0.226 25.50 0.243 26.80 0.255 28.00 0.267 29.00 0.276 30.20 0.288 31.10 0.296 32.00 0.305 32.70 0.311 33.00 0.314 33.20 0.316 33.40 0.318 33.50 0.319 34.50 0.329 34.80 0.331 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.90 0.332 34.80 0.331 34.00 0.324 33.50 0.319 32.90 0.313 32.50 0.310
σ = 1 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 25.00 0.238 31.00 0.295 33.50 0.319 34.60 0.330 35.20 0.335 36.10 0.344 36.40 0.347 37.00 0.352 37.50 0.357 39.20 0.373 39.90 0.380 40.90 0.390 40.90 0.390 40.90 0.390 41.10 0.391 41.50 0.395 41.80 0.398 41.80 0.398 41.80 0.398 41.80 0.398 41.80 0.398 41.80 0.398 41.80 0.398 41.90 0.399 42.10 0.401 42.50 0.405 42.80 0.408 42.80 0.408 43.10 0.411 43.10 0.411 42.90 0.409 42.00 0.400 41.20 0.392 40.90 0.390 40.90 0.390 40.80 0.389
σ = 1.5 kgf/cm2 R τ (kgf/cm2) 0.00 0.000 22.50 0.214 33.80 0.322 41.00 0.391 43.80 0.417 45.00 0.429 45.50 0.433 46.70 0.445 49.00 0.467 50.20 0.478 51.80 0.493 52.50 0.500 52.50 0.500 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.10 0.506 53.20 0.507 53.30 0.508 53.30 0.508 53.00 0.505 52.80 0.503 53.10 0.506 53.90 0.513 52.90 0.504 52.00 0.495 51.50 0.491 51.30 0.489 51.10 0.487 51.20 0.488 52.80 0.503 51.50 0.491 50.90 0.485
Lampiran 4. Lanjutan σ (kgf/cm2) τ (kgf/cm2) 0.5 0.332 1.0 0.411 1.5 0.513 Kadar air 40.73 %
Tegangan Geser Maks (kgf/cm 2 )
0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 0
0,5
1 Beban Normal (kgf/cm 2 )
1,5
2
Lampiran 5. Langkah-langkah proses perhitungan Fs (kondisi tidak ada aliran) menggunakan program Slope/W A. Mengatur ukuran kertas 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units. 3. Masukkan panjang ukuran kertas (300) pada kotak dialog Width, lalu tekan TAB. 4. Masukkan tinggi ukuran kertas (200) pada kotak dialog Height. 5. Klik OK. B. Mengatur skala 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan 2. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units. 3. Masukkan nilai pada kotak dialog Scale. Horz. 1 : 5.5
Vert. 1 : 5.5
4. Masukkan nilai pada kotak dialog Problem Extents Minimum : x = -0.2
y = -0.4
Maximum : x = 1.45
y = 0.7
5. Klik OK C. Mengatur jarak grid 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Grid, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Masukkan nilai 0.0125 pada kotak dialog Grid Spacing (Eng. Units) 3. Klik Display Grid dan Snap to Grid. 4. Klik OK. D. Mengatur ukuran gambar 1. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axes, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan
2. Klik Left Axis dan Bottom Axis pada menu dialog Display. 3. Cantumkan keterangan Jarak (m) pada Bottom x dan Kedalaman (m) pada Left y di kotak Axis Titles. 4. Klik OK, kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :
5. Masukkan nilai pada menu dialog X-Axis sebagai berikut : Min : -0.1
Increment Size : 0.1 # of Increments : 16
6. Masukkan nilai pada menu dialog Y-Axis sebagai berikut : Min : -0.04
Increment Size : 0.02 # of Increments : 17
7. Klik OK.
Lampiran 5. Lanjutan E. Penggambaran sketsa model tanggul 1. Pilih menu Sketch, lalu sub menu Lines, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Klik Done. F. Analisis Permasalahan 1. Pilih menu KeyIn, lalu klik analyis Settings, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan 2. Klik toolbar Method, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini, dan pilih only Bishop, Ordinary and Janbu pada kotak dialog Limit Equilibrium.
Keterangan : Project ID : digunakan untuk membuat deskripsi perhitungan (proyek) yang dibuat dengan pengaturan kolom judul (proyek) dan kolom komentar yang ingin diberikan. Method
: digunakan untuk mengatur penggunaan metode yang akan digunakan pada saat perhitungan.
3. Klik toolbar PWP, selanjutnya akan tampak kotak dialog seprti di bawah ini, dan pilih Piezometric lines with Ru / B-bar serta klik Use pore-water pressurre (untuk kondisi ρd maksimum) atau klik SEEP/W total head (untuk kondisi undrained) lalu klik Browse.
Lampiran 5. Lanjutan
4. Klik toolbar Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih Left to Right pada kotak dialog Direction of Movement.
5. Klik toolbar Corvergence, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan
Keterangan : PWP
: digunakan untuk mengatur apakah perhitungan dipengaruhi oleh tekanan air pori.
Control
: digunakan untuk mengatur teknik perhitungan.
Convergence
: digunakan untuk mengatur model dan toleransi hasil perhitungan.
6. Klik OK. G. Pengaturan spesifikasi tanah 1. Pilih menu KeyIn, lalu klik Soil Properties, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan 2. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang akan dianalisis. 3. Klik OK. H. Penggambaran model tanggul 1. Pilih menu Draw, lalu klik Line, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Klik Done I. Penggambaran radius (daerah yang akan dianalisa) sebagai permukaan bidang runtuh. 1. Pilih menu Draw, klik Slip Surface, lalu klik radius, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan
2. Klik Apply, lalu klik OK. J. Penggambaran daerah titik O (pusat perhitungan) terhadap bidang runtuh. 1. Pilih menu Draw, klik Slip Surface, lalu klik Grid, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Klik Apply, lalu klik OK. K. Pengkoreksian data. 1. Pilih menu Tools, lalu klik Verify, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Jika sudah tidak terdapat error, tahapan dapat dilanjutkan.
Lampiran 5. Lanjutan L. Perhitungan nilai Fs. 1. Pilih menu Tools, lalu klik SOLVE, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Klik Start, maka nilai Fs akan muncul. M. Menggambar model kontur. 1. Pilih menu Tools, lalu klik CONTOUR, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Pilih menu Draw, kemudian Contour Labels (untuk membuat label kontur).
Lampiran 5. Lanjutan N. Penyempurnaan Gambar. 1. Pilih menu Sketch, kemudian Text (untuk membuat keterangan gambar), selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
2. Pilih Project ID, selanjutnya akan muncul menu dialog seperti di bawah ini :
3. Pilih Slide Mass, selanjutnya akan muncul dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 5. Lanjutan 4. Klik kursor pada gambar.
5. Klik Done.