DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm
Oleh : ERLY PRATITA F14103037
2007 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEBIT REMBESAN PADA MODEL TANGGUL DENGAN MENGGUNAKAN UKURAN PARTIKEL TANAH MAKSIMUM 1 mm SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : ERLY PRATITA F14103037 Dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 31 Maret 1984 Tanggal lulus : 17 September 2007 Bogor, 24 September 2007 Menyetujui :
Dr. Ir. Erizal, M. Agr. Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen Teknik Pertanian
ERLY PRATITA. F14103037. Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm. Di Bawah Bimbingan Dr. Ir. Erizal, M.Agr.
RINGKASAN
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Keruntuhan tanggul dapat diakibatkan oleh adanya rembesan air dalam tubuh tanggul. Rembesan pada tanggul terjadi karena adanya tekanan air di bagian hulu tanggul yang melewati pori-pori di dalam tanah dan gaya yang menahan lebih kecil dari gaya yang mengalirkan. Jika rembesan yang terjadi pada tanggul semakin besar akan mengancam kestabilan tanggul sehingga dapat menimbulkan erosi, longsoran dan kehilangan air akibat rembesan melalui tubuh tanggul tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) Menghitung debit rembesan pada model tanggul, yaitu melalui pengamatan secara langsung, menggunakan metode perhitungan rumus dan analisis dengan program Seep/W, serta membandingkan hasil perhitungan debit rembesan dari ketiga metode tersebut. 2) Mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm terhadap debit rembesan pada tubuh model tanggul dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan ukuran partikel tanah 4760 μm. 3) Mengetahui pengaruh drainase tarhadap debit rembesan pada model tanggul. Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah serta Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Depertaman Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2007. Model tanggul dibuat berdasarkan kriteria dimensi tanggul yang disarankan DPU (1986) yaitu model dengan skala 1 : 12 yang “geometrical similiar” dimana skala horizontal dan vertikal bernilai sama. Tinggi muka air yang direncanakan sebesar 1.5 m, lebar mercu (w) tanggul sebesar 1.5 m, tinggi jagaan (freeboard) tanggul sebesar 0.6 m, serta kemiringan talud 1 : 3 untuk bagian hulu maupun hilir tanggul. Panjang saluran drainase 0.75 m dengan bahan pasir dan filter (chapiphon) yang kedap air. Model tanggul dibuat pada kotak model acrylic yang dilengkapi dengan inlet, outlet dan spillway. Pemadatan tanah dilakukan dengan uji pemadatan standar (Proctor), dan diperoleh kadar air optimum 33.02 %. Jumlah tumbukan yang diberikan sebanyak 150 tumbukan. Besarnya nisbah kepadatan tanah (RC) adalah 84.13 %. Uji permeabilitas dilakukan dengan metode falling head karena contoh tanah merupakan tanah berbutir halus (tanah yang lolos saringan 1 mm). Nilai permeabilitas tanah pada model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 2.89 x 10-4 cm/det, sedangkan permeabilitas tanah pada model tanggul dengan saluran
drainase sebesar 8.41 x 10-5 cm/det. Nilai permeabilitas pasir sebesar 1.84 x 10-2 cm/det. Pola aliran dan besarnya debit rembesan dalam tanggul dapat digambarkan dengan program Seep/W. Parameter-parameter yang digunakan adalah dimensi tanggul, tinggi muka air, dan nilai permeabilitas tanah. Debit rembesan adalah besarnya jumlah air yang mengalir pada tubuh model tanggul dan tidak boleh melebihi debit kritis. Nilai debit kritis sebesar 5 % dari debit yang masuk. Besarnya debit rembesan dihitung atau diukur dengan 3 metode yaitu pengukuran pada model tanggul, analisis dengan program Seep/W dan rumus empiris. Hasil pengukuran langsung debit yang masuk ke dalam waduk sebesar 1.21 -4 x 10 m3/det dengan debit kritis sebesar 6.05 x 10-6 m3/det. Besarnya debit rembesan berdasarkan pengamatan langsung untuk model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 5.04 x 10-7 m3/det, dan untuk model tanggul dengan saluran drainase sebesar 6.20 x 10-6 m3/det. Besarnya debit rembesan berdasarkan perhitungan empiris untuk model tanggul tanpa saluran drainase rata-rata sebesar 4.01 x 10-10 m3/det. Besarnya debit rembesan berdasarkan analisis Seep/W untuk model tanggul tanpa saluran drainase rata-rata sebesar 4.0094 x 10-8 m3/det, dan untuk model tanggul dengan saluran drainase sebesar 5.0815 x 10-8 m3/det. Debit rembesan dengan analisis SEEP/W lebih mendekati debit rembesan secara pengamatan langsung, sedangkan analisis dengan rumus empiris debit rembesan yang diperoleh nilainya lebih kecil dibanding analsis SEEP/W maupun pengamatan langsung. Dari penelitian sebelumnya (Sari, 2005) besarnya debit rembesan secara pengamatan langsung diperoleh debit yang lebih besar dibandingkan penelitian ini, dikarenakan penggunaan ukuran partikel tanah yang berbeda. Dengan ukuran partikel yang lebih besar, maka debit outlet yang dihasilkan lebih besar pula. Penggunaan drainase berpengaruh terhadap debit rembesan. Nilai yang diperoleh untuk debit rembesan pada model tanggul dengan drainase horizontal lebih besar dibanding debit rembesan pada model tanggul tanpa drainase. Besarnya debit outlet untuk semua pengukuran memiliki nilai yang lebih kecil dari debit krisis, sehingga model tanggul tersebut dapat dikatakan aman dan tingkat kestabilan tanggul masih baik. Kata kunci : Tanggul, Model, Debit Rembesan, Ukuran Partikel Tanah, Drainase
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skipsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika serta Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah dari bulan Februari - Juli 2007 dengan judul ”Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm”. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak, ibu, dan adikku yang telah memberikan seluruh perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan secara moril dan materil. 2. Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen pembimbing atas arahan dan bimbingannya. 3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS dan Ir. Mohamad Solahudin, M.Si sebagai dosen penguji. 4. Gilar Sukma Priana S.Hut yang selalu memberikan semangat, dan perhatiannya. 5. Bapak Trisnadi sebagai teknisi laboratorium yang selalu memberikan arahan dan bantuannya. 6. Dias Kurniasari dan Dewi Wulan Ratnasari yang selalu bersama-sama dalam suka dan duka selama penelitian. 7. Sahabat-sahabatku: Ema, Anne, Leni, dan Manda. 8. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian (Taufik, Fauzan, Rani, Rini A, Yossi, Fuad, Ari, Hendri dan Ervian) juga teman-teman TEP 40 lainnya. 9. Teman-teman di Zulfa (Dewilis, Irma, Anis, Nani, Hayuning, Herher, Ina, Tria, Sieska, Ajeng, Rima, Dyanti, Dede dan Gina) yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
10. Teman-teman TEP’40, khususnya TTA’40 yang selama 2 semester selalu bersama-sama dalam kuliah, mengerjakan tugas dan banyak hal lainnya yang tidak akan pernah dilupakan. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, agar skripsi ini dapat lebih bermanfaat di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis mengucapkan terma kasih.
Bogor,17 September 2007 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Tasikmalaya, pada tanggal 31 Maret 1984. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan H. Unang A. Kusnandar dan Hj. Nur Hidayati, S.Pd M.Pd. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukamanah IIITasikmalaya tahun 1997, dan pada tahun 2000 menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Tasikmalaya. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 2003 di SMUN 2 Tasikmalaya. Pada tahun yang sama (2003) penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2005 penulis memilih Laboratorium Teknik Tanah dan Air (TTA) dengan dosen pembimbing Dr. Ir. Erizal M.Agr. Selama aktif sebagai mahasiswa, penulis juga aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya : UKM Lingkung Seni Sunda Gentra Kaheman IPB periode 2003/2004 dan 2004/2005, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian (BEM-F) periode 2004/2005, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) periode 2005/2006 dan Organisasi Mahasiswa Daerah Himpunan Mahasiswa Tasikmalaya (OMDA HIMALAYA). Pada tahun 2006, penulis melaksanakan praktek lapang di Bagian Pelaksana Kegiatan Irigasi Wilayah Priangan Timur – kota Tasikmalaya, dengan judul laporan “Pengelolaan Air Irigasi di Daerah Irigasi Cikunten I, kabupaten Tasikmalaya”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “Debit Rembesan pada Model Tanggul dengan Menggunakan Ukuran Partikel Tanah Maksimum 1 mm” di bawah bimbingan Dr. Ir. Erizal, M Agr.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................
i
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... vi I.
II.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ........................................................................ B. TUJUAN PENELITIAN ....................................................................
1 3
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4 A. TANAH SECARA UMUM ................................................................ 4 B. SIFAT FISIK TANAH ....................................................................... 5 1. Tekstur dan Struktur Tanah ......................................................... 5 2. Kadar Air Tanah ............................................................................. 7 3. Permeabilitas ................................................................................... 7 4. Berat Jenis Partikel Tanah............................................................. 8 5. Berat Isi Tanah ................................................................................ 9 6. Porositas ........................................................................................... 9 7. Angka Pori ....................................................................................... 10 8. Potensial Air Tanah ........................................................................ 10 C. SIFAT MEKANIK TANAH ............................................................... 11 1. Konsistensi Tanah ........................................................................... 11 2. Pemadatan Tanah ........................................................................... 11 D. UKURAN PARTIKEL TANAH ....................................................... E. MODEL ................................................................................................ F. TANGGUL ........................................................................................... G. DIMENSI TANGGUL ........................................................................ H. DEBIT REMBESAN ........................................................................... I. DRAINASE DAN FILTER ................................................................ J. PROGRAM GEO-SLOPE ..................................................................
III. METODOLOGI ......................................................................................
12 13 14 15 16 20 21 24
A. TEMPAT DAN WAKTU .................................................................... 24
Halaman
B. BAHAN DAN ALAT ........................................................................... 24 1. Bahan ............................................................................................. 24 2. Alat .................................................................................................. 24 C. METODE PENELITIAN .................................................................. 25 1. Pembuatan Kotak Model Tanggul ................................................ 2. Pengambilan Contoh Tanah .......................................................... 3. Penghalusan Tanah ........................................................................ 4. Pengukuran Sifat Fisik Tanah ....................................................... a. Kadar Air Tanah ........................................................................ b. Konsistensi Tanah ...................................................................... c. Pemadatan Tanah ....................................................................... d. Uji Permeabilitas Tanah ............................................................ e. Uji Tekstur Tanah ...................................................................... 5. Uji Tumbuk Manual ....................................................................... 6. Pembuatan Model Tanggul ............................................................ 7. Pengaliran Air pada Kotak Model ................................................ 8. Pengamatan .................................................................................... 9. Pembongkaran Model Tanggul .................................................... 10. Pengukuran Permeabilitas Tanah pada Model Tanggul ........... 11. Analisis Debit Rembesan ...............................................................
26 26 26 27 27 27 28 29 29 30 31 33 34 34 34 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... ....... 35 A. SIFAT FISIK TANAH ...................................................................... B. HASIL UJI PEMADATAN ............................................................... C. HASIL UJI TUMBUK MANUAL .................................................... D. HASIL UJI PERMEABILITAS ....................................................... E. GARIS FREATIK (PHREATIC LINE) PADA MODEL TANGGUL ......................................................................................... F. DEBIT REMBESAN PADA TUBUH MODEL TANGGUL ......... 1. Berdasarkan Pengukuran Langsung pada Model Tanggul ...... 2. Berdasarkan Program Seep/W...................................................... 3. Berdasarkan Rumus Empiris ........................................................ V.
35 38 40 43 43 48 48 50 51
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... ....... 53
VI. DAFTAR PUSTAKA....................................................................... ....... 54 VII. LAMPIRAN ...................................................................................... ....... 56
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Halaman
Klasifikasi permeabilitas tanah ................................................................. Berat jenis partikel tanah (specific gravity) ................................................ Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional.......... Kemiringan talud berdasarkan jenis bahan ................................................ Spesifikasi uji tumbuk manual .................................................................... Dimensi tanggul .......................................................................................... Sifat-sifat fisik tanah Latosol, Darmaga - Bogor ........................................ Hasil uji konsistensi tanah untuk jenis tanah Latosol ................................ Hasil uji pemadatan tanah Latosol menggunakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm .................................................................................... Perbandingan spesifikasi antara uji pemadatan standar dan uji tumbuk manual ........................................................................................... Hasil uji tumbuk manual ............................................................................. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan dengan luas permukaan yang berbeda ....................................................................................................... Hasil uji permeabilitas pada tanggul ........................................................... Debit rembesan hasil pengukuran secara langsung pada model tanggul ... Hasil analisis debit rembesan dengan program Seep/W ............................. Hasil perhitungan debit rembesan berdasarkan rumus empiris (cara A. Casagrande, Grafik, dan Bowles) .................................................. Perbandingan debit rembesan (Qout) dengan 3 metode (Pengamatan langsung, analisis SEEP/W, dan analisis rumus empiris) .....
8 9 13 15 31 32 35 38 39 40 41 42 43 49 51 52 52
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Klasifikasi tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003)...........................
5
2. Segitiga tekstur tanah menurut USDA (Dunn et al., 1992) ..........................
6
3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck, 1987) ....
6
4. Hitungan rembesan cara A. Casagrande ....................................................... 17 5. Grafik hitungan rembesan (Taylor, 1948 dalam Sosrodarsono dan Takeda, 1977)................................................................................................ 18 6. Garis rembesan dalam tubuh tanggul (Bowles,1989) ................................... 19 7. Bahan filter caphiphon drain belt ................................................................. 21 8. Tahapan penelitian ........................................................................................ 25 9. Kotak model tanggul ..................................................................................... 26 10. Uji batas cair dan batas plastis ...................................................................... 28 11. Uji permeabilitas metode falling head .......................................................... 29 12. Kotak tumbuk manual dan rammer .............................................................. 31 13. Tahapan pembuatan model tanggul .............................................................. 32 14. Model tanggul dengan saluran drainase horizontal....................................... 33 15. Proses pengaliran air ..................................................................................... 33 16. Pengukuran debit outlet ................................................................................ 33 17. Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem Unified .................................. 36 18. Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem USDA .................................... 37 19. Kurva hasil uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1mm 39 20. Garis freatik pada model tanggul tanpa saluran drainase melalui Seep/W.... 44 21. Garis freatik pada model tanggul dengan saluran drainase horizontal melalui Seep/W .............................................................................................. 44 22. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul tanpa drainase melalui pengamatan langsung .................................. 45 23. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul dengan drainase horizontal melalui pengamatan langsung .............. 45 24. Pengaruh kapilaritas pada tubuh tanggul tanpa saluran drainase dan dengan saluran drainase ............................................................................................. 47
Nomor
Halaman
25. Kurva perbandingan debit outlet untuk model tanggul tanpa saluran drainase dan dengan saluran drainase ......................................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga – Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm .......................................... 56 2. Tekstur tanah Latosol, Darmaga dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm ............................................................................. 60 3. Permeabilitas tanah Latosol, Darmaga – Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm .................................................................... 61 4. Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga – Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm .......................................... 62 5. Hasil uji tumbuk manual ............................................................................... 65 6. Hasil pengukuran nilai permeabilitas tanah pada model tanggul setelah dialiri air ........................................................................................................ 66 7. Hasil uji permeabilitas pasir .......................................................................... 69 8. Hasil pengukuran debit rembesan (qoutlet) berdasarkan pengamatan langsung ........................................................................................................ 70 9. Tahapan-tahapan penggambaran dalam program Seep/W ............................. 74 10. Perhitungan debit rembesan (qoutlet) dengan metode empiris ....................... 87
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Tanggul yang banyak digunakan, dibangun dengan bahan tanah. Tanggul berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan. Dalam sebuah pembangunan tanggul diperlukan suatu perencanaan yang efektif dan aman sehingga tanggul kokoh dan tidak mudah rusak. Perencanaan tanggul yang efektif diperlukan suatu disiplin ilmu seperti fisika tanah dan mekanika tanah. Permasalahan yang sering timbul yaitu pada tubuh tanggul. Tubuh tanggul yang terbuat dari urugan tanah yang dipadatkan mudah sekali mengalami kerusakan terutama pada saat musim hujan tiba. Tubuh tanggul akan mengalami penyusutan (konsolidasi) karena air yang jatuh saat musim hujan akan mengikis tubuh tanggul. Bila hal ini terus dibiarkan maka akan terjadinya keruntuhan tanggul. Keruntuhan tanggul dapat diakibatkan oleh overtopping yaitu air melimpah melalui puncak tubuh tanggul yang dapat menyebabkan erosi serta longsor hingga akhirnya terjadi keruntuhan. Selain itu juga keruntuhan sebuah tanggul diakibatkan adanya rembesan atau bocoran pada tubuh tanggul. Rembesan yang mengalir dapat dipengaruhi oleh besarnya debit yang masuk ke dalam tubuh tanggul. Pengontrolan debit inlet pada tanggul perlu diperhatikan agar tidak melebihi debit kritis yang dapat mengakibatkan keruntuhan tanggul. Akibat keruntuhan tersebut, maka air yang tertampung dalam suatu bendungan akan mengalirkan ke lembah sungai di hilir tanggul dengan debit dan kecepatan yang sangat tinggi. Kejadian tersebut dapat menyebabkan terjadinya kerugian materi serta hancurnya infrastruktur yang ada di bagian hilir. Air rembesan yang mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan dengan butiran yang kasar, kemungkinan terangkutnya butiran halus lolos melewati lapisan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama, proses ini mungkin akan menyumbat ruang pori di dalam tanah dengan butiran kasar atau juga dapat terjadi piping pada bagian
butir halusnya. Bila kecepatan aliran membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut. Pada penelitian ini dibuat model tanggul menggunakan saluan drainase dengan bahan pasir dan pemakaian filter diantara lapisan pasir dan tanah dengan chapiphon drian belt. Ukuran partikel tanah dapat mempengaruhi rembesan dalam tubuh tanggul. Penggunaan ukuran partikel tanah didasarkan pada skala dalam pembuatan model tanggul. Pada penelitian ini dibuat model tanggul sesuai dengan standar perencanaan yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 1986. Model tanggul dibuat dengan menggunakan skala 1 : 12 yang “geometrical similiar” yaitu skala horizontal dan vertikal bernilai sama. Penggunaan skala 1 : 12 digunakan pada dimensi dan bahan pembentuk tanggul. Model tanggul dibuat dengan bahan pembentuk dari tanah, sehingga ukuran partikel tanah yang digunakan disesuaikan dengan skala. Ukuran partikel yang digunakan adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan beberapa analisis debit rembesan pada model tanggul yang dilengkapi drainase kaki, drainase tegak dan tanpa drainase dengan ukuran partikel tanah yang sama (menggunakan saringan 4760 µm). Pada penelitian kali ini dilakukan analisis debit rembesan pada model tanggul yang dilengkapi drainase horizontal dan tanpa drainase dengan menggunakan ukuran partikel tanah yang berbeda dari penelitian sebelumnya yaitu dengan ukuran pertikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Dengan ukuran partikel tanah yang lebih halus maka kemungkinan kestabilan tubuh tanggul akan lebih besar karena pada saat pemadatan, tanah tersebut lebih menyatu satu dengan lainnya. Hasil penelitian dapat bermanfaat untuk menjelaskan besarnya debit rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul serta pengaruhnya terhadap tingkat kestabilan lereng tanggul.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menghitung debit rembesan pada model tanggul, yaitu melalui pengamatan secara langsung, menggunakan metode perhitungan rumus dan analisis dengan program Seep/W, serta membandingkan hasil perhitungan debit rembesan dari ketiga metode tersebut. 2. Untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel tanah maksimum 1 mm terhadap debit rembesan pada tubuh model tanggul dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan menggunakan ukuran partikel tanah 4760 μm.. 3. Untuk mengetahui pengaruh drainase tarhadap debit rembesan pada model tanggul.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAH SECARA UMUM Tanah terdapat dimana-mana, tetapi kepentingan orang terhadap tanah berbeda-beda. Dalam kehidupan sehari-hari tanah diartikan sebagai wilayah darat dimana di atasnya dapat digunakan untuk berbagai usaha misalnya pertanian, peternakan, mendirikan bangunan, dan lain-lain. Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horisonhorison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Tanah tersusun dari empat bahan utama yaitu bahan mineral, bahan organik, air dan udara (Hardjowigeno, 2003). Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel tersebut (Das, 1988). Istilah tanah dalam mekanika tanah adalah mencakup semua bahan dari tanah lempung (clay) sampai berangkal (batu-batu yang besar); jadi semua endapan alam yang bersangkutan dengan teknik sipil kecuali batuan tetap (Wesley, 1973). Pengertian tanah dalam bidang teknik sipil sama dengan pengertian “regolith” dalam geologi yaitu selubung atau lapisan terluar dari permukaan bumi yang terdiri dari partikel-partikel batuan yang lepas dan butir-butir mineral, yang umumnya terletak di atas batuan induk atau batuan tetap (bedrock) (Flint dan Skinner, 1974 dalam Aryono dan Soetoto, 1980). Tanah Latosol merupakan salah satu jenis tanah yang terbentuk pada daerah bercurah hujan antara 2000 - 4000 mm tiap tahun. Memiliki bulan kering
lebih
dari
tiga
bulan
dan
mempunyai
tipe
iklim
A,
B
(Shmidt/Ferguson), dengan bahan induk tuf vulkanik pada daerah yang mempunyai topografi berombak sampai bergunung dengan ketinggian
berkisar antara 10 – 100 m dari permukaan laut dan biasanya ditumbuhi oleh hutan hujan tropis (Soepraptohardjo, 1961 dalam Ishak, 1991). Tanah latosol di Indonesia dicirikan dengan warna tanah merah sampai dengan coklat dengan warna yang tetap stabil dan solum tanah lebih besar dari 1.5 m. Tanah Latosol bertekstur liat seragam atau bertambah dengan naiknya kedalaman tanah (Soepraptohardjo dan Driessen, 1974 dalam Ishak, 1991). B. SIFAT FISIK TANAH 1. Tekstur dan Struktur tanah Tekstur tanah dapat didefinisikan sebagai penampilan visual suatu tanah berdasarkan komposisi kualitatif dari ukuran butiran tanah dalam suatu massa tanah tertentu. Partikel-partikel tanah yang besar dengan beberapa partikel kecil akan terlihat kasar atau disebut tanah yang bertekstur kasar. Gabungan partikel yang lebih kecil akan menghasilkan bahan yang bertekstur sedang dan gabungan partikel yang berbutir halus akan menghasilkan tanah yang bertekstur halus (Bowles, 1989). Sistem klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir telah dikembangkan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan International Soil Science Society (ISSS) seperti pada Gambar 1. Klasifikasi tanah juga dapat dilihat berdasarkan segitiga tekstur tanah dan Klasifikasi Sistem Unified seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3. US Department of agriculture classification (USDA) 0.05
0.02 clay
0.1 very fine
silt
0.25
0.5
1.0
2.0
medi- coarse very fine um coarse
gravel
sand sand clay
silt
gravel fine
2
20
coarse 200
2000 μm
Gambar 1. Klasifikasi tekstur tanah menurut ISSS (Kalsim dan Sapei, 2003)
Persen berat pasir
Gambar 2. Segitiga tekstur tanah menurut USDA (Dunn, et al., 1992)
Indeks Plastisitas PI (%)
60 Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran 50 halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang 40 diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
CH
Garis A
30
20
MH atau OH
LH CL-ML
10 7 4 10
20
30
ML atau OL 40
50
60
70
80
90
10
Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20)
Gambar 3. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem Unified (Terzaghi dan Peck,1987) Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Menurut bentuknya struktur tanah dibedakan menjadi bentuk lempeng, prisma, tiang, gumpal bersudut, gumpal membulat, granuler dan remah.
Tanah dikatakan berstruktur baik (granuler, remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur-unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah bentuknya membulat sehingga tidak dapat saling bersinggungan dengan rapat (Hardjowigeno, 2003). 2. Kadar Air Tanah Kadar air tanah merupakan banyaknya air yang terkandung di dalam tanah. Untuk menentukan kadar air tanah, dapat dinyatakan dalam beberapa cara diantaranya melalui perbandingan relatif terhadap massa padatan volume tanah, volume padatan tanah dan terhadap pori tanah. Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki (Das, 1988). Menurut Wesley (1973) untuk menentukan kadar air, sejumlah tanah ditempatkan dalam wadah yang beratnya (W1) diketahui sebelumnya. Wadah dengan tanah ditimbang (W2) dan kemudian dimasukkan dalam oven yang temperaturnya 105 0C untuk masa waktu 24 jam. Kemudian wadah dan tanah ditimbang kembali (W3). Dengan demikian besarnya kadar air tanah dapat diketahui. Kadar air =
W2 − W3 …………………………………………………(1) W3 − W1
3. Permeabilitas Menurut Wesley (1973) rembesan (permeabilitas) adalah kemampuan tanah untuk dapat dirembes air. Rembesan air dalam tanah hampir selalu berjalan secara linier yaitu jalan atau garis yang ditempuh air merupakan garis dengan bentuk yang teratur (smooth curve). Koefisien permeabilitas dapat ditentukan dengan pengujian lapangan atau laboratorium. Koefisien permeabilitas untuk tanah berbutir kasar dapat ditentukan dari constant head test. Untuk tanah berbutir halus digunakan falling head test. Uji tersebut telah distandarisasikan pada suhu air 20oC, karena viskositas air bervariasi dari suhu 4oC sampai 30oC (Craig, 1991).
Koefisien permeabilitas tanah tergantung beberapa faktor yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah, dan derajat keasaman jenuh (Das, 1988). Tabel 1. Klasifikasi permeabilitas tanah Permeabilitas (cm/jam)
Kelas
< 0.125
Sangat rendah
0.125 – 0.5
Rendah
0.5 – 0.2
Agak rendah
2.0 – 6.35
Sedang
6.35 – 12.7
Agak cepat
12.7 – 25.4
Cepat
> 25.4
Sangat cepat
Sumber : Sitorus (1980) dalam Ishak (1991)
4. Berat Jenis Partikel Tanah Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat isi tanah di udara pada suhu tertentu dengan berat isi air yang sama pada suhu tertentu (Aryono dan Soetoto, 1980). Persamaan yang digunakan sebagai berikut : Gs =
Ws ..................................……………………………………(2) Vs γ w
dimana : GS
= Berat jenis butiran tanah (g/cm3)
Ws
= Berat butiran (gram)
Vs
= Volume butiran (cm3)
γw
=Berat isi air pada temperatur tertentu, sesuai dengan temperatur tanah (biasanya diambil pada temperatur 15 0C). γw = 1 (Pada temperatur 4 0C)
Berat jenis dari berbagai tanah berkisar antara 2.65-2.75. Nilai berat jenis sebesar 2.65 biasanya digunakan untuk tanah tak berkohesi. Untuk tanah kohesif tak organik berkisar antara 2.68-2.72. Nilai-nilai berat jenis partikel tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Berat jenis partikel tanah (specific grafity) Jenis tanah
Berat jenis (Gs)
Kerikil
2.65 – 2.68
Pasir
2.65 – 2.68
Lanau tak organik
2.62 – 2.68
Lanau organik
2.58 – 2.65
Lempung tak organik
2.68 – 2.75
Humus
1.37
Gambut
1.25 – 1.80
Sumber : Hardiyatmo (1992)
5. Berat Isi Tanah Berat isi tanah (γ) adalah berat tanah per satuan volume tanah. Berat isi tanah dapat juga dinyatakan dalam berat butiran padat, kadar air, dan volume total (Das, 1988). Berat isi tanah atau unit weight atau density adalah perbandingan antara berat tanah seluruhnya dengan isi tanah seluruhnya . Penentuan berat isi tanah di laboratorium digunakan silinder yang diisi oleh tanah yang akan ditentukan berat isinya. Bagian atas dan bawah silinder diratakan dengan batang gelas dan kemudian ditimbang, dan berat silinder diketahui sehingga didapat berat isi tanah (Aryono dan Soetoto, 1980). Berat silinder dan tanah = a gram Berat silinder = b gram Berat isi tanah =
(a − b) gram …………………………………...(3) volumesilinder
6. Porositas
Porositas didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume tanah total. Porositas dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Das, 1988) :
n=
Vv ………………………………………………………………(4) Vt
dimana : n = porositas Vv = volume pori Vt = volume total Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi jika kandungan bahan organik tinggi. Tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air (Hardjowigeno, 2003). 7. Angka Pori
Angka pori (e) adalah rasio antara volume pori dan volume bahan padat; yang selalu dinyatakan sebagai satuan desimal. Angka pori banyak digunakan dalam mekanika tanah untuk menyatakan berbagai parameter fisik sebagai fungsi dari kepadatan tanah (Dunn et al., 1992). Angka pori dinyatakan hanya dalam bilangan saja. Nilainya berkisar 0.3 – 3.0. Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori dengan volume butiran padat. (Wesley, 1973). e=
Vv ……………………………………………………………….(5) Vs
dimana : e = angka pori Vv = volume pori Vs = volume padat 8. Potensial Air Tanah
Muka airtanah (water table) atau phreatic surface, adalah suatu batas dalam tanah dimana tekanannya sama dengan tekanan atmosfir. Daerah di atas muka airtanah disebut zona tak jenuh, meskipun sedikit batas tersebut tanah masih dalam keadaan jenuh karena adanya proses kenaikan kapiler (capillary fringe). Air dalam zona tak jenuh disebut lengas tanah (soil
moisture), sedangkan istilah airtanah (ground water) umumnya berkaitan
dengan air dalam daerah jenuh di bawah muka airtanah (Kalsim dan Sapei, 2003).
C. SIFAT MEKANIK TANAH 1. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah menunjukkan kekuatan daya kohesi butir-butir tanah atau gaya adhesi butir-butir tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolahan. Dalam keadaan lembab, tanah dibedakan kedalam konsistensi gembur (mudah diolah) dan teguh (agak sulit dicangkul). Dalam keadaan kering, tanah dibedakan kedalam konsistensi lunak sampai keras. Dalam keadaan basah dibedakan plastisitasnya yaitu dari plastis sampai tidak plastis atau kelekatannya dari tidak lekat sampai lekat (Hardjowigeno, 2003). Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat, jumlah koloid-koloid inorganik dan organik, struktur dan terutama kandungan air tanah. Dengan berkumpulnya kandungan air, umumnya tanah-tanah akan kehilangan sifat melakatnya (stickness) dan plastisitasnya sehingga dapat menjadi gembur (friabel) dan lunak (soft) dan akhirnya jika kering akan menjadi coherent (Hakim et al., 1986). 2. Pemadatan Tanah
Tingkat pemadatan tanah diukur dari berat volume kering tanah yang dipadatkan. Bila air ditambahkan kepada suatu tanah yang sedang dipadatkan, air tersebut akan berfungsi sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air, partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/ padat. Untuk usaha pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah
(pada
saat
dipadatkan)
meningkat.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi tingkat pemadatan tanah adalah kadar air, jenis tanah dan usaha pemadatan (Das, 1988). Pemadatan tanah adalah suatu proses dimana udara pada pori-pori tanah dikeluarkan dengan salah satu cara mekanis. Dilapangan pemadatan biasanya dilakukan dengan cara menggilas dengan roller sedangkan di laboratorium biasanya dilakukan dengan uji pemadatan standar (Proctor). Kepadatan suatu tanah tercapai tergantung kepada kadar airnya. Bila kadar air suatu tanah tertentu rendah maka tanah itu keras atau kaku dan sukar dipadatkan. Bila kadar air ditambah maka air berlaku sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan lebih mudah dipadatkan dan ruangan kosong antara butir nanti akan menjadi lebih kecil. Kadar air ini selalu bergantung pada gaya pemadatan. Bila daya pemadatan berlainan maka kadar air optimum juga akan berlainan (Wesley, 1973). D. UKURAN PARTIKEL TANAH
Ukuran partikel tanah berkisar dari batu bulat dengan diameter lebih dari 1 m sampai dengan partikel berukuran lempung dengan diameter kurang dari 0.001 mm. Pada umumnya, dasar-dasar mekanika tanah yang dikembangkan adalah mempelajari tanah-tanah dengan ukuran partikel berkisar dari ukuran lempung sampai kerikil (Dun et al., 1992). Partikel-partikel pasir ukurannya jauh lebih besar dan memiliki luas permukaan yang kecil (dengan berat yang sama) dibandingkan dengan partikel-partikel debu dan liat (Tabel 3). Semakin tinggi persentasi pasir dalam tanah, semakin banyak ruang pori-pori di antara partikel-partikel tanah dan semakin dapat memperlancar gerakan udara dan air (Hakim et al., 1986). Makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori, dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Partikel tanah berpengaruh terhadap pengontrolan rembesan. Salah satu syarat untuk filter yang digunakan dalam pengontrolan rembesan adalah ukuran pori harus cukup kecil. Gunanya untuk mencegah adanya partikel-partikel yang terbawa ke tanah didekatnya (Craig, 1987).
Tabel 3. Klasifikasi partikel tanah menurut USDA dan Sistem Internasional Diameter (cm) Jenis tanah
Luas Jumlah
permukaan
partikel/gram
untuk 1 gram
Sistem
Sistem
USDA
Internasional
2-1
-
90
11
Pasir kasar
1-0.5
2-0.2
720
23
Pasir sedang
0.5-0.25
-
5700
45
Pasir halus
0.25-0.1
0.2-0.02
46000
91
0.1-0.05
-
722000
227
Debu
0.05-0.002
0.02-0.002
5776000
454
Liat
<0.002
<0.002
90260853000
8000000
Pasir sangat kasar
Pasir sangat halus
tanah (cm2)
Sumber : Hakim et al. (1986)
Dari beberapa peneliti (Setyowati (2006), Sari (2005) dan Hakim (2004)) telah melakukan penelitian terhadap debit rembesan pada model tanggul dengan penggunaan ukuran partikel tanah 4760 μm. Beberapa peneliti (Sakai et al. (1999), Erizal et al. (1998) dan Sakai (1997)) telah membuktikan
adanya perbedaan hasil pengukuran akibat adanya perbedaan ukuran partikel yang digunakan. Hasil penelitian telah membuktikan bahwa ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap tahanan tanah. E. MODEL
Menurut Suwarto (2006) model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual. Model dikatakan lengkap apabila dapat mewakili berbagai aspek dari realitas yang sedang dikaji. Secara umum jenis model dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu : model ikonik, model analog, dan model simbolik. Lebih lanjut Suwarto (2006) menyatakan model ikonik adalah perwakilan fisik dari beberapa hal baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model ikonik dapat berdimensi dua (foto, dan peta) atau tiga dimensi
(prototip mesin, alat). Model analog dapat mewakili situasi dinamik, yaitu keadaan berubah menurut waktu. Contoh model analog adalah kurva permintaan, kurva distribusi frekuensi pada statistik, dan diagram alir. Pada hakekatnya, ilmu sistem memusatkan perhatian kepada model simbolik sebagai perwakilan dari realitas yang sedang dikaji. Model simbolik dapat berupa bentuk angka, simbol, dan rumus. Jenis model simbolik yang umum dipakai adalah suatu persamaan. Sifat model: Probabilistik (biasanya mengkaji ulang data atau informasi terdahulu untuk menduga peluang kejadian tersebut pada keadaan sekarang atau yang akan datang). Deterministik (model kuantitatif yang tidak mempertimbangkan peluang kejadian). Deskriptif (untuk mempermudah penelaahan suatu permasalahan). Optimalisasi (perbandingan antar alternatif dilakukan). Kegunaan model diantaranya untuk berfikir atau melakukan analisis,
sebagai
media
untuk
berkomunikasi,
melakukan
prediksi
(peramalan), untuk kontrol / pengendalian dan untuk berlatih / melakukan simulasi (Hutabarat M.T dan Rahardjo.B, 2006). F. TANGGUL
Tanggul merupakan salah satu bentuk dari bendungan urugan homogen. Dikatakan demikian karena ia mempunyai bentuk dan dimensi yang sama dengan bendung. Hampir semua tanggul dibuat dengan bahan tanah yang hampir sejenis dan gradasinya (susunan ukuran butirannya) hampir seragam. Tanggul saluran adalah tanggul tanah yang berfungsi untuk menahan aliran air dan menyangga permukaan air sehingga air yang masuk ke saluran dapat dikendalikan (Sosrodarsono dan Takeda, 1976). Tanggul merupakan bendung urugan serba sama karena lebih dari setengah volumenya terdiri atas bahan bangunan yang seragam. Bendungan urugan serba sama dibagi menjadi 2 tipe yaitu bendungan urugan tanah dan bendungan urugan pasir dan kerikil (Soedibyo, 1988). Lebih lanjut Soedibyo (1988) menyatakan bendungan urugan tanah masih dibagi menjadi 4 tipe yaitu :
1. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase kaki 2. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase horizontal 3. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase tegak 4. Bendungan urugan tanah dengan saluran drainase kombinasi. Tanggul dipakai untuk melindungi daerah irigasi dari banjir yang disebabkan oleh sungai, pembuangan yang besar atau laut. Biaya pembuatan tanggul banjir bisa menjadi sangat besar jika tanggul itu panjang dan tinggi. Karena fungsi lindungnya yang besar terhadap daerah irigasi dan penduduk yang tinggal di daerah-daerah ini, maka kekuatan dan keamanan tanggul harus benar-benar diselidiki dan direncanakan sebaik-baiknya (DPU, 1986). DPU (1986) menyatakan bahwa rembesan terjadi apabila tubuh tanggul harus mengatasi beda tinggi muka air dan jika aliran yang diakibatkannya meresap masuk ke dalam tanah di sekitar tanggul. Aliran ini mempunyai pengaruh yang merusakkan stabilitas tanggul karena terangkutnya bahanbahan halus dapat menyebabkan erosi bawah tanah. Jika erosi bawah tanah sudah terjadi, maka membentuk jalur rembesan antara bagian hulu dan bagian hilir tanggul. Keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan, sebagai terkikisnya tanah pondasi.
G. DIMENSI TANGGUL
DPU (1986) menyatakan dimensi tanggul adalah sebagai berikut : 1. Tinggi Tanggul Tinggi tanggul adalah beda tinggi tegak antara puncak dan bagian bawah dari pondasi tanggul. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap air atau dasar zona kedap air. Apabila pada tanggul tidak terdapat dinding atau zona kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis perpotongan antara bidang vertikal yang melalui tepi hulu mercu tanggul dengan permukaan pondasi alas tanggul tersebut. Sedangkan mercu adalah bidang teratas dari suatu tanggul yang tidak dilalui oleh luapan air dari saluran.
2. Tinggi Jagaan (Free Board) Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum rencana air dalam saluran dengan elevasi mercu tanggul. Elevasi permukaan maksimum rencana merupakan elevasi banjir rencana saluran. 3. Kemiringan Lereng (Talud) Kemiringan rata-rata lereng tanggul (hulu dan hilir) adalah perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Chow (1989) menyatakan kemiringan saluran biasanya ditentukan oleh keadaan topografi. Dalam berbagai hal, kemiringan ini dapat pula tergantung kegunaan saluran. Misalnya sebagai saluran irigasi, persediaan air minum, penambangan hidrolika dan proyek pembangkit. Kemiringan dinding saluran terutama tergantung pada jenis bahan. Tabel 3. memuat kemiringan yang dapat dipakai pada berbagai jenis bahan. Tabel 4. Kemiringan saluran berdasarkan jenis bahan Bahan
Batu Tanah gambut (peat), rawang (muck) Lempung teguh atau tanah berlapis beton Tanah berlapis batu atau tanah bagi
Kemiringan
Hampir tegak lurus ¼:1 ½ : 1 sampai 1 : 1 1:1
saluran yang lebar Lempung kaku atau tanah bagi parit kecil
1½:1
Tanah berlapis lepas
2:1
Lempung berpasir atau lempung berpori
3:1
Sumber : Chow (1989)
H. DEBIT REMBESAN
Debit rembesan (aliran) adalah kapasitas rembesan air yang mengalir ke hilir melalui tubuh dan pondasi tanggul. Debit rembesan suatu tanggul mempunyai batas-batas tertentu yang mana apabila debit rembesan melampaui batas tersebut, maka kehilangan air yang terjadi akan cukup besar. Debit rembesan dapat menimbulkan gejala suforsi (piping) serta gejala sembulan (boiling) yang sangat membahayakan kestabilan tubuh tanggul (Sosrodarsono dan Takeda, 1977). Setyowati (2006) menyatakan besarnya debit rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul dapat diperkecil dengan cara : 1. Pemakaian bahan pelapis dari beton, aspal, karet, plastik dan sebagainya. 2. Pemakaian adukan encer (grout). 3. Pemakaian filter pada bagian keluar dari elemen yang tidak tembus air. 4. Pemakaian inti atau dinding halang dengan koefisien permeabilitas yang rendah. Debit rembesan yang terjadi tidak boleh melebihi dari batas-batas yang telah ditentukan karena akan membahayakan tanggul dan menyebabkan pengoperasian waduk tidak efektif. Debit air harus dibatasi yaitu 2% - 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam waduk atau saluran. Semakin besar debit rata-rata yang mengalir pada sebuah saluran irigasi maka presentase maksimal yang diambil harus semakin kecil (Soedibyo, 1988). Terdapat beberapa cara untuk menghitung debit rembesan yang melewati tanggul yang dibangun dari tanah urugan homogen diantaranya adalah : 1. Cara A. Casagrande A.Casagrande (1973) dalam Hardiyatmo (1992) mengusulkan cara untuk menghitung rembesan lewat tubuh tanggul yang didasarkan pada pengujian model parabola AB (Gambar 4). Berawal dari titik A’, dengan A’A = 0.3 x (AD).
Gambar 4. Hitungan rembesan cara A. Casagrande Menurut A. Casagrande debit rembesan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : q = k a sin2 α …………………………………………………………….(6) a=
(d
2
) (d
+H2 −
dimana :
2
)
− H 2 ctg 2α .......................................................(7)
q
= debit rembesan (m3/det)
k
= koefisien permeabilitas (m/det)
α
= sudut hilir tanggul
d
= jarak horizontal antara E dan C (m)
a
= panjang zona basah (m)
H
= tinggi muka air (m)
2. Cara Grafik Taylor (1948) dalam Sosrodarsono dan Takeda (1977) memberikan penyelesaian dalam bentuk grafik. Prosedur untuk mendapatkan debit rembesan dengan cara grafik adalah dengan menentukan nilai banding d/H dari Gambar 5. Dari nilai d/H dan α, nilai m dapat diperoleh dari grafik pada Gambar 5, kemudian panjang a dihitung dengan menggunakan
rumus : a=
mH ………………………………………………………………...(8) sin α
q = k a sin2 α …………………………………………………………….(9)
Gambar 5. Grafik Hitungan Rembesan (Taylor, 1948 dalam Sosrodarsono dan Takeda, 1977) 3. Cara Bowles Berdasarkan Gambar 6 jumlah rembesan pada tanggul urugan dapat diketahui dengan menghitung panjang zona basah (a) pada bagian hilir tanggul (Bowles, 1989) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
d d2 H2 a= − − untukα ≤ 30 0 .......................................(10) 2 2 cos α cos α sin α q = k a sin α tan α ………………………………………………………(11) dimana : a d
= panjang zona basah = jarak antara titik asal dari garis freatik dengan ujung bawah hilir
H
= tinggi tekan air (beda tinggi muka air hulu dan muka air hilir)
α
= sudut antara muka tanggul bagian hilir dan dasar tanggul
Perhitungan ini dapat digunakan untuk perhitungan jumlah rembesan dan biasanya direkomendasikan untuk memperoleh penyelesaian yang cepat apabila α ≤ 300 apabila α ≥ 30, pemakaian persamaan di atas dapat memberikan perkiraan yang cukup memuaskan tentang jumlah rembesan pada beberapa kasus (Bowles, 1989).
Gambar 6. Garis rembesan dalam tubuh tanggul (Bowles, 1989)
I. DRAINASE DAN FILTER
Sistem drainase digunakan untuk mengatasi luapan dan kandungan air yang tidak diinginkan. Air rembesan mengalir dari lapisan dengan butiran yang lebih halus menuju lapisan yang kasar, kemungkinan terangkutnya bahan butiran lebih halus lolos melewati bahan yang lebih kasar tersebut dapat terjadi. Pada waktu yang lama proses ini mungkin juga dapat terjadinya piping pada bagian butir halusnya. Erosi butiran mengakibatkan turunnya tahanan aliran air dan naiknya gradien hidrolis. Bila kecepatan aliran air membesar akibat dari pengurangan tahanan aliran yang berangsur-angsur turun, akan terjadi erosi butiran yang lebih besar lagi, sehingga membentuk pipa-pipa di dalam tanah yang dapat mengakibatkan keruntuhan pada bendungan. Kondisi demikian dapat dicegah dengan pemakaian filter antara dua bahan tersebut (Soedibyo, 1993). Menurut
Craig
(1987)
filter
atau
drainase
dimaksudkan
untuk
mengendalikan rembesan harus memenuhi dua persyaratan yaitu : 1. Ukuran pori-pori harus lebih kecil untuk mencegah butir-butir tanah terbawa aliran.
2. Permeabilitas harus cukup tinggi untuk mengizinkan kecepatan drainase yang besar dari air yang masuk filternya. Salah satu dari bentuk filter yaitu Caphipon drain belt. Chapiphon merupakan penemuan terbaru berupa lajur yang terbuat dari plastik. Bahan ini mempunyai daya hisap, kekuatan menahan beban dan gravitasi yang baik untuk mencegah penyumbatan dan menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Aplikasi capiphon ini antara lain untuk pencegahan terhadap longsor dari erosi pantai, drainase pondasi, water proofing, drainase dalam tanah, proteksi lingkungan, irigasi untuk pertanian dan perkebunan serta pembuangan buatan air bawah tanah.
Gambar 7. Bahan filter caphiphon drain belt J. PROGRAM GEO-SLOPE
GEO-SLOPE adalah suatu program dalam bidang geoteknik dan modeling geo-environment yang dibuat oleh GEO-SLOPE Internasional, Kanada pada tahun 2002. Program geoslope ini sendiri terdiri dari SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W, QUAKE/W, TEMP/W dan CTRAN/W yang satu sama lainnya saling berhubungan sehingga dapat dianalisa dalam berbagai jenis permasalahan dengan memilih jenis program yang sesuai untuk tiap-tiap masalah yang berbeda (http://www.geoslope.com). Pengertian untuk tiap program tersebut adalah sebagai berikut: 1. SLOPE/W adalah suatu software untuk menghitung faktor keamanan dan stabilitas lereng. 2. SEEP/W adalah suatu software untuk meneliti rembesan bawah tanah.
3. SIGMA/W adalah suatu software untuk menganalisa tekanan geoteknik dan masalah deformasi. 4. QUAKE/W adalah suatu software untuk menganalisa gempa bumi yang berpengaruh terhadap perilaku tanggul, lahan, dan kemiringan lereng. 5. TEMP/W adalah suatu software untuk menganalisa masalah geothermal. 6. CTRAN/W adalah suatu software yang dapat digunakan bersama dengan SEEP/W untuk model pengangkutan zat-zat pencemar. Program SEEP/W
Seep/W merupakan suatu software yang digunakan dalam menganalisa rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material menyerap air seperti tanah dan batu. Seep/W dapat diaplikasikan dalam meganalisis dan mendesain pada bidang geoteknik, sipil hidrogeologika dan proyek pengembangan tambang. Seep/W diformulasikan untuk aliran air baik kondisi jenuh maupun kondisi tak jenuh pada tanah yang didasarkan pada Hukum Darcy. Darcy menyatakan bahwa kecepatan perembesan berbanding langsung terhadap gradien hodrolik dan dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (manual Seep/W, 2002): q = k . i .................................................................................................. (12) dimana : q
= kecepatan perembesan air
k
= konduktivitas hidrolik
i
= gradien hidrolik
dengan i = dimana : i
h ..........................................................................................(13) L = gradien hidrolik
h
= selisih ketinggian permukaan air untuk jarak L
L
= panjang lintasan
Fungsi Kadar Air Volumetrik (Volumetric Water Content Functions) merupakan pokok perumusan dari analisa rembesan. Diperlukan adanya suatu pemahaman dari hubungan antara tekanan pori air dan kadar air. Sebagai aliran air dalam tanah, sejumlah air tertentu disimpan atau ditahan di dalam struktur tanah. Ketika derajat kejenuhan mencapai 100%, maka volumetric water content akan sama dengan porositas tanah tersebut. Volumetric Water Content Functions didapatkan dari persamaan (manual Seep/W, 2002): Θ = Vw/V .............................................................................................. (14) dimana : Θ
= Volumetric water content
Vw = volume air V
= volume total
Fungsi konduktivitas hidrolika (Hydroulic Conductivity Functions) tergantung pada kadar air. Ketika kadar air adalah fungsi dari tekanan pori air dan Konduktivitas hidrolika merupakan fungsi dari kadar air,dapat disimpulkan bahwa konduktivitas hidrolika juga merupakan suatu fungsi dari tekanan pori air (manual Seep/W, 2002). Dari hasil program Seep/W dapat diketahui arah/vektor aliran, garis rembesan, pola aliran (flow net), debit rembesan dan lain sebagainya. Datadata yang dibutuhkan antara lain jenis bahan, permeabilitas (konduktivitas hidrolik), tinggi tekan (head preassure), pF, flux, atau kombinasi dari datadata tersebut.
III. METODOLOGI A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisika dan Mekanika Tanah serta Laboratorium Hidrolika dan Hidromekanika Depertaman Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juli 2007. B. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah : a. Tanah jenis Latosol yang berasal dari lahan percobaan Leuwikopo, Darmaga –Bogor. b. Acrylic, lem, pipa, selang, besi siku dan bambu untuk membuat kotak model. 2. Alat
a. Cangkul
l. Alat uji kuat geser
b. Penumbuk tanah
m. Alat uji falling head
c. Wadah/ember
n. LL Device Groving tools
d. Gergaji
o. Penyemprot air
e. Saringan tanah 1 mm
p. Pelantak (rammer)
f. Pisau
q. Stopwatch
g. Timbangan
r. Gelas ukur
h. Oven
s. Gelas plastik
i. Desicator
t. Selang
j. Kotak pemadatan tanah
u. Kamera digital
k. Sendok pengaduk
C. METODE PENELITIAN
Mulai Pembuatan kotak model tanggul Pengambilan contoh tanah Penghalusan tanah Sifat Fisik tanah Uji Tumbuk Manual Pembuatan model tanggul Pengaliran air Pengamatan Pembongkaran model tanggul Uji permeabilitas Pengolahan Data (Analisis Debit Rembesan) Laporan Selesai
Gambar 8. Tahapan Penelitian
1. Pembuatan Kotak Model Tanggul
Kotak model dibuat dengan menggunakan bahan acrylic (fiberglass) dan dilengkapi dengan inlet, spillway sebagai kontrol ketinggian air, outlet untuk pembuangan rembesan air dan saluran drainase horizontal
Gambar 9. Kotak model tanggul 2. Pengambilan Contoh Tanah
Untuk bahan timbunan model tanggul digunakan contoh tanah terganggu. Contoh tanah diambil dengan alat cangkul pada kedalaman 20 – 40 cm, kemudian tanah dikeringudarakan untuk mengurangi kadar airnya sehingga memudahkan dalam pengayakan. Tanah yang kering selanjutnya disaring dengan saringan 1 mm kemudian dikondisikan dahulu sekitar kadar air optimum dan ditutup rapat untuk menjaga agar tidak terjadi penguapan air tanah yang berlebihan. Kadar air optimum adalah kadar air pada saat mencapai berat isi maksimum. Kadar air optimum merupakan suatu indeks yang sangat penting didalam pekerjaan tanah untuk konstruksi. 3. Penghalusan Tanah
Tanah yang telah dikeringudarakan, selanjutnya ditumbuk dengan menggunakan palu kayu. Tujuannya agar tanah tersebut lolos saringan 1 mm, selanjutnya tanah disaring dengan saringan maksimum 1 mm.
4. Pengukuran Sifat Fisik Tanah a. Kadar Air Tanah
Pengukuran kadar air pada contoh tanah dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik atau menggunakan metode JIS A 1203-1978. Kadar air merupakan nisbah antara berat air dengan berat tanah kering (basis kering) atau nisbah antara volume air dengan volume tanah utuh (basis volume). Kadar air tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut (Sapei, et al., 1990) :
w=
ma − mb x100% …………………………………………. (15) mb − mc
dimana : w = kadar air tanah (%) ma = barat tanah basah dan wadah (gram) mb = berat tanah kering oven dan wadah (gram) mc = berat wadah (gram) b. Konsistensi Tanah
Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Kadar air dimana transisi dari keadaan semi padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis, sedangkan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair. Batas-batas ini dikenal dengan Atterberg Limit (Das, 1988). Pengukuran batas cair dilakukan dengan menggunakan metode standar JIS 1205-1980 (Sapei et al., 1990). Alat untuk menentukan batas cair yaitu Alat Casagrande. Pasta tanah dimasukkan kedalam mangkuk kemudian diratakan permukaannya. Selanjutnya dibuat goresan dengan spatula sampai mengenai bagian bawah mangkuk, kemudian diputar dengan pengungkit sampai goresan tanah tersebut bertemu (Aryono dan Soetoto, 1980). Pengukuran batas plastis dilakukan dengan menggunakan metode JIS A 1206-1970 (1978) yaitu dengan menggunakan metode
Casagrande. Metode ini dilakukan dengan cara menggulung pasta tanah pada permukaan kaca sehingga mencapai diameter ± 3mm.
Gambar 10. Uji batas cair dan batas plastis c. Pemadatan Tanah
Uji pemadatan dilakukan dengan uji Proctor sebagai uji standar. Metode ini merupakan standar JIS A 1210- 1980 1.1.1. Dari uji ini diperoleh kadar air optimum (Wopt) dan berat isi kering maksimum (ρmaks). Kedua nilai tersebut merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan tanggul. Pengukuran berat isi dilakukan pada contoh tanah utuh dimana berat isi merupakan berat tanah kering oven yang terdapat dalam volume tanah utuh. Perhitungan menggunakan persamaan berikut :
ρd =
Wtk 100 ρ w …………………………….........(16) atauρ d = V (100 + w)
ρw =
Wtb ……………………………………………………....(17) V
dimana : ρw
= Berat isi basah (g/cm3)
ρd
= Berat isi kering (g/cm3)
Wtb
= Berat tanah basah (g)
Wtk
= Berat tanah kering (g)
V
= Volume tanah (cm3)
W
= Kadar air (%)
d. Uji Permeabilitas Tanah
Metode yang digunakan dalam pengukuran ini adalah “falling head”. Tanah yang akan di uji harus direndam terlebih dahulu minimal 24 jam agar tanah menjadi jenuh. Persamaan untuk metode “falling head” adalah sebagai berikut: Kt = 2.3 (al / AT) log10 (h1/h2) ...........................………………......(18) dimana : Kt
= koefisien permeabilitas tanah (cm/dtk)
a
= luas permukaan pipa gelas (cm2)
l
= panjang contoh tanah (cm)
A
= luas permukaan contoh tanah (cm2)
T
= waktu (dtk)
h1
= tinggi miniskus atas (cm)
h2
= tinggi miniskus bawah (cm)
Gambar 11. Uji permeabilitas metode falling head e. Uji Tekstur Tanah
Uji tekstur tanah dilakukan untuk menentukan distribusi (sebaran) ukuran setiap butir partikel tanah. Distribusi ukuran partikel tanah ditentukan oleh variasi diameter partikel, dan berdasarkan prosentase berat setiap fraksi terhadap berat toal. Metode yang digunakan sesuai standar JIS. A 1204 – 1980 (Sapei et al, 1990).
5. Uji Tumbuk Manual
Uji tumbuk ini dilakukan untuk mendapatkan ratio compaction (RC) > 90 %. Pada bahan timbunan tanggul, tanah dipadatkam dengan menggunakan alat tumbuk manual yang memiliki berat, tinggi jatuh, jumlah tumbukan, jumlah lapisan, dan energi serta frekuensi penumbukan yang telah diperhitungkan sehingga jumlah tumbukan (besarnya energi yang diberikan) akan menunjukkan kepadatan maksimum dan kadar air optimum bahan tersebut. Nilai RC didapatkan dari persamaan berikut : Ratio Compaction (%) RC
=
ρ d dilapangan ρ d max UjiS tan dar Pr octor
................................................(19) ρd
=
100 ρ t 100 + w
................................................................................(20) ρt =
m2 − m1 ................................................................................ (21) V
dengan : ρd = berat isi kering (gram/cm3) ρt = berat isi basah (gram/cm3) m1 = berat cetakan uji tumbuk manual (gram) m2 = berat tanah dengan cetakannya (gram) V = volume cetakan (cm3) w = kadar air tanah (%) Jumlah energi yang diberikan saat melakukan pemadatan bahan tanah dihitung dengan persamaan : CE =
WxHxNxLxg ...................................................................(22) L
dengan : CE
= jumlah energi pemadatan (kJ/m3)
W
= berat rammer (kg)
H
= tinggi jatuhan rammer (m)
N
= jumlah tumbukan pada setiap lapisan
L
= jumlah lapisan
V
= volume cetakan (m3)
g
= gravitasi (m/dtk2)
Spesifikasi uji tumbuk manual seperti pada Tabel 7, sedangkan alat uji tumbuk manual pada Gambar 12. Tabel 5. Spesifikasi uji tumbuk manual Elemen Satuan Nilai Berat Rammer kg 2.144 Tinggi jatuh m 0.2 panjang m 0.3 Cetakan lebar m 0.4 tinggi m 0.075
Gambar 12. a) Kotak tumbuk manual b) rammer 6. Pembuatan Model Tanggul
Ukuran model yang akan dibuat sesuai dengan standar DPU (1986) dengan menggunakan skala 1 : 12 dari ukuran yang umum dilapangan. Sedangakan kemiringan lereng dibuat 1 : 3 yaitu berdasarkan jenis tanahnya. Drainase pada model tanggul terbuat dari pasir dan kerikil yang bergradasi baik. Lebar saluran drainase yang akan digunakan pada model tanggul yaitu 25 cm. Bahan yang digunakan sebagai filter adalah caphiphon drain belt. Filter diletakkan horizontal di bagian bawah model
tanggul, dan panjangnya setengah dari tubuh tanggul.
a)
b)
c)
d)
Gambar 13. Tahapan pembuatan tanggul : a) penyemprotan tanah yang akan dibuat tanggul b) pemadatan tanah c) tanggul setelah dilakukan pemadatan d) tanggul yang sudah jadi. Tabel 6. Dimensi tanggul Dimensi
Ukuran Lapang (cm)
Model (cm)
H (tinggi muka air), cm
150
12.5
Hf (tinggi jagaan), cm
60
5
Hd (tinggi tanggul), cm
210
17.5
b (lebar puncak atas), cm
150
12.5
1680
140
180
15
1/3
1/3
L (lebar bagian bawah tanggul), cm Hp (tinggi muka air dari dasar tanggul), cm Kemiringan
b Hf 5 cm Hd 17.5 cm H 12.5 cm Hp 15 cm
1 3
15.0 cm
52.5 cm
12.5 cm
60.0 cm
L = 140.0 cm
Gambar 14. Model tanggul dengan saluran drainase horizontal 7. Pengaliran Air pada Kotak Model
Setelah model tanggul terbentuk, proses selanjutnya yaitu pengaliran air pada model tanggul. Air dialirkan melalui inlet dengan debit tertentu, kemudian lakukan pengamatan pola penyebaran aliran dengan selang waktu tertentu sampai didapatkan debit outlet yang konstan, kemudian catat waktunya dan ukur panjang zona basah. Kelebihan air akan diatasi dengan adanya spillway.
Gambar 15. Proses pengaliran air Gambar 16. Pengukuran debit oulet
8. Pengamatan
Pengamatan-pengamatan yang dilakukan antara lain : Pengambilan foto rembesan air
Untuk mengetahui pola rembesan yang terjadi pada tubuh tanggul maka dilakukan setiap 3 menit, pola rembesan air di foto. Pengukuran debit
Debit yang diukur sebelum pengaliran air (debit inlet) dan setelah pengaliran air adalah debit saluran pelimpah (spillway) dan debit keluaran (outlet). Pengukuran debit pada inlet dilakukan 3 ulangan, sedangkan pada outlet dilakukan sampai debit outlet konstan. 9. Pembongkaran Model Tanggul
Pembongkaran model tanggul dilakukan setelah pengamatan pola rembesan dan besarnya debit rembesan. Setelah pengamatan, model tanggul dibiarkan selama beberapa waktu agar sisa pada pengaliran keluar melalui outlet. Tanah pada model tanggul diambil sebagian untuk sampel tanah yang selanjutnya akan dilakukan pengujian permeabilitas dan kuat geser tanah. 10. Pengukuran Permeabilitas Tanah pada Model Tanggul
Setelah selesai pengamatan tahapan selanjutnya yaitu pengujian permeabilitas menggunakan metode falling head dengan contoh tanah diambil dari model tanggul di bagian hilir. Pengujian permeabilitas dilakukan untuk mendapatkan dat nilai koefisien permeabilitas yang akan dipakai sebagai input untuk analisis SEEP/W. Untuk mendapatkan koefisien permeabilitas tanah digunakan persamaan 18. 11. Analisis Debit Rembesan
Metode yang digunakan dalam penentuan debit rembesan yaitu : a. Pengukuran debit secara langsung (Qinlet dan Qoutlet) b. Rumus empiris (cara casagrande, cara grafik, dan cara Bowles) c. Analisis program Seep/w.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH
Bahan yang digunakan untuk membuat model tanggul adalah tanah jenis Latosol. Tanah diambil dari lapangan percobaan Leuwikopo, Darmaga Bogor. Tanah yang digunakan untuk model tanggul tersebut yaitu tanah pada kedalaman 20-40 cm. Ukuran partikel tanah yang digunakan pada penelitian ini adalah tanah yang lolos saringan 1 mm. Berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu Herlina (2003) telah meneliti sifat fisik dan mekanik tanah Latosol tersebut. Sifat fisik dan mekanik tanah Latosol
baik hasil dari
penelitian Herlina maupun penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut : Tabel 7. Sifat-sifat fisik tanah Latosol, Darmaga – Bogor. Sifat fisik
Herlina
Erly, dkk
(2003)
(2007) Nilai
Berat isi kering (g/cm3)
1.30
1.26
Kadar air optimum (%)
33.50
33.02
Liat (%)
62.13
27.49
Debu (%)
12.94
40.24
Pasir (%)
24.93
32.27
Batas cair (%)
61.42
61.25
Batas Plastis (%)
41.36
40.56
Indeks plastisitas (%)
20.06
20.69
Berat jenis tanah (%)
2.64
2.65
4.28 x 10-6
3.25 x 10-4
Fraksi
Permeabilitas (cm/detik)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai dari sifat-sifat fisik tanah Latosol tidak berbeda jauh. Hal ini dikarenakan jenis tanah yang diambil sebagai sampel merupakan tanah dari tempat yang sama. Dari kedua penelitian tersebut, persentase fraksi tanah, berat isi kering dan permeabilitas mempunyai nilai yang berbeda. Persentase fraksi tanah pada penelitian ini
lebih banyak mengandung debu (40.24%), sedangkan penelitian sebelumnya tanah lebih banyak mengandung liat (61.42%). Tanah Latosol dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem klasifikasi tanah Unified dan klasifisasi Segitiga tekstur tanah. Sistem klasifikasi Unified didasarkan dari hasil analisis konsistensi tanah yaitu menggunakan batas cair dan batas plastis. Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah Latosol dengan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm memiliki nilai batas cair (LL) 61.25 %, dan indeks plastisitas (PI) 20.69 %. Nilai-nilai batas cair dan indeks plastisitas diplotkan ke dalam grafik klasifikasi tanah pada Gambar 17, dan didapatkan hasil tanah Latosol berada di bawah garis A, pada daerah MH. Daerah MH menunjukkan bahwa klasifikasi tanah tersebut adalah lanau anorganik plastisitas tinggi (Craig, 1987). Klasifikasi menurut segitiga tekstur sistem USDA didasarkan pada fraksi liat, debu dan pasir. Hasil analisis menunjukkan tanah latosol yang lolos saringan 1 mm pada tergolong dalam kelas lempung, dapat dilihat pada Gambar 18. Pada penelitian Herlina (2003) tanah Latosol tergolong ke dalam tanah liat.
Indeks Plastisitas PI (%)
60 Diagram plastisitas: Untuk mengidentifikasi kadar butiran 50 halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan tanah berbutir kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang 40 diarsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol.
CH
Garis A
30
20
MH atau OH
LH CL-ML
10 7 4 10
20
30
ML atau OL 40
50
60
70
80
90
Batas Cair LL (%) Garis A: PI = 0,73 (LL-20)
Gambar 17. Klasifikasi tanah latosol berdasarkan sistem Unified
10
Gambar 18. Klasifikasi tanah Latosol berdasarkan sistem USDA Keterangan :
contoh tanah
Menurut Craig (1987) koefisien permeabilitas tergantung pada ukuran rata-rata pori yang dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel, bentuk partikel dan struktur tanah. Makin kecil ukuran partikel, makin kecil pula ukuran pori dan makin rendah koefisien permeabilitasnya. Nilai permeabilitas untuk tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm sebesar 3.25 x 10-4 cm/det, sedangkan Herlina (2003) dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 4760 μm nilai permeabilitasnya sebesar 4.28 x 10-6 cm/det. Hasil yang didapat tidak sesuai dengan teori, karena pada kenyataannya ukuran partikel yang semakin kecil menghasilkan nilai permeabilitas yang besar. Hal ini bisa dikarenakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm memiliki kandungan pasir lebih besar (32.27%) dibanding dengan tanah yang lolos saringan 4760 μm (24.93%) sehingga memiliki kemampuan untuk meloloskan air lebih besar. Uji konsistensi jenis tanah Latosol dilakukan dua kali percobaan yaitu dengan menggunakan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 0.42 mm dan partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Hasil uji konsistensi dari kedua percobaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan nilai pada batas cair (Tabel 8). Nilai batas cair untuk contoh tanah yang lolos saringan 0.42 mm adalah 57.05 %, sedangkan untuk contoh tanah yang lolos saringan 1 mm
sebesar 61.25 %. Perbedaan nilai batas cair ini akan berpengaruh terhadap indeks plastisitas. Tabel 8. Hasil uji konsistensi tanah untuk jenis tanah Latosol Saringan
Saringan
0.42 mm
1 mm
Batas cair (%)
57.05
61.25
Batas Plastis (%)
40.00
40.56
Indeks plastisitas (%)
17.05
20.69
Sifat-sifat fisik tanah di atas dapat mempengaruhi pola penyebaran aliran dan besarnya air yang mengalir dalam tanah. Basarnya nilai koefisien permeabilitas sangat dipengaruhi oleh angka pori (e) dan porositas (n). Semakin besar angka pori (e) dan porositas (n) suatu tanah maka tanah tersebut akan semakin mudah untuk meloloskan air. Hasil perhitungan batas cair dan batas plastis pada Lampiran 1 serta hasil perhitungan tekstur tanah dan permeabilitas tanah Latosol dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm masing-masing pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. B. HASIL UJI PEMADATAN
Uji pemadatan tanah dengan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm dilakukan dengan uji pemadatan standar (uji proctor). Dari hasil uji pemadatan tersebut diperoleh kadar air optimum, berat isi kering, berat isi basah, dan berat isi jenuh. Hasil pengujian pada Tabel 9. Nilai kadar air optimum dan berat isi kering maksimum (ρdmax) merupakan nilai uji pemadatan standar sebagai acuan untuk melakukan pemadatan, baik uji pemadatan di laboratorium maupun pemadatan di lapangan. Pada penelitian sebelumnya (Herlina, 2003) diperoleh kadar air optimum sebesar 33.50 %, berat isi kering 1.30 g/cm3, berat isi basah sebesar 1.74 g/cm3 dan berat isi jenuh sebesar 1.40 g/cm3.
Tabel 9. Hasil uji pemadatan tanah Latosol menggunakan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm. Kadar air
Berat isi basah
Berat isi kering
3
3
Berat isi jenuh
(w, %)
(ρt, g/cm )
(ρd, g/cm )
(ρdsat, g/cm3)
20.60
1.26
1.04
1.71
25.25
1.37
1.10
1.59
28.60
1.53
1.19
1.51
30.98
1.61
1.23
1.46
33.02 *)
1.68
1.26
1.41
34.03
1.70
1.26
1.38
38.25
1.71
1.24
1.32
43.39
1.68
1.18
1.25
*) Kadar air optimum
1.8
3
ρd (ton/m )
1.6
Berat isi kering ZAV
1.4 1.2 1 0.8 15
20
25
30 w (%)
35
40
45
Gambar 19. Kurva hasil uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm Wesley (1973) menyatakan bahwa tanah yang dipakai untuk pembuatan tanggul, bendungan tanah, atau dasar jalan harus dipadatkan untuk menaikkan kekuatannya, memperkecil kompresibilitas dan daya rembes air serta memperkecil pengaruh terhadap tanah tersebut. Tujuan pemadatan tanah di lapangan yaitu memadatkan tanah pada keadaan kadar airnya optimum,
sehingga tercapai keadaan yang paling padat. Dengan demikian tanah tersebut akan mempunyai kekuatan yang relatif besar, kompresibilitas kecil, dan pengaruh air terhadapnya akan diperkcil. Tanah jika memiliki kadar air rendah maka tanah tersebut akan mengeras atau kaku dan sukar dipadatkan. Jika kadar air ditambahkan, maka air itu akan berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah tersebut akan mudah dipadatkan dan ruang kosong antara butir menjadi lebih kecil. Pada kadar air yang lebih tinggi lagi, tingkat kepadatan tanah akan turun lagi karena pori-pori tanah menjadi penuh terisi air yang tidak dapat dikeluarkan dengan cara pemadatan. Hasil perhitungan uji pemadatan standar tanah Latosol yang lolos saringan 1 mm selengkapnya pada Lampiran 4. C. HASIL UJI TUMBUK MANUAL
Dari hasil uji pemadatan standar diperoleh kadar air optimum dan berat isi kering maksimum. Nilai ini digunakan sebagai acuan untuk melakukan uji pemadatan pada kotak yang selanjutnya menjadi nilai perbandingan untuk melakukan pemadatan tanah pada model tanggul. Pemadatan dilakukan pada sebuah kotak berukuran (40 x 20 x 7.5) cm, dengan jumlah lapisan sebanyak 3 lapisan. Tabel 10. Perbandingan spesifikasi antara uji pemadatan standar dan uji tumbuk manual Uji Pemadatan
Lapisan
Standar (proctor)
Manual
3
3
Volume (m3)
0.009
0.009
Berat rammer (kg)
2.50
2.14
Tinggi jatuhan (cm)
30
20
Uji tumbuk manual dilakukan untuk menentukan berat isi kering. Selanjutnya dari berat isi kering tersebut didapatkan persamaan kepadatan relatif (relative compaction “RC”) berdasarkan persamaan 19. Dari penelitianpenelitian sebelumnya telah dilakukan uji pemadatan manual dan diperoleh
RC yang berbeda-beda. Menurut Bowles (1989) nilai RC biasanya berkisar antar 90% – 105 %. Hasil uji tumbuk manual dapat dilihat pada Tabel 11 dan hasil perhitungan uji tumbuk manual untuk tanah lolos saringan 1 mm pada Lampiran 5. Tabel 11. Hasil uji tumbuk manual Jumlah No
Tinggi
tumbukan jatuhan
Berat box+tanah
ρt
ρd
RC
(g/cm3)
(g/cm3)
(%)
(N)
(h, cm)
(gram)
1
10
20
10496.60
1.075
0.805
61.93
*)
2
15
20
10677.60
1.097
0.822
63.21
*)
3
25
20
10999.20
1.136
0.851
65.48
*)
4
35
20
11623.10
1.213
0.909
69.89
*)
5
50
20
14085.80
1.515
1.135
87.30
*)
6
75
20
21028.00
1.590
1.190
91.44 **)
7
100
20
21643.60
1.655
1.240
95.38 ***)
8
150
20
18620.00
1.41
1.060
84.13
Sumber : *) Hakim (2004) **) Sari (2005) ***) Setyowati (2006)
Dari tabel di atas, dapat dilihat dengan menambah banyaknya jumlah tumbukan bukan berarti nilai RC semakin besar pula. Ini bisa diakibatkan karena perbedaan ukuran partikel tanah dari penelitian-penelitian sebelumnya. Perbedaan hasil dari pemadatan dengan menggunakan ukuran partikel yang lolos saringan 1 mm bisa dikarenakan kadar air optimum yang didapatkan lebih kecil dari penelitian sebelumnya sehingga akan berpengaruh terhadap berat tanah saat dipadatkan. Terbukti besarnya berat box+tanah pada uji tumbuk manual dengan jumlah tumbukan 150 tumbukan nilainya lebih kecil daripada jumlah tumbukkan sebanyak 100 tumbukkan. Kadar air dalam tanah sangat berpengaruh terhadap massa tanah. Semakin besar nilai kadar air suatu tanah maka sebanding dengan besarnya massa tanah. Hal ini terjadi karena tanah tersebut mengandung air yang lebih banyak, sehingga massa tanah bertambah dengan kandungan air di dalam tanah tersebut.
Penelitian ini menggunakan RC 84.13%, ini dilakukan dengan pertimbangan pada saat uji tumbuk manual pada box dengan tumbukan 150 kali setiap lapisan, tanah yang dipadatkan sudah sangat keras, dan tidak terjadi penurunan tanah lagi. Pertimbangan lainnya, jika terus menerus dilakukan penambahan jumlah tumbukan setiap lapisannya dengan harapan didapatkan RC lebih dari 90%, maka dikhawatirkan jika melakukan pemadatan pada model
tanggul
dengan
jumlah
tumbukan
yang
terlalu
besar
bisa
mengakibatkan kotak model tanggul mengalami kebocoran, rusak bahkan jebol. Uji tumbuk manual dilakukan untuk mengetahui besarnya jumlah energi pemadatan. Besarnya energi pemadatan dihitung dengan Persamaan 22. CE =
WxHxLxN 2.14 x 20 x3 x150 = 2.14 kg/cm3 = v 9000
Pemadatan tanah sangat penting dilakukan dalam pembuatan suatu tanggul, karena pemadatan akan mempengaruhi kekuatan tanah dan daya rembes air. Model tanggul yang dibuat terdiri dari 8 lapisan dengan masingmasing lapisan mempunyai ketinggian 2.5 cm dan dilakukan pemadatan dengan jumlah tertentu sesuai dengan besarnya luasan tiap lapisan. Semakin luas suatu lapisan maka jumlah tumbukannya semakin banyak pula selengkapnya pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah tumbukan pada tiap lapisan dengan luas yang berbeda Lapisan ke1 2 3 4 5 6 7 8 lapisan pasir
Luas permukaan (cm2) 140 x 50 = 7000 119 x 50 = 5950 110 x 50 = 5500 95 x 50 = 4750 79 x 50 = 3950 66 x 50 = 3300 53 x 50 = 2650 31 x 50 = 1550 66.5 x 50 = 3325
Jumlah Tumbukan 875 744 688 594 494 413 331 194 416
D. HASIL UJI PERMEABILITAS
Klasifikasi permeabilitas menurut Sitorus (!980) dalam Ishak (1991) tanah Latosol yang digunakan untuk pembuatan model tanggul termasuk ke dalam kelas permeabilitas sangat rendah yaitu kurang dari 0.125 cm/jam (Tabel 1) Nilai permeabilitas suatu tanah yang mengandung tekstur lempung lebih rendah daripada tanah yang memiliki tekstur kasar. Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah persentasi dari pori-pori tanah, serta keseragaman penyebaran di dalam penampang tanah. Nilai permeabilitas tanah akan semakin besar jika jumlah persentase pori-pori tanah dan kemampuan untuk meloloskan air semakin banyak dan kemampuan menyerap air semakin kecil. Dalam keadaan jenuh air, nilai permeabilitas tanah maksimum karena seluruh pori dalam tanah telah terisi oleh air. Hasil uji permeabilitas pada tanah yang lolos saringan 1 mm sebesar 3.25 x 10-4 cm/det, sedangkan hasil uji permeabilitas pada tanah tanggul setelah dijenuhkan seperti pada Tabel 13. Hasil uji permeabilitas untuk setiap ulangan selengkapnya pada Lampiran 6. Tabel 13. Hasil uji permeabilitas pada tanggul Tanggul
Ulangan
Nilai permeabilitas (cm/det)
1
2.30 x 10-4
2
3.24 x 10-4
3
3.13 x 10-4
Rata-rata
2.89 x 10-4
Tanpa saluran drainase
Dengan saluran
8.41 x 10-5
drainase horizontal
E. GARIS FREATIK (PHREATIC LINE) PADA MODEL TANGGUL
Garis freatik merupakan batas paling atas dari daerah dimana rembesan mengalir. Rembesan air berjalan sejajar dengan garis ini sehingga garis rembesan merupakan garis aliran (Wesley, 1973). Dari analisa program Seep/W dapat diketahui garis freatik pada tubuh model tanggul baik untuk model tanggul tanpa drainase maupun dengan drainase
horizontal
seperti
pada
Gambar
20
dan
Gambar
21.
Flux Section
150 4.4950e-008
Kedalaman (m) (x 0.001)
Garis Freatik 200
100 50
1 (1.2250 , 0.0625)
2 (1.4000 , 0.0000)
0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.3
1.4
1.5
Jarak (m)
Gambar 20. Garis freatik pada model tanggul tanpa saluran drainase melalui program SEEP/W Flux Section
200 150
5.0815e-008
Kedalaman (m) (x 0.001)
Garis Freatik
100 50 0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
Jarak (m)
Gambar 21. Garis freatik pada model tanggul dengan saluran drainase horizontal melalui program SEEP/W
Untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal garis freatik tidak memotong bagian hilir tanggul. Hal ini dikarenakan air mengalir melalui drainase. Menurut Soetoto dan Aryono (1980) sifat dari filter harus dapat lolos air (permeable) dan pori-porinya harus sedemikian rupa sehingga air dapat mengalir tetapi tanah material bendungan tidak ikut mengalir. Proses merembesnya air dalam tubuh tanggul mengakibatkan terbentuknya pola aliran. Pola aliran akan berubah seiring dengan pertambahan waktu dan menyebabkan naiknya genangan air di bagian hulu model tanggul. Perubahan pola aliran baik untuk model tanpa drainase dan dengan drainase horizontal dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23.
Gambar 22. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul tanpa drainase melalui pengamatan langsung.
Gambar 23. Pola aliran karena pengaruh waktu dan tinggi genangan pada model tanggul dengan drainase horizontal melalui pengamatan langsung.
Dari gambar analisa Seep/W dan pengamatan langsung pada model tanggul melalui pengambilan foto aliran semakin lama akan semakin turun dan membentuk suatu garis parabola. Aliran air pada model tanggul tanpa drainase mengalir ke bagian hilir tanggul, sedangkan aliran air dalam model tanggul dengan drainase horizontal mengalir ke bagian drainase. Perbedaan aliran ini dapat dilihat dari nilai permeabilitas pasir lebih besar bila dibandingkan dengan nilai permeabilitas tanah Latosol, sehingga kemampuan pasir untuk meloloskan air lebih besar. Nilai permeabilitas pasir sebesar 1.84 x 10-2 cm/det. Selengkapnya hasil perhitungan uji permeabilitas pasir pada Lampiran 7. Garis freatik terbentuk karena adanya pergerakkan air dari bagian hulu menuju bagian hilir tanggul. Dengan adanya tekanan air di sebelah hulu maka akan ada kecenderungan terjadinya aliran air melewati pori-pori di dalam tubuh tanggul. Apabila gaya yang menahan lebih besar dari gaya yang mengalirkan maka aliran air tidak akan memotong tubuh tanggul, sebaliknya jika gaya yang menahan lebih kecil daripada gaya yang mengalirkan maka aliran air akan cepat sampai ke bagian hilir tanggul. Peristiwa ini dapat dicirikan dengan adanya lereng basah pada bagian hilir tanggul atau dikenal dengan panjang zona basah (a). Pada pengamatan secara langsung panjang zona basah aktual untuk model tanggul tanpa drainase didapatkan nilai sebesar 19.9 cm, sedangkan pada model tanggul dengan drainase horizontal tidak didapatkan panjang zona basah. Garis freatik pada model tanggul dengan drainase horizontal langsung menuju ke lapisan filter (chapiphon) dan drainase horizontal dengan bahan pasir. Pada penelitian sebelumnya, panjang zona basah aktual pada model tanggul tanpa drainase sebesar 16 cm (Sari, 2005). Penelitian ini nilai zona basah lebih besar. Hal ini diakibatkan karena adanya perbedaan penggunaan ukuran partikel tanah. Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap garis freatik. Semakin kecil ukuran partikel tanah maka kenaikkan air melalui celah kapiler semakin tinggi, sehingga penyebaran pada tubuh tanggul lebih besar dan akibatnya panjang zona basah akan menjadi besar pula.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa zona basah yang memotong tubuh tanggul akan menyebabkan terjadinya gejala piping. Jika hal ini dibiarkan terjadi maka debit rembesan melalui piping akan merusak tanggul. Salah satu upaya agar tanggul tetap stabil maka dibuat saluran drainase dan penggunaan filter pada tubuh tanggul tesebut. Rembesan air pada tubuh tanggul mengalir dari batas muka air ke dasar bagian tubuh tanggul. Rembesan air dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan kapilaritas. Meskipun pola aliran pada tanggul selalu bergerak menuju ke bagian dasar tanggul tetapi pengaruh dari kapilaritas tanah dapat terjadi. Untuk model tanggul tanpa drainase, gaya kapilaritas sangat terlihat ketika air merembes ke dalam tubuh tanggul bagian atas. Untuk tanggul dengan n drainase horizontal, gaya kapilaritas tidak terlalu besar. Penyebabnya karena air yang merembes dalam tubuh tanggul lebih cepat mengalir ke bagian drainase. Pergerakan air di bagian hilir tanggul bergerak dari bagian bawah ketika lapisan pasir telah jenuh air. Gambar 24 memperlihatkan pengaruh kapilaritas pada tanggul tanpa drainase dan dengan drainase horizontal. a
b
Gambar 24. Pengaruh kapilaritas pada tubuh tanggul tanpa saluran drainase (a) dan dengan saluran drainase horizontal (b)
F. DEBIT REMBESAN (Qout) PADA TUBUH MODEL TANGGUL
Dalam perencanaan sebuah tanggul perlu diperhatikan stabilitas terhadap bahaya longsor, erosi dan kehilangan air akibat rembesan melalui tubuh tanggul. Debit rembesan merupakan kapasitas remebsan air yang mengalir ke hilir model tanggul (qout). Debit rembesan yang terjadi pada sebuah tanggul diusahakan agar tidak melebihi debit kritis (qc), jika hal tersebut dibiarkan maka kemungkinan akan timbulnya erosi bawah tanah (piping). Besarnya qc yaitu sekitar 5% dari debit rata-rata yang masuk ke dalam tanggul (qin). Besarnya debit rata-rata yang masuk pada tanggul (qin) baik untuk model tanggul tanpa saluran drainase maupun dengan saluran drainase horizontal besarnya sama yaitu 1.21 x 10-4 m3/det, sehingga qc sebesar 6.05 x 10-6 m3/det. Besarnya debit rembesan pada tubuh tanggul diharapkan tidak melebihi nilai 6.05 x 10-6 m3/det. Debit rembesan (qout) pada tanggul dapat dihitung dengan menggunakan 3 cara yaitu : 1. Berdasarkan Pengukuran Langsung pada Model Tanggul
Pengukuan debit rembesan secara langsung pada model tanggul dilakukan pengukuran debit outlet dengan periode pengukuran 5 menit hingga didapatkan debit outlet yang konstan. Perhitungan debit rembesan (qout) diperoleh dari besarnya debit (m3/det) per satuan panjang tanggul (m). Dari Tabel 14. dapat diketahui bahwa besarnya debit rembesan yang terjadi masih kecil dari debit kritis baik untuk model tanggul tanpa drainase maupun dengan drainase horizontal. Besarnya debit kritis 6.05 x 10-6 m3/det. Model tanggul tersebut dapat dikatakan masih aman, dan tingkat kestabilan tanggul masih baik. Debit outlet untuk model tanggul dengan menggunakan drainase horizontal lebih besar daripada debit outlet untuk model tanggul tanpa drainase. Hal ini dapat disebabkan karena air yang mengalir dalam tubuh tanggul dengan drainase horizontal mengalir menuju filter (chapiphon) dan drainase (pasir) sehingga debit yang keluar akan semakin besar.
Tabel 14. Debit rembesan (qout) hasil pengukuran secara langsung pada model tanggul Penelitian
Sari (2005)
Model tanggul Tanpa saluran drainase
Tanpa saluran Erly, dkk (2007)
drainase Dengan
Zona
qin
qout
(m3/det)
(m3/det)
1
2.74 x10-5
1.04 x 10-6
15.00
2
2.00 x 10-5
6.70 x 10-7
17.00
3
3.84 x 10
-5
6.16 x 10
-7
16.00
Rata-rata
2.86 x 10
-5
7.76 x 10
-7
16.00
1
1.21 x 10-4
5.46 x 10-7
21.30
2
1.21 x 10-4
4.96 x 10-7
20.50
3
1.21 x 10
-4
4.72 x 10
-7
18.00
1.21 x 10
-4
5.04 x 10
-7
19.90
Ulangan
Rata-rata
1.21 x 10-4
6.20 x 10-6
basah (a, cm)
Tidak ada
saluran drainase
Drainase dengan menggunakan pasir mempunyai daya serap yang tinggi dan meloloskan air lebih cepat dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lempung begitu juga dengan chapiphon. Chapiphon merupakan salah satu bentuk filter yang mempunyai daya hisap, kekuatan beban dan gravitasi yang baik. Chapiphon juga dapat mencegah penyumbatan dan mampu menghasilkan debit pembuangan yang tinggi dengan memanfaatkan sistem kapilarisasi. Untuk model tanggul tanpa drainase, besarnya debit outlet lebih kecil dari penelitian Sari (2005), akan tetapi memiliki zona basah yang lebih panjang. Ini diakibatkan karena pengaruh ukuran partikel tanah. Ukuran partikel yang lebih kecil memiliki ruang pori yang lebih kecil pula sehingga debit yang dikeluarkan lebih kecil, tetapi partikel yang lebih kecil mempunyai daya kapilasitas yang tinggi untuk merembeskan air dalam tubuh tanggul sehingga besarnya zona basah di bagian hilir tanggul lebih panjang.
Pada Gambar 25, dapat dilihat perbandingan antara debit rembesan untuk model tanggul tanpa drainase dengan debit rembesan dengan drainase horizontal. Nilai debit rembesan dengan drainase horizontal lebih besar daripada debit rembesan model tanggul tanpa drainase. Perhitungan debit rembesan (qout) untuk masing-masing ulangan selengkapnya pada Lampiran 8. 7.00E-06
5.00E-06
Dengan drainase
4.00E-06
Tapa Drainase 1
3
Debit rembesan (m /det)
6.00E-06
Tanpa drainase 2
3.00E-06
Tanpa Drainase 3 2.00E-06 1.00E-06 0.00E+00 0
50
100
150
200
Waktu (menit)
Gambar 25. Kurva perbandingan debit rembesan (qout) untuk model tanggul tanpa drainase dan dengan drainase horizontal. 2. Berdasarkan Program Seep/w
Data-data yang diperlukan untuk menganalisa besarnya debit rembasan dan panjang zona basah (a) yaitu jenis bahan, pressure, konduktivitas hidrolika, tinggi tekan (head pressure) dan unit flux. Nilai permeabilitas diperoleh dari pengambilan contoh tanah pada tubuh tanggul setelah dilakukan pengaliran. Pengambilan contoh tanah untuk uji permeabilitas diambil dari bagian hilir tanggul. Ini dilakukan karena tanah bagian hilir tanggul lebih jenuh karena adanya rembesan air yang mengalir ke bagian hilir tanggul. Nilai pressure dan permeabilitas untuk setiap ulangan pada model tanggul yang selanjutnya menjadi data masukkan untuk analisa debit rembesan dengan program Seep/W.
Pada Tabel 15, besarnya debit rembesan (flux section) mempunyai nilai yang tidak berbeda jauh. Nilai rembesan pada model tanggul dengan drainase lebih besar. Penelitian sebelumnya -7
nilai flux section yang
3
diperoleh 3.88 x 10 m /det (Sari, 2005). Debit rembesan yang diperoleh pada penelitian sebelumnya bernilai lebih besar dibandingkan dengan penelitian kali ini yaitu sebesar 4.0094 x 10-8 m3/det . Ukuran partikel tanah berpengaruh terhadap terhadap debit rembesan. Dengan pemakaian ukuran partikel tanah yang berbeda maka kandungan tanah juga akan berbeda sehingga dapat berpengaruh terhadap tingkat kepadatan tanah. Semakin besar tingkat kepadatan tanah, maka tanah tersebut akan lebih sukar untuk meloloskan air dan debit yang dihasilkan akan kecil pula. Dengan pemakaian ukuran partikel tanah yang besar akan menghasilkan debit rembesan yang besar pula. Tahapan pengoperasian program Seep/W pada Lampiran 9. Tabel 15. Hasil analisis debit rembesan dengan program Seep/W Model
Ulangan
Permeabilitas
Debit Rembesan
(kN/m )
(m/det)
(m3/det)
1
0.914
2.30 x 10-6
3.1909 x 10-8
2
1.550
3.24 x 10-6
4.4950 x 10-8
3
1.440
3.13 x 10-6
4.3424 x 10-8
Rata-rata
1.301
2.89 x 10-6
4.0094 x 10-8
2.010
8.41 x 10-7
5.0815 x 10-8
2
tanggul Tanpa saluran drainase
Pressure ( - )
Dengan saluran drainase
3. Berdasarkan Rumus Empiris
Berdasarkan rumus empiris cara A. Casagrande debit rembesan yang diperoleh untuk model tanggul tanpa saluran drainase sebesar 3.89 x 10-10 m3/det. Dengan cara grafik debit rembesan untuk model tanggul tanpa drainase diperoleh nilai sebesar 3.99 x 10-10 m3/det. Debit rembesan yang didapatkan dengan cara Bowles untuk model tanggul tanpa drainase sebesar 4.16 x 10-10 m3/det. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Hasil perhitungan debit rembesan berdasarkan rumus empiris masing (A. Casagrande, Grafik, dan Bowles) Zona basah hitung (cm)
Model tanggul
qhitung (m3/det)
Permeabilitas
Casagrande
Grafik
Bowles
(cm/det)
Casagrande
Grafik
Bowles
12.06
13.36
12.22
3.24 x 10-4
3.89 x 10-10
3.99x 10-10
4.16 x 10-10
Tanpa drainase
Tabel 17. Perbandingan debit rembesan (qout) dengan 3 metode (Pengamatan langsung, analisis SEEP/W, dan analisis rumus empiris) Model Tanggul Tanpa Saluran Drainase Tanpa Saluran Drainase
Pengamatan Langsung
Debit Rembesan (qout) (m3/det) Analisis Rumus Empiris Analisis SEEP/W Casagrande Grafik Bowles
5.04 x 10-7
4.0094 x 10-8
3.89 x 10-10
3.99 x 10-10
4.16 x 10-10
6.20 x 10-6
5.0815 x 10-8
-
-
-
Debit rembesan berdasarkan rumus empiris menghasilkan debit yang jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan metode pengukuran secara langsung dan analisis program Seep/w. Hal ini disebabkan karena pada metode empiris selain faktor permeabilitas dan dimensi tanggul, panjang zona basah juga mempengaruhi perhitungan. Pada pengukuran secara langsung dan metode analisis Seep/w, panjang zona basah (a) tidak berpengaruh dalam menentukan besarnya debit rembesan. Hanya nilai permeabilitas yang mempengaruhi debit rembesan pada analisis Seep/W, sedangkan pada pengukuan langsung debit rembesan di ukur berdasarkan banyaknya volume air yang keluar setiap waktunya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan : 1. Debit rembesan dengan analisis SEEP/W lebih mendekati debit rembesan secara pengamatan langsung, sedangkan analisis dengan rumus empiris debit rembesan yang diperoleh nilainya lebih kecil dibanding analsis SEEP/W maupun pengamatan langsung. 2. Dari penelitian sebelumnya (Sari, 2005) besarnya debit rembesan secara pengamatan langsung diperoleh debit yang lebih besar dibandingkan penelitian ini, dikarenakan penggunaan ukuran partikel tanah yang berbeda. Dengan ukuran partikel yang lebih besar, maka debit outlet yang dihasilkan lebih besar pula. 3. Penggunaan drainase berpengaruh terhadap debit rembesan. Nilai yang diperoleh untuk debit rembesan pada model tanggul dengan drainase horizontal lebih besar dibanding debit rembesan pada model tanggul tanpa drainase. 4. Berdasarkan hasil pengukuran langsung, perhitungan empiris dan analisis Seep/W maka debit rembesan yang terjadi semuanya lebih kecil dari debit kritis sehingga tidak menyebabkan gejala keruntuhan tanggul. B. SARAN
1. Bahan pembentuk model tanggul sebaiknya merupakan bahan yang tahan terhadap rembesan air seperti tanah yang mempunyai kandungan liat yang tinggi. 2. Perlu diadakan penelitian lanjutan yaitu menggunakan skala yang sama antara dimensi tanggul dengan besarnya ukuran partikel tanah yang digunakan untuk bahan pembentuk model tanggul. 3. Perlu digunakan sensor kadar air di beberapa titik pada tubuh model tanggul agar diketahui kadar air pada saat pengaliran air berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J.E, diterjemahkan oleh Halnim J.K. 1989. Sifat-Sifat Fisis dan Geoteknis Tanah (Mekanika Tanah). Edisi 2. Erlangga. Jakarta. Chow,V.T, diterjemahkan oleh E.V.N. Rosalina.1989. Hidrolika Saluran Terbuka.Erlangga. Jakarta. Craig , R.F. diterjemahkan oleh Soepandji S. 1987. Mekanika Tanah. Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta Das, B. M. Al. 1988. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga. Jakarta. Departemen Pekerjaan Umum (DPU). 1986. Standar Perencanaan Irigasi KP – 04. C. V. Galang Persada. Bandung. Dunn, I.S., L.R. Anderson, and F.W. Kiefer diterjemahkan oleh Yoekiman, A. 1992. Dasar-Dasar Analitis Geoteknik. IKIP Semarang Press. Semarang. Erizal, T. Sakai, and Tanaka, T. 1998. Particle Size Effect in of Anchor Problem with Granular Materials, Proc. 4th European Conf. Numerical Methods in Geothecnical Engineering, Udine, pp. 191-200. Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Nugroho, M. A. Diha, G. B. Hong dan H. H. Bailey. 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Lampung. Hakim, Y. 2004. Analisis Debit Rembesan dan Aliran pada Model Tanggul dengan Bahan Tanah Latosol, Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor Hardiyatmo, H.C. 1992. Mekanika Tanah 1. PT. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta. Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta. Herlina, E. S. 2003. Hubungan Antara Tingkat Kepadatan Tanah dengan pF dan Permeabilitas pada Tanah Latosol Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB.Bogor. Hutabarat, M.T dan Rahardjo, B. 2006. Model dan Sistem. Sekolah Teknik Elektro dan Informatika.[www.cert.or.co.id/~budi/courses/kontek/BR-33_model.ppt].[11 September 2007].
Ishak, Y. E. A. 1991. Hubungan antara Pemadatan Tanah dengan Kuat Gesar Tanah pada Tanah Latosol Coklat Kemerahan dan Podsolik Merah Kuning Darmaga, Bogor. Skripsi. Jurusan Mekanisasi Pertanian. Kalsim, D. K dan A. Sapei. 2003. Fisika Lengas Tanah. Bagian Teknik Tanah dan Air. Departemen Teknik Pertanian. FATETA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sakai, T. 1997. A Study of A Particle Size Effect of A Trap-Door Problem with Glass Beads, International Simposium of Deformation and Progressive Failure in Geomechanics, Nagoya, Japan, Otober 4~7, 1997. Sakai, T., Erizal Miyauchi, S. dan Tanaka, T. 1999. Particle Size Effect in Model Retaining Wall on Passive Mode, The 1st International Conference on Advances in Structural Engineering and Mechanics, Seoul, Korea, Augst 23~25, 1999. Vol. 2, pp. 1429-1434. Sapei A. et al. 1990. Buku Penuntun Pengukuran Sifat-Sifat Fisik dan Mekanik Tanah. JICA-DGHE/IPB PROJECT : JIA-9a (132). IPB. Bogor. Sari, M. I. 2005. Analisis Debit Rembesan Model Tanggul untuk Prediksi Kapasitas Filter pada Jenis Tanah Latosol, Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. IPB. Bogor. Setyowati, Y. 2006. Analisis Debit Rembesan pada Model Tanggul yang Dilengkapi Saluran Drainase Kaki untuk Tanah Latosol Darmaga, Bogor. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. IPB. Bogor Soedibyo. 1993. Teknik Bendungan. Pradnya Paramita. Jakarta. Soetoto, dan Aryono S. S. 1981. Mekanika Tanah (Geologi). Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan menengaha Kejuruan. Jakarta Sosrodarsono dan Takeda. 1977. Bendungan Type Urugan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Suwarto. 2006. Modul 3 Sistem dan Model. Pelatihan Perencanaan Kehutanan Berbasis Penataan Ruang. Badan Planologi Kehutanan. Bogor. [www.dephut.go.id/INFORMASI/INTAG/PKN/Makalah/SISTEM_DAN _MODEL%20_Tim_P4W.pdf].[11 September 2007]. Terzhagi, K dan Ralph B. Peck. 1987. Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa. Erlangga. Jakarta. Wesley, L.D. 1973. Mekanika Tanah. Badan Penerbit Pekerjaan Umum. Jakarta.
Lampiran 1. Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm •
Batas Cair Ulangan ke-
Ketukan
1
63
2
60
3
56
4
53
5
43
6
26
7
23
8
10
No Wadah 102 40 27 129 53 12 101 44 78 45 43 10 105 20 123 133 28 73 50 82 41 89 118 108
Ma (gram) 26.27 29.01 28.28 27.17 24.92 26.27 26.04 25.44 25.53 25.11 25.71 25.67 25.77 25.00 25.42 24.71 25.26 27.19 26.44 26.61 26.21 26.57 29.04 27.62
Mb (gram) 25.07 27.32 27.07 25.70 23.84 25.37 25.10 24.44 24.87 24.65 25.06 25.03 24.84 24.28 24.53 23.73 24.21 25.98 25.20 25.61 24.83 25.34 26.69 25.92
Mc (gram) 22.39 23.58 24.42 22.77 21.53 23.50 23.33 22.55 23.59 23.83 23.85 23.88 23.23 23.03 22.99 22.08 22.50 23.98 23.19 23.96 22.63 23.45 23.08 23.31
Keterangan : Ma
= berat tanah basah dan wadah (gram)
Mb
= berat tanah kering dan wadah (gram)
Mc
= berat wadah (gram)
w
= kadar air tanah (%)
Kadar air pada ketukan ke- 25 = 61.25 %
w (%) 44.78 45.19 45.66 50.17 46.75 48.13 53.11 52.91 51.56 56.10 53.72 55.65 57.76 57.60 57.79 59.39 61.40 60.50 61.69 60.61 62.73 65.08 65.10 65.13
w rata-rata 45.21
48.35
52.53
55.16
57.72
60.43
61.67
65.10
Lampiran 1. Lanjutan Kurva Hubungan antara Kadar Air dengan Jumlah Ketukan 70.00
Kadar Air (%)
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1
•
10 Jum lah Ketukan
100
Batas Plastis Ulangan 1 2
No
Mc
Ma
Mb
Wadah
(gram)
(gram)
(gram)
130
23.64
26.62
25.77
39.91
1
22.50
24.81
24.14
40.85
110
22.87
24.67
24.17
38.46
67
22.95
25.13
24.49
41.56
93
23.62
25.75
25.12
42.00
Kadar air rata-rata (%) =
Keterangan :
•
w (%)
40.56
Ma
= berat tanah basah dan wadah (gram)
Mb
= berat tanah kering dan wadah (gram)
Mc
= berat wadah (gram)
w
= kadar air tanah (%)
Indeks Plastisitas (IP)
= batas cair – batas plastis = 61.25% - 40.56 % = 20.69 %
Lampiran 1. Lanjutan Batas cair dan batas plastis tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 0.42 mm Batas Cair Ketukan 35 30 27 26 20 18 10
No Wadah 131 13 16 91 38 77 109
Keterangan :
Ma (gram) 30.60 29.36 30.88 29.75 33.54 28.69 33.03
Ma
Mb (gram) Mc (gram) 28.37 24.08 27.38 23.72 27.98 22.77 27.19 22.65 29.44 22.63 26.27 22.33 29.25 23.37 Rata-rata = berat tanah basah dan wadah (gram)
Mb
= berat tanah kering dan wadah (gram)
Mc
= berat wadah (gram)
w
= kadar air tanah (%)
w (%) 51.98 54.10 55.66 56.39 60.21 61.42 64.29 57.72
Batas cair pada ketukan ke-25 adalah : 57.05 % Kurva Hubungan jumlah ketukan dengan kadar air 70.00 60.00
Kadar air (%)
•
50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00 1
10 jumlah ketukan
100
Lampiran 1. Lanjutan • Batas Plastis No Wadah 81 AB 103 116 104
Keterangan :
•
Ma (gram) 25,37 23,86 25,17 26,04 25,86
Ma
Mc (gram) w (%) 22,65 39,49 21,51 40,72 23,24 38,85 23,67 41,07 23,79 39,86 Rata-rata 40,00 = berat tanah basah dan wadah (gram)
Mb
= berat tanah kering dan wadah (gram)
Mc
= berat wadah (gram)
w
= kadar air tanah (%)
Indeks Plastisitas (IP)
Mb (gram) 24,6 23,18 24,63 25,35 25,27
= batas cair – batas plastis = 57.05 % - 40.00 % = 17.05 %
Lampiran 2. Tekstur tanah Latosol, Darmaga dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Waktu (menit)
r
r' (r+Cm)
Suhu (0C)
L (cm)
L/60 t (cm/det)
√(L/60t)
0.5 1 2 5 15 30 60 240 1440
29 27.2 24.2 21.1 17.5 15.5 13.5 10.6 7.1
29.006 27.206 24.206 21.106 17.506 15.506 13.506 10.606 7.106
25 25 25 25 25 25 25 25 25
10.790848 11.136448 11.712448 12.307648 12.998848 13.382848 13.766848 14.323648 14.995648
0.3596949 0.1856075 0.0976037 0.0410255 0.0144432 0.0074349 0.0038241 0.0009947 0.0001736
0.5997457 0.4308219 0.312416 0.2025475 0.1201797 0.086226 0.0618395 0.0315388 0.0131742
⎛ 0.018η ⎞ ⎟⎟ ⎜⎜ ⎝ (Gs − 1)γw ⎠ 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596 0.031481596
D (cm)
F
r'+F
P (%)
0.018881 0.013563 0.0098354 0.0063765 0.0037834 0.0027145 0.0019468 0.0009929 0.0004147
0.0018 0.0018 0.0018 0.0018 0.0018 0.0018 0.0018 0.0018 0.0018
29.0078 27.2078 24.2078 21.1078 17.5078 15.5078 13.5078 10.6078 7.1078
64.27 60.28 53.63 46.77 38.79 34.36 29.93 23.50 15.75
Grafik hubungan diameter terhadap persen tanah 70 60 % tanah
50 40 Series1
30 20 10 0 0.001
0.01 0.1 diameter (mm) semi log
1
Lampiran 3. Permeabilitas tanah Latosol, Darmaga – Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm 1 302 284 464
T (detik) 2 3 302 306 285 285 464 465
No Ring E 16 J 22 E 13
Ma (gram) 229.83 224.1 226.61
h1 (cm) 17.5 17.5 17.5
4 306 283 464
Mb (gram) 175.42 172.12 174.02
h2 (cm) 7.5 7.5 7.5
Mc (gram) 76.1 76.2 76.1
1 3.60E-04 3.83E-04 2.35E-04
KT (cm/det) 2 3 4 3.60E-04 3.56E-04 3.56E-04 3.82E-04 3.82E-04 3.85E-04 2.35E-04 2.34E-04 2.35E-04 KT rata-rata (cm/det)
KT rata-rata 3.58E-04 3.83E-04 2.34E-04 3.25E-04
1 3.06E-04 3.26E-04 1.99E-04
KT20 (cm/det) 2 3 3.06E-04 3.02E-04 3.25E-04 3.25E-04 1.99E-04 1.99E-04 KT20 (cm/det)
4 3.02E-04 3.27E-04 1.99E-04
KT20 rata-rata 3.04E-04 3.25E-04 1.99E-04 2.76E-04
KA (%) 54.78 54.19 53.71 54.23
Keterangan : T
= waktu (detik)
kT20
= konduktivitas hidrolika pada suhu standar 20 0C (cm/det)
h1
= tinggi dari dasar contoh tanah sampai pipa (cm)
kT
= 2.3 x (al/AT) x log10 (h1/h2)
h2
= tinggi pipa (cm)
kT20
= (μT/μ20) x kT
a
2
= luas pipa (cm ) 2
A
= luas contoh tanah (cm )
μT
= viskositas air pada suhu T 0C
μ20
= viskositas pada suhu standar 20 0C
kT
= konduktivitas hirolika (cm/det)
diameter pipa (cm) diameter ring (cm) panjang ring (cm)
0.79 4.965 5.08
luas area pipa (cm2) luas area ring (cm2) suhu (0C)
0.48992 19.3512 27
Lampiran 4. Uji pemadatan standar (proctor) tanah Latosol, Darmaga - Bogor dengan ukuran partikel tanah yang lolos saringan 1 mm Ulangan
1
2
3
4
No wadah 117 5 12 47 91 111 23 57 31 86 101 10 38 104 81 134 130 110 77 108 85 116 13 28
Ma Mb (gram) (gram) 27.65 27.14 28.00 27.13 27.15 26.53 29.03 28.02 29.13 28.08 31.54 30.18 Kadar air rata-rata = 32.45 30.63 32.17 30.30 33.48 31.46 28.54 27.54 27.80 27.00 32.70 30.88 Kadar air rata-rata = 29.54 27.99 29.94 28.55 28.16 26.94 29.72 28.43 29.38 28.12 30.18 28.53 Kadar air rata-rata = 32.87 30.32 31.39 29.47 31.18 29.38 34.20 31.80 28.36 27.28 34.40 31.51 Kadar air rata-rata =
Mc (gram) 24.61 23.12 23.50 23.61 22.65 23.05 23.54 23.11 23.64 23.72 23.33 23.88 22.63 23.79 22.65 23.78 23.64 22.87 22.33 23.31 23.55 23.67 23.72 22.50
w (%) 20.16 21.70 20.46 22.90 19.34 19.07 20.60 25.67 26.01 25.83 26.18 21.80 26.00 25.25 28.92 29.20 28.44 27.74 28.13 29.15 28.60 31.91 31.17 30.87 29.52 30.34 32.08 30.98
m1 (ton)
m2 (ton)
V (m3)
ρt (ton/m3)
ρd (ton/m3)
ρdsat (ton/m3)
0.0046096
0.0058674
0.001
1.26
1.04
1.71
0.0046096
0.005984
0.001
1.37
1.10
1.59
0.0046096
0.0061409
0.001
1.53
1.19
1.51
0.0046096
0.0062217
0.001
1.61
1.23
1.46
Lampiran 4. Lanjutan Ulangan
5
6
7
8
No wadah 93 78 133 99 46 50 114 123 62 122 87 64 88 69 52 26 16 125 20 41 59 15 98 17
Ma Mb (gram) (gram) 33.20 30.81 32.44 30.21 30.48 28.36 29.83 28.16 29.93 28.02 29.44 27.90 Kadar air rata-rata *) = 33.81 31.23 33.27 30.97 36.26 32.99 31.14 29.48 30.62 28.59 28.31 26.89 Kadar air rata-rata = 35.33 32.14 36.16 32.84 34.75 31.80 30.65 28.71 33.55 30.61 34.64 31.62 Kadar air rata-rata = 48.27 40.59 35.51 31.68 49.84 41.77 32.72 29.52 30.91 28.80 34.75 31.49 Kadar air rata-rata =
Mc (gram) 23.62 23.59 22.08 23.03 22.09 23.19 23.78 24.42 23.80 24.48 22.58 22.89 23.78 24.19 24.24 23.61 22.80 23.72 23.03 22.63 23.52 21.84 23.62 23.67
w (%) 33.24 33.69 33.76 32.55 32.21 32.70 33.02 34.63 35.11 35.58 33.20 33.78 35.50 34.63 38.16 38.38 39.02 38.04 37.64 38.23 38.25 43.74 42.32 44.22 41.67 40.73 41.69 42.39
m1 (ton)
m2 (ton)
V (m3)
ρt (ton/m3)
ρd (ton/m3)
ρdsat (ton/m3)
0.0046096
0.0062866
0.001
1.68
1.26068 *)
1.41
0.0046096
0.0063068
0.001
1.70
1.26060
1.38
0.0046096
0.006317
0.001
1.71
1.24
1.32
0.0046096
0.0062908
0.001
1.68
1.18
1.25
Lampiran 4. Lanjutan
Grafik Hubungan Antara Kadar Air (%) dengan Berat Isi Kering (pd) 1.8
Berat isi kering ZAV
3
ρd (ton/m )
1.6 1.4 1.2 1 0.8 15
20
25
30 w (%)
35
40
Keterangan : *) Ma Mb Mc w m1 m2 V ρt ρd ρdsat
= kadar air optimum dan ρd maksimum = berat tanah basah dan wadah (gram) = berat tanah kering dan wadah (gram) = berat wadah (gram) = kadar air tanah (%) = berat cetakan dan piringan dasar (kg) = berat tanah padat,cetakan dan piringan dasar (kg) = kapasitas cetakan (m3) = berat isi basah (ton/m3) = berat isi kering (ton/m3) = berat isi basah jenuh (ton/m3)
w
=
ρt
=
ρd
=
ρdsat
=
(Ma − Mb ) x100% (Mb − Mc ) (m1 − m2 ) V 100 ρt 100 + w
ρt
(1 / Gs ) + (w + 100)
45
Lampiran 5. Hasil uji tumbuk manual m1
= 5916.3 gram
m2
= 18620.0 gram
v
= 9000 cm3
w
= 32.4 %
ρt
=
ρd
=
(m1 − m2 ) V
=
(18620.0 − 5916.3) 9000
= 1.41 gram/cm3
100 ρt 100 x1.41 = = 1.06 gram/cm3 100 + w 100 + 32.4
Keterangan : m1
= berat wadah (box) (gram)
m2
= berat tanah + wadah (gram)
v
= volume wadah (cm3)
w
= kadar air (%)
ρt
= berat isi basah (gram/cm3)
ρd
= berat isi kering (gram/cm3)
Lampiran 6. Hasil pengukuran nilai permeabilitas pada model tanggul setelah dialiri air
Ulangan 1 (model tanggul tanpa drainase) T (detik) 1
h1
h2
KT (cm/det)
KT 3
K20 (cm/det) 1
K20
2
3
4
(cm)
(cm)
1
2
4
rata-rata
2
3
4
rata-rata
5816
5801
5766
5627
17,5
7,5
1,87E-05
1,88E-05
1,89E-05
1,93E-05
1,89E-05
1,53E-05
1,54E-05
1,55E-05
1,59E-05
1,55E-05
197
198
202
202
17,5
7,5
5,53E-04
5,50E-04
5,39E-04
5,39E-04
5,45E-04
4,53E-04
4,51E-04
4,42E-04
4,42E-04
4,47E-04
859
862
864
862
17,5
7,5
1,27E-04
1,26E-04
1,26E-04
1,26E-04
1,26E-04
1,04E-04
1,04E-04
1,03E-04
1,04E-04
1,04E-04
2,30E-04
Ma (gram) 236.86 224.18 223.57
No Ring B2 H2 E 11
Mb (gram) 186.23 173.44 173.11
Mc (gram) 83.70 77.30 76.10
1,89E-04
w (%) 49.38 52.78 52.02 51.39
Ulangan 2 (model tanggul tanpa drainase) T (detik) 1
h1
h2
KT (cm/det)
2
3
4
(cm)
(cm)
1
302
304
304
305
17,5
7,5
3,60E-04
281
284
287
292
17,5
7,5
467
466
466
466
17,5
7,5
2
KT 3
4
3,58E-04
3,58E-04
3,57E-04
3,87E-04
3,83E-04
3,79E-04
2,33E-04
2,34E-04
2,34E-04
rata-rata
K20 (cm/det)
K20
1
2
3
4
3,58E-04
3,06E-04
3,04E-04
3,04E-04
3,03E-04
3,05E-04
3,73E-04
3,81E-04
3,29E-04
3,26E-04
3,22E-04
3,17E-04
3,24E-04
2,34E-04
2,33E-04
1,98E-04
1,99E-04
1,99E-04
1,99E-04
1,98E-04
3,24E-04
rata-rata
2,76E-04
Lampiran 6. Lanjutan No Ring E 16 J 22 E 13
Ma (gram) 228.83 224.1 226.61
Mb (gram) 174.4 170.4 174.5
Mc (gram) 76.1 76.2 76.1
w (%) 55.34 56.99 53.00 55.11
Ulangan 3 (tanggul tanpa drainase) h1
h2
1
T (detik) 2
3
4
(cm)
(cm)
1
2
3
4
rata-rata
1
2
3
4
rata-rata
275 589 306
283 409 310
288 596 313
289 599 312
17.5 17.5 17.5
7.5 7.5 7.5
3.96E-04 1.85E-04 3.56E-04
3.85E-04 2.66E-04 3.51E-04
3.78E-04 1.83E-04 3.48E-04
3.77E-04 1.82E-04 3.49E-04
3.84E-04 2.04E-04 3.51E-04 3.13E-04
3.36E-04 1.57E-04 3.02E-04
3.27E-04 2.26E-04 2.98E-04
3.21E-04 1.55E-04 2.96E-04
3.20E-04 1.54E-04 2.97E-04
3.26E-04 1.73E-04 2.98E-04 2.66E-04
No Ring J 22 E 16 E 13
KT (cm/det)
Ma
Mb
Mc
w
(gram) 234.95 234.22 235.87
(gram) 173.62 173.62 174.57
(gram) 76.2 76.1 76.1
(%) 62.95 62.14 62.25 62.45
KT
KT20 (cm/det)
KT20
Lampiran 6. Lanjutan
Ulangan 4 (tanggul dengan drainase) 1 3600 3600 3600
T (detik) 3 2 3600 3600 3600 3600 3600 3600
No Ring E 13 E 16
Ma (gram) 225.41 231.07
h1 (cm) 17.5 17.5 17.5
1 1.75 3.7 0.7
Mb (gram) 182.94 187.88
h2 (cm) 2 1.7 3.7 0.7
Mc (gram) 76.1 76.1
3 1.8 3.75 0.7
1 8.22E-05 5.54E-05 1.15E-04
KT (cm/det) 2 8.32E-05 5.54E-05 1.15E-04
w (%) 39.75 38.64 39.19
Keterangan : T h1 h2 a A μT μ20 kT kT20 kT kT20
= waktu (detik) = tinggi dari dasar contoh tanah sampai pipa (cm) = tinggi pipa (cm) = luas pipa (cm2) = luas contoh tanah (cm2) = viskositas air pada suhu T 0C = viskositas pada suhu standar 20 0C = konduktivitas hirolika (cm/det) = konduktivitas hidrolika pada suhu standar 20 0C (cm/det) = 2.3 x (al/AT) x log10 (h1/h2) = (μT/μ20) x kT
3 8.12E-05 5.50E-05 1.15E-04
KT rata-rata 8.22E-05 5.53E-05 1.15E-04 8.41E-05
1 6.98E-05 4.71E-05 9.76E-05
KT20 (cm/det) 2 7.07E-05 4.71E-05 9.76E-05
3 6.9E-05 4.67E-05 9.76E-05
KT20 rata-rata 6.98E-05 4.70E-05 9.76E-05 7.15E-05
Lampiran 7. Hasil uji permeabilitas pasir T (detik) 1
2
3
4
5
(cm)
(cm)
1
2
3
4
5
KT ratarata
11
11
12
11
11
17.5
7.5
9.90E-03
9.90E-03
9.07E-03
9.90E-03
9.90E-03
9.73E-03
6
6
6
6
6
17.5
7.5
1.81E-02
1.81E-02
1.81E-02
1.81E-02
1.81E-02
1.81E-02
4
4
4
4
4
17.5
7.5
2.72E-02
2.72E-02
2.72E-02
2.72E-02
2.72E-02
2.72E-02 1.84E-02
No Ring E 13 E 16 B5
Mc (gram) 76.1 83.7 76.1
h1
h2
Ma (gram) 242.61 243.8 246.62
KT (cm/det)
Mb (gram) 199.13 201.07 203.94
w (%) 35.34 36.41 33.39 35.04
KT20 (cm/det) 1 8.41E03 1.54E02 2.31E02
2 8.41E03 1.54E02 2.31E02
3 7.71E03 1.54E02 2.31E02
4 8.41E03 1.54E02 2.31E02
KT20 5 8.41E03 1.54E02 2.31E02
rata-rata 8.27E-03 1.54E-02 2.31E-02 1.56E-02
Lampiran 8. Hasil pengukuran debit rembesan (qoutlet) berdasarkan pengamatan langsung
a. Ulangan 1 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan 0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Waktu (menit) 0 17 26 35 43 52 60 70 79 89 98 108 118 128 137 146
Volume (m3) 0.00E+00 3.00E-04 4.50E-04 6.00E-04 7.50E-04 9.00E-04 1.05E-03 1.20E-03 1.35E-03 1.50E-03 1.65E-03 1.80E-03 1.95E-03 2.10E-03 2.25E-03 2.40E-03
qout (m3/det) 0 5.84E-07 5.75E-07 5.77E-07 5.77E-07 5.79E-07 5.80E-07 5.73E-07 5.67E-07 5.62E-07 5.59E-07 5.56E-07 5.50E-07 5.49E-07 5.47E-07 5.46E-07
3
Debit Rembesan (qout ) (m /det)
6.00E-07
3
Debit Rembesanm (m /det)
7.00E-07
5.00E-07 4.00E-07 3.00E-07 2.00E-07 1.00E-07 0.00E+00 0
50
100 Waktu (menit)
150
200 Ulangan 1
Lampiran 8. Lanjutan
b. Ulangan 2 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan 0 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Waktu (menit) 0 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85
Volume (m3) 0 3.40E-04 4.10E-04 4.80E-04 5.50E-04 6.25E-04 6.95E-04 7.70E-04 8.45E-04 9.15E-04 9.85E-04 1.06E-03 1.13E-03 1.20E-03 1.27E-03
Debit (m3/det) 0.00E+00 5.67E-07 5.47E-07 5.33E-07 5.24E-07 5.21E-07 5.15E-07 5.13E-07 5.12E-07 5.08E-07 5.05E-07 5.02E-07 5.00E-07 4.98E-07 4.96E-07
3
Debit rembesan (m 3 /det)
Debit Rembesan (qout ) (m /det) 7.00E-07 6.00E-07 5.00E-07 4.00E-07 3.00E-07 2.00E-07 1.00E-07 0.00E+00 0
5
10 Waktu (menit)
15
20 Ulangan 2
Lampiran 8. Lanjutan
c. Ulangan 3 (model tanggul tanpa drainase) Ulangan 0 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Waktu (menit) 0 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
Volume (m3) 0.000E+00 2.290E-04 2.970E-04 3.660E-04 4.350E-04 5.040E-04 5.730E-04 6.420E-04 7.110E-04 7.800E-04 8.490E-04
Debit (m3/dtk) 0.00E+00 5.09E-07 4.95E-07 4.88E-07 4.83E-07 4.80E-07 4.78E-07 4.76E-07 4.74E-07 4.73E-07 4.72E-07
3
3
Debit rembesan (m /det)
Debit Rembesan (qout ) (m /det) 6.00E-07 5.00E-07 4.00E-07 3.00E-07 2.00E-07 1.00E-07 0.00E+00 0
10
20
30
40
Waktu (menit)
50
60
70 Ulangan 3
Lampiran 8. Lanjutan
d. Ulangan 4 (model tanggul dengan drainase) Ulangan 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Waktu (detik) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 105 110 115
Volume (m3) 0.000E+00 8.500E-04 1.530E-03 2.210E-03 2.900E-03 3.600E-03 4.300E-03 5.020E-03 5.740E-03 6.500E-03 7.300E-03 8.100E-03 8.950E-03 9.850E-03 1.080E-02 1.180E-02 1.290E-02 1.408E-02 1.529E-02 1.712E-02 1.860E-02 1.950E-02 2.049E-02 2.138E-02
Debit (m3/det) 0.00E+00 4.83E-06 4.80E-06 4.78E-06 4.78E-06 4.78E-06 4.81E-06 4.87E-06 4.91E-06 4.97E-06 5.05E-06 5.14E-06 5.24E-06 5.38E-06 5.52E-06 5.66E-06 6.01E-06 6.20E-06 6.19E-06 6.21E-06 6.20E-06 0.00E+00 4.83E-06 4.80E-06
3
Debit Rembesan (qout ) (m /det) Debit Rembesan (m 3/det)
7.00E-06 6.00E-06 5.00E-06 4.00E-06 3.00E-06 2.00E-06 1.00E-06 0.00E+00 0
50
100
Waktu (menit)
150 Dengan drainase
Lampiran 9. Tahap-tahap penggambaran dalam program Seep/W model tanggul tanpa drainase 1. Mengatur ukuran kertas a. Pilih menu set, lalu klik sub menu Page, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Pilih mm sebagai satuan unit pada kotak dialog Units c. Masukkan panjang ukuran kertas (300) pada kotak dialog Width, lalu tekan TAB d. Masukkan tinggi ukuran kertas (330) pada kotak dialog Height e. Klil OK 2. Mengatur skala a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Scale, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Pilih meters pada kotak dialog Engineering Units : c. Masukkan nilai pada kotak dialog Scale : Horz : 5.5
Vert : 5.5
d. Masukkan nilai pada kotak dialog Problem Extents : Minimum : x = -0.1335
y = -1.315
Lampiran 9. Lanjutan Maximum : x = 1.5165
y = 0.5
e. Klik OK 3. Mengatur jarak grid a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Grid, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Masukkan nilai pada kotak dialog Grid Spacing (Eng.Units) : x : 0.0125
y : 0.0125
c. Klik Display Grid dan Snap to Grid d. Klik OK 4. Mengatur ukuran gambar a. Pilih menu Set, lalu klik sub menu Axis, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Klik Laft Axis dan Bottom Axis pada kotak dialog Display
c. Ketik keterangan Jarak (m) pada Bottom X dan Kedalaman (m) pada Left Y di kotak dialog Axis Titles d. Klik OK, kemudian akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini:
Lampiran 9. Lanjutan
e. Masukkan nilai pada kotak dialog X Axis sebagai berikut :
Min : -0.1
Increment Size : 0.1 # of Incerement :16
f. Masukkan nilai pada kotak dialog Y Axis sebagai berikut :
Min : -0.05
Increment Size : 0.05
Max : 0.2
# of Incerement : 5
g. Klik OK.
K e d a la m a n ( m ) ( x 0 . 0 0 1 )
5. Penggambaran sketsa model tanggul 200 150 100 50 0
-50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Jarak (m)
6. Analisis permasalahan a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Analysis Settings, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan
b. Pilih menu Type, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih Steady-State
c. Pilih menu Control, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini dan pilih 2-Dimensional
Lampiran 9. Lanjutan 7. Penentuan nilai konduktivitas hidolika a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Function-Conductivity, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Pilih function number 1, lalu klik Edit, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti dibawah ini :
c. Masukkan nilai potensial air tanah pada kotak dialog Pressure dan nilai permeabilitas pada kotak dialog Conductivity lalu klik Copy d. Klik OK, maka akan muncul grafik seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan
e. Klik done 8. Pengaturan spesifikasi tanah a. Pilih menu KeyIn, lalu klik Properties, selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Masukkan karakter-karakter untuk setiap jenis model yang dianalisis c. Klik OK 9. Penentuan node a. Tentukan node-node pada sketsa tanggul sesuai dengan grid yang telah ada, seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan 200 150 100 50 0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Jarak (m)
b. Pilih menu KeyIn, pilih sub menu Node maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini :
c. Klik OK 10. Pembuatan element a. Tentukan element-element pada node-node yang telah dibuat, seperti di bawah ini :
b. Pilih menu KeyIn, pilih sub menu Element maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan
c. Klik OK 11. Pembuatan boundary condition dan unit flux 200 150 100 50 0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
Jarak (m)
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Lampiran 9. Lanjutan 12. Pembuatan flux section
Pilih menu KeyIn, klik Flux Section,klik OK maka akan tampil kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan 13. Verifity sort data a. Pilih menu Tools, lalu klik Verify, selanjutnya akan tampak kotak dialog seperti di bawah ini :
b. Klik Verify/Sort, hasil dari penggambaran tanggul harus menghasilkan 0 error, jika masih ada yang error berarti harus diulang dalam penggambarannya
c. Jika telah 0 error, klik done
14. Solving the Problem a. Pilih menu Tools, lalu klik Solve, selanjutnya akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan
b. Klik Graph, maka akan muncul kotak dialog seperti di bawah ini :
Lampiran 9. Lanjutan
15. Contour Pilih menu Tools, lalu klik contour maka akan muncul garis freatik dan nilai flux section seperti di bawah ini :
Flux Section
150 4.4950e-008
Kedalaman (m) (x 0.001)
Garis Freatik 200
100 50
1 (1.2250 , 0.0625)
2 (1.4000 , 0.0000)
0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Jarak (m)
Tanggul tanpa drainase
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Lampiran 9. Lanjutan
16. Contour Pilih menu Tools, lalu klik contour maka akan muncul garis freatik dan nilai flux section seperti di bawah ini :
Flux Section
200 150
5.0 8 15 e -0 08
K edalam an (m ) (x 0.001)
Garis Freatik
100 50 0 -50 -0.1
0.0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
Jarak (m) Tanggul dengan drainase horizontal
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
Lampiran 10. Perhitungan debit rembesan (qoutlet) dengan metode empiris untuk model tanggul tanpa saluran drainase (ulangan 2)
a. Cara A. Casagrande Berdasarkan Gambar 4 :
k
= 3.24 x 10-4 cm/det
H
= 15 cm
AD
= 37.5 cm
0.3 (AD) =11.25 cm = 18.4o
α
a=
(d + H ) − (d − H ctg α ) (98.75 + 15 ) − (98.75 − 15 ctg 18.4 ) 9976.56 − (9751.56 − (225(1 / tg18.4 ) ) ) 9976.56 − (9751.56 − 225(3.01) ) 2
= = =
2
2
2
2
2
2
2
2
2
o
o 2
2
= 99.88 − 87.82 = 12.06 cm
q = ka sin2 α
= 3.24 x 10-4 *12.06 * sin2 18.4o = 3.89 x 10-4 cm3/det = 3.89 x 10-10 m3/det b. Cara Gafik (Taylor, 1948)
Berdasarkan Gambar 5 : k
= 3.24 x 10-4 cm/det
H = 15 cm
α = 18.4o d/h = 98.75 / 15 = 6.58 cm
Dari grafik hubungan α dan d/h pada gambar 5 diperoleh nilai m = 0.26, maka: a
=
mH sin α
Lampiran 10. Lanjutan a
=
0.26 *15 sin 18.4 o
= 12.36 cm q
= kasin2 α
= 3.24 x 10-4*12.36 * sin2 18.4o = 3.99 x 10-4 cm/det =3.99 x 10-10 m/det c. Cara Bowles (β ≤ 30o)
Berdasarkan Gambar 6 : k
= 3.24 x 10-4 cm/det
H
= 15 cm
S
= 45 cm
0.3 S
= 15 cm
d
= 93.5 cm
β
= 18.4o
a
=
⎛ d2 d H2 − ⎜⎜ − 2 2 cos β ⎝ cos β sin β
=
⎛ 93.5 2 93.5 15 2 ⎜ − − ⎜ cos 2 18.4 o sin 2 18.4 o cos18.4 o ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
= 98.54 − 9709.66 − 2258.26 = 98.54 – 86.32 = 12.22 cm q
=k a sinβ tanβ
= 3.24 x 10-4 * 12.22 sin18.4o tan 18.4o = 4.16 x 10-4 cm3/det = 4.16 x 10-10 m3/det
⎞ ⎟⎟ ⎠