PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SRATEGI COPING PADA ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh: Titut Esti Koeswardani 039114006
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SRATEGI COPING PADA ORANGTUA YANG MEMILIKI ANAK RETARDASI MENTAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi
Oleh: Titut Esti Koeswardani 039114006
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PtsN[BINfBING PERSETUJUAI\T
STRATEGI COPING PADA ORANGTUA YAI\IG MEMILIKI
ANAK RDTARI}ASI MENTAL
SkriPsi Diajukan Untuk Memenuhi SalahSatu Syarat
ffi% # S " , % "
ffiffiF
u.*##% Pembimbing
ML. Anantasari,S.Psi.,M.Si.
Yogyakarta,22 Fsbruari 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
“ Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan...” (Yesaya 41:10)
Dalam hening mengepakkan sayap doa Jiwaku membubung menuju takhta; Dan kutemukan pengharapan kekuatanku Saat hatiku berpadu dengan hati‐Mu...(anonymous)
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada : My Lord, Jesus Christ sumber pengharapanku Mama dan Papa terkasih My brother ‘n my sister in law My big soul All my big family All my friends
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAR PER}IYATAAII
PERSETUJUAI\
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangandi bawah ini, sayamahasiswaUniversitas SanataDharma Nama
: Titut Esti Koeswardani
No. Mahasiswa: 039114006 Demi pengembanganilmu pengetahuan,saya memberikankepadaPerpustakaan Universitas SanataDharma karya ilmiah saya yang berjudul : Strategi Coping Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental besertaperangkatyang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas SanataDhamra hak untuk menyimpan,mengalihkandalam bentuk media lain, mengelolanyadalam bentuk pangkalandata, mendistribusikan secara terbatas,dan mempublikasikannyadi Internet atau media lain untuk kepentingan akademistanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada sayaselamatetapmencantumkannamasayasebagaipenulis. Demikian penryataanini yang sayabuat dengansebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Padatanggal28 Maret 2008 Yang Menyatakan
(Titut Esti Koeswardani)
vl
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah dituliskan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, Maret 2008 Penulis
Titut Esti Koeswardani
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK Titut Esti K. (2008). Strategi Coping Pada Orangtua Yang Memiliki Anak Retardasi Mental. Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Jurusan Psikologi, Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental karena kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga mengakibatkan munculnya perubahan dan keadaan baru yang menimbulkan situasi stres sehingga orangtua berusaha untuk beradaptasi dengan mengatasi dan mengurangi efek negatif dari situasi yang dialami tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan subjek penelitian yang berjumlah tiga pasang orangtua, yaitu ayah dan ibu dari anak yang menderita retardasi mental. Data diperoleh dengan melakukan wawancara dan observasi kepada subjek kemudian data dianalisis menurut isinya melalui pengorganisasian data secara sistematis, melakukan pengkodean dan interpretasi sehingga data yang diperoleh bisa dipahami secara lebih mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam menghadapi anak retardasi mental, subjek menggunakan strategi problem-focused coping yang berupa active coping dengan menyekolahkan anak di sekolah khusus seperti SLB atau YPAC dan restraint coping dimana subjek menunda rencana yang dibuat seperti membuka usaha dagang untuk anak ataupun memeriksakan keadaan fisik anak hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Subjek juga menggunakan strategi emotion-focused coping yaitu berupa tindakan turning to religion dengan cara meningkatkan kepercayaan dan mendekatkan diri kepada Tuhan, positive reinterpretation and growth dimana subjek mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi stres melalui belajar untuk lebih banyak bersyukur, acceptance yaitu pasrah menerima kenyataan yang telah terjadi dan menjalani keadaan secara ikhlas, mental disengagement yaitu dengan bersikap santai dan mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan lain, dan behavioral disengagement misalnya dengan tidak melanjutkan lagi usaha pengobatan bagi anak. Strategi yang juga digunakan subjek adalah strategi seeking social support yang berupa tindakan seeking emotional social support, yaitu mencoba mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati melalui sharing atau berbagi cerita dengan orangorang terdekat. Subjek juga memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi stres, antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap positif, kemampuan dan dukungan sosial yang dimiliki, serta tingkat pendidikan dan standar kehidupan yang tinggi.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT Koeswardani, T. E. (2008). Parents’ Coping Strategy who Have Mental Retarded Children. Yogyakarta: Department of Psychology, Faculty of Psychology, Sanata Dharma University. This research was purposed to describe the coping strategy which is used by the parents who have mental retarded children because their presence in the family cause a new situation that can affect stress. Therefore, the parents try to adapt it by exceed and minimize the negative effect of this situation. This research was a qualitative descriptive research with the subjects were three parents who have mental retarded children. The data was collected by interviewing and observing the subjects, then the data was analized based on its content through data organizing sistematically, coding and interpreting so that the data more could be understood. The result showed that handle mental retarded children, the subjects use problem-focused coping. There are active coping by sent them to special schools such as SLB or YPAC, and restraint coping which postpone their plans like opening a business for the children or checking the children’s physical condition until an appropriate time and opportunity. The subjects also use emotion-focused coping, such as turning to religion by increase their belief and turn to the God, then positive reinterpretation and growth by take the positive advantages from the stressful situation pass through learn to be more grateful, acceptance by accept the fact has occured with whole heart, mental disengagement by try to relax and distract the attention to do something else, and behavioral disengagement such as stop the children’s medical check up. The other strategy is seeking social support by seeking emotional social support, that is try to get moral support, attention and sympathy by share the stories with the closest person. Subjects also use the coping resources to handle their stress. Those are well health, faith and positive attitude, skill and social support, and also high education and standard of living.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan berkah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini takkan terwujud tanpa bantuan, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak yang sangat berarti bagi penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Jesus Christ, yang selalu melimpahkan berkat dan anugerah-Nya serta yang tiap saat selalu memberikan pengharapan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penulisan ini. 3. Ibu Sylvia CMYM, S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi yang telah membantu dan membimbing penulis secara akademik baik di dalam maupun di luar kelas. 4. Ibu ML. Anantasari, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, masukan, kritik, saran dan dukungan moral yang telah membuat penulis siap secara mental selama mengerjakan skripsi ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih telah menjadi dosen pembimbing yang senantiasa membantu penulis mengenai masalah akademik. 6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah mendidik penulis selama studi di Fakultas Psikologi ini. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya selama ini. 7. Mbak Nanik, Mas Gandung, Mas Mudji, Mas Doni dan Pak Gie’ yang dengan sabar membantu dan memberikan kemudahan bagi penulis selama proses studi penulis di Fakultas Psikologi. 8. Mama dan papa tercinta yang selalu mendoakan, mensupport dan percaya dengan segala keputusan yang penulis ambil di setiap langkah kehidupan ini sehingga membuat penulis belajar untuk mandiri dan lebih dewasa menyikapi sesuatu. Terima kasih atas setiap sarana dan kemudahan yang selalu disediakan walaupun mama dan papa sedang dalam kesulitan. Thanks a lot to my parents... 9. Mas Nanu, mas-ku satu-satunya.....thanks buat perhatian dan rasa sayangnya yang gak pernah diungkapkan secara langsung.....I like the way you love me......However you are, you are the best brother for me.... 10. Mba Rina, my sister in law, thanks buat setiap masukan dan cerita-ceritanya... Mba Dwi, makasi sudah jagain mama dan papa di Palembang.... 11. All my big family....simbah, budhe-budhe, pakdhe-pakdhe, mas-mas, mbakmbak dan keponakan-keponakanku...makasi atas doa, dukungan, perhatian, keakraban dan keceriaan yang diberikan ke aku...
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12. My big soul, the special one for me.....thanks sudah menjadi bagian dalam hidupku...setiap proses yang sudah kita lalui selama ini menjadikan aku sebagai wanita yang sangat berarti dan kaya akan rasa....Doa, kepercayaan dan dukunganmu memberi kekuatan bagiku....maaf lo sering ngerepotin dirimu.... 13. Semua “yang pernah hadir” dalam hidupku...thanks buat semua proses pembelajaran yang sudah dilalui bersama.... 14. Teman
seperjuanganku,
Grisna.....yang
selalu
mengingatkan
dan
memperhatikanku selama di Yogya....thanks for all process ya Gris... 15. Teman-teman
terbaikku,
Oied,
Prima-poke,
Otics,
Dee2,
Nana,
Sari...dinamika akademik dan dinamika kehidupan mendewasakan pribadi kita masing-masing....Perkenalan dan kedekatan dengan kalian memberikan warna tersendiri dalam hidupku... 16. Teman-teman satu bimbingan Bu Ari....mba Dewi, Tanti “tante”, Bayu, Suster, Bona dan teman-teman yang lain...terima kasih buat semua proses dan dukungan yang memberi semangat dan kekuatan.... 17. Teman-teman Kost Manunggal, Qnoy dan CingHe yang bersedia membantuku untuk melengkapi skripsi ini secara teknis sekaligus temen paling asyik buat keluar malem bersama Doddy ataupun cuma buat nongkrong di AJP atau burjo bersama Yoki dan Ratna...Adi yang mensupportku dengan sindiransindirannya...Happy
yang
sering
membuatku
takut
dengan
tatapan
kosongnya...Lina yang bisa diajak join masak...dan teman-teman lain yang bersedia berbagi apapun di kos...Makasi atas perhatian, canda tawa dan lelucon-lelucon kalian selama ini...
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18. Semua teman-teman angkatan 2003.....Makasi atas hubungan pertemanan selama ini yang membuatku jadi belajar banyak karakter... 19. Keluarga Pak Ismed, Pak Ngatimin dan Pak Effendi, terima kasih atas kesediaan dan keakraban yang diberikan sehingga sangat membantu kelancaran penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.... 20. Angkringan “Agung”, McD dan burjo...keberadaan kalian membantuku dalam menyelesaikan masalah kelaparan di tengah malam... 21. Semua pihak yang belum kusebutkan satu per satu di sini....terima kasih atas dukungan dan perhatian kalian... 22. The last, thanks to the reader yang rela meluangkan waktu untuk membaca karya tulis ini....
Penulis juga menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran dari pembaca yang bisa menjadi masukan bagi penulis untuk mengembangkan kemampuan penulis menjadi lebih baik. Penulis berharap agar karya tulis ini dapat menjadi inspirasi bagi pembaca...That’s all...
Penulis,
Titut Esti Koeswardani
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii HALAMAN PENGESAHAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. iii HALAMAN MOTTO. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv HALAMAN PERSEMBAHAN.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... v Lembar Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Iilmiah Untuk Kepentingan Akademis.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ........ . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..... . vi Pernyataan Keaslian Karya.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . ..... . ..... . . . . . . vii Abstrak.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... viii Abstract. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . ix Kata Pengantar.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . x Daftar Isi.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... xiv Daftar Tabel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. xviii Daftar Gambar.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xix Daftar Lampiran.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xx
BAB I. PENDAHULUAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..1 A. Latar Belakang Masalah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..1 B. Rumusan Masalah.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 C. Tujuan Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7 D. Manfaat Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II. LANDASAN TEORI. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 A. Stres.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . .9 1.Pengertian Stres. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9 2.Penyebab Stres (Stressor) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 B. Strategi Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 1.Pengertian Strategi Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11 2.Bentuk-bentuk Strategi Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12 3.Sumberdaya Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16 C. Retardasi Mental. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 1.Pengertian Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18 2.Jenis-jenis Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 D. Orangtua. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . 21 1.Definisi Orangtua.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21 2.Peranan Orangtua dalam Keluarga.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .22 E. Strategi Coping pada Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24 F. Pertanyaan Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 A. Jenis Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 B. Identifikasi Variabel. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Batasan Istilah. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30 D. Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31 E. Metode Pengumpulan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32 F. Analisis Data.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 35 G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36 H. Prosedur Pengumpulan Data. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41 B. Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 C. Analisa Data Hasil Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44 D. Pembahasan Penelitian.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53 1. Gambaran Dinamika Psikologis Strategi Coping Masing-masing Subjek.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54 a.Subjek 1 (Ayah) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 54 b.Subjek 1 (Ibu) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 62 c.Subjek 2 (Ayah) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 68 d.Subjek 2 (Ibu) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73 e.Subjek 3 (Ayah) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 78 f.Subjek 3 (Ibu) .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 83 2. Dinamika Psikologis Strategi Coping Tiap Pasangan Subjek yang Memiliki Anak Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88 a.Pasangan Subjek 1.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 88
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
b.Pasangan Subjek 2.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 100 c.Pasangan Subjek 3.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 109 3. Gambaran Menyeluruh tentang Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 120
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 130 A. Kesimpulan.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 130 B. Saran.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . 132 DAFTAR PUSTAKA. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . 133 LAMPIRAN SURAT PERNYATAAN PENELITIAN
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Panduan Wawancara. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33 Tabel 2. Panduan Observasi.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34 Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data Kepada Subjek. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38 Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara Dengan Subjek. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42 Tabel 5. Data Subjek Penelitian. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43 Tabel 6. Ringkasan Analisis Hasil Wawancara Subjek 1, Subjek 2 dan Subjek 3. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . 45
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jenis Strategi Coping.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 16 Gambar 2. Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental. . . 28 Gambar 3. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ayah).. . . . . . . . . . . . . . . . . 61 Gambar 4. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ibu).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67 Gambar 5. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ayah). . . . . . . . . . . . . . . . . 72 Gambar 6. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77 Gambar 7. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ayah). . . . . . . . . . . . . . . .82 Gambar 8. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ibu).. . . . . .. . . . . . . ... . 87 Gambar 9. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek I.. . .. . . . . . . . . . 99 Gambar 10.Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek II.. . . . . . . . . . . 108 Gambar 11.Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek III. . . . ... . . .. 119 Gambar 12.Gambaran Menyeluruh Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental.. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 129
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara Subjek 1 (Bapak).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 136 Lampiran 2. Koding Hasil Wawancara Subjek 1 (Bapak).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 160 Lampiran 3. Hasil Wawancara Subjek 1 (Ibu). . . . . .. ... .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 166 Lampiran 4. Koding Hasil Wawancara Subjek 1 (Ibu).. ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 185 Lampiran 5. Hasil Wawancara Subjek 2 (Bapak).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . .. 189 Lampiran 6. Koding Hasil Wawancara Subjek 2 (Bapak).. . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 199 Lampiran 7. Hasil Wawancara Subjek 2 (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 202 Lampiran 8. Koding Hasil Wawancara Subjek 2 (Ibu).. . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 214 Lampiran 9. Hasil Wawancara Subjek 3 (Bapak).. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . 227 Lampiran 11. Hasil Wawancara Subjek 3 (Ibu).. . ... . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... 230 Lampiran 12. Koding Hasil Wawancara Subjek 3 (Ibu). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. 240
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sepasang suami istri yang memutuskan untuk menikah dan membangun sebuah keluarga tentu mengharapkan kehadiran seorang anak untuk dapat melengkapi kebahagiaan rumah tangga mereka. Kehadiran seorang anak dalam keluarga adalah salah satu harapan terbesar orangtua dan merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan yang bisa mendatangkan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Mereka tentunya juga berharap anak mereka kelak dapat lahir dengan selamat tanpa adanya kekurangan baik secara fisik maupun mental. Suatu hal yang wajar ketika orangtua mengharapkan anak mereka dapat tumbuh secara sehat dan normal seperti kebanyakan anak-anak lainnya. Harapan tersebut tidak selamanya dapat terwujud karena ada anak yang dilahirkan secara normal dan sehat dan ada pula anak yang dilahirkan dengan memiliki keterbatasan pada fisik maupun mental. Hal ini memberi peluang bahwa tidak setiap orangtua pada akhirnya bisa memiliki anak yang tumbuh secara normal dan sempurna. Suatu kenyataan yang tidak diharapkan tersebut akan menjadi mimpi buruk dalam kehidupan ketika anak mereka menderita retardasi mental atau keterbelakangan mental yang akan mengalami hambatan proses perkembangan dalam fase-fase kehidupannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
Kehadiran anak retardasi mental ini akan menimbulkan berbagai reaksi dari orangtua, yaitu dari menerima seluruhnya keterbelakangan mental anaknya hingga melakukan penolakan terhadap kehadiran anak tersebut. Semua bentuk kondisi dan situasi yang menghambat proses perkembangan anak secara baik dan normal serta kenyataan yang harus diterima orangtua bahwa anak mereka menderita retardasi mental akan menambah beban dan menyebabkan stres pada mereka (Prasadio, 1978). World Health Organization (dalam PPDGJ III, 1993) mendefinisikan retardasi mental sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang terlihat selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Dalam retardasi mental, individu tidak mampu mengembangkan aneka keterampilan sampai pada taraf yang cukup yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan secara memadai dan mandiri. Retardasi mental bisa dikelompokkan dalam beberapa subtipe, yaitu retardasi mental ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Dalam penelitian ini dipilih orangtua yang memiliki anak yang menderita retardasi mental berat karena penderita retardasi mental berat merupakan dependent retarded. Penderita dengan retardasi mental berat akan sangat tergantung pada pertolongan orang lain dalam kehidupannya karena penderita juga akan mengalami gangguan perkembangan motor, pengindraan, dan gangguan bicara sehingga para orangtua pun harus memberikan perhatian dan dukungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
yang lebih kepada penderita retardasi mental berat daripada anak-anak normal lainnya (Supratiknya, 1995). Prasadio (1978) menyebutkan bahwa pada umumnya orangtua akan memiliki perasaan sedih dan kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan, merasa bersalah, bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental. Menurut Malony dan Holt (dalam Prasadio, 1976), tiga reaksi inti orangtua ketika berhadapan dengan anak yang menderita retardasi mental adalah depression, denial, dan displacement. Keadaan depresi timbul karena orangtua merasa malu, kecewa, kehilangan harga diri, dan perasaan negatif lainnya yang pada akhirnya akan membawa mereka kepada suatu keadaan yang tertekan. Reaksi denial atau tidak mau mengakui kenyataan menyebabkan orangtua mengharapkan adanya suatu keajaiban penyembuhan dan hal ini mengakibatkan orangtua mengabaikan saran-saran yang diberikan oleh orang lain kepadanya. Reaksi displacement berarti orangtua cenderung menyalahkan dokter/psikiater yang membuat diagnosa retardasi mental dan kemudian peka terhadap segala bentuk kritik serta bersikap berlebihan terhadap anak. Menurut Ingalls (1978), memiliki anak yang menderita retardasi mental merupakan kenyataan yang sangat berbeda dengan harapan mereka sehingga hal tersebut menjadi suatu peristiwa yang mengejutkan dan menyedihkan dalam kehidupan mereka. Prasadio (1978) menguraikan bahwa orangtua akan merasa cemas, frustrasi dan merasa berdosa ketika menghadapi kenyataan bahwa anak mereka menderita retardasi mental sehingga hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
tersebut akan menambah beban dalam keluarga dan orangtua akan semakin sulit menerima kenyataan dengan baik. Jika hal tersebut berlangsung secara terus-menerus maka bisa membuat orangtua menjadi tertekan atau stres. Orangtua harus belajar untuk menerima keadaan anak tersebut dengan baik dan mengerti bagaimana menerima suatu kondisi dan perubahan-perubahan yang ada karena mereka dipaksa untuk berhadapan dengan pengalaman yang berbeda dengan para orangtua lainnya dalam merawat anak. Orangtua juga dituntut untuk berlatih menjadi individu yang dewasa dan sabar untuk melakukan berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak mereka seperti memberikan perawatan, pendidikan, dukungan, dan perhatian ekstra tanpa terlalu bersikap berlebihan atau overprotection kepada anak. Selain itu, mereka akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi karena persoalan retardasi mental tidak bisa dilepaskan dari sikap dan kesadaran masyarakat terhadap arti dari retardasi mental itu sendiri. Soutter (dalam Prasadio, 1976) mengemukakan, masyarakat dahulu beranggapan bahwa retardasi mental memiliki hubungan dengan penyakit kutukan, moral deficiency, kejahatan, dan keturunan sehingga anak retardasi mental biasanya menjadi bahan tertawaan, dianggap sebagai individu yang aneh, konyol, dan idiot. Oleh karena itu, masyarakat cenderung menghindari interaksi dengan orangtua yang memiliki anak retardasi mental sehingga orangtua akan mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat karena adanya stigma negatif yang tumbuh dalam masyarakat tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
Kehadiran anak yang menderita retardasi mental ini membawa berbagai perubahan dalam kehidupan orangtua dan membawa mereka pada keadaan baru. Sarason & Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986) menyatakan bahwa transisi atau perubahan dalam kehidupan ini menimbulkan keadaan yang menekan (stres) karena dalam kehidupan terdapat berbagai kejadian-kejadian utama yang membawa seseorang dari suatu keadaan yang nyaman ke keadaan baru yang menimbulkan berbagai perubahan-perubahan yang penting dan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi dalam kehidupan (dalam Sarafino, 1990). Keadaan baru bagi orangtua yang memiliki anak retardasi mental akan menimbulkan stres karena orangtua mengalami perubahan-perubahan penting dalam hidup dan harus memenuhi berbagai tuntutan baru, antara lain melakukan berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak retardasi mental serta tuntutan dalam menghadapi dan menerima stigma yang tumbuh dalam masyarakat tanpa harus mengisolasi diri dari kehidupan sosial. Lazarus (1990) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau tuntutannya melebihi sumberdaya individu dan sosial yang bisa digunakan (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997). Menurut Zautra (2003), stres bisa didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif (dalam Passer dan Smith, 2004). Sarafino (1990) menyebutkan bahwa ketika berhadapan dengan suatu peristiwa yang menimbulkan stres, seseorang akan berusaha untuk melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
suatu tindakan untuk mengendalikan, bertoleransi, mengurangi ataupun meminimalkan stres tersebut. Tindakan tersebut biasa dikenal dengan coping stres yang menurut Lazarus dan Launier (1978) coping stres ini selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres (Taylor, 1999). Passer dan Smith (2004) mengemukakan tiga bentuk umum strategi coping yaitu emotion-focused coping yang merupakan suatu usaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres, problem-focused coping yaitu suatu usaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres, dan seeking social support berupa usaha pengelolaan stres dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, yang dapat berupa bimbingan, dukungan emosional, dukungan moril, atau bantuan materi seperti uang. Berdasarkan uraian di atas, maka penting dilakukan penelitian untuk mengetahui dan memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Hal ini dikarenakan mereka harus berhadapan dengan keadaan dan tuntutan baru yang menimbulkan situasi stres sehingga orangtua harus memilih bentuk strategi coping yang sesuai dengan diri mereka agar usaha tersebut dapat membantu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7
mengatasi, mengurangi dan menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami tersebut. Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental dengan menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif sehingga menghasilkan pemahaman mengenai strategi coping yaitu segala upaya dan tindakan yang dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi stres yang dialami.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan penelitian ini adalah bagaimana gambaran strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan untuk menggambarkan strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis : Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan sumbangan yang berarti bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
klinis mengenai strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental. 2. Manfaat praktis : a. Bagi orangtua Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai strategi coping yang digunakan oleh orangtua dalam mendampingi anak mereka yang menderita retardasi mental sehingga bisa menjadi referensi bagi orangtua lain yang mengalami kasus serupa. b. Bagi masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk menambah wacana dalam menyikapi kehadiran anak retardasi mental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Stres 1. Pengertian Stres Stres menurut Selye adalah respon-respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997). Selye (1956) memandang bahwa stres bukanlah sesuatu yang tidak baik, semua tergantung pada bagaimana seseorang memaknai peristiwa yang menimbulkan stres tersebut. Lazarus (1990) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi atau perasaan yang dialami individu ketika individu merasa bahwa kebutuhan atau tuntutannya melebihi sumberdaya individu dan sosial yang bisa digunakan (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997). Stres menurut Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004) bisa didefinisikan sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif. Jadi, stres merupakan respon individu terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif ketika individu merasa bahwa tuntutan dari peristiwa tersebut melebihi sumberdaya yang dimiliki dan semua tergantung pada persepsi individu terhadap situasi tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
2. Penyebab Stres (Stressor) Sarason & Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986) mengemukakan bahwa situasi stres dapat disebabkan oleh adanya transisi atau perubahan hidup dari satu kondisi ke kondisi lain dalam kehidupan individu
sehingga
menghasilkan
perubahan
yang
penting
dan
menimbulkan tuntutan baru yang harus dipenuhi (dalam Sarafino, 1990). Dengan kata lain, stressor merupakan segala sesuatu yang menyebabkan perubahan dalam hidup sehingga dapat menimbulkan stres. Passer dan Smith (2004) mengemukakan bahwa penyebab stres atau stressor merupakan suatu jenis stimulus tertentu, baik bersifat fisik maupun psikologis, yang mengakibatkan suatu tuntutan yang mengancam kesejahteraan dan menuntut seseorang untuk beradaptasi dengan cara tertentu. Van Praag dan Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004) menguraikan stressor dapat dibedakan berdasarkan intensitasnya, yaitu : a. Microstressor yang bisa berupa masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. b. Major negative events atau peristiwa-peristiwa negatif yang besar yaitu masalah-masalah yang sangat membebani kita dan menuntut usaha yang besar untuk mengatasi masalah tersebut. c. Catastrophic events yaitu berupa peristiwa-peristiwa yang terjadi secara tidak terduga dan berpengaruh terhadap sejumlah besar masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
Seperti yang telah diuraikan di atas, semua penyebab stres tersebut berhubungan dengan perubahan yang menimbulkan stres sehingga muncul kebutuhan untuk beradaptasi agar dapat mempertahankan keadaan yang dirasakan nyaman. Penyebab stres sendiri dapat dibedakan menjadi microstressor yaitu berupa masalah yang terjadi sehari-hari, major negtaive events yaitu masalah yang sangat membebani dan menuntut usaha untuk mengatasi masalah tersebut, dan catastrophic events yaitu peristiwa yang terjadi secara tidak terduga dan berpengaruh terhadap sejumlah besar masyarakat.
B. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Sarafino (1990) menyatakan bahwa ketika berhadapan dengan situasi yang menimbulkan stres, individu akan mencoba melakukan usahausaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi stres. Adaptasi ini dilakukan dengan coping yang selanjutnya diwujudkan dalam bentuk strategi coping, yaitu suatu usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang timbul dalam situasi stres, serta dinilai mengganggu atau di luar batas kemampuan individu (Lazarus dan Launier, 1978; dalam Taylor, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Menurut Fleming et al. (1984), strategi coping adalah suatu usaha atau strategi yang dipilih dan digunakan oleh seseorang untuk mengurangi efek negatif dari stres (dalam Terry dan Gloria, 1998). MacArthur dan John (1998) mengartikan strategi coping sebagai suatu usaha yang spesifik, baik perilaku maupun psikologis, yang digunakan seseorang untuk mengontrol, bertoleransi, mengurangi atau menurunkan situasi stres. Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa strategi coping merupakan suatu usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang digunakan individu dalam menghadapi situasi stres yang diharapkan dapat membantu individu untuk mengatasi, bertoleransi, mengurangi atau menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami.
2. Bentuk-bentuk Strategi Coping Untuk mengatasi stres tersebut, banyak cara yang dilakukan oleh seseorang untuk mengatasi stres yang dialami, seperti membicarakan permasalahan yang dialaminya kepada orang lain, mengambil tindakan langsung dan meningkatkan berbagai aktivitas yang dapat membantu mengatasi stres yang dialami. Menurut Passer dan Smith (2004), tiga bentuk umum upaya mengelola stres adalah : a. Problem-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres. Tindakan yang termasuk di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
dalamnya adalah perencanaan, penanganan secara aktif dan pemecahan masalah, mengurangi aktivitas yang bersifat persaingan dan melatih cara menahan diri. b. Emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres dan tindakan yang bisa dilakukan adalah melakukan interpretasi ulang terhadap suatu situasi secara positif, penerimaan,
penyangkalan,
represi,
melarikan
diri-menghindar,
berkhayal (wishful thinking) dan mengontrol perasaan. c. Seeking social support, yaitu suatu upaya coping dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres, antara lain dengan mencari bantuan dan bimbingan dari orang lain, mencari dukungan emosional, dukungan moril dan bantuan materi seperti uang. Carver, Scheier, & Weintraub (1989) juga mengemukakan limabelas jenis tindakan berdasarkan tiga bentuk umum strategi coping yang diungkapkan oleh Passer dan Smith, yaitu (dalam MacArthur dan John, 1998) : a. Active coping (coping aktif); mengambil tindakan langsung (aktif) atau melakukan usaha untuk menghilangkan atau menghindari stressor. b. Planning (perencanaan); merencanakan tindakan-tindakan secara aktif dengan cara memikirkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengatasi stres.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
c. Suppression of competing activities (mengurangi aktivitas pesaing); mengurangi perhatian atau mengesampingkan aktivitas lain agar lebih berkonsentrasi dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi. d. Restraint coping (pengekangan/menahan diri); melakukan coping secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat untuk
bertindak
melakukan
coping
dan
individu
juga
mempertimbangkan saran dari orang lain sebelum bertindak. e. Turning to religion (agama); meningkatkan kepercayaan keagamaan dan meningkatkan keterlibatan dalam tindakan-tindakan keagamaan untuk mendapatkan kekuatan dan berpikir positif. f. Positive reinterpretation and growth (melakukan interpretasi ulang yang positif dan berkembang); mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi tersebut dan memandang secara positif situasi tersebut. g. Acceptance/resignation (penerimaan); pasrah menerima kenyataan bahwa kejadian penyebab stres memang telah terjadi dan nyata. h. Focus on and venting of emotions (lebih fokus dan menyalurkan emosi); meningkatkan kesadaran akan adanya tekanan emosional dan melakukan usaha untuk menyalurkan atau melampiaskan perasaanperasaan tersebut (katarsis emosi). i. Denial
(penyangkalan);
suatu
usaha
untuk
meniadakan
atau
menyangkal kenyataan dari masalah stres itu untuk membuat emosi stabil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
j. Mental disengagement (pelepasan secara mental); pelepasan secara psikologis terhadap masalah dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak memikirkan masalah itu lagi seperti melamun, berkhayal, tidur, atau pengalihan. k. Behavioral disengagement (pelepasan dalam perilaku); menyerah terhadap keadaan atau mengurangi dan menghentikan usaha untuk menghadapi masalah. l. Alcohol/drug use (penggunaan alkohol atau obat-obatan); beralih pada penggunaan alkohol atau obat-obatan lain sebagai cara melepaskan diri dari stressor. m. Humor; membuat lelucon tentang stressor. n. Seeking instrumental social support (mencari bantuan dukungan sosial); perilaku yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan sosial seperti mendapatkan dukungan, nasehat, informasi atau saran tentang hal yang harus dilakukan. o. Seeking emotional social support (mencari dukungan emosional); individu berusaha mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati dari orang lain (teman, keluarga dan lingkungan sekitarnya). Kelimabelas
jenis
tindakan
tersebut
secara
skematis
diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk umum strategi coping yang diungkapkan oleh Passer dan Smith berikut ini :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
Strategi Coping
Problem-focused coping 1. coping aktif 2. perencanaan 3. mengurangi aktivitas pesaing 4. pengekangan atau menahan diri
Emotion-focused coping
Seeking social support
1. meningkatkan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan agama 2. melakukan interpretasi ulang yang positif dan berkembang 3. penerimaan 4. lebih fokus dan menyalurkan emosi (mengontrol perasaan) 5. penyangkalan 6. pelepasan secara mental (berkhayal atau wishful thinking) 7. pelepasan dalam perilaku 8. penggunaan alkohol atau obat-obatan 9. humor
1. mencari bantuan dukungan sosial 2. mencari dukungan emosional
Gambar 1. Jenis Strategi Coping
3. Sumberdaya Coping Selain strategi coping yang digunakan, kemampuan seseorang untuk mengatasi stres secara efektif tergantung pada sifat stressor dan sumberdaya yang dimiliki individu. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Huffman,
Vernoy
dan
Vernoy, 1997),
sumberdaya
yang
dapat
dimanfaatkan dalam mengatasi stres secara efektif adalah : a. Kesehatan dan energi; semakin individu sehat dan kuat, maka mereka dapat mengatasi stres dengan baik dan bisa bertahan dalam tahap resistensi tanpa memasuki tahap kelelahan. b. Keyakinan yang positif; meliputi self-image yang positif dan sikap yang positif. Kedua hal tersebut memungkinkan individu memiliki strategi terbaik yang akan digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
c. Internal locus of control; individu yang memiliki internal locus of control merasa bahwa mereka memiliki kontrol yang signifikan terhadap segala sesuatu dalam hidup mereka. d. Kemampuan sosial; memiliki kemampuan untuk mengetahui perilaku yang sesuai dengan situasi tertentu dan mampu untuk mengekspresikan diri secara baik. e. Dukungan sosial; ketika individu dihadapkan pada situasi stres, orangorang terdekat seperti keluarga dan teman membantu dengan menjadi pendengar yang baik, memastikan bahwa individu yang sedang mengalami stres tetap menjaga kesehatannya, dan meyakinkan bahwa individu tersebut sangat berarti. f. Sumberdaya material; walaupun uang bukan segalanya, tetapi uang bisa menjadi pilihan dan meningkatkan jumlah pilihan yang tersedia untuk mengurangi pengaruh dari stres. Selain itu, variabel yang ada dalam individu seperti umur, jenis kelamin, temperamen, tingkat pendidikan, suku, kebudayaan, dan standar kehidupan juga termasuk dalam sumberdaya yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi stres (Smet, 1994 ; Cohen & Edward, 1989 dan Moos, 1995; dalam Taylor, 1999). Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa sumberdaya yang dapat dimanfaatkan individu dalam mengatasi stres secara efektif adalah kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, internal locus of control, sumberdaya material, kemampuan dan dukungan sosial serta beberapa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
variabel yang ada dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan.
C. Retardasi Mental 1. Pengertian Retardasi Mental Prasadio (1978) menyatakan bahwa retardasi mental bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan dimana individu menunjukkan gangguan fungsi intelektual yang dimulai sejak masa perkembangan dan termanifestasi pada gangguan belajar dan gangguan penyesuaian dengan lingkungannya. Supratiknya (1995) mendefinisikan retardasi mental adalah suatu keadaan taraf perkembangan yang ditandai dengan fungsi intelektual umum di bawah rata-rata disertai dengan ketidakmampuan beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan yang muncul selama masa pertumbuhan dan munculnya gangguan mental ini dibatasi hingga individu berusia tujuh belas
tahun.
Dalam
retardasi
mental,
individu
tidak
mampu
mengembangkan aneka keterampilan sampai ke taraf secukupnya yang dibutuhkan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan lingkungan secara memadai dan mandiri. Retardasi mental juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap dan terutama terlihat selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada semua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
tingkat intelegensia, yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial (Kompas, 22 Januari 2003). World
Health
Organization
(dalam
PPDGJ
III,
1993)
mendefinisikan retardasi mental sebagai suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya hambatan keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Jadi, retardasi mental adalah suatu keadaan taraf perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang muncul selama masa perkembangan hingga individu berusia tujuh belas tahun dan ditandai dengan adanya hambatan keterampilan sehingga berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.
2. Jenis-jenis Retardasi Mental Menurut Supratiknya (1995), penggolongan tingkat retardasi mental biasanya didasarkan pada hasil pengukuran intelegensi dan mengandung
penilaian
tentang
kemampuan
beradaptasi
dengan
lingkungan, khususnya menyangkut kemandirian dan tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, jenis retardasi mental dapat dikelompokkan dalam beberapa subtipe (Supratiknya, 1995; Wenar & Kerig, 2000), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20
a. Retardasi mental ringan (mild mental retardation) Penderita retardasi mental ringan memiliki IQ antara 55-70 dan setelah dewasa IQ mereka setara dengan anak berusia 8-11 tahun. Penderita retardasi mental biasanya mengalami keterlambatan dalam mempelajari bahasa, tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan sehari-hari, mengadakan percakapan, dan dapat diwawancarai. Penderita ini dapat dididik atau educabel sehingga mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan serta mampu menguasai keterampilan akademik dan kerja sederhana secara mandiri b. Retardasi mental sedang (moderate mental retardation) Penderita retardasi mental sedang memiliki IQ 40-54. Setelah dewasa IQ mereka setara dengan anak-anak usia 4-7 tahun. Penderita dapat dilatih atau trainable sehingga mereka dapat cukup mandiri dalam mengurus diri dan biasanya lambat dalam pengembangan keterampilan merawat diri, keterampilan motorik, serta pemahaman dan penggunaan bahasa. c. Retardasi mental berat (severe mental retardation) Penderita golongan ini memiliki IQ 25-39 dan mereka sering disebut “dependent retarded” atau penderita lemah mental yang tergantung. Penderita memiliki kemampuan yang terbatas dalam kemampuan akademis, walaupun mereka dapat menggunakan bahasabahasa yang sangat sederhana. Perkembangan motorik dan bicara mereka sangat terbelakang, sering disertai gangguan pengindraan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
motor. Mereka dapat dilatih melakukan tugas-tugas sederhana tetapi untuk hal-hal yang lebih kompleks mereka sangat tergantung pada pertolongan orang lain. d. Retardasi mental sangat berat (profound mental retardation) Penderita memiliki IQ kurang dari 25 dan mereka sering disebut golongan “life support retarded” yaitu golongan lemah mental yang perlu disokong secara penuh agar dapat bertahan hidup. Kemampuan adaptasi dan bicara mereka sangat terbatas. Sebagian besar dari mereka juga sangat terbatas dalam gerakannya dan hanya mampu mengadakan komunikasi nonverbal yang belum sempurna. Jadi, jenis-jenis retardasi mental dapat dikelompokkan menjadi retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Para penderita retardasi mental ini biasanya ditangani dengan pemberian pendidikan dan latihan khusus yang didapat dari sekolah luar biasa, pemeriksaan ke psikiater, pemberian farmakoterapi, dan konseling keluarga untuk mendukung keberhasilan pengobatan.
D. Orangtua 1. Definisi Orangtua Menurut Utama (dalam Kartono, 1985), orangtua adalah seorang pria dan wanita yang berjanji di hadapan Tuhan untuk hidup sebagai suami istri, yang berarti juga bersedia memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang akan dilahirkan. Hal ini berarti bahwa setiap pria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
dan wanita yang terikat dalam sebuah perkawinan bersedia untuk menjadi orangtua. Jenkins
(dalam
Indra,
1980)
menyebutkan
bahwa
dalam
membentuk sebuah keluarga yang bahagia, perasaan-perasaan setiap anggota keluarga harus dijaga sehingga harus ada rasa cinta dan penerimaan dari orangtua terhadap anak-anak mereka, baik laki-laki atau perempuan, pandai atau lamban, dan sehat atau cacat. Orangtua harus mengerti kebutuhan anak-anaknya dan menghargai setiap anak sebagai individu. Jadi, orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam sebuah perkawinan dan bersedia hidup sebagai suami istri yang memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak mereka.
2. Peranan Orangtua dalam Keluarga Menurut
Santrock
(2002),
peran
menjadi
orangtua
telah
direncanakan dan diatur dengan baik bagi sebagian orang, namun bagi yang lain, peran untuk menjadi orangtua adalah suatu kejutan. Hal tersebut menunjukkan bahwa calon orangtua mungkin memiliki emosi yang bercampur aduk dan mengkhayalkan hal-hal yang menyenangkan tentang memiliki anak. Oleh karena itu, menjadi orangtua menuntut beberapa keterampilan interpersonal dan tuntutan emosional yang biasanya didapat dari pengalaman dan pengetahuan mereka tentang orangtua mereka, serta membawanya ke dalam kehidupan rumah tangga mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
a. Peranan ayah Jenkins (dalam Indra, 1980) menyatakan bahwa peranan seorang ayah dalam keluarga di masa lampau merupakan pemimpin keluarga yang otoriter dimana istri dan anak-anaknya tidak pernah berani menentangnya. Pada zaman sekarang ini, para ayah lebih banyak berperanan di luar rumah karena memperoleh tanggung jawab sebagai pencari nafkah. Menurut McBride (dalam Santrock, 2002), ayah tidak hanya bertanggung jawab menyediakan sumber ekonomi keluarga, namun ayah kini dinilai dalam keaktifannya dan keterlibatan pengasuhan anak-anaknya. Santrock (2002) menyebutkan bahwa keterlibatan positif ayah dalam keluarga mengandung nilai penting dalam perkembangan kompetensi sosial anak. b. Peranan ibu Matlin (dalam Santrock, 2002) mengasosiasikan sifat ibu dengan citra positif, seperti hangat, tidak mementingkan diri sendiri, tekun pada tugas, dan toleran. Menurut Santrock (2002), seorang ibu akan cenderung disalahkan oleh masyarakat dengan adanya asosiasi seperti ini. Jika anak-anak melakukan kesalahan dan tidak berhasil memenuhi tuntutan masyarakat, ibu cenderung dijadikan penyebab tunggal atas kesalahan yang dilakukan anak-anak. Menurut Jenkins (dalam Indra, 1980), peranan ibu dalam rumah tangga di masa lampau lebih beraneka ragam dan membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
kekuatan fisik, sedangkan pada masa sekarang lebih menuntut hubungan kemanusiaan. Tugas-tugas ibu dalam keluarga pada zaman sekarang ini tidak hanya memasak, membersihkan rumah, dan mencuci, tetapi juga sebagai konselor yang baik dalam keluarganya. Hal ini akan berpengaruh pada rasa aman dan kehangatan dalam kehidupan keluarga yang bebas dari konflik.
E. Strategi Coping pada Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental Orangtua yang menghadapi kenyataan bahwa anak mereka menderita retardasi mental akan mengalami perubahan yang sangat berarti dalam kehidupan karena mereka harus melakukan banyak penyesuaian diri dalam kehidupan rumah tangga dan sosial, serta harus memenuhi berbagai tuntutan baru ketika memiliki anak retardasi mental tersebut. Hal ini dilakukan orangtua agar mereka bisa menerima kehadiran anak tersebut di dalam keluarga. Retardasi mental adalah suatu keadaan taraf perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap yang muncul selama masa perkembangan hingga individu berusia tujuh belas tahun dan ditandai dengan adanya hambatan keterampilan yang berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Menurut Supratiknya (1995), retardasi mental dapat dikelompokkan menjadi retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat yang didasarkan pada hasil pengukuran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
intelegensi dan mengandung penilaian tentang kemampuan yang menyangkut kemandirian dan tanggung jawab sosial. Dalam penelitian ini dipilih orangtua yang memiliki anak yang menderita retardasi mental berat karena penderita retardasi mental berat merupakan dependent retarded dan akan mengalami gangguan perkembangan motor, pengindraan, dan gangguan bicara sehingga mereka akan sangat tergantung pada pertolongan orang lain dalam kehidupannya sehingga para orangtua pun harus memberikan perhatian dan dukungan yang lebih kepada anak tersebut (Supratiknya, 1995). Prasadio (1978) menyebutkan pada umumnya orangtua akan memiliki perasaan sedih dan kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan, merasa bersalah, bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental. Orangtua yang dihadapkan pada kenyataan seperti ini akan menghadapi suatu transisi atau perubahan dalam kehidupan mereka. Menurut Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004), perubahan dalam kehidupan ini akan menimbulkan berbagai emosi negatif yang menumpuk sehingga akan menambah beban dalam keluarga sehingga orangtua akan semakin sulit menerima kenyataan dengan baik. Sarason & Sarason (1984) dan Moos & Schaefer (1986) menyatakan bahwa transisi dalam kehidupan ini menimbulkan keadaan yang menekan (stres) karena adanya kejadian-kejadian utama yang membawa seseorang dari suatu keadaan yang nyaman ke keadaan baru yang menimbulkan berbagai perubahan penting
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
dan menimbulkan tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi (dalam Sarafino, 1990). Tuntutan yang harus dilakukan oleh orangtua adalah melakukan berbagai penyesuaian diri dengan keadaan anak mereka yang membutuhkan perawatan, pendidikan, dukungan, dan perhatian ekstra. Orangtua juga harus memikirkan kehidupan masa depan anak yang menderita retardasi mental. Selain itu, orangtua akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan lingkungan sosial karena adanya stigma negatif dalam masyarakat mengenai anak yang menderita retardasi mental (Prasadio, 1976). Ketika berhadapan dengan situasi stres tersebut, individu akan mencoba untuk beradaptasi dengan situasi tersebut untuk mengatasi stres yang bisa dilakukan dengan coping dan selanjutnya akan diwujudkan dalam bentuk strategi coping yang mengarah pada usaha kognitif dan perilaku yang dilakukan seseorang untuk mengatasi tuntutan internal maupun eksternal dan konflik-konflik yang muncul dalam situasi stres sehingga diharapkan dapat membantu individu untuk mengatasi, mengurangi atau menurunkan efek negatif dari situasi stres yang dialami. Menurut Passer dan Smith (2004), upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi stres terbagi dalam tiga bentuk, yaitu problem-focused coping, emotion-focused coping, dan seeking sosial support. Tindakan yang termasuk dalam problem-focused coping antara lain coping aktif, perencanaan, mengurangi aktivitas pesaing dan pengekangan / menahan diri. Tindakan yang termasuk dalam emotion-focused coping adalah meningkatkan keterlibatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
dalam kegiatan-kegiatan agama, melakukan interpretasi ulang yang positif dan berkembang, penerimaan, mengontrol perasaan, penyangkalan, pelepasan secara mental (berkhayal atau wishful thinking), pelepasan dalam perilaku, penggunaan alkohol atau obat-obatan dan humor. Tindakan yang termasuk dalam seeking social support adalah mencari bantuan dukungan sosial dan mencari dukungan emosional. Dalam kasus ini, strategi coping yang dimaksud adalah semua usaha yang dilakukan oleh orangtua dalam mengatasi stres yang dialami ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental. Orangtua yang mengalami stres akan melakukan coping untuk mengatasinya dengan menggunakan tindakan yang berbeda satu sama lain, baik dengan menggunakan problemfocused coping, emotion-focused coping, maupun seeking social support. Selain itu, orangtua juga menggunakan sumberdaya yang dimilikinya dalam penggunaan strategi coping yang dipilih, antara lain kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, internal locus of control, sumberdaya material (status ekonomi), kemampuan dan dukungan sosial serta beberapa variabel yang ada dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan. Pada gambar di bawah ini akan ditunjukkan skema dinamika psikologis orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor : 1. Penderita merupakan dependent retarded. 2. Penderita mengalami gangguan perkembangan motor, pengindraan dan bicara. 3. Stigma negatif dari masyarakat terhadap anak retardasi mental berat.
Stres yang dialami oleh orangtua: 1. Muncul emosi negatif yang menumpuk seperti merasa sedih dan kecewa, cemas, tidak mempunyai harapan, merasa bersalah dan bingung. 2. Berbagai tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus dilakukan dan diberikan dalam merawat anak retardasi mental. 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak 4. Kesulitan dalam penyesuaian diri orangtua dengan lingkungan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sumberdaya coping: Kesehatan dan energi Keyakinan yang positif Internal locus of control Kemampuan dan dukungan sosial Sumberdaya material Usia Tingkat pendidikan Standar kehidupan
Strategi coping :
1. Problem-focused coping 2. Emotion-focused coping 3. Seeking social support
Gambar 2. Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29
F. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran keadaan anak retardasi mental berat dalam keluarga? 2. Bagaimana gambaran keadaan stres yang dialami orangtua? 3. Bagaimana gambaran strategi coping orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat? 4. Sumberdaya coping apa yang dimiliki dan dimanfaatkan orangtua dalam mengatasi stres?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (1975) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (dalam Moleong, 2005). Suryabrata (1990) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat pencandraan atau deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai berbagai jenis strategi coping yang dilakukan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
B. Identifikasi Variabel Variabel dalam penelitian ini adalah strategi coping yang digunakan oleh orangtua yang memiliki anak retardasi mental.
C. Batasan Istilah Strategi coping yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang digunakan oleh orangtua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
dalam menghadapi situasi stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental. Strategi coping dalam penelitian ini meliputi problem-focused coping yaitu dengan menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres, emotion-focused coping yaitu strategi yang berusaha untuk mengatur respon emosional yang muncul akibat situasi stres dan seeking social support yaitu strategi coping untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres.
D. Subjek Penelitian Pengambilan subjek dalam penelitian kualitatif tidak menekankan upaya generalisasi melalui perolehan sampel acak, melainkan berupaya memahami sudut pandang dan konteks subjek penelitian secara mendalam (Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, subjek yang diteliti adalah tiga pasang orangtua, yaitu ayah dan ibu dari anak yang menderita retardasi mental berat. Subjek dalam penelitian ini lebih dikhususkan pada orangtua, yaitu ayah dan ibu yang memiliki anak retardasi mental berat karena ayah dan ibu memiliki peran dan keterlibatan yang sama pentingnya dalam proses pengasuhan dan perkembangan anak (Ross de Parke dalam Dagun, 1990). Ayah berperan penting dalam perkembangan anak secara langsung maupun secara tidak langsung melalui interaksi dengan istrinya. Menurut Frank Pedersen, keintiman hubungan antara ayah dan ibu akan mempengaruhi dalam hubungan antara orangtua dengan anak dalam keluarga (Dagun, 1990). Oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
karena itu, orangtua (ayah dan ibu) memegang peranan penting dalam merawat dan mendidik anak. Pemilihan subjek penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria yaitu orangtua (ayah dan ibu) dari anak yang menderita retardasi mental berat dengan IQ 25-39. Pemilihan ini didasarkan pada alasan bahwa penderita retardasi mental berat akan mengalami banyak hambatan dalam kehidupan dan akan sangat tergantung pada pertolongan orang lain sehingga menimbulkan tekanan yang cukup kuat pada orangtua.
E. Metode Pengumpulan Data Proses pengumpulan data dalam penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : 1. Wawancara Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara terbuka semi terstruktur dimana peneliti tetap membuat panduan pertanyaan, tetapi tidak harus mengikuti ketentuan secara ketat dan memungkinkan untuk dapat mengajukan pertanyaan di luar pertanyaan formal guna mendukung pengumpulan informasi (Basuki, 2006). Guba dan Lincoln (1981) menyatakan bahwa dalam wawancara terbuka berarti subjek mengetahui maksud dan tujuan wawancara serta menyadari bahwa mereka sedang dalam proses wawancara (dalam Moleong, 2005). Informasi yang ingin digali dilakukan dengan menggunakan panduan pertanyaan, yaitu wawancara mengenai berbagai bentuk strategi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
coping yang digunakan subjek dalam menghadapi anak mereka yang menderita retardasi mental, meliputi usaha yang digunakan baik untuk menerima kenyataan akan kehadiran anak mereka maupun untuk mengatasi dampak-dampak yang muncul setelah kehadiran anak tersebut. Tabel 1. Panduan Wawancara Latar Belakang Subjek : 1. Berapa usia subjek? 2. Tingkat pendidikan dan apa pekerjaan subjek? 3. Berapa jumlah anak? Stressor, Strategi Coping, dan Sumberdaya Coping : 1. Bagaimana keadaan fisik anak Anda yang menderita retardasi mental? 2. Dapatkah Anda menjelaskan bagaimana anak Anda melakukan aktivitasnya seharihari? 3. Bagaimana pengalaman subjek bersama anak yang menderita retardasi mental saat ini?Masalah-masalah apa yang ditimbulkan berkaitan dengan kehadiran anak yang menderita retardasi mental tersebut? 4. Usaha atau cara apa yang digunakan subjek saat ini untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut? 5. Perasaan apa saja yang muncul terhadap anak yang menderita retardasi mental tersebut? 6. Bagaimana cara subjek untuk mengelola perasaan-perasaan tersebut? 7. Bagaimana kehidupan sosial subjek pada saat ini? 8. Bagaimana tanggapan masyarakat saat ini terhadap kehadiran anak subjek yang menderita retaradsi mental? 9. Usaha atau cara apa yang digunakan subjek saat ini dalam menghadapi masalah dalam kehidupan sosialnya yang berkaitan dengan keadaan anaknya yang retardasi mental? 10. Bagaimana penyesuaian diri dan kehidupan sosial serta komunikasi subjek dengan lingkungan sekitarnya (keluarga dan masyarakat) sekarang? 11. Sumberdaya apa saja yang subjek miliki dan manfaatkan untuk membantu mengatasi stres yang dialami?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
2. Observasi Banister et al. (1994) mengungkapkan bahwa istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut dengan tujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, dan orang-orang yang terlibat dalam aktivitas (dalam Poerwandari, 2005). Observasi dalam penelitian kualitatif ini dilakukan pada latar alamiah atau bersifat tidak terstruktur, yaitu observasi yang mengamati perilaku dan keadaan subjek dalam kehidupan sehari-harinya di masa kini dan peneliti mempersiapkan pencatatan secermat mungkin menyangkut perilaku yang akan berlangsung tanpa mempradesain kategori khusus dari perilaku (Basuki, 2006; Moleong, 2005). Hasil observasi dalam penelitian ini akan dipakai sebagai data pendukung penelitian. Hal-hal yang akan menjadi fokus observasi adalah kondisi fisik lingkungan tempat tinggal, keadaan fisik dan hubungan subjek dengan anak maupun dengan lingkungan sekitarnya. Panduan observasinya adalah sebagai berikut : Tabel 2. Panduan Observasi Observasi 1. Kondisi tempat tinggal subjek 2. Keadaan fisik subjek 3. Interaksi subjek dengan anak yang menderita retardasi mental sehari-hari 4. Interaksi subjek dengan masyarakat atau keluarga subjek yang lain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
F. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif ini banyak berbentuk data deskripsi tertulis yang didapat dari transkip wawancara sehingga datadata tersebut akan dianalisis menurut isinya (Suryabrata, 1990). Menurut Bogdan dan Biklen (1982), analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan sesuatu yang penting dan memutuskan hasil yang dapat diceritakan kepada orang lain (dalam Moleong, 2005). Poerwandari (2005) menyebutkan langkah-langkah dalam analisis data kualitatif, yaitu : 1. Organisasi Data Data-data yang sudah diperoleh dalam penelitian diorganisasikan secara rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen dan Finley (1996) menyatakan bahwa organisasi data yang sistematis memungkinkan peneliti untuk memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Data-data yang akan diorganisasi dalam penelitian ini antara lain : a. Data mentah yaitu berupa catatan lapangan dan kaset hasil rekaman. b. Data yang sudah diproses sebagian yaitu berupa transkip wawancara dan catatan refleksi penelitian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
c. Data yang sudah ditandai dengan kode-kode spesifik. d. Penjabaran kode-kode dan kategori-kategori secara luas. 2. Pengkodean (Koding) Koding
dimaksudkan
untuk
dapat
mengorganisasi
dan
mensistematisasi data secara lengkap dan detail sehingga dapat memunculkan gambaran mengenai topik yang dipelajari. Langkah-langkah koding yang dapat dilakukan meliputi : a. Menyusun transkip verbatim atau catatan lapangan. b. Memberikan penomoran secara urut pada baris-baris transkip verbatim dan catatan lapangan tersebut. c. Memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu yang dianggap paling tepat mewakili berkas tersebut. 3. Interpretasi Interpretasi dilakukan setelah peneliti melakukan koding terhadap hasil wawancara dan catatan lapangan. Kvale (1996) mengungkapkan bahwa interpretasi mengacu pada upaya memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam.
G. Pemeriksaan Kesahihan dan Keabsahan Data 1. Kredibilitas Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Deskripsi mendalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
yang menjelaskan kompleksitas aspek-aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005). Stangl (1980) dan Sarantakos (1993) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, kredibilitas dicoba dicapai melalui orientasi dan upaya mendalami dunia empiris dengan menggunakan metode yang paling cocok untuk pengambilan dan analisis data (dalam Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, kredibilitas yang dipakai adalah kredibilitas komunikatif dimana data-data dan analisis yang diperoleh dikonfirmasikan secara bertahap kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini, kredibilitas juga dapat dicapai melalui (Moleong, 2005; Creswell, 1998) : a. Melakukan pengamatan secara tekun dan cermat dengan memahami situasi pengamatan dan membangun kedekatan dengan subjek penelitian agar peneliti dapat memahami situasi pengamatan secara lebih mendalam. b. Pemeriksaan sejawat melalui diskusi Teknik ini dilakukan dengan mendiskusikan hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dengan dosen pembimbing dan rekan-rekan sejawat yang memiliki tema yang sama yaitu tentang coping. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mempertahankan keterbukaan dan kejujuran yang berkaitan dengan hasil penelitian serta untuk memeriksa apakah metode pengumpulan data dalam penelitian ini sudah dilakukan dengan benar atau ada kekeliruan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
c. Pengecekan subjek Pengecekan dengan subjek penelitian merupakan langkah yang penting dalam pemeriksaan keabsahan data. Tahap ini dapat dilakukan baik secara formal maupun informal dengan melakukan konfirmasi ulang atas data-data dan analisis/deskripsi yang sudah terkumpul kepada subjek. Dalam penelitian ini, konfirmasi dilakukan secara informal dan dilakukan secara bertahap selama peneliti memproses dan menganalisa data-data
yang
telah
didapat.
Pada
awalnya
peneliti
mengkonfirmasikan data yang berupa transkip verbatim terlebih dahulu kepada subjek. Setelah subjek menyetujui hasil yang diberikan tersebut telah sesuai, peneliti melanjutkan dengan mengkonfirmasikan hasil analisis atau interpretasi data secara sederhana. Berikut data pelaksanaan konfirmasi kepada subjek : Tabel 3. Pelaksanaan Konfirmasi Data kepada Subjek No.
Subjek
Waktu Konfirmasi Pertama
Waktu Konfirmasi Kedua
1.
Orangtua 1 (Ibu)
13 Agustus 2007
19 Oktober 2007
2.
Orangtua 1 (Ayah)
13 Agustus 2007
19 Oktober 2007
3.
Orangtua 2 (Ibu)
20 Agustus 2007
20 Oktober 2007
4.
Orangtua 2 (Ayah)
20 Agustus 2007
20 Oktober 2007
5.
Orangtua 3 (Ibu)
31 Agustus 2007
21 Oktober 2007
6.
Orangtua 3 (Ayah)
31 Agustus 2007
21 Oktober 2007
d. Triangulasi Triangulasi mengacu pada upaya mengambil sumber-sumber data yang berbeda dengan cara yang berbeda untuk memperoleh kejelasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
mengenai suatu hal tertentu. Data dari berbagai sumber berbeda dapat digunakan untuk mengelaborasi dan memperkaya penelitian dan dengan teknik pengumpulan yang berbeda, kita akan menguatkan derajat manfaat studi (Marshall & Rossman, 1995; dalam Poerwandari, 2005). Dalam penelitian ini, jenis triangulasi yang digunakan adalah triangulasi teknik yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Triangulasi teknik ini akan dilakukan dengan cara wawancara dan didukung dengan hasil observasi terhadap subjek penelitian.. 2. Dependability Melalui
konstruk
dependability,
peneliti
memperhitungkan
perubahan-perubahan yang mungkin terjadi menyangkut fenomena yang diteliti, juga perubahan dalam desain sebagai hasil dari pemahaman yang lebih mendalam tentang setting yang diteliti (Poerwandari, 2005). Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pencatatan secara rinci fenomena yang diteliti dan mengungkapkan secara terbuka proses penelitian sehingga memungkinkan orang lain untuk melakukan penilaian.
H. Prosedur Pengumpulan Data Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan setelah menempuh langkah-langkah sebagai berikut : 1. Membuat panduan pertanyaan sesuai dengan teori yang digunakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
2. Meminta subjek untuk bersedia menjadi subjek penelitian dan membuat janji untuk melakukan wawancara. 3. Melakukan penelitian sesuai dengan waktu dan tempat yang telah disepakati dengan subjek. Dalam melakukan wawancara, peneliti menggunakan alat bantu berupa tape recorder, alat tulis dan peralatan penting lainnya untuk mencatat hal-hal yang penting sehingga mendukung kelancaran proses wawancara. Penggunaan alat-alat bantu tersebut dengan sepengetahuan dan seijin subjek penelitian. Setelah melakukan wawancara, hasil wawancara diketik dalam bentuk transkip wawancara agar peneliti lebih mudah dalam melakukan pembahasan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tahap Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Pemilihan subjek penelitian berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Pada tahap persiapan ini, peneliti menjalin raport dengan subjek. Selanjutnya, peneliti meminta kesediaan subjek untuk berpartisipasi dalam penelitian dan membuat kesepakatan mengenai waktu dan tanggal wawancara. Wawancara dilakukan di tempat tinggal subjek supaya tidak merepotkan subjek dan tidak mengganggu aktivitas subjek karena subjek merupakan orangtua yang memiliki kesibukan masing-masing dalam bekerja ataupun mengurusi kebutuhan rumah tangga. Pada hari yang telah ditentukan, peneliti datang ke tempat subjek dengan membawa tape recorder, kaset kosong, buku catatan dan alat tulis untuk mencatat hal-hal yang dirasa perlu selama wawancara. Wawancara dengan masing-masing subjek dilakukan sebanyak dua kali sesuai dengan kesepakatan waktu dan tempat yang telah disepakati bersama sebelumnya, yaitu :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Tabel 4. Pelaksanaan Wawancara dengan Subjek Wawancara I No.
Subjek
Tanggal
Waktu
(2007)
(WIB)
Wawancara II Tempat
Tanggal
Waktu
(2007)
(WIB)
Tempat
1.
Orangtua I (Ibu)
14 Juni
14.30
Rumah subjek
25 Juli
13.45
Rumah subjek
2.
Orangtua I (Ayah)
22 Juni
16.30
Rumah subjek
26 Juli
16.30
Rumah subjek
3.
Orangtua II (Ibu)
25 Juni
16.00
Rumah subjek
30 Juli
11.00
Rumah subjek
4.
Orangtua II (Ayah)
28 Juni
18.30
Rumah subjek
31 Juli
18.45
Rumah subjek
5.
Orangtua III (Ibu)
2 Juli
18.30
Rumah subjek
27 Juli
15.00
Rumah subjek
6
Orangtua III
4 Juli
10.00
Rumah subjek
27 Juli
14.00
Rumah subjek
(Ayah)
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dianalisis secara terusmenerus sejak pengambilan data sampai akhir penelitian. Analisis seperti ini bertujuan agar diperoleh pemahaman yang baik terhadap data yang telah diperoleh sehingga menghasilkan suatu deskripsi data. Langkah-langkah analasis data yang telah dilakukan adalah : 1. Menyalin hasil rekaman dalam bentuk transkrip verbatim, kemudian dibaca berulang-ulang untuk pengkodean dan memperoleh ide tentang tema-tema yang berhubungan dengan strategi coping. 2. Setelah tema teridentifikasi, dimasukkan ke dalam kategori-kategori dengan seksama. 3. Kemudian kategori-kategori dibaca-baca dan dicermati sehingga diperoleh pola hubungan dan dinamika psikologis masing-masing subjek. 4. Melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan prosedur yang telah ditetapkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
5. Membuat interpretasi dan pembahasan sehingga diperoleh deskripsi data penelitian.
B. Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga pasang subjek yaitu tiga pasang orangtua yang merupakan ayah dan ibu dari tiga anak yang menderita retardasi mental. Identitas masing-masing subjek adalah sebagai berikut : Tabel 5. Data Subjek Penelitian Identitas Anak dari Subjek
Identitas Subjek Penelitian
Penelitian
Subjek Pekerjaan
Pasangan
Ibu
Orangtua I
Ayah
Pasangan
Ibu
Orangtua II
Pasangan
Ayah
Ibu
Orangtua III
Ayah
Ibu rumah tangga Wiraswasta Ibu rumah tangga Karyawan Swasta Ibu rumah tangga/pedagang Wiraswasta
Pend.
Lokasi
Suku
Agama
SMEA
Palembang
Palembang
Islam
JK
Palembang
Palembang
Islam
SMP
Palembang
Jawa
Islam
Palembang
Jawa
Islam
SMP
Palembang
Palembang
Islam
Keterangan : JK
Palembang
Palembang
Islam
= Jenis Kelamin
P
= Perempuan
L
= Laki-laki
SDLB = Sekolah Dasar Luar Biasa
10
ketiga dari
tahun
tiga
Anak 14
kedua dari
tahun
tiga bersaudara Anak
L SMP
kelahiran
bersaudara
P SMEA
Urutan
Anak L
STM
Usia
20
ketiga dari
tahun
tiga bersaudara
Informasi
SLB kelas 3 SD (IQ : 39)
Lulus SDLB (IQ : 36)
SLB kelas 1 SMA (IQ : 34)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
C. Analisa Data Hasil Penelitian Analisa hasil data wawancara yang secara verbatim telah dilakukan pengkodean untuk masing-masing subjek akan dibuat dalam satu tabel untuk membantu dan mempermudah dalam melakukan pembahasan penelitian. Analisis yang di dalam tabel ini berdasarkan pernyataan dari masing-masing subjek yang berhubungan dengan strategi coping pada orangtua yang memiliki anak retardasi mental. Data strategi coping masing-masing subjek dapat dilihat pada tabel berikut :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 45 Tabel 6. Ringkasan Analisis Hasil Wawancara Subjek 1, Subjek 2, dan Subjek 3 Strategi Coping Subjek I (Ayah) Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) 1. Problem Focused Coping 1. Menyekolah1. Mendidik 1. Menyekolahkan 1. Membimbing 1. Berusaha a. Active coping 1. Memperhatikan dan kan anak di anak di anak di tempat dan mendidik memenuhi mempersiapkan YPAC supaya rumah supaya yang keadaan anak supaya keinginan pendidikan anak pendidikannya bisa melasiswanya sama mengerti yang anak untuk untuk kehidupan tidak tertinggal kukan pedengan keadaan baik dan yang sekolah agar masa depannya. dari yang lain. kerjaan atau anaknya, tetapi buruk. bisa 2. Menyekolahkan 2. Memperhatikan 2. Menyekolahkan kegiatan hatidak ada hasil. mengurangi anak di YPAC dan dan anak ke SLB rian secara 2. Melatih perasaan karena anak membimbing mengajarkan untuk membuat mandiri. sedih. membutuhkan anak di rumah tugas untuk keperencanaan 2. Mendidik pembinaan dan mengenai halperluan sehariselanjutnya. anak dengan pendidikan hal yang baik hari supaya anak menyekolahsecara khusus. dan buruk serta kan di SLB tidak terlalu 3. Mengajari dan tidak supaya daya tergantung dengan membina anak membedakan orang lain. tangkap dan secara intensif perlakuan. 3. Berkonsentrasi pengertiannya sehari-harinya di 3. Membina pada usaha untuk bertambah. rumah. 3. Rajin bekerja secara intensif perkembangan untuk bisa tentang pelajarkeadaan fisik dan an sekolah, gizi anak. memenuhi keinginan cara bicara dan anak. bersosialisasi. 1. Berencana 1. Mengikuti dan 1. Menyiapkan b. Planning supaya sebisa memperhatikan rencana untuk mungkin akan perkembangan menitipkan membina anak anak di SMAanak retardasi dengan cara LB untuk mental tersebut apapun supaya membuat kepada anak-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 46 Strategi Coping
Subjek I (Ayah) jangan sampai ketinggalan.
Subjek I (Ibu)
Subjek II (Ayah)
Subjek II (Ibu)
c. Suppression of competing activities
d. Restraint coping
1. Memiliki rencana akan membukakan usaha dagang kalau anak tersebut memang tidak memiliki kemampuan lain.
1. Berencana 1. Memiliki 1. Memiliki rencana akan rencana untuk dan keinginan membukakan membawa untuk memeriksa usaha warung anak ke keadaan otak anak, untuk anak pengobatan namun belum tersebut jika alternatif lagi terlaksana karena anak tersebut kalau ada terbentur masalah sudah bisa informasi baru biaya. membaca dan tentang adanya menulis. pengobatan
Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) rencana 2. anaknya yang selanjutnya dan lain. mengatasi 3. Berencana kekurangan melanjutkan anak. pendidikan anak di SMALB. 4. Memfokuskan rencana untuk anak pada kegiatan olahraga. 5. Memiliki rencana untuk melakukan pengobatan. 1. Lebih 1. Terbeban dan memfokuskan memfokuskan pada masalah pada perkembangan nasib masa pendidikan depan anak. anak. 1. Meminta saran kepada guru di SMA-LB dan berencana memfokuskan ke kegiatan olahraga setelah anak lulus SMALB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47 Strategi Coping
Subjek I (Ayah)
2. Emotion Focused Coping 1. Menyerahkan a. Turning to semua keadaan religion kepada Tuhan dan terus berdoa untuk masa depan anaknya. 2. Menyadari bahwa anak tersebut adalah pemberian dari Tuhan. 3. Merasakan adanya peningkatan dalam hal keimanannya selama ini.
Subjek I (Ibu)
Subjek II (Ayah) alternatif. 2. Akan membawa ke pengobatan medis untuk mengobati pernapasan anak kalau ada kesempatan.
Subjek II (Ibu)
Subjek III (Ayah)
Subjek III (Ibu)
1. Menerima 1. Menganggap 1. Bersikap pasrah 1. Menyadari 1. Berserah dan keadaan anak masalah ini dan selalu berdoa bahwa keadaan berdoa kepada apa adanya adalah cobaan kepada Tuhan. ini adalah Tuhan untuk sebagai dari Tuhan 2. Memiliki kodrat Tuhan mengurangi keyakinan bahwa pemberian dari yang harus dan berserah beban. Tuhan memiliki 2. Pasrah dan Tuhan. dihadapi kepada Tuhan. rencana tersendiri 2. Bersikap pasrah 2. Berserah berserah dalam hidup. untuk anak kepada Tuhan 2. Merasa menyerahkan kepada Tuhan. bersyukur dan tersebut. dan lebih keadaan anak 3. Menyadari berserah 3. Menyerahkan bahwa keadaan mendekatkan kepada Tuhan diri kepada kepada Tuhan. keadaan ini kepada dan menunggu ini adalah kodrat serta Tuhan. 3. Tidak Tuhan dan selalu mukjizat dari 3. Berpendapat lebih banyak menyesali berdoa menunggu Tuhan. Tuhan masih mukjizat dari 3. Merasa bersyukur kehadiran anak adil karena Tuhan. bertambah kuat kepada Tuhan. tersebut karena keadaan anak adalah dalam hal iman. anaknya masih anugerah lebih baik dari Tuhan. anak lain yang lebih parah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48 Strategi Coping b. Positive reinterpretation and growth
c. Acceptance
Subjek I (Ayah) 1. Yakin akan adanya kelebihan yang dimiliki oleh anak di balik kekurangan anaknya. 2. Memilih untuk lebih berpikir positif ketika sedang merasa kesal. 3. Merasa ada perubahan positif yang dialaminya. 4. Lebih dapat mensyukuri keadaan yang dihadapi dan bisa belajar banyak hal. 1. Menerima kehadiran dan keadaan anak tersebut dalam keluarga serta tidak memiliki perasaan malu atau minder. 2. Tidak memiliki perasaan.
Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) Subjek III (Ibu) 1. Lebih 1. Banyak 1. Bisa belajar lebih 1. Sisi positif yang 1. Mengambil bersyukur mensyukuri sabar dan belajar bisa diambil hikmah dari kepada Tuhan setiap keadaan menjadi orang adalah percaya keadaan ini masih diberi yang dihadapi. yang lebih baik. adanya bahwa tidak rejeki dan 2. Mengambil 2. Mengambil keajaiban dan pernah merasa kemudahan sisi positif dari hikmah bahwa kelebihan yang kekurangan dalam keadaan keadaan kehadiran anak dimiliki anak. dan kesulitan. yang sulit. anaknya tersebut membawa bahwa anak rejeki tersendiri tersebut masih bagi keluarganya. mampu menjalankan aktivitas sehari-hari sendiri.
1. Hanya bisa 1. Menerima 1. Menyadari dan 1. Menyadari dan 1. Tetap menerima keadaan menerima keadaan menerima menerima keadaan anak. dengan ikhlas anak sehingga keadaan anak keadaan anak 2. Memaklumi dan tidak tidak memaksakan dan kenyataan apa adanya keadaan mengeluh anak untuk bisa yang terjadi. walaupun anaknya yang dengan belajar dan 2. Bersikap pasrah merasa tidak normal. kenyataan memahami menerima kecewa. 3. Bersikap 2. Berusaha yang dihadapi. pelajaran. keadaan anak. pasrah 2. Mencoba 2. Merasa tidak malu 3. Menerima anak menerima menerima memaklumi untuk mengakui apa adanya. keadaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 49 Strategi Coping
d. Focus on and venting of emotions
Subjek I (Ayah) tertekan dan tetap bersyukur dalam menerima keadaan anak apa adanya. 3. Tidak menganggap masalah anak tersebut sebagai suatu kesulitan. 4. Berusaha menghadapi keadaan ini apa adanya sesuai dengan kemampuan dan tetap menerima keadaan anak tersebut apa adanya
Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) keadaan anak keadaan keadaan anak. sepenuhnya anaknya yang 3. Tidak bisa sebagai kurang mampu menolak keadaan pemberian dan menerima anak yang Tuhan. cobaan dalam menderita retardasi 4. Menjalani keadaan mental dan tidak keadaan apapun. menjadikan anak sekarang 3. Bersikap tersebut sebagai dengan pasrah. pasrah dan beban. menerima 4. Menyadari bahwa keadaan anak hal terpenting tersebut. adalah menerima 4. Menerima dan menjalani kenyataan keadaan apa yang memang adanya. harus dihadapi.
1. Bersikap mendiamkan atau mengerjakan tugas atau aktivitas lain. 2. Sering mencubit untuk melampiaskan emosi.
Subjek III (Ayah)
Subjek III (Ibu) terjadi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50 Strategi Coping e. Denial
Subjek I (Ayah)
f. Mental disengagement
1. Kehadiran anak yang menderita retardasi mental bukan menjadi beban dalam keluarga. 2. Bersikap santai dalam menghadapinya dan tidak terlalu memikirkan masalah yang ditimbulkan. 3. Tidak terlalu fokus dalam menghadapi masalah yang muncul terkait dengan anak tersebut. 4. Tidak ada keluhan yang muncul, apalagi sampai menimbulkan penyakit. 1. Tidak melakukan usaha untuk membawa anak melakukan terapi jalan lagi.
g. Behavioral disengagement
Subjek I (Ibu)
Subjek II (Ayah)
Subjek II (Ibu)
Subjek III (Ayah)
Subjek III (Ibu)
1. Merasa 1. Tidak terlalu 1. Berdoa dan 1. Merasa tidak kehadiran anak merasakan dan mengikuti ada keluhan dan tersebut tidak tidak terbeban pengajian untuk tidak terbeban menjadi beban masalah ini. mengurangi beban karena sudah dalam 2. Berusaha atau perasaan memahami keluarga. untuk sedih memiliki kondisi bersikap anak tersebut. kejiwaan anak. 2. Memilih untuk santai. mendiamkan atau tidur ketika sedang kesal.
1. Sudah tidak 1. Merasa putus 1. Tidak mencari 1. Tidak membawa 1. Tidak pernah melakukan asa dalam informasi lagi anak ke orang ke dokter lagi pengobatan pendidikan untuk pintar lagi. setelah anak 2. Menyerah lagi untuk anak sehingga meningkatkan bisa jalan. anak karena tidak perkembangan pasrah karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51 Strategi Coping
h. Alcohol/drug use i. Humor
Subjek I (Ayah) 2. Tidak pernah membawa anak ke dokter lagi.
1. Senang mengganggu anak tersebut dengan menggunakan tingkah lakunya yang aneh dan lucu.
Subjek I (Ibu) kesulitan biaya.
Subjek II (Ayah) Subjek II (Ibu) Subjek III (Ayah) melanjutkan anak. belum ada usaha pendidikan pengobatan 2. Tidak berusaha anak untuk yang berhasil. menyekolahkan sekolah di anak di SLB lagi 3. Tidak SLB. karena merasa melanjutkan 2. Menghentikan kegiatan jenuh. pengobatan pengobatan medis untuk medis ataupun anak. alternatif.
1. Sering 1. Sering 1. Menggunakan menggunakan menggunakan ekspresi dan tingkah laku tingkah laku tingkah laku anak anak yang anak untuk untuk dijadikan lucu-lucu dijadikan humor dan untuk hiburan dalam menghibur dijadikan keluarga. anggota keluarga. humor dalam keluarga.
3. Seeking Social Support a. Seeking instrumental social support
b. Seeking emotional social support
1. Memilih untuk berbagi cerita dengan istri mengenai
Subjek III (Ibu)
1. Sering cerita 1. Berbagi cerita 1. Berbagi cerita atau curhat dengan dengan orangtua dengan adikkeluarganya lain yang juga adiknya dan yang memiliki anak
1. Meminta saran dari kepala sekolah untuk melihat perkembangan anak. 1. Sering berbagi cerita dengan sahabat dekat atau anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52 Strategi Coping
Subjek I (Ayah) masalah yang dihadapi berkaitan dengan anak yang menderita retardasi mental.
Subjek I (Ibu) Subjek II (Ayah) ibu-ibu di mengetahui sekolah yang keadaan anak sedang tersebut. mengantar anaknya untuk mengurangi beban.
Subjek II (Ibu) retardasi mental untuk mengurangi perasaan sedih.
Subjek III (Ayah)
Subjek III (Ibu) untuk mengurangi beban dan merasa lebih puas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
D. Pembahasan Penelitian Orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat akan menghadapi situasi stres karena adanya perubahan yang penting dalam hidup mereka dan menimbulkan tuntutan baru yang harus dipenuhi. Peristiwa memiliki anak yang menderita retardasi mental berat termasuk dalam major negative events dimana stres yang dialami orangtua adalah peristiwa negatif yang sangat membebani dan menuntut orangtua untuk mengatasi masalah tersebut (Van Praag dan Zautra dalam Passer dan Smith, 2004). Oleh karena itu, orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat akan berusaha melakukan usahausaha tertentu untuk beradaptasi dengan situasi tersebut. Hal ini disebut dengan strategi coping yaitu segala usaha yang spesifik berupa pikiran dan perilaku yang digunakan oleh orangtua dalam menghadapi situasi stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental berat. Strategi coping meliputi problem-focused coping yaitu dengan menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres, emotion-focused coping yaitu berusaha untuk mengatur respon emosional yang muncul akibat situasi stres, dan seeking social support yaitu berusaha memperoleh bantuan dan dukungan emosional pada situasi stres. Dalam penelitian ini akan menggambarkan mengenai usaha-usaha atau tindakan yang mengarah ke dalam problem-focused coping, emotion-focused coping atau seeking social support yang dilakukan subjek untuk menghadapi situasi stres ketika memiliki anak retardasi mental berat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
1. Gambaran Dinamika Psikologis Strategi Coping Masing-masing Subjek Berikut ini adalah gambaran dinamika psikologis strategi coping yang dilakukan oleh masing-masing subjek penelitian : a. Subjek I (Ayah) Subjek memiliki anak retardasi mental berat dengan IQ 39. Anak subjek tersebut tidak mengalami masalah yang serius dengan kesehatannya, namun dalam segi komunikasinya agak kurang dapat dimengerti oleh orang lain. Selain itu, anak retardasi mental tersebut juga belum mampu untuk mengurus kebutuhannya sehari-hari, misalnya untuk memakai baju sendiri, anak tersebut belum bisa melakukannya sendiri. Hal ini disebabkan karena kondisi tangan anak tersebut agak lemah. Perkembangan pendidikan anak retardasi mental tersebut juga sedikit lamban karena anak tersebut saat ini hanya mampu menulis angka-angka sederhana. Peristiwa-peristiwa tersebut membuat subjek merasa tertekan namun subjek terus berusaha untuk menghadapi dan mengatasi kesulitan yang dihadapinya berkaitan dengan memiliki anak retardasi mental tersebut. Subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang ditimbulkan dengan adanya anak retardasi mental. Dalam menghadapi stres yang dialami, subjek melakukan strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) antara lain active coping,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
planning, dan restraint coping. Dalam pelaksanaannya, subjek melakukan active coping dengan menyekolahkan anaknya di sekolah khusus yaitu di YPAC atau Yayasan Pendidikan Anak Cacat dan membimbing serta mendidik anak secara terus-menerus untuk melakukan aktivitas sehari-harinya di rumah supaya anak menjadi tidak tergantung dengan orang lain. 1 Subjek melakukan tindakan secara aktif dengan menyekolahkan anak di YPAC karena menurut subjek,
anak
yang
menderita retardasi
mental
membutuhkan
pendidikan dan tenaga pengajar yang khusus. 2 Subjek juga berharap anak yang menderita retardasi mental tersebut nantinya mampu untuk membaca dan menulis dengan sekolah di YPAC karena subjek ingin mempersiapkan kehidupan masa depan anaknya dan tidak ingin anak tersebut menjadi lebih tertinggal dari orang lain. 3 Keinginan subjek ini cenderung dipengaruhi dengan oleh tingkat pendidikan yang dimiliki subjek cukup tinggi sehingga subjek berpendapat bahwa pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan masa depan anaknya. Usaha subjek menyekolahkan anaknya di YPAC didukung dengan usaha planning yang subjek lakukan, yaitu berupa rencana akan terus membina anak dengan segala cara supaya anak tersebut tidak ketinggalan, antara lain memberitahu anak tentang yang baik dan yang buruk, mengajari untuk melakukan hal-hal kecil, mendidik dalam
1
. Lamp. S1-bpk., w1 no. 1, 3b & 4 hal. 160 ; w2 no.1b & 2c hal. 164. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 1. hal 160. 3 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5c hal. 161; w2 no. 7b hal. 165. 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 56
pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis. 4 Selain kedua usaha tersebut, subjek juga melakukan restraint coping dengan berencana bahwa suatu saat nanti subjek akan membukakan usaha dagang untuk anaknya jika memang anak tersebut tidak memiliki kemampuan yang lain lagi. 5 Dalam menghadapi stres yang dihadapi, subjek juga menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon emosional (emotion-fosused
coping)
yaitu
turning
to
religion,
positive
reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, behavioral disengagement, dan humor. Subjek merasa khawatir terhadap kehidupan masa depan anaknya, namun subjek berusaha untuk bersikap pasrah dan menyerahkan semua keadaan tersebut kepada Tuhan melalui doa. 6 Kehadiran anak yang menderita retardasi mental ini membawa perubahan dalam kehidupan iman subjek. Subjek merasakan
adanya
peningkatan
dalam
hal
keimanan
dan
kepercayaannya kepada Tuhan sehingga subjek mampu menyadari akan kehadiran dan keadaan anak retardasi mental yang merupakan pemberian dari Tuhan yang harus ia terima. 7 Hal tersebut mempengaruhi pola pikir subjek terhadap keadaan memiliki anak retardasi mental yang dihadapinya. Subjek memiliki keyakinan diri yang positif dimana ia tidak pernah
4
. Lamp. S1-bpk., w1 no. 3a hal. 160. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 11a hal. 162. 6 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 5a hal. 160 & w1 no. 10a hal. 162. 7 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 8b hal. 161 & w1 no. 12a hal. 162. 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 57
menganggap masalah yang ditimbulkan oleh anak retardasi mental tersebut sebagai suatu kesulitan. Oleh karena itu, subjek mampu mengambil hikmah atau sisi positif dari situasi tersebut dan merasakan adanya perubahan positif yang dialami dengan memiliki anak retardasi mental. Kehadiran anak yang menderita retardasi mental membuat subjek untuk berpikir positif bahwa ada kelebihan yang dimiliki anak tersebut di balik kekurangan anaknya. 8 Selain itu, subjek juga mampu mensyukuri setiap keadaan yang dialaminya karena subjek dapat mempelajari banyak hal positif dalam hidupnya seperti belajar untuk dapat lebih menghargai waktu dan belajar bersabar dalam menghadapi setiap keadaan yang dialami. 9 Usaha yang subjek lakukan ini disebut dengan positive reinterpretation and growth. Kemampuan subjek untuk dapat berpikir positif dan mengambil hikmah dari setiap masalah ini membantu subjek dalam menerima kehadiran anak yang menderita retardasi mental dalam keluarganya. Subjek menyadari keadaan anaknya yang menderita retardasi mental dan berusaha mengatasi semua masalah yang ditimbulkan oleh keadaan ini sesuai dengan kemampuannya sehingga subjek tidak merasa minder ataupun tertekan dengan kehadiran anak tersebut. 10 Hal ini didukung dengan hasil observasi dimana subjek terlihat percaya diri dan tidak terbeban dengan kehadiran anak. Subjek terlihat akrab dan tidak malu dengan keadaan anak. Tindakan subjek 8
. Lamp. S1-bpk., w1 no. 5b hal. 161 & w1 no. 10b hal. 162. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 8a hal. 161, w1 no. 12b & 13b hal. 162; w2 no. 7a hal. 165. 10 . Lamp. S1-bpk., w1 no. 2 hal. 160, w1 no. 6, 7a & 9 hal. 161. 9
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 58
ini merupakan suatu usaha penerimaan (acceptance) dan sikap pasrah subjek terhadap keadaan dan kenyataan akan kehadiran anak retardasi mental tersebut. Oleh karena itu, walaupun subjek merasa prihatin terhadap keadaan anaknya, subjek mampu menerima kehadiran anak tersebut apa adanya di dalam keluarga. 11 Selain
itu,
subjek
juga
melakukan
tindakan
mental
disengagement dengan tidak menjadikan kehadiran anak retardasi mental sebagai beban dalam keluarga. Subjek tidak memfokuskan diri dan tidak terlalu memikirkan masalah-masalah yang terkait dengan anak retardasi mental tersebut, namun subjek menghadapi dan mengatasinya dengan bersikap santai. 12 Hal ini menyebabkan subjek menjadi merasa tidak terbeban dan tidak menjadikan kehadiran anak tersebut sebagai suatu masalah sehingga subjek merasa tidak ada keluhan yang muncul terkait dengan keadaan anak itu, apalagi sampai menimbulkan penyakit serius kepada subjek. 13 Hasil observasi menunjukkan bahwa subjek terlihat sehat dan tidak memiliki keluhan khusus terhadap kesehatan. Kondisi kesehatan subjek yang cukup baik ini menjadi salah satu sumberdaya yang subjek manfaatkan untuk mengatasi stres. Selain melakukan tindakan mental disengagement subjek juga melakukan tindakan behavioral disengagement, yaitu berhenti atau menyerah untuk tidak melakukan usaha-usaha yang dapat 11
. Lamp. S1-bpk., w2 no. 1a & 2b hal. 164. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 17a hal. 163. 13 . Lamp. S1-bpk., w2 no. 2a hal. 164. 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 59
membantu perkembangan anaknya lebih lanjut lagi, yaitu menyerah untuk membawa anak ke dokter ataupun untuk melakukan terapi jalan lagi. Hal ini dilakukan karena subjek merasa anak tersebut sudah mampu untuk berjalan sendiri dan juga tidak adanya keinginan dari anak sendiri untuk menjalani terapi tersebut. 14 Selain itu juga dipengaruhi karena adanya kendala keuangan yang dialami subjek. Berdasarkan hasil observasi, kondisi lingkungan fisik tempat tinggal subjek cenderung menunjukkan bahwa subjek termasuk ke dalam status ekonomi menengah ke bawah. Tingkah
laku
anak
yang
sering
mengikuti
atau
memperagakan kelakuan orang lain terkesan lucu bagi keluarga subjek. Oleh karena itu, tingkah laku-tingkah laku anak yang lucu dan aneh tersebut sering digunakan subjek untuk menghibur keluarga atau dijadikan humor dalam keluarga. Anak subjek sering memperagakan cara seorang bayi yang nangis dengan tingkahnya yang lucu, sehingga subjek sering menggunakan tingkah tersebut untuk mengganggu anak dan membuat keluarga menjadi terhibur. 15 Selain berfokus pada masalah dan respon emosi, subjek juga melakukan usaha seeking social support dengan mencari atau meminta dukungan sosial yang berupa dukungan emosional dari orang lain. Ketika subjek sedang menghadapi suatu masalah yang berkaitan dengan anak tersebut, subjek memilih untuk berbagi cerita atau 14
. Lamp. S1-bpk., w2 no. 3 & 4 hal. 164. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 16 hal. 163.
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 60
sharing dengan sang istri. 16 Hal ini dilakukan karena subjek berpendapat bahwa masyarakat di sekitarnya kurang memiliki pengetahuan mengenai anak yang menderita retardasi mental. 17 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek :
16
. Lamp. S1-bpk., w1 no. 14a hal. 163. . Lamp. S1-bpk., w1 no. 15 hal. 163.
17
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 61
4. 5.
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 39 Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis Anak mengalami gangguan perkembangan motorik yang menyebabkan kondisi tangan dan kakinya lemah serta lamban dalam berjalan Anak mengalami gangguan dalam komunikasi sehari-hari Anak belum bisa mengurus kebutuhannya sendiri
1. 2. 3.
Stres yang dialami oleh orangtua Muncul perasaan prihatin dan khawatir terhadap keadaan fisik dan mental anak Adanya tuntutan dan perhatian khusus dalam hal pendidikan anak Kekhawatiran terhadap masa depan anak
1. 2. 3.
1.
2.
3.
4. 5. 6.
Sumberdaya coping Kesehatan dan energi yang kuat untuk melakukan semua aktivitas dan tanggung jawabnya Keyakinan dan sikap positif subjek dengan tidak menganggap masalah sebagai suatu kesulitan Kemampuan yang cukup baik dalam mengekspresikan diri terhadap anak di masyarakat Dukungan sosial, yaitu kehadiran istri yang selalu mendampinginya Usia subjek yang masih tergolong usia produktif Tingkat pendidikan STM yang dimiliki subjek
1.
2.
3.
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. planning (merencanakan pembinaan anak secara intensif) c. restraint coping (menunda untuk membukakan usaha warung) Emotion-focused coping a. turning to religion (berdoa dan pasrah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (yakin akan adanya kelebihan di balik kekurangan anak) c. acceptance (menghadapi dan menerima keadaan anak sesuai kemampuan dan tanpa perasaan minder) d. mental disengagement (bersikap santai, tidak terlalu fokus dan terbeban dengan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak membawa anak untuk melakukan terapi lagi kepada dokter) f. humor (menggunakan tingkah laku anak yang lucu sebagai hiburan) Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan istri)
Gambar 3. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ayah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 62
b. Subjek I (Ibu) IQ anak retardasi mental berat yang dimiliki subjek adalah 39 dan anak tersebut mengalami keterlambatan perkembangan dalam berjalan serta berkomunikasi. Selain itu, kondisi tangan anak tersebut juga lemah sehingga anak tersebut tidak memiliki kemampuan dalam mengurus diri sendiri. Dalam hal berkomunikasi, anak tersebut agak cadel atau kurang jelas dan kurang tegas dalam berbicara sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain. Keadaan tersebut membuat subjek
terkadang
merasa
kesal,
apalagi
ketika
mengikuti
perkembangan pendidikan anak subjek yang sangat lamban karena anak tersebut sangat sulit diberi tahu tentang pelajaran, seperti menulis dan membaca. Dalam menghadapi stres yang dihadapinya tersebut, subjek melakukan problem-focused coping yang berupa melakukan tindakan secara aktif (active coping) dan restraint coping. Tindakan secara aktif yang subjek lakukan adalah dengan berusaha menyekolahkan anak yang menderita retardasi mental di YPAC supaya pendidikannya tidak tertinggal dari anak-anaknya yang lain. 18 Subjek berusaha untuk tidak membedakan anak retardasi mental tersebut dengan anak-anaknya yang lain sehingga subjek tetap berusaha menyekolahkan anak tersebut seperti
anak-anaknya
yang
lain.
Subjek
juga
tidak
hanya
memperhatikan perkembangan anaknya dalam bidang pendidikan,
18
. Lamp. S1-ibu, w1 no. 8 & 9c hal. 186, w1 no. 14b hal. 187.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 63
tetapi juga berusaha untuk membina dan membimbing perkembangan anak di rumah karena subjek banyak menghabiskan waktu bersama anak tersebut sehari-harinya. Usaha yang subjek lakukan adalah berupa usaha mengajarkan hal-hal yang baik dan tidak baik untuk dilakukan, mengajarkan cara berbicara supaya bisa lebih jelas dan juga mengajarkan cara bersosialisasi dengan orang lain. 19 Selain tindakan secara aktif, subjek juga melakukan restraint coping atau menunda untuk melakukan coping sampai adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Dalam hal ini, subjek menunda untuk mewujudkan rencananya membuka usaha warung kecil-kecilan untuk anaknya hingga sang anak nantinya memiliki kemampuan untuk membaca dan menulis. 20 Subjek juga menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon-respon emosional atau emotion-fosused coping, yaitu berupa tindakan turning to religion, positive reinterpretation and growth, acceptance, focus on and venting of emotions, mental disengagement, behavioral disengagement, dan humor. Dalam menghadapi keadaan anak yang menderita retardasi mental, subjek hanya bisa berserah, pasrah dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan ketika ia sedang merasa sedih atau kesal. Ia tidak pernah mencari pelarian atau melakukan tindakan-tindakan yang negatif dalam menghadapi situasi stres yang diakibatkan kehadiran anak tersebut. 21 Hal ini juga didukung dengan keyakinan dan sikap positif subjek 19
. Lamp. S1-ibu, w1 no. 14b hal. 187 ; w2 no. 4b & 5 hal. 188. . Lamp. S1-ibu, w1 no. 14a hal. 187 ; w2 no. 3 hal. 188. 21 . Lamp. S1-ibu, w1 no. 4a hal. 185 & w1 no. 10 hal. 186 ; w2 no. 1 & 6 hal. 188. 20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 64
terhadap suatu masalah. Subjek berpendapat bahwa Tuhan masih adil karena keadaan anaknya tersebut masih lebih baik daripada anak-anak lain yang keadaannya lebih parah sehingga subjek bisa menerima keadaan anak tersebut sebagai anugerah atau pemberian dari Tuhan. 22 Selain meningkatkan keimanan kepada Tuhan, subjek berusaha untuk bersikap positif dalam menghadapi masalah, terutama ketika menghadapi kesulitan dalam keuangan. Hal ini mendukung subjek untuk mampu mengambil hikmah atau sisi positif (positive reinterpretation and growth) di balik masalah yang ditimbulkan anak retardasi mental tersebut. Sisi positif yang bisa subjek dapatkan adalah subjek merasa lebih bisa bersyukur kepada Tuhan atas situasi yang dialaminya sekarang karena dengan kehadiran anak tersebut Tuhan memberikan rejeki dan kemudahan-kemudahan kepadanya dalam setiap kesulitan-kesulitan yang dihadapinya, khususnya kesulitan keuangan. 23 Berdasarkan hasil observasi, keadaan subjek menunjukkan bahwa subjek termasuk dalam keluarga yang tidak cukup mampu sehingga subjek harus bekerja keras untuk mengatur dan mengelola urusan keuangan. Kepercayaan kepada Tuhan dan kemampuan untuk berpikir positif membantu subjek dalam proses penerimaan (acceptance) terhadap kehadiran anak retardasi mental tersebut. Subjek berusaha untuk tidak menjadikan kehadiran anak tersebut sebagai beban 22
. Lamp. S1-ibu, w1 no. 1b & 6b hal. 185 & w1 no. 12b hal. 187. . Lamp. S1-ibu, w1 no. 6a hal. 185.
23
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 65
sehingga subjek bersikap pasrah menerima keadaan anak pemberian Tuhan sepenuhnya sesuai dengan keadaan dan kemampuan anak. 24 Subjek berusaha untuk menerima dan memaklumi keadaan anaknya yang tidak normal tersebut ketika anak sulit untuk mengikuti pelajaran yang diberikan dan hanya mau memaksakan keinginannya sendiri. Subjek mengerti dan memahami serta berusaha menjalani keadaan sekarang dengan pasrah walaupun subjek masih sering merasa kesal atau pusing. 25 Ketika subjek mengalami situasi stres akibat kehadiran anak retardasi mental tersebut, subjek juga sering bersikap diam atau mengerjakan aktivitas lain atau bahkan mencubit anak tersebut untuk melampiaskan emosi atau perasaan-perasaan negatifnya. 26 Usaha subjek ini disebut sebagai katarsis emosi atau focus on and venting of emotions. Selain itu, subjek juga melakukan tindakan mental disengagement dengan tidak pernah merasa terbeban dan memiliki keluhan khusus yang membebani keluarga walaupun keadaan anak tersebut sering menimbulkan perasaan-perasaan negatif. Hal tersebut tidak menghambat usaha atau kegiatan subjek dalam bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Subjek juga lebih memilih untuk melakukan pengalihan seperti tidur untuk mengurangi perasaan kesalnya. 27 Saat ini subjek juga melakukan behavioral disengagement
24
. Lamp. S1-ibu, w1 no. 4b hal. 185, w1 no. 7, 9a & 11b hal. 186 & w1 no.12a hal. 187. . Lamp. S1-ibu, w1 no. 1a & 3 hal. 185, w1 no. 12c hal. 187. 26 . Lamp. S1-ibu, w1 no. 2 hal. 185 & w1 no. 6c hal. 186 ; w2 no. 2b hal. 188. 27 . Lamp. S1-ibu, w1 no. 9b & 11a hal. 186 ; w2 no. 2a & 6 hal. 188. 25
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 66
atau menghentikan usaha-usaha untuk mengatasi situasi stres yang dihadapi, yaitu dengan tidak melanjutkan pengobatan lagi bagi anak retardasi mental tersebut. Hal ini disebabkan karena subjek merasa kesulitan dalam hal biaya pengobatan. 28 Selain tindakan-tindakan tersebut di atas, subjek juga sering menggunakan tingkah laku-tingkah laku anak yang lucu sebagai bahan hiburan dalam keluarga. 29 Tindakan subjek yang seperti ini disebut sebagai humor dimana subjek berusaha untuk membuat lelucon tentang stressor. Dalam menghadapi situasi stres akibat anak retardasi mental tersebut, subjek juga melakukan usaha seeking social support yang berupa meminta dukungan emosional dari orang lain atau disebut dengan seeking emotional social support. Subjek sering berbagi cerita atau lebih dikenal dengan istilah curhat kepada adik-adik subjek atau kepada ibu-ibu di sekolah (YPAC) yang sama-sama sedang mengantar dan menunggui anak mereka di sekolah. Hal ini dilakukan subjek semata-mata untuk mengurangi beban atau perasaan negatif yang dialaminya. 30 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek :
28
. Lamp. S1-ibu, w2 no. 4a & 4c hal. 188. . Lamp. S1-ibu, w1 no. 13 hal. 187. 30 . Lamp. S1-ibu, w1 no. 5 hal. 185. 29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 67
4. 5.
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 39 Anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik yaitu berjalan dan kondisi serta koordinasi tangan anak tersebut lemah Anak mengalami gangguan perkembangan dalam berbicara atau berkomunikasi Anak mengalami kesulitan dalam belajar, membaca, dan menulis Anak belum bisa mandiri sepenuhnya dalam melakukan kegiatan sehari-hari
1. 2. 3.
Stres yang dialami oleh orangtua Muncul emosi negatif, yaitu perasaan sedih dan kesal Adanya tuntutan ekstra dalam hal perhatian dan pendidikan anak sehari-hari Kekhawatiran terhadap pendidikan dan masa depan anak
1. 2. 3.
1. 2.
3.
4.
1.
2.
3.
Sumberdaya coping Kondisi fisik subjek yang sehat dan kuat Keyakinan dan sikap positif subjek dalam menghadapi masalah keuangan Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat Dukungan sosial dari teman dan keluarga
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan di YPAC) b. restraint coping (menunda untuk membuka usaha dagang, yaitu warung kecil-kecilan) Emotion-focused coping a. turning to religion (berserah dan mendekatkan diri kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, berkeyakinan akan adanya kemudahan dalam keadaan yang sulit) c. acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah) d. focus on and venting of emotions (mencubit anak sebagai katarsis emosi) e. mental disengagemnet (melakukan pengalihan seperti tidur atau mendiamkan anak) f. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan untuk anak) g. humor (memanfaatkan tingkah laku yang lucu sebagai bahan hiburan) Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita atau curhat dengan ibu-ibu di YPAC atau saudara)
Gambar 4. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek I (Ibu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 68
c. Subjek II (Ayah) Subjek memiliki anak yang menderita retardasi mental berat dengan IQ 36 sehingga anak tersebut mengalami hambatan perkembangan dalam pendidikannya sehingga ia hanya bisa meniru tulisan dan tidak mampu membaca. Keadaan anak subjek yang menderita retardasi mental tersebut cukup sehat dan normal, hanya saja ada sedikit gangguan dalam sistem pernapasannya. Selain itu, anak tersebut juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena cara bicara anak tersebut agak cadel dan sulit dimengerti oleh orang lain. Hal-hal tersebut menyebabkan subjek terkadang merasa putus asa dan ingin menyerah terhadap keadaan, namun subjek tetap berusaha untuk mengatasi setiap masalah dan kesulitan yang dihadapinya. Subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang dialaminya. Strategi coping yang digunakan oleh subjek adalah problem-focused coping, emotion-fosused coping dan seeking social support. Active coping dan restraint coping merupakan usaha yang dilakukan subjek yang berfokus pada masalah. Dalam emotion-fosused coping, subjek melakukan tindakan turning to religion, positive reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, behavioral disengagement dan humor, sedangkan usaha seeking social support yang dilakukan subjek lebih berfokus pada usaha untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 69
mendapatkan dukungan sosial yang berupa dukungan emosional (seeking emotional social support). Dalam kenyataannya, subjek menggunakan active coping dengan cara memilih untuk melanjutkan pendidikan anak retardasi mental tersebut di rumah walaupun hal tersebut baru bisa dilakukannya pada sore hari setelah ia pulang kerja. Hal ini dilakukan subjek karena subjek merasa tidak adanya perubahan dan perkembangan dalam pendidikan anaknya di sekolah luar biasa. Selain itu, subjek juga berusaha untuk mendidik anak tersebut untuk melakukan pekerjaanpekerjaan rumah tangga supaya anak tersebut nantinya bisa melakukan pekerjaan atau kegiatan hariannya sendiri. 31 Tindakan restraint coping yang digunakan subjek berupa menahan atau menunda rencana untuk membawa anak ke pengobatan medis guna mengobati pernapasan maupun menunda untuk membawa anak ke pengobatan alternatif lainnya lagi. Subjek menahan untuk belum melaksanakan rencana tersebut karena subjek masih menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk melakukannya hingga suatu saat nanti subjek mendapatkan informasi yang cukup tentang adanya pengobatan alternatif lain. 32 Selain itu, hal ini juga dikarenakan subjek sedang mengalami kesulitan biaya pengobatan walaupun subjek terbilang cukup mampu. Untuk mengatasi stres yang berfokus pada respon emosional, subjek menggunakan usaha turning to religion dengan menganggap 31
. Lamp. S2-bpk., w1 no. 6a & 6c hal. 199-200. . Lamp. S2-bpk., w1 no. 7b hal. 200 ; w2 no. 4 hal. 201.
32
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 70
bahwa keadaan yang dialaminya sekarang tersebut merupakan cobaan dari Tuhan yang harus dihadapinya. 33 Subjek mempercayai bahwa anak retardasi mental tersebut adalah anugerah Tuhan yang harus disyukurinya sehingga subjek tidak menyesali kehadiran anak retardasi mental tersebut dan hanya berserah kepada Tuhan. 34 Dalam hal ini, subjek memanfaatkan keyakinan positif yang dimilikinya terhadap setiap keadaan anak retardasi mental tersebut sehingga subjek mampu mengambil hikmah dengan lebih banyak mensyukuri setiap keadaan yang dihadapinya sekarang. 35 Subjek mengambil sisi positif dari keadaan anaknya bahwa anak tersebut masih memiliki kemampuan untuk menjalankan aktivitas sehari-hari sendiri dibandingkan anakanak lain yang keadaannya lebih parah. 36 Usaha subjek ini termasuk positive reinterpretation and growth. Dalam proses menghadapi dan mengatasi situasi stres, subjek menggunakan usaha acceptance yaitu dengan menerima keadaan dengan ikhlas dan tidak mengeluh terhadap kenyataan yang dihadapinya karena memang sudah merupakan takdir. 37 Subjek berusaha untuk memaklumi keadaan anaknya yang kurang mampu dan menerima cobaan yang diberi dalam keadaan apapun sehingga subjek mampu untuk bersikap pasrah dalam menerima kenyataan yang memang harus dihadapinya. 38
33
. Lamp. S2-bpk., w1 no. 2b hal. 199. . Lamp. S2-bpk., w1 no. 8a hal. 200 ; w2 no. 3c hal. 201. 35 . Lamp. S2-bpk., w1 no. 3a hal 199. 36 . Lamp. S2-bpk., w1 no. 8b hal. 200. 37 . Lamp. S2-bpk., w1 no. 2a & 3b hal. 199. 38 . Lamp. S2-bpk., w1 no. 2c & 5b hal. 199, w1 no. 7a hal. 200 ; w2 no. 3b hal. 201. 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 71
Subjek
juga
berusaha
untuk
bersikap
santai
dalam
menghadapi keadaan anak retardasi mental tersebut dengan tidak terlalu merasakan dan tidak merasa terbeban dengan masalah ini. 39 Oleh karena itu, subjek tidak mengalami adanya keluhan yang serius terhadap kesehatannya. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan hasil observasi dimana kondisi fisik subjek cukup sehat walaupun subjek terlihat lebih tua daripada usianya . Sikap subjek ini merupakan wujud dari tindakan mental disengagement yang dilakukannya. Dalam melakukan usaha behavioral disengagement, subjek tidak lagi melanjutkan pendidikan anak di SLB walaupun pada awalnya subjek menyekolahkan anak di SLB. Hal ini dikarenakan subjek merasa putus asa terhadap keadaan pendidikan anaknya karena tidak ada perkembangan yang berarti. 40 Selain itu, subjek juga menghentikan pengobatan anak dengan tidak membawa ke dokter karena tidak ada perkembangan dan perubahan yang berarti dalam kesehatannya. 41 Usaha emotion-fosused coping yang terakhir adalah humor. Subjek sering menggunakan tingkah laku-tingkah laku anak retardasi mental tersebut untuk dijadikan hiburan dalam keluarga karena subjek merasa senang melihat ekspresi yang ditunjukkan anak tersebut. 42 Subjek menggunakan usaha seeking emotional social support dengan meminta dukungan emosional dari orang lain dengan berbagi
39
. Lamp. S2-bpk., w2 no. 1 & 3a hal. 201. . Lamp. S2-bpk., w1 no. 1 & 6b hal. 199 & 200. 41 . Lamp. S2-bpk., w1 no. 5a & 7c hal. 199 & 200. 42 . Lamp. S2-bpk., w2 no. 2 hal. 201. 40
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 72
cerita mengenai keadaan anaknya yang menderita retardasi mental kepada keluarganya yang sudah mengetahui keadaan anak tersebut sebagai salah satu wujud usaha seeking social support yang digunakannya. 43 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek : Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 36 Anak mengalami hambatan perkembangan dalam pendidikan (hanya mampu meniru dan tidak bisa membaca) Anak mengalami gangguan perkembangan kesehatan pernapasan Anak mengalami kesulitan berkomunikasi
1. 2. 3. 4.
Stres yang dialami oleh orangtua Merasa putus asa dan menyerah terhadap keadaan perkembangan pendidikan anak Tuntutan untuk memberikan perhatian dan pembinaan ekstra kepada anak agar dapat melakukan aktivitasnya secara mandiri
1. 2.
1. 2. 3.
Sumberdaya coping Kesehatan dan energi yang kuat Keyakinan yang positif dengan mensyukuri keadaan yang dihadapi Dukungan sosial, yaitu kehadiran keluarga dekat yang mengetahui dengan pasti keadaan anak tersebut
1.
2.
3.
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. restraint coping (menunda melakukan pengobatan untuk pernapasan anak) Emotion-focused coping a. turning to religion (menganggap keadaan ini sebagai cobaan dari Tuhan, berserah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur atas keadaan anak) c. acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi keadaan anak) d. mental disengagement (bersikap santai dan tidak fokus dalam memikirkan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. humor (tingkah laku anak yang lucu digunakan sebagai bahan hiburan keluarga) Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan keluarga dekat yang mengetahui keadaan anak)
Gambar 5. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ayah) 43
. Lamp. S2-bpk., w1 no. 4 hal. 199.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 73
d. Subjek II (Ibu) IQ anak retardasi mental berat yang dimiliki subjek adalah 36 sehingga anak subjek tersebut mengalami kesulitan dalam pendidikan. Anak tersebut tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis, namun bisa melakukan kegiatan sehari-harinya secara mandiri. Anak juga mengalami keterlambatan dalam perkembangan motoriknya dimana anak retardasi mental tersebut mengalami keterlambatan perkembangan berjalan dan berbicara. Oleh karena itu, komunikasi yang dilakukan oleh anak tersebut kurang jelas dan sulit dimengerti. Keadaan
anak
retardasi
mental
yang
mengalami
hambatan
perkembangan dan kesulitan berkomunikasi ini menyebabkan subjek terkadang merasa sedih dan terbeban akan keadaan anak. Hal tersebut lebih dikarenakan subjek merasa khawatir dengan nasib masa depan anak tersebut. Untuk mengatasi dan mengurangi stres yang ditimbulkan dengan adanya anak retardasi mental tersebut, subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang berbeda, yaitu strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping), mengatur respon-respon emosional yang muncul (emotion-focused coping) dan mencari bantuan atau dukungan emosional dari orang lain (seeking social support). Usaha problem-focused coping yang digunakan subjek antara lain active coping dan restraint coping. Active coping yang dilakukan subjek berupa usaha untuk menyekolahkan anak di sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 74
khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa (SLB) dimana keadaan siswasiswa sekolah tersebut sama dengan keadaan anaknya sehingga anak tidak merasa minder dan bisa mengerti pelajaran yang diajarkan. Namun, usaha active coping yang dilakukan subjek ini tidak membuahkan hasil yang berarti.44 Oleh karena itu, subjek lebih berkonsentrasi pada perkembangan fisik dan gizi anak retardasi mental tersebut serta membimbing dan melatih anak mengerjakan kegiatan untuk keperluan sehari-hari supaya anak tidak terlalu tergantung kepada orang lain. 45 Subjek juga sebenarnya memiliki rencana yang belum dilakukannya, yaitu keinginan untuk memeriksakan keadaan otak anak. Subjek menunggu adanya kesempatan yang tepat untuk bisa melakukan rencananya tersebut karena saat ini terbentur dengan adanya masalah biaya. 46 Walaupun hasil observasi menunjukkan subjek termasuk cukup mampu, namun saat ini subjek mengalami kesulitan keuangan karena anak pertama subjek juga membutuhkan biaya untuk kuliah. Tindakan subjek ini disebut dengan restraint coping. Usaha-usaha emotion-fosused coping yang digunakan subjek adalah turning to religion, positive reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement, behavioral disengagement dan humor. Subjek bersikap pasrah dan selalu berdoa kepada Tuhan untuk
44
. Lamp. S2-ibu, w1 no. 1 & 2b hal. 214. . Lamp. S2-ibu, w1 no. 5 & 9b. hal 215 ; w2 no. 1 hal. 216. 46 . Lamp. S2-ibu, w2 no. 2 hal. 216. 45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 75
meningkatkan kepercayaan dan keyakinan bahwa anak retardasi mental tersebut dilindungi oleh Tuhan serta menunggu adanya mukjizat atau keajaiban dari Tuhan. 47 Usaha yang subjek lakukan ini adalah wujud dari tindakan turning to religion. Selain itu, subjek juga berkeyakinan bahwa Tuhan memiliki rencana tersendiri untuk anak retardasi mental tersebut sehingga ketika subjek sedang merasa sedih, subjek hanya bisa menyerahkan kembali keadaan ini kepada Tuhan. 48 Subjek berusaha untuk bersikap positif dan mengambil hikmah dari keadaan yang dialaminya sekarang sebagai bentuk dari tindakan positive reinterpretation and growth. Hikmah yang dapat diambil subjek dengan kehadiran anak retardasi mental ini adalah kehadiran anak tersebut membawa rejeki tersendiri bagi keluarganya dan subjek bisa belajar untuk lebih sabar dalam menghadapi kehidupan sehingga subjek bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. 49 Sikap subjek ini disebabkan karena subjek memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap kehadiran anak yang terlihat dalam hubungannya yang baik dengan anak. Hubungan baik yang terjalin ini juga ditunjukkan subjek dalam sikap terhadap anak di tengah masyarakat dimana subjek mampu mengekspresikan diri dengan baik di masyarakat tanpa merasa malu dengan keadaan anak. Subjek juga menggunakan usaha acceptance dengan cara menyadari dan menerima sepenuhnya keadaan anak sehingga subjek 47
. Lamp. S2-ibu, w1 no. 3a hal. 214 & w1. no 6 hal. 215. . Lamp. S2-ibu, w1 no. 7d hal. 215 ; w2 no. 3 & 6b hal. 216. 49 . Lamp. S2-ibu, w1 no. 3b hal 214, w1 no. 7b & 7e hal. 215. 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 76
tidak mau memaksakan anak untuk bisa memahami pelajaran dengan baik. 50 Hal terpenting baginya adalah menerima dan menjalani kehidupan apa adanya sehingga subjek tidak merasa malu untuk mengakui keadaan anak dan tidak menjadikan kehadiran anak tersebut sebagai beban. 51 Tindakan mental disengagement yang dilakukan subjek adalah melakukan kegiatan lain untuk tidak memikirkan masalah, yaitu dengan mengikuti pengajian yang diadakan oleh ibu-ibu di sekitar rumah subjek. Kegiatan ini dilakukan subjek semata-mata untuk mengurangi beban atau perasaan sedih memiliki anak retardasi mental. 52 Selain itu, subjek juga menggunakan tindakan behavioral disengagement dengan menghentikan usaha untuk mencari informasiinformasi yang berkaitan dengan perkembangan anak dan subjek tidak berusaha untuk menyekolahkan anak retardasi mental tersebut di SLB lagi karena subjek sudah merasa jenuh terhadap keadaan dan rutinitas yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun. 53 Subjek juga berusaha
untuk
membuat
lelucon
tentang
stressor
dengan
menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak retardasi mental tersebut untuk dijadikan humor sehingga dapat menghibur anggota keluarga.54 Subjek menggunakan usaha seeking social support yang lebih berkonsentrasi pada usaha untuk mendapatkan dukungan emosional dari orang lain atau seeking emotional social support. Dalam hal ini, 50
. Lamp. S2-ibu, w1 no. 2a & 4 hal. 214. . Lamp. S2-ibu, w1 no. 2c hal. 214, w1 no. 7c, 8 & 10b hal. 215 ; w2 no. 6a hal. 216. 52 . Lamp. S2-ibu, w2 no. 4 hal. 216. 53 . Lamp. S2-ibu, w1 no. 9a & 10a hal. 215. 54 . Lamp. S2-ibu, w2 no. 5 hal. 216. 51
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 77
subjek berbagi cerita atau sharing dengan orangtua lain yang juga memiliki anak retardasi mental untuk mengurangi perasaan sedih yang dialaminya. 55 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek : 1. 2. 3. 4.
1. 2. 3.
1. 2.
3. 4.
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 36 Anak mengalami gangguan perkembangan motorik, yaitu mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi Mengalami kesulitan dalam pendidikan (tidak mampu membaca dan hanya bisa meniru)
Stres yang dialami oleh orangtua Muncul perasaan jenuh, sedih dan terbeban dengan keadaan anak Berbagai tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus dilakukan dan diberikan dalam merawat anak retardasi mental Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Sumberdaya coping Keadaan kesehatan dan energi yang kuat Keyakinan akan kemudahan rejeki dan sikap yang positif terhadap kehadiran anak Memiliki kemampuan sosial yang cukup baik Dukungan sosial, yaitu adanya orangtua lain yang memiliki nasib yang sama
2.
3.
4.
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (mendidik anak di rumah, fokus pada perkembangan gizi anak) b. restraint coping (menunda untuk memeriksakan keadaan otak anak karena terbentur biaya) Emotion-focused coping b. turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) c. positive reinterpretation and growth (belajar menjadi lebih sabar dan lebih baik) d. acceptance (tidak malu mengakui keadaan anak, menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya) e. mental disengagement (mengikuti pengajian untuk mengalihkan perhatian dari masalah tersebut) f. behavioral disengagement (menghentikan pendidikan anak di SLB, menghentikan mengumpulkan berbagai informasi) g. humor (ekspresi anak yang lucu dijadikan humor dalam keluarga) Seeking social support a. seeking emotional social support (sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama)
Gambar 6. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek II (Ibu) 55
. Lamp. S2-ibu, w1 no. 7a hal. 215.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 78
e. Subjek III (Ayah) Subjek memiliki anak yang menderita retardasi mental dengan IQ 34, namun anak tersebut memiliki kemampuan mengurus diri sendiri. Kondisi fisik dan kesehatan anak tersebut cukup baik walaupun anak tersebut mengalami keterlambatan perkembangan motorik, yaitu berjalan dan berbicara. Saat ini, anak retardasi menal tersebut hanya mengalami kesulitan dalam berkomunikasi karena agak cadel dan kata-kata yang diucapkan kurang dapat dimengerti dengan baik oleh orang lain. Dalam hal pendidikannya, anak tersebut memang sudah duduk di bangku SMA-LB, namun anak tetap mengalami kekurangan dalam pelajarannya. Anak tersebut tidak bisa membaca dan menulis tanpa ada contoh atau dengan kata lain, anak tersebut hanya mampu meniru. Keadaan anak yang kurang normal ini menimbulkan perasaan sedih dan putus asa dalam diri subjek, namun subjek tetap berusaha mengatasi kekurangan yang dimiliki anaknya. Oleh karena itu, subjek menggunakan berbagai bentuk strategi coping yang berbeda untuk menghadapi, mengatasi dan mengurangi stres yang ditimbulkan dengan adanya anak retardasi mental. Dalam menghadapi stres yang dialami, subjek melakukan strategi coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) antara lain active coping, planning, dan suppression of competing activities. Active coping yang dilakukan subjek adalah menyekolahkan anak ke Sekolah Luar Biasa (SLB) untuk membuat perencanaan masa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 79
depan anak selanjutnya dan membimbing serta mendidik anak seharihari di rumah. 56 Hal tersebut dilakukan subjek supaya anak bisa mengerti mengenai hal-hal yang baik untuk dilakukan dan hal-hal buruk yang tidak boleh dilakukan. Usaha subjek untuk mendidik anak di SLB ini juga berkaitan dengan keinginannya untuk membuat rencana (planning) bagi masa depan anak sehingga subjek selalu berusaha mengikuti dan memperhatikan perkembangan anak retardasi mental tersebut di SMA-LB. Berdasarkan perkembangan anak di SLB ini nantinya akan dipakai subjek sebagai pertimbangan untuk membuat perencanaan yang tepat untuk anak tersebut sehingga subjek bisa mengetahui kira-kira kegiatan-kegiatan yang bisa dikerjakan oleh anaknya tersebut. 57 Usaha yang dilakukan subjek ini dipengaruhi oleh standar subjek terhadap kehidupan dimana subjek berharap suatu saat nanti standar kehidupan anaknya akan meningkat, walaupun anak tersebut menderita retardasi mental. Selain kedua usaha tersebut, subjek juga melakukan usaha suppression of competing activities karena subjek lebih memfokuskan usahanya pada perkembangan pendidikan anak, namun subjek tetap berusaha menjalankan tugasnya sebagai kepala keluarga dengan tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. 58 Hal ini tidak berarti subjek merasa terbeban dengan kehadiran anak tersebut. Subjek mampu menjalankan tanggung
56
. Lamp. S3-bpk., w1 no. 1 & 5a hal. 227. . Lamp. S3-bpk., w1 no. 5b hal. 227; w2 no. 3 hal. 228. 58 . Lamp. S3-bpk., w2 no. 6 hal. 229. 57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 80
jawabnya ini karena didukung dengan kondisi fisik subjek yang masih terlihat gagah dan sehat di usianya yang hampir mencapai 60 tahun ini. Selain menggunakan problem-focused coping, subjek juga menggunakan strategi coping yang berfokus pada respon emosional (emotion-fosused
coping)
yaitu
turning
to
religion,
positive
reinterpretation and growth, acceptance, mental disengagement dan behavioral disengagement. Keadaan yang dialami subjek saat ini disadarinya sebagai kodrat Tuhan yang harus dijalani sehingga subjek hanya bersikap pasrah menyerahkan keadaan anak retardasi mental tersebut kepada Tuhan dan menunggu mukjizat dari Tuhan. 59 Ketika subjek merasa sedih, subjek berdoa dan berserah diri kepada Tuhan karena subjek percaya Tuhan lah yang menentukan semuanya. Oleh karena itu, subjek merasa bahwa dirinya saat ini bertambah kuat dalam hal keimanannya. 60 Kepercayaan subjek ini merupakan wujud dari tindakan turning to religion. Selain kepercayaan kepada Tuhan, subjek mengambil sisi positif dari keadaan yang dialaminya dengan percaya bahwa akan adanya keajaiban dan kelebihan di balik semua kekurangan yang dimiliki anaknya yang menderita retardasi mental. 61 Oleh karena itu, subjek selalu bersikap positif dan membangun gambaran diri yang positif terhadap kehadiran anak retardasi mental tersebut.
59
. Lamp. S3-bpk., w1 no. 2a, 3, 4a, 6b & 7a hal. 227. . Lamp. S3-bpk., w2 no. 1 & 4b hal. 228, w2 no. 7 hal 229. 61 . Lamp. S3-bpk., w1 no. 6a hal. 227. 60
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 81
Dalam usaha acceptance yang dilakukannya, subjek memiliki keinginan agar anak tersebut bisa sama seperti anak yang lain, tetapi subjek berusaha untuk menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya. Oleh karena mengingat keadaan anaknya tersebut maka subjek hanya bersikap pasrah menerima kenyataan yang terjadi dalam hidupnya apa adanya. 62 Kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga juga bukan merupakan beban dalam keluarganya karena subjek tidak merasa adanya keluhan terkait dengan keadaan anak. Subjek sudah memahami kondisi kejiwaan anak sehingga subjek tidak terlalu memikirkan masalah ini lagi. 63 Subjek hanya sedikit lebih berusaha dalam perkembangan pendidikan anaknya. Tindakan subjek ini termasuk dalam mental disengagement. Selain usaha tersebut, subjek juga menggunakan behavioral disengagement dengan tidak membawa anak ke dokter ataupun orang pintar lagi. Hal tersebut dilakukan subjek karena menurutnya usaha-usaha pengobatan yang dilakukannya tidak menghasilkan perubahan bagi perkembangan anak sehingga subjek memilih untuk tidak melanjutkan lagi kegiatan pengobatan medis maupun alternatif. 64 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek :
62
. Lamp. S3-bpk., w1 no. 2b & 4b hal. 227, w1 no. 8 hal. 228 ; w2 no. 8 hal. 229. . Lamp. S3-bpk., w2 no. 2 hal. 228. 64 . Lamp. S3-bpk., w1 no. 7b hal. 227; w2 no. 4a & 5 hal. 228. 63
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 82
1. 2. 3.
1. 2.
1. 2. 3.
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 34 Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi Anak hanya memiliki kemampuan meniru pelajaran
Stres yang dialami oleh orangtua Muncul perasaan sedih dan putus asa terhadap keadaan anak Adanya tuntutan, perhatian, dan dukungan ekstra yang harus diberikan kepada anak, terutama dalam hal pendidikan, khususnya kegiatan olahraga anak
Sumberdaya coping Kondisi fisik dan kesehatan baik Keyakinan yang positif akan adanya keajaiban Standar kehidupan yang tinggi
2.
3.
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (mengikuti perkembangan olahraga anak di SLB untuk menentukan langkah selanjutnya) c. suppression of competing activities (memfokuskan diri pada perkembangan pendidikan anak) Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan, meningkatkan kepercayaan akan adanya mukjizat) b. positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban dan kelebihan lain yang dimiliki anak) c. acceptance (menerima kenyataan yang sudah terjadi) d. mental disengagement (tidak adanya beban dan tidak memfokuskan usaha untuk mengatasi kondisi anak) e. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan secara medis maupun alternatif)
Gambar 7. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ayah)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 83
f. Subjek III (Ibu) Anak retardasi mental yang dimiliki subjek memiliki IQ 34, namun anak tersebut memiliki kemampuan dalam mengurus diri sendiri sehingga tidak tergantung dengan orang lain. Subjek hanya merasa bahwa anak retardasi mental tersebut mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan kurang mampu menangkap dan memahami sesuatu. Oleh karena itu, anak tersebut juga mengalami hambatan dalam perkembangan pendidikannya, terutama dalam hal membaca dan menulis. Namun, anak tersebut memiliki kemampuan dalam bidang olahraga. Selain itu, subjek juga merasa cemas terhadap masa depan anaknya kelak sehingga hal tersebut menimbulkan situasi stres pada diri subjek. Dalam menghadapi dan mengatasi stres yang dialaminya tersebut, subjek menggunakan problem-fosuced coping yang berupa melakukan tindakan secara aktif (active coping), planning, suppression of competing activities dan restraint coping. Active coping yang dilakukan subjek berupa usaha dalam pemenuhan keinginan anak retardasi mental untuk sekolah. Subjek memilih untuk menyekolahkan dan mendidik anak di SLB walaupun subjek termasuk dalam keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. 65 Hal ini dilakukan subjek karena subjek merasa kasihan dengan anak dan juga sebagai usaha untuk menambah daya tangkap anak. Selain itu, usaha subjek ini
65
. Lamp. S3-ibu, w1 no. 1 & 2a hal. 240, w1 no. 8 hal. 241.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 84
juga didukung dengan kerajinan dan kegigihan subjek dalam bekerja untuk bisa memenuhi keinginan anak dan mengurangi perasaan sedih serta minder yang dirasakannya. 66 Tentunya tindakan subjek ini didukung dengan kondisi fisik subjek yang sehat. Hal ini didukung dengan hasl observasi dimana subjek terlihat sehat dan kuat. Usaha planning yang dilakukan subjek berupa rencana-rencana yang dipersiapkan subjek untuk kehidupan masa depan anak, yaitu dengan menyiapkan rencana untuk menitipkan anak retardasi mental tersebut kepada anak-anaknya yang lain. 67 Tindakan ini dilakukan subjek semata-mata untuk mengatasi masalah kekhawatirannya terhadap masa depan anak retardasi mental tersebut. Subjek juga memiliki rencana untuk tetap melanjutkan pendidikan anak setelah anak lulus dari SMALB dengan memfokuskan kemampuan anak pada kegiatan olahraga dan berniat akan membawa anak melakukan pengobatan lagi untuk perkembangan
kesehatannya. 68
Selain
itu,
subjek
juga
lebih
berkonsentrasi pada usaha-usaha untuk mengatasi masalah anak tersebut karena masalah kehidupan masa depan anak menjadi beban subjek. 69 Tindakan yang dilakukan subjek ini disebut suppression of competing activities. Tindakan restraint coping yang digunakan subjek berupa rencana untuk memfokuskan anak ke kegiatan olahraga.
66
. Lamp. S3-ibu, w2 no. 2 & 3b hal. 242. . Lamp. S3-ibu, w1 no. 5b hal. 240. 68 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 9 & 11 hal. 241 ; w2 no. 6b hal. 242. 69 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 4 hal. 240. 67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 85
Namun, tindakan ini bisa dilakukan setelah anak lulus dari SMA-LB sehingga subjek selalu meminta saran kepada guru-guru di SMA-LB. 70 Subjek juga menggunakan emotion-focused coping dalam usaha untuk mengatasi dan mengurangi stres yang dialaminya. Usahausaha tersebut antara lain turning to religion, positive reinterpretation and growth, acceptance dan behavioral disengagement. Subjek hanya pasrah dan berserah kepada Tuhan untuk mengurangi beban dan menyadari bahwa keadaan yang dialaminya sekarang ini adalah kodrat. 71 Usaha subjek ini didukung dengan meningkatkan keimanan subjek melalui doa dan lebih banyak mensyukuri keadaan yang dialaminya. 72 Subjek juga melakukan usaha positive reinterpretation and growth dengan mengambil hikmah dari keadaan ini, yaitu subjek tidak pernah merasa kekurangan dan kesulitan dengan memiliki anak retardasi mental ini. 73 Dalam usaha acceptance, walaupun subjek merasa sedih dan kecewa melihat keadaan anak retardasi mental tersebut, subjek tetap berusaha menerima keadaan yang terjadi. 74 Subjek memanfaatkan keyakinan dan sikap positif yang dimilikinya untuk dapat menerima keadaan. Selain usaha-usaha tersebut, subjek juga
melakukan
usaha
behavioral
disengagement
dengan
menghentikan usaha untuk menghadapi masalah yang berkaitan dengan anak retardasi mental tersebut. Usaha yang tidak dilakukan 70
. Lamp. S3-ibu, w2 no. 5 hal. 242. . Lamp. S3-ibu, w1 no. 2b & 5a hal. 240; w2 no. 3a & 4b hal. 242. 72 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 6b hal. 240; w2 no. 7 hal. 243. 73 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 7 hal. 241. 74 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 3 & 6a hal. 240 ; w2 no. 1 & 4a hal. 242. 71
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 86
subjek lagi adalah tidak pernah membawa anak ke dokter lagi untuk melakukan pengobatan sejak anak sudah mampu berjalan. 75 Selain usaha yang berfokus pada masalah dan usaha untuk mengatur respon-respon emosional, subjek juga melakukan usaha dengan berpaling pada orang lain untuk memperoleh bantuan dan dukungan emosional (seeking social support). Usaha yang dilakukan subjek tersebut adalah seeking instrumental social support dengan selalu meminta saran dari kepala sekolah di SLB untuk melihat dan mengikuti perkembangan anak selama di sekolah. 76 Selain itu, subjek juga menggunakan usaha seeking emotional social support yang berupa usaha yang dilakukan subjek dengan cara berbagi cerita atau curhat dengan sahabat dekat ataupun anaknya yang lain. Hal ini dilakukan subjek untuk mengurangi beban yang dialaminya sehingga subjek bisa merasa lebih puas. 77 Berikut ini adalah skema gambaran dinamika psikologis strategi coping subjek :
75
. Lamp. S3-ibu, w1 no. 14 hal. 242 ; w2 no. 6a hal. 242. . Lamp. S3-ibu, w1 no.10 hal. 241 77 . Lamp. S3-ibu, w1 no. 12 & 13 hal. 241. 76
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 87
2. 3. 4.
1. 2. 3.
2. 3.
4.
Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor IQ anak 34 Anak mengalami kesulitan berkomunikasi Kurangnya kemampuan daya tangkap dan pemahaman anak
Stres yang dialami oleh orangtua Muncul emosi negatif yang menumpuk, yaitu merasa sedih, minder, kecewa, cemas, dan kasihan kepada anak Tuntutan akan perhatian, pembinan, dan dukungan yang diberikan kepada anak Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Sumberdaya coping Kesehatan yang baik dan energi yang kuat Keyakinan dan sikap yang positif dalam menerima keadaan. Dukungan sosial yang berasal dari sahabat ataupun anak
1.
2.
3.
Strategi coping Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (berencana akan tetap melanjutkan pendidikan anak) c. suppression of competing activities (fokus pada masalah masa depan anak) d. restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga) Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat dan terus berdoa) b. positive reinterpretation and growth (tidak pernah mengalami kesulitan dan kekurangan) c. acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang terjadi) d. behavioral disengagement (tidak pernah membawa anak ke dokter lagi) Seeking social support a. seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) b. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan sahabat ataupun anak yang lain)
Gambar 8. Dinamika Psikologis Strategi Coping Subjek III (Ibu)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 88
2. Dinamika Psikologis Strategi Coping Tiap Pasangan Subjek yang Memiliki Anak Retardasi Mental Kehadiran anak retardasi mental berat dalam keluarga merupakan penyebab stres pada orangtua karena dengan adanya anak tersebut orangtua akan mengalami perubahan yang penting dan menimbulkan tuntutan yang mengancam kesejahteraan sehingga menuntut seseorang untuk beradaptasi dengan cara tertentu (Passer dan Smith, 2004). Orangtua yang memiliki anak retardasi mental akan berusaha mengurangi dan mengatasi stres yang dialami dengan menggunakan suatu usaha tertentu. Pembahasan berikut ini akan menggambarkan strategi coping yang digunakan oleh masing-masing pasangan orangtua. a. Pasangan Subjek 1 Pasangan subjek 1 memiliki anak yang menderita retardasi mental berat dengan IQ 39. Subjek 1 (ibu) mengatakan bahwa anak tersebut mengalami keterlambatan dalam berjalan dan berkomunikasi. Oleh karena itu, menurut pasangan orangtua ini anak tersebut agak cadel dan kurang jelas dalam berkomunikasi sehingga sulit untuk dimengerti oleh orang lain. Selain itu, kondisi dan koordinasi tangan anak tersebut agak lemah yang menyebabkan anak tersebut belum mampu mengurus kebutuhannya sehari-hari secara mandiri. Pasangan subjek juga mengungkapkan bahwa perkembangan pendidikan anak juga sedikit lamban sehingga anak tersebut belum mampu membaca dan menulis. Keadaan ini membuat pasangan orangtua ini merasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 89
tertekan, namun mereka berusaha untuk mengatasi dan menghadapi masalah anak retardasi mental ini dengan menggunakan usaha tertentu. Dalam menghadapi stres yang dihadapi, pasangan ini melakukan usaha atau tindakan secara aktif untuk menghilangkan atau mengurangi stressor. Active coping yang dilakukan oleh pasangan ini mengarah pada masalah pendidikan anak supaya anak tidak tertinggal nantinya. Active coping yang dilakukan oleh ayah didukung dengan usaha planning. Menurut ayah (1), pendidikan adalah hal yang penting bagi kehidupan masa depan anaknya sehingga anak tersebut membutuhkan pendidikan dan pembinaan secara khusus. Pendapat subjek ini cenderung dipengaruhi karena tingkat pendidikan subjek yang cukup tinggi. Oleh karena itu, subjek berusaha untuk tetap terus menyekolahkan anak tersebut di YPAC (Yayasan Pendidikan Anak Cacat). Berikut pernyataannya: “....untuk saat ini kan dia sekolah di YPAC...dia ini dibina secara khusus..dan gurunya juga guru khusus..memang orang kayak gini kan guru yang biasa itu kan kurang bisa ya...jadi orang itu kan harus pendidikan khusus untuk orang kayak gini kan...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 1 hal. 160) Usaha yang dilakukan subjek ini semata-mata untuk kehidupan masa depan anak dan ia bertekad supaya anaknya tersebut minimal memiliki kemampuan membaca dan menulis. Usaha ini tentunya didukung dengan kondisi kesehatan subjek yang cukup baik. Berdasarkan hasil observasi, kondisi fisik subjek terlihat gagah dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 90
sehat serta tidak mengalami masalah kesehatan khusus. Berikut pernyataannya: “....tekad aku itu tadi selagi aku masih hidup...selagi aku masih kuat...dia harus sekolah...jadi minimal walaupun dia gak pinter sama kayak orang...dia sudah bisa syukur-syukur baca nulis itu...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 7b hal. 161) Harapan dan tekad yang dimiliki oleh ayah (1) ini membuatnya untuk tetap optimis melakukan usaha apapun untuk mendukung tindakan aktifnya, yaitu dengan melakukan perencanaan untuk kehidupan masa depannya, yaitu membina anak dengan segala cara supaya anak tidak ketinggalan dalam hal pendidikan, antara lain memberitahu anak tentang yang baik dan buruk, mengajari melakukan hal-hal kecil, mendidik dalam pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis. Berikut pernyataannya: “.....kita selaku orangtua..selaku orangtua..kita sebisa mungkin...merencanakan untuk menghadapi masa depan dia..kita bina dia sebaik mungkin...jangan sampai dia tertinggal...ngasih tau di tentang yang baik sama yang gak baik...ngajari dia melakukan hal-hal sepele...didik dia gimana caranya bergaul...sopan santun...ngajari baca..nulis...ya pokoknya apa aja lah.... kalau bisa jangan ketinggalan..” (Lamp. S1-bpk, w1 no. 3a hal. 160) Tindakan secara aktif yang dilakukan oleh ibu (1) adalah dengan memperhatikan pendidikan anak tersebut supaya tidak tertinggal dari anak-anak lain. Selain itu, subjek juga berusaha untuk tidak membedakan perlakuannya dengan anak-anaknya yang lain dan terus mengajarkan tentang hal-hal yang baik dan buruk dengan harapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 91
agar suatu saat nanti anak tersebut bisa mengerti. Berikut pernyataannya: “...kami sekarang masih tetep berusaha untuk dia...ya dengan sekolahnya jangan sampai ketinggalan...jadi jangan sampai kita masa bodoh dengan dia....gak merhatiin dia karena keadaannya yang kayak ini...kita kasih tau terus aja mana yang benar, yang gak benar..kan lama-lama nanti dia ngerti...itu dulu aja yang sekarang kami lakukan...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 14b hal. 187) Pasangan ini juga melakukan restraint coping yaitu dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat untuk bertindak melakukan coping (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Pasangan ini memiliki keinginan yang sama dimana mereka berencana suatu saat nanti akan membukakan usaha dagang bagi anak. Namun, usaha tersebut baru dilakukan jika anak retardasi mental tersebut tidak memiliki keahlian apapun dan anak juga sudah sedikit mampu untuk membaca dan menulis. Berikut ungkapan ayah (1) : “....itu tergantung nanti lah...artinya ya....kalau memang dia nanti dikasih kesempatan untuk bekerja...ya saya bersyukur....mungkin yang sesuai dengan kemampuannya...tapi kalo dia umpamanya memang gak punya kemampuan lain...ya ada persiapan lain...ya mungkin dagang....” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 11a hal.162) Ibu (1) menyatakan: “Kalau rencana...aku baru ada rencana untuk masa depan dia ini...kalau dia nanti sudah bisa baca...nulis...kita ada rejeki...ya mau kubukakan usaha aja dia ini...bukain warung...” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 3 hal.188)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 92
Pasangan ini juga menggunakan emotion-focused coping, yaitu strategi coping yang berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul (Passer dan Smith, 2004). Pasangan subjek ini merasa sedih dan khawatir dengan kehidupan masa depan anaknya, namun mereka tetap berusaha untuk bersikap pasrah dan lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Berikut pernyataan mereka : “..pasti was-was..khawatir...karena mengingat jaman yang semakin lama semakin sulit...dan istilahnya orang itu semakin berlomba-lomba untuk maju kan...nah sedangkan dia kan keadaannya begini ya...namun saya tetep yakin..dan saya tetep berdoa bahwa Tuhan lah yang akan menentukan nanti...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 5a hal. 160) “...ya aku sekarang ini lebih sering doa...sholat...ya berdoa untuk dia ini lah kan...berdoa kalau bisa itu kan untuk gimana masa depan dia ini..” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 10 hal. 186) Tindakan turning to religion yang dilakukan oleh pasangan ini didukung dengan keyakinan dan sikap positif mereka terhadap setiap masalah yang dihadapi. Mereka berusaha untuk tidak mencari pelarian ke hal-hal yang negatif dalam menghadapi situasi stres. Pasangan orangtua ini mengambil hikmah bahwa adanya kelebihan di balik kekurangan anak sehingga pasangan ini mencoba untuk mensyukuri setiap keadaan yang dialami. Ayah (1) bisa belajar untuk lebih sabar, sedangkan ibu (1) lebih berkeyakinan akan adanya kemudahan di setiap keadaan yang sulit. Berikut pernyataan pasangan subjek 1 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 93
“ ...tapi aku terima kasih...aku bisa belajar sabar juga ya..terima kasih lah bisa belajar sabar dengan adanya dia...” (Lamp. S1-bpk., w2 no. 7a hal. 165) “Bersyukur sama Tuhan...terima kasih sama DIA...ya dengan ada Edy ini kan, katakanlah rejeki kita ada di Edy...sesusahsusahnya kita..masih ada aja jalan keluar....” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 6a hal. 185) Kemampuan dan keyakinan positif pasangan ini membantu dalam proses penerimaan terhadap kehadiran anak retardasi mental, walaupun mereka terkadang masih merasa sedih dan kecewa dengan keadaan anak mereka. Pasangan ini menyadari sepenuhnya keadaan anak yang menderita retardasi mental sehingga mereka berusaha untuk memaklumi keadaan anak dan menjalaninya dengan pasrah tanpa adanya perasaan minder. Oleh karena itu, mereka tidak malu untuk membawa anak ke kegiatan masyarakat karena masyarakat bisa menerima kehadiran anak tersebut dengan baik dan anak juga bisa bersikap sopan di tengah-tengah masyarakat. Berikut pernyataannya : “..saya harus bersyukur...biarpun bagaimana dia tetep anak saya..saya tetep bersyukur.....terima kasih saya..sudah dikasih ya...jadi saya gak sama sekali..minder sedikit pun...apalagi perasaan gak menerima kan...saya gak punya perasaan itu..” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 6 hal. 161) Pernyataan ibu (1): “...kami jalani aja yang sekarang...dia sekolah...kita gak malu sama dia...katakanlah tenang sekarang kalau ngajak dia kemana-mana...kami sekarang sudah mengerti keadaan dia...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 12c hal.187)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 94
Selain itu, ibu (1) juga menggunakan usaha focus on and venting emotions, yaitu melakukan usaha untuk menyalurkan dan melampiaskan perasaan-perasaan negatif atau katarsis emosi (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Subjek sering merasa sedih atau kesal ketika melihat perkembangan intelektual anaknya yang menyebabkan anak tersebut sulit untuk mengerti hal-hal yang diajarkan sehingga subjek sering mencubit atau bersikap cuek kepada anak dengan mengerjakan aktivitas lain terlebih dahulu. Namun, sikap subjek yang sering mencubit anaknya tersebut tidak mengganggu hubungannya dengan anak karena anak tersebut sangat dekat dengan subjek. Ibu (1) menyatakan : “...cuma kita ini mikirin IQnya dia ini kan...rendah dia ini..keselnya ada...kalau kita ngajari dia gak masukmasuk....kalau sudah gak masuk-masuk kayak itu...berhenti aku ngajari dia ini...daripada dia nanti susah kan...kita walaupun sabar-sabar ya tapi ya kan ada batasnya ya, kita masih gak sabar...suka kucubit dia ini....” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 6c hal. 186) Usaha yang juga digunakan pasangan subjek ini adalah mental disengagement dimana subjek melakukan pelepasan secara psikologis terhadap masalah dengan tidak memikirkan masalah itu lagi (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Pasangan subjek ini menganggap bahwa kehadiran anak retardasi mental tersebut bukan merupakan suatu beban dalam keluarga sehingga mereka tidak lagi memfokuskan usaha mereka hanya kepada anak retardasi mental tersebut. Saat ini mereka hanya berusaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 95
semampunya dan tidak memaksakan keinginan kepada anak atau menyikapi keadaan anak mereka dengan santai dan terkadang melakukan pengalihan emosi ketika sedang merasa kesal, seperti tidur. Sikap mereka yang seperti ini juga tidak membuat anak terbeban dan tetap bisa melakukan keinginannya sendiri. Pasangan subjek ini menyatakan : “Edy itu memang gak jadi beban kami...pokoknya kami menghadapi dia tuh...ya santai...apa adanya....tidak terlalu kami pikirkan....” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 17a hal. 163) “Ya kalau lagi kesel banget sama dia...didiemin aja...suka kutinggal tidur...dia ini kan suka semau dia sendiri..” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 2a hal. 188) Walaupun pasangan subjek ini bisa menerima keadaan anak dan tidak terbeban dengan kehadirannya, pasangan ini terkadang juga merasa putus asa dan menyerah terhadap keadaan sehingga mereka memilih untuk menghentikan usaha untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan anak retardasi mental tersebut. Tindakan behavioral disengagement yang dilakukan pasangan ini adalah tidak membawa anak tersebut untuk melakukan terapi jalan lagi karena tidak adanya keinginan dari anak sendiri untuk melanjutkan terapi itu dan juga subjek merasa anak tersebut sudah mengalami kemajuan dalam cara berjalannya. Selain itu, pasangan subjek ini merasa kesulitan dalam biaya pengobatan karena status ekonomi keluarga subjek termasuk dalam status ekonomi menengah ke bawah. Berikut pernyataannya :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 96
“...nah dari situ kami gak pernah lagi sampai sekarang bawa dia ke sana lagi...ke tempat terapi....ya kan gak ada hasilnya...sama aja...dibawa ke sana...dia gak mau diterapi...” (Lamp. S1-bpk., w2 no. 3 hal. 164) “..tapi kalau berobat gak lagi...bukannya apa...kita ini mikirin uangnya ya..” (Lamp. S1-ibu, w2 no. 4c hal. 188) Strategi emotion-focused coping yang terkahir adalah humor yaitu dengan membuat lelucon tentang stressor (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Anak retardasi mental tersebut sering melakukan tindakan-tindakan yang menurut mereka lucu dan aneh karena anak tersebut sering menirukan tingkah laku orang lain dengan lucu. Tingkah laku tersebut sering digunakan oleh pasangan ini untuk mengganggu anak tersebut ketika sedang merasa sedih dan dijadikan humor dalam keluarga sehingga baik anak maupun anggota keluarga yang lain menjadi terhibur. Berikut pernyataannya : “...kalau lihat adek nangis....nah itu suka ngikutin dia...diperagainnya...tapi kalau dia nangis...hahaha....gak sadar dia...gimana dia itu...hahaha.....suka kugangguin dia...kalau dia nangis...aku suka gangguin dia...meragain cara nangis adek yang suka diikutinnya...gak jadi nangis dia....hahaha....lucu lah pokoknya dia ini..” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 16 hal. 163) “...terus misalnya dia ini sudah diem aja...aku atau kakaknya suka becandain...suka maini dia ini...Dy, Dy...gimana Dy cara adek nangis...terus kakaknya langsung mraktekkin...ya terus Edy ikut mraktekkinnya juga....lucu kan jadinya liat tingkah anak dua itu...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 13 hal. 187) Selain kedua strategi di atas, pasangan subjek ini juga melakukan strategi seeking social support yang berupa usaha untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 97
mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati dari orang lain atau disebut dengan seeking emotional social support (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Ayah (1) lebih nyaman untuk berbagi cerita kepada sang istri mengenai masalah dan perkembangan yang dialami oleh anak mereka, sedangkan ibu (1) selain berbagi cerita dengan suami, ia juga sering curhat dengan ibuibu lain di YPAC yang sedang mengantar anak mereka sekolah ataupun kepada saudara-saudara terdekat. Pasangan ini memilih untuk tidak bercerita dengan masyarakat di sekitar rumah mereka karena mereka berpendapat bahwa masyarakat kurang memiliki pengetahuan mengenai penderita retardasi mental. Pasangan subjek ini menyatakan: “....palingan ya kalau sekarang ini kadang cerita sama ibunya kalau ada masalah sama Edy... ...bukan berarti kita sombong sama masyarakat sini...ya kita sama-sama tau kalau masyarakat sini juga kurang pendidikan..kurang pergaulan juga...” (Lamp. S1-bpk., w1 no. 15 hal. 163) “Kalau untuk sekarang ini cuma kadang-kadang aja...suka cerita sama adik-adik.. ...ya juga sekarang itu palingan suka cerita sama ibu-ibu yang di sekolah Edy itu..yang sama-sama waktu nganter anaknya sekolah...” (Lamp. S1-ibu, w1 no. 5 hal. 185) Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa pasangan ini mengalami stres ketika memiliki anak retardasi mental karena anak mengalami hambatan perkembangan motorik, komunikasi dan kognitif serta tidak dapat melakukan kegiatannya sehari-hari secara mandiri. Hal ini menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaan anak sehingga mereka berusaha mengatasi masalah tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 98
secara langsung, mengatasi respon emosional yang muncul dan mencoba
mencari
dukungan
moral
dari
orang
lain.
Dalam
menggunakan strategi coping tertentu, pasangan ini memanfaatkan sumberdaya yang mereka miliki seperti kondisi kesehatan yang baik, kemampuan dan sikap possitif terhadap masalah, dukungan dan kemampuan sosial yang cukup baik, tingkat pendidikan yang cukup tinggi, dan status ekonomi. Tiap usaha yang dilakukan oleh orangtua ini bertujuan agar mereka dapat menerima kehadiran anak retardasi mental sehingga tetap terjaga hubungan yang baik di tengah keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut skema dinamika psikologis strategi coping pasangan subjek 1:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 99 Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 39 1. IQ anak 39 2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 2. Anak mengalami keterlambatan perkembangan motorik 3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik 3. Anak mengalami gangguan perkembangan komunikasi 4. Anak mengalami gangguan dalam komunikasi sehari-hari 4. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis 5. Anak belum bisa mengurus kebutuhannya sendiri 5. Anak belum bisa mandiri sepenuhnya
Stres yang dialami oleh orangtua Ayah : Ibu : 1. Muncul perasaan prihatin dan khawatir 1. Muncul emosi negatif yaitu, perasaan sedih dan kesal 2. Adanya tuntutan dan perhatian khusus dalam pendidikan anak 2. Adanya tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kesehatan dan energi yang kuat untuk melakukan semua aktivitas dan tanggung jawabnya 2. Keyakinan dan sikap positif subjek dengan tidak menganggap masalah sebagai suatu kesulitan 3. Kemampuan yang cukup baik dalam mengekspresikan diri terhadap anak di masyarakat 4. Dukungan sosial, yaitu kehadiran istri yang selalu mendampinginya 5. Tingkat pendidikan STM 6. Usia yang tergolong usia produktif Ibu: 1. Kondisi fisik subjek yang sehat dan kuat 2. Keyakinan dan sikap positif subjek dalam menghadapi masalah keuangan 3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat 4. Dukungan sosial dari teman dan keluarga
Strategi coping Ayah : 1. Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. planning (merencanakan pembinaan anak secara intensif) c. restraint coping (menunda untuk membukakan usaha warung) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berdoa dan pasrah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (yakin akan adanya kelebihan di balik kekurangan anak) c. acceptance (menghadapi, menerima keadaan anak sesuai kemampuan dan tanpa perasaan minder) d. mental disengagement (bersikap santai, tidak terlalu fokus dan terbeban dengan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak membawa anak untuk melakukan terapi lagi kepada dokter) f. humor (menggunakan tingkah laku anak yang lucu sebagai hiburan) 3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan istri) Ibu : 1. Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan di YPAC) b. restraint coping (menunda untuk membuka usaha dagang, yaitu warung kecil-kecilan) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (berserah dan mendekatkan diri kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, berkeyakinan akan adanya kemudahan) c. acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah) d. focus on and venting of emotions (mencubit anak sebagai katarsis emosi) e. mental disengagemnet (melakukan pengalihan seperti tidur atau mendiamkan anak) f. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan untuk anak) g. humor (memanfaatkan tingkah laku yang lucu sebagai bahan hiburan) 3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita atau curhat dengan ibu-ibu di YPAC atau saudara)
Gambar 9. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 100
b.
Pasangan Subjek 2 Pasangan ini memiliki anak retardasi mental berat dengan IQ 36. Ibu (2) mengungkapkan bahwa anak tersebut mengalami gangguan perkembangan motorik, yaitu mengalami keterlambatan dalam berjalan, sedangkan ayah (2) mengatakan bahwa anak tersebut juga mengalami gangguan kesehatan dalam pernapasannya. Selain itu, pasangan ini juga mengatakan bahwa anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehingga sulit dimengerti orang lain. Anak ini juga mengalami kesulitan dalam perkembangan pendidikannya karena anak hanya mampu meniru dan tidak bisa membaca setelah ia lulus dari sekolah dasar luar biasa sehingga membuat orangtua merasa jenuh, putus asa dan terbeban dengan keadaan anak. Selain itu, anak retardasi mental ini juga membutuhkan tuntutan dan perhatian ekstra agar nantinya bisa melakukan aktivitasnya secara mandiri dan ibu (2) juga memiliki kekhawatiran dengan nasib masa depan anak retardasi mental tersebut. Situasi stres yang dialami orangtua ini mendorong mereka untuk dapat beradaptasi dengan situasi tersebut dengan menggunakan suatu usaha tertentu yang didukung dengaan adanya sumberdaya yang dimiliki orangtua. Pasangan subjek ini sama-sama memilih active coping dan restraint coping untuk mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres yang dialami. Active coping yang dilakukan oleh pasangan orangtua ini pada awalnya adalah dengan menyekolahkan anak di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 101
sekolah luar biasa. Namun, usaha tersebut tidak membuahkan hasil yang berarti sehingga mereka lebih memilih mendidik anak tersebut di rumah agar mampu melakukan pekerjaan sehari-hari dan tidak tergantung dengan pertolongan orang lain. Berikut pernyataan pasangan orangtua 2 : “...Kami tetap didik dia untuk mengerjakan tugas rumah tangga..kayak nyapu...nyuci piring...baju...walaupun itu cuma...ee...baru untuk dirinya sendiri. ..tapi sejak dia lulus kelas enam ya...kami istirahat dulu...gak kami lanjutin lagi...biar kami didik di rumah dulu...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 6a & 6c hal. 199-200) “Ya paling-paling sekarang itu cuma ngelatih dia supaya dia bisa ngelakuin kebutuhannya sendiri...kayak mandi...makan...pakai baju....cuci baju...membina dia lah supaya dia bisa sendiri...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 1 hal. 216) Walaupun pasangan orangtua ini tidak memfokuskan usaha pada masalah pendidikan formal, namun mereka tetap memperhatikan masalah perkembangan fisik dan kesehatan anak. Hal ini dikarenakan anak tersebut mengalami gangguan dalam sistem pernapasannya sehingga ayah (2) memiliki rencana untuk melakukan pengobatan untuk anak tersebut, sedangkan ibu (2) lebih ingin memeriksakan keadaan otak anaknya tersebut. Mereka menunda rencana tersebut hingga adanya waktu dan kesempatan karena terbentur dengan masalah biaya, walaupun sebenarnya mereka termasuk keluarga yang cukup mampu. Berdasarkan hasil observasi, pasangan ini juga mendapatkan pemasukan keuangan dari usaha kos yang mereka miliki. Penundaan rencana ini dikarenakan mereka juga sedang membutuhkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 102
biaya kuliah untuk anak pertama mereka Tindakan ini disebut dengan restraint coping. Berikut permyataan subjek : “Dia ini kan di pernapasannya itu agak tersumbat...jadi suka bunyi-bunyi krek...krek..gitu...kalau tenggorokannya dipegang...enggak...tapi dia bilang sakit...nah...itu nanti rencana kami bawa ke THT...pengobatan medis... tapi itu nanti...tunggu ada biayanya...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 4 hal.201) “....terus mau rekam otak juga...mau lihat otaknya gimana...apa ada penyempitan...atau ada apa...tapi belum kami lakukan...ya nanti lah kami usahain lagi...kalau sekarang masih mau mikir biaya kuliah kakaknya dulu...nanti kalau urusan kakaknya sudah selesai...baru mikir dia lagi...” (Lamp. S2-ibu., w2 no. 2 hal. 216) Selain mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut, pasangan orangtua ini juga berusaha untuk mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi stres. Secara umum, baik ayah maupun ibu melakukan tindakan-tindakan yang sama dalam emotionfocused coping ini. Keduanya sama-sama menyadari bahwa kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga merupakan cobaan dari Tuhan sehingga mereka hanya bisa pasrah dan menyerahkan keadaan anak kepada Tuhan serta tetap menunggu adanya kejaiban atau mukjizat dari Tuhan. Usaha ini disebut dengan turning to religion dimana pasangan ini meningkatkan kepercayaan keagamaan kepada Tuhan untuk mendapatkan kekuatan dan mampu berpikir positif. Pernyataan subjek 2 : “...kami sebagai orangtua...wajib berdoa...memohon kepada Allah supaya dia diberi kemudahan-kemudahan...syukursyukur kalau dia seperti anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 103
lain..beriman....bertakwa....ya...kami kembali lagi kepada Tuhan...kalau dia ini memang anugerah Tuhan...sudah suratan...takdir..” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 8a hal. 200) “...ah udah...sudahlah...bisa lah Tuhan...itu milik Dia...mungkin kan dia dilindungi Allah....dilindungi Tuhan...karena itu milik Dia....” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 3a hal. 214) Kekuatan dan kemampuan untuk berpikir positif merupakan sumberdaya yang dimiliki oleh pasangan ini untuk melakukan usaha coping yang lain, yaitu positive reinterpretation and growth. Dalam tindakan ini, pasangan orangtua mencoba berpikir positif dengan lebih mensyukuri setiap keadaan yang dihadapinya sekarang karena ia masih merasa beruntung bahwa anak tersebut masih mampu belajar untuk mandiri dibandingkan dengan anak-anak lain yang keadaannya lebih parah. Selain itu, mereka juga bisa belajar untuk menjadi orangtua yang lebih sabar sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik lagi. Pasangan orangtua ini menyatakan : “Kalau hikmahnya....kita ini...yah...harus banyak-banyak bersyukur ya....yang bisa saya jalankan...dengan adanya anak kami yang kurang sempurna ini...jadi kami harus banyak bersyukur...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 3a hal. 199) “...mungkin juga Dia nitip yang kayak gini karena aku sabar...kalau aku gak sabar mungkin sudah dari dulu kubunuh dia...jadi memang butuh ekstra....kesabaran buat ngurusinnya...Tuhan memang mau nitipin dia banget...rejeki kami juga meningkat juga...” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 3b hal. 214) Kedua usaha yang dilakukan pasangan ini dapat membantu mereka untuk lebih mudah menerima keadaan anak seutuhnya. Usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 104
yang digunakan adalah acceptance, yaitu suatu usaha untuk dapat menerima kenyataan dan keadaan yang dialami saat ini memang telah terjadi dan nyata (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Pasangan ini mencoba untuk memaklumi keadaan anaknya yang memang kurang mampu sehingga mereka tidak memaksakan keinginan mereka kepada anak tersebut. Oleh karena itu, pasangan ini mampu menerima keadaan dan kenyataan dengan ikhlas tanpa adanya perasaan malu karena hal ini memang sudah merupakan takdir. Pasangan subjek 2 mengungkapkan: “...kami terima aja...namanya anak...cobaan ya...itu anugerah Tuhan...walaupun yang bagaimanapun itu harus kita rawat...kita bina..namanya anak ya...kecewa juga gak...yang jelas sekarang ini kami terima....” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 5b hal. 199) “....karena kami tuh sudah bisa menerima...sudah banyak nasihat dari orang-orang tua yang bisa kami ambil sisi positifnya...jadi gak terbeban lagi....walaupun digimanain aja kan tetep aja anak...kalau mau dibuang juga...dia masih anak kami...gak bisa...pokoknya gak bisa disingkirkan...memang harus kita hadapi ya...gak bisa dijadikan beban...” (Lamp. S2ibu, w1 no. 8 hal. 215) Pasangan orangtua ini juga melakukan tindakan mental disengagement
dan
behavioral
disengagement.
Dalam
mental
disengagement, pasangan ini berusaha tidak memikirkan masalah anak retardasi mental itu lagi. Ayah (2) lebih memilih untuk bersikap santai dan tidak terlalu merasakan atau terbeban dengan keadaan anak, sedangkan ibu (2) lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain untuk mengalihkan perasaan negatifnya, antara lain dengan mengikuti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 105
pengajian bersama ibu-ibu lain di sekitar rumahnya. Kemampuan sosial yang dimiliki pasangan ini cukup baik sehingga membantu subjek untuk bisa bersosialisasi dengan masyarakat tanpa harus merasa malu dengan keadaan anak. Ayah (2) menyatakan : “...istilahnya gak begitu kami pikirin bener-bener...jadi...bisa dikatakan gak dirasakan....ibarat sakit itu gak dirasakan...dibawa enjoy gitu...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 1 hal. 201) Ibu (2) mengungkapkan : “Ya pelarianku sekarang ya sholat...pergi ngaji...itulah pelarianku...jangan sampai suntuk aja ya...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 4 hal. 216) Behavioral disengagement adalah tindakan coping yang menyerah dengan keadaannya sehingga menghentikan usaha untuk menghadapi masalah (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Pasangan ini sama-sama memilih untuk tidak melanjutkan pendidikan anak di sekolah luar biasa (SLB) sebagai bentuk dari behavioral disengagement. Mereka melakukan tindakan ini karena mereka merasa menyerah dan putus asa dengan perkembangan pendidikan anak mereka selama di SLB. Selain itu, ibu (2) juga merasa jenuh dengan keadaan dan rutinitas yang sudah dilakukannya selama bertahun-tahun. Berikut pernyataan subjek : “...tapi sejak dia lulus kelas enam ya...kami istirahat dulu...gak kami lanjutin lagi...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 6b hal. 200) “Kalau sekarang...sudah gak lagi...sudah capek...istirahat dulu...sekarang aku sudah pasrah...sudah gak aku apa-apain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 106
lagi dulu...istirahat dulu...ya mau gimana lagi...sudah dari umur satu tahun sampai sekarang sudah kuusahain semua...tapi gak ada perkembangan apa-apa....” (Lamp. S2ibu, w1 no. 9a hal. 215) Usaha yang dilakukan subjek berikutnya adalah humor. Usaha yang dilakukan subjek ini bertujuan untuk mengurangi stres yang dialami dengan membuat lelucon tentang stressor. Pasangan ini sering menggunakan ekspresi dan tingkah laku anak yang lucu untuk dijadikan bahan hiburan dalam keluarga agar anggota keluarga tidak merasa tertekan dan bisa menikmati keadaan yang dialami dengan baik. Berikut pernyataan subjek : “Kalau itu biasa...memang sering kami ajak ngobrol...sering dimain-mainin..itu biasa.... ekspresi marahnya itu lucu...jadi sering digangguin...dipake buat ngehibur dia...saya...ibunya...” (Lamp. S2-bpk., w2 no. 2 hal. 201) “Kalau itu banyak yang gangguin dia....jadiin itu kayak hiburan...biar dia terhibur juga kan...ketawa...dari omongan dia...tingkah laku dia kalau marah pas digangguin jadi bikin lucu...jadi aku juga sering gangguin dia....biar dia sedikit marah gitu kan...ekspresinya itu lucu...gak kayak anak normal lain...jadi seneng aja gangguin dia kayak gitu...” (Lamp. S2ibu, w2 no. 5 hal. 216) Strategi ketiga yang digunakan subjek adalah seeking social support, yaitu dengan berusaha mendapatkan dukungan moral dan pengertian dari orang lain. Ayah (2) lebih memilih berbagi cerita kepada keluarga-keluarga dekat yang sebelumnya sudah mengetahui keadaan anak terlebih dahulu, sedangkan ibu (2) memilih untuk sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama dengan dirinya. Berikut pernyataan ayah (2) :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 107
“...ya palingan kalau sekarang-sekarang ini sering ceritanya sama saudara....karena mereka kan tahu keadaan Sari...” (Lamp. S2-bpk., w1 no. 4 hal. 199) Ibu (2) menyatakan: “Paling-paling curhat...cerita...sama orang-orang yang samasama punya anak yang seperti itu...punya nasib yang sama...senasib sepenanggungan...” (Lamp. S2-ibu, w1 no. 7a hal. 215) Berdasarkan uraian, digambarkan bahwa orangtua mengalami stres ketika memiliki anak yang menderita retardasi mental berat dengan IQ 36. Anak mengalami hambatan perkembangan komunikasi dan kognitifnya sehingga ia mengalami kesulitan dalam pendidikan. Oleh karena itu, orangtua merasa putus asa dan menyerah terhadap keadaan anak karena mengkhawatirkan kehidupan masa depannya kelak. Untuk mengatasi masalah yang dihadapi tersebut, orangtua berusaha beradaptasi dengan mengatasi langsung permasalahan yang dihadapi, mengatur respon-respon emosi yang mucul dan juga mencari dukungan emosional dari orang lain. Semua usaha yang dilakukan ini juga dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki, antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan positif, kemampuan sosial yang baik, dukungan sosial dari orang lain, dan status ekonomi menengah ke atas. Usaha coping yang dilakukan oleh orangtua ini membantu supaya mereka dapat menerima kehadiran anak tersebut di dalam keluarga dan terciptanya hubungan yang baik antara orangtua, anak dan masyarakat. Berikut skema dinamika psikologis strategi coping pasangan subjek 2 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 108 Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 36 1. IQ anak 36 2. Anak mengalami hambatan perkembangan dalam 2. Anak mengalami kesulitan dalam pendidikan pendidikan 3. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 3. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 4. Anak mengalami gangguan perkembangan kesehatan pernapasan 4. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara
Stres yang dialami oleh orangtua Ayah : Ibu : 1. Merasa putus asa dengan pendidikan anak 1. Muncul perasaan jenuh, sedih dan terbeban 2. Perhatian ekstra untuk membina anak agar dapat melakukan 2. Tuntutan, perhatian dan dukungan ekstra untuk aktivitas secara mandiri anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan yang positif dengan mensyukuri keadaan yang dihadapi 3. Dukungan sosial, yaitu kehadiran keluarga dekat yang mengetahui pasti keadaan anak Ibu: 1. Keadaan kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan akan kemudahan rejeki dan sikap yang positif terhadap kehadiran anak 3. Memiliki kemampuan sosial yang cukup baik 4. Dukungan sosial, yaitu adanya orangtua lain yang bernasib sama
Strategi coping Ayah : 1. Problem-focused coping a. active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. restraint coping (menunda melakukan pengobatan untuk pernapasan anak) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (menganggap keadaan ini sebagai cobaan dari Tuhan, berserah kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur atas keadaan anak) c. acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi keadaan anak) d. mental disengagement (bersikap santai dan tidak fokus dalam memikirkan masalah ini) e. behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. humor (tingkah laku anak yang lucu digunakan sebagai bahan hiburan keluarga) 3. Seeking social support a. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan keluarga dekat yang mengetahui keadaan anak) Ibu : 1. Problem-focused coping a. active coping (mendidik anak di rumah, fokus pada perkembangan gizi anak) b. restraint coping (menunda untuk memeriksakan keadaan otak anak karena terbentur biaya) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) b. positive reinterpretation and growth (belajar menjadi lebih sabar dan lebih baik) c. acceptance (tidak malu mengakui keadaan anak, menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya) d. mental disengagement (mengikuti pengajian untuk mengalihkan perhatian dari masalah tersebut) e. behavioral disengagement (menghentikan pendidikan anak di SLB, menghentikan mengumpulkan berbagai f. informasi) g. humor (ekspresi anak yang lucu dijadikan humor dalam keluarga) 3. Seeking social support a. seeking emotional social support (sharing dengan orangtua lain yang memiliki nasib yang sama)
Gambar 10. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 109
c. Pasangan Subjek 3 Anak retardasi mental yang dimiliki pasangan ini memiliki IQ 34 dan sekarang sedang menempuh pendidikan di sekolah menengah luar biasa (SMA-LB). Anak retardasi mental tersebut mengalami kesulitan dalam berkomunikasi sehari-hari yang sulit untuk dimengerti orang lain. Selain itu, ibu (3) juga mengungkapkan bahwa kemampuan anak untuk memahami sesuatu sangat rendah. Walaupun anak sekolah, anak masih megalami hambatan dalam pendidikannya. Anak tersebut belum mampu membaca dan menulis tanpa adanya contoh. Hal ini membuat mereka mengalami perasaan sedih, minder, kecewa dan cemas dengan keadaan anak yang sangat berbeda dengan keadaan anak normal lainnya. Oleh karena itu, mereka juga berusaha untuk mengatasi perasaan yang dialami supaya mereka mampu menerima keadaan anak dan meningkatkan kemampuan anak retardasi mental tersebut di bidang yang disukai anak tersebut. Pasangan orangtua ini melihat bahwa anak mereka memiliki kekurangan dalam kemampuan kognitifnya sehingga sampai saat ini mereka tetap menyekolahkan anak di sekolah luar biasa. Usaha pasangan ini disebut dengan active coping dimana mereka berusaha untuk mengatasi masalah pendidikan anak secara langsung, baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan informal di rumah yang berupa usaha mengajarkan dan membimbing mengenai hal-hal yang baik dan buruk. Usaha mereka untuk memberikan pendidikan formal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 110
bagi anak juga merupakan suatu usaha untuk menyenangkan hati anak karena anak tersebut sebenarnya juga memiliki keinginan yang sangat besar untuk sekolah. Hal tersebut dilakukan oleh pasangan ini sematamata untuk mengurangi perasaan sedih yang mereka alami. Selain itu juga, ayah (3) menganggap bahwa melalui sekolah standar kehidupan anaknya akan meningkat nantinya. Berikut pernyataan subjek : “Ya...itu...untuk sekarang ini nyekolahin dia ke SLB ya...tapi sampai sekarang saya masih mau lihat perkembangannya nanti sampai SMA nanti di SLB nanti...apa kegiatan yang bisa dikerjakan oleh Bambang....” (Lamp. S3-bpk., w1 no. 5a & 5b hal. 227) “....karena ibu kan merasa iba sama dia....jadi semampumampu ibu...pokoknya ibu usahain supaya jiwanya itu gak kecewa...ada yang bilang untuk apa dia disekolahkan...kan ngabisin biaya....bakal gak...jadi orang juga enggak...tapi ibu enggak...tetap ibu sekolahkan dia sampai sekarang...karena dia inginnya itu sekolah...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 1 hal. 240) Pernyataan ibu (3) untuk mengatasi masalah pendidikan dan daya tangkap anak yang rendah juga didukung oleh pernyataannya berikut : “...ibu selalu usaha terus siang malam..untuk menghidupi Bambang...ibu lakukan untuk Bambang..untuk menambah daya tangkapnya...ibu masukkan dia ke SLB sampai sekarang ini...itu termasuk usaha ibu...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 8 hal. 241) Usah active coping yang mereka lakukan ini didukung dengan adanya kondisi fisik yang sehat. Hasil observasi menunjukkan bahwa walaupun ayah (3) sudah berusia 60 tahun, ia tetap terlihat sehat dan gagah. Kemudian Active coping yang dilakukan oleh pasangan ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 111
mendorong mereka untuk melakukan perencanaan lebih lanjut demi perkembangan anak. Mereka memiliki keinginan dan perencanaan yang sama terhadap perkembangan pendidikan anak agar mereka dapat menetapkan usaha selanjutnya. Mereka selalu memperhatikan dan mengikuti perkembangan pendidikan anak di SMA-LB sehingga mereka memutuskan langkah atau tindakan untuk memfokuskan anak pada bidang olahraga. Mereka mengambil langkah tersebut karena mereka melihat bahwa selama mengikuti pendidikan di SLB, anak tersebut mengalami perkembangan yang cukup baik di bidang olahraga. Berikut pernyataan subjek : “...jadi saya selalu mengikuti jejak dari sekolahan...apa yang ditentukan sekolahan...apakah mau di olahraga atau mau jadi pertukangan...atau mau jadi apa...itu kan di sekolahannya kan yang tentukan....” (Lamp. S3-bpk., w2 no 3 hal. 228) “...jadi kalau umpama Bambang ini habis dari SMA...yang sekolah SLB ini kata beliau ada lagi yang penyambungnya....apa di olahraga...apa di mana kan...karena Bambang ini ibu lihat...terfokusnya di olahraga... jadi mungkin rencananya lebih akan difokuskan ke olahraga...” (Lamp. S3-ibu, w1 no 11 hal. 241). Selain itu, subjek 3 (ibu) juga memiliki rencana untuk menitipkan anak retardasi mental tersebut kepada anak-anaknya yang lain. Hal tersebut dilakukannya untuk mengantisipasi kekhawatirannya terhadap kehidupan masa depan anak. Subjek 3 (ibu) mengungkapkan : “...anak ibu yang lain kan juga sudah dewasa...jadi sudah dibilangin kalau umpama nanti ibu gak ada....adek kamu ini pelihara...jadi ibu sudah titipin ke kakak-kakaknya...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 5b hal. 240)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 112
Tindakan problem-focused coping
lainnya
yang
juga
termasuk dalam salah satu usaha yang dilakukan subjek adalah suppression of competing activities dimana subjek mengurangi perhatian
atau
mengesampingkan
aktivitas
lain
agar
lebih
berkonsentrasi pada usaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Pasangan subjek ini merasa bahwa memiliki anak retardasi mental masih merupakan beban karena pasangan tersebut memikirkan nasib masa depan anaknya kelak. Ayah (3) cenderung memfokuskan usaha pada perkembangan pendidikan anak untuk mengurangi beban dan mengatasi masalah yang dialaminya tersebut, sedangkan ibu (3) saat ini cenderung masih merasa terbeban dengan memikirkan masalah anak retardasi mental tersebut. Ibu (3) lebih memikirkan kehidupan masa depan anaknya kelak sehingga usaha atau kegiatan yang dilakukannya saat ini hanya untuk mempersiapkan kehidupan masa depan anaknya tersebut. Ayah (3) mengungkapkan: “Iya...ke sekolahannya...Karya Ibu...karena saya perhatikan di sana tuh kalau dia sudah menginjak SMA ini sudah ada kegiatan-kegiatan yang untuk di sekolahan...jadi saya perhatikan dulu sampai dimana....apa kegiatan yang dapat dipahaminya ini...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 6 hal. 229) Ibu (3) menyatakan : “...iya...sudah menjadi beban...maksudnya itu....ibu kepikiran bagaimana dia kalau ibu tinggal meninggal nanti...gitu...jadi bebannya itu lebih ke mikir bagaimana masa depannya dia... jadi beban ibu...jadi ibu sekarang berusaha apa yang ibu kerjakan itu cuma untuk Bambang...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 4 hal. 240)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 113
Selain itu, ibu (3) juga melakukan restraint coping, yaitu coping secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat (Carver, Scheier, & Weintraub dalam MacArthur dan John, 1998). Ibu (3) melakukan restraint coping dengan menunggu waktu yang tepat dimana ia memiliki rencana untuk memfokuskan kegiatan anak retardasi mental tersebut dalam bidang olahraga. Subjek menunggu waktu hingga anaknya tersebut lulus dari SMA-LB terlebih dahulu. Setelah anak tersebut lulus, rencana tersebut baru bisa dilaksanakannya sehingga subjek terus memantau perkembangannya dengan selalu meminta saran dari pihak sekolah. Berikut pernyataan subjek: “...karena Bambang belum lulus kan..nanti dimusyawarahkan lagi ibu gurunya pada saya...karena Bambang ini fokusnya olahraga...jadi nunggu setelah dia lulus SMA dulu baru rencana itu dilakukan...” (Lamp. S2-ibu, w2 no. 5 hal. 242) Pasangan orangtua ini juga berusaha mengatasi stres mereka dengan mengatur respon-respon emosional yang muncul. Pasangan ini sama-sama
melakukan
reinterpretation
and
usaha growth,
turning
to
acceptance
religion, dan
positve
behavioral
disengagement. Pasangan ini hanya pasrah dan berserah kepada Tuhan untuk mengurangi beban dan menyadari bahwa keadaan yang dialami sekarang merupakan kodrat dari Tuhan sehingga mereka berusaha terus meningkatkan keimanan mereka melalui doa dan banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 114
mensyukuri
keadaan
yang
dialami.
Pasangan
subjek
ini
mengungkapkan : “...kalau sedih itu pasti ya sampai sekarang...cuma itu saya kembalikan lagi ke Yang Maha Kuasa...karena setiap kejadian di muka bumi ini, khususnya kepada hambaNya itu..tergantung dengan Yang Maha Kuasa...jadi saya..untuk menyadarkan diri saya...kembalinya kepada Yang Maha Kuasa....ya sudahlah...saya pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa apa yang mau terjadi...biarlah Dia yang menentukan...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 1 hal. 228) “..jadi sekarang ibu selalu berdoa kepada Tuhan...supaya Bambang ini ada perubahan... ibu sering sembahyang...berdoa...supaya Bambang itu....ya walaupun kayak gitu...dia bisa mengerti lah...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 6b hal. 240) Selain merasakan peningkatan dalam hal keimanan, pasangan orangtua ini juga bisa mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi stres yang dialami. Mereka mencoba untuk melakukan interpretasi ulang dan memandang situasi stres yang ditimbulkan oleh anak yang menderita retardasi mental tersebut secara positif. Ayah (3) mencoba mengambil hikmah dengan percaya bahwa akan adanya keajaiban dan kelebihan lain yang dimiliki oleh anak, sedangkan ibu (3) berpikir positif bahwa anak tersebut mendatangkan rejeki tersendiri sehingga ia tidak pernah mengalami kekurangan atau kesulitan. Ayah (3) menyatakan : “...Bambang ini ada suatu keajaiban....dia memang ada kelebihan..” (Lamp. S3-bpk., w1 no. 6a hal. 227)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 115
Ibu (3) mengungkapkan : “...karena kehadiran Bambang ini ya..walaupun hidup saya susah...tapi gak susah...jadi hikmahnya dengan adanya Bambang ini ya....saya merasa hidup saya ini gak pernah kurang....jadi walaupun Bambang ini bodoh...walaupun Bambang ini dibilang orang gak ngerti...tapi kehidupan ibu itu cukup...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 7 hal. 241) Keyakinan positif dalam menghadapi masalah yang dimiliki pasangan ini membantu mereka dalam proses penerimaan terhadap kehadiran anak selanjutnya. Walaupun pasangan ini merasa sedih dan kecewa serta memiliki keinginan agar anak tersebut bisa sama seperti anak lain, mereka tetap berusaha menyadari dan menerima keadaan anak apa adanya karena kenyataan yang mereka hadapi saat ini memang sudah terjadi dan nyata. Pasangan ini menyatakan : “....karena saya sudah menerima dia apa adanya ya...sudah mengerti keadaan dia....” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 8 hal. 229) “...namanya anak kan...gak bisa buang...biarpun jelek kata orang....bagus kata ibu...ya sekarang apa adanya ibu terima...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 3 hal. 240) Tindakan behavioral disengagement yang dilakukan oleh pasangan orangtua ini adalah dengan menghentikan usaha pengobatan, baik pengobatan medis maupun alternatif untuk anak retardasi mental tesebut. Hal tersebut dilakukan subjek karena mereka merasa bahwa usaha tersebut tidak menghasilkan perubahan yang berarti bagi perkembangan anak. Selain itu juga, hal ini dipengaruhi oleh adanya kendala keuangan karena mereka termasuk keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Keadaan ini didukung oleh hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 116
observasi terhadap tempat tinggal subjek dimana subjek tinggal di kawasan yang terbilang agak kumuh dengan status ekonomi sebagian besar penduduknya adalah menengah ke bawah. Berikut peryataan subjek : “Iya..iya...sementara waktu ini semua usaha...kegiatan...itu diputuskan dulu....dihentikan dulu...baik kegiatan secara medis maupun secara ini apa...nasihat melalui paranormal....karena pertimbangan saya...selain dia ini sudah dewasa ya...terus saya perhatikan dari kecil...dari SD...sudah bapak usahakan itu...gak ada keberhasilan ya kan...” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 5 hal. 228) “...ibu sudah gak ke dokter lagi... karena ibu gak tau..dokter apa yang khusus untuk Bambang ini...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 14 hal. 242) Seiring perjalanan waktu, ayah (3) juga melakukan mental disengagement dengan tidak terbeban dan tidak merasakan adanya keluhan yang cukup serius berkaitan dengan kehadiran anak retardasi mental tersebut. Hal ini disebabkan karena subjek sudah memahami kondisi kejiwaan anak sehingga usaha yang subjek lakukan sekarang hanya
berfokus
pada
kegiatan
yang
disukai
anak.
Berikut
pernyataannya: “Kalau untuk sekarang gak ada...karena saya sudah sangat mengerti kan dari segi kejiwaannya...dari segi tingkah lakunya....jadi gak ada masalah yang serius buat saya......dan gak jadi beban..” (Lamp. S3-bpk., w2 no. 2 hal. 228) Selain problem-focused coping dan emotion-focused coping, subjek 3 (ibu) juga melakukan strategi seeking social support, sedangkan subjek 3 (ayah) tidak menggunakan strategi ini. Subjek 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 117
(ibu) berusaha untuk meminta saran dan informasi dari kepala sekolah di SLB untuk melihat dan mengikuti perkembangan anak. Usaha ini disebut
dengan
seeking
instrumental
social
support.
Berikut
pernyataan subjek: “ ...ibu sekarang selalu minta saran dari kepala sekolah SLB...karena beliau lah yang tau jurusan untuk Bambang ini selanjutnya...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 10 hal. 241) Ibu (3) juga memanfaatkan kehadiran teman-temannya sebagai tempat berbagi cerita sehingga ibu (3) melakukan seeking emotional social support. Ibu (3) sering curhat atau berbagi cerita kepada sahabat dekat atau anaknya yang lain untuk mengurangi beban dan subjek merasa lebih puas. Berikut pernyataannya: “ ...kalau gak diungkapin kayaknya ngerasainnya berat..jadi komunikasi dengan teman...mengenai tanggapan teman...jadi bisa meringankan...apa.... mengurangi beban...kayaknya kalau gak dibilang itu..rasanya di dalam itu dongkol...jadi diungkapkan dengan teman...kadang-kadang juga dengan anak saya...jadi puas rasanya kalau sudah diungkapin...” (Lamp. S3-ibu, w1 no. 13 hal. 241) Berdasarkan gambaran tersebut disimpulkan bahwa pasangan subjek ini juga mengalami situasi stres ketika memiliki anak retardasi mental karena anak mereka memiliki IQ 34 dan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Selain itu, anak tersebut juga mengalami kekurangan dalam hal pemahaman dan daya tangkapnya terhadap sesuatu. Oleh karena itu, mereka merasa sedih, kecewa, minder dan putus asa terhadap keadaan anak serta harus menghadapi berbagai tuntutan baru dalam hidup, namun mereka berusaha untuk beradaptasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 118
dan mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan anak retardasi mental tersebut. Adaptasi itu mereka lakukan dengan menggunakan problem-focused coping, emotion-focused coping dan khusus bagi ibu (3), ia juga menggunakan seeking social support sehingga pasangan orangtua 3 ini mampu menjalani kehidupan mereka seperti semula dan tidak mengalami masalah dalam hubungannya dengan anak maupun dengan masyarakat sekitar. Pasangan ini juga memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki seperti kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap yang positif, standar kehidupan yang tinggi, dan dukungan sosial dari orang lain. Berikut skema dinamika psikologis strategi coping pasangan subjek 3 :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 119 Kehadiran anak retardasi mental berat sebagai stressor Ayah : Ibu : 1. IQ anak 34 1. IQ anak 34 2. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi 2. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi 3. Kurangnya kemampuan pemahaman dan daya tangkap anak
Stres yang dialami oleh orangtua Ibu : 1. Muncul perasaan sedih, minder, kecewa, cemas dan kasihan kepada anak 2. Tuntutan, perhatian dan dukungan ekstra dalam pendidikan, 2. Perhatian dan pembinaan ekstra dalam merawat anak khusunya di bidang olahraga 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak Ayah : 1. Muncul perasaan sedih dan putus asa
Sumberdaya coping Ayah : 1. Kondisi fisik dan kesehatan baik 2. Keyakinan yang positif akan adanya keajaiban 3. Standar kehidupan yang tinggi Ibu: 1. Kesehatan yang baik dan energi yang kuat 2. Keyakinan dan sikap yang positif dalam menerima keadaan 3. Dukungan sosial yang berasal dari sahabat ataupun anak
Strategi coping Ayah : 1. Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (mengikuti perkembangan olahraga anak di SLB untuk menentukan langkah selanjutnya) c. suppression of competing activities (memfokuskan diri pada perkembangan pendidikan anak) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan, meningkatkan kepercayaan akan adanya mukjizat) b. positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban dan kelebihan lain yang dimiliki anak) c. acceptance (menerima kenyataan yang sudah terjadi) d. mental disengagement (tidak adanya beban dan tidak memfokuskan usaha untuk mengatasi kondisi anak) e. behavioral disengagement (menghentikan pengobatan secara medis maupun alternatif) Ibu : 1. Problem-focused coping a. active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. planning (berencana akan tetap melanjutkan pendidikan anak) c. suppression of competing activities (fokus pada masalah masa depan anak) d. restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga) 2. Emotion-focused coping a. turning to religion (pasrah menerima kodrat dan terus berdoa) b. positive reinterpretation and growth (tidak pernah mengalami kesulitan dan kekurangan) c. acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang terjadi) d. behavioral disengagement (tidak pernah membawa anak ke dokter lagi) 3. Seeking social support a. seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) b. seeking emotional social support (berbagi cerita dengan sahabat ataupun anak yang lain)
Gambar 11. Dinamika Psikologis Strategi Coping Pasangan Subjek 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 120
3. Gambaran Menyeluruh tentang Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental Berdasarkan
hasil
pembahasan
penelitian
di
atas
dapat
digambarkan bahwa subjek yaitu para orangtua yang memiliki anak retardasi mental berat secara umum mengalami situasi stres karena kehadiran anak retardasi mental berat. Menurut Supratiknya (1995) dan Wenar & Kerig (2000), penderita retardasi mental berat memiliki IQ 25-39 dan sering disebut “dependent retarded” atau penderita lemah mental yang tergantung, namun dapat dilatih melakukan tugas-tugas sederhana. Untuk hal-hal yang lebih kompleks mereka sangat tergantung pada pertolongan orang lain. Penderita memiliki kemampuan yang terbatas dalam kemampuan akademis, walaupun mereka dapat menggunakan bahasabahasa yang sangat sederhana serta perkembangan motorik dan bicara mereka masih sangat terbelakang. Anak retardasi mental berat yang dimiliki oleh para orangtua tersebut secara umum memiliki kemampuan yang terbatas dalam kemampuan kognitifnya. Dalam hal ini, anak tersebut belum mampu untuk membaca dan menulis. Selain itu, mereka juga mengalami hambatan dalam perkembangan motoriknya, terutama perkembangan dalam berjalan dan berkomunikasi. Hal tersebut mengakibatkan anak belum mampu untuk melakukan aktivitasnya sendiri dan juga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Keadaan anak dengan keterbatasan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 121
seperti tersebut di atas menuntut orangtua untuk memberikan pendidikan dan perawatan ekstra yang berbeda dengan anak yang normal lainnya. Peristiwa ini membuat orangtua merasa tertekan dan terbeban dengan kehadiran mereka sehingga muncul emosi-emosi negatif, seperti perasaan sedih, kecewa, kesal, prihatin, minder dan cemas. Hal ini seperti yang diungkapkan Zautra (dalam Passer dan Smith, 2004) yang mendefinisikan stres sebagai respon terhadap suatu peristiwa yang ditandai dengan munculnya emosi-emosi negatif. Selain itu, para orangtua juga harus memberikan tuntutan dan perhatian ekstra terhadap keadaan perkembangan
anak,
terutama
perkembangan
pendidikannya
dan
kehidupan masa depan anak kelak. Hal ini dikarenakan anak retardasi mental tersebut sangat terbatas dalam perkembangan kognitifnya dan juga untuk melakukan aktivitas harian mereka bergantung pada pertolongan orang lain. Sebagai contoh kecil, anak retardasi mental tersebut harus diingatkan dan diawasi terus-menerus dalam melakukan aktivitasnya. Berbagai situasi baru yang harus dihadapi para orangtua ini menyebabkan stres pada mereka sehingga mereka berusaha untuk beradaptasi dengan keadaan itu agar dapat mengurangi berbagai masalah dan perasaan negatif untuk dapat mencapai keadaan yang nyaman lagi dan mereka dapat melanjutkan kehidupan normal mereka dengan menerima sepenuhnya kehadiran anak retardasi mental tersebut. Usaha yang dilakukan oleh orangtua tersebut disebut dengan strategi coping yaitu suatu usaha yang spesifik, baik perilaku maupun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 122
psikologis, yang digunakan seseorang untuk mengontrol, bertoleransi, mengurangi atau menurunkan situasi stres (MacArthur dan John, 1998). Para orangtua tersebut menggunakan berbagai macam tindakan strategi coping untuk mengatasi dan menghadapi situasi stres yang dialami. Pada umumnya, semua subjek menggunakan usaha problem-focused coping yang berupa usaha untuk menghadapi dan mengatasi langsung tuntutan dari situasi stres tersebut atau faktor-faktor yang menyebabkan stres (Passer dan Smith, 2004). Keterbatasan dalam pendidikan dan kekhawatiran terhadap masa depan anak ini merupakan hal-hal yang menjadi tuntutan utama bagi orangtua. Oleh karena itu, seluruh subjek menggunakan problem-focused coping dengan melakukan tindakan secara aktif (active coping). Active coping yang dilakukan subjek ini lebih mengarah pada usaha dalam perkembangan pendidikan anak retardasi mental sehingga subjek memilih SLB dan YPAC sebagai salah satu sarana yang dapat membantu perkembangan anak. Walaupun subjek berasal dari keluarga yang kurang mampu, tetapi mereka tetap giat dalam bekerja untuk memenuhi tuntutan biaya pendidikan. Hal ini tentunya didukung dengan kondisi fisik subjek yang sehat dan tidak ada keluhan sakit yang serius. Hasil observasi terhadap masing-masing subjek menunjukkan bahwa kesehatan fisik mereka tergolong dalam keadaan yang sehat. Selain itu, subjek juga mendidik dan membina anak di rumah supaya bisa melakukan tugas sehari-harinya secara mandiri serta mampu mengetahui mengenai hal-hal yang baik dan buruk. Tindakan aktif ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 123
didukung dengan adanya perencanaan lebih lanjut oleh ayah (1), dan pasangan orangtua 3. Perencanaan yang dibuat oleh masing-masing subjek berupa langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi stres mereka. Perencanaan tersebut antara lain berupa usaha-usaha yang akan dilakukan agar anak tidak tertinggal dalam hal pendidikan, seperti usaha dalam memberitahu anak tentang hal-hal yang baik dan buruk, mengajari anak untuk melakukan hal-hal sederhana, mendidik dalam pergaulan dan sopan santun serta mengajari membaca dan menulis. Selain itu, subjek juga terus mengikuti perkembangan anak di sekolah secara bertahap. Hal tersebut dijadikan patokan subjek untuk menentukan langkah yang akan dilakukan selanjutnya, yaitu memfokuskan aktivitas anak pada suatu bidang yang spesifik. Untuk melakukan usaha ini, subjek memanfaatkan tingkat pendidikan dan standar kehidupan yang cukup tinggi karena mereka berpendapat bahwa dengan memberikan pendidikan khusus bagi anak tersebut maka dapat membantu anak untuk mempersiapkan kehidupan yang sedikit layak untuk masa depannya. Masalah anak retardasi mental ini pada awalnya menimbulkan beban yang cukup berat pada pasangan orangtua 3 sehingga subjek lebih memfokuskan usaha pada masalah perkembangan pendidikan dan nasib masa depan anak. Oleh karena itu, usaha atau kegiatan yang dilakukan subjek saat ini hanya untuk mempersiapkan kehidupan masa depan anak retardasi mental tersebut. Namun, pada akhirnya ayah (3) menjadi tidak terlalu terbeban karena ia telah memahami kondisi kejiwaan anak. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 124
menyebabkan subjek tidak terlalu memikirkan masalah anak ini lagi dan ia hanya melanjutkan usaha pada perkembangan pendidikan anak. Tindakan problem-focused coping lainnya yang dilakukan hampir semua orangtua adalah restraint coping. Secara umum, subjek menahan diri untuk melakukan usaha atau rencana yang dimiliki hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Pasangan subjek 1 masih menunggu waktu untuk membuka usaha warung kecil-kecilan untuk anak mereka tersebut hingga anak sudah mampu membaca dan menulis. Pasangan subjek 2 cenderung merencanakan
ingin
melakukan
pengobatan
bagi
anak
untuk
memeriksakan bagian pernapasan dan keadaan otak anak. Rencana yang dimiliki subjek ini masih tertunda atau belum terlaksana karena terbentur dengan kesulitan biaya pengobatan. Ibu (3) masih menunggu anak untuk lulus SMA-LB agar rencana memfokuskan anak dalam bidang olahraga bisa terlaksana suatu saat nanti. Selain problem-focused coping, subjek juga menggunakan usaha emotion-focused coping dalam mengatasi dan mengatur respon-respon emosional yang muncul akibat situasi yang menimbulkan stres (Passer dan Smith, 2004). Secara keseluruhan, ketiga pasang subjek menggunakan usaha turning to religion dengan meningkatkan kepercayaan mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa dan bersikap pasrah serta menyerahkan semua keadaan yang dialami kepada Tuhan. Ketiga pasang subjek juga menyikapi masalah yang mereka hadapi dengan berusaha untuk berpikir positif dan mengambil hikmah dari kejadian yang dialami. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 125
semua subjek cenderung memilih untuk berpikir positif, mensyukuri setiap keadaan yang dialami, dan belajar menjadi orangtua yang lebih sabar dan lebih baik lagi. Subjek juga merasa bahwa dengan kehadiran anak retardasi mental tersebut, subjek tidak merasa kesulitan ekonomi secara berlebihan sehingga subjek menganggap bahwa kehadiran anak memberikan rejeki tersendiri dalam keluarga. Subjek juga yakin bahwa di balik semua kekurangan anak retardasi mental tersebut, pasti akan ada kelebihan dan keajaiban lain yang dialami anak. Dalam hal ini, subjek memanfaatkan keyakinan dan sikap positif yang mereka miliki dalam menghadapi suatu masalah. Kesadaran dan pemikiran yang positif ini juga mendukung subjek untuk dapat menerima kehadiran dan keadaan anak retardasi mental apa adanya walaupun terkadang mereka masih merasa sedih atau kecewa. Penerimaan terhadap keadaan yang telah terjadi secara nyata ini berupa sikap menyadari, menerima, dan memaklumi keadaan anak sehingga orangtua tidak bisa memaksakan keinginannya kepada anak tersebut dan mampu
bersikap
Keseluruhan
pasrah
subjek
dalam
juga
proses
menggunakan
penerimaan
selanjutnya.
tindakan
behavioral
disengagement setelah selama ini mereka melakukan berbagai usaha demi perkembangan anak tersebut. Behavioral disengagement adalah suatu sikap menyerah terhadap keadaan dengan mengurangi atau menghentikan usaha untuk menghadapi masalah. Pada umumnya, ketiga pasang subjek cenderung tidak melanjutkan usaha pengobatan medis maupun alternatif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 126
untuk perkembangan anak. Namun, pasangan subjek 2 juga tidak melanjutkan pendidikan anak di sekolah. Ketiga pasang subjek tersebut menghentikan usaha-usaha mereka karena para subjek merasa putus asa karena tidak ada perubahan atau perkembangan yang dialami oleh anak retardasi mental tersebut. Selain usaha behavioral disengagement, pasangan orangtua 1 dan 2 serta ayah (3) memilih tindakan mental disengagement dimana subjek berusaha untuk tidak memikirkan masalah anak retardasi mental tersebut secara mendalam. Masing-masing subjek merasa bahwa kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga bukan sesuatu yang sangat membebani sehingga subjek tidak merasakan adanya keluhan yang muncul dan berusaha untuk bersikap santai dalam menjalani keadaan yang dihadapi. Selain itu, ibu (1) dan (2) memilih untuk mendiamkan atau tidur dan melakukan kegiatan lain seperti pengajian supaya perasaan kesal atau beban yang dialami dapat sedikit berkurang. Pasangan subjek 1 dan 2 juga mengambil tindakan humor untuk mengatasi situasi stres tersebut. Secara umum, masing-masing subjek menggunakan tindakan tersebut karena subjek merasa senang melihat tingkah laku-tingkah laku yang lucu dari anak tersebut. Tingkah laku anak yang lucu tersebut pada akhirnya sering dijadikan subjek sebagai bahan untuk bercanda dalam keluarga. Selain tindakan-tindakan tersebut, ibu (2) juga memilih focus on and venting of emotions. Tindakan tersebut dilakukan subjek dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 127
bersikap mendiamkan atau mencubit anaknya yang retardasi mental sebagai bentuk dari pelampiasan emosinya ketika merasa kesal atau sedih. Usaha seeking social support juga digunakan oleh para subjek untuk mencari bantuan dan dukungan emosional kepada orang lain dalam situasi stres (Passer dan Smith, 2004). Ibu (3) menggunakan usaha seeking instrumental social support dengan selalu meminta saran dan informasi dari kepala sekolah di SLB untuk mengikuti perkembangan anak tersebut nantinya. Seeking emotional social support digunakan oleh pasangan subjek 1, pasangan subjek 2, dan ibu (3). Usaha ini berupa usaha untuk mendapatkan dukungan moral, pengertian, dan simpati dari orang lain. Secara umum, masing-masing subjek tersebut cenderung untuk berbagi cerita atau curhat dengan teman-teman dan keluarganya. Mereka memilih untuk menggunakan usaha ini karena mereka menyadari akan pentingnya kehadiran orang lain yang sangat berguna untuk membantu mengurangi beban dan perasaan sedih yang dialami. Ketiga pasang subjek memilih menggunakan strategi coping tertentu karena didukung dengan sumberdaya yang dimiliki masingmasing orangtua. Menurut Lazarus dan Folkman (dalam Huffman, Vernoy dan Vernoy, 1997), sumberdaya yang dapat dimanfaatkan dalam mengatasi stres secara efektif antara lain kesehatan dan energi, keyakinan yang positif, internal locus of control, kemampuan dan dukungan sosial, sumberdaya material. Selain itu beberapa variabel yang ada dalam individu seperti usia, tingkat pendidikan, dan standar kehidupan juga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 128
dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam mengatasi stres (Smet, 1994 ; Cohen & Edward, 1989 dan Moos, 1995; dalam Taylor, 1999) . Dalam penelitian ini, ketiga pasang orangtua secara umum memanfaatkan kondisi kesehatan mereka yang cukup baik, keyakinan dan sikap positif dalam menerima dan menghadapi masalah, dukungan sosial dari keluarga dan orang-orang terdekat serta kemampuan sosial yang cukup baik yang dimiliki oleh pasangan subjek 1 dan 2 dalam menempatkan diri di masyarakat untuk mengatasi stres yang dialami secara efektif. Usia produktif dan tingkat pendidikan yang dimiliki ayah (1) merupakan salah satu sumberdaya yang dimanfaatkannya untuk mengatasi stres serta strategi coping yang dipilih ayah (3) juga dipengaruhi oleh standar kehidupannya yang tinggi terhadap kehidupan. Berikut skema gambaran menyeluruh strategi coping orangtua yang memiliki anak retardasi mental :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
Keadaan Anak Retardasi Mental Berat Orangtua 1:
Orangtua 2:
Orangtua 3:
1. IQ anak 39 * 2. Anak mengalami kesulitan membaca dan menulis * 3. Anak mengalami gangguan perkembangan motorik * 4. Anak mengalami hambatan dalam berkomunikasi * 5. Masih bergantung pada pertolongan oranglain untuk mengurus kebutuhan sehari-harinya * 6. Tidak adanya gangguan kesehatan secara khusus
1. IQ anak 36 * 2. Anak mengalami hambatan dalam pendidikan, belum bisa membaca dan menulis * 3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara * 4. Anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi* 5. Sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri, tidak sepenuhnya bergantung pada pertolongan orang lain 6. Anak mengalami gangguan kesehatan pernapasan *
1. IQ anak 34 * 2. Kurangnnya pemahaman dan daya tangkap anak, anak hanya bisa meniru (tidak bisa membaca dan menulis tanpa contoh) * 3. Anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara * 4. Anak mengalami kesulitan berkomunikasi * 5. Anak sudah bisa mengurus kebutuhannya sendiri 6. Tidak ada keluhan yang serius terhadap kesehatan
Sumberdaya Coping Orangtua 1: 1. Kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan dan sikap positif dalam menghadapi masalah keuangan yang sulit 3. Kemampuan yang cukup baik dalam menempatkan diri di masyarakat 4. Dukungan sosial dari teman dan orang terdekat 5. Usia produktif dan tingkat pendidikan ayah yang tinggi Orangtua 2: 1. Kondisi kesehatan dan energi yang kuat 2. Keyakinan yang positif dalam menyikapi masalah keadaan anak 3. Ibu memiliki kemampuan sosial yang cukup baik 4. Dukungan sosial dari keluarga dan orangtua lain yang memiliki nasib sama Orangtua 3: 1. Kondisi fisik dan kesehatan kuat 2. Keyakinan dan sikap positif dalam menerima keadaan 3. Ibu mendapatkan dukungan sosial dari sahabat dan anak 4. Standar kehidupan yang dimiliki ayah cukup tinggi
Stres yang dialami Orangtua Orangtua 1:
Orangtua 2:
Orangtua 3:
1. Muncul emosi negatif, seperti perasaan sedih, kesal, prihatin dan khawatir 2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
1. Munculnya perasaan jenuh, sedih dan terbeban 2. Merasa putus asa dan menyerah dengan pendidikan anak 3. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam merawat anak agar bisa mandiri 4. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
1. Muncul perasaan sedih, kecewa, minder, cemas, dan putus asa dengan keadaan anak 2. Tuntutan dan perhatian ekstra dalam pendidikan anak 3. Kekhawatiran terhadap masa depan anak
Strategi Coping Orangtua 1:
Orangtua 2:
Orangtua 3:
1. Problem-focused Coping a. Active coping (menyekolahkan anak di YPAC) b. Planning (merencanakan pembinaan bagi anak secara intensif) ● c. Restraint coping (menunda untuk membukakan usaha dagang) 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (berdoa, pasrah, dan mendekatkan diri pada Tuhan) b. Positive reinterpretation and growth (mensyukuri keadaan, yakin akan adanya kemudahan dan kelebihan lain) c. Acceptance (menerima dan memaklumi keadaan anak, menjalani keadaan dengan pasrah dan sesuai kemampuan tanpa merasa minder) d. Mental disengagement (bersikap santai, mengalihkan perasaan) e. Behavioral disengagement (menghentikan pengobatan dan terapi untuk anak) f. Focus on and venting of emotions (katarsis emosi dengan mencubit anak) ■ g. Humor (memanfaatkan tingkah laku anak sebagai bahan hiburan) 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita pada istri, saudara atau ibu-ibu lain di YPAC)
1. Problem-focused Coping a. Active coping (mendidik anak di rumah untuk melakukan pekerjaan sehari-hari) b. Restraint coping (menunda untuk melakukan pengobatan pernapasan dan keadaan otak anak) 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (pasrah dan berdoa kepada Tuhan) b. Positive reinterpretation and growth (lebih banyak bersyukur, belajar menjadi lebih sabar) c. Acceptance (pasrah menerima keadaan dengan ikhlas, memaklumi dan menerima keadaan anak) d. Mental disengagement (bersikap santai, mengalihkan perhatian dengan mengikuti pengajian) e. Behavioral disengagement (tidak melanjutkan pendidikan anak di SLB) f. Humor (ekspresi dan tingkah laku anak dijadikan hiburan dalam keluarga) 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita kepada keluarga yang mengetahui keadaan anak dan kepada orangtua lain yang senasib)
1. Problem-focused Coping a. Active coping (menyekolahkan anak di SLB) b. Planning (berencana mengikuti perkembangan olahraga, ingin tetap melanjutkan pendidikan anak) c. Suppression of competing activities ( pada awalnya fokus pada perkembangan pendidikan dan masalah masa depan anak) d. Restraint coping (menunda rencana untuk memfokuskan kegiatan anak dalam bidang olahraga) ■ 2. Emotion-focused Coping a. Turning to religion (pasrah menerima kodrat Tuhan dan terus berdoa) b. Positive reinterpretation and growth (berpikir positif akan adanya keajaiban meyakini tidak pernah merasa kekurangan) c. Acceptance (menerima keadaan dan kenyataan yang telah terjadi) d. Mental disengagement (tidak merasa terbeban dan tidak fokus pada suatu usaha/masalah anak retardasi mental saja) ● e. Behavioral disengagement (menghentikan pengobatan medis maupun alternatif) 3. Seeking Social Support a. Seeking emotional social support (berbagi cerita kepada sahabat atau anaknya yang lain) ■ b. Seeking instrumental social support (meminta saran dari kepala sekolah) ■
Gambar 12. Gambaran Menyeluruh Strategi Coping Orangtua yang Memiliki Anak Retardasi Mental Keterangan : * = keadaan anak retardasi mental yang menjadi stressor ● = strategi coping yang hanya dilakukan ayah ■ = strategi coping yang hanya dilakukann ibu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 130
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi mental dalam keluarga, para subjek menggunakan strategi problem-focused coping, emotion-focused coping dan seeking social support. Strategi problem-focused coping yang digunakan oleh ketiga pasang subjek adalah active coping yang berupa tindakan aktif yang dilakukan subjek untuk mengatasi stressor dan restraint coping dengan melakukan coping secara pasif dengan menunggu waktu dan kesempatan yang tepat. Active coping yang dilakukan subjek antara lain memilih untuk menyekolahkan anak di sekolah khusus seperti SLB atau YPAC, sedangkan restraint coping yang dilakukan subjek antara lain adalah menunda rencana yang dibuat seperti membuka usaha dagang untuk anak ataupun memeriksakan keadaan fisik anak hingga adanya waktu dan kesempatan yang tepat. Selain itu, subjek 1 menggunakan tindakan planning untuk mendukung usahanya yang lain dan subjek 3 juga melakukan tindakan planning dan suppression of competing activities untuk membantu mengatasi stres yang dialami. Keseluruhan subjek juga menggunakan strategi emotion-focused coping yang berupa tindakan turning to religion dengan meningkatkan kepercayaan keagamaan kepada Tuhan, yaitu bersikap pasrah menerima
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 131
keadaan, berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Subjek juga melakukan usah positive reinterpretation and growth dengan mengambil sisi positif atau hikmah dari situasi stres melalui belajar untuk lebih banyak bersyukur dan belajar menjadi orang yang lebih baik, acceptance yaitu pasrah menerima kenyataan yang telah terjadi dengan menerima dan memaklumi keadaan dengan ikhlas, mental disengagement yang berupa pelepasan secara psikologis terhadap masalah dengan tidak memikirkan masalah itu lagi dengan bersikap santai dan mengalihkan perhatian dengan melakukan kegiatan lain. Usaha yang juga dilakukan oleh semua subjek adalah behavioral disengagement yaitu dengan menyerah terhadap keadaan dan menghentikan usaha untuk menghadapi masalah, seperti tidak melanjutkan pengobatan bagi anak. Tindakan lain yang juga digunakan oleh subjek 1 dan 2 adalah humor, sedangkan dan focus on and venting emotions hanya dilakukan oleh subjek 1. Strategi terakhir yang digunakan oleh seluruh subjek adalah seeking social support yang berupa seeking emotional social support yaitu mencoba mendapatkan dukungan moral, pengertian dan simpati melalui sharing atau berbagi cerita dengan orang-orang terdekat, sedangkan seeking instrumental social support hanya digunakan oleh subjek 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing subjek dalam memilih
menggunakan
strategi
coping
tertentu
juga
memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki untuk mengatasi stres yang dialami secara efektif, antara lain kondisi kesehatan yang baik, keyakinan dan sikap positif terhadap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 132
masalah, dukungan sosial yang didapat dari orang lain, dan kemampuan sosial yang cukup baik di tengah masyarakat.
B. Saran Berdasarkan
hasil
penelitian
yang
telah
dilaksanakan,
dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : a. Bagi subjek penelitian, hasil penelitian ini diharapkan lebih dapat membantu subjek untuk memilih dan menggunakan strategi coping yang sesuai dengan memanfaatkan dan mengelola sumberdaya-sumberdaya yang dimiliki untuk menghadapi dan menerima kehadiran anak retardasi mental di dalam keluarga. b. Bagi masyarakat, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan wacana dalam menyikapi dan mendukung orangtua yang memiliki anak retardasi mental dengan memberikan dukungan moral berupa saran, nasihat, informasi, pengertian atau simpati kepada mereka. c. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian yang masih terdapat kekurangan dalam pengumpulan data ini agar dilengkapi dengan menggunakan metode pengumpulan data yang lain, seperti observasi yang lebih terstruktur atau melakukan wawancara dengan orang-orang dekat subjek yang signifikan untuk menambah kelengkapan informasi dan sebagai sumber untuk melakukan keabsahan data sehingga hasilnya bisa lebih sempurna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 133
DAFTAR PUSTAKA
Basuki, S. (2006). Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Creswell, John W. (1997). Qualitative Inquiry And Research Design:Choosing Among Five Traditions. California: SAGE Publications, Inc. Dagun, Save M. (1990). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hartoko, V. D. & Handayani, Christina S. (2003). Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Huffman, K.; Vernoy, M. & Vernoy, J. (1997). Psychology In Action (4th edition). New York: John Wiley & Sons, Inc. Indra. (1980). Faktor-faktor Penting Dalam Kehidupan Keluarga Bahagia. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ingalls, Robert P. (1978). Mental Retardation: The Changing Outlook. Canada: John Wiley & Sons, Inc. Kartono, Kartini. (1985). Peranan Keluarga Memandu Anak. Jakarta: Rajawali. Moleong, L. J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Passer M. W. & Smith R. W. (2004). Psychology In Mind and Behavior. New York: McGraw-Hill Companies. Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia. Prasadio, Triman. (1976). Gangguan Psikiatrik Pada Anak-anak Dengan Retardasi Mental. Surabaya: Universitas Airlangga. Prasadio, Triman (1978). Anak-anak Yang Terlupakan: Liku-liku Anak Terbelakang. Surabaya: Airlangga University Press. Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology. Canada: John Willey & Sons, Inc. Santrock, John W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (Edisi kelima). Jakarta : Erlangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 134
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius. Suryabrata, S. (1990). Metodologi Penelitian. Jakarta: CV. Rajawali. Taylor, S.E. (1999). Health Psychology (Fourth edition). Singapura: McGraw-Hill Companies. Wenar, C. & Kerig, P. (2000). Developmental Psychopathology From Infancy Through Adolescence (Fourth Edition). New York: McGraw-Hill Companies. World Health Organization. (1993). Pedoman Penggolongan Dan Diagnosis Gangguan Jiwa Di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Sumber Jurnal : Terry, D.J. & Gloria, H.J. (1998). Adjustment to a Low-Control Situation: Reexamining the Role of Coping Responses. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 74, No. 4, 1078-1092. Carver, C.S., Weintraub, J.K. & Scheier, M. F. Assessing Coping Strategies: A Theoretically Based Approach. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 56, No. 2, 267-283
Sumber Website : MacArthur, C.T. & John D. (1998). Coping Strategies. http://www.macses.ucsf.edu/research/psychosocial/notebook/coping.html Resna, L. & Sundjaya, A.G. _____. Tuna Grahita. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/14/hikmah/lain04.htm http://www.clevelandclinic.org/health/healthinfo/docs/0000/0069.asp?index=4606 http://www.coping.org/growth/stress.htm http://www.kompas.com /kesehatan/news/0406/16/083831.htm http://www.kompas.com/kompas-cetak/0301/22/iptek/92747.htm http://www.mindtools.com/stress/UnderstandStress/StressDefinition.htm
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 135
http://www.mindtools.com/stress/UnderstandStress/StressMechanisms.htm http://republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=2&id=157549&kat_id=105 &kat_id1=150&kat_id2=190