Spirit Publik Volume 7, Nomor 1 Halaman: 15 - 28
ISSN. 1907 - 0489 April 2011
15
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
16
ISSN. 1907 - 0489 April 2011
Spirit Publik Volume 7, Nomor 1 Halaman: 15 - 28
Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah di Indonesia: Suatu Perspektif Teori dan Praktek Assessing the Regional Expansion Policy in Indonesia A Perspective on Theory and Practice
Muh. Tang Abdullah Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Hasanuddin (Diterima tanggal 10 November 2010, disetujui tanggal 23 Desember 2010) Abstract In general, this article aims to review the regional expansion policy in Indonesia, both from a theoretical perspective and practice. In particular, this study answered the questions about how the process of formation of new autonomous regions (DOB) and what the driving factors toward the demand for the formation of DOB are. Theoretical studies indicate that the formation of DOB is a consequence of the existence of a number of governmental affairs submitted to be arranged and managed by the autonomous region. Decentralization requires a restricted area in the form of an autonomous region, which could be based on three cases: the spatial patterns of social and economic life, a sense of political identity, and efficiency of public services that can be implemented. Nonetheless, in practice the tendency toward the formation DOB is not based on the mentioned cases. In contrary, it is more like a top-down approach dominated by the processes and political motives for the rule of the power. Keywords: Decentralization, New Autonomous Regions (DOB), Political Motives A. LATAR BELAKANG
Kemudian dalam penjelasan PP No. 78/2007
Dalam UUD Negara RI tahun 1945,
tentang
Penghapusan,
Tata
dan
Cara
Pembentukan,
Penggabungan
Daerah,
ditegaskan bahwa wilayah Negara Kesatuan RI
dinyatakan bahwa proses pembentukan daerah
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
didasari
provinsi dibagi atas kabupaten/kota yang masing-
administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
masing mempunyai pemerintahan daerah untuk
1. Persyaratan administratif didasarkan atas
menjalankan otonomi daerah seluas-luasnya.
aspirasi sebagian besar masyarakat setempat
Berdasarkan
tentang
untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah
Pemerintahan Daerah, pembentukan daerah pada
dengan melakukan kajian daerah terhadap
dasarnya
rencana pembentukan daerah.
UU bertujuan
No.
32/2004
untuk
meningkatkan
pada
tiga
persyaratan,
yakni
pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya
2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada
kesejahteraan masyarakat. Pembentukan daerah
faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,
dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi
sosial budaya, sosial politik, kependudukan,
dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian
luas daerah, pertahanan, keamanan, dan
daerah yang bersandingan, atau penggabungan
faktor
beberapa daerah.
terselenggaranya otonomi daerah. Adapun
lain
yang
memungkinkan
faktor lain tersebut meliputi pertimbangan
15
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,
dan
rentang
kendali
penyelenggaraan pemerintahan. 3. Persyaratan pembentukan
fisik
(JPIP) pada tanggal 3 November 2008 yang lalu, mengulas tentang pembentukan daerah otonom
kewilayahan
dalam
meliputi
baru
(DOB)
melalui
kebijakan
pemekaran
cakupan
daerah. Pemerintah bersama DPR mengesahkan
wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan
12 UU pembentukan daerah baru. Sebanyak 12
prasarana pemerintahan.
daerah
Dengan
daerah
The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi
persyaratan
dimaksud
diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh,
berkembang
dan
baru
tersebut
terdiri
atas
sepuluh
kabupaten dan dua kota. Sebagaimana tergambar pada tabel di atas.
mampu
Pembentukan DOB tersebut ternyata
menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka
kemudian menuai kontroversi dan tanggapan
meningkatkan pelayanan publik yang optimal
yang beragam dari berbagai pihak. Bagi pihak
guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan
pengusul tentu ini hal yang positif karena
masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan
menjadi
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
memperjuangkan kepentingannya. Namun bagi
sebuah
keberhasilan
dalam
Dalam pembentukan daerah, tidak boleh
pihak lain, banyak yang menyorotinya dengan
mengakibatkan daerah induk menjadi tidak
sangat kritis. Bahkan banyak pihak mengeluhkan
mampu
daerah,
pemekaran daerah yang makin tidak terkendali
dengan demikian baik daerah yang dibentuk
tersebut. Termasuk keluhan itu disampaikan oleh
maupun
mampu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga
dalam sidang paripurna DPD Agustus lalu.
tujuan pembentukan daerah dapat terwujud.
Dalam
Dengan demikian dalam usulan pembentukan
menyatakan bahwa pertambahan DOB yang pesat
dilengkapi dengan kajian daerah.
ini harus segera dievaluasi.
menyelenggarakan daerah
otonomi
induknya
harus
Tabel: Daerah Otonom Baru (29-10-2008)
pidatonya,
Presiden
presiden
SBY
dengan
tegas
juga
menyatakan memperbaiki
No.
Daerah Otonom Baru
Provinsi
komitmen
pemerintah
untuk
1.
Lampung
kebijakan
pemekaran
daerah.
3.
Kabupaten Mesuji Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Pringsewu
4.
Kabupaten Nias Utara
Sumatera Utara
5.
Kabupaten Nias Barat
Sumatera Utara
6.
Kabupaten Morotai
Maluku Utara
Berbagai
7.
Kabupaten Intan Jaya
Papua
pemekaran daerah harus direspon dengan cermat
8.
Kabupaten Deiyai
Papua
dan arif. Bagi tuntutan yang sama sekali tidak
9.
Kabupaten Tambrauw
Papua Barat
memiliki urgensi, tidak memenuhi persyaratan
10.
Kabupaten Sabu Raijua
NTT
dan
11.
Kota Gunung Sitoli
Sumatera Utara
masyarakat daerah harus ditolak secara tegas.
12.
Kota Tangerang Selatan
Banten
Demikian pesan SBY dalam pidatonya dalam
2.
Lampung
Sumber: Diolah dari JPIP (3/11/1008)
16
memberlakukan PP No. 78/2007 tentang Tata Cara
Lampung
Pemerintah
Pembentukan,
Penghapusan,
dan
Penggabungan Daerah. Melalui PP tersebut, diharapkan bahwa kebijakan pemekaran daerah dapat dilakukan lebih selektif dan hati-hati.
tidak
pemikiran
memberi
dan
tuntutan
dampak
nyata
untuk
bagi
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
merespon maraknya tuntutan pemekaran dari
nuansa
berbagai daerah.
daerah itu didorong oleh beberapa faktor.
Meskipun
Pemekaran
Pertama, secara politik pemekaran berarti ada
kebijakan
perluasan ruang politik bagi anggota-anggota
penataan daerah, khususnya pemekaran daerah
parpol. Setiap pembentukan daerah baru berarti
melalui PP No. 78/2007 dan PP No. 6/2008
membentuk DPRD baru dan posisi-posisi baru.
tentang
Penyelenggaraan
Hal ini yang memotivasi anggota dewan untuk
Pemerintahan Daerah. Namun menurut ulasan
memperluas ruang bagi kader-kader parpol.
JPIP, PP ini belum sepenuhnya dijalankan
Faktor kedua, saat ini masa-masa mendekati
pemerintah. Baru sepertiga saja dari isi PP No.
pemilu 2009. Beberapa anggota dewan memiliki
78/2007 yang sudah ditegakkan, yakni soal
kepentingan terhadap janji-janji pemilu 2009
pemekaran daerah. Sedangkan penghapusan dan
untuk mempertahankan dukungan politik dari
penggabungan daerah belum ada bukti empiris
warga di daerah pemilihannya.
untuk
Pedoman
ada
administratifnya.
komitmen
pemerintah
telah
teknis
memperbaiki
Evaluasi
yang bisa dicatat.
Permasalahan
pokok
dari
kebijakan
Malahan PP No. 6/2008 sama sekali
pembentukan DOB ini terletak pada aspek
belum dilaksanakan oleh pemerintah. Padahal
kepentingan politik yang sangat kental dan
evaluasi tersebut penting untuk mengetahui
menyelimuti kebijakan pemekaran daerah. Hal
kemampuan DOB dalam memberikan pelayanan
ini dapat dilihat jika ditelusuri siapa pengusul
kepada masyarakat. Kemudian hasil evaluasi
RUU pemekaran daerah yang selama ini terjadi.
inilah yang menjadi dasar pertimbangan dalam
Sebagian besar inisiatif pemekaran daerah datang
pengambilan keputusan bagi pemekaran daerah.
dari anggota DPR. Bahkan, 12 UU pembentukan
Terkait dengan PP No. 78/2007, menurut
DOB yang disahkan tanggal 29 Oktober 2008
pakar otonomi daerah dari UI dan juga anggota
yang lalu dan lima RUU yang sedang dibahas,
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
semuanya merupakan inisiatif dari pihak DPR.
Prof. Dr. Eko Prasojo, bahwa ketika pembahasan
Anggota
DPR,
partai
baik secara pribadi
ditingkat DPOD secara murni sebenarnya hanya
maupun
tiga daerah yang layak jadi DOB di antaranya
berkepentingan dengan pembentukan daerah baru
Kabupaten Pringsewu (Lampung) dan Kota
tersebut. Bisa jadi, berkaitan dengan janji-janji di
Tangerang Selatan (Banten). Sedangkan lima
masa
lainnya diloloskan dengan syarat. Sebab ada
menjanjikan pemekaran daerah pada konstituen.
faktor-faktor utama yang tidak boleh bernilai
Sehingga, pada waktunya janji tersebut ditagih
merah, yaitu faktor ekonomi, keuangan, potensi
oleh
daerah dan kependudukan yang harus dipenuhi
mengedepan daripada pertimbangan rasional
terlebih dahulu. Sisanya lagi tidak mendapat
kenegaraan, seperti yang disinyalir Eko Prasojo
rekomendasi untuk dimekarkan karena alasan
sebelumnya.
kampanye
warga.
politik
pemilu
Kepentingan
tentu
mereka
politik
sangat
terlanjur
lebih
faktor teknis, administratif, dan kewilayahan,
Tren lain dari tuntutan pemekaran daerah
seperti jumlah kecamatannya yang tidak sesuai
ini adalah tuntutan terbanyak dari luar pulau
dengan PP.
Jawa. Secara politik, ini mengindikasikan ada
Menurut
Eko
Parsojo,
ketika
misi untuk menarik sebanyak-banyaknya dana
rekomendasi pengusulan diajukan ke DPR,
dari pusat ke daerah. Ini merupakan konsekuensi
disinilah nuansa politisnya lebih besar daripada
dari kesenjangan vertikal dan horisiontal yang 17
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
terjadi selama ini. Dalam hal ini, sebagian besar
demokrasi
uang beredar di Jakarta dan daerah-daerah di
memberikan
Jawa. Sedangkan daerah di luar Jawa masih saja
perkembangan demokrasi nasional karena local
mengalami marginalisasi pembangunan.
government
Dalam
kerangka
pada
dua
tingkatan.
kontribusi itu
Pertama,
positif
mampu
bagi
menjadi
sarana
administrasi
pendidikan politik rakyat dan memberikan
pemerintahan daerah, permasalahan pemekaran
pelatihan bagi kepemimpinan politik, serta
daerah dalam pembentukan DOB sangat menarik
mendukung penciptaan stabilitas politik. Lebih
untuk dilakukan pengkajian. Apalagi pemekaran
jelasnya
daerah yang telah dilakukan oleh pemerintah saat
menambahkan bahwa dalam konsep otonomi
ini penuh dengan nuansa kontroversial dan
terkandung kebebasan untuk berprakarsa dalam
inkosistensi terhadap dasar hukum yang ada.
mengambil
Untuk itulah pada tulisan ini ada beberapa
masyarakat yang memiliki status demikian tanpa
permasalahan yang perlu diklarifikasi, yakni:
kontrol langsung dari pemerintah pusat. Oleh
Bagaimanakah pembentukan daerah otonom baru
karena itu kaitannya dengan demokrasi sangatlah
(DOB)? Faktor-faktor apakah yang menjadi
erat.
pendorong dalam pemekaran daerah tersebut?
Hoessein
dalam
keputusan
Kedua,
local
(Muluk
atas
2007:2),
dasar
government
aspirasi
mampu
memberikan manfaat bagi masyarakat setempat B. TINJAUAN TEORI
(locality). Sebagaimana diingatkan oleh Hoessein dalam (Muluk 2007:2), bahwa local government
1. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah
dan local autonomy tidak dicerna sebagai daerah atau pemerintah setempat tetapi merupakan
B.C. Smith (1985:18-45) dalam bukunya
masyarakat setempat. Urusan dan kepentingan
Decentralization: the Territorial Dimension of
yang
menjadi
The State, menjelaskan bahwa dalam memahami
lokalitas karena basis politiknya adalah lokalitas
desentralisasi, pada dasarnya tidak ada teori
bukan bangsa.
tunggal tentang desentralisasi. Sehingga B.C.
perhatian
keduanya
bersifat
Penafsiran teori pilihan publik (public
Smith menggunakan istilah Decentralization in
choice
Theory dan bukan Theory of Decentralization,
menunjukkan adanya dukungan ahli ekonomi.
yang menjadi judul Bab 2 dalam bukunya
Dalam teori ini, para ahli menganggap bahwa
tersebut.
(2007:1-11),
desentralisasi merupakan media yang penting
menjelaskan bahwa bab ini lebih pada penafsiran
guna meningkatkan kesejahteraan pribadi. Dalam
teori-teori sosial terhadap desentralisasi, bukan
economic interpretation mengenai teori pilihan
membahas
publik, desentralisasi merupakan medium penting
Menurut
secara
Muluk
khusus
mengenai
teori
desentralisasi. Perspektif teori-teori sosial yang
dalam
dibahas
oleh
democracy
B.C.Smith,
theory,
public
meningkatkan
desentralisasi
kesejahteraan
pribadi
liberal
melalui pilihan publik. Menurut perspektif ini,
choice
theory
manfaat
dapat
dipetik
dari
local
government, yaitu pertama, adanya daya tanggap publik (pemerintah daerah) terhadap preferensi
democracy theory) memberikan dukungan bagi
individual (public responsiveness to individual
desentralisasi
preferences).
karena
liberal
yang
(liberal
18
demokrasi
tentang
adalah
(economic interpretation), dan Marxist theory. Teori
theory)
mampu
mendukung
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
Kedua,
local
government
memiliki
Alasan-alasan
ketidakpercayaan
kemampuan untuk memenuhi permintaan akan
kelompak Marxist terhadap desentralisasi, antara
barang-barang publik (the demand for public
lain karena: (1) desentralisasi akan melahirkan
goods). Desentralisasi meningkatkan unit-unit
akumulasi
pemerintahan dan derajat spesialisasi fungsinya
desentralisasi
sehingga meningkatkan kemampuan pemerintah
kolektif sehingga akan dipolitisasi; (3) lembaga
dalam memenuhi permintaan publik. Hal ini
perwakilan dalam demokrasi lokal tetap dikuasai
untuk mengatasi kesulitan dalam mengetahui
oleh kaum kapitalis; (4) pemerintah lokal hanya
preferensi masyarakat, karena adanya relasi yang
menjadi perpenjangan tangan pemerintah pusat
rumit antara barang, harga, pajak, pemilihan dan
dalam menjaga kepentingan monopoly capital;
preferensi politik, partisipasi, dan kepemimpinan.
(5) adanya rintangan politik, ekonomi, dan
Ketiga,
desentralisasi
mampu
ekologis
modal
pada
akan
tingkat
lokal;
memengaruhi
yang
menyebabkan
(2)
konsumsi
kegagalan
memberikan kepuasan yang lebih baik dalam
demokrasi lokal. Untuk itu kelima rintangan atau
menyediakan penawaran barang-barang publik
kelemahan desentralisasi ini, hanya dapat diatasi
(supply of public goods). Terdapat banyak
oleh sentralisasi yang bertujuan untuk redistribusi
persoalan jika penyediaan pelayanan dan barang
dan keadilan.
publik diselenggarakan secara tersentralisasi.
Kemudian
Rondinelli
dan
Cheema
Semakin besar organisasinya maka semakin besar
(1983:18-25) mengidentifikasi ada empat jenis
pula kecenderungan untuk memberi pelayanan.
desentralisasi, sebagai berikut:
Semakin monopolistis suatu pemerintah maka
a. Dekonsentrasi
semakin
kecil
insentif
dan
inovatifnya.
penyerahan
(deconsentration), sejumlah
kewenangan
Berdasarkan teori, yurisdiksi yang terfragmentasi
tanggung
jawab
akan memberikan kepuasan kepada konsumen
tingkatan
yang
daripada
kementerian atau badan pemerintah;
kewenangan
yang
terkonsolidasi.
Desentralisasi akan memberikan peluang antar
yaitu
administrasi lebih
atau
kepada
rendah
dalam
b. Delegasi (delegation to semi-autonomous or
yurisdiksi yang berbeda untuk bersaing dalam
parastatal
memberikan
tanggung jawab untuk fungsi-fungsi secara
kepuasan
kepada
publik
atas
penyediaan barang dan layanan.
organizations),
yaitu
transfer
rinci yang digambarkan pada organisasi-
Desentralisasi dalam perspektif Marxist,
organisasi di luar struktur birokratis yang
ditafsikan bahwa desentralisasi mengakibatkan
reguler dan hanya secara tidak langsung
adanya
dikendalikan oleh pemerintah pusat:
negara
pendukung
pada
perspektif
tingkat ini,
lokal.
Para
menenpatkan
c. Devolusi (devolution), yaitu pembentukan
desentralisasi sebagai objek dialektika hubungan
dan penguatan unit-unit pemerintahan sub-
antarsusunan pemerintahan dan menuduh bahwa
nasional
desentralisasi tidak mampu menciptakan kondisi
substansial berada di luar kontrol pemerintah
demokratis di tingkat lokal karena terhambat oleh
pusat; dan
faktor ekonomi, politik, dan ekologi. Pandangan
d. Privatisasi
dengan
aktivitas
(transfer
of
yang
functions
secara
from
Marxist tampaknya masih cenderung melihat
government to non-government institutions),
negara sebagai satu kesatuan dan tidak perlu
yaitu memberikan semua tanggung jawab
dipisah-pisah antarwilayah geografisnya.
atas fungsi-fungsi kepada organisasi non
19
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
pemerintah (NGO) atau perusahaan swasta yang independen dari pemerintah. Menurut
Rondinelli
Selanjutnya, Meenakshisundaram dalam (Jha dan Mathur, 1999: 60) menguraikan
dan
Cheema
beberapa peran pemerintahan daerah (the roles of
(1983:22), desentralisasi dalam bentuk yang
local government) yang dapat ditemukan dalam
murni (devolution) mempunyai karakteristik
sistem pemerintahan yang terdesentralisasi. Peran
mendasar, sebagai berikut:
pemerintahan daerah yang dimaksud, sebagai
1. Unit-unit pemerintahan setempat bersifat
berikut:
otonom, mandiri, dan jelas-jelas sebagai unit
a. Menjadi senjata efektif dalam menghadapi
pemerintahan bertingkat yang terpisah dari
tekanan
pusat. Pusat melakukan sedikit, atau tidak
mengartikulasikan
ada kontrol langsung oleh pusat terhadap
menjadi media pendidikan politik bagi
unit-unit tersebut.
masyarakat
2. Pemerintah daerah mempunyai batas-batas
lokal
dengan
menampung
kepentingan
yang
merasakan
&
lokal, langsung
pelaksanaan fungsi pemerintah.
geografis yang jelas dan diakui secara hukum
b. Karena kedekatannya secara lokasi, dalam
di mana mereka menggunakan kekuasaan
penyediaan pelayanan jasa bisa berlangsung
dan menjalankan fungsi-fungsi publik.
lebih efisien.
3. Pemerintah daerah mempunyai status dan kekuasaan
mengamankan
sumber-sumber
untuk menjalankan fungsi-fungsinya.
c. Perencanaan dapat lebih baik karena lebih mengetahui
kondisi
lokalnya,
dengan
penggunaan tenaga lokal yang lebih efisien
4. Implikasi desentralisasi adalah kebutuhan
pula.
mengembangkan pemerintahan lokal sebagai
d. Pejabat pemerintah bertanggung jawab lebih
institusi, yang dilihat warga setempat sebagai
baik karena hubungan dengan publik lebih
organisasi yang memberikan pelayanan, dan
dekat.
sebagai unit pemerintahan yang mempunyai pengaruh.
komunikasi efektif antara pusat dengan
5. Dengan desetralisasi berarti ada hubungan timbal balik, saling menguntungkan, dan hubungan pemerintah
e. Pemerintah daerah dapat menjadi medium
yang pusat
terkoordinasikan dengan
masyarakat lokal terkait dengan program pemerintah pusat di daerah.
antar
pemerintahan
daerah.
2. Pembentukan
Daerah
Otonom
Baru
arti
sempit
(DOB)
Pemerintahan daerah (local government) menurut United Nations (1961) yang dikutip oleh
Desentralisasi
dalam
Meenakshisundaram dalam (Jha dan Mathur,
(devolution) akan berkaitan dengan dua hal
1999:58) adalah suatu sub-devisi politik pada
(Smith, 1985:18). Pertama, adanya subdivisi
suatu bangsa (dalam suatu negara federal, di AS),
teritori dari suatu negara yang mempunyai
yang
memiliki
ukuran otonomi. Subdivisi teritori ini memiliki
kewenangan penuh atas urusan lokal termasuk
self governing melalui lembaga politik yang
dalam menarik pajak dan penggunaan tenaga
memiliki akar dalam wilayah sesuai dengan batas
kerja lokal untuk tujuan tertentu dan pejabat
yurisdiksinya.
pemerintahan ditentukan melalui pemilihan.
diadministrasikan oleh agen-agen pemerintah di
20
dibentuk
atas
hukum
dan
Wilayah
ini
tidak
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
atasnya tetapi diatur oleh lembaga yang dibentuk
kedaulatan atau semi kedaulatan seperti negara
secara politik di wilayah tersebut. Kedua,
bagian
lembaga-lembaga tersebut akan direkrut secara
mengutip pendapatnya Kranenburg, Hoessein
demokratis. Berbagai keputusan akan diambil
mengungkapkan bahwa daerah otonom tidak
berdasarkan prosedur demokratis.
akan memiliki "pouvoir constituant".
dalam
sistem
federalisme.
Dengan
Smith (1985:8-12) juga mengungkapkan
Berikutnya Hoessein (dalam Muluk,
bahwa desentralisasi mencakup beberapa elemen,
2007), mengungkapkan bahwa local government
yakni:
memerlukan
ini merupakan sebuah konsep yang dapat
pembatasan area, yang bisa didasarkan pada
mengandung tiga arti. Pertama, ia berarti
tiga hal, yaitu pola spasial kehidupan sosial dan
pemerintah lokal yang kerap kali dipertukarkan
ekonomi, rasa identitas politik, dan efisiensi
dengan local authority yang mengacu pada
pelayanan publik yang bisa dilaksanakan. Kedua,
organ,
desentralisasi
pendelegasian
rekrutmen pejabatnya didasarkan pada pemilihan.
wewenang, baik itu kewenangan politik maupun
Kedua, ia mengacu pada pemerintahan lokal yang
kewenangan birokratik.
dilakukan oleh pemerintah lokal. Arti kedua ini,
pertama,
desentralisasi
meliputi
pula
yakni
council
dan
moyor
dimana
Senada dengan hal tersebut, Hoessein
lebih mengacu pada fungsi. Dalam menentukan
(dalam Muluk, 2007) mengungkapkan bahwa
fungsi yang menjadi kewenangan pemerintah
desentralisasi mencakup dua elemen pokok.
daerah,
Pertama, pembentukan daerah otonom, dan
competence atau open end arrangement. Artinya
kedua, penyerahan urusan pemerintahan kepada
bahwa pemerintah daerah harus melakukan apa
daerah otonom tersebut. Dari kedua elemen
saja yang dipandang perlu dalam memenuhi
pokok tersebut lalu lahirlah apa yang disebut
kebutuhan
sebagai local government, yang didefinisikan
ditentukan oleh para pengambil keputusan di
daerahnya
prinsip
general
sebagaimana
yang
“political
daerah itu. Pemerintah pusat telah mempunyai
subdivision of a nation (or in federal system
urusan atau fungsi yang terinci, sementara
state) which is constituted by law and has
sisanya merupakan fungsi atau urusan yang
substansial control of local affairs, including the
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah
power to impose taxes or exproact labor for
(Hoessein & Smith dalam Muluk, 2007).
oleh
United
Nations
sebagai:
menggunakan
prescribed purposes The governing body of such
Ketiga, ia bermakna daerah otonom:
an entity is elected or otherwise locally selected".
Hoessein (dalam Muluk, 2007) menjelaskan
Seperti yang dikutip oleh Alderfer (dalam Muluk,
bahwa pembentukan daerah otonom yang secara
2007).
simultan merupakan kelahiran status otonomi Dari definisi di atas secara tersirat
berdasarkan atas aspirasi dan kondisi obyektif
sebenarnya ada perbedaan local government
dari masyarakat yang berada di wilayah tertentu
antara
dan
sebagai bagian dari bangsa dan wilayah nasional.
oleh
Masyarakat yang menuntut otonomi melalui
Hoessein (1999) tentang Indonesia sebagai
desentralisasi menjelma menjadi daerah otonom
negara
sebagai
negara
kesatuan.
dengan
Seperti
kesatuan
yang
sistem
federal
dicontohkan
(eenheidstaat)
tidak
akan
kesatuan
masyarakat
hukum
yang
mempunyai daerah dalam lingkungannya yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan
bersifat "staat" juga. Hal ini berarti daerah
pemerintahan
otonom yang dibentuk tidak akan memiliki
berdasarkan aspirasi masyarakat. Hal yang paling
menurut
prakarsa
sendiri
21
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
krusial berkenaan dengan daerah otonom ini
didasarkan pada catchment area sebagaimana
adalah persoalan penentuan batas dan besaran
disampaikan oleh Hoessein (dalam Irfan, 2000,
daerah otonom. Norton (Irfan 2000 & 2005)
2005), yakni luas wilayah yang optimal bagi
mengungkapkan
ini
pelayanan, pembangunan, penarikan sumber
dan
daya, partisipasi dan kontrol baik masyarakat
diantara
maupun birokrasi. Arti penting catchment area
untuk
ini berkaitan dengan dibutuhkannya penentuan
berkaitan
bahwa
dengan
efektivitas keduanya
efisiensi
demokrasi. mempunyai
menciptakan
penataan
stabilitas
batas
ekonomi
Kombinasi arti
penting
dan
fleksibility
&
responsiveness
batas yang akurat dengan berorientasi pada administrasi yang berkualitas untuk menghadapi
Pertimbangan efisiensi ekonomi yang
perubahan masyarakat dan kompleksitas layanan
menjadi dasar bagi penentuan batas daerah
yang
dibutuhkannya.
meliputi: (1) biaya perjalanan dan komunikasi
pemberian layanan kepada masyarakat dapat
rendah; (2) sejauh mana pemerintah daerah
berjalan optimal. Kegagalan dalam mencapai
mampu memenuhi kebutuhan finansial, tanah,
catchment
dan sumber daya lainnya dari dalam daerahnya
discatchment area. Kondisi ini dapat memiliki
sendiri sehingga meminimalkan ketergantungan
implikasi negatif berupa kerusakan lingkungan,
ekonomi, (3) minimalisasi biaya yang berasal
kriminalitas, ketidak-puasan publik terhadap
dari akibat aktivitas dalam suatu daerah yang ber-
pelayanan birokrasi dan lambannya birokrasi.
area
ini
Harapannya
akan
diikuti
adalah
adanya
spill over dan menyebabkan biaya lainnya; (4) fasilitasi kolaborasi dan koordinasi diantara
C. PEMBAHASAN
pelayanan yang diberikan; (5) menyesuaikan wilayah dengan badan swasta, sukarela, dan
1. Pembentukan
publik
(DOB)
beserta
kepentingan
terkait
untuk
Daerah
Otonom
Baru
memfasilitasi kerja sama dan koordinasi guna kepentingan bersama dan interdependensi. Pertimbangan
efektivitas
Pembentukan
daerah
otonom
baru
demokrasi
(DOB) melalui proses pemekaran daerah otonom
tumpang tindih dengan efisiensi ekonomi, namun
sudah dikenal sejak awal berdirinya republik ini.
penetapan batas diharapkan mampu menjamin:
Selama pemerintahan orde baru, pemekaran
(1) apa yang diinginkan oleh para pemilih; (2)
daerah juga terjadi dalam jumlah yang sangat
keterwakilan yang adil bagi kaum minoritas; (3)
terbatas.
Kebanyakan
pembentukan
mudahnya aksesibilitas penduduk dalam memilih
otonom
ketika
adalah
anggota dan staf pemerintah; (4) pemahaman
kotamadya sebagai konsekuensi dari proses peng-
publik terhadap sistem dan tujuannya; (5) rentang
kota-an sebagian wilayah sebuah kabupaten.
kekuasaan dan tanggung jawab yang mendukung
Prosesnya pun diawali dengan pembentukan kota
pemerintah daerah untuk merespons kebutuhan
administratif sebagai wilayah administratif, yang
penduduk setempat baik pada masa kini dan
kemudian baru bisa dibentuk menjadi kotamadya
mendatang, (6) serta rnemberikan pilihan-pilihan
sebagai daerah otonom. Proses pemekaran daerah
dalam penyediaan komoditas publik.
lebih bersifat top-down atau sentralistik dengan
Selain didasarkan pada faktor di atas, penentuan
22
local
boundaries
dapat
pula
itu
daerah
pembentukan
didominasi oleh proses teknokratis-administratif.
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
Sejak penerapan desentralisasi melalui pemberlakuan
UU
No.
22/1999
kabupaten/kota)
dalam
suatu
negara
yang
tentang
mempunyai ukuran otonomi. Subdivisi teritori ini
Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi
memiliki self governing melalui lembaga politik
menjadi UU No. 32/2004, kebijakan pemekaran
yang memiliki akar dalam wilayah sesuai dengan
daerah mengalami perubahan signifikan. Menurut
batas yurisdiksinya. Diatur oleh lembaga yang
Pratikno (2008) mulai tahun 2001, proses
dibentuk secara politik di wilayah tersebut
kebijakan pemekaran daerah bersifat bottom-up
dengan cara demokratis. Berbagai keputusan
dan didominasi oleh proses politik daripada
yang terdapat di dalamnya pun akan diambil
proses administratif. Diawali oleh dukungan
berdasarkan prosedur demokratis.
aspirasi masyarakat, diusulkan oleh kepala
Pelaksanaan desentralisasi memerlukan
daerah dan DPRD induk, lalu dimintakan
pembatasan area dalam wujud daerah otonom,
persetujuan dari kepala daerah dan DPRD daerah
yang bisa didasarkan pada tiga hal, yaitu pola
atasan,
kemudian diusulkan ke pemerintah
spasial kehidupan sosial dan ekonomi, rasa
nasional yang melibatkan Menteri Dalam Negeri,
identitas politik, dan efisiensi pelayanan publik
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)
yang
dan DPR/DPD. Kebijakan ini dimulai pada saat
desentralisasi meliputi pula proses pendelegasian
legitimasi pemerintah yang lemah menghadapi
wewenang untuk mangatur (policy making) dan
tekanan politik masyarakat dan politisi daerah.
mengurus (policy executing) terhadap urusan
Regulasi
dan
situasi
politik
inilah
kemudian memberikan ruang yang sangat lebar bagi maraknya pengusulan pemekaran daerah dan
bisa
dilaksanakan.
Penyelenggaraan
pemerintahan, baik itu kewenangan politik maupun kewenangan birokratik. Salah satu dampak nyata yang menyertai
persetujuan pemerintah nasional terhadap usulan
pembentukan
tersebut. Hanya dalam waktu setengah dekade,
organisasi pemerintahan daerah yakni institusi
jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah
DPRD (council) dan institusi eksekutif daerah
menjadi hampir dua kali lipat. Menurut Pratikno
(major). Lembaga eksekutif dipimpin oleh kepala
(2008), mulai Oktober 1999 sampai Januari 2008
daerah dan wakil kepala daerah. Kemudian dalam
terbentuk 164 daerah baru yang terdiri dari 7
menjalankan wewenangnya untuk mengurus atau
(tujuh) provinsi, 134 kabupaten dan 23 kota.
melaksanakan
Bahkan menurut Prasojo (2008), sejak 1999
organisasi perangkat daerah (OPD) yaitu dinas-
jumlah DOB yang dibentuk adalah 191 ditambah
dinas, badan, kantor, kecamatan, dan kelurahan.
12
DOB
yang
baru
disetujui
DPR
dan
DOB
Hadirnya
adalah
kebijakan
beragam
pembentukan
maka
unit
dibentuk
organisasi
pemerintah. Jadi jumlah keseluruhan DOB
pemerintahan daerah (DPRD, lembaga eksekutif
sampai akhir Oktober 2008 adalah 203 DOB.
beserta OPD-nya) merupakan konsekuensi dari
Jumlah ini masih mungkin bertambah karena
adanya urusan pemerintahan yang diserahkan
masih
untuk diatur dan diurus oleh daerah otonom.
terdapat
inisiatif
DPR
untuk
usul
pembentukan DOB lagi.
Hoessein (dalam Muluk, 2007) mengungkapkan
Sebetulnya secara teoritis fakta yang
bahwa desentralisasi mencakup dua elemen
digambarkan di atas sejalan dengan pendapat
pokok, yakni (1) pembentukan daerah otonom
Smith (1985) dan Hoessein (dalam Muluk 2007).
(provinsi
Bahwa desentralisasi dalam arti sempit (devolusi)
penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah
akan membentuk subdevisi teritori (provinsi dan
otonom tersebut.
dan
kabupaten/kota);
dan
(2)
23
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
Persyaratan pembentukan DOB, secara normatif telah diatur dalam PP No. 78/2007 yang
keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi.
meliputi syarat administratif, teknis, dan fisik
Syarat teknis meliputi faktor kemampuan
kewilayahan. Syarat administratif pembentukan
ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
daerah provinsi, meliputi:
politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
a. Keputusan
masing-masing
DPRD
keamanan,
kemampuan
keuangan,
tingkat
kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan
kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali
wilayah calon provinsi tentang persetujuan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
Syarat
fisik
kewilayahan
meliputi
cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana
b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan
dan prasarana pemerintahan. Cakupan wilayah
keputusan bersama bupati/walikota wilayah
untuk: pembentukan provinsi paling sedikit 5
calon
(lima) kabupaten/kota; kabupaten paling sedikit 5
provinsi
tentang
persetujuan
pembentukan calon provinsi;
(lima) kecamatan; dan kota paling sedikit 4
c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang
(empat) kecamatan.
persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
daerah yang diatur dalam PP tersebut tampaknya
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan
sangat ketat dan sulit untuk dipenuhi. Namun menurut Effendy (2008), kenyataannya proses
e. Rekomendasi Menteri. Sedangkan
Memperhatikan persyaratan pemekaran
teknokratis-administratifnya bisa sangat fleksibel.
persyaratan
administratif
Kriteria kelayakan pemekaran mudah dipenuhi
pembentukan daerah kabupaten/kota meliputi:
bahkan dimanipulasi (seperti kriteria jumlah
a. Keputusan DPRD
penduduk
tentang
kabupaten/kota induk
persetujuan
pembentukan
calon
kabupaten/kota; pembentukan
calon
kabupaten/kota; c. Keputusan
provinsi
tentang
pembentukan
karena
diakumulasikan dengan indikator yang lain), dapat dirasionalisasi. studi kelayakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang cenderung wilayah.
calon
kabupaten/kota;
Dalam pembahasannya melalui proses politik yang cenderung anarkis (Pratikno, 2007).
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan e. Rekomendasi Menteri. Keputusan
”wajib”
mendukung dan memaksa terjadinya pemekaran
DPRD
persetujuan
tidak
maupun standard nilai minimum kelulusan yang
b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan
yang
DPRD
Dalam
implementasinya,
proses
pemekaran
wilayah dapat dilakukan melalui dua pintu masuk, yaitu lewat lembaga politik (DPR)
kabupaten/kota
sebagai usul inisiatif DPR, dan melalui institusi
diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar
pemerintah
masyarakat setempat. Dan keputusan DPRD
argumen politik seringkali memiliki posisi tawar
provinsi berdasarkan aspirasi sebagian besar
yang lebih kuat dibandingkan dengan eksekutif
masyarakat setempat yang dituangkan dalam
dalam hal penolakan proposal pemekaran daerah.
24
(DPOD
Depdagri).
Argumen-
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
Pandangan
Prasojo
(2008),
bahwa
hal
tersebut
tampaknya DPR dan pemerintah tidak memiliki
penghentian
nilai dasar dan tujuan akhir yang sama terhadap
dilakukan.
menjadi
penyebab
(moratorium)
mengapa
pemekaran
sulit
pemekaran daerah. Sejauh ini pemekaran selalu
Pertama, tuntutan terhadap pemekaran
berada dalam ruang politik semata. Nilai dasar
adalah cara hukum mendorong pemerintah untuk
dan tujuan pemekaran daerah pada hakekatnya
mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama
bisa berada secara kontinum antara demokrasi
insentif keuangan berupa dana alokasi umum,
lokal dan efisiensi-efektivitas pemerintahan.
dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya dari
Jika demokrasi lokal menjadi nilai dasar dan
tujuan
pemekaran,
kabupaten/kota
akan
pemerintah pusat terus mengalir ke DOB, selama
pemekaran
itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan
prioritas.
kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah
menjadi
Sebaliknya, jika nilai dasarnya adalah efisiensi-
untuk
efektivitas
memberikan uang kepada daerah.
pemerintahan,
pemekaran
kabupaten/kota harus dibatasi dan provinsi harus diperbanyak. pandangan
dengan
mengungkapkan kaitannya
Kedua,
pemerintah
selain
pusat
berdimensi
agar
keuangan
negara, pemekaran memiliki dimensi politik.
Dalam sejalan
menekan
Norton bahwa
dengan
mendasarkan
Prasojo (Irfan
Pemekaran
merupakan
cara
politik
untuk
2000)
memberikan ruang yang lebih besar kepada
penentuan
batas
kader-kader partai politik di daerah untuk
otonom
harus
berkiprah di lembaga-lembaga perwakilan serta
daerah
pada
tersebut
pertimbangan
efisiensi
lembaga-lembaga
pemerintahan
daerah.
ekonomi dan efektivitas demokrasi. Kombinasi
Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan
diantara keduanya mempunyai arti penting untuk
sejumlah struktur dan posisi di daerah seperti
menciptakan
kepala daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan
responsiveness.
stabilitas
dan
Mengingat
fleksibility bahwa
&
berkaitan
posisi-posisi
pemerintahan
lainnya.
Tidak
dengan daerah otonom, penentuan batas dan
mengherankan jika anggota DPR memiliki
besaran daerah otonom merupakan hal yang
interes yang tinggi untuk terus membuat inisiatif
krusial.
RUU pemekaran. Ketiga, pemekaran juga bisa berdimensi
2. Faktor-faktor
pendorong
pemekaran
daerah
janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil). Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye
Meskipun syarat administratif, teknis,
yang efektif untuk mendongkrak suara dalam
dan fisik kewilayahan sebagai syarat pemekaran
pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa
telah dibuat semakin ketat berdasar PP No
dipandang tidak prodaerah dan tidak prorakyat.
78/2007
tentang
Penghapusan,
dan
Tata
Cara
Pembentukan,
Penggabungan
Daerah
Keempat, meski masih berupa indikasi dan masih harus dibuktikan, transaksi ekonomi
Otonom, hal tersebut tidak mampu membendung
politik
tuntutan daerah untuk melakukan pemekaran.
pengusulan dan inisiatif RUU pemekaran.
Menurut
Prasojo
(2008),
bahwa
sangat
berpotensi
terjadi
dalam
terdapat
Kelima, tentu saja sangat legitimate
sejumlah faktor pendorong untuk melakukan
untuk menyatakan bahwa dari matra luas wilayah
tuntutan pemekaran daerah selama ini. Sekaligus
dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah 25
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
jalan untuk mendekatkan pelayanan sekaligus
mendekatkan
pemerintahan
meningkatkan kemakmuran masyarakat.
meningkatkan
kualitas
Berbagai penjelasan yang disebutkan, menurut
Prasojo
(2008)
sebenarnya
telah
dalam
berkembang
Kepentingan
memperluas struktur dan posisi di daerah, tuntutan mengalirkan dana pusat ke daerah, janji kampanye
pemilu,
serta
publik,
wilayah
terisolasi menjadi
kemudian sentra
bisa
kegiatan
pemerintahan, pelayanan dan aktivitas ekonomi. Kedua, bisa jadi pemekaran daerah
transaksi
didorong oleh kepentingan subyektif para pelaku
ekonomi politik memaksa dan menyandera
di daerah juga bisa menjadi motivasi pengusulan
anggota-anggota DPR untuk terus memberikan
pembentukan daerah otonom, seperti para politisi
tempat bagi usulan dan inisiatif pemekaran
dan birokrat yang memperoleh ruang promosi
daerah. Rasanya sulit untuk menghentikan arus
yang lebih luas, masyarakat yang merasa lebih
tuntutan
dihargai secara politik dan kultural, dan para
pemekaran
indikasi
pelayanan
Melalui pemekaran (pembentukan daerah otonom baru),
pemekaran.
rakyat,
pembangunan ekonomi dan demokrasi di daerah.
menjadikan DPR dan pemerintah ''tersandera'' tuntutan
ke
daerah
hanya
dengan
mengandalkan syarat-syarat teknis-administratif. Penyanderaan bukan hanya dilakukan calon DOB terhadap
anggota-anggota
DPR,
tapi
juga
dilakukan DPR terhadap pemerintah.
pelaku bisnis yang mengharap aktivitas. Ketiga,
ekonomi
yang
meningkat
sehubungan pembentukan ibukota daerah otonom baru. Oleh karena itu, usulan pemekaran daerah
Berbagai kepentingan ekonomi-politik di
otonom baru akan terus berlanjut apabila tidak
DPR sering sangat menyulitkan pemerintah
ada format kebijakan yang jelas dalam waktu
(mungkin juga tidak berdaya) untuk menahan
dekat ini.
RUU pemekaran inisiatif DPR. Pada akhirnya,
Kemudian dilihat dari sisi perumus
ukuran-ukuran teknis, administratif, dan fisik
kebijakan
kewilayahan sebagaimana tertuang dalam PP No.
dimekarkan). Terdapat proses kebijakan yang
78/2007
dan
panjang, baik proses teknokratis maupun proses
keputusan politik. Dengan kata lain, bahwa
politis, yang harus dilampaui oleh proposal
tujuan pemekaran untuk memakmurkan dan
pemekaran
menyejahterakan
oleh
memenuhi persyaratan teknokratis yang telah
kepentingan elite politik, baik di pusat maupun
diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah,
daerah.
proposal pemekaran harus didukung secara
terkalahkan
oleh kepentingan
rakyat
terganti
Kemudian menurut Pratikno (2008), fenomena pemekaran perlu dilihat dari sisi pengusul (mengapa ingin mekar)
di
pemerintah
daerah
pusat
otonom.
(mengapa
Selain
harus
politis oleh DPR. Oleh
karena
itu,
dalam
rangka
dan sisi
memahami proses kebijakan pemekaran, perlu
perumus kebijakan di pemerintah pusat (mengapa
dilacak mengapa dan bagaimana pemerintah
dimekarkan).
nasional meloloskan usulan pemekaran daerah
Dilihat dari sisi pengusul pemekaran dari
otonom. Melihat hasil pembentukan daerah
daerah (mengapa ingin mekar), semangat &
otonom baru yang melebihi seratus pesen
energi untuk mengusulkan dan memperjuangkan
dibanding jumlah daerah otonom sebelum 2001,
pemekaran daerah didorong oleh beberapa
bisa dikatakan bahwa pemerintah nasional relatif
alasan,
mudah untuk meloloskan usulan pemekaran dari
26
yakni
pertama,
argumen
untuk
Muh. Tang Abdullah - Menelaah Kebijakan Pemekaran Daerah Di Indonesia
daerah.
Terdapat
beberapa
kemungkinan
masyarakat lokal dan pemerintahan daerah
mengapa hal ini bisa terjadi:
induk.
Pertama, proses teknokratis yang mudah
Pengusulan DOB, perlu dipikirkan untuk
dipenuhi, disiasati atau diabaikan. Hal ini bisa
melakukan pentahapan pemekaran. Di mana
terjadi karena beberapa hal, seperti: kriteria
sebelum DOB dibentuk perlu diberikan masa
kelayakan pemekaran yang mudah ditembus
persiapan,
misalnya
(seperti kriteria jumlah penduduk yang tidak
persiapan
ini
”wajib” karena diakumulasikan dengan indikator
sekaligus evaluasi terhadap kesiapan untuk
yang lain), studi kelayakan yang dilakukan oleh
daerah dimekarkan.
pihak ketiga yang ”bermasalah”. Kedua, proses politik yang cenderung ”anarkis”.
Proses
usulan yang
adalah
tiga
tahun.
masa
Masa
pembinaan
Rancangan pemekaran daerah berasal dari inisiatif pemerintah, hanya melalui satu
bottom up
pintu. Untuk itu perlu dipikirkan untuk
memberikan peluang yang besar, termasuk
perubahan konstitusi. Hal ini dilakukan untuk
peluang
meminimalisasi
kepada
untuk
”petualang/investor
mengusulkan,
politik”
memobilisasi,
mempolitisasi, bahkan men-securitisasi, usulan
intervensi
politik
yang
bermotif kepentingan sesaat.
Kriteria evaluasi teknokratis terhadap usulan
pemekaran. Di kalangan politisi (DPR) yang
pemekaran harus memperhatikan tiga hal
cenderung mendukung pemekaran atas argumen
utama, yakni (1) kapasitas calon DOB yang
politik, juga proses perumusan yang diambil alih
mencakup kapasitas politik, ekonomi, dan
oleh DPR (sebagai usul inisiatif DPR). Eksekutif
fiskal.
(Presiden) yang tidak tegas untuk menolak usulan
pemerintah daerah induk, pemerintah daerah
pemekaran yang dirasakan bermasalah karena
atasan, dan pemerintah pusat, yang disertai
problema
dengan kewajiban untuk memperkuat daerah
politik
dalam
proses
perumusan
kebijakan.
(2)
Kapasitas
pendukung
dari
hasil pemekaran. (3) Urgensi pembentukan daerah,
D. REKOMENDASI
yaitu
sejauh
mana
pemekaran
merupakan sesuatu yang mendesak segera dilakukan.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka dalam rangka memperbaiki proses pembentukan DOB
yang
cenderung
Daftar Pustaka
menimbulkan
kontroversial terutama yang terkait dengan usulan pemekaran daerah, maka berikut ini dirumuskan beberapa rekomendasi, yaitu:
Proses
pengusulan
pemekaran
daerah,
meliputi: (1) Pemerintah dapat melakukan usulan pemekaran daerah setelah memenuhi persyaratan teknokratis-administratif yang dilakukan
pengkajian
secara
mendalam
menyangkut kapasitas daerah dan urgensi pembentukan
daerah;
(2)
Memenuhi
persyaratan politik yaitu dukungan dari
Effendy, Arif Roesman. 2008. ”Pemekaran Wilayah Kabupaten/Kota”. Summary Report. Melalui: http://pustakaonline.wordpress.com (14/11/2008). Irfan. 2005. ”Quo Vadis Reposisi Peran Gubernur”. Dalam Jurnal Administrasi Publik. Vol. V No. 1 September 2004 - Februari. FIAUnibraw, Malang. Jha,
S.N. & Mathur, P.C. (edts.). 1999. Decentraliztion and Local Politics; Reading in Indian Government and Politics-2. New Delhi London: Sage Publications.
27
Spirit Publik Vol. 7, No. 1, April 2011 Hal. 15 – 28
Koran Jawa Pos, Pro Otonomi, Senin, 3 November 2008. melalui: http://www.jawapos.com Muluk, M.R Khairul. 2007. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Malang: Bayumedia Publishing. Prasojo, Eko. 2008. “Jorjoran Pemekaran Daerah: Instrumen Kepentingan Ekonomi Politik”. Dalam Opini Jawa Pos: Selasa 11 November. Pratikno. 2008. “Usulan Perubahan Kebijakan Penataan Daerah (Pemekaran dan Penggabungan Daerah)”. Policy Paper. Melalui:
[email protected] Rondinelli, Dennis A & Cheema, G. Shabbir. 1983. Decentralization and Development Policy Implementation in Developing Countries. Beverly Hills London: Sage Publications. Smith, Brian C. 1985. Decentralization: The Territorial Dimension of The State. London: George Allen & Unwin.
28