5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tambakan Ikan tambakan merupakan salah satu jenis ikan hias penyusun sarang busa yang cukup terkenal dikalangan pembudidaya ikan hias dan dikenal dengan nama dagang
kissing gourami sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama ikan
tambakan. Ikan ini mempunyai kebiasaan yang unik di akuarium. Ikan tambakan menempelkan bibirnya pada benda-benda dalam akuarium, misalnya batu-batuan, kaca, dan filter. Ikan tambakan merupakan ikan yang kosmopolit, mudah ditemukan pada segala macam perairan, ikan tambakan ini dapat hidup pada perairan tergenang yang miskin oksigen (Susanto dan Lingga 1987). Ikan tambakan (Helostoma temmincki C.V) menurut Saanin (1984) mempunyai susunan taksonomi sebagai berikut : Filum
:
Chordata
Kelas
:
Pisces
Sub kelas
:
Teleostei
Ordo
:
Percomorphoidei
Sub-ordo
:
Anabantoidea
Famili
:
Anabantidei
Genus
:
Helostoma
Species
:
Helostoma temminckii Cuvier dan Valenciennes
Secara morfologis ikan tambakan mampunyai ciri-ciri sebagai berikut; badan pipih (compressed), berbentuk oval/lonjong. Mulut dapat disembulkan, celah mulut horizontal sangat kecil. Rahang atas dan bawah sama, bibir tebal, mempunyai deretan gigi biasanya ujungnya hitam. Sisik tergolong ctenoid, jika diraba kasar karena ada duri-duri pada tepinya (Susanto et al. 1987). Ikan tambakan dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Gambar 2 Ikan Tambakan (sumber: koleksi pribadi). Warna dasar badannya kekuningan hingga perak kehijauan, antara bagian atas dan bawah badan mempunyai warna yang tidak rata. Pada sebelah atas badannya mempunyai warna yang lebih gelap atau berwarna hijau zaitun, sedangkan perutnya selalu berwarna putih. Sirip-siripnya berwarna kehijauan atau kuning pucat. Khusus sirip punggung dan anus pada sebelah depannya mempunyai pinggiran berwarna gelap. Matanya berwarna coklat, agak kuning. Pada lingkungan yang baik, tambakan akan memperlihatkan sebentuk garis berwarna gelap pada bagian belakang sirip pungging dan anus, juga pada sirip ekor. Sisiknya agak kasar, jika diraba terasa ada durinya. Sisik ini tergolong sisik ctenoid (Susanto et al. 1987). Bentuk badan tambakan tinggi dan gepeng, sirip dorsal panjang dengan 16-18 jari keras dan 13-16 jari lunak, sirip anal dengan 13–15 jari keras dan 17–19 jari lunak. Sirip dada besar, membulat dan sirip ekor cekung. Garis sisi terbagi atas 2 bagian, bagian posterior mulai di bawah ujung bagian anterior, melalui 43–48 sisik. Tidak ada tanda yang jelas untuk membedakan jenis kelamin, tetapi ikan betina umumnya lebih gemuk. Ada 2 macam warna pada ikan ini yaitu hijau dengan dengan garis pada sisi abu-abu dan sirip coklat gelap, dan ada yang berwarna merah jambu albino dengan sisik keperakan (Gaffar 2007). Ikan tambakan sangat toleran terhadap berbagai kondisi perairan, daerah penyebarannya di Indonesia dan Thailand, pada perairan dengan suhu 22 hingga 28 derajat Celcius dan pH 6,8–8,5. Umumnya mendiami perairan yang dangkal, berarus lambat dan padat vegetasi. Ukuran ikan dewasa dapat mencapai 15-30 cm. Tipe makan ikan ini adalah omnivor, yang memakan semua jenis makanan terutama algae bentos, tanaman air, plankton dan insekta. Ikan Tambakan dapat
7
mengambil algae yang menempel dengan menggunakan bibirnya. Ikan jantan menonjolkan bibir sebagai upaya dominasi dan teritorialitas. Pemijahan terjadi pada awal musim hujan bulan September sampai Oktober, telur ditebar di perairan terbuka. Pemijahan dimulai oleh ikan betina pada perairan yang tertutup tanaman air. Telur ikan tambakan berbentuk speris, berwarna kuning muda, lunak dan terapung. Satu hari setelah fertilisasi telur akan menetas, dan anakan akan mulai berenang 2 hari kemudian (Syahraini et al. 2005). 2.2 Telur Ikan Kaitaranta (1980); Tocher, Sergeant (1984); Bledsoe, Rascoe (2003) diacu dalam Shirai et al. (2006) menyatakan bahwa telur ikan telah banyak dikonsumsi diberbagai belahan negara dan caviar merupakan salah satu nama yang biasa digunakan untuk menyebut telur ikan. Telur ikan yang telah digarami dan paling banyak dikonsumsi oleh orang jepang berasal dari ikan salmon, Pollock, flyingfish (ikan terbang) dan herring. Kandungan nutrisi yang terdapat pada telur ikan lebih banyak berupa lemak, telur ikan banyak sekali mengandung eicosapentaenoic acid (C20:5n-3) dan docosahexaenoic acid (C22:6n-3). Asam lemak ini memiliki peran penting dalam mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskular. Salah satu ikan air tawar yang ada di daerah Kalimantan Timur adalah ikan tambakan. Ikan ini banyak dikonsumsi oleh masyarakat baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan ikan asin, selain dagingnya dikonsumsi telurnya juga dimanfaatkan oleh masyarakat. Pemanfaatan telur ikan tambakan secara tradisional telah dilakukan oleh masyarakat di daerah Kalimantan Timur dengan cara fermentasi yang hanya di beri garam. Telur ikan tambakan berbentuk speris, lunak dan berwarna kuning muda.
Telur ikan tambakan yang telah
difermentasi disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3 Telur ikan tambakan hasil fermentasi.
8
2.3 Fermentasi Steinkraus (1996) diacu dalam Riebroy et al. (2007) menyatakan bahwa fermentasi merupakan cara yang tertua disamping pengeringan yang dipraktekkan manusia untuk tujuan pengawetan dan pengolahan. Penelitian di bidang fermentasi makanan telah mengungkapkan bahwa melalui proses fermentasi, bahan makanan akan mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimia yang menguntungkan seperti flavor, aroma, tekstur, daya cerna dan daya tahan simpan. Syah (2004) menyatakan bahwa pada prinsipnya fermentasi adalah proses perubahan substrat organik yang kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana dengan adanya aktivitas enzim dan mikroba dalam keadaan yang terkontrol. Bahan-bahan atau komponen yang dihasilkan dapat menghambat kegiatan mikroba pembusuk. Selain menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, perubahan yang terjadi dapat memperbaiki nilai gizi produk. Lay (2002) diacu dalam Lee et al. (2009) menyatakan bahwa fermentasi terjadi sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik, dimana mikroba dapat mencerna glukosa sebagai bahan baku energinya tanpa oksigen, sebagai hasilnya hanya sebagian glukosa yang dipecah dan menghasilkan sejumlah kecil energi, CO 2, air dan produk akhir metabolisme lainnya. Jika kedalam bahan mentahnya ditambahkan sumber karbohidrat, misalnya pati atau nasi, maka selama fermentasi akan terjadi pemecahan pati menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana seperti asam dan alkohol, sedangkan lemak dipecah menjadi gliserol dan asamasam lemak. Sanni et al. (1998); Holzapfel, (2002); diacu dalam Huch et al. (2008) menyatakan bahwa fermentasi makanan dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroba dalam bentuk starter, tetapi mikroba yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Sedangkan fermentasi tidak spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroba dalam bentuk kultur atau starter,
9
dimana mikroba tersebut akan berkembang biak dan aktif dalam mengubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan. Proses fermentasi merupakan proses biokimia dengan menggunakan kelompok bakteri asam laktat, sehingga hasilnya dapat dijadikan sebagai salah satu cara pemanfaatan sumber bahan makanan. Fermentasi dianggap sebagai usaha untuk pengawetan bahan makanan paling murah, mudah dan sederhana, serta tidak tergantung pada tempat dan musim. (Ruddle et al. 2005). Seveline (2005) menyatakan bahwa dalam proses fermentasi untuk pengolahan makanan dan minuman dapat melibatkan bakteri asam laktat. Peranan utama bakteri asam laktat adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk memperoleh produk akhir pangan dengan konsistensi yang tinggi, tahan lama, awet dan umumnya bakteri ini tergolong aman. Pengklasifikasian bakteri asam laktat berdasarkan beberapa hal yaitu : morfologinya, fermentasi glukosa, perbedaan tumbuh pada suhu-suhu tertentu, konfigurasi produksi asam laktat, kemampuan untuk tumbuh pada konsentrasi garam tinggi dan kemampuan toleransinya terhadap asam dan basa. Cooke, Twiddy, Rielly (1987); Gelman, Drabkin, Glatman (2000); Muller, Madsen, Sophanodora, Gram, Moller (2002); diacu dalam Hu et al. (2008) menyatakan bahwa proses pengawetan ikan dengan cara fermentasi mempunyai beberapa
keuntungan
diantaranya
:proses
pengolahannya
tidak
mahal,
menghasilkan bahan buangan dalam jumlah kecil, teknik pembuatannya sederhana dan mudah diterapkan secara tradisional, produk fermentasi mempunyai daya simpan panjang, suhu dan kelembaban yang tinggi di daerah tropis dapat merangsang pertumbuhan mikroorganisme
yang berperan dalam
proses
fermentasi, produk dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat, dan tidak memerlukan pengepakan dan distribusi khusus. Nurulita et al. (2007) mengatakan bahwa Produk fermentasi hasil perikanan mempunyai beberapa kekurangan yaitu mutu yang tidak stabil, tidak seragam bahkan terkadang mutunya sangat rendah dan membahayakan konsumen. Hal ini, karena pada pengolahan ikan tradisional umumnya proses fermentasi berlangsung secara spontan tanpa penambahan strater bakteri yang dikehendaki.
10
2.4 Peranan Garam dalam Fermentasi Proses fermentasi pada umumnya
disertai dengan penggaraman,
pengawetan produk fermentasi diperoleh dari efek penggaraman yang akan menahan perkembangan bakteri patogen, selain itu garam juga berfungsi sebagai antimikroba (Huda 2004). Pendapat ini didukung juga oleh Heruwati (2002) menyatakan bahwa penambahan garam dalam fermentasi ikan mempunyai beberapa fungsi, yaitu meningkatkan rasa ikan, membentuk tekstur yang diinginkan, mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan yang berperan dalam fermentasi, dan menghambat pertumbuhan mikroorgansime pembusuk dan patogen. Garam dapat berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan patogen karena mempunyai sifat-sifat antimikroba sebagai berikut: a) garam dapat meningkatkan tekanan osmotik substrat, b) garam dapat menyebabkan terjadinya penarikan air dari dalam bahan pangan sehinggga aw bahan pangan akan menurun dan mikroorganisme tidak akan tumbuh, c) garam mengakibatkan terjadinya penarikan air dari dalam sel mikroorganisme, sehingga sel akan kehilangan air dan mengalami pengerutan, d) ionisasi garam akan menghasilkan ion khlor yang beracun terhadap mikroorganisme dan e) garam dapat menganggu kerja enzim proteolitik karena dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein (Adawyah 2008). Kim et al. (1997); Morioko et al. (1999); diacu dalam Dissaraphong et al. (2006) menyatakan bahwa proses fermentasi biasanya dilakukan selama beberapa minggu atau beberapa bulan, tergantung jenis produk. Daya awet produk ini juga bervariasi antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Produk seperti kecap ikan bahkan dapat disimpan hingga lebih dari satu tahun. 2.5 Bakteri Bakteri dapat dianggap sebagai mikroorganisme yang mempunyai populasi terbanyak, berukuran kecil dan mempunyai bentuk yang relatif sederhana. Bakteri mempunyai ciri-ciri morfologi sebagai berikut : a. Bentuk : bakteri mempunyai tiga bentuk dasar yaitu : bulat atau coccus (jamak : cocci), bentuk batang atau bacillus (jamak : bacilli) dan bentuk spiral.
11
b. Ukuran : ukuran sel bakteri bervariasi. Ukuran yang digunakan mikrometer (µm) yang setara dengan 1/1000 mm. Ukuran bakteri umumnya sekitar 0,5-1,0 µm x 2,0-5,0 µm. Bakteri bentuk bola diameternya 0,75-1,25 µm, bentuk batang lebar 0,5-1,0 µm dan panjang 1,0-2,0 µm (Murni et al. 2008). Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrien dasar dari lingkungan kedalam sel, konversi bahanbahan nutrien menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan kimia (Murni et al. 2008). Pertumbuhan bakteri ditandai melalui beberapa fase yaitu : a. Fase adaptasi; pemindahan mikroba dari suatu medium ke medium lain, menyebabkan mikroba akan mengalami fase adaptasi untuk melakukan penyesuaian dengan substrat dan kondisi lingkungan sekitar. Pada fase ini belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disentesis. Jumlah sel pada fase ini mungkin tetap tetapi kadang-kadang menurun. Lama fase ini bervariasi, dapat cepat atau lambat tergantung dari kecepatan penyesuaian dengan lingkungan sekitar. Medium lingkungan pertumbuhan dan jumlah inokulum mempengaruhi lama adaptasi. b. Fase pertumbuhan awal; setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru tahap penyesuaian diri. c. Fase pertumbuhan logaritmik; sel mikroba membelah dengan cepat dan konstan dan pertambahan jumlahnya mengikuti kurva logaritmik. Pada fase ini pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi medium tumbuh (pH dan kandungan nutrien) dan kondisi lingkungan (suhu dan kelembaban udara). Sel membutuhkan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan fase lain dan sel paling sensitif terhadap lingkungan. d. Fase pertumbuhan lambat; pertumbuhan populasi mikroba mengalami perlambatan. Perlambatan pertumbuhan disebabkan zat nutrisi didalam
12
medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin racun yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Pertumbuhan pada fase ini tidak stabil, tetapi jumlah populasi masih naik karena jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dari jumlah sel yang mati. e. Fase pertumbuhan tetap; jumlah populasi mikroba tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. Ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat nutrisi sudah mulai habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Sel-sel menjadi lebih tahan terhadap keadaan ekstrem seperti panas, dingin, radiasi dan bahan kimia. f. Fase menuju kematian dan fase kematian; sebagian populasi mikroba mulai mengalami kematian yang disebabkan oleh nutrien di dalam medium dan energi cadangan di dalam sel sudah habis. Kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrien, lingkungan, dan jenis jasad renik. Kurva pertumbuhan mikroba disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Kurva pertumbuhan mikroba. Ichimura et al. (2003) menyatakan bahwa fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan, sebagai akibat dari pemecahan kandungan-kandungan bahan pangan tersebut. Hasil fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut.