SOSIS ANALOG SUMBER PROTEIN BERBASIS TEMPE DAN JAMUR TIRAM SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL KAYA SERAT PANGAN
DEWI PRATIWI AMBARI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Dewi Pratiwi Ambari NIM I14090111
ABSTRAK DEWI PRATIWI AMBARI. Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR dan EVY DAMAYANTHI. Tempe merupakan salah satu pangan fungsional indigenous Indonesia yang berkualitas gizi baik dan melimpah ketersediaannya. Namun, pemanfaatannya masih terbatas pada proses pengolahan yang sederhana sehingga pengembangan produk olahan tempe belum optimal. Salah satu cara untuk meningkatkan pemanfaatan tempe adalah dengan mengembangkannya menjadi sosis dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) untuk melengkapi kandungan asam amino essensial sebagai produk makanan sehat untuk anak-anak. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan formulasi sosis analog sumber protein berbasis tempe dengan penambahan jamur tiram sebagai pangan fungsional kaya serat pangan untuk pemenuhan kebutuhan gizi pada anak usia sekolah. Formulasi terpilih berdasarkan uji organoleptik yaitu sosis dengan penambahan jamur tiram sebesar 20%. Sosis terpilih memiliki kandungan energi 398 Kal, 14.40 g protein, dan 7.64 g serat pangan per 100 g sehingga dalam satu takaran saji 50 g terdapat 199 Kal energi, 7.20 g protein, dan 3.82 g serat pangan. Sosis terpilih mengandung 24% protein berdasarkan acuan label gizi sehingga dapat diklaim sumber protein dan 7.64 g serat pangan per 100 g sehingga dapat diklaim kaya serat pangan. Kata kunci: Protein, jamur tiram, serat pangan, sosis, tempe
ABSTRACT DEWI PRATIWI AMBARI. Protein Source Analogue Sausage Based On Tempeh and Oyster Mushroom as a Functional Food Rich in Dietary Fiber. Supervised by FAISAL ANWAR and EVY DAMAYANTHI. Tempeh is one of Indonesia indigenous functional food which has good nutrient quality and relatively abundant. However, the utilization is still limited to simple processing so that the development of processed tempeh products is not optimal yet. One of the way to increase the utilization of tempeh is develop it become a sausage adding with oyster mushroom to complete the essential amino acid as a healthy food product for children. The purpose of this study was developed protein source analogue sausage formulation based on tempeh flour with the addition of oyster mushroom (Pleurotus ostreatus) as functional food rich in dietary fiber as healthy snack product for the children. The best formulation was chosen from organoleptic test is tempeh sausage with the addition of 20% oyster mushroom. The best formulation sausage contained 398 Kal energy, 14.40 g protein, and 7.64 g dietary fiber per 100 g so per serving size 50 g contained 199 Kal energi, 7.20 g protein, and 3.82 g dietary fiber. The best formulation sausage contained 24% of protein based on nurition information fact so it can be claimed source of protein and 7.64 g of dietary fiber per 100 g so it can be claimed rich indietary fiber. Keywords: Dietary fiber, protein, oyster mushroom, sausage, tempeh
SOSIS ANALOG SUMBER PROTEIN BERBASIS TEMPE DAN JAMUR TIRAM SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL KAYA SERAT PANGAN
DEWI PRATIWI AMBARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan Nama : Dewi Pratiwi Ambari NIM : I14090111
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir. Faisal Anwar, MS Pembimbing I
Prof.Dr.Ir. Evy Damayanthi, MS Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan tema pengembangan produk yang mendukung program diversifikasi pangan lokal, dengan judul Formulasi Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS selaku dosen Pembimbing Akademik sekaligus dosen Pembimbing Skripsi dan Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, rekan-rekan, dan seluruh pihak atas bantuan, doa, dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Bogor, Desember 2013
Dewi Pratiwi Ambari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Bahan
3
Tahapan Penelitian
4
Rancangan Percobaan
9
Pengolahan Data
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Tempe
9 9
Pengembangan Formula Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram
11
Sifat Organoleptik Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram
13
Sifat Fisik Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram
16
Kandungan Gizi dan Nilai Cerna Protein Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram 17 Klaim Kandungan Zat Gizi, Informasi Nilai Gizi, Kontribusi Zat Gizi, dan Estimasi Harga Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram SIMPULAN DAN SARAN
20 23
Simpulan
23
Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
40
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Formulasi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 6 Perbandingan karakteristik fisik tepung tempe A, B, dan C dengan SNI 11 Formulasi sosis jamur merang 11 Hasil uji mutu hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 13 Hasil uji hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 14 Karakteristik fisik sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 15 Kandungan gizi dan nilai cerna protein produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 17 Klaim gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram per takaran saji (50 g) terhadap ALG kelompok konsumen umum 21 Nilai informasi gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram per takaran saji (50 g) terhadap AKG anak usia sekolah 10–12 tahun 21 Kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram per takaran saji (50 g) terhadap AKG anak usia sekolah 10–12 tahun 22 Estimasi harga sosis per kilogram (40 batang sosis @ 25 g) 23
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Diagram alir tahapan penelitian 4 Diagram alir pembuatan tepung tempe 5 Dokumentasi proses pembuatan tepung tempe 5 Proses pembuatan sosis 7 Presentasi mimik wajah pada penilaian tingkat kesukaan anak terhadap sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 8 Tempe kedelai sebelum dan setelah blanching 10 Penampakan tepung tempe suhu pengeringan 550C dengan lama waktu pengeringan 12 jam, 18 jam, dan 24 jam 10 Persentase penerimaan produk sosis tempe dengan 5 taraf penambahan jamur tiram 14 Persentase penerimaan produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada anak usia sekolah 15 Ilustrasi informasi nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Formulir uji organoleptik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram panelis semi terlatih 29 Formulir uji penerimaan sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada panelis anak usia sekolah 31 Metode analisis sifat fisik dan kimia sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 32 Hasil analisis statistik uji organoleptik mutu hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 34
5 6 7 8 9 10 11 12 13
Hasil analisis statistik uji organoleptik hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 34 Hasil uji daya terima produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada anak usia sekolah 34 Hasil analisis statistik karakteristik fisik sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 34 Hasil analisis statistik karakteristik kimia sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 35 Kandungan gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 36 Nilai cerna protein in vitro sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 36 Dokumentasi 37 Rekapitulasi uji hedonik panelis semi terlatih 38 Rekapitulasi uji organoleptik pada anak usia sekolah 39
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah gizi ganda sedang dialami Indonesia saat ini yaitu masalah gizi kurang dan gizi lebih. Kasus gizi kurang telah berhasil ditekan oleh pemerintah dengan berbagai program kesehatan. Menurut Riskesdas (2010) secara nasional telah terjadi penurunan prevalensi gizi kurang (berat badan menurut umur) pada balita yaitu dari 18.4% tahun 2007 menjadi 17.9% tahun 2010. Penurunan juga terjadi pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5.4% pada tahun 2007 menjadi 4.9% tahun 2010. Namun, disisi lain prevalensi kasus gizi lebih atau obesitas telah mencapai 14% pada balita, 9.2% pada anak sekolah, dan 21.7% pada orang dewasa. Menurut WHO, pada tahun 2005, obesitas telah menjadi epidemi global yang harus segera ditangani. Anak yang mengalami obesitas berisiko tinggi untuk menjadi obesitas pada saat dewasa dan berpotensi mengalami penyakit metabolik serta penyakit degeneratif ke depannya (Lailani dan Hakimi 2003). Hal ini dapat menurunkan produktivitas anak pada saat dewasa sehingga mempengaruhi kondisi perekonomiannya. Selain itu, obesitas pada usia anak juga dapat meningkatkan risiko sindrom metabolik pada usia anak (Perera et al. 2007) Penyebab utama dari obesitas adalah ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi yang didasari pola konsumsi tidak seimbang serta rendahnya aktivitas fisik. Gaya hidup modern saat ini cenderung mengarahkan masyarakat pada pola konsumsi yang praktis tanpa menghiraukan kandungan gizinya. Selain itu, masuknya budaya barat, terutama kecenderungan pola konsumsi pada makanan siap saji tinggi kalori dan lemak, telah membudaya dan tidak dapat dipisahkan dari pola konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini diperburuk dengan rendahnya konsumsi serat masyarakat Indonesia yaitu sekitar 12 g per hari atau hanya 50% dari yang dianjurkan (Litbangkes Gizi 2010). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah obesitas pada anak adalah dengan pendekatan inovasi olahan pangan melalui pengembangan produk kaya gizi yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, dan serat pangan. Jenis pangan yang dapat dioptimalkan keberadaaanya dalam pembuatan produk ini adalah tempe dan jamur. Pemanfaatan tempe dan jamur sampai saat ini masih sangat terbatas. Terbatasnya pemanfaatan tempe dikarenakan daya simpannya yang tidak tahan lama yaitu selama 3–4 hari. Selain itu, pemanfaatan tempe di Indonesia pada umumnya dengan cara digoreng atau diolah menggunakan rempah-rempah sedangkan jamur biasanya digunakan untuk sayur dan lauk. Tempe mempunyai kandungan gizi yang cukup baik, harga yang relatif murah, dan ketersediaan yang melimpah. Tempe juga merupakan sumber protein nabati yang cukup berkualitas. Total protein tempe adalah 18.3 g dalam 100 g tempe mentah (Nurhadijah 2010). Beberapa komponen penting dalam tempe yang bermanfaat bagi kesehatan adalah kandungan asam amino, asam lemak tidak jenuh, dan isoflavon (Haron et al. 2009). Berdasarkan penelitian Bintanah dan Kusuma (2010) diketahui bahwa konsumsi tempe berdampak positif terhadap stabilitas kadar gula darah.
2 Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) memilki rasa yang lezat, bernilai gizi cukup baik, dan ketersediannya cukup berlimpah di pasaran. Jamur tiram juga merupakan salah satu bahan pangan yang tengah popular di kalangan masyarakat terkait dengan dampaknya terhadap kesehatan. Hasil penelitian Schneider et al. (2011) menunjukan bahwa konsumsi 30 g jamur tiram selama 21 hari berdampak positif terhadap profil lipid darah. Penambahan jamur tiram ke dalam produk olahan tepung tempe dapat meningkatkan kandungan serat pangan di dalamnya. Produk olahan tempe dan jamur yang berpotensi untuk dikembangkan adalah sosis. Sosis merupakan makanan olahan dari daging, khususnya daging sapi dan daging ayam yang dijadikan sebagai sumber protein. Sosis cukup popular di kalangan masyarakat sebagai pangan sumber protein yang praktis dan bergengsi. Konsumsi sosis masyarakat Indonesia meningkat rata-rata 4.46% per tahun (BPS 2011). Dewasa ini, telah berkembang produk sosis analog berbahan dasar pangan nabati seperti tempe, tahu, dan pangan nabati lainnya. Produk sosis analog memiliki keunggulan dibandingkan dengan sosis pada umumnya. Salah satunya yaitu adanya kandungan serat yang bermanfaat bagi kesehatan. Saat ini, belum ada produk sosis kaya gizi yang dijadikan sumber protein dan serat pangan. Kandungan serat pangan menjadikan produk ini tidak hanya memenuhi fungsi pangan secara konvensional yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan gizi tetapi juga bermanfaat untuk kesehatan sehingga produk ini dapat digolongkan sebagai pangan fungsional. Oleh karena itu, diversifikasi campuran tepung tempe dan jamur tiram menjadi produk sosis merupakan solusi untuk menghadirkan produk sosis sebagai pangan kaya gizi yang baik dikonsumsi oleh anak-anak, terutama anak obesitas. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian “Formulasi Sosis Analog Sumber Protein Berbasis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan” bertujuan untuk mendapatkan formulasi produk pangan fungsional berbasis pangan lokal tempe dengan penambahan jamur tiram (Pleurotus ostreatus) sebagai produk pangan sumber protein dan kaya serat pangan untuk pemenuhan kebutuhan anak usia sekolah. Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Menentukan formulasi sosis analog sumber protein berbasis tempe dengan penambahan jamur tiram 2. Menilai mutu hedonik dan hedonik sosis pada panelis semi terlatih 3. Menilai penerimaan produk sosis terpilih pada anak usia sekolah 4. Menganalisis pengaruh penambahan jamur tiram terhadap sifat fisik, kandungan gizi, dan nilai cerna protein pada produk sosis terpilih 5. Menghitung kontribusi zat gizi dan estimasi harga satu porsi produk sosis tempe tehadap acuan Acuan Label Gizi (ALG) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) anak usia sekolah
3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu adanya produk sosis sumber protein berbasis pangan lokal yaitu tempe dengan penambahan jamur tiram sebagai alternatif produk pangan sumber protein dan kaya serat pangan untuk anak-anak sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi anak serta meningkatkan kuantitas konsumsi protein dan serat anak Indonesia melalui inovasi produk berbasis sumber daya lokal.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari bulan Maret sampai September 2013. Penelitian bertempat di Laboratorium Analisis Zat Gizi dan Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Analisis fisik dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan sedangkan analisis kimia dilakukan di Laboratorium Analisis Zat Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Sementara itu, uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor dan uji daya terima pada anak usia sekolah dilakukan di SDN I Ciawi, Kabupaten Bogor. Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama adalah tempe dan jamur tiram. Tempe didapatkan dari pasar tradisional Ciawi sedangkan jamur tiram didapatkan dari petani jamur tiram di wilayah Bogor. Bahan-bahan pendukung yang digunakan antara lain air es, garam, tepung maizena, putih telur, karagenan, gula, minyak kelapa sawit, lada bubuk, dan bawang putih. Casing atau selongsong yang digunakan adalah casing tipe non edible yang terbuat dari bahan plastik yang dibeli dari Laboratorium Ruminansia Besar, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu H2SO4, NaOH, air suling, HCl, hexan, etanol, H3BO3, multienzim, metanol, dan larutan indikator. Alat-alat yang akan digunakan untuk membuat sosis antara lain refrigerator, pembuat adonan (food processor), pengisi manual (stuffer), dan peralatan memasak. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas (labu Kjeldahl, labu Soxhlet, kertas saring, pipet tetes, pipet volumetrik, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, pipet Mohr), oven, tanur listrik, desikator, timbangan analitik, penjepit cawan, pemanas listrik (hot plate), texture analyzer, inkubator, bunsen, freeze dryer, dan cawan porselen.
4 Tahapan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui teknik pembuatan tepung tempe dengan kualitas baik pada suhu dan waktu yang tepat. Tahap penelitian pendahuluan meliputi persiapan bahan dasar penelitian yaitu pembuatan tepung tempe. Sementara itu, penelitian lanjutan bertujuan untuk mempelajari pengaruh penambahan jamur tiram terhadap mutu organoleptik sosis tempe. Tahap penelitian lanjutan terdiri dari formulasi sosis dengan penambahan jamur tiram pada berbagai taraf, uji organoleptik, analisis fisik dan kimia produk terpilih, serta uji penerimaan konsumen anak-anak terhadap sosis tempe dengan penambahan jamur tiram. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 1. Tempe kedelai murni umur 24 jam Slicing dan blancing Pengeringan pada suhu 550C dengan variasi waktu
T1
T2
Tepung tempe A
Tepung tempe B
T3 Tepung tempe C
Tepung tempe terpilih (Penelitian pendahuluan) Formulasi sosis
Kontrol
Penambahan jamur tiram F1, F2, F3, F4, dan F5
Uji Organoleptik Formula sosis terpilih Analisis sifat fisik, kandungan zat gizi, dan nilai cerna protein Perhitungan kontribusi gizi dan estimasi harga sosis tempe Analisis penerimaan pada anak-anak (Penelitian lanjutan) Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
5 Penelitian Pendahuluan Pembuatan Tepung Tempe Pembuatan tepung tempe diawali dengan penentuan jenis tempe yang akan digunakan. Tempe yang digunakan adalah tempe kedelai murni berumur 24 jam untuk memperoleh kualitas rasa dan aroma tepung tempe yang optimal. Tempe dinilai berdasarkan karakteristik fisik yang baik dan masih segar. Pembuatan tepung tempe dalam penelitian ini mengacu pada Denavi et al. (2009) dengan suhu pengeringan 550C dan variasi waktu pengeringan pada rentang 12–24 jam yaitu Tit1 pada suhu 550C selama 12 jam, Tit2 pada suhu 550C selama 18 jam, dan Tit3 pada suhu 550C selama 24 jam. Proses pembuatan tepung tempe yaitu tempe segar dipotong-potong dan diblansir (1000C selama 15 menit). Tempe kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 550C dengan variasi waktu pengeringan. Setelah dikeringkan, tempe digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 60 mesh. Tepung tempe terbaik ditentukan dengan cara membandingkan karakteristik fisik warna, aroma, dan rasa tepung tempe masing-masing waktu pengeringan dengan karakteristik fisik warna, aroma, dan rasa tepung tempe standar. Diagram alir proses pembuatan tepung tempe dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Tempe kedelai murni Slicing ± 0.5 cm dan Blancing selama 15 menit Pengeringan pada berbagai suhu dan waktu
T55t12
T55t18
T55t24
Ditepungkan dengan blender Tepung tempe A
Tepung tempe B
Tepung tempe C
Dibandingkan warna, aroma, dan rasa dengan standar Tepung tempe terpilih Gambar 2 Diagram alir pembuatan tepung tempe
Tempe kedelai murni
Slicing
Pengeringan
Blansir
Gambar 3 Dokumentasi proses pembuatan tepung tempe
Penepungan
6 Penelitian Lanjutan 1.
Formulasi Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram
Penentuan formula sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dilakukan secara trial dan error dengan mengacu pada formula dasar pembuatan sosis jamur merang (Usman 2009). Pembuatan sosis tempe dengan penambahan jamur tiram menggunakan bahan baku berupa tepung tempe, jamur tiram, karagenan, tepung maizena, putih telur, bawang putih, pala, merica, garam, gula, minyak, dan air. Pengembangan formula dilakukan berdasarkan perhitungan kandungan zat gizi protein dan serat pangan yang memenuhi kriteria klaim kandungan zat gizi protein sebagai “sumber” dan zat gizi serat pangan sebagai “kaya atau tinggi” menurut aturan BPOM (2011). Formulasi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Formulasi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Jumlah bahan (%) Bahan pangan F0 F1 F2 F3 F4 F5 Tepung tempe 19.3 18.9 18.6 18.2 17.9 17.6 Jamur tiram 0* 10* 20* 30* 40* 50* Maizena 2.9 2.8 2.8 2.7 2.7 2.6 Karagenan 1.4 1.4 1.4 1.4 1.3 1.3 Putih telur 19.3 18.9 18.6 18.2 17.9 17.6 Garam 1.4 1.4 1.4 1.4 1.3 1.3 Gula 1.9 1.9 1.9 1.8 1.8 1.8 Bawang putih 1.9 1.9 1.9 1.8 1.8 1.8 Merica 0.5 0.5 0.5 0.5 0.4 0.4 Pala 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 Minyak kelapa 2.9 2.8 2.8 2.7 2.7 2.6 Air 48.2 47.3 46.4 45.6 44.7 44.0 Total 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 *Persen bahan berdasarkan tepung tempe
Penentuan formulasi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram diformulasikan menggunakan aplikasi Microsoft Excel. Batas bawah penambahan jamur tiram adalah 10% dari total tepung tempe yang digunakan. Sementara itu, batas atas menggunakan tingkat penambahan maksimum sebesar 50%. Tingkat penambahan jamur tiram dengan rentang 10–50% diestimasi telah memenuhi kriteria klaim “sumber” protein dan “kaya atau tinggi” serat pangan. Proses pembuatan sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 4. Proses tersebut mengacu pada proses pembuatan sosis jamur merang oleh Usman (2009). 2.
Uji Organoleptik Uji organoleptik yang dilakukan pada sosis tempe dengan penambahan jamur tiram meliputi uji hedonik dan mutu hedonik. Pada uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan tanggapan berdasarkan kesan baik atau buruk terhadap suatu produk. Sementara itu, pada uji hedonik, panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk
7 (Setyaningsih et al. 2010). Uji organoleptik yang dilakukan menggunakan 30 orang panelis semi terlatih yang berasal dari Departemen Gizi Masyarakat. Tepung tempe Jamur Tiram
Penambahan air, telur, dan bumbu Pencampuran secara manual dengan spatula Penambahan Maizena dan karagenan Pencampuran secara manual dengan spatula Pemasukan adonan ke dalam selongsong Pengukusan pada suhu 1000C selama 30 menit Pendinginan dalam air es selama 20 menit Sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Gambar 4 Proses pembuatan sosis Pengujian dilakukan dengan menyajikan piring bersekat yang masingmasing berisi 10 g sosis tempe dengan penambahan jamur tiram yang telah digoreng. Setiap piring berisi lima perlakuan dan diberi kode berupa tiga angka acak yang berbeda tiap piringnya. Uji organoleptik berupa uji mutu hedonik menggunakan metode kategorik dengan 7 klasifikasi nilai. Nilai-nilai tersebut diinterpretasikan menjadi mutu produk yang sudah ditentukan klasifikasinya. Klasifikasi uji mutu hedonik untuk atribut warna, tekstur, rasa, dan aroma. Uji hedonik yang dilakukan meliputi warna, tekstur, rasa dan aroma dengan skala yang digunakan 1–7 yaitu tingkat kesukaan panelis (amat sangat tidak suka-amat sangat suka). Semakin besar angka maka semakin suka panelis terhadap produk tersebut. Panelis dianggap menerima sampel apabila tanggapan yang diberikan lebih dari netral (nilai tanggapan 3.00). Formula terpilih ditentukan berdasarkan hasil uji hedonik yaitu dengan melihat persentase penerimaan keseluruhan tiap formula. Persentase penerimaan dihitung berdasarkan kalkulasi pembobotan atribut dan jumlah nilai tanggapan menerima sampel terhadap jumlah keseluruhan panelis (Setyaningsih et al. 2010). Pembobotan ditetapkan berdasarkan pertimbangan peneliti yaitu 0.4 untuk atribut tekstur, 0.3 untuk atribut rasa, 0.2 untuk atribut warna, dan 0.1 untuk atribut aroma. Formula terpilih inilah yang digunakan untuk uji penerimaan konsumen anak-anak dan analisis sifat fisik serta kandungan zat gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram. Kuesioner uji organoleptik pada panelis semi terlatih dapat dilihat pada Lampiran 1. Uji penerimaan pada sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dilakukan dengan mengukur tingkat kesukaan anak-anak terhadap produk. Uji ini melibatkan 39 anak usia sekolah sebagai panelis. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan satu batang sosis tempe dengan penambahan jamur tiram yang telah
8 digoreng (takaran saji :± 25 g). Kemudian panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan berdasarkan kuesioner yang diberikan. Kuesioner uji organoleptik pada anak-anak dapat dilihat pada Lampiran 2. Penilaian tingkat kesukaan hanya dilakukan untuk atribut keseluruhan dan nilai dikategori menjadi tiga yaitu tidak suka, netral, dan suka. Kategori tersebut direpresentasikan dalam tiga bentuk mimik wajah. Anak-anak dianggap menerima sosis tempe dengan penambahan jamur tiram apabila respon yang diberikan adalah netral dan suka.
Tidak suka
Netral
Suka
Gambar 5 Presentasi mimik wajah pada penilaian tingkat kesukaan anak terhadap sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram 3.
Analisis Fisik dan Kimia Formula Terpilih Analisis fisik dilakukan adalah pengukuran kekenyalan menggunakan Texture Analizer TA-XT2i (Sikes et al. 2009) dan penentuan cooking loss (Yang et al. 2007). Analisis kimia yang dilakukan adalah penentuan kadar air dengan metode oven (AOAC 2000), kadar abu metode gravimetri (AOAC 2000), kadar protein dengan metode Kjedahl (AOAC 2000), kadar lemak dengan metode soxhlet (AOAC 2000), kadar karbohidrat secara by difference (AOAC 2000), kadar serat pangan (AOAC 2000), kadar serat kasar (AOAC 2000), dan daya cerna protein in vitro metode multienzim (Hsu et al.1997 dalam Shimelis & Rakshit 2007). 4.
Klaim Kandungan Zat Gizi, Informasi Nilai Gizi, Kontribusi Zat Gizi, dan Estimasi Harga Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram terhadap Acuan Label Gizi (ALG) dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Anak Usia Sekolah Klaim kandungan zat gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram ditentukan berdasarkan aturan BPOM (2011) yaitu zat gizi protein sebagai “sumber” yaitu tidak kurang dari (minimal) 20% ALG per 100 g (dalam bentuk padat). Nilai 20% ALG tersebut adalah 20% dari jumlah ALG protein kelompok konsumen umum yaitu 60 g sehingga 20% ALG adalah sama dengan 12 g protein per 100 g (dalam bentuk padat). Adapun kriteria klaim kandungan zat gizi serat pangan sebagai “kaya atau tinggi” yaitu 6 g per 100 g (BPOM 2011). Informasi nilai gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram ditentukan berdasarkan kalkulasi kandungan energi dan zat gizi (protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan) terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi (protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan) kelompok konsumen umum dalam ALG. Adapun kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dihitung berdasarkan AKG anak usia sekolah 10–12 tahun dengan asumsi anak memiliki berat badan ideal berkisar antara 35–38 kg dan tinggi badan ideal berkisar antara 138–145 cm. Nilai kecukupan zat gizi yang dikalkulasikan pada penelitian ini berfokus pada energi, protein, dan serat pangan. Sementara itu, estimasi harga sosis per sajian dilakukan untuk mengetahui harga jual produk dibandingkan produk sosis yang telah beredar di pasaran. Harga
9 jual produk diestimasi berdasarkan kalkulasi biaya bahan pangan, pegawai, laba, dan biaya lain-lain. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali pengulangan yang terdiri dari satu faktor yaitu proporsi penambahan jamur tiram terhadap bahan dasar tepung tempe. Faktor penambahan jamur tiram terdiri atas lima taraf yaitu F1 (10%), F2 (20%), F3 (30%), F4 (40%), dan F5 (50%) dari total tepung tempe yang digunakan dalam pembuatan sosis. Model yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij= µ + Ai + εij Keterangan: Yij i j µ Ai εij
= Nilai pengamatan respon karena pengaruh proporsi penambahan jamur tiram terhadap tepung tempe taraf ke-i pada ulangan ke-j = Banyaknya taraf tingkat penambahan jamur tiram (i = 0%, 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%) = Banyaknya ulangan (j = 1,2) = Rataan sebenarnya = Pengaruh tingkat penambahan jamur tiram pada taraf ke-i = Kesalahan percobaan karena pengaruh penambahan jamur tiram terhadap tepung tempe taraf ke-i pada ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan pengujian statistika. Data hasil uji organoleptik panelis semi terlatih untuk menentukan formula terpilih dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai modus dan presentase penerimaan panelis terhadap produk. Untuk mengetahui pengaruh jenis formula dan tingkat kesukaan panelis terhadap sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dianalisis statistik dengan uji Kruskal Wallis. Apabila hasil ini menunjukkan adanya perbedaan diantara perlakuan maka dilakukan uji lanjut Duncan. Untuk mengetahui penerimaan sosis tempe terpilih pada panelis anak-anak dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai modus dan persentase penerimaan. Untuk mengetahui pengaruh penambahan jamur tiram terhadap sifat fisik dan kandungan gizi sosis formula kontrol serta formula terpilih dianalisis menggunakan uji beda Independent Samples t-Test. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Tempe Persiapan utama dalam pembuatan sosis pada penelitian ini adalah pembuatan tepung tempe. Tempe yang digunakan berasal dari pasar tradisional Ciawi di daerah Kabupaten Bogor. Tempe yang digunakan merupakan tempe fermentasi 24 jam dan terbuat dari kacang kedelai murni. Pembuatan tepung tempe ini diawali dengan slicing tempe. Slicing dilakukan dengan ukuran lebar ± 0.5 cm. Slicing ini dilakukan untuk mempercepat pengeringan dan penyeragaman
10 ukuran sehingga tempe dapat kering dengan merata. Hal ini berdasarkan teori laju pengeringan bahwa perbesaran luas permukaan suatu benda dapat mempercepat proses pengeringan. Hal ini dikarenakan semakin besar luas permukaan suatu benda maka semakin besar kemungkinan kontak antara udara panas dengan permukaan benda sehingga penguapan air yang terjadi pada benda semakin besar. Setelah proses slicing, tahap berikutnya adalah blanching. Secara umum, berdasarkan medianya terdapat empat metode blanching yaitu blanching menggunakan uap, air, microwave, dan gas (Corcuera et al. 2004). Hasil penelitian Tanongkankit et al. (2012), metode blanching dengan uap panas menghasilkan sifat fisikokimia produk yang lebih baik dibandingkan dengan air panas. Hal ini dikarenakan pada proses blanching dengan air panas kemungkinan akan terjadi kehilangan komponen zat gizi larut air. Dengan demikian, pada penelitian ini tempe diberi perlakuan blanching pada suhu 1000C selama 15 menit dengan menggunakan uap panas. Terdapat perubahan karaterisik warna, rasa, dan aroma pada tempe setelah blanching yaitu warna menjadi lebih cerah, rasa pahit tempe sedikit berkurang, dan aroma tempe tercium lebih kuat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Salam (1999) bahwa irisan tempe yang dikukus memiliki tingkat kecerahan 59.23 sedangkan irisan tempe yang tidak dikukus memiliki tingkat kecerahan 57.19. Hal ini diduga karena proses balnching dapat menghilangkan udara dan debu pada permukaan yang menyebabkan perubahan panjang gelombang cahaya yang dipantulkan. Selain itu, proses balnching juga dapat menonaktifkan enzim-enzim yang dapat menyebabkan perubahan warna pada kedelai dan jamur tempe. Hasil penelitian Schweiggert et al. (2005) menunjukkan bahwa pemanasan dapat menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase yang berperan dalam oksidasi lemak tidak jenuh. Selama proses blanching, penguapan senyawa-senyawa volatil terjadi semakin intensif sehingga aroma tempe menjadi lebih kuat setelah blanching. Adapun senyawa volatil pada tempe adalah golongan aldehida, hidrokarbon, keton, terpen, sulfur, nitrogen, dan alkohol (Jeleń et al. 2013).
Sebelum blanching
Setelah blanching
Gambar 6 Tempe kedelai sebelum dan setelah blanching Setelah proses slicing dan blanching selesai dilakukan, tahap pembuatan tepung tempe selanjutnya adalah pengeringan. Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air hingga batas tertentu sesuai dengan kebutuhan. Suhu pengeringan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 550C. Hal ini dikarenakan pada suhu tersebut terjadi kerusakan zat gizi minimum selama proses pengeringan tempe. Hal ini didukung oleh literatur yang menyatakan bahwa suhu pengeringan optimum kedelai adalah 550–600C (Denavi et al. 2009). Adapun zat gizi yang rentan rusak akibat pemanasan yaitu antioksidan dan vitamin. Selain faktor suhu, faktor waktu juga merupakan faktor penentu kualitas bahan hasil pengeringan. Menurut Denavi et al. (2009), waktu pengeringan tempe yang optimal berkisar antara 12–24 jam dengan suhu antara 500–600C. Dengan demikian, tahap ini bertujuan untuk mengetahui waktu pengeringan optimal tempe
11 pada rentang 12 sampai 24 jam. Rentang waktu yang dipilih yaitu 12 jam,18 jam, dan 24 jam pada suhu 550C. Setelah proses pengeringan, tempe ditepungkan dengan menggunakan blender. Tepung yang dihasilkan dikelompokkan menjadi tiga yaitu tepung tempe A (T55t12), tepung tempe B (T55t18),dan tepung tempe C (T55t24). Tepung tempe tersebut dibandingkan karakteristik fisiknya dengan SNI tempe dikarenakan tidak adanya SNI tepung tempe. Karakteristik fisik tersebut antara lain meliputi warna, aroma, dan rasa. Menurut SNI 01-3144-1992 tentang tempe kedelai, tempe dengan kualitas yang baik memiliki warna normal (khas tempe), aroma normal (khas tempe),dan rasa normal (khas tempe). Sementara itu, menurut Ginting et al. (2009) warna tempe kedelai adalah kuning. Adapun gambar dan perbandingan karakteristik fisik tepung tempe A, B, dan C dengan SNI dapat dilihat pada gambar dan tabel di bawah ini.
Tepung tempe A Suhu 550C, waktu 12 jam
Tepung tempe B Suhu 550C, waktu 18 jam
Tepung tempe C suhu 550C, waktu 24 jam
Gambar 7 Penampakan tepung tempe suhu pengeringan 550C dengan lama waktu pengeringan 12 jam, 18 jam, dan 24 jam Tabel 2 Perbandingan karateristik fisik tepung tempe A, B, dan C dengan SNI Karakteristik fisik
SNI 01-3144-1992
Warna
Normal (kuning)
Aroma
Normal (khas tempe)
Rasa
Normal (khas tempe)
Sampel A: kuning (+) B: kuning (++) C:cokelat krem A: tempe (+) B:tempe (++) C:tempe (++), hangus (+) A: tempe (+) B: tempe (+), pahit (+) C: tempe (+), pahit (++)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa tepung tempe yang paling mendekati standar kualitas fisiknya adalah tepung tempe A yaitu tepung tempe yang dihasilkan dengan proses pengeringan pada suhu 550C selama 12 jam. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Bejarano et al. (2008) yang menyatakan bahwa tepung tempe dengan kualitas baik dihasilkan pada pengeringan selama 12 jam dengan suhu 550C. Dengan demikian, tepung tempe yang digunakan pada penelitian lanjutan pembuatan sosis tempe dengan penambahan jamur tiram adalah tepung tempe A dengan suhu pengeringan 550C selama 12 jam. Pengembangan Formula Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram Sosis yang dibuat pada penelitian ini adalah sosis analog. Hal ini dikarenakan adanya ketidaksesuaian komposisi produk dengan definisi sosis. Menurut Essien (2007) sosis adalah produk olahan daging. Sementara itu, bahan dasar pembuatan sosis ini adalah tepung tempe dan jamur tiram (sama sekali tidak
12 menggunakan daging) sehingga sosis ini disebut sosis analog atau sosis tiruan. Formulasi awal didasarkan pada hasil penelitian Usman (2009) dalam pembuatan sosis berbasis jamur merang yang dapat dilihat pada Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis tempe dengan penambahan jamur tiram adalah tepung tempe, jamur tiram, putih telur, tepung maizena, tepung karagenan, garam, gula, merica, pala, minyak, dan air. Tabel 3 Formulasi sosis jamur merang Komposisi Jumlah (g) Persentase (%) Jamur merang 300.0 62.3 Tepung maizena 30.0 6.2 Tepung karagenan 18.0 3.7 Isolat protein kedelai 9.0 2.0 Garam 7.5 1.5 Minyak 12.0 2.5 Putih telur 105.0 21.8 Sumber: Usman (2009)
Formula diatas diujikan dengan mengganti bahan dasar jamur merang dengan tepung tempe dan tanpa menambahkan isolat protein kedelai sehingga diperoleh hasil sosis dengan tekstur keras. Hal ini diduga disebabkan oleh perbedaan basis bahan dasar yang digunakan. Pada formula sosis jamur merang, bahan dasar jamur merang yang digunakan adalah bentuk basis basah (kadar air lebih dari 80%) sedangkan pada penelitian ini digunakan bahan dasar tempe dalam basis kering (kadar air kurang dari 10%). Dengan demikian, tanpa adanya penambahan air, pembuatan sosis jamur merang dapat menghasilkan sosis dengan tekstur kenyal. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa jumlah air yang terlalu banyak akan menyebabkan tekstur sosis menjadi lunak dan jumlah air yang terlalu sedikit akan menyebabkan tekstur sosis menjadi keras (Essien 2007). Menurut Murphy et al. (2004), jumlah air yang ditambahkan ke dalam adonan sosis untuk memperoleh tekstur yang baik berkisar antara 10–35%. Oleh karena itu, untuk memperoleh karakteristik fisik sosis yang baik dilakukan modifikasi pada formula sosis jamur merang di atas. Modifikasi yang dilakukan yaitu mengurangi persentase bahan dasar tepung tempe dan menambahkan beberapa bumbu rempah untuk memperkuat rasa serta menambahkan air pada adonan. Jumlah persentase bahan dasar tepung tempe terbagi dalam lima taraf yaitu 10 %, 20 %, 30 %, 40 %, dan 50 % dalam 100 g adonan. Batas bawah taraf penambahan bahan dasar tepung tempe (10%) diestimasi telah memenuhi kriteria klaim gizi “sumber” protein dan “kaya atau tinggi” serat pangan. Berdasarkan trial dan error, tekstur sosis terbaik dihasilkan pada penggunaan bahan dasar tepung tempe sebesar 20%. Penggunaan bahan dasar kurang dari 20% menghasilkan tekstur yang padat dan kurang kenyal sedangkan penggunaan bahan dasar lebih dari 20% menghasilkan sosis dengan tekstur lunak. Untuk melengkapi kandungan asam amino essensial dalam produk agar menghasilkan produk dengan kandungan asam amino essensial yang lengkap, produk diberikan perlakuan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah perbedaan jumlah penambahan jamur tiram. Banyaknya jamur tiram yang ditambahkan adalah 10% (F1), 20% (F2), 30% (F3), 40% (F4), dan 50% (F5) terhadap bahan
13 dasar tepung tempe. Selain itu, produk ini diharapkan dapat memenuhi syarat kriteria sosis menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dan dapat diterima oleh anak usia sekolah. Proses pembuatan sosis analog ini terbagi dalam beberapa tahap. Tahap pertama dalam pembuatan sosis adalah proses pencampuran bahan. Proses ini terbagi dalam dua tahap yaitu pembentukan adonan awal dan akhir. Pada tahap pembentukan adonan awal, bahan pembentuk adonan terdiri dari bahan dasar tepung tempe dan jamur tiram, telur, garam, gula, merica, pala, minyak, dan air diaduk dengan kecepatan rendah selama 3–5 menit hingga semua bahan tercampur rata. Hal ini dikarenakan pengadukan dengan kecepatan tinggi dan dalam waktu yang terlalu lama akan meningkatkan suhu adonan sehingga mempengaruhi stabilitas emulsi. Menurut Essien (2007), suhu adonan lebih dari 180C akan menyebabkan emulsi adonan pecah dan meningkatkan cooking loss. Pembentukan adonan akhir dilakukan dengan menambahkan tepung karagenan sebagai pengenyal dan tepung maizena sebagai bahan pengisi ke dalam adonan awal dengan kecepatan sedang selama 3–5 menit hingga semua bahan tercampur rata. Penambahan bahan pengisi dan pengenyal ini dilakukan pada tahap akhir karena untuk memperbaiki stabilitas emulsi (Essien 2007). Proses berikutnya adalah pemasukan adonan ke dalam selongsong sosis. Adonan dimasukan ke dalam selongsong dengan menggunakan corong kecil lalu diikat bagian ujungnya. Adonan pada selongsong kemudian dibagi menjadi beberapa bagian dengan cara mengikat selongsong pada beberapa titik dengan menggunakan benang woll sehingga diperoleh beberapa bagian sosis dengan ukuran panjang yang sama (± 15 cm). Pembagian adonan pada selongsong juga mempertimbangkan cooking loss adonan untuk memperoleh berat masak sosis 25 g per batang. Tahapan selanjutnya adalah pengukusan yang dilakukan selama 30 menit dengan suhu 1000C. Setelah pengukusan terjadi perubahan terhadap tekstur sosis yaitu dari cair menjadi semi padat (kenyal) dan pengembangan ukuran akibat adanya air yang terserap. Menurut Essien (2007), selama proses pengukusan terjadi koagulasi protein dan pengikatan air oleh bahan pengikat sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Sifat Organoleptik Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram Pengujian sifat organoleptik bertujuan untuk menentukan formula terpilih sosis tempe dengan penambahan jamur tiram yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Hasil uji organoleptik mutu hedonik dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil uji mutu hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Atribut uji Modus Warna permukaan Cokelat muda Warna dalam Cokelat krem Aroma Sedang Rasa gurih Sedang Rasa asin Sedang Aftertaste Sedang Tekstur gigit Lembut agak kasar Tekstur tekan Biasa
14 Hasil uji organoleptik mutu hedonik, menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menilai atribut warna permukaan sosis adalah cokelat muda dan warna dalam sosis adalah cokelat krem. Untuk atribut aroma tempe, rasa gurih, dan rasa asin, sebagian besar panelis menilai bahwa atribut tersebut pada kategori sedang dengan rentang kategori dari sangat lemah hingga sangat kuat. Untuk atribut aftertaste, sebagian besar panelis menilai pada kategori sedang dengan rentang kategori sangat lemah hingga sangat kuat. Aftertaste yang dimaksud dalam hal ini adalah rasa pahit dari tepung tempe dan bau langu akibat penambahan jamur tiram. Untuk atribut tekstur gigit sosis, sebagian besar panelis menilai pada kategori lembut agak kasar dengan rentang kategori sangat keras hingga sangat lunak dan tekstur tekan pada kategori biasa dengan rentang kategori sangat keras hingga sangat lunak. Sementara itu, hasil uji statistik menunjukan keseluruhan atribut uji tidak berbeda nyata (p>0.05) antarformula. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian Chockchaisawasdee et al. (2010) dalam pengembangan sosis berbahan dasar tepung beras dan jamur tiram yaitu keseluruhan atribut uji mutu hedonik tidak berbeda nyata antarformula pada perbandingan jamur tiram dan beras dibawah 30%. Hal ini diduga karena penambahan jamur tiram yang relatif rendah sehingga pembentukan atribut-atribut mutu hedonik di atas didominasi oleh faktor pengolahan yaitu pengukusan dan penggorengan. Menurut Essien (2007), selama proses pengukusan terjadi koagulasi protein dan pengikatan air oleh bahan pengikat yang berperan dalam pembentukan tekstur yang kompak. Sementara itu, menurut Zhang et al. (2012), proses penggorengan pada suhu di atas 1800C akan mempengaruhi kualitas produk akhir seperti aroma dan tekstur. Hasil uji organoleptik hedonik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menilai atribut warna, tekstur, dan rasa pada kategori suka. Hal ini diduga karena atribut warna, tekstur, dan rasa dari sosis ini menyerupai sosis ayam yang beredar dipasaran sehingga dominan panelis menyukai produk ini. Sementara itu, untuk atribut aroma, sebagian besar panelis pada kategori biasa. Hal ini diduga karena adanya aroma tempe dan bau langu dari jamur tiram sehingga dominan panelis menyatakan respon biasa. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0.05) dari respon kesukaan panelis terhadap produk pada atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur. Tabel 5 Hasil uji hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Atribut uji Modus Warna Suka Aroma Biasa Tekstur Suka Rasa Suka Keseluruhan Suka Berdasarkan hasil uji kesukaan terhadap atribut keseluruhan, sebagian besar panelis menyukai sosis tempe dengan penambahan jamur tiram. Persentase kesukaan secara keseluruhan yang tertinggi terdapat pada formula F2 yaitu sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram. Selain itu juga formula F2 memiliki penerimaan tertinggi pada atribut lain yaitu rasa. Oleh karena itu, dipilihlah formula F2 sebagai formula terpilih dengan mempertimbangkan penerimaan panelis. Formula terpilih tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut pada tahap
15 penelitian selanjutnya. Persentase penerimaan sampel dapat dilihat pada Gambar 8. 100
93
90 80
Persen
70
77 73 70 70 73
80 77 77 7373
60
8383 77 77 67 67 63 57 53
70 63
F1: Penambahan jamur tiram 10% F2: Penambahan jamur tiram 20%
63
53 53
F3: Penambahan jamur tiram 30%
50 40
F4: Penambahan jamur tiram 40%
30 20
F5: Penambahan jamur tiram 50%
10 0 Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Keseluruhan
Gambar 8 Persentase penerimaan produk sosis tempe dengan 5 taraf penambahan jamur tiram Analisis daya terima dan kesukaan dalam penelitian ini dilakukan di SDN 1 Ciawi dengan jumlah responden sebanyak 39 orang anak. Pengujian daya terima dilakukan hanya untuk atribut keseluruhan dengan tiga kategori yaitu tidak suka, biasa, dan suka yang dipresentasikan ke dalam tiga bentuk wajah. Menurut Setyaningsih et al. (2010), kriteria penerimaan anak terdiri dari (1) jumlah presentase anak yang menolak produk harus kurang dari 50% dan (2) anak-anak harus mampu mengkonsumsi produk tersebut. Data hasil analisis daya terima produk dapat dilihat pada Gambar 9. 80
66.67
Persen
60 33.33
40 20 0 0 tidak suka
netral Respon Panelis
suka
Gambar 9 Persentase penerimaan produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada anak usia sekolah Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa jumlah anak yang menyatakan respon menyukai produk sosis ini adalah sebesar 67.67 %, jumlah anak yang menyatakan respon biasa atau netral sebesar 33.33%, dan tidak ada anak yang menyatakan respon tidak suka. Dengan demikian, tingkat penerimaan produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada kelompok konsumen anak usia sekolah 10–12 tahun adalah 100%. Berdasarkan Setyaningsih et al. (2010), dengan nilai persentase tersebut maka sosis ini dapat dikatakan sebagai makanan jajanan alternatif yang dapat diterima oleh anak-anak.
16 Sifat Fisik Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram Karaterisitik fisik merupakan salah satu faktor penunjang penerimaan suatu produk oleh konsumen. Karakteristik fisik yang dianalisis pada produk ini yaitu tingkat kekenyalan dan penentuan susut masak. Produk yang diuji adalah formula terpilih sosis F2 (penambahan jamur tiram 20%) dibandingkan dengan formula kontrol F0 yaitu sosis tempe tanpa penambahan jamur tiram. Hasil analisis karateristik fisik sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik fisik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 20% Sampel Kekenyalan (KgF) Cooking loss (%) Kontrol 0.77 2.62 F2 0.76 2.75 Sosis komersial 0.50 – 0.80 Menurut Essien (2007), kekenyalan merupakan sifat fisik yang menggambarkan daya tahan produk untuk lepas atau pecah oleh adanya gaya tekan. Kekenyalan ini dianalisis dengan menggunakan alat textur analyzer yang memberikan gaya kepada bahan dengan besaran dan waktu tertentu sehingga profil textur bahan pangan tersebut dapat diukur. Hasil pengukuran tingkat kekenyalan sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah sebesar 0.76 Kgf. Hasil penelitian Usman (2009) menemukan bahwa produk sosis komersil memiliki tingkat kekenyalan berkisar 0.5–0.8 Kgf. Dengan demikian, produk sosis ini memiliki tingkat kekenyalan yang mendekati dengan sosis komersial. Hasil uji beda dengan menggunakan Independent samples t-test, kekenyalan antara sosis kontrol tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap sosis formula terpilih yaitu penambahan 20% jamur tiram. Hal ini diduga karena penambahan jamur tiram yang relatif rendah sehingga pembentukan atribut fisik di atas didominasi oleh faktor pengolahan yaitu pengukusan dan faktor penambahan bahan pengenyal karagenan. Menurut Essien (2007), selama proses pengukusan terjadi koagulasi protein dan pengikatan air oleh bahan pengikat yang berperan dalam pembentukan tekstur yang kompak. Hasil penelitian Koutsopoulos et al. (2008) menunjukan bahwa penambahan karagenan di atas 2% akan mempengaruhi kekenyalan produk sosis. Menurut Essien (2007), cooking loss adalah berat yang hilang selama proses pemasakan. Nilai susut masak turut menentukan kualitas dan kuantitas suatu produk. Kualitas dalam hal ini berkaitan dengan kehilangan zat gizi sedangkan kuantitas berkaitan dengan proses produksi. Nilai susut masak formula terpilih sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram sebesar 2.75% dan sosis kontrol sebesar 2.62%. Hasil uji beda dengan menggunakan Independent samples t-test, susut masak sosis kontrol tidak beda nyata (p>0.05) terhadap sosis formula terpilih. Hal ini diduga karena penambahan jamur tiram yang relatif rendah sehingga cooking loss lebih dipengaruhi oleh keberadaan karagenan. Hasil penelitian Koutsopoulos et al. (2008) menunjukan bahwa penambahan karagenan di atas 2 % akan mempengaruhi cooking loss. Selain itu, menurut Cofrades et al. (2000), penambahan serat pangan pada produk olahan daging akan memperbaiki daya ikat air dan cooking loss. Dengan demikian, dikarenakan jumlah penambahan karagenan pada formula kontrol dan terpilih adalah sama sehingga
17 tidak terdapat perbedaan signifikan antara cooking loss formula kontrol dan terpilih. Kandungan Gizi dan Nilai Cerna Protein Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram Kandungan gizi produk sosis formula kontrol dan formula terpilih dianalisis menggunakan analisis kimia dan evaluasi nilai gizi. Analisis kimia dan evaluasi nilai gizi yang dilakukan antara lain kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat metode by difference, kadar serat kasar, kadar serat pangan, dan daya cerna protein secara in vitro. Hasil analisis kandungan gizi produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram formula kontrol dan formula terpilih dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kandungan gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram 20% Komponen Air Abu Protein Lemak Karbohidrat Serat kasar Serat pangan Daya cerna protein
Satuan % % % % % % % %
Sosis Tempe Kontrol 61.82 2.45 14.67 11.53 9.54 2.21 7.35 71.46
Sosis Tempe Formula F2 62.72 2.26 14.40 11.76 8.87 2.45 7.64 71.90
SNI 01-3820-1995 Maksimal 67% Maksimal 3% Minimal 13% Maksimal 25% Maksimal 8% -
Air merupakan salah satu komponen gizi yang sangat penting dalam produk sosis karena dapat mempengaruhi atribut utama dari sifat fisik sosis yaitu tekstur atau kekenyalan. Kadar air produk sosis formula terpilih sebesar 62.72% dan formula kontrol sebesar 61.82%. Nilai tersebut memenuhi syarat kadar air sosis menurut SNI 01-3820-1995 yaitu maksimal 67%. Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar air sosis formula terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan sosis formula kontrol. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor pengolahan yaitu penggorengan. Menurut Muchtadi dan Ayustaningwani (2010) diketahui bahwa pada pengolahan dengan suhu tinggi akan menyebabkan penguapan air pada bahan pangan. Semakin tinggi kadar air bebas suatu bahan pangan maka laju penguapan yang terjadi akan semakin besar. Sosis formula terpilih secara matematis memiliki kadar air yang lebih tinggi dengan adanya penambahan jamur tiram. Kandungan air dalam 20% jamur tiram yang ditambahkan adalah 3.58 g (kadar air 89%). Namun, saat penggorengan laju penguapan air yang terjadi juga lebih besar dibandingkan kontrol sehingga kadar air formula kontrol dan terpilih yang diproses dengan lama penggorengan yang sama menghasilkan kadar air yang tidak berbeda nyata. Karbohidrat merupakan salah satu komponen penting dalam produk sosis. Komponen karbohidrat dalam produk sosis umumnya berfungsi sebagai bahan pengisi yang dapat memperngaruhi karakteristik fisik dan biaya produksi (Essien 2007). Sumber karbohidrat dalam produk ini terdiri dari tepung maizena dan tepung karagenan. Kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference sehingga kadarnya dipengaruhi oleh keberadaan kadar zat gizi lainnya yaitu air, abu, protein, dan lemak. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukan sosis formula terpilih memiliki kandungan karbohidrat sebesar 8.87% dan formula kontrol
18 sebesar 9.54%. Nilai tersebut telah tidak memenuhi syarat kadar kabohidrat sesuai SNI 01-3820-1995 yaitu maksimal 8%. Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar total karbohidrat sosis formula terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kadar total karbohidrat sosis formula kontrol. Hal ini diduga karena kandungan karbohidrat jamur tiram yang relatif kecil (dalam 20% jamur yang ditambahkan terdapat 0.227 g karbohidrat) sehingga kadar karbohidrat sosis terpilih tidak berbeda nyata dengan sosis kontrol. Kandungan karbohidrat dalam produk ini terutama bersumber dari bahan utama yaitu tepung tempe dan bahan pengisi yaitu tepung maizena. Lemak merupakan salah satu komponen gizi yang menentukan kualitas suatu bahan pangan, terutama cita rasa. Sumber lemak utama dalam sosis ini terdiri minyak kelapa sawit yang ditambahkan pada adonan dan minyak yang terserap selama proses penggorengan. Hasil analisis pada Tabel 8 menunjukan bahwa kadar lemak sosis terpilih sebesar 11.76% dan formula kontrol sebesar 11.53%. Nilai tersebut masih memenuhi standar kadar lemak menurut SNI 013820-1995 yaitu maksimal 25%. Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar lemak sosis formula terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kadar lemak sosis kontrol. Hal ini diduga karena kandungan lemak jamur tiram yang relatif kecil (dalam 20% jamur yang ditambahkan terdapat 0.004 g lemak) sehingga kadar lemak sosis terpilih tidak berbeda nyata dengan sosis kontrol. Kandungan lemak dalam produk ini terutama bersumber dari penambahan minyak pada formulasi dan minyak yang terserap selama proses penggorengan. Abu merupakan komponen yang merepresentasikan kadar mineral dalam suatu bahan pangan. Kadar abu suatu bahan pangan juga dapat mencerminkan kualitas suatu bahan pangan terkait dengan keberadaan cemaran logam tertentu. Adapun kandungan mineral yang terdapat pada bahan tempe dan jamur tiram meliputi kalsium, fosfor, dan zat besi (Jonsson et al. 2006). Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukan bahwa kadar abu formula kontrol sebesar 2.45% dan sosis formula terpilih sebesar 2.26%. Nilai tersebut masih memenuhi standar kadar abu menurut SNI 01-3820-1995 yaitu maksimal 3%. Hasil uji Independent samples ttest menunjukkan bahwa kadar abu sosis formula terpilih berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar abu sosis formula kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan jamur tiram dapat menurunkan kadar abu secara signifikan pada produk akhir sosis. Hal ini diduga karena perlakuan penambahan jamur menyebabkan perubahan komposisi zat gizi sehingga menurunkan kadar abu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Nurhayati et al. (2006) yaitu peningkatan bahan organik perlakuan dapat menurunkan kadar abu secara proporsional. Perubahan komposis zat gizi yang terdapat pada formula terpilih adalah peningkatan kadar serat kasar. Kadar serat kasar formula kontrol adalah sebesar 2.21% dan formula terpilih sebesar 2.45%.Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar serat kasar sosis formula terpilih berbeda nyata (p<0.05) dengan kadar serat kasar sosis formula kontrol. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan jamur tiram dapat meningkatkan kadar serat kasar secara signifikan pada produk akhir sosis. Selain serat kasar, produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram juga mengandung serat pangan di dalamnya. Serat pangan larut merupakan serat yang dapat larut dalam air seperti pektin dan karagenan sedangkan serat pangan
19 tak larut air terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan chitosan (Qi et al. 2011). Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukan bahwa kadar serat pangan produk sosis formula kontrol sebesar 7.35% dan formula terpilih sebesar 7.64%. Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar serat pangan sosis formula terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan sosis formula kontrol. Hal ini diduga karena kandungan serat pangan jamur tiram yang relatif kecil (dalam 20% jamur tiram yang ditambahkan terdapat 0.062 g serat). Kandungan serat pangan dalam sosis sebagian besar bersumber dari tepung tempe, karagenan, dan jamur tiram. Menurut Qi et al. (2011), tempe kedelai mengandung serat pangan larut sebesar 6.72% dan serat tak larut sebesar 66.51%. Sementara itu, menurut Cheung (2013), jamur merupakan sumber serat pangan yang bermanfaat bagi kesehatan, terutama dalam pengaturan lipid darah dan kadar glukosa darah, meningkatkan sistem imun, serta sebagai antikanker. Protein merupakan salah satu zat gizi makro utama bagi tubuh terkait dengan fungsinya sebagai zat pembangun, pengatur, dan sumber energi. Kandungan protein dalam sosis berasal dari tempe, jamur tiram, dan putih telur. Hasil analisis pada Tabel 7 menunjukan bahwa kadar protein sosis formula terpilih sebesar 14.40% dan formula kontrol yaitu 14.67%. Nilai tersebut memenuhi standar kadar protein menurut SNI 01-3820-1995 yaitu minimal 13%. Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa kadar protein sosis formula terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kadar protein sosis formula kontrol. Hal ini diduga karena kandungan protein jamur tiram yang relatif kecil (dalam 20% jamur yang ditambahkan terdapat 0.085 g protein) sehingga kadar protein sosis terpilih tidak berbeda nyata dengan sosis kontrol. Kandungan protein dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram sebagian besar bersumber dari telur dan tepung tempe. Protein tersebut tersusun atas berbagai asam amino. Menurut Samaee et al. (2010), kandungan asam amino esensial yang terdapat pada telur adalah leusin, lisin, isoleusin, valin, treonin, triptopan, penilalanin, histidin, dan metionin. Sementara itu, asam amino essensial pembatas pada tempe adalah metionin (Song et al. 2008). Komponen asam amino esensial dalam telur dan tempe menjadikan produk sosis tempe dengan penambahan jamur tiram menjadi produk sumber protein dengan kandungan asam amino esensial yang lengkap. Daya cerna protein merupakan variabel penting dalam penentuan kualitas protein suatu bahan pangan. Semakin tinggi daya cerna protein bahan pangan makan kualitas proteinnya mengindikasikan semakin baik kualitasnya proteinnya terkait dengan penyerapannya dalam tubuh. Menurut Duodu et al. (2003), terdapat dua faktor yang mempengaruhi daya cerna protein yaitu faktor eksogenous (interaksi protein dengan komponen nonprotein) dan endogenous (perubahan struktur protein akibat proses pengolahan). Nilai daya cerna protein in vitro bahan pangan nabati berkisar antara 70–90% sedangkan nilai daya cerna bahan pangan hewani berkisar 90–99% (Whitrey dan Rolfes 2008). Hasil penelitian Tibbetts et al. (2011) menunjukan bahwa terdapat perbedaan nilai pada analisis daya cerna protein secara in vivo dan in vitro. Pada kelompok pagan hewani ikan, diperoleh nilai cerna protein in vivo sebesar 91–94% sedangkan nilai cerna in vitro sebesar 92–95%. Nilai daya cerna protein formula sosis terpilih sebesar 71.90% dan kontrol sebesar 71.46%. Dengan demikian, nilai daya cerna protein in vitro produk ini
20 berada diantara rentang nilai daya cerna protein bahan pangan nabati. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan dengan daya cerna protein tempe kedelai yaitu berkisar antara 83–85% (Sher et al. 2011). Hal ini diduga dikarenakan adanya perbedaan komposisi antara tempe kedelai dan sosis tempe. Pada sosis tempe, terdapat komponen tambahan seperti jamur tiram, tepung maizena, karagenan, dan rempah yang diduga menghambat interaksi antara enzim dan protein selama proses analisis daya cerna protein berlangsung. Selain itu, hal ini diduga karena faktor pengolahan yaitu proses penggorengan dan faktor interaksi zat gizi yaitu antara protein dan serat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Fegeer et al. (2004) bahwa proses pengolahan dapat menurunkan daya cerna protein in vitro secara signifikan. Hasil penelitian Duodu et al. (2003), menunjukkan bahwa selama proses pemasakan protein akan bereaksi dengan komponen nonprotein dan protein itu sendiri sehingga mempengaruhi daya cernanya. Selain itu, pada proses pengolahan dengan pemanasan akan terjadi reaksi Maillard yang dapat menurunkan daya cerna protein. Menurut Muchtadi dan Ayustaningwani (2010), reaksi Maillard menyebabkan tertutupnya sisi protein yang dapat diserang oleh enzim pada ikatan silang yang terbentuk dari asam-asam amino melalui produk reaksi Maillard. Sementara itu, interaksi antarzat gizi protein dan serat dapat menurunkan nilai daya cerna protein. Hasil penelitian Duodu et al. (2003) menunjukkan bahwa serat pangan dan tanin berkontribusi positif terhadap penurunan daya cerna protein. Hasil uji beda Independent samples t-test menunjukkan bahwa daya cerna protein sosis kontrol dan sosis terpilih tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini diduga karena penambahan jamur tiram yang relatif rendah sehingga nilai daya cerna protein lebih dipengaruhi oleh faktor pengolahan yaitu penggorengan dan faktor interaksi zat gizi. Klaim Gizi, Informasi Nilai Gizi, Kontribusi Zat Gizi Sosis, dan Estimasi Harga Sosis Tempe dengan Penambahan Jamur Tiram Klaim Gizi Klaim kandungan zat gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram ditentukan berdasarkan aturan BPOM (2011) yaitu zat gizi protein sebagai “sumber” yaitu tidak kurang dari (minimal) 20% ALG per 100 g (dalam bentuk padat). Nilai 20% ALG tersebut adalah 20% dari jumlah ALG protein kelompok konsumen umum yaitu 60 g sehingga 20% ALG adalah sama dengan 12 g protein per 100 g (dalam bentuk padat). Kandungan protein dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah sebesar 14.40% setara 14.40 g protein per 100 g (dalam bentuk padat). Nilai tersebut dikalkulasikan terhadap ALG protein konsumen umum yaitu 60 g dan dikalikan 100% sehingga diperoleh persentase ALG protein produk adalah 24% ALG per 100 g. Dengan demikian, produk ini memenuhi kriteria klaim zat gizi protein sebagai “sumber” yaitu tidak kurang dari (minimal) 20% ALG per 100 g (dalam bentuk padat). Kriteria klaim kandungan zat gizi serat pangan sebagai “kaya atau tinggi” yaitu tidak kurang dari (minimal) 6 g per 100 g (BPOM 2011). Kandungan serat pangan dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah sebesar 7.64% setara 7.64 g serat pangan per 100 g (dalam bentuk padat). Dengan demikian, produk ini memenuhi kriteria klaim zat gizi serat pangan sebagai “kaya
21 atau tinggi” yaitu mengandung minimal 6 g serat pangan per 100 g. Klaim gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Klaim gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Zat Gizi Protein
Jumlah per 100 g 14.40 g
Serat pangan Energi
7.64 g 398 Kal
ALG
% ALG
60
g
25
g
2000 Kal
Aturan klaim gizi
24.00% Sumber: Min. 20% ALG Kaya : Min. 35% ALG 30.56% Sumber: Min. 3 g/100 g Kaya : Min. 6 g/100 g 19.90% -
Klaim gizi Sumber Kaya -
Informasi Nilai gizi Informasi nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram ditentukan berdasarkan kalkulasi kandungan energi dan zat gizi per sajian 50 g terhadap angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk konsumen umum dalam ALG. Kandungan zat gizi yang dikalkulasikan pada penelitian ini berfokus pada protein, lemak total, karbohidrat total, dan serat pangan. Kandungan energi dan zat gizi dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah 199.0 Kal, 7.2 g protein, 5.9 g lemak, 4.4 g karbohidrat, dan 3.8 g serat pangan per 50 g. Sementara itu, nilai kecukupan zat gizi yang dianjurkan untuk konsumen umum pada ALG adalah energi 2000 Kal, protein 60 g, lemak total 62 g, karbohidrat 300 g, dan serat pangan 25 g. Nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 9 sedangkan ilustrasi informasi nilai gizi produk dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 9 Nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Zat Gizi Protein Lemak Karbohidrat Serat pangan Energi
Jumlah per 100 g 14.40 g 11.76 g 8.87 g 7.64 g 398.00 Kal
Jumlah per sajian (50 g) 7.2 g 5.9 g 4.4 g 3.8 g 199.0 Kal
AKG 60 62 300 25 2000
% AKG per sajian (50 g) g 12.00 g 9.52 g 1.47 g 15.28 Kal 9.95
INFORMASI NILAI GIZI Takaran saji 50 g Jumlah saji per kemasan ± 1 Energi total 199 Kal Energi dari lemak 53 Kal Zat Gizi Protein Lemak Karbohidrat Serat pangan
Jumlah per sajian 7.2 g 5.9 g 4.4 g 3.8 g
% AKG 12.00 9.52 1.47 15.28
*Persen AKG berdasarkan energi 2000 Kal
Gambar 10 Ilustrasi informasi nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram
22 Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa dalam satu takaran saji (50 g) sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram terdapat kandungan energi total sebesar 199 Kal. Sementara itu, energi dari lemak adalah sebesar 53 Kal. Adapun kandungan zat gizi protein, lemak, karbohidrat, dan serat pangan pada konsumen umum adalah protein 12.00% AKG, lemak 9.52% AKG, karbohidrat 1.47% AKG, dan serat pangan 15.28% AKG. Kontribusi Zat Gizi Kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dikalkulasi berdasarkan AKG anak usia sekolah 10–12 tahun dengan asumsi anak memiliki berat badan ideal berkisar antara 35–38 kg dan tinggi badan ideal berkisar antara 138–145 cm. Zat gizi yang dikalkulasi dalam hal ini berfokus pada energi, protein, dan serat pangan. Adapun AKG anak usia sekolah 10–12 tahun untuk energi sebesar 2050 Kal, protein sebesar 50 g, dan serat pangan sebesar 25 g (WNPG 2004 dalam Almatsier 2009). Kontribusi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Zat Gizi Protein Serat pangan Energi
Jumlah per 100 g 14.40 g 7.64 g 398.00 Kal
Jumlah per sajian (50 g) 7.2 g 3.8 g 199.0 Kal
AKG 50 g 25 g 2050 Kal
%AKG per sajian (50 g) 14.40 15.28 9.71
Tabel 10 memberikan informasi terkait kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram terhadap AKG kelompok anak usia 10–12 tahun. Persen AKG pada tabel di atas menggambarkan kontribusi zat gizi yang terdapat pada satu porsi (50 g) sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram. Dengan demikian, apabila produk ini dikonsumsi oleh anak usia 10–12 tahun dengan berat badan ideal berkisar antara 35–38 kg dan tinggi badan ideal berkisar antara 138–145 cm, produk ini dapat memberikan kontribusi energi 9.71%, protein 14.40%, dan serat pangan 15.28% per porsi. Kandungan serat pangan dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram merupakan nilai tambah produk ini. Hal ini berkaitan dengan fungsi serat pangan yang berhubungan dengan kesehatan. Konsumsi serat dalam jumlah cukup diketahui berpengaruh positif terhadap penurunan risiko penyakit metabolik seperti hiperkolesterolemia, jantung, dan penyakit lainnya (Kusharto 2006). Dengan demikian, selain berkontribusi terhadap kebutuhan zat gizi, produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram diduga memenuhi kriteria sebagai pangan fungsional yang memiliki dampak positif non gizi terhadap kesehatan. Estimasi Harga Sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram ini terbuat dari bahan dasar tepung tempe dan jamur tiram serta bahan pelengkap lainnya seperti garam, merica, gula, bawang putih, pala bubuk, maizena, karagenan, minyak, dan putih telur. Penentuan harga jual produk dilakukan dengan kalkulasi faktor produksi dan laba. Estimasi harga jual sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dapat dilihat secara lengkap pada Tabel 11.
23 Tabel 11 Estimasi harga sosis per kilogram (40 batang sosis @ 25 g) Bahan Pangan Tepung tempe Jamur Tiram Maizena Karagenan Putih telur Garam Gula Bawang putih Merica Pala Minyak kelapa Air Selongsong sosis
Harga (Rp) Jumlah Bahan 40000/kg 200 g 10000/kg 40 g 3000/ons 30 g 40000/ons 15 g 30000/kg 200 g 2000/200 g 20 g 17000/kg 20 g 30000/kg 20 g 500/bks 1 bks 1000/bks ½ bks 8000/L 30 g 3000/L 600 ml 25000/25 m 10 m Total biaya bahan pangan Listrik dan kompor 10% Kemasan dan promosi 20% Pegawai 15% Laba 20% Total biaya 40 batang Harga jual/batang
Biaya (Rp) 8000 500 1000 6000 6000 200 350 600 500 500 250 1800 10000 35700 3570 7120 5355 7120 58865 1471
Berdasarkan Tabel 11, diketahui bahwa total biaya produksi sosis per batang adalah sebesar Rp1 471 dibulatkan menjadi Rp1 500 per batang. Harga sosis daging yang beredar dipasaran saat ini berkisar antara Rp1 500–2 000 per batang sehingga harga sosis tempe dengan penambahan jamur tiram kaya gizi relatif lebih ekonomis dibandingkan dengan harga sosis yang beredar di pasaran. Kandungan dalam satu batang (±25 g) sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram dengan harga Rp1 500 mengandung energi sebesar 100 Kal, protein sebesar 6 g, lemak sebesar 3 g, karbohidrat sebesar 2 g, dan serat pangan sebesar 2 g. Sementara itu, rata-rata kandungan gizi dalam satu batang sosis daging (±25 g) dengan harga Rp2 000 mengandung energi sebesar113 Kal, protein sebesar 3.5 g, dan karbohidrat sebesar 0.6 g karbohidrat (DEPKES 2004). Bila keduanya dibandingkan, maka produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram memiliki keunggulan yaitu kandungan protein yang lebih tinggi dan adanya serat pangan yang bermanfaat bagi kesehatan. Dengan demikian, selain memiliki keunggulan kandungan gizi dan manfaat kesehatan didalamnya, sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram juga memiliki harga jual yang relatif lebih ekonomis dibandingkan sosis daging yang beredar dipasaran.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Formulasi sosis tempe dengan penambahan jamur tiram dibuat sebanyak lima taraf yang terdiri dari 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%. Penambahan jamur tiram tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap keseluruhan atribut mutu hedonik meliputi warna permukaan, warna dalam, aroma, rasa gurih, rasa asin, aftertaste, tekstur gigit, dan tekstur tekan. Selain itu, jumlah penambahan jamur
24 tiram juga tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap atribut kesukaan tekstur, rasa, aroma, dan warna produk sosis. Formulasi terpilih adalah sosis tempe dengan penambahan jamur tiram sebesar 20% (F2). Tingkat penerimaan sosis formula terpilih pada kelompok konsumen anak usia sekolah yaitu sebesar 100%. Tingkat kekenyalan dan susut masak produk terpilih yaitu 0.76 Kgf dan 2.75%. Jumlah penambahan jamur tiram tidak menyebabkan perbedaan nyata terhadap karakteristik fisik sosis formula terpilih dibandingkan dengan kontrol. Kandungan gizi sosis terpilih yaitu kadar air 62.72%, kadar abu 2.26%, kadar protein 14.40%, kadar karbohidrat 8.87%, kadar serat kasar 2.45%, dan kadar serat pangan 7.64% sehingga memenuhi klaim gizi sumber protein dan kaya serat pangan. Selain itu, sosis terpilih memiliki nilai daya cerna protein sebesar 71.90%. Hasil uji statistika menunjukan bahwa penambahan jamur tiram hanya berpengaruh secara nyata terhadap kadar abu dan kadar serat kasar. Kandungan protein dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah sebesar 14.40% dengan persentase ALG protein produk adalah 24% ALG per 100 g sehingga produk ini memenuhi kriteria klaim zat gizi protein sebagai “sumber” yaitu tidak kurang dari (minimal) 20% ALG per 100 g. Sementara itu, kandungan serat pangan dalam sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram adalah sebesar 7.64% setara 7.64 g serat pangan per 100 g sehingga produk ini memenuhi kriteria klaim zat gizi serat pangan sebagai “kaya atau tinggi” yaitu mengandung minimal 6 g serat pangan per 100 g. Adapun kandungan zat gizi pada informasi nilai gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram per sajian 50 g terhadap AKG kelompok konsumen umum dalam ALG adalah protein 12.00%, lemak 9.52%, karbohidrat 1.47%, dan serat pangan 15.28%. Kandungan energi total produk adalah sebesar 199 Kal dengan energi dari lemak adalah sebesar 53 Kal. Kontribusi zat gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram terhadap AKG kelompok anak usia 10–12 tahun dengan asumsi berat badan ideal berkisar antara 35–38 kg dan tinggi badan ideal berkisar antara 138–145 cm adalah energi 9.71%, protein 14.40%, dan serat pangan 15.28% per porsi. Selain kontribusi zat gizi, produk ini juga diduga memiliki harga jual relatif ekonomis yaitu sebesar Rp1 500 per batang dibandingkan harga sosis daging di pasaran yaitu sebesar Rp1 500–2 000 per batang. Adapun nilai tambah produk ini yaitu kandungan protein yang lebih tinggi dan keberadaan serat pangan. Dengan demikian, produk ini memenuhi kriteria klaim sebagai pangan fungsional sumber protein dan kaya serat pangan. Saran Produk sosis tempe dengan penambahan jamur tiram yang dihasilkan dalam penelitian ini diduga memiliki dampak positif terhadap kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan serat pangan dan fitokimia yang terkandung dalam produk. Oleh karena itu, pengkajian lebih lanjut mengenai kandungan fitokimia produk ini, daya cerna protein in vivo, dan intervensi produk guna mengetahui dampak positif produk terhadap kesehatan sangat diperlukan. Selain itu, aspek keamanan pangan produk ini terkait daya simpan dan analisis mikrobiologi juga perlu dianalisis lebih lanjut untuk mendukung keamanan konsumsi produk ini.
25
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2000. Official Method of Analysis of Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. AOAC inc, Airlington. Bejarano PIA, Montoya NMV, Rodriguez EOC, Carrillo JM, Esobedo RM, Valenzuela Jal, Tiznado JAG, Moreno CR. 2008. Tempeh flour from chickpea (Cicer Arietinum L.) nutritional and physicochemical properties. Food Chemistry, 106, 106–112. Bitanah S, Kusumah HS. 2010. Pengaruh pemberian bekatul dan tempe terhadap profil gula darah pada tikus yang diberi alloxan. Jurnal Gizi dan Pangan. 01(02). [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 013820-1995. Sosis. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional. [BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.2007. Pedoman Klaim Pangan dan Gizi.Jakarta (ID): BPOMRI. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2011. Konsumsi sosis Indonesia [internet]. [diacu 2012 Oktober 15]. Tersedia dari: http.//bps.go.id Cheung PCK. 2013. Mini-review of dietary fiber: preparation and health benefit. Food Science and Human Wellness: xxx–xxx. Chockchaisawasdee S, Namjaidee S, Pochana S, Costas E. 2010. Development of fermented oyster mushroom sausage. Asian Journal of Food and Agro Industry. 3:35–43. Cofrades S, Guerra MA, Carballo J, Martin FF, Colmenero JF. 2000. Plasma protein and soy fiber content effect on bolobna sausage properties as influenced by fat level. Journal of Food Science. 65:281–287. Corcuera JIRD, Cavalieri RP, Powers JR. 2004. Food and Biological Engineering. New York (US): Marcel Dekker, Inc. Denavi G, Blácido DRT, Añón MC, Sobral PJA, Menegalli FC. 2009. Effect of drying condition on some physical properties of soy protein films. Journal of Food Engineering. 90:341–349. [DEPKES] Departemen Kesehatan. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bharata.
Duodu KG, JRN Taylor, PS Beltonb, BR Hamaker. 2003. Factors affecting sorghum protein digestibility. Journal of Cereal Science. 38:117–131. Essien E. 2007. Sausage Manufacture. England (EN): Woodhead Publishing Limited.
26 Fegeer ASM, Babiker EE, Tinay AHE. 2004. Effect of malt pretreatment and/or cooking on phytate and essential amino acid content and in vitro digestibility of corn flour. Food Chemistry. 88:261–265. Ginting E, Antarlina SS, Widowati S. 2009. Varietas unggul kedelai untuk bahan baku industri pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 28(03). Haron H, Ismail A, Azlan A, Shahar S, Peng LS. 2009. Daidzein and genestein contents in tempeh and selected soy producs. Food Chemistry. 115:1350– 1356. Jeleń H, Majcher M, Ginja A, Kuligowski M. 2013. Determination of compounds responsible to tempeh aroma. Food Chemistry. 141:459–465. Jonsson CE, Sanberg AS, Alminger ML. 2006. Reduction of phytate content while presrving minerals during whole grain cereal tempeh fermentation. Jorunal of Cereal Science. 44:154–160. Koutsopoulos DA, Koutsimanis GE, Bloukas JG. 2008. Effect of carageenan level and packaging during ripening on processing and quality characteristic of low-fat fermented sausage produced with olive oil. Meat Science. 79:188– 197. Kusharto MC. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal Gizi dan Pangan. 1(2):45–54. Lailani D, Hakimi. 2003. Pertumbuhan fisik anak obesitas. Sari Pedriati. 5(3):99– 102. Litbangkes Gizi. 2010. Riskesdas konsumsi serat Indonesia. Departemen Kesehatan [internet]. [diacu 2012 Oktober 15]. Tersedia dari: http://www.litbangkes.go.id/konsumsiserat. Muchtadi RT, Ayustaningwani F. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Bandung (ID): Alfabeta. Murphy SC, Gilroy D, Kerry JF, Buckley DJ, Kery JP. 2004. Evaluation of surimi, fat, and water content in a low/no added pork sausage formulation using response surface methodology. Meat Science. 66:689–701. Nurhadijah. 2010. Aktivitas antibakteri minuman fungsional sari tempe kedelai hitam dengan penambahan ekstrak jahe. Jurnal Gizi dan Pangan. 01(02). Nurhayati, Sjofjan, Koentjoko. 2006. Kualitas nutrisi campuran bungkil inti sawit dan onggok yang difermentasi menggunakan A. niger. J. Indon. Trop. Animal. Agric. 01(02):109–119.
Perera OP, Nakash MB, Selechnik ES, Dosal AB, Ortega FV. 2007. Obesity increase metabolic syndrome risk factors in school age children from an urban school in mexico city. Journal of The American Dietetic Association. 107:81–91. Qi B, Jiang L, Li Y, Chen S, Sui X. 2011. Extract dietary fiber from the soy pods by chemistry enzymatic method. Procedia Engineering. 15:4862–4873. Riset Kesehatan. 2010. Laporan Nasional. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
27 Salam M. 1999. Mempelajari Pengaruh Blansing dan Pengeringan terhadap Mutu Keripik Tempe [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Samaee SM, Mente E, Estevez A, Giménez G, Lahnsteiner F. 2010. Embryo and larva development in common dentex (dentex dentex), a pelagophil teleost: the quantitative composition off egg-free amino acid and their interrelations. Theriogenology. 73:909–919. Schneider I, Kressel G, Meyer A, krings U, berger RG, Hahn A. 2011. Lipid lowering effect of oyster mushroom (pleorotus ostreatus) in humans. Journal of Functional Food. 3:17–24. Schweiggert U, Schieber A, Carle R. 2005. Inactivation of peroxidase, polyphenoloxidase, and lipoxygenase in paprika and chili powder after immediate thermal treatment of plant material. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 6:403–411. Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita SM. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor: IPB Press. Sher MG, Nadeem M, Syed Q, Abass S, Hassan A. 2011. Study on protease barley tempeh and in vitro protein digestibility. Jordan Journal of Biological Science. 4. 257–264. Shimelis EA, Rakshit SK. 2007. Effect of processing on antinutrients and in vitro protein digestibility of kidney bean (Phaseolus Vulgaris L.) varieties grown in East Africa. Food Chemistry. 103:161–172. Sikes AL, Tobin AB, Tume RK. 2009. Use of high pressure to reduce cook loss and improve texture of low-salt beef sausage batters. Innovative Food Science and Emerging Technologies. 10:405–412. Song YS, Frias J, Villaluenga M, Valdeverde V, Mejia EG. 2008. Immunoreactivity reduction of soy bean meal by fermentation of commercial soy product. Food Chemistry. 108:571–581. Tanongkankit Y, Chiewchan N, Devahastin S. 2012. Physicochemical properties changes of cabbage outer leaves upon preparation into functional dietary powder. Food and Bioproducts Processing. 90:541–548. Tibbetts SM, Varreth JAJ, Lall SP. 2011. In vitro pH stat protein hydrolysis of feed ingredients for atlantic cod, Gadus Marhua,2. In vitro protein digestibility of common and alternative feed ingredients. Aquaculture. 319:407–416. Usman. 2009. Studi pembuatan sosis berbasis jamur merang [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Whitrey E, Rolfes SR. 2008. Understanding Nutrition, Eleventh Edition. USA: Thomson Wadsworth. Yang HS, Choi SG, Jeon JT, Park GB, Joo ST. 2007. Tekstur and sensory properties of low fat pork sausage with added hydrated oatmeal and tofu as teksture modifying agents. Meat Science. 75:283–289
28 Zhang Q, Saleh ASM, Chen J, Shen Q. 2012. Chemical alteration taken place during deep fat frying based on certain reaction product. Chemistry and Physics of Lipid. 165:662–681.
29 Lampiran 1 Formulir uji organoleptik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram pada panelis semi terlatih Nama Jenis Kelamin
: : L/P
Cara pengisian Dihadapan saudara ada 6 jenis produk sosis, saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap beberapa atribut sesuai persepsi sauadara. Isi dengan nilai sesuai persepsi saudara pada kolom jawaban yang telah disediakan. Atribut
367
991
Kode sampel 358 762
867
593
Warna Aroma Rasa Tekstur Keterangan: Nilai 1 Sangat tidak suka 2 Tidak suka 3 Agak suka 4 Biasa 5 Agak tidak suka 6 Suka 7 Sangat suka Komentar dan saran: ……………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………
Terima Kasih
30 Nama : Jenis Kelamin : L/P Cara pengisian Dihadapan saudara ada 6 jenis produk sosis, saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap beberapa atribut sesuai persepsi sauadara. Isi dengan nilai sesuai persepsi saudara pada kolom jawaban yang telah disediakan. Kode sampel Atribut 367 991 358 762 867 593 Warna permukaan Warna dalam Aroma (keharuman) Rasa gurih Rasa asin After taste Tekstur gigit Tekstur tekan Keterangan: Nilai
Cokelat
Sangat lemah
Sangat lemah
Sangat lemah
Sangat lemah
Sangat kasar
TEKSTU R TEKAN Sangat keras
Cokelat tua
Cokelat muda
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Kasar
Keras
3
Cokelat
Cokelat krem
Lemah agak kuat
Lemah agak kuat
Lemah agak kuat
Lemah agak kuat
Kasar agak lembut
Keras agak lunak
4
Cokelat muda
Kuning kecokelatan
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Biasa
5
Cokelat kekuningan
Kuning
Kuat agak lemah
Kuat agak lemah
Kuat agak lemah
Kuat agak lemah
Lembut agak kasar
Lunak agak keras
6
Krem kecokelatan
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Lembut
Lunak
7
Krem
Sangat kuat
Sangat kuat
Sangat kuat
Sangat kuat
Sangat lembut
Sangat lunak
1 2
WARNA PERMUKA AN Cokelat kehitaman
WARNA DALAM
Kuning keemasan Kuning emas
ARO MA
RASA GURIH
RASA ASIN
AFTER TASTE
TEKSTU R GIGIT
Komentar dan saran: ……………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… Terima Kasih
31 Lampiran 2 Formulir uji penerimaan sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada panelis anak usia sekolah Nama : Tanggal Pengujian: Jenis Kelamin : L / P Nama Produk : Sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Dihadapan adik telah disajikan sosis tempe dengan penambahan jamur tiram. Cicipilah sosis tersebut dan kunyah baik-baik. Berikanlah penilaian adik terhadap sosis sesuai bentuk wajah di bawah ini:
Tidak suka
Netral/biasa
Suka
- Terima Kasih -
32 Lampiran 3 Metode analisis sifat fisik dan kimia sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Analisis Fisik a. Tekstur/ Kekenyalan (Sikes et al. 2009) Pengukuran tekstur dilakukan menggunakan Texture Analizer TA-XT2i. Pengukuran daya iris dilakukan dengan meletakkan sampel di bawah probe pisau dengan kecepatan 2 mm/s dengan jarak 30 mm. Pengukuran kekenyalan dilakukan dengan meletakkan sampel di bawah probe tumpul dan sampel ditekan selama 60 detik. Beban maksimum yang digunakan adalah 25 kg. Texture analizer TA-XT2i dinyalakan lalu dipasang probe. Nilai kekenyalan dinyatakan dalam satuan gram force yang tertera pada layar alat. b. Penentuan cooking loss (Yang et al. 2007) Sampel ditimbang sebelum dan sesudah dimasak pada suhu 80–83oC selama 20 menit. Kehilangan yang terjadi menunjukkan banyaknya air dan lemak yang hilang selama pemasakan. Cooking Loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Cooking loss =(a-b) x 100% a Keterangan: a = Bobot sampel sebelum dimasak (g) b = Bobot sampel sesudah dimasak (g) Analisis Kimia a. Kadar Air (AOAC 2000) Kadar air ditentukan secara langsung dengan menggunakan metode oven pada suhu 105oC. Sampel sejumlah 3–5 g ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105oC selama 6 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kadar air (%bb) = A - B x 100% D Keterangan: A= Bobot wadah dan sampel awal B= Bobot wadah dan sampel setelah dikeringkan D= Bobot sampel b. Kadar Abu (AOAC 2000) Kadar abu bahan pangan ditetapkan dengan menimbang sisa mineral hasil pembakaran bahan organik pada suhu 550oC. Sejumlah 3–5 g sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550oC sampai dihasilkan abu yang berwarna putih atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan di desikator dan ditimbang segera setelah mencapai suhu ruang. Kadar abu diperoleh dengan menggunakan rumus: Kadar Abu (%) = A - B x 100% B Keterangan: A= Bobot awal sampel (g) B= Bobot akhir sampel (g)
33 c. Kadar Protein Metode Mikro-Kjeldahl (AOAC 2000) Kadar protein ditetapkan dengan menggunakan metode Mikro-Kjeldahl. Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K2SO4, 2 ml H2SO4, batu didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8–10 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml H3BO3 dan 2–4 tetes indikator (campuran 2 bagian metil merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2% dalam alkohol). Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total Nitrogen, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus: Kadar = [ ml HCl – ml blanko] x N HCl x14.007 x 100 x 6.25 protein (%) mg sampel d. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 2000) Metode yang digunakan adalah metode Soxhlet. Prinsip analisis ini adalah melarutkan lemak dengan pelarut heksana. Lemak yang dihasilkan adalah lemak kasar. Terdapat dua tahapan dalam analisis ini, tahap hidrolisis dan tahap analisis. Sempel sebanyak 5 g dihidrolisis dengan HCl 25%. Kemudian disaring dengan kertas saring. Kertas saring yang telah kering kemudian dimasukkan dimasukkan dalam alat ekstraksi soxhlet bersama dengan pelarut heksana. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus: Kadar Lemak (%) = Bobot lemak (g) x 100 % Bobot sampel (g) e. Kadar Karbohidrat (by difference) Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan mengurangi 100% kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut: Kadar Karbohidrat (%) = 100% - kadar(air + abu + protein+ lemak) f. Daya Cerna Protein (Hsu et al. 1997) Sampel digiling halus sampai lolos ayakan 80 mesh, kemudian suspensikan sampel dalam air destilasi sampai diperoleh konsentrasi protein 6.25mg/ml. Sebanyak 50 ml suspense sampel ditaruh ke dalam gelas piala kecil, atur pH menjadi 8 dengan penambahan HCl atau NaOH 0.1 N. Taruh sampel dalam penangas air 37oC dan diaduk selama 5 menit. Tambahkan larutan multienzim (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol) ke dalam suspense protein sambil tetap diaduk dalam penangas air. Catat pH suspense sampel pada menit ke- 10. Hitung daya cerna protein sampel dengan menggunakan rumus: Y = 210.464 – 18.103X Keterangan: Y = Daya cerna protein (%) X= pH pada menit ke-10
34 Lampiran 4 Hasil analisis statistik uji organoleptik mutu hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Warna Permukaan
Uji Statistika,b aroma Rasa gurih
Warna Dalam
Chi6,95 0,37 Square 5 5 Df Asymp. 0,23 0,99 Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Taraf
Rasa asin
After taste
Tekstur Tekstur Gigit tekan
3,93
2,21
8,25
4,25
2,82
2,91
5
5
5
5
5
5
0,56
0,82
0,14
0,51
0,73
0,71
Lampiran 5 Hasil analisis statistik uji organoleptik hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram Uji Statistika,b Warna 1,581 5
Chi-Square Df Asymp. 0,904 Sig. a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Taraf
Aroma 1,824 5
Tekstur 2,192 5
rasa 2,261 5
keseluruhan 2,845 5
0,873
0,822
0,812
0,724
Lampiran 6 Hasil uji daya terima produk sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada anak usia sekolah Jumlah Respon daya terima Responden Persentase Suka 27 67.67 Biasa 13 33.33 Tidak suka 0 0 Jumlah 39 100 Lampiran 7 Hasil analisis statistik karakteristik fisik sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Independent Sampel Test Levene’s Test for Equality for variaces F cooking loss
kekenyalan
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed
7,48E+18
3,54E+19
Sig 0.000
0.000
T-test for Equality of Means t
Sig. (2tailed)
df
-3.606
2
0.069
-3.606
1.742
0.084
-.588
2
0.616
-.588
1.471
0.634
35 Lampiran 8 Hasil analisis statistik karakterisik kimia sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Independent Sampel Test Levene’s Test for Equality for variaces F Kadar air
Kadar abu
kadar protein
Kadar lemak
kadar karbohidrat
kadar serat kasar
kadar serat pangan
Daya cerna protein
Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed Equal variances not assumed Equal variances assumed . Equal variances not assumed
38.113
4.324
T-test for Equality of Means
t
0.001
-.912
6
.397
-.912
3.295
.423
5.149
6
.002
5.149
5.284
.003
.880
6
.413
.880
5.701
.415
-.594
6
.574
-.594
5.862
.575
.662
6
.532
.662
4.073
.543
-2.769
6
.032
-2.769
5.881
.033
-1.308
6
.239
-1.308
4.868
.249
-.393
1
.761
0.083
0.019
0.896
0.098
0.765
2.004
0.207
0.32
0.865
4.527
Sig. (2tailed)
Sig
0.077
. .
df
.
.
36
Lampiran 9 Kandungan gizi sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Kandungan Gizi
Kontrol Ulangan 1
Air
2 1
Abu
2 1
Lemak
2 1
Protein
2 1
Serat Kasar
2 1
Serat Pangan
2
% BB 60.03 60.32 63.90 63.01 2.48 2.50 2.43 2.41 12.20 11.54 11.36 11.03 14.68 14.45 15.31 14.21 2.16 2.20 2.12 2.37 7.75 7.60 6.95 7.10
x ± SD 61.81 ± 1.932
2.46 ± 0.042
11.53 ± 0.493
14.66 ± 0.472
2.21 ± 0.110
7.35 ± 0.385
Sampel % BB 62.48 62.86 63.25 62.28 2.21 2.21 2.33 2.30 12.57 11.35 11.76 11.35 14.10 14.07 14.83 14.59 2.32 2.40 2.62 2.44 7.56 7.68 7.39 7.93
x ± SD 62.72 ± 0.429
2.26 ± 0.062
11.75 ± 0.575
14.40 ± 0.374
2.45 ± 0.127
7.64 ± 0.227
Lampiran 10 Nilai cerna protein in vitrososis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram Ulangan
Kontrol % DCP
1
71.11
2
71.80
x ± SD 71.46 ± 0.488
Contoh perhitungan: Data: bobot sampel = 0.9029 g pH awal = 8.030 pH akhir = 7.728 pH aktual = 8 – 7.728 = 7.698 Rumus: Y = 210.464 – 18.103 X
Sampel % DCP 71.69 72.10
x ± SD 71.895 ± 0.290
37 Keterangan
Y = daya cerna protein (%) X = pH aktual
% DCP
= 210.464 – 18.103 (7.698) = 71.11%
Lampiran 11 Dokumentasi Pembuatan sosis
Analisis Kimia
Analisis Daya Terima pada anak Usia Sekolah
38
Lampiran 12 Rekapitulasi uji hedonik sosis tempe dengan penambahan jamur tiram panelis semi terlatih Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Modus Menerima Penerimaan
367 1 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 6 26 87%
991 1 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 6 21 70%
Warna 358 762 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 4 6 4 6 5 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 23 21 77% 70%
867 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 6 22 73%
593 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 6 22 73%
367 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 6 7 4 24 80%
991 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 4 23 77%
aroma 358 762 2 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 6 5 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 4 4 24 23 80% 77%
867 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 7 4 22 73%
593 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 22 73%
367 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 2 17 57%
991 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 20 67%
358 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 19 63%
Rasa 762 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 2 16 53%
867 1 2 2 2 2 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 7 4 20 67%
593 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 17 57%
367 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 16 53%
991 1 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 4 4 4 4 5 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 6 19 63%
tekstur 358 762 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 5 4 5 4 5 4 6 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 7 6 6 21 16 70% 53%
867 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 7 7 6 16 53%
593 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 19 63%
39
Lampiran 13 Rekapitulasi uji organoleptik sosis tempe dengan penambahan 20% jamur tiram pada anak usia sekolah No Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 tidak suka netral/biasa suka
Respon suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka suka netral netral suka suka suka netral suka netral netral suka suka suka suka suka suka netral suka suka suka netral netral netral suka netral netral netral suka netral 0% 33% 67%
40
RIWAYAT HIDUP Penulis Dewi Pratiwi Ambari. Lahir di Bogor, 7 April 1990 dari ayah Ambari dan ibu Yanti Nurhayati sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN 1 Ciawi Kabupaten Bogor. Kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Ciawi Kabupaten Bogor dan lulus pada tahun 2004. Penulis menamatkan pendidikan menengah atas pada tahun 2008 di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO) Kota Bogor. Pada tahun 2009, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di beberapa institusi bimbingan belajar. Penulis tergabung sebagai anggota Himagizi tahun kepengurusan 2009– 2013. Penulis juga aktif menjadi panitia dalam beberapa kegiatan di kampus selama menjadi mahasiswa. Selain itu, penulis juga menjadi Asisten Praktikum Analisis Zat Gizi Makro pada tahun ajaran 2011/2012 dan Paktikum Evaluasi Nilai Gizi pada tahun ajaran 2012/2013. Selama menjadi mahasiswa, penulis menjadi pengajar privat mata pelajaran Kimia dan Matematika untuk tingkat SMA pada tahun ajaran 2012/2013. Pada tahun 2013, penulis menerima dana hibah Dikti Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Penelitian pada tahun 2013. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Sosis Sumber Protein Berbasis Tempe dan Jamur Tiram sebagai Pangan Fungsional Kaya Serat Pangan” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.