Sosialisasi Kesadaran Hak Politik Perempuan pada Banjar Tampak Gangsul, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar Tedi Erviantono, Kadek Wiwin Wismayanti, Bandiyah, Putu Eka Purnamaningsih, Ketut Winaya, Ni Wayan Supriliyani Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Udayana
[email protected] Abstract This community activity focused devotion to political consciousness among women, especially in the region below, that train community. PKK grouping mothers on sangkep the forum held at the level routinely train to be most effective as an event platform socialization. These activities are carried out in Banjar Pegok, Sesetan subdistrict, South Denpasar District, Denpasar. Identified difficulties for women to plunge to politics is fighting his own battle won. If women have the money then it is better to send children from coming to interest volunteered as a candidate member of the legislature. Not yet had to face clearance or approval husband or immediate family member, until needed continous socialization in female organization. Key words : Socialization, Political Awareness, Women A. Pendahuluan Hingga kini, perdebatan peran partisipasi politik perempuan meningkat tajam. Isu terpenting yang gencar diserukan adalah penerapan kuota 30 persen bagi perempuan dalam proses pemilu. Perdebatan terus berlanjut dan menimbulkan kontroversi seputar jender sekaligus demokrasi yang diwarnai tiga faktor kondisi (Soetjipto, 2005 : 9). Faktor pertama adalah kenyataan historis dan berkelanjutan tentang rendahnya representasi perempuan Indonesia di semua tingkat pengambilan keputusan. Di parlemen nasional maupun lokal (DPRD), perwakilan perempuan jumlahnya tidak sampai 10%. Faktor kedua berkaitan dengan reformasi politik yang sedang bergulir. Transisi menuju kehidupan politik yang demokratis telah memperlebar peluang perempuan untuk mengekspresikan pandangan mereka sekaligus merumuskan dan menyuarakan tuntutan mereka tentang kesadaran dan kepekaan jender yang lebih besar di dalam kebijakan-kebijakan pemerintah, legislasi, dan politik pemilu. Sedangkan faktor ketiga mengarah pada tuntutan representasi perempuan di seluruh aspek kehidupan politik khususnya terkait partisipasi dalam menggunakan hak politik dalam pemilu, kecerdasan memilih kandidat wakit rakyat atau pemimpin daerah maupun nasional yang berkomitmen pada persoalan-persoalan perempuan (Mardijan, 2010:67).
Terdapat beberapa faktor teridentifikasi yang menghambat peran perempuan dalam politik dan perlu strategi guna mereduksi persoalan tersebut. Faktor sistem politik dan partai politik di Indonesia yang tidak peka jender. Akibatnya, kaum perempuan berikut isu-isu menyangkut diri mereka sangat disepelekan. Faktor lain adalah persepsi yang menganggap perempuan hanya pantas menjadi ibu rumah tangga, bukan warga masyarakat yang mempunyai hak politik secara otonom apalagi sebagai aktor politik. Pemikiran seperti itu jelas sangat membatasi peluang perempuan untuk berperan aktif di panggung politik (Soetjipto, 2005:10). Struktur politik Indonesia dibangun pada jaringan eksklusif yang didominasi kaum lelaki. Kepemimpinan pada struktur politik didominasi laki-laki. Di samping itu, kurangnya transparansi dalam pemilihan pemimpin partai sangat membatasi peluang kaum perempuan dalam upaya mereka memposisikan diri sebagai kandidat yang pantas (Sanit, 2010:42). Di sisi yang sama, Indeks Governance Indonesia Provinsi Bali untuk pembangunan di sektor kesetaraan jender menduduki peringkat terendah nasional dengan capaian skor 1,94 pada tahun 2008 (Kemitraan, 2009:2). Hal ini tentunya memprihatinkan, mengingat pembangunan berdimensi jender dan keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan di sektor publik menjadi prioritas dalam agenda pembangunan di semua level, baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk mereduksi kondisi tersebut maka diperlukan adanya sosialisasi partisipasi politik pada level atau tataran grass root (akar rumput). Agenda dalam sosialisasi tersebut menekankan pada aspek yang paling sederhana yaitu menggugah partisipasi perempuan dalam menggunakan hak politiknya dalam memilih di pemilu, hingga level ajakan kepada kalangan warga perempuan mencermati kandidat calon legislatif atau pimpinan daerah/nasional yang peka dalam mengusung persoalan perempuan. Sosialisasi ini tentunya diharapkan pula
dapat membawa iklim
penyadaran politik bagi kalangan perempuan untuk turut serta dalam politik praktis, semisal masuk menjadi keanggotaan partai politik atau mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Upaya ini tentunya menjadi sangat penting mengingat pemilihan umum legislatif maupun eksekutif tahun 2014 hanya tinggal hitungan beberapa bulan ke depan. Berdasarkan kondisi inilah maka tepat kiranya apabila kegiatan ini lebih difokuskan memancing kesadaran berpolitik bagi kalangan perempuan, terutama di wilayah paling bawah, yaitu komunitas banjar. Perkumpulan ibu-ibu PKK pada forum
sangkep yang secara rutin diadakan di tingkat banjar menjadi wadah paling efektif sebagai ajang sosialisasi ini. Sosialisasi juga menjadi lebih tepat sasaran apabila pada wilayah tersebut terdapat anggota legislatif perempuan, sehingga ada dua kondisi yang diuntungkan. Pertama mendekatkan legislator perempuan tersebut dengan warganya guna mendengarkan aspirasi warga perempuan di tingkat banjar yang tentunya juga membawa beragam kompleksitas persoalan perempuan yang harus diakomodasikan. Meski demikian pada kondisi ini, pihak pelaksana pengabdian masyarakat harus tetap memperhatikan koridor netralitas dan obyektifitas sebagai penyelenggara kegiatan sosialisasi yang tidak ditunggangi unsur politis apapun. Kedua, lebih memperlihatkan contoh konkrit kepada warga perempuan banjar setempat bahwa di wilayahnya terdapat pula warga perempuan yang berhasil berpartisipasi di bidang politik praktis, dalam hal ini sebagai legislator lokal yang diharapkan juga mendorong kesadaran perempuan di tingkat banjar untuk berpartisipasi di bidang politik praktis. Sosialisasi yang dianggap strategis adalah kalangan keluarga dan pihak yang sangat intens melakukannya adalah ibu atau perempuan itu sendiri. Hal ini mengingat ibu memiliki waktu yang lebih panjang dan ikatan emosional serta ikatan solidaritas pada masyarakat sekitar yang sangat kuat. Pemilihan banjar Tampak Gangsul sebagai lokasi pengabdian masyarakat mengingat jumlah warga perempuan yang memiliki hak pilih politik cukup tinggi di Kota Denpasar, yaitu sekitar 35%, selain itu pada banjar ini terdapat pula beberapa anggota legislatif yang diharapkan dapat berpatisipasi untuk menggugah peran perempuan untuk bisa lebih berkiprah dalam bidang politik. B. Perumusan Masalah Berdasarkan analisis situasi yang ada diatas, maka dapat dirumuskan bahwa hingga sekarang kondisi kesadaran politik di kalangan perempuan masih belum optimal. Beberapa kasus terjadi, seperti masih rendahnya partisipasi perempuan dalam menggunakan hak pilih pada pemilu, ketiadaan pengetahuan (daya peka) dalam memahami calon wakil rakyat atau pemimpin daerah/nasional yang mengusung / mengakomodasi program-program pemberdayaan perempuan, hingga keengganan perempuan untuk masuk dalam dunia politik praktis, seperti menjadi anggota partai politik atau anggota legislatif di tingkat lokal maupun nasional. Karakteristik masyarakat perkotaan yang rasional, seharusnya memiliki kesempatan yang lebih terbuka untuk terlibat langsung dalam dunia politik, termasuk
memiliki kecerdasan dalam memilah sekaligus memilih calon-calon anggota legislatif atau pimpinan daerah/nasional yang mengakomodasi persoalan perempuan. Hanya saja selama ini, kegiatan sosialisasi di tingkat grass root (massa bawah) mengenai kesadaran politik perempuan jarang dilaksanakan. Kalaupun diadakan, pihak penyelenggara atas kegiatan sosialisasi ini masih terbatas dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota atau LSM perempuan yang tentunya memiliki ruang gerak, waktu serta anggaran yang terbatas. Kegiatan sosialisasi tentang kesadaran politik di kalangan perempuan sangat jarang dilakukan, apalagi oleh pihak perguruan tinggi. Pada kegiatan ini sangat diperlukan memberikan pemahaman di tingkat warga masyarakat secara langsung mengenai kesadaran politik di kalangan perempuan, dimana pihak sasaran yang dinilai paling strategis adalah perkumpulan perempuan di tingkat banjar. Perempuan pada komunitas ini memang memiliki karakteristik emosional dan solidaritas tinggi, sehingga ketercapaian kegiatan sosialisasi ini akan bisa optimal. B. Pelaksanaan Kegiatan Segenap dosen dan mahasiswa Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana memberikan sumbangsih berupa kegiatan pengabdian masyarakat sosialisasi penyadaran politik kalangan perempuan pada Banjar Tampak Gangsul, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Kegiatan ini terwujud melalui sosialisasi sehari pada pertemuan (forum sangkep) PKK di tingkat banjar. Adapun rancangan acara yang akan diadakan adalah sebagai berikut : Kegiatan Pembukaan
Narasumber Kepala Banjar dan Ketua Pengabdian Masyarakat Materi Sosialisasi I : Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Pentingnya Kesadaran Udayana. Politik di Kalangan Perempuan Materi Sosialisasi II : Dosen Program Studi Ilmu Politik Universitas Pentingnya Partisipasi Udayana Perempuan dalam Menggunakan Hak Pilih Pemilu Tanya Jawab dan Penutup Ketua Pengabdian Masyarakat dan Narasumber Khalayak sasaran dari kegiatan sosialisasi ini adalah perempuan yang tergabung dalam kelompok PKK Banjar Tampak Gangsul, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Kehadiran narasumber salah
satunya berasal dari KPU Kota Denpasar karena sebelumnya Universitas Udayana mengadakan kesepakatan bersama (MoU) terkait pengabdian masyarakat, penelitian dan sosialisasi kepada masyarakat luas. Gambar 1 Sosialisasi bagi Kalangan Perempuan di Banjar
Metode kegiatan yang dipandang efektif dilakukan adalah kegiatan sosialisasi penyadaran politik kalangan perempuan pada Banjar Tampak Gangsul, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar. Kegiatan ini terwujud melalui sosialisasi pada pertemuan di tingkat banjar (sangkep) PKK yang terselenggara sebulan sekali. Penyelenggaraan sosialisasi diberikan oleh dosen dengan didampingi tenaga mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP Unud.
Peserta
sangkep adalah perempuan yang tergabung dalam kelompok PKK Banjar Tampak Gangsul, Kelurahan Dangin Puri Kauh, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar.
Gambar 2 Pengajuan Pertanyaan oleh Peserta Sosialisasi
Pengabdian masyarakat berupa Sosialisasi Penyadaran Hak Politik Kalangan Perempuan dilakukan melalui bentuk ceramah dan pemetaan persoalan kalangan perempuan di banjar. Kegiatan sosialisasi diadakan 4 Agustus 2013 pukul 09.00 – 13.00 WITA di Bale Banjar Tampak Gangsul Kota Denpasar. Peserta berjumlah 6 orang, 2 Pendamping KPU Kota Denpasar, 1 mahasiswa Program Studi Ilmu Politik dan 2 dosen anggota kegiatan pengabdian masyarakat. Kegiatan pengabdian masyarakat ini dibuka dengan kata sambutan. Kemudian diikuti dengan diskusi terbuka terkait pengunaan hak politik perempuan. Kegiatan dimoderatori oleh anggota pengabdian. Hasil diskusi menunjukkan bahwa kalangan perempuan di Bali masih belum banyak memahami arti penting penggunaan hak politik mereka. Kondisi ini tercermin dari hasil perbincangan awal dengan utusan kelompok banjar yang hadir. Beberapa kondisi umum yang dihadapi kalangan perempuan, antara lain :
Hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan belum setara secara umum;
Perempuan masih dalam posisi marginal. Perempuan dipandang hanya mengurus kewajibannya seputar dapur, kasur dan sumur alias urusan domestik;
Perempuan cenderung enggan membicarakan persoalan politik, apa lagi harus terjun langsung ke dunia politik;
Bagi perempuan, kesulitan utama untuk terjun kepolitik adalah memenangkan pertarungan melawan dirinya sendiri. Jika perempuan punya uang maka lebih baik ia
menyekolahkan anak daripada dipergunakan untuk kepentinga mengajukan diri sebagai calon anggota legislatif. Belum lagi harus menghadapi ijin atau restu suami atau anggota keluarga terdekat;
Banyak perempuan belum sadar arti penting politik. Perempuan menganggap politik sebagai hal yang tabu, kotor serta jahat. Padahal politik kenyataannya adalah hal yang mengatur segala kehidupan hingga ke arena privat sekalipun, seperti kebijakan KB. Menanggapi hal tersebut, dalam upaya sosialisasi tim dosen memberikan
penjelasan lebih lanjut bahwa keikutsertaan perempuan di dunia politik sangat diperlukan. Tujuan utamanya adalah masuk dalam lembaga parlemen. Di sinilah kiprah perempuan penting dalam merumuskan kebijakan terutama menyangkut kepentingan publik serta mengatasi kepentingan keseharian mereka. Hanya saja yang dipentingkan, kehadiran perempuan di parlemen tak sekedar hanya pemanis ruangan, melainkan lebih bisa berdialog dan lebih paham permasalahan yang dihadapi permpuan itu sendiri. Pada sosialisasi ini juga ditandaskan kesetaraan pemahaman antara laki-laki dan perempuan bahwa kalangan perempuan perlu masuk dalam ranah lembaga perwakilan. Hambatan sosiologis masyarakat Bali yang memiliki kecenderungan memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berlainan, seperti soal prioritas sekolah, adalah hal sederhana yang harus diubah sehingga ke depan bisa memampukan kalangan perempuan sebagai insan yang tangguh dan mandiri. Resiko diskriminasi terhadap kalangan perempuan pada generasi mendatang bisa direduksi apabila di ranah pengambilan kebijakan, muncul peran perempuan yang optimal. Pembicara KPU dalam sosialisasi menegaskan arti penting kesadaran perempuan mengenai arti penting kuota 30% perempuan, serta pemahaman atas teknis pencoblosan pada saat pemilu. Seringkali even pemilu dilewatkan begitu saja padahal kondisi ini adalah ruang perempuan untuk berpartisipasi. Pada konteks ini, KPU merujuk pada kondisi jumlah perempuan di DPRD Kota Denpasar yang jumlahnya masih sangat kecil, yaitu hanya 1 orang dari 45 orang. Oleh karena itu suara wakil perempuan nyaris tak terdengar karena perbandingannya 44:1. Kegiatan sosialisasi ini juga dibuka termin tanya jawab. Pada pertanyaan yang mengemuka adalah mengenai kuota perempuan hanya 30% yang analog dengan tendensi pembatasan yang buruk. Pertanyaan ini dijawab oleh tim dosen FISIP Unud sebagai anggota pengabdian bahwa penerapan kuota 30% adalah bentuk afirmasi. Afirmasi adalah perlakuan khusus sementara. Usaha ini untuk menyamakan start antara laki-laki dan perempuan, dimana perempuan selalu tertinggal di belakang. Penyamaan garis ini penting
karena sejak dulu perempuan lebih memiliki banyak beban seperti beban pekerjaan domestik dan adat. Kondisi 30% adalah cetusan awal yang realitasnya juga masih sulit dicapai. Jika nanti misalnya laki-lakinya jadi 40% dan perempuan 60%, hal ini akan memungkinkan adanya kebijakan afirmasi untuk laki-laki. Pada pertanyaan akhir, muncul pertanyaan mengenai langkah awal yang perlu dilakukan dalam menanamkan konsepsi kesetaraan dalam hak politik perempuan. Pertanyaan ini dijawab oleh KPU bahwa kegiatan sosialisasi yang diadakan ini merupakan salah satu upaya nyata dalam memperbaiki kesadaran perempuan akan hak politiknya, meski ke depan diproyeksikan untuk kehadiran dari pihak laki-laki atau suami agar mendapatkan kesamaan pemahaman atas cara pandang yang selama ini timpang atau berbeda. C. Kesimpulan dan Saran Kegiatan pengabdian masyarakat ini dinilai sangat bermanfaat dan tepat sasaran. Hal ini selain jarang dilakukan kegiatan seperti ini, juga masih minimnya pengetahuan para kalangan perempuan di tingkat banjar perempuan atas hak politik mereka seperti pengetahuan atas hal-hal teknis kepemiluan atau partisipasi dalam lembaga legislatif. Dari hasil pertanyaan yang mengemuka dari peserta kegiatan sosialisasi ini terdapat beberapa saran dan rekomendasi. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah kegiatan sosialisasi kepada kalangan perempuan di tingkat banjar bisa dilakukan berkesinambungan dengan mengatualisasikan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti anggota legislatif perempuan. Peserta sosialisasi juga tidak sebatas hanya kalangan perempuan saja, melainkan juga kalangan laki-laki seperti suami agar mendapatkan pemahaman yang sama akan arti penting kesetaraan hak politik. Pada kegiatan ini, para peserta yang telah mengikuti kegiatan sosialisasi mendapatkan pemahaman dasar tentang hak politik mereka dalam keikutsertaan pada pemilua ataupun partai politik yang harapannya dapat berguna bagi pengembangan kesetaraan hak mereka sebagai warga negara. Sedangkan untuk menjaga keberlanjutan program, pihak KPUD Kota Denpasar menjalin kerjasama di bidang pengabdian masyarakat dengan Program Studi Ilmu Politik yang dituangkan dengan MoU dimana selanjutnya akan menempelkan program ini pada kegiatan rutin mereka.