Minyak dan Gas Bumi SOLUSI PEMBATASAN DAN KONSERVASI BAHAN BAKAR MINYAK SEKTOR TRANSPORTASI DI JABODETABEK Indra Jaya, Cahyo Setyo Wibowo, Ika Kaifiah, dan Agustini Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
[email protected]
SARI Konsumsi BBM bersubsidi sektor transportasi naik sebesar 7,24%. Kenaikan konsumsi tersebut disebabkan oleh kenaikan jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar bensin khususnya di wilayah Jabodetabek, jenis sepeda motor menempati persentase tertinggi yaitu 66,1% dari total kendaraan bermotor bensin diikuti oleh mobil pribadi (plat hitam) sebesar 29,7%. Persentase terendah adalah kendaraan umum dan barang yaitu 4,2% total kendaraan yang berbahan bakar bensin. Pada tulisan ini diusulkan solusi alternatif atas penyelesaian bahan bakar minyak bersubsidi di Jabodetabek dengan melakukan pembatasan secara sistimatis menggunakan teknologi "pembatas BBM" yang berisi informasi terkait program pembatasan BBM dan data tersebut berkomunikasi secara otomatis kepada kantor BPH. Teknologi ini "dilekatkan" pada kendaraan bermotor yang diperbolehkan untuk diberikan subsidi BBM dengan cara melakukan registrasi yang diidentifikasi sejaka awal oleh kantor pengurusan perpanjangan STNK (kantor Samsat). Sistim otomatis tanpa interfensi manusia yang dapat bekerja secara efektif terhadap target penghematan BBM bersubsidi. Detektor pada SPBU mendeteksi alat "pembatas BBM" yang diletakkan pada kendaraan yang mendapatkan hak untuk BBM bersubsidi, sedangkan untuk kendaraan yang tidak diperkenankan secara otomatis tidak dapat dialirkan BBM bersubsidi. Selain adanya upaya pembatasan BBM bersubsidi pada tulisan ini juga diusulkan untuk melaksanakan program konservasi energi termasuk mempersiapkan energi baru terbarukan dan ramah lingkungan. Program konservasi ini dalam bentuk perbaikan sarana dan prasarana transportasi, perubahan mindset atas energi, dan praktek-praktek keberpihakan atas upaya dan perilaku hemat energi. Kata kunci: bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, BPH, detektor, Jabodetabek, kendaraan bermotor, Samsat, SPBU, teknologi "pembatas BBM"
1. PENDAHULUAN Transportasi merupakan aspek ekonomi krusial pada perkotaan dan memiliki dampak yang besar atas emisi gas rumah kaca. Menurut PBB sekitar 80 % emisi gas rumah kaca dan 75 % konsumsi energi global berasal dari perkotaan. Menurut dokumen International Energy Agency (IEA) Energy Policy Review 2007 sektor
transportasi di Indonesia mengkonsumsi 38,5% dari total konsumsi energi nasional sementara industri menyerap 39.1%. Jika ditinjau dari sisi bahan bakar minyak (fuel) dokumen yang sama menyebutkan bahwa sektor transportasi mengambil porsi sebesar 48% dari kebutuhan bahan bakar nasional dengan tingkat pertumbuhan 11% per tahun. Namun dokumen lain yaitu Rencana Kerja 2010 Departemen
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
69
Minyak dan Gas Bumi Perhubungan menyatakan bahwa sektor transportasi di Indonesia mengkonsumsi bahan bakar sebesar 56% dibanding sektor industri yang hanya 18%. Dari total sektor transportasi, transportasi darat mengambil porsi terbesar dalam penggunaan bahan bakar yaitu sekitar 88% dan kendaraan bermotor merupakan sarana transportasi paling dominan di Indonesia. Jabodetabek dengan jumlah penduduk sekitar 30 juta orang (sensus penduduk tahun 2010) telah tumbuh hampir 29% dari tahun 2000 (sensus penduduk tahun 2000). Situasi menjadi lebih buruk mengingat i) masih besarnya subsidi bahan bakar, ii) tingginya pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, iii) fluktuasi harga minyak mentah, iv) ketergantungan atas bahan bakar minyak impor, dan v) pertumbuhan infrastruktur yang hanya 1% per tahun. Namun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) Republik Indonesia meyakini bahwa dengan teknologi baru, sektor transportasi memiliki potensi penghematan energi sebesar 25% dan potensi ini memiliki tingkat "kepastian" teknis yang lebih tinggi dibanding sektor lainnya. Tulisan ini mengulas konsumsi kendaraan bermotor di Indonesia dan Jabodetabek dan mengaitkannya dengan situasi subsidi BBM yang menjadi isu hangat akhir-akhir ini dimana terjadi kenaikan rata-rata kenaikan konsumsi BBM bersubsidi yang kini melampaui 7,24% dari kuota (Media Indonesia, 17 Sept 2010). Selain membahas strategi konservasi BBM bersubsidi, tulisan ini juga merekomendasikan solusi alternatif atas persoalan bahan bakar minyak di Jabodetabek.
2. JUMLAH DAN PERTUMBUHAN KENDARAAN BERMOTOR DI INDONESIA Kecuali disebutkan secara spesifik, diskusi di bawah ini didasarkan atas data kendaraan bermotor yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 yang diambil dari Kajian Naskah Akademis Penghematan Subsidi
70
BBM yang dilakukan oleh LEMIGAS untuk Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (KESDM). Jumlah total kendaran bermotor roda empat di Indonesia tahun 2009 adalah 33.155.541 unit, jumlah ini adalah 298% lebih tinggi dari jumlah kendaraan bermotor roda empat di tahun 2000. Lebih jauh, sekitar 44% (14.538.589 unit) dari jumlah kendaraan bermotor roda empat tersebut adalah berbahan bakar bensin sementara sekitar 56% (18.616.951 unit) berbahan bakar solar. Namun, jumlah kendaraan dengan bahan bakar bensin meningkat dengan signifikan bila memasukkan jenis sepeda motor. Dengan peningkatan jumlah yang hampir serupa dengan kendaraan roda empat yaitu 319%, sepeda motor tumbuh dari 20,81 juta unit di tahun 2000 menjadi 87,14 juta unit di tahun 2009. BPS membagi data kendaraan bermotor secara lebih detil sebagaimana terlihat pada Tabel 1 dan 2 sementara bentuk grafiknya terpampang pada Gambar 1 dan 2. Dilain pihak, jumlah kendaraan bermotor roda empat dengan bahan bakar bensin dan solar untuk wilayah Jabodetabek masing-masing sebesar 5.284.640 dan 6.348.214 unit atau masing-masing 15.9% dan 19.1% dari jumlah total kendaraan bermotor di Indonesia atau 36,3% dan 34,1% dari jumlah masing-masing total kendaraan bermotor berbahan bakar bensin dan solar di Indonesia. Namun, perbedaan ini akan signifikan bila menambahkan jenis sepeda motor (berbahan bakar bensin) pada perhitungan diatas yaitu sebesar 10,32 juta unit. Dengan demikian, data diatas menunjukkan bahwa jumlah kendaraan dengan bahan bakar bensin baik di Jabodetabek ataupun di Indonesia jauh lebih besar dibanding dengan kendaraan berbahan bakar solar oleh akibat keberadaan sepeda motor. Pertumbuhan tahunan masing-masing jenis kendaraan bermotor dapat dilihat pada Gambar 3 dimana tahun 2003 hingga 2007 terjadi pertumbuhan yang cukup signifikan untuk tiaptiap jenis kendaraan. Sebaliknya tahun 2008 terjadi penurunan pertumbuhan oleh adanya
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi Tabel 1. Jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar bensin di Indonesia Kendaraan pribadi (plat hitam)
Wilayah/Distribusi
CC<1.5 Wilayah N A D Wilayah Sumut Wilayah Sumbar Wilayah Riau Wilayah S2JB Wilayah Babel Wilayah Lampung Wilayah Kalbar Wilayah Kalselteng Wilayah Kaltim Wilayah Suluttenggo Wilayah Sulselra Wilayah Maluku Wilayah Papua Wilayah NTB Wilayah NTT Wilayah Luar Jawa & Bali Distribusi Bali Distribusi Jatim Distribusi Jateng Distribusi Jabar Distribusi Jaya & Tgr Distribusi Jawa & Bali INDONESIA
1.5
58.536 253.156 144.947 304.226 460.987 70.848 108.143 363.545 188.035 204.799 616.958 253.955 45.055 131.917 105.279 222.133 3,532.516 393.904 470.527 697.989 273.763 3.132.686 4.968.869 8.501.386
14,000
CC>3.0
27.641 119.542 68.445 143.658 217.682 33.455 51.066 171.669 88.792 96.708 291.333 119.920 21.275 62.292 49.714 104.893 1.668.085 186.005 222.187 329.597 129.273 1.479.282 2.346.344 4.014.429
Barang
Angkutan Umum ( plat kuning) 430 1.860 1.065 2.236 3.387 521 795 2.671 1.382 1.505 4.534 1.866 331 969 774 1.632 25.958 2.894 3.458 5.129 2.012 23.020 36.512 62.470
CC<1.5 3.362 14.538 8.324 17.470 26.472 4.069 6.210 20.876 10.798 11.761 35.428 14.583 2.587 7.575 6.045 12.756 202.854 22.619 27.020 40.081 15.721 179.892 285.333 488.187
1.5
CC>3.0 20 88 50 105 160 25 37 126 65 71 214 88 16 46 36 77 1.224 136 163 242 95 1.085 1.722 2.946
GVW 5 Ton 16.050 45.098 42.614 47.501 44.720 22.724 22.104 33.872 53.467 71.063 52.959 92.350 2.841 11.450 11.186 10.632 580.631 96.455 74.232 97.955 11.436 387.107 667.185 1.247.816
Sepeda Motor (Unit) 3.829.521 4.200.014 2.712.310 3.933.238 8.269.536 1.298.621 2.802.142 1.999.989 3.390.274 3.001.002 4.866.163 3.237.575 1.977.614 1.987.352 1.598.962 999.752 50.104.065 4.799.892 7.505.621 11.274.057 3.128.221 10.324.502 37.032.293 87.136.358
dalam ribu unit
12,000 10,000 8,000 6,000 4,000 2,000 0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Pribadi 3,211
3,447
3,596
4,106
4,718
5,806
6,990
9,368
10,41
12,57
Umum
182
195
204
233
267
329
396
531
590
712
Barang
343
353
375
411
465
587
711
973
1,034
1,248
Gambar 1. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar bensin di Indonesia
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
71
72 22.425 96.987 55.530 116.553 176.609 27.142 41.430 139.279 72.038 78.461 236.364 97.293 17.261 50.539 40.334 85.101 1.353.347 150.909 180.264 267.408 104.882 1.200.167 1.903.629 3.256.976
Distribusi Jaya & Tgr
Dist. Jawa & Bali
INDONESIA
CC<1.5
Wilayah N A D Wilayah Sumut Wilayah Sumbar Wilayah Riau Wilayah S2JB Wilayah Babel Wilayah Lampung Wilayah Kalbar Wilayah Kalselteng Wilayah Kaltim Wilayah Suluttenggo Wilayah Sulselra Wilayah Maluku Wilayah Papua Wilayah NTB Wilayah NTT Wil. Luar Jw & Bali Distribusi Bali Distribusi Jatim Distribusi Jateng Distribusi Jabar
Wilayah/Distribusi
8.310
155 672 384 807 1.223 188 287 964 499 543 1.637 674 120 350 279 589 9.371 1.045 1.248 1.852 726
CC>2.5
1.491.892 22.551
871.977 13.181
549.749
10.272 44.426 25.436 53.388 80.898 12.433 18.978 63.798 32.998 35.940 108.269 44.566 7.907 23.150 18.475 38.982 619.915 69.125 82.572 122.489 48.042
1.5
Plat Hitam
153.977
89.996
56.739
1.060 4.585 2.626 5.510 8.349 1.283 1.959 6.585 3.406 3.709 11.174 4.600 816 2.389 1.907 4.023 63.981 7.134 8.522 12.642 4.959
CC<1.5
69.435
40.583
25.586
848
496
313
6 25 14 30 46 7 11 36 19 20 62 25 4 13 11 22 352 39 47 70 27
CC>2.5
Plat Kuning
478 2.068 1.184 2.485 3.765 579 883 2.969 1.536 1.673 5,039 2.074 368 1.077 860 1,814 28,852 3.217 3.843 5.701 2.236
1.5
Umum
3.312.006
1.469.569
1.182.422
51.474 59.800 423.624 76.252 139.335 23.996 43.599 49.780 173.472 49.490 310.192 278.516 27.008 34.796 51.531 49.572 1.842.437 37.352 44.083 109.231 96.481
GVW 5 -10
2.708.465
1.201.772
966.951
42.094 48.902 346.428 62.356 113.945 19.623 35.654 40.709 141.861 40.472 253.666 227.763 22.086 28.455 42.140 40.539 1.506.693 30.546 36.049 89.326 78.900
GVW 10 - 24
Bus
6.331.457
3.385.315
1.964.192
529.448
283.086
164.249
6.810 19.135 18.081 20.155 18.974 9.642 9.379 14.372 22.686 30.152 22.471 39.184 1.206 4.858 4.746 4.511 246.362 40.926 31.497 41.562 4.852
GVW 10 - 24
Mobil Barang
81.438 228.830 216.225 241.023 226.908 115.299 112.155 171.868 271.291 360.575 268.718 468.588 14.418 58.100 56.757 53.949 2.946.142 489.415 376.656 497.025 58.027
GVW 5 -10
Tabel 2. Jumlah kendaraan bermotor berbahan bakar solar di Indonesia
739.896
395.609
229.536
9.517 26.741 25.268 28.166 26.517 13.474 13.106 20.085 31.703 42.137 31.402 54.759 1.685 6.790 6.633 6.305 344.287 57.193 44.016 58.083 6.781
GVW>24
Minyak dan Gas Bumi
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi 90,000
dalam ribu unit
80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
20,81
23,77
26,08
30,65
35,37
43,81
51,26
64,37
73,16
87,13
Gambar 2. Pertumbuhan jumlah sepeda motor di Indonesia
45 40
% Pertumbuhan
35 30 Mobil pribadi
25
Kendaraan umum 20
Truk
15
Sepeda Motor
10 5
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
0
Gambar 3. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sejak tahun 1998
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
73
Minyak dan Gas Bumi krisis global, walupun pertambahan jumlah kendaraan tetap saja terjadi. Pertumbuhan kendaraan motor di tahun 2009 relatif sama untuk masing-masing jenis kendaraan dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 20,3%. Khusus untuk kendaraan bermotor berbahan bakar bensin jenis sepeda motor menempati persentase tertinggi yaitu 66,1% dari total kendaraan bermotor bensin diikuti oleh mobil pribadi (plat hitam) sebesar 29,7%. Persentase terendah adalah kendaraan umum dan barang yaitun 4,2% total kendaraan bensin. Konfigurasi tersebut adalah untuk kendaraan di wilayah Jabodetabek.
3. KONSUMSI BAHAN BAKAR KENDARAAN BERMOTOR BENSIN Informasi konsumsi bahan bakar dari kendaraan bermotor di Jabodetabek sangat penting untuk keperluan analisis konservasi dan diversikasi bahan bakar kendaraan bermotor sebagaimana tujuan dari tulisan ini. Untuk memperoleh informasi tersebut penulis melakukan survei 120 orang pemilik/pengendara kendaraan sepeda motor, 60 orang pemilik/pengendara mobil plat hitam, dan 30 orang pemilik/pengendara angkutan umum. Survei dilakukan dengan
menggunakan questionnaire dengan pertanyaan tentang rata-rata biaya pengeluaran untuk bahan bakar premium per bulan untuk masing-masing jenis kendaraan. Pendekatan ini dianggap lebih mudah bagi responden untuk menjawab questionnaire dari pada volume bahan bakar yang dikonsumsi. Survei dilakukan di 2 lokasi SPBU yaitu SPBU Kemanggisan dan SPBU Mampang. Masingmasing jenis kendaraan merupakan populasi yang berbeda dan masing-masing populasi di subset menjadi low case, moderate case, dan high case yang masing-masing merupakan pemilik/pengendara dengan tingkat penggunaan kendaraan yang rendah, sedang, dan tinggi untuk masing-masing kategori jenis kendaraan. Masing-masing subset kasus ditentukan berdasarkan jarak antara tempat tinggal pengendara dan tempat bekerja. Hal ini dilakukan mengingat ukuran mesin (misal: 1500 cc dan 2000 cc) tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam perhitungan konsumsi bahan bakar sebagaimana dimaksud pada studi ini. Hasil dari survei untuk tiap-tiap kategori jenis kendaraan berikut subset-nya dapat dilihat pada Tabel 3. Mobil plat hitam memiliki perkiraan rata-rata konsumsi bahan bakar bensin premium untuk kasus rendah, moderat, dan tinggi masing-
Tabel 3. Konsumsi bahan bakar untuk kendaraan berbahan bakar bensin premium di Jabodetabek hasil dari survei Konsumsi bahan bakar minyak rata-rata di Jabodetabek (liter per kendaraan per bulan)
Konsumsi bahan bakar minyak seluruh kendaraan di Jabodetabek (kilo liter dalam setahun)
Skenario
74
Sepeda Motor
Pribadi (plat hitam)
Angkutan Umum & Barang
Sepeda motor
Pribadi (plat hitam)
Angkutan Umum & Barang
TOTAL
Low case
15.4
60.4
162.2
1,913,474
2,521,433
1,264,656
5,699,564
Mod Case
32.6
128.9
471.1
4,033,439
5,376,586
3,672,699
13,082,724
High case
61.2
263.3
683.3
7,578,184
10,984,922
5,327,146
23,890,252
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi masing adalah 2,52 juta, 5,38 juta, dan 10,98 juta kiloliter sedangkan untuk sepeda motor masing-masing sebesar 1,91 juta, 4,03 juta, dan 7,58 juta kiloliter. Sementara itu, angkutan umum diperkirakan menyerap bahan bakar bensin premium masing-masing sebesar 1,26 juta, 3,67 juta, dan 5,33 juta kiloliter. Studi ini mengasumsikan 20% dari jumlah mobil plat hitam di Jabodetabek menggunakan bahan bakar bensin ekivalen dengan Pertamax atau Pertamax plus. Dengan demikian, perkiraan total konsumsi bahan bakar bensin premium atas kendaraan bermotor untuk kasus rendah, moderat, dan tinggi masing-masing adalah 5,70 juta, 13,08 juta, dan 23,89 juta kiloliter. Perlu diketahui bahwa walaupun mobil angkutan dan barang hanya 4.2% dari total kendaraan berbahan bakar bensin, jenis kendaraan ini berkontribusi sebesar 28.1% dari total konsumsi bahan bakar bensin. Diskusi di bawah ini selanjutnya menggunakan angka-angka skenario moderat.
4. PERMASALAHAN SUBSIDI BAHAN BAKAR BENSIN PREMIUM Jumlah total kuota BBM bersubsidi tahun 2010 adalah 36.504.775 kiloliter sementara untuk bahan bakar bensin premium sendiri sebesar 21.454.104 kiloliter atau 58,8% dari total BBM bersubsidi. Sebenarnya Pertamina memperkirakan sebelumnya bahwa konsumsi bensin premium tahun 2010 sebesar 23.200.000 atau 8,1% lebih besar dari kuota yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan asumsi bahwa wilayah Jabodetabek menyerap sekitar 40% dari kuota bahan bakar bensin premium nasional (Media Indonesia, 15 Sept 2010) maka "kuota" bensin premium Jabodetabek diperkirakan sebesar 8.573.600 kiloliter. Jika perkiraan jumlah konsumsi kendaraan bermotor bensin di wilayah Jabodetabek diatas diterima, yaitu sebesar 13,08 juta kiloliter, maka wilayah Jabodetabek akan kekurangan bensin premium sebesar 4,51 juta kiloliter atau sekitar 21% dari kuota bensin premium nasional 2010. Bila menggunakan harga keekonomian bensin premium UPMS III
Jakarta per 1 September 2010 maka nilai subsidi bensin premium per liter adalah 1.650 rupiah. Dengan nilai ini maka besarnya "tambahan subsidi" untuk perkiraan "tambahan kuota" bensin premium di wilayah Jabodetabek adalah 7,44 triliun rupiah. Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas baru-baru ini menyatakan bahwa terjadi kenaikan rata-rata konsumsi BBM bersubsidi yang kini melampaui 7,24% dari kuota (Media Indonesia, 17 Sept. 2010). Sejauh ini kurang jelas sejauh mana kenaikannya atas kuota bensin premium, apalagi lebih spesifik untuk wilayah Jabodetabek. Namun yang pasti adalah bahwa pemerintah saat ini sedang menyiapkan langkah-langkah pembatasan penyerapan bahan BBM bersubsidi antara lain dengan penggugusan (klusterisasi) SPBU yang menjual BBM bersubsidi. Kawasan elit seperti Menteng dan Kebayoran merupakan contoh kandidat wilayah pembatasan (Media Indonesia, 17 Sept. 2010) disamping ruas jalan tol tertentu dimana lokasi SPBU memang terisolir (Republika, 18 Sept. 2010). Berbagai cara pembatasan lain telah pula diinstruksikan oleh Kepala BPH Migas pada Pertamina seperti pemisahan jalur dispenser BBM bersubsidi dengan dispenser BBM nonsubsidi, pemisahan jalur dispenser untuk sepeda motor dan mobil, dan tidak melayani kendaraan bermotor atau alat berat yang digunakan untuk penunjang bukan usaha kecil (Republika, 19 Sept 2010). Pertamina sendiri mengusulkan perubahan disain slang premium menjadi lebih besar sehingga mobil-mobil baru yang mulut tangkinya lebih kecil tidak akan bisa diisi dengan premium (Media Indonesia, 15 Sept. 2010). Lebih dari itu, BPH mengusulkan pula perubahan Perpres 55/ 2005 dan Perpres 9/2006 untuk membatasi BBM bersubsidi pada mobil pribadi keluaran tahun 2005 keatas. Berbagai cara pembatasan BBM bersubsidi diatas diharapkan dapat menekan laju konsumsi BBM bersubsidi. Namun seberapa besar pembatasan tersebut dan berapa besar penghematan yang ditimbulkan adalah sesuatu yang perlu dikaji lebih jauh. Menteri Koordinator
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
75
Minyak dan Gas Bumi Perekonomian menyebutkan adanya penghematan sebesar 2 triliun rupiah per tahun (Media Indonesia, 16 Sept. 2010). Pada kesempatan lain Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral menyebutkan penghematan sebanyak 2 juta kiloliter (Media Indonesia, 17 Sept 2010). Pertamina di lain pihak, menyebutkan potensi penghematan konsumsi premium hingga 50% dan menambahkan bahwa pada tahun 2011 akan terjadi penghematan sekurang-kurangnya 45 triliun
rupiah (Media Indonesia, 15 Sept 2010). Sehari kemudian, pejabat Pertamina yang sama menyebutkan angka penghematan sebesar 3 juta kiloliter (Media Indonesia, 16 Sept 2010). Perbedaan perkiraan penghematan ini secara lebih jelas ditunjukkan pada Tabel 4. Tidak hanya itu, kesimpangsiuran juga terjadi pada perkiraan realiasai konsumsi BBM bersubsidi hingga Agustus 2010 (Tabel 5). Himpunan Swasta Nasional (Hiswana) Migas
Tabel 4. Perbandingan perkiraan penghematan BBM bersubsidi dari berbagai sumber Sumber Penghematan versi MENKO PEREKONOMIAN (rupiah) - (Media Indonesia, 17 Sept 2010)
Penghematan versi MESDM (liter BBM) (Media Indonesia, 16 Sept 2010) Penghematan versi PERTAMINA (liter BBM) - (Media Indonesia, 16 Sept 2010) Penghematan versi PERTAMINA 50% liter PREMIUM -(Media Indonesia, 15 Sept 2010) Penghematan versi PENULIS untuk wilayah Jabodetabek - Pembatasan BBM bersubsidi pada mobil keluaran th 2005-2009
Besar Penghematan (liter) (rupiah) 822,179,617 2,000,000,000,000 (1,212,121,212 bila menggunakan nilai keekonomian premium per 1 Sept 2010) 2,000,000,000 4,865,116,960,726 3,000,000,000
7,297,675,441,090
18,252,387,500
44,400,000,000,000
(29,287,487)
-
Tabel 5. Perbandingan perkiraan dan realisasi konsumsi bbm bersubsidi dari berbagai sumber Sumber Perkiraan Realisasi Konsumsi BBM "SAAT INI" versi PERTAMINA (Media Indonesia, 16 Sept 2010) Realisasi konsumsi BBM bersubsidi "SAAT INI" (95%) versi Hiswana Migas (Media Indonesia, 16 Sept 2010) Realisasi konsumsi BBM bersubsidi hingga Agustus 2010 versi BPH, (Republika, 19 Sept 2010) Perkiraan kebutuhan tambahan bensin premium 2010 menurut Penulis + Kuota BBM (data kendaraan hingga 2009) Perkiraan kebutuhan tambahan bensin premium 2010 menurut Penulis + Kuota BBM (data kendaraan hingga 2010) Perkiraan "original" kebutuhan BBM bersubsidi oleh BPH Perkiraan "original" kebutuhan BBM bersubsidi oleh BPH & PERTAMINA Perkiraan kebutuhan tambahan bensin premium 2010 menurut Penulis
76
Jumlah BBM bersubsidi (liter)
% Total Kuota BBM bersubsidi
39,500,000,000
108.2%
34,679,536,250
95.0%
23,464,530,000
64.3%
41,013,899,168
112.4%
43,061,175,000
118.0%
42,000,000,000 40,100,000,000
115.1% 109.8%
4,509,124,168
-
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi menyebutkan bahwa realisasi BBM bersubsidi telah mencapai 95% dari kuota atau ekivalen dengan 34,68 juta kiloliter (Media Indonesia, 16 September 2010) sedangkan BPH melaporkan realisasi hingga Agustus 2010 sebesar 64,30% dari kuota atau setara dengan 23,46 juta kiloliter (Republika, 19 Sept. 2010). Disisi lain, Pertamina menyatakan realisasi konsumsi BBM "saat ini" telah mencapai 108,2% dari kuota (Media Indonesia, 16 Sept 2010). Tidak terlalu jelas apa yang dimaksud Pertamina dengan "saat ini" pada pernyataan di Media Indonesia tersebut. Menurut perkiraan penulis, mengingat kebutuhan wilayah Jabodetabek sebesar 13,08 juta kiloliter maka untuk tahun 2010 terjadi kekurangan 4,51 juta kiloliter dari kuota bahan bakar bensin premium 2010 atau setara dengan 112,4% (41 juta kiloliter) dari kuota total BBM bersubsidi. Nampaknya, bukanlah hal kebetulan bila angka yang disajikan penulis ternyata berada diantara jumlah kuota BBM bersubsidi yang diusulkan semula oleh BPH dan Pertamina yaitu 115.1% (42 juta kiloliter) dan 109,8% (40,1 juta kiloliter) dari kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan untuk 2010. Dengan demikian, untuk wilayah Jabodetabek, penulis berkeyakinan bahwa dengan pembatasan bahan bakar bensin premium pada mobil pribadi yang dikeluarkan tahun 2005 hingga 2009 masih terjadi "defisit" antara kebutuhan bensin premium kendaraan bermotor dan kuota bensin premium 2010 (Tabel 4). Menurut hemat penulis, agar terjadi pengurangan kuota BBM bersubsidi, perlu dilakukan tambahan pembatasan pada sepeda motor mengingat konsumsi bahan bakar bensin premium sepeda motor sebesar 30,8% (skenario moderat) dari total kebutuhan bensin kendaraan bermotor di wilayah Jabodetabek (Tabel 3). Dari diskusi diatas, jelaslah bahwa diperlukan pengelolaan database yang lebih baik untuk melakukan analisis supply and demand sebagai pijakan penting dalam pengambilan keputusan dan kebijakan.
5. SOLUSI PEMBATASAN BBM BERSUBSIDI Pemerintah Republik Indonesia memberikan subsidi pada BBM yang cukup menyita keuangan negara. Besarnya subsidi bervariasi dari tahun ketahun sehubungan dengan fluktuasi harga minyak bumi. Sebagaimana terlihat pada Gambar 4, fluktuasi subsidi BBM antara tahun 2004 dan 2010 berkisar antara Rp 45 triliun dan Rp 88.8 triliun. Pemerintah telah pula memperkirakan subsidi BBM untuk tahun 2011 yaitu sebesar Rp 92.7 triliun. Sebagaimana tren pertumbuhan yang diperlihatkan Gambar 3, pertumbuhan kendaraan bermotor di Indonesia sangat tinggi terutama semenjak tahun 2003. Pertumbuhan ini berbanding lurus dengan pertumbuhan konsumsi bahan bakar minyak sebagaimana terlihat pada Gambar 5. Sebagaimana telah disebutkan terdahulu bahwa kebutuhan bensin premium tahun 2010 untuk wilayah Jabodetabek diperkirakan sebesar 13,08 juta kiloliter dari jumlah kendaraan 15,6 juta unit. Kebutuhan ini didasarkan atas jumlah kendaraan tahun 2009. Dengan menggunakan persamaan linier dari tren pada Gambar 5 dan asumsi penambahan jumlah kendaraan yang sama dengan penambahan kendaraan tahun 2009 maka kebutuhan tahun 2010 sebenarnya bisa mencapai 15,13 juta kiloliter atau lebih besar 6.56 juta kiloliter dari kuota bensin premium di wilayah Jabodetabek. Jumlah ini setara dengan 7,92 juta unit kendaran. Dengan harga keekonomian bensin premium UPMS III Jakarta per 1 September 2010 sebesar 1.650 rupiah per liter maka 6,56 juta kiloliter bensin premium setara dengan 10,8 triliun rupiah. Melihat besarnya jumlah kebutuhan bensin premium tersebut rasanya sangat berat untuk melakukan pembatasan tanpa adanya upaya yang revolusioner dan sistim yang efektif. Penulis menyarankan untuk segera melakukan pembatasan secara sistimatis dengan
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
77
Minyak dan Gas Bumi 160 140
139.1
(triliun rupiah)
120 100
88.8
95.5
92.7 83.7
80 60
64.2 45
40 20 0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Gambar 4. Subsidi BBM tahun 2005 – 2011
Konsumsi Bahan Bakar (ribu kiloliter)
Sumber: Kementerian Keuangan dalam Media Indonesia 15 Sept 2010
16000 14000
2010
y = 0.839x - 85.09
12000
2008
10000 8000 6000 4000 2000 0 0
5000 10000 15000 Jumlah Kendaraan Bermotor (ribuan unit)
20000
Gambar 5. Hubungan antara jumlah kendaraan bermotor dan konsumsi bahan bakar untuk wilayah Jabodetabek
78
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi menggunakan teknologi "pembatas BBM". Teknologi ini "dilekatkan" pada kendaraan bermotor yang diperbolehkan untuk diberikan subsidi BBM dengan cara melakukan registrasi (diusulkan pada kantor pengurusan perpanjangan STNK). Agar jumlah pembatasan BBM bersubsidi sesuai target, dibutuhkan pemilahan kendaraan mana saja yang bisa mendapatkan subsidi melalui simulasi atas masing-masing kategori kendaraan dan kemudian ditetapkan dalam suatu kebijakan pemerintah. Perlu diingat bahwa masingmasing kategori kendaraan memiliki kontribusi yang berbeda-beda atas tingkat konsumsi BBM. Kantor STNK akan melakukan pemilahan secara otomatis kepada pihak pendaftar subsidi sesuai dengan kriteria kendaraan bermotor yang bisa mendapatkan subsidi dan kemudian melekatkan alat "pembatas BBM" pada kendaraan yang bersangkutan dengan kompensasi biaya sejumlah tertentu (secara psikologis biaya ini perlu sebagai rasa tanggung jawab). Alat "pembatas BBM" berisi informasi yang relevan dengan program pembatasan BBM dan data tersebut berkomunikasi secara otomatis kepada kantor BPH.
Kantor STNK
Sistem STNK
Setiap SPBU yang ditunjuk untuk program pembatasan BBM diberikan semacam alat detektor yang dapat berkomunikasi dengan kendaraan yang telah dilengkapi dengan alat "pembatas BBM". Komunikasi kedua alat tersebut berlangsung sedemikian rupa dengan kantor BPH yang akan memutuskan secara otomatis apakah dispenser BBM bisa atau tidak mengalirkan BBM subsidi pada kendaraan yang datang. Biaya atas program pembatasan BBM ini dikaitkan dengan besarnya potensi subsidi yang bisa dihemat. Skema sederhana sistim "pembatas BBM", Gambar 6, merupakan sistim otomatis tanpa interfensi manusia sehingga dapat bekerja dengan efektif terhadap target penghematan BBM bersubsidi. Detektor yang ada pada SPBU mendeteksi alat "pembatas BBM" yang diletakkan pada kendaraan yang mendapatkan hak untuk BBM bersubsidi, sementara bagi kendaraan yang tidak diperkenankan secara otomatis tidak dapat dialirkan BBM bersubsidi.
Kantor BPH
Inf ormasi kendaraan
Gambar 6. Skema sederhana sistim “pembatas BBM”
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
79
Minyak dan Gas Bumi 6. UPAYA KONSERVASI ENERGI Konservasi energi dapat diartikan sebagai usaha memelihara kelestarian sumber energi lewat penggunaannya secara arif dan bijaksana (Yusgiantoro, 2000). Sektor transportasi di Indonesia mengkonsumsi energi setara dengan 205 ribu barel minyak ekivalen per tahun (IEA, 2007). Upaya pembatasan BBM bersubsidi hendaknya tidak sekedar mengalihkan kendaraan berbahan bakar bensin premium menjadi berbahan bakar bensin beroktan tinggi (misal: Pertamax), namun hendaknya juga melakukan upaya-upaya penghematan terhadap konsumsi BBM agar diperoleh perpanjangan waktu pemanfaatan bahan bakar fosil untuk memberikan waktu pada kesiapan energi baru terbarukan dan ramah lingkungan. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memperbaiki sistim transportasi publik. Wilayah Jabodetabek dengan jumlah penduduk sekitar 30 juta memerlukan sarana dan prasarana transportasi yang terintegrasi dengan tata ruang perkotaan. Sebagian penduduk yang tinggal disekitar wilayah suburbs Bekasi, Depok, Tangerang, Ciputat memiliki jarak tempuh yang cukup besar untuk bekerja atau berurusan diwilayah DKI Jakarta dan konsekuensinya mengkonsumsi BBM cukup besar atas kendaraan yang digunakan. Integrasi sistim transportasi dan tata ruang memberikan daya tarik bagi warga sekitar DKI Jakarta untuk mengurangi aktifitasnya diwilayah DKI Jakarta karena sebagian kebutuhannya dapat terpenuhi pada wilayah suburb masing-masing. Walaupun terlambat, rencana pemerintah untuk membangun mass rapid transportation (MRT) perlu didukung penuh oleh masyarakat. Namun MRT dan Kereta Api (KA) komuter Jabodetabek hanya mengangkut 6-8% dari seluruh perjalanan penumpang yang mencapai 40 juta per hari (Kompas, 17 Sept 2010). Oleh sebab itu, kembali diperlukan upaya integrasi MRT dan KA Jabodetabek dengan angkutan umum darat lainnya. Dalam konteks ini perlu kiranya melihat
80
upaya kota Curitiba, Brazil dalam penyediaan fasilitas Bus Rapid Transit (BRT) dimana penumpang membayar tiket sebelum bis tiba sehingga penumpang bisa dengan cepat masuk dan keluar bis (Croston, 2008). Hal ini penting mengingat persoalan pembayaran yang terjadi pada "angkot" di Jabodetabek mengakibatkan keterlambatan waktu perjalanan dan tentu saja kemacetan lalu lintas. BRT didesain dengan menarik dan dikelola dengan fungsi trayek yang berbeda seperti belanja, pelayanan kesehatan, sekolah, wisata, dan lain-lain. Biaya pembenahan transportasi publik memang besar (pembangunan MRT memakan biaya Rp 1 triliun per kilometer) namun dengan melihat biaya subsidi BBM hingga 92.7 triliun per tahun maka akan jauh lebih baik biaya tersebut dialihkan untuk keperluan perbaikan sarana dan prasarana transportasi publik. Upaya penting lain adalah perubahan mindset dari energi murah menjadi energy is precious. Hal ini perlu dilakukan secara sistimatis baik di sekolah maupun pada lingkungan perkantoran sehingga timbul kesadaran untuk menggunakan energi dengan arif dan bijaksana serta secara bertahap melakukan transformasi pada energi baru dan terbarukan. Dengan adanya perubahan mindset, masyarakat secara sengaja memilih kendaraan yang hemat bahan bakar dan ramah lingkungan. Berkaitan dengan ini, pemerintah hendaknya menerapkan kebijakan yang pro pada upaya-upaya penghematan energi dengan memberikan dukungan dan insentif pada produsen/penjual kendaraan yang hemat energi. Sebagai contoh, di Singapura diwajibkan untuk memasang label informasi kapasitas konsumsi bahan bakar pada mobil yang ditawarkan pada calon pembeli. Hal yang serupa hendaknya ditawarkan pula pada masyarakat yakni kebijakan keberpihakan pada mereka yang memiliki atau menggunakan kendaraan hemat energi dan ramah lingkungan misalnya dalam bentuk potongan pajak kendaraan, kemudahan parkir dan potongan biaya jalan tol.
M&E, Vol. 8, No.3, September 2010
Minyak dan Gas Bumi 7.
PENUTUP
Dari uraian dan diskusi diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Kendaraan bermotor di Indonesia mengalami pertumbuhan yang tinggi. Untuk periode 2000-2009 baik sepeda motor ataupun mobil pribadi tumbuh sekitar 300%. 2) Terjadi ketidak konsistenan antar berbagai sumber yang terkait atas informasi jumlah realisasi konsumsi BBM bersubsidi dan potensi penghematan atas rencana upaya pembatasan BBM bersubsidi. Hal ini mencerminkan kurang terjalinnya koordinasi antar pihak-pihak terkait seperti Pertamina, Hiswana Migas BPH Migas, KESDM, dan Kantor Menko Perekonomian. Hal tersebut juga menunjukkan kurang memadainya sistim data dan informasi untuk BBM bersubsidi. 3) Perhitungan dari hasil survei kajian ini dan data kendaraan bermotor dari BPS memperlihatkan jumlah kebutuhan BBM bersubsidi yang diusulkan oleh BPH dan Pertamina pada tahap awal yaitu sebesar 42 juta dan 40,1 juta kiloliter kemungkinan lebih realistis dibanding dengan yang disetujui oleh DPR dan Pemerintah yaitu sebesar 36,5 juta kiloliter. Tulisan ini mengkonfirmasi nilai usulan awal BPH dan Pertamina yaitu sebesar 41 juta kiloliter. Namun demikian, dengan memperhitungkan jumlah tambahan kendaraan keluaran tahun 2010, tulisan ini mengusulkan angka sebesar 43 juta kiloliter. 4) Tulisan ini menunjukkan bahwa kebutuhan bahan bakar bensin premium di wilayah Jabodetabek jauh lebih besar dari "kuota" bensin premium wilayah yang sama. Hal ini mengakibatkan sulitnya upaya penghematan untuk mencapai tingkat konsumsi bensin
premium di bawah atau sama dengan besar "kuota" bensin premium di Jabodetabek, walaupun dengan upaya membatasi penyaluran bensin premium pada mobil pribadi keluaran tahun 2005 hingga 2009. Dengan kata lain, upaya tersebut belum dapat meraih penghematan yang diharapkan kecuali bilamana penghematan yang dimaksud adalah pengurangan kelebihan "kuota" bensin premium. Oleh karena itu, diperlukan upaya pembatasan yang lebih revolusioner dengan sistim yang efektif. Penulis mengusulkan penerapan teknologi informasi "pembatas BBM" secara otomatis dengan sedikit mungkin intervensi manusia. Upaya ini sekaligus menyediakan informasi BBM bersubsidi yang lebih cepat dan akurat. Pembiayaan atas proyek ini hendaknya dikaitkan dengan potensi target penghematan BBM bersubsidi. 5) Upaya pembatasan BBM bersubsidi hendaknya juga dengan melaksanakan program konservasi energi seperti perbaikan sarana dan prasarana transportasi, perubahan mindset atas energi, dan praktekpraktek keberpihakan atas upaya dan perilaku hemat energi. Program konservasi juga merupakan upaya dalam menyiapkan energi baru terbarukan dan ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Croston, G., 2008, Green Businesses - You Can Start to Make Money and Make a Difference: Entrepreneur Press, Canada International Energy Agency, 2007, Energy Policy Review of Indonesia: OECD/IEA. Yusgiantoro, P., 2000, Ekonomi Energi - Teori dan Praktik: LP3ES, Jakarta
Strategi Konservasi BBM Bersubsidi di Jabodetabek ; Indra Jaya, Cahyo SW, Ika K, Agustiani
81