SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
PENGARUH METHANOL TERHADAP PENURUNAN EMISI JELAGA (SOOT) GAS BUANG MESIN DIESEL DENGAN SISTEM COLD EGR MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR CAMPURAN BIOSOLAR DAN JATROPHA Sobri1), Syaiful2) 1) Mahasiswa Pascasarjana Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang 50239 Email:
[email protected]
2) Dosen Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Abstrak Kelebihan mesin diesel daripada mesin jenis lain terutama pada efisiensi dan daya tahan (efficiency and durability) yang tinggi sejak mesin ini ditemukan telah menimbulkan permasalahan yaitu meningkatnya tingkat konsumsi bahan bakar diesel serta meningkatnya emisi yang dihasilkan terutama emisi NOx dan emisi jelaga (soot). Jatropha oil (minyak jarak) merupakan salah satu sumber bahan bakar alternatif non-pangan (non-edible) yang sangat potensial untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Selain itu methanol telah terbukti dapat menurunkan emisi jelaga (soot) gas buang hasil pembakaran. Penelitian ini mempelajari pengaruh campuran methanol terhadap penurunan emisi jelaga pada mesin diesel Isuzu 4JB1 yang dilengkapi dengan sistem EGR (Exhaust Gas Recirculation) untuk mengurangi emisi NOx. Rasio campuran biosolar-Jatropha-methanol yang digunakan adalah 100/0/0, 75/20/5, 70/20/10 dan 65/20/15 % berbasis volume. Bukaan katub EGR divariasikan yaitu pada pembukaan 0% dan 100%. Pengujian dilakukan pada putaran stasioner 2000 rpm dan diberi beban dari 25% sampai 100% dengan interval pembebanan 25%. Data hasil eksperimen menunjukkan bahwa semakin tinggi presentasi methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-jatropha menghasilkan penurunan emisi jelaga (soot), namun pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC) mengalami kenaikan. Sedangkan emisi jelaga (soot) dan BSFC mengalami kenaikan pada saat pembukaan penuh katup EGR. Kata kunci: methanol, cold EGR, campuran bahan bakar, emisi jelaga
Pendahuluan Mesin diesel mempunyai kelebihan-kelebihan dalam daya mesin (engine power), kehandalan dan ketahanan mesin yang tinggi (high reliability and durability), efisiensi mesin yang tinggi, hemat bahan bakar (fuel econmy) dan emisi CO yang rendah . Alasan lain luasnya penggunaan mesin diesel adalah bahan bakar yang digunakan yaitu diesel. Diesel merupakan jenis bahan bakar yang mudah didapat dan secara relatif merupakan bahan bakar dari fosil yang murah hasil dari ekstrak minyak bumi (petroleum) (Jincheng Huang dkk, 2010). Bahan bakar diesel terdiri dari rantai karbon yang panjang, sehingga sifatnya dapat berubah tergantung dari proporsi jenis hidrokarbon ketika dicampur dengan bahan bakar lain (Cenk Sayin dkk, 2009). Namun dengan luasnya penggunaan mesin diesel menimbulkan permasalahan yaitu semakin terbatasnya cadangan minyak bumi dan emisi gas buang mesin diesel. Jatropha merupakan salah satu bahan bakar yang berasal dari bahan non-pangan (nonedible) yang telah banyak diteliti sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan (Vimal Chandra Pandey dkk, 2012). Jatropha merupakan salah satu bahan bakar alternative yang sangat potensial untuk dikembangkan sehingga mampu mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, dan juga tidak terpengaruh harga minyak global (Lu-Yen Chen dkk, 2013). Menurut Jinlin Xue dkk (2011) bahwa dengan blending biodiesel dengan petroleum diesel dapat mengurangi polusi udara dan mengurangi kekhawatiran menipisnya cadangan bahan bakar minyak tanpa mengorbankan daya dan nilai ekonomis mesin diesel. WMJ Achten dkk (2008) menyimpulkan dalam reviewnya bahwa masih sulit untuk biodiesel dari Jatropa oil dapat memenuhi dua persyaratan untuk menjadi bahan bakar alternative yaitu diproduksi dari bahan mentah yang renewable dan penggunaannya Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 1
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
menghasilkan dampak lingkungan yang rendah. M. Senthil kumar dkk (2003) dalam penelitiannya mengamati bahwa emisi asap (smoke) mesin diesel dengan bahan bakar Jatropha lebih tinggi daripada diesel. Emisi ini menurun ketika Jatropha dicampur dengan methanol 30% namun tetap lebih tinggi daripada diesel. Methanol akan menaikkan efisiensi thermal mesin dibandingkan dengan penggunaan Jatropha murni. Hasil yang agak berbeda diamati oleh Jincheng Huang dkk (2010) bahwa efisiensi thermal meningkat ketika menggunakan biodiesel Jatropha dibandingkan diesel. Deepak agarwal dkk (2007) dalam penelitiannya mengamati bahwa dengan melakukan pemanasan awal (pre-heating) dan menaikkan tekanan penginjeksian akan menurunkan emisi smoke dan juga menaikkan efisiensi thermal mesin. Diamati juga bahwa campuran (blending) diesel: Jatropha dengan rasio 80:20 memberikan efisiensi thermal paling baik, dan semakin tinggi persentase Jatropha akan menaikkan emisi smoke dan juga pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC). Sehingga pada penelitian ini kandungan Jatropha yang dipakai adalah 20% berbasis volume. Mesin diesel sistem juga memiliki problem khusus yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan yaitu emisi smoke/asap serta gas buang khususnya Nitrogen Oxide (NOx). Smoke opacity merupakan indicator dari soot kering yang merupakan salah satu komponen utama emisi Particulate Matter (PM). Methanol mempunyai kelebihan antara lain viskositasnya rendah sehingga mudah diinjeksikan, beratomisasi dan bercampur dengan udara, high evaporative cooling, dan kecepatan perambatan yang tinggi (Cenk Sayin, 2010). Syaiful dkk (2013) mengamati bahwa dengan mencampur diesel dengan LPM akan mampu menurunkan emisi jelaga (soot), dan penurunan ini bertambah seiring dengan meningkatnya kadar LPM dalam campuran. Disisi lain, semakin tinggi persentase methanol akan meningkatkan emisi NOx (Cenk Sayin, 2010). Exhaust Gas Resirculation (EGR) merupakan sebuah metode yang efektif dan murah untuk menurunkan emisi NOx yaitu dengan jalan mensirkulasikan kembali sebagian gas buang ke ruang bakar. EGR tipe cold lebih efektif dalam menurunkan emisi NOx namun efisiensi thermalnya lebih rendah dibandingkan dengan hot EGR. Namun persentase EGR yang meningkat akan menaikkan emisi jelaga (soot) (V Pradeep dkk, 2007). Hal serupa diamati oleh Donghui Qi dkk (2011) dalam penelitiannya bahwa kenaikan persentase EGR akan meniakkan emisi soot dan BSFC. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian akan mengobservasi tentang pengaruh penggunaan methanol untuk menurunkan emisi jelaga (soot) yang dihasilkan pada mesin diesel injeksi langsung dengan cold EGR dengan menggunakan variasi campuran bahan bakar biosolar dan minyak jarak (Jatropha), sehingga diharapkan dapat mengatasi permasalahan emisi jelaga (soot) dan NOx secara bersamaan. Hasilnya akan dibandingkan dengan dengan performa dan emisi mesin diesel berbahan bakar biosolar murni. Metodologi Pengujian dilakukan dengan sebuah mesin diesel injeksi langsung 4 silinder, naturally aspirated yang spesifikasinya dijelaskan pada table 1. Pengujian dilakukan pada putaran stasioner 2000 rpm. Pembukaan katup EGR (Exhaust Gas Recirculation) divariasikan yaitu 0 dan 100%. Masing-masing campuran diberi beban dari 25% sampai 100% dengan interval pembebanan 25%. Table 1. Spesifikasi teknis test engine Isuzu 4BJ1 Jumlah silinder Cylinder bore Stroke Total cylinder volume Compression ratio Maximum torque Maximum power
4, vertical in-line, Direct Injection 93 mm 102 mm 2771 cc 18,2 : 1 178.96 Nm (pada 2000 rpm) 52.2 kW (pada 3000)
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 2
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Bahan bakar biosolar diperoleh dari SPBU Pertamina, sedangkan Methanol dengan tingkat kemurnian 99.9% dan minyak jarak/ Jatropha diperoleh dari supplier komersial di Semarang. Karakteristik utama masing-masing bahan bakar tersebut ditunjukkan pada tabel 2. Persentase volume minyak jarak 20% sedangkan persentase volume metanol yang diuji adalah 0%, 5%, 10% dan 15% dari volume biosolar, secara berurutan disebut D100, DJM5, DJM10 dan DJM15. Untuk menghindari masalah pemisahan (sparation problem) diantara ketiga bahan bakar tersebut, sebuah pengaduk (mixer) digunakan untuk menghasilkan campuran yang homogen. Tabel 2. Karakteristik Bahan Bakar No 1 2 3 4 5
Karakteristik Angka Setana Kadar Air Viscositas (pada suhu 40°C) Nilai Kalor Titik Nyala
Biosolar
Jatropha
Metanol
48,0 0,05% v 2,0 – 5,0 mPa.s
41,8 3,16 % v 3,23 mPa.s
4 0.05 (%wt) 0.59 mm2/s
45,21 MJ/kg 60,0 °C
37,97 MJ/kg 198,0 °C
22,08 MJ/kg 11 °C
Peralatan percobaan disusun seperti pada gambar 1. Campuran bahan bakar yang telah dipersiapkan sesuai dengan persentase campurannya dialirkan ke mesin diesel. Kemudian aliran bahan bakar diukur untuk mengetahui konsumsi bahan bakar tersebut. Saat mesin diesel bekerja, pembebanan dilakukan dengan beberapa variasi beban yang diukur dengan menggunakan dynamometer DYNOmite Land&Sea tipe water break. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mengukur torsi dan daya mesin. Pada sisi saluran buang (exhaust manifold) telah dihubungkan dengan EGR dimana level EGR akan diatur oleh katup EGR (EGR valve). Sedangkan untuk mengukur emisi gas buang digunakan gas analyzer Stargass 898 dan Smoke meter OTC 495. Pengolahan data akan dilakukan dengan bantuan software MS. Excel 2007 dan software Origin 8, serta hasilnya akan dipresentasikan dalam bentuk grafik.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Mesin diesel Dynamometer Injector Katup aliran air ke EGR Pompa Dynamometer Katup By pass Inlet air EGR Intake manifold Outlet air EGR Panel Display utama Temperatur gas buang Temperatur Intake EGR Temperatur discharge EGR
14. Temperatur Campuran 15. U Manometer 16. Display Beban Mesin 17. Tachometer 18. Pompa injeksi 19. EGR Cooler 20. Smoke meter 21. Katup bahan bakar 22. Buret 23. Mixer bahan bakar 24. Katup EGR 25. Gas analyzer Stargas 898
Gambar 1. Skema sistem pengujian
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 3
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
Hasil dan Pembahasan Pengaruh methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha terhadap nilai opacity pada variasi beban tanpa EGR (OVEGR 0%) dapat dilihat pada Gambar 2(a), sedangkan 2(b) pada pembukaan penuh katup EGR (OVEGR 100%). 48 40 32 24 16 8
OVEGR 100% D100 DJ20M5 DJ20M10 DJ20M15
40 Smoke Opacity [%]
Smoke Opacity [%]
48
OVEGR 0% D100 DJ20M5 DJ20M10 DJ20M15
32 24 16 8
0 0
25
50
75 Load [%]
100
0 0
25
(a)
50
75
100
Load [%]
(b)
Gambar 2. Variasi Smoke opacity dengan beberapa persentase methanol terhadap beban pada campuran bahan bakar pada (a)pembukaan katup EGR 0% dan (b) pembukaan katup EGR 100% Smoke opacity yang merupakan indikator emisi jelaga (soot) meningkat dengan meningkatnya beban (cenk Sayin). Gambar 2(a) menunjukkan bahwa pada mesin diesel tanpa dilengkapi dengan sistem EGR, penambahan methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha akan menurunkan emisi jelaga (soot). Pada penambahan methanol 5%, menghasilkan penurunan sebesar 22.3%, 67.8%, 64.8% dan 58.7% pada pembebanan 25%, 50%, 75% dan 100% dibandingkan dengan biosolar murni. Sedangkan penurunan tertinggi terjadi pada penambahan methanol 15% yaitu sebesar 55.4%, 79,5%, 77.4% dan 71,2% pada setiap peningkatan beban dibandingkan dengan biosolar murni. Dapat diamati penurunan tertinggi terjadi pada pembebanan 50%. Hal ini disebabkan kandungan oksigen yang tinggi dalam methanol akan menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna dengan mengurangi pembentukan daerah campuran kaya (terjadi high local fuel-air ratio) dan menyebabkan oksidasi soot nuclei pada pembakaran bahan bakar. Menurut Chunde Yao dkk (2008), pembentukan soot pada mesin diesel terjadi di pusat semprotan bahan bakar dimana AFR nya rendah selama fase pembakaran difusi. Sedangkan methanol dalam campuran bahan bakar cenderung akan menyerap panas yang akan menyebabkan temperatur silinder menurun dan menunda penyalaan kompresi. Akibatnya ignition delay meningkat, sehingga lebih banyak bahan bakar yang terbakar pada fase premixed yang ditambah dengan kecepatan pembakaran methanol yang tinggi. Hal ini menghasilkan heat release rate pada fase pembakaran premixed meningkat dengan durasi yang pendek, dan periode fase pembakaran difusi menurun. Sehingga emisi jelaga akan mengalami penurunan. Penambahan methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha akan mengurangi jumlah bahan bakar yang diinjeksikan kedalam ruang bakar. Lei Zhu dkk (2010) menyimpulkan bahwa smoke pada mesin diesel bersumber dari pirolysis hidrokarbon. Dengan penambahan methanol akan mengurangi pirolysis bahan bakar karena terjadi ignition delay yang lebih lama ditambah dengan panas laten penguapan yang tinggi dari methanol. Hal ini ditambah lagi dengan tingginya kandungan oksigen yang akan menaikkan oksidasi soot nuclei. Smoke opacity akan naik dengan naiknya beban. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya FAR pada beban yang lebih tinggi ketika jumlah bahan bakar yang Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 4
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
disemprotkan lebih banyak ke dalam ruang bakar, banyak yang tidak terbakar menuju saluran buang (Jinlin Xue dkk, 2011). Smoke akan menurun pada pada beban yang lebih tinggi karena pembakaran pada beban yang tinggi kebanyakan merupakan pembakaran pada fase difusi, yang berarti bahwa kandungan oksigen dalam jatropha dan methanol lebih efektif dalam mengurangi smoke. Efek EGR terhadap smoke opacity dapat dilihat dengan membandingkan gambar 2(a) dan gambar 2(b). Smoke opacity akan naik dengan dengan kenaikan persentase EGR pada beban yang sama. Nilai smoke opacity dengan biosolar murni pada setiap pembebanan naik menjadi 7.87%, 24.42%, 30,09% dan 31.20% saat dilakukan pembukaan EGR 100%, dari sebelumnya 6,19%, 21.96%, 29.10% dan 30.09% tanpa EGR. Sedangkan pada penamabahan methanol15% naik menjadi 3.79%, 5.57%, 8.48% dan 10,29% dari sebelumnya 2.76%, 4.49%, 6.57% dan 8.66% tanpa EGR. Hal ini disebabkan berkurangnya konsentrasi oksigen dalam ruang bakar dengan kenaikan persentase EGR di dalam ruang bakar, dan juga terjadi efek kimia dimana hadirnya CO2 didalam proses pembakaran sehingga dari kedua hal tersebut terjadi efek pelemahan (dilution effect). Berkurangnya konsentrasi oksigen pada proses pembakaran akan menyebabkan pembakaran yang tidak sempurna sehingga mengurangi oksidasi karbon dan memicu kenaikan smoke opacity. Hal ini juga diamati oleh V pradeep dkk (2007) bahwa persentase EGR yang terlalu besar akan menaikkan emisi smoke, sehingga mereka membatasi EGR pada 15%. Egr akan menaikkan kapasitas panas spesifik udara masukan (air charge) sehingga akan mengurangi temperature pembakaran. Semakin tinggi persentase EGR, semakin naik emisi soot yang dihasilkan. Pada beban yang lebih tinggi, semakin tinggi persentase EGR akan menaikkan kapasitas panas spesifik masukan karena konsentrasi CO2 dan H2O lebih tinggi, dimana CO2 dan H2O mempunyai kapasitas panas spesifik yang lebih tinggi daripada udara. Akibat kenaikan kapasitas panas spesifik ini, maka dibutuhkan energy untuk memanaskan campuran yang masuk, sehingga akan mengurangi temperature pembakaran. Penurunan temperature akan mampu mengurangi emisi NOx, namun soot meningkat. Di sisi lain, penurunan emisi soot pada penambahan persentase methanol diikuti dengan kenaikan pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC). Konsumsi bahan bakar spesifik/brake spesific fuel consumtion (BSFC) adalah laju aliran massa bahan bakar per satuan daya. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efisiensi mesin dalam menggunakan bahan bakar untuk menghasilkan daya (Heywood, 1988). Secara matematis, konsumsi bahan bakar spesifik diformulasikan sebagai berikut: =
̇
(1)
dimana BSFC adalah konsumsi bahan bakar spesifik ( kg/kW jam ), P adalah daya mesin (kW) dan ̇ f adalah laju aliran massa bahan bakar ( kg/ jam ) Gambar 3(a) menunjukkan pengaruh penambahan methanol pada mesin diesel tanpa EGR terhadap pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC) pada variasi pembebanan. Pemakaian bahan bakar spesifik meningkat dengan kenaikan persentase methanol dibandingkan dengan bahan bakar biosolar murni. Penambahan methanol 10% kedalam campuran bahan bakar menaikkan BSFC sebesar 2.08%, 6.8% dan 4.6% pada pembebanan 50%, 75% dan 100% dibandingkan dengan bahan bakar biosolar murni. Sedangkan penambahan methanol 15% menaikkan BSFC sebesar 5,09%, 8,04% dan 3.36%, dan kenaikan terbesar terjadi pada pembebanan 75%. Hal ini disebabkan kandungan energy yang lebih rendah pada methanol (lihat Tabel 2) yang ditunjukkan dengan nilai kalor (heating value) yang lebih rendah dibandingkan biosolar maupun Jatropha. Sehingga dibutuhkan lebih banyak bahan bakar yang harus diinjeksikan kedalam ruang bakar untuk menghasilkan daya yang sama. Alasan lain kenaikan ini adalah densitas campuran yang lebih rendah ketika persentase methanol bertambah. Sedangkan mesin adalah berbasis volume, sehingga untuk densitas yang Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 5
SNTMUT - 2014
ISBN: 978-602-70012-0-6
lebih rendah dibutuhkan massa bahan bakar yang lebih banyak. Konsumsi bahan bakar akan menurun seiring dengan naiknya beban. Hal ini disebabkan kenaikan persentase daya mesin terhadap beban dibandingkan dengan konsumsi bahan bakar. (Jinlin Xue dkk, 2011)
0.35
0.35
BSFC [kg/kW.h]
0.30
0.25
OVEGR 100% D100 DJ20M5 DJ20M10 DJ20M15
0.30 BSFC [kg/kW.h]
OVEGR 0% D100 DJ20M5 DJ20M10 DJ20M15
0.25
0.20
0.20
0.00
0.00 0 25
50
75
100
0 25
50
Load [%]
75
100
Load [%]
(a)
(b)
Gambar 3. Variasi pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC) dengan beberapa persentase methanol terhadap beban pada (a) pembukaan katup EGR 0% (b) pembukaan katup EGR 100% Gambar 3(b) menunjukkan pengaruh EGR terhadap pemakaian bahan bakar spesifik pada mesin diesel dengan pembukaan katup EGR 100%. BSFC akan naik dengan naiknya persentase EGR. Dengan pembukaan katup EGR 100%, BSFC pada penambahan methanol 15% naik menjadi 0.23964, 0.23324 dan 0.24191 kg/kW.h dari sebelumnya 0.23345, 0.22875 dan 0.22884 kg/kW.h tanpa EGR. Hal ini disebabkan karena EGR akan merubah FAR serta terjadinya efek pelemahan (dilution effect). Dengan berkurangnya konsentrasi oksigen, waktu pencampuran bahan bakar dan udara bertambah, sehingga mengurangi burn rate ketika pembakaran dimulai. Akibatnya sulit untuk mencapai pembakaran yang stabil yang ditunjukkan dengan kenaikan BSFC. Kesimpulan 1. Penambahan methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha dapat menurunkan emisi jelaga (soot) pada mesin diesel 2. Penurunan emisi jelaga (soot) bertambah seiring dengan kenaikan persentase methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha 3. Kenaikan level EGR akan menyebabkan kenaikan emisi jelaga (soot) 4. Pada performa mesin, diamati bahwa pemakaian bahan bakar spesifik (BSFC) mengalami kenaikan dengan bertambahnya persentase methanol dalam campuran bahan bakar biosolar-Jatropha. Hal ini diakibatkan kandungan energi methanol yang lebih rendah dibandingkan biosolar maupun Jatropha . Ketika terjadi peningkatan level EGR, maka BSFC akan meningkat. Daftar Notasi BBM Bahan Bakar Minyak BSFC Brake Spesific Fuel Consumption D100 Biosolar 100% DJM5 Biosolar 75%, Jatropha 20%, Metanol 5%
EGR Rpm FAR AFR
Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
Exhaust Gas Recirculation rotate per minute Fuel-air ratio Air-fuel ratio KE15 - 6
SNTMUT - 2014 DJM10 DJM15
Biosolar 70%, Jatropha 20%, Metanol 10% Biosolar 65%, Jatropha 20%, Metanol 15%
ISBN: 978-602-70012-0-6 OVEGR Opening valve EGR
Daftar Pustaka Achten W.M.J, Verchot, Franken Y.J, Mathjis E, Sing V.P, Aerts R, Muys B., 2008, Jatropha biodiesel production and use. Elsevier, Biomass and bioenergy, 32, pp. 10631084 Agarwal Deepak, Agarwal Avinas K., 2007, Performance and emissions characteristic of jatropha oil (pre-heated and blends) an a direct injection compression ignition engine. Elsevier, Applied thermal engineering, 27, pp. 2314-2323 Chen Lu-yen, Chen Yi-hung, Hung Yi-shun, Chiang Tsung-han, Tsai Cheng-hsien, 2013, Fuel properties and combustion characteristhic of jatropha oil biodiesel-diesel blends. Elsevier, Journal of Taiwan Institute of Chemical Engineers, 44,pp. 214-220 Heywood John B.L., 1988, Internal Combustion Engine Fundamentals, McGraw-Hill, Inc., New York. Huang Jincheng, Wang Yaodong, Qin Jian-bin, Roskilly Anthony P., 2010, Comparative Study of performance and emissions of a diesel engine using Chinese pistache and jatropha biodiesel. Elsevier, Fuel processing technology, 91, pp.1761-1767 Kumar M. Senthil, Ramesh A, Nagalingam B., 2003, An experimental comparison of methods to use methanol and jatropha oil in a compression ignition engine. Elsevier, Biomass &Bioenergy, 25, pp. 309-318 Pradeep V, Sharma R.P., 2007, Use hot EGR for NOx control in a compression ignition engine fuelled with bio-diesel from jatropha oil. Elsevier, Renewable energy, 32, pp. 11361154 Qi Donghui, Leick Michele, Liu Yu, F.Lee Chia-fon, 2011, Effect of EGR andinjection timing on combustionand emission characteristic of split injection strategy DI-diesel engine fueled with biodiesel. Elsevier, Fuel, 90, pp.1884-1891 Sayin Cenk, 2010, Engine performance and exhaust gas emission of methanol and ethanol-diesel blends. Elsevier, Fuel, 89, pp. 3410-3415 Sayin Cenk, Ilhan Murat, Canacki Mustafa, Gumus Metin, 2009, Effect of injection timing on the exhaust emissions of a diesel engine using diesel-methanol blends. Elsevier, Renewable energy, 34, pp.1261-1269 Syaiful, Stefan Mardikus, M. W. Bae and Kazuo Tsuciya, 2013, “Effect of Exaust Gas Recirculation on Smoke Emission in a Direct Injection (DI) Diesel Engine Fueled DieselLow Purity Methanol (LPM) Blends”, The Seventh international Symposium on Mechanics, Aerospace and Informatics Engineering (ISMAI), ISMAI07-EP-01, pp. 147-151, Japan Vimal Pandey Chandra, Singh Kripal, Shankar Singh Jay, Kumar Akhiles, Sing Bajrang, P Sing Rana, 2012, Jatropha curcas: a potential biofuel plant for sustainable environmental development. Elsevier, Renewable and sustainable energy reviews,16, pp.2870-2883 Xue Jinlin, Grift Tony E, Hansen Alan C., 2011, Effect of biodiesel on engine performance and emissions. Elsevier, Renewable and sustainable Energy reviews, 91, pp.1761-1767 Yao Chunde, Cheung C.S, Cheng Chuanhui, Wang Yishan, Chan T.L, Lee S.C., 2008, Effect of Diesel/methanol compound combustion on diesel engine combustion and emission. Elsevier,Int J Energy conversion and Management, 49, pp.1696-1701 Zhu lei, Cheung C.S, Zhang W.G, Huang Zhen, 2010, Emissions characteristic of a diesel engine operating on biodiesel and biodiesel blended with ethanol and methanol. Elsevier, Science of the total environment, 408, pp. 914-6096921 Proceedings Seminar Nasional Teknik Mesin Universitas Trisakti Gd. Hery Hartanto, Teknik Mesin - FTI - Usakti, 20 Februari 2014
KE15 - 7