SMA ku, tidak berjalan mulus Aku terlahir sebagai anak tunggal, papa ku sudah lama meninggal sejak aku naik ke kelas 6 SD. Orangtua dan teman-teman biasa memanggilku dengan sebutan Agni. Ya .. namaku memang Agni Lestari. Sekarang aku sedang tidak karuan menanti pengumunan hasil kelulusan Ujian Nasional (UN). Inilah hari yang aku dan teman-teman tunggu, akhirnya aku lulus dari sebuah SMP negeri di kota kecil, yaitu Majalengka, Jawa Barat. Aku memang bukan lulusan terbaik, tapi aku bangga atas hasil yang cukup memuaskan. Sebelum pengumuman kelulusan, mama memintaku untuk melanjutkan sekolah ke salah satu SMA swasta terbaik di Cirebon, bahkan di Indonesia. Aku merasa sangat sedih karena harus berpisah dengan teman-teman terdekat, apalagi ketika mengetahui bahwa sekolah tersebut adalah sekolah islam. Akhirnya setelah pengumuman kelulusan, aku langsung ke Cirebon dan mendaftar ke sekolah tersebut. Ketika melihat halaman sekolah, aku takjub dengan sekolah yang cukup besar, dan dengan senang hati akhirnya aku pun mau bersekolah disana. Sekolah ini bertaraf internasional, dan masih satu yayasan dengan sekolah swasta yang ada di Jakarta, bahkan banyak artis-artis ibukota yang bersekolah di sekolah swasta ini. Aku senang sekali dapat melanjutkan sekolah disini. Hari pertama ospek, aku masih malu-malu karena teman-teman lainnya berasal dari Cirebon dan sekitarnya, bahasa yang digunakan pun menggunakan bahasa jawa. Aku agak kesulitan untuk dapat berkomunikasi dengan mereka. Beruntung, ternyata mereka selalu menggunakan bahasa indonesia jika berbicara denganku. Ketika ospek, aku langsung mendapatkan teman baru. Dia adalah Ronald dan Kia, Ronald ini anak laki-laki yang cukup tampan, putih, tinggi, dan polos. Sedangkan Kia adalah cewek yang hitam manis dan ceria. Setiap ada kegiatan, aku selalu bersama dengan mereka. Sampai akhirnya kami ditempatkan pada satu kelas yang sama. Ketika hari pertama belajar mengajar, aku duduk sendiri di bangku kedua yang dekat dengan jendela. Karena Ronald
tidak lagi mau bersekolah disini dan Kia duduk bersama orang lain, akhirnya aku pun sendiri. Lalu tiba-tiba ada cewek yang mendekat dan bertanya “Disini kosong gak?” “iya kosong”, jawabku “ini cewek cuek banget ya, tapi ya sudahlah gak apa-apa”, aku pun membatin Lalu guru masuk kelas kami, aku masuk ke kelas 10.4. Ketika guru masuk, ia lalu membagikan soal bahasa inggris, matematika dan bahasa indonesia. Ia menyuruh kami mengisi soal-soalnya. Aku melirik jawaban soal teman sebelah “nih cewek pinter juga ya, soal-soalnya hampir semua dijawab sedangkan jawabanku saja masih banyak yang kosong”, ujar batinku. Waktu pun habis dan kami harus menyerahkan soal-soal itu ke depan. Setelah itu, akhirnya aku dan dia berkenalan. “Hai, saya Agni”, ujarku “Hei, saya Dila” dia menimpali Lalu sejak itu kami berteman baik hingga saat ini. Seminggu pertama, aku langsung akrab dengan teman-teman. Kebanyakan yang dekat denganku itu anak-anak cowok. Aku merasa seperti ratu yang dikelilingi para dayangdayangnya, aku senang sekali diperlakukan seperti itu oleh mereka. Hingga suatu hari Dila menanyakan satu hal padaku “Agni, kamu liat deh cowo yang itu. Yang putih duduk di kursi sebelah sana, masa pas di SMP dia banyak yang naksir gara-gara cakep” “Eh yang itu? Biasa aja ah, gak cakep-cakep banget”, akupun menjawab sembari melihat ke arah cowok itu Setelah percakapan itu, lama-lama aku jadi memperhatikannya. Aku berpikir bahwa dia memang ganteng, keren, cool, diem dan polos. Akhirnya aku jadi suka padanya, hmm ... namanya adalah Radit. Tiap hari aku selalu memperhatikannya, tidak bosan-bosannya aku
melihat wajahnya yang manis, ganteng, cool. Kia dan Dila tau kalau aku menyukainya, bahkan teman-teman cowok yang dekat denganku juga mengetahui hal itu. Suatu hari Kia bilang “kamu tau gak, si Franda juga kan suka sama Radit. Dia sering telponan dan smsan sama Radit” “Hah?! masa sih? Aku aja gak pernah smsan sama dia, apa dia gak suka sama aku n dia suka sama Franda ya?”, aku menimpali ucpan Kia dengan sedikit emosi. “Waah, gak tau. Aku kan lihat di handphone Franda, ada nama Radit di inbox handphonenya” Mendengar ucapan Kia, aku pun cemburu, aku menyukai Radit tapi ternyata ada orang lain yang juga menyukainya dan lebih dulu dekat dengannya. Lama-lama aku dan Franda akhirnya musuhan, Franda mengatakan kalau Radit yang dia maksud bukan Radit yang aku suka. Tapi aku gak percaya, kenapa bisa kebetulan begitu? Kia selalu mengatakan yang tidaktidak. Dia mengatakan dibelakangku Franda suka menjelek-jelekanku. Aku kesal ternyata Franda suka menjelek-jelekkan aku dan berkata yang tidak enak untuk didengar. Karena masalah ini, aku dijauhi oleh teman-teman cewek satu kelas. Beruntung masih ada Dila yang masih mau menemani dan temen-temen cowok yang mau berteman denganku. Aku merasa gak betah di sekolah, sampai-sampai aku merasa sekolah itu bagai neraka dan aku gak tahan lama-lama berada disini. Terlebih dengan perlakuan teman-teman cewek yang menjauhiku karena masalahku dengan Franda. Aku mendapatkan tugas dari guru untuk photocopy materi dan mengharuskanku untuk pergi keluar sekolah, akhirnya aku meminjam motor Wulan yang kebetulan satu kelas denganku. Aku pergi keluar ditemani Kia. Ketika sampai sekolah, aku memarkirkan motornya ke tempat semula. Jam pulang sekolah tiba, tibatiba Wulan mendatangiku dan marah-marah kalau ternyata helmnya hilang. Aku kaget, karna ketika aku memarkirkan motornya, helm Wulan masih ada dan Kia saksinya. Wulan marahmarah dan menyalahkanku, aku menangis dan sakit hati karna aku dituduh sudah
menghilangkan helmya. Aku akhirnya menelepon mama, akhirnya sore itu juga mama datang ke Cirebon. Aku menangis dipelukan mama, aku minta ke Indramayu. Aku minta untuk pergi ke makam papa, karena aku merasa sedih dengan perlakuan anak-anak cewek padaku. Mama pun ikut menangis, dan mengutkanku kalau nanti masalah itu pasti akan selesai. Akhirnya beberapa hari kemudian masalah selesai, aku dan Wulan sudah kembali berbaikan. Hingga suatu hari, Kia dan aku kembali meminjam motor Wulan untuk photocopy. Namun kali ini Kia yang meminjamnya, aku kapok kalau aku yang meminjam jika terjadi kehilangan lagi aku yang akan disalahkan. Kali ini aku lebih hati-hati menjaga motor dan helm Wulan. Kia yang memegang helm Wulan, karena aku mengatakan bahwa dia harus menjaga helmnya, aku tidak ingin kejadian yang dulu terulang lagi. Ternyata, helm itu kembali hilang. Kali ini, Kia yang menghilangkan. Aku menjelaskan hal itu ke Wulan, dan Kia mengaku salah. Wulan tidak mau percaya dengan apa yang aku katakan, Wulan kembali menyalahkanku dan marah-marah padaku. Wulan tidak peduli meskipun Kia yang menghilangkannya, dia tetap menganggap bahwa semuanya adalah salahku. “Ya Allah ... kenapa selalu aku yang disalahkan? Kenapa apa yang aku jelaskan tidak pernah didengar, kenapa selalu aku yang salah?”. Setelah kejadian itu, Kia tetap tidak merasa bersalah. Setelah kejadian itu, aku semakin merasa tidak betah di sekolah. Sampai akhirnya suatu hari aku tahu, ternyata dibelakangku, Kia mengatakan hal yang jelek-jelek ke Franda. Dia mengatakan kalau aku suka berbicara yang macam-macam tentang Franda. Lama-lama aku merasa seperti sedang diadu domba. Akhirnya ketika pelajaran olahraga, Franda dan teman-teman menghampiriku dan mengatakan kalau sebenarnya yang salah dalam masalah ini adalah Kia. Kia selalu menjelekkan kami, hingga masing-masing dari kami menjadi marah dan kesal. Akhirnya masalah clear dan Kia dijauhi oleh kami semua.
Setelah masalah ini selesai, ada lagi masalah yang datang menghampiriku. Tiba-tiba hampir sebagian anak laki-laki di kelas berbuat tidak sopan padaku. Mereka selalu merendahkan dan menganggap bahwa aku adalah cewek gampangan. Gustam adalah cowok yang pertama kali menggosipkan hal itu, dia mengatakan pada anak-anak cowok kalau aku itu cewek yang mau “dipegang-pegang”. Ya Allah ... cobaan apalagi yang datang, kenapa semua jadi seperti ini? Aku benar-benar merasa sakit hati dengan perlakuan anak-anak cowok yang tidak sopan padaku. Aku selalu marah ketika mereka mulai menggoda, tapi mereka malah makin menjadi-jadi jika melihatku marah. Mereka pikir kalau aku cuma pura-pura marah, sedangkan sebenarnya aku merasa senang dengan sikap mereka. Aku benar-benar sakit hati, aku tidak betah berada di kelas itu. Meskipun masalahku dengan Franda dan teman-teman sudah selesai, tapi karena perlakuan anak-anak cowok yang tidak sopan bahkan melecehkanku, anak-anak cewek selalu melihatku dengan tatapan sinis. Seperti mereka berpikir bahwa aku bukan cewek baik-baik, mau saja menerima perlakuan buruk anak-anak cowok. Ya Allah ... aku benar-benar sakit hati, kenapa kehidupanku langsung berubah 360 derajat? Kenapa aku yang dulu dekat dengan anak-anak cowok dan menganggap mereka semua sahabat malah jadi boomerang buruk untukku? Aku selalu bersikap baik terhadap mereka, aku tidak pernah bersikap atupun berbicara ke arah seksual dengan mereka, tapi kenapa mereka selalu melecehanku? Terlebih lagi aku tidak kuat melihat tatapan-tatapan sinis teman-teman cewek padaku ketika aku diganggu oleh anak-anak cowok itu. Aku hanya dapat memendam apa yang aku rasakan, aku cuma berharap semoga kelas 11 tidak sekelas lagi dengan Gusman dan teman-temannya.
Masalah menjadi teman setiaku Akhirnya aku dan teman-teman naik ke kelas 11, ternyata Tuhan masih mau memberiku cobaan. Aku kembali satu kelas dengan Gusman, dan dia kembali menggangguku dan berkata pada teman-teman cowok yang satu kelas dengan kami bahwa aku cewek yang bisa mereka ganggu. Ya Allah .. kelas 11 ini, ternyata makin parah. Anak-anak cowok ini semakin brutal, dan aku kembali melihat tatapan-tatapan sinis teman-teman cewek baru yang satu kelas denganku. Ya Allah .. apakah yang aku alami di kelas 10 akan terulang di kelas 11? Situasi semakin memburuk ketika beberapa guru ikut menggodaku dengan kata-kata yang tidak layak disampaikan guru pada murid-muridnya. Itu semua membuat anak-anak cowok mendapat dukungan dari guru untuk menggodaku. Tuhan .. kenapa guru-guru yang seharusnya menjadi panutan murid-muridnya malah bersikap seperti itu? Apa mereka tidak tahu bahwa mentalku sudah cukup down karena sikap dan perlakuan mereka padaku ketika kelas 10? Suatu hari, aku duduk sendirian dipojokan kelas sambil mengerjakan tugas dari guru yang tidak masuk kelas. Aku pikir, kalau aku diam dipojokan dan fokus mengerjakan tugas, tidak akan diganggu oleh mereka. Ternyata aku salah .. beberapa dari mereka datang menghalangi jalanku, mengitari tempat duduk yang sedang aku duduki, sehingga aku tidak bisa berkutik dan kabur dari mereka. Salah satu dari mereka, sebut saja dia Ipul lalu mendekat ke arahku dan mengatakan hal-hal yang tidak sepantasnya diucapkan. Aku merasa terjebak dengan situasi ini, aku tidak bisa kemana-mana. Aku butuh pembelaan dari temanteman lain untuk menghentikan candaan yang dilakukan anak-anak cowok ini. Aku melihat ke sekitar kelas, tatapan sinis teman-teman cewek melihat ke arahku. Kenapa mereka cuma melihatku? Aku butuh pertolongan dari mereka agar anak-anak cowok ini menjauh dariku. Saat itu, hatiku benar-benar sakit. Aku marah, aku benci dengan semua anakanak cowok yang selalu menggangguku, terutama Gusman, karena dia yang pertama kali
membuat keadaanku jadi seperti ini, dialah dalang dari semua masalah ini. Kalau aku tidak lagi sekelas dengannya, aku tidak akan dapat perlakuan yang sama seperti saat kelas 10. Suatu hari, Gusman kembali menggangguku. Akhirnya apa yang aku pendam selama ini, aku keluarkan. Aku menamparnya, aku mengatakan padanya kalau aku tidak suka diperlakukan seperti ini. Dia hanya tertawa, dia tidak menunjukkan rasa bersalah. Ya Allah ... apalagi yang harusku lakukan agar semua ini berakhir? Aku cewek baik-baik, aku bukan cewek yang pasrah saja menerima perlakuan mereka. “kamu punya adik cewek?”, ujarku “nggak punya” “kalo kakak cewek?”, aku pun kembali bertanya padanya “punya, kenapa emang?”, jawabnya “kalau misalnya kakak kamu mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang kamu lakukan padaku, bagaimana? atau misalnya suatu hari nanti, kamu punya anak cewek dan anak kamu diseperti inikan oleh teman-temannya, bagaiman ?”, dengan nada tinggi aku mengucapkan hal ini padanya “ya jangan kaya gitulah, aku juga kan cuma bercanda” “suatu hari nanti, anak kamu akan merasakan sama seperti yang aku rasakan saat ini” Aku mengatakan hal itu karna aku merasa benar-benar sakit hati atas perlakuannya, dan karna karma itu akan berlaku. Akhirnya kelas 11 pun selesai, aku naik ke kelas 12. Sialnya, aku kembali satu kelas dengan Gusman. Dia masih selalu menggangguku dan guru-guru lelaki itu ikut menggoda dengan kata-kata yang merambah ke arah tidak sopan. Suatu hari, ketika pelajaran Geografi berlangsung, Gusman kembali menggangguku, dan lagi guru itu ikut menggodaku. Tanpa pikir panjang, aku mengamuk di kelas, aku melempar tempat pensilku ke depan kelas dan menggebrak meja.
Teman-teman langsung melihat ke arahku dan guru tersebut ikut melihat ke arahku. Aku muak, aku marah, aku kesal dengan semua ini. Kenapa yang seharusnya masa-masa SMA adalah masa yang paling indah, tapi malah jadi neraka untukku? Beruntung ketika kelas 12 ada teman yang selalu membelaku, dia adalah Icha. Icha selalu membelaku ketika anak-anak itu mulai mengganggu. Icha selalu menarikku keluar kelas agar aku tidak lagi diganggu oleh anakanak cowok. Icha dan Dila adalah sahabat yang selalu setia menemaniu, setia nemenin ketika aku ditimpa masalah yang tidak juga selesai. Cuma mereka yang bener-bener mengerti bagaimana perasaanku. Aku duduk di kelas 12 IPS 2, kelasku bersebelahan dengan kelas 12 IPS 1. Di kelas itu ada seorang cewek yang sepertinya sangat membenciku. Aku tidak pernah satu kelas dengannya, dan bahkan tidak pernah bertegur sapa dengannya. Dia adalah Tiara. Setiap dia melihatku, dia selalu membuang mukanya dan menunjukkan wajah benci bahkan jijik kepadaku. Setiap tidak sengaja kami bertemu, dia selalu seperti itu padaku. “Ya Allah .. apalagi ini, aku tidak mengenalnya. Aku tidak pernah satu kelas dengannya, bahkan untuk berbicara dengannya pun aku tidak pernah. Tapi mengapa dia bersikap seperti itu padaku ? Itu sangat menyakitkanku Ya Allah, apa aku pernah berbuat salah padanya? Ingin sekali aku bertanya padanya, mengapa kamu selalu bersikap seperti itu padaku? Namun aku tidak memiliki keberanian, aku hanya takut dia berkata bahwa semua itu hanyalah perasaanku saja” Suatu hari, aku berdiri di balkon depan kelas. Aku melihat ke arah jalan raya di luar sekolah, kemudian Tiara keluar kelasnya untuk membuang sampah. Dia melihat ke arahku, dan memperlihatkan wajah jijik ketika melihatku. Dia berkata “hih” sambil melihatku dan berjalan masuk kembali ke kelasnya. Ya Allah ... aku begitu sakit hati dengan perlakuannya yang seperti itu, aku ingin sekali menangis, marah kepadanya, tapi aku sama sekali tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Aku hanya membatin “Kamu boleh memperlakukanku seperti ini, tapi suat hari nanti ketika kamu memerlukan bantuan, tidak ada satu orang pun yang
dapat membantumu kecuali aku. Aku adalah satu-satunya orang yang bisa membantumu. Ketika hal itu terjadi, dengan senang hati aku akan mengulurkan tanganku padamu, dan dengan ikhlas aku akan membantumu. Aku orang yang selama ini kamu benci, kamu perlakukan dengan buruk, justru adalah orang yang mau berbaik hati membantumu. Membalas semua perlakuan burukmu padaku dengan kebaikan untukmu”. Aku hanya mampu berujar seperti itu dibatinku. Yang aku percayai hingga saat ini, bahwa kejahatan hanya dapat dibalas dengan kebaikan. Justru itulah yang akan menjadi pisau tajam, yang dengan sendirinya akan menancap dihati orang yang sudah menebarkan kejahatan itu. Ketika kelas 12, aku suka dengan teman satu kelas. Dia adalah Rio, Rio juga sering menggodaku, tapi tidak sebrutal cowok-cowok yang lain. Pernah suatu hari, Rio menggangguku. Aku marah, kesal, karena sikap Rio.Secara tidak sadar aku mengatakan hal buruk padanya “kamu, besok gak bakal masuk sekolah”, ujarku “ya iyalah gak masuk, besok kan libur”, jawabnya “ya berarti senin, entah kamu sakit atau kecelakaan, yang pasti kamu gak bakal masuk sekolah”, aku mengatakan hal ini sambil begitu marah dan emosi padanya Hari senin, Rio pun benar tidak masuk sekolah. Aku bingung, kenapa dia tidak masuk sekolah. Ternyata Rio sakit, satu minggu dia tidak masuk sekolah. Apa ini karena perkataanku padanya? Apakah yang kukatakan menjadi kenyataan? Akhirnya seminggu kemudian Rio masuk sekolah kembali, Rio sama sekali tidak berani menyapaku. Dia hanya mengatakan kalau dia kapok menggangguku, apa yang aku katakan padanya benar-benar menjadi kenyataan. Disitu aku sadar, bahwa jangan pernah membuat hati seseorang tersakiti. Karena ketika ia sakit hati, apa yang ia ucapkan sama saja dengan doa. Meskipun hubunganku dengan anak-anak cowok tidak terlalu baik, bahkan hanya dipenuhi rasa sakit hati, aku malah menjalin hubungan dengan adik kelas. Namanya adalah Farhan. Farhan duduk dikelas 10.4, aku berkenalan dengannya ketika ada acara mingguan di
masjid sekolah. Kami berkenalan dan akhirnya kami sering mengirimkan sms. Setiap di sekolah, kami sering bertemu dan mengobrol di gazebo sekolah. Akhirnya hubungan kami diketahui oleh teman-temannya dan oleh guru-guru. Aku berusaha menutupi bahwa aku dan Farhan tidak memiliki hubungan apa-apa. Setiap ada yang bertanya, aku selalu menjawab bahwa aku menganggap Farhan sebagai adik, bukan sebagai pacar. Hubunganku dengan Farhan hanya bertahan sekitar 2 minggu. Mungkin lebih tepatnya kami berpacaran 1 minggu, dan 1 minggu aku pun digantung olehnya. Ah, sial! Kenapa aku malah dipermainkan oleh anak kecil! Mungkin ini karma, karena sewaktu kelas 10 aku pernah mempermainkan hati seorang cowok. Aku dan dia berpacaran hanya 1 hari, dan hingga detik ini belum pernah ada kata putus antara kita. Memang aku yang salah, aku terlalu terbawa suasana sehingga ketika dia menyatakan perasaannya padaku, aku terima. Ali namanya. Dia menyatakan cinta padaku pada hari minggu pagi, aku menerimanya karena aku merasa tak enak sudah memberi harapan padanya. Siangnya Ali mengajakku untuk melihat pentas seni. Aku menolak dengan alasan sedang ada saudara di kosanku. Malamnya Ali meneleponku, menanyakan aku ada dimana. Saat itu aku sedang pergi makan berdua dengan Adi, aku sengaja menyuruh Adi yang mengangkat teleponku. Adi mengangkat telepon dari Ali, mereka berbincang sebentar lalu Adi menutup telepon dari Ali. Aku tahu kalau Ali pasti sakit hati, namun aku memang ingin agar ia memutuskanku. Aku tidak bisa benar-benar menerima Ali karena rasa cintaku padanya tidak ada. Akhirnya secara tidak langsung kami putus. Apa yang terjadi dengan hubunganku dan Farhan, aku anggap sebagai karma yang pernah aku lakukan dimasa lalu. Hubunganku dan Farhan akhirnya berakhir. Aku masih digoda oleh guruguru yang mengetahui bahwa aku berpacaran dengan “brondong”. Pada akhirnya ketika guruguru menggodaku, aku mengatakan bahwa aku sudah putus. Mereka tersenyum lalu memberikan jempol padaku. Aku kembali menjalin hubungan dengan juniorku. Rivan namanya, kebetulan Rivan itu teman 1 kelas Farhan. Hubunganku dan Rivan juga tidak bertahan lama,