ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
Oleh SITI MASHLAHATUL UMMAH NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
Oleh SITI MASHLAHATUL UMMAH NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015
ii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Oleh SITI MASHLAHATUL UMMAH NIM 121111100
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2015 iii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR SITI MASHLAHATUL UMMAH DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN MOTTO
“Kekuatan yang paling hakiki adalah disaat kita terjatuh, seketika itu pula kita mampu bangkit kembali dan berlari.”
vi SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
HALAMAN PERSEMBAHAN
Untuk kedua orang tuaku tercinta, meski kalian jauh, tidak pernah sekalipun kumerasakan kurangnya kasih sayang, dan kalianlah sosok suritauladan pertama disetiap langkahku..
vii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”. Sholawat serta salam senantiasa tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW. Perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Desa Banjarwati di lingkungan sekitar pondok pesantren memberikan gambaran tentang pemakaian bahasa yang digunakan dalam komunikasi sehari-hari antara masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati baik dengan santri, pengurus, pengasuh pondok pesantren, maupun dengan sesama masyarakat Desa Banjarwati. Skripsi ini juga memaparkan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. Aribowo, M.S. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Surabaya. 2. Dra. Dwi Handayani, M.Hum. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi.
viii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
3. Bapak Puji Karyanto, S.S., M.Hum. selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, serta dorongan positif bagi penulis dari semester satu hingga saat ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga. 5. Kedua orang tua, Abah Sholihin dan Bunda Ummu Salma, S.Pd.I. yang tidak henti-hentinya memberikan dorongan semangat sehingga skripsi ini selesai tepat waktu. 6. Adik Moh. Arrozi Fachruddin dan Salsa Ayu Pratiwi yang selalu mendoakan dan selalu menghibur dengan canda tawa, Om Miftahur Rahman dan sepupu tercinta Mbak Hani’atur Rosyidah yang memberikan dukungan tiada henti serta bersedia menemani saat penelitian. 7. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2011 terutama para sahabat terbaik penulis yaitu Aviva Sela D. dan Fitria Nur Hidayah yang selalu menemani disaat suka maupun duka. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu kelancaran penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan sebagai bahan untuk perbaikan kedepannya.
Surabaya, 29 April 2015 Penulis
ix SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Karya tulis ini adalah karya tulis saya asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Airlangga maupun di perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini murni gagasan, penelitian, dan tulisan saya sendiri tanpa bantuan pihak lain 3. Karya tulis ini bukan karya jiplakan, dan di dalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.
Surabaya, 29 April 2015 Yang membuat pernyataan,
Siti Mashlahatul Ummah NIM 121111100
x SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
ABSTRAK Penelitian yang berjudul “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan” bertujuan untuk menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati ketika berinteraksi dengan siapapun, adanya perilaku berbahasa tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai sentral kegiatan masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik menurut Dell Hymes untuk menganalisis data yang di peroleh. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik observasi. Dari hasil observasi, penulis dapat memaparkan bentuk serta faktor yang mempengaruhi perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya interaksi secara terus-menerus antara Masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap adanya Pondok Pesantren tersebut menimbulkan perilaku berbahasa yang berbeda pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dalam kehidupan sehari-hari. Jika awalnya masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati hanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, dengan adanya Pondok Pesantren Sunan Drajat masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati selalu menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama untuk berinteraksi dengan siapapun. Kata kunci: Masyarakat pesisir, perilaku berbahasa, Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, sosiolingustik.
xi SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR ISI Halaman Sampul Depan……………………………………………………………………...i Sampul Dalam……………………………………………………………………..ii Prasyarat Gelar……………………………………………………………………iii Persetujuan Pembimbing Skripsi…………………………………………………iv Pengesahan Dewan Penguji Skripsi…………………………………………….....v Halaman Motto…………………………………………………...………………vi Halaman Persembahan…………………………………………………………...vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii PERNYATAAN…………………………………………………………………...x ABSTRAK……………………………………………………………………..…xi DAFTAR ISI……..…………………………………………………….………...xii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..xv BAB I PENDAHULUAN………..…………………………………………..…....1 1.1 Latar Belakang Masalah………….………..…………………………..1 1.2 Rumusan Masalah………..…………………..………………………..5 1.3 Batasan Masalah………………………………..……………………...5 1.4 Tujuan Penelitian……………………………………..………...……..6 1.5 Manfaat Penelitian………...……………………..………..…………..6 1.6 Tinjauan Pustaka………….…………………………………..…….....7 1.7 Landasan Teori………………………………..…………………..….10 1.7.1 Sosiolinguistik…………………………………………...…10 1.7.2 Peristiwa Tutur……………………………………………..11 1.7.3 Ragam Bahasa Dalam Sosiolinguistik……..………………13 1.7.4 Undhak-Usuk (unggah-ungguhing basa)…………………...14 1.8 Metode Penelitian……………………………………..………….......16 1.8.1 Sumber Data…………………..……………………………17 1.8.2 Penentuan Informan……...………...………………………18 1.8.3 Metode Pengumpulan Data………………………………...18
xii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
1.8.4 Metode Analisis Data………………………………………19 1.9 Operasionalisasi Konsep………….………………………..………...21 1.10 Sistematika Penulisan Skripsi………………..……………..………22 BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN…………………………24 2.1 Desa Banjarwati……………………………..……………………….24 2.1.1 Sejarah Desa………………………………………………..24 2.1.2 Letak Geografis Desa………………………………………26 2.1.3 Kondisi Geografis Desa………..…..………………………27 2.1.4 Pembagian Wilayah Desa…………..………...……………28 2.1.5 Lembaga Pemerintahan Desa………………………………29 2.1.6 Keadaan Sosial……..………………………………………31 2.1.7 Keadaan Ekonomi…………….……………………………34 2.2 Pondok Pesantren Sunan Drajat……………...………………………35 2.2.1 Sejarah Pondok Pesantren Sunan Drajat………….………..35 2.2.2 Visi dan Misi……….………………………………………39 2.2.3 Unit Pendidikan……………….……………………………40 2.2.4 Unit Wirausaha……………..………………………………41 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………46 3.1 Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati…….…..............................................................................46 3.1.1 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan
Pengasuh
Pondok
Pesantren
Sunan
Drajat
(Ndalem)…………………………………………………..46 3.1.2 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat..............54 3.1.3 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat……...……65 3.1.4 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Sesama Masyarakat Dusun Banjaranyar………….75 3.1.5 Bentuk Percakapan Oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Masyarakat Dusun Sukowati……………………...93
xiii SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
3.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Berbahasa pada Masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati………...102 BAB IV PENUTUP………………………………………………………….....107 4.1 Simpulan………………………………..…………………………..107 4.2 Saran……………………………………...…………………………109 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..111 LAMPIRAN…………………………………………………………………….113
xiv SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
: Data informan…………………………………;……………...113
Lampiran 3
: Surat-surat perizinan………………………….…………..……. -
xv SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Setiap kelompok manusia yang hidup bersama dan berdampingan pasti melakukan aktivitas berbahasa demi kelancaran dalam komunikasi. Masyarakat yang saling berkomunikasi dan saling mengerti pada akhirnya membentuk masyarakat bahasa. Setiap masyarakat memiliki bahasa tertentu sehingga tercipta ribuan bahasa yang di tuturkan oleh masyarakat dari seluruh dunia (Parera, 1991: 26). Bahasa merupakan ungkapan yang berupa maksud atau ujaran, yang nantinya akan disampaikan kepada seseorang. Seorang penutur berinteraksi dengan mitra tuturnya menggunakan bahasa yang baik agar mitra tutur memahami maksud dari tuturan orang tersebut dan ketika seseorang tersebut berinteraksi menggunakan bahasa yang baik maka yang menjadi pendengar akan menghormatinya. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat saat berkomunikasi sangat beragam. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini bukan hanya disebabkan oleh para penuturnya yang tidak homogen, tetapi juga karena interaksi sosial yang mereka lakukan beragam. Bahasa di dalamnya terdapat variasi-variasi yang diantaranya ditentukan oleh letak geografis, tata tingkat atau strata sosial dalam masyarakat, suku, adat istiadat dan dapat pula ditentukan oleh latar belakang masing-masing kelompok penutur dalam batas-batas saling mengerti (Parera, 1991: 26). Semakin bertambahnya ilmu pengetahuan, baik berbentuk lisan maupun tulisan, bersosialisasi juga sangat dibutuhkan adanya komunikasi
1 SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
2
berbahasa, dengan adanya komunikasi yang baik maka akan terjadi suatu interaksi berbahasa yang baik pula. Bahasa berfungsi direktif, dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara bahasa dapat mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini bahasa tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini dapat dilakukan oleh si pembicara dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, imbauan, permintaan maupun rayuan. Perilaku berbahasa adalah tindakan atau sikap berbahasa yang dilakukan oleh seseorang saat berkomunikasi, bertujuan agar terjadi suatu interaksi sosial. Perilaku berbahasa merupakan sebuah ciri dari suatu kelompok masyarakat tertentu dengan adanya interaksi secara terus menerus. Seperti aktivitas sosial lainnya, kegiatan berbahasa bisa terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya. Dalam sebuah tuturan, penutur dan mitra tutur sama-sama menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan mitra tuturnya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab atas tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam interaksi sosial tersebut (Alan dalam Wijana, 2004:28). Bahasa yang digunakan masyarakat pesisir agak berbeda dengan masyarakat di daerah yang jauh dari pesisir atau masyarakat kota, apalagi dengan bahasa santri yang sangat santun. Hal ini akan membuat para santri yang identik berasal dari berbagai macam wilayah akan merasa asing karena mereka tidak pernah mendengar bahasa pesisir sebelumnya, namun ada pula yang bisa
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
3
mengenali bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa yang digunakan masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir (berdekatan dengan laut) dan sumber perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Masyarakat pesisir di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat sering mendengar pembicaraan yang diucapkan oleh santri kepada kiai yang menggunakan kata-kata sopan dan santun. Santri bersikap sangat tawadhu’ kepada kiai, baik dari segi pengucapannya maupun perbuatannya saat bertemu secara langsung dengan kiai. Kemudian apa yang terjadi ketika para santri berbicara dengan masyarakat yang berada diluar Pondok Pesantren Sunan Drajat namun masih menjadi satu lingkup dengan pondok pesantren tersebut, yakni masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati kecamatan Paciran kabupaten Lamongan yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat dan tergolong sebagai masyarakat pesisir. Hal tersebut membuat santri yang menyesuaikan bahasa masyarakat sekitar ataukah masyarakat sekitar yang menyesuaikan bahasa santri yang sopan dan santun, sedangkan bahasa masyarakat pesisir sangatlah berbeda dengan bahasa santri. Fenomena kebahasaan yang diperoleh dari percakapan masyarakat pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan yang berada jauh dari lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah tuturan yang kasar dan tidak sopan. Berbeda dengan tuturan yang diperoleh dari percakapn sehari-hari yang digunakan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat, tuturannya sangatlah sopan dan santun.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
4
Penelitian ini menarik untuk dilakukan karena objek dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir yang daerahnya berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat. Adanya kultur yang berbeda serta interaksi sosial secara terus menerus antara masyarakat penduduk Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan para penghuni pondok pesantren tersebut seperti santri, pengurus, dan pengasuh (kiai) yang akan menghasilkan suatu perilaku berbahasa yang berbeda dari sebelumnya. Interaksi sosial di dalam pondok pesantren selalu dilandasi oleh normanorma keagamaan dan kesopanan. Kesantunan perlu diterapkan dalam suasana formal maupun non formal, maksud dalam situasi ini adalah dalam situasi apapun para santri, pengurus, dan pengasuh pondok pesantren dianjurkan untuk menggunakan bahasa yang sopan saat berinteraksi dengan orang lain, agar orang tersebut merasa dihormati. Berbeda dengan cara berkomunikasi masyarakat pesisir yang tidak lepas dari cara berbahasa yang diucapkan secara kasar atau dengan nada bicara yang tinggi, hal tersebut bisa dikarenakan adanya unsur kesengajaan ataupun tidak adanya unsur kesengajaan. Dari beberapa hal tersebut, dapat diketahui bahwa belum terdapat penelitian tentang “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”. Desa Banjarwati Kecamatan Paciran kabupaten Lamongan terletak di daerah pantai utara yang memiliki dua dusun dan di salah satu dusun tersebut terdapat sebuah pondok pesantren bersejarah yang terkenal dengan sebutan Pondok Pesantren Wali Songo Sunan Drajat. Pondok pesantren ini merupakan pondok pesantren modern dan bukan termasuk pondok pesantren salafi (pondok
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
5
pesantren tradisional). Untuk itu, melalui penelitian ini, peneliti akan melakukan telaah terhadap pengaruh tuturan para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat terhadap masyarakat Banjarwati Paciran Lamongan yang berada di lingkungan sekitar pondok pesantren tersebut.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Bagaimanakah perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan? (2) Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan?
1.3 Batasan Masalah 1) Perilaku berbahasa yang dimaksud pada penelitian ini hanya terbatas pada sikap, tuturan, dan ragam bahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. 2) Tuturan masyarakat pesisir Desa Banjarwati yang dimaksud ialah tuturan masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. 3) Pengaruh tuturan yang dimaksud adalah tuturan yang berasal dari Pondok Pesantren Sunan Drajat terhadap perilaku berbahasa pada Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
6
1.4 Tujuan Penelitian (1) Mendeskripsikan perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. (2) Mendeskripsikan faktor-faktor yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
1.5 Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoretis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kajian kepustakaan khususnya dalam bidang sosiolinguistik yang berkaitan dengan penerapan teori tindak tutur dan ragam bahasa yang digunakan pada masyarakat pesisir. B. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menambah data linguistik yang dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman bahasa yang terdapat di dalam masyarakat, khususnya pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar. Selain itu, dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penambah wawasan bagi pembaca untuk mengetahui fenomena perilaku bahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar dan memberikan pemahaman dalam hal berkomunikasi.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
7
1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian terdahulu yang dapat penulis temukan, yaitu: 1. Lutfiyatin (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Imperatif dalam Interaksi antar Santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran Lamongan” menjelaskan tentang penanda pemakaian kesantunan imperatif dalam interaksi antar santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran Lamongan, dibagi menjadi penanda imperatif, kesantunan imperatif, dan penanda imperatif pragmatik. Kesantunan imperatif yang digunakan meliputi kesantunan linguistik dan kesantunan pragmatik. Penelitian tersebut memberikan contoh-contoh penanda kesantunan berbahasa pada Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berguna untuk penelitian selanjutnya. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik. Penelitian ini menitik beratkan pada tuturan masyarakat pesisir di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai objek, bukan pada tuturan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat. 2. Ardhiarta (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang: Suatu Kajian Pragmatik” menghasilkan tentang interaksi sosial antara kiai, nyai, santri, ustadz serta pengurus pondok pesantren dengan status sosial yang berbeda ternyata menghasilkan suatu tindak kesantunan yang berbeda. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
8
dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik yang menitik beratkan pada masyarakat pesisir di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai objek. 3. Rokayah (2010) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi antara Santri dan Kiai di Pondok Pesantren At-Tauhid Surabaya” menghasilkan kesantunan berbahasa yang dibagi menjadi dua penanda yaitu penanda kesantunan verbal dan non verbal. Penanda kesantunan verbal meliputi kesantunan pragmatik dalam tindak direktif dan kesantunan pragmatik imperatif (dalam tuturan deklaratif dan interogatif). Kesantunan non verbal meliputi unsur-unsur para linguistik kinesik (gaya isyarat) dan proksemika. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori pragmatik sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah keduanya membahas tentang tindak kesopanan verbal dan non verbal yang digunakan oleh suatu masyarakat sebagai objek dari penelitian. 4. Nurdyansyah
(2014)
dalam
skripsinya
yang
berjudul
“Undhak-Usuk
Percakapan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Samin Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Bojonegoro: Kajian Sosiolinguistik”. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa setiap kelompok sosial tertentu akan menghasilkan ragam bahasa Jawa tertentu pula, seperti pada masyarakat Samin terdapat bahasa Jawa berupa ngoko, madya, dan krama. Sesuai dengan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
9
kelompok sosial tertentu masyarakat Samin menggunakan ragam bahasa pilihan yang digunakan untuk berinteraksi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian yang diteliti. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada teori yang digunakan ialah teori sosiolinguistik. Penelitian tersebut memberikan manfaat pada penelitian ini karena menjelaskan contoh-contoh ragam bahasa Jawa yang juga terdapat pada perilaku berbahasa masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. 5. Nugraheni (2008) dalam skripsinya yang berjudul “Kesantunan Tuturan Pembeli kepada Penjual di Pasar Purwoyoso Semarang”. Menyimpulkan bahwa banyaknya ketidak sesuaian kesantunan tuturan pembeli kepada penjual di Pasar Purwoyoso Semarang dengan pengertian masing-masing bidang prinsip kesantunan Leech, serta variasi tuturan yang mendukungnya. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini terletak pada objek kajian dan teori yang digunakan untuk meneliti. Penelitian tersebut menggunakan teori pragmatik berdasarkan prinsip kesantunan Leech dan objek penelitiannya adalah pembeli dan penjual di Pasar Purwoyoso semarang, sedangkan penelitian ini menggunakan teori sosiolinguistik menurut Dell Hymes dan objek penelitiannya adalah masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
10
1.7 Landasan Teori Landasan teori dimaksudkan sebagai acuan untuk menganalisis objek penelitian terkait rumusan masalah berdasarkan judul penelitian “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”. Teori yang digunakan adalah sebagai beriku: 1.7.1
Sosiolinguistik Menurut Fishman, sosiolinguistik merupakan kajian tentang ciri khas
variasi bahasa, fungsi-fungsi variasi bahasa dan pemakaian bahasa, karena ketiga unsur ini selalu berinteraksi, berubah, dan saling mengubah satu sama lain dalam satu tutur bahasa masyarakat. (J. A. Fishman, 1972:4) Masyarakat membuat seseorang tidak lagi dipandang sebagai individu yang terpisah, tetapi sebagai anggota dari kelompok sosial. Oleh karena itu, bahasa dan pemakaiannya tidak diamati secara individual, tetapi dihubungkan dengan kegiatannya di dalam masyarakat atau dipandang secara sosial. Dipandang secara sosial, bahasa dan pemakaiannya dipengaruhi oleh faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari fonologi, morfologi, sikstaksis, dan semantik. Di samping itu, faktor nonlinguistik yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari faktor sosial dan faktor situasional. Faktor sosial yang mempengaruhi bahasa dan pemakaiannya terdiri dari status sosial, tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin, dan lain-lain, sedangkan faktor situasional yang mempengaruhi bahasa dan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
11
pemakaiannya terdiri dari siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, di mana, dan masalah apa (Fishman dalam Suwito, 1982:3). Fishman (dalam Caher 2003: 5) mengatakan kajian sosiolinguistik lebih bersifat kualitatif. Jadi sosiolinguistik berhubungan dengan perincian-perincian penggunaan bahasa yang sebenarnya, seperti deskripsi pola-pola pemakaian bahasa atau dialek tertentu yang dilakukan penutur, topik, latar pembicaraan. Sosiolinguistik memandang bahasa pertama-tama sebagai system sosial dan sistem komunikasi serta bagian dari masyarakat dan kebudayaan tertentu.
1.7.2 Peristiwa Tutur Peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Secara sosiolinguistik peristiwa tutur yang pokok pembicaraannya tidak menentu (berganti-ganti sesuai situasi), tanpa tujuan, dilakukan oleh orang-orang yang tidak sengaja untuk bercakap-cakap, dan menggunakan ragam bahasa yang berganti-ganti tidak dapat disebut sebagai peristiwa tutur. (Dell Hymes dalam Chaer, 2010: 47-48) menyatakan bahwa peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen, yang bila huruf pertamanya dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING, kedelapan komponen itu adalah:
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
12
1. Setting dan Scene Setting dan scene berhubungan dengan latar atau tempat peristiwa tutur terjadi. Tempat peristiwa tutur berkaitan dengan where dan when (waktu bicara dan suasana, kapan dan suasana yang tepat untuk menggunakan tuturan). 2. Participant Participant adalah alat penafsir yang menanyakan siapa saja pengguna bahasa (penutur, mitra tutur, dan pendengar). 3. End Komponen tutur end mengacu pada maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam aktivitas berbicara. 4. Act Sequence Komponen tutur act sequence berhubungan dengan bentuk dan isi suatu tuturan. 5. Key Komponen tutur key berhubungan dengan manner, nada suara, sikap atau cara berbicara. 6. Instrumentalis Instrumentalis berhubungan dengan channel/saluran dan bentuk bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan. 7. Norms Komponen tutur norms berhubungan dengan kaidah-kaidah tingkah laku dalam interaksi dan interpretasi komunikasi. Norma interaksi dicerminkan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
13
oleh tingkat sosial atau hubungan sosial yang umum dalam sekelompok masyarakat. 8. Genre Genre merupakan kategori yang dapat ditentukan lewat bentuk bahasa yang digunakan.
1.7.3 Ragam Bahasa dalam Sosiolinguistik Bahasa dan ragam bahasa dalam masyarakat sosial merupakan salah satu konsep sosiolinguistik. Bahasa sebagai hasil budaya mengandung nilai-nilai pada masyarakat penuturnya. Bahasa dan etnik merupakan satu rangkaian yang ditelaah dalam sosiolinguistik, etnik mengacu pada kelompok masyarakat yang keanggotaannya berdasarkan asal-usul keturunan (Sumarsono, 2012: 67). Ragam bahasa sebenarnya hanya merupakan sebuah kecenderungan (tendency) dan seluruhnya terdiri dari perbedaan kosakata, kata-kata tertentu cenderung lebih banyak dipergunakan oleh kelompok tertentu. Sosiolinguistik lebih menitik beratkan fungsi bahasa secara sosial, sehingga memakai banyak informan pengguna bahasa (Sumarsono, 2012: 74). Ragam dan variasi bahasa, dalam hubungan antara bahasa dengan etnik merupakan hubungan yang sederhana dan bersifat kebiasaan yang dipertegas oleh rintangan sosial antar kelompok etnik. Pembedaan kelompok sosial dalam masyarakat dapat dilihat dari bahasa sebagai ciri pengenal salah satunya (Sumarsono, 2012: 72). Dengan demikian, bahasa mempunyai peran sedemikian rupa sebagai identitas suatu kelompok sosial di dalam masyarakat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
14
1.7.4 Undhak-Usuk (unggah-ungguhing basa) Dalam masyarakat Jawa, kelompok sosial sangat berpengaruh pada perilaku berbahasa yang menghasilkan variasi bahasa. Ketika seseorang berbicara selain memperhatikan kaidah-kaidah tata bahasa, juga harus memperhatikan siapa orang yang diajak berbicara. Berbicara dengan orang tua berbeda dengan berbicara dengan anak kecil atau yang seumuran. Variasi bahasa yang ditujukan kepada orang lain itulah yang disebut perilaku berbahasa dalam penelitian ini, dan selanjutnya dalam penelitian ini akan menggunakan istilah perilaku berbahasa. Uhlenbeck (dalam Chaer, 2010: 40), membagi tingkat variasi bahasa Jawa menjadi tiga bagian dasar, yaitu ngoko, madya, dan krama. Munculnya tingkatan bahasa ngoko, madya, dan krama tersebut digunakan jika suatu kelompok sosial berinteraksi dengan kelompok sosial yang lain. Berikut adalah penjelasan dari tingkatan variasi bahasa Jawa tersebut: 1. Ragam ngoko, adalah bentuk ragam bahasa Jawa yang berintikan leksikon dan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh mereka yang sudah akrab dan oleh mereka yang merasa dirinya lebih tinggi status sosialnya daripada lawan tuturnya. Ada 2 varian dalam ragam ngoko ini, yakni pertama, ngoko lugu adalah bentuk bahasa Jawa yang semua kosakatanya berbentuk ngoko dan netral tanpa terselip leksikon krama. Kedua, ngoko andhap/alus adalah bentuk bahasa Jawa yang bukan hanya terdiri dari leksikon ngoko, melainkan juga leksikon krama yang dalam penggunaannya hanya untuk menghormati lawan tutur. Ngoko andhap/alus umumnya hanya muncul untuk kata benda, kata kerja, atau kata ganti orang (Indrayanto, 2010:12).
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
15
2. Ragam madya dibagi menjadi beberapa jenis. Pertama, madya ngoko ialah kata-kata madya yang dicampur kata ngoko yang tidak ada kata madyanya. Biasanya digunakan oleh orang-orang pedesaan atau orang pegunungan. Kedua, madya krama ialah ragam yang dibentuk dari katakata madya dicampur dengan krama yang tidak mempunyai kata madya. Biasanya digunakan oleh orang desa yang satu dengan yang lainnya yang dianggap lebih tua dan dihormati. Ketiga, madyantara ialah kata-katanya dibentuk dari bahasa madya krama, tetapi kata-kata yang ditujukan pada orang yang diajak berbicara dirubah menjadi krama inggil (Setiyanto, 2007:37). 3. Ragam krama, ialah sebuah bentuk bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama. Afiks yang muncul dalam raga mini semuanya berbentuk krama (misalnya afiks dipun-, -ipun, -aken). Ragam ini dipergunakan oleh mereka yang merasa berusia atau berstatus sosial lebih rendah daripada mitra tuturnya, selain itu ragam ini juga digunakan untuk mitra tutur yang belum dikenal. Jenis ragam ini terdiri dari krama lugu dan krama alus. Yang menjadi leksikon inti dalam ragam ini hanyalah leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya dan leksikon ngoko tidak muncul dalam tingkat tutur ini (Indrayanto, 2010:13-14).
Uraian tersebut menjelaskan macam-macam pembagian bahasa Jawa ragam ngoko, madya, dan krama. Namun, selanjutnya dalam penelitian ini hanya
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
16
akan menggunakan istilah garis besar dari penjabaran diatas yakni hanya analisis berupa ragam ngoko, madya, dan krama.
1.8 Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara terpenting yang diperlukan dalam sebuah penelitian. Metode penelitian bahasa adalah cara kerja yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena objek ilmu bahasa atau merupakan cara mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan masalah didalam objek ilmu bahasa itu (Kridalaksana, 2001: 106; Hartman dan Stork, 1972: 141). Metode penelitian merupakan alat prosedur dan teknik yang dipilih dalam melaksanakan penelitian (Djajasudarma, 1995:3). Latar belakang dan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah masalah-masalah faktual. Maksudnya, masalah perilaku berbahasa adalah masalah yang sedang dihadapi oleh pemakai bahasa itu sendiri saat ini. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif bersifat deskriptif, menjelaskan data atau objek secara natural, objektif, dan faktual. Istilah deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada. Desa Banjarwati terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan Dusun Sukowati. Penulis membuat deskripsi tentang bagaimana perilaku berbahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Selain itu penulis juga mengumpulkan fakta-fakta mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku berbahasa pada
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
17
masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dengan demikian, dari kedua fakta tersebut dapat diperoleh hasil tuturan dan informasi yang baru dari sebelumnya. Metode penelitian deskriptif kualitatif dipilih karena penelitian ini mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan tuturan sehari-hari yang dilakukan oleh masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat ketika berinteraksi dengan para penghuni pondok pesantren melalui wawancara. Selanjutnya penulis memperoleh data bagaimana persepsi yang muncul dari masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati ketika menerima tuturan yang santun dari para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat Paciran Lamongan.
1.8.1 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tuturan dari masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dalam interaksi sosial di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat. Interaksi sosial yang dimaksud adalah percakapan masyarakat Dusun Banjaranyar dengan santri, pengurus, dan pengasuh pondok pesantren maupun percakapan dengan sesama masyarakat Desa Banjarwati itu sendiri.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
18
1.8.2 Penentuan Informan Penelitian ini menggunakan informan sebanyak 15 orang yang terdiri dari beberapa penduduk Dusun Banjaranyar dan beberapa penduduk Dusun Sukowati. Selain itu, beberapa informan juga merupakan santri, pengurus, dan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Data informan dijelaskan pada lampiran skripsi. Informan yang dipilih diharapkan dapat memberikan data yang sebenar-benarnya tanpa dibuat-buat atau memanipulasi data untuk tujuan lain di luar fokus penelitian. Informan tersebut memiliki kriteria sebagai berikut: (a) Informan mengetahui budayanya dengan baik tanpa harus memikirkannya, sebab dilakukan secara otomatis dari tahun ke tahun. (b) Informan terlibat langsung dalam permasalahan yang kita angkat dalam penelitian. (c) Informan memiliki cukup waktu untuk diwawancarai. (d) Informan menggunakan bahasa mereka untuk mendeskripsikan informasi tanpa analisis. (e) Informan memberikan informasi dengan interpretasi perspektif penduduk asli (Spradley: 1997: 59-70).
1.8.3 Metode Pengumpulan Data Metode
pengumpulan
data
adalah
cara
yang
dilakukan
untuk
mengumpulkan data penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, teknik rekam, dan teknik catat. Penulis terlebih dahulu observasi untuk melihat situasi dan keadaan lingkungan, kemudian melakukan wawancara kepada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan melakukan wawancara berstruktur untuk mendapatkan informasi yang relevan. Selanjutnya dengan teknik rekam, penulis akan merekam kejadian faktual di
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
19
lapangan. Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan teknik catat, yaitu mencatat semua kejadian dari tuturan masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan.
1.8.4 Metode Analisis Data Analisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengubah data rekaman dari wawancara, maupun cara komunikasi dari masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam bentuk catatan tulis kemudian dianalisis dengan teori yang digunakan. Mencatat fenomena kebahasaan yang telah direkam, lalu dari hasil transkripsi telah diperoleh data tulis yang selanjutnya dapat diidentifikasi. Proses identifikasi dari setiap data yang dilakukan untuk memisahkan kalimat mana yang sering digunakan masyarakat pada umumnya dan mana yang sangat jarang digunakan oleh masyarakat pada umumnya. Setelah selesai melakukan dengan teknik rekam dan teknik catat, selanjutnya adalah dengan penyalinan ke dalam kartu data dan menganalisisnya, sehingga diperoleh data yang relevan. Berikut adalah rincian langkah-langkah dalam data yaitu sebagai berikut: (1) Mentranskip Data Hasil Rekaman Setelah penulis memperoleh data berupa tuturan dari masyarakat pesisir desa Banjarwati melalui hasil rekaman, maka selanjutnya mentranskripsi
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
20
memindahkan data tersebut dengan cara menulis kembali semua hasil tuturan yang diujarkan oleh masyarakat pesisir desa Banjarwati. (2) Mengidentifikasi dan Mengklarifikasi Data Berdasarkan hasil transkripsi diperoleh data tertulis yang selanjutnya siap untuk diidentifikasi. Proses identifikasi berarti mengenali/menandai data untuk memisahkan kalimat mana yang dibutuhkan untuk tahap selanjutnya, dan mana yang tidak dibutuhkan. (3) Menyalin ke Dalam Kartu Data Setelah data yang diperlukan sudah terkumpul, maka selanjutnya adalah penyalinan tiap tuturan yang telah diidentifikasi ke dalam kartu data. Hal itu dimaksudkan agar mudah untuk mengelompokkan tuturan tersebut menurut karakteristik tertentu. (4) Menganalisis Kartu Data Data yang diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ada. Dari analisis kartu data tersebut akan tergambar perilaku berbahasa masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dilingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. (5) Menyimpulkan Untuk tahap terakhir, hasil analisis akan menghasilkan simpulan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
21
1.9 Operasionalisasi Konsep Operasionalisasi konsep memiliki arti yang penting tentang penjelasan istilah yang digunakan dalam penelitian. Selain itu, operasionalisasi konsep dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan terarah serta untuk menghindari penafsiran yang salah mengenai istilah tersebut. Diperoleh batasanbatasan yang jelas agar pengertiannya tidak samar. Istilah-istilah yang perlu diberi penjelasan antara lain: Interaksi sosial
: Suatu fondasi dari hubungan yang berupa tindakan yang berdasarkan norma dan nilai sosial yang berlaku dan diterapkan didalam masyarakat. Dalam kehidupan seharihari tentunya manusia tidak dapat lepas dari hubungan antara satu dengan yang lainnya, manusia akan selalu membutuhkan individu atau kelompok lain untuk dapat berinteraksi ataupun bertukar pikiran.
Perilaku berbahasa
: Cara berbahasa suatu masyarakat yang tercermin dengan sikap serta penggunaan bahasanya. Bagaimana masyarakat tersebut menggunakan bahasa dan sikap ketika berhadapan atau berkomunikasi dengan penutur dari golongan lain. Hal tersebut juga bersangkutan dengan sikap santun dan tidaknya suatu interaksi berbahasa. Kesantunan berbahasa merupakan salah satu aspek kebahasaan yang dapat meningkatkan kecerdasan emosional penuturnya, karena didalam komunikasi penutur dan petutur tidak hanya
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
22
dituntut menyampaikan kebenaran, tetapi harus tetap berkomitmen untuk menjaga keharmonisan hubungan. Masyarakat pesisir
: Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir.
Pondok pesantren
:
Lembaga
pendidikan
Islam
untuk
mempelajari,
memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Santri
: Orang-orang yang belajar ilmu agama Islam dan tinggal di pondok pesantren, santri diklasifikasikan berdasarkan tingkat ilmu santri (menggunakan variabel santri dan ustadz/ustadzah) dan status kelembagaan (santri dan pengurus).
1.10 Sistematika Penulisan Skripsi Penelitian ini terdiri dari empat bab, masing-masing bab tersebut berisi suatu bahasan tertentu, diantaranya: Bab I merupakan
pendahuluan
yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, operasionalisasi konsep, dan sistematika penulisan skripsi.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
23
Bab II merupakan
gambaran umum obyek penelitian.
Bab III merupakan
alanisis data hasil temuan berupa deskripsi “Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan”.
Bab IV merupakan
bagian penutup yang berisi kesimpulan dari hasil yang diperoleh dari analisis data dan sasaran yang berisi anjuran kepada pembaca atau peneliti yang tertarik untuk meneliti topik yang sama, selain itu penelitian ini dilengkapi dengan daftar pustaka.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
2.1 DESA BANJARWATI 2.1.1 Sejarah Desa Nama Banjarwati adalah perpaduan dari dua nama dusun yaitu Dusun Banjaranyar dan Dusun Sukowati, kedua dusun ini kemudian menjadi satu kesatuan nama desa yang tidak lain adalah Desa Banjarwati. Asal mula nama Dusun Banjaranyar adalah Kampung Jelak. Jelak kalau dibahasa Jawa kromoinggilkan adalah celak, yang artinya parek atau dekat, siapa yang bertempat tinggal dikampung itu berarti akan celak atau dekat dengan kebaikan dan perdamaian. Sinuwun atau pimpinan Kampung Jelak bernama Mbah Mayang Madu, pada saat itu Mbah Mayang Madu masih beragama Hindu. Mbah Daeng yang dikenal dengan sebutan Mbah Banjar yang berasal dari negeri Bronio pada suatu hari datang ke Kampung Banjar yang sekarang dikenal sebagai Pulau Kalimantan Kota Banjarmasin. Beliau berlayar ke Pulau Jawa tepatnya ke Surabaya untuk menemui Mbah Sunan Raden Rahmat yang sekarang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Ditengah laut antara Pulau Kalimantan dan Pulau Jawa, perahu yang dinaiki oleh Mbah Banjar mengalami kerusakan yang sangat parah karena dihantam oleh ombak besar, kemudian beliau ditolong oleh ikan cucut (ikan Hiu) sampai beliau dibawa ketepian pesisir laut Jawa pantai utara (pantura) yang terletak disebelah utara Kampung Jelak. Setelah Mbah Banjar tiba
24 SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
25
di tepi pantai Kampung Jelak, beliau akhirnya menetapkan tinggal di Kampung Jelak dan dirawat oleh Mbah Mayang Madu. Keakraban mereka sudah seperti saudara sendiri, sampai pada suatu ketika Mbah Mayang Madu pun mengikuti agama yang di peluk oleh Mbah Banjar yakni agama Islam. Kedua tokoh tersebut sepakat untuk mendirikan surau (mushollah) yang sekarang dikenal menjadi Masjid Jami’ Jelak Banjaranyar Paciran Lamongan. Surau tersebut digunakan untuk mengembangkan ajaran agama islam. Pada awalnya Mbah Banjar hanya mengajar ngaji Al-Qur’an dikeluarga Mbah Mayang Madu saja, sampai akhirnya masyarakat Kampung Jelak mengetahui ada seorang guru ngaji dikeluarga Mbah Mayang Madu yang bernama Mbah Banjar, maka beberapa masyarakat Kampung Jelak pun berkata: “ Ayo podo ngaji agomo islam, agomo anyar sing ngulang jenenge mbah Banjar”. Dari ucapan masyarakat Kampung Jelak itulah akhirnya Kampung Jelak terkenal dengan sebutan Banjaranyar. Dusun Sukowati diambil dari kata Suko dan Wati yang artinya Suko adalah nama sebuah pohon sebangsa pohon Sono Keling atau sekarang disebut pohon Achasiya yang terletak di tepi pantai laut Jawa, tepatnya sekarang di Dusun Sukowati. Sedangkan kata Wati berasal dari kata Kuwati, kemudian dua kalimat Suko dan Kuwati dijadikan nama sebuah kampung baru yaitu Sukowati. Cerita singkat dari Dusun Sukowati adalah pada suatu hari Mbah Banjar jalan-jalan di tepi pantai, disebelah timur tempat tinggal beliau ternyata terdapat sebuah pohon yang sangat rindang daunnya dan sangat kuat pohonnya. Orangorang setempat menamakan pohon tersebut dengan sebutan “Pohon Suko”, kemudian Mbah Banjar memberikan nama sebuah kampung yang terdapat pohon
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
26
Suko tersebut dengan sebutan nama Dusun Sukowati. Kata Wati diambil dari kosa kata bahasa Arab yakni Kuwati yang artinya kuat, dengan harapan masyarakat kampung tersebut mempunyai iman dan agama yang kuat. Namun, dari perkembangan dan kemajuan zaman nama Sukowati diplesetkan menjadi “Suko” yang artinya senang, sedangkan “Wati” artinya perempuan, sehingga orang Jawa mengatakan: “Seneng wedoan”. Sehingga terdapat beberapa kalangan masyarakat tertentu yang tidak menyukai orang yang berasal dari Dusun Sukowati karena terdapat anggapan yang buruk atas penduduk Dusun Sukowati, yaitu suka bermain perempuan. Maka dari itu masyarakat sepakat menyebut Dusun Sukowati dengan sebutan dusun Kuwati saja. 2.1.2 Letak Geografis Desa Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Desa Dagan kecamatan Solokuro dan desa Drajad kecamatan Paciran
SKRIPSI
Sebelah Barat
: Desa Kranji kecamatan Paciran
Sebelah Timur
: Desa Kemantren kecamatan Paciran
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
27
2.1.3 Kondisi Geografis Desa Jumlah penduduk Desa Banjarwati sebanyak 5.769 jiwa dan 1.951 kepala keluarga. Desa Banjarwati terletak di daerah Kabupaten Lamongan dengan posisi 7 meter di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata 30 derajat Celsius. Desa Banjarwati mengalami musim hujan selama 6 bulan pertahun. Jarak Desa Banjarwati menuju ke kecamatan adalah 7 km dan jarak menuju ke kabupaten adalah 42 km dengan batasan sebelah utara adalah laut Jawa, sebelah timur adalah Desa Kemantren, sebelah selatan adalah Desa Dagan dan Desa Drajad, serta sebelah barat adalah Desa Kranji. Jarak tempuh Desa Banjarwati menuju ke ibu kota kecamatan adalah 7 km, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan jarak tempuh Desa Banjarwati ke ibu kota kabupaten adalah 42 km, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 60 menit menggunakan kendaraan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
28
bermotor. Berikut merupakan kondisi geografis Desa Banjarwati secara umum, berdasarkan data profil desa tahun 2014: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaan Tanah Pemukiman umum 142.192 Ha Persawahan 4 Ha Tanah kering berupa ladang/tegalan 72.405 Ha dan pemukiman 101.300 Ha Tanah fasilitas umum, berupa tempat pemakaman umum 4,5 Ha, perkantoran pemerintah 0,4 Ha, bangunan sekolah 8 Ha dan tanah bengkok (kas desa) 1,3 Ha. 2.1.4 Pembagian Wilayah Desa Luas wilayah Desa Banjarwati ± 326,297 Ha yang terbagi menjadi 2 dusun yang dipimpin oleh masing-masing kepala dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan Dusun Sukowati. Hal ini menjadi sangat efisien dengan banyaknya tugas desa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat di Desa Banjarwati.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
29
2.1.5 Lembaga Pemerintahan Desa SUSUNAN ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SKRIPSI
Kepala Desa
:
SUTIYONO
Sekretaris Desa
:
MOH. MUNAWIR, S.Ag
Kaur Kesmas
:
KUSWINARNI, Ma
Kaur Keuangan
:
MUTHMAINNAH
Kaur Umum
:
MARTA ANDRI NOVIYANA, SE
Kasi Pemerintahan
:
ACHMAD KHAMZIM
Kasi Ekbang
:
MOH. HASYIM
Kasi Trantib
:
ASHAR
Kasi Pemb.perempuan
:
-
Kepala Dusun Banjaranyar
:
MOH. KHOIRUL, SH
Kepala Dusun Sukowati
:
RONI PRIYONO
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
30
Berikut merupakan nama-nama pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Banjarwati dengan jumlah anggota 11 orang yang aktif dalam kepengurusan:
NO
NAMA
JABATAN
1.
JUNAEDI SUTARYO
KETUA
2.
NUE HAMIM
WAKIL KETUA
3.
ABDULLAH TAUFIQ
SEKRETARIS
4.
FREDY SETIAWAN
ANGGOTA
5.
ABDULLOH
ANGGOTA
UMI HUSNUL 6.
ANGGOTA KHOTIMAH HJ. LILIS
7.
ANGGOTA SETYOWATI
SKRIPSI
8.
NUR LAELAH
ANGGOTA
9.
AIRIN SUTANTO
ANGGOTA
10.
H. AINUR ROFIQ
ANGGOTA
11.
LUQMAN HAKIM
ANGGOTA
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
31
2.1.6 Keadaan Sosial Dengan adanya perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis, memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan suatu mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis. Dalam konteks politik lokal desa Banjarwati tergambar dalam pemilihan kepala desa dan pemilihan-pemilihan lain (pileg, pilpres, pemilukada, dan pimilugub) yang juga melibatkan warga masyarakat desa secara umum. Khusus untuk pemilihan kepala Desa Banjarwati sebagaimana tradisi kepala desa dibeberapa wilayah Jawa, biasanya para peserta (kandidat) adalah mereka yang secara sah memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala desa yang lama, atau seseorang yang berani mengajukan diri adalah mereka yang dari kalangan ekonomi menengah keatas. Hal ini dipengaruhi oleh budaya Moneypolitic yang sedang berkembang dimasyarakat. Jabatan kepala desa merupakan jabatan yang tidak serta merta dapat diwariskan kepada anak cucu ataupun karena seseorang tersebut dari kalangan yang berada. Namun dipilih karena kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya dengan warga desa. Jabatan kepala desa bisa dicabut sewaktuwaktu jika seseorang tersebut melanggar peraturan maupun melanggar normanorma yang berlaku. Dengan demikian, maka setiap orang yang dapat memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan yang berlaku dapat mendaftarkan diri menjadi kandidat kepala desa. Fenomena ini terjadi pada pemilihan kepala Desa Banjarwati
SKRIPSI
pada tahun 2013 lalu. Pada pemilihan kepala desa waktu itu,
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
32
partisipasi masyarakat sangat tinggi yakni hampir 85 % dari jumlah penduduk yang ada. Pada waktu itu ada 3 kandidat kepala desa yang mengikuti pemilihan. Acara pemilihan kepala desa bagi masyarakat desa Banjarwati adalah merupakan perayaan besar disetiap periodenya. Setelah proses pemilihan kepala desa berakhir, situasi desa kembali berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta demokrasi desa berakhir dengan kembalinya kehidupan sebagaimana mulanya. Masyarakat tidak terus menerus terjebak dalam sekat-sekat kelompok pilihannya. Hal ini ditandai dengan kehidupan yang penuh gotong-royong dan tolong menolong. Walaupun pola kepemimpinan ditangan kepala desa, namun mekanisme pengambilan keputusan selalu ada keterlibatan masyarakat baik melalui lembaga resmi desa seperti Badan Perwakilan Desa maupun langsung bermusyawarah dengan masyarakat. Dengan demikian terlihat bahwa pola kepemimpinan diwilayah Desa Banjarwati mengedepankan pola kepemimpinan yang demokratis. Berdasarkan beberapa fakta di atas, Desa Banjarwati mempunyai dinamika politik lokal yang bagus. Hal ini terlihat dari segi pola kepemimpinan, mekanisme pemilihan kepemimpinan, hingga partisipasi masyarakat dalam menerapkan sistem politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Tetapi masyarakat Desa Banjarwati masih kurang antusias dalam hal politik daerah dan nasional. Hal ini dikarenakan dinamika politik nasional dalam kehidupan sehari-hari kurang mempunyai greget, terutama yang berkaitan dengan permasalahan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat Desa Banjarwati secara langsung.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
33
Dalam catatan sejarah, selama ini belum pernah terjadi bencana alam dan bencana sosial yang cukup besar di Desa Banjarwati. Isu-isu terkait hal tersebut, seperti kemiskinan dan bencana alam, tidak sampai pada titik kronis yang membahayakan masyarakat dan sosial. Kondisi sosial masyarakat Desa Banjarwati yang cenderung dinamis dan agamis menciptakan kerukunan antar masyarakat. Kultur yang kuat serta usaha masyarakat dalam pelestarian adat dan budaya desa dipertahankan sebagai warisan nenek moyang mereka. Maka tak jarang ritual-ritual khusus keagamaan masih sering dilakukan. Penduduk Desa Banjarwati seluruhnya memeluk agama Islam. Dalam menjalankan kewajiban umat beragamanya, masyarakat Desa Banjarwati didukung dengan fasilitas peribadatan yang memadai. Klasifikasinya sebagai berikut: No
Jenis Fasilitas Peribadatan
Jumlah
1.
Masjid
5 buah
2.
Mushollah
18 buah
3.
Gereja
-
-
4.
Pura
-
-
5.
Wihara
-
-
Selain itu, kualitas tingkat pendidikan masyarakat Desa Banjarwati sudah tinggi, adanya sarana dan prasarana pendidikan yang lengkap merupakan salah satu
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
34
aspek tingginya kualitas pendidikan. Sarana pendidikan di Desa Banjarwati tersedia dari tingkat pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Berikut merupakan klasifikasinya:
No
Jenis Fasilitas
Jumlah
1.
Play Group/PAUD
4 buah
2.
TK/RA
4 buah
3.
SD/Sederajat
4 buah
4.
SLTP/Sederajat
4 buah
5.
SLTA/Sederajat
5 buah
6.
Islam TPQ/TPA
4 buah
7.
Pondok Pesantren
4 buah
8.
Madrasah Diniyah
4 buah
9.
Sekolah Tinggi Agama Islam
1 buah
2.1.7 Keadaan Ekonomi Tingkat pendapatan rata-rata penduduk Desa Banjarwati adalah sebesar Rp. 1.000.000 perbulan. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan jumlah anggota keluarga. Secara umum mata pencaharian masyarakat Desa Banjarwati
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
35
teridentifikasi dalam beberapa sektor, yaitu dalam sektor pertanian, peternakan, industri kecil dan kerajinan rumah tangga, industri menengah dan besar, serta dalam sektor jasa.
2.2 PONDOK PESANTREN SUNAN DRAJAT 2.2.1 Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Sunan Drajat Berdasarkan dokumen PPSD 2010, Pondok Pesantren Sunan Drajat didirikan pada tanggal 7 September 1977 tepatnya di Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati kecamatan Paciran kabupaten Lamongan oleh K. H. Abdul Ghofur. Nama dari Pondok Pesantren Sunan Drajat ini mempunyai ikatan historis, psikologis, dan filosofis yang sangat kuat dengan nama Kanjeng Sunan Drajat, bahkan secara geografis bangunan pondok tepat berada di atas reruntuhan pondok pesantren peninggalan Sunan Drajat yang sempat menghilang peradaban dunia Islam di Jawa selama beberapa ratus tahun. Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah salah satu pondok pesantren yang memiliki nilai historis yang amat panjang, karena keberadaan pesantren ini tak lepas dari nama yang disandangnya yakni Sunan Drajat. Sunan Drajat adalah julukan dari Raden Qosim putra kedua dari pasangan Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel) dengan Nyi Ageng Manila (putri dari adipati Tuban Arya Teja). Beliyau juga memiliki nama Syarifuddin atau Masih Ma’unat. Perjuangan Sunan Drajat di Banjaranyar dimulai tatkala beliau diutus ayahandanya untuk membantu
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
36
perjuangan Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu guna mengembangkan syiar Islam di daerah pesisir pantai utara Kabupaten Lamongan. Pada tahun 1440-an ada seorang pelaut muslim berasal dari daerah Banjar yang mengalami musibah di pesisir pantai utara, kapal yang ditumpanginya pecah terbentur karang dan karam di laut. Adapun sang pelaut dari Banjar tersebut terdampar di tepian pantai Jelak dan ditolong oleh Mbah Mayang Madu penguasa kampung Jelak pada saat itu. Melihat kondisi masyarakat Jelak yang telah tersesat sedemikian jauh dalam hal beragama, sang pelaut muslim itu pun terketuk hatinya untuk menegakkan sendi-sendi agama Allah. Beliau pun mulai berdakwah dan mensyiarkan agama Islam kepada penduduk Jelak dan sekitarnya. Lambat laun perjuangan sang pelaut yang dikenal dengan julukan Mbah Banjar mulai membuahkan hasil. Bersamaan dengan itu Mbah Mayang Madu pun turut menyatakan diri masuk Islam dan menjadi pendukung utama perjuangan Mbah Banjar. Pada suatu hari Mbah Banjar dan Mbah Mayang Madu berkeinginan untuk mendirikan tempat pengajaran dan pendidikan agama agar syiar Islam semakin berkembang, namun mereka menemui kendala dikarenakan kurangnya tenaga edukatif yang mumpuni di bidang ilmu diniyah (Islam). Akhirnya kedua tokoh agama tersebut sepakat untuk sowan (silaturrahim) ke Kanjeng Sunan Ampel di Ampeldenta Surabaya. Gayung pun bersambut, Kanjeng Sunan Ampel
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
37
memberikan restu dengan mengutus putranya yakni Raden Qosim untuk turut serta membantu perjuangan kedua tokoh tersebut. Sunan Drajat yang merupakan putra Sunan Ampel menjadi tokoh sentral dalam penyebaran agama Islam yang ada di wilayah Lamongan. Akhirnya Raden Qosim mendirikan pondok pesantren di suatu tempat yang terletak di area Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat saat ini. Raden Qosim mengatakan bahwa barang siapa yang mau belajar mendalami ilmu agama di tempat tersebut, semoga Allah menjadikannya manusia yang memiliki derajat luhur. Karena doa Raden Qosim inilah para pencari ilmu berbondong-bondong belajar di tempat beliau dan Raden Qosim pun mendapat gelar Sunan Drajat. Sementara itu untuk mengenang perjuangan Mbah Banjar, maka dusun yang sebelumnya bernama Kampung Jelak, dirubah namanya menjadi Dusun Banjaranyar. Hal tersebut dilakukan untuk mangabadikan nama Mbah Banjar, dan nama Anyar merupakan gambaran suasana baru pada kampung tersebut karena mendapatkan sinar petunjuk Islam. Setelah beberapa lama beliau berdakwah di Dusun Banjaranyar, maka Raden Qosim mengembangkan daerah dakwahnya dengan mendirikan masjid dan pondok pesantren baru yang berada di Kampung Sentono. Beliau berjuang hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di belakang masjid tersebut. Kampung di mana beliau mendirikan masjid dan pondok pesantren itu akhirnya dinamakan sebagai Desa Drajat. Sepeninggalan Sunan Drajat, tongkat estafet perjuangan untuk menyebarkan ajaran agama Islam dilanjutkan oleh anak cucu beliau. Namun seiiring dengan berjalannya waktu yang cukup panjang kebesaran nama Pondok Pesantren Sunan Drajat pun semakin pudar dan akhirnya lenyap ditelan masa.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
38
Saat itu hanya tinggal sumur tua yang tertimbun tanah dan pondasi bekas langgar (mushollah) yang tersisa. Kemaksiatan dan perjudian merajalela di sekitar wilayah Banjaranyar dan sekitarnya, bahkan di wilayah di mana Raden Qosim mendirikan pondok pesantren di Banjaranyar saat itu berubah menjadi tempat pemujaan. Setelah mengalami proses kemunduran, bahkan sempat menghilang dari peradaban dunia Islam di Pulau Jawa, pada akhirnya Pondok Pesantren Sunan Drajat kembali menata diri dan menatap masa depan dengan sangat optimis dan tekat yang kuat. Hali ini bermula dari upaya yang dilakukan oleh anak cucu Sunan Drajat yang bercita-cita untuk melanjutkan perjuangan Sunan Drajat di Dusun Banjaranyar. Keadaan itupun berangsur-angsur pulih kembali saat di tempat yang sama didirikan kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat oleh K. H. Abdul Ghofur yang masih termasuk salah seorang keturunan Sunan Drajat pada tahun 1977 yang bertujuan untuk melanjutkan perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan syiar Islam di muka bumi. Munculnya kembali Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini tentu tidak terlepas dari perjalanan panjang dan perjuangan dari anak cucu Sunan Drajat itu sendiri. Sebagai institusi resmi dan legal, Pondok Pesantren Sunan Drajat tentu memiliki persamaan dan perbedaan dengan cikal bakal berdirinya pondok pesantren itu sendiri. Pondok Pesantren Sunan Drajat memiliki berbagai macam jenis pendidikan yang terdiri dari pendidikan formal, non formal, dan in formal. Sebagaimana kita ketahui bahwa tidak semua pondok pesantren memiliki
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
39
pendidikan yang mengajarkan tentang pengetahuan dan keahlian/skill secara intensif terhadap para santrinya. Dengan demikian sangat penting bagi seorang akademis untuk mempelajari kembali ide-ide dasar yang muncul dan menyertai perkembangan Pondok Pesantren Sunan Drajat. 2.2.2 Visi dan Misi Pondok Pesantren Sunan Drajat Visi: Menjadi sebuah pondok pesantren yang mampu melakukan perubahan bagi masyarakat untuk menjadi masyarakat yang madani dan meneruskan citacita Sembilan Wali. Selain itu juga membentuk insan yang berbudi luhur, berakhlakul karimah, bertakwa kepada Allah SWT, berpengatuhan luas dan bertanggung jawab terhadap agama, nusa dan bangsa. Misi:
Menjadi pondok pesantren yang baik agar dapat menjadikan santri sebagai santri yang berkompeten serta menjadi contoh bagi pondok pesantren lainnya.
Menyelenggarakan pendidikan Islam dan dibekali dengan pendidikan formal.
Mengikuti pedoman Sunan Kalijaga “Kenek Iwake Gak Buthek Banyune” (Kena Ikannya Tapi Tidak Keruh Airnya).
Mengembangkan jiwa mandiri pada santri sebagaimana wasiat dari Sunan Drajat “Wenehono” (Berilah).
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
40
Membentuk insan yang berbudi luhur, berakhlakul karimah, bertakwa kepada Allah SWT, berpengetahuan luas dan bertanggung jawab terhadap agama, nusa, dan bangsa.
2.2.3 Unit Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai tempat belajar santri memiliki pola pengajaran pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal yang tersedia di Pondok Pesantren Sunan Drajat antara lain:
Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Paciran (SMPN 2 Paciran)
Madrasah Aliyah Ma’arif 7 (MA Ma’arif 7 Sunan Drajat Paciran), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 1 Paciran, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) NU 2 Paciran, Sekolah Menengah Kejuruan Kelautan (SMKK), Madrasah Mualimin Mualimat (MMA)
Sekolah Tinggi Agama Islam Raden Qosim (STAIRA), dan Ma’had Aly Sunan Drajat.
Adapun lembaga pendidikan non formal yang ada di Pondok Pesantren Sunan Drajat diantaranya adalah:
SKRIPSI
Madrasah Diniyah Sunan Drajat
Madrasatul Qur’an
Lembaga Pendidikan Bahasa Asing (LPBA).
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
41
2.2.4 Unit Wirausaha Pondok Pesantren Sunan Drajat disamping memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal, juga memiliki unit-unit usaha untuk menopang keuangan Pondok Pesantren Sunan Drajat serta berperan penting untuk perkembangan perekonomian masyarakat Desa Banjarwati khususnya di Dusun Banjaranyar. Unit bisnis yang dikembangkan Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan masyarakat sekitar pondok pesantren antara lain sebagai berikut: a. PT. Sunan Drajat Lamongan (SDL) PT. SDL berdiri pada tahun 2004 dengan nama merek produk kemasan Kawasan Industri Sunan Drajat (KISDA) merupakan perusahaan tambang phosfat
yang
beroperasi
secara
terintegrasi,
dimulai
dari
kegiatan
penambangan, pengolahan, rehabilitasi lahan, hingga kemasan. PT. SDL menjadi pelopor dalam industri pupuk organik dengan menyediakan pupuk organik berkualitas tinggi, murah, ramah lingkungan, dan menjaga kelestarian alam. Pupuk yang diproduksi terdiri dari pupuk alami yang berbentuk powder dan granule phosphate, dolomite, pupuk magnesium phosphate plus, NPK. Kapasitas produksi perbualn rata-rata sebanyak 20.000-50.000 ton, 10.00020.000 ton untuk dolomite, 10.000 ton untuk phosphate, dengan pangsa pasar lokal/dalam negeri adalah wilayah kabupaten Wonosobo Jateng, Lampung, Kalimantan, dan wilayah lainnya.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
42
b. Pengembangan Jus Mengkudu “Sunan” Pengolahan sari buah mengkudu adalah penanganan paska produksi dari perkebunan mengkudu yang juga menjadi inti plasma dari petani mengkudu yang terdiri dari 6 kelompok tani se-Kabupaten Lamongan. Saat ini ada dua jenis produk sari buah mengkudu yang diperoduksi oleh Pondok Pesantren Sunan Drajat bersama masyarakat sekitar, yang pertama untuk konsumsi lokal/dalam negeri dengan merek “SUNAN” dengan kemasan 540 ml dan 110 ml, yang kedua adalah produk khusus ekspor ke Jepang dengan merek “JAWA NONI” dengan kemasan 540 ml. c. Pembuatan Air Minum Dalam Kemasan “AIDRAT” Air minum sunan drajat (AIDRAT) merupakan perusahaan air minum dalam kemasan gelas yang diproduksi menggunakan teknologi Reverse Osmosis yang menghasilkan air murni ditambah dengan air oksigen sehingga baik untuk tubuh dan membantu proses penyembuhan penyakit, khususnya apabila digunakan dengan metode terapi air. Air minum dalam kemasan (AMDK) AIDRAT ini didistribusikan ke daerah-daerah, antara lain: kabupaten Lamongan, kabupaten Gresik, kabupaten Bojonegoro, kabupaten Tuban, dan sekitarnya. Dengan pangsa pasarnya adalah wali santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. d. Peternakan Sapi dan Kambing Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini mengembangkan peternakan sapi dan kambing yang diorientasikan pada penggemukan sapi dan kambing. Peternakan ini mulai berdiri pada tanggal 16 November 2003. Proyek ini
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
43
merupakan kerjasama antara Dirjen Peternakan Deptan, Dinas Kelautan dan Prikanan kabupaten Lamongan dengan Pondok Pesantren Sunan Drajat. e. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Sunan Drajat Melihat kondisi pada masyarakat dari sisi ekonomi belum hidup secara layak dan mapan, masih sering terjerat rentenir, tidak adanya lembaga yang dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, tidak mempunyai posisi tawar dengan pihak lain, dan kondisi-kondisi lainnya yang serba tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Padahal dari potensi yang dimiliki oleh masyarakat yang apabila dikelola dengan baik dengan sistem kebersamaan, akan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat itu sendiri. Dengan memperhatikan permasalahan di atas, maka dirintislah Baitul Maal Wattamwil (BMT) Sunan Drajat oleh pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Tujuan lain didirikannya BMT Sunan Drajat juga untuk menampung, melayani para santri dalam hal keuangan, pinjam meminjam, menabung, dan lain-lain. f. Sunan Drajat Televisi (SDTV) Sunan Drajat Televisi (SDTV) berdiri pada tanggal 22 Juni 2009. Bermula dari adanya ide untuk mendirikan media penyiaran berisi dakwah yang menghibur (dakwah taiment) dengan cakupan luas dan pengemasan program secara menarik, sederhana, dan universal. Fokus utamanya adalah memberikan tontonan berkualitas kepada masyarakat melalui pengkajian acara yang sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas pemirsa.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
44
g. Radio Persada FM 97.2 MHz Berdirinya radio persada FM ini bermula dari keinginan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat untuk mewujudkan masyarakat yang beragama dan berbudaya dengan meningkatkat ukhuwah islamiyah. Beliau punya pemikiran untuk mendirikan sebuah stasiun pemancar radio FM yang bisa menjangkau wilayah luas, hal ini dimaksudkan untuk sarana ibadah dan syiar agama, juga unutk media informasi bagi masyarakat serta sebagai sarana penyampaian informasi bagi pihak pemerintah. Gagasan tersebut ditanggapi dengan baik oleh pihak pemerintah, sehingga pondok pesantren diberikan bantuan berupa pemancar radio FM yang nantinya sebagai sarana dakwah dan penyuluhan, juga sebagai media hiburan yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar Provinsi Jawa Timur bagian barat. Radio persada FM terus mengikuti perkembangan zaman, dan mulai tahun 2010 radio persada FM telah menyiarkan siarannya melalui website dan dapat didengarkan online live streaming di website persada di www.persadafm.com. h. Smesco Mart Smesco Mart merupakan salah satu unit usaha pesantren yang berada dalam naungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Smesco mart didirikan pada tahun 2006. Tujuan dari didirikannya Smesco Mart adalah memenuhi kebutuhan para santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan masyarakat sekitar dalam keperluan belanja sehari-hari, sehingga para santri dan masyarakat sekitar dapat terpenuhi kebutuhan kesehariannya secara murah, mudah, dan lengkap.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
45
i. Koperasi Pondok Pesantren (KOPP0TREN) Koperasi yang dikembangkan di Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah warnet, wartel, kantin, dan beberapa unit usaha kecil yang kini telah berkembang menjadi unit usaha yang mandiri. Konsumen yang dilayani selain lingkungan pondok pesantren juga untuk masyarakat sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini merupakan bagian inti dalam sebuah penelitian yang mencakup hasil serta pembahasan, yang disajikan dalam bentuk deskripsi berdasarkan kajian sosiolinguistik serta penerapan teori yang digunakan untuk menganalisis dan menelaah data berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian. 3.1 Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan 3.1.1 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat (Ndalem). Data 1 Penutur
: Ngapunten, Yai. kawula dhateng meriki kersa nyuwun pangestu, kawula kersa ngasto damel sasi ngarsa. Dinten napa saene, Yai? [ŋapuntən yai kəpərluan kawulᴐ dhatəŋ məriki kərso ñuwUn paŋestu, kawulᴐ kərsᴐ ŋastᴐ daməl sasi ŋarsᴐ dintən nᴐpᴐ saene yai] “Mohon maaf, Yai. Saya kesini mau meminta restu, saya mau bekerja bulan depan. Sebaiknya hari apa, Yai?”
Mitra tutur
: Nggih, Cung. Kula dungaaken mugi-mugi lancar nyambut damele, sedaya dinten niku sae, nedi ten gusti Allah mugimugi di paringi lancar sedaya urusane [ŋgIh cUŋ kulᴐ dUŋa akən mugi-mugi lancar ñambUt daməle sədᴐyᴐ dintən niku sae nədi tən gusti Allah mugimugi di pariŋi lancar sədᴐyᴐ urusane] “Ya, Nak. saya doakan semoga lancar pekerjaan baru nya. Semua hari itu baik, mintalah kepada Allah SWT supaya dilancarkan segala urusan.”
Penutur
: Sendika, Yai. [səndikᴐ yai] “Iya, Yai” 46
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 18.15. Konteks tuturan: Penutur adalah salah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah saat malam hari di ruang tamu rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga yang berumur 28 tahun sebagai petutur yang merupakan penduduk Dusun Banjaranyar dan Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berusia 66 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan menghadap (sowan) kepada kiai untuk konsultasi tentang pekerjaan barunya dan meminta restu supaya didoakan kepada Allah SWT agar pekerjaan baru warga tersebut berjalan dengan lancar dan sukses. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh salah seorang warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dan tinggi dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan kiai, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, dhateng [dhatəŋ] “Kesini”, kersa [kərso] “Mau”, nyuwun [ñuwUn] “Minta”, pangestu [paŋestu] “Restu”, ngasta damel [ŋastᴐ daməl] “Bekerja”, sasi
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
48
[sasi] “Bulan”, ngarsa [ŋarsᴐ] “Depan”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, sae [sae] “Bagus”, sendika [səndikᴐ] “Iya”. Kata pangestu [paŋestu] “Restu” dan sendika [səndikᴐ] “Iya” sangat jarang digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa, hanya digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai, orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan ragam Madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan, seperti pada kata: Inggih [ŋgIh] “Iya”, kula [kula] “Saya”, nyambut damel [ñambUt daməl] “Bekerja”, sedaya [sədᴐyᴐ] “Semua”, dinten [dintən] “Hari”, niku [niku] “Itu”, nedi [nədi] “Minta”. Data 2 Penutur Mitra tutur Penutur
: Badhe nyuwun tapak asta, Yai. [badhe ñuwUn tapa? astᴐ yai] “Mau minta tanda tangan, Yai” : Inggih, pundhi? [IŋgIh pundhi] “Iya, mana?” : Niki, matur sembah nuwun, Yai. [niki matUr səmbah nuwUn yai] “Ini, terima kasih, Yai”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 10.30.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
49
Konteks tuturan: Penutur adalah salah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah saat pagi hari di ruang tamu rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Banjaranyar berumur 32 tahun sebagai petutur dengan K. H. Abdul Ghofur yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan menghadap (sowan) kepada kiai untuk meminta tanda tangan terkait urusan suatu hal yang ada di Dusun. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh salah seorang warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi kiai bagi masyarakat Dusun Banjaranyar memang dianggap penting dan tinggi dalam status sosial. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Badhe [badhe] “Mau”, nyuwun [ñuwUn] “Minta”, tapak asta [tapa? astᴐ] “Tanda tangan”, niki [niki] “Ini”, matur sembah nuwun [matUr səmbah nuwUn] “Terima kasih”. Kata tapak asta [tapa? astᴐ] “Tanda tangan” sangat jarang digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa, hanya digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai,
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
50
orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur dapat dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam Madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan, seperti pada kata [IŋgIh, pundhi] “Iya, mana”. Data 3 Penutur Mitra tutur
Penutur
Mitra tutur
: Wonten napa Nduk? [wᴐntən nᴐpᴐ ndo?] “Ada apa nak?” : Ngeten, Bah. Tiang sepah kawula kersa bukak usaha ten deso, dospundhi menurut penjenengan, Bah? [ŋɛtən bah tiaŋ səpah kawulᴐ kərso buka? usaha tən dəso dᴐspundhi mənurut pənjənəngan bah] “Begini, Bah. Orang tua saya mau membuka usaha di desa, bagaimana menurut, Abah?” : Sae niku, menawi engken sampeyan kengken dhateng meriki mawon [sae niku mənawi əngken sampeyan kengken dhatəng meriki mawon] “Bagus itu, mungkin nanti kamu suruh kesini saja” : Sendika, Bah. Matur sembah nuwun [Səndikᴐ bah, matUr səmbah nuwUn] “Iya, Bah. Terima kasih”
Sumber: Transkip percakapan di dalam rumah Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 11.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur merupakan seorang siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
51
Waktu dan tempat tuturan data di atas adalah pada pagi hari di rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di ruang tamu. Pihakpihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah K. H. Abdul Ghofur sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat berusia 66 tahun sebagai penutur dengan seorang siswa bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut kiai sebagai penutur bertujuan menanyakan kepada siswa tentang hal apa yang mau dibicarakan dengannya. Sedangkan siswa sebagai mitra tutur bertujuan menanyakan tentang rencana orang tuanya untuk membuka usaha di Dusun Banjaranyar yang masuk dalam lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, maka dari itu siswa tersebut meminta izin atau menghadap (sowan) ke kiai pondok pesantren terlebih dahulu. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa posisi kiai bagi masyarakat Dusun Banjaranyar memang dianggap penting dan tinggi dalam status sosial. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai penutur, dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dan madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan. Ragam krama dapat dilihat dari kata: Sae [sae] “Bagus”, menawi [mənawi] “Mungkin” dan ragam madya dilihat dari kata: Niku [niku] “Itu”, sampeyan [sampeyan] “Kamu”, dhateng [dhatəng] “Datang”.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
52
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh siswa sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang pelan dan halus, seperti pada kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, sepah [səpah] “Tua”, kersa [kərso] “Mau”, sendika [səndikᴐ] “Iya”, matur sembah nuwuwn [matUr səmbah nuwUn] “Terima kasih”. Susunan bahasa Jawa ragam krama tersebut sangat jarang digunakan oleh siswa ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa, hanya digunakan kepada orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai, orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan siswa adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap penutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Data 4 Penutur Mitra tutur
: Bah, wonten tiyang kersa ngaturi [bah wᴐntən tiyaŋ kərsᴐ ŋaturi] “Bah, ada orang mau memberi tahu” : Inggih, Cung. Sekedhap [IŋgIh cUŋ səkədhap] “Iya, Nak. Sebentar”
Sumber: Transkip percakapan di dalam rumah Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 13.15. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar sekaligus sebagai pengurus abdi dalem di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur merupakan seorang Kiai (pengasuh) Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah pada siang hari di rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di ruang tamu. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Banjaranyar
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
53
yang menjadi pengurus abdi dalem bernama Ahmad Shiddiq berusia 32 tahun sebagai penutur dengan K. H. Abdul Ghofur yang merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat berusia 66 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan memberitahu kepada kiai bahwa ada tamu yang hendak sowan (menghadap) ke beliau untuk memberikan sebuah informasi. Analisis berdasarkan data, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan pengasuh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat yang ia tempati saat ini, sedangkan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya untuk menghargai penutur yang berbahasa sopan dan santun menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang pelan dan halus, dilihat dari kata: Wonten [wᴐntən] “Ada”, tiyang [tiyaŋ] “Orang”, kersa [kərsᴐ] “Mau”, ngaturi [ŋaturi] “Memberitahu“. Kata ngaturi [ŋaturi] “memberi tahu” sangat jarang digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berinteraksi dengan masyarakat biasa, hanya digunakan ketika berbahasa dengan orang-orang tertentu saja seperti kepada kiai, orang tua, dan lain-lain. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menundukkan kepala saat berbicara dan tawadhu’ di hadapan kiai sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur dapat dilihat dari penggunaan ragam Madya
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
54
dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu pelan, seperti pada kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”, sekedap [səkədhap] “sebentar”.
3.1.2 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Data 5 Penutur Mitra tutur
Penutur Mitra tutur
: Mbak, kula badhe mundhut ageman seragam batik [mba? kulᴐ badhe mundhUt agəman səragam batI?] “Mbak, saya mau beli baju seragam batik” : Sampeyan rantosi nggih, kula mriksani rumiyen, tasek wonten napa boten [sampeyan rantᴐsi ŋgIh kulᴐ mriksani rumiyen tase? wᴐntən nᴐpᴐ bᴐtən] “Tunggu ya, saya lihat dulu, masih ada atau tidak” : Inggih, Mbak [IŋgIh mba?] “Iya, Mbak” : Inggih niki tasek wonten [IŋgIh niki tase? wᴐntən] “Iya ini masih ada”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 10.40). Konteks tuturan: Penutur adalah seorang siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat jam istirahat pagi di dalam kantor kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah salah satu siswa Madrasah Aliyah di yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat bernama Nurus Shobahah berusia 19 tahun asli
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
55
Dusun Banjaranyar sebagai penutur, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang pengurus pondok pesantren putri bernama Siti Azimatur Rohmah berusia 25 tahun yang saat itu sedang bertugas pagi mengurus semua kebutuhan siswa, kedua penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut siswa bertujuan untuk membeli seragam baru untuk sekolah. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan krama oleh salah seorang siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan krama dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, badhe [badhe] “Mau”, inggih [IŋgIh] “iya”, mundhut [mundhUt] “Beli”, ageman [agəman] “baju”. Kata ageman [agəman] “baju” tidak digunakan oleh warga Desa Banjarwati yang tinggal jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat, namun kata tersebut hanya digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berbahasa dengan orang yang dianggap berusia lebih tua dan status sosial lebih tinggi. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap tawadhu’ di hadapan mitra tutur sebagai
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
56
penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa yang digunakan pengurus sebagai mitra tutur juga menggunakan Bahasa Jawa ragam madya dan karma, dilihat dari kata: Sampeyan [sampeyan] “Kamu”, nggih [ŋgIh] “Iya”, niki [niki] “Ini”, rantosi [rantᴐsi] “Tunggu”, mriksani [mriksani] “Lihat”, wonten [wᴐntən] “Ada”, tasek [tase?] “Masih”. Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai mitra tutur menggunakan bahasa Jawa dengan pilihan ragam madya dan krama untuk menghargai siswa yang berbahasa sopan dan santun meskipun mitra tutur sadar bahwa si penutur usianya jauh lebih muda. Data 6 Penutur Mitra tutur Penutur
: Assalamualaikum, Yai wonten mas? [Assalamualaikum yai wᴐntən mas] “Assalamualaikum. Yai ada mas?” : Waalaikumsalam, wonte tapi Yai tese sare, Bu [waalaikumsalam wᴐntən tapi yai təse sare] “Waalaikumsalam, ada tapi Yai masih tidur, Bu” : Oh nggih sampun, Mas. Mangke mawon mantun ngaos sore meriki male [oh ŋgIh sampun mas maŋke mawᴐn mantUn ŋaᴐs sore məriki male] “Oh ya sudah, Mas. Nanti saja setelah mengaji sore kesini lagi”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 13.40. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dengan mitra tutur yang merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat yang dipercaya untuk mengurus rumah kiai (abdi ndalem) dan juga merupakan salah satu warga dari Dusun Banjaranyar.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
57
Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di dalam rumah (ndalem) Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang perempuan bernama Zurofah berumur 45 tahun warga Dusun Banjaranyar, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang pengurus abdi ndalem Pondok Pesantren Sunan Drajat berusia 32 tahun bukan penduduk asli desa Banjarwati, kedua penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan untuk menemui Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat karena ada sesuatu hal yang akan dibicarakan. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh penutur yang merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada beberapa kata seperti: Wonten [wᴐntən] “Ada”, mangke [maŋke] “Nanti”, ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”, meriki [məriki] “Kesini”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap baik dan sopan untuk menghormati mitra tutur sebagai pengurus meskipun usia mitra tutur lebih muda, karena mitra tutur merupakan abdi ndalem atau salah satu pengurus yang dipercaya oleh kiai untuk mengurus semua kegiatan yang ada di rumah kiai.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
58
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan pengurus sebagai mitra tutur juga menggunakan Bahasa Jawa ragam krama, dapat dilihat dari kata: Wonten [wᴐntən] “Ada”, tese [təse] “Masih”, sare [sare] “Tidur”. Kata sare [sare] “Tidur” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, kata tersebut hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan pengurus sebagai mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saat melayani penutur. Data 7 Penutur Mitra tutur
: Mbak, badhe bayar kitab ngaji” [mba? badhe bayar kitab ŋaji] “Mbak, mau bayar kitab ngaji” : Oh inggih sekedhap [oh IŋgIh səkədhap] “Oh.. iya sebentar”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.15. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang siswa warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di dalam kantor kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat, percakapan seorang siswa dengan salah satu pengurus yang sedang bertugas pada hari itu. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang siswa SMP Sunan Drajat sebagai penutur dengan seorang pengurus bernama Siti Azimatur Rohmah berusia
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
59
25 tahun sebagai mitra tutur, keduanya tidak saling mengenal. Dalam tuturan tersebut siswa bertujuan membayar uang kitab mengaji kepada pengurus. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh siswa yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan pengurus, siswa menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh siswa sebagai penutur dan pengurus sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”, sekedap [səkədhap] “Sebentar”, badhe [badhe] “Mau” kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghormati dan menghargai status sosial masingmasing. Data 8 Penutur
Mitra tutur
SKRIPSI
: Abah Yai ten pundi mbak? Tiyang sepah kawula kersa sowan ten Abah Yai [abah yai tən pundi mbak? tiyang səpah kawulᴐ kərsᴐ sᴐwan tən abah yai] “Abah Yai dimana mbak? Orang tua saya mau menemui Abah Yai” : Abah Yai tese ngaos, sampean entosi sak medale ngaos nggih [abah yai təse ŋaᴐs sampeyan əntᴐsi sa? mədale ŋaᴐs ŋgIh “Abah Yai Masih mengaji, tunggu sampai selesai mengaji ya”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
60
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 16.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar sekaligus sebagai santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur merupakan salah satu pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat yang sedang bertugas mengamankan situasi dan kondisi pondok saat itu. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di lingkungan pondok pesantren tepatnya di depan salah satu kamar yang berada di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan salah seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Arinil Haq berusia 19 tahun yang masih duduk di bangku sekolah Madrasah Aliyah dan sebagai santri Pondok Pesantren Sunan Drajat, sedangkan mitra tutur merupakan salah seorang pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bernama Siti Azimatur Rohmah berusia 25 tahun berasal dari Bojonegoro yang sudah tidak sekolah dan hanya mengabdi di pondok pesantren, kedua penutur saling mengenal. Dalam tuturan tersebut warga bertujuan bertanya kepada pengurus tentang keberadaan Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat karena pada saat itu orang tua warga tersebut ingin menemui kiai untuk membicarakan tentang suatu hal. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
61
pengurus, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunkan warga sebagai penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas, ragam krama tersebut dapat dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, sowan [sᴐwan] “Menemui”, sepah [səpah] “Tua”, kersa [kərsᴐ] “Mau”. Kata sowan [sᴐwan] “menemui” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, kata tersebut hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar ketika hendak menemui atau menanyakan keberadaan Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap tawadhu’ di hadapan mitra tutur sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua dan merupakan Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh pengurus sebagai mitra tutur adalah menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan juga dengan bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang cukup pelan dan jelas meskipun usia pengurus terpaut jauh lebih tua dari usia penutur. Perilaku berbahasa tersebut bisa dilihat pada pemakaian bahasa Jawa ragam krama seperti pada kata: Ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”, tese [təse] “Masih” dan bahasa Jawa ragam madya dilihat dari kata: Sampeyan [sampeyan] “Kamu”, entosi [əntᴐsi] “Tunggu”, medal [mədal] “Keluar”, nggih [ŋgIh] “Iya”. Hal tersebut dikarenakan adanya hubungan timbal balik kesopanan yang dilakukan di lingkungan pondok pesantren.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
62
Data 9 Penutur Mitra tutur Penutur Mitra tutur Penutur
: Mbak kula izin badhe medal [mba? kulᴐ ijIn badhe mədal] “Mbak saya ijin mau keluar” : Ten pundhi? [tən pundhi] “Kemana?” : Badhe ten rumah sakit, Mbak. [badhe tən rumah sakIt mba?] “Mau ke rumah sakit mbak” : Kale sinten? pundhi KTP e? [kale sintən pundhi ktp e] “Sama siapa? mana KTP nya?” : Kale tiyang sepah kula, niki KTPe, Mbak [kale tiyaŋ səpah kulᴐ niki ktpe mba?] “Dengan orang tua saya, ini KTP nya mbak.”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 10.20. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang mahasiswa warga Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat dan mitra tutur merupakan pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di dalam kantor kepengurusan Pondok Pesantren Sunan Drajat, percakapan seorang mahasiswa dengan salah satu pengurus yang sedang bertugas pada hari itu. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang mahasiswa perempuan bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai penutur dengan seorang pengurus bernama Siti Azimatur Rohmah berusia 25 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal. Dalam tuturan tersebut mahasiswa bertujuan meminta izin kepada pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat agar diperbolehkan ke rumah sakit dengan orang tuanya untuk periksa keadaanya yang kurang sehat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
63
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh penutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan pengurus, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, badhe [badhe] “Mau”, medal [mədal] “Keluar”, ten pundhi [tən pundhi] “Kemana”, kale sinten [kale sintən] “Sama siapa”, tiyang sepah [tiyaŋ sepah] “Orang tua”, niki [niki] “Ini” yang semua kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghormati dan menghargai status sosial masing-masing. Data 10 Penutur
Mitra tutur
: Abah ngaturi, benjeng enjing mantun ngaos santri dikengken ten pesarean Mbah Mayang Madu. [abah ŋaturi benjeŋ enjIŋ mantUn ŋaᴐs santri dikɛŋkɛn tən pəsarean] “Abah memberi tahu, besok pagi setelah mengaji para santri disuruh ke makam Mbah Mayang Madu” : Inggih, Mas. [IŋgIh mas] “Iya, Mas”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 02 April 2015 pukul 15.00.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
64
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang pengurus yang berasal dari Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan beberapa santri yang juga berasal dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah pada sore hari di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di Masjid Agung Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang pengurus abdi ndalem bernama Ahmad Shiddiq berusia 32 tahun sebagai penutur dengan para santri yang sedang menunggu kiai hadir untuk mengaji sore rutinan di Masjid Agung Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut pengurus bertujuan menyampaikan pesan dari kiai kepada seluruh santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar bahwa besok pagi setelah mengaji para santri diharuskan untuk ke makam Mbah Mayang Madu untuk tahlil bersama terlebih dahulu sebelum pulang kerumah masing-masing. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh pengurus yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa Pengurus Pesantren Sunan Drajat sebagai penutur tidak hanya berlaku sopan kepada mitra tutur yang berusia lebih tua namun juga menghargai para santri yang rata-rata berusia lebih muda. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan para santri, salah satu pengurus pondok pesantren tersebut menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghargaan kepada yang berusia lebih muda. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur adalah bahasa Jawa ragam krama dengan nada intonasi yang tegas dan lantang, dilihat dari kata: Ngaturi [ŋaturi] “Memberitahu”, benjeng [benjeŋ] “Besok”, enjing [enjIŋ] “Pagi”,
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
65
ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”, pesarehan [pəsarean] “Makam/Kuburan”. Kata [ŋaᴐs] “Mengaji” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, kata tersebut hanya sering digunakan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat untuk menyebut kegiatan membaca kitab suci yang dipimpin oleh kiai. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap tegas dan sopan di hadapan mitra tutur sebagai penghargaan mitra tutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Sebagai mitra tutur, perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh para santri adalah bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang tegas dan serempak, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap tegas dan tunduk terhadap penutur yang sedang mengumumkan sebuah pengumuman.
3.1.3 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Data 11 Penutur Mitra tutur
: Kula tumbas setunggal, niki yatrane, Bu. [kulᴐ tumbas sətuŋgal niki yᴐtrᴐne bu] “Saya beli satu, ini uangnya, Bu.” : Inggih, Mbak. Mangga sampeyan pendhet. [IŋgIh mba? mᴐŋgᴐ sampeyan pəndhət] “Iya, Mbak. Silahkan kamu ambil”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 09.50).
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
66
Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di depan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang santri mahasiswa bernama Nurul Hidayah berusia 23 tahun berasal dari Kabupaten Gresik, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Sumiah berumur 50 tahun yang merupakan pemilik toko yang berada di depan pondok pesantren, kedua penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan untuk membayar uang sabun cuci kepada pemilik toko. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh salah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat tersebut memperlihatkan bahwa santri menghormati masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai mitra tuturnya. Oleh karena itu, santri ketika berbicara dengan masyarakat Dusun Banjaranyar tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai penutur dan salah seorang warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, tumbas [tumbas] “Beli, setunggal [sətuŋgal] “Satu”, niki [niki] “Ini”, yatra [yᴐtrᴐ] “Uang” dan kata Inggih [IŋgIh] “Iya”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”, sampeyan [sampeyan] “Kamu”, pendhet [pəndhət] “Ambil”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
67
penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghormati dan menghargai status sosial masing-masing. Data 12 Penutur Mitra tutur
: Mbenjeng tanggal abrit, sekolah e boten libur? [mbenjeŋ taŋgal abrIt səkᴐlah e bᴐtən libur] “Besok tanggal merah, sekolahnya tidak libur?” : Mbenjeng boten libur, Pak. Amergi wonten kegiatan kale wonten kelas tambahan damel persiapan UAN [mbenjeŋ bᴐtən libur pa? amərgi wᴐntən kegiatan kale wᴐntən kəlas tambahan daməl pərsiapan uan] “Besok tidak libur, Pak. karena ada kegiatan dan ada kelas tambahan untuk persiapan UAN”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 09.10. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan salah satu santri yang juga berasal dari Dusun Banjaranyar yang masih sekolah. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di depan sekolah di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah salah satu warga Dusun Banjaranyar bernama Mulyono berusia 48 tahun yang merupakan penjual makanan ringan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat sebagai penutur dengan seorang santri siswa Madrasah Aliyah (SMA) bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun juga berasal dari Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur, kedua penutur sebelumnya tidak saling kenal. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menanyakan apakah besok ketika tanggal merah sekolah yang berada dalam naungan yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat libur atau tidak.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
68
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa santri Pondok Pesantren Sunan Drajat bagi masyarakat Dusun Banjaranyar dianggap penting dalam status sosial masyarakat. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan santri, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Begitu pula dengan santri sebagai mitra tutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berinteraksi dengan salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik perilaku berbahasa yang sopan dan santun antara warga Dusun Banjaranyar dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan warga sebagai penutur adalah bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas, ragam krama tersebut dapat dilihat dari kata: Abrit [abrIt] “Merah”, boten [bᴐtən] “Tidak” meskipun pada data di atas terdapat afiks –e seperti kata [səkᴐlahe] “Sekolahnya” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat berbicara dengan mitra tutur sebagai penghargaan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai mitra tutur adalah berupa bahasa Jawa ragam krama dan bahasa Indonesia dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Amergi [amərgi] “Karena”, wonten [wᴐntən] “Ada”, damel [daməl] “Untuk” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
69
krama. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur untuk menghormati penutur yang belum dikenal dan berusia jauh lebih tua. Data 13 Penutur Mitra tutur
: Songsong niki pinten regine, Bu? [sᴐŋsᴐŋ niki pintən rəgine bu] “Payung ini berapa harganya, Bu?” : Gangsal welas ewu, Mbak. Regine [gaŋsal wəlas ewu mba? rəgine] “Lima belas ribu, Mbak. Harga nya”.
Sumber: Transkip percakapan di pasar Desa Banjarwati, pada tanggal 2 April 2015 pukul 09.30. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisional yang berada tidak jauh dari pondok pesantren. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang santri mahasiswa bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun yang berasala dari Dusun Banjaranyar yang sedang berada di pasar, sedangkan mitra tuturnya adalah seorang warga berusia 49 tahun bernama Ibu Fathanah yang juga penduduk
Dusun Banjaranyar yang
merupakan pemilik toko di pasar tradisional Banjaranyar, kedua penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan untuk membeli payung di toko Ibu Fathanah. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh santri kepada salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa santri Pondok Pesantren Sunan Drajat selalu menggunakan bahasa yang
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
70
sopan dan santun untuk menghormati warga. Begitu pula dengan warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam krama dalam berinteraksi dengan salah satu santri tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik perilaku berbahasa yang sopan dan santun antara warga Dusun Banjaranyar dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan santri sebagai penutur adalah bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada kata: Songsong [sᴐŋsᴐŋ] “Payung”, niki [niki] “Ini”, pinten [pintən] “Berapa”, regi [rəgi] “Harga”. Kata songsong [sᴐŋsᴐŋ] “Payung” tidak digunakan oleh warga Desa Banjarwati yang tinggal jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat, namun kata tersebut hanya digunakan oleh warga Dusun Banjaranyar ketika berbahasa dengan orang yang dianggap berusia lebih tua dan status sosial lebih tinggi serta hanya digunakan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berhadapan dengan mitra tutur sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh Ibu Fathanah sebagai mitra tutur juga menggunakan Bahasa Jawa ragam krama, dilihat dari kata: Gangsal [gaŋsal wəlas ewu] “Lima belas ribu”, regi [rəgi] “Harga”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur sebagai penghargaan terhadap penutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan Drajat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
71
Data 14 Penutur Mitra tutur
Penutur
: Bu, kula badhe mundhut laundry. [bu kulᴐ badhe mundhUt lᴐndri] “Bu, saya mau mengambil laundry” : Inggih, Mbak, sekedhap nggih kula pendhetaken, niki mangga, Mbak. [IŋgIh mba? səkədhap ŋgIh kulᴐ pəndhətakən niki mᴐŋgᴐ mba?] “Iya, Mbak. Tunggu sebentar saya ambilkan, ini silahkan, Mbak” : Matur nuwun, Bu. [matur nuwUn bu] “Terima kasih, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 09.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar bertempat tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat yang membuka usaha sebagai jasa laundry pakaian bagi warga sekitar khususnya bagi para penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di lingkungan sekitar pondok pesantren tepatnya di salah satu rumah warga Dusun Banjaranyar. Pihakpihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang santri perempuan bernama Nurul Hidayah berusia 23 tahun sebagai penutur dengan seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Asri yang berprofesi menjadi tukang cuci baju (laundry) berusia 50 tahun sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan mengambil baju yang sudah dua hari lalu di laundry kepada ibu tersebut. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan krama oleh santri kepada salah satu warga Dusun Banjaranyar tersebut
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
72
memperlihatkan
bahwa
santri
Pondok
Pesantren
Sunan
Drajat
selalu
menggunakan bahasa yang sopan dan santun untuk menghormati warga. Begitu pula dengan warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur yang menggunakan bahasa Jawa ragam madya dalam berinteraksi dengan salah satu santri tersebut menunjukkan adanya hubungan timbal balik perilaku berbahasa yang sopan dan santun antara warga Dusun Banjaranyar dengan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan santri sebagai penutur adalah bahasa Jawa ragam krama dan madya, ragam krama dilihat dari kata: Mundhut [mundhUt] “Mengambil” dan ragam madya dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, badhe [badhe] “ Mau” dengan intonasi yang rendah dan jelas bertujuan menghormati mitra tutur yang lebih tua. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berhadapan dengan mitra tutur sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh warga sebagai mitra tutur dalam tuturannya adalah hanya menggunakan bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi yang rendah dan jelas, dilihat dari kata: Inggih [iŋgih] “Iya”, sekedhap [səkədhap] “Sebentar”, kula [kulᴐ] “Saya”, pendhet [pəndhət] “Ambil”, niki [niki] “Ini”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur sebagai penghargaan terhadap penutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan Drajat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
73
Data 15 Penutur
Mitra tutur
: Benjeng tanggal abrit boten libur bu sekolahe, tese saged sadean [benjeŋ taŋgal abrIt bᴐtən libUr bu səkᴐlahe təse sagəd sadean] “Besok tanggal merah tidak libur bu sekolahnya, masih bisa jualan” : Oh.. Inggih mbak, matur suwun. [oh.. IŋgIh mba? matUr suwUn] “Oh.. iya mbak, terima kasih”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 April 2015 pukul 11.50. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri dan mitra tutur merupakan salah satu warga Dusun Banjaranyar yang memiliki usaha kantin di dalam Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari menjelang siang di lingkungan pondok pesantren tepatnya di salah satu kantin Sekolah Madrasah Aliyah Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang santri perempuan bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun yang merupakan siswa Madrasah Aliyah sebagai penutur dengan salah seorang penjual makanan di kantin sekolah yang merupakan warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur. Dalam tuturan tersebut santri bertujuan memberi tahu kepada warga tersebut bahwasanya besok pada hari Jumat tanggal 3 April 2015 bertepatan juga tanggal merah, yayasan yang berada di dalam naungan Pondok Pesantren Sunan Drajat tidak libur sehingga warga tersebut tetap bisa berjualan makanan di kantin sekolah.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
74
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh salah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat memperlihatkan bahwa adanya interaksi berbahasa yang dilakukan oleh santri dengan masyarakat Dusun Banjaranyar. Oleh karena itu, ketika berbicara dengan masyarakat Dusun Banjaranyar, santri menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh santri sebagai penutur dilihat dari penggunaan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi yang rendah dan jelas, dilihat dari kata: Benjeng [benjeŋ] “Besok”, abrit [abrIt] “Merah”, boten [bᴐtən] “Tidak”, tese [təse] “Masih”, saged [sagəd] “Bisa”, sadean [sadean] “Jualan”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan penutur adalah dengan sikap menghormati, sopan, dan santun saat berhadapan dengan mitra tutur sebagai penghormatan terhadap mitra tutur yang berusia jauh lebih tua. Perilaku berbahasa yang digunakan oleh warga sebagai mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi yang rendah dan jelas, dilihat dari kata: Inggih [iŋgih] “Iya”, matur suwun [matUr suwUn] “Terima kasih”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan mitra tutur adalah dengan sikap menghargai, sopan, dan santun saat berbicara dengan penutur sebagai penghargaan terhadap penutur yang berusia jauh lebih muda dan merupakan santri dari Pondok Pesantren Sunan Drajat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
75
3.1.4 Bentuk Percakapan oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Sesama Masyarakat Dusun Banjaranyar. Data 16 Penutur
Mitra tutur Penutur
: Mbenjeng enjing wonten pengajian ten masjid Jami’ Jelak, Bu. [mbenjeŋ enjIŋ wᴐntən pəŋajian tən masjid jami? jəla? bu] “Besok pagi ada pengajian di masjid Jami’ Jelak, Bu” : Jam pinten, Mbah? [jam pintən mbah] “Jam berapa, Mbah?” : Sareng kalean ngaose tiyang pondok, Bu. [sarəŋ kalean ŋaᴐse tiyaŋ pᴐndᴐ? bu] “Bersamaan dengan mengajinya orang pondok, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat di depan masjid Jelak, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 18.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar yang sudah lanjut usia dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat petang menjelang malam hari di depan masjid Jelak, pembicaraan ini dilakukan saat ibu-ibu bertemu setelah sholat maghrib berjamaah. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah nenek Taslimah berusia 62 tahun masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur dan seorang ibu rumah tangga bernama Zurofah berusia 45 tahun yang juga merupakan masyarakat asli Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan tempat tinggalnya saling berdekatan. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan memberi informasi kepada mitra tutur bahwa besok ada pengajian di masjid Jami’ Jelak yang diadakan oleh pihak Pondok Pesantren
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
76
Sunan Drajat dan tausiyah agamanya diisi oleh K. H. Abdul Ghofur yang juga sebagai pengasuh pondok pesantren itu sendiri. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghormatan. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam krama, dengan intonasi bicara pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Wonten [wᴐntən] “Ada”, enjing [enjIŋ] “Pagi”, ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”, tiyang [tiyaŋ] “Orang”, pinten [pintən] “Berapa”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai meskipun penutur dan mitra tutur saling kenal dan akrab. Data 17 Penutur Mitra tutur Penutur
: Rika badhe ten pundhi, Buk? [rika badhe tən pundhi bu?] “Rika mau kemana, Buk?” : Badhe kesah ten Lamongan ngerencangi bapak. [badhe kesah tən lamᴐŋan ŋərɛncaŋi bapa?] “Mau pergi ke Lamongan menemani bapak” : Oh.. Inggih. [oh IŋgIh] “Oh.. iya”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat tepatnya di rumah salah satu warga, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 15.15.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
77
Konteks tuturan: Penutur adalah warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar yang bernama Ibu Zurofah. Pihak-pikah yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang pemuda bernama Hanafi berusia 20 tahun sebagai penutur dan mitra tutur adalah seorang wanita bernama Ibu Zurofah berusia 45 tahun yang juga merupakan ibu dari penutur. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menanyakan keberadaan adiknya yang bernama Rika kepada ibunya. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, masyarakat Dusun
Banjaranyar
ketika
berbicara
dengan
masyarakat
lainnya
tetap
menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan. Seorang pemuda sebagai penutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya karena menghormati mitra tutur yang juga merupakan ibu dari penutur, sedangkan mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya karena disamping untuk menghargai penutur yang berbahasa sopan dan santun, juga untuk membiasakan keluarganya untuk berbahasa sopan dan santun dalam kegiatan sehari-hari. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara tegas dan jelas, dilihat dari kata:
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
78
Pundhi [pundhi] “Mana”, inggih [IŋgIh] “Iya”, badhe [badhe] “Mau”, dan pada kata: Kesah [kesah] “Pergi”, ngerencangi [ŋərɛncaŋi] “Menemani”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur mempunyai hubungan darah. Data 18 Penutur Mitra tutur
: Kersa tindak pundhi, Pak? [kərsᴐ tinda? pundhi pa?] “Mau kemana, Pak?” : Daleme Pak Lurah [daləme pa? lurah] “Ke tempatnya pak lurah”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 19.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang pemuda warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang pemuda warga Dusun Banjaranyar bernama Hanafi berusia 20 tahun yang merupakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi Yayasan Sunan Drajat sebagai penutur dengan seorang laki-laki bernama Sholeh berusia 60 tahun yang merupakan ayah dari penutur sebagai mitra tutur. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menanyakan hendak kemana tujuan mitra tutur saat malam hari pada hari itu. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
79
Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap lawan tutur. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam krama, dengan intonasi bicara pelan dan jelas, dilihat dari kata: Kersa [kersa] “Mau”, tindak [tindak] “Pergi”, pundhi [pundhi] “Kemana “, dan dapat dilihat dari kata: Daleme [daləm-e] “Rumahnya” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam krama meskipun terdapat afiks –e pada kata [daləm-e] “Rumahnya” yang merupakan ciri bahasa Jawa ragam ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai meskipun penutur dan mitra tutur saling kenal dan akrab. Penutur dalam tuturannya menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan mitra tutur dalam tuturannya juga menggunakan bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara yang jelas dan tegas untuk menghormati penutur berusia jauh lebih muda. Berdasarkan data, mitra tutur merupakan orang yang usianya jauh lebih tua dari penutur namun ia tetap menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menghargai penutur. Data 19 Penutur Mitra tutur
SKRIPSI
: Boten mantuk, Nduk? [bᴐtən mantU? ndu?] “Tidak pulang nak?” : Ngerantos boten wonten ngaos, Buk. [ŋərantᴐs bᴐtən wᴐntən ŋaᴐs bu?] “Nunggu tidak ada ngaji, Buk”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
80
Sumber: Transkip percakapan di Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 02 April 2015 pukul 17.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan seorang santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di depan Pondok Pesantren Sunan Drajat saat setelah mengaji di Masjid Agung Sunan Drajat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berumur 45 tahun yang merupakan ibu dari mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berinteraksi secara terus menerus. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan menanyakan kapan putrinya akan pulang ke rumah untuk beberapa waktu karena mitra tutur adalah putri dari Ibu Zurofah yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat saat itu. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya dan krama oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama sebagai bentuk penghargaan kepada mitra tutur yang lebih muda dan penghormatan terhadap mitra tutur yang lebih tua. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh penutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
81
terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Boten [bᴐtən] “Tidak”, mantuk [mantU?] “Pulang” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk menghargai mitra tutur yang berusia lebih muda dari penutur dan keduanya memiliki hubungan darah sebagai ibu dan anak. Sebagai mitra tutur sekaligus sebagai putri dari penutur, perilaku berbahasa verbal yang digunakan oleh salah satu santri Pondok Pesantren Sunan Drajat tersebut adalah dengan menggunakan bahasa Jawa ragam krama, hal tersebut dapat dilihat pada kata: Ngerantos [ŋərantᴐs] “Menunggu”, boten [bᴐtən] “Tidak”, wonten [wᴐntən] “Ada”, ngaos [ŋaᴐs] “Mengaji”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan sikap tunduk dan tawadhu’ untuk menghormati penutur sebagai orang tua kandung mitra tutur dan juga karena mitra tutur menyadari bahwa usia penutur jauh lebih tua. Data 20 Penutur
Mitra tutur Penutur Mitra tutur
SKRIPSI
: Kawula kepareng dhaharan terus, Bu. Matur sembah nuwun. [kawulᴐ kəparəŋ daharan tərUs bu matUr səmbah nuwUn ] “Saya dapat makanan terus, Bu. Terima kasih banyak” : Alhamdulillah garwa kawula kepareng rejeki, Mbah. [alhamdulillah garwᴐ kawulᴐ kəparəŋ rəjəki mbah] “Alhamdulillah suami saya dapat rezeki, Mbah” : Mugi-mugi rejekine tambah katah [mugi-mugi rəjəkine tambah katah] “Mudah-mudahan rezekinya tambah banyak” : Aamiin, matur sembah nuwun, Mbah. [aamiin matUr səmbah nuwUn mbah] “Aamiin, terima kasih, Mbah”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
82
Sumber: Transkip percakapan di depan rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar, pada tanggal 2 April 2015 pukul 18.10. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar yang sudah lanjut usia dan mitra tutur juga merupakan warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di depan rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar, pembicaraan ini dilakukan saat ibu-ibu bertemu sebelum sholat isya’ berjamaah di masjid. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah nenek bernama Taslimah berusia 62 tahun masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur dan seorang ibu rumah tangga bernama Zurofah berusia 45 tahun yang juga merupakan masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan tempat tinggalnya saling berdekatan. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk mengucapkan terima kasih kepada mitra tutur karena selalu diberi makanan. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam krama oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam krama sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap lawan tutur yang berusia lebih muda maupun yang berusia lebih tua. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam krama dengan intonasi bicara pelan dan jelas, yang
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
83
merupakan ciri ragam krama dapat dilihat dari kata: Kawula [kawulᴐ] “Saya”, kepareng [kəparəŋ] “Dapat”, daharan [daharan] “Makanan”, matur sembah nuwun [matUr səmbah nuwUn] “Terima kasih”, garwa [garwᴐ] “Suami”, mugi-mugi [mugi-mugi] “Mudah-mudahan”, katah [katah] “Banyak”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun untuk saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur saling kenal dan akrab. Berdasarkan data, penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama meskipun penutur adalah seorang yang lebih tua namun ia menghargai orang yang lebih muda dengan etika berbahasa yang sopan dan santun, sedangkan mitra tutur dalam tuturannya juga menggunakan bahasa Jawa ragam krama karena bertujuan untuk menghormati penutur yang berusia jauh lebih tua. Data 21 Penutur Mitra tutur
: Rasukane sampeyan pendheten Cung ten laundry an. [rasukane sampeyan pəndhətən cUng tən lᴐndrian] “Pakaian kamu ambilen Cung di laundry an” : Inggih, Buk. [IŋgIh buk] “Iya, Buk”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 15.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan seorang warga dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah seorang warga Dusun Banjaranyar tepatnya di rumah Ibu Zurofah. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
84
Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berumur 45 tahun yang juga merupakan ibu dari mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berinteraksi setiap hari secara terus menerus. Dalam tuturan tersebut, penutur bertujuan menyuruh mitra tutur sebagai anaknya untuk mengambil pakaian yang berada di tukang laundry. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Rasukan [rasukan] “Baju”, sampeyan [sampeyan] “Kamu”, pendhet [pəndhət] “Ambil”, ten [tən] “Di”, inggih [IŋgIh] “Iya” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur mempunyai hubungan darah dan usia penutur lebih tua dari usia mitra tutur, namun penutur tetap berbahasa Jawa ragam madya untuk menghargai mitra tutur.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
85
Data 22 Penutur Mitra tutur Penutur
: Sampun nedha, Mas? [sampUn nədhᴐ mas] “Sudah makan, Mas?” : Dereng, Buk. [dɛrɛŋ bu?] “Belum, Buk” : Nedha rumiyen mawon, Mas. [nədhᴐ rumiyen mawᴐn mas] “Makan dulu saja, Mas”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Banjaranyar, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 13.11. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan seorang warga dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di rumah seorang warga Dusun Banjaranyar tepatnya di rumah Ibu Asri. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Asri berumur 50 tahun yang juga merupakan ibu dari pemuda bernama Lutfi berumur 21 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berinteraksi setiap hari secara terus menerus. Dalam tuturan tersebut, penutur bertujuan menyuruh anak sulungnya untuk makan terlebih dahulu sebelum keluar rumah. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh warga Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan keluarga maupun dengan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
86
masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Nedha [nədhᴐ] “Makan”, rumiyen [rumiyen] “Dulu”, mawon [mawᴐn] “Saja”, sampun [sampUn] “Sudah”, dereng [dɛrɛŋ] “Belum” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur mempunyai hubungan darah dan usia penutur lebih tua dari usia mitra tutur, namun penutur tetap berbahasa Jawa ragam madya untuk menghargai mitra tutur dan berdasarkan pada data di atas, mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam madya untuk menghormati penutur sebagai orang yang lebih tua dan merupakan ibu kandung mitra tutur itu sendiri. Data 23 Penutur Mitra tutur Penutur Mitra tutur
SKRIPSI
: Mbenjeng ngajie perei [benjeŋ ŋajie pərɛi] “Besok ngajinya libur” : Wonten napa kok perei? [wᴐntən nᴐpᴐ kᴐ? pərɛi] “Ada apa kok libur?” : Abah Yai kesah ten Jakarta wonten urusan bisnis [abah yai kesah tən jakarta wᴐntən urusan bisnis] “Abah Yai pergi ke Jakarta ada urusan bisnis” : Oohh… pinten dinten? [oohh… pintən dintən] “Oohh… berapa hari?”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
87
Penutur
: Boten semerap. [bᴐtən səmərap] “Tidak tahu”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 19.00. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar dan mitra tutur juga merupakan santri berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di dalam salah satu kamar yang ada di pondok pesantren, percakapan seorang santri dengan santri lainnya yang sedang belajar dan sedang membereskan pakaiannya di almari. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu mitra tuturnya bahwa besok libur mengaji dan memberitahu tentang ketidak hadiran kiai karena pergi ke Jakarta untuk melaksanakan urusan bisnis. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
88
dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Ngaji [ŋaji] “Ngaji”, wonten [wᴐntən] “Ada”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, kesah [kesah] “Pergi”, pinten [pintən] “Berapa”, semerap [səmərap] “Tahu” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar. Data 24 Penutur Mitra tutur Penutur
: Badhe jawah niki! [badhe jawa niki] “Mau hujan ini” : Inggih, boten sios kesah mawon [IŋgIh botən siᴐs kesah mawᴐn] “Iya, tidak jadi pergi saja” : Nggih nggih. [ŋgIh ŋgIh] “Iya iya”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 15.10. Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah warga Dusun Banjaranyar yang merupakan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di halaman Pondok Pesantren Sunan Drajat, percakapan seorang santri dengan santri lainnya yang mau
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
89
berangkat kesuatu tempat di daerah Kecamatan Paciran. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan yang bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal. Penutur dan mitra tutur berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang melanjutkan pendidikannya di Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu mitra tuturnya bahwa saat ini langit sedang mendung dan tidak lama lagi akan turun hujan. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Inggih [IŋgIh] “Iya”, boten [botən] “Tidak”, sios [siᴐs] “Jadi”, kesah [kesah] “Pergi”, mawon [mawᴐn] “Saja”, badhe [badhe] “Mau”, jawah [jawah] “Hujan”, niki [niki] “Ini” yang semua kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
90
tutur adalah dengan bersikap sopan, saling menghargai, dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar. Data 25 Penutur Mitra tutur
: Badhe ten pundhi? [badhe tən pundhi] “Mau kemana?” : Ten sekolahan sekedhap. [tən səkᴐla an səkədap] “Ke sekolahan sebentar, Mbak”
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 17.00. Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berasal dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di halaman Pondok Pesantren Sunan Drajat saat perjalanan kembali ke pondok dari mengaji kitab di masjid, percakapan seorang santri dengan santri lainnya yang terlihat sedang buruburu untuk kesuatu tempat. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan lainnya bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal. Penutur dan mitra tutur keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan menanyakan hendak kemana mitra tutur pergi dengan tergesah-gesah. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
91
warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Badhe [badhe] “Mau”, ten pundhi [tən pundhi] “Kemana”, sekedap [səkədap] “Sebentar” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama dan ngoko. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar. Data 26 Penutur Mitra tutur Penutur
SKRIPSI
: Benjeng kula mantuk [benjeŋ kulᴐ mantU?] “Besok saya pulang” : Badhe napa? [badhe nᴐpᴐ] “Mau apa?” : Mendhet rasukan. [məndhət rasu?an] “Mengambil baju”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
92
Sumber: Transkip percakapan di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 19.15. Konteks tuturan: Penutur dan mitra tutur adalah seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat yang berasal dari Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat malam hari di dalam salah satu kamar yang ada di pondok pesantren, percakapan seorang santri dengan santri lainnya setelah sholat isya’ berjamaah. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah santri perempuan bernama Iin Rikayanti berusia 17 tahun sebagai penutur dengan santri perempuan yang bernama Siti Hamidah berusia 19 tahun sebagai mitra tutur, keduanya saling mengenal dan berasal dari Dusun Banjaranyar yang sedang mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan memberitahu mitra tuturnya bahwa besok ia akan pulang untuk mengambil pakaiannya di rumah karena pakaian yang ia bawa ke pondok semuanya sudah kotor dan tidak ada yang bersih. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh para santri yang berasal dari Dusun Banjaranyar tersebut memperlihatkan bahwa warga Dusun Banjaranyar dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain selalu menggunakan bahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh perilaku berbahasa di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan masyarakat lainnya tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
93
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur dan mitra tutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang tidak terlalu pelan dan tidak pula terlalu tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari kata: Badhe [badhe] “Mau/akan”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, mendhet [məndhət] “Mengambil”, rasukan [rasu?an] “Baju”, benjeng [benjeŋ] “Besok”, kula [kulᴐ] “Saya”, mantuk [mantU?] “Pulang” yang kosakatanya merupakan bahasa Jawa ragam madya dan netral tanpa krama. Kata [rasu?an] “Baju” sangat jarang digunakan oleh masyarakat pesisir pada umumnya, hanya digunakan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dan masyarakat Dusun Banjaranyar yang berada di lingkungan sekitar pondok pesantren. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh bahasa santri terhadap perilaku berbahasa pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun saling menghargai dan menghormati meskipun penutur dan mitra tutur berstatus sosial sama sebagai seorang santri Pondok Pesantren Sunan Drajat dan keduanya berasal dari Dusun Banjaranyar.
3.1.5 Bentuk Percakapan Oleh Masyarakat Dusun Banjaranyar dengan Masyarakat Dusun Sukowati. Data 27 Penutur Mitra tutur
SKRIPSI
: Tekan endi, Pak? [təkan əndi pa?] “Dari mana, Pak?” : Dugi griyane Pak Joko. [dugi griyᴐne pa? jᴐkᴐ] “Dari rumahnya Pak Joko”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
94
Sumber: Transkip percakapan di pertigaan jalan dekat Balai Desa Banjarwati, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 09.40. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra tutur merupakan warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pertigaan jalan dekat Balai Desa Banjarwati. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Sukowati bernama Sumarsono berusia 58 tahun penutur dengan seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ahmad berusia 60 tahun yang sedang naik sepeda motor, keduanya saling mengenal sebelumnya. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menyapa mitra tutur yang sedang mengendarai sepeda motor di depannya. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lain, mereka tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
95
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, dilihat dari kata: Tekan [təkan] “Dari”, endi [əndi] “Mana”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa merunduk karena telah mengenal mitra tutur dengan akrab, sedangkan warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur menggunakan perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam madya dengan nada intonasi yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, dilihat dari kata: Dugi [dugi] “Dari”, griya [griyᴐ] “Rumah”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan bersikap sopan dan santun, menghargai dan menghormati penutur meski keduanya saling mengenal akrab dan usia penutur lebih muda dari usia mitra tutur. Data 28 Penutur Mitra tutur Penutur
: Iki jepiro regane, Bu? [iki jepirᴐ rəgane bu] “Ini berapa harganya, Bu?” : Sedoso ewu, Bu. Mangga. [sədᴐsᴐ ɛwu bu mᴐŋgᴐ] “Sepuluh ribu, Bu. Silahkan” : Aku tuku telu. [aku tuku təlu] “Saya beli tiga”
Sumber: Transkip percakapan di pasar Desa Banjarwati, pada tanggal 2 April 2015 pukul 09.50. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra tutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisional yang berada tidak jauh dari pondok pesantren. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah penutur merupakan seorang warga asli Dusun Sukowati
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
96
yang sedang berbelanja di pasar, sedangkan mitra tutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar berusia 49 tahun bernama ibu Fathanah yang merupakan pemilik salah satu toko di pasar tradisional Banjaranyar, kedua penutur tersebut tidak saling kenal sebelumnya. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk membeli sapu tangan di toko ibu Fathanah. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lain, mereka tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, hal tersebut dapat dilihat pada kata: Aku [aku] “Aku”, tuku [tuku] “Beli”, telu [təlu] “Tiga”, iki [iki] “Ini”, jepiro [jepirᴐ] “Berapa”, regane [rəgane] “Harganya”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa merunduk karena tidak mengenal mitra tutur sebelumnya.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
97
Salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai mitra tutur menggunakan perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam madya, dapat dilihat dari kata: Sedasa ewu [sədᴐsᴐ ɛwu] “Sepuluh ribu”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan adalah bersikap sopan dan santun, menghargai dan menghormati penutur meski mitra tutur tidak mengenal penutur sebelumnya. Data 29 Penutur Mitra tutur
: Sakit napa yoga sampeyan, Yu? [sakIt nᴐpᴐ yogᴐ sampeyan yu] “Sakit apa anak kamu, Yu?” : Lara tipes, Yu. Wingi lagek moleh teka rumah sakit [lᴐrᴐ tipəs yu wiŋi lage? mole təkᴐ rumah sakIt] “Sakit tipes, Yu. Kemarin baru pulang dari rumah sakit”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Sukowati, pada tanggal 2 Maret 2015 pukul 16.30. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan warga Dusun Sukowati. Waktu dan tempat tuturan adalah saat sore hari di rumah salah satu warga Dusun Sukowati. Pihak-pihak yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Banjaranyar bernama Ibu Zurofah berusia 45 tahun yang sedang dirumah salah seorang warga Dusun Sukowati sebagai penutur, dengan mitra tutur adalah seorang warga Dusun Sukowati bernama Ibu Rohana berusia 59 tahun yang merupakan pemilik rumah tempat kejadian tuturan, kedua penutur tersebut saling mengenal. Dalam tuturan tersebut penutur bertujuan untuk menanyakan tentang sakit apa yang diderita oleh anak mitra tutur.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
98
Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh salah seorang masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang merupakan salah seorang warga Dusun Sukowati yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena penutur dan mitra tutur merupakan penduduk Desa Banjarwati yang bertempat tinggal di dusun yang berbeda dan di lingkungan yang berbeda, sehingga perilaku berbahasa mereka berdua pun berbeda. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, hal tersebut dapat dilihat dalam kata: Sakit [sakIt] “Sakit”, napa [nᴐpᴐ] “Apa”, yoga [yogᴐ] “Anak”, sampeyan [sampeyan] “Kamu” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap sopan dan santun, menghargai dan menghormati mitra tutur meski keduanya saling mengenal akrab. Salah satu warga Dusun Sukowati sebagai mitra tutur menggunakan perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam ngoko, dilihat dari kata: Lara [lᴐrᴐ] “Sakit”, wingi [wiŋi] “Kemarin”, lagek [lage?] “Baru”, moleh [moleh] “Pulang”, teka [təkᴐ] “Datang’. Berdasarkan data tersebut, mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko karena terbiasa dengan penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko. Data 30 Penutur
SKRIPSI
: Mangga, kula betoaken, Bu. [mᴐŋgᴐ kulᴐ bətᴐakən bu] “Silahkan, saya bawakan, Bu”
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
99
Mitra tutur Penutur
: Iya, Nak. Wong endi kowe? [iyᴐ na? wᴐŋ əndi kowe] “Iya, Nak. Orang mana kamu?” : Kula tiyang Njaranyar, Bu. [kulᴐ tiyaŋ njarañar bu] “Saya orang Njaranyar, Bu”
Sumber: Transkip percakapan di pasar tradisional Desa Banjarwati, pada tanggal 02 Maret 2015 pukul 09.40. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Banjaranyar dan mitra tutur merupakan warga Dusun Sukowati. Waktu dan tempat tuturan adalah saat pagi hari di pasar tradisonal Desa Banjarwati yang letaknya tidak seberapa jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pihak-pikah yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang perempuan bernama Arinil Haq berusia 19 tahun sebagai penutur dengan seorang perempuan bernama Ibu Rohana berusia 59 tahun yang berada di pasar sebagai mitra tutur, keduanya tidak saling mengenal sebelumnya. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan membantu mitra tutur untuk membawa barang bawaan yang sangat banyak menuju becak. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam madya oleh salah seorang masyarakat Dusun Banjaranyar sebagai penutur menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang merupakan salah seorang warga Dusun Sukowati yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Hal tersebut terjadi karena penutur dan mitra tutur merupakan penduduk Desa Banjarwati yang bertempat tinggal di dusun yang berbeda dan di lingkungan yang berbeda, sehingga perilaku berbahasa mereka berdua pun berbeda.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
100
Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa ragam madya dengan intonasi bicara yang pelan dan jelas, dilihat dari kata: Kula [kulᴐ] “Saya”, mangga [mᴐŋgᴐ] “Silahkan”, betoaken [bətᴐakən] “Bawakan” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap sopan, santun, dan menghormati mitra tutur meski keduanya tidak saling mengenal. Salah satu warga Dusun Sukowati sebagai mitra tutur menggunakan perilaku berbahasa verbal berupa bahasa Jawa ragam ngoko, dilihat dari kata: Iyo [iyᴐ] “Iya”, wong [wᴐŋ] “Orang”, endi [əndi] “Mana”, kowe [kowe] “Kamu”. Data tersebut menunjukkan bahwa mitra tutur menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko karena menyadari usia penutur jauh lebih muda. Data 31 Penutur Mitra tutur Penutur
: Pe jukut jaitan ta, Mbak? [pe njukUt jaitan ta mba?] “Mau mengambil jahitan ta, Mbak?” : Inggih, Buk. Telas pinten? [IngIh bu? təlas pintən] “Iya, Buk. Habis berapa?” : Mek seket ewu, Mbak. [mɛ? sɛkət ɛwu mba?] “Cuma lima puluh ribu, Mbak”
Sumber: Transkip percakapan di rumah salah satu warga Dusun Sukowati, pada tanggal 15 Maret 2015 pukul 12.15. Konteks tuturan: Penutur adalah seorang warga Dusun Sukowati dan mitra tutur merupakan seorang warga Dusun Banjaranyar. Waktu dan tempat tuturan adalah saat siang hari di rumah salah satu warga Dusun Sukowati. Pihak-pikah yang berpartisipasi dalam tuturan tersebut adalah seorang warga Dusun Sukowati bernama Ibu Jah berumur 50 tahun yang
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
101
berprofesi sebagai tukang jahit pakaian sebagai penutur dengan seorang perempuan bernama Faridatun Ni’mah berusia 22 tahun sebagai mitra tutur, keduanya tidak saling mengenal sebelumnya. Dalam percakapan tersebut penutur bertujuan menanyakan kepada mitra tutur tentang maksud dari kedatangan penutur kerumahnya. Analisis berdasarkan data, penggunaan bahasa Jawa ragam ngoko oleh penutur yang berasal dari Dusun Sukowati yang lingkungannya jauh dari Pondok Pesantren Sunan Drajat tidak menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun. Berbeda dengan mitra tutur yang berasal dari Dusun Banjaranyar yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat menunjukkan adanya perilaku berbahasa yang sopan dan santun dengan menggunakan bahasa Jawa ragam madya dalam kehidupan sehari-hari ketika berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, ketika masyarakat Dusun Banjaranyar berbicara dengan sesama masyarakat Dusun Banjaranyar maupun dengan masyarakat lainnya, mereka tetap menggunakan bahasa Jawa ragam madya atau bahkan krama sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap mitra tutur yang diajak bicara. Perilaku berbahasa verbal yang digunakan penutur adalah bahasa Jawa ragam ngoko dengan nada tinggi dan jelas, dilihat dari kata: Mek [mɛ?] “Cuma”, seket ewu [sɛkət ɛwu] “Lima puluh ribu”, pe [pe] “Mau”, njukut [njukUt] “Mengambil” dan perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh penutur adalah dengan bersikap tegap dan lantang tanpa merunduk karena tidak mengenal mitra tutur sebelumnya dan usia mitra tutur lebih muda dari penutur. Salah satu warga Dusun Banjaranyar sebagai penutur menggunakan perilaku berbahasa
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
102
verbal berupa bahasa Jawa ragam madya, dilihat dari kata: Inggih [IngIh] “Iya”, telas [təlas] “Habis”, pinten [pintən] “Berapa”. Perilaku berbahasa non verbal yang digunakan oleh mitra tutur adalah dengan bersikap sopan, santun, dan menghormati penutur meski tidak saling mengenal.
3.2 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Perilaku Berbahasa pada Masyarakat Pesisir Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati Perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar terkait dengan bentuk percakapan yang diperoleh saat di lapangan dapat dikelompokkan menjadi 5 kategori, yaitu: a. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat b. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan pengurus Pondok Pesantren Sunan Drajat c. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan para santri Pondok Pesantren Sunan Drajat d. Bentuk percakapan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar dengan sesama masyarakat Dusun Banjaranyar, dan e. Bentuk percakapan masyarakat Dusun Banjaranyar dengan masyarakat Dusun Sukowati yang tidak berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Masyarakat yang berada di lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat adalah masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati. Perilaku berbahasa
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
103
masyarakat Dusun Banjaranyar dalam sehari-hari menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya interaksi secara terus-menerus antara masyarakat Dusun Banjaranyar dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat, baik dengan pengasuh (kiai), pengurus, maupun santri pondok pesantren tersebut. Hal tersebut dapat di lihat pada: 1) Data 1, 2, 3, dan 4 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.1, masyarakat Dusun Banjaranyar yang berinteraksi dengan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat menggunakan bahasa Jawa ragam krama untuk menghormati kiai sebagai pengasuh dari pondok pesantren sekaligus sebagai tokoh pemuka agama di Dusun Banjaranyar, sedangkan pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat menggunakan bahasa Jawa ragam campuran antara krama dan madya untuk menghargai warga yang menggunakan bahasa sopan dan santun meskipun dalam tuturan tersebut warga berusia jauh lebih muda dari pengasuh. 2) Data 5, 6, 7, 8, 9, dan 10 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.2, pengurus pondok pesantren dalam tuturannya menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan madya, masyarakat Dusun Banjaranyar juga menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan madya, hal tersebut dilakukan untuk saling menghormati mitra tutur. 3) Data 11, 12, 13, 14, dan 15 dalam bentuk percakapan nomor 3.1.3 masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam madya dengan para santri Pondok Pesantren Sunan Drajat begitu pula sebaliknya, hal tersebut
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
104
dilakukan karena adanya timbal balik kesopanan antara para santri dengan masyarakat Dusun Banjaranyar. 4) Data 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, dan 26 dalam bentuk percakapan 3.1.4, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama dengan masyarakat Dusun Banjaranyar itu sendiri. 5) Data 27, 28, 29, 30, dan 31 dalam bentuk percakapan 3.1.5, masyarakat Dusun Banjaranyar menggunakan bahasa Jawa ragam krama dan masyarakat Dusun Sukowati yang menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dalam berinteraksi. Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan sentral kegiatan sehari-hari masyarakat Dusun Banjaranyar, baik dalam hal ekonomi, pendidikan, ataupun kegiatan kemasyarakatan lainnya. Hal tersebut memicu adanya interaksi secara terus menerus antara masyarakat Dusun Banjaranyar dengan penghuni pondok pesantren. Pekerjaan masyarakat Dusun Banjaranyar disamping sebagai petani, juga rata-rata sebagai wiraswasta seperti penjual sayur, penjual makanan, pedagang kecil, pedagang kaki lima, dan juga penjual jasa seperti warnet, photo copy, ojek dan tukang becak. Meskipun masyarakat Dusun Bnajaranyar merupakan tergolong masyarakat pesisir, namun masyarakat tersebut sedikit sekali yang memiliki mata pencaharian sebagai nelayan, hal tersebut dikarenakan adanya pondok pesantren sebagai sentral perekonomian lain yang dapat memperoleh keuntungan lebih besar. Faktor lain yang melatarbelakangi perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar terhadap bahasa santri adalah banyaknya masyarakat Dusun
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
105
Banjaranyar yang memilih untuk mengenyam pendidikan di Yayasan Pondok Pesantren Sunan Drajat, seperti banyak remaja yang sekolah di Madrasah Aliyah Sunan Drajat, SMK Sunan Drajat, SMP Sunan Drajat dan yang lainnya. Bahkan terdapat beberapa masyarakat Dusun Banjranyar yang memilih untuk mondok di Pondok Pesantren Sunan Drajat meskipun rumah mereka tidak terlalu jauh dari pondok, hal tersebut dilakukan karena tingginya minat masyarakat Dusun Banjaranyar untuk dapat mengenyam pendidikan agama yang lebih baik. Perilaku
berbahasa
pada
masyarakat
Dusun
Banjaranyar
selain
dilatarbelakangi oleh tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap ranah perekonomian, pendidikan, dan kegiatan kemasyarakatan yang berpusat pada Pondok Pesantren Sunan Drajat, juga karena adanya habit atau kebiasaan seharihari yang dilakukan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat terhadap masyarakat sekitar. Penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat dalam sehari-hari menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama baik di lingkungan pondok pesantren maupun ketika berada di luar pondok pesantren. Seperti ketika berbicara dengan masyarakat sekitar, santri tetap menggunakan perilaku berbahasa verbal yang sopan dan santun dalam berbicara dengan siapapun dan santri juga selalu menggunakan perilaku berbahasa non verbal dengan cara tunduk dan hormat dengan mitra tutur yang diajak bicara. Kebiasaan yang dilakukan oleh penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat itulah yang menimbulkan adanya perilaku berbahasa yang baik pada masyarakat pesisir Dusun Banjaranyar saat berkomunikasi dengan siapapun. Masyarakat Dusun Banjaranyar selalu berbahasa secara sopan dan santun dengan
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
106
menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama baik saat berhadapan dengan mitra tutur yang sudah saling kenal, yang tidak saling kenal sebelumnya, maupun yang mempunyai hubungan keluarga. Hal tersebut sangat berbeda dengan masyarakat pesisir Dusun Sukowati yang jauh dari lingkungan Pondok Pesantren Sunan Drajat, selalu berbahasa menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko dengan nada intonasi yang tinggi sesuai dengan identitas berbahasa masyarakat pesisir pada umumnya.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV PENUTUP
4.1 Simpulan Bahasa dan ragam bahasa dalam interaksi sosial merupakan salah satu konsep sosiolinguistik. Perbedaan kelompok sosial dalam masyarakat dapat dilihat dari perilaku berbahasa sebagai salah satu ciri pengenal. Adanya perilaku berbahasa dalam suatu masyarakat dapat dilihat dari segi interaksi sosial seharihari yang menggunakan bahasa. Dalam masyarakat, interaksi sosial sangat berpengaruh terhadap perilaku berbahasa yang nantinya menghasilkan suatu ragam bahasa tertentu. Masyarakat pesisir memiliki budaya dan perilaku berbahasa yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya, terutama pada segi intonasi berbicara dan ragam bahasa yang digunakan. Masyarakat pesisir adalah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir dan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Desa Banjarwati terdiri dari dua dusun, yaitu Dusun Banjaranyar dan Dusun Sukowati. Perilaku berbahasa masyarakat pesisir Desa Banjarwati sebelumnya tidak terbiasa dengan adanya bahasa santri yang merupakan bahasa Jawa ragam madya dan bahasa Jawa ragam krama yang digunakan dalam seharihari saat berinteraksi dengan orang lain. Masyarakat Desa Banjarwati pada zaman dahulu saat berkomunikasi dengan sesama masyarakat Desa Banjarwati maupun dengan mitra tutur yang bukan tergolong masyarakat pesisir mereka hanya 107
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
108
menggunakan satu bentuk ragam bahasa Jawa yakni bahasa Jawa ragam ngoko. Namun, saat meluasnya wilayah Pondok Pesantren Sunan Drajat, pemakaian ragam bahasa Jawa dengan intonasi yang tinggi dan terkesan kasar sudah berubah, terutama pada masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar pondok pesantren. Jika awalnya masyarakat Desa Banjarwati seluruhnya hanya menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko, sekarang mereka sudah terpengaruh adanya bahasa santri yang menggunakan bahasa Jawa ragam madya dan krama saat berinteraksi dengan orang lain. Perubahan tersebut hanya terjadi pada masyarakat Dusun Banjaranyar. Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kultur yang berbeda serta adanya interaksi sosial secara terus menerus antara masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat seperti santri, pengurus, dan pengasuh pondok pesantren akan menghasilkan suatu perilaku berbahasa yang berbeda dari sebelumnya. Hasil tuturan yang diperoleh dari interaksi berbahasa yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan pondok pesantren jauh berbeda dengan hasil tuturan yang diperoleh dari masyarakat Desa Banjarwati yang berada jauh dari lingkungan pondok pesantren yaitu pada masyarakat Dusun Sukowati. Masyarakat Dusun Banjaranyar memiliki ketergantungan dalam beberapa hal terhadap keberadaan Pondok Pesantren Sunan Drajat. Pondok Pesantren Sunan Drajat saat ini menjadi sentral perekonomian pada masyarakat Dusun Banjaranyar sehingga masyarakat Dusun Banjaranyar yang tergolong sebagai
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
109
masyarakat pesisir sebagaian besar sudah tidak memilih mata pencaharian sebagai nalayan. Pondok pesantren tersebut juga sebagai sentral kegiatan bagi penduduk Dusun Banjaranyar sehingga menimbulkan interaksi berbahasa yang berulangulang setiap hari dengan penghuni pondok pesantren. Selain itu, Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan penyumbang dana terbesar disetiap kegiatan yang diadakan oleh Dusun Banjaranyar dan bahkan disetiap kegiatan yang diadakan oleh penduduk Desa Banjarwati. Pengasuh Pondok Pesantren Sunan Drajat merupakan pemuka agama sekaligus tokoh yang dianggap penting oleh Desa Banjarwati terutama oleh warga Dusun Banjaranyar, setiap kegiatan apapun selain meminta perizinan dari Kepala Desa Banjarwati, izin dan restu dari Kiai Pondok Pesantren Sunan Drajat sangatlah diperhitungkan. Faktor-faktor tersebutlah yang mengakibatkan adanya pengaruh bahasa santri terhadap perilaku berbahasa pada masyarakat Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati yang berada di lingkungan sekitar Pondok Pesantren Sunan Drajat.
4.2 Saran Kajian ilmu ini hendaknya lebih menitik beratkan perbedaan yang lebih mendalam mengenai bahasa masyarakat yang terpengaruh oleh adanya Pondok Pesantren Sunan Drajat dengan masyarakat yang tidak terpengaruh sama sekali terhadap adanya Pondok Pesantren Sunan Drajat, bukan hanya menitik beratkan pada masyarakat yang berinteraksi dengan penghuni Pondok Pesantren Sunan Drajat saja. Sebagai sarana komunikasi bahasa sangatlah penting bagi manusia, dan dapat digunakan baik sebagai ciri identitas suatu kelompok masyarakat.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
110
Segala macam perbedaan dalam perilaku berbahasa tidak terlepas dari unsur kebudayaan dan kebiasaan suatu masyarakat tuturnya, maka dari itu diharapkan dalam penelitian fungsi dan kegunaan bahasa terkait suatu golongan masyarakat, peneliti harus jeli melihat dan menganalisa semua aspek maupun faktor yang turut mempengaruhi objek kajian, hingga akhirnya menimbulkan sebuah tuturan baru pada suatu masyarakat bahasa tertentu. Bahasa masyarakat pesisir yang berada di Desa Banjarwati masih bisa dikaji dengan pendekatan etnolinguistik, dialektologi, atau etnografi komunikasi.
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
111
DAFTAR PUSTAKA Ardhiarta. 2013. “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi Sosial di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang: Suatu Kajian Pragmatik”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga Abikusno. 1988. Pepak Basa Jawa. Surabaya: Express Chaer, Abdul. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Renika Cipta Djajasudarma, Fatimah. 1995. Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian. Bandung: PT Eresco http://ithinkeducation.blogspot.com/2012/07/tembung-ngoko-kromo-kromoinggil-ten.html Indrayanto, Bayu. 2010. Fenomena Tingkat Tutur dalam Bahasa Jawa Akibat Tingkat Sosial Masyarakat dalam “Magistra” Tahun XXII Nomor 72. Klaten: PBISD Universitas Widya Dharma Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Luthfiyatin. 2008. “Kesantunan Imperatif dalam Interaksi antar Santri di Pondok Pesantren Sunan Drajat Banjar Anyar Paciran Lamongan”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Nugraheni, Y.E. 2008. “Kesantunan Tuturan Pembeli kepada Penjual di Pasar Purwoyoso Semarang”. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro Nurdyansyah. 2014. “Undhak-Usuk Percakapan Kelompok Sosial dalam Masyarakat Samin Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Bojonegoro: Kajian Sosiolinguistik”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga Nababan, P.W.J. 1993. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Parera, Jos Daniel. 1991. Pengantar Linguistik Umum Fonetik dan Fonemik. Ende: Nusa Indah
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
112
Rokayah. 2010. “Kesantunan Berbahasa dalam Interaksi antara Santri dan Kiai Pondok Pesantren Islam Al-Tauhid Surabaya”. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga Spradley, James, P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Syafyahna, Leni dan Aslinda. Pengantar Sosiolinguistik. 2010. Bandung: PT Refika Aditama Suwito. 1982. Sosiolinguistik: Teori dan Problema. Surakarta: Henary Offset Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: SABDA Setiyanto, Aryo Bimo. 2007. Parama Sastra Bahasa Jawa. Yogyakarta: Panji Pustaka Verhaar, J.W.M. 1996. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Wijana, I Dewa Putu. 2004. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: ANDI
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
LAMPIRAN
Lampiran 1 DATA INFORMAN Nama
: K. H. Abdul Ghofur
Usia
: 66 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
:-
Sebagai
: Pengasuh (Kiai) Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Siti Hamidah
Usia
: 19 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Madrasah Aliyah
Sebagai
: Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Ahmad Shiddiq
Usia
: 32 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SMA
Sebagai
: Pengurus Abdi Ndalem Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Siti Azimatur Rohmah
Usia
: 25 Tahun
Alamat
: Bojonegoro
Pendidikan
: Tamat SMA
Sebagai
: Pengurus Keamanan Pondok Pesantren Putri Sunan Drajat
113
SKRIPSI
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
114
SKRIPSI
Nama
: Zurofah
Usia
: 45 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SMP
Sebagai
: Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Nama
: Arinil Haq
Usia
: 19 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Madrasah Aliyah
Sebagai
: Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Faridatun Ni’mah
Usia
: 22 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Sekolah Tinggi Agama Islam Radin Qasim (STAIRA)
Sebagai
: Mahasiswa dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Nurul Hidayah
Usia
: 23 Tahun
Alamat
: Gresik
Pendidikan
: Sekolah Tinggi Agama Islam Radin Qasim (STAIRA)
Sebagai
: Mahasiswa dan santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Sumiah
Usia
: 50 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SD
Sebagai
: Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
115
SKRIPSI
Nama
: Mulyono
Usia
: 48 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SD
Sebagai
: Penjual makanan di Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Iin Rikayanti
Usia
: 17 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Madrasah Aliyah Sunan Drajat
Sebagai
: Santri Pondok Pesantren Sunan Drajat
Nama
: Fathanah
Usia
: 49 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SMA
Sebagai
: Pemilik toko di pasar Desa Banjarwati
Nama
: Asri
Usia
: 50 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SMP
Sebagai
: Pemilik usaha jasa laundry
Nama
: Taslimah
Usia
: 62 Tahun
Alamat
: Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SD
Sebagai
: Warga Dusun Banjaranyar Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH
ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga
116
SKRIPSI
Nama
: Sumarsono
Usia
: 58 Tahun
Alamat
: Dusun Sukowati Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
Pendidikan
: Tamat SMP
Sebagai
: Warga Dusun Sukowati Desa Banjarwati, Paciran, Lamongan.
PERILAKU BERBAHASA PADA MASYARAKAT PESISIR DESA BANJARWATI KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN
SITI MASHLAHATUL UMMAH