SKRIPSI
PERBEDAAN POLA ASAH, ASIH, ASUH PADA BALITA STATUS GIZI KURANG DAN STATUS GIZI NORMAL (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Surabaya)
Oleh : DISHA INADIAR P (100610187)
UNIVERSITAS AIRLANGGA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT SURABAYA 2010
PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Tim Penguji Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga dan diterima untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) pada tanggal 1 Juli 2010
Mengesahkan Universitas Airlangga Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Prof. Dr. J. Mukono, dr.,M.S.,M.PH NIP. 194706171978021001
Tim Penguji : 1. Ratna Dwi Wulandari, S.KM., M.Kes 2. Dr. Merryana Adriani, S.KM., M.Kes 3. Laili Rahmawati, S.TP., M.MA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.KM) Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Oleh :
DISHA INADIAR P 100610187
Surabaya, 5 Juli 2010 Mengetahui,
Menyetujui,
Ketua Departemen,
Pembimbing,
Dr. Sri Adiningsih, dr., M.S., M.CN NIP. 195006261978032001
Dr. Merryana Adriani, S.KM.,M.Kes NIP. 195905171994032001
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat terselesaikannya skripsi dengan judul “PERBEDAAN POLA ASAH, ASIH, ASUH PADA BALITA PADA STATUS GIZI KURANG DAN STATUS GIZI NORMAL”, sebagai salah satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Dalam skripsi ini dijabarkan bagaimana perbedaan pola asah, asih, asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak bagi orang tua dan juga bagi petugas kesehatan itu sendiri. Pada kesempatan ini penyusun menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Dr. Merryana Adriani, S.KM., M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan petunjuk, koreksi serta saran hingga terwujudnya skripsi ini. Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang terhormat : 1.
Prof. Dr. J. Mukono, dr., M.S., M.PH, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
2.
Dr. Sri Adiningsih, dr., M.S., M.CN selaku Ketua Departemen Gizi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga.
3.
Pihak Puskesmas Peneleh yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.
iv
4.
Ibuku tercinta di Tarakan yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan dorongan selama menempuh pendidikan dan juga untuk almarhum Bapak yang ku sayang.
5.
Adikku di Malang yang selalu memberiku dorongan untuk segera menyelesaikan studi.
6.
Keluarga besar ibu di Surabaya dan keluarga besar almarhum bapak di Tarakan yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan.
7.
Untuk Tito Rizky Seputro terima kasih atas doa dan dukungannya selama pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran, pengertian, dan perhatiannya.
8.
Teman- teman IKM angkatan 2006 senasib seperjuangan.
9.
Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, terima kasih. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang
telah diberikan dan semoga skripsi ini berguna baik bagi diri kami sendiri maupun pihak lain yang memanfaatkan.
Surabaya, 5 Juli 2010
Penulis
v
ABSTRAK
Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2008) mendapatkan data 15,25% balita di wilayah kerja Puskesmas Peneleh berada pada bawah garis merah (BGM) dan sebesar 1,35% balita mempunyai status gizi buruk. Untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal, anak harus terpenuhi kebutuhan dasarnya yaitu asah, asih, dan asuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola asah, asih, asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal di wilayah kerja Puskesmas Peneleh, Surabaya, Jawa Timur. Penelitian ini berupa penelitian analitik dengan desain penelitian berupa studi crossectional dan rancang bangun penelitiannya adalah observasional komparasi dengan besar sampel penelitian sebanyak 34 balita. Uji statistik yang digunakan adalah chi square. Hasil penelitian bahwa tidak ada perbedaan pola asah atau stimulasi mental (p=0,724), pola asih yang meliputi interaksi ibu anak (p=0,402) dan peran orang tua (p=0,166) serta pola asuh yang meliputi pangan dan gizi (p=0,788), perawatan kesehatan dasar (p=1,000), dan keadaan tempat tinggal yang memenuhi syarat yaitu sebesar 100% pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. Upaya yang disarankan pada penelitian ini adalah lebih meningkatkan pengetahuan gizi ibu dan perkembangan balita dengan cara menggiatkan penyuluhan di posyandu maupun di acara perkumpulan ibu-ibu.
Kata kunci: Pola asah, pola asih, pola asuh, status gizi balita.
vii
ABSTRACT
Surabaya City Health Department (2008) obtained the data 15.25% toddler in the working area Peneleh Health Center located at the bottom red line (BGM) and amounted to 1.35% toddler have poor nutritional status. To support optimal growth and development, the child must be fulfilled their basic needs with grindstone, love, and care. This research purpose is to find different patterns of grindstones, love, care for toddler malnutrition and normal nutritional status in the working area Peneleh Health Center, Surabaya, East Java. This research is the analytical study with cross sectional study design was an observational comparative study with a large number of samples is 34 children. The statistical test used was chi square. The study shows that there is no difference in the grindstones pattern or mental stimulation (p = 0.724), love pattern includes the child's mother interaction (p = 0.402) and the role of parents (p = 0.166) and the care pattern which includes food and nutrition (p = 0.788 ), basic health care (p = 1.000), and state of residence is eligible for 100% of undernourished toddler and normal nutrition status. Efforts suggested in this study was to further increase the nutritional knowledge of mothers and infants with intensify the development of counseling in the neighborhood health center or in the event of mothers clubs.
Keywords: Grindstones, love and care pattern, toddler nutritional status.
vii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAM JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN KATA PENGANTAR ABSTRACT ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
i ii iii iv vi vii viii xii xv xvi xvii
BAB I
1 1 3 5
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah 1.3 Rumusan Masalah
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT 2.1 Tujuan Penelitian 2.2 Manfaat Penelitian
6 6 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Kebutuhan Dasar Balita 3.1.1 Pola Asah 3.1.2 Pola Asih 3.1.3 Pola Asuh 3.1.3.1 Pangan dan Gizi 3.1.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar 3.1.3.3 Keadaan Tempat Tinggal 3.2 Status Gizi Balita 3.2.1 Definisi Status Gizi 3.2.2 Klasifikasi Status Gizi 3.2.3 Penilaian dan Pengukuran Gizi 3.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Gizi
8 8 8 8 9 9 10 11 11 11 12 13 16
BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL
19
BAB V METODE PENELITIAN 5.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian 5.2 Populasi Penelitian 5.3 Sampel, Besar Sampel, Cara Penelitian Sampel dan Pengambilan Sampel 5.3.1 Sampel Penelitian
21 21 21
viii
22 22
5.3.2 Besar Sampel 5.3.3 Cara Penentuan Sampel 5.3.4 Cara Pengambilan Sampel 5.4 Lokasi dan Waktu Penelitian 5.5 Kerangka Operasional 5.6 Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional 5.6.1 Variabel 5.6.2 Cara Pengukuran 5.6.3 Definisi Operasional 5.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 5.7.1 Teknik Pengumpulan Data 5.7.2 Instrumen Pengumpulan Data 5.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data BAB VI HASIL PENELITIAN 6.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 6.1.1 Keadaan Geografi 6.1.2 Keadaan Demografi 6.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi 6.1.4 Kondisi Sosial Budaya 6.1.5 Sarana Kesehatan 6.2 Gambaran Umum Responden 6.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua 6.2.2 Pekerjaan Orang Tua 6.2.3 Pendapatan Keluarga 6.2.4 Jumlah Anak 6.2.5 Tingkat Pengetahuan Ibu Balita 6.3 Gambaran Umum Balita 6.3.1 Umur Balita 6.3.2 Jenis Kelamin Balita 6.3.3 Perkembangan Balita 6.4 Pola Konsumsi 6.4.1 Pola Konsumsi Balita Gizi Kurang 6.4.2 Pola Konsumsi Balita Gizi Normal 6.5 Tingkat Konsumsi 6.5.1 Tingkat Konsumsi Balita Gizi Kurang 6.5.2 Tingkat Konsumsi Balita Gizi Normal 6.5.3 Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Energi dengan Status Gizi Balita 6.6 Pola Asah, Asih, Asuh 6.6.1 Pola Asah 6.6.2 Pola Asih 6.6.2.1 Interaksi Ibu Anak 6.6.2.2 Peran Orang Tua 6.6.3 Pola Asuh 6.6.3.1 Pangan dan Gizi ix
22 23 24 24 25 26 26 26 27 32 32 32 33 34 34 34 35 36 37 38 39 39 41 44 45 46 47 47 48 50 51 51 53 54 54 55 56 58 58 59 60 61 62 62
6.6.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar 6.6.3.3 Keadaan Tempat Tinggal 6.7 Tabel Signifikansi Antar Variabel Pola Asah, Asih, Asuh
62 64
BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Karakteristik Keluarga 7.1.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua 7.1.2 Pekerjaan Orang Tua 7.1.3 Pendapatan Keluarga 7.1.4 Jumlah Anak 7.1.5 Tingkat Pengetahuan Ibu 7.2 Karakteristik Balita 7.2.1 Umur Balita 7.2.2 Jenis Kelamin Balita 7.3 Pola Konsumsi 7.3.1 Pola Konsumsi Balita Gizi Kurang dan Gizi Normal 7.4 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein 7.4.1 Tingkat Konsumsi Energi 7.4.2 Tingkat Konsumsi Protein 7.5 Perkembangan Balita 7.6 Perbedaan Antar Variabel 7.6.1 Perbedaan Antar Tingkat Pendidikan Orang Tua dengan Status Gizi Balita 7.6.2 Perbedaan Antar Pekerjaan Orang Tua dengan Status Gizi Balita 7.6.3 Perbedaan Antar Tingkat Pendapatan Orang Tua dengan Status Gizi Balita 7.6.4 Perbedaan Jumlah Anak dengan Status Gizi Balita 7.6.5 Perbedaan Antar Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita 7.6.6 Perbedaan Antar Umur Balita dengan Status Gizi Balita 7.6.7 Perbedaan Antar Jenis Kelamin Balita dengan Status Gizi Balita 7.7 Perbedaan Antara Perkembangan Balita dengan Status Gizi Balita 7.8 Perbedaan Antara Tingkat Konsumsi dengan Status Gizi Balita 7.8.1 Tingkat Konsumsi Energi 7.8.2 Tingkat Konsumsi Protein 7.9 Perbedaan Antara Pola Asah, Asih, dan Asuh Dengan Status Gizi Balita 7.9.1 Pola Asah (Stimulasi Mental) 7.9.2 Pola Asih
66 66 66 67 67 68 68 69 69 69 70
x
65
70 71 71 72 73 74 74 75 76 77 77 79 79 80 81 81 81 82 82 83
7.9.2.1 Interaksi Ibu Anak 7.9.2.2 Peran Orang Tua 7.9.3 Pola Asuh 7.9.3.1 Pangan dan Gizi 7.9.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar 7.9.3.3 Keadaan Tempat Tinggal
84 85 85 86 86 86
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan 8.2 Saran
88 88 89
DAFTAR PUSTAKA
90
LAMPIRAN
93
xi
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Tabel
6.1
Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ayah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pekerjaan Ayah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010
6.2 6.3 6.4 6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
6.11
6.12
6.13
6.14
Halaman
xii
35 36 37 38
39
39
40
40
41
42
42
43
44
44
6.15
6.16
6.17
6.18
6.19 6.20
6.21
6.22
6.23
6.24
6.25
6.26
6.27
6.28
6.29
6.30
Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Umur Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Hasil Perkembangan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Hasil Perkembangan Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Frekuensi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Balita Menurut Frekuensi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Tingkat Konsumsi Energi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Tingkat Konsumsi Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Normal Menurut Tingkat Konsumsi Energi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Gizi Normal Menurut Tingkat Konsumsi Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010
xiii
45
45
46
46 47
48
48
49
49
50
51
53
54
55
55
56
6.31
6.32
6.33 6.34
6.35
6.36
6.37
6.38
6.39
6.40
6.41
6.42
6.43
6.44
6.45
Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Energi Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Protein Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Pola Asah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pola Asah Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Interaksi Ibu Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Interaksi Ibu Anak dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Peran Orang Tua di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Peran Orang Tua dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Pangan dan Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Pangan dan Gizi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Perawatan Kesehatan Gizi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Perawatan Kesehatan Dasar dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Distribusi Balita Menurut Keadaan Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabulasi Silang Antara Keadaan Tempat Tinggal dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tabel Signifikansi Perbedaan Pola Asah, Asih, Asuh Pada Balita Usia 24-60 Bulan Pada Status Gizi Kurang dan Status Gizi Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010
xiv
56
57 58
58
59
59
60
61
61
62
63
63
64
64
65
DAFTAR GAMBAR Nomor
Judul Gambar
4.1 5.1
Kerangka Konseptual Kerangka Operasional
Halaman 19 25
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Judul Lampiran Kuesioner Form Food Recall 2 x 24 Hours Form Food Frequency Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 24 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 30 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 36 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 42 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 48 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 54 Bulan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Anak 60 Bulan Hasil Uji Statistik
xvi
Halaman
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
DAFTAR ARTI LAMBANG N n p α % ≥ > < -
: Populasi : Sampel : Tingkat Signifikansi : Tingkat Kesalahan : Persentase : Lebih dari sama dengan : Lebih dari : Kurang dari : Sampai dengan
DAFTAR SINGKATAN AKG ASI BB/U BGM DDTK DKBM DKK Gr KPSP Rp UNICEF URT WHO WFP
: Angka Kecukupan Gizi : Air Susu Ibu : Berat Badan Menurut Umur : Bawah Garis Merah : Deteksi Dini Tumbuh Kembang : Daftar Komposisi Bahan Makanan : Dan Kawan-Kawan : Gram : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan : Rupiah : United Nations Children’s Fund : Ukuran Rumah Tangga : World Health Organization : World Food Programs
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program Lembaga Pangan Dunia (WFP) dalam penelitiannya pada awal tahun 2008 menyebutkan jumlah penderita gizi buruk dan rawan pangan di Indonesia mencapai angka 13 juta. Sedangkan data pemerintah yang disampaikan oleh mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari secara resmi menyebutkan penderita gizi buruk hingga tahun 2007 mencapai angka 4,1 juta, atau naik tiga kali lipat dibanding jumlah penderita yang sama di tahun 2005 yakni 1,67 juta jiwa (Saragih, 2010) Evangelical Lutheran Church di Amerika (2007) menyebutkan di dunia sebanyak 146 juta balita memiliki berat badan kurang. Sebanyak 10,1 juta balita di dunia tiap tahunnya meninggal dunia dikarenakan kelaparan atau dikarenakan penyakit yang berhubungan dengan kelaparan. Tiga dari empat kematian balita di negara berkembang disebabkan oleh malnutrisi atau penyakit yang berhubungan dengan malnutrisi. Jumlah kasus gizi buruk di kota Surabayapun masih tinggi. Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyebutkan, berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2009), hingga Desember ini 1.888 bayi menderita gizi buruk dari 136.000 bayi atau sekitar 1,39% (Anonim, 2009). UNICEF (United Nations Children’s Fund) menyatakan bahwa ada dua penyebab langsung terjadinya kasus gizi buruk, yaitu kurangnya asupan gizi dari makanan dan akibat terjadinya penyakit yang menyebabkan infeksi. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi
1
2
atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan. Malnutrisi yang terjadi akibat penyakit disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat menjadi unsur penting dalam pemenuhan asupan gizi yang sesuai di samping perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak. Pengelolaan lingkungan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai juga menjadi penyebab turunnya tingkat kesehatan yang memungkinkan timbulnya beragam penyakit (Saragih, 2010). Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, perilaku (Almatsier, 2002).
Pemerintah telah berupaya keras untuk mengatasi masalah gizi buruk yang terjadi di negara kita. Pada tahun 2007, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar Rp 600 miliar untuk menangani masalah gizi buruk. Antara lain melalui program pemberian makanan untuk balita dan ibu hamil, penyuluhan kesehatan melalui posyandu, program kesehatan murah bahkan gratis kepada masyarakat. (Saragih, 2010).
Penanggulangan masalah gizi dilakukan melalui berbagai upaya, seperti peningkatan cakupan deteksi gizi buruk melalui penimbangan balita di Posyandu dan
Puskesmas
serta
peningkatan
suplemen
gizi
pada
anak.
Penanggulangan masalah gizi juga dilakukan dengan meningkatkan jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di rumah tangga, Puskesmas dan rumah
3
sakit, serta pembentukan keluarga sadar gizi. Upaya-upaya itu diterjemahkan ke dalam berbagai program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Program pencegahan dan penanggulangan gizi buruk yang telah dilakukan pemerintah, antara lain promosi pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, pemberian makanan tambahan, pemberian suplemen vitamin A dan zat besi, pendampingan keluarga, program pola asuh gizi, dan program keluarga sadar gizi (Siswono, 2008).
1.2 Identifikasi Masalah Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian dan kasih sayang yang akan berdampak terhadap pengembangan fisik, mental dan emosionalnya. Untuk menunjang tumbuh kembang yang optimal, anak harus terpenuhi kebutuhan dasarnya, yaitu asah, asih, dan asuh. Asah adalah kebutuhan akan stimulasi mental. Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini mengembangkan perkembangan mental psikososial: kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moraletika, produktivitas, dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995). Asih adalah kebutuhan emosi/kasih sayang. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjalin rasa aman bagi
4
bayinya. Ini diwujudkan dengan kontak fisik (kulit/mata) dan psikis sedini mungkin, misalnya dengan menyusui bayi secepat mungkin segera setelah lahir. Kekurangan kasih sayang ibu pada tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada tumbuh kembang anak baik fisik, mental maupun social emosi, yang disebut “Sindrom Deprivasi Mental”. Kasih sayang dari orang tuanya (ayah-ibu) akan menciptakan ikatan yang erat (bonding) dan kepercayaan dasar (basic trust) (Soetjiningsih, 1995). Asuh adalah kebutuhan fisik biomedis, meliputi: pangan/gizi merupakan kebutuhan terpenting, perawatan kesehatan dasar, papan/pemukiman yang layak, hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang, kesegaran jasmani, rekreasi, dan lain-lain (Soetjiningsih, 1995). Dinas Kesehatan Kota Surabaya (2008) mendapatkan data bahwa 15,25% balita di wilayah kerja Puskesmas Peneleh berada pada bawah garis merah (BGM), 3,74% mempunyai status gizi kurang dan sebesar 1,35% balita mempunyai status gizi buruk. Banyaknya kasus gizi buruk, membuat kita perlu memperhatikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
status
gizi
termasuk
didalamnya pola asah, asih, dan asuh ibu terhadap balita. Agar balita mendapatkan gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang. Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Salah satu program Puskesmas adalah untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak secara seksama telah banyak dijelaskan oleh Puskesmas dengan melaksanakan
5
Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang dilaksanakan secara teratur. Hasil DDTK menunjukkan, tidak semua anak dengan status gizi baik memiliki perkembangan yang sesuai bahkan didapatkan perkembangan yang menyimpang. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tersebut (Anik Sugianti, 2007). Berdasarkan hal tersebut, penelitian mengenai “Perbedaan pola asah, asih, asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal” perlu untuk dilakukan. 1.3 Rumusan Masalah Dari latar belakang dan identifikasi masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahannya yaitu “Apakah ada perbedaan pola asah, asih, dan asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal?”
BAB II TUJUAN DAN MANFAAT 2.1 Tujuan Penelitian 2.1.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pola asah, asih, asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 2.1.2 Tujuan Khusus 1. Mempelajari karakteristik keluarga balita dan balita. 2. Mempelajari pola asah asih, dan asuh. 3. Menganalisis perbedaan pola asah, asih, dan asuh pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 2.2 Manfaat Penelitian 2.2.1 Bagi Peneliti Dapat menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama masa perkuliahan, memperluas wawasan dan menambah pengalaman belajar selama penelitian. 2.2.2 Bagi Fakultas Sarana dalam meningkatkan pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak agar tercapai derajat kesehatan yang optimal.
6
7
2.2.3 Bagi Institusi Sebagai informasi untuk menentukan kebijakan selanjutnya di dalam pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak. 2.2.3 Bagi Masyarakat khususnya Responden Dapat mengetahui tentang pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga bisa dijadikan informasi dalam membantu pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kebutuhan Dasar Balita Menurut Tanuwidjaya (2002), kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara garis besar dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu: 1. Kebutuhan latihan/rangsangan/bermain (asah) 2. Kebutuhan akan kasih sayang/emosi (asih) 3. Kebutuhan fisis-biomedis (asuh) 3.1.1 Pola Asah Kebutuhan stimulasi merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang banyak mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang mendapatkan stimulasi. Pemberian stimulasi ini sudah dapat diberikan sejak masa pranatal, dan setelah lahir dengan cara menetekkan bayi pada ibunya sedini mungkin (Nursalam dkk, 2005). Stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (asah) ini mengembangkan perkembangan mental psikososial, kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-etika, produktivitas, dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995). 3.1.2 Pola Asih Hubungan yang erat, mesra, dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik
fisik,
mental,
maupun
psikososial.
8
Berperannya
dan
kehadiran
9
ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjamin rasa aman bagi bayinya (Soetjiningsih, 1995). Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang dapat dimulai sedini mungkin. Sejak anak berada dalam kandungan, perlu diupayakan kontak psikologis antara ibu dan anak. Setelah lahir, upaya tersebut dapat dilakukan dengan mendekapkan bayi ke dada ibu segera setelah lahir (Nursalam dkk, 2005). Keadaan ini akan menimbulkan kontak fisis (kontak kulit) dan psikis (kontak mata) sedini mungkin (Tanuwidjaya, 2002). Ikatan emosi dan kasih sayang yang erat antara ibu/orang tua dengan anak sangat penting, karena berguna untuk menentukan perilaku anak di kemudian hari, merangsang perkembangan otak anak, serta merangsang perhatian anak terhadap dunia luar (Nursalam dkk, 2005). 3.1.3 Pola Asuh Anak terus berkembang baik secara fisik maupun secara psikis untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat terpenuhi bila orang tua dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan memperlakukan anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikis anak, disamping menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan fisiknya. Hubungan orang tua dengan anak ditentukan oleh sikap, perasaan dan keinginan terhadap anaknya. Sikap tersebut diwujudkan dalam pola asuh orang tua di dalam keluarga (Direktorat PADU, 2002). 3.1.3.1 Pangan dan Gizi Pangan adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan pada saat anak sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat
10
terutama pertumbuhan otak. Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otak (Tanuwidjaya, 2002). Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan energi bagi pemeliharaan, pertumbuhan
kerja, dan penggantian
jaringan tubuh yang rusak. Pangan juga dapat diartikan sebagai bahan sumber gizi. Kehidupan manusia tidak mungkin tanpa adanya ketersediaan bahan makanan. Manusia harus makan secukupmya dan memenuhi gizi untuk mempertahankan kehidupannya. Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling asasi atau kebutuhan pokok (basic need) (Budiyanto, 2002). Susunan pangan dalam makanan yang seimbang adalah susunan bahan pangan yang dapat menyediakan zat gizi penting dalam jumlah cukup yang diperlukan tubuh untuk tenaga, pemeliharaan, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan. Banyaknya gizi yang diperlukan berbeda antara satu orang dengan orang lain disebabkan berbagai faktor, tapi fungsi gizi pada pokoknya sama untuk semua orang (Budiyanto, 2002). 3.1.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar Menurut Soetjiningsih (1995) perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja kalau anak sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan akan menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang mencakup aspek-aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Perawatan kesehatan dasar dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi morbiditas dan
11
mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Pelaksanaan imunisasi lengkap diharapkan mampu mencegah timbulnya penyakitpenyakit yang menimbulkan kesakitan dan kematian (Tanuwidjaya, 2002). 3.1.3.3 Keadaan Tempat Tinggal Tempat tinggal yang layak akan membantu anak untuk betumbuh dan berkembang secara optimal. Tempat tinggal yang layak tidak berarti rumah yang berukuran besar, tetapi bagaimana upaya kita untuk mengatur rumah menjadi sehat, cukup ventilasi, serta terjaga kebersihan dan kerapiannya, tanpa memperdulikan berapapun ukurannya (Nursalam dkk, 2005). Kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat ditujukan untuk membuat lingkungan menjadi layak untuk tumbuh kembang, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan (Tanuwidjaya, 2002). 3.2 Status Gizi Balita 3.2.1 Definisi Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa dkk, 2002). Konsumsi berpengaruh terhadap status gizi seseorang (Almatsier, 2002).
12
3.2.2 Klasifikasi Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2002). Status gizi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok utama, yaitu: 1. Status Gizi Lebih Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan di dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu faktor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati, dan kantung empedu (Almatsier, 2002). Budiyanto (2002) mendefinisikan status gizi lebih adalah keadaan patologis (tidak sehat) yang disebabkan kebanyakan makan, mengkonsumsi energi lebih banyak daripada yang diperlukan tubuh untuk jangka waktu yang panjang. 2. Status Gizi Baik Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2002). Menurut Budiyanto (2002) status gizi baik adalah kondisi pada saat asupan gizi seimbang dengan kebutuhan gizi seseorang yang bersangkutan. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan oleh kebutuhan gizi basal, kegiatan, dan pada keadaan fisiologis tertentu serta dalam keadaan sehat.
13
3. Status Gizi Kurang Status gizi kurang terjadi bila tubuh kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Akibat kurang gizi terhadap proses tumbuh bergantung pada zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, perilaku (Almatsier, 2002). Adapun Budiyanto (2002) mengartikan gizi kurang merupakan keadaan tidak sehat (patologis) yang timbul karena tidak cukup makan dengan demikian konsumsi energi dan protein kurang selama jangka waktu tertentu. Berat badan yang menurun adalah tanda utama dari gizi kurang (Budiyanto, 2002). 4. Status Gizi Buruk Status gizi buruk terjadi apabila hampir semua penyakit gizi kurang diderita seseorang (Apriadji, 1986). 3.2.3 Penilaian dan Pengukuran Gizi Penilaian status gizi bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian Status Gizi secara langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 yaitu survey konsumsi makan, statistik vital, faktor ekologi (Supariasa dkk, 2002). Penilaian status gizi secara langsung: 1. Pengukuran Antropometri Secara umum artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai tingkat umur dan tingkat
gizi.
Antropometri
secara
umum
digunakan
untuk
melihat
14
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Keridakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk, 2002). 2. Pengukuran Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perunbahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissue) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit (Supariasa dkk, 2002). 3. Pengukuran Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadinya keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik (Supariasa dkk, 2002).
15
4. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode psg dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night blindnes). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa dkk, 2002). Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung 1. Survei Konsumsi Makan Survei konsumsi makanan merupakan pengukuran status gizi dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi dalan satu satuan tertentu. Survei konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada tingkat kelompok, rumah tangga, dan perorangan serta faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan tersebut (Supariasa dkk, 2002). 2. Statistik Vital Penilaian status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberata statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat (Supariasa dkk, 2002). 3. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
16
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Supariasa dkk, 2002). 3.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Menurut Budiyanto (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah produk pangan (jumlah dan jenis makanan), pembagian makanan atau pangan, akseptabilitas, prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, pantangan pada makanan tertentu, kesukaan pada jenis makanan tertentu, keterbatasan ekonomi, kebiasaan makan, selera makan, dan pengetahuan gizi. Ditinjau dari kecukupan dan ketidakcukupan zat gizi yang masuk ke dalam tubuh yang lebih lanjut akan menentukan status gizi atau tingkat kesehatan seseorang dipengaruhi banyak faktor (Apriadji, 1986). 1. Pekerjaan dan pendapatan orang tua Pendapatan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga akan bahan makanan yang bergizi karena penghasilan / pendapatan menentukan jenis pangan yang akan dibeli (Berg dalam Kholifah, 2002). Keluarga dengan pendapatan terbatas besar kemungkinan kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya sejumlah yang diperlukan tubuh. Setidaknya keanekaragaman bahan makanan kurang bisa dijamin. Banyak sebab yang turut berperanan dalam menentukan besar-kecilnya pendapatan keluarga. Keterbatasan kesempatan kerja yang bisa segera menghasilkan uang, biasanya pekerjaan di luar usaha tani, juga sangat mempengaruhi besar-kecilnya pendapatan keluarga (Apriadji, 1986). 2. Tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi Masalah penting yang menyebabkan adanya kekurangan gizi adalah ketiadaan informasi yang memadai. Sekalipun kurangnya daya beli merupakan
17
halangan utama, tetapi sebagian kekurangan gizi akan bisa diatasi kalau orang mengetahui bagaimana seharusnya memanfaatkan sumber yang dimiliki (Berg dalam Kholifah, 2002). Faktor tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh (Apriadji, 1986). Sebagian kejadian gizi buruk dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang cara memelihara gizi dan mengatur makan anak. Ketidaktahuan baik yang berdiri sendiri maupun yang berkaitan dengan kemiskinan, menimbulkan salah paham tentang cara perawatan bayi dan anak yang benar, juga salah mengerti tentang penggunaan bahan pangan tertentu dan cara mengatur makan anggota keluarga yang sedang sakit (Arisman, 2004). 3. Jumlah anggota keluarga Keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang amat dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Anak-anak yang lebih kecil seringkali mendapatkan jatah makan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakaknya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi suap yang lebih besar pula. Anak yang terlalu banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana tenang di dalam rumah. Lingkungan keluarga yang selalu ribut akan mempengaruhi ketenangan jiwa, dan ini secara tidak langsung akan menurunkan nafsu makan anggota keluarga lain yang terlalu peka terhadap suasana yang kurang menyenangkan (Apriadji, 1986). 4. Faktor lingkungan Salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dibandingkan faktor yang lain adalah kebersihan lingkungan. Kebersihan lingkungan memang bukanlah
18
faktor yang langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang, tetapi faktor ini justru cukup besar peranannya. Menjaga kebersihan lingkungan yang merupakan tempat hidup cacing dan jasad-jasad renik sangat penting. Jumlah makanan yang mencukupi kandungan zat gizi yang baik sekalipun tidak akan memperbaiki status gizi seseorang jika orang tersebut cacingan (Apriadji, 1986).
BAB IV KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 4.1 Kerangka Konseptual Karakteristik keluarga: 1. Pendidikan orang tua
2. Pekerjaan orang tua
Pola asuh: 1. Pangan dan gizi 2. Perawatan kesehatan dasar
3. Keadaan tempat tinggal
3. Pendapatan keluarga 4. Jumlah Anak
Penyediaan makanan
Karakteristik balita:
5. Tingkat Pengetahuan Ibu
Pola konsumsi:
1. Umur
1. Jenis
2. Jenis kelamin
2. Frekuensi
4. Hygiene perorangan 5. Sandang 6. Kesehatan jasmani
Nafsu makan anak Tingkat konsumsi: 1. Energi
Pola asih 1. Interaksi ibu anak
Keterikatan emosi antara ibu dan anak
2. Protein
2. Peran orang tua Pola asah: 1. Stimulasi mental
Status gizi dengan index BB/U
19
Status kesehatan
20 Keterangan :
= diteliti
= tidak diteliti
Menurut Apriadji (1986) status gizi dipengaruhi oleh banyak faktor. Ada faktor gizi internal dan faktor gizi ekternal. Pekerjaan, pendapatan, tingkat pendidikan dan pengetahuan termasuk dalam faktor eksternal gizi. Adapun tingkat konsumsi, dan status kesehatan termasuk dalam faktor internal gizi. Di sisi lain, anak terus berkembang baik secara fisik maupun secara psikis untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat terpenuhi bila orang tua dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan memperlakukan anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikis anak, disamping menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan fisiknya. Menurut Soetjiningsih (1995), makanan dan proses makan tidak sekedar pemenuhan kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan dan mempertahankan hidup, tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan kognitif anak dalam ketrampilan makan, kebiasaan makan, dan pengetahuan tentang gizi. Pembentukan ini semua membutuhkan peran serta ibu dalam melaksanakan pola asah, asih, dan asuh terhadap balitanya. 4.2 Hipotesis Penelitian Ada perbedaan pola asah, asih, asuh pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal.
BAB V METODE PENELITIAN
5.1 Jenis dan Rancang Bangun Penelitian Berdasarkan proses penelitiannya termasuk penelitian analitik, karena data atau fakta diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran terhadap gejala dan fenomena dari subyek penelitian, untuk menguraikan tentang pola asah, asih, asuh balita serta perbedaannya pada status gizi kurang dan status gizi normal. Desain penelitian berupa studi crossectional, karena variabel independen dan variabel dependen pada objek penelitian diamati atau diukur dalam waktu yang bersamaan atau pada suatu saat sekaligus. Berdasarkan tempat penelitian, termasuk penelitian lapangan karena pengamatan dan pengukuran variabel penelitian dilakukan di lapangan atau lokasi penelitian. Rancang bangun penelitian ini adalah observasional komparasi karena dilaksanakan dengan cara pengamatan atau pengukuran pada objek penelitian yang berstatus gizi kurang dan status gizi normal. 5.2 Populasi Penelitian Semua balita berusia 24-60 bulan dan berada di wilayah kerja Puskesmas Peneleh, Surabaya, Jawa Timur yang berjumlah 900 balita.
21
22
5.3 Sampel Penelitian, Besar Sampel, Cara Penentuan Sampel dan Cara Pengambilan Sampel 5.3.1 Sampel Penelitian Sampel dari penelitian ini adalah balita yang telah di-screening sesuai kriteria pada subpopulasi di wilayah kerja Puskesmas Peneleh, Surabaya, Jawa Timur. 5.3.2 Besar Sampel Untuk menentukan besar sampel dapat diperoleh dengan menggunakan rumus penelitian sebagai berikut dengan koreksi kontinuitas: n’ =
[Z1/2α√PQ-Z(1-β)√P1Q1+P2Q2]2 (P2 – P1)2
koreksi kontinuitas : 2 n = n1 = n2 =
n’ + |P2-P1|
Keterangan: n’
: Besar sampel balita pada masing-masing sub-populasi sebelum koreksi kontinuitas
n
: Besar sampel balita pada masing-masing sub-populasi
n1
: Besar sampel balita dengan status gizi normal
n2
: Besar sampel balita dengan status gizi kurang
Z½α
: Harga kurva normal yang tergantung dari α = 5% derajat kepercayaan = 95% Æ -1,96
Z(1-β)
: Harga kurva normal yang tergantung dari β = 10% derajat kepercayaan = 90% Æ 1,285
p1 dan q1 : Proporsi pada sub-populasi balita dengan status gizi kurang
23
p1 = 0,8 ; q1 =1-p1= 0,2 p2 dan q2 : Proporsi pada sub-populasi balita dengan status gizi normal p2 = 0,2 ; q2 =1-p2= 0,8 P
: Rata-rata proporsi dari kedua populasi
Q
:1–P
Jadi, besar sampel untuk penelitian ini adalah : [(-1,96) √2 (0,5)(0,5) – (1,285) √ (0,8)(0,2)+(0,2)(0,8)]2 n’
= (0,8- 0,2)2 4,46 = 0,36 =
12,4 ≈ 13
koreksi kontinuitas : n’ maka
=
|P2-P1|
= 13 * |0,2-0,8|
= 7,8 ≥ 4
: 2
n = n1 = n2 = 13 + |0,2-0,8| = 16,33 ≈ 17 5.3.3 Cara Penentuan Sampel Cara penentuan sampel dengan tahapan sebagai berikut : 1.
Mendaftar semua balita usia 24-60 bulan di lokasi penelitian.
2.
Melakukan screening yaitu penentuan status gizi balita secara antropometri.
3.
Berdasarkan hasil pemeriksaan antropometri, balita usia 24-60 bulan kemudian dikelompokkan menjadi 2 sub populasi:
24
Sub populasi I: Terdiri dari balita berusia 24-60 bulan, tidak dalam keadaan sakit, sudah disapih (tidak mendapat ASI lagi), dengan status gizi kurang. Sub populasi II: Terdiri dari balita berusia 24-60 bulan, tidak dalam keadaan sakit, sudah disapih (tidak mendapat ASI lagi), dengan status gizi normal. 4.
Membuat kerangka operasional.
5.
Menentukan besar sampel dengan rumus. Besar sampel kelompok I sama dengan besar sampel kelompok II.
5.3.4 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling. Metode pengambilan sampel dengan cara mengundi seperti arisan dan nomor yang keluar adalah nomor yang akan dijadikan responden. 5.4 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini di wilayah kerja Puskesmas Peneleh, Surabaya, Jawa Timur. Waktu penelitian dimulai bulan Mei - Juni.
25
5.5 Kerangka Operasional Populasi Balita umur 24-60 bulan N = 900 balita
Screening: 1. Umur 24-60 bulan 2. Status gizi (BB/U) a. Status gizi kurang b. Status gizi normal
Sub Populasi I
Balita umur 24-60 bulan Status gizi kurang N1=174 balita
Sub Populasi II Balita umur 24-60 bulan Status gizi normal N2=726 balita
Simple Random Sampling
Simple Random Sampling Sampel Balita II Status gizi normal n=17 balita
Sampel Balita I Status gizi kurang n=17 balita
Dilakukan: 1. Wawancara a. Karakteristik Keluarga : Pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan tingkat pengetahuan ibu. b. Karakteristik Balita : Umur dan jenis kelamin 2. Wawancara dan Observasi a. Food Frequency b. Food Recall 2 x 24 Hours c. Kuesioner Pra Skrining Perkembangan Analisis Statistik (ada perbedaan atau tidak)
Gambar 5.1
Kerangka Operasional
26
Populasi balita adalah semua balita yang berumur 24-60 bulan yang
berjumlah 900 balita di lokasi penelitian. Kemudian dilakukan screening balita berumur 24-60 bulan dan ditentukan status gizinya secara antropometri, kemudian dikelompokkan menjadi dua sub populasi yaitu balita dengan status gizi kurang sebanyak 174 balita dan balita dengan status gizi normal sebanyak 726 balita. Penentuan besar sampel dengan rumus simple random sampling sehingga dari kedua populasi didapatkan sampel balita sebanyak 17 balita dengan status gizi kurang dan 17 balita dengan status gizi normal. Dilakukan wawancara karakteristik keluarga yang meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pendapatan keluarga, jumlah anak, dan tingkat pengetahuan ibu serta wawancara karakteristik balita meliputi umur dan jenis kelamin. Melakukan analisis statistik ada perbedaan atau tidak ada perbedaan.
5.6 Variabel, Cara Pengukuran, dan Definisi Operasional 5.6.1 Variabel Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas
: pola asah, asih, asuh
2. Variabel terikat
: status gizi balita
5.6.2 Cara Pengukuran Cara pengukuran variabel dalam penelitian dilakukan dengan cara: 1.
Status gizi balita diukur dengan menggunakan Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) dibandingkan dengan standar baku WHO-2005.
2.
Pola konsumsi diukur dengan menggunakan form food frequency.
27
3.
Tingkat konsumsi balita dengan form food recall 2 x 24 hours menggunakan DKBM dan dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi) 2004.
4.
Wawancara dengan kuesioner pada ibu balita menyangkut penjabaran dari variabel pada pola asah, asih, asuh.
5.
Pengukuran perkembangan balita usia 24-60 bulan dengan menggunakan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP).
5.6.3 Definisi Operasional Tabel 5.2 Variabel, Definisi Operasional, Cara Pengukuran dan Skala Data Variabel
Definisi Operasional
Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan formal pendidikan terakhir ayah ayah
Tingkat pendidikan ibu
Pendidikan formal terakhir ibu
Jenis pekerjaan ayah
Pekerjaan utama yang dilakukan ayah
Cara Pengukuran
Wawancara dengan kuesioner dan diklasifikasikan menjadi : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Akademik/PT Wawancara dengan kuesioner dan diklasifikasikan menjadi : 1. SD 2. SMP 3. SMA 4. Akademik/PT Wawancara dengan menggunakan kuesioner dan diklasifikaikan menjadi: 1. Tidak bekerja 2. Buruh 3. Pedagang/wiraswasta 4. Pegawai swasta 5. PNS 6. Lain-lain
Skala Data
Ordinal
Ordinal
Nominal
28
Variabel
Definisi Operasional
Cara Pengukuran
Skala Data
Jenis pekerjaan ibu
Pekerjaan utama yang dilakukan ibu
Wawancara dengan menggunakan kuesioner dan diklasifikasikan menjadi : 1. Tidak bekerja 2. Buruh 3. Pedagang/wiraswasta 4. Pegawai swasta 5. PNS 6. Lain-lain
Nominal
Pendapatan keluarga
Semua penghasilan Wawancara dengan kuesioner dan orang tua selama 1 diklasifikasikan menjadi : bulan 1. ≤UMK Rp 1.031.500,00 2. >UMK Rp 1.031.500,00 (www.surya.co.id) Jumlah anak yang Wawancara dengan kuesioner dan tinggal bersama diklasifikasikan menjadi : dalam satu rumah 1. ≤2 orang 2. >2 orang
Interval
Tingkat pemahaman ibu tentang gizi anak
Wawancara dengan kuesioner kemudian diskoring. Jika benar1, Jika salah nilai 0, dan dikategorikan menjadi: 1.Rendah (<60%) 2.Sedang (60-80%) 3.Tinggi (>80%) (Baliwati, dkk,2004)
Ordinal
Wawancara dengan kuesioner dan dinyatakan dalam bulan
Interval
Wawancara dengan kuesioner dan dikategorikan menjadi: 1.Laki-laki 2.Perempuan
Nominal
Jumlah anak
Tingkat pengetahuan ibu
Karakteristik Balita Umur balita Bulan semenjak dilahirkan hingga dilakukan penelitian dengan kategori 24-60 bulan Jenis kelamin Ciri karakteristik yang menggambarkan bahwa balita tersebut laki-laki atau perempuan
Rasio
29
Variabel Pola konsumsi
Tingkat konsumsi
Asah Stimulasi mental
Definisi Operasional
Cara Pengukuran
Jenis, jumlah dan frekwensi bahan makanan yang dikonsumsi oleh balita
Wawancara dengan bantuan form food frequency yang dikategorikan menjadi: 1. Jenis bahan makanan 2. Frekuensi bahan makanan a. Tidak pernah b. 1x/hari c. >1x/hari d. 1x/minggu e. >1x/minggu f. 1x/bulan g. >1x/bulan h. 1x/tahun Asupan energi dan Wawancara dengan bantuan form food protein dalam recall, kemudian dikonversikan menjadi sehari dibandingkan kandungan zat gizi dengan menggunakan dengan AKG DKBM, dibandingkan dengan AKG dan diklasifikasikan menjadi: 1. Baik : ≥100% AKG 2. Sedang : 80-99% AKG 3. Kurang : 70-80% 4. Defisit : <70% (Supariasa dkk, 2002) Rangsangan yang diberikan ibu kepada anak
Wawancara menggunakan kuesioner dan diklasifikasikan: 1.<60 : kurang 2.60-80: sedang 3.>80 : baik
Skala Data
Ordinal Ordinal
Ordinal
Ordinal
30
Variabel Asih
Definisi Operasional Kebutuhan emosi atau kasih sayang
Cara Pengukuran Wawancara menggunakan kuesioner dan diklasifikasikan: 1.Baik apabila minimal antara interaksi ibu anak dengan peran orang tua salah satu kategorinya adalah baik. 2.Sedang apabila interaksi ibu anak dengan peran orang tua keduanya adalah sedang atau salah satunya sedang sementara yang lain baik atau salah satunya baik yang lain kurang. 3.Kurang apabila antara interaksi ibu anak dengan peran orang tua kurang atau salah satunya sedang sementar ayang lain kurang.
Skala Data Ordinal
Interaksi ibu anak
Pengasuhan yang memahami kebutuhan anak
Wawancara menggunakan kuesioner dan diklasifikasikan: 1.<60 : kurang 2.60-80 : sedang 3.>80 : baik
Ordinal
Peran orang tua
Partisipasi orang tua terhadap setiap kegiatan anak
Wawancara menggunakan kuesioner dan diklasifikasikan: 1. Ya 2. Tidak
Ordinal
Asuh
Kebutuhan fisik biomedis
Wawancara menggunakan kuesioner dan Ordinal diklasifikasikan: 1.Baik apabila pangan dan gizinya baik, ada perawatan kesehatan dasarnya dan keadaan tempat tinggalnya memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat. 2.Sedang apabila pangan dan gizinya baik, namun tidak ada perawatan kesehatan dasarnya, dan tempat tinggalnya minimal tidak memenuhi syarat atau minimal pangan dan gizinya sedang, ada perawatan kesehatan dasarnya, dan keadaan tempat tinggalnya minimal tidak memenuhi syarat. 3.Kurang apabila pangan dan gizinya maksimal sedang, tidak ada perawatan kesehatan dasarnya, dan keadaan
31
Variabel
Definisi Operasional
Cara Pengukuran tempat tinggalnya memenuhi syarat.
minimal
Skala Data tidak
Pangan dan gizi
Asupan nutrisi yang Wawancara menggunakan kuesioner dan diperoleh balita diklasifikasikan: 1.<60 : kurang 2.60-80 : sedang 3.> 80 : baik
Perawatan kesehatan dasar
Berbagai informasi mengenai pelayana kesehatan
Wawancara menggunakan kuesioner dan Ordinal diklasifikasikan: 1. Ada 2. Tidak
Keadaan tempat tinggal
Keadaan tempat yang ditempati oleh satu keluarga
Wawancara menggunakan kuesioner dan Ordinal dihitung dengan menggunakan skoring dengan klasifikasi penilaian: 1. >60 : memenuhi syarat 2. <60 : tidak memenuhi syarat
Status gizi
Tingkat keadaan gizi balita dengan menggunakan indeks BB/U
Pengukuran dilakukan secara Ordinal antropometri dengan indeks BB/U dan diklasifikasikan : 1. Gizi lebih (>+2SD) 2. Gizi baik/normal (+2SD sampai dengan 2 SD) 3. Gizi kurang (<-2SD) 4. Gizi buruk (<-3SD) (WHO 2005)
Keterangan : Perhitungan nilai tingkat pengetahuan ibu Total nilai = Jumlah nilai benar x 100% Jumlah soal
Ordinal
32
5.7 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 5.7.1 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan melakukan : 1. Data responden didapatkan dari hasil wawancara dan kuesioner. 2. Data pola konsumsi makan dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan form food frequency. 3. Data tingkat konsumsi dikumpulkan dengan form food recall 2 x 24 Hours kemudian dihitung konsumsi energi dan protein. 4. Pengukuran perkembangan balita usia 24-60 bulan dengan menggunakan kuesioner pra skrining perkembangan (KPSP). 5. Data mengenai status gizi diperoleh dengan pengukuran secara langsung dengan menggunakan timbangan bathroom scale. Sedangkan data sekunder meliputi data geografis daerah penelitian serta data lain yang diperlukan sesuai maksud dan tujuan penelitian. 5.7.2 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Kuesioner untuk wawancara Salah satu instrumen yang membantu peneliti dalam pengumpulan data primer dalam wawancara yaitu kuesioner, food frequency dan form food recall 2 x 24 hours, dan kuesioner pra skrining perkembangan.
33
2. Timbangan injak (Bathroom Scale) Salah satu instrumen yang membantu penelitian dalam pengumpulan data primer yaitu Timbangan Injak (Bathroom Scale) untuk menimbang berat badan. 3. Microtoise Salah satu instrumen yang membantu penelitian dalam pengumpulan data primer yaitu microtoise untuk menimbang tinggi badan.
5.8 Teknik Pengolahan dan Analisa Data Data tentang gambaran umum keluarga balita (gambaran umum tersebut berupa karakteristik keluarga dan tingkat konsumsi). Data balita meliputi umur, jenis kelamin, dan berat badan balita. Sedangkan, data pola asah, asih, asuh data yang diperoleh dari wawancara, kuesioner, dan hasil tersebut akan diolah dengan menggunakan tabulasi silang menurut variabel penelitian kriteria tertentu. Untuk menganalisis variabel-variabel digunakan uji statistik chi square, mann whitney, dan t-test dengan α=5 %. Pola makan yang diperoleh dengan menggunakan form food frequency, kemudian dihitung secara manual dengan tabel distribusi frekuensi. Tingkat konsumsi yang diperoleh dengan menggunakan form food recall 2x24 Hours dan dihitung tingkat konsumsi energi dan proteinnya dan dianalisis antara balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal dengan menggunakan uji statistik mann whitney dengan α=5%.
BAB VI HASIL PENELITIAN
6.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik masyarakat wilayah kerja Puskesmas Peneleh terdiri dari kondisi geografi, demografi, sosial ekonomi, sosial budaya, dan sarana kesehatan. 6.1.1 Keadaan Geografi a. Kode Puskesmas Peneleh
: 13301401
b. Puskesmas Peneleh terletak di : Jl. Makam Peneleh 35, Kelurahan Peneleh, Kecamatan Genteng. Telp. (031) 5343473. Surabaya. c. Batas Wilayah
:
Sebelah Utara
: Kecamatan Pabean Cantikan
Sebelah Timur
: Kelurahan Ketabang, Kecamatan Simokerto
Sebelah Selatan : Kecamatan Tegalsari, Kelurahan Embong Kaliasin Sebelah Barat
: Kecamatan Sawahan, Kecamatan Bubutan
d. Posisi Geografis
: Surabaya Pusat
e. Luas Wilayah Kerja : 133 ha, yang terdiri 3 wilayah kelurahan, yaitu: - Kelurahan Peneleh
: 45 ha
- Kelurahan Genteng
: 53 ha
- Kelurahan Kapasari
: 35 ha
f. Kondisi Wilayah Puskesmas : Secara umum kondisi wilayah kerja Puskesmas Peneleh termasuk daerah dataran rendah. g. Curah Hujan
: Sedang.
34
35
6.1.2 Keadaan Demografi a. Jumlah penduduk 1. Jumlah penduduk seluruhnya : 46.244 orang. 2. Jumlah kepala keluarga
: 12.449 KK.
b. Distribusi penduduk 1. Distribusi menurut jenis kelamin Perbandingan jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin menurut profil Puskesmas Peneleh Tahun 2009 menyatakan bahwa terdapat 46.244 jiwa penduduk dengan jumlah laki-laki 22.973 jiwa (49,68%) dan perempuan 23.271 jiwa (50,32%). 2. Distribusi menurut kelompok umur Perbandingan komposisi penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 6.1 berikut : Tabel 6.1 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jumlah Jiwa
Kelompok Umur 0 – 5 tahun 6 – 9 tahun 10 – 16 tahun 17 tahun 18-25 tahun 26 – 40 tahun 41 – 59 tahun >60 tahun
Jumlah
N 4.759 4.405 7.595 5.327 6.059 7.060 7.821 3.218
% 10,29 9,53 16,42 11,52 13,10 15,27 16,91 6,9
46.244
100,00
Sumber : Data sekunder Kelurahan Peneleh, Genteng, dan Kapasari Bulan Desember 2009
Berdasarkan data pada tabel 6.1 diatas dapat diketahui bahwa golongan umur yang paling banyak adalah kelompok usia 41-59
36
tahun, yaitu sebanyak 7.821 orang (16,91%). Sedangkan golongan umur yang paling sedikit adalah kelompok usia >60 tahun, yaitu sebanyak 3.218 orang (6,9%). 6.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi 1. Jenis Pekerjaan Pekerjaan dari penduduk Puskesmas Peneleh cukup bervariasi, dapat dilihat pada tabel 6.2 berikut pada tabel berikut : Tabel 6.2 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 No
Jumlah Jiwa
Mata Pencaharian
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
TNI POLRI PNS/BUMN/BUMD Wiraswasta/pedagang Pegawai swasta Buruh Tukang Fakir miskin Purnawirawan TNI/POLRI Pensiunan PNS/BUMN/BUMD 11. Lain-lain Jumlah
N 166 72 2.293 10.918 2.855 903 1.500 1.191 118 1.019
% 0,48 0,21 6,68 31,80 8,32 2,63 4,37 3,47 0,34 2,97
13.295 34.330
38,73 100,00
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Peneleh, Genteng, dan Kapasari Bulan Desember 2009
Berdasarkan data pada tabel 6.2 diatas, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk tersebut bekerja dengan kategori jenis pekerjaan lain-lain yaitu sebanyak 10.918 orang (31,80%), dan sebagian kecil penduduk bekerja sebagai POLRI yaitu sebanyak 72 orang (0,21%).
37
6.1.4 Kondisi Sosial Budaya 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Peneleh cukup beragam. Sumber daya manusia penduduk di wilayah kerja Puskesmas Peneleh dapat dilihat pada tabel 6.3 berikut : Tabel 6.3 Distribusi Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 No
Tingkat Pendidikan
1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD 3. Tidak tamat SLTP 4. Tidak tamat SLTA 5. Tidak tamat Akademi 6. Tidak tamat Perguruan Tinggi 7. Tamat SD/Sederajat 8. Tamat SLTP/Sederajat 9. Tamat SLTA/Sederajat 10. Tamat akademi 11. Tamat D-1 12. Tamat D-2 13. Tamat D-3 14. Tamat S1 15. Tamat S2 16. Tamat S3 Jumlah
Jumlah Jiwa N % 67 0,17 778 1,98 785 2,00 781 1,99 127 0,32 144 0,37 10.772 27,44 10.533 26,83 8.238 20,99 2.082 5,30 695 1,77 658 1,68 734 1,87 2.302 5,86 524 1,33 31 0,08 39.251 100,00
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Peneleh, Genteng, dan Kapasari Bulan Desember 2009
Berdasarkan data pada tabel 6.3 diatas, menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Peneleh tersebut adalah tamat SD/Sederajat yaitu sebanyak 10.772 orang (26,83%), dan sebagian kecil adalah tamat S3 yaitu sebanyak 31 orang (0,08%).
38
2.
Agama Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Peneleh
menurut agama yang dianut terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dapat dilihat pada tabel 6.4 berikut : Tabel 6.4 Distribusi Penduduk Menurut Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh Tahun 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah
Jumlah
Agama N 28.760 9.979 3.687 612 3.205 46.243
Islam Kristen Katolik Hindu Budha
% 62,2 21,6 8,0 1,3 6,9 100,0
Sumber : Data Sekunder Kelurahan Peneleh, Genteng, dan Kapasari Bulan Desember 2009
Berdasarkan tabel 6.4 menunjukkan bahwa sebagian besar agama penduduk di wilayah kerja Puskesmas Peneleh adalah Islam yaitu sebanyak 28.760 orang (62,2%). Sedangkan penduduk yang beragama Kristen sebanyak 9.979 orang (21,6%), Katolik sebanyak 3.687 orang (8,0%), Budha sebanyak 3.205 orang (6,9%), dan Hindu sebanyak 612 orang (1,3%). 6.1.5 Sarana Kesehatan Pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Peneleh didukung oleh beberapa sarana kesehatan yang lain. Sarana kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Peneleh antara lain puskesmas induk sebanyak 1 buah, puskesmas pembantu 1 buah, dokter praktik 38 orang, bidan praktik 2 orang, apotek sebanyak 14 buah, dan terdapat tukang gigi 1 orang di sekitar wilayah tersebut.
39
6.2 Gambaran Umum Responden 6.2.1 Tingkat Pendidikan Orang Tua Tingkat pendidikan ayah adalah beragam. Tingkat pendidikan ayah dapat dilihat pada tabel 6.5. Tabel 6.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ayah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Akademi / PT Jumlah
n 9 4 17 4 34
% 26,48 11,76 50,00 11,76 100,00
Tabel 6.5 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar ayah balita memiliki tingkat pendidikan setaraf SMA yakni sebesar 50%, dan sebagian kecil ayah balita berpendidikan SMP dan Akademi/PT yakni sebesar 11,76%. Tingkat pendidikan ibu adalah beragam. Tingkat pendidikan ibu dapat dilihat pada tabel 6.6. Tabel 6.6 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat Pendidikan SD SMP SMA Akademi / PT Jumlah
n 9 5 15 5 34
% 26,47 14,71 44,11 14,71 100,00
Tabel 6.6 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar ibu balita memiliki tingkat pendidikan setaraf SMA yakni sebesar 44,11%, dan sebagian kecil ibu balita berpendidikan SMP dan Akademi/PT masing-masing sebesar 14,71%. Adapun gambaran tabulasi silang antara pendidikan ayah dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.7.
40
Tabel 6.7 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ayah dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita
Gizi baik
Pendidikan ayah
Gizi kurang
SD SMP SMA Akademi / PT
n 3 2 8 4
% 17,65 11,76 47,06 23,53
n 6 2 9 0
% 35,30 11,76 52,94 0
Jumlah
17
100,00
17
100,00
Tabulasi silang antara pendidikan ayah dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ayah balita dengan status gizi kurang tingkat pendidikannya SMA (52,94%), begitupun dengan ayah balita dengan status gizi normal sebagian besar berpendidikan SMA (47,06%). Uji statistik menggunakan mann whitney antara pendidikan ayah dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,083 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pendidikan ayah dengan status gizi balita. Adapun gambaran tabulasi silang antara pendidikan ibu dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.8. Tabel 6.8 Tabulasi Silang Antara Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Gizi baik
Status gizi balita Pendidikan ibu SD SMP SMA Akademi / PT Jumlah
n 3 2 9 3 17
% 17,65 11,76 52,94 17,65 100,00
Gizi kurang n 6 3 6 2 17
% 35,30 17,64 35,30 11,76 100,00
41
Tabulasi silang antara pendidikan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang tingkat pendidikannya SMA (35,30%), begitupun dengan ibu balita dengan status gizi normal sebagian besar berpendidikan SMA (52,94%). Uji statistik menggunakan mann whitney antara pendidikan ibu dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,195 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita. 6.2.2 Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan ayah balita adalah beragam. Pekerjaan ayah balita dapat dilihat pada tabel 6.9. Tabel 6.9 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Ayah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pekerjaan Tidak bekerja Buruh Pedagang/wiraswasta Pegawai swasta PNS Lain-lain Jumlah
n 1 5 5 14 2 7 34
% 2,94 14,71 14,71 41,17 5,88 20,59 100,00
Berdasarkan tabel 6.9 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar ayah balita memiliki pekerjaan sebagai pegawai swasta (41,17%), dan sebagian kecil yang tidak bekerja sebesar (2,94%). Pekerjaan ibu balita adalah beragam. Pekerjaan ibu balita dapat dilihat pada tabel 6.10.
42
Tabel 6.10 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pekerjaan Tidak bekerja Buruh Pedagang/wiraswasta Pegawai swasta PNS Lain-lain Jumlah
n 23 1 2 6 0 2 34
% 67,65 2,95 5,88 17,64 0 5,88 100,00
Berdasarkan tabel 6.10 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar ibu balita tidak bekerja (67,65%). Adapun gambaran tabulasi silang antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.11. Tabel 6.11 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ayah dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Gizi baik
Status gizi balita Pekerjaan ayah Tidak bekerja Buruh Pedagang/wiraswasta Pegawai swasta PNS Lain-lain Jumlah
n 1 1 2 9 2 2 17
% 5,89 5,89 11,76 52,94 11,76 11,76 100,00
Gizi kurang n 0 4 3 5 0 5 17
% 0 23,53 17,65 29,41 0 29,41 100,00
Tabulasi silang antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ayah balita dengan status gizi kurang bekerja sebagai pegawai swasta yakni sebesar 29,41%. Sedangkan pada balita gizi normal persentase terbesar bekerja sebagai pegawai swasta yakni sebesar 52,94%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,801 lebih besar dari
43
α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita. Adapun gambaran tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.12. Tabel 6.12 Tabulasi Silang Antara Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Pekerjaan ibu Tidak bekerja Buruh Pedagang/wiraswasta Pegawai swasta PNS Lain-lain Jumlah
Gizi baik n 11 0 1 4 0 1 17
% 64,70 0 5,89 23,52 0 5,89 100,00
Gizi kurang n 12 1 1 2 0 1 17
% 70,58 5,89 5,89 11,75 0 5,89 50,00
Tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang tidak bekerja yakni sebesar 70,58%. Sedangkan pada balita gizi normal persentase terbesar adalah ibu tidak bekerja yakni 64,70%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,632 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita. 6.2.3 Pendapatan keluarga Pendapatan keluarga balita terbagi menjadi ≤Rp1.031.500,00 dan >Rp1.031.500,00. Gambaran pendapatan keluarga terdapat pada tabel 6.13.
44
Tabel 6.13 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pendapatan Keluarga ≤ Rp1.031.500,00 > Rp1.031.500,00 Jumlah
n 21 13 34
% 61,77 38,23 100,00
Berdasarkan tabel 6.13 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar pendapatan keluarga balita adalah sebanyak kurang dari sama dengan Rp1.031.500,00 (61,77%) dan sebagian kecil pendapatan keluarga balita adalah lebih dari Rp1.031.500,00 (38,23%). Adapun gambaran tabulasi silang antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.14. Tabel 6.14 Tabulasi Silang Antara Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Pendapatan keluarga ≤ Rp1.031.500,00 > Rp 1.031.500,00 Jumlah
Gizi baik n 10 7 17
% 58,82 41,18 100,00
Gizi kurang n 11 6 17
% 64,71 35,29 100,00
Tabulasi silang antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan gizi kurang berpenghasilan kurang dari sama dengan Rp1.031.500,00 yakni sebesar 64,71%. Sedangkan pada balita gizi normal sebagian besar pendapatan keluarganya adalah sebesar kurang dari Rp1.031.500,00 (58,82%). Uji statistik menggunakan t-test antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,734 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita.
45
6.2.4 Jumlah Anak Jumlah anak responden dibagi menjadi dua, yaitu ≤ 2 dan > 2 anak. Gambaran jumlah anak responden terdapat pada tabel 6.15. Tabel 6.15 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Jumlah Anak ≤2 >2 Jumlah
n 22 12 34
% 64,71 35,29 100,00
Berdasarkan tabel 6.15 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah anak ≤ 2 yakni sebesar 64,71%, sebagian kecil jumlah anaknya >2 anak sebesar 35,29%. Adapun gambaran tabulasi silang antara jumlah anak dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.16. Tabel 6.16 Tabulasi Silang Antara Jumlah Anak dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Jumlah anak ≤2 >2 Jumlah
Gizi baik n 13 4 17
% 76,47 23,53 100,00
Gizi kurang n 9 8 17
% 52,94 47,06 100,00
Tabulasi silang antara jumlah anak dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga responden pada balita dengan status gizi kurang memiliki jumlah anak ≤2 dan >2 hampir sama yaitu sebesar 52,94% dan 47,06%. Sedangkan pada balita dengan status gizi normal presentase jumlah anak ≤2 sebesar 76,47%.
46
Uji statistik menggunakan t-test antara jumlah anak dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,160 lebih besar dari α = 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara jumlah anak dengan status gizi balita. 6.2.5 Tingkat Pengetahuan Ibu Balita Pengetahuan ibu balita dibagi menjadi rendah, sedang, tinggi. Gambaran pengetahuan ibu terdapat pada tabel 6.17. Tabel 6.17 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pengetahuan ibu Rendah Sedang Tinggi Jumlah
n 11 19 4 34
% 32,36 55,88 11,76 100,00
Berdasarkan tabel 6.17 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu memiliki pengetahuan sedang yaitu sebesar 55,88% dan sebagian kecil pengetahuan ibu adalah tinggi sebesar 11,76%. Adapun gambaran tabulasi silang antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.18. Tabel 6.18 Tabulasi Silang Antara Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Pengetahuan Ibu
Gizi baik
Gizi kurang
Rendah Sedang Tinggi
n 5 10 2
% 29,41 58,83 11,76
n 6 9 2
% 35,30 52,94 11,76
Jumlah
17
100,00
17
100,00
Tabulasi silang antara pengetahuan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang memiliki
47
pengetahuan tentang gizi sedang yaitu sebesar 52,94%. Sedangkan pada ibu balita dengan status gizi normal memiliki pengetahuan tentang gizi sedang yaitu sebesar 58,83%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,771 lebih besar dari α= 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita. 6.3 Gambaran Umum Balita 6.3.1 Umur Balita Umur balita antara 24-60 bulan. Gambaran umur balita terdapat pada tabel 6.19. Tabel 6.19 Distribusi Balita Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Umur balita 24-30 bulan 31-36 bulan 37-42 bulan 43-48 bulan 49-60 bulan Jumlah
n 1 9 7 2 15 34
% 2,95 26,47 20,58 5,88 44,12 100,00
Berdasarkan tabel 6.19 menunjukkan bahwa sebagian besar balita berumur antara 49-60 bulan yaitu sebesar 44,1%, dan sebagian kecil balita berumur 24-30 bulan yaitu sebesar 2,95%. Adapun gambaran tabulasi silang antara umur balita dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.20.
48
Tabel 6.20 Tabulasi Silang Antara Umur Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Umur balita
Gizi baik
Gizi kurang
24-30 bulan 31-36 bulan 37-42 bulan 43-48 bulan 49-60 bulan
n 0 5 4 1 7
% 0 29,41 23,53 5,89 41.17
n 1 4 3 1 8
% 5,89 23,53 17,64 5,89 47,05
Jumlah
17
100,00
17
100,00
Tabulasi silang antara umur dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang berumur antara 49-60 bulan yaitu sebesar 47,05%. Sedangkan balita dengan status gizi normal sebagian besar juga berumur antara 49-60 bulan sebesar 41,17%. Uji statistik menggunakan t-test antara umur balita dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,903 lebih besar dari α = 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara umur dengan status gizi balita. 6.3.2 Jenis Kelamin Balita Jenis kelamin balita terdiri dari laki-laki dan perempuan. Gambaran jenis kelamin balita terdapat pada tabel 6.21. Tabel 6.21 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
n 18 16 34
% 52,94 47,06 100,00
Tabel 6.21 menunjukkan bahwa sebagian besar balita memiliki jenis kelamin laki-laki dengan persentase 52,94%, dan sisanya adalah berjenis kelamin perempuan.
49
Adapun gambaran tabulasi silang antara jenis kelamin balita dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.22. Tabel 6.22 Tabulasi Silang Antara Jenis Kelamin Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Jenis kelamin balita Laki-laki Perempuan Jumlah
Gizi baik n 9 8 17
% 52,95 47,05 100,00
Gizi kurang n 9 8 17
% 52,95 47,05 100,00
Tabulasi silang antara jenis kelamin balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang berjenis kelamin laki-laki sebesar 52,95% dan begitu juga dengan balita berstatus gizi normal sebagian besar memiliki jenis kelamin laki-laki sebesar 52,95%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara jenis kelamin dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 1,000 lebih besar dari α= 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara jenis kelamin dengan status gizi balita. 6.3.3 Perkembangan Balita Perkembangan balita dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sesuai, meragukan, dan terjadi penyimpangan. Gambaran perkembangan balita terdapat pada tabel 6.23. Tabel 6.23 Distribusi Balita Menurut Perkembangan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Perkembangan Balita
n 13 9 12 34
Sesuai Meragukan Terjadi penyimpangan Jumlah
% 38,24 26,47 35,29 100,00
50
Berdasarkan tabel 6.23 menunjukkan bahwa sebagian besar balita perkembangannya sesuai dengan standar perkembangan balita yaitu sebesar 38,24% dan sebagian kecil (26,47%) meragukan. Adapun gambaran tabulasi silang antara perkembangan balita dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.24. Tabel 6.24 Tabulasi Silang Antara Perkembangan Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita
Gizi baik
Perkembangan balita Sesuai Meragukan Terjadi penyimpangan Jumlah
Gizi kurang
n
%
n
%
6 5 6 17
35,29 29,42 35,29 100,00
7 4 6 17
41,18 23,53 35,29 100,00
Tabulasi silang antara perkembangan balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang 41,18% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar juga sesuai standar perkembangan balita sebesar 35,29%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara perkembangan balita dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,840 lebih besar dari α = 0,05 artinya tidak ada perbedaan antara hasil perkembangan balita dengan status gizi balita.
51
6.4 Pola Konsumsi 6.4.1 Pola Konsumsi Balita Gizi Kurang Pola konsumsi balita dibagi atas konsumsi terhadap makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran, susu, dan buah-buahan. Tabel frekuensi konsumsi makanan pada balita gizi kurang seperti yang ada tabel 6.25. Tabel 6.25 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Frekuensi Konsumsi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Jenis Bahan No
Makanan
A Makanan Pokok Nasi Bubur instan Mie Roti Biskuit Lainnya : B Protein Hewani Ayam Daging sapi Telur ayam Ikan laut Lainnya : C Protein Nabati Tempe Tahu Kacang hijau Lainnya : D Sayuran Bayam Wortel Buncis Tauge Lainnya : E Susu Susu kental manis Susu full cream Susu kedelai Susu formula Lainnya : F Buah-buahan Pisang Jambu Jeruk Rambutan Semangka Apel Lainnya :
Tidak Pernah n %
Harian 1x >1x n % n %
Mingguan 1x >1x n % n %
0 12 5 2 10 14
0 70.5 29.4 11.8 5.9 82.3
2 1 2 3 3 1
0 0 0 0 0 0 0 1 5.9 1 5.9 0 0 0 2 11.8 5 29.3 2 11.8 0 3 17.6 5 29.3 1 5.9 1 1 5.9 2 11.7 0 0 0 0 0 2 11.8 0 0 0
1 1 2 8 16
5.9 5.9 11.8 47.1 94.1
1 5.9 0 0 2 11.8 2 11.8 0 0
2 1 4 1 0
11.8 5.9 23.5 5.9 0
5 3 3 3 1
1 4 9 15
5.9 23.5 52.9 88.2
8 47.1 8 47.1 1 5.9 0 0
5 3 0 1
3 8 7 13 13
17.6 47 41.2 76.5 76.5
3 17.6 3 17.6 1 5.9 0 0 0 0
15 14 15 11 17
88.2 82.3 88.2 64.7 100
12 13 10 13 9 12 14
70.6 76.4 58.9 76.5 52.9 70.6 82.3
Tahunan 1x >1x n % n %
Total
0 0 0 5.9 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
1 5.9 1 7 41.2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5.9 5.9 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
29.3 17.6 0 5.9
1 5.9 2 11.8 0 0 0 1 5.9 1 5.9 0 0 0 2 11.8 2 11.8 2 11.8 1 0 0 0 0 1 5.9 0
0 0 5.9 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0
1 1 0 0 0
5.9 5.9 0 0 0
3 3 5 3 0
17.6 17.6 29.4 17.6 0
7 2 4 1 4
41.2 11.8 23.5 5.9 23.5
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
1 5.9 0 0 0 0 5 29.4 0 0
0 2 0 1 0
0 11.8 0 5.9 0
1 1 0 0 0
5.9 5.9 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 5.9 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 1 0 0
0 0 5.9 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
1 5.9 0 0 0 0 0 0 1 5.9 0 0 2 11.8
1 0 0 0 0 1 0
5.9 0 0 0 0 5.9 0
3 17.6 0 0 0 0 0 2 11.8 1 3 17.6 3 17.6 0 1 5.9 0 0 0 4 23.5 2 11.8 1 1 5.9 3 17.6 0 0 0 1 5.9 0
0 5.9 0 0 5.9 0 0
0 1 1 0 0 0 0
0 5.9 5.9 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 17.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
11.8 15 88.2 5.9 2 11.8 11.8 1 5.9 17.6 2 11.8 17.6 1 5.9 5.9 0 0
29.3 17.6 17.6 17.6 5.9
6 4 6 3 0
35.3 23.5 35.3 17.6 0
Bulanan 1x >1x n % n %
52
Berdasarkan tabel 6.25 menunjukkan bahwa bahwa sebagian besar (88,2%) balita mengkonsumsi nasi sebanyak lebih dari 1 kali sehari. Frekuensi konsumsi protein hewani pada balita sebagian besar adalah mengkonsumsi daging sapi dengan frekuensi konsumsi sebanyak 1 kali sebulan. Tahu dan tempe adalah makanan sumber protein nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh balita (47,1%) dengan frekuensi 1 kali sehari. Adapun sayuran yang paling banyak (29,4%) dikonsumsi balita adalah bayam dengan frekuensi lebih dari 1 kali seminggu. Sebagian besar balita (29,4%) mengkonsumsi susu formula 1 kali sehari. Buah yang paling banyak dikonsumsi balita adalah semangka yakni sebesar 23,5% dengan frekuensi sebanyak 1 kali seminggu. 6.4.2 Pola Konsumsi Balita Gizi Normal Pola konsumsi balita dibagi atas konsumsi terhadap makanan pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran, susu, dan buah-buahan. Tabel frekuensi konsumsi makanan pada balita gizi normal seperti yang ada di tabel 6.26.
53
Tabel 6.25 Distribusi Balita Gizi Normal Menurut Frekuensi Konsumsi Makanan di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Jenis Bahan No
Makanan
Tidak
Harian
Pernah
1x
Mingguan >1x %
1x
Bulanan
>1x
1x
Tahunan
>1x
1x
>1x
Total
n
%
n
%
n
n
%
n
%
n
%
n % n % n %
Nasi
1
5.9
0
0
16 94.1 0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Bubur instan
16 94.1
0
0
1
5.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Mie
9
52.9
0
0
0
0
1
5.9
5
29.4 2 11.8 0
0
0
0
0 0
100,0
Roti
7
41.2
1
5.9
2
11.7 1
5.9
5
29.4 1
Biskuit
7
41.2
4
23.5
2
11.8 0
0
4
Lainnya :
13 76.4
0
0
1
5.9
0
2
A Makanan Pokok
0
5.9
0
0
0
0
0 0
100,0
23.5 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
11.8 1
5.9
0
0
0
0
0 0
100,0
5.9
B Protein Hewani Ayam
7
41.1
1
5.9
0
0
2 11.8
6
35.3 1
0
0
0
0
0 0
100,0
Daging sapi
7
41.1
1
5.9
0
0
2 11.8
2
11.8 5 29.4 0
0
0
0
0 0
100,0
Telur ayam
2
11.8
3
17.6
2
5.9
9
52.9 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Ikan laut
10 58.8
1
5.9
0
0
0
0
6
35.3 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Lainnya :
11 64.7
0
0
0
0
0
0
5
29.4 1
5.9
0
0
0
0
0 0
100,0
6
35.4
3
17.6
5
29.4 0
0
3
17.6 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Tahu
9
52.9
1
5.9
5
29.4 0
0
2
11.8 0
0
0
0
Kacang hijau
13 76.4
0
0
1
5.9
0
0
1
5.9
1
5.9
Lainnya :
17 100
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Bayam
8
47.1
1
5.9
0
0
0
0
7
Wortel
2
11.8
0
0
1
5.9
0
0
14 82.3 0
Buncis
5
29.4
0
0
1
5.9
0
0
11 64.7 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Tauge
15 88.2
0
0
0
0
0
0
2
11.8 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Lainnya :
11 64.7
0
0
0
0
0
0
4
23.5 2 11.8 0
0
0
0
0 0
100,0
13 76.5
0
0
4
23.5 0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
11.8 1
C Protein Nabati Tempe
0
0
0 0
100.0
1 5.9 0
0
0 0
100,0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
5.9
0
0
0
0
0 0
100,0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
D Sayuran 41.1 1
E Susu Susu kental manis
0
0
0
0
Susu full cream
8
47.1
0
0
8
47.1 1
5.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
susu kedelai
16 94.1
0
0
1
5.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Susu formula
15 88.2
1
5.9
0
0
1
5.9
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Lainnya :
16 94.1
0
0
0
0
0
0
1
5.9
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
Pisang
15 88.2
0
0
0
0
0
0
2
11.8 0
Jambu
16 94.1
0
0
0
0
1
5.9
0
Jeruk
13 76.5
0
0
0
0
0
0
3
Rambutan
17 100
0
0
0
0
0
0
0
Semangka
13 76.4
1
5.9
0
0
0
0
2
Apel
15 88.2
1
5.9
0
0
0
0
1
5.9
Lainnya :
10 58.8
3
17.6
0
0
0
0
2
11.8 1
F Buah-buahan
0
0
0
0
0
0 0
100,0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
17.6 0
0
1 5.9 0
0
0 0
100,0
0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
11.8 0
0
0
1 5,9 0
0
0 0
100,0
0
0
0
0
0
0 0
100,0
5.9
0
0
1 5.9 0 0
100,0
0
0
54
Berdasarkan tabel 6.26 menunjukkan bahwa sebagian besar (94,1%) balita mengkonsumsi nasi sebanyak lebih dari 1 kali sehari. Frekuensi konsumsi protein hewani pada balita sebagian besar adalah mengkonsumsi telur ayam sebanyak lebih dari 1 kali seminggu. Tahu dan tempe adalah makanan sumber protein nabati yang paling banyak dikonsumsi oleh balita (29,4%) dengan frekuensi lebih dari 1 kali sehari. Adapun sayuran yang paling banyak (82,3%) dikonsumsi balita adalah wortel dengan frekuensi lebih dari 1 kali seminggu. Sebagian besar balita (47,1%) mengkonsumsi susu full cream lebih dari 1 kali sehari. Buah yang paling banyak dikonsumsi balita adalah jeruk yakni sebesar 17,6% dengan frekuensi sebanyak lebih dari 1 kali seminggu. 6.5 Tingkat Konsumsi 6.5.1 Tingkat Konsumsi Balita Gizi Kurang Tingkat konsumsi energi balita dibagi menjadi empat kategori yaitu baik, sedang, kurang dan defisit. Tingkat konsumsi energi pada balita gizi kurang terdapat pada tabel 6.27. Tabel 6.27 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Tingkat Konsumsi Energi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat konsumsi energi Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
n 1 5 9 2 17
% 5,89 29,41 52,94 11,76 100,00
Berdasarkan tabel 6.27 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi energinya kurang (52,94%).
55
Tingkat konsumsi protein balita dibagi menjadi empat kategori yaitu baik, sedang, kurang dan defisit. Tingkat konsumsi protein pada balita gizi kurang terdapat pada tabel 6.28. Tabel 6.28 Distribusi Balita Gizi Kurang Menurut Tingkat Konsumsi Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat konsumsi protein Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
n 6 3 1 7 17
% 35,29 17,65 5,89 41,17 100,00
Berdasarkan tabel 6.28 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi proteinnya defisit (41,17%) dan sebagian tingkat konsumsi proteinnya baik (35,29%). 6.5.2 Tingkat Konsumsi Balita Gizi Normal Tingkat konsumsi energi balita dibagi menjadi empat kategori yaitu baik, sedang, kurang dan defisit. Tingkat konsumsi energi pada balita gizi normal terdapat pada tabel 6.29. Tabel 6.29 Distribusi Balita Gizi Normal Menurut Tingkat Konsumsi Energi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat konsumsi energi Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
n 7 3 4 3 17
% 41,17 17,65 23,53 17,65 100,00
Berdasarkan tabel 6.29 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi normal tingkat konsumsi energinya baik (41,17%).
56
Tingkat konsumsi protein balita dibagi menjadi empat kategori yaitu baik, sedang, kurang dan defisit. Tingkat konsumsi protein pada balita gizi normal terdapat pada tabel 6.30. Tabel 6.30 Distribusi Balita Gizi Normal Menurut Tingkat Konsumsi Protein di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Tingkat konsumsi protein Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
n 12 3 0 2 17
% 70,59 17,65 0 11,76 100,00
Berdasarkan tabel 6.30 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi normal tingkat konsumsi proteinnya baik yakni sebesar 70,59%,. 6.5.3 Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita Gambaran tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.31. Tabel 6.31 Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Energi Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Tingkat Konsumsi Energi Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
Gizi baik
Gizi kurang
n
%
n
%
7 3 4 3 17
41,17 17,65 23,53 17,65 100,00
1 5 9 2 17
5,89 29,41 52,94 11,76 100,00
Tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat konsumsi energi balita dengan
57
status gizi kurang adalah kurang sebesar 52,94% sedangkan pada balita status gizi normal tingkat konsumsi energinya adalah baik sebesar 41,17%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,038 lebih kecil dari α = 0,05, artinya ada perbedaan antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita. Gambaran tabulasi silang antara tingkat konsumsi energi dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.32. Tabel 6.32 Tabulasi Silang Antara Tingkat Konsumsi Protein Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Tingkat Konsumsi Protein Baik Sedang Kurang Defisit Jumlah
Gizi baik
Gizi kurang
n
%
n
%
12 3 0 2 17
70,59 17,65 0 11,76 100,00
6 3 1 7 17
35,29 17,65 5,89 41,17 100,00
Tabulasi silang antara tingkat konsumsi protein balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat konsumsi protein balita dengan status gizi kurang adalah defisit sebesar 41,17% sedangkan pada balita status gizi normal tingkat konsumsi proteinnya baik sebesar 70,59%. Uji statistik menggunakan mann whitney antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita mendapatkan tingkat signifikansi sebesar 0,026 lebih kecil dari α = 0,05, artinya ada perbedaan antara tingkat konsumsi protein dengan status gizi balita.
58
6.6 Pola Asah, Asih, Asuh 6.6.1 Pola Asah Pola asah dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Gambaran pola asah pada tabel 6.33. Tabel 6.33 Distribusi Balita Menurut Pola Asah di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pola Asah
n 13 20 1 34
Baik Sedang Kurang Jumlah
% 38,24 58,82 2,94 100,00
Berdasarkan tabel 6.33 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar stimulasi mental (pola asah) balita adalah sedang yaitu sebesar 58,82%, dan sebagian kecil (2,94%) stimulasi mental (pola asah) balita kurang. Adapun tabulasi silang antara pola asah dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.34. Tabel 6.34 Tabulasi Silang Antara Pola Asah Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Pola Asah Baik Sedang Kurang Jumlah
Gizi baik n 3 13 1 17
% 17,65 76,47 5,88 100,00
Gizi kurang n 3 12 2 17
% 17,65 70,59 11,76 100,00
Tabulasi silang antara pola asah dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang pola asahnya sedang yaitu sebesar 70,59% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar pola asahnya juga sedang yaitu sebesar 76,47%.
59
Hasil statistik menggunakan uji chi square tentang perbedaan pola asah dengan status gizi balita menunjukkan tingkat siginifikansi sebesar 0,724 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pola asah balita pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 6.6.2 Pola Asih 6.6.2.1 Interaksi ibu anak Interaksi ibu anak dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang. Gambaran interaksi ibu anak dapat dilihat pada tabel 6.35. Tabel 6.35 Distribusi Balita Menurut Interaksi Ibu Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Interaksi Ibu Anak Baik Sedang Kurang Jumlah
n 7 21 6 34
% 20,59 61,76 17,65 100,00
Berdasarkan tabel 6.35 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar interaksi ibu anak adalah sedang yaitu sebesar 61,76%, dan sebagian kecil saja yang kurang yakni 17,65%. Adapun tabulasi silang antara interaksi ibu anak dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.36. Tabel 6.36 Tabulasi Silang Antara Interaksi Ibu Anak Dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Interaksi Ibu Anak Baik Sedang Kurang Jumlah
Gizi baik n 1 16 0 17
% 5,89 94,11 0 100,00
Gizi kurang n 2 13 2 17
% 11,76 76,48 11,76 100,00
60
Tabulasi silang antara interaksi ibu dan anak (pola asih) dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang interaksi ibu anaknya sedang yaitu sebesar 76,47% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar interaksi ibu anaknya juga sedang yaitu sebesar 94,11%. Hasil statistik menggunakan uji chi square tentang perbedaan interaksi ibu anak pada balita gizi kurang dan balita gizi nornal menunjukkan tingkat siginifikansi sebesar 0,402 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara interaksi ibu anak pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 6.6.2.2 Peran orang tua Peran orang tua dikategorikan menjadi baik, sedang, dan kurang. Gambaran interaksi ibu anak dapat dilihat pada tabel 6.37. Tabel 6.37 Distribusi Balita Menurut Peran Orang Tua di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Peran Orang Tua Baik Sedang Kurang Jumlah
n 19 15 0 34
% 55,89 44,11 0 100,00
Berdasarkan tabel 6.37 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar peran orang tua adalah sedang yaitu sebesar 55,89%, namun tidak ada yang peran orang tuanya kurang. Adapun tabulasi silang peran orang tua dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.38.
61
Tabel 6.38 Tabulasi Silang Antara Peran Orang Tua dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Peran Orang Tua Baik Sedang Kurang Jumlah
Gizi baik n 5 12 0 17
% 29,41 70,59 0 100,00
Gizi kurang n 10 7 0 17
% 58,82 41,18 0 100,00
Tabulasi silang antara peran orang tua (pola asih) dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang peran orang tuanya baik yaitu sebesar 58,82% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar peran orang tua sedang yaitu sebesar 70,59%. Hasil statistik menggunakan uji chi square tentang perbedaan peran orang tua pada balita status gizi kurang dengan balita gizi normal menunjukkan tingkat siginifikansi sebesar 0,166 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara peran orang tua pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 6.6.3 Pola Asuh 6.6.3.1 Pangan dan Gizi Pangan dan gizi dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang, dan kurang. Gambaran pangan dan gizi dapat dilihat pada tabel 6.39. Tabel 6.39 Distribusi Balita Menurut Pangan dan Gizi di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Pangan dan Gizi Baik Sedang Kurang Jumlah
n 7 21 6 34
% 20,59 61,76 17,65 100,00
62
Berdasarkan tabel 6.39 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar pangan dan gizi balita adalah sedang yaitu sebesar 61,76%. Sedangkan sebagian kecil pangan dan gizi balitanya kurang yaitu sebesar 17,65%. Adapun tabulasi silang antara pangan dan gizi balita dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.40. Tabel 6.40 Tabulasi Silang Antara Pangan dan Gizi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Pangan dan Gizi Baik Sedang Kurang Jumlah
Gizi baik n 4 11 2 17
% 23,54 64,70 11,76 100,00
Gizi kurang n 3 10 4 17
% 17,64 58,82 23,54 100,00
Tabulasi silang antara pangan dan gizi dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang pangan dan gizinya sedang yaitu sebesar 58,82% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar pangan dan gizinya juga sedang yaitu sebesar 64,70%. Hasil statistik menggunakan uji chi square tentang perbedaan pangan dan gizi pada balita gizi kurang dan balita gizi normal dengan status gizi balita menunjukkan tingkat siginifikansi sebesar 0,788 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara pangan dan gizi pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. 6.6.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar Perawatan kesehatan dasar dibagi menjadi dua kategori yaitu ada dan tidak. Gambaran perawatan kesehatan dasar dapat dilihat pada tabel 6.41.
63
Tabel 6.41 Distribusi Balita Menurut Perawatan Kesehatan Gizi Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Perawatan Kesehatan Dasar Ada Tidak Jumlah
n 31 3 34
% 91,18 8,82 100,00
Berdasarkan tabel 6.41 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar perawatan kesehatan dasar balita adalah ada yaitu sebesar 91,18%. Sedangkan sebagian kecil perawatan kesehatan dasar balitanya kurang yaitu sebesar 8,82%. Adapun tabulasi silang antara perawatan kesehatan dasar balita dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.42. Tabel 6.42 Tabulasi Silang Antara Perawatan Kesehatan Dasar dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Perawatan Kesehatan Dasar Ada Tidak Jumlah
Gizi baik n
%
15 2 17
88,24 11,76 100,00
Gizi kurang n % 16 1 17
94,11 5,89 100,00
Tabulasi silang antara perawatan kesehatan dasar dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang perawatan kesehatan dasarnya ada yaitu sebesar 94,11% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar perawatan kesehatan dasar juga ada yaitu sebesar 88,24%. Hasil statistik menggunakan uji chi square tentang perbedaan perawatan kesehatan dasar pada balita gizi kurang dan balita gizi normal dengan status gizi balita menunjukkan tingkat siginifikansi sebesar 1,000 lebih besar dari α=0,05 artinya tidak ada perbedaan antara perawatan kesehatan dasar pada balita status gizi kurang dan status gizi normal.
64
6.6.3.3 Keadaan Tempat Tinggal Keadaan tempat tinggal dibagi menjadi 2 kategori yaitu memenuhi syarat dan tidak. Gambaran pangan dan gizi dapat dilihat pada tabel 6.43. Tabel 6.43 Distribusi Balita Menurut Keadaan Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Keadaan tempat tinggal Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Jumlah
n 34 0 34
% 100,00 0 100,00
Berdasarkan tabel 6.43 menunjukkan hasil bahwa sebagian keadaan tempat tinggal adalah memenuhi syarat yaitu sebesar 100% dan tidak ada yang keadaan tempat tinggalnya tidak memenuhi syarat. Adapun tabulasi silang antara keadaan tempat tinggal dengan status gizi balita dapat dilihat pada tabel 6.44. Tabel 6.44 Tabulasi Silang Antara Keadaan Tempat Tinggal dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Status gizi balita Keadaan Tempat Tinggal Memenuhi syarat Tidak memenuhi syarat Jumlah
Gizi baik
Gizi kurang
n
%
n
%
17 0 17
100,00 0 100,00
17 0 17
100,00 0 100,00
Tabulasi silang antara keadaan tempat tinggal dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang keadaan tempat tinggalnya memenuhi syarat yaitu sebesar 100,00% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar keadaan tempat tinggal juga memenuhi syarat yaitu sebesar 100,00%.
65
6.7 Tabel Signifikansi Antar Variabel Pola Asah, Asih, Asuh Tabel 6.45 Tabel Signifikansi Perbedaan Pola Asah, Asih, Asuh Pada Balita Status Gizi Kurang dan Status Gizi Normal di Wilayah Kerja Puskesmas Peneleh, Kota Surabaya Tahun 2010 Variabel Bebas Pola asah
Variabel Uji Statistik Terikat Status Gizi Chi Square Berat Badan Menurut Umur Pola asih Chi Square Pola asuh Chi Square •Pangan dan Chi Square gizi •Perawatan Chi Square kesehatan dasar •Tingkat Chi Square konsumsi energi •Tingkat Chi Square konsumsi protein
P
Signifikansi
0,724 Tidak Signifikan
0,169 Tidak Signifikan 0,672 Tidak Signifikan 0,788 Tidak Signifikan 1,000 Tidak Signifikan
0,038 Signifikan
0,026 Signifikan
Berdasarkan tabel signifikansi, pola asah balita yang terdiri dari stimulasi mental tidak ada perbedaan pada balita status gizi kurang dan status gizi normal. Pola asih yang terdiri dari interaksi ibu anak dan peran orang tua tidak ada perbedaan pada status gizi kurang dan status gizi normal, pola asuh yang terdiri dari pangan dan gizi, perawatan kesehatan dasar tidak terdapat perbedaan pada balita status gizi kurang dan status gizi normal, namun pada tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein terdapat perbedaan yang signifikan pada balita status gizi kurang dan status gizi normal.
BAB VII PEMBAHASAN
7.1 Karakteristik Keluarga 7.1.1 Pendidikan Orang Tua Sebagian besar pendidikan ayah adalah pendidikan setaraf SMA yakni sebesar 50% sedangkan sebagian besar pendidikan ibu juga setaraf SMA yakni sebesar 44,11%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendidikan orang tua cukup, sehingga akan mempengaruhi tingkat pemahaman orang tua. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikannya, dan sebagainya (Soetjiningsih, 1995). Pengasuh balita sebagian besar adalah wanita, di masyarakat masih banyak ditemukan wanita yang buta huruf, hal itu akan membuat masalah ini semakin bertumbuh prevalensinya karena rendahnya tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan keluarga serta balitanya (Soetjiningsih, 1995). 7.1.2 Pekerjaan Orang Tua Sebagian besar jenis pekerjaan ayah adalah sebagai pegawai swasta (41,17%), dan sebagian besar ibu responden ibu balita tidak bekerja (67,65%). Menurut Apriadji (1986) menyatakan bahwa pada keluarga, dimana hanya ayah yang mencari nafkah tentu berbeda pendapatannya dengan keluarga yang
66
67
mengandalkan sumber keuangannya dari ayah dan ibu. Jenis pekerjaan juga sangat mempengaruhi besar kecilnya pendapatan keluarga. 7.1.3 Pendapatan Keluarga Sebagian besar tingkat pendapatan orang tua adalah sebanyak kurang dari sama dengan Rp.1.031.500 (61,77%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan keluarga relatif kurang, pendapatan yang rendah akan menyebabkan kurangnya pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang bergizi, sehingga pola konsumsi dan tingkat konsumsi juga berkurang, dan hal ini akan menyebabkan status gizi kurang pada balita. Hal ini sesuai dengan teori Berg (1986) yang menerangkan bahwa pendapatan seseorang yang rendah akan mempengaruhi daya beli keluarga pada bahan makanan yang bergizi karena dapat menentukan jenis pangan yang akan dibeli. Menurut Suhardjo (1986), menyatakan bahwa pada umumnya jika pendapatan naik, jumlah dan jenis makanan cenderung membaik pula. Akan tetapi mutu makanan tidak selalu membaik. Hal ini disebabkan oleh karena peningkatan pendapatan yang diperoleh tidak digunakan untuk membeli pangan atau bahan makanan yang bergizi tinggi. 7.1.4 Jumlah Anak Sebagian besar jumlah anak responden adalah ≤ 2 yakni sebesar 64,71%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang sedikit dalam sebuah keluarga akan memudahkan dalam mengurus dan dapat menciptakan suasana tenang dalam rumah dan akan berpengaruh terhadap kecukupan makan. Hal ini selaras dengan pendapat Sajogyo, dkk (1996) yang mengatakan bahwa jumlah
68
keluarga yang sedikit meningkatkan kesejahteraan. Pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang serta upaya meningkatkan pendidikan. 7.1.5 Tingkat Pengetahuan Ibu Sebagian besar tingkat pengetahuan ibu adalah berpengetahuan sedang yaitu sebesar 55,88%. Hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi orang tua dengan keadaan status gizi balita telah banyak diungkapkan oleh para ahli. Dalam masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi yang rendah frekuensi gizi kurang umumnya tinggi. Sebaliknya dalam masyarakat dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi cukup tinggi, frekuensi anak balita gizi kurang umumnya rendah (Abunain, D. 1998). Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga di lokasi penelitian bahwa rata-rata tingkat pendidikan orang tua adalah setaraf SMA baik ayah maupun ibu. Sehingga dapat mempengaruhi tingkat pemahaman orang tua. Sebagian besar pekerjaan ayah adalah sebagai pegawai swasta, sedangkan sebagian besar ibu balita tidak bekerja. Dari jenis pekerjaan yang ada juga mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga yang ada di lokasi penelitian relatif kurang dikarenakan hanya ayah saja yang mencari nafkah. Hasil penelitian tentang tingkat pengetahuan ibu yang ada di lokasi penelitian sebagian besar berpengetahuan sedang. Hal ini sangat wajar mengingat rata-rata pendidikan ibu adalah SMA, meskipun demikian hal ini tidak menghalangi ibu untuk mendapatkan informasi antara lain dari televisi maupun media cetak. Jumlah anak dari responden yang ada di lokasi penelitian adalah ≤2, sehingga berpengaruh dalam hal jumlah porsi makanan yang didapatkan oleh balita namun masih ada balita yang memiliki status gizi kurang. Hal ini bisa disebabkan karena jenis
69
makanan yang kurang variatif, anak susah makan, dan ibu kurang telaten dalam memberikan makanan kepada balitanya. Selain itu hal ini juga bisa dipengaruhi oleh adanya anggota keluarga yang juga tinggal dalam satu rumah sehingga pemenuhan kebutuhan pangan terbagi. 7.2 Karakteristik Balita 7.2.1 Umur balita Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak, perilaku (Almatsier, 2002). Menurut (Soetjiningsih, 1995) mengatakan bahwa usia yang paling rawan adalah usia balita. Karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Sedangkan pada masa balita merupakan dasar pembentukan pribadi
serta
pertumbuhan dan perkembangan otak. Sebagian besar usia balita yang diteliti adalah 49-60 bulan yaitu sebesar 44,1%. Ini sesuai dengan yang pendapat Apriadji (1986), semakin bertambahnya usia akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik. 7.2.2 Jenis kelamin balita Menurut Budiyanto, 2002 setelah umur 6 bulan bayi tidak menerima energy penuh hanya dari air susu ibu. Kebutuhan individu sangat tergantung kepada keaktifan bayi. Dan hal ini dengan mudah bisa dilihat dari macam aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan (Soetjiningsih, 1995).
70
Sebagian besar jenis kelamin balita adalah laki-laki yaitu sebanyak 52,94%. Jenis kelamin menentukan pada besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. 7.3 Pola Konsumsi 7.3.1 Pola Konsumsi Balita Gizi Kurang dan Gizi Normal Pola konsumsi antara balita status gizi kurang dan status gizi normal tidak jauh berbeda. Sebagian besar balita gizi kurang mengkonsumsi nasi sebanyak lebih dari 1 kali sehari (88,2%), begitupula dengan balita gizi normal (94,1%). Ini selaras dengan pendapat Almatsier (2002) bahwa sebagian besar penduduk indonesia mengguanakan beras sebagai bahan makanan pokoknya. Selain bahan makanan pokok, penduduk Indonesia memakan lauk, sayuran dan buah-buahan. Secara relative penduduk Indonesia lebih banyak makan ikan daripada makan daging dan telur. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi normal mengkonsumsi telur ayam sebanyak lebih dari 1 kali seminggu (52,94%). Namun pada balita gizi kurang konsumsi protein hewani didominasi daging sapi dengan frekuensi yang jarang yakni 1 bulan sekali (41,2%). Sehari-hari kebutuhan protein dicukupi dengan protein nabati seperti tempe dan tahu (47,1%). Adapun sayuran yang paling banyak (29,4%) dikonsumsi oleh balita gizi kurang adalah bayam dengan frekuensi lebih dari 1 kali seminggu. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian bahwa kacang-kacangan lebih banyak dimakan di Jawa termasuk DKI Jakarta dibandingkan dengan daerah lain. Sedangkan pada balita gizi normal sayuran yang paling banyak dikonsumsi balita adalah wortel (82,3%) dengan frekuensi lebih dari 1 kali seminggu. Buah-buahan yang dikonsumsi oleh balita gizi kurang
71
sebagian besar adalah semangka yakni sebesar 23,5% dengan frekuensi sebanyak 1 kali seminggu dan pada balita gizi normal sebagian besar buah yang dikonsumsi adalah jeruk yakni sebesar 17,6% dengan frekuensi sebanyak lebih dari 1 kali seminggu. Ini tidak sesuai dengan pendapat Almatsier (2002) bahwa buah-buahan yang paling banyak dimakan orang Indonesia adalah pisang. Konsumsi susu pada balita gizi kurang sebagian besar (29,4%) adalah susu formula yakni sehari 1 kali sehari. Sedangkan pada balita gizi normal sebagian besar (47,1%) adalah susu full cream yakni sebanyak lebih dari 1 kali sehari. Balita dengan status gizi kurang dan balita status gizi normal sama-sama mengkonsumsi nasi lebih dari 1 kali sehari. Konsumsi protein hewani balita gizi kurang frekuensi mengkonsumsinya sangat jarang dibandingkan balita gizi normal. Kebutuhan protein juga disediakan dengan sumber protein nabati seperti tempe dan tahu. Konsumsi sayuran pada balita gizi kurang lebih jarang dibandingkan konsumsi sayuran pada balita gizi normal. Kebutuhan vitamin balita dicukupi dengan konsumsi buah-buahan, hal ini tidak jauh berbeda antara balita status gizi kurang dan status gizi normal. 7.4 Tingkat Konsumsi Energi dan Protein 7.4.1 Tingkat Konsumsi Energi Sebagian besar tingkat konsumsi energi balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi energinya kurang (52,94%) sedangkan sebagian besar balita yang memiliki status gizi normal tingkat konsumsi energinya baik (41,17%). Kebutuhan energi berbeda secara individual, bagi anak ditentukan oleh metabolisme basal, umur, aktivitas fisik, suhu lingkungan serta kesehatan. Zat gizi
72
yang mengandung energi disebut makronutrien yang terdiri dari karbohidrat, protein dan lemak. Tiap gram protein maupun karbohidrat memberi energi 4 kalori sedang lemak 9 kalori. Dianjurkan supaya jumlah energi yang diperlukan didapat 50%-60% dari karbohidrat, 25%-35% dari lemak, selebihnya 10%-15% dari protein (Apriadji, 1986). Tingkat konsumsi energi pada balita status gizi kurang, kurang tercukupi kebutuhan energi. Hal ini dikarenakan usia balita adalah masa transisi konsumsi pemberian makanan pokok, konsumsi susu, dan jajanan luar. 7.4.2 Tingkat Konsumsi Protein Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh pada masa pertumbuhan, proses pembetukan jaringan terjadi secara besar-besaran. Protein juga mengganti jaringan tubuh yang rusak dan perlu dirombak (Winarno, 1991) Sebagian besar tingkat konsumsi protein balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi proteinnya defisit (41,17%) sedangkan sebagian besar balita yang memiliki status gizi normal tingkat konsumsi proteinnya baik yakni sebesar 70,59%. Protein merupakan sumber asam amino essensial yang diperlukan sebagai zat pembangun dan merupakan komponen penting dalam siklus kehidupan manusia. Fungsi protein dalam tubuh adalah sebagai zat pembangun bagi pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh, sebagai pengatur proses kelangungan hidup di dalam tubuh serta sebagai sumber energi bila tersedianya karbohidrat dan lemak di dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan tubuh untuk melakukan berbagai kegiatan (Almatsier, 2002).
73
Tingkat konsumsi protein pada balita status gizi normal dapat tercukupi dengan baik. Balita yang memiliki status gizi kurang dengan tingkat konsumsi protein defisit kemungkinan disebabkan asupan proteinnya kurang. 7.5 Perkembangan Balita Perkembangan aspek fisik, mental, emosional dan social pada setiap orang akan berlangsung secara bertahap sesuai dengan usianya. Balita usia di atas 2 tahun pertumbuhannya berlangsung dengan stabil, terjadi perkembangan dengan aktifitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir (Tanuwidjaya, 2002). Sebagian besar perkembangan balita adalah sesuai dengan standar perkembangan balita yaitu sebesar 38,42% dan sebagian kecil hasil perkembangan balitanya meragukan yaitu sebesar 26,47%. Proses skrining dan mengetahui adanya masalah pada perkembangan anak tidak berarti bahwa diagnosis pasti dari kelainan tersebut telah ditetapkan. Skrining hanyalah prosedur rutin dalam pemeriksaan tumbuh kembang anak sehari-hari, yang dapat memberikan petunjuk kalau ada sesuatu yang perlu mendapat perhatian (Soetjiningsih, 1995). Perkembangan balita yang ada di lokasi penelitian baik balita status gizi kurang maupun status gizi normal, sebagian besar sesuai dengan standar perkembangan balita.
74
7.6 Perbedaan Antar Variabel 7.6.1 Perbedaan Antara Pendidikan Orang Tua Dengan Status Gizi Balita Hasil tabulasi silang antara pendidikan ayah dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ayah balita dengan status gizi kurang tingkat pendidikannya SMA (52,94%) begitupun dengan ayah balita dengan status gizi normal sebagian besar berpendidikan SMA (47,06%). Hasil tabulasi silang antara pendidikan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang tingkat pendidikannya SMA (35,30%) begitupun dengan ibu balita dengan status gizi normal sebagian besar berpendidikan SMA (52,94%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pendidikan ayah dan pendidikan ibu pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Pendidikan orang tua merupakan faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan baik maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anak, dan pengetahuan gizi (Soetjiningsih,1995 dan Prawiroharjo dalam Riyadi, 2005). Ini tidak sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Soetjiningsih (1995) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan ibu menyebabkan berbagai keterbatasan dalam menangani masalah gizi dan kesehatan keluarga serta anak balitanya. Menurut Guharja, et.al 1994, pendidikan yang rendah menambah beban pembangunan. Dalam penelitiannya Graham (1972) dan Bairuqi (1980)
75
menjelaskan bahwa semakin baik pendidikan pengasuh maka kemungkinan semakin besar anak semakin baik pertumbuhannya (Satoto, 1990). Tingkat pendidikan orang tua di lokasi penelitian setaraf dengan SMA. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi pemahaman para orang tua terhadap zat gizi anaknya. 7.6.2 Perbedaan Antara Pekerjaan Orang Tua Dengan Status Gizi Balita Hasil tabulasi silang antara pekerjaan ayah dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ayah balita dengan status gizi kurang bekerja sebagai pegawai swasta yakni sebesar 29,41% sedangkan pada balita gizi normal persentase terbesar bekerja sebagai pegawai swasta yakni sebesar 52,94%. Tabulasi silang antara pekerjaan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang tidak bekerja yakni sebesar 70,58% sedangkan pada balita gizi normal persentase terbesar adalah ibu tidak bekerja yakni 64,70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pekerjaan ayah pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α dan tidak ada perbedaan antara pekerjaan ibu pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Pendapat Leslie (1989) dalam Bumbungan 2003, hubungan antara ibu bekerja (beban kerja) dengan status gizi dan kesehatan anak bisa berdampak positif dan bisa pula berdampak negatif. Dampak positif dari ibu bekerja karena terjadi peningkatan pendapatan ibu yang sekaligus bisa meningkatkan kontrol ibu terhadap pendapatan keluarga. Pada akhirnya akan terjadi peningkatan
76
ketersediaan, distribusi makanan yang baik bagi anak dan akhirnya terjadi peningkatan asupan makanan. Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat pekerjaan ayah dan ibu tidak mempengaruhi jumlah asupan makanan yang diberikan kepada balita status gizi kurang maupun pada balita status gizi normal. 7.6.3 Perbedaan Antara Pendapatan Keluarga Dengan Status Gizi Balita Hasil tabulasi silang antara pendapatan keluarga dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang berpenghasilan kurang dari sama dengan Rp1.031.500,00 yakni sebesar 58,82% sedangkan pada balita status gizi normal sebagian besar pendapatan keluarganya juga kurang dari sama dengan Rp1.031.500,00 (64,71%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara tingkat pendapatan keluarga pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Ini tidak selaras dengan apa yang disampaikan oleh Soetjiningsih (1995) bahwa keluarga-keluarga yang kurang mampu upaya untuk meningkatakan kualitas hidup anak-anaknya masih belum merupakan prioritas utama di dalam kehidupan keluarganya. Mereka masih menghadapi berbagai masalah lain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya. Pendapatan keluarga mempengaruhi daya beli keluarga akan bahan makanan yang bergizi karena penghasilan / pendapatan menentukan jenis pangan yang akan dibeli (Berg dalam Kholifah, 2002). Kesimpulan berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pendapatan pada keluarga balita status gizi kurang dengan keluarga balita status gizi normal, sehingga mempengaruhi pemilihan
77
jenis makanan yang disesuaikan dengan dana yang ada untuk dikonsumsi anggota keluarga dan balitanya. 7.6.4 Perbedaan Antara Jumlah Anak Dengan Status Gizi Balita Hasil tabulasi silang antara jumlah anak dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga responden pada balita dengan status gizi kurang persentase jumlah anak ≤2 dan >2 hampir sama yakni 52,94% dan 47,06% sedangkan pada balita gizi normal memiliki jumlah anak ≤2 yaitu sebesar 76,47%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara jumlah anak pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p>α. Ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak yang amat dekat akan menimbulkan lebih banyak masalah. Anak-anak yang lebih kecil seringkali mendapatkan jatah makan yang kurang mencukupi karena kalah dengan kakaknya yang makannya lebih cepat dan dengan porsi suap yang lebih besar pula. Anak yang terlalu banyak selain menyulitkan dalam mengurusnya juga kurang bisa menciptakan suasana tenang di dalam rumah (Apriadji, 1986). Berdasarkan hal tersebut diatas bahwa jumlah anak responden yang ada di lokasi penelitian mempengaruhi pada besarnya pembagian porsi jatah makan pada balita. Keluarga dengan jumlah anak yang banyak menyebabkan balita mendapatkan porsi makanan yang lebih sedikit. 7.6.5 Perbedaan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Balita Hasil tabulasi silang antara tingkat pengetahuan ibu dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar ibu balita dengan status gizi kurang
78
memiliki pengetahuan tentang gizi sedang yaitu sebesar 52,94% sedangkan balita status gizi normal juga memiliki pengetahuan tentang gizi sedang yaitu sebesar 58,83%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pengetahuan ibu pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang kebutuhan zat gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi anak. Dengan demikian seharusnya ibu atau pengasuh balita yang berpengetahuan gizi baik, anaknya tidak menderita gizi buruk. Tetapi, pengetahuan kesehatan yang tinggi belum tentu akan membentuk perilaku yang sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki karena perilaku banyak dipengaruhi oleh faktor lain seperti nilai, kepercayaan, dan kebiasaan (Soemirat, 2000). Selain itu perubahan perilaku kesehatan itu dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dan luar individu itu sendiri, seperti susunan syaraf pusat, emosi, proses belajar, lingkungan dan motivasi (Notoatmodjo, 1997). Pengetahuan gizi tidak memegang peran dominan dalam menetukan status gizi anak, tetapi waktu dan perhatian lebih berperan menentukan status gizi anak (Riyadi, 2005). Pengetahuan ibu di lokasi penelitian sebagian besar adalah berpengetahuan sedang. Hal ini dipengaruhi oleh masuknya informasi baik formal maupun informal. Ibu dengan tingkat pendidikan formal setaraf SMA tentunya mendapatkan informasi lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang taraf pendidikannya perguruan tinggi, namun secara informal ibu bisa mendapatkan
79
informasi baik dari media maupun dari informasi orang lain misalnya dari posyandu. 7.6.6 Perbedaan Antara Umur Balita Dengan Status Gizi Balita Tabulasi silang antara umur balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang berumur antara 49-60 bulan yaitu sebesar 47,05% dan balita dengan status gizi normal berumur antara 49-60 bulan sebesar 41,17%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan umur balita pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Semakin bertambahnya usia akan semakin meningkat pula kebutuhan zat tenaga yang dibutuhkan oleh tubuh untuk mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan fisik (Aprijadi, 1986). Umur yang paling rawan adalah masa balita, oleh karena pada masa itu anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi (Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan hasil tersebut diatas balita yang ada di lokasi penelitian memiliki usia yang berbeda-beda dan memiliki kebutuhan gizi yang berbedabeda juga. 7.6.7 Perbedaan Antara Jenis Kelamin Dengan Status Gizi Balita Tabulasi silang antara jenis kelamin balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang memiliki jenis kelamin laki-laki sebesar 52,95% sedangkan balita status gizi normal sebagian besar juga berjenis kelamin laki-laki sebesar 52,95%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin balita pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p>α.
80
Jenis kelamin menentukan pada besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Anak laki-laki lebih banyak membutuhkan zat tenaga dan protein daripada anak perempuan, karena secara kodrati laki-laki, memang diciptakan lebih kuat dari macam aktivitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan (Soetjiningsih, 1995). 7.7 Perbedaan Antara Perkembangan Balita Dengan Status Gizi Balita Tabulasi silang antara perkembangan balita dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang hasil perkembangannya sesuai standar perkembangan balita sebesar 41,18% sedangkan balita status gizi normal perkembangannya juga sesuai standar perkembangan balita sebesar 35,29%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan perkembangan balita pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p>α. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Yaitu menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi
fungsinya.
Kecukupan
balita
akan
zat
gizi
mempengaruhi
perkembangannya (Soetjiningsih, 1995). Hal ini dikarenakan perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor selain zat gizi yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (Soetjiningsih, 1995).
81
7.8 Perbedaan Antara Tingkat Konsumsi Dengan Status Gizi Balita 7.8.1 Tingkat Konsumsi Energi Berdasarkan hasil yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi energinya kurang (52,36%), sedangkan pada balita status gizi normal tingkat konsumsi energinya baik sebesar 41,17%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat konsumsi energi pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p<α. Kekurangan
makanan
sumber
energi
dalam
waktu
lama
dapat
menyebabkan KEP (Almatsier, 2002). Menurut Almatsier (2002) dinyatakan bahwa manusia membutuhkan energi untuk melakukan aktivitas fisik. Energi dapat diperoleh dari karbohidrat, protein, dan lemak yang ada didalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, protein, dan lemak didalam suatu makanan menentukan nilai energinya. Tingkat konsumsi energi mempengaruhi status gizi balita yang ada di lokasi penelitian yaitu pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal. 7.8.2 Tingkat Konsumsi Protein Berdasarkan hasil yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar balita yang memiliki status gizi kurang tingkat konsumsi proteinnya defisit (41,17%) dan balita dengan status gizi normal tingkat konsumsi proteinnya baik yakni sebesar 70,59%.
82
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat konsumsi protein pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p<α. Protein mempunyai fungsi khusus yang tidak dapat digantikan oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier, 2002). Menurut Pudjaji (2000) mengatakan bahwa protein yang diberikan harus sebagian berupa protein yang berkualitas tinggi seperti protein hewani. Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam jumlah maupun mutunya seperti telur, susu, daging, ayam/unggas, ikan dan kerang. Penyebab lain KEP diduga karena adanya gangguan pencernaan, konsumsi ASI yang tidak cukup, penyakit infeksi dan kualitas zat gizi yang dimakan tidak mudah dicerna, diserap dan didistribusikan oleh tubuh. Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa tingkat konsumsi protein mempengaruhi status gizi balita yang ada di lokasi penelitian yaitu pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal. 7.9 Perbedaan Antara Variabel Pola Asah, Asih, Asuh Dengan Status Gizi Balita 7.9.1 Pola Asah (Stimulasi Mental) Hasil tabulasi silang antara stimulasi mental (pola asah) dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang pola asahnya sedang yaitu sebesar 70,59% sedangkan balita dengan status gizi normal pola asahnya juga sedang yaitu sebesar 76,47%.
83
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa stimulasi mental (pola asah) tidak ada perbedaan antara pola asah pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang mendapat stimulasi yang terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan dengan anak yang kurang atau tidak mendapatkan stimulasi (Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa pola asah antara balita status gizi kurang dan balita status gizi normal tidak berbeda. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu yang ada di lokasi penelitian tentang gizi pada du kelompok balita ini juga tidak jauh berbeda. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara signifikan antara pola asah dengan perkembangan balita pada balita status gizi normal dan balita status gizi kurang dengan nilai p > α. 7.9.2 Pola Asih 7.9.2.1 Interaksi Ibu Anak Hasil tabulasi silang antara interaksi ibu anak dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang interaksi ibu dan anaknya sedang yaitu sebesar 76,47% sedangkan balita dengan status gizi normal interaksi ibu anaknya juga sedang yaitu sebesar 94,11%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pola asih pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Interaksi timbal balik antara anak dan orang tua, akan menimbulkan keakraban dalam keluarga. Anak akan terbuka kepada orang tuanya, sehingga
84
komunikasi bisa dua arah dan segala permasalahan dapat dipecahkan bersama karena adanya keterdekatan dan kepercayaan antara orang tua dan anak. Interaksi tidak ditentukan oleh seberapa lama kita bersama anak. Tetapi lebih ditentukan kualitas dari interaksi tersebut yaitu pemahaman terhadap kebutuhan masingmasing dan upaya optimal untuk memenuhi kebutuhan tersebut yang dilandasi oleh rasa saling menyayangi (Soetjiningsih, 1995). Interaksi ibu anak pada lokasi penelitian tidak jauh berbeda pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal, ini berkaitan dengan aktivitas ibu yang kebanyakan adalah sebagai ibu rumah tangga saja baik itu pada balita status gizi kurang maupun balita status gizi normal sehingga porsi interaksi antara ibu dan anak sama. 7.9.2
Peran Orang Tua Hasil tabulasi silang antara peran orang tua dengan status gizi balita
menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang peran orang tuanya baik yaitu sebesar 70,59% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar peran orang tuanya sedang yaitu sebesar 58,82%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara peran orang tua (pola asih) pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p > α. Tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan selaras antara ibu/pengganti ibu dengan anak merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Berperannya dan kehadiran ibu/penggantinya sedini dan selanggeng mungkin, akan menjalin rasa aman bagi bayinya (Soetjiningsih, 1995).
85
Peran orang tua di lokasi penelitian berbeda antara balita status gizi kurang dan balita status gizi normal. Balita dengan status gizi kurang mendapatkan peran orang tua yang lebih banyak dikarenakan orang tua memahami pentingnya peran orang tua dalam menangani masalah gizi kurang. 7.9.3 Pola Asuh 7.9.3.1 Pangan dan Gizi Hasil tabulasi silang antara pangan dan gizi dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang pangan dan gizinya sedang yaitu sebesar 58,82% sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar pangan dan gizinya juga sedang yaitu sebesar 64,70%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara pangan dan gizi pada balita status gizi kurang dan balita status gizi normal dengan nilai p>α. Pangan adalah termasuk pembangun tubuh yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan, terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan pada saat anak sedang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat terutama pertumbuhan otak. Keberhasilan perkembangan anak ditentukan oleh keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan otak (Tanuwidjaya, 2002). Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa di lokasi penelitian, pangan dan gizinya tidak jauh berbeda. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu tentang gizi dan pendapatan orang tua yang sama baik itu pada balita status gizi kurang maupun pada balita status gizi normal.
86
7.9.3.2 Perawatan Kesehatan Dasar Hasil tabulasi silang antara perawatan kesehatan dasar dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang perawatan kesehatan dasarnya adalah ada yaitu sebesar 94,11 sedangkan balita berstatus gizi normal sebagian besar perawatan kesehatan dasar juga ada yaitu sebesar 88,24%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perwatan kesehatan dasar pada balita gizi kurang dan balita gizi normal dengan nilai p > α. Perawatan kesehatan dasar dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi. Pemberian imunisasi pada anak adalah penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit-penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Pelaksanaan imunisasi lengkap diharapkan mampu mencegah timbulnya penyakitpenyakit yang menimbulkan kesakitan dan kematian (Tanuwidjaya, 2002). Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa perawatan kesehatan dasar di lokasi penelitian tidak jauh berbeda, hal ini berkaitan dengan pengetahuan ibu yang tidak berbeda pada balita status gizi kurang maupun balita status gizi normal. 7.9.3.3 Keadaan Tempat Tinggal Hasil penelitian menunjukkan bahwa 100% responden keadaan tempat tinggalnya sesuai dengan standart kesehatan. Hasil tabulasi silang antara keadaan tempat tinggal dengan status gizi balita menunjukkan bahwa sebagian besar balita dengan status gizi kurang keadaan tempat tinggalnya memenuhi syarat yaitu sebesar 100,00% sedangkan
87
balita berstatus gizi normal sebagian besar keadaan tempat tinggalnya juga memenuhi syarat yaitu sebesar 100,00%. Tempat tinggal yang layak akan membantu anak untuk betumbuh dan berkembang secara optimal. Tempat tinggal yang layak tidak berarti rumah yang berukuran besar, tetapi bagaimana upaya kita untuk mengatur rumah menjadi sehat, cukup ventilasi, serta terjaga kebersihan dan kerapiannya, tanpa memperdulikan berapapun ukurannya (Nursalam dkk, 2005). Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa keadaan tempat tinggal di lokasi penelitian sesuai dengan standar kesehatan, ini dikarenakan oleh berbagai faktor antara lain pengetahuan orang tua serta informasi kesehatan yang didapatkan.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Karakteristik keluarga pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal menunjukkan tingkat pendidikan ayah sebagian besar SMA (50,00%) dan ibu adalah SMA (44,11%). Mata pencaharian ayah adalah sebagai pegawai swasta (41,17%), sedangkan ibu sebagian besar tidak bekerja (67,65%). Pendapatan pada keluarga balita (61,77%) kurang dari Rp.1.031.500,00. Jumlah anak pada keluarga balita sebagian besar adalah ≤2 (64,71%). Tingkat pengetahuan ibu tergolong sedang (55,88%). Karakteristik balita menunjukkan bahwa umur balita sebagian besar adalah umur 49-60 bulan (44,12%). Jenis kelamin balita paling banyak adalah laki-laki (52,94%). 2. Pola asah pada balita status gizi kurang dan status gizi normal sebagian besar adalah sedang (58,82%). Pola asih pada balita meliputi interaksi ibu anak dan peran orang tua. Interaksi ibu anak pada balita status gizi kurang dan status gizi normal adalah sedang (61,76%). Peran orang tua pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal sebagian besar adalah baik (55,89%). Pola asuh pada balita meliputi pangan dan gizi, perawatan kesehatan dasar, serta keadaan tempat tinggal. Pangan dan gizi pada balita status gizi kurang dan status gizi normal adalah sedang (61,76%), kedua kelompok balita sebagian besar ada perawatan kesehatan dasarnya
88
89
(91,18%). Keadaan tempat tinggal pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal adalah memenuhi syarat (100%). 3. Tidak terdapat perbedaan pada pola asah, asih, asuh pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal, hal ini mungkin dapat dikarenakan adanya faktor lain seperti penyakit infeksi. 4. Ada perbedaan pada tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein pada balita dengan status gizi kurang dan status gizi normal. 8.2 SARAN Berdasarkan kesimpulan, saran yang dapat diberikan adalah: 1. Meningkatkan pengetahuan gizi ibu dan perkembangan balita dengan cara menggiatkan penyuluhan di Posyandu maupun di acara perkumpulan ibuibu mengenai energi dan protein. 2. Meningkatkan peranan orang tua dalam mengasuh anaknya agar kasus
malnutrisi pada balita dapat diturunkan serta menerapkan pendidikan yang sesuai dengan karakter anak. 3. Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan dan pertumbuhan balita selain dari ibu adalah pelayanan kesehatan yang memberikan informasi mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih
lanjut
mengenai
hubungan
pelayanan
kesehatan
dengan
perkembangan dan pertumbuhan balita. 4. Menyusun menu dan menyediakan makanan yang bervariasi dan kandungan zat gizi seimbang sehingga kebutuhan zat gizi energi protein dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA Abunain, D., 1998. Gizi Indonesia. Masalah KKP. Lokakarya Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta
Almatsier, Sunita, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta
Anonim.http://images.irbah.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SpdEgoK CGIAADGhIiw1/BAHAN AJAR POLA ASUH.pdf?nmid=278682503 (sitasi 5 April 2010)
Anonim.http://www.eka.org/Our-Faith-In-Action/Responding-to-the-World/ ELCA-World-Hunger/Resources/Hunger-Facts.aspx (sitasi 9 April 2010)
Anonim.http://www.surya.co.id/2009/11/19/tahun-2010-upah-terendah-surabayarp-1031500bulan.html (sitasi 17 Juni 2010) Anwar. Status Gizi dan Faktor Yang Mempengaruhi. Error! Hyperlink reference not valid. (sitasi 9 April 2010)
Aprijadi, W.H, 1986. Prinsip Dasar Gizi. Gramedia. Jakarta
Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Baliwati, 2006. Pengantar Pangan dan Gizi. Penebar Swadaya
Berg, Allan dan Robert J.Muscat, 1986. Faktor Gizi. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Budiyanto, Moch., Agus Krisno, 2002. Dasar Ilmu Gizi Edisi Revisi. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang
Dinkes (2009). Profil Kesehatan Tahun 2008. Surabaya; Dinas Kesehatan Kota
90
91
Direktorat PADU, 2002. Bahan Ajar Parenting Education. Direktorat PADU. Jakarta Kholifah, Atik, 2002. Hubungan Pola Konsumsi Ikan dan Status Gizi Siswa SD Dari Keluarga Nelayan. Skripsi. Surabaya, Universitas Airlangga
Kuntoro, 2008. Metode Sampling dan Penentuan Besar Sampel. Pustaka Melati. Surabaya
Nursalam, Rekawati Susilaningrum, dan Sri Utami, 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan Bidan. Salemba Medika. Jakarta
Pudjiadi, Solihin, 2000. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Universitas Airlangga. Jakarta
Riyadi, Doddy, 2005. Penyimpangan Positif (Positif Deviciance) Di Desa Mojorejo Kecamatan Junrejo Kota Malang. Jurnal Kesehatan (The Journal Of Health). Politeknik Malang. Malang
Sajogyo, 1996. Menuju Gizi Baik Ynag Merata di Pedesaan dan di Kota. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Saragih, Anita, 2010. Mengatasi Masalah Gizi Buruk. http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_content&view=articl e&id=4196:mengatasi-masalah-gizi-buruk&catid=542:25-januari2010&Itemid=135.5 (sitasi 5 April 2010)
Siswono, 2008. 5,1 Juta Balita Gizi Buruk, 54 Persen Meninggal. http://www.suarapembaruan.com (sitasi 5 April 2010)
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Sugianti, Anik, 2007. Perbedaan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 12 Bulan Antara Status Gizi Baik dan Status Gizi Kurang. Skripsi. Surabaya, Universitas Airlangga
Suhardjo, 1986. Pangan Gizi dan Pertanian. IUP. Jakarta
92
Supariasa, I., Bachyar B., dan Ibnu F, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Ledokteran EGC. Jakarta
Tanuwidjaya, S, 2002. Konsep Umum Tumbuh Kembang Anak. Tumbuh Kembang Anak. Sagung Seto. Jakarta
Winarno, F.G, 1991. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumsi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Statistik
Frequencies
N
skala umur balita 34 0 4.6176 1.37101
Valid Missing
Mean Std. Deviation
jenis kelamin balita 34 0 1.4706 .50664
pendidikan ayah 34 0 3.4706 1.02204
pendidikan ibu 34 0 3.4706 1.05127
Statistics
pekerjaan ayah 34
pekerjaan ibu 34
pendapatan keluarga 34
jumlah anak 34
pengetahuan gizi ibu 34
pangan dan gizi 34
0
0
0
0
0
0
4.9118
2.2941
1.3824
1.3529
1.7941
2.0294
1.46407
2.00801
.49327
.48507
.64099
.62694
perawatan kesehatan dasar 34
keadaan tempat tinggal 34
interaksi ibu anak 34
peran orang tua 34
hasil kuesioner pre skrining perkembang an 34
pola asih 34
0
0
0
0
0
0
1.0882
1.0000
2.0294
2.4412
1.9394
2.4412
.28790
.00000
.38810
.50399
.86384
.56091
Frequency Table pendidikan ayah
Valid
sd smp sma akademi/PT Total
Frequency 9 4 17 4 34
Percent 26.5 11.8 50.0 11.8 100.0
Valid Percent 26.5 11.8 50.0 11.8 100.0
Cumulative Percent 26.5 38.2 88.2 100.0
pendidikan ibu
Valid
sd smp sma akademi/PT Total
Frequency 9 5 15 5 34
Percent 26.5 14.7 44.1 14.7 100.0
Valid Percent 26.5 14.7 44.1 14.7 100.0
Cumulative Percent 26.5 41.2 85.3 100.0
pekerjaan ayah
Valid
tidak bekerja buruh pedagang/wiraswasta pegawai swasta pns lain-lain Total
Frequency 1 5 5 14 2 7 34
Percent 2.9 14.7 14.7 41.2 5.9 20.6 100.0
Valid Percent 2.9 14.7 14.7 41.2 5.9 20.6 100.0
Cumulative Percent 2.9 17.6 32.4 73.5 79.4 100.0
pekerjaan ibu
Valid
tidak bekerja buruh pedagang/wiraswasta pegawai swasta lain-lain Total
Frequency 23 1 2 6 2 34
Percent 67.6 2.9 5.9 17.6 5.9 100.0
Valid Percent 67.6 2.9 5.9 17.6 5.9 100.0
Cumulative Percent 67.6 70.6 76.5 94.1 100.0
pendapatan keluarga
Valid
<1.031.500,00 >1.031.500,00 Total
Frequency 21 13 34
Percent 61.8 38.2 100.0
Valid Percent 61.8 38.2 100.0
Cumulative Percent 61.8 100.0
jumlah anak
Valid
< atau = 2 orang > 2 orang Total
Frequency 22 12 34
Percent 64.7 35.3 100.0
Valid Percent 64.7 35.3 100.0
Cumulative Percent 64.7 100.0
skala umur balita
Valid
24-30 bulan 31-36 bulan 37-42 bulan 43-48 bulan 49-60 bulan Total
Frequency 1 9 7 2 15 34
Percent 2.9 26.5 20.6 5.9 44.1 100.0
Valid Percent 2.9 26.5 20.6 5.9 44.1 100.0
Cumulative Percent 2.9 29.4 50.0 55.9 100.0
jenis kelamin balita
Valid
laki-laki perempuan Total
Frequency 18 16 34
Percent 52.9 47.1 100.0
Valid Percent 52.9 47.1 100.0
Cumulative Percent 52.9 100.0
pengetahuan gizi ibu
Valid
rendah sedang tinggi Total
Frequency 11 19 4 34
Percent 32.4 55.9 11.8 100.0
Valid Percent 32.4 55.9 11.8 100.0
Cumulative Percent 32.4 88.2 100.0
hasil kuesioner pre skrining perkembangan
Valid
Missing Total
sesuai meragukan kemungkinan ada penyimpangan Total System
Frequency 13 9
Percent 38.2 26.5
Valid Percent 39.4 27.3
Cumulative Percent 39.4 66.7
11
32.4
33.3
100.0
33 1 34
97.1 2.9 100.0
100.0
interaksi ibu anak
Valid
kurang sedang baik Total
Frequency 2 29 3 34
Percent 5.9 85.3 8.8 100.0
Valid Percent 5.9 85.3 8.8 100.0
Cumulative Percent 5.9 91.2 100.0
peran orang tua
Valid
sedang baik Total
Frequency 19 15 34
Percent 55.9 44.1 100.0
Valid Percent 55.9 44.1 100.0
Cumulative Percent 55.9 100.0
pangan dan gizi
Valid
kurang sedang baik Total
Frequency 6 21 7 34
Percent 17.6 61.8 20.6 100.0
Valid Percent 17.6 61.8 20.6 100.0
Cumulative Percent 17.6 79.4 100.0
perawatan kesehatan dasar
Valid
ya tidak Total
Frequency 31 3 34
Percent 91.2 8.8 100.0
Valid Percent 91.2 8.8 100.0
Cumulative Percent 91.2 100.0
keadaan tempat tinggal
Valid
memenuhi syarat
Frequency 34
Percent 100.0
Valid Percent 100.0
Cumulative Percent 100.0
Crosstabs Case Processing Summary Cases Valid N
Missing Percent
N
Total
Percent
N
Percent
skala umur balita * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
jenis kelamin balita * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pendidikan ayah * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pendidikan ibu * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pekerjaan ayah * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pekerjaan ibu * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pendapatan keluarga * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
jumlah anak * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pengetahuan gizi ibu * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pangan dan gizi * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
perawatan kesehatan dasar * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
keadaan tempat tinggal * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
interaksi ibu anak * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
peran orang tua * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pola asah * status gizi balita
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
hasil kuesioner pre skrining perkembangan * status gizi balita
34
100,0%
0
,0%
34
100.0%
pendidikan ayah * status gizi balita Crosstabulation Count
pendidikan ayah
Total
sd smp sma akademi/PT
status gizi balita gizi baik gizi kurang 3 6 2 2 8 9 4 0 17 17
Total 9 4 17 4 34
pendidikan ibu * status gizi balita Crosstabulation Count
pendidikan ibu
sd smp sma akademi/PT
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 3 6 2 3 9 6 3 2 17 17
Total 9 5 15 5 34
pekerjaan ayah * status gizi balita Crosstabulation Count
pekerjaan ayah
tidak bekerja buruh pedagang/wiraswasta pegawai swasta pns lain-lain
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 1 0 1 4 2 3 9 5 2 0 2 5 17 17
Total 1 5 5 14 2 7 34
pekerjaan ibu * status gizi balita Crosstabulation Count
pekerjaan ibu
tidak bekerja buruh pedagang/wiraswasta pegawai swasta lain-lain
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 11 12 0 1 1 1 4 2 1 1 17 17
Total 23 1 2 6 2 34
pendapatan keluarga * status gizi balita Crosstabulation Count
pendapatan keluarga Total
<1.031.500,00 >1.031.500,00
status gizi balita gizi baik gizi kurang 10 11 7 6 17 17
Total 21 13 34
jumlah anak * status gizi balita Crosstabulation Count
jumlah anak
< atau = 2 orang > 2 orang
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 13 9 4 8 17 17
Total 22 12 34
jenis kelamin balita * status gizi balita Crosstabulation Count
jenis kelamin balita
laki-laki perempuan
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 9 9 8 8 17 17
Total 18 16 34
skala umur balita * status gizi balita Crosstabulation Count
skala umur balita
24-30 bulan 31-36 bulan 37-42 bulan 43-48 bulan 49-60 bulan
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 0 1 5 4 4 3 1 1 7 8 17 17
Total 1 9 7 2 15 34
pengetahuan gizi ibu * status gizi balita Crosstabulation Count
pengetahuan gizi ibu
rendah sedang tinggi
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 5 6 10 9 2 2 17 17
Total 11 19 4 34
hasil kuesioner pre skrining perkembangan * status gizi balita Crosstabulation Count Total
status gizi balita gizi baik hasil kuesioner pre skrining perkembangan
Total
sesuai
6
gizi kurang 7
gizi baik 13
meragukan
5
4
9
kemungkinan ada penyimpangan
6
6
12
17
17
34
tingkat konsumsi energi * status gizi Crosstabulation Count status gizi kurang tingkat konsumsi energi
baik sedang kurang defisit
Total
Total
baik 1 5 9 2 17
7 3 4 3 17
8 8 13 5 34
Tingkat konsumsi protein * status gizi Crosstabulation Count status gizi kurang tingkat konsumsi energi
baik sedang kurang defisit
12 3 0 2 17
Total
Total
baik 6 3 1 7 17
18 6 1 9 34
pola asah * status gizi balita Crosstabulation Count
pola asah
kurang sedang baik
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 0 1 10 10 7 6 17 17
Total 1 20 13 34
interaksi ibu anak * status gizi balita Crosstabulation Count
interaksi ibu dan anak
kurang sedang baik
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 0 2 16 13 1 2 17 17
Total 2 29 3 34
peran orang tua * status gizi balita Crosstabulation Count
peran orang tua Total
sedang baik
status gizi balita gizi baik gizi kurang 12 7 5 10 17 17
Total 19 15 34
pangan dan gizi * status gizi balita Crosstabulation Count
pangan dan gizi
status gizi balita gizi baik gizi kurang 2 4 11 10 4 3 17 17
kurang sedang baik
Total
Total 6 21 7 34
perawatan kesehatan dasar * status gizi balita Crosstabulation Count
perawatan kesehatan dasar
ya tidak
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 15 16 2 1 17 17
Total 31 3 34
keadaan tempat tinggal * status gizi balita Crosstabulation Count
keadaan tempat tinggal Total
memenuhi syarat
status gizi balita gizi baik gizi kurang 17 17 17 17
Total 34 34
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N a,b Normal Parameters Mean Std. Deviation Most Extreme Absolute Differences Positive Negative Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
skala umur jenis kelamin pendidikan balita balita ayah 34 34 34 4.6176 1.4706 3.4706 1.37101 .50664 1.02204 .285 .353 .315 .175 .353 .190 -.285 -.323 -.315 1.659 2.058 1.839 .008 .000 .002
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test pendidikan ibu 34 3.4706 1.05127 .281 .184 -.281 1.638 .009
pekerjaan ayah 34 4.9118 1.46407 .211 .211 -.200 1.232 .096
pekerjaan ibu 34 2.2941 2.00801 .417 .417 -.260 2.431 .000
pendapatan keluarga 34 1.5882 .82085 .381 .381 -.237 2.221 .000
pengetahuan gizi ibu 34 1.7941 .64099 .302 .256 -.302 1.764 .004
a.Test distribution is Normal. b.Calculated from data.
T-Test Group Statistics
skala umur balita jumlah anak
status gizi balita gizi baik gizi kurang gizi baik gizi kurang
N 17 17 17 17
Mean 4.5882 4.6471 1.2353 1.4706
Std. Deviation 1.32565 1.45521 .43724 .51450
Std. Error Mean .32152 .35294 .10605 .12478
Independent Samples Test Levene's Test for quality of Variance
F skala umur baEqual varianc .382 assumed Equal varianc not assumed jumlah anak Equal varianc 5.976 assumed Equal varianc not assumed
Sig. .541
.020
t-test for Equality of Means
t -.123
df
95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Error Sig. (2-tailedDifferenceDifference Lower Upper
32
.903
-.0588
.47743 1.03132 .91367
-.123 31.726
.903
-.0588
.47743 1.03165 .91400
32
.160
-.2353
.16376 -.56886 .09827
-1.437 31.189
.161
-.2353
.16376 -.56920 .09861
-1.437
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks status gizi balita gizi baik
jenis kelamin balita
pendidikan ayah
pendidikan ibu
pekerjaan ayah
pekerjaan ibu
pengetahuan gizi ibu
hasil kuesioner pre skrining perkembangan
N 17
Mean Rank 17.50
Sum of Ranks 297.50
gizi kurang
17
17.50
297.50
Total
34
gizi baik
17
20.24
344.00
gizi kurang
17
14.76
251.00
Total
34
gizi baik
17
19.59
333.00
gizi kurang
17
15.41
262.00
Total
34
gizi baik
17
17.91
304.50
gizi kurang
17
17.09
290.50
Total
34
gizi baik
17
18.18
309.00
gizi kurang
17
16.82
286.00
Total
34
gizi baik
17
17.94
305.00
gizi kurang
17
17.06
290.00
Total
34
gizi baik
17
17.00
139,00
gizi kurang
17
17.00
289.00
Total
34
Test Statistics(b)
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2tailed) Exact Sig. [2*(1tailed Sig.)]
jenis kelamin balita 144.500
pendidikan ayah 98.000
pendidikan ibu 109.000
pekerjaan ayah 137.500
pekerjaan ibu 133.000
pengeta huan gizi ibu 137.000
hasil kuesioner pre skrining perkembang an 139,000
297.500
251.000
262.000
290.500
286.000
290.000
292,000
.000
-1.733
-1.296
-.252
-.479
-.291
-,202
1.000
.083
.195
.801
.632
.771
,840
1.000(a)
.114(a)
.231(a)
.812(a)
.708(a)
.812(a)
,865(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: status gizi balita
T-Test Group Statistics
pendapatan keluarga
status gizi balita gizi baik gizi kurang
N
Mean 1.4118 1.3529
17 17
Std. Error Mean .12304 .11947
Std. Deviation .50730 .49259
Independent Samples Test Levene's Test for quality of Variance
F pendapatan keluEqual varian assumed Equal varian not assumed
Sig.
.449
.508
t-test for Equality of Means
t
df
.343
95% Confidence Interval of the Difference Mean Std. Error Sig. (2-tailedDifferenceDifference Lower Upper
32
.734
.0588
.17150 -.29051 .40815
.343 31.972
.734
.0588
.17150 -.29052 .40817
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks pendapatan keluarga
status gizi balita gizi baik gizi kurang Total
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
pendapatan keluarga 136.000 289.000 -.348 .728 .786
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: status gizi balita
N 17 17 34
Mean Rank 18.00 17.00
Sum of Ranks 306.00 289.00
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks tingkatkonsumsi energi 1
tingkat konsumsi protein 1
status gizi kurang baik Total kurang baik Total
N 17 17 34 17 17 34
Mean Rank 20.91 14.09
Sum of Ranks 355.50 239.50
20.97 14.03
356.50 238.50
Test Statisticsb
Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
tingkat konsumsi protein 1 85.500 238.500 -2.233 .026
tingkatkonsu msi energi 1 86.500 239.500 -2.072 .038 .045
a
.041
a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: status gizi
Crosstabs Case Processing Summary
Valid N pola asuh * status gizi balita pola asih * status gizi balita pola asah * status gizi balita
Percent
Cases Missing N Percent
Total N
Percent
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
34
100.0%
0
.0%
34
100.0%
pola asah * status gizi balita Crosstab Count
pola asah
kurang baik
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 10 11 7 6 17 17
Total 21 13 34
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .125b .000 .125
df 1 1 1
.121
Asymp. Sig. (2-sided) .724 1.000 .724
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.500
.728
34
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.50.
pola asih * status gizi balita Crosstab Count
pola asih Total
kurang baik
status gizi balita gizi baik gizi kurang 11 7 6 10 17 17
Total 18 16 34
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value 1.889b 1.063 1.907
1.833
df 1 1 1
1
Asymp. Sig. (2-sided) .169 .303 .167
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
.303
.151
.176
34
a. Computed only for a 2x2 table b. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.00.
Crosstabs Case Processing Summary Cases Missing N Percent
Valid N pola asuh * status gizi balita
Percent 34
100.0%
0
Total N
.0%
Percent 34
100.0%
pola asuh * status gizi balita Crosstabulation Count
pola asuh
kurang baik
Total
status gizi balita gizi baik gizi kurang 14 14 3 3 17 17
Total 28 6 34
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .000b .000 .000
.000
c
1 1 1
Asymp. Sig. (2-sided) 1.000 1.000 1.000
Exact Sig. (2-sided) 1.000
Exact Sig. (1-sided) .672
1.000 1.000
.672 .672
1
1.000
1.000
.672
df
34
a. Computed only for a 2x2 table b. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00. c. The standardized statistic is .000.
Point Probability
.344