SKRIPSI
PENGEMBANGAN PRODUK MARGARIN DARI FRAKSI STEARIN MINYAK SAWIT MERAH SERTA ANALISIS STABILITASNYA
Oleh: ARY IKHSAN SIREGAR F24104058
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Ary Ikhsan Siregar. F24104058. Development of Margarine Product Made of Palm Oil Stearin and Analysis of Its Stability. Under supervision of Dr. Ir. Sugiyono, M App.Sc.
ABSTRACT The objective of this research was to develop margarine product made of red palm oil stearin and to analyze its stability. Results showed that red palm oil stearin could be used as a base ingredient in margarine production. This margarine was made with BHA antioxidant and TBHQ antioxidant treatment. The antioxidant treatment chosen were 75 ppm BHA and 25 ppm TBHQ with carotene rate within end product was about 145.56 ppm, acid value was 1.26 mg KOH/g, and peroxide value was 8.80 meq/kg. Almost all of this carotene had pro vitamin A ( -carotene). Keywords: margarine, antioxidant, red palm oil stearin.
Ary Ikhsan Siregar. F24104058. Pengembangan produk margarin dari fraksi stearin minyak sawit merah serta analisis stabilitasnya. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M App.Sc.
RINGKASAN Pembuatan margarin di industri biasanya dilakukan dengan penambahan vitamin A. Hal ini dilakukan karena jumlah karotenoid minyak sawit hasil pemurnian yang digunakan sebagai bahan baku tidak mencukupi dari syarat mutu margarin yakni mengandung 2500-3500 IU/100g (SNI 01-3541-2002). Kandungan karotenoid dalam crude palm stearin mencapai 380-540 ppm. Nilai karotenoid ini cukup untuk menggantikan penambahan vitamin A pada produk margarin. Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk margarin dengan bahan dasar fraksi stearin minyak sawit merah (fraksi stearin MSM), dan mengamati stabilitas produk selama penyimpanan. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) analisis bahan baku, (2) pembuatan margarin, dan (3) analisis stabilitas produk. Analisis bahan baku fraksi stearin minyak sawit merah (fraksi stearin MSM) dilakukan untuk mengetahui bilangan asam, kadar total karotenoid, bilangan penyabunan, dan bilangan peroksida awal. Hasil yang didapatkan adalah bilangan asam 1.07 mg KOH/g; kadar karotenoid 250.17 ppm; bilangan peroksida 0.80 meq/kg minyak; bilangan penyabunan 181.62 mg KOH/g. Pembuatan margarin dilakukan dengan pencampuran dua fase yang memiliki sifat tidak saling larut, yakni fase minyak (oil phase) dan fase air (water phase). Produk dikemas kemudian disimpan selama empat minggu pada suhu ruang. Penyimpanan produk dilakukan dengan dua cara, yakni sistem tertutup dengan sampel yang berbeda (metode 1), dan sistem terbuka dengan sampel yang sama (metode 2). Dalam pembuatan margarin ditambahkan antioksidan tertbutylatedhydroxyquinon (TBHQ) dan butylatedhydroxyannisole (BHA). Kombinasi antioksidan yang ditambahkan adalah : 1) perlakuan A (100 ppm BHA), 2) perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), 3) perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), 4) perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ), 5) perlakuan E (100 ppm TBHQ). Parameter yang dianalisis antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, kadar karoten, uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, daya oles, penampakan umum dan uji stabilitas emulsi. Perlakuan terpilih dari masingmasing metode 1 dan metode 2 kemudian diuji secara mikrobiologis dengan angka lempeng total (ALT) untuk mengetahui keamanan produk dari cemaran mikroba. Analisis bilangan asam dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan asam. Pada metode 1, menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan asam terbesar pada perlakuan D (1.37 mg KOH/g) dan perlakuan E (1.40 mg KOH/g). Pada metode 2, produk mengalami peningkatan bilangan asam terbesar pada perlakuan D (1.95 mg KOH/g).
Analisis bilangan peroksida dari minggu pertama sampai minggu keempat produk mengalami peningkatan bilangan peroksida. Pada metode 1, menunujukkan produk mengalami peningkatan bilangan peroksida terbesar pada perlakuan D (4.79 meq/kg). Pada metode 2, produk mengalami bilangan peroksida terbesar pada perlakuan D (18.76 meq/kg). Peningkatan bilangan peroksida pada metode 2 terjadi secara signifikan pada semua perlakuan yang dilakukan, kemungkinan produk telah mengalami kerusakan pada minggu keempat. Analisis total karotenoid dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami penurunan total karotenoid pada masing-masing perlakuan. Pada metode 1, produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (161.44 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan E (137.53 ppm). Pada metode 2, produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (142.76 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan A (140.41 ppm). Analisis stabilitas emulsi dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan bahwa stabilitas emulsi produk mengalami penurunan. Penurunan stabilitas emulsi ini menandakan stabilitas emulsi yang terjadi tidak stabil. Penurunan stabilitas emulsi pada metode 2 lebih besar dibandingkan penurunan stabilitas emulsi pada metode 1. Analisis warna dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami penurunan nilai hunter a. Pada metode 1, produk mengalami penurunan nilai hunter a terendah pada perlakuan B (4.28). Pada metode 2, produk mengalami penurunan nilai hunter a terendah pada perlakuan E (4.64) yang mampu mempertahankan intensitas warna merah. Hasil uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, daya oles, dan penampakan umum produk sampai minggu keempat menunjukkan bahwa produk (metode 1 dan metode 2) masih dapat diterima. Secara organoleptik dari data parameter produk selama penyimpanan didapatkan perlakuan terpilih untuk metode 1 adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) dan metode 2 adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Produk terpilih kemudian diuji angka lempeng total (ALT). Data uji ALT produk terpilih pada perlakuan B metode 1, dan perlakuan B metode 2 masingmasing adalah < 2.5 x 101 dan < 2.5 x 101. Hasil tersebut dianggap baik karena masih memenuhi syarat mutu SNI 01-3541-2002 tentang margarin. Hasil analisis kadar -karoten yang didapatkan dari perlakuan B metode 1, dan perlakuan B metode 2 diperoleh berturut-turut adalah 13,28 dan 13,20 IU/100 g. Dari data di atas dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian yang dilakukan, perlakuan 75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ metode 1 dan perlakuan 75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ metode 2 merupakan perlakuan yang terbaik dalam membuat margarin.
Kata kunci: margarin, antioksidan, fraksi stearin minyak sawit merah
PENGEMBANGAN PRODUK MARGARIN DARI FRAKSI STEARIN MINYAK SAWIT MERAH SERTA ANALISIS STABILITASNYA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ARY IKHSAN SIREGAR F24104058
2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN PRODUK MARGARIN DARI FRAKSI STEARIN MINYAK SAWIT MERAH SERTA ANALISIS STABILITASNYA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh: ARY IKHSAN SIREGAR F24104058
Dilahirkan pada tanggal 29 Oktober 1986 di Pekanbaru, RIAU Tanggal Lulus : Bogor, 22 Desember 2008
Menyetujui, Bogor, 28 Januari 2009
Dr. Ir. Sugiyono, M App.Sc Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Provinsi RIAU, 29 Oktober 1986. Penulis adalah putra dari pasangan H. Syamsul Siregar dan Hj. Rosranila Pane yang merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara. Penulis dibesarkan di lingkungan yang mencintai pertanian dan perkebunan. Pendidikan SD penulis lalui di Pekanbaru. Pendidikan SD dilalui di SD 01 Sukajadi Pekanbaru, pendidikan SMP dilalui di SMP Negeri 1 Binjai, Sumatera Utara, dan pendidikan SMA dilalui di SMA Negeri 1 Binjai. Prestasi yang pernah diraih adalah siswa SMA plus kota Binjai tahun 2004, peserta terbaik pelatihan kader bangsa tingkat nasional KAMMI Teritorial II tahun 2008. Penulis berkesempatan melanjutkan kuliah untuk menuntut ilmu di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP), Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Semasa kuliah penulis aktif di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dari tahun 2004 - s.d. sekarang. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan (HIMITEPA). Penulis juga ikut serta sebagai panitia beberapa kegiatan, antara lain : Seminar & Training Hazard Analytical Control Point (HACCP) (2006), BAUR-HIMITEPA (2005), pelatihan kader bangsa tingkat nasional KAMMI (2007 & 2008). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Agama Islam IPB (2008), dan asisten praktikum Teknologi Pengolahan Pangan Departemen ITP (2008). Penulis juga berperan aktif dalam lembaga Rumah Zakat Indonesia cabang Bogor sebagai koordinator relawan tahun 2008
2009, dan lembaga swadaya masyarakat Mitra
Masyarakat Bangkit (M-Rakit) manajer divisi fund raising sampai sekarang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB mulai bulan April 2008 sampai bulan Agustus 2008, dengan judul ” Pengembangan Produk Margarin Merah dari Fraksi Stearin Minyak Sawit Merah serta Analisis Stabilitasnya dibawah bimbingan Dr. Ir. Sugiyono, M App.Sc.
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul pengembangan produk margarin dari fraksi stearin minyak sawit merah serta analisis stabilitasnya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sang suri tauladan terbaik bagi umat sepanjang zaman. Tulisan ini merupakan hasil karya penulis selama 5 bulan melakukan penelitian. Tulisan ini disusun setelah penulis melakukan penelitian di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Selama penelitian, penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua tercinta, Syamsul Siregar dan Rosranila Pane, yang selalu mengingatkan penulis untuk selalu berusaha dan berserah pada-Nya. 2. Dr. Ir. Sugiyono, M App.Sc., yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan semangat untuk bisa menyelesaikan kuliah, penelitian dan tulisan ini. Terima kasih juga untuk nilai-nilai moral yang selalu disampaikan disela-sela bimbingan. 3. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, Msi dan Dian Herawati, STP selaku dosen penguji, yang memberikan waktu kepada penulis atas saran, motivasi, dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Semua teknisi laboratorium Bu Rubiah, Pak Gatot, Pak Mul, Pak Wahid, Mas Edi, Pak Rojak, Pak Sobirin, Pak Yahya, Pak Koko, Bu Antin, Pak Yas, Pak Solihin, Pak Sidik, terima kasih atas bantuan, saran, dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian. 5. Rekan satu topik penelitian (Wardi, Dyah, Risma) yang telah banyak membantu dalam kelancaran penelitian. 6. Uda Akhyar (Afgan), Arif Fadli, Murtaqi, Andriyansyah, Arif Sadikin, Ame, Novia yang telah memberikan waktu dan tenaga untuk kelangsungan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman KAMMI Daerah Bogor (Angga Suanggana, Jayu, Arbi Misra, Jamaludin Soleh, Budi Bahtiar, Jepri Olpizal, Didin Nurdiansyah, Hermawan, Eko Saputro, Dede Falahudin, Imam, Adyos Bobby, Fauzi). 8. Teman-teman wisma KAMMI IPB 2006 (Ni matulloh, Chairulloh Ahmad, Burhanudin Rabbani, M. Fikri, Didin Adriyana, Eko Susanto). 9. Teman-teman KEDAI PAGI 41 (Kurnia Ramadhan, Chabib Musthofa, Sigit Nurdiansyah, Sofyan, Nanang, Tetuko, Gema, dan pengurus akhowat). 10. Teman-teman FBI Fateta (Didin, Catur, Faqih, Triono, Aang, Ferdes, dan pengurus akhowat). 11. Teman-teman Kampus Relawan RZI cabang Bogor angkatan pertama (Jumadi Sanubari, Mas Ulil, Kang Gigin, Pak Sofyan, Pak Suri, Pak Asnur, Anang, Endang, Cecep, Syafe i, Marinah, Kiki and friends). 12. Sekolah Kemandirian BUKOPIN di Sentul (Thank s a lot to mas Waluyanto, atas kerjasamanya dalam responden uji organoleptik). 13. Senior, guru-guru lapangan saya, sekaligus my best friend Ape Hermawan yang telah memberikan pemahaman dan pola pikir militansi KAMMI dan membimbing saya melewati masa-masa sulit menentukan pilihan bergerak. Arbi Misra guru pergerakan politik daerah khususnya Bogor (Kota dan Kabupaten), terima kasih atas kesempatan berharga yang diberikan saat di sekretariat KAMMI daerah Bogor. Jenal Abidin, guru pergerakan politik nasional. Duta Setiawan, guru enterpreneurship yang luar biasa (ide-idenya mendahului
langkah-langkahnya).
Waluyanto,
guru
rekayasa
sosial
masyarakat, semoga antum semua diberikan jodoh yang hebat juga. 14. Sahabat setia dalam berjuang, Eka Febrial dan Duta Atmaja. 15. Teman-teman ITP 41, ITP 42 dan ITP 43. 16. Teman-teman yang tidak tertulis dalam karya ini. Semoga kita dipertemukan kembali di jannah-Nya kelak. Amin. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik bagi perbaikan selanjutnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2009
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................
i
DAFTAR ISI ......................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
vii
I.
II.
III.
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG .......................................................................... B. TUJUAN PENELITIAN ...................................................................... C. MANFAAT PENELITIAN ..................................................................
1 2 2
TINJAUAN PUSTAKA A. MINYAK SAWIT MERAH ................................................................. B. FRAKSI STEARIN MINYAK SAWIT MERAH ................................. C. MARGARIN ........................................................................................ D. KAROTENOID.................................................................................... E. BILANGAN ASAM............................................................................. F. EMULSI .............................................................................................. G. ANTIOKSIDAN ..................................................................................
3 4 5 7 11 13 15
METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT........................................................................... B. METODE PENELITIAN 1. Analisis Bahan Baku ...................................................................... 2. Pembuatan Margarin....................................................................... 3. Analisis Stabilitas Produk ............................................................... C. METODE ANALISIS ..........................................................................
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS BAHAN BAKU................................................................. B. PEMBUATAN MARGARIN ............................................................... C. STABILITAS MARGARIN 1. Bilangan asam ................................................................................ 2. Bilangan Peroksida............................................................................ 3. Total Karotenoid Margarin .................................................... .......... 4. Stabilitas Emulsi ................................................................................ 5. Warna.................................................................. ............................. 6. Sifat Organoleptik ............................................................................. D. PERLAKUAN ANTIOKSIDAN TERPILIH ........................................ .
18 18 19 19 21
25 27 30 32 35 37 38 40 47
V.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .......................................................................................... B. Saran ....................................................................................................
55 56
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
58
LAMPIRAN .......................................................................................................
62
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Performa minyak sawit Indonesia (2002-2007) (Juta Ton)..................
1
Tabel 2.
Perbandingan nilai parameter bahan baku dan minyak sawit merah ...
4
Tabel 3.
Komposisi asam lemak stearin minyak sawit dan titik cairnya ...........
5
Tabel 4.
Syarat mutu margarin (BSN, 2002)....................................................
6
Tabel 5.
Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi kelapa sawit....................
9
Tabel 6.
Recommended dietary intake (RDA) vitamin A ( g RE/hari).............
10
Tabel 7.
Retinol equivalent (RE) minyak sawit merah dibandingkan dengan bahan pangan nabati lain ...................................................................
11
Tabel 8.
Karakteristik fraksi stearin MSM yang didapatkan.............................
26
Tabel 9.
Nilai bilangan asam metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat.............................................................................................
30
Tabel 10. Nilai bilangan asam metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat ............................................................................................
31
Tabel 11. Nilai bilangan peroksida metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat .................................................................................
33
Tabel 12. Nilai bilangan peroksida metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat............................. ....................................................
34
Tabel 13. Nilai total karoten metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat.................................................................................................
35
Tabel 14. Nilai total karoten metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat.................................................................................................
36
Tabel 15. Nilai stabilitas emulsi dari minggu pertama sampai minggu keempat..
37
Tabel 16. Nilai hunter a metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat 38 Tabel 17. Nilai hunter a metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat 39 Tabel 18. Pengamatan produk pada minggu keempat metode 1...........................
48
Tabel 19. Pengamatan produk pada minggu keempat metode 2...........................
51
Tabel 20. Hasil uji ALT perlakuan terpilih pada metode 1 dan metode 2 dengan standard plate count..............................................................................
53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Halaman Struktur dasar karotenoid ............................................................... 8
Gambar 2.
Struktur -karoten dan retinol (Fennema, 1996)..............................
10
Gambar 3.
Mekanisme reaksi hidrolisis (Ketaren, 2005) ..................................
11
Gambar 4.
Mekanisme reaksi oksidasi (Ketaren 2005).......................................
12
Gambar 5.
Skema orientasi molekul emulsifier (Winarno, 1991) .....................
14
Gambar 6.
Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida....
16
Gambar 7.
Struktur BHA dan TBHQ ...............................................................
17
Gambar 8.
Analisis stabilitas produk selama 4 minggu.......................................
19
Gambar 9.
Diagram alir pembuatan margarin kaya karoten dengan perlakuan penambahan antioksidan.................................................................
20
Gambar 10. Margarin metode 1 dan margarin metode 2.......................................
29
Gambar 11. Bilangan asam margarin metode 1 ..................................................
31
Gambar 12. Bilangan asam margarin metode 2 ..................................................
32
Gambar 13. Bilangan peroksida margarin metode 1 ...........................................
34
Gambar 14. Bilangan peroksida margarin metode 2 ...........................................
34
Gambar 15. Total karotenoid margarin metode 1 ...............................................
36
Gambar 16. Total karotenoid margarin metode 2 ...............................................
36
Gambar 17. Stabilitas emulsi margarin metode 1.................................................
38
Gambar 18. Nilai hunter a margarin metode 1........................................... ..........
39
Gambar 19. Nilai hunter a margarin metode 2........................................... ..........
40
Gambar 20. Skor hedonik warna margarin metode 1................................. ..........
41
Gambar 21. Skor hedonik warna margarin metode 2................................. ..........
41
Gambar 22. Skor hedonik aroma margarin metode 1...........................................
42
Gambar 23. Skor hedonik aroma margarin metode 2...........................................
43
Gambar 24. Skor hedonik rasa margarin metode 1..................................... .........
44
Gambar 25. Skor hedonik rasa margarin metode 2..................................... .........
44
Gambar 26. Skor hedonik daya oles margarin metode 1............................. .........
45
Gambar 27. Skor hedonik daya oles margarin metode 2............................. .........
46
Gambar 28. Skor hedonik penampakan umum margarin metode 1............ .........
47
Gambar 29. Skor hedonik penampakan umum margarin metode 2............ .........
47
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Halaman Analisis bahan baku fraksi stearin MSM ...................................... 62
Lampiran 2.
Hasil penghitungan bilangan asam (mg KOH / g) metode 1 .........
63
Lampiran 3.
Hasil penghitungan bilangan asam (mg KOH / g) metode 2 .........
64
Lampiran 4.
Hasil penghitungan bilangan peroksida (meq/kg) metode 1..........
65
Lampiran 5.
Hasil penghitungan bilangan peroksida (meq/kg) metode 2..........
66
Lampiran 6.
Hasil penghitungan total karotenoid (ppm) metode 1 ...................
67
Lampiran 7.
Hasil penghitungan total karotenoid (ppm) metode 2 ...................
68
Lampiran 8.
Hasil penghitungan stabilitas emulsi (ml/25 g).............................
69
Lampiran 9.
Hasil penghitungan nilai Hunter a metode 1.................................
70
Lampiran 10. Hasil penghitungan nilai Hunter a metode 2...................................
71
Lampiran 11. Contoh kuesioner penilaian organoleptik. ....................................
72
Lampiran 12. Contoh penghitungan kadar provitamin A dalam perlakuan terpilih......................................... .................................................
.
73
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan data yang bersumber dari Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI, 2007), produksi minyak sawit Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Data produksi minyak sawit Indonesia dari tahun 2002-2007 disajikan pada Tabel 1. Salah satu faktor yang mendorong peningkatan volume produksi tersebut adalah bertambahnya luas areal perkebunan kelapa sawit. Tabel 1. Performa minyak sawit Indonesia (2002-2007) (Juta Ton) 2002 2003 2004 2005 2006 Produksi 9,37 10,53 12,08 13,80 15,67 Konsumsi Lokal 3,02 3,15 3,31 3,56 3,77 Ekspor 6,49 7,31 8,82 10,43 11,90
2007 17,4 4,2 13,2
Sumber: GAPKI (2007)
Minyak sawit memiliki banyak keunggulan bila dibandingkan dengan minyak nabati yang lain, di antaranya adalah adanya kandungan komponenkomponen minor antara lain karoten dan tokoferol. Kandungan karotenoid di dalam minyak sawit berkisar antara 400 berkisar antara 500
700 ppm dan tokoferol (vitamin E)
700 ppm. Kandungan karotenoid yang cukup tinggi
dalam minyak sawit dapat dijadikan nilai lebih untuk produk lanjutan dari pengolahan minyak sawit. Salah satu permasalahan di Indonesia saat ini adalah sekitar 10 juta balita, dari jumlah populasi target sebesar 20 juta balita, berisiko kurang vitamin A (KVA). Karoten sebagai salah satu zat gizi mikro di dalam minyak sawit mempunyai beberapa aktivitas biologis yang bermanfaat bagi tubuh, antara lain menanggulangi kebutaan karena xeropthalnia, mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, mencegah penyakit alzheimer, meningkatkan imunitas tubuh, serta sebagai pemusnah radikal bebas (Winarno, 1991). Minyak sawit memiliki prospek yang sangat besar untuk dikembangkan guna mengatasi masalah KVA. Minyak sawit dan minyak inti sawit beserta fraksi-fraksinya banyak digunakan untuk pembuatan margarin. Margarin merupakan produk emulsi
dengan tipe emulsi air di dalam minyak yang dibuat dari minyak dan lemak pangan. Margarin yang umum ada di pasaran selama ini merupakan olahan dari minyak sawit dan minyak inti sawit yang telah mengalami tahapan proses permurnian bleaching yang banyak menghilangkan komponen-komponen minor terutama karotenoid. Hal ini sangat disayangkan karena menghilangkan manfaat dari karotenoid yang jumlahnya cukup banyak pada minyak sawit. Bahan baku pembuatan margarin antara lain campuran minyak yang membentuk fase minyak, air, emulsifier, serta penambahan vitamin A, D, E, dan K. Nilai pembelian dari vitamin khususnya vitamin A sangat tinggi. Jika dapat dibuat margarin dari minyak sawit yang mengandung karoten yang memiliki aktivitas pro vitamin A maka penambahan vitamin A dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan. Bahan baku yang potensial dari minyak sawit untuk pembuatan margarin adalah fraksi stearin minyak sawit merah (fraksi stearin MSM). Fraksi stearin MSM memiliki kandungan karoten yang cukup tinggi. Pemanfaatan hasil samping ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin yang kaya karoten. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang pembuatan margarin yang bahan bakunya adalah stearin yang masih mengandung karotenoid yang tinggi namun tetap memenuhi standar untuk menjadi bahan pangan dan terjamin keamanannya. Diperlukan penelitian pendahuluan untuk mengolah fraksi stearin MSM menjadi bahan baku yang cocok untuk dijadikan margarin yang mengandung karotenoid yang cukup tinggi. Selain itu, margarin yang dibuat harus memiliki stabilitas yang tinggi, sehingga konsumen mendapatkan makanan yang sehat dan tahan lama.
B. TUJUAN Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan
produk margarin
dengan bahan dasar fraksi stearin minyak sawit merah (fraksi stearin MSM), dan mengamati stabilitas produk selama penyimpanan.
C. MANFAAT Manfaat penelitian ini adalah dihasilkannya produk margarin sebagai sumber karotenoid sehingga dapat mengurangi masalah kekurangan vitamin A.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. MINYAK SAWIT MERAH (MSM) Minyak sawit merah (MSM) merupakan minyak sawit yang diproses secara minimal sehingga secara alami mengandung tokoferol dan tokotrienol (konstituen dari vitamin E) serta karotenoid yang memberikan warna merah pada minyak tersebut. Warna merah disebabkan oleh pigmen karotenoid yang larut dalam minyak, sedangkan asam-asam lemak dan trigliserida tidak berwarna. Bau dan flavor pada minyak sawit terdapat secara alami. Bau khas minyak sawit disebabkan oleh gugus beta ionone dari karotenoid, sedangkan bau yang menyimpang terjadi akibat kerusakan asam-asam lemak berantai pendek yang membentuk asam lemak bebas (Raharjo, 1998). Secara umum, proses produksi minyak sawit merah prinsipnya sama dengan proses produksi minyak sawit komersial (minyak goreng). Tahapan proses yang membedakan hanyalah pada proses produksi minyak sawit merah ini tidak terdapat tahapan bleaching (pemucatan) sehingga minyak masih tetap berwarna merah. Helena (2003) melaporkan bahwa sekitar 80% karotenoid hilang selama proses bleaching. Menurut Ketaren (2005), arang aktif (bleaching agent) sebesar 0,1 - 0,2% dari berat minyak dapat menyerap zat warna sebanyak 95-97% dari total zat warna yang terdapat pada minyak sawit. MSM memiliki aktivitas pro vitamin A dan vitamin E yang jauh lebih tinggi dibandingkan minyak goreng biasa. Karakter ini membuat MSM sangat baik dipandang dari segi nutrisi (Jatmika dan Guritno, 1997). Kandungan tokoferol total dalam minyak sawit merah berkisar antara 800-1000 ppm dan total karotenoidnya sekitar 550 ppm dengan kandungan -caroten 375 ppm. Menurut Naibaho (1983), minyak sawit merah mengandung karotenoid total 600
1000 ppm dengan persentase -karoten 36.2%, -caroten 54.4%, dan -
caroten 3.3%, licopen 3.8%, dan xantofil 2.2%. Saat ini telah dikembangkan tiga macam proses pengolahan MSM yaitu 1) proses menggunakan deasidifikasi kimiawi dipadukan dengan penggunaan deodorizer konvensional untuk menghilangkan bau, 2) proses menggunakan distilasi molekuler, dan 3) proses deasidifikasi kimiawi dengan rotary evaporator untuk menghilangkan bau. Proses nomor 1) dan 2) digunakan
secara komersial untuk memproduksi MSM, sedangkan proses 3) telah dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan (Jatmika dan Guritno, 1997). Mas ud (2007) membuat MSM dari Crude Palm Oil (CPO) melalui proses degumming, yang dilakukan dengan menambahkan fosfat 85 % pada CPO, dipanaskan hingga suhu 80oC sambil diaduk dengan agitator dan suhu 80oC dipertahankan hingga 15 menit. Selanjutnya minyak dinetralisasi pada suhu 59oC, ditambahkan NaOH 11,1% dan minyak diaduk selama 25 menit dengan menggunakan agitator. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 20 menit. Puspitasari (2008) membuat MSM melalui proses fraksinasi dan netralisasi. Fraksinasi dilakukan pada suhu ruang untuk memisahkan stearin dan olein. Netralisasi dilakukan dengan menambahkan NaOH 11,1 %, dan pengadukan menggunakan agitator dengan kecepatan 50 rpm selama 20 menit. Sabun yang terbentuk dipisahkan dengan sentrifus 1000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan fraksi olein. Sedangkan fraksi stearin didapatkan dengan cara penyaringan dengan kain saring setelah dilakukan pengendapan selama 24 jam. Stearin dapat dimanfaatkan untuk pembuatan produk lanjutan. Parameter hasil proses dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbandingan nilai parameter bahan baku minyak sawit merah Mas ud (2007), Puspitasari (2008) Bahan baku MSM No Parameter Mas ud Puspitasari Mas ud Puspitasari 1 Asam lemak bebas 3,8 % 4,53 % 0,16 % 0,18 % 2 Rendemen 100 % 100 % 95 %* 90,57 % 3 Karotenoid (ppm) 515 564,3 390 536 ket: * dari hasil degumming
B. FRAKSI STEARIN MINYAK SAWIT MERAH Minyak sawit terdiri dari dua fraksi yaitu olein dan stearin. Stearin merupakan fraksi berbentuk padat. Fraksi ini merupakan co-product yang diperoleh dari minyak sawit bersama-sama dengan fraksi olein. Untuk memisahkan kedua fraksi dilakukan fraksinasi. Proses fraksinasi berdasarkan titik beku dari kedua jenis fraksi tersebut. Stearin memiliki slip melting point pada kisaran 45-560C, sedangkan olein pada kisaran 13-230C. Hal ini
menunjukkan bahwa stearin yang memiliki slip melting point lebih tinggi akan berada dalam bentuk padat pada suhu kamar (Pantzaris, 1994). Stearin hasil fraksinasi bersifat tidak murni, yaitu merupakan campuran dari berbagai asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dengan komponen terbanyak asam palmitat. Stearin pada umumnya digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan shortening, margarin, dan pasta (Ketaren, 2005). Hal ini didukung oleh sifat yang dimiliki stearin yaitu bersifat plastis. Hal utama yang menyebabkan
stearin mempunyai sifat plastis dan beku pada suhu ruang
adalah tingginya kandungan asam lemak palmitat pada stearin. Distribusi asam lemak pada stearin minyak sawit dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi asam lemak stearin minyak sawit dan titik cairnya Asam lemak Atom C Komposisi (%) Asam laurat C12 0.1 Asam miristat C14 1.3 Asam palmitat C16 55.2 Asam stearat C18 5.3 Asam oleat C18:1 29.5 Asam linoleat C18:2 8.0 Asam linolenat C18:3 0.2 Asam arakhidat C20 0.3 Sumber: (Beare- Roger et al. 2001) C. MARGARIN Menurut SNI 01-3541-2002 (BSN, 2002), margarin adalah produk makanan berbentuk emulsi (w/o), baik semi padat maupun cair. Margarin dibuat dari lemak makan dan atau minyak makan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi termasuk hidrogenasi, interesterifikasi, dan telah melalui proses pemurnian. Lemak makan atau minyak makan nabati merupakan bahan utama dengan penambahan air dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Margarin dibedakan atas margarin siap makan, margarin industri, dan margarin krim atau spread. Pada margarin siap makan dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D dengan kadar lemak minimal 80%, sedangkan margarin industri dan margarin krim tidak dipersyaratkan adanya penambahan vitamin A dan vitamin D. Margarin kaya vitamin yang mudah diserap, yaitu vitamin A yang sangat dibutuhkan tubuh dalam fungsi fisiologis
dan pemeliharaan sistem endokrin. Kadar vitamin A yang diharuskan pada margarin 2500-3.500 IU per 100 gram, sedangkan kadar vitamin D 250-350 IU per 100 gram. Penambahan vitamin A dan D dimaksudkan agar dapat menyamai kadar vitamin A dan D yang ada pada mentega (dapat dilihat pada Tabel 4).
Tabel 4. Syarat mutu margarin (BSN, 2002)
Fase lemak umumnya terdiri dari minyak nabati, yang sebagian telah dipadatkan agar diperoleh sifat plastis yang diinginkan pada produk akhir. Kandungan lemak dalam margarin siap makan, margarin industri, dan margarin krim masing-masing 80%, 80%, dan 62-78%, sedangkan kandungan air maksimal 18% (BSN, 2002). Menurut Astawan (2004), pembuatan margarin dimaksudkan sebagai pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi rasa, dan nilai gizi yang hampir sama dengan mentega. Ciri-ciri margarin yang paling menonjol adalah bersifat plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, teksturnya mudah dioleskan, serta segera dapat mencair di dalam mulut. Minyak nabati yang umum digunakan dalam pembuatan margarin adalah minyak kelapa, minyak inti sawit, minyak biji kapas, minyak kedelai, minyak wijen, minyak kapuk, minyak jagung, dan minyak gandum. Menurut Ketaren (2005), syarat-syarat minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku margarin yaitu mempunyai bilangan iod yang rendah, warna minyak seperti mentega, flavor minyak yang baik, asam lemak yang stabil, titik beku
dan titik cair di sekitar suhu kamar, dan minyak nabati tersebut harus banyak terdapat di suatu daerah. Komponen lain yang sering ditambahkan dalam pembuatan margarin adalah air, garam, flavor mentega, zat pengemulsi (berbentuk lesitin, gliserin, atau kuning telur), zat pewarna (minyak sawit merah atau betakaroten sintetik), bahan pengawet (sodium benzoat, asam benzoat atau potassium sorbat), serta vitamin A dan D (Astawan, 2004). Pembuatan margarin dilakukan dengan cara membuat emulsi antara fase minyak (minyak nabati, emulsifier, vitamin, zat warna) dan fase cair (garam, sodium benzoat, asam benzoat atau potassium sorbat, air). Pembuatan emulsi dilakukan dengan cara pengadukan. Emulsi tersebut kemudian dikristalkan sebagian melalui proses pendinginan secara cepat yang dilanjutkan dengan proses plastisasi atau teksturisasi. Pengkristalan dengan cara pendinginan bertujuan untuk membuat margarin menjadi plastis, tetapi tidak padat, tahan sampai tekanan tertentu, tidak mengalir, tetapi mudah dicampur dan dioleskan (Podmore, 1994).
D. KAROTENOID Struktur dasar karotenoid terdiri dari ikatan hidrokarbon tidak jenuh yang dibentuk oleh 40 atom C atau 8 unit isoprena dan memiliki dua buah gugus cincin. Perbedaan struktur antara berbagai karotenoid terletak pada letak dan jumlah ikatan rangkap, serta jenis gugus pada cincin yang mempengaruhi aktivitas biologisnya sebagai pro vitamin A. Berdasarkan unsur penyusunnya karotenoid dibagi menjadi 2 golongan utama, yaitu karoten dan xantofil. Karoten tersusun oleh unsur-unsur C dan H yang terdiri dari -, -, - karoten, sedangkan xantofil tersusun oleh unsurunsur C, H, O yang terdiri dari kriptoxantin, kaptaxantin, dan zeaxantin. Karoten larut dalam pelarut non polar seperti eter dan heksan, sedangkan xantofil larut sempurna di pelarut polar seperti alkohol. Karotenoid juga disebut hidrofobik karena tidak dapat larut air. Berdasarkan fungsinya, karoten dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat nutrisi aktif seperti karoten, dan nutrisi non aktif seperti fucoxantin, neoxantin, dan violaxantin (Gross, 1991).
Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga, merah jingga serta larut dalam minyak. Karotenoid terdapat dalam kloroplas (0,5%) bersama dengan klorofil (9.3%) terutama pada bagian atas dekat daun, dekat dinding sel palisade (Winarno, 1991). Struktur dasar karotenoid dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur dasar karotenoid (Lehninger, 1982)
Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap okisidasi yang akan lebih cepat dengan adanya sinar dan logam, khususnya tembaga, besi dan mangan (Walfford, 1980). Faktor utama yang mempengaruhi karotenoid selama pengolahan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen maupun perubahan struktur oleh panas. Panas akan mendekomposisi karotenoid dan akan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Selama pengolahan pangan, bentuk trans pada karotenoid dalam bahan pangan dapat mengalami isomerisasi menjadi bentuk cis karoten. Perubahan tersebut menyebabkan turunnya aktifitas pro vitamin A. Bentuk trans dari karoten memiliki derajat aktifitas vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan bentuk cis (Iwasaki dan Murakoshi, 1992). Minyak sawit mempunyai sifat yang khas jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, karena adanya pigmen karotenoid. Komposisi karotenoid yang terdeteksi pada minyak sawit terdiri dari -, -, -, karoten dan xantofil. Setiap fraksi pada kelapa sawit mengandung karotenoid yang berbeda-beda. Besarnya kandungan karotenoid pada berbagai fraksi ditunjukkan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan karotenoid pada berbagai fraksi kelapa sawit Fraksi
Kandungan karoten (ppm)
Crude palm oil
630-700
Crude palm olein
680-760
Crude palm stearin
380-540
Residual oil from fibre
4.000-6.000
Second-pressed oil
1.800-2.400
Sumber: (Choo, 1994)
Diantara komponen karotenoid dalam minyak sawit,
-karoten
merupakan komponen terbanyak (dapat dilihat pada Tabel 4).
-karoten
merupakan sumber utama pro vitamin A yang memiliki fungsi fisiologis vitamin A. Vitamin A berperan vital dalam diferensiasi dari sel epitel, membantu proses pertumbuhan normal, reproduksi, dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap infeksi. -karoten mempunyai fungsi pro vitamin A karena adanya cincin beta ionon yang tidak terhidrolisis (Olson, 1991). Dari struktur kimianya, -karoten sebagai pro vitamin A dapat memiliki struktur yang hampir sama dengan struktur kimia hasil penggabungan 2 buah molekul retinol. Struktur -karoten dan retinol dapat dilihat pada Gambar 2. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), kebutuhan vitamin A dinyatakan dengan international unit (IU) atau dalam united state pharmacopela (USP) dan retinol ekuivalen (RE). IU dapat dikonversi menjadi mikrogram sebagai berikut : 1 IU (unit USP) vitamin A = 0,3 g retinol = 0,344 g retinilester = 0,6 g -karoten = 1,2 g campuran karoten lain Nilai vitamin A dapat dikonversi menjadi RE sebagai berikut 1 RE vitamin A = 1 g retinol = 6 g -karoten = 12 g pro vitamin A karotenoid lain = 3,33 IU retinol = 10 IU -karoten
-karoten
Retinol Gambar 2. Struktur -karoten dan retinol (Fennema, 1996) Tabel 6. Recommended dietary intake (RDA) vitamin A ( g RE/hari) Umur dan jenis kelamin 0-1 tahun 1-6 tahun 6-10 tahun 10-12 tahun 12-15 tahun Laki-laki 15-18 tahun keatas Perempuan 15-18 tahun keatas Hamil Menyusui
FAO/WHO 350 400 400 500 600 600 500 600 850
Sumber: Bloomhoff (1994)
Kebutuhan vitamin A harian setiap orang berbeda-beda.
Hal yang
membedakan adalah umur dan jenis kelamin. Kebutuhan harian vitamin A dapat dilihat pada Tabel 6. Menurut Choo (1994), aktivitas pro vitamin A minyak sawit 15 kali lebih besar dari wortel dan 300 kali lebih besar dari tomat. Perbandingan RE beberapa jenis bahan pangan nabati dengan minyak sawit merah dapat dilihat pada Tabel 7. Total karotenoid biasanya diukur dengan menggunakan metode UVVis spektrofotometri sebagai -karoten dimana absorbansi maksimum terjadi pada panjang gelombang 446 nm dan menggunakan pelarut heksan (Choo, 1994). Hal ini sesuai dengan Fennema (1996) bahwa deteksi panjang gelombang karoten diperkirakan antara 430
480 nm.
Tabel 7. Retinol equivalent (RE) minyak sawit merah dibandingkan dengan bahan pangan nabati lain Bahan Pangan g RE/g 8 Jeruk 30 Pisang 100 Tomat 2.000 Wortel 30.000 Minyak Sawit Sumber : Choo (1994)
E. BILANGAN ASAM Bilangan asam merupakan salah satu faktor penentu mutu minyak sawit mentah, dan juga merupakan salah satu indikator dalam kerusakan minyak. Bilangan asam dalam minyak tidak dikehendaki karena degradasinya menghasilkan rasa dan bau yang tidak disukai. Oleh sebab itu, dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan bilangan asam serendah mungkin. Kerusakan minyak sawit kasar disebabkan oleh hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis terjadi pada ikatan ester dari molekul gliserida membentuk asam lemak bebas dan gliserol (Gambar 3). Enzim penyebab hidrolisis disebabkan oleh lipase yang terdapat secara alami di dalam buah sawit, dan oleh mikroba lipolitik. Lipase mulai aktif pada saat struktur seluler buah menjadi pecah atau rusak, utamanya selama pasca panen sawit. Kecepatan hidrolisis oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan bahan relatif lambat pada suhu rendah, tetapi pada kondisi yang sesuai proses tersebut akan lebih intensif. Lipase bekerja dengan optimal antara suhu 66-75ºC. Untuk mengurangi kecepatan hidrolisis akibat aktivitas lipase dapat dihentikan dengan suhu yang tinggi. (Hartley 1977).
H2O OH-
Gambar 3. Mekanisme reaksi hidrolisis (Ketaren, 2005)
Mekanisme oksidasi lipida tidak jenuh diawali dengan tahap inisiasi, yaitu berbentuknya radikal bebas (R*) ketika lipida kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap
C=C-. Tahap selanjutnya adalah tahap
propagasi dimana autooksidasi berawal ketika radikal lipida (R*) hasil tahap inisiasi bertemu dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lain (R1 H) membentuk hidroperoksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru (R1*). Selanjutnya reaksi autooksidasi ini akan berulang yang merupakan reaksi berantai. Tahap terakhir oksidasi lipida adalah tahap terminasi, dimana hidroperoksida yang sangat tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehit, keton, alkohol dan asam lemak bebas (buck, 1991). Mekanisme reaksi oksidasi dapat dilihat pada Gambar 4. Kenaikan bilangan asam dapat terjadi selama pengolahan dan penyimpanan minyak sawit yang disebabkan oleh hidrolisis autokatalitik, juga disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme yaitu jamur lipolitik , diantaranya adalah spesies Paecilomyces, Aspergillus, Rhizopus dan Torula. Hal ini terjadi karena minyak diproduksi dalam keadaan kotor yang merupakan nutrisi bagi perkembangan jamur lipolitik (Winarno, 1999).
R-CH=CH-R + O=O
R
CH
CH
O O Metoxida
Peroksida
Gambar 4. Mekanisme reaksi oksidasi (Ketaren 2005)
Kenaikan asam lemak bebas mempermudah proses oksidasi berantai dan pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton, dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen aroma, flavor, dan vitamin.
Pembentukan senyawa seperti peroksida, aldehida, dan keton menyebabkan bau tengik, pencoklatan minyak dan kemungkinan menimbulkan keracunan (Raharjo, 1998).
F. EMULSI Emulsi adalah sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling melarutkan, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globulaglobula tersebut dinamakan fase kontinyu atau fase medium terdispersi (Muchtadi, 1990). Terdapat dua tipe emulsi yaitu emulsi minyak dalam air (o/w) dan emulsi air dalam minyak (w/o). Jika fase lipofilik merupakan fase terdispersi maka emulsi yang terbentuk adalah emulsi minyak dalam air dan sebaliknya jika fase hidrofilik merupakan fase terdispersi maka disebut emulsi air dalam minyak. Menurut Ketaren (2005), untuk menstabilkan emulsi yang terbentuk, maka biasanya ditambahkan bahan untuk menstabilkan emulsi (emulsifying agent) misalnya gliserin, kuning telur atau lesitin. Emulsifier merupakan senyawa aktif permukaan yang mampu menurunkan tegangan antar permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan. Emulsifier terdiri dari dua gugus aktif, yaitu gugus hidrofob dan hidrofil. Gugus hidrofob akan berikatan dengan minyak dan gugus hidrofil akan berikatan dengan air (Muchtadi, 1990). Cara kerja emulsifier adalah menyelubungi lemak yang terdispersi. Bagian molekul emulsifier yang non polar larut
dalam lapisan luar butir-butir lemak,
sedangkan bagian yang polar menghadap pelarut (air, continous phase) seperti terlihat pada Gambar 5. Menurut Winarno (1991), daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat pada minyak maupun air. Apabila emulsifier tersebut lebih terikat pada air atau lebih larut dalam air, maka dapat lebih membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w), begitu sebaliknya emulsifier larut dalam minyak, maka dapat membantu terjadinya dispersi air dalam minyak (w/o).
Satu lapis molekul
GLOBULA LEMAK
FASE AIR
GUGUSAN POLAR Gambar 5. Skema orientasi molekul emulsifier (Winarno, 1991) Parameter yang sering digunakan untuk pemilihan jenis emulsifier adalah berdasarkan nilai HLB (Hydrophile-Lipophile Balance). HLB merupakan angka atau bilangan yang menyatakan daya tarik relatif emulsifier terhadap air dan terhadap minyak secara serempak. HLB yang rendah cenderung untuk membentuk emulsi w/o, pengemulsi dengan HLB menengah membentuk emulsi o/w, dan pengemulsi yang HLB-nya tinggi merupakan senyawa pelarut (Deman, 1997). Emulsi yang homogen dapat diperoleh melalui penambahan emulsifier yang memiliki beberapa fungsi, yaitu : 1) mengurangi tegangan permukaan pada permukaan minyak dan air, sehingga dapat mendorong pembentukan emulsi dan kesetimbangan fase antara minyak , air, dan pengemulsi pada permukaan yang mendukung kestabilan emulsi, 2) Sedikit merubah sifat-sifat tekstur, awetan, dan reologi produk dengan pembentukan senyawa kompleks dengan komponen pati dan protein, 3) memperbaiki tekstur produk yang berbahan utama lemak dengan mengendalikan keadaan polimorf lemak. Lesitin biasanya dikenal dengan nama
-lesitin. Jika ikatan fosfat
terdapat pada posisi kedua dari struktur gliserida, maka produk ini disebut lesitin. Penambahan larutan emulsifier dalam pembuatan produk pangan tidak boleh berlebihan, karena bisa memacu terbentuknya radikal bebas. Jika emulsifier terlalu banyak, dan semua air telah berikatan dengan gugus hidrofil, maka ada sebagian gugus hidrofil yang tidak berikatan dengan air. Gugus
inilah yang dapat menjadi radikal bebas (Suharno, 1999). Batas penggunaan lesitin di dalam adonan margarin yang ditentukan dalam SNI 01-0222-1995 (BSN, 1995) adalah secukupnya (mg/kg).
G. ANTIOKSIDAN Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang dapat mendonorkan satu atau lebih atom hidrogen sehingga mampu menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi. Komponen antioksidan mempunyai energi aktifasi yang rendah untuk donasi hidrogen, sehingga bebas dari radikal dan tidak menginisiasi radikal bebas lain. Dengan adanya senyawa antioksidan, oksidan atau senyawa radikal bebas yang tadinya sangat tidak stabil dan bersifat merusak sel tubuh dapat menjadi stabil dan kerusakan sel tubuh dapat dicegah (Schuler, 1990). Antioksidan disebut ideal jika tidak mempunyai dampak negatif terhadap fisiologi tubuh, tidak menimbulkan perubahan bau, flavor, warna, efektif dalam jumlah kecil, larut dalam lemak, tersedia luas, ekonomis, dan efektif dalam mencegah kerusakan pangan. Mekanisme
kerja
antioksidan
adalah
menghambat
oksidasi
minyak/lemak dengan cara beraksi dengan radikal asam lemak sehingga tidak terbentuk senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang membuat flavor tengik pada makanan berlemak. Jika komponen antioksidan menghambat pembentukan radikal bebas dengan mendonasikan hidrogennya disebut tahap inisiasi, sedangkan jika komponen kimia memotong rantai radikal bebas disebut tahap propagasi. Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A *) tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil (Gordon, 1990).
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi maupun propagasi (Gambar 6). Pembentukan radikal bebas pada tahap inisiasi dapat dihambat dengan menggunakan metal chelating agents, single oxygen inhibitor, peroxide stabilizer. Untuk meminimalisasi rantai reaksi radikal bebas pada tahap propagasi menggunakan donasi hidrogen dari antioksidan, dan metal chelatihng agents. Radikal-radikal antioksidan (A*) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal lipida baru (Gordon, 1990).
Inisiasi
;
R*
+
AH
--------------------------RH
+
ROO* +
AH
------------------------- ROOH +
A*
Radikal lipida
Propagasi :
A*
Gambar 6. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon, 1990). Menurut Buck (1991), BHA (butylatedhydroxyanysole) merupakan campuran dari dua isomer, yaitu 2- dan 3- tert-butylhydroxyanisole (Gambar 7). BHA berbentuk padatan putih menyerupai lilin, bersifat larut dalam lemak, dan tidak larut dalam air, berbentuk padat putih, bersifat volatil. Selain itu, BHA memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada lemak hewan dalam sistem makanan panggang, namun relatif tidak efektif pada minyak tanaman. TBHQ
(tert-butylatedhydroxuquinon)
memiliki
rumus
molekul
(CH3)3CC6 H3(OH)2 dan memiliki nama lain seperti tert-butyl-1,4-benzenediol atau 2-tert-butylhydoxyquinone. Sifat fisik yang dimilikinya antara lain memiliki berat molekul 166.22, titik didih (760 mmHg) sebesar 300 oC, titik leleh sebesar 126.5-128.6
o
C, dan intensitas baunya sangat rendah
(Sherwin,1990). Struktur BHA dan TBHQ dapat dilihat pada Gambar 7.
TBHQ
BHA
Gambar 7. Struktur BHA dan TBHQ
Kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan lebih baik terhadap oksidasi dibandingkan satu jenis andtioksidan saja. TBHQ dikenal sebagai antioksidan paling efektif dalam menghambat reaksi oksidasi yang terjadi pada minyak-minyakan yang berasal dari tanaman (minyak nabati). BHA dan TBHQ memiliki kemampuan antioksidan yang baik pada pemanggangan dan pemanasan (Buck, 1991). Menurut SNI 01-0222-1995, penggunaan BHA dalam margarin maksimal ditambahkan 100 ppm baik secara tunggal atau campuran dengan butylated hydroxy toluene (BHT). Sedangkan dalam SNI yang sama, pengggunaan TBHQ dalam margarin maksimal ditambahkan 200 ppm baik secara tunggal atau campuran dengan BHA, BHT dan senyawa galat, tetapi galat tidak lebih dari 100 ppm.
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan adalah fraksi stearin minyak sawit merah (fraksi stearin MSM) yang diperoleh dari hasil sampingan pembuatan minyak sawit merah pada penelitian sebelumnya (minyak sawit diperoleh dari PTPN Kertajaya Banten). Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain asam asetat glasial, alkohol, garam dapur, BHA, TBHQ, lesitin yang diperoleh dari perusahaan pasta di Jakarta, flavor butter dibeli dari pasar Bogor, minyak goreng merk BIMOLI, akuades, heksan, potasium iodida, kloroform, KI 15%, KI jenuh, larutan pati, asam asetat glasial, indikator larutan pati dan phenolpthalein, KOH beralkohol, HCl 0.5 N, NaOH 0.1 N, alkohol netral 95%, Na2S2O3 0.1 N. Emulsifier lesitin dan butter flavor disimpan dalam refrigerator untuk menjaga kualitas bahan. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini : spektrofotometer UVVis, oven, desikator, homogenizer, timbangan analitik, hot plate, plastik polypropilane, termometer, peralatan titrasi, pendingin tegak, chromameter, waterbath, dan alat-alat gelas. B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) Analisis bahan baku untuk mengetahui karakteristik stearin yang telah dinetralisasi (2) Pembuatan margarin dengan menggunakan fraksi stearin MSM (3) Analisis stabilitas margarin yang disimpan pada suhu ruang selama 4 minggu dan diamati setiap minggunya. 1. Analisis Bahan Baku Analisis bahan baku dilakukan untuk menentukan sifat fisiko kimia bahan penyusun margarin. Uji yang dilakukan antara lain bilangan asam, bilangan peroksida awal, bilangan penyabunan, kadar karoten awal dari fraksi stearin MSM.
2
Pembuatan Margarin Margarin dibuat dari MSM stearin dengan tahapan proses seperti pada Gambar 9 di bawah ini. Pembuatan margarin dilakukan dengan satu kali ulangan. Perlakuan yang dicoba dalam pembuatan margarin ini adalah : A : konsentrasi antioksidan BHA 100 ppm B : kombinasi konsentrasi antioksidan BHA 75 ppm, TBHQ 25 ppm C : kombinasi konsentrasi antioksidan BHA 50 ppm, TBHQ 50 ppm D : kombinasi konsentrasi antioksidan BHA 25 ppm, TBHQ 75 ppm E : konsentrasi antioksidan TBHQ 100 ppm
3. Analisis Stabilitas Produk Bentuk pengamatan (Gambar 8) yang dilakukan adalah pengamatan produk setiap minggu dengan sistem tertutup sampel berbeda (metode 1) dan pengamatan dengan sistem terbuka (seperti layaknya konsumen di rumah) pada sampel yang sama setiap minggu (metode 2). Pengamatan yang dilakukan pada masing-masing metode antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, kadar karoten dari margarin, uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa,
daya oles, dan penerimaan umum, uji
stabilitas emulsi, uji warna dengan chromameter, dan uji angka lempeng total. Analisis stabilitas
Penyimpanan margarin 4 minggu (suhu ruang)
Pengamatan setiap minggu sistem tertutup dengan sampel berbeda (metode 1)
Penyimpanan margarin 4 minggu (suhu ruang)
Pengamatan setiap minggu sistem terbuka dengan sampel sama (metode 2)
Gambar 8. Analisis stabilitas produk selama 4 minggu.
MSM stearin (75%), Minyak goreng (20 %)
Perlakuan Antioksidan
Homogenisasi (± 30 detik)
Larutan garam jenuh 5 % (formulasi terbaik) Diaduk hingga larut
Lesitin 1,0 % (v/v) Pencampuran
Flavor butter 1,5 % (v/v)
larutan
Pengadukan dengan homogenizer (gelas piala diselimuti air dingin sampai tekstur mengeras)
Pengemasan
Margarin kaya karoten
Gambar 9. Diagram alir pembuatan margarin kaya karoten dengan perlakuan penambahan antioksidan
C. METODE ANALISIS 1. Total Karotenoid (PORIM, 1995) Margarin yang akan diuji ditimbang sebanyak 0,1 gram ke dalam labu ukur 25 ml, kemudian sampel dilarutkan dengan hexan sampai tanda tera, lalu dikocok hingga benar-benar homogen. Selanjutnya absorbansi diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 446 nm. Total karotenoid dihitung menggunakan rumus : Total karotenoid (ppm) = 25 x absorbansi x 383 100 x berat sampel (g) 2. Bilangan asam (SNI 01-3555-1998) Margarin yang akan diuji ditimbang sebanyak 2 gram di dalam erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambah 50 ml alkohol netral 95% dan dipanaskan selama 10 menit di atas hot plate sambil diaduk. Larutan ini kemudian dititer dengan larutan standar NaOH 0,1 N dengan indikator phenolpthalin 1 %, sampai tepat berwarna merah muda. Setelah itu dihitung jumlah miligram NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak dalam gram minyak atau lemak. Bilangan asam dinyatakan sebagai mg KOH/gram dihitung sampai dua desimal dengan menggunakan rumus : Bilangan asam = V x T x 56,1 m Keterangan : V = Volume NaOH untuk titrasi (ml) T = normalitas larutan NaOH m = bobot sampel (gram)
3. Bilangan Peroksida (AOAC, 1995) Sejumlah 5 gram sampel margarin ditimbang dalam erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dalam 30 ml campuran larutan dari asam asetat glasial dan klorofom (3 : 2) kemudian dikocok sampai larut. Setelah larut ditambahkan 0,5 ml KI jenuh dan 30 ml aquades lalu dikocok 1 menit dan didiamkan dalam ruang gelap selama 15 menit. Selanjutnya dititrasi
dengan natrium tiosulfat 0,1 N sampai warna kuning hilang, kemudian ditambahkan 0,5 ml indikator pati 1% dan dititrasi hingga warna biru hilang. Penetapan blanko dengan cara
yang sama hanya tidak
menggunakan sampel. Perhitungan bilangan peroksida menggunakan rumus sebagai berikut : Bilangan peroksida (meq / kg)
= (V1-V0) x N x 1000 m
Keterangan : V1= Volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (ml) V0= Volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (ml) N = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat m = Bobot minyak (gram)
4.
Bilangan Penyabunan, metode Titrimetri (SNI 01-3555-1998) Sampel margarin ditimbang sebanyak 2 gram dalam erlemeyer 250 ml, lalu ditambah 25 ml KOH beralkohol dan beberapa butir batu didih.Selanjutnya dihubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak kemudian lakukan pemanasan di atas penangas air selama 1 jam, tambahkan 0,5 ml indikator PP ke dalam larutan tersebut dan titer dengan HCl 0.5 N sampai warna indikator berubah menjadi tidak berwarna. Bilangan penyabunan dihitung dengan rumus : Bilangan penyabunan = 56.1 x T x (V0 m Keterangan : T = Normalitas HCL 0.5 N Vo = Volume HCl 0.5 N blanko V1 = Volume HCl 0.5 N contoh m = bobot contoh (gram) 56,1 = BM KOH
V1)
5. Angka Lempeng Total ( SNI 19-2897-1992) Sampel margarin diambil menggunakan pipet sejumlah 1 g kemudian dimasukkan ke dalam 10 ml larutan pengencer. Kemudian dilakukan pengocokan hingga homogen. Pengenceran dilakukan hingga tingkat
pengenceran
10 -2.
Pemupukan
dilakukan
hingga
tingkat
-3
pengenceran 10 . Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 12-15 ml. Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37°C selama 2 hari. Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC).
6. Warna (Hutching, 1999) Warna permukaan margarin selama penyimpanan diukur dengan Chromameter Minolta. Nilai yang ditunjukkan oleh alat tersebut adalah nilai Y, x, dan y, dimana Y merupakan nilai angka pantul atau angka cahaya, sedangkan x merupakan absis pada koordinat kromatisitas, dan y adalah ordinatnya untuk sistem CIE. Nilai Y, x, dan y pada sistem CIE tersebut dapat dikonversi ke dalam sistem L, a, dan b, Hunter yang telah dipergunakan secara luas untuk kolorimetri makanan, dimana L adalah kecerahan, a adalah kemerahan atau kehijauan, dan b adalah kekuningan atau kebiruan. Ulangan pengukuran sebanyak tiga kali setiap sampel. Sebagai perbandingan digunakan standar warna kuning. Rumus konversi Y,x, y menjadi L, a, b : Konversi Y, x, y ke X, Y, Z :
Konversi X, Y, Z ke L, a, b :
X = Y (x/y)
L : 10 Y
Y=y
a = 17.5(1.02 X − Y ) / Y
Z = Y (1-x-y)
b = 7.0( y − 0.847 z ) / Y
7. Sifat Organoleptik (Rahayu, 1994) Uji penerimaan dilakukan dengan uji hedonik terhadap beberapa kriteria mutu emulsi. Kriteria yang diuji adalah warna, rasa, aroma, daya oles, dan penerimaan umum. Panelis berjumlah 25 orang. Panelis diminta menyatakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap produk. Tingkat kesukaan panelis dinyatakan dalam skala hedonik dan selanjutnya untuk kepentingan analisis skala hedonik ditransformasikan ke skala numerik. Skala yang digunakan adalah angka 1 sampai 7 (semakin tinggi skor nilai, maka produk semakin disukai) Kode-kode yang digunakan antara lain untuk metode 1 pengkodean yang dilakukan adalah 386 untuk perlakuan A, 514 untuk perlakuan B, 342 untuk perlakuan C, 623 untuk perlakuan D, 771 untuk perlakuan E. Sedangkan untuk metode 2 pengkodean yang dilakukan adalah 782 untuk perlakuan A, 195 untuk perlakuan B, 637 untuk perlakuan C, 243 untuk perlakuan D, dan 451 untuk perlakuan E.
8. Stabilitas Emulsi (Sutrisno, 1987) Contoh emulsi 5 gram dipusingkan dalam tabung sentrifuse berskala 10 ml dengan kecepatan 3500 rpm (G= 2,695 gf) selama 10 menit dan kemudian direndam dalam air mendidih selama 5 menit Lemak dan cairan terpisah diukur volumenya. Stabilitas emulsi dinyatakan dalam ml/25 g.
Stabilitas emulsi = a / b
Keterangan : a = volume lemak dan cairan (ml) b = bobot contoh, dikonversikan dalam standar bobot (25 g)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. ANALISIS BAHAN BAKU Minyak yang dijual di pasar merupakan golongan RBDPO (refined bleached deodorized palm oil). Minyak ini telah mengalami proses degumming, netralisasi, bleaching dan deodorisasi (Ketaren, 2005). Tahapan dalam produksi minyak yang dihilangkan dalam pengolahan minyak sawit merah (MSM) adalah bleaching. Bleaching merupakan suatu proses pemucatan untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Selama ini warna yang tidak disukai pada minyak adalah warna merah, sedangkan yang menimbulkan warna merah pada minyak adalah karotenoid yang terlarut didalamnya. Suhu pemucatan adalah 105oC dan adsorben mampu menurunkan -karoten hingga 95-97 % (Ketaren, 2005). Bahan baku fraksi stearin MSM diperoleh dari hasil samping penelitian sebelumnya yakni dari pembuatan MSM metode Puspitasari (2008) dengan beberapa tambahan proses yakni washing dengan air panas, dan deodorisasi. Dalam Puspitasari (2008), proses pengendapan kotoran-kotoran pada minyak dilakukan dengan sentrifuse. Proses tersebut belum dapat menghilangkan kotoran-kotoran lainnya yang ditandai dengan masih terdapat rasa sabun di MSM yang dibuat. Washing dengan air panas dimaksudkan untuk memaksimalkan pelarutan kotoran-kotoran sisa yang terdapat dalam minyak yang sudah membentuk sabun saat proses netralisasi. Deodorisasi dimaksudkan untuk meminimalkan bau yang belum bisa diterima oleh konsumen. Proses deodorisasi menggunakan tabung deodorizer 500 ml dengan suhu 50 0C selama 60 menit. Analisis bahan baku dilakukan untuk mengetahui karakteristik fraksi stearin antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, kadar karotenoid awal fraksi stearin MSM, dan bilangan penyabunan. Nilai-nilai tersebut penting diketahui untuk mengetahui kualitas dari fraksi stearin MSM sebelum proses pembuatan margarin. Hasil analisis bahan baku secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Karakterisasi stearin MSM tertera pada Tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Karakteristik fraksi stearin MSM yang didapatkan Karakteristik Satuan Hasil uji stearin MSM Bilangan Asam mg KOH/g sampel 1.07 Bilangan Peroksida meq/kg sampel 0.80 Total Karotenoid ppm 250.17 Bilangan Penyabunan mg KOH/g sampel 181.62 Bilangan asam adalah bilangan yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak yang biasanya dihubungkan dengan proses hidrolisis
minyak yang akan mempengaruhi mutu minyak/lemak
(Raharjo et al. 1998). Semakin tinggi nilai bilangan asam maka mutu minyak/lemak semakin rendah. Hasil analisis bilangan asam bahan baku ratarata yakni 1,07 mg KOH/g sampel (Tabel 8). Angka ini masih di bawah dari syarat mutu margarin berdasarkan SNI 01-3541-2002 yaitu maksimal 4 (mg KOH/g). Dengan demikian bahan baku ini masih memenuhi syarat SNI. Bilangan peroksida merupakan nilai penting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak/lemak. Bilangan peroksida ini menunjukkan tingkat kerusakan oksidatif minyak yang ditunjukkan oleh jumlah asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa bilangan peroksida fraksi stearin MSM adalah 0.80 meq/kg minyak (Tabel 8). Hasil analisis bahan baku fraksi stearin MSM diperoleh total karotenoid sebesar 250.17 ppm (Tabel 8). Nilai total karotenoid tersebut juga penting diketahui untuk mengetahui pengaruh pembuatan margarin dengan perlakuan antioksidan terhadap penurunan kadar karotenoid karena karotenoid akan mengalami kerusakan selama proses pembuatan akibat pemanasan dan interaksi dengan cahaya. Menurut Choo (1994), fraksi minyak sawit Crude Palm Stearin memiliki kandungan karotenoid 380-540 ppm. Nilai karotenoid dari bahan baku fraksi stearin MSM ini di bawah dalam kisaran karotenoid tersebut. Hal ini disebabkan karena pengaruh panas yang dialami saat proses deodorisasi. Bila karotenoid teroksidasi, aktivitas karotenoid akan menurun karena terjadinya perubahan isomer dari bentuk trans menjadi cis. Aktivitas biologis isomer cis-karoten ini sekitar 15-75 % (Iwasaki dan Murakhosi 1992). Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak. Bilangan penyabunan biasanya digunakan untuk mengetahui komponen yang tersabunkan dan komponen yang tidak
tersabunkan pada minyak. Bilangan penyabunan bahan baku fraksi stearin MSM adalah 181,62 mg KOH/g(Tabel 8). Penelitian Puspitasari (2008), mendapatkan bilangan penyabunan dari red palm oil
yang diperoleh dari
proses netralisasi dan sentrifugasi menghasilkan nilai 193,21 mg KOH/g. Hal ini dapat dikatakan bahwa proses sentrifugasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bilangan penyabunan pada fraksi olein MSM.
B. PEMBUATAN MARGARIN Metode pembuatan margarin didasarkan pada formula Saputra (1996) yang telah berhasil membuat dua metode pembuatan produk emulsi dari minyak sawit merah. Yang membedakan antara dua metode ini adalah adanya penambahan pemanis pada salah satu metode. Metode yang dijadikan acuan dalam pembuatan margarin ini adalah metode pembuatan produk tanpa penambahan pemanis. Pembuatan dilakukan dengan pencampuran dua fase yang memiliki sifat tidak saling larut, yakni fase minyak (oil phase) dan fase air (water phase). Pembuatan margarin menggunakan oil phase dan water phase dengan rasio
95 : 5 (95% konsentrasi oil phase, dan 5% konsentrasi water phase).
Oilphase terdiri dari 75% fraksi stearin MSM yang telah di washing dan di deodorisasi, 20% minyak goreng, serta antioksidan 100 ppm (baik secara tunggal BHA/TBHQ ataupun kombinasi keduanya). Water phase terdiri dari larutan garam jenuh 5 %. Masing-masing fase dihomogenkan dengan alat homogenizer dengan kecepatan 11.000 rpm selama 30 detik. Setelah homogen, oil phase dan water phase dicampurkan dalam gelas piala 250 ml. Dua fase ini dicampurkan dengan bantuan emulsifier lesitin 1% (v/v) dengan penambahan bahan tambahan flavor butter 1,5% (v/v). Prinsip dari pencampuran tersebut adalah mendispersikan emulsifier dan flavor butter ke dalam campuran oil phase dan water phase. Pembuatan margarin dilakukan secara aseptik. Peralatan yang langsung berhubungan dengan bahan baku di bilas dengan alkohol 70 % sebagai antiseptic untuk mengurangi mikroba yang terdapat pada alat, terutama toraks dari homogenizer yang menentukan mutu dari margarin yang dibuat.
Tekstur margarin akan terbentuk dengan bantuan pendinginan cepat yang mengakibatkan terbentuknya tekstur yang halus. Pendinginan cepat yang dilakukan adalah dengan memodifikasi gelas piala diselimuti oleh air dingin (es batu) dan dibantu dengan agitasi oleh homogenizer. Stabilitas yang lebih besar
dan ukuran globula yang lebih kecil diperoleh dengan melewatkan
emulsi melalui homogenizer. Pendispersian menggunakan homogenizer kecepatan 11.000 rpm sampai terbentuk tekstur yang sesuai dengan margarin. Pembuatan margarin tidak dilakukan dalam jumlah besar karena semakin besar volume emulsi semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh homogenizer untuk mengaduk (Juliesti, 2000). Panas yang dihasilkan oleh pengadukan cepat homogenizer akan mengenai produk mengakibatkan kerusakan awal dari produk. Karotenoid akan rusak ketika melebihi suhu 60 oC (Klaui dan Bauernfeind 1981). Oleh karena itu, untuk mencegah kerusakan awal produk, maka pembuatan margarin dibuat per 115 ml dan wadah pengadukan direndam dalam es batu. Perubahan suhu secara nyata akan mengubah kekuatan dan plastisitas produk pangan dengan perubahan pada jumlah kristal yang ada, kekerasan, dan viskositas dari trigliserida cair. Laju pendinginan, agitasi, dan tingkat pendinginan akan menentukan kecepatan pertumbuhan kristal, dan aglomerasi kristal, yang selanjutnya berpengaruh pada tekstur dan karakteristik pencairan dari produk (Podmore, 1994). Selain itu, penggunaan suhu rendah secara langsung dalam pembuatan emulsi akan memperlambat gerakan partikel terdispersi sehingga mengurangi benturan antar partikel terdispersi. Pemakaian suhu rendah akan meningkatkan viskositas yang akan memperbesar ketahanan terhadap benturan antar partikel terdispersi (Podmore, 1994). Lemak dan trigliserida memiliki tiga bentuk kristal dasar, yaitu (beta-prime), dan
(alfa),
( beta). Kristal alfa berbentuk datar, transparan, dengan
ukuran sekitar 5 m. Kristal beta-prime berbentuk besar, kasar, dan berukuran 25-50 m. Jika suatu lemak didinginkan dengan cepat, maka akan cenderung membentuk kristal alfa yang kecil. Namun bentuk tersebut tidak berlangsung lama dan dengan cepat berbentuk beta-prime yang memiliki kecendrungan tinggi untuk mengeras. Kristal beta-prime dapat berubah menjadi kristal beta yang paling stabil, bergantung pada trigliserida penyusunnya .
Margarin yang dibuat (Gambar 10) langsung dimasukkan ke dalam wadah plastik polypropilene. Margarin dalam plastik direkatkan penutupnya menggunakan sealer sampai merekat kuat untuk menghindari kontaminasi mikroba selama penyimpanan. Margarin disimpan pada ruangan terbuka pada suhu
ruang.
Penyimpanan pada
ruang
terbuka
dimaksudkan
untuk
mendapatkan kondisi yang sama dengan perilaku konsumen menyimpan margarin yang mereka gunakan. Margarin yang dibuat kemudian disimpan selama 4 minggu di suhu ruang.
Gambar 10. Margarin metode 1 (kiri) dan margarin metode 2 (kanan) C. STABILITAS MARGARIN Analisis margarin dilakukan untuk melihat perubahan setiap minggu dengan metode 1 dan metode 2 untuk menentukan sifat fisiko kimia margarin. Uji yang dilakukan antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, kadar karoten, uji stabilitas emulsi, sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, daya oles, penerimaan umum, dan stabilitas emulsi. Perlakuan yang terpilih akan dilanjutkan dengan uji angka lempeng total. Hasil pengujian tersebut menentukan perlakuan antioksidan yang terbaik yang dicampurkan dalam emulsi. Perlakuan terbaik diambil dari nilai bilangan asam yang stabil selama penyimpanan, bilangan peroksida yang rendah (di bawah standar bilangan peroksida dalam produk pangan), total karotenoid yang cukup tinggi, emulsi yang stabil, nilai hunter a yang tinggi,
dan hasil uji organoleptik yang bisa diterima konsumen baik dari warna, aroma, rasa, daya oles margarin, dan penampakan umum dari produk.
1) Bilangan Asam Pengukuran bilangan asam pada margarin dihitung sebagai asam palmitat karena lebih banyak terdapat pada kelapa sawit dibandingkan dengan asam-asam lemak lain. Hasil penghitungan bilangan asam metode 1 terdapat pada Lampiran 2, sedangkan hasil penghitungan bilangan asam metode 2 terdapat pada Lampiran 3. Grafik bilangan asam dengan perlakuan antioksidan dengan metode 1 dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan grafik bilangan asam dengan metode 2 dapat dilihat pada Gambar 12. Nilai bilangan asam dengan perlakuan antioksidan metode 1 dapat dilihat pada Tabel 9, sedangkan nilai bilangan asam dengan perlakuan antioksidan metode 2 dapat dilihat pada Tabel 10. Hasil pada Tabel 9 menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan asam terbesar terjadi pada perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) dan perlakuan E (100 ppm TBHQ). Peningkatan ini masih di bawah dari standar SNI 01-3541-2002 tentang margarin yakni maksimal bilangan asam dalam margarin adalah 4 mg KOH/g. Peningkatan dari tiga perlakuan lainnya tidak terlalu besar sehingga dari parameter bilangan asam dapat diterima.
Tabel 9. Nilai bilangan asam metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat Bilangan asam (mg KOH/g) Minggu pengamatan A B C D E 1 1.11 1.03 0.97 1.07 1.12 2 1.12 1.12 1.12 1.12 1.12 3 1.19 1.12 1.19 1.33 1.13 4 1.19 1.18 1.19 1.37 1.40 Hasil pada Tabel 10 menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan asam terbesar pada perlakuan D
(25 ppm
BHA & 75 ppm
TBHQ). Peningkatan ini masih di bawah dari standar SNI 01-3541-2002 tentang margarin yakni maksimal bilangan asam dalam margarin adalah 4
mg KOH/g. Peningkatan dari tiga perlakuan lainnya tidak terlalu besar sehingga dari parameter bilangan asam dapat diterima.
Bilangan asam (mg KOH/g minyak)
Tabel 10. Nilai bilangan asam metode 2 dari minggu pertama minggu keempat Bilangan asam (mg KOH/g) Minggu pengamatan A B C D 1 1.12 0.84 1.06 1.02 2 1.13 0.98 1.26 1.12 3 1.19 1.26 1.29 1.61 4 1.39 1.26 1.47 1.95
1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 11. Bilangan asam margarin metode 1
sampai
E 0.98 1.12 1.33 1.48
Bilangan asam (mg KOH/g minyak)
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 12. Bilangan asam margarin metode 2
2) Bilangan Peroksida Bilangan peroksida merupakan parameter yang penting untuk menentukan tingkat kerusakan pada minyak. Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah iod yang dibebaskan dari potasium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam minyak pada suhu ruang dalam medium asam asetat/klorofom. Peroksida sendiri adalah bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai bahan pengoksidasi. Hasil penghitungan bilangan peroksida metode 1 terdapat pada Lampiran 4, sedangkan hasil penghitungan bilangan peroksida metode 2 terdapat pada Lampiran 5. Grafik bilangan peroksida dengan perlakuan antioksidan dengan metode 1 dapat dilihat pada Gambar 13, sedangkan nilai bilangan peroksida dengan metode 2 dapat dilihat pada Gambar 14. Nilai bilangan peroksida dengan perlakuan antioksidan metode 1 dapat dilihat pada Tabel 11, sedangkan nilai bilangan peroksida dengan perlakuan antioksidan metode 2 dapat dilihat pada Tabel 12.
Hasil pada Tabel 11 menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan peroksida. Peningkatan bilangan peroksida terbesar terjadi pada perlakuan D (4.79 meq/kg). Berdasarkan hasil analisis pada metode 1 dapat diketahui bahwa bilangan peroksida produk sama dengan bilangan peroksida bahan baku (Tabel 8). Peristiwa ini disebabkan oleh pengaruh antioksidan yang diberikan dan karotenoid dalam bahan baku. Terdapat korelasi negatif
antara bilangan peroksida dengan karotenoid maupun
tokoferol, dimana bilangan peroksida yang rendah dapat dihubungkan dengan kandungan karotenoid dan tokoferol yang tinggi. Tabel 11. Nilai bilangan peroksida metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat Bilangan peroksida (meq/kg) Minggu pengamatan A B C D E 1 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 2 0.80 0.80 0.80 4.78 0.80 3 0.80 0.80 0.80 4.80 0.80 4 0.80 0.80 0.80 4.79 0.80 Hasil pada Tabel 12 menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan peroksida. Produk mengalami peningkatan bilangan peroksida terbesar terdapat pada perlakuan D (18.76 meq/kg). Peningkatan bilangan peroksida dari produk terjadi secara signifikan pada minggu keempat di semua perlakuan yang dilakukan. Sehingga kemungkinan produk telah mengalami kerusakan pada minggu keempat. Kerusakan terjadi bisa disebabkan oleh oksidasi oksigen, panas, aktivitas enzim. Menurut Hartley (1979), minyak cenderung bereaksi dengan oksigen secara autooksidasi, tidak hanya tergantung pada komposisi asam lemaknya, tetapi juga pada komponen-komponen yang terkandung di dalamnya, misalnya bahan yang berperan sebagai prooksidan (logam berat tertentu seperti besi dan tembaga) dan antioksidan alami seperti karotenoid dan tokoferol (kandungan karotenoid yang tinggi membantu tokoferol dengan cara mengikat oksigen).
Tabel 12. Nilai bilangan peroksida metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat Minggu pengamatan 1 2 3 4
A 0.80 0.80 0.80 9.80
Bilangan peroksida (meq/kg) B C D 0.80 0.80 0.80 0.80 0.80 5.79 3.29 1.30 5.79 8.80 10.80 18.76
E 0.80 0.80 1.80 13.80
Bilangan peroksida (meq/kg)
6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 13. Bilangan peroksida margarin metode 1
Bilangan peroksida (meq/kg)
20.000 18.000 16.000 14.000 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0.000 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 14. Bilangan peroksida margarin metode 2
3) Total Karotenoid Margarin Hasil penghitungan total karotenoid metode 1 terdapat pada Lampiran 6, sedangkan hasil penghitungan total karotenoid metode 2 terdapat pada Lampiran 7. Grafik nilai total karotenoid dengan perlakuan antioksidan dengan metode 1 dapat dilihat pada Gambar 15, sedangkan nilai total karotenoid dengan metode 2 dapat dilihat pada Gambar 16. Nilai total karoten dengan perlakuan antioksidan metode 1 dapat dilihat pada Tabel 13, sedangkan nilai total karoten dengan perlakuan antioksidan metode 2 dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil analisis total karotenoid (Tabel 13) pada semua produk margarin menunjukkan terjadinya penurunan total karotenoid. Antioksidan yang ditambahkan mampu mengurangi laju kerusakan karotenoid dalam produk. Produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (161.44 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan E (137.53 ppm). Tabel 13. Nilai total karoten metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat Minggu pengamatan 1 2 3 4
A 236.25 209.51 180.69 155.10
Total karoten (ppm) B C D 232.77 210.62 224.10 213.42 204.63 219.09 199.03 169.51 182.05 146.52 148.07 161.44
E 212.14 210.52 180.16 137.53
Hasil analisis total karotenoid (Tabel 14) pada semua produk margarin menunjukkan terjadinya penurunan total karotenoid. Antioksidan yang ditambahkan mampu mengurangi laju kerusakan karotenoid dalam produk. Produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (142.76 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan A (140.41 ppm).
Tabel 14. Nilai total karoten metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat Total karoten (ppm) Minggu pengamatan A B C D E 1 192.53 200.01 182.90 155.59 163.80 2 177.01 171.59 162.56 149.76 154.57 3 142.81 152.51 148.18 149.96 152.02 4 140.41 145.56 143.52 142.76 149.27
Total karotenoid (ppm)
250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 15. Total karotenoid margarin metode 1
Total karotenoid (ppm)
250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 16. Total karotenoid margarin metode 2
4) Stabilitas Emulsi Dasar teori stabilitas emulsi adalah keseimbangan antara gaya tolak menolak dan gaya tarik menarik yang bekerja di dalam sistem. Stabilitas emulsi akan mencapai maksimum bila gaya tolak menolak antara globulaglobula fase terdispersi mencapai maksimum, sebaliknya stabilitas emulsi akan mencapai minimum bila gaya tolak menolak antara globula-globula fase terdispersi mencapai minimum (Petrowski, 1976). Gaya tolak menolak berasal dari gaya van der waals. Hasil penghitungan stabilitas emulsi terdapat pada Lampiran 8. Data stabilitas emulsi produk dengan perlakuan antioksidan sampai minggu keempat disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 17. Hasil pengamatan menunjukkan stabilitas emulsi produk sampai minggu keempat mengalami penurunan . Penurunan ini menandakan produk semakin tidak stabil emulsinya. Penurunan stabilitas emulsi pada metode 2 lebih besar dibandingkan penurunan stabilitas emulsi pada metode 1. Pada metode 1, produk mengalami penurunan stabilitas emulsi sebesar 4.72 %, sedangkan pada metode 2 produk mengalami penurunan stabilitas emulsi sebesar 5.07 %.
Pemisahan yang terjadi karena globula-globula bergerak
ke atas dan ke bawah yang diakibatkan gaya gravitasi terhadap fase-fase yang berbeda densitasnya (Nawar, 1985).
Tabel 15. Nilai stabilitas emulsi dari minggu pertama sampai minggu keempat Nilai stabilitas emulsi (ml/25 g) Minggu pengamatan Metode 1 Metode 2 1 25.42 25.03 2 25.62 25.63 3 25.92 25.92 4 26.62 26.30
Stabilitas emulsi (ml/25g)
27.00 26.50 26.00 25.50 25.00 24.50 24.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan Metode 1
Metode 2
Gambar 17. Stabilitas emulsi margarin 5) Warna Hasil penghitungan analisis warna metode 1 terdapat pada Lampiran 9. Grafik nilai hunter a dari chromameter dengan perlakuan antioksidan dengan metode 1 dapat dilihat pada Gambar 18. Hasil penghitungan analisis warna metode 2 terdapat pada Lampiran 10. Grafik nilai hunter a dengan metode 2 dapat dilihat pada Gambar 19. Nilai hunter a untuk metode 1 dapat dilihat pada Tabel 16, sedangkan nilai hunter a untuk metode 2 dapat dilihat pada Tabel 17. Hasil analisis nilai hunter a dari Tabel 16 menunjukkan bahwa terjadi penurunan intensitas warna merah. Untuk metode 1, perlakuan antioksidan yang terbaik terdapat pada perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) yang mampu mempertahankan intensitas warna merah sebagai standar dari warna margarin.
Tabel 16. Nilai hunter a metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat Minggu Nilai hunter a pengamatan A B C D E 1 5.71 5.76 6.56 6.85 7.07 2 5.19 5.88 4.39 5.42 5.19 3 3.55 4.27 3.67 4.83 4.08 4 3.52 4.28 3.85 3.81 3.33
Hasil analisis nilai hunter a dari Tabel 17 menunjukkan bahwa terjadi penurunan intensitas warna merah. Untuk metode 2, perlakuan antioksidan yang terbaik terdapat pada perlakuan E (100 ppm TBHQ) yang mampu mempertahankan intensitas warna merah sebagai standar dari warna margarin. Tabel 17. Nilai hunter a metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat Nilai hunter a Minggu pengamatan A B C D E 1 6.00 6.25 5.83 5.31 5.44 2 5.45 5.90 4.53 4.92 5.20 3 4.37 4.92 4.15 3.57 4.52 4 2.94 4.08 3.52 1.85 4.64
8.00 7.00
Nilai b chromameter
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan A=100 ppm BHA
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ
D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
E=100 ppm TBHQ
C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ
Gambar 18. Nilai hunter a margarin metode 1
7.00
Nilai b chromameter
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan A=100 ppm BHA D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ
Gambar 19. Nilai hunter a margarin metode 2
6) Sifat Organoleptik Sifat organoleptik bertujuan mengetahui sifat tertentu dari produk yang dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu jenis uji sifat organoleptik adalah uji hedonik yang menunjukkan tingkat kesukaan terhadap produk. Dalam uji hedonik yang dilakukan, digunakan pengkodean dalam menyiapkan sampel. Kuesioner dari uji hedonik produk dapat dilihat pada Lampiran 11.
Warna Hasil uji hedonik terhadap warna margarin metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 20, sedangkan untuk metode 2 dapat dilihat pada Gambar 21. Berdasarkan Gambar 20, penerimaan panelis terhadap warna untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 1 minggu pertama berturut-turut adalah 5.84, 5.48, 5.24, 5.40, 5.84 (agak suka suka), pada minggu kedua berturut-turut adalah 5.72, 5.52, 5.76, 5.04, 5.80 (agak suka
suka), pada minggu ketiga berturut-turut adalah 5.48,
5.72, 5.72, 5.52, 5.76 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-
turut adalah 5.64, 5.72, 5.84, 5.96, 6.04 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ E=100 ppm TBHQ
Gambar 20. Skor hedonik warna margarin metode 1
Berdasarkan Gambar 21, penerimaan panelis terhadap warna untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 2 minggu pertama berturut-turut adalah 5.36, 5.80, 5.68, 5.76, 5.40 (agak suka
suka), pada minggu kedua berturut-
turut adalah 5.08, 6.00, 5.96, 5.32, 5.56 (agak suka
suka), pada minggu
ketiga berturut-turut adalah 5.84, 5.92, 5.72, 5.60, 5.44 (agak suka
suka),
pada minggu keempat berturut-turut adalah 6.16, 6.04, 5.56, 5.92, 5.92 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 21. Skor hedonik warna margarin metode 2
Aroma Hasil uji hedonik terhadap aroma margarin metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 22. Hasil uji hedonik terhadap aroma margarin metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 23. Berdasarkan Gambar 22, penerimaan panelis terhadap aroma untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 1 berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.80, 5.64, 5.56, 5.16, 5.72 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.52, 5.56, 5.56, 5.52, 5.36 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-turut adalah 5.60, 5.56, 5.68, 5.36, 5.92 (agak suka suka), pada minggu keempat berturut-turut 5.52, 5.80, 5.56, 5.84, 5.92 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 22. Skor hedonik aroma margarin metode 1
Berdasarkan Gambar 23, penerimaan panelis terhadap aroma untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 2 berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.40, 5.12, 6.04, 5.56, 5.16 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.48, 5.56, 5.48, 5.24, 5.64 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-turut adalah 5.56, 5.76, 5.80, 5.76, 5.52 (agak suka suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.72, 5.64, 5.60, 5.20, 5.52 (agak suka
suka).
7.00 6.00 Skala hedonik
5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 23. Skor hedonik aroma margarin metode 2
Rasa Hasil uji hedonik terhadap rasa margarin metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 24. Hasil uji hedonik terhadap rasa margarin metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 25. Berdasarkan Gambar 24, penerimaan panelis terhadap rasa untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 1 berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.44, 5.04, 5.04, 5.44, 5.24 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.12, 4.84, 5.36, 5.60, 5.32 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-turut adalah 5.60, 5.68, 5.44, 5.20, 5.60 (agak suka suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.40, 5.60, 5.36, 5.48, 5.28 (agak suka
suka).
Berdasarkan Gambar 25, penerimaan panelis terhadap rasa untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 2 berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.08, 4.60, 5.12, 5.48, 5.12 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.36, 5.36, 5.04, 5.04, 5.16 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-berturut adalah 4.88, 5.44, 5.44, 6.00, 5.12 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.40, 5.68, 5.56,
5.04, 5.52 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 24. Skor hedonik rasa margarin metode 1
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 25. Skor hedonik rasa margarin metode 2
Daya oles Hasil uji hedonik terhadap daya oles margarin metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 26. Hasil uji hedonik terhadap aroma margarin metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 27. Berdasarkan Gambar 26, penerimaan panelis terhadap daya oles untuk perlakuan A, B, C, D, E
metode1 berturut-turut pada minggu pertama
adalah 5.68, 5.48, 5.44, 5.76, 5.64 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.52, 5.40, 5.00, 5.40, 5.84 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-berturut adalah 5.44, 5.80, 5.84, 5.44, 5.52 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.64, 5.40, 5.52,
5.84, 5.64 (agak suka
suka).
Berdasarkan Gambar 27, penerimaan panelis terhadap daya oles untuk perlakuan A, B, C, D, E metode 2 berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.72, 5.20, 5.20, 5.48, 5.48 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.32, 5.48, 5.56, 5.40, 5.44 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-berturut adalah 5.92, 5.92, 5.36, 5.80, 6.04 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-berturut adalah 5.76, 5.40,
6.16, 5.80, 5.80 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 26. Skor hedonik daya oles margarin metode 1
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 27. Skor hedonik daya oles margarin metode 2
Penampakan umum Hasil uji hedonik terhadap daya oles margarin metode 1 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 28. Hasil uji hedonik terhadap aroma margarin metode 2 dari minggu pertama sampai minggu keempat dapat dilihat pada Gambar 29. Berdasarkan Gambar 28, penerimaan panelis terhadap penampakan umum untuk perlakuan A, B, C, D, E berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.84, 5.64, 5.32, 5.32, 5.56 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.72, 4.18, 4.84, 5.52, 5.16 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-berturut adalah 5.48, 5.56, 5.68, 5.24, 5.92 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.52, 5.72, 5.48,
5.44, 5.64 (agak suka
suka).
Berdasarkan Gambar 29, penerimaan panelis terhadap penampakan umum untuk perlakuan A, B, C, D, E berturut-turut pada minggu pertama adalah 5.48, 5.60, 5.36, 5.40, 5.44 (agak suka
suka), pada minggu kedua
berturut-turut adalah 5.68, 5.52, 5.68, 5.28, 5.04 (agak suka
suka), pada
minggu ketiga berturut-berturut adalah 5.80, 5.84, 5.64, 5.64, 5.80 (agak suka
suka), pada minggu keempat berturut-turut adalah 5.84, 5.60, 5.72,
5.52, 5.52 (agak suka
suka).
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengamatan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 28. Skor hedonik penampakan umum margarin metode 1
7.00
Skala hedonik
6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1
2
3
4
Minggu pengam atan A=100 ppm BHA C=50 ppm BHA, 50 ppm TBHQ E=100 ppm TBHQ
B=75 ppm BHA, 25 ppm TBHQ D=25 ppm BHA, 75 ppmTBHQ
Gambar 29. Skor hedonik penampakan umum margarin metode 2
D. PERLAKUAN ANTIOKSIDAN TERPILIH Metode 1 Pemilihan produk terbaik dilihat dari beberapa parameter antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, total karotenoid, stabilitas emulsi, nilai hunter a, dan skor
hedonik penampakan umum. Hasil pengamatan pada
minggu keempat untuk beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini. Tabel 18. Pengamatan produk pada minggu keempat metode 1 Parameter Perlakuan
Bilangan asam (mg KOH/g)
A B* C D E
1.19 1.18 1.19 1.37 1.40
Bilangan peroksida (meq/kg) 0.8 0.8 0.8 4.79 0.8
Total karotenoid (ppm) 155.10 146.52 148.07 161.44 137.53
Nilai hunter a 3.52 4.28 3.84 3.80 3.32
Skor hedonik penampakan umum 5.52 5.72 5.48 5.44 5.64
* = perlakuan terbaik
Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa perlakuan E (100 ppm TBHQ) , dan perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) memiliki bilangan asam yang tinggi. Parameter mutu yang cepat mengalami perubahan pada produk minyak adalah timbulnya off flavor (ketengikan). Kusnandar dan Kuswara (2006) menyatakan bahwa produk pangan yang didalamnya memiliki kandungan lemak nabati (misal minyak sawit) berpotensi mengalami reaksi oksidasi lemak dan menyebabkan terjadinya ketengikan. Kusnandar dan Kuswara (2006) menambahkan bahwa bila penolakan disebabkan oleh faktor ketengikan, maka atribut mutu yang dapat dipilih adalah uji ALB/bilangan asam, uji bilangan thiobarbicturic acid (TBA), atau uji sensori terhadap derajat ketengikan. Minyak sawit merupakan minyak nabati yang mengandung lemak yang cukup tinggi, sehingga perubahan mutu yang diamati pada pendugaan umur simpan minyak adalah ketengikan
yang
diukur
melalui
parameter
objektif
yaitu
kenaikan
ALB/bilangan asam. Peningkatan jumlah ALB yang terlalu tinggi disebabkan proses oksidasi berantai dan pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton, dan polimer. Oksidasi berantai menyebabkan penguraian konstituen aroma, flavor, dan vitamin serta pembentukan senyawa-senyawa seperti peroksida, aldehida, dan keton menyebabkan bau tengik dan pencoklatan minyak (Ketaren, 2005). Hal-hal tersebut akan berpengaruh terhadap penerimaan konsumen, terutama bau tengik. Pengamatan sampai minggu keempat menunjukkan bahwa nilai
bilangan asam masih bisa diterima karena masih di bawah standar SNI margarin 01-3541-2002. Dari parameter bilangan asam diperoleh perlakuan terbaik adalah perlakuan A (100 ppm BHA), perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ). Pengamatan
margarin
sampai
minggu
keempat
(Tabel
18)
menunjukkan bahwa perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) memiliki bilangan peroksida terbesar. Semakin besar bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan oksidatif minyak yang ditunjukkan oleh jumlah asam lemak tidak jenuh yang mengikat oksigen. Peroksida bukan merupakan indikator kerusakan secara langsung karena sifatnya yang tidak stabil dan tidak terkumpul dalam minyak yang dipanaskan. Kandungan peroksida tidak menunjukkan bahwa minyak tersebut telah rusak, melainkan suatu indikator bahwa minyak tersebut akan rusak (Fennema, 1996). Pengamatan
margarin
sampai
minggu
keempat
(Tabel
18)
menunjukkan bahwa perlakuan A (100 ppm BHA), dan perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) memiliki total karotenoid tertinggi, diikuti perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), sedangkan perlakuan E (100 ppm TBHQ) memberikan nilai total karotenoid terkecil. Adanya ikatan ganda menyebabkan karotenoid peka terhadap okisidasi yang akan lebih cepat dengan adanya sinar dan logam, khususnya tembaga, besi, dan mangan (Walfford, 1980). Menurut Klaui dan Bauernfeind (1981), faktor utama yang mempengaruhi karotenoid selama pengolahan dan penyimpanan adalah oksidasi oleh oksigen maupun perubahan struktur oleh panas. Oksidasi terjadi secara acak pada rantai karbon yang mengandung ikatan ganda. Panas akan mendekomposisi karotenoid dan akan mengakibatkan perubahan stereoisomer. Pemanasan sampai 60oC tidak mengakibatkan
terjadinya
dekomposisi
karotenoid
tetapi
streoisomer
mengalami perubahan (Meyer, 1966). Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) memiliki nilai hunter a tertinggi diikuti oleh perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ), perlakuan A (100 ppm BHA), dan perlakuan E (100 ppm TBHQ). Nilai hunter a terbesar menandakan pengamatan secara
objektif terhadap perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) mampu mempertahankan warna merah sampai minggu keempat (Tabel 18). Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) memiliki skor penerimaan umum tertinggi diikuti oleh perlakuan E (100 ppm TBHQ), perlakuan A (100 ppm BHA), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), dan perlakuan D (25 ppm TBHQ & 75 ppm TBHQ). Skor yang tinggi mengindikasikan produk bisa diterima oleh konsumen sampai minggu keempat. Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa terjadi penurunan stabilitas emulsi untuk semua perlakuan yang dilakukan. Penurunan ini masih bisa diterima karena dari penampakan produk secara langsung, tidak terdapat pemisahan minyak dan air. Berdasarkan stabilitas emulsinya, produk yang dibuat masih bisa diterima sampai minggu keempat. Pemilihan produk terbaik dilihat dari beberapa parameter antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, total karotenoid, stabilitas emulsi, nilai hunter a, dan skor hedonik penerimaan umum. Berdasarkan parameter bilangan asam, perlakuan terbaik dari bilangan asam adalah perlakuan A (100 ppm BHA), perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), dan perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ). Selain bilangan asam, nilai karoten menjadi acuan pemilihan produk terbaik. Nilai total karotenoid menjadi parameter pendukung. Dari pengamatan sampai minggu keempat, nilai karotenoid terpilih adalah perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ), dan perlakuan A (100 ppm BHA). Perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) tidak terpilih karena memiliki bilangan asam yang tinggi. Hal lain yang dapat mendukung secara kuantitatif adalah pengamatan nilai hunter a dan skor penerimaan umum. Pengamatan nilai hunter a diperoleh perlakuan terpilih adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Perlakuan C tidak terpilih karena memiliki nilai hunter a lebih rendah dari perlakuan B. Pengamatan dari penerimaan umum sampai minggu keempat menunjukkan perlakuan B (75 ppm BHA dan 25 TBHQ) memiliki skor tertinggi. Perlakuan A (100 ppm BHA) tidak terpilih karena memiliki nilai hunter a dan skor penerimaan umum lebih kecil dari perlakuan B. Sehingga
untuk metode 1, perlakuan
yang terpilih dari beberapa parameter adalah
perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ).
Metode 2 Pemilihan produk terbaik dilihat dari beberapa parameter antara lain bilangan asam, bilangan peroksida, total karotenoid, stabilitas emulsi, nilai hunter a, dan skor hedonik penerimaan umum. Hasil pengamatan pada minggu keempat untuk beberapa parameter dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini. Tabel 19. Hasil pengamatan produk pada minggu keempat metode 2 Parameter Perlakuan
A B* C D E
Bilangan asam (mg KOH/g) 1.39 1.26 1.47 1.95 1.48
Bilangan peroksida (meq/kg) 9.80 8.80 10.80 18.76 13.80
Total karotenoid (ppm) 140.41 145.56 143.51 142.76 149.27
Nilai hunter a
minggu
keempat
2.94 4.08 3.52 1.85 4.64
Skor hedonik penampakan umum 5.84 5.60 5.72 5.52 5.52
* = perlakuan terbaik
Pengamatan
margarin
sampai
(Tabel
19)
menunjukkan bahwa perlakuan D (25 ppm BHA & 75 TBHQ) memiliki bilangan asam tertinggi diikuti oleh perlakuan E (100 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan A (100 ppm BHA), dan perlakuan B (75 BHA & 25 TBHQ). Pengamatan sampai minggu keempat menunjukkan bahwa nilai bilangan asam masih bisa diterima karena masih di bawah standar SNI margarin 01-3541-2002 (maks. 4 mg KOH/g). Dari parameter bilangan asam diperoleh perlakuan terbaik adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), dan perlakuan A (100 ppm BHA). Pengamatan sampai minggu keempat (Tabel 19) menunjukkan perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) memiliki bilangan peroksida yang paling tinggi diikuti perlakuan E (100 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan A (100 ppm BHA), dan perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Semakin besar bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan oksidatif minyak yang ditunjukkan oleh jumlah asam lemak
tidak jenuh yang mengikat oksigen. Sehingga perlakuan yang terpilih dari parameter bilangan peroksida adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) dan perlakuan A(100 ppm BHA). Pengamatan sampai minggu keempat menunjukkan perlakuan E (100 ppm TBHQ) memiliki total karotenoid tertinggi diikuti oleh perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan D (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), dan perlakuan A (100 ppm BHA). Adanya ikatan ganda pada karotenoid menyebabkan karotenoid peka terhadap cahaya, oksigen, panas dan degradasi asam (Klaui dan Bauernfiend 1981). Pengamatan sampai minggu keempat menunjukkan perlakuan E (100 ppm TBHQ) memiliki nilai hunter a tertinggi diikuti dengan perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan A (100 ppm BHA), dan perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) (Tabel 19). Nilai hunter a terbesar menandakan pengamatan secara objektif terhadap perlakuan E (100 ppm TBHQ) mampu mempertahankan warna merah sampai minggu keempat. Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa perlakuan A (100
ppm BHA) memiliki skor penerimaan umum tertinggi
diikuti oleh perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ), dan perlakuan E (100 ppm TBHQ). Skor yang tinggi mengindikasikan produk bisa diterima oleh konsumen sampai minggu keempat. Pengamatan margarin sampai minggu keempat menunjukkan bahwa terjadi penurunan stabilitas emulsi untuk semua perlakuan yang dilakukan. Penurunan ini masih bisa diterima karena dari penampakan produk secara langsung, tidak terdapat pemisahan minyak dan air. Berdasarkan stabilitas emulsinya, produk yang dibuat masih bisa diterima sampai minggu keempat. Semakin besar nilai bilangan peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak yang dihubungkan dengan proses hidrolisis minyak. Sehingga diambil perlakuan terbaik dari faktor kritis bilangan peroksida adalah perlakuan A (100 ppm BHA), perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Demikian juga dengan nilai karotenoid yang tinggi. Tujuan penelitian adalah mendapatkan
produk yang memiliki aktivitas pro vitamin A yang tinggi. Nilai total karotenoid menjadi parameter pendukung. Dari pengamatan sampai minggu keempat, nilai karotenoid terpilih adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ). Hal lain yang dapat mendukung secara kualitatif adalah pengamatan nilai hunter a, maka diperoleh perlakuan terpilih adalah perlakuan E (100 ppm TBHQ) , perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ), perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ), dan perlakuan A (100 ppm BHA). Perlakuan D (25 ppm BHA & 75 ppm TBHQ) tidak dapat terpilih secara keseluruhan karena memiliki bilangan peroksida yang tinggi. Demikian juga dengan perlakuan C (50 ppm BHA & 50 ppm TBHQ) yang memiliki bilangan peroksida yang tinggi. Perlakuan A (100 ppm BHA) tidak terpilih karena memiliki nilai hunter a dan skor penerimaan umum yang kecil. Sehingga untuk metode 2, perlakuan yang terpilih dari beberapa parameter adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Produk terpilih dari metode 1 dan metode 2 kemudian diuji secara mikrobiologis dengan ALT untuk mengetahui keamanan produk dari cemaran mikroba. Angka lempeng total (ALT) merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan jumlah mikroba di dalam bahan pangan.Hasil uji ALT dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Hasil uji ALT perlakuan terpilih pada metode 1 dan metode 2 dengan standard plate count Tingkat Pengenceran Jumlah No. Perlakuan 10 1 10 2 10 3 (Koloni/g) 1 B metode 1 0/0 0/0 0/0 < 2.5 x 101 2 B metode 2 0/0 0/0 0/0 < 2.5 x 101 Dari uji ALT di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan terpilih pada perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 1, dan perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 2 masing-masing adalah < 2.5 x 101 dan < 2.5 x 10 1. Hasil tersebut dianggap baik karena masih memenuhi syarat mutu
SNI 01-3541-2002 tentang margarin yakni maksimal
ALT pada
margarin sebesar 105 (Koloni/g). Sehingga untuk masing-masing perlakuan di atas merupakan perlakuan yang terpilih dalam membuat margarin dari bahan
baku fraksi stearin MSM. Karakteristik dari margarin terpilih dapat dilihat pada Tabel 21 di bawah ini. Tabel 21. Karakteristik margarin dari perlakuan yang terpilih Parameter Total Konversi Bilangan No. Perlakuan terpilih karotenoid ke asam (ppm) IU/100g (mg KOH/g) 1 B metode 1 146.52 13,28 1.18 2 B metode 2 145.56 13,20 1.26
Bilangan peroksida (meq/kg) 0.80 8.80
Dari perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 1, dan perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 2 diperoleh kandungan karoten masing-masing adalah 146.52 dan 145.56 ppm (Tabel 21). Hasil ini masih lebih tinggi dari penelitian Jatmika (1997) yang berhasil membuat margarin kaya karoten dengan kandungan karoten akhir 84 ppm. Hasil pengujian total karoten dari margarin ini dapat digunakan untuk menghitung kadar -karoten (Lampiran 12). Hasil yang didapatkan dari perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 1 dan perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) metode 2 diperoleh berturut-turut 13,28 dan 13,20 IU/100 g.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Fraksi stearin minyak sawit merah yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai bilangan asam 1.07 mg KOH/g sampel; kadar total karotenoid 250.17 ppm; bilangan peroksida 0.80 meq/kg; dan bilangan penyabunan 181.62 mg KOH/g. Berdasarkan data tersebut di atas dapat dikatakan bahwa bahan baku MSM fraksi stearin memenuhi syarat digunakan untuk membuat margarin. Analisis bilangan asam dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan asam. Pada metode 1, bilangan asam mengalami peningkatan terbesar pada perlakuan D (1.37 mg KOH/g) dan perlakuan E (1.40 mg KOH/g). Pada metode 2, produk mengalami peningkatan bilangan asam terbesar pada perlakuan D (1.95 mg KOH/g). Analisis bilangan peroksida dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan peroksida. Pada metode 1, menunjukkan produk mengalami peningkatan bilangan peroksida terbesar pada perlakuan D (4.79 meq/kg). Pada metode 2, produk mengalami peningkatan bilangan peroksida terbesar pada perlakuan D (18.76 meq/kg). Peningkatan bilangan peroksida pada metode 2 terjadi secara signifikan pada semua perlakuan yang dilakukan, sehingga kemungkinan produk telah mengalami kerusakan pada minggu keempat. Analisis total karotenoid dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami penurunan total karotenoid pada masingmasing perlakuan. Pada metode 1, produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (161.44 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan E (137.53 ppm). Pada metode 2, produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terendah pada perlakuan D (142.76 ppm), sedangkan produk mengalami penurunan nilai total karotenoid terbesar pada perlakuan A (140.41 ppm). Analisis stabilitas emulsi dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan bahwa stabilitas emulsi produk mengalami penurunan.
Penurunan stabilitas emulsi ini menandakan stabilitas emulsi yang terjadi tidak stabil. Penurunan stabilitas emulsi pada metode 2 lebih besar dibandingkan penurunan stabilitas emulsi pada metode 1. Analisis warrna dari minggu pertama sampai minggu keempat menunjukkan produk mengalami penurunan nilai hunter a. Pada metode 1, produk yang mengalami penurunan nilai hunter a terendah adalah perlakuan B (4.28). Pada metode 2, produk yang mengalami penurunan nilai hunter a terendah adalah perlakuan E (4.64) yang mampu mempertahankan intensitas warna merah. Hasil uji hedonik terhadap warna, aroma, rasa, daya oles, dan penampakan umum produk sampai minggu keempat menunjukkan bahwa produk (metode 1 dan metode 2) masih dapat diterima. Secara organoleptik dari data parameter produk selama penyimpanan didapatkan perlakuan terpilih untuk metode 1 adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ) dan metode 2 adalah perlakuan B (75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ). Produk terpilih kemudian diuji angka lempeng total (ALT). Data uji ALT produk terpilih pada perlakuan B metode 1, dan perlakuan B metode 2 masing-masing adalah < 2.5 x 101 dan < 2.5 x 10 1. Hasil tersebut dianggap baik karena masih memenuhi syarat mutu SNI 01-3541-2002 tentang margarin. Hasil analisis kadar -karoten yang didapatkan dari perlakuan B metode 1, dan perlakuan B metode 2 diperoleh berturut-turut adalah 13,28 dan 13,20 IU/100 g. Dari data di atas dapat dinyatakan bahwa dalam penelitian yang dilakukan, perlakuan 75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ metode 1 dan perlakuan 75 ppm BHA & 25 ppm TBHQ metode 2 merupakan perlakuan yang terbaik dalam membuat margarin.
B. SARAN Produk margarin yang diperoleh dalam penelitian ini sudah cukup baik. Akan tetapi terdapat kelemahan yaitu adanya odor alami yang kurang diinginkan. Oleh karena itu, perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses deodorisasi yang dapat menghilangkan odor sawit tetapi juga dapat meminimalkan kerusakan karotenoid oleh panas. Deodorisasi diharapkan dapat
juga menurunkan kadar asam lemak bebas, kadar air dan peroksida sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk. Pembentukan tekstur dari margarin yang dibuat masih lunak meskipun masih dapat diterima oleh konsumen. Disarankan agar dilakukan formulasi yang lebih baik dengan penambahan asam lemak jenuh dari fraksi minyak nabati lainnya. Selain itu, warna yang menjadi penampakan awal dari produk harus dapat dikenalkan ke konsumen dengan lebih intensif. Warna margarin yang cenderung kuning terkesan baru bagi konsumen, walaupun dari hasil organoleptik masih bisa diterima.
DAFTAR PUSTAKA Andarwulan N, dan S Kuswara. 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Press., Jakarta. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Methods of Analysis. Washington DC. Astawan, M. 2004. Jangan Takut Mengonsumsi Mentega dan Margarin. Artikel. http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles& task=viewarticle&artid=106&itemid=3.[ 29 Oktober 2008 ] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara Uji Cemaran Mikroba. SNI 19-28971992. ______________________. 1995. Bahan Tambahan Makanan. SNI 01-02221995. ______________________.1998.Cara Uji Minyak dan Lemak. SNI 01-35551998. ______________________. 2002. Margarin. SNI 01-3541-2002. Beare-Rogers J, Dieffenbacher A and Holm JV. 2001. Lexion of Lipid Nutrition. Journal Pure and Applied Chemistry 73(4): 658-744 Bloomhoff R. 1994. Vitamin A in Health and Disease. Marcel Dekker Inc, New York. Buck, D.F. 1991. Antioxydants. Di dalam: J. Smith, editor.Food Additive User s Handbook. Blackie Academic and Professional, Glasgow. Choo, Y.M. 1994. Palm Oil Carotenoids. http://www.unun.edu/unupress/food.htm. [13 Januari 2008] Deman, Jhon M. 1997. Kimia Makanan. ITB Press, Bandung Djatmiko B dan A.P. Wijaya, 1984. Teknologi Minyak dan Lemak I. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Press, Bogor Fennema, O.R. 1996. Food Chemistry 3 th ed. Marcel Dekker Inc, New York. GAPKI. Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia. 2007. Performa CPO Indonesia. Investor Daily. (1) : 2-3. Gordon, M.H 1990. The mechanism of antioxidants action in vitro. Di dalam: B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London.
Gross, J. 1991. Pigments in Vegetable Chlorophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, New York. Hartley, C.W.S. 1977. Oil Palm Selection and Breeding. Di dalam: Rhind D, (ed.). The Palm Oil. Longmann, London. Helena, B.R. 2003. Pengawasan Mutu Dalam Proses Pemurnian Minyak Sawit Kasar di PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia Jakarta. Laporan Magang. Progam Studi Supervisor Jaminan Mutu Pangan Departemen Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Henry JK and Liets G. 1997. Modified Method to Minimise Losses of Carotenoids and Tocopherol during HPLC Analysis Red Palm Oil. Journal Food Chemistry 60 (1) : 109-117. Hutching, J.B. 1999. Food Color and Appearance. Aspen Publisher, Maryland Iwasaki, R. dan M. Murakhosi. 1992. Palm Oil Yields Carotene for World Markets Oleochemical. Inform. 3(2) : 210 - 217. Jatmika, A. 1997. Formulasi Margarin Kaya Pro vitamin A dari Minyak Sawit Merah. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(3) : 191-204. Jatmika, A. dan P. Guritno. 1997. Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak Goreng Sawit Merah dan Minyak Goreng Sawit Biasa. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit. 5(2) : 127-138. Juliesti, Sofrida. 2000. Evaluasi Kualitas Produk Emulsi Minyak Sawit Merah Selama Penyimpanan. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Klaui H and Bauernfeind JS. 1981. Carotenoid as Colorants and Vitamin A Precusors. Academic-Press, Florida. Kusnandar, F. dan S. Koswara. 2006. Kasus Pendugaan Masa Kadaluarsa ProdukProduk Pangan dengan Metode ASLT (Model Arrhenius). Di dalam: Modul Pelatihan Pendugaan dan Pengendalian Masa Kadaluarsa Bahan dan Produk Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan SEAFAST Center IPB, Bogor. Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Penerjemah: Thenawijaya M. Erlangga, Jakarta. Terjemahan dari : Principles of Biochemistry.
Mas ud, F. 2007. Optimasi Proses Deasidifikasi untuk Meminimalkan Kerusakan Karotenoid dalam Pemurnian Minyak Sawit (Elaeis gueneensis, Jacq). [Tesis]. Progam Pascasarjana IPB, Bogor. Meyer LH. 1966. Food Chemistry. Reinhold Publ co, New York. Muchtadi, T. R. 1990. Emulsi Bahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Press, Bogor . Muchtadi, T.R. 1996. Peranan Teknologi Pangan dalam Rangka Peningkatan Nilai Tambah Produk Minyak sawit Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Naibaho. P.M. 1983. Pemisahan Karoten (Pro vitamin A) dari Minyak Sawit dengan Metode Adsorbsi. Disertasi. IPB, Bogor. Nawar, W. W. 1985. Lipids. Di dalam: O.R. Fennema (ed.). Food Chemistry hal 139. Marcel Dekker, Inc., New York. Olson, R.E. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir Vitamin. Penerjemah : Nasoetion et al. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Terjemahan dari : Present Knowledge in Nutrition. Pantzaris,T.P.,1994. Pocket Book of Palm Oil Uses. PORIM, Kuala Lumpur Petrowski, G.E. 1976. Emultion stability and its relation to foods. Di dalam: C. O. Chichester (ed.). Advances in Food Research. Academic Press Inc, New York. Podmore, J. 1994. Fat in bakery and kitchen products. Di dalam : Moran, D. P. J., Rajah, K. K. (ed.). Fat in Food Products. Blackie Academic and Professional, Glasgow. PORIM. 1995. PORIM Test Methods. Palm Oil Reseach Institute of Malaysia. Ministry of Primary Industries, Malaysia. Puspitasari DA. 2008. Optimasi Proses Produksi dan Karakterisasi Produk serta Pendugaan Umur Simpan Minyak Sawit Kaya Karotenoid. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Raharjo, D. 1998. Penuntun Praktikum Biokimia. PAU IPB, Bogor Rahayu, W.P. 1994. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. PAU IPB, Bogor Saputra, V. 1996. Formulasi Produk Emulsi Kaya Karoten dari Minyak Sawit Merah. [Skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Schuler, P. 1990. Natural Antioxidany Exploited Commercially. Di dalam: B.J.F. Hudson (ed.). Food Antioxidants. Elsevier Applied Science, London. Suharno. 1999. Aplikasi HACCP dan GMP dalam Produksi Margarin pada Pabrik Yellow Fat and Culinary di PT. Unilever Indonesia Bekasi. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Sutrisno. 1987. Pembentukan Emulsi Minyak Nabati dalam Air dan Sifat Sifat Fungsionalnya. [Skripsi]. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Walfford J. 1980. Development in Food Colours. Applied Science Publisher Ltd, London. Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ___________. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Pengembangan Teknologi Pangan IPB, Bogor.
Masyarakat.
Pusat
LAMPIRAN
Lampiran 1. Analisis bahan baku fraksi stearin MSM Bilangan asam (mg KOH /g Minyak) Bobot sampel (g) M1 20.232
M2 19.923
Bilangan asam
Titrasi NaOH 0. 1 N (ml)
M3 19.853
Total karotenoid (ppm) Bobot sampel (g) M1 M2 M3 0.1117 0.1105 0.0953
V1 0.35
V2 0.4
V3 0.4
BA1 0.97
Aborbansi ( 446 nm) A1 A2 A3 0.252 0.250 0.247
Bilangan peroksida (meq/kg) Bobot sampel Titrasi Na2S2O3 0.1 N (ml) (g) 50.169 0.3 50.196 0.3
Titrasi blanko 0.26
BA2 1.12
BA2 1.13
X 1.07
Karotenpid (ppm) X K1 K2 K3 253.18 251.18 248.16 250.17
Bilangan Peroksida 0.7973 0.7968
X 0.80
Bilangan penyabunan (mg KOH/g sampel) Bobot sampel (g)
Titrasi HCl 0.5 N (ml)
Titrasi blanko
Bilangan Penyabunan
X
19.753 19.784
3.35 3.45
16.2
182.47 180.77
181.62
Lampiran 2. Hasil penghitungan bilangan asam (mg KOH / g) metode 1 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0606 2.0957 2.0075 2.0077 2.0029 2.0048 2.0094 2.0052
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.4 0.43 0.4 0.4 0.4 0.45 0.43 0.43
Bilangan Asam A1 A2 1.0900 1.1388 1.1189 1.1188 1.1214 1.2604 1.1877 1.1902
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0733 2.0242 2.0167 2.0072 1.9977 2.0088 2.0151 2.0196
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.4 0.35 0.4 0.4 0.4 0.4 0.45 0.4
Bilangan Asam A1 A2 1.0834 0.9709 1.1138 1.1190 1.1244 1.1182 1.2540 1.1122
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0186 2.044 1.9975 2.0128 2.0054 2.0037 2.0082 1.9998
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.35 0.35 0.4 0.4 0.45 0.4 0.43 0.43
Bilangan Asam A1 A2 0.9736 0.9615 1.1245 1.1159 1.2601 1.1210 1.1884 1.1934
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0101 1.9947 2.0101 2.0178 2.0133 2.0082 2.01 1.9987
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.38 0.38 0.4 0.4 0.5 0.45 0.5 0.48
Bilangan Asam A1 A2 1.0616 1.0698 1.1174 1.1132 1.3946 1.2583 1.3969 1.3345
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0146 2.0047 2.0099 2.0143 2.0036 1.9845 2.0032 2.0038
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5
Bilangan Asam A1 A2 1.1149 1.1204 1.1175 1.1151 1.1211 1.1318 1.4016 1.4012
X 1.11 1.12 1.19 1.19
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 1.03 1.12 1.12 1.18
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.97 1.12 1.19 1.19
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 1.07 1.12 1.33 1.37
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 1.12 1.12 1.13 1.4
Lampiran 3. Hasil penghitungan bilangan asam (mg KOH / g) metode 2 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0066 1.9873 1.9914 2.0015 2.0134 2.0019 2.0136 2.0229
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.45 0.35 0.4 0.4 0.45 0.4 0.6 0.4
Bilangan Asam A1 A2 1.2593 0.9890 1.1279 1.1222 1.2551 1.1220 1.6733 1.1104
Bobot sampel (g) M1 M2 1.9892 2.0020 2.0037 2.0074 2.0195 2.0029 2.0090 2.0094
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.28 0.32 0.35 0.35 0.45 0.45 0.5 0.4
Bilangan Asam A1 A2 0.7904 0.8976 0.9809 0.9791 1.2513 1.2616 1.3976 1.1178
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0049 1.973 2.0112 2.0093 2.0205 2.0088 2.0039 2.0051
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.4 0.35 0.45 0.45 0.48 0.45 0.5 0.55
Bilangan Asam A1 A2 1.1203 0.9961 1.2564 1.2576 1.3201 1.2579 1.4011 1.5403
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0063 2.0035 2.0112 2.0146 2.0076 2.0064 2.0212 2.0201
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.38 0.35 0.4 0.4 0.6 0.55 0.9 0.5
Bilangan Asam A1 A2 1.0636 0.9810 1.1168 1.1149 1.6783 1.5393 2.5005 1.3899
Bobot sampel (g) M1 M2 2.0047 2.0063 2.0143 2.0103 2.0063 2.0141 1.9945 2.0027
Titrasi NaoH 0.1 N (ml) V1 V2 0.35 0.35 0.4 0.4 0.45 0.5 0.55 0.5
Bilangan Asam A1 A2 0.9804 0.9796 1.1151 1.1173 1.2595 1.3940 1.5485 1.4020
X 1.12 1.13 1.19 1.39
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.84 0.98 1.26 1.26
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 1.06 1.26 1.29 1.47
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 1.02 1.12 1.61 1.95
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.98 1.12 1.33 1.48
Lampiran 4. Hasil penghitungan bilangan peroksida (meq/kg) metode 1 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0093 5.0011 5.0182 5.0191 5.0131 5.0029 5.0005 5.0040
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26
Bilangan peroksida P1 P2 0.7985 0.7998 0.7971 0.7970 0.7979 0.7995 0.7999 0.7994
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0197 5.0110 5.0145 5.0172 5.0166 5.0039 5.0020 5.0159
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7969 0.7982 0.7977 0.7973 0.7974 0.7994 0.7997 0.7975
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0051 5.0196 5.0081 5.0195 5.0079 5.0015 5.0107 5.0080
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7992 0.7969 0.7987 0.7969 0.7987 0.7998 0.7983 0.7987
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0215 5.0129 5.0169 5.0150 4.9988 5.0110 5.0083 5.0123
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.5 0.5 0.26 0.5 0.5 0.26 0.5 0.5 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7966 0.7979 4.7838 4.7856 4.8012 4.7895 4.7920 4.7882
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0182 5.0188 5.0173 5.0177 4.9968 5.0104 5.0131 5.0138
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7971 0.7970 0.7972 0.7972 0.8005 0.7983 0.7979 0.7978
X 0.80 0.80 0.80 0.80
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.80 0.80 0.80 0.80
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.80 0.80 0.80 0.80
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.80 4.79 4.80 4.79
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 0.80 0.80 0.80 0.80
Lampiran 5. Hasil penghitungan bilangan peroksida (meq/kg) metode 2 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0037 5.0164 5.0191 5.0169 5.0137 5.0175 4.9906 5.0076
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.75 0.75 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7994 0.7974 0.7970 0.7973 0.7978 0.7972 9.8185 9.7851
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0024 5.0078 5.0176 5.0162 5.0053 5.0129 5.0021 4.9986
Titrasi Na.tiosulfat V1 V2 0.3 0.3 0.3 0.3 0.35 0.5 0.7 0.7
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7996 0.7988 0.7972 0.7974 1.7981 4.7876 8.7963 8.8025
X 0.80 0.80 0.80 9.80
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
0.1 N(ml) Blanko 0.26 0.26 0.26 0.26
X 0.80 0.80 3.29 8.80
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) Titrasi Na.tiosulfat M1 M2 V1 V2 5.0193 5.0086 0.3 0.3 5.015 5.0149 0.3 0.3 5.0173 5.0034 0.35 0.3 5.0027 4.9996 0.8 0.8
0.1 N(ml) Blanko 0.26 0.26 0.26 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7969 0.7986 0.7976 0.7976 1.7938 0.7995 10.7942 10.8009
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.55 0.55 0.26 0.55 0.55 0.26 1.2 1.2 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7970 0.7994 5.7860 5.7863 5.7861 5.7846 18.7554 18.7591
X 0.80 0.80 1.30 10.80
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0190 5.0037 5.0121 5.0118 5.0120 5.0133 5.0119 5.0109
X 0.80 5.79 5.79 18.76
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel (g) M1 M2 5.0156 5.0136 5.0167 5.0173 5.0068 5.0094 4.9859 5.0161
Titrasi Na.tiosulfat 0.1 N(ml) V1 V2 Blanko 0.3 0.3 0.26 0.3 0.3 0.26 0.35 0.35 0.26 0.95 0.95 0.26
Bilangan Peroksida P1 P2 0.7975 0.7978 0.7973 0.7972 1.7976 1.7966 13.8390 13.7557
X 0.80 0.80 1.80 13.80
Lampiran 6. Hasil penghitungan total karotenoid (ppm) metode 1 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel M1 M2 0.0997 0.0997 0.1137 0.1100 0.1132 0.1080 0.1110 0.1128
(g) M3 0.0997 0.0996 0.1145 0.1126
Absorbansi A1 A2 0.246 0.246 0.252 0.232 0.215 0.195 0.173 0.183
(A) A3 0.246 0.223 0.224 0.189
Total Karotenoid (ppm) K1 K2 K3 236.25 236.25 236.25 212.22 201.95 214.38 181.86 172.88 187.32 149.23 155.34 160.72
Bobot sampel M1 M2 0.1217 0.1159 0.0956 0.1006 0.1145 0.1145 0.0991 0.1028
(g) M3 0.103 0.1143 0.1145 0.1093
Absorbansi A1 A2 0.331 0.269 0.219 0.231 0.238 0.238 0.154 0.157
(A) A3 0.232 0.24 0.238 0.165
Total Karotenoid (ppm) K1 K2 K3 260.42 222.23 215.67 219.34 219.86 201.05 199.03 199.03 199.03 148.79 146.23 144.54
Bobot sampel M1 M2 0.1168 0.1006 0.1039 0.1058 0.1045 0.1045 0.1090 0.0996
(g) M3 0.0998 0.1070 0.1045 0.1046
Absorbansi (A) A1 A2 A3 0.239 0.205 0.251 0.217 0.225 0.235 0.185 0.185 0.185 0.163 0.156 0.165
Total Karotenoid (ppm) K1 K2 K3 195.93 195.12 240.81 199.98 203.63 210.29 169.51 169.51 169.51 143.19 149.97 151.04
X 236 210 181 155
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 233 213 199 147
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 211 205 170 148
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel M1 M2 0.1035 0.1067 0.105 0.0991 0.1094 0.1094 0.1045 0.1182
(g) M3 0.1104 0.1195 0.1094 0.1149
Absorbansi A1 A2 0.231 0.253 0.255 0.219 0.208 0.208 0.18 0.205
(A) A3 0.267 0.266 0.208 0.184
Total Karotenoid (ppm) K1 K2 K3 213.70 227.04 231.57 232.54 211.60 213.13 182.05 182.05 182.05 164.93 166.06 153.33
X 224 219 182 161
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan
Bobot sampel (g) M1
M2
M3
Minggu 1
0.0998
0.1008
Minggu 2
0.1161
0.1009
Minggu 3 Minggu 4
0.1148 0.0950
0.1148 0.1011
0.1148 0.1100
Absorbansi (A)
Total Karotenoid (ppm)
X
A1
A2
A3
K1
K2
K3
0.0972
0.23
0.223
0.207
220.67
211.83
203.91
212
0.1113
0.262
0.213
0.248
216.08
202.13
213.35
211
0.216 0.138
0.216 0.15
0.216 0.151
180.16 139.09
180.16 142.06
180.16 131.44
180 138
Lampiran 7. Hasil penghitungan total karotenoid (ppm) metode 2 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan
Bobot sampel
Absorbansi
Total Karotenoid
X
M1
M2
M3
A1
A2
A3
K1
K2
K3
Minggu 1
0.1090
0.1002
0.0990
0.237
0.192
0.193
208.19
183.47
185.91
193
Minggu 2
0.1044
0.1044
0.1040
0.193
0.193
0.193
177.01
177.01
177.01
177
Minggu 3
0.1123
0.1109
0.1200
0.177
0.163
0.171
150.91
140.73
136.79
143
Minggu 4
0.1125
0.1024
0.1020
0.165
0.152
0.147
140.43
142.13
138.67
140
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel M1 M2 M3 0.1192 0.1192 0.1192 0.1004 0.0987 0.1045 0.1120 0.1074 0.1096 0.1035 0.1073 0.1118
Absorbansi A2 0.249 0.18 0.171 0.166
A1 0.249 0.177 0.177 0.161
A3 0.249 0.187 0.176 0.163
Total Karotenoid K1 K2 K3 200.01 200.01 200.01 168.80 174.62 171.34 151.32 152.45 153.76 148.94 148.13 139.60
X 200 172 153 146
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot sampel
Absorbansi
Total Karotenoid
M1
M2
M3
A1
A2
A3
K1
K2
K3
0.1136 0.0979 0.0979 0.1010
0.1136 0.1137 0.1111 0.1075
0.1136 0.1117 0.1078 0.0939
0.217 0.165 0.154 0.157
0.217 0.189 0.171 0.156
0.217 0.195 0.165 0.14
182.90 161.38 150.62 148.84
182.90 159.16 147.37 138.95
182.90 167.16 146.56 142.76
Bobot sampel M1 M2 M3 0.1016 0.1081 0.1042 0.1109 0.1008 0.1050 0.1194 0.1194 0.1194 0.1035 0.1034 0.1150
A1 0.171 0.169 0.187 0.149
Absorbansi A2 0.178 0.16 0.187 0.159
A3 0.161 0.166 0.187 0.172
Total Karotenoid K1 K2 K3 161.15 157.66 147.94 145.91 151.98 151.38 149.96 149.96 149.96 137.84 147.24 143.21
Bobot sampel M1 M2 M3 0.1189 0.1199 0.1206 0.0955 0.1101 0.1100 0.0970 0.0970 0.0970 0.1098 0.1168 0.1078
A1 0.189 0.177 0.154 0.175
X 183 163 148 144
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 156 150 150 143
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Absorbansi A2 0.211 0.153 0.154 0.177
A3 0.215 0.176 0.154 0.169
Total Karotenoid K1 K2 K3 152.20 168.50 170.70 177.46 133.06 153.20 152.02 152.02 152.02 152.61 145.10 150.11
X 164 155 152 149
Lampiran 8. Hasil penghitungan stabilitas emulsi (ml/25 g) Metode 1 Waktu pengamatan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
Bobot contoh(g) B1 B2 4.9524 4.9808 4.9937 5.0076 4.9289 5.0522 5.0945 5.1398
Volume lemak dan cairan(ml) A1 A2 5.05 5.05 5.05 5.2 5.15 5.2 5.5 5.4
Nilai Stab.Emulsi S1 S2 25.4925 25.3475 25.2820 25.9605 26.1215 25.7315 26.9900 26.2655
Bobot contoh(g) B1 B2 4.9570 4.9695 5.0206 5.0256 4.9269 5.0560 5.0720 5.0973
Volume lemak dan cairan(ml) A1 A2 4.97 4.97 5.15 5.15 5.15 5.2 5.3 5.4
Nilai Stab.Emulsi S1 S2 25.0655 25.0025 25.6445 25.6190 26.1320 25.7120 26.1240 26.4845
X 25.42 25.62 25.92 26.62
Metode 2 Waktu pengamatan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 25.03 25.63 25.92 26.30
Lampiran 9. Hasil penghitungan nilai Hunter a metode 1 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
B1 5.6382 5.0039 4.0015 3.2574
Ulangan B2 5.6740 5.6079 4.1031 3.9647
B3 5.8321 4.9680 2.5398 3.3375
X 5.71 5.19 3.54 3.51
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
B1 6.0989 6.0902 3.4135 4.3207
Ulangan B2 5.1458 6.0901 4.5736 4.3536
B3 6.0267 5.4644 4.8110 4.1737
B1 6.0697 4.1260 3.5262 4.1627
Ulangan B2 6.7422 4.9050 4.2673 3.1242
B3 6.8748 4.1260 3.2286 4.2567
B1 6.7361 5.6374 4.8545 3.7649
Ulangan B2 6.7360 4.9872 5.0696 3.8679
B3 7.0835 5.6373 4.5773 3.7833
B1 7.2789 5.1859 4.2857 2.9168
Ulangan B2 7.2789 5.1858 3.9685 3.2754
B3 6.6402 5.1858 3.9914 3.7956
X 5.75 5.88 4.26 4.28
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 6.56 4.38 3.67 3.84
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 6.85 5.42 4.83 3.80
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 7.06 5.18 4.08 3.32
Lampiran 10. Hasil penghitungan nilai Hunter a metode 2 Perlakuan A Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
B1 5.9317 5.4023 4.4546 3.0622
Ulangan B2 6.0613 5.5320 4.3569 2.9235
B3 6.0140 5.4023 4.2884 2.8390
B1 6.2037 6.3849 4.8497 3.9443
Ulangan B2 6.5309 5.6556 4.9368 3.8936
B3 6.0264 5.6556 4.9728 4.4089
B1 5.3691 4.5329 4.3870 3.2316
Ulangan B2 6.0260 4.5329 3.7753 3.9995
B3 6.0893 4.5329 4.2978 3.3401
B1 5.0509 5.5543 4.0844 2.4715
Ulangan B2 5.5315 4.2871 3.7186 1.7348
B3 5.3504 4.9174 2.9214 1.3550
B1 5.2394 5.1960 4.8642 4.1080
Ulangan B2 5.4217 5.1960 4.6132 4.8889
B3 5.6515 5.2133 4.0778 4.9311
X 6.00 5.44 4.36 2.94
Perlakuan B Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 6.25 5.89 4.91 4.08
Perlakuan C Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 5.82 4.53 4.15 3.52
Perlakuan D Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 5.31 4.91 3.57 1.85
Perlakuan E Pengamatan tiap pekan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4
X 5.43 5.20 4.51 4.64
Lampiran 11. Contoh kuesioner penilaian organoleptik KUESIONER PENILAIAN ORGANOLEPTIK Nama Panelis : Umur Panelis : No. Hp : Hari/Tanggal : Jum at, Juli 2008 Produk : Margarin kaya karoten Intruksi : A. Berikan penilaian anda terhadap sampel yang ada dihadapan anda sesuai dengan tingkat kesukaan terhadap warna, aroma, rasa, daya oles, dan penampakan secara umum. Tidak membandingkan antar sampel B. Isilah nilai tingkat kesukaan anda pada kolom yang telah disediakan. Penilaian sebagai berikut: 7 = sangat suka 6 = suka 5 = agak suka 4 = netral 3 = Agak tidak suka 2 = tidak suka 1 = sangat tidak suka C. Panelis diminta untuk meminum air putih sebelum dan sesudah mencicipi tiap sampel . Parameter Sampel 782 195 637 243 451 386 514 342 623 771 Saran :
.
Warna
Aroma
Rasa
Daya Oles
Penampakan secara umum
Lampiran 12. Contoh penghitungan kadar pro vitamin A dalam perlakuan terpilih
Margarin 50 BHA, 50 TBHQ metode 1 Total karotenoid : 148.07 ppm Perhitungan : -Karoten : 148.07 ppm x 54,4%* : 80.51 ppm
80.51 ppm -Karoten = 8051 µg -Karoten / 100 g minyak = 13.418 IU -Karoten = 1341.80 RE
Keterangan = 1 IU
= 0,3 µg Retinol (0,0003 mg retinol)** = 0,6 µg -Karoten ( 0,0006 mg -Karoten )
1 RE = 1 µg Retinol = 6 µg -Karoten 1 RE = 10 IU -Karoten
*(Naibaho, 1983) ** Andarwulan dan Koswara (1992)