perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA KOPING STRES DAN PERSEPSI POLA ASUH OTORITER DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA YANG DIMODERASI OLEH KONFORMITAS TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 4 BOYOLALI Skripsi
Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi
Oleh: Yunita Anggaraningtyas (G 0107103)
Pembimbing : 1. Dra. Salmah Lilik, M.Si 2. Arista Adi Nugroho, S.Psi, MM
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.
Surakarta, Oktober 2012
Yunita Anggaraningtyas
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
: Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang Dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali
Nama Peneliti
: Yunita Anggaraningtyas
NIM
: G0107103
Tahun
: 2012
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan pembimbing dan penguji skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada:
Hari
: ………………………………………………..
Tanggal : ………………………………………………..
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Salmah Lilik, M.Si
Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M.
NIP. 19490415 198101 2 001
NIP. 19800702 200501 1 001
Koordinator Skripsi
Rin Widya Agustin, S.Psi., M.Psi. commit to200501 user 2 002 NIP. 19760817
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang Dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali Yunita Anggaraningtyas, G0107103, Tahun 2012 Telah diuji dan disahkan oleh pembimbing dan penguji skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari : ………………………. Tanggal : ……………………….
1. Ketua Sidang Dra. Salmah Lilik, M.Si NIP. 19490415 198101 2 001
(
)
2. Sekretaris Sidang Arista Adi Nugroho, S.Psi., M.M. NIP. 19800702 200501 1 001
(
)
3. Anggota Sidang I Dra. Machmuroch, M.S. NIP. 19530618 198003 2 002
(
)
4. Anggota Sidang II Rin Widya Agustin, S.Psi., M.Psi. NIP. 19760817 200501 2 002
(
)
Surakarta, ___________________ Ketua Program Studi Psikologi
Koordinator Skripsi
Drs. Hardjono, M.Si.
Rin Widya Agustin, S.Psi., M.Psi.
NIP. 19590119 198903 1 002 commit to userNIP. 19760817 200501 2 002
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Jalan terbaik untuk bebas dari masalah adalah dengan memecahkannya (Alan Saporta)
There is no path to peace. Peace is the path (Mahatma Ghandi)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini kepada: •
Orangtua dan saudara-saudaraku tercinta atas doa, kasih sayang, motivasi dan pengorbanan yang tak akan pernah terhenti •
Keluarga, sahabat dan seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya karya ini •
Guru-guruku terhormat dan almamaterku tercinta commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala limpahan kasih sayang dan berkat yang telah Tuhan YME berikan kepada penulis, sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak, oleh karenanya dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: •
Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR, FINASIM., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta atas fasilitas dan kebijakan beliau.
•
Bapak Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas
Maret Surakarta sekaligus
pembimbing akademik atas bimbingan dan ijin yang telah diberikan kepada penulis. •
Almh Ibu Dra. Emi Dasiemi, M.Si., dan Dra. Salmah Lilik, M.Si selaku pembimbing utama serta bapak Arista Adi Nugroho, S.Psi, MM, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan saran, bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.
•
Ibu Dra. Machmuroch, MS, selaku penguji utama serta ibu Rin Widya Agustin, M.Psi., selaku penguji II dan koordinator skripsi yang telah bersedia memberikan kritik, saran, arahan
serta masukan yang membangun demi
sempurnanya penulisan skripsi ini. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
•
digilib.uns.ac.id
Seluruh staf dan karyawan Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta atas bantuan, semangat yang diberikan kepada penulis.
•
Bapak H. Sudarno HS., selaku Kepala SMK Muhammadiyah 4 Boyolali dan bapak Alif selaku Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum serta seluruh guru dan karyawan SMK Muhammadiyah 4 Boyolali atas izin, informasi, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali.
•
Adik-adik siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali yang telah bersedia menjadi responden penelitian.
•
Kedua orang tuaku tercinta Ibu Purwati dan Bapak Sajiyanto, atas semua kasih sayang, pengorbanan, dukungan, nasihat, kesabaran, serta doa yang terus dipanjatkan bagi penulis.
•
Saudara-saudaraku (Mbak Santi, Mbak Anggra, Meita) dan teman terkasihku Nanang Kurniawan atas doa, motivasi dan semangat yang telah diberikan.
•
Sahabat-sahabatku, Hertina, Tegar, Icha, Pito, Apip yang selalu memberikan bantuan, dukungan dan motivasi bagi penulis.
•
Seluruh teman-teman mahasiswa Program Studi Psikologi FK UNS, khususnya angkatan 2007 untuk semangat dan kebersamaannya selama ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang
membaca. Amin. Surakarta, Oktober 2012 commit to user
viii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KOPING STRES DAN PERSEPSI POLA ASUH OTORITER DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA YANG DIMODERASI OLEH KONFORMITAS TEMAN SEBAYA PADA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH 4 BOYOLALI Yunita Anggaraningtyas G 0107103 Perubahan pesat yang terjadi dalam perkembangan remaja membuat remaja berada dalam keadaan sulit. Kegagalan remaja dalam menyesuaikan perubahan yang terjadi dalam diri dan lingkungannya dapat mengarahkan remaja untuk berperilaku maladaptif seperti kecenderungan berperilaku agresi. Koping stres dan persepsi pola asuh otoriter merupakan faktor personal yang terkait dengan kecenderungan perilaku agresi, sedangkan konformitas teman sebaya merupakan faktor lain yang turut mempengaruhi remaja untuk cenderung berperilaku agresi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya pada siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan empat skala, yaitu skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. Analisis data menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test = 9,108, p 0,05, dan nilai R = 0,395. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai F-test sesudah dimoderasi lebih besar dari nilai Ftest sebelum dimoderasi (9,108 > 8,411). Ini berarti bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,156 atau 15,6%, terdiri atas sumbangan efektif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 5,6%, sumbangan efektif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 4,0% dan sumbangan efektif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 6,0%. Ini berarti masih terdapat 84,4% faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan perilaku agresi selain koping stres, persepsi pola asuh otoriter dan konformitas teman sebaya. Kata kunci: kecenderungan perilaku commitagresi, to userkoping stres, persepsi pola asuh otoriter, konformitas teman sebaya
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT THE CORRELATION BETWEEN STRESS COPING AND PERCEPTION OF AUTHORITARIAN PARENTING SYSTEM TOWARD AGGRESSIVE BEHAVIOR TENDENCY ON THE ADOLESCENTS MODERATED BY PEER CONFORMITY TO STUDENTS OF CLASS XI SMK MUHAMMADIYAH 4 BOYOLALI Yunita Anggaraningtyas G 0107103 Changes that occur in the development of adolescent youth are making in difficult circumstances. Failure teen in adjusting the changes in him and their environment can lead teens to behave like a tendency to behave maladaptive aggression. Coping with stress and the perception of an authoritarian parenting personal factors associated with aggressive behavior tendencies, while peer conformity are other factors that influence teenagers to tend to behave aggression. The purpose of this research is to find out the correlation between stress coping and perception of authoritarian parenting system toward aggressive behavior tendency on the adolescents moderated by peer conformity at SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. The sample in this research is students class XI SMK Muhammadiyah Boyolali. This research uses cluster random sampling. Instruments in this research are the scale of aggressive behavior tendency, the scale of stress coping, the scale of authoritarian parenting system perception, and the scae of peer conformity. Multiple regressive analysis is used in this research as data analysis. The result shows the value of F-test = 9.108, p < 0.05, and R = 0.395. Based on the result, the hypothesis, significant correlation between stress coping and perception of authoritarian parenting system toward aggressive behavior tendency on the adolescents moderated by peer conformity is accepted, is accepted. The result also shows the value of F-test after being moderated is more than it is before being moderated (9.108 > 8.411). It indicates peer conformity as moderated variable endorses the correlation between stress coping and perception of authoritarian parenting system toward aggressive behavior The value of R2 in this research is 0.156 or 15.6% consisting of effective contribution of stress coping toward aggressive behavior tendency 5.6%, effective contribution of authoritarian parenting system perception toward aggressive behavior tendency 4.0%, and effective contribution of peer conformity toward aggressive behavior tendency 6.0%. It indicates that there are 84.4% of another factors that influence aggressive behavior tendency out of stress coping, authoritarian parenting system perception and peer conformity. Keywords: aggressive behavior tendency, stress coping, authoritarian parenting system perception, peer conformity commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………
i
PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ………………..
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………….
iv
MOTTO ………………………………………………………...
v
PERSEMBAHAN ……………………………………………...
vi
KATA PENGANTAR …………………………………………
vii
ABSTRAK ……………………………………………………...
ix
ABSTRACT……………………………………………………...
x
DAFTAR ISI……………………...………………..…………...
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………..
xv
DAFTAR BAGAN……………………………………………..
xvii
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………
xviii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………...
1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………...
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………….
12
C. Tujuan penelitian ………………………………………..
12
D. Manfaat Penelitian ………………………………………
12
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………
14
A. Kecenderungan Perilaku Agresi ………………………...
14
1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Agresi …………. commit to user
14
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Teori-Teori Agresi ……………………………………
15
3. Aspek-Aspek Kecenderungan Perilaku Agresi……….
19
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Agresi…………..
23
B. Koping Stres……………………………………………..
29
1. Pengertian Koping Stres ……………………………..
29
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Koping Stres…...
31
3. Aspek-Aspek Koping Stres...………………………....
34
C. Persepsi Pola Asuh Otoriter ……………………………..
37
1. Pengertian Persepsi …………………………………..
37
2. Pengertian Pola Asuh Otoriter………………………...
37
3. Pengertian Persepsi Pola Asuh Otoriter………………
40
4. Karakteristik Pola Asuh Otoriter ……………………..
41
5. Aspek-Aspek Pola Asuh Otoriter …………………….
42
D. Konformitas Teman Sebaya……………………………...
44
1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya……………...
44
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konformitas Teman Sebaya………………………………………..
46
3. Aspek-Aspek Konformitas Teman Sebaya…………..
48
E. Hubungan Antar Variabel ………………………………..
50
1. Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi
Pada
Remaja
Yang
Dimoderasi
Oleh
Konformitas Teman Sebaya………………………… commit to user
xii
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja………………………………… 3. Hubungan
antara
Koping
Stres
52
dengan
Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja………
53
4. Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja………
54
F. Kerangka Pemikiran …………………………………….
56
G. Hipotesis ………………………………………………...
57
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………
58
A. Identifikasi Variabel …………..………………………...
58
B. Definisi Operasional Variabel ………….……………….
58
1. Kecenderungan Perilaku Agresi ……………………..
58
2. Koping Stres …………………………………………
59
3. Persepsi Pola Asuh Otoriter………………………….
60
4. Konformitas Teman Sebaya………………………….
61
C. Populasi, Sampel dan Sampling…………………………
61
D. Metode Pengumpulan Data …………………………….
63
1. Sumber Data………………………………………….
63
2. Teknik Pengumpulan Data……………………………
63
E. Validitas dan Reliabilitas …………………………………
69
F. Teknik Analisis Data ……………………………………..
72
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …… A. Persiapan Penelitian……………………………………..
76 76
1. Orientasi Kancah Penelitian………………………….
76
2. Persiapan Penelitian …………………………………
78
3. Pelaksanaan Uji Coba………………………………..
85
4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala………………….
85
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian……………..
93
B. Pelaksanaan Penelitian…………………………………...
97
1. Penentuan Subjek Penelitian…………………………
97
2. Pengumpulan Data…………………………………
97
3. Pelaksanaan Skoring…………………………………
98
C. Analisis Data……………………………………………..
99
1. Uji Asumsi Dasar…………………………………….
99
2. Uji Asumsi Klasik……………………………………
102
3. Uji Hipotesis…………………………………………
106
4. Analisis Deskriptif…………………………………...
111
5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif…………
114
D. Pembahasan ……………………………………………...
115
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………….
123
A. Kesimpulan ……………………………………………...
123
B. Saran …………………………………………………….
124
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..
127
LAMPIRAN.................................................................................. commit to user
131
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel 1.
Blue Print Skala Kecenderungan Perilaku Agresi ……...
65
Tabel 2.
Blue Print Skala Koping Stres…..………………………
66
Tabel 3.
Blue Print Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter ………….
67
Tabel 4.
Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya… ……….
68
Tabel 5.
Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi Sebelum Uji Coba……………………………………….
80
Tabel 6.
Distribusi Aitem Skala Koping Stres Sebelum Uji Coba.
82
Tabel 7.
Distribusi Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Sebelum Uji Coba……………………………………….
Tabel 8.
Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Uji Coba……………………………………….
Tabel 9.
92
Distribusi Penyusunan Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi untuk Penelitian………………………..
Tabel 14.
91
Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang Valid dan Gugur…………………………………...
Tabel 13.
89
Distribusi Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter yang Valid dan Gugur…………………………………..
Tabel 12.
87
Distribusi Aitem Skala Koping Stres yang Valid dan Gugur……………………………………………………
Tabel 11.
84
Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi yang Valid dan Gugur……………………………….......
Tabel 10.
83
Distribusi Penyusunan Aitem Skala Koping Stres untuk commit to user
xv
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Penelitian………………………………………………… 94 Tabel 15.
Distribusi Penyusunan Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter untuk Penelitian…………………………………
Tabel 16.
95
Distribusi Penyusunan Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya untuk Penelitian………………………………….
96
Tabel 17.
Hasil Uji Normalitas……………………………………... 99
Tabel 18.
Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Koping Stres……………………………... 100
Tabel 19.
Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Persepsi Pola Asuh Otoriter……………...
Tabel 20.
101
Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Konformitas Teman Sebaya……………... 101
Tabel 21.
Hasil Uji Multikolinearitas………………………………. 102
Tabel 22.
Hasil Uji Autokorelasi…………………………………… 105
Tabel 23.
Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R)……. 107
Tabel 24.
Hasil Uji F Sebelum Dimoderasi………………………...
Tabel 25.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Sebelum
108
Dimoderasi……………………………………………….
108
Tabel 26.
Hasil Uji F Sesudah Dimoderasi…………………………
109
Tabel 27.
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Sesudah Dimoderasi……………………………………………….
109
Tabel 28.
Deskripsi Data Penelitian………………………………...
111
Tabel 29.
Kategorisasi Subjek Berdasar Skor Skala Penelitian……. commit to user
112
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka Pemikiran……………….……………………………..… 56 Bagan 2. Distribusi Uji Durbin- Watson……………………………………...105
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Skala Uji Coba ………...…………………………………..……..131 Lampiran B. Distribusi Nilai Uji Coba Skala...……………………………….. 143 Lampiran C. Validitas dan Reliabilitas Skala….……………………………… 168 Lampiran D. Skala Penelitian …………………………………………… ……181 Lampiran E. Distribusi Nilai Skala Penelitian …...………………...…………. 192 Lampiran F. Analisis Data ………….………………………………………… 239 Lampiran G. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif……………………. 244 Lampiran H. Kategorisasi………………………………………………………251 Lampiran I. Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian ………………………256 Lampiran J. Jadwal Kegiatan Penyusunan Skripsi……………………………..259 Lampiran K. Dokumentasi……………………………………………………..261
commit to user
xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu pada hakekatnya mengalami proses perkembangan yang meliputi beberapa tahap atau fase. Salah satu fase perkembangan individu yaitu masa remaja. Di Negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan “adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere”, yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Menurut Desmita (2007) rentang waktu usia remaja dibedakan menjadi tiga, yaitu masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Monks, dkk (2002) membedakan masa remaja atas empat bagian, yaitu masa pra remaja atau pra pubertas (10-12 tahun), masa remaja awal atau pubertas (12-15 tahun), masa remaja pertengahan (15-18 tahun) dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Remaja merupakan masa di antara anak dan orang dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak, tetapi tidak pula termasuk golongan orang dewasa atau golongan tua. Remaja dalam perkembangannya masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, dkk, 2002). Remaja (adolesence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional. commit to user Perubahan biologis mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu,
1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perubahan kognitif meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi dan bahasa individu sedangkan perubahan sosial emosional mencakup perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, kepribadian dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan (Santrock, 2003). Perubahan-perubahan dalam masa remaja ini membuat remaja berada dalam kondisi yang sulit karena remaja harus menyesuaikan diri dengan perubahan yang dialaminya. Tidak hanya itu remaja juga dihadapkan pada tuntutan-tuntutan di lingkungan sekitarnya yang seringkali saling bertentangan satu dengan yang lain. Lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah dan masyarakat seringkali memberikan tuntutan yang berbeda yang dapat membuat remaja tertekan dan mengarahkan dirinya pada perilaku yang bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat seperti penganiayaan, perkelahian bahkan tawuran. Data Komnas Perlindungan Anak merilis jumlah tawuran pelajar tahun 2011 sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya, jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Demikian juga dengan data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan bahwa pengaduan kekerasan kepada anak sebanyak 107 kasus, dengan bentuk kekerasan seperti kekerasan
fisik, kekerasan psikis, pembunuhan, dan
penganiayaan (Wedhaswary, www.kompas.com). Baron (2005) menyebutkan bahwa perilaku agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
menghindari perlakuan semacam itu. Sears, dkk (1999) mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Berbagai fenomena terkait perilaku agresi remaja dapat dilihat dari kasus diantaranya pada tanggal 16 Oktober 2008 terjadi tawuran pelajar di Radio Dalam, Jakarta Selatan yang melibatkan dua sekolah yaitu STM Triguna dan SMU Gitakirti yang mengakibatkan satu orang kritis dan dua orang diamankan oleh polisi (Priliawito,www.vivanews.com). Selain itu terdapat juga kasus penganiayaan seorang remaja yang dilakukan oleh dua orang temannya sesama pelajar pada tanggal 13 Desember 2009. Penganiayaan tersebut dilakukan karena merasa tersinggung dengan perlakuan korban yang tidak disengaja (Ikhwan, www.detiknews.com). Berbagai fenomena diatas menunjukkan bahwa remaja cenderung terlibat dalam berbagai perilaku agresi yang terjadi walaupun dalam bentuk yang berbeda. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Baron & Byrne (2005) bahwa dalam hal bentuk perilaku agresi, pria lebih cenderung untuk menggunakan bentuk langsung dari agresi sedangkan wanita lebih cenderung untuk menggunakan bentuk tidak langsung dari agresi. Bandura (dalam Kauffman, 1985) menjelaskan bahwa : Aggression is defined as behavior that results in personal injury and in destruction of property. The injury may be psychological (in the form of devaluation or degradation) as well as physical. Dari definisi diatas menunjukkan bahwa perilaku agresi merupakan perilaku menyakiti orang lain dan mengganggu serta merusak fasilitas umum. Seperti halnya tawuran yang terjadi di kota Padang, Sumatera Barat pada tanggal commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
27 Januari 2011 yang melibatkan siswa-siswa dari beberapa sekolah. Tawuran tersebut
menyebabkan
empat
orang
siswa
terkena
luka
tusuk
(www.arsipberita.com). Hal yang sama terjadi pula di kota Padang pada tanggal 31 Januari 2011, terjadi perkelahian antar pelajar yang mengakibatkan seorang pelajar tewas dengan sebuah luka tusukan dari sebilah samurai yang bersarang di punggung kiri belakang hingga mengenai jantungnya (www.sriwijayapost.com). Tidak hanya melukai secara fisik namun juga dapat melukai secara psikologis. Remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan atau tujuan-tujuan yang hendak dicapai namun karena adanya suatu hambatan menyebabkan remaja tersebut dapat mengalami frustrasi. Keadaan frustrasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat diatasi oleh seseorang akan menimbulkan stres. Stres adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan oleh seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu. Stres dapat terjadi karena adanya tekanan hidup dan konflik kebutuhan atau konflik tujuan. Keadaan remaja yang demikian dapat mengarahkan remaja untuk berperilaku agresi (Slamet & Markam, 2006). Adanya tuntutan untuk memecahkan masalah dan situasi yang menekan (stressor) merupakan pemicu munculnya sekumpulan cara dari individu untuk menghadapinya. Menurut Lazarus (dalam Niam, 2009) cara-cara individu menghadapi situasi yang menekan disebut koping stres. Lazarus dan Folkman (dalam Niam, 2009) menggambarkan koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang stressfull. Lazarus dan Folkman (1984) membagi koping menjadi dua macam fungsi yaitu emotion focused coping dan problem focused coping. Menurut Jex dkk (dalam Nuzulia, 2005) emotion focused coping yaitu coping yang berfokus pada emosi, sehingga akan menunjukkan perilaku yang menolak, memperlihatkan perilaku merasa tidak nyaman dengan situasi lingkungan yang penuh dengan stressor atau
bahkan
individu tersebut
menggunakan obat-obatan atau
mengalihkan permasalahan dengan minum-minuman keras. Problem focused coping yaitu koping yang berfokus pada permasalahan yang dihadapi sehingga individu tersebut akan lebih efektif dalam menghadapi stressor. Problem focused coping berusaha memindahkan stressor atau mengurangi efek stressor yang mengenai individu. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber seperti misalnya keluarga. Remaja yang tinggal dalam keluarga yang tidak harmonis dan penuh dengan konflik dapat membuat remaja merasa stres dan mengarahkan remaja berperilaku agresi. Salah satu faktor yang mempengaruhi agresi menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003) adalah kekuasaan dan kepatuhan. Kekuasaan dan kepatuhan merupakan salah satu karakteristik dari pola asuh orang tua, khususnya pola asuh otoriter. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1993) bahwa dalam pola asuh otoriter anak harus tunduk dan patuh pada orang tua. Syamsu (2004) juga menjelaskan bahwa dalam pola asuh otoriter orang tua bersikap mengomando (mengharuskan/ memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
Santrock (2003) menyatakan bahwa pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat otoriter membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Pola asuh otoriter berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang tidak cakap. Menurut Baumrind (dalam Papalia dkk,2009), orang tua yang otoritarian (authoritarian) adalah orang tua yang menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa banyak tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi set standar perilaku dan menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Mereka lebih mengambil jarak dan kurang hangat dibanding orang tua yang lain. Anak yang mempersepsikan pola asuh orang tuanya dengan tingkat otoriter yang tinggi cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain. Hurlock (1993) menyatakan bahwa setiap orang tua berbeda di dalam menerapkan pola sikap dan perilaku mereka terhadap anak. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bila anak juga mempersepsikan pola asuh orang tua mereka berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu perilaku agresi yang dilakukan oleh remaja sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tuanya dan persepsi mereka tentang pola asuh yang diterapkan dalam keluarganya. Orang tua adalah tubuh yang penting dalam perkembangan identitas remaja. Orang tua dengan gaya pengasuhan otokratis, yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas. Orang tua yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
7 digilib.uns.ac.id
terlalu menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak frustrasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan bertindak seenaknya dan berperilaku agresif. Seperti yang diungkapkan oleh Syamsu (2004) bahwa remaja yang memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya (iklim keluarga sehat) cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negatif teman sebayanya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orangtuanya kurang baik. Hal ini membuktikan bahwa remaja yang cenderung melakukan perilaku agresi tidak terlepas kaitannya dengan pengaruh orang tua. Remaja juga tidak dapat dilepaskan dari hubungannya dengan teman sebaya sebagai salah satu bentuk kehidupan sosialnya. Remaja berusaha untuk dapat diterima dalam lingkungannya sehingga remaja mau melakukan sesuatu yang juga dilakukan oleh kelompoknya. Hal inilah yang disebut dengan konformitas. Konformitas menurut Sears, dkk (1999) merupakan menampilkan suatu tindakan karena orang lain juga melakukannya. Konformitas dengan teman sebaya sangat berarti bagi remaja dengan tujuan untuk memperoleh dan memiliki teman. Konformitas teman sebaya yang dilakukan ketika melibatkan aktivitas sosial yang baik, misalnya mengumpulkan uang untuk kegiatan sosial, acara karang taruna, acara keagamaan, kerja bakti di lingkungan tempat tinggal (Santrock, 2003). Konformitas teman sebaya dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan mempengaruhi aspek-aspek kehidupan remaja. Konformitas terjadi apabila individu mengikuti sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk konform pada teman sebaya cenderung sangat kuat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
8 digilib.uns.ac.id
selama masa remaja. Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok orang tua dan guru (Santrock, 2007). Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) terhadap 30 remaja anggota kelompok balap motor liar menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dengan kecenderungan perilaku agresi. Akan tetapi banyak sekali konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota-anggota suatu klub. Keadaan-keadaan semacam ini dapat juga melibatkan kegiatan-kegiatan prososial seperti ketika klub mengumpulkan uang untuk tujuan yang bermakna. Kegiatan lain misalnya dengan adanya karang taruna, kelompok belajar ataupun komunitas-komunitas positif yang lain. Selama masa remaja, khususnya awal masa remaja, kita lebih mengikuti standar-standar teman sebaya daripada yang kita lakukan pada masa anak-anak. Para peneliti telah menemukan bahwa pada kelas 8 dan 9, konformitas dengan teman-teman sebaya (khususnya dengan standar-standar antisosial mereka) memuncak (Santrock, 2003). Pada usia 9-15 tahun hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama dan saling membagi perasaan, saling tolong menolong untuk memecahkan masalah bersama. Pada usia ini mereka bisa juga mendengar pendapat pihak ketiga. Pada usia yang agak lebih tinggi 12 tahun ke atas, ikatan commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
emosi bertambah kuat dan mereka makin saling membutuhkan akan tetapi mereka juga saling memberi kesempatan untuk mengembangkan kepribadiannya masingmasing (Selman & Selman, dalam Sarwono, 2004). Dalam penelitian Arswendo dkk (1985) terhadap 210 pelajar dari SLTA di Jakarta dan 3 SLTA di Bogor, menunjukkan adanya ikatan emosi yang sangat kuat antar pelajar dengan 81,4% dari responden itu menyatakan pernah berkelahi dalam 1 tahun yang terakhir. Dalam penelitian yang mencoba menggali faktorfaktor yang berkaitan dengan perkelahian remaja di sekolah ini, terungkap bahwa alasan mereka berkelahi adalah karena lawan yang mulai (31,18%) dan solider (setia) pada kawan (24,75%) (dalam Sarwono, 2004). SMK Muhammadiyah 4 Boyolali merupakan sekolah menengah kejuruan di bidang teknik yang mempunyai program keahlian yaitu pemeliharaan mekanik industri, teknik sepeda motor, teknik kendaraan ringan dan rekayasa perangkat lunak. Siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali rata-rata berada dalam usia remaja yaitu berumur antara 15-19 tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari harian Joglo Semar dan diperkuat oleh keterangan Kepala Sekolah SMK Muhammadiyah
4
Boyolali
masalah
yang
dimiliki
oleh
siswa SMK
Muhammadiyah 4 Boyolali terutama adalah siswa yang sering terlibat perkelahian antar pelajar. Dari pemberitaan Ono di harian Joglo Semar.com tanggal 19 Maret 2010 diberitakan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali terlibat tawuran dengan siswa dari sekolah lain. Hal ini terjadi karena dipicu oleh aksi mengendarai motor sambil melempari batu oleh siswa dari sekolah lain yang membuat siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali terpancing dan akhirnya terjadi commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkelahian antar pelajar. Perkelahian antar pelajar merupakan salah satu perilaku agresi yang menjadi masalah yang cukup memprihatinkan bagi pihak SMK Muhammadiyah 4 Boyolali, karena terjadi secara turun temurun. Permasalahan ini biasanya terjadi hanya karena masalah sepele, seperti misalnya tidak sengaja melempar botol dan mengenai pelajar dari sekolah lain. Hal-hal kecil seperti itu dapat menyulut emosi siswa sehingga terjadi perkelahian antar pelajar. Berbagai faktor penyebab perkelahian antar pelajar tidak terlepas dari faktor individu dan faktor lingkungan. Lingkungan pertama bagi siswa adalah lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga para siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali tentu saja memiliki pola asuh yang berbeda-beda dalam mendidik anak. Namun pola asuh otoriter memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan
terjadinya
perilaku
agresi
sehingga
bagaimana
siswa
mempersepsikan pola asuh ini menjadi cukup penting. Lingkungan yang kedua adalah teman-teman sebaya. Perkelahian yang terjadi di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali tidak hanya dilakukan oleh dua orang melainkan lebih dari dua orang sehingga tidak menutup kemungkinan munculnya perkelahian antar pelajar disebabkan
oleh
konformitas
mereka terhadap
teman-teman
sebayanya.
Sedangkan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku agresi yaitu stres. Seseorang yang memiliki tingkat stres yang tinggi tanpa adanya kemampuan koping stres yang baik dapat memicu munculnya perilaku agresi. Dalam hal ini mengindikasikan bahwa perilaku agresi yang muncul pada siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali dapat diteliti melalui koping commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stres dan persepsi pola asuh otoriternya sekaligus konformitas mereka dengan teman-teman sebayanya. Berdasarkan pemaparan diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi Oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah terdapat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja? 2. Apakah terdapat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya?
C. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
2. Mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya.
D. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoretis a. Mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya b. Memberikan masukan, informasi dan gambaran mengenai koping stres, persepsi pola asuh otoriter, kecenderungan perilaku agresi dan konformitas teman sebaya dalam pengembangan ilmu psikologi. 2. Manfaat praktis a. Bagi anak dan sekolah, penelitian diharapkan dapat membantu memahami pentingnya koping stres dan konformitas teman sebaya sehingga dapat menghindari terjadinya perilaku agresi. Bagi orang tua dapat lebih mengerti mengenai berbagai pola asuh sehingga dapat menciptakan iklim keluarga yang sehat yang dapat menghindarkan anak dari perilaku agresi b. Bagi masyarakat, penelitian diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga remaja dapat menghindari commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku agresi. Bagi peneliti lain, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian atau referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis untuk lebih lanjut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kecenderungan Perilaku Agresi
1. Pengertian Kecenderungan Perilaku Agresi Kecenderungan
dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
(2002)
mengandung arti kecondongan (hati); kesudian; keinginan (kesukaan) akan. Menurut Drever (1986), kecenderungan adalah arah tetap dari kemajuan gerakan, atau kemajuan pikiran, terhadap sebuah tujuan atau akhir; kecenderungan baik asli (instingtif) maupun didapat. Baron (2005) menyebutkan bahwa perilaku agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu. Definisi agresi dari Baron tersebut mencakup empat faktor yaitu: tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, serta ketidakinginan korban menerima tingkah laku si pelaku. Sears, dkk (1999) mendefinisikan agresi sebagai tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja (Sarwono, 2009). Bandura (dalam Kauffman, 1985) menjelaskan bahwa : “Aggression is defined as behavior that results in personal injury and in destruction of property. The injury may be psychological (in the form of devaluation or degradation) as well as physical”. commit to user
14
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari definisi diatas menunjukkan bahwa perilaku agresi merupakan perilaku menyakiti orang lain dan mengganggu serta merusak fasilitas umum. Tidak hanya melukai secara fisik namun juga dapat melukai secara psikologis. Sedangkan menurut Dafidoff (2007) agresi adalah setiap tindakan makhluk yang ditujukan untuk menyerang dan menyakiti makhluk lainnya. Istilah agresi seringkali di sama artikan dengan agresif. Agresif merupakan kata sifat dari agresi. Istilah agresif seringkali digunakan secara luas untuk menerangkan sejumlah besar tingkahlaku yang memiliki dasar motivasional yang berbeda-beda dan sama sekali tidak mempresentasikan agresif atau tidak dapat disebut agresif dalam pengertian yang sesungguhnya. Dengan penggunaan istilah agresif yang simpang siur atau tidak konsisten, penguraian tingkah laku khususnya tingkah laku yang termasuk ke dalam kategori agresif menjadi kabur, dan karenanya menjadi sulit untuk memahami apa dan bagaimana sesungguhnya yang disebut tingkah laku agresif atau agresi itu (Koeswara,1988). Berdasarkan uraian diatas, kecenderungan perilaku agresi dimaknai sebagai keinginan atau kecenderungan seseorang untuk menyakiti, melukai individu atau objek lain. Kecenderungan perilaku yang dilakukan dapat secara fisik langsung maupun tidak langsung dan secara verbal langsung maupun tidak langsung. 2. Teori – Teori Agresi Terdapat banyak sekali teori-teori yang dikemukakan oleh ahli-ahli psikologi tentang agresi, diantaranya (Dayakisni dan Hudaniah, 2003): 1. Teori Instink
commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tokoh utama dari teori ini adalah Sigmund Freud, Konrad Lorenz dan Robert Ardrey. Pandangan masing-masing tokoh tersebut sebagai berikut : a. Teori Psikoanalisa Freud dengan teorinya Psikoanalisa berpandangan bahwa pada dasarnya pada diri manusia terdapat dua macam instink, yaitu instink untuk hidup dan instink untuk mati. Menurut Freud, agresi dapat dimasukkan dalam instink mati yang merupakan ekspresi dari hasrat kepada kematian (death wish) yang berada pada taraf tak sadar. Dalam pengungkapan “death wish” ini dapat berbentuk agresi yang ditujukan kepada diri sendiri (misalnya; bunuh diri) atau ditujukan kepada orang lain. Ekspresi agresi kepada diri sendiri akan dihalangi oleh ego yang selalu berusaha merepresi hasrat kepada kematian agar tetap berada pada taraf tak sadar. Sedangkan ekspresi agresi kepada orang lain tidak bisa diterima dan selalu berhadapan dengan kendali masyarakat (dengan perangkat nilai dan sanksinya). b. Teori Etologi : Konrad Lorenz & Robert Ardrey Menurut Lorenz, dorongan agresi ada di dalam diri setiap makhluk hidup yang memiliki fungsi dan peranan penting bagi pemeliharaan hidup atau dengan kata lain memiliki nilai survival. Lorenz berasumsi bahwa setiap tingkah laku naluriah memiliki sumber energy yang disebut energy tindakan spesifik (action specific energy) dan kemunculannya dikunci oleh mekanisme commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17 digilib.uns.ac.id
pelepasan bawaan (innate releasing mechanism). Lorenz juga berpendapat bahwa manusia juga tidak memiliki mekanisme penghambat agresi intra spesies sehingga bisa
terlibat dalam
perkelahian dengan sesamanya yang tidak mungkin dihindari. Menurut Robert Ardrey, manusia sejak kelahirannya telah membawa “killing imperative” dan dengan “killing imperative” ini manusia dihinggapi obsesi untuk menciptakan senjata dan menggunakan senjatanya itu untuk membunuh apabila perlu. 2. Teori Frustrasi-Agresi Frustrasi (keadaan tidak tercapainya tujuan perilaku) menciptakan suatu motif untuk agresi. Ketakutan akan hukuman atau tidak disetujui untuk agresi melawan sumber penyebab frustrasi mengakibatkan dorongan agresi diarahkan melawan sasaran lain. Berkowitz menambahkan adanya faktor internal dan pernyataan emosi internal. Dengan ini Berkowitz mengajukan suatu formulasi bahwa untuk terjadinya agresi diperlukan dua syarat, yaitu kesiapan untuk bertindak agresif yang biasanya terbentuk oleh pengalaman frustrasi (arousal), dan isyarat-isyarat atau stimulusstimulus eksternal yang memicu pengungkapan agresi (releaser), misalnya senjata. 3. Teori Belajar Sosial (Social learning) Teori belajar social menekankan kondisi lingkungan yang membuat seseorang memperoleh dan memelihara respon-respon agresif. Asumsi dasar dari teori ini adalah sebagian besar tingkah laku individu diperoleh commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model. Dengan demikian, para ahli teori ini percaya bahwa observational atau social modeling adalah metode yang lebih sering menyebabkan agresi. Anakanak yang melihat model orang dewasa agresif secara konsisten akan lebih agresif bila dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model orang dewasa non-agresif. 4. Perluasan Teori Frustrasi-Agresi Perilaku agresi yang terjadi tidak hanya berada pada tataran individual, namun terdapat juga pada tataran yang skalanya lebih besar seperti kekerasan massa, demonstrasi massa atau terjadinya revolusi, yang juga dikaitkan dengan frustrasi. Bahkan psikologi, ilmu politik dan sosiologi juga telah menyimpulkan adanya hubungan antara frustrasi dan agresi massa. Menurut Tedd Gurr, faktor penyebab yang paling dasar terjadinya tindak kekerasan massa, politik, revolusi adalah timbulnya ketidakpuasan sebagai akibat adanya penghayatan atau persepsi mengenai sesuatu yang hilang yang disebut deprivasi relatif (relative deprivation). Gurr mendefinisikan
deprivasi
relatif
adalah
suatu
kesenjangan
yang
dipersepsikan antara nilai harapan (value expectation) dan nilai kemampuan (value capabilities). Nilai (value) adalah peristiwa/kejadian, objek dan kondisi yang diperjuangkan orang. Gurr membedakan tiga macam nilai, yaitu kesejahteraan, kekuasaan dan nilai-nilai interpersonal. Gurr menyatakan bahwa deprivasi relatif adalah sinonim dengan frustrasi. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Excitation Transfer Model Riset pada afek (emosi) negatif dan positif telah memfokuskan pada tipe emosi yang dihasilkan oleh stimulus. Intensitas dari arousal (keterbangkitan) adalah juga penting. Arousal diciptakan oleh suatu stimulus yang dapat meningkatkan respon emosi individu terhadap stimulus lain melalui pemindahan kebangkitan/kegairahan (excitation transfer). Zillman dan koleganya serta Sapolsky menggabungkan tipe emosi dan intensitas dari keterbangkitan fisiologis yang desebut dengan arousal-affect model. Model ini mengarahkan pada pengaruh dari berbagai pengalaman emosi pada seseorang yang telah marah dan kemudian memiliki suatu kesempatan untuk membalas. Menurut Zillman stimuli yang menghasilkan emosi negatif dan arousal yang sangat tinggi meningkatkan agresi. Bahkan meski stimulinya netral, jika arousal tinggi, dapat meningkatkan perilaku agresi diantara individu-individu yang terprovokasi.
3. Aspek-aspek Kecenderungan Perilaku Agresi Aspek-aspek perilaku agresi terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya yang diungkapkan oleh Delut (1985, dalam Dayakisni, 2003), yang digambarkan dalam bentuk item-item dari faktor analysis of behavioral checklist, yang terdiri dari : a. Menyerang secara fisik (memukul, merusak, mendorong) b. Menyerang dengan kata-kata c. Mencela orang lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
20 digilib.uns.ac.id
d. Menyerbu daerah orang lain e. Mengancam melukai orang lain f. Main perintah g. Melanggar milik orang lain h. Tidak mentaati perintah i. Membuat permintaan yang tidak pantas dan tidak perlu j. Bersorak-sorak, berteriak, atau berbicara keras pada saat yang tidak pantas k. Menyerang tingkah laku yang dibenci
Medinus dan Johnson (1976, dalam Dayakisni, 2003) mengelompokkan agresi menjadi empat kategori, yaitu : a. Menyerang fisik, yang termasuk di dalamnya adalah memukul, mendorong, meludahi, menendang, menggigit, meninju, memarahi dan merampas. b. Menyerang suatu objek, yang dimaksudkan disini adalah menyerang benda mati atau binatang. c. Secara verbal atau simbolis, yang termasuk di dalamnya adalah mengancam secara verbal, memburuk-burukkan orang lain, sikap mengancam dan sikap menuntut. d. Pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain.
Sementara Buss (1987, dalam Dayakisni, 2003) mengelompokkan agresi manusia dalam delapan aspek, yaitu : commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Agresi fisik aktif langsung : tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/ kelompok
dengan
cara
berhadapan
secara
langsung
dengan
individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung, seperti memukul, mendorong, menembak, dan lain-lain. b. Agresi fisik pasif langsung : tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam. c. Agresi fisik aktif tidak langsung : tindakan agresi fisik yang dilakukan individu/ kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dan lain-lain. d. Agresi fisik pasif tidak langsung : tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu/ kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu/ kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung, seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh. e. Agresi verbal aktif langsung : yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/ kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain, seperti menghina, memaki, marah, mengumpat. f. Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh
individu/kelompok
dengan
cara
berhadapan
dengan
individu/kelompok lain namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti menolak bicara, bungkam. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
g. Agresi verbal aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya, seperti menyebar fitnah, mengadu domba. h. Agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu/kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak verbal secara langsung, seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara. Sedangkan Sarwono (2009) menambahkan bahwa agresi terbagi menjadi dua yaitu hostile aggression dan instrumental aggression. a. Hostile aggression adalah tindakan agresi yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban. Tindakan ini dilakukan berdasarkan perasaan permusuhan. b. Instrumental aggression adalah tindakan agresi yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban. Tindakan ini semata-mata untuk mencapai tujuan tertentu, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Baron (2005) menambahkan bahwa tujuan dalam tindakan agresi ini seperti misalnya mengontrol sumber-sumber daya yang berharga atau pujian dari orang lain karena telah bersikap “tegas”. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek kecenderungan perilaku to userini mengacu pada teori yang agresi yang digunakan dalamcommit penelitian
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikemukakan oleh Medinus dan Johnson (1976, dalam Dayakisni, 2003) serta Sarwono (2009) meliputi kecenderungan menyerang fisik, kecenderungan menyerang objek, kecenderungan pelanggaran hak milik atau menyerang daerah lain dan kecenderungan instrumental aggression. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Agresi Perilaku agresi menurut Gunarsa (1985) dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya : a. Faktor personal Setiap anak memiliki kepribadiannya masing-masing. Dalam kehidupan
anak
akan
mengalami
perkembangan,
demikian
juga
kepribadian anak akan mengalami proses pembentukan. Kehidupan emosi anak juga berbeda-beda. Ada anak yang emosinya labil namun ada pula yang tidak. Pemikiran anak juga akan semakin berkembang. b. Faktor keluarga Setiap keluarga memiliki cara yang berbeda dalam mendidik anak. Ada yang bersifat demokratis, ada yang membebaskan anak, ada yang acuh tak acuh dan bahkan ada yang mendidik anak dengan cara otoriter. Dengan cara mendidik anak yang berbeda di masing-masing keluarga dapat membentuk kepribadian anak yang berbeda pula. Hubungan orang tua dan anak juga turut berpengaruh dalam pembentukan karakter anak. Dari kualitas hubungan orang tua dan anak dapat menimbulkan cara pengontrolan orang tua terhadap anak yang bermacam-macam. Hal lain yang turut berpengaruh adalah sikap orang tua, suasana dalam keluarga commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kehidupan ekonomi keluarga. Oleh karena itu kehidupan dalam keluarga dapat juga mengarahkan anak untuk berperilaku agresi. c. Faktor lingkungan Setiap individu hidup dalam berbagai lingkungan yang berbeda, baik lingkungan masyarakat, sekolah, teman sebaya dan berbagai lingkungan yang lainnya. Lingkungan di sekitar anak dapat mempengaruhi munculnya perilaku agresi karena anak hidup bersosialisasi dan bergaul dalam lingkungannya. Jika anak berkembang dalam lingkungan yang positif maka dapat mengarahkan anak menjadi pribadi yang positif pula. Namun jika anak berkembang dan terpengaruh dengan lingkungan yang buruk dan tidak kondusif maka dapat mengarahkan anak untuk berperilaku maladaptive seperti perilaku agresi.
Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003), agresi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut : a. Deindividuasi Menurut Lorenz, deindividuasi dapat mengarahkan individu kepada keleluasaan dalam melakukan agresi sehingga agresi yang dilakukannya menjadi lebih intens. Fenomena psikologis yang timbul sehingga deindividuasi memperbesar kemungkinan terjadinya agresi karena deindividuasi menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu yakni identitas diri atau personalitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
individu pelaku maupun identitas diri korban agresi dan keterlibatan emosional individu pelaku agresi terhadap korbannya. b. Kekuasaan dan Kepatuhan Peranan kekuasaan sebagai pengaruh kemunculan agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan itu, yakni kepatuhan (complience). Bahkan kepatuhan itu sendiri diduga memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan dan intensitas agresi individu. Dugaan ini telah dicoba dibuktikan oleh sejumlah peneliti, diantaranya Stanley Milgram yang dianggap sebagai salah seorang pelopor dalam penelitian pengaruh kepatuhan terhadap agresi. Dari hasil eksperimennya, Milgram mencatat kepatuhan individu terhadap otoritas atau penguasa mengarahkan individu tersebut kepada agresi yang lebih intens, karena dalam situasi kepatuhan individu kehilangan tanggung jawab (tidak merasa bertanggung jawab) atas tindakan-tindakannya serta meletakkan tanggung jawab itu pada penguasa. c. Provokasi Sejumlah teoris percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi, karena provokasi itu oleh pelaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahasa yang diisyaratkan oleh ancaman itu. Dalam menghadapi provokasi yang mengancam, para pelaku agresi agaknya cenderung berpegang pada prinsip bahwa daripada diserang lebih baik mendahului menyerang, atau daripada dibunuh lebih baik membunuh. commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain itu juga terdapat kecenderungan menggunakan provokasi sebagai dalih untuk melakukan agresi meskipun provokasi itu tidak bersifat mengancam. Dalam berbagai kasus, pelaku agresi bahkan menggunakan provokasi yang diciptakannya sendiri sebagai pembenar atau dalih bagi agresi yang dilakukannya. d. Pengaruh Obat-obatan Terlarang (Drug Effect) Banyak terjadinya perilaku agresi dikaitkan pada mereka yang mengkonsumsi alkohol. Mengkonsumsi alkohol dalam dosis tinggi akan memperburuk proses kognitif terutama pada informasi yang kompleks dan menyebabkan gangguan kognitif (cognitive disruption), yaitu mengurangi kemampuan seseorang untuk mengatasi atau bertahan dalam situasi-situasi yang sulit. Gangguan kognitif ini khususnya mempengaruhi reaksi terhadap isyarat-isyarat (cues) yang samar, sehingga lebih mungkin mereka akan melakukan interpretasi yang salah tentang perilaku orang lain sebagai agresif atau mengancam dirinya.
Dalam Sarwono (2009) juga menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi agresi, diantaranya : a. Sosial Faktor-faktor sosial yang dapat menyebabkan agresi salah satunya adalah frustrasi. Terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi penyebab agresi meskipun agresi tidak selalu muncul commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karena frustrasi. Frustrasi dapat menimbulkan agresi jika penyebab frustrasi dianggap tidak sah atau tidak dibenarkan. Penyebab agresi yang lain adalah provokasi verbal atau fisik. Manusia cenderung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang diterimanya/balas dendam. Faktor sosial lainnya adalah alkohol. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa konsumsi alkohol menunjukkan kenaikan agresivitas. b. Personal Pola tingkah laku berdasarkan pada kepribadian. Orang dengan pola tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe B. Orang dengan tipe A yang identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif cenderung lebih melakukan hostile aggression yaitu agresi yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban. Di sisi lain orang dengan tipe B yang bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi dan nonagresif cenderung lebih melakukan instrumental aggression yaitu tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban. Hal dasar lain yang perlu diperhatikan adalah adanya perbedaan pada jenis kelamin. Sering diungkapkan bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan seperti hasil penelitian eksperimental oleh Bandura dan juga hasil penelitian lintas budaya oleh Whiting dan Edwards.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
c. Kebudayaan Salah satu faktor penyebab agresi yang lain adalah kebudayaan. Beberapa ahli dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi dan psikologi menengarai faktor kebudayaan terhadap agresi. Lingkungan geografis, seperti pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas satu kelompok. d. Situasional Penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya. Hal yang paling sering muncul ketika udara panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada meningkatnya agresi sosial. e. Sumber daya Setiap manusia ingin memenuhi kebutuhannya dan salah satu pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam. Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. f. Media massa Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Oleh karena itu, kemudian dilakukan penelitian tentang hubungan kekerasan dan televisi dengan mengajukan hipotesis “mengamati kekerasan akan meningkatkan agresivitas”
dan
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
televisi
mempengaruhi tindakan kekerasan yang terjadi. Berdasarkan
uraian
di
atas,
maka
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi perilaku agresi dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Gunarsa (1985), Dayakisni & Hudaniah (2003) serta Sarwono (2009) yang meliputi faktor personal, faktor keluarga, faktor lingkungan, deindividuasi, kekuasaan & kepatuhan, pengaruh obat-obatan terlarang, provokasi, social, kebudayaan, sumber daya, situasional dan media massa.
B. Koping Stres
1. Pengertian Koping Stres Koping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi. Kartono & Gulo (dalam Sari dkk, 2010) mengartikan cope sebagai menangani suatu masalah menurut suatu cara, seringkali dengan cara menghindari, melarikan diri dari atau mengurangi kesulitan dan bahaya yang timbul. Koping oleh Pramadi & Lasmono (dalam Sari dkk, 2010) diartikan sebagai respons yang bersifat perilaku psikologis untuk mengurangi tekanan dan sifatnya dinamis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
Stone dan Neale (dalam Putrianti, 2007) menyebutkan bahwa coping merupakan cara yang dilakukan individu baik yang tampak atau tidak tampak untuk menghadapi situasi yang menimbulkan tekanan. Koping disini dipandang sebagai suatu proses dinamik dari suatu pola perilaku atau pikiran-pikiran seseorang yang secara sadar digunakan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan dalam situasi yang menekan atau menegangkan. Smet (dalam Putrianti, 2007) mengatakan coping merupakan cara yang dilakukan seseorang untuk menghadapi situasi yang menekan. Koping melibatkan upaya untuk mengelola situasi yang membebani, memperluas usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup, dan berusaha untuk mengatasi atau mengurangi stres. Stres adalah respons individu terhadap stressor, yaitu situasi dan peristiwa yang mengancam mereka dan menuntut kemampuan koping mereka (Santrock, 2007). Stres merupakan keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada padanya (Hardjana, 1994). Stress adalah pengalaman emosi negatif yang diiringi dengan perubahan fisiologis, biokimia dan behavioral yang dirancang untuk mereduksi atau menyesuaikan diri terhadap stressor dengan cara memanipulasi situasi atau mengubah stressor atau dengan mengakomodasi efeknya (Sears, dkk, 1999). Niam (2009) menyatakan bahwa koping terhadap stres adalah suatu usaha untuk menghadapi situasi yang dapat menimbulkan frustrasi, stress atau tekanan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
perasaan dengan mengurangi, memperkecil dan mengendalikan pengaruh lingkungan dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan yang dianggap sebagai tantangan, ketidakadilan, kerugian dan ancaman. Beberapa stressor bersifat akut; dengan perkatan lain, beberapa stessor dapat berupa peristiwa atau stimuli yang terjadi secara tiba-tiba seperti terluka oleh kaca yang jatuh. Stressor lain bersifat kronis, atau berjangka-waktu lama, seperti kekurangan gizi atau terkena HIV-positif. Di samping itu terdapat pula stressor emosional dan psikososial, seperti kematian seseorang yang dicintai atau terkena diskriminasi. Berdasarkan uraian di atas, Koping stres dimaknai sebagai upaya atau cara yang dilakukan individu untuk mengatasi berbagai situasi atau permasalahan yang dapat menimbulkan tekanan ataupun memicu timbulnya stress dengan tujuan untuk menyelesaikan sumber stress atau tekanan tersebut.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi koping stres Berbagai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koping stres antara lain (Santrock, 2007): a.
Peristiwa hidup dan kerumitan sehari-hari Beberapa psikolog kesehatan telah mempelajari dampak dari peristiwa kehidupan yang signifikan yang bersifat individual. Orang yang mengalami perubahan hidup yang besar (kehilangan pasangan atau relasi dekat, kehilangan pekerjaan) memperlihatkan insiden yang lebih tinggi untuk menderita penyakit kardiovaskuler dan kematian dini, dibandingkan orang yang tidak mengalami perubahan hidup besar. commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Faktor-faktor sosial budaya -
Gender Baru-baru ini, Shelye Taylor dan rekannya menyatakan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan cenderung kurang berespons terhadap situasi stress dan mengancam, dengan cara hadapi-atau-lari (fight-or-flight). Taylor menyatakan, meskipun perempuan juga memperlihatkan respons hormonal dan system saraf simpatis yang bersifat segera terhadap stress akut seperti halnya laki-laki, terdapat faktor lain yang dapat turut campur tangan
dan
mengurangi
kecenderungan
perempuan
untuk
menampilkan respons hadapi-atau-lari. Dalam pengertian respons menghadapi, agresi laki-laki diatur oleh hormone androgen, seperti testosterone, dan berkaitan dengan reaktivitas system saraf simpatis dan permusuhan. Sebaliknya, agresi
perempuan
agaknya
lebih
berkaitan
dengan
otak,
dipengaruhi oleh situasi sosial, belajar, budaya dan situasi. -
Stres akulturatif Pindah ke sebuah tempat baru merupakan pengalaman yang menimbulkan stres. Pengalaman ini dapat menimbulkan stress lebih besar apabila seseorang yang berasal dari sebuah budaya pindah ke budaya yang berbeda. Stres akulturatif merujuk pada konsekuensi negatif yang disebabkan oleh hubungan antara dua kelompok budaya yang berbeda. commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Kemiskinan Kemiskinan dapat mengakibatkan stres bagi individu dan keluarga. Kondisi kronis seperti rumah yang tidak memadai, lingkungan rumah yang berbahaya, tanggung jawab yang membebani, dan ketidakpastian ekonomi merupakan stressor yang besar dalam kehidupan orang-orang miskin. Remaja berpeluang lebih besar dalam menghadapi peristiwa yang mengancam dan tidak terkendali apabila mereka tinggal dalam konteks orangorangnya berpenghasilan rendah dibandingkan apabila mereka tinggal dalam konteks orang-orangnya sehat dan makmur.
Sedangkan menurut Sari, dkk (2010), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi koping stres antara lain : 1.
Faktor individual, yang meliputi : perkembangan usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, kepribadian, kematangan emosional, status sosial ekonomi, kesehatan mental dan ketrampilan memecahkan masalah
2.
Konteks lingkungan,yang meliputi : kondisi penyebab stres, sistem budaya dan dukungan sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
koping stres dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Santrock (2007) dan Sari, dkk (2010) yang meliputi faktor individual, faktor konteks lingkungan, peristiwa hidup dan kerumitan sehari-hari serta faktor social budaya. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Aspek-aspek Koping stres Menurut Lazarus & Folkman (1984) aspek-aspek dalam koping stres terdiri dari beberapa bentuk, diantaranya : a.
Problem-focused coping Adalah suatu strategi yang diarahkan pada masalah yang dialami seseorang serta upaya untuk memecahkan masalah tersebut. Seseorang yang menggunakan strategi koping ini dapat diketahui dari indikator perilaku sebagai berikut (Sari,dkk, 2010): 1. Exercised caution (menahan diri), yaitu tindakan yang disadari dengan adanya pertimbangan bahwa individu cenderung untuk melakukan tindakan yang mampu menyelesaikan masalah dengan cepat. 2. Instrumental action (tindakan instrumental), yaitu tindakan yang ditujukan untuk menyelesaikan masalah secara langsung serta menyusun rencana-rencana apa yang dilakukan. 3. Negotiation (negosiasi), yaitu usaha yang ditujukan kepada orang lain yang terlibat atau yang menjadi penyebab masalah yang
sedang
dihadapi
serta
untuk
memikirkan
atau
menyelesaikan masalah. 4. Support mobilization, meliputi usaha untuk mendapatkan informasi, nasihat dari seseorang. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Emotion-focused coping Adalah istilah yang digunakan oleh Lazarus untuk merespons secara emosional terhadap stress yang dialami, khususnya dengan menggunakan mekanisme pertahanan. Emotion-focused coping meliputi cara menghindari masalah, melakukan rasionalisasi terhadap peristiwa yang terjadi, menyangkal peristiwa yang terjadi, menertawakannya, atau mencari pandangan religius untuk memperoleh dukungan. Strategi koping yang berfokus pada emosi memiliki indikator perilaku sebagai berikut (Sari, dkk, 2010): 1. Escapism (pelarian dari masalah), dapat diartikan bahwa individu menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya individu yang bersangkutan berada pada situasi yang menyenangkan. 2. Minimization (pengabaian), yaitu usaha untuk menolak, merenungkan suatu masalah, serta bertindak seolah tidak terjadi apa-apa dan dengan strategi ini individu mempunyai kemampuan dalam mengendalikan nafsu. 3. Self blame (menyalahkan diri sendiri), suatu tindakan pasif yang berlangsung dalam batin, yaitu individu cenderung untuk menyalahkan dan menghukum diri sendiri serta menyesal dengan apa yang telah terjadi. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Seeking meaning (pencarian arti), yaitu mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianut, seperti halnya berdoa. Sedangkan
menurut
Aldwin
&
Yancura
(dalam
Komar,
2011)
menyebutkan bahwa aspek-aspek dalam koping stres terdiri dari : a.
Problem focused coping Tindakan instrumental, meliputi perilaku dan kognitif bertujuan untuk memecahkan masalah, seperti mencari informasi, mengambil tindakan langsung, kadang-kadang menunda suatu tindakan.
b.
Emotional focused coping Suatu strategi yang menekankan pada aspek emosi. Misalnya : pesan yang menunjukkan kasih, perhatian dan penghargaan.
c.
Social support coping Strategi coping dalam konteks sosial, berupa dukungan nyata dari orang lain baik nasihat maupun rasa percaya yang perlu dibangkitkan.
d.
Religious coping Suatu strategi dimana seseorang memiliki hubungan baik dengan Allah, tekun berdo’a, membaca kitab suci memiliki hubungan yang positif dengan kesehatan mental dan kinerja.
e.
Meaning making (melakukan hal-hal yang bermakna). Suatu strategi dimana seseorang mencari dan melakukan hal-hal
yang bermakna, seperti: olah raga. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek koping stres yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman (1984) dan Aldwin & Yancura (dalam Komar, 2011) yang meliputi aspek problem focused coping, aspek emotion focused coping, aspek social support coping dan aspek meaning making.
C. Persepsi Pola Asuh Otoriter
1. Pengertian Persepsi Persepsi dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut DeVito (dalam Sobur, 2003), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Gulo (dalam Sobur, 2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Rakhmat (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengertian Pola Asuh Otoriter Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh dapat berarti menjaga (merawat dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu; melatih dan sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan atau lembaga. Lebih jelasnya, kata asuh adalah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan pemeliharaan, perawatan, dukungan, dan bantuan sehingga orang tetap berdiri dan menjalani hidupnya secara sehat. Menurut Baumrind (dalam Santrock, 2003) terdapat empat gaya pengasuhan orang tua yaitu pengasuhan orang tua yang bergaya otoritatif, pengasuhan orang tua yang bergaya melalaikan, pengasuhan orang tua yang memanjakan dan pengasuhan orang tua yang bergaya otoritarian (otoriter). Santrock (2003) menyatakan bahwa pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orang tua yang bersifat otoriter membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Pola asuh otoriter berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang tidak cakap. Remaja yang dibesarkan oleh orang tua yang otoritarian sering kali cemas terhadap perbandingan sosial, kurang memperlihatkan inisiatif, dan memiliki keterampilan berkomunikasi yang buruk. Pola asuh otoriter mempunyai karakteristik anak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39 digilib.uns.ac.id
penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. Menurut Baumrind (dalam Papalia,dkk,2009), orang tua yang otoritarian (authoritarian) adalah orang tua yang menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa banyak tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi set standar perilaku dan menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Mereka lebih mengambil jarak dan kurang hangat dibanding orang tua yang lain. Anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain. Peneliti telah menemukan bahwa para orang tua Afrika-Amerika memiliki kecenderungan lebih tinggi dibanding para orang tua Latin-kulit putih dalam menggunakan hukuman fisik. Meskipun demikian, penggunaan hukuman fisik berkaitan dengan masalah anak yang lebih bersifat eksternal seperti sangat bertingkah dan tingkat agresinya yang tinggi pada keluarga-keluarga kulit putih nonlatin namun tidak pada keluarga-keluarga Afrika-Amerika (Santrock, 2007). Pola asuh yang otoriter akan terjadi komunikasi atau dimensi satu arah. Orang tua menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasan-pembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya, anak tidak dapat mempunyai pilihan lain. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. Anak melakukan perintah orang tua karena takut, bukan karena suatu kesadaran bahwa apa yang dikerjakan itu akan bermanfaat bagi kehidupannya kelak. Orang tua memberikan tugas dan menentukan berbagai aturan tanpa memperhitungkan keadaan anak, keinginan anak, keadaan khusus yang melekat pada individu anak yang berbedacommit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beda antara anak yang satu dengan yang lain. Perintah yang diberikan berorientasi pada sikap keras orang tua, sikap keras merupakan suatu keharusan bagi orang tua. Sebab tanpa sikap keras ini anak tidak akan melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dalam Desmita (2007), Baumrind menyebutkan bahwa pengasuhan otoriter adalah suatu gaya pengasuhan yang membatasi dan menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Otang tua yang otoriter menetapkan batasbatas yang tegas dan tidak member peluang yang besar bagi anak-anak untuk mengemukakan pendapat. Orang tua otoriter juga cenderung bersikap sewenangwenang dan tidak demokratis dalam membuat keputusan, memaksakan peranperan atau pandangan-pandangan kepada anak atas dasar kemampuan dan kekuasaan sendiri, serta kurang menghargai pemikiran dan perasaan mereka. Anak dari orang tua yang otoriter cenderung bersifat curiga pada orang lain dan merasa tidak bahagia dengan dirinya sendiri, merasa canggung berhubungan dengan teman sebaya, canggung menyesuaikan diri pada awal masuk sekolah dan memiliki prestasi belajar yang rendah dibandingkan dengan anak-anak lain. Pola asuh otoriter dipilih karena orang tua dengan gaya pengasuhan ini akan mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi remaja suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, sehingga menghambat pencapaian identitas. Orang tua yang terlalu menuntut anaknya untuk selalu mengikuti segala kemauannya akan membuat anak frustasi sehingga anak bila berada di luar rumah akan bertindak seenaknya dan berperilaku agresi. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pengertian Persepsi Pola Asuh Otoriter Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Gulo (dalam Sobur, 2003) mendefinisikan persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Rakhmat (dalam Sobur, 2003) menyatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Santrock (2003) menyatakan bahwa pola asuh otoriter (authoritarian parenting) adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Baumrind (dalam Papalia,dkk,2009), orang tua yang otoritarian (authoritarian) adalah orang tua yang menghargai kontrol dan kepatuhan tanpa banyak tanya. Mereka berusaha membuat anak mematuhi set standar perilaku dan menghukum mereka secara tegas jika melanggarnya. Mereka lebih mengambil jarak dan kurang hangat dibanding orang tua yang lain. Anak mereka cenderung menjadi lebih tidak puas, menarik diri, dan tidak percaya terhadap orang lain. Berdasarkan uraian diatas, persepsi pola asuh otoriter dimaknai sebagai bagaimana remaja memandang atau mengartikan pola pengasuhan anak yang diterapkan orang tua yang ditandai dengan control terhadap anak yang tinggi, rendah kehangatan dalam hubungan antara orang tua dan anak, pengekangan akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
kebebasan dan atau inisiatif anak, dan pengutamaan pada kepatuhan orang tua, bahkan dengan menggunakan hukuman fisik.
4. Karakteristik Pola Asuh Otoriter Hurlock (1993) mengemukakan karakteristik pola asuh otoriter, yaitu: 1.
Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua
2. Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian 3. Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua 4. Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal Sedangkan Syamsu (2004) mengemukakan karakteristik pola asuh otoriter, yaitu : 1. Sikap “acceptance” orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi 2. Orang tua suka menghukum secara fisik 3. Orang tua bersikap mengomando (mengharuskan/ memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi) 4. Orang tua bersikap kaku (keras) 5. Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak
5. Aspek-Aspek Pola Asuh Otoriter Kohn (1971) mengemukakan aspek-aspek dalam pola asuh orang tua antara lain pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
43 digilib.uns.ac.id
pandangan terhadap remaja. Aspek-aspek pola asuh otoriter disesuaikan berdasarkan kesimpulan dari masing-masing aspek pola asuh sebagai berikut : a. Pemberian disiplin Orang tua yang otoriter menekankan disiplin pada anak dengan gaya yang bersifat menghukum dan membatasi dimana orang tua sangat berusaha agar remaja mengikuti pengarahan yang diberikan dan menghormati pekerjaan dan usaha-usaha yang telah dilakukan orang tua. Orang tua otoriter menerapkan batasan-batasan kepada mereka untuk berdialog secara verbal (Santrock, 2007). Syamsu (2004) orang tua dengan kedisiplinan yang tinggi akan mudah memberikan hukuman dan menanamkan kedisiplinan secara keras sehingga anak menjadi impulsif, tidak dapat mengambil keputusan, nakal, memiliki sikap bermusuhan atau agresif. b. Komunikasi Dalam pola asuh yang otoriter terjadi komunikasi atau dimensi satu arah. Orang tua menentukan aturan-aturan dan mengadakan pembatasanpembatasan terhadap perilaku anak yang boleh dan tidak boleh dilaksanakannya. Anak harus tunduk dan patuh terhadap orang tuanya sehingga anak tidak mempunyai pilihan lain. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi. c. Pemenuhan kebutuhan Keluarga yang secara psikologis tidak sehat sering kali terpaku pada kendali orang tua yang berorientasi pada kekuasaan dan bahkan orang tua commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
cenderung berinteraksi dengan lebih otoriter kepada remajanya (Santrock, 2007). Dalam hal pemenuhan kebutuhan, anak kurang memiliki otonomi sehingga segala kebutuhan yang diperlukan oleh anak ditentukan sepenuhnya oleh orang tua. d. Pandangan terhadap remaja Orang tua yang otoriter memandang bahwa anak mereka masih seperti anak kecil sehingga orang tua mempunyai otoritas untuk mengambil keputusan apapun yang menyangkut anak mereka. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek persepsi pola asuh otoriter yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Kohn (1971) yang meliputi aspek pemberian disiplin, aspek komunikasi, aspek pemenuhan kebutuhan dan aspek pandangan terhadap remaja.
D. Konformitas Teman Sebaya
1. Pengertian Konformitas Teman Sebaya Konformitas merupakan menampilkan suatu tindakan karena orang lain juga melakukannya (Sears, dkk, 1999). Konformitas terjadi apabila individu mengadopsi sikap atau perilaku orang lain karena merasa didesak oleh orang lain. Desakan untuk conform pada teman-teman sebaya cenderung sangat kuat selama masa remaja. Teman-teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama (Santrock, 2007).. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konformitas terhadap desakan kawan-kawan sebaya dapat bersifat positif ataupun negatif. Remaja belasan tahun dapat terlibat dalam semua jenis perilaku konformitas yang bersifat negatif-menggunakan bahasa gaul, mencuri, melakukan perusakan, serta mempermainkan orang tua dan guru. Meskipun demikian, terdapat banyak bentuk konformitas kawan-kawan sebaya yang tidak bersifat negatif dan lebih merupakan keinginan untuk tergabung dalam dunia yang sama dengan kawan-kawan seperti berpakaian seperti kawan-kawan dan ingin meluangkan waktu bersama para anggota klik. Situasi semacam itu mungkin melibatkan aktivitas-aktivitas prososial, seperti kelompok yang mengumpulkan dana untuk tujuan mulia (Santrock, 2007). Piaget dan Sullivan dalam Santrock (2007) menekankan bahwa melalui interaksi dengan kawan-kawan sebaya, anak-anak dan remaja mempelajari modus relasi yang timbal balik secara simetris. Anak-anak mengeksplorasi prinsipprinsip kesetaraan dan keadilan melalui pengalaman mereka ketika menghadapi perbedaan pendapat dengan teman-teman sebaya. Mereka juga belajar mengamati dengan tajam minat dan sudut pandang teman-temannya agar mereka dapat mengintegrasikan minat dan sudut pandangnya sendiri dalam aktivitas yang berlangsung bersama teman-teman. Selain itu Sullivan juga berpendapat bahwa ketika menjalin persahabatan yang karib dengan teman-teman terpilih, remaja dapat belajar untuk menjadi mitra yang lebih terampil dan peka. Selanjutnya, keterampilan ini akan berguna dalam pembentukan basis ketika menjalin relasi pacaran dan perkawinan di masa selanjutnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Sebaliknya, terdapat sejumlah ahli teori yang menekankan pengaruh negatif dari kawan-kawan sebaya bagi perkembangan anak dan remaja. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Di samping itu, pengalaman ditolak dan diabaikan oleh teman-teman sebaya berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan masalah kejahatan di masa selanjutnya (Kupersmidt & DeRosier, 2004 dalam Santrock, 2007). Beberapa ahli teori juga menyatakan bahwa budaya teman-teman sebaya dapat mempengaruhi remaja untuk menyepelekan nilai-nilai dan kendali orang tua terhadap mereka. Di samping itu, teman-teman sebaya dapat memperkenalkan remaja kepada alkohol, minuman keras, kenakalan serta bentuk-bentuk lain dari perilaku yang dianggap maladaptif oleh orang dewasa (Santrock, 2007). Berdasarkan uraian diatas, konformitas teman sebaya dimaknai sebagai suatu tindakan yang dilakukan individu sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh teman sebayanya baik yang bersifat positif maupun negatif.
2. Faktor konformitas teman sebaya Ada beberapa faktor konformitas teman sebaya, yaitu (Sears, dkk, 2005): a. Kurangnya informasi Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Sering kali mereka mengetahui sesuatu yang kita tidak ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan kita akan memperoleh manfaat dari pengetahuan mereka. Tingkat konformitas yang didasarkan pada informasi ditentukan commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh dua aspek situasi: Sejauh mana mutu informasi yang dimiliki orang lain tentang apa yang benar? Dan sejauh mana kepercayaan diri kita terhadap penilaian kita sendiri? -
Kepercayaan terhadap kelompok Dalam
situasi
konformitas,
individu
mempunyai
suatu
pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. -
Kepercayaan yang lemah terhadap penilaian sendiri Sisi yang lain adalah bahwa sesuatu yang meningkatkan kepercayaan individu terhadap penilaiannya sendiri akan menurunkan konformitas. Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi.
b. Rasa takut terhadap celaan sosial Alasan utama konformitas yang kedua adalah demi memperoleh persetujuan, atau menghindari celaan kelompok. Sejumlah faktor yang akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ini terhadap tingkat konformitas individu, diantaranya : -
Rasa rakut terhadap penyimpangan
-
Kekompakan kelompok commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Kesepakatan kelompok
-
Ukuran kelompok
-
Keterikatan pada penilaian bebas
-
Keterikatan terhadap nonkonformitas
Rakhmat (2005) membagi faktor-faktor konformitas menjadi faktor personal dan faktor situasional (dalam Pratiwi, dkk, 2010). 1. Faktor situasional yang menentukan perilaku konformitas, adalah : a. Kejelasan situasi b. Konteks situasi c. Cara individu menyatakan penilaian dan perilakunya d. Karakteristik sumber pengaruh e. Ukuran kelompok f. Tingkat kesepakatan kelompok 2. Faktor personal yang mempengaruhi konformitas adalah : a. Usia b. Jenis kelamin c. Stabilitas emosional d. Otoritarianisme e. Kecerdasan f. Motivasi g. Harga diri commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor konformitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sears,dkk (2005) dan Rakhmat (dalam Pratiwi,dkk, 2010) yang meliputi kurangnya informasi, rasa takut terhadap celaan social, faktor situasional dan faktor personal.
3. Aspek-Aspek Konformitas Teman Sebaya Sears, dkk (1999) menjelaskan aspek-aspek konformitas sebagai berikut : a. Kekompakan Konformitas dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Individu akan tertarik dan tetap menjadi anggota dari suatu kelompok jika merasa dekat dengan anggota kelompok lain dan mempunyai keinginan yang kuat untuk menjadi anggota kelompok. Semakin besar rasa suka anggota yang satu terhadap anggota yang lain, dan semakin besar harapan untuk memperoleh manfaat dari keanggotaan kelompok, serta semakin besar kesetiaan mereka, akan semakin kompak kelompok itu. b. Kesepakatan Apabila suatu keputusan telah dibuat oleh kelompok, maka individu akan mendapatkan tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya dengan kelompok. Tekanan yang kuat dari kelompok inilah yang membuat kesepakatan dalam kelompok terjadi. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Ketaatan Remaja akan melakukan apapun yang diinginkan kelompok meskipun dia tidak menginginkan hal tersebut. Tekanan yang kuat dari kelompok membuat remaja rela melakukan apapun yang diinginkan kelompoknya.
Semakin
tinggi
ketaatannya,
semakin
tinggi
pula
konformitasnya dengan kelompok.
Turner membagi konformitas menjadi dua aspek, yaitu (dalam Pratiwi, dkk, 2010): a. Aspek normative, aspek ini mengungkap adanya perbedaan atau penyesuaian persepsi, keyakinan maupun tindakan individu sebagai akibat dari pemenuhan penghargaan positif kelompok agar memperoleh persetujuan, disukai dan terhindar dari penolakan. b. Aspek informative, aspek ini mengungkap adanya perubahan atau penyesuaian persepsi, keyakinan, maupun perilaku individu sebagai akibat dari adanya pengaruh menerima pendapat kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek konformitas teman sebaya yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Sears, dkk (1999) serta Turner (dalam Pratiwi, dkk, 2010) yang meliputi aspek kekompakan, aspek kesepakatan, aspek ketaatan, sedangkan aspek normative dan aspek informative disatukan karena hampir sama. commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter Dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja Yang Dimoderasi Oleh Konformitas Teman Sebaya Pada masa remaja, kehidupan sosialnya semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Pada prinsipnya hubungan teman sebaya mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan remaja. Piaget dan Sullivan menekankan bahwa melalui hubungan teman sebaya, remaja belajar tentang hubungan timbal balik yang simetris. Remaja mempelajari prinsip-prinsip kejujuran dan keadilan melalui peristiwa pertentangan dengan teman sebaya. Mereka juga mempelajari secara aktif kepentingan-kepentingan dan perspektif teman sebaya dalam rangka memuluskan integrasi dirinya dalam aktivitas teman sebaya yang berkelanjutan (dalam Desmita, 2007). Hubungan remaja dengan teman sebaya tidak hanya memiliki pengaruh positif namun juga dapat berpengaruh negatif terhadap perkembangan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Disamping itu, penolakan oleh teman sebaya dihubungkan dengan kesehatan mental dan problem kejahatan. Teman sebaya juga dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan terlarang, kenakalan dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebagai perilaku maladaptive. Oleh karena itu apabila remaja mengikuti perilaku teman sebayanya yang negatif maka tidak menutup kemungkinan bahwa konformitas teman sebaya juga berpengaruh terhadap munculnya perilaku agresi. Hal ini mengingat pada masa remaja pengaruh teman-teman sebaya menjadi lebih besar dibandingkan pada saat anak maupun dewasa. Remaja juga tidak dapat dilepaskan dengan berbagai permasalahanpermasalahan yang dapat memicu munculnya stres. Remaja yang mampu menghadapi stres yang dialaminya akan dapat bertingkah laku lebih baik dan tidak menyalurkan emosinya dengan tindakan atau perilaku agresi. Fenomena kasus perkelahian atau tawuran antar pelajar menunjukkan bahwa remaja masih sangat labil emosinya sehingga faktor personal seperti misalnya kemampuan remaja dalam menghadapi stres atau koping stres dapat juga berpengaruh terhadap munculnya fenomena tersebut. Selain itu faktor eksternal seperti pola asuh dalam hal ini pola asuh otoriter dan persepsi remaja terhadap pola asuh ini dapat menyebabkan remaja berperilaku agresi. Remaja yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi akan lebih cenderung berperilaku agresi dibanding remaja yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang rendah. Remaja yang mengikuti perilaku teman-temannya yang negatif juga dapat membuat remaja cenderung berperilaku agresi. Oleh karena itu tidak menutup kemungkinan bahwa konformitas teman sebaya juga turut mempengaruhi kecenderungan remaja untuk berperilaku agresi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
2. Hubungan Antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter Dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja Remaja merupakan masa ketika seseorang masih dalam keadaan labil, emosional dan mudah bertindak dengan tergesa-gesa tanpa memikirkan resikonya. Keadaan emosi yang labil, mudah marah membuat remaja cenderung untuk berperilaku agresi. Remaja yang masih belum mampu mengelola emosinya dengan baik akan dengan mudah terpicu amarahnya hingga akhirnya melakukan tindakan-tindakan yang bersifat agresi seperti berkelahi bahkan tawuran. Dengan keadaan emosi yang masih labil, apabila remaja mengalami stress seperti misalnya saat akan menghadapi ujian atau ada masalah dalam keluarga akan membuat remaja menjadi lebih emosional. Remaja yang tidak memiliki tingkat koping stres yang tinggi cenderung lebih agresif dibanding dengan mereka yang mampu mengatasi stress yang dialaminya. Kehidupan di keluarga juga merupakan aspek yang penting bagi remaja. Apalagi keluarga merupakan sumber pendidikan pertama bagi anak. Orang tua tentu saja mempunyai peran penting dalam mengasuh anak. Anak yang diasuh dengan pola asuh yang otoriter cenderung membuat anak mudah stres, mudah terpengaruh. Pola asuh otoriter adalah pola pengasuhan anak yang bersifat pemaksaan, keras dan kaku di mana orangtua akan membuat berbagai aturan yang harus dipatuhi oleh anak-anaknya tanpa mau tahu perasaan sang anak. Orang tua akan emosi dan marah jika anak melakukan hal yang tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh orang tuanya. Hukuman mental dan fisik akan sering diterima oleh anak-anak dengan alasan agar anak terus tetap patuh dan disiplin serta commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
menghormati orang-tua yang telah membesarkannya. Anak yang besar dengan pola asuh seperti ini biasanya tidak bahagia, paranoid / selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orangtua. Sehingga karakteristik remaja yang seperti ini akan lebih cenderung untuk berperilaku agresi. 3. Hubungan Antara Koping Stres Dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa. Dalam masa ini, remaja dapat dikatakan berada dalam keadaan labil baik dalam segi fisik maupun psikologisnya. Perubahan-perubahan fisik merupakan gejala primer dalam pertumbuhan masa remaja, yang berdampak terhadap perubahan-perubahan psikologisnya (Desmita, 2007).
Keadaan emosi dalam masa remaja juga
cenderung labil. Remaja dapat dengan mudah menjadi emosional, muncul rasa amarah hingga akhirnya cenderung berperilaku agresi seperti melakukan tindakan-tindakan yang dapat melukai orang lain atau merusak benda-benda di sekitarnya. Agresi merupakan tingkah laku yang diarahkan kepada tujuan menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu (Baron, 2005). Banyaknya tugas sekolah, masalah keluarga, pertemanan dan hal-hal lain yang dialami dalam masa remaja ini dapat menyebabkan remaja mengalami stress. Keadaan emosi yang labil membuat remaja cenderung lebih mudah mengalami stres. Remaja yang tidak mampu mengelola stresnya akan cenderung bertindak lebih agresif dibandingkan remaja yang mampu mengelola stress yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
55 digilib.uns.ac.id
dialaminya. Kemampuan remaja dalam menghadapi stress memang berbeda satu dengan yang lain. Remaja yang mempunyai tingkat koping stres yang tinggi tentu saja mampu menghadapi stress yang dialaminya lebih baik dibandingkan dengan remaja yang mempunyai tingkat koping stres yang rendah. Remaja yang mempunyai tingkat koping stres yang rendah akan lebih mudah untuk berperilaku agresi. Untuk itulah koping stres mempunyai pengaruh terhadap munculnya perilaku agresi pada masa remaja. Hal ini berarti semakin tinggi skor koping stres maka semakin rendah kecenderungan remaja untuk berperilaku agresi. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor koping stres maka semakin tinggi kecenderungan remaja untuk berperilaku agresi. 4. Hubungan Antara Persepsi Pola Asuh Otoriter Dengan Kecenderungan Perilaku Agresi Pada Remaja Perkembangan dalam masa remaja juga mempunyai pengaruh yang besar terhadap relasi orang tua dan remaja. Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang mempengaruhi relasinya dengan orang tua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik dan psikologis. Remaja meluangkan waku lebih sedikit bersama orang tua dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk saling berinteraksi dengan dunia yang lebih luas, sehingga mereka berhadapan dengan bermacam-macam nilai dan ide-ide (Desmita, 2007). Orang tua yang mendidik anak dengan pola asuh otoriter akan cenderung menuntut anak untuk mematuhi orang tuanya sehingga berbagai pemahaman yang didapatkan di luar yang berbeda dengan pemahaman orang tua tidak akan diperdulikan. Hal ini dapat menyebabkan remaja menjadi bertanya-tanya dan tidak mengerti mana yang commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sesungguhnya benar atau salah. Pola asuh otoriter ini juga menyebabkan remaja tidak mendapatkan otonominya sendiri. Keadaan ini dapat menyebabkan remaja menyalurkan kebutuhan otonominya dengan berperilaku agresi seperti berkelahi untuk menunjukkan kekuasaannya. Hal ini berarti remaja yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi akan lebih cenderung berperilaku agresi dibanding remaja yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang rendah.
F. KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan dinamika hubungan antar variabel, maka dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut : Koping stres H1
Persepsi pola asuh otoriter
Konformitas teman sebaya
Kecenderungan perilaku agresi
H2 Bagan 1. Kerangka Pemikiran
Dari kerangka pemikiran diatas penulis ingin mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Penambahan variabel moderasi dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah konformitas teman sebaya dapat memperkuat atau memperlemah hubungan antar variabel dalam penelitian ini. commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. HIPOTESIS Berdasarkan landasan teori yang dikemukakan diatas, maka penulis mengajukan hipotesis yang akan diuji kebenarannya yaitu: 1. Terdapat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja 2. Terdapat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang menjadi objek yang diselidiki (Hadi, 2004). Dalam penelitian ini terdapat 1 variabel tergantung, 2 variabel bebas dan 1 variabel moderasi, yaitu : 1. Variabel tergantung
: Kecenderungan Perilaku Agresi
2. Variabel bebas I
: Koping Stres
3. Variabel bebas II
: Persepsi Pola Asuh Otoriter
4. Variabel moderasi
: Konformitas Teman Sebaya
B. Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati (diobservasi) (Suryabrata, 2005). 1. Kecenderungan perilaku agresi Kecenderungan perilaku agresi adalah keinginan atau kecenderungan seseorang untuk menyakiti, melukai individu atau objek lain. Kecenderungan perilaku yang dilakukan dapat secara fisik langsung maupun tidak langsung dan secara verbal langsung maupun tidak langsung. commit to user
58
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kecenderungan perilaku agresi diukur dengan menggunakan Skala Kecenderungan Perilaku Agresi yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan pada aspek-aspek kecenderungan perilaku agresi yang dikemukakan oleh Medinus dan Johnson
(dalam
Dayakisni,
2003)
dan
Sarwono
(2009).
Aspek-aspek
kecenderungan perilaku agresi Medinus dan Johnson serta Sarwono meliputi aspek kecenderungan menyerang fisik, kecenderungan menyerang suatu objek, kecenderungan
menyerang
secara
verbal
atau
simbolis,
kecenderungan
pelanggaran terhadap hak milik atau menyerang daerah orang lain dan kecenderungan instrumental aggression. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka semakin tinggi tingkat kecenderungan perilaku agresinya. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden maka semakin rendah pula tingkat kecenderungan perilaku agresinya. 2. Koping stres Koping stres adalah upaya atau cara yang dilakukan individu untuk mengatasi berbagai situasi atau permasalahan yang dapat menimbulkan tekanan ataupun memicu timbulnya stress dengan tujuan untuk menyelesaikan sumber stress atau tekanan tersebut. Koping stres diukur dengan menggunakan Skala Koping stres yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan pada bentuk-bentuk koping stres yang dikemukakan oleh Lazarus & Folkman (1984) dan Aldwin & Yancura (dalam Komar, 2011). Aspek-aspek tersebut yaitu, problem focused coping, emotional commit user making. focused coping, social support coping dantomeaning
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka semakin tinggi tingkat koping stresnya. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden maka semakin rendah pula tingkat koping stresnya. 3. Persepsi pola asuh otoriter Persepsi pola asuh otoriter dalam penelitian ini adalah cara pandang remaja terhadap gaya pengasuhan orang tua yang membatasi, menekan, keras dan menuntut anak untuk selalu mematuhi perintah orang tua, menghormati orang tua tanpa memberikan keleluasaan pada anak untuk bertindak dan mengambil keputusan sendiri. Persepsi pola asuh otoriter diukur dengan menggunakan Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter berdasarkan pada aspek-aspek pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh Kohn (1971). Aspek-aspek pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh Kohn terdiri dari pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan dan pandangan terhadap remaja. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden memberikan indikasi bahwa responden mempersepsi pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden maka memberikan indikasi bahwa responden mempersepsi pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang rendah. 4. Konformitas teman sebaya Konformitas teman sebaya dalam penelitian ini adalah tindakan individu yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan teman sebayanya baik yang positif commit to user maupun negatif dengan tujuan agar individu dapat diterima oleh teman sebayanya.
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konformitas
teman
sebaya
diukur
dengan
menggunakan
Skala
Konformitas Teman Sebaya yang dimodifikasi oleh peneliti berdasarkan pada aspek-aspek konformitas teman sebaya yang dikemukakan oleh Sears, dkk (1999) serta Turner (dalam Pratiwi, dkk, 2010). Aspek-aspek konformitas teman sebaya tersebut terdiri dari aspek kekompakan, kesepakatan, ketaatan, normatif & informatif. Konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi untuk mengetahui pengaruhnya terhadap variabel lain. Konformitas teman sebaya dapat memperlemah atau memperkuat hubungan dengan variabel yang lain. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden maka semakin tinggi tingkat konformitas teman sebayanya. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden maka semakin rendah pula tingkat konformitas teman sebayanya. C. Populasi, Sampel, dan Sampling 1. Populasi Populasi merupakan seluruh penduduk yang dimaksudkan untuk diselidiki. Populasi dibatasi sebagai sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama (Hadi, 2004). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali yaitu sebanyak 8 kelas.
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sampel Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai sampel karena seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali mewakili karakteristik dalam penelitian ini. Oleh karena itu, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sama dengan jumlah populasi yaitu seluruh siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali berjumlah 8 kelas dengan 2 kelas sebagai try out dan 6 kelas untuk penelitian. D. Metode Pengumpulan Data 1. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi data primer dan data sekunder. a. Data primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden penelitian dan merupakan data utama dalam penelitian. Dalam penelitian ini, data primer meliputi : skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter, skala kecenderungan perilaku agresi dan skala konformitas teman sebaya. b. Data sekunder Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari tempat penelitian dilakukan yaitu SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Data diperoleh commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan cara observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, data sekunder berupa dokumentasi/ arsip tentang profil, jumlah siswa dan sarana prasarana sekolah. Data sekunder ini tidak diikutsertakan dalam analisis. 2. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data berupa empat jenis skala sikap, yaitu Skala Kecenderungan Perilaku Agresi, Skala Koping Stres, Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter dan Skala Konformitas Teman Sebaya. Skala yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bentuk skala likert yang dimodifikasi. Skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter, dan skala konformitas teman sebaya memiliki ciri-ciri empat alternatif jawaban yang dipisahkan menjadi pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable, dengan cara penilaian menggunakan empat kategori jawaban yaitu favorable skornya 4 untuk sangat sesuai (SS), 3 untuk sesuai (S), 2 untuk tidak sesuai (TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan skor unfavorable adalah 1 untuk sangat sesuai (SS), 2 untuk sesuai (S), 3 untuk Tidak sesuai (TS), dan 4 untuk sangat tidak sesuai (STS). Skala dengan empat alternatif jawaban lebih dipilih agar responden hanya memberikan jawaban yang diyakini oleh responden karena apabila ada lima alternatif, responden cenderung memilih alternatif yang ada di tengah, yang dirasa aman dan hampir tidak berpikir (Arikunto, 2006).
commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Skala Kecenderungan Perilaku Agresi Skala Kecenderungan Perilaku Agresi diukur oleh peneliti berdasarkan pada aspek-aspek kecenderungan perilaku agresi yang dikemukakan oleh Medinus dan Johnson serta Sarwono. Skala kecenderungan perilaku agresi terdiri dari 55 item favorable dan unfavorable. Blue Print skala kecenderungan perilaku agresi sebagai berikut : Tabel 1 Blue Print Skala Kecenderungan Perilaku Agresi No 1.
2.
3.
4
5.
Aspek
Indikator
Kecenderungan menyerang secara fisik
a. Keinginan untuk Memukul b. Keinginan untuk berkelahi Kecenderungan a. Keinginan untuk menyerang suatu menghancurkan objek barang pribadi b. Keinginan untuk melukai binatang Kecenderungan a. Keinginan untuk menyerang secara memarahi atau verbal atau menghina orang lain simbolis b. Keinginan untuk berbicara kotor pada orang lain c. Keinginan untuk memburuk-burukkan orang lain Kecenderungan a. Keinginan untuk pelanggaran merusak tempat/ terhadap hak milik fasilitas umum atau menyerang b. Keinginan untuk daerah orang lain. mengambil hak orang lain Kecenderungan a. Mau melukai orang agresi yang menjadi musuh instrumental orang lain b. Keinginan untuk melukai demi mencapai tujuan tertentu TOTAL
commit to user
Nomor item fav unfav 17, 35, 3, 32, 45
Jumlah item f % 5 9, 1
27, 40, 51 10, 26, 42
7, 43
5
9,1
30, 39
5
9,1
6, 18
16, 34, 47 19, 50
5
9,1
5
9,1
28, 49
2, 23, 53
5
9,1
9, 31, 48
15, 54
5
9,1
1, 20,
11, 25, 46
5
9,1
14, 41
12, 21, 37
5
9,1
5, 29
8, 24, 33
5
9,1
13, 36, 44
52, 55
5
9,1
28
55
100
4, 22, 38
27
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Skala Koping stres Skala Koping Stres yang dalam penelitian ini disusun oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk koping stres menurut Lazarus & Folkman dan Aldwin & Yancura. Skala koping stres terdiri dari 24 item favorable dan 24 item unfavorable. Blue Print skala koping stres sebagai berikut : Tabel 2 Blue Print Skala Koping Stres N o 1.
2.
3.
4.
Nomor item Aspek
Indikator
Problem focused coping (koping berfokus masalah)
a. Menghadapi masalah sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi. b. Bertindak secara langsung dalam menyelesaikan masalah dan menyusun rencana c. Usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian masalah dengan orang lain yang terlibat di dalamnya d. Usaha untuk mendapatkan informasi, nasihat dari seseorang a. Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya individu yang bersangkutan berada pada situasi yang menyenangkan. b. Usaha meringankan masalah dengan cara merenungkan serta bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. c. Menyalahkan diri sendiri dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. d. Mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianut. a. Meminta dukungan dari orang lain b. Usaha untuk meningkatkan rasa percaya diri
Emotion focused coping (koping berfokus emosi)
Social support coping (koping dukungan sosial) Meaning making (pemaknaan)
a. Melakukan sesuatu hal yang bermakna b. Upaya untuk menghadapi masalah dengan lebih baik TOTAL
commit to user
Fav 2, 16
unfav 25, 33
Jumlah item f % 4 8,3
4,13
21, 36
4
8,3
7,15
23, 39
4
8,3
6,14
22, 30
4
8,3
9, 12
17, 26
4
8,3
5, 29
34, 47
4
8,3
3, 11
24, 46
4
8,3
8, 20
35, 44
4
8,3
1,27
38, 45
4
8,3
18,28
37, 42
4
8,3
10,19
32, 43
4
8,3
31, 41
40, 48
4
8,3
24
24
48
100
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter diukur oleh peneliti berdasarkan pada aspek-aspek persepsi pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh Kohn. Skala persepsi pola asuh otoriter terdiri dari 20 item favorable dan 20 item unfavorable. Blue Print skala persepsi pola asuh otoriter sebagai berikut : Tabel 3 Blue Print Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Nomor item No 1.
2.
3.
4.
Aspek Pemberian disiplin
Komunikasi
Pemenuhan kebutuhan
Pandangan terhadap remaja
Indikator a. Anak menganggap hukuman orangtua mengekang dirinya b. Anak mengerti adanya pembatasan komunikasi verbal dari orangtua a. Menganggap orangtua melakukan komunikasi secara satu arah b. Keputusan dalam keluarga ditentukan oleh orangtua a. Pengertian bahwa orangtua menentukan segala kebutuhan anak b. Segala keinginan anak harus seijin orangtua a. Memahami remaja sebagai anak kecil b. Pemahaman bahwa remaja tidak berhak membuat keputusannya sendiri
Fav 2,10
Unfav 16, 25, 33
4,13, 21
27, 36
7,15
23, 32, 39
6,14, 22
30, 38
1, 9
5
12,5
5
12,5
5
12,5
12, 17, 26
5
12,5
5, 19, 29
34, 40
5
12,5
3, 11, 31
18, 24
5
12,5
8, 20
28, 35, 37
5
12,5
20
40
100
20
TOTAL
commit to user
Jumlah item f % 5 12,5
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Skala Konformitas Teman Sebaya Skala Konformitas Teman Sebaya diukur oleh peneliti berdasarkan pada aspek-aspek konformitas teman sebaya yang dikemukakan oleh Sears, dkk (1999) serta Turner (dalam Pratiwi, dkk, 2010). Skala Konformitas Teman Sebaya terdiri dari 40 item, yaitu 20 item favorable dan 20 item unfavorable. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya sebagai berikut :
Tabel 4 Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya Nomor item No 1.
2.
3
4.
Aspek
fav 30, 39 a. Berpartisipasi dalam kelompok 10, 23, 33, b. Mengutamakan kegiatan bersama kelompok a. Setuju dengan 9, 22, 32 Kesepakatan pendapat yang diberikan kelompok b. Berperilaku sesuai 18, 27 dengan identitas kelompok a. Berperilaku atas 25, 37 Ketaatan pengaruh kelompok 4, 21, 31 b. Berperilaku atas persetujuan kelompok Normatif& a. Berperilaku sesuai 8, 15, informasi dari informatif kelompok b. Meniru perilaku 1, 13, 20 teman kelompok TOTAL 20 commit to user Kekompakan
unfav 7, 16, 26
Jumlah item F % 5 10
28, 40
5
10
14, 35
5
10
3, 12, 38
5
10
6, 24, 36
5
10
5, 19
5
10
2, 17, 29
5
10
11, 34
5
10
40
100
Indikator
20
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
E. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu instrument pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut (Azwar, 2005). Prosedur validitas skala melalui pengujian isi skala dengan menganalisis rasional atau lewat professional judgement yang dikenal dengan istilah validitas isi. Validitas isi dilakukan oleh dosen pembimbing. Setelah itu, konsistensi internal diukur dengan menggunakan korelasi product moment dari Pearson. Untuk pengecekan kelebihan bobot dengan menggunakan corrected item total correlations. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
(Hadi, 2004)
Keterangan: X
= jumlah skor item
Y
= jumlah skor total = koefisien korelasi antara X dan Y = standard deviasi dari X commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
= standard deviasi dari Y N
= jumlah responden Alasan menggunakan korelasi product moment karena skala yang
digunakan dalam penelitian ini itemnya diberi skor pada level interval. Koefisien validitas dapat dianggap memuaskan apabila melebihi 0,30 (Azwar, 2005). Dengan demikian, semua pernyataan yang memiliki korelasi dengan skor skala kurang dari 0,30 dapat disisihkan dan pernyataan-pernyataan yang akan diikutkan dalam skala sikap diambil dari aitem-aitem yang memiliki korelasi 0,30 keatas dengan pengertian semakin tinggi koefisien korelasi itu mendekati angka 1,00 maka semakin baik pula konsistensinya. Berdasarkan hasil uji validitas dari 55 aitem pada skala kecenderungan perilaku agresi didapatkan bahwa terdapat 46 aitem yang valid dan 9 aitem gugur yang mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,317 sampai dengan 0,605 dengan p < 0,05. Berdasarkan hasil uji validitas dari 48 aitem pada skala koping stres didapatkan bahwa terdapat 40 aitem yang valid dan 8 aitem gugur yang mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,310 sampai dengan 0,574 dengan p < 0,05. Berdasarkan hasil uji validitas dari 40 aitem pada skala persepsi pola asuh otoriter didapatkan bahwa terdapat 34 aitem yang valid dan 6 aitem gugur yang mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,315 sampai dengan 0,591 dengan p < 0,05. Berdasarkan hasil uji validitas dari 40 aitem pada skala konformitas teman sebaya didapatkan bahwa terdapat 33 aitem yang valid dan 7 aitem gugur yang mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,380 sampai dengan 0,617 dengan p
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya ini dianggap cukup valid sebagai alat ukur penelitian. 2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hal ini ditunjukkan oleh taraf keajegan (konsistensi) skor yang diperoleh oleh para responden yang diukur dengan alat yang sama, atau diukur dengan alat yang setara pada kondisi yang berbeda (Suryabrata, 2005). Reliabilitas diukur dengan reliabilitas Alpha Cronbach. Rumusan koefisien Alpha adalah: (Azwar, 2005)
Keterangan: = koefisien Alpha = banyaknya belahan = varians belahan j; j= 1, 2, …..k = varians skor Pertimbangan memilih teknik tersebut karena data untuk menghitung koefisien reliabilitas alpha diperoleh lewat penyajian satu bentuk skala yang dikenakan
hanya
sekali
saja
pada
sekelompok
responden
(single-trial
administration), sehingga problem yang mungkin timbul pada pendekatan reliabilitas terulang dapat dihindari (Azwar, 2003). Oleh karena itu, hasil uji coba commit to user dibelah menjadi 2 bagian, sehingga setiap belahan diusahakan berisi item yang
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sama. Reliabilitas suatu alat dapat dilihat dari hasil output SPSS dengan menggunakan uji statistik Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas skala kecenderungan perilaku agresi ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,907 sedangkan hasil uji reliabilitas pada skala koping stres ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,891. Hasil uji reliabilitas skala persepsi pola asuh otoriter ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,913 sedangkan hasil uji reliabilitas pada skala konformitas teman sebaya ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,909.
F. Teknik Analisis Data Analisis statistik yang digunakan untuk menganalisis data hasil penelitian adalah analisis regresi linear berganda. Analisis regresi linear berganda digunakan karena penelitian menggunakan satu variabel tergantung dan lebih dari satu variabel bebas. Model regresi linear berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik (Priyatno, 2008), yaitu: 1. Uji asumsi dasar a. Uji normalitas, digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Normal atau tidaknya suatu data berdasarkan patokan distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi uji normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki dengan data berdistribusi normal commitdeviasi to user yang sama dengan data kita. Data yang memiliki mean dan standar
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mempunyai distribusi normal berarti mempunyai sebaran yang normal pula, yang berarti data dianggap dapat mewakili populasi. b. Uji linearitas, bertujuan untuk mengetahui apakah variabel tergantung dan variabel bebas mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. 2. Uji asumsi klasik a. Uji autokorelasi, digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu korelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. b. Uji multikolinearitas, digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas, yaitu adanya hubungan linear antar variabel bebas dalam model regresi. c. Uji heteroskedastisitas, digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan
asumsi
klasik
heteroskedastisitas,
yaitu
adanya
ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Apabila asumsi dasar telah terpenuhi dan terbebas dari asumsi klasik tersebut di atas, maka dalam penelitian ini dapat menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis dalam penelitian ini dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dimoderasi dan sesudah dimoderasi. Setelah itu, hasilnya dibandingkan untuk mengetahui commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bagaimana hubungan variabel moderasi dengan variabel yang lain. Variabel moderasi dapat memperkuat hubungan atau memperlemah hubungan. Berikut penjelasannya : 1. Sebelum dimoderasi a. Analisis regresi linear berganda Rumus :
(Sugiyono, 2009) Keterangan: Y
= variabel tergantung yang diprediksikan
X
= variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu
a
= konstanta (harga Y apabila X= 0)
b
= angka arah atau koefisien regresi
b. Uji F (simultan) Digunakan untuk mengetahui hubungan antara koping stres (X1) dan persepsi pola asuh otoriter (X2) dengan kecenderungan perilaku agresi (Y) c. Uji koefisien determinasi (R2) Digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel bebas secara serentak terhadap variabel tergantung. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel bebas yang digunakan mampu menjelaskan variasi variabel tergantung. (Priyatno, 2008) commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sesudah dimoderasi a. Analisis regresi linear berganda Rumus : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3M + b4X1M + b5X2M Keterangan : Y = kecenderungan perilaku agresi
X1 = koping stres
X2 = persepsi pola asuh otoriter
b1,b2,,b3,b4,b5=koefisien regresi
a = konstansa
M = konformitas teman sebaya
b. Uji F (simultan) Digunakan untuk mengetahui hubungan antara koping stres (X1) dan persepsi pola asuh otoriter (X2) dengan kecenderungan perilaku agresi (Y) yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya (M). (Priyatno, 2008) Hubungan variabel moderasi dapat dilihat dengan membandingkan hasil uji F sebelum dimoderasi dengan hasil uji F sesudah dimoderasi. Apabila hasil uji F sesudah dimoderasi lebih tinggi, maka dapat disimpulkan bahwa variabel moderasi memperkuat hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung. Namun, apabila hasil uji F sesudah dimoderasi lebih rendah, maka dapat disimpulkan bahwa variabel moderasi memperlemah hubungan variabel bebas dengan variabel tergantung. Untuk mempermudah proses analisis data, penulis menggunakan SPSS versi 16.0.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali yang beralamat di Jalan Lembayung No.4 Boyolali, Boyolali. Sebelum melaksanakan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan survei untuk mengetahui informasi yang berkaitan dengan responden penelitian. a. Sejarah SMK Muhammadiyah 4 Boyolali SMK Muhammadiyah 4 Boyolali adalah salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di kota Boyolali yang didirikan oleh lembaga Muhammadiyah yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kabupaten Boyolali pada tahun 1997. Pada saat didirikan masih menggunakan gedung eks SMP Muhammadiyah 1 Boyolali,yang berlokasi dijalan lembayung No.4 Boyolali. Seiring
dengan
berkembangnya
waktu
pembangunan
dan
pengembangan gedung dari tahun ketahun semakin meningkat dari semula yang hanya satu lantai sekarang sudah menjadi dua lantai dan saat ini sedang dikerjakan pembangunan gedung lantai tiga yang representative. SMK Muhammadiyah 4 Boyolali adalah Sekolah Kejuruan rumpun Teknologi dan Industri (TI) yang memiliki kompetensi keahlian diantaranya Teknik Kendaran commit to user
75
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ringan, Teknik Sepeda Motor, Teknik Pemeliharaan Mekanik Industri, Rekayasa Perangkat Lunak/RPL yang pada waktu pendirian mempunyai ijin operasi/status terdaftar No : 0952 / 103 / 97. Pada akreditasi tahun 2006 mengalami perubahan dari status terdaftar menjadi diakui Kanwil Depdiknas provinsi Jawa Tengah dengan SK nomor 0536/103.02/RP/2000 tanggal 21 Desember 2006 dan pada tanggal 21 November 2007 status tersebut berubah menjadi terakreditasi A dan B. b. Visi dan Misi SMK Muhammadiyah 4 Boyolali 1) Visi Disiplin, Islami serta Produktif untuk menghasilkan tamatan profesional sehingga mampu bersaing di era globalisasi. 2) Misi a) Menyiapkan tamatan yang berkepribadian muslim yang unggul dan mampu mengendalikan diri. b) Menghasilkan tenaga terampil dibidang otomotif dan industri yang mampu bersaing pada dunia kerja. c) Menyiapkan tamatan yang mampu berwirausaha. d) Menyiapkan SMK Muhammadiyah 4 Boyolali menjadi sekolah mandiri. Berdasarkan hasil survei, penulis memutuskan untuk melakukan penelitian di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali dengan pertimbangan sebagai berikut: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
a. Berdasarkan survei awal melalui hasil wawancara dengan kepala sekolah SMK Muhammadiyah 4 Boyolali didapat informasi bahwa sering terjadi perilaku penyimpangan seperti tawuran pelajar dan perusakan fasilitasfasilitas umum yang dilakukan oleh siswanya, namun karena tidak semua siswa melakukan perilaku agresi tersebut maka penelitian ini mengambil ranah konatif yaitu kecenderungan perilaku agresi. b. Penelitian mengenai “Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya” belum pernah dilaksanakan di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. c. Diperolehnya ijin untuk melaksanakan penelitian di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. 2. Persiapan Penelitian Melakukan persiapan penelitian perlu dilakukan agar proses penelitian dapat berjalan lancar dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan antara lain perijinan dan penyusunan alat ukur yang digunakan dalam penelitian. a. Persiapan Administrasi Persiapan administrasi penelitian meliputi segala urusan perijinan yang diajukan pada pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penelitian. Permohonan ijin tersebut meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1) Penulis meminta surat pengantar dari Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang ditujukan kepada commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepala
SMK
Muhammadiyah
4
Boyolali
dengan
nomor
1036/UN27.06.7.1/TU/2012 tertanggal 19 Maret 2012 agar dapat melakukan penelitian di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. 2) Mengajukan surat ijin penelitian kepada Kepala SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. 3) Setelah mendapatkan ijin dari pihak SMK Muhammadiyah 4 Boyolali, penulis baru dapat melaksanakan penelitian sesuai jadwal yang telah ditentukan. b. Persiapan Alat Ukur Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. 1) Skala Kecenderungan Perilaku Agresi Skala
kecenderungan
perilaku
agresi
digunakan
untuk
mengungkap sejauh mana tingkat kecenderungan perilaku agresi yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini. Skala kecenderungan perilaku agresi yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek kecenderungan perilaku agresi yang dinyatakan oleh Medinus dan Johnson (dalam Dayakisni, 2003) dan Sarwono (2009) yang terdiri dari kecenderungan menyerang fisik, kecenderungan menyerang suatu objek, kecenderungan menyerang secara verbal atau simbolis,
kecenderungan
pelanggaran
commit to user
terhadap
hak
milik
atau
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyerang daerah orang lain dan kecenderungan instrumental aggression. Skala kecenderungan perilaku agresi terdiri dari 55 item favorable dan unfavorable. Distribusi aitem skala agresivitas sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi Sebelum Uji Coba No 1.
2.
3.
4
5.
Aspek
Indikator
Kecenderungan menyerang secara fisik
c. Keinginan untuk Memukul d. Keinginan untuk berkelahi Kecenderungan c. Keinginan untuk menyerang suatu menghancurkan objek barang pribadi d. Keinginan untuk melukai binatang Kecenderungan d. Keinginan untuk menyerang secara memarahi atau verbal atau menghina orang lain simbolis e. Keinginan untuk berbicara kotor pada orang lain f. Keinginan untuk memburuk-burukkan orang lain Kecenderungan c. Keinginan untuk pelanggaran merusak tempat/ terhadap hak milik fasilitas umum atau menyerang d. Keinginan untuk daerah orang lain. mengambil hak orang lain Kecenderungan c. Mau melukai orang agresi yang menjadi musuh instrumental orang lain d. Keinginan untuk melukai demi mencapai tujuan tertentu TOTAL
commit to user
Nomor item fav unfav 17, 35, 3, 32, 45
Jumlah item f % 5 9, 1
27, 40, 51 10, 26, 42
7, 43
5
9,1
30, 39
5
9,1
6, 18
16, 34, 47 19, 50
5
9,1
5
9,1
28, 49
2, 23, 53
5
9,1
9, 31, 48
15, 54
5
9,1
1, 20,
11, 25, 46
5
9,1
14, 41
12, 21, 37
5
9,1
5, 29
8, 24, 33
5
9,1
13, 36, 44
52, 55
5
9,1
28
55
100
4, 22, 38
27
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Skala Koping Stres Skala koping stres digunakan untuk mengungkap sejauh mana tingkat koping stres yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini. Skala koping stres yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek koping stres yang dinyatakan oleh Lazarus & Folkman (1984) dan Aldwin & Yancura (dalam Komar, 2011) yang terdiri dari problem focused coping, emotional focused coping, social support coping dan meaning making. Skala koping stres terdiri dari 24 item favorable dan 24 item unfavorable. Distribusi aitem skala koping stres sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 6.
commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 6 Distribusi Aitem Skala Koping Stres Sebelum Uji Coba
N o 1.
2.
3.
4.
Nomor item Aspek
Indikator
Problem focused coping (koping berfokus masalah)
e. Menghadapi masalah sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi. f. Bertindak secara langsung dalam menyelesaikan masalah dan menyusun rencana g. Usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian masalah dengan orang lain yang terlibat di dalamnya h. Usaha untuk mendapatkan informasi, nasihat dari seseorang e. Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya individu yang bersangkutan berada pada situasi yang menyenangkan. f. Usaha meringankan masalah dengan cara merenungkan serta bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. g. Menyalahkan diri sendiri dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. h. Mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianut. c. Meminta dukungan dari orang lain d. Usaha untuk meningkatkan rasa percaya diri
Emotion focused coping (koping berfokus emosi)
Social support coping (koping dukungan sosial) Meaning making (pemaknaan)
c. Melakukan sesuatu hal yang bermakna d. Upaya untuk menghadapi masalah dengan lebih baik TOTAL
Fav 2, 16
unfav 25, 33
Jumlah item f % 4 8,3
4,13
21, 36
4
8,3
7,15
23, 39
4
8,3
6,14
22, 30
4
8,3
9, 12
17, 26
4
8,3
5, 29
34, 47
4
8,3
3, 11
24, 46
4
8,3
8, 20
35, 44
4
8,3
1,27
38, 45
4
8,3
18,28
37, 42
4
8,3
10,19
32, 43
4
8,3
31, 41
40, 48
4
8,3
24
24
48
100
3) Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Skala persepsi pola asuh otoriter digunakan untuk mengungkap sejauh mana respondencommit mempersepsi to user tingkat otoriter dalam pola asuh
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
orangtuanya. Skala persepsi pola asuh otoriter yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek persepsi pola asuh otoriter yang dinyatakan oleh Kohn (1971) yang terdiri dari pemberian disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan dan pandangan terhadap remaja. Skala persepsi pola asuh otoriter terdiri dari 20 item favorable dan 20 item unfavorable. Distribusi aitem skala persepsi pola asuh otoriter sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7 Distribusi Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Sebelum Uji Coba Nomor item Jumlah item No Aspek Indikator Fav Unfav f % 1. Pemberian c. Anak menganggap 2,10 16, 25, 33 5 12,5 disiplin hukuman orangtua mengekang dirinya 5 12,5 d. Anak mengerti adanya 4,13, 21 27, 36 pembatasan komunikasi verbal dari orangtua c. Menganggap orangtua 7,15 23, 32, 39 5 12,5 2. Komunikasi melakukan komunikasi secara satu arah 5 12,5 d. Keputusan dalam 6,14, 22 30, 38 keluarga ditentukan oleh orangtua c. Pengertian bahwa 1, 9 12, 17, 26 5 12,5 3. Pemenuhan kebutuhan orangtua menentukan segala kebutuhan anak d. Segala keinginan anak 5, 19, 29 34, 40 5 12,5 harus seijin orangtua c. Memahami remaja 3, 11, 31 18, 24 5 12,5 4. Pandangan terhadap sebagai anak kecil remaja d. Pemahaman bahwa 28, 35, 37 5 8, 20 12,5 remaja tidak berhak membuat keputusannya sendiri commit to user 20 20 40 100 TOTAL
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Skala Konformitas Teman Sebaya Skala konformitas teman sebaya digunakan untuk mengungkap sejauh mana tingkat konformitas teman sebaya yang dimiliki oleh responden dalam penelitian ini Skala konformitas teman sebaya yang digunakan dalam penelitian ini disusun oleh penulis berdasarkan aspekaspek konformitas teman sebaya yang dinyatakan oleh Sears, dkk (1999) serta Turner (dalam Pratiwi, dkk, 2010) yang terdiri dari aspek kekompakan, kesepakatan, ketaatan, normatif dan informatif. Skala konformitas teman sebaya terdiri dari 20 item favorable dan 20 item unfavorable. Distribusi aitem skala konformitas teman sebaya sebelum uji coba dapat dilihat pada tabel 8. Tabel 8 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Uji Coba No 1.
2.
Aspek Kekompakan
Kesepakatan
3
Ketaatan
4.
Normatif& informatif
Indikator c. Berpartisipasi dalam kelompok d. Mengutamakan kegiatan bersama kelompok c. Setuju dengan pendapat yang diberikan kelompok d. Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok c. Berperilaku atas pengaruh kelompok d. Berperilaku atas persetujuan kelompok c.
Berperilaku sesuai informasi dari kelompok d. Meniru perilaku teman kelompok TOTAL
fav 30, 39
Nomor item unfav 7, 16, 26
Jumlah item F % 5 10
10, 23, 33,
28, 40
5
10
9, 22, 32
14, 35
5
10
18, 27
3, 12, 38
5
10
25, 37
6, 24, 36
5
10
4, 21, 31
5, 19
5
10
8, 15,
2, 17, 29
5
10
1, 13, 20
11, 34
5
10
commit to user
20
20
40
100
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pelaksanaan Uji Coba Uji coba penelitian dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 26 Maret 2012 terhadap siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Penulis mengambil dua kelas untuk uji coba penelitian dengan jumlah total 65 siswa. Responden yang digunakan untuk uji coba penelitian adalah siswa kelas XI TOSM I sebanyak 32 siswa dan siswa kelas XI TPMI sebanyak 33 siswa. Penulis membagikan 65 eksemplar skala uji coba kepada responden, dan dari 65 eksemplar yang dibagikan semuanya dapat terkumpul dan memenuhi syarat untuk dilakukan skoring kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. 4. Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Setelah melaksanakan uji coba skala, data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas aitem skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson, kemudian untuk melihat kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai corrected
item
total
correlation,
sedangkan
perhitungan
reliabilitas
menggunakan Alpha Cronbrach. Guna mempermudah perhitungan validitas dan reliabilitas skala, maka penulis menggunakan program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 untuk menentukan aitem yang sahih dan gugur. Hasil uji validitas aitem dan reliabilitas tiap-tiap skala tersebut adalah sebagai berikut: commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Skala Kecenderungan Perilaku Agresi Hasil uji validitas skala kecenderungan perilaku agresi dapat diketahui bahwa dari 55 aitem yang diujicobakan, terdapat 9 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 10, 13, 16, 21, 22, 24, 25, 27 dan 41; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 46 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 ,8, 9, 11, 12, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 23, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54 dan 55. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,317 sampai dengan 0,605 dengan p < 0,05. Sedangkan reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,907. Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Dengan demikian, skala kecenderungan perilaku agresi ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Distribusi aitem skala kecenderungan perilaku agresi yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 9 di bawah ini:
commit to user
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 9 Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi yang Valid dan Gugur Aspek
Indikator
Kecenderungan menyerang secara fisik
a. Keinginan untuk Memukul b. Keinginan untuk berkelahi Kecenderungan a. Keinginan untuk menyerang suatu menghancurkan objek barang pribadi b. Keinginan untuk melukai binatang Kecenderungan a. Keinginan untuk menyerang secara memarahi atau verbal atau menghina orang lain simbolis b. Keinginan untuk berbicara kotor pada orang lain c. Keinginan untuk memburuk-burukkan orang lain Kecenderungan a. Keinginan untuk pelanggaran merusak tempat/ terhadap hak milik fasilitas umum atau menyerang b. Keinginan untuk daerah orang lain. mengambil hak orang lain Kecenderungan e. Mau melukai orang agresi yang menjadi musuh instrumental orang lain f. Keinginan untuk melukai demi mencapai tujuan tertentu TOTAL
No item favourable unfavourable Valid gugur valid gugur 17, 35, 3, 32, 45 40, 51 27 7, 43 -
Jumlah item valid gugur 5 0 4
1
26, 42
10
30, 39
-
4
1
6, 18
-
34, 47
16
4
1
4, 38
22
19, 50
-
4
1
28, 49
-
2, 23, 53
-
5
0
9, 31, 48
-
15, 54
-
5
0
1, 20,
-
11, 46
25
4
1
14
41
12, 37
21
3
2
5, 29
-
8, 33
24
4
1
36, 44
13
52, 55
-
4
1
46
9
2) Skala Koping Stres Hasil uji validitas skala koping stres dapat diketahui bahwa dari 48 aitem yang diujicobakan, terdapat 8 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu commit to user aitem nomor 11, 12, 16, 21, 26, 38, 42 dan 47; sedangkan jumlah aitem
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang valid sebanyak 40 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 ,8, 9, 10, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46 dan 48. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,310 sampai dengan 0,574 dengan p < 0,05. Sedangkan reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,891. Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Dengan demikian, skala koping stres ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Distribusi aitem skala koping stres yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 10 di bawah ini:
commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 10 Distribusi Aitem Skala Koping Stres yang Valid dan Gugur Aspek Problem focused coping (koping berfokus masalah)
a.
b.
c.
d.
Emotion focused coping (koping berfokus emosi)
No item favourable unfavourable Valid gugur valid gugur
Indikator
a.
b.
c.
d.
Menghadapi masalah sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi. Bertindak secara langsung dalam menyelesaikan masalah dan menyusun rencana Usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian masalah dengan orang lain yang terlibat di dalamnya Usaha untuk mendapatkan informasi, nasihat dari seseorang Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya individu yang bersangkutan berada pada situasi yang menyenangkan. Usaha meringankan masalah dengan cara merenungkan serta bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Menyalahkan diri sendiri dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianut. Meminta dukungan dari orang lain Usaha untuk meningkatkan rasa percaya diri
Social support coping (koping dukungan sosial)
a.
Meaning making (pemaknaan)
a. Melakukan sesuatu hal yang bermakna b. Upaya untuk menghadapi masalah dengan lebih baik
b.
2
16
Jumlah item valid gugur
25, 33
0
3
1
4,13
-
36
21
3
1
7,15
-
23, 39
-
4
0
6,14
-
22, 30
-
4
0
12
17
26
2
2
-
34
47
3
1
11
24, 46
-
3
1
8, 20
-
35, 44
-
4
0
1,27
-
45
38
3
1
18,28
-
37
42
3
1
10,19
-
32, 43
-
4
1
31, 41
-
40, 48
-
4
0
40
8
9
5, 29
3
TOTAL
commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter Hasil uji validitas skala persepsi pola asuh otoriter dapat diketahui bahwa dari 40 aitem yang diujicobakan, terdapat 6 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 16, 23, 28, 33, 34 dan 36; sedangkan jumlah aitem yang valid sebanyak 34 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 ,8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, 32, 35, 37, 38, 39 dan 40. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,315 sampai dengan 0,591 dengan p < 0,05. Sedangkan reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,913. Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Dengan demikian, skala persepsi pola asuh otoriter ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Distribusi aitem skala persepsi pola asuh otoriter yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 11 di bawah ini:
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 11 Distribusi Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter yang Valid dan Gugur Aspek
Indikator
Pemberian disiplin
Komunikasi
Pemenuhan kebutuhan
Pandangan terhadap remaja
a. Anak menganggap hukuman orangtua mengekang dirinya b. Anak mengerti adanya pembatasan komunikasi verbal dari orangtua a. Menganggap orangtua melakukan komunikasi secara satu arah b. Keputusan dalam keluarga ditentukan oleh orangtua a. Pengertian bahwa orangtua menentukan segala kebutuhan anak b. Segala keinginan anak harus seijin orangtua a. Memahami remaja sebagai anak kecil b. Pemahaman bahwa remaja tidak berhak membuat keputusannya sendiri
No item favourable unfavourable valid gugur valid gugur
Jumlah item valid gugur
2,10
-
25
16, 33
3
2
4,13, 21
-
27
36
4
1
7,15
-
32, 39
23
4
1
6,14, 22
-
30, 38
-
5
0
1, 9
-
12, 17, 26
-
5
0
5, 19, 29
-
40
34
4
1
3, 11, 31 8, 20
-
18, 24
-
5
0
-
35, 37
4
1
34
6
TOTAL
28
4) Skala Konformitas Teman Sebaya Hasil uji validitas skala konformitas teman sebaya dapat diketahui bahwa dari 40 aitem yang diujicobakan, terdapat 7 aitem yang dinyatakan gugur, yaitu aitem nomor 2, 5, 6, 7, 16, 21 dan 29; sedangkan jumlah aitem commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang valid sebanyak 33 aitem. Aitem-aitem yang valid, yaitu aitem nomor 1, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan 40. Aitem yang valid mempunyai koefisien validitas (rht) bergerak dari 0,380 sampai dengan 0,617 dengan p < 0,05. Sedangkan reliabilitas skala yang ditunjukkan dengan koefisien Alpha sebesar 0,909. Hasil uji validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C. Dengan demikian, skala konformitas teman sebaya ini dianggap cukup andal sebagai alat ukur penelitian. Distribusi aitem skala konformitas teman sebaya yang valid dan gugur dapat dilihat pada tabel 12 di bawah ini: Tabel 12 Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang Valid dan Gugur Aspek Kekompakan
Kesepakatan
Ketaatan
Normatif& informatif
Indikator a. Berpartisipasi dalam kelompok b. Mengutamakan kegiatan bersama kelompok a. Setuju dengan pendapat yang diberikan kelompok b. Berperilaku sesuai dengan identitas kelompok
No item favourable unfavourable Valid gugur valid gugur 30, 39 26 7, 16
Jumlah item valid gugur 3 2
10, 23, 33,
-
28, 40
-
5
0
9, 22, 32
-
14, 35
-
5
0
18, 27
-
3, 12, 38
-
a. Berperilaku atas 25, 37 pengaruh kelompok b. Berperilaku atas persetujuan 4, 31 21 kelompok a. Berperilaku sesuai 8, 15, informasi dari kelompok b. Meniru perilaku 1, 13, teman kelompokcommit 20to user TOTAL
0 5
24, 36
6
4
1
5
3
2
2, 29
3
2
-
5
0
33
7
19
17
11, 34
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas pada skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kembali skala-skala tersebut sebagai alat ukur. Aitem yang gugur tidak diikutsertakan dan aitem yang valid disusun dengan urutan yang baru untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Susunan aitem setelah uji coba pada skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 13 Distribusi Penyusunan Aitem Skala Kecenderungan Perilaku Agresi untuk Penelitian No 1.
2.
3.
4
5.
Aspek Kecenderungan menyerang secara fisik Kecenderungan menyerang suatu objek
Indikator a. Keinginan untuk Memukul b. Keinginan untuk berkelahi
a. Keinginan untuk menghancurkan barang pribadi b. Keinginan untuk melukai binatang Kecenderungan a. Keinginan untuk memarahi atau menyerang secara menghina orang lain verbal atau b. Keinginan untuk berbicara kotor simbolis pada orang lain c. Keinginan untuk memburukburukkan orang lain Kecenderungan a. Keinginan untuk merusak pelanggaran tempat/ fasilitas umum terhadap hak milik b. Keinginan untuk mengambil atau menyerang hak orang lain daerah orang lain. Kecenderungan a. Mau melukai orang yang agresi instrumental menjadi musuh orang lain b. Keinginan untuk melukai demi mencapai tujuan tertentu TOTAL
commit to user
Nomor item fav unfav 17, 35, 3, 32, 45 40(10), 51(40) 7, 43 26, 42 30, 39 6, 18 4, 38 28(13), 49(28) 9,31(22), 48(31) 1, 20,
34(16), 47(34) 19, 50(25) 2,23, 53(27) 15, 54(21)
9
19,6
8
17,4
14
30,4
7
15,2
8
17,4
46
100
11, 46
14
12, 37
5, 29
8, 33
36, 44
52(24), 55(41) 24
22
Jumlah item f %
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang sahih dan diberi nomor urut baru. Tabel 14 Distribusi Penyusunan Aitem Skala Koping Stres untuk Penelitian N o 1.
Nomor item Aspek Problem focused coping (koping berfokus masalah)
Indikator i. j.
k.
l. 2.
Emotion focused coping (koping berfokus emosi)
i.
j.
k.
l.
3.
4.
Social support coping (koping dukungan sosial) Meaning making (pemaknaan)
e. f.
Menghadapi masalah sebagai suatu tantangan yang harus dihadapi. Bertindak secara langsung dalam menyelesaikan masalah dan menyusun rencana Usaha untuk membicarakan serta mencari cara penyelesaian masalah dengan orang lain yang terlibat di dalamnya Usaha untuk mendapatkan informasi, nasihat dari seseorang Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau membayangkan seandainya individu yang bersangkutan berada pada situasi yang menyenangkan. Usaha meringankan masalah dengan cara merenungkan serta bertindak seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Menyalahkan diri sendiri dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Mencoba untuk menemukan jawaban masalah melalui kepercayaan yang dianut. Meminta dukungan dari orang lain Usaha untuk meningkatkan rasa percaya diri
e. Melakukan sesuatu hal yang bermakna f. Upaya untuk menghadapi masalah dengan lebih baik TOTAL
commit to user
Fav 2
unfav 25, 33
4,13
36
7,15
23, 39
6,14
22, 30
9
17
5, 29
34
Jumlah item f %
14
12 3
24, 46(38)
8, 20
35(16), 44(35)
1,27
45(21)
18,28
37
10,19 31(11), 41(31)
32(26), 43(32) 40(12), 48(40)
21
19
35
30
6
15
8
20
40
100
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang sahih dan diberi nomor urut baru.
Tabel 15 Distribusi Penyusunan Aitem Skala Persepsi Pola Asuh Otoriter untuk Penelitian Nomor item Jumlah item No Aspek Indikator Fav Unfav f % 1. Pemberian a. Anak menganggap 2,10 25 7 20,5 disiplin hukuman orangtua mengekang dirinya b. Anak mengerti adanya 4,13, 21 27 pembatasan komunikasi verbal dari orangtua a. Menganggap orangtua 7,15 32, 39(33) 9 2. Komunikasi 26,5 melakukan komunikasi secara satu arah b. Keputusan dalam 6,14, 22 30, 38(34) keluarga ditentukan oleh orangtua a. Pengertian bahwa 1, 9 12, 17, 26 9 3. Pemenuhan 26,5 kebutuhan orangtua menentukan segala kebutuhan anak b. Segala keinginan anak 5, 19, 29 40(28) harus seijin orangtua a. Memahami remaja 3, 11, 31 18, 24 9 4. Pandangan 26,5 terhadap sebagai anak kecil remaja b. Pemahaman bahwa 35(16), 8, 20 remaja tidak berhak 37(23) membuat keputusannya sendiri 20 14 34 100 TOTAL Keterangan: Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang sahih dan diberi nomor urut baru. commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 16 Distribusi Penyusunan Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya untuk Penelitian Nomor item Jumlah item No Aspek Indikator fav unfav F % 1. 30(2), 26 Kekompakan e. Berpartisipasi 39(30) dalam kelompok 28(5), 8 24,2 f. Mengutamakan 10, 23, 33 40(28) kegiatan bersama kelompok e. Setuju dengan 9, 22, 32 14, 35(21) 2. Kesepakatan pendapat yang diberikan kelompok 10 30,3 f. Berperilaku sesuai 18, 27 3, 12, dengan identitas 38(29) kelompok e. Berperilaku atas 25(6), 24(16), 3 Ketaatan pengaruh 37(25) 36(24) kelompok 7 21,2 f. Berperilaku atas persetujuan 4,31 19 kelompok Normatif& e. Berperilaku sesuai 8, 15 17 4. informasi dari informatif kelompok 8 24,2 f. Meniru perilaku 1, 13, 20 11(7), teman kelompok 34(11) TOTAL 19 14 33 100 Keterangan: Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang sahih dan diberi nomor urut baru.
commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pelaksanaan Penelitian
1. Penentuan Responden Penelitian Responden dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali sebanyak enam kelas, dengan rincian sebagai berikut: a. Siswa kelas XI RPL I
: 23 orang
b. Siswa kelas XI RPL II
: 26 orang
c. Siswa kelas XI TOKR I
: 24 orang
d. Siswa kelas XI TOKR II
: 23 orang
e. Siswa kelas XI TOSM II
: 28 orang
f. Siswa kelas XI TOSM III
: 28 orang
2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 April 2012. Pengumpulan data menggunakan empat skala yakni, skala kecenderungan perilaku agresi terdiri dari 46 aitem, skala koping stres terdiri dari 40 aitem, skala persepsi pola asuh otoriter terdiri dari 34 aitem dan skala konformitas teman sebaya terdiri dari 33 aitem. Pembagian dan pengisian skala dilakukan enam kali dengan menyesuaikan waktu jam mata pelajaran pada masing-masing kelas. Skala diberikan secara langsung oleh penulis kepada responden. Selama pengisian skala oleh responden, penulis mengamati di lokasi penelitian hingga responden selesai mengerjakan dan skala terkumpul kembali. Data penelitian yang diperoleh berjumlah 152 eksemplar. commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Pelaksanaan Skoring Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan skor pada hasil pengisian skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya untuk keperluan analisis data. Pemberian skor pada skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya dilakukan dengan menjumlahkan skor aitem yang didapat dari hasil pengisian skala. Skor untuk masing-masing aitem bergerak dari 1 - 4 dengan memperhatikan sifat aitem favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung). Skor dari aitem favourable adalah 4 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk pilihan jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan skor pada aitem unfavourable (tidak mendukung) adalah 1 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk pilihan jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), dan 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Total skor setiap skala yang diperoleh dari responden penelitian ini dipakai untuk analisis data.
C. Analisis Data Analisis data dilakukan setelah syarat uji asumsi terpenuhi. Syarat uji asumsi yang harus terpenuhi adalah uji asumsi dasar dan uji asumsi klasik. Penghitungan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan commit to user
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
komputer program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.00 for windows. 1. Uji Asumsi Dasar a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Data yang diuji adalah sebaran data skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik One Sample Kolmogorov-Smirnov. Adapun kriteria uji One Sample Kolmogorov-Smirnov yaitu jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka data terdistribusi normal dan jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal. Tabel. 17 Hasil Uji Normalitas Tests of Normality a
Koping stres Persepsi pola asuh otoriter Konformitas teman sebaya Kecenderungan perilaku agresi
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .055 152 .200*
Statistic .992
Shapiro-Wilk df 152
Sig. .508
.055
152
.200*
.991
152
.406
.069
152
.077
.985
152
.106
.052
152
.200*
.989
152
.306
*. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
Berdasarkan hasil di atas, dapat dilihat pada kolom KolmogorovSmirnov dan dapat diketahui bahwa nilai signifikansi variabel koping stres sebesar 0,200 (0,200 > 0,05) , variabel persepsi pola asuh otoriter diperoleh commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai signifikansi sebesar 0,200 (0,200 > 0,05), variabel konformitas teman sebaya diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,077 (0,077 > 0,05) serta variabel kecenderungan perilaku agresi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,200 (0,200 > 0,05). Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa variabel koping stres, variabel persepsi pola asuh otoriter, variabel konformitas teman sebaya dan variabel kecenderungan perilaku agresi memiliki sebaran yang normal dan sampel penelitian dapat mewakili populasi. b. Uji Linearitas Uji linearitas bertujuan untuk megetahui apakah dua variabel mempunyai hubungan yang linear atau tidak linear secara signifikan. Pengujian SPSS dengan menggunakan test for linearity dengan taraf signifikansi 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila nilai signifikansi (Linearity) kurang dari 0,05 (Priyatno, 2008). Tabel. 18 Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Koping Stres ANOVA Table
Kecenderungan perilaku agresi * Koping stres
Between Groups
Within Groups Total
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sum of Squares 6944.481 1434.831
df 35 1
Mean Square 198.414 1434.831
F 1.304 9.428
Sig. .149 .003
5509.650
34
162.049
1.065
.390
17654.335 24598.816
116 151
152.193
commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel. 19 Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Persepsi Pola Asuh Otoriter ANOVA Table
Kecenderungan perilaku agresi * Persepsi pola asuh otoriter
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 8574.384 958.064
df 37 1
Mean Square 231.740 958.064
F 1.649 6.816
Sig. .024 .010
7616.319
36
211.564
1.505
.054
16024.432 24598.816
114 151
140.565
Tabel. 20 Hasil Uji Linearitas antara Kecenderungan Perilaku Agresi dengan Konformitas Teman Sebaya ANOVA Table
Kecenderungan perilaku agresi * Konformitas teman sebaya
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 3967.713 1612.777
df 24 1
Mean Square 165.321 1612.777
F 1.018 9.928
Sig. .449 .002
2354.936
23
102.389
.630
.900
20631.103
127
162.450
24598.816
151
Uji linearitas hubungan antara kecenderungan perilaku agresi pada remaja dengan koping stres diperoleh nilai signifikansi pada kolom linearity sebesar 0,003 (0,003 < 0,05). Uji linearitas hubungan antara kecenderungan perilaku agresi pada remaja dengan persepsi pola asuh otoriter diperoleh nilai signifikansi pada kolom linearity sebesar 0,010 (0,010 < 0,05). Uji linearitas hubungan antara kecenderungan perilaku agresi pada remaja dengan konformitas teman sebaya diperoleh nilai signifikansi pada kolom linearity sebesar 0,002 (0,002 < 0,05). commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hubungan antara masingmasing variabel bebas dan moderasi dengan variabel tergantung bersifat linear.
2. Uji Asumsi Klasik a.
Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji ada tidaknya korelasi
antar variabel bebas (independen). Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Pada pembahasan ini uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai Variance inflation factor (VIF) pada model regresi. Apabila VIF tidak lebih dari 5 dan nilai tolerance tidak kurang dari 0,1, maka dapat dikatakan terbebas dari multikolinearitas (Priyatno, 2008). Tabel. 21 Hasil Uji Multikolinearitas a Coefficients
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta t 1 (Constant) -29.432 21.299 -1.382 Koping stres .372 .122 .232 3.054 Persepsi pola .297 .111 .203 2.680 asuh otoriter Konformitas .524 .170 .234 3.088 teman sebaya
Sig. .169 .003
Collinearity Statistics Tolerance VIF .992 1.008
.008
.998 1.002
.002
.993 1.007
a. Dependent Variable: Kecenderungan perilaku agresi
Hasil uji multikolinearitas memberikan hasil bahwa nilai VIF variabel koping stres sebesar 1,008 (1,008 < 5) dengan nilai tolerance sebesar 0,992 (0,992 > 0,1). Nilai VIF variabel persepsi pola asuh otoriter sebesar 1,002 commit to user (1,002 < 5) dengan nilai tolerance sebesar 0,998 (0,998 > 0,1). Nilai VIF
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variabel konformitas teman sebaya sebesar 1,007 (1,007 < 5) dengan nilai tolerance sebesar 0,993 (0,993 > 0,1). Dengan demikian, model regresi terbebas dari multikolinearitas. b.
Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji terjadinya perbedaan
variance residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain, atau gambaran hubungan antara nilai yang diprediksi dengan Studentized Delete Residual nilai tersebut. Model regresi yang baik adalah model regresi yang tidak terdapat heteroskedastisitas. Cara mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat pada pola gambar Scatterplott yang menyatakan bahwa model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, jika: 1) Titik-titik data menyebar di atas dan di bawah atau di sekitar angka nol. 2) Titik-titik tidak mengumpul hanya di atas atau di bawah saja. 3) Penyebaran titik-titik data tidak membentuk pola bergelombang melebar kemudian menyempit dan melebar kembali. 4) Penyebaran titik-titik data tidak berpola (Ghozali, 2009)
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Scatterplot Dependent Variable: Kecenderungan perilaku agresi 3
RegressionStudentizedResidual
2
1
0
-1
-2
-3 -4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Regression Standardized Predicted Value
Dari hasil analisis pola gambar scaterplott pada lampiran dapat dilihat bahwa pola gambar tersebut tidak menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas, sehingga model dalam penelitian ini terbebas dari heteroskedastisitas. c.
Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi
antara variabel pengganggu (et) pada periode tertentu dengan variabel pengganggu pada periode sebelumnya. Prasyarat yang harus terpenuhi adalah tidak adanya autokorelasi dalam model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya auto korelasi digunakan uji Durbin-Watson. Jika d terletak antara dU dan (4dU), maka tidak ada autokorelasi (Priyatno, 2008).
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel. 22 Hasil Uji Autokorelasi Model Summaryb Model 1
R .395a
R Square .156
Adjusted R Square .139
Std. Error of the Estimate 11.845
DurbinWatson 1.796
a. Predictors: (Constant), Konformitas teman sebaya, Persepsi pola asuh otoriter, Koping stres b. Dependent Variable: Kecenderungan perilaku agresi
Pengujian autokorelasi menghasilkan nilai DW sebesar 1,796. Untuk lebih jelasnya, dibawah ini disajikan gambar letak nilai DW dalam uji autokorelasi. Dari tabel Durbin-Watson untuk jumlah k =3, N = 152 dan α = 0,05 diperoleh nilai dL = 1,693 dan dU = 1,774, sehingga nilai DW terletak antara dU sampai dengan 4-dU. untuk lebih jelasnya dapat dibuat grafik uji Durbin-Watson sebagai berikut:
Menolak H0 Bukti Autokorelasi positif
Menolak H0* Bukti Autokorelasi negatif Daerah ragu-ragu
0
1,693
1,774
Menerima H0 atau H0* atau keduaduanya
2
Daerah ragu-ragu
2,226
2,307
4
Bagan 2 Distribusi uji Durbin-Watson
Dari hasil uji Durbin-Watson dapat disimpulkan bahwa tidak ada autokorelasi commit to user
dalam model regresi.
perpustakaan.uns.ac.id
105 digilib.uns.ac.id
3. Uji Hipotesis Setelah uji asumsi terpenuhi, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis penelitian menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda sebelum dan sesudah dimoderasi. Berikut dijelaskan hasil uji hipotesis sebelum dan sesudah dimoderasi. a. Sebelum dimoderasi 1. Uji Simultan F Pengujian hipotesis dengan F test bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama). Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen jika nilai p-value (pada kolom Sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, yaitu taraf signifikansi 0,05 atau nilai F hitung (pada kolom F) lebih besar dari nilai F tabel. Signifikan berarti hubungan yang terjadi
dapat berlaku
untuk populasi, atau dengan kata lain dapat
digeneralisasikan (Priyatno, 2008). Hasil F-test dari output
program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16 dapat dilihat pada tabel Anova. Nilai koefisien korelasi ganda (R) pada Model Summary digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel independen terhadap variabel dependen secara serentak. Koefisien ini menunjukkan seberapa besar commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai dengan 1. Apabila nilai R semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya apabila nilai R semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah (Priyatno, 2008). Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi ganda, adalah sebagai berikut: Tabel. 23 Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi Ganda (R) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Interval Nilai R 0,000 – 0,199 0,200 – 0,399 0,400 – 0,599 0,600 – 0,799 0,800 – 1,000
Interpretasi Sangat Rendah Rendah Sedang Kuat Sangat Kuat
Pada Model Summary juga ditunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Apabila nilai R2 sama dengan 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen, sebaliknya apabila nilai R2 sama dengan 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel dependen adalah sempurna.
commit to user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel. 24 Hasil Uji-F ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2495.351 22103.465 24598.816
df 2 149 151
Mean Square 1247.675 148.345
F 8.411
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Persepsi pola asuh otoriter, Koping stres b. Dependent Variable: Kecenderungan perilaku agresi
Tabel. 25 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Model Summary
Model 1
R .318 a
R Square .101
Adjusted R Square .089
Std. Error of the Estimate 12.180
a. Predictors: (Constant), Persepsi pola asuh otoriter, Koping stres
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, didapatkan nilai p-value (pada kolom Sig.) sebesar 0,000 sedangkan nilai F hitung sebesar 8,411
dari nilai taraf signifikansi 0,05 dari nilai F tabel sebesar 3,057.
Hal ini berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,318 menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang rendah antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Hasil penghitungan tersebut juga menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2). commit to user
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai ini digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R2 (R Square) sebesar 0,101 atau 10,1%, yang berarti bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen yakni koping stres dan persepsi pola asuh otoriter terhadap variabel dependen yakni kecenderungan perilaku agresi sebesar 10,1%. Sisanya sebesar 89,9% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini. b. Sesudah dimoderasi 1. Uji Simultan F Hasil uji F sesudah dimoderasi dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel. 26 Hasil Uji-F ANOVAb Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
3833.579
3
1277.860
Residual
20765.237
148
140.306
Total
24598.816
151
Sig. 9.108
a. Predictors: (Constant), Konformitas teman sebaya, Persepsi pola asuh otoriter, Koping stres b. Dependent Variable: Kecenderungan perilaku agresi
Tabel. 27 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Model Summary Std. Error of the Model 1
R
R Square .395a
Adjusted R Square
.156
Estimate
.139
a. Predictors: (Constant), Konformitas teman sebaya, Persepsi pola asuh otoriter, Koping stress
commit to user
11.845
.000a
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
Berdasarkan hasil penghitungan di atas, didapatkan nilai p-value (pada kolom Sig.) sebesar 0,000 sedangkan nilai F hitung sebesar 9,108
dari nilai taraf signifikansi 0,05 dari nilai F tabel sebesar 2,665.
Hal ini berarti bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Nilai F sesudah dimoderasi yang lebih besar daripada nilai F sebelum dimoderasi (9,108 > 8,411) menunjukkan bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,395 menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang rendah antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Hasil penghitungan tersebut juga menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2). Nilai ini digunakan untuk mengetahui persentase sumbangan pengaruh variabel independen (X1 dan X2) secara serentak terhadap variabel dependen (Y). Nilai R2 sebesar 0,156 atau 15,6%, yang berarti bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen yakni koping stres dan persepsi pola asuh otoriter terhadap variabel dependen yakni kecenderungan perilaku agresi dengan konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi sebesar commit to user
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
15,6%. Sisanya sebesar 84,4% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
4. Analisis deskriptif Tujuan analisis deskriptif adalah untuk memberi gambaran umum mengenai kondisi sampel yang diteliti mengenai kecenderungan perilaku agresi, koping stres, persepsi pola asuh otoriter dan konformitas teman sebaya. Gambaran umum tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 28 Deskripsi Data Penelitian
Skala
Data Hipotetik Jml Sbjk Skor Skor Min Maks
M
SD
K.P.A
152
46
184
115
23
Data Empirik Skor Skor Min Maks 109 52
K.S
152
40
160
100
20
102
P.P.O
152
34
136
85
17
K.T.S
152
33
132
82,5
16,5
M
SD
81,1447
12,76347
141
120,392
7,94355
59
101
81,2697
8,70789
66
91
79,4803
5,70113
Keterangan: M
= mean
SD
= standar deviasi Berdasarkan tabel statistik, kemudian dilakukan kategorisasi responden
secara normatif guna memberikan intepretasi terhadap skor skala. Kategorisasi yang digunakan adalah kategorisasi jenjang berdasarkan pada model distribusi normal. Tujuan dari kategorisasi ini adalah commit to usermenempatkan responden ke dalam
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur (Azwar, 2005). Kontinum jenjang ini akan dibagi menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Apabila responden digolongkan dalam tiga kategori, maka akan didapat kategorisasi serta distribusi skor sebagai berikut: Tabel. 29 Kategorisasi Responden Berdasar Skor Skala Penelitian Kategorisasi Variabel
Kecenderungan Perilaku Agresi Koping Stres Persepsi Pola Asuh Otoriter Konformitas Teman Sebaya
Responden
Kategori
Skor
Jumlah
Persentase
Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi Rendah Sedang Tinggi
X < 92 92 ≤ X < 138 138 ≤ X X < 80 80 ≤ X < 120 120 ≤ X X < 68 68 ≤ X < 102 102 ≤ X X < 66 66 ≤ X < 99 99 ≤ X
116 36 73 79 11 141 152 -
75,32 23,68 48,03 51,97 7,24 92,76 100 -
Rerata Empirik 81,15
120,39 81,27
79,48
a. Kecenderungan Perilaku Agresi Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 152 responden penelitian terdapat 116 responden atau sekitar 75,32% responden memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi rendah; 36 responden atau sekitar 23,68% responden memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi yang sedang; dan tidak ada yang memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
responden secara umum memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi yang rendah. b. Koping Stres Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 152 responden penelitian tidak terdapat mahasiswa yang memiliki tingkat koping stres yang rendah; 73 responden atau sekitar 48,03% memiliki tingkat koping stres yang sedang; dan 79 responden atau sekitar 51,97% memiliki tingkat koping stres yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa responden secara umum memiliki tingkat koping stres yang tinggi. c. Persepsi Pola Asuh Otoriter Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 152 responden penelitian terdapat 141 responden atau sekitar 92,76% responden mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang sedang; 11 responden atau sekitar 7,24% responden mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang rendah; dan tidak terdapat responden yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa responden secara umum mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang sedang. d. Konformitas Teman Sebaya Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari 152 responden penelitian tidak terdapat responden yang memiliki tingkat konformitas teman sebaya yang rendah maupun tinggi. Berdasarkan data tersebut, commit to user
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
maka dapat diketahui bahwa seluruh responden secara umum memiliki tingkat konformitas teman sebaya yang sedang.
5. Sumbangan Relatif dan Sumbangan Efektif Sumbangan relatif dan sumbangan efektif memberikan informasi tentang besarnya sumbangan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen dalam model regresi. Perbedaan antara sumbangan relatif dengan sumbangan efektif yaitu sumbangan relatif menunjukkan ukuran besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap jumlah kuadrat regresi, sedangkan sumbangan efektif menunjukkan besarnya sumbangan suatu variabel independen terhadap keseluruhan efektifitas garis regresi yang digunakan sebagai dasar prediksi. Hasil penghitungan menunjukkan: a.
Sumbangan relatif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 35,89%, sumbangan relatif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 25,66% dan sumbangan relatif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 38,45%.
b.
Sumbangan efektif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 5,6%, sumbangan efektif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 4,0% dan sumbangan efektif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 6,0%. Total sumbangan efektif koping stres dan persepsi pola asuh otoriter commit to user
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0,156 atau 15,6%. Penghitungan dan perincian selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.
D. Pembahasan Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Hal tersebut didasarkan atas hasil output program Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.00 for windows dengan menggunakan penghitungan analisis regresi linier berganda, yakni nilai p-value sebesar 0,000 F hitung sebesar 8,411
nilai taraf signifikansi 0,05 sedangkan nilai
F tabel sebesar 3,057 serta nilai koefisien korelasi
ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,318 menunjukkan bahwa terjadi hubungan signifikan yang rendah antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Koping stres dan persepsi pola asuh otoriter secara bersama-sama memiliki hubungan yang signifikan dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja. Remaja dengan berbagai perubahan dan tuntutan yang dialaminya membuat remaja berada dalam kondisi yang sulit sehingga remaja dapat merasa tertekan, memicu timbulnya stress dan membuat remaja yang tidak memiliki koping stress yang tinggi dapat cenderung berperilaku agresi. Remaja yang mempersepsikan pola asuh orangtuanya dengan tingkat otoriter yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
115 digilib.uns.ac.id
tinggi akan merasa tertekan, tidak bahagia, senang diluar rumah. Sehingga karakteristik remaja yang seperti ini akan lebih cenderung untuk berperilaku agresi. Hal ini sejalan dengan pendapat Slamet & Markam (2006) bahwa remaja yang mengalami tekanan hidup dan konflik kebutuhan atau konflik tujuan akan memicu timbulnya stress sehingga dapat mengarahkan remaja untuk berperilaku agresi. Oleh karena itu menurut Lazarus dan Folkman (dalam Niam, 2009) diperlukan koping sebagai suatu proses dimana individu mencoba mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik itu tuntutan yang berasal dari individu maupun tuntutan yang berasal dari lingkungan) dengan sumber-sumber daya yang mereka gunakan dalam menghadapi situasi yang stressfull. Salah satu faktor yang mempengaruhi agresi menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003) adalah kekuasaan dan kepatuhan. Kekuasaan dan kepatuhan merupakan salah satu karakteristik dari pola asuh orang tua, khususnya pola asuh otoriter. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1993) bahwa dalam pola asuh otoriter anak harus tunduk dan patuh pada orang tua. Syamsu (2004) juga menjelaskan bahwa dalam pola asuh otoriter orang tua bersikap mengomando (mengharuskan/ memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi). Remaja yang mempersepsikan pola asuh orangtuanya dengan tingkat otoriter yang tinggi akan lebih cenderung berperilaku agresi. Nilai koefisien korelasi ganda (R) yang dihasilkan sebesar 0,318 menunjukkan bahwa terjadi hubungan signifikan yang rendah antara koping commit to user
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Hal ini menunjukkan terdapat ketidaksesuaian antara hasil penelitian dengan kenyataan di lapangan. Selain responden penelitian yaitu siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali masih berusaha menampilkan gambaran diri yang baik, juga dikarenakan hubungan masing-masing variabel dalam penelitian ini bertolak belakang. Hubungan antara koping stres dengan kecenderungan perilaku agresi berhubungan negatif sedangkan hubungan antara persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi berhubungan positif sehingga mengarahkan hubungan simultan dalam penelitian ini yaitu hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi menjadi rendah. Hasil uji hipotesis juga menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya diterima dengan p-value (pada kolom Sig.) sebesar 0,000 signifikansi 0,05 sedangkan nilai F hitung sebesar 9,108
dari nilai taraf dari nilai F tabel
sebesar 2,665 serta nilai R sebesar 0,395. Dilihat dari nilai F sesudah dimoderasi yang lebih besar daripada nilai F sebelum dimoderasi dapat disimpulkan bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
117 digilib.uns.ac.id
Hal ini sejalan dengan pendapat Santrock (2007) yang menyatakan bahwa pada umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak dan mengolok-olok orang tua dan guru. Seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) terhadap 30 remaja anggota kelompok balap motor liar menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konformitas kelompok dengan kecenderungan perilaku agresi. Konformitas teman sebaya dapat meningkatkan kecenderungan perilaku agresi apabila remaja mengikuti sikap atau perilaku orang lain yang sifatnya negatif. Meskipun demikian, seperti yang diungkapkan Santrock (2007) bahwa konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Santrock juga mengungkapkan terdapat banyak bentuk konformitas kawan-kawan sebaya yang tidak bersifat negatif dan lebih merupakan keinginan untuk tergabung dalam dunia yang sama dengan kawankawan seperti berpakaian seperti kawan-kawan dan ingin meluangkan waktu bersama para anggota klik. Situasi semacam itu mungkin melibatkan aktivitasaktivitas prososial, seperti kelompok yang mengumpulkan dana untuk tujuan mulia. Berdasarkan hasil kategorisasi skala kecenderungan perilaku agresi, diketahui bahwa dari 152 responden penelitian terdapat 116 responden atau sekitar 75,32% responden memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi rendah; 36 responden atau sekitar 23,68% responden memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi yang sedang; dan tidak ada yang memiliki commit to user
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tingkat kecenderungan perilaku agresi yang tinggi. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali secara umum memiliki tingkat kecenderungan perilaku agresi yang rendah. Hal ini menggambarkan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali mampu mengendalikan amarah, tekanan yang ada dalam dirinya sehingga perilakunya tidak mengarah pada perilaku agresi. Hasil kategorisasi yang didapatkan berbanding terbalik dengan kenyataan di lapangan yang menyebutkan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali sering terlibat dalam tawuran pelajar. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali masih berusaha menampilkan gambaran diri yang baik. Berdasarkan hasil kategorisasi skala koping stres, diketahui bahwa dari 152 responden penelitian tidak terdapat mahasiswa yang memiliki tingkat koping stres yang rendah; 73 responden atau sekitar 48,03% memiliki tingkat koping stres yang sedang; dan 79 responden atau sekitar 51,97% memiliki tingkat koping stres yang tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat koping stres siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali berada pada kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali mampu mengendalikan emosinya atau mengatasi stresnya dengan cara-cara yang sesuai dengan dirinya. Seperti yang diungkapkan Lazarus dan Folkman (dalam Niam, 2009) bahwa koping menjadi dua macam fungsi yaitu emotion focused coping dan problem focused coping, sehingga remaja dapat mengatasi stresnya dengan strategi-strategi koping stres yang ada.
commit to user
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan hasil kategorisasi skala persepsi pola asuh otoriter, diketahui bahwa dari 152 responden penelitian terdapat 141 responden atau sekitar 92,76% responden mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang sedang; 11 responden atau sekitar 7,24% responden mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang rendah; dan tidak terdapat responden yang mempersepsikan pola asuh orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali mempersepsikan pola asuh orangtua dengan tingkat otoriter yang sedang. Hal ini menggambarkan bahwa siswa SMK Muhammadiyah 4 Boyolali memandang bahwa pola asuh orangtua tidak terlalu mengekang, keras namun tidak menekan dan masih menghormati kebebasan anak. Anak memandang pola asuh orangtuanya tidak terlalu menunjukkan keotoriteran orangtua sehingga anak juga nyaman dalam keluarga dan tidak melampiaskan emosi dengan berperilaku agresi. Berdasarkan hasil kategorisasi skala konformitas teman sebaya, diketahui bahwa skor konformitas teman sebaya responden penelitian berada pada kategori sedang dengan presentase 100% atau sebanyak 152 responden. Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
seluruh
siswa
SMK
Muhammadiyah 4 Boyolali tidak merasa tertekan dalam usahanya untuk diterima dan mendapat teman dalam lingkungannya sehingga remaja berusaha untuk diterima dalam lingkungannya secara wajar. Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R²) diketahui besarnya sumbangan efektif koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya sebesar 0,156. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 15,6% variabel kecenderungan perilaku agresi dijelaskan oleh variabel koping stres, persepsi pola asuh otoriter dan konformitas teman sebaya. Sisanya sebesar 84,4% dijelaskan atau dipengaruhi oleh faktor lainnya seperti kecerdasan emosi, kematangan emosi, lingkungan dan lain-lain. Menurut Dayakisni dan Hudaniah (2003) faktor-faktor yang dapat mengarahkan terjadinya perilaku agresi seperti deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, provokasi dan pengaruh obat-obatan terlarang. Menurut Gunarsa (1985), faktor lingkungan juga mempengaruhi kecenderungan perilaku agresi baik lingkungan masyarakat, sekolah, teman sebaya dan berbagai lingkungan yang lainnya. Jika anak berkembang dalam lingkungan yang positif maka dapat mengarahkan anak menjadi pribadi yang positif pula. Namun jika anak berkembang dan terpengaruh dengan lingkungan yang buruk dan tidak kondusif maka dapat mengarahkan anak untuk berperilaku maladaptive seperti perilaku agresi. Sumbangan relatif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 35,89%, sumbangan relatif
persepsi pola asuh otoriter terhadap
kecenderungan perilaku agresi sebesar 25,66% dan sumbangan relatif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 38,45%. Sumbangan efektif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 5,6%, sumbangan efektif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 4,0% dan sumbangan efektif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar commit to user
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6,0%. Artinya, koping stres, persepsi pola asuh otoriter dan konformitas teman sebaya dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku agresi pada remaja. Berdasarkan hasil uraian di atas dapat dipaparkan beberapa kelebihan dan kelemahan dalam penelitian ini. Penelitian ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah hipotesis dalam penelitian ini terbukti serta reliabilitas skala yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori baik sehingga dianggap cukup handal untuk digunakan sebagai alat ukur suatu penelitian. Penelitian ini juga mengangkat variabel lain seperti variabel moderasi sehingga dapat memperkaya penggunaan variabel dalam penelitian. Di samping itu, penelitian ini pun memiliki kelemahan dan keterbatasan, antara lain hanya dapat digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian saja. Sehingga untuk penerapan penelitian bagi populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda memerlukan penelitian lebih lanjut sehingga diharapkan penelitian selanjutnya dapat menemukan hasil yang lebih komprehensif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja. Hasil ini berdasarkan nilai korelasi (R) sebesar 0,318, p-value 0,000 < 0,05 dan Fhitung = 8,411 lebih besar daripada Ftabel = 3,057. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Hasil ini berdasarkan nilai korelasi (R) sebesar 0,395, p-value 0,000 < 0,05 dan Fhitung = 9,108 lebih besar daripada Ftabel = 2,665. Nilai F sesudah dimoderasi lebih besar dari nilai F sebelum dimoderasi (9,108 > 8,411) menunjukkan bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. 3. Sumbangan relatif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 35,89%, sumbangan relatif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 25,66% dan sumbangan relatif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 38,45%. Sumbangan efektif koping stres terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 5,6%, commit to user
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
sumbangan efektif persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 4,0% dan sumbangan efektif konformitas teman sebaya terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 6,0%. Total sumbangan efektif koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya ditunjukkan oleh nilai R2 sebesar 0,156 atau 15,6%. 4. Tingkat kecenderungan perilaku agresi pada responden penelitian termasuk dalam kategori rendah, tingkat koping stres pada responden penelitian termasuk dalam kategori tinggi sedangkan tingkat persepsi pola asuh otoriter dan konformitas teman sebaya pada responden penelitian termasuk dalam kategori sedang.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Bagi remaja Bagi remaja dengan tingkat koping stres yang tinggi diharapkan dapat mempertahankan
kemampuan
mengatasi
stres
sehingga
dapat
terus
menghindari kecenderungan remaja untuk berperilaku agresi. Remaja juga diharapkan dapat mendukung iklim keluarga yang sehat terutama dalam hubungannya dengan orang tua dengan mengkomunikasikan perasaan dan pikirannya sehingga remaja memiliki kedekatan dengan orang tua dan tidak memandang pengasuhan orang tua dengan tingkat otoriter yang tinggi. Remaja commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
juga diharapkan mampu memilih lingkungan yang baik sehingga tidak terdesak dengan tekanan-tekanan teman sebaya dalam konformitas yang negatif. 2. Bagi orang tua Orang tua diharapkan dapat memberikan perlakuan-perlakuan yang sesuai dalam mengasuh anak sehingga anak tidak merasa kurang dihargai, merasa nyaman dan bahagia dalam lingkungan keluarga sehingga dapat menghindari terjadinya perilaku agresi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membangun komunikasi aktif sehingga anak dapat mengkomunikasikan pemikiran bahkan perasaan terkait dengan masalah-masalah dan kesulitan yang dialami pada masa remaja, serta mendapatkan pandangan-pandangan baru dan alternatif solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah. Sehingga anak tidak melampiaskan perasaannya diluar rumah dengan cenderung untuk berperilaku agresi. 3. Bagi guru dan sekolah serta pihak-pihak terkait yang turut bertanggung jawab terhadap permasalahan remaja Membantu remaja untuk meningkatkan kemampuan remaja dalam mengatasi stres dan memberikan pengertian tentang strategi-strategi koping stress yang dapat diterapkan oleh remaja serta memberikan perlakuanperlakuan yang sesuai untuk menghindari terjadinya perilaku agresi dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan masalahmasalah dan tekanan dalam diri remaja terkait dengan masalah yang dihadapi serta mendiskusikan alternatif solusi terbaik yang dapat diambil. Selain itu guru diharapkan dapat memantau anak didiknya dalam bergaul dengan temancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
temannya sehingga remaja tidak terlibat dalam bentuk-bentuk konformitas yang negatif. 4. Bagi peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk mengadakan penelitian dengan tema yang sama, diharapkan untuk lebih memperluas ruang lingkup, misalnya dengan memperluas populasi atau menambah variabel-variabel lain, seperti kecerdasan emosi dan penyesuaian sosial selain itu juga dapat lebih cermat lagi dalam membuat skala sehingga skala yang digunakan tidak bersifat normatif. Dengan demikian, hasil yang didapat lebih bervariasi sehingga kesimpulan yang diperoleh lebih komprehensif.
commit to user