KINERJA PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK (P2TP2A) DALAM PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2012 SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh : ULVIA FADILAH NIM. 6661083075
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA SERANG, NOVEMBER 2014
ABSTRAK Ulvia Fadilah, NIM : 6661083075, Tahun 2014, SKRIPSI, Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012. Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si. Pembimbing II Rina Yulianti S.IP, M.Si. Fokus penelitian ini adalah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdyaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan teori kinerja Agus Dwiyanto yang memiliki indikator Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, Akuntabilitas. Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, sedangkan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di lingkungan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dengan sampel sebanyak 45 responden. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisoner, observasi, studi kepustakaan dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten masih rendah karena hasil perhitungan diperoleh 61,4% dari angka minimal yaitu 65%. Saran peneliti dalam penelitian ini adalah dilengkapinya fasilitas sarana dan prasarana kantor yang dibutuhkan, pegawai diberikan pelatihanpelatihan atau mengikuti diklat, membuat standarisasi waktu dalam hal menyelesaikan pekerjaannya serta membuat dan menjalankan program-program yang dibutuhkan oleh masyarakat khususnya perempuan dan anak.
Kata Kunci : Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
ABSTRACT Ulvia Fadilah, NIM : 6661083075, Year 2014, Thesis, Performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in handling cases of sexual violence against children in Banten Province 2012. Public Administration Department, Faculty of Social and Political Sciences, Sultan Ageng Tirtayasa University. I Advisor Ipah Ema Jumiati, S.IP, M.Si,. II Advisor Rina Yulianti, S.IP, M.Si. Focus in this research is the Performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in handling cases of sexual violence against children in Banten Province 2012. This study using the theory of the performance of Agus Dwiyanto who had indicators such productivity, the quality of services, responsiveness, responsibility and accountability. This research used descriptive quantitative method, while the population in this research is all employees in the Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) with samples 45 respondents. The data is collected by spreading the questionnaire, observation, the study of literature and documentation. The result showed that the performance of Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A) in Banten Province 61,4 % still low of minimum rate that is 65 %. This research also suggested to be equipped office facilities and infrastructure required, given trainings make time in terms of standardization of completing his job and run the programs required by the community particularly women and children. Key Word : Performance, Integrated Services Center of Women and Children (P2TP2A).
Bismillahirrahmanirrahim …. Alhamdulillahirabbil’alamin Syukurku Pada-Mu Ya Allah Sang Maha Pengampun dan Maha Penyayang
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat p a h a l a ( d a r i k e b a j i k a n ) y a n g diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) y a n g dikerjakannya. (QS. Al-Baqarah : 286) ”
Skripsi ini di persembahkan untuk : Orang tua tercinta, Kakak dan adik-adikku tersayang Terima kasih untuk segalanya
KATA PENGANTAR Bismillahir-Rahmanir-Rahim, Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh, Segala puji bagi Allah yang atas nikmatnya penulis telah dapat merampungkan Skripsi yang berjudul Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012. Shalawat dan salam mudah-mudahan tercurahkan untuk panutan penulis, junjungan Nabi besar Muhammad SAW. Penulisan Skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa adanya bimbingan, bantuan, nasihat, saran, dan perhatian dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini merupakan suatu kebanggaan bagi penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan dengan segala kerendahan hati kepada : 1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd., Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2. Dr. Agus Sjafari, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si., Wakil Dekan bidang I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Mia Dwiana M., S.Sos, M.I.Kom., Wakil Dekan bidang II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 5. Gandung Ismanto, MM., Wakil Dekan bidang III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Rahmawati, S.Sos, M.Si., Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
7. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen Pembimbing I Skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini. 8. Anis Fuad, S.Sos, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik atas bimbingannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir/Skripsi ini. 9. Rina Yulianti, S.IP, M.Si., Dosen Pembimbing II Skripsi atas waktu dan kesabarannya dalam memberikan saran, kritik dan arahan kepada penulis dalam meyelesaikan Skripsi ini. 10. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Jurusan Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 11. Ketua dan Seluruh Pegawai atau Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan serta informasi kepada penulis untuk mencari data sesuai dengan yang dibutuhkan, dalam penyelesaian penelitian. 12. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada henti serta doa dan dukungannya kepada penulis hingga Skripsi ini dapat diselesaikan. 13. Kakak dan Adik-adiku tersayang yang selama ini selalu memberikan semangat, doa dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Skripsi ini. 14. Kepada Husain R.R yang telah memberi motivasi serta semangat dalam menyelesaikan Skripsi ini. 15. Sahabatku Neng Irma, Nanang Sutisna, Rendi Purnama dan Gery Rahman atas motivasi, kebersamaan dan kekeluargaannya kini dan nanti.
ii
16. Para rekan-rekan Mahasiswa Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan 2008 khususnya Kelag G Non Reguler, Semoga Sukses dalam mengejar Cita-citanya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis sendiri pada khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya.
Serang, Desember 2014 Penulis
Ulvia Fadilah
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ABSTRAK ABSTRACT MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR................................................................................
i
DAFTAR ISI...............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................
viii
DAFTAR DIAGRAM ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................
1
1.2 Identifikasi Masalah ..............................................................
13
1.3 Batasan Masalah ....................................................................
13
1.4 Rumusan Masalah .................................................................
14
1.5 Tujuan Penelitian...................................................................
14
1.6 Manfaat Penelitian.................................................................
15
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................
16
iv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori ......................................................................
21
2.1.1 Teori Organisasi Publik .............................................
22
2.1.2 Kinerja Organisasi .....................................................
23
2.1.3 Pengertian Anak ........................................................
32
2.1.4 Pengertian Kekerasan ................................................
33
2.1.5 Bentuk Kekerasan Terhadap Anak ............................
34
2.2 Penelitian Terdahulu..............................................................
35
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian .............................................
37
2.4 Hipotesis Penelitian ...............................................................
39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian........................................
41
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian ..........................................
41
3.3 Lokasi Penelitian ...................................................................
42
3.4 Variabel Penelitian ................................................................
42
3.4.1 Definisi Konsep ..........................................................
42
3.4.2 Definisi Operasional ...................................................
44
3.5 Instrumen Penelitian ...............................................................
45
3.5.1 Uji Validitas, Reliabilitas, dan Normalitas .................
46
3.5.1.1 Uji Validitas ....................................................
46
3.5.1.2 Uji Reliabilitas ................................................
48
3.5.1.3 Uji Normalitas.................................................
48
3.5.2 Jenis dan Sumber Data .................................................
49
3.5.2.1 Jenis Data .........................................................
49
3.5.2.2 Sumber Data .....................................................
49
3.5.3 Teknik Pengumpulan Data ...........................................
49
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ..............................................
50
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ....................................
51
3.7.1 Teknik Pengolahan .......................................................
51
v
3.7.2 Teknik Analisis Data ....................................................
52
3.8 Jadwal Penelitian ....................................................................
53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ....................................................
55
4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten ............................
55
4.1.2 Gambaran Umum Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ......
56
4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A Provinsi Banten
56
4.1.3.1 Susunan Organisasi P2TP2A Provinsi Banten
60
4.1.3.2 Visi, Misi dan Program P2TP2A Provinsi Banten
62
4.2 Deskripsi Data.........................................................................
71
4.2.1 Identitas Responden ....................................................
71
4.2.2 Analisis Data ...............................................................
73
4.3 Pengujian Persyaratan Statistik...............................................
124
4.3.1 Hasil Uji Validitas.......................................................
124
4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas...................................................
127
4.3.3 Uji Normalitas.............................................................
128
4.4 Pengujian Hipotesis ...............................................................
129
4.5 Interpretasi Hasil Penelitian ..................................................
132
4.6 Pembahasan ...........................................................................
134
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan............................................................................
140
5.2 Saran ......................................................................................
142
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Data Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Daerah Asal.........................................................................................
3
1.2
Data Korban Kasus Kekerasan pada Anak Di Provinsi Banten .........
7
3.1
Definisi Operasional Variabel Penelitian ...........................................
45
3.2
Skoring Item Instrumen ......................................................................
46
3.3
Jadwal Kegiatan Penelitian.................................................................
54
4.1 Susunan Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ..............................
60
4.2
Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian ............................................
125
4.3
Hasil Uji Reliability Statistik..............................................................
128
4.4
Hasil Uji Normalitas Data ..................................................................
128
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ..........................................................
39
4.1
Struktur Organiasi P2TP2A Provinsi Banten .....................................
62
4.2
Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Uji Hipotesis Pihak Kanan ..................................................................................................
viii
132
DAFTAR DIAGRAM
Diagram
Halaman
4.1
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................
71
4.2
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...............................
72
4.3
Identitas Responden Berdasarkan Usia ..............................................
73
4.4
Pegawai dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu...................
74
4.5
Fasilitas-fasilitas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja atau pekerjaan ..............................................................
4.6
76
Pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan .................................................................................
78
4.7
Pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja ...................
79
4.8
Organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai ............................................................................
4.9
80
Keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan ..............................................................................
82
4.10 Pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya...........................
83
4.11 Kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja .......................
85
4.12 Hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik .........................
86
4.13 Pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya .............
88
4.14 Teknologi yang digunakan Organisasi sangat membantu
ix
dalam meningkatkan kinerja ...............................................................
89
4.15 Anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja ............
90
4.16 Pegawai berpenampilan rapih dan bersih ...........................................
92
4.17 Organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya ................................................................
93
4.18 Lokasi organisasi mudah untuk ditemukan ........................................
95
4.19 Pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan..........
96
4.20 Pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban ......................
97
4.21 Pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban ..............................................................................................
99
4.22 Pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual ...............
101
4.23 Pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban...................
102
4.24 Korban merasa aman dan nyaman pada saat di Organisasi................
103
4.25 Pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban .................................................................................................
104
4.26 Pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial .........................................................................................
106
4.27 P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban .................................................................................................
107
4.28 P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat.....................................................................................................
x
108
4.29 P2TP2A memberikan sarana pengaduan ............................................
109
4.30 Perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga .................
110
4.31 Berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan mempengaruhi kinerja organisasi .......................................................
111
4.32 Tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak tumpang tindih ...................................................................................
112
4.33 Prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik ...............
114
4.34 Struktur organisasi P2TP2A yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan fungsi organisasi .........................................................
115
4.35 P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya organisasi berkinerja tinggi .................................................................
116
4.36 P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat .............
117
4.37 P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum..
119
4.38 Pegawai bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme .................
120
4.39 Program yang diterapkan menunjang pencapaian kinerja secara optimal .....................................................................................
121
4.40 Kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan kinerja lembaga ...................................................................................
xi
123
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
2
Kuisoner Data Hasil Penelitian
3
Tabel Nilai-nilai r Product Moment
4
Tabel Nilai-nilai dalam Distribusi t
5
Hasil Uji Validitas
6
Hasil Uji Reliabilitas
7
Hasil Uji Normalitas
8
Dokumentasi Penelitian
9
Surat Permohonan Izin Mencari Data dari Fakultas FISIP
10 Surat Keterangan dari P2TP2A Provinsi Banten 11 Absensi Bimbingan Skripsi 12 Daftar Riwayat Hidup
xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Perencanaan, pelaksanaan pembangunan di daerah mengharuskan
adanya akuntabilitas kinerja pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna, berhasilguna,
bersih
dan
bertanggungjawab,
ini
merupakan
salah
satu
pertimbangan dikeluarkannya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Diktum kedua dari Instruksi tersebut menyatakan bahwa sejak tanggal 30 September 1999, setiap instansi pemerintah sampai lingkup Eselon II diharapkan telah mempunyai perencanaan strategis tentang program-program utama yang akan dicapai selama 1 (satu) sampai 5 (lima) tahun mendatang. Rencana strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu sampai dengan 5 (lima) tahun kedepan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Isu pemberdayaan perempuan telah lama muncul, Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki komitmen tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak serta menghapuskan segala bentuk diskriminasi yang sering dialami oleh perempuan dan anak. Setiap anak pada dasarnya memiliki hak yang sama, mereka juga berhak atas pendidikan, kesehatan dan hak perlindungan. Dalam menjamin hak-hak tersebut, maka pemerintah menuangkannya pada suatu kebijakan berupa Undang-
1`
2
Undang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2002 yang menjelaskan bahwa setiap anak merupakan tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita bangsa, memiliki peran yang strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi Bangsa dan Negara pada masa depan, oleh karena itu perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial. Maka diperlukan adanya upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi. Selain itu dibentuk pula Komisi Perlindungan Anak dengan tujuan memantau, memajukan dan melindungi hak-hak anak serta mencegah berbagai kemungkinan pelanggaran hak atas anak yang dilakukan oleh negara, perorangan atau lembaga. Berdasarkan Konvensi Hak Anak Persatuan Bangsa-Bangsa (KHA PBB) dalam 54 pasalnya merumuskan 30 butir hak-hak anak. Butir-butir ini merupakan sari dari konvensi PBB tentang hak anak dari pasal 1 sampai dengan pasal 54. Adapun 30 butir ini merupakan ringkasan hak-hak anak dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Butir-butir tersebut adalah sebagai berikut : memperoleh perlindungan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan salah (eksploitasi), serta penyalahgunaan seksual, perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi seksual, perlindungan anak dari penculikan dan penjualan atau perdagangan anak, perlindungan anak terhadap segala bentuk eksploitasi terhadap segala aspek kesejahteraan anak, larangan penyiksaan dan hukuman yang tidak manusiawi.
3
Anak-anak sebagai manusia juga perlu dihargai, maka pada tanggal 23 Juli ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional berdasarkan Keppres Nomor 4 Tahun 1984. Setiap Hari Anak tiba, berbagai aktivitas dan perlombaan dilakukan untuk meramaikan hari anak nasional, tentu saja anak-anak menyambutnya dengan gembira. Setiap anak memang seharusnya hidup dengan gembira apalagi di masa pertumbuhan. Namun tidak semua anak-anak Indonesia hidup dengan penuh kegembiraan dan layak, masih banyak anak-anak yang keadaan ekonomi keluarganya tidak memadai sehingga dengan terpaksa mencari nafkah di jalanan seperti mengemis, mengamen dan memulung barang bekas. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan wadah penyelenggaraan pelayanan terpadu meliputi pencegahan, penyediaan, dan penyelenggaraan layanan terpadu bagi korban meliputi pelayanan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, reintegrasi sosial dan bantuan hukum serta pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan analisis penulis dari data yang diperoleh terdapat kasus-kasus yang mengalami peningkatan dan penurunan setiap tahunnya adalah dapat digambarkan dalam Tabel 1.1 berikut : Tabel 1.1 Data Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Berdasarkan Daerah Asal Tahun Jumlah No
WILAYAH
2010 2011
2012
1
Kota Serang
12
1
7
20
2
Kabupaten Serang
3
2
5
10
3
Kota Cilegon
0
0
0
0
4
4
Kabupaten Pandeglang
2
2
2
6
5
Kabupaten Lebak
1
1
0
2
6
Kabupaten Tangerang
0
1
0
1
7
Kota Tangerang Selatan
0
2
1
3
8
Kota tangerang
3
0
3
6
21
9
18
45
Jumlah
Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014
Berdasarkan tabel 1.1 diatas dapat diketahui bahwa kasus kekerasan seksual terbanyak di Kota Serang yang terletak di Kota Serang dan Kecamatan Cipocok Jaya, untuk kasus kekerasan seksual terbanyak kedua yaitu Kabupaten Serang yang terletak di Kecamatan Ciruas dan Kecamatan Kramatwatu, untuk Kabupaten Pandeglang terletak di Kecamatan Pagelaran dan Kecamatan Labuan, untuk Kota Tangerang kasus kekerasan seksual terjadi di Kecamatan Karawaci, untuk di Kota Tangerang Selatan terjadi kasus kekerasan seksual yang terletak di Kecamatan Situ, untuk kasus kekerasan seksual di Kabupaten Lebak terjadi di Kecamatan Rangkas Bitung dan untuk kasus kekerasan yang terendah terjadi di Kabupaten Tangerang di Kecamatan Balaraja dan Kecamatan Tigaraksa sedangkan untuk di Kota Cilegon kasus kekerasan seksual tidak terjadi. Kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak biasanya dilakukan di rumah korban ataupun pelaku, dan pelakunya pun tidak jarang masih ada hubungan keluarga maupun kerabat korban yang ada di lingkungan rumah korban, tindakan yang mendasari terjadinya kekerasan seksual terhadap anak disebabkan adanya faktor dari pelaku yaitu kejiwaan, kebutuhan biologis yang
5
tidak terpenuhi dan lingkungan. Dari data-data kasus di atas yang sudah di jelaskan maka kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak merupakan salah satu masalah penting, karena di Provinsi Banten kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak merupakan tertinggi kedua setelah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan seksual terhadap anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk rangsangan seksual. Melihat kecenderungan yang terjadi, diprediksi jumlah kasus pencabulan dan kekerasan seksual pada anak terus merangkak naik. Ini terjadi karena lingkungan atau dunia anak belum bertambah baik dan belum nyaman. Berbagai faktor menjadi penyebab anak rentan menjadi korban pencabulan, kekerasan seksual. Pengaruh lingkungan dan teknologi informasi sangat berdampak pada anak. Dibandingkan orang dewasa, anak terutama pada usia remaja sangat menyukai teknologi informasi terutama ponsel sebagai bagian dari tuntutan pergaulan dan gaya hidup. Teknologi informasi dan fitur-fitur yang melekat padanya seperti Blackberry Messenger (BBM), jejaring sosial dan lainnya semakin mendekatkan korban dengan pelaku dalam berinteraksi. Tanpa disadari akhirnya anak terperangkap di dalamnya bila bertemu dengan orang yang salah dan berniat jahat, kebanyakan anak dan para orangtua baru sadar ketika anaknya sudah menjadi korban. Seperti yang dikutip dari Kabar Banten, tanggal 30 Juni 2010 berjudul Pacaran di Facebook Anak Baru Gede (ABG) Tewas di Semak, berawal dari seorang Siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) berpacaran dengan kekasihnya
6
melalui telepon seluler atau handphone yang salah sambung dan berlanjut saling bertukar media sosial yaitu Facebook. Bisa dilihat dari kasus diatas kekerasan terhadap anak bermula dari anak-anak mengenal Teknologi. Efek kekerasan seksual terhadap anak antara lain depresi, gangguan stres pasca trauma, kegelisahan, kecenderungan untuk menjadi korban lebih lanjut pada masa dewasa, dan cedera fisik untuk anak diantara masalah lainnya. Pelecehan seksual oleh anggota keluarga adalah bentuk inses dan dapat menghasilkan dampak yang lebih serius dan trauma psikologis jangka panjang, terutama dalam kasus inses orangtua. Berdasarkan Informasi yang diperoleh dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, efek kekerasan seksual terhadap anak khususnya di Provinsi Banten lebih cenderung kepada depresi pada anak. Korban yang depresi pada tahun 2010 berjumlah 6 orang, tahun 2011 berjumlah 3 orang dan tahun 2012 berjumlah 8 orang. Dimana depresi dapat menyebabkan anak-anak takut terhadap orang yang lebih dewasa, anak-anak takut apabila bertemu dengan orang-orang yang tidak dikenal, timbulnya rasa tidak percaya diri terhadap dirinya sendiri, mengakibatkan dimana korban yang mengalami kekerasan seksual akan membuat satu kelompok sesama korban dan yang lebih parah lagi, korban yang mengalami kekerasan seksual untuk anak lakilaki kemungkinan akan menjadi pelaku (kecenderungan psikologi akan berubah) baik pada usianya yang sekarang atau yang akan datang sedangkan untuk anak perempuan lebih cenderung takut terhadap orang dewasa yang belum dikenal.
7
Dapat dilihat jumlah dan jenis kasus terhadap anak salah satunya jenis kasus kekerasan seksual dalam Tabel 1.2 berikut : Tabel 1.2 Data Korban Kasus Kekerasan Pada Anak di Provinsi Banten Tahun No
Jenis Kasus
2010
2011
2012
Jumlah
1
Kekerasan Fisik
2
1
2
5
2
Kekerasan Seksual
13
6
17
36
3
Traficking
0
0
4
4
4
Penelantaran
9
3
0
12
5
Kekerasan dalam Pacaran
1
2
0
3
6
Perebutan Hak Asuh Anak
3
1
0
4
7
Kekerasan Psikis
3
1
2
6
31
14
25
70
Jumlah
Sumber : Rekapitulasi Laporan Tahunan Hasil Kegiatan P2TP2A Provinsi Banten, 2014
Mengingat banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak khususnya kekerasan seksual terhadap anak, maka Pemerintah Provinsi Banten mempunyai komitmen yang kuat untuk melindungi rakyatnya dari praktek yang tidak bertanggung jawab serta berupaya mencegahnya dengan kebijakan yang dibuat oleh P2TP2A Provinsi Banten dalam Perlindungan Anak dengan kegiatan didirikannya TESA (Telepon Sahabat Anak), Pembentukan Kelompok Simpatik serta keikutsertaan P2TP2A dalam bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi
8
Banten dalam MPU (Mitra Praja Utama), mengingat akibat yang ditimbulkan akan merusak masa depan generasi bangsa yang seharusnya menjadi potensi untuk pembangunan daerah. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak. Pusat Pelayanan (P2TP2A)
mempunyai
Terpadu Pemberdayaan
peran
yang
sangat
Perempuan dan
penting
dalam
Anak
memberikan
perlindungan korban bagi anak baik pemberdayaan, perlindungan serta reintegrasi. Peran ini akan dapat diwujudkan dengan baik ketika Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) mempunyai sistem kelembagaan dan pelayanan yang baik sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM) serta bagaimana kinerja yang di gunakan P2TP2A dalam proses penanganannya. Oleh karena itu, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang dibentuk dengan SK yang ditetapkan oleh Gubernur Banten dengan Banten Nomor 463/KEP-144-HUK/2007 tentang Pembentukan dan Susunan Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten. Berdasarkan pengamatan penulis yang dilakukan di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi
9
Banten diperoleh bahwa terdapat masalah-masalah Kinerja P2TP2A. Adapun masalah-masalah tersebut Pertama masih kurangnya pegawai di P2TP2A provinsi Banten.
Adapun
susunan
pegawai/pengurus
Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten dari Tahun 20072010 berjumlah 63 Orang namun pada periode tahun 2011-2015 susunan pegawai/pengurus berjumlah 45 orang, dengan adanya perubahan susunan pegawai maka ada susunan perubahan disetiap divisi yang semula terdapat 4 Divisi menjadi 3 Divisi dan Sekretariat pada tahun 2011 sampai saat ini. Agar jumlah
pegawai/pengurus
dalam
melaksanakan
penanganan
kasus-kasus
kekerasan dapat terselesaikan maka P2TP2A Provinsi Banten membagi divisi menjadi 3 agar lebih efektivitas dengan menepatkan pengurus perwakilan SKPD seperti Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, RSUD, Kepolisian dan BPPMD Provinsi Banten di setiap Divisi namun jumah pegawai/pengurus tersebut untuk disetiap Divisi masih kurang karena masih terdapat kendala yaitu kurangnya pegawai di setiap divisi yang ada, dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus yang ada khususnya kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap anak dikarenakan pengurus yang ada saat ini merupakan pengurus tidak tetap yang posisinya tidak ada setiap hari di kantor karena disisi lain para pengurus tersebut adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga dalam proses penyelesaian masih belum optimal. Kedua belum terlaksananya secara optimal persiapan yang harus dilakukan oleh P2TP2A Provinsi Banten, dalam proses penyelesaian kasus-kasus khususnya kekerasan seksual yang proses penyelesaiannya mengikuti standar pelayanan minimal (SPM) berdasarkan Peraturan Menteri Negara pemberdayaan
10
Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 01 Tahun 2010. Contohnya Standar Pelayanan Minimal (SPM) di P2TP2A Provinsi Banten dan di RSUD Provinsi Banten, SPM P2TP2A Provin Banten mencakup jenis pelayanan Penanganan Pengaduan/laporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak dan Penegakan Bantuan Hukum bagi perempuan dan anak korban kekerasan dan SPM RSUD Provinsi Banten lebih mencakup terhadap Pelayanan yang berupa Medis, namun di P2TP2A Provinsi Banten, SPM masih belum mengikuti tahapantahapan sebagaimana mestinya, seperti Penanganan Pengaduan, Pelayanan Kesehatan, Rehabilitas Sosial, Penegakan Hukum serta Bantuan Hukum bagi para korban tahapan pertama dilakukan penanganan pengaduan harus mencatat nama korban tetapi form catatan
tidak sesuai dengan format yang seharusnya yang
sudah di contohkan dalam SPM P2TP2A Provinsi Banten, mengakibatkan proses penyelesaiannya tidak sesuai dengan tahapan yang ada sehingga proses penanganan menjadi terhambat dalam hal pelaksanaannya. Ketiga Koordinasi lintas sektoral yang terkait dengan P2TP2A Provinsi Banten
yaitu Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Rumah Sakit
Daerah Umum (RSUD) Provinsi Banten, Polisi Daerah (Polda) Banten dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Mayarakat Desa (BPPMD) Provinsi Banten. Hal ini dapat dilihat dalam formasi kepengurusan P2TP2A Provinsi Banten, dimana perwakilan lembaga strategis seperti Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai peran yang cukup penting dalam keterkaitan terhadap P2TP2A Provinsi Banten. Seperti kegiatan dalam pembentukan kelompok simpatik yang dibuat oleh P2TP2A harus adanya campur tangan Dinas Pendidikan dalam
11
pembentukannya, terbentuknya
namun
pengkaderan
(SD/SMP/SMA/SMK
kegiatan
tersebut
pembentukan
maupun
perguruan
belum
kelompok tinggi
dijalankan simpatik
yang
di
sederajat)
sehingga sekolah dalam
pencegahan kasus kekerasan khususnya terhadap anak belum ada atau belum terbentuk. Padahal itu terdapat didalam Tugas, Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) P2TP2A Provinsi Banten itu sendiri yang berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Jadi kekuatan P2TP2A sangat dipengaruhi dari kekuatan koordinasi lintas sektoral yang dibangun. Keempat belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat teknis untuk proses pendampingan kepada korban atau masyarakat. Fasilitas yang dimaksud adalah belum adanya ruangan fisik crisis-center, belum lengkapnya sarana dan prasarana yang ada di ruang konseling, belum adanya alat komunikasi seperti telepon atau HP (Handphone) khusus untuk menangani kasus kekerasan, serta adanya Telepon Sahabat Anak (TESA) yang masih susah dalam dihubungi untuk pengaduan masalah yang dihadapi anak, belum adanya alat transportasi khusus seperti mobil untuk operasional penjemputan korban, belum adanya pendanaan untuk pendampingan petugas ke lapangan masih kurangnya sosialisasi, pelatihan dan pemberi keterampilan yang dilakukan oleh P2TP2A Provinsi Banten masih hanya sebatas sosialisasi di media cetak, Elektronik dan keterampilan jahit bagi para korban yang mengalami kekerasan. Dari permasalahan-permasalahan yang ada diatas maka penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak khususnya kekerasan seksual dimana dibutuhkan penanganan yang kompleks, melibatkan instansi terkait atau lintas
12
sektoral untuk memudahkan dalam penyelesaiana kasus-kasus yang ada serta dibutuhkan perencanaan yang strategis agar dalam proses penyelesaian penganan kasus-kasus berjalan dengan lancar, bahkan seringkali dalam penyelesaian butuh pendekatan sosiologis dan budaya. Agar kasus-kasus kekerasan seksual dapat diselesaikan secara cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan yang terjadi. Masih tingginya angka kekerasan seksual pada anak di Provinsi Banten pada tahun 2010 angka kekerasan seksual mencapai jumlah 13 kasus, Sedangkan pada tahun 2011 mengalami penurunan sampai 6 kasus dan di tahun 2012 mengalami peningkatan kembali sampai pada 17 kasus, Namun tahun 2013 kasus kekerasan seksual menurun menjadi 12 kasus. Dengan angka kasus kekerasan di atas menunjukkan perlunya peningkatan kinerja P2TP2A dan lembaga-lembaga lainnya yang terkait, yang dalam hal ini berwenang menangani masalah kekerasan seksual pada anak. Kinerja P2TP2A Provinsi Banten dalam penanganan kekerasan seksual pada anak di Provinsi Banten sangat penting dalam mendukung keberhasilan terwujudnya kesejahteraan sosial di masyarakat, khususnya di Provinsi Banten. Maka berdasarkan latar belakang dari permasalahan tersebut diatas penulis didalam pembuatan penelitian ini tertarik untuk mengetahui lebih mendalam mengenai permasalahan yang sebenarnya tentang “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012”.
13
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
maka
peneliti
mengidentifikasikan permasalahan yang terkait dengan “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012”. Identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Masih kurangnya jumlah pegawai di P2TP2A Provinsi Banten. 2. Dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus masih belum mengikuti tahapan-tahapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Peraturan Menteri Negara PP dan PA Republik Indonesia No.01 Tahun 2010, sehingga masih belum optimal dalam penanganan penyelesain kasus-kasus khususnya kekerasan seksual terhadap anak. 3. Koordinasi lintas sektoral belum terbangun dengan optimal, keterkaitan dengan P2TP2A Provinsi Banten dengan Dinas Pendidikan dalam membentuk kelompok Simpatik di SD,SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. 4. Belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat teknis untuk proses pendampingan kepada korban atau masyarakat serta masih kurangnya sosialiasi yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Masyarakat.
1.3
Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis akan
membatasi ruang lingkup penelitian yang berkaitan dengan Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam
14
Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012.
1.4
Rumusan Masalah Rumusan masalah akan memberikan suatu arahan yang jelas untuk
mengadakan penelahaan, serta hasil analisis itu sendiri akan lebih nyata, sehingga penulis harus membatasi masalah yang akan dianalisis karena dapat membantu memperjelas pengkajiannya. Sehubungan dengan itu penulis merumuskan masalah sebagai berikut : Seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012.
1.5
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui seberapa besar kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
dalam penanganan kasus kekerasan seksual
terhadap anak di Provinsi Banten Tahun 2012.
15
1.6
Manfaat Penelitian
1.6.1
Manfaat Teoritis 1. Menambah pengetahuan sosial melalui penelitian yang dilaksanakan sehingga memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu administrasi negara khususnya mata kuliah Teori Organisasi. 2. Sebagai bahan pemahaman dan pembelajaran bagi peneliti maupun mahasiswa lain untuk melakukan penelitian-penelitian secara lebih mendalam mengenai kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.
1.6.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Provinsi
Banten
diharapkan
penelitian
ini
dapat
memberikan saran atau masukan guna mengambil langkah yang tepat dalam rangka penanggulangan kasus kekerasan anak dan masalah sosial lainnya. 2. Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai anak dan perlindungan anak di Provinsi Banten. 3. Bagi Penulis Sebagai salah satu syarat untuk menyandang gelar strata satu (S1) serta memberikan kesempatan pada penulis untuk mengaplikasikan ilmu dan teori yang dipelajari selama ini. Selain itu diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman.
16
1.7
Sistematika Penulisan Untuk dapat mempermudah pemahaman dalam pembahasan dan untuk
memberikan gambaran yang jelas mengenai keseluruhannya, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan yang disusun sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang : 1.1 Latar Belakang Masalah Menggambarkan ruang lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk uraian secara deduktif. 1.2 Identifikasi Masalah Mengidentifikasi dikaitkan dengan tema/topik/judul dan fenomena yang akan diteliti. 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah lebih memfokuskan pada masalah-masalah yang akan diajukan dalam rumusan masalah yang akan diteliti, dapat diajukan dalam bentuk pertanyaan. 1.4 Perumusan Masalah Mendefinisikan permasalahan yang telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan definisi operasional. 1.5 Tujuan Penelitian Mengungkapkan tentang sasaran yang ingin dicapai dalam melaksanakannya penelitian sejalan dengan isi dan rumusan masalah penelitian.
17
1.6 Manfaat Penelitian Menjelaskan manfaat teoritis dan praktis temuan penelitian. 1.7 Sistematika Penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Mengkaji
berbagai
teori
dan
konsep-konsep
yang
relevan
dengan
permasalahan dan variabel penelitian. 2.2 Penelitian Terdahulu Kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik skripsi, tesis, disertasi atau jurnal penelitian. 2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian Menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca. 2.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitan Menjelaskan metode yang digunakan dalam penelitian. 3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian Membatasi dan menjelaskan substansi materi kajian penelitian yang akan dilakukan.
18
3.3 Lokasi Penelitian Menjelaskan tempat (locus) penelitian dilaksanakan. 3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep Memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel yang akan diteliti. 3.4.2 Definisi Operasional Penjabaran konsep atau variabel penelitian dalam rincian yang terukur. 3.5 Instrumen Penelitian Menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis alat pengumpulan data yang digunakan, proses penyusunan data dan teknik penentuan kualitas intrumen penelitian. 3.6 Populasi dan Sampel Penelitian Dalam penelitian dijelaskan populasi dan sampel yang dapat digunakan sebagai sumber data. 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data Teknik Pengolahan Data dan Teknik Analisis Data menjelaskan mengenai cara menganalisis data yang dilakukan dalam penelitian. 3.8 Jadwal Penelitian Menjelaskan lokasi dan alasan pemilihan lokasi penelitian, terkait tempat dan jadwal penelitian tersebut dilaksanakan.
19
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi/sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan dengan objek penelitian. 4.2 Deskripsi Data Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan mempergunakan teknik analisis data yang relevan, baik data kualitatif maupun data kuantitatif. 4.3 Pengujian Persyaratan Statistik Melakukan pengujian terhadap persyaratan statistik dengan menggunakan uji statistik. 4.4 Pengujian Hipotesis Melakukan pengujian terhadap hipotesis dengan menggunakan teknik analisis statistik yang sudah ditentukan semula, seperti korelasi dan atau regresi baik sederhana maupun ganda. Masing-masing hipotesis di uji dalam subjudul sendiri. Hasil akhir dari analisis statistik itu adalah teruji tidaknya hipotesis nol penelitian. Hasil perhitungan akhir dari statistik dilaporkan dalam batang tubuh, sedangkan perhitungan selengkapnya di tempatkan dalam lampiran. 4.5 Interpretasi Hasil Penelitian Melakukan penafsiran terhadap hasil akhir pengujian hipotesis.
20
4.6 Pembahasan Melakukan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data terhadap hipotesis yang diterima barangkali tidak ada persoalan, tetapi terhadap hipotesis yang ditolak harus diberikan berbagai dugaan yang menjadi penyebabnya. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat, jelas dan mudah dipahami. 5.2 Saran Berisi tindak lanjut dari sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara teoritis praktis.
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori Teori merupakan salah satu hal yang paling mendasar yang harus
dipahami ketika melakukan penelitian karena teori dapat menjadi acuan untuk menemukan dan merumuskan sebuah permasalahan. Sesuatu yang baru dapat dikatakan menjadi sebuah teori jika sudah terbukti melalui serangkaian proses dan eksperimen dan kemudian diaplikasikan dalam kehidupan
nyata.
Sebuah
teori
dapat
berubah
atau
mengalami
perkembangan, hal itu terjadi apabila teori yang ada sudah tidak relevan dengan keadaan yang ada, seperti yang dikemukakan oleh Cooper dan Schindler bahwa teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat dipergunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Selanjutnya Haditono menyatakan bahwa suatu teori akan memperoleh arti yang penting apabila ia lebih banyak dapat melukiskan, menerangkan dan meramalkan gejala yang ada (Sugiyono, 2007:52) Berdasarkan definisi tersebut, Peneliti dapat mengemukakan bahwa teori adalah alat logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum dalam kaitannya dengan kegiatan penelitian, maka teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan, meramalkan, dan pengendalian suatu
21
22
gejala. Fungsi teori yang pertama digunakan untuk memperjelas dan mempertajam ruang lingkup atau konstruk variabel yang akan diteliti. Fungsi teori yang kedua adalah untuk merumuskan hipotesis dan menyusun instrument penelitian, karena pada dasarnya hipotesis itu merupakan pernyataan yang bersifat prediktif. Selanjutnya fungsi teori yang ketiga adalah digunakan untuk membahas hasil penelitian sehingga selanjutnya digunakan untuk memberikan saran dalam upaya pemecahan masalah (Sugiyono, 2007:54) 2.1.1
Teori Organisasi Publik Dalam sebuah penelitian diperlukan landasan untuk itu penelitian ini
menggunakan beberapa teori, mulai dari teori penunjang sampai teori inti. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang merupakan suatu organisasi atau lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Banten. Organisasi merupakan elemen yang sangat diperlukan dalam kehidupan manusia, organisasi membantu dalam melaksanakan hal-hal atau kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan secara baik sebagai individu dan organisasi pula dapat memenuhi aneka macam kebutuhan manusia seperti misalnya kebutuhan emosional, spiritual, intelektual, ekonomi, politik, psikologikal, sosiologikal, kultural dan sebagainya. Dalam membahas organisasi, penulis menggunakan definisi organisasi yang diberikan menurut beberapa ahli antara lain yaitu : Menurut P.Robbin (2001:2) menyatakan bahwa:
23
“Organisasi adalah salah satu unit sosial yang dikoordinasikan secara sengaja terdiri dari dua orang atau lebih yan berfungsi dan berwenang untuk mengerjakan usaha mancapai tujuan yang telah ditentukan.” Pendapat lain chester bernard dalam Toha (2002:99) menyatakan bahwa : “Organisasi sebagai sistem kegiatan yang terkoordinir secara sadar atau kekuatan dari dua manusia atau lebih.” Berdasarkan pengertian organisasi yang disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa organisasi adalah sekelompok manusia dengan sengaja dipersatukan dalam suatu kerjasama yang efisien untuk mengatasi keterbatasanketerbatasan dalam dirinya. Kegiatan terorganisasi menjadi alat utama manusia untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul dari individu-individu. 2.1.2
Kinerja Organisasi Organisasi yang berhasil dan efektif merupakan organisasi dengan
individu yang didalamnya memiliki kinerja yang baik. Organisasi yang efektif akan ditopang oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Ada kesesuaian antara keberhasilan organisasi atau kinerja organisasi dengan kinerja individu atau sumber daya manusia. Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Andersen (1995), menjelaskan paradigma produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual yang menuntut pengukuran secara aktual keseluruhan kinerja organisasi, tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik. Terkait dengan konsep kinerja, Rummler dan Brache (1995) dalam Sudarmanto (2009:5) mengemukakan ada 3 (tiga) level kinerja, yaitu:
24
1. Kinerja organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi. 2. Kinerja proses; merupakan kinerja pada proses tahapan dalam menghasilkan produk atau pelayanan. Kinerja pada level proses ini dipengaruhi oleh tujuan proses, rancangan proses dan manajemen proses. 3. Kinerja individu/pekerjaan; merupakan pencapaian atau efektivitas pada tingkat pegawai atau pekerjaan. Kinerja pada level ini dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, rancangan pekerjaan, dan manajemen pekerjaan serta karakteristik individu. Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang sering diartikan sebagai “penampilan”, “unjuk kerja”, atau “prestasi”. Kinerja organisasi merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi terkait dengan tujuan organisasi, rancangan organisasi
dan
manajemen
organisasi
(Sudarmanto,
2009:7).
Bastian
menggambarkan kinerja organisasi tentang tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi, dalam upaya mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi (Tangkilisan, 2005:175). Menurut Prawirosentoso dikutip Widodo (2001:206), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan norma dan etika. Mahsun (2006:25) memberikan pengertian kinerja sebagai berikut: “Kinerja (performance) adalah mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi”.
25
Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau targettarget tertentu yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya. Menurut Wibowo (2007:4), kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilaku dalam menjalankan kinerja. Bernardin dikutip Sudarmanto, (2009:8) menyatakan tentang kinerja, yaitu: “kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi (dihasilkan) atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu”. Bernardin menekankan pengertian kinerja sebagai hasil, bukan karakter sifat dan perilaku. Fokus perhatian manajemen berbasis kinerja adalah hasil (outcome), hal ini dikarenakan publik atau masyarakat pengguna layanan dari pemerintah tertentu menginginkan hasil akhir, manfaat, dan dampak positif yang dirasakan atau diperoleh. Menurut Lynch dan cross (1993) dalam Yuwono et al (2002:29) menyebutkan bahwa manfaat sistem pemgukuran kinerja organisasi adalah :
26
1. Menelusuri kinerja terhadap pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelangganya dan membuat seluruh orang lebih dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi Pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari matarantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (Reducition of waste). 4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. 5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atau perilaku yang diharapkan tersebut. Kinerja pada tingkat organisasi berkaitan dengan usaha mewujudkan visi organisasi, dimana visi organisasi merupakan arah yang menentukan kemana organisasi akan dibawa dan apa yang akan dicapai oleh organisasi untuk masa depan. Oleh karenanya faktor yang paling penting dalam organisasi adalah figure seorang ketua atau pemimpin, seorang pemimpin harus memiliki agenda yang jelas yang didasarkan pada kepedulian yang besar terhadap hasil. Bastian, dalam Tangkilisan (2005:175) Dimensi atau indikator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuranukuran dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja. Indikator kinerja organisasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan elemenelemen indikator berikut : 1. Indikator masukan (inputs), yaitu segala sesuatu yang dibutuhkan agar organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan, dan sebagainya. 2. Indikator keluaran (outputs), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun nonfisik. 3. Indikator hasil (outcomes), yaitu segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). 4. Indikator manfaat (benefits), yaitu sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
27
5. Indikator dampak (impacts), yaitu pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif, pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan. Mahmudi (2005:103) mengatakan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure), namun sebenarnya meskipun keduanya sama-sama dalam kriteria pengukuran kinerja, tetapi terdapat perbedaan arti dan maknanya. Berkaitan dengan ukuran kinerja organisasi Ruky dalam Nogi (2005:176) mengemukakan bahwa penilaian terhadap kinerja organisasi merupakan kegiatan membandingkan
antara
hasil
yang
sebenarnya
diperoleh
dengan
yang
direncanakan. Sasaran yang ingin dicapai organisasi diteliti, mana yang telah dicapai sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (target), dan mana yang di bawah target atau tidak tercapai sepenuhnya. Sasaran target capaian ini dipahami sebagai konsep dari produktivitas sebagai salah satu indikator kinerja organisasi. Penilaian kinerja pada organisasi publik digunakan untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut dapat memenuhi harapan dan memuaskan pengguna jasa. Adanya informasi mengenai kinerja maka benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa diciptakan. Seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi kepada pengguna jasanya menentukan seberapa baik kualitas layanan yang diberikan dari pemerintah.
28
Menurut Kumorotomo (1996:7) organisasi pelayanan publik merupakan bagian dari daya tanggap negara akan kebutuhan vital masyarakat. Keterkaitan tercapaianya visi, misi, dan tujuan dengan program yang dicanangkan pemerintah memunculkan konsep indikator daya tanggap, yang dimana program yang disusun mencerminkan daya tanggap pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat, yang dikenal dengan konsep indikator responsivitas. Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari pengguna jasa, responsibilitas, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Perspektif yang digunakan oleh birokrasi sebagai pemberi layanan merupakan perspektif yang sebenarnya berasal dari pendekatan birokrasi yang cenderung menempatkan diri sebagai regulator dari pada sebagai pelayan. Indikator yang digunakan dalam mengukur organisasi publik dalam masalah ini adalah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak menurut Dwiyanto (2006:50-51) ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu organisasi publik, yaitu: 1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Konsep produktivitas dirasa terlalu sempit dan General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran
29
2.
3.
4.
5.
produktivitas yang lebih luas dan memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting. Kualitas Layanan Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi. Banyak pandangan negatif mengenai organisasi publik seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas layanan sering kali diperoleh dari media massa atau diskusi publik, karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, oleh karena itu kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. Responsivitas Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas dimasukan dalam indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsibilitas Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja berbenturan dengan responsivitas. Akuntabilitas. Akuntabilitas publik menunjuk pada kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam hal ini konsep akuntabilitas publik digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. Sedangkan menurut Mahmudi (2005:7) faktor yang berpengaruh langsung
terhadap tingkat pencapaian kinerja organisasi sebagai berikut : 1. Teknologi yang meliputi, peralatan dan metode kerja yang digunakan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. Semakin berkualitas tekhnolgi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut. 2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi. 3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan. 4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan.
30
5. Kepemimpinan sebagai usaha untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi. 6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek organisasi, imbalan, promosi dan lainnya. Menurut Zeithml, Parasuraman & Berry dalam buku yang berjudul Delivering Quality Service,
yakni (Ratminto dan Winarsih, 2010:182),
menjelaskan tentang indikator yang digunakan untuk menilai kinerja organisasi yang terdiri atas beberapa faktor berikut : 1. Ketampakan fisik (tangible) yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagai materi komunikasi misalnya gedung dan kebersihan yang baik serta penataan ruang yang rapih dan juga penampilan petugas pelayanan. 2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan para penyedia pelayanan untuk memberikan palayanan sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya, akurat, dan konsisten. 3. Daya tanggap (Responsiveness) yaitu kemauan dari para penyedia pelayanan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat dan bermakna serta kesediaan mendengarkan dan mengatasi keluhan yang diajukan konsumen, misalnya penyediaan saran yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat. 4. Kompetensi (Competence) yaitu kesesuaian antara kemampuan petugas pelayanan dengan apa yang akan ditugaskan kepadanya sehingga palayanan menjadi lebih baik. 5. Kesopanan (Courtessy) yaitu sikap petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pengguna jasa yang dapat membuat pengguna jasa merasa lebih nyaman. 6. Kredibilitas (Credibility) yaitu kejelasan reputasi atau instansi tempat pemberi pelayanan sehingga masyarakat pengguna bisa percaya atas apa yang telah atau akan dilakukan. 7. Keamanan (Security) yaitu jaminan keamanan/keselamatan dari pihak kantor atau instansi terhadap masyarakat pengguna jasa dan barang-barang bawaan (termasuk kendaraan). 8. Akses (Access) yaitu berupa kejalasan tentang lokasi/alamat kantor dan bagaimana informasi tentang lokasi/alamat kantor pemberi pelayanan. yaitu bagaimana petugas pelayanan 9. Komunikasi (Communication) memberikan penjelasan/kominikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan pelayanan yang diinginkan oleh masyarakat. 10. Pengertian (Understanding the Customer) yaitu sikap tanggap petugas pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat pengguna jasa.
31
Kinerja organisasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kinerja individual atau kinerja tim saja, namun dipengaruhi oleh faktor yang lebih luas dan kompleks, misalnya faktor lingkungan internal dan eksternal. Atmosoeprapto (Tangkilisan, 2005:181) mengemukakan faktor internal dan faktor eksternal berikut ini: 1. Faktor eksternal 1. Faktor politik, hal yang berhubungan dengan keseimbangan kekuasaan negara yang berpengaruh pada keamanan dan ketertiban, yang akan mempengaruhi ketenangan organisasi untuk berkarya secara maksimal. 2. Faktor ekonomi, tingkat perkembangan ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakat sebagai daya beli untuk menggerakkan sektor-sektor lainnya sebagai suatu sistem ekonomi yang lebih besar. 3. Faktor sosial, orientasi nilai yang berkembang di tengah masyarakat, yang mempengaruhi pandangan mereka terhadap etos kerja yang dibutuhkan bagi peningkatan kinerja organisasi. 2. Faktor internal 1. Tujuan organisasi, apa yang ingin dicapai dan apa yang ingin diproduksi oleh suatu organisasi. 2. Struktur organisasi, sebagai hasil desain antara fungsi yang akan dijalankan oleh unit organisasi dengan struktur formal yang ada. 3. Sumber daya manusia, yaitu kualitas dan pengelolaan anggota organisasi sebagai penggerak jalannya organisasi secara keseluruhan. 4. Budaya organisasi, yaitu gaya dan identitas suatu organisasi dalam pola kerja yang baku dan menjadi citra organisasi yang bersangkutan. Berdasarkan pengertian kinerja organisasi dan indikator kinerja yang disampaikan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa kinerja organisasi adalah gambaran
mengenai
tingkat
pencapaian
pelaksanaan
suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi yang merupakan gambaran mengenai hasil kerja organisasi dalam mencapai tujuannya yang tentu saja akan dipengeruhi oleh sumber daya yang dimiliki oleh organisasi
32
tersebut. Sumber daya yang dimaksud dapat berupa fisik seperti sumber daya manusia maupun nonfisik seperti peraturan, informasi, dan kebijakan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini memakai teori organisasi dimana menggunakan teori menurut Dwiyanto
(2006:50-51) karena cocok
dengan permasalahan yang terjadi di P2TP2A Provinsi Banten dengan indikatornya Produktivitas yang mengukur tingkat efisiensi dan efektitas pelayanan diperlukannya jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasi tetapi P2TP2A masih kurangnya pegawai sehingga dengan kurangnya jumlah pegawai akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas suatu organisasi dalam proses pekerjaannya, Kualitas Layanan masih belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang dapat menunjang pekerjaan organisasi khususnya di bidang pelayanan, Responsivitas mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat dalam membuat agenda, prioritas dan program, dimana P2TP2A Provinsi Banten belum
membuat
kelompok
Simpatik,
Responsibilitas
apakah
didalam
melaksanakan Kinerja organisisasinya P2TP2A Provinsi Banten mengikuti Prinsip-prinsip Administrasi dan Akuntabilitas lebih terhadap pertanggung jawaban yang dibuat oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Kegiatan serta Program yang telah dilaksanakan. 2.1.3 Pengertian Anak Dalam beberapa ketentuan hukum, manusia disebut sebagai anak dengan pengukuran/batasan usia. Kondisi ini tercermin dari perbedaan batasan usia, menurut Konvensi Hak Anak (KHA), maupun UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia
33
yang umurnya belum mencapai 18 tahun. Dalam implementasi keputusan KHA tersebut, setiap negara diberikan peluang untuk menentukan berapa usia manusia yang dikategorikan sebagai anak. Dalam KHA (pasal 1) disebutkan bahwa anak berarti setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku untuk anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat. Hal yang sama juga dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. 2.1.4 Pengertian Kekerasan Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Menurut WHO dalam Bagong. S, dkk, (2000:23), kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak. Awal mulanya istilah tindak kekerasan pada anak atau child abuse dan neglect dikenal dari dunia kedokteran. Sekitar tahun 1946, Caffey-seorang radiologist melaporkan kasus cedera yang berupa gejala-gejala klinik seperti patah tulang panjang yang majemuk (multiple fractures) pada anak-anak atau bayi disertai pendarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya (unrecognized trauma). Dalam dunia kedokteran, istilah ini dikenal dengan istilah Caffey Syndrome (Ranuh, 1999:52).
34
Barker dalam Huraerah (2007:43) mendefinisikan child abuse merupakan tindakan melukai berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali, degradasi dan cemoohan permanen atau kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan bentuk kontak seksual atau bentuk lain yang tidak diinginkan secara seksual. Kekerasan seksual biasanya disertai dengan tekanan psikologis atau fisik O’Barnett et al., dalam Matlin (2008:15). Perkosaan merupakan jenis kekerasan seksual yang spesifik. Perkosaan dapat didefiniskan sebagai penetrasi seksual tanpa izin atau dengan paksaan, disertai oleh kekerasan fisik (Tobach, dkk dalam Matlin, 2008:17). 2.1.5
Bentuk Kekerasan Terhadap Anak Lawson
dalam
Huraerah
(2007:57),
psikiater
internasional
yang
merumuskan definisi tentang child abuse, menyebut ada empat macam abuse, yaitu physical abuse, emotional abuse, verbal abuse dan sexual abuse. 1. Kekerasan secara Fisik (physical abuse) Physical abuse, terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak, memukul anak (ketika anak sebenarnya memerlukan perhatian). Pukulan akan diingat anak itu jika kekerasan fisik itu berlangsung dalam periode tertentu. Kekerasan yang dilakukan seseorang berupa melukai bagian tubuh anak. 2. Kekerasan Emosional (emotional abuse) Emotional abuse terjadi ketika orang tua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orang tua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu. 3. Kekerasan secara Verbal (verbal abuse) Biasanya berupa perilaku verbal dimana pelaku melakukan pola komunikasi yang berisi penghinaan, ataupun kata-kata yang melecehkan anak. Pelaku
35
biasanya melakukan tindakan mental abuse, menyalahkan, melabeli atau juga mengkambing hitamkan. 4. Kekerasan Seksual (sexual abuse) Sexual abuse meliputi pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut (seperti istri, anak dan pekerja rumah tangga). Selanjutnya dijelaskan bahwa sexual abuse adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu. 2.2
Penelitian Terdahulu Sebagai pertimbangan dalam penelitian ini, dicantumkan hasil penelitian
terdahulu yang pernah peneliti baca sebelumnya yang sejenis dengan penelitian ini. Penelitian terdahulu ini bermanfaat dalam mengolah atau memecahkan masalah yang timbul dalam Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Walaupun lokus dan masalahnya tidak sama persis tetapi sangat membantu peneliti dalam menemukan sumbersumber pemecahan masalah penelitian ini. Berikut ini adalah hasil penelitian yang peneliti baca. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Puji Nurhaya, Program Studi Departemen Ilmu Politik, FISIP Universitas Sumatera Utara, Medan pada Tahun 2009. Dengan judul Skripsi Kinerja Organisasi Lembaga Legislatif (Studi : Analisis Kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja DPRD Kota Medan Periode 2004-2009 masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari indikator Akuntabilitas, Responsivitas dan Efektifitas. Rendahnya Kinerja DPRD Kota
36
Medan ini dipengaruhi oleh faktor kelembagaan yaitu sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia yaitu pendidikan dan pengalaman, serta faktor informasi yaitu
sumber
informasi
yang
digunakan,
keterbukaan
menerima
dan
menyampaikan informasi, serta intensitas menyerap aspirasi masyarakat yang dimiliki oleh DPRD Kota Medan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa ternyata faktor anggaran dan pembiayaan yang tinggi tidak berpengaruh terhadap kinerja DPRD Kota Medan. Dalam peran serta pemberdayaan DPRD untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja DPRD Kota Medan dimasa yang akan datang, perlu diadakan pengenalan dan orientasi melalui pelatihan/kursus terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi DPRD sebagai lembaga perwakilan masyarakat daerah serta melalui pengembangan kualitas terhadap sistem persyaratan anggota legislatif melalui partai politik. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan Sukowati , Program Studi Ilmu Administarasi Publik, FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta, Surakarta pada Tahun 2010. Dengan judul Tesis Kinerja Organisasi Kantor Kecamatan Kedawung Kabupaten Sregan. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja organisasi di Kantor Kecamatan Kedawung pada dasarnya belum sesuai dengan harapan masyrakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pemahaman terhadap tugas dan fungsi sesuai dengan peraturan yang berlaku, tingkat kepekaan tugas pekerjaan dengan hasil yang dicapai, dan prioritas terhadap tugas dan pekerjaan yang mendesak serta konsistensi antara tugas dan fungsi masing – masing seksi dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh Kantor Kecamatan Kedawung dan pertanggungjawabannya terhadap pemberi
37
kebijakan. Sedangkan tingkat kesesuaian pelaksanaan tugas dan pekerjaan dengan hasil yang dicapai dan kesesuaian antara kebijakan dengan pelaksanakan tugas dan pekerjaan pada umumnya sudah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat bahwa tingkat keefektifan sudah cukup tinggi. Guna meningkatkan kinerja perlu dilaksanakan diklat – diklat yang menyangkut hal – hal yang bersifat khusus serta kesadaran yang tinggi dari aparat di Kantor Kecamatan Kedawung dalam pemahaman tugas dan fungsinya serta pemahaman yang tinggi tentang kondisi wilayah dalam menentukan program dan arah kebijakan. Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Merry Dandian Panji, Program Studi Ilmu Administarasi, FISIP Universitas Indonesia, Jakarta pada Tahun 2002. Dengan judul Tesis Analisis Kinerja Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dengan Pendekatan Balanced Scorecard. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa
hasil penelitian atau kepuasan pelanggan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) ternyata baik. Kepuasan kerja tangible ternyata sedang dan kepuasan kerja itangible umumnya rendah. Sebagian karyawan tidak memahami visi dan misi Dirjen Dikti tetapi mereka tetap bekerja sebaik mungkin. Dengan menerapkan Balanced Scorecard memaksa organisasi menjaga
kesimbangan
antara
persfektif
pertumbuhan
dan
pembelajaran
organisasi, proses internal organisasi, efisiensi keuangan yang telah di alokasikan, kesesuaian antara rencana-rencana dan operasional dan persfektif kepuasan pelanggan/konsumen tercapai dengan adanya keterlibatan masyarakat untuk kemajuan dunia pendidikan.
38
2.3
Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka berfikir adalah sebagai perangkat konsep dan definisi yang
saling berhubungan yang mencerminkan suatu pandangan yang sistematik mengenai fenomena dan bertujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena. Kerangka berfikir dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan. Teori dipergunakan untuk memperjelas suatu masalah yang akan diteliti dan untuk mencapai satuan pengetahuan yang sistematis serta membantu atau membimbing peneliti dalam penelitiannya. Menurut Kerlinger dalam Rakhmat (2004: 6) teori adalah himpunan konsep (konstruk), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti akan mencari dan menggunakan teori-teori yang relevan sebagai pokok pikiran dalam rangka pemecahan masalahmasalah yang akan diteliti. Dari beberapa konsep kinerja yang telah dijelaskan di atas, penyusun sampai kepada suatu kesimpulan untuk menggunakan teori dari (Dwiyanto, 2006 : 50-51).
39
Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Identifikasi Masalah : 1. Masih kurangnya jumlah pegawai di P2TP2A Provinsi Banten 2. Dalam proses penyelesaian penanganan kasus-kasus masih belum mengikuti tahapan-tahapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dalam Peraturan Menteri Negara PP dan PA Republik Indonesia No.01 Tahun 2010, sehingga masih belum optimal dalam penanganan penyelesain kasuskasus khususnya kekerasan seksual terhadap anak. 3. Koordinasi lintas sektoral belum terbangun dengan optimal, keterkaitan dengan P2TP2A Provinsi Banten dengan Dinas Pendidikan dalam membentuk kelompok Simpatik di SD,SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. 4. Belum terfasilitasinya beberapa kebutuhan yang sifatnya sangat teknis untuk proses pendampingan kepada korban atau masyarakat serta masih kurangnya sosialiasi yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Banten terhadap Masyarakat.
Menurut Dwiyanto kinerja menjadi beberapa indikator : 1. 2. 3. 4. 5.
Produktivitas Kualitas Layanan Responsivitas Responsibilitas Akuntabilitas
Output : Peningkatan Kinerja P2TP2A Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
Sumber : Hasil Analisis Konsep Peneliti, 2014
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori Dwiyanto sebagai pengukuran kinerja, yang mana menurut Dwiyanto membagi kinerja menjadi beberapa indikator yakni Produktivitas, Kualitas Layanan, Responsivitas, Responsibilitas, dan Akuntabilitas.
2.4
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2007:64) hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum
40
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik. Dalam hal ini, peneliti menggunakan hipotesis deskriptif, yang merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah deskriptif, yaitu berkenaan dengan variabel mandiri. Penelitian ini terdapat dua macam hipotesis yakni hipotesis alternative yang dilambangkan dengan (Ha) dan hipotesis nol yang dilambangkan dengan (Ho). Hipotesis yang akan diuji adalah hipotesis nol (Ho), dimana peneliti memprediksi hipotesis tersebut paling banyak atau berarti lebih kecil atau sama dengan 65 % dari kriteria ideal. Mengacu dalam paparan sebelumnya, maka peneliti menetapkan hipotetis penelitian sebagai berikut: Ha : µ> 65% Ha : Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten tinggi. H0 : µ ≤ 65% Ho : Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten tercapai rendah.
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Pendekatan dan Metode Penelitian Menurut Sugiyono (2008:2) metode penelitian pada dasarnya adalah
merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, sesuai dengan rumusan masalah yang bersifat deskriptif. Metode penelitian ini digunakan oleh peneliti untuk memperoleh dan menyajikan data secara maksimal dan menyeluruh sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian sehingga data yang diperoleh benar-benar memkualifikasi temuan. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang benar-benar hanya memaparkan apa yang terdapat atau terjadi dalam sebuah kancah, lapangan, atau wilayah tertentu. Data yang terkumpul diklasifikasikan atau dikelompok-kelompokkan menurut jenis, sifat, dan kondisinya. Sesudah datanya lengkap, kemudian dibuat kesimpulan (Arikunto, 2010:3).
3.2
Ruang Lingkup/Fokus Penelitian Fokus penelitian ini adalah Kinerja Pusat Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) merupakan salah satu bentuk wahana pelayanan bagi perempuan dan anak dalam upaya
41
42
pemenuhan informasi dan kebutuhan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum, perlindungan dan penanggulangan tindak kekerasan serta perdagangan terhadap perempuan dan anak. Sebagaimana diketahui, mengingat banyaknya kasus-kasus kekerasan terhadap anak khususnya kekerasan seksual terhadap anak, maka Pemerintah Provinsi Banten mempunyai komitmen yang kuat untuk melindungi rakyatnya dari praktek yang tidak bertanggung jawab serta berupaya mencegahnya dengan program dan kebijakan, mengingat akibat yang ditimbulkan akan merusak masa depan generasi bangsa yang seharusnya menjadi potensi untuk pembangunan daerah.
3.3
Lokasi Penelitian Lokasi
penelitian
ini
diteliti
pada
Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten dengan alamat Jalan Ki Ajurum Cipocok Jaya Serang-Banten.
3.4
Variabel Penelitian 3.4.1 Definisi Konsep 1. Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dan output.
43
2. Kualitas Layanan Kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi. Kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik, karena akses informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, oleh karena itu kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi publik. 3. Responsivitas Responsivitas merupakan kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan
kebutuhan
dan
aspirasi
masyarakat.
Responsivitas
dimasukan dalam indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. 4. Responsibilitas Responsibilitas organisasi
menjelaskan
publik
dilakukan
apakah sesuai
pelaksanaan dengan
kegiatan
prinsip-prinsip
administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
44
5. Akuntabilitas. Akuntabilitas publik menunjuk pada kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh
rakyat,
dengan
sendirinya
akan
merepresentasikan
kepentingan rakyat. Dalam hal ini konsep akuntabilitas publik digunakan untuk melihat sejauhmana kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak. 3.4.2 Definisi Operasional Berdasarkan teori yang melandasi dan definisi konsep yang telah dibuat, maka dirumuskan suatu variabel penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel Penelitian Variabel
Indikator
Sub Indikator
Item Pertanyaan
45
Produktivitas
Kinerja Pusat Kualitas Layanan Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Responsivitas Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 Responsibilitas
Akuntabilitas
1. Sikap Kerja 2. Tingkat Keterampilan 3. Hubungan antara lingkungan kerja 4. Efisiensi Tenaga Kerja 1. Tangible/Bukti fisik 2. Reliability/Kehandalan 3. Assurance/Jaminan dan Kepastian 4. Emphaty/Perhatian 1. Sikap pegawai dalam merespon 2. Referensi bagi perbaikan 3. Tindakan pegawai 4. Penempatan masyarakat dalam sistem pelayanan yang berlaku 1. Tingkat Penentuan dan Target Kegiatan 2. Penyesuian antara misi dan tujuan organisasi 1. Kepastian Hukum 2. Proses 3. Program 4. Kebijakan
1,2,3 4,5,6 7,8,9 10,11,12 13,14,15 16,17,18 19,20,21 22,23,24 25 26 27 28,29 30,31 32,33 34 35 36 37
Sumber : Analisis Konsep Peneliti, 2014
3.5
Instrumen Penelitian Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada
alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati Sugiyono (2007:1). Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa angket dengan jumlah variabel
46
sebanyak satu variabel, dan menggunakan skala likert dalam pengukuran jawaban dari para responden. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur akan dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan tolak ukur untuk menyusun item-item instrumen dalam bentuk pertanyaan. Jawaban setiap item instrumen memiliki tingkatan nilai dari sangat positif sampai sangat negatif. Sehingga, untuk keperluan analisis kuantitatif, anak jawaban dari setiap item instrumen diberi skor, yakni sebagai berikut : Tabel 3.2 Skoring Item Instrumen Pilihan Jawaban
Skor
Sangat Setuju
4
Setuju
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak Setuju
1
Sumber : Sugiyono, 2007 3.5.1 Uji Validitas, Reliabilitas dan Normalitas 3.5.1.1 Uji Validitas Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk data mengukur itu valid. Sugiyono (2007:137) mendefinisikan valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa saja yang
47
seharusnya diukur. Maka dari itu untuk menguji instrumen penelitian ini agar data yang didapat valid, maka peneliti menggunakan rumus Korelasi Product Moment dengan bantuan perangkat lunak Statistic Program For Social Science (SPSS) 16. Uji validitas digunakan untuk sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukkan tingkat kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran. Rumus uji validitas ini adalah: rxy =
n Xi Yi – ( Xi)( Yi) {n Xi2 – ( Xi)2}{n Yi2 – ( Yi)2}
Dimana: = Koefisien kolerasi Product Moment
r X
= Jumlah skor dalam sebaran X
Y
= Jumlah skor dalam sebaran Y
XY = Jumlah hasil skor X dan Y yang berpasangan X2 = Jumlah skor yang di kuadratkan dalam sebaran X Y2 = Jumlah skor yang di kuadratkan dalam sebaran Y n
= Jumlah sampel
3.5.1.2 Uji Reliabilitas
48
Tahap selanjutnya adalah uji reliabilitas, dimana hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Sugiyono (2007:137) mendefinisikan instrumen yang reliabel merupakan instrumen yang bila digunakan berkali-kali untuk mengukur objek yang sama. Pendekatan yang digunakan untuk uji reliabelitas adalah pendekatan reliabelitas konsistensi internal. Adapun teknik yang digunakan untuk mengukur konsistensi internal adalah Cronbach’s Alpha. Variabel dikatakan reliabel jika nilai alphanya lebih dari 0,30. Dengan dilakukannya uji reliabilitas maka akan menghasilkan suatu instrumen yang benar-benar tepat atau akurat dan mantap. Pengujian Reliabilitas kuesioner pada penelitian ini menggunakan bantuan perangkat lunak Statistic Program For Social Science (SPSS) 16. Rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut: r11 = (
) (
)
Dimana : n = jumlah butir Si² = variasi butir St² = variasi total 3.5.1.3 Uji Normalitas Guna memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang data hasil penelitian, normalitas data digunakan untuk menjaga ketetapan metode statistik yang digunakan, karena apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistika yang digunakan adalah statistika non parametric
49
sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistika yang digunkan adalah statistik parametric. 3.5.2 Jenis dan Sumber Data 3.5.2.1 Jenis Data 1. Data Primer, adalah data yang langsung diperoleh peneliti melalui kuesioner
(angket),
wawancara
(interview),
dan
observasi
(pengamatan). 2. Data sekunder, adalah data yang tidak langsung diperoleh peneliti, tetapi diperoleh melalui orang lain maupun dokumen, seperti hasil penelitian yang relevan, laporan dan catatan-catatan atau melalui informan yaitu, masyarakat yang memberikan keterangan dan informasi kepada peneliti. 3.5.2.2 Sumber Data 1. Responden yaitu Pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten yang dilibatkan secara langsung di dalam kegiatan penelitian ini, untuk memperoleh gambaran atau materi yang dijadikan objek penelitian. 2. Literatur, yaitu data kepustakaan yang memiliki hubungan dengan penelitian. 3.5.3 Teknik Pengumpulan Data Menurut Hariwijaya (2005:61), untuk memperoleh data dan keterangan yang diperlukan, digunakan tenik sebagai berikut :
50
1. Library Reseacrh, atau studi kepustakaan, yaitu metode pengumpulan data dari literatur yang secara langsung berhubungan dengan topik permasalahan yang sedang diteliti, baik literatur yang bersumber dari referensi, maupun dari buku-buku yang relevan. 2. Field
Research,
yaitu
penelitian
yang
dilakukan
berdasarkan
pengamatan secara langsung pada objek yang diteliti, dengan melakukan : 1. Observasi Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti. 2. Kuisioner Cara ini digunakan melalui pembuatan daftar pertanyaan tentang masalah yang akan diteliti, yang kemudian dibagikan kepada responden.
3.6
Populasi dan Sampel Penelitian Menurut Sugiyono (2008:80) populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
kesimpulannya. Populasi untuk pengambilan sampel pada penelitian ini adalah pegawai Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten yang berjumlah 45, terdiri dari Pegawai tetap dan tidak tetap.
51
Sedangkan menurut Sugiyono (2008:81) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah Nonprobabilitiy Sampling. Menurut Sugiyono (2008:84) Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel yang digunakan peneliti adalah sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan teknik sampling nonprobabilitiy sampling (Sampling Jenuh) dimana peneliti melihat adanya keterkaitan atau hubungan antara para pegawai dalam bekerja, antara satu divisi dengan divisi lainnya dalam organisasi P2TP2A Provinsi Banten, oleh karena itu peneliti memakai teknik nonprobabilitiy sampling.
3.7
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Setelah data dikumpulkan maka tahap selanjutnya adalah pengolahan data. Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dan menentukan. Pada tahap ini data diolah sedemikian rupa sehingga berhasil disimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Teknik pengolahan data dalam Bungin (2009:165-168) tersebut menggunakan cara sebagai berikut :
52
1. Editing Data, adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data dilapangan. Kegiatan ini menjadi penting karena kenyataannya bahwa data yang terhimpun kadang kala belum memenuhi harapan peneliti, ada diantaranya kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan bahkan terlupakan. Oleh karena itu, keadaan tersebut harus diperbaiki melalui editing ini. Proses editing dimulai dengan memberi identitas pada instrumen penelitian yang telah terjawab. Kemudian memeriksa satu per satu lembaran instrumen dan poin yang janggal tersebut. 2. Coding data, setelah tahap editing selesai dilakukan, kegiatan berikutnya adalah mengklasifikasi data-data tersebut melalui tahap koding. Maksudnya bahwa data yang telah diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis. kemudian diberikan skor dengan menggunakan skala Likert. 3. Tabulating data, adalah memasukan data pada tabel-tabel tertentu dan mengatur angka-angka serta menghitungnya. Penyusunan data dalam tabeltabel yang mudah dibaca dan tabel tersebut disiapkan untuk dianalisis. 3.7.2 Teknis Analisis Data Setelah pengolahan data dilakukan, tahap selanjutnya adalah analisis data. Dimana analisis itu dilakukan untuk membahas masalah yang terdapat dalam masalah. Analisis data dilakukan dalam
usaha untuk menyederhanakan data
yang didapat agar mudah dipahami oleh pembaca. Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah metode kuantitatif. Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokan data berdasarkan variabel dari jenis responden,
53
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data dari setiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Berikut merupakan rumus pengujian hipotesis deskriptif yang diajukan dalam penelitian ini menggunakan rumus T-Test (Uji T) sebagai berikut:
Keterangan: t
= Nilai t yang dihitung
X = Nilai rata-rata o
= Nilai yang dihipotesiskan
s = Simpangan baku sampel
n = Jumlah anggota sampel Sumber : Sugiyono, 2007:207
3.8
Jadwal Penelitian Jadwal kegiatan di dalam penelitian ini dapat dlihat pada tabel berikut ini
54
Tabel 3.3 Jadwal Kegiatan Penelitian WAKTU PELAKSANAAN
No
Jul
1
Observasi Awal
2
Penyusunan Proposal
3
TAHUN 2013-2014
Kegiatan Ags
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Bimbingan dan Perbaikan Proposal
4
Seminar Proposal
5
Penyusunan Bab. IV
6
Penyebaran Kuisioner
7
Peyusunan Hasil Penelitian
8
Pembuatan kesimpulan dan Saran
9
Sidang Skripsi
Sumber : Peneliti, 2014
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
55
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Deskripsi Wilayah Provinsi Banten Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum dari Provinsi Banten, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, visi dan misi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten serta tugas, pokok dan fungsinya dan struktur organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten. Provinsi Banten berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara
= Laut Jawa
2. Sebelah Timur = Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat 3. Sebelah Selatan = Samudera Hindia 4. Sebelah Barat
= Selat Sunda
Posisi strategisnya mempunyai potensial yang cukup diandalkan sehingga Provinsi Banten berada pada posisi silang yang strategis diantara batas-batas wilayahnya. Provinsi Banten memiliki wilayah seluas 8.800.83 km2 dan panjang pantai 509 km yang berada pada batas astronomis 1050 1’11’’-1060 7’12’’ BT dan 507’ 50’’-701’1’’ LS. Letaknya yang di Ujang Barat Pulau Jawa memposisikan
55
56
Banten sebagai pintu gerbang Pulau Jawa dan Sumatera dan berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Posisi geografis ini tentunya menyebabkan Banten sebagai penghubung utama jalur perdagangan Sumatera-Jawa bahkan sebagai bagian dari sirkulasi perdagangan Asia dan Internasional serta sebagai aglomerasi perekonomian dan pemukiman potensial. 4.1.2 Gambaran
Umum
Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan
Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten (P2TP2A) adalah Lembaga Penyedia Pelayanan terhadap korban, bersifat Non Struktual dan Independen, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Gubernur Banten Nomor : 31 Tahun 2009 Tentang Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak korban Kekerasan di Provinsi Banten. Lembaga ini menjalankan kegiatan penindakan, advokasi, sosialisasi, pemulihan dan rehabilitas sosial dan pemberdayaan serta bimbingan lanjut bagi korban tindak kekerasan perempuan dan anak di Provinsi Banten. Lembaga ini mendorong dan mengembangkan peran serta masyarakat terutama yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan sebagai upaya peningkatan peran perempuan dalam segala aspek Pembangunan. 4.1.3 Kedudukan, Tugas dan Fungsi P2TP2A Provinsi Banten 1.
Kedudukan P2TP2A Provinsi Banten merupakan lembaga non Pemerintah yang
berkedudukan setingkat dengan Lembaga-lembaga Non Pemerintah dan atau komisi-komisi yang telah ada, dan dibentuk berdasarkan : (a) surat keputusan
57
bersama Menteri Pemberdayaan Perempuan RI, Menteri Kesehatan RI, Menteri Sosial RI dan Kepala Kepolisian RI No.: 14/MenPP/Dep.V/X/2002 dan berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 31 tahun 2009 tentang pelayanan Terpadu Korban Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak : P2TP2A Provinsi Banten berkedudukan di Ibu Kota Provinsi Banten. 2.
Tugas P2TP2A
Provinsi
Banten
mempunyai
tugas
membantu
Gubernur
mengkoordinasikan kegiatan Operasional P2TP2A Provinsi Banten dalam upaya peningkatan kualitas hidup dan perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. P2TP2A Provinsi Banten berkedudukan di Ibu Kota Provinsi Banten. 1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya perempuan dan anak dengan menjungjung tinggi aspek-aspek Hak Asasi Manusia (HAM), Perlindungan, Pemberdayaan dan Peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak. 2. Mendorong dan mengembangkan peran serta masyarakat terutama yang tergabung
dalam
organisasi
kemasyarakatan,
sebagai
upaya
peningkatan peran perempuan dalam segala pembangunan. 3. Dalam
melaksanakan
tugas
P2TP2A
Provinsi
Banten
dapat
berkerjasama dengan instansi Pemerintah, Organisasi Masyarakat, para ahli, Badan Internasional dan pihak-pihak yang dipandang perlu. 3.
Fungsi P2TP2A Provinsi Banten mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : 1. Fungsi Pengkoordinasian meliputi kegiatan.
58
(1) Pengkoordinasian antara unsur pemerintah dan unsur masyarakat. (2) Pengkoordinasian antara P2TP2A Provinsi Banten dengan P2TP2A Kabupaten dan Kota. (3) Pengkoordinasian
antara
P2TP2A
Provinsi
Banten
dengan
Organisasi Kemasyarakatan, Organisasi Profesi, Organisasi Sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat serta pihak-pihak lain yang dipandang perlu. 2. Fungsi Pengkajian dan Penelitian meliputi kegiatan (1) Pengkajian berbagai instrumen Peraturan Per-Undang-undangan yang menyangkut Perlindungan Perempuan dan Anak dan Hak Asasi Manusia. (2) Penelitian segala peristiwa dan permasalahan yang menyangkut dan menimpa Perempuan dan Anak di Provinsi Banten. (3) Studi kepustakaan, studi lapangan serta studi banding mengenai program peningkatan kesejahteraan Perempuan dan Anak. (4) Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian. 3. Fungsi Advokasi (1) Pendampingan terhadap korban yang menghadapi persoalan hukum. (2) Pendampingan
terhadap
korban
yang menghadapi
tekanan,
perlakuan, tindak kekerasan maupun pelanggaran hak asasi manusia. (3) Pendampingan proses dan pelaksanaan jaminan sosial korban.
59
(4) Memfasilitasi rujukan bagi korban yang memerlukan pelayanan, perawatan dan perlindungan khusus. 4. Fungsi Pencegahan (1) Sosialisasi melalui jalur Pendidikan Formal & non Formal. (2) Sosialisasi
melalui
jalur
Pengaduan
Organisasi
Sosial
Kemasyarakatan, LSM dan Kelompok Masyarakat lainnya. (3) Sosialisasi melalui media Cetak dan Elektronik. (4) Pengkaderan pembentukan kelompok simpatik di Sekolah (SD, SLTP, SLTA maupun Perguruan Tinggi dan Sederajat). 5. Fungsi Penindakan (1) Tindak cepat pertolongan dan penanganan kasus. (2) Mempercepat prosedur perawatan dan perlindungan korban. (3) Memberikan situasi kenyamanan korban selama masa perlindungan /tindak awal. (4) Menyediakan Sarana Fisik Crisis-Center P2TP2A Provinsi Banten. 6. Fungsi Pemulihan dan Rehabilitasi Sosial (1) Membentuk Institusi yang berfungsi memberikan Bimbingan dan Pembinaan dalam rangka Pemulihan/Rehabilitasi sosial korban. (2) Menyusun pedoman pelaksanaan pemulihan dan rehabilitasi sosial korban kekerasan perempuan dan anak. (3) Melakukan Sosialisasi terhadap eks korban yang terencana dan terpadu.
60
7. Fungsi Rujukan (1) Melakukan tindak lanjut penanganan kasus dengan memberikan akses (Rujukan) kepada Institusi lain yang menangani kasus korban tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak sesuai dengan tahapan Pelayanan melakukan kerja-sama dengan berbagai Institusi Pelayanan dan Perlindungan terhadap Perempuan dan Anak. 4.1.3.1 Susunan Organisasi P2TP2A Provinsi Banten Keanggotaan P2TP2A Provinsi Banten terdiri dari unsur Pemerintah meliputi perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Banten terkait, Kepolisian Daerah (POLDA) Banten, Organisasi Perempuan, Organisasi Profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Individu (perorangan) yang memiliki Integritas dan kemampuan serta peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak, susunan P2TP2A Provinsi Banten dan Struktur Organisasi yang dimiliki oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten adalah : Tabel 4.1 Susunan Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten No
Jabatan
Jumlah
1.
Ketua
1 Orang
2.
Wakil Ketua
2 Orang
Sekretaris 1
1 Orang
Sekretaris 2
1 Orang
3. 4.
61
DIVISI PELAYANAN TERPADU Koordinator
1 Orang
Pelayanan Medis
4 Orang
7.
Pelayanan Hukum
2 Orang
8.
Pelayanan Psikis
2 Orang
9.
Pelayanan Rehabilitasi Sosial
2 Orang
5. 6.
DIVISI PEMBERDAYAAN DAN PENDIDIKAN 10.
Koordinator
1 Orang
11.
Bidang Pemberdayaan
2 Orang
12.
Bidang Pendidikan
3 Orang
DIVISI PERLINDUNGAN ANAK 13.
Koordinator
1 Orang
14.
Bidang Partisipasi Anak
2 Orang
15.
Bidang Pengembangan Anak
2 Orang
LAIN-LAIN 16.
Sekretariat
3 Orang
17.
Relawan Tetap
3 Orang
18.
Relawan Tidak Tetap
12 Orang
Sumber : Data Profil P2TP2A Provinsi Banten, 2014
62
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten
Sumber : Data Profil P2TP2A Provinsi Banten, 2014
4.1.3.2 1.
Visi, Misi dan Program P2TP2A Provinsi Banten
Visi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten “Terlindungi Dan Terpenuhinya Hak Perempuan Dan Anak”
2.
Misi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten yaitu menjamin pemenuhan hak Perempuan dan Anak, mencegah dan menghapus segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, mencegah dan menghapus segala bentuk pekerjaan terburuk untuk Anak, mencegah dan menghapus segala bentuk eksploitasi terhadap Perempuan dan Anak, menyelenggarakan pelayanan dan pemulihan secara
63
tuntas, memperkuat koordinasi lintas instansi dan masyarakat, memperkuat kemitraan dan jaringan kerja dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraan Perempuan dan Anak di Provinsi Banten dengan dunia usaha dan mewujudkan kualitas hidup Perempuan dan Anak di Provinsi Banten sebagai manusia yang maju, mandiri dan akhaqul qharimah. 3. Strategi 1. Meningkatkan
kapaitas
kelembagaan
yang
kompeten
untuk
memberikan layanan terbaik dalam pemenuhan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam program komprehensif dan integrative antara lain yaitu memiliki gedung sekretaris P2TP2A dan perlengkapannya, memiliki bangunan yang mendukung kegiatan teknis, melengkapi peralatan yang mendukung operasional, meningkatkan mutu SDM pada P2TP2A. 2. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk bersama-sama mendukung Pemerintah Provinsi Banten dalam upaya perlindungan perempuan dan anak antara lain yaitu intensitas sosialisasi kepada kelompok-kelompok masyarakat dan sosialisasi kepada pimpinan organisasi atau lembaga swadaya yayasan yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial khususnya peduli Perempuan dan Anak. 3. Mengembangkan pola pencegahan tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak melalui membentuk kelompok simpati peduli perempuan dan anak,
intensitas
majalah/brosur
koordinasi
P2TP2A,
penyuluhan
membentuk
media
hukum, centre
penerbitan P2TP2A,
64
mengadakan talk show dan road show, meningkatkan eksisitensi Telepon Sahabat Anak (TESA) 129. 4. Mengembangkan pola penengakan hukum tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dengan cara pemantauan proses hukum tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, pendampingan kasus dalam proses hukum tindak kekerasan terhadap Perempuan dana Anak, intensitas sosialisasi Peraturan per-Undangan-undangan. 5. Mengembangkan program aksi yang langsung dan segera untuk penanggulangan tindak kekerasan terhadap Perempuan dan Anak melalui penyusunan program yang komprenhensif dan integrative, peningkatan koordinasi dalam penanganan kasus, penanganan kasus segera berupa tindak cepat dalam setiap kejadian/kasus dengan membentuk Relawan Inti Siaga Kasus (RISKA). 6. Mengembangkan pola kemitraan dengan dunia usaha untuk penanganan secara tuntas permasalahan Perempuan dan Anak yaitu maping dan pengusaha, pendekatan dan rintisan kerjasama, pembuatan MOU, program aksi. 7. Merintis, menjalin kerjasama dan mengembangkan dukungan donor agency baik tingkat Provinsi, Regional, Nasional maupun Internasional dalam program perlindungan Perempuan dan Anak yaitu inventarisasi lembaga donor lokal, inventarisasi lembaga donor regional dan nasional, inventarisasi lembaga donor internasional, rintisan kerjasama dan rencana aksi.
65
4. Pengkoordinasian 1.
Intensitas pengkoordinasian dengan Pemerintah Provinsi Banten termasuk didalamnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dinas/Instansi yang terkait dalam konteks pelayanan kesejahteraan sosial perlindungan Perempuan dan Anak.
2. Intensitas pengkoordinasian antara P2TP2A Provinsi Banten dengan P2TP2A Provinsi Mitra Praja Utama (10 Provinsi). 3. Intensitas pengkoordinasian antara P2TP2A Provinsi Banten dengan masyarakat, organisai sosial, lembaga swadaya dan dunia usaha dalam upaya memperkuat jaringan kerja dan kemitraan. 4. Intensitas pengkoordinasian antara P2TP2A Provinsi Banten dengan P2TP2A Kabupaten/Kota. 5. Pengkajian dan Penelitian 1. Pengkajian 1.
Undang-undang
yang
berkaitan
dengan
ksejateraan
sosial
perlindungan Perempuan dan Anak. 2.
Undang-undang yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia khusunya kelompok Perempuan dan Anak.
3.
Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah serta ketentuan lain yang berkaitan dengan penanganan Perempuan dan Anak.
66
2. Penelitian 1. Metodologi, System dan program-program pelayanan kesejahteraan perempuan dan anak. 2. Kondisi dan kualitas hidup dan kebutuhan layanan para eks korban tindak kekerasan maupun tindak lainnya bagi Perempuan dan Anak. 3. Pelaksanaan penyediaan layanan baik darurat maupun yang bersifat institusi bagi para korban baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun masyarakat melalui lembaga/yayasan. 4. Pola pelayanan, perlindungan dan jaminan sosial para eks korban. 3. Studi kepustakaan dan studi lapangan 1) Studi literature baik terbitan dalam maupun Luar Negeri tentang pemberdayaan perempuan dan Anak. 2) Studi lapangan dalam rangka pengumpulan data lainnya bagi perempuan dan anak. 3) Studi
banding
dalam
rangka
memahami,
mengetahui
dan
membandingkan upaya pelayanan terpadu perempuan dan anak sebagai referensi pola pelayanan di Provinsi Banten. 4. Penerbitan hasil pengkajian, poenelitian dan kegiatan 1. Dalam bentuk buku untuk distribusi internal P2TP2A Provinsi Banten maupun distribusi eksternal untuk organisasi. Lembaga swadaya
masyarakat,
dunia
usaha
perlindungan perempuan dan anak. 2.Dalam bentuk majalah, tabloid dan lain-lain.
kesejahteraan
sosial
67
3.Dalam bentuk press release melalui media cetak dan elektronik. 6. Pencegahan 1.
Sosialisai melalui jalur Pendidikan Formal (penyuluhan langsung ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi).
2.
Sosialisasi melalui jalur Organisasi (Penyuluhan langsung kepada pengurus organisasi sosial kemasyarakatan, LSM dan Kelompok Masyarakat lainnya).
3.
Sosialisasi melalui media cetak dan elektronik (rubrik tetap/berkala, drama/sinetron, majala/brosur)
4.
Embryonal Movement melalui pembentukan kelompok simpatik di Sekolah (SD, SMTP, SMTA maupun PT).
7.
Penindakan 1.
Advokasi 1. Pendampingan terhadap korban yang bermasalah dengan hukum. 2. Pendampingan terhadap korban yang menghadapi tekanan, tindak kekerasan maupun pelanggaran Hak Asai Manusia. 3. Pendampingan proses dan pelaksanaan jaminan sosial korban. 4. Menyelenggarakan rujukan bagi korban yang memerlukan pelayanan, perawatan dan perlindungan khusus.
2. Sosialisasi 1. Sosialisasi tentang keberadaan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten.
68
2. Sosialisasi tentang program dan hasil kerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Banten. 3. Sosialisasi
tentang
kebijakan
Pemerintah
dalam
upaya
peningkatan kesejahteraan sosial perlindungan perempuan dan anak. 8.
Pemulihan 1.
Meningkatkan memberikan
kerjasama bimbingan
dengan dan
institusi
pembinaan
yang dalam
berfungsi rangka
Pemulihan/Rehabilitasi Sosial korban. 2.
Menyusun pedoman pelaksanaan pemulihan dan rehabilitasi sosial korban kekerasan perempuan dan anak.
3.
Melakukan Resosialisasi terhadap eks. korban yang terencana dan terpadu.
9.
Penyedian Data 1.
Pengadaan Ruang data yang representative.
2.
Melengkapi peralatan dan perekam data.
3.
Menyusun data petensi dan demografi Banten.
4.
Maping data permasalahan perempuan dan anak.
5.
Melengkapi data permasalahan Perempuan.
6.
Melengkapi data permasalahan Anak.
7.
Melengkapi buku-buku referensi tentang pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak.
69
10.
Jaringan Kerja 1. Membuat Web-Site P2TP2A Provinsi Banten. 2. Menjadikan Unit Pelayanan pada Instansi terkait (Kepolisia, Kesehatan melalui RSUD, Dinas Sosial melalui Balai Perlindungan Sosial dll.) sebagai jaringan Operasional P2TP2A. 3. Merintis dan membentuk kelompok tindak cepat. 4. Intensitas koordinasi dengan P2TP2A provinsi Mitra Praja Utama.
11.
Evaluasi dan Laporan 1.
Evaluasi 1) Evaluasi kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka pengkajian metodologi
dan
teknis
pelayanan
kesejahteraan
sosial
perlindungan Perempuan dan Anak. 2) Evaluasi kegiatan penanganan kasus yang dilaksanakan oleh kelompok Relawan/Unit teknis di Provinsi Banten. 3) Evaluasi kegiatan pada akhir tahun. 4) Evaluasi kegiatan pada akhir periode (5 tahun). (2.) Laporan Kegiatan 1) Laporan bulanan kesekretariatan. 2) Laporan bulanan relawan. 3) Laporan khusus keuangan. 4) Laporan kegiatan penanganan kasus yang dilaksanakan oleh kelompok/Relawan Unit teknis P2TP2A.
70
5) Laporan Tahunan P2TP2A pada akhir tahun berjalan dibuat pada bulan Desember. 6) Laporan Umum akhir masa keanggotaan. Disususn dan diputuskan dalam Rapat Paripurna P2TP2A Provinsi Banten, hasilnya secara tertulis disampaikan kepada Gubernur Banten, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak Republik Indonesia (Tembusan), DPRD Provinsi Banten (Tembusan). (3) Pertanggung-jawaban Pertanggungjawaban keuangan/dana yang diberikan kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Provinsi Banten, mengikuti aturan tata laksana pertanggung jawaban Keuangan Negara mengikuti peraturan dan ketentuan yang ada ditujukan kepada Pimpinan Dinas Instansi Penggunan Anggaran pada Tingkat Provinsi untuk dana yang bersumber dari APBD Provinsi Banten, Pemimpin Dinas Instansi Kuasa Pengguna Anggaran pada Tingkat Provinsi Banten untuk dana yang bersumber dari APBN sedangkan dana yang berasal dari Donatur dan Dermawan maka laporan pertanggung jawaban ditunjuk kepada Pimpinan, Perusahaan, Organisasi dan atau Lembaga Penyumbang.
71
4.2
Deskripsi Data
4.2.1 Identitas Responden Responden pada penelitian yang berjudul “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012” ini terdiri dari 45 Pegawai P2TP2A Provinsi Banten. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik Non Probability Sampling yaitu sampling jenuh dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sample, berikut ini adalah data responden dalam penelitian Analisis Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 : Diagram 4.1 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 30 25 20 15 10 5 0 SLTA
D3
S1
S2
Sumber : Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan diagram 4.1 mengenai identitas responden berdasarkan tingkat pendidikan, diketahui bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan
72
SLTA sebesar 8 (17,7%) responden, untuk D3 tidak ada satu pun respoden yang memiliki tingkat pendidikan D3, 26 (57,7%) responden memiliki tingkat pendidikan Strata 1/S1, dan 11 (24,4%) responden yang memiliki tingkat pendidikan Strata 2/S2. Secara mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan strata 1/S1, hal ini menunjukan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih paham dan mengerti dalam menyelesaikan pekerjaan serta masalah dan kasus-kasus yang ada sesuai dengan Tugas pokok dan Fungsinya (tupoksi). Diagram 4.2 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
30 25 20 15 10 5 0 Laki-laki Perempuan
Sumber : Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan diagram 4.2 mengenai identitas responden berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa responden yang memiliki kelamin laki-laki sebesar 26 (57,7%) responden dan kelamin perempuan sebesar 19 (42,2%) responden, hal ini menunjukan bahwa responden yang bekerja di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan.
73
Diagram 4.3 Identitas Responden Berdasarkan Usia
20 15 10 5 0 Usia 25-35 Usia 36-45 Usia 46-55 Usia 56-60
Sumber : Data Kuesioner, 2014
Berdasarkan diagram 4.3 mengenai identitas responden berdasarkan usia, diketahui bahwa responden yang memiliki rata-rata 25-35 tahun sebanyak
8
(18%) responden, 36-45 tahun sebanyak 17 (38%) responden, 14 (31%) responden memiliki rata-rata 46-55 tahun dan 6 (13%) responden memiliki ratarata 56-60 tahun. Hal ini dapat terlihat responden yang berusia 36-45 tahun menunjukan lebih banyak dari usia yang lainnya. 4.2.2 Analisis Data Analisis data merupakan suatu proses analisis yang dilakukan peneliti dengan cara mendeskripsikan data hasil penyebaran kuesioner yang ditujukan kepada seluruh pegawai P2TP2A Provinsi Banten. Kuesioner diajukan kepada 45 responden yang menjad sampel penelitian, 45 responden terdiri dari pegawai yang tersebar di bagian divisi pelayanan terpadu, divisi pemberdayaan dan pendidikan, divisi perlindungan
anak dan sekretariat
di Pusat Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten, karena disetiap
74
divisi satu dengan yang lainya serta sekretariat dalam proses penangan kasuskasus saling mempengaruhi dan saling terkait. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori Dwiyanto (2006, 50-51). Dalam teori tersebut Dwiyanto mengemukakan 5 kriteria Kinerja Organisasi yang kemudian dijadikan indikator kisi-kisi instrumen oleh Peneliti. 5 Kriteria Kinerja Organisasi
tersebut
Produktivitas,
Kualitas
Layanan,
Responsivitas,
Responsibilitas dan Akuntabilitas. Skala yang digunakan dalam kuesioner ini adalah skala Likert, dengan pilihan jawaban terdiri dari sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Adapun pemaparan jawaban atas kuesioner tersebut adalah sebagai berikut: 4.2.1 Tanggapan Responden tentang pegawai dalam menyelesaikan tugas dengan tepat waktu Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai dalam menyelasaikan tugas dengan tepat waktu. Diagram 4.4 Pegawai dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 1)
75
Berdasarkan diagram 4.4 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai yang dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 5 (11%) orang, jawaban setuju sebanyak 24 (53%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 16 (36%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa pegawai dapat menyelesaiakan pekerjaannya dengan baik sesuai dengan tupoksinya disetiap divisi pada P2TP2A Provinsi Banten namun pada divisi pelayanan terpadu masih adanya pembatasan waktu dalam memberikan pelayanan seperti waktu konseling dimana para korban belum tentu bisa mengikuti jadwal konseling yang telah ditetapkan. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan dalam proses penyelesaian kasus-kasus harus dapat berkoordinasi dengan para instansi yang terkait, hal ini dapat menyebabkan lambatnya proses pekerjaan yang ada di P2TP2A Provinsi Banten karena dalam berkoordinasi diperlukan waktu untuk membahas dan memahami permasalahan kasus-kasus yang ada agar permasalahan tersebut dapat ditangani sehingga dalam proses penyelesainnya tidak tepat waktu sehingga harus dilakukan koordinasi secara internal dilakukan antar divisi baik dari proses pngaduan, pencatatan yang ditangani oleh sekretariat, penanganan dan perlindungan hukum oleh divisi pelayanan terpadu dan sampai kepada rehabilitasi dan pemberdayaan setelah pemulihan korban yang dilakukan oleh divisi pemberdayaan dan pendidikan diamana saling mempengaruhi, serta adanya koordinasi secara eksternal yang berkerjasama dalam proses penanganan kasus yang dilakukan Dinsos, Dinkes,
76
RSUD dan Kepolisian. Hal tersebut dapat diartikan bahwa setiap pekerjaan dan tugas yang diberikan disetiap divisi harus segera di koordinasikan pada setiap bagian divisi dan instansi yang terkait. 4.2.2 Tanggapan Responden tentang fasilitas-fasilitas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja/pekerjaan Berikut merupakan jawaban responden mengenai fasilitas-fasiltas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja/pekerjaan. Diagram 4.5 Fasilitas-fasilitas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja/pekerjaan
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 2)
Berdasarkan diagram 4.5 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai Fasilitas-fasiltas yang diberikan organisasi dapat menunjang aktivitas kerja/pekerjaan didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang.
77
Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini diartikan bahwa fasilitasfasilitas yang ada seperti peralatan kantor seperti komputer di P2TP2A sebanyak 4 unit yang ditempatkan di bagian sekretariat sudah cukup menunjang dalam proses pekerjaan para pegawai namun untuk di setiap divisi belum memiliki 1 unit komputer pada masing-masing divisi, adanya telepon khusus yang menangani keluhan dan aspirasi masyarakat korban yaitu TESA (Telepon Sahabat Anak), adanya seorang psikologis guna memberikan konseling bagi para korban kasus kekerasan seksual dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa fasilitas-fasilitas yang digunakan hanya beberapa yang tersedia yang dapat menunjang pekerjaan namun masih ada beberapa kebutuhan yang sifatnya teknis guna untuk proses pendampingan para korban, seperti belum adanya ruang fisik crisis center, belum adanya kendaraan operasioanal kantor yaitu mobil guna penjemputan para korban termasuk korban kekerasan seksual, dan yang terpenting gedung kantor bukan hak milik melainkan masih menyewa rumah sebagai kantor setiap tahunnya, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan P2TP2A Provinsi Banten memilki kendaraan operasional dan bangunan kantor milik sendiri akan lebih kecil dalam pengeluaran biayanya dengan begitu anggaran dapat dialihkan ke kegiatan atau program lain. 4.2.3 Tanggapan Responden tentang pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan.
78
Diagram 4.6 Pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 3)
Berdasarkan diagram 4.6 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai mendapatkan gaji sesuai dengan tuntutan pekerjaan yang dibebankan didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 40 (89%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa gaji yang diberikan oleh P2TP2A Provinsi Banten kepada para pegawai sesuai dengan beban kerja yang diberikan. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan gaji yang diberikan tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan pegawai.
79
4.2.4 Tanggapan Responden tentang pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja. Diagram 4.7 Pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja
20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no .4)
Berdasarkan diagram 4.5 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 5 (11%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 19 (42%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja, ini menandakan bahwa pegawai kurang mempunyai inisiatif dalam setiap kegiatan pekerjaan seharusnya setiap pegawai memiliki inisitiaf yang berupa pegawai datang sebelum jam kerja kantor agar lebih cepat dalam memberikan pelayanan dan adanya ide-ide yang diberikan bagi pegawai kepada P2TP2A Provinsi Banten dalam menyelesaikan
80
pekerjaan. Dan masih ada responden yang menjawab setuju, hal ini dapat diartikan para pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja, seharusnya pegawai mempunyai inisiatif yang tinggi dalam bekerja yang mana dapat menyelesaikan setiap kegiatan atau pekerjaan yang diberikan agar tercapainya tujuan dari organisasi. 4.2.5 Tanggapan Responden tentang organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai Berikut merupakan jawaban responden mengenai organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai. Diagram 4.8 Organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 5)
Berdasarkan diagram 4.8 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai organisasi memberikan peluang dan pengembangan karir bagi setiap pegawai didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang,
81
jawaban setuju sebanyak 11 (24%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 16 (35%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 3 (6%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan adanya pegawai yang memiliki kinerja yang baik sehingga adanya penilaian yang di berikan pimpinan terhadap pegawai setiap akhir tahunnya sehingga organisasi memberikan reward kepada pegawai baik berupa kenaikan jabatan atau hadiah. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan masih ada pegawai yang belum melaksanakan pekerjaan atau tugasnya yang belum terselesaikan sehingga dalam penilaian akhirya kurang bagus. Oleh karena itu seharusnya pegawai dapat bekerja dengan baik dalam setiap beban pekerjaan yang diberikan yang mana dari hasil pekerjaannya tersebut, instansi atau organisasi dapat menilai serta memberikan reward bagi pegawai yang memiliki etos kerja yang baik yang mana hal tersebut dapat memberi peluang untuk dipromosikan jabatannya oleh organisasi. 4.2.6 Tanggapan Responden tentang keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan Berikut merupakan jawaban responden mengenai keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan.
82
Diagram 4.9 Keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 6)
Berdasarkan diagram 4.9 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai keragaman keterampilan dalam pekerjaan membuat pekerjaan cepat terselesaikan didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 23 (51%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa pegawai tidak memiliki keterampilan yang sama dalam hal menyelesaikan pekerjaannya. Seharusnya dalam hal penempatan pegawai, organisasi harus melihat kriteria pekerjaan dan latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh pegawai yang akan ditempatkan dibidangnya agar mampu serta memahami beban pekerjaan yang dikerjakan sehingga pekerjaan dapat dipahami dan dimengerti. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan masih ada beberapa pegawai yang memiliki keterampilan dan kemampuan serta latar
83
belakang pendidikan yang sama dalam pekerjaannya sehingga mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. 4.2.7 Tanggapan Responden tentang pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya. Diagram 4.10 Pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 7)
Berdasarkan diagram 4.10 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai dapat bekerjasama dengan rekan kerjanya didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 21 (47%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 21 (47%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Semua responden hampir menjawab seimbang setuju dan tidak setuju itu berarti pola piker/mindset pegawai tidak semua sama didalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya, dengan kata lain manusia terlahir dengan keberagaman
84
sifat antara satu dengan yang lain. Pembentukan sifat yang dimiliki oleh individu tergantung dari tempat tinggal, pendidikan serta lingkungan sosial sehingga masih ada pegawai yang bekerja dengan sendiri-sendiri tanpa saling berkoordinasi dengan rekan kerjanya seharusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama yang telah ditetapkan harus adanya kerjasama satu sama lain, namun di P2TP2A Provinsi Banten hubungan antara pegawai satu dengan yang lainnya cukup baik dalam bekerjasama dalam proses penyelesaian kasus-kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual terhadap anak, tetapi masih ada beberapa pegawai yang belum dapat bekerjasama dikarenakan masih ada pegawai yang merangkap Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga tidak selalu berada di lokasi P2TP2A Provinsi Banten sehingga menjadikan komunikasi antara pengurus/pegawai menjadi terhambat. 4.2.8 Tanggapan Responden tentang kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja Berikut merupakan jawaban responden mengenai kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja.
85
Diagram 4.11 Kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 8)
Berdasarkan diagram 4.11 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai kondisi ruang kerja membuat nyaman dalam bekerja didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak
0 (0%) orang, jawaban setuju
sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 15 (33%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 8 (18%) orang Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa keadaan kondisi ruang kantor sangat tidak nyaman, masih banyak barang-barang yang rusak atau tidak terpakai diletakan disembarang tempat seperti komputer dan meja yang rusak, serta dalam meletakan perlengkapan kantor tidak sesuai dengan tata ruang kantor yang ideal karena ruang kerja pada umumnya tempat berlangsungnya proses pekerjaan yang akan mempengaruhi produktivitas kerja itu sendiri serta mendukung dalam kegiatan pekerjaan maka diperlukan kondisi ruang kerja yang nyaman bagi pegawai. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa kondisi ruang kantor di Pusat Pelayanan
86
Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) masih tetap terjaga kebersihannya walaupun masih banyak barang-barang yang peletakannya tidak sesuai dengan tepatnya, namun dengan kebersihan yang terjaga kondisi ruang kantor cukup terasa nyaman utuk menyelesaikan pekerjaannya. 4.2.9 Tanggapan Responden tentang hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat Baik Berikut merupakan jawaban responden mengenai hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik. Diagram 4.12 Hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 9)
Berdasarkan diagram 4.12 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai hubungan atasan dan bawahan berjalan sangat baik didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak
1 (2%) orang, jawaban setuju
sebanyak 10 (22%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 29 (64%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 5 (12%) orang.
87
Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa hubungan kerja antara atasan dan bawahan masih kurang baik disebabkan adanya rasa canggung antara bawahan terhadap atasan serta masih adanya bawahan yang kurang disiplin, kurang bekerja sama serta tidak tepat waktu dalam mengerjakan pekerjaan yang telah ditentukan sehingga dengan keadaan seperti itu komunikasi tidak berjalan dengan baik karena atasan tidak menyukai bawahan yang mempunyai sifat-sifat tersebut dan akhirnya akan mempengaruhi kinerja organisasi yang dipimpinnya. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa komunikasi yang di sampaikan atasan kepada bawahan berjalan dengan cukup baik sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh bawahan
begitupun
sebaliknya sehingga tidak terjadi
kesalahan
dalam
berkomunikasi yang dapat menimbulkan kinerja organisasi. 4.2.10 Tanggapan Responden tentang pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya (tupoksi).
88
Diagram 4.13 Pegawai bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 10)
Berdasarkan diagram 4.13 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa pegawai bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih ada pegawai yang dalam menyelesikan pekerjaannya tidak tepat waktu sehingga beban pekerjaanya dibebankan atau dibantu oleh rekan kerjanya, seharusnya tiap pegawai harus mampu dalam meyelesaikan tugas pokok dan fungsinya dalam tiap beban kerja yang diberikan agar tidak adanya tumpang tindih pekerjaan yang mana dapat menghambat pencapaian dari pada tujuan organisasi.
89
4.2.11 Tanggapan Responden tentang teknologi yang digunakan organisasi sangat membantu dalam meningkatkan kinerja Berikut merupakan jawaban responden mengenai teknologi yang digunakan organisasi sangat membantu dalam meningkatkan kinerja. Diagram 4.14 Teknologi yang digunakan organisasi sangat membantu dalam meningkatkan kinerja 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 11)
Berdasarkan diagram 4.14 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai teknologi yang digunakan organisasi sangat membantu dalam meningkatkan kinerja didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 0 (0%) orang, jawaban setuju sebanyak 30 (67%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 15 (33%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa peran teknologi pada era globalisasi saat ini sangatlah dibutuhkan karena sebagai alat penunjang dalam hal pekerjaan serta sebagai sarana media sosial untuk masyarakat untuk lebih mengetahui informasi dari pada instansi terkait dalam tiap kegiatan ataupun program kerja yang akan dilakukan namun kenyataannya sarana
90
perlengkapan kantor seperti komputer masih kurang disetiap divisi hal itu dapat menghambat pekerjaan serta adanya TESA (Telepon Sahabat Anak) namun dalam proses kerjanya masih belum optimal. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan masih kurangnya jumlah komputer di setiap divisi serta masih belum adanya program aplikasi komputer yang membantu dalam menyimpan data-data korban agar memudahkan pegawai dalam pencarian data-data korban serta waktu dalam mengoperasikan TESA hanya hari kerja saja dari Senin-Jum’at dan jam kerja pada pukul 08.00-16.00 WIB, namun kenyataannya operator TESA pulang atau tidak ada ditempat sebelum waktu yang telah ditetapkan. 4.2.12 Tanggapan Responden tentang anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja Berikut merupakan jawaban responden mengenai anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja. Diagram 4.15 Anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja
30 20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 12)
91
Berdasarkan diagram 4.15 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai anggaran yang tersedia cukup untuk meningkatkan kinerja didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 0 (0%) orang, jawaban setuju sebanyak 6 (13%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 22 (49%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 17 (38%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa anggaran yang tersedia tidak mencukupi untuk kegiatan atau program yang telah ditetapkan dimana setiap divisi-divisi yang ada telah diberikan tugas untuk mencapai sasaran kegiatan yang telah ditetapkan dalam anggaran sebelumnya dimana setelah diadakan hasil evaluasi kegiatan atau program tidak mencapai sasaran yang ditentukan sebelumnya sehingga kinerja tidak berjalan dengan cukup baik oleh karena P2TP2A Provinsi Banten membuat rencana anggaran setiap tahun, dengan melihat hasil evaluasi kegiatan dan program tahun sebelumnya. Namun untuk disetujui atau tidaknya itu di putuskan oleh DPRD selaku yang membuat kebijakan dan keputusan untuk menyetujui hasil anggaran yang dibuat P2TP2A Provinsi Banten. Anggaran tidak hanya sebagai alat perencanaan keuangan dan pengendalian tetapi juga sebagai alat koordinasi, komunikasi dan evaluasi kinerja guna meingkatkan kinerja yang akan datang. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan anggaran yang tersedia masih mencukupi untuk kegiatan-kegiatan atau program organisasi khususnya dalam penyelesaian korban-korban kekerasan dimana ada penjemputan korban dan dikembalikan ke Kota asalnya dengan anggaran biaya yang telah disediakan masih mencukupi.
92
4.2.13 Tanggapan Responden tentang pegawai berpenampilan rapih dan bersih Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai berpenampilan rapih dan bersih. Diagram 4.16 Pegawai berpenampilan rapih dan bersih 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 13)
Berdasarkan diagram 4.16 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai berpenampilan rapih dan bersih didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 0 (0%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 17 (38%) orang. Responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa para pegawai dalam bekerja berpenampilan rapih dan bersih. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih ada pegawai yang belum berpenampilan rapih dan bersih seperti tidak memakai seragam sesuai jam kerja atau tidak memakai kemeja disaat jam kerja, hal ini dapat menurunkan
93
kualitas
pelayanan.
Seharusnya
para
pegawai
dapat
memperhatikan
penampilannya baik secara sikap dengan memberikan pelayanan prima dan berpenampilan rapih seperti pakaian agar masyarakat dan korban merasa nyaman. 4.2.14 Tanggapan Responden tentang organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang fengkap dengan Fasilitasnya Berikut merupakan jawaban responden mengenai organisasi
memiliki
tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya. Diagram 4.17 Organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya 35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 14)
Berdasarkan diagram 4.17 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai organisasi memiliki tempat yang nyaman dan ruang kerja yang lengkap dengan fasilitasnya didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 2 (4%) orang, jawaban setuju sebanyak 6 (13%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 33 (73%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 4 (9%) orang.
94
Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa di P2TP2A ruang kerja tidak diberikan fasilitas yang seharusnya seperti ruang perawatan tidak disediakan alat-alat atau perlengkapan perawatan yang lengkap untuk merawat korban serta fasilitas lainnya seperti air conditioner (AC) dan ruang konseling yang masih kurang yang masih berantakan seperti banyaknya barang-barang yang tidak terpakai. Maka hal ini dianggap penting karena sarana yang akan menunjang pegawai dalam melakukan aktifitas kerjanya dengan baik serta memberikan tempat yang nyaman bagi para korban, apabila kantor tidak memberikan sarana prasarana atau fasilitas kantor maka akan mempengaruhi hasil kerja pegawai dalam mengani kasus- kasus korban terutama kinerja organisasi itu sendiri. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat artikan bahwa keadaan ruangan kantor masih bersih sehingga nyaman untuk dipakai dalam bekerja namun untuk fasilitas masih kurang lengkap dan memadai, 4.2.15 Tanggapan Responden tentang lokasi organisasi mudah untuk ditemukan Berikut merupakan jawaban responden mengenai lokasi organisasi mudah untuk ditemukan.
95
Diagram 4.18 Lokasi organisasi mudah untuk ditemukan
30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 15)
Berdasarkan diagram 4.18 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai lokasi organisasi mudah untuk ditemukan didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 0 (0%) orang, jawaban setuju sebanyak 9 (20%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 28 (62%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 8 (18%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa lokasi
P2TP2A tidak mudah ditemukan dikarenakan bentuk lokasi organisasi
seperti rumah sehingga tidak terlihat seperti kantor ditambah papan nama tulisan organisasi tidak terlalu besar sehingga tidak terlihat khususnya masyarakat maupun para korban yang akan melaporkan kasusnya secara langsung. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa lokasi P2TP2A dapat ditemukan karena posisi lokasi berada di depan jalan.
96
4.2.16 Tanggapan Responden tentang pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan. Diagram 4.19 Pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 16)
Berdasarkan diagram 4.19 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai memiliki kemampuan dalam memberikan pelayanan didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 23 (52%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa masih banyak pegawai yang tidak paham dengan pekerjaan yang diberikan serta tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang diambil dalam penempatan kerja yang diberikannnya sehingga kurang optimalnya pelayanan yang diberikan maka di dalam organisasi perlu adanya pelatihan bagi para pegawai baik berupa
97
bimbingan teknis dan pendidikan diklat yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja pegawai sehingga pegawai dapat memberikan pelayanan yang optimal terhadap para korban sesuai dengan pekerjaan dan tupoksi yang diberikan. Untuk menilai suatu kinerja organisasi publik baik atau buruk maka dapat dilihat dari kepuasan para korban dan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh organisasi itu sendiri, dan hanya beberapa responden yang menjawab sangat setuju dan setuju hal ini dapat diartikan hanya beberapa pegawai yang mampu memiliki kemampuan yang sesuai bidangnya. 4.2.17 Tanggapan Responden tentang pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban. Diagram 4.20 Pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 17)
Berdasarkan diagram 4.20 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai cekatan dalam menangani kebutuhan korban
98
didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 23 (52%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa masih banyak pegawai yang belum cekatan dalam menangani kebutuhan korban dikarenakan organisasi terutama pegawai/petugas pelayanan kasus-kasus masih belum terlatih dan kurang dalam tahapan-tahapan mengikuti Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan serta masih lemahnya SDM yang dimiliki oleh P2TP2A Provinsi Banten, maka diperlukan pelatihan bagi setiap petugas yang menangani para korban khususnya di divisi pelayanan terpadu yang menangani kasus-kasus yang terjadi. Dan masih ada responden yang menjawab sangat setuju
dan setuju dapat diartikan bahwa hanya beberapa orang yang
cekatan dalam memahami kebutuhan korban. 4.2.18 Tanggapan Responden tentang pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban.
99
Diagram 4.21 Pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 18)
Berdasarkan diagram 4.21 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai memberikan perhatian yang serius terhadap korban didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 5 (12%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 19 (42%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa ada beberapa sebagian pegawai yang kurang perhatian dalam meyelesaikan kasuskasus terhadap korban dikarenankan para pegawai atau petugas memiliki kesibukan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) sehingga kurang dalam membagi waktu dan masih saja ada beberapa pegawai atau petugas yang masih belum menjalankannya sesuai dengan prosedur Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Operasional Pelayanan (SOP). Dan masih ada responden yang menjawab sangat setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih sebagian pegawai atau petugas yang mengerti dalam menagani kasus-kasus korban mulai dari
100
pendampingan hukum yang diberikan serta bimbingan konseling serta pelatihan keterampilan bagi korban dan penyembuhan berkala terhadap korban bagi yang mengalami depresi atau gangguan kejiwaan, dan yang lebih penting organisasi menyediakan pelayanan bagi korban dengan biaya gratis baik secara medis, psikis, sosial dan hukum. Serta pegawai atau petugas sangat mengerti dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi yang diselesaikan oleh divisi pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan terutama kekerasan seksual karena P2TP2A Provinsi Banten mempunyai uraian petunjuk Standar Pelayanan Minimal (SPM) sehingga kebutuhan para korban lebih diperhatikan karena adanya penanganan pengaduan, pelayanan kesehatan, rahabilitasi, penengakan dan bantuan hukum dan pemulangan atau reintegrasi sosial bagi korban kekerasan, yang terpenting telah dibentuknya lintas sektoral Provinsi
yang lebih
memudahkan apabila terjadi kekerasan di Provinsi lain agar segera ditangani dengan gabungan 10 Provinsi yang dinamakan Mitra Praja Utama (MPU) hal itu merupaka bentuk perhatian yang serius untuk para korban. 4.2.19 Tanggapan Responden tentang pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual.
101
Diagram 4.22 Pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual
35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 19)
Berdasarkan diagram 4.22 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai memiliki pengetahuan tentang kekerasan seksual didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 32 (71%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 8 (18%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa hampir pegawai atau petugas sudah mengetahui pengetahuan tentang kekerasan seksual, dari pengertian kekerasan seksual itu sendiri sampai kepada bentukbentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak salah satunya kekerasan seksual khususnya terhadap anak hal itu sudah diuraikan dalam petunjuk teknis Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih ada beberapa pegawai atau petugas yang belum mengetahui dikarenakan mereka tidak ditempatkan dibagian divisi
102
pelayanan terpadu yang mengatasi para korban yang terkena kasus kekerasan khususnya kekerasan seksual terhadap anak. 4.2.20 Tanggapan Responden tentang pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban. Diagram 4.23 Pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban
35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 20)
Berdasarkan diagram 4.23 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai selalu bersikap sabar dan sopan kepada korban didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 32 (71%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 8 (18%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa hampir semua pegawai atau petugas bersikap sabar dan sopan dalam menangani kasus terhadap korban. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju
103
diartikan bahwa beberapa pegawai yang bersikap kurang sabar dan tidak sopan terhadap korban dalam menangani kasus. Seharusnya semua pegawai dapat bersikap sabar dan sopan agar korban merasa puas terhadap pelayanan pegawai. 4.2.21 Tanggapan Responden tentang korban merasa aman dan nyaman pada saat di organisasi Berikut merupakan jawaban responden mengenai korban merasa aman dan nyaman pada saat di organisasi. Diagram 4.24 Korban merasa aman dan nyaman pada saat di organisasi
30 20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 21)
Berdasarkan diagram 4.24 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai jawaban responden mengenai korban merasa aman dan nyaman pada saat di organisasi didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 5 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 24 (71%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 16 (18%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa hampir pegawai atau petugas dapat memberi rasa aman dan nyaman terhadap
104
korban dalam memberikan keluhan serta informasi pengaduannya. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa ada sebagian korban yang merasa tidak aman dan nyaman dalam memberikan keluhannya terhadap pegawai yang mana masih ada beberapa pegawai yang belum memberikan rasa aman dan nyaman kepada korban, seharusnya pegawai dapat memberikan rasa aman dan nyaman terhadap korban pada saat memberikan keluhan ataupun informasi yang ingin disampaikan. Hal ini sesuai dengan tujuan dari pada organisasi yang tujuannya memberikan layanan yang baik kepada masyarakat. 4.2.22 Tanggapan Responden tentang pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai memiliki kesungguhan dalam merespons permintaan korban. Diagram 4.25 Pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban
30 20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 22)
105
Berdasarkan diagram 4.25 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai memiliki kesungguhan dalam merespon permintaan korban didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa sebagian pegawai atau petugas memang membantu serta bersungguh-sungguh dalam merespon keluhan korban dalam menyelesaikan kasus. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih ada beberapa pegawai yang tidak bersungguh-sungguh dalam merespon keluhan korban. Seharusnya tugas dan fungsi pegawai yakni memberikan pelayanan yang baik dalam setiap kasus yang ada, yaitu dengan cara merespon cepat setiap keluhan dan penanganan yang disampaikan oleh korban. 4.2.23 Tanggapan Responden tentang pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial.
106
Diagram 4.26 Pegawai memberikan pelayanan yang sama tanpa memandang status sosial 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 23)
Berdasarkan diagram 4.26 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai memberikan pelayanan
yang sama tanpa
memandang status sosial didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 40 (90%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa hampir semua pegawai memberikan pelayanan tanpa memandang status sosial. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa ada sebagian kecil pegawai yang membedakan status sosial dalam memberikan pelayanannya. Seharusnya pegawai bersikap adil tanpa memandang segala perbedaan apapun apalagi melihat dari status sosial para korban, yang
107
mana pegawai seharusnya merespon segala bentuk keluhan atau kasus yang disampaikan oleh korban. 4.2.24 Tanggapan Responden tentang P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban Berikut merupakan jawaban responden mengenai P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban. Diagram 4.27 P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban
20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 24)
Berdasarkan diagram 4.27 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A memiliki jam konsultasi yang sesuai dengan keinginan korban didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 5 (11%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 19 (42%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa organisasi memberikan layanan kepada para korban berupa konseling sesuai dengan jadwal yang dibuat oleh organisasi khususnya divisi pelayanan terpadu
108
sehingga para korban tidak dapat mengikuti layanan yang diinginkan. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa organisasi memberikan kemudahan dalam layanan baik secara langsung maupun tidak langsung seperti para petugas memberikan layanan kepada para korban dengan cara mendatangi langsung ketempat tinggal korban. 4.2.25 Tanggapan Responden tentang P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat Berikut
merupakan
jawaban
responden
mengenai
P2TP2A
menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat. Diagram 4.28 P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian yang tepat
20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 25)
Berdasarkan diagram 4.28 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A menindaklanjuti komplain dengan penyelesaian dengan tepat didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 11 (24%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 16 (36%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 3 (7%) orang.
109
Mayoritas responden menjawab sangat setuju, hal ini dapat diartikan bahwa banyak pegawai dalam menindaklanjuti komplain korban dapat menyelesaikannya diwaktu yang tepat. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa ada beberapa pegawai yang tidak dapat menyelesaikan permasalahan tidak tepat waktu. Seharusnya pegawai dapat menindaklanjuti komplain dengan cepat sehingga penyelesaian komplain selesai di waktu yang tepat, hal ini agar tidak terjadi penumpukan kasus yang begitu banyak. 4.2.26 Tanggapan
Responden
tentang
P2TP2A
memberikan
sarana
pengaduan Berikut merupakan jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan sarana pengaduan. Diagram 4.29 P2TP2A memberikan sarana pengaduan 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 26)
Berdasarkan diagram 4.29 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan sarana pengaduan didapatkan jawaban
110
sangat setuju sebanyak 1 (%) orang, jawaban setuju sebanyak 15 (%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 23 (%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa banyak korban yang belum mengetahui dan enggan memberikan kritik dan sarannya untuk organisasi. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa organisasi menyediakan sarana kotak pengaduan kepada korban untuk memberikan kritik dan sarannya untuk peningkatan pelayanan. 4.2.27 Tanggapan Responden tentang perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga Berikut merupakan jawaban responden mengenai perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga. Diagram 4.30 Perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 27)
Berdasarkan diagram 4.30 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai perilaku kerja pegawai berdampak pada kinerja lembaga
111
didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (%) orang, jawaban setuju sebanyak 21 (%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 21 (%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (%) orang. Responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa banyak perilaku pegawai yang berdampak pada kinerja lembaga, namun banyak juga perilaku pegawai yang tidak berdampak pada kinerja lembaga. Seharusnya perilaku pegawai baik dapat mencerminkan hal-hal yang positif terhadap kinerja lembaga, begitupun jika prilaku pegawai tidak baik dapat menimbulkan dampak yang negatif pada kinerja lembaga. 4.2.28 Tanggapan Responden tentang berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan mempengaruhi kinerja organisasi Berikut merupakan jawaban responden mengenai berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan mempengaruhi kinerja organisasi. Diagram 4.31 Berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan mempengaruhi kinerja organisasi
25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 28)
112
Berdasarkan diagram 4.31 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak akan mempengaruhi kinerja organisasi didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 5 (12%) orang, jawaban setuju sebanyak 24 (53%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 16 (35%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa kienrja organisasi sangat baik hal ini dibuktikan dengan berkurangnya kekerasan seksual terhadap anak setiap tahunnya. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih banyak pula kasus-kasus yang belum terselesaikan sehingga mempengaruhi kinerja organisasi. 4.2.29 Tanggapan Responden tentang tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak tumpang tindih Berikut merupakan jawaban responden mengenai tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak tumpang tindih. Diagram 4.32 Tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak tumpang tindih 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 29)
113
Berdasarkan diagram 4.32 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai tugas dan fungsi masing-masing seksi sudah jelas dan tidak tumpang tindih didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa tugas dan fungsi dari masing-masing pegawai sudah dilaksanakan dengan baik yang mana sudah ditetapkan dalam Surat Keputusan P2TP2A No. 03/SKEPP2TP2A/V/2010 sehingga para pegawai sudah mengetahui tugas pokok dan fungsinya masing-masing. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa pegawai yang belum melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sehingga adanya tumpang tindih dalam pekerjaan yang dapat menghambat kinerja dari organisasi. 4.2.30 Tanggapan Responden tentang prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik Berikut
merupakan
jawaban
responden
mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik.
mengenai
Prosedur
dan
114
Diagram 4.33 Prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik
40 35 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 30)
Berdasarkan diagram 4.33 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai Prosedur dan mekanisme kerja dapat berjalan dengan baik didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 40 (90%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Mayoritas responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa P2TP2A sudah bekerja dengan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia No. 01 Tahun 2010 dan Peraturan Gubernur No. 21 Tahun 2009. Namun dalam proses pelaksanaan masih belum mengikuti tahapan-tahapan SPM dan SOP yang ada, disebabkan karena terkendalanya biaya di P2TP2A Provinsi Banten.
115
4.2.31 Tanggapan Responden tentang struktur organisasi P2TP2A yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan fungsi organisasi Berikut merupakan jawaban responden mengenai struktur organisasi P2TP2A dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan fungsi organisasi. Diagram 4.34 Struktur organisasi P2TP2A yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan fungsi organisasi
20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 31)
Berdasarkan diagram 4.34 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai struktur organisasi P2TP2A dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan fungsi organisasi didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 5 (12%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 19 (42%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa dikarenakan masih kurangnya pegawai sehingga berdampak pada tugas, pokok dan fungsi (TUPOKSI) yang tidak berjalan semestinya secara optimal sehingga
116
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Seharusnya Struktur Organisasi di bentuk berdasarkan jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan organisasinya. Dan masih ada resonden yang menjawab sangat setuju hal ini dapat diartikan bahwa Strukrur Bagan Organisasi yang dibentuk oleh P2TP2A sesuai dengan kebutuhan dan fungsi dari pada organisasi. 4.2.32 Tanggapan Responden tentang P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya organisasi berkinerja tinggi Berikut merupakan jawaban responden mengenai P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya organisasi berkinerja tinggi. Diagram 4.35 P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya organisasi berkinerja tinggi
20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 32)
Berdasarkan diagram 4.35 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A yang dibentuk sudah mampu mendukung terbentuknya organisasi berkinerja tinggi didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban setuju sebanyak 11 (24%) orang, jawaban
117
tidak setuju sebanyak 16 (36%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 3 (7%) orang. Responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa masih banyak para pegawai yang tidak berkompetensi di bidangnya sehingga mempengaruhi kinerja P2TP2A pada umumnya. Dan masih ada responden yang menjawab sangat setuju hal ini dapat diartikan bahwa P2TP2A sudah mampu menjalankan organisasi yang berkinerja tinggi sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya (tupoksi) organisasi tersebut dilihat dari jumlah kasus yang ditangani dapat terselesaikan dengan baik. 4.2.33 Tanggapan Responden tentang P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat Berikut merupakan jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat. Diagram 4.36 P2TP2A memberikan informasi kepada korban secara tepat
30 20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 33)
118
Berdasarkan diagram 4.36 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan informasi kepada korban secra tepat didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 15 (33%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 23 (52%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 6 (13%) orang. Mayoritas responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa korban masih belum mengerti mengenai mekanisme penyelesaian kasus-kasus sehingga dapat menimbulkan ketidakpahaman terhadap korban dalam pengaduan kasus yang akan diselesaikan oleh P2TP2A. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa P2TP2A sudah memberikan informasi yang tepat kepada korban hal ini dilihat dari sudah banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak yang diselesaikan oleh P2TP2A. 4.2.34 Tanggapan Responden tentang P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum Berikut merupakan jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum.
119
Diagram 4.37 P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 34)
Berdasarkan diagram 4.37 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai P2TP2A memberikan keluaran yang mempunyai kepastian hukum didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 21 (47%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 21 (47%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 2 (4%) orang. Responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa P2TP2A sudah melakukan kerjasama antara pihak kepolisian dan kejaksaan yang berbentuk perjanjian diantara kedua belah pihak (MOU) dimana kerjasama tersebut memberikan kepastian hukum yang jelas kepada korban dalam penyelesaian kasus yang dibawa ke jalur Hukum sehingga dapat memudahkan organisasi dalam proses penyelesaian kasus-kasus khususnya kekerasan seksual terhadapa anak. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapt diartikan bahwa masih ada kasus-kasus yang belum terselesaikan dikarenakan masih ada
120
data-data yang kurang lengkap dalam persyaratan untuk menindaklanjuti ke pihak hukum lebih lanjut. 4.2.35 Tanggapan Responden tentang pegawai bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme Berikut merupakan jawaban responden mengenai pegawai bekerjasama sesuai dengan prosedur dan mekanisme. Diagram 4.38 Pegawai bekerja sesuai dengan prosedur dan mekanisme
30 20 10 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 35)
Berdasarkan diagram 4.38 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai pegawai bekerjasama sesuai dengan prosedur dan mekanisme didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 0 (0%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 15 (33%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 8 (18%) orang. Responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa sebagian dari pegawai khusunya di divisi pelayanan terpadu sudah bekerja sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal
121
ini dapat diartikan bahwa bahwa pegawai atau petugas layanan masih belum optimal dalam melaksanakan kerja sesuai prosedur dan mekanisme berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan kurang mengerti serta paham dalam penerapan SOP dan SPM yang ada di Organisasi serta adanya proses mekanisme kerja pelaksanaan kerja tidak sesuai dengan tahapan dikarenakan kurangnya anggaran yang tersedia pada P2TP2A Provinsi Banten. 4.2.36 Tanggapan Responden tentang program yang diterapkan menunjang pencapaian kinerja secara optimal Berikut merupakan jawaban responden mengenai program
yang
diterapkan menunjang pencapian kinerja secara optimal. Diagram 4.39 Program yang diterapkan menunjang pencapaian kinerja secara optimal 30 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 36)
Berdasarkan diagram 4.39 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai program yang diterapkan menunjang pencapian kinerja
122
secara optimal didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 1 (2%) orang, jawaban setuju sebanyak 10 (22%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 29 (64%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 5 (12%) orang. Mayoritas Responden menjawab tidak setuju, hal ini dapat diartikan bahwa Program-program yang ada di P2TP2A belum berjalan dengan optimal artinya program-program yang telah direncakan setahun sebelumnya tingkat pencapaian kinerjanya belum mencapai yang diinginkan dimana setiap program harus mencapai target angka 100% tetapi masih ada program yang belum mencapai 100% dan masih adanya program atau kegiatan yang belum dilaksanakan seperti tidak dibentuknya kelompok simpatik di sekolah (SD, SMP, SMA/SMK maupun Perguruan Tinggi). Hal ini menunjuk bahwa banyak kendalakendala yang dalam proses pelaksanaan kurang optimal yaitu kurangnya anggaran biaya guna menjalankan suatu program yang didalam program tersebut terdapat kegiatan yang harus dilaksankan, kurangnya koordinasi antara organisasi dengan dinas terkait dan kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yaitu kurangnya jumlah pegawai atau petugas dalam melayani kasus-kasus khusunya kasus kekerasan seksual terhadap anak mempengaruhi dalam pencapaian kinerja di Organisasi. Dan masih ada responden yang menjawab setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih ada program-program yang mencapai target serta adanya program yang dibentuk untuk mendukung dan mengurangi tindak kekerasan seksual khususnya terhadap anak.
123
4.2.37 Tanggapan Responden tentang kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A
berorientasi
pada
peningkatan
kinerja
pegawai
yang
mempengaruhi peningkatan kinerja lembaga Berikut merupakan jawaban responden mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan kinerja lembaga. Diagram 4.40 Kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan kinerja lembaga 25 20 15 10 5 0 Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak setuju
Sumber : Data Kuesioner, 2014 (Pernyataan no. 37)
Berdasarkan diagram 4.40 mengenai tanggapan responden atas jawaban responden mengenai kebijakan-kebijakan yang dibuat P2TP2A berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai yang mempengaruhi peningkatan kinerja lembaga didapatkan jawaban sangat setuju sebanyak 3 (7%) orang, jawaban setuju sebanyak 22 (49%) orang, jawaban tidak setuju sebanyak 20 (44%) orang dan jawaban sangat tidak setuju sebanyak 0 (0%) orang. Responden menjawab setuju, hal ini dapat diartikan bahwa Kebijakankebijakan yang di buat oleh Organisasi guna meningkatkan kinerja lembaga
124
sangat mempengaruhi kinerja organisasi, kebijakan umum yang dibuat oleh P2TP2A yaitu penyusunan program umum, penyusunan AD/ART, Penyusunan Program Aksi, Penyusunan Rencana Kerja Tahunan dimana dari hasil kebijakan tersebut memiliki evaluasi yang setiap tahunnya sebagai bahan penilaian dari hasil kerja yang telah dikerjakan. Masih adanya pengaruh kebijakan yang dibuat, khususnya dalam kekerasan seksual terhadap anak dimana adanya kegiatan seperti program Telepon Sahabat Anak (TESA) sudah mulai di bentuk guna membantu anak-anak dalam permasalahan yang dihadapi, sehingga kinerja organisasi menjadi lebih baik dikarenakan berkurangnya kasus-kasus terhadap anak. Dan masih ada responden yang menjawab tidak setuju hal ini dapat diartikan bahwa masih adanya kebijakan yang berbentuk program-program yang belum dapat dilaksanakan karena kurangnya anggaran sehingga dapat menghambat kinerja itu sendiri.
4.3
Pengujian Persyaratan Statistik
4.3.1
Hasil Uji Validitas Dalam penelitian ini, hal yang pertama kali dilakukan adalah melakukan
uji validitas instrument. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Kevaliditasan instrumen menggambarkan bahwa suatu instrumen benar-benar mampu mengukur variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukan tingkat kesesuaian antara konsep dan hasil pengukuran.
125
Pengujian validitas tiap butir pertanyaan digunakan analisis item, yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kevalidan suatu data sebelum data tersebut diolah secara keseluruhan. Untuk menguji validitas instrument digunakan rumus person product moment dengan bantuan SPSS Statistics versi 16. Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian No. Item
Koefisien Korelasi (r hitung)
r table
Keputusan
1
0,713
0,380
VALID
2
0,798
0,380
VALID
3
0,399
0,380
VALID
4
0,668
0,380
VALID
5
0,822
0,380
VALID
6
0,392
0,380
VALID
7
0,770
0,380
VALID
8
0,797
0,380
VALID
9
0,368
0,380
TIDAK VALID
10
0,707
0,380
VALID
11
0,484
0,380
VALID
12
0,474
0,380
VALID
13
0,474
0,380
VALID
126
14
0,384
0,380
VALID
15
0,586
0,380
VALID
16
0,754
0,380
VALID
17
0,754
0,380
VALID
18
0,395
0,380
VALID
19
0,354
0,380
TIDAK VALID
20
0,354
0,380
TIDAK VALID
21
0,713
0,380
VALID
22
0,798
0,380
VALID
23
0,399
0,380
VALID
24
0,668
0,380
VALID
25
0,822
0,380
VALID
26
0,392
0,380
VALID
27
0,770
0,380
VALID
28
0,713
0,380
VALID
29
0,798
0,380
VALID
30
0,399
0,380
VALID
31
0,668
0,380
VALID
32
0,822
0,380
VALID
33
0,392
0,380
VALID
34
0,770
0,380
VALID
35
0,797
0,380
VALID
127
36
0,368
0,380
TIDAK VALID
37
0,707
0,380
VALID
Sumber: Hasil SPSS 16. For windows, 2014
Kriteria item atau butir instrumen yang digunakan adalah apabila r hitung ≥ r tabel, berarti item atau butir instrumen dinyatakan valid. Jika r hitung ≤ r tabel, berarti item atau butir instrumen dinyatakan tidak valid. Perolehan nilai r hitung diperoleh dari perhitungan statistik korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS statistic versi 16. Perolehan nilai 0,380 dari r tabel merupakan perolehan dari korelasi Product Moment dengan tingkat kesalahan 1% tingkat signifikasi untuk uji satu arah. Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa seluruh item atau butir instrumen dinyatakan sebanyak 33 item valid namun 4 item dinyatakan tidak valid, diketahui instrument nomor 9, 19, 20, dan 36 pada taraf signifikansi 1%. Dengan kata lain memiliki tingkat kesalahan 1%, artinya keempat instrument tersebut dihilangkan dan tidak perlu diganti karena indikator sudah terulur dari instrument lainnya. 4.3.2 Hasil Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrument dilakukan dengan internal konsistensi dengan menggunakan teknik Cronbach Alpha. Cronbach Alpha yaitu perhitungan yang dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi diantara butir-butir pernyataan dalam kuesioner, adapun hasil dari reliabilitas yang telah dilakukan dalam penelitian ini adalah nilai Cronbach Alpha sebesar 0,953. Suatu variabel dikatakan reliable jika nilai alphanya lebih dari 0,30. Maka hal ini dapat diartikan bahwa 0,953> 0,30 sehingga instrument yang di uji bisa reliabel. Pengujian
128
reliabilitas dibantu dengan perangkat lunak SPSS versi 16. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.3 Reliability Statistic Reliability Statistics Cronbach's Alpha .953
N of Items 37
Sumber: Hasil SPSS 16. For windows, 2014
4.3.3
Uji Normalitas Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang data hasil penelitian ini
maka peneliti mencoba untuk mengetahui nilai mean, median, modus, dan nilai normalitas data guna menjaga ketepatan metode statistik yang digunakan, karena apabila data yang dihasilkan tidak normal maka statistik yang digunakan adalah statistik non parametric sedangkan apabila data yang dihasilkan adalah normal maka statistik yang digunakan adalah statistik parametric. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS Statistics 16. Tabel 4.4 Uji Normalitas Data Descriptive Statistics N
Minimum Maximum
Statistic KINERJA Valid N (listwise)
45
Statistic 57.00
Statistic
Mean
Std. Deviation
Statistic
Statistic
116.00 90.9556
16.47582
Skewness Statistic -.284
45
Sumber: Hasil SPSS 16. For windows, 2014
Kurtosis
Std. Error .354
Statistic -.1.259
Std. Error .695
129
Dari hasil uji normalitas di atas dapat dijelaskan bahwa nilai rata-rata pada penelitian ini yaitu sebesar 90.9556. Kemudian nilai terendah sebesar 57 dan nilai tertinggi dalam pengisian kuesioner adalah 116. Dalam uji normalitas ini terdapat skewness sebesar -0,284 dan kurtosis sebesar -1,259. Untuk mengetahui penyebaran
data tersebut
normal
atau tidaknya dilakukan
perhitungan skewness dibagi dengan standar erorrnya yaitu (-0,284/0,354 = 0,802) dan kurtosis pun dilakukan perhitungan nilai kurtosis dibagikan dengan standar erornya yaitu (-1,259/ 0,695= -1,811) dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa data dalam penelitian ini normal dan menggunakan statistik parametric.
4.4
Pengujian Hipotesis Dalam
penelitian
mengenai
Kinerja
Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut: “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012 kurang atau sama dengan 65%” Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikansi dari hipotesis yang diajukan. Berdasarkan metode penelitian, maka pada tahap pengujian hipotesis penelitian ini peneliti menggunakan rumus t-test satu sampel. Adapun perhitungan pengujian hipotesis tersebut yaitu sebagai berikut:
130
Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, maka skor ideal yang diperoleh adalah 4 x 33 x 45 = 5940 (4 = nilai tertinggi dari item pernyataan yang ada menurut skala likert, 33 = jumlah item pernyataan yang ada, dan 45 = jumlah responden yang ada). Sehingga mean atau rata-rata pada skor ideal instrument adalah 5940 : 45 =132. Sehingga untuk Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012, nilai yang di hipotesiskan tertinggi mencapai 65% dari yang diharapkan, ini berarti bahwa 65% = 0,65 x 132 = 85,8. Hipotesis statistiknya dapat ditulis dengan rumus: Ho = µ ≤ 65% ≤ 0,65 x 5940 : 45 = 85,8 Ha = µ > 65% > 0,65 x 5940 : 45 = 85,8 Diketahui: =
= 81,0
µ0 = 85,8 s = 16,4 Ditanya: t ? Jawab:
t= = 81,0 – 85,8 16,4 √45
131
= -4,8 2,44 = -1,96 Nilai thitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai ttabel dengan derajat kebebasan (dk) = (n – 1) = (45 – 1) = 44 dan taraf kesalahan α = 1% untuk uji satu pihak kanan, didapat nilai ttabel yaitu 2,41. Karena nilai thitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel (-1,96< 2,41) dan jatuh pada daerah penerimaan Ho, maka hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (Ha) ditolak. Dari perbandingan jumlah data yang terkumpul dengan skor ideal, ditemukan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012, adalah: x 100% = 61,3%
Jadi,
telah
diketahui
bahwa
Kinerja
Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 adalah sebesar 61,3%.
132
Gambar 4.2 Kurva Penerimaan dan Penolakan Hipotesis Uji Hipotesis Pihak Kanan Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho
-1,96
4.5
2,41
Interpretasi Hasil Penelitian Penelitian dengan judul Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012 bahwa hal yang paling penting dan utama adalah menjawab rumusan masalah yang telah dibuat oleh peneliti pada awal penelitian. Rumusan masalah tersebut adalah “Seberapa Besar Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012”. Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, kita dapat melihat dari pembahasan yang memaparkan pengujian hipotesis dengan menggunakan rumus t-test satu sempel dengan menguji pihak kanan bahwa nilai t-hitung lebih
133
kecil ( < ) dari nilai t-tabel, dalam hal ini dapat diartikan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Karena menghasilkan 61,3% dari angka yang di hipotesiskan yaitu 65%. Sehingga dari data pengujian hipotesis tersebut dapat dijelaskan bahwa “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012 mencapai angka 61,3%” dari angka minimal yang dihipotesiskan yaitu 65%, hal ini dapat diartikan bahwa tingkat Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012 masih kurang baik atau masih rendah, hal itu dapat dilihat pada kategori berikut: Kategori instrumen: Tidak Baik 1485
Kurang baik 2970
Baik
Sangat baik
4455
5940
3647 Nilai 3647 berada dalam kategori kurang baik dan baik, akan tetapi lebih cenderung berada didaerah kurang baik. Maka, dapat disimpulkan bahwa hasil diatas termasuk dalam kategori kurang baik karena lebih mendekati kategori kurang baik.
134
4.6
Pembahasan Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak
(P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012, menunjukan hasil perhitungan yang variatif. Dilihat dari teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan teori kinerja organisasi, Dwiyanto yang mempunyai lima indikator yang berguna untuk mengukur berapa besar Kinerja Organisasi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 itu sudah tinggi atau masih rendah yang diantaranya
yaitu:
Produktivitas,
Kualitas
Layanan,
Responsivitas,
Responsibilitas dan Akuntabilitas. 1. Indikator Produktivitas Merupakan hal yang berkenaan dengan mengukur hasil kerja yang diperoleh, efesiensi waktu, dan efektivitas pelayanan. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 12 butir instrumen pernyataan untuk indikator Produktivitas didapatkan hasil, hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator Produktivitas adalah 4 x 45 x 11 = 1980 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 45 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 11 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator Produktivitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1242 : 1980 = 0,62 x 100% = 62%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
135
Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 berjalan dengan kurang baik apabila dilihat dari indikator Produktivitas. 2. Indikator Kualitas Layanan Merupakan hal yang berkenaan dengan mengukur kualitas layanan, kepuasan masyarakat, dan informasi kepada masyarakat. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 12 butir instrumen pernyataan untuk indikator kualitas layanan didapatkan hasil, hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator ketepatan waktu adalah 4 x 45 x 10 = 1800 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 45 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 10 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator kualitas layanan). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1022 : 1800 = 0,56 x 100% = 56%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 berjalan dengan kurang baik apabila dilihat dari indikator kualitas layanan. 3. Indikator Responsivitas Merupakan hal yang berkenaan dengan mengukur kebutuhan masyarakat, menyusun agenda, prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-
136
program pelayanan publik. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 5 butir instrumen pernyataan untuk indikator inisiatif didapatkan hasil, hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator inisiatif adalah 4 x 45 x 5 = 900 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 45 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 5 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator responsivitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 582 : 900 = 0,64 x 100% = 64%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 berjalan dengan kurang baik apabila dilihat dari indikator responsivitas. 4. Indikator Responsibilitas Merupakan hal yang berkenaan dengan mengukur prinsip-prinsip administrasi, dan kebijakan organisasi. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 4 butir instrumen pernyataan untuk indikator responsibilitas didapatkan hasil, hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator responsibilitas adalah 4 x 45 x 4 = 720 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 45 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 4 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator responsibilitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan
137
dengan riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 478 : 720 = 0,66 x 100% = 66%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 berjalan dengan baik apabila dilihat dari indikator responsibilitas. 5. Indikator Akuntabilitas Merupakan hal yang berkenaan dengan mengukur sejauh mana kebijakan berjalan, serta konsistensi kegiatan organisasi. Dari hasil pengolahan data yang dalam indikator penelitian ini memuat 4 butir instrumen pernyataan untuk indikator akuntabilitas didapatkan hasil, hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator akuntabilitas adalah 4 x 45 x 3 = 540 (4 = nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan yang diajukan pada responden, kriteria skor berdasarkan pada skala Likert, 45 = jumlah sampel yang dijadikan responden, 3 = jumlah pernyataan yang ada pada indikator akuntabilitas). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagikan dengan riil yang diisi oleh responden yaitu sebesar 323 : 540 = 0,59 x 100% = 59%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 berjalan dengan kurang baik apabila dilihat dari indikator akuntabilitas. Berdasarkan hasil interpretasi penelitian diatas dengan hasil kuesioner yang telah diolah sebelumnya terdapat hubungan antara teori yang digunakan oleh peneliti dengan Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
138
Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak di Provinsi Banten Tahun 2012 adalah : 1. Dari hasil penelitian lapangan, Produktivitas Kinerja Organisasi P2TP2A dalam menyelesaikan tugas/pekerjaannya dinilai belum cukup maksimal hal ini dikarenakan kurang mendukungnya fasiltitas organisasi dalam menunjang setiap aktivitas kerja para pegawai. Serta kurangnya jumlah pegawai yang ada di P2TP2A hal ini dikarenakan Pegawai masih merangkap sebagai PNS sehingga tidak selalu berada di lokasi organisasi, dan kurangnya anggaran yang diberikan setiap tahunnya berupa hibah dari anggaran APBD pemerintah Provinsi Banten guna untuk kepentingan penyelesaian kasus khususnya kasus kekerasan seksual terhadap anak. 2. Dari hasil penelitian lapangan, Kualitas Layanan P2TP2A belum optimal hal ini dikarenakan kemampuan serta keterampilan yang dimiliki pegawai dalam pekerjaannya dinilai belum cukup maksimal karena banyak pegawai yang belum mampu memanfaatkan sumber daya atau potensi yang dimilikinya, serta proses penyelesaian kasus-kasus belum sesuai dengan apa yang diharapkan oleh korban. 3. Dari hasil penelitian lapangan, Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) yang telah dibuat dan ditetapkan didalam kegiatan belum terselesaikan di karenakan kurangnya koordinasi dan kerjasama antara instansi terkait dengan P2TP2A belum sepenuhnya dilaksanakan. 4. Dari hasil penelitian dilapangan, kebijakan serta program-program yang telah dibuat dan dilakukan oleh P2TP2A belum sepenuhnya terlaksana
139
serta tepat sasaran hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang kurang memahami dan belum mengetahui sosialisasi program yang dilakukan oleh P2TP2A.
140
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam skripsi ini yang
berjudul “Kinerja Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam Penanganan Kasus Kekerasan Seksual terhadap Anak Di Provinsi Banten Tahun 2012” yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Ho (-1,96< 2,41) maka Ho diterima dan Ha ditolak ini berarti Ho dapat diterima < 65% maka hipotesis yang menyatakan bahwa kinerja Pusat Pelayanan Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten masih kurang baik paling tinggi 65% dari kriteria yang ditetapkan. 1. Indikator Produktivitas Berdasarkan hasil pernyataan jawaban indikator Produktivitas dinyatakan kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil skor perindikator berjumlah 62%, dikarenakan kurangnya fasilitas sarana dan prasarana yang memadai untuk menunjang kegiatan di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) seperti komputer, kondisi ruang kerja tidak nyaman untuk bekerja, kurangnya komunikasi antara para pegawai, tidak sesuai dengan kualifikasi pendidikan dengan bidang pekerjaannya. Oleh karena itu produktivitas untuk mengukur tingkat kinerja organisasi sudah baik atau belum dilihat dari tingkat efisiensi dan efektivitas kerja.
140
141
2. Indikator Kualitas Layanan Berdasarkan hasil pernyataan jawaban indikator Kualitas Layanan dinyatakan kurang baik, hal ini dapat dilihat dari hasil skor perindikator berjumlah 56%, dikarenakan kurang maksimalnya kemampuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai P2TP2A dalam menyelesaikan kasus, fasilitas serta tidak nyamannya kondisi ruang pelayanan bagi korban, lokasi P2TP2A tidak mudah ditemukan, kurangnya kemampuan pegawai dalam melayani korban serta tidak sesuainya jam konsultasi pelayanan terhadap korban. Kualitas Pelayanan merupakan parameter untuk menilai kinerja organisasi publik dimana kepuasaan layanan yang diterima oleh masyarakat akan dipengaruhi oleh hasil dari kualitas layanan itu sendiri. 3. Indikator Responsivitas Berdasarkan hasil pernyataan jawaban indikator Responsivitas dinyatakan kurang baik, hal ini dapat dilihat dari hasil skor perindikator berjumlah 64%,
dikarenakan
kurangnya
sarana
pengaduan
yang
diberikan
masyarakat kepada P2TP2A Provinsi Banten, tidak selesainya kasus-kasus atau masalah yang ada. Responsivitas merupakan kemapuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi publik. 4. Indikator Responsibilitas Berdasarkan
hasil
pernyataan
jawaban
indikator
Responsibilitas
dinyatakan baik, hal ini dapat dilihat dari hasil skor perindikator berjumlah
142
66%, dikarenakan pelaksanaan kegiatan organisasi berjalan dengan baik serta dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi diantaranya pembagian kerja sudah cukup jelas, wewenang dan tanggung jawab, disiplin,
kesatuan
perintah,
kesatuan
pengarahan,
mengutamakan
kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi, pembayaran gaji yang adil, pemusatan, hirarki, tata tertib, keadilan, stabilitas kondisi pegawai, inisiatif dan semangat kesatuan. 5. Indikator Akuntabilitas Berdasarkan hasil pernyataan jawaban indikator Akuntabilitas dinyatakan kurang baik, hal ini dapat dilihat dari hasil skor perindikator berjumlah 59%, dkarenakan pelaksanaan kegiatan masih belum mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Standar Pelayanan Minimal (SPM), masih ada program-program yang belum tercapai sehingga mempengaruhi hasil kinerja berikutnya atau tahun yang akan datang. Akuntabilitas digunakan sebagai kebijakan dan kegiatan publik konsisten dengan kehendak masyarakat.
5.2
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka saran yang peneliti ajukan berupa
rekomendasi, berikut : 1. Pusat
Pelayanan
Terpadu
Pemberdayaan
Perempuan
dan
Anak
menyediakan serta memfasilitasi sarana seperti komputer, meja dan kursi
143
disetiap divisi
dan prasarana seperti mobil operasional guna menunjang
kegiatan organisasi seperti antar jemput korban kekerasan seksual ke Daerah asalnya, gedung kantor yang sudah menjadi hak milik organisasi sehingga mengurangi biaya anggaran apabila P2TP2A Provinsi Banten sudah memiliki gedung hak milik sendiri serta kebutuhan lainnya yang sifatnya menunjang kegiatan dan program yang ada di P2TP2A Provinsi Banten dan di dalam penerimaan pegawai harus melihat Sumber Daya Manusia (SDM) yang sesuai dengan kebutuhan P2TP2A Provinsi Banten seperti dilihat dari kualifikasi latar belakang pendidikan sehingga dalam penempatan kerjanya sesuai dengan bidang pendidikannnya. 2. Pegawai diberikan pelatihan-pelatihan seperti peningkatan pelatihan komputer bagi pegawai atau mengikuti diklat kepemimpinan bagi pengurus P2TP2A Provinsi Banten yang diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Permpuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten serta harus diadakannya sosialisasi-sosialisasi kepada masyarakat guna memperkenalkan P2TP2A provinsi Banten, baik secara langsung maupun di media cetak dan media elektronik. 3. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) didalam menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar berurutan atau sesuai tahapan didalam pelaksanaannya agar dapat berjalan dengan maksimal dalam proses kegiatan penangan kasus, dan untuk meningkatkan kualitas layanan dilakukan rapat evaluasi baik bulanan dan tahunan agar
144
mengetahui dan menilai hasil yang didapat selama kegiatan atau program itu dilakukan atau dilaksanakan. 4. Indikator Responsibilitas sudah cukup baik maka di dalam prinsip-prinsip administrasi harus lebih ditingkatkan diantaranya pembagian kerja dibagi sesuai dengan kualifikasi latar belakang pendidikan, adanya absensi sidik jari agar dapat datang tepat waktu sehingga meningkatkan disiplin dan tata tertib pegawai agar di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya perempuan dan anak dapat berjalan dengan optimal. 5. Meningkatkan dan membuat program-program atau kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta adanya tambahan anggaran yang diusulkan setiap tahunnya agar dapat mencukupi pelaksanan kegiatan dan program yang ada di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten.
145
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta: PT. Rineka Cipta Bagong. S, dkk. 2000. Tindak Kekerasan Mengintai Anak-anak Jatim. Surabaya: Lutfansah Mediatama Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif : Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Dwiyanto, Agus. 2006. Mewujudkan Good Governance Melayani Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Hariwijaya, M. 2005. Metodologi dan Teknik Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Yogyakarta: Elematera Publishing Huraerah, Abu. 2007. Kekerasan Pada Anak. Bandung: Nuansa IG.N Gde Ranuh. 1999. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta: CV Sagung Seto Kumorotomo, Wahyudi. 1996. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo Persada Mahmudi, 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: AMP YKPN Mahsun, M. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta Matlin, M.W. 2008. The psychology of women (6th ed.). Belmont CA: Thomson Rakhmat, J. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Ratminto. Dan Winarsih, Atik Septi. 2010. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Robbins, Stephens P. 2001. Perilaku Organisasi, Edisi Indonesia. Jakarta: Indeks Sudarmanto, 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM (Teori, Dimensi Pengukuran dan Implementasi dalam Organisasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta
146
---------- 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta Tangkilisan, Hessel Nogi, 2005. Manajemen Publik. Jakarta: Widiasarana Indonesia
PT. Gramedia
Thoha, Miftah. 2002. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Widodo, Joko. 2001. Good Governance Telah Dari Dimensi Akuntabilitas, Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi Dan Otonomi Daerah. Surabaya: Insan Cendekia Yuwono, Soni, dkk. Petunjuk Praktis Penyusunan Balanced Scorecard Menuju Organisasi yang Berfokus pada Strategi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utam