perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MENULIS BRAILLE DENGAN METODE TULISAN SINGKAT DAN SINGKATAN BRAIILE SISWA KELAS VI SEMESTER I TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SD NEGERI INKLUSI KRANDEGAN 1 KABUPATEN BANJARNEGARA
Skripsi Oleh: Pardi NIM. X5107574
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009 commit to user
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut UU Sisdiknas No. 20 Pendidikan adalah :”usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara “ (2003: pasal 1) . Pendidikan
Nasional
berfungsi
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa , bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa , berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis, serta bertanggung jawab . Pada jenjang pendidikan tingkat dasar, ( SD ) untuk mencapai tujuan seperti yang tersebut di atas, terlebih dahulu harus didasari oleh kemampuan dasar anak yang diantaranya kemampuan dasar membaca dan menulis. Di lapangan banyak kita jumpai adanya kemampuan membaca yang lemah dapat berakibat terhambatnya mengikuti pelajaran yang lain. Di sekolah reguler sering kita jumpai anak yang belum mampu membaca akan selalu ketinggalan dalam pelajaran yang lainnya. Dalam dunia pendidikan selain pendidikan reguler ( umum ) kita kenal juga adanya pendidikan khusus ( segregasi )
dimana anak-anak yang berkebutuhan
khusus bersekolah di SLB/SDLB, yang terbagi dalam berbagai jenis kelainan. Anak dengan jenis ketunaan tunanetra, dapat membaca dan menulis dengan huruf Braille. Kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra biasanya ada ketidak lancaran bila dibandingkan dengan anak normal pada umumnya, hal ini diakibatkan hilangnya indera penglihatan dan hanya mengandalkan indera perabaannya saja.
1
commit to user
2
Indera penglihatan adalah salah satu indera penting dalam menerima informasi yang datang dari luar dirinya, sekalipun bekerjanya dibatasi oleh ruang, indera penglihatan mampu menyerap sebagian besar rangsang atau informasi akan diterima yang selanjutnya diteruskann ke otak, sehingga timbul kesan atau persepsi dari pengertian tertentu terhadap rangsang tersebut. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Akibat hilangnya indera penglihatan maka anak tunanetra dalam menerima rangsang dari luar berusaha memanfaatkan indera yang lain, salah satu indera yang penting yaitu indera pendengaran, walaupun indera pendengaran hanya mampu menerima informasi dari luar yang berupa suara, yang hanya mampu mendeteksi dan menggambarkan tentang arah, sumber dan jarak. Dengan indra pendengaran tidak dapat memberikan gambaran tentang bentuk, warna dan dinamikanya. Pembelajaran keterampilan membaca dan menulis Braille bagi anak tunanetra memerlukan keterampilan tersendiri yang menuntut keterampilan kepekaan indera peraba, keterampilan motorik, juga keterampilan dalam mengidentifikasi setiap titik dalam petak atau tanda dalam huruf braille itu sendiri. Berdasarkan pengamatan penulis, yang telah dilakukan selama mengajar anak tunanetra, bahwa kemampuan membaca dan menulis dengan tulisan Braille biasa sering mengalami kesulitan atau ketidak lancaran terutama apabila anak menulis masih menggunakan reglet, dan apabila membaca harus mengidentifikasi tiap kotak yang baru dapat mewakili sebuah huruf. Dari kenyatan di atas maka betapa banyaknya kendala bagi anak tunanetra terutama dari segi waktu. Hal yang demikian akan berakibat anak tunanetra pada suatu saat mengerjakan ulangan dalam tulisan Braille yang harus membaca sendiri akan relative lama waktu yang digunakan, dan biasanya akan lebih suka apabila soal itu didektekan atau dibacakan. Pemerintah melalui Kepmendikbud No 053/U/2000 menyusun buku pedoman EYD Braille bidang bahasa Indonesia, yang diataranya terdapat pedoman menulis Braille dengan metode Tulisan singkat dan Singkatan Braille, yang selanjutnya dalam makalah ini penulis gunakan istilah Tusing dan Sibra Braille. Dalam buku pedoman tersebut dalam menulis Braille, simbul-simbul tertentu dapat
commit to user
3
mewakili sebuah kata, suku kata atau kalimat yang sudah baku, sehinga sangat efektif dari segi waktu dan kecepatan /kelancaran membacanya. Disini penulis
memberikan sebuah ilustrasi terhadap anak yang sudah lancar
membaca dan menulis, dalam menulis seluruh naskah Pembukaan Undang-undang Dasar tahun 1945 dengan tulisan Braille biasa, memerlukan waktu selama 75 menit, perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan menghabiskan kertas Braille sebanyak 5 lembar, namun apabila naskah itu ditulis dengan tulisan singkat yang baku, hanya membutuhkan waktu menulis selama 40 menit, dengan mengabiskan kertas untuk menulis sebanyak 3 lembar, dengan demikian sangat efektif dari segi waktu dan biaya. Berdasarkan latar belakang, identifikasi dan pembatasan masalah tersebut peneliti tertarik untuk mengambil judul penelitian
“ Meningkatkan kemampuan
Membaca dan Menulis dengan metode Tusing dan Sibra bagi Anak kelas VI semester I SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten banjarnegara” .
B. Rumusan Masalah Bertolak dari uraian di atas, permasalahan yang timbul adalah: Apakah pembelajaran dengan menggunakan tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan braille ( Sibra ) dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak tunanetra. C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum: Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa melalui kemampuan membaca dan menulis. 2. Tujuan Khusus: Meningkatkan kemampuan / kelancaran membaca dan menulis anak tunanetra dengan huruf Braille dengan metode Tusing dan Sibra, siswa kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara, sehingga mampu mengikuti pendidikan bersama anak anak normal di SD umum ( Inklusi ).
commit to user
4
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis: Pemahaman terhadap isi dari sebuah bacaan biasanya sangat tergantung dari kemampuan dan kelancaran dalam membaca. Kemampuan membaca yang tidak lancar dapat mengaburkan pemahaman isi bacaan itu. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Misalnya membaca yang tersendat-sendat apa yang baru dibaca tadi belum bisa difahami isinya walaupun baru dalam sebaris kalimat.
2. Manfat Praktis: a. Bagi Siswa: menulis dan membaca dengan menggunakan metode tusing dan Sibra akan sangat efisien dari segi waktu, biaya dan juga energi. b. Bagi Guru : Dapat menumbuhkan daya kreatifitas, dalam mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif untuk membantu memperbaiki kinerjanya sehingga berkembangnya profgesionalitas guru. c. Bagi Sekolah: Penelitian ini dapat membantu sekolah berkembang secara optimal karena adanya peningkatan kemampuan prestasi belajar siswa, dan kreatifitas Guru dalam mengembangkan model pembelajaran di sekolah.
commit to user
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Anak Tunanetra a. Pengertian: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Menurut Sutjihati Sumantri ( 1996:52 ) Seorang anak disebut tunanetra, apabila didalam pelaksanaan belajar mengajar ,pada saat diperlukan pengamatan visual anak tersebut memerlukan peralatan khusus. Menurut Depdiknas ( 2006: 1 ) Tunanetra adalah Seseorang yang karena sesuatu hal tidak dapat mernggunakan matanya sebagai saluran utumanya dalam memperoleh informasi dari lingkungannya. Hal ini disebabkan oleh indera penglihatan kurang berfungsi atau sama sekali tidak berfungsi. Anak yang masih mempunyai sisa penglihatan dan dengan bantuan kaca pembesar, Ia dapat membaca dengan bantuan tulisan yang dicetak tebal,oleh karena itu digunakan tulisan awas. Sebaliknya apabila kaca pembesar ini tidak dapat membantu anak membaca huruf-huruf yang dicetak tebal ia harus belajar dengan tulisan Braille. Tulisan ini tentunya bermanfaat pula bagi anak tunanetra yang penglihatannya tidak berfungsi sama sekali. Dalam bidang Pendidikan Luar Biasa anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut anak tunanetra. Pengertia tunanetra tidak saja mereka yang buta, tetapi mencakup juga mereka yang mempu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari- hari, terutama dalam belajar. Jadi anak-anak dengan kondisi penglihatan yang termasuk “ setengah melihat “ atau rabun adalah bagian dari kelompok anak tunanetra. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan anak tunanetra adalah: “ individu yang indera penglihatannya
( kedua-duanya ) tidak berfungsi sebagai saluran
penerimaan informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas.”.
5
commit to user
6
Dari kondisi di atas pada umumnya yang digunakan sebagai patokan apakah seorang anak termasuk tunanetra atau tidak ialah berdasarkan pada tingkat ketajaman penglihatannya. Untuk mengetahui ketunanetraan digunakan dengan tes, yaitu tes Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya ( Visusnya ) kurang dari 6/12. artinya berdasarkan tes perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 12 meter. b. Faktor Penyebab Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tehnologi, sekarang ini sudah jarang atau bahkan tidak lagi ditemukan anggapan bahwa ketunanetraan itu disebabkan kartena kutukan dewa atau Tuhan. Menurut Sutjihati Sumantri, ( 1996: 53 ) ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor, apakah itu faktor dalam diri anak, ( internal ) faktor dari luar anak ( ekternal ) termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungnnya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinan karena faktor gen ( sifat pembawa keturunan ), kondisi psikis ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya. Sedangkan termasuk faktor ekternal diantaranya ialah; dilahirkan
faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi
misalnya: kecelakaan, terkena penyakit siphilis, yang mengenai
matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis ( tang ) saat melahirkan sehingga sistem persyarafannya rusak, kurang gizi atau vitamin, terkena racun, virus trachoma, panas badan yang terlalu tinggi, serta peradangan mata kerena penyakit, bakteri atau virus c. Karakteristik Menurut Munawir ( 2006:3) Dalam usaha mengidentifikasi apakah seseorang itu termasuk tunanetra atau bukan dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik sebagai berikut: 1) Tidak mampu melihat. 2) Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter. 3) Kerusakan nyata pada kedua bola mata. 4) Sering meraba-raba /tersandung waktu berjalan.
commit to user
7
5) Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya. 6) Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/bersisik/kering. 7) Peradangan hebat pada kedua bola mata. 8) Mata bergoyang terus. d. Klasifikasi: perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan ukuran
ketajaman
penglihatannya,
anak
digilib.uns.ac.id tunanetra dapat
dikelompokkan menjadi: 1) Mampu melihat dengan acuity 20/70 ( anak tunanetra dapat melihat dari jarak 20 feet, sedangkan orang normal dari jarak 70 feet). 2) Mampu membaca kartu Snellen
paling besar dari jarak 20 feet ( acuity
20/200 ). Berdasarkan
kelompok
yang
memiliki
keterbatasan
penglihatan
dapat
dikelompokkan menjadi: 1) Mengenal bentuk atau obyek dari berbagai jarak. 2) Menghitung jari dari berbagai jarak. 3) Tidak mengenal tangan yang digerakkan. Kelompok yang mengalami keterbatasan penglihatan yang berat ( Buta ): 1) Mempunyai persepsi cahaya( light perception ). 2) Tidak memiliki persepsi cahaya ( no light perception ) Dari segi pendidikan tunanetra dikelompokkan menjadi: 1) Mereka mampu membaca cetakan standart. 2) Mampu membaca cetakan standart, dengan menggunakan kaca pembesar. 3) Mampu membaca cetakan besar ( ukuran huruf No. 18 ). 4) Mampu membaca cetakan kombinasi cetakan regular dan cetakan besar. 5) Membaca cetakan besar dengan kaca pembesar. 6) Menggunakan Braille tetapi masih bisa melihat cahaya ( sangat berguna untuk Mobilitas ). 7) Menggunakan huruf Braille tetapi tidak punya persepsi cahaya ( Total ).
commit to user
8
2. Kesulitan Belajar Membaca a. Hakekat membaca: Meskipun media cetak ( Telivisi ) telah banyak menggantikan media cetak ( buku ), kemampuan membaca masih memegang peranan penting dalam kehidupan manusia modern. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang sangat pesat, manusia harus terus memperbaharui
pengetahuan
dan
keterampilannya.
Pengetahuan
dan
keterampilan tersebut sebagian besar diperoleh melalui keterampilan membaca. Dalam kehidupan modern, jika tidak terus menerus memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya, orang mungkin akan mengalami kesulitan dalam memperoleh lapangan pekerjaan yang layak. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan untuk membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya. Oleh karena itu, anak harus belajar membaca agar ia dapat membaca untuk belajar Kemampuan
membaca
tidak
hanya
memungkinkan
seorang
meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik, tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan social budaya, politik dan memenuhi kebutuhan emosional. Membaca juga bermanfaat untuk rekreasi atau untuk memperoleh kesenangan. Mengingat banyaknya manfaat kemampuan membaca, maka anak harus banyak belajar membaca dan kesulitan belajar membaca kalau dapat harus diatasi secepat mungkin. b. Macam Kesulitan belajar membaca 1) Kesulitan membaca lisan. Menurut Hargrove yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1984 : 170 ) ada 13 jenis perilaku yang mengidentifikasikan bahwa anak mengalami kesulitan belajar membaca lisan. Adapun berbagai perilaku tersebut adalah: a)
Menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.
b) Menelusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri kekanan dengan jari.
commit to user
9
c)
Menelusuri tiap baris bacaan yang sedang dibaca dengan jari.
d) Mengerakkan kepala, bukan matanya yang bergerak. e)
Menempatkan buku dengan cara yang aneh.
f)
Menempatkan buku terlalu dekat dengan mata.
g) Sering melihat pada gambar ( bila ada ). perpustakaan.uns.ac.id h) Mulut komat-kamit waktu membaca i)
Membaca kata demi kata
j)
Membaca terlalu cepat.
digilib.uns.ac.id
k) Membaca tanpa ekpresi. l)
Melakukan analisis tetapi tidak mensinteksiskan.
m) Adanya nada suara yang aneh. 2) Kesulitan membaca Pemahaman: Ada sepuluh perilaku yang menjadi indicator kesulitan belajar membaca dalam hati kesepuluh indicator tersebut adalah: a) Menunjuk tiap kata yang dibaca dengan jari b) Menelusuri baris yang sedang dibacanya dari kiri ke kana dengan jari. c) Menelusuri bari-baris yang sedang dibaca dari atas ke bawah. d) Membaca dengan berbisik. e) Mengucap kata dengan keras. f) Menggerakkan kepala bukan mata. g) Menempatkan buku dengan cara yang aneh. h) Menempatkan buku pada jarak andang yang terlalu dekat. i) Sering melihat gambar jika ada j) Hanya memandang secara sekilas dan kemudian berkata “ saya sudah selesai”. Namun demikian bagi anak tunanetra kemampuan membaca dengan menggunakan huruf Braille penuh, biasanya akan mengalami kelambatan dari segi kecepatan waktu dibandingkan dengan anak awas denga huruf awas, untuk mengatasi hal itu maka perlu diperkenalkan tehnik membaca dengan metode tusing dan sibra, karena dengan tehnik ini dengan sekali meraba tanda tertentu, tanda itu sudah dapat mewakili tanda suku kata, kata atau kalimat.
commit to user
10
3. Kesulitan Belajar Menulis a. Pengertian: Banyak orang lebih menyukai membaca dari pada menulis, karena menulis dirasa lebih lambat dan sulit. Meski demikian , kemampuan menulis sangat diperlukan baik dalam kehidupan di sekolah maupun di masyarakat. Para perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id siswa memerlukan kemampuan menulis untuk menyalin, mencatat, atau untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah. Ada banyak difinisi tentang menulis. Menurut Lerner yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1985:413 ) mengemukakan bahwa menulis adalah “menuangkan ide kedalam bentuk visual”. Soemarno Markam yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1989 : 7 ) menjelaskan bahwa menulis adalah suatu aktifitas kompleks, yang mencakup gerakan lengan, tangan, jari dan mata secara terintegrasi. Menulis juga terkait dengan pemahaman bahasa dan kemampuan bicara. Tarigan yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman ( 1986 : 21 ) mendifinisikan bahwa menulis sebagai melukiskan lambing-lambang grafis dari bahasa yang dipahami oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan penulis tersebut. Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah: aktifitas yang melibatkan berbagai indera untuk membuat lambing grafis yang dapat mengandung makna atau membuat lambang bunyi dalam bentuk visual. Proses belajar menulis melibatkan rentang waktu yang panjang. Proses belajar menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan proses belajar bicara dan membaca. Pada saat bayi dilahirkan mereka telah menyadari adanya berbagai bunyi di sekitarnya. Lama kelamaan menyadari bahwa bunyi-bunyi yang mereka keluarkan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengemukakan keinginannya. Pada usia dua tahun, anak biasa telah mampu berbicara dengan menggunakan kalimat satu kata.. Pada saat masuk TK, anak telah mampu menggunakan kalimat yang lebih panjang dan pada saat masuk SD telah mampu menggunakan kalimat lengkap dalam percakapan.
commit to user
11
Pada masa usia prasekolah mungkin anak pernah mendengar cerita yang dibacakan oleh orang tua atau guru, pada usia tersebut, anak juga melihat bahwa orang-orang dewasa memperoleh berbagai macam informasi dari membaca dari surat kabar, majalah atau buku,. Berdasarkan pengalaman tersebut maka anak mulai menyadari perlunya kemampuan membaca . dengan demikian, proses perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id belajar membaca terkait erat dengan proses belajar bicara. Pada awal anak belajar membaca, mereka menyadari pula, bahwa bahasa ujaran yang biasa digunakan dalam percakapan dapat dituangkan dalam bentuk lambing tulisan. Mulai saat itu, timbullah kesadaran pada anak tentang perlunya belajar menulis. Dengan demikian, proses belajar menulis terkait erat dengan proses belajar berbicara dan membaca. b. Kesulitan Menulis Kesulitan Belajar menulis sering disebut disgrafia.( Jordson seperti dikutif oleh Hallahan, Kauffman, & Lloyd, 1985: 237 ) Kesulitan belajar menulis yang berat juga disebut agrafia. Disgrafia menunjuk adanya ketidak mampuan mengingat cara membuat huruf atau simbul-simbul matematika. Disgrafia sering dikaitkan dengan kesulitan belajar membaca atau disleksia karena kedua jenis kesulitan tersebut sesungguhnya saling terkait. Kesulitan belajar menulis sering terkait dengan cara anak memegang pensil, yang dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa anak berkesulitan belajar menulis adalah antara lain: 1) Sudut pensil terlalu besar. 2) Sudut pensil terlalu kecil. 3) Memegang pensil seperti mau meninju, menyangkutkan pensil di tangan atau menyeret ( Horsnbi,1984:66 ) c. Menulis bagi Anak Tunanetra: Cara menulis bagi tunanetra sangat berbeda dengan cara menlis bagi orang awas. Alat yang digunakan untuk menulis adalah berupa Riglet dan Pen sebagai penganti pensil atau bolpoin. Cara menulis anak tunanetra dengan reglet adalah sebagai berikut:
commit to user
12
1) Masukkan kertas dalam lipatan reglet. 2) Tulis/tusuk reglet dengan pena/pen/stylus dari arah kanan ke kiri, menggunakan alfabetik huruf negative/ tulis. 3) Jika telah penuh maka pindahkan reglet dengan cara a) Buka/lepas reglet. perpustakaan.uns.ac.id b) Gesertlah reglet tersebut kearah bawah. c)
digilib.uns.ac.id
Bekas lubang paku reglet bagian bawah menjadi pedoman untuk memasukkan paku / pengait reglet bagian atas.
4) Untuk membaca bukalah reglet dan baliklah kertas hasil tulisan tersebut dan bacalah dari kiri ke kanan. Kesulitan / hambatan yang biasa dialami anak tunanetra dalam menulis antara lain: a) Setiap kalai melakukan kegiatan menulis, setelah baris dalam riglet habis harus memasang riglet lagi di bawahnya. b) Kotak dalam baris reglet terbatas jumlahnya, sehingga sedapat mungkin penggunaan kotak dalam riglet harus diusahakan seefektif mungkin. Dengan adanya berbagai hambatan dan kendala tersebut di atas, maka pengajaran membaca dan menulis dengan mengunakan Sibra dan Tusing sangat tepat dan efektif dari segi waktu ( kecepatan ), tempat ( kertas lebih sedikit ) sehingga dari perhitungan biaya akan lebih murah, apalagi bila dalam pencetakan yang banyak. 4. Huruf Braille a. Sejarah huruf Braille: Pada tanggal 4 Januari 1809 di sebuah desa Coupvray ± 40 km dari kota Paris lahirlah bayi laki-laki yang kemudian diberi nama Louis Braille. Anak lakilaki yang lincah ini pada usia 3 tahun menjadi tunanetra disebabkan sebelah matanya tertusuk pisau yang mengakibatkan kedua matanya menjadi rusak karena terkena infeksi. Kejadian ini sudah tentu dirasakan oleh Louis Braille dan kedua orang tuanya sebagai sesuatu kemalangan yang sangat besar. Tetapi pada hakekatnya
commit to user
13
kejadian itu merupakan kejadian yang menghantarkan Louis Braille kepada kemashuran sebagai pahlawan kemanusiaan yang abadi sepanjang jaman. Tahun 1819 yaitu ketika berumur 10 tahun, Louis Braille mulai bersekolah pada L’eccle des Yeunes Avengles di kota Paris, suatu sekolah tunanetra pertama yang didirikan oleh Valentin Hauy pada tahun 1784. Di sekolah Louis Braille perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memperlihatkan bakat serta kemauan yang keras sehingga ia tergolong murid yang pandai. Sesungguhnya sebagai akibat dari ketunanetraannya itu Louis Braille tergolong anak yang berfisik lemah dan sakit –sakitan. Setelah menamatkan pelajarannya, Louis Braille bekerja pada sekolah tersebut sebagai pembantu guru ( repetitor ) Pada waktu itu tulisan yang digunakan adalah tulisan latin yang dicertak timbul ( relief ). Sezaman dengan Louis Braille, seorang opsir tentara berkuda Perancis bernama Charles Barbier, menciptakan tulisan titik-titik timbul yang dapat dibaca dengan jalan meraba. Sistim tulisan Barbier itu terdiri dari 12 buah titik dan diciptakan untuk keperluan militer. Dengan perantaraan temuannya Louis Braille sangat tertarik akan penemuan Barbier itu dan segera ia berkesimpulan bahwa sistim titik-titik timbul lebih baik bagi perabaan dari pada relief latin. Louis Braille menyusun kembali sitim titik-titik ini menjadi 6 titik saja, yang kemudian dikenal dengan tulisan Braille. Ia juga menciptakan alat tulisnya yang diberi nama reglette. Pada tahun 1836 lengkaplah sistim tulisan Braille itu dan sejak itu perjuangan Louis Braille diarahkan ke luar. Yaitu agar sistim tulisan Braille dipergunakan secara luas dan umum sebagai tulisan resmi orang -orang tunanetra. b. Perkembangan Tulisan Braille di Indonesia : Tulisan Braille mulai dipergunakan di Indonesia sejak Dr. Westhoff mendirikan Blinden Institut di Bandung pada tahun 1901. Hingga perang dunia II pola tulisan Braille di Indonesia mengikuti sistim dari Negara Belanda.
commit to user
14
Perkembangan ini mulai dengan berdiirinya SGPLB di Bandung pada tahun 1952. Para lulusan SGPLB menyebar di berbagai daerah dan mempelopori berdirinya sekolah-sekolah tunanetra di daerah masing-masing. Tanda-tanda Braille yang telah ada tidak mencukupi lagi keperluan mereka, mereka memerlukan lagi tanda - tanda Braille yang lebih lengkap mengenai perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id bahasa, matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Kimia dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan itu tiap-tiap sekolah bahkan masing-masing pelajar berusaha mencari atau menciptakan tanda-tanda sendiri. Sehingga tidak adanya keseragaman tulisan Braille yang dipergunakan di sekolah-sekolah tunanetra. Menyadari hal itu, Kepala Urusan Pendidikan Luar Biasa Departeman P dan K menugaskan kepada beberapa petugas lapangan antara lain Soharto untuk menyusun konsep keseragaman Braille, sebagai tindak lanjut diadakan rapat Dinas UPLB mengenai keseragaman Braille di Bandung pada bulan Desember 1961. c. Abjad Braille Bahasa Indonesia Huruf Braille terdiri dari 6 buah titik timbul yang masing-masing titik diberi nomor 1 – 6 dalam posisi sebagai berikut: 1
4
2
5
3
6
Untuk keperluan menulis dengan reglet dipergunakan negatif dari bentuk di atas dan ditulis dari kanan ke kiri dengan urutan nomor yang sama. 1) Tanda abjad:
a
k
b
l
c
d
e
m
n
o
f
g
p
commit to user
q
h
i
r
j
s
t
15
u
v
w
x
y
z
perpustakaan.uns.ac.id ng
(.)
digilib.uns.ac.id
ny
ai
(,)
?
au
!
d. Karakteristik:
Tulisan Braille terbentuk dari satu atau kombinasi dari kemungkinan enam buah titik yang tersusun tiga titik ke atas dua sejajar. Untuk mempermudah mengingat titik-titik itu, maka formasi titik-titik itu diberi nama sesuai dengan urut nomornya. Yaitu titik 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Untuk membaca dan mengetik formasinya disebut formasi positif yaitu dari kiri ke kanan. 1
4
2
5
3
6
Sedang formasi menulis dengan reglet ( stalet ) disebut formasi negative, dari kanan ke kiri.
4
1
5
2
6
3
e. Manfaat:
Dengan diketemukannya tulisan Braille oleh Louise Braille, yang terdiri dari enam buah titik seperti telah penulis sebutkan di atas, maka pada tahun 1836 lengkaplah sistim tulisan Braille dan sejak saat itulah agar sistim tulisan Braille
commit to user
16
dipergunakan secara luasdan umum sebagai tulisan resmi orang-orang tunanetra. Dalam suatu kongresyang dfiadakan di kota Paris, tahun 1860 diterimalah tulisan Braille sebagai tulisan resmi bagi sekolah-sekolah tunanetra di seluruh Eropa Barat. Dalam perkembangan selanjutnya dengan perpaduan kombinasi 6 buah titik perpustakaan.uns.ac.id Braille tersebut dapat diciptakan tanda-tanda dalam bidang bahasa,digilib.uns.ac.id Matematika, music,, IPA, Biologi dsb. Dengan dikeluarkannya Kepmendiknas RI. No. 053/U/2000 tentang Sistim Braille Indonesia Bidang Bahasa Indonesia, maka ada keseragaman dalam menggunakan tanda-tanda Braille di seluruh Indonesia, sehingga adanya
kecenderungan
masing-masing tunanetra menciptakan tanda-tanda Braille sendiri dapat diatasi. 5. Kemampuan Membaca dan Menulis Braille Setiap manusia memerlukan pengetahuan untuk meningkatkan hidupnya. Dalam masyarakat yang lebih maju, lebih banyak lagi pengetahuan yang perlu dimiliki manusia untuk keperluan hidupnya.dari berbagai pengetahuan itu, manusia harus mengetahui pengetahuan dasar. Manusia yang satu dengan lainnya dalam berkomunikasi tidak lepas dari pengetahuan dasar tersebut. Setiap manusia menggunakan pengetahuan dasar, membaca, menulis dan berhitung ( matematika ) untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Ketiga pengetahuan itulah merupakan pengetahuan dasar. Anak tunanetra pun perlu memiliki pengetahuan dasar. Murid SLB ( SDLB atau pendidikan Inklusi ) mendapat pengajaran membaca, menulis dan berhitung sejak kelas I tingkat dasar. Dari ketiga pengetahuan itu, membaca dan menulislah sangat erat hubungannya. Keduanya diberikan hampir bersamaan. Selisih waktunya hanya beberapa minggu saja. Oleh karena itu disebut pengajaran membaca menulis, bukan membaca dan menulis.. tentunya untuk keperluan menghitung, anak harus dapat membaca dan menulis. Dalam praktek, pengajaran membaca diberikan terlebih dahulu dari pada pengajaran menulis. Bagi anak tehnik membaca lebih mudah dari pada tehnik menulis. Untuk membaca anak langsung jarinya menelusuri tulisan Braille. Tinggal anak menguasai huruf dan tanda Braille lainnya. Sedang untuk menulis anak tidak dapat langsung mengerjakan menulis. Anak harus menguasai alat, terlebih dahulu
commit to user
17
anak harus mengetahui fungsi bagian-bagian alat dan bagaimana menggunakannya. Kemudian ia belajar menulis sesuai dengan yang sudah dibacanya. Oleh karena itu, dinamakan pengajaran membaca menulis, bukan menulis membaca. Berdasarkan pengalaman penulis, kemampuan membaca dan menulis anak tunanetra dengan mengunakan cara yang manual ( tulisan biasa ) biasanya lebih perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id lambat dibandingkan dengan anak awas. Untuk itu penulis mencoba mengajarkan penggunaan metode Tulisan singkat ( Tusing ) dan Singkatan Braille ( Sibra ) untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra, lebih- lebih bagi anak yang menempuh pendidikan di sekolah Inklusi harus dapat mengikuti teman-temannya yang awas terutama dari segi kemampuan membaca dan menulisnya. Kriteria peningkatan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra dengan menggunakan tulisan singkat dan singkatan Braille terutama penulis menitik beratkan dari segi waktu/kecapatan atau kelancaran membaca dan menulisnya. Dengan menguasai seluruh tanda kata, tanda kelompok kata, dan tulisan singkat Braille ( Sibra ) anak tunanetra diharapkan kemampuan membaca dan menulis semakin lancar. 6. Tusing dan Sibra Braille a. Pengertian Istilah “ Tusing “ adalah merupakan akronim dari kata “ tulisan singkat “ sedangkan Sibra merupakan Akronim dari kata “ Singkatan Braille “. Tusing dan Sibra adalah merupakan bentuk atau tanda Braille yang dapat dibaca mewakili sebuah kata, atau kelompok kata ( Kepmendiknas 2000 : 4 ). Contoh: satu huruf abjad Braille “ a “ dapat dibaca menjadi sebuah kata “ anda “. Satu tanda huruf Braille “ b “ dapat dibaca “ bagi “ dsb. Dalam Tulisan awas kita sering menggunakan singkatan seperti : dll, yg, dsb. namun dalam menulis dan membaca Braille banyak sekali macamnya walaupun itu hanya merupaka sebuah tanda braille.
commit to user
18
Contoh Kata dan kelompok kata yang dapat ditulis dengan Sibra dan Tusing: = anak = apa lagi perpustakaan.uns.ac.id = seperti
digilib.uns.ac.id
b. Latar Belakang: Terjadinya banyak ragam tanda - tanda Braille dan singkatan-singkatan Braille di Indonesia diduga antara lain karena hal-hal sebagai berikut: Para alumni Blinden Institut di Bandung telah meninggalkan almamaternya, ada yang tidak mengikuti perkembangan tanda-tanda Braille yang digunakan di Bandung,. Sementara itu Blinden Institut di Bandung masih mengikuti perkembangan tanda-tanda Braille yang di pakai oleh negara asal pendirinya yaitu di negara Belanda. Dengan demikian terdapat berbagai ragam tanda-tanda Braille di Bandung dan lembaga-lembaga pendidikan untuk orang tunanetra di luar Bandung. Hal tersebut telah berlangsung sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Disamping itu juga untuk memenuhi kebutuhan masing-masing alumnus, para pemakai tanda Braille menciptakan sendiri tanda dan singkatan- singkatan tertentu. Upaya ini lebih memperbesar jumlah ragam tanda dan singkatan Braille. Keputusan menggunakan keseragaman Braille dan pemberian contoh tulisan Braille telah berlangsung cukup lama serta didorong oleh keperluan yang sangat mendesak karena para tunanetra makin meningkat pendidikannya, maka oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, menyususn Buku Pedoman Tulisan singkat Braille pada tahun 1982/1983 dan yang terakhir derngan Keputusan Mendikbud RI Nomor : 053/U/2000
c. Tujuan: Dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di bidang pendidikan pada umumnya, serta khususnya pembangunan Pendidikan Luar Biasa yang diwujudkan antara lain dalam kegiatan pengadaan buku pegangan guru dan
commit to user
19
buku murid, maka adanya buku Pedoman Braille yang mantap dan sempurna dirasa sangat mendesak. Sementara itu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan maka buku-buku Pedoman Braille juga memerlukan penyesuaian diri terhadap perkembangan keadaan tersebut. d. Kelebihan dan Kekurangan: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Pada dasarnya membaca dan menulis Braille dengan menggunakan Tulisan singkat ( Tusing ) dan Singkatan Braille mempunyai banyak sekali kelebihan apabila dibandingkan menulis dan membaca dengan metode konfensional ( biasa ). Dari segi waktu membaca dan menulis Braille dengan metode Tusing dan Sibra sangat menghemat waktu apabila seluruh tanda-tanda Sibra dan Tusing itu telah dikuasai anak. Di sini akan penulis berikan sebuah contoh menulis Braille dengan metode sibra dan tusing. Contoh kalimat: pada hari ini banyak orang naik sepeda
Dari segi Tempat: Dari contoh di atas untuk menulis kalimat dengan tulisan Braille dengan cara yang biasa memerlukan 38 kotak. Tetapi apabila ditulis dengan tusing cukup 15 kotak, sudah barang tentu hal ini sangat efisien dari segi tempat dan waktu menulisnya, demikian juga dalam membacanya. Namun adanya kelebihan juga ada sisi kekurangnnya yaitu bagi anak yang belum menguasai betul seluruh materi dalam Sibra dan Tusing akan merasa kesulitan, misalnya dalam pemenggalan kata/suku kata mana yang dapat ditusingkan sehinga juga akan ada hambatan dalam membaca atau menulisnya.
commit to user
20
e. Karakteristik Dalam pedoman EYD Braille bidang bahasa Indonesia menurut Kep. Mendikbud No.053/U/2000, tentang Tusing dan Sibra mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1) Tanda kata yang terdiri dari sebuah huruf ( alfabed Braille ) perpustakaan.uns.ac.id 2) Tanda kata yang terdiri dari huruf balik.
digilib.uns.ac.id
3) Tanda kata yanag terdiri dari tanda bawah. 4) Tanda kata yang terdiri dari tanda lain. 5) Tanda kelompok suku kata ( hanya dipergunakan di depan,tengah dan belakang ) 6) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di depan ) 7) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di depan dan tengah ) 8) Tanda suku kata ( hanya dipergunakan di belakang ) 9) Huruf dengan tanda pokok titik Nomor 5. 10)
Huruf dengan tanda pokok titik nomor 4 dan 5 7. Pendidikan Inklusi
a. Pengertian : Menurut Mulyana ( 2006 : 3 ) Pendidikan Inklusi adalah Pendidikan yang mengikut sertakan anak-anak yang berkebutuhan khusus untuk belajar bersamasama dengan anak yang sebayanya di sekolah reguler ( normal ) dan pada akhirnya mereka bagian dari masyarakat sekolah tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif. Di dalam pendidikan Inklusi anak berkebutuhan khusus deberikan kesempatan belajar penuh untuk dapat mengakses kurikulum, lingkungan, interaksi sosial, dan segala aset yang dimiliki sekolah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar anak berkebutuhan khusus dapat terlibat pada kehidupan sekolah secara totalitas. Menurut Befring yang dikutip oleh Mulyana ( 2008: 68 ) kunci dasar pendidikan adalah penghargaan bagi setiap siswa dan variasi dipandang sebagai sumber daya bukannya sebuah masalah. Pada pendidikan inklusi anak berkebutuhan khusus berkembang melalui pengajaran dan dukungan dari teman sebayanya. Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa: Pendidikan inklusi merupakan refleksi
commit to user
21
pandangan moral yang memberikan penghargaan atas perbedaan sehingga siswa dapat belajar satu sama lain karena hal itu akan mereka lakukan pada dunia nyata. b. Landasan Pendidikan Inklusi : Sebagai landasan penyelenggaran pendidikan inklusi bagi para pengelola atau badan pengelola adalah sebagai berikut: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1) UUD tahun 1945 khususnya pada Preambul dan pada batang tubuh pasal 31. 2) Tap MPR No. 2 tahun 1998 tentang GBHN 3) UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 4) UU No. 4 tahun 1997 tentang penyandang cacat. 5) PP No. 39 tahun 1990 tentang Peran serta masyarakat dalam Pendidikan. 6) PP No. 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa . c. Prinsip dan Karakteristik Pendidikan Inklusi: Prinsip
mendasar
dari
sekolah
inklusi
adalah
bahwa,
selama
memungkinkan, semua anak seyogjanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusi harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkwalitas kepada semua siswa melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pembelajaran yang tepat, pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan pengalaman kemitraan dengan masyarakat sekitar. Seyogyanya terdapat dukungan dan pelayanan yang berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan khusus yang dijumpai pada setiap sekolah. Di dalam pendidikan inklusi anak yang menyandang kebutuhan khusus seyogyanya menerima segala dukungan tambahan yang mereka perlukan untuk menjamin efekktifnya pendidikan mereka. Pendidikan inklusi merupakan alat yang paling efektif untuk membangun solidaritas antara anak yang berkebutuhan khusus dengan teman-teman sebayanya. Pengiriman anak secara permanen di Sekolah Luar Biasa ( sekolah khusus ) atau kelas khusus atau bagian khusus dari sekolah reguler seyogyanya merupakan suatu kekecualian, yang direkomendasikan hanya pada kasus-kasus
commit to user
22
tertentu dimana terdapat bukti yang jelas bahwa pendidikan di sekolah reguler tidak memenuhi kebutuhan pendidikan atau sosial anak, atau bila hal tersebut diperlukan demi kesejahteraan anak yang bersangkutan atau kesejahteraan anakanak lain di sekolah itu. d. Model layanan Pendidikan Inklusi: perpustakaan.uns.ac.id 1) Sistem Pembelajaran:
digilib.uns.ac.id
Proses belajar mengajar yang dilakukan pada sekolah inklusi pada umumnya dilaksanakan secara klasikal, hanya pada saat tertentu dimana anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan dalam mengikuti pembelajaran secara klasikal yang disebabkan oleh kelainan yang disandangnya, maka guru akan memberikan layanan khusus secara individual, baik yang dilaksanakan oleh guru kelas maupun guru pembimbing khusus. 2) Penilaian: Penilaian terhadap kemajuan siswa dilakukan oleh guru kelas dan atau guru mata pelajaran. Alat penilaian yang digunakan seperti yang diterapkan pada anak dalam kelas yang bersangkutan, tentu harus disesuaikan dengan pengajaran individu. 3) Sistem Administrasi: Pada prinsipnya pendidikan inklusi bertujuan untuk mengintegrasikan anak berkebutuhan khusus ke dalam lingkungan sekolah yang terbebas dari diskriminasi serta tanpa melihat dari segala kekurangan yang disandangnya, maka administrasi yang dipergunakan pada kelas yang bersangkutan juga terintegrasi ke dalam administrasi yang berlaku pada kelas yang bersangkutan. 4) Kurikulum Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal (reguler ) yang disesuaikan ( dimodifikasi ) sesuai dengan kemampuan awal dan karakteristik siswa, sesuai dengan jenis kalainannya.Dalam hal modifikasi bisa berupa dalam hal modifikasi 1). waktu, 2 ) Isi, 3 ) proses belajar mengajar, 4). Sarana prasarana, 5). Lingkungan belajar, 6). Pengelolaan kelas.
commit to user
23
e. Ketenagaan Ketenagaan yang diperlukan dalam penyelenggaran pendidikan inklusi adalah: 1). Guru Kelas, 2). Guru Mata Pelajaran, 3). Guru Pembimbing khusus. Guru Pembimbing khusus adalah: Guru yang mempunyai latar belakang pendidikan PLB atau guru biasa yang pernah mendapat pelatihan khusus PLB perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id atau pendidikan inklusi. Guru
pembimbing
khusus
dapat
melayani
beberapa
sekolah
yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi. f. Sarana dan prasarana: Disamping alat bantu pelajaran yang biasa digunakan dalam melaksanakan proses pembelajaran yang biasa, pada sekolah inklusi juga perlu menyediakan alat bantu proses pembelajaran yang sesuai dengan siswa berkebutuhan khusus. Antara lain untuk anak tunanetra alat itu berupa: 1) Kaca mata 2) Kaca pembesar 3) Riglet 4) Tongkat putih 5) Huruf Braille 6) Mesin ketik Braille 8. Pendidikan Khusus Menurut Undang - undang Sisdiknas No.20 ( 2003 : Ps 32) Pendidikan Khusus adalah “Pendidikan dan Pengajaran yang bermaksud memberikan Pendidikan dan Pengajaran kepada orang - orang yang dalam keadaan kekurangan baik jasmani maupun rochani, supaya mereka dapat memperoleh kehidupan lahir batin yang layak”. Seperti yang telah diamanatkan dalam Undang- undang Dasar 1945 menyatakan secara tegas bahwa: “ Setiap Warga Negara berhak untuk mendapatkan Pendidikan” ( pasal 31 ayat 1 ). Untuk menunjang pengembanggan sumberdaya manusia Indonesia, pemerintah telah mencanangkan Program wajib belajar Pendidikan Dasar sembilan tahun yang pelaksanaannya secara nasional telah dimulai pada bulan Mei 1994.
commit to user
24
Pemerintah menyadari bahwa pemberian kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap anak merupakan kunci masa depan bagi seluruh bangsa Indonesia. Walaupun upaya-upaya yang telah dilaksanakan telah banyak memberikan hasil, namun demikina dalam beberapa hal terutama yang berkaitan dengan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus atau berkalainan, baik fisik maupun mental masih perpustakaan.uns.ac.id belum mendapatkan tempat yang semestinya dalam sistem pendidikandigilib.uns.ac.id yang ada. Namun demikian pemerintah telah menyadari bahwa anak-anak yang berkebutuhan khusus dengan potensi yang dimiliki akan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dan bangsa. Untuk mencapai hal tersebut, pelayanan persekolahan yang ada perlu disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Bentuk lembaga pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu melalui pendidikan segregasi yang berupa sekolah khusus antara lain SLB dan SDLB dan yang sekarang berkembang yaitu adanya pendidikan Inklusi. Setiap anak yang mempunyai kelainan mental, fisik, ataupun emosional, mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan ( UU Nomor 4/1977 Ps. 6 ). Satuan pendidikan yang dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pendidikan adalah satuan pendidikan luar biasa dan satuan pendidikan umum. Sedang
jalur pendidikannya meliputi pendidikan formal, informal dan
nonformal. Sementara itu jenis pendidikannya dapat meliputi pendidikan untuk anak tunanetra, tunarungu wicara, tunagrahita, tunadaksa dan tunalaras. Pendidikan Luar biasa atau sekarang disebut pendidikan khusus sebagai bagian terpadu dari sistim pendidikan nasional yang secara khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik, dan atau mental dan atau kelainan perilaku meliputi jenjang taman kanak- kanak ( TKLB ), Sekolah Dasar Luar Biasa, ( SDLB ), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa ( SMPLB ), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa ( SMALB ). ( Kepmendikbud Nomor 1026/U/1994 Bab. I ). Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus jenjang TKLB bertujuan untuk membantu meletakkan dasar-dasar kearah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan
commit to user
25
diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya sesuai dengan tingkat kelainannya, serta memperoleh kesiapan fisik , mental, perilaku dan social untuk mengikuti pendidikan pada SDLB atau SD melalui pendidikan terpadu atau Inklusi. Pendidikan Khusus yang diselenggarakan di SDLB bertujuan untuk perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id memberikan kemampuan dasar baca, tulis, hitung pengetahuan keterampilan dasar dan sikap yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan kelainan yang disandangnya dan tingkat perkembangannya serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan pada SMPLB dan SMP melalui pendidikan terpadu/Inklusi. Pelaksanaan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia mengikuti dua sistim yaitu 1). Sistim segregasi 2). Sistim non segregasi ( Sunardi,1998: 24 ). Yang dimaksud sistim segregasi adalah suatu system penyelenggaran pendidikan anak berkebutuhan khusus yang terpisah dari peserta didik normal ( Depdikbud,1997 ). Artinya anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan di satuan-satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan khusus ini disebut Sekolah Luar Biasa. Sekolah Luar Biasa di Indonesia ada beberapa macam jenisnya, yaitu SLB/A untuk penyandang tunanetra, SLB/B untuk penyandang tunarungu dan wicara, SLB/C untuk penyandang tunagrahita, SLB/D untuk penyandang tunadaksa. SLB/E untuk penyandang tunalaras atau kelainan perilaku, SLB/F untuk mereka yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata anak normal, SLB/G untuk penyandang tunaganda, dan SLB/H untuk penyandang peserta didik berkesulitan belajar. B. KERANGKA BERFIKIR Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008 : 61 ) kerangka berfikir ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan. Setiap kegiatan peserta didik dalam proses pembelajaran di kelas sangat diperlukan kemampuan dalam hal membaca dan menulis. Berkenaan dengan itu maka diperlukan kemampuan membaca dan menulis yang lancar,.
commit to user
26
Bagi anak tunanetra membaca dan menulis menggunakan tulisan yang khusus dan alat yang khusus pula. Anak tunanetra yang membaca dan menulis hanya menggunakan tulisan Braille biasa, biasanya kurang lancar ( ditinjau dari segi waktu ). Untuk itu perlu diajarkan bentuk tulisan Braille yang sesuai dengan pedoman penulisan Braille bidang Bahasa Indonesia ( Sibra dan Tusing ). perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Menulis dan membaca dengan menggunakan metode Sibra dan tusing diharapkan kemamuan membacanya menjadi lancer dan lebih cepat. Skema kerangka berfikir penulis buat sebagai berikut: Kondisi Awal Siswa membaca dan menulis belum menggunakan Tusing dan Sibra
Kemampuan membaca dan menulis siswa Tind rendah
Tindakan
Guru memperkenalkan tanda Tusing dan Sibra
Kemampuan membaca dan menulis siswa meningkat
Dari skema kerangka berfikir di atas dapat kami uraikan sebagai berikut: Pada kondisi awal anak membaca hanya menggunakan tulisan Braille biasa , anak membaca buruf demi huruf tiap tanda Braille sehingga waktu yang digunakan atau kelancaran membaca sangat lambat. Pada tahap pemberian tindakan guru memperkenalkan tanda Braille yang berupa tusing dan sibra, dimana setiap tanda itu dapat mewakili suku kata atau kosa kata, sehingga kemampuan membaca dan menulis anak menjadi lancar dan cepat.
C. PERUMUSAN HIPOTESIS Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut di atas, penelita merumuskan Hipoteisis tindakan sebagai berikut: “ Bahwa Pengajaran dengan Metode Tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra ) dapat Meningkatkan Kemampuan Membaca dan Menulis bagi siswa Tunanetra pada SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara “
commit to user
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Untuk memperlancar penelitian, maka perlu adanya cara atau tehnik yang dapat mempermudah penelitian. Cara atau tehnik yang digunakan dalam penelitian disebut motodologi, yang merupakan cara ilmiah yang dilakukan untuk mendapatkan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id data dengan tujuan tertentu. A. Setting Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di SD Negeri Inklusi Krandegan I yang beralamat di Jln. Dipayuda No. 56 Kalurahan Krandegan Kecamatan Banjarnegara, Kabupataen Banjarnegara ( KP.53482 ). 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2009 dengan jadwal sebagai berikut: Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian Bulan / minggu ke No
Uraian
Mei 1
1
2
3
Juni 4
5
2
3
2.
Perijinan
3.
Pelaksanaan
1
2
4
1
2
3
4
X X X X
-
-
X X X X X
Pengolahan X X X
Data. Analisis data 6.
3
X X X
Penelitian
5.
4
Penyusunan proposal
4.
1
Agustus
Juli
Penyusunan Laporan
-
-
-
-
-
-
-
-
27
commit to user
-
-
-
-
-
X X X
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
commit to user
28
B. Subyek Penelitian Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008:64 ) Subyek penelitian adalah siswa dan guru yang terlibat dalam pelaksanaan pembelajaran. Sedang subyek penelitian tindakan ini adalah siswa dan guru SD Negeri Inklusi Krandegan 1, Banjarnegara. Siswa yang dijadikan subyek penelitian adalah siswa tunanetra kelas VI ( enam ) perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id sebanyak 4 siswa terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan.
C. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah daftar nilai hasil belajar pada penjajagan ( data awal ) siswa yang berupa nilai kemampuan membaca dan menulis Braille sebelum menggunakan metode Tusing dan Sibra. Sebagai data pendukung, jenis data yang didapatkan dari : 1. Proses belajar mengajar. 2. Nilai test siswa. 3. Observasi selama proses pembelajaran.
D. Tehnik dan Alat Pengumpul Data Tehnik pengumpul data dalam penelitian ini menggunakan tehnik Tes dan Observasi / pengamatan 1. Tehnik Tes Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh hasil belajar yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Tes merupakan tes formatif. Adapun tes yang penulis lakukan meliputi: a. Pre Test untuk mengetahui kemampuan awal anak dalam membaca dan menulis Braille dengan tulisan biasa. b. Post test, diambil dari nilai kemampuan anak membaca dan menulis dengan Tusing dan Sibra setelah diberi tindakan.
commit to user
29
Tabel 2. Tabel Kisi-kisi Instrumen Tes No
Kompetensi
indikator
Diskripsi soal Bentuk
Dasar
soal
No. butir soal
1. Menulis: 1. Mampu menulis perpustakaan.uns.ac.id Mampu menulis kosa kata dan
2.
Menulis kosa kata atau
digilib.uns.ac.id
tanda-tanda
kalimat dengan
kalimat
Braille bidang
tusing dan sibra
dengan
1 s/d
Bahasa
yang terdiri dari
menggunakan
20
Indonesia.
tanda kata dan
Tusing dan
tanda kelompok.
Sibra
Membaca:
2. Mampu
membaca
Tertulis
Penugasan
Mampu
membaca kosa
kosa kata dan
membaca tanda-
kata dan kalimat
kalimat yang
1 s/d
tanda Braille
dengan tusing
ditulis
10
bidang bahasa
dan sibra yang
dengan
Indonesia
terdiri tanda kata
Tusing dan
dan tanda
Sibra
kelompok. Jumlah
Cara Penskoran: 1. Kemampuan menulis a. A ( Lancar dan Benar ) skor = 3 b. B ( Banar tidak lancar ) skor = 2 c. C ( salah / tidak menlis ) skor = 0 2. Kemampuan membaca: a. A ( Nyaring dan lancar ) skor 3 b. B ( Nyaring kurang lancar ) skor 2 c. C ( Tidak bersuara/ tidak membaca ) skor 0
commit to user
30
30
Skor maximal kemampuan membaca dan menulis = 3 X 30 = 90
x 100
Nilai Akhir ( NA ) =
2. Tehnik Observasi perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Observasi yang penulis lakukan adalah pengamatan saat proses belajar mengajar berlangsung. Ini dilakukan untuk: a. Mengetahui aktifitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. b. Mengetahui aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran c. Mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan alat tulis.
Tabel 3. Instrumen Observasi / Pengamatan Aspek Pembelajaran NO
Aspek yang Diamati Perencanaan
1.
Pembelajaran
Indikator
Jml Aspek
a. Menyiapkan kelengkapan alat dan bahan untuk pelajaran b. Pengaturan siswa
3
c. Menyiapkan Lembar tugas untuk siswa 2.
Apersepsi:
a. Pertanyaan atau cerita materi yang akan diajarkan. b. Review atau melanjutkan pelajaran terdahulu yang
belum lengkap.
3
c. Mengamati/membahas perencanaan teknis dalam lingkungan a. Merumuskan pertanyaan atau 3.
Kegiatan
permasalahan tentang
Pembelajaran
topik Pelajaran. b. Penguasaan materi Pelajaran.
commit to user
7
31
c. Penggunaan sarana Pelajaran. d. Pengamatan / perhatian terhadap siswa. e. Kejelasan penyampaian materi. perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
f. Perumusan kesimpulan. g. Penarikan kesimpulan.
4.
Kegiatan
a. Membuat ringkasan.
Pemantapan
b. Menjawab pertanyaan.
3
c. Pemberian tugas. Jumlah Aspek
16
Kriteria Penilaian menggunakan cara kwalitatif A = Kategori baik sekali B = Kategori baik C = Kategori kurang D = Kategori kurang sekali Untuk selanjutnya dirubah dalam bentuk prosentase dengan rumus : Prosentase
=
X 100%
P = Frekwensi kategori yang muncul Q = Jumlah aspek penilaian. Tabel 4. Instrumen Pengamatan Aspek Motorik No
Aspek Motorik yang diamati
1.
Kemampuan menyiapkan kertas.
2.
Kemampuan menyiapkan alat Tulis ( reglet dan Pen ).
3.
Kemampuan memasang kertas dalam Reglet
4.
Ketepatan jari dalam menelusuri garis dalam
commit to user
Nilai
reglet.
32
5.
Kemampuan pergantian dalam setiap garis dalam menulis.
6.
Pemasangan kembali kertas dalam reglet.
7.
Kemampuan melepas alat tulis.
8.
Ketepatan dalam mencari lubang reglet saat mulai menulis.
perpustakaan.uns.ac.id 9. Cara menyimpan alat tulis. 10.
digilib.uns.ac.id
Cara mencari/menemukan alat tulis. Jumlah nilai Rata –rata Kelas
Penilaian menggunakan cara Kwantitatif dengan rentang nilai: A = Baik sekali ( nilai 8,6 – 10 ) B = Baik
( nilai 7,1 – 8,5 )
C = Cukup
( nilai 5,6 – 7,0 )
D = Kurang
( nilai 4,1 – 5,5 ) E. Falidasi Data
Dalam menentukan validitas data, peneliti menggunakan instrument : 1. Test yang dapat dinilai baik secara kualititif maupun kwantitatif. 2. Lembar observasi yang diisi oleh pengamat pada proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa
F. Analisa Data Menurut Sarwiji Suwandi ( 2008:70 ) teknis analisis digunakan untuk menganalisis data-data yang telah berhasil dikumpulkan, antara laindengan tehnik diskriptif ( statistic diskriptif ) dan teknis analisis kritis. Tehnik diskriptif digunakan untuk data kuantitatif, sedang tehnik analisis kritis berkaitan dengan data kualitatif. Peneliti mengunakan analisis data deskriptif. Data deskriptif ini meliputi deskriptif
kuantitatif
dan
kualitatif.
Data
commit to user
kuantitatif
digunakan
untuk
33
membandingkan rerata nilai kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Braille pada kondisi sebelum tindakan dan sesudah diberi tindakan. Sedangkan data kualitatif untuk mengungkapkan kelebihan dan kekurangan kinerja guru dan siswa dalam proses pembelajaran. G. Indikator Kinerja perpustakaan.uns.ac.id Indicator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini digilib.uns.ac.id adalah adanya peningkatan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra pada kelas inklusi sebagaimana ditunjukkan dengan indicator –indikator sebagai berikut: Sekurang-kurangnya 75 % siswa mendapatkan nilai dalam kemampuan membaca dan menulis dengan menggunakan Tusing dan Sibra berdasarkan rata-rata kelas 70,5 ( tujuh puluh koma lima ) H. Prosedur Penelitian Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan 2 siklus, yang setiap siklusnya terdiri dari: Perencanaan ( planning ), pelaksanaan ( acting ), observasi ( observing ) dan repleksi ( reflecting ). 1. Perencanaan a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. b. Penyusunan scenario Pembelajaran. c. Menentukan metode Pembelajaran. d. Menyiapkan alat dan media Pembelajaran. e. Menyiapkan instumen observasi. f. Menentukan alatevaluasi. g. Menyiapkan instrument penilaian. 2. Pelaksanaan Pada tahab pelaksanaan peneliti melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP ) yang telah disiapkan meliputi: a. Memberi penjelasan tentang pembelajaran yang akan dilaksanakan. b. Menyediakan alat pembelajaran ( papan baca Braille ) c. Menyampaikan materi pembelajaran. d. Memberi contoh cara membaca dan menulis dengan Sibra dan Tusing Braille. e. Melakukan bimbingan.
commit to user
34
3. Observasi Dengan menggunakan instrument observasi yang telah disediakan selama proses pembelajaran peneliti melakukan pengamatan terhadap minat dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran termasuk kemajuan anak dalam kemampuan membaca dan menulis dengan sibra dan tusing. perpustakaan.uns.ac.id 4. Refleksi
digilib.uns.ac.id
Refleksi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan dan keberhasilan yang telah dicapai baik proses pembelajaran, perbedaan, kreatifitas, dan inovasi pembelajaran dari guru maupun hasil belajar siswa. Jika belum berhasil akan diadakan perbaikan dan dijalankan pada siklus berikutnya.
Untuk lebih jelasnya pelaksanaan antar siklus dapat dilihat pada bagan di bawah ini: Permasalahan
Alternatif Pemecahan I ( rencana Tindakan I ) terselesaikan
Refleksi I
Belum terselesaikan
Analisa data I
Alternatif Pemecahan II ( rencana Tindakan II )
Pelaksanan Tindakan I Siklus I
Obserrvasi I
Pelaksanaan tindakan II
Terselesaikan Refleksi II
Analisa data II
Siklus II Obserrvasi II
Tercapai
Bagan 2 Skenario Penerapan Model Pembelajaran
commit to user
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Diskripsi Kondisi Awal Pada bagian awal bab ini dipaparkan gambaran kondisi awal kemampuan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id membaca dan menulis Braille siswa kelas VI pada SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara. Pada kondisi awal awal kemampuan membaca dan menulis Braille masih menggunakan tulisan Braille yang ditulis dengan cara biasa seperti gambaran berikut ini: Pertama, apabila menulis sebuah kata atau kalimat maka setiap huruf dalam kata/kalimat itu ditulis dengan menggunakan abjad Braile biasa dalam setiap lubang dalam reglet, sehingga rubang reglet yang jumlahnya 112 itu kurang
efektif
penggunaannya. Kedua, dengan seringnya memasang kertas pada reglet dalam menulis kata/kalimat berikutnya mengakibatkan anak sering terlambat apabila bersama-sama harus menulis kalimat yang didektekan oleh guru. Ketiga, pada waktu menulis sering anak masih membetulkan huruf yang salah secara langsung dan masih sering kesulitan dalam mencari lubang reglet yang kosong untuk mulai menulis. Untuk kemampuan membaca dapat kami paparkan dalam konsisi awal adalah sebagai berikut: Pertama, anak meraba dalam satu lubang kotak reglet hanya mewakili satu buah huruf Braille, sehingga apabila membaca sebuah kata yang terdiri dari beberapa buah huruf misalnya “ berselimut “ ( terdiri dari 10 huruf ), maka untuk membacanya anak harus mengidentifikasi dari sepuluh lubang kotak dalam reglet sehingga memerlukan waktu yang relative lama. Kedua, dalam melakukan perabaan ketika membaca, kedua ujung jari tangan kanan dan kiri berjalan secara bersamaan sampai ke akhir, sehingga apabila akan berganti membaca pada baris kalimat berikutnya harus menelusuri kembali kalimat yang tadi sudah dibaca baru mencari baris di bawahnya. Keadan awal demikian ini juga kami amati adanya rasa mudah bosan atau mudah lelah apabila anak diberi tugas untuk menulis atau membaca bacaan yang panjang.
35
commit to user
36
2. Diskripsi Siklus I a.
Perencanaan Pembelajaran Perencanaan sebelum dilakukan tindakan adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam program khusus perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id kemampuan membaca dan menulis Braille dengan metode sibra dan tusing yaitu agar siswa dapat Membaca dan Menulis Braille dengan cepat dan lancar. 2) Menyusun Rencana Program Pembelajaran. 3) Mempersiapkan Instrumen pengamatan ( observasi ) aspek-aspek proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. 4) Mempersiapkan
media/alat
peraga
yang
diperlukan
dalam
proses
pembelajaran. 5) Melakukan test penjajagan untuk mengetahui kemampuan anak dalam membaca dan menulis Braille. b.
Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dilakukan selama dua kali pertemuan. Adapun langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. 1) Peretemuan Pertama a.) Kegiatan Awal 1) Peneliti memberi salam kepada siswa. 2) Peneliti memimpin Doa. 3) Peneliti mengkondisikan kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib. 4) Memotifasi siswa agar memahami betapa pentingnya penggunaan tulisan singkat ( Sibra ) dan singkatan Braille ( Sibra ) untuk meningkakan kemampuan membaca dan menulis.
commit to user
37
b) Kegiatan Inti 1) Memperkenalkan Kosa kata dalam Tusing dan Sibra yang terdiri dari abjad pokok Braille. 2) Peneliti mendektekan kalimat kepada siswa,kemudian siswa menulis sambil mengidentifikasi kata- kata yang dapat ditulis dengan Tusing atau perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Sibra. 3) Secara bergantian siswa membaca kalimat yang sudah ditulis dengan Tusing atau Sibra. c) Kegiatan Akhir 1) Tanya jawab secara lisan 2) Pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah. 3) Membuat rangkuman hasil belajar. 2) Pertemuan Kedua a) Kegiatan Awal 1) Peneliti memberi salam kepada siswa. 2) Peneliti memimpin Doa. 3) Tanya jawab materi pada pertemuan pertama. 4) Pemeriksaan tugas rumah ( PR ) b) Kegiatan Inti 1) Pengenalan tanda tulisan singkat Braille yang terdiri dari kelompok kata serta aturan cara penggunaannya. 2) Siswa menulis kata atau kalimat yang didektekan oleh guru sambil mengidentifikasi kata atau suku kata mana yang apat ditulis dengan tusing atau sibra. c) Kegiatan Akhir 1) Siswa diminta bertanya tentang materi pelajaran yang belum jelas. 2) Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa ( lampiran 22 )
commit to user
38
c. Obsservasi
Sasaran observasi penelitian adalah aspek-aspek proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis Braille. perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Hasil observasi a) Hasil observasi terhadap kemampuan guru yang dilakukan oleh pengamat pada siklus I guru sudah mengajar dalam kategori cukup baik ( 61,10 % ) b) Kemampuan motorik siswa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh ketiga pengamat dalam kategori baik Data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan instrument pengamatan, dapat kami sajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 8. Rekap hasil Pengamatan Terhadap Guru pada Siklus I Pengamat No
Kategori
I
II
Rata-rata
III
F
%
F
%
F
(%) %
1
A
0
0
0
0
0
0
2
B
3
18,75
6
37,50
7
43,75
33,33
3
C
11
68,75
9
58,25
9
56,25
61,10
4
D
2
12,5
1
6,25
0
0
9,37
5
E
0
0
0
0
0
0
0
16
100
16
100
100
Jumlah
16
100
0
c) Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa persentase dari rata-rata hasil pengamatan 33,33%
dalam kategori baik,
61,10%
berkatagori
cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang. Artinya pengamat I,II dan III
commit to user
39
memandang bahwa penampilan mengajar guru dapat dikatakan cukup berdasarkan aspaek- aspek dalam perencanaan pembelajaran, kegiatan utama dan pemantapan. Dari data hasil pengamatan terhadap nilai psikomotorik pada Siklus I yang diperolehnya dari pengamatan para pengamat , yaitu pengamat I, II, dan III perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 9. Data Nilai Aspek Psikomotorik Siswa.
No
Pengamat
Rata-rata
I
II
III
1
7,3
7,0
7,0
7,10
2
7,2
7,2
7,2
7,20
3
7,3
7,3
7,3
7,30
4
6,7
6,9
7,0
6,87
5
7,3
7,8
7,3
7,47
6
6,9
6,9
7,1
7
7,0
7,2
7,3
8
7,1
7,2
7,0
9
7,1
7,2
7,1
10
7,1
7,2
7,2
Rata-rata Psikomotorik
6,97 7,17 7,10 7,13 7,17 7,15
2) Hasil Evaluasi Dari hasil test Kondisi awal, kemampuan membaca nilai rata-rata = 64,99, sedang nilai kemampuan menulis = 57,47, Nilai rata-rata kemampuan membaca dan menulis = 61,24. Adapun data hasil kagiatan pembelajaran membaca dan menulis dengan metode Sibra dan Tusing pada siklus I seperti terlihat pada tabel 6 berikut ini.
commit to user
40
Tabel 6. Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis pada Siklus I
No 1
Nama Anak Bd
2 An perpustakaan.uns.ac.id
Nilai Kemampuan Baca
Tulis
76.66
68
80
72
Rata-rata 72.33 digilib.uns.ac.id 76.00
3
Gl
70
56
63.00
4
Rs
66.66
53.33
59.99
Rata-rata kelas
73.33
62.33
67.83
Dari data di atas menunjukkan nilai prestasi membaca dan menulis Braille ada kenaikan dari 61,23 menjadi 67,83. Namun demikian kenaikan rata-rata nilai prestasi anak belum mencapai ketuntasan yang diharapkan. Perbandingan nilai prestasi pada Kondisi Awal dan nilai prestasi pada Siklus I dapat tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 7. Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi Awal dengan Siklus I
No
Nama Siswa
Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis Kondisi Awal
Siklus I
1
Bd
64,16
73,33
2
And
68,33
76,00
3
Gl
55,83
63,00
4
Rs
56,66
59,99
Jumlah
244,98
271,32
Rata-rata
61,24
67,83
Dari data tersebut di atas apabila disajikan dalam bentuk grafik tampak seperti di bawah ini
commit to user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 1. Grafik Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi awal dengan Siklus I d. Refleksi
Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah
68,99
apabila
dibandingkan dengan nilai penjajagan 61,24, pada siklus I ini sudah ada kenaikan walaupun tingkat kenaikannya baru 11,23%. Sebenarnya pada Siklus I ini berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan cukup bagus dengan rata-rata hasil pengamatan 33,33% dalam kategori baik, 61,10% berkatagori cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang. Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat dan dipadukan dengan hasil kemampuan Kognitif pada Siklus I dihasilkan rata-rata nilai 68,99 nilai ini hampir mencapai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja 70,50 hanya dibutuhkan upaya kenaikan rata-rata nilai sebesar 2,14% dari hasil yang telah diperoleh. Belum tercapainya indicator kinerja dan adanya penurunan nilai dan nilai tetap pada anak dikarenakan anak belum terbiasa menulis Braille dengan menggunakan Sibra dan Tusing, dan siswa masih terlalu lama dalam menentukan kata yang dapat di Sibra atau ditusingkan, Sehingga perlu memperbaiki metode pada
commit to user
42
siklus berikutnya. Dari berbagai data di atas dan hasil analisis penelitian ini dilanjutkan dengan siklus II. 3. Deskripsi Siklus II a. Perencanan Pembelajaran perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Perencanaan Pembelajaran Siklus II secara terperinci disajikan dengan deskripsi sebagai berikut ini. 1) Menyusun peta konsep tentang kemampuan membaca dan menulis Braille dengan metode Sibra dan Tusing berdasarkan siklus I 2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam program khusus kemampuan membaca dan menulis Braille dengan metode sibra dan tusing yaitu agar siswa dapat Membaca dan Menulis Braille dengan cepat dan lancar. 3) Menyusun Rencana Program Pembelajaran. 4) Mempersiapkan Instrumen pengamatan ( observasi ) aspek-aspek proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran. 5) Mempersiapkan media/alat peraga
yang diperlukjan dalam proses
pembelajaran. b. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan ini dilakukan selama dua kali pertemuan. Adapun langkah-langkah tindakan meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir. 1) Peretemuan Pertama a) Kegiatan Awal 1) Peneliti memberi salam kepada siswa. 2) Peneliti memimpin Doa. 3) Peneliti mengkondisikan kelas agar siswa dapat belajar dengan tertib.
commit to user
43
4) Memotifasi siswa agar memahami betapa pentingnya penggunaan tulisan singkat ( Sibra ) dan singkatan Braille ( Sibra ) untuk meningkakan kemampuan membaca dan menulis. b) Kegiatan Inti 1) Memperkenalkan Kosa kata dalam Tusing dan Sibra yang terdiri dari perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dengan menggunakan papan baca. 2) Siswa menulis kalimat yang didektekan guru sambil mengidentifikasi kata yang dapat ditulis dengan Tusing atau Sibra. 3) Secara bergantian siswa membaca kalimat yang sudah ditulis dengan Tusing atau Sibra. c) Kegiatan Akhir 1) Tanya jawab secara lisan 2) Pemberian tugas untuk dikerjakan di rumah. 3) Membuat rangkuman hasil belajar.
2) Pertemuan Kedua d) Kegiatan Awal 1)
Peneliti memberi salam kepada siswa.
2)
Peneliti memimpin Doa.
3)
Tanya jawab materi pada pertemuan pertama.
4)
Pemeriksaan tugas rumah ( PR )
e) Kegiatan Inti 1) Pengenalan tanda tulisan singkat Braille yang terdiri dari kelompok kata serta aturan cara penggunaannya. ( tanda depan, depan dan tengah, tanda tengah dan tanda belakang ) 2) Siswa menulis kata atau kalimat yang didektekan oleh guru sambil mengidentifikasi kata atau suku kata mana yang apat ditulis dengan tusing atau sibra. d) Kegiatan Akhir 1)
Siswa diminta bertanya tentang materi pelajaran yang belum jelas.
2)
Siswa mengerjakan Lembar Kerja Siswa ( lampiran 22 )
commit to user
44
c. Observasi Sasaran observasi penelitian siklus II
pada dasarnya sama dengan
sasaran observasi pada siklus I . yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis Braille. perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a) Hasil observasi terhadap kemampuan guru yang dilakukan oleh pengamat pada siklus I guru sudah mengajar dalam kategori baik ( 66,66 % ) b) Kemampuan motorik siswa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh ketiga pengamat dalam kategori baik ( 70,28%) 1) Hasil Observasi Data hasil observasi proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktifitas siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan instrument pengamatan, dapat kami sajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 12. Rekap hasil Pengamatan Terhadap Guru pada Siklus II Pengamat No
Kategori
I
II
Rata-rata
III
F
%
F
%
F
(%) %
1
A
0
0
0
0
0
0
0
2
B
12
75
10
62,50
10
62,50
66,66
3
C
4
25
6
37,5
6
37,5
33,33
4
D
0
0
0
0
0
0
5
E
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah
16
100
16
100
16
100
100
Berdasarkan tabel di atas dapat dianalisis bahwa persentase dari rata-rata hasil pengamatan 66,66% dalam kategori baik, 33,33% berkatagori cukup, Artinya pengamat I,II dan III memandang bahwa penampilan mengajar guru pada siklus II
commit to user
45
dapat dikatakan baik berdasarkan aspek- aspek dalam perencanaan pembelajaran, kegiatan utama dan pemantapan. Dari data hasil pengamatan terhadap nilai psikomotorik pada Siklus II yang diperolehnya dari pengamatan para pengamat , yaitu pengamat I, II, dan III disajikan pada tabel berikut ini. perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 13. Data Nilai Aspek Psikomotorik Siswa. Pengamat
NO
Rata-rata
I
II
III
1
70,3
70,3
70,0
70,2
2
70,2
70,6
70,2
70,33
3
70,7
70,7
70,5
70,63
4
70,3
70,3
70,1
70,23
5
70,5
70,5
70,5
70,50
6
70,4
70,4
70,1
70,3
7
70,3
70,5
70,3
70,36
8
70,1
70,1
70,0
70,06
9
70,1
70,1
70,1
70,10
10
70,2
70,2
70,2
70,20 70,28
Rata-rata Psikomotorik
2) Hasil Evaluasi Setelah diberikan tindakan pada siklus II hasil evaluasi nilai kemampuan membaca dan menulis dengan metode Tusing dan Sibra Braille diperoleh data berikut.
commit to user
46
Tabel 10. Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis Pada Siklus II
No 1
Nilai Kemampuan
Nama Anak Bd
2 And perpustakaan.uns.ac.id
Membaca
Menulis
83,33
97,33
83,33
81,33
Rata-rata 90,33 digilib.uns.ac.id 82,33
3
Gl
73,33
70,66
71,99
4
Rs
70,0
65,33
76,66
Rata-rata kelas
77,49
78,66
78,08
Dari data di atas menunjukkan nilai prestasi membaca dan menulis Braille ada kenaikan dari siklus I ke Siklus II, 67,83 menjadi 78,08 ( 13,12% ). Perbandingan nilai hasil prestasi siswa hasil Kondisi Awal dengan siklus I dan II dapat tersaji pada tabel berikut ini. Tabel 11. Perbandingan Nilai Prestasi Siswa Hasil Kondisi Awal , Siklus I dan II
No
Nama Siswa
Nilai Kemampuan Membaca dan Menulis Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
1
Bd
64,16
72,33
90,33
2
And
68,33
76,00
82,33
3
Gl
55,83
63,00
71,99
4
Rs
56,66
59,99
Jumlah
244,98
271,32
76,66 321,31
Rata-rata
61,24
67,83
78,08
Dari data tersebut di atas apabila disajikan dalam bentuk grafik tampak seperti berikut ini.
commit to user
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Grafik 2. Grafik Perbandingan Nilai Prestasi siswa Hasil Kondisi Awal dengan Siklus I dan siklus II d) Refleksi Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 67,83 apabila dibandingkan dengan nilai pada siklus II yaitu 78,08, pada siklus II ini sudah ada kenaikan sebesar 13,12%. Pada Siklus II ini berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan baik dengan rata-rata hasil pengamatan 66,66 dalam kategori baik, 33,33 katagori cukup, dan 0% dikategorikan kurang. Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap
aspek
Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat, pada siklus I dihasilkan nilai rata-rata 70,15,sedang pada siklus II diperoleh nilai rata-rata 70,28, jadi ada kenaikan sebesar 0,18% . Jika dilihat dari nilai rata-rata aspek Kognitif dan aspek Psikomotor diperoleh nilai rata-rata sebesar 74,28, nilai ini telah dapat mencapai nilai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja yaitu rata-rata kelas =70,5 ( tujuh puluh koma lima ). Pada siklus II ini guru telah tampil lebih maksimal terbukti dengan hasil pengamatan yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar yang
commit to user
48
dilaksanakan guru, 66,66 % dalam kategori baik, dan 33,33% dalam kategori cukup. B. Hasil Penelitian Berdasarkan pelaksanaan tindakan, hasil observasi/pengamatan dan hasil perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id refleksi pada kondisi awal, siklus I dan siklus II ( kondisi akhir ), maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1. Tindakan NO 1.
Kondisi Awal
Siklus I
Dalam pembelajaran membaca dan menulis Braille di kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara peneliti belum menggunakan tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra )
Siklus II
Dalam pembelajaran Dalam pembelajaran membaca dan menulis membaca dan menulis Braille Kelas VI SD Braille Kelas VI SD Negeri Inlusi Krandegan 1 Negeri Inlusi sudah menggunakan Krandegan 1 sudah Tusing dan Sibra dengan menggunakan Tusing kosa kata yang terbatas dan Sibra dengan kosa yaitu yang hanya terdiri kata yang terbatas yaitu dari tanda abjad pokok yang hanya terdiri dari huruf Braille ( a s/d z ) tanda kata abjad pokok huruf Braille ( a s/d z ) ditambah dengan tanda – tanda kelompok
2. Proses Pembelajaran No 1.
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
Refleksi kondisi Awal ke akhir
Masih banyak siswa yang belum bisa membaca dan menulis dengan menggunakan Tusing dan Sibra. Dalam
Sebagian siswa masih belum menguasai tanda Tusing dan Sibra yang terdiri dari abjat pokok Braille ( a s/d z ) sehingga
Suluh siswa sudah menguasai tanda-tanda Tusing dan Sibra baik itu tanda kata, tanda kelompok kata,
Dari kondisi awal ke kondisi akhir terdapat peningkatan kemampuan membaca dan menulis. Ada
commit to user
49
membaca dan menulis belum lancar dan relative lama. Siswa cenderung mudah lelah dan perpustakaan.uns.ac.id bosan bila membaca dan menulis yang banyak.
anak masih terlalu lama mengingat katakata yang dapat ditusingkan, sehingga dalam membaca dan menlis masih ada yang salah dan dari segi kelancaran membaca dan menulis juga masih perlu ditingkatkan lagi.
ada peningkatan motifasi atau kegemaran penggunaan Tusing dan Sibra dalam membaca dan menulis.
keberanian siswa untuk bertanya, dan anak lebih senang apabila membaca dan menulis dengan menggunakan digilib.uns.ac.id Tusing dan Sibra.
3. Hasil Belajar No
Kondisi Awal
Siklus I
Siklus II
1.
Nilai hasil tes
Nilai hasil tes
Nilai hasil tes
pada kondisi
pada siklus I
pada siklus II
awal nilai
nilai terendah
nilai terendah
terendah
59,99 tertinggi
71,99 tertinggi
56,66, tertinggi 76,00 sedang
90,33 sedang
68,33, sedang
nilai rerata
nilai rerata kelas
nilai rerata
kelas adalah
adalah 78,08
kelas adalah
67,83
61,24
commit to user
Refleksi kondisi Awal ke akhir Dari kondisi awal ke siklus I nilai rerata terendah kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan 4,51% yaitu dari 55,83 menjadi 63,00, dan nilai rerata tertinggi naik 5,85.% yaitu 68,33 menjadi 76,00. Dari nilai rerata kelas naik 4,46% yaitu dari 61,24 menjadi 67,83.
50
C. Pembahasan Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui dua siklus, pada tiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 68,99 apabila perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id dibandingkan dengan nilai penjajagan 61,24, pada siklus I ini sudah ada kenaikan walaupun tingkat kenaikannya baru 11,23%. Sebenarnya pada Siklus I ini berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan cukup bagus dengan rata-rata hasil pengamatan 33,33% dalam kategori baik, 61,10% berkatagori cukup, dan 9,37% dikategorikan kurang. Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap aspek Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat dan dipadukan dengan hasil kemampuan Kognitif pada Siklus I dihasilkan rata-rata nilai 68,99 nilai ini hampir mencapai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja 70,50 hanya dibutuhkan upaya kenaikan rata-rata nilai sebesar 2,14% dari hasil yang telah diperoleh. Belum tercapainya indicator kinerja dan adanya penurunan nilai dan nilai tetap pada anak dikarenakan anak belum terbiasa menulis Braille dengan menggunakan Sibra dan Tusing, dan siswa masih terlalu lama dalam menentukan kata yang dapat di Sibra atau ditusingkan, Sehingga perlu memperbaiki metode pada siklus berikutnya. Dari berbagai data di atas dan hasil analisis penelitian ini dilanjutkan dengan siklus II. Siklus II merupakan solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang masih ditemukan pada siklus I. Berdasarkan tindakan pada siklus II diperoleh hasil antara lain sumua siswa sudah menguasai seluruh tanda-tanda Tusing dan Sibra, kemampuan motorik anak meningkat, dan hasil tes kemampuan membaca dan menulis juga meningkat. Nilai rata-rata kemampuan siswa pada siklus I adalah 67,83 apabila dibandingkan dengan nilai pada siklus II yaitu 78,08, pada siklus II ini sudah ada kenaikan sebesar 13,12%. Pada Siklus II ini berdasarkan hasil pengamatan para pengamat, Guru sudah mengajar dengan baik dengan rata-rata
commit to user
51
hasil pengamatan pengamatan 66,66 dalam kategori baik, 33,33 berkatagori cukup, dan 0% dikategorikan kurang. Jika dilihat dari nilai rata-rata hasil pengamatan terhadap
aspek
Psikomotor terhadap siswa yang dilakukan oleh pengamat, pada siklus I dihasilkan nilai rata-rata 70,15,sedang pada siklus II diperolehdigilib.uns.ac.id nilai rata-rata perpustakaan.uns.ac.id 70,28, jadi ada kenaikan sebesar 0,18% . Jika dilihat dari nilai rata-rata aspek Kognitif dan aspek Psikomotor diperoleh nilai rata-rata sebesar 74,28, nilai ini telah dapat mencapai nilai ketuntasan berdasarkan indicator kinerja yaitu rata-rata kelas =70,5 ( tujuh puluh koma lima ). Dengan demikian kesimpulan akhirnya adalah dengan menggunakan metode tulisan singkat ( Tusing ) dan singkatan Braille ( Sibra ) dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa kelas VI Sd Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegara.
commit to user
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis terhadap hasil tindakan dengan data-data sebagaimana telah disajikan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pengajaran dengan menggunakan perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id metode Sibra dan Tusing Braille dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak tunanetra kelas VI SD Negeri Inklusi Krandegan 1 Kabupaten Banjarnegar, atau dengana kata lain untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis bagi anak tunanetra dapat dilakukan dengan menggunakan metode Sibra dan Tusing. Dengan demikian hipotesis tindakan yang dikemukakan pada bab terdahulu yang menyatakan bahwa pengajaran dengan menggunakan metode Tusing dan Sibra Braille dapat meningkatkan kemampuan membaca dan menulis pada anak tunanetra terbukti kebenarannya. Peningkatan prestasi belajar membaca dan menulis dengan menggunakan metode Sibra dan Tusing ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai rerata pada kondisi awal sebelum dilakukan tindakan, nilai rerata pada siklus I, dan nilai rerata pada siklus II ( kondisi akhir ). Dari kondisi awal ke siklus I nilai rerata terendah kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan sebesar 4,51% yaitu dari 55,83 menjadi 63,00, dan nlai rerata tertinggi naik sebesar 5,85.% yaitu 68,33 menjadi 76,00. Dari nilai rerata kelas naik sebesar 4,46% yaitu dari 61,24 menjadi 67,83.
53
commit to user
54
Dari siklus I ke siklus II nilai rerata terendah kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan sebesar 12,77% yaitu dari 59,99 menjadi 76,66, dan nilai rerata tertinggi naik sebesar 5,21% yaitu 76,00 menjadi 82,33. Dari nilai rerata kelas naik sebesar 8,% yaitu dari 67,83 menjadi 78,08. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id Dari kondisi awal ke siklus II ( kondisi akhir ) nilai rerata terendah kemampuan membaca dan menulis ada kenaikan sebesar 11,63% yaitu dari 55,83 menjadi 71,99, dan nilai rerata tertinggi naik sebesar 11,52% yaitu 68,33 menjadi 82,33. Dari nilai rerata kelas naik sebesar 13,14% yaitu dari 61,24 menjadi 78,08.
B. Saran 1. Untuk Sekolah a. Kepala sekolah hendaknya memotifasi
guru/GPK untuk selalu melaksanakan
pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan termasuk didalamnya pembelajaran membaca dan menulis bagi anak tunanetra dengan metode sibra dan tusing. b. Sekolah senantiasa meningkatkan penyediakan sarana dan prasarana yang diperlukan bagi anak tunanetra yang mengikuti pendidikan di SD Inklusi. c. Sekolah menyediakan buku-buku pelajaran dan buku-buku perpustakaan lainnya ( buku Braille ), untuk lebih meningkatkan kemampuan dan menumbuhkan minat baca. d. Sekolah membuat suasana lingkungan yang acsesteble untuk kelancaran siswa melakukan mobilitas.
commit to user
55
2. Untuk Guru a. Guru hendaknya selalu memperhatikan masalah pengaturan tempat duduk siswa yang berkebutuhan khusus agar dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id b. Guru selalu memberikan kesempatan yang sama, dan perhatian yang khusus pula untuk hal-hal yang diperlukan anak. c. Tangggap terhadap permasalahan dan segera melakukan analisis terhadap berbagai permasalahan yang terjadi sehingga segera dapat dicarikan jalan pemecahannya. 3. Untuk Siswa a. Gunakanlah tanda-tanda sibra dan tusing yang telah dibakukan dan jangan berusaha untuk membuat tanda-tanda sibra dan tusing sendiri, karena dapat menyulitkan orang lain yang membacanya. b. Usahakan menguasai seluruh tanda-tanda sibra dan tusing yang telah dibakukan. Baik itu tanda kata, kelompok kata, dan tanda dengan tanda pokok. c. Memperbanyak latihan membaca dan menulis, dan apabila mengalami kesulitan segera mencari tahu atau bertanya kepada guru.
commit to user