ASPEK HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN OUTSOURCING DALAM PEMBERIAN UPAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 DAN UPAH MINIMUM PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
O L E H
AMELIA SILVANNY NIM : 050200291 PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ASPEK HUKUM TERHADAP PERUSAHAAN OUTSOURCING DALAM PEMBERIAN UPAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 DAN UPAH MINIMUM PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH :
AMELIA SILVANNY NIM : 050200291 DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA DAGANG
Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Keperdatan
( Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS ) NIP. 131 764 556
Pembimbing I
( Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH, MS ) NIP. 131 764 556
Pembimbing II
( Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum ) NIP. 132 090 061
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI Perkembangan sektor perekonomian Indonesia yang khususnya berasal dari sektor perindustrian dan perdagangan merupakan suatu hasil yang dicapai dari program pembangunan nasional Indonesia. Salah satu dampaknya yaitu adanya berbagai bentuk usaha dari pelaku usaha untuk meningkatkan pendapatan dan pengembangan perusahaan. Sejalan dengan itu, perusahaan harus mampu menciptakan terobosan-terobosan untuk mengefisienkan berbagai bidang di dalam perusahaan tersebut. Untuk menghadapi hal tersebut, muncullah suatu sistem yang dinilai dapat mengefisienkan biaya produksi perusahaan, yaitu sistem outsourcing. Permasalahan dalam tulisan ini adalah bagaimana pengaturan tentang outsourcing; sistem pemberian upah dari perusahaan outsourcing kepada tenaga kerja dikaitkan dengan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara; bentuk perjanjian antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja; dan penyelesaian kasus jika terjadi sengketa antara perusahaan otusourcing dengan tenaga kerja. Penelitian yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah bersifat deskriptif analisis, sedangkan metode yang dipergunakan adalah library research yaitu penelitian dipusatkan kepada studi kepustakaan untuk mendapatkan data yang relevan dengan penyusunan skripsi ini, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Selanjutnya metode field research yaitu dilakukan melalui wawancara (interview), meminta bahan-bahan yang berhubungan dengan judul serta yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dalam sistem pemberian upah bagi tenaga kerja bila dibandingkan dengan pekerjaan tetap lain pada umumnya yaitu tidak adanya tunjangan kesehatan dan uang pensiun kepada tenaga kerja. Selain itu, di dalam praktiknya terkadang bentuk perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja tidak sesuai dengan kepentingan tenaga kerja. Dengan kata lain, perjanjian kerja dibuat secara sepihak oleh pengusaha kemudian tenaga kerja terpaksa harus menyetujui dan menandatanganinya. Oleh karena itu, disarankan perusahaan dapat lebih memperhatikan sistem pemberian upah pada tenaga kerja dan selain itu pemerintah juga diharapkan lebih memperhatikan pengaturan tentang praktik outsourcing di Indonesia.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................
i
ABSTRAKSI............................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR............................................................................................. iii DAFTAR ISI............................................................................................................ iv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang..................................................................................
1
B. Perumusan Masalah.........................................................................
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian........................................................
5
D. Keaslian Penulisan...........................................................................
6
E. Tinjauan Kepustakaan.....................................................................
6
F. Metode Penelitian............................................................................ 10 G. Sistematika Penulisan...................................................................... 11
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING A. Pengertian dan Sejarah Outsourcing...............................................
13
B. Syarat-syarat Outsourcing...............................................................
18
C. Bentuk-bentuk Outsourcing............................................................
24
D. Batasan Pelaksanaan Outsourcing................................................... 26 E. Keuntungan dan Manfaat Pelaksanaan Outsourcing....................... 32
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBERIAN UPAH A. Pengertian Gaji dan Upah................................................................ 37
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
B. Penetapan Upah Minimum............................................................... 42 C. Gaji dan Upah Hubungannya dengan Pekerja, Perusahaan dan Pemerintah..............................................................................
47
D. Peraturan yang Perlu Diketahui Sebelum Membuat Perjanjian Kerja..............................................................................
BAB IV
50
PEMBERIAN UPAH DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 DAN UPAH MINIMUM PROVINSI SUMATERA UTARA A. Pengaturan Outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003.................. 55 B. Sistem Pemberian Upah dari Perusahaan Outsourcing kepada Para Pekerja Dikaitkan dengan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara................................................................... 58 C. Bentuk Perjanjian antara Perusahaan Outsourcing dengan Tenaga Kerja......................................................................... 62 D. Penyelesaian Kasus Jika Terjadi Sengketa Antara Perusahaan Outsourcing dengan Tenaga Kerja................................. 70
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan......................................................................................... 82 B. Saran.................................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA
85
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia merupakan suatu hasil positif dari kegiatan yang dilakukan dalam sektor pembangunan. Salah satu di antara sektor pembangunan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian di tanah air adalah sektor industri dan perdagangan. Hal ini dapat diketahui dari berbagai bentuk usaha pelaku usaha dalam meningkatkan pendapatan dan pengembangan usahanya seperti adanya persaingan antar perusahaan. Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau aktivitas penciptaan produk atau jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi terhadap kompetensi utama dari perusahaan akan dihasilkan sejumlah produk dan jasa yang memiliki kualitas yang memiliki daya saing di pasaran. Dalam iklim persaingan usaha yang semakin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya produksi (cost of production), salah satu solusinya adalah dengan sistem outsourcing. Dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai Sumber Daya Manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing sendiri dapat diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
jasa. Badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak. 1 Outsourcing
harus
dipandang
secara
jangka
panjang,
mulai
dari
pengembangan karir karyawan, efisiensi dalam bidang tenaga kerja, benefit dan lainnya. Perusahaan dapat fokus pada kompetensi utamanya dalam bisnis sehingga dapat berkompetisi dalam pasar, dimana hal-hal intern perusahaan yang bersifat penunjang (supporting) dialihkan kepada pihak lain yang lebih profesional. 2 Pada
pelaksanaannya,
pengalihan
ini
juga
menimbulkan
beberapa
permasalahan yang cukup bervariasi terutama masalah ketenagakerjaan dan khususnya mengenai outsourcing. Hal ini disebabkan penggunaan outsourcing dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara pengaturan yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang outsourcing yang telah berjalan tersebut. Selain itu, kondisi perburuhan kita betul-betul sangat rentan, penuh dengan ketidakpastian dan kapan saja dapat terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). PHK massal bakal terus terjadi seiringan dengan kondisi politik kita dan iklim bisnis yang tidak mendukung. Hal ini diperparah dengan banyaknya investor asing yang siap-siap hengkang dari Indonesia disebabkan kurangnya kualitas buruh kita, regulasi yang mengekang mereka, demo-demo buruh dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang dinilai lebih rendah dari negara-negara lainnya. Selain hal-hal di atas, permasalahan di dalam pelaksanaan outsourcing ini berupa ketidaksesuaian besar upah yang diberikan oleh pengusaha dengan tenaga dan atau pikiran yang telah dikeluarkan oleh para pekerja. UMP terlalu kecil dan malah 1
www.zulfikarmunri.blogspot.com/2007/06/outsourcing-alih-daya-dan.html, diakses pada tanggal 21 Desember, pukul 11.00 WIB, hal. 1 2 Ibid. hal. 1 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dijadikan oleh pengusaha sebagai acuan untuk besarnya upah di perusahaannya sehingga UMP cenderung digunakan sebagai upah maksimum dan diberlakukan untuk pekerjaan apa saja. Istilah outsourcing tidak ditemukan secara langsung dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 hanya disebutkan “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Ketentuan tersebut kemudian dijadikan dasar hukum diberlakukannya outsourcing di Indonesia. Selain itu, di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, outsourcing dibagi menjadi dua bagian yaitu pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh. Namun di dalam draft revisi Undang-undang No. 13 Tahun 2003, pemborongan pekerjaan dihapuskan karena lebih condong ke arah subcontracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja. 3 Pemberian upah dalam perusahaan outsourcing yang diatur di dalam Undangundang No. 13 Tahun 2003 wajib dilakukan oleh pengusaha sejak ditandatanganinya perjanjian kerja sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja secara sah. Untuk sistem pengupahan, outsourcing disesuaikan dengan sistem pengupahan perusahaan pada umumnya. Menurut Pasal 1601 b Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), outsourcing disamakan dengan perjanjian pemborongan, oleh karena itu perjanjian outsourcing harus dilakukan secara tertulis yang memuat butir-butir kesepakatan antara pemberi pekerjaan dengan penerima pekerjaan secara menyeluruh atas pekerjaan yang menjadi objek kerjasama.
3
Ibid. hal. 2
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Berdasarkan hal-hal tersebut dan agar skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama dalam bidang ketenagakerjaan, penulis terdorong untuk meneliti dan menulis skripsi dengan judul “Aspek Hukum terhadap Perusahaan Outsourcing dalam Pemberian Upah Dikaitkan dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan pokok dalam penulisan skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan outsourcing dalam UU No. 13 Tahun 2003? 2. Bagaimana sistem pemberian upah dari perusahaan outsourcing kepada para pekerja? 3. Bagaimana bentuk perjanjian antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja? 4. Bagaimana penyelesaian kasus jika terjadi sengketa antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Setiap pelaksanaan suatu kegiatan penelitian memiliki tujuan dan manfaat yang akan dicapai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui pengaturan outsourcing di dalam UU No. 13 Tahun 2003. 2. Untuk mengetahui sistem pemberian upah dari perusahaan outsourcing kepada para pekerja.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Untuk mengetahui bentuk perjanjian perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja. 4. Untuk mengetahui penyelesaian kasus apabila terjadi sengketa antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja. Bertitik tolak pada perumusan masalah di atas, manfaat dari penulisan ini adalah 1. Secara teoritis, bahwa penulisan ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajin lebih lanjut untuk melahirkan berbagai konsep keilmuan yang pada gilirannya dapat memberikan andil bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum perdata dan dagang, khususnya dalam bidang pemberian upah pada perusahaan outsourcing. 2. Secara praktis, bahwa penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembuat kebijakan maupun pihak legislatif guna melengkapi peraturan perundang-undangan yang masih diperlukan.
D. Keaslian Penulisan Skripsi ini yang berjudul “Aspek Hukum terhadap Perusahaan Outsourcing dalam Pemberian Upah Dikaitkan dengan Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara” disusun berdasarkan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber literatur seperti buku-buku,
media cetak dan
elektronik, juga berdasarkan hasil wawancara. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada tulisan yang mengangkat judul tersebut menjadi skripsi sehingga dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan dipertanggungjawabkan secara akademis.
E. Tinjauan Kepustakaan Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber. Dari pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, perusahaan meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B. 4 Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work) out seperti yang tercantum dalam Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut: 5 “Contract to enter into or make a contract. From the latin contractus, the past participle of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.” (Webster’s English Dictionary) Outsourcing adalah suatu sistem dimana perusahaan mempekerjakan pegawai melalui perusahaan penyewa tenaga kerja. Sistem ini disukai oleh perusahaan perekrut tenaga kerja karena lebih menguntungkan. Namun di pihak buruh sistem ini tetap ditolak karena tetap tidak adanya secure bagi buruh atau pekerja itu sendiri. Selain itu, outsourcing dianggap sebagai sarana untuk mengurangi biaya, menurunkan pekerjaan agar memungkinkan suatu perusahaan berkonsentrasi pada sejumlah aspek penting pengembangan dan penggunaan teknologi informasi, dan mengakses keterampilan yang mahal yang akan menjadi terlalu mahal jika harus diusahakan sendiri oleh perusahaan.
4
Rizki Nuzly Ainun, 2005, Skripsi:Pelaksanaan Outsourcing di Sumatera Selatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, hal. 12 5 Nur Cahyo, 2006, Tesis:Pengalihan Pekerjaan Penunjang Perusahaan dengan Sistem Outsourcing (Alih Daya) Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus pada Asuransi Astra Buana), Magister Hukum, Universitas Indonesia, hal. 56 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, pengertian outsourcing tidak diatur secara khusus, namun pengertian outsourcing ditemukan dalam Pasal 64 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Selain pasal tersebut, pengaturan untuk praktik outsourcing dapat ditemukan di dalam Pasal 65 dan 66 Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
No.
Kep.101/MEN/VI/2004 tahun 2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. Menurut Pasal 1601 b KUHPerdata, outsourcing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian di mana pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu. 6 Selain pengertian di atas, gaji dan upah juga tidak dapat dilepaskan dari outsourcing, oleh karena itu di bawah ini akan diuraikan pengertian gaji dan upah. Seorang pegawai atau karyawan diberitahu bagaimana harus melakukan pekerjaannya, berada di bawah perintah dan harus mengikuti petunjuk-petunjuk pemberi kerja mengenai pelaksanaan pekerjaan itu. Atas pekerjaannya itu, pegawai atau karyawan diberikan imbalan yang disebut gaji. 7
6
I Wayan Nedeng, 2003, Lokakarya Dua Hari:Outsourcing dan PKWT, Lembangtek, Jakarta,
7
F. Winarni, 2006, Administrasi Gaji dan Upah, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, hal.17
hal. 2 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sementara itu Mulyadi (2001:373) mengemukakan bahwa “Gaji umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan yang mempunyai jenjang jabatan manajer, sedangkan upah umumnya merupakan pembayaran atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan pelaksana (buruh). Umumnya gaji dibayarkan secara tetap perbulan, sedangkan upah dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja atau jumlah satuan produk yang dihasilkan”. 8 Edwin B. Filippo dalam karya tulisnya yang berjudul “Principles of Personal Management” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah adalah harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum. 9 Upah dapat diartikan sebagai pembayaran atau imbalan, yang wujudnya dapat bermacam-macam, yang dilakukan atau diberikan oleh seseorang/suatu kelembagaan atau instansi terhadap orang lain atas usaha, kerja dan prestasi atau pelayanan (servicing) yang telah dilakukannya. 10 Di dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Lebih lanjut, terkadang di dalam praktik outsourcing, perusahaan sering menitikberatkan pemberian upah berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP
8
www.sanoesi.wordpress.com/2009/01/16/sistem-akuntansi-gaji-dan-upah, diakses tanggal 3 Maret 2009, pukul 13.00 WIB, hal. 4 9 G. Kartasaputra, 1988, Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta, hal. 93 10 Ibid. Hal. 94 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
adalah upah terendah (minimum) yang ditetapkan oleh pemerintah (daerah) yang harus dibayarkan kepada pekerja yang menduduki jabatan terendah dalam Struktur Peringkat Jabatan yang berlaku pada sebuah organisasi (perusahaan). 11 Upah minimum terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap bagi pekerja yang waktu kerjanya 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Upah minimum dibuat sebagai implikasi dari Pasal 88 ayat 2, 3 dan 4 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 untuk mengarah kepada pencapaian kebutuhan hidup yang layak.
F. Metode Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan, maka penulisan ini bersifat deskriptif analisis. Deskriptif maksudnya menggambarkan atau menelaah permasalahan hukum terhadap aspek hukum pemberian upah ditinjau dari Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Analisis maksudnya data hasil penelitian terlebih dahulu diolah kemudian diuraikan secara cermat aspek hukumnya. Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Metode pengumpulan data melalui library reserach ini maksudnya adalah penelitian dipusatkan kepada studi kepustakaan untuk mendapatkan data yang relevan dengan penyusunan skripsi ini, yaitu buku-buku, majalah-majalah, tulisan dan karangan ilmiah yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Di samping itu, penulis menggunakan studi dokumentasi yaitu cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan tertulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
11
Achmad S. Ruky, 2002, Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 191 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2. Field Research (Penelitian Lapangan) Penelitian ini dilakukan melalui wawancara (interview), meminta bahan-bahan yang berhubungan dengan judul serta yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Penelitian lapangan ini dilakukan pada PT. PERSADA, yang diwakili oleh Haryadi Soeryanto selaku Manajer Sumber Daya Manusia pada perusahaan tersebut. G. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab, di mana masing-masing bab dibagi atas beberapa sub bab. Urutan bab tersebut tersusun secara sistematis dan saling berkaitan satu sama lain. Uraian singkat atas bab-bab dan sub bab tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang pengertian dan sejarah outsourcing, syarat-syarat outsourcing, bentuk-bentuk outsourcing, batasan pelaksanaan outsourcing serta keuntungan dan manfaat pelaksanaan outsourcing.
BAB III
: GAMBARAN UMUM TENTANG PEMBERIAN UPAH PADA TENAGA KERJA Bab ini menguraikan tentang pengertian gaji dan upah, penetapan Upah Minimum, gaji dan upah hubungannya dengan pekerja,
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perusahaan dan pemerintah serta peraturan yang perlu diketahui sebelum membuat perjanjian kerja.
BAB IV
: PEMBERIAN
UPAH
DALAM
PELAKSANAAN
OUTSOURCING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 DAN UPAH MINIMUM PROVINSI SUMATERA UTARA Bab ini merupakan inti dalam tulisan ini yang menengahkan tentang pengaturan outsourcing dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, sistem pemberian upah dari perusahaan outsourcing kepada para pekerja dikaitkan dengan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, bentuk perjanjian antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja dan penyelesaian kasus jika terjadi sengketa antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja. BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab akhir yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban ringkas terhadap permasalahan di dalam tulisan ini, dan saran yang merupakan sumbangsih pemikiran penulis terhadap permasalahan tersebut.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OUTSOURCING
A. Pengertian dan Sejarah Outsourcing 1. Pengertian Outsourcing Dalam berbagai literatur dapat ditemukan beberapa pengertian atau definisi dari outsourcing. Menurut Maurice F. Greaver II, definisi outsourcing adalah sebagai berikut: “Outsourcing is the act of transferring some of a company’s recurring internal activities and decision rights to outside provider, as set forth in a contract. Because the activities are recurring and a contract is used, outsourcing goes beyond the use of consultants. As a matter of practise, not only are the activities transferred, but the factor of production and decision rights often are, too. Factors of production are the resources that make the activities occur and include people, facilities, equipment, technology and the other asset. Decision rights are the responsibility for making decisions over certain elements of the activities transferred”. Menurut Shreeveport Management Consultancy, outsourcing adalah “The transfer to a third party of the continous management responsibility for the provisionof a service governed by a service level agreement”. 12
12
Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, Grasindo, Jakarta, hal. 2 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Mengutip pendapat Rohi Senangun, pola perjanjian kerja dalam bentuk outsourcing secara umum adalah beberapa pekerjaan kemudian diserahkan ke perusahaan lain yang telah berbadan hukum, dimana perusahaan yang satu tidak berhubungan secara langsung dengan pekerja tetapi hanya kepada perusahaan penyalur atau pengerah tenaga kerja. 13 Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah pemberian pekerjaan dari satu pihak kepada pihak lainnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: 1. Mengerahkan dalam bentuk pekerjaan. Misalnya, PT. Pusri sebagai pemberi kerja, menyerahkan pekerjaannya kepada PT. HAR untuk melaksanakan pekerjaan pengantongan pupuk. 2. Pemberian pekerjaan oleh Pihak I dalam bentuk jasa tenaga kerja. Misalnya, PT. JIMMIGO yang menyediakan jasa tenaga kerja yang ahli untuk dapat bekerja di PT. Conocophillips. 14 Beberapa pakar serta praktisi outsourcing dari Indonesia juga memberikan definisi mengenai otsourcing, antara lain menyebutkan bahwa outsourcing yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing). 15 Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Muzni Tambusai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mendefinisikan pengertian outsourcing sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri
13
Zulkarnain Ibrahim, 2007, Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-hak Pekerja, Rajawali Press, Jakarta, hal. 4 14 Ibid. Hal. 5 15 ChandraSuwondo, 2003, Outsourcing:Implementasi di Indonesia, Elex Media Computindo, Jakarta, hal. 2 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan. 16 Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaaan dalam memandang outsourcing yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan pada pihak lain. Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, pengertian outsourcing tidak diatur namun pengertian outsourcing ditemukan dalam Pasal 64 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 sebagai berikut “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Berdasarkan ketentuan di atas, maka outsourcing dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu penyerahan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain untuk dikerjakan di tempat perusahaan lain tersebut atau penyediaan jasa pekerja yang dipekerjakan pada perusahaan lain yang membutuhkan. Kelompok yang pertama menitikberatkan pada produk kebendaan, sedangkan yang kedua lebih pada orang-perorangan yang jasanya dibutuhkan. Pengaturan outsourcing untuk produk kebendaan, misalnya pembuatan kancing baju, ritsleting dan lain-lain pada perusahaan garmen atau mur, kunci-kunci mesin pada perusahaan otomotif dan lain-lain, jauh lebih sederhana bila dibandingkan dengan outsourcing jasa orang-perorangan yang oleh perusahaan pengerah/penyedia tenaga kerja ditempatkan pada perusahaan lain. Pada outsourcing produk, perjanjian kerja sama cukup dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan dengan perusahaan yang lainnya dengan menyebutkan syarat-syarat objek, harga, waktu dan lain-lain sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan, pelaksanaan outsourcing jasa perorangan, dalam mempekerjakan pekerja, penandatanganan kontrak kerja akan dilakukan antara 16
Muzni Tambusai, 2005, Pelaksanaan Outsourcing (Alih Daya) Ditinjau dari Aspek Hukum Ketenagakerjaan tidak Mengaburkan Hubungan Industrial, http://www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourciong.php. 29 Mei 2005 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perusahaan yang merekrut/ melatih tenaga kerja dengan perusahaan yang menampung penempatan tenaga kerja antara pekerja dengan perusahaan yang menerima dan melatih pekerja. Dengan demikian, hubungan kerja antara majikan dan pekerja hanya tercipta antara pekerja dengan perusahaan tempat pekerja melakukan pekerjaannya. Mengingat jalinan hubungan yang tercipta tersebut, maka segala pengupahan dan hakhak pekerja lainnya akan dibayarkan dan diterima melalui perusahaan perekrut tenaga kerja awal. Namun, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 telah memberikan batasan penggunaan tenaga kerja melalui outsourcing, yaitu hanya terhadap bagian-bagian yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis utama suatu perusahaan.
2. Sejarah Outsourcing “Pada dasarnya praktik dari prinsip-prinsip outsourcing telah diterapkan sejak zaman Yunani dan Romawi. Pada zaman tersebut, akibat kekurangan kemampuan pasukan dan tidak tersedianya ahli-ahli bangunan bangsa Yunani dan Romawi menyewa prajurit asing untuk berperang dan para ahli-ahli bangunan untuk membangun kota dan istana. Sejalan dengan terjadinya revolusi industri, maka perusahaan-perusahaan berusaha untuk menemukan terobosan-terobosan baru dalam memenangkan persaingan. Pada tahap ini, kemampuan untuk sesuatu saja tidak cukup untuk menang secara kompetitif, melainkan harus disertai dengan kesanggupan untuk menciptakan produk paling bermutu dengan biaya terendah. Sekitar tahun 1950-an sampai dengan 1960-an berbagai pertemuan ekonomi telah mendorong ke arah diversifikasi usaha, dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari perkembangan ekonomi dunia. Melalui diversifikasi diharapkan terjadi efisiensi untuk menciptakan keuntungan bagi dunia usaha. Selanjutnya pada tahun 1970 dan 1980, perusahaan menghadapi persaingan global dan menghadapi kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang bengkak. Akibatnya, resiko usaha dalam segala hal termasuk resiko ketenagakerjaan pun meningkat. Tahap ini merupakan awal timbulnya pemikiran outsourcing di dunia usaha. Untuk meningkatkan keluwesan dan kreatif, banyak perusahaan besar yang membuat strategi baru dengan konsentrasi pada bisnis inti, menidentifikasikan proses yang kritikal dan memutuskan hal-hal yang harus dioutsource.” 17
17
Sehat Damanik, 2006, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing, Jakarta, hal. 6-7 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Gagasan awal berkembangnya outsourcing adalah untuk membagi resiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Pada tahap awal, outsourcing belum diidentifkasikan secara formal sebagai strategi bisnis. Hal ini terjadi karena banyak perusahaan yang semata-mata mempersiapkan diri pada bagianbagian tertentu yang bisa mereka kerjakan, sedangkan untuk bagian-bagian yang tidak bisa dikerjakan secara internal dikerjakan melalui outsource. Sekitar tahun 1990, outsourcing telah mulai berperan sebagai jasa pendukung. Tingginya persaingan telah menuntut manajemen perusahaan melakukan perhitungan pengurangan biaya. Perusahaan mulai melakukan outsource fungsi-fungsi yang penting bagi perusahaan akan tetapi tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan. Dalam perkembangan selanjutnya, outsourcing tidak lagi sekedar membagi resiko melainkan berkembang lebih kompleks. Michael F. Corbett, pendiri The F. Corbett & Association Consulting Firm, mengemukakan “Outsourcing
telah
menjadi
alat
manajemen.
Outsourcing
bukan
hanya
menyelesaikan masalah, tetapi juga mendukung tujuan dan sasaran bisnis”. 18 Di Indonesia praktik outsourcing telah dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Praktik ini dapat dilihat dari adanya pengaturan mengenai pemborongan pekerjaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1601 b KUHPerdata. Dalam pasal itu disebutkan : “Bahwa pemborongan pekerjaan adalah suatu kesepakatan dua pihak yang saling mengikatkan diri, untuk menyerahkan suatu pekerjaan kepada pihak lain dan pihak lainnnya membayarkan sejumlah harga.” Di dalam perkembangannya, ternyata outsourcing berjalan sangat lambat. Bahkan sampai saat ini sebagian besar perusahaan yang ada di Indonesia masih 18
Ibid. hal. 8
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
mengelola semua kegiatan bisnis perusahaan secara internal, baik bisnis utama maupun tidak. Salah satu faktor penghambat perkembangan tersebut adalah kurangnya dukungan dari segi penciptaan peraturan. Kurangnya peraturan pendukung berdampak pada lambannya sosialisasi serta rendahnya pemahaman masyarakat atas keuntungankeuntungan pemanfaatan outsourcing pada perusahaan. Mengingat bisnis outsourcing berkaitan erat dengan praktik ketenagakerjaan, maka peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan menjadi faktor yang penting dalam memacu perkembangan outsourcing di Indonesia. Legalisasi penggunaan jasa outsourcing baru terjadi pada tahun 2003 setelah keluarnya Undangundang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang-undang ini telah mengatur bidang-bidang yang memungkinkan untuk di-outsorce, yaitu bagian-bagian yang tidak berkaitan dengan bisnis inti. Dengan adanya peraturan tersebut, pada tahun 2003
telah
mulai
tumbuh
kesadaran
perusahaan-perusahaan
besar
untuk
menggantikan tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan bisnis inti perusahaan seperti satpam, akunting dan lain-lain.
B. Syarat-syarat Outsourcing Untuk melaksanakan suatu kegiatan Outsourcing, kedua perusahaan harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh pemerintah. Adapun syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Berbadan Hukum Pemerintah berusaha memberikan perlindungan yang tegas dalam pelaksanaan outsourcing, baik terhadap pihak-pihak yang berhubungan maupun terhadap pekerja/buruh yang dipekerjakan. Salah satu bentuk ketegasan tersebut adalah adanya Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
ketentuan bahwa perusahaan penerima pekerjaan harus berbentuk badan hukum. Latar belakang penetapan syarat ini agar perusahaan-perusahaan outsourcing tidak terlalu mudah melepaskan tanggung jawab dan kewajibannya terhadap pihak pekerja/buruh maupun pihak ketiga lainnnya. Ketentuan tentang adanya keharusan berbentuk badan hukum diatur dalam Pasal 3 dan 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksana Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. Dalam Pasal 3 disebutkan “Apabila perusahaan pemberi pekerjaan akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan pemborong pekerjaan, maka penyerahan tersebut harus diberikan kepada perusahaan yang berbadan hukum”. Namun ada kondisi-kondisi tertentu yang memungkinkan diizinkannya pengecualian terhadap kewajiban berbadan hukum tersebut. Syarat bagi pengecualian tersebut berlaku terhadap : 1. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang pengadaan barang. 2. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultasi, yang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut mempekerjakan pekerja/buruh krang dari 10 (sepuluh) orang. 3. Perusahaan yang menerima subkontrak dari perusahaan penerima pemborongan pekerjaan. Namun dalam hal ini, apabila ternyata perusahaan subkontrak tersebut lalai memenuhi kewajibannya kepada pihak lain, maka perusahaan pemborong pekerja yang memberikan subkontrak harus memenuhi seluruh kewajiban tersebut terhadap pihak-pihak yang dirugikan.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.220/MEN/X/2004 masih sangat terasa adanya ketidaktegasan pemerintah dalam menentukan keharusan syarat berbadan hukum tersebut di atas. Selain itu, ketidaktegasan pemerintah bisa juga dilihat dalam Pasal 4, yang menyebutkan “Dalam hal di satu daerah tidak terdapat perusahaan pemborong pekerja yang berbadan hukum atau terdapat perusahaan pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat melaksanakan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum”. Masih dalam pasal yang sama selanjutnya ditegaskan bahwa perusahaan penerima pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum tersebut diharuskan membuat perjanjian pemborong pekerjaan secara tertulis yang isinya kesediaan memenuhi hak-hak pekerja/buruh yang terjadi dalam hubungan pekerjaan antara perusahaan dengan pekerja/buruh.
2. Syarat Perizinan Selain syarat kewajiban berbadan hukum, pemerintah juga menetapkan bahwa khusus bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh juga harus mendapatkan izin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. Tujuan perizinan tersebut selain untuk pengawasan atas pemenuhan syarat-syarat yang ditetapkan, juga untuk memenuhi syarat adminstrasi/pendataan perusahaan penyedia jasa. Ketentuan tentang perizinan dimaksud diatur di dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh di dalam Pasal 2 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
yang menyebutkan bahwa “Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, perusahaan wajib memiliki izin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota, sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, instansi yang berwenang memberikan izin tersebut, saat ini adalah Depnakertrans”. Syarat-syarat yang diperlukan untuk mendapatkan izin operasional bagi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, yaitu dengan melampirkan 1. Fotokopi pengesahan sebagai badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas atau Koperasi. 2. Fotokopi anggaran dasar di dalamnya memuat kegiatan usaha penyedia jasa pekerja/buruh. 3. Fotokopi SIUP. 4. Fotokopi wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku. Setelah surat permohonan surat perizinan diajukan dengan dilengkapi lampiran-lampiran tersebut, maka pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan tersebut harus sudah menerbitkan izin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. Perizinan yang diberikan oleh instansi hanya berlaku pada wilayah hukum instansi yang bersangkutan. Sebagai contoh, apabila izin operasional telah dikeluarkan oleh Depnakertrans Kotamadya Medan, maka penempatan tenaga kerja hanya dilakukan untuk perusahaan-perusahaan yang berdomisili di wilayah Medan. Apabila ternyata suatu perusahaan penyedia tenaga kerja mengadakan perjanjian penempatan kerja yang meliputi beberapa wilayah kabupatan/kota, namun masih dalam satu propinsi, maka pendaftaran dilakukan pada instansi yang Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan provinsi. Sedangkan apabila penempatan tersebut mencakup beberapa wilayah provinsi, maka pendaftaran pada Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial. Perizinan yang diberikan oleh instansi yang berwenang berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama. Perizinan ini merupakan suatu keharusan untuk melindungi kepentingan buruh dan perusahaan yang melakukan kerja sama.
3. Perlindungan Kerja Dalam dunia outsourcing, baik dalam bentuk pemborongan pekerjaan maupun penyedia jasa tenaga kerja, perusahaan harus menjamin perlindungan/jaminan terhadap hak-hak pekerja/buruh. Rangkaian tindakan perlindungan tersebut dimulai dengan adanya kewajiban bahwa perusahaan harus berbadan hukum. Selanjutnya ketika kerja sama pemborongan pekerjaan dilakukan, kerja sama tersebut harus dibuat secara tertulis dan didaftarkan di instansi yang berwenang. Dengan adanya kejelasan dan ketegasan kerja sama perusahaan, maka apabila perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh ternyata tidak memberikan perlindungan, perusahaan pemberi pekerjaan bisa diminta pertanggungjawabannya untuk memenuhi hak-hak pekerja. Perlindungan terhadap tenaga kerja/buruh merupakan suatu yang mutlak dalam pemborongan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.101/MEN/IV/2004. Menurut ketentuan dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa “Setiap pekerjaan yang diperoleh perusahaan dan perusahaan lainnya, maka kedua belah pihak harus membuat perjanjian tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
a. Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa; b. Pengesahan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa, sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; c. Pengesahan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelumnya, untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus-menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. (Pasal 4)” Berdasarkan ketentuan di atas maka peraturan perundang-undangan dengan tegas telah memberikan jaminan atas pemenuhan/perlindungan hak-hak pekerja oleh perusahaan.
C. Bentuk-bentuk Outsourcing Dalam kegiatan outsourcing ada beberapa bentuk/bidang pekerjaan yang biasanya dilakukan melalui outsourcing. Menurut Sehat Damanik, dalam bukunya “Outsourcing dan Perjanjian Kerja” 19 dan menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003, bentuk/bidang outsourcing antara lain yaitu : 1. Bidang Logistik 2. Bidang Pembukuan Perusahaan 3. Bidang Manufaktur 19
Ibid. Hal. 51-52
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4. Bidang Pemeliharaan 5. Bidang Sumber Daya Manusia
1. Bidang Logistik Dalam perusahaan manufaktur, logistik mempunyai porsi yang sangat besar sehingga berpotensi besar untuk upaya penghematan. Di samping itu, karena logistik bukan kegiatan utama perusahaan, maka kegiatan tersebut dapat di-outsource. Kegiatan-kegiatan logistik tersebut meliputi : - Pembayaran pengeluaran-pengeluaran perusahaan dan audit (frieght payment and auditing) - Pengoperasian dan pengurusan/perawatan gedung perusahaan (warehousing and operating) - Penyeleksian tenaga kerja dan negosiasi gaji (carier selection and rate negotiation) - Membangun sistem informasi perusahaan (information system) - Pengiriman barang (shipment planning) - Pengepakan produk (packaging) - Mengurus produk yang dikembalikan pelanggan (product return) - Dan lain-lain
2. Bidang Pembukuan Perusahaan Bidang ini termasuk bidang yang jarang di-outsource, namun belakangan hal ini berubah karena dinilai banyak memberikan penghematan. Kegiatan-kegiatan yang di-outsource meliputi pembukuan, proses data, audit internal, pembayaran gaji, perhitungan pajak, manajemen kas, laporan keuangan dan penagihan piutang. Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
3. Bidang Manufaktur Pada awalnya kegiatan utama industri adalah fabrikasi atau manufaktur. Namun belakangan terjadi perkembangan bahwa manufaktur bukan lagi merupakan kegiatan utama, sehingga sudah banyak yang melakukan outsourcing. Sebagai contoh, perusahaan yang bergerak di bidang industri mobil, kegiatan utamanya tidak lagi merakit
mobil melainkan lebih pada pembuatan konsep/desain, sedangkan
perakitannya di-outsource kepada perusahaan lain.
4. Bidang Pemeliharaan Bidang pemeliharaan yang dimaksud di sini adalah pemeliharaan dan pembersihan gedung. Ini merupakan kegiatan yang paling banyak diserahkan kepada perusahaan lain mengingat kegiatan ini memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai keahlian khusus dan investasi untuk pembelian peralatan serta perawatan yang sangat besar.
5. Bidang Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang dimaksud adalah orang-orang yang sangat ahli di bidangnya yang bersifat sementara. Penggunaan tenaga ahli ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan negara, yang dalam ketentuan perundang-undangannya tidak memungkinkan penggunaan tenaga kontrak untuk kepentingan yang bersifat tetap. Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang bersifat tetap tersebut, diperlukan pelatihan-pelatihan yang temporer oleh tenaga-tenaga spesialis yang ahli di bidangnya, seperti pelatihan, audit, sistem pemasaran dan lain-lain.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
D. Batasan Pelaksanaan Outsourcing Secara bisnis maupun legal, tidak mungkin semua kegiatan perusahaan dapat diserahkan kepada pihak lain. Karena apabila hal itu dilakukan, perusahaan akan kehilangan identitas dan keunggulan pribadinya. Fokus atau spesialisasi perusahaan pada produk/jasa tertentu akan membuat perusahaan tersebut mempunyai keunggulan yang tidak tersaingi perusahaan lain. Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan perusahaan tersebut dapat menjadi pemberi dan penerima pekerjaan bagi perusahaan lain untuk barang/jasa yang dihasilkan. Larangan penyerahan bisnis utama (core business) kepada perusahaan lain melalui outsourcing bertujuan untuk memberikan jaminan perlindungan kerja bagi para pekerja. Sebagai contoh, suatu perusahaan garmen yang selama ini mempekerjakan ribuan tenaga kerja untuk menjahit, meng-outsourcing pekerjaan ke perusahaan lain. Apabila hal itu dilakukan, maka perusahaan tidak lagi membutuhkan tenaga kerja untuk memproduksi pakaian tersebut. Dalam kondisi demikian, pengusaha mungkin hanya tinggal mengatur distribusi atau pemasaran produknya. Bagaimanakah nasib ribuan tenaga kerja pada perusahaan tersebut? Undang-undang No. 13 Tahun 2003 telah membatasi pekerjaan-pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain melalui pemborongan atau outsourcing. Hal ini dapat dilihat dari adanya ketentuan Pasal 65 ayat 2 Undangundang No. 13 Tahun 2003 yang berbunyi “Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. Dilakukan dengan perintah atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung.” Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Persyaratan tersebut merupakan keharusan yang wajib diikuti oleh setiap perusahaan, baik pemberi pekerjaan maupun penerima pekerjaan (perusahaan outsourcing). Persyaratan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama Baik dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 maupun dalam Penjelasannya tidak dijelaskan pengertian terpisah dari kegiatan utama karena itu harus diartikan secara harfiah, yaitu bahwa pengerjaan/proses produksi pekerjaan yang di-outsource tidak dilakukan secara bersama-sama dengan bisnis utama perusahaan. Suatu perusahaan yang memproduksi sepatu olahraga, kegiatan utamanya adalah merangkai bahan sepatu satu demi satu sehingga menjadi satu unit sepatu yang bisa dipakai. Apabila bagian pekerjaan tertentu di-outsource oleh perusahaan kepada perusahaan lain, maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama. Contoh, bila yang di-outsource adalah makanan untuk karyawan (catering) maka kegiatan tersebut harus dikerjakan secara terpisah dari perusahaan. Secara bisnis, dipisahkannya kegiatan penunjang dari kegiatan utama memiliki tujuan agar pekerjaan lebih sederhana. Apabila pekerjaan tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan kegiatan utama, maka dapat menimbulkan kerumitan yang luar biasa, apalagi bila lokasi tempat kerja tidak memungkinkan. Pemisahan tersebut bermanfaat untuk meningkatkan fokus perusahaan dalam merancang produk yang paling unggul. Kemungkinan alasan lain adalah pemerintah mencoba menciptakan iklim usaha kondusif untuk merangsang lahirnya perusahaan-perusahaan yang baru mandiri yang mampu membuka lapangan kerja baru. Secara legalitas, pemisahan tersebut dapat dipandang sebagai suatu strategi untuk menghindari tumpang-tindih perizinan badan hukum perusahaan. Ketegasan Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perizinan juga akan berdampak pada pendapatan pajak yang bisa diperoleh pemerintah dari hasil kerja perusaan. Dengan pemisahan, maka kemungkinan penyelewengan akan dapat diminimalisir.
b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan Prinsip dari pelaksanaan outsourcing adalah setiap pekerjaan yang diserahkan/diterima harus dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan. Pekerjaan yang di-outsource tersebut bisa dalam bentuk menghasilkan/membuat suatu produk tertentu atau menjalankan suatu pekerjaan tertentu. Pelaksanaan suatu pekerjaan yang di-outsourcing dapat dikerjakan di tempat penerima pekerjaan atau di tempat pemberi pekerjaan sesuai dengan sifat pekerjaan tersebut. Untuk pekerjaan-pekerjaaan yang sifatnya membuat suatu produk tertentu, misalnya baut kecil untuk pabrik perakitan mobil, kancing baju untuk pabrik garmen dan lain-lain, umumnya pengerjaan dilakukan di perusahaan outsourcing, sedangkan untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya melakukan jasa tertentu, misalnya tugastugas melakukan penjagaan keamanan perusahaan dan jasa akuntan untuk menyusun laporan pembukuan, biasanya dikerjakan di tempat pemberi pekerjaan. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang di-outsource tersebut, maka pemberi pekerjaan dapat memberi komando secara langsung kepada penerima pekerjaan, tergantung dari sifat pekerjaan yang diserahkan. Untuk pekerjaan yang tempat pengerjaannya dilakukan di tempat pemberi pekerjaan maka perintah dapat diberikan oleh pemberi pekerjaan secara langsung kepada orang-orang yang ditempatkan oleh penerima pekerjaan di perusahaan pemberi pekerjaan. Sedangkan untuk pekerjaan
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
yang pengerjaannya dilakukan di perusahaan penerima pekerjaan, perintah bisa saja diberikan oleh pemberi pekerjaan melalui penerima pekerjaaan. Perintah tersebut sebenarnya merupakan penerjemahan dari kesepakatan yang telah dibuat dan ditandatangani oleh kedua belah pihak. Diperintah atu tidak, kedua belah pihak sudah seharusnya memenuhi segala kewajibannya serta menerima apa yang menjadi haknya.
c. Kesepakatan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan Dalam Penjelasan Pasal 66 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh catering, usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.” R. Djokopranoto dalam seminarnya menyampaikan bahwa “Dalam teks Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tersebut disebut dan dibedakan usaha atau kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Ada persamaan pokok antara bunyi undangundang tersebut dengan praktek industri, yaitu bahwa yang di-outsource umumnya (tidak semuanya) adalah kegiatan penunjang (noncore business), sedangkan kegiatan pokok (core business) pada umumnya (tidak semuanya) tetap dilakukan oleh perusahaan sendiri. Namun ada potensi masalah yang timbul. Potensi masalah yang timbul adalah apakah pembuat dan penegak undang-undang di satu pihak dan para pengusaha dan industriawan di lain pihak mempunyai pengertian dan interpretasi yang sama mengenai istilah-istilah tersebut.”20 Konsep dan pengertian usaha pokok atau core business dan kegiatan penunjang atau noncore business adalah konsep yang berubah dan berkembang secara 20
www.jurnalhukum.blogspot.com/2007/05/outsourcing-dan-tenaga-kerja.html diakses pada tanggal 25 Desember 2008, hal. 4 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dinamis. Oleh karena itu, tidak heran kalau Alexander dan Young (1996) mengatakan ada 4 (empat) pengertian yang dihubungkan dengan core activity atau core business. Keempat pengertian itu ialah 21 - Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan - Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis - Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang maupun di waktu yang akan datang - Kegiatan yang mendorong pengembangan yang akan datang, atau peremajaan kembali. Sebagaimana dijelaskan di atas, tidak mungkin semua kegiatan perusahaan dioutsourcing kepada perusahaan lain. Untuk kegiatan inti, maka perusahaan harus memegang kendali, sehingga segala resep dan rahasia keunggulan produk dapat tetap tersimpan. Sebagai contoh, suatu perusahaan yang memproduksi sepatu olahraga tentu kegiatan utamanya di perusahaan/pabrik adalah merangkai bahan sepatu satu demi satu sehingga menjadi satu unit sepatu yang bisa dipakai. Dalam perjalanannya, adakalanya pekerjaan-pekerjaan tertentu dalam pembuatan sepatu tersebut dioutsource kepada perusahaan lain, misalnya pembuatan sol, logo atau yang lain, namun kegiatan utama merangkai bahan-bahan tersebut hingga menjadi sepatu adalah bisnis utama perusahaan tersebut. Pekerjaan-pekerjaan seperti pengepakan, distribusi, keamanan perusahaan, catering adalah contoh kegiatan pendukung yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan bisnis utama sehingga meskipun mengalami gangguan, bisnis utama masih tetap berjalan.
21
Ibid. Hal. 3
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung Penentuan syarat bukan bisnis utama (core business) sangat bermanfaat untuk melindungi perusahaan dari permainan/kecurangan perusahaan penerima pekerjaan. Syarat ini berkaitan erat dengan pembatasan pekerjaan yang dapat di-outsource, yakni hanya pekerjaan di luar kegiatan utama perusahaan. Bisa dibayangkan bahaya kelangsungan hidup suatu perusahaan seandainya yang di-outsource adalah pekerjaan utama. Pada saat produksi sedang berjalan, ternyata karena satu dan lain hal penerima pekerjaan lalai memenuhi kewajibannya. Hal ini akan langsung mematikan aktivitas perusahaan. Keempat persyaratan di atas merupakan persyaratan yang bersifat kumulatif, yakni semua syarat harus terpenuhi secara bersama-sama pada saat pelaksanaan kegiatan outsourcing. Tidak terpenuhinya salah satu syarat mengakibatkan pekerjaan yang di-outsource tidak dapat diserahkan kepada perusahaan lain atau seandainya sudah sempat dilaksanakan akan menimbulkan dampak hukum yang merugikan pemberi pekerjaan, khususnya berkaitan dengan tanggung
jawab terhadap
pekerja/buruh.
E. Keuntungan dan Manfaat Pelaksanaan Outsourcing 1. Keuntungan Dari visi bisnis, outsourcing memberikan banyak manfaat bagi suatu perusahaan. Hal ini terbukti dengan studi para ahli manajemen yang dilakukan sejak tahun 1991, serta survei yang dilakukan terhadap lebih dari 1200 perusahaan. Outsourcing Institute mengumpulkan sejumlah alasan mengapa perusahaanperusahaan melakukan outsourcing terhadap aktivitas-aktivitasnya dan potensi Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
keuntungan apa saja yang akan diperoleh. Potensi keuntungan atau alasan-alasan tersebut menurut DR. Ricardus Eko Indrajit dalam bukunya “Proses Bisnis Outsourcing” antara lain untuk a. Meningkatkan fokus perusahaan b. Memanfaatkan kemampuan kelas dunia c. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering d. Membagi resiko e. Sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan lain f. Memungkinkan tersedianya dana kapital g. Menciptakan dana segar h. Mengurangi dan mengendalikan biaya operasi i.
Memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri
j.
Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola 22
Outsourcing adalah alat strategis manajemen berjangka panjang. Apabila mendapatkan keuntungan dalam waktu yang singkat ingin lebih ditonjolkan dan diutamakan, seringkali perusahaan akan kecewa. Alasan-alasan huruf a-e di atas merupakan target jangka panjang dan bersifat strategis. Alasan-alasan huruf f-j lebih bersifat taktis atau mempengaruhi operasi dan bisnis perusahaan sehari-hari. Dari studi yang dilakukan terbukti bahwa langkah outsourcing dapat bermanfaat bagi suatu perusahaan secara maksimal apabila dilihat sebagai langkah strategis jangka panjang. Outsourcing dipilih oleh pengusaha untuk menerapkan spesialisasi, sehingga produk atau layanan yang diberikan menjadi lebih bermutu dan efisien. Dalam hal ini perusahaan hanya akan mengurus bisnis utamanya (core business) sedangkan bisnis 22
Richardus Eko Indrajit dan Richardus Djokopranoto, op.cit, hal. 39
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
pendukung diserahkan kepada pihak ketiga, karena justru pekerjaan-pekerjaan kecil yang malah banyak menyita waktu dan pikiran pengusaha. Dengan penyerahan beban tersebut maka pengusaha akan lebih fokus dengan bisnis utama yang digelutinya. Spesialisasi atau adanya fokus pada produk tertentu secara tidak langsung telah membuka peluang bagi perusahaan untuk menjadi unggul di bidangnya. Keahlian dan pemahaman yang menyeluruh akan mendorong perusahaan mempunyai ketajaman dan penguasaan yang mendalam terhadap produk atau layanan yang diberikan. Salah satu alasan dilaksanakannya outsourcing adalah untuk membagi resiko usaha kepada pihak lainnya. Tanpa outsourcing, maka perusahaan harus melakukan sendiri semua ynag diperlukan dalam menghasilkan produk dan jasa. Sebagaimana layaknya suatu bisnis, maka semua investasi juga mempunyai resiko tertentu sehingga jika semua dikelola sendiri maka resiko menjadi tanggung jawab sendiri. Pemanfaatan outsourcing secara tidak langsung juga telah memberikan banyak keuntungan kepada pengusaha, seperti mengurangi terjadinya investasi dana kapital pada bagian-bagian usaha yang bukan bisnis inti perusahaan. Dengan demikian, danadana yang dihemat tersebut akan dimanfaatkan pada bidang-bidang lain untuk mengembangkan bisnis utama. Pelaksanaan outsourcing tidak terbatas pada mengontrakkan bisnis tertentu pada pihak ketiga, tetapi juga disertai dengan penyerahan atau penyewaan aset yang digunakan untuk melakukan aktivitas yang di-outsource. Aset-aset tersebut seperti mobil, mesin-mesin, tenaga kerja dan lain-lain dapat masuk ke perusahaan melalui jasa perusahaan outsourcing yang secara hitungan bisnis juga mendapat keuntungan dari jasa tersebut.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Keuntungan
taktis
lainnya
dari
pemanfaatan
outsourcing
adalah
dimungkinkannya pengurangan dan pengendalian biaya operasional. Pengurangan biaya tersebut terjadi karena mitra outsource umumnya juga telah terspesialisasi dan mempunyai skala produksi yang besar. Pengurangan biaya dan pengendalian operasi demikian tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh perusahaan dengan melakukannya sendiri tanpa mitra kerja sama. Dengan demikian, pemanfaatan outsourcing mengakibatkan perusahaan memperoleh sumber daya yang sangat diperlukan yang tidak dimilikinya sendiri. Sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya yang sangat vital, namun cukup dengan satu kali penciptaan, seperti pembuatan formula sistem komputer perusahaan, sistem akuntansi, penggajian dan sebagainya. Pemanfaatan outsourcing mampu memecahkan berbagai persoalan yang sulit dikendalikan atau atau dikelola tersebut, misalnya yang berkaitan dengan pengurusan berbagai dokumen dalam ekspor-impor barang melalui pelabuhan yang sulit ditembus dengan cara biasa. Persoalan tersebut dapat dipecahkan dengan mengontrakkan pengurusan dokumen-dokumen tersebut kepada perusahaan outsourcing yang profesional di bidangnya.
2. Manfaat bagi Pemerintah dan Masyarakat Pada dasarnya ada beberapa tujuan dari pelaksanaan program outsourcing, antara lain untuk mengembangkan kemitraan usaha sehingga satu perusahaan tidak akan menguasai suatu kegiatan industri dari hulu ke hilir. Dengan kemitraan tersebut diharapkan akan terjadi pemerataan kesejahteraan masyarakat terutama di daerah urban serta akan mendorong terciptanya pendidikan dan ahli teknologi dalam bidang industri dan manajemen pengelolaan pabrik. Dalam jangka panjang kegiatan tersebut
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
diharapkan akan mampu mengurangi pemusatan kegiatan industri di perkotaan menjadi lebih ke daerah-daerah. Dari sisi pemerintah, pelaksanaan outsourcing memberikan manfaat untuk mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi nasional melalui kegiatan usaha kecil, menengah dan koperasi. Secara tidak langsung, hal ini juga dapat mengurangi beban pemerintah kota dalam penyediaan fasilitas umum seperti transportasi, listrik, telepon, air dan pelaksanaan ketertiban umum, karena telah diambil alih oleh perusahaan outsourcing. Masyarakat dan pekerja juga mendapat manfaat dari pelaksanaan program outsourcing melalui aktivitas industri di daerah yang akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang di lingkungan masyarakat dan berkembangnya infrastruktur sosial, budaya kerja, disiplin dan peningkatan kemampuan ekonomi. Adanya industri di daerah akan mengurangi pengangguran sehingga urbanisasi bisa dicegah.
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG PEMBERIAN UPAH PADA TENAGA KERJA
A. Pengertian Gaji dan Upah Istilah upah diambil dari Buku II KUHPerdata yang mengatur perjanjian kerja yang diadopsi dari undang-undang warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
zaman penjajahan orang Indonesia yang bekerja pada sektor swasta sebagai pekerja hanya mampu mencapai jabatan pada kelompok yang dibayar dengan “upah” (loon) dan bukan “gaji” (salary). Mereka yang beruntung mempunyai pendidikan cukup seperti AMS (SMU) atau MULO (SLTP) dapat bekerja di kantor pemerintah atau swasta sebagai “komis” (klerk) dan mendapat gaji. 23 Keadaan di atas terus berlanjut sampai beberapa waktu yang lalu. Kebanyakan orang beranggapan bahwa apabila seseorang bekerja dan mendapatkan gaji maka orang tersebut akan terhormat dan menunjukkan status yang lebih tinggi. Saat ini kebanyakan orang tidak begitu mempedulikan status, karena itu istilah gaji atau upah tidak begitu dipentingkan. Hal yang dirasa lebih penting ialah pekerjaan dan sebisa mungkin pekerjaan tersebut menghasilkan pendapatan besar, entah pendapatan itu namanya gaji atau upah. 24 Dalam praktek di perusahaan dan dalam buku-buku manajemen sumber daya manusia, istilah upah dan gaji digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertama, istilah upah digunakan untuk menggambarkan pembayaran jasa kerja untuk satuan waktu pendek, misalnya per hari atau bahkan per jam. Gaji menggambarkan pembayaran jasa kerja untuk satuan waktu lebih panjang yaitu biasanya sebulan. Kedua, untuk menggambarkan kaitan pekerja penerima upah dengan proses produksi pada industri manufaktur. Upah atau dalam bahasa Inggris disebut “wage” dibayarkan kepada pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi, baik terlibat langsung (direct labor) misalnya operator, maupun tidak langsung (indirect labor) misalnya bagian pemerliharaan mesin. Biaya untuk upah tersebut diikutkan langsung dalam perhitungan biaya produksi barang tersebut (cost of goods sold), sebaliknya, pekerja 23 24
Achmad S. Ruky, op.cit, hal. 8 F. Winarni, 2006, op.cit, hal. 16
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
yang menerima gaji termasuk dalam kategori fixed costs (biaya tetap) atau overhead costs. Contohnya adalah para supervisor atau manajer, staf administrasi dan sebagainya. Tetapi pada industri proses seperti misalnya industri pupuk, kimia, semen yang sukar untuk menghitung komponen biaya personel per unit produksi, tidak terdapat pengelompokan penerima gaji atau upah. Berkaitan dengan hal itu berikut ini akan diberikan pengertian gaji dan upah. 25 Gaji merupakan balas jasa yang dibayarkan kepada pemimpin-pemimpin, pengawas-pengawas, pegawai tata usaha, pegawai-pegawai kantor serta para manajer lainnya. Jumlah pembayaran gaji biasanya ditetapkan secara bulanan. Tingkatan gaji pada umumnya dianggap lebih tinggi daripada pembayaran-pembayaran kepada pekerja-pekerja upahan, walaupun kenyataannya sering tidak demikian. 26 Tidak setiap orang yang memberikan jasa kepada perusahaan bisa dianggap pegawai atau karyawan. Sebagai contoh, seorang akuntan publik, pengacara, konsultan manajemen yang memberikan jasa-jasanya kepada perusahaan, tukang perbaikan pipa, tukang listrik dan lain-lain mereka semua diberitahu tentang apa yang harus mereka lakukan, tidak berada di bawah perintah dan tidak harus mengikuti petunjuk-petunjuk pemberi kerja mengenai pelaksanaan jasa-jasa itu. Atas jasajasanya kepada perusahaan, mereka diberikan imbalan yang disebut honorarium atau fee. Seorang pegawai atau karyawan diberitahu bagaimana harus melakukan pekerjaannya, berada di bawah perintah dan harus mengikuti petunjuk-petunjuk pemberi kerja mengenai pelaksanaan pekerjaan itu. Atas pekerjaannya itu, pegawai atau karyawan diberikan imbalan yang disebut gaji.
25 26
Achmad S. Ruky, op.cit, hal. 8-9 F. Winarni, 2006, op.cit, hal. 16
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Edwin B. Flippo dalam karya tulisnya yang berjudul “Principles of Personal Management” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan upah adalah harga untuk jasa yang telah diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan hukum. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya. Upah biasanya diberikan kepada pekerja yang melakukan pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik. Jumlah pembayaran upah biasanya ditetapkan secara harian atau berdasar unit pekerjaan yang diselesaikan. 27 Di dalam Pasal 1 angka 30 Undang-undang No. 13 Tahun 2003, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Upah memiliki dua sisi manfaat, yaitu sebagai imbalan atau balas jasa terhadap hasil produksi yang dihasilkan dan sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas yang dihasilkan dan sebagai perangsang bagi peningkatan produktivitas. Sebagai imbalan, upah merupakan hak pekerja terhadap tenaga atau pikiran yang telah dikeluarkannya. Sebagai perangsang produktivitas, upah dapat meningkatkan motivasi pekerja untuk bekerja lebih giat lagi. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi yang dipandang dapat mengurangi tingkat laba yang dihasilkan. Oleh karena itu, maka pengusaha berusaha untuk menekan upah tersebut sampai pada tingkat yang paling 27
Ibid. Hal. 17
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
minimum, sehingga laba perusahaan dapat ditingkatkan. Hanya sedikit perusahaan yang memandang pekerja sebagai mitra perusahaan dalam menjalankan dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Tujuan adanya pengupahan dapat disebutkan sebagai berikut : 28 1. Mampu menarik tenaga kerja yang berkualitas baik dan mempertahankan mereka. Perusahaan bukan hanya perlu memenuhi kewajiban normatifnya, tetapi sekaligus ingin agar tenaga profesional yang baik yang mereka butuhkan untuk manjalankan perusahaan tertarik untuk melamar dan setelah masuk tidak akan tertarik untuk pergi ke perusahaan lain. 2. Memotivasi tenaga kerja yang baik untuk berprestasi tinggi Tenaga kerja yang masuk harus memberikan kontribusi yang diharapkan perusahaan setinggi-tingginya sesuai kemampuan mereka. Untuk itu kebijakan dan sistem imbalan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang gairah kerja. 3. Mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia Salah satu misi yang harus dilakukan perusahaan adalah secara bertahap melakukan kegiatan pergantian teknologi dengan yang lebih canggih dan memodernkan proses dan sistem operasinya, karena itu kualitas sumber daya manusianya harus ditingkatkan sesuai dengan standar. Misi tersebut mengisyaratkan bahwa perusahaan akan menerapkan konsep organisasi belajar yang akan lebih cepat dicapai bila kebijakan dan sistem penggajian yang digunakan juga dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang orang untuk berminat belajar terus-menerus. 28
Ibid. Hal. 23-24
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
4. Membantu mengendalikan biaya imbalan tenaga kerja Dengan sistem yang baik, pimpinan perusahaan akan mampu memantau perkembangan peningkatan biaya tenaga kerja, menilai efektivitasnya berdasarkan tujuan-tujuan dan mengevaluasi apakah perkembangan biaya tersebut seimbang dengan peningkatan produktivitas yang diharapkan. Upah yang diberikan kepada seseorang selain seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang telah dikeluarkan/dikerahkannya (activities or efforts), seharusnya cukup memadai atau bermanfaat bagi pemuasan/pemenuh kebutuhan hidup yang wajar. Dalam hal ini baik karena perbedaan tingkat kebutuhan dan kemampuan seseorang ataupun karena faktor lingkungan dan sebagainya, pelaksanaan adminstrasi pengupahan dapat dikatakan cukup rumit karena upah yang telah ditetapkan oleh seorang pengusaha yang mungkin telah diperhitungkan sebijaksana mungkin dapat diterima oleh sebagian pekerja/buruh dengan hati yang ikhlas tetapi mungkin pula diterima dengan terpaksa oleh sebagian pekerja/buruh. Justru karena itu upah harus merangsang dan menimbulkan motivasi kerja, maka pada beberapa perusahaan yang telah berkembang sering diterapkan lagi tambahan-tambahan pendapatan terhadap upah (selain yang telah ditentukan) seperti adanya bonus atau keuntungan-keuntungan sosial lainnya, tunjangan fungsional dan sebagainya. 29
B. Penetapan Upah Minimum Upah minimum pada dasarnya adalah upah terendah (minimum) yang ditetapkan oleh pemerintah (daerah) yang harus dibayarkan kepada pekerja yang menduduki jabatan terendah dalam Struktur Peringkat Jabatan yang berlaku pada sebuah organisasi (perusahaan). Upah minimum terdiri dari upah pokok termasuk 29
G. Kartasaputra, op.cit, hal. 94-95
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
tunjangan tetap bagi pekerja yang waktu kerjanya 7 jam sehari dan 40 jam seminggu. Walaupun tidak ditetapkan secara eksplisit tentunya dapat ditafsirkan bahwa upah minimum tersebut hanya berlaku untuk pekerjaan yang dipekerjakan oleh pekerja yang termasuk dalam kategori tidak terampil (unskilled). 30 Upah minimum dibuat sebagai implikasi dari Pasal 88 ayat 2, 3 dan 4 Undangundang No. 13 Tahun 2003 untuk mengarah kepada pencapaian kebutuhan hidup yang layak. Pasal 88 ayat 2 memuat bahwa “Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, sebagaimana dimaksud pada ayat
(1),
pemerintah
menetapkan kebijakan
pengupahan
yang
melindungi
pekerja/buruh”. Pasal 88 ayat 3 menyebutkan “Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. Upah minimum; b. Upah kerja lembur; c. Upah tidak masuk kerja; d. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan; e. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; f. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya; g. Bentuk dan cara pembayaran upah h. Denda dan potongan upah; i.
Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
j.
Struktur dan skala pengupahan yanag proporsional;
k. Upah untuk pembayaran pesangon; 30
Achmad S. Ruky, op.cit. hal. 191
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
l.
Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.” Selanjutnya Pasal 88 ayat 4 menetapkan “Pemerintah menetapkan upah
minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi”. Upah minimum di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 terdiri atas upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota dan upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Untuk menghindari perbedaan kepentingan antara pengusaha dan pekerja, maka pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah pengupahan yang biasa dikenal dengan upah minimum yang disesuaikan berdasarkan daerah dimana perusahaan tersebut berdomisili. Tujuan pengaturan ini adalah untuk 31 1. Menjaga agar tingkat upah tidak merosot ke bawah (berfungsi sebagai jaring pengaman). 2. Mempersempit
kesenjangan
secara
bertahap
antara
mereka
yang
berpenghasilan tinggi dengan yang berpenghasilan rendah. 3. Meningkatkan penghasilan pekerja pada jabatan yang terendah dalam organisasi tersebut. 4. Membantu mendorong peningkatan daya beli pekerja dan akhirnya juga meningkatkan ekonomi rakyat. Dalam menentukan tingkat upah minimum terdapat 4 (empat) pihak yang saling terkait yaitu Pemerintah Daerah, Dewan Pengupahan Nasional yang merupakan
31
Prijono Tjiptoherijanto, 2003, Upah, Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, hal. 43-44 Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
lembaga independen yang terdiri dari pakar, birokrat, akademisi, buruh dan pengusaha yang bertugas memberi masukan kepada pemerintah, Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) sebagai penyalur aspirasi pekerja, dan wakil pengusaha melalui Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Mereka bertugas mengevaluasi tingkat upah minimum yang berlaku pada saat tertentu dan memutuskan apakah tingkat upah tersebut sudah saatnya untuk dinaikkan atau belum. Dewasa ini terdapat setidaknya 5 (lima) faktor utama yang diperhitungkan pemerintah dalam menetapkan tingkat upah minimum, yaitu: 1. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) 2. Indeks Harga Konsumen (IHK) atau tingkat inflasi 3. Perluasan kesempatan kerja 4. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional 5. Tingkat perkembangan perekonomian daerah setempat Dari 5 (lima) faktor di atas maka faktor indeks harga konsumen, perluasan kesempatan kerja dan perkembangan perekonomian adalah faktor makro, sedangkan dua faktor lainnya yaitu kebutuhan hidup minimum dan upah regional merupakan faktor yang bersifat mikro. Dari sudut kebutuhan hidup pekerja, KHL dan tingkat inflasi menentukan tingkat upah minimum. Berbagai bahan yang ada dalam KHL dinilai dengan harga yang berlaku, namun oleh karena harga sangat bervariasi antar daerah serta adanya situasi-situasi lokal yang tidak mungkin berlaku secara nasional maka tingkat upah minimum tersebut disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah atau lebih sering dikenal dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). Istilah Upah Minimum Provinsi baru digunakan Pemerintah Pusat atau Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pemerintah Daerah atau Dinas Tenaga Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Kerja, dan pihak Organisasi Pekerja dan Pengusaha mulai tahun 2001. Sebelum itu istilah yang digunakan adalah Upah Minimum Regional yang biasa disingkat menjadi UMR. Perubahan tersebut berkaitan dengan pergeseran dalam peran dan wewenang menetapkan upah minimum sejalan dengan penerapan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang sekarang telah diganti menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Bila sebelumnya para Gubernur hanya mengajukan rekomendasi kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang membuat keputusan final, maka pada saat ini keputusan UMP dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota) untuk tiap provinsi dan kabupaten atau kotamadya langsung dibuat oleh Gubernur atas rekomendasi para Bupati dan Walikota yang berada di provinsi masing-masing. 32 Terdapat beberapa masalah yang berkaitan dengan adanya upah minimum yaitu antara lain - Banyak perusahaan yang justru menggunakan UMP dan UMK sebagai “upah maksimum”. - Kenaikan UMP dan UMK terutama setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi berkepanjangan telah dianggap tidak realistis sebab kenaikan UMP dan UMK dianggap sama sekali tidak menolong menahan merosotnya daya beli pekerja. - Kenaikan UMP dan UMK yang sebenarnya dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara penghasilan pekerja terendah dan penghasilan yang tertinggi tidak berhasil. Selain hal-hal di atas, hambatan utama bagi pemerintah untuk menaikkan UMP secara nyata adalah kekhawatiran bahwa sebagian besar dari perusahaan
32
Achmad S. Ruky, op.cit. hal. 191
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Indonesia yang cenderung menjadi pemberi kerja yang besar karena bersifat padat karya akan tidak mampu untuk membayar UMP tersebut.
C. Gaji dan Upah Hubungannya dengan Pekerja, Perusahaan dan Pemerintah Pekerja/buruh di dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 memiliki pengertian sebagai setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pengertian perusahaan menurut Pasal 1 angka 5 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 adalah a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan miliki sendiri; b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya; c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. Tujuan utama didirikannya perusahaan (swasta) oleh pemiliknya adalah memperoleh laba. Walaupun demikian perusahaan tetap diharapkan memperhatikan kepentingan keseluruhan stakeholder, yaitu pemegang saham, manajemen, karyawan, pelanggan, supplier, pemerintah dan masyarakat.
Di samping itu memenangkan
persaingan juga merupakan suatu hal yang tidak boleh diabaikan perusahaan. Berkaitan dengan itu, semua volume, biaya dan harga adalah 3 (tiga) variabel yang memainkan peranan penting dalam memperoleh laba dan memenangkan persaingan. Variabel biaya akan mempunyai dampak yang lebih cepat mempengaruhi laba dibandingkan variabel volume dan harga, sebab penghematan biaya sekecil apapun, Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
akan langsung berdampak pada tambahan keuntungan dalam jumlah yang sama. Oleh karena itu struktur dan tingkat biaya operasi menjadi perhatian setiap perusahaan. Biaya tenaga kerja dalam perusahaan tertentu menjadi faktor dominan dalam keseluruhan biaya. Kenaikan upah/gaji yang tidak diikuti kenaikan produktivitas akan langsung mempengaruhi laba dan perkembangan perusahaan selanjutnya. Pasar tenaga kerja dalam kondisi pencari kerja jauh lebih banyak daripada pekerjaan yang tersedia akan melemahkan posisi pekerja. Perusahaan akan berusaha menekan biaya, termasuk biaya tenaga kerja, serendah mungkin. Pekerja melihat upah/gaji dalam kerangka hidup layak bagi diri dan keluarganya, dan untuk itu pekerja bersedia memberikan jasa pada pemberi kerja, ia mengharapkan peningkatan upah/gaji, perkembangan karir, dan rasa aman akan hari depannya. Untuk ini bila perlu, pekerja akan berusaha pindah kerja ke perusahaan lain bila ada yang bersedia membayarnya lebih tinggi. Perusahaan didirikan pada dasarnya untuk mencari untung, perusahaan akan berusaha meningkatkan penjualan, mengatur strategi harga dan menekan biaya operasi keseluruhan, termasuk biaya tenaga kerja, dengan mengikuti mekanisme pasar tenaga kerja. Bagi industri tertentu yang padat karya, kenaikan upah/gaji pekerja langsung mempunyai dampak besar kepada keuntungan perusahaan secara keseluruhan. Dalam keadaan seperti ini perusahaan cenderung menekan biaya di segala aspek termasuk biaya tenaga kerja. Dalam keadaan jumlah pencari kerja masih jauh lebih banyak dari kesempatan kerja yang tersedia, maka perusahaan lebih leluasa dalam mencari pekerja dengan upah rendah dan pekerja selalu berada dalam posisi lemah. Kita mengharapkan perusahaan akan mencari pengurangan biaya di bidang-
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
bidang lain terlebih dahulu sebelum pada bidang tenaga kerja, tetapi dalam kenyataan ada saja yang mengambil jalan pintas pada pengurangan dalam bidang tenaga kerja. Pemerintah mengharapkan tercapainya keseimbangan dan perkembangan yang optimal; di antara kepentingan pekerja dan perusahaan serta keseluruhan stakeholders. Mengingat pasar tenaga kerja yang menempatkan pekerja pada posisi lemah, maka di sinilah peran utama pemerintah menjaga keseimbangan agar jangan sampai upah turun pada tingkat yang tidak manusiawi. Pemerintah menentukan konsep dan besarnya upah minimum sebagai patokan dasar yang harus diikuti perusahaan dalam pengupahan. Di dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 terdapat Hubungan Industrial Pancasila yaitu suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang meliputi pengusaha, pekerja dan pemerintah. Hubungan tersebut didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.
D. Peraturan yang Perlu Diketahui Sebelum Membuat Perjanjian Kerja Perjanjian kerja sebagai sarana pendahulu (sebelum) berlangsungnya hubungan
kerja,
haruslah
diwujudkan
dengan
sebaik-baiknya,
dalam
arti
mencerminkan keadilan baik bagi pengusaha maupun bagi buruh, karena keduanya akan terlibat dalam hubungan kerja. Perjanjian kerja itu harus merupakan hasil kesepakatan antara pihak pengusaha dengan pihak buruh. Walaupun hal itu merupakan hasil kesepakatan, perjanjian kerja harus menyangkut pekerjaan-pekerjaan yang diwenangkan oleh pemerintah, tidak Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
boleh mengandung unsur-unsur pemerasan, dan dapat terwujud bukan karena adanya pemaksaan, hingga pihak yang satu akan dirugikan oleh pihak yang lain. Dalam alam Pancasila, perjanjian kerja harus terwujud karena adanya ketulusan dan itikad baik masing-masing pihak, baik pengusaha maupun buruh, karena di dalamnya terkandung hak dan kewajiban masing-masing pihak maka untuk hal inilah perjanjian itu perlu mencerminkan keadilan. Pasal 1234 KUHPerdata menyatakan bahwa “Dalam pengertian ini tersimpul suatu kewajiban pihak-pihak yang satu dengan lainnya, untuk memberikan sesuatu, mengerjakan/melakukan sesuatu atau tidak mengerjakan/melakukan sesuatu untuk kepentingan masingmasing”. Pekerjaan yang diperjanjikan oleh pengusaha kepada calon buruh, hendaknya pekerjaan yang diwenangkan oleh pemerintah, karena menurut Pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat, yaitu: a. Kesepakatan antara kedua belah pihak; b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian (dalam hal ini anak-anak dianggap tidak cakap untuk melakukan perjanjian). c. Sesuatu hal tertentu, yang dalam hal ini untuk menerima tenaga kerja dan mengerjakan tenaga kerja. d. Sesuatu sebab atau hal yang diwenangkan (halal), jadi pekerjaan itu merupakan yang diwenangkan. Perjanjian kerja itu harus dibuat atau mencerminkan keadilan dan menguntungkan kedua belah pihak, sebab apabila perjanjian itu telah disahkan dan ternyata salah satu pihak melakukan tuntutan karena merasa dirugikan, maka tuntutannya adalah kuat, karena menurut Pasal 1338 (1) KUHPerdata, semua
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang terlibat atau membuatnya. Perjanjian kerja terwujud bukan sebagai akibat dari suatu pemaksaan. Pihak pengusaha yang membutuhkan seorang ahli untuk dipekerjakan pada perusahaan, sedangkan ahli itu tidak menghendakinya, tetapi kemudian karena ada ancamanancaman, menyebabkan ahli itu terpaksa meluluskan kehendak pengusaha, maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah karena adanya unsure pemaksaan di dalamnya. Pasal 1321 KUHPerdata menyatakan, tiada sepakat yang sah, apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Apabila sebelum batas waktu perjanjian kerjanya berakhir ahli itu terpaksa meninggalkan perusahaan tersebut, dan kemudian pengusaha melakukan tuntutan, maka tuntutan tersebut tidak akan dibenarkan oleh pihak Pengadilan. Seorang pengusaha sebaiknya mengetahui tentang sumber Hukum Perburuhan yang berlaku di Indonesia walaupun dalam pekerjaannya ia dibantu oleh para manajernya. Hal ini sangat bermanfaat, baik untuk membuat perjanjian-perjanjian kerja, membuat peraturan kerja serta untuk praktek sehubungan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan terhadap para buruh dalam pengelolaan perusahaan. Sumber Hukum Perburuhan diperoleh dari ketentuan-ketentuan Hukum Perdata yang berkaitan dengan perjanjian kerja dan masalah kerja, perundangundangan serta peraturan-peraturan yang mengatur tentang perusahaan, perburuhan dan segala masalahnya yang timbul, yang telah diundangkan atau dikeluarkan oleh pemerintah dan panataran-penataran atau ceramah-ceramah tentang kesadaran berPancasila, kesadaran hukum bagi para buruhnya, dengan demikian maka pihak buruh akan menyadari tentang kegiatan kerja yang wajib dilakukan dan yang harus dihindarkannya demi terciptanya kesatuan dan kestabilan dalam perusahaan tersebut. Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sumber Hukum Perburuhan dapat dikemukakan secara terperinci sebagai berikut : a. Tentang perjanjian kerja - Pasal 1601-1603 z KUHPerdata tentang perjanjian melakukan pekerjaan dan Pasal 1604-1617 KUHPerdata tentang perjanjian pemborongan pekerjaan. - Pasal 21 dan 22 KUHPerdata tentang tempat tinggal, Pasal 109 t KUHPerdata tentang tindakan dan perjanjian seorang istri, dan Pasal 1139-1149 KUHPerdata tentang tagihan yang didahulukan. - Pasal 1446 dan 1447 KUHPerdata tentang batalnya dan pembatalan perjanjian. - Pasal 1909 dan 1910 KUHPerdata tentang pembuktian oleh para saksi. - Pasal 1968, 1969, 1972, 1973, 1976, 1979 KUHPerdata tentang kadaluarsa (out of date). b. Peraturan kepailitan yang berkaitan dengan perjanjian kerja - Pasal 20 dan 39 KUHPerdata tentang kepailitan. - Pasal 226, 230 dan 237 KUHPerdata tentang pertangguhan pembayaran utang. - Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. c. Dana dan syarat yang harus dipenuhi dalam pendanaan, yaitu Pasal 1601-1601 s KUHPerdata. d. Tentang perjanjian kerja laut - Pasal 395-407 KUHDagang tentang perjanjian kerja laut pada umumnya. - Pasal 408-412 KUHDagang tentang perjanjian kerja laut pada nakhoda. - Pasal 413-426 KUHDagang tentang perjanjian kerja laut bagi pelaut dan buruh. - Pasal 427-452 KUHDagang tentang perjanjian kerja di atas kapal. Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
e. Tentang hak dan kewajiban dalam perkapalan - Pasal 309-312 dan 316-316 d KUHDagang tentang kapal laut dan muatannya. - Pasal 320-323 KUHDagang tentang pengusaha kapal dan perusahaan pelayaran. - Pasal 341-343, 345, 357, 358, 375, 376 dan 380-389 KUHDagang tentang nakhoda, pelaut dan penumpang kapal. f. Tentang hubungan kerja - Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. - Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. - Keputusan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
No.
Kep.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh. - Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksana Pekerjaan kepada Perusahaan Lain. - Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum. - Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Per-17/MEN/VIII/2005 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan
Pencapaian Kebutuhan yang Layak. - Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB IV PEMBERIAN UPAH DALAM PELAKSANAAN OUTSOURCING DI INDONESIA DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
13 TAHUN 2003 DAN UPAH MINIMUM PROVINSI SUMATERA UTARA
A. Pengaturan Outsourcing dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 adalah dasar hukum diberlakukannya outsourcing di Indonesia. Walaupun pengertian outsourcing tidak diatur namun praktik outsourcing dapat ditemukan dalam undang-undang ini. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 membagi outsourcing menjadi 2 (dua) bagian yaitu pemborongan pekerjaan dan penyedia jasa pekerja/buruh. Pada perkembangannya dalam draft revisi Undang-undang No. 13 Tahun 2003, pemborongan pekerjaan dihapuskan karena lebih condong ke arah subcontracting pekerjaan dibandingkan dengan tenaga kerja. Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 pasal yang menyangkut tentang outsourcing adalah Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat) dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Pasal 64 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 menjadi dasar diperbolehkannya outsourcing. Dalam pasal tersebut dinyatakan “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.” Pasal 65 memuat beberapa ketentuan di antaranya adalah 1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. 2. Pekerjaan yang dapat diserahkan pada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
- Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama. - Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan. - Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan. - Tidak menghambat proses produksi secara langsung. 3. Perusahaan lain (yang diserahkan pekerjaan) harus berbentuk badan hukum. 4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan lain sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangan. 5. Perubahan atau penambahan syarat-syarat tersebut di atas diatur lebih lanjut dalam keputusan menteri. 6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan diatur dalam perjanjian tertulis antara perusahaan lain dan pekerja yang dipekerjakannya. 7. Hubungan kerja antara perusahaan lain dengan pekerja/buruh dapat didasarkan pada perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. 8. Bila beberapa syarat tidak terpenuhi, antara lain, syarat-syarat mengenai pekerjaan yang diserahkan pada pihak lain, dan syarat yang menentukan bahwa perusahaan lain itu harus berbadan hukum, maka hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja beralih menjadi hubungan antara pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. Pasal 66 mengatur bahwa 1. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. 2. Perusahaan penyedia jasa untuk tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi juga harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain: a. Adanya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. b. Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja adalah perjanjian kerja waktu tertentu atau tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak. c. Perlindungan upah, kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis. 3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 4. Dalam hal syarat-syarat di atas tidak terpenuhi (kecuali mengenai ketentuan perlindungan kesejahteraan), maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan.
B. Sistem Pemberian Upah dari Perusahaan Outsourcing kepada Para Pekerja Dikaitkan dengan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Berikut ini merupakan tabel UMP tahun 2009 menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
33
UPAH MINIMUM PROVINSI TAHUN 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROVINSI NANGGROE ACEH D. SUMUT SUMBAR RIAU KEPULAUAN RIAU JAMBI SUMSEL BANGKA BELITUNG BENGKULU LAMPUNG JAWA BARAT DKI JAKARTA BANTEN JAWA TENGAH YOGYAKARTA JAWA TIMUR BALI NTB NTT KALBAR KALSEL KALTENG KALTIM MALUKU MALUKU UTARA GORONTALO SULUT SULTRA SULTENG SULSEL SULBAR PAPUA PAPUA BARAT
UMP 2008 2009 Rp. 1.000.000 Rp. 1.200.000 Rp. 822.205 Rp. 905.000 Rp. 800.000 Rp. 880.000 Rp. 800.000 Rp. 901.600 Rp. 833.000 Rp. 892.000 Rp. 724.000 Rp. 800.000 Rp. 743.000 Rp. 824.730 Rp. 813.000 Rp. 850.000 Rp. 690.000 Rp. 735.000 Rp. 617.000 Rp. 691.000 Rp. 568.193 Rp. 628.191 Rp. 972.604 Rp. 1.069.865 Rp. 837.000 Rp. 917.500 Rp. 547.000 Rp. 575.000 Rp. 586.000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 Rp. 570.000 Rp. 682.650 Rp. 760.000 Rp. 730.000 Rp. 832.500 Rp. 650.000 Rp. 725.000 Rp. 645.000 Rp. 705.000 Rp. 825.000 Rp. 930.000 Rp. 765.868 Rp. 873.089 Rp. 889.654 Rp. 955.000 Rp. 700.000 Rp. 775.000 Rp. 700.000 Rp. 770.000 Rp. 600.000 Rp. 675.000 Rp. 845.000 Rp. 929.500 Rp. 700.000 Rp. 770.000 Rp. 670.000 Rp. 720.000 Rp. 740.520 Rp. 905.000 Rp. 760.500 Rp. 909.400 Rp. 1.105.500 Rp. 1.216.100 Rp. 1.105.500 Rp. 1.180.000
KHL Rp. 1.400.000 Rp. 855.124 Rp. 896.920 Rp. 1.022.669 Rp. 1.022.000 Rp. 918.121 Rp. 929. 642 Rp. 1.237.000 Rp. 742.498 Rp. 805.308 Rp. 731.680 Rp. 1.314.059 Rp. 917.638 Rp. 793.693 Rp. 820.484 Rp. 706. 698 Rp. 956.339 Rp. 860.000 Rp. 909.000 Rp. 803.914 Rp. 947.000 Rp. 910.670 Rp. 1.209.870 Rp. 1.280.599 Rp. 1.520.000 Rp. 889.000 Rp. 863.731 Rp. 823.638 Rp. 915.000 Rp. 1.154.080 Rp. 1.126.000 Rp. 1.734.054 Rp. 1.325.842
UMP/KHL (%) 85,71 105,83 98,11 88,16 87,28 87,13 88,71 68,71 98,99 85,81 85,86 81,42 99,98 72,45 85,32 80,66 79,47 96,80 79,76 87,70 98,20 95,87 78,93 60,52 50,66 75,93 107,61 93,49 78,69 78,42 80,76 70,13 89,00
KENAIKAN (%) 20,00 10,07 10,00 12,70 7,08 10,50 11,00 4,55 6,52 11,99 10,56 10,00 9,62 5,12 19,45 14,00 11,33 14,04 11,54 9,30 12,73 14,00 7,35 10,71 10,00 12,50 10,00 10,00 7,46 22,21 19,58 10,00 6,74
Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa UMP Provinsi Sumatera Utara berjumlah Rp. 905.000. Selain UMP, Kota Medan juga mempunyai UMK atau Upah Minimum Kabupaten/Kota sebesar Rp. 1.020.000 yang disahkan oleh Gubernur
33
www.depnakertrans.go.id/microsite/krisiscenter/uploads/doc/ump.pdf, diakses tanggal 26 Februari 2009, pukul 11.00 WIB Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Sumatera Utara, Drs. H. Syamsul Arifin,
melalui Surat Keputusan No.
561/032/K/Tahun 2008 tanggal 7 Januari 2009. 34 Mengacu kepada ketentuan di atas, akan diuraikan lebih lanjut tentang sistem pemberian upah pada perusahaan outsourcing yang dalam hal ini yaitu PT. PERSONAL ALIH DAYA (PERSADA) sebagai perusahaan outsourcing dari PT. INDOSAT,Tbk. Sistem pemberian upah dalam perusahaan outsourcing sebenarnya sama dengan sistem pemberian upah pada perusahaan-perusahaan pada umumnya, yaitu pembayaran gaji biasanya dilakukan perbulan sesuai dengan tanggal diterima bekerja di dalam perusahaan tersebut. Yang termasuk dalam komponen upah pada setiap perusahaan adalah upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap. Upah pokok adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan tingkat pekerjaan yang dilaksanakan, yang besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian. Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya, yang dibayarkan bersamaan dengan upah pokok. Tunjangan tetap diberikan dalam jumlah yang sama tanpa terpengaruh oleh kehadiran pekerja. Bedanya dengan tunjangan tidak tetap adalah pada tunjangan tidak tetap jumlahnya diberikan secara tidak tetap dan tidak bersamaan dengan pembayaran upah pokok. Besarnya tunjangan ini sangat berhubungan dengan tingkat kehadiran pekerja/buruh. Di dalam PT. PERSADA khususnya bagi karyawan di bagian Call Center PT. INDOSAT,Tbk, yang termasuk ke dalam tunjangan tetap adalah tunjangan hari besar agama dan hari libur, sedang yang termasuk tunjangan tidak tetap adalah
34
www.medanbisnisonline.com/2009/01/09/gubsu-setujui-umk-medan-rp-1020000, diakses tanggal 26 Februari 2009, pukul 11.00 WIB Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
- Tunjangan transportasi - Uang makan - Upah kerja lembur - Upah masuk malam - Snack atau cemilan - Uang hantaran Di bawah ini akan diuraikan contoh sistem pemberian upah pada PT. PERSADA khusus untuk Pekerja Harian Lepas (PHL) pada bagian Call Center, yaitu : No.
JENIS UPAH
1.
Upah Pokok
2.
Tunjangan Tetap - Tunjangan
JUMLAH Rp. 929.500
KETERANGAN Diberikan per 30 hari Untuk
Hari
Besar
Rp. 120.000
Keagamaan - Tunjangan Hari Libur
hari
besar
keagamaan, tunjangan diberikan untuk
Rp. 60.000
tunjangan
sesuai
hari
keagamaan
dengan
agama
yang dan
kepercayaan karyawan 3.
Tunjangan Tidak Tetap
Upah masuk malam dan upah
- Tunjangan transportasi
Rp.
220.000
hantaran hanya berlaku untuk
- Uang makan
Rp.
225.000
waktu kerja mulai pukul 15.00-
- Upah kerja lembur
Rp. 1.272.000
22.00 WIB, sedangkan upah
- Upah masuk malam
Rp.
130.000
kerja lembur disesuaikan dengan
- Snack atau cemilan
Rp.
75.000
- Upah hantaran
Rp.
120.000
jumlah
jam
lembur
yang
diterima karyawan.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
JUMLAH
Rp. 3.151.500
*Cat: Jumlah ini dapat berubah
Berdasarkan uraian di atas dapat kita lihat bahwa jumlah upah yang diterima oleh karyawan PT. PERSADA yang berjumlah ± Rp. 3.151.500 telah melebihi UMP Sumatera Utara yaitu Rp. 905.000 dan UMK Kota Medan yaitu Rp. 1.020.000. Jadi dapat dilihat bahwa upah tersebut telah sesuai dengan UMP Sumatera Utara dan UMK Kota Medan. Selain itu, dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa pada PT. PERSADA tidak terdapat adanya tunjangan kesehatan dan uang pensiun bagi para tenaga kerjanya. Hal ini bertentangan dengan tujuan pemberian pekerjaan yaitu untuk mensejahterakan tenaga kerja.
C. Bentuk Perjanjian antara Perusahaan Outsourcing dengan Tenaga Kerja Secara sistematis, bentuk perjanjian atau kontrak dalam kegiatan outsourcing, menurut Sehat Damanik dalam bukunya “Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”, diuraikan sebagai berikut : 1. Kepala (Heading) 2. Pembukaan (Opening) 3. Para pihak (Parties) 4. Pertimbangan (Reticals) 5. Isi Pertimbangan (Terms and Conditions) 6. Klausula (Clause) 7. Penutup (Closure)
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
8. Tanda Tangan (Attestation) 35 Di dalam undang-undang tidak diatur bagaimana format dari suatu kontrak. Hal ini diserahkan kepada para pihak yang akan melakukan suatu perjanjian/kontrak. Ini sesuai dengan Asas Kebebasan Berkontrak yang terdapat dalam hukum perjanjian di Indonesia. Untuk lebih jelas bagaimana bagian-bagian dari suatu kontrak, maka di bawah ini bentuk kontrak tersebut akan diuraikan. 1. Kepala (Heading) Kepala di sini ialah judul dari suatu perjanjian/kontrak yang akan dibuat oleh para pihak, hendaknya judul tersebut harus dapat menggambarkan isi dari perjanjian/kontrak tersebut sehingga dengan hanya membaca judul perjanjian tersebut orang akan dapat mengerti isi dari perjanjian itu. Judul juga sebaiknya dibuat dengan jelas dan bersifat khusus, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian bagi mereka yang membacanya. Selain judul, ada kalanya dalam suatu kontrak juga dicantumkan nomor kontrak yang diambil dari urutan nomor-nomor kontrak yang pernah dibuat sebelumnya. Pencantuman nomor kontrak ini sering dilakukan oleh perusahaan besar seperti bank, developer, leasing, asuransi dan lain-lain. Pada dasarnya pencantuman nomor kontrak ini sering dilakukan karena perjanjian tersebut adalah milik dari kedua belah pihak, kecuali jika kontrak tersebut dibuat oleh Notaris yang memang mengharuskan adanya nomor akta yang dikeluarkan untuk tertib adminstrasi. Untuk perjanjian/kontrak yang berhubungan dengan outsourcing maka judul yang diberikan harus dapat memberikan gambaran atas isi perjanjian/kontrak tersebut misalnya “Perjanjian Penyediaan Bahan Pendukung Usaha”. 35
Sehat Damanik, op.cit, hal. 70-86
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
2. Pembukaan (Opening) Pembukaan terletak di bawah judul kontrak. Biasanya berisi waktu, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kapan mulai berlakunya suatu kontrak dan kapan pula berakhirnya kontrak tersebut. Contoh pembukaan yang biasa dilakukan dalam suatu kontrak di bawah tangan: “pada hari, Senin, tanggal dua puluh delapan maret dua ribu tujuh (28/03/2007), kami yang bertanda tangan di bawah ini...”. Contoh pembukaan dalam kontrak di atas memiliki perbedaan dengan bentuk pembukaan dalam kontrak yang dibuat oleh Notaris, yang biasanya telah memiliki format baku seperti di bawah ini “pada hari ini, Senin, tanggal dua puluh delapan maret dua ribu tujuh (28/03/2007), hadir di hadapan saya, Tutwuri Handayani, Notaris di Medan dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini...”. Pembukaan dalam suatu kontrak memang sangat singkat dan sederhana akan tetapi mempunyai peranan yang sangat besar terhadap kekuatan mengikat dari suatu perjanjian/kontrak tersebut. 3. Para Pihak (Parties) Dalam suatu kontrak, para pihak sering juga disebut dengan Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang menyebutkan identitas lengkap dari pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian/kontrak. Di dalam suatu kontrak yang dilakukan oleh para pihak tersebut, para pihak dapat bertindak untuk kepentingannya sendiri atau untuk kepentingan orang lain. Jika bertindak untuk kepentingannya sendiri, maka diperlukan kartu identitas yang lengkap untuk membuktikan kecakapannya dalam bertindak Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
secara hukum. Sedangkan jika ia bertindak untuk mewakili kepentingan orang/pihak lain, maka yang bersangkutan harus memiliki surat kuasa yang asli dan sah di atas kertas bermaterai. Akan tetapi apabila ia bertindak untuk mewakili suatu badan hukum dan dirinya adalah pimpinan di perusahaan tersebut, maka ia tidak lagi perlu menunjukkan surat kuasa, ia hanya cukup menunjukkan akte pendirian atau akte perubahan pengurus perusahaan tersebut. Adapun fungsi dari penyebutan identitas para pihak dimaksudkan untuk menjelaskan identitas dari mereka yang melakukan kontrak tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesalahan atas suatu kontrak yang mungkin sama dengan kontrak yang mereka buat tetapi kontrak tersebut dilakukan dengan pihak yang lain. Contoh identitas dari para pihak dalam suatu kontrak outsourcing: Pada hari ini, Senin, tanggal dua puluh delapan maret dua ribu tujuh (28/03/2007) telah dibuat perjanjian oleh dan antara : 1) Tuan Hendra Irawan, Direktur, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Maju Jaya Selalu, berdomisili di Medan, Jl. S.M Raja No. 123, Medan, dalam perjanjian ini merupakan pihak penerima pekerjaan, selanjutnya disebut Pihak Pertama. 2) Tuan Maulana Saputra, Direktur, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama PT. Rajin Karya, berdomisili di Medan, Jl. Letjen Jamin Ginting No. 234, Medan, dalam perjanjian ini sebagai pemberi pekerjaan, selanjutnya disebut Pihak Kedua. 4. Premis (Premise) Premis adalah bagian dari suatu kontrak yang berisi pengantar atau pendahuluan yang memberikan penjelasan atas alasan dibuatnya suatu Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
perjanjian/kontrak. Premis merupakan latar belakang pembuatan perjanjian yang memuat unsur-unsur : obyek kerja sama sebelumnya, persoalanpersoalan yang timbul, keahlian dalam bidang tertentu, kemampuan mengakses pasar, permodalan, manajemen dan lain-lain. Contoh premis dalam suatu perjanjian/kontrak outsourcing : 1) Bahwa Pihak Pertama adalah suatu Perusahaan yang memproduksi berbagai komponen alat elektronik, antara lain: IC, Konektor, Transisitor, Resistor, Dioda, Katoda dan lain-lain. 2) Bahwa Pihak Pertama juga memiliki tenaga kerja/mekanik yang handal, yang mampu merangkai berbagai komponen alat elektronik dengan cepat, tepat dan aman. 3) Bahwa sehubungan dengan hasil produksi dan tenaga kerja/mekanik yang dimiliki Pihak Pertama, maka Pihak Kedua sepakat menjalin kerja sama dengan Pihak Pertama untuk memproduksi seratus ribu unit Tape Recorder dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2008. 4) Dan seterusnya sesuai dengan keperluan kontrak dimaksud.... Dan selanjutnya kedua belah pihak telah sepakat untuk merumuskan kerja sama ini dalam satu surat perjanjian dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagi berikut: Pasal 1.......,dst 5. Isi Perjanjian Isi dari suatu perjanjian/kontrak adalah bagian terpenting dalam suatu akta, sedangkan yang lainnya, seperti judul, pembukaan, komparisi dan premis hanyalah sebagai pelengkap dari keabsahan suatu akta. Adapun isi dari suatu akta memuat keinginan para pihak atas perjanjian/kontrak yang akan Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dilaksanakan, dan seluruh keinginan tersebut harus disepakati oleh kedua belah pihak serta tertuang secara tertulis dalam perjanjian/kontrak tersebut dalam bentuk pengaturan atas hak dan kewajiban masing-masing pihak. Dalam membuat suatu perjanjian/kontrak, para pihak diberikan kebebasan berkontrak yang dianut di Indonesia sepanjang isi kontrak tersebut disepakati oleh masing-masing pihak serta tidak bertentangan dengan Pasal 1338 KUHPerdata, kesopanan dan kesusilaan. Contoh isi perjanjian/kontrak otsourcing : Pasal 1 BENTUK KERJASAMA a. Kerja sama yang dilakukan antara Pihak Pertama dengan Pihak Kedua adalah dalam bentuk operasi bersama (joint operation) di mana Pihak Pertama merupakan pihak yang memproduksi komponen pendukung pembuatan tape recorder, sedangkan Pihak Kedua memproduksi komponen utama tape recorder; b. Selain
menyiapkan
komponen
pendukung,
Pihak
Pertama
juga
menyiapkan sumber daya manusia yang ahli merangkai komponenkomponen tersebut tersebut, sedangkan Pihak Kedua akan menyediakan sarana prasarana untuk melakukan perangkaian. Pasal 2 PEMBIAYAAN a. Kerja sama antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua daalm pembuatan seratus ribu unit tape recorder akan dibiayai melalui pinjaman bank, dengan memberikan agunan dari kedua belah pihak yang terdiri dari: milik Pihak Pertama : a)... b)..., dst dan milik Pihak Kedua : a)... b)..., dst. Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
b. Dalam hal diperlukan dana tambahan di luar pinjaman bank, maka kedua belah pihak akan menyediakannya secara bersama-sama dengan komposisi Pihak Pertama 25% dan Pihak Kedua 75%. c. Dst... 6. Klausula Pendukung (Clause) Pada dasarnya klausula pendukung adalah bagian dari isi perjanjian tetapi bukan pokok utama, melainkan ketentuan-ketentuan pendukung untuk memenuhi isi perjanjian. Di Indonesia klausula ini dianggap sebagai pelengkap. Meskipun sebagai pelengkap klausula mempunyai peranan yang sangat penting dalam suatu perjanjian. Jika dalam pokok perjanjian dimuat butir-butir pokok seperti sewa-menyewa, jual-beli, kerja sama, maka dalam klausula ditetapkan ketentuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hambatan-hambatan pada perjanjian pokok, sehingga apabila benar timbul permasalahan sudah jelas jalan keluar yang harus ditempuh. Hal-hal yang termasuk dalam klausula pendukung, antara lain : 1. Penyelesaian perselisihan melalui arbitrase 2. Pilihan hukum 3. Force Majeure 7. Penutup (Closure) Penutup dalam suatu kontrak adalah bagian akhir yang isinya menunjukkan adanya kesepakatan antar pihak yang dibuktikan dengan tanda tangan dari masing-masing pihak. Oleh karena kedudukan masing-masing pihak adalah sama, maka pada bagian penutup juga ditekankan bahwa perjanjian telah dibuat dalam rangkap dua bermaterai dan masing-masing pihak mendapat salinan kontrak yang telah ditandatangani. Dalam hal pihak-pihak bertindak Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
atas nama badan hukum perusahaan maka pada tempat tanda tangan juga harus dibubuhkan stempel perusahaan. Tujuan dibuatnya perjanjian/kontrak adalah sebagai alat bukti, oleh karena itu selain ditandatangani oleh kedua belah pihak, juga harus ditandatangani oleh sedikitnya 2 (dua) orang saksi. Contoh penutup dalam perjanjian/kontrak outsourcing : “Demikianlah perjanjian ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) asli dengan dibubuhi materai cukup masing-masing pihak mendapatkan satu pihak 1 (satu) rangkap yang mempunyai kekuatan yang sama yang telah ditandatangani oleh masing-masing pihak dengan dihadiri saksi-saksi.
Medan, 28 Maret 2007 Para Pihak Pihak Pertama
Pihak Kedua
(Hendra Irawan)
(Maulana Saputra)
Saksi-saksi: 1. Bambang Sugiarto 2. Feriansyah Nst. 8. Tanda Tangan (Attestation) Tanda tangan dalam suatu kontrak/perjanjian terletak di bagian akhir, yaitu pada bagian penutup. Tanda tangan di sini adalah tanda tangan dari para pihak yang melakukan perjanjian/kontrak tersebut, atau dapat pula tanda tangan dari orang-orang yang mewakili para pihak dalam perjanjian/kontrak tersebut. Selain para pihak yang melakukan kontrak, para saksi dari para pihak juga Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
harus menandatangani kontrak/perjanjian tersebut, dengan demikian suatu kontrak dapat dikatakan sah.
D. Penyelesaian Kasus Jika Terjadi Sengketa antara Perusahaan Outsourcing dengan Tenaga Kerja Kendati pengaturan tentang outsourcing atau pemborongan pekerjaan telah tercantum dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003, namun dalam konstruksi perjanjiannya tidak dapat dilepaskan dari KUHPerdata. Dengan adanya dua lapangan hukum yang terkait, maka penyelesaian perselisihan akan banyak bersinggungan dengan dua konstruksi hukum tersebut, yakni Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Perdata. Hukum Ketenagakerjaan digunakan untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industri antara pengusaha dan pekerja, sedangkan Hukum Perdata untuk penyelesaian perselisihan antara perusahaan pemberi pekerja dan penerima pekerja dalam memenuhi isi perjanjian.
1. Penyelesaian Perselisihan Menurut Hukum Ketenagakerjaan Perselisihan antara pengusaha dengan pekerja disebut dengan Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan diatur dalam Undangundang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan sanksi apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran tersebut (hukum materil) sedangkan Undangundang No. 2 Tahun 2004 tentang tata cara yang berlaku dalam penyelesaian perselisihan tersebut (hukum formil). Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Ada 4 (empat) jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Yang dimaksud dengan perselisihan hak adalah perselisihan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dalam pelaksanaan hak-hak pekerja yang diatur oleh undang-undang. Oleh karena hak-hak yang menjadi perselisihan tersebut telah diatur oleh norma-norma hukum, maka perselisihan ini disebut juga perselisihan normatif. Bedanya dengan perselisihan kepentingan adalah perselisihan kepentingan terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara pengusaha dengan pekerja, mengingat hal ini belum diatur dalam peraturan ketenagakerjaan. Proses penyelesaian perselisihan terdiri dari 1. Penyelesaian secara bipartite 2. Penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase 3. Pengadilan Hubungan Industrial
36
1) Penyelesaian secara bipartite Penyelesaian secara bipartite maksudnya adalah penyelesaian oleh dua pihak, yakni antara perusahaan dengan pekerja. Penyelesaian melalui tahap ini wajib dilaksanakan terlepas dari apakah upaya biparitie tersebut berhasil atau gagal menghasilkan penyelesaian. Prosesnya adalah pekerja dan pengusaha melakukan pertemuan untuk membicarakan perselisihan yang timbul. Dalam hal perusahaan itu mempunyai Serikat Pekerja, maka pekerja tersebut dapat didampingi/diwakili, pengusaha, baik datang sendiri atau diwakili oleh pihak lain yang ditunjuk oleh pengusaha.
36
Ibid. Hal. 116
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Agar proses berjalan efektif dan berhasil, maka kedua belah pihak harus mampu menahan diri dan mencoba berempati. Upayakan persamaan dan jangan terfokus pada perbedaan kepentingan. Salah satu persamaan kedua belah pihak adalah ingin agar persoalan tersebut cepat selesai. Berdasarkan persamaan tersebut, maka kembalikan semua persoalan kepada aturan hukum yang berlaku. Apabila pekerja atau penguasaha yang bersalah, maka sama-sama harus mau mengakui kesalahannya dan memaafkan yang lainnya. Selanjutnya kesalahan tersebut dihubungkan dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku. Untuk setiap perundingan yang dilaksanakan harus dibuatkan berita acara perundingan bipartite. Berita acara tersebut dibuat dengan tanpa memandang apakah perundingan membuahkan kesepakatan atau tidak. Apabila terjadi kesepakatan penyelesaian maka dibuat perjanjian bersama yang memuat hal-hal yang disepakati. Selanjutnya perjanjian bersama tersebut didaftarkan pada Pengadilan Hubungan Industrial, sehingga apabila ada pihak yang ingkar, pengadilan bisa melakukan pemaksaan melalui eksekusi, sedangkan apabila perundingan gagal membuahkan kesepakatan, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat membawa perselisihan tersebut lebih lanjut ke lembaga tripartite.
2) Penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi dan arbitrase Setelah upaya bipartite gagal, maka kedua belah pihak dapat mengajukan perselisihan yang terjadi kepada tahapan yang lebih tinggi, yaitu dengan memilih salah satu lembaga mediasi, konsiliasi dan arbitrase. Lembaga mediasi adalah lembaga yang dibentuk pemerintah untuk menangani perselisihan hubungan industrial. Lembaga mediasi berada di bawah Departemen Tenaga Kerja. Sebelum Undang-undang No. 13 Tahun 2003 berlaku, peranan mediasi Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dilakukan oleh pegawai perantara. Semua jenis perselisihan hubungan industrial dapat diminta untuk diselesaikan oleh mediator. Berbeda dengan mediator, penyelesaian perselisihan melalui konsiliator adalah penyelesaian dengan cara ditengahi oleh seorang atau beberapa orang konsiliator. Kalau lembaga mediasi dapat menyelesaikan segala jenis perselisihan (perselisihan hak, kepentingan hak, PHK dan perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh), lembaga konsiliasi hanya dapat menyelesaikan perselisihan di luar perselisihan hak. Ada persamaan antara konsiliasi dengan arbitrase, yaitu keduanya merupakan lembaga pilihan, artinya, kedua belah pihak harus sama-sama sepakat memilih penyelesaian perselisihan melalui lembaga tersebut. Khususnya terhadap penyelesaian melalui lembaga arbitrase, kesepakatan penyelesaian harus khusus dibuat secara tertulis. Perbedaan penyelesaian melalui arbitrase dengan konsiliator, lembaga arbitrase hanya dapat meluruskan perselisihan kepentingan dan perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh sedangkan perselisihan lainnya tidak. Perbedaan lain adalah dari segi kekuatan mengikat anjuran/putusan yang dikeluarkan kedua lembaga. Putusan lembaga arbitrase merupakan keputusan yang bersifat final, yaitu isinya harus dipatuhi oleh kedua belah pihak. Para pihak tidak diperkenankan mengajukan banding atas putusan tersebut ke pengadilan karena putusan dianggap telah mempunyai kekuatan mengikat sebagai keputusan akhir yang berkekuatan tetap. Sedangkan terhadap anjuran yang dikeluarkan lembaga mediasi masih bisa dilakukan upaya hukum mulai dari gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Upaya yang dapat dilakukan terhadap putusan lembaga arbitrase hanyalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, namun pengajuan tersebut harus dilakukan berdasarkan alasan-alasannya yang kuat. Misalnya, diketahui bahwa dokumen yang Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
digunakan pada saat pemeriksaan perselisihan ternyata palsu, putusan diambil berdasarkan tipu muslihat, arbiter memberikan putusan melebihi kewenangan yang ada padanya, atau putusan yang diberikan arbiter bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Ketiga lembaga tersebut (mediator, konsiliator dan arbitrator) pada persidangan awal harus lebih dahulu menganjurkan kepada para pihak agar melakukan perdamaian. Apabila perdamaian tercapai maka dibuat perjanjian bersama dan didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial agar mendapat alat bukti daftar. Gunanya adalah apabila ada pihak yang tidak bersedia memenuhi isi perjanjian bersama, pengadilan bisa diminta untuk memaksa/mengeksekusi pihak tersebut agar mematuhi isi perjanjian. Sedangkan apabila tidak tercapai kesepakatan maka lembaga tersebut dapat mengeluarkan anjuran untuk lembaga mediasi dan konsiliasi atau putusan untuk lembaga arbitrase. Sedangkan bagi pihak yang tidak setuju dengan anjuran yang dikeluarkan oleh lembaga mediator dan konsiliator, maka pihak tersebut dapat mengajukan gugatan perselisihan hubungan industrial ke Pengadilan Hubungan Industrial yang ada di Pengadilan Negeri, sedangkan terhadap putusan arbitrase, kedua belah pihak tidak bisa lagi mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
3) Pengadilan Hubungan Industrial Apabila setelah menerima anjuran yang dikeluarkan oleh mediator atau konsiliator para pihak ternyata tidak setuju terhadap isi anjuran, maka salah satu atau kedua belah pihak dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Pengajuan gugatan dilakukan dengan melampirkan anjuran (asli) yang dikeluarkan dan berita acara atas penolakan anjuran. Sedangkan terhadap putusan Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
arbitrase, para pihak tidak diperkenankan melakukan gugatan karena putusan bersifat final. Pengadilan Hubungan Industrial (PeHI) adalah pengadilan khusus yang baru dibentuk pada tahun 2004 melalui Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI). PeHI ini dibentuk di Pengadilan Negeri di setiap ibu kota provinsi, khusus untuk menangani perkaraperkara perselisihan hubungan industrial.
Tugas dan wewenang PeHI adalah memeriksa dan memutuskan: a. Tingkat pertama mengenai perselisihan hak b. Tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan c. Tingkat pertama mengenai perselisihan pemutusan hubungan kerja d. Tingkat
pertama
dan
terakhir
mengenai
perselisihan
antar
Serikat
Pekerja/Serikat Buruh dalam suatu perusahaan Apabila putusannya merupakan tingkat pertama, maka terhadap putusan tersebut masih dapat dilakukan upaya hukum, yakni kasasi atau peninjauan kembali. Ini berarti terhadap PeHI atas perselisihan PHK dan perselisihan hak, maka pihak yang tidak puas masih dimungkinkan untuk melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung, sedangkan apabila disebut putusan tingkat pertama dan terakhir, maka atas putusan tersebut para pihak tidak dapat lagi mengajukan upaya hukum kasasi. Putusan tersebut sudah bersifat final sehingga tidak ada lagi upaya hukum lanjutan. Surat gugatan yang diajukan ke PeHI memuat tentang keberatan-keberatan atas isi anjuran yang dikeluarkan oleh lembaga mediasi dan konsiliasi. Dalam keberatan-keberatan tersebut, dikemukakan tindakan-tindakan pelanggaran yang Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dilakukan oleh pihak lawan. Selanjutnya tindakan pelanggaran tersebut dikaitkan dengan undang-undang sehingga akan tampak jelas adanya pelanggaran yang dilakukan oleh pihak lawan terhadap pelanggaran tersebut, maka pada bagian akhir isi gugatan memohonkan agar menyatakan tergugat bersalah karena melanggar Undangundang No. 13 Tahun 2003 serta menghukum tergugat memenuhi permohonan penggugatan, misalnya membayar sejumlah pesangon, mempekerjakan kembali atau yang lainnya. Apabila penggugat bisa membuktikan gugatannya, maka gugatan akan dikabulkan oleh Majelis Hakim, sedangkan apabila tidak terbukti gugatan tersebut akan ditolak.
2. Penyelesaian Perselisihan Secara Perdata Perselisihan yang dapat diselesaikan melalui Hukum Perdata adalah perselisihan-perselisihan di luar masalah ketenagakerjaan karena perselisihan tersebut harus diselesaikan melalui PeHI. Sebagaimana konstruksi hukum perjanjian didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak yang dalam proses pembuatannya harus memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam KUHPerdata. Pada dasarnya ada 2 (dua) kelompok jenis perselisihan dalam kasus-kasus perdata, yaitu perbuatan melawan hukum dan cidera janji/wanprestasi. Perbedaan keduanya terletak pada ada atau tidaknya perjanjian yang disepakati kedua belah pihak sebelum terjadi perselisihan. Contoh dari perbuatan melawan hukum, misalnya ketika seorang tidak hati-hati dalam berkendaraan dan menabrak mobil orang lain, karena orang yang mobilnya tersebut mengalami kerugian, maka orang yang menabrak tersebut digolongkan telah melakukan perbuatan melawan hukum dan wajib mengganti kerugian yang diderita pihak lain. Sebaliknya dalam cidera janji atau wanprestasi para pihak sudah mempunyai perjanjian sebelum terjadinya perselisihan. Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Dalam persoalan outsourcing karena dasar dari adanya kerja sama adalah adanya kesepakatan/perjanjian tertulis maka ketika ada pihak yang tidak melaksanakan kesepakatan tersebut, pihak tersebut telah melakukan perbuatan ingkar janji atau wanprestasi. Dalam kasus ini tidak ada perbuatan melawan hukum. Dalam Pasal 1234 KUHPerdata disebutkan bahwa apabila seseorang telah lalai melaksanakan kewajibannya kepada pihak lain dan tetap tidak melaksanakan kewajiban tersebut meskipun telah diingatkan maka pihak tersebut dapat dikatakan telah melakukan cidera janji/wanprestasi. Atas kelalaian tersebut yang bersangkutan wajib mengganti kerugian yang ditimbulkannya. Berdasarkan pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang harus bisa dikatakan telah melakukan wanprestasi setelah pihak tersebut diingatkan untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan isi perjanjiannya. Oleh karena itu, seseorang yang telah lama melanggar dan melalaikan pemenuhan isi perjanjian tidak serta merta dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi. Yang bersangkutan harus terlebih dahulu diingatkan secara patut. Ketika suatu peristiwa wanprestasi terjadi, maka penyelesaian atas kasus tersebut dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri atau dapat juga melalui lembaga arbitrasi dalam hal kedua belah pihak menyepakati penyelesaian melalui lembaga tersebut. Lembaga arbitrasi dalam artian ini pada dasarnya mempunyai sifat yang sama dengan lembaga arbitrasi yang dikenal dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Perbedaannya hanya terletak pada bidang dan keahlian. Dalam kasus perdata yang diselesaikan adalah kasus perdata dan arbitratornya adalah para ahli di bidang hukum perdata seperti ahli hukum bisnis, hukum perjanjian, kontrak dagang, pasar modal dan kasus-kasus perdata lainnya.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
Berbeda dengan penyelesaian perselisihan melalui PeHI yang harus sudah diselesaikan dalam waktu 140 hari, penyelesaian kasus perdata melalui Pengadilan Negeri membutuhkan waktu yang cukup lama. Undang-undang sejauh ini belum memberikan batas waktu yang tegas dalam penyelesaian perkara melalui Pengadilan Negeri. Secara umum penyelesaian kasus perdata melaui pengadilan bisa memakan waktu sekitar 6 (enam) bulan. Proses penanganan perkara pada Pengadilan Negeri dimulai dengan pendaftaran gugatan. Isi gugatan memuat tuntutan penggugat yang meminta diputuskan oleh Majelis Hakim atas kelalaian tergugat memenuhi isi perjanjian. Setelah gugatan didaftarkan pada persidangan pertama Majelis Hakim akan menganjurkan para pihak untuk melakukan perdamaian. Dalam proses ini para pihak diberi kesempatan untuk berunding dengan difasilitasi oleh mediator dari Pengadilan Negeri. Mediator dipilih oleh para hakim yang ditunjuk pihak pengadilan yang bertugas selaku mediator. Apabila ternyata perkara tidak dapat diselesaikan melalui mediator, barulah kemudian diperiksa dalam persidangan yang terbuka untuk umum yang dipimpin oleh Majelis Hakim yang ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Tahapan persidangan perkara perdata dimulai dengan pembacaan gugatan setelah biasanya sidang diundur satu minggu untuk memberi kesempatan kepada tergugat mempersiapkan jawabannya. Setelah jawaban disampaikan, penggugat diberi kesempatan untuk menguatkan gugatannya dan memberi pendapat atas jawaban tergugat melalui pengajuan duplik. Atas duplik yang diajukan penggugat, tergugat masih diberi kesempatan untuk memperkuat jawabannya dan memberikan pendapat atas duplik penggugat yang disebut dengan pengajuan replik. Setelah replik, maka proses jawab-menjawab dianggap selesai dan selanjutnya para pihak diberi kesempatan untuk melakukan pembuktian. Kesempatan pertama Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
diberikan kepada penggugat untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya. Kesempatan berikutnya diberikan kepada tergugat untuk membuktikan dalil-dalil jawabannya. Proses selanjutnya adalah pembuktian. Pada tahap ini pemeriksaan dianggap telah selesai. Sebelum Majelis Hakim memberikan putusannya, para pihak terlebih dahulu diberi kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan tertulis atas perkara tersebut. Kesimpulan tersebut tentu dbolehkan berdasarkan hasil pemeriksaan perkara, bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Tujuannnya adalah untuk membantu Majelis Hakim dalam memberikan putusan yang seadil-adilnya. Karena tujuannya hanya untuk membantu, maka penyampaian kesimpulan bukan merupakan suatu perkara yang wajib. Tahap akhir dari semua proses pemeriksaan perkara perdata adalah pembacaan keputusan Majelis Hakim. Putusan memuat pendapat/penilaian hakim atas perkara yang diharapkan kepadanya. Dalam hal Majelis Hakim berpendapat bahwa perkara tersebut terbukti dengan sah dan menyakinkan, maka gugatan penggugat akan dikabulkan. Sebaliknya apabila penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya maka gugatan akan ditolak. Atas putusan yang diberikan oleh Majelis Hakim, apabila kedua belah pihak bisa menerima maka putusan tersebut dapat langsung dilaksanakan tanpa harus menunggu eksekusi dan pihak Pengadilan Negeri. Eksekusi atau upaya paksa hanya diperlukan ketika ada pihak yang tidak bersedia melaksanakan isi putusan yang telah berkekuatan tetap. Berbeda dengan keputusan Majelis Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial (PeHI) yang tidak mengenal upaya hukum banding, dalam kasus perdata yang dihadapkan pada Pengadilan Negeri, pihak yang tidak menerima putusan berhak mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi. Pengajuan banding tersebut sudah harus Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya setelah 7 (tujuh) hari sejak pembacaan putusan. Penyelesaian kasus perdata melalui Pengadilan Negeri jauh lebih lama dibandingkan dengan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang hanya memakan waktu selambat-lambatnya 140 (seratus empat puluh) hari. Penyelesaian kasus perdata bisa memakan waktu dari awal hingga selesai (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung dan terakhir Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung) sampai bertahun-tahun. Sering terjadi perkara belum kunjung selesai para pihak yang berperkara telah meninggal.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut.
A. Kesimpulan 1. Pengaturan tentang outsourcing tidak dapat ditemukan secara langsung dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003. Dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 hanya disebutkan “Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis”. Ketentuan tersebut kemudian dijadikan dasar hukum diberlakukannya outsourcing di Indonesia. 2. Sistem pemberian upah pada perusahaan outsourcing di Indonesia umumnya sama dengan pemberian upah pada perusahaan lainnya. Namun jika ditinjau dari uraian upah dan tunjangan terdapat perbedaan dengan karyawan atau pegawai tetap. Hal ini disebabkan pada perusahaan outsourcing tidak terdapat uang pensiun dan tunjangan kesehatan seperti pada karyawan swasta dan pegawai tetap pada umumnya. 3. Ditinjau berdasarkan kesesuaian dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), maka pemberian upah pada perusahaan outsourcing telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
dapat
dilihat
dari
terpenuhinya
besar
upah
yang
diberikan
pada
pekerja/buruhnya seperti yang telah diuraikan di bab-bab sebelumnya. 4. Bentuk perjanjian antara perusahaan outsourcing dengan tenaga kerja merupakan bentuk perjanjian standar (baku) yang telah dipersiapkan oleh perusahaan outsourcing, formatnya terdiri dari judul perjanjian/kepala (heading), pembukaan (opening), para pihak (parties), pertimbangan (reticals), isi pertimbangan (terms and conditions), klausula (clause), penutup (closure) dan tanda tangan (attestation). Namun adakalanya bentuk perjanjian ini disesuaikan dengan kehendak para pihak dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Perselisihan atau sengketa antara pengusaha dengan pekerja disebut dengan Perselisihan Hubungan Industrial. Penyelesaian perselisihan ini diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 dan Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan sanksi apa saja yang dapat dikenakan atas pelanggaran tersebut (hukum materil), sedangkan Undang-undang No. 2 Tahun 2004 mengatur tata cara yang berlaku dalam penyelesaian perselisihan tersebut (hukum formil). Ada 4 (empat) jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
B. Saran 1. Hendaknya pemerintah lebih memperhatikan pengaturan tentang praktik outsourcing di Indonesia karena sejauh ini belum ada suatu ketentuan yang khusus Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
mengatur tentang sistem outsourcing di Indonesia. Apabila hal ini terus berlanjut dikhawatirkan akan terjadi hambatan dan permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan ketentuan-ketentuan yang ada tersebut. 2. Kebijakan perusahaan outsourcing yang tidak memberikan tunjangan kesehatan dan tunjangan pensiun sesuai dengan jenis pekerjaan lain hendaknya perlu ditindaklanjuti dan dipertimbangkan kembali mengingat tujuan pemberian pekerjaan adalah untuk mensejahterakan pekerja/buruh, oleh karena itu perusahaan outsourcing harus dapat lebih memperhatikan kesejahteraan tenaga kerjanya. 3. Bentuk perjanjian outsourcing juga hendaknya dapat disesuaikan dengan kepentingan tenaga kerja dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Jadi harus berdasarkan atas keinginan para pihak, bukan untuk kepentingan perusahaan semata.
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU Ainun, Rizki Nuzly 2005, Skripsi : Pelaksanaan Outsourcing di Sumatera Selatan, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Selatan Cahyo, Nur, 2006, Tesis : Pengalihan Pekerjaan Penunjang Perusahaan dengan Sistem Outsourcing (Alih Daya) Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Studi Kasus pada Asuransi Astra Buana), Magister Hukum, Universitas Indonesia Damanik, Sehat, 2006, Outsourcing dan Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, DSS Publishing, Jakarta Ibrahim, Zulkarnain, 2007, Praktek Outsourcing dan Perlindungan Hak-hak Pekerja, Rajawali Press, Jakarta Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto, 2003, Proses Bisnis Outsourcing, Grasindo, Jakarta Kartasaputra, G, 1988, Hukum Perburuhan Berlandaskan Pancasila, Bina Aksara, Jakarta Nedeng, I Wayan, 2003, Lokakarya Dua Hari:Outsourcing dan PKWT, Lembangtek, Jakarta Ruky, Achmad S., 2002, Manajemen Penggajian dan Pengupahan untuk Karyawan Perusahaan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Subekti, R, 2001, Kitab Undang-undang Hukum Perdata Edisi Revisi, Pradnya Paramita, Jakarta --------------, 1991, Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan, Pradnya paramita, Jakarta Suwondo, Chandra, 2003, Outsourcing:Implementasi di Indonesia, Elex Media Computindo, Jakarta Tjiptoherijanto, Prijono, 2003, Upah, Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia Winarni, F, 2006, Administrasi Gaji dan Upah, Pustaka Widyatama, Yogyakarta Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perizinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep.220/MEN/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksana Pekerjaan kepada Perusahaan Lain
INTERNET www.jurnalhukum.blogspot.com/2007/05/outsourcing-dan-tenaga-kerja.html diakses pada tanggal 25 Desember 2008 www.zulfikarmunri.blogspot.com/2007/06/outsourcing-alih-daya-dan.html, diakses pada tanggal 21 Desember www.sanoesi.wordpress.com/2009/01/16/sistem-akuntansi-gaji-dan-upah, diakses tanggal 3 Maret 2009 www.depnakertrans.go.id/microsite/krisiscenter/uploads/doc/ump.pdf, diakses tanggal 26 Februari 2009 www.medanbisnisonline.com/2009/01/09/gubsu-setujui-umk-medan-rp-1020000, diakses tanggal 26 Februari 2009
Amelia Silvanny : Aspek Hukum Terhadap Perusahaan Outsourcing Dalam Pemberian Upah Dikaitkan Dengan Undang-Undang NO. 13 Tahun 2003 Dan Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara, 2009. USU Repository © 2009