Skripsi DAMPAK KOGNITIF DAN AFEKTIF TAYANGAN FILM KARTUN SCOOBY DOO DI TELEVISI TERHADAP ANAK (Survei Terhadap Siswa Kelas Lima SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten)
Disusun oleh : Nama
: Bambang Hermawan
NIM
: 0410311-051
Program Studi
: Broadcasting
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu(S1) Imu Komunikasi
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
FAKULTAS ILMU KOUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: Bambang Hermawan
NIM
: 0410311-051
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Dampak Tayangan Film Kartun Scooby Doo di Televisi Terhadap Anak (Survei Terhadap Siswa Kelas Lima SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang,Banten)
Jakarta, 7 Agustus 2008
Pembimbing
(Nurprapti W Widyastuti M.Si) Tanggal :
FAKULTAS ILMU KOUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING
LEMBAR LULUS SIDANG SKRIPSI
Judul
: Dampak Kognitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Scooby Doo di Televisi Terhadap Anak (Survei Terhadap Siswa Kelas Lima SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang,Banten)
Nama
: Bambang Hermawan
NIM
: 0410311-051
Jurusan
: Broadcasting
Jakarta, 22 Agustus 2008
1. Ketua Sidang Nama
: Riswandi M.Si
(
)
(
)
(
)
2. Penguji Ahli Nama
: Diah Wardhani M Si
3. Pembimbing Nama
: Nurprapti W Widyastuti M.Si
FAKULTAS ILMU KOUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING
PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI Nama
: Bambang Hermawan
NIM
: 0410311-051
Jurusan
: Broadcasting
Judul
: Dampak Tayangan Film Kartun Scooby Doo di Televisi Terhadap Anak (Survei Terhadap Siswa Kelas Lima SD Negeri Serua I , Ciputat, Tangerang, Banten)
Disetujui dan diterima oleh
Jakarta, 29 Agustus 2008
Pembimbing
(Nurprapti W Widyastuti M.Si) Tanggal : Mengetahui Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi
(Dra. Diah Wardhani, M.Si) Tanggal :
(Drs. Riswandi, M.Si) Tanggal :
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI JURUSAN BROADCASTING BAMBANG HERMAWAN. (0410311-051) Dampak Koginitif dan Afektif Tayangan Film Kartun Scooby Doo di Trans7 Survei Terhadap Siswa Kelas Lima SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten
Abstraksi Deregulasi di berbagai sektor, termasuk di bidang penyiaran menyebabkan industri televisi di Tanah Air tumbuh pesat. Selain sepuluh stasiun TV swasta dan satu stasiun TV Publik yang bersiaran secara nasional dari Jakarta, saat ini bermunculan T V – TV lokal di berbagai daerah. Anggota Asosiasi TV Lokal Indonesia (ATVLI) kini mencapai 28 stasiun TV yang bertebaran mulai dari ujung utara Pulau Sumatra sampai Pulau Ambon, Maluku. Selain meyiarkan program untuk remaja dan dewasa, stasiun TV juga menayangkan program untuk anak – anak diantaranya film kartun. Salah satu film kartun yang digemari oleh anak –anak yakni film berjudul Scooby Doo. Buktinya film yang tiga dasa warsa lalu disiarkan TVRI itu saat ini ditayangkan Trans7. Pokok permasalahan penelitian ini adalah bagaimana dampak kognitif dan afektif tayangan film tersebut terhadap anak – anak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dampak koginitif dan afektif tayangan film kartun Scooby Doo terhadap anak – anak Dampak kogniktif adalah dampak yang muncul pada komunikan dimana pengetahuannya bertanbah setelah mendapat terpaan media. Sedangkan dampak afektif adalah dampak lebih jauh dari komunikasi massa dimana komunikan tersentuh emosinya dan mengambil sikap tertentu. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Data dikumpulkan dari siswa kelas 5 (lima) SD Negeri Serua I, Ciputat, Tagnerang, Banten. . Hasil penelitian yang berkaitan dengan dampak kognitf tayangan film kartun Scooby Doo terhadap anak – anak menunjukkan, mayoritas responden mengerti nama dan cirri – cirri tokoh utama film tersebut, serta mampu mengingat adegan menarik dalam tiap episodenya. Sedangkan hasil penelitian yang berkaitan dengan dampak afektif menunjukkan, mayoritas responden tidak mengalami perubahan dalam diri mereka, terutama yang menyangkut perasaanya. Mereka tidak berubah menjadi penakut. Penulis menyanpaikan saran pada kreator film kartun agar dalam membuat film tidak semata menonjolkan aspek hiburan, tapi juga mengedepankan aspek edukasi. Sedangkan bagi para pengelola stasiun TV penulis menyarankan agar selektif dalam memilih film kartun yang akan disiarkan.
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahNya, penulis bisa menyelesaikan menyusun skrips ini. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyanpaikan penghargaan dan mengucapkan terimaksaih kepada pihak - pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, antara lain: 1. Ibu Nurprapti W Widyastuti M.Si selaku pembimbing 2. Bapak Ponco Budi Sulistyo M. Si 3. Bapak Riswandi M.Si, selaku Ketua Bidang Studi Broadcasting, Fikom Universitas Mercu Buana 4. Bapak/Ibu di bagian TU Fikom Universitas Mercu Buana 5. Bapak/Ibu di bagian perpustakaan Universitas Mercu Buana 6. Bapak/Ibu di bagian perpustakaan Institut Kesenian Jakarta 7. Bapak Kepala Sekolah serta Bapak dan Ibu guru SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten. 8. Para siswa kelas 5 (lima) SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten 9. Teman – teman seangkatan di Fikom Univesitas Mercu Buana 10. Serta pihak - pihak lain yang tak penulis sebut di sini Penulis juga memohon maaf jika ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ni Jakarta, 17 Agustus 2008 Penulis
(Bambang Hermawan)
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................. i LEMBAR LULUS SIDANG SKRIPSI ........................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI...................................... iii ABSTRAKSI ................................................................................................... iv KATA PENGANTAR ..................................................................................... v DAFTAR ISI.................................................................................................... vi DAFRTAR TABEL ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 6 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 6 1.4 Manfaat penelitian............................................................. 7 1.4.1 Akademik................................................................. 7 1.4.2 Praktis ...................................................................... 7
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Komunikas Massa ............................................................. 8 2.1.1 Pengertian................................................................. 8 2.1.2 Ciri –ciri dan karakteristik........................................ 9 2.1.3 Proses Komunikasi Massa........................................ 12
2.2 Media Massa...................................................................... 13 2.2.1 Pengertian ................................................................ 13 2.2.2 Peran dan Fungsi Media Massa ............................... 14 2.3 Televisi Sebagai Medai Massa .......................................... 15 2.3.1 Sejarah ...................................................................... 15 2.3.2 Ciri –ciri dan Karateristrik ....................................... 16 2.4 Program Televisi ............................................................... 18 2.4.1 Pengertian ................................................................ 18 2.4.2 Jenis Program Televisi............................................. 18 2.5 Khalayak TV ..................................................................... 20 2.5.1 Pengertian ................................................................ 20 2.5.2 Segmentasi Khalayak TV ....................................... 21 2.6 Film Kartun ....................................................................... 23 2.6.1 Film Kartun Dwi Matra ........................................... 24 2.6.2 Film Kartun Tri Matra ............................................. 25 2.7 Dampak............................................................................... 26 2.7.1 Pengertiam ............................................................... 26 2.7.2 Dampak Kognitif ..................................................... 27 2.7.3 Dampak Afektif ....................................................... 28 BAB III
METDOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ................................................................. 30 3.2 Metode Penelitian ............................................................ 30 3.3 Populasi Penelitian........................................................... 31
3.4 Sampel Penelitian ............................................................ 32 3.5 Teknik pengumpulan Data............................................... 32 3.6 Teknik Analisa Data ........................................................ 33 3.7 Definisi dan Operasionalisasi Konsep ............................. 34 3.7.1 Definisi Konsep ...................................................... 34 3.7.1.1 Tayangan .................................................... 34 3.7.1.2 Film Karun ................................................. 34 3.7.1.3 Dampak Kognitif........................................ 34 3.7.1.4 Dampak Afektif.......................................... 34 3.7.2 Operasionalisasi Konsep......................................... 35 BAB IV
HASIL PENELITIAN 4.1 Identitas Responden............................................................ 41 4.2 Pola Menonton.................................................................... 42 4.3 Pengetahuan Responden..................................................... 45 4.4 Perasaan Responden ........................................................... 55 4.5 Pembahasan ........................................................................ 63
BAB V
KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan........................................................................ 69 5.2 Saran .................................................................................. 70
DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN -LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
4. 1.1
Jenis kelamin Responden ............................................................. 41
4.1.2
Umur Responden.......................................................................... 42
4.2.1
Frekkuensi Menonton.................................................................. 43
4.2.2
Durasi Menonton........................................................................... 43
4.2.3
Dengan Siapa Menonton ............................................................... 44
4.3.1
Mengetahui ada tayangan film kartun di Trans7........................... 45
4.3.2
Mengetahui ada tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7...... 45
4.3.3
Mengetahui jam tayang film kartun Scooby Doo di Trans7 ......... 46
4.3.4
Ingatan atas tokoh Scooby Doo................................................... 47
4.3.5
Mengetahui cirri cirri Scooby Doo............................................... 48
4.3.6
Ingatan aas tokoh Shaggy............................................................ 48
4.3.7
Mengetahui ciri –ciri Shagy .......................................................... 49
4.3.8
Ingatan atas tokoh Velma........................................................... 50
4.3.9
Mengetahui ciri – ciri Velma ........................................................ 50
4.3.10
Ingata atas tokoh Daphne ............................................................. 51
4.3.11
Mengetahui ciri – ciri Daphne...................................................... 51
4.3.12
Ingatan atas tokoh Fred ................................................................ 52
4.3.13
Mengetahi ciri ciri Fred................................................................ 53
4.3.14
Ingatan atas adegan Scooby Doo dan Shagi berlari ketakutan..... 53
4.3.15
Ingatan atas adegan Scooby Doo dan Shagy berteriak teriak Ketakutan ...................................................................................... 54
4.3.16
Ingata atas wajah Scooby Doo dan Shagy sedang ketakutan..... 55
4.4.1
Menimati tayangan film kartun Scooby Doo ................................ 56
4.4.2.
Terhibur dengan adanya tayangan film kartun Scooby Doo......... 56
4.4.3
Senang dengan adanya tayangan film kartun Scooby Doo ........... 57
4.4.4
Merasa cemas atau tegang saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy lari ketakutan ...................................................................... 57
4.4.5
Cemas atau tegang saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berteriak ketakutan ............................................................. 58
4.4.6
Merasa cemas atau tegang melihat wajah ScobyDoo atau shasy Ketakutan ...................................................................................... 59
4.4.7.
Merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy lari Ketakutan ...................................................................................... 59
4.4.8.
Merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berteriak ketakutan ....................................................................................... 60
4.4.9
Merasa takut saat melihat wajah ScobyDoo atau shasy Ketakutan ...................................................................................... 60
4.4.10
Merasa senang ketika tokoh misteri yang menakutkan tertangkap dan diketahui siapa mereka sbenarnya ......................................... 61
4.4.11
Masih cemas atau tegang setelah menonton film kartun Scooby Doo ................................................................................................ 62
4.4 12.
Ada persaan takut setelah menonton flm kartun Scooby Doo ..... 62
4.4.13.
Muncul rasa takut terhadap sesuatu yang tak jelas setelah menonton film kartun Scooby Doo ............................................... 63
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di SD Negeri I Serua, Ciputat, Tangerang, Banten.
LAMPIRAN 2
Kuesioner Penelitian
LAMPIRAN 3
Data Wikipedia
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Industri televisi di tanah air belakangan ini tumbuh pesat seiring terjadinya deregulasi di berbagai sektor, termasuk di bidang penyiaran, menyusul rubuhnya rezim orde baru. Tumbangnya pemerintahan Soeharto oleh gerakan reformasi melahirkan pemerintahan yang demokratis. Sejak era pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnopuri, dan Susilo Bambang Yudhoyono, pengelolaan negara berlangsung relatif lebih baik.
Penguasa
tidak lagi memberlakukan sistem
pemerintah
otoritrer. Hak-hak warga negara, termasuk hak mengemukakan pendapat dan hak memperoleh informasi, dipenuhi oleh negara. Penyelenggara negara tidak lagi mengontrol media massa, termasuk media penyiaran. Setiap warga negara juga punya peluang yang sama untuk memiliki dan mengelola media massa, baik cetak maupun media elektronik. Bahkan untuk menerbitkan media cetak, seseorang atau lembaga, tidak perlu lagi meminta
izin dari pemerintah. Namun negara
masih mengatur media
penyiaran atau media elektronik karena media elektronik menggunakan frekuensi yang jumlahnya terbatas. Negara tetap mengatur penggunaan frekuensi oleh stasiun penyiaran agar frekfensi yang ada dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat.
Deregulasi dibidang penyiaran yang digulirkan oleh pemerintah mendorong tumbuhnya industri televisi. Saat ini terdapat 10 stasiun TV Komersial / swasta dan satu stasiun TV Publik yang siaran secara nasional. Sepuluh stasiun TV swasta tersebut yakni ANTV, Global TV, Indosiar, TVOne, RCTI, SCTV, TPI, Trans TV, dan
Trans 7 dan Metro TV.
Sedangkan satu-satunya TV Publik yaitu TVRI. Sementara di daerah bertebaran TV lokal yang berdaya pancar terbatas. Asosiasi TV Lokal Idonesia (ATVLI) saat ini beranggotakan 28 stasiu TV, diantaranya Ambon TV, Aceh TV, J TV (Surabaya), Bali TV, Jogja TV, Bandung TV, Borobudur TV dan Cakra TV (Semarang), Makassar TV, dan O Chanel (Jakarta), Cahaya TV Banten dan Lombok TV (Mataram). Menjamurnya stasiun TV di satu sisi menguntungkan pemirsa, tetapi di sisi lain merupakan sebuah ancaman. Menguntungkan karena pemirsa disodori banyak pilihan. Beragam informasi dan hiburan tersedia di depan mata dan pemirsa tinggal memilihnya dengan menekan remote control. Tapi pada saat yang sama pemirsa sedang terancam karena banyak program TV yang tidak mendidik dan tidak memberi pencerahan. Dampak media massa termasuk televisi
terhadap
audiens
digambarkan Model Stimulus Respon. Model ini menjelaskan bahwa efek merupakan reaksi
tertentu
atas rangsangan (stimulus) tertentu,
sehingga orang bisa menduga atau memprediksi adanya hubungan erat
antara isi pernyataan / pesan dan reaksi audiens. 1 Dengan demikian, bisa diamsumsikan bahwa isi program televisi akan mempengaruhi audiens. Berkaitan dengan hal ini,
para pakar komunikasi sering mencemaskan
dampak buruk tayangan televisi terhadap penonton. Mereka kerap kali mengkritisi rendahnya kualitas prgram TV. Sedangkan
Model
Psikologi
Comstok
beranggapan
bahwa
pertunjukan atau aksi aksi di TV akan mudah ditiru oleh penonton jika pertunjukan tersebut disajikan secara mencolok (salient) . menimbulkan getaran pada penonton (arcausal) dan menonjol (prominent). 2 Kurang bermutunya program - program stasiun TV swasta tak bisa dihindari antara lain karena TV swasta didirikan sebagai institusi yang berorientasi ke keuntungan (profit oriented).
Akibatnya
munculnya
program TV yang mengikuti selera pasar tidak bisa dihindari Persaingan merebut penonton yang begitu ketat, membuat para pengelola stasiun TV menghalalkan segala cara demi mengejar rating. Pemujaan terhadap rating akhirnya memunculkan semangat meniru. Program salah satu stasiun TV yang memperoleh rating tinggi akan dijiplak pengelola TV lain yang akhirnya
melahirkan keseragaman jenis dan tema
program TV. Gejala itu bisa dilihat misalnya pada program berita kriminal, infotainment, dan sinetron religius. Rendahnya kualitas tayangan TV juga mendapat perhatian Presiden Susilo BambangYudhoyono. Presiden pernah meminta agar Komisi 1
Denis MCQuail dan Sven Windahl, Model Model Komunikasi, Sekiolah Tinggi Publistik Jakarta 1985 hal 46 2 Ibid, hal 51
Penyiaran Indonesia (KPI) lebih ketat lagi dalam melakukan pengawasan dan kontrol terhadap isi siaran TV. Presiden kawatir, tayangan TV yang tidak bermutu akan bedampak buruk pada penonton. KPI sendiri sebenarnya sudah membuat rambu rambu bagi pengelola stasiun TV. Dalam Pedoman Perilaku dan Penyiaran dan Standar Program Siaran ( P3/ SPS) yang diterbitan oleh KPI pada bulan Agustus tahun 2004, diatur secara rinci apa yang boleh dan apa yang tidak disiarkan oleh satsiun TV. Pasal empat P3 / SPS berbunyi, ’’Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran ditetapkan dengan tujuan meperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis,
dalam
adil dan
sejahtera.’’ Dampak tayangan televisi juga bisa terjadi pada anak anak karena banyak pogram televisi yang memang dirancang khusus untuk anak anak. Pengelola stasiun TV membidik anak anak sebagai target penonton dengan harapan
bisa mendapat keuntungan dari iklan yang berkaitan dengan
produk untuk anak - anak. Bagi pengelola stasiunn TV, anak – anak merupakan segmen penonton yang potensial.
Hasil penelitian Murray menunjukan rata rata
anak prasekolah menghabiskan setengah dari waktu kerja orang dewasa untuk
menonton televisi. Waktu yang dihabiskan anak – anak untuk
menonton televisi semakin bertambah ketika mereka berusia enam atau tujuh tahun (usia SD). 3 Maraknya acara untuk anak – anak di televisi cukup meresahkan para pemerhati anak dan pakar komunikasi karena hasil pengamatan selama satu setengah tahun terakhir oleh Komisi Penyiaran Indoesia
(KPI) ,
menunjukan hampir semua acara televisi untuk anak - anak melanggar P3/SPS. Menurut anggota KPI, Don Bosco, pelanggaran tayangan tersebut terutama karena mengandung unsur
kekerasan, mistik, pornografi, dan
memberi contoh buruk pada anak. 4 Dari banyak program untuk anak di televisi,
penulis memilih
meneliti dampak tayangan film kartun. Film yang penulis pilih yakni film kartun berjudul Scooby Doo. Salah satu alasan penulis memilih meneliti dampak
tayangan film kartun Scooby Doo yakni karena film tersebut
diminati anak anak. Buktinya, film yang lebih dari tiga dasa warsa lalu disiarkan TVRI itu saat ini ditayangkan Trans 7. Sebelumnya film tersebut juga pernah ditayangkan ANTV. Selain itu, penulis memilih meneliti dampak tayangan film kartun berjudul Scooby Doo karena dalam setiap episode film tersebut selalu menghadirkan tokoh misterius yang tampilan fisiknya digambarkan menyeramkan Dalam tiap episode selalu ada adegan menegangkan bagi penonton ( anak – anak ) dimana tokoh misterius tersebut mengejar -ngejar toko utama, Scooby Doo dan rekannya, Shagy yang ketakutan. 3 4
Aini Hidayat, Televisi dan perkembagan sosial anak., Pustaka Pelajar Yogjakarta, 1998, hal 78) Kompas, Edisi Rabu 4 Juni 2008
Penulis imgin mengetahui dampak kognitif dan dampak afektif tayangan fim tersebut.
1.2. Rumusan Masalah Dengan latar belakang seperti di paparkan sebelumnya,
penulis
menetapkan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana dampak tayangan film kartun Scooby Doo terhadap anak anak?. (Survei terhadap siswa kelas lima SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten). Adapun uraian dari rumusan masalah di atas adalah : 1.
Bagaimana dampak kognitif yang berkaitan dengan tayangan film kartun Scooby Doo.
2.
Bagaimana dampak afektif setelah anak anak menonton tayangan film kartun Scooby Doo.
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui : 1.
Bagaimana
dampak kognitif yang berkaitan dengan tayangan film
kartun Scooby Doo. 2.
Bagaimana dampak afektif setelah anak anak menonton tayangan film kartun Scooby Doo.
1.4
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara akademik maupun praktis sebagai berikut : 1.4.1 Akademis Penelitiian
ini
diharpakan
memberi
masukan
bagi
pengembangan ilmu komunikasi.. Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya mengenai kajian film kartun yang
ditayangkan
televisi dan dampaknya
terhadap anak-anak.
1.4.2 Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi para praktisi di dunia penyiaran, terutama bagi para pengelola program acara dengan segmentasi anak-anak. Disamping itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi para kreator film animasi dan stasiun televisi yang menayangkan film-film animasi bagi anak-anak.
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Komunikasi Massa 2.1.1 Pengertian Komunikasi
adalah
proses
penyampaian
pesan
dari
komunikator (pengirim pesan) kepada komunikan (penerima pesan). Lasswel
dalam ‘Formula Lasswel’ menjelaskan dalam proses
komunikasi harus ada lima unsur yang terpenuhi yakni
siapa
(komunikator), mengatakan apa (isi pesan) dengan apa (medium), kepada siapa (komunikan) dan dengan efek apa efek). Sedangkan dalam Formula Braddock ditambahkan lagi dua unsur dalam proses komunikasi yakni dalam situasi
bagaimana dan apa tujuannya
Braddock berasumsi bahwa situasi ketika pesan disampaikan dan tujuan komunikator menyampaikan pesan sangat mempengaruhi proses komunikasi. 5 Dalam kehidupan sehari hari tak seorang pun
yang bisa
menghindar dari kegiatan komunikasi. Di kehidupan modern seperti sekarang ini, mulai dari bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur kita tak bisa lepas dari aktivitas komunikasi. Dalam bukunya Human Communication
ON Sterawt
L Tubbs dan Sylvia Moss
mengelompokkan ada enam jenis komunikasi yakni komunikasi 5
Denis McQuail dan Sven Windahl, Model-Model Komunikasi, Istityus Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta, 1985, hal 12
personal (dua orang), komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, komunikasi massa, dan komunikasi antar budaya.
Peniliti (penulis) akan fokus pada
masalah komunikasi
massa. Komunikaisi massa, dilihat dari banguann katanya terdiri dari dua suku kata yakni komunikasi dan massa. Komunikasi, seperti diuraikan sebelumnya berarti
proses penyampaikan pesan dari
komunikator ke komunikan. Sedangkan massa berarti khalayak umum atau khalayak ramai. Khalayak ramai adalah kelompok orang yang tidak merupakan kesatuan. 6 Definisi komunikasi massa yang paling mudah dipahami yakni pendapat pendapat Wright dalam komunikasi massa diarahkan,
Menurut Wright
pada khalayak dalam jumlah
besar, heterogen dan anonim dan pesan disampaikan secara terbuka. Komunikator merupakan organisasi yang kompleks dan memerlukan besar. 7
2.1.2 Ciri-ciri dan Karakeristik Komunikasi Massa Dari definisi komunikasi massa di atas, bisa disimpulkan bahwa komunikasi massa harus menggunakan media dalam hal ini media massa seperti media cetak (misalnya
koran, majalah dan
tabloid) serta media elektronik (misalnya radio dan televisi). Dalam
6
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT Radja Gra afindo Persada, Jakarta 2002), hal 148. 7 Elvinaro Ardianto dan Lukita Komala, Komunkasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung 2007, hal 4.
bukunya
Teori Komunikasa Massa
Suatu Pengantar,
Denis Mc
Qauil, mengemukakan ciri-ciri komunikasi masa sebagai berikut : 1. Sumber komunikasi massa bukan perorangan melainkan suatu organisasi formal. 2. Pengrim pesan merupakan komunikator profesional. Pesan yang disampaikan diproses, distandarisasi, pesan tersebut merupakan produk dan komoditi yang mempunyai nilai tukar serta acuan simbolik yang mempunyai nilai kegunaan. 3. Hubungan antara pengrim dan penerima pesan bersifat satu arah, impersonal, bahkan mungkin sekali bersifat kalkulatif dalam arti pengirim pesan tak bertanggung jawab atas konsekuensi atau dampak yang terjadi para penerima pesan. Sedangkan Karakterstik Komunikasi Massa bisa dijabarkan sebagai berikut : 8 1. Komunikator
terlembagakan.
Artinya
komunikasi
massa
melibatkan lembaga, komunikatornya bergerak dalam organissai yang kompleks. 2. Pesan yang disampikan bersifat umum. Karena sasaran/ target dari komukikasi massa adalah khalayak ramai, pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, bisa bersifat fakta, peristiwa atau opini. Namum tak semua fakta dan peristiwa di sekeliling kita
8
Elvinaro Ardianto dan Lukita Komala, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung 2007, hal. 16
dimunculkan dalam media massa namum dipilih dan dikemas yang menarik dan penting bagi komunikan. 3. Komunikannya anonim heterogin. Komunikator tak mengenal komunikan karena komunikanya heterogen dan anonim. Yang bisa dikenali dari komunikan dalam komunikasi masa yakni usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan latar belakang budaya. 4. Media massa menimbulkan keserempakan. Karena komunikasi massa bisa menjangkau komunikan dalam jumlah besar di tempat yang bejauhan dalam waktu bersamaan maka bisa menimbulkan keserempakan. Komunikan mendapat informasi yang sama pada waktu yang bersamaan 5. Komunikasi menguatkan isi ketimbang hubungan. Berbeda dengan komunikasi antarpersona yang mementingkan unsur hubungan, dalam komunikasi massa lebih mengutamakan unsur isi. Topik harus dipilih dan dikemas sesuai dengan media massa yang digunakan. 6. Komunikasi bersifat satu arah. Komunikator dan komikan aktif mengirim dan menerima pesan, tapi kedua belah pihak tak bisa kontak/dialog secara langsung. 7. Komunikasi massa menstimulasi indra terbatas. Pada komunikasi antarpersona seluruh alat indra bisa digunakan secara maksimal. Sedangkan pada komunikasi massa,
stimulasi indra tergantung
dari medianya. Pada media cetak, komunikan hanya bisa melihat, pada radio komunikan hanya bisa mendengar. 8. Umpan balik tertunda. Salah satu faktor penting dalam komunikasi adalah umpan balik atau feedback. Efektifitas komunikasi sering diukur dari feedback yang ada.
2.1.3 Proses Komunikasi Massa Dengan
ciri dan karakteristik
komunikasi massa seperti
dipaparkan sebelumnya, maka proses komunikasi massa jauh lebih rumit dibanding dengan proses komuniasi dalam jenis komunikasi yang lain. Di dalam proses komunikasi massa terdapat ‘penjaga gawang’ yang bertugas menyeleksi pesan dan informasi yang akan dikomunikasikan. 9 Bitner (1985) mengidentifikasi ada enam variabel yang mempengaruhi ’penjaga gawang’ dalam memutuskan sebuah pesan atau informasi layak dipublikasikan yakni : 1. Ekonomi. Media massa mencari keuntungan atau peduli dengan bagaimana uang diperoleh dan dibelanjakan. 2. Pembatasan legal. Proses seleksi berita
memperhatikan aspek
hukum, misalnya hukum yang mengatur masalah
pencemaran
nama baik. 3. Batas
waktu
atau
deadline.
Batas
waktu
yang
tersedia
mempengaruhi apa yang akan diberitakan 9
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hal. 202
4. Etika. Etika pribadi ‘penjaga gawang’ akan
berpengaruh pada
pilihan berita yang disiarkan. 5. Kompetisi.
Adanya
kompetisi
sesama
media
massa
akan
meningkatkan profesionalisme pengelola media massa termasuk ‘penjaga gawang.’ 6. Nlai berita. ‘Penjaga gawang’ mempertimbangkan isu lokal dan isu nasional dan juga menjaga keseimbangan keduanya. Selain enam variabel tadi, penjaga gawang juga memperhatikan umpan balik dari audiens Jika suatu pemberitaan mendapat reaksi negatif dari audiens, maka penjaga gawang tak akan mengulanginya. Umpan balik. merupakan masukan bagi penjaga gawang.
2.2 Media Massa 2.2.1 Pengertian Dari definisi, ciri dan karakteristik komunikasi masa yang disampaikan sebelumnya dapat diketahui bahwa media massa adalah media yang digunakan dalam komunikasi massa. Media massa merupakan suatu organisasi/bukan perorangan yang dikelola oleh individi-individu yang profesinal. Dari bentuknya, media massa bisa dikelompokan menjadi dua yakni media elektronik dan media cetak. Tiap jenis media cetak dan
jenis media elektronik mempunyai
keunikan, karakteristik,
kelebihan dan kekurangan tersendiri. Secara garis besar, jika ditilik
dari bentuknya, media massa bisa dikelompokkan menjadi enam yaitu Surat Kabar, Majalah, Radio, Televisi, Film, dan Internet. 10
2.2.2 Peran dan Fungsi Media Massa Karena kemampuannya menjangkau khalayak dalam jumlah besar di wilayah yang berjauhan secara serentak, media massa mempunyai peran dan fungsi yang sangat startegis di masyarakat. Harold D Lasweel mengemukakan, media massa punya tiga fungsi sosial yakni : 1. Pengawasan sosial. Media massa menyampaikan pesan dengan tujuan melakukan kontrol sosial agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan 2. Korelasi sosial. Melalui pesan yang disampaikan, media massa bisa menghubungkan pandangan kelompok sosial yang satu dengan pandangan kelompok sosial lain untuk mencapai konsesus. 3. Sosialisasi. Media massa bisa mewariskan atau menyebarluaskan nilai-nilai yang dianut suatu generasi ke generasi lain. Sedangkan Denis McQuil melihat peran dan fungsi media, massa di masyarakat terus meningkat karena: 11 1. Media massa merupakan industri yang berubah dan berkembang yang menciptakan lapangan kerja, barang, dan jasa, serta menghidupi industri lain. Media massa juga merupakan industri 10
Elvinaro Ardianto dan Lukita Komala, Komunkasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung 2007, hal 103 11 Denis MCQuail, Teori Komunikas Massa, Erlangga Jakarta 1999, hal 3.
yang memiliki peraturan dan norma-norma yang menghubungkan industri tersebut dengan masyarakat dan institusi sosial lain. 2. Media
massa
merupakan
sumber
kekuatan
alat
kontrol,
manajemen, dan inovasi dalam masyarakat yang dapat digunakan sebagai pengganti kekuatan dan sumber daya lainnya. 3. Media massa merupakan forum untuk menampilkan peristiwaperistiwa baik nasional maupun internasional. 4. Media massa sering berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan. Bukan saja dalam pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam pengembangan tata cara, mode, dan gaya hidup 5. Media
massa
menjadi sumber dominan untuk memperoleh
gambaran realitas sosial bagi individu dan kelompok secara kolektif.
2.3 Televisi Sebagai Media Massa 2.3.1 Sejarah Dilihat dari kronologis kemunculan bentuk media massa, televisi adalah generasi ketiga setelah media cetak dan radio. Sejarah media cetak bermula dari Acta Diurma (pengumuman pemerintah dan Acta Senata (pengumunan senat) pada zaman Kerajaan Romawi Kuno tahun 59 sebelum masehi. Pekembangan media cetak selanjutnya ditandai dengan ditemukanya cara mencetak dengan huruf lepas pada
1423 dan ditemukannya mesin pembuat kertas dan mesin uap pada abad 18. Radio memainkan peran dalam penyebaran informasi.sejak Dane menyatakan bahwa pesan dapat dikirim lewat kawat beraliran listrik pada 1802. Sedangkan televisi baru muncul setelah Paul Nipkow, dari Jerman menemukan dasar utama teknologi televisi pada 1884. 12 Saat ini, dengan digabungnya teknologi televisi dan teknologi satelit
menjadikan
hilangnya
ruang
dan
waktu
karena
dimungkinkannya siaran langsung yang bisa dipancarkan ke seluruh dunia televisi kini menjadi bagian penting bagi sebagian besar orang. Don De Lillo dalam bukunya ‘White Noise’, seperti dikutip Garin Nugroho, mengatakan, untuk sebagian besar orang, hanya ada dua tempat di dunia yaitu tempat mereka hidup dan tempat televisi diletakkan. 13
2.3.2 Ciri-ciri dan Karakteristik TV Media cetak dan media elektronik memliki ciri khas, keunikan, keunggulan dan kelemahan masing masing. Elvirano Ardianto dan Lukitai Komala Erdinaya mengidentifikasi karaktersitik televisi sebagai berikut : 14 1. Audio visual. Artinya dapat didengar sekaligus dilihat 12
Dedy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, Remaja Rosdakarya Bandung 2003 hal 3 Garin Nugroho, Kekuasaan dan Hiburan, Yayasan Bentang Budaya Yogjakarta 1995, hal 9. 14 Elvinaro Ardianto dan Lukita Komala, Komunkasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung 2007, hal 137 13
2. Berpikir dalam gambar (Thingking Picture). Artinya pihak yang bertanggung jawab atas kelancaran acara di televisi harus berpikir dalam gambar. Ada dua tahapan berpikir dalam gambar yakni tahap visualisasi atau menerjemahkan kata-kata yang mengandung gagasan menjadi gambar individual, dan tahap kedua yakni picturication atau pengambaran. Pada tahap ini dilakukan penggabungan gambar gambar individu sehingga mengandung makna tertentu. 3. Pengoperasian kompleks. Dibanding dengan media siaran radio, pengoperasian televisi lebih rumit, melibatkan orang lebih banyak dan dana yang diperlukan lebih besar. Sedangkan
ciri-ciri
televisi
dapat
diidentifkasi
disampaikan
kepada
komunikan
sebagai
berikut: 15 1. Informasi
melalui
proses
pemancaran. 2. Isi pesan audiovisual. Artinya, dapat di dengar dan dilihat secara bersamaan pada waktu ada siaran. 3. Sifatnya transsitory. Pesan-pesan yang diterima hanya bisa dilihat dan didengar secara sekilas. 4. Serentak dan global. 5. Meniadakan jarak dan waktu.
15
JB Wahyudi, Dasar Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Gajah Gita Nusa Jakarta 96, hal 8.
6. Dapat menyajikan peristiwa/pendapat yang sedang terjadi, secara langsung atau orisinal. 7. Bahasa yang digunakan formal dan non-formal (bahasa tutur). 8. Kalimat singkat, padat, jelas, sederhana. 9. Tujuan akhir dari penyampaian pesan untuk menghibur, mendidik, kontrol sosial, menghubungkan atau sebagai bahan informasi.
2.4 Program Televisi 2.4.1 Pengertian Yang dimaksud dengan program televisi adalah seluruh materi tayangan yang disiarkan oleh stasiun televisi. Stasiun televisi bisa membuat sendiri program tesebut atau memesan ke rumah produksi. Dengan memesan ke rumah produksi, stasiun televisi bisa mendapat program yang menarik bagi penonton dan pemasang iklan, sementara rumah produksi mendapat keuntungan dari produksinya. 16
2.4.2 Jenis Program Televisi Umumnya isi siaran televisi meliputi acara-acara sebagai berikut : 17 1. News Reporting 2. Talk Show 3. Documentair 16 17
Dedy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi, Remaja Rosdakarya Bandung 2003 hal 7 Ibid, hal. 9
4. Magaznbe/ Tabloid 5. Advertising 6. Education/ Instruksional 7. Art and culture 8. Music 9. Soap Opera 10. TV Movies 11. Games Show/ Kuis 12. Comedy/ Situation Comedy Tidak semua stasiun televisi menyiarkan seluruh jenis program tersebut. Mereka memilih jenis program yang sesuai dengan target audiens-nya. Sedangkan IB Wahyudi mengelompokkan seluruh jenis program televisi menjadi dua kategori yakni karya artistik dan karya jurnalistik. 18 Karya artistik adalah materi siaran yang diproduksi melalui pendekatan artistik seperti : 1. Program Pendidikan/Agama 2. Program Seni dan Budaya 3. Program Hiburan (Musik, lawak, akrobat, Sonetron. Dll) 4. Iklan 5. Program penerangan umum
18
JB Wahyudi, Dasar Dasar Managemen Penyiaran, Gramedia Pusaka Jakarta 2004, hal 27
6. Program ilmu pengetahuan dan teknologi Karya jurnalistik adalah program siaran yang diproduksi dengan pendekatan jurnalistik seperti : 1. Berita aktual (bulletin) 2. Berita non aktual (News Magazine) 3. Penjelasan masalah hangat (current affairs) 4. Dialog, wawancara, diskusi panel, siaran langsung, laporan , dll Dalam praktek, pengelola stasiun televisi tidak memisahkan secara ketat antara karya artistik dan karya jurnalistik. Karena dituntut untuk bisa menghibur, banyak program/ karya jurnalistik yang dikemas dengan mengedepanakan kaidah-kaidah artistik. Program talk show, misalnya, merupakan paduan antata program jurnalistik dan program artistik.
2.5 Khalayak TV 2.5.1 Pengertian Khalayak dapat diartikan masyarakat luas atau masyarakat umum. Dalam konteks televisi khalayak adalah masyarakat yang menggunakan media televisi untuk memenuhi kebutuhan akan informasi dan hiburan. Pengelola stasiun televisi baik televisi publik maupun televisi komersial ingin meraih beragam khalayak. Televisi
komersial membutuhkan khalayak guna menyakinkan para pengiklan agar membelanjakan uangnya untuk slot iklan. 19 Jumlah penonton televisi bisa diketahui melalui survai penonton yang dilakukan oleh lembaga survei. Di Indonesia baru ada satu lembaga survei yang mensurvai penonton televisi yakni AC Nielsen. Dari survei yang dilakukan oleh lembaga tersebut bisa diketahui jumlah
pemirsa
suatu program yang ditayangkan stasiun televisi.
Hasil survei AC Nielsen dijadikan acuan bagi pengelola stasiun televisi dalam membuat keputusan yang bekaitan dengan program siaran. Selera khalayak harus menjadi acuan dalam merencanakan siaran. Namun pengelola stasiun televisi harus bijaksana dengan tidak memenuhi semua selera khalayak karena sifat khalayak heterogen. Perancang program siaran harus mampu mengkombinasikan selera khalayak, nilai - nilai, norma, etika, estetika , dan aturan yang berlaku. Pengelola stasiun TV harus sadar adanya danpak baik dan dampak buru materi yang disiarkan. 20
2.5.2 Segementasi Khalayak TV Stasiun TV, terutama TV Komersial, tidak mungkin melayani seluruh khalayak TV. Stasiun TV harus membidik atau memfokuskan diri pada kelompok/segmen khalayak yang ada.
19 20
Hal itu dilakukan
Graeme Burton, Jalasutra , Yogjakarta, 2007, hal 9 JB Wahyudi Dasar Dasar Managemen Penyiaran Gramedia Pusaka Jakarta 2004, hal 115
untuk
merebut perhatian penonton dan untuk menyakinkan para
pengiklan. Khalayak
TV
yang
beragam
latar
belakangnya
bisa
dikelompokan menjadi beberapa segmen. Pengelola stasiun TV bisa menentukan target penontonya berdasarkan segementasi tersebut. Ada
empat
segmentasi
khlayak
TV
yakni
segmentasi
demografis, segmentasi geografis, segmentasi geodemografis, dan segmentasi psikografis. 21 demografis
1. Segmentasi
adalah
pengelompokan
penonton
berdasarkan karakteristik demografis seperti usia, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin pendapatan. 2. Segmentasi geografis yakni pengelompokan penonton berdasarkan tempat tinggal mereka. Misalnya, Indonesia Barat dan Indonesia Timur, masyarakat desa dan masyaraka kota. 3. Segmentasi
geodemografis
yaitu
pengelompokan
penonton
berdasarkan asumsi masyarakat yang tinggal di wilayah gografis tertentu memiliki karakter demografis yang sejenis. 4. Segmentasi psikografis yakni pengelompokan penonton berdasarkan gaya hidup dan mempengaruhi
kepribadian manusia. Gaya hidup diyakini perilaku
seseorang
yang
pada
akhirnya
mempengaruhi keputusanya dalam mengkonsumsi barang dan jasa.
21
Morissan MA, Startegi mengelola Radio dan Televisi, Ramidina Prakasa Jakarta 2005, hal 154
2.6 Film Kartun Fim kartun atau film animasi
umumnya dirancang untuk target
penonton anak-anak. Jalan cerita, tokoh dan karakter dalam film kartun disesuaikan dengan selera anak anak. Film animasi berasal dari dua disiplin yakni film yang berakar pada dunia fotografi dan animasi yang brakar pada dunia gambar. 22 Kata animasi berasal dari bahasa Inggris ‘to animate’. Secara umum animasi artinya kegiatan menghidupkan, menggerakkan benda mati. Suatu benda mati diberi dorongan kekuatan, semangat dan emosi, untuk menjadi hidup dan bergerak, atau terkesan hidup Karenanya diperlukan kecermatan dan skill yang tinggi
dalam
membuat film kartun/animasi. Proses pembuatan film animasi atau kartun sangat kompleks, menuntut kreatifitas tinggi dari pembuatnya serta diperlukan kombinasi antara kecerdasan akal dan keterampilan. 23 Sampai dekade lalu metode pembuatan film kartun masih hampir seluruhnya dikerjakan dengan tangan. Saat ini, meskipun temuan teknologi telah memudahkan pembutan film animasi, tapi keterampilan dan kreatifitas pembuatnya masih tetap menjadi syarat mutlak. Jika dilihat dari bahan atau materinya, film animasi dapat dipisahkan menjadi dua jenis yaitu film animasi dwi matra dan film animasi Tri matra. 24
22 23 24
7
Zaharuddin G Djalie dan edi Purwantoro, Animation Movie, Iformatika Bandung, 2007, hal 5 John Halas, Film Anmation a Simplified Approach. Unesco, 1979, hal 9 Zaharuddin G Djalie dan Edi Purwantoro, Animation Movie, Iformatika Bandung, 2007, hal
2.6.1 Film Animasi Dwi Matra Jenis film animasi ini seluruhnya menggunakan bahan papar yang dapat digambar diatas permukaanya. Disebut juga film animasi gambar karena hampir semua obyek animasinya melalui runtun kerja gambar. Sekurang –kurangnya ada 5 lima jenis film animasi dwi matra yakni 1. Film animasi Sel Film animasi ini merupakan teknik dasar dari film animasi/kartun. Teknik animasi ini memanfaatkan serangkaian gambar yang dibuat di atas lembaran plastik tembus pandang yang disebut sel. 2. Film animasi potongan Jenis film animasi ini menggunakan teknik yang sederhana. Figur atau objek animasi digambar pada lembaran kertas lalu dipotong sesuai dengan bentuk yang telah dibuat dan diletakkan pada sebuah bidang datar sebagai latar belakang. Pemotretan dilakukan dengan menganalisis langsung tiap gerakan dengan tangan sesuai dengan tuntutan cerita. 3. Film animasi bayangan Film animasi ini menggunakan cara yang hampir sana dengan pada pertunjukan wayang kulit. Objek animasi berupa bayangan dengan latar belakang terang, karena pencahayaan ada di belakang layar. Teknik yang dipakai sama dengan film animasi potongan yakni
figure digambar lalu dipotong dan diletakan pada latar untuk dipotret. 4. Flm animasi kolase Tenkik yang dipakai dalam pembuatan film animasi kolase cukup sederhana yakni
beberapa bahan yang dipakai seperti potongan
koran, potret, gambar-gambar, huruf, disusun sedemikian rupa lalu diubah secara berangsur-angsur, menjadi bentuk susunan baru, dimana tiap perubahan dipotret dengan kamera. 5. Film animasi penggambaran langsung pada film Berbeda dengan teknik pembuatan film animasi yang lain, jenis film animasi ini menggunakan teknik penggambaran obyek animasi dibuat langsung pada pita seluloid baik positif maupun negatif.
2.6.2 Film Animasi Tri Matra Berdasarkan bahan dan bentuknya ada tiga jenis film animasi Tri matra yaitu : 1. Film animasi boneka Objek yang dipakai dalam film animasi jenis ini adalah boneka yang terbuat dari bahan yang lentur dan mudah digerakan saat pemotretan. 2. Film animasi model Objek film jenis ini adalah bermacam-macam bentuk yang bukan boneka dan sejenisnya. Bentuk objeknya sederhana dan tidak
memerlukan gerak, bahan yang dipakai kayu, plastik atu kertas. Film animasi tidak memerlukan figur karena cerita tidak membutuhkan figur, hanya menjelaskan sesuatu yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan. 3. Film animas pixilasi Pixilasi adalah teknik pemotretan dimana figure/manusia melakukan adegan seperti boneka. Sang animator mengatur beberapa orang dalam posisi yang dikehendakinya lalu dipotret tiap gerakan demi gerakan, menjadi suatu rangkaian gerakan yang serasi.
2.7 Dampak Media Massa 2.7.1 Pengertian Yang dimaksud dampak adalah pengaruh yang timbul pada khalayak setelah mendapat terpaan
media massa.
Teori ‘Norma-
norma Kulltural’ yang diungkapkan De Fluer (1966) menyebutkan, media massa tidak berpengaruh secara langsung pada individu-individu, melainkan mempengaruhi kebudayaan, pengetahuan, norma-norma dan nilai suatu masyarakat. 25 Teori ini berasumsi, isi pesan media massa bisa mengubah atau memperbarui nilai-nilai, norrma-norma, dan kebudayaan,
dalam suatu masyarakat yang pada gilirannya akan
mengubah atau memperbarui sikap dan perilaku individu-individu dalam masyarakat tersebut. 25
Denis MCQuail dan Sven Windahl, Model Model Komunikasi, Sekolah Tinggi Publistik Jakarta 1985 hal 68
Sedangkan
Model
ketergantungan dalam efek komnikasi
massa yang dibuat Ball-Rokeach dan DeFleur (1976) menjelaskan, bahwa audiens dalam masyarakat modern cenderung bergantung pada sumber infomasi media massa untuk memperoleh pengetahuan tentang apa yang terjadi di masyarakat. Model ini menjelaskan ada tiga jenis efek media masa yakni efek kognitif, afektif dan perilaku. 26 Dalam penelitian ini, penulis akan fokus pada dampak kognitif dan dampak afektif. Penulis hanya meneliti dampak afektif dan konatif, tidak meneliti dampak perilaku media massa karena menurut Teori Belajar Sosial Bandura, perilaku merupakan hasil faktor-faktor kognitif dan lingkungan. Kita memiliki ketrampilan/perilaku tertentu bila terdapat jalinan positif antara stimulus dan karakteristik diri kita. 27 Dengan demikian bisa diasumsikan pesan media massa akan berdampak perilaku berbeda kepada tiap-tiap individu tergantung dari krakteristik masing-masing individu. Untuk meneliti masalah ini diperlukan waktu cukup lama.
2.7.2 Dampak kognitif Dampak kognitif adalah dampak yang timbul pada komunikan, dimana
pengetahuan dan intelektualitasnya meningkat. Dampak
kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa 26 27
yang diketahui,
Ibid, hal 70 Drs Djalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya Bandun hal 240
dipahami, dan dipersepsi oleh khalayak. Dampak kognitif, berkaitan dengan transrmisi
pengetahuan, kepercayaan, keterampilan dan
informasi. 28 Bisa diasumsikan, seseorang yang banyak mendapat terpaan. Media akan lebih tahu banyak hal dibanding dengan mereka yang sedikit mendapat terpaan media.
2.7.3 Dampak Afektif Dampak afektif adalah dampak dalam komunikasi massa yang kadarnya lebih tinggi dari dampak kognitif yakni sudah mengarah ke arah perasaan dan sikap komunikan. Joseph Klaperr menyimpulkan, ada lima prinsip umum pengaruh media massa dalam pembentukan dan perubahan sikap khalayak 29 : 1. Pengaruh Komunikasi massa
diantara oleh prediposisi personal,
proses selektif, dan keanggotan kelompok (faktor personal) 2. Faktor-faktor tadi, komunikasi massa berfungsi untuk memperkokoh sikap dan pendapat, selain juga sebagai media pengubah. 3. Bila komunikasi massa menimbulkan perubahan sikap, perubahan kecil pada intensitas sikap lebih umum terjadi pada konversi dari satu sisi ke sisi lain.
28 29
Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunkasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2003 , hal 219 Ibid, hal 232
4. Komunikasi massa
cukup efektif dalam
mengubah sikap pada
bidang-bidang dimana pendapat orang lemah, misalnya pada iklan komersial. 5. Komunikasi massa cukup efektif dalam menciptakan pendapat tentang masalah-masalah baru bila tidak ada predisposisi yang harus diperteguh.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tipe Penelitian Penelitian menggunakan tipe deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dimana peneliti hanya memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan tehadap obyek yang diteliti. 30 Penelitian deskriptif
hanya memaparkan situasi yang diperoleh dari
data mentah tanpa menjelaskan hubungan dan tidak melakukan pengujian hipotesis atau membuat prediksi terhadap hasil penelitian. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang diselidiki. 31
3.2 Metode Penelitian Penulis memilih metode survey, karena penelitian deskripsi pada umumnya menggunakan metode tersebut dalam pengumpulan data. Metode survey mempunyai ciri ciri data/informasi diperoleh dari sekompok orang yang merupakan sampel dimana data/informasi tersebut diperoleh dengan mengajukan beberapa pertanyaan (kuesioner) 32 Jenis survei yang dipilih yakni
30
Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM Jakarta 2007 , hal 108 31 Moh Nazir, Metode Penelitian Gahlia Indonesia 1985 hal 109 32 Ibid, hal 109.
survey Cross - sectional Survey yaitu metode pengumpulan data dimana informasi atau data dikumpulkan hanya pada suatu waktu tertentu. Secara umum
isi dari kuesioner berupa pertanyaan tentang fakta,
pendapat, dan persepsi diri dari responden. Dalam penelitian ini pertanyaan yang diajukan lebih fokus ke fakta-fakta yang ada pada responden.
3.3 Populasi Penelitian Yang dimaksud dengan populasi yakni seluruh individu atau obyek atau gejala yang akan diteliti. Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian maka harus ditentukan terlebih dahulu populasinya. 33 Dalam hal ini penulis menetapkan populasi penelitian yaitu siswa kelas 5 (lima) SD Negeri I Serua, Ciputat, Tangerang, Banten yang jumlahnya sebanyak 73 siswa /anak. 34 Siswa kelas 5 (lima) SD Negeri Serua I, Ciputat, Tangerang, Banten, dipilih dijadikan populasi dengan asumsi mereka, seperti anak anak lain, menyukai dan sering menonton film kartun, termasuk film kartun berjudul Scooby Doo yang disiarkan stasiun TV Tans 7. Selain itu, siswa kelas lima sudah
bisa memahami dengan baik
pertanyaan yang diajukan lewat kuesioner. Dalam psikologi, anak kelas lima SD (10 – 13 tahun) berada pada tahap motivasional
dimana
mereka
mempunyai harapan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, sebagai orang dewasa, bukan anak-anak lagi. Pada tahapan ini anak – anak sudah
33
Progo Nursjaman, Metodologi Penelitian Sosial, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah 2000, hal 11 34 Data di bagian Tata Usaha SD Negeri I Serua Ciputat, Tangerang, Banten
menggunakan kemampuan berpikir, kemampuan perasaan dan kemampuan fisik. 35
3.4 Sampel Penelitian Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap representasi dari populasi
yang akan dieliti. 36 Keuntungan menggunaan sampel dalam
penelitian antara lain hemat tenaga, waktu dan biaya. Namun karena jumlah populasi yang tidak begitu banyak yakni hanya 73 siswa, dan penulis
mampu untuk mengumpulkan
data
dari seluruh
populasi, maka sampel penelitian ini adalah total sampling atau data diambil dari seluruh siswa kelas 5 (lima) SD Negeri Serua I Ciputat Tangerang Banten, sebanyak 73 anak. Dengan menetapkan seluruh populasi sebagai sampel penelitian, penulis berharap akurasi hasil penelitan ini bisa sempurna.
3.5 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Data Primer Untuk mendapatkan data pimer yaitu data dari sumber utama, penulis menyebarkan daftar pertanyaan/kuesioner. Daftar pertanyaan dirancang sedemikian rupa sehingga jawaban yang diberikan responden sesuai dengan kebutuhan
35
untuk
melakukan analisa dalam penelitian
Abubakar Baraja, Psikolog Perkembangan, Stdiia Pers, 2008, hal 147 Ronny Kountur, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM Jakarta 2007 , hal 146 36
ini. Pertanyaan diajukan secara langsung pada responden saat peneliti mengunjungi sekolah mereka.
2. Data Sekunder Penulis
mencari
data
sekunder
dengan
melakukan
studi
kepustakaan dan mencermati hasil penelitian orang lain.
3.6 Teknik Analisis Data Analisa data adalah proses pemberian arti atau makna dari data data yang terkumpul. Data mentah yang terkumpul dipecah dalam
kelompok
kelompok, di kategorisasi, dilakukan manipulasi dan diringkas sehingga data terebut mempunyai makna. 37 Karena penuls menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, maka semua data dihimpun dan disusun secara sistematis dan cermat untuk dianalisa secara dskriptif Dalam melakukan analisis data penulis menggunakan stastistik tabel. Prosesnya diawali dengan menghitung frekuensi data. Dari penghitungan frekuensi tersebut akan diketahui disribusi frekuensi data, yang dijadikan dasar dalam membuat tabel, yang mudah dipahami
37
Moh Nazir, Metode Penelitian ,Gahlia Indonesia 1985 hal 405
3.7 Definisi dan Operasionalisasi Konsep 3.7.1 Definisi Konsep 3.7.1.1 Tayangan Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan tayangan adalah sesuatu yang dipertontonkan atau disiarkan oleh stasiun televisi. 3.7.1.2 Film Kartun Film Kartun adalah program film animasi yang diperuntukkan bagi anak anak. Program ini menyajikan cerita serta karakter dan bentuk tokoh tokohnya secara menarik. Beberapa film kartun menampilkan tokoh utama binatang, misalnya Woody, Tom and Jerry dan Scooby Doo. 3.7.1.3 Dampak Kognitif Dampak kognitif adalah dampak yang timbul pada komunikan, di mana pengetahuan dan intelektualitasnya. Meningkat setelah mendapat terpaan media. 3.7.1.4 Dampak Afektif. Dampak
afektif adalah dampak dalam proses komunikasi yang
kadarnya lebih tinggi dari dampak kognitif. Isi pesan dalam komunikasi bisa dikatakan berdampak afektif bila komunikan bukan sekadar meningkat pengetahuan dan intelektualitasnya, tetapi timbul perasaan tertentu misalnya perasaan iba, terharu, sedih, senang, dan marah.
3.7.2 Operasionalisasi Konsep Dengan diketahuinya konsep-konsep utama dari judul penelitian ini, maka digunakan operasionalisasi konsep untuk mengukur konsepkonsep yang akan diteliti.
MATRIKS OPERASIONALISASI KONSEP VARIABLE
Terpaan Media
DIMENSI
Frekuensi Menonton
INDIKATOR
Tinggi, jika responden menonton minimal 3 (tiga ) kali seminggu.
Rendah (Kadang – kadang) jika respoden menonton kurang dari tiga kali semingu.
Tidak pernah, jika responden tak pernah menonton.
Durasi Menonton
Tinggi, jika respnden menonton selama 30 menit
Sedang, jika responden menonton maksimal selama 20 menit
Rendah, jika responden menonton maksimal selama 10 menit.
Pola menonton
Sendiri, dengan teman, atau dengan orang tua/keluarga.
DAMPAK
Pemahaman atas
Paham, jika responden mengetahui
KOGNITIF
adanya tayangan fim
ada film kartun yang ditayangkan
kartun di Tans7.
di Trans7.
Tidak paham, jika responden tidak mengetahui ada film kartun yang ditayangkan di Trans7.
Pemahaman atas
Paham jika resonden tahu film
tayangan
kartun Scooby Doo ditayangkan di
film kartun Scooby Doo
Trans7.
di Trans7.
Tidak paham, jika responden tidak tahu film kartun Scooby Doo ditayangkan di Trans7.
Pemahaman atas jam
Paham, jika responden tahu jam
tayang film Scooby Doo
berapa film kartun Scooby Doo
di Trans7.
ditayangkan di Trans7.
Tidak paham, jika responden tidak tahu jam berapa film kartun Scooby Doo ditayangkan di Trans7.
Pemahaan atas tokoh
Paham, jika responden mengingat
tokoh utama dalam film
nama kelima tokoh utama dalam
kartun Scooby Doo.
film karun Scooby Doo dan mengetahui ciri-cirinya.
Tidak paham, jika responden tidak ingat nama kelima tokoh utama dalam film karun Scooby Doo.
Pemahaman atas adegan
Paham, jika responden ingat atas
Scooby Doo lari
adegan Scooby Doo lari ketakutan.
ketakutan. Tidak paham, jika responden tidak ingat atas adegan Scooby Doo lari ketakutan.
Pemahaman atas adegan
Paham jika responden ingat
Sooby Doo berteriak
adegan Scooby Doo berteriak
ketakutan.
ketakutan.
Tidak paham, jika respoden tidak ingat adegan Sooby Doo berteriak ketakutan.
Pemahaman atas wajah
Paham, jika responden ingat atas
Scooby Doo sedang
wajah Scooby Doo sedang
ketakukan.
ketakutan.
Tidak paham, jika responden tidak ingat wajah Scooby Doo sedang ketakutan. DAMPAK AFEKTIF
Perasaan / emosi saat
Menikmati, jika responden merasa
menonton film Scooby
nyaman selama menonton.
Doo. Tidak menikmati, jika jika responden tidak merasa nyaman selama menonton. Senang, jika responden merasa gembira. saat menonton. Tidak senang, jika responden tidak merasa gembira, saat menonton. Terhibur, jika responden terbawa ke kondisi yang menggembirakan sehingga lupa pada hal - hal yang menyedihkan. Tidak terhibur, jika responden tidak terbawa ke konsidi yang menggembirakan sehingga lupa pada hal - hal yang menyedihkan.
Perasaan/ emosi melihat
Takut, jika responden merasa
adegan Scooby Doo lari
tidak aman atau tidak senang dan
ketakutan.
perlu menghindar melihat adegan Scooby Doo lari ketakutan.
Tidak takut, jika perasaan responden biasa-biasa saja.
Perasan/ emosi melihat
Takut, jika responden merasa
adegan Scooby Doo
tidak aman atau tidak senang dan
berteriak ketakutan.
perlu menghindar melihat adegan Scooby Doo berteriak ketakutan.
Tidak takut, jika jika persaan resonden biasa-biasa saja.
Perasaan/ emosi melihat
Takut, jika responden merasa
wajah Scooby Doo
tidak aman atau tidak senang dan
ketakutan
perlu menghindar melihat wajah Scoby Doo ketakutan.
Tidak takut, jika perasaan responden biasa – biasa saja.
Perasaan/emosi sesudah
Takut, jika responden merasa
menonton film kartun
tidak aman atau tidak senang dan
Scooby Doo di Trans7.
perlu menghindar dari sesuatu setelah menonton film kartun Scooby Doo.
Tidak takut, jika perasaan responden biasa – biasa saja.
BAB IV HASIL PENELITIAN Analisa data merupakan bagian terpenting dalam sebuah penelitian karena dengan analisalah data yang terkumpul dapat diberi arti sehingga mudah dipahami oleh semua pihak, termasuk para pengguna hasil penelitian ini. Dalam menganalisis data penulis menggunakan pendekatan kuantitatif. Data diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada siswa kelas 5 (lima) SD Negeri Serua I Ciputat, Tangerang, Banten, dengan
responden sebanyak 73
anak/siswa. Analisis menggunakan tabel tunggal dan data dianalisis secara deskriptif. Dari hasil analisa data akan diketahui sejauh mana dampak kognitif dan afektif tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7 terhadap anak –anak (siswa kelas 5(lima) SD Negeri Serua I , Ciputat Tangerang Banten). Sekilas informasi tentang Film kartun Scooby Doo adalah sebagai berikut. Film kartun Scooby Doo adalah serial animasi televisi Amerika Serikat yang diproduksi untuk acara televisi Sabtu pagi hari (jam tayang untuk acara televisi anak-anak), pertama kali diproduksi pada 1969 oleh Hanna Barnera Productions, rumah produksi Amerika Serikat. Cerita film tersebut disusun oleh Joe Ruby dan Ken Spears. Sedangkan karakter tokoh – tokoh dalam film tersebut dirancang oleh Iwao Takamoto, yang meninggal dunia pada Januari tahun 2007. Kelima tokoh
film kartun Scooby Doo yakni Scooby Doo, Fred Jones, Daphne Blake, Velma Dinkley, Norville ‘Shaggy’ Roger. 38 Film kartun Scooby Doo merupakan film kartun dengan seri terpanjang hingga saat ini.
Film
yang telah ditayangkan di 160 negara tersebut dibuat
sebanyak 350 seri, jauh lebih banyak dibanding The Simpsons (335 episode), Tom and Jerry (209 episode), The Flinstone (166 episode), Micky Mouse (120 episode). 39 Di Indonesia, pada tahun 70-an film kartun Scooby Doo disiarkan TVRI. Saat ini film tersebut ditayangkan Trans 7 setelah sebelumnya disiarkan beberapa stasiun TV lain diantaranya ANTV. Data yang terkumpul dari lapangan telah penulis susun dalam bentuk tabel sebagai berikut : 4.1
Identitas Responden Identitas responden dapat dijelaskan dengan mengelompokkan ke dalam kriteria jenis kelamin dan usia yang dapat dilhat pada tabel berikut. Tabel 4.1.1 Jenis Kelamin No 1 2
Jenis kelamin Laki –laki Perempuan Jumlah Sumber : Q.1.2008
Frekuensi 40 32 73
n = 73 Presentase 54, 7 % 45,3% 100 %
Hasil penelitian menunjukkan, jumlah responden laki laki lebih besar dibanding responden perempuan. Prosentase responden laki – laki
38 39
Wikipedia Astaga.com 26 Oktober 2004
sebesar 54, 7 persen sedangkan responden perempuan 45,3 persen. Prosentase responden laki – laki yang lebih besar dibanding responden tidak perempuan tidak dirancang oleh penulis karena sejak awal telah ditetapkan responden adalah siswa kelas lima SD Negeri I Serua, Ciputat, Tangerang, Banten. Tabel 4.1.2 Usia Responden
No 1 2 3
Usia 10 th 11 th 12 th
Jumlah Sumber : Q.2.2008
Frekuensi 18 50 5 73
n=73 Persentase 24,6 % 68,5 % 6,9 % 100 %
Dari tabel diatas dapat diketahui responden terbanyak berumur 11 tahun, yakni sebanyak 50 anak atau 68,5 persen, diikuti responden berumur 10 tahun sebanyak 18 anak atau 24, 6 persen dan sisanya responden berumur 12 tahun sebanyak 5 anak atau 6,9 persen.
4.2
Pola Menonton Responden Untuk mengetahui pola menonton responden, penulis mengajukan sejumlah pertanyaan guna mendapat jawaban mengenai kebiasan mereka menonton berdasarkan frekuensi, durasi, dan dengan siap mereka menonton.
Tabel 4.2.1 Frekuensi Menonton n=73 No 1 2 3
Value table Setiap hari Kadang -kadang Tidak Pernah Jumlah Sumber: Q.3.2008
Frekuensi 20 53 0 73
Persentase 27,4 % 72,6 % 0% 100 %
Hasil penelitian menunjukkan semua responden menonton tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7. Bagi sebagian responden, film kartun Scooby Doo merupakan film favorit yang mereka tonton setiap hari. Dari tabel diatas dapat diketahui 27, 4 persen responden menonton film kartun Scooby Doo setiap hari. Sisanya 72,6 persen responden menonton film tersebut hanya kadang kadang. Table 4.2.2 Durasi Menonton n=73 No 1 2 3
Value table 30 Menit 20 Menit 10 Menit Jumlah Sumber : Q.4.2008
Frekuensi 51 14 8 73
Persentase 69,8 % 19,3 % 10, 9 % 100 %
Film kartun Scooby Do ternyata cukup menarik bagi anak anak. Buktinya sebagian besar responden, 69, 8 persen menonton film tersebut sampai tuntas (30 menit). Responden yang menonton lebih dari separuh durasi film atau menon selama 20 menit juga cukup tinggi yakni 19, 3
persen. Sementara responden yang menonton selama 10 menit hanya 10,9 persen
Tabel 4.2.3 Dengan Siapa Menonton
No 1 2 3
Value tabel Sendiri Teman Keluarga Jumah Sumber : Q.5.2008
Frekuensi 55 7 11 73
n=73 Persentase 75,4 % 9,6 % 15 % 100 %
Sebagain besar responden, sebanyak 55 anak atau 75,4 persen, menonton film kartun Scooby Doo d Trans7 sendiri. Dapat diasumsikan, mereka ingin menikmati film tersebut tanpa gangguan orang lain. Reponden yang menonton bersama keluarga jumlahnya 11 anak atau 15 persen dan yang menonton dengan teman hanya 7 anak atau 9,6 dari total responden. Hasil penelitian juga menunjukkan, sebagian besar responden yang menonton sendirian adalah anak laki laki. Dari 55 responden yang mengaku menonton sendiri, diketahui 32 diantaranaya laki – laki. Dari 11 responden yang mengaku menonton film kartun Scooby Doo bersama teman, sebagian besar (7 responden) juga laki laki. Sedangkan dari 11 responden yang mengaku menonton bersama teman, sebagain besar ( 7 respoden) adalah perempuan.
4.3
Pengetahuan Responden Untuk mengukur sejauh mana pengetahuan responden terkait film kartun Scooby Doo yang disiarkan Trans7, penulis mengajukan sejumlah pertanyaan guna mendapatkan jawaban yang terkait dengan pengetahuan mereka mulai dari jam tayang film tersebut,
nama – nama tokoh utama
dan ciri- cirinya, serta beberapa adegan menarik dalam tiap episodenya. . Tabel 4.3.1 Tahu ada tayangan film kartun di Trans7
No 1 2
Value tabel
Frekuensi 73 0 73
Ya Tidak Jumlah
n=73 Persentase 100 % 0% 100 %
Sumber : Q.6.2008
Tabel
diatas menunjukkan semua responden mengetahui
ada
tayangan film kartun di Trans7. Hasil ini menunjukkan bahwa perhatian anak –anak (responden) terhadap tayangan film kartun di televisi, utamanya di Trans7, sangat tinggi. Tabel 4.3.2 Tahu ada ada tayangan film kartun Scooby Dooo di Trans7 Value table No 1 2
Ya Tidak
Jumlah Sumber : Q.7.2008
Frekuensi 73 0 73
n=73 Persentase 100 % 0% 100 %
Tabel di atas menunjukkan bahwa semua responden juga mengetahui ada tayangan film kartun berjudul Scooby Doo di Trans7. Hasil ini pararel dengan data pada tabel sebelumnya yang menunjukkan bahwa semua responden mengaku menonton film kartun Sooby Doo di Trans7. Dari tabel di atas juga bisa disimpulkan bahwa film kartun Scooby Doo cukup popupler di kalangan anak anak (responden). Tabel 4.3.3 Ingatan akan jam tayang film kartun Scooby Doo disiarkan diTrans7.
No 1 2 3
Value tabel 12.00 WIB 13.00 WIB 15.00 WIB Jumlah Sumber : Q.8.2008
Frekuensi 6 23 44 73
n=73 Persentase 8,2 % 31,5 % 60,3 % 100 %
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian kecil responden tak ingat jam berapa film kartun Scooby Doo ditayangkan
di Trans7.
Sebanyak enam responden atau 8,2 persen menjawab jam 12.00 WITA dan 23 anak atau 31,5 persen menjawab jam 13.00 WIB, padahal film tersebut disiarkan pada jam 15.00 WIB. Namun sebagian besar responden, 60, 3 persen, tahu persis (menjawab dengan benar) jam berapa film kartun Scooby Doo ditayangkan di Trans7. Sebagain kecil respondern salah dalam menjawab pertanyaan jam berapa film kartun Scooby Doo disiarkan Trans7, mungkin karena film
tersebut sebelumnya pernah ditayangkan di stasiun TV lain, yakni ANTV. Selain itu, jam tayang film tersebut di Trans7 juga mengalami perubahan dari sebelumnya jam 19.00 WIB menjadi jam 15.00 WIB.
Tabel 4.3.4 Ingatan atas tokoh Scooby Doo
Value tabel No 1 2 3
Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber : Q.9.2008
Frekuensi 62 6 5 73
n=73 Persentase 84,9 % 8,2 % 6,9 % 100 %
Temuan menarik bisa dilihat dari tabel diatas yakni ternyata tidak semua responden ingat tokoh Scooby Doo. Sebagian besar responden, 84, 9 persen, memang ingat. Tetapi 8, 2 persen responden hanya ingat samar samar dan 6,9 persen responden tidak ingat. Padahal tokoh Scooby Doo adalah tokoh sentral dalam film kartun Scooby Doo dan
merupakan tokoh
yang paling gampang dikenali
karena sosoknya yang unik dan berbeda dengan empat tokoh lain dalam film tersebut, yakni dia berwujud binatang anjing, sementara tokoh lainya manusia.
Tabel 4.3.5 Tokoh Scooby Doo adalah
No Value tabel 1 Kucing 2 Anjing 3 Tikus Jumlah Sumber: Q.10.2008
Frekuensi 0 73 0 73
Meski pada tatbel
sebelumnya diketahui ada
n=73 Persentase 0% 100 % 0% 100 %
sebagian kecil
responden yang mengaku tak ingat pada tokoh Scooby Doo, namun tabel di atas menunjukkan
semua responden (100 persen) bisa menjawab
dengan benar apakah tokoh Scooby Doo itu kucing, anjing, atau tikus. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya semua responden ingat dan tahu tokoh Scooby Doo. sebagian responden tidak cermat atau tidak
Penulis menduga, hati- hati
dalam menjawab pertanyaan
‘Apakah Anda Ingat tokoh
Scooby Doo.’ Dugaan lain, sebagian responden tidak bisa menangkap inti pertanyaan tersebut dengan benar sehingga salah menentukan jawaban.
Tabel 4.3.6. Ingatan atas t tokoh Shaggy
No 1 2 3
Value tabel Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber : Q.11.2008
Frekuensi 66 4 3 73
n=73 Persentase 90,5 % 5,5 % 4% 100 %
Tabel di atas menjelaskan bahwa sebagian besar responden, 90, 5 persen, ingat tokoh Shaggy. Ini menjelaskan bahwa tokoh Shaggy yang dalam tiap episode selalu dekat dengan Scooby Doo, cukup populer di kalangan anak - anak (responden). Hanya ada 5 persen responden yang mengaku ingat samar – samar dan 4 persen responden lainya mengaku tidak ingat. Tabel 4.3.7 Ciri-ciri tokoh Shaggy
No 1 2 3
Value table Berbadan kekar Berbadan gemuk Berbadan kurus Jumlah Sumber : Q.12.2008
Frekuensi 7 3 63 73
n=73 Persentase 9,6 % 4% 86,4 % 100 %
Tapi tak semua responden yang mengaku ingat tokoh Shaggy bisa menjawab
dengan benar ciri –cirinya (berbadan kurus). Hanya 86, 4
persen responden yang menjawab benar. Padahal dari tabel sebelumnya diketahui respoden yang mengaku ingat tokoh Shaggy sebanyak 90,5 persen. Sebanyak 13, 6 persen responden menjawab salah dengan rincian 9,6 persen menjawab ciri – cirri okoh Shaggy berbadan kekar dan 4 persen menjawab Shaggy berbadan gemuk.
Tabel 4.3.8 Ingatan atas tokoh Velma No 1 2 3
Value tabel Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber : Q.13.2008 Tokoh Velma
Frekuensi 64 5 4 73
n=73 Persentase 87,7 % 6,8 % 5,5 % 100 %
adalah salah satu tokoh utama film katun
ScoobyDoo yang selalu muncul dalam tiap episode. Tapi, tokoh Velma tidak diingat oleh semua responden. Seperti tergambar dalam tabel diatas sebagian besar responden,
87,7 persen,
mengaku mengingatnya.
Sementara 6,8 persen mengaku hanya ingat samara- samar dan 5,5 persen responden tidak ingat.
Tabel 4.3.9 Ciri cirri tokoh Velma
No Value tabel 1 Berambut pendek, berkaca mata 2 Berambut pendek, tidak berkaca mata 3 Berambut sebahu tidak berkaca mata Jumlah Sumber : Q.14.2008
Tabel diatas menunjukkan jumlah
Frekuensi 64 2 7 73
n=73 Persentase 87,7 % 2,7 % 9,6 % 100 %
responden yang bisa
menyebutkan cirri – ciri tokoh Velma (berambut pendek, berkaca mata) sama dengan jumlah responden yang megaku ingat tokoh Velma, yakni 87,7 persen. Sebanyak 11, 13 persen responden salah menjawab dengan
rincian 2,7 persen menjawab Velma berambut pendek, tidak berkaca mata an 9,6 persen menjawab Velma berambut sebahu, tidak berkaca mata.
Tabel 4.3.10 Ingatan atas Tokoh Daphne
No 1 2 3
Value table
Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber : Q.15.2008
Frekuensi 68 1 4 73
n=73 Persentase 93,1 % 1,4 % 5,5 % 100%
Tokoh Daphne adalah tokoh yang paling diingat oleh responden, bahkan mengalahkan tokoh sentral dalam film kartun Scooby Doo yakni Scooby Doo. Tabel di atas menunjukkan, responden yang mengaku ingat tokoh Daphne mencapai 93,1 persen, lebih tinggi dari jumlah responden yang ingat Scooby Doo yakni 84,9 persen.
Tabel 4.3.11 Ciri –ciri Tokoh Daphne
No 1 2 3
Value table Berambut pendek Berambut sebahu Berambut kribo Jumlah Sumber : Q.16.2008
Frekuensi 8 64 1 73
n=73 Persentase 10,9 % 87,7 % 1,4 % 100 %
Tapi jumlah responden yang bisa menjawab dengan benar ciri – ciri tokoh Daphne (berambut sebahu) tak sebanyak jumlah responden yang mengaku ingat tokoh Daphne. Dari table diatas diketahui hanya 87, persen yang bisa menjawab ciri ciri tokoh Daphne dengan benar , padahal dalam tabel sebelumnya terdapat 93, 1 persen responden yang mengaku ingat tokoh Daphne.
Tabel 4.3. 12 Ingatan atas Tokoh Fred
No 1 2 3
Value table
Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber: Q.17.2008
Frekuensi 66 3 4 73
n=73 Persentase 90,5 % 4% 5,5% 100 %
Jumlah respoden yang mengaku ingat tokoh Fred, seperti tergambar dalam tabel diatas , cukup tinggi yakni mencapai 90, 5 persen. Sebanyak 4 ersen responen mengaku ingat samart samar dan 5,5 persen responden mengaku tidak ingat. Hal ini menjelaskan bahwa tokoh Fred sangat popular di mata anak anak (responden), seperti halya tokoh utama lain dalam film kartun Scooby Dooo.
Tabel 4.3.13 4.3.13 Ciri -ciri tokoh Fred
No Value tabel 1 Selalu berpakaian rapi dan pembrani. 2 Selalu berpakaian rapi dan penakut 3 Pakaiannya tak rapi dan penakut Jumlah Sumber : Q.18.2008
n=73 Persentase 89, 2 % 6,8 % 4% 100%
Frekuensi 65 5 3 73
Tabel di atas menunjukkan responden yang bisa menjawab dengan benar ciri – ciri tokoh Fred (berpakaian rapi dan pembrani)
jumlahnya
mencapai 89,2 persen tak jauh berbeda dengan jumlah responden yang mengaku ingat tokoh Fred (90,5 persen). Sebanyak 10, 8 persen rsponden menjawab salah dengan rincian 6,8 persen menjawab cirri – cirri tokoh Fred berpakaian rapi, penakut dan 4 persen menjawab ciri – cirri tokoh Fred berpakaian tak rapi, penakut.
Tabel 4.3.14 Ingatan atas adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan No 1 2 3
Value table
Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber: Q.19.2008
Frekuensi 69 4 0 73
n =73 Persentase 94,5 % 5,5 % 0% 100 %
Adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari – lari ketakutan adalah adegan menarik bagi penonton yang ada dalam tiap episode film kartun Scooby Doo. Biasanya Scooby Doo dan Shaggy ketakukan dikejar kejar
oleh tokoh misteri yang sosoknya menakutkan yang jati dirinya baru diketahui diakhir cerita. Dari tabel di atas diketahui semua responden mengingat adegan tersebut. Sebagian besar responden yakni sebanyak 94, 5 persen mengaku ingat dan sebanyak 5,5 persen responden ingat samar samar.
Tabel 4.3.15 Ingatan atas adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan
No 1 2 3
Value table
Ya Samar –samar Tidak Jumlah Sumber: Q.20.2008
Frekuensi 69 2 2 73
n=73 Persentase 94,5% 2,7 % 2,7 % 100 %
Selain adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan, tiap episode film kartun Scooby Doo juga ada adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan. Adegan ini juga cukup membekas di benak penonton. Responden yang mengaku ingat adegan tersebut cukup tinggi yakni 94, 4 persen. Namun ada dua responden atau 2,7persen yang mengaku tidak ingat adegan tersebut.
Tabel 4.3.16 Ingatan atas wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan
No Value table 1 Ya 2 Samar –samar 3 Tidak Jumlah Sumber :Q. 21.2008
Frekuensi 66 5 2 73
n=73 Persentase 90,5 % 6,8 % 2,7 % 100 %
Dalam tiap episode film kartun Sooby Doo juga kerap dimunculkan gambar close up wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan. Gambar - gambar tersebut juga terekam dengan baik di ingatan penonton. Tabel diatas menunjukkan, 90,5 persen responden mengaku ingat gambar wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan. Sebanyak
6,8 persen responden lain mengaku ingat samar- samar dan
hanya 2, 7 persen responden mengaku tidak ingat.
4. 4
Perasaan Responden Yang dimaksud perasaan responden adalah perasaaan atau keterlibatan emosi mereka baik ketika sedang menonton film kartun Scooby Doo maupun sesudahnya. Untuk mengukur perasaan responden, penulis mengajukan sejumlah pertanyaan yang hasilnya bisa dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4.1 Menikmati tayangan film kartun Scooby Doo
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumlah Sumber: Q.22.2008
Frekuensi 72 1 73
n=73 Persentase 98,6% 1,4 % 100 %
Hampir semua responden mengaku menikmati tayangan film kartun Scooby Doo d Trans7. Sebanyak 72 resoponden atau 98,6 persen mengaku menikmatinya. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa hampir semua penonton, baik yang menyaksikan selama 30 menit, 20 menit,
maupun
10 menit, tiap episode,
bisa menikmati flm kartun
Scooby Doo. Tabel 4.4.2 Terhibur dengan tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumlah Sumber: Q.23.2008
Frekuensi 71 2 73
n=73 Persentase 97,3 % 2,7 % 100 %
Jumlah responden yang merasa terhibur dengan adanya tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7 juga tinggi, yakni
mencapai 97,3
persen. Hal ini menunjukkan bahwa tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7 mampu nmemberi hiburan pada anak –anak. Tabel di atas
menunjukkan hanya ada 2 responden atau 2,7 persen yang mengaku tak terhibur dengan adanya film kartun Scooby Doo.
Tabel 4.4.3 Merasa cemas saat melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumah Sumbet : Q.24.2008
Frekuensi 40 33 73
n=73 Persentase 54,8 % 45,2 % 100%
Tabel diatas menjelaskan bahwa lebih dari separuh responden atau 54, 8 persen merasa cemas ketika menonton adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan. Sementara 45,2 persen mengaku tidak cemas. Seperti dijelaskan sebelumnya adegan tersebut selalu ada di tiap episode dan merupakan salah satu adegan menarik bagi penonton.
Tabel 4.4.4 Merasa cemas saat melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumlah Sumber. Q.25.2008
Frekuensi 28 45 73
n= 73 Persentase 38,3 % 61,7 % 100 %
Meski lebih dari separuh responden merasa cemas melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan, jumlah rspoden yang merasa cemas melihat adegan Scooby Doo dan shaggy berteriak ketakutan hanya 38, 3 persen. Dari tabel diatas bisa diketahui responden yang mengaku tidak cemas melihat aan Scooby Do dan Shaggy
berteriak ketakutan
jumahnya lebih bersar yakni 61, 7 persen.
Tabel 4.4.5 Merasa cemas saat meihat wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumlah Sumber : Q.26.2008
Frekuensi 28 45 73
n=73 Persentase 38,3% 61,7% 100 %
Jumlah responden yang cemas melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan sama dengan jumlah responden yang cemas melihat gambar wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan. Tabel menunjukan, 61,7 persen responden, tidak merasa cemas menonton adegan tersebut.
Tabel 4.4.6 Merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan
No 1 2
Value tabel
Frekuensi 20 53 73
Ya Tidak
Jumah Sumber : Q .27.2008
n=73 Persentase 27,4 % 72,6 % 100%
Hasil penelitian menunjukkan, ressponden yang merasa cemas mlihat adegan tertentu dalam film kartun Scooby Doo tidak selalu diikuti denga munculnya rasa takut. Tabel di atas menjelaskan, responden yang takut melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan sebanyak 20 anak atau 27,4 persen. Padahal, dalam tabel sebelumnya dikethaui responden yang cemas melihat adegan tersebut mencapai 54, 8 persen. Tabel 4.4.7 Merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan
No 1 2
Value tabe Ya Tidak
Jumah Sumber : Q.28.2008
Frekuensi 18 55 73
n=73 Persentase 24,7 % 75,3 % 100 %
Jumlah responden yang takut melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan juga lebih kecil dari jumlah rsponden yang mengaku cemas melihat adegan tersebut. Tabel diatas menunjukkan, responden yang
takut sebanyak 24,7 persen padahal dari tabel
sebelumnya diketahui responden yang cemas menonton adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan sebanyak 38,3 persen. Tabel 4.4.8 Merasa takut saat melihat wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan No 1 2
Vale table Ya Tidak
Frekuensi 17 56
Jumah Sumber : Q.29.2008
73
Dari tabel diatas diketahui, sebagian
n=73 Persentase 23,3 % 76,7 % 100 %
bessar responden, 76,7
persen, tidak takut melihat wajah Scooby Doo dan Shaggy sedang ketakutan. Dalam tabel sebelumnya diketahui 61 , 7 responden tidak cemas melihat adegan tersebut.
Tabel 4.4.9 Senang saat tokoh misteri tertangkap dan ketahuan siapa mereka sebenarnya n=73 No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumah Sumber : Q.30.2008
Frekuensi 62 11 73
Persentase 84,4 % 15,6 % 100 %
Di akhir cerita setiap episode film kartun Scooby Doo, tokoh misteri yang sosoknya menakutkan, akhirnya tertangkap dan diketahui identitasnya. Mereka ternyata bukan mahluk menyeramkan, tetapi sekolompok orang yang punya niat jahat. Terbongkarnya kedok tokoh misterius yang menakutkan merupakan klimaks cerita
tiap episode.
Artinya tiap episode film kartun Scooby Doo selalu berakhir dengan happy ending Rancangan alur cerita seperti itu ternyata direspon positif oleh responden. Tabel di atas menunjukkan, sebagian besar responden, 64, 4 persen merasa senang ketika tokoh misterius terkuak kedoknya.
Tabel 4.4.10. Masih merasa cemas setelah menonton film kartun Scooby Doo
No 1 2
Value table Ya Tidak
Jumah Sumber : Q.31.2008
Frekuensi 7 66 73
n=73 Persentase 9,6 % 90,4 % 100%
Rasa cemas yang muncul dalam diri responden saat menonton film kartun Scooby Doo ternyata tak selalu terbawa sampai setetah tayangan film berakhir. Responden yang mengaku masih cemas setelah menonton hanya 9,6 persen. Padahal, dari tabel sbelumnya diketahui responden yang cemas
saat melihat adegan Scooby Doo
ketakutan mencapai 54 ,8 persen
dan Shaggy belari
Tabel 4.4 .11 Masih terbayang tokoh misteri setelah menonton film kartun Scooby Doo
No 1 2
Value table
Frekuensi 19 54 73
Ya Tidak
Jumah Sumber : Q.32.2008
Sebagian besar responden
n=73 Persentase 26 % 74 % 100 %
ternyata tak terpengaruh dengan
kehadiran tokoh misteri, yang sosoknya digambarkan menakutkan, dalam film kartun Scooby Doo. Sebanyak 74 persen responden mengaku tidak terbayang lagi dengan tokoh misteri tersebut setelah tayangan film usai. Hanya 24 persen responden yang merasa masih terbayang tokoh misteri, setelah menonton film katun Scooby Doo.
Tabel 4.4.12 Perasaan takut setelah menoton film kartun Scooby Doo n=73 No 1 2
Value table Ya Tidak Jumah Sumber : Q.33.2008
Frekuensi 7 66 73
Persentase 15,1 % 84,4 % 100 %
Tabel sebelumnya menunjukkan jumlah respoden yang merasa takut melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan sebanyak 27,4 persen, sedangkan tabel di atas menjelaskan, jumlah responden yang
merasa takut setelah menonton film kartun Scooby Doo hanya 15,1 persen. Sebagian besar responden yakni 84,4 persen, perasaanya tidak terpengaruh dengan adanya tayangan film kartun Scooby Doo.
Tabel 4.4.13 Muncul rasa takut terhadap sesuatu yang tak jelas, setelah menonton Scooby Doo
No 1 2
Value table Ya Tidak
Frekuensi 8 65
Jumah Sumber : Q.34.2006
73
n=73 Persentase 11 % 89 % 100 %
Setelah menonton film katun Scooby Doo, sebagian besar responden, 89 persen,
mengaku tidak terjadi perubahan
dalam diri
mereka terutama yang menyangkut perasaannya. Perasaan mereka biasa – biasa saja, tidak muncul rasa takut terhadap sesuatu yang tak jelas. Mereka tidak berubah menjadi penakut. Hanya 11 persen responden yang mengaku terhadap sesuatu yang tak jelas, dalam dirinya.
mucul rasa takut
4.5 Pembahasan Dalam bab sebelumnya penulis menyinggung
Model
Psikologi
Comstok yang beranggapan bahwa pertunjukan aksi - aksi di televisi akan mudah ditiru oleh audiens jika disajikan secara mencolok, menimbulkan getaran pada penonton dan diasumsikan
menonjol.Bertolak
dari model diatas,
bisa
anak –anak yang menonton Film kartun Sooby Doo yang
ditayangkan Trans7 akan meniru beberapa adegan dalam film tersebut. Sebab, dalam tiap episode film kartun Scooby Doo selalu menyuguhkan adegan yang mencolok dan menimbulkan getaran bagi anak – anak, seperti adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakukan atau adegan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan. Munculnya getaran pada anak –anak terbukti dari hasil penelitian yang menunjukkan sebagian responden mengaku cemas dan takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan, juga saat mereka melihat adgan Scooby Doo dan Shaggy berteriak ketakutan. Namun dalam penelitian ini penulis lebih fokus ke dampak kognitif dan afektif tanyangan film tersebut terhadap anak - anak. Model ketergantungan dalam efek komunikasi massa yang dibuat oleh Ball
Rokeach dan DeFluer (1976) yang penulis kemukakan dalam bab
sebelumnya,
menjelaskan bahwa audiens dalam masyarakat modern
cenderung bergantung pada sumber informasi media massa, untuk memperoleh pengetahuan tentang apa yang terjadi di masyarakat. Model tadi
juga menjelaskan, ada tiga efek media massa yakni efek
kognitif, efek
afektif, dan efek perilaku. Namun penulis hanya meneliti dampak afektif dan konatif, tidak meneliti dampak media massa terhadap perilalu khalayak karena penelitian tentang dampak perilaku media massa memerlukan waktu lama. Sebab menurut Teori Belajar Sosial Bandura, perilaku merupakan hasil faktorfaktor kognitif dan lingkungan. Kita memiliki ketrampilan/perilaku tertentu bila terdapat jalinan positif
antara stimulus dan karakteristik diri kita.40
Dengan demikian bisa diasumsikan dampak media massa terhadap perilau tiap – tiap individu berbeda tergantung dari karakeristik masing – masing individu. Penelitian tentang hal tersebut tidak bisa dilakukan dengan tipe penelitian deskriptif kuantitattif seperti yang penuls lakukan. Dampak koginitif adalah dampak yang timbul pada diri komunikan dimana pengetahuanya bertambah
setelah terkena terpaan media massa.
Dengan demikian bisa diasumsikan individu yang lebih banyak mendapat terpaan media pengetahuan dan intelektualitasnya lebih baik di banding dengan individu yang lebih sedikit atau kurang mendapat terpaan media. Untuk mengetahui dampak kognitif film kartun Scooby Doo, penulis mengajukan sejumlah pertanyaan kepada responden
terkait dengan ingatan
mereka pada hal – hal pokok dalam film tersebut seperti tokoh – tokoh utama dan ciri – ciriya, serta adegan – adegan menarik dalam tiap episiode. Hasil penelitian menunjukkan tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7
40
Drs Djalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, PT Remaja Rosdakarya Bandun hal 240
terbukti meningkatkan pengetahuan responden terkait apa yang tersaji dalam film tersebut. Sebagian besar responden mengetahui dan mengingat lima tokoh utama film kartun Scooby Doo. Mereka juga mengingat dengan baik ciri - ciri tokoh tersebut. Sebagian besar responden juga mengingat adegan adegan menarik di tiap episode. Fakta–fakta diatas menunjukkan keberhasilan penggagas dan produser film tesebut dalam merancang karakter dan tampilan fisik tokoh –tokoh utamanya
serta kecerdasan mereka dalam menyusun alur cerita dan
pengadegan. Kelima tokoh utama yakni Scooby Doo, Fred, Daphne, Velma, dan Shaggy, masing mempunyai karakter yang kuat dan mereka memiliki perbedaan tampilan fisik yang cukup kontras satu sama lain, sehinga mudah diingat oleh rsponden. Hasil penilitian menunjukkan tokoh yang paling banyak diingat responden yakni Scooby Doo. Hal ni, menurut
penulis,
karena secara fisik tokoh ini (anjing), mempunyai perbedaan mencolok dengan keempat tokoh lain yang manusia. Selain itu kebetulan nama tokoh tersebut dijadikan judul film. Sedangkan dari segi cerita, film katun Scooby Doo
terekam kuat
dalam ingatan responden karena setiap eiposode selalu menampilkan tokoh misterius yang
tampilan fisiknya digambarkan menakutkan. Pemunculan
tokoh meiterius sebagai ciri utama sekaligus sebagai daya tarik
film,
menurut penulis, berhasil. Buktinya, sebagian besar responden mengaku ingat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari
dikejar tokoh misterius.
Sebagian besar responden juga ingat
wajah Scooby Doo dan Shaggy
ketakutan. Jadi bisa diasumsikan film kartun Scooby Doo berdampak kognitif terhadap responden, dalam arti meningkatkan pengetahuan mereka atas film yang ditontonya, antara lain karena penggagas film tersebut berhasil dalam meracang karakter dan tampilan pisik tokoh tokohnya serta berhasil dalam menyusun cerita. Sedangkan dampak afektif adalah dampak dalam proses komunikasi massa yang kadarnya lebih tinggi dari dampak kognitif. Isi pesan media massa dikatakan berdampak afektif bila komunikan tersentuh perasaannya. Dalam hal film kartun Scooby Doo, film ini dikatakan berdampak afektif jika dalam diri penonton muncul rasa senang, merasa menikmati, tegang, cemas, takut dan sebagainya. Untuk mengetahu adanya dampak afektif film kartun Scooby do di Trans7, penulis mengajukan sejumlah pertanyaan kepada responden yang berkaitan dengan sikap mereka baik selama maupun sesudah menonton film tersebut. Hasil penelitian menunjukkan, selama menonton sebagian besar responden menikmati dan terhibur dengan tayangan film kartu Dcooby Doo di Trans7. Bahkan sebagian bersar responden selalu menonton film kartun Scooby Doo sampai selesai. Ini menunjukkan bahwa film ini menarik bagi anak – anak (responden). Hal ini terjadi antara lain karena dari sisi cerita, dengan tokoh misteri yang selalu muncul di setiap episode, film ini kuat
(bagus). Tokoh misteri yang membuat Scooby Doo dan Shaggy ketakutan dan akhirnya terbongkar di ujung cerita, membuat penonton penasaran. Terkait sikap respoden setelah menonton film katun Scooby Doo, sebagian besar responden
tak terpengaruh dengan dimunculkanya tokoh
misteri, yang digambarkan menakutkan, dalam tiap episode. Mereka tak mengalami
perubahan dalam dirinya, terutama yang berkaitan dengan
persaannya. Mereka tak berubah menjadi penakut. Hanya sebagian kecil respoden mengaku masih terbayang akan tokoh misteri yang diganbarkan menakutkan, dan muncul rasa takut dalam dirinya, setelah menonton. Dengan demikian bisa dikatakan film kartun Scooby Doo tidak berdampak negatif dalam pengertian tidak membuat anak – anak menjadi penakut setelah
menonton. Penulis berasumsi
hal ini terjadi
karena
responden (siswa kelas lima SD) sudah mempunyai pemikiran yang cukup untuk sampai pada keyakinan bahwa tokoh misterius yang digambarkan menyeramkan dalam film tersebut hanya kartun / animasi. Cerita yang sama dalam seri Scooby Doo tentu akan berdampak afektif berbeda terhadap responden , jika dibuat dalam film dengan pemeran manusia (bukan film kartun), apalagi bila dikemas dalam film horor.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari pengolahan dan analisa data yang terkumpul di lapangan, penulis menyimpulkan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Film karun Scooby Doo yang ditayangkan Trans7 setiap hari pukul 15.00 WIB mendapat respon baik dari penonton. Terbukti semua responden mengaku menonton film tersebut, 27,4 persen diantaranya menonton setiap hari. 2. Hasil penelitian yang berkaitan dengan dampak kognitif tayangan film kartun Scooby Doo terhadap anak anak menunjukan pengetahuan anak – anak terhadap fim tersebut cukup baik. Terbukti sebagian besar responden mengingat dan mengetahui cirri-ciri kelima tokoh dalam film Scooby Doo. Mayoritas
responden juga mampu mengingat adegan-adegan
menarik dalam flm tersebut. 3. Hasil penelitian yang berkaitan dengan dampak afektif tayangan film kartun Scooby Doo terhadap anak menunjukkan, sebagian besar responden tidak mengalami perubahan dalam diri mereka,
terutama yang
menyangkut perasaanya. Dalam diri mereka tidak muncul rasa takut terhadap sesuatu yang tak jelas, dan penakut.
mereka tidak berubah menjadi
5.2 Saran Mengacu pada kesimpulan di atas, peneliti mempunyai saran-saran sebagai berikut : 1.
Para produsen film kartun hendaknya memproduksi film yang tidak hanya menonjolkan unsur hiburan, tetapi juga membuat film kartun yang bermuatan edukasi.
2.
Para pengelola stasiun TV hendaknya selektif dalam melilih film kartun yang akan disiarkan.
3.
Para orang tua agar memperhatian film kartun yang ditonton anak anak, karena tidak semua film kartun pas atau cocok bagi mereka.
4.
Kepada para mahasiwa yang sedang melakukan penelitian dan para peniliti diharapkan bisa melengkapi atau menyempurnakan atas kekurangan yang ada dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA Aini Hidayat. 1998, Televisi dan Perkembagan Sosial Anak, Pustaka Pelajar Yogjakarta Baraja Abubakar. 2008, Psikolog Perkembangan, Studia Pers Dedy Iskandar Muda. 2003, Jurnalistik Televisi, Remaja Rosdakarya Bandung Denis McQuail dan Sven Windahl. 1985, Model-model Komunikasi, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta Denis MCQuail dan Sven Windahl. 1985, Model Model Komunikasi, Sekolah Tinggi Publistik Jakarta Denis MCQuail. 1999, Teori Komunikas Massa, Erlangga, Jakarta Elvinaro Ardianto dan Lukita Komala. 2007, Komunkasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa Rekatama Media, Bandung Garin Nugroho. 1995, Kekuasaan dan Hiburan, Yayasan Bentang Budaya Yogjakarta Jalaluddin Rahmat. 2003, Psikologi Komunkasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung JB Wahyudi . 2004, Dasar Dasar Managemen Penyiaran, Gramedia Pusaka Jakarta JB Wahyudi. 1996, Dasar Dasar Jurnalistik Radio dan Televisi, Gajah Gita Nusa Jakarta John Halas. 1979, Film Anmation a Simplified Approach. Unesco Moh Nazir. 1985, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta Progo Nursjaman. 2000, Metodologi Penelitian Sosial, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Rahmat Jalaluddin. 2003, Psikologi Komunkasi, PT Remaja Rosdakarya Bandung Ronny Kountur. 2007, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, PPM Jakarta
Soerjono Soekanto. 2002, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss. 2000, Human Communication, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung Zaharuddin G Djalie dan Edi Purwantoro. 2007, Animation Movie, Informatika Bandung
Sumber Lain : Astaga.com 26 Oktober 2004 Data di bagian Tata Usaha SD Negeri I Serua Ciputat, Tangerang, Banten. Kompas, Edisi Rabu 4 Juni 2008 Wikipedia
JUDUL PENELITIAN DAMPAK KOGNITIF DAN AFEKTIF TAYANGAN FILM KARTUN SCOOBY DOO DI TRANS 7 TERHADAP ANAK - ANAK ( Survei Terhadap siswa kelas lima SD Negeri Serua I, Ciputat)
LEMBAR KUESIONER Petunjuk Pengisian 1. Responden hanya memberi satu jawaban untuk setiap pertanyaan 2. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Anda benar /sesuai 3. Seluruh data dari Anda dirahasiakan
I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Jenis kelamin
: a. Laki – laki
b. Perempuan
2. Umur
: a. 11 tahun
b. 12 tahun
c. 13 tahun
d. 14 tahun.
II. POLA MENONTON 3. Sesering apa Anda Trans7 ?
menonton tayangan film kartun Scooby Doo di
a. Tiap hari b. Kadang – kadang c. Tidak pernah 4.
Berapa lama Anda menonton a. 30 menit b. 20 menit c. 10 menit
5. Dengan siapa Anda menonton a.
Teman
b.
Keluarga
c.
Sendiri
III. Pengetahuan Responden 6. Apakah Anda mengetahui ada tayangan film kartun di Trans7 a Ya b Tidak 7. Apakah Anda mengetahui ada tayangan film kartun Scooby Doo di Trans7 a. Ya b. Tidak 8. Jam berapa film kartun Scooby Doo ditrayangkan di Trans7 a. 12.00 Wib b. 13 00 Wib c. 15 00 Wib 9. Anda ingat tokoh Scooby Doo a. Ya b. Samar samar c. Tidak 10. Tokoh Scooby Doo adalah : a. Kucing b. Anjing c. Tikus
11. Anda ingat tokoh Shaggy a. Ya b. Samar - samar c. Tidak 12. Ciri – ciri
tokoh Shaggy :
a. Berbadan kekar b. Berbadan gemuk c. Berbadan kurus 13. Anda ingat tokoh Velma a. Ya b. Samar – sanmar c. Tidak 14. Ciri – ciri tokoh Velma : a. Brambut pendek, berkaca mata b. Brambut pendek, tidak berkaca mata c. Berambut sebahu, tidak berkaca mata 15. Anda ingat tokoh Daphne ? a. Ya b. Samar samar c. Tidak
16. Ciri – ciri tokoh Daphne : a. Berambut pendek, b. Berambut sebahu. c. Berambut kribo 17. Anda ingat tokoh Fred? a. Ya b. Samar – samar c. Tidak 18 . Ciri ciri tokoh Fred : a. Selalu berpakaian rapi dan pembrani b. Selalu berpakaian rapi dan penakut c. .Pakaianya tak rapi dan penakut. 19. Anda ingat adegan Scooby Doo dan Shaggy berlari ketakutan ? a. Ya b. Samar – samar c. Tidak 20. Anda ingat ketakutan ?
adegan Scooby Doo dan Shaggy
a. Ya b. Samar – samar c. Tidak
berteriak teriak
21. Anda ingat wajah Scooby Doo dan Shagy sedang ketakutan? a. Ya b. Samar - samar c. Tidak
IV. PERASAAN RESPONDEN 22. Anda menimati tayangan film kartun Scoob Doo di Trans7 a Ya b Tidak 23.
Anda terhibur dengan adanya tayangan film kartun Scooby Doo di Trans 7? a Ya b Tidak
24. Anda merasa cemas saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berlari ketakutan ? a Ya b Tidak 25.
Anda merasa cemas saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berteriak ketakutan? a Ya b. Tidak
26.
Anda merasa cemas melihat wajah ScoobyDoo atau Shaggy ketakutan? a Ya b Tidak
27. Anda merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berlari ketakutan ? a Ya b Tidak 28.
Anda merasa takut saat melihat adegan Scooby Doo dan Shagy berteriak ketakutan? a Ya b Tidak
29.
Anda merasa takut saat melihat wajah ScobyDoo atau Shaggy ketakutan? a Ya b Tidak
30.
Anda merasa senang ketika tokoh misteri yang menakutkan tertangkap dan diketahui siapa mereka sebenarnya ? a. Ya b. Tidak
31.
Anda masih cemas setelah menonton film kartun Scooby Doo? a Ya b Tidak
32.
Anda punya perasaan takut setelah menonton flm kartun Scooby Doo ? a Ya b Tidak
33.
Masih terbayang tokoh misteri yang menakutkan setelah menonton film kartun Scooby Doo? a Ya b Tidak
34.
Dalam diri Anda muncul rasa takut terhadap sesuatu yangtak jelas, setelah menonton film kartun Scooby Doo? a Ya b Tidak
Terima kasih atas partisipasinya.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Salatiga, Jawa Tengah. Lulus Sekolah Dasar (SD) Negeri di Pedalaman Kabupaten Klaten juga di Jawa Tengah, merampunmgkan sekolah Menengah Pertama di Salatiga, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di Klaten. Pernah bekerja di perusahaan otomotif di Semarang, Jawa Tengah, saat ini penulis bergabung di Kelompok Media Bali Post (KMB) Perwakilan Jakarta. Selama bekerja di Kelompok Media Bali Post penulis pernah ditempatkan di Bali Post, Tabloid Tokoh dan
Bali TV. Saat ini
penulis memperkuat tim redaksi Suluh Indonesia, koran terbitan anak perusahaan Bali Post terbaru. Selain itu penulis juga menjadi anggota tim kreatif program Talk Show Bali TV Perwakilan Jakarta.