SKRIPSI
ASPEK JAMINAN MUTU PADA PRODUKSI LADA HITAM (Piper nigrum L.) DAN KOPI (Coffea sp.) DI PT LINTANG VISIKUSUMA, JAKARTA SELATAN
Oleh RIMAWATI OKTAVIA F24061558
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
SKRIPSI
ASPEK JAMINAN MUTU PADA PRODUKSI LADA HITAM (Piper nigrum L.) DAN KOPI (Coffea sp.) DI PT LINTANG VISIKUSUMA, JAKARTA SELATAN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh RIMAWATI OKTAVIA F24061558
2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Menyetujui,
Dosen Penguji
(Ir. Sutrisno Koswara, M.Si) NIP : 19640505 199103 1 003
Judul Skripsi
: Aspek Jaminan Mutu pada Produksi Lada Hitam (Piper nigrum L.) dan Kopi (Coffea sp.) di PT. Lintang Visikusuma, Jakarta Selatan
Nama
: Rimawati Oktavia
NIM
: F24061558
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing Lapang
(Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS)
(Ir. Uji Saptono)
NIP : 19480208 197701 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen ITP
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP : 19650814 199002 1 001
Tanggal Ujian : 6 Agustus 2010
Rimawati Oktavia. F24061558. Aspek Jaminan Mutu pada Produksi Lada Hitam (Piper nigrum L.) dan Kopi (Coffea sp.) di PT. Lintang Visikusuma, Jakarta Selatan. Di bawah bimbingan Tien R. Muchtadi dan Uji Saptono. 2010. RINGKASAN Persaingan komoditas lada hitam di pasaran saat ini semakin kompetitif. Persyaratan yang diminta konsumen semakin ketat terutama dalam hal jaminan mutu, aspek kebersihan, dan kesehatan. Peningkatan kepedulian konsumen terhadap keamanan produk pangan, termasuk rempah-rempah, akan menyebabkan kendala dalam perdagangan. Sehingga perlu dilakukan peninjauan pada aspek jaminan mutu dalam upaya meningkatkan ataupun memperbaiki mutu produk lada hitam. Selain dilakukan peninjauan pada aspek jaminan mutu lada hitam, dilakukan juga peninjauan pada produk kopi. Kopi merupakan produk unggulan PT. Lintang Visikusuma sejak awal berdiri. Seiring dengan perubahan positif pola konsumsi masyarakat dalam mengonsumsi minuman kopi, peluang pemasaran produk kopi pun semakin meningkat. Oleh karena itu, mutu produk kopi yang dihasilkan perlu dijaga. Dalam kegiatan praktek kerja magang ini, produk yang diamati lebih dalam ialah lada hitam dan kopi. Praktek kerja magang yang dilakukan di bagian produksi PT. Lintang Visikusuma ini bertujuan mempelajari proses pengolahan kopi dan lada hitam di tingkat industri, serta mengetahui permasalahan yang ada di lapangan, terutama mempelajari aspek jaminan mutu dan penyelesaian masalah khusus. Diharapkan dari kegiatan praktek kerja magang ini dapat memberikan saran yang membangun pada perusahaan, khususnya yang berhubungan dengan peningkatan mutu produk. Metode yang dilakukan dalam praktek kerja magang ini terdiri dari tiga tahapan aktivitas, yaitu deskripsi masalah, analisis penyebab masalah, dan analisis langkah perbaikan. Selain itu, dilakukan praktek kerja harian dan penelitian masalah khusus. Deskripsi masalah dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Dalam menganalisis penyebab masalah digunakan diagram sebab akibat atau diagram ishikawa, kemudian dilakukan verifikasi di lapangan. Analisis penyebab masalah dilakukan dengan cara brainstorming (sumbang saran) dan observasi terhadap kondisi yang sebenarnya. Analisis langkah perbaikan termasuk menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi langkah perbaikan. Pelaksanaan langkah perbaikan dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan. Proses produksi lada hitam di PT. Lintang Visikusuma meliputi proses sortasi, pengeringan, penggilingan, pengayakan, dan pengemasan. Proses sortasi dilakukan untuk mendapatkan bahan yang sesuai spesifikasi. Selama proses pengeringan dan penyimpanan, tindakan pengendalian yang dilakukan ialah pengawasan terhadap kadar air bahan. Pengeringan ulang lada hitam dengan menggunakan oven terbukti efektif mereduksi jumlah mikroba. Penanganan bahan setelah proses berlangsung sangat mempengaruhi tingkat pencemaran kembali oleh mikroba. Oleh karena itu, bahan yang telah diproses (produk antara) harus segera dimasukkan dalam wadah khusus apabila tidak akan segera dikemas. Proses produksi kopi meliputi proses sortasi, pengeringan, penyangraian, penggilingan, dan pengemasan. Biji kopi yang cacat dan benda asing perlu dipisahkan, karena akan mempengaruhi mutu kopi. Oleh karena itu, proses sortasi
memegang peranan penting dalam pengendalian mutu produk kopi. Selain itu, tingkat penyangraian sangat mempengaruhi rasa kopi yang dihasilkan. Pada saat penyangraian, terbentuk citarasa kopi yang khas. Penyimpanan di gudang pabrik antara bahan rempah-rempah, herbal, serta bumbu dan bahan kopi masing terlalu dekat. Kondisi gudang penyimpanan yang masih menyatu antara kedua produk tersebut cukup disayangkan. Rempah-rempah maupun kopi, keduanya merupakan komoditas yang sangat peka terhadap bau. Sehingga penyimpanan yang terlalu dekat, atau bahkan memungkinkan terjadi kontak langsung, dapat mempengaruhi kualitas masing-masing, terutama pada kopi. Penerapan GMP dan SSOP yang baik serta dokumentasi mutu perlu dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk jaminan mutu perusahaan. Perusahaan belum menerapkan secara optimal prosedur standar operasi untuk sanitasi pada pengolahan lada hitam maupun kopi yang harus dipatuhi oleh setiap pekerjanya. Tindakan sanitasi yang dilakukan di perusahaan meliputi sanitasi ruang pengolahan, sanitasi peralatan, dan higiene pekerja, baik untuk pengolahan rempah-rempah (lada hitam) maupun pengolahan kopi. Melihat kondisi perusahaan saat ini, diperlukan penyusunan dokumentasi mutu. Meskipun perusahaan belum mengarah pada seri ISO 9000, namun adanya dokumentasi mutu yang dikendalikan dapat memudahkan manajemen dalam mengevaluasi efektivitas sistem mutu yang dijalankan dan dapat membantu manajemen dalam menyelesaikan masalah. Alternatif langkah perbaikan yang disarankan dan telah dilaksanakan dalam kegiatan magang ini ialah pembuatan dokumentasi mutu yang meliputi dokumen prosedur pengolahan, dokumen prosedur persyaratan mutu bahan, intruksi kerja dan formulir hasil pengujian mutu, prosedur standar operasi untuk sanitasi, serta pemberian pelatihan keamanan pangan, sanitasi peralatan, dan higienis karyawan terhadap bagian produksi pada khususnya.
i
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 19 Oktober 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Dedi Tochidiyat dan Hena Rochena. Pendidikan formal diawali penulis mulai dari SDN Cijagra 1 Bandung (1994-1998), kemudian pindah ke SDN Panglejar Subang (1998-2000), SLTPN 1 Subang (2000-2003) dan melanjutkan ke SMAN 1 Subang (2003-2006). Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI pada tahun 2006. Setelah satu tahun melalui TPB-IPB, penulis berhasil masuk Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA-IPB. Penulis merupakan penerima Beasiswa PPA tahun 2007-2010. Selama perkuliahan, penulis mengikuti beberapa organisasi. Di tingkat IPB, penulis menjadi anggota OMDA FOKKUS IPB. Tahun 2007, penulis dipercaya menjabat Kepala Divisi PSDA FOKKUS IPB. Selain itu, penulis juga merupakan anggota Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet IPB. Penulis dipercaya menjabat Sekretaris Umum KSBMR IPB tahun 2007-2008 dan Kepala Divisi Degung KSBMR IPB tahun 2008-2009. Di tingkat departemen, penulis bergabung dengan himpunan keprofesian di bidang ilmu dan teknologi pangan (Himitepa) IPB. Penulis dipercaya sebagai anggota Badan Pengawas Himitepa IPB tahun 2008-2009 dan menjadi staf Divisi Peduli Pangan Indonesia (DPPI) Himitepa IPB tahun 2009-2010. Penulis aktif di berbagai kegiatan dan kepanitiaan, antara lain MPKMB, MPF, MPD, LCTIP, Seminar dan Pelatihan HACCP, Penyuluhan Keamanan Pangan serta Bina Desa. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Kimia dan Biokimia Pangan Dasar pada Departemen ITP IPB tahun 2009. Seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis antara lain Pelatihan Sistem Manajemen Halal Industri Pangan dan Seminar Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Tugas akhir penulis berupa praktek kerja magang yang dilaksanakan di PT. Lintang Visikusuma dengan judul “Aspek Jaminan Mutu pada Produksi Lada Hitam (Piper nigrum L.) dan Kopi (Coffea sp.) di PT. Lintang Visikusuma, Jakarta Selatan”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS dan Ir. Uji Saptono.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Aspek Jaminan Mutu pada Produksi Lada Hitam (Piper nigrum L.) dan Kopi (Coffea sp.) di PT. Lintang Visikusuma, Jakarta Selatan". Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini dapat selesai dengan baik berkat bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ayah dan ibunda tercinta serta seluruh keluarga, teteh dan ade, atas semua dukungan, kasih sayang, dan doa yang diberikan selama ini. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. Tien R. Muchtadi, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan segala bantuan kepada penulis selama perkuliahan maupun penyusunan tugas akhir. 3. Bapak Ir. Uji Saptono sebagai pembimbing lapang yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, arahan, dan bantuan kepada penulis selama praktek kerja magang. 4. Ibu Elvi dan Ibu Yennisari, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja magang di PT. Lintang Visikusuma. 5. Bapak Dr. Ir. Dahrul Syah sebagai Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 6. Bapak Ir. Sutrisno Koswara sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan perbaikan untuk tugas akhir penulis. 7. Seluruh staf dosen ITP dan TU ITP, atas bimbingan, dukungan, dan bantuannya selama ini. 8. Seluruh staf PT. Lintang Visikusuma khususnya kepada Pak Suhendra, Pak Marjih, Pak Dian, Pak Chairul, Dwi, Anna, Bu Yati, Pak Andi, Pak Andri, Pak Anang, Pak Tardi, Pak Hardi, Pak Taufik, Pak Didiet, Bu Amanda, Bu Andri, dan Bu Eka, atas dukungan, bantuan, dan sambutan hangatnya selama penulis praktek kerja magang.
iii
9. Pak Yanto, Pak Yadi, Pak Ali, Ai, Kak Budi, Jeni, Amel, Andi, Ibu Eka, dan Pak Idris, atas dukungannya selama penulis tinggal di Baung. 10. Sahabat seperjuangan, Nisa, Wina, Dedes, Angga, Tsani, Saida, Nur Rita, Arini, Ade, Nicho, Erick, Anto, Yogi dan Dedi. 11. Sabahat satu bimbingan, Sadek dan Deni, atas dukungan, bantuan, dan semangatnya selama ini. 12. Sahabat dan teman-teman khususnya di ITP 43, kakak-kakak kelasku (ITP 40, ITP 41, dan ITP 42), dan adik-adik kelasku (ITP 44 dan ITP 45), atas kenangan, semangat serta kebersamaannya selama ini. ITP, we are the best, kompak, yes!! 13. Saudara-saudaraku di Andaleb 2, Mesil, Nailah, Susi, Suci, Sisi, Lina, Anri, Willy, Mila, Dian, Mbak Devi, Mbak Ratna, Mbak Ratih, Mbak Desi, dan adik-adikku, atas rasa kekeluargaan dan kebersamaannya selama ini. 14. Sahabat-sahabatku, Hernando, Erliyani, Dian, Aditya, Merry, Eta, Sisi, Agus, Zulfikri, Tubagus, Putra, Nia, atas kebersamaannya selama ini. 15. Teman-teman seperjuangan di Himitepa, DPPI 2009, Fokkus, KSBMR, dan lainnya. 16. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di IPB dan penyusunan tugas akhir, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Juli 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv DAFTAR TABEL................................................................................................. vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG DAN RUANG LINGKUP ..................................... 1 B. TUJUAN ..................................................................................................... 3 C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN MAGANG .......................... 3 D. METODOLOGI .......................................................................................... 3 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................... 6 A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN .......................... 6 B. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN ................... 7 C. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN ...................................... 8 D. PRODUK ................................................................................................... 8 E. PEMASARAN ............................................................................................ 9 III. KONSEP MUTU ......................................................................................... 11 A. PENGAWASAN MUTU ......................................................................... 11 B. GMP (Good Manufacturing Practices) .................................................... 12 C. SANITASI DAN SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure)..... 13 D. DOKUMENTASI MUTU DENGAN PENDEKATAN SERI ISO 9000 15 IV. LADA HITAM ............................................................................................. 19 A. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 19 B. ASPEK PRODUKSI ................................................................................ 25 1.
Sarana Produksi ............................................................................... 25
2.
Bahan Baku ..................................................................................... 26
3.
Proses Produksi ............................................................................... 26
C. ASPEK JAMINAN MUTU PRODUKSI LADA HITAM ...................... 28 1.
Pengawasan Mutu Bahan Baku ...................................................... 28
v
2.
Pengawasan Proses ......................................................................... 33
3.
Pengawasan Mutu Produk Akhir .................................................... 35
D. OPTIMASI PROSES PENGERINGAN LADA HITAM ....................... 36 E. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 39 V. KOPI ............................................................................................................... 48 A. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 48 B. ASPEK PRODUKSI ................................................................................ 55 1.
Sarana Produksi .............................................................................. 55
2.
Bahan Baku ..................................................................................... 56
3.
Proses Produksi ............................................................................... 57
C. ASPEK JAMINAN MUTU ..................................................................... 61 1.
Pengawasan Mutu Bahan Baku ...................................................... 61
2.
Pengawasan Proses ......................................................................... 62
3.
Pengawasan Mutu Produk Akhir .................................................... 63
D. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 63 VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 70 A. KESIMPULAN ........................................................................................ 70 B. SARAN .................................................................................................... 70 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72 LAMPIRAN ......................................................................................................... 76
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Komposisi kimia lada hitam dan lada putih ............................................ 22 Tabel 2. Syarat mutu lada hitam (SNI 01-0005-1995) .......................................... 24 Tabel 3. Syarat mutu bubuk lada hitam (SNI 01-3716-1995) ............................... 24 Tabel 4. Hasil penentuan total mikroba pada lada hitam yang telah mengalami pengeringan ulang ................................................................................... 39 Tabel 5. Hasil penentuan mutu awal lada hitam ................................................... 47 Tabel 6. Syarat mutu kopi bubuk (SNI 01-3542-1994) ........................................ 52 Tabel 7. Kandungan bahan kimia dalam berbagai jenis kopi (%) ........................ 55
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Struktur organisasi PT Lintang Visikusuma ......................................... 7 Gambar 2. Logo produk kopi, rempah dan bumbu, produk dari PT. Lintang ........ 9 Gambar 3. Persentase konsumen Prime Kulina dan Village Coffee tahun 2010 .. 10 Gambar 4. (1) Tanaman lada, (2) buah lada, dan (3) biji lada hitam-putih (Wikipedia, 2010) ............................................................................... 20 Gambar 5. Jalur pengolahan lada hitam (Balittro, 1996) ...................................... 23 Gambar 6. Penyimpanan lada hitam yang belum diproses di gudang penyimpanan PT Lintang Visikusuma ................................................ 30 Gambar 7. Oven yang digunakan dalam pengeringan lada hitam ........................ 36 Gambar 8. Diagram alir metode yang digunakan dalam optimasi pengeringan ulang lada hitam di PT Lintang Visikusuma....................................... 38 Gambar 9. Diagram sebab akibat (diagram ishikawa) untuk mutu lada hitam ..... 40 Gambar 10. Struktur dokumentasi mutu bagian produksi PT Lintang Visikusuma ........................................................................................ 46 Gambar 11. (1) Buah kopi, (2) biji kopi robusta, dan (3) kopi sangrai ................. 49 Gambar 12. Pengeringan biji kopi dengan sinar matahari .................................... 58 Gambar 13. Penyangraian kopi dengan mesin sangrai ......................................... 59 Gambar 14. Proses penggilingan kopi di PT. Lintang Visikusuma ...................... 61 Gambar 15. Diagram sebab akibat (diagram ishikawa) untuk mutu kopi............. 64 Gambar 16. Kondisi awal penyimpanan kopi mentah di gudang penyimpanan PT. Lintang Visikusuma ................................................................... 66 Gambar 17. Penyimpanan bahan pada drum polygen di gudang penyimpanan PT. Lintang Visikusuma ................................................................... 67
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Perincian jadwal pelaksanaan magang ............................................. 77 Lampiran 2. Diagram alir metodologi yang digunakan dalam kegiatan praktek kerja magang ..................................................................................... 78 Lampiran 3. Denah tata letak pabrik baung .......................................................... 79 Lampiran 4. Rekomendasi prosedur standar operasi untuk sanitasi ..................... 81 Lampiran 5. Dokumen untuk proses produksi lada hitam .................................... 83 Lampiran 6. Data suhu dan waktu dalam percobaan optimasi pengeringan lada hitam dengan menggunakan oven ..................................................... 87 Lampiran 7. Analisis kondisi aktual berdasarkan diagram sebab akibat (diagram ishikawa) ........................................................................................... 89 Lampiran 8. Contoh slide-slide pelatihan untuk karyawan ................................... 94 Lampiran 9. Pre-test pertama pada pelatihan karyawan bagian produksi ............. 95 Lampiran 10. Pre-test kedua pada pelatihan karyawan bagian produksi .............. 97 Lampiran 11. Contoh dokumen-dokumen yang disusun selama magang ............ 99 Lampiran 12. Keputusan menteri kesehatan RI No.23/MEN.KES/SK/1978 tentang pedoman cara produksi yang baik untuk makanan ......... 118 Lampiran 13. Delapan kunci SSOP .................................................................... 132 Lampiran 14. Pangan yang mengandung kafein ................................................. 137 Lampiran 15. Mekanisme kerja kafein................................................................ 138 Lampiran 16. Perbedaan senyawa dalam tiap jenis rempah ............................... 139 Lampiran 17. Cupping test .................................................................................. 141 Lampiran 18. Elemen persyaratan sistem mutu menurut SNI ISO 9001:2008 ... 142
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG DAN RUANG LINGKUP Indonesia sebagai daerah tropis, menghasilkan berbagai jenis rempah dengan karakteristik yang tidak dimiliki oleh daerah atau negara lain. Salah satu komoditi rempah yang cukup mendunia adalah lada putih dari Bangka (Muntok) dan lada hitam dari Lampung. Di antara keluarga rempah-rempah, lada hitam (Piper nigrum L.) adalah jenis yang paling populer. Lada hitam ditemukan pertama kali di Malabar, pantai barat India bagian Selatan sekitar 4000 tahun yang lalu (Farrell, 1990). Indonesia dikenal sebagai negara penghasil lada terbesar kedua. Daerah penghasil lada terbesar berada di Lampung, Kepulauan Bangka-Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Produksi dan perdagangan lada dunia saat ini dikuasai oleh tujuh negara, yaitu India, Indonesia, Brazil, Vietnam, Malaysia, Thailand dan China. Tahun 1995, pangsa produksi lada India mencapai 30,20 persen, Indonesia 18,10 persen, Brazil dan Vietnam masing-masing 12,10 persen, Malaysia 10,90 persen, Thailand 6,20 persen, dan China 6,00 persen (Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 1995). Sementara itu, importir utama lada dunia antara lain Amerika Serikat, Singapura, Jerman, Belanda, Jepang dan Perancis (FAO, 1999). Tingkat ketersediaan rempah-rempah yang cukup melimpah di Indonesia membuat PT. Lintang Visikusuma menaruh perhatian pada rantai pengadaan bahan baku dan pengendalian proses persiapan sampai menjadi produk akhir. Perusahaan yang mulai berdiri tahun 2001 dengan bisnis awal pengolahan kopi ini, telah memilih dan menyediakan lebih dari 72 jenis produk rempah, herbal, dan bumbu dengan merek dagang Prime Kulina. Sedangkan kopi yang diproduksi berjumlah 6 jenis yang berasal dari dua macam varietas kopi yaitu Robusta dan Arabika dengan merek dagang Village Coffee. Kopi merupakan komoditi perkebunan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Komoditi ini sejak lama sudah dimanfaatkan sebagai minuman penyegar dan menjadi salah satu komoditi perkebunan unggulan
2
Indonesia. Dari total produksi kopi dalam negeri, sekitar 67 persen diekspor dan 33 persen sisanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (AEKI, 2009). Kopi mempunyai banyak varietas. Tiga varietas kopi yang dikenal secara komersial antara lain kopi Liberika (Coffea liberica), kopi Robusta (Coffea canephora) dan kopi Arabika (Coffea arabica). Varietas kopi yang dibudidayakan di Indonesia adalah varietas Arabika dan Robusta. Daerah penghasil kopi di Indonesia antara lain Toraja (Sulawesi), Lampung, Bengkulu, Sumatera Utara, Takengon (Aceh), Papua (Wamena), Flores, dan beberapa tempat di Jawa (misalnya Dampit). Persaingan komoditas lada hitam di pasaran saat ini semakin kompetitif. Persyaratan yang diminta konsumen semakin ketat terutama dalam hal jaminan mutu, aspek kebersihan dan kesehatan. Meningkatnya kepedulian konsumen terhadap keamanan produk pangan termasuk rempah-rempah akan menyebabkan kendala dalam perdagangan. Sehingga perlu dilakukan peninjauan pada aspek jaminan mutu dalam upaya untuk meningkatkan ataupun memperbaiki mutu produk lada hitam. Selain dilakukan peninjauan pada aspek jaminan mutu lada hitam, dilakukan juga peninjauan pada produk kopi. Kopi merupakan produk unggulan perusahaan sejak awal berdiri. Seiring dengan perubahan positif pola konsumsi masyarakat dalam mengonsumsi minuman kopi, peluang pemasaran produk kopi pun semakin meningkat. Oleh karena itu, mutu produk kopi yang dihasilkan perlu dijaga. Mutu suatu produk berperan penting dalam dunia perdagangan. Agar dapat bersaing di pasaran, suatu perusahaan harus mampu menjamin mutu produk yang dihasilkannya. Mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan berdampak pada peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan, sehingga perusahaan dapat mempertahankan kedudukannya dalam persaingan di pasar. PT. Lintang Visikusuma merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan, antara lain pengolahan susu segar, pengolahan kopi, dan pengolahan
3
rempah, herbal serta bumbu. Dalam kegiatan praktek kerja magang ini, produk yang diamati lebih dalam ialah lada hitam dan kopi. B. TUJUAN Praktek kerja magang yang dilakukan di bagian produksi PT Lintang Visikusuma ini bertujuan mempelajari proses pengolahan kopi dan rempah, khususnya lada hitam, di tingkat industri serta mengetahui permasalahan yang ada di lapangan, terutama mempelajari aspek jaminan mutu dan penyelesaian masalah khusus. Sehingga diharapkan dapat memberikan saran yang membangun pada perusahaan, khususnya yang berhubungan dengan peningkatan mutu produk. C. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN MAGANG Kegiatan praktek kerja magang dilaksanakan selama empat bulan mulai dari bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Juni 2010 di PT. Lintang Visikusuma, Jakarta Selatan. Perincian jadwal dapat dilihat pada Lampiran 1. Praktek kerja magang dilakukan tiap hari kerja (hari Senin sampai dengan hari Sabtu) pada bagian produksi dan pemasaran PT. Lintang Visikusuma. D. METODOLOGI Metode yang dilakukan dalam praktek kerja magang ini terdiri atas tiga tahapan aktivitas, yaitu deskripsi atau perumusan masalah, analisis penyebab masalah, dan analisis langkah perbaikan terhadap permasalahan yang ditemukan selain praktek kerja harian yang dilakukan. Kegiatan harian dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan 17.00 WIB, sesuai yang ditentukan dan kesepakatan bersama dengan perusahaan. Diagram alir metode yang dilakukan dalam kegiatan magang dapat dilihat pada Lampiran 2. 1. Deskripsi Masalah Deskripsi atau perumusan masalah dilakukan dengan cara observasi langsung di lapangan serta wawancara dengan pihak perusahaan terutama bagian produksi. Observasi dilakukan dengan mengamati kondisi di
4
lapangan (ruang produksi, tempat penyimpanan, serta daerah sekitarnya) mengenai penerapan GMP dalam produksi lada hitam (Prime Kulina) dan kopi (Village Coffee). Selain itu juga dilakukan pengamatan terhadap pengendalian mutu produk mulai dari bahan baku, selama proses produksi, serta produk akhir dan kemasan. Wawancara secara mendalam dengan cara tatap muka dilakukan untuk memperoleh informasi yang tidak diketahui melalui observasi visual. 2. Analisis Penyebab Masalah Tahap selanjutnya ialah analisis penyebab masalah. Pada tahap ini digunakan diagram sebab akibat atau diagram ishikawa yang diperkenalkan pertama kali oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1960. Diagram sebab akibat atau diagram tulang ikan yang disebut juga diagram ishikawa, merupakan alat untuk mempermudah identifikasi faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab masalah atau yang berpengaruh terhadap hasil, namun bukan untuk identifikasi penyebab masalah tersebut. Langkah-langkah dalam penyusunan diagram ini antara lain menentukan kondisi yang akan diperbaiki, mencari faktor utama yang berpengaruh atau berakibat pada kondisi tersebut, merinci lebih dalam faktor-faktor tersebut, dan mencari penyebab utama permasalahan. Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di lapangan apakah setiap faktor sudah sesuai dengan aturan yang baku atau belum (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Analisis penyebab masalah kemudian dilakukan dengan cara brainstorming (sumbang saran) dan observasi langsung terhadap kondisi yang sebenarnya. 3. Analisis Langkah Perbaikan Analisis langkah perbaikan termasuk menyusun, melaksanakan, dan mengevaluasi langkah perbaikan. Alternatif langkah perbaikan disusun dengan memanfaatkan data yang diperoleh dari tahap sebelumnya. Metode yang digunakan dalam penyusunan langkah perbaikan ialah analisis data hasil observasi dan perbandingan (komparasi) berdasarkan studi literatur.
5
Pelaksanaan langkah perbaikan tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas (mendesak ataupun bertahap) dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan.
6
II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN PT. Lintang Visikusuma merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pangan, diantaranya adalah pengolahan kopi, rempah, herbal dan bumbu. Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 2001 dengan bisnis utama pengolahan kopi dengan merek dagang Village Coffee. Sejak tahun 2004, perusahaan mencoba memasuki bisnis rempah-rempah dengan memasok ke target pasar lokal seperti hotel, restoran/kafe, katering, retailer dan industri pangan. Terkait
dengan
misi
perusahaan
untuk
mengembangkan
dan
meningkatkan komoditi rempah tropis dari Indonesia, perusahaan mencoba memasuki pasar dunia dengan memberdayakan rantai persediaan bahan dan meningkatkan standar mutu pengolahan dalam perusahaan. Sebagai dasar bisnis dalam persediaan bahan baku, khususnya rempah, perusahaan telah memilih dan menyediakan lebih dari 72 jenis produk dengan merek dagang Prime Kulina. Sejak tahun 2007, perusahaan juga mencoba memasuki bisnis pengolahan susu UHT dengan merek dagang Susu Juara. Bisnis perusahaan yang telah cukup berkembang pada level pasar lokal mendorong perusahaan untuk serius mengeksplorasi dan menembus ke bisnis rempah-rempah di luar negeri dengan kerjasama dan juga kolaborasi dengan stakeholder yang terkait. Adapun visi dan misi PT. Lintang Visikusuma adalah sebagai berikut :
Visi Terwujudnya perusahaan makanan dan minuman yang sehat dan menaruh perhatian pada peningkatan kualitas kehidupan, lingkungan hidup, dan iklim usaha secara luas.
Misi Mengembangkan agribisnis yang berbasis lokal dan berkelanjutan.
7
Menyediakan aneka rempah tropis, herbal dan bumbu-bumbuan terhadap institusi bisnis dan industri pangan. Menyediakan aneka produk susu ke pasar modern dan pasar tradisional. Menjadi mitra sinergis di dalam rantai pengadaan bahan baku dan pengembangan produk. B. STRUKTUR ORGANISASI DAN KETENAGAKERJAAN PT. Lintang Visikusuma sebagai perusahaan keluarga, memiliki struktur organisasi yang cukup kompleks. Struktur organisasi perusahaan ini dapat dilihat pada Gambar 1. Pemilik dan pemimpin perusahaan berada dalam satu tangan. Pemimpin perusahaan melakukan tugas manajemen yang meliputi ketenagakerjaan dan keuangan. Terdapat pembagian stuktur menjadi empat unit besar, diantaranya ialah bagian bisnis pengolahan kopi dan rempah serta pemasaran seluruh produk perusahaan yang berada dalam satu unit.
Gambar 1. Struktur organisasi PT Lintang Visikusuma Karyawan bagian produksi (rempah dan kopi) memiliki tugas yang tetap namun bersifat fleksibel. Beberapa pekerjaan produksi memerlukan keahlian tertentu, misalnya pada proses penyangraian kopi dan pengemasan produk. Pekerja baru melakukan pekerjaan produksi dengan arahan supervisi. Saat ini
8
karyawan bagian unit pemasaran, rempah, dan kopi berjumlah lebih dari 25 orang berstatus karyawan tetap dan tidak tetap. Rata-rata pendidikan karyawan bagian produksi rempah dan kopi adalah lulusan Sekolah Menengah Atas dan sederajat dengan usia di atas 20 tahun. Untuk karyawan tetap, gaji dibayarkan tiap bulan sedangkan untuk karyawan tidak tetap, gaji dibayarkan tiap minggu. Karyawan produksi bekerja mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB dari hari Senin sampai Sabtu, dengan jumlah jam kerja sekitar 8 jam sehari. Khusus hari Sabtu, pekerjaan berakhir pukul 15.00 WIB. C. LOKASI DAN TATA LETAK PERUSAHAAN Kantor utama berada di Gedung Wisma Lintang Lt.2, Jl. Taman Kemang No.20, Kemang, Jakarta Selatan, sedangkan letak pabrik di Jl. Baung No.3, Kebagusan2, Jakarta Selatan. Pabrik terletak dalam satu kompleks dengan rumah keluarga, namun seluruh kegiatan produksi dilakukan tersendiri dalam bangunan terpisah. Pabrik memiliki luas bangunan kurang lebih 160 m 2 terdiri atas tiga ruang utama, yaitu ruang produksi rempah, ruang produksi kopi, dan gudang penyimpanan barang. Terdapat halaman yang luas di depan bangunan pabrik yang digunakan untuk tempat menjemur bahan. Denah tata letak pabrik dapat dilihat pada Lampiran 3. D. PRODUK Produk yang dihasilkan oleh perusahaan dalam unit yang diamati ialah produk rempah dengan merek dagang Prime Kulina dan produk kopi dengan merek dagang Village Coffee. Logo dari produk-produk tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Rempah-rempah diproduksi oleh perusahaan dalam bentuk rempah kering utuh, rempah irisan/pecahan, rempah bubuk, dan beberapa bentuk lainnya sesuai dengan jenis rempah yang diproduksi. Kopi diproduksi oleh perusahaan dalam bentuk bubuk dan juga biji. 1. Prime Kulina PT. Lintang Visikusuma menyediakan lebih dari 72 produk yang termasuk jenis rempah, herbal, dan juga bumbu dengan merek dagang
9
Prime Kulina. Produk tersebut diantaranya ialah : Star Anise, White Pepper, Black Pepper, Bay Leaf, Basil, Cajun Spice Mix, Cardamon, Caraway Seed, Cayenne Pepper, Celery Seed, Chili, Chives, Cinnamon, Clove, Coriander, Corn Pink Pepper, Cumin, Curry Powder, Dill, Fennel Seed, Galangal, Garam Masala, Garlic Powder, Ginger, Juniperberry, Nutmeg, Kas-kas, Lemon Grass, Lesser Galangal, Marjoram, Mint, Mace Powder, Mixed Herbs, Mustard Seed Black, Mustard Seed Yellow, Onion Powder, Oregano, Paprika Powder, Parsley Flakes, Rosemary, Sage, Sesame Seed, Sumac, Sun Flower Seed, Tarragon, Thyme, dan Turmeric. 2. Village Coffee Produk kopi yang dihasilkan yaitu Village Coffee Original (blending dari kopi Arabika dan Robusta), Village Coffee Toraja (asli dari Kalosi/Toraja), Village Coffee Java (asli dari Jawa), Village Coffee Sumatra (asli dari Linthong/Sumatra), Village Coffee Bali Peaberry (asli dari Bali) dan Kintamani.
Gambar 2. Logo produk kopi, rempah dan bumbu, produk dari PT. Lintang Visikusuma E. PEMASARAN Pemasaran produk terbagi menjadi dua pola usaha yaitu business to business dan business to customer. Dalam pemasaran business to business, konsumen merupakan institusi lokal seperti hotel, restoran/kafe, dan catering (atau dikenal dengan istilah horeka) serta industri pangan. Sedangkan pemasaran business to customer adalah pemasaran melalui pasar modern seperti supermarket. Terdapat perbedaan karakteristik antara konsumen dari dua jenis
10
pola bisnis tersebut, dimana konsumen industri pangan lebih ketat terhadap standardisasi produk dibandingkan dengan konsumen institusi lokal. Segmen pasar untuk produk Village Coffee ialah penikmat kopi kelas menengah ke atas yang fanatik terhadap keaslian cita rasa minuman kopi. Daya jual produk ini terletak pada Brand Image yang dibentuk oleh perusahaan. Promosi dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, salah satunya dengan promosi mouth to mouth. Dari segi kemitraan, perusahaan hingga saat ini sudah bermitra dengan lebih dari 35 institusi bisnis (hotel, restoran/kafe, katering), 8 industri pangan, 8 pasar modern (di Jakarta, Surabaya, Bandung dan Bali) serta 20 perusahaan lokal (di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Bali dan Lombok). Adapun persentase konsumen Prime Kulina dan Village Coffee dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase konsumen Prime Kulina dan Village Coffee tahun 2010
11
III. KONSEP MUTU
Mutu suatu produk berperan penting dalam dunia perdagangan. Agar dapat bersaing di pasaran, suatu perusahaan harus mampu menjamin mutu produk yang dihasilkannya. Mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Juran (1995) mendefinisikan mutu sebagai fitness for use. Artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Seri ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan. Kepuasan pelanggan berdampak pada
peningkatan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan. Untuk menghasilkan mutu produk yang baik, perusahaan harus didukung oleh suatu sistem manajemen mutu dan pengendalian serta pengawasan mutu yang baik pula. ISO 9000 versi 2000 menyatakan bahwa pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan terorganisasi untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu. Jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang memfokuskan kepada pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu dipenuhi. Sistem jaminan mutu melibatkan komitmen manajemen untuk membangun sebuah sistem yang akan menghasilkan produk dan jasa pada tingkat yang diinginkan konsumen. Agar sistem jaminan mutu dapat terwujud, diperlukan kerjasama yang harmonis antar personil perusahaan, karena sistem jaminan mutu memerlukan peran serta dari seluruh pihak. A. PENGAWASAN MUTU Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan dengan dunia industri yang meliputi proses produksi, pengolahan dan pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat dengan pengawasan mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Dalam Soekarto (1990), pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan
12
mutu, pembinaan mutu dan perundang-undangan. Hubeis menyatakan bahwa pengendalian mutu pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut (Lestari, 2003). Hal ini dilakukan melalui perbaikan proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap perencanaan, produksi, pemasaran dengan menerapkan standardisasi perusahaan yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu penerapan standar, penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindakan koreksi (pengujian). Dalam pengawasan mutu di perusahaan, perlu dilakukan pengawasan mutu mulai dari bahan baku, selama proses, serta produk akhir. Pengawasan mutu yang dilakukan meliputi mutu organoleptik, mutu fisik, mutu kimiawi, dan mutu mikrobiologi. Mutu organoleptik bahan adalah sifat produk yang dikenali atau diukur dengan proses penginderaan, yaitu penglihatan dengan mata, penciuman dengan hidung, perabaan dengan jari, dan sebagainya. Jadi, sifat mutu organoleptik hanya dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan manusia (Soekarto, 1990). Mutu fisik umumnya adalah sifat fisik yang berlaku untuk semua produk. Beberapa sifat mutu fisik komoditas berlaku pada hampir semua komoditas misalnya warna, bentuk, ukuran, dan sebagainya. Sedangkan sifat mutu fisik khusus adalah sifat fisik komoditas yang khas berlaku untuk jenis atau kelompok tertentu (Soekarto, 1990). B. GMP (Good Manufacturing Practices) Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan. Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) merupakan suatu pedoman cara memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi persyaratanpersyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan yang
13
bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer, 2008). Selama beberapa tahun, para produsen, retailer, dan pengusaha makanan menggunakan GMP sebagai cara yang tepat untuk menghasilkan produk makanan yang bermutu. Aturan mengenai GMP dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing negara. Selain itu, peraturan mengenai GMP dalam bentuk aturan praktik yang higienis dikembangkan oleh organisasi internasional seperti Food Hygiene Committee of The Food and Agriculture Organization, World Health Organization (WHO), dan Codex Alimentarius Commission. Departemen Kesehatan RI sejak tahun 1978 telah memperkenalkan GMP melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.23/MEN.KES/SK/I/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), yang dapat dilihat pada Lampiran 12. GMP merupakan cara untuk menetapkan kriteria (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan, serta kontrol terhadap produksi dan proses pengolahan), standar (spesifikasi dan komponen produk) dan kondisi (parameter pengolahan) untuk menghasilkan produk dengan mutu yang baik (Lestari, 2003). Sehingga kondisi pengolahan pangan, kebersihan dan sanitasi, kondisi penyimpanan, catatan proses dan pelatihan tenaga kerja perlu diperhatikan. C. SANITASI DAN SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan. Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP). Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit/kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor di dalam pengolahan pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya sejak penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan dan penggudangan produk sampai produk akhir didistribusikan (Thaheer, 2008). Program sanitasi dalam suatu industri pangan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari program pembinaan mutu secara keseluruhan. Program sanitasi dijalankan bukan untuk mengatasi masalah kotornya lingkungan atau kotornya
14
pemrosesan, tetapi untuk menghilangkan kontaminan dari makanan dan mesin pengolahan makanan serta mencegah terjadinya kontaminasi kembali (Thaheer, 2008).
Dalam industri pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam persiapan, pengolahan, dan pengemasan produk makanan; pembersihan dan sanitasi pabrik serta lingkungan pabrik dan kesehatan pekerja. Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada semua tahap-tahap selama pengolahan dari peralatan personalia, dan terhadap hama, serta pengemasan dan penggudangan produk akhir (Jenie, 1988). Dalam proses sanitasi, diperlukan suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan, tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan sanitasi, cara pemantauan, sampai cara pendokumentasiannya. Prosedur standar yang digunakan adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi
(Sanitation Standard Operating Procedure – SSOP). Rekomendasi prosedur operasi standar untuk sanitasi yang dibuat selama kegiatan magang dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut Food and Drug Administration USA, SSOP umumnya meliputi delapan aspek (8 kunci SSOP, penjelasan di Lampiran 13), yaitu : Kunci 1. Keamanan air Kunci 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan Kunci 3. Pencegahan kontaminasi silang Kunci 4. Kebersihan pekerja dan fasilitas sanitasi Kunci 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi Kunci 6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat Kunci 7. Pengendalian kesehatan karyawan Kunci 8. Pemberantasan hama
15
D. DOKUMENTASI MUTU DENGAN PENDEKATAN SERI ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu seri ISO 9000 merupakan kelompok standar sistem mutu yang sangat populer di dunia yang dikeluarkan oleh International Organization for Standardization (ISO) sebagai salah satu alternatif yang dapat diacu oleh top manajemen dunia usaha/industri dalam upaya melakukan re-engineering manajemen menuju peningkatan produktivitas dan efektivitas usaha berdaya saing. Seri Standar ini dikembangkan untuk membantu organisasi, dari semua jenis dan ukuran, untuk menerapkan dan mengoperasikan sistem manajemen mutu yang efektif. Standar Nasional Indonesia (SNI) ISO 9000:2008, Sistem Manajemen Mutu – Dasar-dasar dan Kosakata, adalah versi terbaru yang diadopsi dari ISO 9000:2005, Judul Inggris (BSN, 2010). Beberapa dokumen ISO yang diacu dalam Standar ini telah diadopsi menjadi SNI, yaitu : 1.
ISO 9001:2008, Quality Management Systems – Requirements diadopsi menjadi SNI ISO 9001:2008, Sistem Manajemen Mutu – Persyaratan.
2.
ISO 9004:2009, Quality Management Systems – Guidelines for Performance Improvement diadopsi menjadi SNI 19-9004:2002, Sistem Manajemen Mutu – Panduan untuk Perbaikan Kinerja
3.
ISO 19011:2002, Guideliner for Quality and/or Environmental Management Systems Auditing diadopsi menjadi SNI 19-19011:2005, Panduan Audit Sistem Manajemen Mutu dan/atau Lingkungan
4.
ISO 14001:2004, Environmental Management Systems – Requirement with Guidance for Use diadopsi menjadi SNI 19-14001:2005, Sistem Manajemen Lingkungan – Persyaratan dan Panduan Penggunaan. Dari keempat dokumen tersebut, standar yang dijadikan dasar untuk
keperluan sertifikasi hanya SNI ISO 9001:2008. Model ini mengarahkan komitmen manajemen untuk selalu memuaskan pelanggannya. Sedangkan bagi manajemen yang ingin lebih meningkatkan perbaikan kinerja organisasinya dan memberikan kepuasan tidak hanya kepada pelanggan tapi juga kepada pihak berkepentingan lainnya, maka dapat menggunakan ISO 9004:2009/SNI 19-9004:2002.
16
Perusahaan yang ingin mendapatkan sertifikat ISO 9000 harus memenuhi seluruh elemen persyaratan sistem mutu seperti yang tercantum pada SNI ISO 9001:2008 (elemen dapat dilihat pada Lampiran 18). Elemen-elemen tersebut harus diinterpretasikan dan diwujudkan dalam dokumen-dokumen dan catatan (arsip). Dokumen merupakan catatan rencana sistem mutu yang akan dilaksanakan. Dokumen berfungsi sebagai alat penelusuran, bukti tertulis serta alat penilaian keefektifan dan kemantapan sistem manajemen mutu. Tiap perusahaan dapat menentukan teknik dokumentasi yang paling sesuai untuk kondisi perusahaan tersebut (Muhandri dan Kadarisman, 2008). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2008), dokumentasi mencakup : 1.
Pernyataan tentang kebijakan dan tujuan mutu
2.
Pedoman mutu (manual mutu)
3.
Prosedur-prosedur yang dipersyaratkan
4.
Dokumen-dokumen yang diperlukan untuk memastikan efektivitas perencanaan, operasi dan pengendalian proses.
5.
Catatan (arsip) yang dipersyaratkan ISO 9001 Dalam kegiatan praktek kerja magang ini, pendokumentasian mutu
difokuskan hanya dari prosedur sampai catatan. Prosedur dan instruksi kerja merupakan panduan untuk keperluan intern perusahaan. Dokumen-dokumen ini berisi tentang prosedur operasional untuk aktivitas organisasi sehari-hari (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000). Prosedur adalah cara tertulis yang ditentukan untuk melaksanakan suatu kegiatan oleh bagian atau personal. Sedangkan instruksi adalah cara kerja secara tertulis yang ditujukan kepada bagian atau personel untuk melakukan suatu kegiatan tertentu yang dapat disertai dengan gambar proses, peta alur kegiatan, cara memproses suatu bahan dan sebagainya. Dokumentasi mutu sangat bermanfaat sebagai acuan dalam melakukan aktivitas di perusahaan. Tidak adanya dokumentasi dapat mempengaruhi mutu menjadi kurang baik. Perusahaan harus berusaha memelihara dokumentasi yang diperlukan, minimal untuk dapat menunjukkan bahwa di perusahaan tersebut ada sistem mutu dan sistem mutu tersebut digunakan dalam operasi perusahaan (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000). Dokumentasi yang dikendali-
17
kan juga memudahkan manajemen dalam mengevaluasi efektivitas sistem mutu yang telah dijalankan dan dapat membantu manajemen dalam menyelesaikan masalah. Dalam program penjaminan mutu terpadu, terdapat ketentuan bahwa keseluruhan proses kerja atau kegiatan harus didokumentasikan, tetapi tidak semua aktivitas perlu didokumentasikan. Menurut seri ISO 9000, yang perlu didokumentasikan adalah aktivitas yang secara langsung mempengaruhi mutu. Dalam industri manufaktur, termasuk industri pengolahan pangan, salah satu aktivitas terpenting yang harus didokumentasikan adalah Bagian Produksi, karena bagian ini merupakan unit kegiatan inti yang mengolah bahan baku menjadi produk yang akan dipasarkan. Pada Bagian Produksi, personil yang pekerjaannya mempengaruhi mutu harus mengetahui bagaimana mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya untuk memaksimumkan mutu. Dengan demikian, harus dibuat prosedur dan instruksi kerja tertulis secara rinci seperti yang diharuskan oleh standar. Proses pembuatan dan penggunaan dokumentasi merupakan hal pokok untuk mencapai penerapan sistem mutu yang efektif (Hadiwiardjo dan Wibisono, 2000). Cara terbaik untuk mendokumentasikan mutu adalah dengan melibatkan operator (karyawan pelaksana kegiatan) yang akan didokumentasikan. Operator dapat menjelaskan bagaimana dan mengapa mereka melaksanakan kegiatan dengan cara yang mereka lakukan. Selain itu, manajemen madya perlu juga dilibatkan untuk mengetahui bagaimana yang seharusnya dilakukan oleh operator agar produk yang dihasilkan sesuai dengan standar perusahaan. Pendokumentasian prosedur dan intruksi kerja harus menyeimbangkan antara fakta-fakta ilmiah dan aspek praktis. Langkah-langkah pembuatan prosedur mutu antara lain : 1.
Mengobservasi setiap tahap kegiatan dan mencatat apa yang terjadi Pada tahap ini, diamati proses pengolahan yang berlangsung pada bagian produksi untuk jenis produk lada hitam dan kopi. Tanya jawab kepada operator dan manajemen madya juga dilakukan untuk membantu
18
pengamatan. Pencatatan dilakukan secara naratif. Sebelum ditetapkan, narasi ini ditunjukkan kepada para karyawan dan manajer, sehingga mereka dapat menilai apakah prosedur yang dibuat telah sesuai atau belum. 2.
Membuat diagram alir proses Setelah narasi selesai dibuat, diagram alir dapat disusun. Diagram alir dibuat menggunakan simbol-simbol umum yang biasa digunakan untuk menggambarkan aliran proses pekerjaan atau kegiatan. Diagram alir dilengkapi dengan penanggung jawab kegiatan dan dokumen referensi yang berhubungan dengan proses kegiatan.
3. Dokumentasi atau pencatatan Pencatatan diperlukan untuk menilai keefektifan proses kegiatan. Pencatatan dilakukan pada formulir-formulir. Jika terlalu banyak formulir yang harus diisi, maka proses dokumentasi menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, jumlah formulir ada tidak dibuat terlalu banyak. Dokumen dikatakan efektif apabila operator dapat melaksanakan prosedur dengan tepat yang dibuktikan dengan jumlah kesalahan tidak melebihi batas normal. Misalnya dilihat dari persentase rata-rata kerusakan produk jadi atau data produk kembali (reture) karena rusak, bukan karena tidak habis terjual.
19
IV. LADA HITAM
A. TINJAUAN PUSTAKA Rempah-rempah adalah bahan yang ditambahkan dalam makanan atau minuman dalam jumlah relatif sedikit dengan tujuan untuk memperbaiki citarasa. Rempah atau spice adalah tanaman kering yang menambah flavor, rasa enak dan rasa pedas pada makanan, berasal dari akar, biji, buah, bunga, daun, kulit batang dan rimpang tanaman. Rempah-rempah ini mengandung komponen aktif (oleoresin dan minyak atsiri) sehingga citarasa dan aromanya tajam serta spesifik. Oleoresin adalah suatu gugusan kimiawi yang cukup kompleks persenyawaannya. Oleoresin merupakan benda padat berbentuk pasta yang merupakan campuran dari minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis dammar pembawa rasa (Rismunandar, 1988). Salah satu komoditi rempah yang cukup mendunia adalah lada hitam dari Lampung. Tanaman lada mulai diperkenalkan 4000 tahun yang lalu dari India (Farrell, 1990). Tanaman lada (Piper nigrum L.) adalah tanaman merambat yang diklasifikasikan kedalam kelas piper yang memiliki lebih dari 1000 spesies. Penggolongan tanaman lada secara rinci adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Piperales
Famili
: Piperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper nigrum L.
Daun tanaman lada berbentuk bulat telur, lebar, tunggal, bertangkai, letaknya berseling atau tersebar. Lada berbunga majemuk, berbentuk bulir, dan menggantung dengan panjang bulir 3,5 sampai 22 cm, terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Buah lada umumnya berbentuk bulat agak lonjong yang didukung dengan malai (dapat dilihat di Gambar 4). Buah lada termasuk buah buni yang memiliki dinding buah dengan tiga lapisan, yaitu
20
lapisan luar (exocarpium), lapisan tengah (mesocarpium), dan lapisan dalam (endocarpium). Pada waktu muda kulit buah lada keras dan berwarna hijau, sedangkan pada waktu masak kulitnya lunak berair, berwarna merah jingga dan mudah terkelupas. Biji lada berbentuk bulat dengan diameter 3-4 mm (Balittro, 1996). Pada umur 3 tahun, tanaman sudah dapat dipanen. Selanjutnya hasilnya mulai bertambah sampai tanaman berumur 8 tahun, kemudian mulai menurun. Sejak bunga keluar sampai buah masak, memakan waktu 7-9 bulan.
(1)
(2)
(3)
Gambar 4. (1) Tanaman lada, (2) buah lada, dan (3) biji lada hitam-putih (Wikipedia, 2010) Kematangan buah lada dapat dibagi dalam 3 tingkat kematangan yaitu masak susu, masak penuh dan masak petik. Buah lada masak susu berwarna hijau dan bila dipijit akan mengeluarkan cairan putih. Buah lada masak susu
21
digunakan sebagai lada enteng. Buah lada masak penuh berwarna hijau tua, keras dan biasanya dipetik pada umur 6-7 bulan setelah tanaman berbunga atau bila dalam satu tandan telah ada buah yang berwarna kuning kemerahan. Buah lada masak penuh digunakan untuk pengolahan lada hitam. Buah lada masak petik adalah buah lada yang warnanya telah mencapai kuning kemerahan dan biasanya dipetik pada umur 8-9 bulan setelah pembungaan atau bila sebagian buah pada pangkal tandan telah berwarna kuning kemerahan. Buah lada masak petik digunakan untuk pengolahan lada putih. Lada putih adalah buah lada yang sudah tidak mempunyai kulit lagi dan telah dikeringkan. Beberapa bentuk bahan olah dan hasil olah lada yang diperdagangkan saat ini adalah lada hitam (black pepper), lada hitam yang dikupas (decorticated black pepper), lada putih (white pepper), lada hijau (green pepper), lada hitam bubuk (ground black pepper), lada putih bubuk (ground white pepper), lada enteng (light berry pepper), lada jingga (pink pepper), minyak lada (black pepper oil), oleoresin lada (oleoresin), lada hijau kering (dehydrated green pepper), lada hijau yang dikalengkan (canned green pepper), dan lada hijau yang dibotolkan (bottled green pepper). Lada hitam mengandung minyak atsiri dan resin-resin. Minyak lada dapat diperoleh dengan cara penyulingan, sedang melalui proses ekstraksi akan diperoleh minyak yang bercampur dengan resin-resin, campuran ini disebut oleoresin. Oleoresin adalah hasil ekstraksi lada yang merupakan campuran antara minyak atsiri, resin-resin dan alkaloid-alkaloid yang mudah menguap (Sarwono, 1987). Kandungan kimia dalam lada hitam adalah saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, piperine, piperiline, piperoleine, piperanine, piperonal, dihydrokarveol, kanyofillene oksida, kariptone, tranpiocarrol, dan minyak lada. Lada hitam mempunyai efek sebagai antioksidan karena mengandung senyawa flavonoida dan amida fenolik. Lada hitam memiliki dua sifat yang khas yaitu rasa yang pedas dan menggigit serta aroma menusuk yang khas. Aroma dan flavor lada ditentukan oleh komposisi aromatik minyak uap volatil yang terutama terdiri atas
22
monoterpen hidrokarbon dan sejumlah kecil sesquiterpen hidrokarbon (Farrell, 1990). Kepedasan dihasilkan oleh alkaloid yang bukan uap volatil, yang paling penting adalah piperine (Purseglove et al., 1981). Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperine, piperanine, dan chavicin yang merupakan persenyawaan dari piperine dengan semacam alkaloida (Rismunandar dan Riski, 2003). Chavicin banyak terdapat dalam daging biji lada dan tidak akan hilang walaupun biji yang masih berdaging dijemur hingga menjadi lada hitam. Oleh karena itu, lada hitam lebih pedas dibanding lada putih. Piperine adalah piperidida dari asam piperat yang merupakan salah satu zat yang menyebabkan rasa pedas pada lada. Piperine yang terdapat dalam lada sekitar 4-8 persen. Bila dihidrolisis dengan asam atau basa, piperin terurai menjadi piperidin (basa kuat) dan asam piperat (C12H10O4). Piperine yang berkontribusi penting dalam kepedasan lada digunakan sebagai salah satu faktor dalam standardisasi lada (Farrell, 1990). Lada banyak digunakan untuk industri makanan, khususnya dalam industri pengolahan daging sebagai bahan pengawet, sedangkan untuk skala rumah tangga lada digunakan sebagai bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk industri farmasi dan sebagai salah satu bahan wewangian. Penggunaan lada hitam antara lain untuk berbagai macam sosis (pepperoni, salami, pastrami), pizza loaf, meat loaf, dan baso (Farrell, 1990). Komposisi kimia lada hitam dan lada putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi kimia lada hitam dan lada putih Senyawa Kimia
Lada Hitam (%)
Lada Putih (%)
Kadar air
8-13
9.9-15
Protein
11
11
Karbohidrat
22-42
50-65
Minyak atsiri
1-4
<1
Piperin (alkaloid)
5-9
5-9
Sumber : Rismunandar dan Riski (2003)
23
Lada hitam adalah buah lada yang masih mempunyai kulit yang berwarna hitam hasil fermentasi dan penjemuran. Lada hitam diperoleh dari keseluruhan buah lada yang telah masak penuh tanpa pengupasan kulit buah (mesocarpium). Proses pengolahan lada hitam dari buah lada segar cukup sederhana yaitu dengan cara pengeringan. Hasil pengolahan lada hitam secara tradisional ialah lada hitam asalan (Balittro, 1996). Rendemen pengolahan hasil dari buah lada basah menjadi lada hitam tergantung pada jenis tanaman dan tua mudanya buah disamping cara pengolahan hasil itu sendiri. Secara lebih rinci pengolahan lada hitam dapat dilihat pada Gambar 5. berikut : Lada masak penuh, berwarna hijau tua dan keras (kira-kira 6-7 bulan setelah pembungaan)
Di-blanching di dalam air bersuhu 80°C selama 1.5-5 menit atau diperam di dalam karung goni selama satu hari atau ditumpuk di tempat teduh selama 2-4 hari
Pelepasan buah lada dari tangkainya dengan alat perontok lada
Dikeringkan dengan dijemur selama 3-4 hari hingga kadar air 11-14 % atau dengan pengering buatan suhu 80°C dalam 2 tahap dengan interval waktu 6 jam Ditampi hingga diperolah buahnya saja
Lada hitam asalan Gambar 5. Jalur pengolahan lada hitam (Balittro, 1996) Pada perdagangan di dalam negeri, standar mutu lada biasanya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara petani dan pedagang tanpa adanya standar yang baku. Untuk tujuan ekspor, eksportir harus mengikuti standar mutu yang telah ditetapkan oleh BSN (Badan Standar Nasional) dan juga harus mempertimbangkan persyaratan mutu yang dikehendaki oleh pembeli di luar negeri, misalnya mengikuti standar yang dikeluarkan ASTA (American Spice Trade Association) dan USFDA untuk lada yang akan diekspor ke
24
Amerika. Syarat mutu lada hitam dapat dilihat pada Tabel 2., sedangkan syarat mutu bubuk lada hitam dapat dilihat pada Tabel 3. Lada grade 1 menurut standar ASTA ialah 550-560 gL (gram per liter), yang artinya dalam 1 liter lada utuh terdapat 560 gram lada. Standar ASTA digunakan oleh beberapa produsen apabila tidak ada standar nasional, standar Eropa atau IEC yang cocok. Standar ini biasanya berguna untuk produk inovasi baru yang berada diluar cakupan standar yang telah dipublikasikan. Penerapan standar ASTA memberikan jaminan kepada pengusaha agar produk mereka aman untuk dipasarkan. Tabel 2. Syarat mutu lada hitam (SNI 01-0005-1995) No
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan Mutu I
1
Cemaran binatang
-
Mutu II
Bebas dari serangga hidup maupun mati
serta
bagian-bagian
yang
berasal dari binatang 2
Kadar benda asing
%
Maks. 1.0
Maks. 1.0
3
Kadar biji enteng
%
Maks. 2.0
Maks. 3.0
4
Kadar cemaran kapang
%
Maks. 1.0
Maks. 1.0
5
Kadar air
%
Maks. 12.0
Maks. 13.5
6
Kadar piperin
%
*
*
7
Kadar minyak atrisi
%
*
*
Keterangan : *dicantumkan sesuai dengan hasil analisis Sumber : BSN (1995) Tabel 3. Syarat mutu bubuk lada hitam (SNI 01-3716-1995) Karakteristik
Satuan
Syarat lada hitam bubuk
Keadaan
-
Normal
Bau dan rasa
-
Normal
Kadar air
%
Maks. 14.0
Kadar abu
%
Maks. 6.0
Bagian yang tidak larut asam
%
Maks. 1.2
Ekstrak dalam éter
%
Maks. 6.0
25
Serat kasar
%
Maks. 17.5
Kehalusan (lolos ayakan 48 mesh)
%
Min. 95.0
Logam berbahaya (Pb, Hg, Cu, Zn, As)
-
Negatif
Bahan asing
-
Bebas
Jamur
-
Bebas
Sumber : BSN (1995) B. ASPEK PRODUKSI 1.
Sarana Produksi Sarana produksi yang digunakan oleh bagian produksi PT. Lintang Visikusuma terdiri atas mesin dan peralatan. Mesin yang digunakan antara lain mesin giling (grounding machine/disc mill) dan oven pengering, sedangkan peralatan yang digunakan antara lain timbangan, tampah, sendok stainless, pengayak berbagai ukuran mesh, sarung tangan, masker, kain penutup, drum (plastik dan polygen), serta peralatan untuk sanitasi. Mesin giling yang digunakan ialah disc mill kapasitas 3 kg. Disc mill banyak digunakan untuk menggiling biji-bijian. Alat ini terdiri atas cakram pada dinding penutup dan cakram yang berputar. Pada setiap permukaan cakram terdapat tonjolan-tonjolan atau pin yang letaknya bersesuaian sehingga tidak bertabrakan pada waktu rotor berputar. Produk yang telah halus akan lolos saringan yang mengelilingi cakram dan keluar. Prinsip kerja alat ini adalah bahan yang akan dihancurkan masuk di antara dinding penutup dan cakram berputar. Bahan akan mengalami gaya gesek karena adanya lekukan-lekukan pada cakram dan dinding alat. Gaya pukul terbentuk karena adanya logam-logam yang dipasang pada posisi yang bersesuaian (Subarna et al., 2008). Oven pengering digunakan sebagai bentuk pengeringan buatan dengan menggunakan sumber panas artificial untuk menggantikan panas sinar matahari (Subarna et al., 2008). Pengeringan dengan oven pengering pada bagian produksi lada hitam hingga saat ini dilakukan hanya pada keadaan khusus, misalnya apabila tidak ada sinar matahari
26
yang cukup. Tipe-tipe alat pengering yang digunakan di industri pangan didesain berdasarkan jenis bahan dan tujuan proses yang ingin dicapai. Bahan pangan padat dapat dikeringkan menggunakan tipe pengering cabinet (tray dryer) dan fluidized bed dryer, sedangkan bahan pangan cair atau pasta dapat dikeringkan dengan menggunakan drum dryer dan spray dryer. 2.
Bahan Baku Bahan-bahan untuk produksi lada hitam terdiri atas bahan baku utama (lada hitam) dan bahan pengemas (plastik PP dan PE berbagai ukuran). Lada hitam yang digunakan berasal dari Lampung. Pemasok lada hitam ialah petani ataupun pedagang pengumpul yang sudah memiliki kontrak perjanjian dengan perusahaan. Lada hitam yang berasal dari pedagang pengumpul besar biasanya sudah memiliki spesifikasi tertentu yang cukup baik, sehingga memudahkan proses pengolahan selanjutnya. Lada hitam dari petani harus melalui proses sortasi ulang terlebih dahulu, dikarenakan masih banyaknya benda asing yang tercampur dalam bahan. Kemasan yang digunakan dapat berupa plastik PP (500 gr, 1 kg, 2 kg, 5 kg, atau 20 kg) dan plastik PE (250 gr atau 500 gr) sesuai dengan permintaan. Lada hitam yang digunakan dalam proses produksi harus lolos dari pengujian saat penerimaan. Kadar air lada hitam yang akan digunakan kurang lebih 11-12 persen. Pengukuran kadar air menggunakan alat ukur kadar air untuk di lapang. Kadar benda asing (foreign material) yang diterima maksimal 3 persen.
3.
Proses Produksi Lada hitam yang diproduksi oleh PT Lintang Visikusuma terdiri atas tiga macam, yaitu lada hitam utuh (black pepper whole), lada hitam pecah (black pepper cracked), dan lada hitam bubuk (black pepper powder). Pengolahan lada hitam utuh terdiri atas sortasi dan pengemasan, sedangkan lada hitam pecah (mesh 12/20 dan 16/24) dan bubuk diolah
27
dengan melakukan penggilingan terlebih dahulu. Kegiatan produksi yang dilakukan di bagian produksi secara garis besar terdiri atas penerimaan bahan, penyimpanan, sortasi, pengeringan, penggilingan, pengayakan, dan pengemasan. Lada hitam yang akan digunakan untuk produksi harus disortasi terlebih dahulu, baik itu untuk menghasilkan lada hitam utuh, pecahan, ataupun bubuk. Sortasi dilakukan apabila kondisi bahan tidak terlalu bagus karena adanya cemaran binatang, kulit bahan masih ada, banyak abu pada bahan, dan adanya kotoran (batang) serta benda asing (batu). Sortasi ialah proses pemisahan bahan berdasarkan kategori tertentu. Proses sortasi yang dilakukan dimulai dengan menampih sejumlah lada hitam untuk melepaskan kulit dan abu yang ada pada biji. Kemudian lada hitam utuh yang bagus dipisahkan dari biji yang rusak/busuk ataupun kopong, kotoran (batang) dan benda asing (batu). Berat sebelum dan setelah proses sortasi dicatat untuk mengetahui susut sortasi. Lada hitam hasil sortasi disimpan dalam wadah khusus. Proses selanjutnya ialah pengeringan lada hitam. Proses pengeringan menggunakan energi sinar matahari (penjemuran) yang bertujuan mengurangi kadar air bahan sampai standar 9-10 persen menurut alat ukur lapang yang digunakan atau 12-14 persen berdasarkan kondisi sebenarnya (setelah dilakukan konversi oleh pihak perusahaan). Berat sebelum dan setelah penjemuran dicatat untuk mengetahui susut penjemuran. Lada hitam hasil penjemuran disimpan dalam wadah khusus (drum polygen). Untuk keadaan khusus, pengeringan menggunakan oven pengering kapasitas 12 kg dengan suhu 100-110°C. Optimasi proses pengeringan ulang dengan oven perlu dilakukan untuk mengetahui suhu dan waktu pengeringan yang optimal serta efektivitasnya dalam mengurangi jumlah mikroorganisme pada lada hitam. Lada hitam hasil pengeringan khusus (oven) harus diinkubasi atau didiamkan kurang lebih 24 jam pada suhu kamar dalam wadah khusus. Bahan yang telah keluar dari oven akan mengalami peningkatan suhu sehingga kondisi bahan menjadi lembab. Sebelum dilakukan pengemas-
28
an, perlu adanya penyesuaian suhu terlebih dahulu hingga suhu bahan mencapai suhu kamar. Pengemasan yang dilakukan saat kondisi bahan masih panas dapat menurunkan mutu selama penyimpanan. Proses penggilingan dilakukan menggunakan disc mill untuk mendapatkan lada hitam pecahan ataupun bubuk dengan penggunaan mesh tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Mesh yang digunakan kurang lebih 12/20 serta 16/24 untuk menghasilkan produk pecahan. Lada hitam pecahan 12/20 artinya 90 persen bubuk lada termasuk dalam range mesh 20 sampai 12. Lada hitam hasil giling kemudian diinkubasi selama kurang lebih 24 jam pada suhu kamar dalam wadah khusus. Proses selanjutnya ialah pengayakan. Pengayakan merupakan proses pemisahan bahan berdasarkan ukuran mesh tertentu tergantung dari pengayak yang digunakan. Pengayakan dilakukan terhadap lada hitam pecahan hasil giling untuk memisahkannya dari bubuk lada yang terlalu halus. Bubuk lada hasil pengayakan inilah yang dimaksud dengan produk lada hitam bubuk. Proses terakhir dalam produksi lada hitam ialah pengemasan. Pengemasan dilakukan secara manual oleh karyawan dengan memasukkan bahan ke dalam kemasan. Kemasan yang digunakan dapat berupa plastik PP ataupun plastik PE sesuai dengan permintaan. Rincian proses produksi lada hitam dapat dilihat pada Lampiran 5. C. ASPEK JAMINAN MUTU PRODUKSI LADA HITAM 1.
Pengawasan Mutu Bahan Baku Mutu bahan dasar yang digunakan dalam pengolahan pangan sangat menentukan mutu produk akhirnya. Penggunaan bahan dasar atau bahan mentah yang terkontaminasi oleh mikroba dalam jumlah tinggi akan menghasilkan produk dengan mutu yang rendah, dan kemungkinan menyebabkan produk menjadi lebih mudah busuk selama penyimpanan. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah kontaminasi awal tersebut diantaranya adalah dengan cara memilih bahan dasar yang
29
baik mutunya (sortasi), dan dengan cara mencuci bahan mentah tertentu (Fardiaz dan Jenie, 1985). Makanan dalam bentuk kering (rempah-rempah kering, serealia dan tepung-tepungan) tidak membutuhkan refrigerasi, tetapi tempat penyimpanannya harus anti tikus dan anti serangga. Produk rempah memiliki umur simpan yang cukup panjang, namun tergantung terhadap kadar air. Semakin tinggi kadar air produk, semakin besar kerusakan yang mungkin terjadi akibat mikroorganisme yang tumbuh. Pengawasan mutu bahan yang dilakukan oleh perusahaan dimulai pada saat bahan baku dan kemasan tiba atau dikirim oleh pemasok, dan selama bahan tersebut disimpan di gudang serta pada saat bahan tersebut akan digunakan dalam proses produksi. Bahan baku yang datang dari pemasok, sebelum diterima harus dilakukan pemeriksaan atau pengujian terlebih dahulu. Lada hitam yang diterima ialah lada hitam yang telah lolos pemeriksaan. Pemeriksaan mencakup pengecekan kondisi bahan yang meliputi keadaan fisik bahan dan kesesuaian bahan dengan permintaan (standar perusahaan). Pengujian mutu lada hitam sebelum penerimaan dilakukan secara organoleptik meliputi aroma dan rasa (normal menyengat) dan keadaan fisik (cemaran binatang, cemaran kapang, kadar benda asing, kadar biji enteng, dan kadar air). Bahan yang sesuai dengan standar diterima, sedangkan yang tidak sesuai dengan standar dilakukan langkah lebih lanjut, seperti penolakan pengiriman bila kerusakan sudah sangat parah atau penambahan proses bila bahan tersebut tetap digunakan. Pengujian mutu lada hitam dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengujian mutu sebelum penerimaan dan pengujian mutu secara periodik. Pengujian mutu bahan secara periodik dilakukan untuk bahan yang belum mengalami proses pengolahan dan bahan yang telah mengalami proses pengolahan lanjut. Pengujian meliputi penentuan total mikroba (TPC) ataupun pengujian mikrobiologi dan kimia lainnya. Certificate of Original dari pemasok belum ada, sehingga jaminan keaslian bahan baku masih diragukan. Hal yang telah dilakukan oleh
30
perusahaan selama ini ialah memberikan PO (purchase order) dan faktur kepada pemasok sebagai bentuk perjanjian untuk dapat dipenuhi pemasok mengenai kondisi persyaratan bahan baku yang diminta. Sebelum bahan masuk gudang, dilakukan pencatatan tanggal penerimaan, penyimpanan form pengiriman bahan dari pemasok, pencatatan jumlah bahan sesuai form, penimbangan bahan dan pencatatan hasil penimbangan, pencatatan selisih berat (susut), pencatatan jenis bahan, dan pencatatan tanggal kadaluarsa. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air bahan dengan menggunakan alat ukur kadar air untuk di lapang, dan hasilnya dicatat. Setelah pemeriksaan bahan selesai, kemudian dilakukan penyimpanan bahan (Gambar 6).
Gambar 6. Penyimpanan lada hitam yang belum diproses di gudang penyimpanan PT. Lintang Visikusuma Bahan yang sudah diterima segera disimpan di tempat yang sesuai dengan kriterianya (bahan yang baru datang, bahan hasil sortir, bahan hasil jemur, bahan hasil sangrai, dan bahan jadi yang belum dikemas). Cara penyimpanan bahan baku selama berbagai proses pengolahan dan pada tingkat penjualan merupakan hal yang utama dalam menentukan keamanan dan mutu dari aspek mikrobiologi. Bahan baku harus disimpan dalam wadah tertutup untuk menghindari kehilangan senyawa volatil. Wadah atau karung yang berisi bahan ditumpuk secara teratur di atas palet, tidak kontak dengan lantai maupun dinding, dan diletakkan pada
31
ruangan bersirkulasi udara lancar. Pengaturan ruang penyimpanan dapat dilihat pada Lampiran 3. Selama penyimpanan untuk produk tertentu dapat dilakukan pengujian umur simpan dengan metode pengujian organoleptik berkala. Dengan demikian dapat diketahui sampai berapa bulan produk masih layak untuk dikonsumsi. Bahan pembantu meliputi kemasan primer (plastik PP, plastik PE) serta kemasan sekunder (kardus). Penyimpanan kemasan dilakukan dengan cara menumpuknya di atas palet. Wadah plastik PE tidak boleh ditempatkan di ruang terbuka, harus dimasukkan dalam plastik besar. Hal ini untuk memperkecil kemungkinan kontaminasi pada produk, karena dalam pemakaiannya kemasan tersebut tidak melalui pencucian kembali tetapi hanya pembersihan secara manual. Lantai gudang tempat penyimpanan sudah berkeramik dan berventilasi cukup, sehingga sirkulasi udara lancar dan kemasan terhindar dari kelembaban. Kemasan kardus disimpan menumpuk di atas palet dan terhindar dari kondisi basah. a. Penentuan Mutu Awal Lada Hitam 1) Kebersihan (cemaran binatang), SNI 01-0005-1995 Prinsipnya ialah pengamatan terhadap sampel uji secara visual. Diambil sampel secara acak sebanyak 20 gram. Seluruh sampel disebar di atas selembar kertas putih dan diamati adanya serangga hidup maupun mati serta bagian-bagian yang berasal dari binatang. Apabila tidak ditemukan adanya cemaran binatang, maka hasil uji dinyatakan bebas dari serangga hidup maupun mati serta bebas dari bagian-bagian yang berasal dari binatang. Apabila ditemukan, maka hasil analisa dinyatakan sesuai dengan hasil temuan.
32
2) Kadar benda asing, SNI 01-0005-1995 Prinsipnya ialah pemisahan secara visual dan penimbangan. Diambil sampel sebanyak 20 gram. Kemudian benda lain yang dinyatakan sebagai benda asing dipisahkan ke dalam wadah yang telah diketahui bobotnya, lalu ditimbang. Perbedaan kedua penimbangan itu menunjukkan jumlah benda asing dalam sampel uji. Kadar benda asing dinyatakan dalam persentase bobot/ bobot dengan rumus: (M2 - M1) x Keterangan : Ma adalah bobot sampel uji (gram) M1 adalah bobot wadah kosong (gram) M2 adalah bobot wadah dan benda asing (gram) 3) Kadar cemaran kapang, SNI 01-0005-1995 Prinsipnya ialah pemisahan biji yang terkontaminasi kapang secara visual, lada dianggap berkapang jika tercemar kapang yang dapat dilihat dengan mata biasa. Timbang sampel uji seberat 20 gram. Pisahkan lada yang berkapang yang terlihat dengan mata biasa. Kadar kapang dinyatakan dalam persentase bobot/ bobot dengan rumus:
Keterangan : M1 adalah bobot sampel uji (gram) Ma adalah lada yang berkapang (gram)
33
4) Kadar air Pengujian dilakukan menggunakan alat ukur kadar air untuk di lapang yang mengukur konduktivitas bahan kemudian mengkonversikannya dalam persen kadar air. Nyalakan tombol On lalu masukkan/tempelkan test pin pada bahan yang akan diukur. Nilai kadar air terukur dapat dilihat pada layar display. b. Penentuan Total Mikroba, metode Total Plate Count (Fardiaz, 1989) Total bakteri dihitung dengan metode hitungan cawan pada media Plate Count Agar (PCA). Contoh sebanyak 10 gram dimasukkan dalam larutan fisiologis 0,85% sebanyak 90 ml. Kemudian lada dalam larutan dihancurkan dengan stomaker. Dari larutan ini diencerkan kembali sampai tingkat pengenceran yang dikehandaki. Dari setiap tingkat pengenceran ini diambil 1 ml dan dimasukkan dalam cawan petri steril. Kemudian ke dalam cawan ini dimasukkan 15 ml PCA cair. Selanjutnya cawan diputar membentuk angka delapan dan dibiarkan membeku. Inkubasi dilakukan pada suhu 30°C selama 2-3 hari. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan Standar Plate Count. 2.
Pengawasan Proses Lada hitam yang akan diproses ialah lada yang berasal dari gudang penyimpanan barang masuk. Tahapan pertama yang dilakukan ialah proses sortasi biji lada untuk mendapatkan lada hitam sesuai standar perusahaan. Lada yang digunakan dalam proses selanjutnya harus lada hitam yang telah disortasi. Apabila lada terserang kapang namun yang rusak hanya bagian luarnya saja sedang struktur dalam masih baik, maka dilakukan pencucian biji lada tersebut. Pencucian bisa menghilangkan kapang yang menempel pada luar biji lada. Selanjutnya, segera dilakukan pengeringan terhadap biji lada. Pengeringan dapat dilakukan dengan
34
menggunakan oven pengering ataupun memanfaatkan energi sinar matahari dengan cara dijemur. Apabila serangan kapang sudah berlangsung cukup lama dan kapang yang menempel pada lada hampir menutupi seluruh permukaan, maka lada hitam tersebut (satu karung) sebaiknya tidak digunakan. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan lada terserang racun kapang yang sudah menyebar luas (aflatoksin). Pengeringan lada hitam bertujuan mengurangi kadar air bahan. Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkannya, sehingga kadar air seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Pengendalian mutu lada hitam selama proses pengeringan ialah dengan mengawasi kadar air bahan. Pengeringan dilakukan hingga kadar air lada hitam sudah dibawah 11 persen. Hal ini dimaksudkan agar lada hitam terjaga mutunya selama penyimpanan dan dapat diolah lebih lanjut (digiling). Pada proses penggilingan, bahan yang digiling harus bebas dari cemaran kapang. Meskipun lada hitam yang digunakan ialah lada hitam hasil sortasi, namun tetap ada kemungkinan kontaminasi kembali oleh kapang. Sehingga saat pemasukan bahan ke dalam mesin giling harus disertai dengan pengamatan yang tajam. Lada hitam bubuk ataupun pecahan hasil proses penggilingan mengeluarkan aroma yang lebih menyengat. Selain itu, sifat lada hitam hasil giling lebih rentan terhadap perubahan kadar air. Sehingga setelah proses penggilingan, lada hitam harus disimpan di wadah yang rapat. Selain untuk menjaga kadar air bahan agar tidak meningkat dan untuk mengurangi kehilangan aroma (senyawa volatil), penyimpanan lada hitam hasil penggilingan juga bertujuan menyesuaikan suhu bahan yang meningkat akibat proses. Pada proses pengayakan yang masih dilakukan secara manual, kemungkinan terjadinya kontaminasi mikroba dari lingkungan dan
35
pekerja ialah cukup tinggi. Oleh karena itu, kebersihan ruang produksi dan higienis pekerja harus lebih diperhatikan. Penggunaan sarung tangan, masker, dan pakaian pelindung, selain untuk melindungi pekerja dari efek lada hitam yang dapat terhirup serta sifatnya yang panas menyengat di kulit, ialah untuk menjaga mutu dari lada hitam itu sendiri agar tidak terjadi kontaminasi silang dari pekerja. Hal yang sama juga perlu diperhatikan pada proses pengemasan. 3.
Pengawasan Mutu Produk Akhir Lada hitam yang telah dikemas dimasukkan dalam kardus kemudian disimpan di gudang. Pengaturan produk dalam ruangan dilakukan dengan menumpuk kardus dan mengelompokkannya sesuai jenis item. Sistem pengeluaran produk dari gudang dilakukan secara FIFO (First In First Out), sehingga tidak terjadi penumpukkan produk. Selanjutnya produk didistribusikan oleh bagian pemasaran. Distribusi adalah suatu proses penyebaran barang dari produsen ke konsumen. Dengan proses ini diharapkan antara jumlah produksi dan jumlah yang dapat dipasarkan akan seimbang, sehingga barang tidak akan menumpuk di gudang. Bagian distribusi atau pemasaran menerima order dari konsumen untuk selanjutnya dilayani sesuai dengan pesanan. Order dari bagian pemasaran diberikan ke bagian produksi untuk direncanakan pembuatannya dan bagian gudang untuk menyiapkan jenis produk yang akan dikirim. Untuk menjamin produk yang akan dikirim agar dapat memenuhi keinginan dan memuaskan konsumen, maka sebelum pengiriman selalu dilakukan pengecekan kondisi produk yang akan dikirim. Kondisi yang diamati meliputi keadaan kemasan, keadaan fisik produk dan kebenaran label. Kadaluarsa untuk lada hitam utuh ialah satu setengah tahun dari tanggal produksi, sedangkan untuk lada hitam pecahan dan bubuk ialah selama satu tahun. Pengirimanan dilakukan menggunakan kendaraan bermotor, baik mobil pengangkut ataupun motor.
36
Adanya pengembalian produk oleh konsumen harus dicek dan dicatat tanggal pengembalian, jumlah, jenis, dan penyebab atau alasan pengembalian. Penerimaan barang kembalian harus diketahui oleh bagian gudang. D. OPTIMASI PROSES PENGERINGAN LADA HITAM Selama kegiatan praktek kerja magang ini, dilakukan juga penelitian masalah khusus mengenai optimasi proses pengeringan ulang lada hitam dengan menggunakan oven pengering (Gambar 7). Berdasarkan sumber panasnya, pengeringan dibagi menjadi pengeringan alami dengan sinar matahari dan pengeringan buatan dengan menggunakan sumber panas artifisial untuk menggantikan panas sinar matahari (Subarna et al., 2008).
Gambar 7. Oven yang digunakan dalam pengeringan lada hitam Pengeringan ulang selain dapat menurunkan kadar air dan minyak atsiri juga dapat mereduksi jumlah mikroba (mutu mikrobiologi) lada hitam (Suliantari, 2002). Kandungan mikroba merupakan salah satu kriteria penting mutu lada hitam yang dapat mempengaruhi penerimaan. Tingkat pencemaran lada hitam oleh mikroba sangat dipengaruhi oleh penanganan selama proses pengeringan, pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan. Populasi mikroba pada lada hitam umumnya melebihi standar yang telah ditetapkan ICMF, yaitu
37
106 CFU/g. Untuk mendapatkan lada hitam yang memenuhi kriteria mutu terutama mutu mikrobiologi (total mikroba) maka dapat dilakukan pengeringan ulang. Pada bulan Februari 2010, perusahaan melakukan percobaan mengenai dua metode dalam pengolahan lada hitam, yaitu apakah pengeringan dengan oven sebaiknya dilakukan sebelum atau setelah penggilingan lada hitam. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dipilih metode yang menghasilkan nilai TPC terendah, yaitu metode pengeringan dengan oven setelah penggilingan (nilai TPC 1,8x106 CFU/g). Nilai TPC metode pengeringan dengan oven sebelum penggilingan cukup tinggi, 2,0x106 CFU/g. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh kebersihan proses penggilingan. Berdasarkan penelitian Suliantari (2002), pengeringan ulang dapat dilakukan dengan mengaplikasikan semua suhu serta waktu yang dipergunakan dalam penelitian. Variabel suhu dan waktu pengeringan ulang yang dipergunakan adalah berdasarkan nilai D untuk Bacillus sp., yaitu suhu 80°C (98,29 menit), 90°C (74,18 menit), dan 100°C (52,63 menit). Berdasarkan pertimbangan tersebut maka dilakukan pengujian total mikroba terhadap lada hitam yang diproduksi setelah dilakukan pengeringan ulang. Pengeringan ulang dilakukan dengan variabel suhu dan waktu yang diambil dari penelitian Suliantari (2002) untuk melihat keefektifan proses. Produk yang akan diuji ialah lada hitam utuh dan lada hitam bentuk pecahannya (digiling dari lada hitam utuh tersebut). Kedua jenis produk tersebut masing-masing dikeringkan dengan oven pengering pada suhu 90100°C dan 100-110°C selama waktu tertentu. Diagram alir metode yang digunakan dalam optimasi pengeringan ulang ini dapat dilihat pada Gambar 8.
38
Lada hitam utuh Pengeringan dengan oven suhu 100110°C (59 menit) Penggilingan Pengeringan dengan oven suhu 90-100°C (84 menit)
Uji total mikroba dengan metode hitungan cawan (TPC)
Lada hitam pecahan 16/24 Gambar 8. Diagram alir metode yang digunakan dalam optimasi pengeringan ulang lada hitam di PT. Lintang Visikusuma Pada saat pengeringan berlangsung, tiap 7-8 menit dilakukan rotasi atau perpindahan loyang dalam oven. Dalam tiap perpindahan tersebut, masingmasing loyang dipindahkan satu rak ke atas dan loyang teratas dipindahkan ke paling bawah. Demikian seterusnya selama waktu pengeringan. Perpindahan loyang ini dilakukan agar panas yang diterima merata pada semua bahan, karena transfer panas pada tiap rak tidak sama. Data suhu dan waktu dalam percobaan pengeringan ulang ini dapat dilihat pada Lampiran 6. Lada hitam yang telah dikeringkan kemudian dimasukkan ke dalam plastik PP untuk selanjutnya dilakukan analisis total mikroba menggunakan metode hitangan cawan (Total Plate Count), Fardiaz (1989). Untuk melihat keefektifan proses pengeringan, dilakukan juga analisis nilai TPC pada kedua jenis produk lada hitam yang tanpa mengalami pengeringan ulang (kontrol). Hasil analisis yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.
39
Tabel 4. Hasil penentuan total mikroba pada lada hitam yang telah mengalami pengeringan ulang Jenis Lada Hitam
Utuh
Pecahan 16/24
Waktu Pengeringan
Nilai TPC
dengan oven (menit)
(CFU/g)
0
-
8,8x105
90-100
84
5,2x105
100-110
59
9,6x105
0
-
6,6x105
90-100
84
5,2x105
100-110
59
9,9x105
Suhu Oven (°C)
Berdasarkan data di atas, pengeringan ulang dengan menggunakan oven terbukti efektif menurunkan nilai TPC. Dapat dilihat dari data hasil pengeringan pada suhu 90-100°C yang menunjukkan penurunan nilai TPC. Menurut Suliantari (2002), pengeringan ulang selain dapat menurunkan kadar air dan minyak atsiri juga dapat mereduksi jumlah mikroba. Data nilai TPC untuk pengeringan lada hitam pada suhu 100-110°C tidak sesuai dengan teori. Hal ini disebabkan penanganan setelah proses pengeringannya yang kurang baik (sampel dibiarkan terbuka beberapa saat di ruangan). Penanganan bahan setelah proses berlangsung ternyata sangat mempengaruhi tingkat pencemaran kembali oleh mikroba. Oleh karena itu, bahan yang telah diproses (produk antara) harus segera dimasukkan dalam wadah khusus apabila tidak akan segera dikemas. E. HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu atau kualitas suatu produk memegang peranan penting dalam dunia perdagangan. Untuk dapat bersaing di pasaran, suatu perusahaan harus mampu menjamin mutu produk yang dihasilkannya agar tetap seragam dan memenuhi keinginan pasar. Pada tahun 2009, terjadi beberapa komplain konsumen terkait dengan ketidakseragaman produk yang dihasilkan serta kasus barang kembali karena cemaran kapang. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan yang tepat berdasarkan penyebab permasalahan.
40
Dalam menganalisis penyebab masalah digunakan diagram sebab akibat (diagram ishikawa), metode Ishikawa (1960). Hasil analisis dengan diagram ishikawa dapat dilihat pada Gambar 9. Bahan
Karyawan Kadar air Asal bahan
Lingkungan keahlian
ruangan
pengetahuan
Kualitas awal
suasana
kesungguhan
kontaminan penyimpanan
kebersihan
Mesin
Prosedur Standar
Produk lada tidak seragam dan cepat menggumpal
Bangunan
Pengawasan
Kebersihan
Proses Produksi
Fasilitas
Gambar 9. Diagram sebab akibat (diagram ishikawa) untuk mutu lada hitam Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di lapangan apakah setiap faktor sudah sesuai dengan aturan yang baku atau belum. Analisis penyebab masalah kemudian dilakukan dengan cara brainstorming (sumbang saran) dan observasi langsung terhadap kondisi yang sebenarnya. Analisis kondisi aktual terhadap aspek-aspek berdasarkan diagram ishikawa untuk mutu lada hitam diantaranya sebagai berikut : 1.
Bahan
Kualitas awal
-
Kondisi aktual
: Kualitas bahan baku lada hitam berbeda-beda dan tidak sesuai dengan standar, sehingga harus dilakukan perlakuan pendahuluan (sortasi dan pengeringan) sebelum produksi.
-
Sebaiknya
: Kontrol terhadap mutu bahan sebelum memasuki proses produksi harus lebih ditingkatkan.
-
Alternatif solusi : Dibuat manual pengawasan mutu bahan baku.
41
Asal bahan
-
Kondisi aktual
: Bahan baku masih berasal dari pemasok yang berbeda yang belum memiliki sertifikat, sehingga kualitas awal bahan dapat berbeda.
-
Sebaiknya
: Menetapkan pemasok tetap atau memberikan persyaratan yang lebih ketat terhadap pemasok sehingga mutu awal bahan sama.
-
Alternatif solusi : Membuat spesifikasi tetap tiap bahan baku untuk dipenuhi oleh pemasok.
2.
Karyawan (SDM)
Keahlian dan pengetahuan
-
Kondisi aktual
: SDM sebagian besar masih pada level operator dan supervisor pemula. Proses produksi yang dilakukan mengikuti prosedur yang ada. Namun prosedur yang ada belum cukup lengkap, sehingga terjadi kesulitan apabila ditemukan masalah selama proses produksi berlangsung.
-
Sebaiknya
: Perlu dilakukan pelatihan kepada karyawan secara bertahap. Adanya intruksi kerja yang menyeluruh dan lengkap juga dapat membantu kerja karyawan.
-
Alternatif solusi : Diadakan pelatihan bertahap kepada karyawan serta dibuat dokumen intruksi kerja yang lengkap.
3.
Proses produksi dan manajemen mutu
Proses produksi
-
Kondisi aktual
: Tata
laksana
diterapkan,
produksi
sehingga
yang
baik
belum
mempengaruhi
tingkat
keseragaman (kualitas) produk yang dihasilkan. -
Sebaiknya
: Menerapkan GMP dan SSOP secara optimal.
-
Alternatif solusi : Membuat manual mutu perusahaan.
42
Manajemen mutu
-
Kondisi aktual
: Dokumentasi mutu di bagian produksi tidak lengkap dan belum terkendali.
-
Sebaiknya
: Dilakukan penyusunan dokumentasi mutu yang mencakup manual mutu, prosedur mutu, intruksi kerja, dan formulir-formulir.
-
Alternatif solusi : Dilakukan penyusunan prosedur pengolahan lada hitam, intruksi kerja, dan melengkapi formulir.
Setelah memperoleh data-data dari hasil observasi langsung (verifikasi) serta brainstrorming (sumbang saran) dengan bagian produksi, diperoleh hasil seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 7. Secara keseluruhan, alternatif langkah perbaikan yang disarankan ialah pembuatan dokumentasi mutu yang meliputi dokumen prosedur produksi, dokumen persyaratan mutu produk, dan instruksi kerja, serta pemberian pelatihan keamanan pangan, sanitasi peralatan, dan higienis karyawan terhadap bagian produksi pada khususnya. Pelaksanaan langkah perbaikan didasarkan pada skala prioritas (mendesak, bertahap) dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan. Pelatihan diberikan dua kali, pertama sebagai pendahuluan (berisi dasardasar keamanan pangan dan sanitasi) dan kedua merujuk pada dokumen prosedur baku perusahaan. Contoh slide-slide pelatihan untuk karyawan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pelatihan perlu diberikan untuk mengingatkan karyawan pada prosedur yang benar dan pentingnya menjalankan tanggung jawab masing-masing dengan baik. Sebelum pelatihan, dilakukan test tertulis mengenai pengetahuan umum yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Lembar test tertulis dapat dilihat pada Lampiran 9 dan 10. Penerapan GMP dan SSOP yang baik serta dokumentasi mutu perlu dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk jaminan mutu perusahaan. Good Manufacturing Practices (GMP) atau Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu konsep manajemen dalam bentuk prosedur dan mekanisme berproses yang tepat untuk menghasilkan luaran yang memenuhi standar dengan tingkat ketidaksesuaian yang kecil (Purwoko, 2010).
43
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) merupakan standar sanitasi yang diterapkan perusahaan yang juga bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi silang baik itu dari peralatan, pekerja, ruangan maupun dari bahan bakunya sendiri, mikroba yang dibawa secara alami. Sanitasi Tindakan sanitasi yang dilakukan perusahaan pada bagian produksi lada hitam meliputi sanitasi ruang pengolahan, sanitasi peralatan, dan higiene pekerja. 1. Sanitasi ruang pengolahan Sanitasi ruang pengolahan atau produksi meliputi kebersihan lantai, meja, dinding dan sistem sirkulasi udara. Sanitasi lantai dilakukan dengan menyapu dan mengepel lantai menggunakan pembersih lantai. Sanitasi meja produksi (proses pengemasan lada hitam) dilakukan dengan cara dilap menggunakan kain bersih yang diberi sanitaiser. Pembersihan ruangan dan peralatan dilakukan pada sore hari setelah seluruh kegiatan produksi selesai. Exhaust fan dalam ruang pengolahan dan gudang berfungsi untuk mensirkulasikan udara dalam ruangan. Sanitasi ruang produksi yang dilakukan setelah kegiatan produksi selesai sudah cukup baik. Hanya saja pembersihan ruangan secara keseluruhan sebelum proses produksi dilakukan masih kurang optimal. Pembersihan hanya berupa penyapuan lantai. Udara bukan merupakan medium pertumbuhan mikroorganisme, namun mengandung bahan partikel, debu dan tetesan cairan yang memiliki kemungkinan dimuati mikroorganisme. Jumlah dan jenis mikroorganisme tersebut ditentukan oleh sumber pencemaran lingkungan, seperti saluran pernapasan manusia (batuk dan bersin) dan partikel debu di udara (Kusumaningrum et al., 2008). Jenis mikroorganisme yang sering terdapat di udara pada umumnya bakteri batang pembentuk spora baik aerobik maupun anaerobik, bakteri koki saprofitik, khamir, kapang, dan kadangkadang terdapat juga bakteri gram negatif (Fardiaz dan Jenie, 1985).
44
Tingkat pencemaran udara oleh mikroorganisme di dalam ruangan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti laju ventilasi, padatnya orang, serta sifat dan taraf kegiatan orang-orang yang menempati ruangan tersebut. Pencemaran mikroorganisme dapat terjadi akibat bersin, batuk, bahkan saat bercakap melalui media titik-titik air (Kusumaningrum et al., 2008). 2. Sanitasi peralatan Salah satu sumber kontaminasi utama dalam pengolahan pangan berasal dari penggunaan wadah dan alat-alat pengolahan yang kotor. Perlakuan sanitasi terhadap alat-alat tersebut harus efektif sehingga alatalat tidak mengandung mikroba pembusuk maupun patogen yang dapat membahayakan kesehatan. Sanitasi yang dilakukan terhadap wadah dan alat-alat pengolahan meliputi pencucian untuk menghilangkan kotoran dan sisa-sisa makanan, diikuti dengan perlakuan menggunakan germisidal (Fardiaz dan Jenie, 1985). Peralatan besar, seperti mesin giling, dibersihkan setelah digunakan dengan cara disemprot udara bertekanan dari mesin kompresor, dicuci dengan sabun pencuci, dilap dengan kain bersih, serta diberi sanitaiser. Proses pembersihan dengan sabun saja tidak cukup untuk membunuh mikroorganisme, sehingga penggunaan sanitaiser penting untuk dilakukan. Peralatan seperti ayakan, tampah, dan drum, dibersihkan dengan cara dicuci dengan sabun pembersih, kemudian dijemur hingga kering sebelum digunakan kembali. 3. Higiene Pekerja Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh kebersihan pekerja yang melakukan pengolahan, karena baik tangan, kaki, rambut maupun pakaian yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan yang diolahnya. Mikroba yang sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk spora dan stapilokoki, sedangkan pada rambut sering terdapat kapang (Fardiaz dan Jenie, 1985). Untuk menghindari terjadinya pencemaran produk oleh pekerja, khususnya pada
45
saat produksi lada hitam, pekerja harus memakai perlengkapan seperti pakaian yang bersih, masker, dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruang produksi pekerja harus membersihkan kaki dan tangan dengan sabun lalu meggunakan sanitaiser ke telapak tangan. PT. Lintang Visikusuma belum mendokumentasikan prosedur operasi standar untuk sanitasi yang harus dipatuhi oleh setiap pekerjanya. Kesadaran pekerja akan pentingnya sanitasi masih kurang. Pekerja bagian produksi terlihat masih memiliki kebiasaan sambil bekerja yang tidak mendukung higiene seperti membersihkan rambut, mengusap muka dan bagian tubuh lainnya. Kebiasaan ini dapat menjadi mata rantai bagi perpindahan mikroba. Pekerja yang berada di daerah produksi makanan sebaiknya tidak diperkenankan merokok dan disediakan tempat khusus untuk merokok. Walaupun pekerja tidak merokok saat bekerja namun di bagian produksi masih terlihat pekerja yang merokok dekat dengan tempat penyimpanan bahan. Dokumentasi Salah satu aspek jaminan mutu adalah dokumentasi mutu. Adanya dokumentasi mutu dapat mendukung sistem manajemen mutu perusahaan. Menurut Chatab, sistem manajemen mutu yang terdokumentasi ditujukan untuk menciptakan suatu kerangka agar lebih jelas mendefinisikan pengendalian bahan, proses, dan verifikasi kegiatan dalam rangka memuaskan pelanggan (Kartika, 2002). Melihat kondisi PT. Lintang Visikusuma yang ada saat ini, diperlukan penyusunan dokumentasi mutu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, meskipun perusahaan belum mengarah kepada seri ISO 9000, namun adanya dokumentasi mutu yang dikendalikan dapat memudahkan manajemen dalam mengevaluasi efektivitas sistem mutu yang dijalankan dan dapat membantu manajemen dalam menyelesaikan masalah. Contoh dokumentasi mutu yang disusun dalam kegiatan magang ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Penyusunan dokumentasi mutu bagian lada hitam yang dilakukan selama kegiatan magang ini antara lain:
46
-
Penyusunan dokumen prosedur pengolahan lada hitam
-
Penyusunan dokumen prosedur persyaratan mutu lada hitam
-
Pembuatan intruksi kerja proses produksi lada hitam
-
Pembuatan formulir hasil pengujian mutu Manual Mutu Bagian Produksi
Prosedur Pengolahan : - Rempah - Kopi
Prosedur persyaratan mutu : - Rempah - Kopi
Formulir-formulir : - Bukti barang masuk
Formulir : - Hasil pengujian mutu
-
Bukti barang keluar
-
Form penyusutan barang
-
Kartu stock
-
Jurnal produksi
-
Intruksi kerja
Gambar 10. Struktur dokumentasi mutu bagian produksi PT Lintang Visikusuma Bahan baku biji lada hitam masih berasal dari pemasok yang berbeda yang belum memiliki sertifikat, sehingga kualitas awal bahan dapat berbeda dengan bahan dari pemasok lain. Sebaiknya ditetapkan pemasok tetap ataupun memberikan persyaratan yang lebih ketat terhadap pemasok sehingga mutu awal bahan sama. Pengendalian bahan baku yang dibeli dari pemasok dapat dilakukan dengan melibatkan lembaga penguji mutu independen dalam sertifikasi hasil uji. Pada perusahaan yang menerapkan GMP dengan pendekatan sistem seri
47
ISO 9000, pengendalian barang yang dibeli umumnya dipermudah dengan meminta Certificate of Analysis (COA) dari laboratorium terakreditasi. Hasil penentuan mutu awal lada hitam yang dilakukan dalam kegiatan magang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil penentuan mutu awal lada hitam Parameter
Metode
Hasil
Kebersihan
SNI 01-0005-1995
Bebas cemaran binatang
Kadar benda asing
SNI 01-0005-1995
0%
Kadar cemaran kapang SNI 01-0005-1995
0%
Kadar air
Alat ukur kadar air lapang
9,85 %*
Total mikroba
TPC (Fardiaz, 1989)
1,2x107 CFU/gr
48
V. KOPI
A. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kopi (Coffea sp.) termasuk keluarga Rubiaceae yang dikenal mempunyai sekitar 500 jenis dengan tidak kurang dari 600 spesies. Namun yang banyak dibudidayakan hanya tiga jenis kopi, yaitu kopi Liberika (Coffea liberica), kopi Robusta (Coffea canephora) dan kopi Arabika (Coffea arabica). Budidaya kopi dikembangkan di Indonesia hampir tiga abad, yaitu sejak tanaman kopi (kopi Arabika) untuk pertama kali dimasukkan ke Pulau Jawa pada tahun 1696. Karena timbulnya serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) pada tahun 1878, didatangkan jenis tanaman kopi dari Liberia (Coffea liberica) untuk percobaan penanaman. Namun jenis ini tidak disenangi karena tanamannya tinggi dan juga peka terhadap penyakit karat daun. Pada tahun 1900, tanaman kopi Robusta mulai dikembangkan secara pesat di Jawa (Siswoputranto, 1993). Kopi Robusta lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit karat daun (Sera et al., 2000). Tanaman kopi Arabika memerlukan curah hujan tidak kurang dari 1300 mm/tahun dan kopi Robusta di dataran-dataran rendah memerlukan curah hujan sekitar 1500-2000 mm/tahun. Selain itu, tanah harus mempunyai derajat keasaman (pH) 5,5-6,5 agar tanaman kopi dapat tumbuh subur. Di Indonesia, tanaman kopi Arabika cocok dikembangkan di daerah dengan ketinggian antara 800-1500 m dpl dan dengan suhu 17-21°C. Sedangkan tanaman kopi Robusta dianjurkan ditanam di daerah antara 400-800 m dpl dan dengan suhu 21-30°C (Siswoputranto, 1993). Buah kopi Arabika umumnya akan matang setelah 8 bulan dari saat pembuahan, sedangkan kopi Robusta matang setelah 10 bulan dari saat pembuahan. Buah kopi yang matang di pohon berwarna merah pada kulit buahnya dan matang tidak dalam waktu yang serentak sama walaupun berasal dari satu dompolan buah ataupun dari cabang yang sama. Oleh karena itu, pemetikan buah kopi harus dilakukan secara manual dan selektif terhadap
49
buah yang matang saja untuk menghasilkan kopi yang bermutu baik (Siswoputranto, 1993).
(1)
(2)
(3)
Gambar 11. (1) Buah kopi, (2) biji kopi robusta, dan (3) kopi sangrai (www.google.com) Buah-buah kopi setelah dipetik harus langsung dikerjakan agar biji-biji kopi tidak membusuk. Dikenal dua cara pengolahan biji kopi yaitu pengolahan basah dan pengolahan kering. Pengolahan kering tidak melalui fermentasi biji kopi, sehingga menghasilkan rasa kopi normal-netral tanpa rasa masam. Biasanya dilakukan dalam pengolahan biji kopi Robusta. Pengolahan basah melalui fermentasi biji-biji kopi, sehingga menghasilkan rasa kopi khas olahan basah. Biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah jika diinginkan rasa kopi khas dengan rasa sedikit masam (Siswoputranto, 1993). Kopi Arabika dikenal terlebih dahulu oleh konsumen di banyak negara, sehingga kelezatan kopi Arabika lebih dikenal superior dibandingkan dengan kopi Robusta. Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibanding-kan kopi Arabika. Namun kopi Robusta memiliki kelebihan pada kekentalan minuman kopinya yang lebih atau body seduhan dan warna yang kuat. Oleh karena itu, kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan blending merek-merek tertentu (Siswoputranto, 1993). Clarke dan Macrae (1987a) menyebutkan komposisi kimia dari biji kopi hijau (green coffee) berbeda-beda tergantung pada tanah tempat tumbuh, jenis kopi, derajat kematangan, cara pengolahan dan kondisi penyimpanan. Komponen terpenting kopi sebagai minuman adalah kafein dan kafeol. Kafein (1,3,7-trimetilsantin) merupakan zat perangsang syaraf yang sangat penting dalam bidang farmasi dan kedokteran, sedangkan kafeol merupakan salah satu
50
zat pembentuk citarasa dan aroma. Kafein menyumbang cita rasa pahit kurang dari 10 persen (AEKI, 2000). Kandungan kafein pada biji kopi Arabika adalah 1-1,3 persen, sedangkan pada biji kopi Robusta kandungan kafein sekitar 2-3 persen (Siswoputranto, 1993). Rasa kopi dipengaruhi oleh derajat penyangraian, jenis kopi, serta cara pengolahannya. Tiap jenis kopi mempunyai karakter komponen citarasa yang berbeda-beda. Hal ini yang menyebabkan masing-masing kopi tersebut bersifat unik. Rasa pahit merupakan salah satu syarat yang digunakan oleh konsumen untuk memberi gambaran tentang minuman kopi. Proses penyangraian pada kopi memberikan efek penting dalam pembentukan rasa pahit pada produk akhir kopi. Kadar pahit menjadi tinggi pada jenis pengolahan kopi secara dark roast atau sangrai matang (Rouseff, 1990). Rasa pahit pada ekstrak kopi disebabkan oleh kandungan mineral bersama dengan pemecahan serat kasar, asam khlorogenat, kafein, tannin, dan beberapa senyawa organik dan anorganik lainnya. Kopi Robusta memiliki kandungan asam khlorogenat lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika (Rouseff, 1990). Dalam pembentukan flavor, senyawa yang berperan penting adalah gula, senyawa volatil, trigonellin, asam amino dan peptida. Sedangkan rasa dan seduhannya dipengaruhi oleh asam karboksilat dan asam fenolat. Karbohidrat terdapat pada biji kopi sebagai gula bebas dan polisakarida. Sukrosa merupakan gula bebas utama dengan jumlah bervariasi tergantung kepada cara penanaman, tingkat kematangan, proses pengolahan dan kondisi penyimpanan (Clarke dan Macrae, 1988). Selain sukrosa, terdapat gula-gula tereduksi dalam jumlah kecil. Kandungan dan sifat gula dalam biji kopi sangat penting dalam pembentukan flavor dan warna saat penyangraian. Penurunan trigonellin berkaitan dengan flavor dan nutrisi yang akan dihasilkan. Kandungan trigonellin pada kopi Arabika adalah 1,0-1,2 persen dan pada kopi Robusta 0,6-0,75 persen (Siswoputranto, 1993). Trigonellin mempunyai efek psikologis pada sistem syaraf pusat, pengeluaran empedu dan sistem pencernaan. Proses penyangraian dapat mengakibatkan trigonellin terdegradasi. Produk hasil degradasi trigonellin antara lain vitamin asam
51
nicotinil (niacin), nicotinamida dan aroma volatil yang termasuk piridine dan pirol (Clifford dan Wilson, 1985). Biji kopi (green coffee) adalah biji kopi yang berwarna hijau, sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya serta telah mengalami pengeringan, sehingga mengandung kadar air di bawah 12 persen. Sebelum kopi dihancurkan untuk dijadikan kopi bubuk maka biji kopi harus disangrai terlebih dahulu. Suhu yang diperlukan untuk proses penyangraian adalah antara 149-213°C. Proses penyangraian pada suhu lebih dari 160°C dapat menyebabkan terjadinya penurunan bahan organik (AEKI, 2000). Selama proses penyangraian terjadi perubahan warna yang dapat dibedakan secara visual, berturut-turut dari hijau, coklat kayu manis sampai hitam dengan permukaan berminyak. Warna dapat ditimbulkan dari reaksi kimia antara gula dan asam amino dari protein yang dikenal sebagai reaksi pencoklatan non-enzimatis atau reaksi Maillard. Penyangraian dihentikan apabila kopi sudah mudah dipecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa kopi sangrai telah siap digiling untuk mendapatkan kopi bubuk (Clarke dan Macrae, 1987b). Selama proses penyangraian, ukuran biji membesar, tetapi terjadi penurunan bobot hingga 16 persen karena menguapnya kandungan air. Dua tahap yang terpenting di dalam proses penyangraian adalah tahap penguapan air pada suhu 100°C dan tahap pirolisis pada suhu 180°C. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan komposisi kimia dan pengurangan bobot sebanyak 10 persen (Clarke dan Macrae, 1987b), salah satu diantaranya adalah karbohidrat. Tingkat perubahan makin meningkat sejalan dengan peningkatan suhu penyangraian. Perubahan ini juga disertai oleh pembentukan CO 2, air dan senyawa volatil. Kopi sangrai mengandung lebih dari 600 aroma zat volatil. Kontribusi yang dapat diberikan masing-masing zat-zat tersebut relatif sedikit namun memberikan arti penting terhadap flavor. Terbentuknya aroma yang khas pada kopi disebabkan oleh kafeol dan senyawa-senyawa komponen pembentuk aroma kopi lainnya. Selama proses penyangraian, sebagian kecil kandungan kafein menguap dan terbentuk berbagai komponen lain seperti aseton,
52
furfural, ammonia, trimetilamina, asam formiat dan asam asetat. Selain aroma, mutu kopi juga dipengaruhi oleh kandungan air dan kealkalian abu. Abu yang dihasilkan dari pengabuan kopi agak banyak dan bersifat alkalis, sebagian besar terdiri atas fosfat dan potassium karbonat (Clarke dan Macrae, 1987b). Bubuk kopi yang baik adalah bubuk kopi yang memenuhi standar mutu. Syarat mutu kopi bubuk yang berlaku menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sesuai SNI 01-3542-2004, sedangkan syarat untuk biji kopi sesuai SNI 2907:2008. Standar ini menetapkan penggolongan dan persyaratan mutu, cara pengujian, penandaan, dan pengemasan biji kopi Robusta dan Arabika. Penggolongan dibedakan berdasarkan jenis kopi, cara pengolahan kopi, nilai cacat kopi, ukuran biji kopi, jumlah keping biji, dan daerah asal. Syarat mutu umum biji kopi yaitu serangga hidup, biji berbau busuk atau berbau kapang, kadar air dan kadar kotoran, serta syarat mutu khusus dibuat berdasarkan penggolongan biji kopi. Tabel 6. Syarat mutu kopi bubuk (SNI 01-3542-1994) Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Kadar Air (%)
Maks. 7
Maks. 7
Kadar Abu (%)
Maks. 5.0
Maks. 5.0
Kealkalian Abu (ml NaOH 1 N/100 g)
57-64
Min. 35
Kadar sari (%) dihitung dari bahan kering 20-36
Maks. 60
Bahan-bahan lain
Tidak Ada
Boleh Ada
Logam (Pb, Cu, Hg, As)
Negatif
Negatif
Keadaan (rasa, bau dan aroma)
Normal
Normal
Sumber : BSN (1994) Untuk mendapatkan kopi bubuk, kopi yang telah mengalami proses penyangraian digiling dengan alat penggiling (grinder). Proses penggilingan dimaksudkan untuk mengubah partikel-partikel kopi yang besar menjadi partikel-partikel kopi yang lebih kecil sehingga luasan permukaan menjadi lebih besar. Clarke dan Macrae (1987b) mengemukakan penggilingan bertujuan membuka permukaan yang lebih besar, memperpendek jarak titik pusat partikel dengan permukaan sehingga dengan cara demikian mengurangi
53
jarak difusi yang sangat besar terhadap kelarutan. Hal ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah bahan koloid yang bebas larut dalam air, antara lain karbohidrat dan lemak. Pada semua jenis kopi, faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan paparan O2 sangat menentukan mutu selama penyimpanan dan tentu saja berpengaruh terhadap umur simpannya. Reaksi kerusakan utama pada kopi adalah staling. Staling terjadi sebagai konsekuensi hilangnya flavor volatil atau perubahan kimia pada komponen volatil yang disebabkan kenaikan uap air (kelembaban) dan absorpsi O2. Penurunan aroma yang terjadi selama proses staling digambarkan sebagai perubahan dari flat menjadi tengik. Bersamaan dengan terjadinya penurunan aroma, rasa kopi juga berubah dari flat menjadi pahit dan akhirnya menjadi tengik. Terjadinya proses staling meningkat dengan meningkatnya kadar air kopi dan suhu penyimpanan (Robertson, 1993). Ada empat jenis kopi unggulan dari Indonesia yang sangat terkenal dan diminati oleh para coffee aficionado. Keempat jenis itu dikenal dengan kopi Sumatra (Mandheling & Lintong ), Sulawesi (Toraja), Jawa dan Luwak. 1.
Kopi Sumatra (Mandheling dan Lintong) Kopi Sumatra ditanam di dataran tinggi sekitar danau Toba sehingga memiliki aroma yang tajam, kuat, dan sedikit asam. Kopi Lintong dipanen di kawasan dataran tinggi sebelah Barat Daya Danau Toba, khususnya Kecamatan Lintongnihuta, sedangkan kopi Mandheling mengacu ke daerah yang lebih luas, mencakup Lintongnihuta sampai kota Diari di sebelah Utara Danau Toba. Kopi Sumatra memiliki berbagai variasi rasa, antara lain earthy Sumatra, yang memiliki aroma khas tanah liat dan musty Sumatra, dengan aroma kuat. Kopi Sumatra lainnya adalah kopi Gayo atau yang dikenal sebagai kopi Aceh. Kopi Gayo ditanam di daerah pegunungan di sekeliling Danau Tawar dan kota Takengon. Baik kopi Gayo maupun Mandheling dan Lintong adalah kopi dari jenis Arabika dan dibudidayakan di dataran tinggi secara organik.
54
2.
Kopi Sulawesi (Toraja/Kalossi) Kopi Sulawesi atau kopi Toraja berasal dari daerah pegunungan di Toraja. Selain dikenal sebagai kopi Toraja, dikenal juga dengan nama kopi Kalossi, yang diambil dari nama kota di kawasan itu. Baik itu Sulawesi Toraja atau Celebes Kalossi, kopi dari kawasan ini memiliki rasa yang cukup bervariasi. Kopi yang ditanam oleh penduduk di lahan terbatas lebih menyerupai rasa kopi Sumatra yang asam, sedangkan yang ditanam di perkebunan besar memiliki rasa yang relatif tidak asam.
3.
Kopi Jawa Kopi Jawa mulai ditanam pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke-18, dan dalam sejarahnya kopi Jawa pernah mendominasi produksi kopi dunia. Rasa kopi Jawa digambarkan sebagai gabungan antara kopi Sumatra dan kopi Sulawesi, namun cenderung lebih ringan dan tidak asam. Kopi Jawa yang berkualitas baik adalah yang manis dan harum, dengan sedikit aroma kacang, rempah dan vanili. Beberapa daerah penghasil kopi Arabika Jawa terbaik adalah Dampit, Blawan, Kayumas dan Pancur. Kopi Arabika Jawa yang sudah disimpan di dalam gudang selama dua atau tiga tahun dikenal dengan nama Old Brown atau Old Java. Ciri-ciri kopi tersebut, warnanya berubah dari hijau menjadi coklat terang, makin tajam baunya namun berkurang keasamannya.
4.
Kopi Luwak Kopi luwak berasal dari biji kopi yang dipungut dari kotoran luwak (palm civet) setelah buahnya dimakan oleh luwak. Biji kopi luwak dapat dipungut dari kotoran luwak liar maupun luwak yang dipelihara dan diberi makan buah kopi. Kopi luwak sangat langka karena proses produksi yang unik sehingga volumenya pun terbatas. Pemungutan dan pemrosesan kopi dengan bantuan luwak menghasilkan biji kopi yang cukup baik, sebab hewan luwak selektif dalam memilih buah kopi. Selain itu, dalam metode pengolahan biji kopi klasik, salah satu langkahnya
55
adalah membiarkan enzim-enzim dan bakteri alami melakukan proses fermentasi atau mencerna daging buah dari bijinya. Harga minuman kopi luwak hingga saat ini sangat mahal. Hal ini dikarenakan proses fermentasi biji kopi luwak yang masih tergantung pada hewan luwak, sehingga produksi kopi luwak masih terbatas. Selain itu, sifat fanatik dari pecinta kopi juga mempengaruhi harga jual di pasar. Tabel 7. Kandungan bahan kimia dalam berbagai jenis kopi (%) Komponen
Arabika
Arabika
Robusta
Robusta
Bubuk
Green
Roasted
Green
Roasted
kopi instan
Mineral
3.0-4.2
3.5-4.5
4.0-4.5
4.6-5.0
9.0-10.0
Kaffein
09-1.2
1.0
1.6-2.4
2.0
4.5-5.1
Trigonelline
1.0-1.2
0.5-1.0
0.6-0.75
0.3-0.6
-
12.0-18.0
14.5-20.0
9.0-13.0
11.0-16.0
1.5-1.6
5.5-8.0
1.2-2.3
7.0-10.0
3.9-4.6
5.2-7.4
Asam Alifatis
1.5-2.0
1.0-1.5
1.5-1.2
1.0-1.5
-
Oligosakarida
6.0-8.0
0-3.5
5.0-7.0
0-3.5
0.7-5.2
50.0-55.0
24.0-39.0
37.0-47.0
-
6.5
2.0
0
0
0
11.0-13.0
13.0-15.0
13.0-15.0
16.0-21.0
-
16.0-17.0
16.0-17.0
15.02
Lemak Total Chlorogenic Acid
Total Polisakarida Asam amino Protein Humic acids
Sumber : Clarke dan Macrae (1987a) B. ASPEK PRODUKSI 1.
Sarana Produksi Mesin dan peralatan yang digunakan di PT. Lintang Visikusuma dalam memproduksi kopi meliputi dua buah mesin sangrai (Batch Roaster), mesin pencampur (Mixing Machine Forced-Type Agitator),
56
mesin penggiling (Grounding Machine Crushing fine mesh 60-120 mesh), mesin pengemas otomatis (Packaging Machine), tabung Nitrogen (Packaging Nitrogen-Air Liquid Custom), dan Air Compressors. Pencampuran (mixing) adalah proses mencampurkan dua atau lebih komponen sehingga diperoleh campuran yang homogen. Pencampuran dapat berupa bahan kering (pencampuran kering) atau bahan cair (pencampuran basah). Proses pencampuran umumnya menggunakan alat pencampur atau mixer (Subarna et al., 2008). Kompresor bekerja memampatkan udara sehingga menghasilkan udara bertekanan. Motor untuk menggerakkan pompa pada kompresor bisa motor listrik maupun motor bakar (mesin diesel). Udara bertekanan diperlukan dalam pengering semprot untuk atomisasi, untuk sistem hidrolik dalam proses pengisian produk pangan dan pengeliman (sealing) kemasan, suplai udara untuk fermentor, juga sebagai alat transport bahan yang memanfaatkan laju aliran fluida, yaitu bahan-bahan kering yang difluidasi dan lain-lain (Subarna et al., 2008). Prinsip kerja kompresor adalah motor (listrik atau diesel) akan menggerakkan piston mengguna-kan sistem transmisi sabuk (V-belt). Piston akan memampatkan udara menjadi udara bertekanan tinggi. Udara ini akan terdesak dan masuk ke tangki kompresor. Apabila tekanan udara dalam tangki mencapai setting point, sistem pengendali tekanan akan memutus arus listrik ke motor penggerak sehingga pompa berhenti. Udara bertekanan yang akan digunakan dikeluarkan melalui katup keluaran dan saluran pipa yang dilengkapi penunjuk tekanan dan reducing valve. Pada saat udara ditekan, maka udara menjadi lewat jenuh dan uap air mengembun dalam tangki udara bertekanan. Oleh karena itu, secara periodik air yang mengembun dalam tangki harus dikeluarkan melalui katup drain (Subarna et al., 2008). 2.
Bahan Baku Bahan-bahan untuk produksi kopi terdiri atas bahan baku utama (biji kopi) dan bahan pengemas (kemasan aluminium foil). Biji kopi yang
57
digunakan berasal dari Toraja, Lintong, Dampit, dan Bali. Pemasok biji kopi ialah pengusaha perkebunan kopi yang sudah memiliki kontrak perjanjian dengan perusahaan. Selain itu, PT. Lintang Visikusuma juga memperoleh biji kopi dari perkebunan milik perusahaan. Biji kopi yang akan diolah harus melalui proses sortasi terlebih dahulu, dikarenakan adanya biji kopi cacat dan juga cemaran benda asing. Biji kopi yang digunakan dalam proses produksi harus lolos dari pengujian saat penerimaan. Kadar air biji kopi yang akan digunakan kurang lebih 12-13 persen. 3.
Proses Produksi Kopi yang diproduksi oleh PT Lintang Visikusuma terdapat dalam bentuk kopi biji dan kopi bubuk. Kegiatan produksi yang dilakukan di bagian produksi kopi secara garis besar terdiri atas penerimaan bahan, penyimpanan, sortasi, pengeringan, penyangraian, blending, penggilingan, dan pengemasan. Sortasi ialah proses pemisahan bahan berdasarkan kategori tertentu. Sortasi dilakukan apabila kondisi bahan tidak terlalu bagus karena adanya cacat pada biji kopi, cemaran binatang, kulit bahan masih ada, banyak abu pada bahan, dan adanya kotoran (batang) serta benda asing (batu). Sortasi dilakukan di atas tampah dengan memisahkan bahan yang bagus (kualitas A) dengan yang tidak (kualitas B) serta kotoran atau benda asing. Dilakukan pencatatan jumlah berat setelah sortir (berat susut sortir). Hasil sortir berupa biji kopi kualitas A dan kualitas B yang kemudian disimpan terpisah. Proses selanjutnya ialah pengeringan biji kopi. Pengeringan yang dilakukan berupa penjemuran dengan sinar matahari. Pengeringan dilakukan setelah proses sortasi dengan menimbang bahan sebelum dijemur. Penjemuran bertujuan mengurangi jumlah kadar air bahan sebelum dilakukan proses lebih lanjut. Penjemuran biji kopi dilakukan di tempat terbuka di atas terpal dengan menggunakan sinar matahari sampai kadar air bahan berkisar 12-14 persen. Penimbangan dan pencatatan
58
dilakukan juga setelah penjemuran selesai. Bahan yang telah dijemur dipisahkan ke dalam wadah hasil jemur. Bahan inilah yang selanjutnya akan digunakan untuk proses berikutnya (penyangraian).
Gambar 12. Pengeringan biji kopi dengan sinar matahari Proses penyangraian diawali dengan penguapan air yang ada di dalam biji kopi dengan memanfaatkan panas yang tersedia dari kompor dan kemudian diikuti dengan reaksi pirolisis. Reaksi pirolisis merupakan reaksi dekomposisi senyawa hidrokarbon antara lain karbohidrat, hemiselulosa dan selulosa yang ada di dalam biji kopi. Reaksi ini umumnya terjadi setelah suhu sangrai di atas 180°C. Secara kimiawi, proses ini ditandai dengan evolusi gas CO2 dalam jumlah banyak dari ruang sangrai berwarna putih. Sedang secara fisik, pirolisis ditandai dengan perubahan warna biji kopi yang semula kehijauan menjadi kecoklatan. Penyangraian kopi dilakukan dengan menggunakan alat roasting dengan kapasitas 3 kg. Penyangraian untuk tiap jenis biji kopi berbeda dalam waktu roasting dan suhunya. Rata-rata suhu masuk kopi 150160°C dengan suhu pengeluaran kopi sangrai rata-rata 213-214°C.
59
Gambar 13. Penyangraian kopi dengan mesin sangrai Salah satu tolok ukur proses penyangraian adalah derajad sangrai yang dilihat dari perubahan warna biji kopi yang sedang disangrai. Makin lama waktu penyangraian, warna biji kopi sangrai mendekati coklat tua kehitaman. Proses penyangraian dihentikan pada saat warna sampel biji kopi sangrai yang diambil dari dalam silinder sudah mendekati warna sampel standar. Tingkat penyangraian dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu ringan (light), menengah (medium), dan gelap (dark) menurut SCAA (Specialty Coffee Association of America). Pada penyangraian gelap, warna biji kopi sangrai makin mendekati hitam karena senyawa hidrokarbon terpirolisis menjadi unsur karbon, sedangkan senyawa gula mengalami proses karamelisasi. Kisaran suhu sangrai untuk tingkat sangrai ringan sekitar 190-195oC, sedangkan untuk tingkat sangrai medium sedikit di atas 200oC. Untuk tingkat sangrai gelap adalah di atas 205oC. Kopi yang keluar dari mesin sangrai (proses penyangraian) mengalami peningkatan suhu. Sebelum dilakukan pengemasan bahan, perlu adanya penyesuaian suhu terlebih dahulu hingga suhu bahan mencapai suhu kamar. Pengemasan yang dilakukan saat kondisi bahan masih panas dapat menurunkan mutu bahan selama penyimpanan. Selain untuk
60
menyesuaikan suhu, pendiaman (inkubasi) yang dilakukan juga bertujuan untuk pemeraman (aging) kopi sangrai, sehingga aroma yang dihasilkan lebih tajam. Pencampuran (blending) dilakukan untuk mendapatkan kopi jenis original, baik bubuk maupun biji. Original itu sendiri adalah perpaduan antara kopi jenis Arabika dan Robusta. Pencampuran dilakukan menggunakan mesin mixing untuk kopi bubuk, sedangkan untuk kopi biji proses pencampuran masih dilakukan manual, dikarenakan biji akan pecah bila pencampuran menggunakan mesin mixing. Penggilingan dilakukan menggunakan mesin giling dengan kapasitas 10 kg. Mesh yang digunakan kurang lebih 40-60. Kopi bubuk hasil giling didiamkan semalam dalam wadah khusus untuk menyesuaikan suhunya. Pada proses penggilingan, semakin halus bubuk kopi yang dihasilkan akan membuat seluruh zat yang ada dalam kopi terekstrak keluar, sehingga minuman kopi akan terasa lebih asam, sepat, dan pahit. Sebaliknya, bubuk yang terlalu kasar menyebabkan minuman kopi jadi terasa flat. Proses selanjutnya ialah pengemasan dengan menggunakan mesin semi otomatis. Kemasan yang digunakan berupa alumunium foil (170 g). Proses pengemasan terdiri atas pemasukan bahan ke dalam mesin. Setelah itu mesin secara otomatis memasukkan bahan kurang lebih 170 g ke dalam alumunium foil dengan proses penyetelan alat terlebih dahulu. Pemasukan bahan dan penimbangan bahan agar beratnya tepat 170 g dilakukan dengan bantuan operator dan timbangan digital. Setelah pemasukan bahan ke dalam kemasan selesai, langsung dilakukan proses penutupan kemasan (sealing) secara otomatis dengan bantuan operator. Kemudian setelah semua proses pengemasan selesai, bahan dimasukkan ke dalam kardus dengan isi 24 kemasan per kardus.
61
Gambar 14. Proses penggilingan kopi di PT. Lintang Visikusuma C. ASPEK JAMINAN MUTU 1.
Pengawasan Mutu Bahan Baku Sama halnya seperti pada lada hitam, Certificate of Original biji kopi dari pemasok belum ada, sehingga jaminan keaslian bahan baku masih diragukan. Dalam hal ini, perusahaan memberikan PO (purchase order) dan faktur kepada pemasok sebagai bentuk perjanjian untuk dapat dipenuhi pemasok mengenai kondisi persyaratan bahan baku yang diminta. Misalnya kopi yang diminta ialah biji kopi yang telah ditimbun selama satu tahun lebih setelah pemanenan. Biji kopi yang digunakan berasal dari pedagang dengan jenis kopi Arabika ataupun Robusta dari Toraja, Lintong, Jawa dan Bali, serta kopi „kebon‟ (Arabika) dari Perkebunan Wlingi, Blitar. Sebelum bahan masuk gudang, dilakukan pemeriksaan atau pengujian mutu dan jenis bahan sesuai dengan permintaan. Pengujian mutu biji kopi dilakukan secara organoleptik meliputi aroma (bau busuk ataupun bau kapang) dan keadaan fisik (bentuk biji, keseragaman biji, dan kesesuaian jenis biji kopi). Syarat mutu biji kopi antara lain bebas serangga hidup/mati dan biji tidak berbau busuk atau berbau kapang.
62
Bahan yang sesuai dengan standar diterima, sedangkan yang tidak sesuai dengan standar ditolak bila kerusakan sudah sangat parah. Setelah itu, dilakukan pencatatan tanggal penerimaan, penyimpanan form pengiriman bahan dari pemasok, pencatatan jumlah bahan sesuai form, penimbangan bahan dan pencatatan hasil penimbangan, pencatatan selisih berat (susut), dan pencatatan jenis bahan. Kemudian dilakukan pengukuran kadar air bahan dan hasilnya dicatat. Setelah pemeriksaan bahan selesai, kemudian dilakukan penyimpanan bahan. Bahan yang sudah diterima disimpan di tempat yang sesuai dengan kriterianya. Biji kopi bersifat higroskopik dan dapat menyerap kelembaban udara selama penyimpanan. Oleh karena itu, biji kopi dalam gudang perlu dijaga agar tidak rusak mutunya karena kandungan air yang meningkat. Ruang penyimpanan harus memungkinkan perputaran stok bahan sehingga stok bahan dapat dipindahkan untuk mencapai pembersihan yang sempurna. Bahan-bahan lain selain makanan tidak boleh disimpan di tempat yang sama. Kotak, kertas, dan sampah tidak boleh disimpan di tempat penyimpanan agar tikus dan serangga tidak bisa bersembunyi dan bersarang (Jenie, 1988). 2.
Pengawasan Proses Biji kopi yang akan diproses ialah biji kopi yang berasal dari gudang penyimpanan barang masuk. Tahapan pertama yang dilakukan ialah proses sortasi biji kopi untuk mendapatkan kopi yang sesuai standar perusahaan. Setelah itu, kopi hasil sortasi dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air bahan hingga seimbang dengan kondisi udara normal atau setara dengan nilai aktivitas air (aw) yang aman dari kerusakan mikrobiologis, enzimatis dan kimiawi. Pengendalian mutu kopi selama proses pengeringan ialah dengan mengawasi kadar air bahan. Pengeringan dilakukan hingga kadar air bahan sudah di bawah 12-13 persen. Rasa kopi dipengaruhi oleh derajat penyangraian dan jenis kopi serta cara pengolahannya. Pada proses penyangraian kopi, pengeluaran kopi
63
dari mesin sangrai dapat dilakukan sebelum suhu mencapai 213°C apabila kematangan dan kerenyahan kopi dirasa sudah cukup. Pengontrolan selama proses dilakukan dengan mengamati sampel yang diambil saat penyangraian berlangsung. Proses selanjutnya ialah penggilingan (untuk menghasilkan kopi bubuk) dan pengemasan. Kedua proses ini menggunakan mesin dengan bantuan operator. Sanitasi dan kebersihan mesin, alat, dan juga ruangan sangat berpengaruh terhadap kemungkinan kontaminasi. Sehingga pada kedua proses ini sanitasi dan cara pengolahan yang baik perlu diperhatikan. 3.
Pengawasan Mutu Produk Akhir Kopi yang telah dikemas dimasukkan dalam kardus kemudian disimpan di gudang. Pengaturan produk dalam ruangan dilakukan dengan menumpuk kardus dan mengelompokkannya sesuai jenis item. Sistem pengeluaran produk dari gudang dilakukan secara FIFO (First In First Out), sehingga tidak terjadi penumpukkan produk. Selanjutnya sama seperti produk lada hitam, produk kopi didistribusikan oleh bagian pemasaran. Sebelum pengiriman selalu dilakukan pengecekan kondisi produk yang akan dikirim yang meliputi keadaan kemasan, keadaan fisik produk dan kebenaran label. Kadaluarsa untuk produk kopi biji ialah satu setengah tahun dari tanggal produksi, sedangkan untuk produk kopi bubuk selama satu tahun.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN Tempat pengolahan atau pabrik yang memproduksi lebih dari satu jenis produk perlu memperhatikan pengaruh yang mungkin ditimbulkan dari produksi suatu produk terhadap produk jenis lainnya. Beberapa produk kopi yang dihasilkan pernah mengalami penyimpangan mutu organoleptik (bau). Dalam menganalisis penyebab masalah tersebut digunakan diagram sebab akibat (diagram ishikawa), metode Ishikawa (1960), seperti halnya pada penyelesaian masalah mutu produk lada hitam. Hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 15.
64
Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi di lapangan. Analisis penyebab masalah kemudian dilakukan dengan cara brainstorming (sumbang saran) dan observasi langsung terhadap kondisi yang sebenarnya. Setelah memperoleh data-data dari hasil observasi langsung (verifikasi) serta brainstrorming (sumbang saran) dengan bagian produksi, diperoleh hasil seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 7. ) Bahan
Karyawan
Lingkungan
Kadar air Asal bahan
keahlian
ruangan
pengetahuan
kebersihan
suasana
kesungguhan
kontaminan
kebersihan
penyimpanan
Mesin
Prosedur Standar
Kopi mengalami penyimpangan bau
Bangunan Kebersihan
Pengendalian
Proses Produksi
Fasilitas
Gambar 15. Diagram sebab akibat (diagram ishikawa) untuk mutu kopi Analisis kondisi aktual terhadap aspek-aspek berdasarkan diagram ishikawa untuk mutu lada hitam diantaranya sebagai berikut : 1.
Bahan
Penyimpanan bahan
-
Kondisi aktual
: Penyimpanan bahan baku, bahan tambahan, serta produk akhir belum terpisah dalam masingmasing ruangan. Bahkan penyimpanan bahanbahan komoditi lain berada dalam satu gudang dengan kopi. Letak penyimpanan antar bahan dalam satu gudang masih terlalu dekat dan memungkinkan kontak langsung.
65
-
Sebaiknya
: Bahan baku, bahan tambahan, dan produk akhir serta bahan-bahan dari komoditi yang berbeda harus disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan.
-
Alternatif solusi : Dibuat
sekat
atau
pengaturan
tata
letak
penyimpanan yang lebih baik.
Asal bahan
-
Kondisi aktual
: Biji kopi yang berasal dari pemasok tidak terjamin keasliannya karena pemasok belum memiliki sertifikat.
-
Sebaiknya
: Menetapkan
persyaratan
yang
lebih
ketat
terhadap pemasok sehingga mutu awal bahan terjamin. -
Alternatif solusi : Membuat spesifikasi bahan baku yang harus dipenuhi oleh pemasok.
2.
Proses produksi
Pengendalian proses
-
Kondisi aktual
: Tata
laksana
produksi
diterapkan
dan
dibakukan,
sehingga
yang
baik
belum
proses
belum
mempengaruhi
tingkat
spesifikasi
keseragaman (kualitas) produk yang dihasilkan. -
Sebaiknya
: Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap proses, dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
-
Alternatif solusi : Menyusun
spesifikasi
produk
dan
proses
(parameter pengolahan). Mutu biji kopi dipengaruhi oleh proses-proses pengolahan mulai dari awal sampai siap dipasarkan. Pada penyimpanan, perlu dipertimbangkan aspek karakteristik bahan pangan, pengontrolan kondisi lingkungan, perhi-
66
tungan teoritis untuk memilih bahan kemasan dan perkiraan lama penyimpanan hingga aspek ekonomi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan mutu bahan pangan. Suhu penyimpanan dan perubahan kadar air biji kopi menyebabkan perubahan fisik dan denaturasi protein, sehingga dapat merusak flavor kopi (Syarief dan Halid, 1993). Biji kopi bersifat higroskopik dan dapat menyerap kelembaban udara selama penyimpanan. Oleh karena itu, biji-biji kopi dalam gudang perlu dijaga agar tidak rusak mutunya karena meningkatnya kandungan air (Siswoputranto, 1993). Kadar air kesetimbangan biji kopi adalah 12 persen, dengan toleransi satu persen. Kadar air biji kopi tersebut tidak banyak berubah selama penyimpanan dan pengangkutan. Tetapi jika disimpan terlalu lama maka kadar airnya dapat naik sebesar 1-2 persen, sebaliknya jika disimpan pada RH rendah (misalnya 35%) kadar air kopi dapat turun (Syarief dan Halid, 1993). Penyimpanan di gudang pabrik PT. Lintang Visikusuma antara bahan rempah, herbal serta bumbu dan bahan kopi masing terlalu dekat. Rempahrempah maupun kopi, keduanya merupakan komoditas yang sangat peka terhadap bau (volatil). Sehingga penyimpanan yang terlalu dekat, atau bahkan memungkinkan terjadi kontak langsung, dapat mempengaruhi kualitas masing-masing, terutama pada kopi. Sistem pengkodean pada gudang pabrik belum diterapkan, sehingga kemungkinan dapat terjadi kesalahan dalam FIFO.
Gambar 16. Kondisi awal penyimpanan kopi mentah di gudang penyimpanan PT. Lintang Visikusuma
67
Gambar 17. Penyimpanan bahan pada drum polygen di gudang penyimpanan PT. Lintang Visikusuma Biji kopi yang berasal dari pemasok tidak terjamin keasliannya karena pemasok belum memiliki sertifikat. Untuk mengatasinya, sementara ini perusahaan sudah berusaha dengan memberikan PO (purchase order) dan faktur kepada pemasok sebagai bentuk perjanjian. Pemasok harus dapat dipenuhi kondisi persyaratan bahan baku yang diminta sesuai spesifikasi dari perusahaan. Namun pada prakteknya, pemasok masih belum sanggup menjamin bahan yang dikirim sesuai dengan persyaratan mutu biji kopi. Hal ini terbukti dari hasil pengujian nilai cacat yang dilakukan pada biji kopi Sumatra (Arabika) yang tergolong pada kopi mutu 4. Cukup banyaknya cacat pada biji kopi mengharuskan dilakukan proses sortasi yang teliti. Proses sortasi merupakan tahapan penting dalam pengendalian mutu produk.
Sanitasi Tindakan sanitasi yang dilakukan perusahaan pada bagian produksi lada hitam meliputi sanitasi ruang pengolahan, sanitasi peralatan, dan higiene pekerja.
1. Sanitasi ruang pengolahan Sanitasi ruang pengolahan atau produksi meliputi kebersihan lantai, dinding dan sistem sirkulasi udara. Sanitasi lantai dilakukan dengan menyapu dan mengepel lantai menggunakan pembersih lantai. Pembersih-
68
an ruangan dan peralatan dilakukan pada sore hari setelah seluruh kegiatan produksi selesai. Exhaust fan dalam ruang pengolahan dan gudang berfungsi untuk mensirkulasikan udara dalam ruangan. Exhaust fan dalam gudang sudah cukup baik, namun exhaust fan dalam ruang pengolahan kopi masih kurang dapat berfungsi dengan baik. Sanitasi ruang produksi yang dilakukan setelah kegiatan produksi selesai sudah cukup baik. Hanya saja pembersihan ruangan secara keseluruhan sebelum proses produksi dilakukan masih kurang optimal. Pembersihan hanya berupa penyapuan lantai. Pengepelan sebelum memulai produksi hanya dilakukan apabila lantai basah karena cipratan air hujan. Pertemuan antara dinding dan dinding serta antara dinding dan lantai pada ruang pengolahan masih membentuk sudut mati. 2. Sanitasi peralatan Mesin dan peralatan merupakan faktor yang erat kaitannya dalam menentukan mutu produk. Peralatan besar, seperti mesin giling, dibersihkan setelah digunakan dengan cara disemprot udara bertekanan dari mesin kompresor, dicuci dengan sabun pencuci, kemudian dilap dengan kain bersih. Untuk bagian-bagian dari peralatan besar yang bisa dilepas, seperti bagian dalam mesin giling kopi, pembersihan dilakukan dengan mencucinya menggunakan sabun lalu dikeringkan sebelum dipasang kembali. Peralatan yang digunakan sebagian besar terbuat dari stainless steel sehingga tahan karat dan mudah dibersihkan. Peralatan seperti sendok dan alat pencetak bentuk kemasan kopi dibersihkan dengan menggunakan sanitaiser sebelum digunakan. Hal ini penting karena peralatan tersebut mengalami kontak langsung dengan produk. Proses pembersihan dengan sabun saja tidak cukup untuk membunuh mikroorganisme, sehingga penggunaan
sanitaiser
penting
untuk
dilakukan.
penyimpanan bahan sebelum proses selanjutnya disayangkan beberapa masih menggunakan drum plastik.
Wadah
tempat
(produk antara)
69
3. Higiene Pekerja Sanitasi dalam pengolahan pangan juga ditentukan oleh kebersihan pekerja yang melakukan pengolahan, karena baik tangan, kaki, rambut maupun pakaian yang kotor dapat menyebabkan kontaminasi pada makanan yang diolahnya. Mikroba yang sering terdapat pada kulit misalnya bakteri pembentuk spora dan stapilokoki, sedangkan pada rambut sering terdapat kapang (Fardiaz dan Jenie, 1985). Untuk menghindari terjadinya pencemaran produk oleh pekerja, khususnya pada saat produksi lada hitam, pekerja harus memakai perlengkapan seperti pakaian yang bersih, masker, dan sarung tangan. Sebelum memasuki ruang produksi pekerja harus membersihkan kaki dan tangan dengan sabun lalu meggunakan sanitaiser ke telapak tangan. Dokumentasi Melihat kondisi PT. Lintang Visikusuma yang ada saat ini, diperlukan penyusunan dokumentasi mutu. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, meskipun perusahaan belum mengarah kepada seri ISO 9000, namun adanya dokumentasi mutu yang dikendalikan dapat memudahkan manajemen dalam mengevaluasi efektivitas sistem mutu yang dijalankan dan dapat membantu manajemen dalam menyelesaikan masalah. Contoh dokumentasi mutu yang disusun dalam kegiatan magang ini dapat dilihat pada Lampiran 11. Penyusunan dokumentasi mutu bagian produksi kopi yang dilakukan selama kegiatan magang ini antara lain: -
Penyusunan dokumen prosedur pengolahan kopi (bubuk dan biji)
-
Penyusunan dokumen prosedur persyaratan mutu biji kopi
-
Pembuatan intruksi kerja proses produksi kopi (bubuk dan biji)
-
Pembuatan formulir hasil pengujian mutu
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Proses produksi lada hitam di PT Lintang Visikusuma meliputi sortasi, pengeringan, penggilingan, pengayakan, dan pengemasan. Proses sortasi dilakukan untuk mendapatkan bahan yang sesuai spesifikasi. Selama proses pengeringan dan penyimpanan, tindakan pengendalian yang dilakukan ialah pengawasan terhadap kadar air bahan. Pengeringan ulang lada hitam dengan menggunakan oven terbukti efektif mereduksi jumlah mikroba. Proses produksi kopi meliputi sortasi, pengeringan, penyangraian, penggilingan, dan pengemasan. Biji kopi yang cacat perlu dipisahkan karena akan mempengaruhi mutu kopi. Derajat sangrai mempengaruhi rasa kopi yang dihasilkan. Penerapan GMP dan SSOP yang baik serta dokumentasi mutu perlu dilakukan oleh perusahaan sebagai bentuk jaminan mutu perusahaan. Kondisi gudang penyimpanan yang masih menyatu antara kedua produk (lada hitam dan kopi) cukup disayangkan. Kesadaran pekerja akan pentingnya sanitasi masih kurang. Melihat kondisi perusahaan saat ini, diperlukan penyusunan dokumentasi mutu. Alternatif langkah perbaikan yang disarankan dan telah dilaksanakan dalam kegiatan magang ini ialah pembuatan dokumentasi mutu yang meliputi dokumen prosedur pengolahan, dokumen prosedur persyaratan mutu bahan, intruksi kerja dan formulir hasil pengujian mutu, prosedur standar operasi untuk sanitasi, serta pemberian pelatihan terhadap bagian produksi pada khususnya. B. SARAN Penerapan GMP perlu dioptimalkan dengan memperhatikan kondisi pengolahan pangan, kebersihan dan sanitasi, kondisi penyimpanan, catatan proses, dan pelatihan tenaga kerja. Perlu dicari alternatif tata ruang pabrik
71
yang lebih efisien (ataupun disekat), baik untuk penyimpanan maupun tempat pengolahan produk. Dokumentasi mutu yang sudah disusun baru sebatas dokumen pada catatan/formulir, sebagian intruksi kerja, dan prosedur pengolahan untuk produk lada hitam dan kopi. Dokumen tingkat 1, Manual Mutu, belum disusun. Disarankan untuk melengkapi dokumentasi mutu dengan pendekatan seri ISO 9000. Pendokumentasian akan memudahkan perusahaan apabila akan menerapkan ISO 9000 ataupun Sistem Manajemen HACCP. Melihat kondisi PT. Lintang Visikusuma saat ini, disarankan untuk melakukan pendekatan jaminan mutu yang berorientasi kepada pengendalian proses. Pada pendekatan ini, disamping bagian pengendalian mutu, bagian lain juga terlibat dalam melaksanakan jaminan mutu. Bagian pembelian, produksi bahkan para pemasok harus bekerja sama melaksanakan tugasnya masingmasing dalam rangka pengendalian mutu produk. Hal ini juga berarti bahwa semua karyawan dalam perusahaan (mulai dari pekerja lini sampai manajer puncak) harus terlibat dalam kegiatan pengendalian mutu. Spesifikasi produk dan proses harus disusun pada setiap tahap proses, dan dikendalikan agar selalu sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.
72
DAFTAR PUSTAKA
AEKI. 2000. Komposisi Kimia Biji Kopi dan Pengaruhnya Terhadap Cita Rasa Seduhan. Warta AEKI, Januari 2000. AEKI. 2009. Industri Kopi Indonesia. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi/industri-kopi-indonesia.html
[23
April 2010] Alimusa, I. 2010. Bom Waktu di Lidah. http://kolomkita.detik.com [9 Agustus 2010] [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-0005-1995 Lada Hitam. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1995. SNI 01-3716-1995 Bubuk Lada Hitam. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. SNI ISO 9000:2008 Sistem Manajemen Mutu – Dasar-dasar dan Kosakata. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Balittro. 1996. Monograf Lada. Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Clarke, R.J. dan R. Macrae. 1987a. Coffee Volume 1 : Chemistry. Elsevier Applied Science, London. Clarke, R.J. dan R. Macrae. 1987b. Coffee Volume 2 : Technology. Elsevier Applied Science, London. Clarke, R.J. dan R. Macrae. 1988. Coffee Volume 4 : Agronomy. Elsevier Applied Science, New York. Clifford, M.N. dan K.C. Willson. 1985. Coffee Botany, Biochemistry and Production of Beans and Beverages. The AVI Publishing Company, Inc., Westport, Connecticut. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 1995. Perkembangan Perdagangan Internasional Komoditas Lada. Prosiding Seminar Sehari: Prospek Lada Indonesia 1996, Cisarua – Bogor, 18 Desember 1995. Erlangga, F. 2010. Efek Kafein pada Tubuh. http://www.fritz-erlangga.co.cc [8 Agustus 2010]
73
Evelin. 2006. Minuman Energi Dicari untuk Dinikmati. Food Review. September 2006. Volume 1 No. 8. Fardiaz, S. dan B.S.L. Jenie. 1985. Sanitasi dalam Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, IPB, Bogor. Farrell, K.T. 1990. Spices, Condiments, and Seasonings. Second Edition. An AVI Book Published by Van Nostrand Reinhold, New York. Food Agricultural Organization. 1999. Trade Volume 52. FAO Yearbook, Rome. Hadiwiardjo, B.H. dan Wibisono. 2000. ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu. Ghalia Indonesia, Jakarta.
International Food Information Council Foundation. 2008. Caffeine and Health: Clarifying The Controversies. http://www.foodinsight.org [8 Agustus 2010] Jenie, B.S.L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. Pusat Antar Universitas, IPB, Bogor. Juran, J.M. 1995. Kepemimpinan Mutu. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Kartika, D.K. 2002. Penyusunan Dokumen Prosedur Mutu Pada Bagian Produksi PT. Fajar Taurus Sebagai Aplikasi Sistem Jaminan Mutu. Skripsi. FATETA IPB, Bogor. Kusumaningrum, H.D., C.C. Nurwitri, Suliantari, S. Nurjanah, dan R. Dewanti. 2008. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan. Dept. ITP, FATETA, IPB, Bogor. Lestari, E.P. 2003. Aspek Jaminan Mutu (Quality Assurance) di PT. Santosa Agrindo Cibitung, Bekasi. Laporan Magang. FATETA IPB, Bogor. Michels, K.B., W.C. Willett, C. Fuchs, dan E. Giovannucci. 2005. Coffee, Tea, and Caffeine Consumption and Incidence of Colon and Rectal Cancer. Journal of National Cancer Institut. 97 (4): 282-292. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2008. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Edisi 2. IPB Press, Bogor. Nersyanti, F. 2003. Spektofotometri Derivatif Ultraviolet untuk Penentuan Kadar Kafein dalam Minuman Suplemen dan Ekstra Teh. Skripsi Jurusan Kimia, FMIPA, IPB, Bogor.
74
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green, and S.R.J Robbins. 1981. Spices. Volume 1. Longman Group Limited, Singapore. Purwoko, I. 2010. Strategi Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) di Industri. http://www.globalhygienestore.com [10 April 2010] Rismunandar dan M.H. Riski. 2003. Lada, Budidaya, dan Tata Niaga. Penebar Swadaya, Jakarta. Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Penerbit Sinar Baru, Bandung. Robertson, G.L. 1993. Food Packaging. Marcel Dekker, Inc., New York. Rouseff, L.R. 1990. Bitterness in Foods and Beverages. Elsevier, New York. Sarwono, R., Trisnamurti, R.H., dan Fuadi. 1987. Ekstraksi Oleoresin Lada Hitam. LKT-LIPI, Puspiptek, Serpong. Sera, T., C.R. Soccol, A. Pandey, dan S. Roussos. 2000. Coffee Biotechnology and Quality. Proceedings of The 3rd International Seminar on Biotechnology in The Coffee Agro-Industry, Londrina, Brazil. Kluwer Academic Publishers, Netherlands. Siswoputranto, P.S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi. IPB Press, Bogor. Subarna, F. Kusnandar, D.R. Adawiyah, E. Syamsir, N. Wulandari, dan P. Hariyadi. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Dept. ITP, FATETA, IPB, Bogor. Suliantari. 2002. Kajian Ketahanan Mikroba Pencemar Lada Hitam Terhadap Proses Pengeringan untuk Perbaikan Proses dan Peningkatan Ekspor Lada Hitam. LPPM-IPB, Bogor. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan, Jakarta. Thaheer, H. 2008. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points). Bumi Aksara, Jakarta. Wikipedia. 2010. Black Pepper. http://www.wikipedia.org [23 April 2010]
75
Wikipedia. 2010. Caffeine. http://en.wikipedia.org/wiki/Caffeine [8 Agustus 2010] Wikipedia. 2010. Piperine, Capsaicin, and Gingerol. http://en.wikipedia.org [9 Agustus 2010] www.google.com/coffee_cherries.19733010_std [23 April 2010]
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Perincian jadwal pelaksanaan magang 2010 Kegiatan Pengurusan administrasi Pengenalan perusahaan Kegiatan magang Observasi masalah Analisis penyebab masalah Pengumpulan data Analisis langkah perbaikan Evaluasi langkah perbaikan Studi literature Kunjungan pembimbing Pembuatan laporan bulanan Pembuatan laporan akhir Presentasi laporan akhir Penyusunan skripsi
Februari 1 2 3 4
Maret 1 2 3 4
1
April 2 3 4
1
Mei 2 3
4
1
Juni 2 3
4
1
Juli 2 3
4
78
Lampiran 2. Diagram alir metodologi yang digunakan dalam kegiatan praktek kerja magang Deskripsi masalah
Wawancara
Observasi langsung
Inti permasalahan
Analisis Penyebab Masalah
Diagram Ishikawa
Faktor Potensi Penyebab
Observasi langsung
Brainstorming
Data-data Penyebab Masalah
Analisis Langkah Perbaikan
Penyusunan Alternatif Langkah Perbaikan
Pelaksanaan Langkah Perbaikan
Evaluasi Langkah Perbaikan
Perbaikan
79
Lampiran 3. Denah tata letak pabrik baung
1
2
10
11
3
12
4
5
6
7
8
9
Keterangan : 1
= tempat penyimpanan kemasan PE
2
= area untuk penjemuran bahan
3
= tempat pengolahan rempah-rempah dan bumbu
4
= tempat penyimpanan pengemas sekunder (kardus)
5
= tempat penyimpanan biji kopi
6
= tempat penyimpanan biji lada
80
7
= tempat penyimpanan bahan baku rempah
8
= tempat penyimpanan produk rempah
9
= tempat penyimpanan produk kopi
10
= tempat pengolahan kopi
11
= area penggilingan lada hitam
12
= area pengemasan produk kopi
81
Lampiran 4. Rekomendasi prosedur standar operasi untuk sanitasi Prosedur Standar Operasi (SOP) Quality Control PT Lintang Visikusuma (Bagian Produksi) Tujuan: Untuk keefektifan suatu program sanitasi perusahaan. SOP 1. Sanitasi Ruang -
Ruang produksi mulai dari lantai, dinding, dan langit-langit dalam keadaan bersih sebelum produksi yakni tidak ada sisa bahan tercecer atau kotoran yang dapat mengundang hama.
-
Pintu area pengolahan dijaga selalu tertutup agar tak masuk hama.
-
Tempat sampah dijauhkan dari area pengolahan.
-
Bahan-bahan baku disimpan dalam tempat khusus yang jauh dari kontaminasi bahan-bahan kimia dan polusi.
-
Bahan-bahan baku digunakan berdasarkan prinsip FIFO (First In First Out) yaitu bahan yang terlebih dahulu datang digunakan lebih dahulu.
SOP 2. Sanitasi Air -
Tempat penampungan air/kemasan air terjamin kebersihannya.
SOP 3. Higiene Pekerja -
Pemeriksaan rambut, kuku, kumis/janggut yang terjaga kebersihannya sebelum memulai masuk ke ruang produksi.
-
Pekerja harus menjaga kebersihan tubuh.
-
Pekerja memakai pakaian bersih ke tempat kerja (beserta masker dan sarung tangan) sesuai standar.
-
Pekerja dilarang memakai perhiasan dan jam tangan selama pengolahan pangan.
-
Pekerja dilarang menggunakan handphone selama pengolahan pangan dan alat-alat komunikasi yang sejenis lainnya.
-
Rambut pekerja harus tertata rapi dengan dipotong pendek atau diikat.
82
-
Sebelum masuk ke ruang produksi, pekerja harus mencuci tangan memakai sabun (dengan prosedur mencuci tangan yang benar) lalu mensanitasi tangan, lalu memakai sarung tangan dan disanitasi lagi.
-
Pekerja dilarang mengeringkan tangan yang sudah dicuci pada pakaian.
-
Pekerja dilarang makan dan minum selama pengolahan pangan.
-
Pekerja dilarang merokok di ruang pengolahan pangan.
-
Pekerja dilarang bersin atau batuk ke arah pangan atau di area produksi.
-
Pekerja dilarang menyentuh bagian-bagian badan selama mengolah pangan, misalnya menggaruk kepala atau bagian tubuh lainnya, memegang hidung, menjilat jari, meludah di area produksi.
-
Pekerja selalu mencuci tangan/ganti sarung tangan sebelum mulai bekerja, saat menangani produk yang berbeda (bahan baku, produk jadi), sesudah menyentuh sampah/menyentuh bagian tubuh, dan sesudah kembali dari toilet.
SOP 4. Pencegahan Kontaminasi Silang -
Pekerja yang bekerja dengan lantai atau alat yang terjatuh ke lantai tidak menangani produk (harus dibersihkan dulu).
-
Pekerja tidak menyentuh handel pintu, dinding, kaca lalu menangani produk (harus dibersihkan dulu).
-
Serangga/hama dicegah masuk ke area produksi.
-
Peralatan dan semua permukaan yang kontak dengan pangan harus selalu dibersihkan dan disanitasi sebelum digunakan.
-
Tidak menggunakan peralatan yang sama untuk bahan pangan yang berbeda, harus dibersihkan dulu.
SOP 5. Sanitasi Permukaan Yang Kontak dengan Produk -
Jika kebersihan peralatan tidak memuaskan maka produksi belum bisa dimulai.
-
Sebelum memulai atau setelah produksi (setiap 4 jam) peralatan produksi yang digunakan wajib dibersihkan kembali.
83
Lampiran 5. Dokumen untuk proses produksi lada hitam
PROSEDUR OPERASIONAL Dibuat
No. Tgl. Berlaku Tgl. Revisi Halaman
Disetujui Produksi R&D QC
BAGIAN : PRODUKSI
: PO – 6.1 : : Revisi ke : 00 : 1 dari 4 Distribusi Dokumen Fin. & Admin. Mark. & Distribusi HRD
Prosedur Pengolahan Lada Hitam
1. TUJUAN Prosedur ini ditujukan untuk menjelaskan bagaimana proses pembuatan lada hitam. Penerapan prosedur ini menjamin mutu produk agar sesuai dengan persyaratan. 2. RUANG LINGKUP DAN PENANGGUNG JAWAB Prosedur ini diterapkan pada bagian produksi. Penanggung jawab prosedur ini adalah manajer produksi. Prosedur ini dilaksanakan oleh karyawan produksi, di bawah pengawasan seorang supervisor. 3. REFERENSI PO – 6.1 – L1 : Diagram alir proses produksi lada hitam PO – 5.1
: Prosedur persyaratan mutu lada hitam
4. DEFINISI --5. RINCIAN PROSEDUR 5.1. PENERIMAAN LADA HITAM Lada hitam yang baru datang diuji kelayakannya dengan melakukan pengujian mutu bahan (PO – 5.1 butir 5.1.). Jika lada hitam telah lolos pengujian, maka karyawan yang bertugas menerima lada hitam membuat tanda terimanya dalam bukti barang masuk (FH – 6.1.1.).
84
Timbang dan catat hasil penimbangan bahan dalam kartu stock (FH – 6.1.4.). Lada hitam harus segera disimpan dalam karung atau drum setelah diterima. Apabila disimpan dalam karung, lakukan penutupan dengan plastik PVC atau dengan terpal untuk menutupi aroma bahan yang sangat kuat. 5.2. SORTASI LADA HITAM Lada hitam yang akan digunakan untuk produksi harus disortasi terlebih dahulu. Tampih sejumlah lada hitam untuk melepaskan kulit dan abu yang ada pada biji. Kemudian pisahkan lada hitam yang rusak ataupun kopong, kotoran (batang) dan benda asing (batu). Timbang dan catat berat sebelum dan setelah proses sortasi ke form penyusutan barang (FH – 6.1.3.) untuk mengetahui susut sortasi, lalu salin ke kartu stock (FH – 6.1.4.). Simpan hasil sortasi dalam wadah khusus. 5.3. PROSES PENGERINGAN Proses pengeringan menggunakan energi sinar matahari (penjemuran). Penjemuran bertujuan mengurangi kadar air bahan sampai standar 910%. Timbang dan catat berat sebelum dan setelah penjemuran ke form penyusutan barang (FH – 6.1.3.) untuk mengetahui susut penjemuran, lalu salin ke kartu stock (FH – 6.1.4.). Simpan hasil jemur dalam wadah khusus (drum). Untuk keadaan khusus, pengeringan dapat juga menggunakan oven pengering dengan suhu 100-110°C selama satu jam. 5.4. MASA INKUBASI Lada hitam hasil pengeringan khusus (oven) harus diinkubasi/didiamkan ±1x24 jam pada suhu kamar dalam wadah khusus.
85
5.5. PENGGILINGAN (KHUSUS PRODUK PECAHAN DAN BUBUK) Proses giling dilakukan menggunakan mesin untuk mendapatkan lada hitam pecahan ataupun bubuk dengan penggunaan mesh tertentu sesuai dengan yang diinginkan. Lihat instruksi kerja (IK – 6.1. butir 5). Mesh yang digunakan ± 40 – 60 mesh untuk produk bubuk dan 12/20 serta 16/24 untuk produk pecahan. Timbang dan catat berat sebelum dan setelah proses penggilingan dalam form penyusutan barang (FH – 6.1.3.) lalu salin ke kartu stock (FH – 6.1.4.). Lada hitam hasil giling kemudian diinkubasi selama ±1x24 jam pada suhu kamar dalam wadah khusus. 5.6. PENGAYAKAN DAN MIXING Ayak hasil giling pecahan lada hitam (mesh 12/20 ataupun 16/24) dengan pengayak mesh ± 40 untuk memisahkan produk bubuk yang terlalu halus. Masukkan hasil pengayakan (pecahan dan bubuk halus) pada wadah terpisah. Proses mixing atau pencampuran dilakukan untuk mendapatkan produk lada hitam pecahan 12/20 ataupun 16/24, sehingga persentase untuk total pecahan ialah 9:1. 5.7. PENGEMASAN LADA HITAM Kemasan yang digunakan dapat berupa plastik PP (500 gr, 1 kg, 2 kg, 5 kg, 20 kg) dan plastik PE (250 gr, 500 gr) sesuai dengan permintaan. Sebelum dilakukan pengemasan, timbang bahan sesuai jumlah yang diinginkan. Kemudian lakukan proses pengemasan dan pemasangan label. Pengemasan dilakukan secara manual oleh karyawan. Langkah kerja untuk proses pengemasan dapat dilihat pada instruksi kerja (IK – 6.1. butir 6).
86
6. LAMPIRAN PO –5.1
: Prosedur persyaratan mutu lada hitam
PO – 6.1 – L1 : Diagram alir proses produksi lada hitam FH – 6.1.1
: Bukti barang masuk (bumbu)
FH – 6.1.2
: Bukti barang keluar (bumbu)
FH – 6.1.3
: Form penyusutan barang (bumbu)
FH – 6.1.4
: Kartu stock (bumbu)
IK – 6.1
: Instruksi kerja proses produksi lada hitam
87
Lampiran 6. Data suhu dan waktu dalam percobaan optimasi pengeringan lada hitam dengan menggunakan oven Hari/Tanggal
= Senin/24 Mei 2010
Jenis
= Lada hitam utuh dan pecahan 16/24
Interval Suhu
= 100-110°C
Set Oven
= 110°C
Suhu bahan masuk
= 104°C
Waktu
Lama (menit)
Suhu
Tiap Perpindahan
Lama Kumulatif
(°C)
11.29
-
0
74
11.36
7
7
78
11.43
7
14
80
11.51
8
22
82
11.59
8
30
88
12.06
7
37
90
12.13
7
44
96
12.21
8
52
98
12.28
7
59
113
Jenis
= Lada hitam utuh dan pecahan 16/24
Interval Suhu
= 90-100°C
Set Oven
= 100°C
Suhu bahan masuk
= 110°C
Waktu
Lama (menit)
Suhu
Tiap Perpindahan
Lama Kumulatif
(°C)
13.44
-
0
70
13.51
7
7
72
13.59
8
15
81
14.06
7
22
84
14.13
7
29
90
88
14.21
8
37
92
14.29
8
45
96
14.36
7
52
106
14.44
8
60
95
14.52
8
68
89
15.00
8
76
93
15.08
8
84
89
89
Lampiran 7. Analisis kondisi aktual berdasarkan diagram sebab akibat (diagram ishikawa) No 1
Aspek yang diamati Bahan
Kondisi aktual
Pengaruh
Hal yang disarankan untuk dilakukan
Alternatif solusi
Kualitas beberapa bahan tidak
Perlakuan pendahuluan (sortasi,
Pengawasan terhadap kualitas Dibuat manual
sama dengan standar, sehingga
pemanasan) memerlukan waktu
bahan sebelum memasuki
pengawasan mutu
harus dilakukan perlakuan
yang cukup lama tergantung
proses produksi harus lebih
bahan baku
pendahuluan sebelum produksi
kondisi kerusakan bahan
ditingkatkan
Letak penyimpanan antar
Lada dan kopi merupakan
Memisahkan penyimpanan
Dibuat sekat atau
bahan dalam gudang masih
komoditas yang sama-sama peka
bahan-bahan yang sensitif
pengaturan tata letak
terlalu dekat dan
terhadap bau. Penyimpanan yang
terhadap bau
yang lebih baik
memungkinkan kontak
terlalu dekat antara keduanya
langsung, terutama antara lada
dapat mempengaruhi kualitas
dan kopi
(penyimpangan bau)
Asal bahan baku yang berubah- Mutu produk yang dihasilkan
Menetapkan pemasok tetap
Membuat spesifikasi
ubah serta penyimpanan bahan
untuk tiap jenis barang atau
tetap tiap bahan baku
baku yang berbeda lamanya.
tidak konsisten.
memberikan persyaratan yang untuk pemasok. lebih ketat terhadap pemasok,
Sebab lain seperti
sehingga mutu awal bahan
mutu bahan harus
90
ialah sama.
diatasi oleh
Lama waktu penyimpanan
pemasok.
bahan baku sebelum diproduksi harus ditetapkan. 2
Karyawan
SDM sebagian besar masih
Proses produksi yang dilakukan
Pembuatan instruksi kerja
Dibuat instruksi
(SDM)
pada level operator dan
mengikuti prosedur yang ada,
yang menyeluruh dan kondisi
kerja dan prosedur
supervisor pemula
namun prosedur yang ada belum
proses yang harus dipenuhi
proses produksi.
cukup lengkap, sehingga terjadi
sebelum produksi
kesulitan apabila ditemukan
berlangsung yang sesuai
masalah selama proses produksi
dengan standar perusahaan.
berlangsung.
Perlu dilakukan pelatihan
Diadakan pelatihan
laksana produksi yang baik
keamanan pangan, sanitasi,
bertahap kepada
belum memadai.
dan teknik berproduksi
SDM
Dasar-dasar perihal tata
kepada operator secara bertahap.
91
3
Lingkungan
Ruang pengolahan tidak terlalu
Tidak ada masalah dari aspek
Terus berupaya mencari
Dibuat peta jalur
luas namun cukup untuk
lingkungan yang dapat
alternatif tata ruang pabrik
kegiatan
melakukan produksi dengan
menghambat proses produksi,
yang lebih efisien baik untuk
(penerimaan barang,
skala produksi saat ini
namun menjadi masalah apabila
penyimpanan maupun tempat
peta penyimpanan
terjadi peningkatan skala
pengolahan produk.
barang, jalur
produksi. 4
produksi, dsb)
Proses
Tata laksana produksi yang
Mempengaruhi kualitas produk
Menerapkan GMP dan SSOP
Dibuat manual mutu
Produksi dan
baik belum diterapkan.
yang dihasilkan (tingkat
secara optimal.
perusahaan.
Manajemen
keseragaman menurun/rendah) Dokumentasi mutu di bagian
Dokumentasi mutu yang tidak
Pembuatan dokumentasi
Penyusunan
produksi yang tidak lengkap.
lengkap dapat menyebabkan
mutu yang mencakup manual
prosedur pengolahan
Dokumen yang sudah ada
karyawan melakukan praktek
mutu, prosedur mutu,
rempah-rempah
antara lain MSDS (material
kerja yang salah karena tidak
instruksi kerja, dan formulir-
(lada hitam) dan
safety data sheet), spesifikasi
adanya prosedur pengolahan yang
formulir.
kopi, penyusunan
beberapa produk, hasil analisis
baku. Praktek kerja yang salah
instruksi kerja, dan
beberapa produk, berita acara
dapat mengakibatkan kontaminasi
pelengkapan
pemusnahan, faktur atau PO
mikroba pada produk dan
formulir.
(purchase order), dan kartu
penurunan mutu produk.
stock barang.
92
5
Jadwal produksi didasarkan
Permintaan barang susulan di
Pembuatan jadwal produksi
pada jadwal
tengah bulan dapat mempengaruhi berdasarkan prioritas.
bulanan/forecasting yang
/ mengubah jadwal produksi yang
Dilakukan perencaraan
didasarkan pada permintaan
sudah ditetapkan bagian produksi.
jadwal yang lebih matang
bulanan. Namun kadang terjadi
dengan menambahkan
permintaan tambahan di tengah
peluang adanya pergantian
bulan.
jadwal di tengah bulan.
Fasilitas
Terjadi beberapa permasalahan
Mesin atau alat yang tidak
Pengaturan jadwal
Memperbaiki
(Peralatan)
seperti mesin rusak dan
berfungsi dapat menjadi kendala
pemeliharaan fasilitas
fasilitas yang tidak
exhaust fan yang tidak
dalam melakukan proses
(maintenance) dan
berfungsi dan
berfungsi. Hal ini dikarenakan
produksi, seperti tidak berjalan
melaksanakannya sesuai
membuat jadwal
jadwal
optimal atau penurunan kapasitas
prosedur yang seharusnya.
pemeliharaan serta
maintenance/pemeliharaan
produksi.
instruksi kerja
tidak ditepati serta prosedur
penggunaan fasilitas
yang tidak sesuai spesifikasi.
produksi.
Teknik pengolahan masih
Kesulitan dalam meningkatkan
Mencari teknologi yang lebih
Survei alat-alat
sangat sederhana.
kualitas produk dan skala
efisien dalam melakukan
teknologi pangan.
produksi.
kegiatan produksi.
Melakukan optimalisasi terhadap
93
penggunaan alat yang ada. Belum memiliki lab mandiri.
Kesulitan dalam melakukan
Menentukan prioritas analisis
Survei alat-alat
pengujian mutu produk.
yang diperlukan.
analisis untuk pertimbangan. Membangun partnership (bermitra) dengan lembaga yang kompetible (misalnya Balitro) dan lembagalembaga jasa analisa.
94
Lampiran 8. Contoh slide-slide pelatihan untuk karyawan
95
Lampiran 9. Pre-test pertama pada pelatihan karyawan bagian produksi Nama : ………………………................ Jawablah pertanyaan di bawah ini : 1. Manakah istilah yang tidak Anda ketahui: A. bakteri
B. kapang
C. khamir
D. semua diketahui
2. Manakah yang bukan termasuk mikroba: A. bakteri
B. kapang
C. khamir
D. kutu
3. Manakah yang bukan merupakan sumber cemaran: A. rambut
B. kuku
C. mulut
D. tidak ada jawaban
4. Mengapa pada bahan pangan tertentu sering ditemukan bagian yang putihputih hampir seperti kapas? A. kemungkinan tanda adanya bakteri B. kemungkinan tanda adanya kapang C. kemungkinan tanda adanya khamir D. bukan tanda apa-apa, bahan aman 5. Mengapa bahan dengan jenis yang berbeda harus ditempatkan di tempat yang berbeda pula? ……………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………….... 6. Apakah bahan yang jatuh ke lantai masih aman untuk diproses? Jelaskan jawaban Anda! ……………………………………………………………………………… …………………………...…………………………………….…………… 7. Apakah yang dimaksud dengan kadar air bahan? ……………………………………………………………………………… …………………………………….………................................................... 8. Apakah yang dimaksud dengan cemaran mikrobial? ……………………………………………………………………………… ……………………………………...………………………………………. 9. Apakah yang dimaksud dengan kontaminasi silang?
96
……………………………………………………………………………… ………………………………………..……………………………………. 10. Apakah tujuan dilakukan pengeringan? ……………………………………………………………………………… ……………………………….……………...……........................................ 11. Apakah membersihkan sama dengan mensanitasi? A. Ya
B. Tidak
C. Tidak tahu
12. Apakah detergen/sabun dapat membunuh mikroba? A. Ya
B. Tidak
C. Tidak tahu
13. Apakah menggunakan sarung tangan saat mengolah makanan itu perlu? Jelaskan! ………………………………………………………………………............ ........................................................................................................................
97
Lampiran 10. Pre-test kedua pada pelatihan karyawan bagian produksi Nama : ………………………................ Jawablah pertanyaan di bawah ini : 1. Manakah istilah yang sudah Anda lupa: A. bakteri
B. kapang
C. khamir
D. tidak ada yang lupa
2. Pangan yang aman adalah pangan yang: A. ada sedikit bahaya kimia B. ada sedikit bahaya biologis C. ada sedikit bahaya fisik D. bebas dari segala bahaya 3. Bagaimana kecepatan perkembangbiakan mikroba? A. sangat lambat
B. sangat cepat
C. tidak berkembang
D. biasa saja kecepatannya
4. Sebutkan 5 contoh perilaku yang harus dihindari karyawan saat bekerja! 1 ………………………………………. 2 ………………………………………. 3 ………………………………………. 4 ………………………………………. 5 ………………………………………. 5. Bahaya apakah yang dapat dicegah dengan proses sortasi? Jelaskan mengapa! ……………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………….... 6. Apakah boleh menggunakan sarung tangan yang sama untuk mengolah bahan yang berbeda? Jelaskan jawaban Anda! ……………………………………………………………………………… ………………………………………...……………………………………. 7. Apakah sendok yang sedikit berkarat boleh tetap digunakan untuk bahan? Mengapa? ……………………………………………………………………………… ……………………………………................................................................
98
8. Apakah membersihkan peralatan dengan sabun saja sudah cukup? Mengapa? ……………………………………………………………………………… …………………………………………………..…………………………. 9. Manakah yang lebih penting : A. kebersihan tubuh B. kebersihan pakaian Jelaskan jawaban Anda! ……………………………………………………………………………… …………………………………………………...…………………………. 10. Apakah yang Anda ketahui tentang SNI? ...………………………………………………………………………......... ........................................................................................................................ 11. Saat penerimaan barang di pabrik, apa saja yang harus dilakukan? ...………………………………………………………………………......... ........................................................................................................................
99
Lampiran 11. Contoh dokumen-dokumen yang disusun selama magang
INSTRUKSI KERJA Dibuat
No. Tgl. Berlaku Tgl. Revisi Halaman
Disetujui Produksi R&D QC
BAGIAN : PRODUKSI
: IK – 6.1 : : Revisi ke : 00 : 1 dari 4 Distribusi Dokumen Fin. & Admin. Mark. & Distribusi HRD
Instruksi Kerja Produksi Lada Hitam
1. TUJUAN Instruksi ini ditujukan untuk menjelaskan bagaimana langkah-langkah dalam mengerjakan proses produksi lada hitam sesuai dengan PO – 6.1. Prosedur Pengolahan Lada Hitam. Pemahaman terhadap instruksi ini membantu karyawan dalam mengerjakan tugasnya. 2. RUANG LINGKUP DAN PENANGGUNG JAWAB Instruksi ini diterapkan pada bagian produksi. Penanggung jawab instruksi ini adalah manajer produksi. Instruksi ini dilaksanakan oleh karyawan produksi, di bawah pengawasan seorang supervisor. 3. REFERENSI PO – 5.1
: Prosedur persyaratan mutu lada hitam
PO – 6.1
: Prosedur pengolahan lada hitam
PO – 6.1 – L1 : Diagram alir proses produksi lada hitam 4. UJI BAKU MUTU BAHAN Uji baku mutu dilakukan untuk menjaga kualitas bahan, baik sebelum, sedang, ataupun setelah proses produksi. Pengujian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengujian bahan baku sebelum penerimaan dan pengujian bahan baku secara periodik. Pengujian mutu lada hitam sebelum penerimaan dilakukan secara organoleptik meliputi aroma dan rasa (normal menyengat) dan keadaan fisik (cemaran
100
binatang, cemaran kapang, kadar benda asing, kadar biji enteng, dan kadar air). Pengujian mutu bahan baku secara periodik dilakukan untuk bahan mentah dan bahan jadi yang meliputi uji total mikroba (TPC) ataupun pengujian mikrobiologi dan kimia lainnya. 5. PROSES GILING Bersihkan mesin giling dari benda dan bau asing sebelum digunakan. Gunakan sanitizer dan kain lap bersih. Cek pemasangan bagian-bagian alat. Mesh yang digunakan ± 40 – 60 mesh untuk produk bubuk dan 12/20 serta 16/24 untuk produk pecahan. Pasang karung penampung hasil giling. Karung yang digunakan ialah karung bersih. Timbang bahan yang akan digiling. Kapasitas mesin ialah 2-3 kg per nampan. Nyalakan mesin, lalu masukkan bahan yang akan digiling. Setelah selesai, bagian-bagian mesin tertentu wajib dibongkar dan dicuci dengan sabun dan air hingga bersih lalu dijemur. Lap bagian dalam mesin dengan kain bersih (kanebo). Jangan pasang bagian-bagian mesin apabila belum kering benar. Lada hitam pecahan atau bubuk hasil giling diinkubasi selama ±1x24 jam pada suhu kamar dalam wadah khusus. 6. PENGEMASAN Kemasan yang digunakan dapat berupa plastik PP (500 gr, 1 kg, 2 kg, 5 kg, 20 kg) dan plastik PE (250 gr, 500 gr) sesuai dengan permintaan. Sebelum dilakukan pengemasan, timbang bahan sesuai jumlah yang diinginkan, kemudian lakukan proses pemasangan label dan pengemasan. Jalur proses pengemasan dapat dilihat di bawah ini :
Untuk bahan yang dikemas dalam plastik PP
101
1
2
3
4 5
6
1. Proses pemasukan bahan ke dalam kemasan dengan jumlah sesuai permintaan. 2. Proses penimbangan bahan dalam kemasan sehingga beratnya sesuai (tepat). 3. Proses sealing menggunakan sealer pada ujung kemasan (double). 4. Proses labeling dan proses pelapisan kemasan dengan plastik PP (kedua). 5. Proses final sealing dan pemeriksaan kondisi fisik kemasan. 6. Proses pengemasan sekunder dengan cara memasukkan barang jadi ke dalam kardus sesuai jumlah yang diminta. Total berat tidak lebih dari 20 kg per kardus. Kemudian dilakukan penutupan kardus dengan lakban dan penulisan informasi barang yang dikemas pada bagian luar kardus. Informasi yang ditulis mencakup kode barang, tanggal kadaluarsa, berat per kemasan dan berat keseluruhan, serta nama barang.
Untuk bahan yang dikemas dalam plastik PE : 1
2
7
3
4 6
5
1. Proses pemisahan tutup kemasan dan badan kemasan 2. Proses labeling pada badan kemasan 3. Proses pemasukan bahan ke dalam kemasan dengan jumlah sesuai permintaan.
102
4. Proses penimbangan bahan dalam kemasan sehingga beratnya sesuai (tepat). 5. Proses penutupan kemasan 6. Pembersihan bagian luar barang jadi dengan lap kain bersih. 7. Proses pengemasan sekunder dengan cara memasukkan barang jadi ke dalam kardus sesuai jumlah yang diminta. Total berat tidak lebih dari 15 kg per kardus untuk kemasan 250 gram dan 20 kg per kardus untuk kemasan 500 gram. Kemudian dilakukan penutupan kardus dengan lakban dan penulisan informasi barang yang dikemas pada bagian luar kardus. Informasi yang ditulis mencakup kode barang, tanggal kadaluarsa, berat per kemasan dan berat keseluruhan, serta nama barang. 8. PEMBERSIHAN SARANA DAN PRASARANA PRODUKSI Kondisi ruangan sebelum kegiatan produksi berlangsung adalah dalam keadaan bersih. Kondisi alat-alat yang akan digunakan untuk produksi adalah dalam keadaan bersih dan sudah disanitasi. Setelah proses produksi selesai, dilakukan pembersihan mesin dan peralatan produksi dengan menggunakan sabun, air bersih, dan sanitaiser. Tempat atau ruang produksi dibersihkan dengan cara disapu/vacuum cleaner dan dipel. Pembersihan dilakukan untuk mencegah kotoran melekat (kontaminasi) serta mencegah adanya binatang yang kemungkinan datang dan bersarang.
103
LAMPIRAN PROSEDUR OPERASIONAL No.
: PO – 6.1 – L1
“DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI LADA HITAM” AKTIVITAS PRODUKSI Lada Hitam Uji cemaran binatang, cemaran kapang, benda asing, biji enteng, dan kadar air
PJ Spv.
FH – 6.1.1
Spv.
PO – 5.1
Bukti barang masuk
Uji mutu lada
Aroma menyengat?
Tidak
Tolak
Ya Rasa menyengat? Hasil pengujian mutu
DOK / REF
PO – 5.1 – L1 Tidak
Tolak
Ya Timbang
Kartu stock
PO – 6.1 FH – 6.1.4
Simpan dalam karung/drum
Sortasi Kontrol kadar air
Pengeringan
Spv. Prod.
Simpan dalam wadah/drum Pengaturan mesh
Penggilingan Instruksi kerja Inkubasi
Pengayakan
Mixing
Pengemasan
FH – 6.1.3
Form penyusutan barang
Instruksi kerja
IK – 6.1
104
Kartu stock
Distribusi
Bukti barang keluar
Keterangan : PO –5.1
: Prosedur persyaratan mutu lada hitam
PO – 5.1 – L1 : Hasil pengujian mutu lada hitam PO – 6.1
: Prosedur pengolahan lada hitam
FH – 6.1.1
: Bukti barang masuk (bumbu)
FH – 6.1.2
: Bukti barang keluar (bumbu)
FH – 6.1.3
: Form penyusutan barang (bumbu)
FH – 6.1.4
: Kartu stock (bumbu)
IK – 6.1
: Instruksi kerja proses produksi lada hitam
Distri-
FH – 6.1.4
busi
FH – 6.1.2
105
JURNAL PRODUKSI (BUMBU) No : FH – 6.1.5 Keterangan A
B C
BAHAN BAKU 1. Bahan dari : a. … b. … c. … d. … e. … f. … g. … 2. Jenis bahan : … UJI MUTU
E
TAHAP PRODUKSI 1. sortasi 2. penjemuran 3. pengeringan (oven) 4. inkubasi 5. penggilingan 6. pengayakan 7. mixing 8. pemotongan 9. pengemasan … … HASIL PRODUKSI Plastik PE 200 gr (pail) Plastik PP 500 gr (plastik) … … Karyawan yg mengerjakan
F
Waktu pengerjaan
G
Kendala
D
Hari/Tanggal : ...
…
Nama Barang … …
…
…
106
LAMPIRAN PROSEDUR OPERASIONAL No.
: PO – 5.1 – L1
“HASIL PENGUJIAN MUTU LADA HITAM” Nama Barang Tanggal
: …………………………. PJ
Aroma
Rasa
Cemaran Binatang
Cemaran Kapang
Kadar Benda Asing
Kadar Biji Enteng
Kadar Air
Keterangan
107
LAMPIRAN PROSEDUR OPERASIONAL No.
: PO – 4.1 – L1
“DIAGRAM ALIR PROSES PRODUKSI KOPI” AKTIVITAS PRODUKSI
PJ
DOK / REF
Spv.
FH – 4.1.1
Spv.
PO – 2.1
Bukti barang masuk
Biji kopi Uji mutu biji kopi
Cek fisik bahan, kadar air, kadar kotoran, dan nilai cacat
Ya
Bau busuk/bau kapang?
Tolak
Tidak
PO – 2.1 – L1 Ya
Serangga hidup? Hasil pengujian mutu
Tolak
Tidak Timbang
Kartu stock
PO – 4.1 FH – 4.1.4
Simpan dalam karung goni
Sortasi Kontrol kadar air
Penjemuran
Spv. Prod.
Simpan dalam drum Kontrol suhu
Penyangraian
Jurnal Produksi
Inkubasi
Kopi sangrai
A
FH – 4.1.3
Form penyusutan barang
B
IK – 4.1
FH – 4.1.5
108
-
Produksi Kopi Biji A
Persiapan kemasan
Pengemasan
Persiapan mesin
Spv.
PO – 4.1
Prod.
IK – 4.1
Distri-
FH – 4.1.2
Sealing kemasan
Distribusi
-
Bukti barang keluar
busi
Produksi Kopi Bubuk B
Penggilingan
Jurnal produksi
PO – 4.1 IK – 4.1
Inkubasi
FH – 4.1.5 Spv.
Kopi bubuk
Prod. Persiapan kemasan
Pengemasan
Persiapan mesin
Sealing kemasan
Kartu stock
Distribusi
Bukti barang keluar
Distri-
FH – 4.1.4
busi
FH – 4.1.2
Keterangan : PO – 2.1
: Prosedur persyaratan mutu biji kopi
PO – 2.1 – L1 : Hasil pengujian mutu biji kopi PO – 4.1
: Prosedur pengolahan kopi (bubuk dan biji)
FH – 4.1.1
: Bukti barang masuk
FH – 4.1.2
: Bukti barang keluar
FH – 4.1.3
: Form penyusutan barang
FH – 4.1.4
: Kartu stock
FH – 4.1.5
: Jurnal produksi
IK – 4.1
: Instruksi kerja proses produksi kopi (bubuk dan biji)
109
No. : PO – 2.1 Tgl. Berlaku : Tgl. Revisi : Revisi ke : 00 Halaman : 1 dari 9 Disetujui Distribusi Dokumen Produksi Fin. & Admin. R&D Mark. & Distribusi QC HRD
PROSEDUR OPERASIONAL Dibuat BAGIAN : PRODUKSI
Prosedur Persyaratan Mutu Biji Kopi
1. TUJUAN Prosedur ini ditujukan sebagai standar dalam menetapkan persyaratan mutu, cara pengujian, dan pengemasan biji kopi jenis robusta dan arabika. 2. RUANG LINGKUP DAN PENANGGUNG JAWAB Prosedur ini diterapkan pada bagian produksi. Penanggung jawab prosedur ini adalah manajer produksi. Prosedur ini dilaksanakan oleh karyawan produksi, di bawah pengawasan seorang supervisor. 3. REFERENSI SNI 01-2907-2008 : Biji kopi SNI 19-0428-1998 : Petunjuk pengambilan contoh padatan 4. ISTILAH DAN DEFINISI 4.1. Kopi Biji dari tanaman Coffea spp dalam bentuk bugil dan belum disangrai. 4.2. Biji hitam Biji kopi yang setengah atau lebih dari bagian luarnya berwarna hitam baik yang mengkilap maupun keriput. 4.3. Biji hitam sebagian Biji kopi yang kurang dari setengah bagian luarnya berwarna hitam, atau satu bintik hitam kebiru-biruan tetapi tidak berlubang atau ditemukan lubang dengan warna hitam yang lebih besar dari lubang tersebut.
110
4.4. Biji hitam pecah Biji kopi yang berwarna hitam tidak utuh, berukuran sama dengan atau kurang dari ¾ bagian biji utuh,atau biji hitam sebagian yang pecah. 4.5. Kopi gelondong Buah kopi kering yang masih terbungkus dalam kulit majemuknya, baik dalam keadaan utuh maupun besarnya sama atau lebih dari ¾ bagian kulit majemuk yang utuh. 4.6. Biji coklat Biji kopi yang setengah atau lebih bagian luarnya berwarna coklat, yang lebih tua dari populasinya, baik yang mengkilap maupun keriput. Biji coklat yang pecah dinilai sebagai biji pecah. 4.7. Kulit kopi (husk) ukuran besar Kulit majemuk (pericarp) dari kopi gelondong dengan atau tanpa kulit ari (silver skin) dan kulit tanduk (parchment) di dalamnya, yang berukuran lebih besar dari ¾ bagian kulit majemuk yang utuh. 4.8. Kulit kopi ukuran sedang Kulit majemuk dari kopi gelondong dengan atau tanpa kulit ari dan kulit tanduk di dalamnya, yang berukuran ½ sampai dengan ¾ bagian kulit majemuk yang utuh. 4.9. Kulit kopi ukuran kecil Kulit majemuk dari kopi gelondong dengan atau tanpa kulit ari dan kulit tanduk di dalamnya, yang berukuran kurang dari ½ bagian kulit majemuk yang utuh. 4.10. Biji berkulit tanduk Biji kopi yang masih terbungkus oleh kulit tanduk, yang membungkus biji tersebut dalam keadaan utuh maupun besarnya sama dengan atau lebih besar dari ¾ bagian kulit tanduk utuh. 4.11. Kulit tanduk ukuran besar Kulit tanduk yang terlepas atau tidak terlepas dari biji kopi, yang berukuran lebih besar dari ¾ bagian kulit tanduk utuh. 4.12. Kulit tanduk ukuran sedang Kulit tanduk yang terlepas atau tidak terlepas dari biji kopi yang
111
berukuran ½ sampai ¾ bagian kulit tanduk utuh. 4.13. Kulit tanduk ukuran kecil Kulit tanduk yang terlepas dari biji kopi yang berukuran kurang dari ½ bagian kulit tanduk yang utuh. 4.14. Biji pecah Biji kopi yang tidak utuh yang besarnya sama atau kurang dari ¾ bagian biji yang utuh. 4.15. Biji muda Biji kopi yang kecil dan keriput pada seluruh bagian luarnya. 4.16. Biji berlubang satu Biji kopi yang berlubang satu akibat serangan serangga. 4.17. Biji berlubang lebih dari satu Biji kopi yang berlubang lebih dari satu akibat serangan serangga. 4.18. Biji bertutul-tutul Biji kopi yang bertutul-tutul pada ½ (setengah) atau lebih bagian luarnya. Ketentuan ini hanya berlaku untuk kopi yang diolah dengan cara pengolahan basah. 4.19. Ranting, tanah atau batu berukuran besar Ranting, tanah, atau batu berukuran panjang atau diameter lebih dari 10 mm. 4.20. Ranting, tanah atau batu berukuran sedang Ranting, tanah, atau batu berukuran panjang atau diameter 5 mm -10 mm. 4.21. Ranting, tanah atau batu berukuran kecil Ranting, tanah, atau batu berukuran panjang atau diameter kurang dari 5 mm. 4.22. Bau khas biji kopi Bau dari populasi kopi yang khas dan tidak menunjukkan biji berbau busuk, berbau kapang, atau bau asing lainnya. 4.23. Biji berbau kapang Bau yang ditimbulkan oleh kapang, atau berbau apek, sebagai akibat
112
dari penyimpanan biji kopi berkadar air tinggi yang terlalu lama. 4.24. Biji kopi berbau busuk Bau dari populasi kopi yang bukan khas bau kopi (fresh coffee), melainkan seperti kulit buah kopi atau selaput lendir (mucillage) yang membusuk. 4.25. Kopi lolos ayakan Biji pecah atau biji kopi yang lolos ayakan sesuai ukuran yang ditentukan. 4.26. Bagian luar biji kopi Bagian permukaan biji kopi di bawah kulit ari. Untuk meyakinkan bahwa suatu biji kopi benar-benar mempunyai jenis cacat dimaksud maka biji kopi yang diduga sebagai biji hitam, biji hitam sebagian, biji coklat, boleh dikerik sekedar mengelupaskan kulit ari agar permukaan di bawahnya tampak lebih jelas. 4.27. Kopi peaberry Biji kopi yang berasal dari buah kopi (Arabika dan Robusta) yang berisi 1(satu) keping biji di dalamnya (biji tunggal). 4.28. Kopi polyembrioni (PE) Biji kopi yang mengandung 2 (dua) keping biji atau lebih yang saling bertautan satu sama lain, sehingga mudah terlepas satu sama lain menyerupai biji pecah. 4.29. Kotoran Benda-benda selain biji kopi. 4.30. Nilai cacat Nilai yang diberikan kepada masing-masing jenis cacat. 5. RINCIAN PROSEDUR 5.1. SYARAT MUTU 5.1.1. Syarat mutu umum (SNI 01-2907-2008) Tabel 1. Syarat mutu umum No. 1.
Kriteria Serangga hidup
Satuan
Persyaratan Tidak ada
113
2.
Biji berbau busuk dan atau berbau kapang
Tidak ada
3.
Kadar air
% fraksi massa
Maks. 12,5
4.
Kadar kotoran
% fraksi massa
Maks 0,5
5.1.2. Syarat mutu khusus berdasarkan sistem nilai cacat (SNI 01-29072008) Tabel 2. Syarat penggolongan mutu kopi robusta dan arabika Mutu
Persyaratan
Mutu 1
Jumlah nilai cacat maksimum 11*
Mutu 2
Jumlah nilai cacat 12 sampai dengan 25
Mutu 3
Jumlah nilai cacat 26 sampai dengan 44
Mutu 4a
Jumlah nilai cacat 45 sampai dengan 60
Mutu 4b
Jumlah nilai cacat 61 sampai dengan 80
Mutu 5
Jumlah nilai cacat 81 sampai dengan 150
Mutu 6
Jumlah nilai cacat 151 sampai dengan 225
CATATAN Untuk kopi arabika mutu 4 tidak dibagi menjadi sub mutu 4a dan 4b Penentuan besarnya nilai cacat dari setiap biji cacat dicantumkan dalam Tabel 3. * untuk kopi peaberry dan polyembrio Tabel 3. Penentuan besarnya nilai cacat biji kopi No
Jenis cacat
Nilai cacat
1
1 (satu) biji hitam
1 (satu)
2
1 (satu) biji hitam sebagian
½ (setengah)
3
1 (satu) biji hitam pecah
½ (setengah)
4
1 (satu) kopi gelondong
1 (satu)
5
1 (satu) biji coklat
¼ (seperempat)
6
1 (satu) kulit kopi ukuran besar
1 (satu)
7
1 (satu) kulit kopi ukuran sedang
½ (setengah)
8
1 (satu) kulit kopi ukuran kecil
1/5 (seperlima)
9
1 (satu) biji berkulit tanduk
½ (setengah)
10
1 (satu) kulit tanduk ukuran besar
½ (setengah)
11
1 (satu) kulit tanduk ukuran sedang
1/5 (seperlima)
114
12
1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil
1/10 (sepersepuluh)
13
1 (satu) biji pecah
1/5 (seperlima)
14
1 (satu) biji muda
1/5 (seperlima)
15
1 (satu) biji berlubang satu
1/10 (sepersepuluh)
16
1 (satu) biji berlubang lebih dari satu
1/5 (seperlima)
17
1 (satu) biji bertutul-tutul
1/10 (sepersepuluh)
18
1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran besar
5 (lima)
19
1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran sedang
2 (dua)
20
1 (satu) ranting, tanah atau batu berukuran kecil
1 (satu)
KETERANGAN Jumlah nilai cacat dihitung dari contoh uji seberat 300 g. Jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai cacat, maka penentuan nilai cacat tersebut didasarkan pada bobot nilai cacat terbesar. 5.2. PENGAMBILAN CONTOH Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-0428-1998, Petunjuk pengambilan contoh padatan. 5.3. CARA UJI 5.3.1. Penentuan adanya serangga hidup (SNI 01-2907-2008) 5.3.1.1. Prinsip Pengamatan secara visual adanya serangga hidup pada saat kemasan contoh dibuka. 5.3.1.2. Prosedur Amati dengan seksama adanya serangga hidup pada saat kemasan contoh dibuka. 5.3.1.3. Penyajian hasil uji Apabila tidak ditemukan adanya serangga hidup maka contoh uji dinyatakan tidak ada. Apabila ditemukan adanya serangga hidup maka contoh uji dinyatakan ada. 5.3.2. Penentuan biji berbau busuk dan berbau kapang (SNI 01-29072008)
115
5.3.2.1. Prinsip Pengujian dilakukan secara organoleptik melalui penciuman pada wadah yang terlindungi yang tidak terpengaruhi oleh lingkungan luar. 5.3.2.2. Peralatan Wadah contoh yang bersih dan tidak berbau, yang dapat melindungi contoh dari pengaruh bau lingkungan luar. 5.3.2.3. Prosedur Setelah kemasan contoh dibuka, lakukanlah penciuman dengan cara mendekatkan
hidung
pada
permukaan
contoh,
kemudian
menghirupnya dalam-dalam dengan menjaga agar kotoran tidak terisap. Dapat pula dengan memasukkan contoh ke dalam wadah yang bersih dan tidak berbau, kemudian lakukan penciuman dengan cara di atas. 5.3.2.4. Penyajian hasil uji Apabila tercium ada bau maka contoh uji dinyatakan ada. Apabila tidak ada tercium bau maka contoh uji dinyatakan tidak ada. 5.3.3. Penentuan kadar air kopi 5.3.3.1. Prinsip Pengujian dilakukan menggunakan Moisture Meter yang mengukur konduktivitas bahan lalu mengkonversikannya dalam % kadar air. 5.3.3.2. Peralatan Alat ukur lapang untuk kadar air bahan (Moisture Meter) dengan dua pin elektroda yang memiliki rentang nilai (range) kadar air 9-30 %. 5.3.3.3. Prosedur dan penyajian hasil uji Nyalakan tombol On lalu masukkan/tempelkan test pin pada bahan yang akan diukur. Nilai kadar air terukur dapat dilihat pada layar display. (Untuk lebih lengkap baca petunjuk penggunaan alat). 5.3.4. Penentuan nilai cacat dan kadar kotoran biji kopi (SNI 01-29072008) 5.3.4.1. Prinsip Pemisahan biji cacat dan kotoran secara fisik dan menghitung nilai
116
cacat serta penimbangan kotoran. Pemisahan secara fisik dan penimbangan benda-benda yang dapat digolongkan dalam kotoran. 5.3.4.2. Peralatan a) wadah kecil; b) timbangan; c) kertas yang berwarna putih. 5.3.4.3. Prosedur Timbang contoh uji sebanyak 300 g, dan tebarkan pada sehelai kertas. Dipilih dan dipisahkan biji cacat dan kotoran yang ada pada cuplikan. Tempatkan secara terpisah dalam wadah kecil masing-masing dan hitung nilai cacatnya. Kotoran berupa ranting, tanah, atau batu setelah dihitung nilai cacat dikumpulkan bersama-sama dengan benda asing lainnya dalam sebuah wadah yang telah diketahui berat sebelumnya lalu timbang. 5.3.4.4. Penyajian hasil uji Bila pada satu biji kopi terdapat lebih dari satu jenis cacat, maka yang dinilai hanya satu jenis cacat saja, yaitu jenis yang mempunyai nilai cacat yang terberat. Untuk mempermudah perhitungan setiap cuplikan buatlah tabel seperti pada Tabel 4, dan masukkan jumlah nilai cacat dalam masing-masing lajur yang bersangkutan. Tabel 4. Contoh form penentuan jumlah nilai cacat No
Jenis cacat
Nilai cacat
1
1 (satu) biji hitam
1 (satu)
2
1 (satu) biji hitam sebagian
½ (setengah)
3
1 (satu) biji hitam pecah
½ (setengah)
4
1 (satu) kopi gelondong
1 (satu)
5
1 (satu) biji coklat
¼ (seperempat)
6
1 (satu) kulit kopi ukuran besar
1 (satu)
7
1 (satu) kulit kopi ukuran sedang
½ (setengah)
Jumlah cacat
Jumlah nilai cacat
117
8
1 (satu) kulit kopi ukuran kecil
1/5 (seperlima)
9
1 (satu) biji berkulit tanduk
½ (setengah)
10
1 (satu) kulit tanduk ukuran besar
½ (setengah)
11
1 (satu) kulit tanduk ukuran 1/5 (seperlima) sedang
12
1 (satu) kulit tanduk ukuran kecil
1/10 (sepersepuluh)
13
1 (satu) biji pecah
1/5 (seperlima)
14
1 (satu) biji muda
1/5 (seperlima)
15
1 (satu) biji berlubang satu
1/10 (sepersepuluh)
16
1 (satu) biji berlubang lebih dari 1/5 (seperlima) satu
17
1 (satu) biji bertutul-tutul
1/10 (sepersepuluh)
18
1 (satu) ranting, tanah atau batu 5 (lima) berukuran besar
19
1 (satu) ranting, tanah atau batu 2 (dua) berukuran sedang
20
1 (satu) ranting, tanah atau batu 1 (satu) berukuran kecil Penghitungan kadar kotoran dinyatakan dalam % fraksi massa menggunakan rumus : x 100 % 5.4. SYARAT LULUS UJI Biji kopi dinyatakan lulus uji apabila memenuhi persyaratan baik syarat umum maupun syarat khusus untuk masing-masing jenis biji kopi, seperti pada butir 5.3, kecuali ada kesepakatan antara penjual dan pembeli. 5.5. PENGEMASAN Kopi dikemas dengan satu lapis karung baru yang baik, bersih, dan kering. Berat bersih tiap karung adalah maksimum 100 kg, atau sesuai dengan kesepakatan antara penjual dan pembeli.
6. LAMPIRAN
118
SNI 01-2907-2008 : Biji kopi Lampiran 12. Keputusan menteri kesehatan RI No.23/MEN.KES/SK/1978 tentang pedoman cara produksi yang baik untuk makanan KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR : 23/MEN.KES/SK/I/1978 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI YANG BAIK UNTUK MAKANAN Isi : 1.
PENGERTIAN
2.
LOKASI
3.
BANGUNAN 3.1. Umum 3.2. Tata ruang 3.3. Lantai 3.4. Dinding 3.5. Atap dan langit 3.6. Pintu 3.7. Jendela 3.8. Penerangan 3.9. Ventilasi dan Pengatur suhu
4.
FASILITAS SANITASI 4.1. Umum 4.2. Sarana penyediaan air 4.3. Sarana pembuangan 4.4. Sarana toilet 4.5. Sarana cuci tangan
5.
ALAT PRODUKSI
6.
BAHAN
7.
PROSES PENGOLAHAN 7.1. Formula Dasar 7.2. Protokol Pembuatan
8.
PRODUK AKHIR
119
9.
LABORATORIUM
10. KARYAWAN 11. WADAH DAN PEMBUNGKUS 12. LABEL 13. PENYIMPANAN 13.1. Bahan dan hasil produksi 13.2. Bahan berbahaya 13.3. Wadah 13.4. Label 13.5. Alat dan perlengkapan produksi 14. PEMELIHARAAN 14.1. Bangunan 14.2. Pencegahan masuknya binatang 14.3. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat 14.4. Buangan 14.5. Alat dan perlengkapan
1. PENGERTIAN 1.1. Makanan adalah makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Men.Kes/Per/XII/76 tanggal 31 Desember 1976 1.2. Bangunan adalah tempat-tempat atau ruangan yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi atau penyimpanan makanan 1.3. Ruang pokok adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat proses produksi makanan 1.4. Ruang pelengkap adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat administrasi produksi dan pelayanan karyawan 1.5. Pencemaran makanan adalah peristiwa masuknya zat asing kedalam makanan yang mengakibatkan turunnya mutu makanan 1.6. Permukaan kerja adalah bidang datar tempat melaksanakan kegiatan produksi
120
1.7. Tingkat sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk memastikan jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya, agar tidak membahayakan kesehatan manusia 1.8. Buangan adalah kotoran atau bahan sisa lain dalam rangka kegiatan produksi yang berbentuk padat, cair, atau gas 1.9. Buangan terolah adalah buangan yang telah diolah dengan sistem yang tepat sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. 1.10. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia 2. LOKASI 2.1. Bagaimana harus berada di tempat yang bebas dari pencemaran 2.2. Pencemaran yang tersebut dalam 2.1. dapat bersumber pada : a. Daerah persawahan atau rawa, daerah pembuangan kotoran sampah, daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah berpenduduk padat, daerah penumpukan barang bekas, dan daerah lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran b. Perusahaan lain yang dapat diduga mencemarkan hasil produksi c. Rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak dan atau penggunaannya dengan bangunan d. Pekarangan yang tidak terpelihara, timbunan barang yang tidak teratur, tempat penimbunan bahan sisa atau sampah, tempat bersembunyi atau berkembangbiak serangga, binatang pengerat, dan/atau binatang lain e. Tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan airnya, sehingga terdapat genangan air yang dapat merupakan tempat serangga atau jasad renik berkembang biak 3. BANGUNAN 3.1. Umum 3.1.1. Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene sesuai dengan makanan yang diproduksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak sanitasi dan mudah dipelihara
121
3.2. Tata ruang 3.2.1. Bangunan unit produksi harus terdiri atas ruangan pokok dan ruang pelengkap 3.2.2. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang dimaksud dalam 3.2.1.
harus
terpisah
sedemikian
rupa,
sehingga
tidak
mengakibatkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi. 3.2.3. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Luasnya sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, jenis dan ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang bekerja b. Susunan bagian-bagiannya diatur sesuai dengan urutan proses produksi, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap makanan yang diproduksi 3.2.4. Ruangan pelengkap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja b. Susunan bagian-bagiannya sesuai dengan urutan kegiatan yang dilakukan dan tidak boleh menimbulkan lalu lintas yang simpang siur 3.3. Lantai 3.3.1. Lantai ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Rapat air b. Tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya c. Permukaan rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan d. Untuk ruangan pengolahan yang memerlukan pembilasan air, mempunyai
kelandaian
secukupnya
kearah
saluran
pembuangan dan mempunyai saluran tempat air mengalir atau lubang pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau, dengan memperhatikan pula nomor 14.2 e. Pertemuan antara lantai dan dinding tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung serta rapat air 3.3.2. Lantai ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
122
a. Rapat air b. Tahan terhadap air c. Permukaannya datar, rata, serta halus, tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan d. Ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai kelandaian secukupnya ke arah saluran pembuangan 3.4. Dinding 3.4.1. Dinding ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm diatas permukaan lantai harus rapat air b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, dan berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan sekurang-kurangnya setinggi 2 m dari lantai harus rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam, atau bahan kimia lainnya c. Pertemuan antara dinding dan dinding serta antara dinding dan lantai tidak boleh membentuk sudut mati dan harus melengkung serta rapat air 3.5. Atap dan langit-langit 3.5.1. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan c. Ruangan untuk mandi, cuci, dan sarana toilet, selain harus memenuhi syarat yang disebut huruf a dan b diatas, sekurangkurangnya setinggi 2 m dan lantai harus rapat air 3.5.2. Ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Atas terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor b. Langit-langit
123
(a) dibuat dari bahan yang tidak mudah melepaskan bagianbagiannya (b) tidak terdapat lubang dan tidak retak (c) tahan lama dan mudah dibersihkan (d) tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3 m (e) permukaan dalam harus rata dan berwarna terang 3.6. Pintu 3.6.1. Pintu ruangan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Dibuat dari bahan tahan lama b. Permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan c. Dapat ditutup dengan baik d. Membuka ke luar 3.7. Jendela Jendela harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Dibuat dari bahan tahan lama b. Permukaan rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan c. Sekurang-kurangnya setinggi 1m dari lantai d. Luasnya sesuai dengan besarnya bangunan 3.8. Penerangan Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan 3.9. Ventilasi dan pengatur suhu Ventilasi dan pengatur suhu ruangan pokok dan ruangan pelengkap, baik secara alami maupun buatan, harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Tutup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat merugikan kesehatan b. Dapat mengatur suhu yang diperlukan c. Tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang dialirkan d. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta sudah dibersihkan
124
4. FASILITAS SANITASI 4.1. Umum Bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene 4.2. Sarana penyediaan air 4.2.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang pada pokoknya terdiri atas : a. sumber air b. perpipaan pembawa c. tempat persediaan air d. perpipaan pembagi 4.2.2. Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air harus yang cukup bersih sesuai dengan kebutuhan produksi pada khususnya dan kebutuhan pada perusahaan pada umumnya. 4.2.3. Pemasangan dan bahan sarana penyediaan air harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4.3. Sarana pembuangan 4.3.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang pada pokoknya terdiri atas : a. Saluran dan tempat pembuangan buangan b. Tempat buangan padat c. Sarana pengolahan buangan d. saluran pembuangan buangan terolah 4.3.2. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan padat, cair, dan/atau gas yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan 4.3.3. Pemasangan dan bahan sarana pembuangan harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan 4.4. Sarana toilet a. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan b. Dilengkapi dengan bak cuci tangan
125
c. Diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet d. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan 4.5. Sarana cuci tangan Sarana cuci tangan harus : a. Ditempatkan di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya di tempat pintu masuk ruangan pokok b. Dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulang kali, dengan sabun atau detergen, handuk, atau alat lain untuk mengeringkan tangan dan tempat sampah bertutup c. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan. 5. ALAT PRODUKSI 5.1. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan hygiene 5.2. Alat dan perlengkapan yang disebut selama 5.1. harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. sesuai dengan jenis produksi b. permukaan yang berhubungan dengan makanan harus halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan tidak berkarat c. tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsure atau fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan baker, dan lain-lain d. mudah dibersihkan 6. BAHAN 6.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan 6.2. Bahan tambahan yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan oleh Menteri hanya boleh digunakan dengan izin khusus menteri
126
6.3. Terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang disebut dalam nomor 6.1. sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi 7. PROSES PENGOLAHAN 7.1. Formulasi dasar Untuk jenis produk harus ada formula dasar yang menyebutkan : a. jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku, bahan tambahan, maupun bahan penolong, serta persyaratan mutunya b. jumlah bahan untuk satu kali pengolahan c. tahap-tahap proses pengolahan d. langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan dengan mengingat faktor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan peruraian, pembusukan, kerusakan, dan pencemaran pada produk akhir e. jumlah hasil yang diperoleh untuk satu kali pengolahan f. uraian mengenai wadah, label, serta cara pewadahan dan pembungkusan g. cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir h. hal lain yang dianggap perlu sesuai dengan jenis produk, untuk menjamin dihasilkannya produk yang memenuhi persyaratan 7.2. Protokol pembuatan Untuk setiap satuan pengolahan harus ada instruksi tertulis dalam bentuk protokol pembuatan yang menyebutkan : a. Nama makanan b. Tanggal pembuatan dan nomor kode c. Jenis dan jumlah bahan yang digunakan d. Tahap – tahap pengolahan dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan e. Jumlah hasil pengolahan f. Hal lain yang dianggap perlu
127
8. PRODUK AKHIR 8.1. Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan menteri dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan. 8.2. Produk akhir yang standar mutu atau persyaratnnya belum ditetapkan oleh Menteri, persyaratannya ditentukan sendiri oleh pabrik yang bersangkutan 8.3. Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi, dan/atau biologi 9. LABORATORIUM 9.1. Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan Menteri, harus memiliki laboratorium untuk melakukan pemeriksaan terhadap bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan dan produk akhir. 9.2. Untuk setiap pemeriksaan yang dimaksud dalam 9.1. harus ada protocol pemeriksaan yang menyebutkan : a. Nama makanan b. Tanggal pembuatan c. Tanggal pengambilan contoh d. Jumlah contoh yang diambil e. Kode produksi f. Jenis pemeriksaan yang dilakukan g. Kesimpulan pemeriksaan h. Nama pemeriksaan i. Hal lain yang dianggap perlu 10. KARYAWAN 10.1. Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus : a. Dalam keadaan sehat b. Bebas dari luka, penyakit kulit, atau hal lain yang diduga dapat mengakibatkan pencemaran terhadap hasil produksi c. Diteliti dan diawasi kesehatan secara berkala
128
d. Mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung tangan, tutup kepala dan sepatu yang sesuai e. Mencuci tangan di bak cuci tangan sebelum melakukan pekerjaan f. Menahan diri untuk tidak makan, minum, merokok, meludah atau melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat mengakibatkan pencemaran terhadap produk makanan dan merugikan karyawan lain. 10.2. Perusahaan yang memproduksi makanan harus menunjuk dan menetapkan penanggung jawab untuk bidang produksi dan pengawasan mutu yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Seyogyanya penanggung jawab bidang produksi tidak merangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu. 11. WADAH DAN PEMBUNGKUS 11.1. Wadah dan pembungkus untuk makanan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya terhadap pengaruh dari luar b. Tidak berpengaruh terhadap isi c. Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan d. Menjamin keutuhan dan keaslian isinya e. Tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan peredaran f. Tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen 11.2. Sebelum digunakan wadah harus : a. Dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi b. steril bagi jenis produk yang akan diisi secara aseptik. 12. LABEL 12.1. Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebut dalam peraturan Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan.
129
12.2. Label makanan harus dibuat dengan ukuran,kombinasi warna dan/atau bentuk yang berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibedabedakan. 13. PENYIMPANAN 13.1. Bahan dan hasil produksi 13.1.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir harus disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan yang bersih, bebas serangga, binatang pengerat dan/atau binatang lain, cukup penerangan, terjamin peredaran udara dan pada suhu yang sesuai. 13.1.2. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir harus ditandai dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga: a. Jelas dibedakan antara yang belum diperiksa dan yang sudah diperiksa b. Jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dan yang tidak memenuhi persyaratan c. Bahan yang terdahulu diterima, digunakan terlebih dahulu. d. Produk akhir yang terdahulu dibuat, diedarkan terlebih dahulu 13.1.3. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir harus disimpan dengan sistem kartu : a. Untuk bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong harus disebutkan nama, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan b. Untuk produk akhir harus disebutkan nama, tanggal pembuatan, kode produksi, tanggal penerimaan, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, tujuan pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan 13.2. Bahan berbahaya 13.2.1.Bahan seperti insektisida, rodetisida, desinfektan, bahan yang mudah meledak dan lain-lain harus disimpan dalam ruangan
130
tersendiri
dan
diawasi
sedemikian
rupa,
sehingga
tidak
membahayakan atau mencemari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk akhir 13.3. Wadah Wadah dan pembungkus harus disimpan rapi ditempat yang bersih dan terlindung dari pencemaran 13.4. Label Label harus disimpan dengan baik dan diatur sedemikian rupa, hingga tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan 13.5. Alat dan perlengkapan produksi Alat dan perlengkapan produksi yang telah dibersihkan dan kenakan tindak sanitasi yang belum digunakan harus disimpan sedemikian rupa hingga terlindung dari debu atau pencemaran lain 14. PEMELIHARAAN 14.1. Bangunan Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik 14.2. Pencegahan masuknya binatang Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang pengerat, unggas dan binatang lainnya ke dalam bangunan 14.3. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida`harus dilakukan dengan hati-hati dan harus dijaga serta dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta produk akhir. 14.4. Buangan 14.4.1. Buangan padat harus dikumpullkan untuk dikubur, dibakar, atau diolah, sehingga aman
131
14.4.2. Buangan air harus diolah dahulu sebelum dialirkan ke luar 14.4.3. Buangan gas harus diatur atau diolah sedemikian rupa, sehingga tidak mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan 14.5. Alat dan Perlengkapan 14.5.1. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk memproduksi makanan yang : a. Berhubungan langsung dengan makanan, harus di bersihkan dan dikenakan tindak sanitasi secara teratur, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir b. Tidak berhubungan langsung dengan makanan, harus selalu dalam keadaan bersih 14.5.2. Alat pengangkutan dan pemindahan barang dalambangunan unit produksi harus bersih dan tidak boleh merusak barang yang diangkut atau dipindahkan, baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong yang digunakan maupun produk akhir. 14.5.3. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih, dapat melindungi produk itu, baik fisik, maupun mutunya, sampai ketempat tujuan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 24 januari 1978 Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(G.A. Siwabessy)
132
Lampiran 13. Delapan kunci SSOP Menurut Food and Drug Administration USA, SSOP umumnya meliputi delapan aspek (8 kunci SSOP), yaitu : Kunci 1. Keamanan air Kunci 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan Kunci 3. Pencegahan kontaminasi silang Kunci 4. Kebersihan pekerja dan fasilitas sanitasi Kunci 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi Kunci 6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat Kunci 7. Pengendalian kesehatan karyawan Kunci 8. Pemberantasan hama
Kunci 1. Keamanan air Air merupakan komponen penting dalam industri pangan yaitu sebagai bagian dari komposisi, untuk mencuci produk, membuat es (glazing), mencuci peralatan/sarana lain, untuk minum, dan sebagainya. Oleh karena itu, dijaga agar tidak ada hubungan silang antara air bersih dan air tidak bersih (pipa saluran air harus teridentifikasi dengan jelas). Sumber air yang digunakan dalam industri pangan : 1) Air PAM, biasanya memenuhi standar mutu; 2) Air sumur, peluang kontaminasinya sangat besar, karena adanya banjir, septictank, air pertanian, dan sebagainya; 3) Air laut (digunakan industri perikanan) harus sesuai dengan standar air minum, kecuali kadar garam. Monitoring keamanan air :
Air PAM : bukti pembayaran dari PAM, fotokopi hasil analisa air dari PAM. Bila ragu disarankan untuk dianalisa tambahan dari laboratorium penguji terakreditasi.
Air sumur : dilakukan sebelum usaha bisnis dimulai. Pengujian kualitas air dari laboratorium penguji pangan yang terakreditasi.
Air laut
: harus dilakukan lebih sering dari air PAM/sumur; dengan
inspeksi secara visual/organoleptik.
133
Tindakan Koreksi : Harus segera lakukan tindakan koreksi bila terjadi atau ditemukan adanya penyimpangan, misal dengan penyetopan saluran, penyetopan proses produksi untuk sementara, atau tarik produk yang terkena. Rekaman : Dilakukan pada setiap monitoring, serta bila terjadi tindakan koreksi. Bentuk rekaman antara lain rekaman monitoring periodik, rekaman periodik inspeksi plumbing, rekaman monitoring sanitasi harian.
Kunci 2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan makanan Monitoring :
Kondisi permukaan yang kontak dengan pangan : dilakukan dengan inspeksi visual terhadap permukaan.
Kebersihan dan sanitasi permukaan yang kontak dengan pangan : apakah terpelihara.
Tipe dan konsentrasi bahan sanitasi : dengan test strips/kits. Verifikasi dilakukan dengan pengujian mikrobial permukaan secara berkala.
Kebersihan sarung tangan dan pakaian pekerja : apakah dalam kondisi baik. Tindakan koreksi : Bila terjadi konsentrasi sanitiser bervariasi setiap hari
maka harus memperbaiki/mengganti peralatan dan melatih operator. Observasi pertemuan dua meja, bila terisi rontokan produk maka pisahkan agar mudah dibersihkan. Bila meja kerja menunjukkan tanda korosi maka perbaiki/ganti meja yang tidak korosi. Rekaman : Dilakukan pada setiap monitoring dan bila terjadi koreksi. Bentuk rekaman antara lain monitoring periodik dan rekaman monitoring sanitasi harian/bulanan.
Kunci 3. Pencegahan kontaminasi silang Kontaminasi silang sering terjadi pada industri pangan akibat kurang dipahaminya masalah ini. Beberapa hal untuk pencegahan kontaminasi silang adalah : tindakan karyawan untuk pencegahan, pemisahan bahan dengan produk siap konsumsi, dan desain sarana prasarana.
134
Monitoring :
Pemisahan yang cukup antara aktivitas penanganan dan pengolahan bahan baku dengan produk jadi.
Pemisahan yang cukup produk-produk dalam penyimpanan.
Pembersihan dan sanitasi area, alat penanganan dan pengolahan pangan.
Praktek higiene pekerja, pakaian dan pencucian tangan.
Praktek pekerja dan peralatan dalam menangani produk.
Arus pergerakan pekerja dalam pabrik dan unit usaha perlu diatur alirannya dengan baik. Tindakan koreksi : Bila pada monitoring terjadi ketidaksesuaian yang
mengakibatkan kontaminasi silang maka hentikan aktivitas sampai situasi kembali sesuai; ambil tindakan pencegahan terjadinya pengulangan; evaluasi keamanan produk, jika perlu disposisi ke produk lain, reproses atau dibuang bila produk terkontaminasi. Rekaman : Dokumentasikan koreksi yang dilakukan. Rekaman periodik saat dilakukan monitoring.
Kunci 4. Kebersihan pekerja dan fasilitas sanitasi Kondisi fasilitas cuci tangan, toilet dan sanitasi tangan sangat penting untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap proses produksi pangan. Kontaminasi akibat kondisi fasilitas tersebut akan bersifat fatal, karena diakibatkan oleh bakteri patogen. Monitoring : Mendorong program pencucian tangan untuk mencegah penyebaran kotoran dan mikroorganisme patogen pada area penanganan, pengolahan dan produk pangan. Koreksi : Perbaiki atau isi bahan perlengkapan toilet dan tempat cuci tangan, buang dan buat larutan baru jika konsentrasi bahan sanitasi salah, observasi catatan tindakan koreksi ketika kondisi sanitasi tidak sesuai, dan perbaiki toilet yang rusak. Rekaman : Rekaman yang dapat dilakukan untuk menjaga kunci sanitasi seperti kondisi dan lokasi fasilitas cuci tangan, toilet, kondisi dan ketersediaan
135
tempat sanitasi tangan, konsentrasi bahan sanitasi tangan, dan tindakan koreksi pada kondisi yang tidak sesuai.
Kunci 5. Pencegahan atau perlindungan dari adulterasi Tujuannya adalah untuk menjamin bahwa produk pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak langsung dengan pangan terlindung dari kontaminasi mikrobial, kimia dan fisik. Monitoring : Bahan-bahan berpotensi toksin dan air yang tidak saniter, dilakukan dalam frekuensi cukup, saat dimulai produksi dan setiap 4 jam, observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Tindakan koreksi : Hilangkan bahan kontaminasi dari permukaan, perbaiki aliran udara suhu ruang untuk mengurangi kondensasi, gunakan air pencuci kaki dan roda truk sebelum masuk ruang prosesing, serta buang bahan kimia tanpa label.
Kunci 6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat Tujuan monitoring di kunsi 6 ini adalah untuk menjamin bahwa pelabelan, penyimpanan dan penggunaan bahan toksin adalah benar untuk proteksi produk dari kontaminasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelabelan ialah nama bahan/larutan dalam wadah; nama dan alamat produsen/distributor; petunjuk penggunaan; label wadah untuk kerja harus menunjukkan nama bahan/larutan dalam wadah dan petunjuk penggunaannya. Waktu monitoring : frekuensi yang cukup; direkomendasikan paling tidak sekali sehari; observasi kondisi dan aktivitas sepanjang hari. Penyimpanan bahan yang bersifat toksin seharusnya : a) tempat dan akses terbatas; b) memisahkan bahan food grade dengan non food grade; c) jauhkan dari peralatan dan barang-barang kontak dengan produk; d) penggunaan bahan toksin harus menurut instruksi perusahaan produsen; dan e) prosedur yang menjamin tidak akan mencemari produk. Tindakan Koreksi : Bila terjadi ketidak sesuaian pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksin, maka koreksinya antara lain : pindahkan bahan
136
toksin yang tidak benar penyimpanannya; kembalikan ke pemasok bahan yang tidak diberi label dengan benar; perbaiki label; buang wadah rusak; periksa keamanan produk; dan diadakan pelatihan Rekaman : Rekaman kontrol sanitasi periodik, rekaman kontrol sanitasi harian, dan log informasi harian.
Kunci 7. Pengendalian kesehatan karyawan Tujuan dari kunci 7 ini adalah untuk mengelola personil yang mempunyai tanda-tanda penyakit, luka atau kondisi lain yang dapat menjadi sumber kontaminasi mikrobiologi. Tujuan monitoring ini untuk mengontrol kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan kontaminasi mikrobiologi pada pangan, bahan pengemas, dan permukaan kontak dengan pangan. Beberapa tanda kesehatan yang perlu perhatian pada monitoring : diare, demam, muntah, penyakit kuning, radang tenggorokan, luka kulit, bisul dan dark urine. Tindakan Koreksi : Tindakan yang harus dilakukan oleh manajemen ialah memulangkan/mengistirahatkan
personil,
mencover
bagian
luka
dengan
impermeable bandage. Rekaman : Data kesehatan hasil pemeriksaan kesehatan reguler dan rekaman tindakan koreksi bila terjadi penyimpangan.
Kunci 8. Pemberantasan Hama Tujuan dari kunci 8 ini adalah untuk menjamin tidak adanya pest (hama) dalam bangunan pengolahan pangan. Tujuan monitoring untuk mengkonfirmasikan bahwa hama (pest) telah dikeluarkan dari area pengolahan seluas-luasnya dan prosedur diikuti untuk mencegah investasi. Monitoring dilakukan dengan inspeksi visual, tempat persembunyian tikus, alat perangkap tikus, alat menjaga kebersihan dan memfasilitasi pengawasan. Koreksi : Misal, setelah gunakan pestisida dan perangkap, lalat kembali masuki ruang pengolahan, maka tambahkan “air curtain” di atas pintu luar dan pindahkan wadah buangan. Rekaman : Rekaman kontrol sanitasi periodik dan rekaman kontrol sanitasi harian.
137
Lampiran 14. Pangan yang mengandung kafein Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang dikenal sebagai trimetilsantin yang dapat dijumpai secara alami dalam makanan contohnya pada biji kopi (Coffea sp.), biji coklat (Theobroma cacao L.), daun teh (Camelia sinensis), buah kola (Cola nitida), guarana dan mate. Kafein juga terdapat pada minuman kopi, teh, kola, coklat, minuman energi (energy drink) maupun obatobatan (non pangan) (IFIC, 2008). Sebagian besar obat flu mengandung kafein dalam bahannya dengan tujuan menyeimbangkan dorongan rasa kantuk akibat bahan-bahan lainnya. Kola merupakan sejenis minuman manis berkarbonasi yang biasanya mengandung pewarna karamel dan mengandung kafein. Minuman kola yang beredar dipasaran adalah campuran dari lemon, kayu manis dan vanila. Namun kandungan utama kola berasal dari biji tumbuhan yang disebut kola (Cola nitida). Kafein yang ditambahkan dalam minuman ringan jenis ini hanya digunakan sebagai agen penambah rasa (IFIC, 2008). Minuman energi (energy drink) adalah minuman yang mengandung stimulan yang diizinkan, vitamin (terutama vitamin B), dan mineral. Minuman jenis ini bertujuan memberikan tambahan energi dengan cepat bagi peminumnya. Umumnya kafein digunakan sebagai pembangkit tenaga ekstra, sedangkan gula digunakan sebagai sumber energi tambahan. Beberapa minuman energi ada yang mengandung gula dengan kadar tinggi atau glukosa, dan beberapa lainnya menggunakan pemanis buatan yang telah diizinkan penggunaannya oleh BPOM (Wikipedia, 2010). Kandungan kafein dalam produk makanan bervariasi tergantung ukuran penyajian, jenis produk, dan metode penyiapan. Pada minuman teh dan kopi, varietas tanaman juga mempengaruhi kandungan kafein. Menurut data Departemen Pertanian Amerika Serikat, kandungan kafein dalam satu cangkir kopi sekitar 137 mg, satu kaleng kola mengandung 46 mg, satu cangkir teh mengandung sekitar 47 mg, dan satu ons cokelat mengandung 20 mg kafein (Michels et al., 2005).
138
Lampiran 15. Mekanisme kerja kafein Kafein memiliki efek farmakologis sebagai perangsang sistem syaraf pusat, jantung, dan pernapasan. Berdasarkan efek farmakologis tersebut seringkali kafein ditambahkan dalam jumlah tertentu pada minuman suplemen. Kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor adenosin dalam sel syaraf yang akan memacu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula pada aliran darah sehingga menghasilkan energi ekstra. Namun berbeda dengan ikatan adenosin asli dengan reseptor, kafein tidak memperlambat gerak sel tubuh. Kafein akan membalikkan semua kerja adenosin, sehingga tubuh tidak lagi mengantuk, tetapi muncul perasaan segar, sedikit gembira, mata terbuka lebih lebar, namun jantung juga akan berdetak lebih cepat, tekanan darah naik, otot-otot berkontraksi dan hati akan melepas gula ke aliran darah yang akan membentuk energi ekstra (Erlangga, 2010). Kafein diserap dengan sempurna dalam sistem pencernaan tubuh selama 30-60 menit kemudian. Maksimum efek yang terjadi di otak akan muncul dalam dua jam (Evelin, 2006). Selanjutnya, setengah dari kandungan kafein yang diminum bisa bertahan beberapa jam dalam tubuh sehingga membuat mata susah terpejam. Kalaupun dipaksa, kualitas tidur akan berkurang dan terus akan menumpuk selama terus mengkonsumsi kafein, sehingga mengurangi kadar vitalitas tubuh. Efek samping dari penggunaan kafein secara berlebihan (overdosis) dapat menyebabkan gugup, gelisah, tremor (tangan gemetar), insomnia, hiperestesia, mual, dan kejang (Nersyanti, 2003).
139
Lampiran 16. Perbedaan senyawa dalam tiap jenis rempah Lada hitam (Piper nigrum L.) memiliki dua sifat yang khas yaitu rasa yang pedas menyengat dan menggigit (pungency) serta aroma yang khas. Rasa pedas lada diakibatkan oleh adanya zat piperine dan chavicine. Rempah-rempah lain yang juga menghasilkan rasa pedas adalah cabe (tanaman genus Capsicum) dan jahe (Zingiber officinale). Rasa pedas cabe berasal dari zat capsaicin, sedangkan rasa pedas jahe berasal dari zat gingerol dan shogaol. Berbeda dengan cabe, rasa pedas lada hitam cenderung gurih dan cepat hilang aromanya. Aroma dan flavor lada ditentukan oleh komposisi aromatik minyak uap volatil. Capsaicin pada cabe dan piperine serta chavicine pada lada hitam merupakan senyawa bukan volatil dengan struktur dasar golongan asam amida. Senyawa ini memberikan sensasi rasa pedas (pungency) yang lebih panas dibandingkan dengan gingerol dan shogaol pada jahe yang merupakan senyawa volatil dengan gugus karbonil. Rasa pedas jahe kurang stabil dibandingkan dengan rasa cabe dan lada hitam. Struktur kimia capsaicin, piperine, dan gingerol dapat dilihat pada Gambar.
(1)
(2)
(3) Gambar . (1) Piperine, (2) Capsaicin, dan (3) Gingerol (Wikipedia, 2010) Rasa cabe paling stabil terhadap pemanasan karena kandungan minyak esensialnya yang tinggi. Capsaicin pada cabe tahan panas sehingga rasanya tetap menggigit, sedangkan zat aktif lada hitam memudar sewaktu dimasak. Gingerol
140
memberikan efek yang mirip dengan capsaicin, tetapi kadarnya akan turun sewaktu dimasak. Efek capsaicin cabe dan piperine lada berdurasi lebih lama di mulut dan kerongkongan. Zat aktif lada dan cabe tidak larut dalam air, namun kalah dengan kombinasi lemak dan alkohol, sehingga minum air tidak akan cepat mengurangi pedas di mulut (Alimusa, 2010). Selain sebagai pemberi rasa (pungency), cabe digunakan sebagai pewarna, sedangkan lada hitam dan jahe digunakan sebagai pemberi flavor dan penghilang bau. Selain itu, jahe mengandung senyawa fenolik sehingga bisa mempengaruhi tekstur pada makanan.
141
Lampiran 17. Cupping test Cupping Test atau Coffee Cupping adalah suatu kegiatan mencoba cita rasa suatu produk kopi untuk mengetahui kualitas kopi tersebut dengan cara memberikan penilaian. Kegiatan penilaian ini dilakukan dangan cara Mencium (Sniffing), Menyeruput (Slurping), dan Meneguk (Swallowing) minuman kopi tersebut. Total nilai cupping test antara 6,0 sampai 10,0. Sebelum melakukan cupping test perlu dilakukan persiapan antara lain air panas, gelas, sendok dan beberapa produk kopi berupa serbuk kopi yang siap untuk diseduh. Selain itu perlu disiapkan juga Cupping Form, Tester Flavor Wheel, dan pulpen untuk melakukan penilaian. Menurut SCAA (Specialty Coffee Association of America), persiapan dilakukan dengan menyiapkan lima buah cawan untuk tiap macam sampel. Tiap cawan berisi 8,25 g kopi bubuk per 150 ml air, atau sebanding. Kemudian diseduh dengan air 93°C dan diamkan dahulu selama empat menit. Variabel-variabel dalam penilaian meliputi
Agtron Number (penilaian
warna dari biji kopi setelah disangrai dan digilling), Fragrance ( keharuman dari suatu kopi sebelum diseduh), Aroma (sensasi keharuman sesaat setelah kopi diseduh), Acidity (tingkat keasaman kopi saat diseruput ke dalam mulut yang dirasakan oleh indera pengecapan/lidah), Flavor (kombinsi aroma dan rasa di belakang lidah saat kopi diseruput), Body (rasa “ketebalan” atau kekentalan dari kopi tersebut saat berada di mulut), Aftertaste (sensasi dan rasa kopi saat memasuki kerongkongan saat ditelan), Balance (keseimbangan tiap rasa), Clean Cup (kejanggalan rasa), Uniform (keserasian), Sweetness (kemanisan), dan Overall (keseluruhan) serta Nilai Eksotis (khusus untuk kopi luwak) ( Maolana, 2008).
142
Lampiran 18. Elemen persyaratan sistem mutu menurut SNI ISO 9001:2008 1. Sistem manajemen mutu a. Persyaratan umum b. Persyaratan dokumentasi 1) Umum 2) Manual mutu 3) Pengendalian dokumen 4) Pengendalian rekaman 2. Tanggung jawab manajemen a. Komitmen manajemen b. Fokus pada pelanggan c. Kebijakan mutu d. Perencanaan e. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi 3. Pengelolaan sumber daya a. Penyediaan sumber daya b. Sumber daya manusia c. Prasarana d. Lingkungan kerja 4. Realisasi produk a. Perencanaan realisasi produk b. Proses yang berkaitan dengan pelanggan c. Desain dan pengembangan d. Pembelian e. Produksi dan penyediaan jasa f. Pengendalian peralatan pemantauan dan pengukuran 5. Pengukuran, analisis, dan perbaikan a. Umum b. Pemantauan dan pengukuran c. Pengendalian produk yang tidak sesuai d. Analisis data e. Perbaikan