SKRIPSI
ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)
Oleh : UPI MUFLIHATI F14102071
2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : UPI MUFLIHATI F14102071
2006 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
ANALISIS POLA ALIRAN UDARA DAN SUHU PADA KANDANG AYAM PEDAGING BERATAP MONITOR MENGGUNAKAN TEKNIK COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : UPI MUFLIHATI F14102071
Dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1983 Di Pandeglang
Menyetujui,
Ir. Meiske Widyarti, M.Eng
Dr. Ir. Dyah Wulandini, M.Si
Pembimbing I
Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS Ketua Departemen TEP
3
UPI MUFLIHATI. Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu di dalam Kandang Ayam Pedaging Beratap Monitor dengan Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD). Dibawah Bimbingan Ir. MEISKE WIDYARTI, M. Eng dan Dr Ir. DYAH WULANDINI, M. Si RINGKASAN Daging ayam merupakan salah satu jenis makanan sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau untuk mayoritas penduduk dan banyak disukai. Ayam ras broiler merupakan ternak unggas yang diusahakan dalam skala rumah tangga dan industri peternakan. Dalam usaha peningkatan kuantitas dan kualitas produksi, selain faktor bibit dan makanan, juga diperlukan suatu perkandangan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Dalam hal ini kandang merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam usaha budidaya ayam ras broiler. Kandang yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan teknis untuk perkembangan ayam dan mampu menyediakan kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan oleh ayam. Lingkungan mikro yang sangat berpengaruh dalam budidaya ayam adalah suhu, RH, dan pola aliran udara di dalam kandang. Untuk mengetahui kondisi suhu dan pola aliran udara di dalam kandang dapat dilakukan analisis terhadap suhu dan pola aliran udara di dalam kandang, salah satu metoda menganalisis suhu dan pola aliran di dalam kandang adalah dengan metode Computational Flid Dynamic (CFD). Penelitian ini bertujuan untuk menga nilisis pola aliran udara dan suhu di dalam kandang ayam ras pedaging dengan menggunakan CFD, melakukan validasi suhu dan pola aliran udara hasil pengukuran dengan hasil CFD, menganilisi RH, dan menganalisis kesesuaian kandang untuk kebutuhan ayam. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2006 di Laboratorium Lapangan Kandang Unggas Blok B Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa hasil simulasi suhu menunjukkan pola sebaran suhu di dalam kandang seragam, dengan standar deviasi rata-rata 0.05ºC. Sedangkan pola sebaran aliran udara tidak seragam, dengan kecepatan udara maksimum sebesar 0.56 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian belakang dan kecepatan udara minimum adalah 0.07 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian samping, dengan standar deviasi rata-rata kecepatan udaranya adalah 0.49m/det. Hasil validasi pada suhu menunjukkan bahwa suhu hasil pengukuran dengan hasil simulasi valid untuk simulasi pada pukul 08.00, 12.00, dan 14.00, sedangkan untuk simulasi pada pukul 16.00 tidak valid. Hasil validasi kecepatan udara menunjukkan adanya perbedaan yang tinggi antara kecepatan udara hasil simulasi dengan kecepatan udara hasil pengukuran. RH udara rata-rata di dalam kandang adalah 73%, belum mencapai tingkat yang optimum untuk kebutuhan ayam. Suhu udara minimum di dalam kandang adalah 27ºC dan suhu maksimum di dalam kandang adalah 33.1 ºC, belum mencapai suhu kandang optimum yang dibutuhkan oleh ayam. Dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil simulasi disimpulkan bahwa adanya bukaan pada atap memberikan kontribusi pada sirkulasi udara yang terjadi di dalam kandang.
4
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pandeglang pada tanggal 22 Oktober 1983, anak dari pasangan M. Indik dan Sukriyah. Anak ke-sembilan dari sepuluh bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SD Islam Mathla’ul Anwar Pusat Menes, Pandeglang (tahun lulus 1996), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di MTs. Mathla’ul Anwar Pusat Menes, Pandeglang (tahun lulus 1999), dan Sekolah Menegah Umum di SMU N 1 Pandeglang (tahun lulus 2002). Pada tahun 2002, penulis melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2003 penulis lulus dari program Tingkat Persiapan Bersama (TPB) dan masuk Fakultas Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Pertanian, Sub Program Studi Teknik Sipil Pertanian. Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis telah melakukan Praktek Lapangan di Dinas Pertanian dan Peternakan di Pandeglang, Banten pada tahun 2005, aktif
di Rohis Kelas TEP angkatan 39 sebagai Koordinator Keputrian
periode 2003-2004. penulis juga aktif di DKM AL Fath FATETA sebagai Staf Pengembangan Sumberdaya Manusia periode 2003-2004, sebagai Kepala Departemen Keputrian DKM Al Fath periode 2004-2005, sebagai koordinator Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keputrian Al Fath periode 2005-2006. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melakukan penelitian dalam rangka menyusun karya tulis ilmiah dengan judul ”Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu pada Kandang Ayam Ras Pedaging Beratap Monitor Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD)” dibawah bimbingan Ir. Meiske Widyarti, M. Eng sebagai pembimbing I, dan Dr. Ir. Dyah Wulandini, M. Si sebagai pembimbing II.
5
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, Yang Maha pemberi rahmat bagi umat Nya, yang Maha pemberi kemudahan atas setiap kesulitan hamba Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pola Aliran Udara dan Suhu pada Kandang Ayam Pedaging Beratap Monitor Menggunakan Teknik Computational Fluid Dynamic (CFD)”. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarganya, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang senantiasa berjuang dalam mengembalikan kemuliaaan Islam di muka bumi ini. Dalam pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Meiske Widyarti, M. Eng. selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Ir. Dyah Wulandini, M. Si. selaku pembimbing II atas bimbingannya kepada penulis selama ini. kepada Ibu Ir. Suniarsih, M. Si. atas kemudahan fasilitas yang diberikan selama pengambilan data dilakukan. Pak Ahmad, Pak Harto, dan Pak Tresnandi atas bantuannya kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga untuk keluarga tercinta, Ibu dan Abah untuk cinta, dukungan, dan do’a yang senantiasa dipanjatkan
untuk
kesuksesan
penulis,
T,Eti&K’Agus,
A’Aep&T’Heni,
A’Uuf&T’Tatu, A’Olih&T’Iin, T’Mia&K’Iksan, A’Iif&T’Desi, T’Susi, A’Iwan dan adikku tercinta Tahir atas dukungannya selama ini. Untuk keponakankeponakanku, Yogi, Neng, Puput, Gagan, Kiki, Abi, Galih, Aip, Nida, Nadia, Fajri, Nabil, dan Ahmad atas keceriaannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Baby dan B’gon atas kekompakkannya, teman-teman ACESC’39, serta teman-teman TEP’39, atas kebersamaannya, Nini, Asti, Neng, Ratih, dan Didi atas persahabatannya, temanteman di SA, T’Siti, Nisa, Denop, Zikra, Nunung, dan Ida, teman-teman seperjuanganku di DKM Al Fath, atas indahnya ikatan akidah ini. Serta pihakpihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini tetapi tidak dapat penulis tuliskan satu per satu.
6
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk kepentingan perbaikannya. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Bogor, September 2006
Upi Muflihati
ii
7
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ................................................................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ......................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
ix
DAFTAR SIMBOL ...................................................................................
xii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 18 A. Latar Belakang ...........................................................................................18 B. Tujuan.........................................................................................................19 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 20 A. Ayam Ras Broiler ( Ayam Ras Pedaging ) ................................................20 B. Kandang .....................................................................................................21 C. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara .....................................................23 D. Angin..........................................................................................................25 E. Ventilasi .....................................................................................................26 F. Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamic(CFD) .............................27 III. PENDEKATAN TEORITIK.......................................................................... 29 A. Teknik Simulasi CFD.................................................................................29 B. Perhitungan RH..........................................................................................32 C. Perhitungan Kecepatan Udara ....................................................................34 D. Analisis Teknik ..........................................................................................35 IV. PERCOBAAN ................................................................................................ 36 A. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................36 B. Alat dan Bahan...........................................................................................36 C. Parameter Yang Diukur ..............................................................................37 D. Metode........................................................................................................38 E. Model Kandang..........................................................................................39 F. Kondisi Awal Dalam Simulasi CFD ..........................................................39 G. Kondisi Batas Dalam Simulasi CFD..........................................................40 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 41 A. Simulasi CFD Untuk Kandang Ayam........................................................41 1. Bentuk Do main 3D Kandang Ayam ................................................... 41 2. Sebaran Suhu Di Dalam Kandang....................................................... 43 3. Sebaran RH di Dalam Kandang .......................................................... 46 4. Sebaran Kecepatan Angin di Dalam Kandang.................................... 47 B. Validasi Hasil Simulasi..............................................................................52 1. Validasi Suhu ...................................................................................... 52 2. Validasi RH......................................................................................... 55 3. Validasi Kecepatan Angin................................................................... 58 C. Kondisi Lingkungan Kandang ...................................................................61
8
1. Suhu..................................................................................................... 61 2. RH ....................................................................................................... 63 3. Pola Aliran Udara di Dalam Kandang................................................. 64 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 66 A. Kesimpulan.................................................................................................66 B. Saran...........................................................................................................67 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 68 DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... 70
iv9
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor ayam ras pedaging................................................................
4
Tabel 2. Pengaruh temperatur terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari ..............................
7
Tabel 3. Suhu udara rata-rata harian di dalam kand ang ...........................
44
Tabel 4. Kecepatan Udara Rata-rata Pada Outlet ....................................
47
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Tipe-tipe atap yang digunakan untuk kandang ...................
5
Gambar 2.
Diagram proses pemanasan pada kurva psikrometrik..........
16
Gambar 3.
Lokasi titik-titik pengukuran ..............................................
20
Gambar 4.
Geometri model kandang hasil simulasi skenario 1.............
24
Gambar 5.
Geometri model kandang hasil simulasi skenario 2 ............
25
Gambar 6.
Proses iterasi pada skenario 1 ..............................................
26
Gambar 7.
Proses iterasi pada skenario 2 ..............................................
26
Gambar 8.
Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .................................................
Gambar 9.
Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 12.00 pada bidang YZ, pada X= 3.5 m ................................................
Gambar 10.
33
Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m....
Gambar 18.
32
Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m....
Gambar 17.
32
Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m ................................................
Gambar 16.
31
Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .................................................
Gambar 15.
30
Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .................................................
Gambar 14.
29
Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .................................................
Gambar 13.
29
Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .................................................
Gambar 12.
28
Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m ..................................................
Gambar 11.
27
34
Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m....
34
11
Gambar 19.
Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m..
Gambar 20.
35
Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada X=3.5 m .................................................
Gambar 21.
36
Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada X=3.5 m .................................................
Gambar 22.
36
Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada X=3.5 m .................................................
Gambar 23.
37
Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada X=3.5 m..................................................
Gambar 24.
37
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada Z = 0.2 m ..............................................
Gambar 25.
39
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada Z = 0.2 m ..............................................
Gambar 26.
39
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada Z = 0.2 m ..............................................
Gambar 27.
40
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terh dap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada Z = 0.2 m ...............................................
Gambar 28.
40
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (Vsimulasi) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada Z = 0.2 m ............................
Gambar 29.
41
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (Vsimulasi) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada Z = 0.2 m ............................
42
vii 12
Gambar 30.
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (Vsimulasi) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada Z = 0.2 m ............................
Gambar 31.
42
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (Vsimulasi) terhadap kecepatan pengukuran (V ukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada Z = 0.2 m ............................
43
viii 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Kandang ...........................................................................
54
Lampiran 2.
Denah tata letak kandang .................................................
57
Lampiran 3.
Data Input CFD ................................................................
58
Lampiran 4.
Contoh Perhitungan ..........................................................
59
Lampiran 5.
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada x=3.5 m) ........................................................
Lampiran 6.
60
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada y=26 m) .........................................................
Lampiran 7.
61
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada x=3.5 m) ........................................................
Lampiran 8.
62
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada y=26 m) .........................................................
Lampiran 9.
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta
nilai standar deviasinya (Skenario 2
simulasi 14.00, pada x=3.5 m) ......................................... Lampiran 10.
63
64
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada y=26 m) ..........................................................
Lampiran 11.
65
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasI CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada x=3.5 m) ........................................................
Lampiran 12.
66
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada y=26 m) .........................................................
67
14
Lampiran 13.
RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi
08.00, pada
z=0.2 m) ........................................................................... Lampiran 13.
Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar devia sinya (Skenario 1 simulasi
12.00, pada
z=0.2 m) ........................................................................... Lampiran 13.
14.00, pada
z=0.2 m) ...........................................................................
16.00, pada
z=0.2 m) ...........................................................................
72
Vektor kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .......................................
Lampiran 18.
72
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m .............................
Lampiran 18.
71
Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m ........................................
Lampiran 17.
71
Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .......................................
Lampiran 17.
70
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m .............................
Lampiran 16.
70
Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m ........................................
Lampiran 16.
69
Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m .......................................
Lampiran 15.
69
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukuL 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m .............................
Lampiran 15.
68
Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m .......................................
Lampiran 14.
68
Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi
Lampiran 14.
68
Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi
Lampiran 13.
68
73
Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00 pada bidang XZ pada Y = 26 m ........................................
73
15x
Lampiran 29.
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m .............................
Lampiran 29.
74
Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m ......................................
74
16 xi
DAFTAR SIMBOL
Simbol A a Cp F g H h I K L Lg m P Patm ? r RH T t ?T v v? x u
Satuan luas absorbsivitas panas jenis faktor koreksi percepatan gravitasi entalpi koefisien pindah panas iradiasi surya konduktivitas panas panjang karakteristik panjang tali gabus massa bola gabus tekanan tekanan atmosfer massa jenis jari-jari gabus kelembaban relatif suhu waktu selang waktu kecepatan udara kecepatan udara simpangan gabus nilai pengukuran
m
2
(kJ/kg°C) 2
(m/s ) (kJ/kg uap air) 2 (W/m °C) 2 (W/m ) 2 (W/m °C) (m) (cm) (kg) (Pa) (Pa) 3 (kg/m ) (m) (%) (°C) (menit) (menit) (m/s) (m/s) (cm)
Subskip: a in IR out r
udara luar inlet iradiasi outlet udara dalam ruang
17
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu jenis makanan sumber protein hewani yang harganya relatif terjangkau untuk mayoritas penduduk dan banyak disukai. Untuk memenuhi permintaan akan daging ayam yang terus meningkat, saat ini semakin berkembang usaha peternakan ayam ras pedaging, baik yang dikelola oleh peternakan rakyat, perorangan maupun badan usaha. Ayam ras pedaging (broiler) merupakan ternak unggas yang diusahakan dalam skala rumah tangga dan industri peternakan. Ayam ras pedaging secara genetik sengaja diciptakan sedemikian rupa sehingga dalam waktu yang relatif singkat sudah dapat dipanen. Daging ayam jenis ini adalah daging ayam yang umumnya dijual di pasaran. Dalam usaha peningkatan kualitas dan kuantitas produksi, selain faktor bibit dan makanan, juga diperlukan suatu perkandangan dan manajemen yang baik. Dalam hal ini kandang merupakan salah satu faktor
yang sangat
berpengaruh, karena ayam ras pedaging selama masa pemeliharaannya tinggal di dalam kandang. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan kandang yang mampu menciptakan lingkungan dalam bangunan yang sesuai dengan kebutuhan ayam untuk tumbuh dan berproduksi dengan baik. Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat penting untuk kebutuhan pertumbuhan dan produksi ayam ras pedaging. Suhu yang terlalu tinggi akan menyebabkan nafsu makan ayam berkurang, begitu juga dengan kemampuan untuk mengkonversi pakan menjadi daging berkurang juga. Salah satu usaha agar suhu di dalam kandang tidak terus meningkat dan mendekati suhu yang sesuai dengan kebutuhan ayam dapat dilakukan dengan sistem ventilasi. Bangunan kandang dengan ventilasi yang baik akan memperlancar pertukaran udara dalam kandang, sehingga tidak menimbulkan bau dan mencegah perkembangan bibit penyakit. Ventilasi adalah pertukaran / pergerakan udara melewati bukaan bangunan untuk memindahkan panas yang ada dalam bangunan yang disebabkan oleh radiasi matahari. Ventilasi alamiah
18
merupakan ventilasi yang paling ekonomis. Dengan ventilasi diharapkan pertukaran udara yang lama dengan dengan udara yang baru dapat berlangsung dengan baik Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa ayam membutuhkan kandang yang baik untuk hidupnya. Kandang yang baik adalah kandang yang kondisinya sesuai untuk ayam tersebut, seperti memiliki pola aliran udara yang berjalan dengan baik serta besarnya cukup. Untuk mengetahui apakah pertukaran udara di dalam kandang sudah baik atau belum, perlu dilakukan analisa pola aliran udara. Pemecahan analisis aliran udara dapat dilakukan dengan metode Computational Fluid Dynamic (CFD). Metode CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaanpersamaan keseimbangan massa, momentum dan energi ( Versteeg dan Malalasekera, 1995). Dengan demikian penyelesaian persaman untuk benda dua dimensi atau tiga dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan dengan simultan. Melaui CFD dapat ditentukan desain yang tepat untuk bangunan kandang ayam. B. Tujuan 1. Melakukan analisis dinamika fluida untuk mendapatkan pola sebaran suhu dan kecepatan udara dalam kandang. 2. Melakukan validasi antara hasil pengukuran dengan perhitungan menggunakan CFD. 3. Melakukan analisis kelembaban relatif (RH) udara di dalam kandang. 4. Melakukan analisis kesesuaian kandang untuk produksi ayam.
19
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Ras Broiler ( Ayam Ras Pedaging ) Ayam ras broiler merupakan salah satu jenis ayam yang dipelihara di Indonesia secara komersial dan termasuk ayam tipe pedaging yang telah dikembangkan secara khusus untuk pemasaran pada umur dini. Ayam ras pedaging ini biasanya dijual ketika berbobot sekitar 1.4 kg yaitu pada umur 714 minggu, tergant ung pada efisiensi pengusahaannya (Darmadja, 1993). Sebuah peternakan ayam ras boiler akan lebih berhasil jika ayam yang dipelihara adalah ayam jantan, hal ini karena pertumbuhan ayam jantan lebih baik dari pada ayam betina, begitu juga dengan kemampuan me ngkonversi pakannya (Wathes dan Charles, 1994). Ayam ras pedaging memerlukan lingkungan dan ransum tertentu untuk pertumbuhan dan perkembangannya agar mencapai tingkat yang optimum. Menurut AAK (1991), suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan ayam ras pedaging adalah 21ºC dengan kelembaban relatif yang optimum adalah 60%. Sedangkan menurut Darmadja (1993), ayam ras pedaging yang diternakkan pada suhu 17.0ºC – 18.3ºC akan lebih berat daripada ayam yang diternakkan pada suhu antara 18.3ºC – 35.0ºC, akan tetapi efisiensi pengubahan makanannya lebih kecil. Dalam ransum yang diberikan harus terdapat semua zat makanan yang penting untuk pertumbuhan yang cepat. Selain itu dalam ransum makanan yang diberikan biasanya
ditambahkan
antibiotika dan bahan-bahan tambahan lainnya. Ayam ras pedaging juga memerlukan air dalam jumlah yang cukup. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor ayam ras pedaging dapat dilihat pada Tabel 1.
20
Tabel 1. Rata-rata jumlah ransum dan air minum yang dikonsumsi per ekor ayam ras pedaging Umur
Ransum rata-rata per ekor
Air minum rata-rata per ekor
(minggu)
(kg)
(kg)
Per-minggu
Kumulatif
Per-minggu
Kumuatif
1
91
91
40
40
2
231
322
57
97
3
336
658
76
173
4
455
1113
99
272
5
616
1729
129
401
6
351
2080
160
561
7
945
3025
186
747
8
1036
4061
208
955
Sumber: North (1978)
B. Kandang Menurut Prayitno (1996), kandang merupakan unsur penting dalam menentukan keberhasilan suatu usaha peternakan ayam, karena merupakan tempat hidup ayam sejak awal sampai berproduksi. Dengan demikian kandang harus memenuhi segala persyaratan yang dapat menjamin kesehatan serta pertumbuhan yang baik bagi ayam yang dipelihara, sehingga ayam dapat berproduksi sesuai harapan. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan kandang yang me menuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung terhadap kondisi lingkungan yang merugikan, seperti terik matahari, kedinginan akibat tiupan angin kencang secara langsung dan air hujan, serta mempermudah pelaksanaan dalam pengelolaan ayam yang tinggal di dalamnya (AAK,1991). Ayivor et al (1970) menyatakan bahwa ada empat faktor penting kandang bagi ayam, yaitu: (1) Melindungi ayam dari cuaca buruk, seperti cuaca dingin dan panas serta kelembaban, (2) Melindungi ayam dari pencurian atau serangan binatang lain, (3) Agar mudah dikontrol, dan (4) Memisahkan
21
dan mengelompokkan ayam dengan tingkat umur yang sama sehingga penularan penyakit dapat dicegah. Untuk daerah tropis yang sepanjang hari bersuhu tinggi, sebaiknya letak kandang memanjang arah Timur Barat, hal ini untuk mengatasi jatuhnya sinar matahari secara langsung ke dalam kandang (Rahman, 1979), karena sinar matahari yang secara langsung masuk ke dalam kandang akan menyebabkan kenaikan suhu di dalam kandang. Menurut Neurbauer dan Walker (1961), untuk kandang-kandang tertutup, pencahayaan secara langsung dari sinar radiasi matahari diperoleh dengan cara menghadapkan kandang ke arah Utara Selatan, akan tetapi pada musim panas dibutuhkan efek shading untuk menghindari radiasi matahari secara langsung. Shading diberikan dengan cara menanam pohon-pohon di sebelah Barat dan Timur bangunan. Untuk menjaga ternak dari radiasi matahari berlebih di daerah tropis sebaiknya bangunan kandang diletakkan memanjang ke arah Timur Barat. Menurut Ayivor et al (1970) untuk membangun kandang hendaknya dirancang berdasarkan kebutuhan ruang tiap ekor ayam, ventilasi yang baik, mudah dibersihkan, dan atap yang baik. Bahan bangunan hendaknya dipilih yang tahan serangga, kedap air dan tahan lama. Pemakaian atap dapat dipakai seperti kertas aspal, seng, lembaran kertas, papan yang dilapisi dengan aspal atau genting (Sastroamodjojo,1971). Untuk keperluan kandang yang mengutamakan teknis yang bisa memberikan jaminan bagi kehidupan ayam, antara lain juga ditentukan oleh bentuk atap. Bentuk atap dapat dipilih dari bentuk jongkok, jongkok-A, monitor jongkok-A, bentuk A, monitor-A, monitor-A dua lapis (Prayitno dan Yuwono, 1997).
Gambar 1. Tipe-tipe atap yang digunakan untuk kandang
22
Menurut Neurbauer dan Walker (1961), unggas merupakan sasaran berbagai macam penyakit, dimana penyakit ini lebih sering menyerang ketika kepadatan kandang berlebih, pemeliharaan dan pemberian makan yang tidak tepat, temperatur yang fluktuatif, aliran udara dan kelembaban terlalu tinggi, penjagaan yang tidak cukup dari panas dan dingin, kesalahan sanitasi dan kurangnya cahaya, air dan ventilasi. Penyakit-penyakit ini dapat diantisipasi atau diminimalisir dengan menggunakan manajemen kandang yang baik, ventilasi cukup dan sanitasi kandang yang baik. Sanitasi dapat dipelihara dengan penggunaan selokan beton, lantai berkawat, drainase yang baik dan ketersediaan air bersih. Serlain itu harus ada pembersihan secara rutin pada kandang, pemberian disinfektan dan adanya kandang isolasi bagi ayam yang sakit, serta dengan menjaga kebersihan tanah (Neubauer dan Walker, 1961). C. Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi produktivitas ayam pedaging ada dua, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam berupa sifat-sifat biologis dari ayam ras pedaging itu sendiri, sedangkan faktor luar adalah pengaruh dari suhu lingkungan keadaan tempat atau kandang, makanan dan penyakit. Perbaikan faktor dalam untuk mempertinggi produksi hanya dapat dilakukan dengan perbaikan sifat-sifat genetik dari ayam tersebut (Hammond, 1956). Salah satu faktor luar yang menonjol adalah faktor suhu lingkungan tempat ayam dipelihara (Gozzali,1981). Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah kandang ayam. Bentuk dan kondisi kandang ayam yang memadai akan menciptakan lingkungan yang nyaman bagi ayam tersebut. Hanya ayam-ayam yang hidup nyamanlah yang dapat hidup dan berproduksi secara optimal, sebab mereka akan mampu mengkonversi pakan secara wajar (AAK,1991). Pengaruh faktor luar seperti tinggi dan rendahnya suhu, sistem ventilasi dan adanya gas-gas beracun dalam kandang serta perkandangan yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup ayam akan menyebabkan stress pada ayam. Dari segi praktisnya stress berarti produksi rendah, efisiensi menur un, dan
23
kematian tinggi (Cheng, 1979). Tingkat kematian ayam ras pedaging yang masih dapat ditoleransi adalah sebesar 5% (AAK, 1991). Daerah suhu optimum untuk ayam ras pedaging adalah 20-30ºC, di atas 30ºC ayam akan menderita karena stress (Fisher,1983). Ayam ras pedaging yang diternakan di Indonesia berasal dari negara- negara Barat dan ayam ras pedaging tersebut lebih sesuai bila dipelihara pada suhu kandang antara 1821ºC (Rasyaf,1985). Suhu optimal bagi kehidupan ayam ras pedaging adalah antara 19-21ºC atau bervariasi antara 16-26ºC dengan kelembaban optimal 60% (AAK, 1991). Jika suhu lingkungan terlalu tinggi misalnya 30ºC dan ayam gagal mengatur suhu tubuhnya, maka badan ayam akan panas pula. Akibat meningkatnya suhu lingkungan, nafsu makan ayam menurun dan konversi pakan juga kurang baik, sehingga konsumsi makanan rendah. Akibat rendahnya makanan yang masuk, maka kandungan zat protein yang dapat diambilpun akan menjadi lebih rendah, sehingga menyebabkan laju pertumbuhan pun lambat (AAK,1991). Menurut Prayitno dan Yuwono (1997), suhu produksi yang ideal untuk produksi ayam pedaging adalah 21ºC. pada suhu ini daya konversi pakan paling baik. Pengaruh suhu terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Pengaruh suhu terhadap bobot hidup dan konsumsi pakan pada ayam pedaging umur 1-49 hari Temperatur (ºC)
Bobot Hidup (kg)
Konsumsi Pakan (kg)
Jantan
Betina
Jantan
Betina
10
2.93
2.42
6.15
5.40
15
2.99
2.48
5.95
5.20
20
2.96
2.45
5.65
4.92
25
2.83
2.32
5.26
4.52
30
2.60
2.09
4.78
4.03
Sumber: Charles (1984) cit wathes, 1994
Menurut Esmay (1987), jumlah atau massa air yang bercampur dengan satu unit massa udara kering dalam gram, dari air yang menguap per kilogram udara kering disebut kelembaban relatif. Udara panas mengandung lebih
24
banyak embun daripada udara sejuk dan jika jumlah embun konstan maka kelembaban relatif akan lebih rendah pada suhu tinggi dan sebaliknya akan tinggi pada suhu rendah. Kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kesehatan ternak ayam. Kelembaban yang tinggi menyebabkan ayam peka terhadap penyakit-penyakit pernafasan. Terhadap kelembaban yang terlalu rendah dan suhu yang rendah ayam menunjukkan ketidak cocokannya dengan bergerombol. Uap air di dalam kandang berasal dari berbagai sumber, antara lain pernafasan, kotoran dan air kencing, percikan dari air minum dan lingkungan sekitar kandang. Penguapan terjadi sepanjang hari terus- menerus dan bertambah banyak jika suhu di dalam kandang naik. Sebaliknya bila kelembaban rendah dapat diatasi dengan menyemprotkan air bersih berupa kabut ke dinding sampai dicapai kelembaban yang ideal. Bagi ayam ras pedaging kelembaban yang ideal antara 60-70% (Prayitno dan Yuwono,1997). D. Angin Dalam bentuk yang sangat sederhana, angin dapat dibatasi sebagai gerak horizontal udara relatif terhadap permukaan bumi. Batasan ini diasumsikan bahwa seluruh gerakan udara secara vertikal kecepatannya dapat diabaikan karena relatif rendah, akibat diredam oleh gaya gravitasi bumi. Angin terjadi disebabkan karena adanya perbedaan tekanan. Menurut Timmons, Bottcer dan Baughman (1984), perbedaan tekanan antara luar dan dalam bangunan pertanian disebabkan oleh dua hal: 1. Perbedaan ketinggian antara netral plane dengan sumbu tengah dinding pada bangunan. Netral plane adalah suatu ketinggian dimana tekanan statik luar dan dalam bangunan pertanian adalah sama besar. 2. Perbedaan berat spesifik udara luar dan dalam bangunan. Apabila berat spesifik udara luar lebih tinggi dari berat spesifik udara dalam bangunan dan keduanya homogen maka variasi tekanan hidrostatis akan terjadi (Bot, 1983).
25
E. Ventilasi Ventilasi digunakan untuk mengendalikan suhu, kelembaban udara, kadar amoniak serta pergerakan udara, bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan manusia dalam bekerja dan menciptakan kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan untuk proses-proses yang berlangsung di dalamnya. Disamping kebutuhan ventilasi yang utama adalah untuk mengontrol aliran udara dan suhu di dalamnya. Ventilasi udara pada bangunan perkandangan khususnya ayam ras pedaging merupakan desain untuk mendapatkan keseimbangan panas (heat balance), kelembaban dan suhu dalam kandang. Laju ventilasi minimum dalam kandang biasanya didasarkan pada kebutuhan pergerakan udara untuk mengontrol kelembaban (Esmay, 1986). Pergerakan udara di dalam kandang mampu mempengaruhi laju aliran udara pada ventilasi bangunan. Ventilasi adalah pergerakan udara yang melalui bangunan, merupakan faktor penting dalam struktur bangunan perkandangan. Faktor- faktor lingkungan seperti kecepatan angin, suhu dalam dan suhu luar kandang, kelembaban, serta perubahan kesetimbangan panas dapat menimbulkan naik turunnya fluktuasi laju ventilasi udara. Ventilasi atau pergerakan udara, melalui lubang pada bangunan kandang terjadi saat perbedaan tekanan yang digerakan melalui bukaan bangunan. Ventilasi dengan tekanan tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Terdapat dua strategi untuk mengubah laju ventilasi, baik melalui perbedaan tekanan yang melintasi bukaan yang diubah atau melalui ukuran bukaan ventilasi yang disesuaikan untuk menaikkan atau menurunkan laju ventilasi. Di daerah tropis, ventilasi bangunan kandang yang biasanya digunakan adalah ventilasi alam (natural ventilation), dikarenakan sistem ventilasi alam mempunyai potensi mengurangi tenaga kerja dan memperkecil biaya pengoperasian dibandingkan sistem ventilasi lainnya. Efek angin dan perbedaan suhu lingkungan, bergerak sendiri atau bersama, dapat dimanfaatkan untuk pergerakan udara ventilasi khususnya laju
26
ventilasi alam (natural ventilation rate) yang masuk dan melalui struktur bangunan. Aliran udara ventilasi alam pada tipe bangunan terbuka memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara, dan diperlihatkan aliran ventilasi alam tergantung pada perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh perbedaan suhu lingkungan (Takakura, 1979). Dan akhirnya menimbulkan naik turunnya laju ventilasi udara. Sistem ventilasi alam disebabkan oleh perbedaan tekanan yang melalui lubang, ditimbulkan oleh efek angin dan thermal. Angin merupakan pergerakan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan tekanan alam. Kecepatan dari pergerakan udara umumnya lebih lambat pada musim panas dan akhirnya dapat mempengaruhi keseimbangan panas dalam kandang. Angin menggerakkan udara sepanjang luar kandang dan timbul perbedaan tekanan dimana tekanan luar kandang lebih tinggi daripada tekanan dalam kandang. Sedangkan efek thermal ini ditimbulkan dari perbedaan suhu dalam dan suhu luar kandang mampu mengakibatkan fluktuasi laju aliran udara. Disamping adanya panas hewan yang menyebabkan kenaikan temperatur udara dalam kandang dan menimbulkan laju ventilasi. Kontrol manual dari sistem ventilasi alam dapat dilakukan dengan pembukaan dan penutupan lubang ventilasi dan pengaturan bukaan pada dinding samping. F. Teknik Simulasi Computational Fluid Dynamic(CFD) Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan
pemanfaatan
komputer untuk membuat suatu prediksi apa yang akan terjadi secara kuantitatif saat fluida mengalir. Dengan menggunakan CFD, prediksi aliran fluida di berbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya relatif murah dan waktu relatif singkat dibandingkan dengan menggunakan metode eksperimen. Untuk memprediksikan aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran fluida, sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat penting. Persamaan pengaturan aliran fluida adalah persamaan persamaan diferensial parsial. Komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung.
27
Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan dengan menggunakan metode CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Ada beberapa software yang digunakan dalam CFD ini, yaitu software Fluent 6.2.16, Gambit 2.2.30, dan Auto CAD. Penggunaan software Auto CAD adalah untuk mempermudah penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih lanjut dalam software Gambit 2.2.30. Selain untuk menggambarkan geometri kandang software Gambit 2.2.30 digunakan juga untuk pemb uatan mesh dan penentuan kondisi batas geometri kandang yang akan disimulasikan. Adapun software Fluent 6.2.16 digunakan untuk analisis pola aliran udara dan suhu.
28
III. PENDEKATAN TEORITIK
A. Teknik Simulasi CFD Program CFD dapat melakukan analisis prediksi aliran fluida pada suatu bangunan dengan terlebih dahulu menyelesaikan persamaan-persamaan fluida yang mengatur aliran fluida. Menurut Versteeg dan Malalasakera, (1995) dalam Nugraha, (2005) persamaan pengatur aliran fluida adalah persamaan diferensial parsial. Komputer digital tidak akan dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial itu harus ditransformasikan ke dalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan metoda diskritisasi. Ada beberapa metode diskritisasi yang digunakan dan masing- masing berdasarkan pada prinsip diskritisasi yang berbeda. Beberapa teknik tersebut adalah: a) Metode beda hingga (Finite Difference Methode) b) Metode elemen hingga (Finite Element Methode) c) Metode volume hingga (Finite Volume Methode) Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan menggunakan teknik CFD tiga dimensi yang didasarkan pada analisis numerik dengan metode finite volume (Versteeg dan Malalasakera,1995). CFD mengandung tiga elemen utama, yaitu: pre-processor, solver dan post-processor. 1. Pre-processor Terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Halhal yang dilakukan pada tahap ini meliputi: •
Mendefinisikan geometri dari daerah yang dianalisis
•
Pembentukan grid pada setiap domain yang dianalisis dan subdomain yang tidak saling tumpang tindih
29
•
Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan
•
Menentukan sifat-sifat fluida (konduktifitas, viskositas, massa jenis, panas jenis, dan sebagainya)
•
Menentukan kond isi batas yang sesuai. Pemecahan masalah aliran (kecepatan, tekanan, suhu, dll) didefinisikan
pada titik (nodal) di dalam tiga sel. Kecepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel dalam grid. Secara umum semakin besar jumlah sel, ketelitian hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak selalu seragam, semakin halus pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak perubahan. 2. Solver Proses solver pada fluent 6.2. 16 menggunakan finite volume. Metoda ini dikembangkan dari finite difference khusus. Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu: •
Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan fungsi sederhana
•
Diskretisasi dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya. Penyelesaian persamaan lajabar Persamaan atur fluida menyatakan hukum kekekalan fisika dalam
bentuk matematis, yaitu terdiri dari persamaan-persamaan: •
Massa kekal fluida
•
Laju perubahan momentum sama dengan resultans i gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton)
•
Laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika)
Kekekalan massa 3 dimensi Steady state Keseimbangan massa untuk elemen fluida dinyatakan sebagai: Laju kenaikan massa dalam elemen fluida = laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas. Atau dituliskan dalam bentuk matematis (Bird et al, 1960):
30
∂( ρu ) ∂( ρv ) ∂ ( ρw) + + =0 ∂x ∂y ∂z
........................................................(1)
Persamaan (1) disebut sebagai persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan momentum dalam kondisi 3 dimensi stady state Persamaan momentum merupakan persamaan naviar –stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Bird et al, 1960): Momentum x:
∂u ∂ 2 v ∂ 2 u ∂2 u ∂u ∂u ∂p ρ u + v + w = + µ 2 + 2 + 2 + S MX ..........................(2) ∂y ∂z ∂x ∂y ∂z ∂x ∂x Momentum y:
∂v ∂ 2v ∂ 2v ∂ 2v ∂v ∂v ∂p ρ u + v + w = + µ 2 + 2 + 2 + S MY .............................(3) ∂y ∂z ∂y ∂y ∂z ∂x ∂x Momentum z:
∂v ∂ 2v ∂ 2v ∂ 2v ∂v ∂v ∂p ρ u + v + w = + µ 2 + 2 + 2 + S MZ ..............................(4) ∂y ∂z ∂y ∂z ∂x ∂x ∂y
Persamaan energi dalam 3 dimensi staedy state Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa :laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel.
∂T ∂u ∂v ∂w ∂ 2u ∂ 2v ∂ 2w ∂T ∂T ρ u +v + w = P + + + k 2 + 2 + 2 + Si ∂y ∂z ∂z ∂x ∂x ∂y ∂z ∂x ∂y
......(5)
Persamaan State Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamik, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel ? dan p, maka persamaan state untuk p dan I (Versteeg dan Malalasakera,1995): P = p(?, T)
...................................................(6)
I = i(?, T)
.................................................(7)
Untuk gas ideal : p = ?RT
.................................................(8)
31
I = CvT
....................................................(9)
3. Post-processor Seluruh hasil yang dilakukan pada tahap sebelumnya akan ditampilkan dalam post-processor yang meliputi: •
Tampilan geometri domain dan grid
•
Plot vektor
•
Plot permukaan 2D dan 3D
•
Tracking partikel
•
manipulasi pandangan
•
output berwarna.
Kondisi awal didefinisikan sebagai berikut: 1) kecepatan udara awal pada dinding pada arah x,y,z adalah 0 2) suhu awal dinding diasumsikan sama dengan suhu lingkungan pada tiaptiap simulasi, yaitu 27ºC, 32ºC, 31.3ºC dan 27.8ºC. 3) tekanan udara awal di dalam kandang sama dengan tekanan udara atmosfer 1 atm atau 101.325 Kpa.
B. Perhitungan RH Pemanasan udara dapat terjadi di dalam kandang karena adanya peningkatan suhu di dalam kandang. Menurut Nugraha (2005), proses pemanasan ini dapat digambarkan dengan kurva psikrometrik, suhu udara sebelum terjadi pemanasan dapat dinyatakan dalam tA, setelah mengalami pemanasan suhu udara menjadi t B, perubahan suhu selama pemanasan berlangsung pada garis horisontal pada kurva psikrometrik, pada kondisi tekanan uap mutlak dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan tidak akan terjadi penambahan uap air, artinya jumlah udara kering yang masuk sama dengan jumlah udara kering yang keluar. Pada kondisi tekanan atmosfer, bila suhu meningkat maka kelembaban relatif akan menurun seperti pada kurva psikrometrik.
32
Menurut Brooker (1984) dalam Nugraha (2005), kelembaban relatif merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu tersebut. RH = Pv / Ps
.........................(10)
Dimana : RH = Kelembaban Relatif (%) Pv = Tekanan Uap Ps = Tekanan jenuh air. Kelembaban mutlak (H) konstan selama pemanasan H = 0.6219Pv / (Patm – Pv)
.........................(11)
dimana, 255.38 = T = 533.16 K dan Pv < Patm .
H
RHA TA
RHB TB Pemanasan
Gambar 2. Diagram proses pemanasan pada kurva psikrometrik. Maka tekanan uap (Pv ) juga konstan selama proses pemanasan, jika kelembaban udara lingkungan (RHa) dan kelembaban udara pengering (RHr), maka : RH r Psa = RH a Psr
........................(12)
P A + BT + CT 2 + DT 3 + ET 4 ln s = FT − GT 2 R
.........................(13)
273.16 = T = 533.16 K, (dari Keenan dan Keyes, 1936. dalam ASAE Standard 1994) R = 22105649.25
D = 0.12558 x 10-3
33
A = -27405.526
E = -0.48502 x 10-7
B = 97.5413
F = 4.34903
C = -0.146244
G = 0.39381 x 10-2
C. Perhitungan Kecepatan Udara Pengukuran kecepatan pada tiap rak dilakukan dengan model persamaan (Kamarudin A, 2000. dalam Lesmana, 2001), yang dikaliberasi dengan pengukuran Hot Wire Anemometer. Persamaan Bernoulli:
P1 v12 P 2 vη 2 + Z1 + = + Z2 + γ 2g γ 2g Z1 = Z 2 ,V1 = 0 ∆P =
∑ m
vη 2γ 2g
= ma
d 2 (Lθ ) = mg sin θ + Fangin dt 2
Dari Bernoulli diperoleh : Fangin =
vη 2γ x2π 2 2g
Keadaan steady state : m
d 2 ( Lθ ) =0 dt 2
0 = −mg sin θ +
mg vη =
vη 2γ x2π 2 2g
x lg
πr 2 ρ
34
D. Analisis Teknik Koefisien pindah panas konveksi di dalam kandang didekati dengan persamaan konveksi alami, karena proses pindah panas yang terjadi di dalam sebuah ruangan tanpa pengendalian mekanis adalah proses pindah panas konveksi alami (Zemansky, 1957). a. Koefisien pindah panas pada permukaan horizontal menghadap ke atas h = 0.596 ×10 − 4 (∆T )
1
4
b. Koefisien pindah panas pada permukaan horizontal menghadap ke bawah h = 0.314 ×10 −4 (∆T )
1
4
c. Koefiesien pindah panas pada permukaan vertical h = 0.424 ×10 −4 (∆T )
1
4
35
IV. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Kandang Unggas Blok B Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2006. B. Alat dan Bahan 1. Kandang Ayam Kandang ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang ayam jenis postal dengan alas deep litter, bahan atap yang digunakan adalah seng. Ukuran kandang yang digunakan adalah 52 m X 7 m. Gambar kandang ayam dapat dilihat pada lampiran 1. 2. Termometer Air Raksa Penggunaan alat ini untuk mengambil
data Tbb dan Tbk untuk
mendapatkan temperatur dan Rh ruangan. Termometer ditempatkan pada titik-titik tertentu untuk nantinya divalidasi dengan menggunakan CFD. Termometer yang digunakan ini memiliki skala ºC dengan ketelitian satu digit angka di belakang koma. 3. Hot Wire Anemometer digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan udara dan suhu pada titik yang sama. Ketelitian Hot Wire Anemometer yang digunakan adalah dua digit angka di belakang koma. 4. Bola - Bola Gabus Bola-bola gabus yang digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan udara. 5. Personal Computer (PC) Personal Computer dipergunakan untuk mengoperasikan program simulasi CFD dengan menggunakan software Fluent 6.2. 16 dan Gambit 2.2.30 6. Thermokopel Thermokopel digunakan untuk mengukur suhu di dalam ruangan yang meliputi suhu dinding, suhu udara , suhu atap, dan suhu pada ketinggian 20 cm di atas permukaan lantai.
36
C. Parameter Yang Diukur Parameter yang diukur selama penelitian adalah 1. Suhu Pengukuran suhu meliputi pengukuran suhu udara dan pengukuran suhu bangunan kandang. Pengukuran suhu udara meliputi pengukuran suhu udara di luar kandang (suhu lingkungan) dan pengukuran suhu udara di dalam kandang pada titik-titik tertentu. Letak masing- masing titik diperlihatkan pada lampiran 2. Pengukuran suhu bangunan kandang meliputi : (1) Suhu atap, (2) Suhu dinding kassa, (3) Suhu dinding bata, (4) Suhu lantai, (5) Suhu outlet dan suhu inlet. Titik –titik pengukuran dan validasi dilakukan pada ketinggian z 1m, 2m, dan 3m. Titik –titik pengukuran dan validasi dapat dilihat pada Gambar 3. Samping Belakang
Depan
x 52 m
y
Titik pengukuran
Gambar 3. Denah titik-titik pengukuran 2. RH Udara RH udara yang diukur pada beberapa titik pengukuran suhu, yang dianggap
dapat
mewakili.
Perhitungan
RH
dilakukan
dengan
menggunakan Psycrometric chart 3. Kecepatan Angin Pengukuran kecepatan udara dilakukan dengan menggunakan bola-bola gabus pada saluran inlet dan saluran outlet, sedangkan pada titik-titik untuk validasi menggunakan hot wire anemometer.
37
D. Metode 1. Metode Percobaan Penempatan
alat-alat
yang
dipergunakan
untuk
mengukur
parameter-parameter antara lain: a. Tahap I : Pengukuran Suhu dan RH b. Tahap II : Pengukuran kecepatan aliran udara 2. Metode Simulasi CFD Tahap pertama dalam simulasi CFD adalah pembuatan geometri dari kandang dengan menggambarkannya pada software Gambit 2.2.30. di dalam program ini ditentukan domain dan kondisi batas model kandang yang meliputi saluran inlet, saluran outlet dan wall. Setelah itu geometri yang sudah dibuat dieksport ke program Fluent 6.2.16 untuk dianalisis lebih lanjut. Program fluent 6.2.16 melakukan beberapa proses sebagai berikut : a. Mendefinisikan •
Model,
dimana didalamnya ditentukan solver (2D atau 3D),
pemakaian energi, •
viskos model ( Laminer atau Turbulen)
Menetukan jenis fluida dan material penyusun bangunan kandang yang digunakan serta sifat termofisiknya.
•
Menentukan kondisi operasi ( Operating Conditions) yang terlibat.
•
Memasukkan nilai kondisi-kondisi batas ( Boundary Conditions) terhadap domain yang sudah dibuat dengan program Gambit 2.2.30.
b. Melakukan proses inisialisasi c. Melakukan proses iterasi d. Melihat tampilan hasil simulasi dalam bentuk Grid, Kontur ( Suhu, Kecepatan, Tekanan, dll), Vektor ( Suhu, Kecepatan, Tekanan, dll) e. Mendapatkan informasi data yang terkait hasil simulasi untuk keperluan validasi plot (XY plot, Histpgram, dll) 3. Metode Validasi Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil keluaran Fluent 6.2 dengan pengukuran langsung di lapangan. Hal ini dilakukan untuk melihat
38
seberapa akurat pengukuran di lapangan dibandingkan dengan penggunaan program Fluent 6.2. Validasi dilakukan setelah mendapatkan keluaran dari Fluent 6.2 dengan cara membandingkan data hasil pengukuran x,y,z pada posisi yang sama di lapangan
E. Model Kandang Bangunan kandang yang dijadikan objek pada penelitian ini adalah kandang ayam jenis postal, yaitu kandang ayam yang lantainya terbuat dari semen (concrete), dengan dimensi panjang 52 m, lebar 7 m, dan tinggi 5.5 m. Atap kandang adalah atap jenis monitor yang memiliki bukaan sebagai tambahan ventilasi kandang, dengan bahan penutup atap adalah seng dengan ketebalan 0.0004 m. Dinding kandang setinggi 0.3 m, yang terbuat dari semen. Dinding kandang terbuat dari kawat ram berukuran 0.05 x 0.05 m setinggi 2.7 m. Untuk keperluan simulasi, geometri kandang digambarkan pada software Gambit 2.2.30 sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Bentuk dan dimensi kandang dilukiskan pada Lampiran 1.F.
Asumsi Dalam
Simulasi CFD Asumsi yang digunakan dalam simulasi suhu dan aliran udara yaitu sebagai berikut: 1. Udara bergerak dalam kondisi steady 2. Aliran udara dianggap laminar 3. Udara tidak tertekan (incompressible), ? konstan 4. Panas jenis, konduktifitas dan viskositas udara konstan 5. Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi 6. Iradiasi surya didefinisikan sebagai fluks dari atap bangunan kandang. 7. Pengaruh radiasi diabaikan
F. Kondisi Awal Dalam Simulasi CFD Untuk semua simulasi dilakukan pada kondisi awal sebagai berikut: 1. Kecepatan udara awal baik pada arah koordinat x, y, dan z adalah 0 m/det 2. Suhu udara awal = suhu udara akhir pada pengukuran sebelumnya
39
3. Tekanan udara = 1 atm = 101.325 KPa G. Kondisi Batas Dalam Simulasi CFD Kandang ayam diasumsikan dibatasi oleh: 1. Empat sisi dinding yang terbuka pada bagian tengah dinding, bagian terbuka ini merupakan ventilasi pada kandang, jika salah satu bukaan berfungsi sebagai inlet maka bukaan lainnya berfungsi sebgai outlet. 2. Atap yang memiliki bukaan ventilasi yang berfungsi sebagai outlet. 3. Lantai dianggap wall, parameter lantai diperlihatkan pada Lampiran 3. 4. Dinding bata dianggap wall, parameter diperlihatkan pada Lampiran 3. 5. Inlet dianggap sebagai velocity inlet, parameter diperlihatkan pada Lampiran 3 6. Outlet dianggap sebagai outflow dengan ratio bukaan 1.
40
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Simulasi CFD Untuk Kandang Ayam 1. Bentuk Domain 3D Kandang Ayam Tahapan pertama yang dilakukan dengan software Gambit 2.2.30 adalah pembuatan geometri kandang, penentuan kondisi batas (dinding kassa, lantai, atap, dinding bata, inlet dan outlet) dan pembuatan grid. Grid (mesh) dibuat dengan ketentuan minimal terdapat 3 titik (node) pada setiap ruas sisi dari bentuk yang bersangkutan. Ketepatan CFD dibentuk oleh sejumlah sel didalam grid ini. Pada geometri bangunan berikut ini interval gridnya adalah 0.5 m. Data input CFD diperlihatkan pada Lampiran 4. Setelah proses pembuatan grid selesai, model ini diekspor ke dalam bentuk mesh agar dapat diolah oleh program Fluent 6.2.16. tahapan selanjutnya adalah proses simulasi aliran fluida di dalam kandang. Geometri model kandang yang digunakan dalam proses simulasi diperlihatkan pada Gambar 4 dan gambar 5.
U S Inlet
outlet
Gambar 4. Geometri model kandang hasil simulasi skenario 1
41
S U outlet
inlet
Gambar 5. Geometri model kandang hasil simulasi skenario 2
Simulasi dilakukan dalam dua skenario, skenario 1 dilakukan ketika arah inlet dari sebelah Timur bangunan dan skenario 2 dilakukan pada saat arah inlet dari sebelah Barat bangunan. Kedua skenario ini dilakukan masing- masing dua kali simulasi yaitu pada pukul 08.00 dan 12.00 untuk skenario pertama dan pada pukul 14.00 dan 16.00 untuk skenario kedua. Proses iterasi pada kedua skenario ini cenderung sama, hal ini terlihat dari jumlah iterasi yang dilakukan untuk mencapai tingkat konvergen. Jumlah iterasi pada skenario pertama 130 iterasi, dan pada skenario kedua adalah 140 iterasi. Proses iterasi dan nilai residual hasil iterasi untuk kecepatan udara pada sumbu x, y, z dan suhu dip erlihatkan pada Gambar 6 dan 7.
42
Gambar 6. Proses iterasi pada skenario 1
Gambar 7. Proses iterasi pada skenario 2
2. Sebaran Suhu Di Dalam Kandang Suhu udara di dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yaitu sebesar 27ºC untuk simulasi pada pukul 08.00 dan 32ºC untuk simulasi pada pukul 12.00. Sebaran suhu di dalam kandang dari hasil
43
kedua simulasi ini cenderung seragam, dengan rata-rata suhu 27 ºC untuk simulasi pada pukul 08.00 dan 32.15ºC untuk simulasi pada pukul 12.00 dengan ragam masing- masing 0.008ºC dan 0.002ºC. Keseragaman suhu ini terjadi karena bangunan kandang ayam terbuka 80%, sehingga tidak terjadi proses pemanasan di dalam kandang. Pada bagian atap suhunya lebih tinggi, hal ini terjadi karena atap menerima radiasi secara langsung dari matahari dan heat transfer koefisiennya cukup tinggi. Meskipun demikian, tingginya suhu atap tidak berpengaruh signifikan pada suhu udara di bawah atapnya, hal ini karena di bawah atap terdapat bukaan, sehingga proses pemanasan di bawah atap tidak terjadi. Irisan kontur suhu udara di dalam kandang hasil simulasi pada pukul 08.00 dan 12.00 diperlihatkan pada Gambar 8 dan 9.
Gambar 8. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
44
Gambar 9. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m. Jika dilihat pada bidang XZ pada Y= 26 m, suhu pada skenario 1 simulasi pada pukul 08.00 suhu di dekat inlet lebih tinggi, yaitu 27ºC dan menurun pada koordinat XYZ 5.25, 26, 1 m, dan naik kembali pada sisi di dekat outlet di seberang inlet. Pada skenario 2, simulasi pukul 14.00 dan 16.00 suhu di dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan 31.30ºC untuk simulasi pada pukul 14.00 dan 27.80ºC untuk simulasi pada pukul 16.00. sama halnya dengan skenario 1, pada skenario 2 ini sebaran suhu hasil simulasi cenderung seragam dengan suhu udara rata-rata 31.30ºC untuk simulasi pada pukul 14.00 dan 27.81ºC untuk simulasi pada pukul 16.00, dengan nilai keragaman masing- masing 0.008ºC dan 0.002ºC. Irisan kontur suhu udara di dalam kandang hasil simulasi pada pukul 14.00 dan 16.00 diperlihatkan pada Gambar 10 dan 11.
45
Gambar 10. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
Gambar 11. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
3. Sebaran RH di Dalam Kandang RH di dalam kandang ditentukan dengan menggunakan rumus (12), Contoh perhitungan Rh dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan
46
hasil perhitungan RH udara rata di dalam kandang untuk masing- masing simulasi pada pukul 08.00, 12.00, 14.00 dan 16.00 berurutan adalah 80%, 63%, 64% dan 70%. RH udara Lingkungan pada saat yang sama adalah 77%, 61%, 63%, dan 70%. 4. Sebaran Kecepatan Angin di Dalam Kandang Pada skenario 1, simulasi pukul 08.00 dan 12.00 kecepatan angin diberikan searah dengan sumbu X pada geometri sebesar 0.22 m/det dan 0.29 m/det. Udara ini dihembuskan dari lingkungan melalui inlet secara alami, kemudian disebarkan ke dalam kandang secara alami juga. Berdasarkan hasil simulasi kecepatan udara rata-rata di dalam kandang pada simulasi pukul 08.00 dan 12.00 masing- masing 0.17 m/det dan 0.10 m/det, dengan nilai keragaman 0.06 m/det dan 0.29 m/det. Kontur aliran udara di dalam kandang pada skenario 1, simulasi pukul 08.00 dan 12.00 diperlihatkan pada Gambar 12 dan 13.
Gambar 12. Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m
47
Gambar 13. Kontur udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m
Pada skenario 2, simulasi pukul 14.00 dan 16.00 kecepatan angin diberikan pada sumbu X, pada arah yang berlawanan dengan inlet pada skenario 1, yaitu pada dinding sebelah Barat kandang. Kecepatan udara yang diberikan dari lingkungan untuk masing- masing simulasi pada pukul 14.00 dan 16.00 adalah 0.26 m/det dan 0.22 m/det. Berdasarkan hasil simulasi kecepatan udara rata-rata di dalam kandang pada simulasi pukul 08.00 dan 12.00 masing- masing 0.21 m/det dan 0.10 m/det, dengan nilai keragaman 0.06 m/det dan 0.06 m/det. Kontur aliran udara di dalam kandang pada skenario 2, simulasi pukul 14.00 dan 16.00 diperlihatkan pada Gambar 14 dan 15.
48
Gambar 14. Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m
Gambar 15. Kontur udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m
Bukaan atap pada kandang berfungsi memberikan tambahan ventilasi untuk kandang, sehingga sirkulasi udara di dalam kandang semakin baik. Menurut Cahyono (1995) meskipun dinding kandang sudah merupakan ruang ventilasi, namun belumlah cukup untuk mencapai sirkulasi udara yang optimal. Untuk itu perlu adanya penambahan ruang ventilasi dengan cara membuat sistem atap monitor. Ventilasi yang diatur
49
secara berhadapan akan memberikan jaminan sirkulasi udara di dalam kandang yang lebih baik (AAK, 1991). Kontribusi bukaan atap terhadap adanya penambahan sirkulasi udara di dalam kandang diperlihatkan dari adanya aliran udara yang melewati bukaan atap pada hasil simulasi. Vektor aliran udara di dalam kandang diperlihatkan pada Gambar 16, 17, 18, dan 19.
Gambar 16. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m
50
Gambar 17. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m
Gambar 18. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m
51
Gambar 19. Vektor aliran udara di dalam kandang pada simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m
B. Validasi Hasil Simulasi 1. Validasi Suhu Hasil simulasi model aliran dan pindah panas adalah berupa kontur suhu dan kecepatan serta vektor kecepatan yang menunjukkan besar dan arah aliran udara di dalam kandang. Validasi suhu hasil simulasi dan hasil pengukuran untuk masing- masing simulasi pada skenario 1 simulasi pada pukul 08.00 dan 12.00, serta pada skenario 2 simulasi pada pukul 14.00 dan 16.00 secara kuantitatif diperlihatkan pada Lampiran 6 sampai 13. Validasi dilakukan pada bidang YZ pada X=3.5 m dan pada bidang XZ pada Y=26 m. Hasil validasi suhu ditunjukkan dengan membandingkan suhu hasil pengukuran dengan suhu hasil simulasi. Perbedaan antara suhu hasil simulasi dengan suhu hasil pengukuran untuk masing- masing simulasi pada bidang YZ pada X=3.5 m diperlihatkan pada Gambar 20, 21, 22, dan 23.
52
27.50
T Simulasi (C)
SD= 0.17º C
27.30 Suhu 27.10
26.90 26.90
27.10
27.30
27.50
T Ukur (C)
Gambar 20. Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada X=3.5 m.
33.30 SD = 0.62 ºC T Simulasi (C)
33.10 32.90 32.70
Suhu
32.50 32.30 32.10 32.10 32.30 32.50 32.70 32.90 33.10 33.30 T Ukur (C)
Gambar 21. Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada X=3.5 m.
53
33.30
SD = 1.27 ºC
T Simulasi (C)
32.80
32.30 Suhu 31.80
31.30
30.80 30.80
31.30
31.80
32.30
32.80
33.30
33.80
T Ukur (C)
Gambar 22. Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada X=3.5 m. 31.40
T Simulasi (C)
SD=2.39
30.40
29.40
Suhu
28.40
27.40 27.40
28.40
29.40
30.40
31.40
T Ukur (C)
Gambar 23. Validasi suhu udara hasil simulasi (Tsimulasi) terhadap suhu pengukuran (Tukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada X=3.5 m. Perbedaan antara suhu hasil pengukuran dengan hasil simulasi dinyatakan dalam standar deviasi. Perbedaan antara suhu hasil pengukuran dengan suhu hasil simulasi yang terkecil adalah 0.17ºC pada skenario 1, simulasi pukul 08.00, dan yang terbesar adalah 2.39ºC pada skenario 2, simulasi pukul 16.00. Akan tetapi perbedaan antara suhu hasil simulasi
54
dengan suhu hasil pengukuran ini masih diijinkan, karena range suhu yang optimal untuk pertumbuhan ayam adalah 10ºC, yaitu antara 16ºC-26ºC. Dari gambar dapat dilihat bahwa titik-titik perbandingan antara suhu hasil pengukuran dengan suhu hasil simulasi selalu berada di bawah garis regresinya. Ini memperlihatkan bahwa suhu hasil pengukuran selalu lebih tinggi dari suhu hasil simulasi. Tingginya suhu di dalam kandang dapat terjadi karena adanya proses pemanasan akibat efek rumah kaca, selain itu konstruksi kandang yang terbuka memungkinkan sinar matahari dapat masuk secara langsung ke dalam kandang melalui proses radiasi. Sedangkan dalam simulasi CFD radiasi matahari tidak didefinisikan, padahal pengaruh radiasi di dalam kandang sangat besar terhadap adanya proses pemanasan di dalam kandang, sehingga fluent tidak membaca adanya pemanasan akibat radiasi di dalam kandang. Hal ini mengakibatkan suhu hasil pengukuran selalu lebih tinggi daripada suhu hasil simulasi. Agar fluent dapat menggambarkan sebaran suhu di dalam kandang sesuai dengan kond isi yang sebenarnya, maka pendefinisian proses radiasi matahari sangat penting. 2. Validasi RH Berdasarkan suhu bola kering yang diperoleh dari simulasi CFD ditentukan RH di dalam kandang dengan melakukan perbandingan terhadap RH lingkungan pada saat yang sama. Validasi RH hasil pengukuran dengan RH hasil perhitungan untuk masing- masing simulasi diperlihatkan pada Gambar 24, 25, 26, dan 27.
55
88
RH Hitung (%)
SD = 1.38 % 86
84
RH Kandang
82
80 80
82
84
86
88
RH Ukur (%)
Gambar 24.
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada Z = 0.2 m. 71 SD = 1.8%
RH Simulasi (%)
69 67 65
Kelembaban Udara
63 61 59 59
61
63
65
67
69
71
RH Ukur (%)
Gambar 25.
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada Z = 0.2 m.
56
72 SD= 2.17%
RH Hitung (%)
70 68 66 RH Ruangan 64 62 60 60
65
70
75
RH Ukur (%)
Gambar 26.
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada Z = 0.2 m. 84
RH Hitung (%)
SD = 10.2% 79 74 RH Kandang 69 64 59 59
64
69
74
79
84
RH Ukur (%)
Gambar 27.
Validasi RH hasil perhitungan (RHhitung) terhadap RH pengukuran (RHukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada Z = 0.2 m.
Perbedaan RH hasil perhitungan terhadap RH hasil pengukuran untuk masing- masing simulasi secara kuantitatif diperlihatkan pada Lampiran 13.
57
3. Validasi Kecepatan Angin Validasi kecepatan angin hasil simulasi dengan hasil pengukuran diperoleh dengan cara membandingkan kecepatan udara hasil simulasi dengan kecepatan udara hasil pengukuran pada waktu dan tititk yang sama. Dari keempat simulasi yang dilakukan, perbedaan antara kecepatan udara hasil simulasi dengan hasil pengukuran cukup besar, ini terlihat pada garis regresi pada masing- masing simulasi. Titik-titik koordinat antara kecepatan hasil simulasi dengan hasil pengukuran hanya sebagian kecil saja yang menyinggung garis regresi. Validasi kecepatan udara hasil simulasi terhadap hasil pengukuran pada masing- masing simulasi diperlihatkan pada Gambar 28, 29, 30 dan 31. Perbedaan antara kecepatan udara hasil simulasi dengan kecepatan udara hasil pengukuran untuk masing- masing simulasi diperlihatkan pada Lampiran 5 sampai Lampiran 12.
0.40
v simulasi (m/det)
SD= 0.08 m/det 0.30
0.20
0.10 Kecepatan 0.00 0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
v Ukur (m/det)
Gambar 28.
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi) terhadap kecepatan pengukuran (Vukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 08.00 pada Z = 0.2 m
58
0.60 SD= 0.15 m/det
v Simulasi (m/det)
0.50 0.40 0.30
Kecepatan
0.20 0.10 0.00 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 v Ukur (m/det)
Gambar 29.
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi) terhadap kecepatan pengukuran (Vukur ) di dalam kandang pada skenario 1, pukul 12.00 pada Z = 0.2 m
0.40
v Simulasi (m/det)
SD=0.10m/det 0.30
0.20
0.10
0.00 0.00
0.10
0.20 v Ukur (m/det)
Gambar 30.
0.30
0.40 Kecepatan Udara
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi) terhadap kecepatan pengukuran (Vukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 14.00 pada Z = 0.2 m
59
0.40
v simulasi (m/det)
SD= 0.08 m/det 0.30
0.20
0.10 Kecepatan 0.00 0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
v Ukur (m/det)
Gambar 31.
Validasi kecepatan udara hasil simulasi (V simulasi) terhadap kecepatan pengukuran (Vukur ) di dalam kandang pada skenario 2, pukul 16.00 pada Z = 0.2 m
Perbedaan ini disebabkan oleh keterbatasan alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran. Berbeda dengan kondisi suhu yang relatif konstan pada waktu tertentu, pada kenyataannya udara sangat cepat berubah, sehingga dibutuhkan ketelitian yang lebih pada saat mengukur kecepatan udara di lapangan. Banyaknya titik pengukuran dan terbatasnya jumlah alat yang digunakan menyebabkan pengukuran kecepatan udara tidak memungkinkan untuk dilakukan pada waktu yang benar-benar sama, sehingga kecepatan udara hasil pengukuran tidak sesuai dengan kecepatan yang seharusnya. Perbedaan ini juga dapat disebabkan karena viskos yang dimodelkan dalam simulasi adalah viskos laminar, padahal pada kenyataanya pergerakan udara di dalam kandang selain terjadi secara laminer terjadi juga secara turbulen. Menurut Daniar (1995), kandang beratap monitor lebih baik dalam hal pertukaran udara jika dibandingkan dengan kandang yang tidak menggunakan atap mo nitor. Jika melihat visualisasi pada gambar 16, 17, 18 dan 19 arah kecepatan udara sudah sesuai dengan yang diharapkan, yaitu semua bukaan pada kandang berfungsi sebagai ventilasi, termasuk adanya sirkulasi udara pada atap kandang.
60
C. Kondisi Lingkungan Kandang 1. Suhu Suhu merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh bagi kehidupan ayam. Daerah tropis yang sepanjang tahun bersuhu udara lebih tinggi dibandingkan dengan suhu udara di daerah sub tropis dapat menjadi masalah bagi ayam yang membutuhkan suhu relatif rendah untuk hidupnya. Menurut Fadilah (2004) suhu yang ideal untuk ayam ras pedaging adalah 23ºC - 26ºC , sedangkan menurut Cahyono (1995) suhu optimal yang diperlukan untuk produktifitas yang tinggi adalah 21ºC , atau dengan kisaran suhu 16ºC -26ºC . Suhu yang terlalu tinggi akan berdampak terhadap produktifitas ayam, bila suhu udara di atas 27ºC , maka ayam akan mengurangi makannya dan minum lebih banyak sehingga akan berpengaruh pada laju pertumbuhan ayam. Bila suhu mencapai 32ºC maka hal ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi tubuh. Menurut Prayitno dan Yuwono (1997), suhu produksi yang ideal untuk produksi ayam pedaging adalah 21ºC, pada suhu ini daya konversi pakan paling baik. Suhu udara rata-rata harian di dalam kandang diperlihatkan pada Tabel 3. Tabel 3. Suhu udara rata-rata harian di dalam kandang Suhu (ºC) Jam
Lingkungan
Kandang
Atap
8:00
27.0
27.2
27.8
10:00
28.7
29.7
37.4
12:00
32.0
33.0
48.0
14:00
31.3
33.1
41.7
16:00
27.8
31.2
31.0
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa suhu di dalam kandang selalu lebih tinggi daripada suhu lingkungan, hal ini menunjukkan bahwa konstruksi kandang belum memenuhi persyaratan teknis kandang yang baik untuk hidup ayam. Tingginya suhu di dalam kandang dapat
61
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah oleh adanya efek pemanasan yang terjadi di dalam kandang akibat adanya akumulasi panas. Pemanasan di dalam kandang terjadi akibat adanya konveksi pada bahanbahan peyusun kandang, seperti bahan atap yang terbuat dari seng, atau bisa disebabkan oleh konveksi yang terjadi pada lantai kandang. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa perbedaan suhu udara di dalam kandang dengan di luar kandang pada pukul 08.00 sampai pukul 12.00 berkisar antara 0.2-1ºC, sedangkan pada pukul 14.00-16.00 berkisar antara 1.8-3.4ºC. Perbedaan suhu yang tinggi pada pukul 14.00 dan 16.00 dapat disebabkan karena pemanasan yang terjadi di dalam kandang pada waktu sebelumnya. Jika dilihat pada Tabel 3, suhu atap kandang jauh lebih tinggi daripada suhu udara di dalam kandang. Adanya ventilasi pada atap serta konstruksi dinding kandang yang terbuka 80% telah memberikan sirkulasi udara pada kandang, sehingga panas dari atap tidak seluruhnya sampai ke dalam kandang. Tingginya suhu di dalam kandang menunjukkan bahwa kandang belum bisa menyediakan suhu optimum yang dibutuhkan oleh ayam. Agar suhu di dalam kandang mencapai optimum perlu adanya usaha untuk mengkondisikan suhu di dalam kandang sesuai dengan kebutuhan ternak. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencapai suhu tersebut diantaranya dapat dilakukan dengan cara memberikan perlakuan mekanis maupun perlakuan alamiah. Perlakuan mekanis yang dapat diberikan adalah dengan memasang kipas di dalam kandang, akan tetapi cara ini membutuhkan biaya operasional yang mahal, sehingga perlu dilakukan analisis biaya lebih lanjut untuk mengetahui efisiensi penggunaan alat-alat mekanis ini. Adapun perlakuan alamiah yang dapat diberikan diantaranya adalah dengan mengganti bahan penutup atap seng dengan bahan penutup atap yang terbuat jerami atau genting, karena suhu rata-rata harian yang dapat dicapai oleh kandang dengan atap jerami adalah 25.50ºC dan oleh genting berkisar antara 26.00ºC sampai dengan 27.00ºC pada suhu
62
lingkungan 27ºC (Hernanto, 2001). Cara alamiah lain yang dapat dilakukan adalah dengan memind ahkan lokasi kandang ke daerah yang memiliki kondisi suhu lingkungan pada range yang dekat dengan yang dibutuhkan oleh ayam. Karena jika dilihat suhu maksimum lingkungan adalah 31.3ºC sedangkan suhu maksimum yang optimal untuk ayam adalah 26ºC. Padahal perlakuan alamiah hanya mampu menekan suhu maksimum hingga 4ºC. 2. RH Kelembaban udara sangat berpengaruh bagi kesehatan ternak ayam. Kelembaban yang tinggi menyebabkan ayam peka terhadap penyakit-penyakit pernafasan. Terhadap kelembaban yang terlalu rendah dan suhu yang rendah ayam menunjukkan ketidak cocokkannya dengan bergerombol. Hal imi dapat menyebabkan perolehan pakan oleh ayam tidak merata. Berdasarkan hasil pengukuran, kelembaban relatif di dalam kandang berada pada kisaran 62% - 85%, kelembaban rata-rata hariannya yaitu 73%. Kelembaban relatif rata –rata lingkungan adalah 66%. Tingginya kelembaban relatif udara ini disebabkan karena letak Indonesia yang beriklim tropis dengan rata-rata suhu hariannya pertahun adalah 26ºC-28ºC dan curah hujan pertahunnya adalah 700 mm-7000mm (Bintarto dan Wardiyatmoko, 2000. Dalam Hernanto, 2001). Jika melihat kelembaban relatif yang ideal bagi ayam ras pedaging adalah 60-70% (Prayitno dan Yuwono,1997), maka kandang belum menyediakan kelembaban relatif udara yang optimum untuk ayam. Tingginya kelembaban relatif udara di dalam kandang akan berpengaruh buruk kepada kesehatan ayam, karena akan menyebabkan ayam mudah terserang penyakit-penyakit pernafasan (Prayitno dan Yuwono, 1997). RH di dalam kandang dapat diturunkan dengan memberikan tambahan ventilasi mekanis, seperti dengan memberikan kipas di dalam kandang, sehingga sirkulasi di dalam kandang lebih lancer.
63
3. Pola Aliran Udara di Dalam Kandang Di lapangan banyak terjadi kegagalan pemeliharaan ayam yang disebabkan oleh ventilasi kandang yang tidak baik. Pada dasarnya prinsip ventilasi adalah adanya pertukaran udara di dalam suatu ruangan yang dapat terjadi akibat pergerakan udara yang mengalir ke dalam dan mendorong udara keluar dari ruangan dengan kecepatan tertentu. Adanya pertukaran udara sangat bermanfaat untuk menghilangkan panas yang berlebihan di dalam kandang, menghilangkan kelembaban yang berlebihan di dalam kandang, mengurangi debu, mengurangi gas beracun, seperti gas ammonia, karbondioksida dan karbon monoksida, serta menyediakan oksigen untuk pernafasan. Besarnya fungsi atap monitor di dalam kandang dibuktikan dengan adanya aliran udara pada atap monitor tersebut sebagaimana telah diperlihatkan pada Gambar 15, 16, 17 dan 18 sebelumnya. Sedangkan data kuantit atif besarnya aliran udara yang melalui outlet dan inlet baik pada atap monitor maupun pada dinding diperlihatkan pada Tabel 4. Tabel 4. Kecepatan Udara Rata-rata Pada Kandang Jam 8:00 12:00 14:00 16:00
Inlet 0.22 0.36 0.26 0.22
Kecepatan Udara Pada Kandang (m/det) Depan Samping Tengah Belakang 0.29 0.07 0.13 0.30 0.50 0.13 0.21 0.50 0.30 0.09 0.15 0.37 0.31 0.08 0.13 0.30
Atap 0.15 0.24 0.17 0.15
Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa besar kecepatan udara maksimum yang melewati bukaan atap adalah 0.24 m/det, sedangkan pada bagian tengah kandang, outlet samping, depan dan belakang berurutan adalah 0.21 m/det, 0.13 m/det, 0.50 m/det, 0.50 m/det, sedangkan pada inlet 0.36 m/det. Dari Tabel 4 diketahui bahwa setiap bukaan di dalam kandang berfungsi sebagai ventilasi, dimana kecepatan udara terbesar adalah pada ventilasi di bagian dinding belakang dan depan kandang. Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa pada daerah yang dekat dengan dinding kecepatan udara pada outlet lebih besar daripada kecepatan udara
64
yang melalui inlet, hal ini dapat disebabkan karena ventilasi yang ditentukan sebagai outlet sebenarnya berfungsi juga sebagai inlet, sehingga memungkinkan adanya udara masuk pada ventilasi yang ditentukan sebagai outlet.Dengan melihat besarnya kecepatan udara ya ng melalui ventilasi memperlihatkan bahwa pergerakan udara di dalam kandang sudah cukup baik.
65
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Simulasi a) Hasil simulasi suhu menunjukkan pola sebaran suhu di dalam kandang seragam, dengan standar deviasi rata-rata 0.05ºC b) Pola sebaran aliran udara tidak seragam, dengan kecepatan udara maksimum sebesar 0.56 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian belakang dan kecepatan udara minimum adalah 0.07 m/det pada bukaan ventilasi kandang bagian samping, dengan standar deviasi ratarata kecepatan udaranya adalah 0.49m/det. 2. Validasi a) Hasil validasi pada suhu menunjukkan bahwa suhu hasil simulasi lebih kecil daripada suhu hasil pengukuran, hal ini terjadi karena proses pemanasan di dalam kandang yang terjai akibat adanya radiasi matahri tidak didefinisikan dalam fluent ketika simulasi dilakukan. Akan tetapi perbedaan ini masih dijinkan karena range suhu yang optimal untuk pertumbuhan ayam adalah 10ºC, yaitu antara 16ºC-26ºC. b) Hasil validasi kecepatan udara menunjukkan adanya perbedaan yang tinggi antara kecepatan udara hasil simulasi dengan kecepatan udara hasil pengukuran, karena pengukuran kecepatan udara di lapangan tidak dilakukan pada saat yang bersamaan dikarenakan keterbatasan alat yang digunakan dalam pengukuran. Selain itu disebabkan juga karena pergerakan udara di dalam kandang hanya digambarkan secara laminer. Akan tetapi arah kecepatan udara sudah sesuai dengan yang diharapkan, yaitu semua bukaan pada kandang berfungsi sebagai ventilasi, termasuk pada atap kandang 3. RH udara rata-rata hasil pengukuran adalah 73%, belum mencapai tingkat yang optimum untuk kebutuhan ayam, sedangkan hasil simulasi adalah 66.5%. Perbedaan RH rata-rata hasil pengukuran dengan hasil simulasi terjadi karena dalam simulasi radiasi matahari tidak didefinisikan, padahal
66
radiasi sangat berpengaruh terhadap suhu, dan suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap RH udara. 4. Analisa kesesuaian kandang untuk produksi aya m a) Suhu udara minimum di dalam kandang adalah 27ºC
dan suhu
maksimum di dalam kandang adalah 33.1 ºC, belum mencapai suhu kandang optimum yang dibutuhkan oleh ayam. b) Dari hasil pengukuran di lapangan dan hasil simulasi disimpulkan bahwa adanya bukaan pada atap memberikan kontribusi pada sirkulasi udara yang terjadi di dalam kandang. 5. CFD masih dapat digunakan untuk menganalisis pola aliran udara dan suhu di dalam kandang, dengan melakukan modifikasi pada simulasinya.
B. Saran Dari hasil percobaan yang telah dilakukan yang dapat disarankan adalah : 1. Perlu modifikasi desain dengan cara simulasi agar diketahui kondisi yang optimum yang bisa dicapai dalam memenuhi kebutuhan kriteria kandang. 2. Dalam pengambilan data eksperimen yang akan digunakan sebagai nilai input CFD tingkat ketelitian alat ukur yang digunakan akan sangat mempengaruhi ketelitian hasil validasi, oleh karena itu perlu digunakan alat ukur kecepatan yang lebih teliti. 3. Untuk mendapatkan nilai validasi yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lengkap dengan titik validasi yang lebih banyak. 4. Untuk menurunkan suhu di dalam kandang, dapat dilakukan dengan mengganti seng denga genting atau rumbia sebagai bahan penutup atap, memasang kipas agar sirkulasi udara menjadi lebih baik, atau dengan memindahkan lokasi kandang ke daerah yang memiliki suhu yang lebih cocok untuk pertumbuhan ayam.
67
DAFTAR PUSTAKA AAK. 1991. Beternak Ayam Ras Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Ayivor, V. P. K. dan Hellins, C. E. K. 1970. Poultry Keeping In The Tropics. Oxford University Press, London Bot, G. P. A. 1983. Greenhouse climate: from physical processes to a dynamic model. Thesis. Agricultural University of Wageningen. The Netherlands. Cahyono, Bambang. 1995. Cara Meningkatkan Budidaya Ayam Ras Pedaging (Broiler). Yayasan Pustaka Nusantama, Yogyakarta. Cheng, N. K. 1979. Stress pada unggas. Poultry Indonesia. No.1. Jakarta. Creswell, David dan Peni S. Haedjosworo. 1979. Bentuk kandang unggas dan kepadatan kandang untuk daerah tropis. Laporan Seminar Ilmu dan Industri Perunggasan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Ternak, Bogor, Indonesia, 21-23 Mei 1979. Darmadja, S. Djiwa.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan. Williamson, G. and W. J. A. Payne. 1978. An Introduction to Animal Husbandry In The Tropics. Longman Group Limitet, London. Esmay, Merle L. 1978. Principles Of Animal Environment. AVI Publishing Co, Connecticut. Esmay, Merle L. dan Jhon E. Dixon. 1986. Environment Control For Agricultural Buildings. AVI Publishing Co, Connecticut. Fadilah, Roni. 2004. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial. Gramedia Pustaka, Jakarta. Gozzali, A. 1981. Bagaimana Suhu Tinggi Menekan Produksi. Poultry Indonesia No.15 Jakarta.
68
Hammond, J. 1956. Farm Animals. Edward Arnold (Publishers) ltd. London. Henanto, Hendi. 2001. Skripsi. Evaluasi lingkungan kandang ayam pedaging dengan berbagai jenis atap. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor- Indonesia. Neurbaeur, Loren W. dan Harry B. Walker. 1961. Farm Bulding Design. PrenticeHall, Inc. Engelwood Cliffs, N. J. North, M. O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. AVI Publishing Co, Connecticut. Prayitno, A. Martono. 1996. Membuat Kandang Ayam. Penebar Swadaya, jakarta. Rahman, B. 1979. Beberapa patokan dalam membuat kandang. Poultry Indonesia no.1. Jakarta. Rasyaf. 1985. Beternak Ayam Ras Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf. 1995. Pengantar Usaha Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka, Jakarta. Sastroamidjojo, A. S. 1971. Ilmu Beternak Ayam N. V. Masa Baru Bandung. Jakarta. Takakura, T. 1989. Climate under cover. Lab. Of Environment Eng. , Dept. Of Agricultural Engineering, University of Tokyo, Japan. Versteeg, H.K dan W. Malalasekera, 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamics. The Finite Volume Method. Longnan Sc and Technical. Malaysia. Wathes, C. M. dan Charles. 1994. Livestock Housing. CAB International. Wallingsford. Ocon OXIO 8DE, UK.
69
70
Lampiran 1. Kandang
Orthogonal
54 71
Lampiran 1. Kandang (Lanjutan)
Tampak Depan 55 72
Lampiran 1. Kandang (Lanjutan)
52
m
Tampak Samping 56
Lampiran 2. Denah tata letak kandang
73
U
S
57 74
Lampiran3. Data Input CFD
ºC
8:00 23.80 27.00
Jam 12:00 14:00 25.70 26.20 32.00 31.30
16:00 23.50 27.80
m/det ºC
0.22 27.00
0.36 32.00
0.26 31.30
0.22 27.80
m W/m2 W/m2 K ºC
0.0004 172.38 5.49 27.80
0.0004 475.71 5.55 48.00
0.0004 242.86 5.54 41.70
0.0004 57.62 5.51 31.00
m m/det ºC W/m2 K
0.0002 26.50 0.00 26.50 7.41
0.0002 31.50 0.00 31.50 7.44
0.0002 32.00 0.00 32.00 7.45
0.0002 30.20 0.00 30.20 7.43
m ºC m/det ºC W/m2 K
0.15 26.20 0.00 26.20 7.41
0.15 26.20 0.00 26.20 7.44
0.15 31.80 0.00 31.80 7.44
0.15 29.70 0.00 29.70 7.43
m ºC m/det ºC W/m2 K
0.05 26.00 0.00 26.00 10.42
0.05 31.30 0.00 31.30 10.46
0.05 31.00 0.00 31.00 10.46
0.05 29.30 0.00 29.30 10.45
Satuan Lingkungan Suhu Velocity Inlet Kecepatan Suhu Atap Tebal Heat Fluks Heat Trans Coeficient Suhu Dinding Tebal Suhu Free stream velocity Free stream temp. Heat Trans Coeficient Slope Tebal Suhu Free stream velocity Free stream temp. Heat Trans Coeficient Lantai Tebal Suhu Free stream velocity Free stream temp. Heat Trans Coeficient
Properties
Zinc
Iron
Concrete
7150
7880
2310
Cp (J/kgK)
394
511
879
K (W/mK)
112
71.8
1.2
? (kg/m
2)
75
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Nilai Koefisien Konveksi Koefisien konveksi dihitung dengan rumus: 1. Atap 300.2 ÷ 298.8 hatap = 0.314 ×10 ( ∆T ) = 0.314 × 10 2 cal W = 0.000131 = 5.49 sec cm 2 K m 2K 2. Dinding
1
300 .2 ÷ 298 .9 hdinding = 0.424 × 10 ( ∆T ) = 0.314 × 10 2 = 0.000176 cal = 7.41W 2 sec cm 2 K m K 3. Lantai
1
−4
1
−4
4
1
−4
4
−4
300 .2 ÷ 298 .7 hlantai = 0.596 × 10 (∆ T ) = 0.314 × 10 2 cal W = 0.000248 = 10.41 sec cm 2 K m2 K 1
−4
4
4
−4
4
1 4
4. Slope 300 .2 ÷ 298 .5 hslope = 0.424 × 10 ( ∆T ) = 0.314 × 10 2 = 0.000176 cal = 7.41W 2 sec cm 2 K m K −4
1
4
−4
1
4
76
Lampiran 5. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada x=3.5 m) Koordinat (m) X Y Z 3.5 0 1 3.5 0 2 3.5 0 3 3.5 4 1 3.5 4 2 3.5 4 3 3.5 8 1 3.5 8 2 3.5 8 3 3.5 12 1 3.5 12 2 3.5 12 3 3.5 16 1 3.5 16 2 3.5 16 3 3.5 20 1 3.5 20 2 3.5 20 3 3.5 24 1 3.5 24 2 3.5 24 3 3.5 28 1 3.5 28 2 3.5 28 3 3.5 32 1 3.5 32 2 3.5 32 3 3.5 36 1 3.5 36 2 3.5 36 3 3.5 40 1 3.5 40 2 3.5 40 3 3.5 44 1 3.5 44 2 3.5 44 3 3.5 48 1 3.5 48 2 3.5 48 3 3.5 52 1 3.5 52 2 3.5 52 3 Rata-Rata
Suhu (ºC) Simulasi Ukur 26.98 27.23 27.00 27.23 27.00 27.20 27.00 27.23 27.00 27.17 27.00 27.30 27.00 27.13 27.00 27.13 27.00 27.27 27.00 27.13 27.00 27.20 27.00 27.17 27.00 27.13 27.00 27.13 27.00 27.20 27.00 27.17 27.00 27.13 27.00 27.23 27.00 27.17 27.00 27.10 27.00 27.17 27.00 27.27 27.00 27.27 27.00 27.27 27.00 27.17 27.00 27.27 27.00 27.23 27.00 27.27 27.00 27.33 27.00 27.37 27.00 27.23 27.00 27.27 27.00 27.30 27.00 27.27 27.00 27.40 27.00 27.33 27.00 27.30 27.00 27.30 27.00 27.40 26.95 27.37 26.99 27.37 27.00 27.40
SD 0.18 0.16 0.14 0.16 0.12 0.21 0.09 0.09 0.19 0.09 0.14 0.12 0.09 0.09 0.14 0.12 0.09 0.16 0.12 0.07 0.12 0.19 0.19 0.19 0.12 0.19 0.16 0.19 0.23 0.26 0.16 0.19 0.21 0.19 0.28 0.23 0.21 0.21 0.28 0.29 0.27 0.28 0.17
Kecepatan (m/det) Simulasi ukur SD 0.30 0.00 0.22 0.30 0.00 0.21 0.28 0.29 0.01 0.18 0.01 0.12 0.17 0.00 0.12 0.17 0.11 0.04 0.16 0.00 0.12 0.17 0.00 0.12 0.17 0.09 0.05 0.14 0.00 0.10 0.16 0.00 0.12 0.16 0.11 0.03 0.14 0.03 0.08 0.16 0.00 0.11 0.14 0.07 0.05 0.12 0.00 0.08 0.15 0.00 0.11 0.12 0.08 0.03 0.12 0.00 0.08 0.14 0.00 0.10 0.13 0.01 0.08 0.10 0.07 0.02 0.14 0.00 0.10 0.12 0.11 0.00 0.12 0.07 0.04 0.13 0.01 0.08 0.14 0.05 0.06 0.13 0.03 0.07 0.15 0.00 0.11 0.13 0.03 0.07 0.15 0.00 0.10 0.16 0.00 0.12 0.15 0.00 0.10 0.17 0.03 0.10 0.18 0.00 0.12 0.16 0.09 0.05 0.19 0.09 0.07 0.18 0.01 0.12 0.17 0.00 0.12 0.30 0.07 0.16 0.33 0.00 0.23 0.28 0.13 0.11 0.05
77
Lampiran 6. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada y=26 m) Koordinat (m) Y X Z 26 1.75 1 26 1.75 2 26 1.75 3 26 3.50 1 26 3.50 2 26 3.50 26 5.25 26 5.25 26 5.25 Rata-rata
3 1 2 3
Simulasi 27.00 27.00 27.01 27.00 27.00 27.00 26.98 26.98 27.00
Suhu (ºC) Ukur 27.20 27.20 27.23 27.23 27.23 27.27 27.13 27.13 27.27
SD 0.14 0.14 0.16 0.16 0.16 0.19 0.11 0.11 0.19 0.15
Kecepatan (m/det) Simulasi Ukur SD 0.15 0.07 0.05 0.13 0.11 0.01 0.11 0.13 0.02 0.09 0.07 0.01 0.12 0.00 0.08 0.12 0.01 0.09 0.07
0.11 0.04 0.01 0.11
0.01 0.02 0.06 0.03 0.03
78
Lampiran 7. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 imulasi 12.00, pada x=3.5 m) Koordinat (m) X Y Z 3.5 0 1 3.5 0 2 3.5 0 3 3.5 4 1 3.5 4 2 3.5 4 3 3.5 8 1 3.5 8 2 3.5 8 3 3.5 12 1 3.5 12 2 3.5 12 3 3.5 16 1 3.5 16 2 3.5 16 3 3.5 20 1 3.5 20 2 3.5 20 3 3.5 24 1 3.5 24 2 3.5 24 3 3.5 28 1 3.5 28 2 3.5 28 3 3.5 32 1 3.5 32 2 3.5 32 3 3.5 36 1 3.5 36 2 3.5 36 3 3.5 40 1 3.5 40 2 3.5 40 3 3.5 44 1 3.5 44 2 3.5 44 3 3.5 48 1 3.5 48 2 3.5 48 3 3.5 52 1 3.5 52 2 3.5 52 3 Rata-rata
Simulasi 32.14 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.16 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.16 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.16 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.15 32.14 32.15 32.15
Suhu (ºC) Ukur 33.13 33.10 33.10 33.10 33.10 33.07 33.13 33.13 33.20 33.13 33.03 33.07 33.07 33.07 33.13 32.43 32.97 32.97 32.87 32.57 32.93 32.90 32.87 33.03 33.03 33.03 33.07 33.07 33.07 33.13 33.10 33.10 33.10 32.93 33.17 33.13 32.77 33.17 33.13 33.03 33.10 33.10
SD 0.70 0.67 0.67 0.67 0.67 0.65 0.69 0.69 0.74 0.69 0.62 0.65 0.65 0.65 0.69 0.20 0.58 0.58 0.51 0.30 0.55 0.53 0.51 0.62 0.62 0.62 0.65 0.65 0.65 0.69 0.67 0.67 0.67 0.55 0.72 0.69 0.44 0.72 0.69 0.63 0.67 0.67 0.62
Kecepatan (m/det) Simulasi Ukur SD 0.51 0.00 0.36 0.50 0.00 0.35 0.50 0.03 0.33 0.29 0.27 0.02 0.20 0.00 0.14 0.29 0.15 0.10 0.27 0.00 0.19 0.29 0.05 0.17 0.28 0.13 0.11 0.28 0.09 0.13 0.26 0.03 0.16 0.25 0.29 0.03 0.27 0.00 0.19 0.26 0.00 0.18 0.21 0.07 0.10 0.25 0.00 0.18 0.22 0.27 0.04 0.20 0.34 0.10 0.23 0.09 0.10 0.22 0.00 0.15 0.17 0.11 0.04 0.19 0.00 0.13 0.20 0.03 0.12 0.20 0.12 0.06 0.20 0.00 0.14 0.24 0.00 0.17 0.25 0.05 0.14 0.23 0.05 0.12 0.22 0.07 0.11 0.22 0.13 0.06 0.24 0.14 0.07 0.28 0.00 0.20 0.28 0.00 0.20 0.27 0.25 0.01 0.27 0.13 0.10 0.32 0.05 0.19 0.25 0.21 0.03 0.29 0.07 0.16 0.50 0.12 0.27 0.56 0.24 0.22 0.47 0.13 0.24 0.48 0.12 0.25 0.15
79
Lampiran 8. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada y=26 m) Koordinat (m) X Y Z
Suhu (ºC) Simulasi Ukur
SD
Kecepatan (m/det) Simulasi Ukur SD
26 26 26
1.75 1.75 1.75
1 2 3
32.00 32.00 32.08
32.83 32.97 33.03
0.59 0.69 0.67
0.26 0.30 0.18
0.09 0.07 0.13
0.12 0.16 0.03
26 26
3.5 3.5
1 2
32.00 32.00
33.03 32.97
0.73 0.69
0.17 0.24
0.00 0.03
0.12 0.15
26 26
3.5 5.25
3 1
32.00 32.00
33.10 32.90
0.78 0.64
0.20 0.12
0.12 0.04
0.06 0.06
26 26
5.25 5.25
2 3
32.00 32.00
33.00 33.07
0.71 0.76
0.16 0.11
0.32 0.24
0.12 0.09
Rata-rata
0.69
0.10
80
Lampiran 9.
Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada x=3.5 m)
Koordinat (m) X Y Z 3.50 0 1 3.50 0 2 3.50 0 3 3.50 4 1 3.50 4 2 3.50 4 3 3.50 8 1 3.50 8 2 3.50 8 3 3.50 12 1 3.50 12 2 3.50 12 3 3.50 16 1 3.50 16 2 3.50 16 3 3.50 20 1 3.50 20 2 3.50 20 3 3.50 24 1 3.50 24 2 3.50 24 3 3.50 28 1 3.50 28 2 3.50 28 3 3.50 32 1 3.50 32 2 3.50 32 3 3.50 36 1 3.50 36 2 3.50 36 3 3.50 40 1 3.50 40 2 3.50 40 3 3.50 44 1 3.50 44 2 3.50 44 3 3.50 48 1 3.50 48 2 3.50 48 3 3.50 52 1 3.50 52 2 3.50 52 3 Rata-rata
Simulasi 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30 31.30
Suhu (ºC) Ukur 33.10 33.13 33.13 33.07 33.10 33.13 33.10 33.10 33.07 33.17 33.13 33.13 33.10 33.10 33.10 33.07 33.07 33.17 33.10 33.10 33.13 33.03 33.10 33.07 33.03 33.00 33.17 32.87 32.97 33.17 33.07 33.10 33.07 33.10 33.03 33.17 33.07 33.13 33.27 33.07 33.13 33.17
SD 1.27 1.29 1.29 1.25 1.27 1.29 1.27 1.27 1.25 1.32 1.30 1.29 1.27 1.27 1.27 1.25 1.25 1.32 1.27 1.27 1.29 1.22 1.27 1.25 1.22 1.20 1.32 1.11 1.18 1.33 1.25 1.28 1.25 1.28 1.23 1.33 1.26 1.30 1.40 1.25 1.30 1.32 1.27
Kecepatan Angin (m/det) Simulasi Ukur SD 0.30 0.00 0.21 0.28 0.00 0.21 0.32 0.04 0.20 0.24 0.00 0.20 0.21 0.00 0.17 0.20 0.30 0.15 0.21 0.07 0.07 0.21 0.01 0.10 0.19 0.16 0.14 0.19 0.00 0.02 0.20 0.03 0.14 0.19 0.29 0.12 0.18 0.03 0.07 0.20 0.03 0.10 0.16 0.18 0.12 0.13 0.03 0.01 0.19 0.13 0.07 0.16 0.15 0.04 0.18 0.00 0.01 0.12 0.07 0.13 0.16 0.17 0.04 0.14 0.17 0.00 0.17 0.07 0.02 0.14 0.15 0.07 0.14 0.03 0.00 0.17 0.07 0.08 0.15 0.05 0.07 0.18 0.28 0.07 0.20 0.20 0.07 0.17 0.32 0.00 0.18 0.00 0.11 0.20 0.00 0.13 0.17 0.00 0.14 0.20 0.04 0.12 0.21 0.05 0.12 0.20 0.05 0.11 0.23 0.07 0.10 0.22 0.07 0.11 0.21 0.21 0.10 0.38 0.01 0.00 0.39 0.08 0.26 0.34 0.09 0.22 0.10
81
Lampiran 10. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada y=26 m) Koordinat (m) X Y Z 26 1.75 1 26 1.75 2 26 1.75 3 26 3.50 1 26 3.50 2 26 26 26 26
3.50 5.25 5.25 5.25 Rata-Rata
3 1 2 3
Suhu (ºC) Simulasi Ukur 31.30 33.03 31.30 33.03 31.32 33.13 31.30 32.97 31.30 33.07 31.30 31.30 31.30 31.33
33.03 33 33.13 33.07
SD 1.22 1.22 1.28 1.18 1.25 1.22 1.20 1.29 1.23 1.23
Kecepatan Simulasi 0.07 0.11 0.08 0.13 0.07 0.15 0.17 0.22 0.18
Udara (m/det) Ukur SD 0.03 0.03 0.14 0.02 0.18 0.07 0.18 0.04 0.07 0.00 0.15 0.05 0 0.15
0.00 0.08 0.16 0.02 0.05
82
Lampiran 11. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada x=3.5 m) Koordinat (m) X Y Z 3.5 0 1 3.5 0 2 3.5 0 3 3.5 4 1 3.5 4 2 3.5 4 3 3.5 8 1 3.5 8 2 3.5 8 3 3.5 12 1 3.5 12 2 3.5 12 3 3.5 16 1 3.5 16 2 3.5 16 3 3.5 20 1 3.5 20 2 3.5 20 3 3.5 24 1 3.5 24 2 3.5 24 3 3.5 28 1 3.5 28 2 3.5 28 3 3.5 32 1 3.5 32 2 3.5 32 3 3.5 36 1 3.5 36 2 3.5 36 3 3.5 40 1 3.5 40 2 3.5 40 3 3.5 44 1 3.5 44 2 3.5 44 3 3.5 48 1 3.5 48 2 3.5 48 3 3.5 52 2 3.5 52 3 3.5 52 1 Rata-rata
Simulasi 27.83 27.81 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.81 27.80 27.80 27.82 27.80 27.80 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.81 27.80 27.80 27.80 27.80 27.80 27.81 27.80 27.80 27.81 27.80 27.84
Suhu (ºC) Ukur 31.17 31.23 31.23 31.27 31.23 31.23 31.23 31.20 31.30 31.23 31.20 31.20 31.23 31.20 31.23 31.23 31.17 31.23 31.20 31.13 31.17 31.23 31.17 31.20 31.17 31.13 31.17 31.17 31.20 31.17 31.20 31.17 31.13 31.07 31.10 31.17 31.17 31.17 31.07 31.10 31.13 31.23
SD 2.36 2.42 2.42 2.45 2.42 2.42 2.42 2.40 2.47 2.42 2.40 2.40 2.42 2.40 2.42 2.41 2.38 2.42 2.40 2.35 2.38 2.42 2.38 2.40 2.38 2.35 2.38 2.38 2.40 2.38 2.40 2.38 2.35 2.31 2.33 2.38 2.38 2.38 2.31 2.33 2.35 2.40 2.39
Kecepatan Simulasi 0.31 0.31 0.29 0.18 0.18 0.17 0.17 0.18 0.16 0.17 0.16 0.15 0.15 0.17 0.14 0.11 0.16 0.15 0.10 0.15 0.14 0.10 0.11 0.13 0.12 0.15 0.13 0.14 0.13 0.14 0.15 0.17 0.17 0.16 0.18 0.17 0.19 0.18 0.18 0.32 0.32 0.29
Udara (m/det) Ukur SD 0.00 0.22 0.00 0.22 0.15 0.10 0.07 0.08 0.00 0.13 0.16 0.01 0.01 0.12 0.00 0.12 0.05 0.08 0.00 0.12 0.01 0.11 0.14 0.01 0.00 0.11 0.04 0.09 0.11 0.02 0.00 0.08 0.00 0.11 0.07 0.05 0.00 0.07 0.00 0.11 0.11 0.02 0.00 0.07 0.00 0.08 0.08 0.03 0.00 0.08 0.00 0.11 0.12 0.01 0.01 0.09 0.00 0.09 0.10 0.03 0.14 0.01 0.14 0.02 0.10 0.05 0.00 0.11 0.00 0.13 0.12 0.03 0.15 0.03 0.00 0.13 0.13 0.03 0.29 0.02 0.14 0.13 0.18 0.07 0.08
83
Lampiran 12. Data suhu dan kecepatan hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada y=26 m) Koordinat (m) Y X Z 26 1.75 1 26 1.75 2 26 1.75 3 26 3.50 1 26 3.50 2 26 3.50 3 26 5.25 1 26 5.25 2 26 5.25 3 Rata-rata
Suhu (ºC) Simulasi Ukur 27.80 31.23 27.80 31.17 27.81 31.27 27.80 31.23 27.80 31.17 27.80 31.23 27.82 31.23 27.80 31.30 27.81 31.30
SD 2.42 2.38 2.44 2.42 2.38 2.42 2.41 2.47 2.47 2.43
Kecepatan (m/det) Simulasi Ukur SD 0.18 0.01 0.12 0.19 0.21 0.02 0.14 0.27 0.09 0.12 0.00 0.09 0.13 0.00 0.09 0.13 0.08 0.04 0.05 0.07 0.02 0.09 0.07 0.01 0.07 0.15 0.06 0.06
84
Lampiran 13.
RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 08.00, pada z=0.2 m) X 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Koordinat (m) Y 12 20 28 36 44 Rata-rata
Z 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Simulasi 80 80 80 80 80 80
RH (%) Ukur 82 86 86 85 84 85
SD 1.15 4.20 4.69 3.52 2.82 1.38
Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 1 simulasi 12.00, pada z=0.2 m) X 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Koordinat (m) Y 12 20 28 36 44 Rata-rata
Z 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Simulasi 63 64 64 63 60 63
RH (%) Ukur 65 66 70 68 68 2.142
SD 1.38 1.94 4.77 3.97 5.54 1.80
Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 14.00, pada z=0.2 m) X 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Koordinat (m) Y 12 20 28 36 44 Rata-rata
Z 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Simulasi 64 64 64 64 64 64
RH (%) Ukur 62 62 68 63 70 65
SD 1.20 1.44 3.28 0.26 4.69 2.17
Lampiran 13. Data RH hasil pengukuran dan simulasi CFD serta nilai standar deviasinya (Skenario 2 simulasi 16.00, pada z=0.2 m) X 3.5 3.5 3.5 3.5 3.5
Koordinat (m) Y 12 20 28 36 44 Rata-rata
Z 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Simulasi 59 59 59 59 59 59
RH (%) Ukur 71 73 80 74 71 4
SD 8.45 9.88 14.80 10.57 8.45 10.43
85
Lampiran 14. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
Lampiran 14.
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
86
Lampiran 15. Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 08.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
Lampiran 15. Sebaran suhu udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
87
Lampiran 16.
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
Lampiran 16.
Vektor kecepatan udara simulasi skenario 1, pukul 12.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
88
Lampiran 17. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
Lampiran 17.
Sebaran kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
89
Lampiran 18.
Vektor kecepatan udara simulasi skenario 2, pukul 14.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
Lampiran 18. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
90
Lampiran 19. Sebaran kecepatan udara simulasi skenario2, pukul 16.00, pada bidang XZ pada Y = 26 m.
Lampiran 19. Sebaran suhu udara simulasi skenario 2, pukul 16.00, pada bidang YZ pada X = 3.5 m.
91