II PREDIKSI SUHU, KELEMBABAN DAN AMONIA PADA BROILER CLOSED HOUSE MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD) Abstract Broiler was a kind of superior race from crosses of chicken nations that have high productivity power, especially in the production of chicken meat. In an attempt was broiler chicken rearing, the temperature, humidity and ammonia was a crucial factor in chicken rearing in tropical regions. Broiler closed house was a system that offers a solution to provide thermal comfort of broilers were raised. The research objectives were: first, to model the temperature, humidity and ammonia in closed broiler houses by using Computational Fluid Dynamics (CFD), second, to determine the distribution of temperature, humidity and ammonia in the chicken coop. In this study design modeling of temperature, humidity and ammonia in the broiler closed house with mathematics consists of the room temperature, floor temperature, the temperature of the walls and roof temperatures. Data was collected in two ways from the primary measurements obtained using sensors include: the floor temperature, the wall temperature, the room temperature, the temperature of the roof and the secondary wind speed and temperature, humidity environments and available from BMG Bogor irradiation and temperature data of broilers, the fan power and lamp as the input bondary condition for CFD simulations. Materials used include: sensor kestrel 3000 for measuring temperature, humidity and air velocity, a set of computers and peripherals, and thermo Copel and hybrid recorder, to measure the temperature and humidity, wall, floor, roof, a set of broiler closed house, broilers, anemometer was used to measuring air velocity in units of m/s (meters per second), Impinger water used to take samples of air-free ammonia, Spectrofotometer used to measure the intensity level of ammonia that is on stable mercury thermometer used to measure the temperature on the temperature distribution tends litter. Rseult of simulation increased in the outlet area of the enclosure from any accumulation of hot broiler convection flow due to blast air into the outlet. Validation includes validation measurements performed by comparing the actual data and validation of measurement and simulation mesh. Validation of measurement for temperature and wind speed is good enough. Validation mesh was used to test the accuracy of the simulation itself can find the thermal comfort parameters of broilers. Simulation of heat transfer (temperature) has been used to predict the distribution of temperature, humidity and ammonia in a broiler closed house by using CFD modeling that can be used as a reference and control temperature, humidity and ammonia. The simulation results of temperature, humidity and ammonia broiler closed house have been validated indicate a significant correlation to the temperature coefficient of determination (R2) 99.093% and RMSE 0.934952, humidity coefficient of determination (R2) 99.007% and RMSE 0.966379 and ammonia coefficient of determination (R2) 99.11% and RMSE 1.4859.
Keywords: Prediction, Temperature, Humidity, Ammonia Broiler Closed House, CFD
21
Abstrak
Ayam broiler merupakan jenis ayam ras unggulan hasil persilangan dari bangsabangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Dalam usaha pembesaran ayam broiler tersebut, suhu, kelembaban dan amonia merupakan faktor yang krusial dalam pembesaran ayam di wilayah beriklim tropis. Broiler closed house merupakan suatu sistem yang menawarkan solusi untuk memberikan kenyamanan termal terhadap ayam broiler yang dibesarkan. Tujuan Penelitian adalah: pertama, untuk memodelkan suhu pada broiler closed house dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), kedua, untuk mengetahui distribusi suhu, kelembaban dan amonia dalam kandang ayam. Dalam rancangan penelitian ini pemodelan matematika suhu, kelembaban dan amonia dalam kandang ayam terdiri dari suhu ruangan, suhu lantai, suhu dinding dan suhu atap. Pengambilan data dilakukan dua cara yaitu primer diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan sensor diantaranya: suhu lantai, suhu dinding, suhu ruangan, suhu atap dan kecepatan angin dan sekunder suhu, kelembaban lingkungan dan iradiasi diperoleh dari BMG Bogor dan data suhu ayam, daya kipas angin dan lampu sebagai input bondary condition simulasi CFD. Peralatan yang digunakan meliputi: sensor kestrel 3000 untuk mengukur suhu, kelembaban dan kecepatan udara, satu set komputer dan peripheral, thermo copel dan hybrid recorder, untuk mengukur suhu dan kelembaban, dinding, lantai atap, satu set kandang, ayam broiler, anemometer digunakan untuk mengukur kecepatan udara dengan satuan m/s (meter per sekon), Air Impinger digunakan untuk mengambil sampel amonia dari udara bebas, Spectrofotometer digunakan untuk mengukur tingkat intensitas amonia yang ada pada kandang Termometer raksa digunakan untuk mengukur suhu pada litter.Hasil simulasi Distribusi suhunya cenderung meningkat pada daerah outlet kandang akibat ada akumulasi panas dari konveksi ayam yang disebabkan hembusan aliran udara menuju outlet. Validasi dilakukan meliputi validasi pengukuran dengan membandingkan data aktual pengukuran dan simulasi dan validasi mesh. Validasi pengukuran untuk suhu dan kecepatan angin cukup baik Validasi mesh digunakan untuk menguji keakuratan dari simulasi itu sendiri dapat memenuhi parameter kenyamanan termal ayam. Simulasi pindah panas (suhu) yang dipakai telah dapat memprediksi sebaran suhu, kelembaban dan amonia dalam broiler closed house dengan menggunakan CFD sehingga bisa dijadikan acuan pemodelan dan kendali suhu, kelembaban dan amonia. Hasil simulasi suhu, kelembaban dan amonia broiler closed house telah divalidasi menunjukkan akurasi yang korelasi signifikan untuk suhu koefisien determinasi (R2) 99,093 % dan RMSE 0,934952, kelembaban koefisien determinasi (R2) 99,007 % dan RMSE 0,966379 dan amonia koefisien determinasi (R2) 99,11 % dan RMSE 1.4859. Keywords: Prediksi Suhu, Kelembaban dan Amonia Broiler Closed House, CFD
22
Pendahuluan Ayam broiler merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari berbagai ras ayam yang memiliki
daya produktivitas tinggi, terutama dalam produksi
daging. Masyarakat Indonesia tingkat konsumsi daging ayam masih rendah, begitupula kenaikan populasi dan produksi ayam broiler masih rendah. Hal ini disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang belum baik dan efektif. Hanya sebagian kecil dari peternakan ayam yang sudah menerapkan manajemen pemeliharaan yang sesuai dan diikuti dengan penerapan teknologi. Ini merupakan salah satu hambatan dalam peningkatan populasi ayam broiler.di Indonesia memiliki kondisi lingkungan tropis, terutama suhu luar yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan kandang sehingga peluang pemeliharaan ayam broiler di Indonesia masih sangat terbuka lebar. Suhu, sanitasi, ventilasi dan kelembaban kandang ayam sangat perlu diperhatikan. Indonesia sebagai negara tropis, memiliki suhu lingkungan yang cukup tinggi untuk memelihara broiler karena suhu optimum untuk memelihara ayam broiler antara 180C-240C (Rose 1997). Panas adalah energi yang merambat atau berpindah karena ada perbedaan suhu, ada tiga cara perpindahan panas yaitu: pertama: konduksi didefinisikan sebagai perpindahan panas dalam suatu medium tanpa disertai perpindahan partikel dalam medium tersebut, kedua: konveksi didefinisikan sebagai perpindahan panas dalam suatu medium yang disertai perpindahan-perpindahan partikelnya,
ketiga:
radiasi didefinisikan sebagai
perpindahan panas yang tidak memerlukan medium perantara. Prinsip kerja pemanas ruangan dikembangkan berdasarkan Hukum Termodinamika I dan II. Perpindahan panas pada kasus pemanasan ruangan adalah memindahkan energi dalam bentuk panas dari suatu titik yang bersuhu tinggi ke titik yang bersuhu lebih rendah (Holman 1997; Wood dan Lawrence 1997; Cengel 2003). Untuk menghangatkan ruangan dibutuhkan suatu fluida (berupa air, udara, atau uap) yang dipanaskan di dalam heat source/boiler yang dialirkan melalui pipa dengan evavoration cooling yang berhubungan langsung dengan udara ruangan. Fluida akan mengalir kembali lagi ke heat source/boiler untuk dipanaskan kembali (COBB 2010; PCPI 2005; Alimuddin et al. 2010, 2011). Prinsip utama dalam membangun broiler closed house adalah menyediakan lingkungan yang sehat bagi peternakan ayam. Kualitas lingkungan yang sehat
23
menurut standar Eropa antara lain mencakup parameter kadar amonia, karbon dioksida, debu tehirup oleh ternak, debu yang di respirasi oleh ternak, dan bakteri yang mematikan (Leeson 2000). Parameter lain yang juga sangat penting dalam lingkungan kandang ayam adalah suhu udara dan ventilasi dalam kandang (Bell 2001). Di daerah iklim panas tropis pengurangan suhu udara di dalam kandang ayam sangat penting dalam rangka untuk membatasi kerugian produksi. Meskipun hal ini sulit untuk dicapai terutama pada kandang tertutup (broiler closed house). Pengurangan suhu udara di dalam kandang, dilakukan dengan bantuan kipas angin dan sistem pendingin (Bucklin et al. 2009). Tabel 2.1 Batas ambang suhu dan kelembaban dalam Broiler Closed House Umur-Hari Kelembaban (RH) (%) Temperatur C0(F) Temperatur C0(F) 0 30-50 34(91) 33(91) 7 40-60 31(88) 30(86) 14 40-60 27(81) 27(81) 40-60 24(75) 24(75) 21 28 50-70 21(70) 21(70) 35 50-70 19(66) 19(66) 42 50-70 18(64) 18(64) Sumber: (Pokhpan 2005), (COBB 2010) Di Indonesia, baku mutu gas amonia dan hidrogen sulfida di udara dijelaskan dalam surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP 03/MENKHL/II/1991, dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Baku mutu ambien dan emisi gas NH3 dan H2S Ketentuan Gas NH3 Gas H2S Baku mutu udara ambient 2 ppm/ 24 jam 0.03 ppm/ 30 menit Baku mutu udara emisi Ringan 5 ppm 6.25 ppm Ketat 1 ppm 5 ppm Sumber: Hidayatun (2007) NH3, H2S, dan CO2 seringkali menyebabkan masalah bagi kesehatan ternak, peternak, dan lingkungan sekitar (Hidayatun 2007). Beberapa penelitian tentang pengaruh NH3 terhadap ternak unggas, diantaranya dapat menurunkan rata-rata pertumbuhan, mengurangi efisisensi pakan, merusak saluran pernafasan dan meningkatkan aktivasi virus ND (New Castle Disease).
24
Salah satu parameter yang mempengaruhi kesehatan ternak tersebut adalah amonia. Amonia merupakan produk dekomposisi dari senyawa organik yang tidak teroksidasi secara sempurna karena kondisi anaerobik (Appl 1999). Amonia merupakan gas yang tidak berwarna tetapi memiliki bau yang sangat menyengat. Pada kandang ayam amonia dihasilkan dari kotoran ayam, sehingga jika amonia ini tidak segera dialirkan akan mengganggu kondisi lingkungan ayam, oleh karena amonia bersifat racun. Secara teoritis amonia dihasilkan melalui perubahan hidrolisis dari urea dengan proses enzimatis dan mikrobiologi. Secara kimia amonia dapat berupa fase cair maupun fase gas. Proses konveksi amonia berlangsung dari permukaan lantai menuju aliran udara bebas (Liu 2007). Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak yang menghasilkan kandungan amonia relatif lebih tinggi dibanding ternak lainnya, karena ayam broiler mengkonsumsi protein lebih tinggi untuk kebutuhan hidup. Batas toleransi kadar NH3 pada ayam disajikan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Ambang batas kadar NH3 pada manusia dan ternak Konsentrasi (ppm) Pengaruh 5 Timbul iritasi pada mukosa mata dan saluran pernafasan ayam 11 Penurunan produktivitas ayam 25 Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 8 jam 36 Kadar maksimum yang dapat ditolerir selama 10 menit 50 Penurunan produktivitas ayam dan bursa fabricious Sumber: Hidayatun (2007)
Menentukan konsentrasi amonia diperlukan teknologi yang memadai sehingga cenderung mahal dan sulit dalam melakukan pengukuran mengingat kondisi kandang yang tidak kondusif untuk dilakukan pengukuran (Liu 2007). Hal ini mengharuskan menjaga kenyamanan ayam pada kandang ayam komersial. Diperkirakan 80% dari lapisan lantai itu adalah kotoran ayam. Kondisi bagian atas lapisan lantai itu diperparah oleh darah, bangkai dan bulu ayam yang mati. Hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya kondisi lingkungan ayam akibat bau maupun kualitas udara yang dihasilkan. Pertumbuhan jumlah ayam broiler yang tidak alami dengan ruang gerak yang terbatas memicu ayam-ayam tinggal diam di tempat yang basah, kotor dan penuh dengan amonia (NH3). Hal ini menyebabkan lecet pada dada dan memar pada paha ayam yang sangat menyakitkan. Memar pada paha terlihat jelas pada
25
ayam-ayam yang dijual di supermarket (memar itu terdapat pada sendi kaki bagian atas). Luka dan borok pada kaki dan dada juga sering ditemukan. Kondisi lingkungan hidup yang buruk dan padat dalam kandang memudahkan ayam terserang berbagai penyakit. Uap amonia yang sangat kuat bisa menyebabkan sakit pada mata hingga mengalami kebutaan. Serangan jantung (atau disebut sindrom kematian akut), penyakit pernapasan kronis, pembengkakan hati, penyakit ginjal, dan serangan dari bakteri dan virus telah menyebabkan angka kematian yang tinggi pada peternakan ayam. Oleh karena itu, perancangan model matematika untuk memprediksi suhu, kelembaban dan amonia pada broiler closed house berdasarkan keseimbangan panas. Untuk parameternya adalah :M adalah massa laju aliran udara, kg / jam, Ht adalah transfer entalpi (kJ/kg) termasuk feses ayam (ppm), Wt adalah kelembaban transfer rate, (kg/jam) subskrip s dan e adalah pasokan dan pembuangan udara masing-masing.
Gambar 2.1 Keseimbangan panas untuk Broiler Closed House dengan ventilasi alami ruang udara (ASAE, 2003). Tujuan penelitian ini adalah pertama: memprediksi perpindahan panas (suhu), kelembaban dan amonia dalam broiler closed house, kedua, mengkaji karakteristik lingkungan optimal dan tidak optimal parameter suhu, kelembaban dan amonia pada broiler closed house , ketiga: menempatkan letak sensor suhu, kelembaban dan amonia di broiler closed house,. Penelitian-penelitian sebelumnya (state of the art) berhubungan suhu di dalam
kandang
ayam
diantaranya:
Suhu
kandang
sebesar
29.4-30.50C
menggunakan Sling psychrometer (Ernst 1998). Suhu kandang antara 180C-240C
26
(Rose 1997). Modeling emisi amonia dari litter ayam broiler dengan sistem ruang melalui aliran Dinamis (Soldato et al. 2005). Besaran amonia 0-9 ppm karena dapat diserap sepenuhnya (100% efisiensi) ke dalam udara pada broiler closed house (Ori Lahav 2008). Simulasi pola aliran udara dan distribusi suhu pada kandang broiler closed house menggunakan computational fluid dynamics (Suud 2010). Simulasi amonia menggunakan CFD menghasilkan kadar amonia pada broiler closed house kurang dari 10 ppm (Farid 2009). Kritik desain sistem informasi pada house untuk ayam broiler dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Alimuddin et al. 2010). Simulasi iklim mikro dalam struktur unggas di Kenya (Mutai et al. 2011).
Bahan dan Metode Bahan yang Digunakan Lokasi penelitian ini dilaksanakan antara lain di laboratorium Teknik Bioproses Universitas Tsukuba Jepang, Laboratorium Kontrol dan Instrumentasi FATETA IPB, dan University of Farm broiler closed house Cikabayan IPB mulai bulan Januari 2009 sampai April 2011. Bahan yang digunakan terdiri dari ayam broiler sebanyak 20.000 ekor, kandang ayam dengan sistem broiler closed house yang ada di lahan penelitian dengan ukuran panjang x lebar x tinggi adalah 120 m x 12 m x 2.5 m, pakan ayam, air minum, software computational fluid dynamics (CFD), gambit 2.2.30 & fluent 6.2. dan computational fluid dynamics solidword untuk simulasi kelembaban dan amonia (Anderson 1995; Ferziger and Peric 1996; Wesseling 2001; Yani 2007). Peralatan yang digunakan meliputi : kestrel 3000 untuk mengukur suhu, kelembaban dan kecepatan udara, satu set komputer dan peripheral, thermo copel, weather station, satu set kandang ayam dengan sistem isolasinya, exhaust fan (kipas angin) sebanyak 8 buah, evaporative cooling (unit pendingin) sebanyak 2 buah, heater (unit pemanas) sebanyak 2 buah, temtron sebanyak 2 buah, tempat air minum, tempat pakan ayam. Tahapan yang digunakan dalam penelitian adalah : a) melakukan pengukuran suhu, kelembaban dan amonia dalam ruangan broiler closed house untuk data primer sedangkan suhu kelembaban dan iradiasi lingkungan luar kandang diambil dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) untuk data sekunder, b) mensimulasikan prediksi suhu, kelembaban dan amonia
27
dengan menggunakan computational fluid dynamics (CFD) pada broiler closed house, c) menvaliadasi antara pengukuran dan simulasi CFD.
Metode yang Digunakan Metode ini digunakan untuk mengukur parameter suhu kandang dan mengambil data sekunder dalam peneltian sebelumnya dan BMG, terdiri dari suhu ruangan, suhu dinding, suhu lantai, suhu atap, suhu ayam, suhu evavoration cooling, suhu kipas angin. Pengujian model dilakukan dengan mensimulasi model perpindahan panas untuk menduga perubahan suhu, kelembaban, dan amonia dalam broiler closed house. Variabel yang digunakan suhu ruangan, suhu lantai, suhu dinding, suhu atap, kelembaban ruangan, feses ayam terhadap waktu. Simulasi pindah panas dan massa dalam kandang dilakukan dengan memecahkan persamaan atur (governing equation) dengan metode Euler’s Finite Difference. Simulasi dilakukan dengan bantuan komputer software CFD gambit 2.2.30 & fluent 6.2. untuk suhu, software CFD solidword versi 2010 untuk kelembaban dan amonia, serta hasil perhitungan akan dibandingkan dengan pengukuran untuk pengujian atau validasi model. Penyusunan model berdasarkan persamaan perhitungan pindah panas baik secara konveksi lantai, dinding, atap, konduksi pada atap dan radiasi pada atap. Persamaan alur dalam bentuk model matematika untuk menghitung perubahan suhu, kelembaban, amonia dalam ruangan kandang ayam berdasarkan hukum keseimbangan energi sebagai berikut : Iradiasi Matahari
Lantai, Dinding, Atap
Q (Pemanas)
Udara dalam Broiler Closed House
N (Amonia)
S (Pelembab)
Lingkungan Luar
Gambar 2.2 Pemodelan kandang ayam tertutup (Broiler Closed House)
28
Suhu Ruangan (Troom)
…………………………………………………………….……………………(2.1) Suhu Lantai (Tfloor) ………………...………………………...(2.2) Suhu Atap (Troof)
…………………………...(2.3) Suhu Dinding (Twall)
…………………………...(2.4) Kelembaban Ruangan
….(2.5) ………… Amonia Ruangan
........................................................................................................................(2.6) ……Untuk pemodelan disimulasi CFD menggunakan persamaan untuk memecahkan input data dari pra-pengolahan dibangun dari tiga prinsip dasar fluida yaitu:
Hukum Kekekalan Massa. Keseimbangan massa fluida menyatakan laju kenaikan (pertambahan) massa elemen fluida sama dengan laju aliran massa ke dalam elemen fluida. Dituliskan dalam bentuk persamaan
kontinuitas tiga dimensi sebagai berikut
(Anderson, 1995): D ( u ) ( v) ( w) D ( u ) ( v) ( w) Dt x y z t Dt x y z t D ( u ) ( v) ( w) Dt x y z t D ( u ) ( v) ( w) Dt x y z t
..............................................................(2.7)
29
dengan ρ merupakan masa jenis dari fluida dan t adalah waktu sedangkan u, v, w merupakan komponen dari vektor kecepatan dalam sumbu x, y, dan z yang diberikan dalam persamaan berikut: V ui vj wk
..........................................................................(2.8)
dan i, j, dan k adalah unit vektor pada sumbu x, y,dan z.
Laju Perubahan Momentum Laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton). Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Strokes berikut (Anderson 1995; Ferziger and Peric 1996; Wesseling 2001). Momentum x:
( u ) .( u 2 ) ( uv) ( uw) p u V .V 2 t x y z x x x
v u u w f x y x y z z x
....................................(2.9)
Momentum y: ( v) ( v 2 ) ( uv) ( vw) p v V .V 2 t y x z y y y
v u v w f y x x y z z y
........................................(2.10)
Momentum z:
( w) ( w 2 ) ( vw) ( uw) p w V .V 2 t Z y x z z z
w v u w f z y y z x z x
....................................(2.11)
dengan u, v, dan w merupakan komponen dari vektor kecepatan dalam sumbu x, y, dan z. ρadalah masa jenis fluida, p adalah tekanan, f adalah gaya per satuan masa yang dikenakan pada fluida,
f x adalah f pada sumbu x, V adalah kecepatan
skalar V adalah kecepatan vektor, adalah koefisien viskositas molekular dan adalah -2/3 .
30
Hukum Kekekalan Energi. Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika yang menyatakan bahwa: laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambah dengan laju kerja yang diberikan pada partikel. Secara matematik dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut (Anderson 1995):
D V2 T T T u v w e q k k k p u xx yx zx v xy yy zy w xz yz zz Dt 2 x x y y z z x y z x y z x y z x y z .
..............................................(2.12)
Dengan e merupakan internal energi, k adalah konduktivitas panas, T adalah temperatur fluida, τ merupakan tegangan geser atau shear stress, sedangkan τxy menunjukkan adanya tegangan geser pada arah sumbu x pada bidang yang tegak lurus dengan bidang sumbu y.
Hukum Kekekalan Spesies Transport Persamaan spesies transport dapat digunakan untuk memprediksi fraksi massa masing-masing spesies material yang memiliki karakteristik kimiawi berbeda dengan pendekatan prinsip difusi-konveksi masing-masing material. Yi Yi J i Ri S i t
................................................(2.13)
dimana, Yi merupakan fraksi massa masing-masing spesies i, Ri adalah nilai net spesies hasil reaksi kimia dan S i adalah nilai net spesies yang disebarkan ke dalam sistem simulasi yang didefinisikan oleh user. Selain itu, nilai fluks difusi massa dari masing-masing spesies material dipengaruhi oleh tipe aliran yang terjadi dalam sistem, yaitu laminar atau turbulen, dimana secara berturut-turut dituliskan: J i Di ,m Yi J i Di ,m t Yi Sct
……………………………… (2.14) ……………………………… (2.15)
dimana, Di , m adalah difusivitas massa masing-masing spesies material dan Sct merupakan nilai angka Schmidt.
31
Hasil dan Pembahasan Simulasi distribusi pola aliran udara dan suhu dilakukan pada saat ayam produksi sehingga dalam simulasi terdapat inisialisasi panas ayam yang mempengaruhi suhu lingkungan kandang. Pengukuran suhu di kandang dilakukan pada pukul 09.00 WIB, 12.00 dan 16:00 WIB dengan keadaan cuaca cerah. Simulasi merupakan simulasi steady state karena itu hanya digunakan data pagi, siang dan sore yang mewakili suhu lingkungan maksimum akibat radiasi matahari.
Area I, 5940 ekor ayam
Exhaust fan area udara keluar/outlet
Area II, 8910 ekor ayam
Area III, 4950 ekor ayam Evaporative pad area udara masuk/inlet
Gambar 2.3 Geometri kandang piktorial dengan bagian atap disembunyikan (hidden). Bentuk geometri dari kandang ayam diasumsikan sebagai plat datar tipis yang tidak mempengaruhi aliran dalam simulasi. Plat datar tipis tersebut dibagi dalam tiga area yang menggambarkan perbandingan jumlah ayam dalam tiap area seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Dua area inlet udara berada pada evaporative pad bagian depan didefinisikan sebagai environment pressure. Exhaust fan didefinisikan sebagai outlet velocity. Hubungan perbedaan tekanan (Pa) dan debit aliran tidak didefinisikan karena sudah diwakili dengan data kecepatan angin dan arah aliran didefinisikan tegak lurus terhadap permukaan fan. Keterbatasan definisi exhaust fan disebabkan karena data spesifikasi exhaust fan yang digunakan di kandang tidak tersedia baik di modul engineering database software CFD Lab 2009 ataupun tercatat di broiler closed house tempat penelitian.
32
Pemilihan mesh menggunakan pilihan mesh tingkat 5 setelah melalui proses mesh dependency test. Jumlah seluruh cell yang terbentuk pada mesh tingkat 5 berjumlah 672.689 cells yang terdiri dari fluid cells berjumlah 469.648 cells dan solid cells berjumlah 31.696 cells dan iterasi dilakukan hingga global goals mencapai kovergen selama 420 kali iterasi. Hasil simulasi ditampilkan dalam bentuk cut plot contour dan vector. Penyajian gambar hasil simulasi tampak atas ditampilkan pada ketinggian 0,25 meter, 0,45 meter, dan 1,7 meter untuk menunjukkan adanya perbedaan profil pada setiap ketinggian. Profil pada ketinggian 0,25 meter dapat juga mewakili ketinggian pada daerah habitat ayam sedangkan profil pada ketinggian 1,7 meter dapat mewakili ketinggian manusia ketika berdiri.
Drag force
Daerah separasi aliran
Drag force
Daerah pertemuan dua aliran udara
Gambar 2.4 Cut plot contour dan vektor aliran udara pada inlet Gambar 2.4 menggambarkan udara masuk dari dua ujung evaporatif pad karena adanya hisapan dari exhaust fan yang bekerja. Terjadi desakan udara pada ujung evaporative pad sehingga timbul drag force. Drag force adalah gaya dari fluida yang mendesak suatu benda pada arah aliran fluida tersebut (Cengel dan Turner 2001). Aliran udara masuk yang tertahan itu disebabkan adanya sudut pada ruang pemisah antara evaporative pad dan kandang. Pemberian ruang pemisah berfungsi untuk mengeliminir efek wind chill (PCPI 2005). Efek wind chill adalah penurunan suhu yang drastis dirasakan oleh ayam karena hembusan angin yang terlalu kencang. Akibat timbulnya drag force pada sudut di ruang pemisah, menyebabkan adanya flow separation atau pemisahan aliran. Pemisahan aliran adalah fenomena
33
ketika aliran fluida berpisah dari permukaan benda setelah sebelumnya aliran mengikuti kontur permukaan benda tersebut. Area pemisahan ini tergantung dari beberapa faktor seperti bilangan reynold dan kekasaran permukaan benda. Makin besar tekanan akibat drag force maka makin besar pula daerah pemisahan aliran yang terjadi (Cengel dan Turner 2001). Penurunan kecepatan aliran terjadi pada daerah separasi. Di luar daerah separasi, kecepatan aliran udara bertambah karena adanya pertemuan antara dua aliran udara dari kedua ujung evaporative pad. Ketika aliran udara menabrak sudut dinding pemisah meyebabkan aliran terdesak pada daerah pertemuan dua aliran udara. Pada area ini kecepatan aliran udara bertambah karena berkurangnya daerah efektif aliran.
Suhu dalam Broiler Closed House Peristiwa pindah panas yang paling mempengaruhi dalam kandang closed broiler house adalah pindah panas konveksi dari tubuh ayam ke udara karena adanya aliran udara secara mekanis yang disebabkan beroperasinya exhaust fan. Adanya peristiwa konveksi paksa itu dapat dilihat pada Gambar 2.5. Inisialisasi panas ayam menggunakan definisi heat source dari plat datar. Sedangkan panas dari konstruksi bangunan didefinisikan sebagai real wall dari permukaan konstruksi bangunan tersebut. Definisi heat soure merupakan prinsip heat flux konstan sedangkan real wall merupakan prinsip temperatur konstan dalam pindah panas konveksi. Konveksi paksa pada tubuh terjadi ketika aliran udara menerpa tubuhnya. Konveksi paksa tersebut menyebabkan berkumpulnya panas di ujung outlet. Semakin dekat dengan sumber panasnya, profil akumulasi panas semakin terlihat jelas. Suhu udara pada area kandang yang tidak merata ini dapat mengurangi performansi ayam, sehingga perlu dilakukan pengaturan kepadatan ayam. Pengaturan kepadatan ayam dilakukan dengan cara di bagian belakang lebih rendah daripada kepadatan ayam di bagian tengah dan depan seperti yang dilakukan pada simulasi ini. Kepadatan ayam pada area tiga yang berada di bagian belakang dibuat paling rendah kepadatannya untuk mengurangi heat stress pada ayam karena adanya akumulasi panas yang dihisap oleh exhaust fan.
34
Exhaust fan
Evaporative Pad
Gambar 2. 5 Cut plot tampak samping profil temperatur udara pada kandang
Gambar 2.5 menggambarkan terbentuknya thermal boundary layer akibat adanya konveksi paksa pada suatu permukaan benda yang memiliki suhu dibawah atau diatas suhu dari fluida yang mengalir pada permukaannya. Thermal boundary layer adalah daerah aliran fluida diatas permukaan benda dimana variasi suhunya terhadap arah normal atau tegak lurus terhadap permukaan benda tersebut cukup signifikan (Cengel dan Turner 2001). Ketebalan dari thermal boundary layer pada kandang closed house ini terus bertambah hingga ujung dari aliran udara atau di area exhaust fan. Profil thermal boundary layer menunjukkan peristiwa konveksi pindah panas antara permukaan benda dan fluida. Jika terdapat aliran fluida diatas permukaan benda yang dipanaskan atau didinginkan, velocity boundary layer dan thermal boundary layer akan terbentuk secara simultan. Fenomena ini menunjukkan kecepatan udara yang mengalir di atas permukaan benda tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap konveksi pindah panas yang terjadi (Cengel dan Turner 2001). Pada simulasi suhu starter, grower dan finisher menggambarkan bahwa panas akibat konveksi dari material atap relatif tidak berpengaruh terhadap ayam. Konveksi panas dari ayam dan bagian dinding terpal cenderung lebih berpengaruh signifikan dan panasnya akan terakumulasi pada kandang bagian belakang. Suhu yang tercatat pada saat percobaan berfluktuasi kisaran 280C-330C. Data yang dimasukan kedalam boundary condition sebagai masukan di CFD dibagi atas 3 kondisi pagi, siang dan sore untuk ayam broiler periode starter.
35
Suhu Optimun dan Tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Starter Tabel 2.4 Suhu Kondisi optimun periode Starter (Umur 1-18 Hari) pagi jam 09.00 Material Suhu Nilai 0 Suhu Lingkungan 32,4 C Atap Seng 35.50 C Lantai Tanah 33 0 C Panas Ayam 40 0 C Dinding kiri, kanan 33 0 C Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Radiasi 343W/m2 Kipas angin 8.800 watt Lampu 18 watt Kecepatan angin 1,8 m/s
Gambar 2. 6 Suhu pada pagi jam 09.00 untuk starter (umur 1-18 hari) Gambar 2.6 menjelaskan penyebaran suhu ruangan 200C-360C suhu lingkungan (ambient) 32,40 C,suhu atap 35,50 C,suhu lantai 330C, suhu ayam 40 0C, suhu dinding kiri dan kanan 33 0 C, suhu evavorating cooling 200C -20,60C. Suhu ruangan yang panas terdapat ditengah dan suhu lantai karena dipengaruhi oleh litter dan ayam broiler. Gambar 2.5 dilihat dari atap-lantai ini menjelaskan potongan sumbu x-z terhadap sumbu y.
36
Tabel 2. 5 Suhu tidak optimun starter (umur 1-18 hari) siang jam 12.00 Material Suhu Nilai 0 Suhu Lingkungan 35,20 C Atap Seng 38.80 C Lantai Tanah 34 0 C Panas Ayam 40 0 C Dinding kiri, kanan 34,5 0 C Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Radiasi 400 W/m2 Kipas angin 8.800 watt Lampu 18 watt Kecepatan angin 1,7 m/s
Gambar 2. 7 Suhu siang jam 12.00 untuk starter Gambar 2.7 di atas menjelaskan penyebaran suhu rungan 200C-400C suhu lingkungan (ambient) 32,40 C,suhu atap 35,50 C,suhu lantai 330C, suhu ayam 40 0C, suhu dinding kiri dan kanan 33 0 C, suhu evavorating cooling 200C -20,60C. Suhu ruangan yang panas terdapat ditengah dan suhu lantai karena dipengaruhi oleh litter dan ayam broiler. Kelembaban Optimun dan Tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Starter Parameter RH juga disimulasikan dalam penelitian ini. Tetapi perhitungan RH tidak memperhitungkan adanya penguapan yang terjadi pada tubuh ayam, udara pernapasan ayam, litter, dan penguapan dari bahan-bahan cair seperti air minum ayam dalam kandang. Tampak simulasi kelembaban starter, grower dan finhser, pola penyebaran profil RH makin tinggi di daerah inlet. Tingginya RH di area inlet akan menyebabkan heat index ayam makin tinggi. Makin tinggi heat
37
index ayam mengindikasikan makin rentannya ayam mengalami heat stress. Tetapi kecenderungan ini dieliminir dengan kecepatan udara yang tinggi pada daerah inlet yang menghasilkan suhu efektif terbaik untuk ayam. Tingkat RH yang tinggi di bagian area inlet akan bertambah jika dioperasikannya evaporative pad cooling. Kondisi ini tidak baik untuk performansi ayam karena litter yang mengandung amonia dari kotoran ayam sulit menguap sehingga pengaturan kepadatan ayam pada area ini dibuat lebih rendah daripada pada area dua di bagian tengah kandang. Dengan pengaturan kepadatan tersebut diharapkan kandungan amonia udara pada area satu tidak terlalu tinggi. Tabel 2. 6 Kelembaban tidak optimun periode Starter (Umur 1-18 Hari) jam 09.00
Material Kelembaban Lingkungan Atap Dinding Kiri dan Kanan Suhu=Tevaporative cooling Kecepatan angin Letak Geografis
Kelembaban 90 % 25% 50-75%
Nilai
200C -20,60C 1,8 m/s 6° 18' 00" LS; 106°
Gambar 2. 8 Kelembaban tidak optimun periode starter (Umur 1-18 Hari) jam 09.00 Gambar 2.8 di atas menjelaskan pola aliran kelembapan (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna – warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapai 90%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur
38
200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang.
Tabel 2. 7 Kelembaban optimun periode Starter (Umur 1-18 hari) jam 12.00 Material Kelembaban Nilai Kelembaban Lingkungan 70 % Atap 24 % Dinding Kiri dan Kanan 50-75% Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Kecepatan angin 1,7 m/s Letak Geografis 6° 18' 00" LS; 106°
Gambar 2. 9 Kelembaban optimun untuk starter (umur 1-18 hari) jam 12.00
Gambar 2.9 menjelaskan pola aliran kelembaban (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapi 70%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur 200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang.
Amonia Optimun dan Tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Starter Pada simulasi amonia starter menggambarkan tentang sebaran amonia dalam closed house berdasarkan ketinggian dari lantai. Pada Gambar 2.10
39
memperlihatkan sebaran amonia pada ketinggiian 0.4 m mewakili ketinggian ayam pada umur panen. Dari sini dapat terlihat bahwa pada inlet sebaran amonia sangatlah kecil, hal ini dikarenakan sedikit ayam yang berada disana dan amonia akan terbawa oleh exhaust fan sehingga semakin menjauhi inlet maka kadar amonia akan semakin besar. Pada jarak 40 m dari inlet terlihat bahwa sebaran amonia merata, hal ini dipengaruhi oleh kerja exhaust fan yang bagus sehingga aliran udara mampu mengalir dengan lancar. Pada jarak 40 m berikutnya terjadi peningkatan kadar amonia hingga 3x lipat dan semakin mendekati exhaust fan kadar amonia mencapai maksimum. Hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan warna. Warna merah memperlihatkan nilai maksimal sedangkan semakin menuju warna biru akan makin menurun kadar amonianya. Dari pola aliran ini mengisyaratkan bahwa kinerja exhaust fan memadai dalam melakukan sirkulasi udara. Amonia pada ayam dihasilkan dari feces/kotoran ayam. Feces ini akan bereaksi sehingga menghasilkan gas-gas dimana gas ini akan senantiasa diam jikalau tidak ada udara yang berhembus ataupun panas yang dihasilkan cahaya matahari. Oleh karena itu dalam sistem closed house dibuatlah sistem hembusan angin sehingga amonia dapat terangkat dan dibawa menuju lingkungan luar melalui exhaust fan. Hal ini dapat terlihat pada sekam yang berada pada kandang, dimana yang awalnya basah akibat feces dan air minum, maka akan kering dengan adanya hembusan angin tersebut. Pembahasan simulasi amonia memperlihatkan sebaran amonia pada ketinggiian 1-9 ppm mewakili ketinggian ayam pada umur panen. Dari sini dapat terlihat bahwa pada inlet sebaran amonia sangatlah kecil, hal ini dikarenakan sedikit ayam yang berada disana dan amonia akan terbawa oleh exhaust fan sehingga semakin menjauhi inlet maka kadar amonia akan semakin besar. Pada jarak 40 m dari inlet terlihat bahwa sebaran amonia merata, hal ini dipengaruhi oleh kerja exhaust fan yang bagus sehingga aliran udara mampu mengalir dengan lancar. Pada jarak 40 m berikutnya terjadi peningkatan kadar amonia hingga 3x lipat dan semakin mendekati exhaust fan kadar amonia mencapai maksimum. Hal ini dapat ditunjukkan berdasarkan warna. Warna merah memperlihatkan nilai maksimal sedangkan warna biru akan makin menurun kadar amonianya. Dari pola aliran ini mengisyaratkan bahwa kinerja exhaust fan memadai dalam melakukan sirkulasi udara.
40
Tabel 2. 8 Amonia optimum periode starter (umur 1-18 hari) pada jam 12.00 Material Kecepatan kipas angin Luas =A Ekskreta Ayam Evavorating cooling
Amonia
Nilai 7,24-7,48 m/s 120 mx12m
0.12-0.96 g NH3 / ekor/hari (3,45 ppm) 200C -20,60C 320C
Suhu Lantai Kecepatan angin lantai Suhu dinding Suhu atap Setpoin ppm
1,6 m/s 28 0C 29 0C <10 ppm
Gambar 2. 10 Amonia optimun periode starter (umur 1-18 hari) pada jam 12.00 Gambar 2.10 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang x-z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan mass fraction gas amonia (9.16 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang. Tabel 2. 9 Amonia tidak optimum periode starter (umur 1-18 hari) pada jam 16.00 Material Kecepatan kipas angin Luas=A Suhu Lantai Feses Ayam Kecepatan angin lantai Evaporating cooling Suhu Lantai Kecepatan angin lantai Suhu dinding Suhu atap Setpoin ppm
Amonia
Nilai 6,24-6,48 m/s 120 mx12m 360C
0.12-0.96 g/ekor/hari (4,015 ppm) 1,7 m/s 200C -20,60C 350C 1,7 m/s 28 0C 29 0C <10 ppm
41
Gambar 2. 11 Amonia tidak optimum untuk starter (umur 1-18 hari) pada jam 16.00
Gambar 2.11 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang x-z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan volume fraction gas amonia (13.54 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang.
Suhu Optimun dan tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Grower Tabel 2. 10 Suhu optimum periode Grower (umur 19-30 hari) pagi jam 09.00 Material Suhu Lingkungan Atap Seng Lantai Tanah Panas Ayam Dinding kiri, kanan Suhu=Tevaporative cooling Radiasi Kipas Angin Lampu Kecepatan angin
Temperature 31,300 C 34.4 0 C 32 0 C 40 0 C 33 0 C 200C -20,60C
Nilai
315 W/m 2 8800 watt 18 watt 1,75m/s
Gambar 2. 12 Suhu optimum periode grower (19-30 hari) pagi jam 09.00
42
Gambar 2.12 menjelaskan penyebaran suhu ruangan 200C-360C suhu lingkungan (ambient temperature) 31,300 C, suhu atap 34.4 suhu ayam 40 0C, suhu dinding kiri dan kanan 33
0
0
C, suhu lantai 330C,
C, suhu evavorating cooling
200C-20,60C, radiasi 315 W/m2, daya kipas angin 8.800 Watt dan kecepatan angin 1,75m/s. Suhu ruangan yang panas terdapat ditengah dan suhu lantai karena dipengaruhi oleh litter dan ayam broiler. Tabel 2. 11 Simulasi suhu tidak optimun periode Grower pada jam 12.00 Material Temperature Nilai 0 Suhu Lingkungan 35.4 C Atap Seng 35.5 0 C Lantai Tanah 36 0 C Panas Ayam 40 0 C Dinding kiri, kanan 33 0 C Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Radiasi 349 W/m2 Kipas angin 8.800 watt Lampu 18 watt Kecepatan masuk 1,8 m/s
Gambar 2. 13 Suhu tidak optimum periode grower jam 12.00 Gambar 2.13 dilihat dari atap-lantai ini menjelaskan potongan sumbu x-z terhadap sumbu y. Waktu siang di atas menjelaskan penyebaran suhu ruangan 200C-400C suhu lingkungan (ambient) 35,40 C, suhu atap 35,50 C, suhu lantai 360C, suhu ayam 40 0C, suhu dinding kiri dan kanan 33
0
C, suhu evavorating cooling
200C -20,60C, radiasi 315 W/m2, daya kipas angin 8.800 Watt, lampu 18 watt dan kecepatan angin 1,8 m/s. Suhu ruangan yang panas terdapat ditengah dan suhu lantai karena dipengaruhi oleh litter dan ayam broiler.
43
Kelembaban Optimun dan tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Grower Tabel 2. 12 Kelembaban tidak optimum periode Grower (umur 19-30 hari) pada jam 09.00 Material Kelembaban Nilai Kelembaban Lingkungan 85 % Atap 26 % Dinding Kiri dan Kanan 50-75% Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Kecepatan angin 1,75 m/s Letak Geografis 6° 18' 00" LS; 106°
Gambar 2. 14 Kelembaban tidak optimum untuk grower (Umur 19-30 hari) jam 09.00 Gambar 2.14 menjelaskan pola aliran kelembapan (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna – warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapai 85%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur 200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang. Tabel 2. 13 Kelembaban optimum untuk Grower (umur 19-30 hari) pada jam 12.00 Material Kelembaban Nilai Kelembaban Ruangan 70 % Atap 22 % Dinding Kiri dan Kanan 50-75% Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Kecepatan angin 1,8 m/s Letak Geografis 6° 18' 00" LS; 106°
44
Gambar 2. 15 Kelembaban optimun untuk grower (umur 19-30 hari) pada jam 12.00 Pada Gambar 2.15 terlihat pola aliran kelembapan (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna – warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapai 70%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur 200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang. Amonia Optimum dan Tidak Optimum di Broiler Closed House Periode Grower Tabel 2.14 Amonia optimum periode grower pada (umur 19-30 hari) jam 12.00 Material Amonia Nilai Kecepatan kipas angin 7,24-7,48 m/s Luas=A 120 mx12m Suhu Lantai 340C Feses Ayam 0.12-0.96 g/ekor/hari (4,015 ppm) Kecepatan angin lantai 1,7 m/s Evaporating cooling 200C -20,60C Suhu Lantai 320C Kecepatan angin lantai 1,7 m/s Suhu dinding 28 0C Suhu atap 29 0C Setpoin ppm <10 ppm
45
Gambar 2. 16 Amonia optimum periode grower (umur 19-30 hari) jam 12.00 Gambar 2.16 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang x-z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan mass fraction gas amonia (9.16 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang. Tabel 2.15 Amonia tidak optimum periode grower (umur 19-30 hari) jam 16.00 Material Amonia Nilai Kecepatan kipas angin 6,24-6,48 m/s Luas=A Suhu Lantai Feses Ayam 0.12-0.96 g/ekor/hari (4,015 ppm) Kecepatan angin lantai Evaporating cooling Suhu Lantai Kecepatan angin lantai Suhu dinding Suhu atap Setpoin ppm
120 mx12m 360C 1,7 m/s 200C -20,60C 350C 1,7 m/s 28 0C 29 0C <10 ppm
Gambar 2. 17 Amonia tidak optimum periode grower (umur 19-30 hari) jam 16.00
46
Gambar 2.17 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang x-z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan volume fraction gas amonia (13.54 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang. Suhu Optimun dan Tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Finisher Tabel 2.16 Simulasi suhu optimum Material Suhu Lingkungan Atap Seng Lantai Tanah Panas Ayam Dinding kiri, kanan Suhu=Tevaporative cooling Radiasi Kipas angin Lampu Kecepatan angin
periode finisher (31-38 hari) jam 09.00 Temperature Nilai 310 C 30. 0 C 32 0 C 40 0 C 34.5 0 C 200C -20,60C 310 W/m2 8.800 watt 18 watt 1,6 m/s
Gambar 2.18 Suhu optimun periode finisher (umur 31-38 hari) jam 09.00
47
Tabel 2.17 Simulasi suhu tidak optimum periode finisher (31-38 hari) jam 12.00 Material Suhu Lingkungan Atap Seng Lantai Tanah Panas Ayam Dinding kiri, kanan Suhu=Tevaporative cooling Radiasi
Temperature 34,50 C 35.0 C 35 0 C 40 0 C 34.5 0 C 100C -10,60C
Nilai
389 W/m2
Kipas angin
8.800 watt
Lampu
18 watt
Kecepatan angin
1,7 m/s
Gambar 2.19 Suhu tidak optimum periode finisher (31-38 hari) jam 12.00
Gambar 2.19 dilihat dari atap-lantai ini menjelaskan potongan sumbu x-z terhadap sumbu y. Waktu siang di atas menjelaskan penyebaran suhu ruangan 200C-400C suhu lingkungan (ambient temperature) 34.50 C,suhu atap 300 C,suhu lantai 320C, suhu ayam 40 0C, suhu dinding kiri dan kanan 34.50C, suhu evavorating cooling 200C -20,60C, daya kipas angin 8.800 Watt, lampu 18 watt dan kecepatan angin 1,6 m/s. Suhu ruangan yang panas terdapat ditengah dan suhu lantai karena dipengaruhi oleh litter dan ayam broiler.
48
49
Kelembaban Optimun dan Tidak Optimun di Broiler Closed House Periode Finisher Tabel 2.18 Kelembaban tidak optimum periode finisher (umur 31-38 hari) jam 09.00 Material Kelembaban Nilai Kelembaban Ruangan 84 % Atap 26 % Dinding Kiri dan Kanan 50-75% Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Kecepatan angin 1,6 m/s Letak Geografis 6° 18' 00" LS; 106°
Gambar 2. 20 Kelembaban tidak optimum periode finisher (umur 31-38 hari) jam 09.00 Gambar 2.20 menjelaskan pola aliran kelembaban (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna – warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapai 84%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur 200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang.
Tabel 2.19 Kelembaban optimum periode finisher (umur 31-38 Hari) jam 12.00 Material Kelembaban Nilai Kelembaban Ruangan 75 % Atap 22 % Dinding Kiri dan Kanan 50-75% Suhu=Tevaporative cooling 200C -20,60C Kecepatan angin 1,7 m/s Letak Geografis 6° 18' 00" LS; 106°
50
Gambar 2. 21 Kelembaban optimun periode finisher (umur 31-38 hari) jam 12.00 Gambar 2.21 di atas menjelaskan pola aliran kelembapan (RH) pada bidang X-Z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi kelembaban yang diindikasikan dengan warna – warni, pada warna merah menjelaskan daerah kelembaban (RH) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling mencapai 75%, nilai kelembaban tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa partikel udara dengan temperatur 200C sehingga menyebar ke seluruh ruangan di dalam broiler closed house. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) mulai terjadi penurunan kelembaban hal ini dapat disebabkan naiknya nilai temperatur di daerah saluran ke luar kandang.
Amonia
Optimun dan tidak Optimun di Broiler Closed House Periode
Finisher Tabel 2. 20 Amonia optimum periode finisher (umur 31-38 hari) pada jam 12.00 Material Amonia Nilai Kecepatan kipas angin 7,24-7,48 m/s Luas=A 120 mx12m Suhu Lantai 340C Feses Ayam 0.12-0.96 g/ekor/hari (4,015 ppm) Kecepatan angin lantai 1,7 m/s Evaporating cooling 200C -20,60C Suhu Lantai 320C Kecepatan angin lantai 1,7 m/s Suhu dinding 28 0C Suhu atap 29 0C Setpoin ppm <10 ppm
51
Gambar 2. 22. Amonia optimum periode grower (umur 31-38 hari) pada jam 12.00 Gambar 2.22 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang x-z secara merata yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan mass fraction gas amonia (9.16 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang menumpuk sekitar fan kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang. Tabel 2. 21 Amonia tidak optimum periode finisher (umur 31-38 hari) jam 16.00 Material Amonia Nilai Kecepatan kipas angin Luas=A Suhu Lantai Feses Ayam Kecepatan angin lantai Evaporating cooling Suhu Lantai Kecepatan angin lantai Suhu dinding Suhu atap Setpoin ppm
7,24-7,48 m/s 120 mx12m 330C 0.12-0.96 g/ekor/hari (3,2 ppm) 1,5 m/s 200C -20,60C 320C 1,5 m/s 28 0C 29 0C <10 ppm
Gambar 2.23 Amonia tidak optimum periode finisher (umur 31-38 hari) pada jam 16.00
52
Gambar 2.23 menjelaskan pola aliran amonia pada bidang X-Z secara merata
yang terjadi di dalam kandang, terlihat nampak perbedaan distribusi
amonia yang diindikasikan dengan warna–warni, pada warna merah menjelaskan daerah kandungan mass fraction gas amonia (10.62 ppm) terbesar di mulai dari daerah evaporating cooling, besarnya kandungan gas amonia tersebut dipengaruhi oleh zona injeksi evaporating cooling yang membawa udara menyebar ke seluruh ruangan kandang. Pada daerah mendekati zona keluar (fan) nampak terlihat nilai amonia menjadi bertambah sebesar (12.82166 ppm) hal ini bisa disebabkan udara yang membawa gas amonia sudah mulai terbuang kelingkungan yang disebabkan oleh aliran hisap (suction) dari kipas yang di pasang di sisi ujung kandang.
Simulasi dan Validasi Model Simulasi yang telah disusun diuji dengan data percobaan yang dilakukan. Keluaran dari model adalah perubahan suhu ruangan, suhu lantai, suhu atap, suhu atap sedangkan suhu kipas angin, suhu ayam, suhu evavoration cooling konstan. Hasil simulasi model dievaluasi dengan coefficient of determination atau Koefisien korelasi (R2) dan RMSE. Koefisien korelasi adalah bilangan yang digunakan dalam mengukur kekuatan hubungan antara peubah satu dengan perubah lainnya. Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut : ………………………………………………………….…(2.16) Dimana
merupakan nilai rerata lingkungan hasil pengamatan, yi prediksi ke-i.
Untuk mengetahui error menggunakan rumus kesalahan Kuadrat Mean Akar (Root Mean Squared Error). …………………..………………………………………(2.17) RMSE = Root mean squared error Y = Data riil Y´ = Data peramalan n
= Banyaknya waktu data peramalan
Validasi simulasi Suhu Ruangan CFD dengan Pengukuran di Lapangan
53
Validasi simulasi untuk menduga perubahan suhu ruangan terlihat secara umum sudah dapat merepresentasi data dengan korelasi (R2) 99,093 % dan RMSE 0,934952 Suhu maksimum yang dihitung dengan simulasi mencapai kesalahan atau error antara hasil perhitungan dengan pengukuran dapat disebabkan oleh asumsiasumsi kehilangan panas pada saat pintu dibuka dan kebocoran diabaikan.
Simulasi T (derajat celsius)
Validasi Suhu 35
RMSE= 0.934952 R² = 0.907
30
25 20 15 10 5 0 27
28
29
30
31
32
33
34
Pengukuran T ( derajat celcius) Gambar 2. 24 Validasi Suhu Ruangan Simulasi dan Pengukuran Validasi simulasi Kelembaban CFD dengan Pengukuran di Lapangan Validasi simulasi untuk menduga perubahan kelembaban ruangan terlihat secara umu sudah dapat merepresentasi data dengan korelasi (R2) 99,007 % dan RMSE 0,966379 kelembaban maksimum yang dihitung dengan simulasi mencapai kesalahan atau error antara hasil perhituangan dengan pengukuran dapat disebabkan oleh asumsi-asumsi kehilangan panas pada saat pintu dibuka dan
Simulasi RH (Persen)
kebocoran diabaikan.
Validasi Kelembaban RMSE = 0.966379
150
R² = 0.993
100 50 0 0
20
40
60
80
Pengukuran RH (Persen)
100
120
54
Gambar 2. 25 Validasi simulasi Kelembaban CFD dengan Pengukuran di Lapangan Validasi simulasi Amonia CFD dengan Pengukuran di Lapangan Validasi simulasi untuk menduga perubahan amonia ruangan terlihat secara umum sudah dapat merepresentasi data dengan korelasi (R2) 99,11 % dan RMSE 0.2565 amonia maksimum yang dihitung dengan simulasi mencapai kesalahan atau error antara hasil perhituangan dengan pengukuran dapat disebabkan oleh asumsiasumsi kehilangan panas pada saat pintu dibuka dan kebocoran diabaikan.
Validasi NH3 CFD
RMSE = 0.2565 R² = 0.979
Simulasi NH3 (ppm)
14.0000 12.0000 10.0000 8.0000 6.0000 4.0000 2.0000 0.0000 0.0000
2.0000
4.0000
6.0000
8.0000
10.0000 12.0000
Pengukuran NH3 (ppm)
Gambar 2. 26 Validasi simulasi Amonia CFD dengan Pengukuran di Lapangan
Dari hasil simulasi suhu kelembaban dan amonia broiler closed house mengetahui kondisi karakteristik lingkungan dengan sebaran (suhu, kelembaban dan amonia) pada broiler closed house dan acuan peletakkan sensor suhu kelembaban amonia, heater, humidifiyer dan kipas angin pada broiler closed house. Penelitian ini sebagai acuan untuk melakukan pemodelan dan kendali lingkungan (suhu, kelembaban, dan amonia) broiler closed house dengan mengetahui kondisi lingkungan tidak optimal dan optimal.
55
Simpulan 1.
Prediksi suhu rata-rata 300C, kelembaban 60 % dan amonia < 10 ppm pada broiler closed house.
2. Kondisi sebaran suhu panas terletak pada bagian tengah, kelembaban yang tinggi terletak pada dekat evavorating cooling antara kiri dan kanan dan amonia yang ttinggi pada ujung dekat kipas angin dalam broiler closed house sehingga bisa dijadikan acuan peletakan sensor suhu kelembaban dan amonia serta heater, humidifiyer dan kipas angin. 3. Hasil simulasi suhu, kelembaban dan amonia broiler closed house telah divalidasi menunjukkan akurasi yang korelasi signifikan untuk suhu koefisien determinasi (R2) 99,093 % dan RMSE 0,934952, kelembaban koefisien determinasi (R2) 99,007 % dan RMSE 0,966379 dan amonia koefisien determinasi (R2) 99,11 % dan RMSE 0.2565. Nilai R2 yang realatif tinggi menunjukkan bahwa kinerja model valid yang baik dalam mensimulasikan suhu, kelembaban dan amonia. 4. Kondisi lingkungan tidak optimun yaitu suhu terjadi jam 12.00 siang, kelembaban terjadi jam 09.00 pagi, jam 16.00 sore dan amonia pagi, siang dan sore periode starter, grower dan finisher sehingga pengetahuan awal sebelum mengendalikan di lingkungan broiler closed house
Saran Dalam hasil simulasi dan validasi ini dijadikan sebagai acuan model dan simulasi kendali lingkungan suhu, kelembaban dan amonia pada broiler closed house pada penelitian berikutnya.
Daftar Pustaka Alimuddin, Seminar KB, Subrata IMD, Sumiati. 2011. Critical Information Design for House Broilers Used by Artificial Neural Network Journal IDTEK Fakultas Teknik UVRI, ISSN : 1907-0780, Vol Edisi Oktober 2011. Alimuddin, Seminar KB, Subrata IMD, Sumiati. 2010. Critical Information Design for House Broilers Used by Artificial Neural Network Proceeding Konferensi Internasional AFITA, 4-7 oktober 2010, Bogor. Alimuddin, Seminar KB, Subrata IDM, Sumiati. 2011. Pemodelan Suhu pada Closed untuk Ayam Broiler dengan CFD, Prosiding Seminar Nasional
56
Informatika HIPI, ISBN: 978-979-16972-3-1, Hal:267-278,20-21 Oktober 2011, UNPAD Bandung Indonesia. Amrullah IK. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi, Bogor. Anderson JD. 1995. Computational Fluid Dynamics :The Basic With Applications. McGraw-Hill, Inc, Singapura Appl M. 1999. Ammonia, Principles and Industrial Practice, Wiley–VCH, New York, p. 66 ASAE Monograph. 2003.No: 6. St. Joseph, MI., USA ASAE Monograph.1983.No: 6. St. Joseph, MI., USA Ashgriz N & Mostaghimi J.2004. An Introduction to Computational Fluid Dynamics Chapter 20 in Fluid Flow Handbook By Department of Mechanical & Industrial Eng.University of Toronto, Toronto, Ontario, Canada Anonimous, 2003. Fluent 6.1 Tutorial Guide. Http://www.fluent.com Bell D dan Weaver D. 2001. Commercial chicken meat and egg production. Edisi ke-5. Springer. Amerika Serikat. Bucklin RA, Turner LW, Beede DK, Bray DR, Hemken RW. 1991. Methods to relieve heat stress for dairy cows in hot, humid climates. Appl. Eng. Agric., 1991, vol. 7, p. 241-247. Cengel AY, Robert H. Turner. 2001. Fundamentals of thermal-fluid sciences, McGraw-Hill, Boston. Chengel AY 2003. Heat Transfer,Mc Grow Hill. Inc, New York [DPKP] Ditjen Peternakan Kementerian Pertanian. 2010.Jakarta Djojodihardjo H.1985. Dasar-dasar Termodinamika , Teknik Gramedia. Jakarta. Ernst RA. 1998. Housing for Improved Performance in Hot Climates, Extension Poultry Specialist, Departemen of Avia Sciences, University of California, Davis, California. Farid. 2009. Simulasi Amonia pada Closed House Menggunakan Computional Fluid Dynamic, Skripsi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem FATETA, IPB. Ferziger JH and Peric M,1996, Computational Methods for Fluid Dynamics. Springer. Hidayatun R. 2007. Produksi Amonia dan Hidrogen Ekskreta Ayam Broiler yang Diberi Tepung Kemangi (Ocimum basillicum) dalam Pakan. Skripsi. Departemen Teknologi Produksi Ternak, IPB. Bogor.http://www.encyclopedia.airliquide.com [20 Oktober 2009]. Holman JP. 1997. Heat Transfer, Eighth Edition, McGraw Hill,Inc Imansyah IH, Ridho RS Rivalda RE, Rudy R, 2006, Rotating Heater untuk Ternak Ayam Broiler, Prosiding Seminar Nasional, Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Kampus ITENAS, Bandung Jennis BH. 1978. The Thermal Environmental Conditioning and Control, Harper & Row, Publishers. [KMNKP] Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. KEP 03/MENKHL/II/1991. Kuzmin D and Turek S. 2004. Numerical Simulation Of Turbulent Bubbly Flows, 3rd International Symposium On Two-Phase Flow Modelling And Experimentation Pisa, 22-24. Leeson S dan Summers JD. 2000. Broiler breeder production. University books. Canada.
57
Liu Z, Wang L, Beasley BD, Oviedo DVM, Edgar O. 2007. Modeling ammonia emissions from broiler litter with a dynamic flow-through chamber system, American Society of Agricultural and Biological Engineering, Amerika. Mutai EBK, Otieno PO, Gitau AN, Mbuge DO and Mutuli DA. 2011. Simulation of the Microclimate in Poultry Structures in Kenya, Research Journal of Applied Sciences, Engineering and Technology 3(7): 579-588, ISSN: 2040-7467. Ori L & Tsabar M & Albert JH & Sharon M & Juan CR & Connie L & David MB. 2008. A New Approach for Minimizing Ammonia Emissions from Poultry Houses, Water Air Soil Pollut, 191:183–197, Springer. [PCPI] PT Charoen Pokhpand Indonesia, Tbk. 2005. Manual Manajemen Broiler CP 707, Jakarta Roni F. 2000. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis. Agromedia. Jakarta Rose PS. 1997. Principles of Poultry Science, page 117, Cab International, New York, US. Sun Y, Lin YL, Zhao K, Lu YW. 2007. Mathematical Modeling of Gas-solid Flow in Turbine Reactor, Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript FP 06 006.Vol. IX. February . Soldatos AG. Arvanitis KG, Daskalov PI, Pasgianos GD and Sigrimis NA. 2005. Nonlinear robust temperature–humidity control in livestock buildings, National Technical University of Athens, Department of Electrical and Computer Engineering, Division of Signals, Systems and Robotics, Zographou, 15773 Athens, Greece. Suud HM. 2009. Simulasi Pola Aliran Udara dan Distribusi Suhu pada Kandang Closed House Menggunakan Computional Fluid Dynamic, Skripsi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem FATETA, IPB. Van FN, Vosse De, Van SAA, Segal A And Janssen JD. 1989. A Finite Element Analysis Of The Steady Laminar Entrance Flow In A 90" Curved Tube, International Journal For Numerical Methods In Fluids, Vol. 9,275-287, Netherlands Woods RL dan Lawrence KL. 1997. Modeling and Simulation of Dynamic System, Prentice Hall, Inc, United States of America. Wesseling P. 2001. Principles of Computational Fluid Dynamics, 53 Springer Series in Computational Mathematics 29, DOI 10.1007/978-3-642-051463_2, © Springer-Verlag Berlin Heidelberg Yani A. 2007. Analisis dan simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
58
DAFTAR ISI
2 PREDIKSI SUHU, KELEMBABAN DAN AMONIA PADA BROILER CLOSED HOUSE MENGGUNAKAN CFD ...................................................20 Pendahuluan .................................................................................................................. 22 Bahan dan Metode ....................................................................................................... 26 Hasil dan Pembahasan .................................................................................................. 31 Simpulan ....................................................................................................................... 55 Daftar Pustaka ............................................................................................................... 55
59
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Keseimbangan Panas untuk Broiler Closed House dengan Ventilasi Alami Ruang Udara (ASAE, 2003). .............................................................................................. 25 Gambar 2.2 Pemodelan Kandang Ayam Tertutup (Broiler Closed House)........................ 27 Gambar 2.4 Cut Plot Contour dan Vektor Aliran Udara pada Inlet ................................... 32 Gambar 2. 5 Cut Plot Tampak Samping Profil Temperatur Udara pada Kandang ............. 34 Gambar 2. 8 Kelembaban tidak optimun periode starter (umur 1-18 Hari) jam 09.00 ....... 37 Gambar 2. 9 Kelembaban optimun untuk Starter (umur 1-18 Hari) jam 12.00 .................. 38 Gambar 2. 10 Amonia optimun periode starter (Umur 1-18 Hari) pada Jam 12.00 .......... 40 Gambar 2. 14 Kelembaban tidak optimum untuk Grower (Umur 19-30 Hari) Jam 09.00 43 Gambar 2. 15 Kelembaban optimun untuk Grower (Umur 19-30 Hari) pada Jam 12.00 . 44 Gambar 2. 16 Amonia optimum periode grower (Umur 19-30 Hari) Jam 12.00 .............. 45 Gambar 2. 17 Amonia tidak optimum periode grower (Umur 19-30 Hari) Jam 16.00 ...... 45 Gambar 2. 19 Kelembaban tidak optimum periode finisher (umur 31-38 Hari) jam 09.00 49 Gambar 2. 20 Kelembaban optimun periode finisher (umur 31-38 Hari) jam 12.00.......... 50 Gambar 2. 23 Validasi Suhu Ruangan Simulasi dan Pengukuran ..................................... 53 Gambar 2. 21 Validasi simulasi Kelembaban CFD dengan Pengukuran di Lapangan ....... 54 Gambar 2. 22 Validasi simulasi Amonia CFD dengan Pengukuran di Lapangan .............. 54
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Batas Ambang Suhu dan Kelembaban dalam Broiler Closed House ................. 23 Tabel 2.2 Baku Mutu Ambien dan Emisi Gas NH3 dan H2S .............................................. 23 Tabel 2.3 Ambang Batas Kadar NH3 pada Manusia dan Ternak ........................................ 24 Tabel 2.4 Suhu kondisi optimun periode starter (umur 1-18 hari) Pagi Jam 09.00 ........... 35 Tabel 2. 5 Suhu tidak optimun Starter (umur 1-18 hari) Siang Jam 12.00 ......................... 36 Tabel 2. 7 Kelembaban optimun periode starter (umur 1-18 Hari) jam 12.00................... 38 Tabel 2. 10 Suhu optimum Periode Grower (19-30 Hari) Pagi Jam 09.00 ........................ 41 Tabel 2. 11 Simulasi suhu tidak optimun periode grower pada jam 12.00 ......................... 42 Tabel 2. 9 Kelembaban tidak optimum Periode Grower (Umur 19-30 Hari) ..................... 43 Tabel 2. 10 Kelembaban optimum untuk Grower (Umur 19-30 Hari) pada Jam 12.00 .... 43 Tabel 2. 14 ..............................................................................Error! Bookmark not defined. Tabel 2. 15 Kelembaban tidak optimum Periode Finisher (Umur 31-38 Hari) jam 09.00 . 49 Tabel 2. 20 .......................................................................................................................... 51