ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
AHMAD YANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI LAIN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini
Bogor, September 2007 Ahmad Yani F151020011
RINGKASAN AHMAD YANI. F151020011. Analisis Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO, ROKHANI HASBULLAH DAN BAGUS PRIYO PURWANTO. Sapi perah Fries Holland (FH) sangat peka terhadap perubahan iklim mikro terutama suhu dan kelembaban udara. Pada lokasi yang memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung, sapi perah akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada menurunnya produktivitas. Penyebab tingginya suhu dan kelembaban udara adalah radiasi matahari, produksi panas ternak, tinggi dan luas kandang serta bahan atap. Upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah adalah modifikasi disain kandang dengan cara menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang melalui analisis pola aliran udara. Pola aliran udara pada ventilasi alamiah dapat dianalisis menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Melalui CFD disain kandang seperti tinggi dan luas dapat diubah-ubah sehingga diperoleh disain kandang dengan tinggi, lebar, luas bukaan ventilasi yang menghasilkan distribusi suhu yang lebih rendah dari disain lainnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah FH menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD), melakukan simulasi tinggi dan luas kandang sapi perah FH (dua arah angin) untuk mendapatkan distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) yang lebih baik dan merekomendasikan modifikasi desain kandang sapi perah FH (tinggi, luas, bukaan ventilasi kandang dan posisi bak penampung air). Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Fakultas Peternakan, IPB pada Bulan Mei - Juli 2007. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang sapi perah FH, tambang, dan bambu. Kandang sapi perah memiliki kapasitas 20 ekor sapi dengan model kandang tail to tail yang memiliki ukuran: panjang 13 m, lebar 6,3 m dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang terbuat dari beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum terbuat dari beton. Peralatan yang digunakan meliputi weather station, termokopel, recorder, anemometer, mistar ukur, note book, personal computer (PC) dengan software autocad 2005, gambit 2.2.30 & fluent 6.2. Parameter iklim mikro yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta radiasi matahari (sesaat). Suhu kulit sapi diperoleh dari pengukuran di empat titik yaitu punggung, dada, tungkai atas dan tungkai bawah. Validasi dilakukan dengan standar deviasi dan curve fitting. Distribusi suhu udara dalam kandang (kandang kosong) pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m memiliki nilai rata-rata yang sama yaitu sebesar 28,69oC. Pada pukul 13:00 WIB (16 juni 2007), distribusi suhu udara meningkat dari posisi dekat lantai ke posisi dekat atap dengan suhu udara rata-rata pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m masing-masing sebesar 32,57; 32,61 dan 32,63oC. Pada pukul 15:20 WIB, distribusi suhu udara pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m masing-masing memiliki nilai rata-rata sebesar 32,37; 32,38 dan 32,38oC. Hasil analisis distribusi suhu udara dan RH dalam
kandang pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) menunjukkan bahwa distribusi suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 dari lantai paling rendah berada pada posisi dekat inlet, sedangkan distrubusi suhu udara tertinggi berada dekat outlet. Inlet dan outlet dipengaruhi oleh arah datangnya angin (depan, belakang, kanan dan kiri) karena bukaan ventilasi yang cukup besar di kanan, kiri, depan dan belakang kandang. Pada pukul 09:20 dan 15:20 WIB (arah angin dari depan), distribusi suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m, suhu udara tertinggi selain berada di dekat outlet juga berada di tengah kandang. Distribusi RH berbanding terbalik dengan distribusi suhu udara. Semakin tinggi suhu, maka RH udara dalam kandang semakin turun. Pada pukul 13:00 WIB (arah angin dari kiri) pada ketinggian 1,2 dan 1,6 distribusi suhu udara terendah berada di dekat inlet dan tertinggi berada di dekat outlet. Pada ketinggian 0,6 m suhu udara terendah berada di bagian yang berhadapan dengan inlet, karena udara tidak dapat menembus dinding (tinggi 1,05 m) dan berbalik kea rah inlet, maka suhu udara tertinggi berada di dekat inlet dan bagian tengah kandang. Distribusi suhu udara dan RH dalam kandang selain dipengaruhi oleh bukaan ventilasi, dipengaruhi juga oleh kecepatan dan arah datangnya angin, perbedaan temperatur di dalam & luar kandang, tinggi dan luasan kandang. Validasi suhu udara dan RH hasil CFD dengan suhu udara dan RH hasil pengukuran memberikan nilai standar deviasi untuk suhu udara sebesar 0,39oC pada pukul 09:20 WIB, 0,33oC pada pukul 13:00 WIB dan 0,30oC pada pukul 15:20 WIB, sedangkan nilai standar deviasi untuk RH sebesar 2,44%. Rendahnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa validasi suhu udara dan RH memiliki akurasi yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk melakukan simulasi disain kandang. Validasi suhu udara dan RH dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong) Simulasi dilakukan pada pukul 13:00 WIB (radiasi dan suhu udara lingkungan mencapai puncaknya) dengan memasukkan 20 ekor sapi perah FH dalam kandang (bobot rata-rata sebesar 350 kg). Distribusi suhu udara dalam kandang pada simulasi disain kandang sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi (inlet dan outlet). Semakin besar bukaan inlet dan outlet (tinggi dan lebar kandang) distribusi suhu udara dalam kandang pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) akan semakin rendah. Disain kandang terpilih hasil simulasi memiliki ukuran tinggi 6,25 m; lebar 8,3 m; tinggi dinding 0,4 m dan bak penampung air dipindahkan dari posisi semula. Disain kandang terpilih sudah memperhitungkan panas yang diproduksi ternak (2.728,45 kJ/jam per ekor) dan memiliki suhu udara rata-rata pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) yang paling rendah dibandingkan disain kandang lainnya serta tingkat keseragaman suhu yang baik. Disain kandang terpilih dengan arah angin dari depan/belakang memiliki distribusi suhu dengan nilai rata-rata pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m sebesar 32,917oC, sedangkan pada arah angin dari kanan/kiri sebesar 33,736oC. Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) memiliki nilai yang lebih rendah (0,474oC) dari kondisi awal sehingga dapat meningkatkan dry matter intake pada sapi perah FH sebesar 0,403 kg per ekor per hari.
ABSTRACT
Ahmad Yani. Analysis and Simulation of Air Temperature Distribution in Dairy Barn by Using Computational Fluid Dynamics (CFD). Under the direction of HERRY SUHARDIYANTO, ROKHANI HASBULLAH and BAGUS PRIYO PURWANTO This research was conducted in order to analyze temperature and relative humidity distribution in dairy barn of Fries Holland (FH) as a basic consideration for dairy barn design. Computational Fluid Dynamics (CFD) was used to analyze the temperature and relative humidity distribution in a dairy barn. The capacity of the dairy barn was 20 heads of FH with tail to tail model. The dimensions of the dairy barn were: 13 m in length, 6.3 m in width, and 5.75 m in high. The floor was made from concrete with 2o slope. Asbestos was used as roof of the dairy barn, whereas frame of the dairy barn was made from steel. The results of the analysis showed that during the daytime, air temperature inside the dairy barn increased by the height from floor level. The CFD simulation showed clearly the temperature distribution in the dairy barn. Air temperature obtained from CFD simulation agreed very well with that of the measured values. Therefore, it can be used as basic consideration for the dairy barn design with respect to low air temperature and uniform air temperature distribution. It was recommended that one of the best design configurations is 6.25 m high, 8.3 m wide, 0.4 m high of wall. The best design could decrease 0.474 oC of air temperature and increased dry matter intake of dairy cattle 0.403 kg per day per head. The amount of heat production of FH was considered to determinate the best design of dairy barn.
Keyword : dairy barn, air temperature distribution, design, computational fluid dynamics (CFD)
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar terhadap IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS DAN SIMULASI DISTRIBUSI SUHU UDARA PADA KANDANG SAPI PERAH MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS (CFD)
AHMAD YANI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
Judul Tesis
Nama NIM
: Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) : Ahmad Yani : F151020011
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Ketua
Dr. Ir. Rokhani Hasbullah, M.S Anggota
Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir.Armansyah H.Tambunan, M.Agr
Prof.Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro,MS
Tanggal Ujian: 23 Agustus 2007
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul ”Analisis dan Simulasi Distribusi Suhu Udara pada Kandang Sapi Perah Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD). Tesis ini merupakan hasil penelitian yang penulis laksanakan dari bulan Februari – Juli 2007. Pengambilan data parameter iklim mikro, dimensi dan sifat termofisik bahan penyusun kandang, bobot dan luas kulit sapi perah dilakukan di Laboratorium Lapangan, Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei – Juli 2007. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Rokhani Hasbullah M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sejak awal penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.S selaku Penguji Luar Komisi yang telah banyak memberikan masukan dan pengayaan dalam tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional dan Yayasan Dana Sejahtera Mandiri yang telah memberikan biaya bantuan pendidikan dan penelitian hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan Magister Sains di IPB ini. Ucapan terimakasih selanjutnya penulis sampaikan kepada Bagian Ternak Perah, DIPTP, FAPET, IPB atas diijinkannya penulis melakukan penelitian dan menggunakan sapi perah-nya; Bagian Lingkungan dan Bangunan Pertanian, Departemen Teknik Pertanian, FATETA, IPB; kepada rekan dan mahasiswa bimbingan: Sofyan (Bagon), Suharjo, Eni Sumarni, Gustaf, Elfiandra, Leo, Maisa, Surajudin, Pak Ahmad LBP, Ali, Ujang, Anta, Titin, Toriq. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Staf Pengajar dan Penunjang DIPTP, FAPET, IPB atas dukungan dan do’anya; segenap pengelola dan kru Kantor Jasa Ketenagakerjaan (KJK) IPB; Pak Uci dan Bu Lilis atas pengertian, dukungan dan bantuannya dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Selanjutnya ucapan terima kasih yang teramat dalam penulis sampaikan kepada Istri dan Anak tercinta Siti Roudhotul Zannah dan Azkia Fataya Ahmad yang selalu mendo’akan, mencurahkan kasih sayang dan mendorong penulis untuk menyesaikan tesis ini. Tidak lupa ucapan terima kasih dan do’a penulis sampaikan kepada Ibunda Warsih dan Ayahanda Muhadi yang telah melahirkan, membesarkan, memberikan kasih sayang, mendidik dan mengarahkan penulis untuk terus maju dan berkarya serta kakak, adik, dan keponakan-ponakanku. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu dan Bapak Mertua serta adik-adik iparku atas dukungan, pengertian dan do’anya. Bogor, September 2007 Ahmad Yani
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 3 Mei 1972 dari Ayah Muhadi dan Ibu Warsih. Penulis merupakan putra keempat dari sembilan bersaudara. Tahun 1992 penulis lulus dari SMA Negeri Palimanan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2002, penulis diterima di Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan Pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional (BPPS) dan Yayasan Damandiri. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 1999.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... viii PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................... Tujuan Penelitian .......................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
3
Produksi Panas Hewan Dalam Kandang.................................................... Suhu Efektif ............................................................................................... Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH ........... Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH ........................... Distribusi Suhu dan RH pada Kandang Sapi Perah FH ............................. Ventilasi .................................................................................................... Efek Angin dan Efek Termal .................................................................... Computational Fluid Dynamics (CFD)...................................................... Simulasi .....................................................................................................
3 4 5 7 9 10 11 12 13
PENDEKATAN TEORITIS .............................................................................. 15 Teknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) . Koefisien Konveksi pada Kandang Sapi Perah FH.................................... Koefisien Konveksi pada Kulit Sapi Perah ............................................... Perhitungan Distribusi RH Udara dalam Kandang ...................................
15 18 20 21
METODOLOGI PENELITIAN......................................................................... 23 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 23 Bahan dan Alat Penelitian.......................................................................... 23 Metode Peneltitan ...................................................................................... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 29 Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah ......... 29 Validasi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah ........... 45 Simulasi Disain Kandang Sapi Perah ........................................................ 48
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 64 Simpulan ................................................................................................... 64 Saran .......................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 66 LAMPIRAN........................................................................................................ 70
DAFTAR TABEL Halaman 1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454,5 kg) ......................................
3
2 Indeks suhu dan kelembaban relatif untuk sapi perah ................................
6
3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernafasan sapi FH ...................
7
4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi perah FH pada suhu berbeda ..............................................................
7
5 Total produksi panas (kJ/kg.mbs.jam) yang dihasilkan sapi perah FH pada berbagai tingkat konsumsi pakan (feed intake) .................................. 20 6 Lokasi titik-titik pengukuran suhu udara dalam kandang dengan termokopel .................................................................................................... 25 7 Nilai massa jenis, panas jenis dan konduktivitas bahan penyusun kandang ........................................................................................................ 31 8 Data input boundary condition untuk fluent 6.2. pada tanggal 16 Juni 2007 .................................................................................................. 31 9 Suhu udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD ................... 36 10 Kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD ................................................................................................. 36 11 Hasil validasi suhu udara pengukuran dengan suhu udara hasil CFD dalam kandang ............................................................................ 45 12 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 untuk simulasi................... 50 13 Suhu udara (oC) dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD pada kondisi awal dengan inlet dari kanan/kiri dan depan/belakang........... 52 14 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari depan/belakang ........................................ 58 15 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari kanan/kiri ................................................. 59 16 Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih dan kandang kondisi awal dengan inlet di kanan/kiri dan depan/belakang........................ 61
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram produksi panas sapi perah FH pada beberapa suhu lingkungan ....
5
2 Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE ...................... 16 3 Diagram proses pemanasan pada kurva psychrometric .............................. 21 4 Kandang sapi perah FH penelitian (a) dan sapi perah FH (b) ...................... 23 5 Kandang sapi perah FH (ortogonal) ............................................................. 24 6 Bentuk geometri kandang sapi perah FH ..................................................... 26 7 Diagram alir proses penyelesaian masalah simulasi kandang sapi perah FH menggunakan teknik CFD ............................................................ 28 8
Radiasi matahari (Watt/m2) pada tanggal 16 Juni 2007 ............................... 30
9 Suhu udara dan RH lingkungan pada tanggal 16 Juni 2007 ........................ 30 10 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) 33 11 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) .................................................................. 34 12 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007) .................................................................. 35 13 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) 37 14 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) .............................................................................................. 39 15 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) .................................................................. 40 16 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) 41 17 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) .................................................................. 43 18 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) .................................................................. 44 19 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 09:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) .......................... 46 20 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 13:00 WIB, tanggal 16 Juni 2007) ......................... 46
21 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) .......................... 47 22 Validasi kelembaban udara hasil simulasiCFD terhadap kelembaban udara pengukuran di 4 titik dalam kandang pukul 09:20 WIB (titik 1-4), 13:00 WIB (titik 5-8) dan 15:20 WIB (titik 9-12) pada tanggal 16 Juni 2007 .................................................................................................. 48 23 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang awal .............................. 49 24 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang simulasi ........................ 49 25 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari kanan) ...................................................................... 51 26 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari kanan ................................................. 53 27 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari depan ....................................................................... 55 28 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari depan ......................................................... 56
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Perhitungan bilangan Reynolds .................................................................... 71 2 Validasi suhu udara dalam kandang ............................................................. 72 3 Validasi kelembaban udara dalam kandang ................................................. 73 4 Bobot badan dan luas permukaan kulit sapi perah FH (15 Mei 2007) ......... 74 5 Posisi peletakan sapi perah FH dalam kandang ........................................... 75 6 Tinggi badan dan dalam dada sapi perah FH ............................................... 76 7 Kandungan bahan pakan pada sapi perah FH selama penelitian ................. 77
DAFTAR SIMBOL β
koefisien ekspansi dari volume gas ideal (1/oK)
θ
sudut kemiringan bidang (o)
ρ
massa jenis udara (kg/m3)
μ
viskositas dinamik udara (kg/m.det)
ν
viskoitas kinematik udara (m2/det)
a
suhu kulit bagian punggung (oC)
A
luas area pindah panas (m2)
As
luas permukaan kulit sapi (m2)
AM
kecepatan angin (m/det)
b
suhu kulit bagian dada (oC)
c
suhu kulit bagian tungkai atas (oC)
d
suhu kulit bagian tungkai bawah (oC)
D
diameter spesifik kandang (m)
DBTb suhu bola kering pada tubuh sapi (oC) DBTp suhu bola kering pada pernafasan sapi (oC) ET
suhu efektif pada ternak (oC)
g
gaya grafitasi (m/det2)
GrL
bilangan Grashoff
GT
suhu lingkungan (oC)
h
koefisien pindah panas konveksi (W/m2.oC)
k
konduktivitas panas udara (W/m.oC)
L
panjang karakteristik (m)
mTs
suhu kulit (0C)
Nu
bilangan Nusselt
p
nilai suhu (oC)dan RH (%) hasil simulasi
Pr
bilangan Prandtl
Ps
tekanan jenuh uap (Pa)
Pv
tekanan parsial uap (Pa)
Q
besarnya panas yang dipindahkan (W)
RaL
bilangan Releigh
Re
bilangan Reynolds
RD
radiasi matahari (cal/cm2.menit)
RH
kelembaban relatif (%)
Ts
suhu permukaan bahan (oC)
T∞
suhu udara pada jarak tertentu dari permukan bahan (oC)
u
nilai suhu (oC) dan RH (%) hasil pengukuran
v
kecepatan udara (m/det)
W
berat tubuh sapi FH (kg)
WBT suhu bola basah (oC)
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar sapi perah yang ada di Indonesia adalah sapi bangsa Fries Holland (FH), didatangkan dari negara-negara Eropa yang memiliki iklim sedang (temperate) dengan kisaran suhu rendah berkisar 13 – 18oC (McDowell, 1972), 5-25oC (Jones and Stallings, 1999). Dengan kondisi asal iklim tersebut, sapi perah FH sangat peka terhadap perubahan iklim mikro terutama suhu dan kelembaban udara. Apabila sapi FH ditempatkan pada lokasi yang memiliki suhu tinggi dan kelembaban udara yang tidak mendukung maka sapi tersebut akan mengalami cekaman panas yang berakibat pada menurunnya produktivitas sehingga potensi genetiknya tidak dapat tampil secara optimal. Suhu udara di Indonesia pada umumnya tinggi yaitu antara 24 – 34oC, dan kelembaban udara juga tinggi yaitu antara 60 - 90%. Hal ini dapat menyebabkan proses penguapan dari tubuh sapi FH terhambat sehingga sapi mengalami cekaman panas (Wierama, 1990). Tingginya suhu dan kelembaban udara tersebut disebabkan oleh radiasi matahari yang tinggi, sehingga lokasi peternakan sapi perah FH di Indonesia akan lebih baik jika berada pada ketinggian di atas 800 m d.p.l. Selain radiasi, produksi panas hewan yang berupa panas laten dan panas sensibel (Esmay, 1960), tinggi, luas, bahan atap dan bukaan ventilasi yang kurang tepat merupakan penyebab naiknya suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah (Soegijanto, 1999). Salah satu upaya untuk menurunkan suhu dan kelembaban udara di dalam kandang yaitu dengan sistem ventilasi agar terjadi pertukaran udara di dalam dan luar kandang dengan baik sehingga panas dalam kandang dapat diminimalisir. Pada ventilasi alamiah, pertukaran udara terjadi jika ada perbedaan tekanan melalui bukaan bangunan dan angin. Luas bukaan ventilasi sangat mempengaruhi pola aliran dan distribusi udara dalam kandang yang dapat menentukan besarnya distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang . Untuk memperoleh luas bukaan ventilasi (alamiah) yang menghasilkan distribusi suhu dan kelambaban udara dalam kandang yang baik, diperlukan analisis sifat dan pola aliran serta distribusi udara dalam kandang.
Pemecahan analisis aliran udara dalam kandang dapat dilakukan dengan Computational Fluid Dynamics (CFD). Metode CFD menggunakan analisis numerik yaitu kontrol volume sebagai elemen dari integrasi persamaan-persamaan yang terdiri atas persamaan keseimbangan massa, momentum dan energi, sehingga penyelesaian persamaan untuk benda 2 (dua) atau 3 (tiga) dimensi lebih cepat dan dapat dilakukan secara simultan (Versteeg & Malalasekera, 1995). Tinggi dan lebar kandang, luas bukaan ventilasi kandang dapat diubah-ubah di dalam program simulasi untuk memperoleh distribusi suhu dan kelembaban udara yang lebih rendah dalam kandang sehingga biaya disain konstruksi kandang dapat dihemat dan tidak dilakukan dengan cara trial & error. Melalui teknik CFD dapat ditentukan disain kandang dengan tinggi, lebar, luas bukaan ventilasi kandang yang tepat sehingga diperoleh distribusi suhu dalam kandang yang lebih rendah dari kondisi awal (sebelum dilakukan simulasi). Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis distribusi suhu dan kelembaban udara pada kandang sapi perah FH di daerah beriklim tropika basah menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).. 2. Melakukan simulasi tinggi dan luas kandang sapi perah FH (dua arah angin) untuk mendapatkan distribusi suhu dalam kandang sapi perah FH yang lebih baik. 3. Merekomendasikan disain kandang yang lebih baik bagi sapi perah FH di daerah beriklim tropika basah (tinggi, luas, bukaan ventilasi kandang dan posisi penampung air).
TINJAUAN PUSTAKA Produksi Panas Hewan Dalam Kandang Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam kandang harus diprediksi untuk mendisain sistem kontrol lingkungan. Panas yang dihasilkan dan kemudian dilepas oleh tubuh hewan terdiri atas panas sensibel (sensible heat) dan panas laten (latent heat). Panas sensibel dan panas laten yang dihasilkan oleh hewan dalam kandang merupakan komponen kritis keseimbangan panas untuk kondisi setimbang dalam struktur kandang (Esmay, 1960). Kehilangan panas pada lingkungan kandang akan meningkat seiring dengan menurunnya bobot badan hewan pada kondisi temperatur lingkungan kandang yang semakin menurun. Produksi panas yang berhubungan dengan bobot badan hewan akan memperlihatkan penurunan kehilangan panas (heat loss) dengan peningkatan bobot badan. Sebagai contoh sapi dengan bobot 400 – 500 kg menghasilkan panas 2 W/kg, lebih kecil dibandingkan dengan domba bobot 50 kg yang menghasilkan panas 3-4 W/kg dan unggas dengan bobot 2 kg menghasilkan 6 W/kg (Esmay and Dixon 1986). Produksi panas sapi perah dengan bobot 454.5 kg pada beberapa suhu dapat dilihat pada Tabel 1. Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa kenaikan suhu kandang akan menurunkan total panas yang diproduksi oleh sapi perah. Kondisi ini menunjukkan bahwa ternak (sapi perah) akan
mempertahankan
panas
tubuhnya
sesuai
dengan
keadaan
suhu
lingkungannya. Tabel 1 Produksi panas sapi perah (bobot badan 454.5 kg) Suhu (oC)
Panas laten (W)
Panas sensible (W)
Total panas (W)
4,44 10,00 15,56 21,11 26,67
278,4 322,4 392,7 410,3 556,8
766,6 674,0 556,8 498,2 293,1
1.055 996 949 908 849
Sumber : Esmay and Dixon (1986 )
Perolehan panas dari luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman. Perolehan dan penambahan panas tubuh ternak dapat terjadi secara sensible melalui mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman ternak, jalur utama pelepasan panas hewan terjadi melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran panas melalui permukaan kulit (sweating) atau melalui pertukaran panas di sepanjang saluran pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui feses dan urin (McDowell, 1972). Suhu Efektif Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara
(RH), radiasi
matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat memperlihatkan tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah. Hubungan suhu efektif dengan paremeter iklim mikro ditunjukkan pada beberapa persamaan
berikut
(Yamamoto, 1983): (1) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan bola kering; (2) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu tubuh sapi) dan kecepatan angin; (3) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering (suhu pernafasan) dan kecepatan angin; (4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering dan radiasi matahari; (5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan suhu udara lingkungan.
ET = 0,35 DBT + 0,65WBT ..................................................................... (1) ET = DBTb − 6 AM ............................................................................. (2)
ET = DBT p − 10 AM ........................................................................... (3)
ET = DBT + 11RD ................................................................................ (4) ET = 0,57 DBT + 0,43GT ....................................................................... (5)
Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978). McDowell (1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan suhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa berkisar 17 – 21oC (Hafez, 1968); 13 – 18oC (McDowell, 1972); 4 – 25oC (Yousef, 1985), 5 – 25oC (Jones & Stallings, 1999). Bligh dan Johnson (1985) membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 1). Hubungan besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature Humidity Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah dapat dilihat pada Tabel 2. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤ 79), stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema, 1990).
Gambar 1 Diagram produksi panas sapi perah pada beberapa suhu lingkungan
Tabel 2 Indeks suhu dan kelembaban relatif untuk sapi perah Kelembaban relatif (%) o
C
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
23,39
72 72 73 73 74 74 75 75
26,67
72 72 73 73 74 74 75 76 76 77 78 78 79 79 80
29,44
72 72 73 74 75 75 76 77 78 78 79 80 81 81 82 83 84 84 85
32,22 72 73 74 75 76 77 78 79 79 80 81 82 83 84 85 86 86 87 88 89 90 35,00 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 37,78 77 78 79 80 82 83 84 85 86 87 88 90 91 92 93 94 95 97 98 99 40,56 79 80 82 83 84 86 87 88 89 91 92 93 95 96 97 43,33 81 83 84 86 87 89 90 91 93 94 96 97
Stres Ringan
46,11 84 85 87 88 90 91 93 95 96 97
Stres Sedang
48,89 88 88 89 91 93 94 96 98
Stres Berat
Sumber : Wierama (1990)
Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu lingkungan 18,3oC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku (behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972); dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985) dan 8) meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Respons fisiologis sapi FH akibat cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Cekaman panas dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH melalui penyemprotan air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996). Hasil simulasi menunjukkan bahwa penurunan suhu lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar 5oC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005). Perubahan suhu pada kandang dapat mempengaruhi perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH. Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6oC) adalah 60 – 70 kali/menit dengan frekuensi nafas 10 – 30 kali/menit (Ensminger, 1971). Reaksi sapi FH terhadap
perubahan suhu yang dilihat dari respons pernapasan dan denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak. Peningkatan denyut jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983). Tabel 3 Suhu rektal, denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH Parameter
Sumber o
Suhu lingkungan Netral
Cekaman
Suhu rektal ( C)
1 2
38.7 38.8
40.0 39.8
Denyut jantung (kali per menit)
1 2
77.0 64.0
79.0 67.0
Pernapasan (kali per menit)
1 2
48.0 31.0
87.0 75.0
Sumber : 1) Kibler (1962). Sapi FH dengan suhu netral 21.6oC dan suhu cekaman 32.2oC. 2) Purwanto (1993). Sapi FH dengan suhu netral 15oC dan suhu cekaman 30oC.
Tabel 4 Produksi susu, volume urine, konsumsi air minum, konsumsi pakan sapi FH pada suhu berbeda Parameter Produksi susu (kg/hari) Volume urine Konsumsi minum (kg/hari) Konsumsi konsentrat (kg/hari) Konsumsi hay (kg/hari)
Suhu 18oC 18.4 11.2 57.9 9.7 5.8
30oC 15.7 12.8 74.7 9.2 4.5
Sumber : McDowell (1972)
Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH Bangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan panas dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan panas dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas konduksi terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan keluar bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah. Perpindahan panas dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang masuk dan keluar melalui bukaan ventilasi. Perpindahan panas radiasi gelombang pendek
dari radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya selalu memiliki nilai positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang adalah radiasi yang dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima dari lingkungan di sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh penghuni atau peralatan yang ada di dalam kandang juga harus dapat diperhitungkan (Soegijanto, 1999). Perpindahan panas radiasi gelombang panjang terjadi antara ternak (sapi perah FH) dengan lingkungan di sekitarnya melalui kulit sapi FH yang dominan berwarna putih atau hitam. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang pada ternak dengan lingkungannya terjadi karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya melalui permukaan kulit dan saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di lingkungan tropika basah
terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah, lantai, serta
bangunan penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan lainnya. Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan perkandangan ternak sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari lantai ke atap, pindah panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam kandang, dan pindah panas konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di bawahnya atau sebaliknya. Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi perah lebih mudah dihitung karena proses pindah panas terjadi secara konveksi dari penutup (atap) kandang ke udara dalam kandang terjadi secara alami dan melalui bukaan ventilasi baik masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas konveksi dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara, kecepatan angin dan suhu lingkungan. Semakin besar nilai koefisien konveksi dan kecepatan angin, maka akan semakin cepat keseimbangan panas dalam ruangan konveksi. Perpindahan panas secara konduksi terjadi pada penutup (atap) kandang sapi FH, dinding bangunan, kerangka bangunan, ternak (sapi FH), air minum sapi FH, tubuh sapi FH. Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh konduktivitas bahan dan suhu lingkungan. Semakin besar nilai konduktivitasnya, bahan tersebut semakin cepat merambatkan panas (Esmay dan Dixon, 1986).
Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu lingkungan, sistem ventilasi, radiasi matahari,
peralatan peternakan,
kecepatan angin,
pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan pertanian (greenhouse), faktor desain yang sangat menentukan distribusi suhu dan kelembaban udara adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau atap ventilasi, sudut pembukaan ventilasi, jumlah span dan sebagainya (Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam kandang sapi perah dipengaruhi oleh besarnya suhu lingkungan, produksi panas hewan, kelembaban, konsentrasi gas dalam kandang, jenis bahan atap bangunan, pindah panas dari lantai, sistem dan luasan ventilasi, luas dan tinggi bangunan kandang (Hellickson dan Walker, 1983). Pindah panas pada kandang sapi perah dapat terjadi secara radiasi, konveksi maupun konduksi (Wathes dan Charles, 1994) yang mengakibatkan adanya distribusi suhu dalam kandang. Pindah panas secara radiasi dipengaruhi oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan angin dan suhu lingkungan. Pindah panas pada bahan bangunan kandang dipengaruhi oleh konduktivitas bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara konveksi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan luasan daerah konveksi. Analisis distribusi suhu dalam bangunan pertanian dapat dilakukan dengan perhitungan besarnya pindah panas dan massa pada bangunan melalui sistem ventilasi sehingga menghasilkan aliran udara yang baik di dalam kandang. Pemecahan analisis aliran udara pada kandang sapi perah (bangunan pertanian) dalam 2 atau 3 dimensi dapat dilakukan dengan metode finite element, metode finite difference (Cheney dan Kincaid, 1990), metode spectral dan finite volume dengan computational fluid dynamics atau CFD (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Metode finite difference menggambarkan φ yang tidak diketahui pada titik atau node di dalam garis grid. Untuk mendapatkan nilai aproksimasi φ digunakan deret ekspansi Taylor, sehingga menghasilkan persamaan aljabar untuk menghitung nilai φ pada tiap titik grid. Metode finite element menggunakan fungsi sederhana (linear/kuadrat) pada elemen untuk menggambarkan variabel aliran φ.
Fungsi pendugaan dimasukkan ke dalam persamaan atur, dan hasilnya terdapat residual untuk perhitungan error. Selanjutnya error dikalikan dengan fungsi pembobot dan diintegralkan. Hasilnya didapatkan persamaan aljabar yang lebih mudah untuk dipecahkan. Metode spektral menduga variabel yang tidak diketahui menggunakan deret Fourier atau deret polinomial Chebyshev. Pendekatan pendugaannya secara menyeluruh pada semua domain perhitungan (tidak per titik). Terdapat residual dan fungsi pembobot seperti metode finite element. Metode finite volume dikembangkan dari finite difference khusus dan dapat diaplikasikan pada kode CFD (FLUENT, PHOENICS, FLOW3D dan STAR-CD). Algoritma numeriknya terdiri atas beberapa tahapan sebagai berikut : (1) integrasi persamaan atur sepanjang volume kontrol domain perhitungan; (2) diskretisasi yang meliputi substitusi berbagai tipe aproksimasi finite difference sehingga menghasilkan persamaan aljabar (tahapan kunci); (3) penyelesaian persamaan aljabar dengan metode iterasi.
Ventilasi Ventilasi pada bangunan pertanian digunakan untuk mengendalikan suhu, kelembaban udara, kotoran ternak dan pergerakan udara sehingga kondisi lingkungan mikro yang dibutuhkan ternak dapat terpenuhi. Ventilasi terjadi jika terdapat perbedaan tekanan udara. Ventilasi dengan tekanan udara tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola aliran serta rintangan setempat (Takakura, 1979). Laju ventilasi diukur dengan satuan massa udara per unit waktu (Mastalerz, 1977). Laju ventilasi minimum pada kandang biasanya didasarkan pada kebutuhan pergerakan udara untuk kontrol kelembaban (Esmay, 1986). Di daerah tropis seperti Indonesia, ventilasi bangunan kandang yang biasanya digunakan adalah ventilasi alami karena dapat menekan biaya dan tenaga kerja dibandingkan dengan ventilasi lainnya.
Ventilasi alami terjadi karena
adanya perbedaan tekanan udara akibat faktor angin dan faktor termal. Faktor angin dan termal ini dimanfaatkan untuk menggerakkan udara dan menentukan laju ventilasi alami yang terjadi. Laju ventilasi alami memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada perbedaan tekanan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan temperatur lingkungan (Takakura, 1979). Laju
pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas bukaan, arah bukaan, kecepatan angin dan perbedaan temperatur di luar dan di dalam kandang (Mastalerz, 1977). Kontrol manual sistem ventilasi alami dapat dilakukan dengan pembukaan dan penutupan lubang ventilasi serta pengaturan bukaan pada dinding (Takakura, 1979). Pengaturan ventilasi alami agar tetap kontinyu sulit dilakukan karena dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan dan arah angin
yang tidak mudah
dikendalikan.
Efek Angin dan Efek Termal Efek angin digolongkan menjadi dua komponen, yaitu efek turbulen dan efek steady. Efek steady terjadi karena pada saat angin bertiup di atas dan di sekeliling bangunan. Pergerakan angin ini dapat membangkitkan perbedaan tekanan pada lokasi yang berbeda yang menghasilkan distribusi tekanan pada bangunan. Distribusi tekanan di sekitar bangunan dinyatakan sebagai distribusi dari koefisien tekanan. Apabila koefisien tekanan bernilai positif maka akan terjadi aliran udara masuk (inflow) melalui bukaan pada bangunan. Apabila koefisien tekanan bernilai negatif maka akan terjadi aliran udara keluar dari bangunan (outflow). Efek turbulen terjadi karena kecepatan angin tidak bersifat statis melainkan bervariasi secara kontinyu yang menghasilkan fluktuasi tekanan. Efek termal timbul dari perbedaan temperatur di dalam dan di luar kandang (Bockett & Albright, 1987). Konveksi panas dari atap dan material penyusun kandang dapat meningkatkan temperatur udara dan menurunkan kerapatan udara dalam kandang sehingga mengakibatkan perbedaan tekanan udara di dalam dan di luar kandang yang pada akhirnya terjadi aliran udara keluar masuk kandang melalui bukaan. Akibat faktor termal, terdapat suatu bidang pada bukaan kandang dimana tidak terjadi aliran udara karena tekanan udara di dalam dan di luar kandang besarnya sama. Bidang ini disebut bidang tekanan netral. Posisi bidang tekanan netral memberikan gambaran bukaan yang berfungsi sebagai saluran masuk dan saluran keluarnya udara. Pada bagian bawah bidang tekanan netral, tekanan udara luar lebih tinggi daripada tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara masuk ke dalam kandang. Pada bagian di atas bidang tekanan netral,
tekanan udara di dalam lebih tinggi dari tekanan udara di luar sehingga terjadi aliran udara keluar (Brockett & Albright, 1987).
Computational Fluid Dynamics (CFD) Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah suatu analisis sistem yang meliputi aliran fluida, pindah panas dan massa, serta fenomena lain seperti reaksi kimia dengan menggunakan simulasi berbasis komputer. CFD telah digunakan sejak tahun 1960 untuk mendesain mesin jet dan aircraft. CFD merupakan pemanfaatan komputer untuk memprediksi secara kuantitatif apa yang terjadi pada saat fluida mengalir sehingga prediksi aliran fluida pada berbagai sistem dapat dilakukan dengan biaya murah dan waktu relatif singkat dibandingkan dengan metode eksperimen. Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran fluida sehingga pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangat penting. Persamaan pengatur aliran fluida adalah persamaan differensial parsial dan komputer digital tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan tersebut secara langsung sehingga persamaan tersebut harus ditransformasikan ke dalam persamaan aljabar sederhana dengan metode diskritisasi (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Ada beberapa teknik distritisasi yang digunakan dan masing-masing memiliki prinsip yang berbeda seperti : 1) metode beda hingga (finite different methode); 2) metode elemen hingga (finite element methode) dan 3) metode volume hingga (finite volume methode). Dalam simulasi pola aliran udara, udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan dalam persamaan diferensial, dalam koordinat kartesian dan dipecahkan dengan teknik CFD (tiga dimensi) berdasarkan analisis numerik menggunakan metode volume hingga (Versteeg dan Malalasekera, 1995). Persamaan diskrit yang dihasilkan dari persamaan diferensial umumnya dalam bentuk implisit. Pada persamaan implisit, satu set pernyataan simultan atas banyak persamaan individual dihasilkan, dan persamaan tersebut harus diselesaikan dengan persamaan tertentu dan salah satunya menggunakan iterasi. Proses iterasi adalah membuat sebuah tebakan nilai variabel-variabel yang
terdapat pada implisit. Iterasi terus dilakukan sampai selisih antara ruas kiri dengan ruas kanan persamaan mendekati nol (konvergen). Untuk
menyelesaikan
persamaan
diferensial
diperlukan
boundary
condition dan initial condition seperti kecepatan, tekanan, variabel turbulensi. Kondisi batas pada inlet, outlet, bukaan ventilasi, dan material penyusun kandang harus memiliki acuan dalam penyelesaian persamaan diferensial parsial. Dalam simulasi aliran fluida, jenis grid yang digunakan menjadi suatu hal yang sangat diperhatikan.
Kompleksitas domain aliran, ketersediaan program solver dan
numerical diffusion (suatu kesalahan diskritisasi yang dapat timbul jika grid tidak sejajar dengan arah aliran) menjadi pertimbangan dalam penentuan jenis grid yang akan digunakan. Ada beberapa software yang digunakan dalam CFD untuk menyelesaikan permasalahan aliran udara pada kandang sapi perah FH yaitu software Fluent 6.2.16, Gambit 2.2.30 dan Auto CAD 2005.
Penggunaan software Auto CAD
untuk mempermudah penggambaran geometri kandang sebelum diproses lebih lanjut dalam software Gambit 2.2.30 (pembuatan mesh dan penentuan kondisi batas geometri kandang yang akan disikulasikan).Adapun sofware Fluent 6.2.16 digunakan untuk analisis distribusi suhu dan pola alirannya. Software Fluent 6.2.16 telah banyak beredar di pasaran dan telah banyak digunakan untuk analisis pola aliran udara dan distribusi suhu pada berbagai kondisi dengan tingkat validasi yang tinggi. Pada pemecahan masalah aliran dan distribusi fluida dua fase atau lebih seperti kelembaban relatif (udara dan uap air) software Fluent 6.2.16 belum dapat digunakan sehingga diperlukan teknik perhitungan untuk menentukan besarnya kelembaban relatif (RH) yang terdistribusi dalam kandang. Perhitungan distribusi RH dalam kadang didasarkan pada terjadinya proses pemanasan dalam kandang akibat panas konveksi dari atap dan material bahan penyusun kandang, dimana kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap dan tidak terjadi penambahan uap air pada kondisi kandang kosong.
Simulasi Simulasi adalah teknik penyusunan dari kondisi nyata (sistem) dan kemudian melakukan percobaan pada model yang dibuat dari sistem. Simulasi merupakan alat yang fleksibel dari model atau kuantitatif. Simulasi cocok
diterapkan untuk menganalisa interaksi masalah yang rumit dari sistem. Simulasi berguna untuk mengetahui pengaruh atau akibat suatu keputusan dalam jangka waktu tertentu (Avissar, et.all., 1982). Dalam melakukan simulasi, terlebih dahulu harus dibuat model yang akan dijadikan acuan untuk melakukan simulasi agar diperoleh nilai ekonomis, efektif, mudah, resiko kecil. Kriteria umum agar model simulasi efektif adalah : 1) model simulasi dapat memprediksi proses fisik dan fisiologi dalam sistem dengan ketepatan yang masuk akal dan dapat dibuktikan dengan percobaan; 2) model simulasi bersifat umum dan cukup fleksibel untuk diaplikasikan pada sistem tertentu yang memiliki kondisi lingkungan yang beragam. Untuk mengetahui kriteria tersebut, parameter lingkungan yang digunakan adalah kondisi batas yang mudah diukur dan tidak dipengaruhi oleh keberadaan sistem. Skala waktu, parameter, initial condition dapat dengan mudah diubah-ubah, serta dapat dengan mudah menyelesaikan persamaan-persamaan yang tidak linier dan dapat mengkaji sistem secara utuh (Avissar, et.all., 1982). Simulasi
dapat
dilakukan
dengan
pembuatan
model
persamaan
matematika, program komputer, atau pembuatan model prototipe sehingga sistem yang akan disimulasikan dapat terwakili oleh model yang disimulasikan. Simulasi analisis distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kadang sapi perah FH dapat dilakukan dengan persamaan matematika, dan program komputer. Parameter yang harus diperhitungkan dalam simulasi analisis distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah antara lain suhu lingkungan, suhu udara dalam kandang, suhu tanah, radiasi matahari, kecepatan angin, sistem dan besaran ventilasi, bahan-bahan bangunan (konduktivitas panas, emisivitas, koefisien pindah panas, absorpsivitas), suhu diurnal ternak (sapi perah) seperti suhu kulit, rektal, pernafasan (Esmay
dan Dixon, 1986). Simulasi distribusi
parameter iklim mikro seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin, sudut datang radiasi matahari telah banyak dilakukan pada bangunan pertanian terutama greenhouse baik menggunakan persamaan-persamaan matematika, program komputer maupun model atau prototipe.
PENDEKATAN TEORITIS Teknik Simulasi Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) Pola distribusi suhu dan kelembaban udara relatif (RH) pada suatu ruangan tertentu dapat dianalisis menggunakan CFD. Dalam CFD, pola aliran udara digambarkan secara kuantitatif dalam besaran suhu dan kecepatan melalui persamaan diferensial berupa koordinat cartesian. Pemecahan secara matematik dalam CFD dilakukan melalui analisis numerik tiga dimensi dengan metode volume hingga melalui diskretisasi dan iterasi. Analisis distribusi dan simulasi suhu dan RH pada kandang sapi FH
dalam CFD dapat dilakukan dengan
menggunakan software gambit 2.2.30 (meshing dan boundary condition) dan fluent 6.2 (mendefinisikan model 3D, pemakaian energi, viscous model, jenis material dan sifat termofisik fluida, input nilai boundary condition, inisialisasi, iterasi dan visualisasi). Computational Fluid Dynamics (CFD) mengandung 3 komponen utama, yaitu : pre-processor, solver dan post-processror (Versteeg dan Malalasekera, 1995).
Pre-processor Komponen pre-processor merupakan komponen input dari permasalahan aliran ke dalam program CFD dengan menggunakan interface yang memudahkan operator, berfungsi sebagai transformer input berikutnya ke dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Pada tahapan pre-processor, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mendefinisikan geometri daerah yang dikehendaki (perhitungan domain); 2)pembentukan grid (mesh) pada setiap domain; 3) pemilihan fenomena kimia dan fisik yang dibutuhkan; 4) menetukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, panas jenis, massa jenis dan sebagainya); 5) menentukan kondisi batas yang sesuai dengan keperluan. Ketepatan aliran dalam geometri yang dibentuk dalam CFD ditentukan oleh jumlah sel di dalam grid yang dibangun. Semakin besar jumlah sel, ketepatan atau ketelitian dari hasil pemecahan semakin baik. Mesh optimal tidak harus selalu seragam, dapat dilakukan dengan memperhalus mesh pada bagian yang memiliki variasi cukup besar dan semakin kasar untuk bagian yang relatif tidak banyak mengalami perubahan.
Solver Proses pada solver merupakan proses pemecahan secara matematika dalam CFD dengan software fluent 6.2. Metode yang digunakan adalah metode volume hingga (finite volume) yang dikembangkan dari metode beda hingga (finite difference)
khusus. Proses pemecahan matematika pada solver digambarkan
sebagai diagram alir metode SIMPLE (Semi-Implicit Method for Pressure-Linked Equation) (Gambar 2). START Nilai duga awal p*,u*,v*,w*, φ* Tahap 1. Pecahkan persamaan momentum diskrit ai,j,kui,j,k = Σ anbunb + (pi-1,j,k – pi,j,k)Ai,j,k + bi,j,k ai,j,kvi,j,k = Σ anbvnb + (pi,j-1,k – pi,j,k)Ai,j,k + bi,j,k ai,j,kwi,j,k = Σ anbwnb + (pi,j,k-1 – pi,j,k)Ai,j,k + bi,j,k u*,v*,w* Tahap 2. Pecahkan persamaan koreksi tekanan ai,j,kp’i,j,k = ai+1,j,kp’i+1,j,k + ai-1,j,kp’i-1,j,k +ai,j+1,kp’i,j+1,k + ai,j-1,kp’i,j-1,k + ai,j,k+1p’i,j,k+1 + ai,j,k-1p’i,j,k-1 + b’i,j,k p* Tahap 3. Kecepatan dan tekanan koreksi Set
pi,j,k = p*i,j,k + p’i,j,k
p* = p , u*=u
ui,j,k = u*i,j,k + u’i,j,k
v*=v, w*=w
vi,j,k = v*i,j,k + v’i,j,k
φ*=φ
wi,j,k = w*i,j,k + w’i,j,k p,u,v,φ* Tahap 4. Pecahkan seluruh persamaan transport diskret Ai,j,kφi,j,k = ai+1,j,kφi+1,j,k + ai-1,j,kφi-1,j,k +ai,j+1,kφi,j+1,k + ai,j-1,kφi,j-1,k + ai,j,k+1φi,j,k+1 + ai,j,k-1φi,j,k-1 + b’φi,j,k φ Konvergen ? tidak ya Stop
Gambar 2 Algoritma numerik volume hingga dengan metode SIMPLE
Proses pemecahan matematika pada solver
memiliki 3 tahapan yaitu:
1) aproksimasi aliran yang tidak diketahui dilakukan dengan menggunakan fungsi sederhana; 2) diskretisasi
dengan mensubstitusi hasil aproksimasi ke dalam
persamaan aliran disertai dengan manipulasi matematis; 3) penyelesaian persamaan aljabar. Pada proses solver, terdapat 3 persamaan atur aliran fluida yang menyatakan hukum kekekalan fisika, yaitu : 1) massa fluida kekal; 2) laju perubahan momentum sama dengan resultansi gaya pada partikel fluida (Hukum II Newton); 3) laju perubahan energi sama dengan resultansi laju panas yang ditambahkan dan laju kerja yang diberikan pada partikel fluida (Hukum I Termodinamika).
Kekalan Massa 3 Dimensi Steady State Keseimbangan massa untuk fluida dinyatakan sebagai berikut : laju kenaikan massa dalam elemen fluida
=
laju net aliran massa ke dalam elemen terbatas
Atau dapat ditulis dalam bentuk matematika (Versteeg & Malalasekera, 1995) sebagai berikut :
∂ (ρu ) ∂ (ρv ) ∂ (ρw) + + = 0 ........................................................ (6) ∂x ∂y ∂z Persamaan (6) merupakan persamaan kontinuitas untuk fluida. Ruas kiri menggambarkan laju net massa keluar dari elemen melewati batas dan dinyatakan sebagai faktor konveksi. Persamaan Momentum 3 Dimensi Steady State
Persamaan momentum dikembangkan dari persamaan Navier-Stokes dalam bentuk yang sesuai dengan metode finite volume (Versteeg & Malalasekera, 1995) sebagai berikut : Momentum x: ⎡ ∂ 2u ∂ 2u ∂ 2u ⎤ ⎡ ∂u ∂u ∂u ⎤ ∂p + μ ⎢ 2 + 2 + 2 ⎥ + S MX ................... (7) +v +w ⎥= ∂y ∂z ⎦ ∂x ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x ⎣ ∂x
ρ ⎢u
Momentum y: ⎡ ∂ 2v ∂ 2v ∂ 2v ⎤ ⎡ ∂v ∂v ∂v ⎤ ∂p +v +w ⎥ = + μ ⎢ 2 + 2 + 2 ⎥ + S My ................... (8) ∂y ∂z ⎦ ∂y ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x ⎣ ∂x
ρ ⎢u
Momentum z: ⎡∂2w ∂2w ∂2w⎤ ⎡ ∂w ∂w ∂w ⎤ ∂p + μ ⎢ 2 + 2 + 2 ⎥ + S MZ ............... (9) +v +w ⎥= ∂y ∂z ⎦ ∂z ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x ⎣ ∂x
ρ ⎢u
Persamaan Energi 3 Dimensi Steady State
Persamaan energi diturunkan dari Hukum I Termodinamika (Versteeg & Malalasekera, 1995) yang menyatakan bahwa : laju perubahan energi partikel fluida = laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel.
Secara matematika dapat ditulis sebagai berikut : ⎡ ∂T ∂T ∂T ⎤ +v +w ⎥= ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x
ρ ⎢u
⎡ ∂ 2T ∂ 2 T ∂ 2T ⎤ ⎡ ∂u ∂v ∂w ⎤ + + p⎢ + k ⎢ 2 + 2 + 2 ⎥ + S i ...... (10) ⎥ ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x ∂y ∂z ⎦ ⎣ ∂x
Persamaan state:
Kecepatan fluida selalu mencari keseimbangan secara termodinamika, kecuali adanya gangguan. Jika digunakan variabel p dan ρ, maka persamaan state untuk p dan i (Versteeg & Malalasekera, 1995) adalah sebagai berikut : p = p (ρ,T) .............................................................................................. (11) i = i (ρ, T) .............................................................................................. (12) Untuk gas ideal :
p = ρ R T ............................................................ (13) i = CVT
Post-processor
Hasil yang diperoleh dari proses yang berada dalam pre-processor dan solver akan ditampilkan dalam post-processor. Tampilan tersebut dapat berupa :
1) tampilan geometri domain dan grid; 2) plot vektor; 3) plot permukaan 2 dan 3 dimensi; 4) pergerakan partikel; 5) manipulasi pandangan; 6) output warna. Koefisien Konveksi pada Kandang Sapi Perah FH
Koefisien pindah panas konveksi (h) pada material penyusun kandang (atap, lantai, dinding tegak) merupakan sifat termal bahan yang sangat diperlukan sebagai input data dalam solver. Koefisien pindah panas konveksi pada kandang sapi perah FH didekati dengan persamaan konveksi alami (tanpa pengendalian
mekanis). Koefisien pindah panas konveksi pada dinding tegak dan atap untuk konveksi alami didekati dengan persamaan (Cengel, 2003) sebagai berikut: h = Nu
k
……………………..…………………………...….... (14)
L
dimana Nu adalah bilangan Nusselt yang dirumuskan sebagai berikut: 2
⎧ ⎫ ⎪ ⎪ 1 6 ⎪⎪ ⎪⎪ 0,387 Ra L Nu = ⎨0,825 + ⎬ ............................................. (15) 8 ⎪ ⎡ ⎛ 0,492 ⎞ 916 ⎤ 27 ⎪ ⎪ ⎢1 + ⎜ Pr ⎟⎠ ⎥⎥ ⎪⎪ ⎪⎩ ⎣⎢ ⎝ ⎦ ⎭ Ra L adalah Rayleigh number yang merupakan fungsi dari Grashof dan
Prandtl numbers sebagai berikut: Ra L = GrL Pr =
gβ (Ts − T∞ )L3
ν2
Pr ....................................................... (16)
Bilangan Nusselt (Nu) untuk atap kandang sapi perah FH dengan kemiringan atap sebesar (20o),
bilangan Grashof-nya dirumuskan sebagai
berikut: GrL =
g cos θβ (Ts − T∞ )L3
ν2
.................................................................. (17)
untuk RaL < 109 Bilangan Nusselt untuk lantai dirumuskan sebagai berikut : 1
Nu = 0,54 Ra L 4 ..................................................................................... (18) untuk 104 < RaL < 107 1
Nu = 0,15 Ra L 3 ...................................................................................... (19) untuk 107 < RaL < 1011
Koefisien Konveksi pada Kulit Sapi Perah
Ternak akan memproduksi panas dalam tubuhnya sebagai upaya menghasilkan energi yang diperlukan untuk kehidupannya (beraktifitas dan penyesuaian terhadap lingkungan). Panas yang diproduksi tergantung dari feed intake dan aktifitas ternak. Feed intake pada ternak dinyatakan dalam
total
digestible nutrient (TDN) yang menunjukkan total bahan pakan yang dapat dicerna oleh ternak. Panas yang diproduksi ternak akan dilepas melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan pertukaran panas pada kulit atau saluran pernapasan (Purwanto, 1993) dan sebagian melalui feses dan urin (McDowell, 1972). Pelepasan panas ternak ke lingkungan atau kandang merupankan upaya dari ternak menjaga keseimbangan energi yang diproduksi yang besarnya tergantung feed intake . Pelepasan panas ternak ke lingkungan melalui kulit menunjukkan bahwa ternak merupakan salah satu sumber panas dalam kandang. Material yang menjadi sumber panas dapat dianalogikan sebagai radiator di dalam teknik simulasi menggunakan CFD. Koefisien pindah panas konveksi (h) secara umum dirumuskan (Cengel, 2003) sebagai berikut :
h=
Q ..................................................................................... (20) A(Ts − T∞ )
Dimana Q merupakan besarnya panas yang dipindahkan. Besarnya panas yang dipindahkan dari tubuh ternak (sapi perah FH) tergantung dari produksi panas yang dihasilkan oleh ternak (Purwanto et a.l ,1993) seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5 Total produksi panas (kJ/kg.mbs.jam) yang dihasilkan sapi perah FH pada berbagai tingkat konsumsi pakan (feed intake) Kondisi
Konsumsi pakan (feed inteke level)
ternak
Rendah (TDN 43,5 g/kg.mbs)
Menengah (TDN 58,0 g/kg.mbs)
Tinggi (TDN 72,5 g/kg.mbs)
Berdiri
25,48
29,87
33,90
Berbaring
21,07
25,19
28,53
TDN : total digestible nutrient, kg.mbs : kilogram.metabolic body size (bobot badan 0,75)
Perhitungan Distribusi RH Udara Dalam Kandang
Pada kondisi kandang tidak diisi sapi (kandang kosong), dengan menggunakan ventilasi alamiah, terjadi peningkatan suhu di dalam kandang akibat panas yang dipindahkan secara konveksi oleh material penyusun kandang seperti atap, dinding dan lantai. Meningkatnya suhu di dalam kandang yang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan mengindikasikan bahwa di dalam kandang dapat terjadi pemanasan. Pemanasan udara dalam kandang dapat digambarkan dalam kurva psychrometric. Suhu udara sebelum terjadi pemanasan dinyatakan dalam TA, setelah adanya pemanasan berubah menjadi TB. Perubahan suhu selama pemanasan berlangsung pada garis horizontal pada kurva psychrometric, pada kondisi tekanan uap dan kelembaban mutlak tetap. Selama pemanasan tidak terjadi penambahan uap air (jumlah udara kering yang masuk ke kandang sama dengan jumlah udara kering yang keluar kandang). Pada kondisi tekanan atmosfir,
B
A
R H
H R
Pemanasan
TA
Kelembaban mutlak (H)
bila suhu meningkat maka akan terjadi penurunan kelembaban relatif (Gambar 3).
Suhu bola kering (oC) TB
Gambar 3 Diagram proses pemanasan pada kurva psychrometric Kelembaban relatif (RH) merupakan perbandingan antara tekanan uap terhadap tekanan jenuh air pada suhu tersebut (Brooker et al., 1984) dan dapat dirumuskan sebagai berikut: RH =
Pv .............................................................................................. (21) Ps
Jika kelembaban mutlak (H) di dalam kandang konstan, maka : H=
0,6219 Pv ...................................................................................... (22) Patm − Pv
dimana 255,38oK ≤ T ≤ 533,16oK dan Pv < Patm , sehingga tekanan uap dalam kandang juga konstan. Jika kelembaban udara lingkungan (RHa) dan kelembaban udara dalam kandang (RHrk), maka : RH rk P = sa ....................................................................................... (23) RH a Psrk
⎛ P ⎞ A + BT + CT 2 + DT 3 + ET 4 ln⎜ s ⎟ = .............................................. (24) FT − GT 2 ⎝R⎠ dimana 273,16oK ≤ T ≤ 533,16oK (dari Keenan dan Keyes, 1936 dalam ASAE standard, 1994) diperoleh nilai A,B,C,D,E,F,G dan R sebagai berikut: A = -27.405,526
E = -0,48502 x 10-7
B = 97,5413
F = 4,34903
C = -0,146244
G = 0,39381 x 10-2
D = 0,12558 x 10-3
R = 22.105.649, 25
METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada musim kemarau yaitu bulan Mei sampai Juli 2007 berlokasi di Laboratorium Lapangan Bagian Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Bahan dan Alat Penelitian Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sapi perah FH, sapi perah FH, konsentrat, hijauan, air minum, tambang dan bambu. Kandang sapi perah yang digunakan adalah kandang sapi perah FH (heifers) berkapasitas 20 ekor sapi dengan model kandang tail to tail yang memiliki ukuran: panjang 13 m, lebar 6,3 m dan tinggi 5,75 m. Lantai kandang terbuat dari semen beton dengan kemiringan 2%, atap menggunakan asbes, rangka menggunakan besi, tempat pakan dan minum terbuat dari beton. Sapi perah yang digunakan adalah sapi perah peranakan Fries Holland (FH) sebanyak 20 ekor dengan bobot badan berkisar 185 – 645 kg. Kandang dan sapi perah FH yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4a dan Gambar 4b.
a b Gambar 4 Kandang sapi perah FH penelitian (a) dan sapi perah FH (b) Peralatan
Peralatan yang digunakan meliputi weather station, termokopel, recorder,
anemometer, termometer (bola basah dan bola kering), pyranometer, mistar ukur, timbangan sapi,
note book dan
personal computer
autocad 2005, gambit 2.2.30 & fluent 6.2.
(PC) dengan software
Metode Penelitian Pengumpulan Data Teknik dan Sifat Termofisik Bahan Penyusun Kandang
Data dimensi bangunan (panjang, lebar, tinggi), ukuran ventilasi, atap, bak air minum serta jenis-jenis bahan yang menyusunnya diperoleh dari gambar teknik pelaksanaan pembangunan kandang sapi perah FH yang dibuat pada tanggal 24 Desember 1993. Data jenis bahan penyusun kandang digunakan untuk mengetahui sifat termofisik seperti konduktivitas, massa dan panas jenis bahan. Kandang sapi perah FH dalam bentuk ortogonal dapat dilihat pada Gambar 5. U
S
Gambar 5 Kandang sapi perah FH (ortogonal) Pengukuran Parameter Iklim Mikro
Parameter iklim mikro yang diukur adalah suhu, kelembaban udara, arah dan kecepatan angin serta radiasi matahari. Parameter iklim mikro di luar kandang diukur menggunakan weather station yang diletakkan 6 m di sebelah kanan kandang, sedangkan di dalam kandang diukur dengan termokopel, termometer (bola basah dan bola kering), recorder dan anemometer. Radiasi matahari yang diukur adalah radiasi matahari sesaat yang diterima oleh atap kandang. Nilai hasil pengukuran weather station terbaca dan tersimpan dalam
note book. Pengukuran dilakukan tiap 20 menit. Untuk mengetahui sifat-sifat udara lainnya digunakan kurva psychrometrict. Termokopel sebagai sensor suhu dipasang sebanyak 32 unit dalam kandang, bahan bangunan kandang, dan sapi dengan rincian sebagai berikut: di atap kanan dan kiri (masing-masing 1 unit), lantai pada kedalaman 0,2 m (2 unit),
tembok kanan dan kiri (masing-masing 1 unit), bak air (1 unit), tembok atas (1 unit), di dalam kandang (24 unit) pada ketinggian (sumbu z) 0,6 m, 1,2 m dan 1,6 m. Pada tiap-tiap ketinggian termokopel diletakkan pada arah horizontal (sumbu x) dengan jarak 1,2 dan 3,2 m (tengah kandang), sedangkan pada arah sumbu y, termokopel diletakkan pada jarak 1,6, 2,7, 3,8 dan 6,0 m. Termokopel dihubungkan dengan recorder untuk menampilkan temperatur yang terukur dan diset pada selang 20 menit untuk setiap kali pengukuran dengan selang pengukuran antara pukul 06.00-18.00. Secara lebih jelas lokasi titik-titik termokopel dalam kandang sapi perah FH dapat dilihat pada Tabel 6 dan bentuk geometri kandang sapi perah FH dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk mengukur kelembaban relatif (RH) udara di dalam dan luar kandang, dipasang termometer (bola basah dan bola kering). Dipasang 4 buah termometer bola basah dan bola kering dalam kandang pada posisi x = 1,2 dan 3,2 m, y = 2,7 dan 3,8, z = 1,6 m. Dipasang juga 1 buah termometer bola basah dan bola kering di luar kandang. Tabel 6 X (m) 1,2 1,2 1,2 1,2 3,2 3,2 3,2 3,2 1,2 1,2 1,2 1,2
Lokasi titik-titik pengukuran suhu udara dalam kandang dengan termokopel Y (m) Z (m) Unit X (m) Y (m) Z (m) Unit 1,6 2,7 3,8 6,0 1,6 2,7 3,8 6,0 1,6 2,7 3,8 6,0 Jumlah
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 1,2 1,2 1,2 1,2
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
3,2 3,2 3,2 3,2 1,2 1,2 1,2 1,2 3,2 3,2 3,2 3,2
1,6 2,7 3,8 6,0 1,6 2,7 3,8 6,0 1,6 2,7 3,8 6,0
1,2 1,2 1,2 1,2 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6 1,6
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12
Outlet Inlet
Outlet Belakang Kiri
1
z
Tembok kiri
y 1 (0,0,0) x
Kanan
1 1
Tembok kanan
Depan
Inlet
Penampung air
Gambar 6 Bentuk geometri kandang sapi perah FH Pengukuran Luas Permukaan dan Suhu Kulit Sapi Perah FH
Luas permukaan kulit sapi perah FH sebagai area heat transfer merupakan fungsi dari bobot badan sapi. Semakin besar bobot badan sapi, semakin besar luas permukaan kulitnya dan dapat dirumuskan sebagai berikut (Esmay dan Dixon, 1986): As = 0,21 W 0,48 …………………………………..…...……………… (25) Suhu kulit sapi diukur menggunakan termokopel di empat tempat pengukuran pada tiap sapi FH, yaitu punggung, dada, tungkai atas dan tungkai bawah. Suhu kulit sapi FH dihitung melalui persamaan yang dikembangkan oleh McLean et.al. (1983) sebagai berikut : mTs = 0,25 (a + b) + 0,32 c + 0,18 d ……………………………….... (26) Simulasi
Simulasi menggunakan
CFD dilakukan dengan cara mengubah-ubah
dimensi kandang sapi perah FH seperti lebar kandang, ketinggian kandang, bukaan ventilasi kandang (tinggi dinding kandang), posisi bak air. Simulasi dilakukan pada saat cuaca cerah di musim kemarau (16 Juni 2007) pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dimana pada waktu tersebut radiasi matahari dan suhu udara lingkungan mencapai puncaknya sehingga menjadi situasi yang kritis bagi sapi
perah FH. Untuk membandingkan hasil simulasi disain dengan kondisi awal kandang, simulasi dilakukan juga pada kondisi kandang asli dengan dimensi: panjang 10 m, lebar 6,3 m, tinggi kandang 5,75 m, dinding kanan dan kiri 1,05 m dan pada bagian depan dan belakang kandang masing-masing terdapat penampungan air dengan tinggi 1,05 dan lebar 2,15 m. Skenario yang digunakan dalam simulasi adalah sebagai berikut : 1) simulasi melibatkan 20 ekor sapi perah FH yang diletakkan secara proporsi dalam kandang ; 2) penampung air ditiadakan dari posisi awal; 3) dinding kanan dan kiri diturunkan menjadi 0,4 m; 4) tinggi atap diturunkan 0,5 m, tetap dan dinaikkan 0,5 m (T1=5,25 m; T2=5,75 m dan T3=6,25 m); 5) lebar kandang tetap, dinaikkan 1 dan 2 m (L1=6,3 m; L2=7,3 m dan L3=8,3 m) sehingga terdapat 9 (sembilan) disain kandang simulasi. Tujuan diturunkan dan dinaikkan tinggi dan lebar kandang dari kondisi awal adalah untuk melihat kecenderungan (fenomena) distribusi suhu dalam kandang yang dikaitkan dengan luas bukaan ventilasi. Semakin tinggi dan semakin lebar, maka luas bukaan ventilasi kandang akan semakin besar. Pada panjang kandang (10 m) tidak dilakukan simulasi (dinaikkan atau diturunkan) karena berkaitan dengan perhitungan koefisien teknis ukuran sapi perah agar beraktivitas secara efisien dan produktif di dalam kandang. Hasil simulasi akan ditampilkan dalam bentuk grafik 3 dimensi (distribusi suhu), kemudian dibandingkan untuk mendapatkan distribusi suhu yang paling baik bagi sapi perah FH. Diagram alir proses penyelesaian masalah dengan CFD untuk simulasi ini dapat dilihat pada Gambar 7. Asumsi yang digunakan dalam simulasi menggunakan CFD adalah sebagai berikut: ¾ Udara bergerak dalam kondisi steady. ¾ Aliran udara dianggap laminer dengan nilai Re < 500.000 (Cengel, 2003)
dimana Re =
vDρ
μ
................................................................................. (27)
¾ Udara tidak terkompresi (incompressible), ρ konstan. ¾ Panas jenis, konduktivitas dan viskositas udara konstan (bilangan Prandtl
udara konstan). ¾ Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi.
Mulai AUTOCAD 2005 Pembentukan geometri dasar GAMBIT 2.2.30 Pendefinisian boundary Pembuatan grid dengan interval tertentu (meshing)
FLUENT 6.2 Mendefinisikan : - Model 2D atau 3D, pemakaian energi , viscous model ( laminer/turbulen ) - Menentukan jenis , material dan sifat termofisik fluida - Menentukan kondisi operasi yang terlibat - Memasukkan nilai Boundary Condition Inisialisasi Iterasi Hasil : - Tampilan grid, kontur dan vektor (suhu , RH, kec . udara ) - XY plot, histogram, residual
Selesai
Gambar 7 Diagram alir proses penyelesaian masalah simulasi kandang sapi perah FH menggunakan teknik CFD Validasi Model Simulasi
Validasi dilakukan untuk membandingkan hasil pengukuran dengan hasil perhitungan (suhu) pada titik-titik tertentu yang diinginkan. Kriteria validasi distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 dianalisa dengan metode curve fitting, standar deviasi dan besarnya error antara hasil pengukuran dengan hasil simulasi. Besarnya error dihitung dengan persamaan (28). ⎡⎛ p − u ⎞ ⎤ ⎟⎟ x100%⎥ ............................................................. (28) Error (%) = ⎢⎜⎜ ⎣⎝ p ⎠ ⎦
HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah
Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Karakteristik kandang sapi perah yang meliputi dimensi kandang, karakteristik bahan penyusun kandang, kemiringan atap kandang, sifat fisik udara di dalam dan luar kandang dijadikan input pada analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah menggunakan CFD. Output CFD mengenai distribusi udara di dalam kandang ditampilkan dalam bentuk irisan kontur melintang dan vektor kecepatan aliran dan pembentukan suhu udara di dalam kandang dimana suhu udara ditampilkan dalam total temperature, sedangkan kelembaban udara diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan (21) sampai dengan persamaan (24). Data yang digunakan untuk analisis distribusi suhu dan kelembaban udara adalah hasil pengukuran tanggal 16 Juni 2007 yang dipilih mewakili cuaca cerah pada musim kemarau. Pemilihan waktu untuk analisis distribusi suhu dan RH serta simulasi dilakukan berdasarkan kondisi kecepatan angin dan suhu udara lingkungan yang relatif stabil pada waktu tertentu (± 30 detik) sehingga diperoleh aliran udara yang laminer dalam kandang (Lampiran 1). Aliran udara dalam kandang dengan bukaan yang sangat lebar dianggap sebagai aliran udara di atas bidang datar dan laminer apabila nilai bilangan Reynolds kurang dari 500.000 (Cengel, 2003). Berdasarkan pemilihan waktu tersebut, maka diperoleh waktu yang dapat mewakili pagi hari (09:20 WIB), siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Radiasi matahari pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 396,04 Watt/m2, 506, 57 Watt/m2 dan 317,32 Watt/m2. Kecepatan dan arah angin pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 1,0 m/det dari arah depan kandang, 1,0 m/det dari arah kiri kandang dan 1,0 m/det dari arah depan kandang. Suhu udara lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 28,8; 32,52 dan 31,8oC dan RH lingkungan pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB masing-masing sebesar 74,5%, 57,6%
dan 56%. Radiasi matahari pada tanggal 16 Juni 2007 dapat dilihat pada Gambar 8, sedangkan suhu udara dan RH lingkungan disajikan pada Gambar 9. Dari Gambar 8 terlihat bahwa radiasi matahari meningkat dari pagi sampai siang hari dan turun pada sore harinya. Naik turunnya radiasi sangat mempengaruhi suhu udara dan RH lingkungan. Suhu udara lingkungan meningkat dari pagi hari sampai siang hari dan mencapai puncaknya pada pukul 13:00 WIB, sedangkan RH tinggi pada pagi hari kemudian turun pada siang hari dan meningkat kembali pada sore hari.
Radiasi matahari (W/m 2)
600 500 400 300 200 100
6: 00 7: 00 8: 00 9: 00 10 :0 0 11 :0 0 12 :0 0 13 :0 0 14 :0 0 15 :0 0 16 :0 0 17 :0 0 18 :0 0
0
Pukul (WIB)
Gambar 8 Radiasi matahari (Watt/m2) pada tanggal 16 Juni 2007
o
Suhu udara ( C) dan RH (%)
100 90
Suhu udara
RH
80 70 60 50 40 30 20 10
9: 00 10 :0 0 11 :0 0 12 :0 0 13 :0 0 14 :0 0 15 :0 0 16 :0 0 17 :0 0 18 :0 0
8: 00
7: 00
6: 00
0
Pukul (WIB)
Gambar 9 Suhu udara dan RH lingkungan pada tanggal 16 Juni 2007 Dari kondisi iklim mikro lingkungan di atas, analisis distribusi suhu dan RH dalam kandang dilakukan pada tiga waktu berbeda yaitu pada pagi hari (9:20 WIB); siang hari (13:00 WIB) dan sore hari (15:20 WIB). Data input untuk
boundary condition pada fluent 6.2 untuk analisis ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7 Nilai massa jenis, panas jenis dan konduktivitas bahan penyusun kandang Properties of material Massa jenis (ρ) Panas jenis (Cp) Konduktivitas panas (K)
Satuan (kg/m3) (kJ/kgoC) (W/moK)
Concrete 2.310 879 1,2
Asbestos 1922 1,00 4,0
Sumber : Cengel, 2003
Tabel 8 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 pada tanggal 16 Juni 2007 Uraian Lingkungan Suhu udara Kecepatan angin Arah angin Atap kanan Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu Atap kiri Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu Tembok kanan Tebal Suhu Free streem temperature Heat transfer coeficient Tembok kiri Tebal Suhu Free streem temperature Heat transfer coeficient Lantai Tebal Suhu Free streem velocity Free streem temperature Heat transfer coeficient Bak air Tebal Suhu Free streem temperature Heat transfer coeficient Depan atas Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu
Satuan 9:20 WIB
Pukul 13:00 WIB
15:20 WIB
C m/det
28,80 1,00 depan
32,52 1,00 kiri
31,80 1,00 depan
m W/m2 W/m2.oC o C
0,005 396,04 5,24 42,00
0,005 506,57 5,38 56,80
0,005 317,32 4,82 48,60
m W/m2 W/m2.oC o C
0,005 396,04 5,14 46,30
0,005 506,57 4,13 41,10
0,005 317,32 3,90 39,80
m C o C W/m2.oC
0,155 27,40 27,40 0,0
0,155 35,00 35,00 2,43
0,155 42,90 42,90 5,92
m C o C W/m2.oC
0,155 29,40 29,40 3,08
0,155 31,90 31,90 0,0
0,155 32,70 32,70 1,22
m C m/det o C W/m2.oC
0,2 28,50 0,00 28,50 1,45
0,2 32,50 0,00 32,50 0,0
0,2 35,90 0,00 35,90 1,22
m C o C W/m2.oC
0,155 29,40 29,40 6,03
0,155 33,90 33,90 3,41
0,155 34,70 34,70 3,73
m W/m2 W/m2.oC o C
0,005 396,04 8,65 34,90
0,005 506,57 5,24 38,20
0,005 317,32 4,68 36,60
o
o
o
o
o
Analisis distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang dilakukan pada ketinggian 0,6 (posisi sapi berbaring); 1,2 dan 1,6 m (posisi sapi berdiri) dari lantai kandang. Di dalam simulasi menggunakan CFD, material penyusun kandang seperti atap, dinding, lantai, penutup atas dianggap sebagai wall. Inlet merupakan bukaan ventilasi kandang yang tergantung dari arah angin. Pada saat arah angin (inlet) berasal dari depan bangunan kandang, maka outlet-nya adalah bagian bukaan ventilasi yang berada di sebelah kiri, kanan, belakang dan atas (atap). Pada saat angin berasal dari kanan kandang (inlet), outlet berada pada bagian bukaan ventilasi sebelah kiri, depan, belakang dan atas kandang. Suhu udara dalam kandang berasal dari suhu udara lingkungan yang naik pada pagi sampai siang hari dan menurun kembali pada sore hari. Pada pukul 09:20 WIB, suhu udara dalam kandang memiliki kecenderungan meningkat dari posisi dekat lantai menuju posisi dekat atap karena panas matahari yang diterima atap dihantarkan ke dalam kandang sehingga semakin dekat dengan atap suhu udara semakin tinggi. Berbeda dengan kelembaban udara, semakin tinggi suhu udara dalam kandang pada kondisi tekanan uap tetap dan kelembaban mutlak tetap dimana di dalam kandang terjadi proses pemanasan yang dianggap tidak terjadi penambahan uap air,
apabila suhu udara meningkat maka terjadi
penurunan kelembaban udara. Pada atap, suhu udara lebih tinggi karena radiasi matahari yang langsung mengenai atap, dimana suhu dalam kandang masih rendah sehingga panas dari radiasi matahari yang diterima atap dipindahkan secara konveksi ke dalam kandang. Tingginya suhu udara di bagian atap menyebabkan tekanan udara di sekitar atap meningkat dan dengan nilai koefisien tekanan negatif pada bukaan atas, udara terdorong ke luar melalui bukaan atas membawa udara panas dari sekitar atap dan dalam kandang (Gambar 10). Pada pukul 09:20 WIB suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) lebih rendah dari pada suhu udara lingkungan, karena radiasi matahari yang diterima atap dan konveksi panas dari material penyusun yang dihantarkan masih rendah (Tabel 9). Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan suhu udara lingkungan yang masuk sebesar 28,8oC, suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m paling tinggi sebesar 28,7oC. Sebaliknya, kelembaban udara dalam kandang lebih tinggi dari kelembaban udara lingkungan
karena proses pemanasan dalam kandang masih rendah sehingga uap air dalam kandang belum banyak yang terbuang karena efek panas dan angin lingkungan. Dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari depan (inlet) kandang pada pukul 09:20 WIB, daerah yang lebih rendah temperaturnya berada di dekat inlet, semakin jauh dengan inlet temperaturnya semakin tinggi. Pada ketinggian 0,6 m udara yang masuk ke kandang terhalang oleh bak penampung air di kanan dan kiri inlet. Dengan tinggi dinding pada bukaan kanan dan kiri sebesar 1,05 m, udara yang masuk tidak dapat keluar melalui outlet sebelah kanan dan kiri sehingga outlet belakang memiliki temperature yang paling tinggi. Pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m, udara lingkungan dapat masuk melalui inlet depan sebesar 0,8 (bukaan), outlet kanan dan kiri juga dapat berperan sebagai inlet karena perbedaan suhu udara di dalam dan luar kandang menyebabkan arah gerakan angin sehingga mendorong angin yang berada di sekitar outlet kanan dan kiri masuk ke dalam kandang menuju outlet belakang. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Takakura (1979), dimana perbedaan tekanan udara dan perbedaan temperatur lingkungan menyebabkan terjadinya pergerakan udara dengan laju yang sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin. Masuknya udara lingkungan dalam kandang menyebabkan RH udara dalam kandang juga berubah tergantung dari besarnya suhu udara di dalam dan luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor suhu udara dalam kandang pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m hasil simulasi CFD pada pukul 09:20 WIB dapat dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12 .
Atap Bukaan atas Atap Outlet
Bukaan kanan
Inlet
Dinding kanan (1,05 m) Penampung air
Gambar 10 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)
Belakang Outlet
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
kiri
kanan
Depan
Depan
Inlet
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Z = 1,6 m Gambar 11 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)
Inlet
Belakang Outlet
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Z = 1,6 m Gambar 12 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 09:20 WIB (16 Juni 2007)
Inlet
Tabel 9 Suhu udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian z (m) 0,6
1,2
1,6
Suhu udara (oC)
Nilai
9:20 WIB
13:00 WIB
15:20 WIB
Minimum
28,65
32,37
32,20
Maksimum
28,70
32,65
32,44
Rata-rata
28,69
32,57
32,37
Coefficient of variance (%)
0,0244
0,0649
0,1382
Minimum
28,68
32,52
32,33
Maksimum
28,70
32,65
32,40
Rata-rata
28,69
32,61
32,38
Coefficient of variance (%)
0,0105
0,0000
0,0675
Minimum
28,68
32,55
32,36
Maksimum
28,70
32,65
32,39
Rata-rata
28,69
32,63
32,38
Coefficient of variance (%)
0,0070
0,0124
0,0460
Pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB) ketika komponen penyusun kandang (atap, lantai, dinding dan rangka) telah menyimpan dan menghantarkan panas, suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu lingkungan sehingga kelembaban udara (RH) dalam kandang menurun pada pukul 13:00 WIB dan meningkat kembali pada sore hari.
Naik dan turunnya
kelembaban udara dalam kandang dipengaruhi langsung oleh suhu udara lingkungan. Nilai kelembaban udara dalam kandang pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) di ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m berkisar antara 64,1380,90% (Tabel 10) Tabel 10 RH udara dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD Ketinggian z (m) 0,6
1,2
1,6
RH udara (%)
Nilai 9:20 WIB
13:00 WIB
15:20 WIB
Minimum
80,70
64,13
68,00
Maksimum
80,90
65,00
68,80
Rata-rata
80,74
64,75
68,23
Minimum
80,70
64,59
68,14
Maksimum
80,78
65,00
68,37
Rata-rata
80,74
64,87
68,20
Minimum
80,70
64,69
68,17
Maksimum
80,78
65,00
68,27
Rata-rata
80,74
64,94
68,20
Pada pukul 13:00 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari kiri kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi hampir merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat dinding kanan (bawah outlet) pada katinggian kurang dari 1,05 m. Rendahnya suhu udara di bawah dinding kanan disebabkan udara lingkungan yang masuk melalui inlet (bukaan kiri) langsung menuju outlet (bukaan sebelah kanan) dan akibat terhalangi tembok (1,05 m) yang berada di bukaan kanan, udara dibelokkan kembali ke tengah, arah inlet (bukaan kiri) dan atas untuk diteruskan ke outlet. Hal ini merupakan sifat dari udara yang akan membelokkan pola alirannya apabila mengenai suatu halangan yang tidak dapat dilewatinya. Pada pukul 13:00 WIB, dimana suhu udara dalam kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, dengan heat transfer coeficient (h) pada atap kiri yang lebih rendah (0,99 W/m2.oC) dari pukul 09:20 WIB, suhu di dekat (bawah atap) relatif lebih rendah dari suhu di inlet dan outlet. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada siang hari (pukul 13:00 WIB) dimana suhu kandang lebih tinggi dari suhu udara lingkungan, suhu atap tidak berpengaruh secara signifikan terhadap suhu udara di bawahnya karena berfungsinya bukaan (outlet) atas sehingga proses pemanasan di bawah atap tereduksi oleh udara yang keluar melalui bukaan atas. Rendahnya proses pemanasan dalam kandang akibat panas yang dipindahkan secara konveksi oleh atap (pukul 13:00 WIB) menyebabkan nilai RH yang terdistribusi dalam kandang (64,85%) mendekati RH lingkungan (65,25). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 13.
Atap
Bukaan atas Atap Inlet
Outlet
Dinding kanan (1,05 m) Penampung air
Gambar 13 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)
Pada pukul 13:00 WIB, di ketinggian (z=0,6 m) dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dari arah kiri kandang (inlet), bukaan outlet di depan dan belakang kandang berfungsi dengan baik, sedangkan pada bukaan sebelah kanan karena terhalangi tembok (1,05 m) udara berubah arah ke bukaan depan dan belakang serta berbalik ke arah tembok kiri. Kondisi ini menyebabkan suhu udara tertinggi berada pada daerah dekat tembok kiri (inlet), sedangkan RH tertinggi berada pada daerah tembok kanan. Tingginya suhu udara di daerah dekat inlet dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan atap dan tembok sebalah kanan yang dibawa oleh gerakan angin yang berputar menuju inlet. Kondisi tersebut membuktikan bahwa luas bukaan ventilasi menjadi faktor yang cukup penting pada perhitungan distribusi udara dan RH di dalam kandang selain faktor kecepatan angin dan tekanan udara (Takakura, 1979). Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, karena udara dapat bergerak tanpa halangan (tembok). Pada bukaan ventilasi sebelah kiri, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan. Daerah bukaan sebelah kanan berfungsi sebagai outlet karena tekanan udara di dalam kandang lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang (sebelah kanan), bukaan ventilasi sebelah kanan merupakan daerah di atas bidang tekanan netral. Sementara pada bukaan ventilasi sebelah depan dan belakang memiliki tekanan udara yang sama dengan tekanan udara luar kandang sehingga dapat berfungsi sebagai bidang tekanan netral (Brockett & Albright, 1987). Hal ini terbukti dengan tidak keluarnya aliran udara pada bukaan sebelah depan dan belakang kandang. Pada kondisi seperti ini distribusi suhu udara dalam kandang lebih dominan dipengaruhi oleh efek termal daripada efek angin. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 13:00 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.
Bukaan belakang
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Bukaan depan
Bukaan depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Inlet
Outlet
Bukaan depan
Gambar 14
Z = 1,6 m Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)
Bukaan belakang
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Inlet
Outlet
Inlet
Outlet
Bukaan depan
Bukaan depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Inlet
Outlet
Bukaan depan
Z = 1,6 m Gambar 15 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 13:00 WIB (16 Juni 2007)
Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin 1,00 m/detik dan arah (inlet) dari depan kandang, suhu udara dalam kandang terdistribusi merata di bagian inlet dan outlet. Suhu udara terendah berada di dekat atap (penutup) sebelah depan karena tidak terkena radiasi matahari. Pada pukul 15:20 WIB, suhu material penyusun kandang (atap, tembok, lantai, penampung air) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Tingginya suhu material penyusun atap menyebabkan kandang menjadi panas akibat panas yang dikonveksikan oleh material penyusun bahan kandang ke dalam kandang sehingga suhu di dalam kandang tersebar secara merata. Tingginya suhu di dalam kandang menyebakan tekanan dalam kandang meningkat sehingga udara terdorong ke luar kandang melalui outlet yang tersebar di bukaan belakang, kanan dan kiri (Bockett and Albright, 1987). Meningkatnya suhu udara dalam kandang akibat panas yang dikonveksikan material penyusun kandang menyebakan RH dalam kandang (68,21%) lebih rendah dari RH lingkungan (68,85%). Pada bagian atap, suhunya hampir sama dengan suhu pada semua bagian di dalam kandang yang menunjukkan bahwa proses pemanasan yang relatif kecil dalam kandang terjadi secara merata pada daerah sekitar material penyusun kandang (lantai, dinding kanan/kiri, penampung air dan atap). Sebaran udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) disajikan pada Gambar 16
Atap Bukaan atas Atap
Bukaan kanan Outlet
Dinding kanan (1,05 m) Inlet
Penampung air
Gambar 16 Sebaran suhu udara dalam kandang pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007) Pada pukul 15:20 WIB, dengan kecepatan angin sebesar 1,0 m/detik dan arah angin (inlet) dari depan kandang, bukaan outlet di belakang kandang berfungsi dengan baik (pada z=0,6 m), sedangkan pada bukaan sebelah kanan dan kiri udara yang dibawa angin terhalangi tembok (1,05 m). Suhu udara terendah berada di sebelah kanan
dan kiri bukaan, tertinggi berada di tengah kandang. Pada z=1,2 dan 1,6 m, bukaan ventilasi yang berperan sebagai outlet adalah bukaan bagian kanan, kiri dan belakang. Pada bukaan ventilasi sebelah depan, tekanan udara di luar kandang lebih tinggi dari tekanan udara di dalam kandang sehingga terjadi aliran udara ke dalam kandang dan keluar melalui inlet di bukaan sebalah kanan, kiri dan belakang. Distribusi suhu udara pada z=1,2 dan z=1,6 m tersebar merata di seluruh bidang pada kandang yang sangat dipengaruhi oleh efek termal yang ditimbulkan oleh radiasi matahari dan material bahan penyusun kandang yang mengeluarkan panas. Kondisi ini dapat dilihat dari berperannya bukaan ventilasi sebelah kanan, kiri dan belakang sebagai outlet yang menunjukkan bahwa tekanan udara dalam kandang (pada arah kanan, kiri dan belakang) lebih tinggi dari tekanan udara luar kandang. Secara lebih jelas kontur dan vektor aliran udara dalam kadang hasil simulasi dengan CFD pada pukul 15:20 WIB di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Dari hasil analisis di atas, distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH (tanggal 16 Juni 2007) pada pukul 09:20 dengan suhu dan kelembaban udara maksimum pada ketinggian 0,6, 1,2 dan 1,6 m sebesar 28,7oC dan 90%, pada pukul 13:00 dengan suhu
dan kelembaban udara pada ketiga ketinggian sebesar
o
32,65 C dan 65% menyebabkan terjadi stress sedang pada sapi perah. Demikian juga dengan suhu dan kelembaban udara untuk ketiga ketinggian pada pukul 15:20 (masingmasing sebesar 32,44oC dan 68,8%) menyebabkan sapi perah dalam kondisi stress sedang (Wierema, 1990). Stres tersebut akan menurunkan produktivitas sapi perah FH yang diindikasikan dengan: 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell, 1972); 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985); 8) meningkatkan intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Untuk mengurangi tingkat stres pada sapi perah FH dapat dilakukan melalui modifikasi disain kandang dengan cara merubah tinggi dan lebar kandang dan memperluas bukaan ventilasi kandang agar suhu dalam kandang lebih rendah.
Belakang Outlet
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Z = 1,6 m Gambar 17 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 WIB (16 Juni 2007)
Inlet
Belakang Outlet
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Z = 1,6 m Gambar 18 Vektor kecepatan aliran suhu udara di dalam kandang sapi perah pada pukul 15:20 (16 Juni 2007)
Inlet
Validasi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah
Validasi distribusi suhu udara dilakukan dengan cara membandingkan data suhu udara hasil pengukuran dengan data suhu udara hasil simulasi menggunakan CFD di 24 titik dalam kandang. Validasi dilakukan pada kondisi kandang tidak diisi sapi (kandang kosong) sebanyak 3 kali pada tanggal 16 Juni 2007 yaitu pada pagi hari (pukul 9:20 WIB), siang hari (pukul 13:00 WIB) dan sore hari (pukul 15:20 WIB). Hasil validasi distribusi suhu udara dalam kandang sapi perah menunjukkan kecenderungan hasil simulasi CFD mendekati hasil pengukuran dengan nilai standar deviasi dan error yang rendah (Lampiran 2). Nilai minimum, maksimum dan rata-rata standar deviasi hasil validasi pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Tabel 11. Nilai rata-rata error pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) masing-masing sebesar 1,90; 1,40 dan 1,28%. Pada beberapa titik terjadi perbedaan yang cukup mencolok karena terkait dengan penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dan simulasi, tetapi masih dalam batasan yang rendah (standar deviasi dan error < 5oC). Nilai standar deviasi dan error yang rendah tersebut menunjukkan bahwa simulasi menggunakan CFD memiliki akurasi yang cukup tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi suhu. Selanjutnya, data input dalam solver untuk keperluan simulasi desain kandang diambil dari data pengukuran pada siang hari (pukul 13:00 WIB), karena pada siang hari radiasi matahari mencapai puncaknya, demikian juga dengan suhu udara dalam kandang. Validasi suhu udara hasil pengukuran dan hasil simulasi CFD di 24 titik pada pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB (16 Juni 2007) dapat dilihat pada Gambar 19 sampai dengan Gambar 21. Tabel 11 Hasil validasi suhu udara pengukuran dengan suhu udara hasil CFD dalam kandang Nilai standar deviasi (oC)
Nilai
9:20 WIB
13:00 WIB
15:20 WIB
Minimum
0,00
0,02
0,03
Maksimum
1,13
0,79
0,74
Rata-rata
0,39
0,33
0,30
35.00
SD = 0,390C;
Error = 1,90%
0
Suhu ( C)
33.00 31.00 29.00 27.00 25.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Titik pengukuran T Sim ulasi
T Ukur
Gambar 19 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 09:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007)
35.00
SD = 0,33 0C;
Error = 1,40%
0
Suhu ( C)
33.00 31.00 29.00 27.00 25.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Titik pengukuran T Simulas i
T Ukur
Gambar 20 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 13:00 WIB, tanggal 16 Juni 2007)
35.00 SD = 0,30 0C;
Error = 1,28%
0
Suhu ( C)
33.00 31.00 29.00 27.00 25.00 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Titik pengukuran T Sim ulas i
T Ukur
Gambar 21 Validasi suhu hasil simulasi CFD terhadap suhu pengukuran di 24 titik dalam kandang (pukul 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007) Validasi kelembaban udara (RH) dalam kandang dilakukan dengan membandingkan RH ukur dengan RH hitung (didasarkan pada suhu hasil simulasi menggunakan CFD) di 3 titik pada tiga waktu (pukul 09:20, 13:00 dan 15:20 WIB, tanggal 16 Juni 2007). Validasi RH dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Nilai RH ukur dan RH hitung dan validasinya dapat dilihat pada Lampiran 3. Secara umum terdapat kecenderungan yang sama antara RH ukur dengan RH hasil perhitungan menggunakan CFD. Perbedaan secara umum dinyatakan dalam standar deviasi sebesar 2,44% dengan standar deviasi rata-rata pada pukul 09:20 WIB sebesar 3,85% (2,61 – 5,55%), pada pukul 13:00 WIB sebesar 2,12% (0,06 – 3,53%) dan pada pukul 15:20 WIB sebesar 1,37% (0,13 – 2,96%). Nilai error rata-rata antara RH hasil pengukuran dengan RH simulasi CFD pada pukul 09:20; 13:00 dan 15:20 WIB adalah sebesar 4,73%. Pada beberapa titik terdapat perbedaan yang mencolok akibat penentuan jarak grid yang sedikit berbeda antara pengukuran dengan simulasi, tetapi secara umum masih dalam batasan standar deviasi dan error yang rendah (standar deviasi dan
error < 5%). Rendahnya nilai standar deviasi menunjukkan bahwa validasi RH memiliki akurasi yang tinggi sehingga dapat dijadikan acuan untuk perancangan kandang sapi perah FH dalam perspektif distribusi RH pada saat kandang tidak diisi sapi. Validasi RH ukur dengan RH hitung dapat dilihat pada Gambar 22.
90
SD = 2,44%;
80
Error = 4,73%
70
RH(%)
60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Titik pengukuran RH CFD
RH ukur
Gambar 22 Validasi RH hasil simulasi CFD terhadap RH pengukuran di 4 titik dalam kandang pada pukul 09:20 (titik 1-4), 13:00 (titik 5-8) dan 15:20 WIB (titik 9-12) pada tanggal 16 Juni 2007 Simulasi Disain Kandang Sapi Perah
Simulasi dilakukan dengan melibatkan 20 ekor sapi perah yang ditempatkan dalam kandang. Rata-rata bobot badan sapi perah adalah 350 kg dengan rataan luas kulit sebesar 3,47 m2 (Lampiran 4) yang diletakkan secara merata di dalam kandang (Lampiran 5). Peletakan kulit sapi (radiator) dalam simulasi menggunakan CFD dimodelkan dengan hamparan kulit berbentuk persegi panjang pada arah x (193 cm) dan arah y (900 cm) pada dua ketinggian (z) dengan jarak 20 cm dari tembok kiri dan kanan, 62 dan 125 cm dari lantai (Lampiran 6). Nilai koefisien pindah panas konveksi pada kulit sapi perah tergantung dari feed intake (Lampiran 7).
Kondisi awal kandang
sebelum
dilakukan simulasi berupa kandang sapi perah FH dengan tinggi 5,75 m, lebar 6,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 1,05 m, sebelah depan dan belakang terdapat bak penampung air dengan tinggi 1,05 m akan disimulasikan dengan diisi sapi (Gambar 23) dengan kecepatan angin 0,7 m dari arah kiri/kanan dan depan/belakang. Data distribusi suhu yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil simulasi (merubah tinggi, lebar dan tinggi dinding kandang serta penempatan bak penampung air). Bentuk geometri kandang simulasi dapat dilihat pada Gambar 24. Data input untuk fluent 6.2 pada simulasi dapat dilihat pada Tabel 12.
Outlet Inlet
Outlet Belakang Kiri
Tembok kiri
1
Kanan
1
1
1
Tembok kanan
Depan Inlet
Penampung air Kulit sapi
Gambar 23 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang awal
Tembok kiri (0,4 m) Tembok kanan (0,4 m)
Gambar 24 Peletakan kulit sapi perah pada geometri kandang simulasi Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/detik.
Tabel 12 Data input boundary condition untuk fluent 6.2 untuk simulasi Uraian Lingkungan Suhu udara Kecepatan angin Arah angin Atap kanan Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu Atap kiri Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu Tembok kanan Tebal Suhu Free streem velocity Free streem temperature Heat transfer coeficient Tembok kiri Tebal Suhu Free streem velocity Free streem temperature Heat transfer coeficient Lantai Tebal Suhu Free streem velocity Free streem temperature Heat transfer coeficient Bak air Tebal Suhu Free streem velocity Free streem temperature Heat transfer coeficient Depan atas Tebal Heat fluks Heat transfer coeficient Suhu Kulit sapi Heat transfer coeficient Suhu
Satuan o
C m/det
Nilai 32,25 0,70 depan/belakang dan kanan/kiri
m W/m2 W/m2.oC o C
0,005 597,2 1,16 55,1
m W/m2 W/m2.oC o C
0,005 597,2 3,23 35,9
m 0 C m/det o C W/m2.oC
0,155 32,7 0,00 32,7 3,68
m o C m/det o C W/m2.oC
0,155 27,3 0,00 27,3 0,0
m o C m/det o C W/m2.oC
0,2 26,9 0,00 26,9 0,0
m o C m/det o C W/m2.oC
0,155 31,1 0,00 31,1 0,0
M W/m2 W/m2.oC o C
0,005 597,2 2,31 36,9
W/m2.oC o C
55,41 36,21
Hasil Simulasi Kondisi Awal Arah Angin (Inlet) dari Bukaan Kanan
Hasil simulasi distribusi suhu udara dalam kandang pada kondisi awal dengan arah angin (inlet) dari kanan/kiri menunjukkan bahwa suhu udara dalam kandang terdistribusi secara tidak merata pada tiap ketinggian (Gambar 25). Suhu tertinggi berada di dekat kulit sapi (radiator) yang tersebar dari arah inlet sampai outlet. Pada arah outlet (bukaan kiri) sebaran suhu udara tinggi lebih luas dari inlet (bukaan kanan) karena berfungsinya bukaan kiri sebagai outlet yang membuang panas dalam kandang. Tingginya suhu udara dalam kandang di sekitar radiator menunjukkan bahwa meningkatnya suhu dalam kandang didominasi oleh pengaruh kulit sapi yang memancarkan panas secara terus menerus dengan suhu kulit 36,21oC dan heat transfer coefficient yang cukup tinggi (55,41 W/m2.oC). Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan
meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan
luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Tingginya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat sehingga lebih tinggi dari tekanan udara di luar kandang menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kiri sebagai outlet (Bockett & Albright, 1987).
Atap Bukaan atas Atap
Outlet Inlet
Bukaan depan
Penampung air
Dinding kanan (1,05 m) Bukaan kanan
Gambar 25 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari kanan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator yang ditempatkan pada ketinggian 0,62 dan 1,25 m dengan suhu
sebesar 36,21oC cukup dominan dalam memberikan panas ke kandang walaupun suhu atap cukup tinggi (atap kanan 55,1oC dan atap kiri 35,9oC). Pada ketinggian 0,6 m, suhu udara tertinggi berada di tengah kandang, sedangkan suhu udara terendah berada di dekat inlet (bukaan sebalah kanan). Tingginya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan radiator menuju ke tengah kandang yang selanjutnya menuju bukaan di atas radiator (bukaan kanan, depan, belakang, atas) sebagai outlet (tekanan udara dalam kandang lebih besar dari tekanan udara di luar kandang). Arah distribusi udara menuju ke tengah dan bukaan atas disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian kanan/kiri dan depan/belakang akibat dinding setinggi 1,05 m. Martalerz (1977) mengemukakan bahwa laju pertukaran udara dipengaruhi oleh total luas dan arah bukaan, kecepatan angin dan perbedaan temperatur di dalam dan di luar kandang. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan kanan dapat dilihat pada Gambar 26. Tabel 13 Suhu udara (oC) dalam kandang sapi perah FH hasil analisis CFD pada kondisi awal dengan inlet dari kanan/kiri dan depan/belakang z (m)
Inlet Nilai
0,6
1.2
1.6
Kanan/kiri
Depan/belakang
Minimum
34,030
32,250
Maksimum
34,520
35,618
Rata-rata
34,240
34,035
Coefficient of variance (%)
0,339
2,942
Minimum
33,380
32,250
Maksimum
34,420
34,988
Rata-rata
33,970
33,069
Coefficient of variance (%)
1,048
1,925
Minimum
32,830
32,250
Maksimum
34,030
35,596
Rata-rata
33,710
33,786
Coefficient of variance (%)
0,953
2,682
Bukaan belakang
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Kiri
Kanan
Outlet
Inlet
Outlet
Inlet
Bukaan depan
Bukaan depan
Z = 0,6 m
Z = 1,2 m
Bukaan belakang
Kiri
Kanan
Outlet
Inlet
Bukaan depan
Z = 1,6 m Gambar 26 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari kanan)
Pada ketinggian 1,2 m (diantara radiator 1 dan 2), suhu udara terendah berada di dekat inlet dan suhu udara tertinggi berada di dekat outlet. Udara lingkungan yang masuk ke kandang melalui bukaan kiri membawa panas yang dihasilkan kulit sapi dan pancaran panas dari material penyusun bahan ke outlet. Pada bagian kanan kandang, dimana tekanan udara lebih rendah dari tekanan udara dalam kandang berfungsi sebagai outlet. Sementara pada bukaan bagian depan dan belakang tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tekanan udara di dalam dan luar kandang sehingga tidak berfungsi sebagai outlet (Brockett & Albright, 1987). Pada ketinggian 1,6 m (di atas radiator), suhu udara dalam kandang memiliki nilai rata-rata terendah dibandingkan dengan ketinggian 0,6 dan 1,2 m. Rendahnya distribusi udara pada ketinggian ini diakibatkan udara panas yang dihembuskan kulit sapi tereduksi oleh udara lingkungan yang masuk dan keluar melalui bukaan inlet dan outlet. Besar kecilnya bukaan ventilasi berpengaruh terhadap laju aliran udara yang keluar dan masuk ke kandang (Martalerz, 1977). Rata-rata suhu udara dalam kandang pada ketinggian 1,6 (33,71oC) lebih tinggi dari suhu udara lingkungan yang masuk (32,25oC) sehingga sistem ventilasi belum berjalan dengan baik pada ketinggian 1,6 m. Gardjito (2002) menyatakan bahwa sistem ventilasi alamiah yang baik adalah sistem yang sanggup menurunkan suhu di dalam ruangan sampai sama dengan suhu udara luar yang sangat bergantung pada faktor iklim setempat dan faktor rancangan bangunan dengan sistem ventilasinya. Arah Angin (Inlet) dari Bukaan Depan
Suhu udara dalam kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan terdistribusi secara tidak merata pada tiap sisi dan ketinggian kandang (Gambar 27). Suhu tertinggi berada di dekat sapi (radiator) karena sapi mengeluarkan panas dengan suhu kulit sebesar 36,21oC dan heat transfer coefficient yang cukup besar (55,41 W/m2.oC). Selain itu, adanya dinding penampung air di bukaan depan dan dinding bukaan kanan dan kiri menyebabkan udara panas dalam kandang terjebak karena udara tidak dapat melewati dinding dan berbelok kea rah tengah dan bukaan kanan. Panas yang terkonveksi dari material penyusun kandang (atap, dinding kanan dan kiri) tidak signifikan meningkatkan suhu dalam kandang, selain disebabkan luasnya bukaan ventilasi, nilai heat transfer coefficient dari material penyusun kandang juga
lebih rendah dibandingkan dengan kulit sapi perah FH sebagai radiator (Tabel 12). Meningkatnya suhu udara dalam kandang menyebabkan tekanan udara dalam kandang meningkat menyebabkan udara panas dalam kandang keluar melalui bukaan kanan dan bukaan belakang sebagai outlet.
Atap Bukaan atas Atap Outlet
Dinding kanan (1,05 m) Bukaan kanan Inlet
Penampung air
Gambar 27 Sebaran suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada kondisi awal (arah angin (inlet) dari depan) Suhu udara pada ketinggian 0,6 m lebih tinggi dari suhu udara pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m (Tabel 13) yang menunjukkan bahwa kulit sapi sebagai radiator (0,62 dan 1,25 m) cukup dominan memberikan panas ke kandang. Pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m, suhu udara tertinggi berada di sekitar sapi sampai ke arah dinding kanan dan dinding kiri, sedangkan suhu udara terendah berada di tengah kandang mulai dari inlet (bukaan depan) sampai outlet (bukaan belakang). Rendahnya suhu udara di tengah kandang disebabkan oleh panas yang dihasilkan kulit sapi (radiator) yang menuju ke tengah kandang dapat segera dibuang oleh udara lingkungan yang masuk melalui outlet (bukaan belakang). Arah distribusi udara menuju ke tengah disebabkan oleh kurangnya bukaan ventilasi di bagian bukaan kanan dan kiri akibat terhalangi oleh sapi (radiator). Distribusi suhu udara pada kandang simulasi (kondisi awal) dengan arah angin (inlet) dari depan mengahasilkan nilai yang lebih rendah daripada pada saat inlet berasal dari bukaan kanan dengan selisih rata-rata di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 0,17oC. Secara lebih jelas kontur suhu udara dalam kandang hasil simulasi kondisi awal pada arah angin (inlet) dari bukaan depan dapat dilihat pada Gambar 28.
Belakang Outlet
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
kiri
kanan
Depan
Depan
Inlet
Z = 0,6 m
Inlet
Z = 1,2 m
Belakang Outlet
Bukaan
Bukaan
kiri
kanan
Depan
Inlet
Z = 1,6 m Gambar 28 Kontur suhu udara di dalam kandang sapi perah pada kondisi awal simulasi (arah angin (inlet) dari depan)
Hasil Simulasi dengan Arah Angin dari Depan/belakang dan Kanan/kiri
Simulasi dilakukan pada 9 disain kandang dengan luas kulit sapi sebagai radiator yang sama. Disain kandang simulasi memiliki dimensi: tinggi kandang (T1=5,25 m; T2=5,75 m & T3=6,25 m), lebar kandang (L1=6,3 m; L2=7,3 m & L3=8,3 m), tinggi dinding (0,4 m) dan posisi bak penampung air dipindah dari letak awal. Arah angin berasal dari depan/belakang kandang dan kanan/kiri kandang dengan kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,7 m/det. Hasil simulasi disain kandang pada ketinggian (z=0,6; 1,2 & 1,6 m) dengan arah angin dari depan/belakang disajikan pada Tabel 14, sedangkan hasil simulasi dengan arah angin dari kanan/kiri disajikan pada Tabel 15. Dari Tabel 14 dan 15 dapat dilihat bahwa distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi. Pada tinggi atap kandang 5,25 m, distrubusi suhu udara dalam kandang akan menurun dengan bertambah lebar bukaan inlet dan outlet dari depan/belakang kandang. Suhu udara tertinggi berada pada ketinggian 1,2 m karena berada pada dua radiator (kulit sapi) yang memancarkan panas sebesar 36,21oC. Kondisi yang sama terjadi pada tinggi atap kandang 5,75 m dan 6,25 m. Semakin tinggi atap kandang maka bukaan ventilasi juga semakin luas sehingga suhu udara dalam kandang akan menurun. Bukaan ventilasi yang semakin besar menyebabkan pertukaran udara di dalam dan luar kandang semakin tinggi sehingga suhu udara dalam kandang akan lebih cepat turun sebanding dengan bertambahnya bukaan ventilasi (Mastalerz, 1977). Bukaan ventilasi pada simulasi diperluas dengan cara menurunkan dinding kanan dan kiri kandang dari 1,05 m menjadi 0,4 m, memindahkan tempat penampung air yang berada di depan dan belakang kandang (posisi awal setinggi 1,05 m menjadi 0 m). Udara lingkungan masuk ke kandang akibat perbedaan temperatur antara di luar (32,25oC) dan di dalam kandang (> 33oC) sehingga tekanan udara di dalam dan di luar kandang juga berbeda yang menyebabkan terjadinya aliran udara masuk ke kandang melalui bukaan inlet searah dengan arah angin. Laju masuknya udara lingkungan ke dalam kandang dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi, kecepatan angin, arah bukaan, perbedaan temperatur di dalam dan luar kandang.
Tabel 14 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari depan/belakang Z (m) 0.6
Nilai
Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) 1.2 Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) 1.6 Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m
Tinggi Atap 5.25 m L1 L2 L3 32.250 32.243 32.244 34.212 34.426 34.775 33.017 32.897 32.835 0.565 0.586 0.613 1.711 1.781 1.868 32.250 32.250 32.250 35.601 35.600 35.629 33.756 33.720 33.378 1.123 1.124 1.177 3.326 3.334 3.525 32.250 32.250 32.250 35.698 35.634 35.593 33.688 33.455 33.232 1.119 1.130 1.097 3.321 3.378 3.302 33.487 33.357 33.148
Tinggi Atap 5.75 m L1 L2 32.231 32.247 34.051 34.426 32.944 32.890 0.641 0.590 1.956 1.794 32.250 32.250 35.323 35.621 33.767 33.261 1.154 1.140 3.469 3.376 32.250 32.250 35.433 35.634 33.350 33.455 1.193 1.130 3.578 3.378 33.354 33.202
L3 32.174 34.159 32.776 0.731 2.220 32.244 35.281 33.448 1.175 3.512 32.250 35.015 32.820 0.917 2.793 33.015
Tinggi Atap 6.25 m L1 L2 32.245 32.250 34.143 34.212 32.842 33.017 0.665 0.565 2.024 1.712 32.250 32.250 35.353 35.601 33. 767 33. 366 1.202 1.123 3.604 3.325 32.250 32.250 35.164 35.567 32.943 33. 812 0.992 1.161 3.010 3.461 33.184 33.398
L3 32.250 33.937 32.857 0.658 2.003 32.250 35.075 33.349 1.166 3.496 32.250 35.033 32.546 0.844 2.572 32.917
Kondisi awal 32.250 35.618 34.035 1.001 2.942 32.250 34.988 33.069 0.635 1.921 32.250 35.596 33.786 0.906 2.682 33.630
Tabel 15 Distribusi suhu udara hasil simulasi CFD pada beberapa disain kandang dengan arah angin dari kanan/kiri Z (m) 0.6
Nilai
Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) 1.2 Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) 1.6 Minimum (0C) Maksimum (0C) Rata-rata (0C) Standard deviasi Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0.6, 1.2 dan 1.6 m Rata-rata 2 arah angin
Tinggi Atap 5.25 m L1 L2 32.251 32.250 35.855 35.809 34.234 34.164 1.144 1.102 3.342 3.226 32.250 32.250 35.708 35.660 33.721 33.729 0.923 0.997 2.738 2.957 32.250 32.250 34.706 35.033 33.342 33.316 0.636 0.741 1.906 2.224 33.766 33.736 33.627 33.547
L3 32.242 35.788 34.135 1.088 3.186 32.250 35.664 33.663 0.954 2.833 32.250 34.652 33.262 0.698 2.099 33.687 33.418
Tinggi Atap 5.75 m L1 L2 32.223 32.250 35.890 35.800 34.242 34.193 1.116 1.117 3.263 3.263 32.250 32.250 35.167 35.565 33.708 33.571 0.808 0.899 2.405 2.666 32.250 32.250 34.183 34.533 33.303 33.256 0.558 0.617 1.677 1.853 33.751 33.673 33.703 33.438
L3 32.226 35.852 34.170 1.071 3.134 32.250 35.574 33.697 0.928 2.753 32.250 35.079 33.251 0.707 2.127 33.706 33.361
Tinggi Atap 6.25 m L1 L2 33.533 32.251 35.729 35.855 34.823 34.234 0.715 1.144 2.052 3.341 32.684 32.250 34.655 35.708 33.795 33.721 0.515 0.923 1.525 2.738 32.635 32.250 33.954 34.706 33.412 33.343 0.294 0.635 0.879 1.905 34.010 33.766 33.597 33.582
L3 32.250 35.775 34.264 1.080 3.152 32.250 35.427 33.693 0.859 2.549 32.250 34.720 33.250 0.625 1.879 33.736 33.327
Kondisi awal
34.03 34.52 34.24 0.12 0.34 33.38 34.42 33.97 0.35 1.05 32.83 34.03 33.71 0.32 0.95 33.97 33.800
Distribusi suhu udara dalam kandang pada 9 disain kandang simulasi selain dipengaruhi oleh bukaan ventilasi, kecepatan angin, juga dipengaruhi oleh efek termal yang terjadi di dalam kandang. Efek termal ini muncul karena panas yang dipancarkan oleh sapi melalui kulitnya menyebabkan suhu udara dalam kandang meningkat dan lebih tinggi dari suhu udara lingkungan. Kulit sapi perah memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap
panas dalam kandang. Pada
simulasi ini suhu kulit sapi sebesar 36,2oC dengan heat transfer coeficient sebesar 55,41 W/m2.oC. . Dengan kecepatan angin yang masuk sebesar 0,7 m/detik, maka efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Papadakids et.al. (1996) yang menyatakan bahwa kecepatan angin yang melebihi 1,8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan,
tetapi bila kecepatan angin lebih rendah dari 1,8 m/detik maka efek
termal tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara dalam kandang di tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) pada 9 disain simulasi yang dipilih adalah distribusi suhu udara dalam kandang yang memiliki nilai mendekati suhu udara lingkungan. Berdasarkan Tabel 14 dan 15, distribusi suhu udara dalam kandang yang dipilih adalah disain kandang dengan tinggi atap kandang 6,25 m, lebar 8,3 m, tinggi dinding kanan dan kiri 0,4 m dengan posisi bak penampung air dipindahkan. Dipilihnya disain ini karena bukaan ventilasi yang dibuat telah mampu mereduksi panas dalam kandang dengan suhu udara rata-rata dalam kandang pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan 1,6 m) sebesar 33,327oC (rata-rata pada dua arah angin). Distribusi suhu udara dalam kandang hasil simulasi pada arah angin dari depan/belakang dan kanan/kiri lebih tinggi dari suhu udara lingkungan (32,25oC) yang membuktikan bahwa efek termal dalam kandang tidak dapat diabaikan. Distribusi suhu udara hasil simulasi pada disain kandang terpilih
memiliki nilai paling rendah jika dibandingkan
dengan disain kandang lainnya. Disain terpilih hasil simulasi dengan tinggi kandang sebesar 6,25 m merupakan disain dengan tinggi atap kandang yang cukup besar jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu (tanpa CFD) yaitu 3,6 – 4,2 m (Hahn, 1985), 2-3 m (McDowell, 1972), 3,5 m untuk atap yang terbuat dari seng (Basyarah, 1995).
Disain kandang hasil simulasi memiliki distribusi suhu udara dalam kandang rata-rata sebesar 33,327oC (33,561oC pada z=0,6; 33,521oC pada z=1,2 m
& 32,898oC pada z=1,6 m), lebih rendah
dari disain awal (Tabel 16).
o
Perbedaan terbesar pada ketinggian 1,6 m (0,85 C) akibat diturunkannya tembok kanan dan kiri dari 1,05 m menjadi 0,4 m dan dipindahkannya posisi bak penampung air yang menyebabkan bukaan ventilasi kandang lebih luas dan udara lingkungan dapat masuk ke kandang mulai dari ketinggian 0 m (arah angin dari depan/belakang) atau 0,4 m (arah angin dari kanan/kiri).
Perbedaan suhu udara
pada kondisi awal sebelum simulasi pada arah angin (inlet) dari kanan/kiri (33,97oC) dengan hasil simulasi (33,74oC) sebesar 0,23oC dan arah angin (inlet) depan/belakang (33,630oC
pada kondisi awal dan 32,917oC hasil simulasi)
sebesar 0,713oC dengan rataan pada dua arah angin (inlet) sebesar 0,474oC akan meningkatkan dry matter intake (DMI) sebesar 0,403 kg per hari per ekor (West, et.al., 2003). Distribusi suhu udara rata-rata dalam kandang (pada z=0,6; 1,2 & 1,6 m) sebesar 33,327oC menyebabkan sapi perah akan mengalami stress sedang (Wierema, 1990), kecuali kelembaban udara dalam kandang dapat dipertahankan di bawah 45%. Tabel 16 Distribusi suhu udara pada disain kandang terpilih dan kandang kondisi awal dengan inlet di kanan/kiri dan depan/belakang
Z (m) Uraian 0.6 Minimum (oC) 0.6 Maksimum (oC) 0.6 Rata-rata (oC) 0.6 Standard deviasi 0.6 Coefficient of variance (%) 1.2 Minimum (oC) 1.2 Maksimum (oC) 1.2 Rata-rata (oC) 1.2 Standard deviasi 1.2 Coefficient of variance (%) 1.6 Minimum (oC) 1.6 Maksimum (oC) 1.6 Rata-rata (oC) 1.6 Standard deviasi 1.6 Coefficient of variance (%) Rata-rata pada z=0,6; 1,2 dan 1,6 m
Inlet di kanan/kiri Hasil Disain simulasi awal 34.03 32.250 34.52 35.775 34.24 34.264 0.12 1.080 0.34 3.152 33.38 32.250 34.42 35.427 33.97 33.693 0.35 0.859 1.05 2.549 32.83 32.250 34.03 34.720 33.71 33.250 0.32 0.625 0.95 1.879 33.97 33.73
Inlet di depan/belakang Hasil Disain simulasi awal 32.250 33.937 32.857 0.658 2.003 32.250 35.075 33.349 1.166 3.496 32.250 35.033 32.546 0.844 2.572 32.917
32.250 35.618 34.035 1.001 2.942 32.250 34.988 33.069 0.635 1.921 32.250 35.596 33.786 0.906 2.682 33.630
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres pada sapi perah adalah pemberian air minum dingin, penyemprotan angin dingin ke seluruh tubuh ternak (Shibata, 1996), modifikasi disain kandang, pemilihan bahan atap kandang, penambahan kecepatan angin melalui kipas dan pemberian shelter di sekitar kandang. Pemberian air minum dingin dapat meningkatkan produksi susu sapi Holstein sebesar 10,86% dari 22,1 kg pada air minum 28oC menjadi 24,5 kg pada air minum 10oC (Milam, et. al., 1986). Wilks et. al., (1990) melaporkan bahwa terjadi kenaikan produksi susu sapi Holstein sebesar 4,85% dari 24,7 kg pada air minum 27oC menjadi 25,9 kg pada 10,6oC. Qisthon (1999) melaporkan bahwa pemberian air minum pada suhu 10oC dapat memperbaiki produktivitas sapi dara FH melalui pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan, meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan dibandingkan dengan pemberian air minum pada suhu 16, 22 dan 28oC. Penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak dapat menurunkan suhu udara dalam kandang. Penurunan suhu udara sekitar kandang sebesar 5oC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35 kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005). Pemberian air minum dingin dan penyemprotan air dingin ke seluruh tubuh ternak akan meningkatkan RH dalam kandang sehingga diperlukan perhitungan dalam pemberiannya agar naiknya RH dalam kandang tetap memiliki nilai temperature
humidity index (THI) yang lebih rendah sehingga tidak menyebabkan stres pada sapi. Pemilihan bahan atap kandang erat kaitannya dengan efektivitas bahan atap menghantarkan panas radiasi yang diterima ke dalam kandang agar radiasi yang sampai ke ternak rendah. Suhu udara dalam kandang yang atapnya terbuat dari asbes, seng dan rumbia (konduktivitas bahan 0,0001 kal/detoC) berturut-turut 26,5; 27,0 dan 26,4oC (Gatenby & Martawijaya, 1986). Respons fisiologis sapi perah sangat baik terhadap bahan atap kandang rumbia dibandingkan dengan genteng dan seng. Respons fisiologis ini dapat dilihat dari suhu tubuh, suhu rectal, suhu kulit, denyut jantung dan frekuensi nafas yang lebih rendah pada sapi FH yang diberi atap rumbia dibandingkan dengan yang diberi atap seng atau genteng (Soemarto, 1995).
Pemberian kecepatan angin tertentu dapat mereduksi panas dalam kandang. Pemberian kecepatan angin melalui terowongan angin (wind tunnel) yang dibuat dalam kandang dapat menurunkan suhu (4,2oC), menurunkan THI (6,0) dan meningkatkan RH (26%) dalam kandang (Smith et.al., 2005). Pemberian kecepatan angin sebesar 1,125 m/det pada siang hari (pukul 11:00 – 13:00 WIB) menyebabkan perubahan suhu rektal, suhu kulit, suhu tubuh dan frekuensi pernafasan pada sapi (Hadi, 1995).
Pemberian shelter di sekitar kandang dapat
menurunkan suhu udara lingkungan di sekitar kandang, mengurangi kecepatan angin yang masuk ke kandang, mengurangi semprotan air hujan dari sekitar kandang (Esmay, 1986)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Distribusi suhu dan kelembaban udara dalam kandang sapi perah FH dengan ventilasi alamiah pada saat udara cerah di musim kemarau (tanggal 16 Juni 2007) dapat dianalisis menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) yang memiliki tingkat validasi cukup tinggi dengan nilai standar deviasi untuk suhu udara sebesar 0,39oC pada pukul 09:20 WIB, 0,33oC pada pukul 13:00 WIB dan 0,30oC pada pukul 15:20 WIB, sedangkan nilai standar deviasi untuk RH sebesar 2,44%. Validasi suhu dan kelembaban udara (RH) dilakukan pada saat kandang tidak diisi sapi (kandang kosong). Suhu udara terendah dalam kandang terdistribusi di dekat inlet pada ketinggian 1,2 dan 1,6 m, sedangkan pada kaetinggian 0,6 m karena terhalangi tembok dinding kanan/kiri suhu udara terendah berada pada arah dekat inlet (angin dari kanan/kiri) dan pada saat inlet dari depan/belakang suhu udara terendah berada di dekat tembok kanan/kiri kandang. Suhu udara rata-rata dalam kandang hasil analisis menggunakan CFD di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m pada pukul 09:20 WIB memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 28,69oC. Nilai RH pada pukul 09:20 WIB di tiga ketinggian (0,6; 1,2 dan 1,6 m) memiliki nilai yang sama yaitu 80,74%. Pada pukul 13:00 WIB, distribusi suhu udara dalam kandang di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m masingmasing memiliki nilai rata-rata sebesar 32,57; 32,38 dan 32,38oC, sedangkan nilai RH pada tiga ketinggian tersebut masing-masing memiliki nilai rata-rata 64,75; 64,87 dan 64,95%. Pada pukul 15:20 WIB, distribusi suhu udara dalam kandang di ketinggian 0,6; 1,2 dan 1,6 m masing-masing memiliki nilai rata-rata sebesar 32,37; 32,38 dan 32,38oC dengan rata-rata nilai RH sebesar 68,23; 68,20 dan 68,20%. Simulasi disain kandang dengan cara merubah-rubah dimensi tinggi atap dan lebar kandang sangat dipengaruhi oleh luas bukaan ventilasi. Semakin luas bukaan ventilasi, maka distribusi suhunya akan semakin rendah. Disain kandang terpilih hasil simulasi memiliki ukuran tinggi 6,25 m; lebar 8,3 m; tinggi dinding 0,4 m dan bak penampung air dipindahkan dari posisi semula. Disain kandang terpilih sudah memperhitungkan panas yang diproduksi ternak (2.728,45 kJ/jam per ekor) dan memiliki suhu udara rata-rata pada tiga ketinggian (z=0,6; 1,2 dan
1,6 m) yang paling rendah dibandingkan disain kandang lainnya serta tingkat keseragaman suhu yang baik. Perbedaan suhu udara rata-rata di tiga ketinggian antara disain kandang terpilih dengan kondisi awal sebesar 0,474oC sehingga dapat meningkatkan dry matter intake pada sapi perah FH sebesar 0,403 kg per ekor per hari. Saran
Untuk memperoleh disain kandang hasil simulasi yang lebih baik, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan input parameter yang lebih lengkap seperti kelembaban relatif (RH), variasi kecepatan angin, variasi sudut kemiringan dan bahan atap. Agar diperoleh distribusi udara yang lebih rendah di dalam kandang, dinding/tembok kanan/kiri diturunkan menjadi 0,4 m, posisi bak penampung air dipindahkan dari asalnya. Perlu juga diberikan shelter di sekitar kandang agar suhu udara lingkungan semakin rendah sehingga udara yang masuk ke kandang dapat mereduksi cekaman panas dalam kandang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. ASAE Standard. 1994. USA. Anderson, B. E. 1983. Temperature Regulation and Environmental Physiology. In: Dukes’ Physiology of Domestic Animal. 10th ed. M. J. Swenson (Ed). Cornell Univ. Press. P. 719-726. Avissar, R. and Yazhaq Mahrer, 1982. Verification study of numerical greenhouse microclimate model. Trans. ASAE: 1711-1920. Basyarah, W. 1995. Pengaruh Ketinggian Naungan dari Bahan Seng terhadap Respons Termoregulasi Sapi Fries Holland Dara. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Berman, A. 2005. Estimates of heat stress relief needs for Holstein dairy cows. J.Anim Sci. Vol 83 : 1377 – 1384. http://jas.fass.org/cgi/content/abstract /83/6/1377. [ 24 November 2006 ] Bligh, J. and Johnson, K.G. 1985. Glossary of Term for Physiology. In: M.K. Yousef, Stress Physiology in Livestock. CRC Press. Boca raton. Florida. Boutet, T.S. 1987. Controlling Air Movement A Manual for Architech and Builders. Mc. Graw-Hill Book Company, New York. Brockett, B.L., and Albright, L.D. 1987. Natural Ventilation in Single Air Span Building. J. of Angicultural Engineering Research. Vol 37 : 141-154. Brooker, D.B., Bakker, A.F.W. and Hall, C. 1974. Drying Cereal Grain. The AVI Publishing Co. Inc. Westport, Connecticut. Cengel, Y.A. 2003. Heat Transfer. Mc. Graw-Hill, Inc., New York. Cheney, W. and Kincaid, D. 1990. Numerical Mathematics and Computing. Brooks/Cole Publishing Company, California. Combs, D. 1996. Drinking water requirement for heat stressed dairy cattle. Univ. of Wisconsin Dairy Profit Report Vol 8. No.3 http://www.wise.edu/dairyprofit/dpr/dpr83.pdf. [ 21 Oktober 2006]. Ensminger, M.E. 1971. Dairy Cattle Science. The Interstate Printers and Publisher. Inc. Danville, Illinois. Esmay. 1960. Effect of thermal on livestock structure. Transacsion on ASAE, 24 (4) : 1030 – 1034.
Esmay, M. L. 1978. Principle of Animal environmental. Publishing Company, Inc. Wesport, Co. p. 1-15.
Texbook Ed. AVI
Esmay, M. L. and Dixon, J.E. 1986. Environmental Control for Agricultural Buildings. Texbook Ed. AVI Publishing Company, Inc. Wesport. Gardjito. 2002. Sistem ventilasi. Pelatihan Aplikasi Teknologi Hidroponik untuk Pengembangan Agribisnis Perkotaan. Bogor 28 Mei – 7 Juni 2002. CREATA, IPB, Bogor. Gatenby, R.M. & M. Martawidjaja. 1986. Comparation of the Thermal Budgets of Five Different Roof of Animal House. Applied Agric. Res. Project and Res. Institut of Animal Production, Bogor, Indonesia. Hadi, J.S. 1995. Pengaruh Kecepatan Angin terhadap Respons Termoregulasi Sapi Fries Holland Dara. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea Febiger, Philadelphia. P. 74 -116. Hahn, G.L. 1985. Management and Housing of Farm Animal in Hot Environment. In: Stress Physiology of Livestock. Vol. 1. M.K. Yousef (Ed). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. P. 159 -168. Hellickson, M.A dan Walker, J.N. 1983. Ventilation of Agricultural Structures. The American Society of Agricultural Engineers, Michigan, USA. Holman, J.P. 1986. Heat Transfer. Mc Graw-Hill Book Company. New York. Ingram, D.L. & M.J. Dauncey. 1985. Thermoregulatory Behavior. In : Stress Physiology of Livestock. Vol. 1. Yousef (Ed),. CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. P. 98-107. Jones, G.M. & C.C. Stallings. 1999. Reducing heat stress for dairy cattle. Virginia Cooperative Extension. Publication Number 404-200. http://www.ext.vt.edu/index.html. [ 21 Oktober 2005 ]. Kibler, H.H. 1962. Energy metabolism and related thermoregulatory reactions to thermal stress in 100C and 270C acclimated heifers. Res. Bull. 739. Univ. of Missouri, Columbia. P. 1-32. Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc. USA. McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H. Freeman and Company, San Frascisco.p.1-128.
McLean, J.A. Downie, A.J., Jones, C.D.R., Stombough, D.P. and Glasbey, C.A. 1983. Thermal adjusments of stress (Bos Taurus) to abrupt changes in environments temperature. J. Agric. Sci. Camb., 48:81-84. Milam, K.Z., C.E. Coppock, J.W.West, J.K. Lanham, D.H. Nave, J.M. Labore, R.A. Stermer & C.F. Brasington. 1986. Effect of drinking water temperature on production responses in lactacing cows in summer. J. Dairy Sci. 69:1012-1019. Papadakids, G., D. Manolakos, S. Kyritsis. 1998. Solar radiation transmisivity of a single-span greenhouse through measurement on scale models. Journal of Agricultural Engineering Research. Vol 71 : 331 – 338. Purwanto, B.P. 1993. Heat and Energy Balance in Dairy Cattle Under High Environmental Temperatute. Doctoral Thesis, Hiroshima University. Purwanto, B.P., Matsumoto, T., Nakamasu, F., Ito T. and Yamamoto, S. 1993. Effect of Standing and Lying Behaviors on Heat Production of Dairy Heifers Differing in Feed Intake Levels. AJAS. 6:271 – 274. Qisthon, A. 1999. Respons Fisiologis dan Produktivitas Sapi Dara Peranakan Fries Holland pada Pemberian Air Minum dengan Suhu yang Berbeda. Tesis. Program Pascasarjana, IPB, Bogor. Shibata, M. 1996. Factors affecting thermal balance and production of ruminants in a hot environment. A Review. Mem.Nat.Inst.Anim.Ind.No. 10 National Institute of Animal Industri Tsukuba, Japan. Smith, J.F., D.V. Armstrong, M.J. Brouk, Wuthironarith & J.P. Harner. 2005. Impact of using feedline soakers in combinations with tunnel ventilation and evaporative pads to minimize heat stress in lactation dairy cows located in Thailand. http://www.fass.org. [5 Mei 2007]. Soegijanto, 1999. Bangunan di Indonesia dan Iklim Tropis Lembab Ditinjau dari Aspek Fisika Bangunan. Ditjen Perguruan Tinggi Depdikbud, Jakarta. Soemarto, F. 1995. Pengaruh Berbagai Ketinggian Bahan Atap Kandang terhadap Respons Termoregulasi Sapi Dara Peranakan Fries Holland. Skripsi. Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Takakura. 1979. Ventilation of Greenhouse. Wind tunnel measurements of pressure and discharge coefficient for single span greenhouse. Jpurnal of Agricultural Meteorology. Vol 36 (1) : 3-12. Versteeg, H.K. and Malalasekera, W. 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamic The Finite Volume Method. Longman Scientific and Thechnical. Malaysia.
Wathes, C.M., and Charles, D.R. 1994. Livestock Housing. UK at the University Press, Cambridge. Wierema, F. In: Chestnut, A. & D. Houston. 2002. Heat Stress and Cooling Cows. http://www.vigortone.com/heat_stress.htm [ 21 Oktober 2005 ]. Wilks, D.L., C.E. Coppock, J.K. Lanham, K.N. Brooks, C.C.Baker, W.L.Bryson, R.G. Elmpre & R.A.Stermer. 1990. Responses of lactacing holstein cows to chilled drinking water in high ambient temperatures. J.Dairy Sci. 73:1091-1099. West, J.W. 1994. Interaction of energy and bovine somatotropin with heat stress. J. Dairy Sci. 43: 1245. West, J.W., B.G. Mullinix, J.K. Bernard. 2003. Effects of hot, humid weather on milk temperature, dray mater intake, and milk yield of lactacing dairy cows. J.Dairy Sci. 86:232-242. Yamamoto, S. 1983. The contribution of air velocity to the effective temperature for lating hens. Japanese Journal of Zootechnical Science.54: 711-715. Yousef, M.K. 1985. Thermoneutral Zone. In: Stress Physiology of Livestock. Vol.II. M.K. Yousef (Ed). CRC Press, Inc. Boca Raton, Florida. P.68-69.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Perhitungan bilangan Reynolds Kondisi kandang
Suhu Kecepatan Panjang inlet angin kandang (oC) (m/detik) (m) Tanggal 16 Juni 2007 (kandang kosong) 09:20 WIB 28.80 1.00 10.00 13:00 WIB 32.52 1.00 10.00 15:20 WIB 31.80 1.00 10.00 Kondisi awal dan simulasi (kandang diisi sapi) Kondisi awal 32.25 0.70 10.00 Simulasi 32.25 0.70 10.00 Simulasi 32.25 0.70 10.00 Simulasi 32.25 0.70 10.00
Lebar kandang (m)
Diameter spesifik (D) (m)
ρ (kg/m3)
6.30 6.30 6.30
7.73 7.73 7.73
6.30 6.30 7.30 8.30
7.73 7.73 8.44 9.07
μ (kg/m.detik)
Bilangan Reynolds (Re)
Keterangan
1.18 1.16 1.15
0.00001854 0.00001883 0.00001887
491,572 474,149 471,915
Laminer Laminer Laminer
1.15 1.15 1.15 1.15
0.00001885 0.00001885 0.00001885 0.00001885
331,265 331,265 361,659 388,731
Laminer Laminer Laminer Laminer
Lampiran 2 Validasi suhu udara dalam kandang 9:20 WIB Titik
x
y
z
T Ukur
T CFD
0
13:00 WIB SD
0
(m)
(m)
(m)
( C)
( C)
1
1.2
1.60
0.6
28.2
28.6
2
1.2
1.60
1.2
28.7
28.7
3
1.2
1.60
1.6
28.3
28.7
4
1.2
2.70
0.6
28.4
28.6
5
1.2
2.70
1.2
28.8
28.7
6
1.2
2.70
1.6
28.9
28.8
7
1.2
3.80
0.6
28.6
28.7
8
1.2
3.80
1.2
28.6
28.7
Error
T Ukur 0
T CFD
15:20 WIB SD
0
(%)
( C)
( C)
0.28
1,40
32.2
32.382
0.00
0,00
32.9
32.384
0.28
1,39
32.8
32.387
0.14
0,70
32.8
32.383
0.07
0,35
32.9
32.385
0.07
0,35
32.8
32.387
0.07
0,35
32.8
32.382
0.07
0,35
33.3
32.384
Error
T Ukur 0
T CFD
SD
0
Error
(%)
( C)
( C)
0.13
0,57
32.3
32.472
(%) 0.12
0,53
0.36
1,57
32.5
32.596
0.07
0,29
0.29
1,26
32.5
32.64
0.10
0,43
0.29
1,27
32.4
32.523
0.09
0,38
0.36
1,57
32.5
32.57
0.05
0,21
0.29
1,26
32.7
32.618
0.06
0,25
0.30
1,27
32.6
32.562
0.03
0,12
0.65
2,75
32.7
32.594
0.07
0,33
9
1.2
3.80
1.6
28.6
28.7
0.07
0,35
33.5
32.386
0.79
3,33
32.8
32.623
0.13
0,54
10
1.2
6.00
0.6
28.2
28.7
0.35
1,74
32.8
32.383
0.29
1,27
32.2
32.592
0.28
1,20
11
1.2
6.00
1.2
27.9
28.7
0.57
2,79
32.2
32.385
0.13
0,57
31.7
32.6
0.64
2,76
12
1.2
6.00
1.6
27.7
28.7
0.71
3,48
33
32.386
0.43
1,86
31.8
32.618
0.58
2,51
13
3.2
1.60
0.6
28
28.7
0.49
2,44
32.4
32.37
0.02
0,09
31.9
32.648
0.53
2,29
14
3.2
1.60
1.2
27.4
28.7
0.92
4,53
32.2
32.378
0.13
0,55
31.9
32.65
0.53
2,30
15
3.2
1.60
1.6
27.9
28.7
0.57
2,79
32.5
32.386
0.08
0,35
32.1
32.65
0.39
1,68
16
3.2
2.70
0.6
28.4
28.7
0.21
1,05
33.1
32.373
0.51
2,20
32.2
32.645
0.31
1,36
17
3.2
2.70
1.2
28.1
28.7
0.42
2,09
33
32.382
0.44
1,87
32.4
32.649
0.18
0,76
18
3.2
2.70
1.6
28.7
28.7
0.00
0,00
33
32.386
0.43
1,86
32.3
32.649
0.25
1,07
19
3.2
3.80
0.6
28.5
28.7
0.14
0,70
33.3
32.373
0.66
2,78
32.6
32.638
0.03
0,12
20
3.2
3.80
1.2
28
28.7
0.49
2,44
33.2
32.381
0.58
2,47
32.3
32.646
0.24
1,06
21
3.2
3.80
1.6
27.1
28.7
1.13
5,57
32.3
32.386
0.06
0,27
31.6
32.648
0.74
3,21
22
3.2
6.00
0.6
27.4
28.7
0.92
4,53
32.6
32.374
0.16
0,69
31.7
32.622
0.65
2,83
23
3.2
6.00
1.2
27.7
28.7
0.71
3,48
32.6
32.381
0.15
0,67
31.6
32.641
0.74
3,19
24
3.2
6.00
1.6
27.9
28.7
2,79
32.8
32.386
1,26
32.2
32.644
0.31
1,36
Rata-rata
0.57 0.39
1,90
0.29 0.33
1,40
0.30
1,28
Lampiran 3 Validasi kelembaban udara dalam kandang 09:20 WIB Titik 1 2 3 4
x (m) 1.2 1.2 3.2 3.2
y (m) 2.7 3.8 2.7 3.8
z (m) 1.6 1.6 1.6 1.6
RH ukur (%) 85 77 75 73
RH CFD (%) 80.29 80.70 80.70 80.70
SD (%) 3.33 2.61 4.03 5.44
13:00 WIB
Error (%) 5.860 4.581 7.060 9.538
RH ukur (%) 63.00 65.00 60.00 60.00
RH CFD (%) 64.90 64.92 65.00 64.99
SD (%) 1.34 0.06 3.53 3.53
15:20 WIB
Error (%) 2.927 0.131 7.688 7.683
RH ukur RH CFD (%) (%) 68.00 68.18 65.00 68.18 68.00 68.18 64.00 68.18 Rata-rata keseluruhan
SD (%) 0.13 2.25 0.13 2.96 2,44
Error (%) 0.262 4.666 0.266 6.133 4,73
Lampiran 4 Bobot badan dan luas permukaan kulit sapi perah FH (15 Mei 2007) Nomor sapi 1 2 3 4 5 8 9 119 138 143 144 149 153 154 176 367 507 638 727 827 Rata-rata Minimal Maksimal Standar Deviasi
Bobot badan sapi (kg) 310 338 390 305 382 200 330 645 330 245 290 300 325 330 420 330 390 350 335 455 350 200 645 89.74
Luas permukaan kulit sapi (m2) 3,297 3,436 3,681 3,271 3,644 2,671 3,397 4,686 3,397 2,945 3,193 3,245 3,372 3,397 3,814 3,397 3,681 3,494 3,422 3,963 3,470 2,671 4,686 0,40
Lampiran 5 Posisi peletakan sapi perah FH dalam kandang No. tempat sapi
Sebelah kiri No. sapi luas kulit (m2)
1 5 2 9 3 507 4 367 5 2 6 3 7 4 8 727 9 138 10 153 Total luas kulit Rata-rata luas kulit sapi perah
3,644 3,397 3,681 3,397 3,436 3,681 3,271 3,422 3,397 3,372 34,698 3,470
Sebelah kanan No. sapi luas kulit (m2) 119 143 144 8 827 638 1 149 176 154
4,686 2,945 3,193 2,671 3,963 3,494 3,297 3,245 3,814 3,397 34,705 3,471
Lampiran 6 Tinggi badan dan dalam dada sapi perah FH Nomor sapi 1
Tinggi badan (cm) 118
Dalam dada (cm) 62
2
123
63
3
126
66
4
117
57
5
132
66
8
106
50
9
132
64
119
142
74
138
123
63
143
121
57
144
122
60
149
117
59
153
124
60
154 176
122 134
62 67
367
128
64
507
122
64
638
128
63
727
122
62
827
132
66
124,55
62,45
Rata-rata
Lampiran 7 Kandungan bahan pakan pada sapi perah FH selama penelitian Uraian Pemberian pakan per hari 14 ekor sapi (kg) BK (%) TDN (%) Kandungan TDN Total TDN Bobot 14 sapi IPT Perah (kg) Rata-rata bobot sapi (kg) Bobot 14 sapi0,75 Total TDN (gram) TDN (gram/kg0,75) Bobot rata-rata 14 kg sapi IPT Perah (kg) Rata-rata TDN (kg)
Rumput (kg) 435,24 22,20 52,40 50,63
Ampas tahu (kg) 49,00 11,04 77,90 4,21 82,40 4.865,00 347,50 582,52 82.399,00 141,45 347,50 5,89
Bobot rata-rata0,75
80,49
0,75
73,13
TDN (gram/kg
)
Konsentrat (kg) 46,67 82,00 72,00 27,55