SKRIPSI
ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013
RISWAN BAHARUDDIN
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
SKRIPSI
ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh
RISWAN BAHARUDDIN A31109124
kepada
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
ii
SKRIPSI ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013
disusun dan diajukan oleh
RISWAN BAHARUDDIN A31109124
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Makassar, Pembimbing I
Mei 2013 Pembimbing II
Dr. Yohanis Rura, S.E., M.SA., Ak. NIP. 196111281988111001
Drs. Muhammad. Ashari, M.SA., Ak. NIP. 196502191994031002
Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si. NIP. 196305151992031003
iii
SKRIPSI ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013
disusun dan diajukan oleh
RISWAN BAHARUDDIN A31109124
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 30 Mei 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui, Panitia Penguji No. Nama Penguji
Jabatan
Tanda Tangan
1. Dr. Yohanis Rura, SE., M.SA., Ak.
Ketua
1………………
2. Drs. Muhammad Ashari, M.SA., Ak.
Sekertaris
2……………...
3. Drs. Deng Siraja, M.Si., Ak.
Anggota
3………………
4. Dra. Hj. Andi Kusumawati, M.Si., Ak.
Anggota
4……………...
5. Drs. Agus Bandang, M.Si., Ak.
Anggota
5……………...
Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. H. Abdul Hamid Habbe, S.E., M.Si. NIP. 196305151992031003
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama
: RISWAN BAHARUDDIN
NIM
: A31109124
jurusan/program studi
: AKUNTANSI
dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013 adalah karya ilmiah saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No. 20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 30 Mei 2013 Yang membuat pernyataan,
RISWAN BAHARUDDIN
v
PRAKATA
Bismillahirrahmanirrahim Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Analisis Kesiapan Pemerintah Kota Makassar Menyambut Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2013” merupakan salah satu tugas dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada jenjang Strata Satu (S1) di Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Salam dan salawat peneliti haturkan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW serta keluarga dan sahabat yang telah membimbing umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang penuh cahaya. Semoga suri tauladan beliau senantiasa mewarnai kehidupan kita. Izinkanlah peneliti mengapresiasi dengan mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terima kasih ini peneliti berikan kepada: 1.
Ayahanda Baharuddin, S.Pd dan Ibunda Hj. Hapsa sebagai pembimbing utama dalam kehidupan peneliti. Orang tua yang telah mendidik dan membesarkan peneliti dengan penuh kasih sayang untuk menjadi anak yang taat kepada Allah SWT, berbakti kepada kedua orang tua, dan keluarga serta bermanfaat bagi masyarakat. Peneliti menyadari bahwa peneliti tidak akan mampu membalas jasa kedua orang tua dengan apapun sehingga rasa terima kasih ini tidaklah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan saya kepada Ayah dan Ibu yang telah memberikan segala hal yang terbaik
vi
kepada anaknya ini. Ucapan terima kasih juga peneliti sampaikan kepada seluruh keluarga besar peneliti dimanapun kalian berada, terima kasih atas doanya selama ini. 2. Bapak Dr. Yohanis Rura, S.E., M.SA, Ak dan Drs. Muhammad. Ashari, M.SA, Ak, atas kesediaannya untuk meluangkan waktunya memberikan arahan, motivasi, dan bimbingan dari awal hingga peneliti menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Drs. Syahrir, M.Si, Ak. Selaku Penasehat Akademik peneliti, terima kasih atas semangat dan bimbingannya bagi peneliti selama ini mulai dari semester satu hingga selesainya peneliti menempuh studi. 4. Bapak DR. H. Abdul Hamid Habbe, SE., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. 5. Bapak-Ibu
Dosen
Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
Universitas
Hasanuddin yang selama ini tak kenal lelah mentransfer ilmu khususnya kepada peneliti serta kepada mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis secara keseluruhan, peneliti mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan didikannya selama ini. 6. Pemerintah Kota Makassar dan Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan
beserta
staf/pegawai atas sikap
kooperatifnya selama penelitian dilaksanakan. 7. Hj. Mirnawati sebagai pendamping hidup peneliti yang selalu ada untuk memberikan dukungan, doa, dan dorongan semangat yang tidak
henti-hentinya
kepada
peneliti
hingga
peneliti
dapat
menyelesaikan skripsi ini. 8. Para pegawai Jurusan Akuntansi, pegawai akademik, pegawai kemahasiswaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan seluruh staf
vii
lainnya yang telah membantu peneliti dalam kelancaran urusan akademik. Terima kasih atas bantuannya. 9. Seluruh teman-teman yang telah menjadi saudara-saudaraku, teman berbagi ilmu pengetahuan, teman berbagi suka dan duka, teman bermain domino saat butuh hiburan, teman berbagi pengalaman hidup dan teman yang selalu ada di saat kita butuhkan. 10. Seluruh teman-teman K09nitif yang tidak sempat disebut namanya terima kasih banyak karena telah banyak membantu, menyemangati, dan memberikan masukan kepada peneliti. 11. Kepada Organisasi yang telah menempa peneliti selama berproses untuk menjadi individu yang lebih baik, Ikatan Mahasiswa Akuntansi (IMA) dan seluruh keluarga IMA. 12. Kepada seluruh teman-teman di Fakultas Ekonomi dan Bisnis angkatan 2006, 2007, 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 serta semua pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan namanya satu-satu. Terima kasih atas semua bantuannya. Peneliti menyadari bahwa karya ini masih jauh dari kesempurnaan. Apabila terdapat kesalahan-kesalahan dalam skripsi ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab peneliti. Kritik dan saran yang membangun akan lebih menyempurnakan skripsi ini baik di masa kini maupun di masa yang akan datang. Semoga semua bantuan dari berbagai pihak yang telah diberikan kepada peneliti akan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Makassar, 30 Mei 2013
Peneliti
viii
ABSTRAK
ANALISIS KESIAPAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR MENYAMBUT PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN TAHUN 2013 Riswan Baharuddin Yohanis Rura Muhammad. Ashari
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sudah sejauh mana kesiapan Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah yang terkait dengan pemenuhan syarat-syarat peralihan antara lain, kesiapan peraturan pengelolaan PBB P2, kerjasama dengan pihak lain, sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB P2, kesiapan organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), proses sosialisasi yang dilakukan dan mengetahui kendala-kendala yang masih dihadapi Pemerintah Kota Makassar. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang terdiri dari wawancara dan dokumentasi. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sejauh ini Pemerintah Kota Makassar sudah siap untuk mengelolah PBB P2 ini walaupun masih memiliki banyak kendala dan kekurangan yang akan terus dievaluasi dan diperbaiki ke depannya. Adapun kendala-kendala yang masih di hadapi oleh Pemerintah Kota Makassar yaitu masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu tentang penentuan jumlah pegawai yang nantinya menjadi pengelola Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan dan adanya proses pendataan ulang atau penilaian terhadap lima kecamatan. Kata Kunci: Pengelolaan, Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Pemerintah Daerah.
ix
ABSTRACT
ANALYSIS READLINESS THE LOCAL GOVERNMENT OF MAKASSAR WELCOMING THE MANAGEMENT OF RURAL AND URBAN LAND AND PROPERTY TAX AT 2013 Riswan Baharuddin Yohanis Rura Muhammad. Ashari This research purpose to determine how far the Local Government of Makassar in readiness to welcome the management of rural and urban land and property tax (PBB P2) as local taxes associated with the fulfillment of the terms of the transition such as, PBB P2 readiness management regulations, cooperation with other parties, the required infrastructure in PBB P2 management, organizational and Human Resources (HR) readiness, and the socialization process and know the obstacles still facing the Local Government of Makassar. This research used data collection techniques in the form of library research and field research consisting of interviews and documentation. Research results indicate that so far the Local Government of Makassar is ready to manage although PBB P2 still has many obstacles and deficiencies that will be continuously evaluated and improved in the future. The obstacles still faced by the Local Government of Makassar namely issues related to Human Resources (HR), which is about the determination of the number of employees who will be managing rural and urban land and property tax and the data collection process or assessment of the five districts. Key words: Management, Rural and Urban Land and Property Tax, Local Government.
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i HALAMAN JUDUL ........................................................................................... ii HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ iii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................ v PRAKATA ........................................................................................................ vi ABSTRAK ........................................................................................................ ix ABSTRACT ..................................................................................................... x DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 6 1.4 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 7 1.5 Sistematika Penulisan .......................................................................... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10 2.1. Landasan Teori ................................................................................... 10 2.1.1 Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal .................................. 10 2.1.1.1 Otonomi Daerah .............................................................. 10 2.1.1.2 Desentralisasi Fiskal ........................................................ 13 2.1.2 Pajak .......................................................................................... 16 2.1.2.1 Pengertian Pajak ............................................................ 16 2.1.2.2 Tinjauan Pajak dari Berbagai Aspek ............................... 17 2.1.2.3 Fungsi Pajak................................................................... 18 2.1.2.4 Syarat Pemungutan Pajak .............................................. 18 2.1.2.5 Asas Pemungutan Pajak ................................................ 20 2.1.2.6Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutnya ................................................. 21 2.1.2.7 Kewajiban dan Hak wajib Pajak ...................................... 22 2.1.2.8 Sanksi Pajak................................................................... 24 2.1.2.9 Pajak Negara .................................................................. 26 2.1.2.10Pajak Daerah .................................................................. 27 2.1.3 Pajak Bumi dan Bangunan .......................................................... 29 2.1.3.1 Peralihan Pengelolaan PBB............................................ 29 2.1.3.2 Pengertian PBB .............................................................. 31 2.1.3.3 Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB ................................ 31 2.1.3.4 Objek Pajak dan Objek Pajak Tidak Kena Pajak............. 32 2.1.3.5 Nilai Jual Objek Pajak ..................................................... 33
xi
2.1.3.6 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak ........................ 33 2.1.3.7 Tarif Pajak PBB .............................................................. 33 2.1.3.8 Dasar Pengenaan dan Cara Perhitungan PBB ............... 34 2.2 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 39 3.1 Rancangan Penelitian .......................................................................... 39 3.2 Kehadiran Peneliti ................................................................................ 40 3.3 Lokasi Penelitian .................................................................................. 40 3.4 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 40 3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 41 3.6 Teknik Analisa Data ............................................................................. 42 3.7 Tahap-tahap Penelitian ........................................................................ 42 BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................... 44 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 44 4.1.1 Gambaran Umum Kota Makassar ............................................... 44 4.1.2.Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar ............................................................................ 45 4.1.2.1 Visi dan Misi Dispenda Kota Makassar ............................ 46 4.1.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Dispenda Kota Makassar ......... 46 4.1.2.3 Struktur Organisasi Dispenda Kota Makassar .................. 48 4.1.2.4Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dispenda Kota Makassar ................................................................. 49 4.2 Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Kota Makassar ......................... 55 4.2.1 Peraturan Pengelolaan PBB P2 .................................................. 55 4.2.2 Kerjasama dengan Pihak Lain ..................................................... 56 4.2.3 Sarana Prasarana yang Dibutuhkan dalam Pengelolaan PBBP2 57 4.2.4.Organisasi dan Sumber Daya Manusia ....................................... 59 4.2.4.1Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) ......................... 59 4.2.4.2 Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................... 66 4.2.5 Proses Sosialisasi ....................................................................... 67 4.3 Kendala-Kendala yang Masih Dihadapi dalam Peralihan Pengelolaan PBB P2 .......................................................... 68 4.4 Target Penerimaan pada Tahun Pertama Pengelolaan ....................... 69 BAB V PENUTUP ............................................................................................ 72 5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 72 5.2 Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 73 5.3 Saran .................................................................................................. 74 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 76
xii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Penelitian-penelitian Terdahulu .................................................................. 35 4.1 Daftar Perangkat Keras Pengelolaan PBB P2 yang Dimiliki UPTD PBB .... 58 4.2 Realisasi Penerimaan PBB P2 2010-2012 ................................................. 70
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
4.1 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar ................. 48 4.2 Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunanan Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar .......................... 60
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1. 1.
Latar Belakang Lahirnya
pemikiran
untuk
melakukan
suatu
perubahan
sistem
pemerintahan dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi memberikan harapan yang sangat besar bagi bangsa Indonesia untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat. Banyak pihak yang menganggap bahwa sistem ini akan memberikan jawaban terhadap keraguan seluruh bangsa Indonesia yang selalu menganggap bahwa pembangunan hanya terpusat pada Pulau Jawa, pulau yang menjadi tempat pusat pemerintahan. Dulunya pemerintah pusat harus mengurusi seluruh daerah yang ada di Indonesia, sehingga mau tidak mau pasti ada daerah yang akan luput dari perhatian pemerintah pusat, mengingat begitu banyak dan luasnya daerah yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini serta tidak didukungnya dengan akses transportasi yang memadai. Sistem desentralisasi ini dilaksanakan dengan melalui kebijakan otonomi daerah. Adanya otonomi daerah membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Pemerintah daerah melaksanakan roda pemerintahan secara mandiri, tetapi tetap melakukan kordinasi dan pengawasan dari pemerintah pusat. Diharapkan dengan otonomi daerah ini, bisa membuat pemerintah lebih dekat dengan masyarakatnya. Pemerintah daerah bisa dengan cepat melihat kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan oleh masyarakat tanpa menunggu arahan dari pemerintah pusat.
1
2
Salah satu hal yang sangat memengaruhi jalannya pemerintahan pada otonomi daerah yaitu masalah pendanaan. Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah
pusat
mengeluarkan
kebijakan
desentralisasi
fiskal
dalam
mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Kebijakan fiskal ini memberikan pengaruh yang signifikan dalam pengelolaan pemerintahan secara mandiri ketika pemerintah daerah memaksimalkan kebijakan ini untuk mengoptimalkan pendapatan dari daerahnya sendiri. Adanya kebijakan desentralisasi fiskal membuat pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk menggali dan mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerahnya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dilaksanakannya
otonomi
daerah
ini
membuat
daerah
diberikan
kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan mendorong timbulnya inovasi (Sidik, 2002:1). Kewenangan yang lebih besar ini akan membutuhkan biaya yang begitu besar. Namun diharapkan dengan banyaknya biaya yang dibutuhkan ini, pemerintah daerah tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat. Untuk membuat otonomi daerah ini tidak bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, maka yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu mengoptimalkan sumber daya yang ada pada daerahnya, salah satunya dengan melalui kebijakan fiskal. “Kebijaksanaan fiskal berarti penggunaan pajak, pinjaman masyarakat, pengeluaran masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan
3
stabilisasi atau pembangunan. Penggunaan kebijaksanaan fiskal dengan tujuan untuk menggalakkan pembangunan ekonomi merupakan kebijaksanaan yang baru tampil akhir-akhir ini” (Jhingan, 2012:376). Melihat kebijakan fiskal khususnya perpajakan bisa membantu dalam menopang jalannya otonomi daerah, maka pemerintah mengeluarkan UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang-Undang ini merupakan salah satu langkah pemerintah pusat dalam membantu pelaksanaan otonomi daerah khususnya yang berkaitan dengan desentralisai fiskal dalam bidang perpajakan. Hal itu ditunjukkan dengan pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah, yaitu Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ini, maka seluruh kewenangan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak yang dipungut dan diadministrasikan
oleh
pemerintah
pusat
tetapi
hasil
pungutannya
diberikan/dibagihasilkan kepada pemerintah daerah (Departemen Keuangan, 2009). Pada Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang lama yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985, pemerintah daerah akan menerima penerimaan PBB sebesar 90% yang akan dibagi kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Hal tersebut dijelaskan pula pada Peraturan Kementeriaan Keuangan Nomor 90 tahun 2008 pasal 2 ayat 2:
4
Dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan untuk daerah sebesar 90 % (sembilan puluh persen) dibagi dengan rincian: a. 16, 2 % (enam belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan; b. 64, 8 % (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk kabupaten/kota yang bersangkutan; c. 9 % (sembilan persen) untuk biaya pemungutan.
Berlakunya Undang-Undang PDRD membuat pemerintah daerah kabupaten/kota akan menerima seluruh penerimaan PBB P2 menjadi PAD tanpa perlu dibagi ke daerah lain dan provinsi. Dengan demikian, terbuka peluang tambahan penerimaan dari PBB P2 sebesar 35,2 %. Pengalihan kewenangan ini dimulai dari proses administrasi sampai penerimaan pembayaran pajak. Pengalihan ini membuat pemerintah daerah harus segera melakukan langkah-langkah persiapan sehingga tidak memberikan masalah pada pengelolaannya dan bisa memberikan dampak positif terhadap penerimaan pajak daerah. Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Makassar menyatakan bahwa “kewenangan pengelolaan pajak sejak 4 Januari 2013 resmi dialihkan ke Dispenda melalui Unit Pelaksana Teknik Daerah (UPTD) yang dikhususkan untuk PBB” (Rowalyn,
2013). Pelaksanaan pengalihan PBB P2 ini akan berjalan dengan baik jika persiapan dilakukan dengan baik dan matang. Dengan persiapan yang baik dan matang, maka besarnya potensi PBB P2 menjadi terealisasi sehingga akan semakin meningkatkan perolehan pajak daerah kota Makassar dan akan menjadi salah satu kekuatan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kota Makassar.
5
Melihat begitu besarnya potensi dan peran Pajak Bumi dan bangunan Perdesaan dan Perkotaan ini dalam menjalankan otonomi daerah khususnya sektor pendanaan dan kemandirian suatu daerah serta banyaknya komponenkomponen yang harus dipersiapkan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), maka peneliti akan mengkaji halhal yang dianggap penting dan berpengaruh bagi Pemerintah Daerah Kota Makassar dalam mengoptimalkan persiapan dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ini. Diharapkan dengan persiapan yang baik dan matang akan membuat besarnya potensi dari Pajak Bumi dan Bangunan ini dapat dioptimalkan dalam mengembangkan Kota Makassar. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesiapan Pemerintah Kota Makassar Menyambut Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tahun 2013”.
6
1. 2.
Rumusan Masalah Lahirnya kebijakan yang membuat pengelolaan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dialihkan kepada pemerintah daerah akan membawa pengaruh atau perubahan dalam pola pemungutan pajak daerah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana kesiapan Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah yang terkait dengan pemenuhan syarat-syarat peralihan antara lain, kesiapan peraturan pengelolaan PBB P2, kerjasama dengan pihak lain, sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB P2, kesiapan organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), dan proses sosialisasi yang dilakukan? 2. Kendala-kendala
apakah
yang
masih
dihadapi
Pemerintah
Kota
Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah?
1. 3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui sudah sejauh mana kesiapan Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah yang terkait dengan pemenuhan syarat-syarat peralihan antara lain, kesiapan peraturan
7
pengelolaan PBB P2, kerjasama dengan pihak lain, sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB P2, kesiapan organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM), dan proses sosialisasi yang dilakukan. 2. Mengetahui kendala-kendala yang masih dihadapi Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah.
1. 4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat, baik dari aspek teoretis
maupun aspek praktis, serta kepada pihak-pihak yang membutuhkannya. 1. Aspek teoretis Dalam aspek teoretis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Hasil
penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
tambahan
pengetahuan demi pengembangan ilmu pengetahuaan khususnya di bidang perpajakan. b. Penelitian ini akan menjadi bahan perbandingan atau acuan dalam pengembangan
penelitian
selanjutnya,
khususnya
di
bidang
perpajakan.
2. Aspek praktis Dalam aspek praktis, manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Makassar dalam rangka persiapan dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan potensi penerimaan dari
8
PBB P2 ini dalam menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). b. Sebagai bahan informasi bagi aparatur pemerintah dan masyarakat Kota Makassar tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
(PBB
P2)
dalam
menyukseskan
persiapan
dan
pengelolaan PBB P2 ini nantinya.
1. 5.
Sistematika Penulisan BAB I
PENDAHULUAN Bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi penjelasan mengenai landasan teori yang membahas mengenai teori-teori dan konsep-konsep umum yang akan digunakan dalam penelitian serta penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai bagaimana penelitian ini dilakukan. Dimulai dari rancangan penelitian, kehadiran peneliti, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisa data, hingga tahaptahap penelitian.
9
BAB IV
HASIL PENELITIAN Bab ini berisi penjelasan mengenai analisa data dan informasi yang didapatkan dari hasil wawancara dan studi kepustakaan. Dengan demikian akan diperoleh suatu hasil analisa yang akan dijadikan dasar dalam pembuatan kesimpulan dan saran penelitian ini.
BAB V
PENUTUP Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran dari penelitian ini bagi Pemerintah Kota Makassar, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Landasan Teori 2. 1.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal 2. 1.1.1. Otonomi Daerah Untuk
menjelaskan
mengenai
otonomi
daerah
dan
prinsip
penyelenggaraannya, maka paling tidak ada empat undang-undang yang bisa dijadikan dasar. Keempat undang-undang tersebut (Rangkasa dan Zainudin, 2012), yaitu sebagai berikut. 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 , “otonomi daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Kemudian definisi ini
diperluas dengan adanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa, ”otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
10
11
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Otonomi daerah berpijak pada perundang-undangan yang kuat (Farida, 2011:342-343), yaitu sebagai berikut. a. Undang-Undang Dasar Sebagaimana telah disebutkan, Undang-Undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undangundang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen mencantumkan permasalahan pemerintah daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang.
b. Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah menyebutkan, Pengaturan, Pembagian, Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Undang-Undang Undang-Undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya
mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah
yang
lebih
mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No. 22/1999 adalah
mendorong untuk pemberdayaan masyarakat,
12
menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Akan tetapi, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
otonomi
daerah,
aturan
baru
pun
dibentuk
untuk
menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah yang dijadikan dasar dalam pelaksanaan otonomi daerah (Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999), yaitu sebagai berikut. 1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek madani, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah. 2. Pelaksanaan otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. 3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas. 4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. 5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karenanya dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada lagi wilayah administrasi. 6. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi
13
pengawas, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. 7. Pelaksanaan asas dekosentrasi diletakkan pada daerah provinsi dalam kedudukannya
sebagai
wilayah
administrasi
untuk
melaksanakan
kewenangan pemerintah tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah. 8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana prasarana, serta sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
2 1.1.2. Desentralisasi Fiskal Farida (2011:128) menyatakan bahwa: Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi untuk mengarahkan kondisi perekonomian agar menjadi lebih baik dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, tetapi kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa “Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Adapun desentralisasi fiskal itu mengenai
kebijakan fiskal yang diserahkan kepada daerah otonom. Farida (2011:348-349) menyatakan bahwa: Desentralisasi fiskal merupakan salah satu mekanisme transfer dana dari APBN dalam kaitan dengan kebijakan keuangan Negara, yaitu untuk mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan (fiscal sustainability) dan memberikan stimulus terhadap aktivitas perekonomian masyarakat,
14
kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan akan menciptakan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah yang sepadam dengan besarnya kewenangan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah otonom.
Secara umum, tujuan pemerintah pusat melakukan transfer dana kepada pemerintah daerah adalah (Farida, 2011:349): a. sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian “kue nasional”, baik vertikal maupun horizontal; b. suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah dengan menyerahkan sebagian kewenangan di bidang pengelolaan keuangan Negara dan manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati oleh rakyat di daerah yang bersangkutan. Kebijakan desentralisai fiskal terakhir diubah dengan lahirnya UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi (PDRB). Beberapa
kebijakan
mendasar
yang
diatur
dalam
undang-undang
ini,
(Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2012:155-157), yaitu sebagai berikut. 1. Perubahan penetapan pajak daerah dan retribusi daerah dari open-list system menjadi closed-list system. Salah satu pertimbangan penerapan closed-list system adalah untuk memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha mengenai jenis pungutan daerah yang wajib dibayar, serta meningkatkan efisiensi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah. Dengan closed-list system, pemerintah daerah hanya dapat memungut jenis pajak daerah dan retribusi daerah yang tercantum dalam Undang-Undang. 2. Pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan dan retribusi daerah (local taxing empowerment), melalui beberapa kebijakan, yaitu:
15
a. memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, seperti perluasan basis Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Retribusi Izin Gangguan; b. menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, seperti Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang, Retribusi Pelayanan
Pendidikan,
Retribusi
Pengendalian
Menara
Telekomunikasi, dan Retribusi Izin Usaha Perikanan; c. menaikkan tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah, seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, dan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan d. memberikan diskresi penetapan tarif pajak kepada daerah kecuali Pajak Rokok. Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah untuk diberlakukan di daerahnya sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam UU 28/2009. Kewenangan yang lebih luas di bidang perpajakan daerah ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga dapat mengkompensasi hilangnya penerimaan dari beberapa jenis pungutan daerah sebagai akibat dari adanya perubahan open-list system menjadi closed-list system. 3. Memperbaiki sistem pengelolaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui kebijakan bagi hasil pajak provinsi kepada kabupaten/kota yang lebih pasti, serta kebijakan earmarking untuk jenis pajak daerah tertentu.
16
4. Meningkatkan
efektivitas
pengawasan
pungutan
daerah
dengan
mengubah mekanisme pengawasan dari sistem represif (berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000) menjadi sistem preventif dan korektif.
2. 1.2. Pajak 2.1.2.1. Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, “Pajak adalah kontribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut. 1. Iuran dari rakyat kepada Negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang). 2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari Negara yang secara langsung dapat ditunjukkan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara, yakni pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
17
2.1.2.2. Tinjauan Pajak dari Berbagai Aspek Dalam hal ini pajak dapat ditinjau dari beberapa aspek (Waluyo, 2009:36) yaitu dari aspek ekonomi, aspek hukum, aspek keuangan dan aspek sosiologi. a. Aspek ekonomi Pajak
merupakan
penerimaan
Negara
yang
digunakan
untuk
mengarahkan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Pajak sebagai motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.
b. Aspek hukum Hukum pajak di Indonesia mempunyai hierarki yang jelas dengan urutan yaitu
Undang-Undang
Dasar
1945,
Undang-Undang,
Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden dan sebagainya. Hierarki ini dijalankan secara ketat, peraturan yang tingkatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkatnya lebih tinggi.
c. Aspek keuangan Pajak dipandang sebagai bagian yang sangat penting dalam penerimaan Negara. Jika dilihat dari penerimaan Negara, kondisi keuangan Negara tidak lagi semata-mata dari penerimaan Negara berupa minyak dan gas bumi, tetapi lebih berupaya untuk menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara.
d. Aspek sosiologi Pada aspek sosiologi ini bahwa pajak ditinjau dari segi masyarakat yaitu menyangkut akibat atau dampak terhadap masyarakat atas pungutan dan hasil apakah yang dapat disampaikan kepada masyarakat. Jelas bahwa pajak sebagai sumber penerimaan Negara untuk membiayai pengeluaran
18
rutin dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan penerimaan Negara dari sektor pajak sangatlah penting, karena dana yang dihimpun berasal dari rakyat (private saving) atau berasal dari pemerintah (public saving). Dengan demikian, terlihat bahwa dari pajak sasaran yang disetujui adalah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara merata dengan melakukan pembangunan di berbagai sektor.
2.1.2.3. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak (Waluyo, 2009:6), yaitu sebagai berikut. 1. Fungsi penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2. Fungsi mengatur (regular) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Sebagai contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.1.2.4. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat (Mardiasmo, 2011:2), yaitu sebagai berikut.
19
1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masingmasing.
Sedangkan
adil
dalam
pelaksanaannya
yakni
dengan
memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang (syarat yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi Negara maupun warganya.
3. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdangangan,
sehingga
tidak
menimbulkan
kelesuan
perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
20
2.1.2.5. Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak dapat pula dibagi dalam beberapa asas (Waluyo, 2009:15), yaitu sebagai berikut. 1. Asas menurut falsafah hukum Hukum pajak harus berdasarkan pada keadilan dan keadilan ini sebagai asas pemungutan pajak. Untuk menyatakan keadilan bahwa Negara berhak memungut pajak, maka muncul beberapa teori dasar, yaitu: a. Teori Asuransi b. Teori kepentingan c. Teori daya pikul d. Teori bakti e. Teori asas daya beli
2. Asas yuridis Untuk menyatakan suatu keadilan hukum pajak harus memberikan jaminan hukum kepada Negara atau warganya. Oleh karena itu, pemungutan pajak harus didasarkan pada undang-undang. Landasan hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945.
3. Asas ekonomis Asas ekonomi ini lebih menekankan pada pemikiran bahwa Negara menghendaki agar kehidupan ekonomi masyarakat agar terus meningkat. Untuk itu, pemungutan pajak harus diupayakan tidak menghambat kelancaran ekonomi sehingga kehidupan ekonomi tidak terganggu.
21
4. Asas pungutan pajak lainnya Terdapat tiga asas yang digunakan untuk memungut pajak dalam Pajak Penghasilan, yaitu: a. asas tempat tinggal b. asas kebangsaan c. asas sumber
2.1.2.6. Pembagian
Pajak
Menurut
Golongan,
Sifat
dan
Pemungutannya Pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok (Waluyo, 2009:12), yaitu sebagai berikut. 1. Menurut golongannya, dibagi menjadi dua, yaitu: a. pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: pajak penghasilan. b. pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: pajak pertambahan nilai.
2. Menurut sifatnya, pembagian pajak ini berdasarkan ciri-ciri prinsipnya, yaitu: a. pajak subjektif, adalah, pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajak. Contoh: pajak penghasilan.
22
b. pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
3. Menurut lembaga pemungutnya, yaitu: a. pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contoh: pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea meterai. b. pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: pajak reklame, pajak hiburan, pajak bumi dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan.
2.1.2.7. Kewajiban dan Hak Wajib Pajak Kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011:56), yaitu sebagai berikut. 1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. 2. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3. Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar. 4. Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke Kantor Pelayan Pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan. 5. Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. 6. Jika diperiksa wajib:
23
a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. b.
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.
7. Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Wajib Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Adapun hak yang dimiliki oleh Wajib Pajak (Mardiasmo, 2011:56-57), yaitu sebagai berikut. 1. Mengajukan surat keberatan dan surat banding. 2. Menerima tanda bukti pamasukan SPT. 3. Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan. 4. Mengajukan permohonan penundaan penyampaian SPT. 5. Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak. 6. Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam surat ketetapan pajak. 7. Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. 8. Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah.
24
9. Memberikan kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban pajaknya. 10. Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak. 11. Mengajukan keberatan dan banding.
2.1.2.8. Sanksi Pajak Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan perundangundangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi. Atau bisa dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Di dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu sanksi administrasi dan pidana. Ancaman terhadap pelanggaran suatu aturan perpajakan ada yang diancam dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi sanksi administrasi dan sanksi pidana (Mardiasmo, 2011:59-60). 1. Sanksi Administrasi Merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
2. Sanksi Pidana Merupakan siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakan ada tiga macam sanksi pidana, yaitu: denda pidana, kurungan, dan penjara.
25
a. Denda pidana Berbeda dengan sanksi berupa denda administrasi yang hanya diancam/dikenakan kepada Wajib Pajak yang melanggar ketentuan peraturan perpajakan, sanksi berupa denda pidana selain dikenakan kepada Wajib Pajak ada juga yang diancamkan kepada pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma. Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b. Pidana kurungan Pidana kurungan hanya diancamkan kepada tindak pidana yang bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada Wajib Pajak, dan pihak ketiga. Karena pidana kurungan diancamkan kepada si pelanggar norma itu ketentuannya sama dengan yang diancamkan dengan denda pidana, maka masalahnya hanya ketentuan mengenai denda pidana sekian itu diganti dengan pidana kurungan selama-lamanya sekian.
c. Pidana penjara Pidana penjara seperti halnya pidana kurungan, merupakan hukuman perampasan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan Wajib Pajak.
26
2.1.2.9. Pajak Negara Pajak Negara yang sampai saat ini masih berlaku (Mardiasmo, 20011:11), yaitu sebagai berikut. 1. Pajak Penghasilan (PPh) Dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008.
2. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dasar hukum pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN & PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
3. Bea Meterai Dasar hukum pengenaan bea meterai adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985.
4. Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan yang dimaksud yaitu sektor perkebunan kehutanan dan pertambangan. Dasar hukum pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
27
2.1.2.10. Pajak Daerah Dasar hukum pemungutan pajak daerah adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Beberapa istilah di dalam undang-undang ini yang terkait dengan pajak daerah (Pasal 1 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009), yaitu sebagai berikut. 1. Daerah
Otonom,
selanjutnya
masyarakat
hukum
berwenang
mengatur
yang dan
disebut
mempunyai mengurus
Daerah
adalah
batas-batas urusan
kesatuan
wilayah
pemerintahan
yang dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
yang
meliputi
perseroan
terbatas,
perseroan
komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Subjek Pajak adalah orang pribadi atau Badan yang dapat dikenakan Pajak.
28
5. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau Badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan daerah. Kemudian pajak daerah itu dibagi menjadi dua jenis dan beberapa objeknya (Pasal 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009), yaitu: 1. jenis pajak provinsi terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air Permukaan; dan e. Pajak Rokok. 2. jenis pajak kabupaten/kota terdiri atas: a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan; f.
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i.
Pajak Sarang Burung Walet;
j.
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Selanjutnya daerah dilarang untuk melakukan pemungutan pajak selain dari jenis-jenis pajak dan objeknya yang telah disebutkan diatas.
29
2. 1.3. Pajak Bumi dan Bangunan 2.1.3.1. Peralihan Pengelolaan PBB Ada beberapa alasan peralihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) kepada pemerintah daerah (Departemen Keuangan, 2009), yaitu sebagai berikut. a. Transparansi dan akuntabilitas dinilai akan dapat lebih diwujudkan jika pengelolaan PBB diserahkan kepada masing-masing daerah otonom. Hal ini pada gilirannya akan membawa iklim demokrasi yang lebih baik dan berakar langsung pada persoalan-persoalan konkrit di daerah yang bersangkutan. Mereka melihat bahwa pembiayaan kebutuhan daerah yang sebagian besar dibiayai dana transfer dari pusat kurang mencerminkan akuntabilitas dari pengenaan pajak daerah dan tidak memberikan insentif bagi daerah untuk menggunakan anggaran secara efisien. Asumsinya jika pembiayaan kebutuhan daerah dibiayai sebagian besar dari alokasi dana pusat, maka otomatis kurang memberikan dorongan kepada daerah untuk menggunakan dana tersebut bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya bila derajat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pajak tersebut tinggi, maka kesadaran untuk membayar pajak dan retribusi daerah atas pelayanan publik yang langsung mereka nikmati juga makin tinggi. Bersamaan dengan itu pemerintah daerah akan terdorong untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat karena setiap pembebanan kepada masyarakat memerlukan peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
30
b. Objek pajak PBB P2 dan BPHTB bersifat immobile, dalam arti tidak dapat direlokasi ke daerah lainnya, sehingga lebih pantas apabila dijadikan pajak daerah. c. Objek PBB P2 dan BPHTB tersebut lokasinya berada di suatu daerah kabupaten/kota, dan aparat pemerintah daerah jelas lebih mengetahui dan lebih memahami karakteristik dari objek dan subjeknya sehingga kecil kemungkinan wajib pajak dapat menghindar dari kewajiban perpajakannya. Pemerintah pusat lebih suka untuk mengalihkan PBB P2 menjadi pajak daerah didasarkan karena adanya beberapa kenyataan (Supriyanto, 2012), antara lain sebagai berikut. a. Mayoritas negara maju menyerahkan urusan Pajak Properti (jika di Indonesia adalah PBB) menjadi urusan pemerintah daerah. b. Migas (minyak dan gas bumi) sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai sumber pendapatan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mengingat Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak bumi, sebaliknya kini sebagai negara yang mengimpor minyak bumi. Akibatnya, sumber pendapatan bagi APBN bergeser dari penerimaan migas kepada penerimaan pajak. Dengan demikian, pajak menempati posisi strategis dalam APBN. c. Reformasi birokrasi di tubuh Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) telah berhasil membentuk Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang merupakan peleburan dari KPP, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jika diamati, keberadaan PBB dengan sejumlah permasalahan dan tidak diimbangi dengan jumlah penerimaannya, memang bisa dirasakan mengganggu konsentrasi Ditjen
31
Pajak
sebagai
tulang
punggung
pemenuhan
APBN,
sehingga
pembentukan KPP Pratama ini merupakan cara cerdas membuat biaya pemungutan PBB menjadi lebih efisien.
2.1.3.2. Pengertian PBB Diana dan Setiawati (2009:711) menyatakan bahwa: Pengertian dasar yang berkaitan dengan pajak bumi dan bangunan adalah sebagai berikut. a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. b. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.
Pasal 77 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa: Termasuk dalam pengertian bangunan adalah: a. jalan lingkungan yang terletak dalam satu kompleks bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, yang merupakan suatu kesatuan dengan kompleks Bangunan tersebut; b. jalan tol; c. kolam renang; d. pagar mewah; e. tempat olahraga; f. galangan kapal, dermaga; g. taman mewah; h. tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak; dan i. menara.
2.1.3.3. Subjek Pajak dan Wajib Pajak PBB Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi,
32
dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan (Pasal 78 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.1.3.4. Objek Pajak dan Objek Pajak Tidak Kena Pajak PBB Objek Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Objek Pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang (Pasal 77 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009): a. digunakan
oleh
Pemerintah
dan
Daerah untuk penyelenggaraan
pemerintahan; b. digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; c. digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; d. merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak; e. digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik; dan f.
digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan .
33
2.1.3.5. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti (Mardiasmo, 2011:312).
2.1.3.6. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) Besar nilai jual objek pajak tidak kena pajak ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. Nilai NJOPTKP ini ditetapkan dengan peraturan daerah (Pasal 77 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009).
2.1.3.7. Tarif Pajak PBB Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% (nol koma tiga persen). Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 80 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009). Daerah diberikan kewenangan sepenuhnya untuk menetapkan besaran tarif pajak daerah untuk diberlakukan di daerahnya sepanjang tidak melampaui tarif minimum dan maksimum yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 (Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2012:156).
34
2.1.3.8. Dasar Pengenaan dan Cara Perhitungan PBB Dasar pengenaannya adalah nilai jual objek pajak. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya, dan ditetapakan oleh Kepala Daerah. Besaran pokok pajak bumi dan bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif yang telah ditentukan dengan dasar pengenaan pajak setelah dikurangi nilai jual objek pajak tidak kena pajak (Pasal 81 UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009).
2. 2.
Penelitian Terdahulu Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan acuan yang
bersumber dari penelitian-penelitian sebelumnya, yang dijadikan pembanding untuk pengembangan penelitian ini. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Terdahulu
35
Tabel 2.1. Penelitian-penelitian Terdahulu Peneliti
Dian Wahyuni
Yulitasari Dewi
Mediaty,
Darwis,
Syahrir,
dan
Rahmawati HS Tahun
2010
2011
.2012
Judul
Persiapan
Analisa
penelitian
pemerintah
pemerintah
menghadapi
dalam
penelitian
peralihan
kesiapan Kesiapan daerah Pemerintah Daerah
pengalihan dalam
Rangka
Pajak pengelolaan PBB P2 Pengalihan PBB-P2
Bumi dan Bangunan dan BPHTB sebagai sebagai
Pajak
dari
pada
pajak
menjadi
pusat pajak daerah.
Daerah
pajak
Kabupaten/Kota
daerah (studi kasus
Propinsi
Jabodetabek).
Selatan
Tujuan
Penelitian
ini Penelitian
penelitian
bertujuan
untuk bertujuan
ini Tujuan penelitian ini untuk adalah
mengetahui
mengetahui
persiapan
perangkat
pemerintah
Sulawesi
mengkaji
kesiapan yang pemerintah
daerah
(pusat harus disiapkan oleh Kabupaten/Kota
dan daerah) dalam Pemerintah Daerah yang ada di Provinsi menghadapi
Kota
Blitar
peralihan PBB dari rangka
dalam Sulawesi
pengalihan dalam
Selatan pengalihan
pajak pusat menjadi pengelolaan PBB P2 PBB-P2 pajak daerah serta dan
BPHTB
serta pajak
menjadi
daerah
mengetahui strategi mengetahui
untuk
kebijakan
faktor-faktor
yang kesiapan
dianggap
paling Pemerintah Daerah menjadi
penting
dalam Kota
pemungutan oleh daerah.
Blitar
menjadi
pemerintah pengalihan
daerah.
tersebut.
mengetahui yang kendala
dalam pengalihan PBB-P2
PBB menangani
pengelolaan
dan
pajak
36
Lanjutan Tabel 2.1 Metode
Penelitian
penelitian
merupakan
ini Penelitian
ini Metode
merupakan
penelitian
kualitatif
deskriptif,
yang
analisis
dengan deskriktif
menggunakan
teknik analisis yang (descriptive
Analythical
digunakan
adalah analysis)
Process model yang dimana
digunakan
untuk jenis
kegiatan responden
strategi analisis
yaitu diteliti
kebijakan
ada
dianggap
paling dokumen,
penting
dalam wawancara
oleh
tiga yang
yang penelusuran
pemungutan
yaitu
interaktif, pemerintah
(AHP)
melihat
daerah menjadi akan
mengenai
pemenuhan syaratsyarat yang harus dan dipersiapkan
PBB penarikan
sebelum pengalihan
pemerintah kesimpulan.
PBB-P2
daerah.
penelitian
digunakan
penelitian deskriptif adalah
dengan kualitatif,
Hierarchy
Hasil
analisis
menjadi
pajak daerah
a. Diantara
a. Pemerintah
a. Hasil penelitian
kebijakan
Daerah
strategi
Blitar
kemampuan
secara
dan
menyiapkan
diteliti, hanya 6
politik,
perangkat
kabupaten yang
penilaian,
pengelolaan
sudah membuat
penetapan tarif,
BPHTB.
payung
kemauan
pemungutan/pe
Kota
menunjukkan
belum
bahwa dari 12
optimal
kabupaten yang
b. Sampai dengan
berupa perda.
nagihan,
batas
kemampuan
persiapan
kriteria kesiapan
administrasi,
pengalihan
yang
sudah
pengawasan
yang
dibuat
yakni
dan sosialisasi,
ditentukan,
peraturan,
maka
Pemerintah
kerjasama,
Daerah Kota
sarana dan
strategi
kebijakan yang
waktu
hukum
b. Berdasarkan
37
Lanjutan Tabel 2.1 dianggap paling
Blitar
penting
mengalami
sumber
responden
hambatan yang
manusia,
adalah
cukup
berarti
sosialisasi
penilaian.
karena
belum
pendanaan,
oleh
b. Penelitian
ini
masih
prasarana, daya
dan
disahkannya
kabupaten
menyarankan
Peraturan
Gowa
agar dalam hal
Daerah
penilaian,
menjadi
adalah
pemerintah
landasan yuridis
kabupaten yang
daerah
masih
pemungutan
paling
harus
banyak
dan
untuk
pengelolaan
melakukan
pemerintah
BPHTB
pemungutan
pusat,
tahun 2011.
dibantu
oleh
mengingat
yang
pada
dan
Makassar
siap
PBB-P2. c. Beberapa
penilaian
kendala
diperlukan
dihadapi
untuk
sehingga
menentukan
beberapa
Nilai Jual Objek
pemda
Pajak
selesaikan
(NJOP)
yang
belum
yang digunakan
perda
dalam
belum
menentukan
memenuhi
pajak terutang.
kriteria kesiapan
c. Persiapan lebih lanjut
yang
serta
yang ditetapkan, oleh
harus disiapkan
karena
oleh pemerintah
kurangnya SDM
daerah
dengan tingkat
yaitu
berkaitan
pengetahuan
dengan upaya
dan
38
Lanjutan Tabel 2.1 dalam
Kemampuan di
meningkatkan
bidang
kualitas
teknologi
dan
kuantitas Sumber
informasi serta Daya
tenaga
Manusia (SDM)
fungsional
serta
peneilaian,
pengadaan
kemampuan
sarana/prasara-
aparat
na.
tenaga
daerah,
pemetaan/pengukuran surveyor.
Sumber: Diolah sendiri
dan
BAB III METODE PENELITIAN
3. 1.
Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan studi deskriptif. Studi ini dilakukan untuk
memahami karakteristik organisasi yang mengikuti praktik umum tertentu seperti halnya pada Pemerintah Kota Makassar yang akan menerapkan aturan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 yang telah diterapkan oleh daerah-daerah lain di Indonesia. Studi deskriptif ini bertujuan untuk memberikan kepada peneliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek-aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari persfektif seseorang, organisasi atau lainnya (Sekaran, 2010:159). Penelitian ini pun termasuk kedalam penelitian terapan (applied research), dimana penelitian ini dilakukan berkenaan dengan kenyataankenyataan praktis, penerapan, dan pengembangan ilmu pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian dasar dalam kehidupan nyata. Penelitian ini berfungsi untuk mencari solusi tentang masalah-masalah tertentu yang hasilnya dapat secara langsung diterapkan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Jenis investigasi dalam penelitian ini adalah korelasional, dimana penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan variable penting yang berkaitan dengan masalah. Studi korelasional yang dilakukan di dalam organisasi atau Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar ini disebut juga studi lapangan atau field study (Sekaran, 2010:170). Penelitian ini dilakukan dalam situasi tidak
39
40
diatur, sama seperti studi korelasi pada umumnya. Adapun unit analisis yang digunakan untuk merujuk pada tingkat kesatuan data yang dikumpulkan selama tahap analisis data selanjutnya adalah unit analisis kelompok.
3. 2.
Kehadiran Peneliti Penelitian ini merupakan studi korelasional yang dilakukan dalam
lingkungan alami organisasi dengan intervensi minimum oleh peneliti dan arus kerja yang normal (Sekaran, 2010:166). Sehingga di dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti bertindak sebagai non-participant observer. Peneliti bertindak sebagai pengamat penuh. Pengamatan tersebut berbentuk penilaian terhadap hasil wawancara dan dokumentasi terhadap objek penelitian. Kehadiran peneliti sebagai pengamat penuh ini sebelumnya telah diketahui oleh objek penelitian melalui surat izin penelitian.
3. 3.
Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini yaitu Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar.
3. 4.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis data, yaitu sebagai
berikut. 1. Data kualitatif adalah hasil pengamatan yang berbentuk kategori dan bukan bilangan (Nuryanti, 2012). Dalam penelitian ini data kualitatifnya berupa dokumentasi dan hasil wawancara terhadap objek penelitian.
41
2. Data Kuantitatif adalah hasil pengamatan yang diukur dalam skala numerik
(bilangan)
(Nuryanti,
2012).
Dalam
penelitian
ini
data
kuantitatifnya berupa data penerimaan pajak bumi dan bangunan. Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan dua sumber data, yaitu sebagai berikut. 1. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari hasil dokumentasi dan wawancara oleh peneliti terhadap objek penelitian. 2. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi yang dilakukan oleh objek penelitian maupun dari pihak lain yang memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
3. 5.
Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh informasi dan data yang akan dikelolah dalam
penelitian ini, maka pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara, yaitu sebagai berikut. 1. Penelitian kepustakaan (library research) Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih. 2. Penelitian lapangan (field research) Untuk memperoleh data, maka peneliti mengadakan penelitian ke Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar dengan melakukan hal-hal sebagai berikut.
42
a. Wawancara (interview) Merupakan suatu tanya jawab langsung kepada informan yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh data primer dan informasi yang diperlukan. b. Dokumentasi (dokumentation) Merupakan
suatu
pengumpulan
data
dengan
menggunakan
dokumentasi dari Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar.
3. 6.
Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisa data kualitatif,
pendekatan penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang sifatnya deskriktif. Prosedur penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku objek yang diamati. Pendekatan ini diharapkan mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat, atau organisasi tertentu. Penelitian sebuah fenomena berdasarkan dari data yang ada, bukan dari teori. Landasan teori hanya digunakan sebagai penopang fokus penelitian. Pendekatan ini berangkat dari suatu teori dan gagasan para ahli, kemudian
dikembangkan
menjadi
permasalahan-permasalahan
beserta
pemecahannya.
3. 7.
Tahap-Tahap Penelitian Tahapan-tahapan
penelitian
ini
menguraikan
proses
penelitian yang terbagi dalam empat tahapan, yaitu sebagai berikut.
pelaksanaan
43
1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan ini dimulai dengan mengumpulkan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih.
2. Pengembangan desain Pengumpulan data-data sekunder yang diperoleh dengan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan topik yang dipilih inilah yang dijadikan landasan dalam pengembangan desain penelitian.
3. Penelitian sebenarnya Setelah tahap penelitian pendahuluan dan pengembangan desain penelitian selesai, maka tahapan selanjutnya adalah penelitian yang sebenarnya (inti). Peneliti akan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang dihasilkan dari tahapan-tahapan sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan diajukan kepada pihak objek penelitian dalam proses wawancara dan dilengkapi dengan data-data dari proses dokumentasi. Tahapan inilah yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam mencapai tujuan penelitian.
4. Penulisan hasil penelitian Tahapan ini merupakan tahapan penyelesaian penelitian, dimana tahapan ini dilakukan dalam bentuk penyusunan dan penulisan hasil penelitian. Hasil penelitian ini dikomunikasikan dalam bentuk laporan yang berisi kesimpulan dan saran-saran atau masukan dari peneliti kepada objek penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Kota Makassar Kota Metropolitan Makassar merupakan ibukota dari propinsi Sulawesi Selatan. Sebelumnya bernama Kotamadya Ujung Pandang. Kota ini tergolong salah satu kota terbesar di Indonesia dari aspek pembangunannya dan secara demografis dengan berbagai suku bangsa yang menetap di kota ini. Suku yang signifikan jumlahnya di Kota Makassar adalah suku Makassar, Bugis, Toraja, Mandar, Buton, Jawa, dan Tionghoa. Kota yang bersuhu sekitar 22-33°C ini, memiliki areal seluas 175,77 km². Wilayah Kota Makassar terus berkembang, khususnya ke arah timur, dimana pembangunan infrastruktur seperti perluasan pelabuhan laut Makassar, reklamasi Pantai Losari, Bandara Hasanuddin, jalan tol,
kawasan
industri
Makassar,
dan
berbagai
proyek
lainnya
tengah
dilaksanakan. Makassar yang juga dikenal dengan Kota Anging Mammiri memiliki luas wilayah 175,77 km² yang terbagi kedalam 14 kecamatan dan 143 kelurahan dengan jumlah penduduk 1.371.904 jiwa di malam hari dan hampir 1,6 juta jiwa di siang hari. Kota Makassar Ibukota Propinsi Sulawesi Selatan secara geografis berada di tengah-tengah kepulauan nusantara atau Center Point of Indonesia dan
memiliki
posisi
strategis
sebagai
pusat
pengembangan,
distribusi
barang/jasa dan ruang keluarga atau “living room” Kawasan Indonesia Timur.
44
45
Makassar dalam kurun 3 tahun terakhir jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang berkunjung di Kota Makassar mengalami peningkatan yang cukup signifikan dengan rata-rata 30% tiap tahunnya, hal ini mempertegas posisi Makassar sebagai kota destinasi unggulan pariwisata dan kota penyelenggara MICE (meeting, incentive, conference, and exhibitions) Indonesia.
4.1.2. Gambaran Umum Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar Adanya Keputusan Walikota yang terdapat dalam Keputusan Daerah Tingkat II Ujung Pandang Nomor 74/S/Kep/A/V1977 Tanggal 1 April 1977 bersama dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 3/12/43 Tanggal 9 September 1975 dan Instruktur Menteri, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan tanggal 25 Oktober 1975 Nomor Keu/3/22/33 tentang pembentukan
Dinas
Pendapatan
Daerah
Kota
Ujung
Pandang
telah
disempurnakan dan ditetapkan perubahan namanya menjadi Dinas Penghasilan Daerah yang kemudian menjadi unit-unit yang menangani sumber-sumber keuangan daerah seperti Dinas Perpajakan, Dinas Pasar dan Sub Dinas Pajak Parkir dan semua Sub-sub Dinas dalam unit penghasilan daerah yang tergabung dalam unit penghasilan daerah dilebur dan dimasukan pada unit kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Ujung Pandang. Seiring dengan adanya perubahan kota Ujung Pandang menjadi Kota Makassar, secara otomatis nama Dinas Pendapatan Daerah Kota Ujung Pandang berubah menjadi Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar.
46
4.1.2.1. Visi dan Misi Dispenda Kota Makassar Visi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, yaitu: Prima dalam Pelayanan dan Unggul dalam Pengelolaan Pendapatan Daerah. Misi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, yaitu sebagai berikut. 1. Menggali sumber-sumber PAD secara optimal; 2. Menyempurnakan sistem pengelolaan PAD; 3. Meningkatkan kordinasi; 4. Menyusun/merevisi kembali Peraturan Daerah; 5. Meningkatkan pengawasan pengelolahan pendapatan daerah; 6. Meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia; 7. Melakukan evaluasi secara berkala; 8. Menyediakan sarana dan prasarana yang memadai; dan 9. Meningkatkan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan agar terbina kesadaran Wajib Pajak/Wajib Retribusi.
4.1.2.2. Tugas Pokok dan Fungsi Dispenda Kota Makassar 1. Tugas pokok Tugas
pokok
Dinas
Pendapatan
Daerah
Kota
Makassar
yaitu
merumuskan, membina, mengendalikan, dan mengelolah serta mengkoordinir kebijakan bidang pendapatan daerah. 2. Fungsi Fungsi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, yaitu sebagai berikut. a. Penyusunan rumusan kebijakan teknis di bidang pengelolaan pendapatan serta melakukan pendataan potensi sumber-sumber pendapatan daerah;
47
b. Penyusunan rencana dan program evaluasi pelaksanaan pungutan pendapatan daerah; c. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional bidang pendataan, penetapan, keberatan, dan penagihan serta pembukuan pajak hotel, pajak hiburan, pajak restoran, pajak parkir, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan dan pengelolaan batuan galian golongan C serta pajak/pendapatan daerah dan retribusi daerah lainnya; d. Pelaksanaan perencanaan dan pengendalian teknis operasional bidang bagi hasil dan pendapatan lainnya serta intensifikasi dan ekstensifikasi; e. Pelaksanaan
perencanaan
dan
pengendalian
teknis
operasional
pengelolaan keuangan, kepegawaian dan pengurusan barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya; f.
Pelaksanaan kesekretariatan dinas;
g. Pembinaan unit pelaksana teknis.
48
4.1.2.3. Struktur Organisasi Dispenda Kota Makassar KEPALA DINAS
SEKRETARIAT
SUBBAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN NN
BIDANG I PAJAK HOTEL DAN HIBURAN
BIDANG II PAJAK RESTORAN DAN PAJAK PARKIR
UPTD PBB
SUBBAGIAN KEUANGAN
BIDANG III PAJAK REKLAME DAN RETRIBUSI DAERAH
SUBBAGIAN PERLENGKAPAN
BIDANG IV KOORDINASI DAN PENGENDALIAN PPJ, PAJAK PPB GALIAN C, PAJAK DAERAH DAN BAGI HASIL
UPTD BPHTB
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar
49
4.1.2.4. Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dispenda Kota Makassar 1. Kepala Dinas Merencanakan, merumuskan, mengembangkan, mengkoordinasi, dan mengendalikan tugas desentrasi, dekonsentrasi dan tugas pembantu di bidang pendapatan. 2. Sekretariat Sekretariat Dinas dipimpin sekretaris dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Dinas. Sekretariat mempunyai tugas memberikan pelayanan administratif bagi seluruh satuan kerja di lingkungan Dinas Pendapatan
Kota
Makassar.
Dalam
melaksanakan
tugas,
Sekretariat
menyelenggarakan fungsi: a. pengelolaan kesekretariatan; b. pelaksanaan urusan kepegawaian dinas; c. pelaksanaan urusan keuangan dan penyusunan neraca SKPD; d. pelaksanaan urusan perlengkapan; e. pelaksanaan urusan umum dan rumah tangga; f.
pengkoordinasian
perumusan
program
dan
rencana
kerja
Dinas
Pendapatan; g. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan. 3. Subbagian Umum dan Kepegawaian Subbagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas menyusun rencana
kerja,
melaksanakan
tugas
teknis
ketatausahaan,
mengelola
administrasi kepegawaian serta melaksanakan urusan kerumahtanggaan dinas. Dalam
melaksanakan
menyelenggarakan fungsi:
tugas
Subbagian
Umum
dan
Kepegawaian
50
a. melaksanakan penyusunan rencana dan program kerja Subbagian Umum dan Kepegawaian; b. mengatur pelaksanaan kegiatan sebagian urusan ketatausahaan meliputi surat-menyurat, kearsipan, surat perjalanan dinas, dan mendistribusikan surat sesuai bidang; c. melaksanakan urusan kerumahtanggaan dinas; d. melaksanakan usul kenaikan pangkat, mutasi dan pensiun; e. melaksanakan usul gaji berkala, usul tugas belajar dan izin belajar; f.
menghimpun dan mengsosialisasikan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian dalam lingkup dinas;
g. menyiapkan bahan penyusunan standarisasi yang meliputi bidang kepegawaian, pelayanan, organisasi dan ketatalaksanaan; h. melakukan koordinasi dengan unit kerja lain yang berkaitan dengan bidang tugasnya; i.
melakukan koordinasi pada Sekretariat Korpri Kota Makassar;
j.
melaksanakan tugas pembinaan terhadap anggota Korpri pada unit kerja masing-masing;
k. menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas; l.
melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
4. Subbagian Keuangan Subbagian Keuangan mempunyai tugas menyusun rencana kerja dan melaksanakan tugas teknis keuangan. Dalam melaksanakan tugas Subbagian Keuangan menyelenggarakan fungsi: a. menyusun rencana dan program kerja Subbagian Keuangan; b. mengumpulkan dan menyusun Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah;
51
c. mengumpulkan dan menyiapkan bahan penyusunan Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan Dokumen Perencanaan Anggaran (DPA) dari masing-masing Bidang dan Sekretariat sebagai bahan konsultasi perencanaan ke Bappeda melalui Kepala Dinas; d. menyusun
realisasi
perhitungan
anggaran
dan
administrasi
perbendaharaan dinas; e. mengumpulkan dan menyiapkan bahan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi dari masing-masing satuan kerja; f.
menyusun laporan neraca SKPD dengan melakukan koordinasi dengan Subbagian Perlengkapan;
g. menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas; h. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
5. Subbagian Perlengkapan Subbagian Perlengkapan mempunyai tugas menyusun rencana kerja, melaksanakan tugas teknis perlengkapan, membuat laporan serta mengevaluasi semua pengadaan dan pemanfaatan barang. Dalam melaksanakan tugas Subbagian Perlengkapan menyelenggarakan fungsi: a. menyusun rencana dan program kerja Dinas Pendapatan; b. menyusun Rencana Kebutuhan Barang Unit (RKBU) Dinas; c. membuat usulan Rencana Kerja Kebutuhan Barang Unit (RKBU) Sekretariat dan Bidang-bidang; d. membuat Daftar Kebutuhan Barang (RKB); e. membuat Rencana Tahunan Barang Unit (RTBU); f.
menyusun kebutuhan biaya pemeliharaan untuk tahun anggaran dan bahan penyusunan APBD;
52
g. menerima
dan
meneliti
semua
pengadaan
barang
pada
Dinas
Pendapatan; h. melakukan penyimpanan dokumen dan surat berharga lainnya tentang barang inventaris daerah; i.
menyusun laporan hasil pelaksanaan tugas;
j.
melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan.
6. Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
administrasi,
pendataan,
penetapan,
keberatan,
penagihan,
pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan. Dalam melaksanakan tugas Bidang I Pajak Hotel dan Hiburan menyelenggarakan fungsi: a. melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; b. melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, penerbitan Surat Ketetapan Pajak Daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Hotel dan Pajak Hiburan; c. melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak; d. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan; e. pengelolaan administrasi urusan tertentu.
7. Bidang II Pajak Restoran dan Parkir Bidang II Pajak Restoran dan Parkir mempunyai tugas melaksanakan pelayanan
administrasi,
pendataan,
penetapan,
keberatan,
penagihan,
pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Restoran dan Pajak Parkir.
53
Dalam melaksanakan tugas, Bidang II Pajak Restoran dan Pajak Parkir menyelenggarakan fungsi: a. melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; b. melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, penerbitan surat ketetapan pajak daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Restoran dan Pajak Parkir; c. melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak; d. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan;pengelolaan administrasi urusan tertentu.
8. Bidang III Pajak Reklame dan Retribusi Daerah Bidang III Pajak Reklame dan Retribusi Daerah mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administrasi, pendataan, penetapan, keberatan, penagihan, pembukuan dan pelaporan Pajak Reklame dan Retribusi Daerah. Dalam melaksanakan tugas, Bidang III Pajak Reklame dan Retribusi Daerah menyelenggarakan fungsi: a. melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; b. melaksanakan pelayanan pendaftaran, pendataan, penetapan, keberatan, penerbitan surat ketetapan pajak daerah, penagihan, pembukuan, verifikasi dan pelaporan Pajak Reklame dan Retribusi Daerah; c. melaksanakan pembinaan sistem manajemen Pengelolaan Pajak; d. melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan; e. pengelolaan administrasi urusan tertentu.
54
9. Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Batuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Batuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok mengendalikan, merencanakan, pengendalian
merumuskan dan
pelaporan
serta serta
melakukan audit
pengembangan,
pajak
dan
evaluasi,
retribusi.
Dalam
melaksanakan tugas, Bidang IV Koordinasi, Pengendalian Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan Pengelolaan Batuan Galian Golongan C, Pajak Daerah dan Bagi Hasil menyelenggarakan fungsi: a. melaksanakan penyusunan rencana kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; b. koordinasi dan pengendalian intensifikasi dan ekstensifikasi; c. mengkoordinasikan dan mengendalikan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak-pajak dan retribusi; d. koordinasi dan pengendalian bagi hasil dan pajak daerah lainnya; e. pengendalian, pelaporan dan verifikasi; f.
melaksanakan koordinasi antara seksi yang berkaitan dengan bidang tugasnya;
g. melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh atasan; h. pengelolaan administrasi urusan tertentu.
55
4.2.
Analisis Kesiapan Pemerintah Daerah Kota Makassar
4.2.1. Peraturan Pengeloaan PBB P2 Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Makassar diserahkan kepada Dinas Pendapatan Daerah melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB). UPTD PBB Dispenda Kota Makassar dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Tehnis Dinas (UPTD) pada Dinas Pendapatan Kota Makassar yang telah dirubah menjadi Peraturan Walikota Makassar Nomor 83 Tahun 2009 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Pendapatan Kota Makassar serta Peraturan Walikota Makassar Nomor 74 Tahun 2006 tentang Uraian Tugas Jabatan Non Struktural Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Pendapatan Kota Makassar yang diharapkan dapat lebih meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas-tugas pengelolan Pajak Bumi dan Bangunan. Kemudian pada pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menjadi pajak daerah pada tahun 2013 yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi serta Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 02 Tahun 2012 tentang Pajak Daerah Kota Makassar, UPTD PBB berusaha untuk memaksimalkan peningkatan kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelayanan terhadap masyarakat berdasarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 50 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Makassar yang diharapkan dapat meningkatkan Penghasilan Asli Daerah dari sektor Pajak Bumi dan
56
Bangunan (PBB) sehinnga pembangunan di Kota Makassar lebih cepat dari sebelumnya.
4.2.2. Kerjasama dengan Pihak Lain Suksesnya peralihan dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) ini bukan cuma ada di tangan Pemerintah Kota Makassar khususnya Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar, tetapi juga bergantung pada pihak-pihak lain. Kerjasama dengan pihak-pihak lain inilah yang diharapkan akan menjadi faktor pendukung dalam menyukseskan peralihan dan pengelolaan PBB P2. Sejauh ini Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar telah melakukan kerjasama dengan Direktorat Jedral Pajak, tiga bank, dan satu kantor pos. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sangat membantuh proses peralihan ini, DJP terus melakukan pendampingan, terus mengikuti perkembangan, dan melakukan asistensi serta membantu proses persiapan sampai pengelolaan PBB P2 ini nantinya. Mengingat PBB P2 ini dulunya dikelolah oleh DJP, maka memang sewajarnyalah Dispenda Kota Makassar terus meminta bimbingan dan pendampingan dari DJP. Dengan pengalaman yang dimiliki oleh DJP ini diharapkan akan memberikan bantuan dan masukan-masukan yang sangat berarti bagi Dispenda Kota Makassar. Kerjasama dengan tiga bank dan satu kantor pos ini terkait dengan tempat pembayaran PBB P2 ini nantinya. Pembayaran PBB P2 nantinya bisa dilakukan di tiga bank dan satu kantor pos ini. Ketiga bank tersebut yaitu Bank Sulselbar, Bank Tabungan Negara (BTN) dan Bank Nasional Indonesia (BNI)
57
serta satu kantor pos yaitu PT. Pos Indonesia. Memang sampai saat peneliti melakukan penelitian pada bulan Maret, belum ada perjanjian antara Dispenda melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) dengan ketiga bank dan satu kantor pos tersebut. Namun berdasarkan informasi yang didapatkan, perjanjian kerjasama ini akan disepakati dan akan segara dilakukan proses penandatanganan kerjasama. Saat ini dengan belum adanya kesepakatan
kerjasama
tersebut,
maka
Dispenda
melalui
UPTD
PBB
menyediakan tempat/loket pembayaran di salah satu ruangan pada Kantor Dispenda di Jl. Urip Sumiharjo No.8. Namun loket ini rencananya hanya melayani pembayaran pajak sementara yang telah menunggak sebelum proses peralihan dan ketika proses penandatanganan kerjasama Dispenda dengan pihak lain sudah selesai, maka Dispenda melalui UPTD PBB ini tidak lagi menerima pembayaran PBB P2, melainkan hanya melakukan proses administrasi saja dan pembayaran PBB P2 bisa dilakukan di ketiga bank dan kantor pos yang telah ditunjuk tersebut.
4.2.3. Sarana Prasarana yang Dibutuhkan dalam Pengeloaan PBB P2 Nantinya tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) dalam mengoptimalkan potensi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkait dengan proses administrasi, maka komponen penting yang harus dipenuhi adalah sarana prasarana yang memadai. Sarana prasana ini terdiri dari ruangan atau gedung yang digunakan sebagai tempat para pegawai yang menjalankan tugas
58
pemungutan PBB P2 dan peralatan yang digunakan oleh pegawai untuk mengelolah PBB P2 ini. Dispenda memberikan salah satu ruangan yang ada di Kantor Dispenda Kota Makassar Jl. Urip Sumiharjo No.8 sebagai tempat para pegawai UPTD PBB yang mengelolah pungutan PBB P2 ini. Adapun peralatan yang ada di dalam ruangan itu cukup memadai karena perangkat keras (hardware) yang dibutuhkan untuk mengelolah PBB P2 ini sudah tersedia dan dilengkapi pula dengan dukungan perangkat lunak (software) yang memadai. Pengelolaan PBB P2 membutuhkan perangkat keras (hardware) seperti server, Personal Computer (PC), network, high speed printer, printer, scanner, alat ukur, dan kamera. Dibutuhkan pula perankat lunak (software) seperti Operating System (OS), database, pemetaan (mapinfo), aplikasi SISMIOP, dan aplikasi SIG. Semua perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB P2 seperti yang disebutkan di atas telah dimiliki oleh UPTD PBB. Tabel 4.1. Daftar Perangkat Keras Pengelolaan PBB P2 yang Dimiliki UPTD PBB No.
Nama Perangkat Keras
Jumlah
1.
Server
1 buah
2.
Personal Computer (PC)
11 buah
3.
Network
1 buah
4.
High Speed Printer
3 buah
5.
Printer
6 buah
6.
Scanner
2 buah
7.
Alat Ukur
1 buah
8.
Kamera
1 buah
Sumber data: Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan
59
4.2.4. Organisasi dan Sumber Daya Manusia 4.2.4.1. Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) 1. Visi dan Misi UPTD PBB Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) di Kota Makassar dilaksakan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB). Adapun visi UPTD PBB, yaitu: Menjadi Unit
Pelaksana
Teknis Dinas yang
menyelenggarakan
sistem
administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi dengan berorientasi kepada Kepuasan Pelayanan Publik. Misi Unit Pelaksana Tehnis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB), yaitu sebagai berikut. a. Meningkatkan penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
yang
mampu
mewujudkan
kemandirian
pembiayaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. b. Meningkatkan Kualitas Pelayanan kepada masyarakat. c. Memantapkan kinerja sumber daya manusia dan organisasi. d. Menjalin jejaring kerja (networking) dan koordinasi secara sinergis di Bidang Pendapatan Daerah.
60
2. Struktur Organisasi UPTD PBB Ka. UPTD PBB A.MAPPANYUKKI, S.IP, M,Si NIP. 19730625 199303 1 004
Ka. TATA USAHA UPTD PBB A.IWAN BAU DJEMMA, SH NIP. 19700920 199603 1003
CHAERUL SUSANTO A, S.STP PUTRI WULANDARI M. ISMET SURANDAR B.
PENGELOLAH DATA INFORMASI
PENDATAAN DAN PENILAIAN
KEBERATAN DAN PENGURANGAN
PENERIMAAN DAN PENAGIHAN
PELAYANAN DAN PENETAPAN
SYARIFUDDIN SALEH, S.IP, M.Si NIP. 19730913 199311 1 002
ADRIYANTO ADNAN, S.IP NIP. 19850221 200506 1 001
Drs. H. THABRANI, MM NIP. 19650110 199103 1 011
BURHANUDDIN, SE NIP. 19721119 199303 1 009
Hj. NURLINA, SE NIP. 199101 19601231 2 004
SYAMSINAR ABUNAWAS Hj. SITTI HAFSAH, SE ISWAHYUDI BADAWING MARSI SISONG MUH. WAHYULIN WAHYUDI DAUD REZKY AJENG PRATIWI HELMI SUSILAWATI
SYAFRIN MD NINING SULATRI A.AMRAN. M,SE SYAHRUL ASQA SULTAN SAMSUL
A.R. SAMOLA, SE DIANA A.MUH. ADNAN ARFANDI IDRIS ANDI MASKAPEN LAODE M. ISMAIL
BASO MUH. IQBAL H. M. M. ARAS HALID MUH. IMRAD AMBI OKEFINA FELISIA ANWAR, SE
A.DARMAWATI, SE, MM THAMRIN AGUS SALIM A. R RATNAWATI SURIBA ANDRIANI, A.Md CRISTIYONO A.P
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar
61
3. Tugas Koodinator UPTD PBB a. Bagian pengelolahan data informasi a) Mengkoordinasikan urusan penatausahaan data masukan dan keluaran, pengelolaan data dan penyajian informasi dengan cara pembentukan dan pemeliharaan master file, perekaman, up dating, back up, transfer, recovery, dan analisa serta memproduksi data keluaran dalam rangka analisis dan penyajian informasi Pajak Bumi dan Bangunan; b) Melakukan pengolahan data yang didapatkan dari pengumpulan data dari kecamatan dan kelurahan yang dikirim dari fungsi pendataan dan penilian; c) Mengoreksi hasi pengolahan data yang disajikan dalam bentuk cetakan (print out) computer dan meng-upload data/informasi ke computer (Bank Data Lokal); d) Mengimput data/mengirimkan data/informasi dalam bentuk cetakan (print out) computer/CD-Rom/diket/tape/intranet/media lainnya kepada Kepala UPTD PBB; e) Melaksanakan kegiatan perekaman data, memproduksi Daftar Hasil Rekaman (DHS), validasi Daftar Hasil Rekaman (DHS, up dating, back up); f) Memantau pelaksanaan pembentukan master file dengan cara meneliti dan menandatangani Buku Register Pengawasan Pengelolan Data; g) Menerima data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dari funsi pendataan dan penilaian serat dari seksi penetapan sebagai bahan pemeliharaan master file;
62
h) Mengkoordinasikan kegiatan produksi data keluaran antara lain berupa: Zona Nilai Tanah (ZNT), Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB),
SPPT,
Pengurangan,
STTS,
SKP,
SK
STP,
DHKP,
Penyelesaian
SK
Pemberian
Keberatan,
SK
Pembetulan/Pembatalan SPPT/SKP/ STP, hasil pembetulan DHKP, STTS serta data keluaran lainnya yang diperlukan; i)
Melaksanakan kegiatan perekaman Rekapitulasi Laporan Mimgguan Penerimaan (RLMP) Pajak Bumi dan Bangunan dan perekaman tanda terima SPPT/SKP/STP;
j)
Melaksanakan tugas pencetakan data himpunan data sisa pajak terutang Bumi dan Bangunan sebagai bahan penerbitan surat Tagihan Pajak (STP);
k) Membuat laporan berkala fungsi pengelolaan data dan informasi serta menyampaikannya kepada Kepala UPTD PBB.
b. Bagian pendataan dan penilaian a) Mengkoordinasikan pendataan objek dan subjek, penilaian objek pajak, dan pengumpulan data potensi pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b) Melaksanakan kegiatan penelitian pendahuluan dan menerima hasil penelitiannya; c) Menerima hasil kegiatan penelitian pendahuluan yag dilaksanakan oleh pelaksana penilaian PBB yang telah didisposisis oleh Kepala Tatat Usaha UPTD PBB berdasarkan renana kerja yang dibuat fungsi pendatan dan penilaian;
63
d) Melakukan
pemutakhiran
data
untuk
melaksanakan
urusan
pendaftaran objek dan subjek PBB; e) Melakukan pemutakhiran data untuk mengidentifikasi objek dan subjek PBB yang akan didata, dan berkoordinasi dengan fungsi penetapan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi; f) Menerima, meneliti, dan menyampaikan konsep surat teguran Kepala UPTD PBB kepada Wajib Pajak yang belim mengembalikan SPOP; g) Menugaskan fungsi pelaksana pemutakhiran data untuk membuat daftar Wajib Pajak yang akan diterbitkan SKP; h) Menerima, meneliti, menandatangani, dan menyampaikan daftar Wajib Pajak yang akan diterbitkan SKP dan menyampaikan kepada fungsi penetapan; i)
Menatausahakan hasil pendaftaran objek dan subjek PBB, dan menyerahkannya kepada seksi pemgolahan data dan informasi sebagai bahan penyususan master file;
j)
Melakukan pemutakhiran data untuk menghimpun perubahan bidang objek pajak dari kegiatan Pelayanan Satu Tempat (PST) serat melakukan pemutakhiran peta SIG;
k) Membuat laporan dan meneliti hasil kegiatan pemutakhiran peta SIG serat menyampaikan laporannya kepada Kepala UPTD PBB; l)
Menyampaikan laporan berkala fungsi pendataan dan penilaian kepada Kepala UPTD PBB.
c. Bagian keberatan dan pengurangan a) Menerima surat pengajuan keberatan, pengurangan, dan banding untuk mengadakan penelitian administrasi atas data wajib pajak yang
64
mengajukan keberatan yang sudah didisposisi Kepala Tata Usaha UPTD PBB; b) Mengkoordinasikan penyelesaian keberatan, pengurangan, uraian banding,
pengurangan
sanksi
administarsi
serta
pemeriksaan
sederhana atas permohonan keberatan dan pengurangan PBB, serta pengurangan sanksi PBB sesuai ketentuan yang berlaku; c) Membuat daftar pelaksana keberatan, pengurangan dan banding wajib pajak yang mengajukan keberatan yang perlu diteliti di lapangan; d) Meneliti
dan
memparaf
permohonan
pengajuan
keberatan,
pengurangan, dan banding wajib pajak dan menyampaikannya kepada Kepala Tata Usaha UPTD PBB; e) Membuat
konsep
surat
pengantar
untuk
mengirimkan
surat
permohonan keberatan, pengurangan, dan banding wajib pajak yang sesuai aturan dan kewenangan yang harus di teruskan kepada Kepala UPTD PBB; f) Menyampaikan
berkas
konsep
penyelesaiaan
permohonan
keberatan, pengurangan, dan banding dari hasil penelitian kepada Kepala UPTD PBB.
d. Bagian penerimaan dan penagihan a) Mengkoordinasikan dan meneliti urusan tata usaha penerimaan, restitusi, kompensasi serta pemantauan penyetoran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
65
b) Membuat laporan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan setiap minggu untuk disampaikan dan dikoorninasikan ke kecamatan dan kelurahan; c) Mengkoordinasikan penatausahaan piutang pajak, penagihan, dan pembuatan usul penghapusan piutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); d) Membuat surat teguran kepada WP dalam rangka penagihan aktif PBB; e) Meneliti dan memaraf konsep surat teguran kepada Wajib Pajak yang telah
jatuh
tempo
dan
belum
melunasi
pajaknya
serta
menyampaikannya kepada Kepala UPTD PBB; f) Membuat laporan berkala fungsi penerimaan dan penagihan kepada Kepala UPTD PBB.
e. Bagian pelayanan dan penetapan a) Menyusun rencana kerja koordinator pelayanan sebagai bahan penyusunan konsep rencana kerja fungsi pelayanan; b) Menyiapkan berkas permohonan yang dibutuhkan oleh wajib pajak; c) Menerima permohonan dari Wajib Pajak Bumi dan Bangunan untuk diteliti maksud dan kelengkapan berkas; d) Menyimpulkan berkas permohonan yang yang telah diteliti untuk diteruskan kepada koordinator pelaksana pengelola data dan informasi untuk pelaksanaan perekaman; e) Menyampaikan berkas konsep penyelesaian permohonan dari hasil penelitian kepada Kepala Tata Usaha UPTD PBB;
66
f) Membuat laporan berkala fungsi pelayanan serta menyampaikannya kepada Kepala UPTD PBB.
4.2.4.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
merupakan
faktor
yang
sangat
menentukan dalam tercapainya tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi. Begitu pula dalam menyukseskan peralihan dan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), SDM merupakan hal yang memiliki peran sangat dominan. Melihat peran besar yang dimiliki oleh SDM, maka banyak pertimbangan
yang
dilakukan
oleh
Dispenda
untuk
menganalisa
dan
menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan dalam mengelolah PBB P2. Pertimbangan
yang
dilakukan
oleh
Dispenda
dalam
menganalisa
dan
menentukan jumlah SDM yang dibutuhkan dengan melihat kegiatan apa dan jenis-jenis kegiatan serta jumlah volume kegiatan yang dilakukan dalam mengelolah PBB P2 ini. SDM yang direkrut dalam pengelolaan PBB P2 ini dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, yang berasal dari pegawai di lingkungan Dispenda sendiri. Perekrutan SDM dilakukan oleh Dispenda dengan melihat keahlian atau kompetensi khusus yang dimiliki oleh pegawai yang ada di lingkungan Dispenda yang dianggap sesuai dengan yang dibutuhkan dalam mengelolah PBB P2. Jumlah SDM yang direkrut untuk mengelolah PBB P2 pada UPTD PBB sebanyak 41 orang. Peningkatan kualitas SDM juga dilakukan oleh Dispenda dengan memberikan kesempatan kepada empat orang pegawai yang telah direkrut untuk melakukan studi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada bagian
67
penilaian dan operator console masing-masing dua orang, kemudian sisanya tetap mendapatkan pelatihan atau asistensi dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Keempat pegawai yang melanjutkan studinya di STAN itu rencananya akan kembali mengabdi ke Dispenda setelah menyelesaikan studinya pada bulan September nanti. Keempat pegawai ini nantinya diharapkan bisa menjadi leader dan berbagi pengetahuan kepada pegawai-pegawai yang lain. Sampai saat ini evaluasi jumlah pegawai yang dibutuhkan tetap dilaksanakan, tidak menutup kemungkinan jumlah pegawai akan bertambah dan bisa saja perekrutan bukan hanya berasal dari lingkungan Dispenda sendiri, tapi berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya yang ada di Kota Makassar. Perekrutan kembali ini tergantung pada perkembangan kedepan berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan.
4.2.5. Proses Sosialisasi Sosialisasi peralihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah merupakan salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan faktor yang lain dalam rangka menyukseskan pengeloloan PBB P2 ini. Melihat hal tersebut, maka Dispenda melakukan sosialisasi kepada masyarakat hampir setiap hari melalui media cetak dan elektronik. Dispenda juga pernah melakukan kegiatan sosialisasi di Hotel Clarion pada bulan Januari yang lalu. Diharapkan dengan adanya sosialisasi setiap hari di media, maka masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam mendukung suksesnya peralihan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) ini. Dukungan masyarakat merupakan hal yang sangat penting disamping pengelolah PBB P2 yaitu Unit
68
Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB), karena masyarakatlah yang menjadi objek sedangkan UPTD PBB menjadi subjek dalam menyukseskan peralihan pengelolaan PBB P2 ini.
4.3.
Kendala-Kendala
yang
Masih
Dihadapi
dalam
Peralihan
Pengelolaan PBB P2 Berdasarkan informasi yang didapatkan dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB), sejauh ini belum banyak kendala berarti yang dihadapi. Hampir setiap hari memang mereka mendapatkan masalah dan kendala, tetapi sejauh ini sebagian besar masih bisa teratasi, baik yang diatasi oleh oleh UPTD PBB sendiri maupun dengan bantuan dari pihak lain seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Adapun kendala-kendala yang masih dihadapi UPTD PBB dalam proses persiapan dan pengelolaan PBB P2 ini, yaitu sebagai berikut. 1. Masalah yang Berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM) Adapun kendala-kendala yang dihadapi terkait dengan SDM, yaitu sebagai berikut. a. Kendala dalam menentukan jumlah pegawai yang nantinya menjadi pengelola Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2). Adanya evaluasi yang dilakukan secara terus menerus terkait dengan jumlah pegawai yang dibutuhkan dalam mengelolah PBB P2 dengan melihat perkembangan proses kerja dan kinerja pegawai yang telah direkrut. Ketika kinerja para pegawai dianggap masih kurang
69
maksimal atau masih dibutuhkannya kompetensi khusus atau keahlian terhadap suatu tugas yang belum dimiliki oleh pegawai yang direkrut, maka akan dilakukan perekrutan kembali yang bukan hanya berasal dari lingkungan Dispenda sendiri, tapi bisa juga berasal dari Satuan Kerja Perangkat Daerah lainnya yang ada di Kota Makassar. b. Adanya empat pegawai yang melanjutkan studi dan baru bisa bergabung pada bulan September ini juga menjadi salah satu kendala yang bisa mengganggu kinerja UPTD PBB karena posisi yang mereka tempati cukup penting dan berpengaruh.
2. Adanya Proses Pendataan Ulang atau Penilaian Terhadap Lima Kecamatan Proses pendataan ulang ini memberikan tugas ekstra kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB). Pendataan
ulang
Biringkanaya,
itu
dilakukan
Tamalate,
di
Tamalanrea,
lima
kecamatan
Manggala,
dan
antara
lain
Rappocini.
Perkembangan di lima kecamatan ini membuat Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di daerah ini mengalami peningkatan sehingga perlu dilakukan proses penilaian ulang. Proses penilai ini merupakan suatu kendala tersendiri dari UPTD PBB mengingat banyak hal yang harus mereka pertimbangkan dalam menentukan nilai NJOP dan pegawai sebanyak dua orang yang melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada bagian penilaian baru akan bergabung pada September tahun 2013.
70
4.4.
Target Penerimaan pada Tahun Pertama Pengelolaan Penentuan target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan (PBB P2) pada tahun pertama pengelolaan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Makassar melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) berdasarkan pada realisasi penerimaan beberapa tahun yang lalu ketika PBB P2 ini masih dikelolah oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Realisasi penerimaan PBB P2 beberapa tahun yang lalu dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Realisasi Penerimaan PBB P2 2010-2012 No.
Kecamatan
2010 (Rp)
2011 (Rp)
2012 (Rp)
1
MAMAJANG
2.360.209.237
2.546.891.530
2.983.173.055
2
MARISO
2.095.559.834
2.587.236.129
2.592.725.099
3
BIRINGKANAYA
6.221.559.587
6.367.785.403
7.146.305.445
4
MAKASSAR
2.973.840.985
3.225.711.173
3.804.323.090
5
TAMALATE
6.963.016.731
7.932.204.367
8.912.358.480
6
TAMALANREA
8.785.471.217
8.464.662.611
9.789.332.649
7
TALLO
2.997.137.083
2.996.072.114
3.440.272.642
8
UJUNG TANAH
692.049.867
676.475.878
703.797.848
9
UJUNG PANDANG
6.161.703.983
7.227.688.030
8.022.591.237
10
WAJO
5.021.551.907
5.076.511.545
5.662.579.528
11
BONTOALA
2.143.097.433
2.161.966.301
2.347.897.314
12
MANGGALA
1.946.307.313
2.265.005.280
2.791.325.344
13
PANAKUKANG
14
RAPPOCINI
15
KAWASAN
10.383.571.668 11.055.383.511 14.215.714.852 6.351.642.673
6.492.265.409
8.306.554.550
478.249.912
407.603.354
3.017.597.185
PELABUHAN JUMLAH
65.574.969.430 69.483.462.635 83.736.548.318
Sumber data: Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan
71
Melihat perkembangan jumlah penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dari tahun 2010 sampai 2012 yang terus mengalami peningkatan dari Rp 65.574.969.430, kemudian Rp 69.483.462.635, sampai Rp 83.736.548.318, maka UPTD PBB menargetkan jumlah penerimaan PBB P2 sebesar Rp 77.837.689.000 di tahun 2013. Target yang ditetapkan oleh UPTD PBB memang tidak terlalu tinggi, mengingat tahun ini tahun pertama pengelolaan dan di dalam tahap ini masih banyak yang perlu disesesuaikan serta masih dalam proses pembelajaran untuk lebih baik lagi di tahun-tahun berikutnya.
BAB V PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
1. Mengoptimalkan persiapan peralihan akan sangat membantu dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) nantinya. Persiapan yang baik dan matang akan membuat pengelolaannya bisa berjalan dengan baik pula tanpa menghadapi kendala-kendala yang begitu berarti, yang pada akhirnya diharapkan bisa menggali potensi PBB P2 ini sehingga akan semakin meningkatkan perolehan pajak daerah Kota Makassar dan akan menjadi salah satu kekuatan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang akan menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar, sehingga pembangunan di Kota Makassar akan lebih cepat dari sebelumnya. Melihat langkah-langkah persiapan yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar untuk mengelolah PBB P2 yang terkait dengan penyiapan peraturan tentang pengelolaan PBB P2, kerjasama dengan
pihak
organisasi dan
lain,
pengadaan
perekrutan
sarana
Sumber
prasarana,
Daya Manusia
pembentukan (SDM)
yang
mengelolah PBB P2 serta proses sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait, maka sejauh ini Pemerintah Kota Makassar sudah siap untuk mengelolah PBB P2 ini walaupun masih memiliki banyak kendala dan kekurangan yang akan terus dievaluasi dan diperbaiki ke depannya.
72
73
2. Kendala-kendala yang masih di hadapi oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan (UPTD PBB) Dinas Pendapatan Daerah, yaitu sebagai berikut. a. Masalah yang berkaitan dengan Sumber Daya Manusia (SDM), yaitu tentang penentuan jumlah pegawai yang nantinya menjadi pengelola Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan empat pegawai yang melanjutkan studi dan baru bisa bergabung pada bulan September tahun 2013 juga menjadi salah satu kendala yang bisa mengganggu kinerja UPTD PBB karena posisi yang mereka tempati cukup penting dan berpengaruh. b. Adanya proses pendataan ulang atau penilaian terhadap lima kecamatan yang membuat UPTD PBB memiliki tugas ekstra. Proses penilai ini merupakan suatu kendala tersendiri dari UPTD PBB mengingat banyak hal yang harus mereka pertimbangkan dalam menentukan nilai NJOP dan pegawai sebanyak dua orang yang melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) pada bagian penilaian baru akan bergabung pada September tahun 2013.
5.2.
Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini, peneliti memiliki pembahasan yang terbatas.
Pembahasan hanya mengenai kesiapan Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sebagai pajak daerah yang terkait dengan kesiapan peraturan pengelolaan PBB P2, kerjasama dengan pihak lain, sarana prasarana yang dibutuhkan dalam pengelolaan PBB P2, kesiapan organisasi dan Sumber Daya
74
Manusia (SDM), dan proses sosialisasi yang dilakukan serta kendala-kendala yang masih dihadapi Pemerintah Kota Makassar dalam menyambut pengelolaan PBB P2 sebagai pajak daerah. Ruang lingkup dalam penelitian ini, hanya dilakukan pada tingkat pengelolah PBB P2 yaitu Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan. Peneliti tidak melakukan penelitian di tingkat kecamatan dan kelurahan, di mana tingkatan tersebut juga memiliki pengaruh terhadap tingkat kesiapan pelaksanaan pengelolaan PBB P2. Oleh karena itu, diharapkan pada penelitian berikutnya yang akan membahas topik yang sama, agar memperluas ruang lingkup penelitiannya.
5.3.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang bisa
diberikan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut. 1. Kerjasama yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Unit Pelaksana Teknis Dinas Pajak Bumi dan Bangunan Dinas Pendapatan Daerah Kota Makassar dengan pihak-pihak yang terkait harus segera dirampungkan atau proses penandatanganan kesepakatan kerjasama harus segera dilakukan, mengingat proses pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) sudah bisa dilakukan pada bulan April. 2. Pemerintah Kota Makassar melalui UPTD PBB seharusnya tidak hanya melakukan kerjasama dengan pihak bank dan kantor pos tempat pembayaran PBB P2, tetapi juga melakukan kerjasama atau koordinasi
75
dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris, karena pihak-pihak tersebut bisa membantu kesuksesan pengelolaan PBB P2, mengingat pihak-pihak ini memiliki pengetahuan atau informasi mengenai objek dari PBB P2 ini. 3. Pengelolaan PBB P2 mungkin lebih baik lagi jika Sumber Daya Manusia (SDM) yang direkrut untuk mengelolah PBB P2 ini tidak hanya berasal dari pegawai di lingkungan Dispenda, tetapi juga berasal dari luar yang memang mengerti mengenai Pajak Bumi dan Bangunan. 4. Sosialisasi mengenai PBB P2 harus sering diadakan, karena selama tahun 2013 baru satu kali sosialisasi itu dilaksanakan ke seluruh lapisan masyarakat dan proses sosialisasi itu harus dilaksanakan mulai dari lingkungan internal Pemerintah Kota Makassar sampai kepada asosiasi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau notaris, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan masyarakat selaku wajib pajak.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Keuangan. 2009. Pendaerahan Pajak Bumi dan Bangunan, (Online), (http://www.bppk.depkeu.go.id/webpajak/index.php/artikel/okpbb/1082-pendaerahan-pbb, diakses 18 Oktober 2012). Dewi, Yulitasari Mila. 2011. Analisa Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Pengalihan Pengelolaan PBB P2 dan BPHTB Sebagai Pajak Daerah. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Program Magister fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Diana, Anastasya. dan Setiawati, Lilis. 2009. Perpajakan Indonesia: Konsep, Aplikasi, dan Penentuan Praktis. Yogyakarta: Andi. Farida, Ai Siti. 2011. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. Jhingan, M.L. 2012. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2012. Pelengkap Buku Pegangan Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah: Kebijakan Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Mardiasmo. 2011. Perpajakan: Edisi Revisi 2011. Jakarta: Andi. Mediaty dkk. 2012. Kesiapan Pemerintah Daerah dalam Rangka Pengalihan PBB-P2 sebagai Pajak Daerah pada Kabupaten/Kota Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Universitas Hasanuddin. Nuryanti, Dewi. 2012. Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif, (Online),(http://www.dewinuryanti.com/2012/12/data-kualitatifpengertiandata-kualitatif-kuantitatif.html, diakses 27 Januari 2013). Peraturan Kota Makassar Nomor 40 Tahun 2009 tentang Uraian Tugas Jabatan Struktural pada Dinas Pendapatan Kota Makassar. 2009. Makassar: Sekretaris Daerah Kota Makassar. Rangkasa, Edgar. dan Zainuddin. 2012. Defenisi dan prinsip Otonomi Daerah, (Online),(http://www.phylopop.com/2012/05/definisi-dan-prinsip-otonomidaerah.html, diakses 22 November 2012).
76
77
Ronalyw. 2013. Optimalkan Potensi PBB di Tahun Pertama, (Online), (http://m.beritakotamakassar.com/index.php/wawancara/2526optimalkan -potensi-pbb-di-tahun-pertama.hml, diakses 30 Januari 2013) Sekaran, Uma. 2010. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba empat. Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah: 1. Supriyanto, Heru. 2012. Peluang dan Tantangan Pengalihan PBB P2 dan BPHTB,(Online),(http://www.formasi.com/index.php?page=showartikel&i d=9, diakses 13 Desember 2012). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. 1985. Jakarta: Menteri Negara Sekertaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 1999. Jakarta: Menteri Negara Sekertaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 2007. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 2009. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 2004. Jakarta: Sekertaris Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah RI tentang Perpajakan. Bandung: Citra Umbara. Wahyuni, Dian. 2010. Persiapan Pemerintah Menghadapi Peralihan Pajak Bumi dan Bangunan dari Pajak Pusat menjadi Pajak Daerah (Studi Kasus jabodetabek). Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Waluyo. 2009. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.