EVALUASI PELAKSANAAN ADMINISTRASI PERPAJAKAN DALAM PENGELOLAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN DI KOTA PEKANBARU Tanika Mayang Sastra1 dan Inayati2 1. 2.
Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Departemen Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai evaluasi pelaksanaan administrasi perpajakan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pekanbaru. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang proses berjalannya administrasi perpajakan pengelolaan PBB-P2 yang telah dilaksanakan di Kota Pekanbaru setelah kurang lebih dua tahun. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi lapangan, yakni wawancara dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan administrasi perpajakan di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Pekanbaru yang mencakup indikator struktur organisasi, sumber daya manusia, sumber daya finansial, sistem informasi, serta proses dan prosedur administrasi pelayanan masih belum berjalan efektif dan efisien, karena masih terdapat hambatan–hambatan terkait komunikasi dan koordinasi dengan pihak Camat, Lurah, RW, dan RT, keterbatasan sumber daya manusia baik dari segi kuantitas maupun kualitas, tidak tersedianya tenaga penilai dan alat teknologi untuk penelitian lapangan, dan kurang oprtimalnya pelayanan yang diberikan oleh petugas Dispenda kepada Wajib Pajak. Kata Kunci: Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; Administrasi Perpajakan; Evaluasi.
Evaluation of Tax Administration on Rural and Urban Property Tax in Pekanbaru Abstract This undergraduate thesis focused on the evaluation of tax administration on rural and urban property tax (PBBP2) in Pekanbaru. The study was conducted to provide insight about the tax administration process of rural and urban property tax that have been implemented for about two years in Pekanbaru. This undergraduate thesis used a qualitative approach through field study (interview) and literature study for data collection. The result showed that the implementation of tax administration in Local Department of Regional Income (Dispenda), Pekanbaru, that viewed of some indicators, such as the organization structure, human resources, financial resources, information system, and the process and procedure of administration services still do not operate effectively and efficiently. This is due to several constraints, which are troubles on communication and coordination with heads of respective districts and sub-districts, and even from the local neighborhood, the limitation of human resources, both in terms of quantity and quality, the unavailability of appraisers and technologies for field research, and also the services that are provided by Dispenda’s employees to tax payers are not optimal. Key Words: Property Tax on Rural and Urban Sector; Tax Administratio; Evaluation.
Pendahuluan Dewasa ini, ada kecenderungan umum di seluruh dunia bahwa ada tuntutan yang lebih besar terhadap penguatan pemerintahan daerah. Penguatan ini diwujudkan dengan kebijakan
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
desentralisasi. Daerah yang telah menjalankan desentralisasi, berarti telah berubah menjadi daerah otonom dan memilik otonomi daerah. Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah berwujud pada pemberian kewenangan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundangundangan (Abimanyu & Megantara, 2009). Sebagai bentuk tindak lanjut dari kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah pusat melakukan penyerahan dua pajak pusat menjadi pajak daerah yakni Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disingkat BPHTB. Bentuk kebijakan tersebut dituangkan ke dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan pernyataan bahwa PBB-P2 menjadi salah satu jenis pajak daerah yang dikelola oleh kabupaten/kota. Dalam hal ini, peneliti memfokuskan pembahasan pada pengalihan pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru merupakan salah satu daerah yang menerima pengalihan PBB-P2 pada tahun 2012, yakni tahun kedua PBB-P2 dialihkan ke daerah. Pekanbaru merupakan kota dengan jumlah penduduk terbesar di Provinsi Riau. Pada tahun 2011, jumlah penduduk Kota Pekanbaru mencapai 937.939 jiwa. Selain itu, luas bumi dan bangunan yang berada di Kota Pekanbaru terus bertambah tiap tahun (Fitri, 2011). Dalam hal ini, Dispenda Kota Pekanbaru menyatakan bahwa antusias warga dalam membayar pajak, terutama PBB cukup tinggi setelah pemungutuan PBB-P2 dialihkan. Hal tersebut dibuktikan dengan Wajib Pajak PBB yang datang ke Kantor Dispenda sebanyak lebih dari 80 orang perharinya untuk menyetorkan PBB. (www.antarariau.com, diakses 28 Oktober 2013). Namun, jumlah peningkatan Wajib Pajak dalam membayar PBB ternyata tidak disambut dengan kualitas pelayanan yang baik dari Dispenda Kota Pekanbaru. Meskipun kesadaran Wajib Pajak dalam hal melakukan pembayaran sudah meningkat, namun pelayanan yang diberikan pihak Dispenda tidak seperti yang diharapkan (www.riau24.com, diakses 08 Maret 2014). Fenomena terkait administrasi tidak hanya terjadi pada kualitas layanan, tetapi juga pada sistem informasi, yakni hilangnya database Wajib Pajak PBB yang menyebabkan Wajib Pajak harus membayar kembali PBB untuk beberapa tahun terakhir (m.riaupos.co, diakses 15 November 2013). Lalu juga menyangkut masalah ketersediaan sumber daya manusia. Dispenda memiliki jumlah pegawai terbatas sekitar 20 pegawai. Maka dari itu, kualitas layanan yang diberikan belum maksimal (Bappeda Kota Pekanbaru, 2014). Hal ini bertentangan dengan teori adminitrasi perpajakan yang dikemukakan oleh Rosdiana dan
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Irianto (2012, 105) yang menyebutkan bahwa administrasi perpajakan mempunyai peran yang penting dalam rangka menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan. Selain administrasi perpajakan, pengalihan pengelolaan PBB-P2 juga berkaitan dengan jumlah realisasi penerimaan daerah. Hal ini dapat dilihat dalam dalam tabel dibawah ini. Tabel 1. Realisasi Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru Tahun 2011-2013
No.
Uraian Penerimaan
Pendapatan Daerah 1 1.1
Pendapatan Asli Daerah Dinas Pendapatan Daerah
2011 (Rp Milyar)
Tahun 2012 (Rp Milyar)
1.544
1.960
231,255
312,234
2013 (Rp Milyar) 1.997 372,758
146,04
224,484
245,976
1.1.1
Pajak Hotel
12,91
17,435
19,480
1.1.2
Pajak Restoran
20,18
30,811
37,289
1.1.3
Pajak Hiburan
4,788
6,259
7,825
1.1.4
Pajak Reklame
8,538
9,865
10,980
1.1.5
Pajak Penerangan Jalan
47,2
47,146
56,650
1.1.6
Pajak Pengambilan Bahan Galian Gol. C
0,227
0,215
0,233
1.1.7
Pajak Parkir
4,473
7,197
7,635
1.1.8
Pajak Air Bawah Tanah
-
0,664
0,828
1.1.9
Pajak Sarang Burung Walet
-
-
-
1.1.10
Pajak BPHTB
46,775
61,35
66,707
1.1.11
Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan
38,546
41,048
38,348
Sumber: Data Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru dan Kementerian Keuangan “telah diolah kembali”.
Berdasarkan data Dispenda Kota Pekanbaru, peningkatan pendapatan daerah terjadi dari tahun 2011 ke 2013 yakni dari 1.544 M, ke 1.960 M, lalu mencapai 1.997 M. Untuk penerimaan PBB, dari tahun 2011 pada saat sebelum pengalihan ke tahun 2012, mengalami peningkatan yakni dari 33,546 M menjadi 41,048 M. Hal ini menunjukkan bahwa setelah PBB-P2 dikelola oleh pemerintah daerah, ternyata daerah mampu meningkatkan penerimaan sektor PBB. Namun pada tahun 2013, penerimaan dari sektor PBB Perkotaan menurun menjadi 38,348 M. Lalu juga, menurut data Kementerian Keuangan, realisasi penerimaan PBB-P2 Kota Pekanbaru untuk tahun 2011 adalah 38,5 M dan untuk tahun 2012 adalah 40,8 M, dengan pertumbuhan penerimaan PBB-P2 sebesar 5,96%. Pertumbuhan tersebut masih tergolong kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan realisasi penerimaan kota Bandar Lampung dan Samarinda yang jumlah penduduknya hampir sama dengan Pekanbaru.
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Metode Penelitian Untuk menjawab pertanyaan penelitin tentang bagaimana evaluasi pelaksanaan administrasi perpajakan, dan hambatan-hambatan dalam pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif, deskriptif. Dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan bagaimana proses pelaksanaan administrasi perpajakan dalam pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kota Pekanbaru. Berdasarkan pada tujuan, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan manfaat penelitian murni karena dilakukan hanya untuk kepentingan akademis tanpa disponsori pihak manapun serta dengan waktu penelitian yakni pada bulan Maret hingga Mei 2014. Dalam hal ini teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah studi lapangan dengan wawancara mendalam dengan informan yang terlibat langsung dalam proses pelaksanaan pemungutan PBB-P2 di Kota Pekanbaru, dan studi literatur untuk mengumpulkan data dengan menelusuri dan memelajari bahan yang berasal dari peraturan perpajakan, buku-buku, artikel, jurnal, skripsi, dan situs internet yang mempunyai hubungan dengan evaluasi administrasi perpajakan dalam implementasi kebijakan pengalihan pengelolaan PBB-P2. Selain itu, data sekunder juga didapat melalui penelusursan internet terkait dengan data dan informasi yang dibutuhkan.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Sejak di berlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dua jenis pajak yang sebelumnya merupakan pajak pusat dialihkan menjadi pajak daerah, yakni Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pendaerahan dua jenis pajak pusat tersebut dilakukan sebagai bentuk tindak lanjut pelaksanaan desentralisasi, yang dimana daerah diberi kewenangan untuk memungut pajaknya sendiri. BPHTB telah dialihkan sejak Januari 2011, sedangkan PBB-P2 harus dipungut seluruh daerah pada tanggal 01 Januari tahun 2014 ini, berarti DJP sudah tidak memiliki kewenangan untuk memungut PBB-P2 lagi. Dengan ini berarti PBB-P2 dan BPHTB telah masuk ke dalam ranah kewenangan Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk melakukan seluruh proses pemungutan pajak mulai dari proses pendataan, penilaian, penetapan, pengadministrasian, pemungutan atau penagihan dan pelayanan pemungutan PBB-P2.
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Evaluasi Pelaksanaan Administrasi Perpajakan dalam Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan di Kota Pekanbaru Dalam
menerima
pengalihan
pengelolaan
PBB-P2,
Pemerintah
Daerah
mempersiapkan tiga unsur pokok perpajakan, yakni Peraturan Perpajakan (Tax Law), Kebijakan Pajak (Tax Policy), dan Administrasi Perpajakan (Tax Administration), sebagaimana
disebutkan
dalam
Peraturan
Bersama
Menteri
Keuangan
Nomor
213/PMK.07/2010 dan Menteri Dalam Negeri Nomor 58 Tahun 2010. Dalam hal persiapan peraturan perpajakan, Pemerintah Kota Pekanbaru bersama dengan DPRD menyiapkan Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Kemudian, Perda ditindaklanjuti dengan pengesahan Peraturan Walikota (Perwako). Sejauh ini, terdapat sebelas Perwako yang mengatur tentang sistem dan prosedur pemungutan PBB-P2. Perwako yang sudah ada akan terus dievaluasi oleh Dispenda seiring dengan berjalannya waktu. Agar peraturan yang ada dapat memayungi seluruh proses dan prosedur pemungutan PBB-P2 di Kota Pekanbaru. Dalam beberapa Perwako, disebutkan bahwa seharusnya Perwako ditindaklanjut dengan Keputusan Kepala Dinas yakni berupa Standar Operasi Prosedur (SOP), dan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) di lingkungan kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru (Dispenda). Semua Peraturan dan Kebijakan yang telah dipersiapkan tersebut pada akhirnya hanya akan bisa berjalan jika diperkuat oleh Administrasi Perpajakan (Tax Adminsitration) yang baik. Makanya, dalam tahapan pengalihan PBB-P2 disebutkan pula persiapan dalam hal administrasi. Berdasarkan teori administrasi perpajakan yang dikemukakan oleh Eke dalam Nasucha (2010), administrasi perpajakan akan berjalan secara efisien dan efektif jika dilihat dari kapasitas administrasi perpajakan, yakni struktur organisasi, ketersediaan sumber daya manusia, ketersediaan sumber daya finansial, sistem informasi, serta proses dan prosedur administrasi pelayanan perpajakan. Struktur Organisasi Pertama, dari struktur organisasi di Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Pekanbaru, selama kurang lebih dua tahun pengelolaan PBB-P2 diimplementasikan di Kota Pekanbaru, terdapat dua Perda yang mengatur tentang SOTK. Pada saat awal pengalihan, Dispenda Kota Pekanbaru masih menggunakan SOTK lama, yakni SOTK No. 8 Tahun 2008. Akibatnya Bidang PBB-P2 digabung dengan Tupoksi bidang yang sudah ada di Dispenda Kota Pekanbaru pada saat itu, yakni Bidang Pendataan dan Penetapan yang mana telah memungut sembilan objek Pajak Daerah lainnya. Dengan dialihkannya PBB-P2 dan BPHTB
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
ke daerah, maka Bidang Pendataan dan Penetapan memungut sebelas objek Pajak Daerah. Kondisi ini, sangat sulit untuk memungkinkan terciptanyanya kinerja yang efektif dan efisien dalam Bidang Pendataan dan Penetapan. Jika berfikir secara logis, dalam bidang pendataan dan penetapan hanya memiliki puluhan pegawai, sedangkan yang dikelola adalah sebelas pajak daerah, yang mana masing-masing pajak daerah memiliki ribuan wajib pajak dan objek pajak, 2. Puluhan pegawai dengan ribuan jumlah objek pajak yang ditangani, mengakibatkan pegawai tersebut tidak dapat fokus dalam pekerjaannya, dan pekerjaan menjadi tumpang tindih. Sedangkan menurut konsep administrasi perpajakan yang dilihat dari struktur organisasi, struktur organisasi yang efektif dan efisien adalah struktur organisasi yang pembagian tugas serta tanggungjawab kepada individu maupun bagian-bagian dalam suatu organisasi harus tergambar secara jelas, serta memilki sistem hubungan yang memungkinkan tercapainya komunikasi, koordinasi, dan pengintegrasian. Jika dalam satu bidang menangani sebelas pekerjaan, dan tidak diimbangi oleh SDM yang cukup, maka tugas dan tanggungjawab masing-masing individu atau bidang menjadi tumpang tindih, dan tidak fokus dalam satu pekerjaan. Sehingga, komunikasi, koordinasi, dan pengintegrasian yang baikpun akan sulit tercapai dalam prakteknya. Maka dari itu, pada tanggal 16 Desember 2013 , SOTK No. 9 Tahun 2013 disahkan sebagai bentuk penyempurnaan SOTK lama. Berdasarkan SOTK baru, PBB-P2 dalam struktur organisasi tahun 2014 memiliki bidang tersendiri tanpa perlu digabung lagi dengan sembilan objek pajak daerah lainnya. Adapun tugas daripada Bidang PBB-P2 dan BPHTB adalah melakukan pendaftaran dan penetapan, serta berkontribusi besar bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pekanbaru. Hanya saja, hingga data ini didapatkan, SOP dan SOTK yang telah disahkan pada tanggal 16 Desember 2013 tersebut belum dapat diterapkan karena SOP dan SOTK dikeluarkan secara bersamaan, sehingga masih harus menunggu mutasi atau penempatan Kepala Dinas dan personil baru di Dispenda Kota Pekanbaru. Dengan struktur organisasi yang baru, diharapkan tujuan, target, serta tugas Bidang PBB-P2 menjadi lebih jelas dan terorganisir, sehingga pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 bisa lebih efektif dan efisien. Selain itu, diharapkan juga untuk dapat mengoptimalkan kinerja organisasi, dan memperjelas tugas dan fungsi masing-masing bagian, sehingga dapat menjadikan PBB-P2 sebagai potensi yang cukup besar bagi realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Karena berdasarkan teori administrasi perpajakan yang dikemukakan oleh Caiden (1991:100) dalam Irianto (2009), disebutkan bahwa melakukan pembenahan agar terpenuhinya target penerimaan pajak, dan reformasi internal, seperti pembenahan organisasi,
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
yang meliputi tujuan, target, bentuk struktur, dan kebiasaan organisasi merupakan dua instrumen untuk mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Sumber Daya Manusia (SDM) Dalam mempersiapkan SDM, Dispenda Kota Pekanbaru melakukan dua cara, yakni (1) Mengajukan personil yang dibutuhkan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD), yakni tenaga kerja yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang perpajakan dan ekonomi; dan (2) Meningkatkan pengetahuan pegawai yang sudah ada di Dispenda untuk disiapkan menjadi personil di Bidang PBB-P2, dengan cara memberikan pelatihan, seminar, dan bimbingan teknologi tentang tata cara pelaksanaan pemungutan PBB-P2, memagangkan beberapa pegawai Dispenda ke KPP Pratama, serta adanya kegiatan pendampingan oleh KPP Pratama untuk satu tahun pertama setelah pengalihan. Segala pelatihan tersebut dilakukan demi terwujudnya SDM yang memiliki tingkat keahlian yang memadai. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh Tanzi dan Pallechio dalam IMF Working Paper on The Reform of Tax Adminstration, bahwa dibutuhkan indikator esensial agar reformasi perpajakan sukses. Salah satu dari indikator esensial tersebut adalah tersedianya SDM yang berdedikasi tinggi, dan pemberian pelatihan bagi karyawan. Sebagai perwujudan yang lebih maksimal dalam hal pelatihan bagi karyawan, kedepannya Dispenda berencana akan menyekolahkan pegawai Bidang PBB- P2 dan BHPTB selama satu tahun. Hal ini bertujuan agar pengetahuan pegawai dalam hal PBB-P2 dapat ditingkatkan. Menurut teori administrasi perpajakan yang dikemukakan oleh Rosdiana dan Irianto (2012), administrasi perpajakan dalam suatu organisasi merupakan suatu sistem. Sebagai suatu sistem, SDM menjadi salah satu tolak ukur kinerja administrasi perpajakan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Pertama, dari segi kuantitas, saat ini jumlah seluruh pegawai yang ada di Dispenda berjumlah 101 orang, dan untuk yang menangani PBB-P2 kurang lebih berjumlah 25 orang. Jumlah tersebut masih dirasa kurang jika dilihat dari jumlah pegawai di KPP Pratama terdahulu, dan dibandingkan dengan jumlah Objek Pajak dan Wajib Pajak PBBP2 di Kota Pekanbaru. Dulu, PBB-P2 ditangani oleh dua KPP Pratama. Sekarang, PBB-P2 pengelolaanya dilakukan dalam satu kantor, yakni Dispenda Kota Pekanbaru. Jadi, dulu satu KPP memiliki jumlah pegawai hampir sama dengan Dispenda yakni 25 orang, berarti kalau dua KPP total pegawai yang mengelola PBB-P2 adalah 50 orang. Seharusnya, jumlah pegawai yang dimiliki oleh Dispenda adalah mendekati 50 orang. Lalu, jumlah pegawai yang menangani PBB-P2 di Dispenda dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak dan Objek Pajak PBB di Kota Pekanbaru. Berdasarkan data jumlah Wajib
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Pajak PBB saja di Kota Pekanbaru tahun 2013, Wajib Pajak PBB berjumlah 237.840 orang. Sedangkan untuk objek pajak PBB-P2 di Kota Pekanbaru pada tahun 2013, berjumlah 255.791 objek pajak. Saat ini, jumlah pegawai di Dispenda yang menangani PBB-P2 hanya 25 orang. Jika dibandingkan, akan menghasilan rasio antara jumlah pegawai dan wajib pajak, yakni 1:10.240. Bisa dikatakan bahwa setiap satu orang pegawai akan melayani 10.240 objek pajak. Belum lagi, objek pajak Pajak Daerah lainnya. Jadi, jumlah 25 orang tersebut masih terlalu sedikit untuk melayani seluruh Wajib Pajak di Pekanbaru, dan perlu ditambah personilnya. Penambahan jumlah pegawai bukan satu-satunya masalah yang menjadi evaluasi bagi Dispenda. Faktor lain yang menjadi penilai dalam evaluasi SDM adalah kualitas. Jumlah tenaga kerja yang banyak saja tidak cukup, tapi harus diimbangi dengan kualitas yang baik. Kualitas SDM di Dispenda, memang diakui masih rendah jika dilihat dari segi latar belakang pendidikan pegawai yang ditempatkan di Bidang PBB-P2. Hanya beberapa pegawai yang berasal dari pendidikan pajak atau ekonomi. Hal tersebut dibuktikan dalam daftar jumlah pegawai di Dispenda Kota Pekanbaru yang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 5.2 Daftar Jumlah Pegawai di Dispenda Kota Pekanbaru Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan No. 1.
Latar Belakang Pendidikan
Dispenda
Bidang Pendataan dan Penetapan 6 Orang
Ekonomi (Akuntansi & Manajemen), 29 Orang Perpajakan 2. Ilmu Adm. (Niaga &Negara) 13 Orang 2 Orang 3. Informatika 3 Orang 2 Orang 4. Hukum, Sosial, Politik 17 Orang 3 Orang 5. Teknik (Kimia, Lingk, Pertanian) 4 Orang 6. Psikologi, Komunikasi, dan Pasca Sarjana 7 Orang 7. STM/SMA/SMP 28 Orang 4 Orang JUMLAH 101 Orang 17 Orang Catatan: Untuk Bidang Pendataan dan Penetapan, keseluruhan pegawai yang mengelola PBB-P2 berjumlah ±25 Orang, tapi yang jelas tertera hanya ±17 Orang, selebihnya hanya berketerangan staf (tidak diketahui staf Bidang apa). Sumber: Daftar Urut Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil, Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru, “telah diolah Kembali”
Dari data tersebut diketahui bahwa dari total 101 orang jumlah pegawai di Dispenda, hanya sekitar 45 orang yang berasal dari latar belakang pendidikan ekonomi, perpajakan, administrasi, dan informatika untuk pranata komputer. Dan hanya sekitar 10 orang yang berasal dari latar belakang pendidikan yang ditempatkan di Bidang Pendataan dan Penetapan, dimana pengelolaan PBB-P2 digabungkan didalamnya. Hal ini jelas merupakan krisis
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
pengetahuan, karena kebanyakan pegawai tidak mengerti dan memahami bidang pekerjaan Pajak Daerah, terutama sekali PBB-P2. Dengan personil yang ada dalam mengelola PBB-P2 di Dispenda, jika kualitas keahlian maupun etika tidak baik, maka akan mengurangi tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hal tersebut bertentangan dengan teori yang dikemukakan oleh Nasucha (2004) bahwa apabila administrasi memenuhi sejumlah kriteria yang diterima rakyat, maka kepatuhan wajib pajak akan meningkat. Karena tujuan administrasi perpajakan adalah untuk mendorong kepatuhan wajib pajak, termasuk memenuhi kriteri ketersedia SDM baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Sumber Daya Finansial Pengalihan pengelolaan PBB-P2 merupakan suatu bentuk dari pelaksanaan desentraliasi. Dalam melaksanakan desentralisasi, suatu daerah harus didukung oleh dana yang cukup untuk membiayai sejumlah pengeluaran yang dialihkan kepadanya. Begitu juga dengan Pemerintah Kota Pekanbaru dalam menerima pengalihan pengelolaan PBB-P2 pada tahun 2012. Terdapat sejumlah dana yang dialokasikan untuk pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru. Adapun biaya pengalihan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Pekanbaru, diantaranya adalah biaya penyediaan perangkat keras (komputer) dan perangkat lunak, biaya pencetakan SPPT Massal, biaya honorarium bagi penyampai SPOP dan SPPT (RW dan RT), biaya gaji pegawai Bidang PBB-P2, dan biaya-biaya operasional lainnya. Kemudian, besaran alokasi yang dianggarkan untuk membiayai pengeluaran dalam pengalihan PBB-P2 adalah sebesar 15% dari total kegiatan yang dilakukan di Dispenda Kota Pekanbaru. Seperti yang telah dijelaskan, biaya-biaya yang dikeluarkan harus didukung oleh sumber keuangan yang cukup. Adapun sumber pendapatan Kota Pekanbaru berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan pendapatan lain-lain yang sah. PAD bersumber dari Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Kemudian Dana Perimbangan terbagi menjadi Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Sumber Keuangan tersebut sesuai dengan sumber-sumber penerimaan daerah yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Dengan dialihkannya pemungutan PBB-P2 ke daerah, jumlah penerimaan PBB-P2 100% menjadi milik daerah. Sedangkan sebelum didaerahkan, pemerintah kab/kota hanya menerima dana bagi hasil PBB sebesar 64,8% dari total realisasi penerimaan PBB-P2. Hal ini
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Jika dikaitkan dengan realisasi penerimaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru, jumlah realisasi PBB dari tahun 2007-2012 memang selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Jumlah realisasi penerimaan pada tahun pertama pengalihan yakni tahun 2012 juga memang lebih besar dibandingkan dengan tahun 2011 yang dimana PBB-P2 masih dipungut pusat. Tapi, jumlah tersebut tidak didukung dengan persentase pertumbuhan PBB-P2 dari tahun 2007-2012, sebagaimana disajikan dalam tabel berikut: Tabel 5.3 Pertumbuhan Realisasi PBB-P2 Kota Pekanbaru Tahun 2007 s/d 2011 (dalam milyar rupiah) No
Tahun
Target
Realisasi
1 2 3 4 5 6 7
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 RATA2
18,55 26,53 35,47 38,34 33,99 38,5 46,71 31,90
20,92 21,58 24,56 30,46 36,14 40,85 38,35 29,08
Pertumbuhan Jumlah % Th. Dasar (n) 0,66 3,16% 2,98 13,80% 5,90 24,04% 5,68 18,64% 4,70 13,01% -2,50 -6,12% 3,99 14,53
Sumber: Data Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru “telah diolah kembali”
Pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa jumlah realisasi PBB-P2 memang meningkat tiap tahunnya, tapi jumlah pertumbuhaan realisasi PBB-P2 mulai tahun 2011 mengalami penurunan, yang dimana 2011 merupakan tahun persiapan untuk pengalihan pengelolaan PBB-P2, lalu 2012 dan 2013 adalah tahun dimana pengelolaan PBB-P2 diimplementasikan di daerah. Jumlah selisih pesentase pertumbuhan PBB-P2 dari tahun 2010 ke 2011 adalah sebesar 5,4%, sedangkan dari tahun 2011 ke 2012 adalah sebesar 5,63%, dan untuk tahun 2012-2013 mengalami minus pertumbuhan karena memang realisasi untuk tahun 2013 menurun dari tahun 2012. Bisa dilihat bahwa semakin pemungutan PBB-P2 dialihkan ke daerah, pertumbuhan realisasi PBB-P2 semakin menurun. Padahal, setiap tahun pembangunan di Kota Pekanbaru terus berkembang, jumlah penduduk dan objek pajak terus bertambah. Seharusnya hal tersebut juga diiringi dengan peningkatan PBB-P2 dari tahun ke tahun, terutama setelah pengalihan, 100% dari total penerimaan PBB-P2 masuk ke kas daerah. Tapi yang terjadi adalah jumlah pertumbuhan realisasi PBB-P2 menurun pada tahun PBB-P2 diimplementasikan di Kota Pekanbaru. Penurunan realisasi PBB-P2 pada tahun 2013, sekaligus penurunan pertumbuhan yang dimulai dari tahun 2011 disebabkan salah satunya oleh administrasi perpajakan yang kurang baik di Dispenda Kota Pekanbaru. Adapun faktor penyebab turunnya realisasi penerimaan,
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
diantaranya adalah karena ketersediaan database yang tidak akurat, yang kemudian berdampak pada sulitnya melakukan penyampaian SPPT kepada Wajib Pajak karena alamat, RW, dan RT yang tidak jelas, sehingga hanya sedikit Wajib Pajak yang menerima SPPT. Jika Wajib Pajak yang menerima SPPT sedikit, maka akan sedikit pula Wajib Pajak yang akan membayar PBB-P2 ke Kantor Dispenda Kota Pekanbaru. Sehingga, pada akhirnya akan berpengaruh pada realisasi penerimaan PBB-P2 yang menurun atau bekurang. Sedangkan, jika dilihat dari sektor reformasi Negara berkembang, peningkatan pendapatan merupakan hal yang penting. Salah satu faktor yang memengaruhi peningkatan pendapatan adalah administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan yang baik adalah yang mampu meningkatkan pendapatan. Berarti, dapat dikatakan bahwa administrasi perpajakan yang kurang baik di Dispenda, menyebabkan pertumbuhan realisasi PBB-P2 pada tahun 2012 dan 2013 menurun. Sistem Informasi Ketersediaan data yang akurat dan sesuai dengan kondisi lapangan menjadi tolak ukur keberhasilan sistem informasi. Selain itu, teknologi dan sistem aplikasi yang digunakan menjadi faktor penunjang tersedianya informasi dan data yang akurat. Maka dari itu, dalam indikator sistem informasi terdapat dua komponen yang dibahas, yakni Teknologi Informasi dan Database. Teknologi informasi berbicara tentang pengetahuan dan alat-alat teknik yang digunakan dalam mengelola PBB-P2, untuk mengubah input menjadi output. Termasuk didalamnya, alat-alat dan aplikasi yang digunakan untuk mengolah data Wajib Pajak PBB-P2. Dalam hal pendaftaran Objek Pajak baru, pada hakekkatnya terbagi menjadi dua yakni pendaftaran Objek Pajak yang datang langsung ke kantor dan pendaftaran Wajib Pajak dilapangan. Untuk pendaftaran Objek Pajak baru dengan penelitian kantor, pada awal pengalihan Dispenda Kota Pekanbaru menyediakan sejumlah teknologi, yakni dua perangkat komputer server, printer, dan jaringan LAN. Perangkat keras (hardware) seperti komputer tersebut difasilitasi dengan perangkat lunak (software) yang menunjang tersedianya data dan informasi PBB-P2 bagi Wajib Pajak. Adapun Software yang digunakan untuk menunjang penyimpanan data PBB-P2, antara lain penggunaan aplikasi untuk keamaan data, sistem windows versi 2008 untuk server, dan aplikasi (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak) SISMIOP untuk pengelolaan database PBB. Aplikasi SISMIOP telah mencakup keseluruhan proses dan prosedur pengelolaan PBB-P2, yang dimana didalamnya terdapat menu pendaftaran Objek Pajak baru, mutasi, keberatan, pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi ,
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
permohonan penundaan pembayaran, dan proses-proses lainnya. Kemudian, untuk pendaftaran Objek Pajak baru melalui penelitian lapangan, alat-alat teknologinya belum tersedia, seperti GPS, peta bidang yang terintegrasi dengan SISMIOP, dan laptop. Sehingga, pendaftaran objek pajak melalui penelitian lapangan belum dapat dilaksanakan oleh Dispenda. Ketersediaan database merupakan bagian dari sistem informasi yang menunjang keakuratan informasi mengenai PBB-P2. Keakuratan database dipengaruhi oleh server dan aplikasi yang digunakan. Pada saat PBB-P2 dikelola oleh pusat, terdapat dua KPP yang menangani pembayaran PBB. Masing-masing KPP memiliki server yang berisi database Wajib Pajak PBB-P2 di Kota Pekanbaru. Pada saat PBB-P2 dialihkan ke Dispenda, database yang berasal dari dua KPP tersebut digabungkan menjadi satu. Lalu, database tersebut diserahkan ke Dispenda. Namun, karena SISMIOP Dispenda tidak dilengkapi dengan data peta, pada saat data dipindahkan, terdapat beberapa data Wajib Pajak yang tidak tersinkronisasi, dan hilang. Database yang hilang tersebut menjadikan ketersediaan data Wajib Pajak PBB-P2 di Dispenda kurang akurat, sehingga menyulitkan proses penyampaian SPPT PBB-P2 ke Wajib Pajak oleh penyampai SPPT, seperti Camat, Lurah, RW, dan RT. Seharusnya database yang tidak lengkap dalam aplikasi SISMIOP tersebut segera ditindaklanjut oleh Dispenda dengan cara melakukan pendataan ulang atau pemutakhiran data. Tetapi, pendataan ulang tersebut belum dilaksanakan oleh Dispenda Kota Pekanbaru, karena pendataan ulang melibatkan SDM yang ahli dibidangnya, sedangkan Dispenda belum memiliki tenaga penilai (appraiser). Akibat dari belum dilakukannya kegiatan pendataan ulang yang dikarenakan belum ada tenaga penilai internal dari dalam Dispenda menimbulkan dampak pada besaran Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di Kota Pekanbaru, yang dimana NJOP PBB Perkotaan di Kota Pekanbaru masih berada jauh dibawah harga pasar. Contohnya, kisaran harga jual tanah di jalan Sudirman Pekanbaru, untuk saat ini sudah mencapai 15-20 juta rupiah per meter, tapi NJOP bumi di daerah tersebut berdasarkan daftar klasifikasi dan besarnya NJOP Permukaan Bumi berupa Tanah tahun 2014 di Kota Pekanbaru hanya berkisar antara 1,5 juta sampai 4 juta Rupiah per meter persegi. Kemudian didaerah Jl. Garuda Sakti, Kelurahan Simpang Baru berdasarkan iklan penjualan tanah di rumahcitra.com, harga pasar tanah permeternya mencapai Rp425.000/m2, tapi NJOP untuk tanah didaerah tersebut hanya sebesar Rp128.000/m2, bahkan ada yang hanya bernilai Rp36.000/m2. Kondisi ini, jelas berpengaruh terhadap realisasi penerimaan PBB-P2. Karena NJOP masih kecil, maka jumlah pajak terutang Wajib Pajak akan kecil pula, jika yang dibayarkan oleh Wajib Pajak ke kas daerah jumlahnya kecil, maka realisasi penerimaan PBB-P2 juga akan sedikit.
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Maka dari itu, untuk meminimalisir masalah-masalah sistem informasi yang terjadi, Dispenda berencana akan melakukan pendataan ulang terhadap objek pajak di 58 Kelurahan di Kota Pekanbaru pada tahun 2014 ini, dengan melakukan penilaian individu, update NJOP, dan revisi Daftar Biaya Komponen Bangunan (DBKB). Proses dan Prosedur Administrasi Pelayanan Dalam konsepnya, proses dan prosedur administrasi mencakup empat indikator, yakni terkait pelayanan satu pintu, penyederhanaan prosedur administrasi dan peningkatan standar waktu, serta kualitas pelayanan pajak. Pertama, pelayanan satu pintu berkaitan dengan wajib pajak yang melaporkan Objek Pajak PBB-P2nya di satu pintu. Hal ini disebutkan dalam Ekspose Pengalihan PBB-P2 Dispenda Kota Pekanbaru tahun 2012, bahwa untuk menjaga kualitas pelayanan pengalihan PBB-P2, Dispenda akan mengadopsi konsep pelayanan PBBP2 yang diterapkan di KPP Pratama terdahulu, yakni salah satunya adalah konsep pelayanan prima. Konsep pelayanan prima adalah konsep yang dimana Wajib Pajak melaporkan dan menyampaikan permohonan berkas terkait PBB-P2 di satu pintu. Dalam hal ini, setelah pengelolaan PBB-P2 dialihkan, pelayanan PBB-P2 dilakukan oleh satu kantor, yakni Dispenda Kota Pekanbaru. Kedua, proses dan prosedur administrasi pelayanan berkaitan dengan penyederhanaan prosedur administrasi. Proses administrasi yang dilakukan di Dispenda terkait pemungutan PBB, mencakup beberapa jenis permohonan, antara lain pendaftaran objek pajak baru, mutasi, keberatan, dan lain sebagainya. Keseluruhan prosedur tersebut diatur dalam sebelas Peraturan Walikota, dan selanjutnya ditindaklanjut dengan penetapan Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru mengenai teknis pelaksanaan, yakni melalui Standar Operasi Prosedur (SOP). Dari seluruh proses permohonan berkas Wajib Pajak, jika dibandingkan dengan prosedur penanganan berkas yang dilakukan oleh KPP Pratama dulu sebenarnya sama, karena prosedur didasarkan pada peraturan yang berlaku. Hal yang berbeda adalah waktu penyelesaian. Penyelesaian berkas di Dispenda lebih cepat dan lebih baik daripada sewaktu di KPP Pratama. Untuk itu, dalam hal penyederhanaan proses dan prosedur administrasi pelayanan PBB-P2, Dispenda Kota Pekanbaru dapat dibilang sudah cukup baik jika dibandingkan dengan KPP Pratama. Ketiga adalah peningkatan standar waktu. Dalam hal ini, standar waktu yang dimaksud adalah jam buka pemberian layanan. Standar waktu pelayanan yang diberikan sekarang, sudah terbilang cukup baik, karena beberapa bulan terakhir, Dispenda sudah menerapkan jam buka pelayanan baru untuk loket pembayaran, yakni loket pelayanan dibuka
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
mulai pukul 08.00–15.00 WIB tanpa tutup di jam 12.00-13.00 WIB untuk beristirahat. Pada jam istirahat, petugas di loket pelayanan beristirahat secara bergantian (shift). Perubahan jam buka pelayanan tersebut disambut baik oleh Wajib Pajak. Karena terkadang, Wajib Pajak pekerja kantoran yang bekerja dari jam 08.00-16.00 WIB, hanya memiliki waktu kosong pada saat jam istirahat untuk melakukan segala urusannya. Terakhir, yakni berkaitan dengan kualitas pelayanan. Pada dasarnya, prosedur administrasi pelayanan. Terdapat beberapa Wajib Pajak yang mengeluhkan lamanya pelayanan yang diberikan di loket, tidak berfungsinya nomor antrian yang terdapat di loket pelayanan, pegawai yang tidak ramah dalam melayani Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dipersulit dengan mengurus segalanya sendiri tanpa didampingi oleh petugas pajak, dan pencetakan SPPT yang memakan waktu lama. Seharusnya, petugas pajak terutama yang di loket pelayanan dapat memberikan pelayanan yang baik agar Wajib Pajak nyaman, dan tidak jera untuk membayar Pajak. Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Administrasi Perpajakan PBB-P2 di Kota Pekanbaru Adapaun hambatan-hambatan administrasi perpajakan yang masih terjadi saat ini dalam pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru, antara lain, Pertama, hambatan komunikasi dan koordinasi dengan pihak Camat, Lurah, RW, dan RT. Sebagai unit bawahan Walikota, seharusnya Camat, Lurah, RW, dan RT dapat diberdayakan sepenuhnya dalam pemungutan PBB-P2 terutama dalam pendistribusian SPPT PBB-P2 ke Wajib Pajak di lapangan. Namun sangat disayangkan, begitu PBB-P2 diserahkan ke daerah, koordinasi antara Dispenda dengan pihak Camat, Lurah, RW, dan RT masih kurang terjalin dengan kuat. Kedua, hambatan terkait kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Kendala yang dihadapi oleh Dispenda Kota Pekanbaru dalam ketersediaan SDM untuk Bidang PBB-P2 adalah jumlah SDM dalam pengelolaan PBB-P2 yang masih kurang, yakni sekitar 25 orang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan jumlah objek pajak PBB yang ditangani. Selain itu, dari segi latar belakang pendidikan juga masih banyak pegawai yang dianggap kurang tepat untuk ditempatkan di PBB-P2. Keterbatasan ketersediaan pegawai yang memiliki latar belakang pendidikan Perpajakan, Ekonomi, dan Akuntansi tersebut menyebabkan pengetahuan pegawai tentang ilmu PBB masih kurang, dan kualitas layanan yang diberikan kurang memuaskan. Ketiga, belum tersedianya tenaga penilai dan alat teknologi untuk pendaftaran Objek Pajak baru melalui penelitian lapangan. Belum tersedianya peta bidang yang terintegrasi SISMIOP menjadikan database Wajib Pajak PBB hilang pada saat data dari dua KPP
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
digabungkan, sehingga data yang dimiliki oleh Dispenda menjadi tidak akurat. Hal ini berdampak pada sulitnya penyampaian SPPT PBB-P2 ke Wajib Pajak karena banyak alamat yang tidak jelas. Terlebih lagi, kegiatan pendataan ulang belum dapat dilakukan karena tidak tersedianya tenaga penilai di Dispenda Kota Pekanbaru. Data yang sudah lama tidak diperbaharui tersebut berdampak pada NJOP PBB Kota Pekanbaru yang masih jauh dibawah harga pasar. Jika hal ini terus dibiarkan, maka realisasi penerimaan PBB-P2 Kota Pekanbaru akan terus menurun tiap tahunnya. Kendala yang dihadapi dalam hal pelayanan sebenarnya berkaitan dengan SDM, karena berbicara masalah etika pegawai dalam melayani masyarakat. Prosedur pelayanan yang lebih baik daripada KPP Pratama, tidak diiringi dengan kualitas layanan yang baik yang diberikan oleh petugas Dispenda. Contohnya, permohonan Wajib Pajak yang selesai tidak tepat pada waktunya atau mundur dari waktu seharusnya, dan Wajib Pajak tidak diberi penjelasan dengan baik tentang alasan mundurnya waktu penyelesaian berkas Wajib Pajak. Selain itu, terdapat hambatan pada sistem antrian, yang tidak tertib dan tidak sesuai dengan nomor antrian yang tertera. Jadi, Wajib Pajak masih kecewa atas kualitas pelayanan pembayaran PBB di Dispenda Kota Pekanbaru.
Simpulan Pelaksanaan administrasi perpajakan dalam pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru masih belum berjalan secara optimal. Pertama, dari segi struktur organisasi Dispenda saat ini sudah berdasarkan pada SOTK No. 9 Tahun 2013, yang mana PBB-P2 dan BPHTB telah memiliki bidang sendiri, tidak lagi tumpang tindih tupoksi dengan bidang lainnya. Kedua, dari segi sumber daya manusia, baik kuantitas, maupun kualitas masih belum memadai. Lalu untuk ketersediaan sumber daya finansial, dana yang dialokasikan sudah cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran pelaksanaan pengelolaan PBB-P2 di Kota Pekanbaru. Keempat, dari segi sistem informasi masih belum optimal. Karena database Wajib Pajak PBB-P2 masih belum akurat (tidak sesuai dengan kondisi lapangan saat ini). Terakhir, untuk proses dan prosedur administrasi pelayanan di Dispenda, dari segi kualitas pelayanan masih kurang memuaskan. Hambatan-hambatan yang terjadi pada saat ini terkait pelaksanaan administrasi perpajakan, yakni pertama hambatan terhadap komunikasi dan koordinasi dengan pihak Camat, Lurah, RW, dan RT. Kedua, hambatan terkait kuantitas dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Ketiga, belum tersedianya tenaga penilai dan alat teknologi untuk pendaftaran Objek Pajak baru melalui penelitian lapangan. Dan terakhir, hambatan terkait kualitas pelayanan yang diberikan petugas Dispenda kepada Wajib Pajak.
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014
Daftar Referensi Abimanyu, Anggito dan Andie Megantara. (2009). Era Baru Kebijkan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi. Badan Kebijakan Fiskal Departemen Keuangan. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara. Creswell, John W. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions. United States of America: SAGE Publications Inc, 1994. Irianto, Edi Slamet. Kebijakan Fiskal dan Pengelolaan Pajak di Indonesia. Yogyakarta: CV. Aswaja Pressindo, 2009. Nasucha, Chaizi. (2004). Reformasi Administrasi Publik: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Grasindo. Patton, Michael Quinn. (2006). Metode Evaluasi Kualitatif. Trans. Budi Puspo Priyadi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. (2012). Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers. Republika Indonesia, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Bahl, Roy dan Richard Bird. (2008). Subnational Taxes in Developing Countries: The Way Forward. Institute for International Business Working Paper Series, IIB Paper No.16, August 2008. Josep L. Rotman School of Management: University of Toronto. Fitri, Kurniawaty. (2011). Efektivitas Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Pekanbaru. Jurnal Sosial Ekonomi Pembangunan, Tahun II No. 4. Antara Riau. (Oktober 2013). Warga Pekanbaru Taat Pajak.
Bappeda Kota Pekanbaru.(24 Februari 2014). Wako Pekanbaru Minta Dipenda Tingkatkan Kinerja. Berita: 24 Februari 2014. < http://bappeda.pekanbaru.go.id/berita/529/wako-pekanbaru-minta-dispenda-tingkatkankinerja/page/1/>. Direktorat Jenderal Pajak. (05 Desember 2012) Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah. < http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan>. Riaupos.co.(16 Desember 2011). PBB Dikelola Pemko. Dinas Pendapatan Daerah Kota Pekanbaru. (2012). Ekspose Pengalihan PBB-P2 Menjadi Pajak Daerah Pada Tahun 2012 Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. (2013). Rapat Kesiapan Perda Untuk Pemungutan PBB-P2 Tahun 2014. Kementerian Keuangan.
Evaluasi pelaksanaan.…, Tanika Mayang Sastra, FISIP UI, 2014