SKRINING DAN DIAGNOSIS THALASEMIA DALAM KEHAMILAN
dr. Anak Agung Gede Putra Wiradnyana, Sp.OG (K)
BAGIAN/SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/ RSUP SANGLAH DENPASAR 2015
BAB I PENDAHULUAN
Talasemia merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal ditandai anemia hipokromikmikrositik dengan berbagai derajat keparahan.Anemia adalah keadaan
dimana
hemoglobin
kurang
dari
nilaibatas
bawah
normal
tanpadipengaruhi oleh keadaan hidrasi.Pada pasien obstetri, anemia paling sering ditemukan karena pemeriksaan darah lengkap yang merupakan bagian dari evaluasi laboratorium rutin. Anemia hipokromik mikrositik dapatdisebabkan olehdefisiensi besi atau penyebab lainseperti hemoglobinopati dansferositosis herediter yang memiliki implikasi genetik.Implikasi genetik pada talasemia homozigot dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim. Menurut organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 20-52%dari wanita hamil mengalami anemia. Dari hasil survei lokal dan kunjungan wawancara para ahli, WHO memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta orang.1Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 35% dari jumlah populasi.2 Pada talasemia defek genetik didasari terjadinya delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi, atau insersi nukleotida. Akibatnya terjadi pengurangan atau tidak adanya mRNA bagi satu atau lebih rantai globin atau terbentuknya mRNA yang cacat secara fungsional.3 Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer. Kemudian terjadi anemia berat yangakan menyebabkan peningkatanproduksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang
tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati serta hambatan pertumbuhan. Pada pasien obstetri, anemia ditemukan pada saat kunjungan prenatal awal atau skrining ulang usia kehamilan 24-28 minggu.4 Kunci evaluasi anemia adalah pada mekanisme yang mendasari dan proses patologi yang terjadi, sehingga penyebab dari anemia perlu diketahui untuk menentukan diagnosis dan penanganan yang sesuai agar didapatkan luaran kehamilan yang baik. Sampai saat ini, talasemia belum dapat disembuhkan.Sedangkan biaya pengobatan suportif seperti transfusi darah dan kelasi besi seumur hidup pada seorang
pasien
talasemia
sangat
besar
yaitu
berkisar
200-300
juta
rupiah/anak/tahun diluar biaya pengobatan jika terjadi komplikasi.2 Selain itu beban psikologis juga menjadi hal yang harus ditanggung oleh pasien dan keluarganya. Banyak studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa program pencegahan talasemia akan lebih menguntungkan daripada mengobati penderita yang terus bertambah dan mengurangi populasi penderita talasemia homozigot serta kejadian kematian janin dalam rahim akibat hidrops fetalis. Untuk itu dilakukan upaya dengan skrining talasemia terutama pada pasangan usia subur yang dilanjutkan dengan diagnosis pranatal. Berdasarkan gambaran tersebut sari pustaka yang berjudul Diagnosis dan Skrining Talasemia dalam Kehamilan ini dibuat. Diharapkan dengan mengetahui cara mendiagnosis dan melakukan skrining terhadap talasemia, wanita hamil dengan talasemia akan mendapatkan penanganan yang tepat dan mengurangi risiko lahirnya bayi dengan talasemia mayor. Pada sari pustaka ini, akan dibahas lebih khusus tentang skrining dan diagnosis talasemia dalam kehamilan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Talasemia Talasemia merupakan defek genetik yang mengakibatkan berkurang atau tidak adanya sama sekali sintesis satu atau lebih rantai globin yang merupakan polipeptida penting molekul hemoglobin.2,5Talasemia disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α, β ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesiatau insersi nukleotida.3 Defek bersifat kuantitatif dimana sintesis rantai globin normal menjadi kurang atau tidak ada, tapi ada juga mutasi yang menyebabkan struktur bervariasi dan mutasi yang menghasilkan hemoglobin sangat tidak stabil, sehingga fenotif talasemia beragam.1 2.2 Epidemiologi Talasemia Sebaran talasemia terentang lebar dari Mediterania, Timur Tengah, Afrika, Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara.1,6
Gambar 2.1 Peta Sebaran Talasemia α dan β6 Saat ini talasemia didapatkan hampir di semua belahan dunia, akibat terjadinya migrasi populasi hingga ke Eropa, Amerika dan Australia6.Talasemia α ditemukan di Asia Timur, Asia Tenggara, Cyprus, Yunani, Turki dan Sardinia7. Sedangkan talasemia β banyak ditemukan di Mediterania, Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan dan Cina.8,9 Di Cyprus dan Yunani lebih banyak varian β+ sedangkan di Asia Tenggara lebih banyak varian βo. Talasemia α sering dijumpai di Asia Tenggara, lebih sering daripada talasemia β. Dari hasil survei lokal dan kunjungan wawancara para ahli, WHO memperkirakan jumlah pembawa sifat kelainan hemoglobin mencapai 269 juta orang. Sekitar 3% populasi dunia (150 juta orang) membawa gen talasemia β1.Di Indonesia kasus talasemia disebabkan oleh adanya migrasi penduduk dan percampuran penduduk.Keseluruhan populasi ini tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores. Di Indonesia, diperkirakan jumlah pembawa sifat thalasemia sekitar 3-5% dari jumlah populasi. Di beberapa daerah di Indonesia mencapai 10% sedangkan angka pembawa sifat
HbE berkisar antara 1,5-36%.2 Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan prevalensi nasional talasemia adalah 0,1%, dengan 8 propinsi yang menunjukkan prevalensi di atas prevalensi nasional yaitu Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (1,34%), DKI Jakara (1,23%), Sumatera Selatan (0,54%), Gorontalo (0,31%), Kep. Riau (0,3%), Nusa Tenggara Barat (0,26%), Papua Barat (0,22%) danMaluku (0,19%).
Prevalensi
terendahterdapat
di
Provinsi
Lampung,
Kalimantan Barat, dan Sulawesi Utara masing-masingsebesar 0,01%. Di Bali prevalensi talasemia didapatkan 0,04%.10 2.3 Etiologi Talasemia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif dimana semua perubahan genetik yang terjadi diturunkan dari ibu maupun ayah.
Talasemia
terjadi
bila
sintesis
salah
satu
rantai
polipeptida
menurun.3Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis talasemia merupakan hasil kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA. Pada replikasi DNA dapat terjadi pergantian urutan asam basa dalam DNAdan perubahan kode genetik akan diteruskan pada penurunan gen berikutnya. Mutasi ini dapat memperpendek rantai asam amino maupun memperpanjangnya. Kelainan mutasi dapat pula terjadi pada kesalahan berpasangan kromosom pada proses meiosis yang mengakibatkan perubahan susunan material genetik. Bila terjadi crossing over pada kesalahan berpasangan itu, sebagai hasil akhir peristiwa tadi akan terjadi apa yang disebut duplikasi,delesi, translokasi dan inversi.6 Mutasi gen pada talasemia β dibagi menjadi bentuk3:
1. Delesi, sedikitnya 17 delesi berbeda ditemukan pada talasemia β. Yang sering ditemukan adalah delesi 619 bp pada ujung akhir 3’ gen globin β, pada populasi Sind dan Gujarat di Pakistan dan India. Bentuk homozigot delesi ini menyebabkan
talasemia
β°
sedangkan
heterozigotnya
menimbulkan
peningkatan HbA2 dan HbF. 2. Non delesi, terjadi transkripsi, prosesing dan translasi, berupa mutasi titik:
Region promoter
Mutasi transkripsional pada lokasi CAP
Mutasi prosesing RNA :intron-exon boundaries, polyadenilation signal, splice site consesnsus sequences, cryptic sites in exons, cryptic sites in introns.
Mutasi yangmenyebabkan translasi abnormal RNA messenger: inisiasi, nonsense dan mutasi frameshift.
3. Bentuk mutasi lain seperti talasemia β yang diwariskan dominan, varian globin β tidak stabil, talasemia β tersembunyi, mutasi talasemia yang tidak terkait kluster gen globin β dan bentuk variasi talasemia β.
Gambar 2.2 Pewarisan Sifat Talasemia5 Sedangkan pada talasemia α, mutasi gen yang terjadi berbentuk3: 1. Delesi, mencakup satu gen (-α) atau kedua (--) gen globin α. Pada talasemia α°, terdapat 14 delesi yang mengenai gen α, sehingga produksi rantai α hilang sama sekali dari kromosom abnormal. Bentuk umum –α+ yang paling umum (-α3,7 dan -α4,2) mencakup delesi satu atau duplikasi gen globin α lainnya. 2. Non delesi, kedua haplotip gen α utuh (αα).ekspresi gen –α2 lebih kuat 2-3 kali dari ekspresi gen –α1 sehingga sebagian besar mutasi non delesi ditemukan predominasi pada ekspresi gen-α2. 2.4 Patofisiologi Talasemia Hemoglobin merupakan kompleks protein yang terdiri dari heme yang mengandung besi dan globin.1,6 Hemoglobin berperan dalam sistempengangkutan
oksigen. Satu molekul hemoglobin mengandung 4 subunit. Masing-masing subunit tersusun atas satu molekul globin dan satu molekul heme. Sesuai dengan rangkaian hematopoisis yang dimulai dari yolk sac, limpa, hati dan sumsum tulang diikuti juga dengan variasi sintesis hemoglobin.
Gambar 2.3 Mutasi pada Gen Globin8 Terdapat 2 gugus gen globin yaitu gugus gen globin α pada kromosom 16 dan gugus gen globin β pada kromosom 11.1,3,5,6,10 Gugus gen globin α yang normal terdiri dari satu gen globin δ (zeta) dan 2 gen globin α (alpha) pada masing-masing kromosom 16. Gen globin zeta aktif selama kehidupan embrional dan gen globin alpha aktif sejak kehidupan fetal dan seterusnya. Gugus gen globin β terdiri atas gen globin ε(epsilon), γ (gamma), δ (delta) dan β (beta) pada masingmasing kromosom 11. Gen globin epsilon aktif selama kehidupan embrional, dan gen globin sisanya aktif sejak kehidupan fetal dan seterusnya, dengan gen globin gamma lebih aktif pada kehidupan fetal dibandingkan beta. Sejak masa embrio, janin, anak dan dewasa sel darah merah mempunyai 6 hemoglobin antara lain:
1. Hemoglobin embrional : Gower 1 (δ2ε2), Gower 2 (α2ε2), Portland (δ2γ2) 2. Hemoglobin fetal : HbF (α2γ2) 3. Hemoglobin dewasa : HbA(α2β2) dan HbA2(α2δ2)
Gambar 2.4. Ekspresi Gen Globin Selama Perkembangan Normal12 Selama masa gestasi 2 minggu pertama, eritroblas primitif dalam yolk sac membentuk rantai globin epsilon dan zeta yang akan membentuk hemoglobin primitive Gower 1. Selanjutnya dimulai sintesis rantai alpha mengganti rantai zeta; rantai gamma mengganti rantai epsilon di yolk sac, yang akan membentuk Hb Portland dan Gower 2. Hemoglobin yang ditemukan terutama pada masa gestasi 4-8 minggu adalah Hb Gower 1 dan Gower 2 yaitu kira-kira 75% dan merupakan hemoglobin yang disintesis di yolk sac tetapi akan menghilang pada masa gestasi 3 bulan.Migrasi pluripoten stem cell dari yolk sac ke hati diikuti dengan sintesis hemoglobin fetal dan awal sintesis rantai β. Setelah masa gestasi 8 minggu HbF paling dominan dan setelah janin berusia 6 bulan merupakan 90% dari keseluruhan hemoglobin kemudian berkurang bertahap dan pada saat lahir ditemukan kira-kira 70% HbF. Sintesis HbF menurun secara cepat setelah bayi lahir dan setelah usia 6-12 bulan hanya sedikit ditemukan.6,12
Tabel 2.1 Komposisi Hemoglobin Manusia12 Hb
Tahap
Struktur
Persentase
Kondisi
dimana
Pertu
pad
terjadi
mbuh
a
peningkata
an
Dew
n
asa Dewasa
A A1c
α2β2
92
α2β-N-
5
Diabetes Melitus
glucose 2 A2
α2δ2
2-3
talasemia β
H
β4
0
beberapa talasemia α
Janin
F
α2γ2
<1
neonatus,talasemia β, δβ, HPFH, stres sumsum tulang
γ4
Bart’s
0
beberapa talasemia α
Gower I
Embrionik
δ2ε2
0
awal
embrio
(<8
minggu) Gower II
α2ε2
0
awal
embrio
(>8
minggu) Portland
δ2γ2
0
(<8
minggu)
dan
talasemia α° Pada masa embrio telah dapat dideteksi HbA karena telah terjadi perubahan sintesis rantai γ menjadi β dan selanjutnya globin β meningkat pada masa gestasi 6 bulan ditemukan 5-10% HbA, pada waktu lahir mencapai 30% dan pada usia 6-
12 bulan sudah memperlihatkan gambaran hemoglobin dewasa.Hemoglobin dewasa minor (HbA2) ditemukan kira-kira 1% pada saat lahir dan pada usia 12 bulan mencapai 2-3,4%, dengan rasio normal antara HbAdan HbA2 adalah 30:1.Perubahan hemoglobin janin ke dewasa merupakan proses biologi berupa diferensiasi sel induk eritroid, sel stem pluripoten, gen dan reseptor yang mempengaruhi eritroid dan dikontrol oleh faktor humoral. Pada talasemia homozigot sintesis rantai menurun atau tidak ada sintesis sama sekali.1,3,5 Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai
β akan menyebabkan kurangnya
pembentukan Hb. Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan betayang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan maka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.Secara biokimia kelainan yang paling mendasar adalah menurunnya biosintesis dari unit globin pada Hb A. Pada talasemia β heterozigot, sintesis β globin kurang lebih separuh dari nilai normalnya. Pada talasemia β homozigot, sintesis β globin dapat mencapai nol. Karena adanya defisiensi yang berat pada rantai β, sintesis Hb A total menurun dengan sangat jelas atau bahkan tidak ada, sehingga pasien dengan talasemia β homozigot mengalami anemia berat. Sebagai respon kompensasi maka sintesis rantai γ menjadi teraktifasi sehingga hemoglobin pasien mengandung proporsi Hb F yang meningkat. Namun sintesis rantai γ ini tidak efektif dan secara kuantitas tidak mencukupi.5,6
Tabel 2.2 Patofisiologi Talasemia β3 Perubahan
Manifestasi
Mutasi primer produksi globin
sintesis globin menjadi tidak seimbang
Rantai globin berlebihan dalam anemia metabolisme
dan
survival rate eritrosit Eritrosit
abnormal
mengganggu
sehingga anemia, fungsi
splenomegali,
hepatomegali,
hiperkoagulabilitas
organ Anemia terhadap fungsi organ
produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang, deformitas skeletal, gangguan metabolism dan perubahan adaftif fungsi kardiovaskular
Metabolisme besi abnormal
muatan besi berlebih kerusakan jaringan hepar,
endokrin,
miokard,
kulit.
Rentan terhadap infeksi spesifik Seleksi sel
Peningkatan
kadar
HbF,
heterogenitas
populasi sel darah merah. Modifikasi genetik sekunder
variasi fenotif, khususnya melalui respon HbF. Variasi metabolism bilirubin, besi, tulang
Pengobatan
Muatan besi berlebihan, kelainan tulang, penularan
infeksi
lewat
darah,
toksisitas obat. Patofisiologi talasemia α umumnya sama dengan talasemia β kecuali beberapa perbedaan utama akibat delesi atau mutasi rantai globin α. Hilangnya gen globin α tunggal tidak berdampak pada fenotif, sedangkan talasemia 2 aα homozigot (-α/-α) atau 1aα heterozigot (αα/--) memberi fenotif seperti talasemia β carrier. Kehilangan 3 dari 4 gen globin memberi fenotip dengan berat gejala
penyakit menengah disebut HbH disease. Sedangkan talasemia α° homozigot (-/--) tidak dapat bertahan hidup, disebut Hb-Bart’s hydrops syndrome.Perbedaan antara talasemia α dan β dapat dilihat pada tabel berikut.3 Tabel 2.3 Perbedaan Penting Talasemia α dan β3 Perbedaan
Talasemia α
Talasemia β
Mutasi
delesi gen umum terjadi
delesi
gen
umum
jarang terjadi Sifat
globin
yang tetramer γ4 atau β4 yang agregat rantai α yang larut.
berlebihan
tidak larut.
pembentukan hemikrom Pembentukan lambat. Band
4.1
hemikrom tidak
teroksidasi Sel darah merah
overhidrasi,
cepat Band 4.1 teroksidasi
kaku, dehidrasi,
membran stabil
kaku,
membrane tidak stabil
Anemia
hemolitik
diseritropoetik
Perubahan tulang
jarang
sering
Besi berlebih
jarang
sering
2.5 KlasifikasiTalasemia Berdasarkan keadaan klinis talasemia dibedakan menjadi:3,6 1. Talasemia minor (talasemia trait) yaitu talasemia pembawa sifat, diturunkan dari salah satu orang tua sehingga bersifat heterozigot. Klinis dapat tanpa gejala atau disertai anemia mikrositik ringan yang tidak memerlukan transfusi darah. 2. Talasemia intermedia merupakan kelompok kelainan heterogen dengan derajat berat kelainan bervariasi. Termasuk di dalamnya kelompok homozigot dan
heterozigot ganda talasemia β+ minor atau talasemia β yang diperberat faktor pemberat genetik berupa triplikasi α homozigot maupun heterozigot. Menunjukkan fenotif klinis di antara talasemia mayor dan minor. Pasien dapat mengalami splenomegali, dan kadar hemoglobin stabil pada 60-90 g/dL tanpa transfusi. 3. Talasemia mayor, atau anemia Colley merupakan talasemia akibat penurunan sintesis rantai γ dan rantai β. Pada saat lahir anak normal, namun saat usia 612 bulan dimana terjadi penurunan hemoglobin akan membutuhkan transfusi darah teratur. Talasemia diwariskan secara autosomal resesif, berdasarkan penurunan sifatnya genotif talasemia dibedakan menjadi : 1. Talasemia homozigot, terjadi kerusakan pada kedua kromosom homolog sehingga kehilangan rantai globin ganda. Pada talasemia β rantai β tidak diproduksi sama sekali sehingga hemoglobin A tidak dapat diproduksi. Pada talasemia α rantai α sama sekali tidak diproduksi sehingga terbentuk rantai globin γ4 yang disebut Hb Bart’s. 2. Talasemia heterozigot, kerusakan terjadipada salah satu kromosom homolog. Berdasarkan jenis rantai globin yang terganggu produksinya, talasemia dibedakan menjadi: 1. Talasemia α terjadi akibat berkurangnya (talasemia α+) atau tidak diproduksinya (talasemia αo) gen globin α.6,7,14Di Asia sering didapatkan bentuk 2 gen globin α hilang dari kromosom yang sama (cis). Pada keadaan homozigot keempat gen hilang sehingga tidak ada rantai yang terbentuk,
sehingga fetus tidak dapat mensintesis HbF normal atau hemoglobin dewasa lainnya dan terjadilah kegagalan jantung janin, hidrops fetalis hingga kematian janin. Pada ibu dengan janin yang mengalami kelainan, berisiko terhadap terjadinya preklamsia berat yang terjadi pada awal kehamilan, perdarahan antepartum maupun postpartum, dan persalinan preterm. Komplikasi maternal yang disebut mirror syndrome
ini ditandai edema hingga edema paru,
hipertensi dan proteinuria.12 Pada pasien dengan talasemia α konseling genetik dilakukan bukan hanya untuk beratnya penyakit dan tidak adanya terapi yang efektif, tetapi perlu juga dijelaskan untuk menghindari komplikasi toksemia maternal yang berat pada saat kehamilan.12 Tabel 2.4 Genotif dan Fenotif Talasemia α6 Bentuk Talasemia Talasemia 2α trait
Genotif -α/αα
asimtomatik
Talasemia 1α trait Talasemia 2aα homozigot Talasemia 1aα heterozigot
Fenotif menyerupai
-α /-α
talasemia
β
minor
αα / αα Hemoglobinopati H disease
--/-α
Talasemia intermedia
Hidrops fetalis dengan Hb Barts
--/--
hidrops fetalis KJDR
2. Talasemia β terjadi akibat berkurangnya (talasemia β+) atau tidak diproduksinya (talasemia βo) gen globin β.6,8Keadaan ini menyebabkan ketidakseimbangan sintesis rantai globin yang mengakibatkan berlebihnya rantai α sehingga terjadi presipitasi prekursor eritrosit, yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan sel darah merah di sumsum tulang dan perifer.
Keseluruhan proses tersebut mengakibatkan terjadinya anemia yang parah, yang selanjutnya akan menyebabkan peningkatan produksi eritropoetin dan ekspansi sumsum tulang yang tidak efektif, deformitas tulang, pembesaran limpa dan hati, serta hambatan pertumbuhan.Bila diberikan transfusi yang adekuat, pasien dapat tumbuh dan kembang dengan normal tanpa kelainan klinis. Komplikasi dapat muncul pada akhir dekade pertama sebagai akibat dari penumpukan zat besi akibat transfusi berulang. Penumpukan zat besi ini dapat diatasi dengan pemberian kelasi besi. Di akhir dekade ke-2 kehidupan, komplikasi pada jantung mulai muncul dan kematian dapat terjadi akibat timbunan zat besi pada jantung (cardiac siderosis).4 Tabel 2.5Genotif dan Fenotif Talasemia β3 Fenotif
Genotif
Pembawa sifat Silent β/β tersem bunyi
Beratnya Gejala Klinis Asimtomatis Tidak ada kelainan hematologi
(silent carrier) Trait/ minor
β°/β, β+/β, atau β+ringan/β
Intermedia
β°/β+ ringan, β+/ β+ ringan, atau β+ ringan/β+ ringan β°/β tersembunyi, β+/β tersembunyi, β+ ringan/ β tersembunyi, atau β tersembunyi/ β tersembunyi β°/β°, β+/β+, atau β°/β+ dan delesi atau nondelesi talasemia α β°/β°, β+/β+, atau β°/β+ dan
Anemia asimtomatis Mikrositik dan hipokromik Lambat muncul Anemia ringan-sedang Tidak tergantung terhadap transfusi Beratnya gejala klinis bervariasi dan berkisar anara minor dan mayor
Mayor
peningkatan kapasitas sintesis rantai γ Delesi bentuk talasemiaδβ dan HPFH β°/β°, β+/β Talasemia β dominan (badan inklusi) β°/β°, β+/β+, atau β°/β+ cepat muncul anemia berat ketergantungan terhadap transfusi
3. Talasemia δβ terjadi akibat berkurangnya atau tidak diproduksinya kedua rantai δ dan β. Hal yang sama terjadi pada talasemia γδ dan talasemia αβ. 4. Heterozigot ganda talasemia α atau β dengan varian hemoglobin talasemia, seperti talasemia β/HbE yaitu kelainan yang diwarisi dari salah satu orang tua pembawa sifat talasemia β dan yang lainnya pembawa sifat Hb E.14
2.6 DiagnosisTalasemia Diagnosis talasemia dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang14. Riwayat Penyakit Ras, riwayat keluarga, usia awal terkena penyakit dan pertumbuhan
Pemeriksaan Fisik Pucat, ikterus, splenomegali, deformitas skeletal dan pigmentasi
Laboratorium darah dan sediaan apusan Hb, MCV, MCH, retikulosit, jumlah eritrosit, gambaran darah tepi atau sumsum tulang dan presipitasi HbH
Elektroforesis Hemoglobin
adanya Hb abnormal, analisis pada pH 6-7 untuk HbH dan Hb Barts
Penetuan HbA2 dan Hb F
Distribusi Hb F intraselular
Sintesis rantai globin Analisis struktur Hb varian
Gambar 2.5 Algoritme Pendekatan Diagnosis Talasemia14 Pada wanita hamil, dari anamnesis dapat ditanyakan adanya gejala anemia seperti pusing, lemah, mudah lelah, hingga sinkop. Ada atautidaknya riwayat splenomegali, batu empedu, trombosis, kardiomiopati, penyakit hati kronis serta kelainan endokrin seperti diabetes melitus.Gejala talasemia sering muncul pada usia >18-67 tahun (dapat terjadi pada usia 2-8 tahun). Pada beberapa wanita gejala anemia akan bertambah berat karena ekspansi volume plasma yang disertai sedikit peningkatan eritropoiesis. Dapat ditanyakan juga adanya riwayat transfusi, apakah sejak sebelum atau setelah kehamilan, karena stress fisiologis kehamilan dapat mengeksaserbasi gejala talasemia.4,13 Tabel 2.6 Gambaran Hematologi dan Klinis pada Penderita Talasemia 13 Gambaran hematologi
Gambaran Klinis
Talasemia Kadar Hb
HbA2
HbF
Hb lain
Homozigot 80% Hb Barts, sisanya Hb H dan H Talasemia α
↓↓↓↓
0
0
Portland, beberapa Hb A
Hidrops fetalis
Anemia Talasemia β
+
↓↓↓
bervariasi
↑↑
Beberapa Hb A
Cooley sedang berat
↓↓↓↓ Talasemia β° Talasemia εβ°
bervariasi
↑↑↑
↓↓
0
100% Hb A (-)
N
N
N
↓
N
N
Anemia
Hb A (-)
Cooley berat
Talasemia intermedia
Heterozigot talasemiaα karier tersembunyi talasemia α trait
1-2% Hb Barts pada tali pusat 5% Hb Barts pada tali pusat
N
sangat ringan
4-30% Hb H pada dewasa, Penyakit Hb H
↓↓
N
N
25%
Hb
Barts
pada
Talasemia Intermedia
tali pusat +
↓ - ↓↓
↑
↑
tidak ada
ringan
Talasemia β°
↓ - ↓↓
↓
↓↓↓
tidak ada
ringan
Talasemia β
Pemeriksaan laboratorium yang perlu untuk menegakkan diagnosis talasemia ialah: 1. Pemeriksaan Darah Pemeriksaan darah yang dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita talasemia adalah : a. Darah rutin Kunci mendiagnosis talasemia adalah anemia hipokromik mikrositik dengan mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl dan mean corpuscular haemoglobin (MCH)< 27 pg. Pemeriksaan kombinasi MCV dan MCH ini lebih baik daripada hanya MCV saja atau MCH saja.14 Anemia hipokromik mikrositik juga ditemukan pada anemia defisiensi besi namun biasanya
disertai penurunan kadar red blood cell (RBC) dan peningkatan red cell distribution width (RDW). Dapat juga ditemukan penurunan jumlah eritrosit, peningkatan jumlah lekosit dan ditemukan pula peningkatan dari sel PMN. Bila terjadi hipersplenisme akan terjadi penurunan dari jumlah trombosit.15 b. Hitung retikulosit pada talassemia meningkat antara 2-8 %. c. Gambaran darah tepi Anemia pada talasemia mayor mempunyai sifat mikrositik hipokrom. Pada gambaran
sediaan
darah
tepi
akan
ditemukan
retikulosit,
poikilositosis,basophilic stippling, sel tear drops dan sel target. d. Feritin, Serum Iron (SI) dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan anemia terjadi karena defisiensi besi. Pada anemia defisiensi besi SI akan menurun, sedangkan TIBC akan meningkat. HbA2 yang rendah dapat ditemukan pada anemia defisiensi besi dan talasemia α sehingga kadang sulit membedakan dengan pembawa sifat talasemia β. Pemeriksaan feritin dapat membedakan anemia karena talasemia dengan defisiensi besi.16 e. Tes Fungsi Hepar Kadar bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat sampai 2-4 mg%. bila angka tersebut sudah terlampaui maka harus dipikir adanya kemungkinan hepatitis, obstruksi batu empedu dan cholangitis. Serum SGOT dan SGPT akan meningkat dan menandakan adanya kerusakan hepar. Akibat dari kerusakan ini akan berakibat juga terjadi kelainan dalam faktor pembekuan darah.
2. Pemeriksaan sumsum tulang Pada sumsum tulang akan tampak suatu proses eritropoesis yang sangat aktif sekali. Ratio rata-rata antara myeloid dan eritroid adalah 0,8 sedangkan pada keadaan normal biasanya memiliki nilai perbandingan 10 : 3. 3. Pemeriksaan rontgen Ada hubungan erat antara metabolisme tulang dan eritropoesis. Bila tidak mendapat tranfusi dijumpai osteopeni, resorbsi tulang meningkat, mineralisasi berkurang dan dapat diperbaiki dengan pemberian tranfusi darah secara berkala.
Gambar 2.6 Gambar Rontgen Kepala “Hair on end” dan Penipisan Korteks pada Tulang Panjang6 Apabila tranfusi tidak optimal terjadi ekspansi rongga sumsum dan penipisan dari korteknya. Trabekulasi memberi gambaran mozaik pada tulang. Tulang terngkorak memberikan gambaran yang khas, disebut dengan “hair on end” yaitu menyerupai rambut berdiri potongan pendek pada anak besar.6 4. EKG dan ekokardiografi untuk mengetahui dan memonitor keadaan jantungnya. Kadang ditemukan jantung yang kardiomegali akibat anemianya. 5. HLA typinguntuk pasien yang akan di transplantasi sumsum tulang.
6. Pemeriksaan mata, pendengaran, fungsi ginjal dan tes darah rutin untuk memonitor efek terapi deferoxamine (DFO) dan obat kelasi. 7. High throughput screens Dua
metode yang sering digunakan adalah high pressure liquid
chromatography (HPLC) dan capillary zone electrophoresis (CZE), mendeteksi hemoglobin berdasarkan perbedaan elution atau migrasi dengan deteksi spektrofotometri pada 415 nm. Perbedaan keduanya adalah cara pemisahan kandungan hemoglobin. Diagnosis definitif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan eleltroforesis hemoglobin. Pemeriksaan ini tidak hanya ditujukan pada penderita talasemia saja, namun juga pada orang tua, dan saudara sekandung jika ada. Pemeriksaan ini untuk melihat jenis hemoglobin dan kadar HbA217. Hemoglobin non patologis memiliki 97% HbA, 2,5% HbA2 dan <1% HbF. Pada talasemia beta karier (minor, intermediate) ditandai peningkatan HbA2, dimana konsentrasi HbA2 >~4% memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 90% dalam mendiagnosis talasemia β. Beberapa obat HIV, Hb S1C, hipertiroid, anemia megaloblastik, hemoglobin yang tidak stabil dan anemia diseritropoetik kongenital tipe 1 dapat menyebabkan false positif. Sedangkan false negatif dapat disebabkan delesi concurent pada gen α atau δ atau terkadang karena sindrom mielodisplastik, anemia sideroblastik dan leukemia myelositik akut. Talasemia β mayor ditandai penurunan signifikan atau tidak adanya HbA yang digantikan oleh Hb F (~70-100%) dan Hb A2 (0-4%). Petunjuk adanya talasemia αcukup sulit karena delesi keempat gen α
(talasemia α mayor) jarang bertahan hidup. Pada penderita talasemia α karier ditemukannya Hb Barts dan Hb H18. 8. Gel electrophoresis19 Varian hemoglobin memiliki beragam tingkat migrasi saat dipisahkan dengan gel electrophoresis. Elektroforesis asam-basa merupakan metode tambahan yang memisahkan spesies hemoglobin menggunakan buffer matriks polimer masing-masing pada pH asam maupun basa. Isoelectric focusing electrophoresis (IEF) kemudian memisahkan spesies hemoglobin pada kelompok yang pola migrasinya sama seperti elektroforesis basa tapi dengan resolusi yang lebih baik. IEF dipertimbangkan sebagai gold standard pemeriksaan biokimia terhadap abnormalitas hemoglobin. Gel electrophoresis yang paling sensitif dan spesifik dalam teknik pembacaan mutasi dan dapat mengurangi pegeluaran karena akurat cepat dan tekniknya lebih murah.17 9. Mass spectrometry Berpotensi meningkatkan sensitivitas analisis Hb sebagai metode pelengkap HPLC dan IEF. Tandem metode mass spectrometryuntuk skrining neonatal memberikan keuntungan dibandingkan metode lainnya termasuk ekspertise yang efisien biayanya, instrumentasi sudah digunakan pada skrining laboratorium bayi baru lahir dan analisis yang lebih otomatis. Tetesan darah lama pun dapat dianalisa dengan mass spectrometry sehingga menguntungkan dalam pemeriksaan. 10. Diagnostik molekular untuk kelainan hemoglobin Tabel 2.7 Ringkasan metode molekuler utama yang digunakan dalam analisa hemoglobin18
Metode
Aplikasi
Gap-PCR
deteksi delesi yang sering hanya mendeteksi delesi pada gen globin α spesifik yang dan/atau β ditargetkan pada pemeriksaan deteksi delesi dan tidak mendeteksi titik duplikasi yang pasti, varian yang sering maupun mirip mungkin jarang pada kedua tidak dapat gen globin α dan dibedakan. β deteksi titik target mutasi hanya mendeteksi varian spesifik yang ditargetkan dalam pemeriksaan deteksi titik target mutasi hanya mendeteksi varian spesifik yang ditargetkan dalam pemeriksaan deteksi titik mutasi dan varian baru dapat insersi maupun mengacaukan delesi kecil hasil, sequencing lanjutan mungkin diperlukan deteksi titik mutasi dan Lebih cocok sebagai insersi maupun skrining dari pada identifikasi varian delesi kecil pasti deteksi titik mutasi dan Lebih cocok sebagai insersi maupun skrining dari pada identifikasi varian delesi kecil pasti
MLPA
Dot
blot/allele-specific oligonucleotide (ASO)
Allele-specific PCR/ARMS
High-resolution (HRM)
melting
Denaturing gradient gel electrophoresis (DGGE)
Denaturing high perfomance liquid chromatography (dHPLC) Single stand deteksi titik mutasi dan insersi maupun confirmation delesi kecil polymorphism (SSCP) Sequencing
deteksi titik mutasi dan insersi maupun delesi kecil, termasuk varian baru, penting untuk identifikasi pasti, varian yang dideteksi metode
Keterbatasan
Lebih cocok sebagai skrining dari pada identifikasi varian pasti Tidak
cocok untuk deteksi delesi yang banyak
skrining
2.7 Diagnosis Banding Talasemia sering kali didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi Fe, hal ini disebabkan oleh karena kemiripan gejala yang ditimbulkan dan gambaran eritrosit mikrositik hipokrom. Pada anemia sideroblastik dimana didapatkan pula gambaran apusan darah tepi mikrositik hipokrom dan gejala-gejala anemia, yang membedakan dengan talasemia adalah kadar besi dalam darah tinggi, kadar TIBC (Total Iron Binding Capacity) normal atau meningkat sedangkan pada talasemia kadar besi dan TIBC normal.Dapat juga dibandingkan dengan anemia defisiensi G6PD, dimana enzim ini bekerja untuk mencegah kerusakan eritrosit akibat oksidasi.Dapat dibedakan dengan talasemia dari apusan darah tepi dimanapada defisiensi G6PD nomositik-normokromik dan pemeriksaan enzim G6PD13. Tabel 2.7 Diagnosis Banding Anemia Hipokromik Mikrositik13 Anemia
SI
TIBC
Feritin
FEP
Hba2
Hbf
RDW
serum Defisiensi
Rendah Tinggi
Rendah Tinggi Normal Normal Tinggi
besi
Rendah
Talasemia α
Tinggi
Normal
Tinggi Normal Normal Rendah Tinggi
Talasemia β
Tinggi
Normal
Tinggi Normal Tinggi
Anemia
Rendah Rendah
Tinggi Tinggi Normal Normal Normal
Tinggi
Tinggi Rendah Normal Normal Tinggi
Tinggi
Tinggi
penyakit kronis Anemia sideroblastik
Normal
2.8Penanganan Talasemia Dalam Kehamilan Kebutuhan transfusi akan meningkat selama kehamilan. Pasien yang tidak tergantung dengan transfusi seperti pada talasemia intermedia atau Hemoglobin H menjadi perlu transfusi saat hamil hingga setelah melahirkan. Hemoglobin harus tetap terjaga ≥ 10 g/dl pada talasemia β mayor. Observasi pasien dilakukan terhadap fungsi jantung dan USG serial untuk mengetahui kesejahteraan janin4,13. Pemberian kelasi besi di luar kehamilan biasanya menggunakan desferrioxamin mesilat (Desferal) yang diberikan perinfus subkutan selama 12 jam 5-7 hari seminggu. Bila terapi dilanjutkan saat kehamilan berisiko kelainan tulang pada janin.Sebaiknya kelasi besi dioptimalkan sebelum kehamilan kemudian saat kehamilan tidak dilakukan terapi kelasi besi terutama pada trimester pertama12. Tabel 2.9 Penatalaksanaan Talasemia dalam Kehamilan12 Talasemia
Penatalaksanaan
Talasemia β Sebelum kehamilan dan dan sebelum persalinan: mayor
kehamilan jarang terjadi. Tinjau kembali pengobatan ( hentikan pemberian kelasi besi, berikan kalsium dan vitamin D untuk suplementasi densitas tulang) Hindari pemberian zat besi Berikan asam folat Berikan transfusi bila terjadi anemia Skrining pasangan: bila hasilnya positif, perimbangkan konseling dan diagnosis prenatal. Saat kehamilan dan persalinan:
cara persalinan tergantung status keadaan jantung dan adanya disproporsi sefalopelvik cek darah tali pusat Neonatus: follow up
Talasemiaβ minor
Sebelum kehamilan dan dan sebelum persalinan: Berikan asam folat Berikan zat besi oral bila kadar feritin rendah Skrining pasangan: bila hasilnya positif, perimbangkan konseling dan diagnosis prenatal. Saat kehamilan dan persalinan:
cek darah tali pusat bila pasien memiliki risiko saat kehamilan Neonatus: follow up bila pasien memiliki risiko saat kehamilan
Tabel 2.9 Penatalaksanaan Talasemia dalam Kehamilan12 Talasemia
Penatalaksanaan
Talasemia α Sebelum kehamilan dan dan sebelum persalinan: (HbH diseas e)
Berikan asam folat Transfusi bila anemia berat Skrining pasangan: bila hasilnya positif, perimbangkan konseling dan diagnosis prenatal. Saat kehamilan dan persalinan:
Cross match darah bila anemia berat Neonatus: follow up hematologi Talasemia α Sebelum persalinan: (
Hb
Bart’s hidro ps)
Tidak ada pengobatan untuk fetal hidrops (tidak dapat hidup) Saat kehamilan dan persalinan: kesulitan persalinan karena bayi besar Setelah persalinan : konseling mengenai kejadian saat ini dan perencanaan kehamilan berikutnya
Talasemia α Sebelum kehamilan dan dan sebelum persalinan: trait
Berikan asam folat Skrining pasangan: bila hasilnya positif, perimbangkan konseling dan diagnosis prenatal.
Saat kehamilan dan persalinan: cek darah tali pusat bila pasien memiliki risiko saat kehamilan 2.9 Skrining Talasemia Pelaksanaan program pencegahan talasemia dipilih berdasarkan beberapa hal sebagai berikut2: 1. Besarnya prevalensi kasus talasemia mayor 2. Ketersediaan sumber daya manusia dan alat 3.
Pemantapan kualitas (quality control)
4. Tempat-tempat yang telah menjadi pilot project penelitian talasemia. Edukasi masyarakat merupakan langkah awal dalam program pencegahan talasemia.
Tanpa
diawali
edukasi
masyarakat
yang
optimal,
skrining
talasemiaakan menimbulkan keresahan di masyarakat yang mengakibatkan stigmatisasi terhadap karier atau pasien dan berlanjut pada adanya diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan serta asuransi kesehatan. Skrining talasemia memiliki berbagai implikasi terhadap psikososial, etikolegal dan agama di Indonesia.Strategi dan kebijakan pencegahan yang dibuat harus memerhatikan berbagai aspek tersebut. Dalam hal ekonomi dan pembiayaan, berbagai studi menunjukkan bahwa skrining talasemia lebih menguntungkan daripada tidak dilakukan skrining sama sekali.
Biaya
pemeriksaan
skrining
talasemia
sekitar
300-450
ribu
rupiah/orang.Jumlah ini tentu jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya penanganan satu orang pasien selama setahun. Jika penanganan seorang pasien
sekitar 300 juta rupiah maka biaya tersebut setara dengan biaya pemeriksaan skrining talasemia untuk sekitar 750 – 1.000 orang. Dalam implikasi hasil skrining talasemia terhadap jasa asuransi, pengalaman di Iran menunjukkan bahwa pihak asuransi justru bersedia menanggung biaya skrining karena dengan begitu mereka justru terhindar dari pembiayaan yang lebih besar. Informasi dan pemahaman yang baik dan benar tentang talasemia pada pihak asuransi tentunya harus diberikan dalam program pencegahan ini, sehingga individu yang terdeteksi mengidap talasemia (terutama karier talasemia) tidak ditolak untuk memiliki jaminan asuransi.9 Dalam hal etikolegal dan agama, masalah tindak lanjut hasil diagnosis pranatal janin yang terdiagnosis mengidap talasemia mayor memerlukan diskusi yang intensif dengan pakar hukum, pakar etik dan rohaniawan dari berbagai agama. Undang-Undang Kesehatan tahun 2009 pasal 75 memperbolehkan pengakhiran kehamilan (aborsi) berdasarkan indikasi kedaruratan medis yang terdeteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan.2 Pengakhiran kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pratindakan dan diakhiri dengan konseling setelah tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Namun undang-undang mensyaratkan tindakan pengakhiran tersebut hanya boleh dilakukan pada usia kurang dari 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir
dan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan serta memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri dengan seizin ibu hamil dan suami yang bersangkutan.Batas penentuan usia kehamilan kurang dari 6 minggu tentunya cukup menyulitkan karena diagnosis pranatal talasemia baru bisa dilakukan setelah usia gestasi 10 minggu.Meskipun begitu, bila kehamilan dengan bayi talasemia mayor dipertahankan, diagnosis pranatal bermanfaat bagi pasangan suami istri sebagai bahan pertimbangan pilihan reproduksi berikutnya.6, 19 Untuk jangka pendek, edukasi berupa konseling dan pemberian informasi dilakukan pada populasi yang menjadi sasaran skrining. Sementara rencana jangka panjangnya, edukasi ditujukan untuk meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan (awareness) masyarakat terhadap penyakit talasemia dengan memasukkan materi tentang talasemia kedalam kurikulum pendidikan tingkat sekolah menengah, penyebaran informasi melalui media massa, jaringan internet, brosur dan pamphlet serta menyelenggarakan kegiatan untuk memperingati hari talasemia sedunia yang melibatkan seluruh komponen masyarakat.9 Target populasi yang akan di skrining, yaitu: 1. Anggota keluarga dari pasien talasemia mayor, talasemia intermedia, dan kariertalasemia (skrining retrospektif). 2. Ibu hamil dan pasangannya saat pemeriksaan antenatal (skrining antenatal). Pada kehamilan, skrining utama ditujukan pada ibu hamil saat pertama kali kunjungan. Jika ibu merupakan pengidap atau karier talasemia, maka skrining kemudian dilanjutkan pada ayah janin dengan teknik yang sama. Jika ayah
janin normal maka skrining janin (pranatal diagnosis) tidak disarankan.Jika ayah janin merupakan pengidap atau karier talasemia maka disarankan melakukan konseling genetik dan jika diperlukan skrining pada janin (pranatal diagnosis). 3. Pasangan yang berencana memiliki anak (skrining prakonsepsi). 4. Pasangan yang akan menikah (skrining pramarital). Konseling terdiri dari informasi medis, informasi masalah genetika, dan langkah atau tindak lanjut hasil skrining.Konseling tersedia mulai skrining level II dan level diatasnya, yaitu setelah diagnosis talasemia dapat ditegakkan. a. Informed Consent berisi penjelasan tentang talasemia, manfaat dan implikasi skrining serta tanda persetujuan dari calon yang akan dilakukan skrining.18 b.
Konseloradalah orang yang sudah mendapatkan pelatihan serta mendapatkan sertifikat melakukan konseling, bisa dokter/tenaga kesehatan lain sesuai dengan kompetensi dirinya.
Hasil skrining tiap individu berupa data laboratorium dan keadaan klinisnya yang sudah divalidasi dan diverifikasi, diregistrasi oleh badan registrasi nasional melalui Rumah Sakit Pendidikan setempat. Individu yang mengidap gen talasemia kemudian dipantau perkembangan kesehatan, status marital dan reproduksinya. Alur diagnostik dapat dimulai dengan pemeriksaan nilai MCV dan MCH yang
diikuti
dengan
elektroforesis
hemoglobin
secara
otomatis
yang
menghasilkan kadar HbA2, HbF dan Hb varian. Pada pasien defisiensi besi dengan mikrositik hipokrom disertai kadar feritin < 12,0 μg/dL atau saturasi transferin < 5% perlu diberikan terapi suplementasi besi. Bila pada pemeriksaan
kadar hemoglobin setelah 2 minggu menunjukkan peningkatan, terapi besi diteruskan dan elektroforesis hemoglobin perlu diulang kembali setelah 3 bulan.2
Gambar 2.7 Alur Menegakkan Diagnosis dengan Alat Elektroforesis Otomatis2 Komponen uji saring pertama diagnosis laboratorium talasemia adalah nilai MCV kurang dari 80 fL dan MCH kurang dari 27 pg. Individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb normal dicurigai sebagai talasemia, pemeriksaan Hb typing dilakukan untuk menegakkan diagnosis jenis talasemia. Pada individu yang memiliki nilai MCV < 80 fL, MCH < 27 pg dengan Hb rendah tanpa adanya tanda infeksi/radang dan tampilan klinis baik, harus dipastikan bukan suatu anemia defisiensi besi.Mengingat ketersediaan sarana, prasarana dan
sumber daya di Indonesia, maka teknik dan metode skrining yang dapat diaplikasikan di Indonesia seperti pada tabel 2.10 Tabel 2.10 Teknik dan Metode Skrining Laboratoriun Talasemia Di Indonesia2
Penyingkiran diagnosis anemia defisiensi besi dilakukan dengan pemberian suplementasi zat besi selama 2 minggu. Bila kadar Hb meningkat kurang lebih 1 g/dL maka dianggap anemia defisiensi besi dan diterapi sesuai protokol terapi anemia defisiensi besi. Bila anemia defisiensi besi dapat disingkirkan namun Hb tetap rendah maka dilakukan pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis
otomatis untuk diagnosis talasemia. Bila pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis tidak konklusif maka dilakukan analisis DNA.17
Gambar 2.8 Algoritma Skrining Talasemia di Indonesia dengan Sistem Rujukan2 2.10 Diagnosis Pranatal5 Dalam upaya untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas karena talasemia dilakukan skrining. Skrining ini dilakukan terutama pada sindroma talasemia sebagai berikut:
1. Hb Bart’s hidrops fetalis, talasemia α homozigot (--/--) 2. Talasemia β homozigot 3. Talasemia β/Hb E disease Pada praktik obstetrik pencegahan ini dilakukan dengan skrining pasangan yang berisiko memiliki keturunan dengan sindroma talasemia tersebut.Skrining pertama dilakukan pada ibu
hamil, jika positif dilanjutkan pada pemeriksaan
suaminya.Bila keduanya positif dilanjutkan dengan konfirmasi hemoglobin typing, pada beberapa kasus bahkan memerlukan lanjutan analisa DNA. Saat pasangan berisiko memiliki keturunan dengan talasemia mayor, dilakukan konseling untuk dilakukannya diagnosis prenatal untuk mengetahui apakah janin memang benar terkena. Diagnosis prenatal meliputi: 1. Fetal sampling, dengan teknik a. Chorionic Villus Sampling (CVS) teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan
10-14 minggu. Korion frondosum dilihat dengan USG
kemudian diambil sedikit dengan forcep biopsy atau syringe berisi media dengan tekanan negatif yang dihubungkan dengan jarum spinal secara steril. Korion ini berasal dari zigot sehingga dianggap mewakili sel fetus. Setelah dibersihkan dari darah dan desidua ibu kemudian dilakukan tes laboratorium. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan hasil analisa karakter dan mutasi DNA orangtua. CVS berisiko 0,5-1% menimbulkan kematian janin. b. Amniosentesis, teknik ini dapat dilakukan pada usia kehamilan 16-20 minggu. Dengan USG dilihat kantong cairan amnion kemudian diambil
dengan syringe yang dihubungkan dengan jarum spinal dengan steril. Cairan amnion mengandungamniosit yang merupakan sel deskuamasi dari kulit, saluran pernafasan, gastrointestinal dan genitourinaria janin. Ekstraksi dan analisa DNA kemudian dapat dilakukan dari amniosit ini. Amniosentesis berisiko 0,5% menimbulkan kematian janin. c. Fetal blood sampling atau kordosentesis atau
percutaneous umbilical
cord sampling (PUBS), dapat dilakukan pada usia kehamilan 18-22 minggu. Dengan panduan USG dicari tali pusat kemudian diambil 1-2 ml darah janin sehingga memungkinkan untuk dilakukan hemoglobin typing dan analisa DNA. Prosedur ini lebih menguntungkan CVS dan amniosentesis karena hemoglobin typing hanya memerlukan waktu singkat untuk mendapatkan hasil tes. Kordosentesis berisiko 2-3% menimbulkan kematian janin. Pemilihan teknik tergantung pada umur kehamilan, kesediaan orangtua dan kemampuan operator untuk melakukan tindakan.Pada orangtua yang berisiko janinnya terkena Hb Bart’s hydrops fetalis dapat ditawarkan terlebih dahulu fetal scanning untuk melihat kardiomegali janin yang merupakan marker sensitif dan dapat dideteksi secara dini. 2. Diagnosis laboratorium meliputi hemoglobin typing dan analisa DNA 3. Konseling
BAB III RINGKASAN
Talasemia merupakan defek genetik yang disebabkan oleh penurunan kecepatan sintesis atau kemampuan produksi satu atau lebih rantai globin α atau β ataupun rantai globin lainnya sehingga terjadi delesi total atau parsial gen globin dan substitusi, delesi atau insersi nukleotida.Sebagian besar kelainan hemoglobin dan jenis talasemia merupakan hasil kelainan mutasi pada gamet yang terjadi pada replikasi DNA.Ketidakseimbangan sintesis rantai alpha atau rantai non alpha, khususnya kekurangan sintesis rantai
β akan menyebabkan kurangnya
pembentukan Hb.Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkanmaka orang tersebut hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini.Terdapat banyak varian talasemia namun yang tersering adalah talasemia α dan β. Rekomendasi teknik dan metode laboratorium diagnosis talasemiadi Indonesia yaitu dilakukan pemeriksaan MCV dan MCH digunakan untuk uji saring awal. Dengan nilai batas (cut-off) yang digunakan untuk uji saring awal adalah MCV< 80 fL dan MCH < 27 pg. Pemeriksaan feritin digunakan untuk menyingkirkan diagnosis anemia defisiensi besi yang memberikan hasil positif palsu pada diagnosis talasemia. Pemeriksaan Hb typing dengan elektroforesis otomatis memberikan nilai diagnostik yang akurat dengan angka spesifisitas dan
sensitivitas yang tinggi.Bila tidak ada metode otomatis maka dapat digunakan metode manual kuantitatif antara lain mengukur kadar Hb A2 dengan mikrokolom kromatografi, Hb F dengan metode Betke denaturasi 2 menit serta penentuan fraksi Hb varian dengan elektroforesis cara manual. Pemeriksaan analisis DNA digunakan untuk diagnosis prenatal.Teknik dan metode uji saring talasemia di Indonesia disesuaikan dengan ketersediaan sarana, prasarana dan sumber daya manusia. Program pencegahan talasemia harus dilakukan untuk mengurangi jumlah pasien talasemia di Indonesia karena dari sisi biaya pencegahan talasemia membutuhkan lebih sedikit biaya daripada terapi pasien talasemia, sementara dari sisi pasien talasemia akan menyebabkan tumbuh kembang tidak optimal. Kebijakan, strategi dan pelaksanaan program pencegahan talasemia diIndonesia harus meliputi kegiatan edukasi, skrining, konseling dan registrasi dengan memerhatikan faktor sosioetikolegal. Skrining dilakukan terhadap anggota keluarga pengidap talasemia (retrospektif).Skrining pranatal dilakukan terhadap ibu hamil pada saat kunjungan pertama. Skrining prakonsepsi dilakukan terhadap pasangan yang sudah menikah dan berencana mempunyai anak. Skrining pranikah dilakukan terhadap individu/pasangan yang akan menikah. Individu yang teridentifikasi talasemia (karier/intermedia/mayor) selanjutnya dirujuk ke spesialis penyakit dalam (usia> 18 tahun), spesialis anak (usia ≤ 18 tahun) atau spesialis obstetri ginekologi (pada ibu hamil).
DAFTAR PUSTAKA
1. Pignatti, C. B., Galanello, R. 2014. Thalassemia and Related Disorders: Quantitative Disorders of Hemoglobin Synthesis. In : Greer, J.P., Arber, D. A., Glader, B., List, A.F., Means, R.T., Paraskevas, F, Rodgers, G.M. Wintrobe’s Clinical Hematology. 13th edition. Lippincott Williams& Wilkins. 2. Atmakusumah, T.D., Wahidiyat, P.A., Sofro, A.S., Wirawan, R., Tjitrasari, T., Setyaningsih, I., Wibawa, A. 2010. Pencegahan Thalassemia. Hasil Kajian Konvensi HTA. Jakarta: 16 Juni. 3. Atmakusumah, T.D. Setyaningsih, I. 2009. Dasar-dasar talasemia: salah satu jenis hemoglobinopati. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. 4. Kilpatrick, S.J. 2014. Anemia and Pregnancy. In : Creasy, R.K., Resnik, R. Iams, J.D., Lockwood, C.J, Moore, T.R., Greene, M.F. Creasy & Resnik’s Maternal-Fetal Medicine Principles and Practice. 7th edition. Elsevier. 5. Ruangvutilert, P. 2007. Thalassemia is a Preventable Gen Disease. Siriraj Med J, 59: 330-333. 6. Old, J. 2013. Hemoglobinopathies and Thalassemias. In: Rimoin, D.L., Pyeritz, R.E., Korf, I. Emery and Rimoin’s Essential Medical Genetics. Elsevier. 7. Galanello, R., Cao, A. 2011. Alpha-thalassemia. Genetics in Medicine, 13(2): 83-88 8. Rund, D., Rachmileweitz, E. 2005. β-Thalassemia. N Engl J Med, 353: 11351146.
9. Cousens, N.E., Gaff, C.L., Metcalfe, S.A., Delatycki, M.B. 2010. Carrier screening for Beta-thalassaemia:a review of International practice. European Journal of Human Genetics, 18: 1077-1083. 10. Anonim. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 11. Cunningham, M.J. 2010. Update on Thalassemia:Clinical Care and Complications. Hematol Oncol Clin N Am, 24: 215–227. 12. Strong, J., Rutherford, J.M. 2011. Anemia and White Blood Cell Disorders. In: James, D. High Risk Pregnancy Management. 4th edition. Elsevier. 13. Welch, E., Wright, J. 2010. Inherited red cell disorders. In: Pavord, S., Hunt, B. The Obstetric Hematology Manual. Cambridge University Press. 14. Atmakusumah, T.D.2009. Thalassemia: manifestasi klinis, pendekatan diagnosis, dan thalassemia intermedia. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: InternaPublishing. 15. Sanchaisuriya,
K.,
Fucharoen,
S.,
Fucharoen,
G.,
Ratanasiri,
T.,
Sanchaisuriya, P., Changtrakul, Y., Ukosanakarn, U., Ussawaphark, W., Schelp,
F.
2005.
A
Reliable
Screening
for
Thalassemia
and
Hemoglobinopathies in Pregnancy : an alternative approach to electronic blood cell counting. Am J Clin Patho, 123:113-118. 16. Denic, S., Agarwal, M.M., Dabbagh, B.A., Essa, A.E., Takala, M., Showqi, S., Yassin, J. 2013.
Hemoglobin A2 Lowered by Iron Deficiency and α-
Thalassemia: Should screening Recommendation for β-Thalassemia change? ISRN Haematology, vol. 2013, article 858294: 1-5 17. Greene, D.N., Vaughn, C.P., Crews, B.O., Agarwal, A.M. 2015. Advances in detection of hemoglobinopathies. Clinica Chimica Acta, 439: 50-57. 18. Ryan, K., Bain, B.J., Worthington, D., James, J., Plews, D., Mason, A., Roper, D., Rees, D.C., Salle, B., Streetly, A. 2010. Significant haemoglobinopathies: guidelines for screening and diagnosis. British Journal of Haematology, 149: 35-49.
19. Christopoulos, G. Ezzat, G.M., Kleanthous, M. 2012. Use of denaturing gradient gel electrophoresis in screening unknown β-thalassemia mutations in Egyptian patients. The Egyptian Journal of Medical Human Genetics, 13:343349.