Kuliah Memorial dr.Amino Gondohutomo, Selasa 21 Oktober 2015
Skenario pelaksanaan Kebijakan JKN: Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi era MEA ? Prof. Dr. Laksono Trisnantoro MSc. PhD Magister Manajemen Rumahsakit (MMR) Fakultas Kedokteran UGM www.kebijakankesehatanindonesia.net
Pembukaan Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang terhormat: • Ibu Menteri Kesehatan dan Pimpinan Kementerian Kesehatan serta instansi pemerintah lainnya • Pimpinan Pusat PERSI dan Pimpinan Cabang PERSI • Pimpinan berbagai Asosiasi Rumah Sakit dalam naungan PERSI • Para peserta semua Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga kita berada dalam keadaan sehat wal’afiat untuk mengikuti Kuliah Memorial dr. Amino Gondohutomo Saya mengucapkan terimakasih kepada Ketua Umum PERSI yang telah memberikan kehormatan untuk menyampaikan kuliah ini dengan judul: Skenario pelaksanaan Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional: Bagaimana mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan dan menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) ?
Hadirin yang saya muliakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan sebuah kebijakan pembiayaan yang meningkatkan permintaan akan pelayanan kesehatan: • Dalam pelaksanaan kebijakan JKN, jumlah pasien meningkat, bahkan boleh dikata membludak. • Di tahun 2014 dan 2015, berbagai laporan menunjukkan bahwa BPJS sebagai badan pelaksanaan JKN mengalami kekurangan dana. • DI berbagai rumahsakit dilaporkan adanya antrian pasien, termasuk di RS-RS rujukan tertier di Jakarta. • Banyak keluhan mengenai ketersediaan spesialis dan subspesialis. Ada masalah-masalah serius di 2 front: JKN dan MEA.
Mengapa terjadi? Adanya Hukum Ekonomi Demand and Supply • Permintaan akan pelayanan kesehatan (demand for health care) akan meningkat dengan adanya system asuransi kesehatan. • Supply (penyedia jasa) terbatas.
Dalam Road Map pemerintah Kebijakan JKN diharapkan mengkover seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2019.
Apakah mampu tercapai? 1. 2. 3.
Penduduk yang tercakup Pelayanan kesehatan yang dicakup, Proporsi biaya pelayanan kesehatan yang ditanggung.
Apa yang terjadi di tahun 2015? • Ketersediaan RS • Ketersediaan dan distribusi Dokter Spesialis
Ketersediaan Supply RS • Ketersediaan RS masih timpang. Propinsipropinsi di NTT, Papua, Sulawesi masih sulit akses • Sebagian besar RS Kelas A dan Kelas B di Regional 1. • Pembayaran dari BPJS menggunakan tarif berbasis INA-CBG
Prinsip tarif INA-CBG’s 1. Regionalisasi menjadi 5 regional berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) 2. Top up untuk kasus tertentu. 3. Tidak ada perbedaan tarif untuk rumah sakit umum dan khusus 4. Tarif INA-CBG’s merupakan tarif paket meliputi pelayanan medis maupun non medis.
Jumlah RS Berdasar Kelas No
Keterangan
1 Region 1 2 Region 2 3 Region 3 4 Region 4 5 Region 5
A
B
C
D
Per Oct 2015 38 206 433 220 8 31 135 65 8 76 206 84 2 6 25 10 2 15 67 66
Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar Region 4: Kalteng, Kalsel Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua
Non Kelas 354 79 187 11 65
Region 1: Tempat RS-RS Kelas A dan Kelas B No
Region 1
A
B
Per Oct 2015 1 DKI Jakarta 13 50 2 Jawa Barat 8 50 3 Jawa Tengah 8 33 4 DI Jogjakarta 3 12 5 Jawa Timur 5 42 6 Banten 1 19 Total 38 206
C
D
46 127 103 11 111 35 433
8 40 78 26 61 7 220
Non Kelas 43 76 55 20 135 25 354
Gambaran buruk pada Regional 5
Region 5: Buruk situasinya No
Region 5
1 Kepulauan Bangka Belitung 2 Nusa Tenggara Timur 3 Kalimantan Timur 4 Maluku 5 Maluku Utara 6 Papua Barat 7 Papua Total
A
B
C
Per Oct 2015 0 1
D
Non Kelas
10
4
2
0
1
15
18
10
2
7
21
9
14
0 0 0 0 2
3 1 0 2 15
5 3 4 9 67
13 9 4 9 66
6 6 8 19 65
Apa akibatnya? • Klaim INA-CBG banyak dipergunakan di Propinsi-propinsi padat RS dan penduduk seperti DIY, Jawa Tengah, DKI • Propinsi NTT (misalnya) tidak mampu melakukan klaim karena kekurangan dokter dan RS kelas A dan B.
• Pemerataan tidak berjalan
Hadirin yang saya muliakan
Ketersediaan Suppy Tenaga Dokter Spesialis • Sampai akhir tahun 2015 belum adanya peningkatan tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis dan dokter sub-spesialis. sia, karena keterbatasan jumlah fasilitas dan Sumber Daya Manusia khususnya dokter spesialis.
Per Oct…
2,506
568
1,267
2,156
1,195
1,029
3,745
2,622
1,289
822
2,361
4,503
5,388
6,785
5,751
Jumlah Spesialis JUMLAH SPESIALIS (NASIONAL)
Jumlah Spesialis 4 Dasar per Provinsi 1,200 1,000 800 600 400 200 -
Per Oct 2015
Spesialis 4 Dasar per Provinsi
SpA
SpOG
SpD
SpB
Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 0.2% dari total jumlah spesialis 4 dasar tersebut.
1,238
284 425 569 335
KEPRI KALIMANTAN BARAT SULAWESI UTARA SULAWESI TENGAH
67
117
107 102 252
MALUKU
MALUKU UTARA PAPUA BARAT PAPUA
2,714
1,714
685
321
NT T KALIMANTAN TIMUR
173
588 KEP. BABEL
KALIMANTAN …
KALIMANTAN … 194
SULAWESI BARAT
SULAWESI … 155
SULAWESI SELATAN
127
502
1,045
419
1,432
612
BENGKULU
JAMBI
SUMATERA UTARA
NAD
NTB
BALI
LAMPUNG
2,143
1,110
946
RIAU SUMATERA SELATAN
809
SUMATERA BARAT
BANTEN
JAWA TIMUR
DIY 5,424
4,853
6,032
JAWA BARAT JAWA TENGAH
5,929
DKI JAKARTA
Jumlah Spesialis per Provinsi TOTAL SPESIALIS PER PROVINSI
Per Oct 2015
Ketersediaan spesialis di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten lebih banyak dibanding di provinsi lain, di NTT hanya 1 % dari total jumlah spesialis tersebut.
Data di tahun 2015 menunjukkan: • Supply pelayanan kesehatan RS dan jumlah dokter terbatas • Tidak seimbang distribusinya
• Menghasilkan dampak buruk untuk pelaksanaan kebijakan JKN • Kurang siap untuk menghadapi era MEA
Dampak kegagalan, antara lain: • Jumlah Masyarakat yang dikover secara praktis, tidak sama dengan yang di atas kertas. Pernyataan bahwa adalah 90 juta yang terkover oleh PBI perlu diluruskan. • Pemerataaan pelayanan kesehatan memburuk. Dana BPJS akan dinikmati oleh penduduk di perkotaan, khususnya di Regional 1. • Mutu pelayanan kesehatan yang tidak baik karena kekurangan dokter dan antrean. • Warga Negara Indonesia masih berobat ke luar negeri karena kekurangan spesialis dan sub-spesialis. • Mengundang masuknya spesialis dan subspesialis asing.
Hasil Penelitian Monitoring Kebijakan JKN oleh 12 Universitas di tahun 2014 Pencapaian Universal Coverage di tahun 2019 diproyeksikan ada di: • DKI, • DIY, • Sumatera Selatan, • Sumatera Barat, • sebagian Kabupaten/Kota di Jawa Barat, • sebagian kabupaten/kota di Jawa Tengah dan • sebagian di Sulawesi Selatan.
Kemungkinan Pesimis untuk tercapainya UHC melalui JKN pada tahun 2019 ada di: - NTT, - Kalimantan Timur, - sebagian Kab/Kota di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, - Bengkulu, dan - Sulawesi Tenggara.
Perbandingan antara DIY dan NTT: Pencapaian Universal Coverage Skenario Pesimis 2 DIY
NTT
Zero 2014 I: Maret
2015 II: Nov
maret
2016 Nov
Maret
2017 Nov
Maret
2018 Nov
Maret
2019 Nov
Hasil Penelitian UGM dan Universitas Nusa Cendana (2015) • Dana PBI di Propinsi NTT tidak terpakai sepenuhnya. • Hal ini disebabkan oleh • Dana tidak terpakai ini kurangnya akses akibat dapat dipergunakan jumlah RS yang sedikit oleh Propinsi lain dan jumlah tenaga kesehatan yang terbatas • Mencerminkan logika yang tidak tepat
BPJS Kekurangan Dana
Di tahun 2015, dilaporkan mengalami kekurangan dana (Kompas, Oktober 2015) Sumber: Data klaim Bulan Pelayanan Jan s/d Des 2014 (Bulan Pembebanan s/d Jan 2015) dari BPJS, Maret 2015.
•
Pardede, 2015
25
Catatan kritis: JKN mempunyai tujuan untuk keadilan Sosial UU SJSN 20014 Pasal 2 mempunyai tujuan untuk: • Meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat Indonesia
• Apakah tujuan kebijakan JKN ini dapat tercapai?
Hadirin yang saya muliakan • Dengan adanya kemungkinan kegagalan JKN pada data 2015
Tujuan Kuliah Memorial ini untuk • Membahas kemungkinan kegagalan kebijakan JKN • Memaparkan usulan pencegahan
Metode • Menggunakan pendekatan deskriptis dengan data Kementerian Kesehatan untuk mengamati trend perkembangan supply RS dan tempat pendidikan spesialis • Analisis Kebijakan Retrospektif • Analisis Kebijakan Prospektif dengan menggunakan pendekatan skenario
Hasil Trend Perkembangan Supply RS: Trend 1. Perkembangan RS selama 4 tahun terakhir
Trend 2. Perkembangan tempat pendidikan tenaga spesialis dan subspesialis
Trend 1:
Perkembangan RS selama 4 tahun terakhir
Trend Perkembangan RS berdasarkan kepemilikan
468
411 447 455 467
3 3 3 7
2012
2013
2014
Updated (Oct 2015)
77 75 67 63
29 39 41 42
105 115 118 125
86 88 92 94
32 32 33 36
85 89 96 112
237
RS
599
654
727 724 706
804
TREND JUMLAH RS DI INDONESIA BERDASAR KEPEMILIKAN
2012 2013
10,126 16,654 16,420 17,028
2014 Updated
8,305 7,970 7,196 7,179
195 2,236 3,249 4,146
1,379 8,308 13,356 20,640
75,723 71,711
61,957 67,242 73,918
47,060 60,656
13,667 21,791 28,127 38,718
2,181 3,604 4,480 4,892
244 244 268 505
16,191 16,879 19,622 21,747
38,368
19,183 22,292 25,696 27,837
13,678 15,782 17,071 17,452
TT
Trend Perkembangan Jumlah Tempat Tidur RS berdasarkan kepemilikan Trend Jumlah TT di Indonesia Berdasarkan Kepemilikan RS
Perkembangan Jumlah RS Per Regional BPJS
Pertumbuhan RS per Regional Pertumbuhan RS per Regional 1,400
Rumah Sakit
1,200 1,000
Region 1
800
Region 2
600
Region 3
400
Region 4 Region 5
200 2012
2013
2014
Updated (Oct 2015)
Keterangan: Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar Region 4: Kalteng, Kalsel Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua
Regional 1 286 319
DKI JAKARTA
JAWA BARAT JAWA TENGAH 2012
2013
2014
DI JOGJAKARTA
73 77 87 46
51 66 69 72
132 142 143 160
187
225 247 275 277
200
243 273 301
354
TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 1
JAWA TIMUR
Updated (Oct 2015)
BANTEN
Regional 2 58
Updated (Oct 2015)
43
46 49
17 22 23 25
36
41 42
54 57 54
58 2014
51
53 54 60
40
45
59 61 63
TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 2
2012
2013
2012 2013 2014 Updated (Oct 2015)
7 8 9 10
9 11 12 12
22 23 25 28
23 25 26 31
32 35 40 42
33 38 44 44
22 25 25 24
18 18 19 19
22 27 29 33
67 76 82 79
45 51 53 62 153 174 156 177
Regional 3
TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 3
Regional 4
29
17
16
15
19
29
31
35
TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 4
KALIM AN TAN T E N GAH 2012
KALIM AN TAN S E LATA N 2013
2014
Updated (Oct 2015)
Regional 5
2012
2013
34 35 39 2014
28
Updated (Oct 2015)
11 13 16 16
15 17 18 19
11 13 14 17
24 26 27 27
36
34
41 41 44
50 54 53
TREND JUMLAH RS DI REGIONAL 5
Pertumbuhan Tempat Tidur
Pertumbuhan TT per Regional
TT
Pertumbuhan TT per Regional 180,000 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 -
Region 1 Region 2 Region 3 Region 4 Region 5 2012
2013
2014
Updated (Oct 2015)
Keterangan: Region 1: DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten Region 2: Sumbar, Riau, Sumsel, Lampung, Bali, NTB Region 3: NAD, Sumut, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalbar, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Gorontalo, Sulbar Region 4: Kalteng, Kalsel Region 5: Kep. Babel, NTT, Kaltim, Maluku, Malut, Papua Barat, Papua
Catatan • Jumlah TT RS Pemerintah Kabupaten meningkat • Pertumbuhan RS Swasta Publik (non-Profit) dan RS Swasta for Private berkembang pesat • Yang sangat pesat adalah yang Privat
Pertumbuhan RS Swasta Non Profit Pertumbuhan RS Swasta Non Profit 160 140 120 100 80 60 40 20 0
2012
2013
Rata-rata trend pertumbuhan Jatim : 13%
2014
Updated
Pertumbuhan RS Swasta Non Profit Pertumbuhan RS Swasta Non Profit 500 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Regional 1
Regional 2 2012
Regional 3 2013
2014
Regional 4 Updated
Regional 5
Pertumbuhan RS Privat Pertumbuhan RS Privat 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0
2012
2013
2014
Updated
Rata-rata di setiap provinsi terdapat kenaikan jumlah RS Privat, selama +/- 3 tahun terakhir jumlah RS Privat terutama di Jatim naik 5x lipat dan di Jabar naik 2x lipat.
Pertumbuhan RS Privat Pertumbuhan RS Privat per Regional 600 500 400 300 200 100
0 Regional 1
Regional 2 2012
Regional 3 2013
2014
Regional 4 Updated
Regional 5
Apa yang terjadi? • Investasi RS banyak dilakukan swasta for profit • Pemerintah tidak banyak membangun RS baru • Pemerintah Kab /kota banyak menambah TT
• Kebijakan JKN menarik untuk investasi oleh swasta • RS baru swasta for profit banyak didirikan di Jawa (Regional 1)
Investor RS Swasta tidak banyak yang mempunyai ideologi ke arah pemerataan pelayanan. Profit making merupakan dasar bekerja
Trend 2
Perkembangan tempat pendidikan
Tempat pendidikan dokter spesialis belum banyak berubah.
Akreditasi FK-FK
UU Pendidikan Kedokteran. Yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan spesialisasi adalah FK-FK dengan akreditasi A
Akreditasi FK-FK
Di tahun 2015: Tidak ada perubahan signifikan fakultas kedokteran yang bisa menyelenggarakan pendidikan Spesialis dan Sub-Spesialis
Pendidikan Sub-spesialis Mengalami keterkejutan pasca keluarnya UU Pendidikan Kedokteran di tahun 2013 yang mengamanahkan agar pendidikan ini masuk ke kelompok formal. Catatan: Pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh AIPKI pada tahun 2014 masih menghadapi masalah dalam regulasi pendidikan sub-spesialis dengan ketersediaan dosen sesuai dengan aturan pendidikan formal yang university-based.
• Jumlah, penyebaran dokter sub-spesialis belum ada data yang akurat • Tempat pendidikan dokter sub-spesialis masih mengalami guncangan pasca UU Pendidikan Kedokteran
• Menunjukkan rendahnya perhatian bangsa kepada pendidikan sub-spesialis • Rentan untuk dimasuki sub-spesialis dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang dimulai tahun 2015 ini
Masalah kronis: Dosen pendidik klinis yang melakukan proses pendidikan residen dan sub-spesialis baru diatur dalam: Permendikti dan Riset pada akhir tahun 2015 dengan keluarnya jenis dosen baru yang mempunyai Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK).
Peserta proses pendidikan Spesialis dan Sub-spesialis • Masih belum dianggap sebagai pekerja • UU Pendidikan Kedokteran sudah menetapkan bahwa mereka bukan mahasiswa biasa
Hadirin yang saya muliakan
Analisis Retrospektif: • Trend pembangunan RS selama 4 tahun terakhir ini tidak mendukung tujuan kebijakan JKN dalam perspektif pemerataan; • Situasi perkembangan tempat pendidikan dokter spesialis dan sub-spesialis menjadi salahsatu faktor penghambat tercapainya tujuan kebijakan JKN
Bagaimana prospeknya? Trend 1. Perkembangan RS selama 4 tahun terakhir Trend 2. Perkembangan tempat pendidikan tenaga spesialis dan sub-spesialis Apakah membaik, ataukah Memburuk?
Pendekatan analisis prospektif dengan mengggunakan Skenario
Skenario pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional
Skenario mana yang mempunyai probabilitas terbesar untuk terjadi?
Analisis trend: Menunjukkan ke Skenario terburuk
Gambaran akibat skenario terburuk • Kebijakan RS Rujukan Nasional, Propinsi, dan regional akan gagal. • Pasien-pasien gagal ditangani di daerah masing-masing karena kekurangan tenaga spesialis dan peralatan. Pasien akan antre di Jakarta dan pasien yang dirujuk merupakan masyarakat yang berpenghasilan tinggi; • Meningkatnya jumlah pasien akan tidak dapat diatasi. Waktu tunggu semakin lama. Pasien-pasien yang membutuhkan pelayanan tertier dan mampu akan terus ke luar negeri. • Mutu pelayanan akan memburuk, terutama yang membutuhkan teamwork yang baik.
Dampak secara politis • Kesenjangan antar daerah semakin meningkat, berlawanan dengan UU SJSN dan UUD serta Nawacita Presiden RI; • Dalam MEA, Indonesia akan rentan untuk dimasuki spesialis dan subspesialis asing;
Hadirin yang saya muliakan
• Apakah ada solusi untuk mencegah masuknya Indonesia ke skenario terburuk?
Usulan Strategi mencegah terjadinya skenario terburuk 1. Penambahan RS dan fasilitas kesehatan 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan subspesialis
Strategi 1. Penambahan RS dan fasilitas kesehatan
Mencakup: a. Peningkatan jumlah RS untuk Pemerataan JKN b. Penguatan Rujukan Nasional, Propinsi, dan Regional c. Kebijakan Kompensasi BPJS
a. Peningkatan jumlah RS dan tenaga kesehatan untuk Pemerataan JKN Dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten Kota • Pemerintah Pusat perlu mengembangkan di daerah yang kemampuan fiskalnya rendah • Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi yang kemampuan fiskal tinggi diharapkan mengembangkan fasilitas kesehatannya
b. Penguatan Rujukan Nasional, Propinsi, dan Regional • Kemenkes diharapkan memicu kebijakan ini agar selaras dengan perkembangan JKN; • Perlu membentuk kelompok pengembangan Rujukan yang terdiri atas berbagai pihak
Usulan Operasional di level RS • PERSI, ARSADA dan ARSPI membentuk Kelompok Kerja Persiapan RS Rujukan Nasional • Anggota adalah semua RS Rujukan Nasional dan Regional • Setiap Anggota menyiapkan Tim Perubahan yang akan menjadi Unit Pengelola Rujukan • Tim Perubahan dibentuk, termasuk adanya: Kelompok-kelompok klinis yang menjadi Rujukan Nasional. • Tim Klinik ini dipimpin oleh Klinisi yang bergairah untuk maju
Tim di setiap RS akan menyusun Rencana Perubahan yang dipakai sebagai dasar untuk Revisi Rencana Stratejik Bisnis
c. Kebijakan Kompensasi BPJS • Dana Kompensasi BPJS (berdasar UU SJSN di tahun 2004) • Diatur lebih lanjut dengan Permenkes no 71 tahun 2013
Bagian Kedelapan Permenkes 2013 Pemberian Kompensasi Pasal 30 (1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan wajib memberikan kompensasi. (2) Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi kebutuhan medis sejumlah Peserta ditetapkan oleh dinas kesehatan setempat atas pertimbangan BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan. (3) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk : • penggantian uang tunai; • pengiriman tenaga kesehatan; dan • penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
(4) Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa penggantian atas biaya pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
(5) Besaran penggantian atas biaya pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disetarakan dengan tarif Fasilitas Kesehatan di wilayah terdekat dengan memperhatikan tenaga kesehatan dan jenis pelayanan yang diberikan. (6) Kompensasi dalam bentuk pengiriman tenaga kesehatan dan penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan huruf c dapat bekerja sama dengan dinas kesehatan, organisasi profesi kesehatan, dan/atau asosiasi fasilitas kesehatan.
Aturan lebih lanjut mengenai kriteria kompensasi ditetapkan dengan PKetentuan lebih leraturan BPJS Kesehatan.
Perlu dijalankan segera
Strategi 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan sub-spesialis
Perlu Visi baru: Sistem Pendidikan Spesialis dan Subspesialis menjadi bagian integral sistem pelayanan kesehatan.
Strategi 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan sub-spesialis
Perlu Visi baru: Sistem Pendidikan Spesialis dan Subspesialis menjadi bagian integral sistem pelayanan kesehatan. Mengapa?
Mengapa?
Setelah JKN hampir 2 tahun berjalan:
Tidak ada hubungan antara tempat pendidikan spesialis dan sub-spesialis dengan perkembangan pelayanan kesehatan
Dua sistem yang terpisah
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Dua sistem yang terpisah
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Salah satu faktor yang menjadi penentu perkembangan jumlah dan distribusi spesialis di Indonesia
Dua sistem yang terpisah
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Perlu Integrasi dalam pendidikan spesialis dan sub-spesialis
Apa arti Integrasi? Sebuah proses untuk mencapai koordinasi yang mulus dan dekat antara berbagai kelompok organisasi atau system. Integrasi ke dua sistem ini mencakup, antara lain: • Pemahaman akan nilai-nilai dan prinsip yang melandasi pendidikan spesialis dan subspesialis dalam hubungannya dengan pelayanan kesehatan; • Perencanaan bersama termasuk perencanaan keuangan; • Pelaksanaan
1. Nilai-nilai dan Prinsip yang akan diubah dalam integrasi ini.
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Residen dan Fellow bukan mahasiswa biasa
Saat ini:
Perubahan yang diharapkan:
Residen dan Fellow dianggap oleh pelaku di system pendidikan dokter dan pelayanan kesehatan
• Berdasarkan UU Pendidikan Kedokteran tahun 2013: Mahasiswa pendidikan spesialis dan sub-spesialis harus sebagai bukan mahasiswa biasa. • Mereka berhak mempunyai hak termasuk insentif dan kewajiban-kewajiban sebagai seorang pekerja.
sebagai mahasiswa bukan pekerja.
Landasan Hukum Sudah Jelas: Berdasarkan Undang-undang No 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendikan Kedokteran Indonesia yang menyatakan dalam Pasal 31 Paragraf 3 : tentang Hak dan Kewajiban Mahasiswa • 1) Setiap Mahasiswa berhak: – memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis,dan dokter gigi spesialis-subspesialis;
2. Pelaksanaan Pendidikan yang perlu lebih diintegrasikan
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Residen dan Fellow harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari SDM kesehatan yang bekerja di RS
Landasan Etis dalam perubahan ini: • Manusia yang sudah bekerja harus mendapatkan kewajiban dan hak (termasuk pembayaran). • Tidak boleh ada ekploitasi oleh manusia ke manusia lainnya. • Pendidikan harus beretika dan profesional untuk menghasilkan lulusan yang etis dan professional, menghadapi era MEA dan globalisasi.
3. Penggunaan Penggunaan Dana BPJS
Sistem Pendidikan Kedokteran
Sistem Pelayanan Kesehatan
Belum ada aturan tentang hubungan BPJS dengan residen
Kondisi Saat ini: Tidak ada koordinasi antara BPJS sebagai bagian dari system pelayanan kesehatan dengan pendidikan kedokteran. Klaim INA-CBG yang diterima oleh rumahsakit masih belum jelas hubungannya dengan residen. Sistem remunerasi RS masih banyak yang tidak memperhitungkan residen.
Perubahan yang dilakukan:
•
Dana dari klaim INA-CBG BPJS harus diatur sehingga sebagian dapat dipergunakan untuk membayar para residen dan fellow di RS pendidikan dan RS jaringan pendidikan. • Residen perlu masuk sebagai bagian dari pembayaran untuk tenaga kesehatan.
Hal-hal strategis yang diperlukan dalam reformasi ini 1. Penguatan Lembaga Pendidikan Spesialis dan Subspesialis menghadapi 2 front: BPJS dan MEA; 2. FK/RS Pendidikan diharapkan melakukan kerjasama dengan RS luarnegeri untuk mendapatkan spesialis asing dan bekerja di Indonesia dalam rangka transfer teknologi 3. Penambahan RS-RS sebagai tempat pendidikan 4. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset perlu lebih terlibat 5. Dukungan Jaringan Telekomunikasi dan Telematika
+ Catatan akhir: Visi ini hanya bisa tercapai apabila dilakukan oleh para: - Pimpinan Fakultas Kedokteran dan - Direksi RS Pendidikan dan jaringan, - KaProdi-Kaprodi, Kolegium, serta - pejabat di KementerianKementerian
yang reformis dan visioner.
Bukan oleh mereka: - yang terperangkap dalam sejarah yang gelap, - yang ketakutan pada hambatan dan regulasi yang tidak tepat, serta - yang tidak mampu menggunakan nalar.
Hadirin yang saya muliakan Sebagai penutup Kuliah Memorial Amino Gondohutomo: Analisis menunjukkan bahwa: 1. Sistem kesehatan Indonesia mengarah ke skenario terburuk untuk tidak tercapainya tujuan JKN dan kurang siapnya menghadapi MEA 2. Perlu ada strategi mencegah ke skenario terburuk
Strategi pencegahan skenario terburuk 1. Penambahan RS dan fasilitas kesehatan 2. Reformasi tempat pendidikan untuk memperbaiki jumlah dan distribusi spesialis dan subspesialis Plus
Plus Perlu ada amandemen dalam UU SJSN dan UU BPJS serta berbagai regulasi lainnya.
Prinsip amandemen: • Dana PBI yang terbatas, jangan sampai dipergunakan terlalu banyak oleh masyarakat mampu. • Negara harus melindungi fakir miskin dulu; • Membuka sumber dana kesehatan dari orang kaya, agar lebih banyak dana untuk pelayanan kesehatan
Tax Income
Saat ini:
Non-tax Income
- Klaim BPJS banyak dipakai oleh Non-PBI Mandiri - BPJS kesulitan dana
Non-PBI ex PT Askes
APBN PBI
BPJS
MoH Other Ministries Pemda Local Gov
Masyarakat kaya Non-PBI Mandiri mendapat banyak dari negara Private Insurance
Primary Care
Referral Care
Out pof pocket 92
Tax Income
Saat ini:
Non-tax Income
- Klaim BPJS banyak dipakai oleh Non-PBI Mandiri - BPJS kesulitan dana
Non-PBI ex PT Askes
APBN PBI
MoH Other Ministries Pemda Local Gov
Claim Ratio <90%
Primary Care
BPJS
Masyarakat kaya Non-PBI Mandiri mendapat banyak dari negara Private Insurance
Referral Care
Claim Ratio sekitar 1300% di November 2014
Out pof pocket 93
Mendatang:
Tax Income
Diharap ada Kompartemen di BPJS. Jangan sampai dana PBI masuk ke Non-PBI mandiri Masyarakat kaya diharapkan membeli askes swasta dan tidak menggunakan dana PBI
Non-tax Income
Non-PBI ex PT Askes
APBN PBI
BPJS
Non-PBI Mandiri
MoH Other Ministries Pemda Local Gov
Masyarakat kaya harus membeli asuransi swasta lebih banyak dan mengurangi pemakaian PBI
Private Insurance
Primary Care
Referral Care
Out pof pocket 95
Diharapkan: Ada kebijakan yang mendorong: • Perusahaan asuransi kesehatan menawarkan paket seperti Kaiser Permanante atau Blue Shield. Mengkover perorangan dan keluarga dengan premi yang masuk akal, misal Rp 1 juta per orang per bulan. • Premi BPJS yang Rp 59.500,dan dibawahnya dihilangkan. Yang membayar Rp 25 ribu…Tidak boleh naik kelas.
Memberi efek: Tambahan dana ke sektor rumahsakit. Mengurangi beban berat BPJS
Apa peran PERSI pusat dan daerah? • Menyadarkan bahwa ada masalah-masalah serius dalam pelaksanaan JKN dalam konteks pemerataaan, kemampuan fiskal pemerintah membiayai, dan masalah etika politik; • Melakukan advokasi dan lobby, serta kerja bersama dengan berbagai pihak untuk melakukan berbagai strategi yang disarankan; • Melakukan persiapan untuk amandemen berbagai pasal dalam UU SJSN dan BPJS serta berbagai peraturan yang ada.
TERIMAKASIH Powerpoin dapat didownload dari: www.kebijakankesehatanindonesia.net dan www.manajemenrumahsakit.net