SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)
(Skripsi)
Oleh NENENG LAILA ROMDYAH
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
Neneng Laila Romdyah
ABSTRACT SCARIFICATION WITH HOT WATER AND YOUNG COCONUT WATER TO SAGA (Adenanthera pavonina L. ) SEED GERMINATION
Oleh NENENG LAILA ROMDYAH
Saga (Adenanthera pavonina) has an orthodox seeds, that could be stored up to 8 months. The seeds have a hard structure, which was covered by wax on the seeds coat. The research aims was to determine the effect of scarification by immersion the seed in to hot water, with initial temperature of 100oC continued by immertion to young coconut water, that gives the best effect on germination, average days to germinate, and the germinating power of saga seeds. This research was conducted at Greenhouse in Integrated Field Laboratory, Agriculture Faculty, University of Lampung, on May 2016. Randomize complete design in 5 treatments was applied as research design. The treatments consisted of scarification by immersion to hot water temperature of 100° C, continued by immersion to fresh water temperatur (24oC) for 24 hours; immertion to hot water temperature of 100° C continued to young coconut water for 6 hours; 12 hours; 18 hour; 24 hours. Bartlett examination was used to analyze data homogenity. Analysis of variance was applied to figur out the effect of treatments given. The results showed none
Neneng Laila Romdyah of the treatments with young coconut water was increasing germination of saga seed.
Keywords: hot water, saga seeds, scarification, young coconut water.
Neneng Laila Romdyah
ABSTRAK SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)
Oleh NENENG LAILA ROMDYAH
Benih saga (Adenanthera pavonina) termasuk kelompok benih ortodok. Benih ini merupakan benih yang tahan disimpan sampai 8 bulan. Benih ini memiliki struktur biji keras dengan lapisan lilin pada kulit bijinya. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh skarifikasi dengan perendaman ke dalam air panas bersuhu 100oC dan waktu perendaman benih dalam air kelapa muda yang berpengaruh paling baik terhadap perkecambahan, rata-rata hari berkecambah, dan terhadap daya kecambah benih saga. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, pada bulan Mei 2016. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan satu adalah skarifikasi dengan perendaman ke dalam air panas bersuhu 100oC, dilanjutkan dengan perendaman ke dalam air bersuhu 24oC selama 24 jam (P1), perlakuan suhu awal dilanjutkan perendaman dengan air kelapa selama 6 jam (P2), 12 jam (P3), 18 jam (P4), 24 jam (P5). Respon perkecambahan yang diamati adalah persentase kecambah, rata-rata hari dan daya kecambah benih saga. Analisis data dilakukan dengan uji bartlett, dilanjutkan
Neneng Laila Romdyah dengan analisis sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan tidak satupun perlakuan perendaman benih ke dalam air kelapa muda yang berpengaruh nyata.
Kata kunci : air kelapa, air panas, benih saga, skarifikasi.
SKARIFIKASI DENGAN PERLAKUAN SUHU AWAL DAN BEBERAPA WAKTU PERENDAMAN AIR KELAPA MUDA TERHADAP PERKECAMBAHAN BENIH SAGA (Adenanthera pavonina L.)
Oleh
NENENG LAILA ROMDYAH
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA KEHUTANAN
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Desa Sukapura Kecamatan Sumberjaya Kabupaten Lampung Barat pada tanggal 11 Februari 1995. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak Suminta, S.Pd.I dan Ibu Dewi, S.Pd.I. Penulis memulai jenjang pendidikan pertama di RA (Rhoudatul Atfhal) YAPSI setara dengan TK (Taman kanak-kanak), kemudian penulis melanjutkan Sekolah Dasar (SD) di SD N 2 Sukapura dan lulus di tahun 2006. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP N 1 Sumberjaya, lalu meneruskan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) SMA N 1 Sumberjaya dan selesai pada tahun 2012.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2012. Riwayat organisasi yang pernah penulis geluti adalah Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva) sebagai Anggota Utama, Sekretaris Komisi VI DPM KBM UNILA 2015/2016, Sekretaris biro KESMA (Kesekretariatan dan Masjid) UKM F FOSI FP (2014/2015), anggota Departemen HUMAS BIROHMAH (2013-2015), anggota INFOKOM KAMMILA (2014), anggota IMMPERTI (2014-2015).
Penulis KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Tanjung Serupa Kecamatan Pakuan Ratu, Way Kanan pada tahun 2015. Penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di BKPH Gombong Selatan KPH Kedu Selatan pada tahun 2015.
Maa Qodarullah khoir “Segala Ketetapan Allah itu baik” Izinkan ku persembahkan bukti baktiku kepada bapak, bukti cintaku kepada mamah dan sayangku kepadamu wahai adik tercinta
SANWACANA
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmatNya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “ Skarifikasi dengan Perlakuan Suhu Awal dan Beberapa Waktu Perendaman Air Kelapa Muda terhadap Perkecambahan Benih Saga (Adenanthera pavonina L.)”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan di Universitas Lampung. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih saya persembahkan kepada beberapa pihak sebagai berikut. 1.
Bapak Ir. Indriyanto, M.P. selaku dosen pembimbing I atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
2.
Bapak Duryat, S.Hut., M.Si. selaku dosen pembimbing II atas motivasi dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.
3.
Ibu Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si. selaku pembimbing akademik, dosen pembahas dan penguji utama sekaligus Ketua Jurusan Kehutanan Universitas Lampung atas masukan dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
4.
Bapak Prof. Dr. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5.
Segenap Dosen Jurusan Kehutanan yang telah memberikan ilmu pengetahuan bidang kehutanan dan menempa diri bagi penulis selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.
6.
Bapak dan Mamah (Suminta, S.Pd.I dan Dewi, S.Pd.I), terima kasih yang tak pernah cukup atas segala kasih sayang , doa, dan kesabaran dalam menghadapi penulis serta dukungan moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis.
7.
Adinda tersayang “dede” Lu’lu Yaqutin selalu memberi semangat untuk tidak pulang dan tetap menyelesaikan skripsi.
8.
Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Bandar Lampung, 11 Nopember 2016 Penulis,
Neneng Laila Romdyah
v
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
vii
I.
PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.3 Kerangka Pikir ....................................................................... 1.4 Hipotesis ................................................................................. 1.5 Batasan Penelitian ..................................................................
1 1 3 3 6 7
II.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1 Pohon saga ............................................................................ 2.2 Perkecambahan benih ............................................................. 2.3 Skarifikasi .............................................................................. 2.4 Air Kelapa ............................................................................. 2.5 Media berkecambah ...............................................................
8 8 9 11 13 15
III. METODE PENELITIAN ............................................................. 3.1 Tempat Penelitian dan waktu .................................................. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian ...................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................... 3.3.1 Rancangan Penelitian .................................................... 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian .................................................. 3.3.2.1 Persiapan benih ............................................... 3.3.2.2 Persiapan media kecambah .............................. 3.3.2.3 Skarifikasi ........................................................ 3.3.2.4 Perkecambahan benih ...................................... 3.3.2.5 Pemeliharaan .................................................... 3.3.2.6 Pengamatan Variabel ...................................... 3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 3.3.3.1 Uji homogenitas ragam .................................... 3.3.3.2 Analisis sidik ragam ........................................ 3.3.3.3 Uji lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) ...................
17 17 17 17 17 19 19 19 20 20 20 21 21 22 22 23
v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 4.1 Hasil ....................................................................................... 4.2 Pembahasan ............................................................................. 4.2.1 Persentase kecambah .................................................... 4.2.2 Rata-rata hari berkecambah .......................................... 4.2.3 Daya kecambah ............................................................ V.
Halaman 24 24 25 25 27 29
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 5.1 Simpulan ................................................................................ 5.2 Saran .......................................................................................
31 31 31
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
32
LAMPIRAN ............................................................................................. Tabel 3-11 ................................................................................................ Gambar 4-10..............................................................................................
36 37-39 40-42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman 1. Rekapitulasi data rata-rata persentase kecambah, rata-rata hari berkecambah, dan daya berkecambah benih saga selama 15 hari ......... 24 2. Rekapitulasi analisis ragam persentase kecambah, rata-rata hari berkecambah, dan daya berkecambah benih saga .................................
25
3. Hasil pengamatan persentase kecambah benih saga .............................
37
4. Hasil Uji Bartlett data persentase kecambah benih saga .......................
37
5. Hasil analisis sidik ragam ......................................................................
37
6. Tabel hasil pengamatan rata-rata hari berkecambah benih saga ...........
38
7. Hasil Uji Bartlett data rata-rata hari berkecambah benih saga ..............
38
8.
Hasil analisis sidik ragam rata-rata hari berkecambah ........................
38
9.
Tabel data berkecambah benih saga.....................................................
39
10. Hasil Uji Bartlett data daya kecambah benih saga ...............................
39
11. Hasil analisis sidik ragam daya berkecambah benih saga ...................
39
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman 1. Diagram alir kerangka pikir penelitian ............................................... 6 2. Perkembangan buah kelapa ................................................................
12
3. Tata letak percobaan pengecambahan secara rancangan acak lengkap .................................................................................................
17
4. Benih saga yang telah masak
........................................................
18
5. Skarifikasi dengan menggunakan air mendidih 5 menit ....................
40
6. Penyemaian benih di media tanam berupa pasir di dalam bak kecambah .............................................................................................
40
7. Lokasi bedeng pesemaian penelitian ..................................................
40
8. Tanaman saga setelah dikecambahkan 4 hari (P51) ............................
41
9. Tanaman saga setelah dikecambahkan 9 hari ......................................
41
10. Tanaman saga setelah dikecambahkan 13 hari ..................................
41
11. Tanaman saga setelah dikecambahkan 15 hari ..................................
42
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Pohon saga (Adenanthera pavonina) memiliki banyak manfaat, kayu saga dapat digunakan untuk bahan bangunan rumah, pembuatan jembatan, papan lantai, arang, dan cocok untuk bahan mebel. Biji saga berwarna merah mengkilat, menarik untuk dijadikan perhiasan pembuatan kalung atau bahan mainan. Biji saga mengandung minyak dan dapat dikonsumsi setelah diolah dengan penyangraian atau pemasakan. Daun saga muda dapat dijadikan lalapan dan sayuran. Kulit batang saga mengandung saponin yang dapat digunakan untuk mencuci rambut dan pakaian. Tanaman saga di Indonesia dan Malaysia, dimanfaatkan sebagai tanaman peneduh pada perkebunan karet, kopi, teh dan cengkeh, sedang-kan di Afrika Tropis saga merupakan tanaman kehutanan (Kusmana dan Tambunan, 2010).
Benih saga termasuk kelompok benih ortodok. Benih ini tahan disimpan sampai 8 bulan, akan tetapi apabila terlalu lama disimpan maka benih akan menjadi tidak permeabel, viabilitas menurun, bahkan tidak mampu berkecambah. Impermeabilitas benih saga disebabkan oleh kulit benih yang keras dan dilapisi oleh lapisan lilin, sehingga kulit benih kedap terhadap air dan gas (Schmidt, 2000; Suita, 2013). Skarifikasi bertujuan untuk mengubah kondisi benih yang impermeabel
2 menjadi permeabel. Skarifikasi fisik dapat dilakukan dengan penusukan, pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya (Schmidt, 2000; Suita, 2013). Selain dengan skarifikasi fisik pematahan dormansi benih dapat dilakukan dengan skarifikasi kimia, yakni skarifikasi dengan perendaman ke dalam larutan kimia seperti merendam benih ke dalam asam sulfat dan hidrogen peroksida (Yuniarti, 2002).
Penggunaan asam sulfat untuk memecahkan dormansi fisik telah nyata dilakukan oleh Yuniarti (2002) perendaman dengan asam sulfat (H2SO4) selama 30 menit memberikan persentase daya kecambah yang cukup tinggi, yakni 92% lebih baik dibanding skarifikasi dengan hidrogen peroksida (H2O2). Perendaman dengan asam sulfat dapat mengubah kulit saga yang keras dan tebal menjadi terkikis dan menipis, sehingga proses imbibisi air dan oksigen dapat terjadi lebih cepat. Skarifikasi kimia juga dapat dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh ke dalam benih.
Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies, 1995; Asra, 2014). (Hopkin, 1995; Asra, 2014) melaporkan bahwa giberelin berperan dalam pembentangan dan pembelahan sel, pemecahan dormansi biji sehingga biji dapat berkecambah. Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005) ternyata dalam air kelapa muda terdapat Giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255 ppm GA5, 0,053 ppm GA7), Sitokinin (0,441 ppm Kinetin, 0,247 ppm Zeatin) dan Auksin (0,237 ppm IAA). Air kelapa muda diharapkan mampu memberikan
3 suplai zat pengatur tumbuh sehingga membuat benih saga lebih mudah berkecambah.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda terhadap persentase berkecambah benih saga. 2. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda terhadap rata-rata hari berkecambah benih saga. 3. Mengetahui pengaruh lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda terhadap daya berkecambah benih saga. 4. Mendapatkan lama waktu perendaman benih dengan air kelapa muda yang berpengaruh paling baik terhadap perkecambahan benih saga, rata-rata hari berkecambah, dan terhadap daya kecambah benih saga.
1.3 Kerangka Pikir
Biji saga memiliki dormansi kulit biji yang sangat keras, sehingga untuk mengecambahkan dan mematahkan dormansinya diperlakukan skarifikasi, antara lain dengan mengikir atau merusak kulit biji. Dormansi benih terjadi karena sifat impermeabel kulit benih. Impermeabilitas benih saga disebabkan oleh kulit benih yang keras dan dilapisi oleh lapisan lilin, sehingga kulit benih kedap terhadap air dan gas.
Pemecahan dormansi pada benih saga dapat dilakukan dengan beberapa cara yakni dengan cara skarifikasi fisik seperti penipisan kulit, peretakan kulit,
4 perendaman benih dalam air panas, perendaman dalam air dingin, ataupun skarifikasi secara kimiawi seperti perendaman benih dalam zat asam dan perendaman benih dalam zat perangsang tumbuhan seperti IBA, IAA dan GA-3 (Indriyanto, 2012). Pemecahan dormansi dengan asam sulfat telah dilakukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti (2002) perlakuan pendahuluan yang terbaik untuk benih saga pohon sebelum benih dikecambahkan adalah benih direndam dalam larutan asam sulfat selama 30 menit. Daya berkecambah yang dihasilkan adalah sebesar 92,00%.
Selain dengan perlakuan skarifikasi dengan asam sulfat, pemberian zat pengatur tumbuh dalam konsentrasi yang rendah dapat mendorong, menghambat atau secara kualitatif mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Davies, 1995; Asra, 2014). Pemberian hormon giberelin dinyatakan telah mampu membantu dalam proses perkecambahan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Asra (2014) terhadap Calopogonium caeruleum menghasilkan bahwa pemberian hormon giberelin dengan konsentrasi 500 ppm dan lama waktu perendaman 24 jam mampu memberikan pengaruh terbaik terhadap perkecambahan biji penutup lahan tersebut.
Hormon giberelin yang dapat membantu dalam proses perkecambahan biji berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005) ternyata dalam air kelapa muda. Air kelapa sebagai salah satu zat pengatur tumbuh alami yang lebih murah dan mudah didapatkan. Zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik bukan nutrisi tanaman, yang dalam konsentrasi rendah yang
5 dapat merangsang, menghambat atau mengubah pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Secara prinsip zat pengatur tumbuh bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan tanaman dan membantu dalam proses perkecambahan biji. Berkaitan dengan hal tersebut perlu diperhatikan bahwa kandungan hormon yang dimiliki oleh kelapa akan berbanding lurus dengan umur kelapa tersebut. Buah kelapa mencapai maturitas maksimal umur 12-13 bulan. Pada umur 5 bulan, dinding endosperm mulai terbentuk lapisan tipis yang disebut kernel, yang mengelilingi air kelapa di dalamnya. Volume air kelapa mencapai maksimal pada umur 6-8 bulan, dan seiring dengan bertambahnya umur buah kelapa, volume air makin berkurang digantikan dengan kernel yang makin keras dan tebal bersamaan dengan menebalnya kernel membuat kandungan natrium dan kalium dalam air kelapa muda berkurang (Farapti dan Sayogo, 2014).
6
Dormansi fisik benih saga
Skarifikasi fisik
- Lama - Butuh tenaga kerja - Rumit
Skarifikasi kimia - Cepat - Tidak butuh tenaga kerja - Efisiensi waktu
Perlakuan awal : direndam dengan suhu awal 100oC
Pemberian ZPT (air kelapa) : -mengandung giberelin - Murah - aplikastif - mudah didapat Teknologi tepat guna untuk perbanyakan saga
Gambar 1. Diagram alir kerangka pikir penelitian
1.4 Hipotesis
1.
Lama waktu perendaman benih saga dalam air kelapa muda berpengaruh terhadap persentase kecambah, rata-rata harian berkecambah, dan daya kecambah.
2.
Perendaman biji saga ke dalam air kelapa muda dengan waktu 24 jam akan
7 memberikan persentase kecambah tertinggi dan rata-rata hari berkecambah tercepat dibandingkan dengan waktu 6 jam, 12 jam, 18 jam.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini adalah air kelapa yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari kelapa muda dengan kandungan natrium dan kalium masih optimal dan kernel belum terbentuk tebal.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Pohon saga
Kerajaan
:
Plantae
Divisi
:
Magnoliophyta
Kelas
:
Magnoliopsida
Ordo
:
Fabales
Famili
:
Fabaceae
Upafamili
:
Mimosoideae
Genus
:
Adenanthera
Spesies
:
A. Pavonina
Pohon saga diduga merupakan salah satu pohon asli dari Australia dan Filipina. Namun pada kenyataannya terdapat juga secara alamiah di hutan musim dan hutan pantai di Indonesia serta di hutan-hutan tropis di daerah tropis lainnya. Pohon saga dapat tumbuh di habitat hutan pantai atau pada daerah yag berketinggian tempat kurang dari 100 m dpl, meskipun sering kali ditemui di hutan tropis dan hutan musim (Indriyanto, 2012).
Pohon saga termasuk dalam famili Leguminosae. Pohon saga dapat mencapai tinggi 30 m. kulit batang berwarna abu-abu dan bertekstur halus. Pohon saga berdaun majemuk menyirip ganda dengan jumlah anak daun yang berjumlah
9 genap dan tata daun berseling. Helaian anak daun berukuran kecil dengan lebar 0,75—1 cm dan panjangnya 2—2.5 cm. Bentuk helaian anak daun memanjang (oblong), bentuk pangkal dan ujung helaian anak daun membulat, serta bertepi rata. Bunga pohon saga tersusun dalam bentuk bunga tandan yang panjang tandannya 25—40 cm, berwarna kuning dan beraroma harum. Bunga terletak secara terminal di ujung ranting. Buah saga bertipe buah polong, jika sudah tua akan pecah. Panjang polong buah saga 5—11 cm dan setiap buah berisi sebanyak 1—6 butir biji. Kulit buah muda berwarna hijau dan kulit tua berwarna coklat. Biji yang telah tua berkulit keras dan berwarna merah tua (Indiyanto, 2012).
2.2 Perkecambahan Benih
Dormansi yaitu sifat benih yang sebenarnya hidup tetapi tidak berkecambah walaupun diletakkan pada tempat yang secara umum dianggap telah memenuhi syarat bagi proses perkecambahan. Penyebab dormansi benih antara lain kulit benih yang keras, embrio yang belum sempurna struktur dan perkemabangan jaringannya, serta adanya zat penghambat (inhibitor) dalam perkembangan benih.
Benih yang telah masak fisiologis memiliki viabilitas tinggi yang ditandai dengan kemampuan benih tersebut tumbuh menjadi kecambah normal dalam kondisi optimum. Proses perkecambahan tersebut dimulai dengan imbibisi air ke dalam benih untuk mengaktifkan kembali aktivitas pertumbuhan benih dan menginisiasi pertumbuhan embrio kemudian dilanjutkan dengan kemunculan akar yang menembus kulit benih (Widajati dkk., 2013).
10 Pertumbuhan dan perkembangan bibit di tingkat nurseri sangat ditentukan oleh keberhasilan biji atau benih membentuk semai yang diawali dengan perkecambahan benih. Secara agronomis, perkecambahan suatu biji (benih) diartikan sebagai semai yang telah atau mulai muncul di permukaan media tanam, sehingga secara teknis agronomis perkecambahan adalah permulaan munculnya pertumbuhan aktif yang mengakibatkan pecah kulit biji dan kemudian muncul semai di permukaan tanah (Santoso dkk., 2007).
Perkecambahan merupakan suatu proses benih berkembang menjadi kecambah yang mencapai pada stadia munculnya bagian dari struktur-struktur esensial benih. Kecambah tersebut akan menunjukkan kemampuan untuk berkembang lebih lanjut menjadi tanaman normal dalam kondisi optimal (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2006).
Bibit yang baik dan seragam sangat bergantung pada kecepatan berkecambah dan persentase berkecambah benih yang digunakan. Menurut (Sadjad, 1989 yang dikutip oleh Santoso dkk., 2007), kecepatan berkecambah dipengaruhi pula oleh kondisi fisiologis benih, umur benih dalam simpanan dan kesehatan pathogenisnya selain itu kekuatan tumbuh benih dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan pada saat proses pembentukan biji dan penyimpanan hingga kondisi saat perkecambahan. Biji yang akan dikecambahkan/disemaikan harus berasal dari buah yang sudah masak betul. Tanda-tanda tua biji saga adalah adanya polong pecah dan terbelah dan tangkupan kulit polong membentuk susunan spiral, biji sangat keras, kulit biji berwarna merah cemerlang, serta keping biji berwarna kuning kecoklatan (Pratiwiningsih, 1984).
11 2.3 Skarifikasi
Faktor internal yang berasal dari benih itu sendiri dan dapat mempengaruhi perkecambahan benih salah satunya adalah adanya sifat dormansi suatu benih. Widajati dkk. (2013) menyatakan dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya. Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (2005) menyatakan struktur kulit benih sering sekali menjadi faktor pembatas pada dormansi benih. Pembatasan tersebut dapat berupa penghambatan dalam pemasukan air dan oksigen serta pembatasan mekanik sehingga menghambat pembesaran embrio.
Pengecambahan benih bertujuan mendapatkan jumlah benih yang mampu berkecambah lebih banyak pada kondisi yang optimum. Benih-benih yang berpotensi memiliki sifat dormansi diperlukan perlakuan pra perkecambahan untuk mematahkan dormansi benih tersebut sehingga benih dapat tumbuh serempak (Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2005). Pematahan dormansi pada benih yang berkulit keras dapat dilakukan secara mekanis, salah satunya adalah skarifikasi. Teknik skarifikasi salah satunya adalah dengan melakukan perendaman terhadap benih. Perlakuan perendaman dalam air mengalir berfungsi untuk mencuci zat-zat yang menghambat perkecambahan dan dapat melunakkan kulit benih. Perendaman dapat merangsang penyerapan lebih cepat (Silomba, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian (Yuniarti, 2002) menunjukkan bahwa perlakuan pendahuluan yang tepat untuk benih saga pohon sebelum dikecambahkan adalah
12 benih direndam dalam larutan asam sulfat selama 30 menit akan menghasilkan daya kecambah lebih besar dibanding perlakuan lain seperti benih dikikir, benih direndam dalam air dingin selama 24 jam, benih dikikir kemudian direndam dalam air dingin selama selama 24 jam, benih direndam dalam air panas selama 24 jam, benih direndam dalam larutan H2O2 3% selama 24 jam, benih direndam dalam larutan H2SO4 selama 10 menit, benih direndam dalam larutan H2SO4 selama 20 menit, dan benih direndam dalam larutan H2SO4 selama 30 menit.. Perendaman dengan larutan H2SO4 selama 30 menit memberikan persentase daya kecambah sampai pada angka 92%. Kulit benih saga pohon termasuk kulit yang keras, maka faktor penyebab terjadinya dormansi benih adalah faktor kulit benih. Pematahan dormansi kulit benih diperlukan suatu perlakuan pendahuluan tertentu dan ternyata perendaman dalam larutan asam sulfat selama 30 menit sangat efektif dalam mematahkan dormansi tersebut. Hasil penelitian Mali’ah (2014) menunjukkan bahwa, konsentrasi K2 (60%) dapat meningkatkan persentase perkecambahan dan panjang hipokotil benih saga, sedangkan konsentrasi K4 (80%) dapat meningkatkan laju perkecambahan. lama perendaman yang paling efektif adalah L3 (25 menit) yaitu mampu meningkatkan perkecambahan benih Saga Pohon pada semua parameter yang meliputi persentase perkecambahan, laju perkecambahan dan panjang hipokotil. Interaksi konsentrasi 60% dan lama perendaman 25 menit dalam asam sulfat menunjukkan hasil terbaik pada parameter persentase perkecambahan, sedangkan parameter laju perkecambahan dan panjang hipokotil tidak ada pengaruh.
13 2.4 Air Kelapa
Gambar 2. Perkembangan buah kelapa Buah kelapa mencapai maturitas maksimal umur 12-13 bulan. Pada umur 5 bulan, dinding endosperm mulai terbentuk lapisan tipis yang disebut kernel, yang mengelilingi air kelapa di dalamnya. Volume air kelapa mencapai maksimal pada umur 6-8 bulan, dan seiring dengan bertambahnya umur buah kelapa, volume air makin berkurang digantikan dengan kernel yang makin keras dan tebal. Saat kernel mencapai ketebalan maksimal (umur 12-13 bulan), volume air kelapa hanya sekitar 15% dari berat buah kelapa (Farapti dan Sayogo, 2014).
Hasil analisis kandungan kimia air kelapa menunjukkan komposisi ZPT kinetin (sitokinin) dalam air kelapa muda berusia 7-8 bulan adalah 273,62 mg/l dan zeatin 290,47 mg/l, sedangkan kandungan IAA (auksin) adalah 198,55 mg/l (Kristina dan Syahid,2008). Tingginya kandungan sitokinin maupun auksin terjadi karena ZPT tersebut diproduksi dalam jaringan meristematik yang aktif membelah (Gardner dkk., 1991). Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005) ternyata dalam air kelapa muda terdapat Giberelin (0,460 ppm GA3, 0,255 ppm GA5, 0,053 ppm GA7), Sitokinin (0,441 ppm Kinetin, 0,247 ppm Zeatin) dan Auksin (0,237 ppm IAA). Penelitian tentang penggunaan air kelapa untuk merangsang pertumbuhan akar stek telah dilakukan terhadap stek
14 batang sambung nyawa (Savitri, 2005), berdasarkan hasil penelitian tersebut terbukti bahwa stek yang direndam dalam air kelapa dapat meningkatkan persentase stek berakar dan meningkatkan jumlah dan kualitas akar.
Air kelapa merupakan ZPT alami yang banyak digunakan dalam perbanyakan in vitro berbagai tanaman hias diantaranya anggrek, karena memiliki sitokinin. Pada kelapa muda, yang kondisi endospermanya masih seperti susu, kandungan sitokinin maupun auksin alami sangat tinggi. Seiring dengan bertambahnya umur kelapa, kandungan ZPT alaminya juga akan berkurang. Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa penurunan kandungan ZPT alami terjadi karena energi yang ada dibutuhkan untuk pembentukan daging buah. Perlakuan sterilisasi dengan autoklaf menurunkan kandungan ZPT alami dalam air kelapa. ZPT alami memiliki sifat mudah terdegradasi sehingga akan terurai bila melalui proses pemanasan tinggi dengan autoklaf. Selain penurunan kandungan ZPT alami, warna air kelapa pun berubah menjadi kecoklatan.
Air kelapa mengadung hormon alami kelompok auksin dan sitokinin. Auksin berperan memacu pembentukan kalus, menghambat kerja sitokinin, membentuk klorofil dalam kalus, mendorong proses morfogenesis kalus, membentuk akar, dan mendorong proses embriogenesis. Sitokinin adalah salah satu jenis hormon tumbuhan yang berperan dalam pembelahan sel serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Mekanisme kerja sitokinin hampir sama dengan kinetin namun dalam praktek kultur jaringan umumnya peneliti menggunakan sitokinin (Zulkarnain, 2009). Selain itu sitokinin berperan memacu pembelahan sel,
15 poliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar dan mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Surachman, 2011). Oknasari dkk. (2008) menyatakan bahwa perlakuan skarifikasi memberikan pengaruh dalam memacu perkecambahan (saat munculnya kecambah hari ke-45, persentase perkecambahan 100%, kecepatan perkecambahan 0,1 kecambah/hari), sedangkan perlakuan air kelapa dan interaksi antara skarifikasi dan konsentrasi air kelapa tidak memberikan pengaruh terhadap perkecambahan. Air kelapa yang diserap oleh biji nyamplung telah dapat menyebabkan embrio berkembang, tetapi radikula tidak mampu keluar menembus kulit buah nyamplung yang keras, sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, dan untuk radikula yang berhasil keluar menembus kulit buah yang keras akan berkecambah dan tumbuh menjadi kecambah normal, walaupun membutuhkan waktu yang lama.
2.5 Media berkecambah
Media tumbuh untuk perkecambahan benih tidak harus memiliki kandungan unsur hara yang banyak mengingat benih yang sedang dikecambahkan belum memerlukan zat hara, akan tetapi harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut (Indriyanto, 2013). 1. Media perkecambahan harus mampu menyimpan air yang dibutuhkan untuk perkecambahan benih. 2. Mempunyai drainase dan aerasi yang baik. Drainase adalah sifat yang berkenaan dengan sirkulasi air dalam media tumbuh, sedangkan aerasi adalah sifat yang berkenaan dengan sirkulasi udara (gas-gas yang terkandung di dalam udara) dalam media tumbuh. Drainase dan aerasi yang baik pada media
16 tumbuh akan berpengaruh positif terhadap proses difusi gas dan infiltrasi air kedalam media tumbuh, meningkatnya persediaan oksigen dan air dalam media tumbuh, serta meningkatakan kapasitas benih maupun akar kecambah untuk mengabsorpsi dan mengangkut air. 3. Media perkecambahan harus mampu mempertahankan kelembapannya. 4. Media perkecambahan tidak mengandung racun atau zat pencemar yang dapat meracuni benih dan menghambat proses perkecambahan benih. 5. Media perkecambahan tidak menjadi sumber penyakit bagi benih yang dikecambahkan maupun bagi kecambah itu sendiri. 6. Media perkecambahan berupa bahan yang mudah didapatkan dan harganya murah. Bahan-bahan yang pada umumnya digunakan untuk media perkecambahan benih antara lain : pasir dan tanah, pada skala laboratorium sering menggunakan bahan selain pasir dan tanah untuk uji viabilitas benih dengan mengecambahkan benih secara langsung pada media kecambah berupa kertas atau kapas (Indriyanto, 2013).
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Mei 2016.
3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah benih saga (Adenanthera pavonina), air kelapa muda yang diambil dari kelapa berusia lebih kurang 7 bulan, pasir dan air. Alat yang digunakan adalah botol, ember, kaliper, bak kecambah, thermometer, plastik, sekop, lembar pengamatan dan kamera dengan resolusi 3 Mega Pixel, Software Microsoft excel.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan. Perlakuan yang diberikan pada benih, adalah sebagai berikut. 1.
P1 :benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit lalu direndam dengan air dingin selama 24 jam.
2. P2 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit lalu direndam dengan air kelapa selama 6 jam. 3. P3 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit
18 lalu direndam dengan air kelapa selama 12 jam. 4. P4 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit lalu direndam dengan air kelapa selama 18 jam. 5. P5 : benih direndam ke dalam air bersuhu awal 100o C didiamkan 5 menit lalu direndam dengan air kelapa selama 24 jam.
Benih yang mendapat perlakuan di atas, kemudian dikecambahkan. Masing masing pelakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap percobaan membutuhkan 100 benih saga. Penelitian ini membutuhkan benih saga sejumlah 100 benih saga x 5 x 3 = 1.500 benih. Masing – masing unit percobaan kemudian di atur tata letak penempatannya secara acak di lapangan.
P13
P31
P33
P32
P11
P21
P43
P12
P22
P52
P51
P23
P53
P41
P42
Gambar 3. Tata letak percobaan pengecambahan secara rancangan acak lengkap Keterangan : P11 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 1 P12 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 2 P13 = perlakuan P1 pada ulangan ke – 3 P21 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 1 P22 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 2 P23 = perlakuan P2 pada ulangan ke – 3 P31 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 1 P32 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 2 P33 = perlakuan P3 pada ulangan ke – 3 P41 = perlakuan P4 pada ulangan ke – 1 P42 = perlakuan P4 pada ulangan ke – 2
19 P43 P51 P52 P53
= perlakuan P4 pada ulangan ke – 3 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 1 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 2 = perlakuan P5 pada ulangan ke – 3
Setelah semua benih dikecambahkan, benih disiram sekali dalam sehari secara rutin. Frekuensi penyiraman dapat ditambah atau dikurangi bergantung kepada kelembapan pesemaian.
3.3.2
Pelaksanaan Penelitian
3.3.2.1 Persiapan benih Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih yang berasal dari pohon saga yang diambil dari Arboretum Universitas Lampung. Kegiatan penelitian dimulai dengan pengumpulan benih dengan cara memungut biji yang masak jatuh. Biji yang masak ditandai dengan berkulit keras dan berwarna merah tua (Indriyanto, 2012).
Gambar 4. Benih saga yang telah masak
3.3.2.2 Persiapan media kecambah Media perkecambahan yang digunakan adalah pasir. Pasir kemudian dimasukkan ke dalam bak kecambah dengan ketebalan lebih kurang 5 cm.
20 3.3.2.3 Skarifikasi Skarifikasi benih adalah dengan merendam benih dengan air bersuhu awal 100oC selama beberapa menit, kemudian dilanjutkan dengan perendaman dalam air kelapa muda. Perendaman air dengan suhu awal mendidih bertujuan untuk mengikis lapisan kulit lilin benih saga yang keras sehingga menipis dan membantu proses imbibisi air dan hormon. Perendaman dengan air kelapa muda bertujuan untuk menambah suplai hormon dan mempercepat proses imbibisi air pada benih sehingga benih mudah untuk berkecambah. Selain itu, perendaman dengan air kelapa muda juga diharapkan dapat menyeragamkan perkecambahan pada benih saga. Pengujian daya kecambah benih dilakukan dengan mengecambahkan benih pada bak kecambah. Setiap bak kecambah diisi dengan satu perlakuan.
3.3.2.4 Perkecambahan benih Setelah media perkecambahan disiram dengan air, dilanjutkan dengan menyemai benih saga pada media sedalam 1,5 cm. Jarak antar benih diatur sekitar 1 cm untuk memudahkan dalam menghitung jumlah biji yang berkecambah.
3.3.2.5 Pemeliharaan Pemeliharaan perkecambahan dengan penyiraman. Penyiraman dilakukan setiap hari, pagi hari atau sore hari. Penyiraman disesuaikan dengan kebutuhan air media tanam kecambah.
21 3.3.2.6 Pengamatan variabel Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. a. Persentase kecambah (G) jumlah benih yang berkecambah jumlah benih dikecambahkan
G=
X 100%
b. Rata-rata hari berkecambah (GR) (N1xH1) + (N2xH2) + …. + (NkxHk) N1 + N2 +…..+ Nk
GR =
Keterangan :
N = jumlah benih yang berkecambah pada harike-i. H = hari dalam proses perkecambahan benih.
c.
Daya Kecambah (DB) DB =
Σ benih berkecambah + Σ benih tidak berkecambah Σ benih yang dikecambahkan
x 100%
3.3.3 Pengolahan dan Analisis Data
Model matematika dari rancangan acak lengkap (RAL) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Sugandi dan Sugiarto, 2002). Yij= µ + τi+ εi Keterangan:
i = perlakuan
j = ulangan i, j = 1, 2, 3,…,n Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j μ = rataan umum τi = pengaruh perlakuan ke-i εij = galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j
22 3.3.3.1 Uji Homogenitas Ragam Uji homogenitas ragam dapat menggunakan uji Bartlett. Uji Bartlett digunakan apabila pengujian homogenitas dilakukan terhadap tiga varians atau lebih. Langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut (Usman dan Akbar,2006).
3.3.3.2 Analisis Sidik Ragam Jika data homogen maka dapat dilakukam analisis lebih lanjut dengana analisis sidik ragam. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada, paling tidak satu perlakuan yang berpengaruh nyata terhadap penelitian. Rumus yang digunakan dalam analisis sidik ragam adalah sebagai berikut. (total umum)2 jumlah seluruh perlakuan
Faktor Koreksi (FK) =
=
Y..2 Up
ΣYij2 - FK
JK Total =
Σ (jumlah hasil perlakuan)2 U
JK Perlakuan =
JK Galat = JK Total – JK Perlakuan KT Perlakuan =
KT Galat
=
JK Perlakuan DB Perlakuan JK Galat DB Galat
KT Perlakuan KT Galat
F hit
=
KK =
√ rata-rata umum
x
100%
-
FK
23 3.3.3.3 Uji Lanjut Beda Nyata Jujur (BNJ) Apabila Fhitung > Ftabel berarti terdapat paling tidak 1 perlakuan perendaman yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih saga. Jika ada pengaruh nyata dari perlakuan yang diberikan, kemudian dilakukan uji BNJ (beda nyata jujur) untuk mengetahui lama perendaman yang paling efektif terhadap perkecambahan biji saga.
29
V. SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh perendaman benih saga dengan air kelapa muda dengan waktu perendaman yang berbeda dapat disimpulkan bahwa perendaman benih saga dengan suhu awal 100oC dan perendaman ke dalam air kelapa muda tidak berpengaruh nyata terhadap persentase berkecambah benih saga, rata-rata hari berkecambah dan daya kecambah benih saga. Serta tidak ada waktu perendaman dengan kelapa muda terbaik yang memberikan pengaruh baik terhadap persentase kecambah, rata-rata hari berkecambah maupun daya berkecambah benih saga.
5.2 Saran
Mengingat air kelapa muda tidak mempengaruhi proses perkecambahan benih saga, maka disarankan tidak menggunakan air kelapa muda dengan konsentrasi 100% atau tanpa campuran air di dalamnya untuk mengecambahkan benih saga.
32
DAFTAR PUSTAKA
Asra, R. 2014. Pengaruh hormon giberelin (GA3) terhadap daya kecambah dan vigoritas Calopogonium caeruleum. Jurnal Biospecies. 7(1) : 29-33 p. Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2005. Evaluasi Kecambah, Pengujian Daya Berkecambah. http://dokumen.tips/documents/pengujian-daya-berkecambah-balaipengembangan-mutu-benih-tanaman-pangan-dan.html. Diunduh pada 21 desember 2016. Beneach, A. R dan Sanchez. 2004. Handbook of Seed Physiology : applications to Agriculture. Buku. Haworth Press. Inc. Oxford. 516 p. Bewley, J. D. dan Black, M. 2006. Seeds, Physiology of Development And Germination. Buku. Plenum Press. New York. 367 p. Ebiologi. 2016. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan. http://www.ebiologi.com/2016/03/faktor-yang-mempengaruhi-perkecambahan.html. Di unduh pada 13 Oktober 2016. Farapti dan Sayogo, S. 2014. Air kelapa muda – pengaruhnya terhadap tekanan darah. Jurnal CDK-223 41(12) : 896 – 900 p. Gardner, F. P. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Buku. UI Press. Jakarta. 402 p. Gardner, F. P., Pearce, R. B., dan Mitcell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Buku. UI Press. Jakarta. 428 p. Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan. Buku. Armico. Bandung. 472 p. Hanafiah, K. A. 2001. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Buku. Rajawali Press. Jakarta. 259 p.
33 Hasanah, M., Rachmat, E. M., dan Ismail, W. M. 1993. Studi pematahan dormansi pada benih saga (Abrus precatorius L.). Jurnal Warta Tumbuhan Obat Indonesia 2(2) : 23-25 p. Hasanah, M. dan Rusmin, D. 2006. Teknologi pengelolan benih beberapa tanaman obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25(2): 68-73 p. Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. Buku. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 55 p. Indriani, B. S. 2014. Efektivitas Substitusi Sitokinin dengan Air Kelapa Pada Medium Multiplikasi Tunas Krisan (Chrysanthemum indicum L.) Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Brawijaya. 97 p. Indriyanto. 2012. Dendrologi : Suatu Teori dan Praktik Menyidik Pohon. Buku. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 232 p. Indriyanto. 2013. Teknik dan Manajemen Pesemaian. Buku. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 270 p. Juhanda, Nurmiaty,Y., dan Ermawati. 2013. Pengaruh skarifikasi pada pola imbibisi dan perkecambahan benih saga manis (Abruss precatorius L). Jurnal Agrotek Tropika. 5(1) : 45-49 p. Krisantini, dan Benny, O. T. 2011. Panduan Penggunaan dan Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh pada Tanaman Hias. Buku. PT Panca Jaya. Jakarta. 64 p. Kristina, N. N. dan Syahid, F. S. 2008. Multiplikasi tunas, aklimatisasi dan analisis mutu simplisia daun Encok (Plumbago zeylanica L.) asal kultur In Vitro periode panjang. Jurnal Littro. 212(2): 117 – 128 p.
Kusmana, I. dan Tambunan, S. 2010. Informasi Singkat Benih Adenanthera pavonina L. www. sipth.pdashl.menlhk.go.id/dist/file/seed/80439058998224b87de2610f190839f8.pdf. Diunduh pada 21 Desember 2016. Mahadi, I. 2011. Pematahan dormansi biji kenerak (Goniothalamus umbrosus) menggunakan hormon 2,4-D dan BAP secara mikropropagasi. Buletin Sagu. 10(1) : 20-23 p. Mali’ah, S. 2014. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman dalam Asam Sulfat (H2SO4) terhadap Perkecambahan Benih Saga Pohon (Adenanthera pavonina L.). Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang. 97 p.
34 Oknasari, L., Fatonah. S, dan Iriani, D. 2012. Efektivitas Skarifikasi dan Konsentrasi Air Kelapa Muda terhadap Perkecambahan Biji Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.). http://repository.unri.ac.id:80/handle/123456789/3708. Diunduh pada 21 Desember 2016. Panjaitan, M. 2000. Pengaruh Konsentrasi IBA dan Lama Perendaman Terhadap Persentase Keberhasilan Pertumbuhan Setek Pucuk Jeruk Nipis. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Katolik Santo Thomas. Medan. 95 p. Pratiwiningsih, I. T. 1984. Karakteristik Biji Saga (Adenanthera pavonina). Skripsi. IPB Press. Bogor. 80 p. Prihmantoro, H. 2007. Memupuk Tanaman Sayur. Buku. Penebar Swadaya. Jakarta. 69 p. Santoso, B. B., Hariyadi, Purwoko, dan Bambang,S. 2007. Tinjauan agromorfologi perkecambahan biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Jurnal Penelitian UNRAM Edisi A. Sain dan Teknologi. 2(12) : 69-76 p. Salisbury, B. F. dan Ross,W. C . 1995. Fisiologi Tumbuhan. Buku. ITB Press. Bandung. 241 p. Savitri, S. V. H. 2005. Induksi akar stek batang Sambung Nyawa (Gynura drocumbens (Lour) Merr.) menggunakan air kelapa. repository.ipb.ac.id/bitstream/123456789/54452/3/2.%20Edje%20Djamhuri.do c. Diunduh pada 21 desember 2016. Schmidt, L. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Subtropis. Buku. PT Gramedia. Jakarta. 530 p.
Silomba, S. D. A. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jaqc.). Skripsi. IPB Press. Bogor. 53 p. Soedjono, S. 1992. Pemberian air kelapa, GA3 dan Greenzit pada umbi Gladiolus hybridus yang dibelah. Jurnal Hortikultura. 2 (2) : 15-20 p. Suita, E. 2013. Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Saga Pohon (Adenanthera pavonina). Buku. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Kementrian kehutanan. Jakarta. 24 p. Sujarwati, Fathonah, S., Johani, E., dan Herlina. 2011. Penggunaan air kelapa untuk meningkatkan perkecambahan biji Palem Putri (Veitchia Merilli). Jurnal Sagu. 10 (1): 24-29 p.
35
Sumangunsong, M. 1991. Pengaruh lama perendaman stek dalam air kelapa dan pemberian pupuk daun terhadap pertumbuhan stek Lada. Skripsi. IPB Press. Bogor. 96 p. Surachman, D. 2011. Teknik pemanfaatan air kelapa untuk perbanyakan Nilam secara In Vitro. Buletin Teknik Pertanian, (16) : 31-33 p. Tampubolon, A., Mardiyansyah, M. dan Arlita,T. 2016. Perendaman benih Saga (Adenanthera Pavonina L.) dengan berbagai konsentrasi air kelapa untuk meningkatkan kualitas kecambah. Jom Faperta 3(1): 1-6 p.
Usman, H. dan Akbar, P. S. 2006. Pengantar Statistika. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 364 p. Widajati, E., Murniati, E., Palupi, E. R., Kartika, T., Suhartanto, M. R., dan Qadir, A. 2013. Dasar Ilmu dan Teknologi Benih. Buku. IPB Press. Bogor. 174 p. Yuniarti, N. 2002. Penentuan cara perlakuan pendahuluan benih Saga Pohon (Adenanthera sp.). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8(2): 97-101 p.