JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6
1
Sistem Pengendalian Persediaan Dengan Permintaan Dan Pasokan Tidak Pasti (Studi Kasus Pada PT.XYZ) Ayu Tri Septadianti, Drs. I Gusti Ngurah Rai Usadha, M.Si., Dra. Nuri Wahyuningsih, M.Kes. Jurusan Matematika, Fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected]
AbstrakβDalam sistem pengendalian persediaan, permintaan maupun pasokan yang tidak pasti merupakan salah satu fenomena nyata yang pasti akan terjadi. Hal ini tentu saja dapat mengganggu proses produksi dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan. Model Economic Order Quantity Back Order atau EOQ Back Order hanya digunakan untuk mengatasi permintaan yang tidak pasti dengan adanya kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan (stockout) sehingga diperlukan persediaan cadangan. Model EOQ Back Order tidak memperhitungkan ketersediaan pasokan bahan baku, dimana kondisi tersebut pasti akan sering dialami oleh sebuah perusahaan manufaktur. Dalam Makalah ini dikaji model pengendalian persediaan Fuzzy (Fuzzy Inventory Control) yang dapat digunakan dalam sistem persediaan dengan kondisi permintaan dan pasokan tidak pasti yang bertujuan untuk mendapatkan jumlah pemesanan yang optimal dan titik pemesanan ulang sehingga biaya total persediaan minimum. Studi kasus yang dilakukan pada PT.XYZ, model pengendalian persediaan fuzzy mampu menghasilkan biaya total persediaan paling minimum diantara model EOQ dan model kebijakan yang digunakan oleh perusahaan. Kata KunciβSistem pengendalian persediaan Fuzzy, EOQ Back Order, Sistem Pengendalian Persediaan, Permintaan dan Pasokan Tidak Pasti
I.
PENDAHULUAN
alah satu persoalan manajemen yang potensial adalah masalah persediaan. Masalah umum suatu model persediaan bersumber dari kejadian-kejadian yang dihadapi setiap saat dalam bidang usaha, baik dibidang perdagangan, industri, maupun jasa. Pada industri yang beroperasi 24 jam non-stop banyak terdapat faktor-faktor ketidakpastian (uncertainty) dalam lingkungan industri tersebut dan ketersediaan bahan baku untuk mempertahankan kelancaran proses produksi adalah sangat penting. Menyimpan bahan baku dalam jumlah besar dapat menanggulangi kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan tetapi persediaan yang besar dapat mengakibatkan besarnya pula biaya penyimpanan bahan baku tersebut. Untuk itu diperlukan adanya sistem pengendalian persediaan dalam mengatur tersedianya tingkat optimum yang dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah yang tepat serta biaya yang rendah. Masalah persediaan dapat ditinjau dari dua segi yaitu, frekuensi pemesanan bahan dan dari segi jumlah kebutuhan bahan pada waktu yang akan datang [1]. Ditinjau dari segi pemesanan bahan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pemesanan
S
yang dilakukan secara statis dan pemesanan yang dilakukan secara dinamis. Sedangkan jika ditinjau dari segi jumlah kebutuhan bahan pada waktu yang akan datang, masalah persediaan dapat diketahui dengan pasti atau tidak dapat diketahui sama sekali. Pada umumnya perusahaan menggunakan cara tradisional dalam mengelola persediaan, yaitu dengan cara memperhitungkan biaya persediaan yang paling ekonomis untuk mendukung kelancaran proses produksi yang dikenal dengan istilah Economic Order Quantity atau EOQ. Pada model EOQ dasar, diasumsikan bahwa pesanan akan datang tepat waktu, sehingga masalah kehabisan persediaan tidak pernah terjadi. Model ini kurang cocok bila digunakan dalam kondisi permintaan yang tidak pasti. Berbeda dengan model EOQ Back Order, yang memperhitungkan kemungkinan terjadinya kehabisan persediaan yang diakibatkan dari bervariasinya jumlah permintaan. Para peneliti telah membahas secara luas berbagai jenis model persediaan dengan tingkat permintaan yang bervariasi. Selain dikarenakan permintaan yang bervariasi, masalah persediaan juga dapat dikarenakan oleh pasokan bahan baku yang tidak pasti [2]. Hal tersebut bisa dikarenakan oleh mesin yang rusak, bencana alam atau alasan lainnya yang mengakibatkan bervariasinya pasokan. Dalam makalah ini dikaji model pengendalian persediaan Fuzzy untuk mendapatkan jumlah pemesanan optimal dan titik pemesanan ulang dengan kondisi permintaan dan pasokan tidak pasti seperti pada [3]. Selanjutnya, akan dilakukan perbandingan biaya total persediaan antara model kebijakan perusahaan, dengan model EOQ Back Order dan model pengendalian persediaan Fuzzy.
II. URAIAN PENELITIAN A. Studi literatur Pada tahap ini dilakukan identifikasi permasalahan dan mengumpulkan informasi untuk memberi acuan pemecahan permasalahan. Studi literatur digunakan sebagai studi lebih lanjut tentang model persediaan dan model pengendalian persediaan Fuzzy. Studi literatur dilakukan terhadap jurnaljurnal ilmiah, tugas akhir, dan buku-buku yang berhubungan dengan persediaan dan sistem Fuzzy. Untuk selanjutnya dapat
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 digunakan sebagai acuan dalam penyusunan penyelesaian masalah yang dihadapi.
2 total persediaan per siklus pesanan ulang adalah sebagai berikut:
π΅ππ = π΅π + π΅π + π΅πΎπ B. Pengambilan data Data yang akan digunakan sebagai studi kasus diambil pada PT.XYZ mulai dari tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 dan merupakan data sekunder. Data yang digunakan antara lain adalah data persediaan bahan baku, besarnya permintaan dan biaya persediaan yang meliputi besar biaya pesan, biaya simpan, biaya kehabisan persediaan, dan biaya pembelian. C. Analisis data Tahap Data yang telah terkumpul kemudian disimulasikan terhadap dua model yaitu model EOQ Back Order dengan model pengendalian persediaan Fuzzy yang kemudian akan diperoleh perbandingan kuantitas pemesanan optimal dan titik pemesanan ulang sehingga dapat dihitung total biaya dari masing-masing metode tersebut. Selanjutnya akan dilakukan analisa dari hasil perbandingan biaya total persediaan antara hasil tugas akhir ini dengan kebijakan yang telah dilakukan PT.XYZ. III. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sistem Pengendalian Persediaan Istilah persediaan adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Permintaan meliputi persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahanbahan pembantu atau pelengkap, dan komponen-komponen lain yang menjadi bagian keluaran produk perusahaan. Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian yang memonitor tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang harus dilakukan. Sistem pengendalian persediaan merupakan serangkaian usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Dalam pengelolaan persediaan terdapat dua keputusan penting yang harus dilakukan oleh manajemen, yaitu berapa banyak jumlah barang atau bahan yang harus dipesan setiap kali pengadaan persediaan dan kapan pemesanan barang harus dilakukan.
B. Kajian Model EOQ Back Order Economic Order Quantity (EOQ) adalah model persediaan yang pertama kali dikembangkan tahun 1915 secara terpisah oleh Ford Harris dan R.H. Wilson [4]. Pada model EOQ dasar, masalah kehabisan persediaan tidak pernah terjadi. Sedangkan pada model EOQ Back Order masalah kehabisan persediaan sudah dapat diduga sebelumnya. Hal ini mengakibatkan biaya kehabisan persediaan (shortage cost) juga harus diperhitungkan dalam peminimuman biaya total, sehingga diperoleh biaya
π·
π΅ππ = π πΆπ +
πβππ 2
π‘1 πΆβ +
ππ 2
π‘2 πΆπ
...(1)
. dengan: BP : Biaya Pesan BS : Biaya Simpan BKP : Biaya Kehabisan Persediaan D : Kebutuhan dalam satu periode perencanaan Q : Jumlah barang yang dipesan Co : Ordering Cost (biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesanan dibuat) Qs : Back Order Quantity (bahan baku yang tidak tersedia) Ch : Holding Cost (biaya yang harus dikeluarkan untuk menyimpan setiap unit persediaan) Cs : Shortage Cost (biaya kehabisan persediaan untuk setiap unit barang) t1 : Periode waktu ketika persediaan tersedia t2 : Periode waktu ketika kekurangan persediaan Karena dalam persamaan (1) masih memuat parameter t1 dan t2 maka parameter tersebut masih harus disetarakan terlebih dahulu,sehingga diperoleh persamaan biaya total persediaan per satuan waktu adalah sebagai berikut: π·
π
π΅ππ = πΆπ + π
2
β ππ πΆβ +
ππ 2 2π
πΆβ + πΆπ
...(2)
Untuk mendapatkan Q dan Qs yang optimal, persamaan (2) harus diturunkan terhadap Q dan Qs dengan syarat minimum adalah sebagai berikut: ππ΅ππ ππ
= 0 dan
ππ΅ππ πππ
=0
Dengan demikian diperoleh persamaan Q optimal sebagai berikut:
Qβ =
2π·πΆπ πΆβ + πΆπ πΆβ πΆπ
Hasil perhitungan Q optimal, Qs, dan frekuensi pesanan berdasarkan data persediaan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 dengan rata-rata masa kerja aktif selama 350 hari dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Q optimal dan Qs Model EOQ Back Order Biaya Persediaan
Tahun
D
2008 2009 2010 2011 2012
9625 11400 14150 14275 15075
(Rupiah)
Co 32.209 35.873 35.725 35.506 37.583
Ch 1.754 1.571 1.287 1.426 1.410
Cs 4.585 4.072 6.922 6.122 4.880
Q
Qs
N
699 849 965 936 1017
193 237 151 177 228
14 13 15 15 15
Berdasarkan Tabel 1 untuk tahun 2008 dihasilkan jumlah pemesanan optimal sebanyak 699 kg dan kemungkinan terjadi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 kehabisan persediaan sebanyak 193kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 14 kali.. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah pemesanan optimal sebanyak 829kg dan kemungkinan kehabisan persediaan yang juga mengalami kenaikan sebanyak 237kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 13 kali. Tahun 2010 jumlah pemesanan optimal mencapai 965kg dan kemungkinan kehabisan persediaan mencapai 151 kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 15 kali. Sedangkan untuk tahun 2011 jumlah pemesanan optimal menurun hingga mencapai 936kg dengan kemungkinan kehabisan persediaan sebanyak 177kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 15 kali. Dan untuk tahun 2012 jumlah pemesanan optimal mencapai 1017kg dan kemungkinan kehabisan persediaan sebanyak 228kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 15 kali. Dalam model EOQ Back Order, selain untuk mendapatkan jumlah pemesanan yang optimal juga akan ditentukan persediaan cadangan (safety stock) dan titik pemesanan ulang (reorder point) untuk permintaan yang tidak pasti dengan persamaan sebagai berikut:
3 βberhitungβ dengan variabel kata-kata (linguistic variable), sebagai pengganti berhitung dengan bilangan [5]. Kata-kata yang digunakan dalam logika fuzzy memang tidak sepresisi bilangan, namun kata-kata tersebut jauh lebih dekat dengan intuisi manusia. Logika Fuzzy merupakan salah satu ilmu yang dapat digunakan untuk menganalisa ketidakpastian pada sistem persediaan. Ketidakpastian ini meliputi jumlah permintaan dan pasokan bahan baku. Metode Logika Fuzzy dapat digunakan untuk mendapatkan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam kondisi permintaan dan pasokan yang tidak pasti. Fungsi dari model pengendalian persediaan Fuzzy sama halnya dengan model EOQ Back order yaitu untuk menghitung jumlah pemesanan (order quantity) dan menentukan titik pemesanan ulang (reorder point).
π π = π§ππ· πΏ π
= π·πΏ + π π dengan, ss : safety stock R : reorder point z : konstanta nilai faktor keamanan (service factor) yang diperoleh tabel statistik berdistribusi Normal ΟD : simpangan baku dari permintaan selama satu periode
π· : rata-rata permintaan selama waktu tunggu L :lead time (lama waktu antara barang dipesan sampai barang tiba di gudang) Jika lead time selama satu hari dan perusahaan menghendaki peluang kehabisan persediaan sebesar 0% sehingga nilai z =3,61, maka diperoleh hasil perhitungan persediaan cadangan dan titik pemesanan ulang seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Reorder Point dan Safety Stock Model EOQ Back Order Tahun ΟD ss R π· 2008 142,4 27,50 514,08 541,58 2009 125,2 32,57 452,07 484,64 2010 168,2 40,43 607,04 647,47 2011 192,9 40,79 696,38 737,17 2012 186,4 43,07 672,99 716,06 Berdasarkan Tabel 3, titik pemesanan ulang pada tahun 2008 adalah saat persediaan jumlah persediaan sebanyak 541,58kg. Untuk tahun 2009, titik pemesanan ulang terjadi saat persediaan tersisa 484,64kg. Titik pemesanan ulang terjadi saat persediaan sudah tinggal 647,47kg pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun 2011 dan 2012 titik pemesanan ulang terjadi saat persediaan 737,17kg dan 716,06kg. C. Kajian Model Sistem Pengendalian Persediaan Fuzzy Secara umum, logika fuzzy adalah sebuah metodologi
Gambar 1 Model Pengendalian Persediaan Fuzzy Model pengendalian persediaan Fuzzy memiliki tiga komponen yaitu Fuzzy input yang terdiri dari permintaan dan pasokan, Fuzzy output yang terdiri Fuzzy order quantity (FOQ) dan Fuzzy reorder point (FRP), dan Fuzzy rules seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Model ini menggunakan fuzzy inference system Mamdani dengan komposisi aturannya (fuzzy rules) dapat dilihat pada Gambar 2. Sedangkan untuk proses defuzzifikasinya menggunakan Metode centroid.
Gambar 2. Komposisi Aturan FIS Mamdani Model Pengendalian Persediaan Fuzzy
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 Fungsi keanggotaan variabel permintaan, pasokan, dan Fuzzy Order Quantity terdiri dari fungsi keanggotaan Trapesium (trapmf) untuk himpunan Rendah dan Tinggi serta fungsi keanggotaan Segitiga (trimf) untuk himpunan Sedang. Sedangkan untuk variabel Fuzzy Reorder Point, fungsi keanggotaanya hanya terdiri dari fungsi keanggotaan Segitiga untuk semua himpunannya. Keempat variabel dalam model pengendalian persediaan Fuzzy ini masing-masing memiliki parameter yang berbeda. Parameter dari variabel permintaan adalah 0, π· β ππ· , π· + ππ·,πππ₯π· dengan max(D) merupakan maksimum permintaan berdasarkan data dalam satu tahun. Sedangkan parameter untuk nilai linguistik dari variabel pasokan adalah (0, 0.25max(S), 0.5max(S), 0.75max(S)) dengan max (S) merupakan maksimum dari ketersediaan pasokan berdasarkan data selama satu tahun. Berbeda dengan parameter dari variabel permintaan dan pasokan, parameter dari variabel Fuzzy Order Quantity dan Fuzzy Reorder Point bergantung pada nilai reorder point dan safety stock. Adapun parameter dari variabel Fuzzy Order Quantity adalah (0, 0.5max(S)-R, 0.5max(S), 0.5max(S)+R) dan untuk parameter dari variabel Fuzzy Reorder Point adalah (0, R-SS, R, R+SS, 2R). Selanjutnya, untuk proses simulasi model sistem pengendalian persediaan Fuzzy diperlukan pembangkitan bilangan acak untuk permintaan dan pasokan berdasarkan data setiap tahunnya. Bilangan acak yang akan dipergunakan dalam proses simulasi, harus mempunyai pola yang sama dengan pola data pengamatan sehingga bilangan tersebut dapat dianggap mewakili data secara keseluruhan. Oleh karena itu, bilangan acak yang diperoleh harus dibangkitkan sesuai dengan pola distribusi. Hasil pembangkitan bilangan acak dengan distribusi Normal dan perhitungan Fuzzy Order Quantity (FOQ) serta Fuzzy Reorder Point (FRP) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Fuzzy Order Quantity (FOQ) dan Fuzzy Reorder Point (FRP) Model Pengendalian Persediaan Fuzzy Tahun Permintaan Pasokan FOQ FRP N 2008 763,8232 798,178 600 235 16 930,0939 862,130 2009 726 393 16 2010 1152,437 1117,578 890 483 16 2011 1158,119 1092,723 899 410 16 2012 1259,438 1131,894 913 520 17
Berdasarkan Tabel 4 untuk tahun 2008 dihasilkan jumlah pemesanan optimal sebanyak 600kg dan titik pemesanan ulang saat persediaan tersisa 235kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 16 kali. Pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah pemesanan optimal sebanyak 726kg dan titik pemesanan ulang saat persediaan tersisa 393kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 16 kali. Tahun 2010 jumlah pemesanan optimal mencapai 890kg
4
dan titik pemesanan ulang saat persediaan tersisa 483kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 16 kali. Sedangkan untuk tahun 2011 jumlah pemesanan optimal menurun hingga mencapai 899kg dan titik pemesanan ulang saat persediaan tersisa 410kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 16 kali. Dan untuk tahun 2012 jumlah pemesanan optimal mencapai 913kg dan titik pemesanan ulang saat persediaan tersisa 520kg, dengan frekuensi pesanan sebanyak 17 kali. D. Perbandingan Biaya Total Persediaan Setelah diperoleh jumlah pemesanan yang optimal dari model EOQ Back Order dan model pengendalian persediaan Fuzzy (Fuzzy Inventory Control), tujuan selanjutnya adalah memperoleh perbandingan biaya persediaan antara kedua model tersebut dengan biaya persediaan berdasarkan kebijakan perusahaan. Hasil perbandingan biaya total persediaan yang dihasilkan kebijakan perusahaan, model EOQ Back Order, dan model pengendalian persediaan Fuzzy dapat dilihat pada Tabel 5. Adapun tingkat perbandingan biaya total persediaan dari ketiga model tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Tabel 5, biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2008 mencapai Rp 2.081.205. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ Back Order menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 1.741.493. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 292.789 atau 14,07%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.544.217. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 536.988 atau 25,80%. Tabel 5. Perbandingan Biaya Total Persediaan per Tahun Biaya Total Persediaan (Rupiah) Model sistem Tahun Kebijakan Model EOQ pengendalian Perusahaan Back Order persediaan Fuzzy 2008 2.081.205 1.788.416 1.042.886 2009 2.252.329 1.673.320 1.133.568 2010 2.355.048 1.828.279 1.140.702 2011 2.670.498 2.075.692 1.204.702 2012 2.784.625 2.062.600 1.264.217 Berdasarkan Tabel 4.10, biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2008 mencapai Rp 2.081.205. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ Back Order menghasilkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 biaya total persediaan sebesar Rp 1.788.416,4. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 292.789 atau 14,07%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.042.886. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 1.038.319 atau 49,89%. Biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2009 mencapai Rp 2.252.329. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ Back Order menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 1.673.319,98. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 579.009 atau 25,71%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.133.568. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 1.118.761 atau 49,67%. Biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2010 mencapai Rp 2.355.048. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ Back Order menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 1.828.279,22. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 526.769 atau 22,37%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.140.702. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 1.214.346 atau 51,56%. 3,000,000
Kebijakan Perusahaan
2,000,000 EOQ Back Order
1,000,000
2008 2009 2010 2011 2012
0 Fuzzy Inventory Control
Gambar 3. Tingkat Perbandingan Biaya Total Persediaan Biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2011 mencapai Rp 2.670.498. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ
5 Back Order menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 2.075.691,61. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 594.806 atau 22,27%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.204.702. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 1.465.796 atau 54,89%. Biaya total persediaan yang telah dikeluarkan oleh PT.XYZ pada tahun 2012 mencapai Rp 2.784.625. Biaya total persediaan tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan hasil perhitungan baik menggunakan model EOQ Back Order maupun model pengendalian persediaan Fuzzy. Model EOQ Back Order menghasilkan biaya total persediaan sebesar Rp 2.062.600,21. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model EOQ Back Order dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 722.025 atau 25,93%. Sedangkan biaya total persediaan dengan model pengendalian persediaan Fuzzy menghasilkan total biaya persediaan terendah Rp 1.264.217. Besarnya penghematan perusahaan jika menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy dalam sistem pengendalian persediaan sebesar Rp 1.520.408 atau 54,6%. IV. KESIMPULAN Kesimpulan hasil analisis dan pembahasan terhadap data PT.XYZ adalah sebagai berikut: 1. Pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012, model dari kebijakan perusahaan menghasilkan biaya pesan paling rendah bila dibandingkan dengan model EOQ Back Order dan model pengendalian persediaan Fuzzy. Sedangkan untuk biaya simpan terendah dihasilkan oleh model pengendalian persediaan Fuzzy. 2. Dari perbandingan biaya total persediaan PT.XYZ pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012 diperoleh biaya total persediaan yang paling minimum adalah dengan menggunakan model pengendalian persediaan Fuzzy. Pada model tersebut, tidak ada kemungkinan terjadi kehabisan persediaan karena sudah memperhitungkan jumlah ketersediaan pasokan bahan baku dalam sistem persediaan. Berbeda dengan model EOQ Back Order dalam mengatasi kondisi ketidakpatian, pada model ini tidak memperhitungkan jumlah ketersediaan pasokan akan tetapi memungkinkan terjadinya kehabisan persediaan, sehingga ada penambahan biaya kehabisan persediaan. Selain itu, pada model EOQ Back Order, juga diperlukan adanya persediaan cadangan yang akan mengakibatkan semakin bertambahnya biaya penyimpanan. DAFTAR PUSTAKA [1] Tersine, R.J. (1994). βPrinciples of Inventory and Materials Managementβ. Fourth Edition.Prentice-Hall, Inc. New Jersey. [2] Gullu R., Onol E., dan Erkip N. (1999). βAnalisis of an Inventory System Under Supply Uncertaintyβ. International Journal of Production Economics. Hal.377-385
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-6 [3] Tanthatemee T., Phruksaphanrat B., Member, IAIENG (2012). β Fuzzy Inventory Control System for Uncertain Demand and Supplyβ. Proceedings of the International MultiConference of Engineers and Computer Scientist Vol II. [4] Siswanto (2007).βOperations Researchβ. Penerbit Erlangga. Jilid 2. [5] Naba A. (2009). β Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLABβ. Penerbit Andi. Yogyakarta.
6