SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM KUALA TANJUNG THORMAN LUMBANRAJA, S.E., MSi (Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surya Nusantara, Pematangsiantar) ABSTRAK PT Inalum Kuala Tanjung yang berdiri pada 6 Juli 1979 di atas area 200 ha di Kuala Tanjung, Kecamatan Sei Suka, Kabupaten Batubara adalah sebuah perusahaan yang memproduksi aluminium ingot, dengan desain produksi yang ditentukan adalah 225.000 ton per tahun kemudian dipasarkan di dalam dan luar negeri. Persediaan adalah salah satu aktiva penting yang harus dimiliki oleh perusahaan. Persediaan bahan baku baku adalah barang-barang yang dibeli dan digunakan untuk proses produksi. Pentingnya pengendalian intern dalam suatu perusahaan adalah untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Sehingga suatu perusahaan dapat menentukan perencanaan yang baik dalam menentukan jumlah persediaan yang dibutuhkan, waktu pemesanan, dan supaya persediaan dapat diterima dengan tepat waktu. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengendalian intern dalam penyediaan bahan baku serta prosedur pembelian bahan baku yang ada di PT. INALUM. Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data berupa wawancara dengan bagian Perencanaan Produksi dan Keuangan, observasi, dokumentasi dan kepustakaan. Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis pada PT. INALUM, diketahui bahwa penyediaan persediaan bahan baku serta prosedur pembelian bahan baku dalam kaitannya dengan sistem pengendalian intern dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (a) sistem pengendalian intern terhadap persediaan bahan baku sudah sangat baik, karena semuanya telah di jelaskan dalam AMP, (b) pengendalian intern yang dilakukan PT INALUM sudah efektif dan efisien, (c) penyediaan persediaan bahan baku yang dilakukan PT INALUM juga telah sesuai dengan sistem pengendalian intern perusahaan, (d) pembelian persediaan bahan baku dilakukan dengan menggunakan kontrak dan telah sesuai dengan prosedur pembelian. Keyword : pengendalian intern, bahan baku, prosedur pembelian.
PENDAHULUAN Persediaan bahan adalah merupakan suatu hal yang harus ada di dalam perusahaan, untuk menunjang kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Semua perusahaan baik besar maupun kecil akan selalu mempunyai persediaan bahan baku, walaupun dalam jumlah dan keadaan yang berbeda-beda.Persediaan bahan baku ini berhubungan erat dengan kegiatan produksi. Perusahaan mengadakan kegiatan produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem pengendalian bahan baku. Sistem pengendalian bahan baku ini merupakan bagian yang sangat penting bagi perusahaan. Suatu sistem pengendalian intern dibutuhkan dalam setiap bagian perusahaan, agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Hal ini dimaksudkan bahwa sistem pengendalian intern yang ada, tidak hanya dilakukan pada aspek-aspek yang memberi pemasukan saja, tetapi juga pada aspek-aspek yang memberikan beban pengeluaran bagi perusahaan. Satu bagian yang menjadi sumber pengeluaran yang tidak dapat dihindari oleh perusahaan adalah dalam hal persediaan bahan baku. Disini penting bagi perusahaan untuk mengupayakan pemenuhan kebutuhan bahan baku yang cukup agar tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil dan terjamin kontinuitasnya, serta efektif dan efisien. Sebuah sistem pengendalian juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa suatu organisasi melibatkan individu-individu. Aktivitas individu ini diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Karena ketidakselarasan tujuan dapat mengakibatkan tujuan organisasi atau tujuan individu tidak tercapai.Untuk itulah diperlukan suatu pengendalian kerja sehingga tujuan individu dapat selaras dengan tujuan organisasi. Salah satu alat untuk mencapai tujuan tersebut adalah adanya sistem pengendalian intern yang baik. . Perusahaan akan menghadapi berbagai konsekuensi dalam mencapai tujuannya yang berkaitan dengan bahan baku, yaitu harus menanggung biaya maupun risiko yang berkaitan dengan persediaan. Terjadinya kekurangan persediaan bahan baku atau tidak adanya bahan baku pada saat dibutuhkan dapat menyebabkan jalannya aktivitas produksi terhenti, sebaliknya terlampau banyaknya persediaan bahan baku akan mengakibatkan tertahannya modal secara tidak produktif, sehingga hal ini merupakan salah satu faktor kerugian bagi perusahaan. PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) merupakan perusahaan manufaktur yang merupakan industri hulu. PT. INALUM mengolah bahan baku berupa Alumina (Al2O3), Aluminium Flouride (Alf3),Coal Tar Pitch, Calcined Coke dan Pitch Coke menjadi barang jadi berupa aluminium ingot primer. Bahan baku yang dibutuhkan oleh PT. INALUM sebagian besar dibeli dari luar negeri, misalnya dari Jepang, Kuwait, Cina, Argentina, dan lain-lain, namun ada pula yang dibeli dari dalam negeri.PT. INALUM memiliki persediaan bahan baku yang minimum digudangnya, sehingga mereka tidak pernah mengalami kekurangan bahan baku. Walaupun demikian, PT. INALUM tetap harus memperkirakan kapan mereka akan melakukan pembelian dengan baik dan harus pada jumlah yang tepat dan pada waktu yang tepat. PT. INALUM telah menggunakan sistem akuntansi pusat pertanggungjawaban yang terdapat dalam tiap divisi. Setiap divisi terdiri dari beberapa departemen dan tiap departemen terdiri dari beberapa seksi. Masing-masing manajer pada perusahaan ini memimpin satu seksi dan bertanggungjawab atas seksi yang dipimpinnya serta tiap manajer juga bertanggungjawab untuk mengendalikan biaya-biaya dan akan mempertanggungjawabkannya pada bagian penganggaran atau sering disebut dengan bagian perencanaan (planning) perusahaan. Karena bagian penganggaran sangat berperan penting dalam hal penyediaan bahan yang akan diproduksi oleh PT. INALUM dalam setiap tahunnya. Pentingnya pengendalian persediaan, mendorong penulis untuk mengetahui bagaimana penyediaan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh PT. INALUM dalam kaitannya dengan sistem pengendalian intern, sehingga akan memberikan pemahaman lebih mengenai keunggulan dan kelemahan dari sistem itu, melalui penulisan skripsi yang berjudul “SISTEM PENGENDALIAN INTERN TERHADAP PERSEDIAAN BAHAN BAKU PADA PT. INDONESIA ASAHAN ALUMINIUM (INALUM)”. Pengertian Perencanaan dan Pengendalian Produksi
43
Dalam mempersiapkan ataupun menggunakan faktor-faktor produksi, perusahaan harus melakukan perencanaan.Menurut William K. Carter (2009:4), perencanaanmerupakan proses merasakankesempatanmaupunancamaneksternal, menentukantujuan yang diinginkan, danmenggunakansumberdayauntukmencapaitujuantersebut. Atau suatu perencanaan adalah proses dimana perusahaan menyesuaikan sumber daya mereka dengan sasaran dan peluang mereka. Perusahaan yang tidak banyak mengadakan perencanaan sebelumnya, akan cenderung tidak memanfaatkan peluang-peluang yang sesuai dengan sumber daya perusahaan itu. Menurut Paul Sihotang (1990:3), perencanaan juga merupakan fungsi memilih sasaran perusahaan secara bijaksana, program dan pemilihan langkah-langkah apa yang harus dilaksanakan, siapa yang melakukan dan kapan aktivitasnya dilaksanakan. Sedangkan pengertian produksi menurut Jay Heizerdan Barry Render (2009:4), adalah kegiatan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa. Dalam kegiatan produksi tentunya membutuhkan unsur-unsur yang diperlukan dalam proses produksi yang disebut dengan faktor-faktor produksi. MenurutFaktor-faktor produksi itu antara lain adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya modal, dan sumberdaya pengusaha. Dimana faktor produksi tersebut nantinya akan dimasukkan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang jadi atau jasa. Menurut William K. Carter (2009:381), perencanaan produksi (Production Planning), adalah suatukegiatanuntuk menetapkan produk yangakandiproduksi, jumlah produkyang dibutuhkan, kapan produk tersebut harus selesai dan sumber-sumber yang dibutuhkan. Sedangkan pengendalian produksimenurut William K. Carter (2009:391), yaitu aktivitas yang menetapkan kemampuan sumber-sumber yang digunakan dalam memenuhi rencana, kemampuan produksi berjalan sesuai rencana, melakukan perbaikan rencana. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan dan pengendalian produksi yaitu merencanakan kegiatan-kegiatan produksi, agar apa yang telah direncanakan dapat terlaksana dengan baik. Dengan membuat suatu perencanaan dan pengendalian produksi pada suatu perusahaan, maka kegiatan yang ada dalam perusahaan tersebut dapat berjalan secara efektif dan efisien. Pengertian dan Jenis-jenis Persediaan Pada setiap tingkat perusahaan, baik perusahaan kecil, menengah maupun perusahaan besar, persediaan sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan harus dapat memperkirakan jumlah persediaan yang dimiliki dalam menjalankan kegiatan produksi. Persediaan yang dimiliki tidak boleh terlalu banyak dan juga tidak boleh terlalu sedikit karena akan mempengaruhi biaya yang akan dikeluarkan untuk persediaan tersebut. Menurut Zaki Baridwan (1992:149), “Persediaan adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk barang-barang yang dimiliki untuk dijual kembali atau digunakan untuk memproduksi barang-barang yang akan dijual”. Menurut Stice dan Skousen (2004:653), “Persediaan juga didefenisikan sebagai aktiva yang meliputi barang-barang yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, yang ditujukan untuk barang dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan produksi dan kemudian dijual”. Menurut Warren Reeve (2005:452), “Persediaan adalah suatu aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal dalam proses produksi atau yang dalam perjalanan dalam bentuk bahan baku atau perlengkapan (Supplies) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”. Menurut Eldon S. Hendrikson dan Nugroho (1991:2), “Istilah persediaan meliputi barang-barang dagangan yang dimaksudkan untuk dijual dalam kondisi usaha normal dan bahan baku serta bahan pembantu yang dipergunakan dalam peoses produksi untuk dijual”. Jenis-jenis persediaan akan berbeda sesuai dengan bidang atau kegiatan normal usaha perusahaan tersebut. Untuk persediaan industri maka jenis persediaan yang dimiliki adalah persediaan bahan baku (raw material), barang dalam proses (work in process), persediaan barang jadi (finished goods), serta bahan pembantu yang akan digunakan dalam proses produksi. Menurut Stice dan Skousen (2004:654), “Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang dibeli untuk digunakan dalam proses produksi”. Menurut Zaki Baridwan (1992:150), “Persediaan bahan baku adalah barang-barang yang akan menjadi produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti
44
biayanya.Jadidapatdisimpulkanbahwapersediaanbahanbakuadalahbarang-barang bersifatmentahkemudiandiproduksimenjadiproduk jadi.
yang
FungsiPersediaan Menurut Stice dan Skousen (2009:571), Persediaan memiliki beberapa fungsi penting bagi suatu perusahaan, yaitu: a. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi, b. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi, c. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli dalam jumlah yang banyak ada diskon, d. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga, e. Untuk menghindari kekurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca, kekurangan pasokan, mutu, dan ketidaktepatan pengiriman, f. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses. TujuanPersediaan Menurut Eldon S. Hendrikson dan Nugroho (1991:3), tujuan yang lazim dari pengukuran persediaan adalah untuk membandingkan biaya dengan pendapatan yang berkaitan dengannya dalam rangka menghitung laba bersih menurut struktur akuntansi tradisional. Selain itu, tujuan kedua pengukuran persediaan yang sering dinyatakan adalah menyajikan nilai barang untuk perusahaan. Tujuan ketiga adalah menyajikan informasi mengenai persediaan yang akan membantu para investor serta pemakai lainnya untuk memprediksi arus kas di masa mendatang. Biaya-biaya yang terkait dengan persediaan Menurut Stice dan Skousen (2004:662), biaya persediaan terdiri dari seluruh pengeluaran, baik yang langsung maupun tidak langsung, yang berhubungan dengan pembelian, persiapan, dan penempatan persediaan untuk dijual. Biaya persediaan bahan baku yang dimaksud adalah biaya termasuk harga pembelian, pengiriman, penerimaan, penyimpanan dan seluruh biaya yang terjadi sampai barang siap untuk dijual. Masalah penentuan besarnya persediaan sangatlah penting bagi perusahaan, karena persediaan memiliki efek langsung terhadap keuntungan perusahaan. Adanya persediaan bahan baku dalam jumlah yang terlalu besar dibanding kebutuhan perusahaan akan meningkatkan beban bunga, biaya pemeliharaan dan penyimpanan dalam gudang serta kemungkinan terjadinya penyusutan dan kualitas yang tidak bisa dipertahankan, sehingga akan mengurangi keuntungan perusahaan. Begitu pula sebaliknya, jika persediaan terlalu kecil akan menghambat proses produksi, sehingga perusahaan akan mengalami kerugian.Dan cara penyelenggaraan bahan baku dalam setiap perusahaan adalah berbeda-beda. Baik dari segi jumlah unit persediaan bahan baku, waktu penggunaan, dan jumlah biaya untuk membeli bahan baku tersebut. Adapun biaya-biaya yang timbul karena persediaan adalah: a. Biaya penyimpanan Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), merupakan biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan persediaan. Terdiri atas biaya-biaya yang bervariasi langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar apabila kuantitas persediaan semakin banyak.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:2), dimanabiayainitidakhanyamencakupsewagudang/penyusutangudang, tenagakerjadan lain sebagainya, tetapitermasukjugaadanyaresikokerusakan, kehilangandan lain sebagainya. b. Biaya pemesanan Menurut Hansen dan Mowen (2001:584),yaitu setiap kali bahan baku dipesan, perusahaan harus menanggung biaya pemesanan. Biaya pemesanan total per periode sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya per pesanan. c. Biaya penyiapan
45
Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), biaya penyiapan diperlukan apabila bahan-bahan tidak dibeli, tetapi diproduksi sendiri. Biaya penyiapan total per periode adalah jumlah penyiapan yang dilakukan dalam satu periode dikali biaya penyiapan. d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan Menurut Hansen dan Mowen (2001:584), biaya ini timbul bilamana persediaan tidak mencukupi permintaan proses produksi. Biaya kekurangan bahan sulit diukur dalam praktek terutama dalam kenyataan bahwa biaya ini merupakan opportunity cost yang sulit diperkirakan secara objektif. Sistem Pencatatan Persediaan Menurut Stice dan Skousen ( 2009:665), metode pencatatan persediaan ada dua, yaitu metode perpetual dan metodeperiodik. Metode perpetual disebut juga metode buku, karena setiap jenis persediaan mempunyai kartu persediaan, sedangkan metode periodik disebut juga metode fisik. Dikatakan demikian karena pada akhir periode dihitung fisik barang untuk mengetahui persediaan akhir yang nantinya akan dibuat jurnal penyesuaian. Menurut Drs. Mulyadi (1986:137), terdapat beberapa perbedaan pencatatan ayat jurnal diantara kedua metode tersebut. Pada sistem perpetual, diperlukan ayat jurnal tambahan untuk mencatat harga pokok penjualan dari persediaan yang dijual, sedangkan dalam sistem periodik, harga pokok persediaan tidak dicatat pada saat terjadi penjualan. Perbedaan yang lain adalah dalam sistem perpetual pada saat terjadi pembelian, maka debit untuk pembelian persediaan adalah ke akun persediaan, sedangkan dalam sistem periodik yang harus didebit adalah akun pembelian. Menurut Stice dan Skousen (2009:667), “Ada beberapa macam metode penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu: identifikasi khusus, biaya rata-rata (Average), masuk pertama, keluar pertama (FIFO), masuk terakhir, keluar pertama (LIFO)”. Setiap metode memiliki karakteristik khusus. Keempat metode tersebut memiliki fakta yang sama bahwa biaya persediaan dialokasikan ke laporan laba-rugi dan neraca. Hanya metode identifikasi khusus yang menentukan alokasi biaya berdasarkan arus perbedaan fisik. a. Identifikasi khusus Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan ke barang yang terjual selama periode berjalan dan ke barang yang ada di tangan pada akhir periode berdasarkan biaya aktual dari unit tersebut.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:110), semuapersediaandiberikanidentitasmasingmasingpembelian. Olehkarenasetiappembeliandiberiidentitaskhususmakapersediaan yang masihadaakandapatdiketahuimasing-masingtanggalpembeliannyaberikutharganya. Metode ini diperlukan untuk mengidentifikasi biaya historis dari unit persediaan. Dengan identifikasi khusus, arus biaya yang dicatat disesuaikan dengan arus fisik barang. Dan metode ini adalah metode yang jarang digunakan oleh perusahaan karena metode ini merupakan salah satu metode yang tidak praktis. b. Metode biaya Rata-Rata (Average) Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit. Metode ini di dasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu ratarata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Penggunaan metode rata-rata memberi peluang setiap harga beli mempengaruhi penilaian persediaan dan harga pokok penjualan. Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:560), metode rata-rata tertimbang adalah metode menentukan besarnya persediaan dengan cara mengalikan rata-rata tertimbang dengan setiap jenis persediaan.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:110), besarnya harga/nilai persediaan bahan baku atas dasar metode ini adalah sama dengan jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan rata-rata harga dari bahan baku perusahaan tersebut.Asumsi yang dipergunakan disini adalah bahwa operasi pembelian dan penjualan mengakibatkan pengumpulan biaya dan pembebanan biaya-biaya ini pada barang-barang yang dijual dengan basis harga yang tunggal (single price). Harga tunggal ini diasumsikan sebagai suatu harga unit yang mewakili semua barang yang ditangani selama periode tertentu. Selainitu, metode rata-rata juga dianggap sebagai metode yang realistis dan paralel dengan arus fisik barang, khususnya ketika ada pencampuran dari unit persediaan yang identik. Tidak seperti metode yang lain, pendekatan biaya rata-rata memeberikan nilai yang sama untuk unsur serupa
46
dengan penggunaan yang sama. Tetapi, keterbatasan dari metode biaya rata-rata ini adalah bahwa nilai persediaan dapat tertinggal secara signifikan terhadap harga dalam periode dimana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang cepat. c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO) Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan yang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metode identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik dari barang yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang yang terjual. FIFO memberikan kesempatan kecil untuk manipulasi keuntungan karena pembebanan biaya ditentukan oleh urutan terjadinya biaya. Selain itu, dalam metode FIFO unit yang tersisa pada persediaan akhir adalah unit yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir periode (end-of-period replacement cost). Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:559), FIFO adalahpersediaan yang pertamamasukdigantidenganpersediaan yang baru. Dengandemikianhargapokokproduksiditentukanolehpersediaan yang baru.Menurut Drs. AgusAhyari (1981:114), metodeiniadalahsamadenganaruspenggunaanbahan . Menurut Eldon S. Hendriksen dan Nugroho (1991:25), ada tiga tujuan dari metode FIFO, yaitu: 1. Menjadi suatu taksiran yang baik untuk identifikasi spesifik sebagian besar tipe barang industri pada umumnya. 2. Penggabungan semua unsur laba yang dilaporkan pada saat penjualan. Seperti halnya identifikasi spesifik, di sini diasumsikan bahwa tak ada pemisahan yang dibuat antara keuntungan dan kerugian yang timbul akibat perubahan harga dan laba yang dihasilkan dari keputusan manajerial dalam kegiatan sehari-hari. 3. Penyajian persediaan akhir untuk tujuan neraca menurut harga yang paling baru, yang dapat diasumsikan untuk memberi gambaran yang dekat dengan harga ganti. Metode ini juga memiliki keuntungan yaitu tidak terpengaruh oleh pilihan yang sifatnya sembarang atau tidak teratur yang dilakukan oleh pelanggan. Selain dari keuntungan dari pada metode ini, juga terdapat kelemahan praktis yang serius bilamana yang dibeli adalah barang dengan jumlah kelompok yang banyak selama periode dengan harga-harga yang berbeda-beda, atau bilamana barang dikembalikan ke persediaan setelah dijualnya kelompok-kelompok barang berikutnya. Penggunaan metode FIFO dalam periode dimana terjadinya kenaikan harga mengaitkan persediaan paling lama yang berbiaya rendah dengan harga jual yang meningkat, sehingga memperbesar margin kotor. Namun, tingginya laba kotor yang dihasilkan hanya bersifat sementara karena nilai persediaan harus diganti dengan harga yang terus meningkat. Di periode dimana terjadi penurunan harga, persediaan lama yang berbiaya tinggi dikaitkan dengan harga jual yang menurun, sehingga memperkecil margin kotor. Dengan menggunakan FIFO, persediaan yang dilaporkan di neraca nilainya akan mendekati atau sama dengan biaya yang sekarang. d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO) Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual. Metode LIFO sering dikritik dari sudut pandang teoretis karena metode ini tidak cocok dengan arus barang yang terjadi dalam sebuah perusahaan. Namun, LIFO adalah metode yang paling baik dalam pengaitan biaya persediaan dengan pendapatan. Di sisi lain, penggunaan LIFO dalam periode di mana terjadi kenaikan harga atau inflasi, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi dan jumlah laba kotor yang lebih rendah. Dengan demikian, LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap margin laba kotor. Dengan LIFO, persediaan dilaporkan dengan biaya dari pembelian awal. Dan jika LIFO telah digunakan untuk waktu yang lama, maka perbedaan antara nilai persediaan saat ini dengan biaya LIFO yang dilaporkan dapat menjadi semakin besar. Dan menurut Drs. R. AgusSartono (1996:559), LIFO mengasumsikanbahwapersediaan yang terakhirmasukdigantidenganpersediaan yang lama. Sehinggahargapokokproduksiditentukanolehpersediaan yang terakhirmasuk, sementarapersediaanakhirterdiriataspersediaan yang masuklebihawal. Menurut Drs. AgusAhyari
47
(1981:114), mengasumsikanbahwahargabahan yang masihadadalampersediaanjustrumempergunakanhargapersediaanawaldanpembelianpembelianpadaawaltahun. Menurut Eldon S. Hendriksen dan Nugroho (1991:26), LIFO dinyatakan bermanfaat dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1. Memudahkan penandingan biaya berjalan terhadap pendapatan berjalan, 2. Jika harga meningkat, penilaian persediaan ditetapkan secara konservatif, 3. Perubahan-perubahan harga sepanjang siklus produksi tidak akan menimbulkan pelaporan keuntungan dan kerugian yang tidak direalisasikan yang timbul dari penguasaan jumlah persediaan semula dan peningkatan persediaan, 4. Memungkinkan pemerataan laba sepanjang siklus usaha bilamana harga-harga meningkat ataupun merosot, 5. Laba dilaporkan hanya bilamana tersedia untuk didistribusikan sebagai dividen atau untuk tujuan lainnya, 6. Diterimanya metode tersebut untuk tujuan pajak perseroan. Akibat dari Kesalahan Mencatat persediaan Menurut William K. Carter (2009:325), setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi laporan keuangan baik neraca maupun laba rugi. Dampak pada laba rugi biasanya sulit dievaluasi karena terdapat beberapa nilai yang berbeda yang dapat dipengaruhi oleh satu kesalahan. Jika kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan menyebabkan kesalahan penyajian saldo akhir, aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Hal ini terjadi karena perhitungan fisik atas persediaan merupakan dasar dalam pembuatan jurnal penyesuaian untuk penyusutan persediaan. Kesalahan perhitungan fisik persediaan juga akan menyebabkan kesalahan dalam menetukan harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih dalam laporan laba rugi, kemudian laba bersih akan dimasukkan pada laporan ekuitas pemilik sebagai penambahan atas modal awal pemilik, sehingga akan menghasilkan penyajian yang salah atas modal akhir pemilik. Kesalahan perhitungan fisik persediaan biasanya baru terdeteksi setelah kesalahan itu terjadi. Oleh karena itu harus dilakukan koreksi untuk laporan keuangan tahun sebelumnya. Model-Model Penentuan Persediaan Perusahaan harus dapat menetukan berapa banyak jumlah bahan baku yang harus dipesan atau digunakan dalam proses produksi dan kapan seharusnya pemesanan itu dilakukan atau kapan perencanaan persediaan dilakukan. Menurut Drs. AgusAhyari (1981:7), beberapa kebijakan daat ditentukan oleh perusahaan dengan menentukankuantitas pesanan ekonomis, titik pemesanan kembali, stock minimun yang harus dimiliki oleh perusahaan, termasuk jangka waktu untuk pemesanan persediaan. Kuantitas Pesanan Ekonomis (Economic Order Quantity-EOQ) Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:562), model ini merupakan model pengendalian persediaan yang paling tua dan paling terkenal. Didasarkan pada asumsi-asumsi: a. Permintaan diketahui dan bersifat konstan, b. Lead time yaitu waktu antara pemesanan dan penerimaan, diketahui dan konstan, c. Permintaan diterima dengan segera, d. Tidak ada diskon, e. Biaya yang terjadi hanya biaya set up atau pemesanan diketahui dan bersifat konstan, f. Tidak terjadi kehabisan stock. Jika permintaan diketahui, dalam memilih jumlah pesanan atau jumlah produksi, para manajer harus memfokuskan dirinya hanya pada biaya pemesanan (perencanaan persediaan) dan biaya penyimpanan. Menurut William K. Carter (2009:320), total biaya pemesanan (perencanaan persediaan) dan biaya penyimpanan dapat dijelaskan melalui persamaan berikut ini: TC = PD:Q+CQ:2 = Biaya Pemesanan + Biaya Penyimpanan Dimana:
48
TC = Total biaya pemesanan (perencanaan) dan biaya penyimpanan P = Biaya penempatan dan penerimaan pesanan (biaya mempersiapkan produksi) Q = Jumlah unit yang dipesan setiap kali dilakukan pemesanan (jumlah unit yang diproduksi) D = Permintaan tahunan yang diketahui C = Biaya penyimpanan per unit bahan baku untuk satu tahun Biaya penyimpanan persediaan dapat dihitung oleh setiap perusahaan yang menyimpan persediaan. Model biaya persediaan yang menggunakan biaya perencanaan persediaan dan ukuran jumlah produksi sebagai input hanya berlaku bagi perusahaan yang memproduksi sendiri persediaannya. Menurut Drs. R. Agus Sartono (1996:563), total biaya pemesanan dapat dihitung dengan mengalikan jumlah pesanan pertahun dengan biaya untuk menempatkan dan menerima pesanan. Total biaya pemesanan = D : Q x P Total biaya penyimpanan untuk tahun yang terkait didapat dengan CQ : 2, persamaan ini sama dengan mengalikan jumlah rata-rata persediaan ditangan (Q:2) dengan biaya penyimpanan per unit (C). (Asumsi nilai rata-rata persediaan Q : 2 ekuivalen dengan asumsi bahwa persediaan dipakai seluruhnya). Tujuan menggunakan model ini adalah mencari total pemesanan yang meminimalkan total biaya. Jumlah atau kuantitas pesanan ini disebut dengan Kuantitas Pesanan Ekonomis (EOQ). Model EOQ merupakan contoh dari sistem persediaan tekanan. Dalam sistem tekanan, akuisisi persediaandimulai dengan tindakan antisipasi terhadap permintaan dimasa yang akan datang, bukan karena reaksi terhadap permintaan. Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:564), persamaan yang digunakan untuk menghitung EOQ adalah: Q = EOQ = 2𝐷𝑃 : 𝐶 Titik Pemesanan Ulang (Reorder Point) EOQ telah menjawab pertanyaan berapa banyak persediaan yang harus dipesan (atau diproduksi). Mengetahui kapan pemesanan (atau menetapkan waktu produksi) juga merupakan hal yang penting dalam setiap kebijakan persediaan. Menurut Drs. R. AgusSartono (1996:566), Titik pemesanan ulang merupakan titik waktu dimana pesanan baru (atau produksi baru) harus dilakukan. Titik waktu ini merupakan fungsi dari EOQ, waktu tunggu, dan tingkat dimana persediaan sudah habis. Waktu tunggu merupakan waktu yang diperlukan untuk menerima kuantitas pesanan ekonomis ketika suatu pesanan dilakukan atau ketika produksi dimulai. Mengetahui tingkat pemakaian dan waktu tunggu membuat kita dapat menghitung titik pemesanan kembali yang dapat memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Titik pemesanan ulang = Tingkat pemakaian x Waktu tunggu Jika permintaan suku cadang atau produk tidak diketahui secara pasti, kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan. Dan untuk menghindari masalah ini, perusahaan sering sekali memilih untuk menyimpan persediaan pengaman (safety stock). Persediaan pengaman (safety stock) merupakan persediaan ekstra yang disimpan sebagai jaminan dalam menghadapi permintaan yang berubah-ubah. Persediaan pengaman dihitung dengan mengalikan waktu tunggu dengan selisih antara tingkat maksimum pemakain dan tingkat rata-rata penggunaan. TEORI PENGENDALIAN INTERN Defenisi Pengendalian Intern Sistem pengendalian intern merupakan sistem yang digunakan perusahaan untuk membangun masa depan yang baik. Karena suatu pengendalian intern yang baik sangat dibutuhkan dalam organisasi untuk mencegah dan menghindari terjadinya kesalahan, kecurangan, dan penyelewengan. Diperusahaan kecil, pengendalian masih dapat dilakukan langsung oleh pimpinan perusahaan. Namun semakin besar perusahaan, dimana ruang gerak dan tugas-tugas yang harus dilakukan semakin kompleks, menyebabkan pimpinan perusahaan tidak mungkin lagi melakukan pengendalian secara langsung, maka dibutuhkan suatu pengendalian intern yang dapat memberikan keyakinan kepada pimpinan bahwa tujuan perusahaan telah tercapai.
49
Adapun pengertian pengendalian intern menurut Drs. Ruchyat Kosasih (1981:185), adalah sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan pembentukan dan penggunaan semua saran, sehingga bila ditinjau dari sudut keuangan, akan memungkinkan menejemen dengan cara yang paling efektif mengamankan harta kekayaan perusahaan serta mengatur pekerjaan sekarang dan membuat rencana untuk masa yang akan datang. Dan sebagaimana diketahui menurut Statement on Auditing Procedures (SAP) No. 33 dan kodifikasi Statements on Auditing Standards AICPA tahun 1983, internal control adalah mencakup rencana organisasi, semua metode dan ukuran yang dikoordinasikan dan diterapkan di dalam suatu perusahaan untuk mengamankan aktiva (harta kekayaan), mencek ketelitian dan keandalan data akuntansinya, meningkatkan efisiensi operasi dan mendorong kepatuhan terhadap kebijakan menejemen yang telah ditetapkan. Pengendalian ini bersifat preventif yang berarti berusaha untuk mencegah terjadinya segala sesuatu yang merugikan perusahaan dan juga bersifat represif yang berarti mempunyai tindakan koreksi, bila terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan perusahaan. Tujuan Pengendalian Intern Sebagaimana didefinisikan SAP No. 33 pengertian pengendalian intern mencakup 2 bagian yaitu: Pengendalian Akuntansi Terdiri dari rencana organisasi dan prosedur serta catatan yang berkaitanlangsung dengan pengamanan aktiva (harta kekayaan)mencakup tindakan kehati-hatian yang tidak diharapkan terhadap sumber daya perusahaan. Dan keandalan pencatatan keuangan serta sebagai konsekuensinya didisain untuk memberikan jaminan yang memadai. Tujuan utama pengendalian akuntansi adalah pengamanan aktiva dan keandalan catatan keuangan. Pengendalian akuntansi berhubungan erat dengan sistem otorisasi persetujuan, pengendalian aktiva, pemeriksaan intern dan semua masalah keuangan lainnya. Pengendalian Administratif Atau disebut pula pengendalian menejerial yang mencakup, tetapi tidak terbatas pada rencana organisasi dan prosedur serta catatan yang berkaitan dengan proses keputusan yang mengarah pada otorisasi transaksi yang dilakukan oleh menejemen dan menjadi titik/langkah awal untuk penetapan pengendalian akuntansi terhadap transaksi-transaksi. Pengendalian ini tidak mempunyai pengaruh atau kecil sekali dampaknya pada catatan keuangan perusahaan. Misalnya: analisa statistik, penyelidikan waktu dan gerak, laporan pelaksanaan, program pelatihan pegawai dan pengendalian mutu. Menurut Mulyadi dalam bukunya Auditing (2008:181), “tujuan pengendalian intern” adalah sebagai berikut: a. Keandalan informasi keuangan, b. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, c. Efektifitas dan efisiensi operasi. 1. KarakteristikPengendalian Intern Menurut SAP No. 33 karakteristik pengendalian intern suatu organisasi yang memuaskan harus meliputi hal-hal sebagai berikut: 1. Pengaturan organisasi yang baik yang memungkinkan adanya pemisahan pertanggungjawaban fungsi secara tepat 2. Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan yang tepat untuk memungkinkan adanya pengendalian akuntansi yang memadai terhadap aktiva, utang, pendapatan dan beban/biaya 3. Praktik yang sehat yang dijalankan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari setiap bagian organisasi 4. Kualitas/mutu pegawai yang tepat sesuai dengan tingkat tanggungjawabnya. Frederick E Horn dalam buku “Hand book for Auditors” kumpulan James A Cashin yang mengutip tulisan Skinner dan Anderson dalam bukunya “Analytical Auditing” menyatakan bahwa ciri-ciri struktur pengendalian intern yang memuaskan, harus meliputi:
50
a. Adanya pendelegasian wewenang kepada petugas/pejabat tertentu untuk menyetujui transaksi dan penetapan tugas pengecekan kepada petugas yang lain untuk mengetahui, bahwa transaksi telah disetujui oleh pejabat yang berwenang b. Adanya penyelenggaraan akuntansi sedemikian rupa, sehingga catatan yang satu dapat dicek dengan catatan yang lain yang dibuat oleh petugas yang independen c. Adanya pengendalian secara fisik yang tepat termasuk penjagaan berganda (dual custody) aktiva berharga yang mudah diperjual belikan d. Adanya pemisahan fungsi penyimpanan aktiva dari fungsi pencatatannya dan dari pelaksanaan transaksi yang bersangkutan (sehingga terdapat suasana saling mencek) e. Adanya verifikasi secara periodik terhadap eksistensi aktiva yang dicatat Adanya penggunaan pegawai yang memiliki kecakapan/kemampuan dan latihan yang cukup sesuai dengan tingkat tanggung jawabnya. METODE PENELITIAN Metode deskriptif (Best, 1982:119) adalah salah satu jenis metode penelitian yang berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan apa adanya. Metode deskriptif juga disebut dengan kegiatan menyimpulkan data mentah dalam jumlah yang besar sehingga hasilnya dapat ditafsirkan. Pengaturan, pengurutan atau manipulasi data bisa memberikan informasi yang deskriptif. Data yang cukup merupakan salah satu ukuran dalam menentukan baik tidaknya hasil suatu penelitian. Untuk memperoleh data tersebut, maka digunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Observasi Yang dilakukan penulis dalam memperoleh data dan informasi dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap data perusahaan 2. Wawancara Yaitu dengan mengadakan tanya jawab antara penulis dengan pihak perusahaan yang berwenang memberikan data yang diperlukan. Adapun daftar pertanyaan yang penulis tanyakan adalah: a. Berapa jumlah persediaan bahan baku yang dibeli dalam setiap tahunnya. b. Pengeluaran-pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan penggunaan persediaan bahan baku. 3. Kepustakaan Penulis memperoleh data dengan melihat dan mengambil buku-buku dari perpustakaan yang dapat membantu dalam melakukan penulisan skripsi. Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari perusahaan yang diteliti, seperti: sejarah singkat dan struktur organisasi, sistem pengendalian intern yang berlaku serta data lainnya yang relevan. Metode Analisa Data Analisa data yang digunakan penulis adalah analisa kualitatif dimanaanalisaini akanmengungkapkanmasalahtidakdalambentukangka-angka, tetapiberkenaandengannilai yang didasarkanpadahasilpengolahan data danpenilaianpenulis. Dan cara yang digunakan penulis untuk mengolah data yang di peroleh adalah dengan menilai dan mengevaluasi dari prosedur pembelian bahan baku hingga proses produksi yang nantinya akan dijelaskan di Bab 4, sehingga dapat disimpulkan apakah sistem pengendalian intern bahan baku telah efektif dan efisien. Adapun ketentuan penilaian yang di buat penulis adalah: 1. Apabila prosedur pembelian yang dilakukan PT INALUM sesuai dengan ketentuan peraturan dalam prosedur pembelian bahan baku, maka sistem pengendalian intern terhadap bahan baku telah efektif. 2. Dan jika prosedur pembelian tidak sesuai dengan peraturan prosedur pembelian bahan baku, maka sistem pengendalian intern terhadap bahan baku tersebut kurang efektif. Hasil dan Pembahasan
51
Persediaan bahan baku merupakan salah satu bagian penting dalam perusahaan., karena persediaan sangat dibutuhkan bagi perusahaan dalam upaya memenuhi permintaan dari pelanggan, juga agar kegiatan produksi perusahaan tidak terganggu. Persediaan adalah aktiva yang dimiliki perusahaan yang akan digunakan untuk menjalankan kegiatan produksinya dengan maksud untuk dijual dalam kegiatan normal perusahaan. Persediaan yang terdapat pada PT INALUM yang akan digunakan dalam pembuatan aluminium ingot primer terdiri dari empat macam produk yaitu: 1. Alumina (Al2O3), merupakan bahan baku utama dalam proses peleburan aluminium. Alumina di impor dari Australia. Laydays dari bahan baku ini adalah 10 hari. 2. Aluminium Flouride (Alf3), digunakan sebagai anti crylite dalam proses produksi. 3. Petroleum Cokes (kokas), merupakan bahan baku untuk industri pabrik peleburan aluminium. Petroleum Coke di impor dari Amerika dan Jepang.Laydays dari bahan ini adalah 7 hari. 4. Coal Tar Pitch, merupakan bahan baku dalam curah untuk industri pabrik peleburan aluminium dan di impor dari China.Laydays dari bahan ini adalah 7 hari. Jadi rata-rata untuk rentang waktu pengiriman serta kedatangan kapal di pelabuhan Kuala Tanjung adalah 7 hari. Untuk membeli bahan baku dari pemasoknya, PT INALUM menggunakan kontrak jangka panjang yang berjangka waktu selama tiga tahun untuk pemasok yang ada diluar negeri dan berjangka waktu satu tahun untuk pemasok yang ada dalam negeri. Pada waktu pembelian bahan baku, perusahaan menggunakan metode FOB shipping point, sehingga total biaya dibebankan langsung ke harga pokok persediaan. Sistem pengendalian intern terhadap bahan baku yang dilakukan PT INALUM cukup baik, karena pihak perusahaan melakukan pengawasan terhadap persediaan bahan baku. Hal ini dimulai dari pembelian bahan baku hingga diproduksi menjadi barang jadi. Bahkan sebelum melakukan pembelian bahan baku, pihak perusahaan telah membuat perencanaan atau disebut dengan AMP (Annual Management Plan). PT INALUM memiliki tahun fiskal yaitu April-Maret tahun berikutnya. Maka manajemen akan menentukan perencanaan sebelum tahun fiskal baru. Setiap seksi akan menyusun perencanaan yang berkaitan dengan semua aktivitas yang akan dijalankan perusahaan. Misalnya, kapan pembelian bahan baku akan dilaksanakan, berapa jumlah bahan baku yang akan dibeli, dan masalah kegiatan produksi. Rencana-rencana yang disusun setiap seksi kemudian akan disaring atau dianalisa terlebih dahulu oleh bagian perencanaan untuk mengevaluasi urgensi dari setiap pekerjaan. Pendekatan Sistem Pengendalian Bahan Baku Pengendalian bahan baku perusahaan, akan mencakup baik jangka panjang, menengah maupun jangka pendek. Pada pengendalian bahan baku ini diperlukan kegiatan-kegiatan yang terpadu dari kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian bahan baku ini. Pelaksanaan pengendalian bahan baku yang dilakukan PT INALUM adalah sebagai berikut: Perencanaan Jangka Panjang Perencanaan jangka panjang ini menyangkut kebijaksanaan perusahaan dalam bidang pengendalian dana untuk kepentingan persediaan serta fasilitas-fasilitas produksi perusahaan. Dalam perencanaan jangka panjang ini pada umumnya dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu peramalan penjualan jangka panjang dengan estimasi penyimpangannya, serta strategi perusahaan dalam masalah alokasi dana perusahaan untuk investasi. Perencanaan Jangka Pendek (Tahunan) Perencanaan jangka pendek ini merupakan dasar daripada penyusunan skedul produksi. Dalam perencanaan jangka pendek ini akan disusun perencanaan umum yang mendasarkan diri kepada fasilitas-fasilitas produksi, yang sudah ada sehubungan dengan perencanaan penjualan perusahaan. Dalam hal ini penentuan tingkat persediaan untuk keperluan produksi, keseimbangan penjualan, serta tenaga kerja yang ada sangat perlu diperhatikan. Skedul Produksi Dalam penyusunan skedul produksi ini, beberapa hal yang perlu dilakukan pihak PT INALUM adalah penggunaan fasilitas produksi yang sudah ada, tenaga kerja serta persediaan bahan untuk memenuhi permintaan konsumen.
52
Ketiga pelaksanaan pengendalian tersebut kemudian dimasukkan ke AMP (Annual Management Plan) Analisa Kebutuhan dan Penggunaan Bahan Baku Persediaan bahan baku, dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk proses produksi pada waktu yang akan datang. Pihak perusahaan PT INALUM selalu menyediakan bahan baku dalam sejumlah/besaran fisik, akan tetapi kebutuhan akan bahan baku diperhitungkan atas dasar peramalan maupun perencanaan sebelumnya. PT INALUM juga memiliki minimum stok, dimana hal ini dilakukan untuk menghindari kekurangan bahkan kelebihan bahan baku. Pada umumnya, tingkat penggunaan bahanbaku serta kebutuhan bahan baku untuk proses produksi pada PT INALUM adalah relative konstan, atau bertambah dengan pertambahan yang teratur. Sehingga perencanaan produksi perusahaan haruslah disertai dengan dasar tingkat penggunaan bahan. Dimaksudkan tingkat penggunaan bahan ini adalah seberapa banyak jumlah dan jenis bahan baku yang dipergunakan untuk memproduksi satu unit produk akhir. Dengan demikian apabila data perencanaan produksi sudah didapat, manajemen perusahaan segera dapat menyusun kebutuhan bahan baku untuk keperluan proses produksi. Adapun tingkat penggunaan bahan baku PT INALUM untuk tahun 2013 dapat ditulis dalam tabel sebagai berikut: Tabel 1 Penggunaan Bahan Baku ALUMINA 431.073,76 MT COKE 86.950,00 MT COAL TAR PITCH 20.783,00 MT ALUMINIUM FLOURIDE 3.877,07 MT Sumber: PT INALUM Kuala Tanjung Prosedur Pembelian Bahan Baku Sebagaimana diketahui perusahaan di dalam usaha pengadaan bahan baku adalah dengan melaksanakan pembelian. Dalam hal ini, PT INALUM khususnya bagian pembelian perusahaan akan bertindak sebagai wakil perusahaan untuk melaksanakan pembelian tersebut, yang akan berhubungan langsung dengan supplier perusahaan. Walaupun demikian sesuai dengan pelaksanaan tujuan terpadu dalam perusahaan , maka di dalam melaksanakan pembelian ini, bagian pembelian hanyalah sebagai pelaksana teknis saja, sedangkan berapa jumlah yang akan dibeli serta kapan pembelian dilaksanakan secara umum telah digariskan oleh manajemen perusahaan dalam kebijaksanaan bahan baku perusahaan. Beberapa kegiatan penting yang dilaksanakan oleh bagian pembelian yang ada di PT INALUM adalah sebagai berikut: Menerima daftar permintaan pembelian Daftar permintaan pembelian dapat dibuat oleh semua bagian yang membutuhkan barang. Untuk pembelian bahan bakuyang berkepentingan langsung adalah bagian produksi, oleh karena itu yang menyusun daftar permintaan bahan adalah bagian produksi. Daftar permintaan barang ini sekaligus memuat informasi tentang apa dan berapa jumlah yang diperlukan untuk dibeli. Kolom barang yang sudah tersedia selalu disertakan untuk dipergunakan dalam pertimbangan apakah barang yang akan dibeli tersebut betul-betul diperlukan segera oleh perusahaan ataukah tidak. Dan kegiatan itu sendiri terlebih dahulu dilakukan olehSmelter Material and Product (SMP), kemudian kepada bagian Smelter Procurement (SPM)hingga ke bagian Jakarta Procurement (JPM). Meneliti daftar permintaan pembelian Dalam hal ini pihak perusahaan akan meneliti terlebih dahulu daftar permintaan pembelian, terutama yang menyangkut pembelian non rutin. Pihak pembelian akan meminta bantuan staff ahli dari dalam perusahaan untuk mempertimbangkan pelaksanaan pembelian tersebut, atau bahkan menolak permintaan pembelian apabila dirasakan pembelian tersebut tidak berguna bagi perusahaan. Dan yang melakukan penelitian daftar permintaan pembelian ini adalah bagian JPM. Memilih Supplier (Pemasok)
53
Dalam melaksanakan pembelian perusahaan akan memilih supplier yang dapat memenuhi persyaratan perusahaan. Dan PT INALUM telah memiliki pemasok tersendiri, dimana kualitas dan standar barang telah sesuai dengan persyaratan perusahaan mereka. Kegiatan ini sama halnya dengan meneliti daftar permintaan pembelian, karena yang langsung memilih supplier untuk perusahaan adalah bagian JPM. Namun, sebelumnya telah direkomendasikan dahulu dengan bagian SMP dan SPM. Memasukkan Order Kemudian JPM perusahaan memasukkan order kepada pemasok sesuai dengan jumlah barang yang tertera di dalam permintaan pembelian yang sudah dibuat sebelumnya. Dalam kegiatan order ini, maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar order tersebut sesuai dengan kebutuhan perusahaan, supaya bahan baku yang dibutuhkan tidak terlalu banyak ataupun kurang. Karena hal ini akan sangat berpengaruh pada proses produksi dan juga akan menimbulkan biaya yang cukup besar. Sehingga dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan itu sendiri. Penyimakan Order PT INALUM melakukan peninjauan ulang atas order yang telah dikirimkan sebelumnya kepada pemasok. Sehingga perkembangan pemasok dalam memenuhi order tersebut akan senantiasa dapat diikuti, dengan maksud untuk memperlancar pelaksanaan dari order perusahaan dan pengaturan persediaan yang ada dalam perusahaan. Menerima Barang/Bahan Pihak perusahaan khususnya departemen penerimaan barangakan memeriksa kembali jumlah bahan yang sudah diorder sebelumnya, apakah sesuai dengan pesanan serta kualitas yang cukup. Pencatatan pembelian bahan disusun, serta pembayaran dilaksanakan sesuai dengan jumlah bahan yang sudah diterima, dengan potongan harga maupun kuantitas. Pembelian bahan baku pada PT INALUM untuk tahun 2013 dapat ditulis dalam tabel sebagai berikut: Tabel 2. Pembelian Bahan Baku ALUMINA 439.000 MT COKE 96.500 MT COAL TAR PITCH 18.500 MT ALUMINIUM FLOURIDE 4.000 MT Sumber: PT INALUM Kuala Tanjung Pengendalian Kualitas Bahan Baku Bagi perusahaan-perusahaan yang memproduksikan suatu produk, dimana karakteristik bahan ini langsung menjadi karakteristik produk , maka kualitas dari bahan baku ini akan sangat besar pengaruhnya bagi kualitas produk akhir perusahaan. Dengan demikian perlu adanya pengendalian kualitas bahan baku ini dilakukan lebih teliti dan teratur untuk menjaga kualitas produk akhir. Langkah-langkah pengendalian yang dilakukan pihak INALUM yaitu: Seleksi Sumber Bahan Seleksi ini dilakukan sesuai dengan pengalaman hubungan pada waktu yang lalu dengan pihak pemasoknya, apakah kualitas bahan baku yang mereka pasarkan sesuai dengan standarisasi, persentase kerusakan bahan pada saat pengiriman barang dan sebagainya. Atas dasar pengalamanpengalaman ini perusahaan dapat memilih supplier yang paling baik untuk perusahaan. Kemudian mengadakan evaluasi dengan membuat beberapa daftar pertanyaan tentang kebiasaan dan karakter dari supplier yang bersangkutan serta penelitian kualitas terhadap pemasoknya. Pemeriksaan Dokumen Pembelian Yaitu dengan mengadakan pemeriksaan kembali terhadap dokumen-dokumen pembelian yang ada untuk melihat apakah informasi-informasi yang telah diberikan tersebut betul-betul dilaksanakan atau tidak. Seperti referensi yang telah diberikan oleh pemasok kepada perusahaan pada saat bahan tersebut telah diterima oleh perusahaan. Hal-hal yang perlu dilihat kebenarannya
54
ini adalah tingkat harga bahan, waktu pengiriman, spesifikasi bahan serta kualitas dari bahan itu sendiri. Dengan demikian perusahaan dapat mengurangi terjadimya masalah-masalah kualitas bahan pada waktu-waktu berikutnya. Pemeriksaan Penerimaan Bahan Baku Pemeriksaan dasar yang dilakukan oleh PT INALUM adalah pemeriksaan dari segi bentuk, jenis maupun kegunaannya. Kemudian pemeriksaan sampel, dimana hal ini dilaksanakan oleh karena banyaknya jumlah bahan yang harus diperiksa serta adanya kemungkinan penggunaan sampel dalam pemeriksaan tersebut. Dengan demikian diharapkan hasil pemeriksaan yang dilaksanakan cukup memadai disamping biaya pemeriksaan dapat ditekan seminimal mungkin. Pemeriksaan sampel ini dilaksanakan di laboratorium milik PT INALUM. Dan dari hasil pemeriksaan tersebut pihak perusahaan membuat catatan pemeriksaan berupa laporan. Dimana hal ini akan menjadi berguna sebagai sumber informasi dari dalam perusahaan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh departemen penerimaan yang memiliki tugas sebagai berikut: 1. Membongkar bahan baku yang masuk 2. Membandingkan jumlah yang diterima dengan daftar perusahaan perkapalan 3. Mencocokkan bahan baku yang diterima dengan deskripsi dalam pesanan pembelian 4. Membuat laporan penerimaan 5. Memberitahu kepada departemen pembelian mengenai perbedaan yang ditemukan 6. Mengatur pemeriksaan apabila diperlukan 7. Memberitahu kepada departemen pengantaran dan departemen pembelian mengenai kerusakan yang terjadi selama bahan baku tersebut dalan perjalanan, 8. Mengirimkan bahan baku yang diterima ke lokasi yang sesuai Penjagaan Gudang Fasilitas Penyimpanan Setelah bahan baku tersebut diterima, perusahaan pada umumnya segera memasukkan bahan baku ke dalam gudang-gudang perusahaan atau fasilitas penyimpanan bahan yang lain untuk menunggu dipergunakan dalam proses produksi. Bagian gudang PT INALUM melakukan pemeriksaan secara periodik terhadap bahan baku yang disimpan, ini sangat diperlukan untuk menjaga agar bahan baku ini tidak mengalami penurunan kualitas selama penyimpanan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan bagian gudang adalah: 1. Penulisan identitas bahan baku dengan jelas bagi masing-masing gudang dan isinya untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kekeliruan bahan atau pencampuran bahan baku. 2. Pembungkusan/pengepakan yang cukup baik agar tidak terjadi kerusakan-kerusakan selama masa tunggu tersebut, misalnya penurunan kualitas, penurunan berat, atau kerusakan-kerusakan yang lain. 3. Pengadaan rotasi pengambilan bahan baku untuk mencegah terjadinya penungguan yang tidak merata berikut akibat-akibat negative yang lain. 4. Untuk bahan-bahan yang mempunyai batas waktu penggunaan, maka batas waktu tersebut harus ditulis dengan jelas untuk menjaga agar jangan sampai bahan baku tersebut tidak dapat dipergunakan lagi oleh karena lewat batas waktu. Pemeriksaan gudang ini pada umumnya dilaksanakan secara berkala, misalnya sebulan satu kali atau dua bulan sekali tergantung perusahaan itu sendiri. KESIMPULAN Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian intern terhadap persediaan bahan baku pada PT INALUM maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. PT INALUM telah melakukan sistem pengendalian intern pada persediaan bahan bakudengan baik karena semuanya telah dijelaskan dalam AMP (Annual Management Plan)yaiturencanarencanakegiatan yang disusunsebelumtahunfiskalberikutnya. Dalam pelaksanaannya, informasi dan komunikasi atas persediaan bahan baku secara umum masih memadai untuk mendukung pengendalian intern. Fungsi-fungsi yang terlibat, prosedur-prosedur, dokumen dan catatan yang diperlukan dibentuk dan dikoordinasikan sedemikian rupa agar informasi persediaan bahan baku yang wajar dapat dihasilkan dan dikomunikasikan setiap saat.
55
2. Pengendalian intern yang dilakukan oleh PT INALUM , Kuala Tanjung sudah cukup efektif karena: a. Adanya pemisahan wewenang pada tiap-tiap divisi b. Adanya pemisahan fungsi diantara karyawan-karyawan khususnya bagian persediaan bahan baku c. Supervisor bertanggung jawab atas semua dokumen yang dipranomori d. Review dilakukan sebelum pendistribusian output e. Prosedur dan standar telah digunakan dalam pengendalian intern 3. Penyediaanbahanbaku yang ada di PT INALUM telahsesuaidengansistempengendalian intern. Dimanasemuapihakpembeliankhususnyabagian SMP, AMP dan JPM telahmenyusunrencanakegiatanpembelian yang disebutdengan AMP (Annual Management Plan) sebelummemasukitahunfiskalselanjutnya. 4. Pembelianyang dilakukan PT INALUM padapemasoknyaadalahdenganmenggunakankontrakberjangka 3 tahundenganpemasok yang ada di luarnegeridankontrakberjangka 1 tahundenganpemasok yang adadalamnegeri. Saran Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian intern terhadap persediaan bahan baku pada PT INALUM maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 5. PT INALUM telah melakukan sistem pengendalian intern pada persediaan bahan bakudengan baik karena semuanya telah dijelaskan dalam AMP (Annual Management Plan)yaiturencanarencanakegiatan yang disusunsebelumtahunfiskalberikutnya. Dalam pelaksanaannya, informasi dan komunikasi atas persediaan bahan baku secara umum masih memadai untuk mendukung pengendalian intern. Fungsi-fungsi yang terlibat, prosedur-prosedur, dokumen dan catatan yang diperlukan dibentuk dan dikoordinasikan sedemikian rupa agar informasi persediaan bahan baku yang wajar dapat dihasilkan dan dikomunikasikan setiap saat. 6. Pengendalian intern yang dilakukan oleh PT INALUM , Kuala Tanjung sudah cukup efektif karena: f. Adanya pemisahan wewenang pada tiap-tiap divisi g. Adanya pemisahan fungsi diantara karyawan-karyawan khususnya bagian persediaan bahan baku h. Supervisor bertanggung jawab atas semua dokumen yang dipranomori i. Review dilakukan sebelum pendistribusian output j. Prosedur dan standar telah digunakan dalam pengendalian intern 7. Penyediaanbahanbaku yang ada di PT INALUM telahsesuaidengansistempengendalian intern. Dimanasemuapihakpembeliankhususnyabagian SMP, AMP dan JPM telahmenyusunrencanakegiatanpembelian yang disebutdengan AMP (Annual ManagementPlan) sebelummemasukitahunfiskalselanjutnya. 8. Pembelian yang dilakukan PT INALUM pada pemasoknya adalah dengan menggunakan kontrak berjangka 3 tahun dengan pemasok yang ada di luar negeri dan kontrak berjangka 1 tahun dengan pemasok yang ada dalam negeri. DAFTAR PUSTAKA Ahyari, Agus. (1981). “Efisiensi persediaan bahan”. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE. Baridwan, Zaki. (1992). “Intermediate accounting” Edisi 7. Yogyakarta: BPFE. Carter William K. (2009). “Akuntansi biaya”. Buku 1. Edisi 14. Jakarta: Salemba Empat. Hansen, Don R dan M. Mowen. (2001). “Akuntansi manajemen”. Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat. Heizer, Jay dan Barry Render. (2009). “Manajemen operasi”. Buku 1. Edisi 9. Jakarta: SalembaEmpat. Hendriksen, Eldon S dan Nugroho W. (1991). “Teori akuntansi”. Edisi 4. Jilid 2.
56
Jakarta: Salemba Empat. H.M, Jogiyanto. (1988). “Sistem informasi akuntansi”. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Kosasih, Ruchyat. (1981). “Auditing”. Buku 1. Bandung: Ruchko. Mulyadi. (2008). “Auditing”. Edisi 6. Buku 1 & 2. Jakarta: Salemba Empat. _______ (1986). “Akuntansi biaya”. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. Sartono, R. Agus. (1976).”Manajemen keuangan”. Edisi 3. Yogyakarta: BPFE. Sitohang, Paul. (1990). “Pengantar perencanaan regional”. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Stice dan Skousen. (2004). “Intermediate accounting”. Edisi 15. Jakarta: Salemba Empat. Stice dan Skousen. (2009). “Intermediate accounting”. Edisi 16. Jakarta: Salemba Empat. Warren, S. Carl, James M. Reeve dan Philip E. (2005).”Pengantar akuntansi”. Edisi 21. Jakarta: Salemba Empat.
57