SISTEM PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI SENI (Meningkatkan Industri Kreatif)
Oleh: Drs. Olih Solihat Karso, MSn
FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011
1
I.
SISTEM PENDIDIKAN TINGGI SENI
Sistem Pendidikan Tinggi Seni diselenggarakan berdasarkan Undang–undang Sisdiknas No. 20/2003. Dalam system tersebut, berbagai kegiatan pendidikan seni dikembangkan seluas– luasnya sehinnga tercipta system yang fleksible, mampu mengantisipasi berbagai gejala yang dapat merugikan, mengganggu, atau merusak sistem secara formal. Untuk itu, kegiatan penelitian, pegembangan, pengendalian mutu, dan jaminan mutu dunia kesenian, ataupun caracara lain yang positif perlu diberi peluang demi menjaga keutuhan dan eksistensinya secara sistemik. Konsekuensinya, system pendidikan tinggi seni Indonesia harus dibangun atas dasar komitmen dan kerjasama semua pihak yang terlibat didalamnya secara berkelanjutan.
Sejalan dengan hal-hal yang sudah dikemukakan, Sistem Pendidikan Tinggi Seni didefinisikan sebagai system pendidikan bidang seni yang memiliki aspek-aspek berikut ini. 1. Kelembagaan yang bermutu, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan demi berlangsungnya proses pendidikan tinggi seni. 2. Tenaga pengajar seni yang kompeten dibidangnya dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap pendidikan tinggi seni. 3. Mahasiswa berkemampuan memadai, bermotivasi tinggi, serta minat bakat yang mendukung. 4. Kurikulum dan materi ajar yang bermutu, relevan, konstektual, tepat guna, dan tepat sasaran. 5. Dukungan kelembagaan dan dukungan masyarakat yang memadai.
A. Lulusan Pendidikan Tinggi Seni Pendidikan tinggi seni harus dapat menyikapi, mengantisipasi, dan kemudian menyelenggarakan suatu system pembelajaran yang mampu meluluskan SDM dibidang seni yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan seni yang memadai, serta memiliki sikap mental yang positif dan produktif dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi. Kompetensi yang dimiliki oleh lulusan pendidikan tinggi seni harus meliputi penguasaan kemampuan dasar yang paling utama (core competencies), yakni suatu wawasan professional untuk menanggapi serta menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi pada berbagai bidang kehidupan. Lulusan tersebut harus dapat menjadi tenaga professional yang mampu memberikan kontribusinya kepada berbagai bidang kehidupan, seperti dibidang ekonomi, social, dan budaya. Mereka juga harus 2
disiapkan bagi komunitasnya dalam berbagai skala; mampu melihat potensi dan peluang yang tersedia; serta mampu dan berani berkiprah di berbagai tingkatan wilayah(local, nasional, regional, internasional) tanpa harus tercabut dari akar budayanya.
B. Tujuan Pendidikan Tinggi Seni Pendidikan tinggi seni di Indonesia bertujuan untuk menghasilkan sarjana/ilmuan/tenaga professional/ guru dibidang seni yang peka dan tanggap terhadap masalah social budaya melalui berbagai jalur dan jenjang pendidikan tinggi, dengan pemilikan kompetensi berikut ini. 1. Mampu menciptakan dan mengekspresikan beragam gagasan. 2. Mampu mengkaji dan menganalisis beragam fenomena seni dan budaya. 3. Mampu menyajikan karya seni secara kreativ, inovatif, dan professional. 4. Mampu melaksanakan proses belajar mengajar di bidang seni dan budaya secara efektif. 5. Mampu mengelola beragam kegiatan seni dan budaya.
C. Jenjang pendidikan tinggi seni Berdasarkan tujuannya, pendidikan tinggi seni diselenggarakan pada jenjang pendidikan Strata 1 (S1). lulusan disebut Sarjana Seni (S.Sn). Jenjang pendidikan seni tingkat lanjut adalah magister dan doctor (S2 dan S3). Jenjang S2 bersifat memperkaya dan memperdalam wawasan seorang sarjana seni dalam bidang kekaryaan, kajian, penyajian, dan manajemen seni. Sementara itu, jenjang S3 lebih difokuskan pada filsafat dan riset, upaya, penelitian, penemuan, dan penciptaan seni yang baru, di samping kajian lintas bidang seni-budaa, lintas daerah, regional, atau Negara. Gelar yang diperoleh untuk jenjang S2 adalah Magister seni, sedangkan untuk jenjang S3 adalah Doktor. Disamping itu, ada juga strata tiga yang hanya berfokus pada penemuan, dan penciptaan seni yang baru, yang lebih menekankan kreativitas dan inovasi. Perjenjangan dan pembidangan pendidikan tinggi seni dapat dilihat di table berikut ini. Dipl S1 S2 S3 Bidang Kajian X X X Bidang Penciptaan X X X X Bidang Penyajian X X X X Bidang Manajemen Seni X X X Bidang Keahlian Teknis Seni X Bidang Pendidikan Seni X X X X Tabel 1: Matriks Perjenjangan dan Pembidangan Pendidikan Tinggi Seni 3
II.
PROFESI DALAM BIDANG SENI
Dengan berbekal kompetensi yang dimiliki sebagai hasil proses pendidikan dari perguruan tinggi seni, lulusannya secara professional dapat dikualifikasikan sebagai berikut. 1. Pencipta Seni, memiliki kemampuan untuk menuangkan ide dan konsep seni ke dalam berbagai bentuk karya seni. 2. Pengkaji Seni, memiliki kemampuan untuk menganalisis beragam fenomena social budaya dan menuangkan hasil analisis dan interpretasinya ke dalam karya tulis ilmiah bidang seni. 3. Penyaji Seni, berkemampuan menampilkan seni secara kreatif, inovatif, dan professional. 4. Pengelola Seni, memiliki kemampuan manajerial dalam berbagai kegiatan seni dan budaya. 5. Guru Seni, memiliki kemam[uan untuk melakssanakan dan mengelola proses belajar mengajar bidang seni dan budaya secara professional Tabel 2: Prtofesi lulusan S1 pendidikan tinggi seni. Seni Program Studi Kriya a. Pekriya Rupa Seni b. Kreator Kriya c. Wirausahawan d. Peneliti e. Pengendali mutu produksi Program Studi Seni a. Sniman Rupa Murni b. Kurator c. Kritikus d. ilustrator f. Wirausahawan Program Studi Desain a. Perancang interior Interior b. Perancang Ruang Pertunjukan c. Perancang Elemen Interior d. Perancang Interior Transportasi e. Wirausahawan Program Studi Desain a. Perancang Ilustrasi Komunikasi Visual b. Perancang Grafis c. Perancang Multimedia Program Studi a. Fotografer Fotografi b. Kritikus Foto atau pengkaji fotografi c. Pewarta foto/foto jurnalis d. Seniman foto e. Kurator Foto f. Pengajar Foto g. Ilustrator Foto h. Foto Editor 4
A. Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni disusun berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (kepmendiknas 045/2002) dengan memperhatikan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu lulusan yang memiliki kualifikasi sesuai dengan rumpun dan tataran kompetensi yang telah dijabarkan, serta profesi yang akan diembannya. Berdasarkan hal tersebut, seorang mahasiswa S1 satu pendidikan tinggi seni akan dibekali dengan ruang lingkup materi yang dapat dilihat dalam table berikut Tabel 3: Ruang Lingkup Materi Kurikulum Pendidikan Tinggi Seni Tataran Kompetensi Utama
Rumpun Dasar & Kepribadian
Pengkajian
Penciptaan
Sikap Religius Nasionalisme Komunikasi Apresiasi Identifikasi seni dan Budaya Pendekatan Analisis Kontribusi Eksplorasi Kreatif Eksperimen Kreatif dasar teknik kreatif, Perwujudan Kreatif pengetahuan ragam karya.
Keahlian dan Tanggung jawab Prilaku Keilmuan Berkarya Perspektif Sosial dan Lingkungan Pelestarian dan Pengembangan Seni Budaya Pengelolaan Manajemen Seni Kewirausahaan Curatorship Pegemasan Seni
Kompetensi Penunjang Perspektif Sosial Profesionalisme Filsafat Ilmu Penerapan Teori Apresiasi Seni Budya Karya Ilmiah Metodologi Seni Teknik Presentasi sadar media. Perspektif seni ragam Fenomena seni dan budaya, ragam paradigma Apresiasi Seni Multikultural
Pengetahuan Ragam Media Karya Seni Apresiasi Seni Bud. Ragam Peristiwa Seni dan Budaya
Kompetensi Lain-lain Hubungan interpersonal Toleransi Etika Media dan Teknologi
Pengelolaan Produksi (produk, promosi, harga, pengemasan) Terbuka Adaptif dengan lingkungan
HAKI
5
Penyaji
Strategi Penyajian Estetika Penyajian Kebermaknaan
Silang Gaya Teknik Penyajian Perspektif Seni Budaya
Pengelolaan Produksi
Ruang lingkup materi dalam table tersebut dapat diterjemahkan menjadi beragam mata kuliah oleh setiap program studi di perguruan tinggi masing – masing. Kompetensi dan ruang lingkup materi dalam table tersebut merupakan Kriteria minimal bagi seorang lulusan S1 pendidikan tinggi seni untuk dapat menjalankan tugasnya secara professional. Pengembangan kurikulum ini dilandaskan pada pencapaian kompetensi minimal dari segi tataran maupun rumpun kompetensi yang dipersyaratkan. Pengembangan kurikulum diawali dengan analisis pustaka yang dipakai dengan analisis lapangan, kemudian divalidasi melalui serangkaian uji coba, sampai diperoleh kurikulum yang siap pakai. Review kurikulum secara periodic sangat diperlukan agar kurikulum pendidikan tinggi seni dapat bersifat fleksibel maupun adaptif terhadap berbagai perkembangan bidang ilmu seni, serta bidang ilmu lainnya, dan juga kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
B. Strategi Pembelajaran Pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dirancang dan dikembangkan dengan tujuan untuk membantu proses belajar. Apabila pembelajaran tidak dirancang dengan sitematis dan kreatif, maka sukar diharapkan tercapainya hasil belajar mahasiswa yang baik. Pembelajaran yang sistematis, kreatif, interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik menuntut tenaga pengajar untuk mampu memanfaatkan beragam media dan teknologi pembelajaran dalam berbagai strategi pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang harus dicapai mahasiswa. Dalam penyelenggaraan perkuliahan, proses pembelajaran yang dilakukan oleh pengajar hendaknya sekaligus menjadi model yang dapat dicontoh oleh mahasiswa dalam persiapannya terjun ke dalam profesinya di masyarakat. Pengajar memerankan diri sebagai model yang dapat menumbuhkembangkan aktivitas dan kreativitas mahasiswa. Proses dialogis yang edukatif selama pembelajaran menjadi sarana bagi mahasiswa untuk berpartisipasi secara aktif, dan berkembang secara kognitif, afektif maupun psikomotorik melalui penyediaan ruang khusus yang mengakomodasikan prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis mahasiswa.
6
Strategi pembelajaran pendidikan tinggi seni hendaknya berpusat pada mahasiswa. Secara umum, strategi pembelajaran pendidikan tinggi seni merupakan proses yang memungkinkan setiap mahasiswa untuk menciptakan makna melalui beragam interaksi dengan bidang ilmu, dengan pengajar, dengan teman, dan lingkungan belajar untuk menjadi lulusan S1 pendidikan tinggi seni yang berkompetensi dan ber kualifikasi sesuai dengan yang diharapkan. Namun, pembelajaran di pendidikan tinggi seni ini tentu saja memiliki karakteristik khas, yang berbeda dengan pendidikan tinggi pada umumnya. Karakteristik ini sejalan dengan visi dan misi yang diemban pendidikan tinggi seni. Dalam hubungan ini, pendifikan hendaknya lebih dipandang sebagai sebuah proses untuk menjadi - a process of becoming. Proses “menjadi” atau pembentukan karakter dan identitas merupakan proses yang sangat fundamental dalam proses pembelajaran. Pendidikan seni memungkinkan mahasiswa dan dosen untuk menggali berbagai bentuk yang bermakna dalam proses “menjadi”. Dalam proses “menjadi” tersebut para mahasiswa menerima dan menjawab tantangan, menggali sampai ke batas, dan mencari di tempat yang belum pernah diketahui. Pendidikan seni menjadikan proses pembelajaran sebagai arena eksplorasi bagi mahasiswa dan dosen dalam hal-hal berikut: (1) mencari pemahaman dan mencapai pengertian serta rasional ilmiah; (2) mewujudkan pengembangan keterampilan hingga tercapai keahlian; dan (3) mencari strategi untuk mencapai pemahaman yang mendalam tentang beragam perwujudan dan makna seni dan budaya berikut perkembangannya.
Seni dan budaya sebagai proses transformasi hasil observasi mahasiswa ke dalam bentuk dan prinsip kreatif tentang alam, ide, dan gagasan, menjadi hal yang tidak boleh diabaikan dalam pendidikan seni. Karena dalam proses tersebut mahasiswa bukanlah sekedar meniru dan atau menerima saja dari informasi yang disampaikan, tetapi mereka menciptakan makna, pemahaman, dan arti dari informasi yang diperolehnya. Artinya, pengetahuan bukanlah sekedar rangkuman naratif dari pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi suatu koleksi ( repertoire) yang dimiliki seseorang tentang pemikiran, perilaku, keterkaitan, prediksi dan perasaan, hasil transformasi dari beragam informasi yang diterimanya. Implikasi, karena transformasi menjadi kunci penciptaan makna dan pengembangan pengetahuan, maka proses pendidikan seni bukan sekedar mentransfer – menyampaikan seni dan budaya kepada mahasiswa, tetapi menggunakan seni dan budaya secara utuh untuk menjadikan mereka mampu menciptakan makna, menembus batas imaginasi dan kreativitas, dan mampu mencapai pemahaman yang mendalam. 7
Pengembangan Strategi pembelajaran memanfaatkan hasil kemajuan dan perkembangan ilmu seni, pendidikan seni, serta teknologi informasi dan komunikasi, sehingga di peroleh hasil belajar yang optimal, oleh karena itu, mahasiswa calon sarjana dan sarjana pendidikan di bidang seni perlu dibekali kemampuan untuk berkreasi dengan memanfaatkan beragam produk teknologi dalm pembelajaran maupun dalam bidang seni. Akan tetapi, apapun yang akan dimanfaatkan dalam pembelajaran, orientasi utamanya bagaimana agar terdapat partisipasi dan interaksi aktif dalam proses itu. Dalam kaitan ini, terdapat beragam metode interaksi aktif yang dapat dipertimbangkan dan dirancang dalam proses pendidikan seni, antara lain pembelajaran melalui
proyek
(project-based),
pembelajaran
berbasis
masalah
(problem-based),
penemuan/discovery learning, collaborative and cooperative learning, dan nyantrik. Pada tingkat mikro, proses interaksi aktif dalam bentuk pembimbingan penciptaan makna, atau dikenal dengan istilah pembimbingan/scaffolding, dapat dirancang melalui pemodelan (modeling), pemanduan (coaching), pembabakan (sequencing), penyederhanaan (reducing complexity) , penekanan (marking critical features), dan pemanfaatan alat/media visual. Dari beragam interaksi aktif yang dapat dirancang, kebermaknaan menjadi factor utama. Artinya interaksi harus bermakna bagi mahasiswa dan memfasilitasi terjadi proses penciptaan makna. Dalam pross nyantrik, misalnya, seluruh proses dilakukan dalam bentuk pembimbingan (scaffolding) intensif dari empu terhadap cantrik-nya..
Pemanfaatan komunitas seni dan budaya juga termasuk pemanfaatan tokoh atau orang yang dianggap lebih tahu (knowledge others: maestro, empu) yang ada dalam satu komunitas seni dan budaya. Tokoh berperan bukan hanya sebagai sumber imformasi, melainkan juga sebagai pemandu mahasiswa dalam proses pembimbingan penciptaan makna (scaffolding). Pemanduan dalm proses scaffolding harus bertahap menuju negative. Artinya, mahasiswa pada akhirnya harus menjadi mandiri, dan pemanduan menjadi tidak diperlukan. Hal ini berarti, pemanfaatan tokoh dalam komunitas seni dan budaya dirancang untuk tidak menimbulkan ketergantungan pada tokoh tersebut, tetapi dapat membantu peningkatan kemandirian siswa.
Strategi pembelajaran merupakan interaksi antara metode, media, waktu dengan tujuan pembelajaran dan jenis serta urutan materi pembelajaran. Strategi yang dipilih tidak boleh mengabaikan potensi kreatif, karena pada dasarnya pembelajaran merupakan proses kreativitas 8
manusia. Ada sepuluh factor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran, seperti tampak pada table sebagai berikut.
No
Faktor
1.
Tujuan Pembelajaran
2.
Tenaga Pengajar
3.
Mahasiswa
4.
Konteks (lingkungan belajar) Transfer of learning Materi
5. 6.
7.
Karakteristik teknik pembelajaran
8.
Keberagaman
9.
Sarana dan Prasarana
10.
Waktu
Tabel 4: Strategi Pembelajaran Strategi Pembelajaran yang Dikembangkan Apa jenis kompetensi yang akan di capai: perolehan pengetahuan, pengembangan ketrerampilan kognitif, afektif, psikomotor; pengembangan pemecahan masalah; atau perubahan sikap? Apakah tenaga pengajar sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan strategi pembelajaran yang dipilh atau dicanangkan Berapa jumlah mahasiswa? Bagaimana karakteristik dan pengetahuan awal mahasiswa? Apakah mahasiswa akan mampu belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran yang dipilih? Apakah lingkungan belajar memungkinkan diterapkannya strategi pembelajaran yang dipilih? Apakah hasil belajar akan bermanfaat optimal terhadapa lingkungan belajar dengan menggunakan Strategi pembelajaran yang dipilih Apakah strategi pembelajaran yang dipilih menjamin terjadinya transfer of learning? Strategi pembelajaran yang bagaimana menjamin terjadinya transfer of learning yang optimal? Apakah teknik pembelajaran cocok dan dapat dilakukan untuk strategi yang dipilih? Berapa sukar teknik tsb, untuk diterapkan? Berapa banyak waktu yang diperlukan untuk menerapkan teknik tsb? Apakah strategi pembelajaran sudah mempertimbangkan keberagaman mahasiswa dalam pembelajaran?Apakah digunakan beragam teknik pembelajaran dalam strategi yang dipilih? Apakah biaya yang diperlukan untuk penerapan strategi pembelajaran cukup realistis? Apakah lingkungan, sarana dan prasarana yang tersedia memadai untuk penerapan strategi pembelajaran yang dipilih? Apakah strategi pembelajaran yang dipilih dapat memenuhi kerangka alokasi waktu yang disediakan?
Sementara itu, untuk menyelenggarakan pembelajaran dalam pendidikan tinggi seni, diperlukan media dan teknologi yang sesuai dengan kompetensi pendidikan tinggi seni yang akan dicapai, serta ragam strategi pembelajaran yang dimanfaatkan.
C. Evaluasi Dan Sertivikasi 1. Evaluasi Teknik pengukuran dan penilaian yang dipilih sesuai dengan sifat dan karakteristik kompetensi tersebut, yaitu perolehan pengetahuan, pengembangan keterampilan cognitive,
9
pengembangan keterampilan psikomotorik, pengembangan keterampilan pemecahan masalah, dan perubahan perilaku. Klasifikasi teknik pengukuran per jenis kompetensi bukanlah mutlak, karena bergantung dari perancangan teknik pengukuran. Satu teknik dapat saja digunakan untuk mengukur satu atau lebih kompetensi. Untuk pengukuran dan penilaian yang lebih menyeluruh, maka satu teknik saja tidak memadai, oleh karena itu digunakanlah teknik multiple representations of understanding untuk holistic assessment terhadap pencapaian kompetensi mahasiswa. Portofolio merupakan salah satu perwujudan dari holistic assessment, yang melaluinya beragam jenis hasil kerja mahasiswa yang diperoleh dari berbagai teknik pengukuran untuk mengukur berbagai dimensi kompetensi mahasiswa dikumpulkan menjadi satu kesatuan utuh. Portofolio bermanfaat untuk melakukan maupun mahasiswa secara kelompok.
Untuk mata kuliah praktek dibidang seni, diperlukan tolak ukur yang jelas dan objektif, agar nilai yang diberikan betul-betul mencerminkan kompetensi lulusan. Sementara itu, untuk melihat ketercapaian mata kuliah berjenjang (hierarchies) harus digunakan teknik pengukuran yang jelas untuk menampilkan peta jenjang kompetensi yang diharapakan. Selanjutnya konsistensi dan reliabilitas pengajar dalam memberikan skor dan nilai terhadap pencapaian kompetensi mahasiswa perlu dijaga. Setiap bidang seni memerlukan alat ukur yang berbeda-beda sesuai dengan hakikat bidang kompetensi yang diukur. Namun, secara umum setiap bidang seni memiliki tiga fokus pengukuran, yakni ide, bentuk, dan penampilan. Beragam alat ukur dan criteria pengukuran yang dapat digunakan dalam system assessment holistic sesuai dengan masing-masing bidang seni agar hasilnya sahih dan terpercaya.
2. Sertifikasi Sertifikasi dalam system pendidikan tinggi seni, dapat dilakukan melalui dua jenis program, yaitu: sertifikasi akademik dan sertifikasi kompetensi a. Sertifikasi akademik telah memenuhi persyaratan kelulusan dan telah mencapai kompetensi yang ditetapkan pada jenjang S1, S2, dan S3. Sertifikasi diberikan dalam bentuk ijazah. b. Sertifikasi kompetensi tertentu dalam bidang seni, diberikan kepada lulusan program latihan atau kursus yang telah mencapai kompetensi yang ditetapkan berbentuk sertifikat keahlian.Sertifikasi ini dilakukan oleh badan, asosiasi, lembaga, dan atau organisasi profesi yang terbaik. 10
III. BIDANG SENI RUPA
A. Latar Belakang Seni rupa pada hakikatnya merupakan bentuk seni yang dinamik, yang hidup, yang selalu berubah setiap kali orang menikmatinya, Dalam hal mencipta, seorang perupa mula-mula mengekspresikan perasaannya melalui bentuk tertentu
yang menjadi pilihannya sebagai
formulasi kompleksitas realitas yang dihadapinya. Ia mengobjektifikasi dunia subjektif, sehingga apa yang diekspresikan bukan perasaan aktualnya, melainkan apa yang diketahuinya tentang perasaan manusia melalui berbagai medium pilihan. Karena medium itulah kemudian dikenal teks-teks seni rupa yang dikenal dwimatra seperti lukis dan grafis; yang bersifat trimatra seperti patung dan keramik; yang bersifat intermedia sebagai kombinasi antara keduanya.
Dalam hubungannya dengan seniman, seni rupa berfungsi ekspresif , yakni sebagai ungkapan pengalaman pribadi, sedangkan dalam kaitannya dengan masyarakat, seni rupa lebih berfungsi sebagai sarana peningkatan apresiasi, media pendidikan, dan penghayatan nilai-nilai spiritual. Fungsi seni rupa dalam masyarakat tidak pernah bersifat tunggal, apalagi ditengah masyarakat plural yang mengedepankan semangat multicultural. Oleh karena itu, sejalan dengan dinamika masyarakat, praktik dan keilmuan seni rupa juga akan berkembang menjda refleksi dan representasi social budaya.
1. Perkembangan Seni Rupa Perkembangan seni rupa di Indonesia dapat dibedakan menjadi empat tahap, yakni tahap prasejarah yang ditandai oleh munculnya karya-karya yang bertunas mitologis dan religious; tahap tradisi yang ditandai oleh karya-karya yang menunjukan cirri-ciri kehidupan masyarakat tradisional; tahap modern yang ditandai oleh cirri-ciri masyarakat modern; dan tahap mutakhir yang ditandai oleh nilai-nilai dalah kehidupan masyarakat kontemporer. Tahap-tahap perkembangan tersebut tidak berjalan secara linear. Artinya, jenis seni rupa yang ada pada tahap tertentu tidak serta-merta tergantikan olehkecenderungan yang muncul kemudian, yang memanfaatkan media dan wacana baru. Perkembangan tersebut meniscayakan juga perkembangan disiplin keilmuan seni rupa, baik yang berkaitan dengan praktika, konteks, wawasan, maupun apresiasi seni rupa. Oleh karena itu, disiplin keilmuan seni rupa tidak hanya 11
dapat dikaitkan dengn factor penciptaan, tetapi sekaligus berkaitan erat dengan fenomena apresiasinya. Dengan demikian, disiplin-disiplin seperti filsafat seni dan estetika, kritik seni psikologi, antropologi, arkeologi, sejarah, sosiologi, kesehatan, lingkungan, spiritualitas, teknologi, ekonomi, dan bahkan keilmuan seni rupa secara keseluruhan, Implikasinya, disiplin keilmuan seni rupa bersifat multi disiplin.
2. Profesi Lulusan Lulusan pendidikan adalah para professional, yang dapat dikategorikan sebagai berikut. a. Pencipta seni atau seniman; memiliki kemampuan dalam mengartikulasi gagasan dan konsep seni ke dalam karya (pelukis, pematung, pekeramik, desainer, fotografer, pekriya). perupa dipakai sebagai penunjuk seniman seni rupa secara umum. b. Pengkaji; memiliki kemampuan dalam melakukan penelitian dan
pengkajian seni rupa, baik
dengan seni itu sendiri maupun, dengan aspek social, budaya, dan kehidupan sehari-hari c. Pengelola; memiliki wawasan dan kemampuan yang mumpumi, sehingga dapat memberikan pandangan dan masukan bagi kemajuan penyelenggaraan kegiatan seni rupa pada umumnya. d. Pendidik Seni, yakni memiliki pengetahuan luas dan mampu menyajikan pengetahuannya kepada pihak lain (peserta didik) dengan baik untuk perkembangan peserta didik.
3. Pendidik seni rupa Pendidikan seni rupa merupakan program pendidikan yang kontekstual. Artinya, didasarkan pada identifikasi atas berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat, yang terus menerus dilakukan dan hasilnya dipakai sebagai dasar perumusan program yang adaptif. Pedidikan bidang seni rupa Strata Satu (S1): pada jenjang ini pendidikan bersifat dasar dalam aspek kekaryannya, serta bersifat umum dan deskriptif dalam kajian-kajian keilmuannya, Strata Dua (S2): pada jenjang ini pendidikan bersifat lanjut (advanced) dan terfokus, dengan penekanan pada aspek penelitian ilmiah secara metodologis. Strata Tiga (S3): pada jenjang ini pendidikan terfokus pada penelitian topic tertentu, dan dituntut menghasilkan penemuan baru.
5. Tujuan pendidikan Seorang sarjana seni rupa harus memiliki kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain-lain yang mencakup beberapa rumpun keahlian, yakni dasar kepribadian, 12
pengkajian, penciptaan, keahlian, dan prilaku berkarya, dan keguruan seni. Pada akhirnya, tujuan pendidikan bidang seni rupa adalah untuk menghasilkan lulusan yang: a. Mampu mengekspresikan gagasan atau ide ke dalam bentuk karya seni rupa; b. Mampu memperttanggungjawabkan karyanya secara etika, moral, dan akademik; c. Mampu mengkaji dan menganalisis beragam fenomena seni dan budaya; d. Mampu menyikapi seni nusantara dengan wawasan, yang memungkinkan mereka dapat melakukan hubungan silang budaya local –nasional-internasional; e. Memiliki sikap dan prilaku menjungjung tinggi etika kesenian dan prilaku ilmiah sarjana seni
B. Kompetensi Kompetensi yang harus dicapai oleh lulusan pendidikan seni rupa di pendidikan tinggi terdiri dari tiga tataran kompetensi, yaitu kompetensi utama, kompetensi jenjang dan kompetensi lain-lain, serta lima rumpun kompetensi, yaitu perilaku dan keahlian berkarya, penciptaan, pengkajian, pengelolaan, dan keguruan (pendidik). Tabel berikut memeberikan rincian contoh rambu-rambu kompetensi dalam pendidikan seni rupa pada jenjang pendidikan tinggi.
Tabel 5: Kompetensi Pendidikan Seni Rupa Tataran Rumpun Dasar dan Kepribadian
Pengkajian
Penciptaan
Kompetensi Utama
Kompetensi Penunjang
Memiliki Sikap Religius Memiliki Sikap Nasionalisme Komunikatif Apresiatif Mampu mengidentifikasi permasalahan seni dan Bud. Menguasai berbagai macam pendekatan seni rupa Menganalisis fenomena kesenirupaan Mampu memberikan Kontribusi pemikirannya terhadap seni rupa Mampu melakukan Eksplorasi Kreatif Eksperiment Kreatif (dasar teknik kreatif, pendekatan, Penggarapan)
Memiliki Perspektif Sosial Profesionalisme Memahami Filsafat Ilmu Mampu menerapkan Teori/Konsep dalam Pemecahan Masalah Mampu mengapresiasi Seni Budaya Mampu menulis secara Ilmiah Memahami Metodologi Seni Memahami Teknik Presentasi/sadar media Memahami Perspektif
Kompetensi Lain-lain Memahami Hubungan interpersonal Toleran Beretika Memahami Perkembangan Media dan Teknologi
Mampu Mengelola Produksi (produk, promosi, penempatan,
13
Keahlian dan Prilaku Berkarya
Mampu mewujudkan karya Kreatif (pengetahuan ragam karya, perwujudan) Memiliki Tanggung jawab Keilmuan Memiliki Perspektif Sosial dan Lingkungan Melestarikan dan Mengembangkan Seni Bud.
seni (ragam Fenomena seni dan budaya) Mampu mengapresiasi Seni Memiliki perspektif Multikultural
harga, pengemasan) Memiliki Sikap terbuka Memiliki Perspektif Sosial Budaya
Tabel 5 ini merupakan pengembangan tabel 3 dengan bidang kesenirupaan
C. Kurikulum dan Strategi Pembelajaran 1. Kurikulum Secara khusus, jika kompetensi utama, pendukung, dan lain-lain dari setiap rumpun kompetensi telah ditetapkan (atau diketahui berdasarkan standar kompetensi profesi yang telah ada dalam bidang seni rupa) kurikulum dapat dirancang oleh masing-masing perguruan tinggi. Keleluasaan perancangan kurikulum program studi seni rupa oleh setiap pergutruan tinggi akan memunculkan kekayaan khasanah seni rupa berdasarkan keunggulan masing-masing perguruan tinggi dan kekhususan yang ingin dikembangkan oleh setiap perguruan tinggi.
Dari kurikulum yang telah dirancang, maka strategi pembelajaran meliputi pengalaman belajar dan rumpun materi, dapat dikembangkan dengan menekankan pada pencapaian kompetensi, proses pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan, serta perwujudan pencapaian kompetensi dalam bidang seni rupa. Tabel berikut memberikan contoh tentang kompetensi dalam bidang seni rupa menjadi pengalaman belajar dan rumpun materi
Tabel 6: Kompetensi Dasar & Kepribadian Kompetensi Kompetensi Utama: Memiliki wawasan multicultural dan kesadaran kehidupan bersama keragaman budaya
Pengalaman belajar
Mengkaji berbagai konsep multi-budaya konsep seni dan kebudayaann. Mengobservasi beragam kegiatan seni dan budaya. Menganalisis peran seni dan budaya dalam tatanan masyarakat. Mengkaji berbagai konsep & prinsip kehidupan bermasyarakat. Menganalisis perbedaan dan persamaan peran seni dalam berbagai tatanan masyarakat.
Ruang lingkup Materi
Ragam seni & budaya Nusantara. Ragam seni & budaya dunia. Ragam seni & budaya komunitas budaya Konsep sosiologis Peran seni dan budaya dalam masyarakat
14
Memiliki Sikap:
Demokratis Toleran Etis Terbuka terhadap perubahan zaman
Menganalisis secara kritis peristiwa seni & budaya dalam komunitas budaya tertentu. Mengkaji peristiwa seni & budaya dalam Perkembangan IPTEKS. Mengkaji peristiwa seni & budaya tinjauan filosofis, etis, estetis, dan akademik Menyajikan pendapat/kritik peristiwa seni & budaya secara terbuka. Melakukan kerjasama dalam kelompok, menyusun laporan kajian/ kritik terhadap pristiwa seni dan budaya Membuat karya seni sederhana Menyajikan karya seni (dan ulasannya) yang dibuat secara terbuka
Peran dan budaya dalam konteks komunitas budaya Pengaruh perkembangan IPTEKS dalam seni dan budaya. Filsafat ilmu, filsafat seni dan budaya, etis, estetika, seni dan budaya sebagai bidang kajiam. Kritik seni dan budaya
Tabel 7:Kompetensi Prilaku dan Keahlian berkarya Kompetensi Kompetensi Utama: Memiliki tanggung jawwab social, serta berwawasan lingkungan Mengembangkan keberadaan seni dalam konteks social dan budaya yang terkait Kompetensi Penunjang: Mengapresiasi seni Keberagaman seni dan Budaya
Kompetensi Lain: Memiliki sikap adaptif thd lingkungan dan kemajuan (termasuk Teknologi Informasi)
Pengalaman belajar Mengkaji dasar-dasar keilmuan Mengkaji fenimena interaksi social Beraltih mengapresiasi ragam seni di dalam dinamika social Berlatih menggunakan media hasil teknologi di lingkungannya Mengkaji peristiwa seni budaya Melakukan pengamatann dan pemecahan masalah lingkungan Mengapresiasi ragam seni budaya Mengkaji jenis, bentuk, cirri, serta kekhususan produk seni. Melakukan observasi terhadap jenisjenis karya seni. Menganalisa kegiatan karya seni. Pemahaman terhadap pesan, fungsi, dan makna karya Membiasakan bersikap tanggung jawab thd lingkungan masyarakat. Mencermati kondisi lingkungan dan dinamika masyarakat. Melibatkan peristiwa seni budaya.
Ruang lingkup Materi
Filsafat seni Dasar-dasar sosiologi Metodologi pendidikan Konsep tatanan social sejarah dan antropologis Praktik berkarya dengan menerapkan ragam bahan Metodologi analisis tekstual dan kontekstual. Pengaruh lintas budaya Presentasi
Filsafat seni Dasar-dasar sosiologi Metodologi penelitian Kegiatan berkarya Konservasi, pelestarian.
Tabel 8: Kompetensi Kekaryaan/Penciptan Kompetensi Kompetensi Utama: Menciptakan dan
Pengalaman belajar Berlatih mencipta dan mengikuti prosedur dasar penciptaan yang
Ruang lingkup Materi Pengetahuan dasar penciptaan.
15
mengkomunikasi karya seni secara profesional Kompetensi Pendukung: Menguasai dan Mendayagunakan berbagai teknik dan bahan karya seni Memahami proses kreatif Memahami berbagai paradigm seni dan budaya
Kompetisis Lain-lain: Memahami permasalahan pengelolaan produksi dan promosi karya seni.
berlaku Mengembangkan bentuk alternative penciptaan. Berlatih karya seni untuk ditampilkan Berlatih berbagai cara memperkenalkan dan memasarkan Menndalami dan melaksanakan beragam teknik penciptaan. Mengenal berbagai jenis bahan serta alternative materi yang tidak sejenis. Mengenal dan mengkaji media seni Mengamati dan mengembangkan teknik penciptaan Melakukan eksplorasi proses kreatif berbagai seni dan budaya Mengamati beragam fenomena seni dan budaya dalam konteks ruang dalam waktunya. Berlatih mencipta karya seni yang terkait dengan fungsi keberadaannya. Mengenali berbagai proses dan jenis produksi-produksi seni
Pengetahuan ragam karya seni. Pengenalan elemen dasar Prosedur Penciptaan. Praktik dan kreatif Praktik penampilan. Promosi. Dasar teknik kreatif Teknik penciptaan lanjut Kreatifitas estetis. Apresiasi seni. Prosedur kreatif. Pengenalan dan apresiasi seni dan budaya (kontekstual).
Peng. seni dan budaya Sejarah seni Antropologi seni Sosiologi seni Manajemen Seni. Pengenalan media seni Promosi dan pemasaran
Pengalaman belajar yang bermakna mempersyaratkan terjadinya interaksi secara aktif pengajar dan mahasiswa melalui berbagai strategi, dan pemanfaatan media dan teknologi. Berikut adalah beberapa pilihan media dan teknologi dalam pembelajaran berdasarkan strategi pembelajaran dan kompetensi yang akan dicapai. Tabel 9: Media Teknologi Dalam Pembelajaran No
Strategi
Kompetensi
Media atau Teknologi
1.
Ceramah
2.
Demonstrasi
3.
Untuk Kerja /performance Diskusi
Menjelaskan konsep, prinsip atau prosedur pengembangan Melkukan suatu ketrampilan berdasarkan standar prosedur tertentu. Melakukan keterampilan memecahkan masalah Menganalisis/memecahkan masalah, Pengembangan response goodness (mencari kemungkinan jawaban Menjelaskan, menganalisis, memecahkan masalah. Menjelaskan/menerapkan/me ng analisis konsep, prinsip, prosedur tertentu.
Benda/kontek nyata, materi cetak/audiovisual, sumber belajar, media teknologi interaktif. Benda atau konteks nyata, peralatan, bahan pendukung (properties), materi audio-visual, materi cetak, computer dan teknoloi interaktif Benda yang konteks nyata, studio, ruang pamer, peralatan seni. Materi cetak, materi audiovisual, untuk kerja, computer dan teknologi interaktif.
4.
5. 6.
Rembung sejoli Sumbang saran (urun Rembung)
Materi cetak, materi audiovisual Benda dan konteks nyata, materi audiovisual, untuk kerja
16
7.
Drill & Practice
8.
Praktikum (praktik)
9.
Project based / problem based activity
10.
Internet based activity
Melakukan keterampilan menerapkan prinsip atau prosedur tertentu. Mealakukan suatu keterampilan. Melakukan pemecahan masalah, mencari alternative, menyusun laporan, sesuai prosedur atau prinsip tertentu Melakukan interaksi social untuk diskusi, analisis, dan pemecahan masalah
Computer dan teknologi interaktif
Benda/kontek nyata, materi cetak, audiovisual, studio, panggung seni, property/pramega, computer dan teknologi interaktif Materi cetak, benda dan konteks nyata, materi audiovisual, untuk kerja, komputer dan teknologi interaktif Computer dan teknologi interaktif
2. Strategi Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran dilakukan berkelanjutan dengan memperhatikan kesiapan serta situasi dati institusi bersangkutan, pembelajaran bidang seni rupa ini tidak hanya berkaitan dengan ranah kognitif dan psikomotorik saja, tetapi perlu didesain pula materi ajar yang mampu mnggugah dan meningkatkan sikap kepedulian terhadap lingkungan kepekaan pada nilai budaya. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dapat dikelompokan dalam dua kategori utama. a. Pelaksanaan kegiatan yang cenderung menyampaikan pengetahuan. Materi penyajian meliputi prinsip komunikasi, psikologi, teori warna, sejarah, dan kritik seni, serta materi penunjang lain yang relevan. Penyajiannya dapat dilakukan dengan menggunakan memilih model pembelajaran yang sesuai (ceramah, diskusi kelas, diskusi kelompok, presentasi kelompok, atau perpaduannya). Kegiatan ini diharapkan dapat membangun interaksi dan membentuk belajar aktif agar tujuan pematangan kognitif didalam pengayaan konsep serta pemahaman paradigma kesenirupaan tercapai.
b.
Pelaksanaan pembelajaran praktik yang cenderung lebih menekankan pada kemampuan mengeksplorasi ide, kepekaan akan bentuk, kemahiran menguasai bahan dan alat, serta penjelajahan temuan yang bersifat inofativ. Materi penyajian meliputi praktik dasar, kelompok, dan mandiri. Untuk pelaksanaaan kegiatan ditempuh melalui empat tahapan: (1) memberikan pengenalan dan penguasaan dasar-dasar perupaan; (2) implementtasi kemampuan tahap pertama ke dalam perupaan bertema, atau reka rupa dengan mempertimbangkan aspek estetis; (3) berupa kegiatan pembelajaran yang menekankan explanasi bentuk serta kesetaraan konsep dengan wujud; (4) kegiatan yang bersifat mandiri
17
didukung oleh fasilitator sehingga mampu mempresentasikan hasil karyanya sebagai pertanggungjawaban. Kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan fasilitas studio. Keempat tahapan tersebut merupakan serangkaian kegatan pemebelajaran yang mesti dilaksanakan dalam rentang waktu yang dipastikan dapat mencapai kompetensi yang itetapkan. Dalam setiap tahap pembelajaran tersebut ditekankan pada desain intruksional dengan kelengkapan komponen yang dapat membentuk kelas aktif. Dengan demikian, penilaian atas hasil belahar juga akan mencakup evaluasi terhadap proses, selain pengukuran pada hasil akhir.
2. Asesmen dan Evaluasi Pada dasarnya landasan psikologis asesmen tiada lain adalah untuk melihat sejauh mana kemampuan spontan dari anak didik di dalam upaya menata ulang pengetahuan yang didapat sebelumnya. Proses pembelajaran yang diperoleh diharapkan dapat memberikan kemampuan untuk merespons perubahan atau situasi baru serta kenyataan dalam konteks pembelajarannya. Assemen tidak hanya melihat posisi anak didik pada suatu saat dalam proses pembelajaran, tetapi untuk memperbaiki proses pembelajaran itu sendiri. Dalam kaitan ini maka proses dan hasil belajar tidak mengukur salah satu atau beberapa aspek kemampuan individu, tetapi keseluruhan dari spek kemampuannya secara utuh. Evaluasi dalam pendidikan seni rupa lebih mengutamakan asessmen kinerja, sehingga mutu pencapaiannya dapat terukur. Hal ini dapat dilakukan dengan asumsi dasar menyangkut: adanya partisipasi aktif/keterlibatan mahasiswa, serta penjelasan bahwa tugas-tugas yang diberikan merupakan bagian integral dari proses pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran ditandai dengan tindakan pengukuran tinggi keberhasilan dalam bentuk evaluasi. Jenis evaluasi ini secara mendasar dibagi ke dalam dua kategori. Pertama, evauasi formatif berupa suatu kegiatan tes untuk mendapatkan umpan balik selama proses pembelajaran berlangsung. Kedua, evaluasi sumatif, untuk menentukan keputusan keberhasilan pebelajar. Kedua jenis evaluasi tersebut merupakan bagian penting dalam penelusuran keberhasilan belajar mengajar. Khusus pada materi ajar yang bersifat praktik, kegiatan evaluasi itu dapat menggunakan tes yang akan memberikan gambaran mengenai tingkat keterampilan yang dicapai. Hal ini juga akan dipengaruhi oleh jenis tes lain pada rentang waktu tersebut maka proses evaluasi bagi pebelajar, secara kumulatif akan mendapatkan nilai objektif yang dihitung menurut rumusan yang ditetapkan.
18
3. Sistem pendukung a. Sumber daya manusia Sumber daya manusia (SDM) yang perlu dipersiapkan sebagai tenaga akademik, yakni pengajar dan instruktur yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang/materi yang akan diampunya. untuk jenjang S-1, pengajar minimal berkualifikasi S-2; untuk jenjang S-2; pengajar minimal berkualifikasi S-3,; untuk jenjang S-3, pengajar berkualifikasi S-3 dan guru besar atau Empu Seni. Optimalisasi komposisi dari kualifikasi SDM, selain didukung oleh kelayakan dan prasarana, juga akan sangat bergantung pada tujuan program yang di kelola.
b. Sarana dan Prasarana Selain SDM yang berkualifikasi sesuai bidangya, kelancaran proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan dan kelayakan sarana dan prasaranya. Secara keseluruhan dapat dikategorikan kedalam empat jenis, sebagai berikut. a. Prasarana pokok, berupa ruang atau bangunan untuk keperluan pembelajaran kelas, baik yang menyangkut materi ajar pengetahuan maupun praktik. b. Prasarana pendukung yang dibutuhkan c. Prasarana administrative dan kepustakaan
1. Sertifikasi; kelulusan dalam bidang seni rupa diberikan oleh lembaga pendidikan yang menawarkan program studi seni rupa berdasarkan pemenuhan persyaratan pendidikannya. Sementara itu, sertifikasi kompetensi dalam seni rupa, khususnya bidang seni desain dan seni diberikan oleh dewan pakar atau asosiasi profesi. Hal ini menekankan pentingnya arti legalitas keprofesian dalam bidang seni rupa. 2. Evaluasi Program; Keberhasilan sebuah program dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi dan melihat seberapa jauh kekuatan, kelemahan, peluang, dan hambatan terimplementasi dengan baik berkelanjutan. 3. Manajemen Mutu; merupakan bagian dari akuntabilitas suatu intitusi terhadap kepentingan masyarakat, baik menyangkut kesehatan pengelolaannya maupun mutu dari lulusannya, Berbagai komponen untuk mendukung proses pendidikan merupakan rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, maka daya optimalisasi di dalam mencapai penjaminan mutu perlu mempertimbangkan beberapa hal yang terkait dengan (1) kualitas SDM, sarana 19
dan prasarana, serta strategi pengembangannya, (2) kualitas pengelolaan, penerapan system layanan berikut evaluasinya, (3) kualitas kemitraan dan outcome dari lulusannya.
Penjaminan mutu sebagai bagian dari alat untuk menentukan akuntabilitas akan sangat banyak ditentukan oleh keandalan dari sebuah komponen pendukung yang terkai dengan proses pembelajaran dari seluruh komponen pendukung yang terkait dengan proses pembelajaran. Dalam pendidikan seni rupa, beberapa komponen tersebut terkait dengan berbagai indicator yang ada di dalamnya, yakni IPK, layanan pembelajaran, fasilitasi kurikuler/ekstra kurikuler, pembibingan, dan layanan fasilitas sarana prasarana. KRIYA SENI A. Latar Belakang Seni kriya (craft=kekriyaan) pad hakekatnya merupakan produk budaya material yang bermuatan estetis. Ada dua jenis seni kriya, yakni seni etnik nusantara dan seni kriya modern. Kriya etnik memiliki fungsi religious, yaitu untuk upacara, kepentingan magis dan untuk fetish. Kriya modern berfungsi pragmatis bagi kepentingan hdup modern sehari-hari. Kriya modern dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu kriya kagunan (peralatan rumah tangga, peranti, perabotan, barang anyaman, gerabah, dan tenun), kriya lengkapan (ornament, assesoris, komponen bangunan, benda hias, benda seni, dan lain-lain).
Peranan kekriyaan dalam kehidupan manusia erat kaitannya dengan norma-norma adat komunitasnya. Beranjak dari kebutuhan primer (sebagai kelengkapan aktivitas religious, magis, dan mistik), kemudian berkembang menjadi keperluuan sekunder. Namun demikian, dalam arti luas, karya kriyat berarti dan memiliki makna dalam menata lingkungan yang lebih baik serta mewujudkan ekspresi estetis, cita-cita spiritual yang mengandung nilai-nilai moral universal.
Untuk memahami seni kriya ada dua pendekatan, yaitu secara tekstual dan kontekstual, Secaya tekstual, karya kriya ditempatkan sebagai aktivitas yang otonom, terlepas dari siapa penciptanya dan bagaimana fungsi karya tersebut dalam kehidupan manusia. Pendekatan kontekstual menekankan pemahaman karya seni dari berbagai dimensi, sehingga karya tersebut dapat dipahami peranannya dalam kehidupan yang memiliki matra jamak. 20
1. Perkembangan Kriya Kekriyaan sebagai bagian dari budaya bangsa telah ,menempuh perjalanan waktu yang panjang, mulai dari peninggalan artifak masa pra-sejarah, masa awal kerajaan di Nusantara (abad II dan V), berlanjut pada masa pebjajahan belanda (munculnya tokoh R.A Kartini sebagai pemuka kriya di Jepara), masa kemerdekaan, hinga sekarang. Kriya Indonesia makin mendapat perhatian dari para pengamat dan peneliti barat sejak abad XVI, dan menjadi semakin gencar hingga awal abad XIX, Para penulis asing yang mencermati kekriyaan tersebut secara spesifik memaparkan sebagian dari kosakriya itu serta memandang adanya keunikan yang layak dikaji. Kontribusi kraton sangat besar artinya dalam mengukuhkan keberadaan kriya serta para pelakunya, misalnya dalam rekayasa kain batik, peranti rumah tangga, ukir kayu, tosanaji, rancakan gamelan, busana, lengkapan, dan jenis kekriyaan lain. Seni Kriya selanjutnya merupakan bagian melekat di dalam kehidupan dan senanntiasa terlindungi keberadaannya (heritage). Perkembangan tematik dan simbolik yang tampak makin komplek sesuai dengan kompleksitas persoalan di masyarakat itu, tentu saja sejalan dengan perkembangan di bidang estetik. Pada bidang ini dikenal beberapa kosakarya popular, seperti tenun ikat, batik, grabah, mebel ukir, tenun serat alami, batuaji, tosanaji, bahkan berbagai benda hias (kekenang) yang mencerminkan citra ke daerahan. Pembaruan tersebut sangat di pengaruhi oleh empat hal. Pertama, adanya pengaruh besar yang menuntut kualitas dan jenis karya yang sesuai dengan keinginan konsumen. Kedua, merupakan akibat dari tumbuhnya industri kepariwisataan yang secara tidak langsung membuka peluang untuk memproduksi aneka cinderamata (souvenir) serta dilatar belakangi pula oleh terbukanya lapangan kerja baru. Ketiga, adanya indicator yang bersifat kemudahan, yakni adanya peranti maupun bahan baku hasil pabrik dengan berbagai pilihan. Keema, terkait dengan adanya produk kebijakan untuk mengorientasikan asset budaya sebagi strategis dalam menghadapi persaingan global.
2. Profesi Lulusan Lulusan pendidikan Kriya adalah professional, yang dapat dikategorikan sebagai berikut. a. Pencipta kriya/pekriya: memiliki kemampuan dalam mengartikulasikan gagasan dan konsep ke dalam karya kriya b. Pengkaji; memiliki kemampuan dalam melakukan penelitian dan pengkajian, baik dalam kaitan dengan dunia kriya itu sendiri maupun, dengan aspek social budaya. 21
c. Pengelola; memiliki wawasan dapat pandangan dan masukan yang bermutu bagi kemajuan penyelenggara kegiatan-kegiatan kriya pada umumnya. d. Pendidik Kriya; memiliki pengetahuan yang luas dan dalam serta mampu menyajikan pengetahunnya dengan baik.
3. Tujuan pendidikan Kriya Tujuan pendidikan kriya adalah menghasilkan lulusan yang: a. Mampu mengekspresikan gagasan atau id eke dalam bentuk karya kriya; b. Mampu mempertanggung jawabkan karyanya secara etik, moral, dan akademik. c. Mampu mengkaji dan mengalisis beragam fenomena kriya dan budaya; d. Mampu menyikapi keberadaan kriya nusantara dengan wawasan pengetahuan yang luas, yang memungkinkan dapat melakukan hubungan silang budaya local-nasional-internasional; e. Memiliki sikap dan pola prilaku ilmiyah sebagai sarjana kriya.
DESAIN A. Latar Belakang Bidang desain sering diartikan sebagai bidang kegiatan pencipta benda pakai atau produk fungsional. Pengertian ini tidak sepenuhnya benar, karena benda pakai dan ruang fungsional telah dibuat secara sederhana pada masa manusia purba, dan telah mencapai “craftsmanship” dan kesempurnaan tinggi pada abad pertengahan hingga era pra-industri. Profesi desainer muncul karena proses produksi dan konstruksi benda pakai dan ruang fungsional yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern, dengan menggunakan sitem proses serta teknologi, bidang desain terdiri dari: a. Bidang Desain interior; yang mengkhususkan dalam keahlian mendesain ruang kerja , ruang bermukim dan ruang-ruang public. Keahlian ini didasarkan pada penguasaan keahlian mendesain ruang tinggal dan ruang fungsional lain serta penguasaan dasar seni rupa, didukung oleh keahlian dan pengetahuan ergonomic, statika, pengetahuan bahan, konstruksi, tata cahaya, teori warna, dan sejarah serta wawasan seni dan arsitektur. b. Bidang Desain Komunikasi Visual; yang mengkhususkan pada keahlian mendesain berbagai bahan publikasi, penerangan, penyuluhan, pendidikan dan periklanan, baik melalui media
22
cetak, maupun media baru/multimedia dan media teknologi informasi atau telematika. Landasan keahlia profesi ini adalah keahlian merencana yang didukung oleh penguasaan tipografi, kaligrafi, ilustrasi, fotografi, penciptaan citra digital, dan pengetahuan teknik cetak dan bahan serta media digital. Desain Komunikasi Visual memanfaatkan konsep dan prinsip ilmu social, ilmu komunikasi, ilmu manajemen dan pemasaran serta ilmu-ilmu budaya. Dalam Prakteknya, seorang desainer bekerja dalam tim multi disiplin secara kolektif, dan selalu berhubungan dan bekerja sama dengan berbagai ahli lain, system produksi dan ahli bangunan/konstruksi maupun ahli di bidang riset, manajemen dan pemasaran.
1. Hakikat desai Komunikasi visual Desain Komunikasi Visual (DKV), merupakan bidang desain yang berfokus pada pengembangan keahlian pencipta gagasan untuk diwujudkan menjadi citra visual dalam berbagai kegiatan komunikasi melalui media cetak dan media elektronik. Bidang keahlian ini berkembang pesat sejak meningkatnya kebutuhan akan informasi dan komunikasi pada masa revolusi industry. Pada saat ini, keahlian DKV tak dapat dipisahkan dari berbagai bentuk industry produk dan jasa. Dalam Prakteknya, desainer komunikasi visual harus mampu mengumpulkan bahan dan data-data, menganalisis informasi merencanakan gagasan-gagasan komunikatif dan kreatif, serta merancang dan mempersiapkan bahan pra-cetak untuk keperluan produksi. Sebagai seorang professional, desiner komunikasi visual mempunyai kompetensi professional memecahkan masalah komunikasi, dengan mengolah berbagai unsure visual dan bahasa rupa untuk menciptakan suatu citra visual-verbal yang mencapai tujuan dan sasaran komunikasi. Pada dasarnya unsure seni rupa yang dimanfaatkan meliputi unsur visual (ilustrasi, fotografi, Cira dwimatra dan Citra Digital) dan Unsur Verbal (Tipografi dan Kaligrafi). Untuk memecahkan masalah komunikasi dan mengolah citra visual-verbal, di samping pemanfaatan unsur seni rupa, desainer juga diharapkan dapat terbuka dan memahami berbagai latar belakang social budaya komunitas sasaran komunitasnya, dan peka terhadap perubahan social budaya serta tanggap terhadap perubahan teknologi. Hakekat Keahlian Profesi Desainer Komunikasi visual adalah: (1) Penguasaan berbagai teknik bahasa rupa, melalui pengolahan usur-unsur citra dwimatra dan trimatra yang punya makna komunikasi.
23
(2) Penguasaan berbagai teknik visualisasi dan seni rupa, baik menggunakan medium konvesional, maupun memanfaatkan teknologi penciptaan citra elektronik digital. (3) Penguasaan Berbagai teknik reproduksi dan perekaman visual, baik menggunakan perangkat fotografi maupun media elektronik digital. (4) Penguasaan berbagai teknik penggandaan, teknik cetak dan teknik komunikasi massa, baik melalui media pers & grafika, maupun media IT, telematika dan media elektronik digital. (5) Pemahaman masalah-masalah dan substansi/isi/materi yang akan dikomunikasikan melalui wujud dan citra visual.
2. Perkembangan Desain Komunikasi Visual Bidang Desain Komunikasi Visual, mulai digarap di Indonesia sejak awal kemerdekaan. Pada waktu itu illustrator dan ahli reklame Indonesia telah bekerja pada percetakan dan biro reklame serta kantor penerbitan jurnalistik di kota-kota besar. Gaya dan pendekatan desain yang dilakukan masih melanjutkan gaya dan pendekatan desain illustrator dan ahli reklame Belanda. Perkembangan yang sangat signifikan terjadi pada awal tahun 70-an, sewaktu Indonesia lebih terbuka pada model asing dan berbagai usaha multinasional dan biro iklannya masuk Indonesia.
Pada waktu itulah berkembang teknik visualisasi dan gaya desain baru serta teknik promosi dan periklanan dan proses cetak yang lebih maju pada usaha penerbitan, percetakan dan periklanan. Kesempatan dan peluang bagi desainer komunikasi visual menjadi makin luas, dan perkembangan industry informasi dan komunikasi menjadi lebih dinamik samapai masa digital dewasa ini. Perkembangan bidang Desain Komunikasi visual sangat dipengaruhi oleh bidang ilmu, teknologi dan seni, antara lain: (a) Perkembangan ilmu dan teknologi cetak (prinsip cetak, mesin cetak, tinta cetak, kertas, tinta, proses pra-cetak dan sebagainya) (b) Perkembangan seni rupa, terutama teknik ilustrasi dan seni-grafis atau “print-making” (wood-cut, wood engraving, etsa, lithografi, dan lain-lain) (c) Perkembangan teknologi reproduksi, pengindraan, dan perekaman visual (fotografi dan computer) (d) Perkembangan dan kemajuan teknologi seni tulis dan tipografi
24
(e) Perkembangan industri cetak, industry media cetak dan industry media elektronik digital, teknologi informasi, dan telematika. (f) Perkembangan ilmu-ilmu budaya, komunikasi dan pemasaran.
Pada hakekatnya Bidang Ilmu dan Profesi Desain Komunikasi Visual dikembangkan untuk menjawab berbagai kebutuhan masyarakat modern Konvesi, media dan teknologi DKV sepenuhnya merupakan lanjutan perkembagan di Barat. Dalam prakteknya, karena subjek dan objek komunikasinya adalah masyarakat setempat, banyak idiom, ungkapan, metafora dan bahasa visual yang dapat di gali dari khazanah budaya Nusantara.
Pendidikan Desain komunikasi Visual baru dimula secara khusus pada awal tahun 1980an. Sebelumnya, pada perguruan tinggi seni di Indonesia telah dikenal berapa program yang serupa yaitu Program seni Iklan dan Reklame, dan Progranm Desain Grafis. Dengan semakin kompleksnya perkembangan bidang komunikasi pada berbagai industry, diperlukan desainer yang tidak sekedar menciptakan citra visual saja, tetapi ia juga harus dapat bekerja dalam suatu tim multidisiplin untuk memecahkan masalah komunikasi yang kompleks (problem-solving) untuk berbagai tujuan. Selain itu, ilmu teknologi informasi dan komunikasi juga berkembang gterus, sehingga Pendidikan Desain Grafis dan seni Reklame kemudian juga berkembang menjadi pendidikan Desain Komunikasi Visual, mencakup bidang keahlian yang lebih luas dan lebih sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan industry dewasa ini.
3. Profesi Lulusan Lulusan pendidikan bidang DKV adalah para professional, yang dapat dikategorikan sebagai berikut. a. Perancang/desainer; memiliki kemampuan dalam mengartikulasikan gagasan dan konsep kriya kedalam karya desain komunikasi visual b. Pengkaji; memiliki kemampuan dalam melakukan penelitian dan pengkajian bidang desain komunikasi visual, dalam hubungan dengan aspek social budaya. c. Pengelola; memiliki wawasan dan kemampuan dalam bidang desain komunikasi visual secara mumpuni dan juga memiliki kemampuan pengelolaan.
25
4. Pendidikan Komunikasi visual Pendidikan bidang DKV materi dan system pembelajaran disesuaikan dengan perkembangan industry komunikasi. Penyelenggara pendidikan harus tanggap dan adaptif terhadap berbagai hal baru yang terjadi di lapangan, sebagai masukan bagi penyempurnaan system dan materi pendidikan.Sebagai suatu bidang yang punya landasan professional, maka dalam menjalankan pendidikan, mahasiswa perlu selalu dibiasakan untuk mengetahui dan terlibat dalam industry DKV sejak awal. Untuk itu, selain pembekalan teori dan praktek, perlu diperlukan juga berbagai kegiatan dan “workshop” yang menampilkan berbagai narasumber dan praktisi dari berbagai bidang profesi DKV. Kegiatan-kegiatan ini bertujuan agar mahasiswa dapat mengembangkan dan mempersiapkan diri menghadapi lapangan kerja yang ada, atau menciptakan lapangan kerja baru.
Tujuan pendidikan bidang DKV yang professional dicapai melalui penyelenggara, Jenjang S1:
Menekankan pada pemahaman pada pemahaman dan kompetensi sebagai
konseptor/desainer yang dapat memecahkn masalah strategis secara ilmiah dan praktis; dapat mengolah data-data substantive berbagai permasalahan dan mengembangkan konsep-konsep komunikasi untuk menciptakan rancangan yang kreatif dan komunikatif, Jenjang S2: Menekankan pada pemahaman dan kompetensi untuk menyelenggarakan survey, riset dan penelitian atas suatu fenomena atau permasalahan komunikasi untuk dikembangkan menjadi suatu tulisan ilmiah-akademik, atau suatu karya berupa program komunikasi visual dalam skala yang luas dan komperhensif, Jenjang S3: Menekankan pada pemahaman dan kompetensi untuk meneliti dan menyimpulkan, serta menemukan suatu fenomena atau teori dalam bentuk desertasi.
5. Tujuan Pendidikan Desain Komunikasi Visual (a) Mampu menguasai berbagai teknik visualisai, bahasa rupa dan teknik penciptaan citra visual sebagai solusi suatu masalah komunikasi (b) Mampu melakukan analisis kritis dan eksplanasi konsepsual berbagai masalah komunikasi yang akan diolah menjadi karya Desain komunikasi visual. (c) Mempunyai wawasan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkaitan dengan tugas dan peran sebagai ahli Desain Komunikasi Visual. (d) Mempunyai Pemahaman dan wawasan mengenai kemanusiaan dan lingkungan hidup. 26
(e) Mampu memahami dan memanfaatkan berbagai kemungkinan teknologi repoduksi dan teknologi cetak serta teknologi komunikasi/telematika. (f) Mempunyai wawasan dan pemahaman mengenai proses dan prosedur manajemen tata laksana serta berbagai peraturan dan professional Desain Komunikasi Visual. (g) Mampu Mengkomunikasikan, menyajikan gagasan-gagasan desain melalui berbagai media.
FOTOGRAFI A. Latar Belakang Fotografi secara teknis merupakan teknik perekaman suatu objek karena adanya cahaya yang memantul dari objek tersebut. Sebagai karya seni, karya fotografi dapat ditampilkan sebagai karya yang bernilai estetis karena merupakan suatu bentuk imaji berdasarkan konsep dan ekspresi pribadi sang fotografer. Sementara itu, karya fotografi yang konsep dan tujuannya diaplikasikan bagi tujuan komersial dan industry dapat dikatakan sebagai karya seni terapan. Fotografi sebagai profesi lebih berorientasi pada kemampuan seorang fotografer yang memiliki berbeagai persyaratan dalam upaya menciptakan imaji fotografi yang memenuhi tujuan penciptaanya . Seorang fotografer adalah mereka yang memiliki berbagai kemampuan untuk mengimplementasikan pengetahuan di bidang fotografi yang didukung oleh: a. Penguasaan teknis dan teoritis perekaman dan penciptaan citra visual; b. Kepekaan observasi dan pengamatan ssuatu peristiwa dan objek; c. Kreatif mengekspresikan gagasan melalui teknis dan cipta-karya fotografi; d. Pemahaman dan penghayatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan lingkunga
1. Perkembangan Fotografi Pendidikan fotografi di Indonsia bermula dari adanya mata kuliah fotografi di perguruan tinggi seni. Karena adanya perkembangan tuntutan yang berorientasi pada kaidah ilmiah, pengembangan wacana, dan penajaman konsep serta kebutuhan fotografi dalam bebagai bidang seni dan industry, dibutuhkan SDM dengan kualifikasi S-1. Tidak tertutup kemungkinan bahwa di masa dating pendidikan fotografi juga dapat menapak ke jenjang yang lebih tinggi, Kebutuhan masyarakat dan bidang kerja yang semakin beragam menuntut pola pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Kemampuan praktis ssaja ternyata belum mampu menjawab akan
27
kemampuan yang diharapkan dari seorang lulusan pendidikan tinggi fotografi. Guna menyiapkan lulusan yang mampu mengantisipasi masalah berbagai bidang didalam maupun diluar wacana fotografi, diperlukan kemampuan untuk menguasai landasan teoritis dan daya untuk mensinergikan ilmu-ilmu bantu dari berbagai disiplin yang tersedia bagi tujuan pengkajian, penelitian, serta pengembangan fotografi.
Keterpaduan
system
pendidikan
yang
berorientasi
pada
multidisiplin,
telah
memungkinkan pengembangan pendidikan fotografi tidak sekedar sampai pada jenjang S-1, tetapi juga pada jenjang S-2 dan S-3 sebagai jenjang pengakhiran studi keahlian. Dari sisi akademis, tuntutan ini menjadi suatu keharusan yang berkonsekuensi terhadap kualifikasi pengajar, yaitu pengajar pada strata pendidikan S-1 stidaknya wajib memiliki strata akademis S2. Hal ini merupakan konsekuensi logis bagi upaya pencapaian hasil lulusan yang memadai melalui peningkatan kualitas proses belajar mengajar yang lebih baik dan terukur, sehingga lebih dapat dipertanggungjawabkan kepada stakeholder (pemandu kepentingan).
Karena keunikan sifat dan kemampuan yang dimiliki oleh fotografi, maka keberadaannya telah dipercaya untuk berdaya guna dan berperan dalam berbagai bidang lain. Kemampuan fotografi untuk merekam dan menghadirkan imaji visual secara detail, nyata, dan terpercaya telah mengantarkan fotografi untuk berperan dalam bidang pendokumentasian pada bidangbidang ilmu pengetahuan lain di luar bidang fotografi itu sendiri, misalnya kedokteran, jurnalistik, teknologi.
2. Pasar dan Kebutuhan Keberadaan fotografi tidak sekedar sebagai suatu ilmu pengetahuan saja, tetapi telah berkembang menjadi komoditas industry dan jasa. Perkembangan produk kamera sebagai alat dokumentasi sangat beragam dan selalu berubah menjadi lebih baik, praktis, dan canggih seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi. Pada saat ini, misalnya kamera dapat ditemukan dalam bentuk yang sederhana (kamera saku/Iinstamatic) sampai dengan bentuk dan spesifikasi yang canggih dan kompleks bagi pemenuhan kebutuhan profesionalitas. Demikian juga dengan produk pendamping maupun pendukungnya, brupa apparatus optic, perangkat otomatis, film, kertas foto, dan asesoris/fitur yang tersedia. Semuanya berkembang seiring dengan kemajuan 28
teknologi dan tuntutan zaman. Hasil keluaran (output) fotografi juga telihat mengikuti perkembangan dalam bentuknya yang berupa imaji – imaji dua dimensi baik yang realistis sampai dengan yang ekspresif dalam penghadirannya, dalam proses pengadaannya (proses cetak) yang didukung oleh kecanggihan mesin cetak dan kapabilitas produksi dengan kualitas yang lebih baik dari segi besaran format dan nilai berbagai varian permukaan bahan/materi (kertas, kaca, kanvas, logam, dll.).
3. Pendidikan Fotografi Pendidikan fotografi merupakan pendidikan kontekstual yang melandaskan perumusan program pendidikannya yang adaptif pada identifikasi atas berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat secara teus-menerus. Pendidikan fotografi diwujudkan dalam perjenjangan, yakni a. Strata Satu (S1): pada jenjang ini pendidikan fotografi bersifat dasar dalam aspek kekaryannya, serta bersifat umum dan deskriptif dalam kajian-kajian keilmuannya. b. Strata Dua (S2): pada jenjang ini pendidikan bersifat lanjut (advanced) dan terfokus, dengan penekanan pada spek penelitian ilmiah secara metodologis. Tujuan pendidikan
Seorang lulusan bidang seni fotografi harus memiliki cirri-ciri berikut ini: a.
Mampu mengekspresikan gagasan atau ide ke dalam bentuk karya seni rupa;
b. Mampu mempertanggungjawabkan karyanya secar etik, moral, dan akademik, serta memiliki kompetensi pendukung; c. Mampu mengkaji dan menganalisis beragam fenomena seni dan budaya; d. Mampu menyikapi seni nusantara dengan wawasan dan pengetahuan luas, memungkinkan mereka dapat melakukan hubungan silang budaya local –nasional-internasional; e. Memiliki sikap dan pola prilaku yang menjungjung tinggi etika kesenian dan prilaku ilmiah sarjana seni
29
IV HASIL TUGAS AKHIR Hasil Tugas Akhir di perguruan Tinggi Seni, mengembangkan desain endogenous untuk meningkatkan kreatifitas yang bisa menjalin kerja sama dengan pengrajin untuk meningkatkan industri dalam mendukung ekonomi kreatif, contohnya dalah sebagai berikut 1. Dari Desain Komunikasi Visual
30
31
32
2. Desain Interior
33
3. Seni Lukis
34
4. Fotografi
35
5. Kriya Seni
36
37
KEPUSTAKAAN 1. Direktorat
Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi,2005, Paradigma Baru Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta. 2. Direktorat
Pembinaan Akademik dan Kemahasiswaan Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi,2005, Rambu-rambu Akademik Pendidikan Tinggi Seni di Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta
38