SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)
ADHI KUSNADI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2008
Adhi Kusnadi NRP.G651050134
ABSTRACT ADHI KUSNADI. Expert system for the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT). Under the direction of Kudang Boro Seminar and Aziz Kustiyo. Electric center power commonly, water powered electric centers are located far from public areas. Therefore, electric center power has been channeled through the transmission lines. Ideally, the transmission lines for SUTT consist of some towers is a straight line, but not in the field application. Might possibly with the irregular location and different foundation dimension as it was adapted with field condition. The selection of transmission line and tower foundation determined by many factors which need the complicated calculation and long duration. This research intention makes an expert system for making easier and quicker to process the transmission line planning and foundation dimension of strap footing for the Tower of Electrics Air Duct High Voltage (SUTT). The result of this system is co-ordinate point plan and foundation dimension of strap footing.The necessaries data has been made simple so that more easier and quicker to process the planning. Keywords : transmission line, foundation dimension, strap-footing, SUTT, rulebased, chaining forward.
RINGKASAN ADHI KUSNADI. Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Dibimbing oleh Kudang Boro Seminar dan Aziz Kustiyo. Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi. Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan. Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat, hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Apabila kita salah memilih atau merencanakan pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran (bore pile). Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18. Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer Matlab. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe sistem pakar berbasis kaedah (ruled-base), untuk mempermudah dan
mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC). Tahapan pertama adalah tahapan persiapan berisi kegiatan pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian, sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang, dan Perpustakaan STT PLN Tangerang, browsing dan seacrhing di Internet, wawancara dengan para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang, dan obrsevasi lapangan lokasilokasi tower listrik SUTT yang berada di sekitar kota Bogor. Tahap kedua adalah analisis system, dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi. Tahap ketiga tahapan desain, metode inferensi yang dipakai adalah dengan forward chaining. Untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka). Tahapan keempat adalah tahapan implementasi, pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya. Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak. Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau disingkat SPSUTT telah selesai dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk prototipe. Memiliki kemampuan untuk menentukan titik-titik rencana lokasi tower yang akan dibangun pada jalur transmisi SUTT 150 kV, dan menghasilkan dimensi pondasi tower, berupa dimensi berikut pembesian pondasi strap footing, dimensi pondasi sumuran beserta pembesiannya dan dimensi balok strap beserta pembesiannya. Verifikasi telah dilakukan oleh pakar-pakar dengan hasil baik dan validasi dimensi pondasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil keluaran sistem dengan perhitungan manual dengan hasil sama. Penentuan lokasi dan dimensi pondasi SUTT menjadi lebih cepat dan mudah bila menggunakan sistem ini, karena proses input merupakan proses
konsultasi interaktif dimana besaran angkanya dapat ditentukan oleh sistem, sehingga tidak perlu melakukan pengukuran dan pengujian dilapangan yang memerlukan waktu yang relatif lama, sebagai contoh untuk kekuatan angin, jika tidak diketahui, besaran angka kekuatan tekanan angin dapat ditentukan berdasarkan jarak tower dari tepi pantai. Daya dukung tanah pun demikian, dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah. Kata Kunci : jalur transmisi, dimensi pondasi, strap-footing, SUTT, basis kaedah, forward chaining.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Sugi Guritman
SISTEM PAKAR PERENCANAAN JALUR SALURAN TRANSMISI DAN DIMENSI PONDASI STRAP FOOTING UNTUK TOWER LISTRIK SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT)
ADHI KUSNADI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Ilmu Komputer
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
:
Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT)
Nama
:
Adhi Kusnadi
NRP
:
G651050134
Disetujui, Komisi Pembimbing
( Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, MSc ) Ketua
(Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom ) Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Pascasarjana Ilmu Komputer
( Dr. Sugi Guritman )
Tanggal ujian :
Dekan Sekolah Pascasarjana
( Prof. Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS)
Tanggal lulus :
PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas segala karunia-Nya penulisan tesis dengan judul Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Disain Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dapat diselesaikan. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Komputer, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan perhargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Aziz Kustiyo, S.Si, M.Kom selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga tesis ini dapat diselesaikan, Bapak Dr. Sugi Guritman selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukkan untuk perbaikan tesis ini dan selaku Ketua Program Studi Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, staf Pengajar Program Studi Ilmu Komputer yang telah memberi bekal pengetahuan, staf Departemen Ilmu Komputer atas kerjasamanya selama studi dan penelitian, rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Komputer. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua yang mendukung secara tulus dan kakak-kakakku atas bantuannya. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyajian tesis ini, Meskipun demikian penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi bidang ilmu komputer dan dunia pendidikan.
Bogor, Juni 2008
Adhi Kusnadi NRP. G651050134
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 3 Maret 1973 dari ayah Sunaryo Prasetio dan ibu Sudarmi, merupakan putra ke-lima dari lima bersaudara. Pada tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor, dan pada tahun 1996 berhasil menyelesaikan pendidikan S-1 Jurusan Teknik Sipil Universitas Sriwijaya Palembang. Kemudian bekerja pada beberapa perusahaan jasa konstruksi dan menjadi staf pengajar pada beberapa perguruan tinggi, dan berwirausaha hingga saat ini.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ..….........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
vii
I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................... 1.3 RuangLingkup....................................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 2 2 3
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terkait Terdahulu ................................................................ 2.2 Saluran Transmisi.................................................................................. 2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).............................................. 2.3.1 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal .................... 2.3.2 Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal ................. 2.4 Daya Dukung Tanah Dasar................................................................... 2.5 Tekanan Angin...................................................................................... 2.6 Pengertian Pondasi .............................................................................. 2.7 Pondasi Strap Footing........................................................................... 2.7.1 Dimensi Pondasi Footing ............................................................ 2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing .............................................. 2.8 Pondasi Sumuran .................................................................................. 2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran .......................................................... 2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran ...................................................... 2.9 Sistem Pakar (Expert Systems) ............................................................ 2.10 Struktur Sistem Pakar............................................................................ 2.11 Representasi Pengetahuan ..................................................................... 2.12 Inferensi Pengetahuan............................................................................ 2.13 Pengembangan Sistem ........................................................................... 2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC).....................................
4 4 5 8 10 10 11 12 13 13 14 16 17 19 19 20 22 23 24 25
III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ............................................................................. 3.2 Alat Bantu Riset.................................................................................... 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
27 29 29
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Sistem ..................................................................................... 4.2 Disain dan Implementasi ...................................................................... 4.2.1 Modul Inferensi........................................................................... 4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)......................... 4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower ...................................... 4.2.1.1.1.1 Penentuan Jumlah Tower Ideal ..... 4.2.1.1.1.2 Penentuan Lokasi Tower .............. 4.2.1.1.2 Dimensi Pondasi .............................................. 4.2.1.2 Basis Kaedah (Rule Base) ............................................... 52 4.2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Engine) ................................ 4.2.1.4 Basis Data (Data Base) .................................................. 4.2.1.5 Output ............................................................................ 4.2.2 Modul Struktur Analisis ............................................................ 4.2.2.1 Proses Disain ................................................................ 4.2.2.1.1 Perhitungan Dimensi .................................... 4.2.2.1.2 Perhitungan Penulangan ............................... 4.4.2.1.3 Hasil Akhir.................................................... 4.3 Verifikasi dan Validasi ........................................................................ 4.4 Implikasi Manajerial.............................................................................
30 35 35 35 36 37 42 47 54 54 55 55 55 55 59 62 63 64
VII SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan................................................................................................ 7.2 Saran......................................................................................................
66 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
68
LAMPIRAN .......................................................................................................
70
DAFTAR TABEL Halaman
1. Tipe Tower .........................................................................................................
7
2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir ............................................
8
3. Klasifikasi Tanah Dasar ..................................................................................... 11 4. Kriteria qα .......................................................................................................... 14 5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan ..........................................................
18
6. Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual ..........
63
7. Panjang Batang .................................................................................................. 74 8. Total Gaya Reaksi .............................................................................................. 99 9. Panjang Penunjang Untuk Tiang Pendek Dengan Ujung Atas Tak ditahan .... 102
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tekanan Angin Pada Menara .........................................................................
9
2. Kedalaman dan Lebar Pondasi .......................................................................
12
3. Sumuran Ujung Atas Tertahan .......................................................................
18
4. Struktur Sistem Pakar .....................................................................................
21
5. Model Sekuensial Linier .....................................................................................
26
6. Arsitektur SPSUTT.........................................................................................
35
7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower .....................................................
36
8. Titik Rencana Tower ......................................................................................
37
9. Dimensi Pondasi Tower ..................................................................................
47
10. Diagram Alir ....................................................................................................
53
11. Diagram Ketergantungan ................................................................................
54
12. Dimensi Pondasi Telapak ...............................................................................
56
13. Dimensi Pondasi Sumuran ..............................................................................
58
14. Dimensi Balok Strap........................................................................................
59
15. Pembesian Pondasi Telapak ............................................................................
60
16. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Balok Strap .............................................
61
17. Dimensi Pondasi Sumuran Pada Balok Strap .................................................
61
18. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Pondasi Telapak ......................................
62
19. Tower Yang Dipakai ........................................................................................
70
20. Penomoran Batang Tower ...............................................................................
71
21. Penomoran Batang Transverse ........................................................................
72
22. Potongan Y – Y Pada Tower ...........................................................................
73
23. Berat Sendiri Tower .........................................................................................
83
24. Kawat ACSR Putus ..........................................................................................
89
25. Gaya Akibat Kawat Putus ................................................................................
90
26. Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +29,5 m ..................................
92
27. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +29,5m ...........................
93
28. Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +25 m .....................................
94
29. Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +25 m .............................
94
30. Kedalaman Pondasi Strap Footing ................................................................... 99 31. Kedalaman Pondasi Strap Footing (validasi) .................................................... 108
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan beban sendiri menara.................................................................
70
2. Kondisi tidak setimbang ................................................................................
89
3. Perhitungan beban yang bekerja pada pondasi .............................................
93
4. Proses disain ..................................................................................................
99
5. Validasi ..........................................................................................................
108
BAB I . PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dengan semakin besarnya kebutuhan listrik nasional, dimana daya listrik yang sanggup disediakan oleh PT.PLN masih kurang dari kebutuhan, maka banyak pula pusat-pusat pembangkit listrik dan sarana pendukungnya yang harus dibangun. Apalagi dengan adanya program pemerintah untuk percepatan pembangunan pembangkit listrik 10.000 Mwatt yang direncanakan selesai pada tahun 2010. Pusat-pusat pembangkit tenaga listrik terutama yang menggunakan tenaga air, biasanya terletak jauh dari pusat-pusat beban. Dengan demikian, tenaga listrik yang telah dibangkitkan harus disalurkan melalui saluran-saluran transmisi. Saluran-saluran ini membawa tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat-pusat beban baik langsung maupun melalui gardu-gardu induk. Saluran transmisi yang dapat digunakan adalah saluran udara atau saluran bawah tanah (SPLN 121). Pada penelitian ini, saluran transmisi yang diteliti adalah Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) berdaya 150 Kv. Secara ideal jalur saluran transmisi untuk SUTT yang terdiri dari beberapa tower adalah sebuah garis lurus. Akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian. Bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan. Setelah titik-titik rencana jalur saluran transmisi lokasi tower dapat dibuat, hal lain yang perlu didisain adalah dimensi pondasi tower tersebut. Bangunan terdiri dari bangunan atas dan bangunan bawah, bangunan bawah lazimnya disebut pondasi bangunan. Pondasi bangunan bertugas memikul seluruh beban bangunan, untuk kemudian melimpahkan beban tersebut ke tanah sampai kedalaman tertentu. Jadi pondasi suatu bangunan merupakan salah satu bagian bangunan yang sangat penting. Apabila kita salah memilih atau merencanakan pondasi, maka kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur bangunan lainnya. Pondasi yang dipakai adalah pondasi telapak kombinasi (strap footing) dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran (bore pile), karena menurut Mardiyanto (2000), dengan adanya standarisasi
(penggunaan pondasi telapak dan bore pile) penggunaan pondasi SUTT maka akan dapat dihemat biaya antara 30 % sampai dengan 60 %. Pemilihan jalur line transmisi dan pondasi bangunan ditentukan oleh banyak faktor, pada penelitian ini hanya faktor teknis saja yang dibahas, yaitu daya dukung tanah, dalam hal ini ditentukan oleh jenis tanah, beban vertikal dan beban horizontal yang bekerja pada tower dan sudut belokan yang terbentuk oleh dua tower. Jenis tanah dapat diketahui berdasarkan hasil penyelidikan geoteknik yang dilakukan pada tanah setempat atau berdasarkan pengamatan butiran agregat tanah. Beban vertikal yaitu berat sendiri tower, berat kawat penghantar, berat kawat penangkal petir, berat isolator dan berat orang. Sedangkan beban horizontal adalah tekanan angin, yang diketahui dari pengukuran lapangan atau ditentukan berdasarkan Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.I-18 (Kusnadi, 1996). Banyaknya faktor yang mempengaruhi perencanaan pembangunan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit, sehingga mempersulit perencana dan memerlukan waktu yang relatif lama. Selain itu dijumpai banyak hal yang berhubungan dengan keahlian pakar kelistrikan khususnya pakar mengenai transmisi dan pakar masalah konstruksi. Untuk mempercepat dan mempermudah proses perencanaan jalur saluran transmisi dan disain pondasi SUTT, dibuat program aplikasi komputer sistem pakar untuk perencaan tersebut dengan menggunakan bahasa program komputer Matlab. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah merancang bangun desain dan prototipe sistem
pakar
berbasis
kaedah
(ruled-base),
untuk
mempermudah
dan
mempercepat proses perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap footing untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). 1.3. Ruang Lingkup Sistem pakar perencanaan jalur saluran transmisi dan dimensi pondasi strap footing untuk SUTT banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian ini
hanya diperhitungkan faktor teknis saja, yaitu tipe konstruksi tower yang digunakan adalah bentuk lattice tipe Aa dan Bb saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV dengan maksud konstruksi tower adalah rangka baja dengan sudut maksimal yang diijinkan 200, jenis kawat yang dipakai pada saluran transmisi adalah Aluminium Cable Steel Reinforced (ACSR), jenis pondasi adalah pondasi strap footing dengan perbaikan tanah menggunakan pondasi sumuran. Model pengembangan sistem menggunakan model System Development Life Cycle (SDLC), metode Inferensi yang dipakai adalah forward chaining, untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka) dan software yang digunakan bahasa program Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program Matlab. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan solusi alternatif untuk merencanakan lokasi titik-titik jalur saluran transmisi tower dan dimensi pondasi tower listrik saluran udara tegangan tinggi (SUTT).
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terkait Terdahulu Penelitian ini, merupakan kelanjutan dari penelitian yang telah penulis lakukan pada pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil, yaitu berupa skripsi yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi, 1996). Pada penelitian tersebut tidak direncanakan titik-titik lokasi tower dan dimensi pondasi dihitung secara manual. Penelitian ini selain digunakan sistem pakar, juga dibuat untuk merencanakan titik-titik lokasi dalam satu line transmisi dan dimensi pondasinya. Selain penelitian tersebut, terdapat juga penelitian yang terkait dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Bagio (1996). Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian Bagio ruang lingkup penelitian adalah untuk mendisain satu buah struktur rangka tower untuk komunikasi, sehingga beban yang bekerja pun berbeda, seperti pada beban vertikal tidak adanya berat kawat penghantar dan berat isolator. 2.2 Saluran Transmisi Jenis arus listrik yang dapat dibangkitkan oleh pembangkit listrik, yaitu sistem arus bolak balik AC (alternating current) dan sistem arus searah DC (direct current). Penyaluran tenaga listrik dengan sistem arus searah baru dianggap ekonomis bila panjang saluran udara lebih dari 640 km atau saluran bawah tanah lebih panjang dari 50 km (Elektro Indonesia, 2000). Komponenkomponen utama dari saluran transmisi terdiri dari : -
menara transmisi atau tiang transmisi beserta pondasinya;
-
isolator-isolator;
-
kawat penghantar (conductor);
-
kawat tanah (ground wires).
Perencanaan saluran udara tegangan tinggi terdiri dari : -
survey, pengukuran dan pemetaan rute dari saluran;.
-
pengujian tanah tempat menara-menara;
-
perencanaan dari menara;
-
penentuan dari jarak-jarak antara kawat-kawat;
-
pemilihan kawat (konduktor) yang ekonomis;
-
penentuan jumlah isolator;
-
perhitungan tegangan tarik dan andongan. Panjang saluran transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik
ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk mentransmisikan listrik. Panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya, dengan jarak gawang dasar 265 m (SPLN,1996). Untuk menghitung jumlah tower secara ideal, artinya berupa satu garis lurus dari pusat pembangkit ke pusat beban dalam satu saluran adalah sebagai berikut : Jumlah tower =
rencana panjang saluran + 1 ............................................ (1) rencana panjang gawang
Koordinat titik yang didapat dalam koordinat cartesius, jika rencana panjang gawang di notasikan Y dan rencana panjang saluran dinotasikan L adalah (0,Y), (0,2Y), (0,3Y),..., (0,L), akan tetapi dalam aplikasi lapangannya tidak demikian, bisa saja berupa titik-titik dengan lokasi yang tidak beraturan, karena disesuaikan dengan kondisi lapangan. 2.3 Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) Pembangunan pusat pembangkit dengan kapasitas produksi energi listrik yang besar : PLTA, PLTU, PLTGU, PLTG, PLTP memerlukan banyak persyaratan, terutama masalah lokasi yang tidak selalu bisa dekat dengan pusat beban seperti kota, kawasan industri dan lainnya. Akibatnya tenaga listrik tersebut harus disalurkan melalui sistem transmisi yaitu : - saluran transmisi, yaitu saluran udara, saluran kabel, saluran gas;
- gardu Induk; - saluran Distribusi. Saluran transmisi Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik berskala besar dari pembangkit ke pusatpusat beban dengan menggunakan tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi. Macam saluran udara yang ada di sistem ketenagalistrikan PLN P3B Jawa Bali antara lain : - Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 70 kV; - Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV; - Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV. Tenaga listrik yang disalurkan lewat sistem transmisi umumnya menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya. Tower adalah konstruksi bangunan yang kokoh, berfungsi untuk menyangga/merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang cukup agar aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Antara tower dan kawat penghantar disekat oleh isolator. Menurut bentuk konstruksi ada beberapa jenis tower, yaitu : - lattice tower; - tabular steel pole; - concrete pole; - wooden pole. Lattice Tower merupakan jenis konstruksi SUTT yang paling banyak digunakan di jaringan PLN karena mudah dirakit terutama untuk pemasangan di daerah pegunungan dan jauh dari jalan raya. Namun demikian perlu pengawasan yang intensif karena besi-besinya rawan terhadap pencurian. Tower harus kuat terhadap beban yang bekerja padanya yaitu : - gaya berat tower dan kawat penghantar (gaya tekan); - gaya tarik akibat rentangan kawat; - gaya angin akibat terpaan angin pada kawat maupun badan tower. Menurut fungsinya, tower dibagi menjadi beberapa jenis :
- Dead end tower, yaitu tiang akhir yang berlokasi di dekat Gardu Induk, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya tarik. - Section tower, yaitu tiang penyekat antara sejumlah tower penyangga dengan sejumlah tower penyangga lainnya karena alasan kemudahan saat pembangunan (penarikan kawat), umumnya mempunyai sudut belokan yang kecil. - Suspension tower, yaitu tower penyangga, tower ini hampir sepenuhnya menanggung gaya berat, umumnya tidak mempunyai sudut belokan. - Tension tower, yaitu tower penegang, tower ini menanggung gaya tarik yang lebih besar daripada gaya berat, umumnya mempunyai sudut belokan. - Transposision tower, yaitu tower tension yang digunakan sebagai tempat melakukan perubahan posisi kawat fasa guna memperbaiki impendansi transmisi. - Gantry tower, yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua saluran transmisi. Tiang ini dibangun di bawah saluran transmisi existing. - Combined tower, yaitu tower yan digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang berbeda tegangan operasinya. Tabel 1. Tipe Tower TYPE TOWER
FUNGSI
SUDUT
Aa
Suspension
0o – 3 o
Bb
Tension/Section
3 o – 20 o
Cc
Tension
20 o - 60 o
Dd
Tension
60 o - 90 o
Ee
Tension
> 90 o
Ff
Tension
> 90 o
Gg
Transposisi
Sumber : PLN (2007) Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal.
2.3.1
Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Normal Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan
beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus. 1. Beban Vertikal a. Beban Sendiri Menara Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masingmasing batang dan berat per meter dari profil tersebut. Berat sendiri batang itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat profil, kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat sendiri menara. b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara : Jenis kawat penghantar yang dipakai adalah jenis kawat ACSR, dengan datadata sebagai berikut : Tabel 2. Ketentuan Kawat Penghantar dan Penangkal Petir Fungsi Kawat • Jenis • Luas Penampang • Diameter Penampang • Berat Kawat/m’
Penghantar
Penangkal Petir
(Konduktor)
(Ground Wire)
ACSR
Steel Wire
153,79 mm2
52,29 mm2
16,1 mm
9,6 mm
0,5357 kg/m’
0,444 kg/m’
1300 kg
1000 kg
6 Buah
2 buah
• Tarikan Maksimum Kawat yang diijinkan • Jumlah Kawat Yang Dipasang Sumber : Kusnadi (1996) Berat kawat penghantar per jarak menara : jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) ...................... (2) c. Berat kawat penangkal petir
jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) ............ (3) d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat - berat isolator 100 kg; - berat orang 70 kg. 2. Beban Horizontal a. Tekanan Angin Pada Menara Untuk konstruksi rangka ruang dengan penampang melintang berbentuk persegi dengan arah angin tegak lurus pada salah satu bidang rangka, koefisien angin untuk rangka pertama dipihak angin adalah + 1,6 dan untuk rangka kedua di belakang angin adalah + 1,2 (Gambar 1).
Gambar 1. Tekanan Angin Pada Menara (Cipta Karya, 1969)
maka : Wa = 1,6 x W = 1,6W kg/m2 Wa’ = 1,2 x W = 1,2W kg/m2 W = tekanan angin kg/m2 b. Tekanan angin pada konduktor dan ground wire
jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W ................... (4) c. Tekanan angin pada ground wire. jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W ............................... (5) 2.3.2
Beban Yang Bekerja Pada SUTT Kondisi Abnormal Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya
kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir. 1. Beban Vertikal Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah dengan beban kondisi tidak setimbang. - berat sendiri menara; - berat kawat ACSR per jarak menara; - berat kawat penangkal petir; - berat isolator, alat-alat dan orang per kawat. 2. Beban Horizontal Beban yang diperhitungkan sama dengan beban normal ditambah adanya beban akibat kawat putus. a. Tekanan angin pada menara. b. Tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir. c. Komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat penangkal petir. 3. Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah : a. Beban Vertikal b. Beban horizontal - tekanan angin pada kawat penghantar; - akibat kawat ACSR putus; - tekanan angin pada isolator.
2.4 Daya Dukung Tanah Dasar Kekuatan daya dukung tanah dasar adalah, kekuatan tanah dasar untuk menerima beban yang bekerja diatasnya. Tanah sebagai tempat tumpuan pondasi memiliki kekuatan yang besarnya berbeda-beda. Berdasarkan pengalaman lapangan, tanah dasar dapat diklasifikasikan : Tabel 3. Klasifikasi Tanah Dasar No
Klasifikasi Tanah Dasar
1
Tanah bagus
2 3 4
Tanah Baik Tanah Sedang Tanah Jelek
5
Tanah Jelek Sekali
Jenis Tanah Dasar
-
Tanah pasir berbatu Tanah pasir berkerikil Tanah pasir Tanah liat atau silt Tanah liat atau silt mengandung tanah organik - Tanah rawa/veen - Tanah lumpur
σt kg/cm2 (Kekuatan Tanah Dasar Yang DiperBolehkan) + 9 Kg/cm2 + 2,75 Kg/cm2 + 1,75 Kg/cm2 + 1,25 Kg/cm2
Sumber : Soedarsono (1985) 2.5 Tekanan Angin Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Direktorat Jenderal Cipta Karya, yaitu : -
Pasal 4.1 Mengenai Penentuan Muatan Angin Muatan angin diperhitungan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity presssure) yang ditentukan dalam pasal 4.2, dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3, kecuali mengenai yang ditentukan dalam pasal 4.6 (khusus mengenai jembatan).
-
Pasal 4.2 Mengenai Tekanan Tiup i. Tekanan tiup harus diambil minimum 25 kg/m2, kecuali yang ditentukan dalam ayat-ayat (2), (3) dan (4). ii. Tekanan tiup di laut dan di tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai harus diambil minimum 40 kg/m2, kecuali ditentukan dalam ayat-ayat (3) dan (4).
2.6 Pengertian Pondasi Pondasi bangunan biasanya dibedakan menjadi dua, tergantung dari perbandingan kedalaman pondasi dengan lebar pondasi, secara umum digunakan patokan (Gambar 2):
Gambar 2. Kedalaman dan Lebar Pondasi (Gunawan,1996) -
Jika kedalaman dasar pondasi dari muka tanah adalah kurang atau sama dengan lebar pondasi (D < B) maka disebut pondasi dangkal.
-
Jika kedalaman pondasi dari muka tanah adalah lebih dari lima kali lebar pondasi (D > 5B) maka disebut pondasi dalam. Untuk berat bangunan relatif tidak besar, maka biasanya cukup digunakan
pondasi dangkal yang disebut pondasi langsung (spread footing), yaitu dengan memperlebar bagian bawah dari kolom atau dinding bangunan., sehingga beban bangunan disebarkan (spread) menjadi desakan yang lebih kecil dari pada daya dukung tanah yang diijinkan. Kedalaman pondasi langsung makin dangkal akan semakin murah dan semakin mudah pelaksanaannya, tetapi ada beberapa faktor yan harus diperhatikan :
-
Dasar pondasi harus terletak di bawah lapisan tanah teratas (top soil) yang mengandung humus/bahan organik/sisa tumbuh-tumbuhan.
-
Kedalaman tanah urug (sanitary land fill) atau tanah lunak lain (peat, muck).
-
Kedalaman tanah yang dipengaruhi sifat retak-retak atau kembang susut.
-
Kedalaman muka air tanah.
-
Letak dan kedalaman pondasi bangunan lama yang berdekatan. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, maka kedalaman dasar
pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990). Pondasi langsung menurut bentuk konstruksinya biasanya dibagi menjadi empat macam : 1. Pondasi menerus (Continuous footing). 2. Pondasi telapak (Individual footing). 3. Pondasi kaki gabungan (Combined footing). 4. Pondasi plat (Mat footing/Raft footing). Pondasi yang digunakan tower SUTT adalah pondasi telapak kombinasi dengan pondasi sumuran. Untuk dapat menghitung dimensi dan pembesian pondasi tower, segala kemungkinan beban yang bekerja pada pondasi harus diperhitungkan. Beban yang bekerja pada pondasi dipengaruhi beberapa faktor, yaitu : -
beban sebagai akibat gaya kawat ACSR dan ground wire;
-
beban akibat ground wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus,;
-
beban akibat angin pada kawat;
-
beban akibat angin pada menara dan beban akibat berat sendiri menara.
2.7 Pondasi Strap Footing Pondasi Strap footing merupakan salah satu dari jenis pondasi telapak. Bentuk ini terbentuk pada dua kolom atau lebih bangunan dengan pondasi kaki tersendiri yang dihubungkan dengan balok penghubung (strap-beam), sehingga kedua pondasi bekerja bersama-sama sebagai suatu pondasi gabungan, untuk itu balok penghubung harus kuat memikul momen yang terjadi.
2.7.1 Dimensi Pondasi Footing Untuk dapat menghitung dimensi pondasi dilakukan dengan melakukan beberapa kontrol, yaitu : 1. Kontrol Terhadap Gaya Tarik Rumus : T = (Vf . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik
......................... (6)
dimana : T
= tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg).
Rtarik = tegangan tarik maksimum akibat beban-beban yang bekerja (kg).
Vf
= volume pondasi blok (m3).
Bj beton bertulang = 2400 kg/cm2 (yang digunakan dalam penelitian ini). Vt = volume tanah diatas pondasi (m3). Bj tanah kohesif = 2000 kg/m3 . Bj tanah non kohesif = 2300 kg/m3. 2. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Rumus yang dipakai (Kusnadi, 1996) :
A =
Nu .............................................................. (7) qα
dimana : A = luas pembebanan efektif (cm2). Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg). qα = daya dukung tanah yang diijinkan (kg/cm2), berdasarkan tabel berikut: Tabel 4. Kriteria qα
Jenis Tanah Pondasi Sangat Tanah Keras Pondasi Keras Kohesif Sedang Sumber : Suyono (1994)
qα Bila Ada Gempa (kg/cm2)
qα Biasa (kg/cm2)
2
3
1 0,5
1,5 0,75
Harga Rata-Rata Nilai qu N 15 – 30 2-4 8 -15 4–8
1 -2 0,5 - 1
2.7.2 Pembesian Pondasi Strap Footing
Penulangan pondasi sesuai dengan syarat-syarat Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI) 1971 dan perhitungan dengan cara “n” (Wang, 1993). 1. Pembesian Pelat Pondasi A =
Nu q pondasi
............................................................ (8)
dimana : A = luas telapak pondasi (cm2). Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg). qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2). Momen yang terjadi pada pondasi : M = ½ q L2 ...........................................................(9) dimana : M = momen pada pondasi (kg.cm). qpondasi = tegangan pada pondasi (kg/cm2). L = panjang cabang penahan geser diukur dari pusat beban terpusat (cm). K=
M .......................................................... (10) b . h2
dimana : K
= perbandingan antara kekakuan cabang penahan geser dan kekakuan penampang komposit sekitar penahan geser dengan lebar (kg/cm2).
b
= lebar pondasi (cm).
h
= tebal pondasi (cm). nω = n . K ....................................................... (11) σa
dimana : n = jumlah besi. ω = koefisien tulangan tarik.
σa = tegangan tarik baja.
Luas penampang pembesian : A = nω/n . b .h ...................................................... (12) dimana : A = luas penampang besi. 2. Pembesian Kolom Dipakai pembesian minimum : F besi minimum = 1% . F beton ........................................ (13) 3. Pembesian Balok Strap
σa .......................................................... (14) n .σ b
∅=
dimana : ∅ = koefisien pada penentuan kekuatan beton.
σa = tegangan tarik baja. σb = kekuatan tekan beton. Ca =
h n.M b .σ a
............................................................ (15)
dimana : Ca = koefisien pada perhitungan penampang. 2.8 Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah sebuah poros yang diborkan kedalam tanah, kemudian diisi dengan beton. Poros tersebut dapat dilapisi (dibungkus) dengan sebuah kulit logam (metal shell) untuk menahan poros tersebut sebelum pembetonan terjadi serta dibiarkan sebagai bagian dari sumuran, atau lapisan (pembungkus) tersebut dapat ditarik kembali lambat laun sewaktu poros diisi dengan beton. Jenis pondasi sumuran berdasarkan bentuk yang dipakai pada penelitian ini adalah sumuran ujung terbuka (Open-End Caisson). Sumuran ujung terbuka
biasanya dicor ditempat dimana sumuran akan diletakkan. Mula-mula bagian yang tajam dibuat di permukaan tanah. Ketika pengerjaan tubuh beton sudah mendekati penyelesaian, penggalian di dalam sumuran dimulai. Selama pengalian, sumur mulai terbenam. Kemudian ketika bagian atas dari tubuh sumuran terbenam dan mendekti dasar pondasi, unit sumuran yang lain mulai disambungkan. Kemudian penggalian di dalam sumuran dan penambahan tubuh sumuran diulangi, sampai sumuran berpijak pada kedalaman yang direncanakan. Akhirnya, lantai beton dasar dikerjakan, kemudian bahan-bahan (tanah dan pasir atau air) pada kaison diisikan, lalu lantai penutup diselesaikan. 2.8.1 Dimensi Pondasi Sumuran
1. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Menurut Meyerhof untuk sumuran dengan penampang bundar (Sarjono, 1991), digunakan rumus : Qu = 40 N . Ab + 1/5 As N................................................ (16) dimana : Qu = Nu. Sf Nu = beban vertikal yang bekerja pada pondasi Sf = faktor keamanan, diambil 2,8 1 A b = .π .D 2 4 D = diameter pondasi (m). As = π 1. L L = Panjang pondasi Hubungan antara nilai qc dan nilai N menurut Miki, seperti yang terlihat dibawah ini : qc = 3N ........................................................... (17) dimana : qc = nilai konus jenis tanah setempat (kg/cm2). N = beban vertikal yang bekerja pada pondasi (kg).
2. Kontrol Terhadap Momen Guling Berdasarkan perencanaannya sumuran yang dipakai adalah tiang pendek dengan ujung atas ditahan terhadap perputaran sudut (Gambar 3).
Gambar 3. Sumuran Ujung Atas Tertahan (Cipta Karya, 1983) Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tegangan lateral yang diijinkan. Apabila tidak ditentukan dari hasil penyelidikan tanah, tegangan lateral yang diijinkan (R) dapat diambil dari tabel 5. Tabel 5. Tegangan Tanah Lateral Yang Diijinkan Jenis Tanah
(R) kg/cm2/m’
Kerikil bergradasi baik
6500
Lempung keras padat
6500
Pasir kasar padat
5500
Pasir kasar dan halus padat
5000
Lempung setengah keras
5000
Pasir halus padat
4000
Lanau
3500
Lempung pasiran
3500
Campuran pasir dan lanau padat
3500
Lempung Lunak
1500
Campuran pasir organik sangat lunak atau lepas dan lanau, atau lumpur Sumber : Cipta Karya (1983)
0
Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv. Panjang pondasi sumuran (L) diperlukan oleh sumuran untuk menyalurkan momen luar (Mo) dan beban horizontal (Ho) akibat beban kerja dari ujung atas sumuran ke tanah sekelilingnya tanpa dilampaui tegangan lateral yang diijinkan (R). Momen puntir yang terjadi : Mu = T . D ........................................................ (18) dimana : Mu = momen puntir (kg.m) T = tegangan tarik yang terjadi akibat berat sendiri pondasi (kg). D = diamater pondasi (m). 2.8.2 Pembesian Pondasi Sumuran
Pembesian pondasi dipakai penulangan minimum (Kusnadi, 1996) dengan rumus sebagai berikut : Bila D > 80 cm, maka : 1 A g = .π .D 2 .......................................................... (19) 4 A min =
dengan syarat : Amin
1 Ag .......................................................... (20) 2
> 0,005.Ag
Amaks > 0,060.Ag dimana : A = luas penampang besi (cm2) 2.9 Sistem Pakar (Expert System)
Sistem pakar adalah suatu program komputer yang dirancang untuk mengambil keputusan seperti keputusan yang diambil oleh seorang atau beberapa orang pakar. Menurut Feigenbaum di dalam Harmon dan King yang dikutip oleh
Marimin (2005), sistem pakar adalah perangkat lunak komputer cerdas yang menggunakan pengetahuan dan prosedur inferensi untuk memecahkan masalah yang cukup rumit atau memerlukan kemampuan seorang pakar untuk memecahkannya. Dalam penyusunannya, sistem pakar mengkombinasikan kaidah-kaidah penarikan kesimpulan (inference rules) dengan basis pengetahuan tertentu yang diberikan oleh satu atau lebih pakar dalam bidang tertentu. Kombinasi dari kedua hal tersebut disimpan dalam komputer, yang selanjutnya digunakan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyelesaian masalah tertentu. 1. Modul Penerimaan Pengetahuan (Knowledge Acquisition Mode) Sistem berada pada modul ini, pada saat ia menerima pengetahuan dari pakar. Proses mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan yang akan digunakan untuk pengembangan sistem, dilakukan dengan bantuan knowledge engineer. Peran knowledge engineer adalah sebagai penghubung antara suatu sistem pakar
dengan pakarnya. 2. Modul Konsultasi (Consultation Mode) Pada saat sistem berada pada posisi memberikan jawaban atas permasalahan yang diajukan oleh user, sistem pakar berada dalam modul konsultasi. Pada modul ini, user berinteraksi dengan sistem dengan menjawab pertanyaanpertanyaan yang diajukan oleh sistem. 3. Modul Penjelasan(Explanation Mode) Modul ini menjelaskan proses pengambilan keputusan oleh sistem (bagaimana suatu keputusan dapat diperoleh). 2.10 Struktur Sistem Pakar
Sistem pakar terdiri dari dua bagian utama yaitu lingkungan konsultasi dan lingkungan pengembangan, dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut ini penjelasan sebagian komponen-komponen struktur sistem pakar pada Gambar 4. 1. Antarmuka Pemakai (User Interface). Sistem Pakar mengatur komunikasi antara pengguna dan komputer. Komunikasi ini paling baik berupa bahasa
alami, biasanya disajikan dalam bentuk tanya-jawab dan kadang ditampilkan dalam bentuk gambar/grafik. 2. Subsistem Penjelasan (Explanation Facility). Kemampuan untuk menjejak (tracing) bagaimana suatu kesimpulan dapat diambil merupakan hal yang sangat penting untuk transfer pengetahuan dan pemecahan masalah. Komponen subsistem penjelasan harus dapat menyediakannya yang secara interaktif menjawab pertanyaan pengguna. 3. Mesin Inferensi (Inference Engine), merupakan otak dari Sistem Pakar. Juga dikenal sebagai penerjemah aturan (rule interpreter). Komponen ini berupa program komputer yang menyediakan suatu metodologi untuk memikirkan (reasoning) dan memformulasi kesimpulan. Kerja mesin inferensi meliputi: 4. Papan Tulis (Blackboard/Workplace), adalah memori/lokasi untuk bekerja dan menyimpan hasil sementara, biasanya berupa sebuah basis data.
Gambar 4. Struktur Sistem Pakar (Turban ,1995)
5. Basis Pengetahuan, berisi pengetahuan yang dibutuhkan untuk memahami, memformulasi, dan memecahkan masalah. Basis pengetahuan tersusun atas dua elemen dasar: -
Fakta, misalnya: situasi, kondisi, dan kenyataan dari permasalahan yang ada, serta teori dalam bidang itu
-
Aturan, yang mengarahkan penggunaan pengetahuan untuk memecahkan masalah yang spesifik dalam bidang yang khusus
6. Sistem Penghalusan Pengetahuan (Knowledge Refining System). Seorang pakar mempunyai sistem penghalusan pengetahuan, artinya, mereka bisa menganalisa sendiri performa mereka, belajar dari pengalaman, serta meningkatkan pengetahuannya untuk konsultasi berikutnya. Pada Sistem Pakar, swa-evaluasi ini penting sehingga dapat menganalisa alasan keberhasilan atau kegagalan pengambilan kesimpulan, serta memperbaiki basis pengetahuannya. 2.11 Representasi Pengetahuan
Representasi pengetahuan adalah suatu teknik untuk merepresentasikan basis pengetahuan yang diperoleh ke dalam suatu skema/diagram tertentu sehingga dapat diketahui relasi/keterhubungan antara suatu data dengan data yang lain. Teknik ini membantu knowledge engineer dalam memahami struktur pengetahuan yang akan dibuat sistem pakarnya. Menurut Firebaugh (1989), terdapat empat metode untuk representasikan pengetahuan, yaitu : -
Jaringan semantik (sematic network) Pengetahuan diorganisasikan dengan menggunakan jaringan yang disusun oleh dua komponen dasar, yaitu node dan arc. Node menyatakan objek, konsep, atau situasi yang ditunjukkan oleh kotak atau lingkaran, sedangkan arc menyatakan hubungan antar node yang ditunjukkan oleh tanda panah yang
menghubungkan node-node dalam jaringan. -
Frame dan script
Digunakan untuk mempresentasikan pengetahuan dalam konteks dimana urutan kejadian dan objek muncul. Sebuah frame digambarkan dengan menggunakan jaringan dari node-node dan hubungan-hubungan. Level teratas dari frame menyatakan atribut-atribut sedangkan level terendah memiliki terminal dan slot yang harus diisi oleh data. Script menyerupai frame dengan informasi tambahan tentang urutan kejadian yang diharapkan serta tujuan dan rencana dari aktor yang terlibat (Firebaugh, 1989). -
Aturan produksi Representasi rule base diimplementasikan ke bentuk clauses : 1. Question Clause
Digunakan untuk mengidentifikasi fakta yang didapat dengan cara menanyakan kepada user secara langsung tentang nilai fakta yang ada. Fakta ini merupakan fakta yang bersifat dasar. Struktur Question Clause : ASK
: “”
CHOICE : “” 2. Rule Clause
Digunakan untuk mengidentifikasikan pengetahuan berdasarkan metode yang dipilih. Clause ini digunakan untuk memulai menderivikasi fakta yang diperlukan yang secara garis besar digambarkan sebagai berikut : RULE IF AND AND ....................... THEN
2.12 Inferensi Pengetahuan
Inferensi pengetahuan merupakan salah satu komponen yang terdapat dalam sistem pakar. Komponen ini berperan dalam penarikan kesimpulan untuk menyelesaikan
masalah.
dikembangkan seperti:
Beberapa
metode
inferensi
pengetahuan
telah
-
backward/forward chaining;
-
inheritance;
-
probabilistik dan bayesian;
-
logika fuzzy dan inferensi fuzzy;
-
teori dempster-shafer;
-
model logik. Dalam melakukan proses pencarian untuk menemukan goal pada ruang
permasalahan, sebuah sistem perlu menentukan strategi pencarian yang paling tepat untuk dapat menemukan goal secara eifisien. Strategi pencarian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Forward chaining (data driven), dimana pencarian dilakukan dari kondisi awal (start state), kemudian dengan menggunakan fakta-fakta yang ada dilakukan proses pencocokan (matching) dan inferensi sampai ditemukan goal state. 2.13 Model Pengembangan Sistem
Model pengembangan sistem (perangkat lunak) yang dikenal antara lain terdiri dari (Pressman, 1997) : -
Metode yang paling dikenal disebut juga sebagai System Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method, terdiri dari
tahapan perencanaan sistem (rekayasa sistem), analisa kebutuhan, desain, penulisan program, pengujian dan perawatan sistem. -
Model prototipe (prototyping model), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan dan perbaikan, desain cepat, pembentukan prototipe, evaluasi pelanggan terhadap prototipe, perbaikan prototipe dan produk akhir.
-
Rapid Application Development (RAD) model, dengan kegiatan dimulai
pemodelan bisnis, pemodelan data, pemodelan proses, pembangkitan aplikasi dan pengujian. -
Model evolusioner yang dapat berupa model inkremental atau model spiral. Model inkremental merupakan gabungan model sekuensial linier dengan prototyping (misalnya perangkat lunak pengolah kata dengan berbagai versi).
Sedangkan model spiral menekan adanya analisa resiko. Jika analisa resiko
menunjukkan ada ketidakpastian terhadap kebutuhan, maka pengembangan sistem dapat dihentikan. -
Teknik generasi ke-empat (4GT), dimulai dengan pengumpulan kebutuhan, strategi perancangan, implementasi menggunakan 4GL dan pengujian.
2.14 Model System Development Life Cycle (SDLC) Model sekuensial linier untuk software engineering, sering disebut juga System
Development Life Cycle (SDLC) atau sering juga disebut sebagai Water Fall Method (Gambar 5). Model ini mengusulkan sebuah pendekatan kepada perkembangan software yang sistematik dan sekuensial yang mulai pada tingkat dan kemajuan sistem pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Dimodelkan setelah siklus rekayasa konvensional, model sekuensial linier melingkupi aktivitas – aktivitas sebagai berikut (Pressman, 1997) : 1. Rekayasa dan pemodelan sistem/informasi. Karena sistem merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, kerja dimulai dengan membangun syarat dari semua elemen sistem dan mengalokasikan beberapa subset dari kebutuhan ke software tersebut. Pandangan sistem ini penting ketika software harus berhubungan dengan elemen-elemen yang lain seperti software, manusia, dan database. Rekayasa dan anasisis system menyangkut pengumpulan kebutuhan pada tingkat sistem dengan sejumlah kecil analisis serta disain tingkat puncak. Rekayasa informasi mancakup juga pengumpulan kebutuhan pada tingkat bisnis strategis dan tingkat area bisnis. 2. Analisis kebutuhan Software Proses pengumpulan kebutuhan diintensifkan dan difokuskan, khusunya pada software. Untuk memahami sifat program yang dibangun, analis harus memahami domain informasi, tingkah laku, unjuk kerja, dan interface yang diperlukan. Kebutuhan baik untuk sistem maupun software didokumentasikan dan dilihat lagi dengan pelanggan. 3. Desain Desain software sebenarnya adalah proses multi langkah yang berfokus pada empat atribut sebuah program yang berbeda; struktur data, arsitektur software, representasi interface, dan detail (algoritma) prosedural. Proses desain
menterjemahkan syarat/kebutuhan ke dalam sebuah representasi software yang dapat diperkirakan demi kualitas sebelum dimulai pemunculan kode. Sebagaimana persyaratan, desain didokumentasikan dan menjadi bagian dari konfigurasi software. 4. Generasi Kode Desain harus diterjemahkan kedalam bentuk mesin yang bias dibaca. Langkah pembuatan kode melakukan tugas ini. Jika desain dilakukan dengan cara yang lengkap, pembuatan kode dapat diselesaikan secara mekanis. 5. Pengujian Sekali program dibuat, pengujian program dimulai. Proses pengujian berfokus pada logika internal software, memastikan bahwa semua pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional, yaitu mengarahkan pengujian untuk menemukan kesalahan – kesalahan dan memastikan bahwa input yang dibatasi akan memberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang dibutuhkan. 6. Pemeliharaan Software akan mengalami perubahan setelah disampaikan kepada pelanggan (perkecualian yang mungkin adalah software yang dilekatkan). Perubahan akan terjadi karena kesalahan – kesalahan ditentukan, karena software harus disesuaikan untuk mengakomodasi perubahan – perubahan di dalam lingkungan eksternalnya (contohnya perubahan yang dibutuhkan sebagai akibat dari perangkat peripheral atau sistem operasi yang baru), atau karena pelanggan membutuhkan perkembangan
fungsional
atau
unjuk
kerja.
Pemeliharaan
software
mengaplikasikan lagi setiap fase program sebelumnya dan tidak membuat yang baru lagi.
Gambar 5. Model Sekuensial Linier (Pressman, 1997)
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan berdasarkan sebuah kerangka pemikiran mengikuti model pengembangan sistem model System Development Life Cycle (SDLC), mengikuti tahapan-tahapan pada Gambar 5. 1. Tahapan Persiapan. Kegiatan dalam melaksanakan tahapan ini adalah pengumpulan data-data yang berhubungan dengan penelitian, antara lain : - pengumpulan data-data yang berhubungan dengan tower dan jalur transmisi tower; -
pengumpulan data-data yang berhubungan dengan pondasi.
Sumber pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan : -
studi pustaka, dilakukan di Perpustakaan Kampus IPB Darmaga dan Baranangsiang Bogor, Kantor Konsultan PT. Gubah Sarana Palembang, dan Perpustakaan STT PLN Tangerang;
browsing dan mencari data
melalui seacrh engine di Internet. - wawancara dengan pakar, yaitu para pakar yang pernah bekerja di PT. PLN, yang sekarang bekerja sebagai dosen di STT PLN Tangerang; -
dan obrsevasi lapangan, lokasi-lokasi tower listrik SUTT yang berada di sekitar kota Bogor.
2. Tahapan Analisis Sistem
Dalam tahapan ini, peneliti melakukan pembuatan disain aksitektur sistem, investigasi kebutuhan-kebutuhan sistem guna menentukan solusi perangkat lunak (software) yang akan digunakan sebagai tulang punggung proses automatisasi /komputerisasi bagi sistem. Seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor tersebut antara lain :
-
panjang jalur transmisi;
-
jarak antar tower (gawang);
-
beban yang bekerja pada tower;
-
beban yang bekerja pada pondasi;
-
daya dukung tanah;
-
tekanan angin;
-
sudut belokan yang terbentuk antar dua tower. Sistem ini memerlukan software yang dapat melakukan banyak
perhitungan-perhitungan matematika, sehingga digunakan perangkat lunak Matlab dan untuk user interface digunakan juga bahasa program Matlab. 3. Tahapan Desain
Metode Inferensi yang dipakai adalah dengan forward chaining. Untuk mempresentasikan pengetahuan yang didapat, digunakan dalam bentuk tipe basis kaedah (rule-based) IF...THEN (Jika...maka). 4. Tahapan Implementasi
Pada tahapan ini hasil dari tahapan-tahapan sebelumnya dituangkan kedalam penulisan kode-kode dengan menggunakan bahasa pemrograman komputer Matlab. Langkah berikutnya berupa proses pengujian terhadap hasil pemrograman tersebut. Pengujian mencakup verifikasi, validasi dan pengujian antar muka aplikasi (General User Interface/GUI). Hasil pengujian ini merupakan umpan balik perbaikan sistem dan performance yang akan digunakan dalam proses perbaikan sistem hingga mencapai hasil yang diharapkan dan telah ditentukan sebelumnya. Verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara melakukan demo di depan beberapa orang pakar mengenai listrik dan konstruksi berlokasi di STT PLN Tangerang dan beberapa pakar mengenai konstruksi sipil. Pengujian antar muka dilakukan dengan cara memberikan sistem pakar yang dibuat ini kepada beberapa orang sebagai user tanpa didampingi oleh peneliti, apakah antar muka yang dibuat dapat dimengerti dengan mudah atau tidak.
3.2 Alat Bantu Riset
1. Perangkat Keras Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer Intel Pentium 4,17 GHz, dengan memori 256 MB, HDD 30GB. 2. Perangkat Lunak Software aplikasi dibuat dengan bahasa program Matlab 7.01 dan untuk mencari sumber pengetahuan di internet dibantu dengan mesin pencari (search engine) yahoo dan google. 3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 hingga bulan November 2007. Data diolah di Laboratorium Pascasarjana Departemen Ilmu Komputer, FMIPA-IPB dan tempat tinggal peneliti. Verifikasi mengenai hal yang berhubungan dengan kelistrikan di Sekolah Tinggi Teknik PLN (STT PLN) Tangerang dan verifikasi mengenai hal yang berhubungan dengan teknik sipil dilakukan di Kantor Konsultan PT.Gubah Sarana Palembang.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Sistem
Dalam tahapan ini, seluruh faktor yang menjadi penentu dalam perencanaan jalur line transmisi dan dimensi pondasi di indentifikasi, faktor-faktor tersebut yaitu : 1. Rencana Panjang Jalur Saluran Transmisi. Rencana panjang Saluran Transmisi adalah jarak yang menghubungkan dari satu titik ke titik lainnya atau dari pusat pembangkit sampai pada pusat beban, untuk mentransmisikan listrik berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT) 150 kV. Memiliki syarat rencana panjang saluran transmisi tidak boleh lebih pendek dari rencana panjang gawang. 2. Jarak Antar Tower (Gawang). Rencana panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya. Dengan syarat panjang saluran jalur transmisi harus lebih besar dari rencana panjang gawang. 3. Beban Yang Bekerja Pada Tower. Dengan adanya banyak beban yang bekerja pada tower, maka ada dua kombinasi pembebanan yaitu, kondisi normal dan kondisi abnormal. Berikut ini perhitungannya : 3.1 Kondisi Normal Kondisi normal adalah kondisi di mana tower tidak mengalami penambahan beban yang ekstrem, dalam hal ini beban itu adalah adanya kawat yang putus. 3.1.1 Beban Vertikal Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut :
a. Beban Sendiri Menara Untuk perhitungan lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 1, didapat besarnya Gtotal = 10239,2652 kg b. Berat Kawat Penghantar per jarak menara, digunakan Rumus 2 : = jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penghantar (konduktor) = 265 x 0,5737 = 152,0305 kg c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 : = jarak menara (SPLN, 1996) x berat kawat penangkal petir (ground wire) = 265 x 0,444 = 117,66 kg d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat 100 + 70 = 170 kg 3.1.2 Beban Horizontal Untuk beban horizontal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut : a. Tekanan Angin Pada Menara Beban-beban angin yang bekerja pada menara untuk lebih detail lihat pada Lampiran 2. b. Tekanan angin pada konduktor dan ground wire, digunakan Rumus 4 : = jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W = 265 x 0,0161 x W = 4,267W kg Untuk 1 bidang menara = 4,267W/2 = 2,133W kg c. Tekanan angin pada ground wire, digunakan Rumus 5 : = jarak menara x diameter kawat penangkal petir x W = 265 x 0,0096 x W = 2,544W kg Untuk satu bidang menara = 2,544W/2 = 1.272W kg 3.2 Kondisi Abnormal Kondisi abnormal adalah tower mengalami beban ekstrem, yaitu adanya kawat putus baik kawat penghantar ataupun kawat penangkal petir. 3.2.1 Beban Vertikal
Untuk beban vertikal, diperhitungkan beban-beban yang terdiri dari sebagai berikut : a. Berat sendiri menara (Lampiran 1). Sama dengan kondisi normal = 10239,2652 kg b. Berat Kawat ACSR per jarak menara, digunakan Rumus 2 : = jarak menara x berat kawat penghantar (konduktor) = 265 x 0,5737 = 152,0305 kg c. Berat kawat penangkal petir, digunakan Rumus 3 : = jarak menara x berat kawat penangkal petir (ground wire) = 265 x 0,444 = 117,66 kg d. Berat isolator, alat-alat dan orang per kawat 100 + 70 = 170 kg e. Kondisi Tidak Setimbang, untuk perhitungan lebih detail lihat Lampiran 3 : Diperhitungkan 1 (satu) buah konduktor putus Resultan gaya-gaya pada bidang tranverse adalah : Q = 477,2 kg Kawat penangkal petir putus P = 500 kg 3.2.2 Beban Horizontal Tekanan angin pada menara, tekanan angin pada kawat penghantar dan kawat penangkal petir, dan komponen horizontal akibat putusnya kawat penghantar dan kawat
penangkal petir telah ikut diperhitungkan dalam
perhitungan beban vertikal kondisi abnormal. 3.2.3 Perhitungan Beban Pada Batang Tranverse Beban-beban yang bekerja pada tranverse adalah : c. Beban Vertikal Beban vertikal telah diperhitungkan pada perhitungan berat sendiri menara. d. Beban horizontal -
Tekanan angin pada kawat penghantar (Wa), digunakan Rumus 4 : Wa = jarak menara x diameter kawat penghantar (konduktor) x W
Wa = 265 x 0,061 x W = 4.267W kg -
Akibat kawat ACSR putus (Pb) (Tabel 3) : Pb = 1300 kg
-
Tekanan angin pada isolator :
Setiap 1 potong porcelain, angin yang bekerja sebesar 3 kg. Untuk isolator menara penegang dipakai rangkaian porcelain 12 potong (1 set). Untuk menara penegang dipakai sebanyak 2 set, maka besarnya : Wc = 2 x 12 x 3 kg = 72 kg 4. Beban Yang Bekerja Pada Pondasi Untuk lebih detail mengenai perhitungan beban yang bekerja pada pondasi dapat dilihat pada Lampiran 4, ringkasannya dapat dilihat sebagai berikut : 4.1 Akibat Gaya Kawat ACSR dan Ground Wire Gaya kawat ACSR dan ground wire berpengaruh pada pondasi, terdiri dari pada beberapa ketinggian sesuai dengan ketinggian kawat, yaitu : - Pada ketinggian + 29, 5 m Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB ) : R RB = 2,39 ton
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) : R LB = −2,39 ton
- Pada ketinggian + 25 m Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi (RB) : R RB = 2,03125 ton
Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi (LA) : R LB = −2,03125 ton
4.2 Akibat Ground Wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus Reaksi dipondasi RB adalah R RB = 4,5 ton (↑) , arti tanda (↑) adalah gaya reaksi yang terjadi memiliki arah keatas. Sedangkan tanda (↓) berarti gaya reaksi
yang
terjadi
memiliki
arah
kebawah.
Reaksi
dipondasi
RA
adalah
R LA = -4,5 ton (↓) 4.3 Akibat Angin Pada Kawat Reaksi pada pondasi RB adalah R RB = 1,711 ton (↑) dan reaksi pondasi pada LA adalah R LA = - R RB = −1,711 ton ( ↓ ) dan R H = 0,1328 ton 4.4 Akibat Angin Pada Menara Reaksi pada pondasi RB adalah R RB = 89,425W ton ( ↑ ) dan Reaksi pada pondasi LA adalah R LA = - R RB = −89,425W ton ( ↓ ) 4.5 Akibat Berat Sendiri Menara Berat sendiri menara = 10239,2652 kg = 10,240 ton 5. Daya Dukung Tanah Untuk menentukan daya dukung tanah pada lokasi rencana pembangunan tower SUTT, cukup diketahui jenis tanah pada lokasi tersebut (lihat Tabel 2). Hal ini sangat membantu mempercepat perencanaan, karena untuk mengetahui jenis tanah relatif lebih cepat dibandingkan dengan menentukan daya dukung tanah. 6. Tekanan Angin Untuk mengetahui besarnya tekanan angin, harus dilakukan pengukuran di lokasi, atau jika tidak dilakukan pengukuran, dapat ditentukan dengan memakai Peraturan Muatan Indonesia 1970 N.1 -18 (Kusnadi, 1996). 7. Sudut Belokan Yang Terbentuk Antar Dua Tower. Sudut belokan adalah sudut yang terbentuk dengan tower berikutnya, sesuai dengan Tabel 1 mengenai tipe tower. Bila posisi tower tidak satu garis lurus dengan posisi tower berikutnya, atau dengan kata lain membentuk sudut (θ), maka pondasi tower mengalami aksi dan reaksi yang tidak sama, maka terjadi momen puntiran tambahan akibat tegangan tarik kabel transmisi 150 kv.
4.2 Disain dan Implementasi
Sistem ini diberi nama SPSUTT singkatan dari Sistem Perencanaan SUTT, disain arsitektur SPSUTT diperlihatkan pada Gambar 6 berikut ini, yang mendefinisikan hubungan-hubungan antara komponen-komponen utama.
Gambar 6. Arsitektur SPSUTT Pada Gambar 6 diatas, mekanisme inference dilakukan pertama kali untuk menentukan titik-titik lokasi jalur saluran transmisi tower dan kemudian untuk menentukan dimensi pondasi modul struktur analisis digunakan. Dimana user dengan menggunakan user interface memasukkan data yang terdiri dari : 4.2.1 Modul Inferensi
Sistem SPSUTT ditujukan untuk beberapa pemakai, yaitu : pemakai profesional yang membutuhkan cepat dan efesien dalam perencanaan jalur saluran dan pondasi SUTT,
pelajar dan pembangun sistem pakar yang ingin
meningkatkan dan menambah basis pengetahuan. Sistem belum dapat digunakan oleh pemakai yang expert, karena SPSUTT merupakan sistem yang sederhana, merupakan bagian dari sistem perencanaan secara keseluruhan. Ada faktor-faktor yang belum diperhitungkan, karena keterbatasan waktu dan tempat, seperti : -
Penetuan jarak antara kawat-kawat;
-
Perhitungan tegangan tarik dan andongan;
-
Kawat dibentang pada titik sumbu yang tidak sama tinggi.
4.2.1.1 Antar Muka Pengguna (User Interface)
Memungkinkan SPSUTT menerima instruksi, informasi (input) dari pemakai, proses konsultasi dan juga memberi informasi (output) kepada pemakai. Sebelum masuk ke dalam sistem, terlebih dahulu terdapat layar informasi judul sistem, dapat dilihat pada Gambar 7 berikut :
Gambar 7. Judul Sistem Pakar Disain Pondasi Tower Setelah pengguna menekan tombol “Masuk”, maka akan keluar menu program sistem pakar untuk menentukan titik rencana tower. 4.2.1.1.1 Titik Rencana Tower
Terdapat dua langkah dalam penentuan titik rencana tower (lihat Gambar 8). Langkah pertama adalah penentuan jumlah tower ideal, terlihat dibawah grafik
koordinat pada Gambar 8. Dua data utama yang diperlukan dalam penentuan jumlah tower secara ideal, yaitu sebagai berikut : 1. Rencana panjang Saluran Transmisi (meter). 2. Rencana panjang gawang (jarak antar tower) (meter). Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, menghasilkan tiga jenis output yaitu jumlah titik rencana (buah), titik koordinat rencana (sumbu x), gambar koordinat. Pada langkah ini dilakukan mekanisme inferensi, pengguna diminta untuk memilih jenis tanah berdasarkan jenis tanah yang ada dilokasi rencana. Titik koordinat kartesius yang dihasilkan langkah pertama dikoreksi berdasarkan jenis tanah jarak gawang. Bila jenis tanah di lokasi rencana memiliki daya dukung yang cukup, maka lokasi dapat digunakan, begitu juga sebaliknya. Jarak gawang tidak boleh melebihi bentang maksimum yaitu 265 m (SPLN, 1996). Data utama
output : Koordinat kartesius
Gambar 8. Titik Rencana Tower
4.2.1.1.1.1 Penentuan Jumlah Tower Ideal
Proses input data yang dibutuhkan dalam penentuan jumlah tower secara ideal terdiri ada dua yaitu : 2. Rencana panjang jalur saluran transmisi (meter) Question : Rencana panjang saluran transmisi ? Rule clause keterangan rencana panjang saluran transmisi, didapat
a. Untuk rencana panjang saluran transmisi <
rencana panjang gawang,
maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan lebih kecil dari rencana panjang gawang Rule 1 IF
PANJANG SALURAN = panjang < bentang
THEN KETERANGAN
= tidak dapat diproses, bentang harus lebih kecil atau sama dengan panjang line.
Contoh script Matlabnya (secara lengkap lihat di Lampiran 6 dan 7) : if
panjang
b. Untuk rencana panjang jalur saluran transmisi > rencana panjang gawang, maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan lebih besar atau sama dengan dari rencana panjang gawang Rule 2 IF
PANJANG SALURAN = panjang < 0
THEN KETERANGAN
= tidak dapat diproses, panjang line tidak dapat bernilai 0 atau lebih kecil dari bentang.
Rule 3 IF
PANJANG SALURAN = panjang < 640000 m
THEN KETERANGAN
= line dapat dibangun, tetapi tidak ekonomis minimal 640000 m atau 640 km untuk arus DC.
Rule 4 IF
PANJANG SALURAN = panjang > 640000 m
THEN KETERANGAN
= line dapat dibangun dengan nilai ekonomis karena lebih dari 640000 m/640 km untuk arus DC.
3. Rencana Panjang Gawang (Jarak Antar Tower) Rencana panjang gawang (jarak antar tower) adalah jarak rencana antar satu tower dengan tower berikutnya. Question : Rencana panjang gawang (jarak antar tower) ? Rule clause keterangan rencana panjang gawang, didapat
a. Untuk rencana panjang saluran transmisi < rencana panjang gawang. Maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan lebih kecil dari rencana panjang gawang Rule 5 IF
PANJANG GAWANG = panjang < bentang
THEN
KETERANGAN
= tidak dapat diproses, bentang harus lebih kecil atau sama dengan panjang saluran.
b. Untuk rencana panjang saluran transmisi > rencana panjang gawang. Maksudnya bila input rencana panjang saluran transmisi yang dimasukkan lebih besar atau sama dengan dari rencana panjang gawang Rule 6 IF
PANJANG GAWANG = panjang < 0
THEN KETERANGAN
= tidak dapat diproses, bentang antar tower tidak dapat bernilai 0.
Rule 7 IF
PANJANG GAWANG = gawang < 265 m
THEN KETERANGAN
= belum melewati bentang maksimum
Rule 8 IF
PANJANG BENTANG = gawang > 265 m
THEN KETERANGAN
= melewati bentang maksimum
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka menghasilkan tiga jenis output yaitu : 1. Jumlah titik rencana (buah) Jumlah titik rencana adalah jumlah rencana tower yang direncanakan dalam satu rencana panjang saluran transmisi. Dalam sistem ini rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang, digunakan untuk menentukan jumlah titik rencana yang akan dipakai dalam saluran tersebut. Dengan perhitungan sebagai berikut : a. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang > 0, digunakan Rumus 1. Rule 9 IF
SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang > 0 m
THEN JUMLAH TITIK RENCANA =
Rencana_Panjang_Saluran +1 Rencana_Panjang_Gawang
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut : if panjang>0 & bentang>0; nbentang=0; while panjang > 0 nbentang=nbentang+1; panjang=panjang-bentang; end; mbentang=nbentang+1;
b. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang = 0. Rule 10 IF
SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang = 0 m
THEN JUMLAH TITIK RENCANA = 0
2. Titik Koordinat Rencana (sumbu x) Pada Gambar Koordinat titik koordinat rencana (sumbu x dalam koordinat cartesius) pada gambar denah, yaitu : (0,panjang gawang, 2 x panjang gawang, ......, panjang saluran). Script Matlabnya dibuat sebagai berikut : titik1=[0:bentang:panjang];
3. Gambar Koordinat Untuk memperjelas titik-titik koordinat tersebut, dibuat gambarnya dalam bentuk gambar titik-titik sumbu cartesius. a. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang < 0. Rule 11 IF
SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang < 0 m
THEN GAMBAR KOORDINAT
= koordinat (0,0)
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut : if (panjang & bentang)<=0; x1=0; x2=0; y=0; gambar=plot(x1,y,'*r',x2,y,'*r'); set(gambar,'linewidth',3); set(myform.axes1,'color',[1 0.96 0.9],... 'xgrid','on',... 'ygrid','on');
b. Jika rencana panjang saluran transmisi dan rencana panjang gawang > 0. Rule 12 IF
SALURAN DAN GAWANG = panjang dan gawang > 0 m
THEN GAMBAR KOORDINAT
= koordinat(0,gawang),(0,2x gawang) .............., (0,saluran).
Script Matlabnya dibuat sebagai berikut : else (panjang & bentang)>0; x1=[0:bentang:panjang]; x2=panjang; y=0; gambar=plot(x1,y,'*r',x2,y,'*r');
set(gambar,'linewidth',3); set(myform.axes1,'color',[1 0.96 0.9],... 'xgrid','on',... 'ygrid','on');
Sistem dibatasi hanya untuk 4 gawang, sehingga dibuat rule clause seperti berikut, karena keterbatasan tempat dan waktu dalam penelitian ini. Rule 13 IF
JUMLAH GAWANG
= bentang < 4
THEN
KETERANGAN
= ‘ ‘
IF
JUMLAH GAWANG
= Bentang > 4
THEN
KETERANGAN
= sistem
Rule 14 dibatasi
hanya
untuk
4
gawang, jika lebih, panjang saluran dibagi menjadi beberapa segmen per 4 bentang (1,2,3,4). Pada segmen ke-2
dimulai
pada
titik
ke-4
(koordinat (0,0)) pada segmen 1, begitu seterusnya. 4.2.1.1.1.2 Penentuan Lokasi Tower
1. Koordinat Rencana Terisi secara otomatis, berupa koordinat rencana yang ideal. Tetapi belum tentu sesuai dengan kondisi di lapangan. Banyak faktor yang mempengaruhinya, pada sistem SPSUTT faktor yang diperhitungan hanya jenis tanah. 2. Jenis Tanah Merupakan proses konsultasi berdasarkan pilihan pemakai disesuaikan dengan jenis tanah pada lokasi rencana, yang akan menentukan kekuatan daya dukung tanah. a. Untuk menentukan titik rencana tower. ASK
Tanah
:
Jenis Tanah
CHOICE Tanah
:
Pasir berbatu, pasir berkerikil, tanah pasir, tanah liat atau silt, tanah liat atau silt mengandung organik, rawa, lumpur.
Dibuat rule clause sebagai berikut : Rule 15 IF
JENIS TANAH
= Tanah pasir berbatu
THEN KETERANGAN = Tanah bagus, lokasi dapat digunakan Rule 16 IF
JENIS TANAH
= Tanah pasir berkerikil
THEN KETERANGAN = Tanah bagus, lokasi dapat digunakan Rule 17 IF
JENIS TANAH
= Tanah pasir
THEN KETERANGAN = Tanah baik, lokasi dapat digunakan Rule 18 IF
JENIS TANAH
= Tanah liat atau silt
THEN KETERANGAN = Tanah sedang, lokasi dapat digunakan Rule 19 IF
JENIS TANAH = Tanah liat atau silt mengandung tanah organik
THEN KETERANGAN = Tanah jelek, lokasi tidak dapat digunakan Rule 20 IF
JENIS TANAH
= Tanah rawa/veen
THEN KETERANGAN = Tanah jelek sekali, lokasi tidak dapat digunakan Rule 21 IF
JENIS TANAH
= Tanah lumpur
THEN KETERANGAN = Tanah jelek sekali, lokasi tidak dapat digunakan Script Matlabnya dibuat sebagai berikut : %--- Jenis Tanah Titik Rencana 3 switch pilih
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir berbatu Dibuat keterangan : case 1 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan, kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir berkerikil Dibuat keterangan : case 2 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan, kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah pasir Dibuat keterangan : case 3 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan, kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah liat atau silt Dibuat keterangan : case 4 ket1='Lokasi Dapat Digunakan'; ket2='Lokasi harus kosong dari bangunan, kalaupun ada, lokasi harus dapat dibebaskan';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah liat atau silt mengandung tanah organik Dibuat keterangan : case 5 ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah rawa/veen Dibuat keterangan : case 6
ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Untuk pilihan jenis tanah = Tanah lumpur Dibuat keterangan : case 7 ket1='Pindahkan lokasi'; ket2='Cari ke lokasi sekitarnya yang terdekat';
Karena lokasi yang direncanakan terdapat 4 titik, maka dibuat dalam bentuk yang sama sebanyak 4 tombol pop-up menu. %--- Jenis Tanah Titik Rencana 2 %--- Jenis Tanah Titik Rencana 3 %--- Jenis Tanah Titik Rencana 4
Jika klasifikasi tanah dasar bagus, baik dan sedang maka lokasi dapat digunakan, berarti tower dapat dibangun diatas lokasi tersebut. Jika klasifikasi tanah dasar jelek dan jelek sekali, maka lokasi tidak dapat digunakan, berarti tower tidak dapat dibangun diatas lokasi tersebut. Harus dicari lokasi baru berdasarkan pengamatan lapangan, dengan syarat tidak melewati jarak gawang maksimum. Kecuali, untuk titik tower pertama dan terakhir, tidak dapat dipindahkan karena titik tersebut merupakan sumber daya dan sebagai pusat beban. Oleh karena itu, untuk keadaan tersebut akan lebih ekonomis kalau seluruh konstruksi dibangun di atas suatu lantai beton yang luas. Tipe pondasi ini dinamakan pondasi tikar (mat foundation), akan tetapi tipe ini tidak dibahas dalam SPSUTT. Sehingga dapat dibuat keterangan koordinat rencana sebagai berikut : KETERANGAN : titik rencana 0 dan akhir tidak dapat dipindahkan, jika jenis tanah jelek, jelek sekali maka konstruksi pondasi harus diganti dengan pondasi plat (Mat footing/Raft footing). 3. Koordinat Titik Terdiri dari empat titik juga, pada titik pertama koordinat titik (0,0), karena merupakan titik awal atau tempat pembangkit listrik. Jika keterangan
“Lokasi dapat digunakan”, berarti koordinat titik tidak perlu dirubah. Tetapi jika keterangan “Pindahkan Lokasi” koordinat titik harus dirubah dimasukkan secara manual, berdasarkan pengamatan dilapangan dicari lokasi yang memenuhi syarat sebagai lokasi pengganti. 4. Cek Jarak Jika klasifikasi tanah dasar bagus, baik dan sedang maka lokasi dapat digunakan, berarti koordinat titik tidak dirubah. Jika klasifikasi tanah dasar jelek dan jelek sekali, maka koordinat titik harus dipindahkan, dimasukkan secara manual. Untuk memastikan bahwa lokasi dalam hal ini koordinat titik tidak melewati panjang maksimal gawang, harus di cek jaraknya dengan menggunakan rumus : a2 = b2 + c2 .................................................... (20) dimana : a = panjang gawang b = panjang gawang dalam arah sumbu Y c = panjang gawang dalam arah sumbu X Untuk script Matlabnya dibuat (digunakan Rumus 20) : %--- Cek Jarak Titik 2 jarak=(X1^2+Y1^2)^0.5;
Sehingga dibuat rule sebagai berikut : Rule 22 IF
JARAK = jarak < 265 m
THEN
KETERANGAN = dapat digunakan
Rule 23 IF
JARAK = jarak > 265 m
THEN
KETERANGAN = masukkan koordinat baru, tidak dapat dipakai, bentang melewati batas maksimal 265
m,
koordinat
rubah
memasukkan koordinat baru.
dengan
Karena lokasi yang direncanakan terdapat 4 titik, maka dibuat dalam bentuk yang sama sebanyak 4 style text untuk keterangan. %--- Cek Jarak Titik 2 jarak=((X2-X1)^2+(Y2-Y1)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21 %--- Cek Jarak Titik 3 jarak=((X3-X2)^2+(Y3-Y2)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21 %--- Cek Jarak Titik 4 jarak=((X4-X3)^2+(Y4-Y3)^2)^0.5;
Untuk rule dibuat sama dengan rule 20 dan rule 21 Keterangan tambahan dibuat dalam bentuk style text : titik rencana 0 dan akhir tidak dapat dipindahkan, jika jenis tanah jelek, jelek sekali maka konstruksi pondasi harus diganti dengan pondasi plat (Mat footing/Raft footing). 4.2.1.1.2 Dimensi Pondasi
Mekanisme inferensi dilakukan untuk menentukan jenis tanah, yang berpengaruh pada besarnya kekuatan daya dukung tanah. Data-data utama yang diperlukan (lihat Gambar 9) adalah : 1. Sudut belokan adalah sudut yang terbentuk dengan tower berikutnya. 2. Kecepatan angin.
Data utama
output : dimensi dan pembesian pondasi
Gambar 9. Dimensi Pondasi Tower Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka menghasilkan output berupa dimensi, pembesian dan gambar pondasi telapak, pondasi sumuran pada pondasi telapak, pondasi sumuran pada balok strap, balok strap. Data-data yang diperlukan untuk menentukan dimensi pondasi adalah sebagai berikut : 1. Jenis tanah Mekanisme inferensi dilakukan untuk menentukan jenis tanah, terdapat beberapa pilihan sehingga digunakan script style pop-up menu. ASK
Tanah
:
Jenis Tanah
CHOICE
Tanah
:
Kerikil, lempung keras padat, pasir kasar padat, pasir kasar dan halus padat, lempung setengah keras, pasir halus padat, lanau, lempung pasiran, campuran pasir
lanau padat, lempung lunak, pasir organik lunak dan lumpur. Dibuat rule clause sebagai berikut : Rule 24 IF
JENIS TANAH
= Kerikil
THEN
KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat Digunakan. JENIS TANAH
= non kohesif.
BERAT JENIS
= Bj=2300;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=6500; Rule 25 IF
JENIS TANAH
= Lempung keras padat
THEN
KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat Digunakan. JENIS TANAH
= kohesif.
BERAT JENIS
= Bj=2000;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=6500; Rule 26 IF
JENIS TANAH
= Pasir kasar padat
THEN
KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat Digunakan. JENIS TANAH
= non kohesif.
BERAT JENIS
= Bj=2300.
TEKANAN TANAH LATERAL = R=5500. Rule 27 IF
JENIS TANAH
= Pasir kasar dan halus padat
THEN
KETERANGAN = Daya Dukung Tanah Baik, Lokasi Dapat Digunakan. JENIS TANAH
= non kohesif.
BERAT JENIS
= Bj=2300;
TEKANAN TANAH LATERAL = R=5000; Rule 28 IF
JENIS TANAH
= Lempung setengah keras
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 29 IF
JENIS TANAH
= Pasir halus padat
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 30 IF
JENIS TANAH
= Lanau
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 31 IF
JENIS TANAH
= Lempung pasiran
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 32 IF
JENIS TANAH
= Campuran pasir lanau padat
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 33 IF
JENIS TANAH
= Lempung lunak
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘ Rule 34 IF
JENIS TANAH
= Pasir organik lunak dan lumpur
THEN
KETERANGAN = Daya
Dukung
Tanah
Tidak
Baik,
pindahkan lokasi maka jenis tanah, berat jenis dan tekanan tanah dikosongkan JENIS TANAH
= ‘ ‘
BERAT JENIS
= ‘ ‘
TEKANAN TANAH LATERAL = R= ‘ ‘
2. Sudut belokan Question : Sudut belokan yang terbentuk dengan tower berikutnya ? Rule clause keterangan jenis tower, didapat
Rule 35 IF
SUDUT BELOKAN
= lebih kecil 0
THEN
KETERANGAN
= tidak dapat bernilai negatif
IF
SUDUT BELOKAN
= antara 0 sampai 3
THEN
KETERANGAN
= tower suspension tipe Aa
IF
SUDUT BELOKAN
= antara 3 sampai 20
THEN
KETERANGAN
= tower tension/suspension tipe Bb
IF
SUDUT BELOKAN
= antara 20 sampai 60
THEN
KETERANGAN
= tower tension tipe Cc
IF
SUDUT BELOKAN
= antara 60 sampai 90
THEN
KETERANGAN
= tower tension tipe Dd
IF
SUDUT BELOKAN
= lebih besar 90
THEN
KETERANGAN
= tower tension tipe Ee dan Ff
Rule 36
Rule 37
Rule 38
Rule 39
Rule 40
4. Kecepatan Angin Dalam sistem SPSUTT, untuk besaran tekanan angin dapat dilakukan input data atau dapat dilakukan proses konsultasi, maka digunakan tombol script style pop-up menu.
ASK
Angin
:
Kecepatan angin atau berdasarkan posisi
CHOICE
Angin
:
Diketahui, dari tepi pantai < 5 km, dari tepi pantai > 5 km.
Untuk rule clause, sebagai berikut : Rule 41
IF
ANGIN
=
Diketahui
THEN
BESAR
=
“INPUT DATA”
THEN
KETERANGAN = masukkan besarnya
Rule 42 IF
ANGIN
=
dari tepi pantai < 5 km
THEN
BESAR
=
40 kg/m2
THEN
KETERANGAN
= jika kecepatan tidak diketahui
Rule 43 IF
ANGIN
=
dari tepi pantai > 5 km
THEN
BESAR
=
25 kg/m2
THEN
KETERANGAN
= jika kecepatan tidak diketahui
Setelah proses input selesai, user menekan tombol “Proses”, maka menghasilkan output berupa : -
dimensi, pembesian dan gambar pondasi telapak;
-
dimensi, pembesian dan gambar pondasi sumuran pada pondasi telapak;
-
dimensi, pembesian dan gambar pondasi sumuran pada balok strap;
-
dimensi, pembesian dan gambar balok strap.
4.2.1.2 Basis Kaedah (Rule Base)
Rule base dibentuk berdasarkan diagram alir pada Gambar 10, representasi rule base diimplementasikan ke dalam bentuk clauses, yang dibagi menjadi Question Clause dan Rule Clause, seperti pada rule-rule yang telah dibuat
sebelumnya.
Gambar 10. Diagram Alir 4.2.1.3 Mesin Inferensi (Inference Engine)
Untuk memilih beberapa alternatif yang ada dalam rule base, proses forward chainning digunakan disini. Pada Gambar 11 berikut dijelaskan urutan-urutan
proses inferensi, dimana data-data disebelah kanan sangat tergantung dari data sebelah kiri, sebagai contoh untuk menentukan TITIK RENCANA 1 pada langkah ketiga diperlukan data SALURAN pada langkah pertama dan data GAWANG pada langkah kedua.
Gambar 11. Diagram Ketergantungan 4.2.1.4 Basis Data (Data Base)
Dalam penelitian ini data base belum disertakan, dimasukkan sebagai saran, agar pada peneletian selanjutnya bagian ini dapat disertakan. Semua hasil konsultasi antara user dan komputer, akan dicatat oleh bagian ini (data base), pencatatan dilakukan saat dimulai proses inferensi ini sampai pengguna mendapatkan jawaban terakhir. Selain mencatat proses inferensi, mencatat pula data yang telah dan pernah dianalisa dan didesain, hal ini dilakukan untuk mempercepat proses apabila pernah memproses data yang mirip dengan data yang baru, karena apabila data sudah pernah ada, maka user tidak perlu melakukan analisa atau disain lagi. Disamping mencatat basis data juga berisi jenis-jenis tower dan jenis-jenis pondasi lainnya yang dapat digunakan oleh SUTT
beserta perhitungan-perhitungannya, sehingga sistem dapat menganalisa jenis tower dan tower dan pondasi apa yang cocok berdasarkan masukkan yang diberikan oleh pengguna. Tentu hal itu memerlukan perhitungan-perhitungan yang relatif sangat banyak dan besar. 4.2.1.5 Output
Hasil akhir yang diharapkan dari proses inferensi adalah letak tower dalam line yang berpengaruh pada jenis tanah, berguna untuk penentuan dimensi pondasi telapak, dimensi balok strap dan dimensi pondasi sumuran beserta pembesian pondasi telapak, dimensi pondasi strap dan dimensi pondasi sumuran. 4.2.2 Modul Struktur Analisis
Output yang dihasilkan oleh modul inferensi kemudian diolah lebih lanjut agar dapat menghasilkan dimensi pondasi tower. 4.2.2.1 Proses Disain
Dalam proses ini, output yang didapat pada proses sebelumnya diolah untuk perhitungan dimensi pondasi, perhitungan dan prosenya di urai sebagai berikut : 4.2.2.1.1 Perhitungan Dimensi
1. Pondasi Telapak (Strap Footing) Untuk penurunan rumus secara lengkap dilihat pada Lampiran 5 mengenai proses disain pondasi. Yang dicantumkan berikut ini merupakan hasil akhir. Untuk luas telapak pondasi digunakan Rumus 21 Lampiran 5 : A =
(10377 + 563,5W) Bjtanah - 1450000 14000000
Untuk lebar pondasi digunakan Rumus 22 Lampiran 5 : b = lebar pondasi =
A
dimana : A = Luas telapak pondasi telapak (m2). b = Lebar telapak pondasi telapak (m2), (lihat Gambar 12)
W = Tekanan angin (kg/m2). Untuk memperjelas mengenai dimensi pondasi telapak, dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini :
Gambar 12. Dimensi Pondasi Telapak Untuk Matlab scriptnya : %--- Luas Telapak Pondasi luas_telapak=((10377 + 563.5*w)*Bj - 1450000)/14000000; %--- Lebar Telapak Pondasi lebar_telapak = luas_telapak^0.5;
2. Pondasi Sumuran Untuk setiap titik : Mo = 24135,467 . sec θ – 1000 A + 725 Berikut ini dalam bentuk script Matlabnya : Momen (Mo) yang terjadi : Mo=24135.467*sec(teta*pi)-1000*luas_telapak+725;
Berdasarkan Tabel 1 pada Lampiran 5 dibuat script Matlab : for r=6500;
if Mo<=5000; L=4 elseif Mo<=10000; L=4.3 elseif Mo<=15000; L=4.5; elseif Mo<=20000; L=4.7; elseif Mo<=25000; L=4.9; elseif Mo<=30000; L=5.1; elseif Mo<=35000; L=5.3; elseif Mo<=40000; L=5.5; end; end; for r=5500; if Mo<=5000; L=4.5; elseif Mo<=10000; L=4.7; elseif Mo<=15000; L=5; elseif Mo<=20000; L=5.3; elseif Mo<=25000; L=5.4; elseif Mo<=30000; L=5.5; elseif Mo<=35000; L=5.8; elseif Mo<=40000; L=5.9; end; end; for r=5000; if Mo<=5000; L=5; elseif Mo<=10000; L=5.2; elseif Mo<=15000; L=5.5; elseif Mo<=20000; L=5.8;
elseif Mo<=25000; L=6.0; elseif Mo<=30000; L=6.2; elseif Mo<=35000; L=6.3; elseif Mo<=40000; L=6.4; end; end;
dimana : L = panjang pondasi sumuran (m). Pada Gambar 13 dibawah ini diperlihatkan gambar kombinasi pondasi telapak dan pondasi sumuran, juga diperlihatkan panjang pondasi sumuran (L).
Gambar 13. Dimensi Pondasi Sumuran
3. Balok Strap
Dimensi balok strap yang dipakai adalah lebar 150 cm tinggi 45 cm. Untuk memperjelas pemahaman user terhadap dimensi balok strap yang didapat, dibuat tampilan gambarnya (lihat Gambar 14).
Gambar 14. Dimensi Balok Strap 4.2.2.1.2 Perhitungan Penulangan
1. Pondasi Telapak a. Pembesian Pelat Pondasi Jarak yang dipakai 15 cm Jumlah besi =
A .100 bh 15
Jadi dipakai tulangan pokok (r) = 2 ⎞ ⎛ 1350 ⎞⎛⎜ 3748563000A + 118335000WA + 252000000 A ⎟ − = ⎜ 0 , 01 ⎟⎜ ⎟ (648681600 + 37867200) A .h 2 ⎝ π .b.h ⎠⎝ ⎠
Berikut ini dalam bentuk script MATLAB nya : r=((((3748563000*luas_telapak+118335000*w*luas_telapa k+252000000*luas_telapak^2)/(648681600*luas_telapa k^0.5*45^2+37867200*luas_telapak^0.5*45^2))0.01)*(1350/(3.14*luas_telapak^0.5*45)))^0.5;
b. Pembesian Kolom Mutu beton yang dipakai adalah K 225, maka σb = 75 kg cm2 dan mutu baja yang dipakai adalah U24, maka σa = 1400 kg/cm2. Dipakai pembesian minimum : F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2, dipakai besi 36 ∅ 16 Gambar pembesian dapat dilihat pada Gambar 15 berikut ini :
Gambar 15. Pembesian Pondasi Telapak c. Pembesian Balok “Strap” Dipakai besi 8 ∅ 10 Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15 d. Perhitungan sumuran pada balok “strap” Dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2 Dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan diameter 1 m karena disesuaikan dengan lebar balok strap dan ukuran pembesian sama dengan pondasi sumuran pada pondasi telapak.
Untuk memperjelas pemahaman user terhadap pembesian pondasi sumuran pada balok strap yang didapat, dibuat tampilan gambarnya, dapat dilihat pada Gambar 16 berikut :
Gambar 16. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Balok Strap Untuk memperjelas pemahaman user terhadap dimensi pondasi sumuran pada balok strap yang didapat, dibuat tampilan gambarnya pada Gambar 17 berikut :
Gambar 17. Dimensi Pondasi Sumuran Pada Balok Strap
2. Pondasi Sumuran Untuk perhitungan secara lengkap mengenai besarnya pembesian yang dipakai oleh pondasi lihat Lampiran 5. Hasil yang didapat tulangan pokok 8 ∅ 50 dan tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm (lihat Gambar 18).
Gambar 18. Pembesian Pondasi Sumuran Pada Pondasi Telapak 4.4.2.1.3 Hasil Akhir
Merupakan hasil akhir dari keseluruhan proses, dimana letak-letak tower dalam satu line berupa titik-titik koordinat cartesius, terdiri dari empat lokasi yaitu (x0,y0), (x1,y1), (x2,y2) dan (x3,y3), karena sistem dibatasi hanya sampai empat titik, dimensi dan pembesian pondasi telapak, dimensi dan pembesian pondasi sumuran dan dimensi dan pembesian balok strap yang optimum. Data tersebut dimasukkan ke dalam data base, untuk disimpan sebagai data tambahan. Sehingga apabila ada suatu input dengan tipe yang sama tidak perlu melakukan proses struktur analisis dan proses disain. (untuk saran, tidak termasuk dalam penelitian).
4.3 Verifikasi dan Validasi
Verifikasi dan validasi perlu dilakukan agar sistem ini dapat berfungsi sesuai dengan benar menurut pakar. Arti verifikasi dalam hal ini lebih ditekankan pada kebenaran pelaksanaan proses pembangunan sistem SPSUTT, sedangkan validasi lebih ke arah pembuktian bahwa sistem SPSUTT yang dibangun sudah benar. Verifikasi dan validasi untuk menentukan titik-titik rencana tower dilakukan dengan cara melakukan wawancara dan demo software SPSUTT didepan para pakarnya, yaitu pakar-pakar yang pernah bekerja di PT. PLN dan Sarjana Teknik Jurusan Elektro. Untuk penentuan dimensi pondasi, verifikasi dan validasi dilakukan dengan pakar yang berkecimpung dalam bidang konstruksi bangunan dan Sarjana Teknik Jurusan Sipil. Selain itu perhitungan-perhitungan yang digunakan sebagian besar diambil dari penelitian yang telah peneliti lakukan pada pendidikan strata-1 di Univeritas Sriwijaya Jurusan Teknik Sipil, berupa skripsi yang berjudul Perencanaan Pondasi Untuk Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Plaju-Mariana-Borang (Kusnadi,1996). Kemudian, selain sebagai knowledge engineer, peneliti bertindak sebagai pakar. Karena pengalaman kerja yang dimiliki
oleh peneliti, adalah pengalaman di bidang konstruksi selama bertahun-tahun. Dimulai sejak tahun 1996 atau setelah peneliti menyelesaikan pendidikan strata-1. Validasi hasil keluaran sistem SPSUTT untuk perhitungan dimensi pondasi telah dibandingkan dengan menggunakan perhitungan manual (Lampiran 5), dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual No
Perhitungan
1.
Pondasi Telapak
Output Sistem
Output Manual
- Tanah Kohesif
- Tanah Kohesif
A = 4,5989 m2
A = 4,5989 m2
b = 2,15 m2
b = 2,15 m2
Hasil
ok
Tabel 6 Validasi Hasil Keluaran Sistem SPSUTT Dengan Perhitungan Manual (lanjutan) No
Perhitungan
Output Sistem
- Tanah Nonkohesi
Output Manual
Hasil
- Tanah Nonkohesif
A = 5,304 m2
A = 5,304 m2
b = 2,3 m2
b = 2,3 m2
2.
Pondasi Sumuran
L = 4,9 m.
L = 4,9 m.
3.
Pembesian Pelat
tulangan pokok
tulangan pokok
∅ 3,9 m – 15 mm
∅ 3,9 m – 15 mm
ok ok
4.
Pembesian Kolom besi 36 ∅ 16
besi 36 ∅ 16
5.
Pembesian
- tulangan pokok
- tulangan pokok 8 ∅ 50 cm2
Sumuran
8 ∅ 50
- tulangan beugel spiral - tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
6.
7.
Pembesian Strap
Pembesian Sumuran Balok Strap
- besi 8 ∅ 10
- sengkang = ∅ 8 -15
- sengkang = ∅ 8 -15
- tulangan pokok
- tulangan pokok
8 ∅ 50 cm2
8 ∅ 50 cm2
- tulangan beugel spiral - tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
ok
∅ 8 mm – 15 cm
- besi 8 ∅ 10
pada
ok
∅ 8 mm – 15 cm
Hasil keluaran sistem SPSUTT pada tabel diatas telah dibandingkan dengan perhitungan manual dengan hasil sama, untuk semua perhitungan. 4.4 Implikasi Manajerial
Penerapan sistem kecerdasan buatan dalam bentuk sistem ini, dapat memberikan kemudahan dan kecepatan perhitungan bagi para perencana
ok
ok
pembuatan jalur transmisi dan pondasi SUTT 150 kV. Pengguna tidak perlu melakukan pengujian-pengujian dan perhitungan-perhitungan yang rumit untuk menentukan titik-titik lokasi rencana dan dimensi pondasi tower, karena untuk menentukan besaran faktor-faktor penentunya dapat dipersingkat dan dipermudah. Untuk daya dukung tanah dapat ditentukan dengan mengenali jenis tanah tanpa perlu melakukan pengujian laboratorium untuk mengetahui kekuatan daya dukungnya. Penentuan tekanan angin dapat juga dipermudah dan dipercepat, dapat diketahui dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan mengetahui jarak lokasi tower dengan tepi pantai atau memasukkan besarannya jika diketahui. Akan tetapi bila ada perubahan mengenai data-data yang berpengaruh pada rule-rule yang ada akibat adanya update data, perubahan-perubahan aturan atau perubahan kebijakan yang diambil oleh instansi yang berkaitan misalnya PT. PLN, DPU dan lain-lainnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, sistem ini belum dapat mengakomodasikannya. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilakukan dengan merubah script program, hal ini belum memberikan kemudahan pada user.
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Sistem Pakar Perencanaan Jalur Saluran Transmisi dan Dimensi Pondasi Strap Footing Untuk Tower Listrik Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) atau
disingkat SPSUTT telah selesai dirancang dan diimplementasikan dalam bentuk prototipe. Memiliki kemampuan untuk menentukan titik-titik rencana lokasi tower yang akan dibangun pada jalur transmisi SUTT 150 kV, dan menghasilkan dimensi pondasi tower, berupa dimensi berikut pembesian pondasi strap footing, dimensi pondasi sumuran beserta pembesiannya dan dimensi balok strap beserta pembesiannya. Verifikasi telah dilakukan oleh pakar-pakar dengan hasil baik dan validasi dimensi pondasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil keluaran sistem dengan perhitungan manual dengan hasil sama. Penentuan lokasi dan dimensi pondasi SUTT menjadi lebih cepat dan mudah bila menggunakan sistem ini, karena proses input merupakan proses konsultasi interaktif dimana besaran angkanya dapat ditentukan oleh sistem, sehingga tidak perlu melakukan pengukuran dan pengujian dilapangan yang memerlukan waktu yang relatif lama, sebagai contoh untuk kekuatan angin, jika tidak diketahui, besaran angka kekuatan tekanan angin dapat ditentukan berdasarkan jarak tower dari tepi pantai. Daya dukung tanah pun demikian, dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah. 5.2 Saran
Beberapa penyempurnaan yang perlu dilakukan ke depan untuk diteliti lebih lanjut adalah : 1. Tipe tower yang digunakan hanya satu jenis, sehingga sistem ini tidak dapat digunakan untuk jenis lain. Disarankan tipe tower untuk jenis lain digunakan, sehingga sistem ini semakin lengkap. Jenis pondasi dapat ditambahkan dengan
jenis pondasi yang lain, sehingga dapat dilakukan perbandingan jenis pondasi mana yang lebih baik bila ditinjau dari berbagai segi. 2. Titik-titik rencana tower pada titik tower pertama dan terakhir, tidak dapat dipindahkan karena titik tersebut merupakan sumber daya dan sebagai pusat beban. Oleh karena itu, untuk keadaan tersebut akan lebih ekonomis kalau seluruh konstruksi dibangun di atas suatu lantai beton yang luas. Tipe pondasi ini dinamakan pondasi tikar (mat foundation), akan tetapi tipe ini tidak dibahas dalam SPSUTT. 3. Sistem ini belum merupakan sistem yang lengkap, karena merupakan bagian dari sistem perencanaan secara keseluruhan. Ada beberapa faktor yang belum diperhitungkan, misalnya jarak antar tower pada sistem ini hanya berupa input angka, tidak dilakukan suatu proses perhitungan. Untuk penelitian selanjutnya faktor-faktor lain dapat diperhitungkan, sehingga sistem ini menjadi lebih lengkap. 4. Semua hasil konsultasi antara user dan komputer, perlu dicatat oleh bagian ini (data base), pencatatan dilakukan saat dimulai proses inferensi ini sampai pengguna mendapatkan jawaban terakhir. Selain mencatat proses inferensi, perlu mencatat pula data yang telah dan pernah dianalisa dan didesain, hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses apabila pernah memproses data yang mirip dengan data yang baru, karena apabila data sudah pernah ada, maka user tidak perlu melakukan analisa atau disain lagi. Disamping mencatat basis data juga harus berisi jenis-jenis tower dan jenis-jenis pondasi lainnya yang dapat digunakan oleh SUTT beserta perhitungan-perhitungannya, sehingga sistem dapat menganalisa jenis tower dan tower dan pondasi apa yang cocok berdasarkan masukkan yang diberikan oleh pengguna. 5. Bila ada perubahan mengenai data-data yang berpengaruh pada rule-rule yang ada akibat adanya update data, perubahan-perubahan aturan atau perubahan kebijakan yang diambil oleh instansi yang berkaitan misalnya PT. PLN, DPU dan lain-lainnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya, sistem ini
belum
dapat
mengakomodasikannya.
Perlu
dibuat
fungsi
memberikan kemudahan pada user untuk melakukan perubahan tersebut.
yang
DAFTAR PUSTAKA ADB, “Completion Report: Indonesia: Power Development and Efficiency Enhancement Project”, 2006. Arhami, Muhammad, “Konsep Dasar Sistem Pakar”, Penerbitan Andi Yogyakarta, 2005. Bagio, Tony Hartono, “Expert System For Structural Analysis And Design Of Communication Tower”, IlmuKomputer.com, 2004. Bowles, Joseph E., ”Analisis dan Disain Pondasi Jilid I dan Jilid II”, Penerbit Erlangga, cetakan ke empat, 1991. Cipta Karya, Direktorat Jenderal, Departemen Pekerjaan Umum, ” Buku Pedoman Perencanaann Untuk Struktur Beton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok Bertulang Untuk Gedung (BPPUSBBB dan STBUG)”, Jakarta, 1983. Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, ”Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971”, Bandung, 1971. Cipta Karya, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, ”Peraturan Muatan Indonesia 1970”, Bandung, 1969. Das, Braja M., ”Mekanika Tanah Jilid I”, Penerbit Erlangga, Cetakan ke dua, 1991. Das, Braja M., ”Mekanika Tanah Jilid II”, Penerbit Erlangga, Cetakan ke dua, 1994. Elektro Indonesia, Artikel Nomor 33, Tahun VI, Oktober 2000. www.elektroindonesia.com. Elektro Indonesia, Artikel Nomor 32, Tahun VI, Oktober 2000. www.elektroindonesia.com Gunawan, Rudy, “Pengantar Teknik Pondasi”, Penerbit Kanisius, cetakan ke enam Yogyakarta, 1996
Kusnadi, Adhi “ Perencanaan Pondasi Tower Listrik Tegangan Tinggi Pada Line Palju-Mariana-Borang” Tugas Akhir, Universitas Sriwijaya, 1996. Madar M. Kamil, ”Teknik Pondasi I”, Fakultas Teknik Sipil Universitas Sriwijaya, Palembang 1980. Mardiyanto, Didik ”Peningkatan Efesiensi Perusahaan Melalui Standarisasi Kegiatan Perencanaan Pondasi Tower Transmisi 150 KV”, Makalah, PT PLN (Persero) Pikitring Sumut dan Aceh, 2000. Mardiyanto, M Sukrisno, ”Validasi Perangkat dengan Metode Hybrid Berbasis UML” Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung Marimin, “Teori dan Aplikasi Sistem Pakar Dalam Teknologi Manajerial”, IPB Press, 2005. PLN, (Persero) ”Materi Pendidikan dan Pelatihan Program D1 OPHAR GI dan Transmisi PT.PLN (Persero), 2007. SPLN 121, ”Konstruksi Saluran Udara Tegangan Tinggi 70 kv dan 150 kv dengan Tiang Beton/Baja, 1996. Pressman Roger, Software Engineering, McGraw-Hill International Editions, New York, 1997. Sarjono H.S, Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Penerbit Sinar Wijaya, cetakan ke dua, Surabaya, 1991. Soedarsono, Djoko Untung, ”Konstruksi Jalan-Raya”, Badan Penerbit Pekerjaan Umum, 1985. Sosrodarsono, Suyono dan Kazuto Nakazawa, ”Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi”, Penerbit Pradnya Paramita, cetakan ke enam Jakarta, 1994. Suyanto. Asep Herman Review Metodologi Pengembangan Perangkat Lunak, 2005, http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id. Turban Efraim, Expert System and Applied Artificial Intelligence, Macmillan, New York, 1992. Wang, Chu-Kia dan Charles G Salmon “Disain Beton Bertulang” Penerbit Erlangga, Jakarta, 1993.
Perhitungan beban sendiri menara (Lampiran 1) Untuk menghitung berat sendiri menara perlu diketahui panjang masingmasing batang dan berat per meter dari profil tersebut (lihat Gambar 1). Berat sendiri batang itu diperoleh dengan cara mengalikan panjang batang dengan berat profil, kemudian seluruh berat tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan berat sendiri menara.
410
90.90.9 450
80.80.8 100.100.10
450
100.100.10
130.130.16 825
575 150.150.16
300
300
50
Gambar 1 Tower Yang Dipakai
1. Perhitungan Panjang Batang-batang Pada Tower 1
1 8
1'
1
12
3
3 9
13
12
3'
13 12
a
a'
16
17
28
29
410 b
b' 36 41
111
c 111
58
68
62
111
c'
65
63
76
111
d
90.90.9
e
41 56
59 55
80
81
88
89
d'
e'
450 96
f
97
f'
97 111
108
f 111
125
f' 118
129
111
109
g
g' 137
138
141
142
80.80.8
h
100.100.10
450
108
126
133
149
i
h'
150
i'
167 161
i 161
173
162
i'
168
177
161
162
161
181
162
100.100.10 j
189
j'
190
193
k
130.130.16
197
196
189
189
k'
206
206
k
825
k' 273
272 221
229
k
222 206
206
230
k'
238
237
k
l
k'
248
l
l'
248
253
254
260
l'
261 260
272
l
246
245
273
280
l'
281
l
575
l'
150.150.16 288
m
289
296
m
m'
297
204
206
m'
312
m
324
316
289
288
312
332
300
325
m'
333
340
m
341 m' 340
340
356
n
300
380 388
330
384
385
n'
361 369
338
50
Gambar 2 Penomoran Batang Tower
5 6
4 8
7
9
1
3 2
2.695
1.72
2.695 3.555
38 43
42
1
50
1
39
48
1
51
1
49
37
1 1
40
41
36
3.72
1.86
3.72 4.65
104 111
110 122
121 110
111 118 113
107
114
105
117
106
109 109
108 105
3.825
2
3.825 4.825
157 161
162 169
1 165
170
1 159
160
165
166
165
1
1
164
163 158
4.15
2.2
4.15 5.25
Gambar 3 Penomoran Batang Transverse
Gambar 4 Potongan Y – Y Pada Tower
Tabel 1 Panjang Batang Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
a
2,05
5’
1,7
b
1,025
6
2,9
c
1,025
6’
2,9
d
1,125
7
2,4
e
1,125
8
0,5
f
2,25
9
0,5
g
1,125
10
0,5
h
1,125
11
0,5
i
2,25
12
1,5
j
2,5
13
1,5
k
3,6
14
1,5
l
5,3
15
1,5
m
6
16
2,7
n
2,9
17
2,7
o
2,9
18
2,7
p
3,2
19
2,7
q
4,8
20
2,7
r
8
21
2,7
1
2,9
22
2,7
1’
2,9
23
2,7
2
1,7
24
1,72
2’
1,7
25
1,72
3
2,9
26
1,72
3’
2,9
27
1,72
4
2,9
28
2,2
4’
2,9
29
2,2
5
1,7
30
2,2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
31
2,2
57
3,7
32
2,2
58
0,5
33
2,2
59
0,5
34
2,2
60
0,5
35
2,2
61
0,5
36
1,8
62
2
37
1,8
63
2
38
1,8
64
2
39
1,8
65
2
40
3,9
66
2,3
41
3,9
67
2,3
42
3,9
68
1,8
43
3,9
69
1,8
44
1
70
1,8
45
1
71
1,8
46
1
72
1,8
47
1
73
1,8
48
2,3
74
1,8
49
2,3
75
1,8
50
2,7
76
1,9
51
2,7
77
1,9
52
2,7
78
1,9
53
2,7
79
1,9
54
3,8
80
2,2
55
3,8
81
2,2
56
3,8
82
2,2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
83
2,2
109
3,2
84
2,2
110
3,2
85
2,2
111
3,2
86
2,2
112
3,2
87
2,2
113
1,2
88
2,2
114
1,2
89
2,2
115
1,2
90
2,2
116
1,2
91
2,2
117
2,6
92
2,2
118
2,6
93
2,2
119
2,6
94
2,2
120
2,6
95
2,2
121
2,9
96
3
122
2,9
97
3
123
2,9
98
3
124
2,9
99
3
125
0,6
100
3
126
0,6
101
3
127
0,6
102
3
128
0,6
103
3
129
2,2
104
2
130
2,2
105
2
131
2,2
106
2
132
2,2
107
2
133
1,9
108
3,2
134
1,9
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
135
1,9
161
4,2
136
1,9
162
4,2
137
1,9
163
4,2
138
1,9
164
4,2
139
1,9
165
1,2
140
1,9
166
1,2
141
2,3
167
1,2
142
2,3
168
1,2
143
2,3
169
2,9
144
2,3
170
2,9
145
2,3
171
2,9
146
2,3
172
2,9
147
2,3
173
0,7
148
2,3
174
0,7
149
3,2
175
0,7
150
3,2
176
0,7
151
3,2
177
2
152
3,2
178
2
153
3,2
179
2
154
3,2
180
2
155
3,1
181
2
156
2,6
182
2
157
2,6
183
2
158
2,6
184
2
159
2,6
185
2
160
2,6
186
2
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
187
2
213
1
188
2
214
1
189
3,5
215
1
190
3,5
216
1
191
3,5
217
1
192
3,5
218
1
193
2,3
219
1
194
2,3
220
1
195
2,3
221
1,6
196
2,3
222
1,6
197
0,8
223
1,6
198
0,8
224
1,6
199
0,8
225
1,6
200
0,8
226
1,6
201
0,8
227
1,6
202
0,8
228
1,6
203
0,8
229
1,3
204
0,8
230
1,3
205
4,9
231
1,3
206
4,9
232
1,3
207
4,9
233
1,3
208
4,9
234
1,3
209
4,9
235
1,3
210
4,9
236
1,3
211
4,9
237
1
212
4,9
238
1
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
239
1
265
1,7
240
1
266
1,7
241
1
267
1,7
242
1
268
4,5
243
1
269
4,5
244
1
270
4,5
245
7,2
271
4,5
246
7,2
272
1,7
247
7,2
273
1,7
248
7,2
274
1,7
249
7,2
275
1,7
250
7,2
276
1,7
251
7,2
277
1,7
252
7,2
278
1,7
253
1,3
279
1,7
254
1,3
280
1,2
255
1,3
281
1,2
256
1,3
282
1,2
257
1,3
283
1,2
258
1,3
284
1,2
259
1,3
285
1,2
260
1,7
286
1,2
261
1,7
287
1,2
262
1,7
288
8,6
263
1,7
289
8,6
264
1,7
290
8,6
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
291
8,6
317
1,3
292
8,6
318
1,3
293
8,6
319
1,3
294
8,6
320
1,3
295
8,6
321
1,3
296
1,9
322
1,3
297
1,9
323
1,3
298
1,9
324
1,9
299
1,9
325
1,9
300
1,9
326
1,9
301
1,9
327
1,9
302
1,9
328
1,9
303
1,9
329
1,9
304
2,3
330
1,9
305
2,3
331
1,9
306
2,3
332
2
307
2,3
333
2
308
2,3
334
2
309
2,3
335
2
310
2,3
336
2
311
2,3
337
2
312
6,2
338
2
313
6,2
339
2
314
6,2
340
1,3
315
6,2
341
1,3
316
1,3
342
1,3
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
343
1,3
370
1,5
344
1,3
371
1,5
345
1,3
372
1,5
346
1,3
373
1,5
347
1,3
374
1,5
348
1
375
1,5
349
1
376
1,2
350
1
377
1,2
351
1
378
1,2
352
1
379
1,2
353
1
380
1,2
354
1
381
1,2
355
1
382
1,2
356
7,2
383
1,2
357
7,2
384
5
358
7,2
385
5
359
7,2
386
5
360
2,6
387
5
361
2,6
388
5
362
2,6
389
5
363
2,6
390
5
364
2,6
391
5
365
2,6
392
4,3
366
2,6
393
4,3
367
2,6
394
4,3
368
1,5
395
4,3
369
1,5
396
4,3
Tabel 1 Panjang Batang (lanjutan) Panjang
Panjang
No. Batang
Batang (m)
No. Batang
Batang (m)
397
4,3
401
1,7
398
4,3
402
1,7
399
4,3
403
1,7
400
1,7
2. Perhitungan Beban Sendiri Tower
G1
G2 410 G3
G4
G5
G6 450
G7
G8
G9 450
G10
G11
825
G12
G13
575
300
G14
300 G15 50
800
Gambar 5 Berat Sendiri Tower
Beban G1 G1 = 2 x 265 x 0,444 = 235,32 kg Beban G2 4 x
2,9 (1)
x
L .90.90.9
= 4 x
2,9 x 12,2 = 141,52 kg
4 x
1,7 (2)
x
L. 100.100.10
= 4 x
1,7 x 15,1 = 102,68 kg
2 x
2,4 (7)
x
L. 100.100.10
= 2 x
2,4 x 15,1 =
72,48 kg
4 x
0,5 (8)
x
L .90.90.9
= 4 x
0,5 x 12,2 =
24,4 kg
4 x
1,5 (12)
x
L. 90.90.9
= 4 x
1,5 x 12,2 =
73,2 kg
4 x
1,72 (25)
x
L. 100.100.10
= 4 x
1,72 x 15,1 = 103,88 kg
8 x
2,7 (16)
x
L .100.100.10
= 8 x
2,7 x 15,1 = 326,16 kg
4 x
2,05(a)
x
L. 100.100.10
= 4 x
2,05 x 15,1 = 123,82 kg
4 x
2,9 (1’)
x
L. 90.90.9
= 4 x
2,9 x 12,2 = 141,52 kg Jumlah = 1109,66 kg
G2 = ¼ x 1109,66 kg = 277,415 kg Beban G3 4 x
1,025(b)
x
L. 100.100.10
= 4 x
4 x
2,2(28)
x
L. 100.100.10
= 4 x
1,025 x 15,1 =
61,91 kg
2,2 x 15,1 = 265,76 kg Jumlah = 327,67 kg
G3 = ¼ x 327,67 kg = 81,917 kg Beban G4 = 304,22 kg
2 x
0,574
x
265
4 x
3,9 (2)
x
L. 90.90.9
= 4 x
4 x
1(44)
x
L. 90.90.9
= 4 x
4 x
2,3 (48)
x
L .90.90.9
= 4 x
2,3 x 12,2 = 112,24 kg
4 x
1,8(38)
x
L. 100.100.10
= 4 x
1,8 x 15,1 = 108,72 kg
4 x
2,7(50)
x
L. 100.100.10
= 4 x
2,7 x 15,1 = 163,08 kg
4 x
0,5 (58)
x
L .90.90.9
= 4 x
0,5 x 12,2 =
3,9 x 12,2 = 190,32 kg 1 x 12,2 =
48,8 kg
24,4 kg
4 x
2(62)
x
L. 90.90.9
= 4 x
8 x
1,8(68)
x
L. 100.100.10
= 8 x
4 x
1,025(c)
x
L. 100.100.10
= 4 x
4 x
3,8(54)
x
L. 90.90.9
= 4 x
2 x 12,2 =
97,6 kg
1,8 x 15,1 = 217,44 kg 1,025 x 15,1 =
61,91 kg
3,8 x 12,2 = 185,44 kg Jumlah = 1514,17 kg
G4 = ¼ x 1514,17 = 378,54 kg Beban G5 = Beban G6 4 x
1,125(d)
x
L. 100.100.10
= 4 x
8 x
1,9(76)
x
L. 100.100.10
= 8 x
1,125 x 15,1 =
67,95 kg
1,9 x 15,1 = 229,52 kg Jumlah = 297,47 kg
G5 = G6 = ¼ x 297,47 kg = 74,367 kg Beban G7 2 x
0,574
x
265
4 x
4 (111)
x
L. 90.90.9
= 4 x
4 x 12,2 =
195,2 kg
4 x
1,2(113)
x
L. 90.90.9
= 4 x
1,2 x 12,2 =
58,56 kg
4 x
2,6 (117)
x
L .90.90.9
= 4 x
2,6 x 12,2 = 126,88 kg
4 x
2(107)
x
L. 100.100.10
= 4 x
4 x
2,9(121)
x
L. 100.100.10
= 4 x
2,9 x 15,1 = 175,16 kg
4 x
0,6 (125)
x
L .90.90.9
= 4 x
0,6 x 12,2 =
4 x
2,2(129)
x
L. 90.90.9
= 4 x
2,2 x 12,2 = 107,36 kg
4 x
2,25(f)
x
L. 100.100.10
= 4 x
2,25 x 15,1 =
135,9 kg
8 x
3(96)
x
L. 100.100.10
= 8 x
3 x 15,1 =
362,4 kg
4 x
3,2(111’)
x
L. 90.90.9
= 4 x
= 304,22 kg
2 x 15,1 =
120,8 kg 29,28 kg
3,2 x 12,2 = 156,16 kg Jumlah = 1771,92 kg
G4 = ¼ x 1771,92 = 442,98 kg
Beban G8 = Beban G9 4 x
1,125(g)
x
L. 120.120.13
= 4 x
1,125 x 23,3 = 104,85 kg
8 x
1,9(137)
x
L. 120.120.13
= 8 x
1,9 x 23,3 = 354,16 kg Jumlah = 459,01 kg
G8 = G9 = ¼ x 459,01 kg = 114,75 kg Beban G10 = 304,22 kg
2 x
0,574
x
265
4 x
4,2 (164)
x
L. 90.90.9
= 4 x
4,2 x 12,2 =
204 kg
4 x
1,2(165)
x
L. 90.90.9
= 4 x
1,2 x 12,2 =
58,56 kg
4 x
2,6 (160)
x
L .120.120.13
= 4 x
2,6 x 23,3 = 242,32 kg
4 x
2,9(169)
x
L.120.120.13
= 4 x
2,9 x 23,3 = 270,28 kg
4 x
2,6(165’)
x
L.90.90.9
= 4 x
2,6 x 12,2 = 126,88 kg
4 x
0,7 (173)
x
L .90.90.9
= 4 x
0,7 x 12,2 =
34,16 kg
4 x
2(177)
x
L. 90.90.9
= 4 x
2 x 12,2 =
97,6 kg
4 x
4,3(161’)
x
L. 90.90.9
= 4 x
4,3 x 12,2 = 209,84 kg Jumlah = 1548,82 kg
G10 = ¼ x 1548,82 = 387,82 kg Beban G11 4 x
2,5(j)
x
L. 130.130.16
= 4 x
2,5 x 30,9 =
309 kg
8 x
3,5(189)
x
L. 130.130.16
= 8 x
3,5 x 30,9 =
865,2 kg
4 x
2,3(93)
x
L. 130.130.16
= 4 x
2,3 x 30,9 = 284,28 kg
8 x
0,8(197)
x
L. 130.130.16
= 8 x
0,8 x 30,9 = 197,76 kg Jumlah = 1656,24 kg
G11 = ¼ x 1656,24 kg = 414,06 kg Beban G12 4 x
3,6(k)
x
L. 130.130.16
= 4 x
3,6 x 30,9 = 444,96 kg
8 x
1,7(273)
x
L. 130.130.16
= 8 x
1,7 x 30,9 = 420,24 kg
8 x
4,9(205)
x
L. 130.130.16
= 8 x
4,9 x 30,9 = 1211,28 kg
8 x
1,6(221)
x
L. 130.130.16
= 8 x
1,6 x 30,9 = 395,52 kg
8 x
1,3(229)
x
L. 130.130.16
= 8 x
1,3
8 x
1(237)
x
L. 130.130.16
= 8 x
1
30,9 = 321,36 kg 30,9 =
247,2 kg
Jumlah = 3040,56 kg G11 = ¼ x 3040,56 kg = 760,14 kg Beban G13 4 x
5,3(l)
x
L. 150.150.16
= 4 x
5,3 x 35,9 = 761,08 kg
8 x
1,3(253)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,3 x 35,9 = 373,36 kg
8 x
7,2(245)
x
L. 150.150.16
= 8 x
7,2 x 35,9 = 2067,84 kg
8 x
1,7(260)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,7 x 35,9 = 488,24 kg
4 x
4,5(268)
x
L. 150.150.16
= 4 x
4,5
35,9 =
8 x
1,7(272)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,7
35,9 = 488,24 kg
8 x
8,6(289)
x
L. 150.150.16
8 x
8,6
35,9 = 2469,92 kg
646,2 kg
Jumlah = 7294,88 kg G13 = ¼ x 7294,88 kg = 1823,72 kg Beban G14 4 x
6(m)
x
L. 150.150.16
= 4 x
6 x 35,9 =
8 x
8,6(288)
x
L. 150.150.16
= 8 x
8,6 x 35,9 = 2469,92 kg
8 x
1,9(296)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,9 x 35,9 = 545,68 kg
8 x
2,3(304)
x
L. 150.150.16
= 8 x
2,3 x 35,9 = 660,56 kg
4 x
6,2(312)
x
L. 150.150.16
= 4 x
6,2 x 35,9 = 890,32 kg
8 x
1,9(324)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,9 x 35,9 = 545,68 kg
8 x
1,3(316)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,3 x 35,9 = 373,36 kg
8 x
2(332)
x
L. 150.150.16
= 8 x
8 x
1,3(340)
x
L. 150.150.16
= 8 x
8 x
1(348)
x
L. 150.150.16
= 8 x
2 x 35,9 =
861,6 kg
574,4 kg
1,3 x 35,9 = 373,36 kg 1 x 35,9 =
287,2 kg
Jumlah = 7582,08 kg G14 = ¼ x 7582,08 kg = 1895,52 kg
Beban G15 4 x
2,9(n)
x
L. 150.150.16
= 4 x
2,9 x 35,9 = 416,44 kg
4 x
7,2(356)
x
L. 150.150.16
= 8 x
7,2 x 35,9 = 1033,92 kg
8 x
2,6(360)
x
L. 150.150.16
= 8 x
2,6 x 35,9 = 746,72 kg
8 x
1,5(368)
x
L. 150.150.16
= 8 x
1,5 x 35,9 =
8 x
2,6(336)
x
L. 150.150.16
= 8 x
2,6 x 35,9 = 746,72 kg
8 x
5(384)
x
L. 150.150.16
= 8 x
8 x
4,3(392)
x
L. 150.150.16
= 8 x
4,3 x 35,9 = 1234,96 kg
4
1,7(401)
x
L. 150.150.16
= 4 x
1,7 x 35,9 = 244,12 kg
5 x 35,9 =
430,8 kg 1436 kg
Jumlah = 6289,68 kg G13 = ¼ x 6289,68 kg = 1572,42 kg Maka didapat berat sendiri menara adalah sebagai berikut : Gtotal = ∑G + 20% toeslag = 8532,721 + 20% toeslag = 10239,2652 kg
Kondisi tidak setimbang (Lampiran 2) 1. Diperhitungkan 1 (satu) buah konduktor putus
Pada konstruksi ini terjadi gaya puntir, cara perhitungannya :
b P
P
a
x P
Qb
Qb
Gambar 1 Kawat ACSR Putus
P
P
Mencari Qa : Qa . a = Qb . b
Î Qa = Qb . b /a
⎛ Qa . b Qb . a ⎞ 2⎜ + ⎟ = P.x 2 ⎠ ⎝ 2 ⎛ Qb . b 2 Qb . a ⎞ P . x ⎟= ⎜⎜ + 2 ⎟⎠ 2 ⎝ 2 ⎡b2 + a 2 ⎤ P . x Qb = ⎢ ⎥= 2 ⎣ 2a ⎦
Qb = P.x.
a b + a2 2
Mencari Qb : Qb =
Qa . a b
⎛ Qa . b Qb . a ⎞ 2⎜ + ⎟ = P.x 2 ⎠ ⎝ 2 ⎛ Qa . b Qa . a 2 ⎜⎜ + 2.b ⎝ 2 ⎛ b2 + a 2 Qa . ⎜⎜ ⎝ 2 .b
⎞ P.x ⎟⎟ = 2 ⎠
⎞ P.x ⎟⎟ = 2 ⎠
⎛ b ⎞ Qa = P . x ⎜ 2 2 ⎟ ⎝b +a ⎠
Gambar 2 Gaya Akibat Kawat Putus
Dari rumus ini maka didapat gaya-gaya yang bekerja pada menara akibat putusnya konduktor. Disini besarnya a = b. Maka Qa = Qb = Q ⎛ a ⎞ Q = P.x ⎜ 2 2 ⎟ ⎝b +a ⎠ ⎛ 2,05 Q = 1300 . 3,555 ⎜⎜ 2 2 ⎝ 2,05 + 2,05
⎞ ⎟⎟ = 1300 . 3,55 . 0,2439 ⎠
Q = 1127,20 kg Resultan gaya-gaya pada bidang tranverse adalah : Q + ½ P = 1127,2 + 1300/2 Q = 1777,2 kg Q – ½ P = 1127,20 – 1300/2 Q = 477,2 kg 2. Kawat penangkal petir putus Tarikan maksimum kawat yang diijinkan (lihat tabel 3) : P = 1000 kg (untuk 2 bidang menara) Jadi untuk 1 bidang menara P = ½ . 1000 = 500 kg
Perhitungan beban yang bekerja pada pondasi (Lampiran 3)
1. Akibat Gaya Kawat ACSR dan Ground Wire P akibat kawat ACSR = 1300 kg = 1,3 Ton Diperhitungkan kemungkinan 2 kawat putus Letak transverse pada ketinggian-ketinggian : + 20,5 ; + 25 ; + 29,5 ; + 33,6 Keadaan gaya-gaya pada suatu tranverse dengan 1 kawat putus a. Pada ketinggian + 29, 5 m
1,9
P
a
P/2
P
P/2
P
4,650
Gambar 1 Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +29,5 m Gaya-gaya kabel diteruskan ke pondasi melalui bidang-bidang yang tegak adalah gaya-gaya yang tidak dapat diimbangi oleh batang-batang transverse. P = 1,3 ton
Q=
P . 4,650 = 1,5908 ton 2 . 1,9
P4 LA
RA
LB
RB
P3 P1
P2
LA
RA
800 LB
RB 800
Gambar 2 Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +29,5m P1 = Q = 1,5908 ton P2 = P/2 + Q = 0,65 + 1,5908 = 2,2408 ton P3 = Q = 1,5908 ton P4 = Q – P/2 = 1,5908 – 0,65 = 0,9408 ton Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi RB. Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi LA. Reaksi di pondasi RB : R RB =
29,5 . P1 - 29,5 . P4 8
R RB =
29,5 . 1,5908 - 29,5 . 0,9408 = 2,39 ton 8
Reaksi di pondasi LA R LB =
29,5 . P3 - 29,5 . P2 8
R LB =
29,5 .1,359 - 29,5 . 2,009 = −2,39 ton 8
b. Pada ketinggian + 25
2,00
P
a
P/2
P
P/2
P
4,825
Gambar 3 Gaya Pada Batang Transerve Pada Ketinggian +25 m Gaya-gaya kabel diteruskan ke pondasi melalui bidang-bidang yang tegak adalah gaya-gaya yang tidak dapat diimbangi oleh batang-batang transverse. P = 1,3 ton Q=
P . 4,650 = 1,568 ton 2 . 2,0
P4 LA
RA
LB
RB
P3 P1
P2
LA
RA
800 LB
RB 800
Gambar 4 Reaksi Pada Pondasi Akibat Gaya Pada Ketinggian +25 m
P1 = Q = 1,568 ton P2 = P/2 + Q = 0,65 + 1,568 = 2,218 ton P3 = Q = 1,568 ton P4 = Q – P/2 = 1,568 – 0,65 = 0,918 ton Reaksi tekan maksimum pada pondasi adalah di pondasi RB. Reaksi tarik maksimum pada pondasi adalah di pondasi LA. Reaksi di pondasi RB :
R RB =
25 . P1 - 25 . P4 8
R RB =
25.1,568 - 25 . 0,918 = 2,03125 ton 8
Reaksi di pondasi LA
R LB =
25 . P3 - 25 . P2 8
R LB =
25 . 1,568 - 25 . 2,218 = −2,03125 ton 8
Jadi reaksi RRB = 2,39 + 2,03125 = 4,42125 ton RLB = - RLB = - 4,42125 ton
2. Akibat Ground Wire putus dan satu kawat penghantar ACSR putus Gaya akibat ground wire Pgw = 1000 kg = 1 ton Ketinggian ground wire + 33,6 m Reaksi dipondasi RB :
R RB =
=
29,5 . (P1 - P2) 33,6.Pgw + 8 2 .8 29,5 . (1,359 - 0,709) 33,6 . 1 + 8 16
= 2,4 + 2,1 = 4,5 ton ( ↑ )
Reaksi dipondasi RA :
R LA =
=
33,6 . (P3 - P2) 33,6.Pgw − 8 2 .8 29,5 . (1,359 - 2,009) 33,6 .1 + 8 16
= −2,4 − 2,1 = −4,5 ton ( ↓ )
3. Akibat Angin Pada Kawat Panjang kawat = 265 m Tekanan angin pada kawat ACSR = 161 kg Tekanan angin pada ground wire = 96 kg Reaksi pada pondasi RB :
R RB =
(20,5 + 25 + 29.5).2.161 + 33,6 . 96 2.8
= 1710,975 kg = 1,711 ton ( ↑ )
Reaksi pondasi pada LA : R LA = - R RB = −1,711 ton ( ↓ )
RH =
(161 . 6 + 96) = 132,75 kg = 0,1328 ton 8
4. Akibat Angin Pada Menara Beban angin pada bidang depan = 1,6Wkg/m2 Beban angin pada bidang belakang = 1,2Wkg/m2 Luas bidang menara yang diperhitungkan menerima angin 30%
Luas satu bidang menara =
(1,7 + 2) . 13 .1 (8 + 2) . 20,5 + 2 2
= 24,235 + 102,5 = 126,735 m2 Pbidang depan
= 30% . 126,735 . 1,6W = 60,833W kg
Pbidang belakangn = 30% . 126,735 . 1,2W = 45,625W kg Ptotal
= 60,833W + 45,625W = 106,458W kg
Ptotal dianggap bekerja pada ketinggian 0,4 m tinggi menara = 0,4 . 33,6 = 13,44 m Reaksi pada pondasi RB : R RB =
106,458W . 13,44 = 89,425W ton ( ↑ ) 2 .8
Reaksi pada pondasi LA : R LA = - R RB = −89,425W ton ( ↓ )
5. Akibat Berat Sendiri Menara Berat sendiri menara = 10239,2652 kg = 10,240 ton Jadi reaksi total pada pondasi adalah : Tabel 1 Total Gaya Reaksi Reaksi 1
Beban Mati
Gaya Kabel
Angin Pada
Angin Pada
Kaki Akibat
(Ton)
(Ton)
Kawat
Tower
(Ton)
(Ton)
Rtekan
Total (Ton)
10,240
4,5
1,711
89,425W
16,4503+563,5W
10,240
-4,5
-1,711
-89,425W
10.377+563,5W
Maksimum Rtarik Maksimum
R H max = (1,568 + 1,5908 + 0,1328) 2 + (2,2408 + 2,218) 2 = 10,648 ton
Proses disain (Lampiran 4) I. Perhitungan Dimensi Pondasi 1. Pondasi Telapak (Strap Footing) a. Kontrol Terhadap Tarik Kontrol terhadap tegangan tarik, digunakan rumus 6 : T = (Vp . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik Dari tabel I pada lampiran 4, didapat : Rtarik = 10,377+563,5W ton = 10377 + 563,5W
W = tekanan angin (kg/m2). Volume tanah dan volume pondasi dapat dihitung dari gambar berikut ini :
Gambar 1 Kedalaman Pondasi Strap Footing (Kusnadi, 1996). Volume tanah dan volume pondasi = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah Maka T = Tu = 10377+563,5W = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah Pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990), digunakan :
L = 3,4 m (lihat gambar) L = kedalaman letak pondasi strap footing (m).
A =
(10377 + 563,5W) Bjtanah - 1450000 ............................. (21) 14000000 b = lebar pondasi =
A = ........................................ (22)
Jika Jenis tanah kohesif dan W = 40 kg/m2 Maka A = 1,3790 + 0.0805 . 40 = 4,599 m2 b. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Berdasarkan tabel 4 bila ada gempa : qα = 1 kg/cm2 Digunakan rumus 7 : A =
Nu qα
Nu = Rtekan (lihat tabel 1 lampiran 4) Rtekan ≤ A . qα
Î A . qα
≥ 16450,3+563,5W
A . 1 ≥ 16450,3 + 563,5W A ≥ 16450,3 + 563,5W Jika W = 40 kg/m2 Maka A = 16450,3 + 563,5 . 40 = 3,899 m2 Karena nilai A yang dihasilkan oleh kontrol terhadap tarik lebih besar, dibandingkan dengan kontrol terhadap daya dukung pondasi. Maka nilai A yang dipakai adalah nilai A yang dihasilkan oleh kontrol terhadap tarik. 2. Pondasi Sumuran a. Kontrol Terhadap Daya Dukung Pondasi Nu = 16,4503 + 563,5W Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, ratarata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka diameter pondasi sumuran yang dipakai D = 2 m. Digunakan rumus 17 :
qc = 3N Î Nb = N = qc/3 Ab = ¼ π D2 = ¼ π (2)2 = 3,14 m2 As = π 2 L = 6,28 L m2 Digunakan rumus 16 : Qu = 40 Nb . Ab + 1/5 As N Dipakai faktor keamanan = 2,8 2,8 Nu = 40 . qc/3 . 3,14 + 1/5 . 6,28 . L . qc/3 2,8 . (16,4503 + 563,5W) = 41,867qc + 0,4187 . L . qc 46,061 + 1577,8W - 41,867qc = 0,4187 . L . qc L = 110,01/qc + 3768,331W /qc – 100 Jika L < 0, maka berarti pondasi sumuran tidak digunakan b. Kontrol Terhadap Momen Guling Dari lampiran 4 didapat RH = Vu = 10648 kg L = 3,4 m (lihat gambar 1 lampiran 5) θ = sudut antara dua tower Mguling = 10648 . 3,4 . sec θ = 36203.2 . sec θ Rumus : Mu = T . 0,5. b Dari tabel I pada lampiran 4, didapat : T = 10377+563,5W Maka : Mu = (10377+563,5W) . 0,5 b = (5189 + 281,75 W) . b Maka terjadi momen puntir sebesar : Rumus : Mu = 36203.2 . sec θ - (5189 + 281,75 W) . b Dari tabel 5, didapat nilai tegangan tanah lateral yang diijinkan (R). Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, ratarata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka diameter sumuran (D) = 1,5 m. Untuk setiap titik : Mo = Mu : D = (36203,2 . sec θ – (5189 + 281,75 W).b) : 1,5 = 24135,467 . sec θ – 3459,333.b + 187,333.W. b Ho = Vu : D = 10648 : 1,5 = 7098,667 kg/m Didapat panjang pondasi sumuran jenis tiang pendek, dengan menggunakan gambar B-2 pada Buku Pedoman PUSBBB & STBUG 1983.
Dibuat menjadi tabel seperti dibawah ini : Tabel 1 Panjang Penunjang Untuk Tiang Pendek Dengan Ujung Atas Tak ditahan R (kg/cm2/m’)
6500
5500
5000
Ho (kg/m)
7000
7000
7000
Sumber :BPPUSBBB & STBUG, 1983
Mo (kg m/m)
L (m)
5000
4,0
10000
4,3
15000
4,5
20000
4,7
25000
4,9
30000
5,1
35000
5,3
40000
5,5
5000
4,5
10000
4,7
15000
5,0
20000
5,3
25000
5,4
30000
5,5
35000
5,8
40000
5,9
5000
5,0
10000
5,2
15000
5,5
20000
5,8
25000
6,0
30000
6,2
35000
6,3
40000
6,4
4.3.2 Perhitungan Penulangan Pondasi 1. Pondasi Telapak a. Pembesian Pelat Pondasi Nu = 16450,3+563,5W kg A = 1,3790 + 0.0805W m2 Berat sendiri pondasi = 1200 . A + 4 . 350 = 1200 . A + 1400 kg Jadi Nu = 16450,3 + 563,5W + 1200A + 1400 = 17850,3 + 563,5W + 1200A kg Digunakan rumus 8: q pondasi = Nu/A =
17850,3 + 563,5W + 1200 A kg/cm2 1 3790 + 805W
Tinggi pembesian dalam telapak pondasi adalah tebal telapak pondasi dikurangi selimut beton (PBBI, 1971). Tebal telapak pondasi = 50 cm (lihat gambar). Selimut beton = 2,5 cm, karena selimut terdapat 2 letak, yaitu diatas dan dibawah, jadi : 2,5 cm x 2 = 5 cm h = 50-5 = 45 cm Momen yang terjadi digunakan rumus 9, karena dipandang 1 m ⊥ bidang gambar, maka L = 1000: M = ½ q L2 = ½ .
17850,3 + 563,5W + 1200 A . 10000.A 13790 + 805W
178503000A + 5635000WA + 12000000 A 2 kg cm = 27580 + 1610W Digunakan rumus 10 : K=
M 178503000A + 5635000WA + 12000000 A 2 = 27580 + 1610W b.h2 A .h 2 =
178503000A + 56350000WA + 12000000 A 2 (27580 + 1610W) . A .h 2
Digunakan rumus 11 :
n.
K
σa
= 21.
178503000A + 5635000WA + 12000000 A 2 1 (27580 + 1610W) . A .h 2 1400
= 21.
=
=
1400.((27580 + 1610W) . A .h 2 )
3748563000A + 118335000WA + 252000000 A 2 (238612000 + 2254000W) . A .h 2
nω = n .
=
178503000A + 5635000WA + 12000000 A 2
K
σa
/0,8 - 0,01
3748563000A + 118335000WA + 252000000 A 2 (38612000 + 2254000W) . A .h 0,8
3748563000A + 118335000WA + 252000000 A 2 (30889600 + 1803200). A h 2
2
− 0,01
− 0,01
Digunakan rumus 12 : Luas penampang besi : A = nw/n . b .h ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ 2 3748563000A + 118335000WA + 252000000 A ⎜ = − 0,01⎟. A .45.100 2 ⎜ ⎟ (30889600 + 1803200). A h ⎜ ⎟ 21 ⎝ ⎠
⎞ ⎛ 3748563000A + 118335000WA + 252000000 A 2 = ⎜⎜ − 0,01⎟⎟. A .45.100 2 (648681600 + 37867200) A .h ⎠ ⎝ Jarak yang dipakai 15 cm
Jumlah besi =
A .100 bh 15
Jadi dipakai tulangan pokok (r) = ⎞ 2 . 15 ⎛ ⎞⎛ 3748563000A + 118335000WA + 252000000 A 2 ⎟. A .45.100 0 , 01 = ⎜ − ⎟⎜⎜ ⎟ (648681600 + 37867200) A .h 2 ⎝ π .b.h A .100 ⎠⎝ ⎠ 2 ⎞ ⎛ 1350 ⎞⎛⎜ 3748563000A + 118335000WA + 252000000 A ⎟ − = ⎜ 0 , 01 ⎟⎜ ⎟ (648681600 + 37867200) A .h 2 ⎝ π .b.h ⎠⎝ ⎠
b. Pembesian Kolom Mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2, dipakai pembesian minimum sesuai rumus 13 : F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2 Jadi dipakai besi 36 ∅ 16 2. Pondasi Sumuran Dipakai tulangan minimum pondasi sumuran bila D > 80 cm (BPPUSBBB dan STBUG, 1983) maka : Digunakan rumus 19 : Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2 Digunakan rumus 20 : Amin =
Ag 17662,5 = = 93,9747cm 2 2 2
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2 = 88,3125 cm2 Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5 = 1059,75 cm2 Maka dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2 dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm
3. Pembesian Balok “Strap” Untuk menghitung balok tersebut harus diketahui besarnya momen yang bekerja pada balok tersebut : Beban kolom diratakan : P = gaya vertikal setiap kolom : lebar telapak pondasi =
16,450 + 563,5W = 5,483 + 187,833W kg/m 3
Gaya desakan pada tanah : =
2.p 2(5,483 + 187,833W) 5,483 + 187,833W = = A+A 2A A
Besarnya momen M =
5,483 + 187,833W 8,2245 + 187,833W . 1,5 = A A
- mutu beton K 225, maka σb = 75 kg cm2 - mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2 Digunakan rumus 14 : ∅=
σa 1400 = = 0,89 n . σ b 21.75
h = 50 – 5 = 45 digunakan rumus 15 : Ca =
h n.M b .σ a
Dengan menggunakan cara lentur “N” Untuk Ca = 6,115, dari tabel δ =1, didapat : ∅ = 4,00 > ∅0 ok (aman) ∅’ = 8,00 nω= 2,857 Tegangan-tegangan : σa = σ’a = 1400 kg/cm2
σ’b =
σ ' a 1400 = n . φ 21.4
σ’a =
σ 'a φ'
Tulangan : A = ω bh = 918,1 cm2 A’ = 924,1 cm2 Dipakai besi 8 ∅ 10 Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15 d. Perhitungan pembesian pondasi sumuran pada balok “strap” Dipakai pembesian minimum (kusnadi, 1996) : Bila : D > 80 cm maka : Digunakan rumus 18 : Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2 Digunakan rmus 19 : Amin =
Ag 17662,5 = = 93,9747cm 2 2 2
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2 = 88,3125 cm2 Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5 = 1059,75 cm2 Maka : - dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2 - dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan diameter 1 m, sebagai perbaikan tanah dengan ukuran pembesian sama dengan pondasi sumuran pada pondasi telapak.
Validasi (Lampiran 5) I. Perhitungan Dimensi Pondasi Secara Manual 1. Pondasi Telapak (Strap Footing) Kontrol terhadap tegangan tarik, digunakan rumus 6 : T = (Vp . Bj beton bertulang) + (Vt . Bj tanah ) > Rtarik Dari tabel I pada lampiran 4, didapat : Rtarik = 10,377+563,5W = 10377 + 563,5W
W = tekanan angin (kg/m2). Jika W = 40 kg/m2, maka Rtarik = 32,917 ton Volume tanah dan volume pondasi dapat dihitung dari gambar berikut ini :
Gambar 1 Kedalaman Pondasi Strap Footing (Kusnadi, 1996). • Untuk tanah kohesif Volume tanah dan volume pondasi = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah Maka T = Tu = 10377+563,5W = (14000000 A + 1450000)/Bjtanah Rumus 21 lampiran 5 :
A =
(10377 + 563,5W) Bjtanah - 1450000 14000000
Rumus 22 lampiran 5 : b = lebar pondasi =
A
Pondasi langsung di Indonesia biasanya diletakkan antara kedalaman 0,60 m sampai 3,00 m di bawah muka tanah (Gunawan, 1990), digunakan : L = 3,4 m (lihat gambar) L = kedalaman letak pondasi strap footing (m). Bj tanah kohesif = 2000 kg/m3 . Bj tanah non kohesif = 2300 kg/m3. A = 4,5989 m2 = 45989 cm2 b = Lebar pondasi =
A = 2,15 m
• Untuk tanah non kohesif A = 5,304 m2 = 5304 cm2 b = Lebar pondasi =
A = 2,3 m
2. Pondasi Sumuran Dari lampiran 4 didapat RH = Vu = 10648 kg L = 3,4 m (lihat gambar 1 lampiran 8) θ = sudut antara dua tower Mguling = 10648 . 3,4 . sec θ = 36203.2 . sec θ Jika b =2,15 m, W = 40 kg/m2 Rumus : Mu = T . 0,5. b T = 32917 ton Maka : Mu = 32917 . 0,5 . 2,15 = 35385,775 kgm Jika θ = 60o Maka terjadi momen puntir sebesar : Mu = 36203.2 . sec 60 – 35385,775 = 72406,4 - 35385,775 = 37020,625
Jika jenis tanah pada lokasi adalah kerikil bergradasi baik, dari tabel 5 didapat nilai tegangan tanah lateral yang diijinkan (R) = 6500 kg/cm2/m’. Dilihat dari luas telapak pondasi telapak bila tekanan angin W = 40 kg/m2, ratarata diatas 4 m2, karena lebar dan panjang sama, yaitu rata-rata 2 m, maka diameter sumuran (D) = 1,5 m. Untuk setiap titik : Mo = Mu : D = 37020,625 : 1,5 = 24680,42 kg Ho = Vu : D = 10648 : 1,5 = 7098,667 kg/m Didapat panjang pondasi sumuran jenis tiang pendek, dengan menggunakan tabel 1 lampiran (L) = 4,9 m. 4.3.2 Perhitungan Penulangan Pondasi 1. Pondasi Telapak a. Pembesian Pelat Pondasi Rtekan 16450,3+563,5W kg (tabel 1 lampiran 4)
Jika W = 40 kg/m2, maka Rtekan = 38,990 ton Untuk tanah kohesif : A = 4,599 m2 Berat sendiri pondasi =1200 . A + 4 . 350 = 1200 . 4,599 + 4 . 350 = 6918,8 kg Jadi Nu = Rtekan + Berat sendiri pondasi = 38990 + 6918,8 = 45908,8 kg Nu = beban aksial rencana pondasi. (kg). Digunakan rumus 8: q pondasi = Nu/A =
45908,8 = 0,998 kg/cm2 45990
Tinggi pembesian dalam telapak pondasi adalah tebal telapak pondasi dikurangi selimut beton (PBBI, 1971). Tebal telapak pondasi = 50 cm (lihat gambar). Selimut beton = 2,5 cm, karena selimut terdapat 2 letak, yaitu diatas dan dibawah, jadi : 2,5 cm x 2 = 5 cm
h = 50-5 = 45 cm Momen yang terjadi digunakan rumus 9, karena dipandang 1 m ⊥ bidang gambar, maka : M = ½ q L2 = ½ q b2 = ½ . 0,998 . 2152 = 23066,275 kg cm Digunakan rumus 10 : 23066,275 M = 0.0530 kg/cm2 = 2 215 . 452 b.h
K=
Digunakan rumus 11 : n.
K
σa
= 21.
nω = n .
K
σa
0,0530 = 0,000795 1400 /0,8 - 0,01 = 0,0795
Digunakan rumus 12 : Luas penampang besi : A = nw/n . b .h =
0,0795 x 215 x 45 = 3,6 cm2 21
Jarak yang dipakai 15 cm (PBBI, 1971), agar mortar beton dapat masuk kedalam pondasi tidak terhalang oleh kerapatan besi. Jumlah besi =
215 = 14,333 = 15 bh 15
Luas penampang besi = 15 . 0,5 . π r2 = 15 . 0,5 . 3,14 . r2 = 3,6 cm2 r= =
3,6 = 0,39 cm = 3,9 mm 15.0,5.3,14
Jadi dipakai tulangan pokok ∅ 3,9 m – 15 mm b. Pembesian Kolom Mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2, dipakai pembesian minimum sesuai rumus 13 : F besi minimum = 1% . F beton = 1% . 1400 = 14 cm2
Jadi dipakai besi 36 ∅ 16 2. Pondasi Sumuran Dipakai tulangan minimum pondasi sumuran bila D > 80 cm (BPPUSBBB dan STBUG, 1983) maka : Digunakan rumus 19 : Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2 Digunakan rumus 20 : Amin =
Ag 17662,5 = = 93,9747cm 2 2 2
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2 = 88,3125 cm2 Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5 = 1059,75 cm2 Maka dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2 dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm 3. Pembesian Balok “Strap” Untuk menghitung balok tersebut harus diketahui besarnya momen yang bekerja pada balok tersebut : Beban kolom diratakan : P = gaya vertikal setiap kolom : lebar telapak pondasi =
38990 = 18134,884 kg/4,599 m 2,15
Gaya desakan pada tanah : =
2.P 2.18134,884 = = 3943,223 kg A+A 2.4,599
Besarnya momen M = 3943,223 . 1,5 = 5914.835 kg m
- mutu beton K 225, maka σb = 75 kg cm2 - mutu baja U24, maka σa = 1400 kg/cm2 Digunakan rumus 14 : ∅=
σa 1400 = = 0,89 n . σ b 21.75
h = 50 – 5 = 45 digunakan rumus 15 : Ca =
h n.M b .σ a
=
45 = 3,7 21 . 5914,835 0,6 . 1400
Dengan menggunakan cara lentur “N” Untuk Ca = 3,7, dari tabel δ =1, didapat : ∅ = 4,00 > ∅0 ok (aman) ∅’ = 8,00 nω= 2,857 Tegangan-tegangan : σa = σ’a = 1400 kg/cm2 σ’b =
σ ' a 1400 = n . φ 21.4
σ’a =
σ 'a φ'
Tulangan : A = ω bh = 918,1 cm2 A’ = 924,1 cm2
Dipakai besi 8 ∅ 10 Dipakai pembesian sengkang = ∅ 8 -15
d. Perhitungan pembesian pondasi sumuran pada balok “strap” Dipakai pembesian minimum (kusnadi, 1996) : Bila : D > 80 cm maka : Digunakan rumus 18 : Ag = ¼ π D2 = ¼ π (150)2 = 17662,5 cm2 Digunakan rmus 19 : Amin =
17662,5 Ag = = 93,9747cm 2 2 2
Dengan syarat : Amin > 0,005 Ag = 0,005 . 17662 cm2 = 88,3125 cm2 Amax > 0,060 Ag = 0,060 . 17662,5 = 1059,75 cm2 Maka : - dipakai tulangan pokok 8 ∅ 50 = 88,3125 cm2 - dipakai tulangan beugel spiral ∅ 8 mm – 15 cm Pada balok strap di tambahkan pondasi sumuran sebanyak dua buah dengan diameter 1 m, sebagai perbaikan tanah dengan ukuran pembesian sama dengan pondasi sumuran pada pondasi telapak.