26
Sistem Otomatisasi Penyuplai Uap Panas pada Sistem Boiler berbasis Programmable Logic Controller Seno Darmawan Panjaitan Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik, Universitas Tanjungpura e-mail :
[email protected]
Abstract– This paper presents the research result regarding integrated control systems for two units boiler to maintain the hot steam supply. Programmable Logic Controller (PLC) has been applied as the main controller programmed by one of the IEC 61131-3 standard programming, i.e. Ladder Diagram. The plant was designed as a simulator of hot steam supplier with two boilers that could collaborate to maintain the supply continuity focusing on the hospital subsistem such as sterilization and ironing. Timing diagram has been used to describe and analyse the activation of each component (i.e. sensors and actuators). In the experiment result, the control system could work properly to maintain the hot steam supplier although one of the source was broken. Keywords– Boiler, Hot steam supply, PLC, Automation, Integrated control 1. Pendahuluan Kontinuitas penyediaan uap panas menjadi penting dengan berkembangnya industri-industri yang sebagian prosesnya membutuhkan suplai uap tersebut. Selain dalam bidang industri, uap air panas juga sering dipergunakan pada bidang pertanian dalam proses pembuatan bibit melalui kultur jaringan dan pada bidang kesehatan untuk proses sterilisasi. Untuk rumah sakit yang membutuhkan proses sterilisasi, dimana pakaian dan alat-alat kedokteran yang telah digunakan harus dibersihkan untuk mencegah infeksi, maka uap panas menjadi sangat penting. Disamping itu uap yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk proses penyetrikaan. Sebuah observasi lapangan dilakukan di Rumah Sakit Santo Antonius (RSSA) yang merupakan salah satu rumah sakit terbesar di kota Pontianak. Beberapa data yang didapat antara lain: data sistem kendali suplai air pada boiler, data sistem kendali suplai uap ke alat setrika, dan data delay boiler menghasilkan uap pada saat diaktifkan. Pada RSSA, uap air memegang peran yang sangat penting dalam proses pelayanan khususnya proses penyetrikaan dan sterilisasi. Terhentinya suplai uap panas akan menghambat proses penyetrikaan kain oleh karena sumber panas setrika berasal dari uap air panas yang dihasilkan oleh boiler. Agar proses penyetrikaan tidak terganggu, maka diperlukan suplai uap air panas secara kontinu. Dari hasil pemantauan pada sistem yang ada saat ini,
salah satu kendala yang dihadapi adalah masalah pendeteksi kebocoran saluran air atau pendeteksi aliran air. Untuk itu, pendeteksian kebocoran pipa yang sekaligus memiliki hubungan langsung dengan proses pengendalian menjadi hal yang penting. Untuk memenuhi kontinuitas dari suplai uap panas, maka perlu dibangun sumber cadangan untuk mengantisipasi gagal suplai dari sumber utama. Namun hal ini kurang optimal dikarenakan terdapat sistem boiler yang harus stand-by sehingga dipandang tidak efektif dalam hal biaya atau energi yang dikeluarkan. Untuk itu, integrasi dari bbebetapa sistem menjadi penting sehingga salah satu sumber dapat juga menyuplai tanpa harus menunggu sumber lain mengalami keadaan rusak. Sebagai unit pengendali, Programmable Logic Controller (PLC) [1,2,3] merupakan perangkat keras pengendali yang dapat diprogram untuk menjalankan algoritma kendali yang diinginkan. Alasan pemakaian PLC sebagai pengendali adalah karena PLC memiliki banyak kelebihan bila dibandingkan dengan pengendali konvensional. Beberapa kelebihan PLC antara lain: kemudahan dalam melakukan instalasi, kemudahan dalam melakukan pengembangan dan modifikasi sistem, dan kemudahan dalam melakukan pemograman. Hasil penelitian yang disajikan dalam artikel ini menitikberatkan pada desain sistem integrasi kendali dua unit boiler dan dua unit pompa air yang bekerja secara paralel. Apabila terjadi gangguan pada salah satu boiler atau pompa, maka secara otomatis, kerja boiler atau pompa yang mengalami gangguan akan digantikan oleh boiler atau pompa yang lain. Dua fitur kendali yang dibuthkan dalam perancangan adalah: menjaga kestabilan kuantitas supali air ke dalam boiler dan mempertahankan kondisi pemanasan normal serta integrasi antara unit-unit boiler yang digunakan. Kondisi pemanasan normal pada boiler dipertahankan untuk menjaga suhu air tetap pada suhu yang cukup untuk menghasilkan tekanan uap panas. Penggunaan 1 unit boiler yang bekerja terus menerus selama proses menyetrika, sangat beresiko terjadi kerusakan karena harus bekerja ekstra tanpa di bantu boiler lain, kondisi seperti ini tentu akan mempengaruhi pelayanan di rumah sakit. Apabila terjadi kerusakan, proses menyetrika akan terhenti karena tidak ada sumber uap panas. Untuk itu sangat perlu dilakukan perancangan sistem integrasi boiler untuk mencegah gangguan suplai uap panas.
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
27
2. Perancangan Simulator Sistem Integrasi Penyulai Uap Panas Untuk mengintegrasi dua boiler diperlukan penghubung pada masing-masing boiler. Air dan uap air panas akan melewati penghubung sebelum disuplai ke bagian penyetrika. Pada sistem manual, untuk mengendalikan suplai air dan uap panas masih menggunakan keran, pada sistem yang dirancang ini pengendalian suplai air dan uap panas menggunakan katup solenoid yang dikendalikan oleh PLC. Pada Gambar 1 disajikan skema dari simulator integrasi dua unit boiler. Setiap perubahan boiler yang diaktifkan maka katup 1 sampai dengan katup 10 (K1 sampai K10) akan menyesuaikan berdasarkan kondisi masukan yang masuk ke PLC, dimana masukan PLC ini mewakili sensor yang dipakai. Pada perancangan ini status logika katup yang aktif ditandai dengan lampu indikator. Sementara itu sensor terpasang disimulasikan dengan sebuah potensiometer yang kondisinya dapat dilihat dari lampu indikator. Pada saat katup tertutup maka lampu indikatornya akan padam, sebaliknya apabila katup terbuka maka lampu indikator akan menyala. Lampu indikator pada sensor berfungsi untuk menunjukan level tertentu yang terdeteksi oleh sensor. Setiap level yang terdeteksi akan diterima PLC sebagai masukan, dan PLC akan memberikan respon berupa pengaturan katup.
Pada Gambar dapat dilihat jalur pipa dari pompa ke boiler dan ke alat seterika. Jalur yang yang menuju Out 1adalah jalur satu, sedangkan jalur yang menuju Out 2 adalah jalur dua. Kedua jalur memiliki fungsi yang sama. Pada kondisi tertentu dimana kebutuhan uap tidak dapat disuplai oleh hanya satu sumber, maka kedua jalur tersebut akan bekerja secara bersamaan. Apabila terdapat gangguan pada salah satu jalur maka jalur tersebut akan dibantu oleh jalur lain dengan mengatur katup dengan bantuan Programmable Logic Controller (PLC). Simulator kendali yang telah dirancang akan digunakan dalam validasi konsep pengendalian suplai uap panas dengan dua sumber boiler dan dua saluran keluaran yang menuju kepada dua sistem penyeterikaan. 3. Perancangan Sistem Kendali Integrasi Penyulai Uap Panas Sistem kendali integrasi penyuplai uap panas terdiri dari beberapa komponen kendali seperti yang disajikan pada Gambar 2. Personal Computer (PC) digunakan hanya pada proses pemrograman PLC dengan menggunakan bahasa Ladder Diagram (LD). Setelah program terunggah ke PLC maka koneksi PC dapat dilepas dan PLC dapat dijalankan untuk melakukan proses pengendalian.
Gambar 2. Diagram Blok Sistem Kendali Integrasi Dua Unit Boiler
Gambar 1. Diagram Blok Simulator yang dibangun.
Pada sistem yang akan dikendalikan ini, hal yang penting adalah pengendalian aktivasi dari katup-katup yang ada. Apabila terjadi kesalahan logika kendali maka dapat berakibat tertanggunya suplai air ke boiler terganggu yang akan menyebabkan pemanasan berlebih dan boiler dapat meledak. Untuk meminimalkan kemungkinan adanya kekurangan suplai air pada boiler, maka pada sistem ini dilengkapi pendeteksi level air pada boiler yang terhubung ke PLC. Sistem kerja dari proses pengendalian integrasi dua unit boiler dapat dilihat pada Gambar 3. Pada diagram alir tersebut terlihat proses kerjasama dari dua boiler untuk mengatur agar suplai uap panas dapat secara kontinu dialirkan ke kendalian yang dalam hal ini adalah kendalian. Dalam pengendalian, level air dikontrol agar tetap dapat menghasilkan pemanasan normal yang diinginkan. Jika kuantitas air yang diperlukan kurang, maka pompa diaktifkan untuk memenuhi nilai yang diinginkan. Suhu air dalam masing-masing unit boiler dijaga agar dapat digunakan untuk menghasilkan uap panas yang diinginkan. Suplai uap tidak hanya
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
28
berhubungan dengan suhu pada uap panas tetapi juga pada tekanan uap yang dihasilkan. Jika tekanan uap normal maka katup-katup tertentu akan terbuka sebagai jalur pengaliran uap. Untuk Jalur 1, maka katup 7 dan 9 akan terbuka, dan untuk jalur 2 maka katup 8 dan 10 akan terbuka. Masing-masing jalur bertujuan untuk menyuplai aliran upa panas ke dua sistem penyeterikaan pada rumah sakit. Prosedur kerja yang diinginkan dituangkan ke dalam prosedur kendali dari simulator yang dibangun. Proses dimulai dengan menekan tombol start, dan untuk menghentikan proses diperlukan menekan saklar stop. Kedua saklar ini menjadi masukan pada PLC. Ketika proses dimulai dengan menekan saklar start, masukan start pada PLC berlogika “1”, dengan sendirinya program akan mulai membaca masukan yang lain. PLC akan membaca sensor-sensor yang ada (disimulasikan dengan saklar). Sensor akan membaca level air pada boiler, sensor akan memberikan informasi kepada PLC untuk menghidupkan pompa dan mengatur katup. Apabila level air menunjukkan dibawah level yang diinginkan, maka PLC akan menghidupkan pompa. Jika tidak terdapat ganguan pada Boiler dan pompa, maka PLC akan mengatur katup mana saja yang terbuka untuk menyuplai uap dan air, katup akan membuka dan menutup sesuai dengan masukan yang diberikan. Pada saat proses sedang berjalan, bila pada boiler dan pompa yang aktif terjadi kerusakan, maka PLC akan membaca kembali data masukan dan akan mengatur kembali katup suplai air dan uap.
4. Perancangan Perangkat Lunak Kendali Selanjutnya proses pemrograman PLC dilakukan dengan menggunakan bahasa Ladder Diagram (LD). Untuk masukan dan keluaran PLC, maka pengalamatan perlu dilakukan. Tabel 1 dan 2 menyajikan daftar masukan dan keluaran pada modul PLC. Masukan dan keluaran ini terhubungan ke simulator yang telah dibangun. Program LD yang dibangun dan diunggah ke PLC merupakan algoritma kendali yang akan menerima informasi dari modul masukan PLC dan selanjutnya keluaran akan diperbaharui berdasarkan data masukan dan program yang dibangun. Tabel 1. Alamat Masukan pada PLC
Keterangan
I0.0.0 I0.0.1 I0.0.2 I0.0.3 I0.0.4 I0.0.5 I0.0.6 I0.0.7 I0.0.8 I0.0.9 I0.0.10 I0.0.11
Tabel 2. Alamat Keluaran pada PLC
Keterangan Katup 1 (K1) Katup 2 (K2) Katup 3 (K3) Katup 4 (K4) Katup 5 (K5) Katup 6 (K6) Katup 7 (K7) Katup 8 (K8) Katup 9 (K9) Katup 10 (K10) Setrika 1 (Out 1) Setrika 2 (Out 2) Pompa 1 (P1) Pompa 2 (P2)
Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengendalian Sistem Integrasi Dua Unit Boiler.
Alamat
Sensor tekanan uap1 ( STU1 ) Sensor tekanan uap 2 ( STU2 ) Sensor suhu air 1 ( A1 ) Sensor suhu air 2 ( A2 ) Sensor level air 1 ( B1 ) Sensor level air 2 ( B2 ) Sensor aliran air 1 ( SA1 ) Sensor aliran air 2 ( SA2 ) Boiler 1 ( C1 ) Boiler 2 ( C2 ) Start ( ON ) Stop( OFF )
Alamat Q0.2.0 Q0.2.1 Q0.2.2 Q0.2.3 Q0.2.4 Q0.2.5 Q0.2.6 Q0.2.7 Q0.2.8 Q0.2.9 Q0.2.10 Q0.2.11 Q0.3.0 Q0.3.1
Program LD yang telah dibangun untuk pengendalian sistem integrasi dua unit boiler disajikan pada Gambar 4. Program ini terdiri dari 10 bagian pemrograman. Bagian 1 (Program Mengaktifkan Sistem) bertujuan untuk mengaktifkan sistem, pada row 0 SR berlogika “1”. SR adalah fungsi set atau tombol start yang telah diberi alamat di program PLC untuk memulai menjalankan sistem. Sebelum sistem dijalankan semua katup dalam keadaan tertutup. Pada kondisi ini, sensor level air bekerja mendeteksi level air yang ada dalam boiler. Level air yang terdeteksi akan disampaikan ke PLC, dan PLC akan memperbaharui pengaturan katup sesuai dengan kondisi yang terdeteksi.
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
29
Pada Bagian 2 (Pengisian air pada boiler 1 dan 2), apabila pompa dan katup berlogika “1” maka pompa aktif dan katup terbuka. Pada row 3 B1 dan row 10 B2 (sensor level air 1 dan 2) berlogika “1” akan mengaktifkan P1 row 4 dan P2 row 11 ( pompa 1 dan 2 ). P1 aktif, maka K1 ( katup 1 ) row 5 dan K5 ( katup 5 ) row 9 berlogika “1”. P2 aktif, maka K2 row 12 dan K6 row 16 berlogika “1”. SA1 row 6 dan SA2 row 13 (sensor aliran air 1 an 2) mendeteksi aliran air, apabila ada aliran air berlogika “0” dan tidak ada aliran berlogika “1”. Pada kondisi ini pada kondisi ini SA1 dan SA2 berlogika “0”.
Gambar 4. Program LD untuk Sistem Integrasi Dua Unit Boiler
Pada Bagian 3 (Kondisi tidak terdapatnya aliran air pada jalur 1), jika terjadi kondisi SA1 berlogika “1”, maka T1 ( timer 1 ) row 6 akan aktif. Timer berfungsi menghitung waktu untuk menutup katup dan mematikan pompa. Sesuai dengan program yang dibuat, maka apabila dalam waktu 5 detik SA1 berlogika “1” maka M1 row 6 akan aktif. M1 akan mematikan P1, K1 dan K6. M1 akan membuka K4 row 17. Sehingga kerja P1 digantikan oleh P2 serta kerja K1 dan K6 digantikan P4 menyuplai air pada boiler 1. Pada Bagian 4 (Kondisi tidak terdapat aliran air pada jalur 2), SA2 berlogika “1”. Jika SA2 berlogika “1” maka T2 row 13 aktif. Dalam waktu 5 detik akan mengaktifkan M2 row 13 berlogika “1”. Jika M2 berlogika “1” maka akan mematikan P2, K2 dan K6. K3 row 18 akan aktif atau berlogika “1” mengantikan kerja K2 dan K6 menyuplai air pada boiler 2. Di Bagian 5 (Pemanasan air), C1 row 10 berlogika “1”, C2 row 22 berlogika “1”, ini berarti level air dalam boiler sudah normal dan pemanas mulai dinyalakan. Karna C1 dan C2 aktif, maka A1 row 10 dan A2 row 22 ( sensor suhu ) mendeteksi kenaikan suhu air setelah pemanasan. A1 dan A2 berlogika “1” bila mendeteksi panas normal air hasil pembakaran dalam boiler. Di Bagian 6 (Boiler menyuplai uap), setelah A1 dan A2 berlogika “1”, maka STU1 row 25 dan STU2 row 26 akan mendeteksi tekanan uap. Apabila tekanan uap yang melewati STU1 dan STU2 cukup, maka sensor akan memberi masukan ke PLC untuk membuka K9 dan K10. Pada saat K9 row 19 dan K10 row 22 terbuka, berarti STK1 (penyetrika 1) row 20 dan STK2 (penyetrika 2) row 23 mendapatkan suplai uap. Pada Bagian 7 (Tekanan uap pada jalur 2 rendah) terjadi pengalihan suplai uap, STU2 tidak mendeteksi adanya aliran uap yang cukup maka K10 “0”. STU2 berlogika “0”, maka PLC akan membuka K7 “1” row 25 untuk menyuplai uap pada STK2. Program pada Bagian 8 (Tekanan uap pada jalur 1 di bawah standar) adalah kebalikan program pada Bagian 7. Pada kondisi ini STU1 tidak mendeteksi aliran uap. STU1 berlogika “0”, maka K9 row 19 berlogika “0” dan K8 row 26 akan berloka “1” untuk menyuplai uap ke STK1. Program pada Bagian 9 (Kondisi level air pada boiler 2 rendah) digunakan untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan salah satu boiler dan pompa pada saat sistem sedang berjalan. Pada Bagian ini, boiler 2 dan pompa 1 mengalami kerusakan dan boiler memerlukan suplai air. Row 22 C2 berlogika “0”, berarti boiler pada posisi off, secara otomatis STU2 akan berlogika “0”, karena aliran uap tidak ada, sehingga PLC akan menutup K10. Row 22 A2 berlogika “0” ketika boiler off. K10 berlogika “0” maka PLC akan membuka K7 untuk menyuplai uap pada STK2. B1 mendeteksi level air rendah pada C1, maka PLC akan menghidupkan P1, pada row 6 SA1 berlogika “0”, berarti tidak ada aliran air setelah pompa aktif. Kondisi ini akan mengaktifkan P2 sebagai pengganti P1. K2 dan K6 berlogika 1. Sementara itu, pada Bagian 10 (Kondisi level air
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
30
pada boiler 1 di bawah standar), boiler 1 dan pompa 2 mengalami gangguan dan boiler 1 memerlukan suplai air. Row 19 C1 berlogika “0”, berarti boiler pada posisi off, secara otomatis STU1 akan berlogika “0”, karna aliran uap tidak ada, sehingga PLC akan menutup K9. Row 19 A1 berlogika “0” ketika boiler off. K9 berlogika “0” maka PLC akan membuka K8 untuk menyuplai uap pada STK2. B2 mendeteksi level air rendah pada C2, maka PLC akan menghidupkan P2, pada row 13 SA2 berlogika “0”, berarti tidak ada aliran air setelah pompa diaktifkan. Kondisi ini akan mengaktifkan P2 sebagai pengganti P1. K2 dan K6 berlogika 1. Sistem berjalan dengan baik diperlihatkan oleh kondisi C1 dan C2 aktif, B1 dan B2 mendeteksi level air rendah. P1 aktif K1 dan K5 terbuka, P2 aktif, K2 dan K6 terbuka. Sedangkan K3 dan K4 tertutup, karena K3 terbuka jika K2 tertutup atau SA2 tidak mendeteksi aliran air saat C2 aktif, dan K4 terbuka jika K1 tertutup atau SA1 tidak mendeteksi aliran air saat C1 aktif. A1 dan A2 mendeteksi panas air dalam boiler. STU1 dan STU2 mendeteksi tekanan uap dan memberi masukan ke PLC membuka K9 dan K10. Sebaliknya, sistem tidak berjalan dengan baik jika semua sensor tidak mendeteksi adanya masukan ke PLC, dalam kondisi ini timer T3 ( row 28 ) yang terhubung dengan M3 (sebagai kontak) akan mematikan sistem sesuai dengan waktu yang telah terprogram pada T3 yaitu 5 detik.
berlogika ‘1’ untuk menyuplai air ke boiler. Aliran air yang melewati SA1 (I0.0.6) dan SA2 (I0.0.7) terdeteksi untuk diinput ke PLC. PLC akan mengaktipkan K1 (Q0.2.0), K5 (Q0.2.4) pada jalur satu dan K2 (Q0.2.1), K6 (Q0.2.5) pada Jalur 2. Pada saat proses menyuplai air, sensor terus bekerja mendeteksi aliran air untuk mengatasi terjadinya kekurangan suplai air, serta dapat mendeteksi adanya kerusakan pada pompa. Pada pengujian Bagian 3, diaram pewaktu ditampilkan pada Gambar 6. SA1 (I0.0.6) mendeteksi tidak adanya aliran air. Apabila terdeteksi tidak ada aliran air maka PLC akan mengaktifkan Pewaktu (T1) untuk mengatur ulang katup dengan M1. M1 adalah flag register dari T1 yang digunakan untuk mengaktifkan K4 (Q0.2.3). Jika K4 (Q0.2.3) berlogika 1 maka K1 (Q0.2.0) dan K5 (Q0.2.4) akan berlogika ‘0’. Waktu T1 dalam Program sistem integrasi dua unit boiler adalah 5 detik, berarti setelah 5 detik T1 aktif maka M1 akan aktif.
5. Pengujian and Analisis Pengujian sistem dengan menjalankan program yang telah diunggah ke dalam memori PLC dilakukan pada semua bagian program untuk melihat unjuk kerja dari rancangan yang telah dibuat. Gambar 5 mengilustrasikan pengaktifan sistem kendali integrasi dua unit boiler (Bagian 1) dengan menggunakan diagram pewaktu. Pengaktifan diatur oleh masukan I0.0.10 (Variabel Start) untuk memulai dan untuk stop sistem diatur oleh I0.0.11 (Variabel Stop). Pada kondisi ini digunakan operasi set-reset. Apabila masukan Set ( I0.0.10 ) berlogika ‘1’ maka SR akan berlogika ‘1’. Untuk menonaktifkan sistem ( I0.0.11 ) diberi logika 1 pada reset ( I0.0.11 ).
Gambar 5. Pengujian Bagian 1(Mengaktifkan Sistem)
Ketika sistem telah aktif, maka sensor akan mulai bekerja (Bagian 2: Pengisian air pada Boiler 1 dan 2). B1 dan B2 masing-masing akan berlogika ‘0’ menandakan level air pada boiler rendah, maka boiler akan mengaktifkan pompa. P1 (Q0.3.0) dan P2 (Q0.3.1)
Gambar 6. Pengujian Bagian 3 (Kondisi tidak ada Aliran Air pada Jalur 1)
Pengujian Bagian 4 dari program serupa dengan Bagian 3 namun diaplkasikan pada Jalur 2. SA2 ( I0.0.7 ) mendeteksi tidak ada aliran air pada jalur 2. Apabila tidak ada aliran air pada maka PLC akan mengaktifkan Pewaktu T2 untuk mengatur ulang katup dengan M2. M2 adalah flag register dari T2 untuk mengaktifkanK3 (Q0.2.2). Jika K3 (Q0.2.2) berlogika 1 maka K2 (Q0.2.1) dan K6 (Q0.2.5) akan berlogika ‘0’. Waktu T2 dalam Program sistem integrasi dua unit boiler adalah 5 detik, berarti setelah 5 detik T2 aktif maka M2 akan aktif. Pada pengujian Bagian 5 (Gambar 7), setelah level air dalam boiler cukup maka pemanas akan dinyalakan, C1 (I0.0.8) dan C2 (I0.0.9) berlogika ‘1’. Pada saat level air cukup maka P1 (Q0.3.0) dan P2 (Q0.3.1) akan berhenti, karena B1 (I0.0.4) dan B2 (I0.0.5) memberi masukan ke PLC untuk menonaktifkan B1 (I0.0.4) dan B2 (I0.0.5). Setelah B1 (I0.0.4) dan B2 (I0.0.5) berlogika ‘1’ maka A1 (I0.0.2) dan A2 (I0.0.3) akan mendeteksi suhu air hasil pembakaran. B1 (I0.0.4) dan B2 (I0.0.5) sangat berpengaruh ketika terjadi poses pembakaran, karena level air harus normal. Ketika level air rendah maka air harus segera disuplai karena pemanas akan berhenti dan suplai uap akan terganggu yang berakibat pada tidak tercapainya kondisi pemanasan normal.
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
31
Pada pengujian Bagian 9 (lihat Gambar 9), B2 (I0.0.5) dalam kondisi rendah, sehingga P2 (Q0.3.1) aktif untuk menyuplai air pada Boiler 2. Pada saat B2 (I0.0.5) kondisi rendah maka C2 (I0.0.9) akan berlogika ‘0’. Ketika pemanas dimatikan maka suhu air akan turun, maka tekanan uap juga akan turun atau STU2 (I0.0.1) akan berlogika ‘0’. Dalam kondisi STU2 (I0.0.1) berlogika ‘0’ suplai uap pada Penyetrika 2 dilakukan oleh boiler 1 lewat Katup 7.
Gambar 7. Pengujian Bagian 5 (Pemanasan air)
Pada pengujian Bagian 6, uap hasil pembakaran disuplai ke penyetrika. STU1 (I0.0.0) dan STU2 (I0.0.1) mendeteksi tekanan uap hasil pembakaran untuk disuplai ke alat penyetrika. Apabila STU1 (I0.0.0) dan STU2 (I0.0.1) berlogika ‘1’ maka K9 (Q0.2.8) dan K10 (Q0.2.9) akan berlogika ‘1’. Jika K9 (Q0.2.8) dan K10 (Q0.2.9) berarti katup 9 dan katup 10 terbuka, uap disuplai ke alat setrika. Pada pengujian Bagian 7 seperti yang disajikan pada Gambar 8, STU2 (I0.0.1) berlogika ‘0’, sehingga K10 (Q0.2.9) akan berlogika ‘0’. K10 adalah jalur uap pada jalur 2, dengan demikian penyetrika 2 tidak mendapat suplai uap. Untuk menyuplai uap pada Penyetrika 2 (Q0.2.11), PLC mengaktifkan K7 Q0.2.6) untuk menyuplai uap ke penyetrika 2. Pada kondisi tekanan uap boiler 2 rendah, K9 (Q0.2.8) dan K7 (Q0.2.6) bekerja bersamaan. Apabila STU2 (I0.0.1) berlogika ‘1’ maka K10 (Q0.2.9) akan berlogika ‘1’ K7 (Q0.2.6) berlogika ‘0’. K7 (Q0.2.6) berbanding terbalik dengan K10 (Q0.2.9), karena K7 (Q0.2.6) adalah pengganti kerja K10 (Q0.2.9) dan tidak bisa bekerja secara bersamaan. K7 (Q0.2.6) berfungsi memungkinkan suplai uap pada penyetrika 2 (Q0.2.11) tidak terhenti.
Gambar 8. Pengujian Bagian 7 (Tekanan Uap Jalur 2 rendah)
Pengujian Bagian 8 serupa dengan Bagian 7 namun diaplikasikan pada Jalur 1. Pada kondisi ini, STU1 (I0.0.0) berlogika ‘0’ sehingga K9 (Q0.2.8) tertutup dan K8 (Q0.2.7) terbuka sebagai pengganti K9 dalam menyuplai uap pada Penyetrika 1. Apabila K8 (Q0.2.7) berlogika ‘1’, maka K9 (Q0.2.8) berlogika ‘0’, karena K8 (Q0.2.7) dan K9 (Q0.2.8) tidak dapat bekerja secara bersamaan.
Gambar 9. Pengujian Bagian 9 (Level Air Boiler 2 Rendah)
Pada pengujian Bagian 10 (lihat Gambar 10) yang terjadi adalah kebalikan dari Bagian 9. Pada Bagian ini, C1 (I0.0.8) berlogika ‘0’, sehingga suplai uap pada Penyetrika 1 dilakukan oleh boiler 2. Nilai logika K9 (Q0.2.8) ‘0’ karena K9 akan terbuka jika C1 (I0.0.8) berlogika ‘1’, STU1 (I0.0.0) juga akan berlogika ‘0’ karena C1 (I0.0.8) berlogika ‘0’. Jika C1 (I0.0.8) berlogika ‘0’ maka suhu air akan turun. Ketika suhu turun maka akan mempengaruhi tekanan uap, sehingga K9 (Q0.2.8) berlogika ‘0’. Pada kondisi sistem berjalan normal, semua sensor bekerja mendeteksi adanya gangguan. B1 (I0.0.4) dan B2 (I0.0.5) mendeteksi level air pada kondisi sedang, pada kondisi ini B1 dan B2 berlogika ‘0’ dan akan memberi masukan ke PLC untuk mengaktifkan P1 (Q0.3.0) dan P2 (Q0.3.1). Jika P1 dan P2 berlogika ‘1’ maka K1 (Q0.2.0) dan K2 (Q0.2.1) akan berlogika ‘1’. SA1 (I0.0.6) dan SA2 (I0.0.7) mendeteksi air. K5 (Q0.2.4) dan K6 (Q0.2.5) berlogika 1. Karena level air dalam kondisi sedang maka C1 (I0.0.8) dan C2 (I0.0.9) akan tetap berlogika ‘1’, pemanasan air tetap berlangsung. Pemanasan tetap berjalan, maka suhu air tidak turun, A1 (I0.0.2) dan A2 (I0.0.3) berlogika ‘1’. STU1 (I0.0.0) dan STU2 (I0.0.1) berlogika ‘1’, Penyetrika 1 dan Penyetrika 2 tetap mendapat suplai uap. Pada kondisi sistem tidak berjalan, semua masukan PLC tidak mendeteksi masukan. Kondisi ini akan mengaktifkan T3 yang akan mengaktifkan M3 dalam waktu 5 detik. M3 akan mereset semua Program, maka sistem secara otomatis akan menjadi non-aktif.
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
32
Ucapan Terima Kasih Terima kasih kepada Natalius Nopi yang telah membantu dalam penelitian ini dalam rangka penyelesain tugas akhirnya. Referensi [1] Suhendar, Programmable Logic Controller (PLC). Graha Ilmu, Yogyakarta, 2005 [2] Agfianto eka putra, Sistem kontrol proses dan PLC. Konsep pemrograman dan aplikasi, 2004. [3] Software GMWIN. Buku Panduan Training Programmable Logic Controller GLOFA GM – GM, Korea. 2006.
Biography
Gambar 10. Pengujian Bagian 10 (Level Air Boiler 1 Rendah)
6. Kesimpulan dan Saran Dari pemaparan sebelumnya, simulator dan pengendali sistem integrasi dua unit boiler dapat mensimulasikan kejadian-kejadian darurat dan antisipasi penyuplaian uap panas dengan menjaga kontinuitas suplainya. Pengendalian difokuskankan pada pengaturan katup-katup dan kondisi-kondisi pemanasan yang sesuai untuk menghasilkan respon kendali yang cepat. Keamanan proses diperhitungkan dengan mendeteksi kondisi temperatur uap, tekanannya, dan kuantitas air, dimana jika terjadi kondisi standar tidak tercapai maka sistem diberhentikan untuk mencegah dampak yang membahayakan.
Seno Darmawan Panjaitan lahir di Pontianak, Indonesia, pada 16 Juli 1975. Dia menerima gelar sarjana teknik pada Universitas Tanjungpura pada jurusan Teknik Elektro pada tahun 1997, Magister Teknik pada Institut Teknologi Bandung tahun 2001 dan Doktor der Ingenieurwissenschaften (Dr.-Ing.) di University of Kaiserslautern Jerman tahun 2007. Sejak tahun 2000 dia bekerja pada Universitas Tanjungpura. Bidang riset yang ditekuni adalah Sistem Otomatisasi Cerdas, Optimisasi energy, Informatika industry, dan Pemodelan system.
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010
33
Jurnal ELKHA Vol.2, No.2, Juli 2010