Sistem Angkutan Unggas dengan Kereta Api sebagai Langkah Preventif Flu Burung : Suatu Utopiakah? Oleh :
Ria L. Moedomo*, Irwan Prasetyo**, Ferry F. Moercahyono***
Terbayangkah bagi anda berangkat dari Bandung ke Jakarta dengan Kereta Api bersama-sama dengan ayam? Di Indonesia, angkutan unggas lebih banyak dilakukan dengan menggunakan truk, karena bisa menjangkau lokasi peternak unggas terpencil. Pengangkutan unggas hidup dilakukan dengan crate/karamba yang dibawa dengan kendaraan bak terbuka (lihat gambar).
Padahal,yang mustinya dilakukan dalam pencegahan penyebaran flu burung adalah meminimalisir angkutan unggas dengan kendaraan terbuka, karena virus flu burung bersifat airborne infection, artinya bisa ditularkan melalui udara. Selain itu pengangkutan unggas sebisa mungkin menghindari kawasan pemukiman untuk mencegah penyebaran virus dari unggas ke manusia. Dalam rangka melakukan tindakan preventif penyebaran Flu Burung, Pemerintah mencanangkan Restrukturisasi Perunggasan. Salah satu programnya di masa mendatang, lokasi peternakan dan lokasi rumah pemotongan ayam (RPA) diupayakan berdekatan, sehingga lalu lintas unggas hidup dapat dibatasi. Pasokan daging unggas antar kota/provinsi akan dilakukan dengan mengangkut daging unggas dalam bentuk karkas (daging unggas yang sudah disembelih dan dipotong) yang dibekukan, sehingga risiko penularan flu burung dapat diminimalisasi. Walaupun demikian, program relokasi ini memerlukan jangka waktu lama, sehingga diperlukan mekanisme pengangkutan unggas/ayam hidup yang aman. Selain itu, angkutan anak ayam (DOC, day old chicken) banyak dilakukan dengan melintasi provinsi/pulau. Terdapat banyak breeding farm di Jawa Barat yang mengirimkan anak ayam ke provinsi/pulau lain termasuk Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera dan Kalimantan. Dalam tulisan ini dipaparkan kemungkinan penggunaan kereta api sebagai alternatif sarana angkutan unggas, selain juga perencanaan dan prasarana yang musti disiapkan untuk kemungkinan hal ini.
1
Kereta Api sebagai Kendaraan Angkutan Barang Seperti yang telah diketahui, kereta api (KA) adalah kendaraan umum yang banyak digunakan sebagai angkutan di luar dan dalam kota. Selain angkutan penumpang, angkutan barang juga merupakan salah satu layanan yang disediakan oleh PT. KAI). Pada kenyataannya, antara 1996-2001 pertumbuhan KA untuk angkutan penumpang adalah +4,92%, sedangkan pertumbuhan KA untuk angkutan barang masih pada angka minus yaitu -3,93%. Artinya, potensi KA sebagai sarana angkutan barang masih bisa dimaksimalkan sebagai potensi pemasukan PT. KAI, dengan memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan pengangkutan barang ini.
Sumber: Wikipedia, Stock Car (Rail)
Kendatipun di Indonesia sudah tidak digunakan, KA dulu digunakan untuk angkutan hewan misalnya sapi, walaupun selama ini belum digunakan untuk angkutan unggas. Di luar negeri, misalnya Amerika Serikat, angkutan unggas dengan KA telah dilakukan mulai tahun 1890-1960, dengan menggunakan gerbong khusus (lihat gambar). Gerbong ini dibuat dari kisi-kisi kawat, yang ditutup dengan kain pada waktu musim salju untuk melindungi unggas di dalamnya. Apa saja manfaat yang didapat dari sarana KA untuk angkutan unggas? Berikut adalah komparasi penggunaan KA dibandingkan dengan truk sebagai sarana angkutan unggas. Komparasi Kereta Api dan Truk 1. Dengan menggunakan gerbong kereta tertutup yang didesain khusus, dapat dihindari penyebaran virus flu burung melalui udara, selain juga menyediakan perlindungan bagi unggas dari terik matahari dan hujan. Di dalam gerbong dapat dipasang fan/kipas angin untuk menyediakan sirkulasi udara, selain juga pembersih udara elektronik (air purifier) yang dapat mematikan virus airborne. Hal ini untuk mencegah kemungkinan penyebaran virus di gerbong ini ataupun ke gerbong lain. Fasilitas sirkulasi dan pembersih udara akan lebih efisien dan mudah disediakan untuk KA daripada truk bak tertutup, karena ketersediaan listrik/daya dan kapasitas muat KA yang lebih besar dibandingkan dengan truk.
2
2. Dari survey ke perusahaan ekspedisi truk dan KA barang di Bandung, dilakukan komparasi biaya angkutan unggas, dan didapatkan kesimpulan bahwa untuk angkutan antar kota jarak jauh, biaya KA lebih kecil dibandingkan biaya truk. Pada tabel komparasi berikut ini, untuk jarak dekat yaitu Bandung ke Tasikmalaya, perbedaan biaya antara KA dan truk adalah sekitar Rp.-3.775/karamba, sedangkan untuk jarak jauh yaitu Bandung ke Surabaya, perbedaan biaya antara KA dan truk adalah Rp.+5.715/karamba. Trayek
Ukuran karamba/Ruang tersedia
Jumlah Karamba
Truk Bandung-Tasikmalaya
Karamba:50cm(panjang)x70cm(lebar)x 30cm(tinggi) Ruang:50cm(panjang)x 5070cm(lebar)x 150cm(tinggi)
98/truk
KA Bandung-Tasikmalaya
5/ruang tersedia
Biaya angkut (Rp) 1.100.000
Biaya angkut /karamba (Rp) 11.225
75.000
15.000
Truk Bandung-Surabaya
Karamba:50cm(panjang)x70cm(lebar)x 98/truk 3.500.000 35.715 30cm(tinggi) KA Bandung-Surabaya Ruang:50cm(panjang)x50x70cm(lebar)x 5/ruang 150.000 30.000 150cm(tinggi) tersedia Kapasitas keseluruhan 1 gerbong dioptimalkan sedemikian rupa agar dapat memuat banyak karamba, dengan memperhatikan aspek sanitasi, higienis dan ’kenyamanan’ unggas selama perjalanan. Hal ini dilakukan dengan memberlakukan karamba berukuran standard sebagai tempat penyimpanan ayam, dan menyediakan rak-rak berukuran standard dalam gerbong khusus ini. Desain gerbong juga musti memudahkan dilakukannya disinfektasi gerbong KA. 3. Dengan desain gerbong khusus untuk angkutan unggas seperti disebutkan di atas, diharapkan prosentase penyusutan unggas yang berkisar antara 5-10%, baik yang disebabkan karena kematian ataupun kurangnya pakan selama perjalanan, dapat diturunkan. 4. Dengan KA, bisa diterapkan connecting train yaitu KA luar kota dilanjutkan KA dalam kota, dengan cara memindahkan gerbong unggas dari satu lokomotif ke lokomotif lain. Sebagai contoh : angkutan ayam/unggas dari Surabaya ke Bandung dapat dilakukan dengan menggunakan KA luar kota, setelah itu untuk angkutan dari stasiun Bandung ke salah satu pasar, misalnya ke Pasar Gedebage dapat dilakukan dengan menggunakan KA dalam kota dengan tujuan akhirnya Stasiun Gedebage. Selain connecting train juga bisa digunakan connecting modes (intermoda), karena KA tidak mungkin sendirian menyediakan jasa pengangkutan unggas sampai ke tempat pembeli/pasar. Untuk angkutan unggas jarak dekat, diperlukan redesain angkutan truk bak tertutup yang steril dengan sirkulasi udara yang baik. Kemungkinan ini perlu dijajaki sebagai bagian dari langkah preventif penyebaran Flu Burung.
3
Perencanaan Kereta Api sebagai Kendaraan Angkutan Unggas Apa saja yang musti direncanakan oleh pengelola Kereta Api? Untuk perencanaan Stasiun KA, di stasiun pemberangkatan disediakan area ’docking zone’ tertutup yang dapat dibuka/tutup, sebagai tempat bongkar muat angkutan yang steril. Terdapat ruang ’check point’ untuk pemeriksaan kesehatan hewan, yang dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk pemeriksaan unggas/hewan lain (lihat ilustrasi denah). Untuk unggas yang dikirimkan ke luar kota akan melewati pemeriksaan di check point, setelah itu dibawa ke docking zone untuk diload ke dalam kereta. Sebaliknya untuk unggas yang datang dari luar kota akan diturunkan di docking zone, kemudian melalui prosedur pemeriksaan di check point. Sterilisasi dan disinfektasi ‘docking zone’ dan ‘check point’ musti dilakukan untuk menghindari penyebaran virus flu burung, selain tersedianya peralatan untuk memudahkan bongkar muat unggas. Operasional ’check point’ ini dilakukan oleh petugas paramedik dari Dinas Peternakan dan Departemen Pertanian sebagai otoritas yang berwenang dalam pemeriksaan lalulintas unggas, bekerjasama dengan PT. KAI. Untuk mendukung petugas paramedik, diperlukan pembuatan sistem informasi yang terhubung ke server pusat melalui jaringan telekomunikasi, sehingga análisis kesehatan hewan dapat didukung dokter hewan di kantor pusat, apabila diperlukan. (Gambar tidak ditampilkan karena alasan hak cipta)
4
Perencanaan lain yang musti dilakukan antara lain: (1) Studi kelayakan, mencakup kelayakan sosial, lingkungan, bisnis dan teknis dan dampaknya terhadap sistem transportasi yang telah ada. (2) Studi kelayakan, desain dan rekayasa gerbong khusus, ’check point’ dan ’docking zone’ yang steril, tertutup dan terpisah dari gerbong dan peron penumpang. Selain itu, desain dan rekayasa crate khusus dengan penampung kotoran ayam yang dapat dibersihkan dan dipasang lagi. Diharapkan gagasan ini bukan hanya utopia, melainkan hal yang dapat dirintis dan direalisasikan sebagai tindakan preventif penyebaran flu burung, serta menyediakan alternatif moda transportasi yang aman, higienis dan efisien bagi industri perunggasan. *: Peneliti Sistem Preventif Penyebaran Flu Burung, Mahasiswa S-3 ITB dan Aktivis Moedomo Learning Initiatives **: Praktisi transportasi ***: Praktisi desain produk/interior
5