SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI FATTY ALCOHOL (C16) SAWIT DAN GLUKOSA CAIR 85% DENGAN PERLAKUAN PERBEDAAN NISBAH MOL
MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN
TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013 Muhammad Rum Syafruddin NIM F34080119
ABSTRAK MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN. Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol. Dibimbing oleh ERLIZA HAMBALI dan PUDJI PERMADI. Surfaktan APG merupakan jenis surfaktan nonionik yang biasa digunakan pada formulasi beberapa produk seperti formulasi herbisida, produk-produk personal care, kosmetik, bleaching kain tekstil dan aplikasi lainnya. Bahan baku pembuatan surfaktan APG yang digunakan pada penelitian ini adalah fatty alcohol dari minyak inti sawit (fatty alcohol C16) dan glukosa cair 85%. Fatty alcohol bersifat hidropobik (lipofilik), sedangkan glukosa bersifat hidrofilik. APG adalah surfaktan yang dapat disintesis dari fatty alkohol minyak kelapa sawit (C16) dan glukosa cair 85%. Peluang untuk mengembangkan APG di Indonesia sangat besar karena fatty alcohol minyak sawit dan glukosa cair 85% sebagai bahan baku APG cukup tersedia. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendapatkan nisbah mol reaktan surfaktan Alkil Poliglikosida yang terbaik dari Fatty Alcohol (C16) Minyak Sawit dengan Glukosa Cair 85%. Penelitian ini menggunakan Rancangan percobaan Acak Lengkap satu faktor dengan dua kali pengulangan. Perlakuan yang digunakan adalah Nisbah Mol Reaktan pada lima taraf konsentrasi yaitu 1.5, 2, 2.5, 3 dan 3.5 dari basis glukosa.Penentuan nisbah mol reaktan dalam pembuatan surfaktan APG diduga memiliki pengaruh terhadap karakteristik produk. Proses produksi surfaktan yang digunakan adalah metode sintesis APG 2 tahap. APG yang dihasilkan berupa serbuk berwarna gelap dan larut air. Uji pertama yang dilakukan adalah kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka (Interfacial Tension) dimana semakin kecil nilai tegangan antar muka, maka semakin baik kinerja surfaktan. Pengujian dilakukan menggunakan air injeksi dari lapangan minyak dengan menggunakan alat spinning drop. Hasil pengujian menunjukkan bahwa APG yang diproses dengan suhu transasetalisasi 120-130 OC selama 2 jam memiliki kemampuan menurunkan tegangan antarmuka yang paling baik dengan nilai IFT 5.56 x 10-2 dyne/cm. Setelah dilakukan pengujian IFT ini, juga dilakukan pengukuran nilai densitas. Semakin tinggi nilai densitas, maka semakin tinggi pula tegangan antar mukanya. Pengujian nilai pH dimaksudkan untuk mengetahui keasaman dari surfaktan. Hal ini berkaitan dengan aplikasinya untuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Hasil pengujian pH menunjukkan larutan surfaktan APG yang dihasilkan memiliki nilai pH sekitar 8 - 9 ini menandakan APG bersifat basa. Analisis stabilitas emulsi APG menunjukkan berpengaruh sangat nyata terhadap nilai yang dihasilkan. Dari nilai pembusaannya yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya sekitar 4-6% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah, karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit. Kata kunci: surface active agents, fatty alcohol (C16), alkil poliglikosida, glukosa 85%
ABSTRACT MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN. Synthesis of Alkyl Polyglycoside Surfactant of Palm Based Fatty Alcohol (C16) and Liquid Glucose 85% with Different a Treatment of Mol Nisbah. Supervised by ERLIZA HAMBALI and PUDJI PERMADI. Surfactants (surface active agents) are the surface tension active compounds that can be produced synthetically chemically or biochemically. Surfactants are used in industry as a bleaching, wetting, foaming materials, as well as emulsifier and others. The addition of the surfactant is expected to optimize the performance of the active ingredient used. This provides opportunities to develop further research. One type of surfactant that is being developed is poliglicoside alkyl surfactants (APG). APG Surfactant is a nonionic surfactant type commonly used in the formulation of some products such as herbicide formulations, personal care products, cosmetics, textile fabric bleaching and surfactants solution for Enhanced Oil Recovery. Raw material of APG surfactant are fatty alcohol from coconut oil oleochemicals or palm kernel oil (fatty alcohol C 16) and glucoside 85%. Fatty alcohol is hydrophobic (lipophilic), while glucose is hydrophilic. In this research APG surfactant was synthesized from fatty alcohol palm oil (C16) and 85% liquid glucose. The Purpose of this research is to obtain the best reactant mole ratio of surfactant alkyl Poliglicoside the best of Fatty alcohol (C16) oil with Liquid glucose 85%. This study used a completely randomized experimental design with one factor and two repetition. The treatment used was reactant mole ratio with five concentration level ie 1.5, 2, 2.5, 3 and 3.5. The process used in this research was 2-stage of processes, there are butanolisis and transacetalitations. The best formula was obtain from the ratio of 1 mol glucoside with 1.5 mol fatty alcohool. This product resulted on the lowest interfacial tension of 5.56 x 10-2 dyne/cm. This APG was processed at a temperature of 120-130OC for 2 hours.The pH value was in the range of 8.2-8.52.
Keywords: surface active agents, fatty alcohol (C16), alkyl polyglicosides, glucose 85%
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Glukosa Alkohol Lemak Butanol Surfaktan Alkil Poliglikosida METODE PENELITIAN Alat dan Bahan .. Waktu dan Tempat Penelitian.. Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Alkil Poliglikosida Analisa Sifat Fisika Kimia APG Analisis pH Analisis Stabilitas Busa Analisis Densitas Analisis Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) APG Analisis Stabilitas Emulsi APG Analisis Tegangan antarmuka/Interfacial Tension IFT Kinerja APG untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) Analisis Thermal Stability APG Analisis Phase Behavior Surfaktan APG Analisis Uji Filtrasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vii viii x 1 1 1 2 2 2 3 3 3 6 6 6 6 9 9 11 11 12 12 13 14 16 16 17 18 19 20 20 20 21 23
DAFTAR TABEL 9 Tabel 1. Perbandingan Nisbah Mol Tabel 2. Nilai tengah HLB pada perlakuan lima perbandingan rasio molar glukosa dengan Fatty Alcohol C16 14 Tabel 3. Hasil pengujian thermal stability formula surfaktan APG pada suhu reservoir 17 Tabel 4. Data hasil perhitungan kurva standar HLB 25
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8. Gambar 9. Gambar10. Gambar11. Gambar12. Gambar13. Gambar14. Gambar15.
Gambar16. Gambar17. Gambar18.
Pemilihan karbohidrat dalam industri APG 2 Proses sintesis APG secara satu tahap dan dua tahap 4 Sintesis Fischer secara langsung dan dua tahap 5 Diagram alir sintesis APG 8 Bahan baku fatty alcohol C16 dari PT. Ecogreen Oleochemical 9 Bahan baku glukosa cair 85% dari PT. Gunung Mas Raya Sugarindo Inti 10 Hasil sintesis surfaktan melalui proses dua tahap 10 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16 terhadap nilai pH surfaktan APG yang dihasilkan.. 11 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16 terhadap nilai stabilitas busa surfaktan APG yang dihasilkan 12 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16 terhadap nilai densitas surfaktan APG yang dihasilkan 13 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan Fatty Alcohol C16 terhadap nilai HLB surfaktan APG yang dihasilkan 14 Hasil pengujian stabilitas emulsi pada larutan APG 0.1; 0.5; dan 1% 15 Grafik nilai kestabilan emulsi dari APG 15 Grafik nilai IFT sampel 16 Pengaruh pemanasan pada suhu reservoir (70ºC) terhadap Nilai IFT Surfaktan APG dihasilkan melalui rasio molar glukosa 85% dan fatty alcohol C16. 17 Analisis pengamatan phase behaviour surfaktan APG 18 Grafik perbandingan uji filtrasi menggunakan filter 0.45µm. 19 Foto pH meter digital 24
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Gambar reaktor dan bahan-bahan yang digunakan 23 Lampiran 2. Prosedur Analisa Surfaktan APG 24 Lampiran 3. Data hasil pengujian tiap uji 27 Lampiran 4. Data hasil analisis IFT pada surfaktan APG melalui proses dua tahap 33 Lampiran 5. Data IFT hasil analisis uji Thermal Stability 36 Lampiran 6. Peralatan dan Instrument yang digunakan 37
SINTESIS SURFAKTAN ALKIL POLIGLIKOSIDA DARI FATTY ALCOHOL (C16) SAWIT DAN GLUKOSA CAIR 85% DENGAN PERLAKUAN PERBEDAAN NISBAH MOL
MUHAMMAD RUM SYAFRUDDIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PRAKATA Atas kehendak Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol (C16) Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol”. Dalam penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada :
1.
Prof. Dr. Erliza Hambali dari Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB selaku dosen pembimbing I yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama kuliah hingga penyusunan skripsi.
2.
Prof. Dr. Pudji Permadi dari Program Studi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB selaku dosen pembimbing II yang berkenan untuk mengarahkan penulis selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi.
3.
Ketua Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB beserta seluruh dosen dan karyawan atas bantuan dan dukungannya selama mengikuti pendidikan.
4.
Umiku tercinta Ita Nurhasanah, ayahandaku, adik-adikku, wa Ida beserta keluarga besar yang telah mendukung baik secara materil maupun moril sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
5.
Syibli, Yuni, Teguh dan rekan-rekan satu tempat penelitian yang telah membantu selama penelitian berlangsung.
6.
Gita, Mas Slamet, Mas Fery, Mas Otto, Mbak Nelly, Akbar, Panji serta seluruh staf SBRC yang telah membantu selama penelitian ini.
7.
Ibu Rita (Dosen Konselor TPB), Ray March, Teh Resa, Jati, Ayuwandila, Icen Fragolia, Dony, Febri, Adit, Yulia Astuti, Resty, Juniza, Dhila, Lusy, Gofar yang telah memberikan semangat dan membantu selama penelitian ini.
8.
Seluruh keluarga besar TIN 45 dan TIN 46 yang telah menemani perjalanan selama mengikuti pendidikan di Departemen TIN.
9.
Seluruh kru Green Tv IPB yang telah memberikan semangat dan telah menjadi tempat saya banyak belajar menulis dan menjadi tempat inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Seluruh keluarga besar Wisma Baitussalam tercinta yang telah memberikan semangat. 11. K.H. Mad Rodja Sukarta dan seluruh keluarga besar Alumni Pondok Pesantren Darul Muttaqien yang telah memberikan semangat, dukungan serta bimbingan. 12. Seluruh pihak lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah senantiasa mendukung penulis hingga saat ini.
Demikian, semoga penyusunan skripsi ini bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan rekan-rekan pembaca pada umumnya. Amin....
Bogor, Maret 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP Muhammad Rum. Lahir diJakarta, 16 Januari 1990 dari ayah Edy Syafruddin dan Ibu Ita Nurhasanah sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Pada Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Bukit Duri, kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor dan lulus pada tahun 2008. Melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan pengembangan potensi diri seperti pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus serta pernah bekerja part time demi memenuhi kebutuhan kehidupannya. Organisasi yang pernah diikuti adalah Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah IPB (LDK) sebagai staf dep. Bimbingan Remaja Anak pada tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian IPB sebagai staff Dep. Publik Relations pada tahun 2009/2010, Leadership and Enterpreneurship School (LES) IPB sebagai Wakil Ketua pada tahun 2010, Koodinator Wushu Kungfu Naga Mas Ponpes Darul Muttaqien pada tahun 2010, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota pada tahun 2010/2011, dan Forum Agroindustri Indonesia sebagai anggota pada tahun 2009/2012. Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang di Pabrik Cognis Indonesia (yang sekarang telah berubah menjadi PT. BASF Indonesia, depok dengan judul laporan praktek lapang “Mempelajari Kinerja Surfaktan dengan Bahan Aktif Paraquat dan Pengaruhnya dalam Uji Efikasi pada Tanaman Alang-alang”. Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) dengan judul “Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol C16 Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol”.
BIODATA PENULIS Muhammad Rum. Lahir diJakarta, 16 Januari 1990 dari ayah Edy Syafruddin dan Ibu Ita Nurhasanah sebagai putra pertama dari tiga bersaudara. Pada Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 01 Bukit Duri, kemudian melanjutkan pendidikan Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah di Pondok Pesantren Darul Muttaqien Parung Bogor dan lulus pada tahun 2008. Melalui jalur Ujian Tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri, penulis diterima masuk di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam kegiatan pengembangan potensi diri seperti pelatihan, seminar dan organisasi baik yang ada di dalam dan luar kampus serta pernah bekerja part time demi memenuhi kebutuhan kehidupannya. Organisasi yang pernah diikuti adalah Lembaga Dakwah Kampus Al-Hurriyah IPB (LDK) sebagai staf dep. Bimbingan Remaja Anak pada tahun 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian IPB sebagai staff Dep. Publik Relations pada tahun 2009/2010, Leadership and Enterpreneurship School (LES) IPB sebagai Wakil Ketua pada tahun 2010, Koodinator Wushu Kungfu Naga Mas Ponpes Darul Muttaqien pada tahun 2010, Badan Pengawas Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN) sebagai anggota pada tahun 2010/2011, dan Forum Agroindustri Indonesia sebagai anggota pada tahun 2009/2012. Pada bulan Juli sampai Agustus tahun 2011, penulis melaksanakan praktek lapang di Pabrik Cognis Indonesia (yang sekarang telah berubah menjadi PT. BASF Indonesia, depok dengan judul laporan praktek lapang “Mempelajari Kinerja Surfaktan dengan Bahan Aktif Paraquat dan Pengaruhnya dalam Uji Efikasi pada Tanaman Alang-alang”. Tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian di laboratorium Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC) dengan judul “Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida dari Fatty Alcohol C16 Sawit dan Glukosa Cair 85% dengan Perlakuan Perbedaan Nisbah Mol”.
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan yang dapat diproduksi secara sintetis kimiawi ataupun biokimiawi. Surfaktan dimanfaatkan pada industri sebagai bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier dan lain-lain. Penambahan surfaktan tersebut diduga akan mengoptimalkan kinerja dari bahan aktif yang akan digunakan. Penggunaan yang luas ini memberikan peluang yang cukup banyak untuk mengembangkan penelitian selanjutnya. Salah satu jenis surfaktan yang sedang dikembangkan saat ini adalah surfaktan alkil poliglikosida (APG). Surfaktan jenis APG ini merupakan surfaktan bersifat nonionik, karena pada gugus polar (hidrofilik) dan nonpolarnya (hidrofobik) tidak bermuatan. Sifat hidrofobiknya terdapat pada gugus alkil dan sifat hidrofiliknya terdapat pada molekul glukosa. Biasanya gugus alkil dari APG berasal dari fatty alcohol dan glukosa berasal dari pati-patian alami yang dilakukan proses butanolisis untuk membentuk glukosa. Pada bahan baku surfaktan jenis APG yang bersifat alami tersebut, memiliki kelebihan yang sangat baik. Penggunaan aplikasi surfaktan alkil poliglikosida sangat luas, salah satu alternatif pengembangannya untuk aplikasi EOR (Enhanced Oil Recovery). Fungsi surfaktan pada kegiatan EOR adalah untuk menurunkan tegangan antarmuka antara minyak yang terperangkap dibatu-batuan reservoir dengan air formasi sehingga surfaktan akan mampu melepaskan minyak tersebut dari reservoir Alkil Poliglikosida yang selama ini dikenal adalah berbahan baku fatty alcohol berantai pendek (C8 − C12). Sejauh ini belum ditemukan jenis surfaktan APG yang dihasilkan dari rantai fatty alcohol yang lebih panjang. Karena itu pada penelitian ini dicoba menggunakan fatty alcohol dengan rantai panjang yang lebih panjang yaitu fatty alcohol C16. Menurut beberapa literatur, panjang rantai C16 untuk komponen hidrokarbon memberikan sifat detergensi terbaik untuk proses produksi surfaktan dengan masa yang sedikit, sehingga diharapkan surfaktan APG yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk EOR. Proses produksi surfaktan yang digunakan adalah metode sintesis APG 2 tahap. Oleh karena itu penelitian ini berusaha mensintesis surfaktan APG dari fatty alcohol (C16) sawit dan glukosa cair 85% dengan perlakuan perbedaan nisbah mol reaktan.
Tujuan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui rasio nisbah mol reaktan terbaik untuk sintesis Alkil Poliglikosida dan fatty alcohol minyak sawit C16 dengan Glukosa Cair 85% untuk aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR).
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Glukosa Gugus hidrofilik dari molekul APG berasal dari karbohidrat. Untuk proses sintesis sumber karbohidratnya dapat bersumber dari pati atau dari glukosa. Pemilihan bahan baku tidak hanya mempengaruhi biaya bahan baku, tetapi juga biaya produksi. Pemilihan penggunaan bahan baku gula akan meningkatkan biaya bahan baku, tetapi dapat menurunkan biaya produksi karena peralatan yang digunakan lebih sedikit (Gambar 1).
Peralatan mahal Harga bahan baku mahal
Pati
Low DE Syrup Deksrosa
Dua tahap proses 1. Butanolisis 2. Transasetalisasi
Low DE Syrup Deksrosa
Fatty Alcohol
Glukosa Monohydrate
Glukosa
Satu Tahap Proses Asetalisasi
Alkyl Polyglicoside (APG) Gambar 1 Pemilihan karbohidrat dalam industri APG (Eskuchen dan Michael 1997).
Alkohol Lemak Fatty alcohol merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai fatty alcohol alami sedangkan turunan dari petrokimia (parafin dan etilen) dikenal sebagai fatty alkohol sintetis (Hill, 1996). Fatty Alcohol adalah termasuk salah satu jenis bahan oleokimia dasar, merupakan alkohol rantai panjang. Alkohol Alifatik dengan panjang rantai antara C6 sampai C22. Sebagian besar merupakan rantai lurus serta dapat diserap atau mempunyai satu atau lebih ikatan ganda. Alkohol dengan panjang atom karbon lurus di atas C22 lebih dikenal dengan Wax Alkohol. Karakter Fatty Alcohol (primer atau sekunder) linier atau bercabang, jenuh atau tidak jenuh ditentukan oleh proses pabrik dan bahan baku yang digunakan (Presents, 2000).
3
Menurut Suryani et al (2001), fatty alcohol diturunkan dari asam lemak dan metil ester melalui reaksi hidrogenasi. Reaksi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :(i)Minyak nabati ditransesterifikasi menjadi metil ester, lalu dihidrogenasi menjadi fatty alcohol. (ii)Minyak nabati dihidrolisis menjadi asam lemak, lalu dihidrogenasi menjadi fatty alcohol. Untuk menghasilkan fatty alcohol terlebih dahulu dilakukan transesterifikasi yang merupakan proses paling efektif untuk transformasi molekul trigliserida menjadi molekul ester asam lemak. Transesterifikasi melalui reaksi antara alkohol dan molekul trigliserida dengan adanya katalis asam atau basa.
Butanol Senyawa n-butanol pertama kali ditemukan pada tahun 1852 oleh Wyrtz dengan cara memisahkan n-butanol dari campuran-campuran amil alkohol (minyak fusel). Kemudian pada tahun 1871, Lieben dan Rossi berhasil memperoleh n-butanol dari reduksi n-butiraldehid. n-Butanol yang memiliki rumus kimia C4H9OH, merupakan produk hasil reaksi n-butiraldehid dengan hidrogen. n-Butanol merupakan cairan putih jernih dan berbau tajam. Produksi nbutanol sebagian besar digunakan pada pembuatan resin urea formaldehid dan plasticizer dibutil pthalat. Disamping itu n-butanol juga digunakan untuk : (i)bahan pelarut (solvent), (ii)pembuatan pernis nitroselulosa, (iii)pembuatan minyak rem,(iv)bahan ekstraksi pembuatan antibiotik, vitamin, dan hormon, (v)bahan pelarut ekstraksi minyak, (vi)pembuatan 2.4-dikloropenoksi asam asetat yang merupakan racun rumput, (vii)bahan pengering azeotrop (azeotropic dehidrating agent), (viii)pembuatan bahan-bahan kimia seperti butil amina, butil stearat, butilena, asam butirat, dan dibutil anilin.
Surfaktan Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang mempunyai struktur bipolar, sehingga menyebabkan surfaktan cenderung berada pada antar muka antara fase yang berbeda derajat polaritas dan ikatan hydrogen seperti minyak dan air (Suryani et al., 2000). Menurut Allen dan Roberts (1993), surfaktan merupakan bahan kimia yang berpengaruh pada aktifitas permukaan. Surfaktan memiliki kemampuan untuk larut dalam air dan minyak. Molekul surfaktan terdiri dari dua bagian yaitu gugus yang larut dalam minyak (hidrofob) dan gugus yang larut dalam air (hidrofil). Surfaktan yang memiliki kecenderungan untuk larut dalam minyak dikelompokkan dalam surfaktan oil soluble , sedangkan yang cenderung larut dalam air dikelompokkan sebagai surfaktan water soluble.
4
Alkil Poliglikosida (APG) Surfaktan Alkil Poliglikosida pertama kali dikenal sekitar tahun 1983 oleh Emil fischer (Margaretha, 1999). APG merupakan surfaktan yang ramah lingkungan karena disintesis dengan bahan baku yang berbasis pati (kentang, sagu, tapioka, jagung dan lain-lain) dengan fatty alcohol berbasis minyak nabati (kelapa, sawit, rapeseed, soy bean, bunga matahari). Proses produksi APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda, yaitu prosedur pertama berbasis bahan baku pati dan fatty alcohol sedangkan prosedur kedua berbasis bahan baku dekstrose dan fatty alcohol. Diagram proses pembuatan APG disajikan pada Gambar 2. Pati atau Sirup Dekstrosa
Butanolisis
Transasetalisasi
Glukosa Anhidrat atau Glukosa monohidrat (desktrosa)
Butanol Fatty Alcohol
Fatty Alcohol
Asetalisasi
Air
Butanol / Air Netralisasi
Distilasi
Fatty Alcohol
Pemurnian Air
Pelarutan
Pemucatan Alkil Poliglikosida
Gambar 2 Proses sintesis APG secara satu tahap dan dua tahap (Indrawanto, 2008) Menurut Hill (2000), proses sintesis APG dapat dilakukan melalui dua prosedur yang berbeda. Prosedur pertama, berbasis pati–fatty alcohol melalui proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan prosedur kedua yang berbasis dekstrosa–fatty alcohol hanya melalui proses asetalisasi yang selanjutnya dari masing–masing prosedur masuk ke proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan.
5
Pada diagram proses Gambar 4 tersebut dapat dilihat perbedaan proses sintesis APG antara tahap prosedur pertama dengan kedua. Prosedur pertama, berbasis pati-fatty alcohol melalui proses butanolisis dan transasetalisasi, sedangkan prosedur kedua yang berbasis dekstrosa–fatty alcohol hanya melalui proses asetalisasi yang selanjutnya dari masing–masing prosedur masuk ke proses netralisasi, distilasi, pelarutan dan pemucatan. Proses produksi APG melalui proses asetalisasi dilakukan dengan mencampurkan fatty alcohol dan glukosa dengan perbandingan 2:1 sampai dengan perbandingan 10:1 dengan katalis asam p-toluene sulfonat. Kondisi reaksi diatur pada suhu 100–120°C selama 3–4 jam pada tekanan 15–25 mmHg. Setelah itu, dilakukan netralisasi sampai pH 8–10 dengan menggunakan NaOH 50 % pada suhu 80°C. Setelah tahap tersebut akan terbentuk APG kasar yang masih bercampur dengan residu (air + fatty alcohol) yang tidak bereaksi sehingga dilakukan pemisahan dengan menggunakan distilasi vakum untuk mengeluarkan residu. Pemisahan fatty alcohol dilakukan pada suhu 160–200°C dan tekanan 15 mmHg. Tahap akhir adalah pemucatan untuk memperoleh APG murni pada suhu 50–100°C kurang lebih selama 2 jam (Indrawanto, 2007). Menurut Wuest et al., (1992), sintesis surfaktan APG dapat pula dilakukan dengan reaksi 2 tahap dari pati atau hasil degradasi pati seperti poliglukosa atau sirup glukosa, tahap pertama direaksikan dengan alkohol rantai pendek, terutama butanol, dan tahap kedua transasetalisasi direaksikan dengan rantai lebih panjang C8–22 terutama C12–18 dari fatty alkohol bahan baku alami. Reaksi butanolisis dilakukan pada temperatur diatas 125oC dan dibawah tekanan 4–10 bar dalam zone reaksi tertutup. Reaksi transasetalisasi dilaksanakan pada temperatur dibawah temperatur 115–118oC dengan kondisi vakum. Campuran reaksi kedua rasio molar pati dihitung sebagai anhidroglukosa, terhadap alkohol rantai panjang 1: 1.5–1: 7, 1:2.5 ke 1:7, 1:3 ke 5. Sedangkan rasio molar sakarida : air = 1:5– 1:12, 1:6–1:12, 1:6–1:9, 1:6–1:8. Pada Gambar 4 sintesis APG dengan satu tahap dan dua tahap.
Gambar 3 Sintesis Fischer secara langsung dan dua tahap (Hill, 2000) Tahapan proses sintesa alkil poliglikosida (APG) dengan dua tahap meliputi tahap dasar sebagai berikut: 1. Reaksi glikosida (glycosidation) dengan menggunakan katalis asam untuk mereaksikan sumber monosakarida dengan butanol untuk membentuk butil glikosida dengan menghilangkan air yang terbentuk selama reaksi.
6
2. Transglikosida (transglycosidation) mereaksikan butil glikosida dengan alkohol rantai panjang (C8–C20) untuk membentuk rantai alkil poliglikosida rantai panjang dengan menghilangkan butanol selama reaksi 3. Netralisasi dari katalis asam yang digunakan. 4. Destilasi untuk menghilangkan alkohol rantai panjang yang tidak bereaksi 5. Pemucatan untuk meningkatkan warna dan bau dari produk alkil poliglikosida (APG) 6. Isolasi alkil poliglikosida (APG). Untuk reaksi satu tahap monosakarida langsung direaksikan dengan alkohol rantai panjang selanjutnya langsung dilanjutkan ke tahap reaksi nomor 3 sampai 6 (Buchanan et al., 1998).
3 METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Bahan-bahan yang digunakan untuk proses produksi alkil poliglikosida (APG) ini adalah alkohol lemak dari minyak kelapa sawit (C16), glukosa cair, butanol, xylen, aquades, katalis PTSA, NaOH, silicon oil, dan minyak bumi. Peralatan yang digunakan untuk proses produksi alkil poliglikosida (APG) adalah reaktor bertekanan, pemanas listrik, hot plate magnetic stirrer, pompa vakum, sentrifuse, saringan vakum, dan pompa air. Sedangkan untuk analisis IFT menggunakan tensiometer spinning drop. Gambar reaktor, pompa vakum, glukosa cair, fatty alcohol, butanol dan katalis PTSA terdapat pada Lampiran 1. Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Maret 2012 sampai Desember 2012. Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant and Bioenergy Research Center, SBRC)–LPPM IPB, Bogor.
Metode Penelitian Proses sintesis surfaktan APG diawali dengan butanolisis terhadap glukosa cair dengan bantuan katalis PTSA pada suhu 150OC selama 30 menit dan tekanan 2–4 bar. Pada proses ini akan dihasilkan butil glikosida. Kemudian dilakukan proses transasetalisasi dengan memasukkan fatty alcohol C16 dan bantuan katalis PTSA. Pada proses ini dilakukan perlakukan perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol sebanyak 5 taraf, yaitu: 1:1.5, 1:2, 1:2.5, 1:3 dan 1:3.5. Tahapan selanjutnya dilakukan netralisasi terhadap asam dari katalis dengan menggunakan NaOH 50% hingga tercapai pH 6-8, proses selanjutnya destilasi pada suhu 200oC. APG yang dihasilkan kemudian diuji kinerjanya terhadap air
7
formasi minyak dimana uji yang dilakukan meliputi IFT, densitas, warna, pH, HLB, dan thermal stability. Diagram alir sintesis surfaktan APG pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5. Cara menghitung kebutuhan gram butanolisis, katalis PTSA dan Fatty Alcohol dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini. Lampiran 3a menunjukkan hasil perhitungan perlakuan yang dilaksanakan pada penelitian ini.
Perhitungan jumlah massa tiap bahan: Kebutuhan Butanol dan PTSA untuk proses butanolisis Basis 61 gram glukosa cair 85% (Mr = 180), butanol (Mr = 74,5) Perbandingan mol glukosa : mol butanol = 1:5.9
Proses Transasetalisasi adalah mereaksikan butyl glikosida yang dihasilkan dari proses butanolisis dengan fatty alcohol rantai panjang. Basis 61 gram glukosa cair 85% (Mr = 180), fatty alcohol (Mr = 242,5) Perbandingan nisbah mol glukosa : mol fatty alcohol = 1:1.5 (perbandingannya sampai 1:3.5)
8
Glukosa cair Butanol, katalis asam
Fatty alcohol (C16), katalis asam (50% dari butanolisis
NaOH 50%
Butanolisis T = 140-150oC P = 1-4bar t = 2 jam
Transasetalisasi T = 110-120oC P = vakum t = 2 jam
Butanol
Netralisasi T = 80-90oC t = 30 menit Distilasi T = 160-200oC P = 15 mbar t = 30 menit
Fatty alcohol
Alkil Poliglikosida (APG)
Gambar 4 Diagram alir sintesis APG
Tahap Analisis Kinerja APG APG yang dihasilkan kemudian dilakukan analisis kinerjanya meliputi tegangan antarmuka, densitas, stabilitas pembusaan, stabilitas emulsi, pH, dan Hydrofilic and Lipofilic Balance (HLB). APG dengan perlakuan terbaik kemudian dianalisis kinerjanya untuk aplikasi enhanced oil recovery (EOR) seperti filtrasi, thermal stability, kelakuan fasa (phase behavior). Prosedur uji analisis kinerja APG dan aplikasi EOR APG terlampir dalam Lampiran 2. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah metode rancangan acak lengkap dengan 2 kali pengulangan. Persamaan berikut adalah model rancangan percobaan pada penelitian ini.
9
Yijk = μ + Ai + εijk Keterangan: Yik μ Ai εijk
= Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor suhu taraf ke-i pada ulangan ke-k = Nilai rata-rata = Pengaruh faktor nisbah mol pada taraf ke-i = Pengaruh kesalahan percobaan
Berdasarkan rancangan percobaan di atas, maka konsentrasi taraf yang dibuat adalah sebagai berikut: Tabel 1 Perbandingan Nisbah Mol No
Kode Sampel
1
Perbandingan Nisbah Mol Glukosa 85% (mol)
Fatty Alcohol C16 (mol)
APG A
1
1.5
2
APG B
1
1:2
3
APG C
1
2.5
4
APG D
1
3
5
APG E
1
3.5
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Alkil Poliglikosida Surfaktan APG menggunakan alkohol lemak dari minyak kelapa sawit dan sumber karbohidrat berupa glukosa dari pati singkong atau ubi kayu. Pada penelitian alkohol lemak yang digunakan untuk sintesis APG adalah fatty alcohol C16 sawit dan glukosa cair 85% dengan menggunakan katalis asam para-toluene sulfonat (PTSA). Penelitian difokuskan untuk mengetahui kondisi nisbah mol reaktan yang terbaik dengan menggunakan metode proses dua tahap untuk aplikasi pada EOR (enhanced oil recovery).
10
Gambar 5 Bahan baku fatty alcohol C16 dari PT. Ecogreen Oleochemica
Gambar 6 Bahan baku glukosa cair 85% dari PT. Gunung Mas Raya Sugarindo Sintesis APG dilakukan dengan proses dua tahap, diawali dengan proses butanolisis pada suhu 140-150oC selama 2 jam dengan tekanan pada reaktor 1-4 bar. Glukosa cair 85% ditimbang terlebih dahulu sebagai basis hitung untuk penambahan fatty alcohol. Bobot glukosa yang dimasukkan kedalam reaktor dijadikan sebagai basis untuk penambahan fatty alcohol. Butanol ditambahkan sebanyak 1:5,9 mol/mol antara butanol dengan glukosa, dan ditambahkan katalis PTSA sebanyak 1,13% dari jumlah glukosa yang dimasukkan. Proses inti dari sintesis APG ini adalah mereaksikan karbohidrat dengan fatty alcohol dengan katalis PTSA selama 2 jam. Pada proses ini dilakukan percobaan proses dengan melakukan perbedaan nibah mol reaktan antara glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16 sawit sebanyak 5 taraf yaitu 1:1,5 ; 1:2, 1:2.5, 1:3 dan 1:3.5. Setelah tahapan proses transasetalisasi ini selesai maka proses akan dihentikan dengan penambahan NaOH 50% hingga tercapai pH antara 6-8 pada suhu reaksi 80-90oC selama 30 menit, proses ini dinamakan proses netralisasi. Selanjutnya akan dilakukan proses destilasi untuk memisahkan fatty alcohol yang tidak ikut beraksi dengan cara meguapkannya pada kondisi vakum dengan suhu 180-200 oC selama 2 jam. Hasil akhir sintesis APG berupa padatan, berwarna hitam dan beraroma khas. Seperti diketahui titik beku fatty alcohol C16 adalah 49oC, sedangkan suhu ruang berkisar pada 27-32 oC. APG yang dihasilkan melalui proses ini sangat baik dan cepat larut didalam air. Gambar 8 menunjukkan sampel APG yang dihasilkan.
i
ii
iii
Gambar 7 Hasil sintesis surfaktan melalui proses dua tahap. i: Sesaat setelah destilasi T=150–180oC, ii: Setelah dari reaktor T= 70–80oC, iii: Surfaktan setelah pengecilan ukuran.
11
Analisis Sifat Fisika Kimia APG Surfaktan APG yang dihasilkan, dianalisa sifat fisiko-kimia produk surfaktan APG. Analisa yang dilakukan adalah meliputi pH, HLB, densitas, kestabilan emulsi, interfacial tension (IFT), dan stabilitas busa. Sedangkan analisa yang dilakukan untuk mengetahui kinerja surfaktan APG adalah thermal stability, fase behaviour, dan filtrasi. Surfaktan untuk EOR harus memenuhi kriteria utama diantaranya low interfacial (IFT < 10-3), kompatibel dengan air formasi, stabil pada suhu dan salinitas reservoir, fasa III (fasa tengah) / fasa bawah, adsorpsi <400 μg/g core, filtrasi rasio <1.2; dan oil recovery incremental 15–20% OOIP. (BP Migas, 2009). Analisis Ph Uji pH surfaktan dilakukan untuk mengetahui seberapa besar tingkat keasaman surfaktan yang dihasilkan. Dengan diketahuinya nilai pH tersebut, maka dapat diketahui seberapa besar korosif yang dapat ditimbulkan bila kontak dengan peralatan fasilitas injeksi surfaktan. Nilai pH surfaktan sebaiknya sesuai dengan karakter air formasi yang akan digunakan untuk melarutkan surfaktan. Air formasi yang diambil dari dalam perut minyak bumi mempunyai kandungan ionion negatif dan positif dengan konsentrasi tertentu. Adanya ion-ion tersebut dapat mempengaruhi nilai pH dari larutan surfaktan APG. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH APG yang dihasilkan. Karena APG mempunyai sifat yang tidak bermuatan sehingga menyebabkan tidak terjadi peningkatan atau penurunan nilai pH pada larutan APG yang dilarutkan pada air formasi. Pada Gambar 10 dapat dilihat pengaruh nilai pH dari APG yang dihasilkan.
Gambar 8 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16 terhadap nilai pH surfaktan APG yang dihasilkan. Hasil analisis dari gambar diatas dapat dilihat bahwa APG mempunyai nilai pH yang dihasilkan berkisar yaitu 8.2–8.5. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
12
nilai pH yang dihasilkan oleh larutan APG dalam air formasi sudah memenuhi syarat formula surfaktan untuk EOR yaitu 6–8 (BPMIGAS, 2009).
Analisis Stabilitas Busa Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai stabilitas busa APG yang dihasilkan. Pengaruh nilai kestabilan busa larutan surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16 terhadap nilai stabilitas busa surfaktan APG yang dihasilkan Dari nilai pembusaan yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya sekitar 4–7% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah, karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit. Kecilnya nilai persentase busa yang dihasilkan karena fatty alcohol yang digunakan adalah fatty alcohol C16 yang memang kecil pembusaannya namun bagus sifat detergensinya, sehingga cocok digunakan untuk aplikasi EOR. Analisis Densitas Densitas adalah massa per satu satuan volume. Analisis densitas dilakukan dengan menggunakan alat density meter. APG dilarutkan dalam air formasi dari sumur minyak bumi yang akan diinjeksikan. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai densitas APG yang dihasilkan. Pengaruh nilai densitas larutan surfaktan APG dapat dilihat pada Gambar 10.
13
Gambar di bawah menunjukkan APG yang dihasilkan mempunyai nilai densitas yang mendekati nilai densitas air yaitu berkisar antara 0.981 s/d 0.984 gr/cm3. Nilai densitas APG tersebut menunjukkan bahwa APG larut dalam air, sehingga dapat dikatakan APG compatibel untuk EOR, karena APG larut sempurna dalam air formasi.
Gambar 10 Pengaruh nisbah mol glukosa cair 85% dengan fatty alcohol C16 terhadap nilai densitas surfaktan APG yang dihasilkan. Analisis Hydrophilic-Lipophilic Balance (HLB) HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance) merupakan nilai yang ditentukan dari perbandingan antara gugus hidrofilik dan gugus lipofilik. Rosen (2004) mengatakan bahwa penggunaan surfaktan sebagai formulasi bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent) adalah yang dapat meningkatkan kestabilan emulsi, meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan permukaan serta meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan antarmuka antara fasa minyak dan fasa air. Hasil pengukuran HLB dapat dilihat pada Gambar 11. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai HLB APG yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan mol 1:1.5 paling rendah yaitu 6. Perlakuan 1:2, 1:2.5 dan 1:3.5 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selanjutnya perlakuan 1:3 menunjukkan nilai tengah HLB tertinggi yaitu sebesar 9.5. Hasil nilai HLB pada lima perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.
14
Gambar 11 Pengaruh rasio-molar Gluko 85% dan Fatty Alcohol C16 terhadap nilai HLB Surfaktan APG yang Dihasilkan. HLB merupakan nilai yang bergantung pada perbandingan antara rantai hidrofilik dan lipofilik suatu molekul surfaktan.Semakin panjang rantai hidrofilik maka semakin tinggi nilai HLB, sebaliknya semakin panjang rantai lipofilik maka semakin rendah nilai HLB. Surfaktan yang memiliki nilai HLB yang sama dapat berbeda dalam hal kelarutannya. Surfaktan mempunyai dua aksi yang berbeda yaitu membantu pembentukan suatu sistem emulsi dan menentukan suatu jenis emulsi yang terbentuk apakah dalam bentuk minyak dalam air (O/W) atau air dalam minyak (W/O). Penentuan suatu jenis emulsi ini berhubungan erat dengan nilai HLB (Suryani, et al. 2000). Dari nilai HLB yang didapat maka APG yang dihasilkan tergolong sebagai pengemulsi W/O, Wetting agent, dan Detergen. Tabel 2 Nilai tengah HLB pada perlakuan lima perbandingan rasio molar glukosa dengan Fatty Alcohol C16 Sampel APG A APG B APG C APG D APG E
Nilai Tengah 6,0000c 8,0000b 8,0000b 9,5000a 8,0000b
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang beda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata menurut uji Duncan.
Analisis Stabilitas Emulsi Apg Pengamatan kestabilan emulsi dilakukan secara visual kemudian dihitung penurunan tinggi emulsi. Hasil pengujian menunjukkan penambahan perbandingan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 pada surfaktan APG dalam larutan emulsi menyebabkan semakin rendah nilai kestabilan emulsinya. Emulsi yang dihasilkan dari pengujian dapat dilihat pada Gambar 12.
15
0.1%
0.5%
1%
Gambar 12 Hasil pengujian stabilitas emulsi pada larutan APG 0.1%; 0.5%; dan 1 % Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai stabilitas emulsi APG yang dihasilkan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan mol 1:1.5 paling tinggi yaitu sebesar 0.45 sehingga memberikan pengaruh yang lebih nyata dibandingkan dengan perbandingan 1:2. 1:2.5, 1.3 dan 1:3.5. Dan untuk perbandingan nisbah mol 1:2 dan 1:2.5 tidak berbeda satu sama lain akan tetapi ada perbedaannya apabila dibandingkan dengan perbandingan nisbah mol 1:3 dan 1:3.5. Pengaruh perbadingan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 terhadap nilai stabilitas emulsi dapat dilihat pada Gambar 13. Dari Grafik dapat dilihat bahwa APG yang menggunakan perbandingan nisbah mol 1:1.5 mempunyai nilai kestabilan emulsi yang lebih tinggi dari empat perbandingan nisbah mol lainnya. Hal tersebut menunjukkan APG yang menggunakan perbandingan nisbah mol 1:1.5 mempunyai daya emulsi yang lebih baik.
Gambar 13 Grafik nilai kestabilan emulsi dari APG
16
Analisis Tegangan Antarmuka Nilai IFT merupakan nilai dari kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antarmuka dari 2 permukaan fase cairan. Semakin rendah nilai IFT, maka semakin bagus kinerja surfaktan, karena fungsi surfaktan ialah menurunkan tegangan antar muka hingga sekecil mungkin. Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa surfaktan terbaik adalah surfaktan dengan sampel A yaitu surfaktan dengan perlakuan perbedaan nisbah mol glukosa dan fatty alcohol C16 sebesar 1:1,5. Surfaktan ini memiliki nilai IFT rata-rata yang mendekati nol yaitu sebesar 5.56 x 10-2 dyne/cm pada sampel A. Nilai IFT yang tinggi yaitu sebesar 3.26 x 100 dyne/cm. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16, maka semakin tinggi nilai IFT yang dihasilkan sehingga semakin rendah kinerja surfaktan tersebut. Sampel APG dengan nilai IFT terbaik akan dilanjutkan untuk uji kinerja surfaktan APG pada aplikasi enhanced oil recovery (EOR). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16 berpengaruh sangat nyata terhadap nilai Interfacial Tension APG yang dihasilkan. Dari hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai tengah perlakuan perbandingan 1:1.5 paling rendah yaitu sebesar 0.0556 dyne/cm. Perlakuan 1:2, 1:2.5 dan 1:3.5 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Selanjutnya perlakuan 1:3 menunjukkan nilai tengah HLB tertinggi yaitu sebesar 3.2554. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perbedaan nisbah mol glukosa dengan fatty alcohol C16, maka semakin tinggi nilai IFT yang dihasilkan sehingga semakin rendah kinerja surfaktan tersebut. Kinerja APG Untuk Aplikasi Enhanced Oil Recovery (EOR) Penentuan surfaktan yang akan diuji lanjut pada aplikasi enhanced oil recovery (EOR) berdasarkan nilai IFT terkecil dari sampel keseluruhan yaitu sampel A yang memiliki nilai tegangan antarmuka 4,69 x 10-2 dyne/cm. Surfaktan dengan ultralow interfacial tension (<10-2 dyne/cm) dapat diduga mampu meningkatkan oil recovery sekitar 10−20% (Akzo Surfactant 2006). Uji kinerja APG untuk aplikasi EOR adalah uji kelakuan fasa, uji thermal stability, dan uji filtrasi.
Gambar 14 Grafik Nilai IFT sampel
17
Analisis Thermal Stability APG Uji thermal stability bertujuan untuk mengetahui kestabilan formula larutan surfaktan yang akan digunakan terhadap suhu reservoir lapangan minyak. Suhu pada reservoir lapangan minyak lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruang. Kondisi thermal merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap degradasi formula surfaktan. Nilai densitas minyaknya sebesar 0.81124 (dyne/cm). Data pengamatan diambil pada selang waktu dari hari pertama, ke-14 dan hari ke-28 pada minggu ke-4. Data hasil pengamatan dapat dilihat dari Tabel 3 dibawah ini. Tabel 3 Hasil pengujian thermal stability formula surfaktan APG pada suhu reservoir Sampel APG (1 :1.5 ) Lama pengamatan Densitas Diff densitas 3 (hari) (gr/cm ) (g/cm3) 0 0.98323 0.17199 14 0.9819 0.17066 28 0.98284 0.1716
IFT (dyne/cm) 3.64E-02 5.92E-02 6.58E-02
Pengaruh lama pemanasan terhadap nilai IFT dapat dilihat pada Gambar 15. Nilai IFT yang didapat dari hasil pengujian thermal stability selama 28 hari menunjukkan hasil yang relatif konstan. Pada minggu kedua tidak terjadi peningkatan nilai IFT yang signifikan yaitu meningkat menjadi 5.92x10-2. Dan pada minggu ke-4 pengamatan nilai IFT mengalami peningkatan kembali menjadi 6.58x10-2. Peningkatan nilai IFT dari larutan surfaktan tersebut dapat dikatakan bahwa larutan surfaktan mulai tahan terhadap temperatur tinggi. Dan hasil pengujian IFT dapat dilihat pada Lampiran 6.
Gambar 15 Pengaruh pemanasan pada suhu reservoir (70ºC) terhadap Nilai IFT Surfaktan APG A.
18
Analisis Phase Behavior Surfaktan APG Uji phase behavior bertujuan untuk melihat terbentuknya fasa antara larutan surfaktan dengan minyak bumi. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui compatibility atau kecocokan antara surfaktan dengan fluida minyak. Penentuan fase ini dilakukan secara visual dengan membandingakan antara fasa larutan surfaktan dan fasa minyak. Larutan surfaktan yang digunakan merupakan APG perbandingan 1:1.5 lalu dilarutkan pada air injeksi dan air formasi lapangan minyak X dengan konsentrasi 0.3%.
Hari ke-0
Hari ke-5
Hari ke-1
Hari ke-7
Hari ke-3
Hari ke-14
Gambar 16 Analisis Pengamatan Phase Behaviour Surfaktan APG yang dihasilkan dari Perbedaan Rasio Molar Glukosa Cair 85% dan Fatty Alcohol C16 hari ke-0 sampai hari ke-14
19
Pengamatan dilakukan selama 7 hari pada temperatur reservoir 80oC. Hasil pengamatan phase behavior dapat dilihat pada Gambar 19. Pengujian phase behavior, terjadi emulsi diantara minyak dan air serta kelebihan air pada kedua tabung saat H1 dan H3. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi fase atas. Untuk air formasi dan air injeksi kondisi ini terus berlanjut hingga H14, terjadi kelebihan air pada formulasi.
Analisis Uji Filtrasi Uji filtrasi bertujuan untuk mengetahui keberadaan butiran (precipitant) dalam larutan surfaktan. Pengujian dilakukan dengan melakukan persiapan bahan terlebih dahulu. Diawali dengan pembuatan larutan surfaktan APG 0.3% yang dilarutkan dalam air formasi lapangan X. Kemudian dilakukan penyaringan pada ukuran 500 mesh, 20 µm dan 11 µm. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara volume dan waktu, laju alir/ filtration rate (Fr) dari penyaringan surfaktan milipore 0,45 µm. Kemudian dihitung juga dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Pengujian dilakukan dengan membandingkan air formasi lapangan X dengan larutan surfaktan APG 0.3% yang dilarutkan dalam air formasi lapangan X. Diharapkan, nilai dari Fr adalah kurang dari 1.2 karena ini menandakan bahwa hanya sedikit butiran yang terdapat larutan surfaktan. Pada hasil uji filtrasi dengan menggunakan saringan milipore milipore 0,45 µm diperoleh nilai laju alir larutan air formasi 1.2 dan nilai laju alir air larutan surfaktan APG 1.02. Pada pengujian filtrasi yang menggunakan saringan milipore 0.45 µm ini, penyaringan menggunakan alat vakum dengan mengalirkan tekanan 1.5 bar. Hasil tersebut menunjukkan bahwa larutan surfaktan APG memiliki nilai laju alir air larutan yang lebih kecil dari nilai laju alir larutan air formasi. Grafik perbandingan antara air formasi dan larutran APG dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 17 Grafik perbandingan uji filtrasi pada filter membran 0.45 µm
20
5 SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Surfaktan Alkil Poliglikosida dapat disintesis menggunakan fatty alcohol C16 sawit dan glukosa cair 85 % dengan kondisi proses terbaik adalah pada perbandingan nisbah mol 1 : 1.5 (glukosa : fatty alcohol) pada suhu proses transasetalisasi 120−130oC dan lama proses 2 jam. Surfaktan APG yang dihasilkan berupa serbuk, berwarna gelap, dan larut air. Surfaktan APG terbaik tersebut memiliki nilai pH netral yaitu 8, ini menandakan APG bersifat netral dan baik digunakan pada saat pengaplikasiannya untuk EOR karena tidak menimbulkan korosif pada reservoir. Analisa stabilitas emulsi APG yang didapat pada sampel A berbeda nyata dengan nilai rataan 45%. Semakin tinggi konsentrasi APG maka nilai kestabilan emulsi makin baik. Dari nilai pembusaan yang didapatkan terlihat bahwa nilai busa hanya sekitar 4-6% saja. Nilai kestabilan busa hasil sintesis APG ini terbilang rendah, karena busa tersebut hilang pada waktu kurang dari 45 menit. Kecilnya nilai persentase busa yang dihasilkan karena fatty alcohol yang digunakan adalah fatty alcohol C16 yang memang kecil pembusaannya namun bagus sifat detergensinya, sehingga cocok digunakan untuk aplikasi EOR. Analisa uji IFT APG yang dihasilkan melaluui perbandingan mol glukosa dan mol fatty alcohol C16 1:1,5 memiliki nilai IFT terbaik. Hal ini terlihat dari nilai IFT yang didapatkan pada APG tersebut yaitu sebesar 5.56 x 10-2 dyne/cm. Saat dilakukan pengujian IFT ini, juga dilakukan pengukuran nilai densitas. Semakin tinggi nilai densitas, maka semakin tinggi pula tegangan antar mukanya. Dari nilai HLB yang didapat pada masing-masing APG dengan perlakuan dan pengulangan yang dilakukan berkisar 6-9. Hal ini berarti bahwa APG yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai pengemulsi W/O, pengemulsi O/W, detergent, dan wetting agent. Berdasarkan pilihan hasil sintesis APG terbaik akan dianalisa uji kinerja untuk kesesuaiannya pada aplikasi EOR. Analisa uji pertama adalah uji thermal stability, dari data hasil pengamatan terlihat perbedaan nilai IFT pada hari ke-0 sampai hari ke-28 tidak terlalu signifikan yaitu masih dalam kisaran 10-2 dyne/cm. Sehingga dapat dikatakan surfaktan APG yang dihasilkan memiliki stabilitas yang cukup baik terhadap lama pemanasan. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa nilai laju alir larutan air formasi 1.2 dan nilai laju alir air larutan surfaktan APG 1.02. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai kecepatan laju alir pada air formasi dan larutan APG sudah amat baik, dari nilai tersebut sangat terlihat laju alir yang konstan dan sedikit pengotor yang terdapat pada larutan, dan jika pada pengaplikasiaannya saat injeksi formula surfaktan pada reservoir sangat sedikit kemungkinan akan adanya penyumbatan.
21
Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
2.
Penggunaan glukosa 85% menyebabkan kesulitan teknis dalam penimbangan. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan glukosa dari konsentrasi lebih rendah dari 75%. Nisbah mol reaktan yang digunakan berkisar antara 1.5–3.5 (mol/mol). Disarankan untuk dicoba nisbah mol yang lebih rendah
6 DAFTAR PUSTAKA Aczo Nobel Surfactants. 2006. Enhanced Oil Recovery (EOR) Chemicals and Formulations. Aczo Nobel Surface Chemistry LLC. Buchanan M, Charles W, dan Matthew J. Penemu; United States Paten, 20 Juni 1998. Process for Making Alkylpolyglycosides. US006077945. Buckley J.S, Takamura, K. and Morrow N.R. 1989. Influence of Electrical Surface Charges on The Wetting Properties of Crude Oils. SPE Reservoir Engineering. BPMIGAS.2009. Spesifikasi Teknis Surfaktan untuk Aplikasi EOR. BP MIGAS, Chitra PD. 2005. Kinetika Reaksi Hidrolisa Kulit Durian Menjadi Glukosa dengan Katalisator HCl pada Tangki Berpengaduk. Laporan Penelitian Teknik Kimia. Surabaya: UPN Veteran. Jatim Halimatuddahliana. 2004. “Pembuatan n-Butanol dari Berbagai Proses”.Teknik Kimia UNSU. SUMUT. Hill K, Biermann M, Rossmaier H, Eskuchen R, Wuest W, Wollmann J, Bruns A, Hellmann G, Ott K, Winkle W, K. Wollmann et al. 1996. Patens: “Process for Direct Production of Alkyl polyglycosides”. Dalam www.uspto.gov. 12 Februari 2007. Hill K. 2000. “Fats and Oil as Oleochemical Raw Material”. Dalama Pure Appl.Chem Vol. 72, No. 7, pp. 1255-1264,. Cognis D GmbH, Germany. Indrawanto R. 2007. Optimasi Nisbah Mol Glukosa-Fatty Alcohol C12 Dan Suhu Asetalisasi Pada Proses Pembuatan Surfaktan Nonionik Alkyl Polyglycosides (APG). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB Bogor. Johannson I, and Svensson M. 2001. Surfactants Based on Fatty Acids and Other Natural Hydrophobes. J Current Opinion in Colloid & Interface Sci 6:178188. Margaretha A. 1999. “Synthesis of Fructosa-Based Surfactans”. Ph.D dissertation: Technische Universiteit Delft. Presents Z. 2000. “All About Fatty alkohol”. Dalam http://www.condea.org. [14 Mei 2012].
22
Sukkary M. M., Nagla A, Aid S. I, dan Azab, W. I. 2007. Synthesis and characterization of some alkyl polyglycosides surfactans. J of Dispersion and Technol 2:129-137 Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2001. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian-Fateta IPB, Bogor. Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Wuest W, Eskuchen R, Wollman J, Hill K, Biermann M, penemu; United States Patent, 11 Agustus 1992. Process for preparing alkylglucoside compounds from oligo- and/or polysaccharides. US005138046.
23
Lampiran 1 Gambar reaktor dan bahan - bahan yang digunakan
Reaktor berpengaduk
Butanol
Sarung Tangan
Katalis PTSA
Glukosa Cair 85%
Silikon Oil
Fatty Alcohol C16
Pompa Vacuum
24
Lampiran 2 Prosedur Analisa surfaktan APG a.
Rendemen
Rendemen (%) = Bobot APG hasil destilasi x 100% Bobot total bahan baku b. Analisa Uji pH Masukkan pH meter kedalam larutan APG 10%, yang kemudian baca hasil nilai pH yang terbaca pada alat.
Gambar 18 pH meter digital c. Analisa Stabilitas Emulsi APG (Modifikasi ASTM D 1436. 2000) Stabilitas emulsi diukur diantara air dan xilena. Xilena dan air dicampur dengan perbandingan 6:4. Campuran tersebut dikocok selama 5 menit menggunnakan vortex mixer. Pemisahan emulsi antara air dan xilena diukur berdasarkan lamanya pemisahan antar fasa sebelum dan sesudah ditambahkan surfaktan dibandingkan nilainya. Penetapan stabilitas emulsi dengan cara yang sederhana, yaitu dengan cara pengukuran berdasarkan pemisahan dengan asumsi bahwa sistem emulsi yang sempurna bernilai 100.
d. Analisa Pembusaan APG (Sukkary et al. 2007) Pengukuran kestabilan busa dilakukan dengan konsentrasi APG 0.5% yang dilarutkan dalam air. Kemudian dimasukkan 5 ml kedalam tabung ulir 10 ml. Kemudian di kocok hingga busa terbentuk. Busa yang terbentuk kemudian diukur tingginya. Rendemen (%) =Tinggi busa Tinggi total larutan
x 100%
e. Analisa Tegangan Antar Muka (Interfacial Tension) Metode Spinning Drop (Gardener and Hayes, 1983)
25
Cara kerja Spinning Drop Interfacial sebagai berikut : hidupkan power dan tombol lampu pada alat. Panaskan alat spinning drop, kemudian set pada suhu 70 o C (kondisi percobaan) dengan kecepatan putaran 9000 rpm. Setelah kondisi tersebut stabil, ke dalam glass tube diisikan larutan surfaktan dengan konsentrasi yang telah dibuat. Ke dalam glass tube yang telah berisi larutan surfaktan, diberi tetesan minyak (crude oil). Dalam glass tube tidak boleh ada gelembung udara. Masukan glass tube ke dalam alat spinning drop, dengan permukaan glass tube menghadap ke arah luar. Pembacaan radius tetesan dilakukan jika suhu alat telah mencapai 70oC. Ulangi pembacaan ini sampai didapatkan harga yang konstan dari pembacaan radius tetesan. Bila pembacaan kurang jelas, fokus lensa dapat diatur. Perhitungan :
Keterangan : IFT Δρ D W
= nilai tegangan antar muka (dyne/m) = perbedaan densitas fluida minyak dan larutan surfaktan (kg/m3) = radius drop (m) = kecepatan angular
Gambar 19 Spining drop interfacial tension TX 500C f. Analisa HLB APG Metode Titrimetri Perhitungan nilai HLB dengan mencari persamaan linier dari jenis surfaktan yang telah diketahui nilainya. Menurut Martin et al. (1970) bahwa nilai HLB dari tween 80 ialah 15.0; span 20 ialah 8.6; dan asam oleat ialah 1. Untuk kurva standar perhitungan HLB dapat dilihat pada lampiran dibawah ini: Tabel 4 Data hasil perhitungan kurva standar HLB Surfaktan Aquades yang dipakai (ml) Rataan Asam 14.3 16.8 15,55 oleat Span 20 38.3 37,7 38 Tween 67.7 70 68.85 80
HLB 1 8.6 15
26
Gambar 20 Kurva standar APG g. Analisa Densitas APG Hidupkan power alat densitometer. Pastikan sel pengukuran bersih dan kering. Masukkan larutan surfaktan ke dalam sel pengukuran yang terdapat pada alat. Tekan tombol start dan tunggu beberapa menit hingga hasil pengukuran terlihat pada monitor alat. Catat hasil pengukuran berupa densitas dan specific gravity yang diperoleh.
Gambar 21 Densitometer DMA 4500M
h. Analisa Thermal Stability APG Sebanyak 20 ml formula surfaktan 0.3% dimasukkan ke dalam ampul yang telah diberi label. Selanjutnya dimasukkan ke dalam oven pada suhu reservoir 80oC, diamati perubahan yang terjadi dan didokumentasikan serta diukur densitas dan IFT dari masing-masing larutan. Seluruh botol disimpan kembali pada oven bersuhu reservoir lalu diamati dan didokumentasikan serta diukur densitas dan IFT dari masing-masing larutan. Buatkan plot hubungan antara IFT dan perubahan yang terjadi akibat pemanasan. Uji ini dilakukan selama 4 minggu dengan pengamatan dilakukan tiap minggu pada hari pertama, ke-3, ke-5, ke-7, ke-14, hingga hari ke-28.
27
i. Analisa Phase Behavior APG Minyak mentah disaring dengan menggunakan filter berukuran 10 mikron untuk memisahkan partikel seperti pasir dari minyak mentah. Masukkan 2 ml surfaktan ke dalam ampul berukuran 5 ml lalu ditambahkan 2 ml minyak mentah. Bagian bawah dan atas ampul ditutup dengan cara melelehkan tabung ampul pada bor api. Tempatkan ampul pada media pemanas berisikan minyak dan disimpan pada suhu reservoir selama 14 hari. Ampul diputar selama waktu penyimpanan agar cairan tercampur. Jangan dikocok. Selanjutnya, diamati dan dicatat perubahan pada antar muka cairan setelah 24 jam selama 14 hari lama waktu pengamatan pada selang waktu hari pertama, ke-3, ke-5, ke-7, hingga hari ke-14. Cairan dikatakan berada di titik keseimbangan ketika antar muka cairan tidak berubah secara signifikan. Lampiran 3 Data hasil pengujian tiap uji a) Bobot tiap bahan dan rendemennya Sampel
glukosa
butanol
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
124.100 66.800 95.600 61.000 59.700 69.100 53.1 61.200 61.100 68.8
303.0 163.1 233.4 148.9 145.8 168.7 129.6 149.4 149.2 168.0
katalis1 katalis2 1.400 0.754 1.090 0.689 0.670 0.781 0.600 0.692 0.690 0.777
0.700 0.377 0.545 0.345 0.335 0.390 0.300 0.346 0.345 0.389
c16
Total
250.780 134.900 257.500 164.300 201.070 232.700 214.600 247.300 288.100 324.400
679.980 365.931 588.135 375.234 407.555 471.671 398.200 458.937 499.435 562.366
b) Data Perhitungan Nilai HLB Volume HLB Sampel Ulangan Ulangan Ulangan Ulangan 1 2 1 2 A1 33 30 6.1662 5.3892 A2 30 31 5.3892 5.6482 B1 38 40 7.4612 7.9792 B2 39 39 7.7202 7.7202 C1 41 43 8.2382 8.7562 C2 42 41 8.4972 8.2382 D1 47.5 45.5 9.9217 9.4037 D2 44.5 46.5 9.1447 9.6627 E1 40 42 7.9792 8.4972 E2 39 40 7.7202 7.9792
HLB 6 6 8 8 8 8 10 9 8 8
Bobot APG 105.2 37.5 57.8 64 71 49.6 52.7 56 62 74
28
c) Data Nilai pH Kode Sampel A1 A2 B1 B2 C1 C2 D1 D2 E1 E2
pH Ulangan 1 Ulangan 2 8.1 8.2 8.3 8.3 8.5 8.3 8 8.2 8.3 9 8.1 8.7 8.2 8 8.1 8.8 8.2 8.6 8.8 8.1
Ratarata 8.2 8.3 8.4 8.1 8.7 8.4 8.1 8.5 8.4 8.5
d) Data Perhitungan Nilai Pembusaan Tinggi Busa Sampel Ulangan 1 Ulangan 2 Rata - rata (mm) (mm) A1 4 4 4 A2 2 3 2.5 B1 8 4 6 B2 6 3 4.5 C1 4 3 3.5 C2 3 3 3 D1 6 4 5 D2 7 4 5.5 E1 5 6 5.5 E2 5 5 5
e) Data Perhitungan Stabilitas Emulsi Sampel A B C D E
Kestabilan emulsi ul 1 ul2 45% 45% 43% 45% 44% 44% 42% 43% 41% 41%
Kestabilan emulsi 45% 44% 44% 43% 41%
Tinggi Keseluruhan (mm)
Pembusaan
70 70 70 70 70 70 70 70 70 70
6% 0.04 9% 6% 5% 4% 7% 8% 8% 7%
29
f) Data Hasil Pengujian Interfacial Tension (IFT) Perbandingan MoL 1:1.5
1:2
1:2.5
1:3
1:3.5
Nama sample A1 A1 A2 A2 B1 B1 B2 B2 C1 C1 C2 C2 D1 D1 D2 D2 E1 E1 E2 E2
IFT (dyne/cm) 0.0442 0.0497 0.0621 0.0664 0.4616 0.2047 0.6176 0.4452 0.2293 0.8914 0.4452 0.898 1.5228 1.4864 1.7175 1.6594 2.647 2.2129 3.7288 4.4329
g) Data Hasil Pengujian Thermal Stability Hari ke-
Waktu Pengamatan
Densitas (g/cm3)
Different densitas
IFT (dyne/cm)
0
10/02/2012
0.98323
0.17199
3.64 x 10-2
1
10/03/2012
0.98315
0.17191
2.33 x 10-2
3
10/05/2012
0.98262
0.17138
6.17 x 10-1
5
10/07/2012
0.98219
0.17095
6.10 x 10-1
7
10/09/2012
0.98382
0.17258
2.23 x 10
14
10/16/2012
0.9819
0.17066
5.92 x 10-2
28
10/30/2012
0.98284
0.17160
6.58 x 10-2
30
h) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 500 mesh No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
0:00:00 0:00:10 0:00:21 0:00:33 0:00:44 0:00:56 0:01:06
0 10 21 33 44 55 66
0 10 31 54 77 99 121 0.96
Menit Akumulasi 0:00:00 0:00:10 0:00:31 0:00:54 0:01:17 0:01:39 0:02:01
i) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 20 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
0:00:00 0:00:10 0:00:21 0:00:33 0:00:44 0:00:56 0:01:06
0 10 21 33 44 55 66
0 10 31 54 77 99 121 0.96
Menit Akumulasi 0:00:00 0:00:10 0:00:31 0:00:54 0:01:17 0:01:39 0:02:01
j) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 11 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
0:00:00 0:00:09 0:00:21 0:00:32 0:00:44 0:00:55 0:01:06
0 9 21 32 44 55 66
0 9 30 53 76 99 121 0.98
Menit Akumulasi 0:00:00 0:00:09 0:00:30 0:00:53 0:01:16 0:01:39 0:02:01
31
k) Data pengujian filtrasi air formasi sintetik x 0.45 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
0:00:00 0:00:06 0:00:13 0:00:19 0:00:30 0:00:37 0:00:58
0 6 12 18 30 36 48
0 6 18 30 48 66 84 1.20
Menit Akumulasi 0:00:00 0:00:06 0:00:18 0:00:30 0:00:48 0:01:06 0:01:24
l) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 500 mesh No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
Menit Akumulasi
0:00:00 0:00:45 0:01:06 0:01:21 0:03:06 0:04:09 0:04:59
0 45 65 81 186 248 297
0 45 110 146 267 434 545 1.77
0:00:00 0:00:45 0:01:50 0:02:26 0:04:27 0:07:14 0:09:05
m) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 20 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
Menit Akumulasi
0:00:00 0:02:24 0:03:12 0:06:25 0:07:22 0:09:36 0:10:51
0 144 192 396 462 576 651
0 144 336 588 858 1038 1227 0.71
0 0:02:24 0:05:36 0:09:48 0:14:18 0:17:18 0:20:27
32
n) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 11 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
Menit Akumulasi
0:00:00 0:02:09 0:04:06 0:06:01 0:07:07 0:09:03 0:10:47
0 127 244 360 426 539 648
0 127 371 604 786 965 1187 0.97
0 0:02:07 0:06:11 0:10:04 0:13:06 0:16:05 0:19:47
o) Data pengujian filtrasi larutan APG 0.3% 0.45 µm No 1 2 3 4 5 6 7
Volume (ml) 0 50 100 150 200 250 300 FR
Waktu Saring Menit
Detik
Detik akumulasi
Menit Akumulasi
0:00:00 0:00:35 0:01:26 0:02:26 0:04:27 0:05:01 0:06:18
0 36 87 147 247 302 379
0 36 123 234 394 549 681 1.06
0:00:00 0:00:36 0:02:03 0:03:54 0:06:34 0:09:09 0:11:21
33
Lampiran 4 Data hasil analisis IFT pada surfaktan APG Rasio molar rektan 1:1.5 (A1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9823
0.1711
0.0442
Rasio molar rektan 1:1.5 (A2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9834
0.1722
0.0621
Rasio molar rektan 1:2 (B1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9831
0.1719
0.4616
Rasio molar rektan 1:1.5 (A1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9835
0.1723
0.0497
Rasio molar rektan 1:1.5 (A2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9834
0.1722
0.0664
Rasio molar rektan 1:2 (B1) Diff. Densitas Densitas IFT 0,9831
0.1721
0,2047
34
Rasio molar rektan 1:2 (B2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9829
0.1734
0.6176
Rasio molar rektan 1:2.5 (C1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9835
0.1723
0.2293
Rasio molar rektan 1:2.5 (C2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9824
0.1712
0.4452
Rasio molar rektan 1:2 (B2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9824
0.1712
0.4452
Rasio molar rektan 1:2.5 (C1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9837
0.1725
0.8914
Rasio molar rektan 1:2.5 (C2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9836
0.1724
0.898
35
Rasio molar rektan 1:3 (D1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9837
0.1725
1.5228
Rasio molar rektan 1:3 (D2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9828
0.1716
1.7175
Rasio molar rektan 1:3.5 (E1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9837
0.1725
2,647
Rasio molar rektan 1:3 (D1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9835
0.1723
1.4864
Rasio molar rektan 1:3 (D2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9827
0.1715
1.6594
Rasio molar rektan 1:3.5 (E1) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9833
0.1721
2.2129
36
Rasio molar rektan 1:3.5 (E2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9832
0.1720
3.7288
Rasio molar rektan 1:3.5 (E2) Diff. Densitas Densitas IFT 0.9833
0.1721
4.4329
Lampiran 5. Data IFT hasil analisis uji Thermal Stability
Densitas 0.9832
Densitas 0.9828
Pada Hari ke-0 Diff. Densitas 0.1719
Pada Hari ke-28 Diff. Densitas 0.1716
IFT 0.0364
IFT 0.0657
Densitas 0.9819
Pada Hari ke-14 Diff. Densitas 0.1721
IFT 0.0592
37
Lampiran 6 Peralatan dan Instrumen yang digunakan
Oven
Timbangan analitik
Saturasi/penjenuhan core