SINTESIS SILIKA GEL DARI LIMBAH KACA DAN APLIKASINYA PADA EKSTRAKSI FASA PADAT ION TIMBAL(II)
TUGAS AKHIR SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Kimia
Oleh: Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057
PROGRAM STUDI KIMIA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
i
SINTESIS SILIKA GEL DARI LIMBAH KACA DAN APLIKASINYA PADA EKSTRAKSI FASA PADAT ION TIMBAL(II) Oleh: Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057 Pembimbing : Erfan Priyambodo, M.Si ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening serta untuk mengetahui efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat oleh silika gel hasil sintesis dari limbah kaca bening. Subjek penelitian adalah serbuk silika gel dari limbah kaca bening. Objek penelitian adalah efektivitas ekstraksi fasa padat ion timbal(II) oleh silika gel. Sintesis silika gel dari limbah kaca bening dilakukan dengan metode sol gel melalui pembentukan natrium silikat. Natrium silikat lalu direaksikan dengan HCl 1 M dan 3 M hingga terbentuk gel dengan pH 7. Gel yang terbentuk dikeringkan dalam oven dengan suhu 110°C selama 2 jam. Silika gel hasil sintesis dari limbah kaca dikarakterisasi dengan spektroskopi IR dan digunakan sebagai fasa diam untuk prekonsentrasi ion timbal(II) melalui metode ekstraksi fasa padat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening menggunakan metode sol gel untuk masing-masing konsentrasi HCl 1 M dan HCl 3 M adalah sebesar 23,27% dan 35,20%. Adapun hasil spektra IR menunjukkan bahwa silika gel telah berhasil dibuat, hal ini didukung oleh munculnya serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus –OH dari gugus silanol dan serapan pada bilangan gelombang 1095,57 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus –Si-O dari gugus siloksan. Berdasarkan hasil spektrofotometri serapan atom (SSA) menunjukkan bahwa prekonsentrasi ion timbal(II) melalui metode ekstraksi fasa padat telah berhasil dilakukan. Efektivitas prakonsentrasi ion timbal(II) oleh silika gel hasil sintesis dari limbah kaca sebesar 85,001% bila dielusi dengan HNO3 1 M sebanyak 10 mL. Kata kunci: limbah kaca, silika gel, prekonsentrasi ion timbal(II), esktraksi fasa padat
ii
THE SYNTHESIS OF SILICA GEL FROM GLASS WASTE AND ITS APPLICATION ON SOLID PHASE EXTRACTION OF LEAD(II) ION Oleh: Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057 Pembimbing : Erfan Priyambodo, M.Si ABSTRACT The objective of this research is to know the yield of silica gel from synthesis to clear glass waste and to know the effectivity of lead(II) ion preconcentration through solid phase extraction process by silica gel from synthesis of clear glass waste. The subject of the research was silica gel powder from clear glass waste. The object of research is an effectivity of solid phase extraction of lead(II) ion by silica gel. Synthesis of silica gel from glass waste is done by sol gel method through the formation of sodium silicate. Sodium silicate is then reacted with 1 M and 3 M of HCl to form gel with pH 7. The formed gel is dried in an oven at 110°C for 2 hours. The synthesis silica gel from the glass waste is characterized by IR spectroscopy and used as a stationary phase for the preconcentration of lead(II) ions through a solid phase extraction method. The results showed that silica gel rendement resulting from synthesis of clear glass waste using sol gel method for each concentration of 1 M HCl and 3 M HCl was 23.27% and 35.20%. The results of IR spectra showed that silica gel was successfully made.This is supported by the appearance of absorption at the wave number 3448,72 cm-1 which is indicating the presence of -OH groups of silanol groups and uptake at 1095.57 cm-1 wave numbers which is indicating the presence of the -Si-O group of the siloxane group. Based on the results of atomic absorption spectrophotometry (SSA), it is showed that the preconcentration of lead(II) ions through solid phase extraction method has been successfully performed. The effectiveness of the preconcentration of lead(II) ions by silica gel resulting from the synthesis of glass waste is 85,001% when eluted with 10 mL HNO3 1 M. Keywords: glass waste, silica gel, lead(II) ion preconcentration, solid phase extraction
iii
LEMBAR PERSETUJUAN Tugas Akhir Skripsi dengan Judul SINTESIS SILIKA GEL DARI LIMBAH KACA DAN ALIKASINYA PADA EKSTRAKSI FASA PADAT ION TIMBAL(II)
Disusun oleh:
Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057
telah memenuhi syarat dan disetujui oleh Dosen Pembimbing untuk dilaksanakan Ujian Akhir Tugas Akhir Skripsi bagi yang bersangkutan
Yogyakarta, 20 Juni 2017 Mengetahui
Disetujui,
Ketua Program Studi Kimia
Dosen Pembimbing
Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc.,Ph.D
Erfan Priyambodo, Msi
NIP 19680629 199303 1 001
NIP. 19820925 200501 1 002
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Akhir Skripsi SINTESIS SILIKA GEL DARI LIMBAH KACA DAN ALIKASINYA PADA EKSTRAKSI FASA PADAT ION TIMBAL(II) Disusun oleh:
Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057 Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Pada tanggal
TIM PENGUJI Nama/ Jabatan
Tanda Tangan
Tanggal
..........................
..................
..........................
..................
..........................
..................
Erfan Priyambodo, M.Si Ketua Penguji I Made Sukarna, M.Si Penguji Utama Annisa Fillaeli, M.Si Penguji Pendamping
Yogyakarta, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dekan,
Dr. Hartono, M.Si NIP. 19620329 198702 1 002
v
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Maria Brigita Novisatri
NIM
: 13307141057
Program Studi
: Kimia
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Judul Penelitian
: Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca dan Aplikasinya pada Ekstraksi Fasa Padat Ion Timbal(II)
menyatakan bahwa penelitian ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. .
Yogyakarta,
Juli 2017
Yang Menyatakan,
Maria Brigita Novisatri NIM 13307141057
vi
MOTTO
Be gentle with yourself. You’re doing the best you can
“Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANLAH yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16:9)
“Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya” (Mazmur 33:18)
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
Bapak Ubaldus Min dan Ibu Kornelia Ani Atas doa, dukungan moral maupun moril yang tiada hentinya. Semoga ini dapat memberikan senyuman dan rasa bangga bagi Bapa & Mama.
Adikku, Hardi, Bedi dan Dei atas doa, semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Kakakku, Prischa dan adikku Ocind atas segala doa dan dukungan. Terimakasih selalu menjadi pengingat untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Semua sahabatku Puspa, Kirana, Maya, Shinta, Christin, Bama, Fani atas dukungan, semangat, dan bantuannya selama ini. Terimakasih atas canda, tawa, perjuangan kita selama 4 tahun. . Teman-teman KKN 38 ND HAI (Hesti & Anna) teman-teman KSI-MIST 20152016, serta teman-teman Kimia E 2013, terima kasih atas kebersamaan, bantuan dan kerjasamanya selama masa perkuliahan.
viii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca dan Aplikasinya pada Ekstraksi Fasa Padat Ion Timbal(II). Penulis menyadari bahwa dari masa kuliah hingga terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Hartono, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Bapak Erfan Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, dan ketua penguji yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran. 4. Bapak I Made Sukarna, M.Si selaku penguji utama, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan. 5. Ibu Annisa Fillaeli, M.Si selaku penguji pendamping, atas pertanyaan, kritik, dan saran yang diberikan. 6. Seluruh Dosen, Staff dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian. 7. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan secara moral maupun material dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebut satu per satu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan almamater. Yogyakarta,
Penulis
ix
Juli 2017
DAFTAR ISI
TUGAS AKHIR SKRIPSI .................................................................................... i ABSTRAK ............................................................................................................. ii ABSTRACT ........................................................................................................... iii LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ iv HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... v SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... vi MOTTO ............................................................................................................... vii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah .................................................................................... 4 D. Perumusan Masalah ..................................................................................... 5 E. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5 F.
Manfaat Penelitian ....................................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 7 A. Deskripsi Teori ............................................................................................. 7 1.
Kaca .......................................................................................................... 7
x
2.
Silika Gel .................................................................................................. 8
3.
Proses Sol-Gel ........................................................................................ 11
4.
Ekstraksi Fasa Padat (Solid Phase Extraction) ...................................... 12
5.
Timbal (Plumbum) ................................................................................. 15
6.
Spektroskopi Infra Merah ....................................................................... 16
7.
Spektrofotometri Serapan Atom ............................................................. 19
B. Penelitian yang Relevan ............................................................................. 24 C. Kerangka Berpikir ...................................................................................... 27
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 29 A. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 29 1.
Subjek Penelitian .................................................................................... 29
2.
Objek Penelitian ..................................................................................... 29
B. Variabel Penelitian ..................................................................................... 29 1.
Variabel Bebas ....................................................................................... 29
2.
Variabel Terikat ...................................................................................... 29
C. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 29 1.
Alat ......................................................................................................... 29
2.
Bahan ...................................................................................................... 30
D. Prosedur Penelitian..................................................................................... 31 1.
Preparasi Sampel .................................................................................... 31
2.
Pembuatan Larutan Natrium Silikat (Na2SiO3) dari Limbah kaca ......... 31
3.
Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca ..................................................... 31
4.
Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah .............. 32
5.
Proses Ekstraksi Fasa Padat ................................................................... 32
E. Analisis Data .............................................................................................. 32 1.
Analisa kualitatif .................................................................................... 33
xi
2.
Analisa kuantitatif .................................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 34 A. Hasil Penelitian .......................................................................................... 34 1.
Sampel Limbah Kaca ............................................................................. 34
2.
Sintesis Silika Gel dari Kaca .................................................................. 35
3.
Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Analisis Spektra Inframerah ......... 36
4.
Uji Efektivitas Prekonsentrasi Ion Logam Berat Timbal ....................... 37
B. Pembahasan ................................................................................................ 38 1.
Pembentukkan Larutan Natrium Silikat (Na2SiO3) dari Limbah Kaca. . 39
2.
Pembentukan Silika Gel dari Limbah Kaca ........................................... 43
3.
Interpretasi Spektra Inframerah Silika Gel ............................................. 49
4.
Ekstraksi Fasa Padat ion Timbal(II) oleh Silika Gel .............................. 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 56 A. Kesimpulan ................................................................................................ 56 B. Saran ........................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 57 LAMPIRAN ......................................................................................................... 62
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kandungan SiO2 pada Berbagai Jenis Kaca Berwarna ............................. 8 Tabel 2. Karakteristik Silika Gel ............................................................................. 9 Tabel 3. Karakteristik Spektrum IR Silika Gel ..................................................... 19 Tabel 4. Kondisi Standar untuk Analisis Timbal dengan SSA ............................. 24 Tabel 5. Data Hasil Sintesis Silika Gel dengan Variasi Konsentrasi HCl ............ 35 Tabel 6. Data Ekstraksi Fasa Padat terhadap Ion Timbal(II) ................................ 38 Tabel 7. Interpretasi Spektra IR Silika Gel dan Silika Kiesel Gel 60 Merck........ 50
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur Kimia Silika Gel ...................................................................... 9 Gambar 2. Tipe-tipe Gugus Silanol ...................................................................... 10 Gambar 3. Proses Sol Gel ..................................................................................... 12 Gambar 4. Sistem Ekstraksi Fasa Padat ................................................................ 14 Gambar 5. Rangkaian Instrumen Spektroskopi Inframerah .................................. 18 Gambar 6. Ilustrasi Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom .......................... 20 Gambar 7. Proses Penyerapan dan Pemancaran Energi Logam Timbal(II).......... 21 Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absrobansi ................................... 23 Gambar 9. Sampel Serbuk Limbah Kaca .............................................................. 34 Gambar 10. Silika Gel Hasil Sintesis .................................................................... 34 Gambar 11. Spektra Inframerah Silika Gel dari Limbah Kaca. ............................ 36 Gambar 12. Spektra Inframerah Kiesel Gel 60G .................................................. 37 Gambar 13. Natrium Silikat dari Serbuk Limbah Kaca ........................................ 41 Gambar 14. Mekanisme Reaksi Pembentukan Natrium Silikat ............................ 42 Gambar 15. Silika Gel dengan Pengasaman HCL 3 M ......................................... 47 Gambar 16. Silika Gel dengan Pengasaman HCl 1 M .......................................... 47 Gambar 17. Mekanisme Reaksi Pembentukan Ikatan Siloksan pada Proses Pembentukan Jaringan Gel. ............................................................. 48 Gambar 18. Mekanisme Pembentukan Silika Gel ................................................ 49 Gambar 19. Reaksi Pengikatan Kation Pb2+ pada Gugus Silanol dan Siloksan ... 53 Gambar 20. Reaksi Pengikatan Kation H+ pada Gugus Silanol dan Pelepasan Kation Pb2+ Siloksan ........................................................................ 54
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan untuk Sintesis Silika dari Limbah Kaca. ...................... 63 Lampiran 2. Hasil Karakerisasi IR Silika. ............................................................ 66 Lampiran 3. Perhitungan untuk Metode Ekstraksi Fasa Padat. ............................ 68 Lampiran 4. Data SSA Prekonsentrasi ion Timbal(II). ......................................... 72 Lampiran 5. Diagram Prosedur Kerja. .................................................................. 73 Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian. ................................................................... 76
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kaca merupakan salah satu material padat yang berperan penting bagi kehidupan manusia. Penggunaan kaca sebagai material padat dapat diaplikasikan diberbagai elemen bangunan, sektor indutri dan yang paling sederhana dalam bidang rumah tangga. Kaca banyak sekali digunakan karena sifat-sifatnya yang khas, yaitu transparan, tahan terhadap serangan kimia, efektif sebagai isolator listrik, dan mampu menahan vakum (Austin, 1996:198). Kebutuhan kaca meningkat selaras dengan pertumbuhan perumahan. Sementara itu, disisi lain kaca memiliki dampak negatif apabila sisa kaca yang telah digunakan tidak mendapatkan penanganan yang benar. Sisa kaca yang sudah tidak digunakan disebut limbah kaca. Limbah atau dalam bahasa ilmiahnya disebut juga dengan polutan secara sederhana dapat diartikan sebagai sampah. Limbah kaca terdapat melimpah dengan jumlah mencapai 0,7 juta ton di Indonesia per tahun (MoE, J., 2008:5). Pada umumnya limbah kaca akan di recycle menjadi produk kaca kembali. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah kaca di bidang kimia adalah sebagai bahan baku adsorben yaitu silika gel. Silika gel dapat dibuat dari bahan yang mengandung silikon dioksida (SiO2). Menurut Coleman, Li, & Raza (2014:8) kadar silikon dioksida (SiO2) dalam limbah kaca adalah lebih dari 70% dari total campuran senyawa. Menurut Shayan & Xu (2004) kandungan SiO2 untuk jenis warna kaca berbeda-beda yakni untuk kaca bening sebesar 72,42%, kaca coklat 72,21% dan kaca hijau 72,38%.
1
Oleh karena tingginya kandungan silikon dioksida pada limbah kaca maka limbah kaca dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku pembuatan silika gel. Ada berbagai metode sintesis silika gel, diantaranya adalah metode sol gel, metode presipitasi dan pengeringan pada tekanan ruang. Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni (2014) telah berhasil menghasilkan silika gel dari limbah kaca dengan menggunakan metode sol gel melalui pembentukan natrium silikat. Proses sol gel dapat menghasilkan material yang memiliki kemurnian dan kekuatan yang lebih tinggi dibanding bahan bahan yang dibuat dengan metode yang lainnya (Sembiring & Simanjuntak, 2015:90-91). Pembuatan silika gel melalui metode sol gel dilakukan dengan cara mereksikan natrium silikat dengan suatu jenis asam. Asam yang dapat digunakan diantaranya asam klorida, asam oksalat, asan sitrat dan asam sulfat. Uji karakterisasi silika gel hasil sintesis dengan metode sol gel dapat dilakukan dengan spektoskopi IR, SEM-EDS dan XRD. Umumnya uji karakterisasi silika gel sering menggunakan spektroskopi inframerah. Karakter silika gel menggunakan spektroskopi inframerah diketahui dengan munculnya situs aktif gugus silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) pada spektra inframerah. Silika gel banyak digunakan sebagai adsorben logam berat, penyangga katalis serta digunakan untuk pemisahan senyawa organik pada kromatografi kolom (Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni, 2014:36). Adanya gugus –OH pada gugus aktif silanol (Si-OH) yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan gugus yang sama dari molekul lain menyebabkan silika dapat digunakan sebagai fasa diam pada kolom kromatografi (Sudiarta, Diantariani, & Suarya, 2013:58). Penggunaan silika
2
gel sebagai fasa diam dalam kolom kromatografi dapat difungsikan pada proses ekstraksi fasa padat. Ekstraksi
fasa
padat
merupakan
salah
satu
metode
pemekatan
(prekonsentrasi) analit yang melibatkan fasa diam dan fasa gerak. Prekonsentrasi merupakan suatu cara untuk memekatkan konsentrasi ion logam (analit) yang sangat kecil dalam larutannya. Proses pemekatan ion-ion logam dilakukan dengan tujuan agar terdeteksi dengan alat yang lazim tersedia di laboratorium. Umumnya ion logam yang dapat dipekatkan melalui metode ekstraksi fasa padat adalah ion logam timbal(II), tembaga(II), besi(III), perak(I), kromium(III), kromium(IV) dan sebagainya. Teknik ini mempunyai keungggulan jika dibandingkan dengan teknik lain yaitu recovery tinggi, dapat memeriksa konsentrasi analit yang lebih kecil, lebih sedikit dalam pemakaian bahan pelarut organik, tidak ada masalah untuk penanganan sampel emulsi dan operasi lebih mudah (Muchtaridi, Hassanah, & Musfiroh, 2015). Pada penelitian ini, ekstraksi fasa padat dilakukan untuk pemekatan larutan ion timbal(II). Keberadaan ion timbal(II) salah satunya dihasilkan dari limbah cair industri. Ion timbal(II) merupakan salah satu ion logam yang bersifat non esensial dan bahkan bersifat toksik terhadap makhluk hidup. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 bahwa ion logam berat timbal(II) dikategorikan sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) dari sumber yang spesifik. Pemejanan ion logam timbal(II) dalam tubuh dengan jumlah yang sangat kecil sudah menyebabkan terjadinya keracunan karena adanya pengaruh terhadap sistem syaraf, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin dan juga jantung
3
(Palar, 1994:86). Kadar maksimum Pb dalam perairan yang dianjurkan WHO kurang dari 0,01 ppm (Ensafi & Shiraz, 2008:554). Berdasarkan informasi di atas, pada penelitian ini diharapkan limbah kaca yang disintesis menjadi silika gel dapat digunakan sebagai fasa diam pada proses ekstraksi fasa padat ion timbal(II). Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi asam klorida yang direaksikan untuk membentuk gel. Adanya gugus penyusun silika gel limbah kaca bening dapat diketahui dengan pembacaan spektra spektroskopi inframerah. Silika gel hasil sintesis dari limbah kaca bening digunakan sebagai fasa diam pada proses ekstraksi fasa padat. Proses ekstraksi fasa padat bertujuan untuk prekonsentrasi ion timbal(II). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, pokok permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Bahan baku yang digunakan untuk mensintesis silika gel. 2. Metode yang digunakan dalam sintesis silika gel. 3. Jenis asam yang digunakan untuk sintesis silika gel. 4. Konsentrasi asam yang digunakan dalam proses sintesis silika gel. 5. Karakterisasi silika gel hasil sintesis. 6. Jenis ion logam yang digunakan dalam proses ekstraksi fasa padat. 7. Proses ekstraksi fasa padat oleh silika gel. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, batasan masalah pada penelitian ini adalah:
4
1. Bahan baku yang digunakan dalam proses sintesis silika gel adalah limbah kaca bening yang diperoleh dari tempat pembuangan sampah di daerah Sleman Yogyakarta. 2. Metode yang digunakan dalam sintesis silika gel dari limbah kaca bening adalah metode sol-gel. 3. Jenis asam yang digunakan untuk sintesis silika gel adalah asam klorida (HCl) yang tergolong sebagai asam kuat. 4. Konsentrasi asam yang digunakan dalam proses sintesis silika gel adalah 1 M dan 3 M. 5. Karakterisasi silika gel hasil sintesis melalui analisis spektroskopi inframerah (IR). 6. Jenis ion logam yang digunakan dalam proses ekstraksi fasa padat adalah ion timbal(II). 7. Proses ekstraksi fasa padat digunakan untuk memekatkan larutan ion timbal(II) melalui kolom. D. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Berapakah rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening menggunakan metode sol gel? 2. Berapakah efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat oleh silika gel hasil sintesis dari limbah kaca bening? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
5
1. Mengetahui rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening menggunakan metode sol gel. 2. Mengetahui efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa oleh silika gel hasil sintesis dari limbah kaca bening. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memperkaya ilmu pengetahuan dalam bidang kimia khususnya mengenai proses sintesis silika gel. 2. Memberikan informasi tentang pemanfaatan limbah kaca sebagai bahan baku untuk membuat silika gel. 3. Memberikan informasi tentang proses ekstraksi fasa padat ion logam.
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori 1. Kaca Kaca merupakan padatan amorf. Material yang berupa padatan amorf memiliki susunan unsur penyusun molekul yang tersusun secara tidak beraturan (Movenzadeh & Chan, 1990:306). Defenisi kaca menurut American Society For Testing and Materials (ASTM) adalah produk anorganik dari suatu peleburan yang didinginkan kekondisi keras tanpa pengkristalan (Yamane & Asahara, 2000:1). Beberapa jenis kaca berasal dari polimer organik, namun sebagian besar kaca anorganik dihasilkan dari oksida cair dan garamnya seperti silika, silikat, borat, atau fosfat (Allcock, 2008:107). Secara fisika kaca merupakan zat cair dingin yang tegar, tidak mempunyai titik cair akan tetapi mempunyai viskositas yang cukup tinggi. Sementara itu secara kimia kaca diartikan sebagai gabungan berbagai oksida anorganik yang tidak menguap yang dihasilkan dari dekomposisi dan peleburan senyawa alkali dan alkali tanah, pasir serta berbagai penyusun lainnya sehingga menghasilkan produk yang mempunyai struktur atom yang acak (Kristianigrum, 2004:49-50). Coleman, Li, & Raza (2014) menyatakan bahwa senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon dioksida (SiO2) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya. Kandungan silikon dioksida pada berbagai jenis kaca berwarna dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1. Kandungan SiO2 pada Berbagai Jenis Kaca Berwarna (Shayan & Xu, 2004:82) Warna Kaca % Kandungan SiO2 Bening 72,42 Coklat 72,21 Hijau 72,38
Oleh karena tingginya kandungan silika dioksida pada limbah kaca maka limbah kaca dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan silika gel. 2. Silika Gel Silika adalah salah satu zat kimia yang keberadaanya melimpah di bumi dalam bentuk kristal atau amorf. Silika gel yang berbentuk kristal berupa kuarsa, kristobalit dan tridimit. Sementara itu silika gel yang berbentuk amorf berupa endapan silika, silika gel, silika koloid sol dan silika pirogenik (Roque & Malherbe, 2007: 182). Rumus kimia silika gel secara umum adalah SiO2.x H2O (Sulastri & Kristianingrum, 2010:212). Silika gel berasal dari material berpori. Material tersebut bersifat khas dibanding material kimia lainnya seperti tingginya pirositas (80-99%), tingginya transmisi optik (~90%), rendahnya konduktivitas termal (<0.005 Wm-1K-1), rendahnya indeks rendah bias (~1.05), rendahnya dielektrik konstan (~2) dan luas permukaan spesifik yang sangat besar (500-1600 m2.g-1) (Catalina & Salazar, 2011:3). Silika gel mempunyai titik leleh yang tinggi yakni 1600°C, namun pemanasan dengan suhu diatas 300°C dapat menghilangkan ikatan kimia dan sifat higrokopis dari silika gel tersebut (Weintraub, 2002:12). Adapun karakteristik dari silika gel adalah sebagai berikut:
8
Tabel 2. Karakteristik Silika Gel (Menurut Do dalam Cevallos 2012: 28) Massa jenis 0,7-1,0 g/cm3 Daya serap 0,5-0,65 Volume pori-pori 0,45-1,0 cm3/g Luas spesifik Permukaan 250-900 m2/g Rentang jari-jari poi 1-12 nm
Christy (2012) menyatakan bahwa secara kimia silika gel dihasilkan dari proses kondensasi polimerisasi asam silikat. Selama polimerisasi, gugus SiO saling terhubung sehingga mengarah pada pembentukan partikel koloid silika gel yang selanjutnya membentuk partikel gel pada silika gel. Pada permukaan silika gel terdapa dua jenis gugus, yaitu gugus silanol (-Si-OH) dan gugus siloksan (-Si-OSi-). Struktur silika gel adalah sebagai berikut:
Gambar 1. Struktur Kimia Silika Gel (Sulastri & Kristianingrum, 2010:212)
Menurut Morrow dan Gay dalam Sulastri dan Kristianingrum (2010:212) gugus siloksan memiliki dua macam bentuk, yakni gugus siloksan rantai lurus dan gugus siloksan yang membentuk struktur lingkar dengan empat anggota. Jenis pertama tidak reaktif dengan pereaksi umum, tetapi sangat reaktif terhadap senyawa logam alkali. Jenis gugus siloksan yang membentuk lingkaran dengan empat
9
anggota mempunyai reaktivitas yang tinggi terhadap air, amoniak dan metanol serta dapat membentuk ikatan kemisorpsi dengan senyawa tersebut. Sementara itu Scheme dalam Jal, Patel, & Mishra (2004) menyatakan bahwa gugus silanol dapat dikelompokkan menjadi gugus silanol terisolasi (gugus silanol tunggal), gugus vicinal silanol (bridge silanol) dan gugus geminal silanol. Gugus silanol tunggal terisolasi merupakan gugus silanol yang mana pada permukaan silika terdapat tiga ikatan yang menempel pada permukaan dan satu ikatan lainnya menempel dengan gugus OH. Gugus vicinal silanol merupakan gugus silanol yang mana dua gugus silanol yang terpisah menempel dengan dua atom silikon berbeda yang dihubungkan melalui ikatan hidrogen. Gugus geminal silanol merupakan gugus silanol yang terdiri dari dua gugus hidroksil yang melekat pada satu atom silikon. Tipe-tipe gugus dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Tipe-tipe Gugus Silanol (Scheme dalam Jal, Patel, & Mishra. 2004:1008)
Umumnya silika gel banyak dimanfaatkan sebagai adsorben khususnya untuk senyawa polar. Sayigan (2013) menyatakan bahwa kemampuan adsorpsi pada silika dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil pada struktur silika yang dibentuk dari ikatan hidrogen dengan oksida polar. Weintraub (2002) menyatakan bahwa salah satu kelebihan penggunaan silika sebagai adsorben adalah kemampuan menyerap silika yang tak terbatas sehingga dapat direkondisi dan digunakan kembali. Silika gel banyak dimanfaatkan dalam bidang industri maupun kimia
10
antara lain sebagai zat yang dapat menyerap air, alat pemeliharaan untuk mengontrol kelembaban, adsorben, katalis, fasa diam dalam kromatografi kolom dan sebagai bahan aplikasi dalam pembuatan kaca dan lainnya (Prasad & Pandey, 2012:7). 3. Proses Sol-Gel Proses sol gel merupakan metode sintesis bahan padat dalam cairan pada suhu rendah (biasanya kurang dari 100°C). Padatan anorganik yang disintesis terbentuk melalui transformasi secara kimia dalam larutan kimia yang disebut prekusor (Roque & Malherbe, 2007:186). Proses sol gel melibakan transisi sistem dari fasa cair sol ke fasa padat gel pada temperatur kamar (Mujiyanti, & Nuryono, 2010:156). Secara kimia proses sol gel didasarkan pada hidrolisis dan kondensasi molekul prekusor (Livage, Henry & Sanchez, 1988: 259). Proses sol gel dapat menghasilkan material yang memiliki kemurnian dan kekuatan yang lebih tinggi dibanding bahan bahan yang dibuat dengan metode yang lainnya (Sembiring & Simanjuntak, 2015:90-91). Metode sol-gel memiliki keunggulan dibandingkan metode lainnya, antara lain; proses berlangsung pada temperatur rendah, prosesnya relatif lebih mudah, bisa diaplikasikan dalam segala kondisi (versatile), menghasilkan produk dengan kemurnian dan kehomogenan yang tinggi jika parameternya divariasikan, biaya relatif lebih murah dan produk berupa xerogel silika yang dihasilkan tidak beracun (Zawhah, El-Kheshen, & AbdEl-Aal, 2009: 129-133). Secara umum sintesis padatan berupa silika gel diawali dengan pembentukan sol, kemudian pembentukan gel, penuaan (aging) dan pengeringan
11
yang diikuti pemanasan. Sol merupakan suspensi partikel koloid dalam suatu zat cair atau molekul-molekul polimer yang melibatkan evolusi jaringan-jaringan anorganik melalui polimerisasi, kondensasi (penggabungan) dan hidrolisis dari senyawa hidroksida atau senyawa oksida logam. Sedangkan gel mengacu pada masa semi pejal gabungan yang dibentuk ketika partikel-partikel koloid bergantung oleh gaya permukaan untuk membentuk suatu jaringan (Sembiring & Simanjuntak, 2015:90-91). Secara sederhana alur proses sol gel ditunjukkan pada Gambar 3. sebagai berikut: CHEMISTRY
SOLUTION
SOL
POLYMERIC GEL
COLLOIDAL
Powder
Fibers
Coating
Monolit Ordered pres hs Gambar 3. Proses Sol Gel (Pierre, 1998:5)
4. Ekstraksi Fasa Padat (Solid Phase Extraction) Ekstraksi fasa padat didasarkan pada pemisahan antara fasa cair (sampel) dengan fasa padat (sistem pendukung; silika) dimana terjadi gaya intramolekul antara fasa yang mempengaruhi retensi dengan fasa yang mempengaruhi elusi. Saat
12
ini, sorben ekstraksi fasa padat telah tersedia secara luas sesuai dengan kebutuhan analisis (Muchtaridi, Hassanah, & Musfiroh, 2015). Pada teknik ini, adsorben yang digunakan pada umumnya adalah bahan yang memiliki sisi aktif pada permukaan serta mempunyai luas permukaan sentuh besar (Sulastri, 2010:2). Solid phase extraction (SPE) merupakan salah satu metode preparasi yang dapat digunakan untuk pemekatan konsentrasi analit dalam suatu sampel (Rohyami, 2013:19). Pemekatan konsentrasi analit terjadi melalui proses adsorpsi-desorpsi. Secara umum mekanisme dalam ekstraksi fasa padat didasarkan pada gaya van der Waals (interaksi non-polar), ikatan hidrogen, gaya dipol-dipol (interaksi polar) dan interaksi kation-anion (interaksi ionik) (Zwir, Ferenc, & Biziuk, 2006: 678). Teknik prekonsentrasi ekstraksi fasa padat dapat digunakan untuk meningkatkan konsentrasi ion logam berat dalam sampel sistem perairan sehingga berada pada kisaran yang dapat terdeteksi dengan metode analisis yang lazim. Teknik ini mempunyai keungggulan jika dibandingkan dengan teknik lain yaitu recovery tinggi, dapat memeriksa konsentrasi analit yang lebih kecil, lebih sedikit dalam pemakaian bahan pelarut organik, tidak ada masalah untuk penanganan sampel emulsi dan operasi lebih mudah (Muchtaridi, Hassanah, & Musfiroh, 2015). Menurut Sulastri (2010) ekstraksi fasa padat dilakukan dengan mengalirkan larutan lewat fasa padat sebagai pengisi kolom. Sistem ekstraksi fasa padat melibatkan beberapa tahap, tahap pertama adalah mengisi kolom dengan fasa padat. Tahap kedua adalah mengalirkan larutan yang diekstraksi pada kolom dan didiamkan beberapa waktu. Pada tahap ini terjadi interaksi sekunder antara larutan yang diekstraksi dengan fasa padat dalam kolom. Pada tahap ini juga terjadi
13
pertukaran kation antara kation dalam fasa cair yang dialiri melewati kolom dengan gugus aktif yang terdapat dalam fasa diam. Kation yang dipertukarkan akan terikat pada gugus aktif dalam fasa diam. Tahap ketiga adalah mengeluarkan fasa cair dari kolom dengan cara membuka tutup kolom. Fasa cair yang keluar dari kolom ditampung, selanjutnya di analisa dengan instrumen spektrofotometri serapa atom. Tahap keempat adalah adalah mengalirkan larutan yang berfungsi sebagai eluen pada kolom dan didiamkan beberapa waktu. Pada tahap ini terjadi pertukaran kation antara kation dalam fasa cair yang bertindak sebagai eluen dengan kation yang terikat pada fasa diam. Tahap kelima adalah mengeluarkan fasa cair yang bertindak sebagai eluen dari kolom dengan cara membuka tutup kolom. Fasa cair tersebut selanjutnya di analisa dengan isntrumen spektrofotometri serapan atom. Sistem ekstraksi fasa padat dapat digambarkan sebagai berikut: Sampel campuran ion logam
Eluen
1 2
Analisis 3
Gambar 4. Sistem Ekstraksi Fasa Padat (Sulastri, 2010: 3) Keterangan : 1. Kolom ekstraksi; 2. Adsorben; 3. Penampung.
Berdasarkan sorben yang digunakan, teknik SPE dapat digolongkan sebagai berikut (Ashraf & Sheikh, 2013:8):
14
a. Fasa Normal (Normal-Phase SPE) Pada tipe fasa normal, umumnya fasa diam tersusun dari gugus fungsional polar dari senyawa silika yang terikat dengan karbon berantai pendek. Fasa diam akan menyerap molekul polar yang dapat dikumpulkan dengan pelarut yang lebih polar. b. Fasa Balik (Reserved- Phase SPE) Fasa diam pada fasa balik diturunkan dari senyawa hidrokarbon berantai panjang. Senyawa yang kurang polar dipertahankan karena adanya interaksi hidrofobik. Analit dapat dielusi menggunakan pelarut dengan polaritas rendah. c. Pertukaran Ion (Ion-Exchange SPE) Teknik ini mampu memisahkan analit berdasarkan interaksi elektrostatik dalam fasa diam. Untuk mengelusi analit, fasa diam dicuci dengan larutan penyangga yang menetralkan muatan analit atau fasa diam. Pada saat muatan dinetralkan, interaksi elektrostatik akan berhenti sehingga analit dapat dielusi. 5. Timbal (Plumbum) Timbal adalah logam yang berwarna abu-abu kebiruan, dengan rapatan yang tinggi (11,48 g ml-1 pada suhu kamar) dan mudah melarut dalam asam nitrat yang sedang pekatnya membentuk ion timbal(II) (Vogel, 1985:207). Reaksi yang terjadi: 3 Pb + 8HNO3 → 3 Pb2+ + 6NO3- + 2NO + 4 H2O Senyawa Pb yang ditemukan di perairan berada dalam bentuk ion-ion timbal(II) dan dalam bentuk ion-ion timbal(IV). Berdasarkan penggolongan ion logam yang dibuat oleh Richardson diketahui bahwa ion timbal(IV) mempunyai
15
daya racun yang lebih tinggi dibandingkan dengan ion timbal(II). Akan tetapi berdasarkan penelitian diketahui bahwa ion timbal(II) lebih toksik dibandingkan dengan ion timbal(IV) (Palar, 1999:81). Senyawa timbal dapat memberikan efek racun terhadap banyak fungsi organ yang terdapat didalam tubuh. Efek racun yang dihasilkan dapat menyebabkan kerusakan sistem syaraf, saluran pencernaan, dan ginjal (Prodjosantoso & Tutik. 2011:64). Pemaparan logam timbal berbeda untuk tiap individu. Hal ini tergantung pada kondisi lingkungan dan geografis. 6. Spektroskopi Infra Merah Spektroskopi inframerah merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa yang didasarkan pada penyerapan sinar IR oleh molekul senyawa. Penyerapan radiasi inframerah menyebabkan perubahan tingkat vibrasi yang melibatkan tingkat vibrasi dasar (gruond state) dan tingkat vibrasi tereksitasi (excited state). Makin rumit struktur suatu molekul, semakin banyak bentuk-bentuk vibrasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperoleh pita-pita absorbansi yang semakin banyak pula pada spektrum inframerah (Hendayana et al, 1994:189-191). Spektroskopi infamerah (IR) melibatkan vibrasi dan rotasi molekul sehingga menyebabkan terjadinya perubahan momen dipol suatu molekul. Umumnya penyinaran sampel menggunakan laser sehingga terjadi perubahan momen dipol. Apabila frekuensi radiasi sampel cocok dengan frekuensi vibrasi alami suatu molekul maka terjadi proses penyerapan energi dan menghasilkan terjadinya perubahan amplitudo. Perubahan tersebut muncul sebagai puncak pada
16
spektrum IR. Spektrum IR ditunjukkan dengan grafik yang memuat hubungan antara % absorbansi atau % transmitansi sebagai sumbu Y terhadap frekuensi atau bilangan gelombang sebagai sumbu X. Daerah spektrum elektromagnetik inframerah terletak pada panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan daerah sinar tampak. Akan tetapi panjang gelombang pada spektroskopi inframerah lebih pendek dibandingkan dengan gelombang mikro. Sinar inframerah berada pada kisaran panjang gelombang 1-100 µm. Akan tetapi tidak semua molekul memberikan serapan pada interval IR. Molekul yang memberikan serapan adalah molekul yang tidak simetris (Sitorus, 2009:33). Dalam semua spketrofotmeter yang modern terdapat tiga jenis komponen pokok, yaitu (Sastrohamidjojo, 1992:135): a. Sumber radiasi inframerah, yang memancarkan sinar yang mengenai komponen cuplikan yang akan dianalisis. Sumber radiasi inframerah yang sering digunakan adalah Nernst Glower dan Globar. b. Monokromator yang mendispersikan energi sinar awal menjadi banyak frekuensi yang selanjutnya frekuensi tersebut diseleksi sehingga dapat dideteksi oleh detektor. c. Detektor yang mengubah energi dari frekuensi serapan menjadi sinyal listrik yang kemudian diperkuat hingga cukup untuk dicatat. Pada umunya detektor harus mempunyai daerah peka yang kecil, kapasitas panas yang rendah, aras ganggguan rendah, sensitivitas panas yang tinggi, absorptivitas tidak selektif terhadap semua frekuansi radiasi inframerah
17
Berikut ini gambaran rangkaian instrumen spektroskopi infamerah ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Rangkaian Instrumen Spektroskopi Inframerah (Nicolet, 2001:6)
Penggunaan instrumen spektroskopi inframerah sangat berperan dalam menentukan gugus fungsi suatu senyawa misalnya silika. Gugus fungsi yang terdapat pada silika gel mempunyai serapan inframerah yang karakteristik pada bilangan gelombang tertentu. Karakteristik bilangan gelombang tersebut dapat dijadikan indikator keberhasilan dalam sintesis limbah kaca menjadi silika gel. Secara umum pita serapan yang muncul pada silika gel adalah serapan yang menunjukkan gugus fungsional silanol (-Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si).
18
Tabel 3. Karakteristik Spektrum IR Silika Gel (Silverstein et al, 2005; Jiang et al, 2006; Vejayakumaran et al, 2008; Wood & Rabinovich, 1989) Bilangan Gelombang Gugus Fungsi Tipe Vibrasi (cm-1) O-H (silanol dan air) 3200-3700 Ulur O-H (silanol dan air) ~1638 Tekuk Si-O (siloksan) 1030-1200 Ulur asimetris Si-O (silanol) 950-970 Ulur simetris Si-O (siloksan) ~800 Ulur simetris Si-O (siloksan) ~ 470 Tekuk
Keberhasilan sintesis silika gel berbahan baku limbah kaca yang dilakukan oleh Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni (2014) menghasilkan pita-pita serapan pada panjang gelombang tertentu. Nilai bilangan gelombang khas untuk setiap gugus fungsi karena setiap gugus fungsi menyerap energi yang berbeda satu sama lain. Hasil analisa dengan spektrofotometri IR menunjukkan silika gel memiliki pita serapan pada bilangan gelombang 3464,15 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur –OH dari Si-OH, 1635,64 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk –OH dari Si-OH, 1095,57 cm-1 menunjukkan virasi ulur asimetri Si-O dari Si-O-Si, 794,67 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur simetri Si-O dari Si-O-Si. 462,92 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk SiO dari Si-O-Si. 7. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Metode SSA berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom pada panjang gelombang tertentu yang tergantung pada sifat unsurnya (Khopkar, 2010:288). Hendayana, et al (1994) menyatakan bahwa dasar dari spektroskopi serapan atom adalah transisi elektron dari tingkat energi dasar (ground state) yang terjadi karena penyerapan energi oleh atom. Energi tersebut dihasilkan apabila atom mengalami eksitasi kembali ketingkat energi dasar. Sementara itu Narsito (1996) & Khopkar
19
(1990) dalam Jaya, Guntarti, & Kamal, (2013) menyatakan bahwa pengukuran konsentrasi unsur dalam cupilkan melalui metode SSA bergantung pada pengukuran jumlah radiasi yang diserap oleh atom-atom yang berada pada sistem yang dilalui oleh sejumah radiasi. Jumlah radiasi yang terserap bergantung pada jumlah atom menyerap radisi tersebut. Beaty & Kerber (1993) menyatakan bahwa
setiap spektrometer absorpsi harus memiliki komponen yang memenuhi tiga persyaratan dasar yang ditunjukkan pada yaitu: (1) sumber sinar; (2) tempat sampel; dan (3) alat pengukur cahaya yang spesifik diilustrasikan pada Gambar 6. sebagai berikut:
Sample cell
Gambar 6. Ilustrasi Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom (Beaty & Kerber, 1993: 17) Dalam metode spektrofotoetri serapan atom, sampel harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi. Pada proses ini sampel diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut (Anshori, 2005:7):
20
a. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan meninggalkan residu padat. b. Penguapan zat padat, zat padat terdisosiasi menjadi atom-atom penyusunnya yang mula-mula akan berada dalam keadaan dasar. c. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tesebut mampu memancarkan energi. Uap atom-atom logam dapat memancarkan atau menyerap energi dengan mengalami transisi elektronik (melepas atau menangkap elektron). Besarnya energi yang diserap atau dipancarkan sangat tertentu dan karakteristik pada masingmasing atom suatu unsur. Salah satu logam
yang dapat dianalisa dengan
spektrofotmtri serapan atom adalah logam timbal(II) yang dilarutkan dalam larutan Pb(NO3)2. Proses penyerapan dan pemancaran energi logam timbal(II) adalah sebagai berikut: pengisatan Pb2+ NO3larutan
Pb(NO3)2 padat
Pb2+ NO3kabut
disosiasi penguapan Pb* Hvhv emisi emisi nyala nyala
Pb (gas) + NO3 (gas) Hv hv menyerap menyerap energi energi radiasi radasi Pb*
Pb(NO3)2 gas
Re-emisi
Gambar 7. Proses Penyerapan dan Pemancaran Energi Logam Timbal(II) (Kristianingrum, 2004:1)
21
Teknis SSA menjadi alat yang canggih dalam analisis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan analisa, ketelitian sampai tingkat runut, tidak memerlukan pemisahan terlebih dahulu, memungkinkan untuk menentukan konsentrasi semua unsur pada konsentrasi runut, sebelum pengukuran tidak selalu perlu memisahkan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat ditentukan asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia (Khopkar, 2010:296). Teknik SSA dapat dianalisa secara kualitatif maupun kuantitatif. Analisa secara kualittaif dapat dilihat dari nilai absorbansi yang terukur oleh alat. Sementara itu analisa kuantitaif dapat ditentukan dari nilai absrbansi yang ditentukan dalam hukum Lambert-Beer: A= a.b.C Keterangan: A= absorbansi a= absortivitas molar b= tebal medium (cm) C= konsentrasi (ppm)
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat digambarkan grafik hubungan konsentrasi dan absorbansi yang merupakan perbandingan langsung dan ditunjukkan pada Gambar 8.
22
Absorbansi
Konsentrasi Gambar 8. Grafik Hubungan Konsentrasi dan Absrobansi Kurva tersebut merupakan kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan antara absobansi pada sumbu Y dengan konsentrasi larutan standar pada sumbu X. Pada praktek, tidak pernah diperoleh grafik kalibrasi yang melalui (0,0) seperti pada Gambar 8. tetapi diperoleh grafik dengan persamaan y=ax+b dengan y=absorbansi; a=slope; x=konsentrasi; dan b=intersep. Melalui persamaan tersebut maka konsentrasi sampel dapat ditentukan dengan cara mensubstitusi nilai absorbansi sampel ke dalam persamaan tersebut. Spektrofotometri serapan atom adalah salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk penentuan logam pada tingkat runut dalam larutan. Batas deteksi umumnya terletak pada kisaran 0,01 sampai 1 ppm namun batas deteksi tersebut dapat ditingkatkan melalui prosedur prekonsentrasi kimia yang melibatkan ekstraksi pelarut atau pertukaran ion (Fifield & Kealey, 1975: 243). Logam timbal merupakan salah satu logam yang dapat dianalisa dengan metode SSA. Metode SSA sangat tepat untuk analisa zat pada konsentrasi rendah, yaitu dalam orde ppm. Kondisi standar untuk analisa dengan spektrofotometri serapan atom berbeda-beda untuk setiap unsur logam. Kondisi standar untuk analisa timbal dengan SSA disajikan dalam Tabel 4. sebagai berikut:
23
Tabel 4. Kondisi Standar untuk Analisis Timbal dengan SSA (Elmer, 1996:96) Lebar Relative Panjang Konsentrasi Range celah noise gelombang karakteristik linear (nm) (nm) (ppm) (ppm) 283,3 217 205,3 202,2 261,4 368,3 364
0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
0,43 1 1,4 1,8 0,35 0,4 0,33
0,45 0,19 5,4 7,1 11 27 66,7
20 20 -----------
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang dilakukan oleh Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni (2014) yang berjudul Sintesis dan Karkaterisasi Silika Gel dari Limbah Kaca Termodifikasi Asam Stearat telah berhasil mensintesis silika dari limbah kaca dengan menggunakan metode sol gel melalui pembentukan natrium silika. Dalam penelitian tersebut analisa silika gel berbahan baku limbah kaca dilakukan dengan metode spektrofotmeter IR, XRD dan XRF. Analisa secara spektroskopi IR berfungsi untuk mengetahui nilai gugus fungsi silika gel dari limbah kaca. Hasil spektrum silika gel dari limbah kaca dibandingkan dengan spektrum silika gel Merck. Kesamaan spektrum dilihat dari nilai bilangan gelombang yang menunjukkan energi yang diserap oleh gugus fungsi karena setiap gugus fungsi menyerap energi yang berbeda satu sama lain. Hasil analisa dengan spektroskopi IR menunjukkan adanya kesamaan antara spektrum inframerah silika gel Merck dengan silika gel dari limbah kaca. Berdasarkan analisa secara spektrofotometer IR menunjukkan bahwa silika gel berbahan baku limbah kaca memiliki pita serapan pada bilangan gelombang
24
3464,015 cm-1; 1635,64 cm-1; 1095,57 cm-1; 969,41 cm-1; 794,67 cm-1 dan 462,92 cm-1. Hasil pita serapan gelombang tersebut merupakan pita serapan khas silika gel. Hasil analisa XRF menunjukkan bahwa komponen utama yang terkandung dalam silika gel dari limbah kaca adalah SiO2 sebesar 74,98%. Hasil analisa XRF juga menunjukkan bahwa kadar Loss of Ignition (LOI) pada silika gel cukup besar yaitu mencapai 21,24%. Kadar LOI merupakan indikator yang menunjukkan bahwa pada silika gel tersebut terdapat senyawa-senyawa organik, senyawa gas maupun molekul H2O yang berikatan dengan permukaan silika gel melalui ikatan hidrogen. Hasil analisa XRD menunjukkan bahwa silika gel sintetik yang dihasilkan bersifat amorf yang ditandai dengan pola difraksi yang melebar dengan dua puncak difraksi. Berdasarkan analisis dengan XRD, XRF dan spektrofotometer inframerah maka diketahui bahwa silika gel telah berhasil disintesis dari limbah kaca. Penelitian yang dilakukan oleh Widodo, Mulyasuryani, & Sabarudin (2014) yang berjudul Recovery Cu (II) dengan Teknik Ekstraksi Fasa Padat menggunakan Adsorben Silika dari Abu Sekam Padi-Kitosan telah berhasil mensintesis silika dari abu sekam padi dan memodifikasi silika tersebut dengan kitosan. Silika gel yang telah berhasil dimodifikasi diaplikasikan sebagai fasa padat untuk ekstraksi Cu2+ menggunakan metode ekstraksi fasa padat (SPE). Bardasarkan hasil penelitian diketahui bahwa silika dari abu sekam padi yang dimodifikasi dengan kitosan menghasilkan suatu adsorben yang dapat meningkatkan daya adsorpsi terhadap Cu2+ dan dapat dilakukan pemekatan konsentrasi Cu2+ dengan asam sitrat sebagai eluen. Persentasi recovery Cu2+ untuk masing-masing konsentrasi Cu2+ 0,05; 0,1 dan 0,2 ppm adalah sebesar 55,32%, 54,35% dan 71,94%.
25
Febriyanti, Zahara, Wahyuni (2014) melakukan penelitian tentang Optimasi Waktu Kontak Modifikasi Silika Gel dari Limbah Kaca menggunakan Tributilamina. Silika gel yang diperoleh dari limbah kaca dianalisa menggunakan IR, XRF dan XRD. Hasil analisa dengan spektroskopi IR menunjukkan bahwa silika gel ynag dihasilkan mengandung gugus silanol (Si-OH) pada kisaran nilai gelombang 3448,72 – 3464,15 cm-1 dan gugus siloksan (Si-O-Si) pada kisaran nilai gelombang 1087,85 – 1095,57 cm-1. Munculnya pita serapan pada gugus silanol dan siloksan merupakan pita serapan yang khas untuk karakterisasi silika gel. Selain itu berdasarkaan hasil analisa IR juga diperoleh puncak serapan yang mirip dengan silika gel kiesel 60. Hasil analisa XRF menunjukkan bahwa silika gel mengandung SiO2 sebesar 74,98% dan senyawa logam oksida. Adapun hasil analisa XRD menunjukkan bahwa silika gel bersifat amorf dengan nilai 2θ= 23,29°. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian diatas yakni pada bahan baku yang digunakan dan metode ekstraksi fasa padat dengan menggunakan silika sebagai fasa diam dalam kolom ekstraksi fasa padat. Bahan baku yang digunakan adalah limbah kaca. Limbah kaca yang digunakan berupa lembaran limbah kaca bening. Proses pembuatan silika dari limbah kaca menggunakan metode sol gel. Silika gel tersebut lalu dikarakterisasi dengan spektroskopi IR untuk mengetahui gugus fungsional yang terdapat pada silika Ekstraksi fasa padat bertujuan untuk memekatkan larutan ion timbal(II). Eluen yang keluar dari kolom akan dianalisa dengan menggunakan instrumen spektrofotometri serapan atom untuk mengetahui efektivitas silika menyerap ion larutan ion timbal(II). Adapun
26
perbedaaan penelitian ini adalah terletak pada ion logam yang digunakan yakni berupa ion timbal(II) dan prosedur metode sol yang digunakan. C. Kerangka Berpikir Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan silika berbahan dasar limbah kaca berupa lembaran limbah kaca bening yang dapat digunakan untuk pemekatan (prekonsentrasi) ion timbal(II). Kaca merupakan salah satu jenis bahan yang bersifat rapuh dan tidak dapat digunakan kembali sehingga menyebabkan terjadinya limbah kaca. Menurut Coleman, Li, & Raza, (2014) bahwa senyawa utama yang terkandung dalam limbah kaca adalah silikon dioksida (SiO2) dengan kadar lebih dari 70% dari total campuran senyawanya. Sementara itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni (2014) dan Febriyanti, Zahara, & Wahyuni (2014) diketahui bahwa kandungan silika dalam limbah kaca berturut-turut sebesar 74,96% dan 74,98%. Oleh karena tingginya kandungan SiO2 pada limbah kaca maka limbah kaca dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk membuat silika gel. Dalam penelitian ini proses sintesis silika gel berbahan baku limbah kaca dilakukan melalui proses sol gel. Proses sol gel melibatkan beberapa tahap yakni pembentukan natrium silikat, pembentukan silika gel dan pemanasan silika gel. Pada tahap pembentukan natrium silikat terjadi reaksi antara serbuk limbah kaca dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Serbuk limbah kaca direndam dengan larutan NaOH dan dipanaskan sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Larutan natrium silikat yang terbentuk dibiarkan selama satu malam. Pada tahap pembentukan gel terjadi reaksi antara natrium silikat dengan asam klorida
27
(HCl) membentuk asam silikat dan terjadi polimerisasi asam silikat. Senyawa asam silikat secara cepat terpolimerisasi menjadi polimer hingga akhirnya membentuk hidrogel. Hidrogel yang terbentuk didiamkan selama semalam pada suhu ruang guna meningkatkan kekuatan dan kekakuan silika gel serta memperbesar ukuran partikel dan pori silika gel. Selanjutnya pada tahap pemanasan dilakukan pengeringan hidrogel hingga terbentuk silika gel kering. Pada tahap ini terjadi penyusutan ukuran silika gel karena kehilangan massa cairan dalam jumlah yang cukup besar. Silika gel kering yang terbentuk dianalisa secara spektroskopi inframerah (IR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi khas yang merupakan karakteristik gugus silika. Pada penelitian ini akan dilakukan pemekatan (prekonsentrasi) ion timbal(II) dengan memanfaatkan silika melalui proses ekstraksi fasa padat. Metode ektraksi fasa padat merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk pemekatan suatu analit. Ekstraksi fasa padat melibatkan fasa diam dan fasa gerak. Dalam penelitian ini fasa diam adalah silika gel hasil sintesis limbah kaca dan fasa gerak adalah larutan Pb(NO3)2 dan HNO3. Diharapkan terjadi interaksi antara fasa diam dan fasa gerak yang akan berpengaruh terhadap pemekatan ion timbal(II). Larutan yang keluar dari kolom ekstraksi fasa padat dianalisa besarnya nilai absorbansi dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA). Hasil SSA tersebut menunjukkan kemampuan silika memekatkan suatu larutan yang mengandung ion timbal(II).
28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah serbuk silika gel yang berasal dari limbah kaca bening. 2. Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah efektivitas ekstraksi fasa padat ion timbal(II) oleh silika gel. B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi HCl yang digunakan pada saat proses sintesis silika gel yakni 1 M dan 3 M. 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah banyaknya (massa) silika gel yang dihasilkan serta efektivitas proses ekstraki fasa padat ion timbal(II). C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat yang Digunakan a. Spektroskopi FTIR b. Spektrofotometri serapan atom c. Oven d. Timbangan analitik e. Pompa vakum
29
f. Pengaduk magnet g. Hot plate (pemanas) h. Magnetic stirrer i. Cawan porselen j. Lumpang porselen k. Ayakan berukuran 100 mesh l. Alat-alat gelas pendukung m. Alat-alat plastik pendukung n. Kertas Whatman no. 42 2. Bahan yang Digunakan a. Limbah kaca bening dari TPA daerah Sleman. b. Larutan asam klorida (HCl) p.a. Merck c. Larutan natrium hidroksida (NaOH) p.a. Merck d. Silika gel kiesel 60 p.a. Merck e. Kristal timbal (II) nitrat f. Larutan HNO3 1 M untuk elusi pada kolom ekstraksi g. Akuades h. Akuademinarelisata i. Kertas indikator pH
30
D. Prosedur Penelitian 1. Preparasi Sampel Sampel limbah kaca yang berupa lembaran limbah kaca bening diperoleh dari TPA daerah Sleman dibersihkan dari kotoran dengan cara dicuci dengan air. Limbah kaca yang sudah bersih lalu dikeringkan dibawah sinar matahari. Limbah kaca bersih dan kering didestruksi selanjutnya hasil destruksi disaring dengan ayakan berukuran 100 mesh. 2. Pembuatan Larutan Natrium Silikat (Na2SiO3) dari Limbah kaca Pembuatan larutan natrium silikat diawali dengan mereaksikan sebanyak 6 gram limbah kaca hasil pencucian dengan larutan NaOH 3 M sebanyak 180 mL di dalam teflon pemanas. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dan diaduk dengan magnetic strirrer hingga mendidih. Kemudian campuran didiamkan selama semalam hingga suhu turun dan dingin. Campuran tersebut kemudian disaring dengan penyaring Buchner. Filtrat yang diperoleh merupakan larutan natrium silikat (Na2SiO3). 3. Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca Pembuatan silika gel dilakukan dengan menambahkan HCl secara bertetestetes ke dalam larutan natrium silikat (Na2SiO3) sambil terus diaduk secara konstan. Larutan natrium silikat (Na2SiO3) yang digunakan sebanyak ±27 mL yang direaksikan dengan HCl. Penambahan HCl dilakukan hingga terbentuk gel dan dihentikan ketika campuran telah mencapai pH netral. Campuran tersebut kemudian didiamkan semalam selanjutnya campuran tersebut disaring dan dicuci hingga bebas dari ion klorida. Residu yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan
31
dioven pada suhu 110°C selama 2 jam dan ditimbang. Residu yang diperoleh adalah silika gel (SG). Setelah diperoleh massa silika gel hasil sintesis maka dapat ditentukan rendemen silika gel hasil sintesis dari limbah kaca. 4. Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Spektroskopi Inframerah Menyiapkan sampel berupa silika gel hasil sintesis dari limbah kaca untuk dianalisa dengan spektroskopi inframerah. Karakterisasi gugus fungsi silika hasil sintesis dilakukan di laboratorium kimia FMIPA UGM. 5. Proses Ekstraksi Fasa Padat Sebanyak 0,5 gram silika gel kering yang dihasilkan dimasukkan ke dalam kolom. Kemudian kolom dialiri dengan 20 mL larutan ion timbal(II) 5 ppm dan didiamkan selama 1 jam lalu. Selanjutnya keran kolom dibuka dan ditampung larutan yang keluar dari kolom. Kolom kembali di elusi dengan 10 mL larutan HNO3 1 M dan didiamkan selama 1 jam. Kemudian keran kolom dibuka dan ditampung larutan yang keluar dari kolom. Analisis ion timbal(II) dalam larutan yang keluar dari kolom dilakukan dengan spektrofotometri serapan atom untuk menentukan efektivitas adsorpsi silika gel sebagai fasa diam terhadap prekonsentrasi ion timbal(II). E. Analisis Data Analisis data kualitatif dilakukan melalui interprestasi hasil uji spektra inframerah sedangkan analisis data kuantatif dilakukan melalui uji efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) oleh silika gel melalui metode ekstraksi fasa padat menggunakan kolom.
32
1. Analisa kualitatif Analisis kualitatif FTIR dilakukan dengan melihat bentuk spektrum dari masing-masing senyawa yaitu dengan melihat puncak-puncak spesifik yang menunjukan jenis gugus fungsi oleh senyawa tersebut. 2. Analisa kuantitatif a. Penentuan rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca menggunakan metode sol gel ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Rendemen silika gel =
Massa silika hasil sintesis (gram) x 100 % Massa mula-mula serbuk limbah kaca (gram)
b. Efektivitas prekonsentrasi ion Timbal(II) oleh silika gel melalui metode ekstraksi fasa padat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Efektivitas =
Konsentrasi timbal(II) awal x 100 % Konsentrasi timbal(II) setelah dielusi HNO3
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Sampel Limbah Kaca Pada penelitian ini limbah kaca yang digunakan adalah potongan lembaran kaca bening yang diambil di TPA daerah Sleman Yogyakarta. Limbah kaca yang digunakan berbentuk lembaran kaca bening tak berwarna. Bentuk fisik dari limbah kaca yang digunakan sebagai bahan baku sintesis yang sudah digerus dan diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh dapat dilihat di Gambar 9. sedangkan hasil sintesis dari silika gel dapat dilihat di Gambar 10.
Gambar 9. Sampel Serbuk Limbah Kaca
Gambar 10. Silika Gel Hasil Sintesis
34
2. Sintesis Silika Gel dari Kaca Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis silika gel yang berbahan dasar berupa limbah kaca. Metode yang digunakan untuk menghasilkan silika gel adalah metode sol gel. Melalui metode sol gel tersebut, serbuk limbah kaca direaksikan dengan larutan natrium hidroksida membentuk natrium silikat yang selanjutnya direaksikan dengan asam klorida membentuk silika gel. Pada penelitian ini dilakukan variasi konsentrasi asam klorida yang direaksikan dengan larutan natrium hidorksida untuk membentuk silika gel. Hasil serbuk silika gel dengan variasi konsentrasi asam klorida disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Data Hasil Sintesis Silika Gel dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida Konsentrasi HCl Silika Gel Rendemen Silika Gel (M) (gram) (%) 23,27% 1 1,3962 3
2,1121
35,20%
Berdasarkan Tabel 5. dapat dilihat bahwa adanya pengaruh konsentrasi asam klorida terhadap banyaknya serbuk silika gel yang terbentuk. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa HCl 3 M menghasilkan serbuk silika gel yang lebih banyak dibandingkan dengan HCl 1 M. Hasil sintesis berupa serbuk silika gel nantinnya akan dikarakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah (IR) untuk mengetahui gugus fungsi dan diuji efektivitas silika gel untuk prekonsentrasi ion timbal(II) melalui metode ekstraksi fasa padat.
35
3. Karakterisasi Gugus Fungsi dengan Analisis Spektra Inframerah Setelah proses sintesis dilakukan, selanjutnya dilakukan karakterisasi untuk menguji gugus fungsi silika gel dengan melihat spektra inframerah. Pengujian dengan spektroskopi inframerah dilakukan pada akhir proses sintesis yang bertujuan untuk memastikan keberhasilan dari proses sintesis tersebut. Hasil pengujian gugus fungsi dengan spektroskopi inframerah berupa silika gel hasil sintesis dan silika kiesel berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 11. dan Gambar 12. berikut: tekuk –OH (Si-OH)
ulur Si-O (Si-OH)
ulur –OH (Si-OH) ulur Si-O (Si-O-Si)
ulur Si-O (Si-O-Si) tekuk Si-O-Si
Gambar 11. Spektra Inframerah Silika Gel dari Limbah Kaca.
36
ulur Si-O (Si-OH)
ulur –OH (SiOH)
22. 5 % T 1 5
ulur Si-O (Si-O-Si)
tekuk –OH (Si-OH)
7. 5
0
tekuk Si-O-Si
ulur Si-O (Si-O-Si) 400 0
350 0
300 0
250 0
200 0
175 0
150 0
125 0
100 0
Gambar 12. Spektra Inframerah Kiesel Gel 60G
75 0
50 0 1/cm
4. Uji Efektivitas Prekonsentrasi Ion Logam Berat Timbal Sintesis silika gel telah berhasil dilakukan dan dipastikan bahwa gugus fungsi masing-masing silika telah terbentuk dengan analisa spektra inframerah. Hal tersebut diketahui dari hasil analisis dengan spektroskopi inframerah yang menunjukkan adanya kesamaan spektrum inframerah silika gel hasil sintesis dari limbah kaca dengan Kiesel Gel 60G. Kesamaan spektrum diliihat dari nilai bilangan gelombang yang menunjukkan energi yang diserap oleh gugus fungsi dalam senyawa tersebut. Hasil kedua spektrum menunjukkan adanya serapan gugus silanol (Si-OH) pada bilangan gelombang sebesar 3448,72 cm-1; 3464,15 cm-1 serta serapan gugus siloksan (Si-O-Si) dengan bilangan gelombang yang sama sebesar 1095,7 cm-1. Nilai bilangan gelombang tersebut khas untuk karakteristik gugus fungsi silika gel karena setiap gugus fungsi menyerap energi yang berbeda satu sama lain (Silvester, Webster, Kiemle, 2005).
37
Serbuk silika gel hasil sintesis digunakan untuk prekonsentrasi ion larutan ion timbal(II) dengan metode ekstraksi fasa padat. Hasil prekonsentrasi ion timbal(II) dengan metode ekstraksi fasa padat yang dianalisa dengan metode SSA ditunjukkan pada dibawah ini: Tabel 6. Data Ekstraksi Fasa Padat terhadap Ion Timbal(II) Volum Hasil Pengukuran Rata-rata No. Sampel Parameter Cairan (ppm) (ppm) (mL) Timbal(II) sebelum 1 Pb 20 3,723 3,723 3,825 3,757 ekstraksi fasa padat Timbal(II) setelah 2 Pb 17 Ttd Ttd Ttd ekstraksi fasa padat Timbal(II) 3 setelah dielusi Pb 10 6,285 6,387 6,490 6,387 dengan HNO3 Keterangan: ttd = tidak terdeteksi/ di bawah batas deteksi Batas deteksi Pb = 0,01 ppm
B. Pembahasan Penelitian yang berjudul “Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca dan Aplikasinya pada Ekstraksi Fasa Padat Ion Timbal(II)” dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening serta mengetahui efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat oleh silika gel hasil sintesis tersebut. Bahan utama dalam penelitian ini yaitu limbah kaca yang diperoleh dari tempat pembuangan sampah didaerah Sleman Yogyakarta. Limbah kaca yang
38
digunakan berupa limbah kaca bening, hal ini dikarenakan menurut Shayan & Xu (2004) bahwa kaca bening mengandung kadar silika dioksida (SiO2) yang lebih banyak dibanding kaca dengan jenis warna yang lain yakni sebesar 72,42%. Limbah kaca bening tersebut dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat silika gel. Pada penelitian ini pembuatan material berpori yakni silika gel yang disintesis dari limbah kaca dilakukan dengan metode sol gel. Proses sol gel melibatkan beberapa tahap yakni pembentukan natrium silikat, pembentukan silika gel dan pemanasan silika gel. Hasil sintesis silika gel tersebut lalu digunakan sebagai fasa padat untuk prekonsentrasi (pemekatan) ion timbal(II). Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pembentukkan Larutan Natrium Silikat (Na2SiO3) dari Limbah Kaca. Pada penelitian ini pembentukkan larutan natrium silikat (Na2SiO3) diperoleh melalui ekstraksi basah (Sriyanti, Nuryono, & Narsito, 2005:4). Sebelum pembuatan larutan natrium silikat langkah awal yang dilakukan adalah preparasi serbuk limbah kaca. Preparasi serbuk limbah kaca dilakukan dengan cara limbah kaca dibersihkan dengan air kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selanjutnya digerus lalu diayak dengan ayakan berukuran 100 mesh. Proses pengayakan menggunakan ayakan 100 mesh bertujuan untuk menghomogenkan ukuran serbuk kaca dan memperluas permukaan serbuk kaca sehingga sintesis natrium silikat lebih efektif. Luas permukaan yang semakin besar akan meningkatkan peluang terjadinya reaksi sehingga proses ekstraksi silika dapat berjalan maksimal.
39
Selanjutnya sebanyak 6 gram serbuk limbah kaca yang sudah diayak direaksikan dengan 180 mL larutan natrium hidroksida (NaOH) 3 M. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Safitri (2010) dalam Febriyanti, Zahara, & Wahyuni (2014:24), larutan NaOH 3 M merupakan konsentrasi yang paling optimum dalam pembuatan natrium silikat. Larutan natrium hidroksida digunakan pada penelitin ini karena silika larut dalam larutan alkali terutama NaOH. Campuran kemudian dipanaskan dengan pemanas elektrik hingga larutan mendidih sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Pengadukan menggunakan magnetic stirrer dimaksudkan untuk mempercepat reaksi homogenisasi antara NaOH dan serbuk kaca. Larutan yang sudah dipanaskan didiamkan selama semalam lalu disaring menggunakan penyaring Buchner dan kertas saring Whatman no.42. Penyaringan dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan antara residu dan filtrat yang kemudian diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh berupa cairan berwarna coklat bening yang disebut dengan natrium silikat. Secara fisik larutan coklat bening tersebut sangat licin dikarenakan sifat basa dari larutan natrium silikat. Hasil larutan natrium silikat dapat dilihat pada Gambar 13.
40
Gambar 13. Natrium Silikat dari Serbuk Limbah Kaca Larutan natrium silikat tersebut digunakan sebagai prekursor dalam pembuatan silika gel. Pada penelitian ini larutan natrium silikat yang dihasilkan dari 6 gram serbuk limbah kaca sebanyak ± 27 mL larutan natrium silikat. Proses yang terjadi pada saat serbuk kaca direaksikan dengan larutan NaOH adalah larutan NaOH menembus kapiler-kapiler dalam serbuk kaca sehingga melarutkan silika. Selanjutnya dengan cara difusi akan terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan silika yang terdapat dalam serbuk kaca dengan larutan NaOH. Adanya gaya adhesi antara silika dengan NaOH menyebabkan terjadi pemisahan larutan yang mengandung silika dalam kuantitas tertentu didalam serbuk limbah kaca. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah sebagai berikut: SiO2(s) + 2 NaOH(aq) → Na2SiO3(aq) + H2O(l) Berdasarkan reaksi di atas, dapat dilihat bahwa silika yang ditambahkan dengan natrium hidroksida akan membentuk natrium silikat dan air. Senyawa SiO2 yang direaksikan dengan NaOH akan saling terprotonasi. Mekanisme yang mungkin terjadi pada pembentukan natrium silikat diperikirakkan seperti Gambar 14.
41
OHO
Si
O
O
O
H
Si
O-
O
O
H
Si
O-
Silika OH2O ONa
Si
O
+
+2Na NaO
-
O
Si
O-
+
H2O
Natrium Silikat
Gambar 14. Mekanisme Reaksi Pembentukan Natrium Silikat
Berdasarkan mekanisme di atas, diketahui bahwa dalam senyawa SiO2 terdapat atom Si yang bermuatan elektropositif diserang oleh satu ion OH- yang bertindak sebagai nukleofil. Ion OH- berasal dari karutan NaOH yang terdisosiasi sempurna membentuk ion natrium (Na+) dan ion hidroksil (OH-). Atom yang kekurangan elektron dapat dengan mudah berikatan dengan atom yang kaya elekton yaitu atom OH-. Selanjutnya atom O yang bermuatan elektronegatif akan memutuskan satu ikatan rangkap dan membentuk intermediet SiO2OH-. Intermediet yang terbentuk akan melepaskan ion H+ sedangkan pada atom O akan terjadi pemutusan ikatan rangkap serta kembali membentuk SiO3-. Pada tahap ini akan terjadi dehidrogenasi yang mana ion hidroksil yang kedua (OH-) akan berikatan dengan ion hidrogen (H+) dan membentuk molekul air (H2O). Molekul SiO32- yang bermuatan negatif akan diseimbangkan oleh dua ion Na+ sehingga akan terbentuk natrium silikat (Na2SiO3) (Yusuf, Suhendar, & Hadisantoso, 2014:21).
42
2. Pembentukan Silika Gel dari Limbah Kaca Dorcheh & Abbasi (2008) menyatakan bahwa secara umum pembuatan silika gel terdiri dari tiga tahapan yakni preparasi gel, pematangan gel dan pengeringan gel. Tahap preparasi gel dilakukan dengan menambahkan larutan asam ke dalam larutan natrium silikat. Tahap pematangan gel dilakukan dengan cara mendiamkan hidrogel yang terbentuk selama beberapa waktu dan tahapan pengeringan gel dilakukan dengan memanaskan hidrogel pada suhu tertentu selama beberapa waktu. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membuat silika gel adalah melalui proses sol gel yakni dengan mencampurkan natrium silikat dengan suatu asam mineral. Prinsip dasar dari proses sol gel yaitu perubahan spasies Si-OH menjadi Si-O-Si. Pada penelitian ini silika gel dihasilkan dengan cara mereaksikan larutan natrium silikat hasil sintesis dari serbuk limbah kaca dengan larutan asam klorida (HCl) 1 M dan 3 M. Penambahan asam klorida dilakukan dengan tujuan agar berlangsung reaksi kondensasi dan reaksi polimerisasi. Yun et al dalam Saputra, Rudiyansyah, & Wahyuni (2014) menyatakan bahwa larutan asam yang dapat digunakan untuk bereaksi dengan larutan natirum silikat adalah larutan asam klorida (HCl). Penggunaan HCl lebih baik dibandingkan dengan penggunanaan asam sulfat (H2SO4), asam oksalat (C2H2O4), atau asam sitrat (C6H8O7) karena berhubungan dengan pembentukan garam natrium. Natrium sulfat, natrium oksalat, natrium sitrat memiliki ukuran yang besar sehingga terperangkap dan menutupi pori-pori silika gel. Sementara itu natrium klorida memiliki ukuran yang lebih kecil sehingga mudah dihilangkan dengan pencucian menggunakan H2O. Penambahan
43
HCl pada sintesis gel silika mengakibatkan terjadinya pembentukkan gugus siloksan (Si-O-Si) sehingga dihasilkan gel silika yang kaku. Pembentukkan gugus siloksan dilanjutkan dengan pembentukan ikatan siloksan. Ikatan siloksan yang terbentuk akan menghasilkan struktur siklis yang selanjutnya dapat membentuk bola-bola polimer. Struktur siklis yang terbentuk menyebabkan gel bersifat kaku. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak ± 27 mL larutan natrium silikat atau sekitar 6 gram serbuk limbah kaca direaksikan dengan HCl 1 M dan 3 M. Penambahan HCl kedalam larutan natrium silikat merupakan bagian dari tahapan preparasi gel. Penambahan HCl dilakukan tetes demi tetes dengan pengadukan konstan menggunakan magnetic stirrer. Proses tersebut dilakukan hingga terbentuk gel dan dihentikan saat pH campuran mencapai pH 7 atau netral. Pada kondisi awal, larutan natrium silikat bersifat sangat basa (pH 14) dalam bentuk Si-O- sehingga kondensasi tidak dapat berlangsung (Prastiyanto, Azmiyawati, & Darmawan, 2008:6). Setelah penambahan asam yang berlebih menyebabkan berkurangnya gugus Si-O- dan bertambahnya gugus Si-OH. Sriyanti, Nuryono, & Narsito (2005) menyatakan bahwa penambahan HCl pada larutan natrium silikat menyebabkan pembentukkan gel yang sangat cepat terjadi di sekitar pH 9-7, namun apabila HCl ditambahkan terus-menerus maka gel akan melarut kembali. Pada penelitian ini saat pH netral tercapai penambahan HCl dihentikan. Berdasarkan hasil penelitian HCl 1 M dan 3 M yang diperlukkan untuk mendapatkan larutan natrium silikat dengan pH 7 berturut-turut sebanyak ± 450 mL dan ± 145 mL. Setelah penambahan HCl akan terbentuk akuagel. Akuagel ini didiamkan beberapa saat akan mengalami kondensasi bola-bola polimer dan
44
mengalami penyusutan volume yang disertai dengan pelepasan garam-garam natrium sehingga dihasilkan hidrogel. Adapun tujuan perlakukan pendiaman hidrogel tersebut ialah untuk melalui tahap pematangan gel. He et al (2009) menyatakan bahwa tahap pematangan sangat mempengaruhi tekstur dan kekuatan silika gel serta dapat meningkatkan ukuran partikel, pori dan homogenitas silika gel. Berikut reaksi yang terjadi antara natrium silikat dengan asam klorida: Na2SiO3(aq) + 2HCl(aq) ⟶ H2SiO3(aq) + 2NaCl(aq) Selanjutnya gel disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan akuademineralisata sehingga silika gel dapat terpisah dari filtratnya. Proses pencucian silika gel dilakukan hingga pH air cucian netral yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor berupa garam-garam natrium yang masih menempel di permukaan silika. Air cucian yang telah netral menandakan bahwa garam natrium dalam silika gel telah larut didalam air. Pada pencucian gel terjadi reaksi pembentukan sol asam Si(OH)4. Reaksi yang terjadi yaitu sebagai berikut: H2SiO3(aq) + H2O(l) ⟶ Si(OH)4(aq) Selanjutnya silika gel yang telah netral dikeringkan pada suhu 110°C selama 2 jam untuk menghilangkan molekul H2O agar terbentuk serbuk silika gel. Perlakuan ini merupakan bagian dari tahapan pengeringan gel. Menurut Weintraub (2002) pemanasan silika gel dengan suhu diatas 300°C dapat menghilangkan ikatan kimia dan sifat higrokopis dari silika gel tersebut. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan suhu yang lebih kecil dari 300°C untuk pengeringan silika gel hasi sintesis dari limbah kaca. Hasil dari proses pengeringan adalah berupa padatan gel
45
silika kering yang disebut xerogel. Xerogel merupakan gel silika kering yang dihasilkan dengan mengeringkan fasa air dalam pori-pori melalui proses evaporasi. Pada penelitian ini silika gel yang dihasilkan dari ± 27 mL larutan natrium silikat atau sebanyak 6 gram serbuk limbah kaca untuk 1 M HCl adalah sebanyak 1,3962 gram sedangkan untuk 3 M HCl sebanyak 2,1121 gram. Semakin besar konsentrasi HCl yang digunakan maka semakin banyak silika gel yang terbentuk. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuryono & Narsito (2005) bahwa adanya pengaruh variasi konsentrasi HCl terhadap banyaknya hasil silika gel yang terbentuk. Hasil silika gel dengan massa yang paling banyak dihasilkan dari konsentrasi asam HCl yang paling besar. Berdasarkan data tersebut maka dapat ditentukan rendemen silika gel untuk HCl 1 M dan HCl 3 M. Adapun rendemen silika gel untuk masing-masing konsentrasi HCl 1 M dan HCl 3 M adalah sebesar 23,27% dan 35,20%. Sintesis silika gel dengan menggunakan larutan asam klorida dengan konsentrasi kecil, akan menghasilkan gel yang sedikit dan pembentukan gelnya membutuhkan waktu yang lama. Hal ini disebabkan karena rendahnya konsentrasi proton dari larutan asam klorida sehingga jumlah asam silikat yang terbentuk juga sedikit yang mengakibatkan rendahnya efektifitas produksinya. Sebaliknya sintesis silika gel menggunakan larutan asam klorida dengan konsentrasi besar maka reaksi pembentukan gel sangat cepat sehingga pengadukan menjadi tidak optimal. Selain perbedaan kadar silika juga berpengaruh terhadap bentuk fisik silika gel setelah pencucian dengan akuademineralisata. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. dan Gambar 16.
46
Gambar 15. Silika Gel dengan Pengasaman HCl 3 M
Gambar 16. Silika Gel dengan Pengasaman HCl 1 M Penambahan asam klorida ke dalam larutan natrium silikat menyebabkan terjadinya protonasi gugus siloksi (Si-O-) menjadi silanol (Si-OH). Penambahan asam menyebabkan semakin tinggi konsentrasi proton (H+) dalam larutan natrium silikat dan sebagian gugus siloksi (Si-O-) akan membentuk gugus silanol (Si-OH). Gugus silanol yang terbentuk kemudian diserang lanjut oleh gugus siloksi (Si-OSi). Proses ini terjadi secara cepat dan terus-menerus untuk membentuk jaringan silika yang amorf. Mekanisme reaksi yang terjadi pada permukaan silika gel dari pengasaman larutan natrium silika dilihat pada Gambar 17.
47
Si
O- +
H+
Si
OH
O
Si
O
Si
+ H+
Si O
-
-
OH H2O + Si
+
Si
Gambar 17. Mekanisme Reaksi Pembentukan Ikatan Siloksan pada Proses Pembentukan Jaringan Gel.
Pada penambahan asam secara berlebih di mana semua gugus silikat terprotonasi sempurna membentuk asam silikat bebas, maka pembentukan silika gel terjadi melalui pembentukan ion silikonium, reaksi yang terjadi sebagai berikut (Nuryono & Narsito, 2005: 25): ≡ Si-OH + H3O+ → ≡ Si+ + H2O ≡ Si+ + HO-Si ≡ → ≡ Si-O-Si ≡ + H+
Dewi (2005) dalam Sudiarta, Diantariani, & Suarya (2013) menyatakan bahwa penambahan asam pada filtrat natrium silikat menyebabkan anion silikat berubah menjadi silanol sehingga ketika silanol bereaksi dengan anion silikat kembali akan membentuk siloksan. Reaksi ini akan terus berlanjut sampai sillika gel terbentuk. Kelompok-kelompok silanol
dapat berkondensasi membentuk
jembatan siloksan (-Si-O-Si). Mekanisme reaksi tersebut dapat dijelaskan dalam Gambar 18. sebagai berikut:
48
H O
Na2SiO3 +
H+/H2O
H
O
-H2O
Si
O
H
O H
Ortho Silicic Acic
H
H
O
O
Si O
O
Si
H
H
O
O
H O
-H2O O
Si
O
Si
O
Si
O
H
O
Silica Sol
H
O Si
O
Si
O
O
O O
Si
O
Si
O
H
O H
Silica Gel
Gambar 18. Mekanisme Pembentukan Silika Gel Berdasarkan mekanisme reaksi di atas diketahui bahwa interaksi yang terjadi antara larutan natrium silikat dengan asam akan menghasilkan asam ortosilikat terlebih dahulu yang merupakan perantara pada proses hidrolisis. Asam ortosilikat ini adalah zat yang sangat tidak stabil yang mudah berkondensasi dan membentuk polimer silika sol (Ali, Chughtai, & Sattar, 2009:2). 3. Interpretasi Spektra Inframerah Silika Gel Karakterisasi silika gel dilakukan dengan metode spektroskopi inframerah bertujuan untuk mengetahui gugus fungsional yang terdapat dalam silika gel. Melalui analisis karakterisasi dengan spektroskopi infra merah akan diperoleh informasi berupa spektra infra merah. Pada penelitian ini digunakan silika gel pembanding yaitu Kiesel Gel 60G buatan E-Merck yang dijadikan sebagai pembanding terhadap silika gel hasil sintesis dari limbah kaca.
49
Setiap gugus fungsional pada silika gel hasil sintesis maupun pada silika kiesel gel mempunyai serapan inframerah yang karakteristik pada bilangan gelombang tertentu, sehingga karakteristik secara IR dapat digunakan sebagai indikasi kualitatif keberhasilan sintesis silika. Pola serapan dari silika gel hasil sintesis pada Gambar 11. dan kiesel gel 60G pada Gambar 12. dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Tabel 7. Interpretasi Spektra IR Silika Gel dan Silika Kiesel Gel 60 Merck. Bilangan Gelombang (cm-1) Interpretasi Gugus Fungsi
Silika Gel
Kiesel Gel 60G
Vibrasi ulur –OH dari Si-OH
3448,72
3464,15
1095,57
1095,57
802,39
802,39
Vibrasi tekuk –OH dari Si-OH
1635,64
1643,35
Vibrasi ulur simetri Si-O dari Si-OH Vibrasi tekuk Si-O-Si
956,69 470,63
972,12 462,92
Vibrasi ulur asimetris Si-O dari SiO-Si Vibrasi ulur simetris Si-O dari Si-OSi
Pada penelitian ini hasil spektrum inframerah silika gel hasil sintesis dari limbah kaca pada Gambar 11. menunjukkan adanya puncak serapan pada berbagai bilangan gelombang. Serapan dengan pita lebar pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 merupakan pita serapan dari vibrasi ulur gugus hidroksi (OH) dari gugus silanol (Si-OH). Pita serapan ini merupakan hasil interaksi gugus OH dari silanol dan air pada pemukaan silika melalui ikatan hidrogen. Adanya gugus –OH dipertegas dengan adanya puncak spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1635, 64 cm-1, hal tersebut menunjukkan adanya vibrasi tekuk pada gugus –OH dari
50
Si-OH. Pada pita serapan 1095,57 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur Si-O- dari Si-O-Si dan diperjelas keberadaan ikatan Si-O- yang muncul pada 470,63 cm-1, hal ini menunjukkan vibrasi tekuk dari Si-O-Si. Pita serapan karakteristik gugus siloksi (Si-O-) juga muncul pada bilangan gelombang 802,39 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur simetri Si-O- pada ikatan Si-O-Si. Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang 956,69 cm-1 pada silika hasil sintesis merupakan vibrasi ulur asimetri Si-O- pada Si-OH. Secara umum silika gel hasil sintesis memberikan pita serapan pada spektrum inframerah yang menunjukkan bahwa gugus-gugus fungsional yang terdapat pada silika gel hasil sintesis dari serbuk limbah kaca adalah gugus silanol (Si-OH), gugus siloksan (Si-O-Si) dan gugus siloksi (Si-O-). Hal tersebut menunjukkan bahwa silika gel hasil sintesis sudah menampakan karakteristik ikatan yang mirip dengan kisel gel sebagai pembanding. 4. Ekstraksi Fasa Padat ion Timbal(II) oleh Silika Gel Ekstraksi
fasa
padat
merupakan
salah
satu
metode
pemekatan
(prekonsentrasi) melalui proses sorpsi yang melibatkan fasa padat dan fasa cair. Proses sorpsi melibatkan adsorbsi dan desorpsi dalam suatu larutan. Faktor yang mempengaruhi ekstraksi fasa padat adalah jenis padatan sebagai ekstraktan dan jenis eluen. Dalam penelitian ini fasa padat yang digunakan adalah silika yang merupakan hasil sintesis dari limbah kaca. Sudiarta, Diantariani, & Suarya (2013) menyatakan bahwa didalam silika gel terdapat gugus –OH yang berasal dari gugus silanol yang mampu membentuk ikatan hidrogen dengan gugus yang sama dari molekul lain sehingga menyebabkan silika dapat digunakan sebagai fasa diam
51
dalam kolom kromatografi. Oleh karena itu gugus silanol dalam silika gel yang digunakan sebagai fasa diam berperan dalam hal pertukaran kation antara fasa cair dan fasa diam melalui proses ekstraksi fasa padat. Sementara itu fasa cair yang digunakan adalah larutan Pb (NO3)2 dan HNO3 yang berperan sebagai eluen. Pada penelitian ini teknik SPE yang digunakan digolongkan ke dalam jenis pertukaran ion (ion-exchange SPE). Pertukaran ion (ion-exchange SPE) melibatkan interaksi elektrostatik dalam fasa diam. Proses awal ekstraksi fasa padat adalah mengisi kolom dengan silika hasil sintesis sebanyak 0,5 gram. Tinggi kolom dengan menggunakan silika sebanyak 0,5 gram adalah 1,2 cm. Selanjutnya sebanyak 20 mL larutan Pb (NO3)2 dengan konsentrasi 5 ppm dilewatkan pada kolom dan didiamkan selama 1 jam. Pada tahap ini terjadi interaksi antara ion timbal(II) dari Pb (NO3)2 dengan gugus -OH yang berasal dari gugus silanol. Ketika timbal(II) berinteraksi dengan gugus –OH maka terjadi pertukaran kation antara timbal(II) dengan ion H+ pada gugus silanol silika gel. Azmiyawati (2004) menyatakan bahwa silika gel yang memiliki gugus silanol bebas mampu mengadsorpsi ion logam. Silika gel dapat menyerap ion logam karena ukuran pori-pori silika lebih besar yakni sebesar 1,8.103 – 7. 103 Å dibandingkan ukuran logam timbal(II) yakni sebesar 1,9 Å (S., Mahardiani, & Sukardjo, 2012: 85). Berikut ilustrasi reaksi pengikatan kation Pb2+ yang menggantikan posisi ion H+ pada gugus silanol pada silika gel sebagai berikut:
52
+
Pb2+ + 2H+
Pb2+
Gambar 19. Reaksi Pengikatan Kation Pb2+ pada Gugus Silanol Selanjutnya tutup kolom dibuka sehingga fasa cair akan mengalir keluar. Fasa cair yang keluar dari kolom mengandung zat yang tidak bereaksi dengan silika hasil sintesis sedangkan zat yang bereaksi dengan silika hasil sintesis akan tertahan. Proses ekstraksi dilanjutkan dengan mengalirkan larutan HNO3 1 M sebanyak 10 mL dan didiamkan selama 1 jam. Oleh karena proses ekstraksi fasa padat bertujuan untuk memekatkan ion timbal(II) maka digunakan volume HNO3 kurang dari volume Pb(NO3)2. Pada penelitian ini volume HNO3 yang digunakan sebesar 10 mL. Larutan HNO3 tersebut berfungsi sebagai eluen yang digunakan untuk melarutkan zat yang tertahan pada silika hasil sintesis. Larutan HNO3 akan melepaskan timbal(II) yang terikat pada gugus silanol dalam silika gel dan timbal(II) yang berinteraksi secara elektrostatik digantikan oleh gugus H+ dari HNO3. Selain itu, berdasarkan prinsip HSAB (Hard and Soft Acids and Bases), silika gel merupakan basa keras sehingga akan berinteraksi kuat dengan ion H+ yang merupakan asam keras. Adanya interaksi kuat antara ion H+ dengan gugus silanol pada silika gel memudahkan untuk melepaskan ion timbal(II). Selanjutnya tutup kolom dibuka sehinggga cairan mengalir keluar. Larutan timbal(II) sebelum ekstraksi fasa padat, larutan timbal(II) setelah ekstraksi fasa padat maupun larutan timbal(II) yang keluar dari kolom setelah dielusi HNO3 di analisa dengan SSA.
53
Berikut ilustrasi reaksi pertukaran kation H+ yang menggantikan posisi ion Pb2+ pada gugus silanol adalah sebagai berikut:
Pb2+ + 2H+
+
Pb2+
Gambar 80. Reaksi Pelepasan Kation Pb2+ pada Gugus Silanol
Analisa secara spektrofotometri serapan atom (SSA) digunakan untuk mengetahui besarnya konsentrasi ion timbal(II) yang dapat dijadikan sebagai indikator ada tidaknya prekonsentrasi ion timbal(II). Hasil analisa ion logam timbal(II) secara SSA dapat dilihat di Tabel 6. Berdasarkan hasil tersebut maka diketahui bahwa prses prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat berhasil dilakukan. Hasil SSA tersebut menunjukkan kemampuan silika memekatkan suatu larutan yang mengandung ion timbal(II). Berdasarkan Tabel 6. secara teoritis konsentrasi ion timbal(II) setelah di elusi dengan HNO3 adalah: Timbal(II) =
20 mL x 3,7757 ppm 10mL
= 7,514 ppm Akan tetapi ternyata, hasil elusi dengan HNO3 dihasilkan konsentrasi timbal(II) sebanyak 6, 387 ppm. Efektivitas prekonsentrasi timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat timbal(II) oleh silika gel adalah: Efektivitas =
6,387 ppm x 100 % 7, 514 ppm
Efektivitas = 85,001 %
54
Berdasarkan data tersebut diperoleh harga efektivitas prakonsentrasi ion timbal(II) yang dielusi dengan HNO3 1 M sebanyak 10 mL adalah 85,001%. Efektivitas akan berubah bila volume HNO3 yang digunakan sebagai eluen kurang dari atau lebih dari 10 mL. Berdasarkan efektivitas yang diperoleh dalam penelitian ini, didimungkinkan masih ada timbal(II) yang terikat oleh silika gel. Untuk mendapatkan persentasi recovery yang lebih tinggi dapat dilakukan dengan menaikkan konsentrasi asam nitrat yang digunakan. Dengan menaikkan konsentrasi asam nitrat maka jumlah gugus H+ akan meningkat sehingga dapat menaikkan peluang terjadinya interaksi dengan ion timbal(II) sehingga diperoleh persentasi recovery yang lebih tinggi. Selain itu untuk meningkatkan persentasi recovery dapat dilakukan dengan memodifikasi gugus silanol pada silika yang digunakan sebagai fasa diam dalam ekstraksi fasa padat. Adanya modifikasi pada permukaan silika dapat memperluas permukaan silika sehingga semakin besar kontak yang terjadi antara silika dengan larutan timbal nitrat maupun asam nitrat.
55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan: 1. Rendemen silika gel yang dihasilkan dari sintesis terhadap limbah kaca bening menggunakan metode sol gel untuk masing-masing konsentrasi HCl 1 M dan HCl 3 M adalah sebesar 23,27% dan 35,20%. 2. Efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) melalui proses ekstraksi fasa padat oleh silika gel hasil sintesis dari limbah kaca bening adalah sebesar 85,001% bila dielusi dengan volume HNO3 1 M sebanyak 10 mL. Efektivitas prekonsentrasi ion timbal(II) akan berubah bila volume HNO3 yang digunakan sebagai eluen kurang dari atau lebih dari 10 mL. B. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang optimalisasi silika gel dari limbah kaca, agar diperoleh hasil yang lebih banyak dan efektif. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keefektivitasan silika gel apabila diaplikasikan sebagai fasa padat pada metode ekstraksi fasa padat.
56
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H. A., Chughtai, A., & Sattar, A. (2009). Synthesis of quality silica gel; optimization of parameters silica sol silica gel. Journal of Faculcity of Engineering & Technology, (23), 1–14. Allcock, H. R. (2008). Introduction to materials chemistry. Hoboken, New Jersey: Jhon Wiley & Sons, Inc., Publication. Anshori, J. Al. (2005). Materi Ajar : Spektrofotometri serapan atom pleatihan instrumentasi analisa kimia. Semarang: FMIPA Unpad. Ashraf, G. M., & Sheikh, I. A. (2013). Advances in protein chemistry. Foster City, USA: OMICS Group. Austin, G. T. (1996). Industri proses kimia. (Terjemahan E. Jasjfi). Jakarta: Penerbit Erlangga.(Edisi asli diterbitkan tahun 1984 oleh McGraw-Hill, Inc.) Azmiyawati, C. (2004). Modifikasi silika gel dengan gugus sulfonat untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi Mg (II). Jksa, 7(1), 11–17. Beaty, R. D., & Kerber, J. D. (1993). Concepts , Instrumentation and techniques in atomic absorption spectrophotometry. USA: Perkin-Elmer Corporation. Catalina, A., & Salazar, D. (2011). Development of silica containing materials for the adsorption of organic compounds. Thesis. Colombia National University. Cevallos, O. R. F. (2012). Adsorption characteristics of water and silica gel system for desalination cycle. Thesis. King Abdullah University of Science and Technolgy Thuwal, Kingdom of Saudi Arabia. Christy, A. A. (2012). Effect of heat on the adsorption properties of silica gel. International Journal of Engineering and Technology, 4(4), 484–488. Coleman, N. J., Li, Q., & Raza, A. (2014). Synthesis, structure and performance of calcium silicate ion exchangers from recycled container glass. Physicochemical Problems of Mineral Processing, 50(1), 5-16. Elmer, P. (1996). Analytical methods for atomic absorption spectroscopy. United States of America: The Perkin-Elmer Corporation. Ensafi, A. A., & Shiraz, A. Z. (2008). On-line separation and preconcentration of lead ( II ) by solid-phase extraction using activated carbon loaded with xylenol orange and its determination by flame atomic absorption spectrometry. Journal of Hazardous Materials, 150, 554–559.
57
Febriyanti, R., Zahara, T. A., & Wahyuni, N. (2014). Optimasi Waktu Dan Suhu Pengeringan Modifikasi Silika Gel. JKK, 3(4), 39–45. Fifield, F. W., & Kealey, D. (1975). Principles and practice of analytical chemistry. Kingston Polytechnic: International Textbokk Company Limited. Hendayana, S., et al. (1994). Kimia analitik instrumen (Edisi Kesatu). Semarang: IKIP Semarang Press. He, F., et al (2009). Modified aging process for silica aerogel. Journal of Materials Processing Technology, 209(3), 1621–1626. Jal, P. K., Patel, S., & Mishra, B. K. (2004). Chemical modification of silica surface by immobilization of functional groups for extractive concentration of metal ions. Talanta, 62(5), 1005–1028. Jaya, F., Guntarti, A., & Kamal, Z. (2013). Penetapan kadar Pb pada shampo berbagai merk dengan metode spektrofotomerti serapan atom. Pharmaciana, 3(2), 9–13. Jiang, et al. (2006). Selective solid-phase extraction of nickel ( II ) using a surfaceimprinted silica gel sorbent. Analytica Chimica Acta, 577, 225–231. Khopkar, S. M. (2010). Konsep dasar kimia analitik. Jakarta: UI-Press. Kristianingrum, S. (2004). Kimia analisis bahan industri. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNY. Kristianingrum, S. (2004). Spektrofotometer Penggunaanya.Yogyakarta:FMIPA UNY.
Serapan
Atom
dan
Livage, J., Henry, M., & Sanchez, C. (1988). Sol-gel chemistry of transition metal oxides. Progress in Solid State Chemistry, 18(4), 259–341. MoE, J. (2008). Indonesian domestic solid waste statistics year 2008. Jakarta: MoE Jakarta. Movenzadeh, F., & Chan., R. W. (1990). Concise encyclopedia of building & construction materials. New York: Pergamon Press. Muchtaridi, Hasanah, A. N., & Musfiroh, I. (2015). Ekstraksi fasa padat aplikasi pada persiapan analisis. Yogyakarta: Graha Ilmu. Mujiyanti, D. R., & Nuryono, E. S. K. (2010). Sintesis dan karakterisasi silika gel dari abu sekam padi yang diimobilisasi dengan 3-(Trimetoksisilil)-1propantiol. Sains Dan Terapan Kimia, 4(2), 150–167. Nicolet, T. (2001). Introduction to fourier transform infrared spectrometry. Thermo Nicolet Corporation. 58
Nuryono, & Narsito. (2005). Effect of acid concentration on characters of silica gel synthesized from sodium silicate. Indonesian Journal Chemical, 5(1), 23–30. Palar, H. (1999). Pencemaran & toksikologi logam berat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Pemerintah RI. (1999). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun. Yogyakarta: Bapedalda Propinsi DIY. Pierre, A. C. (2013). Introuction to sol-gel processing. New York: Kluwer Academic Publisher. Prasad, R., & Pandey, M. (2012). Rice husk ash as a renewable source for the production of value added silica gel and its application: An overview. Bulletin of Chemical Reaction Engineering and Catalysis, 7(1), 1–25. Prastiyanto, A., Azmiyawati, C., & Darmawan, A. (2008). Pengaruh penambahan merkaptobenzotiazol (MBT) terhadap kemampuan adsorpsi gel silika dari kaca pada ion logam kadmium, (Ii), 1–13. Prodjosantoso, A. K., & P, Regina Tutik. (2011). Kimia lingkungan. Yogyakarta: Percetakan Kanisius. Rohyami, Y. (2013). Penentuan Cu, Cd dan Pb dengan AAS menggunakan solid phase extraction. Inovasi Dan Kewirausahaan, 2(1), 19–25. Roque, R. M. A. & Malherbe. (2007). Adsorption and difussion in nanoporous materials. London New York: CRC Press. S., R. F., Mahardiani, L., & Sukardjo, J. S. (2012). Preparasi dan Aplikasi Silika Gel yang Bersumber dari Biomassa untuk Adsorpsi Logam Berat. Seminar Nasional Kimia Dan Pendidikan Kimia III, 82–88. Saputra, R. M., Rudiyansyah, & Wahyuni, N. (2014). Sintesis dan karakterisasi silika gel dari limbah kaca termodifikasi asam stearat. Jurnal Kimia Khatulistiwa, 3(3), 36–42. Sastrohamidjojo, H. (1992). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Sayigan, S. C. (2013). Determination of characteristics of adsorbent for adsorption heat pumps. Izmir Institute of Technlogy. Sembiring, S., & Simanjuntak, W. (2015). Silika sekam padi potensinya sebagai bahan baku keramik industri. Yogyakarta: Plantaxia. Shayan, A., & Xu, A. (2004). Value-added utilisation of waste glass in concrete. 59
Cement and Concrete Resaerch, 34(October 2002), 81–89. Silverstein, R. M., Webster, F. X., & Kiemle, D. J. (2005). Spectrometric identification of organic compounds. United States of America: John Wiley & Sons, INC. Sitorus, M. (2009). Spektroskopi elusidasi struktur molekul organik (edisi pertama). Yogyakarta: Graha Ilmu. Soleimani Dorcheh, A., & Abbasi, M. H. (2008). Silica aerogel; synthesis, properties and characterization. Journal of Materials Processing Technology, 199(1), 10–26. Sriyanti, T., Nuryono, & Narsito. (2005). Sintesis bahan hibrida amino-silika dari abu sekam padi melalui proses sol-gel. JKSA, VIII(1), 1–10. Sudiarta, I. W., Diantariani, N. P., & Suarya, P. (2013). Modifikasi silika gel dari abu sekam padi dengan ligan difenilkarbazoni. Jurnal Kimia, Vol 7(1), 57–63. Sulastri, S. (2010). Ekstraksi fasa padat sebagai langkah awal pada pemantauan terhadap pencemaran ion logam berat. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, ISBN: 978-979-98117-7-6, 1-6. Sulastri, S., & Kristianingrum, S. (2010). Berbagai macam senyawa silika: sintesis, karakterisasi dan pemanfaatan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, 211–216. Vejayakumaran, P., Rahman, I. A., Sipaut, C. S., Ismail, J., & Chee, C. K. (2008). Structural and thermal characterizations of silica nanoparticles grafted with pendant maleimide and epoxide groups. Journal of Colloid and Interface Science, 328(1), 81–91. Vogel. (1985). Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro bagian I. (Terjemahan Setiono, L., Hadyana, A., & Pudjaatmaka). Jakarta: PT Kalman Media Pustaka. (Edisi asli diterbitkan tahun 1979 oleh Longman Group Limited, London). Weintraub, S. (2002). Demystifying silica gel. Washington, DC: American Institute for Conversation. Widodo, N. T., Mulyasuryani, A., & Sabarudin, A. (2014). Recovery Cu (II) dengan teknik ekstraksi fasa padat menggunakan adsorben silika dari abu sekam padi – kitosan. Natural B, 2(4), 360–365. Wood, D. L., & Rabinovich, E. M. (1989). Study alkoxide silica gels by infrared spectroscopy. Applied Spectroscopy, 43, 1989.
60
Yamane, M., & Asahara, Y. (2000). Glasses for Photonics. Cambridge: Cambridge University Press. Yusuf, M., Suhendar, D., & Hadisantoso, E. P. (2014). Studi karakterisasi silika gel hasil sintesis dari abu ampas tebu dengan variasi konsentrasi asam klorida, VIII(1), 16–28. Zawrah, M. F., El-Kheshen, A. A., & Abd-el-aal, H. M. (2009). Facile and economic synthesis of silica nanoparticles. Journal of Ovonic Research, 5(5), 129–133. Zwir, A., & Biziuk, F. M. (2006). Solid phase extraction technique – trends , opportunities and applications. Polish Journal of Environmental Studies, 15(5), 677–690.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1. Perhitungan untuk Sintesis Silika Gel dari Limbah Kaca 1. Pembuatan larutan NaOH 3 M Pembuatan NaOH 3 M dilakukan dengan melarutkan 60 gram NaOH padat ke dalam gelas beaker dengan sedikit akuades dan mengaduknya hingga seluruh kristal NaOH larut. Selanjutnya larutan ditunggu hingga dingin, kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar 500 mL dan ditambahkan akuades hingga tanda batas. Langkah selanjutnya adalah menggojok larutan hingga campuran homogen. Perhitungan untuk banyaknya NaOH yang digunakan sebagai berikut: M
=
3M
=
1,5 mol
=
Massa kristal NaOH (gram)/ Mr NaOH (gram/mol-1 ) V (mL) Massa kristal NaOH (gram)/ 40 gram/mol-1 0,5 L Massa kristal NaOH (gram) 40
Massa kristal NaOH = 1,5 mol x 40 gram/mol Massa kristal NaOH = 60 gram 2. Pembuatan Larutan Asam Klorida (HCl) 1 M dan Asam Klorida (HCl) 3 M Asam klorida dibuat dari asam klorida pekat dengan konsentrasi 36% dengan massa jenis 1,179 kg/L Molaritas HCl pekat =
% HCl x massa jenis HCl 1000 x Mr HCl 100
Molaritas HCl pekat =
36 x 1,179 1000 x 36,5 100
Molaritas HCl pekat = 11,628 M Molaritas HCl pekat = 11,6 M
63
a. Pembuatan larutan HCl 1 M dibuat dengan cara mengencerkan larutan HCl 11,6 M sebanyak 43,103 mL dengan aquades ke dalam labu takar 500 mL hingga tanda batas lalu menggojok hingga homogen. Penggunaan volume larutan HCl didasarkan persamaan pengenceran berikut: 𝑉1 . C1
= 𝑉2 . C2
𝑉1 . 12 M
= 500 mL . 1 M
𝑉1
=
𝑉1
= 43,103 mL
500 mL M 11,6 M
b. Pembuatan Larutan Asam Klorida (HCl) 3 M Pembuatan larutan HCl 1 M dibuat dengan cara mengencerkan larutan HCl 5 M sebanyak 25,862 mL dengan aquades ke dalam labu takar 100 mL hingga tanda batas lalu menggojok hingga homogen. Penggunaan volume larutan HCl didasarkan persamaan pengenceran berikut: 𝑉1 . C1
= 𝑉2 . C2
𝑉1 . 5 M
= 100 mL . 3 M
𝑉1
=
𝑉1
= 25,862 mL
300 mL M 11,6 M
V1 = volume HCl pekat yang diambil C1 = konsentrasi HCl pekat
V2 = volume HCl encer yang akan dibuat C2 = konsentrasi HCl encer yang akan dibuat
64
3. Penentuan rendemen silika gel hasil sintesis dari limbah kaca Rumus yang digunakan untuk menentukan rendemen silika gel hasil sintesis dari imbah kaca adalah sebagai berikut: Rendemen silika gel =
massa silika hasil sintesis (gram) x 100 % massa mula-mula serbuk limbah kaca (gram)
Penentuan rendemen silika gel dapat ditentukan dari data yang terdapat pada Tabel 8. sebagai berikut: Tabel 8. Data Hasil Sintesis Silika Gel dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida Rendemen Silika Gel Konsentrasi HCl Silika Gel (%) (M) (gram) 1
1,3962
23,27%
3
2,1121
35,20%
Berdasarkan data diatas diketahui bahwa rendemen masing-masing silika gel untuk konsentrasi HCl 1 M dan 3 M berturut-turut adalah sebagai berikut: Rendemen silika gel =
1,3962 (gram) x 100 % 6 (gram)
= 35,20 % Rendemen silika gel =
2,1121 (gram) x 100 % 6 (gram)
= 23,27%
65
Lampiran 2. Hasil Karakterisasi IR Silika 1. Uji IR Silika Kiesel Gel Lab. Kimia Organik FMIPA – UGM
22.5
%T
15
7.5
0
4000
3500
3000
Peak 1 2 3 4 5 6 7 8 9
462.92 802.39 972.12 1095.57 1458.18 1512.19 1643.35 2931.8 3464.15
2500
2000
1750
Intensity Corr. Intensity 1.072 9.171 13.209 9.818 9.859 3.589 0.17 12.877 17.879 0.481 18.181 0.763 12.356 8.174 21.424 0.175 3.569 12.233
1500
Base (H) 732.95 856.39 987.55 1442.75 1489.05 1527.62 1728.22 2939.52 3726.47
66
1250
Base (L) 393.48 740.67 864.11 995.27 1450.47 1489.05 1581.63 2530.61 2947.23
1000
Area 360.273 87.294 100.295 705.682 28.261 28.099 116.377 242.115 842.554
750
Corr. Area 56.935 12.502 7.499 329.595 0.125 0.295 15.712 0.048 236.917
500 1/cm
2. Uji IR Silika Gel Hasil Sintesis
No. Peak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
300.9 331.76 470.63 802.39 956.69 1095.57 1381.03 1473.62 1527.62 1635.64 1851.66 2337.72 2368.59 3448.72 3873.06
Intensity Corr. Intensity 6.432 5.465 4.97 22.557 9.25 19.363 22.026 2.96 21.179 2.139 1.391 22.004 25.128 0.297 25.049 0.276 24.764 0.299 20.454 4.152 23.486 0.18 19.491 0.802 18.353 1.72 6.652 7.094 11.535 0.079
Base (H) Base (L) Area 308.61 362.62 547.78 848.68 987.55 1327.03 1411.89 1489.05 1535.34 1728.22 1859.38 2353.16 2391.73 3703.33 3880.78
67
293.18 324.04 370.33 756.1 856.39 995.27 1357.89 1450.47 1496.76 1535.34 1820.8 1936.53 2353.16 2399.45 3849.92
Corr. Area 16.229 2.059 35.197 15.333 132.733 36.819 58.413 2.554 83.406 2.538 343.553 137.279 32.259 0.139 23.128 0.129 23.215 0.101 123.875 6.516 24.111 0.071 277.006 0.419 27.641 0.738 1170.107 120.766 28.835 0.076
Lampiran 3. Perhitungan Prekonsentrasi Ion Timbal(II) melalui Metode Ekstraksi Fasa Padat 1. Pembuatan larutan Pb(NO3)2 5 ppm Pada uji prekonsentrasi ion logam timbal(II) dengan metode ekstraksi fasa digunakan larutan Pb(NO3)2 5 ppm. Pembuatan larutan Pb(NO3)2 5 ppm dibuat dari larutan induk Pb 500 ppm. Pembuatan larutan induk 500 ppm ialah dengan melarutkan Pb(NO3)2 sebanyak 0,39961 g kedalam gelas beaker dengan sedikit aquademineralisasi. Selanjutnya setelah semua endapan larut maka larutan dipindahkan kedalam labu takar 500 mL dan ditambahkan aquademineralisasi hingga tanda batas. Larutan digojok hingga campuran homogen. Adapun cara perhitungan massa Pb(NO3)2 yang digunakan mengikuti rumus dan perhitungan sebagai berikut: ppm =
𝑚𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑙 (𝐼𝐼) L
500 ppm =
500 𝑚𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑙 (𝐼𝐼)
500 ppm =
250 𝑚𝑔 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑎𝑙 (𝐼𝐼)
massa Pb(NO3)2 =
L
0,5 L
Mr Pb(NO3)2 x 250 mg Ar Pb
331,2 g/mol-1 massa Pb(NO3)2 = x 250 mg 207 g/mol-1 331,2 g/mol-1 massa Pb(NO3)2 = x 250 mg 207,2 g/mol-1 massa Pb(NO3)2 = 399,61mg massa Pb(NO3)2 = 0,39961g 68
Selanjutnya setelah diperoleh larutan induk 500 ppm maka dilanjutkan dengan membuat larutan standar 5 ppm sebanyak 50 mL dengan menggunakan rumus sebagai berikut: V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 500 = 50 x 5 V2 = 0,5 mL Keterangan: V1 = volume larutan induk Pb(NO3)2 M1 = molaritas larutan induk Pb(NO3)2 V2 = volume larutan standar Pb(NO3)2 M2 = molaritas larutan standar Pb(NO3)2
2. Pembuatan Larutan Asam Nitrat (HNO3) 1 M Pembuatan larutan HNO3 1 M dilakukan dengan memasukkan ± 33,33 mL larutan HNO3 3 M ke dalam labu takar ukuran 100 mL kemudian menambahkan akuades hingga tanda batas lalu menggojok hingga homogen. Cara ini mengikuti rumus dan perhitungan sebagai berikut: V1 x M1 = V2 x M2 V1 x 3 M = 100 mL x 1 M V1 = 33,33 mL
69
Pembuatan asam nitrat 3 M dibuat dengan cara menuangkan asam nitrat 15,4 M (69%) sebanyak 200 mL kedalam botol yang berisi akuades sebanyak 826 mL. Campuran kemudian digojok hingga homogen. 3. Prekonsentrasi ion logam Timbal(II) dengan metode ekstrsai fasa padat Rumus yang digunakan untuk menguji prekonsentrasi ion logam Timbal(II) adalah sebagai berikut: Efektivitas =
konsentrasi Timbal(II) awal x 100 % konsentrasi Timbal(II)setelah dielusi HNO3
Data uji hasil AAS untuk menentukan besarnya Efektivitas prakosnetrasi logam timbal(II) dapat dilihat padat Tabel 6.
Tabel 9. Data Ekstraksi Fasa Padat terhadap Ion Timbal(II) Volum Hasil Pengukuran No. Sampel Parameter Cairan (ppm) (mL) Timbal(II) sebelum 1 Pb 20 3,723 3,723 3,825 ekstraksi fasa padat Timbal(II) setelah 2 Pb 17 ttd Ttd Ttd ekstraksi fasa padat Timbal(II) 3 setelah dielusi Pb 10 6,285 6,387 6,490 dengan HNO3 Keterangan: ttd = tidak terdeteksi/ di bawah batas deteksi Batas deteksi Pb = 0,01 ppm
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa: 1. Konsentrasi rata-rata timbal(II) sebelum ekstraksi fasa padat =
3,723+3,7223+3,825 3
= 3,757 ppm
70
Ratarata (ppm) 3,757
-
6,387
2. Konsentrasi timbal(II) setelah dielusi dengan HNO3 rata-rata =
6,285+6,387+6,490 3
= 6,38733 = 6,387 ppm
3. Konsentrasi ion logam timbal(II) setelah dielusi dengan HNO3 secara teoritis adalah: V1 x M1 = V2 x M2 20 x 3,757 = 10 x M2 M2 = 7,514 ppm Keterangan: V1 = volume mula-mula timbal(II) sebelum ekstraksi fasa padat M1 = molaritas rata-rata timbal(II) sebelum ekstraksi fasa padat V2 = volume imbal(II) setelah dielusi dengan HNO3 M2 = molaritas timbal(II) setelah dielusi dengan HNO3 Berdasarkan data diatas maka perhitungan untuk uji prekonsentrasi ion logam timbal(II) sebagai berikut: Efektivitas =
6,387 ppm x 100 % 7, 514 ppm
Efektivitas = 85,001 %
71
Lampiran 4. Data SSA Prekonsentrasi ion Timbal(II)ᶹ
72
Lampiran 5. Diagram Prosedur Kerja 1. Pembuatan Larutan Natrium Silikat dari Limbah Kaca Dipanaskan dengan pengadukan hingga mendidih dan mengental
6 gram serbuk limbah kaca hasil ayakan 100 mesh
180 mL NaOH 3 M
Diamkan semalam
Disaring
Filtrat
Residu
Diukur volum filtrat yang diperoleh
Larutan Natrium Silikat
73
2. Pembuatan Silika Gel Sejumlah larutan natrium silikat
HCL 3 M dan HCL 1M
Diaduk hingga pH netral (pH=7)
Diamkan semalam
Disaring
Filtrat
Residu
Dicuci hingga bebas ion Klor
Dikeringkan pada suhu 100°C selam 2 jam
Silika Gel
Didinginkan lalu ditimbang
74
3. Prekonsentrasi Ion Logam Timbal(II)
0, 5 gram serbuk silika hasil sintesis
Kolom (sudah berisi glasswool)
Didiamkan 1 jam
Dikeluarkan larutan
Volume diukur dan konsentrasi larutan diukur dengan SSA
Dalam kolom ditambahkan HNO3 1 M sebanyak 10 mL
Didiamkan 1 jam
Dikeluarkan larutan
Volume diukur dan konsentrasi larutan diukur dengan SSA
75
Pb(NO3)2 5 ppm sebanyak 20 mL
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Larutan Natrium Silikat
Serbuk Limbah Kaca Hasil Ayakan 100 mesh
Silika Gel (Hidrogel) dengan Pengasaman HCL 3M
Silika Gel (Hidrogel) dengan Pengasaman HCL 1M
76
Siilika Gel dengan pengasaman HCL 3 M
Siilika Gel dengan pengasaman HCL 1 M
Siilika Gel (Serbuk) dengan Pengasaman HCL 1M
Siilika Gel (Serbuk) dengan Pengasaman HCL 3M
77
Kolom Ekstraksi Fasa Padat yang Sudah Berisi Glasswool dan Serbuk Silika Hasil Sintesis dari Limbah Kaca
Larutan Pb (NO3)2
Larutan HNO3
78