SINTESIS SILIKON KARBIDA (SiC) DARI SILIKA SEKAM PADI DAN KARBON KAYU DENGAN METODE REAKSI FASA PADAT
SUPARMAN
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Sintesis Silikon Karbida dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Suparman NRP G751080051
ABSTRACT SUPARMAN. Synthesis of Silicon Carbide (SiC) from Silica Rice Husk and Charcoal by Solid State Reaction Method. Under direction of AKHIRUDDIN MADDU and GUSTAN PARI
The agricultural waste such as rice husk and meubel waste such as powder wood does not used in an optimal fashion for functional material. Silica were synthesized from rice husk by burning and refining. Rice husk contains silica ± 10,5% with purity 95,1%. Carbon were synthesized from powder wood in reactor. The aim of our research was synthesis silicon carbide (SiC) from rice husk and wood. Silica and carbon mixture with ratio 5/3 and 1/3 were reacted by solid state reaction. SiC ceramic was produced by milling, hidrothermal, and sintering. The product was analyzed by X-Ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy, Energy Dispersive Spectroscopy, Ultra Violet -Visible spectrometry, and I-V meter. The Size of crystal vary from 18 to 200 nm. The SiC ceramic is semiconductor material that can used to electronic aplication.
Keywords: synthesis, silica, carbon, silicon carbide, milling, hydrothermal and sintering
RINGKASAN SUPARMAN. Sintesis Silikon Karbida (SiC) Dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan GUSTAN PARI. Indonesia merupakan negara agraris penghasil beras dan mempunyai hutan tropis yang luas sehingga menjadi penghasil kayu utama dunia. Industri pertanian dan industri pengolahan kayu menjadi barang jadi seperti meubel merupakan penghasil limbah. Limbah pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu belum dimanfaatkan secara optimal sebagai material fungsional. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan limbah-limbah tersebut yang diharapkan dapat menjadi bahan dasar untuk berbagai aplikasi. Tujuan penelitian untuk mensintesis silikon karbida dari sekam padi dan serbuk kayu. Sintesis SiC dilakukan dengan metode reaksi fasa padat antara SiO2 dari sekam padi dan C dari serbuk kayu Lembasung dengan cara milling, hidrothermal, sintering, dan kombinasinya. Sintesis SiO2 dari sekam padi melalui penimbangan, pencucian, pengeringan, pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Hasil yang diperoleh berupa silika (SiO2) 95,14 %, Al2O3 (1,69%), Na2O (0,647%), CaO (0,602%), K2O (0,449%), MgO (0,362%), Fe2O3(0,262%), MnO (0,207%), As2O3(0,119%), Cs2O (0,117%), P2O5(0,113%), ZnO (0,0853%), Ar (0,055%), Cl(0,048%), Rb2O (0,0179%), Yb2O3 (0,0169%), CuO (0,0118%). Sintesis C dari serbuk kayu Lembasung (Shorea atrinervosa) melalui pengarangan dalam reaktor hingga temperatur 500°C. Hasil yang diperoleh berupa kandungan karbon 85,365%, zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%. Pengayakan dan milling selama 3 jam silika dan karbon dilakukan untuk mereduksi ukuran butir agar lebih mudah bereaksi. Sintesis SiC melalui milling dengan kecepatan 600 rpm selama 144 jam dan milling energi mekanik tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam. Proses mekanik kimia menyebabkan terjadinya perubahan ukuran partikel menjadi partikel-parikel yang berukuran lebih halus dan terjadinya reaksi kimia. Sintesis SiC melalui proses hidrothermal dengan katalisator amonium hidroksida (NH4OH) pada temperatur ± 100°C dan tekanan ± 3 MPa. Temperatur zat cair dan tekanan uap menjadi agen reaksi kimia. Mineral-mineral yang stabil pada lingkungan hidrothermal mengkristal. Sintesis SiC melalui sintering dilakukan dalam ruang vakum pada spark plasma sintering (SPS) dengan temperatur 1300°C selama 8 menit bertekanan ±30 MPa. Reaksi kimia terjadi akibat pengaruh tekanan dan temperatur tinggi. Karakterisasi material keramik SiC dilakukan dengan XRD, SEM dan EDS, mikroskop optik digital, UV-Vis spektrometer, dan I-V meter. Berdasarkan pola difraksi sinar-X teridentifikasi puncak-puncak yang bersesuaian dengan puncakpuncak SiC pada sudut 2θ yaitu 26,6°; 44,5°; 44,6°; 44,7°; 45,5°; 64,8°; 64,95°; 65,6°; 77,8°. Pengamatan dengan mikroskop optik memperlihatkan bahwa SiC telah terbentuk dengan milling. Kenampakan morfologi sampel hasil sintering memperlihatkan adanya bidang kristal SiC. Perubahan perbandingan komposisi SiO2 terhadap C setelah reaksi menandakan telah terbentuknya SiC. Pemetaan unsur dengan EDS memperlihatkan unsur Si dan C bersinggungan langsung yang
menandakan adanya ikatan kimia antara Si dan C. Selain itu terlihat pula masih adanya pengotor berupa unsur Fe dan Ca pada keramik SiC. Sifat optik SiC memperlihatkan spektrum reflektans terjadi pada interval panjang gelombang (350-870) nm. Reflektans meningkat dengan cepat pada panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm. Daerah serapan maksimun keramik SiC adalah daerah Ultra Violet. Pengukuran karakteristik arus-tegangan memperlihatkan adanya respon terhadap cahaya dimana peningkatan resistivitas keramik berbanding lurus dengan energi cahaya yang diterima. Berdasarkan nilai resistivitas keramik, maka SiC yang diperoleh bersifat semikonduktor. Ketidak murnian keramik SiC membuatnya sebagai semikonduktor ekstrinsik.
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SIINTESIS SILIKON N KARBIIDA (SiC) DARI S SILIKA SEKAM PADI DA AN KARB BON KAY YU DENG GAN REAKSII FASA PADAT M METODE P
SUPARM MAN
SEKOLA AH PASC CASARJA ANA IN NSTITUT T PERTA ANIAN BO OGOR BOGO OR 2010 0
Judul Tesis Nama NIM
: Sintesis Silikon Karbida (SiC) dari Silika Sekam Padi dan Karbon Kayu dengan Metode Reaksi Fasa Padat : Suparman : G751080051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Akhiruddin,S.Si,M.Si Ketua
Dr. Gustan Pari,M.Si,APU Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biofisika
Dr. Agus Kartono, M.Si
Tanggal Ujian: 18 Maret 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irmansyah, M.Si
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema penelitian adalah sintesis silikon karbida dari silika sekam padi dan karbon kayu dengan metode reaksi fasa padat. Penelitian ini memanfaatkan limbah industri pertanian berupa sekam padi dan limbah meubel berupa serbuk kayu gergaji. Penelitian dilaksanakan sejak Juli 2009 hingga Februari 2010 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB, Laboratorium Terpadu Puslitbang Hasil Hutan, BATAN Serpong, dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si dan Bapak Dr. Gustan Pari, M.Si, APU selaku pembimbing. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Irzaman Ketua Departemen Fisika Fakultas MIPA beserta staf yang banyak memberikan saran dan motivasi, Kepala Lab.Terpadu Puslitbang Hasil Hutan beserta staf terkhusus Bapak Didik, Dadang, dan Mahfudin. Bapak Direktur PT BIN BATAN Serpong beserta staf dan secara khusus Bapak Drs. Sulistyoso, MT atas segala bantuannya. Penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Daerah dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan atas bantuan dana pendidikan dan penelitian. Ungkapan terima kasih teristimewa disampaikan kepada ayahanda Haru Mappong (alm) dan ibunda Hafila (alm), istri tercinta Faridah, dan kedua buah hatiku Akhlak Muhammad Ihsan dan Rahmania Nur Hafidzah, ibu mertua Sakka atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa Mayor Biofisika Sekolah Pascasarjana IPB dan semua pihak yang telah memberikan bantuannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama penelitian hingga selesainya tesis ini Penulis menyadari adanya kekurangan dan kelemahan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu, penulis terbuka menerima saran dan kritik dari pihak lain yang sifatnya membangun demi perbaikan pada masa-masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2010 Suparman
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Patobong/Pinrang Sulawesi Selatan pada tanggal 5 Oktober 1973 dari ayah Haru Mappong dan ibu Hafila. Penulis merupakan putra ketujuh dari sepuluh bersaudara. Tahun Ajaran 1992/1993 penulis menjadi siswa kelas khusus Balai Pelatihan Guru Ujung Pandang. Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk UNHAS melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis memilih Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, lulus tahun 2000. Selama menjadi mahasiswa pernah menjadi asisten mata kuliah Mineralogi/Kristalografi dan mata kuliah Geologi Dasar. Tahun 1996 s/d 1997 aktif mengajar di Bimbingan Belajar KMP Unhas. Penulis menempuh pendidikan Akta Mengajar Universitas Terbuka, lulus tahun 2006. Tahun 1998 penulis menjadi tenaga pendamping Program Aksi Pemberdayaan Masyarakat Tani Menuju Ketahanan Pangan Nasional. Tahun 2000 s/d 2004 penulis bekerja sebagai guru honorer SMP YPKU, MTs Al Khairaat dan MA Alkhairaat Pulau Bunyu. Tahun 2003 s/d 2006 menjadi guru bantu SMP Negeri 2 Bunyu. Tahun 2004 s/d 2008 penulis bekerja sebagai Ketua UPK Program Pengembangan Kecamatan di Kecamatan Bunyu. Tahun 2006 menjadi guru tetap (PNS) di SMP Negeri 2 Bunyu Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur. Tahun 2008 mendapat beasiswa dari Pemerintah Daerah Kabupaten Bulungan melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Bulungan untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor Program Mayor Biofisika, lulus Maret 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xv
.........................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................. Latar Belakang ............................................................................. Perumusan masalah ..................................................................... Tujuan Penelitian ........................................................................ Manfaat Penelitian ....................................................................... Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................
1 1 2 3 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan ................................................................................ Silikon Karbida ............................................................................ Cacat Kristal ............................................................................... Milling ........................................................................................ Sintering ..................................................................................... Hidrotermal ............................................................................... Karakterisasi Silikon Karbida .....................................................
4 5 12 14 15 17 17
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... Alat dan Bahan ............................................................................ Tahapan Penelitian ...................................................................... Isolasi Silika dari Sekam Padi ...................................................... Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung ............................. Milling Silika dan Karbon ........................................................... Sintesis Silikon Karbida (SiC ....................................................... Milling ............................................................................. Hidrotermal ...................................................................... Sintering .......................................................................... Kode Sampel ....................................................................
19 19 20 21 24 26 26 28 28 28 30
HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi ........................................... Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung ................... Karakterisasi Hasil Sintesis ..........................................................
31 32 33
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan saran .................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
49
LAMPIRAN .............................................................................................
51
DAFTAR TABEL Halaman 1
Politipe umum SiC ..........................................................................
8
2
Data struktur silikon karbida pada temperatur 298°K ...................
9
3
Hubungan struktur antara SiC, Si dan C .....................................
9
4
Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam ..............................................................................
31
Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering HEM6SPS .....................................................................................
46
Perbandingan nilai resistivitas sampel terhadap sinar UV ............
47
5 6
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state) ................
6
2 Skema orbital-orbital s dan p ..............................................................
6
3 Awan ikatan orbital hybrid sp3 menunjukkan ikatan kovalen ............
7
4 Struktur β-SiC .....................................................................................
7
5 Skema unit sel silikon karbida ............................................................
8
6 Urutan lapisan ABCABC Struktur β-SiC sepanjang bidang (112) .....
8
7 Urutan lapisan struktur 6H αSiC sepanjang bidang (112) ..................
8
8 Skema struktur α-SiC (2H) ................................................................
9
9 Hubungan struktur rombohedral dengan kubik dan heksagonal ......
12
10 Cacat titik dalam sebuah kristal ..........................................................
12
11 Cacat kristal dislokasi .........................................................................
13
12 Slip akibat dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan .........
13
13 Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill ........................
14
14 Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang .....
15
15 Mesin milling dan kelengkapannya ....................................................
15
16 Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering ................
16
17 Susunan dasar sistem SPS ...................................................................
17
18 Nilai resistivitas berbagai bahan .........................................................
18
19 Diagram alir tahapan penelitian ..........................................................
20
20 Diagram alir isolasi silika dari sekam padi .........................................
22
21 Pengabuan sekam padi ........................................................................
23
22 Pengasaman abu sekam dengan HCl pekat .........................................
23
23 Abu sekam setelah pemanasan hingga 1000°C selama 1 jam .............
23
24 Pengayakan abu sekam untuk mengurangi kandungan oksida pengotor
24
25 Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung .................
25
26 Reaktor arang dan kelengkapannya ......................................................
25
27 Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung .................
26
28 Diagram alir sintesis SiC .......................................................................
27
29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi dan amplas (SiC) .........................................................................................
32
30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling 3 jam .............................
33
31 Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b). Perbesaran 200 kali .............. ...............................
33
32 Material keramik hasil sintering ...........................................................
34
33 Pola difraksi untuk sampel ML144. SPS3, MLSPS144 dan SiC (amplas) ...................................................................................
35
34 Pola XRD pada sampel HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS dan HD24..
37
35 Morfologi permukaan keramik sampel SPS3. Perbesaran 1000 kali ...
38
36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144 Perbesaran 5000 kali .............................................................................
39
37 Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS Perbesaran 10000 kali .........................................................................
39
38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran 20000 kali .............
40
39 Kurva EDS sampel MLSPS144 ..........................................................
41
40 Kurva EDS sampel HEM6HDSPS .....................................................
42
41 Pemetaan unsur sampel HEM6HDSPS ..............................................
42
42 Pemetaan unsur sampel HEM6SPS ....................................................
43
43 Spektrum reflektansi keramik SPS3 dan MLSPS144............................
44
44 Spektrum absorbansi sampel HEM6HDSPS .....................................
44
45 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6SPS ..................................
45
46 Karakteristi arus-tegangan sampel HEM6HDSPS ...............................
46
47 Karakteristik I-V keramik berbeda terhadap sinar UV..........................
47
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peralatan yang digunakan dalam penelitian .....................................
52
2
Perhitungan ukuran kristal sampel ...................................................
53
3
Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO2 : C = 5 : 3 ..................................................................................
61
Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO2 : C = 1 : 3 ..................................................................................
62
5
Data kristalinitas sampel ...................................................................
60
6
Perhitungan parameter kisi ................................................................
69
7
Tabel perbandingan Data Peak dan sudut 2 Theta silika dan hasil Sintesis ...............................................................................................
70
Data Joint Commite on Powder Diffraction Standars (JCPDS) Untuk Struktur Kristal ........................................................................
71
4
8
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan temuan-temuan baru yang mendorong munculnya disiplin ilmu Biofisika yang dapat dipelajari oleh orang-orang dari berbagai disiplin ilmu yang telah ada sebelumnya. Salah satu kajian ilmu Biofisika yang menarik adalah bidang Biomaterial yang meliputi material sintesis maupun material alami. Banyak material yang dibutuhkan dalam bidang industri, kedokteran/medis maupun berbagai bidang lainnya didatangkan dari luar negeri sehingga harganya menjadi mahal. Sementara Indonesia adalah salah satu negara kaya dengan berbagai kekayaan alam yang melimpah tapi pengelolaan dan pemanfaatannya belum maksimal. Karena itu penelitian dan pengembangan material yang tersedia melimpah di Indonesia perlu dilakukan, dengan harapan ditemukannya materialmaterial baru bernilai ekonomi tinggi. Penelitian biomaterial telah mendorong penemuan-penemuan material baru. Dalam bidang industri elektronik telah dilakukan penelitian-penelitian untuk mendapatkan material-material baru yang bersifat semikonduktor. Bahan semikonduktor dapat berupa unsur maupun senyawa kimia tertentu. Salah satu yang paling penting adalah silikon (Si). Bahan silikon adalah bahan semikonduktor yang mendominasi teknologi elektronik dan fotonik. Bahan semikonduktor lainnya adalah germanium (Ge). Sedangkan bahan semikonduktor senyawa bahkan jauh lebih banyak seperti senyawa Zn (ZnO, ZnS, ZnSe), GaAs, dan beberapa senyawa kimia lainnya. Beberapa senyawa silikon juga merupakan bahan semikonduktor yang banyak diteliti seperti siliko nitrida (SiN) dan silikon karbida (SiC). Sintesis SiC selama ini banyak menggunakan sumber karbon dalam bentuk grafit, karbon black maupun batu bara dan mineral-mineral alamiah seperti kuarsa dari batuan sebagai sumber silika untuk mendapatkan silikon. Karbon dalam bentuk grafit, karbon black, dan batu bara serta mineral-mineral kuarsa dari batuan merupakan sumber alam yang tak dapat diperbaharui sehingga suatu saat
2
akan habis. Oleh karena itu para ilmuan telah memikirkan cara mendapatkan karbon dan silika dari bahan alam yang dapat diperbaharuhi sebagai bahan dasar untuk mensintesis SiC. Salah satu cara mendapatkan karbon adalah mengisolasi karbon dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi. Sekam padi dapat dijadikan sebagai bahan dasar untuk mensintesis SiC seperti yang dilakukan pertama kali oleh Cultler (1973). Sejak itu penelitian SiC berbasis sekam padi telah dilakukan oleh banyak ahli dengan berbagai cara diantaranya Mansour dan Hanna (1979); Nutt (1988); Patel (1991); Ray et al (1991); Singh et al (1993, 1995); Romera dan Reinso (1996); Moustafa et al(1997); Krishnarao (1998); Padmaja dan Mukunnda (1999); Janghorban dan Tazesh (1999); Panigrahi et al (2001) dan sintesis SiC dari sekam padi dalam sebuah reaktor plasma telah dilakukan oleh Singh et al (2002). SiC dihasilkan dari pirolisis langsung sekam padi sebagai material dasar memperlihatkan partikel sangat halus atau bentuk serat (Limthongkul P et al, 2005). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong perkembangan ilmu biofisika khususnya di Indonesia. Program Biofisika IPB telah melakukan berbagai penelitian yang diarahkan pada Biofisika Teori dan komputasi, membran biologi dan sintesis biomaterial, bahan biologi dan pangan, bioelektronik dan biofotonik, dan bioenergi. Penelitian yang penulis lakukan mengarah pada penelitian biofisika material yaitu sintesis SiC berbasis sekam padi dan serbuk kayu. Perumusan Masalah Sintesis SiC selama ini dilakukan secara konvesional melalui proses karbotermal yang dikenal sebagai proses Acheson. Proses ini melibatkan reaksi antara kuarsa dengan tingkat kemurnian tinggi atau pecahan-pecahan kuarsit dengan karbon (grafit, karbon black atau batu bara pada temperatur antara 1600°C - 2500°C). SiC yang dihasilkan mempunyai ukuran partikel kasar sampai beberapa millimeter. Sintesis SiC dengan cara ini menggunakan sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui sehingga suatu saat akan habis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian sintesis SiC dengan menggunakan bahan dasar alami yang dapat diperbaharui dengan biaya yang lebih
3
murah. Karbon dapat diisolasi dari kayu dan silika dapat diisolasi dari sekam padi. Serbuk kayu dan sekam padi merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, mudah diperoleh sebagai limbah industri kayu dan industri pertanian dengan biaya yang relatif murah. SiC yang dihasilkan berukuran lebih halus dan disintesis pada temperatur lebih rendah. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mensintesis silikon karbida (SiC) dari silika sekam padi dan karbon kayu yang kemudian dikarakterisasi dengan XRD, SEM dan EDS, UV-Vis spektrometer, I-V meter. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Memanfaatkan limbah pertanian menjadi bahan fungsional. 2. Mengetahui cara mensintesis silika (SiO2 ) dari sekam padi. 3. Mendapatkan karbon dan hasil sampingannya (uap cair) dari serbuk kayu 4. Mengetahui cara melakukan reaksi kimia fasa padat pada temperatur tinggi. 5. Mendapatkan material keramik SiC. 6. Mengetahui berbagai cara karakterisasi material dengan analisis spektroskopi Ruang Lingkup Penelitian Dalam melakukan penelitian perlu adanya batasan-batasan yang harus diperhatikan agar pembahasan tidak keluar dari topik penelitian. Penelitian ini dibatasi pada : 1. Mengisolasi silika (SiO2 ) dari sekam padi. 2. Menngisolasi karbon dari serbuk kayu Lembasung 3. Mereaksikan SiO2(s) dan C(s) pada temperatur tinggi menurut reaksi berikut ; SiO2(s) + 2C(s) → SiC (s) + CO2 (g) dan SiO2(s) + 3C(s) → SiC (s) + 2CO (g) 4. Karakterisasi dengan analisis difraksi sinar-X (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Energy Disversive Spectrometry (EDS), UV-Vis spektrometer, dan I-V meter).
4
TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Salah satu produk pertanian yang tersedia cukup melimpah adalah sekam padi. Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi. Sekitar 20% dari bobot butir padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali pembakaran sekam padi (Harsono H, 2002) . Abu sekam mengandung sekitar 94% - 96% silika. Silika yang terdapat dalam sekam ada dalam bentuk amorf terhidrat. Tapi jika pembakaran dilakukan secara terus-menerus pada suhu di atas 650°C akan menaikkan kristalinitasnya dan akhirnya akan terbentuk fasa kristobalit dan tridimit dari silika sekam. Silika merupakan bahan kimia yang pemanfaatan dan aplikasinya sangat luas, mulai bidang elektronik, mekanik, medis, seni dan bidang lainnya (Harsono H, 2002). Sementara itu karbon banyak di temukan dalam bentuk arang baik arang tempurung kelapa maupun arang kayu sebagai hasil pembakaran tempurung dan kayu. Carbon black, grafit dan batu bara adalah bentuk lain dari karbon. Karbon kayu dapat dibuat dengan mudah dan dalam jumlah yang banyak dengan melakukan pembakaran pada kayu. Silikon karbida (SiC) merupakan satu-satunya material keramik non-oksida paling penting, dihasilkan pada skala besar dalam bentuk bubuk (powder), bentuk cetakan, dan lapisan tipis. Aplikasi silikon karbida (SiC) dalam industri karena sifat mekaniknya yang sangat baik, konduktivitas listrik dan termal tinggi, ketahanan terhadap oksidasi kimia sangat baik, dan SiC berpotensi untuk fungsi keramik atau semikonduktor temperatur tinggi (Niyomwas S. 2008). Silika sekam padi dan karbon kayu adalah dua material yang akan digunakan untuk mensintesis silikon karbida (SiC). Kombinasi atau persenyawaan antara dua atau lebih unsur atau bahan (material) dapat menghasilkan bahan atau material fungsional. Persenyawaan antara silikon dan karbon misalnya dapat menghasilkan atau membentuk bahan semikonduktor silikon karbida (SiC). Sintesis SiC telah banyak dilakukan diluar
5
negeri tapi di Indonesia masih kurang . Hal ini disebabkan sintesis SiC dilakukan pada suhu tinggi ( ≥ 1000°C) sehingga membutuhkan biaya yang besar. Selain itu untuk mendapatkan bahan baku silikon (Si) murni relatif sulit, silika (SiO2) diperoleh setelah melalui proses yang panjang. Dalam penelitian ini silika diperoleh dari sekam padi melalui pengeringan, pembakaran, pengabuan dan pemurnian. Bubuk silika yang diperoleh dari sekam padi direaksikan dengan bubuk karbon yang berasal dari kayu dengan metode sintering. Reaksi berlangsung pada suhu tinggi kisaran 1300°C - 1500°C dalam reaktor Spark Plasma Sintering (SPS). Karena reaksi terjadi dalam kondisi padat pada suhu tinggi sehingga disebut metode solid state sintering.
Silikon Karbida Silkon karbida terbentuk melalui ikatan kovalen antara unsur Si dan C. Unsur C memiliki nomor atom 6 dengan jari-jari atom 0,078 nm. Nomor atom unsur Si adalah 14 dengan jari-jari atom 0,117 nm (Pierson, 1996). Konfigurasi elektron atom karbon adalah 1s2 2s2 2p2, dimana dua elektron di kulit K (1s) dan empat elektron di kulit L (dua elektron di orbital 2s dan dua di orbital 2p). Notasi 1s2 (atau 2s2, atau 2p2) mewakili bilangan-bilangan kuantum, penting untuk menjelaskan suatu orbital. Angka 1 mewakili kulit K atau kulit pertama (bilangan kuantum utama) dan huruf s mewakili subkulit s (bilangan kuantum momentum sudut) dan angka 2 atas mewakili jumlah elektron dalam subkulit. Kulit K memiliki hanya satu orbital (orbital s) dan tidak dapat memiliki lebih dari dua elektron. Selanjutnya, 2s2 dan 2p2, mewakili empat elektron di kulit L. Elektron-elektron kulit L mengisi dua subkulit yang berbeda yaitu subkulit s dan p, dimana elektron 2s dan 2p mempunyai tingkat-tingkat energi yang berbeda (angka 2 mewakili kulit L dan huruf s atau p mewakili orbital). Dua elektron 2s mempunyai spin berlawanan, sedangkan dua elektron 2p mempunyai spin parallel (Gambar 1). Ground state adalah suatu keadaan dimana elektron-elektron berada dalam orbit-orbit minimum mereka, makin dekat dengan inti tingkat energi elektron paling rendah.
6
Gambar 1 Diagram atom karbon dalam keadaan dasar (ground state) Orbital-orbital atom karbon dalam keadaan dasar dapat digambarkan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Orbital-orbital s dan p Perhitungan fungsi gelombang menggambarkan orbital s sebagai sebuah lingkaran dengan tepi tidak jelas atau kabur yang mewakili karakteristik semua orbital. Karena berbentuk lingkaran, orbital s tanpa arah. Orbital 2p diwakili oleh sebuah barbell memanjang yang simetri sekitar sumbunya dan sebagai akibatnya mempunyai arah tertentu. Elektron-elektron yang berada pada orbital bagian luar hanya satu-satunya tersedia untuk mengikat pada atom-atom lain. Elektron ini dikatakan elektron valensi. Dalam kasus atom karbon yang berada pada keadaan dasar, elektronelektron valensi ada dua orbital 2p. Karbon dalam keadaan ini dikatakan divalent, karena hanya dua elektron ini yang tersedia untuk mengikat. Ikatan kovalen dapat
7
terbentuk karena atom karbon mengalami hibridisasi membentuk konfigurasi sp3 karena terbentuk dari satu orbital s dan tiga orbital p. Keadaan valensi meningkat dari dua menjadi empat dan dapat menerima empat elektron dari atom lain. Kebutuhan energi untuk menyempurnakan hibridisasi sp3 dan menaikkan atom karbon dari keadaan dasar ke keadaan valensi empat V4 adalah 230 kJ mol-1. Pembentukan ikatan sp3 dilukiskan pada Gambar 3. Arah orbital misalnya sp3 disebut orbital sigma (σ) dan ikatannya disebut ikatan sigma. Arah empat ikatan menghasilkan simetri tetrahedral yang ditemukan dalam struktur silikon karbida dimana empat atom karbon terikat pada empat atom silikon. Ikatan kovalen kuat karena atom karbon kecil dan empat diantara enam elektron membentuk ikatan. Konfigurasi elektron atom silikon adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p2 , dimana dua elektron di kulit K (1s), delapan elektron di kulit L dan empat elektron di kulit M (dua elektron di orbital 3s dan dua di orbital 3p). Sebagaimana atom karbon, atom silikon membentuk konfigurasi empat orbital 3sp3 yang juga tersusun dalam tetrahedron teratur.
Gambar 3 Awan ikatan orbital hybrid sp3 menunjukkan ikatan kovalen Setiap unsur membagi pasangan elektron dengan unsur lain (empat orbital 3
2sp karbon dan empat orbital 3sp3 silikon). Skema Kristal SiC diperlihatkan pada Gambar 4. Atom karbon Atom silikon
Gambar 4 Struktur β-SiC
8
Gambar 5 Unit sel silikon karbida Setiap unit sel memiliki delapan atom yang ditempatkan sebagai berikut : 1/8 x 8 (silikon) pada sudut-sudut, ½ x 6 (silikon) pada bagian muka dan 4 (karbon) di bagian dalam unit kubik sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5. Tabel 1 Politipe umum SiC
Gambar 6 Urutan lapisan ABCABC Struktur β-SiC sepanjang bidang (112)
Gambar 7 Urutan lapisan struktur 6H αSiC sepanjang bidang (112)
9
Gambar 8 Struktur α-SiC (2H) Tabel 2 Data struktur silikon karbida pada temperatur 298°K
Tabel 3 Hubungan struktur antara SiC, Si dan C
Pada kondisi normal, proses kompaksi SiC sulit dilakukan karena ikatan kovalennya. Partikel nano SiC dapat disinter pada kondisi temperatur dan atmosfir sintering yang sesuai. Pola difraksi sinar-X sampel dari peneliti terdahulu pada temperatur 1400°C, puncak-puncak difraksi pada 2θ~35,8°; 42°; 60,5°; 76° memperlihatkan fase kristal β-SiC struktur kubik secara berturut-turut
10
berhubungan dengan bidang-bidang (111), (200), (220), (311) (Vyshnyakova K, 2006). Struktur kristal lain SiC adalah heksagonal dan rhombohedral. Secara umum, 3C-SiC dikenal sebagai politipe temperatur rendah. Sebaliknya, 4H-SiC dan 6H-SiC dikenal sebagai politipe temperatur tinggi (Feng ZC, Zhao JH. 2004). Foto SEM memperlihatkan pori-pori berbentuk tabung dengan diameter 5-20μm, macrochannel bervariasi dari bentuk bulat panjang hingga mendekati bentuk empat persegi panjang. Ketebalan dinding antara 1μm hingga 5μm, menunjukkan struktur nanokristalin porous dengan ukuran butir 20-200nm (Vyshnyakova K, 2006). SiC merupakan calon ideal khususnya untuk aplikasi-aplikasi berdayaguna tinggi, seperti mesin-mesin keramik dan lebih banyak
aplikasi-aplikasi
keteknikan, termasuk aplikasi struktural temperatur tinggi (Bandyopadhyay AK. 2008). SiC digunakan secara intensif dalam piranti elektronik dan optoelektronik, seperti sel surya, detektor, modulator dan laser semikonduktor secara khusus pada kondisi frekuensi tinggi, radiasi intensif, atau temperatur tinggi. α-SiC murni adalah semikonduktor intrinsik dengan energi celah pita (band gap) cukup besar (1,90±0,1eV) membuatnya sebagai konduktor listrik sangat jelek (~10-13Ω-1.cm-1). Kehadiran ketakmurnian membuatnya semikonduktor ekstrinsik berharga (0,01313Ω-1.cm-1) dengan koefisien temperatur positif. Kombinasi mekanik dan stabilitas kimia membuat SiC digunakan dalam kelistrikan unsur-unsur panas. βSiC murni diterima sebagai semikonduktor temperatur tinggi dengan aplikasi dalam transistor, dioda penyearah, dioda electro-luminescent (Hamadi, et al, 2005) Terdapat peningkatan permintaan material-material berdayaguna tinggi yang dapat bertahan terhadap beberapa kondisi seperti abrasi, temperatur tinggi, tekanan dan atmosphere pada bermacam-macam aplikasi sebagai berikut : mesinmesin panas temperatur tinggi, reaktor-reaktor fusi nuklir, industri pengolahan kimia, dan industri penerbangan dan angkasa. SiC memiliki sifat-sifat penting sebagai berikut : unggul tahan oksidasi, unggul tahan rayapan, kekerasan tinggi, kekuatan mekanik baik, Modulus Young sangat tinggi, karatan baik dan tahan erosi, dan berat relatif rendah. Materialmaterial mentah SiC relatif murah, dan dapat dibuat dalam bentuk-bentuk
11
kompleks, dimana memungkinkan disiasati melalui proses fabrikasi konvensional seperti dry pressing, extrusion and injection moulding. Hasil akhir mempunyai harga kompetitif disamping menawarkan keuntungan-keuntungan teknis yang unggul berdayaguna lebih dari material-material lainnya (Bandyopadhyay AK. 2008). Optik fonon energi tinggi, sebesar 100–120 meV, konduktivitas thermal tinggi (4.9 W/K cm) ( Feng ZC, Zhao JH. 2004). Pengukuran film tipis SiC diperoleh bahwa spektrum transmisi pada interval panjang gelombang 300900nm. Pada awalnya (interval UV), transmisi meningkat dengan cepat dari 53,1% hingga 80% dengan interval 300-400nm. Selanjutnya, pada interval visible (400-700nm), peningkatan transmisi menjadi lambat dari 80% hingga 92,5% dan panjang gelombang terputus dalam interval ini. Hasil pengukuran Seeback memperjelas bahwa film SiC adalah semikonduktor tipe-n. Sifat resistansi dan konduktivitas film tipis SiC adalah konstan diatas 70°C dicirikan oleh sifat tetap jika temperatur dinaikkan. Koefisien absorpsi menurun dengan cepat dengan interval panjang gelombang foton 300-600nm menentukan panjang gelombang cut-off (λcut-off) sekitar 448nm, nilai energi band-gap (Eg) SiC sekitar 3 eV, koefisien absopsi (α) sekitar 3,4395 x 10cm-1 dan koefisien pemadaman (kex) 0,154 pada absorpsi minimum (448nm)(Hamadi, et al, 2005). Singh, et. al, telah membuat nano kristalin partikel-partikel silikon karbida dari sekam padi dengan cara thermal melalui proses ‘plasma thermal’, Chen membuat nano kristalin deposition’ (CVD), Martin
silikon karbida dengan sukses
cara ‘chemical vapour
membuat nano kristalin
silikon karbida
melalui ‘carbo-thermal reduction’ dari silica sol dan gula. Pembuatan partikelpartikel silikon karbida dengan butiran berukuran nanometer dibuat dari chlorine berisi
polysilane/polycarbosilanes
(PS/PCS)
juga
telah
dilaporkan
(Bandyopadhyay AK. 2008). Metode lain yang telah digunakan adalah metode “sol-gel” (Meng, 2000), “microwave”(Satapathy, 2005), dan “self-propagating high temperature synthesis (SHS)” pada temperatur 1800ºC hingga 4000ºC(Feng dan Munir, 1994; Gadzira,1998; Morancais, 2003)(Niyomwas S. 2008).
12
(a)
(b) Gambar 9 Hubungan struktur rombohedral dengan kubik (a) dan heksagonal (b)
Cacat Kristal Cacat dalam kristal disebabkan oleh kehilangan atom, atom berada bukan pada tempatnya, atau kehadiran atom asing. Sifat dan konsentrasi cacat kristal mempengaruhi struktur kristal dan sifat listrik dalam semikonduktor. Cacat kristal paling sederhana adalah cacat titik. Cacat titik dapat berupa kekosongan, interstisial, dan ketidakmurnian (Beiser A, 1982).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 10 Cacat titik dalam sebuah kristal. (a) Interstisial, (b) Kekosongan (vakansi), (c) Ketakmurnian Interstisial (d) Ketakmurnian substitusional
13
Cacat kristal lain adalah dislokasi yaitu cacat kristal dimana sebaris atom tidak berada pada kedudukan yang sebenarnya. Terdapat dua bentuk dislokasi yaitu dislokasi tepi dan dislokasi skrup.
(a)
(b)
Gambar 11 Cacat kristal dislokasi. (a) Dislokasi tepi, (b) Dislokasi skrup. Dopant utama ketidakmurnian pada SiC adalah Nitrogen, Aluminium, Boron, Gallium dan Indium. Tipe lain ketidakmurnian pada SiC yaitu Berryllium, Magnesium, Scandium, Titanium, Tantalum, Kromium, Molibdenum, Mangan, Seng, Kadmium, Germanium, Fosfor, Oksigen, Argon, Erbium
Gambar 12 Slip akibat gerak dislokasi melalui kristal yang mengalami tegangan. (a) Konfigurasi-awal kristal. (b) Dislokasi bergerak ke kanan ketika atom pada lapisan dibawahnya berturut-turut bergeser ikatannya ke lapisan atas satu baris setiap kali. (c) Kristal telah mengalami deformasi permanen.
14
Milling Reaksi milling adalah suatu proses dimana reaksi kimia dan milling terjadi bersama-sama yang ditempatkan dalam lingkungan energi sangat tinggi. Dapat dikerjakan dalam planetary mills dimana medan gaya dapat dibuat berubah-ubah dari satu sampai dua order besarnya dibandingkan dengan ukuran sama ball mills. Reaksi milling menggunakan proses mekanik untuk menyebabkan reaksi kimia. Proses mekanik kimia dapat digunakan menghasilkan bubuk sangat halus, proses mineral dan pembuangan, menyuling logam, reaksi-reaksi pembakaran dsb. Ciri penting pada proses mekanokimia adalah perbaikan mikrostruktur dengan deformasi unsur atau partikel bersama-sama proses memecah, dan menyambung yang menyertai terjadinya tumbukan bola atau bubuk. Energi dipancarkan ke bubuk kristalin selama milling bisa menghasilkan dislokasi struktur sel yang berkembang menjadi butir-butir nano struktur secara acak dengan menambah waktu milling. Planetary milling dapat menyebabkan reaksi-reaksi kimia dalam berbagai campuran bubuk. Pada faktanya bahwa aktivasi mekanik pada hakekatnya meningkatkan kinetika reaksi-reaksi kimia kondisi padat (Schwarz et al., 1989)(Chaira).
Gambar 13 Skema dasar percepatan dalam sebuah planetary mill. Milling terjadi dalam tabung baja berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm. Sedangkan bola-bola alumina yang digunakan berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm masing-masing sebanyak 16 buah. Milling berlangsung selama 3 jam, 2 jam
15
pertama dengan kecepatan 500 rpm dilanjutkan 600 rpm selama 1 jam untuk mereduksi ukuran butir arang kayu Lembasung dan silika. Milling campuran silika dan karbon berukuran ≤ 75μm dengan perbandingan massa 5 : 3 dilakukan selama 144 jam bertujuan mereduksi ukuran butir sekaligus diharapkan terjadinya reaksi menghasilkan silikon karbida.
Gambar 14 Milling untuk reduksi ukuran butir partikel abu sekam dan arang. Milling dengan tingkat energi lebih tinggi disebut HEM dilakukan pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan massa 1 : 3 berlangsung selama 6 jam berkecepatan 1400 rpm. Milling terjadi dalam tabung baja sama tetapi dengan bola-bola alumina berdiameter 9,8 mm sebanyak 10 buah. Perangkat HEM dapat dilihat pada Gambar 15.
Gambar 15 Mesin Milling dan kelengkapannya
Sintering Pemadatan keramik kompak dilakukan dengan berbagai cara, umumnya dengan cara sintering. Proses sintering mengakibatkan material kompak
16
mempunyai mobilitas cukup untuk membebaskan energi permukaan
bubuk,
sehingga berikatan satu sama lain. Bila terjadi difusi hanya pada kondisi padat, proses ini disebut solid-state sintering. Bila peningkatan mobilitas dibantu oleh sedikit material dalam fase cair, maka proses disebut sintering fase cair (liquid phase). Penggunaan tekanan eksternal selama sintering disebut sintering tekan atau penekanan-panas (hot pressing). Sintering dapat mereduksi energi bebas benda. Seringkali reduksi energi berkaitan dengan penurunan volume, akibat dari ketidakteraturan partikel asal, dan adanya volume kosong (void) yang dihilangkan (Peng H. 2004).
Gambar 16 Hubungan antara butir-butir partikel pada proses sintering Solid-state sintering terjadi pada temperatur dibawah titik leleh beberapa tahap unsur pokok dan melibatkan transport material dengan difusi. Reaksi sintering memerlukan perlakuan panas pada campuran homogen dua atau lebih reaktan, memberi struktur padat yang dibentuk melalui hasil reaksi (Peng H. 2004). Lingkungan sangat berpengaruh pada proses sintering, karena sampel terdiri dari partikel berukuran kecil dan memiliki daerah permukaan yang luas. Oleh karena itu, dalam melakukan sintering pada sampel harus dijaga agar tidak terkontaminasi oleh lingkungan sekitar. Selama proses sintering terjadi perubahan dimensi baik berupa pemuaian maupun penyusutan, bergantung pada bentuk dan distribusi ukuran partikel, komposisi bubuk dan proses sintering. Proses sintering dilakukan dalam spark plasma sintering (SPS) pada kondisi vakum.
17
Gambar 17 Susunan dasar sistem SPS (Peng H, 2004)
Hidrotermal Hidrotermal adalah proses yang melibatkan air panas atau cairan panas lainnya yang mudah menguap karena adanya hubungan dengan sebuah sumber panas. Endapan hidrotermal adalah endapan yang terbentuk karena pengendapan mineral-mineral dari air panas atau cairan-cairan lainnya secara komparatif (Rogers, 1966). Reaksi metamorf terjadi karena penambahan komponen cairan yang mudah menguap seperti air dan karbon dioksida. Metasomatism jenis ini biasanya dihubungkan dengan aliran air panas. Mineral-mineral yang stabil dalam lingkungan kimia yang baru mengkristal (Hamblin WK, 2004). Karakterisasi Silikon Karbida Karakterisasi material dilakukan sebelum dan sesudah reaksi pembentukan silikon karbida. Karakterisasi yang dilakukan menggunakan metode, XRD dan EDS, SEM, UV – Vis Spektrometer serta I - V Meter. Difraksi sinar-X memberikan informasi tentang satuan asimetris dan kisi ruang. Satuan asimetris merupakan atom, ion, atau molekul (atau bagian molekul atau gugusan molekul) yang membentuk sebuah kristal. Kisi ruang yaitu pola yang dibentuk oleh titik-titik yang merepresentasikan lokasi satuan asimetris. Kisi ruang merupakan kerangka abstrak bagi struktur kristal. Keseluruhan kristal dengan pergeseran translasi murni dibentuk oleh satuan dasar yang disebut satuan sel. Sel satuan digolongkan menjadi satu dari tujuh sistem kristal, berkenaan dengan unsur simetri rotasi yang dimilikinya. Tujuh sistem kristal yang dikenal
18
yaitu Kubus, Monoklin, Triklin, Ortorhombik, Rhombohedral, Tetragonal, Heksagonal. Metode Energy Dispersive Spektroscopy (EDS) digunakan untuk analisis unsur-unsur kimia penyusun suatu senyawa. Jika energi garis kulit K, L atau M yang diberikan diukur, maka nomor atom unsur yang menghasilkan garis itu dapat ditentukan. Sinar-X deretan kulit
K, L dan M meningkat energinya dengan
meningkatnya nomor atom. Jadi unsur dapat direkam secara serempak selama scan dilakukan. Scanning Electron Microscopy (SEM) digunakan untuk melihat morfologi permukaan, ukuran partikel obyek yang diamati, dan keseluruhan perilaku dapat dipelajari. Ukuran partikel dapat di pakai untuk pengukuran kuantitatif gambar dalam rekaman fotografis SEM. UV-Vis spektrometer digunakan untuk mengetahui transisi elektron antara dua tingkat energi elektron pada molekul, gugus atom yang menyebabkan terjadinya reflektansi cahaya, dan struktur senyawa dengan pertolongan spektrum ultraviolet. I-V meter digunakan untuk mengetahui karakteristik arus tegangan. Pengukuran sifat listrik dengan menggunakan I-V meter akan memberikan informasi mengenai nilai arus dan tegangan listrik yang dilewatkan oleh suatu bahan. Berdasarkan nilai arus dan tegangan dapat diketahui nilai hambatan listrik bahan sesuai dengan persamaan V = I.R atau R = V/I. Nilai resistivitas bahan diketahui dengan menggunakan persamaan R = ρ( /A) atau ρ = (R.A)/ . Suatu bahan tergolong konduktor, isolator atau semikonduktor tergantung pada nilai resistivitasnya. Nilai resistivitas dari berbagai bahan konduktor, semikonduktor, dan isolator (Iida M, 1982) dapat dilihat pada Gambar 18. Ω.cm 1018
1013
SiO2
Intan
108 Bakelit
103 Ce
Si
10‐2 Ge
Gambar 18 Nilai resistivitas berbagai bahan
10‐7 Sn Ag Pb Cu Au
19
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu 8 bulan, dimulai bulan Juli 2009 hingga Februari 2010. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika IPB , Balitbang Kehutanan Republik Indonesia, dan BATAN Serpong, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (PPGL) Bandung. Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Timbangan
2. Gelas piala dan gelas ukur
3.
Spatula
4. Pipet
5.
Kertas saring
6. Corong
7.
Botol semprot
8. Aluminium foil
9.
Tanur (Furnace) dan keramik
10. Ayakan
11. Jangka sorong
12. Cetakan dan Alat tekan
13. Pemanas (heat plate)
14. Tabung hidrothermal
15. Termometer digital
16. XRD
17. UV-Vis Spektroskopi
18. I-V Meter
19. XRF
20. Mikroskop digital
21. Mesin milling dan bola-bolanya
22. Spark Plasma Sintering (SPS).
23. SEM dan EDS
24. Lampu visible dan UV
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Sekam padi sebagai sumber silika (SiO2)
2.
Serbuk Kayu Lembasung sebagai sumber karbon ( C )
3.
HCl pekat (37%)
4.
Aquadest
5.
Amoniak
20
Tahapan Penelitian Tahap-tahap penelitian terdiri atas tahap persiapan meliputi pengumpulan literatur sesuai dengan tema, pembuatan proposal, penyiapan alat dan bahan; tahap isolasi silika, tahap isolasi karbon, tahap sintesis silikon karbida meliputi milling dengan kecepatan 600 rpm dan 1400 rpm, hidrotermal, sintering dan kombinasinya; tahap karakterisasi meliputi XRD, SEM dan EDS, I-V meter dan UV-Vis Spektrometer; tahap penyusunan tesis meliputi analisa data, seminar dan ujian tesis.
Persiapan
Hidrotermal
Milling
Sintering
Karakterisasi
Penyusunan Tesis
Gambar 19 Diagram Alir Tahapan Penelitian Tahap isolasi silika terdiri atas penimbangan, pencucian, pengeringan pengarangan, pengabuan, dan pemurnian abu sekam dan milling selama 3 jam (Gambar 20).
Tahap isolasi karbon dari serbuk kayu Lembasung
(Shorea
21
atrinervosa) terdiri atas pengarangan, pengayakan dan milling selama 3 jam (Gambar 25). Tahap sintesis SiC terdiri atas milling, hidrotermal, sintering, dan kombinasinya. Milling dilakukan pada campuran silika dan karbon dalam dua variasi. Pertama milling selama 144 jam pada campuran silika dan karbon perbandingan 5 : 3 dengan kecepatan 600 rpm menggunakan bola-bola alumina berdiameter 4,6 mm dan 5,7 mm masing-masing 9 buah. Kedua milling dengan energi mekanik yang lebih tinggi pada campuran silika dan karbon perbandingan 1 : 3 dengan kecepatan 1400 rpm menggunakan bola-bola alumina berdiameter 9,8 mm 9 buah. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal kondisi vakum selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240°C. Temperatur dalam tabung hidrotermal 97°C - 105°C dan tekanan 2,7 – 3 Mpa. Proses sintering terjadi pada tekanan ± 30 Mpa dengan temperatur 1300°C dalam spark plasma sintering DR. Sinter Lab. Pada tahap karakterisasi dilakukan uji XRD, SEM dan EDS, UV-Vis spektrometer, dan I-V meter. Tahap akhir adalah penyusunan laporan. Pada tahap ini dilakukan analisa data kualitatif maupun kuantitatif dari hasil yang diperoleh selama penelitian dan ditunjang oleh data-data dari peneliti sebelumnya. Isolasi Silika dari Sekam Padi Silika
diperoleh
setelah
melalui
proses
penimbangan,
pencucian,
pengeringan pengarangan, pengabuan, dan pemurnian. Massa sekam padi yang digunakan adalah 1200 gram. Pencucian dilakukan sebanyak lima kali, empat kali dengan air ledeng dan satu kali dengan aquadest. Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan zat-zat pengotor berupa debu dan pasir yang menempel pada sekam padi tersebut. Pengeringan melalui penjemuran di bawah sinar matahari menyebabkan penyebaran panas kedalam bahan berlangsung secara bertahap dan menyeluruh sehingga penyerapan air ke udara lebih merata sementara pengeringan yang menggunakan oven tidak demikian halnya. Ketika bahan mulai dikenai energi panas dari oven temperatur 190°C laju pengeringan sangat cepat, hingga pada saat masih tersisa sejumlah kandungan air, laju pengeringan mulai menurun. Menurunnya laju pengeringan tersebut menyebabkan difusi air ke permukaan berjalan lambat, sementara proses penguapan dipermukaan telah
22
berhenti. Akibatnya masih ada molekul-molekul air yang terperangkap didalam bahan. Hal tersebut mengakibatkan kandungan air dalam bahan tidak seluruhnya diuapkan (Harsono, 2002). Berdasarkan pendapat tersebut, maka pengeringan dilakukan dibawah sinar matahari. Setelah pengeringan massa sekam yang tersisa sekitar 92,61%, artinya 7,39% adalah pengotor yang tereliminasi pada saat pencucian. Tahap pengarangan dilakukan dengan menggunakan tungku dengan laju pemanasan 7°C per menit dan ditahan pada temperatur 350°C selama 30 menit. Massa arang sekam yang diperoleh 452,497 gram atau 40,72% dari massa sekam padi kering, sisanya menjadi gas terbuang.
Gambar 20 Diagram alir isolasi silika dari sekan padi Tahap pengabuan dilakukan dalam tungku (furnace) dengan laju pemanasan 5°C /menit dan ditahan pada temperatur 1000°C selama 60 menit. Total abu sekam yang diperoleh 120,595 gram atau 26, 65% dari massa arang atau 10,85% dari massa sekam padi kering. Tahap akhir untuk mendapat silika adalah pemurnian abu sekam. Pemurnian dilakukan dengan menggunakan HCl pekat untuk menghilangkan oksida-oksida logam dan non logam yang masih ada pada abu sekam karena asam klorida yang diberikan akan mengikat oksida logam yaitu P2O5, K2O, MgO, Na2O,CaO dan Fe2O3 menjadi kloridanya dan oksida non logam kecuali silika diubah menjadi asamnya. Oksida-oksida logam tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dari dalam
23
abu sekam padi mengingat kuatnya ikatan-ikatan yang terbentuk antara oksidaoksida
pengotor
tersebut
sehingga
menyulitkan
asam
klorida
untuk
menguraikannya. Setelah pengasaman, dilakukan pencucian dengan aquadest hingga bersih dari HCl yang ditandai dengan perubahan warna larutan. Proses berikutnya adalah penyaringan dengan kertas saring untuk mendapatkan endapan silika. Endapan silika yang diperoleh dipanaskan lagi dalam tungku (furnace) hingga 1000°C dan ditahan selama 60 menit.
(a) (b) (c) Gambar 21 Pengabuan sekam padi. Sekam padi kering (a), arang sekam padi (b), abu sekam padi (c)
(a) (b) (c)
(a) (b) Gambar 22 Pengasaman abu sekam dengan HCl Pekat (a), penyaringan (b)
Gambar 23 Abu sekam setelah pemanasan hingga 1000°C selama 1 jam
24
Setelah pemurnian dengan HCl pekat dilanjutkan dengan pemanasan hingga 1000°C selama 1 jam. Hasil yang diperoleh berupa butiran silika berwarna putih halus dan sisa-sisa oksida (warna coklat) pada bagian atas endapan silika dan sebagian menempel pada keramik (Gambar 23) Proses selanjutnya adalah penganyakan untuk mendapatkan keseragaman ukuran butir. Sebagian oksida yang masih tersisa tersaring pada mesh 150 dan mesh 2000 . Pada bagian dasar ayakan atau butiran yang melewati mesh 200 diperoleh butiran silika berukuran lebih kecil dari 75 μm.
Gambar 24 Pengayakan abu sekam untuk mengurangi kandungan oksida pengotor Analisis kuantitatif abu sekam dengan metode X-Ray Fluorescence untuk mengetahui kandungan abu sekam setelah proses pengayakan. Beberapa senyawa oksida masih dijumpai. Hal ini karena sulitnya melepaskan ikatan-ikatan oksida logam. Kandungan silika abu sekam sekitar 95,14% dan lainnya berupa oksidaoksida logam dan non logam (Tabel 4). Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung Serbuk kayu Lembasung diambil dari limbah industri meubel di Pulau Bunyu yang kemudian diolah menjadi serbuk arang. Kayu Lembasung (Shorea atrinervosa) termasuk jenis kayu keras khas Kalimantan yang terdapat di Kalimantan Timur dan Barat serta Sabah Malaysia (Newman MF, et. al, 1998). Pengarangan dilakukan dalam reaktor arang selama ±5 jam hingga mencapai temperatur 500°C (Gambar 26). Massa serbuk kayu yang dimasukkan dalam reaktor adalah 1300 gram dengan kadar air serbuk kayu 7,5 dan serbuk arang yang diperoleh 368 gram. Selain arang diperoleh uap cair sebagai hasil sampingan
25
dari proses pengarangan serbuk kayu Lembasung sebanyak 585 gram. Kering oven (2,5/7,5) x 100% = 33%, contoh kering [1300 / (100% + 33%)] x 100% = 977 gram, kering udara (368 / 1300) x 100% = 28,31%, rendemen arang kering (368 / 977) x 100% = 37,67%, rendemen destilat kering
(585/977) x 100% =
59,88%, rendemen destilat basah = (585/1300) x 100% = 45%
Gambar 25 Diagram alir Isolasi Karbon dari Serbuk Kayu Lembasung c b d a e
Gambar 26 Reaktor arang dan kelengkapannya (a) reaktor, (b) saklar, (c) termometer, (d) ampermeter, (e) labu destilasi
26
Gambar 27 Uap cair hasil proses pengarangan serbuk kayu Lembasung Serbuk arang mempunyai ukuran butir
bervariasi sehingga dilakukan
penyeragaman ukuran butir melalui pengayakan. Setelah proses pengayakan diperoleh serbuk arang dengan ukuran butir relatif seragam. Serbuk arang berukuran terkecil berada pada bagian bawah melewati mesh 200 sehingga berukuran kurang dari 75μm. Untuk proses lebih lanjut digunakan serbuk arang berukuran kurang dari 75μm. Milling Silika dan Karbon Milling silika dan karbon dilakukan untuk mendapatkan partikel-partikel yang lebih halus. Milling dilakukan dalam tabung stainless dengan bola-bola alumina berkecepatan 600 rpm selama tiga jam(Gambar 14). Sintesis Silikon Karbida (SiC) Sintesis silikon karbida dilakukan dengan tiga cara yaitu milling, sintering, dan kombinasi milling dan sintering. Ketiga cara tersebut dilakukan sebagai variasi reaksi fasa padat dalam sintesis silikon karbida. Reaksi-reaksi yang mungkin selama proses dapat ditulis sebagai berikut: C(s) + SiO2(s) → SiO(g) + CO(g), SiO2(s) + CO(g) → SiO(g) + CO2(g) C(s) + CO2(g) → 2CO(g), 2C(s) + SiO(g) → SiC(s) + C(g). Reaksi yang diharapkan selama proses adalah SiO2(s) + 2C(s) → SiC(s) + CO2(g) atau SiO2(s) + 3C(s) → SiC(s) + 2CO(g).
27
Perbandingan stoikiometri reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : Bobot atom Si (28), O(16), C(12), sehingga SiO2 : C = (28 + 2(16)) : (2(12)) = 60 : 24, menghasilkan SiC dan CO2 dengan perbandingan SiC : CO2 = (28 + 12) : (12 + 2(16)) = 40 : 44 atau reaksi kedua 60 : 36 = 40 : 56. Dari perbandingan stoikiometri diketahui bahwa massa sebelum dan sesudah reaksi adalah sama sesuai hukum kekekalan massa. Perbandingan SiO2 dan C yang digunakan dalam penelitian adalah 5 : 3. Selain perbandingan massa juga dilakukan reaksi berdasarkan perbandingan koefisien reaksi antara SiO2 dan C yaitu 1 : 3.
Milling
Hidrotermal
Gambar 28 Diagram alir sintesis SiC
Sintering
28
Milling Sintesis silikon karbida dengan proses milling dilakukan selama 144 jam secara terus-menerus tanpa henti. Milling dilakukan dalam sebuah tabung baja dengan berdiameter dalam 4 cm dan diameter luar 5 cm. Bola-bola alumina berdiameter 4,6 mm dengan massa 0,4388 gram dan diameter 5,7 mm bermassa 0,8569 gram sebagaimana terlihat pada gambar 10. Kecepatan putar milling adalah 600 rpm. Milling dengan energi yang lebih tinggi disebut HEM menggunakan mesin milling (Mixer/Mill PW 700i). Reaksi terjadi dalam tabung stainless yang sama tetapi bola alumina berdiameter 9,8 mm dengan massa 4,0795 gram. Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 dilakukan selama 6 jam. Kecepatan putar milling sebesar 1400 rpm. Hidrotermal Proses hidrotermal terjadi dalam tabung hidrotermal yang dipasangi alat pengukur tekanan dan temperatur, diatas sumber panas berupa piringan panas (hot plate) seperti pada Gambar 29. Cairan yang digunakan adalah campuran amoniak dan air sehingga menjadi amonium hidroksida sebagaimana reaksi NH3 + H2O → NH4OH. Amonium hidroksida berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat terjadinya reaksi antara SiO2 dan C. Temperatur dan tekanan uap berfungsi sebagai agen terjadinya reaksi. Hidrotermal dilakukan dalam tabung hidrotermal kondisi vakum selama 24 jam di atas sumber panas bertemperatur hingga 240°C. Temperatur dalam tabung hidrothermal 97°C - 105°C dan tekanan 2,7 – 3 Mpa . Hidrotermal dilakukan pada perbandingan campuran SiO2 : C = 1 : 3 yang sebelumnya digerus dan dimilling dengan energi tinggi 1400 rpm selama 6 jam. Sintering Sintering dilakukan pada campuran silika hasil milling selama 3 jam dan karbon hasil milling 3 jam dengan perbandingan silika dan karbon 5 : 3; sintering campuran silika dan karbon dengan perbandingan sama hasil milling selama 144
29
jam secara terus menerus. Sebelum disinter kedua campuran dibuat pellet terlebih dahulu dengan tekanan 8 MPa. Sintering dilakukan dalam spark plasma sintering (SPS)
menggunakan
tegangan listrik 2,7 volt dan arus listrik 800 A selama 17 menit. Untuk mencapai temperatur hingga 1300°C dibutuhkan waktu selama 12 menit. Temperatur 1300°C dipertahankan selama 5 menit. Energi listrik terpakai selama sintering dihitung menggunakan persamaan 1. Energi listrik = V x I x t
(1)
dimana : V = Tegangan listrik (volt) I = Arus listrik (amper) t = Waktu (sekon) Energi listrik yang digunakan sebesar 2203200 J = 2,2032 x 106 J. Tekanan sintering dihitung menggunakan persamaan 2. P = F/A
(2)
dimana : P
= Tekanan (Pa)
F
= Gaya tekan (Newton)
A
= Luas permukaan sampel (m2) = πr2 = ¼ πd2
Tekanan sintering sekitar 30 Mpa, sedangkan energi panas diberikan oleh persamaan 3. Energi Panas (Ep) = kT
(3)
dimana: k = konstanta Boltzman = 8,64x10-5 eV/K. T = Temperatur (°K) Energi panas yang digunakan selama sintering sebesar 0,14 eV. Sintering dilakukan pada perbandingan campuran SiO2 : C = 5 : 3 dan 1 : 3. Sinering untuk perbandingan 5/3 dilakukan pada serbuk silika dan karbon yang telah dimilling selama 3 (sampel SPS3) dan campuran silika dan karbon yang telah dimilling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm. Sintering untuk perbandingan 1/3 dilakukan pada bubuk hasil milling dengan energi tinggi
30
berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan bubuk hasil kombinasi perlakuan millling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm dengan hidrotermal selama 24 jam.
Sampel Sampel yang dibuat sebanyak 7 buah dan diberi kode berdasarkan jenis perlakuan. Semua sampel diberikan kode sebagai berikut : 1. ML144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm. 2. MLSPS144 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm kemudian sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit. 3. SPS3 : Milling 3 jam dengan kecepatan 600 rpm pada silika dan karbon secara terpisah kemudian dicampur dengan perbandingan silika dan karbon 5 : 3. 4. HEM6 : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm. 5. HEM6SPS : Milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit. 6. HEM6HDSPS : Kombinasi perlakuan milling campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm kemudian diberi perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C dengan tekanan 2,7 – 3 Mpa , selanjutnya perlakuan sintering 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 Mpa selama 5 menit.
7. HD24 : Proses hidrotermal selama 24 jam pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1 : 3 tanpa perlakuan milling dan sintering
31
HASIL DAN PEMBAHASAN Silika Hasil Isolasi dari Sekam Padi Analisis kuantitatif dengan metode X-Ray Fluorescence dilakukan untuk mengetahui kandungan silika abu sekam dan oksida-oksida lainnya baik logam maupun non logam. Dari hasil analisa diketahui silika dengan tingkat kemurnian 95,14% dan sisanya 4,86% berupa senyawa-senyawa oksida yang sulit dihilangkan(Tabel 4). Tabel 4. Kandungan senyawa-senyawa oksida logam dan non logam pada abu sekam berdasarkan analisa metode XRF No
Senyawa
Prosentase Berat
Unsur
Prosentase Berat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
SiO2 Al2O3 Na2O CaO K2O MgO Fe2O3 MnO As2O3 Cs2O P2O5 ZnO Ar Cl Rb2O Yb2O3 CuO
95,14 1,69 0,647 0,602 0,449 0,362 0,262 0,207 0,119 0,117 0,113 0,0853 0,055 0,048 0,0179 0,0169 0,0118
Si Al Na Ca K Mg Fe Mn As Cs P Zn Ar Cl Rb Yb Cu
44,48 0,897 0,48 0,431 0,373 0,218 0,183 0,161 0,09 0,11 0,0492 0,0685 0,055 0,048 0,0164 0,0148 0,0094
Hasil karakterisasi silika dengan metode difraksi sinar-X memperlihatkan sudut 2θ 20,89°; 21,89°; 21,99°; 22,87°; 22,93°; 31,36°; 31,47°; 36,10°; 36,21°;48,52°; 56,99°; 57,11° (Gambar 29b). Tingkat kristalinitas silika sekitar 78,68% - 80,63% (Lampiran 5)
32
c b c a
b c
Gambar 29 Pola difraksi untuk karbon kayu, silika sekam padi, dan amplas (SiC) Karbon Hasil Isolasi dari Serbuk Kayu Lembasung Analisa kandungan arang kayu Lembasung dilakukan untuk mengetahui kadar karbon arang. Dari hasil analisa diketahui kandungan arang kayu Lembasung berupa zat terbang (volatile matter) 14,135%, kadar abu (fly ash) 0,5%, dan karbon 85,365%. Pola difraksi arang kayu Lembasung ,menunjukkan bahwa arang sebagian besar masih bersifat amorf, kecuali pada 2θ 44° terdapat dalam bentuk kristal dengan intesitas kecil (Gambar 29c). Dari data difraksi sinarX diketahui tingkat kristalinitas arang kayu sekitar 44,41% (Lampiran 5). Distribusi ukuran partikel-partikel arang kayu setelah proses milling selama 3 jam memperlihatkan variasi ukuran butir dari 10 μm - 75 μm (Gambar 30). Ini menunjukkan bahwa proses milling selama tiga jam tidak mereduksi ukuran butir secara menyeluruh. Tumbukan bola-bola alumina dengan partikel-partikel maupun antara partikel-partikel itu sendiri menyebabkan pecahnya partikel arang menjadi partikel-partikel yang berukuran lebih kecil. Hasilnya diperoleh ukuran butir partikel-partikel arang yang heterogen (Gambar 30).
33
Gambar 30 Citra mikroskopis arang kayu setelah milling selama 3 jam Karakterisasi Hasil Sintesis Campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 yang dimillling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm dan perbandingan 1/3 yang dimillling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm memperlihatkan adanya perbedaan. Pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3 masih sulit terlihat dibawah mikroskop optik sedangkan pada pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3 sudah terlihat adanya SiC yang terbentuk (Gambar 31). Hal ini berhubungan dengan tingkat energi yang digunakan berbeda.
(a) (b) Gambar 31 Morfologi permukaan campuran silika dan karbon setelah milling. Perbandingan silika dan karbon 5/3 (a) dan perbandingan silika dan karbon 1/3 (b) perbesaran 200 kali
34
Pada
campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5/3, milling
dilakukan dengan kecepatan 600 rpm (ML) sedangkan pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 1/3, milling dilakukan dengan kecepatan 1400 rpm (HEM). Energi mekanik yang dihasilkan berbanding lurus dengan kecepatan milling. Makin besar kecepatan milling makin besar energi mekanik yang dihasilkan. Milling dengan kecepatan 1400 rpm menghasilkan energi mekanik yang jauh lebih besar dibanding milling dengan kecepatan 600 rpm. Energi mekanik yang lebih besar pada milling dengan kecepatan 1400 rpm sudah mampu memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC. Energi mekanik yang dihasilkan pada milling dengan kecepatan 600 rpm belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon sehingga belum terbentuk senyawa SiC (Gambar 31). Hal ini sesuai dengan pola difraksi sinar-X, dimana sudut-sudut 2θ pada milling 600 rpm menghasilkan puncak-puncak dominan yang relatif berdekatan dengan struktur awal silika. Sintering pada temperatur 1300°C dan tekanan sekitar 30 Mpa menghasilkan material keramik dalam bentuk pellet (Gambar 32). Material keramik yang dihasilkan mempunyai sifat listrik yang berbeda dengan sifat listrik silika. Silika tidak dapat menghantarkan arus listrik (isolator) sedangkan material keramik hasil sintering mampu menghantarkan listrik.
Gambar 32 Material keramik hasil sintering Perlakuan sintering memberikan pengaruh besar pada material ditandai dengan perubahan 2θ membentuk 2θ yang baru yaitu 26,1°; 26,5°; 44,5°; dan 45,5°; 64,8°; dan 77,8° pada sampel MLSPS 144 (Gambar 33d) sedangkan sintering tanpa milling membentuk puncak baru pada sudut 44,5°; 64,8°; dan 77,8° pada sampel SPS3 (Gambar 33c).
35
a
b
c
d
a b (1 0 31)
(0 1 38)
c (009)
(1 2 12)
(1 0 31)
(0 1 38)
d
Gambar 33 Pola difraksi untuk sampel ML144, SPS3, MLSPS144 dan SiC (amplas) Pola difraksi sinar-X sampel dibandingkan dengan Joint Committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS), hasil peneliti terdahulu pada
sudut
2θ~35,8°; 42°; 60,5°; 76° memperlihatkan fase kristal β-SiC struktur kubik dan pola difraksi sinar-X silikon karbida (amplas). JCPDS yang digunakan nomor 421091 dan 22-1319 tahun 1997. Perlakuan milling selama 144 jam dengan kecepatan 600 rpm belum terbentuk SiC ditandai dengan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi silika (Gambar 33b). Hal ini disebabkan oleh tidak cukupnya energi yang dihasilkan untuk membentuk SiC pada milling dengan kecepatan 600 rpm. Pola difraksi hasil sintering pada campuran silika dan karbon dengan perbandingan 5 : 3 memperlihatkan adanya 2θ baru yang bersesuaian dengan 2θ SiC pada sudut 64,82° dan 77,88° menandai terbentuknya SiC. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk senyawa SiC (SPS3) (Gambar 33c). Pola difraksi kombinasi perlakuan milling
36
selama 144 jam dan kecepatan 600 rpm dengan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada 26,08°C; 26,5°C; 45,5°C; 64,82° dan 77,86° bersesuaian dengan 2θ SiC. Kombinasi dua perlakuan tersebut menghasilkan energi yang lebih besar lagi sehingga membentuk SiC lebih banyak (Gambar 33d). Campuran silika dan karbon pada perbandingan 1 : 3 dengan perlakuan hidrotermal selama 24 jam menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan pola difraksi awal silika dan arang. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses hidrotermal selama 24 jam belum cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon membentuk SiC (HD24) (Gambar 34d). Perlakuan milling selama 6 jam dan kecepatan 1400 rpm menghasilkan pola difraksi yang relatif sama dengan puncak-puncak dan 2θ silika, tetapi muncul puncak baru pada sudut 64,96° dengan intesitas yang relatif kecil bersesuaian dengan 2θ SiC. Ini berarti energi yang dihasilkan pada proses milling dengan kecepatan 1400 rpm telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbon untuk membentuk senyawa SiC (HEM6)(Gambar 34a). SiC dapat terbentuk lebih banyak jika waktu atau kecepatan milling ditingkatkan. Kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit memperlihatkan munculnya 2θ yang baru pada sudut 26,6° dan 45,07° dengan intesitas relatif sama, juga sudut 64,79° dan 77,82° dengan intesitas yang juga relatif sama tetapi dengan intesitas yang lebih sedikit dibandingkan dengan 2θ sebelumnya. Keempat 2θ tersebut bersesuaian dengan 2θ SiC. Walaupun demikian puncak-puncak yang bersesuaian dengan 2θ material reaktan masih terlihat yaitu pada sudut 22,07° bersesuaian dengan 2θ silika dan sudut 44,47 bersesuaian dengan 2θ karbon. Hal ini menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit telah cukup untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan
37
karbon membentuk senyawa SiC tetapi proses reaksi belum sempurna saat energi sintering dihentikan akibatnya fasa kristal silika dan karbon masih tersisa atau belum berubah seluruhnya menjadi SiC (HEM6SPS) (Gambar 34b). Selanjutnya, kombinasi tiga perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan 2θ baru berbeda dengan 2θ silika dan karbon pada pola difraksi sinar-X. Sudut 26,49°; 45,25°; 64,80° dan 77,88° merupakan 2θ yang baru berbeda dengan 2θ reaktan tetapi bersesuaian dengan 2θ SiC. Hal ini membuktikan bahwa kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, perlakuan hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C bertekanan 2,7-3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit
dan
dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 Mpa selama 5 menit menghasilkan energi cukup bagus untuk memicu terjadinya reaksi antara silika dan karbaon membentuk senyawa baru silikon karbida (HEM6HDSPS) (Gambar 34c). a
b
c
d
e
e d
0 0 9) (1 2 12)
(1 0 31)
(0 1 38)
c b a
Gambar 34 Pola XRD pada sampel HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24
38
Perlakuan kombinasi milling dan sintering menghasilkan kristal-kristal SiC yang mana proses pembentukannya belum sempurna energi sintering dihentikan (sampel HEM6SPS dan MLSPS 144). Proses hidrotermal memberikan energi tambahan untuk memicu reaksi silika dan karbon membentuk senyawa SiC. Indeks Miller berguna untuk menyatakan pemisahan bidang (dhkl). Pemisahan bidang (hkl) dalam kisi kubus atau rhombohedral dinyatakan dengan persamaan 4. (4) Perhitungan parameter kisi menggunakan persamaan (5) untuk sistem kristal kubus
dan
rombohedral
dimana
unsur
a
=
b
=
c. (5)
dimana : a d
= parameter kisi = pemisahan bidang (Å)
hkl = indeks Miller. Parameter kisi bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) secara berturut-turut adalah 30,26 Å; 22,73 Å; 44,59 Å; 46,59Å. Rata-rata ukuran kristal sampel bervariasi dari 38 nm hingga 89 nm. Rata-rata ukuran kristal sampel ML144, MLSPS144, SPS3, HEM6, HEM6SPS, HEM6HDSPS, HD24 berturutturut 38,88nm; 42,77nm; 50,60nm; 88,96nm; 78,51nm; 51,36nm; 39,45nm.
Gambar 35 Morfologi permukaan keramik sampel SPS3. Perbesaran 1.000 kali
39
Gambar 36 Morfologi permukaan keramik sampel MLSPS144. Perbesaran 5.000 kali
Gambar 37 Morfologi permukaan keramik sampel HEM6SPS. Perbesaran 10.000 kali
40
Gambar 38 Morfologi permukaan sampel SPS3. Perbesaran 20.000 kali. Kenampakan morfologi material keramik hasil kombinasi milling kecepatan 1400 rpm dengan sintering lebih kompak dan tidak terlihat adanya pori-pori (Gambar 37). Material keramik hasil sintering tanpa milling memperlihatkan retakan-retakan dan kurang kompak tetapi terlihat adanya bidang permukaan yang saling berhubungan membentuk sudut tertentu (Gambar 35dan 38). Kombinasi milling 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran SiO2 dan C 5/3 memperlihatkan adanya pori (Gambar 36). Sampel-sampel mempunyai tingkat kristalinitas yang berbeda tergantung perlakuan yang diberikan. Perlakuan hidrotermal pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 mempunyai tingkat kristalinitas paling rendah yaitu 34,69%. Milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 54,85%. Milling berkecapatan 600 rpm selama 144 jam pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan tingkat kristalinitas 70,92%. Hal ini menandakan bahwa selain tingkat energi, lamanya waktu milling berpengaruh pada tingkat kristalinitas yang dihasilkan. Kombinasi
41
milling berkecepatan 600 rpm selama 144 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 75,92%. Perlakuan milling selama 3 jam pada serbuk silika dan serbuk karbon sebelum sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 5/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas 81,42%. Hal ini membuktikan bahwa ukuran butir reaktan ikut menentukan tingkat kristalinitas hasil reaksi. Makin kecil ukuran butir reaktan makin tinggi tingkat kristalinitas hasil reaksi. Kombinasi perlakuan milling energi tinggi berkecepatan 1400 rpm selama 6 jam dan sintering pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 menghasilkan kristal dengan tingkat kristalinitas paling tinggi yaitu 90,34%. Perlakuan hidrotermal hasil milling energi tinggi pada perbandingan campuran silika dan karbon 1/3 sebelum sintering membentuk kristal yang lebih stabil tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit dengan tingkat kristalinitas 87%. Analisis EDS pada sampel MLSPS 144 menunjukkan bahwa perbandingan campuran SiO2 dan C setelah milling dan sintering adalah 52,83 : 47,17 = 0,893. Campuran silika dan karbon pada sampel MLSPS 144 sebelum reaksi adalah 5 : 3 = 1,667 artinya sebagian senyawa SiO2 telah bereaksi dengan karbon membentuk senyawa SiC. Perbandingan atom unsur Si : C = 15,14% : 84,86% pada sampel MLSPS144 menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik (Gambar 39). Puncak energi sebesar 1,739 keV indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 keV indikasi adanya unsur C dalam keramik (Gambar 39).
Gambar 39 Kurva EDS sampel MLSPS144
42
Gambar 40 Kurva EDS sampel HEM6HDSPS Hasil analisis EDS pada sampel HEM6HDSPS menunjukkan adanya puncak energi sebesar 1,739 keV indikasi adanya unsur Si dan puncak energi sebesar 0,277 keV indikasi unsur C dalam keramik. Perbandingan atom unsur Si : C = 12,48% : 48,93% pada sampel HEM6HDSPS, hal ini menunjukkan bahwa unsur Si lebih sedikit dibandingkan dengan unsur C dalam keramik Perbandingan unsur Si dan C tidak sesuai dengan perhitungan stoikiometri mengindikasikan adanya unsur-unsur pengotor dalam keramik (Gambar 41).
Gambar 41 Pemetaan unsur sampel HEM6HDSPS
43
Gambar 42 Pemetaan unsur sampel HEM6SPS Berdasarkan data pemetaan unsur-unsur penyusun material keramik HEM6HDSPS dan HEM6SPS, diketahui bahwa unsur Si berdekatan dengan unsur C menandakan unsur Si berikatan dengan C membentuk SiC. Selain itu terlihat masih adanya unsur-unsur pengotor seperti Fe dan Ca. Unsur pengotor mempengaruhi sifat listrik keramik SiC (Gambar 42). Sifat optik material keramik SiC diuji dengan UV-Vis spektroskopi menunjukkan daerah reflektansi meningkat cepat pada panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm pada sampel SPS3 dan bergeser ke 365 hingga 390 nm pada sampel MLSPS144. Nilai prosentase reflektans sampel SPS 3 sekitar 7% pada daerah panjang gelombang 350 nm hingga 400 nm, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Sampel MLSPS 144 pada panjang gelombang yang sama hanya sekitar 3%, selanjutnya pada panjang gelombang diatas 400 nm reflektansi menjadi lambat hingga terputus. Nilai reflektansi sampel MLSPS144 lebih rendah dibanding sampel SPS3 (Gambar 43). Hal ini membuktikan bahwa lamanya waktu milling dan sintering berpengaruh pada kualitas SiC yang dihasilkan.
44
a
b b a
Gambar 43 Spektrum reflektansi material keramik SPS3 dan MLSPS144
Gambar 44 Spektrum absorbansi sampel HEM6HDSPS Keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C dengan tekanan 2,7 - 3 MPa dan perlakuan sintering selama 17 menit dan dipertahankan selama 5 menit pada temperatur 1300°C dan tekanan sekitar 30 MPa memperlihatkan serapan maksimum pada panjang gelombang 300 - 400 nm yaitu pada ultra violet (Gambar 44).
45
Hasil uji karakteristik arus-tegangan menunjukkan bahwa material keramik hasil kombinasi perlakuan milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm dan perlakuan sintering pada temperatur 1300°C dan tekanan 30 MPa memberikan respon terhadap cahaya. Pengukuran arus tegangan memperlihatkan adanya perubahan nilai arus dan tegangan jika diberikan cahaya lampu dan UV (Gambar 45). Perubahan nilai arus tegangan menyebabkan nilai resistivitas meningkat dalam merespon cahaya lampu dan UV secara berturut-turut sebagai terlihat pada tabel 5. Perhitungan nilai resistivitas material keramik hasil reaksi menggunakan persamaan berikut : R = ρ ( /A) atau ρ = (R.A)/ (6) Dimana : R = hambatan (Ohm) A = luas (m2 atau cm2) panjang m atau cm Ρ hambatan jenis Ohm.m atau Ohm.cm
a
b c
a b c
Gambar 45 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6SPS Sedangkan uji karakteristik arus tegangan sampel hasil kombinasi perlakuan milling, hidrothermal dan sintering (sampel HEM6HDSPS) hanya memberikan respon terhadap UV. Pemberian sinar UV pada sampel akan meningkatkan nilai resistivitas. Sebaliknya pemberian cahaya lampu tidak direspon oleh sampel ditandai dengan grafik yang dihasilkan berimpit (sama) dengan grafik tanpa pemberian cahaya lampu (Gambar 46a dan 46b)
46
Tabel 5 Nilai resistivitas sampel hasil kombinasi milling dan sintering HEM6SPS Perlakuan Tanpa lampu Dengan lampu Dengan UV
V
Arus
R
(volt)
(A)
0,4
0,5
0,8
0,5
0,5
0,55
0,5
A
Panjang
Resistivitas (ρ)
(cm)
(Ω.cm)
1,77
0,3
4,72
1
1,77
0,3
5,9
1,1
1,77
0,3
6,49
(Ohm) (cm2)
a=b
c
a b c
Gambar 46 Karakteristik arus-tegangan sampel HEM6HDSPS Perlakuan yang berbeda mempengaruhi sifat listrik sampel dalam merespon sinar UV, kombinasi perlakuan milling 144 jam dan sintering
pada
perbandingan campuran SiO2 dan karbon 5/3 memperlihatkan perubahan resistivitas paling besar dalam merespon sinar UV (Tabel 6). Sampel MLSPS144 lebih kuat merespon UV dari sampel SPS3 jika keduanya diberikan sinar UV. Hal ini berhubungan dengan ukuran kristal sampel MLSPS144 lebih kecil dan kristal SiC lebih banyak dari sampel SPS3. Jika dibandingkan dengan hasil
47
millling energi mekanik tinggi pada perbandingan SiO2 : C = 1 : 3, maka hasil milling pada perbandingan SiO2 : C = 5 : 3 memberikan respon yang lebih baik (Gambar 47). ab c
d
b a d c
Gambar 47 Karakteristik I-V keramik berbeda terhadap sinar UV Tabel 6 Perbandingan nilai resistivitas Sampel terhadap sinar UV Sampel
V (volt)
I (A)
R
A 2
Panjang
Resistivitas
(ohm)
(cm )
(cm)
(Ω.cm)
MLSPS144
0,8
0,5
1,60
1,77
0,4
7,08
SPS3
0,8
0,6
1,33
1,77
0,4
5,90
HEM6SPS
0,8
0,7
1,14
1,77
0,3
6,74
HEM6HDSPS
0,8
0,76
1,05
1,77
0,3
6,21
Berdasarkan hasil perhitungan dibandingkan dengan nilai resistivitas berbagai bahan, maka material keramik SiC yang dihasilkan termasuk bahan semikonduktor. Kehadiran bahan pengotor unsur besi (Fe), kalsium (Ca), atau unsur lainnya membuat material keramik SiC yang dihasilkan tergolong semikonduktor ekstrinsik.
48
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Silika dapat diisolasi dari sekam padi dengan tingkat kemurnian 95,14%. 2. Kadar karbon dari arang kayu Lembasung adalah 85, 365% 3. Silikon karbida dapat disintesis dari silika sekam padi dan karbon kayu melalui reaksi fasa padat. 4. Keramik SiC stabil pada bidang hkl (0 0 9), (1 2 11), (1 0 31) dan (0 1 38) dengan struktur kristal rombohedral dan tingkat kristalinitas 87% sebagai hasil kombinasi milling selama 6 jam dengan kecepatan 1400 rpm, hidrotermal selama 24 jam pada temperatur sekitar 100°C dan tekanan 2,7 – 3 MPa, dan sintering selama 17 menit dan dipertahankan pada temperatur 1300°C dengan tekanan sekitar 30 MPa selama 5 menit. 5. Daerah serapan maksimum material keramik SiC yaitu panjang gelombang 300 nm hingga 400 nm pada daerah sinar ultra violet. 6. Nilai resistivitas SiC berbanding lurus dengan energi cahaya yang diberikan. 7. Keramik SiC merupakan bahan semikonduktor ekstrinsik yang dapat digunakan dalam bidang elektronik.
Saran-Saran 1. Proses Milling dilakukan hingga mendapatkan partikel-partikel berukuran nano meter dengan menambah waktu dan kecepatan milling sehingga lebih banyak partikel SiC terbentuk. 2. Waktu dan temperatur sintering perlu ditingkatkan untuk mendapatkan kristal SiC yang lebih baik. 3. Penelitian sebaiknya difokuskan pada satu metode reaksi fasa padat.
49
DAFTAR PUSTAKA Anggono J, dkk. 2007. Reduksi Ukuran Serbuk Kayu Meranti dan Serbuk Silikon Untuk pembuatan Silikon Karbida (SiC) Temperatur <1500°C. Universitas Kristen Petra. Surabaya. Atkins PW. 1999. Kimia Fisika. I.I. Kartohadiprodjo, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Bandyopadhyay AK. 2008. Nano Materials. New Age International (P) Limited, New Delhi, India. Beiser A, 1986. Konsep Fisika Modern. Liong H, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari : Concepts Of Modern Physics. Chaira D, Mishra BK, Sangal S. Synthesis of Silicon Carbide by Reaction Milling in a Dual-drive Planetary Mill. Indian Institute of Technology Kanpur. India Chakrabarti OP, Maiti HS, Majumdar R. 2004. Biomimetic synthesis of cellular SiC based ceramics from plant precursor. Bull Mater Sci 27:467-470 Chandrasekhar S, Pramada PN, Majeed Jisha. 2006. Effect of calcinations temperature and heating rate on the optical properties and reactivity of rice husk ash. J Mater Sci 41:7926-7933. Springer Culliti BD. Element of X-Ray Diffraction, Third Edition. New Jersey. Prentice Hall 2001 Feng ZC, Zhao JH. 2004. Silicon Carbide Material, Processing, and Devices. Vol. 20. Taylor and Francis Inc. New York. USA Gupta A, Paramanik D, Varma S, Jacob C. 2004. CVD growth and characterization of 3C-SiC thin films. Bull Mater Sci 27:445- 451. Hamadi OA, Yahia KZ, Jassim ONS. 2005. Properties of Inclined Silicon Carbide Thin Films Deposited by Vacuum Thermal Evaporation. School of Applied Science, University of Technology, Baghdad, Iraq. Hamblin WK. 2004. Earth’s Dynamic Systems. Prentice-Hall, Inc. United States of America. Harsono H. 2002. Pembuatan Silika Amorf dari Limbah Sekam Padi. J Ilmu Dasar 3[2]:98-103. Limthongkul P, Dateraksa K, Suchatjaroenying B, Sujirote K. 2005. Effect of Processing Conditions on The Phase and Microstructure of Nano-SiC Produced From Rice Husks. Materials Forum 29:200-204. Newman MF, et. al. 1998. Borneo Island Medium and Heavy Woods. Cifor. Royal Botanic Garden Edinburgh. United Kingdom.
50
Niyomwas S. 2008. The effect of carbon mole ratio on the fabrication of silicon carbide from SiO2 -C-Mg system via self-propagating high temperature synthesis. J Song Sci Technol 30:227-231. Peng H. 2004. Spark Plasma Sintering of Si3N4-Based Ceramics. Thesis. Department of Inorganic Chemistry. Stockholm University. Pierson HO. 1996. Handbook of Refractory Carbides and Nitrides. Noyes Publications, New Jersey. U.S.A. Rogers JJW dan Adams JAS. 1966. Fundamentals of Geology. United States of America. Saddow SE, et. al, 2004. Advances in Silicon Carbide Processing and Applications. Artech House, Inc. Boston. London Shi D. 2003. Biomaterials and Tissu Engineering. Spinger Sing SK, Mohanty BC, Basu S. 2002. Synthesis of SiC from rice husk in a plasma reactor. Bull Mater Sci 25:561-563. Sundaram KB, Alizadeh Z, Chow L. 2001. The effects of oxidation on the optical properties of amorphous SiC films. Mater Sci and Eng. Elsevier. Stephen E, Saddow, et. al. 2004. Advances in Silicon Carbide Processing and Applications. Artech House, Inc. Boston. London Vyshnyakova K, Yushin G, Pereselentseva L, Gogotsi Y. 2006. Formation of Porous SiC Ceramics by Pyrolysis of Wood Impregnated with Silica. Int J Appl Ceram Technol 3[6]:485-490. Yang Y, Lin ZM, Li JT. 2009. Synthesis of SiC silicon and carbon combustion in air. J Eur Ceramic soc 29:175-178. Zhang Z, Wang F, Yu X, Wang Y, Yan Y. 2009. Porous Silicon Carbide Ceramics Produced by a Carbon from Mixtures of Mesophase Pitch and Si Particles. Soc Ceram Am J 92(1)260-263. http://www.ameslab.gov/news/sinter.gif
51
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peralatan yang digunakan dalam penelitian Milling/HEM
I-V Meter
Pemurnian abu sekam
Milling
Spark Plasma Sintering
UV-Vis Spektrometer
Pipet dan gelas piala (HCl) Timbangan Alat Hidrotermal
Reaktor
SEM dan EDS
Furnace/Tungku
XRD
52
Lampiran 2 Perhitungan ukuran kristal sampel (sampel ML144) Nomor Puncak
2θ
θ
θ
(deg.)
(deg.)
(rad)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
20,7544 21,8622 22,4506 23,0494 27,5281 28,2960 31,3395 36,0826 44,5813 56,9497
10,377 10,931 11,225 11,525 13,764 14,148 15,670 18,041 22,291 28,475
0,18112 0,19078 0,19592 0,20114 0,24023 0,24693 0,27349 0,31488 0,38905 0,49698
k
λ (nm)
kλ
FWHM (deg)
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865 0,13865
0,42860 0,40240 0,46000 0,38000 0,38800 0,47000 0,36400 0,35860 0,62670 0,49330
FWHM (rad)
β (FMHM/2)
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,0074805 0,0070232 0,0080285 0,0066323 0,0067719 0,008203 0,006353 0,0062588 0,010938 0,0086097
0,003740241 0,003511602 0,004014257 0,003316126 0,003385939 0,004101524 0,003176499 0,003129375 0,005468989 0,004304855
0,983643 0,981856 0,980869 0,979839 0,971284 0,969668 0,962834 0,950834 0,925272 0,879026
0,00367906 0,00344789 0,00393746 0,00324927 0,00328871 0,00397711 0,00305844 0,00297551 0,0050603 0,00378408
37,6873 40,2142 35,2141 42,6724 42,1606 34,8630 45,3348 46,5983 27,4003 36,6414
Perhitungan ukuran kristal menggunakan persamaan:
, .
β
θ
,
53
Dimana : λ = Panjang gelombang (Cu) = 1,5406 Å = 0,15406 nm β = ½FWHM (dalam satuan radian) θ = 2θ bagi 2 (dalam satuan radian)
Lanjutan ............... sampel SPS 3 θ (deg.)
2
2θ (deg.) 20,95 22,00
3
Nomor Puncak 1
θ (rad)
k
λ (nm)
kλ
FWHM (deg)
FWHM (rad)
β (FMHM/2)
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
10,48 0,18285815
0,9
0,15406 0,13865
0,50400
0,0088
0,00439823 0,983328
0,0043249
32,059
11,00 0,19200978
0,9
0,15406 0,13865
0,37180
0,00649
0,00324457 0,981623 0,00318494
43,534
22,55
11,28 0,19678936
0,9
0,15406 0,13865
0,35200
0,00614
0,00307178 0,980699 0,00301249
46,026
4
22,99
11,49 0,20062123
0,9
0,15406 0,13865
0,23000
0,00401
0,00200713 0,979943 0,00196687
70,495
5
28,48
14,24 0,24849474
0,9
0,15406 0,13865
0,31730
0,00554
0,00276896 0,969284 0,00268391
51,661
6
31,46
15,73 0,27457694
0,9
0,15406 0,13865
0,32230
0,00563
0,0028126
0,96254
0,00270724
51,216
7
36,20
18,10 0,31594299
0,9
0,15406 0,13865
0,36410
0,00635
0,00317737 0,950504
0,0030201
45,910
8
42,70
21,35 0,37261907
0,9
0,15406 0,13865
0,30000
0,00524
0,00261799 0,931377 0,00243834
56,864
9
44,50
22,25 0,38830522
0,9
0,15406 0,13865
0,29180
0,00509
0,00254644 0,925552 0,00235686
58,830
10
46,98
23,49 0,40995079
0,9
0,15406 0,13865
0,50000
0,00873
0,00436332
0,00400178
34,648
11
48,60
24,30 0,42412548
0,9
0,15406 0,13865
0,39000
0,00681
0,00340339 0,911399 0,00310185
44,700
12
57,13
28,57 0,49856465
0,9
0,15406 0,13865
0,43670
0,00762
0,00381093
0,00334702
41,426
13
64,82
32,41 0,56567256
0,9
0,15406 0,13865
0,27230
0,00475
0,00237627 0,844228 0,00200611
69,116
14
77,88
38,94 0,67959543
0,9
0,15406 0,13865
0,33000
0,00576
0,00287979 0,777827 0,00223998
61,900
0,91714
0,87827
54
Lanjutan .............. (sampel MLSPS144)
Nomor Puncak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2θ
θ
θ
(deg.)
(deg.)
(rad)
20,97 21,93
10,49 10,97 11,29 13,04 13,25 14,20 15,68 18,06 21,29 22,25 22,75 23,43 24,25 28,53 32,41 38,93
0,183032 0,191409 0,196964 0,227627 0,231287 0,247757 0,273668 0,315198 0,371529 0,388306 0,397124 0,408991 0,423238 0,497896 0,565675 0,679472
22,57 26,08 26,50 28,39 31,36 36,12 42,57 44,50 45,51 46,87 48,50 57,05 64,82 77,86
k
λ (nm)
kλ
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14 0,14
FWHM (deg) 0,74 0,4355 0,38 0,92 0,32 0,396 0,405 0,4514 0,35 0,2971 0,311 0,48 0,3467 0,5633 0,3483 0,3383
FWHM (rad)
β (FMHM/2)
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,01291544 0,00760091 0,00663225 0,01605703 0,00558505 0,0069115 0,00706858 0,00787842 0,00610865 0,00518537 0,00542797 0,00837758 0,00605106 0,00983144 0,00607898 0,00590445
0,00645772 0,00380045 0,00331613 0,00802851 0,00279253 0,00345575 0,00353429 0,00393921 0,00305433 0,00259269 0,00271399 0,00418879 0,00302553 0,00491572 0,00303949 0,00295222
0,98329639 0,98173708 0,98066524 0,97420471 0,97337226 0,96946483 0,96278615 0,9507351 0,93177331 0,92555174 0,92217701 0,91752261 0,91176384 0,87858924 0,84422691 0,77790492
0,00634985 0,00373105 0,00325201 0,00782142 0,00271817 0,00335023 0,00340277 0,00374514 0,00284594 0,00239967 0,00250278 0,00384331 0,00275857 0,0043189 0,00256602 0,00229655
21,84 37,16 42,64 17,73 51,01 41,39 40,75 37,02 48,72 57,78 55,40 36,08 50,26 32,10 54,03 60,37
55
Lanjutan .............. (sampel HEM6) Nomor Puncak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
2θ (deg.) 12,13 12,96 20,36 20,85 21,29 21,86 22,47 22,83 23,11 27,73 28,34 31,31 36,09 36,57 43,39 43,99 44,63 45,37 48,50 56,84 64,25 64,95 65,42
θ θ (deg.) (rad) 6,07 6,48 10,18 10,43 10,65 10,93 11,24 11,41 11,55 13,87 14,17 15,65 18,04 18,29 21,70 21,99 22,32 22,68 24,25 28,42 32,13 32,48 32,71
0,11 0,11 0,18 0,18 0,19 0,19 0,20 0,20 0,20 0,24 0,25 0,27 0,31 0,32 0,38 0,38 0,39 0,40 0,42 0,50 0,56 0,57 0,57
k 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
λ (nm) 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
kλ
FWHM (deg)
FWHM (rad)
β (FMHM/2)
0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654
0,08000 0,13330 0,16000 0,60000 0,00000 0,48390 0,36000 0,00000 0,36000 0,10000 0,12000 0,30000 0,39000 0,10330 0,19000 0,36000 0,42220 0,00000 0,15000 0,20000 0,14000 0,54000 0,20000
0,00139626 0,00232652 0,00279253 0,01047198 0 0,00844565 0,00628319 0 0,00628319 0,00174533 0,0020944 0,00523599 0,00680678 0,00180293 0,00331613 0,00628319 0,00736878 0 0,00261799 0,00349066 0,00244346 0,00942478 0,00349066
0,000698132 0,001163262 0,001396263 0,005235988 0 0,004222824 0,003141593 0 0,003141593 0,000872665 0,001047198 0,002617994 0,003403392 0,000901463 0,001658063 0,003141593 0,00368439 0 0,001308997 0,001745329 0,00122173 0,004712389 0,001745329
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,99439926 0,99360767 0,98426446 0,98348598 0,98278541 0,9818556 0,9808353 0,98021974 0,9797341 0,97085928 0,96957152 0,96290963 0,95081812 0,94949533 0,92915322 0,9272221 0,92509842 0,92264716 0,91175774 0,87946962 0,8468858 0,84362206 0,84141365
0,00069422 0,00115583 0,00137429 0,00514952 0 0,0041462 0,00308138 0 0,00307793 0,00084723 0,00101533 0,00252089 0,00323601 0,00085593 0,00154059 0,00291295 0,00340842 0 0,00119349 0,00153496 0,00103467 0,00397548 0,00146854
199,7258 119,9610 100,8912 26,9256 #DIV/0! 33,4412 44,9973 #DIV/0! 45,0479 163,6548 136,5601 55,0020 42,8473 161,9914 90,0003 47,5991 40,6798 #DIV/0! 116,1754 90,3305 134,0084 34,8773 94,4160
56
Lanjutan .............. (sampel HEM6SPS) Nomor Puncak
2θ (deg.)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
21,6922 22,0717 25,2455 25,5250 25,8445 25,9843 26,2439 26,6034 27,3273 28,5432 31,5223 35,7536 36,1972 38,2192 40,8201 42,7290 44,4741 45,0653 45,6475 47,0135 48,6711 54,1041 54,28400 54,64390 57,16800 60,06710 64,79060 65,56720 77,82160
θ (deg.)
θ (rad)
k
λ (nm)
kλ
FWHM (deg)
FWHM (rad)
10,8461 11,03585 12,62275 12,7625 12,92225 12,99215 13,12195 13,3017 13,66365 14,2716 15,76115 17,8768 18,0986 19,1096 20,41005 21,3645 22,23705 22,53265 22,82375 23,50675 24,33555 27,05205 27,142 27,32195 28,584 30,03355 32,3953 32,7836 38,9108
0,18930 0,19261 0,22031 0,22275 0,22554 0,22676 0,22902 0,23216 0,23848 0,24909 0,27508 0,31201 0,31588 0,33353 0,35622 0,37288 0,38811 0,39327 0,39835 0,41027 0,42474 0,47215 0,47372 0,47686 0,49888 0,52418 0,56540 0,57218 0,67912
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654
0,15000 0,25410 0,24000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,32000 0,09000 0,24500 0,27000 0,24000 0,28800 0,22500 0,14000 0,16000 0,26210 0,31000 0,22660 0,30670 0,29000 0,36000 0,18000 0,20000 0,17000 0,21000 0,25380 0,45330 0,28800
0,00261799 0,00443488 0,00418879 0 0 0 0 0,00558505 0,0015708 0,00427606 0,00471239 0,00418879 0,00502655 0,00392699 0,00244346 0,00279253 0,00457451 0,00541052 0,00395492 0,00535292 0,00506145 0,00628319 0,00314159 0,00349066 0,00296706 0,00366519 0,00442965 0,00791158 0,00502655
β (FMHM/2) 0,001308997 0,002217441 0,002094395 0 0 0 0 0,002792527 0,000785398 0,002138028 0,002356194 0,002094395 0,002513274 0,001963495 0,00122173 0,001396263 0,002287254 0,00270526 0,001977458 0,002676462 0,002530727 0,003141593 0,001570796 0,001745329 0,00148353 0,001832596 0,002214823 0,003955789 0,002513274
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,98213617 0,9815076 0,97583007 0,97529415 0,97467442 0,97440088 0,97388907 0,97317205 0,97169918 0,96913804 0,96240239 0,95171878 0,95052332 0,94489407 0,93722083 0,93128171 0,92562606 0,92366131 0,92170244 0,91701309 0,91114777 0,89059373 0,88987863 0,88844146 0,87811662 0,86573248 0,84437188 0,84072162 0,77812477
0,00128561 0,00217644 0,00204377 0 0 0 0 0,00271761 0,00076317 0,00207204 0,00226761 0,00199328 0,00238893 0,0018553 0,00114503 0,00130031 0,00211714 0,00249874 0,00182263 0,00245435 0,00230587 0,00279788 0,00139782 0,00155062 0,00130271 0,00158654 0,00187013 0,00332572 0,00195564
107,8505 63,7069 67,8421 #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! 51,0206 181,6815 66,9165 61,1455 69,5609 58,0403 74,7342 121,0919 106,6311 65,4911 55,4895 76,0737 56,4931 60,1310 49,5568 99,1932 89,4183 106,4349 87,3941 74,1412 41,6915 70,8995
57
Lanjutan .............. (sampel HEM6HDSPS) 2θ
θ
θ
Nomor Puncak
(deg.)
(deg.)
(rad)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
26,4883 38,2367 40,7701 44,7063 45,2477 46,9069 54,5639 64,8001 65,2407 77,8781
13,24415 19,11835 20,38505 22,35315 22,62385 23,45345 27,28195 32,40005 32,62035 38,93905
0,231154 0,333678 0,355786 0,390136 0,394861 0,40934 0,47616 0,565488 0,569333 0,679615
k 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
λ (nm)
kλ
0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654 0,15406 0,138654
FWHM (deg) 0,48160 0,31000 0,36000 0,50170 0,43200 0,32000 0,36000 0,33470 0,24000 0,31100
FWHM (rad)
β (FMHM/2)
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,008406 0,005411 0,006283 0,008756 0,00754 0,005585 0,006283 0,005842 0,004189 0,005428
0,004202753 0,00270526 0,003141593 0,004378158 0,003769911 0,002792527 0,003141593 0,002920809 0,002094395 0,002713987
0,973403 0,944844 0,937373 0,924857 0,92305 0,917384 0,888762 0,844327 0,842261 0,777815
0,004091 0,002556 0,002945 0,004049 0,00348 0,002562 0,002792 0,002466 0,001764 0,002111
33,8927 54,2454 47,0837 34,2426 39,8452 54,1233 49,6589 56,2236 78,6008 65,6823
58
Lanjutan .............. (sampel HD24) 2θ
θ
θ
Nomor Puncak
(deg.)
(deg.)
(rad)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
20,9141 22,0105 22,8498 23,2889 27,6219 28,4741 31,4474 36,2060 57,1396
10,45705 11,00525 11,4249 11,64445 13,81095 14,23705 15,7237 18,103 28,5698
0,18251 0,192078 0,199402 0,203234 0,241047 0,248483 0,27443 0,315957 0,498637
k
λ (nm)
kλ
FWHM (deg)
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654
0,52000 0,42460 0,00000 0,44000 0,52000 0,32670 0,42000 0,39220 0,39330
FWHM β (rad) (FMHM/2) 0,009076 0,007411 0 0,007679 0,009076 0,005702 0,00733 0,006845 0,006864
0,00453786 0,00370533 0 0,00383972 0,00453786 0,002851 0,00366519 0,00342259 0,00343219
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,983391 0,98161 0,980185 0,979419 0,971089 0,969287 0,96258 0,950499 0,878235
0,004462 0,003637 0 0,003761 0,004407 0,002763 0,003528 0,003253 0,003014
31,0710 38,1212 #DIV/0! 36,8692 31,4646 50,1746 39,3006 42,6212 45,9992
59
Lanjutan .............. (sampel Amplas (SiC)) 2θ
θ
θ
(deg.)
(deg.)
(rad)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
21,8519 22,0914 22,2710 22,4506 22,8298 22,9895 23,1492 23,4087 33,6673 34,1719 34,8616 35,7172 37,6623 38,0718 38,2414 41,4597 43,3686 44,4677 54,7235 60,0721 65,6993 71,8383
10,92595 11,0457 11,1355 11,2253 11,4149 11,49475 11,5746 11,70435 16,83365 17,08595 17,4308 17,8586 18,83115 19,0359 19,1207 20,72985 21,6843 22,23385 27,36175 30,03605 32,84965 35,91915
0,19069 0,19278 0,19435 0,19592 0,19923 0,20062 0,20201 0,20428 0,29380 0,29821 0,30422 0,31169 0,32867 0,33224 0,33372 0,36180 0,37846 0,38805 0,47755 0,52423 0,57333 0,62691
k
λ (nm)
kλ
FWHM (deg)
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406 0,15406
0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654 0,138654
0,40000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,25340 0,15410 0,19410 0,16130 0,15360 0,12950 0,07200 0,14820 0,17200 0,13000 0,12730 0,14340 0,15840 0,15750 0,15190
FWHM β (rad) (FMHM/2) 0,006981 0 0 0 0 0 0 0,004423 0,00269 0,003388 0,002815 0,002681 0,00226 0,001257 0,002587 0,003002 0,002269 0,002222 0,002503 0,002765 0,002749 0,002651
0,003491 0 0 0 0 0 0 0,002211 0,001345 0,001694 0,001408 0,00134 0,00113 0,000628 0,001293 0,001501 0,001134 0,001111 0,001251 0,001382 0,001374 0,001326
Cos θ
β Cos θ
D (nm)
0,981873 0,981475 0,981173 0,980869 0,98022 0,979943 0,979664 0,979207 0,95715 0,955865 0,954079 0,951816 0,946474 0,945314 0,944831 0,93526 0,929234 0,925647 0,888122 0,865711 0,840097 0,809846
0,003427 0 0 0 0 0 0 0,002165 0,001287 0,001619 0,001343 0,001276 0,00107 0,000594 0,001222 0,001404 0,001054 0,001028 0,001111 0,001197 0,001155 0,001074
40,4548 #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! #DIV/0! 64,0330 107,7215 85,6373 103,2443 108,6778 129,6303 233,4405 113,4705 98,7698 131,5275 134,8376 124,7565 115,8663 120,0812 129,1591
60
Nomor Puncak
Lampiran 3 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO₂ : C = 5 : 3 ML 144
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
17,7 21,8 32,1 36,1 37,0 37,2 40,7 41,4 42,6 48,7 50,3 51,0 54,0 55,4 57,8
27,4 34,9 35,2 36,6 37,7 40,2 42,2 42,7 45,3 46,6
16
60,4
SPS 3 32,1 34,6 41,4 43,5 44,7 45,9 46,0 51,2 51,7 56,9 58,8 61,9 69,1 70,5
80 U k u r a n
70 60 50
K r i s t a l
40
MLSPS 144 ML 144
30
SPS 3 20
n m
10
)
MLSPS 144
(
Nomor urut
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Urutan Kristal
61
Lampiran 4 Hasil perhitungan ukuran kristal pada perbandingan reaktan SiO₂ : C = 1 : 3 41,7 49,6 51,0 55,5 56,5 58,0 60,1 61,1 63,7 65,5 66,9 67,8 69,6 70,9 74,1 74,7 76,1 87,4 89,4 99,2 106,4 106,6 107,9 121,1 181,7
HEM 6 HD24 SPS 33,9 34,2 39,8 47,1 49,7 54,1 54,2 56,2 65,7 78,6
GHD 24 31,1 31,5 36,9 38,1 39,3 42,6 46,0 50,2
HEM6
HEM 6 SPS
HEM6 HDSPS
GHD24
200.0
U k u r a n K r i s t a l
150.0
100.0
n m
50.0
0.0 1
3
5
7
9
11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Urutan kristal
62
HEM 6 SPS
26,9 33,4 34,9 40,7 42,8 45,0 45,0 47,6 55,0 90,0 90,3 94,4 100,9 116,2 120,0 134,0 136,6 162,0 163,7 199,7
)
HEM 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 5
(
No. Urut
Kristalinitas Silika (sampel Ag144An367)
Lampiran 5 Data kristalinitas sampel
Kristalinitas Silika (sampel Ag 144 An368) 63
Lanjutan ....................
Kristalinitas amplas (SiC)
Kristalinitas arang kayu Lembasung 64
Lanjutan ..............
Kristalinitas sampel ML144
Kristalinitas sampel MLSPS144 65
Lanjutan ....................
Kristalinitas sampel SPS3
Kristalinitas sampel HEM6 66
Lanjutan .................
Kristalinitas sampel HEM6SPS
Kristalinitas sampel HEM6HDSPS 67
Lanjutan .................
68
Lampiran 6 Perhitungan Parameter Kisi
√
Rumus yang digunakan :
Nomor
peak
d(A)
h
k
l
h2
k2
l2
(h2 + k2 + l2 )
1 2 3 4
26,5 44,7 64,8 77,9
3,36227 2,02543 1,43759 1,22563
0 1 1 0
0 2 0 1
9 11 31 38
0 1 1 0
0 4 0 1
81 121 961 1444
81 126 962 1445
9 11,22497216 31,01612484 38,01315562
nm 3,026043 2,273539536 4,458847091 4,659006392
Amstrong 30,26 22,73 44,59 46,59
69
Lampiran 8 Tabel Perbandingan Data Peak dan sudut 2Theta silika dan hasil sintesis No.
Peak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Sudut 2q Ag144An367
I/I1
20,79 21,90 22,87 28,36 31,36 36,10 48,52 56,99
12 100 4 5 6 19 3 3
Sudut 2q Ag144An368
I/I1
20,8941 21,9999 22,9296 28,4825 31,4709 36,2092 57,1130
12 100 4 5 7 17 3
Sudut 2q SiC (amplas)
I/I1
Sudut 2q SPS 3
I/I1
Sudut 2q ML 144
I/I1
21,85 4 20,95 11 20,75 13 22,09 7 22,00 100 21,86 100 22,27 9 22,55 10 22,45 10 22,45 12 22,99 4 23,05 3 22,83 13 28,48 6 27,53 3 22,99 11 31,46 9 28,30 4 23,15 10 36,20 22 31,34 6 23,41 7 42,70 3 36,08 17 33,67 6 44,50 11 44,58 4 34,17 18 46,98 4 56,95 3 34,86 15 48,60 4 35,72 100 57,13 4 37,66 5 64,82 9 38,07 4 77,88 7 38,24 27 41,46 4 43,37 3 44,47 3 54,72 4 60,07 33 65,70 8 71,84 20
Sudut 2q MLSPS 144
I/I1
20,97 21,93 22,57 26,08 26,50 28,39 31,36 36,12 42,57 44,50 45,51 46,87 48,50 57,05 64,82 77,86
10 100 7 4 3 7 9 20 3 13 12 4 4 4 9 8
Sudut 2q HEM 6
I/I1
12,13 3 12,96 3 20,36 5 20,85 14 21,29 21 21,86 94 22,47 16 22,83 6 23,11 5 27,73 3 28,34 3 31,31 5 36,09 13 36,57 3 43,39 6 43,99 9 44,63 100 45,37 5 48,50 3 56,84 3 64,25 3 64,95 13 65,42 6
Sudut 2q HEM 6SPS
I/I1
21,69 22,07 25,25 25,53 25,84 25,98 26,24 26,60 27,33 28,54 31,52 35,75 36,20 38,22 40,82 42,73 44,47 45,07 45,65 47,01 48,67 54,10 54,28 54,64 57,17 60,07 64,79 65,57 77,82
5 71 7 10 19 29 55 79 3 4 11 3 13 6 4 4 23 100 8 6 4 4 3 4 3 3 19 10 18
Sudut 2q HEM6HDSPS
I/I1
26,49 38,24 40,77 44,71 45,25 46,91 54,56 64,80 65,24 77,88
100 4 3 71 16 3 6 17 6 15
Sudut 2q HD24
I/I1
20,91 22,01 22,85 23,29 27,62 28,47 31,45 36,21 57,14
14 100 7 5 4 5 5 17 4
Silicon Carbide Rad.CuKa λ. 1,54059 Filter d,sp. Calculated Cut off Int. Calculated I/Icon Ref. Bind. J. Mater. Res. Bull. 13.91 (1978)
Sys. Hexagonal SG a: 3,0815 b: c: 5.0307 A: C: 1,6325 α: β: γ: Ζ mp Ref. Ibid Dx: Dm: SS/FOM F21 88(0077 31) Deleted by: 29 ‐ 1126. Mwt: 40.10 Volume [CD]: 41.37
1997. JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved PCPDFWIN v. 1.30
2θ
Int
h
k
l
33,549 35,670 38,151 49,775 59,995 65,713
79 51 100 24 37 34
1 0 1 1 1 1
0 0 0 0 1 0
0 2 1 2 0 3
70,522 71,785 73,349 75,536 81,614 95,082 99,574 102,313 104,486 109,819 110,730 119,991 126,058 133,430 133,430 147,038
5 24 11 2 4 8 2 6 3 5 2 3 7 4 4 3
2 1 2 0 2 2 2 2 1 1 2 3 2 3 0 2
0 1 0 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 0
0 2 1 4 2 3 0 1 4 5 2 0 3 2 6 5
Lampiran 7 Data Joint Committe on Powder Diffraction Standards (JCPDS) untuk Struktur Kristal
SiC
2θ
Int
h
k
l
34,1 35,7 38,2 41,4 45,4 54,7
35 100 35 14 5 6
1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0
1 2 3 4 5 7
60,0 60,0
45 45
1 1
1 0
0 8
65,8
12
1
0
9
70,9
2
2
0
1
71,9
28
2
0
2
71,9
28
1
1
6
73,4
4
2
0
3
75,6
3
2
0
4
Deleted by: 29 ‐ 1126. Mwt: 40.10 Volume [CD]: 124.01
75,6
3
0
0
12
90,1
3
2
0
8
95,2
3
2
0
9
1997. JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved
100,9
5
2
1
2
PCPDFWIN v. 1.30
100,9
5
2
0
10
102,4
2
2
1
3
104,6
3
2
1
4
Silicon Carbide Rad.CuKa λ. 1,54059 Filter d‐sp. Calculated Cut off Int. Calculated I/Icon Ref. Bind. J. Mater. Res. Bull. 13.91 (1978)
Sys. Hexagonal SG a: 3,0815 b: c: 15.08 A: C: 4.8937 α: Ref. Ibid
β:
γ:
Ζ
mp
Dx: Dm: SS/FOM F21 88(0077 31)
Wavelength = 1,54059
Lanjutan.......................
Page 31‐1232 SiC
Page 42-1091
Int
h
k
26,779
30
0
0
26,779
30
2
0
34,522
30
0
1
Wavelength = 1,5418 Silicon Carbide
Rad.CuKa
λ. 1,5418
Cut off
Filter
d-sp. Calculated
Int. Estimation
I/Icon
Ref. Alekseev. Yu. Frank-Kamenetskava. O., Sov. Phys Crystallogr ( Engl. Trans ). 32. 6624 (1987)
34,522
30
3
0
35,714
100
0
0
41,478 44,706
Sys. Rhombohedral a: 9,24 a:
S.G R
b: b:
44,706
c: 30.22 g:
A:
Z: 87,3
C: 3.2706 mp
Ref. Ibid
Dx: 2.601
Dm:
SS/FOM
F20
54,699 60,077
30 10 10 10 80
3 1 0 0 3
1 2 0 0 3
71,781
70
3
2
71,781
70
3
3
75,655
20
0
0
Lan juta n
2θ
l
9 5 11 3 12 2 11 15 18 0 16 12
75,655 PHASE FOUND on twin boundaries of cubic SiC. PSC. hR58.20 Mwt. 40.10. Volume[CD]. 2234.44
81,583
20
4
10
3
2
4
81,583
10
0
6
89,918
20
4
4
89,918
20
2
6
1997. JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved
100,704
50
4
4
PCPDFWIN
100,704
50
6
2
v.
1.30
104,465 104,465 114,520
40
7
40
2
3
10
3
6
4
24
7
16
12
9
5
15
13
2
24
Rad.CuKa λ. 1,5418 Filter d‐sp. Calculated
2θ
Int
h
k
l
34,089 35,481 36,372
70 100 20
0 0 0
1 0 1
2 21 8
Lanjutan........... .......
Page 42‐1091 Wavelength = 1,5418 Silicon Carbide
2
Cut off Int. Estimation I/Icon Ref. Shaffer. Acta Crystalogr., Sec. B. 25. 477 (1969)
Sys. Rhombohedral S.G. R3m (160) a: 3,073 b: c: 52,78 A: C: 17, 1754 α: β: γ: Ζ: 21 mp Ref. Ibid Dx: 3,239 Dm: SS/FOM F30 2(0.152. 111) CAS # 409‐21‐2. Polytype 21R. Formerly type IV. PSC. hR14 Mwt. 40.10. Volume[CD]. 431.64 1997. JCPDS. International Centre for Diffraction Data. All rights reserved PCPDFWIN v. 1.30
37,472 38,300 40,448 41,618
20 10 10 10
1 0 1 0
0 1 0 1
10 11 13 14
45,105 55,343 56,831 60,077 61,398 64,634 66,447 70,422 72,034 73,198 75,514 77,696 87,579 90,128 91,524
30 10 10 80 20 30 20 10 70 10 30 10 10 20 20
0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 2
1 0 1 0 1 0 1 0 1 2 1 1 0 2 0
17 25 26 28 6 31 15 34 21 10 24 38 43 28 29
Lampiran
Kumpulan Foto Penelitian
66
42