SINTESIS POLIURETAN DARI MINYAK JARAK PAGAR DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN PELAPIS
HARJONO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BO G O R 2009
ABSTRACT HARJONO. Polyurethane Synthesis from Jatropha curcas Oil and Its Application as Coating Material. Under the supervisions of PURWANTININGSIH SUGITA and ZAINAL ALIM MAS’UD. Jatropha curcas oil (JCO) based polyol is an alternative material that may possibly replace petrochemical-based polyol for polyurethane coating material. Polyurethane was synthesized by reacting JCO-based polyol with isocyanate. To produce JCO-based polyol, JCO was firstly epoxidized resulting epoxidized Jatropha curcas oil (EJO), subsequently convert it to polyol by opening ring reaction with acrylic acid (AA) in the presence of triethylamine (TEA) as catalyst. The opening ring reaction of EJO were conducted by various acrylic acid (AA) to EJO ratio (1.4, 2.9, and 4.3%), percentage of TEA (0, 1, 2, and 3%) and time reactions (60, 120, 180, and 240 minutes) at 50oC. The results showed that the polyol have hydroxyl number around 70.23 – 134.92 mg KOH/g with an average of 97.42 mg KOH/g. The hydroxyl number increased significantly with the addition of %AA and % TEA, conversely increasing reaction time had inferior impact on the hydroxyl number of polyol. In the polyurethane film synthesis, source of polyol affected on gloss, hardness, and adhesion of the polyurethane film, but isocyanate content have less influence. Using visual observation, polyurethane film produced from L.OHV polyol, H.OHV polyol and commercial polyol had similar quality. Keywords: polyurethane coating, polyol, JCO
RINGKASAN HARJONO. Sintesis Poliuretan dari Minyak Jarak Pagar dan Aplikasinya sebagai Bahan Pelapis. Dibimbing oleh PURWANTININGSIH SUGITA dan ZAINAL ALIM MAS’UD. Indonesia memiliki banyak sumber daya nabati, di antaranya kelapa sawit, kemiri, saga, kapuk, karet dan jarak pagar. Pengembangan potensi minyak jarak pagar di Indonesia sekarang ini masih terbatas untuk mengembangkan bahan bakar alternatif (biodiesel). Sampai saat ini, pengembangan minyak jarak pagar sebagai bahan baku poliuretan masih belum banyak dilakukan terutama untuk aplikasi bahan pelapis. Pengembangan minyak jarak pagar sebagai bahan baku poliol alternatif merupakan salah satu cara mendapatkan bahan baku pelapis poliuretan yang selama ini masih diimpor dan berasal dari bahan baku tidak terbarukan. Minyak jarak pagar mengandung 55,14% asam lemak tak jenuh dengan bilangan iodin 97.2574 g I2/100 g. Gugus takjenuh pada minyak jarak pagar dapat ditranformasi menjadi gugus hidroksil melalui reaksi epoksidasi dilanjutkan dengan reaksi pembukaan cincin epoksida. Pemanfaatan minyak jarak pagar sebagai bahan baku poliol diharapkan dapat menjadi alternatif pemenuhan bahan baku poliuretan menggantikan poliol berbasis petrokimia. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menghasilkan poliuretan dari minyak jarak pagar yang dapat diaplikasikan sebagai bahan pelapis. Penelitian ini secara garis besar terdiri atas 3 tahap. Pada tahap pertama, yaitu tahap epoksidasi minyak jarak pagar menjadi epoksida minyak jarak pagar (EJP). Pada tahap ini dihasilkan EJP dengan bilangan oksirana 3,15%. EJP yang dihasilkan kemudian direaksikan dengan asam akrilat (AA) pada tahap kedua dengan variasi %AA (1,4, 2,9, dan 4,3%) dengan variasi katalis trietilamin (TEA) sebesar 0, 1, 2, dan 3% pada suhu 50oC dan dengan variasi waktu reaksi 60, 120, 180, dan 240 menit. Poliol yang dihasilkan memiliki bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen resin poliol berturut-turut berkisar 70.23-134,92 mg KOH/g, 0,029-0,138%, dan 58,93-91,53%. Rata-rata bilangan hidroksil, bilangan oksirana, dan rendemen resin poliol yang dihasilkan berturut-turut adalah 97,42 mg KOH/g, 0,067% dan 80,24%. Persen AA dan TEA memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap bilangan hidroksil resin poliol dibandingkan dengan waktu reaksi. Poliol yang dihasilkan pada tahap kedua dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu poliol L.OHV dengan bilangan hidroksil 81,28 mg KOH/g dan poliol H.OHV dengan bilangan hidroksil 117,43 mg KOH/g. Sebagai pembanding digunakan poliol komersial dengan bilangan hidroksil 81,22 mg KOH/g. Isosianat yang digunakan dalam penelitian ini adalah isosianat A dan isosianat B yang memiliki karakter umum yang hampir sama tetapi berasal dari dua produsen yang berbeda. Pada tahap ketiga, poliuretan dibuat dengan mereaksikan poliol dengan isosianat. Campuran poliol dan isosianat diaplikasikan pada lembaran plastik ABS kemudian didiamkan selama 15 menit, selanjutnya dikeringkan dengan oven
dengan suhu 70oC selama 30 menit. Hasil aplikasi didinginkan kemudian dianalisis daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekatnya. Hasil pengujian menunjukkan jenis poliol berpengaruh pada daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekat lapisan film poliuretan yang terbentuk. Jenis isosianat tidak berpengaruh terhadap daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekat lapisan film. Secara visual, kualitas lapisan film poliuretan yang diperoleh dari poliol L.OHV dan H.OHV relatif sama dengan poliuretan dan poliol komersial. Hasil ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pelapis poliuretan. Kata kunci: bahan pelapis poliuretan, poliol, minyak jarak pagar
SINTESIS POLIURETAN DARI MINYAK JARAK PAGAR DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN PELAPIS
HARJONO
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi
Judul tesis Nama NIM
: Sintesis Poliuretan dari Minyak Jarak Pagar dan Aplikasinya sebagai Bahan Pelapis : Harjono : G451060031
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. Ketua
Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Kimia
A.n. Dekan Sekolah Pascasarjana Sekretaris Program Magister
Prof. Dr. Ir. Latifah. K. Darusman, MS.
Dr. Ir. Naresworo Nugroho,MSi.
Tanggal Ujian : 15 April 2009
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaian studi pada program Magister Sains Institut Pertanian Bogor, dengan menghasilkan karya ilmiah berupa tesis dengan judul Sintesis Resin Poliol dari Minyak Jarak Pagar dan Aplikasinya sebagai Bahan Pelapis. Selama menempuh studi program magister sains, penulis banyak mendapatkan bantuan moril dan material dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, M.S. sebagai pembimbing utama dan Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Sebagai pembimbing anggota, Prof. Dr. Suminar Setiati Achmadi sebagai penguji, Ketua dan staf pengajar Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana IPB atas semua ilmu, bimbingan dan saran yang sangat berarti bagi penulis dalam menyelesaikan studi. Terima kasih pula kepada Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si. selaku Rektor, Drs. Kasmadi Imam S, M.S. selaku Dekan dan Drs. Sigit Priatmoko, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Dr. Supartono, M.S. yang telah banyak memberikan sumbangan pemikiran dan motivasi, serta temanteman staf pengajar yang telah memberikan dukungan. Demikian pula terima kasih kepada Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas yang telah memberikan beasiswa BPPS, Kepada teman-temanku di Program Studi Kimia, penulis ucapkan terima kasih karena telah menjadi teman dan sahabat, semoga pertemanan dan persahabatan yang tulus tetap terjalin selamanya. Terima kasih tak terhingga khusus kepada Istriku tercinta Herlina dan anakku tersayang Ahmad Dzaky Harliansyah yang telah memberikan dorongan, doa dan pengertian selama penulis menempuh studi di Bogor. Tak lupa kepada kedua orang tua dan mertua Bapak H. Hanis dan Ibu Hj. Marsinah di Jepara, Bapak Purwadi dan Ibu Sriyani di Pekalongan, terima kasih atas doa dan restunya. Akhirnya seraya berserah diri ke hadirat Allah SWT, penulis mempersembahkan karya ini dengan harapan semoga bermanfaat. Bogor, April 2009
Harjono
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jepara pada tanggal 16 November 1977 dari Bapak H. Hanis dan Ibu Hj. Marsinah. Penulis merupakan putra pertama dari lima bersaudara. Pada tahun 1995 penulis lulus dari SMA Islam Sultan Agung 2 Jepara dan pada tahun yang sama penulis diterima di jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Semarang sekarang berubah menjadi FMIPA Universitas Negeri Semarang melalui jalur PMDK hingga berhasil menyelesaikan studi pada bulan maret 2000. Sejak tahun 2000 penulis bekerja di Industri berbasis Kimia di wilayah Jakarta dan Bogor hingga awal tahun 2005 sebagai Staf R&D, Paint Technical Manager (PT. MCP Bogor), dan Quality Assurance Dept. Head (PT. DWA Bekasi). Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke Program Magister Kimia Sekolah Pascasarjana IPB baru terlaksana pada tahun 2006 dengan beasiswa BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xi PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4 Manfaat Penelitian ................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5 Minyak Jarak Pagar .................................................................................. Epoksidasi dan Pembukaan Cincin Epoksida .......................................... Poliol ........................................................................................................ Poliuretan ................................................................................................. Film Poliuretan ........................................................................................
5 7 12 14 17
BAHAN DAN METODE ............................................................................... 20 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................................ Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. Prosedur Penelitian .................................................................................. Rancangan Percobaan .............................................................................. Analisis Data ............................................................................................
20 20 20 23 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 26 Epoksidasi Minyak Jarak Pagar ................................................................ Pembuatan Poliol ..................................................................................... Pembuatan Film Poliuretan ...................................................................... Analisis Spektrofotometer Inframerah .....................................................
26 30 41 47
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 52 LAMPIRAN .................................................................................................... 57
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Komposisi asam lemak dalam minyak biji jarak pagar, minyak Sawit, dan minyak kedelai ........................................................... 6
Tabel 2
Komposisi asam lemak minyak Jatropha curcas L ..................... 6
Tabel 3
Parameter fisiko-kimia minyak Jatropha curcas L ....................... 7
Tabel 4
Komposisi reaktan pembuatan poliol ........................................... 22
Tabel 5
Kualitas minyak jarak pagar dan EJP ........................................... 26
Tabel 6
Hasil uji film poliuretan ............................................................... 42
Tabel 7
Data korelasi bilangan gelombang serapan inframerah terhadap gugus fungsi ................................................................... 48
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Struktur kimia minyak jarak pagar ................................................ 5 Gambar 2 Mekanisme reaksi pembentukan epoksida berkatalis asam ......... 10 Gambar 3 Skema reaksi pembentukan hidroksi poliester dari epoksida ....... 11 Gambar 4 Struktur kimia poliol komersial .................................................... 12 Gambar 5 Reaksi alkoholisis epoksida nabati menjadi poliol ....................... 13 Gambar 6 Struktur molekul isomer TDI ....................................................... 15 Gambar 7 Struktur resonansi gugus isosianat ............................................... 15 Gambar 8 Reaksi isosianat dengan alkohol .................................................. 16 Gambar 9 Reaksi-reaksi isosianat dengan gugus bukan hidroksil ................ 16 Gambar 10 Reaksi pembentukan uretan berkatalis amina .............................. 17 Gambar 11 Mekanisme reaksi epoksidasi menggunakan asam perkarboksilat 27 Gambar 12 Mekanisme reaksi pembentukan diol ........................................... 28 Gambar 13 Reaksi pembentukan cincin epoksida minyak nabati ................... 29 Gambar 14 Hasil sintesis poliol dari minyak jarak pagar ............................... 30 Gambar 15 Pengaruh parsial %AA terhadap bilangan hidroksil .................... 32 Gambar 16 Pengaruh parsial %TEA terhadap bilangan hidroksil .................. 33 Gambar 17 Pengaruh parsial waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil ......... 34 Gambar 18 Grafik respon bilangan hidroksil pada variasi %AA dan waktu reaksi .................................................................................. 35 Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi dan %AA pada %TEA 0% (a), 1% (b), 2% (c) dan 3% (d) terhadap bilangan hidroksil ............................ 36 Gambar 20 Grafik respon bilangan hidroksil pada variasi %AA dan %TEA.. 36
Gambar 21 Pengaruh %AA dan %TEA pada waktu reaksi 60 menit (a), 120 menit (b), 180 menit (c) dan 240 menit (d) terhadap bilangan hidroksil ......................................................................... 37 Gambar 22 Grafik respon bilangan hidroksil pada variasi %TEA dan waktu reaksi................................................................................... 38 Gambar 23 Pengaruh %TEA dan waktu reaksi pada %AA 1,4% (a), 2,9% (b), dan (c) 4,3% terhadap bilangan hidroksil ..................... 39 Gambar 24 Pengaruh rasio molar [NCO]/[OH] terhadap bobot molekul rata-rata poliuretan ......................................................... 43 Gambar 25 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan isosianat yang berbeda terhadap daya kilap lapisan film ..................................... 44 Gambar 26 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan isosianat yang berbeda terhadap tingkat kekerasan lapisan film .......................... 45 Gambar 27 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan isosianat yang berbeda terhadap daya rekat lapisan film ..................................... 46
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian ........................................ 57 Lampiran 2 Diagram Alir pembuatan epoksidasi minyak jarak pagar .......... 58 Lampiran 3 Diagram Alir Pembuatan Poliol ................................................. 59 Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Bahan Pelapis Poliuretan .................. 60 Lampiran 5 Prosedur Analisis ....................................................................... 61 Lampiran 6 Data Uji Poliol ........................................................................... 63 Lampiran 7 Hasil Analisis Keragaman Bilangan Hidroksil Poliol ............... 67 Lampiran 8 Hasil Analisis Keragaman Rendemen Poliol ............................. 68 Lampiran 9 Hasil Analisis Keragaman Daya Kilap Film Poliuretan ............ 69 Lampiran 10 Hasil Analisis Keragaman Tingkat Kekerasan Poliuretan ......... 69 Lampiran 11 Hasil Analisis Keragaman Daya Rekat Film Poliuretan ............ 69 Lampiran 12 Spektra Inframerah .................................................................... 70
DAFTAR SINGKATAN AA
Asam akrilat
ABS
Acrylated Butyral Styrena (Plastik ABS)
Adhesive
Bahan perekat
EJP
Epoksida minyak jarak pagar
Coating
Bahan pelapis (cat)
H.OHV
High OH Value Polyol (poliol dengan bilangan hidroksil tinggi)
Iso
Isosianat
Iso A
Isosianat jenis A
Iso B
Isosianat jenis B
L.OHV
Low OH Value Polyol (poliol dengan bilangan hidroksil rendah)
Sealant
Sealant (bahan pengisi pori, bahan untuk merapatkan sambungan bahan)
TEA
Trietilamin
PENDAHULUAN Latar Belakang Poliol adalah salah satu bahan yang digunakan dalam industri pelapis/cat jenis poliuretan. Poliuretan merupakan salah satu produk polimer yang dibuat dengan cara mereaksikan alkohol dengan isosianat. Dewasa ini ada beberapa jenis poliuretan yang telah dibuat antara lain: elastomer, perekat, busa, cat, sealant dan lain-lain. Dalam industri cat, poliuretan merupakan salah satu jenis cat yang memiliki banyak kelebihan dibandingkan jenis cat lainnya antara lain: daya tahan terhadap cuaca, daya kilap tinggi, tingkat kekerasan yang cukup baik, dan daya rekat yang baik pada berbagai jenis bahan (logam, plastik, dan kayu) (Cowd & Stark 1991). Konsumsi poliuretan dunia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan kenaikan rata-rata 5,1% sampai dengan tahun 2005. Pasar poliuretan dunia untuk aplikasi coating, adhesive, sealant, dan elastomer diperkirakan mencapai 3,1 juta ton pada tahun 2000 dengan total isosianat sekitar 900 ribu ton dan poliol 1,5 juta ton. Permintaan tertinggi dari empat jenis aplikasi tersebut adalah untuk aplikasi coating (cat) sebesar 44% (IAL Consultant 2001). Konsumsi poliuretan di Indonesia dari tahun 1989 sampai dengan tahun 1995 mengalami kenaikan kurang lebih 37% dari 1.160 ton menjadi 6.159 ton (BPS 1998). Kebutuhan poliuretan Indonesia pada tahun 2004 telah mencapai 17.465 ton/tahun dan diprediksi mencapai 35 ribu ton pertahun pada tahun 2014 (Wijanarko et al. 2004). Seluruh kebutuhan poliuretan di Indonesia tersebut masih dipenuhi melalui impor dari luar negeri. Sebagian besar poliuretan dibuat dari poliol yang bersumber dari turunan minyak bumi (Szycher 1999; Narine et al. 2007). Pergerakan harga minyak bumi yang meningkat akhir-akhir ini disertai munculnya isu lingkungan hidup mendorong semua pihak untuk mencari bahan baku produksi poliol alternatif (Chasar et al. 2003; Guner et al. 2006; Lye et al. 2007). Minyak nabati merupakan salah satu alternatif bahan baku yang dapat digunakan untuk memproduksi poliol. Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku poliol antara lain:
minyak kedelai, minyak castor, minyak palm, minyak bunga matahari dan minyak linseed. Dibandingkan dengan poliol berbahan baku minyak bumi (petrokimia), poliol berbahan baku minyak nabati memiliki keunggulan karena melimpah dan terbarukan. Di Eropa dan Amerika, poliol berbasis minyak kedelai telah digunakan oleh industri dalam skala besar menggantikan poliol petrokimia dalam produksi poliuretan (Rupilius & Ahmad 2007). Di Malaysia, penggunaan minyak nabati khususnya minyak palm telah lebih dari 10 tahun diteliti secara intensif oleh Malaysian Palm Oil Board (MPOB) bekerjasama dengan Wilhelm-KlauditzInstitut (WKI), Germany. Hasil kerjasama tersebut menghasilkan jenis poliol baru berbasis minyak palm yang dapat diaplikasikan sebagai resin cat poliuretan sistem 2 komponen yang cocok untuk aplikasi interior maupun eksterior (Hoong et al. 2005). Minyak nabati dapat ditransformasi menjadi poliol melalui berbagai cara diantaranya: hidroksilasi, epoksidasi dilanjutkan dengan pembukaan cincin epoksida,
ozonolisis dilanjutkan
dengan
hidrogenasi
dan
hidroformilasi
dilanjutkan dengan reduksi. Pembuatan poliol dari minyak nabati melibatkan pengubahan ikatan rangkap pada rantai samping trigliserida menjadi gugus hidroksil. Sintesis poliol secara langsung dari minyak sawit telah dilakukan dengan cara hidroksilasi menggunakan reagen H2O2 dan HCOOH (Budi 2001). Berdasarkan hasil penelitian lainnya, poliol dapat disintesis dari minyak nabati melalui epoksidasi dilanjutkan dengan pembukaan cincin epoksida (Rios 2003; Petrovic et al. 2005; Rupilius & Ahmad 2007). Reaksi epoksidasi minyak nabati telah dilakukan oleh banyak peneliti dengan hasil cukup baik. Petrovic (2001), melakukan epoksidasi minyak kedelai dalam pelarut toluena, menggunakan asam peroksiasetat dan asam peroksiformat dengan katalis Amberlite IR-120. Rios (2003), melaporkan epoksidasi selektif minyak nabati menggunakan perasam dari asam asetat dan H2O2 berkatalis resin asam. Goud et al. (2005) telah mempelajari epoksidasi minyak mahua (mahua oil) dengan asam peroksiasetat yang dibuat secara in situ, dengan resin penukar ion positif sebagai katalis. Sugita et al. (2007a) melaporkan telah berhasil melakukan
epoksidasi metil ester jarak pagar dengan katalis Amberlite IR-120 dengan hasil optimum pada kondisi 70oC, waktu reaksi 12 jam dan konsentrasi katalis 3%. Sintesis poliol dari epoksida minyak nabati dilakukan dengan mereaksikan epoksida minyak nabati dan alkohol atau asam yang memiliki bobot molekul (BM) rendah. Kondisi reaksi yang digunakan akan menentukan produk yang terbentuk yaitu pada reaksi sempurna akan dihasilkan poliol dengan kandungan OH yang tinggi sedangkan pada reaksi parsial akan dihasilkan epoksi poliol ester dengan sisa gugus epoksida (Hill 2000). Konversi epoksida minyak nabati menjadi poliol telah berhasil dilakukan dengan menggunakan alkohol, gliserol, etilen glikol (Hill 2000; Prociak & Bagdal 2006; Wool & Koht 2007; Lye et al. 2007), karbon dioksida (Wilkes et al. 2006) dan asam akrilat (Fies et al. 2007; Wool & Koht 2007). Reaksi pembukaan cincin epoksida minyak nabati dengan asam akrilat menghasilkan poliol terakrilasi yang dapat diaplikasikan untuk cat poliuretan setelah direaksikan dengan isosianat. Reaksi ini secara parsial terkatalisis dengan asam akrilat, tetapi penggunaan katalis tambahan umumnya diperlukan untuk meningkatkan selektifitas dan mencegah terjadinya homopolimerisasi epoksi (Wool & Koht 2007). Saat ini, telah dikembangkan poliol terakrilasi berbahan dasar epoksida minyak kedelai untuk aplikasi cat UV curing (Fies et al. 2007). Indonesia memiliki banyak sumber daya nabati, diantaranya kelapa sawit, kemiri, saga, kapuk, karet dan jarak pagar. Penggunaan minyak nabati di Indonesia sekarang ini sudah mulai berkembang, tidak hanya sebatas sebagai minyak untuk industri kosmetik ataupun pangan, tetapi juga sudah dijadikan bahan bakar (biodiesel), untuk mengurangi penggunaan solar. Akhir-akhir ini jarak pagar (Jatropha curcas) menjadi komoditas primadona karena berpotensi sebagai penghasil bahan bakar nabati (Mulyani et al. 2006). Jarak pagar merupakan tanaman yang sekarang ini banyak diteliti. Shah et al. (2003) melaporkan bahwa kandungan minyak biji jarak pagar tinggi, sekitar 40-60% (b/b). Minyak jarak pagar memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kedelai. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar sudah cukup berkembang di Indonesia, tetapi penggunaan minyak nabati sebagai bahan
baku poliol belum berkembang, padahal di Amerika dan Eropa sudah memasuki skala industri. Poliol dari minyak kedelai dapat disintesis melalui dua cara yaitu: epoksidasi dan hidroformilasi (Petrovic et al. 2002). Sintesis melalui cara epoksidasi dilanjutkan dengan pembukaan cincin lebih cocok untuk aplikasi cat poliuretan karena akan menghasilkan gugus hidroksil pada posisi sekunder sehingga gel time-nya lebih lama dibandingkan jika menggunakan cara hidroformilasi yang menghasilkan poliol dengan gugus hidroksil pada posisi primer. Pengembangan minyak jarak pagar sebagai bahan baku poliol alternatif merupakan salah satu cara mendapatkan bahan baku pelapis poliuretan yang selama ini masih diimpor dan berasal dari bahan baku tidak terbarukan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk menghasilkan poliol dari minyak jarak pagar yang dapat dimanfaatkan untuk bahan pelapis poliuretan. Dalam penelitian ini minyak jarak pagar ditansformasi menjadi poliol melalui reaksi epoksidasi dilanjutkan dengan reaksi pembukaan cincin epoksida. Poliol yang dihasilkan direaksikan dengan isosianat untuk menghasilkan poliuretan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan poliuretan dari minyak jarak pagar yang dapat diaplikasikan sebagai bahan pelapis Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan material alternatif berbasis minyak jarak pagar sebagai bahan baku poliuretan untuk aplikasi bahan pelapis di Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA Minyak Jarak Pagar Jarak pagar (Jatropha curcas, Euphorbiaceae) merupakan tumbuhan semak berkayu yang banyak ditemukan di daerah tropik. Tumbuhan ini dikenal sangat tahan kekeringan dan mudah diperbanyak dengan stek. Walaupun telah lama dikenal sebagai bahan pengobatan dan racun, saat ini ia makin mendapat
perhatian sebagai sumber bahan bakar hayati untuk mesin diesel karena kandungan minyak bijinya. Melihat potensi minyak jarak pagar, pemerintah Indonesia telah mencanangkan pengembangan minyak jarak pagar sebagai sumber energi terbarukan sampai tahun 2010 dengan melakukan melakukan pembudidayaan tanaman jarak
pagar secara besar-besaran. Hal ini terkait dengan potensi tanaman jarak pagar sebagai bahan bakar alternatif untuk menghemat cadangan minyak bumi yang semakin menipis (Hambali et al. 2006). Biji (dengan cangkang) jarak pagar mengandung 20-40% minyak nabati, namun bagian inti biji dapat mengandung 45-60% minyak kasar. Berdasarkan analisis terhadap komposisi asam lemak dari 11 sampel jarak pagar, diketahui bahwa asam lemak yang dominan adalah asam oleat, asam linoleat, asam stearat, dan asam palmitat. Komposisi asam oleat dan asam linoleat bervariasi, sementara dua asam lemak yang tersisa, yang kebetulan merupakan asam lemak jenuh, berada pada komposisi yang relatif tetap (Heller 1996). Struktur kimia minyak
jarak pagar menurut Gubitz et al. (1999) dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Stuktur kimia minyak jarak pagar
Komposisi asam lemak dalam minyak jarak pagar (Jatropha curcas) dibandingkan dengan asam lemak dari minyak sawit dan minyak kedelai, memiliki beberapa kemiripan. Minyak jarak pagar didominasi oleh asam jenis oleat dan asam linoleat, minyak sawit didominasi oleh asam palmitat dan asam oleat sedangkan minyak kedelai didominasi oleh asam linoleat dan asam oleat (Tabel 1). Tabel 1 Komposisi asam lemak dalam minyak biji jarak pagar, minyak sawit, dan minyak kedelai Asam lemak Minyak jarak pagar Miristat 14:0 0 – 0.1 Palmitat 16:0 14.1 – 15.3 Stearat 18:0 3.7 – 9.8 Arakidat 20:0 0 – 0.3 Palmitoleat 16:1 0 – 1.3 Oleat 18:1 34.3 – 45.8 Linoleat 18:2 29.0 – 44.2 Linolenat 18:3 0 – 0.3 Sumber: Gubitz et al. (1999); Rios (2003)
Minyak sawit 0.9 – 1.5 39.2 – 45.8 3.7 – 5.1 0 – 0.04 0 – 0.4 37.4 – 44.1 8.7 – 12.5 0 – 0.6
Minyak kedelai 2.3 – 10.6 2.4 – 6 23.5 – 31 49 – 51.5 2 – 10.5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Adebowale dan Adedire (2006), kandungan trigliserida dalam minyak jarak pagar (Jatropha curcas) menggunakan sampel biji jarak dari Nigeria adalah sebesar 88,2%, digliserida sebesar 2,5%, monogliserida 1,7%, asam lemak bebas 3,4%, lipid polar 2,0%, dan sterol 2,2%. Komposisi asam lemak dan parameter fisiko-kimia berdasarkan penelitian tersebut berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Komposisi asam lemak minyak Jatropha curcas Komposisi Asam palmitat (C16:0) Asam stearat (C18:0) Asam oleat (C18:1) Asam linoleat (C18:2) Asam arakidat (C20:0) Asam arakidoleat (C20:1) Asam behenat (C22:0) Sumber: Adebowale & Adedire (2006).
Persentase 11.3 17.0 12.8 47.3 4.7 1.8 0.6
Tabel 3 Parameter fisiko-kimia minyak Jatropha curcas Parameter Warna Massa jenis Indeks bias Asam lemak bebas (%) Bilangan asam (mg KOH/g) Bilangan saponifikasi (mg KOH/g) Angka Iod (mg.I2.g-1) Angka peroksida (mg reac.O2/g) Sumber: Adebowale & Adedire (2006).
Nilai parameter Merah keemasan 0.8601 1.4735 4.54 4.24 169.9 111.6 3.5
Menurut Shah (2003), biji jarak pagar mengandung 40-60% minyak. Sifat fisik dan kimia dari minyak yang dihasilkan mirip dengan minyak kedelai. Sugita et al. (2007b), melaporkan kromatogram GC-MS dari minyak jarak pagar menunjukkan adanya kandungan asam lemak tak jenuh sebesar 55.14% yang teridentifikasi dalam bentuk metil ester. Berdasarkan kromatogram, ester takjenuh didominasi oleh metil palmitoleat, yaitu sebanyak 54.24%. Keberadaan ester tak jenuh tersebut didukung oleh bilangan iodin metil ester jarak pagar sebesar 97.2574 g I2/100 g. Epoksidasi dan Pembukaan Cincin Epoksida Epoksida atau oksirana merupakan eter siklik yang beranggotakan tiga buah atom. Keregangan cincin dalam molekul membuatnya lebih reaktif dibandingkan dengan eter lainnya. Reaksi epoksida penting dalam sintesis organik, karena epoksida yang terbentuk merupakan zat antara yang dapat diubah menjadi
beraneka
ragam
produk
(Solomon
1980).
Epoksidasi
dengan
menggunakan hidrogen peroksida dan sejumlah katalis bersifat tidak toksik, sehingga berpotensi untuk dikembangkan ke skala industri (Lane & Burges 2002). Pereaksi nukleofilik sangat tidak reaktif terhadap alkena. Alkena dapat bereaksi dengan nukleofil jika atom karbon yang memiliki ikatan rangkap mengikat gugus penarik elektron yang kuat. Senyawa epoksida sering dibuat dengan mereaksikan alkena dengan perasam (asam perbenzoat, asam perasetat, asam mono perftalat dan lain-lain).
Mekanisme reaksi alkena dengan perasam telah dikemukakan oleh Bartlett dalam Dryuk (1976), dimana perasam akan mentransfer atom oksigennya ke alkena. Reaksi epoksidasi alkena dengan perasam merupakan reaksi ordo dua dengan ordo satu untuk masing-masing reaktan (March 1992; Edenborough 1999). Lynch & Pausacker dalam Isaacs (1974) mendapatkan fakta bahwa reaksi epoksidasi dipermudah oleh adanya gugus pendorong elektron pada alkena dan oleh gugus penaruk elektron pada perasam. Hal ini merupakan bukti bahwa alkena berfungsi sebagai nukleofil dan perasam sebagai elektrofil. Pada dasarnya ada empat cara untuk menghasilkan epoksida dari alkena, yaitu (1) epoksidasi dengan asam perkarboksilat, 2) epoksidasi dengan peroksida organik dan anorganik, 3) epoksidasi dengan halohidrin, dan 4) epoksidasi dengan molekul oksigen (Rios 2003). Metode pertama dan kedua lebih bersih dan efisien. Sementara metode ketiga, penggunaan halohidrin sangat berbahaya terhadap lingkungan dan membutuhkan perlakuan khusus. Pada cara keempat, molekul oksigen memiliki selektivitas dan aktivitas yang bergantung pada katalis yang mengandung unsur dari golongan IV-VIB menghasilkan selektivitas yang tinggi, tetapi prosesnya lama, sedangkan untuk katalis yang mengandung unsur dari golongan I, VII, dan VIIIB, proses epoksidasi berlangsung dengan cepat tetapi dengan selektivitas yang rendah (Rios 2003). Asam peroksida dibentuk melalui interaksi antara asam karboksilat dan hidrogen peroksida. Reaksi ini dapat dipersingkat dengan menggunakan hidrogen peroksida yang berlebih (Gall & Greenspan 1955). Pembentukan asam peroksi dengan menggunakan hidrogen peroksida dapat dilakukan dengan empat cara seperti yang dikemukakan oleh Kirk & Othmer (1965), yaitu asam peroksi asetat atau format yang dibentuk terlebih dahulu dan asam asetat atau asam format yang dibentuk secara in situ. Reaksi epoksidasi menggunakan teknik in situ memiliki beberapa keuntungan, antara lain mengurangi pemakaian hidrogen peroksida dan hemat biaya. Broshears et al. (2004), melaporkan senyawa okson dapat digunakan untuk menghasilkan dimetil dioksirana secara in situ dari aseton. Dioksirana kemudian mengoksidasi alkena menjadi epoksida.
Wood & Termini (1958) mengatakan bahwa proses epoksidasi biasanya dilakukan pada suhu 65-75oC. Bila digunakan suhu yang lebih rendah akan memperpanjang waktu epoksidasi dan menurunkan efisiensi epoksidasi. Hasil penelitian Haya (1991) menunjukkan bahwa epoksidasi yang dilakukan pada suhu 100-105oC menghasilkan senyawa epoksida dengan kandungan oksigen oksirana yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan suhu 65-75oC. Proses epoksidasi dapat dipersingkat dengan penggunaan katalis seperti: Amberlite IR120 dan zeolit. Campanella & Baltanas (2005), melaporkan reaksi epoksidasi minyak kedelai yang memiliki komposisi mirip dengan minyak jarak pagar secara teoretis dapat menghasilkan epoksida minyak kedelai dengan bilangan oksirana sebesar 5.5% yang setara dengan 0.34 mol oksigen tiap 100 g epoksida minyak kedelai yang dimaksud. Mannari & Goel (2007) juga melaporkan bahwa epoksida minyak kedelai dapat mencapai bilangan oksirana sebesar 4.2%. Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas, diprediksi minyak jarak pagar bila diepoksidasi memiliki kandungan bilangan oksirana sedikit lebih rendah dari epoksida yang dihasilkan dari minyak kedelai. Nilai bilangan oksirana yang lebih rendah memungkinkan diperolehnya bilangan hidroksil yang lebih rendah pula jika dilakukan reaksi pembukaan cincin epoksida menjadi poliol. Poliol dengan bilangan hidroksil yang lebih rendah memberikan keuntungan untuk aplikasinya sebagai bahan baku pelapis. Epoksida atau oksirana memiliki sifat kimia yang berbeda dengan eter. Pada umumnya eter tidak reaktif tetapi epoksida sangat reaktif terhadap beberapa pereaksi kimia. Cincin epoksida tidak memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 109o, tetapi sudut ikatannya hanya 60o, sehingga orbital yang membentuk ikatan tidak dapat mencapai tumpang tindih secara maksimal. Hal ini menyebabkan cincin epoksida menderita terikan cincin. Adanya polaritas ikatan C-O dan adanya terikan cincin, mengakibatkan epoksida lebih reaktif dibandingkan eter lainnya (Fessenden & Fessenden 1986). Reaksi khas epoksida adalah reaksi pembukaan cincin. Pembukaan cincin epoksida terjadi karena terputusnya satu ikatan antara karbon dan oksigen, yang
dapat berlangsung baik dalam suasana asam maupun basa (Gambar 2). Campanella & Baltanas (2005), telah melakukan penelitian untuk membuka cincin epoksida pada epoksida minyak bunga matahari dan epoksida minyak kedelai menggunakan hidrogen peroksida dan H2SO4 98% sistem cair-cair (polarorganik). Pembukaan cincin epoksida pada minyak nabati juga dapat dilakukan dengan menggunakan asam akrilat (Fies et al. 2007).
O
H O
+H +
Nu
Nu
OH
Gambar 2 Mekanisme reaksi pembukaan cincin epoksida berkatalis asam Pembukaan cincin epoksida juga dapat terjadi dalam suasana basa. Walaupun atom oksigen merupakan gugus pergi yang kurang baik pada reaksi SN2 namun akibat terikan cincin beranggota tiga dari epoksida reaksi pembukaan cincin dapat terjadi. Nukleofil akan menyerang pada atom karbon kurang terintangi untuk menghindari pengaruh sterik pada keadaan transisi. Penyerangan nukelofil pada karbon memenuhi urutan karbon primer>sekunder>tersier (Royall & Harel 1955). Reaksi pembukaan cincin epoksida metil oleat telah dilakukan oleh Rios (2003) dengan menggunakan metanol dan neopentanol pada suhu 60oC dengan ragam nisbah metanol/epoksida 1/1 g/g dan 0.5/1 g/g untuk tiap-tiap penggunaan katalis yang berbeda. Katalis yang digunakan adalah Amberlyst 15 dan SAC 13. Hasil reaksi menunjukkan konversi total epoksida diperoleh setelah 60 menit (rasio metanol/epoksida 0.5/1 g/g) dan 90 menit (rasio metanol/epoksida 1/1 g/g) pada penggunaan katalis SAC 13 sedangkan pada penggunaan katalis Amberlyst 15 konversi epoksida total diperoleh setelah 180 menit (rasio metanol/epoksida 0.5/1 g/g) dan 440 menit (rasio metanol/epoksida 1/1 g/g). Peningkatan rasio metanol/epoksida menghasilkan waktu reaksi yang lebih cepat.
Senyawa hidroksi eter merupakan senyawa utama yang diharapkan dari reaksi pembukaan cincin epoksida metil oleat yang dilakukan oleh Rios (2003), tetapi selektivitas pembentukan senyawa hidroksi eter bukan merupakan fungsi yang linear dari konsentrasi reaktan, kekuatan asam dari katalis dan waktu reaksi. Selain menghasilkan senyawa hidroksi eter reaksi pembukaan cincin epoksida metil oleat juga menghasilkan senyawa keton, senyawa transesterifikasi hidroksieter, dan senyawa transesterifikasi keton. Menurut Mannari & Goel (2007), reaksi pembukaan cincin epoksida dengan asam berbasa dua dapat menghasilkan senyawa hidroksi poliester, sedangkan reaksi pembukaan cincin epoksida dengan asam karboksilat menghasilkan senyawa beta-hidroksi ester (Gambar 3)
OH
O
~~~OOC-R-COO
+ HOOC-R-COOH OOC-R-COO~~~
O HO
Hidroksi poliester
O
+
R-COOH
HO
O O
R
Beta-hidroksi ester Gambar 3 Skema reaksi pembentukan hidroksi poliester dari epoksida
Poliol Poliol merupakan bagian dari teknologi poliuretan yang penting setelah isosianat. Poliol polieter (polipropilen glikol dan triol) yang memiliki bobot molekul 400-10.000 mendominasi aplikasi busa poliuretan. Poliester poliol adalah kelompok penting dari bahan baku uretan untuk aplikasi dalam bidang elastomer, perekat dan lain-lain. Poliester poliol dibuat dari asam adipat dan etilena glikol menjadi polietilen adipat atau butana diol dan asam adipat menjadi polibutilen adipat. Beberapa struktur kimia poliol komersial ditunjukkan pada Gambar 4 (Kricheldorf et al. 2005).
Polypropylene oxide (PPO) poliol
Poliester polycaprolactone diol Gambar 4 Struktur kimia poliol komersial Poliol untuk aplikasi pelapis (coating), rigid foams, dan perekat mengandung cincin aromatik pada strukturnya untuk meningkatkan rigiditas. Poliol ini dapat mengkristal, dan hal ini merupakan aspek penting pada beberapa aplikasi seperti perekat. Minyak castor adalah triol alami dengan bilangan hidroksil 160 mg KOH/g (fungsionalitas = 2,7) (Kricheldorf et al. 2005). Poliol yang dikembangkan khusus dari minyak nabati untuk aplikasi pelapis dilaporkan oleh Mannari & Goel (2007). Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku poliol memiliki beberapa keunggulan antara lain: cocok untuk berbagai jenis permukaan, memiliki gugus fungsi reaktif untuk pengeringan dengan crosslinker, memungkinkan untuk dimodifikasi, lebih murah, dapat diperbaharui, dan tersedia secara komersial. Poliol yang berasal dari minyak
nabati dapat diaplikasikan untuk pelapis berbasis air (waterborne coating) dan pelapis dengan konsentrasi padatan tinggi (high solid coating). Poliol sebagai turunan senyawa yang mengandung gugus fungsi hidroksil dapat berbentuk polimer dan oligomer yang merupakan senyawa antara yang sangat bernilai untuk bahan pelapis sistem poliuretan, sistem pengering melamin dan sistem termoset. Konversi minyak nabati menjadi poliol dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain: epoksidasi dilanjutkan dengan hidrolisis, alkoholisis, hidroformilasi dilanjutkan dengan reduksi, konversi mikrobial dan fungsionalisasi poliol (Mannari & Goel 2007). Reaksi alkoholisis dengan metanol (berlebih) terhadap epoksida minyak nabati dengan adanya asam sebagai katalis dapat menghasilkan poliol. Gambar 5 menunjukkan reaksi epoksida minyak kedelai dengan metanol pada suhu refluks metanol, katalis yang digunakan dapat berupa H2SO4, HBF4, atau zeolit asam menghasilkan poliol dengan bilangan hidroksil 170-173 mg KOH/g (Ionescu 2005).
Poliol nabati Gambar 5 Reaksi alkoholisis epoksida nabati menjadi poliol Budi (2001) telah berhasil melakukan sintesis poliol dari minyak sawit menjadi poliol dengan reagen H2O2 dan HCOOH dengan kondisi optimum reaksi pada suhu 50oC, komposisi reaktan 40% minyak sawit netral dan waktu reaksi 2
jam. Poliol yang dihasilkan mempunyai bilangan hidroksil 148 mg KOH dan telah dicoba untuk aplikasi dalam formulasi busa poliuretan. Karakteristik hasil aplikasinya diperoleh busa berwarna kuning dengan sifat keras dan kaku dan busa berwarna putih dengan sifat lembut dan fleksibel. Analisis serapan IR telah digunakan untuk menjelaskan perbedaan karakteristik fisik tersebut. Gugus hidroksil dalam resin poliol memiliki beberapa fungsi penting dalam bahan pelapis sistem poliuretan (Massingill 2006). Fungsi dan kegunaannya antara lain: gugus hidroksil berperan dalam crosslinking dengan gugus lain, berpengaruh pada daya rekat terhadap substrat logam dan meningkatkan kompatibilitas dengan berbagai jenis resin dan pelarut. Poliuretan Reaksi poliadisi antara isosianat (poliisosianat) dengan poliol akan menghasilkan polimer yang lebih dikenal dengan poliuretan. Poliuretan yang dihasilkan dari reaksi poliadisi ini sangat bervariasi dan kompleks. Kompleksitas polimer disebabkan oleh banyaknya variabel yang mempengaruhi sifat-sifat fisik akhir polimer. Sebagian variabel-variabel tersebut adalah: 1. Bobot molekul dan fungsionalitas poliol dan poliisosianat 2. Sifat-sifat kelarutan komponen dan hasil reaksi 3. Variasi pada kinetika reaksi poliadisi menyebabkan macam-macam efek dan pengendaliannya 4. Penggunaan bermacam-macam katalis, surfaktan, aditif dan filler untuk memodifikasi sifat-sifat fisik dan performa polimer. Isosianat adalah komponen penting dalam teknologi poliuretan. Isosianat yang biasa digunakan dalam pembuatan poliuretan ada dua jenis, yaitu isosianat aromatis dan alifatis. Poliuretan yang dibuat dari isosianat alifatis mempunyai warna yang stabil, tetapi isosianat alifatis kurang reaktif dibandingkan dengan isosianat aromatis dan harga isosianat alifatis lebih mahal. Oleh karena itu, hampir 95% produk poliuretan dihasilkan dari isosianat aromatis, yaitu TDI, MDI dan turunannya. TDI yang digunakan umumnya merupakan campuran dua bentuk molekul yaitu isomer 2,4 dan 2,6 TDI dengan perbandingan 80:20 (Gambar 6).
Beberapa jenis triisosianat juga digunakan dalam aplikasi pelapis dan perekat
seperti trifenilmetana triisosianat (Thomson 2005).
Gambar 6 Strukur molekul isomer TDI Isosianat aromatis kurang cocok untuk aplikasi pelapis dan aplikasi lainnya yang dimungkinkan terkena radiasi sinar matahari dan pengaruh cuaca
yang berlebih karena dapat berubah menjadi kuning (yellowing). Untuk aplikasi pelapis pada kondisi tersebut dibutuhkan isosianat jenis alifatis dan sikloalifatis. Salah satu sikloalifatis isosianat yang populer adalah IPDI. Meskipun isosianat aromatis dapat mengakibatkan yellowing, penggunaannya dalam teknologi pelapis relatif tinggi karena menghasilkan tekstur lapisan film yang lebih keras dibandingkan isosianat alifatis.
Reaktivitas yang tinggi dari senyawa isosianat disebabkan oleh struktur elektroniknya yang dapat beresonansi beresonansi seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Reaktivitas suatu isosianat bergantung pada letak gugus isosianat dan jenis molekul yang melekat. Prinsipnya umumnya isosianat isosianat aromatis lebih reaktif daripada isosianat alifatis. Reaktivitasnya juga bergantung pada suhu dan
perbedaan reaktivitas dua grup gugus isosianat akibat kenaikan suhu.
Gambar 7 Struktur resonansi gugus isosianat Reaksi antara isosianat dengan alkohol alkohol atau gugus hidroksil merupakan reaksi yang paling penting dalam sintesis poliuretan. Menurut Ionescu (2005),
reaksi isosianat dengan alkohol menghasilkan uretan termasuk reaksi eksotermis (Gambar 8). ∆H (24 Kcal/mol)
Isosianat
alkohol
uretan
Gambar 8 Reaksi isosianat dengan alkohol Selain bereaksi dengan gugus hidroksil, isosianat juga dapat bereaksi dengan gugus-gugus lainnya. Isosianat dapat bereaksi dengan asam-asam organik membentuk senyawa antara yang tidak stabil yang terdekomposisi menjadi amida dan CO2. (Gambar 9a). Isosianat bereaksi dengan HCl membentuk adduct yang terdekomposisi kembali pada suhu tinggi (Gambar 9b). Reaksi isosianat dengan anhidrida menghasilkan imida (Gambar 9c). Isosianat juga bereaksi dengan epoksida menghasilkan senyawa siklis – oxazolidon (Gambar 9d). (a) (b)
(c)
(d)
(e)
Isosianat
uretan
allophanat
Gambar 9 Reaksi-reaksi isosianat dengan gugus bukan hidroksil
Katalis dalam teknologi poliuretan memegang peran penting dalam mengontrol reaksi poliol dan isosianat. Senyawa yang mengkatalisis reaksi poliol dan isosianat dapat berjenis nukleofilik (misal: basa amina tersier, garam-garaman dan asam-asam lemah) atau berjenis elektrofilik (misal: senyawa organometalik). (Kricheldorf et al. 2005).
R3N + R'NCO
R' N
C R3
O
R' N
N R3
C
O
NR R3 3
Pembentukan kompleks teraktivasi
R' N
C
O
NR R3 3
+ R"OH
H
O
R"
R' N
C
H O + R' N
OR" C
O
+ NR3
NR R3 3
Gambar 10 Reaksi pembentukan uretan berkatalis amina Senyawa amina adalah salah satu jenis katalis yang sering digunakan sebagai katalis reaksi poliol dengan isosianat. Mekanisme reaksi poliol-isosianat dengan katalis amine diasumsikan terjadi melalui pembentukan kompleks teraktivasi antara amina dan isosianat. Kompleks isosianat teraktivasi kemudian bereaksi dengan alkohol membentuk produk antara. Produk antara selanjutnya terdekomposisi menghasilkan uretan dan katalis terbentuk kembali (gambar 10). Pada senyawa-senyawa yang mengandung gugus hidroksil dengan tingkat keasaman yang tinggi, memungkinkan terjadinya transfer proton dari alkohol ke amina. Film Poliuretan Suatu bahan pelapis (coating) terdiri dari binder (resin polimer), pelarut, pigmen dan bahan pengisi (filler). Bahan pelapis poliuretan memiliki posisi khusus di antara binder alami dan sintetik dalam industri bahan pelapis karena
memiliki daya rekat yang sangat baik terhadap berbagai bahan. Bahan pelapis poliuretan dan varnisnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa grup sebagai berikut: 1. Sistem dua komponen, dimana satu komponen adalah poliisosianat dan komponen kedua adalah poliol dengan aditif. Sistem ini dibuat dengan atau tanpa pelarut. 2. Sistem satu komponen yang dapat kering dengan uap air disekitarnya. Sistem ini dibuat dengan atau tanpa pelarut. 3. Sistem satu komponen yang mengandung campuran poliol dan blocked isosianat. Pada temperatur yang lebih tinggi, isosianat teraktivasi dan bereaksi dengan poliol. Powder coating termasuk dalam kategori ini. 4. Sistem urethan non reaktif yang mengandung poliuretan yang dilarutkan di dalam pelarut. Sistem menjadi kering setelah pelarutnya diuapkan. 5. Uretan alkyds atau uretan oils. 6. Sistem Poliuretan yang terdispersi di air. (Petrovic dalam Kricheldorf et al. 2005). Sistem dua komponen merupakan salah satu kelompok yang cukup berkembang. Dua komponen dalam sistem yaitu isosianat dan poliol serta aditif dicampur kemudian dapat diaplikasikan dengan teknik aplikasi seperti kuas, semprot, roller, dipping dan teknik lainnya. Persyaratan isosianat yang digunakan dalam formulasi harus memiliki tekanan uap yang rendah, sebagai ganti dari penggunaan isosianat murni, isosianat terpolimerisasi, isosianurat atau prepolimer lebih disukai. Metilena diisosianat (MDI), juga digunakan dalam bentuk monomernya karena memiliki tekanan uap yang rendah. Sebagai contoh isosianat yang digunakan dalam industri coating adalah Desmodur L dari Bayer, yang berbasis trimetilol propana dan toluena diisosianat (Kricheldorf et al. 2005). Hasil aplikasi campuran poliol-isosianat atau lebih dikenal sebagai poliuretan akan menghasilkan bahan pelapis dengan kualitas yang beragam. Kualitas lapisan film yang dihasilkan bergantung pada beberapa hal antara lain: jenis resin poliol, jenis isosianat, aditif yang digunakan, metode aplikasi yang dipakai, dan bahan yang dilapis. Pengujian kinerja bahan pelapis dapat dilakukan
dengan menggunakan parameter standar yang menjadi acuan industri seperti ASTM dan JIS (Japanese Industrial Standard). Jenis pengujian lapisan film bahan pelapis yang sering dilakukan antara lain: daya kilap, tingkat kekerasan dan daya rekat. Daya kilap lapisan film pada teknologi bahan pelapis didefinisikan sebagai banyaknya cahaya yang dipantulkan ke mata pengamat oleh permukaan lapisan film (Talbert 2008). Semakin banyak cahaya yang dipantulkan oleh permukaan lapisan film, maka daya kilapnya semakin tinggi. Tingkat kehalusan permukaan lapisan film menentukan banyaknya cahaya yang dipantulkannya, sehingga semakin halus permukaan lapisan film, maka daya kilapnya semakin tinggi. Daya kilap diukur dengan alat fotoelektrik (glossmeter). Sudut refleksi dari glossmeter dapat bermacam-macam yaitu: 20o, 45o, 60o, 90o, atau beberapa nilai lainnya. Dalam penelitian ini digunakan glossmeter bersudut refleksi 60 o. Tingkat kekerasan lapisan film adalah parameter yang penting dari bahan pelapis. Tingkat kekerasan lapisan film bahan pelapis berhubungan dengan kerapuhan dan permeabilitas terhadap air (Talbert 2008). Tingkat kekerasan lapisan film bahan pelapis yang telah dikeringkan atau dalam proses pengeringan dapat diukur dengan menggunakan pensil hardness (metode yang umum digunakan). Tingat kekerasan lapisan film bahan pelapis berpengaruh terhadap ketahanan mekanik dan fleksibilitas. Selain daya kilap dan tingkat kekerasan lapisan film, daya rekat merupakan parameter kualitas bahan pelapis yang penting. Tanpa daya rekat yang cukup, lapisan film bahan pelapis yang memiliki daya kilap, tingkat kekerasan, ketahanan terhadap bahan kimia yang baik menjadi tidak berguna, sehingga dalam formulasi bahan pelapis, daya rekat perlu diperhatikan (Arthur 2007). Pengukuran daya rekat umumnya dilakukan dengan menggunakan metode crosscut test. Metode pengukuran daya rekat lainnya adalah dengan menggunakan tanda “X” yang digoreskan pada lapisan film kemudian dihentakkan dengan selotif berperekat khusus (Talbert 2008).
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : minyak jarak pagar, asam Akrilat (Sigma), natrium hidrogen karbonat (E.Merck), natrium sulfat anhydrous (E.Merck), toluena (E. Merck), aseton (E.Merck), KOH, trietilamin (TEA), NaOH, H3PO4, asam asetat, anhidrida asetat, H2O2, dan toluen diisosianat (TDI) grade industri. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: satu set alat refluk, rotary evaporator, set alat titrasi, erlenmeyer, bekerglass, mantel heater, pengaduk magnetik, hot plate, piknometer, panel test untuk cat, dan tes kit resin dan cat, spektrofotometer FTIR Thermo Nicolet AVATAR 360, Glossmeter BYK Chemie, 3M Crosscut tape, dan Mistubishi Pencil Hardness. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2008 sampai bulan November 2008, di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Riset dan Pengembangan PT Murni Cahaya Pratama Bogor, dan Laboratorium Terpadu UII Yogyakarta. Prosedur Penelitian Penelitian ini secara garis besar terdiri dari tiga tahap, yaitu (1) epoksidasi minyak jarak pagar, (2) pembuatan poliol, dan (3) pembuatan formula yang menghasilkan film poliuretan. Diagram alir pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. 1. Epoksidasi Minyak Jarak Pagar Bahan baku penelitian adalah minyak jarak pagar hasil pengepresan biji jarak pagar yang telah melalui proses deguming dan telah dikarakterisasi bilangan Iod dan bilangan oksirananya. Tahap epoksidasi bertujuan untuk mengkonversi gugus ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh minyak jarak pagar menjadi
epoksida minyak jarak pagar (EJP) menggunakan prosedur yang telah dikembangkan oleh Sugita et al. (2007a). Menurut Sugita et al. (2007a), prosedur epoksidasi minyak jarak pagar adalah sebagai berikut: sebanyak 100 g minyak jarak pagar, 8 ml asam asetat glasial, 29 ml toluena, dan katalis Amberlite IR-120 sebanyak 3% dimasukkan kedalam labu leher tiga yang dilengkapi pengaduk magnet, kemudian larutan kedua yaitu 57,8 g H2O2 35% dalam corong pisah dimasukkan tetes demi tetes kedalam campuran reaksi. Campuran dalam labu leher tiga dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 70oC selama 12 jam. Hasil reaksi dinetralkan dengan larutan NaHCO3, kemudian dimasukkan dalam corong pisah, didiamkan hingga memisah. Selanjutnya lapisan air dibuang, epoksida minyak jarak pagar yang terbentuk dicuci dengan aquades dan dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat. Diagram alir pembuatan EJP disajikan pada Lampiran 2. Epoksida yang dihasilkan dianalisis bilangan Iod, bilangan oksirana dan spektrofotometer Inframerah. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 5. 2. Pembuatan Poliol Pembuatan poliol pada penelitian ini merupakan modifikasi prosedur pembuatan poliol berbasis minyak nabati yang dipatenkan oleh Chasar et al., (2003). Diagram alir pembuatan poliol disajikan pada Lampiran 3. Prosedur pembuatan poliol adalah sebagai berikut: sebanyak 100 g EJP dimasukkan kedalam labu leher tiga, kemudian ditambahkan sejumlah tertentu toluena dan TEA sebagai katalis. Campuran dalam labu leher tiga yang telah dipasang pendingin refluk dipanaskan sambil diaduk menggunakan pengaduk magnet dalam penangas air pada suhu 50oC. Setelah campuran homogen, dan suhu konstan pada 50oC selanjutnya ditambahkan sejumlah asam akrilat (AA). Komposisi reaktan pada pembuatan poliol secara lengkap disajikan pada Tabel 4. Reaksi dilaksanakan variasi waktu yaitu: 60, 120, 180, dan 240 menit. Campuran poliol yang diperoleh selanjutnya dinetralkan dengan NaHCO3 dan dipisahkan fase organiknya dengan corong pisah. Fase organik yang diperoleh
dicuci beberapa kali dengan menambahkan aquades panas kedalam campuran hasil reaksi dalam corong pisah. Campuran dikocok selama 3 menit, kemudian didiamkan selama 30 menit agar poliol terpisah dari air dan sisa reaktan. Lapisan yang berwarna kuning keruh di bagian atas merupakan poliol dan lapisan putih agak bening pada bagian bawah merupakan campuran air dan sisa reaktan. Poliol yang diperoleh selanjutnya ditambah dengan Na2SO4 anhidrat untuk menurunkan kandungan air yang tersisa akibat proses pencucian. Tabel 4 Komposisi reaktan pembuatan poliol Rasio* EJP(g) 1:3
1:2
1:1
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
AA (g)
TEA (g)
6.5 6.5 6.5 6.5 4.3 4.3 4.3 4.3 2.1 2.1 2.1 2.1
0 1.5 3 4.5 0 1.5 3 4.5 0 1.5 3 4.5
Toluena (g) 43.5 42 40.5 39 45.7 44.2 42.7 41.2 47.9 46.4 44.9 43.4
Total (g) 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150
%EJP 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7 66.7
%AA %TEA 4.3 4.3 4.3 4.3 2.9 2.9 2.9 2.9 1.4 1.4 1.4 1.4
0 1 2 3 0 1 2 3 0 1 2 3
*) rasio EJP:AA (mol:mol)
Poliol bebas air yang diperoleh dianalisis bilangan hidroksil, bilangan oksirana, rendemen, dan dianalisis dengan spektrofotometer inframerah. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 5. Berdasarkan nilai bilangan hidroksil, poliol hasil sintesis dikelompokkan menjadi dua yaitu: poliol L.OHV dan poliol H.OHV. Poliol L.OHV adalah poliol dengan nilai bilangan hidroksil lebih kecil dari nilai bilangan hidroksil rata-rata semua perlakuan. Poliol H.OHV adalah poliol dengan nilai bilangan hidroksil lebih besar dari rata-rata.
3. Pembuatan Film Poliuretan Pembuatan film poliuretan pada penelitian ini merupakan modifikasi prosedur pembuatan poliuretan yang dilakukan oleh Kaushiva et al. (2006) dan Kong & Narine (2007). Poliol yang digunakan dalam pembuatan film poliuretan terdiri dari tiga jenis yaitu: poliol L.OHV, poliol H.OHV dan poliol komersial. Diagram alir pembuatan bahan pelapis poliuretan disajikan pada Lampiran 4. Sejumlah poliol tertentu dicampurkan dengan pelarut, dan aditif dalam wadah pencampur. Campuran diaduk hingga merata pada suhu kamar selama 10 menit untuk mendapatkan campuran yang homogen. Dari campuran poliol yang diperoleh, diambil masing-masing 4 mL kemudian dimasukkan dalam dua buah wadah terpisah. Kedalam wadah A ditambahkan 1 ml Isosianat A dan kedalam wadah B ditambahkan 1 mL isosianat B. Campuran diaduk dalam suhu ruang selama 3 menit, kemudian diaplikasikan pada panel ABS yang telah disiapkan. Prosedur ini berlaku untuk poliol L.OHV, poliol H.OHV dan poliol komersial. Hasil aplikasi dibiarkan dalam suhu ruang selama 15 menit untuk menguapkan pelarut yang berada dibawah lapisan film. Selanjutnya, hasil aplikasi dikeringkan dengan oven selama 30 menit pada temperatur 70oC. Setelah dikeluarkan dari oven, panel aplikasi dibiarkan dingin pada suhu kamar selama 24 jam sebelum dilakukan pengujian film poliuretan. Lapisan film poliuretan yang dihasilkan diuji daya kilap, tingkat kekerasan, daya rekat, dan analisis spektrofotometer inframerah. Prosedur pengujian daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekat lapisan film poliuretan disajikan pada lampiran 5. Rancangan Percobaan Dalam pembuatan poliol, untuk mengetahui pengaruh faktor dan atau antar faktor terhadap respon penelitian digunakan alat bantu rancangan percobaan faktorial 3x4x4 dengan tiga faktor yaitu persen asam akrilat (%AA) terhadap EJP, persen katalis TEA (%TEA) dan waktu reaksi dengan setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Faktor %AA dilakukan dengan tiga taraf, yaitu 1,4, 2,9, dan
4,3%, faktor %TEA dengan empat taraf yaitu, 0, 1, 2, dan 3%, sedangkan faktor waktu reaksi dengan empat taraf yaitu, 60, 120, 180, dan 240 menit. Model umum untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut (Sudjana, 1994):
Keterangan:
µ
= nilai pengamatan pengaruh %AA ke-i, %TEA ke-j, dan waktu reaksi ke-k pada ulangan ke-l. = rata-rata sebenarnya = pengaruh %AA taraf ke-i. = pengaruh %TEA pada taraf ke-j = pengaruh waktu reaksi pada taraf ke-k = pengaruh interaksi perlakuan %AA pada taraf ke-i, dan %TEA pada taraf ke-j = pengaruh interaksi perlakuan %TEA pada taraf ke-j, dan waktu reaksi pada taraf ke-k. = pengaruh interaksi perlakuan %AA pada taraf ke-i, dan waktu reaksi pada taraf ke-k = pengaruh interaksi perlakuan %AA pada taraf ke-i, %TEA pada taraf ke-j, dan waktu reaksi pada taraf ke-k = galat, berupa pengaruh acak dari unit eksperimen ke-l dalam kombinasi perlakuan (ijk) Di sisi lain untuk mempelajari proses pembuatan film poliuretan,
rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan ulangan sebanyak tiga kali. Sebagai perlakuan yaitu: (A) jenis poliol (L.OHV, H-OHV, Komersial), dan (B) jenis isosianat (Isosianat A dan Isosianat B). Model umum untuk rancangan percobaan tersebut adalah sebagai berikut (Sudjana, 1994):
Keterangan:
µ
= nilai pengamatan pengaruh jenis poliol ke-i, dan jenis isosianat ke-j pada ulangan ke-k. = rata-rata sebenarnya = pengaruh jenis poliol dan jenis isosianat pada taraf ke-i. = pengaruh jenis isosianat pada taraf ke-j
= pengaruh interaksi perlakuan jenis poliol pada taraf ke-i, dan jenis isosianat pada taraf ke-j = galat, berupa pengaruh acak dari unit eksperimen ke-k dalam kombinasi perlakuan (ij) Parameter yang diamati meliputi tingkat kekerasan, daya kilap, dan daya rekat lapisan film poliuretan. Analisis data Tabulasi data penelitian dianalisis dengan bantuan perangkat lunak Minitab Ver.14 untuk analisis faktorial. Response surface methodology (RSM) digunakan untuk mencari fungsi yang tepat dalam memprediksi respons penelitian (bilangan hidroksil). RSM adalah sekumpulan metode matematika dan teknik statistik yang bertujuan untuk membuat model dan melakukan analisis mengenai respons yang dipengaruhi oleh beberapa variabel (Iriawan & Astuti 2006). Dalam penelitian ini, output RSM berupa grafik respon dan grafik kontur digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel-variabel terhadap respon data penelitian secara visual. Fasilitas output RSM berupa grafik respon dan grafik kontur telah disediakan oleh Mnitab Ver.14 sebagai kelengkapan dari output analisis keragaman desain faktorial yang dipilih dalam rancangan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Epoksidasi Minyak Jarak Pagar Epoksida minyak jarak pagar (EJP) yang dihasilkan dalam penelitian ini memiliki warna yang relatif sama dengan minyak jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku. Minyak jarak pagar sebagai bahan baku utama penelitian diperoleh dari BPPT Serpong Jawa Barat. Minyak diambil dari hasil pengepresan biji jarak pagar menggunakan unit pengepres yang dimiliki oleh BPPT, kemudian dilanjutkan dengan proses degumming sehingga diperoleh minyak jarak pagar yang terbebas dari kandungan getah/lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, dan poliol tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Analisis bilangan iodin dan bilangan oksirana yang dilakukan terhadap EJP yang dipisahkan dari campuran reaksi dan telah dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat memberikan hasil sebagaimana disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Kualitas Minyak Jarak Pagar dan EJP Parameter
Minyak Jarak Pagar
EJP
Bilangan iodin (g I2/100g)
108.9
10.8
Bilangan Oxirana (%)
0.04
3.15
Tabel 5 memperlihatkan nilai bilangan iodin minyak jarak pagar sebesar 108,9 g I2/100g menurun pada EJP menjadi 10,8 g I2/100g, sebaliknya bilangan oksirana pada EJP meningkat dibandingkan bilangan oksirana minyak menjadi sebesar 3,15%. Penurunan bilangan iod yang terjadi mengindikasikan terjadinya proses oksidasi ikatan rangkap akibat perlakuan penelitian, sedangkan peningkatan bilangan oksirana mengindikasikan telah terbentuk cincin epoksida sebagai salah satu produk oksidasi ikatan rangkap yang terdapat pada minyak jarak. Reaksi pembentukan epoksida dari minyak nabati telah dilaporkan oleh Hill (2000); Guner et al. (2006); Sugita et al. (2007a); dan Meyer et al. (2008).
C C
O
O H
R
C O
C C
O
+
H
O
C
R
O
Gambar 11 Mekanisme reaksi epoksidasi menggunakan asam perkarboksilat Gambar 11 menggambarkan mekanisme reaksi epoksidasi ikatan rangkap menggunakan asam perkarboksilat dalam suasana asam yang termasuk reaksi adisi elektrofilik (Edenborough 1999). Epoksida yang terbentuk merupakan senyawa antara yang dapat bereaksi lebih lanjut membentuk senyawa diol dengan adanya nukleofil. Gugus pergi berupa anion karboksilat dapat bereaksi lebih lanjut dengan epoksida terprotonasi membentuk asam konjungat yaitu asam karboksilat dan epoksida netral. Nilai bilangan oksirana EJP sebesar 3,15% yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil yang diperoleh oleh Meyer et al. (2008) sebesar 4,75% menggunakan pereaksi HCOOH dan H2O2 50%, suhu 50oC dan waktu reaksi 5 jam. Rendahnya bilangan oksirana diduga disebabkan oleh penggunaan H2O2 yang berlebih yang dapat menyebabkan reaksi pembukaan cincin epoksida dari EJP. Selain itu, pembukaan cincin juga diduga karena katalis Amberlite IR-120 yang digunakan merupakan resin asam penukar kation. Persentase EJP hasil epoksidasi yang diperoleh dapat berkurang akibat adanya serangan nukleofil terhadap cincin epoksida menghasilkan senyawa diol. Serangan nukleofil terhadap cincin epoksida dapat terjadi dalam suasana asam maupun basa. Secara umum, mekanisme reaksi pembentukan diol dalam suasana asam dapat dilihat pada Gambar 12.
Suasana asam
+H
O
H O
+
OH
Nu
Nu Suasana basa
O
SN2
OH
O
H
OH
HO
OH
+
OH
OH
Gambar 12 Mekanisme reaksi pembentukan diol Hasil analisis menunjukkan dalam penelitian ini telah terbentuk gugus hidroksil pada produk EJP akibat reaksi samping epoksida dengan sisa peroksida, H2O, dan asam asetat. Reaksi pembukaan cincin epoksida oleh sisa peroksida dalam campuran reaksi yang dikatalis asam didukung oleh penelitian yang dilaporkan oleh Campanella & Baltanas (2005), dimana pada kondisi tersebut reaksi pembukaan cincin secara kinetik memiliki Ea = 16,3 ±0,72 kkal/mol. Lama waktu reaksi sebesar 12 jam yang digunakan dalam proses epoksidasi pada penelitian ini juga diduga menjadi penyebab terjadinya reaksi pembukaan cincin epoksida. Hasil penelitian yang dilaporkan Chou & Chang (1986); Gan et al. (1992); dan Rangarajan et al. (1995), waktu reaksi proses epoksidasi yang dapat meminimalkan reaksi pembukaan cincin adalah 4 jam. Reaksi epoksidasi minyak jarak pagar menjadi EJP memiliki energi aktivasi sebesar 45,43 kJ/mol (Sugita et al. 2007b) yang setara dengan 10,86 kkal/mol relatif lebih rendah dibandingkan energi aktivasi reaksi pembukaan cincin sebesar 16,3 kkal/mol (Campanella & Baltanas 2005). Secara teoretis reaksi epoksidasi minyak jarak pagar menghasilkan EJP lebih dominan dibandingkan reaksi pembukaan cincinnya. Namun demikian, perbedaan energi
aktivasi yang juga relatif kecil tersebut tetap memungkinkan terjadinya reaksi pembukaan cincin epoksida sehingga sebagian produk EJP telah mengalami reaksi pembukaan cincin. Gambar 13 menunjukkan reaksi pembukaan cincin epoksida minyak nabati oleh adanya air, peroksida, asam karboksilat dan asam peroksikarboksilat dalam suasana asam (Campanella & Baltanas 2005). Bilangan oksirana EJP yang relatif rendah dalam penelitian diprediksi disebabkan oleh reaksi ini.
Gambar 13 Reaksi Pembukaan cincin epoksida minyak nabati Berdasarkan hasil analisis FTIR produk epoksidasi (Lampiran 7), spektrum EJP menunjukkan adanya serapan untuk gugus -OH, C-O, C=O, dan oksirana berturut-turut diperoleh pada bilangan gelombang 3472 cm-1, 1241 cm-1; 1743 cm-1; 1169 cm-1 dan 723 cm-1. Munculnya pita serapan yang melebar pada 3472 cm-1 menunjukkan adanya gugus hidroksil yang terbentuk akibat reaksi pembukaan cincin epoksida. Serapan pada bilangan gelombang 1377 cm-1
memberikan indikasi adanya gugus hidroksil sekunder, sehingga dapat disimpulkan gugus hidroksil yang terbentuk adalah gugus hidroksil yang terikat pada atom C sekunder.
Pembuatan Poliol Poliol yang dihasilkan pada penelitian ini berwujud cair agak kental berwarna kekuningan. Gambar 14 memperlihatkan perbedaan warna poliol hasil sintesis dibandingkan poliol komersial, minyak jarak pagar dan isosianat. Warna
kekuningan yang tampak pada minyak jarak pagar, EJP, dan poliol hasil sintesis diprediksi berasal dari senyawa pengotor berwarna yang belum mampu dipisahkan dari bahan baku minyak jarak pagar pada proses pemurnian minyak. Senyawa beta karoten yang berwarna kuning merupakan salah satu senyawa yang lazim terdapat pada bahan nabati termasuk minyak minyak jarak pagar. Proses preparasi minyak yang lebih optimal diprediksi dapat mengurangi hingga menghilangkan warna kuning pada produk akhir poliol berbasis minyak jarak pagar ini.
Keterangan: MINYAK EJP K L.OHV H.OHV ISO
: Minyak jarak pagar; : Epoksida jarak pagar; : Poliol komersial; : Poliol sintesis dengan bilangan hidroksil rendah; : Poliol sintesis dengan bilangan hidroksil tinggi; : Isosianat
Gambar 14 Hasil sintesis poliol dari minyak jarak pagar Bahan baku pembuatan poliol minyak jarak pagar adalah EJP hasil epoksidasi minyak jarak pagar pada tahap sebelumnya. Dalam penelitian ini,
reaksi pembukaan cincin epoksida pada EJP menjadi poliol dilakukan dengan menggunakan pereaksi utama asam akrilat mengacu pada prosedur yang dilaporkan oleh Chasar et al. (2003) yang telah dimodifikasi. Penggunakan TEA selain sebagai katalis reaksi juga dimaksudkan untuk mengurangi terjadinya reaksi oligomerisasi (Wool & Koht 2007). Transformasi EJP menjadi poliol pada berbagai ragam %AA, %TEA dan waktu reaksi telah berhasil dilakukan pada penelitian ini. Variasi %AA, %TEA dan waktu reaksi sebanyak 48 jenis perlakukan dengan tiga kali ulangan menghasilkan respon bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen reaksi yang berbeda-beda. Data pengujian poliol hasil sintesis meliputi: bilangan hidroksil, bilangan oksirana, dan rendemen hasil reaksi dapat dilihat pada Lampiran 6. Data hasil analisis menunjukkan bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen poliol berturut-turut berkisar 70.23 – 134,96 mg KOH/g, 0,03 – 0,14 % dan 58,93 – 91,53%. Data bilangan hidroksil yang lengkap digunakan untuk mempelajari pengaruh asam akrilat, katalis TEA, dan waktu reaksi terhadap pencapaian bilangan hidroksil poliol. Bilangan hidroksil merupakan parameter utama kualitas poliol yang digunakan untuk perhitungan dalam reaksinya dengan isosianat menghasilkan poliuretan. Data bilangan oksirana poliol pada semua ragam perlakuan menunjukkan penurunan dibandingkan dengan data bilangan oksirana sebesar 3,15% pada EJP, hal ini mengindikasikan bahwa reaksi pembukaan cincin epoksida pada penelitian ini berhasil. Salah satu bukti hasil reaksi pembukaan cincin oksirana adalah terbentuknya gugus hidroksil yang ditunjukkan oleh hasil analisis bilangan hidroksil. Penurunan bilangan oksirana tidak secara linier berimbas terhadap kenaikan bilangan hidroksil sebab reaksi pembukaan cincin epoksida diduga menghasilkan produk yang beragam selain poliol. Dugaan produk dari hasil reaksi pembukaan epoksida dapat dilihat pada Gambar 13. Rendemen poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar antara 58,93% dan 91,53% dengan rata-rata 80,24%. Rendemen terendah terjadi pada kondisi reaksi 1,4% AA, 2% TEA dan waktu reaksi 120 menit, sedangkan
rendemen tertinggi dicapai pada penggunaan 2,9% AA, 3% TEA dan waktu reaksi 180 menit. Data rendemen poliol sintesis secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis keragaman terhadap rendemen poliol menunjukkan bahwa %AA, %TEA, dan waktu reaksi berpengaruh secara nyata terhadap rendemen poliol yang dihasilkan. Variasi level %AA. %TEA
dan waktu reaksi secara
parsial dapat digunakan untuk memprediksi penurunan atau peningkatan rendemen dari poliol yang dihasilkan. Analisis keragaman rendemen poliol ditunjukkan pada Lampiran 8. Reaksi pembukaan cincin epoksida minyak nabati dengan asam akrilat dapat menghasilkan senyawa beta hidroksi ester (Guner et al. 2005; Mannari & Goel 2007). Berdasarkan hasil analisis, bilangan hidroksil poliol minyak jarak pagar yang dihasilkan meningkat secara signifikan dengan meningkatnya %AA. Grafik peningkatan bilangan hidroksil akibat peningkatan %AA disajikan pada Gambar 15. 140
Bilangan Hidroksil (mg KOH/g)
130
119.23
120 110 94.18
100 90 80
79.34
70 60 50 40 1.4
2.9
4.3
%AA
Gambar 15 Pengaruh parsial %AA terhadap bilangan hidroksil Gambar
15
menunjukkan
peningkatan
bilangan
hidroksil
akibat
peningkatan %AA yang cukup signifikan. Peningkatan bilangan hidroksil disebabkan oleh asam akrilat merupakan donor proton yang baik yang dapat
mengkatalisis reaksi pembukaan cincin epoksida. Kelimpahan proton dalam campuran reaksi yang berasal dari asam akrilat menyebabkan terbentuknya cincin epoksida yang terprotonasi dalam suasana asam. Serangan nukleofil akrilat terhadap cincin epoksida terprotonasi menghasilkan senyawa beta hidroksi ester akrilat. Fungsi utama penggunaan TEA dalam penelitian ini adalah sebagai katalis dan penghambat terjadinya reaksi oligomerisasi (Mannari & Goel 2007). Reaksi oligomerisasi dapat terjadi akibat peningkatan konsentrasi H+ yang berasal dari asam akrilat. Pengaruh penggunaan TEA terhadap bilangan hidroksil secara parsial dapat dilihat pada Gambar 16. 120
Bilangan Hidroksil (mg KOH/g)
110
103.51
100 90
87.49
108.74
90.58
80 70 60 50 40 0
1
2
3
%TEA
Gambar 16 Pengaruh parsial %TEA terhadap bilangan hidroksil Pada konsentrasi TEA yang rendah, poliol yang dihasilkan cenderung memiliki bilangan hidroksil yang rendah karena sebagian gugus epoksida terkonversi menjadi dimer, trimer, dan atau oligomer. Penggunaan TEA pada konsentrasi yang tinggi dapat menekan terjadinya reaksi oligomerisasi, tetapi penggunaan TEA dengan konsentrasi berlebihan justru diprediksi dapat memperlambat reaksi pembukaan cincin epoksida karena terjadi netralisasi proton dari asam akrilat oleh sifat basa dari TEA.
120
Bilangan Hidroksil (mg KOH/g)
110 100
94.21
96.29
99.90
99.92
180
240
90 80 70 60 50 40 60
120
Waktu Re aksi (Menit)
Gambar 17 Pengaruh parsial waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil Pengaruh parsial waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil poliol pada Gambar 17 menunjukkan pola peningkatan bilangan hidroksil dengan nilai yang relatif kecil. Peningkatan bilangan hidroksil hanya berkisar antara 0,02 – 3,61 mg KOH/g untuk tiap kenaikan waktu 60 menit. Waktu reaksi 180 menit terlihat cukup efisien untuk menghasilkan poliol dengan bilangan hidroksil 99,90 mg KOH/g. Reaksi pembukaan cincin epoksida tidak memerlukan waktu yang lama karena protonasi epoksida oleh H+ dari asam akrilat cukup efektif untuk terjadinya reaksi ini. Hasil analisis keragaman terhadap bilangan hidroksil poliol menunjukkan bahwa %AA, %TEA dan waktu reaksi berpengaruh nyata terhadap bilangan hidroksil. Hasil analisis secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 7. Gambar 18 memperlihatkan respon bilangan hidroksil pada variasi %AA dan waktu reaksi. Pengaruh variasi %TEA belum bisa terlihat pada grafik tersebut, pengaruh variasi %TEA dapat dilihat secara jelas pada grafik kontur yang ditunjukkan pada Gambar 18. Pembahasan selanjutnya, karena grafik respon hanya memperlihatkan dua buah variabel dari tiga variabel yang ada, maka pengaruh ketiga variabel secara bersama-sama terhadap respon ditunjukkan melalui grafik kontur.
Gambar 18 Respons bilangan hidroksil pada variasi %AA dan waktu reaksi Pada Gambar 18, memperlihatkan terjadinya kenaikan bilangan hidroksil
poliol apabila %AA bertambah besar, sedangkan kenaikan waktu reaksi memberikan pengaruh relatif kecil terhadap kenaikan bilangan hidroksil. Kenaikan bilangan hidroksil akibat peningkatan %AA secara jelas terlihat lebih tinggi dibandingkan kenaikan bilangan hidroksil yang disebabkan oleh kenaikan
waktu reaksi. Gambar 19 memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai pengaruh waktu reaksi dan %AA pada variasi penggunaan katalis TEA. Kenaikan %TEA secara konsisten menyebabkan menyebabkan kenaikan bilangan hidroksil. Pada kondisi AA 4.0% dan waktu reaksi 60 menit, penggunaan TEA 0% menyebabkan kisaran bilangan hidroksil 90 – 100 mg KOH/g (Gambar 19a), sedangkan pada penggunaan TEA 1% ternyata bilangan hidroksil berada pada kisaran 100-110 mg
KOH/g (Gambar 19b). Pola yang sama terjadi pada penggunaan TEA 2% dan 3% yang berturut-turut menghasilkan bilangan hidroksil pada kisaran 110-120 mg KOH/g dan 120-130 mg KOH/g (Gambar 19c dan 19d).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 19 Pengaruh waktu reaksi dan %AA pada %TEA 0% (a), 1% (b), 2% (c) dan 3% (d) terhadap bilangan hidroksil
Gambar 20 Respons bilangan hidroksil pada variasi %AA dan %TEA
Pengaruh variasi %AA dan %TEA terhadap respon bilangan hidroksil
dapat dilihat pada Gambar 20. Kenaikan %AA secara siginifikan meningkatkan respon bilangan hidroksil poliol. Kenaikan %TEA juga berpengaruh signifikan terhadap kenaikan bilangan hidroksil, namun pada konsentrasi TEA yang lebih tinggi dari 2,5% memberikan respon yang relatif stabil. Hasil ini mengindikasikan pada konsentrasi TEA lebih besar dari 2,5%, kenaikan %TEA tidak memberikan dampak yang berarti terhadap bilangan hidroksil. Penggunaan katalis diprediksi optimal pada %TEA sebesar 3% pada berbagai variasi %AA dan waktu reaksi.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 21 Pengaruh %AA dan %TEA pada waktu reaksi 60 menit (a), 120 menit (b), 180 menit (c) dan 240 menit (d) terhadap bilangan hidroksil Gambar 21 memberikan informasi lebih lanjut mengenai pengaruh %TEA dan %AA pada variasi waktu reaksi. Kenaikan waktu reaksi pada %AA dan %TEA berpengaruh kecil terhadap peningkatan bilangan hidroksil poliol. Sebagai gambaran, pada waktu reaksi 60 menit, AA 1,5% dan TEA 0%, poliol memiliki
bilangan hidroksil kurang dari 70 mg KOH/g, sedangkan pada waktu reaksi 240 menit dengan kondisi AA dan TEA yang sama diperoleh bilangan hidroksil
kurang dari 80 mg KOH/g. Pola yang sama terjadi pada hampir seluruh kombinasi variabel AA dan TEA.
Gambar 22 Respons bilangan hidroksil pada variasi %TEA dan waktu reaksi Respon bilangan hidroksil pada variasi %TEA dan waktu reaksi pada
Gambar 22 menunjukkan kenaikan waktu reaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap peningkatan bilangan bilangan hidroksil, hal yang sama telah diperlihatkan pada interaksi antara waktu reaksi dan %AA terhadap respon bilangan hidroksil
(Gambar 18). Disisi lain, kenaikan %TEA berpengaruh terhadap kenaikan bilangan hidroksil poliol. Pola respon bilangan hidroksil akibat pengaruh variasi %TEA juga sejenis dengan pola sebelumya pada Gambar 20. Berdasarkan respon bilangan hidroksil akibat variasi %AA, %TEA dan waktu reaksi yang ditunjukkan oleh Gambar 18, 20 dan 22, peningkatan bilangan hidroksil dipengaruhi secara dominan oleh variabel %AA dan %TEA, sedangkan waktu reaksi merupakan variabel yang tidak dominan. Meskipun terjadi kenaikan bilangan hidroksil akibat kenaikan waktu reaksi namun kenaikan tersebut tidak
cukup tinggi.
Gambar 22 memperlihatkan pengaruh %TEA dan waktu reaksi pada penggunaan AA 1,4%, 2,9% dan 4,3% terhadap respon bilangan hidroksil. Pola grafik secara umum menunjukkan variasi waktu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap bilangan hidroksil poliol seperti pada grafik respon. Grafik kontur
menunjukkan kenaikan %TEA mampu meningkatkan bilangan hidroksil secara konsisten pada berbagai level %AA yang digunakan. Pengaruh %TEA lebih dominan dibandingkan pengaruh waktu reaksi terhadap bilangan hidroksil poliol.
(a)
(b)
(c)
Gambar 23 Pengaruh %TEA dan waktu reaksi pada %AA 1,4% (a), 2,9% (b), dan (c) 4,3% terhadap bilangan hidroksil Penggunaan TEA 1% dan waktu reaksi 60 menit, poliol yang dihasilkan berdasarkan Gambar 23a memiliki bilangan hidroksil pada kisaran 70-75 mg
KOH/g. Pada Gambar 23b, penggunaan TEA 1% dan waktu reaksi 60 menit, poliol yang dihasilkan memiliki bilangan hidroksil pada kisaran 85-90 mg KOH/g. Sedangkan, pada Gambar 23c, penggunaan TEA 1% dan waktu reaksi 60
menit, poliol yang dihasilkan memiliki bilangan hidroksil hidroksil pada kisaran 110-115
mg KOH/g. Hasil ini menunjukkan %AA berpengaruh kuat terhadap bilangan hidroksil poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini. Bilangan hidroksil poliol hasil sintesis yang dihasilkan dari penelitian ini berada pada kisaran 70.23 – 134,92 mg KOH/g, lebih rendah dari prediksi teoretis 230 – 240 mg KOH/g dengan asumsi fungsionalitas EJP memiliki 3 gugus epoksida/mol. Bilangan hidroksil poliol yang lebih rendah diduga disebabkan oleh terjadinya reaksi-reaksi antara gugus hidroksil yang terbentuk dan gugus epoksida membentuk dimer, trimer atau oligomer. Reaksi oligomerisasi dapat terjadi lebih cepat dengan adanya H+ dari asam akrilat. Secara fisik, reaksi oligomerisasi ditandai dengan kenaikan viskositas poliol akibat kenaikan bobot molekul poliol (Ionescu 2005). Dalam
penelitian
ini,
upaya
untuk
mencegah
terjadinya
reaksi
oligomerisasi telah dilakukan dengan menambahkan katalis TEA yang bersifat basa sehingga diharapkan dapat menurunkan konsentrasi H+ dalam campuran reaksi. Mannari & Goel (2007), melaporkan poliol yang dihasilkan dari epoksida minyak kedelai yang secara teoretis memiliki bilangan hidroksil 440-450 mg KOH/g, tetapi akibat dari terjadinya reaksi oligomerisasi poliol yang dihasilkan hanya memiliki bilangan hidroksil pada kisaran 200 – 250 mg KOH/g. Hasil tersebut sebanding dengan capaian bilangan hidroksil poliol yang dihasilkan dalam penelitian ini. Penggunaan TEA selain berfungsi sebagai katalis dan mencegah terjadinya reaksi oligomerisasi, juga berfungsi lebih lanjut dalam mengkatalis reaksi poliol dengan isosianat dalam reaksi pembentukan poliuretan. Reaksi pembukaan cincin epoksida selain dengan menggunakan asam akrilat seperti yang telah dilaporkan, juga dapat dilakukan dengan cara hidrolisis, alkoholisis dan hidrogenolisis (Ionescu 2005). Reaksi pembukaan cincin epoksida dengan menggunakan alkohol dapat menghasilkan senyawa beta hidroksi eter dan keton (Rios 2003). Hasil transformasi gugus epoksida menjadi gugus hidroksil pada epoksida minyak nabati lebih dikenal sebagai poliol oleokimia. Penggunaan asam akrilat dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan target aplikasi produk yang diinginkan yaitu sebagai bahan pelapis poliuretan.
Senyawa beta hidroksi ester yang terbentuk sebagai hasil reaksi antara EJP dan asam akrilat secara teoretis menyediakan gugus hidroksil sekunder yang dapat direaksikan dengan isosianat menghasilkan poliuretan. Adanya ikatan rangkap pada rantai ujung ester akrilat memungkinkan terjadinya reaksi lanjutan menghasilkan polimer dengan bobot molekul yang lebih besar. Gugus akrilat dalam matrik polimer yang akan terbentuk setelah direaksikan dengan isosianat diharapkan dapat memberikan karakter keras yang dibutuhkan dalam aplikasi pelapis. Pembuatan Bahan Pelapis Poliuretan Pembuatan bahan pelapis poliuretan berbasis minyak jarak pagar dilakukan dengan tahap-tahap, yaitu 1) pencampuran poliol dengan pelarut dan aditif; 2) penambahan isosianat dengan rasio molar ekuivalen dengan poliol; 3) pelapisan pada panel plastik ABS; 4) penguapan pelarut; 5) pengeringan oven bersuhu 70oC selama 30 menit; dan 6) pendinginan. Pembuatan film poliuretan dilakukan dengan tiga jenis poliol, yaitu poliol L.OHV, poliol H.OHV, dan poliol komersial. Jenis isosianat yang digunakan terdiri dari dua jenis, yaitu isosianat A dan isosianat B. Bahan pelapis poliuretan dalam penelitian ini dibuat dari poliol dari minyak jarak pagar. Poliol yang digunakan pada tahap ini merupakan hasil sintesis yang dipisahkan menjadi dua kelompok dan dilakukan analisis ulang bilangan hidroksil. Poliol dengan bilangan hidroksil 81,28 mg KOH/g disebut dengan poliol L.OHV, sedangkan poliol dengan bilangan hidroksil 117,43 mg KOH/g disebut dengan poliol H.OHV. Lapisan film poliuretan dari poliol hasil sintesis menampakkan warna film agak kekuningan dibandingkan film poliuretan dari poliol komersial. Warna kuning pada poliol sintesis diduga disebabkan adanya pengotor dalam bahan baku poliol. Penyempurnaan proses preparasi bahan baku minyak jarak pagar diprediksi dapat mengurangi timbulnya warna kuning pada film poliuretan. Hasil analisis lapisan film poliuretan yang dihasilkan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Hasil Uji Film Poliuretan Jenis Isosianat Iso A Iso B Iso A Iso B Iso A Iso B
Jenis Poliol L.OHV H.OHV Komersial Keterangan :
Daya Kilapa) 901 911 901 891 951 961
932 892 902 912 972 992
913 853 883 943 943 963
Tingkat kekerasanb) 31 32 33 31 32 23 31 32 43 31 42 33 31 32 43 41 42 33
Daya rekat (Adhesi)c) 901 952 953 981 912 863 941 902 913 961 922 893 1001 982 1003 991 952 973
1
ulangan ke-1; 2 ulangan ke-2; 3 ulangan ke-3 diukur dengan glossmeter bersudut 60o b) (data hasil konversi) diukur dengan Mitsubishi pencil hardness c) diukur dengan metode crosscut test a)
Dalam teknologi poliuretan, bilangan hidroksil didefinisikan sebagai banyaknya gugus hidroksil yang dapat bereaksi dengan isosianat (Ionescu 2005). Persen hidroksil (%OH) juga dapat digunakan untuk menunjukkan banyaknya gugus hidroksil dalam poliol. Konversi bilangan hidroksil menjadi %OH dapat dilakukan dengan membagi bilangan hidroksil dengan 33. Jika bilangan hidroksil poliol dan kandungan NCO dalam isosianat diketahui, maka dapat dihitung jumlah stoikiometrik poliol dan isosianat yang ekuivalen menggunakan persamaan berikut:
! dengan, a = bobot isosianat b = bobot poliol x = % NCO dalam isosianat y = %OH dalam poliol Berdasarkan perhitungan di atas, bobot poliol dan isosianat yang digunakan dalam formulasi dapat ditentukan secara tepat. Perhitungan ini perlu dilakukan untuk mencegah kelebihan salah satu komponen terhadap komponen lainnya yang dapat berpengaruh terhadap kualitas film poliuretan. Pembuatan film
poliuretan diawali dengan pencampuran poliol dengan pelarut, aditif, dan dilanjutkan dengan pencampuran dengan isosianat. Kelebihan
jumlah
komponen
poliol
dalam
formulasi
poliuretan
menyebabkan adanya sisa gugus hidroksil yang tidak bereaksi dengan isosianat. Lapisan film poliuretan yang mengandung sisa gugus hidroksil mengakibatkan terbentuknya rantai polimer yang tidak sempurna. Dalam tahap awal polimerisasi, sisa gugus hidroksil menyebabkan lapisan film lambat kering, sedangkan lapisan film dengan gugus hidroksil bebas cenderung bersifat hidrofil sehingga mudah rusak oleh pengaruh uap air. Kelebihan jumlah komponen isosianat dalam formulasi poliuretan menyebabkan lapisan film poliuretan rapuh karena sisa
Bobot molekul rata-rata
isosianat dalam lapisan film bereaksi dengan uap air dari udara.
OH terminated polyurethane
0.5
-NCO terminated polyurethane
1
1.5
Rasio molar [NCO]/[OH]
Gambar 24 Pengaruh Rasio Molar [NCO]/[OH] terhadap bobot molekul rata-rata poliuretan Menurut Ionescu (2005), reaksi pembentukan poliuretan termasuk reaksi poliadisi sehingga rasio antara gugus reaktif dalam hal ini adalah rasio NCO terhadap gugus hidroksil memiliki pengaruh yang kuat terhadap bobot molekul poliuretan yang dihasilkan. Bobot molekul optimal dapat diperoleh pada rasio molar [NCO]/[OH] = 1. Kelebihan sedikit salah satu komponen (poliol atau
isosianat), secara drastis menurunkan bobot molekul poliuretan yang dihasilkan seperti ditunjukkan pada Gambar 24. Lapisan film poliuretan yang terbentuk merupakan hasil reaksi gugus hidroksil pada poliol dengan gugus NCO pada isosianat membentuk ikatan uretan. Reaksi poliol dengan isosianat membentuk ikatan uretan dapat dilihat pada Gambar 8. Sisa katalis TEA yang masih ada pada poliol sintesis dapat berfungsi sebagai katalis dalam reaksi ini. Lapisan film poliuretan yang terbentuk selanjutnya dianalisis daya kilap, tingkat kekerasan dan daya rekatnya. Berdasarkan hasil analisis keragaman pada lampiran 9, 10 dan 11 diketahui bahwa jenis poliol dan jenis isosianat yang digunakan hanya berpengaruh terhadap daya kilap dan tingkat kekerasan. Daya kilap lapisan film yang berasal dari poliol komersial secara statistik tampak lebih baik dibandingkan dengan poliol hasil sintesis, tetapi secara visual relatif seimbang (Gambar 25).
Daya Kilap (%)
100 90 80 Iso A
70
Iso B
60 50 L.OHV
H.OHV
Komersial
Jenis Poliol Gambar 25 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan isosianat yang berbeda terhadap daya kilap lapisan film Selanjutnya berdasarkan analisis keragaman pada Lampiran 9, jenis isosianat tidak berpengaruh terhadap daya kilap film poliuretan yang dihasilkan secara signifikan, tetapi nampak dari Gambar 25, penggunaan isosianat A pada poliol L.OHV menghasilkan film dengan daya kilap lebih baik dibandingkan pada poliol H.OHV, tetapi penggunaan isosianat B berpengaruh sebaliknya.
Daya kilap lapisan film tergantung pada tingkat kehalusan lapisan film kering yang terbentuk (Talbert 2008). Permukaan lapisan film yang halus dapat menghasilkan daya kilap yang tinggi, sebaliknya permukaan lapisan film yang kasar menghasilkan daya kilap rendah. Daya kilap juga didefinisikan kemampuan permukaan lapisan film untuk memantulkan kembali sejumlah cahaya. Kekerasan
merupakan
ukuran
ketahanan
film
terhadap
lekukan
permukaan, gesekan, dan goresan. Sifat mekanis ini sangat penting bagi lapisan film untuk bertahan dari keausan akibat gesekan dan goresan. Menurut Marino (2003), kekerasan sangat diperlukan baik pada lapisan film yang digunakan untuk pemakaian di dalam (interior) maupun untuk pemakaian di luar (eksterior).
Tingkat Kekerasan
4
3 Iso A
2
Iso B 1
0 L.OHV
H.OHV
Komersial
Jenis Poliol
Gambar 26 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan Isosianat yang berbeda terhadap tingkat kekerasan lapisan film Gambar 26 menunjukkan tingkat kekerasan lapisan film bahan pelapis poliuretan yang berasal dari poliol dengan nilai bilangan hidroksil yang tinggi cenderung memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan bilangan hidroksil meningkatkan kemampuan pembentukan ikatan dengan isosianat. Semakin banyak ikatan (jaringan) yang terbentuk dalam matrik polimer, maka semakin keras lapisan film yang dihasilkan. Analisis keragaman pada Lampiran 10 menunjukkan, jenis poliol dan jenis isosianat tidak berpengaruh terhadap tingkat kekerasan film poliuretan yang dihasilkan.
Tingkat kekerasan film poliuretan dari poliol komersial menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan film poliuretan dari poliol sintesis dengan bilangan hidroksil yang bersesuaian meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Karakteristik struktur kimia poliol diduga menjadi penyebab munculnya fakta ini. Film poliuretan dari poliol sintesis memiliki struktur yang cenderung meruah karena berasal dari turunan trigliserida, sehingga gaya antar molekul menjadi lebih lemah dibandingkan dengan poliol komersial yang memiliki struktur relatif linier. Gaya antar molekul pada poliol komersial yang lebih kuat menyebabkan penataannya didalam matriks polimer lebih rapat sehingga secara fisik menjadi lebih keras. Menurut Mannari & Massingill (2006), pada poliuretan berbasis minyak nabati, tingkat kekerasan film poliuretan cenderung meningkat dengan peningkatan bilangan hidroksil. Tingkat kekerasan yang lebih tinggi disebabkan oleh meningkatnya kerapatan ikatan silang yang terbentuk dalam matrik polimer. Dalam penelitian ini, poliuretan dari poliol H.OHV terbukti memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan poliuretan yang berasal dari poliol L.OHV. Perbedaan jenis isosianat yang digunakan juga turut berpengaruh terhadap tingkat kekerasan lapisan film poliuretan terutama pada poliuretan yang berasal dari poliol dengan bilangan hidroksil yang lebih rendah.
Daya rekat (%)
100 90 80 Iso A
70
Iso B
60 50 L.OHV
H.OHV
Komersial
Jenis Poliol Gambar 27 Pengaruh jenis poliol pada penggunaan isosianat yang berbeda terhadap daya rekat lapisan film
Gambar 27 memperlihatkan pengaruh jenis poliol pada penggunan isosianat yang berbeda terhadap daya rekat lapisan film poliuretan. Lapisan film yang berasal dari poliol komersial memiliki daya rekat yang lebih baik dibandingkan film dari poliol hasil sintesis. Perbedaan bilangan hidroksil antara poliol L.OHV dan H.OHV tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap daya rekap lapisan film. Penggunaan Isosianat jenis A cenderung meningkatkan daya rekat pada poliol dengan bilangan hidroksil yang lebih kecil (L.OHV dan poliol komersial). Menurut Baghdachi (1997), daya rekat antara film pelapis dan media dapat ditimbulkan oleh gaya ikatan primer (ikatan kimia), gaya ikatan sekunder (ikatan hidrogen, gaya dispersi, dipol dan induksi), dan perekatan secara mekanis (poripori) atau kombinasinya. Daya rekat tersebut sangat tergantung pada sifat permukaan media serta jenis resin/polimer yang digunakan. Daya rekat film yang baik dapat tercapai bila terjadi ikatan antara media dengan resin/polimer. Menurut Backman & Linberg (2002), untuk mendapatkan ikatan yang baik media dan polimer harus bersifat kompatibel dan dapat membangun beberapa macam gaya ikatan. Berdasarkan hal tersebut di atas, daya rekat yang cukup baik lapisan film poliuretan dalam media lembaran ABS disebabkan oleh terbentuknya gaya-gaya ikatan antara lembaran ABS dengan film poliuretan. Dari hasil analisis di atas dapat dijelaskan bahwa perbedaan jenis poliol berpengaruh terhadap kualitas lapisan film poliuretan yang dihasilkan. Sebaliknya, jenis isosianat terlihat tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas lapisan film poliuretan.
Analisis Spektrofotometer Inframerah Hasil analisis spektrofotometer inframerah yang dilakukan terhadap sampel EJP, poliol hasil sintesis, poliol komersial, isosianat, film poliuretan dari poliol hasil sintesis, dan film poliuretan dari poliol komersial disajikan pada Lampiran 12. Tabulasi data bilangan gelombang yang bersesuaian dengan gugus fungsi spesifik pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Tabel 7.
Pada pembahasan sebelumnya diketahui bahwa reaksi epoksidasi EJP menghasilkan poliol sintesis secara kimia dibuktikan oleh penurunan bilangan oksirana dan adanya bilangan hidroksil. Berdasarkan data serapan inframerah yang ditunjukkan pada Tabel 9, EJP menampakkan serapan –OH, C-O, C=O, epoksi, dan -OH sekunder berturut-turut pada bilangan gelombang 3472 cm-1, 1169 dan 1241 cm-1, 1743 cm-1, 1169 dan 723 cm-1, dan 1377 dan 1241 cm-1. Adanya serapan-serapan yang mengindikasikan adanya gugus –OH menunjukan sebagian epoksida yang terbentuk telah teroksidasi. Salah satu produk oksidasi epoksida tersebut teridentifikasi sebagai gugus hidroksil.
Tabel 7 Data korelasi bilangan gelombang serapan inframerah terhadap gugus fungsi Gugus fungsi -OH N-H C-O C=O isosianat epoksi -OH sekunder -C-H uretan
A 3472 1169 1241 1743 1169 723 1377 1241 2854 2925
B 3521 1169 1242 1743 1169 723 1376 1242 2854 2925
-
-
Bilangan gelombang (cm-1) C D 3673 3339 1165 1237 1731 1716 2361 2270 1165 847 1382 2945 3026 3060 1499
E 3339 1177 1237 1717 2271 -
F 3369 1245
1374
1245
2860 2936
2928 2856
2956
-
1537
1450
1716 2338 -
Keterangan: A : epoksida jarak pagar (EJP) B : Poliol hasil sintesis C : Poliol komersial D : Isosianat E : Film poliuretan dari poliol hasil sintesis F : Film poliuretan dari poliol komersial Spektrum poliol hasil sintesis menunjukkan adanya serapan gugus –OH, C-O, C=O, epoksi, dan -OH sekunder berturut-turut pada bilangan gelombang 3521 cm-1, 1169 dan 1242 cm-1, 1743 cm-1, 1169 dan 723 cm-1, dan 1376 dan
1242 cm-1. Masih munculnya pita serapan epoksida menunjukkan didalam sampel masih mengandung gugus epoksida yang diduga disebabkan gugus epoksida pada EJP yang belum bereaksi. Adanya pita serapan –OH sekunder menunjukkan gugus hidroksil yang terbentuk pada poliol berikatan dengan atom C sekunder. Dugaan ini memperkuat hasil penelitian Petrovic et al. (2002), bahwa pembuatan poliol melalui tahapan epoksida dapat menghasilkan poliol dengan gugus hidroksil pada posisi sekunder. Poliol komersial menunjukkan pola serapan inframerah yang mirip dengan poliol sintesis, tetapi terdapat perbedaan dengan adanya serapan gugus uretan pada kombinasi bilangan gelombang 1499 cm-1. Adanya serapan uretan pada poliol komersial diduga jenis poliol komersial yang digunakan dalam penelitian ini mengandung campuran poliol dan prepolimer poliuretan. Prepolimer ini biasanya ditambahkan dalam poliol untuk meningkatkan reaktifitas dengan isosianat dan mempertinggi berat molekul polimer poliuretan yang terbentuk. Analisis pita serapan inframerah dari isosianat menunjukkan adanya serapan N-H, C=O, dan isosianat berturut-turut pada bilangan gelombang 3339 cm-1, 1716 cm-1, dan 2270 cm-1. Serapan pada bilangan gelombang 2270 cm-1 adalah pita serapan karakteristik dari isosianat seperti yang dilaporkan oleh Kong & Narine (2007). Analisis serapan inframerah pada lapisan film poliuretan yang berasal dari poliol sintesis dan komersial menunjukkan adanya serapan yang hampir sama. Perbedaan intensitas serapan antara film dari poliol sintesis dan komersial pada bilangan gelombang 2271 cm-1 dan 2338 cm-1 yang menunjukkan serapan karakteristik isosianat disebabkan oleh perbedaan laju reaksi isosianat dengan poliol yang bersesuaian. Intensitas serapan isosianat pada poliol sintesis nampak lebih
tinggi
dibandingkan
pada
Poliol
komersial
karena
laju
reaksi
polimerisasinya lebih lambat. Laju reaksi yang lebih cepat pada film dari poliol komersial didukung oleh adanya campuran prepolimer pada Poliol yang telah dijelaskan sebelumnya. Sisa isosianat yang belum bereaksi pada film poliuretan yang terbentuk akan bereaksi dengan sisa poliol yang masih ada pada matriks polimer yang ada
dan uap air disekitarnya. Masih adanya serapan –OH sekunder pada film poliuretan menunjukkan progres reaksi yang belum sempurna dari matrik polimer. Hilangnya
serapan
karakteristik
dari
isosianat
dapat
digunakan
untuk
memprediksi berakhirnya reaksi polimerisasi pada matriks poliuretan. Dalam teknologi poliuretan, posisi gugus hidroksil berpengaruh terhadap reaktifitasnya dengan isosianat. Poliol dengan gugus hidroksil primer lebih reaktif daripada poliol dengan gugus hidroksil pada posisi sekunder. Perbedaan reaktifitas ini menentukan jenis aplikasi dari poliuretan. Poliol dengan gugus hidroksil pada posisi sekunder berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pelapis poliuretan, karena memiliki reaktifitas terhadap isosianat yang lebih rendah pada suhu ruang. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Kong & Narine (2007), poliol dari minyak Canola dengan gugus hidroksil pada posisi primer dapat digunakan untuk bahan plastik poliuretan karena memiliki reaktifitas yang lebih tinggi daripada poliol dengan gugus hidroksil pada posisi sekunder.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Poliuretan dapat dibuat dari poliol minyak jarak pagar dan isosianat. Poliol disintesis dari minyak jarak pagar dengan reaksi epoksidasi dilanjutkan dengan reaksi pembukaan cincin epoksida menggunakan asam akrilat (AA) berkatalis trietilamin (TEA). Poliol dari minyak jarak pagar ini merupakan salah satu bahan alternatif non petrokimia yang dapat digunakan dalam teknologi bahan pelapis poliuretan. Poliol disintesis dari minyak jarak pagar melalui pembentukan epoksida minyak jarak pagar (EJP) dilanjutkan dengan reaksi pembukaan cincin epoksida dengan AA dilakukan pada berbagai ragam %AA, %TEA dan waktu reaksi. Bilangan hidroksil, bilangan oksirana dan rendemen poliol yang dihasilkan berturut-turut berkisar 70.23-134,92 mg KOH/g, 0,029-0,138%, dan 58,9391,53%. Rata-rata bilangan hidroksil, bilangan oksirana, dan rendemen poliol yang dihasilkan berturut-turut adalah 97,42 mg KOH/g, 0,067%, dan 80,24%. Persen AA dan TEA memiliki pengaruh yang lebih dominan terhadap bilangan hidroksil poliol dibandingkan dengan waktu reaksi. Pada pembuatan film poliuretan, jenis poliol berpengaruh terhadap daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekat lapisan film poliuretan yang terbentuk. Jenis isosianat tidak berpengaruh terhadap daya kilap, tingkat kekerasan, dan daya rekap lapisan film. Secara visual, kualitas lapisan film poliuretan yang diperoleh dari poliol L.OHV dan H.OHV relatif sama dengan poliuretan dan poliol komersial.
Saran Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut terhadap kualitas poliuretan berbasis minyak jarak pagar menggunakan parameter yang lebih lengkap sesuai dengan standar industri bahan pelapis poliuretan.
DAFTAR PUSTAKA Adebowale KO & Adedire CO. 2006. Chemical composition and insecticidal properties of the underutilized Jatropha curcas seed oil. African Journal of Biotechnology 10(5):901-906. Arthur AT. 2007. Coatings technology: fundamentals, testing, and processing techniques. USA: Taylor & Francis Group, LLC. [BPS] Biro Pusat Statistik 1998. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia Vol 2, 1989 – 1998. Backman AC, Linberg KAH. 2002. Interaction between wood and polyurethane alkyd lacquer resulting in a decrease in the glass transition temperatur. J.Appl.Polym Sci Part A: PolymerChem 36:391-400. Baghdachi JA. 1997. Fundamental of Adhesion. Journal of Coating Tech 69: 8591. Broshears WC, JJ Esteb, J Richter, and AM Wilson 2004. Simple epoxide formation for the organic laboratory using oxone. Journal of Chemical Education 81:1-5. Budi FS. 2001. Pengembangan Proses Konversi Minyak Sawit (CPO) menjadi Polyurethane. [tesis] Bandung: Jurusan Teknik Kimia, Intitut Teknologi Bandung. Campanella A, Baltanas MA. 2005. Degradation of the Oxirane Ring of Epoxidized Vegetable Oils in Liquid System: I.Hydrolysis and Attack by H2O2. Latin American Applied Research. 35:205-210. Chasar DW, Sagamore H, Hughes MJ, penemu; Noveon Inc. 8 Mei 2003. Method of Making Oleochemical Oil-based Polyols. US Patent 0 088 054. Chou T, Chang J 1986. Acetic acid as an oxygen carrier between two phases for epoxidation of oleic acid. Chem Eng. Commun. 41:253-266. Cowd MA, Stark JG. 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB Dryuk VG. 1976. The mechanism of epoxidation of olefin by peracid. Tetrahedron 32:2855-2866. Edenborough M. 1999. Organic Reaction Mechanisms a step by step approach. Second edition. USA: Taylor & Francis Inc. Fessenden RJ, Fessenden JS. 1986. Kimia Organik. Jilid 1, penerjemah Pudjatmaka AH. Jakarta: Erlangga.
Fies M, Endres H, Ronald K. 2007. UV Curing resins based on renewable raw materials. Germany: Cognis Deutschland GmbH. Gall RJ, Greenspan FP. 1955. Epoxy fatty acid ester plasticizer. Industrial and Engineering Chemical 45:2722-2726. Gan LH, Goh SH, Ooi KS. 1992. Kinetic studies of epoxidation and oxyrane cleavage of palm olein methyl esters. J. Am. Oil Chem. Soc. 69:347-351. Goud VV, Patwardhan AV, Pradan NC. 2005. Studies on the epoxidation of mahua oil (madhumica indica) by hydrogen peroxide. Bior. Tech. 12:13651371. Gubitz GM, Mittelbach M, and Trabi M, 1999. Exploitation of the tropical seed plant Jatropha curcas L. BioresourceTechnology: 67:1-7. Guner FS, Yusuf Y, Erciyes AT. 2006. Polymers from triglyceride oils. Prog. Polym. Sci. 31:633-670. Hambali E. et al. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Jakarta: Penebar Swadaya. Haya MD. 1991. Mempelajari pembuatan senyawa epoksi dari minyak kelapa sawit kasar dan fraksinya [skripsi]. Bogor: Fateta IPB. Heller J. 1996. Physic nut (Jatropha curcas L.) promoting the conservation and use of underutilized and neglected crops. I. Institut of plant genetics and crop plant research gatersleben/International plant genetic resources institut, Rome. 66 pp. Hill K. 2000. Fats and Oils as Oleochemical raw materials. Pure Appl. Chem. 72:1255-1264. Hoong SS. et al. 2005. Palm based polyol for coating. MPOB Information Series. 278:1-3. IAL Consultant 2001. Global overview of the polyurethane CASE markets. North American office: Publication May 2001. Ionescu M. 2005. Chemistry and Technology of Polyols for Polyurethanes. United Kingdom: Rapra Technology Limited. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah data statistik dengan mudah menggunakan Minitab 14. Yogyakarta: Andi Offset.
Isaacs NS. 1974. Reactive Intermediates in Organic Chemistry. London: John Wiley and Sons. Kaushiva BD, Moore MN. 2006. penemu; Bayer Material Science LLC 100 Bayer Road Pittsburg, PA. 19 Oktober 2006. Polyurethane foams made with vegetable oil hydroxylate, polymer polyol and aliphatic polyhydroxy alcohol. US Patent 0 235 100 A1. Kirk RE, Othmer DF. 1951. Encyclopedia of Chemical Technology. Volume ke-8. Ed ke-2. New York: J Wiley Kong X, Narine SS. 2007. Physical properties of polyurethane plastic sheets produced from polyols from canola oil. Biomacromolecules 8:2203-2209. Kricheldorf HR, Oscar N, Graham S. 2005. Handbook of polymer synthesis. New York: Marcel Dekker. Lane BS, Burgess K. 2002. Metal-catalysed epoxidation of alkenes with hydrogen peroxide. J. Am Chem Soc. 103:2457-2474. Lye OT, Norin ZKS, Salmiah A. 2006. Production of Moulded Palm-Based Flexible Polyurethane Foams. Journal of Palm Research. 18:198-203. Mannari V, Massingill JL. 2006. Two Component High Solid Polyurethane Coating System based on Soy Polyol. Journal of Coating Technology Research. Mannari V, Goel A. 2007. Novel vegetable oil-based functional intermediates for advanced coating systems. Renewable resources and biorefinnery conference-RRB-III: Belgium. March J. 1992. Advances Organic Chemistry Reactions, Mechanism, and Structure. fourth Ed. New York: John Wiley and Sons. Marino S. 2003. All about oil based varnish. http://www.wordworking.com [9 Maret 2003]. Massingill, 2006. High performance low VOC coating. Final Report Seminar, Institute for environmental and industrial science, Texas State University. Meyer P. et al. 2008. Epoxidation of Soybean Oil and Jatropha Oil. Thammasat Int J Sc Tech 13:1-5. Mulyani A, Agus F, Allelorung D. 2006. Potensi sumber daya lahan untuk pengembangan jarak pagar (Jatropha curcas L.) di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25:1-18.
Narine SS, Jin Y, Xiaohue K. 2007. Production of Polyols from Canola Oil and their Chemical Identification and Physical Properties. J. Amer Oil Soc. 84:173-179. Petrovic ZS, Zlatanic A, Lava CC, Sinadinovic-Fiser S. 2001. Epoxidation of soybean oil in toluene with peroxoacetic and peroxoformic acids – Kinetics and side reactions. Kansas: Pitsburg State University, Kansas Polymer Reasearch Center. Petrovic ZS, Ivan JJ. penemu; Pittsburg State University. 4 Juni 2002. Process for the synthesis of epoxidized natural oil-based isocyanate prepolymer for application in polyurethanes. Patent. US 6,399,698 B1. Petrovic ZS, Ivan JJ, Guo A. 2002. Laminates from the soy based polyurethanes and natural & sintetic fibers. Mat. Res. Soc. Symp. Proc. 702:1-5. Petrovic ZS, Zhang W, Javni I. 2005. Structure and properties of polyurethanes prepared from triglyceride polyols by ozonolysis. Biomacromolecules 6:713–719. Prociak AF, Bagdal D. 2006. Microwave-Enhanced Synthesis of Vegetable OilBased Polyols for Polyurethane Applications [abstract]. Cracow University of Technology, Department of Chemistry and Technology of Polymers, ul. Warszawska 24, Krakow 31-155 Poland. Rangarajan B, Havey A, Grulke EA, Culnan PD. 1995. Kinetic parameters of a two-phase model for in situ epoxidation of soybean oil. J. Am. Oil Chem. Soc. 72:1161-1169. Rios LA. 2003. Heterogeneously catalysed reactions with vegetable oils: epoxidation and nucleophilic epoxide ring-opening with alcohol [disertasi]. Aachen: The Institute of Chemical Technology and Heterogeneous Catalysis. University RWTH. Royall EE, Harrel JR. 1955. Oxigenated Derivatives of D-α-pinene and dlimonene. Preparation and use of monoperpthalat acid. J. Chem. Soc. 77:3405-3408. Rupilius W, Ahmad S. 2007. The changing world of oleochemical. Malaysian Palm Oil Board. [terhubung berkala] http://mpob.gov.my [02 Juli 2007]. Shah S, Shanna S, Gupta MN. 2003. Biodiesel preparation by lipase-catalysed transesterification of jatropha oil. Energy & Fuels 18:154-159. Solomon TWG. 1980. Organic Chemistry. Edisi ke-2. New York: John & Wiley. Sudjana 1994. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito
Sugita P, Sjahriza A, Arifin B, Suharto J. 2007a. in press. Optimization of Jatropha curcas L. methyl ester epoxidation with Amberlite IR-120 catalyst [Presented in ICOWOBAS UNAIR Surabaya 7-8 Agustus 2007] Sugita P, Sjahriza A, Arifin B, Suharto J. 2007b. in press. Kinetic study of Jatropha curcas L. methyl ester epoxidation reaction with Amberlite IR-120 catalyst. [Presented in ICOWOBAS UNAIR Surabaya 7-8 Agustus 2007] Szycher M. 1999. Isocyanate chemistry, sycher’s handbook of poliuretans. CRC Press, New York, pp 4–1 to 4–40. Talbert R. 2008. Paint Technology Handbook. CRC Press Taylor and Francis Group USA. Thomson T. 2005. Polyurethane as specialty chemicals: principles and applications. USA: CRC Press LLC. Wijanarko A, Alfa A, Budi S. 2004. Perancangan Awal Pabrik Polyurethane Berbasis Minyak Jarak di Indonesia. Jurnal Teknologi. 2:109-119. Wilkes GL, Sohn S, Tamami B. penemu; Virginia Tech Intellectual Properties, Inc. 16 Mei 2006. Nonisocyanate polyurethane materials, and their preparation from epoxidized soybean oils and related epoxidized vegetable oils, incorporation of carbon dioxide into soybean oil, and carbonation of vegetable oils. US Patent. 7,045,557 B2. Wood W, Termini 1958. Ion exchange resin catalyst stability in in-situ epoxidation. JAOCS 35:331-335. Wool RP, Khot SN. 2007. Bio-based Resins and Natural Fibers. Publication is copyrighted by ASM International. Material Park, Ohio, USA. [terhubung berkala] http://www.asminternational.org [14 April 2007].
Lampiran 1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
Minyak jarak pagar
Epoksidasi
Analisis bilangan Iod, bilangan oksirana, dan analisis IR
Epoksida minyak jarak pagar (EJP)
Pembuatan poliol (variasi nisbah asam akrilat : EJP; %TEA; dan waktu reaksi Analisis bilangan hidroksil, bilangan oksirana, Rendemen dan analisis IR
Poliol
Bilangan hidroksil?
>rata-rata
Poliol H.OHV
Poliol Komersial
Pembuatan Film poliuretan (Variasi jenis poliol dan jenis isosianat)
Film poliuretan
Uji daya kilap, tingkat kekerasan dan daya rekat
Lampiran 2 Diagram Alir Pembuatan Epoksida Minyak Jarak Pagar
100 g Minyak jarak pagar
8 mL Asam asetat glasial
Pencampuran (10 menit, suhu ruang) 29 mL Toluena
57,8 g H2O2
Larutan
Air
Na2SO4 anhidrat
3% Amberlite IR-120
Epoksidasi (12 jam, 70±2oC)
Pemisahan dengan corong pisah
Netralisasi campuran
Pencucian
Pencampuran
Ya
Fasa organik? Tidak dibuang
Dekantasi
Epoksida minyak jarak pagar (EJP)
Analisis bilangan Iod, bilangan oksirana, dan analisis IR
Lampiran 3 Diagram Alir Pembuatan Poliol
100 g EJP
TEA (0%, 1%, 2% dan 3%)
Toluena
Pencampuran (10 menit, suhu ruang) Pemanasan (50±2oC)
AA (2,1g; 4,3g; 6,5g)
Larutan
Air
Na2SO4 anhidrat
Reaksi pembukaan cincin epoksida (60, 120, 180 dan 240 menit)
Netralisasi campuran
Pencucian
Pemisahan dengan corong pisah
Ya
Pencampuran
Fasa organik? Tidak dibuang
Dekantasi
Poliol
Analisis bilangan hidroksil, bilangan oksirana, Rendemen dan analisis IR
Lampiran 4 Diagram Alir Pembuatan Bahan Pelapis Poliuretan
Poliol (L.OHV, H.OHV dan Komersial
Aditif
Pelarut
Pencampuran (10 menit, suhu ruang)
Isosianat A dan isosianat B
Pencampuran (3 menit, suhu ruang)
Bahan pelapis poliuretan
Panel ABS
Aplikasi
Penguapan Pelarut (15 menit, suhu kamar)
Pendinginan (24 jam, suhu ruang)
Film Poliuretan
Pengeringan oven (70oC, 30 menit)
Uji daya kilap, tingkat kekerasan, daya rekat dan analisis IR
Lampiran 5 Prosedur Analisis 1. Analisis bilangan hidroksil poliol (Budi F.S. 2001)
Bilangan hidroksil didefiniskan sebagai jumlah miligram KOH yang ekivalen terhadap kandungan hidroksil sampel berdasarkan pada berat minyak atau lemak yang tidak terasetilasi. Bahan yang digunakan: asam asetat anhidrid, larutan NaOH, sampel poliol, aquades, indikator PP. Alat yang digunakan : erlenmeyer 500 mL, tabung reaksi dengan tutup segelnya, bekerglass 250 mL, buret 50 mL, pendingin balik, hot plate, pipet ukur 5 mL, neraca dan oven. Sampel poliol sebanyak 2,8 – 3,2 g dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan dengan 1 - 1,2 g / 0,9 – 1,1 mL asam asetat anhidrid. Tabung reaksi ditutup dengan rapat (disegel) dan dikocok sampai rata. Campuran dipanaskan 2 jam pada posisi vertikal dalam oven pada suhu 150 ± 5oC kemudian didinginkan. Campuran yang diperoleh dituangkan ke dalam erlenmeyer 500 mL yang berisi 50 mL air. Tabung dan tutup dibilas dengan air panas dan kemudian dengan air dingin sampai volume ± 200 mL. Campuran dididihkan dibawah pendingin balik, didinginkan dan pendingin balik dibilas. Campuran yang telah dingin dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 N dan indikator PP 10 tetes. Standarisasi dilakukan dengan mellakukan run blank pada asam asetat anhidrid (prosedur sama tetapi tidak menggunakan poliol dan pemanasan). Jika sampel mengandung asam lemak bebas harus dilakukan koreksi. Bilangan OH- = (V1-V2) x N2 x 56,1 /W + V3 x N3 x 56,1/B Keterangan:
W = berat sampel untuk asetilasi (g) B = berat sampel untuk titrasi keasaman sampel (g) V1= volume NaOH untuk titrasi blangko (mL) V2= volume NaOH untuk titrasi sampel terasetilasi (mL) V3= volume KOH untuk titrasi keasaman sampel (mL). N2= normalitas larutan NaOH N3= normalitas larutan KOH.
2. Analisis bilangan oksirana
Sampel sebanyak (0,3-0,5) g (±0,0001 g) ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 mL, kemudian dilarutkan dalam 10 mL asam asetat glasial. Setelah itu ditambahkan indikator kristal ungu sebanyak 5 tetes (maksimum 0,1 mL), lalu dititrasi dengan larutan HBr 0,1 N sampai berwarna hijau kebiruan selama 10 detik. Bilangan oksirana %(b/b) = Dengan: BO = bilangan oksirana V = volume HBr (mL) N = normalitas HBr 3. Analisis bilangan Iodin
Sampel ditimbang sebanyak ±0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 mL bertutup asah. CCl4 sebanyak 10 mL ditambahkan dengan menggunakan gelas ukur untuk melarutkan lemak, kemudian sebanyak 25 mL larutan Hanus ditambahkan ke dalamnya, setelah itu larutan disimpan selama 1 jam dalam ruang gelap. Setelah 1 jam, larutan tersebut ditambahkan 10 mL KI 10% dan erlenmeyer segera ditutup. Dikocok sebentar, kemudian dititrasi menggunakan larutan NaS2O3 0,1 N sampai
larutan berwarna kuning muda, lalu ditambahkan amilum 1% sebagai indikator. Titrasi dihentikan pada saat larutan berubah dari warna biru menjadi tidak berwarna. Bilangan Iodin dinyatakan sebagai gram iod yang diserap per 100 g. Pembuatan larutan Hanus. Sebanyak 13,2 g iodium murni dilarutkan dalam 1 liter asam asetat glasial sambil dipanaskan sehingga iodium melarut sempurna (lakukan dengan hati-hati di ruang asam). Larutan yang terjadi dibiarkan sampai dingin, dan setelah itu ditambahkan 3 mL brom sehingga larutan berwarna kelabu tua. Larutan disimpan dalam botol berwarna gelap dan ditutup rapat. Bilangan iod dihitung sebagai berikut: Bilangan iod % (b/b) = dengan:
"# -"$
T = normalitas larutan standar Na2S2O3 0,1 N V3= volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk mentitrasi larutan bangko (mL). V4= volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk mentitrasi larutan sampel (mL). M = bobot sampel (g)
4. Pengujian film poliuretan
a. Pengujian daya kilap lapisan film (JIS K 5400) Peralatan yang digunakan adalah Glossmeter bersudut 60o. Lapisan film yang diuji dibersihkan dari debu dengan menggunakan alat pembersih atau dilap dengan pelarut yang tidak merusak lapisan film. Glossmeter yang telah dikalibrasi diletakkan rata pada permukaan film cat kemudian dilakukan pembacaan pembacaan angka pada alat. b. Pengujian Tingkat Kekerasan (JIK K5400) Tingkat kekerasan diuji dengan Pensil Mitsubishi (pensil standar untuk uji kekerasan). Lapisan film yang telah disiapkan, digores dengan pensil uji dengan sudut 45o terhadap permukaan lapisan. Pensil uji digunakan secara berurut dari pensil yang paling lunak (2B) hingga yang paling keras (5H). Pengujian dihentikan pada saat lapisan film yang diuji dapat tergores oleh pensil dengan tingkat kekerasan tertentu. c. Pengujian Daya Rekat (Metode Cross-cut test ISO 2409) Peralatan yang digunakan untuk uji ini adalah pisau pemotong (penggores, cutter) yang tajam dan crosscut tape 3M. Lapisan film poliuretan pada panel uji yang telah disiapkan digores dengan pisau sebanyak 11 baris dengan jarak 1-2 mm dengan jarak seragam. Goresan yang sama juga dibuat tegak lurus dengan goresan yang pertama hingga terbentuk pola bujur sangkar dengan bujur sangkar kecil sebanyak 100 buah. Crosscut tape ditempelkan secara merata di atas goresan yang dibuat, kemudian ujung crosscut tape ditarik secara cepat dengan arah 45o terhadap permukaan panel. Tingkat kerusakan film menunjukkan kualitas daya rekatnya.
Lampiran 6 Data Uji Poliol %AA
%TEA
Waktu (menit)
1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3
60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120
Bilangan hidroksil 70.24 70.23 70.24 72.11 72.10 72.01 70.31 70.31 70.26 73.50 73.42 73.52 71.02 71.01 70.93 73.53 73.50 73.52 75.11 75.11 75.12 75.63 75.59 75.59 80.72 80.70 80.72 83.44 83.40 83.43 85.32 85.33 85.32 85.52 85.50 85.52 85.01 84.98 84.99 86.32 86.29 86.32
Bilangan oksirana 0.102 0.109 0.099 0.038 0.048 0.054 0.074 0.099 0.099 0.080 0.093 0.067 0.102 0.109 0.102 0.131 0.138 0.102 0.074 0.077 0.077 0.042 0.048 0.038 0.042 0.035 0.134 0.038 0.042 0.048 0.048 0.042 0.074 0.112 0.102 0.106 0.109 0.067 0.045 0.042 0.109 0.083
Rendemen
88.80% 89.53% 89.07% 89.00% 88.27% 86.80% 81.93% 84.73% 84.27% 75.60% 70.40% 73.47% 90.00% 87.60% 89.33% 86.87% 87.13% 85.67% 89.33% 86.87% 87.13% 59.47% 89.33% 86.87% 87.13% 79.27% 80.67% 72.80% 58.93% 71.53% 74.60% 87.47% 80.33% 85.53% 81.53% 75.20% 88.27% 89.00% 82.27% 80.13% 80.47% 79.60%
%AA
%TEA
Waktu (menit)
1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 1.4 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9
3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3
180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60
Bilangan hidroksil 90.54 90.61 90.59 91.22 91.20 91.22 80.24 80.24 80.21 82.72 82.70 82.72 85.23 85.24 85.23 85.32 85.32 85.30 82.46 82.45 82.48 85.22 85.21 85.21 87.64 87.60 87.63 90.28 90.28 90.29 95.22 95.21 95.21 100.81 100.81 100.82 105.21 105.20 105.21 90.32 90.31 90.32 100.02 100.02
Bilangan oksirana 0.061 0.032 0.122 0.077 0.038 0.045 0.077 0.102 0.045 0.077 0.048 0.077 0.067 0.048 0.042 0.102 0.067 0.112 0.038 0.077 0.102 0.035 0.061 0.093 0.067 0.099 0.131 0.112 0.134 0.099 0.074 0.067 0.109 0.112 0.067 0.035 0.032 0.064 0.077 0.035 0.058 0.061 0.067 0.086
Rendemen
87.40% 79.53% 78.07% 80.93% 71.53% 74.60% 87.47% 80.33% 85.53% 81.53% 75.20% 73.80% 76.93% 78.07% 72.80% 68.27% 72.20% 67.53% 81.20% 84.80% 86.13% 79.27% 80.67% 72.80% 72.53% 74.47% 84.73% 81.13% 75.53% 67.40% 87.47% 86.27% 83.20% 79.60% 83.40% 82.20% 86.20% 80.33% 71.27% 79.53% 80.27% 80.93% 81.60% 81.80%
%AA
%TEA
Waktu (menit)
2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 2.9 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240
Bilangan hidroksil 100.10 105.21 105.21 105.22 110.42 110.40 110.42 120.65 120.65 120.65 100.21 100.22 100.22 103.72 103.71 103.72 105.95 105.97 105.97 120.46 120.45 120.46 108.24 108.24 108.24 110.33 110.33 110.34 115.50 115.46 115.48 112.13 112.12 112.13 127.15 127.15 127.15 120.35 120.35 120.34 134.92 134.91 134.92 133.22
Bilangan oksirana 0.093 0.038 0.045 0.048 0.134 0.038 0.038 0.029 0.038 0.061 0.134 0.067 0.109 0.138 0.067 0.035 0.042 0.045 0.042 0.042 0.035 0.067 0.07 0.064 0.038 0.032 0.038 0.067 0.074 0.038 0.051 0.045 0.045 0.048 0.042 0.035 0.038 0.054 0.045 0.038 0.038 0.042 0.038 0.042
Rendemen
87.00% 84.67% 86.33% 75.00% 91.53% 81.47% 80.40% 79.67% 72.87% 73.40% 75.60% 84.93% 65.73% 64.93% 66.20% 88.07% 81.67% 82.07% 80.27% 79.67% 64.93% 63.60% 73.00% 88.67% 88.40% 80.20% 80.73% 81.87% 83.47% 69.67% 69.13% 65.60% 69.73% 73.53% 87.07% 87.00% 83.87% 80.33% 83.53% 80.93% 79.60% 73.53% 86.33% 80.27%
%AA
%TEA
Waktu (menit)
4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3 4.3
2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
240 240 60 60 60 120 120 120 180 180 180 240 240 240
Bilangan hidroksil 133.22 133.22 130.01 130.01 129.98 131.87 131.88 131.88 132.62 132.62 132.88 120.89 120.90 120.90
Bilangan oksirana 0.035 0.038 0.096 0.074 0.067 0.042 0.042 0.035 0.051 0.048 0.038 0.035 0.038 0.035
Rendemen
81.67% 86.33% 88.07% 89.20% 89.00% 84.67% 83.60% 84.20% 79.53% 80.27% 81.20% 74.13% 77.47% 76.33%
Lampiran 7 Hasil Analisis Keragaman Bilangan Hidroksil Poliol Factorial Fit: Bilangan Hidroksil versus %AA; %TEA; Waktu (menit) Estimated Effects and Coefficients for Bilangan Hidroksil (coded units) Term Constant %AA %TEA Waktu (menit) %AA*%TEA %AA*Waktu (menit) %TEA*Waktu (menit) %AA*%TEA*Waktu (menit) S = 5.36971
Effect 39.758 22.964 6.216 3.213 0.902 -1.349 -6.594
R-Sq = 92.70%
Coef 97.353 19.879 11.482 3.108 1.607 0.451 -0.675 -3.297
SE Coef 0.4475 0.5479 0.6004 0.6004 0.7351 0.7351 0.8055 0.9863
T 217.54 36.28 19.12 5.18 2.19 0.61 -0.84 -3.34
P 0.000 0.000 0.000 0.000 0.031 0.541 0.404 0.001
R-Sq(adj) = 92.32%
Analysis of Variance for Bilangan Hidroksil (coded units) Source Main Effects 2-Way Interactions 3-Way Interactions Residual Error Lack of Fit Pure Error Total
DF 3 3 1 136 40 96 143
Seq SS 49307.9 171.1 322.2 3921.4 3921.3 0.1 53722.6
Adj SS 49269.2 168.8 322.2 3921.4 3921.3 0.1
Adj MS 16423.1 56.3 322.2 28.8 98.0 0.0
F 569.58 1.95 11.17
P 0.000 0.124 0.001
119898.38
0.000
Estimated Coefficients for Bilangan Hidroksil using data in uncoded units Term Constant %AA %TEA Waktu (menit) %AA*%TEA %AA*Waktu (menit) %TEA*Waktu (menit) %AA*%TEA*Waktu (menit)
Coef 55.9285 8.29386 -0.90094 -0.0398172 3.26503 0.0287182 0.0430034 -0.0168424
Lampiran 8 Hasil Analisis Keragaman Rendemen Poliol Factorial Fit: Rendemen versus %AA; %TEA; Waktu (menit) Estimated Effects and Coefficients for Rendemen (coded units) Term Constant %AA %TEA Waktu (menit) %AA*%TEA %AA*Waktu (menit) %TEA*Waktu (menit) %AA*%TEA*Waktu (menit) S = 0.0579975
Effect -0.02824 0.02958 -0.08291 0.06501 -0.00248 0.01910 -0.03636
R-Sq = 34.90%
Coef 0.80230 -0.01412 0.01479 -0.04146 0.03250 -0.00124 0.00955 -0.01818
SE Coef 0.004834 0.005918 0.006485 0.006485 0.007940 0.007940 0.008700 0.010653
T 165.98 -2.39 2.28 -6.39 4.09 -0.16 1.10 -1.71
P 0.000 0.018 0.024 0.000 0.000 0.876 0.274 0.090
F 17.25 6.00 2.91
P 0.000 0.001 0.090
1.56
0.040
R-Sq(adj) = 31.55%
Analysis of Variance for Rendemen (coded units) Source Main Effects 2-Way Interactions 3-Way Interactions Residual Error Lack of Fit Pure Error Total
DF 3 3 1 136 40 96 143
Seq SS 0.175125 0.060330 0.009797 0.457464 0.180167 0.277297 0.702716
Adj SS 0.174105 0.060505 0.009797 0.457464 0.180167 0.277297
Adj MS 0.058035 0.020168 0.009797 0.003364 0.004504 0.002889
Estimated Coefficients for Rendemen using data in uncoded units Term Constant %AA %TEA Waktu (menit) %AA*%TEA %AA*Waktu (menit) %TEA*Waktu (menit) %AA*%TEA*Waktu (menit)
Coef 1.01965 -0.0516258 -0.0830466 -9.36649E-04 0.0288759 0.000129801 0.000335423 -9.28756E-05
Lampiran 9 Hasil Analisis Keragaman Daya Kilap Film Poliuretan Two-way ANOVA: Daya kilap versus Jenis Resin; Isosianat Source Jenis Resin Isosianat Interaction Error Total S = 2.028
DF 2 1 2 12 17
SS 148.778 0.222 23.444 49.333 221.778
R-Sq = 77.76%
MS 74.3889 0.2222 11.7222 4.1111
F 18.09 0.05 2.85
P 0.000 0.820 0.097
R-Sq(adj) = 68.49%
Lampiran 10 Hasil Analisis Keragaman Tingkat Kekerasan Film Poliuretan Two-way ANOVA: Kekerasan versus Jenis Resin; Isosianat Source Jenis Resin Isosianat Interaction Error Total
DF 2 1 2 12 17
SS 1.44444 0.00000 0.33333 3.33333 5.11111
S = 0.5270
R-Sq = 34.78%
MS 0.722222 0.000000 0.166667 0.277778
F 2.60 0.00 0.60
P 0.115 1.000 0.564
R-Sq(adj) = 7.61%
Lampiran 11 Hasil Analisis Keragaman Daya Rekat Film Poliuretan Two-way ANOVA: Adhesi versus Jenis Resin; Isosianat Source Jenis Resin Isosianat Interaction Error Total S = 3.333
DF 2 1 2 12 17
SS 140.778 5.556 7.444 133.333 287.111
R-Sq = 53.56%
MS 70.3889 5.5556 3.7222 11.1111
F 6.34 0.50 0.33
P 0.013 0.493 0.722
R-Sq(adj) = 34.21%
Lampiran 12 Spektra Inframerah 1 Epoksida Jarak Pagar (EJP) 94 92 90 88
82
723.64
84
3472.95
86
80
72
1463.27
70
1241.92
74
68 66
1169.00
%T
76
1098.68
1406.81 1377.10
78
64 62
56 54 4000
3500
3000
1743.53
58
2925.48 2854.52
60
2500
2000
1500
1000
500
Wavenumbers (cm-1)
2 Poliol Hasil Sintesis
84 82
78 76
723.64
2358.93
80
74
66
1463.19
64 62 60
1242.42 1169.59 1098.63
1376.83
68
58
1743.92
56 54 52 50 4000
3500
3000
2925.57 2854.39
%T
70
3521.47
72
2500
2000
Wavenumbers (cm-1)
1500
1000
500
3748.37 3673.05 3500
3500 3339.25
3000
3000 2936.80
3060.46
3026.76 2945.99
2860.34
2361.95
2000
Wavenumbers (cm-1)
2500
2000
Wavenumbers (cm-1)
2500 2270.26
1946.77 1870.67
1731.34
1716.30 1686.59
1500
1500
1537.08 1467.13
1602.21 1451.82
1374.38 1238.82 1178.81
1493.15
1540.50
1382.80
1237.79 1165.71 1128.84
1141.12 1000
1000
1056.95
861.99 766.58
729.77 500
500
582.56
701.16
422.31
989.36 907.96 847.59
762.14 606.05 551.58 485.71 434.16
94
92
90
88
86
84
82
80
78
76
74
72
70
68
66
64
62
60
58
3837.61 3748.03 3673.47 3650.69
3 Poliol Komersial
%T 4000
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
4000
4 Isosianat
%T
5 Film Poliuretan dari Poliol Sintesis 94
88
766.54
86
74
422.11
1237.99 1177.95
76
1374.79
1537.31
%T
78
3339.30
80
3673.50
82
3837.54
84
582.68
863.96
90
726.54
92
72 70 68
58 3500
3000
2928.20
60
4000
1717.29 1691.13
62
2500
2271.45
2856.27
64
1464.38
66
2000
1500
1000
500
Wavenumbers (cm-1)
6 Film Poliuretan dari Poliol Komersial
75 70 2338.03
65 60
1948.45 1874.56
55 50 45
35 30 25
4000
3500
3000
2500
2000
Wavenumbers (cm-1)
1500
1000
760.47 699.93
989.09
1245.64
1450.49
0 -5
1601.44
5
1716.25
10
3082.67 3059.95 3025.99 2956.48
15
552.18
908.08 846.17
20
3369.36
%T
40
500