Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
SK - 091304
Sintesis & Karakterisasi ZSM-5 Mesopori serta Uji Aktivitas Katalitik pada Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit Ika Purnamasari*, Didik Prasetyoko1 Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Abstrak
ZSM-5 mesopori telah disintesis dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 12, 24 dan 48 jam dengan menggunakan prekursor zeolit nanoklaster dan templat surfaktan CTABr menunjukkan karakteristik kekristalinitas ZSM-5 yang meningkat namun fase mesopori yang menurun sejalan dengan lama waktu hidrotermal. Keasaman dan luas permukaan ZSM-5 mesopori juga berkurang dengan semakin lama waktu hidrotermal. Pada uji aktivitas katalitik dengan reaksi esterifikasi asam lemak bebas (ALB), konversi ALB paling besar dan waktu reaksi paling cepat dihasilkan oleh katalis yang disintesis dengan waktu hidrotermal 24 jam karena memiliki fase mesopori dan kristal ZSM-5 yang berimbang serta sifat asam dan luas permukaan yang baik. Kata Kunci: ZSM-5 Mesopori, Waktu hidrotermal, Kristalinitas, Luas permukaan, Keasaman, Reaksi esterifikasi Abstract Mesoporous ZSM-5 have been successfully prepared using zeolite nanocluster precursor with various hydrothermal time 12, 24, and 48 hours. First template kation TPA were used as structure directing agent in precursor solution and second template surfactant CTABr were used as meso structure directing agent. Characterization have done using X-ray difraction, infrared spectroscopy, N2 adsorption, and pyridine adsorption. Results of characterization showed that crystalinity of ZSM-5 and MFI structure characteristic have increased but mesoporous phase have decreased as long as increasing hydrothermal time. Acidity and surface area of ZSM-5 have decreased as long as hydrothermal time. The conversion of FFA in catalytic activity test on esterification palm stearin fatty acid showed that catalyst with hydrothermal time 24 hours was the best catalyst for this reaction with result of conversion was 88,83 %. This catalyst could resulted the highest conversion because it has mesoporous phase that almost same account with crystalinity of ZSM-5 and enough good of acidity and surface area. Keywords: Mesoporous ZSM-5, hydrothermal time, crystalinity, surface area, acidity, esterification I.Pendahuluan ZSM-5 merupakan salah satu jenis zeolit yang pertama kali dibuat oleh divisi katalis Mobil Oil Corporation pada tahun 1972 ( Puppe, 1999). Hasil yang didapatkan berupa padatan dengan diameter pori kisaran 5 angstrom dan perbandingan Si/Al sebagai parameter kristal zeolit selalu di atas 5 sehingga disebut secara lengkap sebagai ZSM-5 (Kokotailo, 1980). ZSM-5 merupakan keluarga dari zeolit dengan jenis struktur MFI yang mempunyai sifat fisik dan kimia sangat dipengaruhi oleh berbagai keadaan antara lain faktor kisi dan faktor pori. * Corresponding author Phone : +6285631859577, e-mail :
[email protected] 1 Alamat sekarang : Jurusan Kimia, fakultas MIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya e-mail :
[email protected]
ZSM-5 secara luas digunakan dalam industri petroleum sebagai katalis pemecah fluida karena keberadaan sisi asam pada permukaannya. ZSM-5 dapat digunakan dalam bentuk H-nya atau dalam bentuk yang telah ditukar dengan ion logam lain seperti nikel atau seng. Dalam komunitas katalis, ada banyak ide besar yang menarik pada zeolit nanokristal karena kemampuannya mengembangkan aktifitas katalis sehingga meningkatkan luas permukaan dan menurunkan jarak difusi molekul. Beberapa kelompok telah dibandingkan aktifitas katalitiknya yaitu ZSM-5 nanokristal dengan ukuran partikel 20 – 50 nm dan ZSM-5 mikrokristal, pada reaksi penataan ulang epoksida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zeolit nanokristal menghasilkan konversi yang lebih besar dibanding zeolit mikrokristal. Choi dkk (2009) menunjukkan bahwa material mikropori – mesopori dibentuk dari lembaran ultra tipis dari ZSM-5 yang memperlihatkan pengembangan aktifitas katalitik
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
untuk konversi metanol menjadi bensin. Material komposit ini juga lebih tahan terhadap deaktivasi yang terjadi karena deposisi arang. Firoozi dkk (2009) menunjukkan bahwa penggunaan ZSM-5 nanokristal menghasilkan konversi yang lebih tinggi dibanding ZSM-5 mikrokristal pada reaksi metanol menjadi propilen. Akibat diameter pori zeolit ZSM-5 relatif kecil,difusi dari produk dan reaktan dengan ukuran kristal yang lebih besar menjadi lambat. Perbedaan pendekatan telah membawa pada perkembangan tampilan dari zeolit ZSM-5. Salah satu pendekatannya yaitu dengan percobaan kristal zeolit yang lebih besar yang diperlakukan dalam asam atau basa untuk membentuk mesopori dengan pelepasan kerangka atom-atom. Bahan mesopori telah menarik banyak perhatian, terutama sebagai katalis, karena peningkatan transfer massa reaktan dan produk ke sisi aktif terutama pada ZSM-5 (Petushkov,2011). Geraldo dkk (2008) di dalam penelitiannya mejelaskan bahwa reaksi esterifikasi pada umumnya membutuhkan katalis asam. Penggunaan katalis heterogen lebih banyak diaplikasikan di industri karena dapat direcovery yang akhirnya dapat menekan biaya pengeluaran. Keasaman katalis sangat berpengaruh pada reaksi esterifikasi. Keasaman pada katalis yang tinggi dapat meningkatkan konversi produk. Akhir-akhir ini diketahui bahwa ZSM-5 merupakan katalis asam terbaik untuk reaksi esterifikasi asam asetat dengan benzil alkohol karena menghasilkan selektivitas yang tinggi dan tidak menghasilkan produk samping lain yang tidak diinginkan (Kirumakki dkk, 2004). Pori ZSM-5 merupakan jaringan mikropori yang seragam sehingga dapat menampung molekul secara selektif dan memainkan peran penting dalam aplikasi katalis. Pori yang kecil dari bahan mikropori terlalu kecil bagi molekul besar, sehingga sulit untuk menghasilkan alkil ester sebagai bahan baku biodesel. Peneliti melakukan modifikasi pori zeolit dengan ukuran meso. Mesopori digunakan untuk memecahkan keterbatasan difusi molekul dan pengubahan molekul yang besar (Wang dkk, 2009). Pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Khalifah (2010) dan Auruma (2010), pada reaksi esterifikasi minyak jelantah menggunakan katalis ZSM-5 mesopori dengan variasi rasio Si/Al dan variasi waktu aging didapatkan konversi ALB sekitar 93 % untuk ZSM-5 dengan rasio Si/Al = 20 dan waktu aging 24 jam. ZSM-5 dengan rasio Si/Al = 20 ini menghasilkan konversi paling tinggi karena memiliki jumlah asam Brønsted paling banyak. Sedangkan pada penelitian Handayani (2010) yang mereaksikan ALB dengan katalis ZSM-5 mesopori yang disintesis dengan metode sintesis prekursor zeolit nanokluster,menghasilkan konversi ALB
SK - 091304
sebesar 95,44 %. Oleh karena hasil konversi dari penelitian ini yang tinggi, peneliti mencoba mensintesis ZSM-5 mesopori dengan metode sintesis prekursor zeolit nanokluster yang diuji pada reaksi esterifikasi dengan reaktan berupa asam lemak stearin kelapa sawit. II. Metodologi 2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan – peralatan gelas, seperangkap peralatan refluks untuk reaksi esterifikasi, pengaduk magnetik (stirer), oven listrik, neraca analitik untuk penimbangan sampel, sentrifuge untuk memisahkan filtrat dengan endapan,dan Furnace tubular untuk proses kalsinasi. Difraksi sinar – X (XRD JOEL JDX-3530 X-ray Diffractometer) untuk pengujian fase kristal dan kristalinitas padatan, spektoskopi inframerah untuk menunjukkan terbentuknya zeolit ZSM-5 mesopori , adsorpsi N2 untuk mengetahui luas permukaan sampel, serta adsorpsi piridin untuk menganalisis sisi asamnya. 2.1.2 Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah TEOS (tetraetilorto silikat) sebagai sumber silika dengan kadar ≥ 99 %, tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH) sebagai templat, natrium aluminat (NaAlO2) sebagai sumber alumunium dengan kadar Al2O3 = 50 – 56 %, setiltrimetilamonium bromida (CTABr) sebagai pengarah struktur meso, aquades, dan Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit (ALSKS) yang diperoleh dari PT. Wilmar Nabati, sebagai reaktan untuk reaksi esterifikasi. 2.2 Prosedur kerja 2.2.1 Sintesis ZSM-5 Mesopori ZSM-5 mesopori disintesis dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Eimer dkk (2008). Natrium aluminat (NaAlO2) ditimbang sebanyak ± 2,0 gram kemudian dilarutkan dalam larutan TEOS sebanyak 45,0 mL dan diaduk selama 30 menit. Larutan yang terbentuk ditambahkan larutan TPAOH yang terdiri dari 20,1 mL TPAOH dan 40 mL aquades. Campuran diaduk selama 15 jam. Selanjutnya campuran yang terbentuk didiamkan dengan suhu 80°C selama 12 jam. Setelah didiamkan, ditambahkan CTABr sebanyak 19,1 gram dan diaduk sampai tercampur sempurna dengan waktu kurang lebih 30 menit. Selanjutnya campuran didiamkan selama 3 jam dan disentrifuge. Padatan hasil sentrifuge kemudian dicuci dengan aquades sampai pH-nya netral. Kristal dikeringkan pada 60oC selama 24 jam. Selanjutnya kristal dikalsinasi pada suhu 550oC selama 1 jam dengan dialiri N2 dan dilanjutkan dengan kalsinasi
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
tanpa N2 selama 6 jam. ZSM-5 mesopori yang terbentuk disebut sebagai sampel A. Langkah-langkah di atas diulangi dengan waktu hidrotermal yang berbeda. Waktu 24 jam untuk mendapatkan sampel B dan 48 jam untuk sampel C. Beberapa sampel yang telah dihasilkan ini kemudian dilakukan pertukaran ion dengan larutan ammonium asetat untuk mendapatkan sampel katalis yang bersifat asam. Pertukaran ion dilakukan dengan metode refluks dengan kondisi reaksi menggunakan suhu 60º C, waktu reaksi 3 jam, dan kecepatan pengadukan 300 rpm. 2.2.2 Karakterisasi Padatan 2.2.2.1 Difraksi Sinar-X Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (XDR JEOL JDX-3530 X-ray Diffractometer) menggunakan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, tegangan 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 5-50°. 2.2.2.2 Spektroskopi Inframerah Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi dengan spektroskopi inframerah (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk pada bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai 400 cm-1.
2.2.2.3 Adsorpsi/desorpsi Nitrogen Isoterm sorption nitrogen diamati dengan menggunakan suatu instrumen Quantachrome Corporation (Nova-1200). Hal yang perlu dilakukan sebelum analisis ini adalah sampel (masing-masing sebanyak 0.05 gram) divakum selama 2 jam pada 150°C. Luas permukaan spesifik (SBET) dihitung dengan persamaan BET . 2.2.2.4 Adsorpsi Piridin Analisis keasaman permukaan dilakukan dengan menggunakan adsorpsi piridin pada sampel dengan variasi waktu hidrotermal 12 dan 24 jam. Sampel sebanyak ± 12 mg diletakkan pada pemegang sampel, dan dimasukkan ke dalam sel kaca yang terbuat dari pirex yang mempunyai jendela terbuat dari kalsium florida, CaF2. Selanjutnya, sel kaca dipanaskan pada suhu 400 oC selama 4 jam. Jenis situs asam Brønsted ditentukan menggunakan molekul piridin sebagai basa. Piridin diadsorb pada suhu ruang selama satu jam, dilanjutkan dengan desorpsi pada 150 oC selama tiga jam. Spektra inframerah direkam pada suhu kamar pada daerah 1700–1400 cm−1. Jumlah sisi asam Brønsted atau Lewis dihitung berdasarkan persamaan yang telah diperkenalkan oleh Emeis (1993) sebagai berikut :
Jumlah sisi asam (mmol/g )
B L 103 kg
Keterangan : Koefisien asam Lewis (k) = 1.42 cm.mmol-1
(3.1)
SK - 091304
Koefisien asam Brønsted (k) = 1.88 cm.mmol-1 B = Luas puncak pita Bronsted atau Lewis (cm-1) L = Luas disk sampel (cm2) g = Berat disk sampel (g) 2.2.3 Uji Aktivitas Katalitik 2.2.3.1 Reaksi Esterifikasi Reaksi Esterifikasi dilakukan menggunakan labu alas bulat 50 mL yang dilengkapi dengan pengaduk dan refluks kondenser untuk menghindari penguapan alkohol. Pengaduk magnet digunakan untuk mengontrol laju gerakan campuran reaksi. Untuk mengeliminasi efek transfer massa eksternal, kecepatan pengadukan harus kostan yaitu 300 rpm. Reaktor leher tiga diletakkan diatas penangas minyak suhu konstan yang dilengkapi dengan pengontrol suhu. Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit (ALSKS) ditambahkan ke dalam metanol dalam gelas reaktor dengan komposisi molar 1:30, kemudian ditambahkan 0,2 gram katalis ZSM-5 mesopori. Campuran dipanaskan pada suhu 60 oC selama 15, 30, dan 60 menit. 2.2.3.2 Penentuan Konversi ALB (Asam Lemak Bebas) Titrasi asam basa yang digunakan mengikuti standart AOCS (Amarican Oil Chemistry Society). Sebanyak 1 gram sampel minyak dipanaskan pada suhu 250oC selama 1 menit. Kemudian ditambahkan isopropanol 25 mL yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,05 N. Isopropanol yang sudah netral ditambahkan 5 tetes indikator pp. Selanjutnya, dititrasi dengan NaOH 0,05 N. Konversi ALB ditentukan dari rasio jumlah asam menggunakan persamaan: % ALB =
VNaOH x NNaOH x Mrmetil ester Gram sampel
…… (2.1)
III.Hasil dan Pembahasan 3.1 Sintesis ZSM-5 Mesopori Sintesis ZSM-5 mesopori dilakukan menggunakan metode prekursor zeolit nanokluster (Eimer, 2008). Sintesis dilakukan dengan mencampurkan natrium aluminat (NaAlO2) sebagai sumber Al dengan tetraetil ortosilikat sebagai sumber Si. Pencampuran ini menggunakan perbandingan rasio Si/Al = 20. Campuran diaduk dengan menggunakan magnetik stirrer dengan kecepatan konstan selama 30 menit. Selanjutnya campuran yang terbentuk ditambah dengan larutan TPAOH yang terdiri dari TPAOH dan aquades, yang berfungsi sebagai templat organik pertama yang membentuk struktur MFI dengan ukuran pori mikro. Campuran ini membentuk dua fase yaitu fasa organik untuk TPAOH dan fase air untuk
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
campuran NaAlO2 dengan TEOS. Campuran ketiga bahan ini diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 15 jam dan kemudian didiamkan pada suhu 80°C selama 12, 24, dan 48 jam. Proses pendiaman dalam oven selama 12, 24,dan 48 jam ini merupakan proses hidrotermal. Proses hidrotermal ini melibatkan air dan panas, dimana campuran dipanaskan pada temperatur relatif tinggi dalam wadah tertutup. Keadaan tersebut dimaksudkan agar terjadi keseimbangan antara uap air dan larutan. Wadah yang tertutup menjadikan uap air tidak akan keluar, sehingga tidak ada bagian dari larutan yang hilang dan komposisi larutan prekursor tetap terjaga. Pada proses hidrotermal, terjadi reaksi kondensasi yang memungkinkan adanya pembentukan ikatan baru Si, Al-O-Si, Al (T-O-T) (Cundy dan Cox., 2005). Pada kondisi ini terbentuk juga zeolit nanoklaster yang digunakan sebagai prekursor sebagaimana telah dilaporkan oleh Eimer dkk (2008). Reaksi yang terjadi adalah NaAlO2(l) + H2O(aq)
Al(OH)4(aq) + NaOH(aq)
(C2H5O)4Si(aq) + 4 H2O(aq) 4 C2H5OH(aq)
Si (OH)4(aq) +
Si(OH)4(aq) + Al(OH)4(aq) Al(OH)3(aq) + H2O(aq)
(OH)3Si-O-
Setelah proses pendiaman selama 12, 24,dan 48 jam ini, larutan suspensi yang terbentuk ditambah setiltrimetilammonium bromida (CTABr) sebagai agen pengarah meso yang menghasilkan katalis dengan kestabilan asam dan hidrotermal yang baik. Campuran diaduk selama 30 menit dan kemudian didiamkan selama 3 jam, dipisahkan antara filtrat dan padatan, diukur pH-nya lalu dicuci sampai pH netral. Pemisahan filtrat dengan padatan disini tidak menggunakan kertas saring biasa karena serbuk zeolit berukuran lebih kecil daripada pori kertas saring, jika digunakan teknik penyaringan biasa, padatan yang dihasilkan akan lolos. Oleh karena itu, pemisahan filtrat dengan padatan dilakukan menggunakan sentrifuge. Proses pencucian sampai pH netral juga dilakukan untuk menghilangkan TPAOH yang masih tersisa. pH yang terukur sebelum pencucian yaitu 12. Padatan putih yang diperoleh dari proses pemisahan, selanjutnya dikeringkan di oven pada suhu 60°C selama 24 jam untuk menghilangkan kandungan air. Setelah dikeringkan, kemudian padatan putih tersebut dikalsinasi pada suhu 550°C selama satu jam dengan dialiri N2 dan 6 jam tanpa dialiri N2. Kalsinasi ini dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan templat-templat organik dan untuk pembentukan struktur Si-O-Al supaya semakin kuat sehingga terbentuk ZSM-5 mesopori. Pengaliran N2 pada 1 jam pertama juga dilakukan untuk memperkuat ikatan Si-O-Al karena ikatan
SK - 091304
yang terbentuk sebelumnya masih rapuh (Campbell, 2006). Sampel ZSM-5 mesopori yang telah dihasilkan ini masih berupa Na-ZSM-5 Mesopori. Oleh karena katalis yang ingin dihasilkan dalam sintesis ini yaitu katalis asam (H-ZSM-5 Mesopori) ,maka perlu dilakukan pertukaran ion untuk mengganti ion Na pada Na-ZSM-5 menjadi ion H (H-ZSM-5). Pertukaran ion dilakukan dengan mereaksikan katalis Na-ZSM-5 dengan larutan CH3COONH4 menggunakan metode refluks selama 3 jam pada suhu 60ºC (Liu dkk,2009). Reaksi yang terjadi yaitu : Na+[ZSM-5]-(s) + CH3COONH4(aq) NH4+[ZSM-5](s) + CH3COONa(aq) Campuran yang dihasilkan kemudian dipisahkan dan padatan yang diperoleh selanjutnya dioven pada suhu 100ºC selama 24 jam sampai padatan benar-benar kering. Setelah itu padatan dikalsinasi pada suhu 550ºC selama 10 jam untuk mendekomposisi NH3 sehingga diperoleh katalis H-ZSM-5. Reaksi pelepasan NH3 dan pembentukan H-ZSM-5 dapat dilihat seperti dibawah ini : NH4+[ZSM-5]- (s) H+[ZSM-5]- (s) + NH3 (g) Sampel H-ZSM-5 yang telah diperoleh ini kemudian dikarakterisasi dengan difraksi sinar – X (XRD) untuk mengetahui tingkat kekristalan, spektroskopi inframerah untuk mengetahui gugusgugus fungsi, dan adsorpsi piridin untuk mengetahui sifat asamnya. Katalis H-ZSM-5 ini diuji aktivitas katalitiknya pada reaksi esterifikasi Asam Lemak Stearin Kelapa Sawit (ALSKS). 3.2 Karakterisasi padatan 3.2.1 Spektroskopi inframerah Teknik spektroskopi infra merah digunakan untuk menentukan ikatan antar atom dan mengetahui gugus fungsi pada sampel sehingga dapat membantu memberikan informasi dalam memperkirakan struktur molekul. Pada umumnya muncul pita di 1000 – 1200 cm-1 dan 450 cm-1 yang menunjukkan secara berurutan struktur internal tetrahedral tak sensitif yang mengalami vibrasi regangan asimetris dan vibrasi tekuk. Pita pada 795 cm-1 dapat diartikan sebagai struktur internal tetrahedral sensitif yang mengalami vibrasi regangan simetris. Puncak pada sekitar 960 cm-1 menunjukkan gugus silanol terminal pada dinding permukaan mesopori. Pita yang sangat spesifik berada pada sekitar 550 cm-1 yang menunjukkan unit cincin 5 dalam struktur pentasil zeolit seperti ZSM-5. Hasil ini serupa dengan yang telah dilaporkan oleh Goncalves dkk (2008) untuk sampel ZSM-5 mesopori.
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
Gambar 3.1 menunjukkan spektra inframerah sampel yang disintesis dengan variasi waktu hidrotermal (a) 12 jam,(b) 24 jam,dan (c) 48 jam. Pada bilangan gelombang sekitar 550 cm-1, terlihat bahwa sampel (c) memiliki puncak paling tajam, sampel (b) memiliki puncak kecil dan sampel (a) puncaknya terlihat sangat lemah. Puncak pada bilangan gelombang sekitar 550 cm-1 ini menunjukkan terbentuknya unit cincin 5 dalam struktur pentasil zeolit seperti ZSM-5. Jadi, puncak disekitar 550 cm-1 ini merupakan puncak yang penting karena menunjukkan karakteristik ZSM-5. Selain puncak disekitar 550 cm-1 ada puncak lain yang menunjukkan karakteristik ZSM-5, yaitu puncak pada sekitar 1226 cm-1. Puncak disekitar 1226 cm-1 ini menunjukkan karakteristik ZSM-5 yang memiliki struktur MFI. Puncak pada daerah sekitar 550 cm-1 dan 1226 cm-1 semakin tajam seiring dengan bertambahnya waktu hidrotermal. Ini mengindikasikan bahwa karakteristik ZSM-5 semakin kuat. Kirsschhock dkk (1999) telah menjelaskan bahwa intensitas puncak pada bilangan gelombang sekitar 550 cm-1 akan bertambah dengan meningkatnya kristalinitas ZSM-5. Puncak-puncak lain yang menunjukkan terbentuknya ZSM-5 yaitu puncak disekitar 1100 cm-1 dan 450 cm-1. Puncak-puncak dibilangan gelombang tersebut menunjukkan secara berurutan struktur internal tetrahedral tak sensitif Si-O-Si yang mengalami vibrasi regangan asimetris dan vibrasi tekuk ikatan T-O.
Gambar 3.1 Spektra Infra merah sampel ZSM-5 Mesopori variasi waktu hidrotermal (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan 48 jam. Selain puncak di 550, 1226, 1100, dan 450 cm-1, terdapat juga puncak disekitar 795 cm-1
SK - 091304
yang menunjukkan struktur internal tetrahedral tak sensitif yang mengalami vibrasi regangan simetris. Puncak lain yang merupakan puncak sensitif yaitu puncak pada bilangan gelombang sekitar 960 cm-1. Puncak pada daerah ini mengindikasikan adanya gugus silanol pada dinding mesopori sebagaimana dilaporkan oleh Goncalves dkk (2008). Semakin lama waktu hidrotermal, maka puncak didaerah sekitar 960 cm-1 yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah mesopori semakin sedikit dengan bertambahnya waktu hidrotermal. Tabel 3.1 Bilangan gelombang (cm -1) yang menunjukkan karakteristik sampel katalis Sampe l a b c
Regangan TO4 Asimet Simetri ris s 1088 796 1088 796 1108 796
Tekuk T-O
SiOH
463 463 451
972 969 -
Struktu r Pentasil 545 548
Struktu r MFI 1227
Berdasarkan Tabel 3.1 dapat disimpulkan bahwa ada puncak-puncak yang semula pada waktu hidrotermal 12 jam belum terbentuk, namun pada waktu hidrotermal 24 dan 48 jam sudah terbentuk (puncak pada bilangan gelombang sekitar 550 cm1 ). Begitu pula puncak pada sekitar 1226 cm-1 yang awalnya pada waktu hidrotermal 12 dan 24 jam belum terbentuk, pada waktu hidrotermal 48 jam sudah terbentuk. Puncak-puncak yang dihasilkan oleh spektra inframerah pada bilangan gelombang 450, 550, 795, 1100, dan 1226 cm-1 mengalami kenaikan intensitas seiring dengan bertambahnya waktu hidrotermal. Namun puncak pada sekitar 960 cm-1 mengalami penurunan intensitas seiring dengan bertambahnya waktu hidrotermal. 4.2.2 Difraksi Sinar-X Difraksi sinar-X digunakan untuk mengetahui fase dan struktur kristal, serta kristalinitas. Pada pengukuran difraksi sinar X dipelajari hubungan pertumbuhan kristal dengan lama waktu hidrotermal dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 12, sampel dengan waktu hidrotermal (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan (c) 48 jam (Gambar 3.2). ZSM-5 menunjukkan karakteristik puncak-puncak difraksi di 2θ = 7,9º, 8,8º, 23,1º, 23,9º, dan 24,4º yang merupakan pola difraksi kristal dengan struktur MFI (Zhu, 2009). Pada sampel ZSM-5 yang telah disintesis dengan waktu hidrotermal (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan (c) 48 jam ini mengindikasikan bahwa sampel (a) memiliki struktur masih amorf karena hanya menunjukkan gundukan disekitar 2θ = 15 – 30 dan tidak menunjukkan puncak – puncak karakteristik. Ini mengindikasikan bahwa prekursor ZSM-5 belum terbentuk karena waktu hidrotermalnya yang terlalu singkat. Sementara itu untuk sampel (b) sudah
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
menunjukkan puncak di 2θ = 23,1º ; 7,89º ; dan 8,8º , walaupun intensitasnya kecil. Intensitas puncak yang kecil ini menunjukkan bahwa struktur sudah terbentuk meskipun dengan kristalinitas yang rendah. Sampel (c) sudah menunjukkan karakteristik puncak-puncak utama dengan intensitas yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa kristal ZSM-5 sudah terbentuk dengan baik. Gambar 3.2 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal, maka intensitas yang dihasilkan semakin tinggi karena jumlah inti zeolit yang dihasilkan semakin banyak. Ini mengindikasikan bahwa ZSM-5 yang dihasilkan semakin kristalin Hasil ini serupa dengan penelitian yang telah dilaporkan oleh Goncalvez dkk (2008).
Gambar 3.2 Difraksi sinar-X sampel ZSM-5 Mesopori dengan variasi waktu hidrotermal (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan (c) 48 jam. 3.2.3 Adsorpsi N2 Adsorpsi nitrogen yaitu fisisorpsi suatu gas inert seperti nitrogen atau argon yang melibatkan adsorpsi secara fisis. Adsorpsi nitrogen yang dilakukan pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas permukaan sampel. Luas permukaan diukur dengan menghitung jumlah molekul yang menempel pada lapisan tunggal. Perhitungan luas permukaan ini menggunakan model perhitungan BET (Brunauer, Emmet, dan Teller) dengan asumsi bahwa gas membentuk jumlah lapisan yang tak terbatas di atas suatu permukaan (Adamson,1990). Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan model BET, diperoleh luas permukaan sampel katalis, seperti terlihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Luas permukaan sampel katalis berdasar data Adsorpsi N2 Sampel Katalis
Luas permukaan
SK - 091304
(m2/g) Katalis a 401 Katalis b 367 Katalis c 261 Data pada Tabel 3.2 menunjukkan bahwa katalis (a) yang disintesis dengan waktu hidrotermal 12 jam memiliki luas permukaan paling besar dibanding dengan katalis (b) yang disintesis dengan waktu hidrotermal 24 jam dan katalis (c) yang disintesis dengan waktu hidrotermal 48 jam. Data tersebut juga secara tidak langsung menyatakan bahwa semakin lama waktu hidrotermal, maka semakin kecil luas permukaan. Luas permukaan yang besar menunjukkan bahwa katalis ini merupakan material berpori. Hal ini diperkuat dengan data spektra inframerah yang diperoleh, dimana sampel katalis a yang disintesis dengan waktu hidrotermal 12 jam menunjukkan puncak dengan intensitas yang tajam pada panjang gelombang 960 cm-1 yang mengindikasikan adanya dinding mesopori. Sementara untuk sampel katalis (b) dan (c) menunjukkan intensitas puncak yang semakin kecil yang mengindikasikan jumlah dinding mesopori yang semakin sedikit. 3.2.4 Uji Keasaman Uji keasaman dilakukan untuk mengetahui jumlah dan jenis sisi asam Lewis dan Brønsted pada katalis H-ZSM-5 mesopori. Penentuan jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted dilakukan dengan menggunakan adsorpsi piridin dan dianalisis menggunakan teknik spektroskopi inframerah. Sisi asam Brønsted dan Lewis dapat dibedakan secara berurutan dengan pita dari ion piridinium pada 1545 cm-1 dan ikatan koordinasi piridin pada 1455 cm-1. Pita pada 1490 cm-1 biasanya dihubungkan dengan adsorpsi piridin pada kedua sisi asam Brønsted dan Lewis (Kumar dkk, 2002). Pada proses adsorpsi piridin, sampel dievakuasi pada suhu 400ºC selama 4 jam. Tahapan berikutnya adalah proses adsorpsi piridin pada suhu kamar dilanjutkan proses desorpsi pada suhu 150ºC selama 3 jam untuk menghilangkan piridin yang terikat secara fisis sehingga hanya diperoleh piridin yang terikat secara kimia. Proses ini dilakukan dalam tabung yang tertutup dan dialiri dengan gas nitrogen. Selanjutnya padatan dikarakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah untuk mengetahui jumlah piridin yang teradsorpsi. Dari data spektroskopi inframerah daerah piridin pada Gambar 3.3, terlihat puncak pada panjang gelombang 1446 cm-1 untuk semua sampel. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel mempunyai sisi asam Lewis. Asam lewis dapat muncul pada spektra katalis karena katalis menerima pasangan elektron dari gugus amina sekunder yang terdapat pada piridin. Pita absorbansi juga muncul pada bilangan gelombang 1546 cm-1 yang mengindikasikan bahwa semua sampel memiliki sisi asam Brønsted. Sisi asam
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
Brønsted muncul karena padatan katalis mampu mengadsorp piridin pada saat proses adsorpsi piridin. Ion H+ yang terikat pada permukaan katalis akan didonorkan dan membentuk ion piridinium (C5H5NH+) dengan molekul piridin. Selain itu muncul puncak pada bilangan gelombang sekitar 1493 cm-1. Puncak ini merupakan puncak gabungan untuk asam Lewis dan Brønsted. Gambar 3.3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal, intensitas ketiga puncak semakin berkurang. Berdasarkan data pada Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted pada sampel katalis juga berkurang dari sampel H-a, H-b, dan H-c. Sampel katalis H-a yang disintesis dengan waktu hidrotermal 12 jam memiliki jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted paling banyak. Sementara sampel katlis H-c yang disintesis dengan waktu hidrotermal 48 jam memiliki jumlah sisi asam Lewis dan Brønsted paling sedikit. Jumlah sisi asam pada permukaan masing-masing katalis dapat dilihat pada Tabel 3.3, yang dihitung berdasarkan persamaan yang telah diperkenalkan oleh Emeis (1993).
Gambar 3.3 Spektra inframerah sampel katalis ZSM-5 Mesopori dengan variasi waktu hidrotermal (a) 12 jam, (b) 24 jam, dan (c) 48 jam ,yang dianalisa keasamannya dengan adsorpsi piridin. Apabila dihubungkan dengan luas permukaannya, sifat keasaman memiliki nilai yang sebanding dengan luas permukaannya (Gambar 3.4). Jadi, semakin besar luas permukaan katalis, maka semakin banyak sisi asamnya. Oleh karena itu, katalis H-a yang memiliki luas permukaan paling besat dibanding katalis H-b dan H-c (Tabel 3.2), memiliki keasaman yang paling besar. Hal ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan oleh Ramesh dkk (2002). Berdasarkan penelitian Ozbay dkk (2008) dinyatakan juga bahwa semakin lama waktu yang diperlukan untuk pertumbuhan inti zeolit, maka sisi keasamannya berkurang. Oleh karena itu, sampel katalis yang disintesis dengan waktu hidrotermal paling lama yaitu 48 jam (katalis H-c),
SK - 091304
akan memiliki jumlah sisi asam yang paling sedikit. Tabel 3.3 Jumlah asam Brønsted dan Lewis pada sampel
Sampe l
Katali s H-A Katali s H-B Katali s H-C
Luas Lewis (m2/g)
Jumlah
Jumlah
Luas
Asam
Asam
Brønste
Lewis
Brønste
d
(L)
d (B)
(m2/g)
(mmol/
(mmol/g
g)
)
Total Asam ( L+B) (mmol/ g)
2,949
1,025
0,095
0,025
0,120
1,881
0,482
0,062
0,012
0,074
0,524
0,087
0,017
0,002
0,019
Gambar 3.4 Grafik hubungan luas permukaan dengan total asam pada sampel katalis H-A, H-B, dan H-C 4.3 Uji aktivitas katalitik Uji aktivitas katalitik disini dilakukan pada reaksi esterifikasi asam lemak stearin kelapa sawit (ALSKS) dengan metanol. Asam lemak stearin kelapa sawit ini mengandung asam palmitat dan stearat dalam jumlah tinggi sehingga menyebabkan stearin kelapa sawit ini berbentuk padat pada suhu kamar. Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam trigliserida menjadi metil ester. Dalam reaksi ini digunakan katalis asam H-ZSM-5 mesopori yang telah disintesis sebelumnya dengan variasi waktu hidrotermal 12, 24, dan 48 jam. Jumlah asam lemak bebas yang telah bereaksi membentuk metil ester akan dihitung sebagai persen konversi yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas dari katalis yang telah digunakan. Selain menggunakan katalis dengan variasi waktu hidrotermal, pada reaksi ini
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
juga digunakan variasi waktu reaksi untuk mengetahui kondisi reaksi yang dapat menghasilkan konversi lebih besar. Reaksi esterifikasi ALSKS dengan metanol dilakukan dalam labu bundar yang dilengkapi dengan pemanas, seperangkat alat refluks dan termometer untuk mengamati suhu. Peralatan refluks dengan kondensor dalam percobaan ini digunakan untuk menghindari penguapan dari metanol agar metanol yang digunakan bereaksi dengan reaktan ALSKS. Berikut contoh reaksi esterifikasi asam palmitat (merupakan kandungan tertinggi dalam ALSKS) dengan metanol : CH3(CH2)14COOH + CH3OH CH3(CH2)14COOCH3 + H2O Asam palmitat + metanol palmitat + air
metil
Mekanisme reaksinya ketika dikatalisis dengan katalis H-ZSM-5 yaitu H + dari katalis akan berfungsi sebagai donor proton yang menyebabkan autoprotolisis asam karboksilat (Iglesia dkk, 2007) sehingga melepaskan molekul air dan atom C pada karboksilat menjadi positif. Setelah protonasi atau aktivasi gugus karbonil, mekanisme dilanjutkan dengan reaksi adisi CH3OH pada gugus aktif karbonil, deprotonasi ion oxonium, kemudian pelepasan katalis H+, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.5. . O
O +
H R
C
R
C
+
+
R
OH
C
+
O + CH3
OH
R
OH2
R
C
CH3
O
C
O
O
+
H
O +
air +
R
C
O
CH3
-H
metil ester
Gambar 3.5 Mekanisme reaksi katalisis HZSM-5 pada esterifikasi asam karboksilat dengan methanol. Aktivitas katalis kemudian dapat diketahui dari perubahan jumlah ALSKS sebelum direaksikan dan setelah direaksikan menggunakan katalis. Menurut Chung (2008) aktivitas katalis dalam reaksi esterifikasi ini dipengaruhi beberapa hal antara lain keasaman katalis dan ukuran diameter pori katalis. Pada penelitian ini telah
SK - 091304
dilakukan sintesis ZSM-5 yang memiliki pori berukuran meso (ZSM-5 mesopori). Katalis dengan ukuran pori meso sangat baik untuk reaksi esterifikasi ini karena produk dari reaksi esterifikasi ini yang berukuran besar, akan lebih mudah mencapai sisi aktif katalis jika menggunakan katalis berpori meso. Selain ukuran pori dari katalis, keasaman dari katalis juga sangat berpengaruh dimana semakin besar keasaman katalis, semakin besar produk yang dihasilkan Pengaruh variasi katalis pada reaksi esterifikasi ALSKS dengan metanol ini ditunjukkan dengan penggunaan katalis H-a, H-b, dan H-c untuk waktu reaksi 60 menit. Variasi katalis yang digunakan didasarkan pada waktu hidrotermal sintesis katalis yang dihubungkan juga dengan jumlah asam Brønsted dan Lewisnya. Gambar 3.6 menunjukkan bahwa konversi ALB pada katalis H-a memiliki nilai paling kecil jika dibandingkan dengan katalis H-b dan H-c. Ini disebabkan karena katalis H-a merupakan katalis yang disintesis dengan waktu hidrotermal 12 jam dimana berdasarkan hasil difraksi sinar-X, katalis ini tidak menunjukkan fase kristal ZSM-5. Meskipun berdasarkan hasil uji keasaman, jumlah sisi asam katalis H-a ini memiliki nilai yang paling besar namun konversinya lebih kecil dibanding dengan katalis H-b dan H-c karena waktu sintesis katalis H-a yang terlalu pendek sehingga menyebabkan kristal ZSM-5 belum terbentuk. Sebagaimana dikatakan Kumar (2002) kekuatan asam suatu katalis berkurang karena berkurangnya kristalinitas dan kemurnian fase dari ZSM-5. Berdasarkan Gambar 3.6 dapat dilihat bahwa jumlah asam pada penelitian ini tidak mempengaruhi % konversi tetapi kekuatan asam yang dihubungkan dengan kristalinitas katalis yang mempengaruhi reaksi ini. Data pada Tabel 3.4 menunjukkan bahwa rasio L/B mempengaruhi % konversi ALB. Penelitian menggunakan rasio L/B ini telah dilakukan oleh Chou dkk (2006) dimana semakin besar rasio L/B, semakin tinggi % konversi ALB pada menit ke-60. Namun jika dihubungkan dengan data luas permukaan, katalis H-b dengan luas permukaan 367 m2/g menghasilkan konversi paling tinggi pada menit ke-15 & 30. Sehingga dari Tabel 3.3 dapat disimpulkan bahwa bukan hanya total asam yang mempengaruhi % konversi ALB, namun juga rasio L/B dan juga luas permukaan. Jumlah asam yang paling banyak dan luas permukaan yang paling tinggi pada katalis H-a tidak mampu menghasilkan konversi yang tinggi karena ternyata rasio L/B dari katalis ini paling kecil. Sementara katalis H-b dengan jumlah asam, rasio L/B, dan luas permukaan tertinggi kedua, mampu menghasilkan konversi paling besar dengan waktu reaksi paling singkat. Kemudian katalis H-c dengan total asam dan luas permukaan paling kecil mampu menghasilkan konversi yang besar karena ternyata
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
rasio L/B katalis ini paling tinggi namun waktu reaksinya lebih lama yaitu 60 menit.
SK - 091304
semakin sedikit jumlah mesopori. Apabila jumlah mesopori berkurang maka difusi molekul reaktan menuju sisi aktif katalis menjadi lebih lama. Hal ini yang menyebabkan katalis H-c dapat mencapai konversi yang tinggi setelah 60 menit.
Katalis H-c Katalis H-b Katalis H-a
% konversi ALB
90 88 86 84 82 80 78 76 74
Gambar 3.6. Grafik antara % konversi ALB dengan jumlah Asam Brønsted & Asam Lewis pada t (waktu reaksi) 60 menit untuk katalis H-a, H-b, dan H-c Tabel 3.4 Tabel hubungan antar Total asam (L+B), rasio L/B dengan Luas permukaan dan %Konversi ALB pada sampel katalis H-a, H-b, dan H-c % Konversi ALB Sampel
L+B
L/B
Luas Permukaa n (m2/g)
Katalis H-a
0,120
3,8
Katalis H-b
0,074
Katalis H-c
0,019
15 me nit
30 me nit
60 me nit
401
79, 87
85, 26
80, 54
5,1
367
84, 39
88, 83
85, 55
8,5
261
84, 20
85, 28
85, 65
Pada Gambar 3.7 dapat dilihat bahwa konversi yang dihasilkan katalis H-a dan H-b mengalami kenaikan namun kemudian turun drastis. Sementara katalis H-c dapat menghasilkan konversi yang naik sedikit dan tidak turun. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas katalis H-c paling baik karena katalis ini memiliki kristalinitas yang tinggi. Katalis H-a dan H-b mencapai hasil yang optimum di menit ke-30, sementara katalis H-c mencapai hasil optimum pada menit ke-60. Hal ini disebabkan karena katalis H-c disintesis dengan waktu hidrotermal paling lama, sehingga memiliki kristalinitas yang tinggi. Namun, berdasarkan hasil spektra inframerah, katalis H-c tidak menunjukkan puncak pada bilangan gelombang 960 cm-1 yang berarti bahwa sampel katalis H-c tidak memiliki fase mesopori. Semakin lama waktu hidrotermal
15
30
60
t (waktu reaksi)
Gambar 3.7. Grafik antara % konversi ALB dengan waktu reaksi pada katalis H-a, H-b, dan H-c Berdasarkan Gambar 3.6 dan 3.7 dapat disimpulkan bahwa katalis H-b merupakan katalis yang paling baik untuk reaksi ini karena katalis H-b memiliki fase mesopori, kristal ZSM-5, luas permukaan, dan sifat asam yang baik, sehingga dapat menghasilkan konversi yang besar dan efektif bereaksi pada menit ke-30. Sementara katalis H-c memiliki konversi yang besar juga karena memiliki kristalinitas paling tinggi namun waktu reaksinya lebih lama karena fase mesoporinya yang sedikit menyebabkan difusi molekul reaktan lebih lama. Sedangkan katalis H-a menghasilkan konversi paling kecil karena fase meso dan krital ZSM-5nya yang tidak berimbang sehingga ia memiliki sifat yang kurang baik untuk reaksi ini. IV.Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan ZSM-5 mesopori yang telah disintesis dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 12, 24 dan 48 jam dengan menggunakan prekursor nanoklaster dan templat surfaktan CTABr menunjukkan karakteristik kekristalinitas ZSM-5 yang meningkat namun fase mesopori yang menurun sejalan dengan lama waktu hidrotermal. Keasaman dan luas permukaan ZSM-5 mesopori juga berkurang dengan semakin lama waktu hidrotermal. Pada uji aktivitas katalitik dengan reaksi esterifikasi asam lemak bebas (ALB), konversi ALB paling besar dan waktu reaksi paling cepat dihasilkan oleh katalis yang disintesis dengan waktu hidrotermal 24 jam karena memiliki fase mesopori dan kristal ZSM-5 yang berimbang serta sifat asam dan luas permukaan yang baik.
Prosiding Skripsi Semester Genap 2010/2011
4.2 Saran Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sintesis ZSM-5 mesopori dengan metode sintesis yang berbeda atau dengan templat yang berbeda untuk menghasilkan katalis dengan fase mesopori dan kristal ZSM-5 yang berimbang sehingga menghasilkan katalis dengan sifat yang lebih baik. Ucapan terimakasih kepada: 1. Allah SWT atas segala nikmat dan karunia serta kemudahan yang telah diberikan kepada penulis 2. Ayah, ibu, dan adik yang telah memberikan dukungan penuh selama mengerjakan Skripsi ini 3. Bapak Dr. Didik Prasetyoko M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah berkenan memberikan bimbingan dan saran dalam penulisan laporan katalis ini. 4. Teman-teman angkatan 2007 dan mbakmbak S2 Kimia ITS serta semua pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya Skripsi ini. Daftar Pustaka Adamson, A.W., (1990), Physical Chemistry of Surfaces, John Wiley & Sons, Inc, New York Auruma,Tyas,(2010),” Esterifikasi asam Lemak Bebas dalam Minyak jelantah menggunakan katalis H-ZSM-5 Mesopori”, Skripsi Jurusan Kimia,FMIPA,ITS Boon Koo J., Jiang N., Saravanamurugan S., Bejblová M., Musilová Z., Cejka J., EonPark S., (2010), “Direct Synthesis of Carbon-templating Mesoporous ZSM-5 using Microwave heating”, Journal of Catalysis, Vol.276, Hal. 327-334 Campbell, R. (2006), “Synthesis and Characterization of Three-Dimensional Mesopori Materials”, Journal of Microporous and Mesoporous Materials , Vol.82, Hal. 145–155 Chen G., Jiang L., Wang L., Zhang J., (2010), “ Synthesis of Mesoporous ZSM-5 by one-pot method in the presence of Polyethylene glycol”, Journal of Microporous and Mesoporous Materials, Vol. 134, Hal. 189194 Chung, K.H., Duck, R.C., Byung, G.P., (2008), “Removal of free fatty acid in waste frying oil by esterification with methanol on zeolite catalysts”, Bioresource Technology, Vol. 99, hal. 7438-7443 Cundy C.S., M.S Henty., R.J Plaisted ,(1995) , Investigation of N, TPA-ZSM-5 Zeolite
SK - 091304
Synthesis by Chemical Methods , Zeolites, 15:342 Eimer, Griselda A., Diaz, Isabel., Saste, Enrique., Herrero, Eduardo R., (2008), Mesoporous titanosilicates synthesized from TS-1 precursors with enhanced catalytic activity in the a-pinene selective oxidation, Applied Catalysis A: General, 77–86 Emeis C. A. (1993), “Determination of Integrated Molar Extinction Coefficients for Infrared Absorption of Pyridine Adsorbed on Solid Acid Catalysts”, Journal of Catalysis, Vol. 141, hal. 347-354 Geraldo, O., Oktar, N., Tapan, A. (2008),”Esterification of Free Fatty Acid in Waste Cooking Oils (WCO): Role of Ion-Exchange Resin”, Vol. 87, hal. 17891798. Goncalves M.L., L.D. Dimitrov, M.H. Jorda,M. Wallau, Ernesto A. Urquieta-Gonzalez, (2008), Synthesis of mesopori ZSM-5 by crystallisation of aged gels in the presence of cetyltrimethylammonium cations, Catalysis Today, 133–135, 69–79 Handayani,Fitriya,Risa,(2010),”Sintesis ZSM-5 menggunakan prekursor Zeolit nanoklaster : Pengaruh waktu Hidrotermal”, Jurusan Kimia,FMIPA,ITS Hilda, Lelya, (2005), “Pembuatan Pengganti Lemak Cocoa dari Lemak Susu dan Stearin Kelapa Sawit melalui reaksi blending”, Jurnal Sains Kimia, Vol.9, No.2 Khalifah,Nurul,Susi,(2010),”Sintesis katalis ZSM-5 Mesopori dan Aktivitasnya pada Esterifikasi Minyak jelantah untuk Produksi Biodiesel”, Jurusan Kimia,FMIPA,ITS