Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
SINTESIS ZSM-5 MESOPORI MENGGUNAKAN PREKURSOR ZEOLIT NANOKLASTER SEBAGAI BUILDING BLOCK DAN AKTIVITASNYA PADA ESTERIFIKASI ASAM LEMAK BEBAS SYNTHESIS OF MESOPOROUS ZSM-5 USING NANOCLUSTER ZEOLITE AS A PRECURSOR FOR BUILDING BLOCK AND ITS ACTIVITY IN FREE-FATTY ACID ESTERIFICATION D. Prasetyoko1,2, R.S. Handayani2, H. Fansuri2, D. Hartanto2 Laboratorium Energi, Pusat Studi Energi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2 Laboratorium Riset Kimia Material dan Energi, Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember e-mail:
[email protected] 1
Abstrak. ZSM-5 mesopori telah disintesis menggunakan nanoklaster zeolit sebagai prekursor dengan variasi waktu kristalisasi secara hidrotermal. Dua tahap kristalisasi telah dijalankan menggunakan templat organik yaitu tetrapropil amonium hidroksida dan setiltrimetil amonium bromida, dimana nanoklaster zeolit disiapkan pada tahap pertama, dilanjutkan dengan pembentukan fasa meso. Padatan dikarakterisasi dengan difraksi sinar-X, spektroskopi inframerah, adsorpsi piridin, dan scanning electron microscopy. Hasil analysis telah menunjukkan bahwa kristalinitas padatan bertambah selama kristalisasi, yang berlawanan dengan pembentukan fasa meso. Aktivitas katalitik padatan pada esterifikasi asam lemak bebas bertambah seiring dengan jumlah sisi asam Brønsted. Abstract. Mesoporous ZSM-5 was synthesized using zeolite nanocluster as a precursor with different time of hydrothermal crystallization. Two steps of crystallizations were carried out using different organic templates i.e. tetrapropylammonium hydroxide and cetyltrimethylammonium bromide, where the zeolite nanocluster was prepared in the first step, continued by the formation of mesophase in the second step. The solids were characterized by X-ray diffraction, infrared spectroscopy, pyridine adsorption, and scanning electron microscopy techniques. The results have showed that the crystallinity of the solid increases during hydrothermal crystallization, on contrary to the formation of mesophase. The catalytic activity of the solids in the esterification of free fatty acids increased as the amount of Brønsted acid sites. Katakunci: ZSM-5 mesopori, kristalisasi, esterifikasi, asam lemak bebas, asam Brønsted.
PENDAHULUAN Zeolit adalah kristalin aluminosilikat yang mengandung pori-pori dan rongga-rongga berskala molekular dengan rentang ukuran dari 3 Å sampai 15 Å. Kerangka zeolit disusun dari satuan-satuan tetrahedral [SiO4]4- dan [AlO4 ]5dengan atom oksigen sebagai penghubung antara atom silikon dan aluminium yang digabungkan secara tiga dimensi, ditunjukkan sebagai TO4 , T = Si atau Al. Penggabungan satuan tetrahedron satu dengan lainnya terjadi karena adanya pemakaian bersama satu atom oksigen oleh dua tetrahedral. Oleh karena
tetrahedral [AlO4]5- bermuatan negatif, maka zeolit alam dan zeolit sintetik memerlukan kation logam alkali (Na+, K+) dan atau alkali tanah (Ca2+, Ba2+) sebagai pusat penyeimbang muatan untuk menjaga kenetralan muatan zeolit (Smart, 1993). ZSM-5 adalah zeolit yang mempunyai medium pori (5.1-5.6 Å) dengan struktur tiga dimensi yang mempunyai 10 rantai atau ikatan, mempunyai bentuk selektivitas yang unik, sifat asam Brønsted dan Lewis, pertukaran ion, dan stabilitas thermal yang baik, sehingga ZSM-5 sangat luas digunakan sebagai katalis dan
C - 225
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
penyerap pada industri petrolium dan petrokimia. Sifat katalitik dan sifat adsorbsi biasanya dipengaruhi oleh ukuran kristalnya, sedangkan sifat keasaman dan struktur pori zeolit ZSM-5 digunakan sebagai katalis yang mempunyai efek yang signifikan pada reaksi dan distribusi produk reaksi (Shirazi dkk, 2008). Mesopori ditemukan oleh ilmuwan Mobil oil, dimana mesopori dengan ukuran 2-30 nm dan permukaan yang luas, yang merupakan sebuah rute baru yang ditawarkan untuk memecahkan keterbatasan difusi molekul dan pengubahan molekul yang besar sebagai katalis serbaguna. Bagaimanapun, stabilitas hidrothermal material mesopori juga digunakan untuk memperbaiki sifat amorph pada dinding porinya. Dibandingkan dengan zeolit secara konvensional, stabilitas hidrothermal pada mesopori aluminosilikat tetap rendah, yang dihubungkan dengan mesopori semi kristalin (Wang dkk,2009) . Untuk mengatasi kekurangan batasan ukuran pori pada zeolit, peneliti mengusulkan beberapa strategi. Salah satu kemungkinannya adalah mensintesis zeolit dengan kristal nano berukuran 0.5-50 nm, dengan demikian difusi pada zeolit dapat dipersingkat (Zhu, dkk., 2009, Cundy, dkk., 2005). Namun, menurut penelitian Kresge dkk (1992), koloid pada zeolit berukuran nano membuat proses sintesis susah ditangani. Selain itu, sintesis zeolit ukuran nano biasanya banyak menggunakan templat organic dalam jumlah yang lebih banyak dibanding zeolit dengan ukuran mikro. Kendala ini mengakibatkan kesulitan dalam sintesis zeolit nano. Keberhasilan dalam sintesis materi mesopori dengan membuat pori dan saluran berukuran 2-50 nm mungkin dapat digunakan sebagai metode lain untuk penyelesaian masalah tersebut. Akan tetapi, materi mesopori memiliki kelemahan intrinsik dalam hal keasaman dan stabilitas sintesis, yang sudah dibatasi aplikasinya. Keterbatasan ini dapat diatasi dengan mengkombinasikan mesoporositas dari aluminosilikat mesopori dengan keasaman dan stabilitas hidrotermal yang tinggi dari zeolit mikropori (Perez, dkk , 2005). Eimer dkk (2008) melaporkan bahwa beberapa jalur sintesis non-konvensional, yang
bertujuan untuk membentuk struktur dinding pori-pori berbentuk mesopori aluminosilikat dan meningkatkan aktivitas dalam reaksi. Campuran dari kristal zeolit dan material mesopori diperoleh dengan tahapan nukleasi zeolitik, dan rekristalisasi dari fase mesopori. Baru-baru ini, untuk meningkatkan struktur, stabilitas hidrotermal telah dibuat melalui pendekatan yang berbeda, yang terdiri dari beberapa prekusor zeolit nanocluster, dengan kondisi hidrotermal dan adanya kation yang dihasilkan dari setiltrimetilammonium heksagonal dengan struktur meso. Bibit prazeolit dalam gel digunakan oleh surfaktan menjadi bahan fasameso. Paper ini bertujuan untuk sintesis ZSM-5 mesopori dengan menggunakan templat cetiltrimetilamonium bromida (CTAB) dan prekursor zeolit nanocluster, melakukan karakterisasi ZSM-5 mesopori serta menguji aktivitasnya sebagai katalis pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Sintesis ZSM-5 mesopori dilakukan dengan menggunakan waktu hidrotermal yang berbeda yaitu 12, 24, 48 dan 72 jam dengan suhu 80°C dengan penambahan surfaktan kation setiltrimetilammonium bromida (CTAB) yang mengontrol struktur porinya. Keasaman zeolit dipelajari dari interaksi antara sisi asam dengan molekul probe untuk membedakan antara sisi Brønsted dan lewis serta menentukan jumlahnya. METODE PENELITIAN
Sintesis ZSM-5 Mesopori ZSM-5 mesopori disintesis dengan menggunakan metode yang dilakukan oleh Eimer dkk (2008). Natrium aluminat (NaAlO2) ditimbang sebanyak 2,0 gram kemudian dilarutkan dalam larutan TEOS sebanyak 45,0 mL dan diaduk selama 30 menit. Larutan yang terbentuk ditambahkan larutan TPAOH yang terdiri dari 20,1 mL TPAOH dan 40 mL aquades. Campuran diaduk selama 15 jam. Selanjutnya campuran yang terbentuk dihidrotermal dengan suhu 80°C selama 12 jam. Setelah didiamkan ditambahkan CTAB sebanyak 19,1 gram dan diaduk sampai
C - 226
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
tercampur sempurna dengan waktu kurang lebih 30 menit. Selanjutnya campuran didiamkan selama 3 jam dan disaring. Padatan hasil penyaringan kemudian dicuci dengan aquades sampai pHnya netral. Padatan dikeringkan pada 60°C selama 24 jam. Selanjutnya padatan dikalsinasi pada suhu 550°C selama 1 jam dengan dialiri N2 dan dilanjutkan dengan kalsinasi tanpa N2 selama 6 jam. Sintesis juga dilakukan dengan variasi waktu hidrotermal selama 24, 48, dan 72 jam.
1.1.
Karakterisasi Padatan
Padatan yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan teknik difraksi sinar-X (XDR JEOL JDX-3530 X-ray Diffractometer) menggunakan radiasi CuKα pada panjang gelombang λ = 1,541 Å, tegangan 40 kV, dan arus 30 mA dengan rentang sudut 2θ = 1,5-40°, untuk pengujian fase kristal dan kristalinitas padatan. Spektroskopi inframerah (SHIMADZU) untuk mengetahui ikatan yang terbentuk dan juga puncak karakteristik untuk fasa meso. Scanning electron microscopy SEM (JEOL 6360 LA) digunakan untuk mengetahui morfologi permukaan sampel. Analisis keasaman permukaan dilakukan dengan menggunakan adsorpsi piridin. Sampel sebanyak 10 mg diletakkan pada pemegang sampel, dan dimasukkan ke dalam sel kaca yang terbuat dari pirex yang mempunyai jendela terbuat dari kalsium florida, CaF2 . Selanjutnya, sel kaca dipanaskan pada suhu 400 oC selama 4 jam. Jenis situs asam Brønsted ditentukan menggunakan molekul piridin sebagai basa. Piridin diadsorbsi pada suhu ruang selama satu jam, dilanjutkan dengan desorpsi pada 150 oC selama tiga jam. Spektra inframerah direkam pada suhu kamar pada daerah 1700 - 1400 cm−1. Jumlah sisi asam Brønsted atau Lewis dihitung berdasarkan persamaan yang telah diperkenalkan oleh Emeis (1993).
Esterifikasi Asam Lemak Bebas Minyak goreng bekas 250 gram ditambahkan ke dalam air dengan komposisi minyak:air (1:1). Selanjutnya campuran minyak:air dipanaskan sampai komposisi air
tinggal setengahnya. Campuran diendapkan dalam corong pemisah selama 1 jam, kemudian fraksi air pada bagian bawah dipisahkan, sehingga diperoleh minyak bebas air. Minyak yang dihasilkan, kemudian disaring untuk memisahkan kotoran yang tersisa. Reaksi Esterifikasi dilakukan menggunakan labu alas bulat 50 mL yang dilengkapi dengan pengaduk dan refluks kondenser untuk menghindari penguapan alkohol. Pengaduk magnet digunakan untuk mengontrol laju gerakan campuran reaksi. Untuk mengeliminasi efek transfer massa eksternal, kecepatan pengadukan 1500 rpm. Reaktor leher tiga diletakkan diatas (didalam) air suhu konstan yang dilengkapi dengan pengontrol suhu. Minyak goreng sisa ditambahkan ke dalam metanol dalam gelas reaktor dengan komposisi molar 1:3, kemudian ditambahkan 1 gram katalis ZSM-5 mesopori. Campuran dipanaskan pada suhu 60 oC selama 1 jam. Jumlah asam lemak bebas (FFA) ditentukan untuk menghitung aktivitas katalis. Titrasi asam basa yang digunakan mengikuti standart AOCS (American Oil Chemistry Society). Sebanyak 10 gram sampel minyak dipanaskan pada suhu 250oC selama 1 menit. Kemudian ditambahkan isopropanol 25 mL yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,01 N. Isopropanol yang sudah netral ditambahkan 5 tetes indikator pp. Selanjutnya, dititrasi dengan NaOH 0,01 N. Konversi FFA (xFFA) ditentukan dari rasio jumlah asam menggunakan persamaan: % FFA = VNaOH x NNaOH x Mrmetil ester gram sampel HASIL DAN PEMBAHASAN
Katalis ZSM-5 mesopori disintesis secara hidrotermal sesuai dengan metode Eimer dkk. (2008) yang mensintesis TS-1 dengan menggunakan prekusor zeolit nanocluster sebagai building block jaringan mesopori. TS-1 dan ZSM-5 sama-sama memiliki struktur Mobile Five-I (MFI), dimana TS-1 terdiri dari rangkaian Si-O-Ti dan ZSM-5 terdiri dari
C - 227
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
dan memberikan hasil kristal dengan ukuran partikel kecil. Fouad dkk. (2006) telah melaporkan bahwa penggunaan TMAOH (Tetrametilamonium hidroksida), TEAOH (Tetraelilamonium hidroksida) dan TBAOH (Tetrabutilamonium hidroksida) sebagai templat akan menghasilkan ZSM-5 yang mempunyai kristalinitas yang lebih rendah.
f
e
Intensitas (cps)
rangkaian Si-O-Al. Bahan-bahan utama yang digunakan antara lain natrium aluminat (NaAlO2) sebagai sumber alumina yang memiliki kereaktifan tinggi, sehingga lebih mudah untuk digunakan dalam sintesis ZSM-5, tetraetil ortosilikat (TEOS) sebagai sumber silika, tetrapropilamonium hidroksida (TPAOH). Templat kedua digunakan setiltrimetilamonium bromida (CTABr) sebagai bahan pengarah struktur meso dan untuk menghasilkan sampel yang memiliki stabilitas asam dan hidrotermal yang baik (Goncalves dkk., 2008). Selanjutnya, ZSM- 5 yang telah terbentuk dikarakterisasi dengan difraksi sinarX (XRD) untuk mengetahui kekristalan katalis ZSM-5 mesopori, spektroskopi inframerah untuk mengetahui gugus fungsi, adsorpsi piridin untuk mengetahui keasaman ZSM-5 mesopori yang diketahui dengan menggunakan FTIR. Aktivitas katalis diuji pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas. Pada penelitian ini, padatan disintesis dengan waktu hidrotermal yang bervariasi yaitu 12, 24, 48 dan 72 jam. Karakterisasi Struktur dan Sifat Padatan Difraksi Sinar-X Karakterisasi struktur padatan dilakukan dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X (XRD) dan spektroskopi inframerah. Teknik XRD ini untuk mengetahui kekristalan katalis ZSM-5 mesopori. Pola difraktogram sinar-X untuk ZSM-5 mesopori ditunjukkan pada Gambar 1. Pola XRD ini direkam pada sudut 2θ = 2,5°-40°. Difraktogram sinar-X yang dihasilkan dari sampel ZSM-5 mesopori ini, dibandingkan antara variasi waktu hidrotermal 12, 24, 48 dan 72 jam. Puncak karakteristik garis difraksi dari semua sampel ditunjukkan pada 2θ = 7.9o, 7.94o, 8.46o , 8.9o, 23.03o , 23.1o dan 23.64o. Puncakpuncak ini merupakan puncak karakteristik untuk struktur dari topologi MFI (Treacy dkk., 2001). Adanya puncak pada sudut tersebut menunjukkan bahwa katalis ZSM-5 mesopori yang telah disintesis mempunyai struktur MFI yang didapat dari penambahan TPA+ sebagai templat. Penggunaan TPAOH sebagai templat merupakan pengarah struktur MFI yang baik
d
c
b
a
0
10
20
2θ (°)
30
40
Gambar 1: Pola difraksi sinar X dari sampel ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal 12 (a), 24 (b), 48 (c), 72 jam (d), ZSM-5 Mesopori (e) dan ZSM-5 Mikropori (f).
C - 228
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
Gambar 1 menunjukkan bahwa sampel dengan waktu hidrotermal 12 jam tidak muncul puncak pada 2 sekitar 8o dan 23o serta terlihat pola difaktogram yang tidak teratur pada 2 > 10. Ini menindikasikan bahwa pada waktu hidrotermal 12 jam masih mempunyai fasa amorf dan tidak terbentuk ZSM-5 mesopori. Berdasarkan Gambar 1, sampel menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka puncak intensitasnya semakin tinggi. Sedangkan waktu hidrotermal 72 jam menunjukkan intensitas puncak lebih tinggi sehingga sudah terbentuk ZSM-5 mesopori. Waktu hidrotermal yang semakin lama menyebabkan intensitas puncak yang semakin tinggi. Semakin tinggi intensitas maka kristalinitas sampel juga akan semakin tinggi. Difaktrogram antara ZSM-5 Mesopori dengan ZSM-5 Mikropori terdapat perbedaan yaitu tidak mempunyai puncak pada sudut 2 < 5, berbeda dengan ZSM-5 mesopori. Ini mengindikasikan adanya pori yang tersusun secara teratur dengan ukuran meso pada ZSM-5 mesopori. Pada Tabel 1 merupakan hubungan intensitas sudut 2θ= 23° dengan waktu kristalisasi. Sudut 23° merupakan karakteristik untuk struktur MFI dan identik dengan ZSM-5 mikropori dengan kristalinitas yang tinggi. Perhitungan kristalinitas pada sampel diperoleh dengan membagi antara intensitas (I) sampel dengan intensitas (Io) waktu hidrotermal 72 jam, yang mempunyai kristalinitas 100% serta intensitasnya 1284 sehingga diperoleh berapa persen kristalinitasnya. Waktu hidrotermal 72 jam mempunyai kristalinitas yang lebih tinggi daripada waktu hidrotermal 12, 24, dan 48 jam. Pada waktu hidrotermal 12 jam mempunyai kristalinitas paling rendah. Perbedaan intensitas ini mengindikasikan bahwa sampel semakin banyak mengandung fasa amorf dengan semakin singkatnya waktu hidrotermal. Kemungkinan lain adalah pertumbuhan inti kristal terjadi lebih baik dengan waktu hidrotermal yang lebih lama. Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal, maka intensitas yang dihasilkan semakin tinggi karena jumlah inti zeolit yang dihasilkan semakin sempurna. ZSM-5 mesopori yang dihasilkan semakin kristalin. Hasil ini serupa dengan
penelitian yang telah dilaporkan oleh Goncalvez dkk (2008). Tabel 1: Kristalinitas padatan (berdasarkan intensitas puncak XRD pada 2=23o) Sampel H- 12 H- 24 H- 48 H- 72
Intensitas 380 581 1048 1284
I/Io (%) 0,30 0,45 0,82 1
Kristalinitas (%) 30 45 82 100
Spektroskopi Inframerah Teknik spektroskopi inframerah bertujuan untuk mengidentifikasi material, menentukan komposisi dari campuran, dan membantu memberikan informasi dalam memperkirakan struktur molekul. Spektra inframerah ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal pada daerah 1400-400 cm-1 ditunjukkan pada Gambar 2. Sampel katalis ZSM-5 mesopori menunjukkan pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100, 800, dan 450 cm-1, yang merupakan mode vibrasi kisi yang berasosiasi dengan ikatan internal dalam SiO4 atau AlO4 tetrahedral (Flanigen dkk, 1973). Pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 1100 cm-1 merupakan mode vibrasi asimetris SiO-Si, dan pita serapan pada bilangan gelombang sekitar 800 cm-1 merupakan mode vibrasi simetrinya. Pita serapan yang muncul pada bilangan gelombang sekitar 1220 dan 550 cm-1 merupakan karakteristik struktur tetrahedral dalam framework zeolit dengan tipe MFI (Drago dkk, 1998). Pada Gambar 2 terlihat bahwa semakin lama waktu hidrotermal, maka lebar pita yang dihasilkan semakin berkurang. Hal ini mengindikasikan bahwa kristalinitas semakin tinggi dengan bertambahnya waktu hidrotermal. Pita absorpsi yang muncul pada daerah sekitar 1226 cm-1 dan 544 cm-1 merupakan puncak karakteristik untuk zeolit yang menandakan adanya struktur MFI, yang berhubungan dengan struktur pembangun sekunder zeolit MFI dan sensitif terhadap perubahan struktur. Pada daerah 960 cm-1 menandakan adanya gugus silanol pada dinding mesopori. Semakin lama waktu hidrotermal, maka puncak didaerah 960 cm-1 yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah mesopori
C - 229
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
semakin sedikit dengan bertambahnya waktu hidrotermal. Terdapat perbedaan antara ZSM-5 mesopori dengan ZSM-5 mikropori pada Gambar 2, yaitu pada daerah 960 cm-1 tidak muncul puncak pada ZSM-5 mikropori. Ini menindikasikan tidak adanya mesopori yang terbentuk pada ZSM-5 mesopori.
merupakan puncak yang sensitif dan karakteristik struktur ZSM-5. Oleh karena itu, puncak ini dapat dijadikan dasar untuk mengetahui pembentukan ZSM-5. Tabel 2 menunjukkan rasio intensitas antara bilangan gelombang 550 cm-1 dengan 450 cm-1. Pada bilangan gelombang 550 cm-1 merupakan karakteristik cincin lima pentasil untuk membangun struktur MFI, sedangkan puncak di sekitar 450 cm-1 merupakan struktur tidak sensitif untuk vibrasi internal tetrahedral. Rasio kedua puncak ini telah digunakan untuk menentukan kristalinitas zeolit ZSM-5 mesopori (Goncalves dkk, 2008; Shirazi dkk, 2008). Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio intensitas I 550cm-1 / I 450cm-1 maka kristalinitas semakin tinggi. Jadi kristalinitas yang dihasilkan semakin tinggi sejalan dengan lamanya waktu hidrotermal.
e d
450
550
800
910 1100
960
1220
Transmitansi (%)
c
Keasaman Permukaan b
a
1400
1200
1000
800
600
400
0 -1) Bilangan Gelombang (cm Gambar 2: Spektra inframerah dari sampel ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal 12 (a), 24 (b), 48 (c), 72 jam (d) dan ZSM-5 Mikropori (e) Pita absorpsi sekitar 544 cm-1 menunjukkan adanya gugus pentasil yang merupakan karakteristik dari ZSM-5 mesopori. Munculnya puncak-puncak baru, terutama pada bilangan gelombang sekitar 1226, 1099, 543, dan 455 cm-1 merupakan indikator telah terbentuknya ZSM-5, khususnya puncak pada bilangan gelombang 1226 dan 543 cm-1 yang
Keasaman untuk tiap adsorben maupun suatu katalis bergantung pada sifat dari permukaan adsorben ataupun katalis tersebut, di mana dapat bersifat asam Lewis dan atau asam Brønsted (Murthy, 2005). Teknik uji keasaman ini menggunakan adsorpsi piridin. Jenis dan jumlah sisi asam dalam sampel katalis ditentukan dengan menggunakan metode FTIRadsorpsi piridin. Pada interaksinya dengan sisi asam Brønsted, molekul piridin terprotonasi dan teradsorp di bilangan gelombang inframerah spesifik sekitar 1540-1545 cm-1, sedangkan interaksinya dengan sisi asam Lewis terjadi karena pembentukan kompleks ikatan koordinasi antara pasangan elektron bebas dari molekul piridin dengan orbital kosong dari permukaan padatan. Interaksi ini memunculkan pita serapan di daerah inframerah antara 14401452 cm-1 (Parry, 1963; Platon dan Thomson, 2003). Analisis spektra FTIR terhadap adsorpsi piridin merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan keasaman Lewis dan Brønsted dari katalis (Loveless dkk., 2008). Adanya sisi asam Lewis dapat muncul pada puncak 1450 cm-1, sedangkan puncak pada 1550 dan 1640 cm-1 menunjukkan adanya sisi asam Brønsted (Wojciechowska dkk., 1995).
C - 230
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
Sampel H-12 H-24 H-48 H-72
Tabel 2: Bilangan gelombang (cm-1) dan rasio intensitas I550cm-1 / I450cm-1 Regangan TO4 Intensitas Tekuk T-O Si-O-H Asimetrik Simetrik 550 cm-1 450 cm-1 1215 1219 1221 1226
1099 1099 1091 1107
551 559 543 543
455 462 459 455
794 802 794 794
1442
1490
1545
Pada proses adsorpsi piridin, sampel dievakuasi pada suhu 400ºC selama 4 jam. Tahapan berikutnya adalah proses adsorpsi piridin pada suhu kamar dilanjutkan proses desorpsi pada suhu 150ºC selama 3 jam. Selanjutnya, katalis didiamkan dan dialiri gas nitrogen pada suhu kamar untuk menghilangkan piridin yang terikat secara fisis sehingga hanya diperoleh piridin yang terikat secara kimia. Hasilnya dikarakterisasi menggunakan FTIR untuk mengetahui keasaman ZSM-5 mesopori.
d
b
a
H-12 H-24 H-48 H-72
1500 1600 Bilangan Gelombang (cm-1)
0,9602 3,4805 0,8895 0,7302
1,23 1,25 1,39 1,76
Tabel 3: Jumlah sisi asam pada sampel Sampel
1700
1,1854 4,3573 1,2436 1,2854
Spektroskopi inframerah daerah piridin pada Gambar 3, semua sampel muncul puncak pada panjang gelombang 1440-1442 cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa semua sampel mempunyai sisi asam Lewis. Asam lewis dapat muncul pada spektra sampel katalis karena katalis menerima pasangan elektron dari gugus amina sekunder yang terdapat pada piridin. Pita absorbansi juga muncul pada bilangan gelombang 1545 cm-1 yang mengindikasikan bahwa semua sampel memiliki sisi asam Brønsted. Ion H+ yang terikat pada permukaan katalis akan membentuk ion piridinium dengan molekul piridin. Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermalnya, maka intensitasnya semakin berkurang. Jumlah sisi asam pada permukaan masing-masing katalis dapat dilihat pada Tabel 3, yang dihitung berdasarkan persamaan yang telah diperkenalkan oleh Emeis (1993). Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka semakin sedikit jumlah sisi keasaman baik sisi Brønsted maupun Lewis.
c Transmitansi (%)
964 962 959 -
Rasio I550 /I450
Keasaman, mmol/g Brønsted Lewis 0,118 0,052 0,098 0,042 0,087 0,036 0,054 0,025
Luas puncak 1490 cm-1 3,777 3,159 2,879 1,982
Scanning Electron Microscopy
1400
Gambar 3: Spektra inframerah daerah piridin dari sampel ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal 12 (a), 24 (b), 48 (c) dan 72 jam (d)
SEM untuk mengetahui morfologi permukaan dari sampel padat. SEM merupakan teknik analisis menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan elektromagnetik sebagai lensanya. Morfologi ZSM-5 mesopori dengan variasi hidrotermal 12, 24, 48 dan 72 jam ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 menunjukkan bahwa semakin lama waktu
C - 231
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
hidrotermal maka ukuran partikel semakin kecil, sedangkan jumlah partikel yang dihasilkan semakin banyak. Pada waktu hidrotermal 12 jam terlihat bahwa ukuran dan bentuknya tidak seragam. Hal ini mendukung data hasil analisis XRD bahwa hidrotermal 12 jam masih berupa material amorf. Pada waktu hidrotermal 24 jam masih terlihat seperti lembaran-lembaran, sedangkan waktu hidrotermal 48 jam sudah mulai terlihat adanya partikel yang berbentuk kubus dan bentuknya yang semakin seragam. Pada waktu hidrotermal 72 jam terbentuk partikel kubus yang berukuran lebih kecil dan jumlah kristal yang dihasilkan semakin banyak. Hal ini sesuai dengan hasil analisis XRD bahwa waktu hidrotermal 72 jam memiliki intensitas paling tinggi. Inti kristal ZSM-5 mesopori semaikin banyak terbentuk seiring dengan bertambahnya waktu hidrotermal.
Hidrotermal 48 jam
Hidrotermal 72 jam
Hidrotermal 12 jam
Gambar 4: Morfologi SEM ZSM-5 mesopori dengan variasi waktu hidrotermal dengan Perbesaran 5000x Uji Aktivitas Katalitik Uji aktivitas katalitik dilakukan dengan reaksi esterifikasi minyak jelantah dan metanol pada suhu 60°C dengan pengadukan konstan ± 300 rpm selama 1 jam. Hasil reaksi dianalisis/ditentukan kandungan FFA (free fatty acid) yang terkonversi.
Hidrotermal 24 jam
FFA dihitung dengan menggunakan metode titrasi. Titrasi dilakukan dengan cara mencampurkan hasil reaksi dengan isopropanol yang telah dinetralkan oleh NaOH sebagai pelarut. Selanjutnya sampel dititrasi menggunakan NaOH yang sebelumnya telah di tetesi indikator pp untuk mengetahui titik akhir
C - 232
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
titrasi. Tabel 4 menunjukkan tentang berapa persen konversi FFA yang didapat. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa semakin lama waktu hidrotermal maka konversi FFA semakin berkurang. Keasaman pada katalis yang tinggi dapat meningkatkan konversi produknya. Tabel 4: Aktivitas katalis pada reaksi esterifikasi Sampel Konversi FFA(%) H-12 95,44 H-24 94,98 H-48 94,07 H-72 93,16
100
Konversi FFA (%)
0.11
95.0 0.10
94.5
0.09
94.0
0.08 0.07
93.5 0.06
93.0
0.05 H-12 Jam
H-24 Jam
H-48 Jam
80 70
94.5
60 94.0
50
93.5
40 30
93.0
Kristalinitas (%)
90
95.0
20 H-12
H-24
H-48
H-72
Gambar 6: Hubungan antara Konversi FFA(%) dengan Kristalinitas (%)
KESIMPULAN
Sisi Asam Brønsted (mmol/gram)
0.12
Konversi FFA (%)
95.5
Gambar 5 menunjukkan hubungan antara banyaknya konversi FFA yang terbentuk dengan keasaman Brønsted. Waktu hidrotermal yang semakin bertambah, mempengaruhi banyaknya keasaman yang terbentuk, semakin lama waktu hidrotermal maka keasamannya semakin bertambah. Ini berhubungan dengan reaksi esterifikasi yang dapat dikatalisis dengan asam dan kekuatan asam dari katalis akan memberikan pengaruh yang besar terhadap aktivitas katalitiknya. 95.5
lebih sedikit karena sisi aktifnya semakin sedikit. Berdasarkan Gambar 5 dan 6 menunjukkan konversi FFA berbanding terbalik dengan kristalinitas serta berbanding lurus dengan sisi asam Brønsted. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah sisi aktif berperan untuk meningkatkan aktivitas katalisis.
H-72 Jam
Gambar 5: Hubungan antara Konversi FFA(%) dengan Keasaman Brønsted (mmol/g) Gambar 6 terdapat korelasi antara konversi FFA (%) dengan Kristalinitas (%). Berdasarkan hasil XRD, semakin lama waktu hidrotermal maka kristalinitas semakin tinggi. Partikel yang dihasilkan semakin banyak dan mempunyai porositas yang semakin kecil. Maka dalam konversi FFA ini, produk yang terbentuk
ZSM-5 mesopori berhasil disintesis dengan menggunakan variasi waktu hidrotermal 24, 48 dan 72 jam dengan menggunakan templat surfaktan CTABr dan prekusor nanocluster, sedangkan pada waktu hidrotermal 12 jam terbentuk padatan mesopori dengan struktur amorf. Kristalinitas ZSM-5 mesopori meningkat sejalan dengan waktu hidrotermal. Keasaman ZSM-5 mesopori berkurang dengan semakin lama waktu hidrotermal. Pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas (FFA), konversi FFA semakin rendah dengan semakin lama waktu hidrotermal, yang disebabkan oleh pengurangan sifat keasaaman ZSM-5 mesopori yang dihasilkan.
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada ITS yang membiayai penelitian ini melalui dana lokal.
C - 233
Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa 2012 – ISBN : 978-979-028-550-7 Surabaya, 25 Pebruari 2012
DAFTAR PUSTAKA
Baerlocher, Ch, (2001), “Atlas of Zeolite Framework of Types”, Fifth revised edition, USA Cheng, Y., Wang L.J., Li J.S., Yang Y.C., Sun X.Y , (2005) ,”Preparation and Characterization of Nanosized ZSM-5 Zeolites in The Absence Organic Template“, Material Letters, 59:3427-3430 Cundy C.S., M.S Henty., R.J Plaisted ,(1995) ,”Investigation of N, TPA-ZSM-5 Zeolite Synthesis by Chemical Methods”, Zeolites, 15:342 Eimer, Griselda A.,dkk, (2008), “Mesoporous titanosilicates synthesized from TS-1 precursors with enhanced catalytic activity in the a-pinene selective oxidation”, Applied Catalysis A: General, 77–86 Frunz L., R. Prins, G.D. Pirngruber, (2006), “ZSM-5 precursors assembled to a mesopori structure and its subsequent transformation into a zeolitic phase—from low to high catalytic activity”, Microporous and Mesoporous Materials 88, 152–162 Goncalves M.L., L.D. Dimitrov, M.H. Jorda, M. Wallau, Ernesto A. Urquieta-Gonzalez, (2008), ”Synthesis of mesopori ZSM-5 by crystallisation of aged gels in the presence of cetyltrimethylammonium cations”, Catalysis Today, 133–135, 69–79 Huang L., W. Guo, P. Deng, Z. Xue, dan Q. Li, (2000), Investigation of Synthesizing MCM41/ZSM-5 Composites, J. Phys. Chem. B, 104 (13), 2817–2823 Kresge C.T., M. E. Leonowicz, W. J. Roth, J. C. Vartuli & J. S. Beck, (1992), “Ordered mesopori molecular sieves synthesized by a liquid-crystal template mechanism”, Nature 359, 710 – 712
C - 234
Pérez Pariente J., I. Díaz, J. Agúndez, (2005),”Strategies for ordering the network of mesoporous materials“, Chimie 8, 569– 578 Ramli Z, and Bahruji H. , (2003), Synthesis of ZSM-5 type Zeolite Using Crystalline Silica of Rice Husk Ash, Malaysian Journal of Chemistry, 5:48-55. Shin D.K,, Shi H.N, Kyeong H.S., Wha J.K., (2004), ”Compositional and Kinetic Study on The Rapid Crystallization of ZSM-5 in The Absence of Organic Template Under Stirring” , Microporous Mesoporous Materials. 72:185 Shirazi,L, E. Jamshidi M.R. Grasemi, (2008) , ”The effect of Si/Al ratio of ZSM-5 zeolite on its morphology, acidity and crystal size” , Department of Chemical Engineering, AmirKabir University of Technology, Iran Smart, L, and Moore, E., (1993), “Solid State Chemistry”, 1st ed, Chapman and Hall University and Proffesional Division. London Tissler, A., P. Polanek., U. Girrbach., U. Mūller., KK. Unger, (1989), “Zeolites as Catalysts, Sorbents, and Detergent Builder”, Stud.Surface Sci.Catal., 46:399-408 Wang, L., Chengyang Yin, Zhichao Shan, Sen Liu, Yunchen Du, Feng-Shou Xiao, (2009), ”Bread-template synthesis of hierarchical mesopori ZSM-5 zeolite with hydrothermally stable mesoporosity”,J.Colloid and Surface area, 126–130 Zhu H., Z. Liu, D. Kong, Y. Wang, X. Yuan, Z. Xie, (2009), “Synthesis of ZSM-5 with intracrystal or intercrystal mesopori by polyvinyl butyral templating method”, J. Colloid and Interface Science, Vol. 331, 432–438