Research and Development on Nanotechnology in Indonesia, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
ISSN : 2356-3303
Sintesis dan Karakterisasi Tetra (p-dimetilaminofenil) porfirin dengan Metode Microwave-Assisted Organic Synthesis (MAOS) Nisrina Rizkia1, Phutri Milana2, Veinardi Suendo1, dan Tati Ciptati2 1
Departemen Kimia Anorganik dan Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10, Bandung 40132, Indonesia 2 Departemen Kimia Organik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha No.10, Bandung 40132, Indonesia Email:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Received :12 January 2014 Accepted : 25 February 2014
ABSTRAK Porfirin adalah senyawa organik yang memiliki fungsi sebagai molekul penangkap cahaya. Molekul porfirin ini dapat digunakan untuk aplikasi optoelektronik. Molekul porfirin didepositkan pada lapisan tipis semikonduktor seperti TiO2 untuk aplikasi pada solar sel. Dalam penelitian ini, disintesis senyawa tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin yang berbahan dasar pdimetilaminobenzaldehida dan pirol dengan menggunakan metode Microwave Assisted Organic Synthesis (MAOS). Molekul porfirin akan berikatan dengan TiO2 yang memiliki struktur mesopori. Senyawa tetrafenilporfirin telah berhasil disintesis dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometri UV-vis dan menunjukkan puncak soret pada panjang gelombang 418 nm. Bila dibandingkan dengan tetrafenilporfirin, spektrum serapan senyawa tetra(pdimetilaminofenil)porfirin mengalami pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar yaitu memiliki puncak soret pada 422 nm. Adanya pergeseran batokromik disebabkan oleh adanya gugus amino yang merupakan gugus pendorong elektron. Adanya pergeseran batokromik ini menjadi sebuah keuntungan karena diperlukan energi yang lebih kecil untuk mengeksitasi elektron bila dibandingkan dengan tetrafenilporfirin. Tetra(pdimetilaminofenil)porfirin yang dieksitasi pada 422 nm memiliki intensitas fluoresensi maksimum pada 665,03 nm hal tersebut membuktikan bahwa senyawa tersebut memiliki fluoresensi merah. Kata kunci : porfirin, optoelektronik, microwave, batokromik, fluoresensi.
PENDAHULUAN 118 | CAS – Center for Advanced Sciences
Rizkia et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
Perkembangan sains dan teknologi yang pesat merupakan salah satu pemicu meningkatnya kebutuhan energi secara drastis. Untuk mengimbangi peningkatan konsumsi energi maka perlu adanya pengembangan terhadap sumber energi baru dan terbarukan. Di samping itu, terdapat keinginan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Sehingga pemanfaatan teknologi sel surya menjadi salah satu solusi yang banyak diambil mengingat prosesnya yang bersih dan ramah lingkungan. Salah satu komponen sel surya yaitu dyesensitizer, dapat berasal dari pigmen fotosintesis tumbuhan atau molekul organik turunan porfirin. Ketersediaan porfirin di alam sangatlah melimpah namun proses pemurniannya cukup sulit sehingga dikembangkanlah sintesis senyawa turunan porfirin. Porfirin sintetik memiliki keunggulan karena tidak bergantung pada bahan baku alam dan proses isolasi. Jenis porfirin yang menarik dan mudah untuk disintesis adalah tetrafenilporfirin (TPP). Dalam penelitian ini akan disintesis turunan tetrafenilporfirin yaitu tetra(pdimetilaminofenil)porfirin (TDMAPP)yang mampu menyerap cahaya pada panjang gelombang sinar tampak, di mana gugus samping yang bermuatan positif menunjukkan pergeseran merah pada spektrum UV-Vis dan dapat larut dalam air. Struktur senyawa tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin dapat dilihat pada Gambar 1. Mengingat sebagian besar tubuh manusia mengandung air akan membuat TDMAPPlebih mudah larut dan bergerak di dalam tubuh manusia menuju sel-sel yang tidak normal sehingga senyawa ini juga dapat digunakan sebagai agen fotodinamik terapi untuk kanker [1]. Eksitasi elektron pada senyawa TDMAPP membutuhkan panjang gelombang yang lebih besar dibandingkan dengan tetrafenilporfirin sehingga energi yang dibutuhkan lebih rendah. Hal ini sangat menguntungkan karena dapat digunakan sebagai agen fotodinamik terapi dengan menggunakan energi yang rendah.
N
N N NH
HN N
N
N
tetra(p-dimethylaminophenyl)porphyrin
Gambar 2. Struktur tetra(p-dimentilaminofenil) porfirin.
Pertama kali tetrafenilporfirin disintesis oleh Rothmund dengan cara mereaksikan pirol dan benzaldehida dengan pemanasan 150°C selama 24 jam, cara ini menghasilkan yield yang sangat rendah. Kemudian Adler dan Longo pada tahun 1967 mengembangkan metode tersebut dengan merefluks campuran benzaldehida, pirol dan asam propionat selama 30 menit. Metode Lindsey
119 | CAS – Center for Advanced Sciences
Rizkia et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
menggunakan katalis BF3 atau asam trifluoroasetat, namun BF3 adalah reagen yang berbahaya selain itu yield yang dihasilkan cukup rendah [2]. Metodemetode tersebut selalu membutuhkan pelarut dalam jumlah banyak dan tidak ramah lingkungan. Oleh karena itu, dikembangkanlah metode sintesis tanpa menggunakan pelarut dengan menggunakan microwave sehingga tidak perlu dilakukan pemurnian produk terhadap pelarut. Ketika menggunakan microwave sebagai sumber energi, temperatur akan meningkat secara cepat karena seluruh sampel dipanaskan secara bersamaan sehingga dapat mempercepat waktu sintesis dan meningkatkan produk reaksi [3]. Senyawa tetrafenilporfirin memiliki serapan yang didominasi oleh pita Soret yang sangat kuat pada daerah 416,5 nm – 424,5 nm, tergantung pada pelarut yang digunakan ketika dilakukan pengukuran. Dan pita lainnya adalah pita Q yang terdiri dari empat puncak serapan yang menunjukkan transisi basa bebas dari porfirin dan muncul pada daerah 513 nm – 674 nm.Basa bebas dari porfirin memiliki empat puncak Q yang disebabkan karena transisi elektron yang terlarang dan vibrasi elektronik [4].
METODOLOGI PENELITIAN Sintesis Tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin Senyawa porfirin yang akan disintesis adalah tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin menggunakan p-dimetilaminobenzaldehida dan pirol sebagai bahan dasar. Sintesis dilakukan dengan bantuan microwave tanpa menggunakan pelarut. Awalnya, 4,3 mmolp-dimetilaminobenzaldehida, 4,3 mmol pirol dan 2 tetes asam asetat glasial diaduk hingga homogen kemudian ditambahkan siliki gel dan diaduk kembali. Kemudian direaksikan dalam microwave menggunakan daya 100% dengan total waktu 10 menit dan selang waktu satu menit. Setelah itu campuran didinginkan pada suhu ruang. Pemisahan Senyawa Hasil Sintesis Hasil sintesis diekstraksi dengan menggunakan 20 mL etil asetat.Diuapkan pelarut hasil ekstraksi menggunakan alat rotari evaporator. Hasil evaporasi dilarutkan kembali dalam campuran pelarut n-heksana dan etil asetat (7/3). Pemisahan senyawa tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin dari larutan sampel dilakukan menggunakan kromatografi kolom dengancampuran pelarut nheksana dan etil asetat (7/3). Diambil fraksipertama yang merupakan senyawa porfirin yang diinginkan.
Kristalisasi dan Rekristralisasi Fraksi pertama hasil pemisahan pada tahap sebelumnya didiamkan beberapa lama dengan kondisi lingkungan jauh dari cahaya sampai terbentuk kristal tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin. Untuk mendapatkan kristal dengan jumlah yang lebih banyak maka dapat dilakukan rekristalisasi dengan melarutkan 120 | CAS – Center for Advanced Sciences
Rizkia et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
kembali dalam campuran pelarut n-heksana dan etil asetat (7/3)dan didiamkan hingga terbentuk kristal.
Karakterisasi Karakterisasi senyawa hasil sintesis dilakukan untuk mengidentifikasi terbentuknya cincin porfirin. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan fluoresensi. HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin dengan menggunakan microwave menghasilkan rendemen sebesar 15,34%. Kristal yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk melihat kekhasan serapan senyawa hasil sintesis dengan senyawa porfirin pada umumnya. 1,0
418
TPP TD MAPP
422
Absorbansi
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0 400
500
600
700
Panjang gelom bang (nm )
Gambar 2. Spektrum serapan tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin. Senyawa porfirin memiliki spektrum yang khas yaitu puncak soret dan empat puncak Q. Umumnya senyawa porfirin memiliki puncak soret pada 416,5 nm – 424,5 nm contohnya saja tetrafenilporfirin yang memiliki puncak soret pada 418 nm. Dibandingkan terhadap tetrafenilporfirin, spektrum senyawa tetra(pdimetilaminofenil)porfirin akan mengalami pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih besar (pergeseran batokromik) hal tersebut dikarenakan adanya gugus pendorong elektron yang menambah kerapatan elektron pada cincin porfirin. Hal tersebut terlihat pada gambar 2 di mana puncak soret tetrafenilporfirin berada pada panjang gelombang 418 nm sedangkan puncak soret tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin berada pada panjang gelombang 422 nm. Dengan adanya pergeseran batokromik artinya energi yang dibutuhkan untuk mengeksitasi elektron pada senyawa tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin lebih kecil dibandingkan dengan tetrafenilporfirin. Puncak soret tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin memiliki serapan yang lebih lebar dibandingkan dengan tetrafenilporfirin. Hal tersebut dikarenakan tetra(pdimetilaminofenil)porfirin lebih polar dibandingkan dengan tetrafenilporfirin
121 | CAS – Center for Advanced Sciences
Rizkia et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
dan mengakibatkan mudahnya interaksi dengan pelarut sehingga dimungkinkan adanya pengaruh dari pelarut ketika pengukuran spektrum UVVis. Senyawa porfirin adalah senyawa yang dapat memancarkan fluoresensi merah sehingga spektrum emisi dari senyawa tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin dapat digunakan untuk melihat terbentuknya cincin porfirin. Spektrum emisi didapatkan dengan menggunakan panjang gelombang pengeksitasi 420 nm.
650,89
1,0
TPP TDMAPP
665,03
Intensitas
0,8
0,6
0,4
0,2
0,0 500
600
700
800
900
Panjang gelombang (nm)
Gambar 3. Spektrum emisi yang dinormalisasi dari senyawa tetra(pdimetilaminofenil) porfirin. Dari gambar 3 terlihat bahwa pada panjang gelombang 665,03 memiliki intensitas fluoresensi maksimum. Hal tersebut membuktikan bahwa senyawa porfirin yang terbentuk memiliki fluoresensi merah. Intensitas fluoresensi dari tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin lebih kecil dibandingkan dengan tetrafenilporfirin. Hal tersebut dikarenakan senyawa tersebut lebih polar dibandingkan dengan tetrafenilporfirin sehingga ketika akan berfluoresensi dimungkinkan adanya quenching dari pelarut. Spektrum fluoresensi tetrafenilporfirin memiliki dua puncak yang terpisah sedangkan tetra(p-dimetilaminofenil)porfirin memiliki dua puncak yang overlap. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh gugus samping porfirin yang menyebabkan perubahan interaksi resonansi pada cincin porfirin.
122 | CAS – Center for Advanced Sciences
Rizkia et al., RDNI, Vol.1, No.3, 2014, pp. 118-123
KESIMPULAN Pada penelitian kali ini, kami berhasil mensintesis tetra(pdimetilaminofenil)porfirin menggunakan metode Microwave-assisted Organic Synthesis (MAOS) dengan rendemen sebesar 15,34%. Sintesis dengan menggunakan microwave sangat menguntungkan karena waktu reaksi yang cepat dan tanpa pelarut. Dari spektrum UV-Vis yang diperoleh, senyawa hasil sintesis memiliki kemiripan dengan spektrum tetrafenilporfirin. Sedangkan dari spektrum fluoresensi, senyawa tersebut memiliki fluoresensi merah yang merupakan ciri khas dari senyawa porfirin pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA [1] Radu Socoteanu, Rica Boscencu, Veronica Nacea, Anabela Sousa Oliveira, Luis Filipe Vieira Ferreira. Microwave-assisted Synthesis of Unsymetrical Tetrapyrrolic Compounds. Rev. Chim (Bucureti).2008; 59: 969-972. [2] Sakthitharan Shanmugathasan, Christine Edwards and Ross W. Boyle. Advances in Modern Synthetic Porphyrin Chemistry. Tetrahedron. 2000; 56: 1025-1046. [3] Sauer, D. R., Kalvin, D., Phelan, K. M. Microwave-Assisted Synthesis Utilizing Supported Reagents: A Rapid and Efficient AcylationProcedure.Organic Letter.2003; 5: 4721-4724. [4] Abedien Zabardasti (2012). Molecular Interactions of Some Free Base Porphyrins with σ- and π-AcceptorMolecules, Molecular Interactions, Prof. Aurelia Meghea (Ed.), ISBN: 978-953-51-0079-9, InTech (http://www.intechopen.com/books/molecular-interactions/molecularinteractions-of-some-free-basesporphyrins-with-sigma-and-pi-acceptormolecules)
123 | CAS – Center for Advanced Sciences