JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
1
SINTESA ISOLATOR PANAS NANO POROUS SILIKA DARI WATER GLASS DENGAN METODE DEPOSISI ELEKTROFORESIS Dini Aulia Rachmawati, Dita Agustina, dan Prof. Dr. Heru Setyawan , Dr. Samsudin Affandi Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak-Isolator panas memiliki aplikasi yang luas di aplikasi teknik kimia, salah satunya adalah sebagai material pelapis. Material nanoporous berpotensi sebagai isolator panas. Karena pori didalamnya diisi oleh udara yang memiliki nilai konduktivitas yang rendah. Salah satu material nanoporous yang digunakan ssebagai isolator panas adalah silika. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari kondisi operasi pada deposisi elektroforesis (EPD) terhadap pembentukan partikel silika dan mengevaluasi karakteristiknya sebagai isolator panas pada berbagai intensitas medan listrik dan pelarut. Dalam penelitian ini, natrium silikat (water glass) dipilih sebagai bahan alternatif pengganti silika aerogel karena harganya lebih murah, mudah dalam pembuatannya, dan ramah lingkungan. Metode deposisi elektroforesis (EPD) dipilih sebagai pengganti metode sol-gel karena prosesnya lebih cepat dan deposisi partikel sesuai porositas yang diinginkan lebih mudah dikontrol. Natrium silikat dibuat menjadi silisic acid melalui proses pertukaran ion menggunakan resin kation, kemudian netralisasi sampel dengan KOH 1% sehingga terbentuk sol silika. Sol silika kemudian diuapkan airnya hingga konsentrasi tertentu kemudian ditambahkan pelarut organik sebanyak volume air teruapkan, sebelum tahap EPD. Sampel yang didapatkan dari tahap EPD selanjutnya dikeringkan sebelum dilakukan uji karakterisasi produk. Luas permukaan partikel silika diketahui menggunakan metode BET (Branauer, Emmet and Teller), berkisar antara 198,256-342,461 m2/g, sedangkan volume pori didapatkan melalui metode BJH (Barret-Joyner-Halenda) berkisar antara 0,5661,438 cm3/g. Pengujian partikel silika sebagai bahan isolator panas dilakukan untuk mengetahui nilai konduktivitas panas padatan silika, dan didapatkan nilai konduktivitas panas berkisar antara 4,896 – 14,318 W/m.K. Kata Kunci : Deposisi Elektroforesis, Isolator Panas, Nano porous, Natrium Silikat
K
I. PENDAHULUAN
ONSERVASI energi merupakan salah satu isu penting di era modern. Ada beberapa bentuk konservasi energi, salah satunya melalui isolasi panas. Di bidang Teknik Kimia, isolator panas memiliki aplikasi yang luas, diantaranya sebagai material pelapis dinding heat exchanger, oven, dan kiln. Isolator panas merupakan bahan-bahan atau kombinasi material yang dapat menghambat aliran energi panas. Energi yang hilang untuk bahan isolator panas tergantung pada sifat termal dan ketebalan media yang digunakan (Gertrude, 2011). Suatu material dikatakan sebagai isolator jika memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya memiliki konduktivitas
panas yang rendah, mampu mencegah terjadinya kebocoran panas, memiliki daya tahan dan berat yang ringan, dan tahan terhadap api. Salah satu contoh material isolator panas adalah brick tahan api yang biasanya digunakan sebagai bahan pelapis dinding kiln, material ini memiliki konduktivitas panas sekitar 1 W m-1 K-1 pada 200˚C. Menurut Zeng dkk, material nano porous dapat menghasilkan performa panas yang lebih tinggi daripada material isolasi yang konvensional pada kisaran suhu yang luas. Kumpulan partikel tersebut dapat digunakan dalam banyak aplikasi yang membutuhkan performa panas yang sesuai. Pada umumnya semakin besar densitas bahan, semakin besar pula konduktivitas termalnya. Sebagai contoh, logam memiliki densitas dan konduktivitas yang lebih tinggi dibandingkan plastik (association of architectural aluminium manufacturers of south africa, 2001). Silika merupakan salah satu material nano porous yang dapat digunakan sebagai bahan isolator panas. Sato dkk (2008) menggunakan silika aerogel yang membentuk matriks solid sangat rapat dengan morfologi sel terbuka yang diproduksi dengan proses sol-gel dan dikeringkan dengan ektraksi superkritis. Granula silika aerogel menunjukkan sebuah nilai konduktivitas panas yang rendah, hingga 0,016 W m-1 K-1 pada kondisi 300 K dan 1 atm. Nilai konduktivitas panas dari material ini lebih rendah daripada konduktivitas panas udara pada kondisi suhu dan tekanan yang sama (0,026 W m-1 K-1). Aglomerat partikel solid juga dapat digambarkan dalam bentuk panel-panel isolasi terevakuasi dengan nilai konduktivitas panas yang lebih rendah. Konduktivitas panas dari bubuk silika dapat mencapai nilai 0,002 W m-1 K-1 di bawah vakum dan 0,027 W m-1 K-1 pada suhu kamar dan tekanan 1 atm. Namun silika aerogel memiliki beberapa kelemahan, yaitu pembuatannya membutuhkan kondisi operasi superkritis, biaya yang mahal dan tidak ramah lingkungan. Sebagai bahan alternatif untuk membuat silika digunakan water glass. Water glass (sodium silicat) adalah salah satu senyawa yang mengandung natrium oksida, Na2O dan silika SiO2, atau campuran dari natrium silikat dengan perbandingan Na2O dan SiO2 yang bervariasi. Penggunaan water glass juga lebih murah, mudah didapat dan ramah lingkungan. Metode yang biasa digunakan untuk membuat deposisi partikel silika adalah Metode Sol-Gel. Namun metode ini
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) membutuhkan waktu yang lama untuk deposisi dan sulit dikontrol. Sehingga perlu digunakan metode lain untuk membuat deposisi partikel silika sebagai isolator panas, yaitu deposisi elektroforesis. Electrophoretic deposition (EPD) merupakan metode elektrokimia yaitu pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Metode EPD ini dapat memberikan sebuah cara yang baik untuk mengumpulkan partikel-partikel kecil sesuai dengan porositas yang diinginkan. Metode EPD dapat diaplikasikan untuk solid yang berbentuk serbuk (<30 µm) atau pada suspensi koloid (Ilaria Corni dkk, 2008). Metode ini juga memberikan beberapa kelebihan, antara lain biaya yang dibutuhkan lebih murah, lebih ramah lingkungan dan rate deposisi yang lebih cepat. Penelitian pembuatan silika dari water glass sebelumnya telah dilakukan oleh Winny Edika Putri dan Dyanros Rizkiyanto (2012), namun masih dilakukan pada range intensitas medan listrik antara 32-128 V cm-1. Pada penelitian ini, deposisi elektroforesis (EPD) akan dilakukan pada range intensitas medan listrik yang lebih luas, yaitu 16-150 V cm-1. Untuk menyisipkan gambar, tempatkan kursor pada titik yang dituju kemudian pilih di antara: Insert | Picture | From File atau kopi gambar ke clipboard lalu pilih Edit | Paste Special | Picture (dengan “float over text” tidak dicentang). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konduktivitas Panas Konduktivitas panas didefinisikan sebagai kemampuan material atau kombinasi material untuk menghantarkan panas. Isolator panas yang baik harus memiliki konduktivitas panas yang rendah untuk mengurangi total koefisien transfer panas. Dalam keadaan steady state, dimana suhu material pada semua titik konstan terhadap waktu, maka konduktivitas termal yang menjadi parameter dalam megontrol transfer panas melalui konduksi. Laju dari aliran panas, q, dinyatakan dalam Fourier’s law : q dT (1) k A dx (Gertrude, 2001) B. Isolator Panas Bahan-bahan yang memiliki konduktivitas termal rendah disebut isolator panas. Penggunaan isolator panas dapat mengurangi kehilangan energi panas dari permukaan sistem penyimpan panas secara signifikan. Beberapa karakteristik dari bahan isolator panas yang harus dipertimbangkan antara lain suhu operasi sistem, konduktivitas panas benda, diffusivitas panas bahan, kemudahan penggunaan dan perawatan, daya tahan benda dan berat yang ringan, ketahanan terhadap api, keamanan dan pemasangan. Isolator dapat diklasifikasikan dalam beberapa tipe, tergantung pada jarak temperatur yang ingin digunakan, yaitu : a. Isolator Suhu Rendah, digunakan untuk lemari pendingin, sistem air panas dan dingin, tangki penyimpan, dll.
2
b. Isolator Suhu Menengah, digunakan untuk peralatan pembangkit steam, saluran cerobong,dll. c. Isolator Suhu Tinggi digunakan untuk boiler, furnace dan oven. (Gertrude,2009) C. Struktur Pori Strukur pori diketahui dipengaruhi oleh kondisi proses termasuk parameter reaksi pada proses sol-gel, pembentukan gel, aging dan kondisi pengeringan dari gel yang basah. Metode yang umum digunakan dalam analisa struktur pori dan permukaan adalah adsorpsi gas, seperti nitrogen, kripton, merkuri, dan karbondioksida, pada tekanan tertentu. Tidak semua padatan memiliki porositas yang tinggi, tergantung pada partikel yang terbentuk selama sintesis. Menurut IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry), pori diklasifisikasikan dalam tiga kelompok besar berdasarkan ukuran yaitu: a. Mikropori : diameter kurang dari 2 nm b. Mesopori : diameter antara 2 dan 50 nm c. Makropori : diameter lebih besar dari 50 nm D. Deposisi Elektroforesis (EPD) Elektroforesis adalah suatu teknik pemisahan komponen atau molekul berdasarkan perbedaan tingkat perpindahannya dalam sebuah medan listrik. Proses EPD memiliki beberapa keuntungan yang membuat metode ini banyak digunakan, yaitu : 1. Pada proses pelapisan (coating), umumnya memiliki ketebalan lapisan yang merata dan tanpa porositas 2. Benda yang komplek dapat dilapisi dengan mudah, baik di dalam maupun di luar pemukaan. 3. Memiliki kecepatan pelapisan yang tinggi 4. Memiliki kemurnian yang tinggi 5. Dapat diaplikasikan pada berbagai macam material (metal, keramik, polimer,dll) 6. Kontrol yang mudah terhadap komposisi pelapisan 7. Pemanfaatan yang sangat efisien dan memerlukan biaya yang lebih rendah dibandingkan proses lain. 8. Dapat membuat karakteristik struktur dari ukuran nano hingga mikro. III. METODOLOGI PENELITIAN A. Pembuatan sol silika dari water glass Pada penelitian ini digunakan bahan baku berupa water glass dengan konsentrasi 28%. Selanjutnya dilakukan pengenceran untuk membuat larutan natrium silikat 3,6%. Aquades sebanyak 871 ml dengan pH mendekati netral (pH 7) dipanaskan hingga 60˚C, kemudian ditambahkan water glass sebanyak 129 ml. Larutan diaduk dengan magnetic stirrer sampai homogen dan didinginkan hingga suhu kamar. Tahap pertukaran kation dicapai dengan cara mencampurkan natrium silikat 3,6% dengan resin kation, dengan perbandingan volume 1:1. Setelah kurang lebih 30 menit, resin dipisahkan untuk mendapatkan silisic acid dengan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
B. Pembuatan Variasi Komposisi Pelarut Sol Silika Pada tahap ini, variasi komposisi pelarut sol silika dibuat dengan cara menguapkan larutan sol silika yang telah terbentuk. Larutan sol silika tersebut diletakkan di dalam sebuah labu florence, kemudian ditutup dengan menggunakan proof. Labu florence ini kemudian dihubungkan dengan pompa vakum. Larutan sol silika tersebut dipanaskan pada suhu 70oC dalam keadaan vakum, sehingga volume larutan berkurang sesuai dengan variabel yang diinginkan. Larutan sol silika ini kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Setelah itu, larutan sol silika ditambahkan ke dalam pelarut alkohol, dimana volume larutan alkohol sebanyak volume air yang diuapkan. Kemudian larutan diaduk selama 30 menit menggunakan magnetic stirer, dan di ultrasonic selama 60 menit. C. Pembentukan Sampel Silika Sel EPD dibuat dengan sebuah beaker yang mengandung suspensi dan dua elektroda platina. Jarak antar kedua elektroda platina adalah 2 cm. Proses deposisi ini berlangsung antara bervariasi. Lamanya waktu deposisi dipengaruhi oleh komposisi pelarut dan intensitas medan listrik yang telah diatur. Sampel silika yang telah berbentuk gel kemudian diambil. Selanjutnya sampel ini diletakkan pada tempat berisi fibre mats Whatman 41 (20-25 µm ) yang diletakkan di dalam cetakan untuk mendapatkan sampel akhir. Setelah dipaparkan pada udara beberapa menit, sampel kemudian di-press. Pada kondisi ini, sampel dipadatkan pada tekanan 8 MPa. Setelah mengalami kompresi, sampel diletakkan pada oven dengan suhu 100oC untuk menghilangkan pelarut yang tersisa. D. Karakterisasi Struktur Produk Beberapa tahapan pengujian yang dilakukan untuk menguji karakteristik produk silika antara lain : 1. Distribusi Ukuran Pori dan Surface Area Pengujian distribusi ukuran pori dan specific surface area dilakukan dengan metode BET (Brunauer, Emmett and Teller) menggunakan alat Quanthachrome NOVA 1200e. Sampel yang akan dianalisa mengalami proses degassing terlebih dahulu dengan mengalirkan gas nitrogen pada suhu 300oC selama 5 jam. Distribusi ukuran pori dan volume pori dihitung dengan menggunakan metode Barret-Joyner-Halenda (BJH), dimana metode ini banyak digunakan dalam perhitungan distribusi ukuran tipe mesopore dan beberapa untuk tipe macropore. Specific Surface Area dihitung menggunakan metode Brunauer, Emmett and Teller (BET).
2. Perhitungan Massa Jenis dan Porositas Produk Massa jenis sampel didapatkan dengan mengukur massa dan volume sampel yang telah dicetak. Dari hasil pengukuran massa dan volume sampel, dapat diketahui massa jenis produk. Massa jenis yang diukur merupakan bulk density (ρb). (2) massa solid ρb volume bulk massa solid ρt (3) volume solid
ε 1
ρb ρt
(4) IV. HASIL DAN DISKUSI
A. Karakteristik Sol Silika Sol silika 3.6% diukur distribusi ukuran partikel sol silika dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) Malvern Zetasizer Nano Particle Analyser (Nano ZS90). Dengan menggunakan alat yang sama diukur pula muatan silika dalam sol dengan menggunakan uji zeta potensial (ZP). Hasil pengujian ditunjukkan pada gambar 1. dan tabel 1. aquadest methanol ethanol isopropanol
10
8
6
Intensity (%)
pH mendekati 2. Silisic acid yang telah diperoleh selanjutnya ditambahkan ke dalam larutan KOH 1% berat sebanyak 100 ml menggunakan pompa dengan rate 5ml/menit, di dalam sebuah labu leher tiga yang dilengkapi dengan motor pengaduk. Suhu larutan dijaga konstan pada 60˚C di atas water bath. Sehingga diperoleh sol silika yang stabil dengan pH mendekati 8.
3
4
2
0
1
10
100
1000
d particle (nm)
Gambar 1. Distribusi Ukuran Partikel Silika Tabel 1. Muatan silika dalam berbagai pelarut Pelarut ZP (mV) Aquades Metanol-air (40 : 60) Ethanol-air (40 : 60) Isopropanol-air (40 : 60)
-23,0 -12,8 -6,67 -50,1
Nilai absolut dari Zeta Potensial (ZP) menunjukkan stabilitas silika dalam pelarut. Sol silika dikatakan stabil jika harga absolut dari ZP lebih besar dari 30 mV. Semakin besar nilai ZP maka larutan semakin stabil.
Dari data distribusi ukuran partikel, didapatkan bahwa ukuran partikel pada berbagai pelarut masih polydisperse. Hal ini ditunjukkan dengan adanya beberapa peak yang menunjukkan persebaran ukuran diameter partikel. Ukuran diameter rata-rata dari partikel silika yang dihasilkan adalah 7,627 nm untuk pelarut aquades; 15,55 nm untuk metanol; 33,36 nm untuk etanol, dan 59,55 nm untuk isopropanol. Dari nilai tersebut diketahui bahwa partikel silika yang dihasilkan dapat digunakan lebih lanjut pada proses deposisi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) elektroforesis (EPD), dimana partikel yang cocok untuk EPD adalah partikel yang memiliki ukuran diameter kurang dari 20 μm (20.000 nm). Dari uji muatan Zeta Potensial dengan berbagai pelarut didapatkan bahwa seluruh silika bermuatan negatif. Hal ini menyebabkan silika akan bergerak ke kutub positif saat deposisi elektroforesis berlangsung. sol silika dengan pelarut isopropanol adalah sol yang paling stabil. B. Kondisi Deposisi Elektroforesis Proses deposisi elektroforesis dilakukan dengan cara memberi intensitas medan listrik diantara dua elektroda yang dicelupkan ke dalam sol silika. Waktu yang dibutuhkan untuk proses deposisi elektroforesisi bervariasi tergantung pada intensitas medan listrik yang digunakan. Semakin besar intensitas medan listrik maka akan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan partikel silika. Intensitas medan listrik yang digunakan dalam proses elektroforesis ini adalah 16-150 V/cm. Proses deposisi ini dilakukan sampai didapatkan silika dengan jumlah cukup untuk pengujian konduktivitas. Jarak elektroda yang digunakan adalah 2 cm. Elektroda yang digunakan adalah platina karena platina bersifat inert. Ukuran elektroda yang digunakan adalah 1 x 2 cm dengan tebal 0,0025 cm. Proses deposisi elektroforesis ini disertai dengan pengadukan, untuk mempertahankan partikel tetap terdispersi merata dan stabil sehingga dihasilkan partikel silika yang homogen. Selain itu, pengadukan memudahkan migrasi partikel silika di dalam larutan, sehingga partikel yang jauh dari elektroda akan termigrasi ke elektroda. Saat proses deposisi elektroforesis berlangsung partikel silika yang memiliki muatan negatif akan berpindah ke elektroda positif, dan deposit akan terbentuk di sekitar elektroda. Pelarut organik (metanol, etanol, isopropanol) memiliki hambatan yang besar, sehingga ketika dialiri arus listrik akan menghasilkan panas. Hal ini menyebabkan proses EPD ini memerlukan pendinginan untuk mengurangi panas yang dihasilkan. Jika hal tersebut tidak dilakukan,maka pelarut organik lama kelamaan akan menguap karena suhu larutan menjadi panas. Hal ini membuat proses deposisi elektroforesis tidak berjalan optimal. Proses pembentukan sampel silika dapat dilihat pada gambar 2.
(1) (2) (3) (4) Gambar 2. Proses Pembentukan Deposit Silika (1) fase awal larutan, (2) deposisi elektroforesis (3) sampel sebelum dikeringkan, (4) sampel setelah dikeringkan dan di press
Bahan baku pembuatan deposit silika adalah sol silika yang ditunjukkan pada gambar 2 (1), kemudian dilakukan proses elektroforesis, partikel silika yang bermuatan negatif kemudian bergerak ke elektroda positif dan pertikel akan terbentuk di sekitar elektroda. Pada gambar 2 (2) menunjukkan bahwa partikel silika mulai terbentuk di elektroda. Pada gambar 2 (3)
4
menunjukkan hasil dari proses deposisi elektroforesis. Sampel tersebut kemudian dipaparkan pada suhu kamar, kemudian di oven pada suhu 100ºC. Setelah sampel kering kemudian sampel dipress sehingga didapatkan sampel silika seperti pada gambar 2 (4). C. Pengaruh Jenis Pelarut dan Intenitas Medan Listrik terhadap Karakteristik Deposit Silika Komposisi pelarut organik yang digunakan etanol-air adalah 40 : 60, perbandingan isopropanol-air adalah 40 : 60, sedangkan perbandingan methanol-air adalah 74 : 26. Intensitas medan listrik yang digunakan dalam percobaan deposisi elektroforesis ini adalah 16-150 V/cm. Sedangkan jarak elektroda di jaga 2 cm. Luas permukaan dari partikel silika dipengaruhi oleh penggunaan pelarut. Penggunaan air sebagai media pelarut dihindari, karena pada medan listrik yang rendah akan terjadi elektrolisis air, yang membuat deposit yang dihasilkan tidak homogen. Hal ini dikarenakan elektrolisis air akan menyebabkan gelembung udara (O2) akan terlepas dan terperangkap disekitar elektroda, sehingga membuat deposit pada elektroda tidak merata. Namun hal ini dapat dihindari dengan penambahan pelarut organik (metanol, etanol, isopropanol). Tabel 2. Hasil Analisa Adsorpsi-Desorpsi Partikel Silika (1) Metanol-Air Volume Intensitas Volume Diameter pelarut medan pori pori (nm) organik : air listrik (cm3/g) (V/cm) 74:26 16 0,613 6,65 74:26 32 0,728 7,846 74:26 64 1,012 9,765 74:26 128 0,745 7,895 74:26 150 0,696 7,909 (2) Etanol-Air Volume Intensitas pelarut medan organik : air listrik (V/cm) 40:60 16 40:60 32 40:60 64 40:60 128 40:60 150 (3) Isopropanol-Air Volume Intensitas pelarut medan organik : air listrik (V/cm) 40:60 16 40:60 32 40:60 64 40:60 128 40:60 150
Surface area (m2/g) 223,181 221,349 315,400 256,202 198,256
Volume pori (cm3/g)
Diameter pori (nm)
Surface area (m2/g)
0,566 0,638 0,727 0,702 0,601
5,653 5,599 6,596 6,598 5,651
339,441 320,530 337,197 324,047 342,461
Volume pori (cm3/g)
Diameter pori (nm)
Surface area (m2/g)
1,438 0,956 0,894 0,887 1,066
7,848 9,726 12,659 9,699 9,752
309,783 270,761 210,942 219,248 283,804
Untuk pelarut metanol dan isopropanol diameter pori dari partikel silika naik pada intensitas medan listrik 16-64 V/cm. Diameter pori terbesar didapatkan pada intensitas medan listrik 64 V/cm. Kemudian pada intensitas medan listrik 128 V/cm diameter pori turun, dan naik kembali pada intensitas medan listrik 150 V/cm. .
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print)
D. Pengaruh Komposisi Pelarut terhadap Karakteristik Deposit Silika
Pelarut organik yang digunakan adalah campuran metanol-air
E. Pengaruh Pemampatan terhadap Silika Aerogel Dari perhitungan didapatkan densitas silika dengan pelarut propanol sebelum di-press berkisar pada 300-500 kg/m3. Sedangkan setelah proses penekanan densitas silika menjadi >1000 kg/m3, densitas silika naik. Kenaikan densitas silika diikuti dengan penurunan surface area dan porositas, sehingga dimungkinkan konduktivitas silika naik akibat pemampatan. Profil penurunan porositas silika aerogel akibat pemampatan (pressing) dapat dilihat pada Gambar 4. Secara umum untuk ketiga pelarut, terjadi penurunan porositas pada berbagai intensitas medan listrik. Namun, penurunan porositas paling signifikan terjadi saat intensitas medan listrik yang digunakan 64 V/cm dan 128 V/cm. Hal ini menunjukkan bahwa struktur silika aerogel yang dihasilkan lebih rapuh dibandingkan pada intensitas medan listrik yang lain.
0.7
0.6
0.6
Porositas
0.8
0.7
0.5 0.4 0.3 0.2
0
20
40
60
80
0.4
0.2
100 120 140 160
Intensitas Medan Listrik (V/cm)
0
20
40
60
80
100 120 140 160
Intensitas Medan Listrik (V/cm)
(a)
Sebelum pemampatan (pressing) Setelah pemampatan (pressing)
0.9
(b)
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
0
20
40
60
80
100 120 140 160
Intensitas medan listrik (V/cm)
(c)
Gambar 4. Pengaruh Pemampatan (Pressing) terhadap Porositas Aerogel pada Berbagai Intensitas Medan Listrik. (a) Metanol ; (b) Etanol ; (c) Isopropanol
Penurunan porositas terendah terjadi saat intensitas medan listrik 32 V/cm pada pelarut metanol-air (74:26). Hal ini menunjukkan bahwa sampel silika aerogel yang dihasilkan memiliki struktur paling kuat. Morfologi dari sampel silika juga mengalami perubahan, jarak antara partikel silika menjadi lebih rapat, hal ini menyebabkan porositas menurun. F. Pengujian Partikel Silika sebagai Bahan Isolator Panas Partikel silika hasil dari proses deposisi elektroforesis (EPD) yang didapatkan kemudian dipaparkan pada suhu kamar, selanjutnya di oven pada suhu 100ºC. Setelah sampel kering kemudian sampel di press sehingga didapatkan silika seperti pada gambar 2 (4). Sampel Isolator
Thermocouple
25˚C
T T44 T3
Tembaga
T2 T1
65˚C
Pelarut organik yang digunakan adalah campuran isopropanol-air dengan rasio 60 : 40
0.5
0.3
Glasswool
Gambar 3. Partikel Silika Setelah Dimampatkan Tabel 4. Porositas dan Surface Area Partikel Silika Electric Porositas Porositas Surface Area Surface Area Field sebelum setelah sebelum disetelah di(V/cm) di-press di-press press press (m2/g) 16 0,835 0,455 309,78 222,03 32 0,866 0,481 270,76 214,94 64 0,771 0,333 210,94 195,62 128 0,806 0,262 219,24 242,14 150 0,835 0,479 283,80 237,58
Sebelum pemampatan (pressing) Setelah pemampatan (pressing)
0.9
0.8
Porositas
Tabel 3. Hasil Analisa Adsorpsi-Desorpsi Partikel Silika pada Komposisi Pelarut yang Berbeda Volume Intensitas Volume Diameter Surface pelarut medan pori pori (nm) area (m2/g) organik : air listrik (cm3/g) (V/cm) 74 : 26 64 1,012 9,765 315,400 38 : 62 64 0,745 7,885 364,502
Sebelum pemampatan (pressing) Setelah pemampatan (pressing)
0.9
Porositas
Pengaruh komposisi pelarut diamati dengan melakukan deposisi elektroforesis pada sol silika 3,6% dengan pelarut metanol : air pada komposisi yang berbeda. Komposisi maksimal metanol : air yang dapat dicapai adalah 74 : 26. Deposisi elektroforesis dilakukan pada 100 ml sol silika. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa pada pelarut yang sama komposisi metanol : air yang lebih rendah memiliki volume pori dan diameter pori yang lebih kecil, namun jumlah pori silika lebih bayak sehingga surface area yang dihasilkan lebih besar. Hal ini terjadi karena adanya elektrolisis air yang melepaskan gelembung O2 sehingga dihasilkan pori yang lebih kecil dan lebih banyak.
5
Heater
PICO Temperature Recorder Laptop
Gambar 5. Rangkaian Peralatan Uji Isolator Panas
Pengujian sampel silika sebagai isolator panas dilakukan dengan cara menyusun dua batang tembaga berukuran sama besar, dimana ujung sebuah tembaga dikontakkan dengan hot plate bersuhu 65˚C sedangkan tembaga lainnya dikontakkan dengan cold plate bersuhu 25˚C. Sampel kemudian diletakkan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) diantara kedua batang tembaga. Selanjutnya kedua batang tembaga beserta sampel silika diisolasi dengan menggunakan glasswool untuk mencegah terjadinya perpindahan panas dengan arah radial secara konveksi. Perpindahan panas yang terjadi antara tembaga dan sampel silika diasumsikan hanya terjadi pada arah aksial. Pengukuran suhu menggunakan thermocouple tipe K yang dihubungkan dengan temperature recorder. Kemudian mencatat suhu pada masing-masing titik pada ujung batang tembaga setelah steady state. Pencatatan menggunakan temperature recorder dilakukan dengan metode pencatatan real time continuous, time delay selama satu menit, sampling interval satu detik dan jumlah maksimum sampel 500 data pengukuran. Perhitungan nilai konduktivitas dilakukan dengan menggunakan Hukum Fourier menghasilkan nilai sebagai berikut : Metanol Etanol
Konduktivitas (W/m.K)
20 18
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan paper ini. Terima Kasih kepada Prof. Dr. Heru Setyawan dan Dr. Samsudin Affandi selaku dosen pembimbing atas bimbingan yang beliau berikan dan kebaikannya meluangkan waktu untuk berdiskusi bersama kami. Terima kasih pula kepada Ir. Minta Yuwana, MS. dan Dr. Yeni Rahmawati selaku dosen penguji. Terima kasih juga untuk kedua orang tua kami, dan seluruh keluarga Laboratorium Elektrokimia dan Korosi atas dukungannya. DAFTAR PUSTAKA [1]
[2] [3]
16
[4]
14 12
[5]
10 8 6 4 0.46
0.47
0.48
0.49
0.50
0.51
0.52
Porositas
Gambar 6. Hubungan antara Nilai Konduktivitas Panas terhadap Porositas
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin besar porositas maka konduktivitas akan semakin kecil. Hal ini berarti isolator panas yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik seiring pertambahan porositas. Nilai konduktivitas terendah yang didapatkan adalah 4,896 W/m.K. KESIMPULAN/RINGKASAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka didapatkan kesimpulan, yaitu: 1. Partikel silika dapat dibuat menjadi bahan isolator panas melalui deposisi elektroforesis dengan menggunakan bahan baku water glass. 2. Penggunaan pelarut organik yang bervariasi (metanol, etanol, isopropanol) tidak mempengaruhi jenis pori yang dihasilkan, dimana dihasilkan pori dengan diameter antara 5,5-12,65 nm yang merupakan mesopori. 3. Karakteristik partikel silika hasil deposisi elektroforesis sebagai isolator panas a.Semakin tinggi intensitas medan listrik yang digunakan, maka gradient suhu yang terukur antara kedua ujung silika semakin kecil. Sehingga akan menghasilkan konduktivitas panas yang lebih tinggi, menyebabkan performa silika sebagai bahan isolator panas menurun. b.Semakin besar porositas maka konduktivitas panas cenderung semakin menurun. Nilai konduktivitas panas padatan silika yang dihasilkan berkisar antara 4,896-14,318 W/m.K.
6
[6] [7] [8]
Abe, I., Sato, K., Abe, H., Naito, M. 2008. “Formation of Porous Fumed Silica Coating on the Surface of Glass Fibers by a Dry Mechanical Processing Technique.” J.Adv.Powder Technology.vol 19.p.311-320. Association of architectural aluminium manufacturers of south africa. 2001. “Thermal Insulation Handbook”. lyttelton. Corni,I., Ryan, Mary P., dan Boccaccini. 2008. “Electrophoretic Deposition: From Traditional Ceramics to Nanotechnology. J. of The European Ceramic Society. Vol 28. p.1353-1357. Geankoplis,C. J. 1993. Transport Processes and Unit Operations 3 rd Edition”. Prentice Hall, Inc. Gertrude, A. 2009. “Thermal Properties of Selected Material for Thermal Insulation Available in Uganda”. A Dissertation in Partial Fulfillment for the Award of a Degree of Master of Physics Science of Makere University Ozisik, M.Necati. 1977. “Basic Heat Transfer”. Mc Graw Hill International Company. R.Tomasi, D.Sireude, R.Marchand, Y.Scudeller dan P.Guillemet. 2007. “Preparation of a Thermal Insulating Material Using Electrophoretic Deposition of Silica Particles”. J.Mater.Sci.Eng B.vol 137.p.225-231. Zeng, S.Q., Hunt, A., Greif, R. 1995. “Theoretical Modeling of Carbon Content to Minimize Heat Transfer in Silica Aerogel”. Journal of NonCrystalline Solids vol 186. P.254-270.