Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
SINERGI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TERHADAP PERBAIKAN IKLIM USAHA DAN PEMBERDAYAAN UMKM Saudin Sijabat*)
Abstrak Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan pemerintah dan pemerintah daerah untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar UMKM memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha seluas-luasnya. Sebab UMKM masih dihadapkan pada berbagai masalah, misalnya; a) Rendahnya produktivitas UMKM; b) Terbatasnya akses UMKM kepada sumber produktif, seperti permodalan, teknologi, pasar dan informasi; dan c)Tidak kondusifnya iklim usaha bagi UMKM Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara sinergi dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap UMKM sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Pemerintah semakin menyadari peran UMKM dalam ketahanan perekonomian nasional. Sehingga menetapkan kebijakan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM dalam RPJM tahun 2005-2009. Sinergi penetapan UU Nomor 20 Tahun 2008 merupakan regulasi berbagai kebijakan, Peraturan Perundang-Undangan untuk membangun sistem koordinasi dengan semua pihak yang terkait baik dari kelompok pemangku kepentingan maupun pihak-pihak lain guna meningkatkan iklim usaha bagi pemberdayaan UMKM. Iklim usaha, pemberdayaan, UU Nomor 20 Tahun 2008, membangun sistem koordinasi
I.
Pendahuluan Rancangan Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 mengamanatkan perlunya pemberdayaan Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UMKM) untuk mendukung upaya mengurangi angka
*)
Peneliti pada Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK
71
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
kemiskinan dan pengangguran. Kebijakan dasar tersebut diimplementasikan keberbagai program pemberdayaan koperasi dan UMKM, yang sebagian telah menampakkan hasil nyata, tetapi proses ini masih berjalan tersendat, terutama disebabkan banyaknya kendala struktural yang belum dapat dieleminir. Untuk mengeleminir berbagai hambatan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang salah satu tujuannya “Mempercepat proses pemberdayaan UMKM secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim usaha yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya”. Dengan demikian diharapkan UMKM mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. Dengan dikeluarkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, diharapkan masalah ketidaksinkronan peraturan dan program pemberdayaan koperasi dan UMKM dapat diselesaikan. Untuk itu, Kementerian Negara Koperasi dan UKM secara terkoordinasikan sedang menyusun Peraturan Pemerintah yang diamanatkan dalam UU tersebut yang meliputi; 1) Persyaratan dan tata cara permohonan izin usaha, 2) Tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan, 3) Pola kemitraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26, 4) Menyelenggarakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM, dan 5) Tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada pasal 39 ayat (1) dan ayat (2). Peraturan Pemerintah ini, diharapkan dapat dijadikan bahan acuan dalam penyusunan program yang akan dilaksanakan oleh semua instansi yang terlibat dalam pemberdayaan UMKM. Program-program pemerintah seyogyanya didukung oleh kebijakan pemerintah daerah yang memberikan prioritas pembangunan bagi UMKM. Dengan demikian diharapkan dapat menimbulkan sinergi yang memperkuat posisi UMKM dalam sistem perekonomian nasional. Namun demikian pekerjaan ini tidak mudah karena banyaknya keragaman baik dalam sistem perekonomian maupun dalam sistem pemerintahan tentang pemberdayaan UMKM, baik yang bersifat sektoral maupun kedaerahan. Oleh sebab itu diperlukan inisiatif dari masing-masing instansi sektoral dan daerah untuk melakukan sosialisasi dan implementasi UU Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM, sehingga semua pelaku lintas sektoral dan lintas regional dapat memahami undang-undang tersebut.
72
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
Walaupun telah diterbitkan UU tentang UMKM, tetapi kenyataan di lapangan sampai sekarang masih dihadapkan berbagai permasalahan yang menghambat peran aktif UMKM, antara lain belum membaiknya iklim usaha bagi UMKM, termasuk rendahnya kemampuan UMKM mengakses permodalan, pasar, teknologi dan informasi. Berbagai masalah klasik yang masih menjadi kendala bagi pemberdayaan UMKM, idealnya dapat teratasi jika ada sinergi dari berbagai program-program yang dilaksanakan secara lintas sektoral maupun lintas daerah. Kondisi seperti yang diharapkan itu, sampai saat ini kemungkinan masih menjadi harapan di atas kertas, tetapi jika diamati lebih dalam, sesungguhnya ada berbagai kesempatan yang terbuka dengan diterbitkannya UU tersebut. Harapan tersebut bukan tidak mungkin untuk dapat direalisasikan dalam bentuk nyata berupa peningkatan peran dan kedudukan UMKM dalam sistem perekonomian daerah dan sistem perekonomian nasional. Yang menjadi pertanyaan sekarang: Bagaimana membangkitkan sinergi yang ada dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tersebut, dan bagaimana para stakeholder memanfaatkannya, serta apa indikasi dari adanya sinergi tersebut. Pemberdayaan UMKM tidak terlepas dari konsepsi dasar pembangunan yang menjadi media dalam penumbuhan UMKM. Merancang konsepsi dasar pemberdyaan UMKM adalah membangun sistem yang mampu mengatasi berbagai masalah yang menyangkut keberhasilan usaha UMKM. Salah satu aspek yang sangat menentukan keberhasilan UMKM adalah iklim usaha. Aspek itu sendiri terkait erat dengan kemampuan sistem yang di bangun, sedangkan sistem yang dibangun terkait dengan banyak pelaku (aktor) dan banyak variable (faktor) yang berpengaruh nyata serta bersifat jangka panjang (multy years). Oleh karena sifatnya tersebut, maka faktor-faktor ini sulit diukur keberhasilannya sebagai hasil karya suatu instansi atau suatu rezim pemerintahan. Oleh sebab itu kondusifitas dari setiap faktor tersebut harus ditumbuhkan dan terus diperbaiki. Untuk mengetahui kondisi dari setiap faktor dan para pelaku yang berperan didalamnya, perlu dilakukan evaluasi setiap waktu, setiap tempat dan setiap sektor kegiatan usaha UMKM. Seberapa jauh keberhasilan membangun sistem pemberdayaan UMKM dapat dilihat dari seberapa besar angka pertumbuhan UMKM dan pertumbuhan usahanya. Angka pertumbuhan UMKM Tahun 2006 dan Tahun 2008 seperti dilihat pada tabel 1.
73
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
Tabel 1. Jumlah Unit Usaha Menurut Skala Usaha Tahun 2006 dan Tahun 2008
Tahun No 1. 2. 3. 4.
Unit Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Jumlah UMKM Usaha Besar Jumlah Enterprise
2006 48,101,868 472,602 36,763 48,611,233 4,577 48,615,810
2008 50,697,659 520,211 39,657 51,257,537 4,372 51,261,909
Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah)
Dari data di atas menunjukkan pertumbuhan UMKM dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 meningkat lebih kurang 2.646.304 unit atau sekitar 5,44 %, pertumbuhan yang paling tinggi dari segi jumlah adalah usaha mikro yaitu 2.595.971, tetapi dari segi presentase usaha mikro paling kecil Tahun yaitu sebesar usaha kecil sebesar 10,08 %, dan usaha menengah No 5,40 %, Unit Usaha 2006 Besar menurun 2008 kurang sebesar 7,87 %. Dilain pihak pertumbuhan Usaha 1. Usaha Mikro 79.993.756 83.647.711 lebih sebersar 200 unit, atau 4,44 %. Kondisi ini memberi gambaran bahwa 2. sangat Usaha Kecil terhadap krisis 3.758.199 3.992.371 usaha besar tepengaruh ekonomi yang terjadi selama 3. Usaha 3.082.852 ini, sedangkan UMKMMenengah dapat bertahan terhadap krisis, hal ini3.256.188 terbukti dengan adanya pertumbuhan walaupun 86.834.807 belum mendapat 90.896.270 iklim usaha yang JumlahUMKM TK UMKM kondusif.4. Usaha Besar 2.697.593 2.776.214
Jumlah Enterprise 89.532.400 93.672.484 Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas kiranya perlu diperhatikan Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah) akar permasalahan yang dihadapi dalam proses pemberdayaan UMKM antara lain; 1) Kesamaan pandangan terhadap iklim usaha dan pemberdayaan UMKM dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional yang berhubungan dengan peran dan kedudukan UMKM di dalamnya; 2) Sinkronisasi program-program perbaikan iklim usaha dan pemberdayaan UMKM antar sektor dan antar daerah, Unit Usaha (juta unit) Tenaga Kerja (Jt org) dilihat dari Skala a) Sistem No Usahakelembagaan yang mengatur tugas dan kewajiban antar Lama Baru instansi dan antara tingkatan pemerintahan serta; b) ketersediaanLama dan alokasi Baru 1. Usahapembangunan Mikro 48,1 dan sektor usaha, 75,4 dan 3) 79,9 sumberdaya antara46,7 berbagai kelompok 2. Usaha Kecil 0,40 0,47Pemberdayaan 2,5UMKM. 3,7 Membangkitkan Sinergi Perbaikan Iklim Usaha dan 3. Usaha Menengah 0,04 0,04 3,1 3,1 JumlahPandangan UMKM 47,14 Perbaikan 48,61 Iklim Usaha 81,1 II. Kesamaan Terhadap dan 86,8 4. Usaha Besar 0,004 0,004 2,7 2,7 Pemberdayaan UMKM Total 47,18 48,615 83.8 89.5 Era: BPS globalisasi ekonomi Sumber data tahun 2009 (diolah)yang didengungkan sejak tahun 1990 yang lalu sangat berperan mempengaruhi pemikiran para pengambil kebijakan di 74 No 1
Lapangan usaha Pertanian, Peternakan,
Usaha Mikro
Usaha Kecil
26,398,113
1,079
Usaha Menengah 1,677
Jumlah UMKM 26,400,869
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
bidang ekonomi yang menimbulkan berbagai kendala dalam iklim usaha dan pemberdayaan UMKM, sebagai kelompok usaha yang dinilai produktivitasnya rendah. Pemikiran-pemikiran kelompok liberal yang mengagungkan ekonomi pasar, menimbulkan cukup banyak masalah bagi kalangan UMKM, dan permasalahan tersebut tidak pernah dapat diselesaikan dengan baik. Dari pola pemikiran yang telah dirasuki oleh prinsip-prinsip ekonomi pasar ini, maka terjadi silang pendapat diantara para pengambil keputusan yang semakin memperbesar ego sektoral. Bertolak dari kondisi tersebut, timbul berbagai permasalahan baru dalam proses pemberdayaan UMKM yang perlu diperbaiki yaitu; 1) Perumusan kembali sasaran pemberdayaan UMKM; 2) Rencana pembangunan UMKM cenderung kurang memperhatikan karakteristik UMKM dan kondisi sepesifik daerah, tetapi digeneralisir sedemikian rupa, sehingga bersifat terlalu umum dan sulit untuk dijadikan sebagai road map pemberdayaan UMKM; 3) Kebijakan pemberdayaan UMKM antara tahun 2004 s/d 2008 yang dilaksanakan secara sektoral. belum sepenuhnya memperlihatkan perspektif pemberdayaan UMKM, dan 4) Kebijakan dan perundang-undangan yang ada masih terkesan birokratif, serta implementasi UU yang belum banyak memberikan peluang bagi pemberdayaan UMKM. Dengan diterbitkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 diharapkan membuka cakrawala baru di kalangan unsur pembina dan stakeholder UMKM lainnya. Tetapi hal tersebut sulit diharapkan dapat diwujudkan dalam waktu dekat, mengingat sampai sekarang belum diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang implementasi beberapa pasal dari UU tersebut. UU Nomor 20 Tahun 2008 dapat dinilai cukup memadai untuk menciptakan lingkungan usaha yang kondusif bagi UMKM. Namun yang masih menjadi pertanyaan adalah apakah UU tersebut sudah dapat menyelesaikan masalah perbedaan pandangan tentang perbaikan iklim usaha dan pemberdayaan UMKM di kalangan unsur pengambil kebijakan dan pelaksana program-program pemberdayaan UMKM, baik dalam lingkup vertikal maupun horizontal. Untuk mempersatukan persepsi dari kalangan unsur pelaksanan dan stakeholder lainnya, idealnya semua pihak perlu memperhatikan konsideran UU Nomor 20 Tahun 2008, tentang UMKM yang antara lain menyatakan; a) Bahwa masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 harus diwujudkan melalui pembangunan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi; b) Bahwa sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
75
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan; c) Bahwa pemberdayaan UMKM sebagaimana dimaksud dalam huruf (b), perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal, dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran, dan potensi UMKM dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan; d) Bahwa sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian yang semakin dinamis dan global, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil, yang hanya mengatur Usaha Kecil perlu diganti, agar UMKM di Indonesia dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan usaha dan; e) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang UMKM. Kelima butir di atas merupakan amanat konstitususi yang seharusnya menjadi pegangan bagi semua pihak yang terlibat dalam pemberdayakan UMKM untuk mempersatukan visi sehingga tidak ada lagi perbedaan antar konsepsi sektoral, antar konsepsi regional, maupun antara sektoral dengan regional. Dasar penerbitan huruf (b) dalam konsideran, secara jelas menyatakan bahwa “Pemberdayan UMKM” merupakan amanat dari keputusan MPR Tahun 2004 yang menginginkan terciptanya demokrasi dibidang ekonomi dengan indikator berkembangnya peran usaha kecil dan usaha menengah. Untuk itu harus ada perimbangan yang mencerminkan tumbuhnya keadilan ekonomi. Tetapi dalam kenyataan masih terdapat diskriminasi perlakuan antara UMKM dan usaha besar oleh berbagai pihak, seperti perlakuan perbankan harus diminimalisir dengan berbagai cara yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun demikian berbagai kasus yang masih terlihat sampai sekarang ini, menunjukan bahwa UMKM masih dianggap sebagai second opinion dan terpinggirkan. Kenyataan tersebut bukan hanya bertentangan dengan semangat dari UU Nomor 20 Tahun 2008, tetapi tidak mentaati amanat Ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR-RI/1998. Lebih lanjut dalam Bab V tentang Penumbuhan Iklim Usaha UMKM, pasal 7 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2008 mengamanatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah untuk menumbuhkan iklim usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek; a) pendanaan, b) sarana dan prasarana, c) informasi usaha, d) kemitraan, e)
76
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
perizinan usaha, f) kesempatan berusaha, g) promosi dagang, dan h) dukungan kelembagaan. Kemudian dalam ayat (2) menyebutkan Dunia Usaha dan Masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud ayat (1). Penerapan pasal 7 ayat (1) ini dijelaskan lebih terinci pada pasal 8 sampai dengan pasal 15, mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan dunia usaha untuk menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM. Masalah tidak kondusifnya iklim usaha UMKM merupakan dampak dari adanya berbagai masalah baik sektoral maupun fungsional yang saling berkaitan. Maka dengan diterbitkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 diharapkan akan dapat mengurangi kendala yang ada dan mendorong UMKM untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya pembangunan dan mengembangkan potensi sumber daya lokal. Dalam rangka pemberdayaan UMKM pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, baik yang bersifat sektoral melalui instansi yang berwenang, maupun melalui pendekatan kedaerahan. Instansi sektoral pada umumnya melaksanakan program-program pemberdayaan UMKM sebagai program ikutan, untuk mencapai tujuan pokoknya yang bersifat sektoral. Sedangkan program yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM langsung diarahkan pada tujuan program tersebut, yaitu memperkuat kondisi dan posisi UMKM dalam sistem perekonomian, sehingga dinamakan program perkuatan UMKM. Prinsip dan Tujuan Pemberdayaan UMKM ditetapkan pada Bab III, pasal 4 dan pasal 5 UU Nomor 20 Tahun 2008, yang menjelaskan sebagai berikut: Pasal 4 Prinsip Pemberdayaan UMKM, a) Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; b) Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; c) Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM; d) Peningkatan daya saing UMKM dan e) Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Kemudian pasal 5 mengenai Tujuan Pemberdayaan UMKM; disebutkan untuk a) Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri, dan c) Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Pemberdayaan UMKM yang berbasis sumberdaya manusia dan sumberdaya lokal merupakan solusi terbaik untuk mengoptimalkan potensi
77
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
sumberdaya nasional, sesuai amanat pasal (4) dan pasal (5) UU Nomor 20 Tahun 2008. Yang pasti, untuk menjadikan UMKM sebagai basis pembangunan daerah yang sekaligus mendukung keberhasilan pembangunan nasional masih dihadapkan pada banyak masalah, antara lain; a) Rendahnya Produkfitas UMKM yang berdampak pada timbulnya kesenjangan antara UMKM dengan usaha besar; b) Terbatasnya akses UMKM kepada sumberdaya produktif seperti permodalan, teknologi, pasar dan informasi; Tahun c) Tidak kondusifnya yangUsaha dihadapi oleh UMKM, sehingga terjadi marjinalisasi dari Noiklim usahaUnit kelompok ini. 2006 2008 Dampak dari kondisi tersebut adalah iklim usaha bagi UMKM kurang 1. Usaha Mikro 48,101,868 50,697,659 dihadapi oleh kalangan UMKM sendiri. 2. kondusif, Usahamasalah Kecil tersebut tidak mudah 472,602 520,211 Akibatnya usaha UMKM tidak pernah mencapai titik marginal 3. Usaha Menengah 36,763 39,657produktivitas. Dengan perkataan UMKM selalu berada dibawah nilai Jumlah UMKMlain produktivitas 48,611,233 51,257,537 harapan produktivitas yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, walaupun 4. Usaha Besar 4,577 4,372 penyerapan sumberdaya manusia (tenaga kerja) cukup besar digunakan oleh Jumlah Enterprise 48,615,810 51,261,909
UMKM, tersaji dalam Tabel. 2 Sumber data : sepeti BPS tahun 2009 (diolah)
Tabel. 2. Penyerapan Tenaga Kerja (TK) Menurut Skala Usaha Tahun 2006 dan Tahun 2008
No 1. 2. 3. 4.
Unit Usaha Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Jumlah TK UMKM Usaha Besar Jumlah Enterprise
Tahun 2006 79.993.756 3.758.199 3.082.852 86.834.807 2.697.593 89.532.400
2008 83.647.711 3.992.371 3.256.188 90.896.270 2.776.214 93.672.484
Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah)
No 1. 2. 3. 4.
Berdasarkan data yang tersaji pada tabel 2, pertumbuhan tenaga kerja UMKM dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2008 meningkat lebih kurang 4.061.363 orang atau sekitar 4,68%, pertumbuhan yang paling tinggi dari jumlah tenaga kerja adalah pada usaha mikro lebih kurang 3.653.955 orang, Unit Usaha (jutasebesar unit) 4,57%, Tenaga (Jt org) tetapiSkala dari segi presentase paling kecil yaitu usaha Kerja kecil sebesar Usaha Lama Baru SedangkanLama Baru 6,68%, dan usaha menengah sebesar 5,62%. pada usaha besar Usaha Mikro 46,7 48,1 75,4 79,9 pertumbuhan sangat kecil kurang lebih sebersar 78.814 orang, atau 2,91%. Usaha Kecil 0,40 0,47 2,5 3,7 Kondisi ini memberi gambaran bahwa usaha besar tidak dapat menyerap Usaha Menengah 0,04 0,04 3,1 3,1 tenaga kerja yang besar untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan, Jumlah UMKM 47,14 48,61 81,1 86,8 Usaha Besar 0,004 0,004 2,7 2,7 Total 47,18 48,615 83.8 89.5
78 data : BPS tahun 2009 (diolah) Sumber
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
sedangkan UMKM dapat diandalkan untuk menampung tenaga kerja, hal ini terbukti dengan adanya pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar.
III. Sinkronisasi Program Pemberdayaan UMKM
Terhadap
Perbaikan
Iklim
Usaha
dan
Permasalahan pokok yang dihadapi UMKM pada umumnya adalah; a) Ketidakjelasan visi pembangunan UMKM; b) Belum adanya basis data dan informasi UMKM yang memadai; c) Desain program pemberdayaan UMKM yang tidak didasarkan pada hasil kajian dan evaluasi program sebelumnya; d) Usaha mikro dan usaha kecil bergerak dalam sektor formal, tanpa legalitas usaha yang memadai; e) Banyak program pemberdayaan UMKM yang didasarkan pada konsep bantuan sosial, dan tidak didasarkan pada kerangka pengembangan bisnis UMKM.; f) Birokrasi pemerintahan yang rigit, sehingga sulit untuk mewujudkan fenomena structure follow strategy dan sulit menerapkan praktek yang terbaik; g) Kurang kompetennya SDM pembina di daerah, serta lemahnya koordinasi dan sinergi lintas pelaku; h) Tidak efektifnya sistem pemantauan pelaporan dan evaluasi pembangunan UMKM. Kondisi ini mengindikasikan masih banyaknya ketidak sinkronan program- program pemberdayaan UMKM sehingga sinergi dari adanya sistem itu sendiri belum terlihat dengan baik. Sejalan dengan kondisi dan permasalahan di atas, UU Nomor 20 Tahun 2008, Bab. VI mengatur Pengembangan Usaha, seperti tercantum pasal 16 ayat (1) Mengamanatkan agar pemerintah dan pemerintah daerah memfasilitasi pengembangan usaha dalam bidang: a) Produksi dan pengolahan, b) Pemasaran, c) Sumber daya manusia, dan d) Desain dan teknologi. Ayat (2) Dunia Usaha dan Masyarakat berperan serta secara aktif melakukan pengembangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu pengembangan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal ini secara tegas memperlihatkanm batasan tugas dan tanggung jawab dari pemerintah dan pemerintah daerah dalam pemberdayaan UMKM. Komitmen pemerintah daerah dengan UU ini idealnya menjadi lebih besar terutama untuk daerah-daerah yang potensi sumberdayanya terbatas, sehingga UMKM benar-benar menjadi andalan daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah Kemudian dilanjutkan dengan Pasal 17 menyatakan bahwa pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan sebagaimana dimaksud
79
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (a) dilakukan dengan cara: a) Meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; b) Memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; c) Mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan pengolahan, dan d) Meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi Usaha Menengah. Secara tegas pasal 17 menginginkan agar salah satu dari kelemahan UMKM yaitu rendahnya produktivitas UMKM dapat diatasi melalui peningkatan teknik produksi, dan pengolahan, memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana usaha, penerapan standarisasi dalam proses produksi dan meningkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa usaha UMKM. Pasal tersebut tentunya akan dapat membangun spesifikasi tugas dan tanggung jawab dari unsur sektoral dan regional, sehingga sinkronisasi program-program yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik dan efisien. Lebih lanjut pada Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2008 menegaskan bahwa pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (b) dilakukan dengan cara: a) Melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; b) Menyebarluaskan informasi pasar; c) Meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran; d) Menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil; e) Memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; dan f) Mmenyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. Solusi terbaik untuk mengatasi kesulitan UMKM dalam mengakses pasar dan membatasi peranan unsur sektoral, yang membidangi UMKM untuk merancang program yang sesuai dengan bidang tugasnya. Kekhawatiran sementara kalangan (terutama para penganut faham ekonomi pasar) terhadap kemampuan UMKM dalam menghadapi era globalisasi yang berorientasi pada mekanisme pasar bebas, cukup beralasan jika menilai kemampuan UMKM hanya dari aspek efisiensi. Rendahnya eksistensi UMKM dalam penguasaan pasar memang lebih terlihat sebagai dampak dari kondisi pasar yang tidak kondusif, dari adanya masalah pokok yang tidak terlihat secara nyata, yaitu sistem pemasaran yang dikuasai oleh komponen sistem yang lebih kuat, sehingga UMKM selalu hanya berperan sebagai price taker (penerima harga).
80
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
Mengembangkan kemampuan UMKM menangkap informasi, terutama tentang kecenderungan pasar, sehingga dapat menentukan jenis barang, kualitas, kuantitas dan sifat-sifat spesifik barang yang akan diproduksi. Dengan demikian dominasi usaha besar dan eksportir yang memiliki bargaining lebih kuat, dan berperan sebagai price maker (pembuat harga) akan dapat dipatahkan. Untuk itu kemudian diharapkan pemerintah akan memicu dengan dukungan atau bantuan perkuatan untuk meningkatkan kapasitas proses perubahan. Misalnya ditetapkan dan dikembangkan program promosi pemasaran produk UMKM untuk “pasar bebas yang berkeadilan” secara konkrit di lapangan. Hal ini sangat diperlukan mengingat dalam satu dekade belakangan ini ketidaksinkronan program UMKM, dan juga diperlihatkan dari lemahnya jaringan pasar UMKM. Sedangkan unsur yang bertanggung jawab untuk aspek usaha UMKM umumya lebih terfokus pada aspek produksi dan legalisasi usaha UMKM saja. Untuk mencapai sinkronisasi program-program tersebut terhadap perbaikan ikilm usaha dan pemberdayaan UMKM perlu diperhatikan hal-hal berikut; 3.1. Sistem Kelembagaan dan Pengaturan Tugas Antar Komponen Dari hasil evaluasi terhadap berbagai kebijakan pemberdayaan UMKM selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2008, terlihat nyata sistem kelembagaan pembinaan UMKM merupakan salah satu permasalahan yang menghambat keberhasilan program-program pemberdayaan UMKM. Sistem kelembagaan yang belum baku dalam proses pemberdayaan UMKM nampaknya tidak terlepas dari kebijakan makro di bidang politik ekonomi yang menempatkan UMKM pada posisi yang sejajar dengan pengusaha besar. Akibatnya UMKM harus berhadapan dengan kalangan usaha besar yang notabene memiliki kekuatan yang jauh lebih besar, sehingga UMKM hanya menjadi unsur yang lemah untuk menerima keadaan apa adanya. Menyadari kelemahan UMKM tersebut maka pada Pasal 15 UU Nomor 20 Tahun 2008 diatur tentang Aspek dukungan kelembagaan. Pasal ini ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung pengembangan UMKM. Lebih lanjut pada pasal 6 UU Nomor 20 Tahun 2008 mengubah kriteria aset dan volume usaha UMKM sebagai berikut : a) Usaha Mikro disyaratkan memiliki kekayaan paling banyak Rp 50 Juta dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 Juta; b) Usaha Kecil diatur harus memiliki kekayaan bersih Rp 50 juta sampai dengan Rp 500
81
INFOKOP 17 - JULI 2009 : 71-91 NoVOLUMEUnit Usaha
1. 2. 3. 4.
Tahun
2006 2008 Usaha Mikro 79.993.756 83.647.711 Juta dan hasil lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Usaha Kecilpenjualan tahunan 3.758.199 3.992.371 RpUsaha 2,5 milyar; c) Usaha Menengah, memiliki kekayaan Menengah 3.082.852 3.256.188 bersih Rp. 500 juta sampai dengan Rp 10 milyar dan hasil penjualan Jumlah TK UMKM 86.834.807 90.896.270Rp 2,5 milyar sampai dengan Rp 50 milyar. Perubahan kriteria tersebut boleh jadi Usaha Besar 2.697.593 2.776.214 akan mempengaruhi jumlah unit usaha dan tenaga kerja dari masingJumlah Enterprise 89.532.400 93.672.484 masing pelaku usaha, dan juga mempengaruhi bentuk kelembagaan
Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah)
UMKM. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Pergeseran Kriteria Skala Usaha menurut UU Nomor 20 Tahun 2008, Terhadap UMKM Tahun 2006 No
Skala Usaha
1. 2. 3.
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Jumlah UMKM Usaha Besar Total
4.
Unit Usaha (juta unit) Lama Baru 46,7 48,1 0,40 0,47 0,04 0,04 47,14 48,61 0,004 0,004 47,18 48,615
Tenaga Kerja (Jt org) Lama Baru 75,4 79,9 2,5 3,7 3,1 3,1 81,1 86,8 2,7 2,7 83.8 89.5
Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah)
No 1
2
Berdasarkan analisa BPS dengan dilakukannya perubahan kreteria terhadap aset dan volume usaha UMKM seperti diuraikan di atas, maka terjadi pergeseran jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang disesuaikan mulai pada tahun 2006 seperti yang digambarkan pada data Usaha Jumlah Lapangantabel usaha Mikro Usaha Kecil 3. Dari Usaha data yang disajikan, maka jumlahMenengah usaha mikro meningkat UMKM 1,4 juta unit 26,398,113 atau 2,9% dan peningkatan tenaga kerja sebersar26,400,869 4,5 juta Pertanian, Peternakan, 1,079 1,677 orang atau setara dengan 5,6%. Untuk jumlah usaha kecil meningkat Kehutanan, dan Perikanan sebesar 0,07 juta unit atau 14,9% dan peningktan tenaga kerja 1.2 juta usaha menengah tidak Pertambanganorang dan atau sebesar 258,97432%. Pada 2,107 260 dan usaha besar 261,341 Penggalian terjadi pergeseran baik dari jumlah unit usaha maupun pergeseran tenaga kerja, Pemberdayaan UMKM dapat dibagi dalam tiga tahapan sesuai dengan potensi sumberdaya yang tersedia di daerah yaitu tahapan Makro, Mikro dan Meso. Pertama pada tatanan Makro pendekatan pembangunan diarahkan pada upaya menumbuhkan iklim usaha yang kondusif bagi dunia usaha yang didominasi oleh kelompok UMKM. Pendekatan ini diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi yang menjamin terjadi persaingan pasar yang berkeadilan, Kebijakan sektoral menguatkan prioritas sektoral dan bukan ego sektoral; serta kebijakan pembangunan yang menggunakan pendekatan partisipatif serta adanya advokasi dan legislasi.
82
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
Kedua dalam tatanan Mikro kebijakan penumbuhan pasar yang bersaing secara adil, diaplikasikan dalam bentuk program peningkatan efisiensi dan produktivitas UMKM, Prioritas sektoral dalam bentuk program perluasan kemitraan dan jaringan usaha, dengan bentuk program partisipatif yang mampu menggerakan partisipasi masyarakat seperti program padat karya, advokasi dan legislasi dalam bentuk program pengembangan kemampuan UMKM serta peningkatan daya saing ekonomi daerah. Ketiga dalam tataran Meso yang perlu dilakukan adalah melaksanakan program bantuan perkuatan baik berupa bantuan perkuatan fisik termasuk keuangan maupun bantuan perkuatan non fisik seperti peningkatan kualitas SDM, pengembangan jaringan, pengembangan sistem informasi dan lain-lain. Pada pasal 19 UU Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf (c) dilakukan dengan cara: a). memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan; b) meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial; dan c) membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru. Makna yang terkandung dalam pasal 19 ini secara tegas mengingatkan bahwa SDM merupakan potensi sumberdaya yang berada dalam jumlah besar, namun hasil pengamatan (Suharyadi 2004) menginformasikan bahwa rata-rata pengalaman kelompok usaha kecil dan usaha mikro di bidang usaha yang ditekuninya relatif cukup baik, tetapi dari aspek pendidikan, rata-rata pendidikan usaha mikro hanya setingkat Sekolah dasar sedangkan usaha kecil hanya setingkat SLP. Sejalan dengan itu pengetahuan tentang prosedur birokrasi dan manajemen usaha relatif rendah. Sedangkan UMKM merupakan kelompok usaha yang dapat menyerap sumberdaya potensial tersebut secara optimal. Dengan perkataan lain pemberdayaan UMKM idealnya harus diarahkan pada peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui berbagai kegiatan UMKM yang cenderung bersifat padat karya. 3.2. Ketersediaan dan Alokasi Sumberdaya Pembangunan Peningkatan permodalan UMKM yang sudah dilakukan oleh pemerintah antara lain; melalui program pengembangan berbagai Skim Perkreditan untuk UMKM dan Program pembiayaan produktif
83
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
koperasi dan Usaha Mikro. Di lain pihak Lembaga Keuangan formal hanya berpegang pada UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, yang antara lain mengharuskan bank untuk menerapakan prinsip kehatihatian. Akibatnya diberlakukan ketentuan the five c of credit yang sulit dipenuhi oleh kelompok UMKM. Masalah ini memang sudah dicarikan jalan keluarnya misalnya melalui program perkuatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM, tetapi skala program tersebut nampaknya sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan modal UMKM. Demikian juga berbagai program sektoral lainnya yang dilaksanakan selama empat tahun terkhir seperti program pemberdayaan orang miskin dan program KUR, walaupun tidak secara langsung untuk memperkuat pilar kelembagaan UMKM. Undang-Undang Perbankan tersebut di atas idealnya perlu ditinjau kembali, sehingga untuk UMKM seharusnya ada diskriminasi, tetapi hal tersebut sulit dilakukan, untuk itu mungkin dapat dicari solusi lainnya misalnya dengan membuat peraturan khusus (bisa dalam bentuk PP) yang mengatur pemberian kredit untuk UMKM. Kasus ini juga terlihat di berbagai sektor lainnya, seperti sektor industri, pertambangan, penggalian, transportasi, dan lain-lain yang tidak memberlakukan diskrinasi untuk UMKM. Satu-satunya UndangUndang yang memberikan kesempatan lebih luas untuk UMKM adalah di sektor kehutanan. Dari uraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa; a) Pemerintah dan Pemerintah Daerah hanya terpaku pada kebijakan perkuatan, tetapi masih kurang fokus dalam mengembangkan kebijakan penciptaan iklim usaha UMKM; b) Pengaturan pemberdayaan UMKM idealnya dapat dilakukan melalui Perda, untuk itu perlu adanya penyusunan Perda yang berkaitan dengan UMKM; c) Dukungan perkuatan lebih bersifat pemerataan alokasi dana untuk daerah, sehingga sulit diperoleh bukti keberhasilan yang mampu menginspirasikan pemangku kepentingan untuk mereplikasikannya. Lebih lanjut Pasal 22 UU Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan usaha mikro dan usaha kecil, pemerintah melakukan upaya: a). Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank; b) Pengembangan lembaga modal ventura; c) Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang; d). Peningkatan kerjasama antara usaha mikro dan usaha kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah; dan e). Pengembangan sumber
84
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 23 UU Nomor 20 Tahun 2008 ayat (1) menyatakan bahwa; Untuk meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap sumber pembiayaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, pemerintah dan pemerintah daerah: a) Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga keuangan bukan bank; b) Menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit; dan c). Memberikan kemudahan dan fasilitasi dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan. Ayat (2) dunia usaha dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses usaha mikro dan kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a) Meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha; b) Meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan c). Meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha. Sejalan dengan pasal 23 di atas, Pasal 24 UU Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan bahwa untuk pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemberdayaan usaha menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan: a) Memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investas melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya; dan b) Mengembangkan lembaga penjamin kredit, dan meningkatkan fungsi lembaga penjamin ekspor. Dari pengamatan selama lima tahun terakhir, pemilikan modal usaha menengah terus meningkat. Namun peningkatan permodalan ini juga nampaknya dipengaruhi oleh kucuran dana pinjaman dari perbankan yang dimungkinkan karena berkembangnya usaha mereka sebagai dampak dari bertambahnya kegiatan-kegiatan di sektor pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pasal 24 UU Nomor 20 Tahun 2008, di mana pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pemberdayaan usaha menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan. Demikian juga ada kecenderungan bahwa sebagian kelompok usaha menengah mampu membangun kemitraaan dengan kelompok usaha besar. Di sisi lain terlihat bahwa program-program perkreditan yang bersumber dari pemerintah baik pemerintah maupun pemerintah daerah belum menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan permodalan kelompok usaha mikro dan usaha kecil.
85
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
Rendahnya kemampuan pemupukan modal oleh kalangan pengusaha mikro dan pengusaha kecil menurut Young Chulkim (1984) dapat disebabkan karena mereka sudah terjebak dalam lingkaran setan kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty). Kemudian Kim (1984) lebih lanjut mengatakan bahwa intervensi untuk memutus rantai permasalahan ini dapat saja dilakukan jika ada komitment yang kuat dari pemerintah dan masyarakat melalui pemberian pinjaman modal. Hal inilah yang menjadi dasar pemikiran pemerintah untuk menerbitkan UU Nomor 20 Tahun 2008 khususnya pasal 22 dan pasal 23 untuk melaksanakan perkuatan di bidang permodalan, walaupun belum terlihat pengaruh nyata dari intervensi pemerintah tersebut, diduga dikarenakan sangat kecilnya dana-dana pemerintah yang disalurkan dibandingkan dengan besarnya jumlah UMKM yang membutuhkannya. IV.
Membangkitkan Sinergi Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM Penerapan suatu peraturan perudang-undangan tidak mudah membangkitkan sinergi, tanpa adanya komitmen yang kuat dari unsurunsur yang berada dalam suatu kelembagaan ekonomi dan sosial. Sebab satu undang-undang saja nampaknya belum cukup untuk membangkitkan sinergi dimaksud. Sebab sangat banyak Peraturan Perundang-Undangan yang cenderung memberikan kesempatan untuk berkembangnya ego sektoral di antara unsur-unsur yang diatur dalam undang-undang tersebut. Namun demikian diterbitkannya UU Nomor 20 Tahun 2008 paling tidak telah menimbulkan harapan baru bagi para pemikir dan stakeholder UMKM untuk merancang program-program yang dapat mempercepat proses pemberdayaan UMKM. Dari pengalaman masa lalu yang mengorientasikan pemberdayaan UMKM dalam bentuk pembinaan nampaknya perlu adanya redefinisi program dan kegiatan pembinaan dalam pengembangan UMKM berkaitan dengan perubahan sistem pemerintahan dan sistem pengelolaan keuangan negara, karena UMKM berada diberbagai sektor atau lapangan usaha seperti terlihat pada tabel 4. Data di pada tabel 4 menunjukkan bahwa UMKM berada di semua sektor atau lapangan usaha dan menguasai lapangan usaha paling besar yaitu sebesar 94,42%, sedangkan usaha besar hanya sebesar 2, 88% dan usaha lainnya (UPM) 2,70%. Komposisi dari kelompok UMKM, menunjukkan usaha mikro mendominasi lapangan usaha sebesar 86,89%, usaha kecil 4,15 %, dan usaha menengah sebesar 3,38%.
86
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
Tabel. 4. Jumlah Unit Usaha UMKM Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008 No
Lapangan usaha
Usaha Mikro
Pertanan, Peternakan, 26,398,3 Kehutanan, dan Perkanan 2 Pertambangan dan 258,974 Penggalan 3 Industr Pengolahan 3,76,47 4 Lstrk, Gas dan Ar 0,756 Bersh 5 Bangunan 59,883 6 Perdagangan, Hotel dan 4,387,690 Restoran 7 Pengangkutan dan 3,86,8 Komunkas 8 Keuangan, Persewaan 970,63 dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa 2,49,428 Jumlah 50,697,659 Sumber data : BPS tahun 2009 (diolah)
,079
Usaha Menengah ,677
Jumlah UMKM 26,400,869
2,07
260
26,34
53,458 55
8,82 35
3,238, ,622
2,622 382,084
,854 20,76
74,359 4,789,950
7,420
,424
3,205,025
23,375
3,973
997,5
27,525 520,22
,796 39,657
2,78,749 5,257,537
Usaha Kecil
Jika dilihat dari sektor usaha atau lapangan usaha UMKM paling banyak bergerak pada sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 99,46%, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 99, 27%, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 97, 45%, sektor bangunan sebesar 96,11%, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 94, 45%, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 89,05%, sektor industri pengolahan sebesar 84,64%, sektor jasa-jasa sebesar 68,45%, dan sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 65,41%. Pandangan bahwa semua dapat berubah kalau ada political will memang benar, tetapi proses penyelesaiaannya tidak secara instan, sebab sering terjadi peraturan perundang-undang tersebut tidak dapat dijalankan. Demikian juga mengecilnya porsi investasi negara untuk UMKM kurang dipahami oleh aparat birokrasi, karena tanpa pemberdayaan langsung, ekonomi rakyat tidak akan berjalan dengan baik. Lahirnya sistem Keuangan dan sistem Perbendaharaan Negara melalui UU Nomor 17 Tahun 2003 dan UU Nomor 1 Tahun 2004 mempengaruhi corak pelaksanaan kebijakan anggaran terhadap obyek kegiatan pemerintah, maka untuk mencapai hasil yang baik dengan perubahan yang terjadi perlu dilakukan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM.
87
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
Pasal 38 UU Nomor 20 Tahun 2008 menyatakan; ayat (1) Menteri melaksanakan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM Ayat (2) Koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara nasional dan daerah yang meliputi: penyusunan dan pengintegrasian kebijakan dan program, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan pemberdayaan UMKM, termasuk penyelenggaraan kemitraan usaha dan pembiayaan UMKM. Ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sejalan dengan uraian di atas, Pasal 21 UU Nomor 20 Tahun 2008, ayat (1) menyatakan bahwa; pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil. Ayat (2) Badan Usaha Milik Negara dapat menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada usaha mikro dan kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. Ayat (3) usaha besar nasional dan asing dapat menyediakan pembiayaan yang dialokasikan kepada usaha mikro dan kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya. Ayat (4) pemerintah, pemerintah daerah, dan dunia usaha dapat memberikan hibah, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk usaha mikro dan kecil. Ayat (5) pemerintah dan pemerintah daerah dapat memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil. Pasal 25 UU Nomor 20 Tahun 2008, ayat (1) menyatakan bahwa; pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat memfasilitasi, mendukung, dan menstimulasi kegiatan kemitraan, yang saling membutuhkan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Ayat (2) Kemitraan antarusaha mikro, kecil, dan menengah dan kemitraan antara usaha mikro, kecil, dan menengah dengan usaha besar mencakup proses alih keterampilan di bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi. Ayat (3) Menteri dan menteri teknis mengatur pemberian insentif kepada usaha besar yang melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil, dan menengah melalui inovasi dan pengembangan produk berorientasi ekspor, penyerapan tenaga kerja, penggunaan teknologi tepat guna dan ramah lingkungan, serta menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pada dasarnya UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM telah memberikan landasan yang kuat bagi
88
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
pemerintah dan pemerintah daerah untuk berperan aktif dalam pemberdayaan UMKM, bahkan untuk aspek perizinan ada penegasan untuk menerapkan sistem layanan satu pintu dan membebaskan biaya perizinan bagi usaha mikro. UU Nomor 20 Tahun 2008 juga menegaskan perlunya peningkatan perspektif pembangunan UMKM lintas pelaku serta perlunya paradigma dan kebijakan yang inovatif dalam mengimplementasikannya secara benar dan efektif. Secara substansial dari adanya UU Nomor 20 Tahun 2008, tidak ada perubahan peranan pemerintah dalam pemberdayaan UMKM. Namun demikian UU Nomor 20 Tahun 2008 menempatkan kedudukan Menteri yang membidangi Koperasi dan UMKM bukan sebagai menteri teknis, tetapi sebagai Menteri koordinator dalam pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Semua pasal yang ada memberikan arah dan jalur pengembangan serta instrumen yang terbuka, untuk tugas tersebut UU Nomor 20 Tahun 2008 juga menegaskan perlunya pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan biaya bagi UMKM tetapi tidak harus dalam bentuk bantuan perkuatan yang sifatnya langsung kepada UMKM, melainkan dapat melalui LPDB Koperasi dan UMKM atau lembaga keuangan yang ada disetiap daerah. V.
Penutup 1. Memperhatikan berbagai aspek iklim usaha dan pemberdayaan UMKM sekarang ini, di mana belum sepenuhnya mampu mendorong UMKM untuk lebih produktif, efisien, dan berdaya saing, nampaknya komitmen untuk memberdayakan ekonomi rakyat harus diarahkan menjadi konsensus nasional. Kondisi nyata memperlihatkan perkembangan UMKM masih terkendala oleh berbagai masalah klasik yang bersifat struktural, tidak hanya dari aspek kebijakan makro, tetapi juga timbul dari sistem ketatanegaraan dan birokrasi yang belum kondusif, atau lebih jelasnya kurang berpihak kepada UMKM. 2. Ketidakmampuan UMKM untuk tumbuh dan berkembang dalam iklim usaha yang ada sekarang ini, memang sudah disadari sejak awal Pemerintahan di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Perhatian pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi UMKM juga sudah dituangkan dalam Recana pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-209. Untuk tujuan tersebut Kementerian Negara Koperasi dan UKM telah menyusun Rencana Tindak Jangka Menengah Koperasi dan UKM yang diaplikasikan dalam berbagai program nyata antara lain; 1) Penyederhanaan Perizinan dan pengembangan system perizinan satu pintu, serta bagi usaha mikro perizinan cukup dalam bentuk registrasi usaha; 2) Penataan Peraturan Daerah (Perda) untuk mendukung pemberdayaan UMKM dan Koperasi; 3) Penataan dan penyempurnaan
89
INFOKOP VOLUME 17 - JULI 2009 : 71-91
Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pengembangan UMKM dan Koperasi. 3. Pemberdayaan UMKM di masa mendatang harus fokus pada; a) perbaikan iklim usaha dan peningkatan kapasitas usaha UMKM sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM; b) pendekatan bisnis dengan mempertimbangkan keunikan UMKM, yaitu faktor manusia, budaya, dan lingkungan, serta pendekatan personal dalam kerangka pengembangan pribadi pengusahanya. 4. Dari adanya berbagai masalah yang dihadapi disarankan agar; a) Membangun perspektif UMKM yang benar melalui peningkatan kompetensi dan komitment lintas pelaku dalam memberdayakan UMKM, sehingga mampu mengembangkan kebijakan yang terfokus pada upaya penyelesaian akar permasalahan pembangunan UMKM; b) Membangun kelembagaan dan sistem koordinasi pembangunan UMKM pada setiap tataran pemerintahan yang terintegrasi; c) Mengembangkan budaya integritas kebijakan pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan berjalan seiring, serta terfokus pada upaya mencapai tujuan nasional; d) Mengembangkan budaya kerja yang berbasis pada kinerja, sehingga sistem pendataan, pemantauan, evaluasi, pelaporan dapat berjalan dengan baik; e) Mengembangkan kompetensi dan komitment pembina di tingkat pusat dan daerah, dan f) Meningkatkan alokasi anggaran untuk kegiatan koordinasi dan perumusan kebijakan lintas sektoral dalam pembangunan UMKM. 5. Regulasi berbagai kebijakan yang dapat membawa iklim usaha baru bagi pemberdayaan UMKM tentu saja bukan hal yang sederhana karena kegiatan usaha yang dilakukan oleh UMKM menyangkut sangat banyak aspek dan sangat banyak sektor. Oleh sebab itu Kementerian Negara koperasi dan UKM secara sendirian tidak akan mampu melaksanakan hal tersebut, maka yang menjadi kata kunci dalam mengaplikasikan UU Nomor 20 Tahun 2008 adalah membangun sistem koordinasi dengan semua pihak yang terkait baik dari kelompok pemangku kepentingan maupun pihakpihak lainnya. Sebagai kata awal dari pembentuk koordinasi ini adalah kesamaaan persepsi tentang keperluan pemberdayaan UMKM. DAFTAR PUSTAKA -------------, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Ditjen Bina Lembaga Koperasi, Jakarta.
90
Sinergi Penerapan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Terhadap Perbaikan Iklim Usaha dan Pemberdayaan UMKM (Saudin Sijabat)
-------------, (2008). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Jakarta. ------------, (2000). Analisis Kebutuhan Pengembangan Sistem Pembiayaan Ekspor Bagi Usaha Kecil dan Menengah Berorientasi Pasar Luar Negeri. Laporan Penelitian. Didukung oleh The Asia Foundation dan Swisscontact. Center for Economic and Social Studies. ------------, (2001). Policy Reform for Increasing Small and Medium. ------------, (1999). Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999, dan Undang-undang nomor 3 tahun 2004, tentang Bank Indonesia. Jakarta. ------------, (2006). Kajian Model Penumbuhan Unit Usaha Baru, Deputi Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Halomoan Tamba, Saudin Sijabat, (2006). Pedagang Kaki Lima: Entrepreneur Yang Terabaikan. Infokop No. 29 Tahun XXII 2006, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Manggara Tambunan, (2004). Melangkah Ke Depan Bersama UKM. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 Sep. 2004. Maulana Ibrahim, (2004). Mendorong Peran UMKM Dalam Pertekonomian Indonesia di Masa Depan. Makalah pada Debat Ekonomi ESEI 2004, Jakarta Convention Centre 15-16 september 2004. Suryadarma Ali, (2007). Kinerja UMKM Masih Lemah. Harian Kompas Tanggal 26 November 2006. Saudin Sijabat, (2007). Pegadaian Versus Bank Umum (Menilai Profil Yang Potensial Untuk Menjadi Lembaga Perkreditan Rakyat) Infokop Volume 15 No. 2 Tahun 2007, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta. Saudin Sijabat, (2008). Potret Iklim Usaha Pemberdayaan UMKM. Infokop Volume 16 - September 2008, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Jakarta.
91