SIMULASI PENINGKATAN SUHU MALAM DAN PEMBERIAN PYRACLOSTROBIN PADA TANAMAN PADI (Oryza sativa L.) SIMULATION OF INCREASING NIGHT TEMPERATURE AND APPLICATION OF PYRACLOSTROBIN ON PADDY (Oryza sativa L.) *)
Dhanang Teja Mukti , Eko Widaryanto dan Karuniawan Puji W Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Jl. Veteran, Malang 65145 Jawa Timur, Indonesia *) E-mail :
[email protected] ABSTRAK
ABSTRACT
Akhir abad 21, iklim bumi diprediksi mengalami kenaikan suhu udara rata-rata 2–4°C. Efek pemanasan global mengkondisikan peningkatan suhu ma-lam lebih besar dan cepat daripada pe-ningkatan suhu siang. (Kukla dan Karl, 1993; Easterling et al., 1997). Peningkatan suhu malam akan meningkatkan respirasi tanaman, sehingga terjadi perombakan pada karbohidrat yang terakumulasi pada bulir padi sehingga produksi menurun. Pemberian pyraclostrobin yang berperan untuk menurunkan tingkat respirasi pada tanaman padi sangat diperlukan. Tujuan penelitian ialah menguji efektivitas pemberian pyraclostrobin pada tingkat peningkatan suhu yang berbeda pada tanaman padi. Penelitian dilaksanakan bulan September 2013 - Maret 2014, di Kebun Percobaan FP UB, desa Jatikerto. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi peningkatan suhu 2⁰C dapat meningkatkan rerata bobot -1 1000 biji 17,68 g tan 5,36% jika dibandingkan dengan kombinasi perlakuan pyraclostrobin 0 ppm - simulasi peningkatan suhu 2⁰C yang menghasilkan rerata bobot -1 1000 biji 16,78 g tan . Linier dengan kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi peningkatan suhu 4⁰C yang mampu meningkatkan -1 rerata bobot 1000 biji 17,85 g tan 5,43% dibandingkan dengan kombinasi perlakuan pyraclostrobin 0 ppm - simulasi peningkatan suhu 4⁰C yang rerata bobot 1000 bijinya -1 16,93 g tan .
By the end of the 21 century, the earth’s climate was predicted to warm by an average of 2–4 °C. Global warming made the minimum (night) tempe-rature increase was quicker and bigger than maximum (day) temperature (Kukla and Karl, 1993; Easterling et al., 1997). Increasing night temperature would increase the respiration, so the reorganizing of carbo-hydrate that be accumulated on the grain was happened, so that reducing the yield. Pyraclostrobin application which contributed to reduce respiration rates on paddy was necessary. The goal of research was to investigate the pyraclostrobin application effectiveness on difference temperature in-crease. Research was conducted on Sep-tember 2013 until Maret 2014, in Univer-sity of Brawijaya Research Station on Jatikerto village. The research showed that combi-nation pyraclostrobin application 400 ppm - 2⁰C temperature increase treatment in-creased -1 grain 1000 weight average 17,68 g plant as many as 5,36% compared with combination pyraclostrobin 0 ppm - 2⁰C temperature increase treatment which just -1 16,78 g plant . Linear, combination pyraclostrobin application 400 ppm - 4⁰C temperature increase treatment increased grain -1 1000 weight average 17,85 g plant as many as 5,43% compared with combination pyraclostrobin 0 ppm - 4⁰C temperature in-1 crease treatment which just 16,93 g plant .
Kata kunci : Tanaman Padi, Suhu Malam, Pyraclostrobin, Respirasi.
st
Keywords : Paddy, Night Temperature, Pyraclostrobin, Respiration.
99 Mukti, dkk, Simulasi Peningkatan Suhu... PENDAHULUAN Tanaman padi (Oryza sativa L.) ialah bahan baku untuk membuat beras. Beras menjadi bahan pangan utama di Indonesia karena lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai bahan makanan pokok. Fenomena pemanasan global dapat menjadi kendala dalam usaha budidaya padi. Pengaruh pemanasan global membuat suhu di permukaan bumi meningkat (panas), sehingga dapat mengurangi hasil dan kualitas tanaman budidaya (Peng et al., 2004; Lin et al., 2005). Estimasi peningkatan suhu rata-rata udara secara global pada akhir abad 21 (1980-1999) sekitar 2-4°C. Pengaruh pemanasan global mengkondisikan peningkatan suhu malam lebih besar daripada peningkatan pada suhu siang. Suhu minimum udara harian (waktu malam hari) meningkat lebih cepat dibandingkan suhu maksimum harian (waktu siang hari) (Kukla dan Karl, 1993; Easterling et al., 1997). Perbedaan peningkatan suhu malam hari dan suhu siang hari berhubungan dengan adanya fenomena pemanasan global yang menunjukkan secara kuat hubungan negatif linier terhadap hasil produksi padi dan produksi biomasanya (Peng et al., 2004). Peningkatan suhu malam hari menunjukkan tiga kali lebih tinggi dibandingkan suhu siang hari pada semua permukaan bumi (Karl et al., 1991). Hal ini disebabkan awan pada siang hari atau pagi hari bersifat pendingin sekaligus pemanas. Keberadaan awan pada siang hari berperan memantulkan kembali panas dari bumi sehingga panas meningkat dan memantulkan kembali panas dari matahari ke luar angkasa sehingga suhu menjadi lebih dingin. Pada malam hari, karena tidak ditemukan keberadaan awan, maka di malam hari peningkatan suhunya lebih tinggi dibandingkan pada suhu siang hari. Peng et al. (2004) menyatakan bahwa terjadi peningkatan suhu malam hari sekitar ° 1,13 C pada periode 25 tahun (1979-2003). Peningkatan suhu malam akan meningkatkan respirasi pada tanaman, sehingga terjadi perombakan pada karbohidrat yang terakumulasi pada bulir padi sehingga produksi menurun. Pemberian pyraclostro-
bin yang mana berperan selain sebagai fungisida juga berperan untuk menurunkan tingkat respirasi pada tanaman padi, diperlukan. Berdasarkan kenyataan tersebut, penelitian peran pyraclostrobin dan peningkatan suhu malam pada tanaman padi perlu dikaji lebih dalam. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan September 2013 - Maret 2014, di Kebun Percobaan FP UB, desa Jatikerto. Alat : meteran, timbangan digital, ember, SPAD, thermo-hygrometer, rangkaian lampu pemanas, kamera digital. Bahan : benih padi IR 64, pyraclostrobin BAS 5, pupuk NPK, pupuk kandang. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan perlakuan: P0T0 : pyraclostrobin 0 ppm - suhu normal malam hari, P400T0 : pemberian pyraclostrobin 400 ppm - suhu normal malam hari, P0T2 : pyraclostrobin 0 ppm simulasi peningkatan suhu 2⁰C, P400T2 : pemberian pyraclostrobin 400 ppm – simulasi peningkatan suhu 2⁰C, P0T4 : pyraclostrobin 0 ppm - simulasi peningkatan suhu 4⁰C, P400T4 : pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi peningkatan suhu 4⁰C. Parameter pengamatan non-destruktif: tinggi tanaman, jumlah anakan, kandungan klorofil, umur tanaman mulai berbunga, waktu panen. Parameter pengamatan pa-1 nen: panjang malai, jumlah malai tan , jumlah gabah (isi dan hampa), bobot 1000 biji, bobot tanaman tanpa malai (basah dan kering), bobot gabah (basah dan kering), GKG, indek panen (%). Data yang diperoleh, dianalisis dengan analisis ragam (uji F) dengan taraf nyata 5 %, jika terdapat pengaruh yang nyata, dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis pengamatan tinggi tanaman padi menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin yang diberikan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi, pada umur 60, 70, 80 HST. Rerata tinggi tanaman padi tersaji pada Tabel 1. Tanaman padi yang dicekam pada screenhouse (simulasi peningkatan
100 Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3, Nomor 2, Maret 2015, hlm. 98 - 106 suhu 2⁰C (T2) dan simulasi peningkatan suhu 4⁰C (T4)) menunjukkan perbedaan tinggi tanaman yang signifikan dibanding dengan tanaman padi yang tanpa cekaman/suhu normal (T0). Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan screenhouse sebagai manipulasi cekaman suhu pada perlakuan peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C memberikan pengaruh pada laju penambahan tinggi tanaman. Tanaman padi yang dicekam dalam screenhouse diduga meng-alami etiolasi. Penggunaan konstruksi screenhouse/rumah plastik dalam penelitian secara signifikan dapat menurunkan sekitar 40,3% cahaya yang dapat diserap oleh tanaman dibanding tanaman yang ditanam diluar. Berkurangnya energi cahaya matahari yang dapat diserap oleh tanaman yang dicekam di dalam screenhouse/rumah plastik mengakibatkan tanaman mengalami etiolasi. Lambers et al. (1998) menyatakan bahwa salah satu ben-tuk penyesuaian akibat dari berkurangnya cahaya yang dapat diserap oleh tanaman ialah dengan meningkatnya luas daun agar terpenuhi kebutuhan cahaya yang aktif dalam proses fotosintesis, sedangkan bentuk penyesuaian lain ialah meningkatnya tinggi tanaman. Perbedaan tinggi tanaman padi tersebut juga didukung oleh pemberian pyraclostrobin. Dari semua kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin, kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin 400 ppm-lah (P400) yang menunjukkan rerata lebih tinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin 0 ppm (P0). Pyraclostrobin yang mengandung un-
sur nitrogen merupakan komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Lakitan (1993) menyatakan bahwa dalam jaringan tanaman, nitrogen ialah komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya adalah asam-asam amino. Zat ini memacu pertumbuhan (meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan), meningkatkan luas daun dan meningkatkan kandungan protein. Peranan utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan, khususnya batang, cabang dan daun. Pada pengamatan kandungan klorofil (index) Tabel 2, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan cekaman suhu dan pyraclostrobin berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah klorofil daun tanaman padi, kecuali pada umur 50 HST. Tanaman padi yang dicekam dengan peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C menunjukkan penurunan kandungan klorofil yang signifikan dibanding dengan tanaman padi yang tanpa cekaman/suhu normal (T0). Penurunan rerata kandungan klorofil daun dengan cekaman simulasi peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C disebabkan oleh penggunaan konstruksi screenhouse/rumah plastik dalam penelitian, yang secara signifikan dapat menurunkan sekitar 40,3% cahaya yang dapat diserap oleh tanaman dibanding tanaman yang ditanam di luar. Tingginya temperatur pada tanaman padi dengan peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C mengakibatkan laju transpirasi meningkat dan berpengaruh pada ketersediaan air pada media tanam.
Tabel 1 Rerata Tinggi Tanaman (cm) akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
40 35,63 33,06 33,00 29,88 29,88 27,56 tn 14,74
Hari Setelah Transplanting (HST) 50 60 70 44,50 50,75 a 53,20 a 47,44 54,94 b 59,93 b 45,44 54,44 ab 62,25 bc 53,56 59,81 c 64,03 cd 42,63 54,44 ab 62,53 bc 52,88 62,75 c 67,08 d tn 3,83 3,79 12,91 4,58 4,15
80 58,85 a 64,23 b 66,85 bc 69,25 cd 68,00 bc 72,53 d 3,94 3,99
Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
101 Mukti, dkk, Simulasi Peningkatan Suhu... Penggunaan pot sebagai tempat tumbuh tanaman semakin mempersulit akar tanaman untuk mendapatkan air yang dibutuhkan, karena suplai air yang didapat hanya bergantung pada penyiraman. Terbatasnya ketersediaan air tersebut dapat menghambat sintesis klorofil pada daun karena kemampuan akar untuk menyerap unsur hara N dan Mg yang ber-peran penting dalam sintesis klorofil menjadi terhambat. Kurangnya ketersediaan air dapat menghambat sintesis klorofil pada daun akibat laju fotosintesis yang menurun dan terjadinya peningkatan temperatur dan transpirasi yang menyebabkan disentegrasi klorofil (Hendriyani dan Setiari, 2009). Pyraclostrobin yang mengandung unsur nitrogen ialah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Dalam jaringan tanaman, nitrogen ialah komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya ialah asam-asam amino (Lakitan, 1993). Apabila unsur N yang tersedia tinggi, klorofil yang terbentuk semakin meningkat. Klorofil mempunyai fungsi esensial dalam proses fotosintesis yaitu menyerap energi matahari dan kemudian mentranslokasikan ke seluruh bagian tanaman. Pada pengamatan jumlah anakan lihat Tabel 3, menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan cekaman suhu dan pyraclostrobin berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah anakan tanaman padi. Rerata jumlah anakan tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - suhu normal malam
hari (P400T0). Hal tersebut didasarkan atas pernyataan bahwa pyraclostrobin yang mengandung unsur nitrogen ialah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Dalam jaringan tanaman, nitrogen ialah komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya ialah asam-asam amino (Lakitan, 1993). Koehle et al. (2003) menyatakan bahwa penghambatan respirasi pada mitokondria oleh pyraclostrobin akan berdampak pada peningkatkan aktivitas nitrat reduktase (NR) yang merupakan enzim yang digunakan untuk pembentukan nitrogen pada tanaman. Dengan semakin banyaknya kandungan unsur N, menurut Endrizal dan Bobihoe (2004), mampu berperan dalam pertumbuhan vegetatif termasuk merangsang jumlah anakan. Tanaman padi yang kekurangan nitrogen pertumbuhannya menjadi lambat dan tanaman menjadi kerdil serta jumlah anakannya sedikit. Faktor screenhouse sebagai manipulasi cekaman suhu (peningkatan suhu 2⁰C (T2) dan 4⁰C (T4)) juga berpengaruh signifikan dalam pertumbuhan anakan padi. Rerata jumlah anakan padi yang terbentuk pada perlakuan simulasi peningkatan suhu 2⁰C (T2) dan simulasi peningkatan suhu 4⁰C(T4) lebih sedikit dibandingkan perlakuan suhu normal. Lambers et al. (1998) mengungkapkan bahwa salah satu bentuk penyesuaian akibat dari berkurangnya cahaya yang dapat diserap oleh tanaman akibat konstruksi screenhouse
Tabel 2 Rerata Kandungan Klorofil (Index) akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
40 40,50 ab 43,99 b 39,23 a 40,54 ab 37,59 a 37,74 a 3,90 6,57
Hari Setelah Transplanting (HST) 50 60 70 40,59 43,78 bc 44,40 bc 44,11 46,48 c 46,72 c 39,11 41,28 ab 40,96 ab 40,43 41,55 ab 41,46 ab 39,23 39,58 a 39,97 a 40,05 40,26 ab 40,40 a tn 3,98 3,90 6,92 6,35 6,21
80 44,59 bc 46,32 c 41,15 ab 42,09 ab 40,36 a 40,79 ab 3,99 6,32
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
102 Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3, Nomor 2, Maret 2015, hlm. 98 - 106 Tabel 3 Rerata Jumlah Anakan akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
40 45,38 c 52,38 c 30,88 b 31,00 b 23,50 a 28,75 ab 7,00 13,35
Hari Setelah Transplanting (HST) 50 60 70 55,13 de 64,63 c 76,30 c 59,63 e 68,25 c 80,05 c 45,50 bc 55,13 b 60,68 ab 51,88 cd 59,88 bc 65,00 b 38,00 a 44,25 a 55,35 a 43,75 ab 53,75 b 60,95 ab 7,29 8,63 6,98 10,03 10,08 7,08
80 83,44 c 88,75 c 67,06 ab 69,90 b 60,81 a 66,55 ab 7,77 7,19
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
agar terpenuhi kebutuhan cahaya yang aktif dalam proses fotosintesis. Pengamatan umur tanaman padi mulai berbunga (HST) dan waktu panen (HST), lihat Tabel 4 dan Tabel 5, berkorelasi linier antara satu sama lain, sehingga cepat atau lambatnya umur panen bersesuaian dengan cepat atau lambatnya umur berbunga. Pada kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 0 ppm - suhu normal malam hari (P0T0) dan pem-berian pyraclostrobin 400 ppm - suhu normal malam hari (P400T0) - lah yang menunjukkan perlakuan yang singkat untuk memunculkan berbunga dan mempercepat waktu panennya (genjah) dibandingkan perlakuan simulasi peningkatan suhu 2⁰C (T2) dan 4⁰(T4). Perbedaan umur berbunga (HST) dan waktu panen (HST) disebabkan oleh suhu rendah atau penyinaran matahari yang tidak cukup. Tambahan pula, khusus untuk tanaman padi (C3) ketika dicekam oleh suhu tinggi, tidak mampu tumbuh dengan baik sebaik jagung (C4) pada temperatur tinggi. Hal tersebut disebabkan karena enzim rubisco pada tumbuhan C3 akan lebih banyak berikatan dengan O2 daripada dengan CO2, sehingga terjadi fotorespirasi dan mengurangi atau menghambat reaksi fiksasi atau reduksi CO2. Kondisi ini akan mengakibatkan laju fotosintesis menurun. Sebaliknya tumbuhan C4 tidak berproduksi optimal di daerah beriklim dingin. Hal tersebut disebabkan karena enzim piruvat dikinase (enzim penting dalam lintas C4) sangat sensitif terhadap temperatur rendah. Dapat dikatakan bahwa pada suhu lingkungan yang panas, aktivitas oksigen-
ase rubisco lebih tinggi dibandingkan dengan karboksilase. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakmampuan tanaman C3 memanfaatkan kelimpahan CO2 atmosfir disebabkan oleh tingkat katalitik rubisco yang lambat, afinitas terhadap CO2 rendah, dan kemampuannya menggunakan O2 sebagai subtrat alternatifnya. Berbeda dengan tanaman C3, tanaman C4 seperti jagung dan tebu, mempunyai dua tipe sel fotosintesis, yaitu sel mesofil dan bundlesheath (anatomi Kranz’). Fiksasi CO2 yang terjadi di dalam sel mesofil dilakukan oleh enzim fosfosenolpiruvat karboksilase (PEPC) yang akan mengkombinasikan dengan fosfos-enolpiruvat membentuk oksaloasetat (OAA). Afinitas PEPC terhadap CO2 sangat tinggi dibandingkan dengan Rubisco (Priyatno, 2012). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin memberikan pengaruh tidak nyata terhadap rerata panjang malai, jumlah gabah hampa, bobot total tanaman tanpa malai (kering oven). Sedangkan kombinasi perlakuan suhu dan pyraclostrobin yang memberikan pengaruh nyata yaitu terhadap jumlah malai, jumlah gabah isi, bobot 1000 biji, bobot gabah basah, bobot gabah kering oven, bobot total tanaman tanpa malai (BB), GKG, index panen. Kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - suhu normal malam hari (P400T0) memberikan jumlah malai, jumlah gabah isi, bobot 1000 biji, bobot total tanaman tanpa malai (BB), bobot gabah basah, bobot gabah kering oven, GKG, index panen, yang tertinggi dibandingkan dengan kombinasi perlakuan yang lain.
103 Mukti, dkk, Simulasi Peningkatan Suhu... Tabel 4 Rerata Umur Tanaman Mulai Berbunga (HST) akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
Hari Setelah Transplanting (HST) 66,94 a 67,55 a 81,19 bc 80,00 b 81,81 c 81,95 c 1,70 1,49
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Tabel 5 Rerata Waktu Panen (HST) akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan
Hari Setelah Transplanting (HST)
P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
102,56 a 102,93 a 135,63 b 136,13 b 139,69 c 139,88 c 2,13 1,14
Keterangan : Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Hal tersebut didasarkan atas pernyataan bahwa pyraclostrobin yang mengandung unsur nitrogen ialah komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil. Dalam jaringan tanaman, nitrogen ialah komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya ialah asam-asam amino (Lakitan, 1993). Tambahan pula, pernyataan Koehle et al. (2003) menyatakan bahwa penghambatan respirasi pada mitokondria oleh pyraclostrobin akan berdampak pada peningkatkan aktivitas nitrat reduktase (NR) yang merupakan enzim yang digunakan untuk pembentukan nitrogen pada tanaman. Dengan semakin banyaknya kandungan unsur N, menurut Endrizal dan Bobihoe (2004), mampu berperan dalam pertumbuhan vegetatif termasuk merangsang jumlah anakan dan jumlah malainya. Dengan meningkatnya jumlah malai, merupakan salah satu komponen penentu produksi padi dalam luasan lahan tertentu.
Banyaknya jumlah malai yang terbentuk berhubungan dengan banyaknya gabah yang dihasilkan. Semakin banyak malai, maka produksi dapat meningkat karena gabah yang dihasilkan semakin banyak sehingga akan menambah bobot gabah (Iqbal, 2008). Jumlah gabah isi dan gabah hampa yang dihasilkan pada kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - suhu normal malam hari (P400T0) memberikan jumlah proporsi yang tertinggi dari semua kombinasi perlakuan. Pada kombinasi perlakuan P400T0 ini pula rerata jumlah gabah isi mampu menghasilkan biji yang paling bernas jumlahnya. Pada perlakuan suhu dengan peningkatan suhu 2⁰C (T2) dan 4⁰C (T4) rerata jumlah gabah isinya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan T0 (suhu normal malam). Hal ini disebabkan adanya cekaman suhu ° ° yang naik 2 C dan 4 C dari suhu normal malam harinya pada tanaman padi yang ada dalam screenhouse. Suhu malam hari ° (>29 C) meningkatkan kekompongan malai
104 Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3, Nomor 2, Maret 2015, hlm. 98 - 106 sehingga menurunkan hasil padi (Ziska et al., 1996). Perlakuan T0 (suhu normal malam), diperoleh umur berbunga dengan kriteria genjah yang menandakan pertumbuhan vegetatif tanaman tidak berlebihan dan dapat meningkatkan produksi. Akan tetapi, berbeda halnya dengan perlakuan peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C, yang umur untuk berbunganya lebih lama. Kapasitas hasil dapat dinaikkan tanpa pertumbuhan vegetatif yang berlebihan, karena pertumbuhan vegetatif yang berlebihan menyebabkan suplai asimilat berkurang yang bisa menyebabkan banyaknya bulir hampa yang dihasilkan. Semakin lama umur untuk berbunga menyebabkan penurunan hasil gabah bernas. Ini dapat dilihat rerata jumlah gabah isi dan hampa (Tabel 6).
Rendahnya hasil rataan pada perlakuan peningkatan suhu 2⁰C dan 4⁰C pada parameter bobot 1000 biji, bobot gabah basah, bobot gabah kering oven, bobot tanaman tanpa malai (BB), GKG, index panen (Tabel 7) disebabkan oleh tingginya suhu yang terjadi selama periode pertumbuhan, pembungaan dan pengisian biji tanaman padi. Suhu yang tinggi mempercepat tanaman mengalami senescence, memperpendek periode pengisian gabah/bulir dan memperburuk pembentukkan pengisian gabah/bulir, sehingga secara signifikan menurunkan produksi padi (Prasad et al., 2006). Tambahan pula, suhu yang tinggi dapat meningkatkan pengapuran (chalkiness) pada gabah, mengurangi angka beras kepala, mengubah struktur amilosa and amilopektin (Zhong et al., 2005).
Tabel 6 Rerata Panjang Malai, Jumlah Malai, Jumlah Gabah (Isi dan Hampa), Bobot 1000 biji akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan
Panjang Malai (cm)
Jumlah Malai -1 (tan )
P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
25,47 27,43 26,38 25,89 26,14 27,06 tn 4,51
62,31 b 67,93 b 41,25 a 44,73 a 35,94 a 37,05 a 9,46 13,46
Jumlah Gabah -1 (bulir tan ) Isi Hampa 1512 b 1438 1940 c 1606 1308 a 1460 1525 b 1316 1366 ab 1592 1543 b 1269 200,4 tn 8,81 18,98
Bobot 1000 Biji 17,15 abc 19,33 d 16,78 a 17,68 bc 16,93 ab 17,85 c 0,89 3,4
Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
Tabel 7 Rerata Bobot Tanaman tanpa Malai (Basah dan Kering), Bobot Gabah (Basah dan Kering), GKG, Index Panen akibat Perlakuan Pemberian Pyraclostrobin dan Simulasi Suhu Perlakuan P0T0 P400T0 P0T2 P400T2 P0T4 P400T4 BNT 5% KK (%)
Bobot Tanaman tanpa Malai -1 (g tan ) Basah Kering 925,19 cd 179,0 952,55 d 180,8 863,44 abc 177,3 873,63 bc 178,9 793,69 a 175,3 828,40 ab 176,6 75,74 tn 5,84 1,78
Bobot Gabah -1 (g tan ) Basah 59,56 a 68,03 b 54,56 a 58,13 a 54,06 a 57,23 a 6,44 7,4
Kering 47,94 b 53,43 c 42,81 a 45,65 ab 41,13 a 43,80 ab 5,11 7,52
GKG -1 (g tan ) 50,19 b 56,00 c 45,00 a 48,35 ab 43,75 a 46,30 ab 5,15 7,19
Index Panen 0,27 b 0,30 c 0,24 ab 0,26 ab 0,23 a 0,25 ab 0,03 6,95
Keterangan : angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf 5%.
105 Mukti, dkk, Simulasi Peningkatan Suhu... KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan cekaman suhu dan pyraclostrobin mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman padi. Kenaikan suhu 2⁰C dan 4⁰C (T2 dan T4), secara umum menurunkan pertumbuhan dan hasil, kecuali tinggi tanaman. Secara khusus, memperpanjang umur tanaman padi (menunda waktu panen). Perlakuan pemberian pyraclostrobin dapat mengurangi stres suhu, pada kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi peningkatan suhu 2⁰C (P400T2) dan kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm – simulasi peningkatan suhu 4⁰C (P400T4). Peran pyraclostrobin pada kombinasi perlakuan suhu (cekaman) T2 dan T4 terbukti lebih efektif menyelamatkan hasil gabah/biji lebih tinggi, misalnya rerata pada bobot 1000 biji. Kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi peningkatan suhu 2⁰C (P400T2) dapat menyelamat-kan rerata bobot 1000 biji lebih tinggi 17,68 g -1 tan sebesar 5,36% jika dibandingkan dengan kombinasi perlakuan tanpa pyraclostrobin 0 ppm - simulasi peningkatan suhu 2⁰C (P0T2) yang menghasilkan rerata -1 bobot 1000 biji 16,78 g tan . Linier dengan kombinasi perlakuan pemberian pyraclostrobin 400 ppm - simulasi pening-katan suhu 4⁰C (P400T4) yang mampu menyelamatkan rerata bobot 1000 biji lebih tinggi -1 17,85 g tan 5,43% dibandingkan dengan kombinasi perlakuan tanpa pyraclostrobin 0 ppm - simulasi peningkatan suhu 4⁰C (P0T4) -1 yang rerata bobot 1000 bijinya 16,93 g tan . Pemberian pyraclostrobin dapat menyelamatkan tanaman padi jika terjadi kenaikan suhu pada T2 dan T4. DAFTAR PUSTAKA Easterling, R., Horton, B., Jones, P., Peterson, T.C., Karl, T.R., Parker, D.E., Salinger, M.J., Razuvayev, V., Plummer, N., Jamason, P. and Folland, C.K. 1997. Maximum and minimum temperature trends for the globe. Science 277 (9) :364–367 Endrizal dan J. Bobihoe. 2004. Efisiensi penggunaan pupuk nitrogen dengan
penggunaan pupuk organik pada tanaman padi sawah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7 (2):118-124. Hendriyani, I. S dan N. Setiari. 2009. Kandungan klorofil dan pertumbuhan kacang panjang (Vigna sinensis) pada tingkat penyediaan air yang berbeda. J. of Sains dan Mat. 17(3): 145-150.. Iqbal, A. 2008. Pertumbuhan dan hasil padi sawah dengan penggunaan macam pupuk organik dan dosis pupuk nitrogen. Agrivita 30 (1): 371- 379. Karl, T.R., Kukla, G. and Razuvayev, V.N., 1991. Global Warming: evidence for asymmetric diurnal temperature change. Geophys. Res. Lett. 18(5):2253–2256. Koehle, H., Grossmann, K., Jabs, T., Gerhard, M., Kaiser, W., Glaab, J., Conrath, U., Seehaus, K. and Herms, S. 2003. Physiological effects of the strobilurin fungicide F 500 on plants. Kukla, G. and Kar, T. R. 1993. Nighttime warming and the green house effect. Environ. Sci. and Tech. 27(7):1468– 1474. Lakitan, B. 1993. Dasar – dasar fisiologi tumbuhan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Lambers, H., T.L. Pons and F.S. Chapin. 1998. Plant physiological ecology. 2nd ed. springer sci. + bussiness media LLC. New York. USA. Lin,S.K., Chang, M.C., Tsai, Y.G. and Lur, H.S. 2005. Proteomic analysis of the expression of proteins related to rice quality during caryopsis development and the effect of high temperature on expression. Proteomics 5(2):2140– 2156. Peng, S.B., Huang J.L., Sheehy J.E., Laza R.C., Visperas R.M., Zhong X.H., Centeno G.S., Khush G.S. and Cassman K.G. 2004. Rice yields decline with higher night temperature from global warming. Proc. Natl. Acad. Sci. USA 101 (27): 9971–9975. Prasad, P. V. V., Boote K. J., Allen, L. H., Sheehy J. E. and Thomas, J. M. G. 2006. Species, ecotype and cultivar
106 Jurnal Produksi Tanaman, Volume 3, Nomor 2, Maret 2015, hlm. 98 - 106 differences in spikelet fertility and harvest index of rice in response to high temperature stress. Field Crop Res. 95(3): 398–411 Priyatno, Tri P. 2012. Pengembangan padi C4 strategi inovasi adaptif menghadapi pemanasan global. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Hal. 9-12. Zhong, L. J., Cheng, F. M., Wen, X., Sun, Z. X. and Zhang, G. P. 2005. The
deterioration of eating and cooking quality caused by high temperature during grain filling in early-season indica rice cultivars. J. Agron. Crop Sci. 191(5): 218–225. Ziska, L. H., Manalo, P.A. and Ordonez, R. A. 1996. Intraspecific variation in the response of rice (Oryza sativa L.) to increased CO2 and temperature: growth and yield response of 17 cultivars. J. of Exp. Bot.47(3): 1353– 1359.